NASKAH PUBLIKASI PERBEDAAN MANAJEMEN KONFLIK ANTARA TIPE ... · antara tipe kepribadian tipe...

22
NASKAH PUBLIKASI PERBEDAAN MANAJEMEN KONFLIK ANTARA TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DENGAN INTROVERT Oleh: NICKE SUYATNO HEPI WAHYUNINGSIH FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2005

Transcript of NASKAH PUBLIKASI PERBEDAAN MANAJEMEN KONFLIK ANTARA TIPE ... · antara tipe kepribadian tipe...

NASKAH PUBLIKASI

PERBEDAAN MANAJEMEN KONFLIK ANTARA

TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DENGAN INTROVERT

Oleh:

NICKE SUYATNO

HEPI WAHYUNINGSIH

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2005

NASKAH PUBLIKASI

PERBEDAAN MANAJEMEN KONFLIK ANTARA

TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DENGAN INTROVERT

Telah Disetujui Pada Tanggal

Dosen Pembimbing Utama

(Hepi Wahyuningsih, S.Psi., M.Si. )

PERBEDAAN MANAJEMEN KONFLIK ANTARA

TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DENGAN INTROVERT

Nicke Suyatno Hepi Wahyuningsih

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan manajemen konflik antara remaja yang mempunyai tipe kepribadian ekstravert dengan introvert. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan kemampuan manajemen konflik antara tipe kepribadian ekstrovert dengan introvert. Dimana subjek yang bertipe kepribadian introvert cenderung lebih mampu dalam mengelola konflik daripada subjek yang bertipe kepribadian ekstrovert.

Subjek dalam penelitian ini adalah remaja dengan batasan usia antara 15-18 tahun. Adapun skala yang digunakan adalah skala manajemen konflik dan skala tipe kepribadian ekstrovert dan introvert. Skala manajemen konflik ini merupakan hasil modifikasi dari CRSI (Conflict Resolution Styles Inventory) yang dikembangkan oleh Kurdek (1994) dengan menggunakan empat kemungkinan pendekatan manajemen konflik yang dilakukan oleh Gottman dan Krokoff, yaitu positive problem solving, conflict engangement, withdrawal, dan compliance.

Sedangkan skala tipe kepribadian ekstrovert dan introvert merupakan hasil modifikasi dari EPQ (Eysenck Personality Questionaire) yang dibuat oleh Eysenck (Eysenck dan Wilson, 1980) meliputi tujuh aspek yaitu activity, sociability, responsibility, impulsiveness, expressiveness, risk taking, dan reflectiveness.

Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS 11.0 for windows. Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai mean kemampuan manajemen konflik pada subjek yang bertipe kepribadian ekstrovert 85,58 dan 92,72 pada subjek yang bertipe kepribadian introvert. Dengan uji-t diperoleh nilai t = -3,689 dan p = 0,000 karena p < 0,01 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kemampuan manajemen konflik yang signifikan antara tipe kepribadian tipe kepribadian ekstrovert dengan introvert. Dimana subjek yang bertipe kepribadian introvert cenderung lebih mampu dalam mengelola konflik daripada subjek yang bertipe kepribadian ekstrovert. Jadi hipotesis diterima.

Kata Kunci : Manajemen Konflik, Tipe Kepribadian ( Ekstrovert / Introvert )

Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan manusia akan selalu ada konflik. Konflik akan terjadi

dimanapun dan kapanpun dalam berbagai segi kehidupan sosial salah satunya

adalah pada remaja.

Pada remaja, konflik mendapat banyak perhatian. Pelajar yang sedang

menempuh pendidikan di SLTP maupun SLTA, bila ditinjau dari segi usianya,

sedang mengalami periode yang sangat potensial bermasalah. Periode ini oleh G.

Stanley Hall (Rumini dan Sundari, 2004) digambarkan sebagai sturm and drang

period (topan dan badai). Sebabnya karena mereka mengalami penuh gejolak

emosi dan tekanan jiwa, sehingga perilaku mereka mudah menyimpang (Zulkifli,

1986). Dari situasi konflik dan problem ini remaja tergolong dalam sosok pribadi

yang tengah mencari identitas dan membutuhkan tempat penyaluran kreativitas.

Jika tempat penyaluran tersebut tidak ada atau kurang memadai, mereka akan

mencari berbagai cara sebagai penyaluran. Salah satu eksesnya adalah dengan

berkelahi (Fakhruddin, 1999).

Sebagai contoh, kasus perkelahian massal antarpelajar atau tawuran yang kian

marak itu sungguh memprihatinkan. Di Yogyakarta, dua kelompok pelajar SLTA

dari dua sekolah yang berbeda, Senin tanggal 29 November 2004 sore, nyaris

terlibat bentrok. Satu kelompok dari sebuah SLTA swasta di wilayah Kecamatan

Umbulharjo, Kota Yogyakarta, antara lain ada yang membawa senjata tajam,

sudah menunggu kedatangan kelompok lain dari sebuah SLTA negeri dari

wilayah Kecamatan Gondokusuman. Dari keterangan yang diperoleh, dua

kelompok remaja itu menurut rencana akan bertemu di lapangan parkir Stadion

Mandalakrida, kawasan Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta. Namun, rencana itu

dapat diketahui aparat Poltabes hingga aksi tawuran dapat digagalkan. Sementara

itu, polisi dapat menangkap salah seorang warga kampung sekitar, Eko Sulistyo

(20), yang kedapatan membawa pedang untuk membantu rekannya (Suara

Merdeka, 1 Desember 2004).

Dari contoh kasus di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam

menghadapi masalah, remaja cenderung belum bisa menyelesaikan masalah

dengan baik. Goldfriend dan Davidson (Inawati, 1998) menyatakan perilaku

malasuai dapat disebabkan oleh ketidakefektifan strategi menghadapi masalah.

Kesuksesan seseorang menyelesaikan masalah tergantung pada strateginya

dalam menghadapi berbagai situasi masalah. Kemampuan managerial seseorang

dalam menanggulangi konflik disebut dengan manajemen konflik. Menurut

Gottman dan Krokoff (Kurdek, 1994) dalam manajemen konflik ada empat

macam pendekatan, yaitu positive problem solving (kompromi dan negosiasi),

conflict engagement (menyerang dan lepas kontrol), withdrawal (menarik diri dari

permasalahan dan dengan orang yang terlibat dengannya) dan compliance

(menyerah dan tidak membela diri).

Pentingnya manajemen konflik dalam hubungan sosial mendorong para ahli

untuk mengidentifikasikan sejumlah faktor yang mempengaruhi manajemen

konflik. Antara lain: karakteristik kepribadian dan kecerdasan (Sternberg dan

Soriano,1984).

Berkaitan dengan faktor karakteristik kepribadian, terlihat bahwa pemilihan

strategi manajemen konflik erat kaitannya dengan tipe kepribadian. Pendekatan

tipologi saat ini yang banyak digunakan adalah tipologi ekstravert dan introvert

yang mula-mula dikembangkan oleh Jung pada tahun 1875-1961, lalu dilanjutkan

oleh H. J. Eysenck. G.G Jung pada tahun 1921 menerbitkan bukunya

Psychological Types. Dalam buku ini ia mengatakan bahwa kepribadian manusia

dapat dibagi menjadi dua kecenderungan ekstrim berdasarkan reaksi individu

terhadap pengalamannya. Pada kutub ekstrim pertama adalah kecenderungan

introversi, yaitu menarik diri dan tenggelam dalam pengalaman-pengalaman

batinnya sendiri, cenderung tertutup, tidak terlalu memperhatikan oranglain dan

agak pendiam. Kutub ekstrim yang lain adalah ekstroversi, yaitu membuka diri

dalam kontak dengan orang-orang, peristiwa-peristiwa dan benda-benda di

sekitarnya. Kalau tipologi Jung tampaknya terkotak-kotak secara kaku, maka E.J.

Eysenck beranggapan bahwa ekstraversi-introversi merupakan dua kutub dalam

satu skala. Kebanyakan orang akan berada di tengah-tengah skala itu,, hanya

sedikit orang-orang yang benar-benar ekstrovert atau introvert (Shalahuddin,

1991).

Menurut Abidin dan Suyasa (2003) kedua tipe tersebut masing-masing

memiliki karakteristiknya sendiri-sendiri yang sangat berpengaruh terhadap

perasaan, pikiran, minat serta sikap mereka. Antara ekstrovert dan introvert

kadang-kadang mengelola konflik dengan cara yang berbeda karena keduanya

memiliki orientasi yang berbeda.

Orang ekstrovert kurang mampu dalam mengelola konflik. Hal ini

disebabkan karena menurut Eysenck (Eysenck dan Wilson, 1980) orang ekstrovert

cenderung bertindak secara terburu-buru, kadang-kadang gegabah, mudah

berubah pendirian, demonstratif, senang hidup dalam bahaya, sedikit

menghiraukan konsekuensi-konsekuensi yang mungkin merugikan, dan mungkin

juga tidak bertanggung jawab secara sosial. Sebaliknya, orang introvert akan lebih

mampu dalam mengelola konflik. Hal ini disebabkan karena menurut Eysenck

(Eysenck dan Wilson, 1980) orang introvert cenderung jarang ikut terlibat dalam

sebuah konflik, karena mereka selalu mempertimbangkan berbagai masalah

dengan sangat hati-hati sebelum mengambil keputusan, pandai menguasai diri,

tenang, tidak memihak, terkontrol dalam menyatakan pendapat dan perasaannya,

dan dapat dipercaya.

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas peneliti ingin melaksanakan

penelitian tentang perbedaan manajemen konflik antara tipe kepribadian

ekstrovert dengan introvert. Sehingga pertanyaan penelitiannya adalah: “Apakah

ada perbedaan kemampuan manajemen konflik antara tipe kepribadian ekstrovert

dengan introvert ?”

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan kemampuan

manajemen konflik tipe kepribadian ekstravert dengan introvert.

Tinjauan Pustaka

1. Manajemen Konflik

Menurut Dwijanti (2000) metode resolusi konflik adalah cara atau pendekatan

atau metode yang digunakan seseorang untuk mengatasi atau menghadapi suatu

konflik tertentu. Hendricks (1992) menyatakan bahwa manajemen konflik adalah

strategi yang dapat digunakan untuk mengatasi konflik. Menurut Pepper

(Dwijanti, 2000), manajemen konflik merupakan kombinasi antara persepektif

dan tindakan; bagaimana seseorang mengonseptualisasikan konflik akan

menentukan tindakan apa yang diambil untuk menyelesaikan konflik.

Berdasarkan penjelasan di atas. Jadi, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

dengan manajemen konflik adalah strategi atau metode yang digunakan seseorang

untuk mengatasi atau mengelola suatu konflik tertentu.

Aspek-aspek Manajemen Konflik

Ada beberapa macam pendekatan manajemen konflik yang dapat digunakan

untuk menyusun aspek-aspek manajemen konflik. Antara lain pendekatan

manajemen konflik dilakukan oleh Gottman dan Krokoff (Kurdek, 1994), mereka

menyusun aspek-aspek manajemen konflik menjadi empat, yaitu: a) Positive

problem solving, merupakan strategi dimana individu melakukan penanggulangan

konflik dengan cara yang lebih terfokus pada permasalahan konflik yang terjadi

dengan kompromi dan negosiasi. b) Conflict engagement, merupakan strategi

dimana individu melakukan penanggulangan konflik dengan cara menyerang dan

lepas kontrol terhadap lawan konfliknya. c) Withdrawal, merupakan strategi

dimana individu melakukan penanggulangan konflik dengan cara menarik diri

dari permasalahan dan dengan orang yang terlibat dengannya. d) Compliance,

merupakan strategi dimana individu melakukan penanggulangan konflik dengan

cara menyerah dan tidak membela diri ketika berhadapan dengan lawan

konfliknya. Aspek-aspek manajemen konflik berdasarkan pendekatan manajemen

konflik yang dilakukan Ruble dan Thomas (Dwijanti, 2000) ada lima, yaitu

avoiding atau withdrawal, accommodating atau smoothing, forcing atau

competition, compromising, dan confroting.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek

manajemen konflik dapat disusun dari beberapa pendekatan. Namun, pada

penelitian kali ini penulis akan menggunakan aspek-aspek manajemen konflik

yang disusun berdasarkan pendekatan dari Gottman dan Krokoff.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Manajemen Konflik

Faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen konflik antara lain menurut

Sternberg dan Soriano (1984) yaitu karakteristik kepribadian dan kecerdasan.

Boardman dan Horowits (Mardianto, 2000) mengatakan bahwa karakteristik

kepribadian yang berpengaruh terhadap gaya manajemen konflik individu adalah

kecenderungan agresivitas, kebutuhan untuk mengontrol dan menguasai, orientasi

kooperatif atau kompetitif, kemampuan berempati, dan kemampuan untuk

menemukan alternatif penyelesaian konflik. Faktor lingkungan menurut Wall dan

Callister (1995) juga turut mempengaruhi manajemen konflik seseorang, misalnya

kekuatan yang tidak seimbang, saling ketergantungan, perbedaan status, dan

hubungan yang distributif.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa karakteristik

kepribadian merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi manajemen konflik.

2. Tipe Kepribadian Ekstrovert Dengan Introvert

Secara etiomologis, kata kepribadian (personality dalam Bahasa Inggris)

berasal dari kata persona (Bahasa Latin) yang berarti kedok atau topeng, yaitu

tutup muka yang sering dipakai para pemain sandiwara untuk menggambarkan

perilaku, watak atau pribadi seseorang (Sujanto, 2004). Menurut Jung (Sujanto,

2004), hal inilah yang menyebabkan mengapa kehidupan manusia ini tidak dapat

berada di dalam ketenangan yang selama ini dicarinya.

Eysenck (Alwisol, 2004) memberikan definisi kepribadian sebagai

keseluruhan pola tingkah laku aktual maupun potensial dari organisme,

sebagaimana ditentukan oleh keturunan dan lingkungan. Pola tingkah laku itu

berasal dan dikembangkan melalui interaksi fungsional dari empat sektor utama

yang mengorganisir tingkah laku; sektor kognitif (intelligence), sektor konatif

(character), sektor afektif (temperament) dan sektor somatic (constitution).

Tiap dimensi kepribadian memiliki ciri-ciri atau karakteristiknya masing-

masing, begitu pula dengan tipe ekstravert dan intravert. Masing-masing memiliki

minat, sikap, pikiran, serta perasaan yang berbeda antara individu yang satu

dengan yang lainnya (Purwanto dalam Abidin, 2003). Eysenck (Alwisol, 2004)

yakin bahwa penyebab utama perbedaan antara ekstraversi dengan introversi

adalah tingkat keterangsangan korteks (CAL = Cortical Arousal Level), kondisi

fisiologis yang sebagian besar bersifat keturunan. CAL adalah gambaran

bagaimana korteks mereaksi stimulus indrawi. CAL tingkat rendah artinya korteks

tidak peka, reaksinya lemah. Sebaliknya CAL tinggi, korteks mudah terangsang

untuk bereaksi. Orang ekstravers CAL-nya rendah, sehingga dia banyak

membutuhkan rangsangan indrawi untuk mengaktifkan korteksnya. Sebaliknya

CAL-nya tinggi, dia hanya membutuhkan rangsangan sedikit untuk mengaktifkan

korteksnya. Jadilah orang yang introvers menarik diri, menghindar dari riuh-

rendah situasi disekelilingnya yang membuatnya kelebihan rangsangan.

Berdasarkan penjelasan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa tipe

kepribadian ekstrovert dan introvert merupakan dua hal yang berbeda dan saling

berlawanan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan definisi dari Eysenck

yang menyatakan bahwa kepribadian merupakan keseluruhan pola tingkah laku

aktual maupun potensial dari organisme, sebagaimana ditentukan oleh keturunan

dan lingkungan.

Aspek-aspek Tipe Kepribadian Ekstrovert Dengan Introvert

Menurut Eysenck (Eysenck dan Wilson, 1980) terdapat indikator-indikator

yang menyebabkan adanya perbedaan tipe kepribadian ekstrovert dan introvert.

Indikator-indikator tersebut terdiri dari tujuh aspek, yaitu:

a. Aktivitas (activity)

b. Kemampuan bergaul (sociability)

c. Penurutan dorongan hati (impulsiveness)

d. Pernyataan perasaan (expressiveness)

e. Pengambilan resiko (risk taking)

f. Kedalaman berpikir (reflectiveness)

g. Tanggung jawab (responsibility)

Pada penelitian ini ketujuh aspek yang telah disebutkan di atas digunakan

sebagai tolok ukur dalam pengukuran tipe kepribadian ekstrovert dan introvert.

Hipotesis

Ada perbedaan kemampuan manajemen konflik antara tipe kepribadian

ekstrovert dengan introvert. Dimana subjek yang bertipe kepribadian introvert

cenderung lebih mampu dalam mengelola konflik daripada subjek yang bertipe

kepribadian ekstrovert.

Metodologi Penelitian

Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel tergantung : Manajemen konflik

2. Variabel bebas : Tipe kepribadian ekstrovert dengan introvert

Subjek penelitian ini adalah remaja yaitu remaja dengan batasan usia antara

15-18 tahun (Monks, 2002). Metode analisis data yang digunakan untuk menguji

taraf signifikansi perbedaan manajemen konflik dalam penelitian ini adalah

dengan teknik uji-t dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS 11.0

for Windows.

Metode pengumpulan data pada penelitin ini menggunakan dua skala, yaitu:

1. Skala Manajemen Konflik

Skala ini merupakan hasil modifikasi dari CRSI (Conflict Resolution Styles

Inventory) yang dikembangkan oleh Kurdek (1994) dengan menggunakan empat

kemungkinan pendekatan manajemen konflik yang dilakukan oleh Gottman dan

Krokoff, yaitu positive problem solving, conflict engangement, withdrawal, dan

compliance. Pernyataan yang bersifat favourable menunjukkan tingginya

kemampuan subjek mengelola konflik. dan pernyataan yang bersifat unfavourable

menunjukkan rendahnya kemampuan subjek dalam mengelola konflik. Untuk

pernyataan yang bersifat favourable, skor 4 untuk jawaban Sangat Sesuai (SS),

skor 3 untuk jawaban Sesuai (S), skor 2 untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), dan

skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS). Untuk pernyataan yang bersifat

unfavourable sebaliknya.

Hasil analisis aitem skala ini menunjukkan bahwa dari 40 aitem yang

diujicobakan, 29 aitem valid dan 11 aitem gugur. Koefisien korelasi aitem total

bergerak antara 0,2093 – 0,6174 dengan korelasi alpha sebesar 0,8738

2. Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Introvert

Skala ini merupakan hasil modifikasi dari skala ekstrovert dan introvert yang

dibuat oleh Eysenck yang disebut dengan Eysenck Personality Questionaire atau

EPQ (Eysenck dan Wilson, 1980). Skala ini mengukur tujuh aspek tipe

kepribadian, yaitu: activity, sociability, responsibility, impulsiveness,

expressiveness, risk taking, dan reflectiveness. Pernyataan yang bersifat

favourable disusun berdasarkan ciri-ciri tipe kepribadian ekstrovert dan

pernyataan yang bersifat unfavourable disusun berdasarkan ciri-ciri tipe

kepribadian introvert. Untuk pernyataan yang bersifat favourable, skor 4 untuk

jawaban SL (bila subjek selalu melakukan), skor 3 untuk jawaban S (bila subjek

sering melakukan), skor 2 untuk jawaban K (bila subjek kadang-kadang

melakukan), dan skor 1 untuk jawaban T (bila subjek tidak pernah melakukan).

Untuk pernyataan yang bersifat unfavourable sebaliknya.

Hasil analisis aitem skala ini menunjukkan bahwa dari 56 aitem yang

diujicobakan, 22 aitem valid dan 34 aitem gugur. Koefisien korelasi aitem total

bergerak antara 0,2065 – 0,4569 dengan korelasi alpha sebesar 0,7698

Hasil Penelitian

1. Deskripsi Subjek Penelitian

Hasil pengumpulan data terkumpul sebanyak 101 subjek. Setelah diteliti

ternyata 7 subjek tidak memenuhi kriteria sehingga tinggal 94 subjek. Untuk

mendapatkan subjek yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert dan introvert, 94

subjek tersebut dicari median-nya (nilai tengah). Dengan median 51, maka

diperoleh subjek sebanyak 86. 40 subjek memiliki tipe kepribadian ekstrovert dan

46 subjek memiliki tipe kepribadian introvert, subjek inilah yang akan diolah

lebih lanjut

2. Deskripsi Data Penelitian

Variabel Hipotetik Empirik Min Max Mean SD Min Max Mean SD

Manajemen Konflik

29 116 72,5 14,5 68 114 89,40 9,597

Tipe Kepribadian

22 88 55 11 29 66 50,12 6,800

Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa rerata empirik manajemen konflik

sebesar 89,40 di atas terata hipotetik sebesar 72,5 dengan SD 14,5 dan rerata

empirik tipe kepribadian sebesar 50,12 di bawah rerata hipotetik 55 dengan SD

11. Subjek penelitian akan digolongkan ke dalam lima kategori diagnosis

menggunakan rumus (Azwar, 2003):

a. Sangat rendah : X = M-1,5SD

b. Rendah : M-1,5SD < X = M-0,5SD

c. Sedang : M-0,5SD < X = M+0,5SD

d. Tinggi : M+0,5SD < X = M+1,5SD

e. Sangat tinggi : M+1,5SD = X

Ekstrovert Introvert Kategori Skor f % f %

Sangat rendah X = 51 0 0 0 0 Rendah 51 < X = 62 0 0 0 0 Sedang 62 < X = 80 10 25 3 6,522 Tinggi 80 < X = 94 23 57,5 23 50

Sangat tinggi 94 = X 7 17,5 20 43,478 40 100 46 100

Berdasarkan hasil kategori skor variabel manajemen konflik di atas maka dapat

diketahui bahwa subjek yang bertipe kepribadian ekstrovert mayoritas berada

pada tingkat tinggi yaitu sebanyak 23 orang (57,5%), sedangkan sisanya yaitu

sebanyak 10 orang berada pada tingkat sedang (25%) dan sebanyak 7 orang

berada pada tingkat sangat tinggi (17,5%). Untuk subjek yang bertipe kepribadian

ekstrovert mayoritas juga berada pada tingkat tinggi yaitu sebanyak 23 orang

(50%), sedangkan sisanya yaitu sebanyak 3 orang berada pada tingkat sedang

(6,522%) dan sebanyak 20 orang berada pada tingkat sangat tinggi (43,478%).

3. Hasil analisis uji asumsi

a. Uji normalitas

Uji normalitas dilakukan pada variabel manajemen konflik. hasil uji

normalitas sebaran menunjukkan bahwa manajemen konflik mempunyai

distribusi sebaran yang normal dengan uji One-Sample Kolmogorov-

Smirnov test = 0,806 dan p = 0,534 maka p > 0,05.

b. Uji homogenitas

Uji asumsi homogenitas antara tipe kepribadian ekstrovert dan introvert

dihasilkan Leven ‘s Test for Equality of Variances diperoleh nilai F =

0,082 dan p = 0,775, karena p > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data

kedua kelompok homogen.

4. Hasil uji hipotesis (Uji-t)

Uji-t dilakukan pada skor total manajemen konflik antara tipe kepribadian

ekstrovert dan introvert berdasarkan uji-t skor total manajemen konflik antara tipe

kepribadian ekstrovert dan introvert. Dari hasil analisis data diperoleh nilai mean

kemampuan manajemen konflik pada subjek yang bertipe kepribadian ekstrovert

85,58 dan 92,72 pada subjek yang bertipe kepribadian introvert. Mengingat kedua

varians homogen, maka dalam pengujian t akan menggunakan asumsi Equal

Varians Assumed dan diperoleh nilai t = -3,689 dan p = 0,000 karena p < 0,01

sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kemampuan manajemen

konflik yang signifikan antara tipe kepribadian tipe kepribadian ekstrovert dengan

introvert. Dimana subjek yang betipe kepribadian introvert cenderung lebih

mampu dalam mengelola konflik daripada subjek yang bertipe kepribadian

ekstrovert. Jadi hipotesis diterima.

Pembahasan

Eysenck (Mischel, 1993) mengatakan bahwa orang yang bertipe

kepribadian introvert tidak banyak bicara, mawas diri, memiliki rencana sebelum

melakukan sesuatu, tidak percaya dengan faktor kebetulan, memikirkan masalah

kehidupan sehari-hari secara serius, menyukai keteraturan dalam hidup mereka,

jarang berperilaku agresif, tidak mudah hilang kesabaran, dan menempatkan

standar etis yang tinggi dalam hidup mereka. Sedangkan orang yang bertipe

ekstrovert tidak terlalu memusingkan suatu masalah, cenderung agresif, mudah

kehilangan kesabaran, perasaannya kurang dapat terkontrol dengan baik, dan

kurang dapat dipercaya. Bila orang introvert dan ekstrovert dengan karakteristik-

karakteristik di atas mengalami sebuah konflik maka akan terlihat bahwa tipe

introvert cenderung lebih mampu dalam mengelola konflik. Hal ini didukung oleh

tiga hasil analisis tambahan, dimana semakin tinggi skor subjek maka semakin

tinggi kemampuan subjek dalam mengelola konflik dan sebaliknya. Ketiga hasil

analisis tambahan tersebut adalah: a) Berdasarkan aspek manajemen konflik

positive problem solving diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa ada perbedaan

kemampuan manajemen konflik antara subjek yang bertipe kepribadian ekstrovert

dengan introvert. Subjek introvert cenderung lebih mampu dalam mengelola

konflik daripada subjek ekstrovert yaitu dengan cara berkompromi dan

bernegosiasi dengan lawan konflik. b) Berdasarkan aspek manajemen konflik

conflict engagement diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa ada perbedaan

kemampuan manajemen konflik antara subjek yang bertipe kepribadian ekstrovert

yaitu dengan introvert. Subjek introvert cenderung lebih mampu dalam mengelola

konflik daripada subjek ekstrovert yaitu dengan cara tidak menyerang dan lepas

kontrol terhadap lawan konflik. c) Berdasarkan aspek manajemen konflik

withdrawal diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan

manajemen konflik antara subjek yang bertipe kepribadian ekstrovert dengan

introvert. Subjek introvert cenderung lebih mampu dalam mengelola konflik

daripada subjek ekstrovert yaitu dengan cara tidak menarik diri dari permasalahan

atau dari lawan konflik.

Conger (Monks, 2002) dalam penelitiannya menemukan bahwa ada hubungan

antara kepribadian dengan delikuensi bahwa remaja delikuen biasanya lebih

memiliki kepribadian percaya diri, sering memberontak, ambivalen otoritas,

mendendam, bermusuhan, curiga, destructive impulsive, dan menunjukkan

kontrol batin yang kurang. Dari sini, terlihat kalau subjek yang bertipe

kepribadian ekstrovert cenderung kurang mampu dalam mengelola konflik karena

karakteristik kepribadian yang disebutkan di atas merupakan karakteristik dari

tipe kepribadian ekstrovert.

Hal ini juga didukung dengan pernyataan Eysenck (Alwisol, 2004) yang

menyatakan bahwa orang ekstrovers suka pesta hura-hura, minum alkohol,

menghisap mariyuana, melakukan hubungan seksual lebih awal dan lebih sering

dengan lebih banyak pasangan dan dengan perilaku seksual yang lebih bervariasi,

cenderung ketagihan alkohol dan mengkonsumsi narkotik dalam jumlah yang

lebih besar. Terdapat suatu hasil penelitian tentang hubungan antara tipe

kepribadian intravert-extravert dan tingkah laku penyalahgunaan heroin pada

remaja. Remaja yang memiliki tipe kepribadian extravert lebih banyak yang

menunjukkan tingkah laku penyalahgunaan heroin dibandingkan remaja yang

memiliki tipe kepribadian introvert. Remaja yang bertipe kepribadian ekstravert

lebih mudah terpengaruh untuk ikut menyalahgunakan heroin, ketika diajak atau

dirayu oleh kelompok teman sebayanya (Suherman dan Yuanita, 2000). Ini

disebabkan karena mereka memiliki karakteristik suka bergaul, memiliki banyak

teman, impulsive, dan seringkali bertindak tanpa dipikir terlebih dahulu (Eysenck

dalam Abidin dan Suyasa, 2003)

Salah satu faktor yang juga mendukung adanya perbedaan antara tipe

kepribadian ekstrovert dan introvert dalam mengelola konflik adalah lingkungan.

Sujanto (1988) mengatakan bahwa dari lingkungan terutama lingkungan sosial

seperti keluarga dan teman sekolah ikut pula mempengaruhi pertumbuhan anak.

Situasi kehidupan dalam keluarga berupa pola asuh orang tua akan sangat

berpengaruh terbentuknya kepribadian dalam diri individu dengan cara meniru

dan melihat orang tua sehingga cara-cara yang diajarkan oleh orang tua tersebut

tertanam dalam dirinya. Pola asuh yang tidak tepat (pola asuh keras menguasai

maupun membebaskan) serta hubungan yang tidak harmonis antaranggota

keluarga dapat menyebabkan anak tidak betah di rumah dan mencari pelampiasan

kegiatan di luar bersama teman-temannya. Hal inilah yang tidak jarang menyeret

mereka kepada pergaulan remaja yang tidak sehat seperti perkelahian atau

tawuran. Namun, apabila lingkungan keluarga mampu memelihara rasa aman dan

perasaan menghargai satu sama lainnya yang selaras atau mengimbangi situasi

yang ada di luar rumah maka anak akan berkembang menjadi orang yang

berkepribadian baik dan ketika mereka menemukan suatu konflik maka mereka

akan lebih mampu mengelola konflik tersebut dengan metode-metode atau

strategi yang tepat sehingga mereka tidak terseret dalam pergaulan remaja yang

tidak sehat dan menyimpang.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan

kemampuan manajemen konflik antara tipe kepribadian tipe kepribadian

ekstrovert dengan introvert. Dimana subjek yang bertipe kepribadian introvert

cenderung lebih mampu dalam mengelola konflik daripada subjek yang bertipe

kepribadian ekstrovert.

Saran

1. Untuk Subjek Penelitian

Diharapkan bagi remaja yang bertipe kepribadian ekstrovert agar lebih

mampu dalam mengontrol pendapat dan perasaanya, tidak impulsive dan

demonstratif, tenang, dan selalu mempertimbangkan berbagai masalah dengan

hati-hati, sehingga jika suatu ketika mereka mengalami sebuah konflik mereka

dapat mengelola konflik tersebut secara tepat dan efektif.

2. Untuk Penelitian Selanjutnya

a. Bagi yang ingin mengembangkan penelitian ini hendaknya menggunakan

teori tipe kepribadian yang berbeda dengan teori yang digunakan dalam

penelitian ini, misalnya teori tipe kepribadian dari Jung.

b. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan agar menggunakan faktor-faktor

lain yang berpengaruh terhadap manajemen konflik seseorang, misalnya

kecerdasan.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, L., dan Suyasa, P. 2003. Perbedaan Pengusaaan Tugas Perkembangan

Antara Remaja Yang Memiliki Tipe Kepribadian Ekstravert Dan Remaja Yang Memiliki Tipe Kepribadian Introvert. Phronesis. Vol 5, No.10 Desember 2003, 93-110.

Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian. Edisi revisi. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Azwar, S. 2003. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

P58-76j. 2004. Dor..Dor… : Polisi Gagalkan Tawuran. www.suaramerdeka.com/harian/0412/01/kedb.htm. Kedu-DIY. Rabu 1 Desember 2004.

Dwijanti, J.E. 2000 Perbedaan Penggunaan Metode Resolusi Konflik Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Antara Manajemen Dan Karyawan. Anima, Indonesian psychological Journal. Vol.15, No.2, 131-148.

Eysenck, H. J., and Wilson, G. 1980. Mengenal Diri Pribadi. Jakarta: ANS Sungguh Bersaudara.

Fakhruddin, M. 1999. Tawuran Pelajar; Siapa Yang Bertanggung Jawab?. Jakarta. www.kontan-online.com/03/27/refleksi/ref1.htm. Edisi 27/III/1999. tanggal 5 April 1999.

Hendricks, William. 1992. Bagaimana Mengelola Konflik: Petunjuk Praktis Untuk Manajemen Konflik Yang Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.

Inawati, Sevi. 1998. Strategi Menghadapi Masalah Ditinjau dari Orientasi Peran Jenis. Skripsi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Kurdek, L.A. 1994. Conflict Resolution In Gay, Lesbian, Heteroseksual Non Parent and Heteroseksual Parent Couples. Journal Of Marriage And The Family. 56, Agust, 705-722.

Mardianto, Adi dkk. 1999. Hubungan Manajemen Konflik pada Kelompok Pendaki Ditinjau dari Status Keaktifan Anggota. Jurnal Psikologi. No.2, 111-119.

Mischel, W. 1993. Introduction To Personality. Fifth Edition. Holt, Rinehart and Winston, Inc.

Monks, F.J dkk. 2002. Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Rumini, Sri dan Sundari, Siti. 2004. Perkembangan Anak & Remaja. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Shalahuddin, Mahfudh. 1991. Pengantar Psikologi Umum. Surabaya: PT. Bina Ilmu

Sternberg, R.Y., and Soriano, L.Y. 1984. Styles of Conflict Resolution. Journal of Personality and Social Psychology. Vol.47, No.1, 115-126.

Suherman, Marina, R. A., dan Yuanita, Rasni A. 2000. Hubungan antara Tipe Kepribadian Intravert-Extravert dan Tingkah Laku Penyalahgunaan Heroin pada Remaja. Jurnal Psikologi. Vol.5, No.1, 1-12

Sujanto, Agus. dkk. 2004. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Bumi Aksara

Sujanto, Agus. 1988. Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Wall, J.A., dan Callister, R.R. 1995. Confict and Its Management. Journal Of Management, Vol.21,No.3,515-558.

Zulkifli, L. 1986. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remadja Karya CV.

IDENTITAS PENULIS

Nama : Nicke Suyatno

Alamat : Suryotarunan NG 1/ 460 Yogyakarta 55261

No. telp : ( 0274 ) 7492245