Naskah Lomba Essay_Puji Utomo
-
Upload
puji-utomo -
Category
Documents
-
view
12 -
download
0
description
Transcript of Naskah Lomba Essay_Puji Utomo
-
Merangkai Gagasan Mewujudkan Kedaulatan Energi di Indonesia
Puji Utomo
Pengantar
Setelah setengah abad lebih negeri ini merdeka, berdaulatkah Indonesia di
sektor energi ? Nah, pertanyaan seperti ini kadang membuat kita semakin menyadari
bahwa negeri ini masih jauh dari kata berdaulat di sektor energi. Indonesia yang
diberikan karunia sumber daya alam yang berlimpah, seharusnya mudah dalam
menjadikan Indonesia berdaulat di bidang energi. Seringkali, Indonesia juga dijuluki
sebagai lumbung energi. Lantas, dimana buktinya kalau kedaulatan energi itu
tercapai? Justru, penulis melihat bahwa sekarang adalah masa runtuhnya kedaulatan
energi Indonesia. Percaya atau tidak. Mari kita bersama melihat realitas sektor energi
yang sedang terjadi di Indonesia.
Merunut akar masalah runtuhnya kedaulatan energi
Kedaulatan energi di Indonesia sepertinya hampir di ujung ambang
kehancuran. Penulis mengatakan seperti ini, bukan tanpa alasan. Kalau dirunut akar
masalahnya, maka berbagai alasan dapat kita jadikan dasar mengapa kedaulatan
energi itu hanya usapan jempol belaka. Padahal, tingkat kemakmuran sebuah bangsa
salah satunya dapat dilihat dari tingkat kemandirian energinya. Lantas, bagaimana
dengan Indonesia ? Sepertinya, Indonesia masih banyak pekerjaan rumah kalau ingin
sejajar dengan negara besar di dunia. Maka, perlu bagi kita untuk mengenal lebih jauh
apa dan bagaimana akar masalah runtuhnya kedaulatan energi di Indonesia sehingga
kita lebih bijak dan tanggap untuk menghadirkan solusinya.
Pertama, kelangkaan bahan fosil (minyak bumi) akibat ladang-ladang minyak
di berbagai wilayah Indonesia mengering. Bahkan, menurut Ikhwanuddin (2013)
menyatakan lifting minyak indonesia terus mengalami penurunan hingga di bawah 1
juta barel/hari. Kondisi ini menuntut adanya kebijakan impor besar-besaran terus
terjadi dalam kurun waktu lebih satu dasawarsa terakhir.
Kedua, terkait dengan tingkat elektrifitas di Indonesia yang masih rendah.
Rasio elektrifikasi di Indonesia tahun 2012 baru mencapai 75.8% dan pada tahun
2013 direncanakan mencapai angka 77.8% (Anonim, 2013) . Sementara itu, menurut
Triatmodjo (2012) bahwa tingkat elektrifitas di Indonesia hanya 67,2 % pada tahun
2010. Sehingga, jika penduduk Indonesia tahun 2010 sebesar 240 juta jiwa. Maka,
ada sekitar 78,7 juta orang belum mendapatkan listrik. Lebih lagi, jika dalam satu
rumah tangga ada sekitar 5 orang, maka ada sekitar 15,74 juta rumah belum
mendapatkan listrik.
-
Ketiga, penulis menyoroti masalah pengelolaan, pemanfaatan, dan pendapatan
sektor energi yang dikuasai oleh perusahaan asing. Sejauh ini, hampir lebih dari 90 %
pengelolaan tambang Migas dikuasai oleh perusahaan asing (PSE UGM, 2013).
Kondisi ini menyebabkan kedaulatan energi di Indonesia semakin terdegradasi.
Seolah-olah kita terjajah di negeri kita sendiri. Sumber daya alam milik kita, tapi
justru memberikan berkah bagi negara asing bukannya untuk kemakmuran rakyat
seluas-luasnya.
Keempat, tingginya peningkatan permintaan energi. Tak bisa dipungkiri,
pertambahan jumlah penduduk akan meningkatkan kebutuhan energi. Diperkirakan
kebutuhan energi nasional akan meningkat dari 674 juta SBM (setara barel minyak)
tahun 2002 menjadi 1680 juta SBM pada tahun 2020, meningkat sekitar 2,5 kali lipat
atau naik dengan laju pertumbuhan rerata tahunan sebesar 5,2% (KNRT, 2006).
Tawaran gagasan mewujudkan kedaulatan energi
Kedaulatan energi adalah hak seluruh rakyat, bangsa dan negara untuk
menetapkan kebijakan energi, tanpa campur tangan negara lain (Sutrisna, 2012).
Definisi itu sejalan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yang berbunyi: bumi, air,
dan segala kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kalau saat ini masih ada
campur tangan negara asing, artinya ini jelas-jelas pelanggaran terhadap konstitusi
UUD 1945. Sekali lagi, kedaulatan bukan hanya sekedar ketahanan energi nasional
terpenuhi, tapi juga soal harga diri kita di mata dunia.
Realitas yang terjadi saat ini tentu hasil dari proses panjang kesalahan fatal
yang telah dilakukan pendahulu kita. Tapi, apakah kita hanya pasrah dan menunggu
tanpa ada solusi. Saat ini, dibutuhkan gagasan atau ide yang tepat dengan
perencanaan matang. Sekaligus, gagasan diharapkan dapat sesegera mungkin
diimplementasikan mengingat tingkat urgensi ketercapaian kedaulatan energi di
Indonesia. Penulis menawarkan beberapa gagasan yang menitikberatkan pembahasan
terkait bagaimana mengatasi kelangkaan bahan bakar fosil, bagaimana membendung
arus pengelolaan sektor energi oleh perusahaan asing, bagaimana membangkitkan
budaya hemat energi, dan bagaimana mendukung program Indonesia mandiri energi
melalui branding yang menarik. Penulis optimis bahwa kedaulatan energi benar-benar
terealisasi karena kita bersatu dalam satu suara perubahan Indonesia Mandiri Energi,
BISA!.
Saatnya, era energi baru dan terbarukan
Kelangkaan bahan bakar fosil memang wajar terjadi mengingat ketersediaan
di alam yang terbatas. Solusi terbaik adalah bagaimana memunculkan potensi energi
baru dan terbarukan yang sifatnya sustainable untuk mengganti bahan bakar fosil.
Artinya, selalu berkelanjutan tanpa ada habisnya. Indonesia seharusnya tidak perlu
-
khawatir karena Indonesia sendiri terkenal dengan gudangnya potensi energi baru dan
terbarukan yang tersedia di alam. Beberapa sumber energi baru dan terbarukan antara
lain tenaga surya, tenaga air, tenaga angin, panas bumi atau geothermal, biodiesel,
biomassa, gelombang laut dan sebagainya.
Permasalahan utamanya, pemanfaatan dari potensi ini masih belum maksimal.
Apalagi, kuantitas dan kualitas riset tentang energi baru dan terbarukan juga masih
minim. Bahkan, bicara tentang dana riset penelitian di negeri ini juga masih kalah
jauh dengan negara lain. Data menunjukkan bahwa dana penelitian yang dianggarkan
di Indonesia hanya 0,09% dari dana APBN. Sangat sedikit jikalau dibanding dengan
negara-negara seperti Singapura, Malaysia apalagi negara di Eropa dan Amerika yang
menganggarkan dana penilitiannya berkisar diatas 1% bahkan lebih dari 10% (Nur ,
2013). Bagaimana mungkin Indonesia akan mengembangkan energi baru dan
terbarukannya kalau pemerintah sendiri belum mendukung. Padahal, semua potensi
energi baru dan terbarukan tersebut sangat mudah, murah, dan sangat efektif jika
digunakan teknologi tepat guna. Menurut Jero Wacik (2013) Bila energi listrik
menggunakan energi baru dan terbarukan maka pemakainnya sangat hemat yakni
rata-rata hanya 10 sen dolar per hari. Sementara bila menggunakan energi dari BBM,
maka penggunaan bisa mencapai 40 sen dolar per hari bahkan lebih. Itu semua bukan
secara langsung tiba-tiba tapi buah hasil dari riset penelitian yang komprehensif
dalam jangka waktu yang cukup lama. Maka, sudah seharusnya Indonesia mulai
memasuki era energi baru dan terbarukan.
Penguatan peran BUMN dan swasta nasional
Seperti yang sudah dijelaskan diawal, dominasi perusahaan asing dalam
mengelola sumber daya alam kita begitu besar. Ironisnya, koran Kedaulatan Rakyat
tanggal 9 April 2013 memuat data BP Migas (2012) yang menunjukan bahwa 88%
ladang migas dikuasai oleh Perusahaan Asing, 8% BUMS Nasional dan BUMN, dan
4% konsorsium yang melibatkan Perusahan Asing. Para penguasa Migas tersebut
dikelompokan mejadi 3 kategori, (1) Super Major: Exxon Mobile, Total, Fina, Elf,
BP Amoco, Arco, dan Texaco yang menguasai cadangan minyak 70% dan gas 80%.
(2) Major; Conoco, Repsol, Unocal, Santa Fe, Gulf, Premier, Lasmo, Inpex, Japex,
dan Petronas yang menguasai cadangan minyak 18% dan gas 15%; (3) independen;
menguasai cadangan minyak 12% dan gas 5%.
Pemerintah sudah semestinya menghentikan pengaruh perusahaan asing
terhadap pengelolaan sektor energi. Pemerintah harus berani memproteksi
ketersediaan migas dan energi dari campur tangan asing. Pemerintah juga harus
merevisi UU Migas dan UU Minerba yang disinyalir sebagai biangkeladi masuknya
perusahaan asing dalam pengelolaan di sektor energi. Pertama, UU No 22 Tahun
-
2001 tentang Migas justru membuka peluang lebar-lebar bagi perusahaan asing atas
eksplotasi dan eksplorasi migas secara besar-besaran di Indonesia. Kedua, UU No 25
Tahun 2007 tentang penanaman modal, yang menyebutkan bahwa sektor migas dan
pertambangan boleh dikuasai oleh Perusahaan Asing hingga mencapai 95%.
Penguatan peran BUMN dan swasta nasional dinilai sangat penting dalam
pengelolaan sektor energi. Jangan mau lagi dibodohi oleh perusahaan asing. Dengan
demikian, pengelolaan sektor energi oleh perusahaan dalam negeri akan
mengembalikan tujuan sejatinya sebagaimana yang dikehendaki oleh Pasal 33 UUD
1945 yaitu meningkatkan kemakmuran rakyat.
Kampanye budaya hemat energi
Jangan berpikiran sumber daya energi yang kita miliki terlalu besar, tetapi
kita harus beralih bahwa berapapun sumber daya alam yang kita miliki tetap harus
kita hemat (Ayuni, 2010). Pola pikir sebagaimana pernyataan diatas seharusnya
menjadi dasar dalam penggunaan energi oleh masyarakat Indonesia. Namun,
sayangnya masyarakat Indonesia sudah dibutakan pola hidup konsumtif. Berdasarkan
hasil penelitian dan kajian yang dilakukan Kementerian ESDM, masyarakat
Indonesia termasuk pengguna energi yang boros. Bahkan, Indonesia untuk
menghasilkan suatu produk membutuhkan 3 kali energi yang dibutuhkan Jepang
(ESDM, 2013). Sungguh, inilah masyarakat Indonesia saat ini yang masih belum
memiliki kedewasaan untuk peka terhadap permasalahan energi.
Sehingga, kampanye budaya hemat energi sangatlah penting untuk mengajak
sebanyak-banyaknya masyarakat Indonesia ikut andil dalam program hemat energi
semacam ini. Budaya hemat energi sangatlah mudah dan murah, tapi seringkali sulit
direalisasikan karena kurangnya kesadaran pribadi dan juga lingkungan yang kurang
kondusif. Padahal kita menyadari bahwa budaya hemat energi bisa dilakukan oleh
siapa pun, dimana pun, dan dalam keadaan apa pun. Maka, menggencarkan
kampanye hemat energi merupakan langkah kongkret dalam merealisasikan
kedaulatan energi di Indonesia.
Indonesia mandiri energi, Bisa!
Gagasan-gagasan yang sebelumnya penulis uraikan pada akhirnya akan
disatukan oleh semangat optimisme Indonesia Mandiri Energi, Bisa!. Kalimat
inilah yang menjadi roh pergerakan negeri ini dalam mewujudkan kedaulatan energi.
Sama halnya dengan dunia kepariwisataan Indonesia, yang mengusung branding
Wonderful Indonesia, maka sektor energi juga meluncurkan Indonesia Mandiri
Energi, Bisa! sebagai branding. Frase ini memang sengaja digunakan untuk
menggambarkan kesatuan elemen program gagasan yang bersatu padu dalam
mewujudkan kedaulatan energi. Identitas Indonesia sebagai lumbung energi harus
-
diwujudkan kembali. Selanjutnya, semangat Indonesia Mandiri Energi, Bisa! akan
digaungkan ke seluruh elemen masyarakat. Berbagai program yang diluncurkan di
berbagai wilayah Indonesia dalam kerangka mewujudkan kedaulatan energi, akan
diwadahi oleh satu branding secara nasional Indonesia Mandiri Energi, Bisa!.
Programnya akan dipublikasikan secara masif dan terus dikembangkan sehingga
masing-masing wilayah saling berlomba-lomba dalam membangun kemandirian
energi di wilayahnya masing-masing. Pada akhirnya, Indonesia Mandiri Energi itu
bukan utopia belaka karena kita Bisa! mewujudkannya.
Simpulan wacana
Pada akhir tulisan ini, penulis ingin mengajak pembaca sekalian untuk peka
terhadap permasalahan energi di negeri ini. Identitas Indonesia sebagai lumbung
energi sudah tak lagi terdengar. Negeri ini sudah mulai masuk dalam ambang
runtuhnya kedaulatan energi. Tawaran gagasan yang diusulkan oleh penulis hanya
omong kosong belaka manakala tidak disertai dengan aksi nyata. Semangat
Indonesia Mandiri Energi, Bisa! akan merangkai gagasan penulis untuk
diwujudkan dalam aksi nyata. Namun, itu semua butuh kuantitas dan kualitas Sumber
Daya Manusia untuk mewujudkannya.
Referensi :
Ikhwanuddin, S (2013). Memperkuat ketahanan ekonomi nasional melalui
mempercepat peralihan energi minyak bumi ke gas dan energi terbarukan.
Diakses dari http://beranda.miti.or.id/memperkuat-ketahan-ekonomi-nasioanl-
melalui-mempercepat-peralihan-energi-minyak-bumi-ke-gas-dan-energi-
terbarukan/ pada tanggal 17 Desember 2013
Anonim (2013). Rasio tingkat elektrifikasi di Indonesia. Diakses dari
http://prokum.esdm.go.id/Publikasi/Statistik/Statistik%20Listrik_2012.pdf.
Pada tanggal 17 Desember 2013
Triatmodjo, B (2012). Pembangkit Listrik Tenaga Mini dan Mikro Hidro. Kursus
Singkat Sumberdaya Air Perekat Kegiatan Kesejahteraan Rakyat Jurusan
Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Pusat Studi Energi (PSE) UGM (2013). Deklarasi Kedaulatan Energi untuk
Kemakmuran Rakyat Indonesia. Diakses dari http://pse.ugm.ac.id/?p=598 pada
tanggal 17 Desember 2013
Kementerian Negara Ristek (KNRT) (2006). Buku Putih Penelitian, Pengembangan
dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bidang Sumber Energi Baru
dan Terbarukan untuk Mendukung Keamanan Ketersediaan Energi Tahun
2025. Jakarta
-
Sutrisna KF (2012). Kondisi Kelistrikan Indonesia. Diakses dari
http://indone5ia.wordpress.com/2011/05/14/kondisi-kelistrikan-indonesia/ pada
tanggal 17 Desember 2013
Nur M., Alfian (2013). Dana Penelitian di Indonesia Sangat Rendah. Diakses dari
http://edukasi.kompasiana.com/2013/04/18/dana-penelitian-di-indonesia-
sangat-rendah-552554.html pada tanggal 17 Desember 2013
Wacik, Jero (2013). Indonesia Perlu Budayakan Hemat Energi. Diakses dari
http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/09/29/2/184885/Indonesia-
perlu-Budayakan-Hemat-Energi pada tanggal 18 Desember 2013
Anonim (2013). Kedaulatan Energi. Diakses dari http://krjogja.com/liputan-
khusus/analisis/1834/kedaulatan-energi.kr pada tanggal 17 Desember 2013
Ayuni, Maryam (2013). Masyarakat Indonesia Tergolong Boros. Diakses dari
http://www.indonesiamedia.com/2010/10/30/masyarakat-indonesia-tergolong-
boros-energi/ pada tanggal 18 Desember 2013
ESDM (2013). Budaya Hemat Energi Tanggung Jawab Bersama. Diakses dari
http://www.esdm.go.id/berita/37-umum/3760-budaya-hemat-energi-tanggung-
jawab-bersama-.html pada tanggal 18 Desember 2013
Profil Penulis :
Puji Utomo, merupakan mahasiwa semester 7 di UGM untuk
program studi Teknik Sipil dan Lingkungan. Dia mengawali
kariernya dalam dunia tulis menulis sejak SMA. Diawali
dengan keiukutsertaannya dalam kegiatan ekstrakulikuler di
Majalah sekolah Castra dan Buletin Kharisma. Menginjak
dunia perkuliahan, dia aktif sebagai anggota komunitas
Forum Lingkar Pena (FLP) Yogyakarta dan Pelita Indonesia.
Sejauh ini, dia telah menerbitkan buku pertamanya, Sketsa
Sang Juara. Sebuah novel biografi tentang perjuangan
hidupnya dalam menembus kampus biru. Pria kelahiran Pati, 5 Juli 1992 ini juga
tercatat sebagai penulis lepas. Beberapa tulisannya yang bergenre ilmiah sudah
pernah dipublikasikan melalui media massa baik online dan offline. Untuk
menghubunginya dapat melalui alamat email [email protected] atau lewat
telepon 085740581319.