NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH … fileketidakmampuan masyarakat dalam mengakses...
Transcript of NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH … fileketidakmampuan masyarakat dalam mengakses...
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG
TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGARAAN PENDIDIKAN
Naskah Akademik
Disusun oleh:
Lembaga Kajian Riset dan Debat (Lemkarisba)
Periode 2018/2019
Pembimbing:
Gandhi Pharmacista, S.H.,M.H.
UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG
FAKULTAS HUKUM
2018
1
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG
TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGARAAN PENDIDIKAN
A. Latar Belakang
Upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa adalah satu tujuan dalam
pelaksanaan pembangunan. Upaya untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan
mengemas sedemikian rupa sehingga seluruh masyarakat dapat menikmati pendidikan,
meningat pendidikan merupakan salah satu tujuan negara yang merupakan prioritas utama
adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan yang merupakan salah satu cara
dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia guna mengadaptasi situasi dan kondisi
yang selalu mengalami perubahan secara dinamis. Berbagai permasalahan yang muncul
terkait pendidikan nasional, mulai fasilitas pendidikan yang memprihatinkan sampai
masalah mutu pendidikan yang masih rendah. Ditambah lagi akses pendidikan yang saat
ini kurang dapat dinikmati oleh masyarakat karena masalah ekonomi sehingga akan
semakin membuka jurang pemisah dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan
ketidakmampuan masyarakat dalam mengakses pendidikan karena lemahnya faktor
ekonomi menyebabkan kebodohan dan keterbelakangan sehingga tentunya akan
mengganggu laju pembangunan nasional.
Pentingnya pendidikan sebagai prioritas dalam pembangunan mewajibkan setiap
pihak untuk melaksanakan pendidikan. Selain penyelenggaraan pendidikan, yang paling
utama adalah pengelolaan pendidikan itu sendiri. Dengan adanya pengelolaan diharapkan
peningkatan pendidikan dapat lebih lengkap dan bekerlanjutan. Hal ini perlu
diejawantahkan dalam bentuk peraturan daerah sebagai upaya untuk melengkapi dan
meningkatkan pendidikan melalui pengelolaan dan penyelenggaraannya sebagaimana
mestinya.
Sejalan dengan itu Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dan/atau Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2024
tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah
dan DPRD untuk membuat peraturan daerah. Kebutuhan akan peraturan daerah tentang
pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan di Kota Bandung. Dengan demikian,
2
mengacu pada paparan di atas bahwa dibutuhkan peraturan daerah tersebut di Kota
Bandung.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan identifikasi masalah,
yaitu:
1. Permasalahan apa yang dihadapi dalam pengelolaan dan penyelenggaran
pendidikan Kota Bandung?
2. Mengapa pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan Kota Bandung harus
dijadikan rancangan peraturan daerah?
3. Apakah yang menjadi pertimbangan landasan filosofis, yuridis dan sosiologis
pembentukan rancangan peraturan daerah pengelolaan dan penyelenggaran
pendidikan Kota Bandung?
4. Apakah sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan,
dan arah pengaturan rancangan peraturan daerah pengelolaan dan
penyelenggaran pendidikan Kota Bandung?
C. Tujuan dan Kegunaan
Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, tujuan
penyusunan Naskah Akademik dirumuskan sebagai berikut:
1. Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan dan
penyelenggaran pendidikan Kota Bandung.
2. Merumuskan permasalahan hukum yang menjadi pertimbangan landansan
filosofis, yuridis dan sosiologis pembentukan pengelolaan dan penyelenggaraan
pendidikan Kota Bandung harus dijadikan rancangan peraturan daerah.
3. Merumuskan pertimbangan landansan filosofis, yuridis dan sosiologis
pembentukan rancangan peraturan daerah pengelolaan dan penyelenggaran
pendidikan Kota Bandung.
4. Merumuskan sasaran yang diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan,
dan arah pengaturan Rancangan Peraturan Daerah Pengelolaan dan
Penyelenggaran Pendidikan Kota Bandung.
Kemudian yang menjadi kegunaan dalam penyusunan Naskah Akademik
dirumuskan sebagai berikut:
3
1. Meningkatkan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa dan pembangunan nasional.
2. Mendorong terciptanya pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan yang
berbasis pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan,
kenusantaraan, bhineka tunggal ika, keadilan, kesamaan kedudukan dalam
hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum, dan/atau
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
3. Mengakses pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan dari berbagai sumber
baik dari jaringan internasional, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
4. Memberikan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan yang seluas-
luasnya bagi masyarakat Kota Bandung, khususnya masyarakat menengah ke
bawah.
D. Metode
Penyusunan Naskah Akademik ini yang pada dasarnya merupakan suatu kegiatan
penelitian penyusunan Naskah Akademik digunakan metode yang berbasiskan metode
penelitian hukum.1
1. Jenis Penelitian
Di dalam penelitian hukum terdapat dua model jenis penelitian yaitu:2
a. Metode penelitian hukum normatif atau penelitian doctrinal,
mempergunakan data sekunder berupa: peraturan perundang-
undangan, keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana hukum
terkemuka, analisis data sekunder dilakukan secara normatif
kualitatif yaitu yuridis kualitataif.
b. Metode penelitian hukum sosiologis/empiris, mempergunakan
semua metode dan tehnik-tehnik yang lasim dipergunakan di dalam
metode-metode penelitian ilmu-ilmu sosial/empiris.
Bertitik tolak dari pemasalahan yang diangkat dalam kajian ini, maka
jenis penelitian dalam kajian ini mempergunakan penelitian hukum normatif.
Dalam beberapa kajian jenis penelitian seperti ini juga disebut dengan
1 Soelistyowati Irianto dan Sidharta, 2009, Metode Penelitian Hukum Konstelasi Dan Refleksi,
Yayasan Obor, hlm. 177-178. 2 Rony Hanitijo Soemitro, 1985, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia Jakarta, 1985, hlm.
9.
4
penelitian dogmatik.3 Dalam penelitian hukum normatif, untuk mengkaji
persoalan hukumnya dipergunakan bahan-bahan hukum yang terdiri dari bahan
hukum primer (primary sources or authorities) bahan-bahan hukum
sekunder (secondary sources or authorities) dan bahan hukum tersier (tertier
sources or authorities). Bahan-bahan hukum primer dapat berupa peraturan
perundang-undangan, bahan-bahan hukum sekunder dapat berupa makalah,
buku- buku yang ditulis oleh para ahli dan bahan hukum tersier berupa kamus
bahasa hukum dan kamus bahasa Indonesia.
2. Metode Pendekatan
Dalam penelitian hukum normative ada beberapa metode pendekatan
yakni pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep
(conceptual approach), pendekatan analitis (analytical approach), pendekatan
perbandingan (comparative approach), pendekatan histories (historical
approach), pendekatan filsafat (philosophical approach),dan pendekatan
kasus (case approach).4 Dalam penelitian ini digunakan beberapa cara
pendekatan untuk menganalisa permasalahan. Dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan
kasus (case approach) dan pendekatan konsep hukum (conceptual approach).
Pendekatan perundang-undangan ( statute approach ), dilakukan dengan
menelaah peraturan perundang-undangan yang bersangkut paut dengan
pendelegasian kewenangan, antara lain UU Kearsiapan dan UU Pemda.
Pendekatan konsep hukum ( conceptual approach) dilakukan
dengan menelaah pandangan-pandangan mengenai pendelegasian
kewenangan sesuai dengan penelitian ini.5 Disamping itu digunakan
pendekatan kontekstual terkait dengan penrapan hukum dalam suatu waktu
yang tertentu.
3. Sumber Bahan Hukum
Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder.6 Bahan hukum primer adalah segala dokumen resmi yang
3 Jan Gijsels, 2005, Mark Van Hocke (terjemahan B. Arief Sidharta) Apakah Teori Hukum Itu?,
Laboratorium Hukum Universitas Parahyangan Bandung, hlm. 109-110. 4 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Jakarta Interpratama Offset, hlm. 93-137. 5 Ibid, hlm. 19. 6 C.F.G.Sunaryati Hartono, 1994, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad ke 2, Alumni,
Bandung, hlm. 134.
5
memuat ketentuan hukum, dalam hal ini adalah Undang-Undang Kearsiapan
dan Undang-Undang Pemerintah Daerah serta peraturan perundang- undangan
yang lain yang terkait dengan pendelegasian kewenangan mengatur pada
peraturan perundang-undangan.
Bahan hukum sekunder adalah dokumen atau bahan hukum yang
memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti hasil penelitian
atau karya tulis para ahli hukum yang memiliki relevansi dengan penelitian ini,
termasuk di dalamnya kamus dan ensiklopedia. Selain itu akan digunakan data
penunjang, yakni berupa informasi dari lembaga atau pejabat di lingkungan
Pemerintah Kota Bandung.
4. Metode Pengumplan Bahan Hukum
Bahan hukum dikumpulkan melakukan studi dokumentasi, yakni
dengan melakukan pencatatan terhadap hal-hal yang relevan dengan masalah
yang diteliti yang ditemukan dalam bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder maupun bahan hukum tersier. Untuk mendukung bahan hukum
tersebut dilakukan wawancara. Wawancara dilakukan terhadap informan yang
terkait dengan Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Kota Bandung.
5. Teknis Anaslisa Bahan Hukum
Teknik analisa terhadap bahan-bahan hukum yang dipergunakan dalam
kajian ini adalah teknik deskripsi, interpretasi, sistematisasi, argumentasi
dan evaluasi. Philipus M.Hadjon mengatakan bahwa tehnik deskripsi adalah
mencakup isi maupun struktur hukum positif.7 Pada tahap deskripsi ini
dilakukan pemaparan serta penentuan makna dari aturan-aturan hukum yang
dikaji dengan demikian pada tahapan ini hanya menggambarkan apa adanya
tentang suatu keadaan.
Dari sisi sumber dan kekuatan mengikatnya menurut I Dewa Gede
Atmadja secara yuridis interpretasi ini dapat dibedakan menjadi:
a. Penafsiran otentik, yakni penafsiran yang diberikan oleh peraturan
perundang-undangan itu sendiri. Penafsiran ini adalah merupakan
penjelasan-penjelasan yang dilampirkan pada undang-undang yang
7 Philipus M Hadjon, 1994, Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif) dalam Yuridika Nomor 6
Tahun IX, Nopember-Desember hlm. 33.
6
bersangkutan (biasanya sebagai lampiran). Penafsiran otentik
ini mengikat umum.
b. Penafsiran yurisprudensi merupakan penafsiran yang ditetapkan
oleh hakim yang hanya mengikat para pihak yang bersangkutan.
c. Penafsiran doktrinal ahli hukum merupakan penafsiran yang
diketemukan dalam buku-buku dan buah tangan para ahli sarjana
hukum. Penafsiran ini tidak mempunyai kekuatan mengikat, namun
karena wibawa ilmiahnya maka penafsiran yang dikemukakan,
secara materiil mempunyai pengaruh terhadap pelaksanaan undang-
undang.
Bertitik tolak dari pandangan Philipus M. Hadjon dan I Dewa
Atmadja di atas, maka untuk membahas persoalan hukum yang akan dikaji,
akan dipergunakan penafsiran otentik, penafsiran gramatikal dan penafsiran
sejarah hukum. Penafsiran otentik dalam kajian ini dimaksudkan adalah
penafsiran yang didasarkan pada penafsiran yang diberikan oleh pembentuk
undang-undang, melalui penjelasan-penjelasannya dan peraturan perundang-
undangan yang lain. Kemudian penafsiran gramatikal dalam kajian ini
dilakukan dalam kaitannya untuk menemukan makna atau arti aturan hukum,
khususnya aturan hukum yang berkaitan dengan Penyelenggaraan Kearsipan.
7
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
A. Kajian Teoritis
Pada dasarnya pengertian pendidikan dalam UU Sisdiknas adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Menurut kamus Bahasa Indonesia Kata
pendidikan berasal dari kata „didik‟ dan mendapat imbuhan „pe‟ dan akhiran „an‟,
maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik.
Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusiamelalui upaya
pengajaran dan pelatihan. Paradigma filsafat pendidikan, telah berulang kali dinyatakan
bahwa pendidikan adalah persoalan yang melekat secaca kodrati di dalam diri
manusia.1Pendidikan terbesar di seluruh sektor baik kegiatan kehidupan masyarakat baik
dalam dimensi horizontal maupun vertikal, ketika manusia berinteraksi dengan dirinya
disitulah ada pendidikan.Ketika manusia berinteraksi dengan sesamanya dalam setiap
kegiatan kemasyarakatan disitu ada pula pendidikan ketika manusia berinteraksi dengan
alamnya disitu juga ada pendidikan. Antara pendidikan dan manusia bagaikan wadah
dengan isinya. Dengan kata lain hubungan kodrat pendidikan dan manusia, pada taraf
eksistensial, bagaikan hubungan antara jiwa dan badan manusia. Jika jiwa berpotensi
menggerakkan badan kehidupan manusiapun digerakkan oleh pendidikan ke arah
pencapaian tujuan akhir, tanpa pendidikan manusia kehilangan roh penggerak kehidupan
sehingga kehidupan menjadi tidak kreatif dan pada akhirnya mengancam kelangsungan
seluruh kehidupan sendiri.
Tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi anak didik menyangkut
intelektual, keterampilan serta kepribadiannya untuk memerankan dirinya ditengah-tengah
masyarakat. Tujuan pendidikan menurut Langeveld adalah pendewasaan diri dengan ciri-
ciri yaitu: kematangan berpikir, kematangan emosional, memiliki harga diri, sikap dan
tingkah laku yang dapat diteladani serta kemampuan pengevaluasian diri. Kecakapan
atau sikap mandiri, yaitu dapat ditandai pada sedikitnya ketergantungan pada orang lain
dan selalu berusaha mencari sesuatu tanpa melihat orang lain.
8
Tujuan pendidikan menurut Jacques Delors,cs.,dikenal Empat Pilar Pendidikan
versi UNESCO sebagai berikut:
1. Learning to know (belajar untuk mengetahui);
2. Learning to do (belajar untuk dapat berbuat);
3. Learning to be (belajar untuk menjadi dirinya sendiri); dan
4. Learning to live together (belajar untuk hidup bersama dengan orang lain).
Upaya menyiapkan sumber daya manusia masa depan untuk membangun karakter
bangsa (national character building), tujuan pendidikan harus ada keseimbangan antara
membangun intelektual, emosional dan spiritualitas. Terlebih-lebih lagi dalam Negara
yang berdasarkan Pancasila, tugas pendidikan adalah untuk mengembangkan pribadi yang
bersusila, dan berada sebagai anggota dalam masyarakatnya, masyarakat sekitarnya,
masyarakat etnisnya, masyarakat bangsanya yang bhinneka dan sebagai anggota
masyarakat yang beradab.
B. Kajian Terhadap Asas/Prinsip Yang Terkait Dengan Penyusunan Norma
Asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yang secara teoritik
meliputi asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik yang bersifat
formal dan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik yang bersifat
materiil. Asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik yang bersifat formal
dituangkan dalam Pasal 5 UU P3 2011 (khususnya dalam pembentukan Peraturan Daerah,
asas-asas tersebut diatur dalam Pasal 137 UU Pemda), dengan sebutan “asas
pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik”, yang meliputi:
1. kejelasan tujuan;
2. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;
3. kesesuaian antara jenis dan materi muatan;
4. dapat dilaksanakan;
5. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
6. kejelasan rumusan; dan
7. keterbukaan.
9
Asas-asas materiil pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik diatur
dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) UU P3 2011 (khususnya berkenaan dengan Perda diatur
dalam Pasal 138 ayat (1) dan ayat (2) UU Pemda), yakni: materi muatan Peraturan
Perundang-undangan mengandung asas:
1. pengayoman;
2. kemanusiaan;
3. kebangsaan;
4. kekeluargaan;
5. kenusantaraan;
6. bhineka tunggal ika;
7. keadilan;
8. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
9. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
10. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Selain asas tersebut, Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain
sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang- undangan yang bersangkutan.
Mengenai asas-asas materiil yang lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-
undangan tertentu dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 6 ayat (2) UU P3 2011, yang
dimaksud dengan asas sesuai dengan bidang hukum masing-masing antara lain:
1. dalam Hukum Pidana misalnya asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa
kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah; dan
2. dalam Hukum Perdata misalnya dalam hukum perjanjian antara lain asas
kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan itikad baik.
Relevansi asas-asas formal pembentukan peraturan perundang- undangan yang baik
dengan pengaturan penyelenggaraan pendidikan dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, kejelasan tujuan. Penyelenggaraan pendidikan bertujuan: (1)
memberikan kepastian bagi masyarakat mengenai siapa yang bertanggung jawab dan apa
tanggung jawabnya terhadap pengelolaan pendidikan; dan (2) memperkuat dasar hukum
bagi Pemerintah Daerah melakukan penyelenggaraan pendidikan dan pelayanan kepada
masyarakat.Tujuan penyelenggaraan pendidikan adalah efektivitas, efisiensi, dan
akuntabilitas pengelolaan pendidikan.
10
Kedua, kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat. Contoh: Pengaturan
penyelenggaraan pendidikan dengan Peraturan Daerah dilakukan oleh WaliKabupaten
Jembrana dengan persetujuan bersama DPRD Kabupaten Jembrana. Rancangan dapat
berasal dari Bupati atau dari DPRD.
Ketiga, kesesuaian antara jenis dan materi muatan. Penyelenggaraan Pendididkan
harus dengan Peraturan Daerah. Adapun materi pokok yang diatur dengan Peraturan
Daerah mengacu pada Peraturan Pemerintah.
Keempat, dapat dilaksanakan. Agar asas ini dapat diwujudkan dengan
dibentuknya Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan adalah harus
memperhatikan beberapa aspek: (1) filosofis, yakni ada jaminan keadilan dalam
pengenaan penyelenggaraan pendidikan; (2) yuridis, adanya jaminan kepastian dalam
penyelenggaraan pendidikan, termasuk substansinya tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; dan (3) sosiologis, pengaturan
penyelenggaraan pendidikan memang dapat memberikan manfaat, baik bagi pemerintah
daerah maupun bagi masyarakat, termasuk substansinya tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan umum.
Kelima, kedayagunaan dan kehasilgunaan. Asas ini dapat diwujudkan sepanjang
pengaturan penyelenggaraan pendidikan memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat
dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan benegara. Salah satu indikasi
pengaturan penyelenggaraan pendidikan memang benar-benar dibutuhkan adalah adanya
wajib penyelenggaraan pendidikan, sebagaimana telah dikemukakan dalam kondisi
eksisting di atas.
Keenam, kejelasan rumusan. Asas ini dapat terwujud dengan pembentukan
Peraturan Daerah tentang penyelenggaraan pendidikan sesuai persyaratan teknik
penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi,
serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan
berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya. Singkatnya, rumusan aturan hukum
dalam Peraturan Daerah tentang penyelenggaraan pendidikan yang menjamin kepastian.
Ketujuh, keterbukaan. Proses pembentukan Peraturan Daerah ini harus menjamin
partisipasi masyarakat, dalam artian masyarakat dijamin haknya untuk memberikan
masukan, baik tertulis maupun lisan, serta kewajiban Pemerintah Daerah untuk
menjamin masukan tersebut telah dipertimbangkan relevansinya. Untuk
11
terselenggaranya partisipasi masyarakat itu, maka terlebih dulu Pemerintah Daerah
memberikan informasi tentang proses pembentukan Peraturan Daerah bersangkutan.
Mengenai asas-asas materiil yang lain, sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentuka Peraturan Perundang-
undangan, dalam pengaturan tentang penyelenggaraan pendidikan, yakni:
1. adil dan merata secara vertikal artinya sesuai dengan tingkatan kelompok
masyarakat dan horizontal artinya berlaku sama bagi setiap anggota kelompok
masyarakat.
2. secara politis dapat diterima oleh masyarakat, sehingga timbul motivasi dan
kesadaran pribadi untuk melaksanakan pendidikan.
C. Kajian Terhadap Praktik Penyelanggaraan, Kondisi Yang Ada Serta Permasalahan
Yang Dihadapi Masyarakat
Pemerataan dan perluasan akses pendidikan dapat diukur dari tingkat pemenuhan
kewajiban pemerintah daerah yang diukur dari layanan pendidikan pada semua anak yakni:
a) Apakah anak-anak yang masuk SD/MI sudah siap bersekolah, b) Apakah anak-anak
yang berusia SD/MI sudah bersekolah, c) Apakah anak-anak yang lulus SD/MI
melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP/MTs. Kondisi ini jika dimaknai bahwa
sesungguhnya bila ditinjau dari segi kesiapan secara fisik maupun mental dan intelengensi
anak-anak tersebut belum siap untuk memasuki jenjang SD/MI . Hal tersebut berdampak
pada prestasi belajar anak, utamanya di kelas 1 ketika baru mulai beradaptasi dengan
lingkungan pembelajaran di tingkat SD/MI. Tingginya jumlah kelurahan/desa yang masih
mempunyai APS tinggi dapat di sebabkan oleh salah satu atau keduanya dari dua faktor
yaitu ketersediaan layanan yang masih rendah atau karena kemampuan masyarakat yang
rendah.
Mutu Pendidikan menjadi salah satu hal penting di dalam menilai keberhasilan
pembangunan di bidang pendidikan yakni bahwa mutu pendidikan dapat dinilai dengan
indicator: a) Angka Mengulang Kelas (AMK), b) Angka Putus Sekolah (APS), c) Mutu
dan Pemerataan input Pendidikan,dan d) Mutu Lulusan. Berdasarkan hal tersebut maka
realitas mutu pendidikan dalam 3 tahun terakhir berupa nilai angka mengulang bagi
anak-anak SD dan SMP, serta SLTA, dan angka putus sekolah masih cukup besar.
Berdasarkan fenomena tersebut di atas terlihat jelas bahwa terdapat sejumlah
masalah dalam bidang pendidikan yang tidak boleh dibiarkan berlangsung terus menerus,
12
karena hal tersebut jika diabaikan akan menghambat pelaksanaan visi dan misi serta garis-
garis besar program pembangunan khususnya di bidang pendidikan, yang pada akhirnya
akan semakin jauh dari cita-cita bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa
dan mensejahterakan kehidupan bangsa Indonesia.Berdasarkan paparan tersebut dapat
diperoleh pemahaman, bahwa beberapa permasalahan yang timbul dalam praktik
penyelenggaraan Penyelenggaraan Pendidikan, yang juga merupakan permasalahan yang
dihadapi masyarakat, perlu mendapat perhatian.
Selain hal tersebut, pembangunan pendidikan di diarahkan sejalan dengan rencana
strategis program pendidikan yakni pada pelayanan di bidang pendidikan akan
mencakupi:
1. Pendidikan anak usia dini (PAUD).
2. Wajib belajar Sembilan Tahun pada jenjang Sekolah Dasar dan jenjang
Sekolah Menengah Pertama.
3. Pendidikan Menengah.
4. Pendidikan Non formal.
5. Peningkatan Mutu Pendidik dan ke Pendidikan.
6. Manajemen Layanan Pendidikan.
Dengan demikian ada 6 (dua) isu hukum tentang kepastian hukum yang perlu
mendapat perhatian.
D. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru Yang Akan Diatur Dalam
Undang-Undang atau Peraturan Daerah Terhadap Aspek Beban Keuangan Negara
Dalam lingkup pengaturan penyelenggaraan pendidikan, terdapat dua komponen
yaitu komponen yang sifatnya statis, dan komponen yang sifatnya dinamis. Komponen
yang sifatnya statis meliputi:
1. Asas, fungsi, tujuan, dan prinsip penyelenggaraan pendidikan.
2. Struktur atau kelembagaan dalam penyelenggaraan pendidikan.
3. Tugas dan wewenang kelembagaan dalam penyelenggaraan pendidikan.
4. Komposisi keanggotaan di dalam setiap kelembagaan penyelenggaraan
pendididkan.
5. Kelengkapan organisasi/kelembagaan penyelenggaraan pendidikan.
6. Ketenagaan.
7. Kekayaan.
13
8. Sanksi.
Sedangkan yang dimaksud pengaturan penyelenggaran pendidikan yang sifatnya
dinamis adalah pengaturan kelembagaan pendidikan yang meliputi tata cara atau prosedur,
yang antara lain meliputi:
1. Pendirian sekolah.
2. Pengisian kelembagaan pendidikan.
3. Pengambilan keputusan di dalam satuan pendidikan.
4. Kerja sama sekolah dengan institusi lain.
5. Status aset sekolah.
6. Pengawasan penyelenggaraan pendidikan.
7. Pengadaan ketenagaan.
8. Penggabungan dan pembubaran sekolah.
9. Pengalihan bentuk sekolah.
Memperhatikan uraian tersebut di atas, maka adanya Peraturan Daerah tentang
Penyelenggaraan Pendidikan ini tidak akan menimbulkan dampak terhadap beban
keuangan daerah, justru sebaliknya, akan ada penambahan target penerimaan PAD dari
sektor ini.
14
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
A. Kondisi Hukum Yang Ada dan Statusnya
Dalam rangka menyempurnakan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Kota Bandung, berdasarkan Pasal 50 ayat (5) dan ayat (7) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
menentukan bahwa:
(5) Pemerintah Kabupaten/Kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan
menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal.
(6) Ketentuan mengenai pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2),ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam Pasal 29 Ayat (2) Huruf F, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, Bupati/
Walikota Berhak Membentuk Kebijakan Daerah Dalam Bentuk Peraturan Daerah di
Bidang Pendidikan. Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan adalah kegiatan
pelaksanaan komponen sistem pendidikan pada satuan atau program pendidikan pada
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional. Dalam pasal itu juga disebutkan bahwa Pengelolaan
dan Penyelenggaraan Pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Sekalipun ada dasar
hukum untuk menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan,
diperlukan pula argumentasi tentang urgensi membentuk Peraturan Daerah tersebut, yang
secara garis besar meliputi argumentasi filosofis, sosiologis, dan yuridis.
B. Keterkaitan Peraturan Daerah Baru Dengan Peraturan Perundang-Undangan
Yang Lain
Materi Pokok Penyelenggaraan pendidikan yang hendak diatur dalam Peraturan
Daerah yang sedang disusun Naskah Akademiknya, mempunyai keterkaitan dengan
sejumlah peraturan perundang-undangan.
15
Materi Muatan Keterkaitan Dengan
UU Pendidikan UU 23 Tahun 2014
Pasal 29 ayat (2) PP No.
17 Tahun 2010
Kebijakan daerah bidang
pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dituangkan dalam:
a. Rencana pembangunan
jangka panjang
kabupaten/kota;
b. rencana pembangunan
jangka menengah
kabupaten/kota;
c. rencana strategis
pendidikan
kabupaten/kota;
d. rencana kerja
pemerintah
kabupaten/kota;
e. rencana kerja dan
anggaran tahunan
kabupaten/kota;
f. peraturan daerah di
bidang pendidikan; dan
g. peraturan bupati/
walikota di bidang
pendidikan
Pasal 50 ayat (5) dan ayat (7)
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan
Nasional menentukan bahwa:
(5) Pemerintah
Kabupaten/Kota mengelola
pendidikan dasar dan pendidikan
menengah, serta satuan pendidikan
yang berbasis keunggulan lokal.
(7) Ketentuan mengenai
pengelolaan pendidikan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat
(2),ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan
ayat (6) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah
Dalam Pasal 11 ayat (2): Urusan
Pemerintahan Wajib yang
berkaitan dengan Pelayanan Dasar
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (2) meliputi:
a. pendidikan;
Lampiran, huruf a Pembagian
Urusan Pemerintahan Bidang
Pendidikan. Sub Bidang:
Manajemen pendidikan
Meliputi :
a. Pengelolaan pendidikan dasar.
b. Pengelolaan pendidikan anak
usia dini dan pendidikan non
formal
Selain itu ada keterkaitan peraturan daerah baru dengan peraturan perundang-
undangan yang lain adalah sebagai berikut:
1. Dalam rangka menyempurnakan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Kota Bandung, berdasarkan Pasal 50 ayat (5) dan ayat (7)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional menentukan bahwa:
16
(5) Pemerintah Kabupaten/Kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan
menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal.
(6) Ketentuan mengenai pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2),ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
2. Dalam Pasal 29 ayat (2) huruf f PP No.17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan, Bupati/Walikota berhak membentuk kebijakan
daerah dalam bentuk peraturan daerah di bidang pendidikan. Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan adalah kegiatan pelaksanaan komponen suatu
pendidikan pada satua atau program pendidikan pada jalur, jenjang, jenis
pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional.
3. Pasal 29 ayat (2) PP No.17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan bahwa kebijakan daerah di bidang pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam:
a. rencana pembangunan jangka panjang kabupaten/kota;
b. rencana pembangunan jangka menengah kabupaten/kota;
c. rencana kerja pemerintah kabupaten/kota;
d. rencana kerja anggaran tahun kabupaten/kota;
e. peraturan daerah di bidang pendidikan; dan
f. peraturan bupati/walikota di bidang pendidikan.
4. Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pemerintahan
Daerah menyatakan bahwa urusan pemerintah wajib berkaitan dengan
pelayanan dasar meliputi pendidikan. Kemudian urusan pemerintahan di bidang
pendidikan meliputi:
a. pengelolaan pendidikan dasar;
b. pengelolaan pendidikan anak usia dini dan pendidikan nonformal.
17
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS
A. Landasan Fiolosofis
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
bertujuan untuk memberikan pengayoman dan memajukan kesejahteraan masyarakat
dalam rangka mewujudkan tata kehidupan bangsa yang aman, tertib, sejahtera, dan
berkeadilan. Sejalan dengan itu, dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 ditentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah
provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota, yang
tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah. Masing-
masing pemerintahan daerah itu mengatur dan mengurus sendiri pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan. Otonomi dimaksud adalah otonomi seluas-luasnya.
Ketentuan konstitusional tersebut dilaksanakan dengan Undang- Undang Nomor 23
tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir denganUndang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah. Dengan berlakunya Undang-Undang ini, maka pengelolaan dan
penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang
seluas-luasnya, disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi
daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara.
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Kota Bandung merupakan salah satu
sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan
daerah. Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian
daerah, perlu dilakukan perluasan objek penyelenggaraan pendidikan daerah dan
pemberian diskresi dalam penetapan tarif. Kebijakan pengelolaan dan penyelenggaraan
pendidikan daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan,
peran serta masyarakat, dan akuntabilitas dengan memperhatikan potensi daerah.
Berdasarkan uraian tersebut dapat ditegaskan, landasan filosofis pengaturan
pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan adalah bahwa pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan merupakan sumber pendapatan daerah yang penting guna
membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah dan meningkatkan pelayanan kepada
18
masyarakat, sehingga perlu pengaturan penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip
demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat, dan akuntabilitas dengan
memperhatikan potensi daerah.
Jadi, Pemerintahan Daerah membuat Peraturan Daerah tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan, berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan,
peran serta masyarakat, dan akuntabilitas. Adapun tujuan pembentukan Peraturan Daerah
ini adalah sebagai landasan hukum pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, yang
merupakan satu salah satu sumber pendapatan Kota Bandung yang penting guna
membiayai pelaksanaan pemerintahan pemerintahan daerah dan meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat di Kota Bandung.
B. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan
bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai
aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai
perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara. Unsur sosiologis adalah
gejala dan masalah sosial-ekonomi-politik yang berkembang di masyarakat yang
menjadi latar belakang dan alasan pembuatan undang-undang atau peraturan daerah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik Kota Bandung:
1. bahwa pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan di Kota Bandung telah
diatur dengan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 20 Tahun 2002 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan di Kota Bandung;
2. bahwa Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 20 Tahun 2002 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan di Kota Bandung dalam perkembangannya tidak
memadai dan perlu disempurnakan agar sesuai dengan perubahan peraturan
perundang-undangan di bidang pendidikan dan tuntutan pembangunan;
3. bahwa dalam rangka meningkatkan pengelolaan dan penyelenggaraan
pendidikan di Kota Bandung agar lebih berdayaguna dan berhasil guna maka
diperlukan peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, pengawasan dan
pengendalian, pemberian pelayanan serta pengelolaan di bidang pendidikan
secara optimal;
Dengan demikian, perlu dibentuk Peraturan Daerah Kota Bandung tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaran Pendidikan.
19
C. Landasan Yuridis
Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
yakni Pasal 18 ayat (1), ayat (2), dan ayat (5), penyelenggaraan pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi
terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak
dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan
kepada masyarakat.
Penyelenggaran Pemerintahan Daerah selanjutnya diatur dalam Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa
kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan
Penyelenggaraan Pendidikan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun
2007 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, dan kemudian ditegaskan lagi dalam Pasal 10 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014, pemerintah daerah menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh
undang-undang, ditentukan sebagai urusan pemerintah (pusat). Dalam menyelenggarakan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, pemerintah daerah menjalankan
otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan
daerah untuk kabupaten dan kota yaitu, meliputi:
1. Pelaksanaan dan pengendalian pembangunan;
2. Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang;
3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
4. Penyediaan sarana dan prasarana umum;
5. Penanganan bidang kesehatan;
6. Penyelenggaraan pendidikan;
7. Penanggulangan masalah sosial;
8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan;
9. Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
20
10. Pengendalian lingkungan hidup;
11. Pelayanan pertanahan;
12. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil;
13. Pelayanan administrasi umum dan pemerintahan;
14. Pelayanan administrasi penanaman modal;
15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan
16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-
undangan.
21
BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI
MUATAN UNDANG-UNDANG, PERATURAN DAERAH PROVINSI, ATAU
PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA
A. Ketentuan Umum
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka arah pengaturan adalah mengarahkan agar
pengaturan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan dirumuskan secara berkeadilan,
berkemanfaatan, dan berkepastian hukum.
Jangkauan pengaturannya adalah agar pengelolaan dan penyelenggaraan
pendidikan secara abasah berdasarkan Peratruran Daerah. Jadi, pentingnya disusun
Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Penyelenggaraan Pendidikan Kota
Bandung ini adalah memberikan landasan hukum pengelolaan dan penyelenggaraan
pendidikan, yang disusun berdasarkan pertimbangan filosofis, sosiologis, dan yuridis,
untuk pencapaian keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum dalam pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan tersebut.
B. Materi Yang Diatur
Ruang lingkup materi muatan raperda penyelenggaraan pendidikan adalah
jangkauan materi pengaturan yang khas yang dimuat dalam raperda penyelenggaraan
pendidikan, yang meliputi materi yang boleh dan materi yang tidak boleh dimuat dalam
raperda penyelenggaraan pendidikan.
Jadi, yang dimaksud dengan materi muatan baik mengenai batas materi muatan
maupun lingkup materi muatan. Lingkup materi yang boleh dimuat ditentukan oleh asas
otonomi daerah dan tugas pembantuan maupun yang ditentukan secara objektif- normatif
dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi sebagai materi muatan Perda
tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Pengelompokan tersebut mesti mengacu pada Teknik Penyusunan Peraturan
Perundang-undangan, angka 1 dan angka 62 TP3, mengenai kerangka Peraturan
Perundang-undangan dan pengelompokkan batang tubuh Peraturan Perundang-undangan,
yakni:
22
1. Judul
2. Konsideran
3. Bab I Ketentuan Umum
4. Bab II Tujuan, Ruang Lingkup dan Prinsip
5. Bab III Hak dan Kewajiban
6. Bab IV Jalur, Jenjang dan Jenis Pendidikan
7. Bab V Wajib Belajar
8. Bab VI Bahasa Pengantar
9. Bab VII Standar Nasional Pendidikan
10. Bab VIII Pendanaan Pendidikan
11. Bab IX Pengelolaan Pendidikan
12. Bab X Peran Serta Masyakat Dalam Pendidikan
13. Bab XI Pengawasan
14. Bab XII Larangan
15. Bab XIII Sanksi
16. Bab XIV Ketentuan Pidana
17. Bab XV Ketentuan Peralihan
18. Bab XVI Ketentuan Penutup
23
C. Ketentuan Sanksi
1. Sanksi Administrasi
a. Walikota berwenang memberikan sanksi administratif terhadap penyelenggara
pendidikan pada semua tingkatan, yang melakukan pelanggaran terhadap Peraturan
Daerah ini.
b. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
1) teguran/peringatan;
2) pencabutan izin;
3) pembubaran.
c. Pelanggaran terhadap peraturan daerah ini bagi Pegawai Negeri Sipil dikenakan
sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2. Ketentuan Pidana
a. Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan tanpa izin Walikota atau Kepala
Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dan ayat (3) diancam pidana
kurungan paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah).
b. Barang siapa melanggar ketentuan dalam Pasal 13 ayat (4), ayat (5) dan ayat (6),
Pasal 18 ayat (2), Pasal 32 ayat (2), Pasal 36 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 37, Pasal
38 ayat (4), Pasal 39 ayat (1), pasal 52 ayat (4) dan Pasal 67 ayat (1), ayat (2),
ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (7), ayat (8) dan ayat (9) diancam pidana kurungan
paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah).
c. Selain tindak pidana sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat
dikenakan pidana lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
24
D. Ketentuan Peralihan
Ketentuan peralihan diperlukan apabila materi hukum dalam peraturan perundang-
undangan sudah pernah diatur. Ketentuan peralihan harus memuat pemikiran tentang
penyelesaian masalah/keadaan atau peristiwa yang sudah ada pada saat mulai berlakunya
peraturan perundang-undangan yang baru. Ketentuan peralihan memuat:
1. Ketentuan-ketentuan tentang penerapan peraturan perundang-undangan
baru terhadap keadaan yang terdapat pada waktu peraturan daerah itu mulai
berlaku.
2. Ketentuan-ketentuan tentang melaksanakan peraturan daerah itu secara
berangsur-angsur.
3. Ketentuan-ketentuan tentang penyimpangan untuk sementara waktu dari
peraturan daerah itu.
4. Ketentuan-ketentuan mengenai aturan khusus bagi keadaan atau hubungan yang
sudah ada pada saat mulai berlakunya peraturan daerah itu.
5. Ketentuan-ketentuan tentang upaya apa yang harus dilakukan untuk
memasyarakatkan peraturan daerah itu.
25
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG
NOMOR …. TAHUN 2018
TENTANG
PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
DENGAN RAMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA BANDUNG,
Menimbang: a. bahwa pendidikan adalah hak setiap orang yang hakiki dan dijamin secara
legal untuk pengembangan moral, peradaban, dan kesejahteraan;
b. bahwa hak atas pendidikan mencakup hak terhadap pendidikan menengah
di mana pemerintah daerah berkewajiban untuk memperhatikan dan
memenuhinya;
c. bahwa pendidikan menengah harus tersedia secara bermutu, relevan,
merata, dan terjangkau supaya setiap orang memperoleh ilmu
pengetahuan dan teknologi yang maju dan modern dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa;
d. bahwa untuk meningkatkan mutu, relevansi, pemerataan, dan
keterjangkauan pendidikan, pemerintah daerah wajib memajukan
pendidikan dengan mengelola dan menyelenggarakan pendidikan di
daerah secara baik berdasarkan sistem pendidikan nasional;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, dan huruf c perlu membentuk Peraturan Daerah tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Kota Bandung.
Mengingat: a. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
b. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 78, Tambahan
lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
c. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
26
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4586);
d. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan
Menengah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 56 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 29 tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah (Lembaran Negara
Republik Indonesia 1990 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3413 jo. Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3764;
e. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496)
sebagaimana telah diubah beberapakali, terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang perubahan kedua atas
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5670);
f. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5105) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 66 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5157);
g. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 tentang Tenaga
Kependidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 39 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1992 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3484 jo. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3974);
27
h. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peran Serta
Masyarakat dalam Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3485);
i. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 08 Tahun 2007 tentang Urusan
Pemerintah Daerah Kota Bandung (Lembaran Daerah Kota Bandung
Tahun 2008 Nomor 05);
j. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 05 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Peraturan Daerah (Lembaran Daerah Kota Bandung Tahun
2008 Nomor 05);
k. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 08 Tahun 2008 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Bandung Tahun
2005 - 2025 (Lembaran Daerah Kota Bandung Tahun 2008 Nomor 08).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANDUNG
Dan
WALIKOTA BANDUNG
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG TENTANG PENGELOLAAN
DAN PENYELENGGARAN PENDIDIKAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
2. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Bandung.
4. Daerah adalah Kota Bandung.
5. Walikota adalah Walikota Bandung.
28
6. Pejabat yang ditunjuk adalah Pejabat dilingkungan Pemerintah Daerah yang berwenang
dan mendapat pendelegasian wewenang dari Walikota.
7. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Bandung.
8. Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah yang selnjutnya disingkat RAPBS
adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja yang disusun oleh Satuan Pendidikan.
9. Pendidikan adalah Usaha Sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
10. Penyelenggaraan Pendidikan adalah pengelolaan pendidikan yang mencakup seluruh
kegiatan pendidikan formal, nonformal dan informal sesuai dengan kewenangan
Pemerintah Daerah.
11. Biaya Pendidikan adalah biaya yang meliputi biaya satuan pendidikan, biaya
penyelenggaran dan/atau pengelolaan dan biaya pribadi peserta didik.
12. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
13. Pendidik adalah anggota masyarakat yang berkualitas sebagai guru, pamong belajar, tutor,
instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta
berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.
14. Tenaga Kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat
untuk menunjang penyelenggaran pendidikan.
15. Jalur Pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi
diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
16. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang
dikembangkan.
17. Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan
suatu satuan pendidikan.
18. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan.
19. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas
pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
29
20. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
21. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
22. Pendidikan Anak Usia Dini yang selanjutnya disingkat PAUD adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut.
23. PAUD terdiri atas:
a. Taman Penitipan Anak, yang disingkat TPA;
b. Kelompok bermain, yang disingkat KB;
c. Taman Kanak-kanak, yang disingkat TK;
d. Raudhatul Athfal, yang disingkat RA.
24. Sekolah atau Madrasah adalah satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah
Daerah dan masyarakat yang terdiri atas:
a. Sekolah Dasar, yang disingkat SD;
b. Madrasah Ibtidaiyah Pertama, yang disingkat MI;
c. Sekolah Menengah Pertama Yang disingkat SMP;
d. Madrasyah Tsanawiyah, yang disingkat MTs;
e. Sekolah Menengah Atas, yang disingkat SMA;
f. Madrasyah Aliyah, yang disingkat MA;
g. Sekolah Menengah Kejuruan, yang disingkat SMK;
h. Madrasyah Aliyah Kejuruan, yang disingkat MAK.
25. Pembelajaran jarak jauh adalah proses belaja mengajar yang peserta didiknya terpisah dari
pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi
komunikasi, informasi dan media lain.
26. Pendikan khusus adalah pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan
dalam mengukuti proses pembelajaran, karena kelainan fisik, emosional, mental dan sosial,
dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
27. Pendidikan Layanan Khusus adalah Pendidikan bagi peserta didik didaerah yang
mengalami bencana alam, bencana sosial, dan anak yang berada dalam kondisi tertentu,
sehingga tidak bisa mengikuti pendidikan pada satuan pendidikan.
28. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan diseluruh
wilayah Hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
30
29. Wajib belajar adalah Program Pendidikan minimal yang harus diikuti oleh Warga Negara
Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
30. Program Wajib Belajar dua belas tahun adalah program pendidikan minimal yang harus
diikuti oleh Warga Kota atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah, yang
meliputi pendidikan dasar sembilan tahun dan pendidikan menengah tiga tahun.
31. Bahasa pengantar adalah bahasa yang digunakan dalam proses pembelajaran pada satuan
pendidikan.
32. Standar Kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan dan keterampilan.
33. Standar Isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam
kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran,
dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis
pendidikan tertentu.
34. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
35. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan untuk mencapai standar pendidikan prajabatan
dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
36. Standar Sarana dan Prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat olahraga, tempat ibadah, perpustakaan,
laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi, serta sumber belajar lain,
yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi.
37. Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan
pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pendidikan.
38. Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi
satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
39. Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
mekanisme, prosedur, dan instrimen penilaian hasil belajar peserta didik.
40. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengatuaran mengenai tujuan, isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
41. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didk dengan pendidik dan sumber belajar
31
yang dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
42. Sumber Daya Pendidikan adalah segala sesuatu yang dipergunakan dalam dalam
penyelenggaraan pendidikan yang meliputi dengan tenaga kependidikan, masyarakat, dana,
sarana, dan prasarana.
43. Pengelolaan adalah kegiatan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi,
dan pengawasan kegistsn pendidikan pada tingkat satuan pendidikan di daerah agar
tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
44. Manajemen Berbasis Sekolah yang selanjutnya disingkat MBS adalah model pengelolaan
yang memberikan otonomi atau kemandirian kepada sekolah dan mendorong
pengembalian keputusan partisipatif yang melibatkan unsur-unsur secara langsung semua
warga sekolah sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.
45. Penjamin Mutu Pendidikan adalah upaya/usaha yang dilakukan secara bertahap,
sistematis, dan terencana dengan target dan kerangka waktu yang jelas untuk memenuhi
atau melampaui Standar Nasional Pendidikan guna mewujudkan yang relevan dengan
kebutuhan masyarakat, mendorong keunggulan lokal, dan memiliki daya saing global.
46. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjamin dan penetapan mutu
pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang dan jenis
pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.
47. Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
48. Sertifikasi peserta didik adalah penerbitan bukti pencapaian kompetensi akhir dan/atau
tanda bahwa peserta didik telah lulus dari satuan pendidikan dalam bentuk dokumen ijazah
dan/atau sertifikat kompetensi.
49. Masyarakat adalah kelompok Warga Negara Indonesia Non Pemerintah yang mempunyai
perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
50. Dewan Pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur
masyarakat yang peduli pendidikan.
51. Komite Sekolah/Madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua atau
wali peserta didik, komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
52. Warga Kota adalah Warga Negara Indonesia yang berdomisili di Daerah dan dibuktikan
dengan dokumen kependudukan yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang.
32
BAB II
TUJUAN, RUANG LINGKUP DAN PRINSIP
Bagian Kesatu
Tujuan
Pasal 2
Pengelolaan dan penyelanggaraan pendidikan bertujuan untuk menjamin:
a. akses masyarakat atas pelayanan pendidikan yang mencukupi, merata, dan terjangkau;
b. mutu dan relevansi dengan kebutuhan dan/atau kondisi masyarakat;
c. akuntabilitas pengelola dan penyelenggara pendidikan;
d. keharmonisan dan keseimbangan serta interaksi yang optimal dari unsur-unsur esensial
pendidikan;
e. efektivitas dan efisiensi operasional pendidikan.
Bagian Kedua
Ruang Lingkup
Pasal 3
Ruang lingkup pengelolaan dan penyelanggaraan pendidikan meliputi:
a. pengelolaan pendidikan;
b. penyelanggaraan pendidikan;
c. pendanaan pendidikan;
d. peran serta masyarakat; dan
e. pengawasan pendidikan.
Bagian Ketiga
Prinsisp
Pasal 4
Prinsip pengelolaan dan penyelanggaraan pendidikan meliputi:
a. pendidikan dikelola/diselenggarakan secara professional, transparn dan akuntabel serta
menjadi tanggunjawab bersama Pemerintah Daerah, masyarakat dan dunia usaha/industri;
b. pendidikan dikelola/diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistematis dengan sistem
terbuka dan multimakna;
33
c. pendidikan dikelola/diselenggarakan sebagai satu proes pembudayaan dan pemberdayaan
secara berkesinambungan serta berlangsung sepanjang hayat.
d. pendidikan dikelola/diselenggarakan secara adil, demokratis dan tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi hukum dan hak azasi manusia, nilai agama dan nilai budaya
lokal dan kebhinekaan;
e. pendidikan dikelola/diselenggarakan dalam suasana yang menyenangkan, menantang,
mencerdaskan dan kompetitif dengan dilandaskan keteladanan;
f. pendidikan dikelola/diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca dan
belajar melalui gerakan literasi bagi segenap warga masyarakat;
g. pendidikan dikelola/diselenggarakan dengan memberdayakan seluruh komponen
pemerintah daerah dan masyarakat serta memberikan kesempatan kepada masyarakat
untuk berperan serta dalam penyelenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan;
h. pendidikan dikelola/diselenggarakan dengan menerapkan prinsip manajemen berbasis
sekolah.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Warga Kota
Pasal 5
(1) Setiap Warga Kota mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu.
(2) Warga Kota yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial
berhak memperoleh pendidikan khusus.
(3) Warga Kota yang mengalami bencana alam, bencana sosial, dan/atau yang berada dalam
kondisi tertentu sehingga tidak bisa mengikuti pendidikan pada satuan pendidikan berhak
memperoleh pendidikan layanan khusus.
(4) Warga Kota yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh
pendidikan khusus.
(5) Setiap Warga Kota berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang
hayat.
(6) Setiap Warga Kota berhak untuk berperan serta dalam penguasaan, pemanfaatan dan
34
pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan olahraga untuk
meningkatkan kesejahteraan pribadi, kota dan bangsa.
Pasal 6
(1) Setiap Warga Kota yang berusia 7 (tujuh) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun wajib
mengikuti pendidikan dasar.
(2) Setiap Warga Kota bertanggungjawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan
pendidikan.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Orangtua
Pasal 7
(1) Orangtua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh
informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya.
(2) Orangtua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada
anaknya.
(3) Orangtua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anaknya untuk
memperoleh pendidikan sesuai dengan kemampuan, minat, dan bakat anak tersebut.
(4) Setiap orangtua berkewajiban untuk membiayai pendidikan anaknya, kecuali bagi
orangtua yang tidak mampu secara ekonomi dibebaskan dari kewajiban tersebut sampai
anaknya menyelesaikan jenjang pendidikan menengah.
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Masyarakat
Pasal 8
Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi
program pendidikan.
Pasal 9
Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan semberdaya dalam penyelenggaraan
pendidikan.
35
Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Pemerintah Daerah
Pasal 10
Pemerintah Daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, mengawasi dan
mengendalikan penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pasal 11
(1) Pemerintah Daerah Wajib:
a. memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terserenggaranya pendidikan
yang bermutu bagi setiap warga kota tanpa diskriminasi;
b. menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya program wajib belajar pendidikan
dasar dan program rintisan wajib belajar pendidikan menengah bagi setia warga kota;
c. memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang
diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu;
d. membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah;
e. membantu pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan
formal yang diselenggarakan oleh masyarakat;
f. memenuhi sarana dan prasarana pendidikan pada satuan pendidikan dasar yang dikelola
oleh Pemerintah Daerah secara bertahap sesuai dengan standar Nasional Pendidikan;
g. mengupayakan pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan pada satuan pendidikan
menengah yang dikelola oleh Pemerintah Daerah secara bertahap sesuai dengan standar
Nasional Pendidikan;
h. memberikan beasiswa kepada peserta didik yang berprestasi; dan
i. memberikan penghargaan kepada pendidik dan tenaga kependidikan yang berprestasi.
(2) Tata cara pemberian beasiswa dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
h dan huruf i, diatur lebih lanjut oleh Walikota.
36
Bagian Kelima
Hak dan Kewajiban Peserta Didik
Pasal 12
(1) Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak:
a. mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan
oleh pendidik yang seagama serta memperoleh jaminan untuk menjalankan ibadah
menurut agama yang dipeluknya;
b. mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampauannya;
c. mendapatkan beasiswa, penghargaan, pengakuan dan/atau bentuk lain bagi yang
berprestasi dibidang akademik maupun non akademik;
d. mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tua atau walinya tidak mampu
membiayai pendidikan dasar dan menengah;
e. pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara;
f. menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing
dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan, dan
g. mendapatkan perlakuan secara adil dan manusiawi serta perlindungan dari setiap
gangguan dan ancaman;
(2) Setiap peserta didik berkewajiban:
a. menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan
keberhasilan pendidikan;
b. menjaga etika dan norma-norma dalam pergaulan, tingkah laku, dan penampilan di
lingkungan satuan pendidikan, dan
c. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang
dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
37
BAB IV
JALUR, JENJANG DAN JENIS PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 13
(1) Jalur Pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat
saling melengkapi dan memperkaya.
(2) Jalur pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan sistem
terbuka melalui pembelajaran tatap muka dan/atau pembelajaran jarak jauh dengan
menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi dan
media lain.
Pasal 14
Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Pasal 15
Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan keagamaan,
dan pendidikan khusus.
Pasal 16
Jalur, Jenjang dan, Jenis Pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dan/atau Masyarakat.
Bagian Kedua Pendidikan Formal
Paragaf 1
Pendidikan Dasar
Pasal 17
(1) Pendidikan Dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjeng pendidikan
menengah.
(2) Pendidikan Dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau
38
bentuk lain yang sederajat, serta Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Madrasah
Tsanawiyah (MTs) atau Bentuk lain yang sederajat.
Paragraf 2
Pendidikan Menengah
Pasal 18
(1) Pendidikan Menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.
(2) Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah
kejuruan.
(3) Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah
(MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau
bentuk lain yang sederajat.
Bagian Ketiga
Pendidikan Nonformal
Pasal 19
(1) Pendidikan nonformal dapat diselenggarakan oleh masyarakat dan Pemerintah Daerah.
(2) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan
formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(3) Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan
penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsi serta pengembangan
sikap dan kepribadian profesional.
(4) Hasil Pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan
formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
(5) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut oleh Walikota.
39
Bagian Keempat
Pendidikan Informal
Pasal 20
(1) Kegiatan Pendidikan informal yang dilakukan oleh keluaraga dan lingkungan berbentuk
kegiatan belajar secara mandiri.
(2) Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui sama dengan pendidikan
formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian kesetaraan sesuai dengan standar
Nasional Pendidikan
(3) Ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan informal sebagaimaa dimaksud pada ayat
(2) diatur lebih lanjut oleh Walikota.
Bagian Kelima
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Pasal 21
(1) PAUD bertujuan untuk membantu meletakan dasar kearah perkembangan sikap,
pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperlukan peserta didik dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan
selanjutnya.
(2) PAUD diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
(3) PAUD diselenggarakan bagi anak sejak lahir sampai dengan enam tahun dan bukan
merupakan prasyaratan untuk mengikuti pendidikan dasar.
(4) PAUD dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau
informal.
(5) PAUD pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK), Raudhatul
Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
(6) PAUD pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman
penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
(7) PAUD pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan
yang diselenggarakan oleh lingkungan.
(8) Ketentuan mengenai PAUD sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), dan ayat (6),
diatur lebih lanjut oleh Walikota.
40
Bagian Keenam
Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Pasal 22
(1) Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental,
sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
(2) Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang mengalami
bencana alam, bencana sosial, dan/atau tidak mampu dari segi ekonomi.
(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus
sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Walikota.
BAB V
WAJIB BELAJAR
Bagian Kesatu
Fungsi dan Tujuan
Pasal 23
(1) Wajib Belajar berfungsi mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan
memperoleh pendidikan yang bermutu bagi setiap warga kota.
(2) Wajib belajar bertujuan memberikan pendidikan minimal bagi warga kota untuk dapat
mengembangkan potensi dirinya agar dapat hidup mandiri di dalam masyarakat atau
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Bagian Kedua
Penyelenggaraan Wajib Belajar
Pasal 24
(1) Wajib belajar diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan
pendidikan informal.
(2) Penyelenggaraan wajib belajar pada jalur formal dilaksanakan minimal pada jenjang
pendidikan dasar yang meliputi SD, MI, SMP, MTs, dan bentuk lain yang sederajat.
(3) Penyelenggaraan wajib belajar pada jalur pendidikan nonformal dilaksanakan melalui
pendidikan paket A, program paket B, dan bentuk lain yang sederajat.
41
(4) Penyelenggaraan wajib belajar pada jalur pendidikan informal dilaksanakan melalui
pendidikan keluarga dan/atau pendidikan lingkungan
(5) Ketentuan mengenai penyetaraan pendidikan nonformal dan pengakuan hasil pendidikan
informal penyelenggara program wajib belajar terhadap pendidikan dasar jalur diatur
dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penyelenggaraan dan
pengelolaan pendidikan.
Pasal 25
Warga kota yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program wajib belajar apabila daya
tampung satuan pendidikan masih memungkinkan.
Bagian Ketiga
Penjaminan Wajib Belajar
Pasal 26
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar
minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin tersedianya pendidik, tenaga kependidikan,
dan biaya operasi untuk setiap satuan pendidikan penyelenggara program wajib belajar
dengan pembagian beban dan tanggungjawab sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang pendanaan pendidikan.
BAB VI
BAHASA PENGANTAR
Pasal 27
(1) Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara menjadi bahasa pengantar dalam
penyelenggaraan pendidikan.
(2) Bahasa Sunda digunakan sebagai baha pengantar dalam pembelajaran muatan lokal
Bahasa Sunda.
(3) Bahasa Asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan tertentu
untuk mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik.
42
BAB VII
STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
Pasal 28
(1) Standar Nasional Pendidikan meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi
lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
(2) Untuk penjamin dan pengendalian mutu pendidikan sesuaui dengan Standar Nasional
Pendidikan dilakukan evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi.
(3) Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan
sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global.
(4) Pemerintah Daerah bertanggung jawab memberikan pembinaan dan bantuan kepada
satuan pendidikan untuk terselenggaranya Standar Nasional Pendidikan di Daerah.
BAB VIII
PENDANAAN PENDIDIKAN
Pasal 29
(1) Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat.
(2) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab
menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
BAB IX
PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Pasal 30
(1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan paling kurang 1 (satu) satuan pendidikan pada
semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf
internasional.
(2) Pemerintah Daerah mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah, serta satuan
pendidikan yang berbasis keunggulan lokal.
43
(3) Ketentuan mengenai pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur lebih lanjut oleh Walikota.
BAB X
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN
Pasal 31
(1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok,
keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
(2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil
pendidikan.
(3) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur lebih lanjut oleh Walikota.
BAB XI
PENGAWASAN
Pasal 32
(1) Pemerintah Daerah, Dewan Pendidikan, dan Komite Sekolah/Madrasah melakukan
pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan
sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan prinsip transparasi dan
akuntabilitas.
(3) Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut
oleh Walikota.
BAB XII
LARANGAN
Pasal 33
Satuan pendidikan dilarang:
a. melaksanakan kegiatan pembelajaran bagi satuan pendidikan yang telah ditutup;
b. memaksa atau mewajibkan peserta didik membeli Lembaran Kerja Siswa (LKS) dan
44
sejenisnya;
c. memaksakan atau mewajibkan kepada peserta didik membeli seragam dan/atau keperluan
sekolah lainnya;
d. melakukan komersialisasi dalam penerimaan peserta didik baru maupun pindahan melalui
jalur akademik maupun jalur prestasi non akademik;
e. melakukan pembebanan biaya pendaftaran kepada peserta didik baru; dan
f. melakukan pungutan yang dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan
peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan/atau kelulusan peserta didik dari
satuan pendidikan.
BAB XIII
SANKSI
Bagian Kesatu
Pasal 34
(1) Walikota berwenang menetapkan sanksi administrasi terhadap pelanggaran Pasal 33.
(2) Penerapan Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembatalan atau penundaan pemberian subsidi sumber daya pendidikan;
c. pencabutan izin pendirian; dan
d. penutupan satuan pendidikan.
BAB XIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 35
(1) Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang memberikan, membantu
dan menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi dan/atau vokasi
tanpa hak dipidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dan/atau
dipidana penjara penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
(2) Penyelenggara pendidikan yang memberikan gelar tanpa hak kepada tenaga kependidikan
dipidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dan/atau dipidana
penjara penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
45
(3) Penyelenggara pendidikan jarak jauh yang tidak memenuhi persyaratan dipidana denda
paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dan/atau dipidana penjara penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun.
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 36
Semua ketentuan yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan yang telah ditetapkan
sebelum ditetapkannya Peraturan Daerah ini, masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan Peraturan Daerah ini.
Pasal 37
Satuan Pendidikan wajib menyesuaikan diri dalam pemenuhan Standar Nasional Pendidikan
sebagaimana dimaksud Peraturan Daerah ini paling lambat 7 (tujuh) tahun sejak Peraturan
Daerah ini diundangkan.
BAB XXIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 38
Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini harus diselesaikan paling lambat (1) tahun
terhitung sejak ditetapkannya Peraturan Daerah ini.
Pasal 39
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatkannya dalam Lembaran Daerah Kota Bandung.
46
Ditetapkan di Bandung
Pada tanggal 29 April 2018
WALIKOTA BANDUNG,
MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN
Diundangkan di Bandung
Pada tanggal 29 April 2018
SEKRETARIAT DAERAH KOTA BANDUNG,
HANNI INNAYU MAULADY
LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN ………… NOMOR ……….
47
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG
NOMOR …. TAHUN 2018
TENTANG
PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
I. UMUM
Pendidikan merupakan nilai yang penting dalam pemerintahan modern, tidak ada
pemerintahan modern yang tidak memberikan perhatian kepada penyediaan pendidikan.
Pendidikan bersifat instrumental bagi pengembangan moral, peradaban, dan kesejahteraan.
Pendidikan memfasilitasi transfer pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan oleh
setiap orang untuk dapat terlibat secara positif dan aktif dalam masyarakat demokratif dan
perekonomian yang berbasis pengetahuan. Maslahat pendidikan bukan saja melampaui
batas-batas administratif pemerintahan tetapi juga menjembatani generasi sekarang dan
generasi mendatang.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen
Keempat meletakkan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah untuk mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, menjamin pendanaannya sesuai
kebutuhan dan kemampuan keuangan, dan memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa. Konstruksi tersebut
menunjukkan bahwa pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan harus berpusat pada dan
diorganisir oleh pemerintah pada semua level sesuai dengan kewenangannya.
Dalam rangka melaksanakan amanat 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan
pendidikan daerah, serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah yang berkaitan dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan
daerah di bidang pendidikan, perlu ditetapkan peraturan daerah yang mencakup:
1. pengelolaan pendidikan oleh pemerintah daerah, pemerintah kabupaten/kota,
penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat, dan satuan pendidikan;
2. penyelenggaraan pendidikan oleh pemerintah daerah atau masyarakat yang
menyelenggarakan satuan pendidikan baik pendidikan menengah, pendidikan
khusus, maupun pendidikan layanan khusus;
48
3. pendanaan pendidikan daerah yang mencakup sumber pendanaan dan
pengalokasiannya;
4. peran serta masyarakat, baik perseorangan, kelompok, maupun organisasi dalam
pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan;
5. pengawasan pendidikan oleh pemerintah daerah, dewan pendidikan daerah, dan
komite sekolah pada jenjang dan jenis pendidikan sesuai dengan kewenangannya.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Huruf a
Yang dimaksud dengan pengelolaan pendidikan adalah pengelolaan
pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah daerah, pemerintah
kabupaten/kota, penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat, dan
satuan pendidikan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan penyelenggaraan pendidikan adalah
penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah daerah atau
masyarakat yang menyelenggarakan satuan pendidikan baik pendidikan
menengah, pendidikan khusus, maupun pendidikan layanan khusus.
Huruf c
Yang dimaksud dengan pendanaan pendidikan adalah pendanaan
pendidikan daerah yang mencakup sumber pendanaan dan
pengalokasiannya.
Huruf d
Yang dimaksud dengan peran serta masyarakat adalah peran serta
masyarakat yang dilakukan baik perseorangan, kelompok, maupun
organisasi dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.
49
Huruf e
Yang dimaksud dengan pengawasan pendidikan adalah pengawasan
pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah daerah, dewan pendidikan
daerah, dan komite sekolah pada jenjang dan jenis pendidikan sesuai dengan
kewenangannya.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
50
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.