Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

download Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

of 43

Transcript of Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    1/43

    iNaskah Akademik

    NASKAH AKADEMIK

    PENEGUHAN POSISI & KEWENANGANKEMENTERIAN AGAMA

    DALAM PENDIDIKAN MADRASAH

    Direktorat Pendidikan MadrasahDirektorat Jenderal Pendidikan Islam

    Kementerian Agama RI

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    2/43

    iiPeneguhan Posisi & Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    3/43

    iiiNaskah Akademik

    Kata Pengantar

    Alhamdulillah segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam,atas limpahan rahmat-Nya penulisan naskah akademik berjudulPeneguhan Posisi dan Kewenangan Kementerian Agama dalamPendidikan Madrasah telah dirampungkan. Naskah akademik inimeneguhkan kembali peran madrasah dalam lintasan sejarahpendidikan Indonesia dan kontribusinya terhadap bangsa dannegara ini.

    Signi kansi dan besarnya kontribusi madrasah dalamaras pendidikan di Indonesia tentu tidak bisa diremehkan lagi.Sebab dari waktu ke waktu, diakui atau tidak hal tersebut nyatadan terasa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa danbernegara.

    Munculnya tokoh-tokoh dengan karakter khas IslamIndonesia—yang damai dan moderat—dari rahim madrasahtelah mewarnai kehidupan politik, sosial, budaya dan ekonomidi Indonesia. Ini semua tentu tidak lepas dari peran pendidikanmadrasah yang melahirkan anak-anak yang berkarakter,berintegritas, berilmu-amaliah dan beramal-ilmiyah.

    Selain itu, berpijak pada signi kasi peran dan kontribusimadrasah yang begitu besar bagi bangsa dan negera Indonesia,

    naskah akademik ini juga mencandra posisi strategis madrasahdalam menumbuhkembangkan generasi bangsa yang memilikinilai-nilai keislaman. Posisi strategis yang dimaksud dalamnaskah akademik ini, tidak hanya dalam arti peran strategismadrasah dalam kancah pendidikan Indonesia, tetapi juga posisimadrasah dalam struktur sistem pendidikan di Indonesia, yaknimadrasah di bawah naungan Kementerian Agama RI sekaligussebagai bahan argumentatif akan harapan hadirnya negara yanglebih proporsional dan pendidikan madrasah.

    Penyusunan naskah akademik ini kiranya bisa disambutdengan baik, sebagai pedoman bersama dalam mengembangkanmadrasah ke depan.

    Jakarta, April 2015Direktur Pendidikan Madrasah

    Prof. Dr. Phil. M. Nur Kholis Setiawan, MA.

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    4/43

    ivPeneguhan Posisi & Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    5/43

    vNaskah Akademik

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR - iii

    DAFTAR ISI - v

    BAB IPENDAHULUAN

    Latar Belakang - 1Permasalahan - 3

    Tujuan - 3

    Dasar Hukum - 4Tinjauan Historis - 4Tinjauan Yuridis - 8

    BAB IIKAJIAN KONSEPTUAL DAN KONDISI FAKTUAL

    Kajian Konseptual - 12Konsep Sentralisasi, Desentralisasi, Dekonsentrasi,

    dan Instansi Vertikal - 12Konsep dan Pembagian Kewenangan - 17Kondisi Faktual - 21

    BAB IIIANALISIS PENGELOLAAN, PENGANGGARAN, DANSTRUKTUR ORGANISASI PENDIDIKAN MADRASAH

    Perspektif Administrasi Pemerintahan Terhadap

    Pengelolaan Madrasah - 26Peningkatan Porsi Anggaran Pengelolaan Pembiayaan Madrasah - 31Peningkatan Kewenangan dan Perluasan Struktur Pengelola

    Madrasah di Kementerian Agama - 34

    BAB IIIKESIMPULAN DAN REKOMENDASI

    Kesimpulan - 37Rekomendasi - 37

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    6/43

    viPeneguhan Posisi & Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    7/43

    1Naskah Akademik

    BAB IPENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG

    Penyelenggaraan pendidikan nasional dengan meningkatkankeimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangkamencerdaskan kehidupan bangsa adalah amanat Undang-Undang Dasar 1945 yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah(Pasal 31 ayat 3 UUD 1945). Tugas penyelenggaraan pendidikannasional dalam konteks peningkatan keimanan dan ketakwaan inidipertegas lebih lanjut dalam Undang-Undang Sistem PendidikanNasional (UU Sisdiknas) No. 20 Tahun 2003. Hal ini tercermindari terminologi pendidikan yang termaktub dalam Pasal 1 poin1 UU tersebut. Yakni bahwa pendidikan merupakan usaha sadardan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan prosespembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkanpotensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, sertaketerampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dannegara.

    De nisi tersebut menjadi basis dari corak penyelenggaraanpendidikan nasional secara umum. Dimana aspek nilaireligiusitas menjadi arus utama dari implementasi kebijakanpendidikan nasional. Terbukti, Pendidikan Nasional, oleh UUSisdiknas tidak hanya didasarkan pada Pancasila dan UUD 1945,tetapi juga disandarkan pada akar nilai-nilai agama. 1 Karena itu,nilai religiusitas semakin diperjelas di dalam fungsi dan tujuanpendidikan nasional pada Pasal (3) UU Sisdiknas, yaitu bahwa“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuandan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

    dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untukberkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yangberiman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlakmulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab.” 2

    1Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional , Pasal 1 poin 2, berbunyi, “Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan na-sional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman”

    2Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional , Pasal 3.

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    8/43

    2Peneguhan Posisi & Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    Hadirnya madrasah sebagai lembaga pendidikan formal bercirikhas Islam 3 , selain segaris dengan tujuan pendidikan nasional,sejatinya telah menjadi jawaban bagi penguatan keimanan,ketakwaan dan pembangunan moralitas peserta didik. Hal inilah

    yang membedakan substansi pembelajaran di madrasah dengansekolah. Di sekolah terdapat satu mata pelajaran pendidikanagama, sementara madrasah mempunyai empat mata pelajaranpendidikan Islam: Aqidah Akhlak, Al-Qur’an Hadits, SejarahKebudayaan Islam dan Fikih.

    Meski demikian, UU Nomor 20/2003 tentang Sisdiknasmenyejajarkan madrasah dengan sekolah umum, dalam posisinyasebagai pendidikan formal. Akan tetapi, kesejajaran status danposisi madrasah dengan sekolah pada bidang pendidikan di UUSisdiknas tidak serta-merta meniscayakan pengelolaan urusanmadrasah untuk diotonomikan.

    Sebaliknya Madrasah masih tetap menjadi bagian darikewenangan vertikal pemerintah yang dikelola oleh KementerianAgama, mengingat madrasah merupakan bidang pendidikan Islamsebagai bagian dari kewenangan Kementerian Agama. Sementara,kewenangan penyelenggaraan yang terkait dengan agamaadalah urusan absolut yang harus dikelola secara vertikal olehpemerintah, yang dalam hal Kementerian Agama, sebagaimana

    UU No 23/2014 tentang pemerintahan daerah.Orientasi pembangunan nilai keagamaan (keislaman) padapendidikan madrasah inilah yang menjadi satu latar belakangkondisi existing pengelolaan madrasah dibawah naunganKementerian agama, yang hingga saat ini telah berkembangpesat meski di aspek anggaran masih mengalami kesenjangandan ketimpangan dengan sekolah. Maksud awal penyejajaranmadrasah dengan sekolah dalam UU Sisdiknas tersebutsesungguhnya adalah untuk memberikan hak pelayanan yang

    sama antara sekolah dan madrasah, bukan karena urusanalokasi kewenangan.

    Beberapa waktu terakhir muncul pemikiran untuk melimpahkanpengelolaan pendidikan madrasah dalam konteks kewenangan

    yang didesentralisasi (diotonomikan) sebagaimana otonomipendidikan sekolah. Pemikiran semacam ini musti dikritisi dandikaji lebih mendalam dampaknya di domain sosial, budaya danagama. Jangan sampai otonomi pendidikan madrasah justruakan semakin mengikis nilai keagamaan (keislaman) sebagai ciri

    3Baca: UU 2 thn 89 sisdiknas, PMA 90 tahun 2013 penyelenggaraan madrasah

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    9/43

    3Naskah Akademik

    khas madrasah, hanya semata mata demi alasan administratif-prosedural belaka. Sebab permasalahan administratif proseduraldapat dijawab melalui realokasi anggaran yang dibarengi denganpeningkatan kewenangan dan perluasan struktur pemerintahpengelola madrasah (Kementerian Agama).

    Pada konteks inilah, naskah akademik ini akan mengkajimadrasah dari berbagai perspektif untuk memberikan gambaranutuh agar pilihan-pilihan yang akan diambil oleh negara dapatterukur manfaat dan madharat nya bagi masyarakat, umatIslam dan bangsa Indonesia secara keseluruhan, baik untukmempertahankan madrasah sebagai urusan pemerintah ataupununtuk menggeser madrasah sebagai urusan pemeritah daerah.

    B. PERMASALAHANNaskah akademik ini akan membahas beberapa permasalahan

    sebagai berikut:1. Bagaimana perspektif administrasi pemerintahan terhadap

    pilihan pengelolaan madrasah sebagai kewenanganpemerintah pusat ataupun pilihan pengelolaan madrasahsebagai kewenangan pemerintah daerah?

    2. Mengapa pengelolaan pembiayaan madrasah membutuhkanpeningkatan porsi anggaran yang setara dengan sekolah?

    3. Mengapa dibutuhkan peningkatan kewenangan dan perluasanstruktur pengelola madrasah di Kementerian Agama dari levelDirektorat menjadi Direktorat Jenderal?

    C. TUJUANNaskah akademik ini dirumuskan dengan tujuan sebagai

    berikut:1. Untuk mengurai dan menganalisis perspektif administrasi

    pemerintahan terhadap pilihan madrasah sebagai urusanvertikal (pemerintah pusat) maupun madrasah sebagai urusanpemerintah daerah secara desentralistik.

    2. Untuk menjawab urgensi kewenangan pengelolaan Madrasahdi Kementerian Agama

    3. Untuk menjawab pentingnya peningkatan porsi anggarandalam pengelolaan pembiayaan madrasah.

    4. Untuk menjawab pentingnya peningkatan kewenangan danperluasan struktur pengelola madrasah di Kementerian Agama

    dari level Direktorat menjadi Direktorat Jenderal.

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    10/43

    4Peneguhan Posisi & Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    D. DASAR HUKUM1. Undang Undang Dasar 19452. Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

    Pendidikan Nasional3. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

    Daerah4. Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

    Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah5. Undang Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian

    Negara6. Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

    Perencanaan Pembangunan Nasional7. Undang Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana

    Pembangunan Jangka Panjang Nasional

    E. TINJAUAN HISTORISSebagai bagian penting dari model Pendidikan Islam di

    Indonesia, eksistensi madrasah dan juga pesantren tidak bisadilepaskan dari sejarah perkembangan Islam di bumi nusantaraini. Pada fase paling awal, keberadaan pesantren dan jugamadrasah didirikan oleh masyarakat muslim sebagai respondalam melaksanakan misi dakwah Islam melalui pengajaran danpenanaman pengetahuan, nilai-nilai, dan kompetensi keislaman(baca tulis al Qur’an, qih, dan sebagainya) dalam rangkamenghasilkan generasi atau kader muslim yang beriman danbertakwa kepada Allah SWT.

    Madrasah merupakan metamorfosis dari sebuah prosestransformasi sistem pendidikan pesantren yang terjadi seiringdengan tuntutan modernisasi. Selain itu, keberadaan madrasah

    juga tidak bisa dilepaskan dari adanya ancaman eksternalterutama dengan kemunculan model sekolah umum yang telahterlebih dahulu mengadopsi sistem modern. Hal ini sebagaimanaditulis Zamakhsyari Dho er dalam artikelnya yang disunting olehA.G. Muhaimin, “This does not mean that any change which takes

    place in the Pesantren is merely internal. It is obvious that this kindof change is signi cantly motivated by the outside community.” Senada dengan Dho er, Azyumardi Azra memandang bahwa“modernisasi paling awal dari sistem pendidikan di Indonesia,harus diakui, tidak bersumber dari kalangan kaum Muslim

    sendiri.” Lebih lanjut Azra mengatakan bahwa modernisasi sistem

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    11/43

    5Naskah Akademik

    pendidikan Islam tradisional banyak dipengaruhi oleh sistempendidikan modern yang diintrodusir oleh Belanda melalui sistemSekolah Umum.

    Berdirinya beberapa sekolah umum yang merupakan salah satuproduk modernisasi dalam bidang pendidikan tersebut menjadiancaman bagi perkembangan pesantren di Indonesia, karenamasuknya sekolah umum yang diintrodusir oleh pemerintahkolonial Belanda bisa menjadi saingan utama pesantren. Sekolahumum sudah terlebih dahulu menerapkan model pendidikanmodern, sedangkan pesantren masih menerapkan modelpendidikan tradisional.

    Reaksi terhadap dominasi sistem pendidikan kolonial Belandadipelopori sejumlah ulama pembaharu, yang mulai bersentuhandengan gerakan pembaharuan yang telah menggema di Timur

    Tengah sejak awal abad ke 19. Melalui pola moderat ini, berdirilahsejumlah madrasah dan sekolah umum berciri khas Islam denganbeberapa corak.

    Pertama , pendirian madrasah dengan dominasi mata pelajaranagama ditambah mata pelajaran umum (madrasah plus),sebagaimana dilakukan Madrasah Adabiyah Padang Panjang(1909). Kedua , pendirian sekolah umum model Belanda ditambahmata pelajaran agama (sekolah plus), seperti yang ditawarkan

    Sekolah Adabiyah Padang (1915). Ketiga , pendirian madrasahdengan bidang kajian sepenuhnya agama (madrasah diniyah) yang dikelola secara modern, sebagaimana ditawarkan MadrasahSumatera Thawalib (1919).

    Dalam perkembangannya, madrasah-madrasah yang tumbuhdi berbagai daerah tetap mendapatkan sorotan dari pemerintahHindia Belanda. Salah satu kebijakan pemerintah Hindia Belandadalam mengawasi pendidikan Islam adalah penerbitan OrdonansiGuru di tahun 1905 hingga 1925. Kebijakan ini mewajibkan

    guru-guru agama untuk memiliki surat ijin dari pemerintah. Tidak setiap orang, meskipun ahli ilmu agama, dapat mengajardi lembaga-lembaga pendidikan. Latar belakang OrdonansiGuru ini sepenuhnya bersifat politis untuk menekan sedemikianrupa sehingga pendidikan agama tidak menjadi faktor pemicuperlawanan rakyat terhadap penjajah. Bahkan tuduhan-tuduhanmiring terhadap madrasah sebagai sekolah liarpun menjadi isupenting yang kemudian memunculkan ordonasi sekolah liar padatahun 1930.

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    12/43

    6Peneguhan Posisi & Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    Dengan demikian, semenjak awal kemunculannya, madrasahselalu mendapatkan perlakuan diskriminatif karena berbagaialasan misalnya dicurigai melahirkan kaum terpelajar Islam yangberpotensi melawan pemerintah Hindia Belanda. Kecurigaan initerus berlangsung bahkan hingga pemerintah Jepang mendudukiIndonesia hingga menjelang kemerdekaan.

    Dari sini, kiranya dapat disimpulkan bahwa masyarakat Islamsejak awal sudah memiliki kesadaran pendidikan Islam yang kuatdengan bekal semangat pembaharuan dari Timur Tengah yangdibawa oleh sejumlah tokoh Islam. Dengan pendidikan Islamtersebut, kesadaran untuk melawan kolonialisme dan membelatanah air tumbuh berkembang serta mampu mengembankansemangat nasionalisme.

    Paska Kemerdekaan Republik Indonesia, pada 25-27 November1945 terbentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yangmerupakan Parlemen Indonesia 1945-1950. Parlemen inimenyelenggarakan sidang pleno, dihadiri 224 orang anggota,di antaranya 50 orang dari luar Jawa (utusan Komite NasionalDaerah). Dalam sidang pleno KNIP tersebut usulan pembentukanKementerian Agama disampaikan oleh utusan Komite NasionalIndonesia Daerah Karesidenan Banyumas yaitu K.H Abu Dardiri,K.H.M Saleh Suaidy, dan M. Sukoso Wirjosaputro. Mereka adalah

    anggota KNI dari partai politik Masyumi. Melalui juru bicaraK.H.M. Saleh Suaidy, utusan KNI Banyumas mengusulkan,“Supaya dalam negeri Indonesia yang sudah merdeka ini

    janganlah hendaknya urusan agama hanya disambilkan kepadaKementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan saja, tetapihendaklah Kementerian Agama yang khusus dan tersendiri.”

    Usulan anggota KNI Banyumas mendapat dukungan darianggota KNIP khususnya dari partai Masyumi. Secara aklamasisidang KNIP menerima dan menyetujui usulan pembentukan

    Kementerian Agama. Pada mulanya terjadi perdebatan tentangnama departemen: dinamakan Departemen Agama Islamataukah Departemen Agama. Tetapi akhirnya diputuskan namaDepartemen Agama.

    Dalam perkembangan selanjutnya, Peraturan PemerintahNomor 33 Tahun 1949 dan Peraturan Pemerintah Nomor 8

    Tahun 1950 serta Peraturan Menteri Agama Nomor 5 Tahun 1951menetapkan kewajiban dan lapangan tugas Departemen Agama,antara lain: Menyelenggarakan, memimpin dan mengawasipendidikan agama di sekolah-sekolah negeri; Memimpin,

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    13/43

    7Naskah Akademik

    menyokong serta mengamat-amati pendidikan dan pengajaran dimadrasah-madrasah dan perguruan-perguruan agama lain-lain.Kewajiban dan tugas inilah yang sampai sekarang masih eksis

    yang diwadahi dalam sejumlah Direktorat Jenderal.Perkembangan madrasah selanjutnya mengalami lompatan

    transformasi yang pelan tapi pasti menuju pengarus-utamaanpendidikan Islam. Pada tahun 1975, melalui Surat KeputusanBersama (SKB) Tiga Menteri Tahun 1975, Menteri AgamaH.A. Mukti Ali waktu itu membuat langkah terobosan untukmenghilangkan dikotomi dalam sistem pendidikan di negara kita

    yaitu antara pendidikan umum dan pendidikan agama. Banyakanak-anak tamatan Madrasah Aliyah dapat meneruskan keperguruan-perguruan tinggi (umum) negeri.

    Melihat kenyataan bahwa siswa-siswa lulusan MadrasahAliyah dengan kurikulum yang bermuatan 70% pengetahuanumum dan hanya 30% pengetahuan agama itu banyak yangkurang siap untuk meneruskan pendidikan ilmu agama,termasuk karena lemahnya penguasaan bahasa Arab, makaMenteri Agama Munawir Sjadzali mengadakan penyempurnaanatas Surat Keputusan Bersama tersebut dengan mengadakanproyek percontohan Madrasah Aliyah Negeri Program Khusus(MAN-PK) dengan kurikulum bermuatan 70% pengetahuan

    agama dan hanya 30% pengetahuan umum, yang hasilnya positifdan menggembirakan.Dalam perkembangan selanjutnya, madrasah sebagai institusi

    pendidikan Islam mengalami tahapan dan dinamika yang cukuppanjang dalam konteks sistem pendidikan nasional. LahirnyaUndang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem PendidikanNasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan merupakan salah satutonggak sangat bersejarah yang menempatkan madrasah bukan

    saja sebagai lembaga tafaqquh al din , melainkan juga sebagaibagian penting dari sistem pendidikan nasional di Indonesia.

    Madrasah bukan lagi dianggap sebagai institusi “pinggiran” yang hanya dapat mencetak kaum “sarungan” saja, akantetapi juga telah diakui sebagai lembaga yang mempunyaikontribusi penting dalam konteks pembangunan sumberdaya manusia bangsa Indonesia yang unggul dan berkarakter.Madrasah bukanlah sekedar tempat mencetak ulama dan kyai,melainkan juga tempat mencetak kader intelektual, ilmuwan,dan cendekiawan muslim yang “berhati ulama”. Dalam beberapa

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    14/43

    8Peneguhan Posisi & Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    tahun terakhir ini madrasah semakin menunjukkan eksistensidan prestasi yang diversi katif, tidak hanya di bidang keislaman,akan tetapi juga di bidang-bidang lainnya, seperti riset ilmiah,vokasional, kewirausahaan, lingkungan (adiwiyata), olah ragadan seni, dan sebagainya.

    Dengan demikian, keberadaan madrasah di Indonesia tidakbisa lepas dari sebuah politik akomodasi negara atas peran umatIslam (ulama) dalam mewujudkan NKRI sebagai kompensasi dariPiagam Jakarta yang mengakomodir urusan-urusan seluruhagama yang ada di Indonesia. Selain itu , sebagai metamorfosis daripesantren yang mengajarkan ajaran Islam rahmatan lil ‘alamin ,madrasah telah terbukti berkontribusi dalam penanaman danpenguatan wawasan Islam Keindonesiaan yang moderat, inklusif,dan toleran.

    F. TINJAUAN YURIDISPanjangnya perkembangan madrasah dalam sejarahnya tentu

    saja diiringi dengan terbitnya sejumlah legalitas hukum. Legalitashukum inilah yang menjadi bukti tertinggi diakuinya posisimadrasah secara yuridis oleh pemerintah dan juga masyarakat.

    Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1949dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1950 serta Peraturan

    Menteri Agama Nomor 5 Tahun 1951 tentang kewajiban danlapangan tugas Departemen Agama sudah sangat jelas bahwaurusan keagamaan termasuk di dalamnya pendidikan agama(dari tingkat dasar hingga tinggi) dikelola oleh Departemen Agamabahkan hingga sampai sekarang.

    Fase terpenting dalam perkembangan madrasah adalahmunculnya SKB Tiga Menteri tahun 1975. Tahun 1975, tepatnyatanggal 24 Maret 1975, dikeluarkan Surat Keputusan Bersama(SKB) Nomor 6/1975 dan Nomor 037/U/1975 antara MenteriAgama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri DalamNegeri tentang Peningkatan Mutu Pendidikan pada Madrasah.

    Latar belakang lahirnya SKB 3 Menteri bermula dari keluarnyaKeputusan Presiden Nomor 34/1972, tanggal 18 April 1972,tentang Tanggungjawab Fungsional Pendidikan dan Latihan, yangsebagian isinya menyatakan bahwa semua lembaga pendidikandi Indonesia berada di bawah tanggungjawab Departemen P & K,termasuk lembaga pendidikan agama.

    Umat Islam dan Departemen Agama berupaya agar Keprestersebut tidak diberlakukan kepada lembaga pendidikan agama,

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    15/43

    9Naskah Akademik

    sehingga lembaga ini tetap di bawah naungan Departemen Agama.Karena kuatnya penolakan sebagian umat Islam terhadap Keprestersebut, maka hingga tahun 1974 Kepres Nomor 34/1972 tidakterlaksana secara efektif. Oleh karena itu, Presiden mengeluarkanInstruksi Presiden (Inpres) Nomor 15/1974 yang isinyamenginstruksikan agar Kepres Nomor 34/1972 dilaksanakan.

    Sebagai respon Instruksi Presiden (Inpres) di atas, MenteriAgama berinisiatif menyelenggarakan sidang Majelis PertimbanganPendidikan dan Pengajaran Agama (MP3A) yang berlangsung padatanggal 19-24 Nopember 1974. Sidang tersebut merekomendasikanbahwa yang paling tepat diserahi tanggungjawab madrasahadalah Departemen Agama, sebab Departemen Agamalah yanglebih tahu tentang seluk beluk pendidikan agama, bukan MenteriP dan K atau menteri-menteri lain.

    Memperhatikan respon umat Islam dan rekomendasi MP3A,melalui Sidang Kabinet terbatas pada tanggal 26 Nopember 1974

    yang dihadiri Menteri Agama (A. Mukti Ali), presiden mengeluarkanpetunjuk pelaksanaan Kepres Nomor 34/1972 dan InpresNomor15/1974, yang isinya: (1) Pembinaan pendidikan umumadalah tanggungjawab Menteri P dan K, sedangkan pendidikanagama menjadi tanggungjawab Menteri Agama; (2) Untukpelaksanaan Kepres Nomor34/1972 dan Inpres Nomor 15/1974

    dengan sebaik-baiknya perlu ada kerjasama antara DepartemenP dan K, Departemen Dalam Negeri, dan Departemen Agama. 4

    Sebagai tindak lanjut dari petunjuk di atas, dibentuk timkerjasama tiga departemen yang akhirnya menghasilkan SKB TigaMenteritentang Peningkatan Mutu Pendidikan pada Madrasah.Bunyi SKB tersebut antara lain:1. Madrasah meliputi tiga tingkatan: Madrasah Ibtidaiyah,

    setingkat dengan Sekolah Dasar; Madrasah Tsanawiyah,setingkat dengan Sekolah Menengah Pertama; dan Madrasah

    Aliyah, setingkat dengan Sekolah Menengah Atas (Bab I pasal1 ayat 2).

    2. Ijazah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama denganijazah sekolah umum yang setingkat; Lulusan madrasahdapat melanjutkan ke sekolah umum yang setingkat lebihatas; Siswa madrasah dapat pindah ke sekolah umum yangsetingkat (Bab II pasal 2).

    3. Pengelolaan madrasah dilakukan oleh Menteri Agama;Pembinaan mata pelajaran agama pada madrasah dilakukan

    4 Maksum, Madrasah; Sejarah dan Perkembangannya, hlm. 149

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    16/43

    10Peneguhan Posisi & Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    oleh MenteriAgama; Pembinaan dan pengawasan mutu matapelajaran umum pada madrasah dilakukan oleh MenteriPendidikan dan Kebudayaan bersama-sama dengan MenteriAgama dan Menteri Dalam Negeri (Bab IV pasal 4).

    Ini merupakan fase awal pengakuan eksistensi madrasahdalam sistem pendidikan nasional (sisdiknas). Keluarnya UUSisdiknas Nomor 2/1989 mengubah secara signi kan posisimadrasah dalam sistem pendidikan nasional. Madrasah tidaklagi sebagai lembaga pendidikan keagamaan, melainkan menjadisekolah umum berciri khas agama Islam. Melalui UU tersebut,

    yang kemudian diikuti lahirnya sejumlah PP dan keputusan dibawahnya, posisi madrasah dijelaskan sebagai berikut;1. PP Nomor 28/1990 tentang Pendidikan Dasar pasal 4 ayat

    3menyebutkan : Sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkatpertamayang berciri khas agama Islam yang diselenggarakanolehDepartemen Agama masing-masing disebut MadrasahIbtidaiyahdan Madrasah Tsanawiyah.

    2. SK Mendikbud Nomor 489/U/1992 tentang Sekolah MenengahUmum, menyatakan bahwa Madrasah Aliyah adalah SekolahMenengah Umum yang berciri khas agama Islam yangdiselenggarakan oleh Departemen Agama (pasal 1 ayat 6).

    Kehadiran UU Sisdiknas Nomor 20/2003 semakin memperkuatposisi madrasah sebagaimana telah dirintis dalam UU SisdiknasNomor 2/1989. Di antara indikatornya adalah penyebutan secaraeksplisit madrasah yang selalu bersanding dengan penyebutansekolah, yang hal ini tak ditemukan dalam undang-undangsebelumnya. Beberapa pasal berikut akan menunjukkan haldimaksud:1. Pasal 17 ayat 2 : Pendidikan dasar berbentuk Sekolah

    Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain

    yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) danMadrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat.

    2. Pasal 18 ayat 3 : Pendidikan menengah berbentuk SekolahMenengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), SekolahMenengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK)atau bentuk lain yang sederajat.

    Di samping itu, undang-undang pendidikan yang baru jugamengakomodasi pendirian madrasah “baru” yang dalam undang-

    undang sebelumnya tidak dikenal, yaitu Madrasah Aliyah

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    17/43

    11Naskah Akademik

    Kejuruan (MAK). Keberadaan MAK ini menunjukkan kesungguhanpemerintah untuk “benar-benar” menyetarakan madrasah dansekolah. Dengan demikian, jika di sekolah menengah ada SMK,maka di madrasahpun sama, ada MAK.

    Pendidikan agama yang pengelolaannya diserahkan olehKementerian Agama semakin kuat dengan adanya PeraturanPemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 tentangPendidikan Agama dan Keagamaan. Dalam Bab I, Pasal 1, poin1 dan 2 tentang de nisi Pendidikan Agama dan PendidikanKeagamaan. Pendidikan Agama adalah pendidikan yangmemberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian,dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaranagamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui matapelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.Sedangkan Pendidikan keagamaan adalah pendidikan yangmempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan

    yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agamadan/atau menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaranagamanya.Dan pada Bab II, Pasal 3, poin 2 dan Bab III, pasal9, poin 3 disebutkan bahwa pengelolaan pendidikan agama danpendidikan keagamaan dilaksanakan oleh Menteri Agama.

    Secara yuridis madrasah mendapatkan pengakuan dari

    pemerintah dan setara dengan sokolah-sekolah lainnya. Namun,sisi yuridis saja tidak cukup tetapi juga harus dikawal dalamlevel implementasinya. Sebab tidak jarang meskipun secara

    yuridis madrasah sudah ‘aman’, dalam implementasinyapunmasih terdapat diskriminasi-diskriminasi, terutama dalam halpenganggaran untuk madrasah-madrasah swasta. Secara yuridispula, pengerahan kewenangan pengelolaan pendidikan Agamakepada menteri agama sudah sangat kuat dan mantap.

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    18/43

    12Peneguhan Posisi & Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    BAB IIKAJIAN KONSEPTUAL DAN KONDISI FAKTUAL

    A. KAJIAN KONSEPTUALKajian Konseptual dalam naskah akademik ini dimaksudkan

    sebagai basis teori dan landasan konsep untuk memotret posisipengelolaan madrasah dalam konteks kewenangan pemerintah.Pada saat yang sama memosisikan pembagian kewenangan antarapemerintah dan pemerintah daerah pada satu kesinambunganproporsional yang tidak semata mata diametral. Karena itulah,maka kajian konseptual ini akan diuraikan melalui perspektifteori tata pembagian kekuasaan dalam konteks sentralisasi,

    desentralisasi, dan dekonsentrasi, sekaligus akan mengupastentang konsep kewenangan. Hal ini penting dilakukan dalamrangka mendudukkan posisi madrasah dalam konteks kepentinganmasyarakat (bangsa) dan untuk kepentingan pengembangannilai-nilai keislaman yang harus selalu dijaga sebagai kekhasan

    yang tidak bisa dipisahkan dari eksistensi madrasah.Singkatnya, kajian teoritik ini membahas dua sub pembahasan

    yakni: (1) Konsep Sentralisasi, Desentralisasi, Dekonsentrasi danInstansi Vertikal; dan (2) Konsep dan Pembagian Kewenangan.

    1. Konsep Sentralisasi, Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Instansi Vertikal

    Sentralisasi (didalamnya meliputi dekonsentrasi dan instasivertikal) dan desentralisasi, masing-masing sebagai asasorganisasi yang tidak ditempatkan pada kutub berlawanan,tetapi keduanya merupakan suatu rangkaian kesatuan.Kedua asas ini memiliki fungsi yang berlainan, tetapi saling

    melengkapi bagi keutuhan organisasi negara. Sentralisasiberfungsi menciptakan keseragaman, sedangkan desentralisasimenciptakan keberagaman dalam penyelenggaraanpemerintah. Walaupun demikian berbagai aspek dinamik dalammengaplikasikan kedua asas tersebut selalu menimbulkan isu.Respon Pemerintah dan DPR mengenai isu tersebut tertuangdalam perubahan berbagai UU tentang Pemerintahan Daerah. 5

    5 Bhenyamin Hoessein, Membangun Visi dan Persepsi yang Sama antara Daerah dan Pusatdalam Memantapkan Otonomi Daerah , makalah dalam “Sarasehan Nasional Administrasi NegaraKe-III dalam Memantapkan NKRI”, 25-26 Juli 2002, Hotel Borobudur-Jakarta hal. 1.

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    19/43

    13Naskah Akademik

    a. SentralisasiDalam organisasi negara bangsa selalu terdapat sejumlah

    urusan pemerintahan yang sepenuhnya diselenggarakan secarasentralistik beserta penghalusannya (dekonsentrasi). Tetapi

    tidak pernah terdapat suatu urusan pemerintahan apapun yang diselenggarakan sepenuhnya secara desentralistik.Urusan pemerintahan yang menyangkut kepentingan dankelangsungan hidup berbangsa dan bernegara lazimnyadiselenggarakan secara sentralisasi dan dekonsentrasi.Urusan pemerintahan yang mengandung dan menyangkutkepentingan masyarakat setempat (lokalitas) diselenggarakansecara desentralisasi. 6

    Sentralisasi dan desentralisasi sebagai sebuah pendekatan

    merupakan upaya negara melalui organisasi pemerintahanmemberikan pelayanan optimal terhadap masyarakat.Sentralisasi maupun desentralisasi memiliki konsekuensipembagian urusan-urusan yang dilaksanakan pemerintahPusat dan urusan yang dilimpahkan kewenangannnya kedaerah. Desentralisasi sebagai upaya mendekatkan pelayananpada lokus penerima kebijakan (masyarakat) memilikikelebihan dan kekurangannya, pun demikian pendekatansentralisasi yang terkesan kewenangan terbesar dimilikiPemerintah Pusat, maka perlu diuji sejauhmana efekti taskedua pendekatan tersebut dalam pembagian kewenanganmaupun bidang-bidang yang dikelola.

    Sebagai sebuah organisasi besar, negara secara teoritikmaupun empirik selalu menganut asas sentralisasi. Namun,sebagai organisasi yang besar dan rumit tidak mungkin hanyadiselenggarakan dengan asas sentralisasi. Sekiranya hanyadianut asas tersebut, niscaya penyelenggaraan berbagai fungsi

    yang dimilki oleh organisasi tersebut tidak sepenuhnya efektif.Oleh karena itu diperlukan juga asas desentraliasi. 7 Tidakada negara yang menganut desentralisasi seratus persenatau sentralisasi seratus persen, mengikuti pendapat Kelsen, 8

    6 Ibid hal. 57 Bhenyamin Hoessein, Penyempurnaan UU No. 22 Tahun 1999 Menurut Konsepsi otonomi

    Daerah Hasil Amandemen UUD 1945, Makalah dalam “Seminar dan Lokakarya PembangunanHukum Nasional VIII” Oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional – Departemen Kehakiman dan HakAsasi Manusia, 14-18 Juli 2003, Denpasar-Bali.

    8 Kelsen, Hans, General Theory of Law and State , Translated by Anders Wedberg; copyrightrenewed, New York: Russel and Russel, 1973.

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    20/43

    14Peneguhan Posisi & Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    bahwa tidak mungkin terdapat total centralization atau totaldecentralization . Disamping itu, selalu terdapat sejumlahurusan pemerintahan yang sepenuhnya diselenggarakansecara sentralisasi, tetapi tidak pernah terdapat suatu urusanpemerintahan apapun di negara kesatuan yang sepenuhnyadiselenggarakan secara desentralisasi. 9

    b. DesentralisasiMenurut Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014

    tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemerintahan Daerah),desentralisasi diartikan sebagai penyerahan UrusanPemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonomberdasarkan Asas Otonomi.

    Secara etimologis, istilah desentralisasi berasal dari bahasalatin, de berarti lepas dan centrum berarti pusat. Oleh karenaitu, desentralisasi berarti melepaskan dari pusat. Desentralisasisebagai suatu sistem yang diimplementasikan dalam bidangpemerintahan merupakan kebalikan dari sentralisasi.Dalam sistem sentralisasi, kewenangan pemerintah baik dipusat maupun di daerah, dipusatkan dalam pengendalianpemerintah pusat. Dalam sistem desentralisasi, sebagiankewenangan pemerintah pusat dilimpahkan kepada pihak lainuntuk dilaksanakan. Pelimpahan kewenangan pemerintahkepada pihak lain untuk dilaksanakan disebut desentralisasi. 10

    Terdapat berbagai pendapat mengenai pengertiandesentralisasi dan ruang lingkup Desentralisasi. MenurutMawhood 11 , desentralisasi sebagai “ the devolution of power

    from central to local government”.Situmorang, 12 menjelaskan bahwa: “Desentralisasi memiliki

    dua makna, yaitu sebagai pelimpahan wewenang ( delegation )dan pengalihan kewenangan ( devolution )”. Delegationmencakup penyerahan tanggung jawab kepada bawahan untukmengambil keputusan berdasarkan kasus yang dihadapi,tetapi pengawasan tetap di tangan pusat (disebut juga sebagai

    9 Op.Cit hal.2.10 Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah , Jakarta, Pustaka Sinar harapan, 2002,

    hal.2511 Mawhood. P., Local Government in the Third World: The Experience of Tropical Africa. Chich-

    ester: John Wiley &Sons. 1983.12 Sodjuangon Situmorang, Model Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,

    Propinsi, dan Kabupaten/Kota , Universitas Indonesia, 2002, hal. 47-49

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    21/43

    15Naskah Akademik

    dekonsentrasi). Sedangkan devolution mempunyai makna yang berbeda, dimana seluruh tanggungjawab untuk kegiatantertentu diserahkan penuh kepada penerima wewenang.

    Tjokroamidjoyo 13 menjelaskan bahwa desentralisasi disebut juga dengan pemberian otonomi, yaitu terdapat delegasikewenangan secara hukum yang berarti penyerahan tugas-tugas pemerintahan kepada tingkat daerah. Melaui prosesdesentralisasi unsur-unsur pemerintahan semula termasukwewenang dan tanggungjawab pemerintah pusat sebagiandiserahkan kepada Badan atau lembaga pemerintah daerahagar menjadi urusan rumah tangga daerah. Prakarsa untukmenentukan prioritas, memilih alternatif dan mengambilkeputusan yang menyangkut kepentingan daerahnya,baik dalam hal menentukan kebijakan, perencanaan danpelaksanaan sepenuhnya diserahkan kepada daerah.

    Sedangkan konsep desentralisasi menurut BhenyaminHoessein 14 adalah pembentukan daerah otonom dan ataupenyerahan wewenang tertentu kepada daerah otonomoleh pemerintah pusat. Dengan demikian, desentralisasidapat mengandung dua pengertian. Pertama, merupakanpembentukan daerah otonom dan penyerahan wewenangtertentu kepadanya oleh Pemerintah Pusat. Kedua,

    desentralisasi dapat pula berarti penyerahan wewenangtertentu kepada daerah otonom.Daerah otonom diberi wewenang untuk mengelola urusan

    pemerintahan yang diserahkan kepada daerah. Seluas apapunotonomi daerah, tetap ada dalam batas dan ruang lingkupwewenang pemerintah. Pemerintah pusat yang mengaturhubungan antara pusat dan daerah yang dituangkan dalampengaturan hubungan tersebut haruslah memperhatikanaspirasi daerah sehingga tercipta sinergi antara kepentingan

    pusat dan daerah. Dengan demikian wewenang daerah itudalam sistem negara kesatuan secara administratif, hukumdan politis didasarkan atas pemberian dan atau pengakuanpemerintah. 15

    13 Tjokroamidjoyo, Bintoro, Pengantar Administrasi Pembangunan, Jakarta, Pustaka LP3ES,1995, hal. 82

    14 Hoessein, “Kebijakan Desentralisasi” Makalah dalam Seminar Setahun Implementasi Kebi- jakan Otonomi Daerah di indonesia” diselenggarakan oleh Program Studi Ilmu politik, PascasarjanaUGM, 2002.

    15 Ibid

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    22/43

    16Peneguhan Posisi & Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    c. DekonsentrasiDekonsentrasi merupakan pengembangan atau

    penyempurnaan dari sentralisasi dalam pemerintahan, yaitu penyelenggaraan wewenang dari pemerintah pusat

    kepada pejabat-pejabatnya atau aparatnya di daerah untukmelaksanakan wewenang tertentu dalam menyelenggarakanurusan pemerintah pusat di daerah. pengertian dekonsentrasibanyak dikemukakan oleh pakar hukum tata negara danhukum pemerintahan daerah.

    Sementara Hoessein 16 dalam Ridwan, secara lugasmende nisikan dekonsentrasi sebagai “Pelimpahan wewenangtertentu dari pemerintah (pusat) kepada aparaturnya di daerah(yang berada di daerah).”

    Sedangkan Mawhood17

    mengartikan dekonsentrasimerupakan pendelegasian kewenangan antar pihak-pihak yangmewakili aspirasi nasional yang bersifat administratif belaka(untuk mengimplementasikan kebijakan) dengan wilayah

    yang telah ditentukan yang disebut “Local administration”. Oleh karena itu, cirinya adalah: 1) Mewakili “ central interest”;2) Keberadaannya sangat tergantung dari penguasa pusat;3) Hanya memiliki kewenangan administratif belaka; 4)Pengambilan keputusan (administratif) tersebut dilakukanoleh pejabat yang diangkat, bukan yang dipilih, dan 5) MemilikiYurisdiksi tertentu –wilayah administrasi.

    d. Instansi VertikalPengembangan sentralisasi melalui dekonsentrasi

    berimplikasi pada pembagian wilayah (kewenangan) yangmenghendaki adanya ‘hirarki’ yang menciptakan pola electric

    eld sampai level paling bawah. Merunut pada undang-undang

    No. 5 Tahun 1974 secara hirarkis sampai pada level Kabupaten/Kota menjadi wilayah administrasi, artinya pemahaman ‘localstate’ berarti juga menempatkan Indonesia pada ‘ integrated

    prefectoral system’. Sedangkan UU No. 22 Tahun 1999 danUU No. 32 Tahun 2004, bersifat parsial di level propinsi saja.Dengan demikian “Berbeda dengan desentralisasi (devolusi),dekonsentrasi tidak melahirkan lokal ( self) government, tetapi

    16 Hoessein dalam Ridwan, 200517

    Mawhood, Loc. Cit.

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    23/43

    17Naskah Akademik

    menciptakan eld Administration .18

    Secara teoritis terdapat dua model dari eld administration:Fragmented Field Administration dan Integrated FieldAdminitration. 19 Model pertama membenarkan batas-bataswilayah kerja ( yurisdiksi ) dari perangkat kementeriandi lapangan (Instansi Vertikal) secara berbeda menurutpertimbangan fungsi dan organisasi kementerian induknya.

    Model kedua mengharuskan adanya keseragaman batas-batas wilayah kerja ( yurisdiksi ) dari berbagai instansivertikal atas dasar Daerah (Wilayah) Administrasi besertaWakil Pemerintah. Dalam kaitan desentralisasi, model inimengharuskan pula berhimpitnya daerah otonom denganDaerah Administrasi dan perangkapan jabatan Kepala Daerahdan Wakil Pemerintah. Sistem pemerintahan lokal dengankarakteristik tersebut dikenal dengan sebutan IntegratedPrefectoral System .20 Hal ini mengisyaratkan bahwa dalamnegara-bangsa hampir tidak terdapat otonomi daerah yangpenuh, dalam arti otonomi daerah tanpa campur tangan danpengawasan dari Pemerintah Pusat.

    2. Konsep dan Pembagian Kewenangan

    a. Konsep KewenanganKewenangan atau wewenang secara de nisi adalah

    kekuasaan yang sah untuk memerintahkan sesuatu ataumelakukan suatu tindakan. Meskipun dalam praktik tidakbegitu terlihat, namun pada prinsipnya terdapat perbedaandalam terminologi kewenangan dan wewenang. Kewenanganadalah kekuasaan terhadap segolongan orang-orang tertentuatau kekuasaan terhadap suatu bidang (urusan) tertentu yangbulat, sementara wewenang hanya mengenai suatu urusan

    tertentu saja. Menurut pandangan ini di dalam kewenanganterdapat wewenang-wewenang untuk melakukan suatutindakan hukum publik. Dalam perspektif Hukum AdministrasiNegara, kewenangan adalah kekuasaan formal yang diberikanoleh undang-undang atau berasal dari kekuasaan legislatifatau dari kekuasaan eksekutif.

    Berbeda dengan perspektif administrasi negara, perspektif18 Leemans, op.Cit.19 Ibid20 Op.Cit, Fried;1963

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    24/43

    18Peneguhan Posisi & Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    Hukum Administrasi Negara memandang kewenangan dari sisisubstansinya. Secara teoritis menurut Indroharto kewenangan

    yang bersumber dari peraturan perundang-undangandiperoleh melalui tiga cara yaitu: atribusi, delegasi dan mandat.Perihal atribusi, delegasi dan mandat ini menurut H.D.Van Wijk dan Willem Konijnenbelt 21 dalam Ridwan, atribusidide nisikan sebagai pemberian wewenang pemerintahanoleh pembuat Undang-undang kepada organ pemerintahan.Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan darisatu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya.Mandat adalah ketika organ pemerintahan mengijinkankewenangannya dijalankan organ pemerintahan lain atasnamanya.

    Pengertian atribusi diatas bermakna bahwa pemberianwewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuandalam peraturan perundang-undangan kepada lembagapemerintahan tertentu. Kewenangan ini adalah kewenanganmurni yang bersumber dari klausul pasal tertentu dari peraturanperundang-undangan, sementara delegasi merupakanpelimpahan wewenang yang telah ada oleh lembaga ataubadan yang telah memperoleh wewenang pemerintahan secaraatributif kepada lembaga atau badan tata usaha negara yang

    lain. Karenanya pada delegasi wewenang selalu didahului olehatribusi kewenangan. Ini berarti bahwa penerimaan delegasiakan melaksanakan wewenang yang telah didelegasikantersebut sebagai kewenangannya sendiri. Mandat merupakanwewenang yang dilaksanakan oleh penerimanya, namuntanggungjawab dari pelaksanaan mandat tersebut tetap adapada pemberi mandat.

    21

    H.D. Van Wijk dan Willem Konijnenbelt, dalam Ridwan, 2006

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    25/43

    19Naskah Akademik

    Perbedaan Antara Atribusi, Delegasi dan Mandat

    No Atribusi Delegasi Mandat

    1 PenyerahanKewenangan

    PelimpahanKewenangan

    Perintahmelaksanakan

    2 Kewenangandak dapat lagi

    dilaksanakan olehpemberi delegasi

    Kewenangan dak dapatlagi dilaksanakan olehpemberi delegasi

    Kewenangan dapatsewaktu-waktudilaksanakan olehpemberi mandate

    3 Terjadi peralihantanggung jawab

    Terjadi peralihantanggung jawab

    Tidak terjadi peralihantanggung jawab

    4 Harus berdasarkanUUD dan/atau UU

    Harus berdasarkan PP,Peraturan Presiden,Perda.

    Tidak harusberdasarkan Undang-undang

    5 Harus tertulis Harus tertulis Tidak harus tertulis

    Sumber: diolah dari UU Nomor 30 tahun 2014

    Selanjutnya, agar terwujud distribusi kewenanganmengelola urusan pemerintahan yang e sien dan efektif antartingkatan pemerintahan, maka menurut Suwandi 22 distribusikewenangan mengacu pada kriteria sebagai berikut :

    1. Externalitas; unit pemerintahan yang terkena dampaklangsung dari pelaksanaan suatu urusan pemerintahan,mempunyai kewenangan untuk mengurus urusanpemerintahan tersebut

    2. Akuntabilitas; unit pemerintahan yang berwenangmengurus suatu urusan pemerintahan adalah unitpemerintahan yang paling dekat dengan dampak yangditimbulkan dari pengelolaan urusan tersebut. Ini terkaitdengan pertanggungjawab (akuntabilitas) dari pengelolaanurusan pemerintahan tersebut kepada masyarakat yangmenerima dampak langsung dari urusan tersebut. Urusanlokal akan menjadi kebijakan kabupaten/kota untukmempertanggungjawabkan dampaknya. Urusan yangberdampak regional akan menjadi tanggung jawab propinsidan urusan yang berdampak nasional akan menjaditanggung jawab pemerintah pusat.

    22 Suwandi, Format Otonomi Daerah Propinsidan Kabupaten atau Kota Berdasarkan UU 22 Ta-

    hun 1999 dan UU 25 Tahun 1999, makalah, Jakarta.

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    26/43

    20Peneguhan Posisi & Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    3. E siensi; pelaksanaan otonomi daerah adalah untukkesejahteraan rakyat. Untuk itu pemberian kewenangankepada daerah untuk mengurus suatu urusanpemerintahan, menghindari in-e siensi atau high costeconomy. Untuk mencapai e siensi maka perlu dilakukankerjasama antar daerah untuk optimalisasi pembiayaandari penyelenggaraan urusan tersebut.

    Inter-koneksi dan inter-dependensi; dalam penyelenggaraanurusan-urusan pemerintahan tersebut terdapat adanya inter-koneksi dan inter-dependensi karena keterkaitan dari urusanpemerintahan tersebut sebagai suatu ‘system’. Urusan yangmenjadi kewenangan pusat tidak akan berjalan optimalapabila tidak terkait (inter-koneksi) dengan propinsi dan

    kabupaten/kota. Demikian juga sebaliknya. Untuk itu makadiperlukan adanya koordinasi untuk menciptakan sinergidalam melaksanakan kewenangan mengelola urusan-urusantersebut. Namun demikian setiap tingkatan pemerintahanmempunyai kewenangan penuh (independensi) untukmengelola urusan pemerintahan yang menjadi domainkewenangannya.

    b. Pembagian KewenanganPembagian kewenangan pemerintahan dapat dilakukan

    melalui dua macam proses legislasi, yaitu melalui legislasikonstitusional yang biasa digunakan dalam sistem federaldan legislasi biasa (dituangkan dalam Undang-undangpemerintahan daerah) yang biasa digunakan dalam Negarakesatuan. UU pada umumnya mengatur mekanisme kerjapemerintahan daerah dan menjabarkan secara rinci prinsip-prinsip umum penyelenggaraan pemerintahan daerah atau

    hal-hal penting lainnya yang telah diatur dalam konstitusi.Pengaturan prinsip-prinsip umum otonomi daerah dankewenangan pemerintahan yang menjadi tanggung jawabpemerintah daerah dalam peraturan hukum yang palingtinggi akan memberikan kekuatan hukum yang kuat bagipelaksanaan otonomi daerah, walaupun di sisi lain juga akanmenjadi penghambat bagi upaya penyesuaian atau apabilaperubahan diperlukan.

    Pembagian kewenangan pemerintahan pada dasarnyaadalah perwujudan keinginan rakyat. Oleh karena itu,

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    27/43

    21Naskah Akademik

    sebaiknya pengaturan pembagian kewenangan pemerintahantersebut ditempatkan pada dasar hukum yang dapat diubaholeh badan legislatif yang merupakan perwakilan dari rakyat.Pendelegasian kewenangan yang terfragmentasi, tidak secarautuh menyebabkan pertanggung jawabannya menjadi sulit.

    Pembagian kewenangan pemerintahan antara Pusat danDaerah sangat kompleks serta banyak menghadapi kesulitandan hambatan dalam pelaksanaannya. 23 Desentralisasi yangpada intinya adalah pendistribusian kewenangan politik dalamsuatu negara, sering menghadapi hambatan-hambatan politik.Hambatan-hambatan politik tersebut mencakup kon ikantara politisi nasional dan lokal, tantangan dari pegawaisenior yang kewenangannya didesentralisasikan, kon ikantara politisi dengan pegawai negeri atau kon ik di antaraberbagai kementerian dan profesi dalam lingkungan pegawainegeri pada semua tingkatan yang menerima kewenangan

    yang didesentralisasikan, kon ik antar golongan, suku ataukelompok kepentingan di masyarakat.

    Dalam suatu Negara kesatuan, kewenangan yang menjaditanggung jawab pusat adalah kontrol atas pembuatanperaturan, termasuk dalam hal menghapus atau merubahkewenangan daerah, menyediakan sebagian besar kebutuhan

    pengeluaran pemerintah daerah, membuat standar adinistrasipenyediaan pelayanan; dan menangani kewenang-wenanganpemerintahan yang bersifat nasional. Di lain pihak, yangmenjadi kewenangan pemerintah daerah adalah kontrol atasimplementasi kebijakan; penyediaan pelayanan masyarakatseperti kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan masyarakat;pengelolaan sumber-sumber penerimaan tertentu; dankewenangan untuk memilih dan mengangkat perangkatpemerintah daerah.

    B. KONDISI FAKTUAL

    a. Fakta Madrasah TerkiniKondisi madrasah kini dan dahulu sudah jauh berbeda.

    Keberpihakan pemerintah terhadap pendidikan madrasahsudah mulai dirasakan. Hal ini terlihat dari pertumbuhanmadrasah dari sisi kuantitas maupun kualitasnya dari tahunke tahun. Kini terdapat 73.786 lembaga madrasah yang

    23 Hatta, 1957, hal.1-11

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    28/43

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    29/43

    23Naskah Akademik

    Award pada International Islamic Robot Olympiad (ISSRO)Malaysia, 24-26 Desember 2014.

    3. MAN IC Serpong Medali Perunggu pada OlimpiadeInternasional bidang Geogra di Polandia, 11-12 Agustus2014

    4. MAN I Jember meraih Gold Award dari The Asia-EuropeFoundation (ASEF), Juni 2013

    5. MTsN 2 Kediri Medali Perunggu pada Asia IntrenationalMathematical Olympiad) di Cheng Du, 27-28 Juni 2014

    6. MAN 2 Kudus meraih Special Award dari Taiwan CreativityDeveloptment Association dan Best Invention Award dariHongkong Invention pada 10th International ExhibitionFor Young Inventors 2014 yang diadakan oleh LIPI pada 29Oktober-1 November 2014.

    7. MAN Mojosari, Mojokerto Jawa Timur meraih juara 2 GlobalYouth Summit di Singapura tahun 2014

    8. MAN IC Serpong Peserta terbaik 2nd Committee GeneralAssembly pada Moscow International Model United Nation(MIMUN) 2013 di Moscow, Rusia.

    9. MIN 1 Malang meraih Bronze Medal (Medali Perunggu) danMerrit Medal (Harapan I) International Mathematic Contestdi Singapura, 2013.

    10. MAN 1 Malang meraih Juara 3 International dalam LombaPaper and Debate Competition di Den Haag Belanda, 2013.2. Kekhasan Madrasah

    Madrasah yang lahir dari sejarah yang panjang memilikikekhasan tersendiri. Kekhasan inilah yang senantiasa menarikperhatian orang tua untuk menyekolahkan anak-anak merekadi madrasah. Di antara kekhasan tersebut adalah:1. Mengintegrasikan Pendidikan Umum dan Pendidikan

    Agama Islam2. Menekankan keseimbangan antara iman, ilmu, dan amal

    serta IPTEK dan IMTAQ3. Madrasah tidak hanya mencetak kader intelektual yang

    profesional dan pintar tetapi juga kader muslim yangberintegritas, berkarakter dan berakhlak mulia.

    4. Akal, Tuhan, dan Hati adalah orientasi pendidikan Madrasah yang akan mencetak manusia paripurna ( insan kamil ).

    Dalam konteks sejarah dan peranannya, madrasahberkontribusi banyak terhadap bangsa Indonesia, di antaranya:

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    30/43

    24Peneguhan Posisi & Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    1. Institusi madrasah merupakan salah satu faktor pentingdalam perkembangan Islam di Indonesia yang moderat,toleran, inklusif

    2. Komunitas Madrasah (termasuk pesantren) turut sertadalam perjuangan kemerdekaan

    3. Diaspora alumni madrasah menyebar di berbagai sektorkehidupan.

    4. Madrasah telah berperan mensukseskan Wajardikdas9 Tahun melalui Peraturan Pemerintah Nomor 47/2008tentang wajib belajar. Pemerintah berhutang besar terhadapmadrasah yang telah turut serta untuk berperan aktif dalammensukseskan kebijakan wajar 9 tahun.

    5. Yang terakhir dan terpenting, berdasarkan penelitian Jakaria Makzumi, bahwa madrasah memberikan kontribusi yang positif dan signi kan bagi perkembangan karakterbangsa. Sebut saja misalnya Wahab Chasbullah, WahidHasyim, Saefuddin Zuhri, Hamka, Abdurrahman Wahid,

    Tolchach Mansur, A.R. Fakhruddin dan lain-lain. Merekaadalah lulusan madrasah yang telah memberikan kontribusibagi perkembangan karakter bangsa. Dari sini, tak salahbila dikatakan madrasah adalah kontributor terpentingbagi peradaban Islam nusantara.

    6 . Walhasil, kekhasan pendidikan Madrasah dibawah naunganKementerian Agama tidak akan tergantikan apabilapengolaan madrasah berada dibawah kementerian lain.

    3. Isu-isu strategis MadrasahSejauh ini isu-isu strategis pengembangan madrasah

    diantaranya adalah:a. Isu ketimpangan dalam hal memperhatikan sekolah dan

    madrasah harus dihilangkan. Karena itu, perlu dibuatklausul dalam peraturan pemerintah tentang persentasedana anggaran pendidikan agama.Tidak hanya anggaranpendidikan nasional yang dipersentasikan sebesar 20persen dari APBN, namun pendidikan agama (madrasah,pendidikan agama Kristen, Katolik, Hindu dan Budha disekolah-sekolah, Pesantren, Pendidikan Diniyah Takmiliyah,dan Perguruan Tinggi Agama) juga perlu mendapatkanprioritas. Sudah saatnya paradigma konvensional tentangpendidikan agama diubah menjadi paradigma kulturinvestasi jangka panjang. Karena madrasah tetap berada

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    31/43

    25Naskah Akademik

    di bawah binaan Kementerian Agama, pemerintah pusatperlu memikirkan sumber tambahan anggaran untukmeningkatkan pembinaannya sehingga kesan marjinalisasimadrasah bisa terhapuskan.

    b. Problem Instansi Vertikal dan Otonomi Daerah yangmenghalangi pemberian dana ke madrasah. Karenamasalah krusial madrasah adalah keterbatasan anggarandan sarana prasarana, maka solusinya bukan pemindahankewenangan dari Kemenag ke Kementerian Pendidikan danKebudayaan, tapi perlu dicari terobosan kebijakan yangmemungkinkan politik anggaran yang tidak diskriminatifterhadap madrasah, seperti melakukan dekonsentrasiManajemen Pendidikan Madrasah dari Kemenag Pusatkepada Kanwil Kemenag Provinsi dan KankemenagKabupaten/Kota dan peningkatan Kesetaraan PendanaanAntara Madrasah Negeri dan Swasta.

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    32/43

    26Peneguhan Posisi & Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    BAB IIIANALISIS PENGELOLAAN, PENGANGGARAN,

    DAN STRUKTUR ORGANISASI PENDIDIKAN MADRASAH

    A. Perspektif Administrasi Pemerintahan Terhadap PengelolaanMadrasah

    Untuk mengurai problematika pengelolaan madrasah secaraholistik dalam tata kelola administrasi pemerintahan, niscayadikemukakan terlebih dahulu beragam Undang Undang (UU)sebagai regulasi pokok setelah konstitusi (UUD 1945) yangmenjadi dasar bagi pengelolaan madrasah. Terutama kaitan

    tarik menarik antara posisi madrasah sebagai pendidikan yang melekat didalamnya klausul ‘agama’ sebagai urusanabsolut (vertikal) di satu sisi, dengan urusan konkuren (urusan

    yang didesentralisasikan) dalam klausul ‘pendidikan’ di sisilainnya. Selanjutnya, akan diuraikan pula peraturan organikdibawah UU, agar didapatkan sebuah pemahaman menyeluruhtentang pola pengelolaan madrasah dalam konteks distribusikewenangan pemerintahan. Hal ini penting dilakukan dalamrangka mendudukan secara jernih pengelolaan madrasah, tidak

    semata mata dalam perspektif administrasi-prosedural, namun yang terpenting adalah positioning madrasah dalam kontekspengelolaan administrasi-substantif yang niscaya berkesesuaiandengan prinsip-prinsip pembangunan mental-spiritual berbangsadan beragama.

    Pertama-tama merujuk pada konstruksi UU Nomor 20 Tahun2004 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) dalammengatur dan memosisikan madrasah. Pada UU ini terutamaPasal 17 Ayat 2 dan Pasal 18 Ayat 3, madrasah disederajatkandengan sekolah (umum) dalam kategori pendidikan formal.Maknanya, tidak ada lagi perbedaan antara madrasah dansekolah dalam segala aspeknya, baik aspek substansi (standarpendidikan dan kurikulumnya), aspek manajerial, dan terpentingaspek anggaran dan infrastruktur (fasilitas, sarana-prasarana,pendanaan). Madrasah kini telah menjadi subsistem pendidikannasional.

    Bagi madrasah, sejatinya status yang diberikan oleh UUSisdiknas tersebut ibarat pisau bermata dua, menjadi berkahsekaligus masalah. Status ini menjadi berkah dalam konteks

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    33/43

    27Naskah Akademik

    modernisasi madrasah utuk meningkatkan standar mutu dankualitasnya dalam menjawab beragam tantangan zaman, sekaliguspeluang dan angin segar mendapatkan perlakuan yang samadengan sekolah. Namun status ini justru menjadi masalah ketikainstitusi pendidikan berciri khas Islam yang sejak berdirinya telahdikelola oleh Kementerian Agama (Kemenag) ini mendapatkanpelayanan memprihatinkan dan jauh dari kata ‘setara’ jikadibandingkan dengan pelayanan terhadap sekolah. Pada saatbersamaan, disadari atau tidak, status ini telah mendegradasikekhasan tafaqquh ddin madrasah akibat standarisasikurikulum yang heavy kepada perangkat ilmu umum. Dengankata lain, akibat pergeseran ini, madrasah pada kenyataannyatidak saja menjadikan lulusannya serba ‘ nanggung ’ antara matapelajaran agama dan umum. Bahkan justeru mengantarkansiswa madrasah meningalkan orientasi tafaqquh d din ke polapikir yang serba profan dan materialistik. Secara sederhana, padaakhirnya modernisasi madrasah lebih mudah dipahami sebataspengalihan konsentrasi peserta didik dan ketekunan mempelajariagama, menjadi kesungguhan mempelajari mata pelajaran umum.

    Di titik ini, madrasah berada pada posisi dilematis, di manamuatan kurikulum distandarisasi melalui Standar NasionalPendidikan (SNP) oleh Kemendikbud, tetapi aspek pengelolaan

    administratifnya berada di Kemenag. Meski demikian, perlahantapi pasti, posisi dilematis tersebut mampu dijawab oleh madrasah.Kini madrasah telah berbenah dan mulai adaptif dengan SNP.Hal ini terbukti dari hasil penelitian Puslitbang Penda, BalitbangKemenag tahun 2014 lalu tentang SNP Madrasah. Bahkan dalamberbagai aspek, tidak sedikit madrasah yang kualitasnya jauh lebihunggul dibandingkan sekolah, sebagaimana beberapa madrasahunggul sebagaimana telah disebutkan pada bab sebelumnya.

    Permasalahan sejatinya terletak pada aspek administrasi

    pemerintahan yang nantinya berkaitan langsung dengan distribusianggaran dan pemenuhan fasilitas infrastruktur madrasah.Berikhwal dari Pasal 12 Ayat 1 Undang Undang Nomor 23

    Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, klausul ‘pendidikan’masuk dalam urusan konkuren yang berada pada lokusdevolutif di pemerintah daerah (otonomi daerah) sebagaimanakewenangan pengelolaan sekolah. Padahal Madrasah yang dalamUU Sisdiknas sederajat dengan sekolah, tetap dikelola olehKemenag selaku institusi vertikal. Sementara pada Pasal 10 ayat1 UU tersebut, terdapat klausul ‘agama’ sebagai urusan absolut

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    34/43

    28Peneguhan Posisi & Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    (vertikal) yang diembankan kepada Kemenag. Lantas munculpertanyaan, apakah madrasah masuk pada klausul ‘pendidikan’dan seharusnya didesentralisasi ataukah ia masuk pada klausul‘agama’ yang niscaya menjadi urusan absolut (pemerintah pusat)?Pada konteks inilah, penting mengemukakan beragam perspektifdalam perdebatan administrasi pemerintahan. Terdapat duapola pendekatan dalam administrasi pemerintahan yang dapatdikemukakan disini.

    1. Pendekatan Tekstual-Prosedural

    Jika didekati dari aspek tekstual an sich , maka madrasahmasuk pada klausul ‘pendidikan’ yang menjadi urusan konkuren(desentralistik) dan sekaligus merupakan domain pemerintah

    daerah. Jikapun madrasah dikelola oleh Kemenag secaravertikal, maka argumentasi pertama ini membenarkan pulaadanya keterputusan pembiayaan Dana Alokasi Umum (DAU)

    yang dikhususkan kepada pemerintah daerah di zona devolusi(Pemerintah Kabupaten/Kota) pada domain pendidikan kepadamadrasah.

    Inilah yang menjadi sebab utama problem terputusnya fasilitasiPemda terhadap madrasah. Maknanya bahwa madrasah yangdikelola oleh Kemenag berada pada zona vertikal, bukan menjaditanggungjawab Pemerintah Daerah di zona otonomi pendidikan.Perspetif pertama inilah yang selalu digunakan sebagaiargumentasi menggeser madrasah menjadi urusan pemerintahdaerah, sekaligus menjadi alasan untuk memosisikan madrasahsebagai ‘anak tiri’ dalam sistem pendidikan nasional.

    2. Pendekatan holistik-proporsional

    Ditinjau dari perspektif holistik-proporsional, dalam statusnyasebagai pendidikan formal yang sederajat dengan sekolah (umum),madrasah sebagai satuan pendidikan yang diikuti oleh pesertadidik (warga negara), maka berlaku Pasal 1, 2, dan 3 pada UUD1945, yakni bahwa: (1) setiap warga negara berhak mendapatkanpendidikan, (2) setiap warga negara wajib mengikuti pendidikandasar dan pemerintah wajib membiayainya, (3) pemerintahmengusahakan dan menyeleggarakan satu sistem pendidikannasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan sertaakhlaq mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

    Sementara itu, sebagai sub sistem pendidikan nasional,

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    35/43

    29Naskah Akademik

    madrasah berhak mendapatkan perlakuan yang proporsional,adil, dan setara, baik di aspek perluasan akses, aspekpeningkatan mutu dan daya saing, maupun aspek manajemendan tata kelola, yang secara konstitusional dijamin oleh Pasal31 ayat 4 UUD 1945, bahwa ‘Negara memprioritaskan anggaranpendidikan sekurang kurangnya dua puluh persen dari anggaranpendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatandan belanja daerah untuk memenuhi penyelenggaraan pendidikannasional’. Maknanya, penyebutan verbal numeral 20% anggaranpendidikan harus dialokasikan secara merata kepada semuakomponen sub sistem pendidikan, baik pada jenjang dan jenispendidikan yang berbeda, dalam keseluruhan sistem pendidikannasional, yang di dalamnya ada madrasah. Permasalahan terkaitpembagian kewenangan pengelolaan, apakah akan dipilih secaravertikal maupun desentralistik dapat didudukkan pada aspekadministratif pemerintahan (yang akan dikupas lebih lanjut dalamanalisis ini), tidak boleh menggugurkan amanat dasar konstitusitersebut. Jika tidak, berarti terjadi kesalahan konstitusional.

    Semangat pemerataan akses dalam konstitusi itulah yangselanjutnya menjadi landasan perumusan seluruh UU, termasukkeberadaan tiga UU yang terkorelasi secara substansial, yakni:UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU Nomor 23 Tahun

    2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 30 Tahun2014 tentang Administrasi Pemerintahan.Pertama , keberadaan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang

    Sisdiknas dalam konteks kesejajaran dan kesederajatan antarasekolah dan madrasah, musti dilihat maksud asli perumusannya,dimana kesederajatan dan kesejajaran status madrasah terhadapsekolah sejatinya mengandung maksud untuk penyamaanperlakuan di semua aspeknya.

    Kedua, keberadaan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang

    Pemerintahan Daerah pada konteks pembagian antara urusanabsolut dan urusan konkuren, diantaranya harus didasarkanpada prinsip eksternalitas dan kepentingan strategis secaranasional (Pasal 13 ayat 1). Dalam kajian ilmu administrasipemerintahan, eksternalitas berarti unit pemerintahan yangterkena dampak langsung dari pelaksanaan suatu urusanpemerintahan, mempunyai kewenangan untuk mengurus urusanpemerintahan tersebut. Dari aspek ini, maka unit pemerintahan

    yang terkena dampak langsung dari penyelenggaraan pendidikanmadrasah dengan segala kekhususannya, terutama menyangkut

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    36/43

    30Peneguhan Posisi & Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    pembangunan mental-spiritual, adalah kementerian agama.Hal ini dapat ditelaah dari aspek historis dan sejarah panjangpolitik kebangsaan konteks pengelolaan madrasah. Pada posisiinilah, Kementerian Agama dapat diberikan kewenangan delegatif

    yang diberikan oleh pemerintah (presiden) melalui peraturanperundangan untuk mengelola urusan pendidikan madrasah.Pemberian kewenangan delegatif ini dapat mengacu pada Pasal13 ayat 2 sampai ayat 5 UU Nomor 30 Tahun 2014 tentangAdministrasi Pemerintahan, yang berbunyi:

    (2) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan memperolehWewenang melalui Delegasi apabila: (a) diberikan oleh Badan/Pejabat Pemerintahan kepada Badan dan/atau PejabatPemerintahan lainnya; (b) ditetapkan dalam PeraturanPemerintah, Peraturan Presiden, dan/atau Peraturan Daerah;dan (c) merupakan Wewenang pelimpahan atau sebelumnya telahada.

    (3) Kewenangan yang didelegasikan kepada Badan dan/atauPejabat Pemerintahan tidak dapat didelegasikan lebih lanjut,kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.

    (4) Dalam hal ketentuan peraturan perundang-undanganmenentukan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Badandan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh Wewenang

    melalui Delegasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapatmensubdelegasikan Tindakan kepada Badan dan/atau PejabatPemerintahan lain dengan ketentuan: (a) dituangkan dalambentuk peraturan sebelum Wewenang dilaksanakan; (b) dilakukandalam lingkungan pemerintahan itu sendiri; dan (c) paling banyakdiberikan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan 1 (satu)tingkat dibawahnya.

    (5) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memberikanDelegasi dapat menggunakan sendiri Wewenang yang telah

    diberikan melalui Delegasi, kecuali ditentukan lain dalamketentuan peraturan perundang-undangan.

    Lebih jauh, secara konseptual maupun praktis, pembagianurusan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerahharus pula dilihat sebagai bagian tak terpisahkan dari prosespolitik. Konteks pelimpahan kewenangan pengelolaan pendidikanmadrasah kepada Kemeneterian Agama sesungguhnya secaraexisting telah terjadi semenjak awal berdirinya NKRI, dan selamadiberikan garis batas penyelenggaraan pemerintahan dankewenangan pengelolaannya, maka dalam disiplin administrasi

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    37/43

    31Naskah Akademik

    negara, hal ini boleh dilakukan.Pelimpahan kewenangan urusan pendidikan agama secara

    delegatif oleh Presiden ini dilegitimasi oleh Peraturan Pemerintah(PP) Nomor 66 Tahun 2010 sebagai revisi dari PP Nomor 17 Tahun2010, terutama pada Pasal 1 ayat 9, ayat 11 dan ayat 14 dalammende nisikan Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah(MTs), dan Madrasah Aliyah (MA), sebagai: salah satu bentuksatuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yangmenyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agamaIslam pada jenjang pendidikan masing masing. Yang harusdigarisbawahi adalah kata “pendidikan formal dalam binaanMenteri Agama” secara tegas mendelegasikan urusan pendidikanformal madrasah kepada Kementerian agama. Kewenangandelegatif ini dipertegas pada Pasal 53B ayat 3 secara tegasmemberikan kewenangan kepada Menteri Agama utuk membuatPeraturan Menteri Agama yang khusus mengatur pengelolaandan penyelenggaraan pendidikan madrasah.

    Dari keseluruhan hirarkhi peraturan perundangan, sejakdari UUD 1945 hingga peraturan pemerintah, memberikankewenangan pengelolaan madrasah dibawah instansi vertikalKementerian Agama. Dengan demikian, tarik ulur klausul‘pendidikan’ dan klausul ‘agama’ pada konteks pembagian

    kewenangan pengelolaan madrasah merupakan hak presidenuntuk memberikan kewenangan delegatifnya kepada kementeriandibawahnya, dengan ketentuan dan batasan yang jelas,dengan mempertimbangkan aspek aspek historis, politik dan

    yuridis. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perspektifholistik-proporsional dengan berbagai legitimasi hukum danadministrasinya, pengelolaan pendidikan madrasah tetap niscayadikelola oleh Kementerian Agama.

    B. Peningkatan Porsi Anggaran Pengelolaan Pembiayaan Madrasah

    Pada bagian sub-bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa secarahirarkhis, konsitusi dan peraturan perundangan di bawahnyamengamanatkan pemberian hak pendidikan di aspek perluasanakses, aspek peningkatan mutu dan daya saing, maupun aspekmanajemen dan tata kelola secara merata, tidak terkecuali antaramadrasah maupun sekolah (umum).

    Madrasah sebagai kewenangan yang pengelolaannyadidelegasikan oleh pemerintah (Presiden) kepada Kementerian

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    38/43

    32Peneguhan Posisi & Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    Agama, juga sepatutnya mendapatkan porsi anggaran 20%secara seimbang berbasis unit cost penyelenggaraan pendidikan.Hal ini karena madrasah mempunyai kontribusi besar bagiperkembangan dan peningkatan mutu pendidikan nasional.Setidaknya dapat dilihat dari beberapa fakta berikut:

    Pertama , pada aspek kepeminatan masyarakat terhadapmadrasah. Fakta yang tidak dapat dimungkiri bahwa terjadilonjakan kepeminatan masyarakat terhadap madrasah yangsetiap tahunnya naik. Sejak tahun 2010 hingga tahun 2013

    jumlah siswa pada MI, MTs dan MA terus meningkat dengan rata-rata peningkatan mencapai 3,7% pertahun (lihat Tabel dibawah).

    Kedua, kontribusi madrasah terhadap peningkatan APK

    Nasional. Kontribusi Pendidikan Madrasah terhadap peningkatanAngka Partisipasi Kasar Pendidikan Nasional dalam 4 tahunterakhir mengalami peningkatan rata-rata 4,2% (lihat tabeldibawah)

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    39/43

    33Naskah Akademik

    Ketiga , harus diakui bahwa 91,6% dari keseluruhan madrasahadalah berstatus swasta. Dan dalam skala mayoritas, madrasahswasta masih dalam kondisi memprihatinkan, akibat kebijakanalokasi anggaran pendidikan oleh negara kepada madrasah

    yang masih ‘belum proporsional’. Sejatinya, mayoritas madrasahswasta yang masih membutuhkan peningkatan di aspek perluasanakses, peningkatan mutu dan daya saing serta tata kelola, akanmampu teratasi jika negara hadir mengatasi masalah tersebut.Karena kecilnya anggaran jika dibandingkan dengan kebutuhan

    yang harus dipenuhi, Kementerian Agama belum mampu hadirsecara proporsional mengatasi permasalahan tersebut. Terutamakebutuhan madrasah di wilayah perbatasan negara dan di daerahminoritas muslim.

    Keempat , mengingat anggaran pendidikan yang disediakandalam APBN yang dialokasikan melalui belanja pemerintah pusatdan transfer daerah meningkat signi kan dari Rp 76,7 triliun padatahun 2005 menjadi Rp 368,9 triliun pada tahun 2014 dan menjadi409 triliun di 2015. Namun demikian, anggaran pendidikanyang disediakan dalam APBN untuk Program Pendidikan Islamrata-rata sebesar hanya 11 % dari total anggaran pendidikantersebut, yang harus dibagi menjadi anggaran Madrasah,Pendidikan Agama dan Keagamaan serta Pendidikan Tinggi

    Agama Islam . Sementara, anggaran pendidikan yang dikelolaoleh Kemdikbud adalah sebesar 21,6%. Padahal, sekali lagi,amanat konstitusi memerintahkan negara untuk memberikanpelayanan pendidikan di semua aspek secara merata, adil danproporsional. Lebih lanjut, total 11% anggaran pendidikanIslam yang dikelola oleh Kemenag, tentu masih jauh dari porsi

    yang dimandatkan konstitusi (20% anggaran pendidikan).Implikasi dari keterbatasan anggaran tersebut, sebagaimanapenelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Pendidikan Agama dan

    Keagamaan tentang unit cost pendidikan madrasah tahun 2011menunjukkan bahwa 70% madrasah swasta mengggunakan danabantuan operasional sekolah (BOS) tidak sesuai peruntukannya,melainkan digunakan untuk pembiayaan gaji guru yayasan.

    Atas dasar berbagai fakta diatas, maka seharusnya pemerintahmemberikan porsi anggaran yang proporsional sesuai denganamanat konstitusi. Oleh karena itu, anggaran pendidikanmadrasah di kementerian agama seharusnya ditingkat sesuaiporsinya (20%).

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    40/43

    34Peneguhan Posisi & Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    C. Peningkatan Kewenangan dan Perluasan Struktur PengelolaMadrasah di Kementerian Agama

    Eksistensi madrasah telah mengalami transformasi secaragradual. Dilihat dari aspek konstruksi kebijakan perundangan,

    penyelenggaraan madrasah sebagai satuan pendidikan formalsemakin kokoh, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentangSistem Pendidikan Nasional telah menegaskan bahwa madrasahdan sekolah memiliki kedudukan yang sama. 24 Lebih jauh,madrasah sebagai satuan pendidikan diharapkan menjadilembaga pendidikan plus yang memiliki posisi strategis denganberbagai keunggulan, baik dalam aspek penguatan agama danakhlak mulia serta penguasaan sains dan pelajaran umumlainnya. Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 90 Tahun 2013

    tentang Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah, pada Pasal 1menyebutkan bahwa madrasah merupakan satuan pendidikanformal dalam binaan menteri agama yang menyelenggarakanpendidikan umum dan kejuruan dengan kekhasan agama Islam

    yang mencakup Raudlatul Athfal, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah dan Madrasah Aliyah Kejuruan.

    Penjelasan diatas, menegaskan bahwa keberadaan madrasah yang semula eksistensinya sangat lemah, kini semakin kuat dalamsistem pendidikan nasional. Semakin menguatnya eksistensimadrasah tidak dapat dipisahkan dari peran aktif KementerianAgama yang telah memberikan pembinaan dalam pengelolaandan penyelenggaraan pendidikan di madrasah secara sistematikdan berkesinambungan, baik aspek perluasan dan pemerataanakses, peningkatan mutu, relevansi dan daya saing.

    Sebagai upaya peningkatan aksesibilitas dan kualitaspendidikan madrasah, peran Kementerian Agama tidak hanyasebatas memberikan bantuan dan pembinaan, namun juga

    melalui strategi penguatan kelembagaan madrasah dengandukungan sistem manajemen dan tata kelola yang efektif, e siendan akuntabel. Penguatan sistem organisasi, regulasi, sumberdaya manusia, monitoring dan evaluasi, pengelolaan data daninformasi, penjaminan mutu pendidikan, serta pencitraan

    yang baik merupakan perwujudan dari strategi kebijakan

    24 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, pasal 17 ayat (2), Pendidikan Dasar berbentuk SekolahDasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah MenengahPertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. Pasal 18 ayat (3),

    Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), SekolahMenengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    41/43

    35Naskah Akademik

    pengembangan madrasah, termasuk diantaranya pengembanganstatus kelembagaan melalui program penegerian madrasah swasta

    yang dikelola oleh masyarakat 25 . Penegerian madrasah-madrasahswasta merupakan pengejawantahan kebijakan pemerintah

    yang bersungguh-sungguh memperhatikan perluasan akses danpeningkatan mutu pendidikan. 26 Perubahan status “Negeri” padamadrasah swasta, di satu sisi akan menguatkan kelembagaansatuan pendidikan tersebut dan meningkatkan daya saingmadrasah. 27 Porsi pengelolaan yang lebih besar oleh pemerintah(Kementerian agama) akan berkonsekuensi terhadap peningkatankapasitas pengelola pendidikan madrasah.

    Secara administratif, Kementerian Agama merupakan institusi yang memiliki pola kewenangan kebijakan vertikal termasukdalam hal pengelolaan madrasah. Jumlah madrasah di seluruhIndonesia sebanyak 46.452, sedangkan yang berstatus negerisejumlah 3881 madrasah, terdiri dari Madrasah Ibtidaiyah Negeri(1686) lembaga, Madrasah Tsanawiyah Negeri (1437) lembaga, danMadrasah Aliyah Negeri (758) lembaga, selebihnya merupakanmadrasah swasta.

    Madrasah Negeri dan Swasta di Indonesia 28

    Lembaga Negeri % Swasta % Jumlah

    MI 1.686 7,0 22.253 93,0 23.939

    MTs 1.437 9,2 14.157 90,8 15.594

    MA 759 11,0 6.160 89,0 6.919

    Jumlah 3.882 8 ,4 42.570 91,6 46.452

    Catatan: persentase negeri untuk madrasah negeri dan swasta untuk swasta

    25 Peraturan Menteri Agama No. 14 Tahun 2014 tentang Pendirian Madrasah yang dilakukanoleh Pemerintah dan Penegerian Madrasah yang dilakukan oleh Masyarakat. PMA ini menggaris-kan proses penegerian madrasah oleh Menteri Agama setelah mendapatkan persetujuan dari Menteriyang membidangi urusan Pendayagunaan Aparatur Negara.

    26 Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 47 tahun 2009, bahwa dalam rangka meningkatkanmutu pendidikan Madrasah Ibtidaiyah Swasta sebagai salah satu jalur pendidikan dalam Sistem Pen-didikan Nasional, perlu menetapkan KMA tentang Penetapan 46 Madrasah Ibtidaiyah Negeri.

    27 Hasil penelitian Evaluasi Penegerian Madrasah, Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaantahun 2014, menunjukkan bahwa program penegerian madrasah Kementerian Agama secara umum

    berhasil mendongkrak citra madrasah dan meningkatkan peran serta masyarakat, hal ini dipengaruhi persepsi masyarakat terhadap mutu satuan pendidikan “Negeri” dibandingkan madrasah atau bahkansekolah swasta.

    28 Buku Statistik Pendidikan Islam Tahun Pelajaran 2011/2012, Direktorat Jenderal PendidikanIslam Kementerian Agama.

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    42/43

    36Peneguhan Posisi & Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    Struktur pengelola pendidikan madrasah saat ini belummemadai, mengingat besarnya jumlah madrasah di Indonesiahanya dikelola oleh direktorat pendidikan madrasah (unit eselonII), ditingkat Provinsi dikelola oleh bidang pendidikan madrasah(eselon III), dan di tingkat Kabupaten/Kota dikelola oleh Kepalaseksi (eselon IV). Hal ini tentu tidak sebanding antara ruanglingkup pegelolaan dan tanggungjawab pembinaan yang besardengan struktur organisasi yang dimiliki.

    Oleh karena itu, semestinya dilakukan peningkatankewenangan dan perluasan struktur organisasi pengelolapendidikan madrasah, dari level Direktorat Pendidikan Madrasahmenjadi Direktorat Jenderal Pendidikan Madrasah. Hal ini menjadikonsekwensi dari peran pemerintah dalam rangka memberikanpelayanan pendidikan yang optimal kepada masyarakat, terutamapendidikan madrasah di bawah pengelolaan kementetian agama.

  • 8/9/2019 Naskah Akademik Peneguhan Posisi Dan Kewenangan Kementerian Agama Dalam Pendidikan Madrasah

    43/43

    BAB IVKESIMPULAN DAN REKOMENDASI

    A. KESIMPULAN

    1. Pengelolaan pendidikan madrasah dalam perspektifadministrasi pemerintahan merupakan domain pemerintah(Kementerian Agama).

    2. Pengelolaan pembiayaan madrasah membutuhkan peningkatanporsi anggaran yang setara dengan sekolah sebagai mandatkonstitusi. Porsi anggaran yang tidak seimbang berimplikasiterhadap penyelenggaraan madrasah yang tidak optimal.

    3. Peningkatan kewenangan dan perluasan struktur pengelolamadrasah di Kementerian Agama dari level Direktoratmenjadi Direktorat Jenderal menjadi kebutuhan dalamrangka menyeimbangkan antara ruang lingkup pengelolaandan tanggungjawab pembinaan yang besar dengan kapasitasorganisasi.

    B. REKOMENDASI

    1. Pemerintah harus menegaskan bahwa pengelolaan PendidikanMadrasah merupakan kewenangan pemerintah (KementerianAgama).

    2. Pemeritah harus memenuhi anggaran pendidikan madrasahsecara proporsional, sebagaimana dimandatkan olehkonstitusi.

    3. Pemerintah seharusnya melakukan peningkatan kewenangandan perluasan struktur organisasi pengelola pendidikanmadrasah dari level Direktorat Pendidikan Madrasah menjadiDirektorat Jenderal Pendidikan Madrasah.