NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS...

99
1 NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS PERJUANGAN BANGSA MORO DALAM KONFLIK FILIPINA Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora Oleh : SITI AISYAH NIM.105022000852 JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M

Transcript of NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS...

Page 1: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

1

NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS

PERJUANGAN BANGSA MORO

DALAM KONFLIK FILIPINA

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora

Oleh :

SITI AISYAH

NIM.105022000852

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1431 H / 2010 M

Page 2: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

2

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Tiada kata yang pantas terucap selain puji syukur kehadirat Allah swt atas

segala limpahan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat serta salam tercurahkan kepada kekasih Allah dan manusia termulia,

Nabi Muhammad saw, yang telah membuka zaman baru bagi peradaban dunia.

Dalam studi di perguruan tinggi, skripsi telah menjadi keharusan sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis membahas skripsi yang berjudul “Nasionalisme Moro

Sebagai Identitas Perjuangan Bangsa Moro dalam Konflik Filipina”.

Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih

dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof.Dr. Komaruddin Hidayat selaku Rektor beserta seluruh jajaran

rektorat UIN Syarif Hidayatyllah yang telah memfasilitasi mahasiswa

menempuh studi.

2. Dr. Abd. Chair, MA, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora beserta

seluruh jajarannya. Drs. H. Ma’ruf Misbah dan Usep Abdul Matin, S.Ag.,

MA., MA selaku ketua dan sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban

Islam yang telah banyak membantu dalam proses perkuliahan.

3. Dr. Amelia Fauzaia, MA. yang di tengah kesibukannya selaku direktur

CSRC telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing penulis dan

memberikan arahan yang sangat berguna ke arah terwujudnya skripsi ini.

Page 3: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

3

4. Dosen, beserta seluruh staf pengajar Fakultas Adab dan Humaniora yang

telah banyak memberikan sumbangan pemikiran selama penulis menemph

studi.

5. Seluruh staf perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan

Fakultas, Perpustakaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan

Perupusatakaan Nasional yang telah menyediakan berbagai sumber yang

dibutuhkan untuk menulis skripsi ini.

6. Kedua orang tuaku tercinta yang telah memberikan do’a restunya dan

motivasi moril maupun materil dengan penuh keikhlasan yang sangat

berharga bagi penulis.

7. Teman-teman Sejarah dan Peradaban Islam angkatan 2005 yang telah

memberikan dorongan moril selama menempuh studi di Jurusan Sejarah

dan Peradaban Islam.

Akhir kata, penulis mendoakan semoga amal perbuatan dan bimbingan

yang telah diberikan kepada penulis mendapat imbalan yang setimpal dari Allah

swt. Penulis berharap hasil yang penulis tuangkan dalam skripsi ini bermanfaat

bagi kita semua. Amin.

Jakarta, Januari 2010

Siti Aisyah

Page 4: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

4

DAFTAR ISI

NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS PERJUANGAN

BANGSA MORO DALAM KONFLIK FILIPINA

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1

A. Latar Belakang Masalah........................................................... 1

B. Permasalahan............................................................................ 4

C. Tujuan Penelitian...................................................................... 7

D. Kontribusi Penulisan.................................................................7

E. Studi Kepustakaan.................................................................... 7

F. Sumber dan Metode Penelitian................................................. 8

G. Jadwal Penelitian...................................................................... 5

H. Sistematika Penulisan...............................................................15

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA TERHADAP KONDISI

SOSIAL MUSLIM........................................................................17

A. Kelompok-Kelompok Etnik di Filipina...................................17

B. Kebijakan Diskriminasi Terhadap Sosial Keagamaan.............25

C. Diskriminasi Kebijakan Ekonomi........................................... 28

BAB

III

PERJUANGAN MELAWAN DISKRIMINASI....................... 32

A. Perjuangan Pada Masa Kolonial..............................................32

B. Diskriminasi Pemerintah Filipina dan Perjuangan

Bangsa Moro............................................................................45

C. Bersatunya Para Pemimpin Islam............................................46

BAB

IV

NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS

PERJUANGAN MUSLIM

FILIPINA................................................................... 48

A. Pencarian Identitas dalam Organisasi-Organisasi Moro........ 48

B. Nasionalisme Moro sebagai Identitas Muslim Filipina..........53

C. Konflik Internal dan Perdebatan Identitas.............................. 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN....................................................70

Daftar Pustaka................................................................................73

Lampiran........................................................................................77

Page 5: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

5

ABSTRAK

Seperti halnya Indonesia, Filipina merupakan Negara kepulauan dengan

penduduk plural dari berbagai etnik. Namun semenjak masa kolonialisme Spanyol

pada abad ke-16, Filipina mengalami konflik berkepanjangan yang berlangsung

hingga saat ini. Para ahli yang mengamati sejarah dan perkembangan konflik di

Filipina, seperti Cesar A Majul berkesimpulan bahwa konflik yang terjadi di

Filipina merupakan konflik agama sejak asa kolonialisme Spanyol.

Tulisan-tulisan Cesar A Majul sangat membantu karena ia adalah orang

yang secara langsung bersentuhan dengan konflik Moro. Dan bersama Nur

Misuari serta pemimpin Islam lainnya, Majul membuat kesepakatan pemimpin

Islam bersatu. Beberapa tulisannya adalah Dinamika Islam di Filipina dan Moro;

Pejuang Muslim Filipina Selatan. Tulisan Jamail Kamlian Bangsamoro Society

and Culture merupakan pustaka yang digunakan dalam penulisan skripsi ini.

Masyarakat Muslim yang mendiami wilayah Selatan Filipina, sejak masa

kolonialisme Spanyol hingga Amerika melakukan perlawanan yang kemudian

berlanjut hingga pasca kemerdekaan Filipina. Menariknya, sejak lahirnya

intelektual muslim, masyarakat Muslim Filipina yang sejak masa kolonialisme

Spanyol dikenal dengan sebutan Moro, melalui MNLF (Moro National Liberation

Front) mengeluarkan manifesto bahwa masyarakat muslim merupakan sebuah

bangsa yang disebut Bangsa Moro. Tentunya aneh jika dalam sebuah negara

terdapat rasa nasionalisme yang berbeda. Dalam hal ini Nur Misuari, seorang

muslim moderat, melalui MNLF mengusung kemerdekaan Bangsa Moro (bukan

negara Islam). Dalam skripsi ini, Nasionalisme Moro sebagai identitas perjuangan

Muslim Filipina merupakan tesis pokok dalam pembahasan skripsi ini.

Page 6: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam merupakan agama terbesar kedua yang dianut rakyat Filipina setelah

Katolik. Sedikitnya terdapat 3 juta orang Islam di Filipina pada tahun 1975, atau

7 persen dari seluruh penduduk negara tersebut yang berjumlah 42. 070.600.

Namun masyarakat Muslim sejak kemerdekaan Filipina dianggap sebagai warga

negara kelas dua karena merasa didiskriminasikan.1

Diskriminasi terhadap Muslim Filipina saat ini pada dasarnya tidak

terlepas dari rangkaian sejarah kolonialisme Spanyol atas Filipina. Di mana jauh

sebelum Spanyol melakukan ekspansi ke Filipina, terdapat tiga kesultanan

Muslim yang mempunyai pengaruh cukup luas di kepulauan Filipina, yakni;

Kesultanan Sulu (meliputi wilayah Sulu, Basilan, Palawan, Negros, Panay,

Mindoro, dan Iloco di sebelah utara pulau-pulau Luzon), Kesultanan

Manguindanao, dan Kesultanan Buayan.

Penjajahan bangsa Eropa ke Asia Tenggara, termasuk penjajahan Spanyol

(1565-1876) atas Filipina tentunya bukan hanya bertujuan memperoleh

kemenangan secara ekonomi dan perluasan kekuasaan, melainkan juga

mempunyai misi menyebarkan agama Kristen (Gold, Glory, Gospel).2 Namun,

apa yang dilakukan Spanyol tentunya mendapat perlawanan dari masyarakat

Muslim yang mengorganisir diri. Terutama di selatan pulau-pulau Palawan, Sulu

1 Cesar A Majul, Dinamika Islam di Filipina (Jakarta, LP3ES, 1989). h.13 2 Dinamika Islam di Filipina. h.13

Page 7: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

7

dan Mindanao. Sehingga meski terjadi peperangan berkali-kali, Spanyol tidak

pernah mampu menaklukkan kepulauan tersebut.

Minoritas Muslim Filipina ini didiskriminasi oleh pemerintah Filipina

seperti halnya pada masa kolonial, khususnya di Filipina Selatan yang dihuni oleh

komunitas Muslim. Masyarakat Moro beranggapan, pemerintah Filipina hendak

menghancurkan kebudayaan Islam untuk digantikan dengan kebudayaan Barat

yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan dari peradaban Kristen dari

kolonialisme Spanyol dan Amerika.

Situasi tersebut memaksa masyarakat Muslim mengangkat senjata untuk

mempertahankan diri. Perjuangan ini dipimpin oleh Moro National Liberation

Front (Front Nasional Pembebasan Moro) yang dipimpin Profesor Nur Misuari,

seorang dosen dari Universitas Filipina.3

OKI dan Libia memainkan peranan mediator antara pemerintah Filipina

dengan MNLF sehingga melahirkan persetujuan bagi otonomi tiga belas Provinsi

di Selatan di mana terdapat prosentase Muslim yang besar. Tiga belas Provinsi

tersebut adalah Pulau Palawan, Tawi-Tawi, Sulu, Basilan, Zamboanga del sur,

Zamboanga del Norte, Kota Batu Utara, Manguindanao, Sultan Kudarat, Kota

Batu Selatan, Lanao del Sur, Lanau del Norte, dan Davao del Sur. Namun

Pemerintah Filipina di bawah kepemimpinan Marcos pasca perjanjian Tripoli

hanya menyatakan bahwa Muslim merupakan mayoritas di Tawi-tawi, Sulu,

Basilan, Manguindanao dan Lanao Sur.4

3 Al Chaidar, Wacana Ideologi Negara Islam : Studi Harakah Darul Islam dan MNLF

(Jakarta, Darul Falah, 2003). h.135 4 Garni Janto Bambang Wahyudi, Kerjasama Regional ASEAN Menghadapi Terorisme

Internasional, (Jakarta, 2003). H.23

Page 8: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

8

Ali Kettani dalam bukunya, Minoritas Muslim, menganggap pemerintah

Filipina tidak pernah ingin memberikan penyelesaian yang adil. Sehingga

menurutnya tidak heran jika perjanjian itu segera macet, dan memunculkan

konflik antara Tentara Filipina dan milisi MNLF. Dari Maret 1968 sampai Maret

1982, lebih dari 100.000 orang sipil Muslim dibunuh oleh tentara Filipina, lebih

dari 300.000 rumah orang Muslim dihancurkan dan lebih dari 50 desa, kota kecil

dan besar telah diratakan oleh tentara Filipina, termasuk Jolo. Pada tahun 1972

Tentara Filipina diperbesar jumlahnya menjadi sekitar 300.000 prajurit dan

50.000. sekitar 3 juta Muslim telah ditelantarkan dan banyak sekali masjid,

sekolah dan tanaman dihancurkan.5

Dari latar belakang masalah ini, yang dijelaskan bukanlah proses

perjalanan konflik dan diskriminasi terhadap Muslim Filipina dari masa

kolonialisme Spanyol hingga kemerdekaan Filipina. Yang menarik bagi penulis

adalah identitas yang diusung bangsa Moro dalam melakukan perlawanan

terhadap kekuatan asing dan pemerintah Filipina. Tentunya, ini didasarkan bahwa

seluruh perjuangan pasti membutuhkan suatu rumusan konsepsi dalam

gerakannya. Konsepsi yang dihadirkan memunculkan identitas dalam

memperjuangkan eksistensi gerakan tersebut. Hal ini juga terjadi dalam

masyarakat Muslim Moro yang memperjuangkan eksistensinya. Mereka

membutuhkan identitas. Apakah Islam sebagai Identitasnya, atau Nasional Moro,

tentunya kita dapat melihatnya dalam rangkaian historis yang merupakan satu

kesatuan utuh dengan kondisi Muslim Filipina saat ini.

5 Ali Kettani, Minoritas Muslim di Dunia Dewasa ini: Rajawali Pers, Jakarta, 2001. h. 197

Page 9: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

9

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang di atas, dapat disimpulkan bahwa kondisi sosial

masyarakat Muslim Filipina mengalami konflik yang berkepanjangan sejak

kolonialisme Spanyol. Hal ini berimbas pada masalah struktur sosial baik politik,

ekonomi ataupun keagamaan. Ini memungkinkan adanya gerakan dari masyarakat

muslim Filipina untuk melakukan gerakan dalam rangka menunjukkan

eksistensinya agar diperhitungkan oleh pemerintah. Sehingga dapat

diklasifikasikan permasalahannya sebagai berikut

a. Masyarakat Muslim Filipina mengalami konfllik yang berkepanjangan

dari masa kolonialisme Spanyol

b. Masyarakat Muslim Filipina membutuhkan wadah dalam bentuk

organisasi untuk memperjuangkan aspirasinya.

c. Untuk itu, maka organisasi yang memperjuangkan masyarakat Muslim

Filipina membutuhkan sebuah identitas perjuangan.

2. Batasan Masalah

Sebelum melangkah lebih jauh, agar pembahasan skripsi ini tidak

mengalami pelebaran dan tetap fokus pada masalah yang akan diungkap, tentunya

kita akan menggunakan landasan teoritis mengenai siapa itu bangsa Moro? Apa

itu Identitas?.

a. Munculnya Istilah Moro

Masyarakat Muslim Filipina terdiri dari berbagai etnik yang sangat

beragam. Seperti yang akan dijelaskan dalam Bab II, setidaknya ada sebelas etnik

Page 10: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

10

yang tersebar di Filipina Selatan. Banyaknya etnik ini tentunya memunculkan

pertanyaan para ahli mengenai etnik mana sebenarnya yang disebut Moro?.

Menurut Cesar Adib Majul, kata Moro bukanlah istilah baru yang

dimunculkan pemerintah Filipina untuk menyebut sekelompok gerakan yang

mengatas-namakan Moro (Moro National Liberation Front). Namun tentunya

istilah tersebut tidak muncul dengan sendirinya seiring dengan dideklarasikannya

kemerdekaan Filipina pada tahun 1946.

Kata Moro bagi masyarakat Muslim Filipina mempunyai kebanggaan

tersendiri, karena menurut Majul merupakan simbol perlawanan yang berlangsung

selama ratusan tahun sejak masa Spanyol.6

Tesis Majul dikuatkan dalam Ensiklopedi Tematis Islam yang menelusuri

akar kata Moor dalam kamus Latin. Dalam hal ini Moro adalah komunitas

Muslim Filipina. Istilah Moro sendiri merupakan kosakata yang sudah beredar

ratusan tahun di Filipina, tercatat sejak awal invasi Spanyol ke wilayah Filipina

pada tahun 1565. Moro, seperti yang dijelaskan dalam ensiklopedi tematis Islam

berasal dari kata ‘Moor’ atau ‘Moriscor’ yang berasal dari istilah latin ‘Mauri’,

istilah yang sering digunakan orang-orang Romawi kuno untuk menyebut

penduduk penduduk wilayah Aljazair Barat dan Maroko. Ketika bangsa Spanyol

tiba di Filipina dan menemukan komunitas yang memiliki adat dan istiadat seperti

orang-orang Moor di Andalusia, maka mereka mulai menyebut orang-orang

Islam Filipina dengan istilah Moro.7

Sampai saat ini tidak ada perdebatan di antara para ahli mengenai asal

istilah Moro yang digunakan Muslim Filipina dalam beberapa organisasinya

6 Cesar A Majul, Dinamika Islam di Filipina (Jakarta, LP3ES, 1989). h.113 7 Iik Arifin Mansurnoor, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Vol.5 (Jakarta, Ichtiar Baru van

Hoeve, 2003). h. 477

Page 11: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

11

(MNLF dan MILF). Sehingga dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud Moro

adalah seluruh masyarakat Filipina Selatan yang beragama Islam yang disatukan

dengan perasaan terdiskriminasikan bersama sejak kolonialisme Spanyol.

b. Makna dan Istilah Identitas

Identitas adalah sesuatu yang melekat di diri manusia maupun benda.

Sedangkan dalam Kamus Ilmiah Serapan dijelaskan bahwa Identitas merupakan

kondisi dimana dua benda atau keadaan sama atau identik, sifat dimana sesuatu

pada dasarnya tidak berubah dan ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang;jati diri.8

Namun dalam pembahasan skripsi ini, yang dimaksud Identitas adalah

jargon yang diusung masyarakat Muslim dalam melakukan perlawanan terhadap

kolonialisme asing dan diskriminasi yang dilakukan pemerintah Filipina.

Agar tidak terjadi pelebaran dalam masalah ini, maka penulisan skripsi ini

di batasi pada masalah identitas dari tahun 1965-1986.

3. Rumusan Masalah

Penulisan skripsi ini dirumuskan dalam tiga pertanyaan:

1. Bagaimana proses munculnya bangsa Moro di Filipina?

2. Bagaimana perjalanan konflik yang dilalui bangsa Moro?

3. Identitas apa yang diusung bangsa Moro dalam melakukan perlawanan

terhadap kolonialisme asing dan diskriminasi yang dilakukan Pemerintah

Filipina?

8 Kamaruzzaman, Aka dan M Dahlan, Kamus Ilmiah Serapan, (Yogyakarta: Absolut, 2005.

h.131

Page 12: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

12

C. Tujuan Penelitian

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk:

1. Memahami kondisi sosial dan berbagai permasalahan di Filipina.

2. Mengetahui identitas yang diusung bangsa Moro dalam melakukan perjuangan

mempertahankan eksistensi.

3. Memahami kebijakan pemerintah Filiipina terhadap Muslim dan tujuan

perjuangan Muslim di Filipina.

D. Kontribusi

Adapun kontribusi penulisan skripsi ini di antaranya:

1. Menambah khazanah kepustakaan sejarah Islam

2. Masyarakat Muslim Filipina akan memahami rangakaian sejarah

perkembangan identitas mereka dalam perjuangan mempertahankan

eksistensinya. Sehingga pada akhirnya, tulisan ini bisa menjadi bahan

pertimbangan dalam menetapkan konsepsi perjuangan selanjutnya.

E. Studi Kepustakaan

Sudah banyak akademisi yang membahas mengenai konflik di Filipina.

Tulisan Cesar A Majul sebagai sumber primer sangat membantu dalam

penyusunan skripsi. Penjelasan dalam Dinamika Islam di Filipina, diawali dengan

penggambaran etnik-etnik yang ada di Filipina Selatan. Lebih jelasnya lagi ia

membahas mengenai perjuangan bangsa Moro ketika terjadi konflik dengan

pemerintah Filipina beserta perjanjian-perjanjian damai yang dibuat di kedua

belah pihak.

Page 13: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

13

Dalam bukunya, Dinamika Islam di Filipina dilampirkan beberapa sumber

primer seperti pernyataan pemimpin Islam bersatu, perjanjian tripoli, manifesto

pembentukan Republik Bangsa Moro, dan lain-lain. Ini bisa disebut sebagai

sumber primer karena Cesar A Majul merupakan salah seorang intelektual muslim

Moro dari College of Arts & Sciences U.P. Diliman, Quezon City yang ikut

menandatangani kesepakatan para pemimpin Islam untuk bersatu.

Selain Cesar A Majul, Jamail Kamlian dalam bukunya Bangsamoro

Society and Culture merupakan peneliti sosial Filipina yang dipakai dalam

penulisan skripsi ini. Berbeda dengan Cesar A Majul, Kamlian lebih menekankan

pada perkembangan aspek sosial budaya masyarakat Moro dalam rangkaian

historis konflik bangsa Moro sejak masa kolonial.

Namun dari beberapa studi tersebut tidak ada satu pun yang secara

langsung membahas mengenai identitas bangsa Moro dalam memperjuangkan

eksistensinya. Seluruhnya hanya membahas mengenai rangkaian historis konflik

beserta usaha-usaha penyelesaiannya. Hanya satu peneliti yang membahas sekilas

mengenai teori identitas dan minoritas, yakni Erni Budiwati dalam sebuah

artikelnya, Minoritas Muslim di Filipina. Namun lagi-lagi penjelasan mengenai

identitas hanya ditulis sekilas tanpa dibahas secara mendetile.

f. Sumber dan Metode Penelitian

1. Sifat Penelitian

Bertitik tolak pada model penelitian yang bersifat literal, maka dalam

penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis terhadap

sumber data pustaka (library research). Studi kepustakaan atau library research

Page 14: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

14

yaitu menggambarkan sumber-sumber kepustakaan yang ada kaitannya dengan

masalah pokok yang telah dirumuskan, yang bertujuan untuk mengumpulkan data

dan informasi dengan bantuan bermacam-macam material yang terdiri dari buku-

buku, majalah, jurnal dan lain sebagainya yang ada relevansinya dengan kajian

skripsi ini.9 Data tersebut kemudian penulis analisis berdasarkan deskriptif

terhadap narasi, adapun alat untuk menganalisis masalah-masalah sosial yang

muncul, penulis menggunakan pendekatan kualitatif.

Data-data tersebut kemudian diolah dengan cara menelaah,

membandingkan serta menganalisanya dengan pendekatan normatif kualitatif.

Bogdan dan Taylor yang dikutip Moleong menjelaskan bahwa penelitian kualitatif

adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati..10 Penelitian kualitatif

juga merupakan tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara

fundamental bergantung pada pengamatan mannusia dalam kawasannya sendiri

dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam peristiwanya.11

2. Metode Penelitian dan Pendekatan

1). Metode Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mencapai penulisan sejarah, maka upaya

untuk merekonstruksi masa lampau dari objek yang diteliti itu ditempuh melalui

metode sejarah. Pengumpulan data atau sumber sebagai langkah pertama kali,

dilanjutkan dengan metode penggunaan bahan dokumen. Adapun acuan dari

9 Mardalis, Metodologi Penelitian; Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara,

1993), h.25 10 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2001), h.3 11 S. Margono, Metodologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), cet ke-5, h.36

Page 15: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

15

penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode

penulisan sejarah menurut Louis Gottschalk dalam bukunya Mengerti Sejarah.

Penulisan sejarah harus bersumber pada empat aktivitas pokok, yaitu :

• Penggunaan objek yang berasal dari zaman itu dan pengumpulan data-data

harus tercetak, tertulis, dan sumber lisan yang boleh jadi relevan.

• Menghindari bahan-bahan atau bagian-bagian daripadanya yang tidak

otentik.

• Menyimpulkan kesaksian yang dapat terpercaya mengenai bahan-bahan

yang otentik.

• Penyusunan kesaksian yang dapat dipercaya itu menjadi sebuah kisah atau

penyajian yang berarti.

Mengacu pada definisi Louis Gottschalk tentang empat kegiatan dalam

metode sejarah tersebut, maka penelitian dalam penulisan skripsi ini dilakukan

dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Heuristik (Pengumpulan Sumber)

Dalam tahap pertama penulis melakukan pencarian dan mengumpulkan

data, baik data primer maupun sekunder. Proses pencarian dan pengumpulan data

dilakukan dengan menggunakan metode library research berupa kunjungan ke

beberapa perpustakaan seperti: Perpustakaan UIN Jakarta, Perpustakaan Fakultas,

Perpustakaan Nasional, Perpustakaan LIPI dan lain-lain.

Sumber primer yang penulis gunakan berupa buku-buku mengenai tentang

Filipina seperti karya Cesar A Majul Dinamika Islam di Filipina dan Moro;

Pejuang Muslim Filipina Selatan. Karya Majul sebagai sumber primer karena ia

merupakan orang yang ikut berperan langsung di lingkungan intelektual Moro.

Page 16: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

16

Selain itu penulis juga menggunakan buku Jamail Kamlian, Bangsamoro Society

and Culture. Adapun sumber sekunder di antaranya adalah Peter Gowing, The

Moro Wars dan beberapa penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

b. Kritik

Kritik merupakan tahap pengklasifikasian data-data yang layak dijadikan

sumber atau tidak. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data yang sebenar-

benarnya. Data-data yang sudah penulis peroleh kemudian diuji validitasnya

dengan melakukan kritik atas data tersebut. Kritik dilakukan agar sumber yang

dipakai dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

c. Interpretasi

Selanjutnya, dari data yang sudah dikritik tersebut, penulis melakukan

interpretasi atau penafsiran tentang persisnya peristiwa yang terjadi. Ini dilakukan

untuk mencari keterkaitan antara masing-masing sumber untuk mencari fakta

yang ada. Dengan begitu dapat disimpulkan data yang dimaksud dalam penulisan

ini.

d. Historiografi

Tahapan ini merupakan proses akhir dari penelitian, yakni tahapan

penulisan hasil penelitian setelah data yang ada dinterpretasikan dengan mengacu

pada fakta-fakta historis.

Penulisan skripsi ini menggunakan metode deduktif atau pola umum-

khusus, yakni dimulai dari awal bangsa Moro hingga bagaimana perjuangan

organisasi-organisasi Moro dalam memperjuangkan eksistensinya.

Page 17: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

17

2) Pendekatan

Karena skripsi ini membahas mengenai identitas yang digunakan Muslim

Filipina dalam memperjuangkan eksistensinya, maka teori yang digunakan adalah

teori identitas sosial. Sebagai sebuah teori, identitas sosial tidak bisa lepas dari

keinginan individu untuk memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan

yang lain. Perbandingan sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori di

mana bisa membimbing kita untuk membandimgkan diri kita dengan yang lain,

siapa yang serupa dengan kita dan siapa yang beda. Setidaknya ada tiga variable

yang mempengaruhi hubungan pembedaan anta kelompok dalam situasi soaial

yang nyata.12 Pertama, individu pasti memiliki internalisasi kelompok meraka

sebagai konsep diri mereka. Secara subjektif mereka pasti mengidentifikasikan

kelompok yang relevan. Hal ini tadak cukup dari orang lain saja yang

mengidentivikasikan seseorang kalau dari kelompok mana dia berasal. Kedua,

situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memnungkinkan

terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan. Perbedaan kelompok

pada tiap-tiap daerah tidak sama secara siknifikan. Ketiga, kelompoknya tidak

membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada kelompok lain;

out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang relevan

baik dalam kesamaan, kedekatan, dan secara situasional menonjol. Kemudian,

Determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap determinasi in-

group.

Menurut Sarben dan Allen (1968), identitas soaial juga berfungsi sebagai

pengacu keberadaan posisi seseorang berada di mana dia. Berada di tingkatan

12 Marck Bracher, Jacques Laqan, Diskursus, dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta: Jalasutra,

2000). H.82

Page 18: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

18

mana kita berada, posisi seperti apa saja yang keberadaanya sama dengan kita dan

mana juga yang berbeda. Teori identitas sosial melihat bahwa suatu identitas

sosial selalu mengklarifikasikan dirinya melalui perbandingan, tapi secara

umumnya, perbandingannya adalah antara in-group dan out group. In groups

biasanya secara stereotype positif sifatnya, selalu lebih baik dibandingkan out

groups.13

Identitas sosial juga menghasilkan representasi sosial yang keluar dari

individu-individu yang berkumpul serta memiliki pendangan dan emosi yang

sama. Representasi sosial dapat didefinisikan sebagai prinsip hubungan symbol

balik yang terorganisasi. Mereka memperkenalkan letak individu dalam

hubungannya dengan objek sosial secara siknifikan. Individu adalah objek yang

melekat dalam jaringan relationship. Moscovici (1981) mengartikan sosial

representasikan sebagai kumpulan konsep, statements dan asal penjelasan dalam

kehidupan sebagai bagian dari konunikasi inter-individual yang merupakan

equivalent dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai mitos dan system

kepercayaan dalam masyarakat tradisonal. Representasi sosial juga merupakan

informal keseharian, sebagai keinginan individu untuk memahami dunia.

Representasi sosial dari tiap-tiap identitas adalah berbeda. Masing-masing

identitas memiliki pandangannya dan pemahamannya terhadap dunia. Dari siti

timbullah stereotype, jika anda berasal dari kelompok tersebut maka sifat-sifat

anda tidak jauh dari apa yang ada dalam skema akan sifat-sifat kelompok anda

13 Erikson. H. Erik, Identitas dan Siklus Hidup Manusia, (Jakarta: Gramedia, 1989). Hal.73

Page 19: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

19

Sifat-sifat kelompok di mana individu berasal pastilah membawa sifat

kelompoknya.14

3. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini digolongkan menjadi dua, yakni sumber

primer dan sumber sekunder. Yang dimaksud sumber primer dalam penelitian ini

yaitu sumber-sumber yang ditulis langsung oleh intelektual muslim Filipina

ataupun para tokoh yang terlibat langsung dalam situasi nasional Filipina.

Setidaknya ada dua penulis, yakni Cesar A Majul yang terlibat langsung dalam

kesepakatan pemimpin Islam Filipina bersatu dan Jamail Kamlian yang

merupakan intelektual Moro. Di antara tulisan-tulisan Cesar A Majul : Dinamika

Islam di Filipinai dan Moro; Pejuang Muslim Filipina Selatan. Dalam buku

pertamanya, Cesar melampirkan dokumen-dokumen primer berupa kesepakatan

pemimpin Islam Filipina untuk bersatu, Kesepakatan Perjanjian Tripoli, dan

Manifesto Pembentukan Republik Bangsa Moro. Adapun tulisan Jamail Kamlian

yaitu Bangsamoro Society and Culture yang menjelaskan sosial kebudayaan

muslim Filipina secara historis.

Adapun sumber sekunder adalah sumber-sumber yang ditulis oleh para

akademisi yang menekuni mengenai problematika Muslim Filipina. Baik orang

Indonesia yang tergabung dalam peneliti di LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia) ataupun para peneliti asing seperti Peter Gowing.

14 Marck Bracher, Jacques Laqan, Diskursus, dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta: Jalasutra,

2000). H.95

Page 20: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

20

4. Analisis Data

Dari berbagai sumber yang diperoleh penulis maka dianalisa untuk

menemukan kesimpulan akhir dari penelitian ini. Yang pertama adalah mengkritik

sumber-sumber, baik primer ataupun sekunder. Dalam tulisan Majul misalnya,

pasti terdapat kecondongan terhadap masyarakat Muslim, karena secara obyektif

ia berada dalam kelompok Muslim. Tetapi apa yang dilukiskannya merupakan

penggambaran kondisi sosial Filipina.

Setelah ditelaah dari berbagai sumber yang diperoleh, maka ditemukan

adanya perbedaan identitas yang diusung dari berbagai periode. Kondisi sosial

yang mengiringi perjuangan muslim Filipina berbeda-beda, sehingga mereka

mencari identitas baru yang lebih relevan. Saat ini ada satu organisasi yang diakui

di dunia internasional dengan identitas yang diusungnya, Nasionalisme Moro.

G. Jadwal Penelitian

Harus disadari bahwa penelitian ini merupakan tugas akhir akademis.

Sehingga penelitian ini dilakukan dengan bimbingan intensif kepada dosen

tertentu. Namun setidaknya waktu penulisan ini dijadwalkan selama tiga bulan

dimulai bulan September. Bulan pertama penulis menelusuri dan membaca

sumber, bulan kedua menganalisis dan mengkritisi, dan bulan terakhir melakukan

perbaikan-perbaikan berdasaran arahan pembimbing.

H. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Berisi tentang signifikansi tema yang diangkat, pembatasan dan

Page 21: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

21

perumusan masalah, metodologi penelitian, tujuan penulisan

serta sistematika penulisan

BAB II PETA SOSIAL-POLITIK MUSLIM FILIPINA

Menguraikan tentang kondisi sosial Filipina ayang melatar

belakangi konflik setelah penjajahan Spanyol hingga saat ini

BAB III PERJUANGAN MELAWAN DISKRIMINASI

Menjelaskan kronologis konflik Filipina dari masa penjajahan

Spanyol hingga pasca kemerdekaan Filipina. Serta menjelaskan

kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh kolonialisme Spanyol dan

Amerika yang dilanjutkan sampai pemerintahan Filipina untuk

orang muslim.

BAB IV POLITIK IDENTITAS DALAM PERJUANGAN BANGSA

MORO

Membahas tentang identitas yang diusung oleh Muslim Filipina

dalam mempertahankan eksistensi bangsa Moro. Mulai

perjuangan melawan Spanyol hingga diskriminasi pasca

kemerdekaan Filipina. Dan dijelaskan pula mengenai perpecahan

organisasi masyarakat Filipina Selatan karena perbedaan

pandangan mengenai identitas yang digunakan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Berisi tentang kesimpulan penelitian serta saran-saran untuk

penelitian lanjutan.

Page 22: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

22

BAB II

PETA KONDISI SOSIAL MUSLIM FILIPINA

A. Kelompok-Kelompok Etnik di Filipina

Filipina merupakan salah satu Negara di Asia Tenggara yang terletak di

bagian Barat Daya lautan teduh. Negara yang ber-ibukota Manila ini mempunyai

luas wilayah 301.000 km2 yang mencakup 7100 pulau. Dua pulaunya yang

terbesar adalah pulau Luzon di Utara dengan luas 104.699 Km, dan Pulau

Mindanao di bagian Selatan dengan luas 94.630 Km15. Di Utara Filipina

berbatasan dengan laut Cina dan Taiwan, di Selatan dengan wilayah laut

kepulauan Indonesia, sedangkan di Timur dengan Samudra Pasifik dan di Barat

dengan Laut Cina Selatan.

Jumlah penduduk Muslim Filipina sejak adanya sensus penduduk tahun

1903 oleh Amerika, mengalami peningkatan. Namun dalam hal ini tidak

ditemukan data penduduk Filipina pada masa Spanyol. Pada tahun 1903

penduduk Muslim berjumlah 763.500, kemudian meningkat pada tahun 1918

sebanyak 1.314.000 jiwa. Kemudian dua tahun setelah Filipina merdeka, 1948

jumlah penduduk Muslim menjadi 1.9234.000 jiwa.16

Dari sensus penduduk tahun 1990, penduduk Muslim Filipina berkisar

antara lima sampai enam juta jiwa, atau sekitar 8,5% dari total penduduk negeri

itu yang berjumlah + 66.000.000.17 Pada bulan Juli 2001, diketahui total

penduduk Filipina berjumlah 82.841.518 jiwa. Dari total jumlah tersebut, 83 % di

15 Alfian, Peran Pihak Ketiga Dalam Resolusi Konflik; Kasus Indonesia dan Libya dalam

Penyelesaian Konflik Antara Pemerintah Filipina dengan Moro National Liberation Front (MNLF), (Jakarta: UI, 2000). h.23

16 Ibid.h.36 17 Cesar Adib Majul, Filipina dalam Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, (Jakarta:

Mizan, 2001). h.65

Page 23: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

23

antaranya beragama Katolik, 9% Protestan, 5% Islam dan 3% Budha dan lain-lain.

Adapun mayoritas Muslim menempati bagian Selatan Filipina seperti Pulau

Mindanao, Kepulauan Sulu, Palawan, dan Tawi-tawi.18

Penduduk asli Filipina merupakan orang-orang yang telah mendiami

wilayah Filipina sejak awal. Sampai kini, setidaknya ada tiga suku bangsa yang

dianggap sebagai penduduk asli Filipina, yaitu: 19

1. Negrito

Suku bangsa negrito ini mendiami wilayah sekitar laut Sulu. Mereka adalah

suku bangsa pertama yang mendiami wilayah Filipina. Mereka

mengembangkan pertanian dataran rendah, namun kemudian terdesak ke

daerah pegunungan.

2. Melayu

Suku bangsa Melayu merupakan kelompok penduduk kedua yang datang ke

Filipina. Mereka datang dan kemudian melakukan kawin campur dengan

orang Negrito. Selanjutnya mereka terbagi ke dalam berbagai kelompok yang

berbeda dan tersebar ke wilayah lain di Filipina. 20

3. Igorit dan Ifugao

Orang-orang Igorit dan Ifugao mendiami wilayah pegunungan Cordilerra di

bagian Utara Filipina. Mereka sejak ratusan tahun silam terkenal sebagai

petani terasing di Banaue. Daerah tersebut saat ini merupakan salah satu

tempat wisata yang favorit.

18 Peran Pihak Ketiga dalam Resoluisi Konflik. h 36 19 Lamijo, Syarfuan Rozi, Demografi dan Sejarah Kolonisasi di Filipina, (Jakarta : LIPI,

2003). h.23 20 Wacana Ideologi Negara Islam. h. 61

Page 24: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

24

Dari tiga suku asli Filipina, kemudian berkembang menjadi banyak etnik.

Setidaknya di Filipina terdapat lebih dari 75 kelompok etnis yang sebagian besar

di antaranya merupakan keturunan Melayu, di mana saat ini sebanyak 91%

merupakan kelompok Melayu Kristen dan 4% Melayu Muslim. Selebihnya adalah

1,5 % Cina dan kelompok etnis yang lain sebesar 3%. Adapun kelompok-

kelompok etnis yang ada di Filipina adalah sebagai berikut:21

1. Kelompok etnis yang berada di Pulau Luzon, antara lain:

Ivatan, Ilocano, Tinggian, Apayao, Kalinga, Balangao, Kankanay, Kankanaey,

Bago, Bontoc, Ifugao, Ibaloi, Ikalahan/Kalanguya, Iwak, Isinay, Pengasinan,

Ga’dang, Ibanag, Itawit, Malaweg, Yigad, Ilongot, Kampangan, Palanan,

Tagalog, Bicol, Negrito, dan Sambal.

2. Kelompok etnis yang berada di Kepulauan Visayas, antara lain:

Masbateno, Abaknon, Rombloanon, Bantoanon, Aklanon,

Kinitaya/Hamtikanon, Hiligaynon, Sulod, Bikidnon, Boholano, Cebuano, dan

Waray.

3. Kelompok etnis yang berada di Pulau Mindanao antara lain:

Manabo, Sangil/Sangir, Maranao, Ilanun, Tiruray, Tasaday, T’boli, B’laan,

Kamiguin, Subanun, Mamanwa, Butuanon, Kamayo, Bagobo, Mandaya,

Klagan, dan Kalibugan.

4. Kelompok etnis yang mendiami Pulau Palawan antara lain:

Tagbanwa, Agutayanaen, Kuyonen, Pala’wan, Milibog, Batak, dan Taut Batu.

5. Kelompok etnis yang mendiami Pulau Sulu/Tawi-tawi antara lain:

Yakan, Sama, Sama dilaut, Tausug, dan Jama mapun.22

21 Demografi dan Sejarah Kolonisasi di Filipina. h.20 22 Ibid.hal.21

Page 25: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

25

Dari 75 kelompok etnis di Filipina, masyarakat Muslim Filipina menurut

John L Esposito dan Cesar Adib Majul, diklasifikasikan menurut 12 kelompok

etnik, yakni: Manguindanao, Maranao, Iranun, Tausug, Samai, Yakan, Jama

mapun, Palawani, Kalagan, Kalibugan, Sangil dan Badjo.23 Dengan demikian,

Moro pada dasarnya hanya sebutan bangsa Spanyol terhadap Muslim Filipina,

bukan nama etnik. Karena masyarakat Muslim di Filipina terdiri dari berbagai

etnik. Berikut ini data etnik yang mayoritas Muslim di Filipina Tahun 1975.24

Nama Kelompok Populasi (perkiraan 1975)

Manguindanao

Maranao dan Iranun

Tausug

Samal

Yakan

Jama Mapun

Kelompok-kelompok Palawan

(Palawani dan Molbog)

Kalagan

Kolibugan

Sangil

674.000

670.000

492.000

202.000

93.000

15.000

10.000

5.000

4.000

3.000

Dalam hal ini berbeda dengan John L Esposito dan Cesar Adib Majul,

Lamijo dan Syarfuan Rozi menyebut 13 kelompok etnik dalam masyarakat

Muslim Filipina. Perbedaannya hanyalah pada peletakkan etnik Badjao atau

Samal Laut. Mungkin John L Esposito dan Cesar Adib Majul tidak

23 Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern. hal.65 24 Dinamika Islam di Filipina. hal 3

Page 26: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

26

meletakkannya karena dianggap sama dengan etnik Samal. Di bawah ini adalah

13 etnik hasil sensus tahun 1980.25

Kelompok Etno-Linguistic Jumlah Presentase

Maranao

Manguindanao

Tausug (Jolo, Sulu)

Sama (Sama’a, Samal)

Yakan

Sangil (Sangir)

Badjao (Samal Laut)

Kolibugan (Kalibugan)

Jama Mapun (Samal Cagayan)

Iranum (Ilanun)

Palawanon (Muslim Pinalawan)

Kalagan (Muslim Tagakalo)

Molbog (Melebuganon)

742.962

644,548

502,918

244.160

196.000

77.000

28.5346

15.417

14.347

12.542

10.500

7.902

7.500

29,7

25,7

20,1

9,7

7,8

3,2

1,1

0,6

0,6

0,5

0,4

0,3

0,3

Total 2.504.332 100

Mayoritas masyarakat Muslim tinggal di bagian Selatan Filipina, yakni di

Pulau Mindanao dan di Kepulaun Sulu. Orang Manguindano marupakan

kelompok terbesar dan paling banyak tinggal di daerah Cotabato di Mindanao,

Sultan Kudarat, Cotabato Utara dan Selatan. Orang Maranao tinggal di dua

proponsi Lanao del Sur dan Lanao del Norte., Iranun atau Illanun mendiami

daerah Lanao sekitar Teluk Illana dan daerah sebelah Utara Cotabato. Tausug dan

Samal tinggal di Kepulaun Sulu. Jama Mapun tinggal di Cagayan desulu.

Masyarakat Kalangan tinggal di sepanjang pantai Teluk Davao. Orang Yakan di

25 Demografi dan Sejarah Kolonisasi di Filipina. h.23

Page 27: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

27

Basilan. Sangil tinggal di Davao. Orang Kalibugan tinggal di Zamboanga del Sur.

Sedangkan masyarakat Palawani tinggal di Pulau Palawan Selatan dan orang

Molbog di dekat Pulau Balabae dekat pantai Utara Kalimantan.26

Secara geografis, masyarakat Moro yang terdiri dari banyak etnik

mendiami bagian Selatan Filipina dan memiliki identitas tersendiri. Dari segi

sejarah maupun secara sosio kultural berbeda dengan orang Filipina Utara.

Sebutan Moro sendiri berasal dari bangsa Spanyol yang datang ke Filipina. Hal ini

bisa dimaklumi karena masyarakat Muslim Filipina mempunyai kepercayaan yang

sama dengan bangsa Moor yang sejak lama mendiami Spanyol.27

Ada lebih dari seratus bahasa dan dialek berbeda di Filipina. Namun

bahasa Tagalog digunakan oleh lebih dari lima belas juta penduduk Filipina,

sedangkan bahasa Inggris dimengerti oleh tak kurang dari tiga belas juta

penduduk Filipina. Adapun beberapa bahasa utama di Filipina antara lain:

1. Tagalog dan Cebuanon, dipakai di Cebu, Bohol, Negros Occidental, Bastern

Leyte, dan sebagian Mindanao.

2. Hiligaynon, dipakai di Negros Iccidental dan popinsi Panay.

3. Waray, dipakai di Samar dan Western Leyte.

4. Bikolano, dipakai di Profinsi Bikol.

5. Kampapangan, digunakan di Pampangan dan Tarlac.

6. Ilokano, digunakan di Pengasinan, La Union dan propinsi Ilocos.

7. Manguindanao, digunakan di beberapa wilayah Muslim Mindanao.

26 Peran Pihak Ketiga Dalam Resolusi Konflik. hal.24 27 Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern. h.65

Page 28: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

28

8. Tausog, digunakan oleh orang-orang Islam Zamboanga dan Kepulauan

Sulu.28 Banyaknya etnik dalam masyarakat Muslim Filipina menyebabkan

tidak ada bahasa khusus yang digunakan masyarakat Muslim Filipina,

namun setidaknya mayoritas menggunakan bahasa Tausog dan

Manguindanao.

Adapun sistem sosial dalam masyarakat Moro pada masa kolonial terbagi

menjadi tiga kelas, yakni kelas Datu, orang bebas, dan budak. Kelompok Datu

merupakan keturunan aristokrat, kaya, memiliki jabatan politik, dan status sosial

yang tinggi. Orang bebas (freeman) merupakan orang yang tidak memiliki

kekayaan, tidak punya prestise ataupun pengikut, tapi bukan budak. Sedangkan

budak adalah kelas paling rendah. Saat ini budak tidak ada lagi, yang tersisa

hanyalah Datu dan orang biasa. 29

A.1. Dampak Pluralitas Etnis di Filipina

Kondisi Muslim Filipina yang plural tentunya menimbulkan persaingan

antar etnis. Hal ini sebenarnya sudah terlihat sejak awal kedatangan Spanyol. Di

mana tiga kesultanan Muslim di Filipina, yakni kesultanan Sulu, Mindanao dan

Buayan tidak melakukan kerjasama dalam menghadapi kolonialisme Spanyol.

Setidaknya selama empat tahap Perang Moro dengan Spanyol, baru pada tahap

terakhirlah mereka sadar harus memunculkan sikap bersatu pada 1645.30 Dalam

tahap terakhir ini selama peperangan dengan Pihak Spanyol, pemerintahan Sultan

28 Demografi dan Sejarah Kolonisasi di Filipina. h. 27 29 Ibid. h. 25 30 Wacana Ideologi Negara Islam. h. 30

Page 29: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

29

menjadi lebih disentralisasikan untuk tujuan-tujuan pertahanan terhadap Spanyol

sebagai common enemy.31

Multi etnis di Filipina sebenarnya sangat merintangi proses integrasi.

Bahkan dalam kelompok-kelompok Muslim pun perbedaan-perbedaan etno-kultur

cukup fundamental dalam memberi dampak serius persaingan bahkan pada saat-

saat bahaya bersama dihadapi. Sultan dan Datu sering terjadi konflik, bahkan

bekerjasama dengan orang Kristen yang mereka benci untuk menghancurkan

Sultan atau Datu di tempat lain.32

Konflik antara elit ini bisa dilihat pada penguasa Muslim di Cotabato yang

bernama Datu Uttu. Ia menyediakan perahu-perahu bagi orang Spanyol untuk

menyerang kelompok –kelompok Muslim yang menolak tunduk padanya. Selain

itu, selama masa pendudukan Amerika, beberapa kelompok menandatangani

pakta perdamaian, sementara beberapa kelompok Muslim lainnya tetap

mengadakan perlawanan.

Pemberontakan Datu Ali yang dimulai tahun 1903 merupakan salah satu

pemberontakan yang sangat hebat pada periode Amerika, dapat dipatahkan karena

Datu Ali dibunuh berdasarkan informasi yang diberikan oleh Datu Piang.

Kompetisi antara para Datu tersebut sebenarnya hanyalah mendapat harta

kekayaan dan pengaruh.33

Kesamaan agama nampaknya tidak membuat persatuan masyarakat yang

terdiri dari banyak etnis berjalan dengan lancar. Multi etnis justru mempersulit

integrasi masyarakat jika yang dicita-citakan masyarakat Islam menjadi sebuah

31 Al Chaidar, Ideologi Negara Islam di Asia Tenggara; Telaah Perbandingan Atas

Terbentuknya Diskursus Politik Islam Dalam Gerakan-Gerakan Pembentukan Negara di Indonesia dan Filipina Pasca Kolonialisme, (Jakarta: Tesis Universitas Indonesia, 1992). h. 61

32 Ibid. hal.206 33 Ibid. h. 207

Page 30: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

30

bangsa. Masyarakat Muslim yang terdapat di Thailand misalnya, multi etnis

menyebabkan masyarakat Muslim tidak bersatu dalam melakukan perlawanan

terhadap diskriminasi pemerintah.34

Ternyata sentimen etnis juga terlihat pada konflik internal Moro National

Liberation Front (MNLF) pada tahun 1977, ketika itu petinggi MNLF yang tidak

suka dengan kepemimpinan Nur Misuari melakukan pembusukan dengan

mengambil isu komunis dikatakan bahwa Nur Misuari sebenarnya orang Komunis

yang berlindung dalam selimut Islam. Hashim Salamat (1942-2003), yang ketika

itu menjadi menjabat anggota Komite Sentral MNLF memecat Nur Misuari dari

kedudukannya sebagai Ketua Komite. Salamat menyatakan bahwa Nur Misuari

sedang berpaling dari Islam, karena lebih menyukai metode Komunis, dan bahwa

ia sedang kehilangan kepercayaan dari banyak komandan lapangan Bangsa Moro

Army (BMA). Nur Misuari kemudian menyerang balik dengan cara memecat

Salamat dari Komite Sentral, dan memasukkan lebih banyak anggota dari etnisnya

sendiri, yakni etnis Tausug.35

B. Kebijakan Terhadap Sosial Keagamaan

Sistem pendidikan pasca kemerdekaan Filipina pada dasarnya tidak jauh

berbeda dengan sistem yang diperkenalkan Amerika dan kemudian dikembangkan

pada masa persemakmuran. Manuel Quezon mengatakan bahwa dalam rezimnya

tidak ada tempat bagi para Datu dan Sultan. Ini bisa kita mengerti karena Manuel

Quezon menghendaki kesultanan menjadi wilayah integral Negara Filipina.

34 Erni Budiwanti, Minoritas Muslim di Filipina, Thailand dan Myanmar; Masalah Represi

Politik (Jakarta: LIPI, 2003). h.129 35 Dinamika Islam Filipina. h. 92

Page 31: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

31

Sistem pendidikan Filipina pada masa Amerika sebenarnya menerapkan

kurikulum yang sama bagi setiap anak Filipina di semua daerah tanpa

memperhatikan perbedaan-perbedaan agama, kultural dan tidak

mempertimbangkan bahwa orang-orang Islam memiliki beberapa karakteristik

agama yang unik dan sejarah mereka sendiri. Serta Undang-Undang nasional

akan diterapkan secara sama terhadap orang-orang Islam dan Kristen.

Namun dengan adanya kebijakan tersebut mendapat reaksi keras dari umat

Islam yang membuat presiden Quezon menyadari bahwa orang-orang Islam

memiliki kode etik sendiri yang berharga dan memiliki sistem undang-undang

yang menguasai aspek kehidupan mereka. Beliau pun gagal menyadari bahwa

undang-undang nasional yang dibentuk tanpa perwakilan para pemilih Islam

karena ini dirasakan asing bagi orang Islam Filipina yang warisan kulturalnya

diambil secara besar-besaran dari masyarakat Melayu.36 Padahal menurut hemat

penulis, apa yang dilakukan oleh pemerintah Amerika pada waktu itu bertujuan

untuk mengintegrasikan masyarakat Filipina yang sejak masa kolonialisme

Spanyol mengalami konflik antara masyarakat Utara dan Selatan. Kemungkinan

yang membuat masyarakat Muslim Filipina berontak terhadap Amerika adalah

menyangkut diskriminasi dalam politik migrasi.

Sementara itu, para pemimpin Islam berkeyakinan bahwa peraturan

pemerintah yang baru, merupakan rencana yang sengaja dilaksanakan untuk

mematikan Islam di Filipina. Ketika diproklamirkan kemerdekaan di Filipina,

masyarakat Muslim meminta perlakuan khusus dan pembentukan hukum serta

pengadilan syari’ah yang memungkinkan mereka melaksanakan haknya dalam

36 Tri Nuke Pujiastuti, Problematika Minoritas Muslim di Filipina, Thailand, dan Myanmar,

(Jakarta: LIPI, 2003). h. 11

Page 32: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

32

memperaktekkan hukum Islam secara penuh, karena orang-orang Muslim merasa

sulit menerima undang-undang nasional Filipina, kerena berasal dari nilai Barat

dan Kristen.37

Orang-orang Islam tidak menyukai sistem pendidikan baru yang

menekankan ide-ide progresif Barat yang berguna untuk menciptakan kerakyatan

nasional baru yang cocok. Aturan-aturan perilaku didasarkan pada nilai-nilai

Barat. Buku-buku sejarah mengajarkan bahwa orang-orang Filipina Selatan, yang

telah memerangi orang-orang Spanyol adalah kelompok perampok dan pedagang

budak. Karena hal ini, orang-orang Islam Filipina tidak bersemangat untuk

menyekolahkan anak-anaknya di sekolah-sekolah umum. Walaupun begitu, di

Filipina masih terdapat sejenis pendidikan pesantren atau sekolah pandita (ustadz

atau guru). Sekolah ini diselenggarakan di rumah atau di Masjid. Sekolah pandita

adalah sebuah lembaga pendidikan yang menjadi sekolah lokal.38

Pada tahun 1976, dalam masa pemerintahan Presiden Marcos (1965-1982),

konflik antara gerakan Muslim yang tergabung dalam MNLF dengan Pemerintah

Filipina berakhir dengan kesepakatan Tripoli yang isinya masyarakat Moro

mendapat hak otonomi penuh atas 13 Propinsi di Filipina Selatan. Perjanjian

tersebut tidak berjalan dengan lancar, namun Pemerintah Filipina membentuk

Kementrian Urusan Islam (KUI) pada tanggal 28 Mei 1981. Dengan wadah

formal yang megah diharapkan masyarakat Moro menjadi lebih yakin dengan

program yang ditawarkan pemerintah kepada mereka.

Dalam menjalankan tugasya, kementrian Urusan Islam menekankan

integrasi dengan membuka kesempatan kepada Masyarakat moro untuk berperan

37 Dinamika Islam Filipina. h. 15 38 Wacana Ideologi Negara Islam. h.133

Page 33: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

33

aktif dalam pembangunan dan kehidupan bernegara sejajar dengan masyarakat

Filipina lainnya. Penekanan kementrian ditujukan kepada pembinaan lembaga

sosial budaya dan ekonomi. Prioritas diberikan kepada pembinaan pelayanan

hukum Islam kepada masyarakat Moro. Untuk itu dibentuklah badan peradilan

syari’at yang sejajar dengan peradilan umum. Bagi keperluan ini pengembangan

sumber pelaksana hukum syari’at (kadi) juga dilancarkan.

Di samping itu dilakukan usaha untuk meningkatkan fasilitas budaya dan

keagamaan bagi masyarakat Muslim. Usaha ke arah ini terlihat dengan

penunjukkan amir al hajj (pemimpin rombongan haji nasional) pada musim haji

1982, pengadaan perlombaan membaca al Qur’an secara luas dan rutin,

pembinaan masjid, dan koordinasi kegiatan para ulama.39

Bagaimanapun seriusnya usaha pemerintah melalui KUI, namun sebagian

masyarakat Muslim meragukan ketulusan Marcos dalam menyelesaikan persoalan

Moro dan beranggapan bahwa program pembangunan di Filipina Selatan hanyalah

kedok ke arah integrasi yang merugikan. Karena itu, para tokoh perlawanan,

terutama MNLF masih mendapat dukungan luas, kendati tidak dalam bentuk

konkret perlawanan bersenjata.

C. Diskriminasi Kebijakan Ekonomi

Sejak Filipina memperoleh kemerdekaan, tahun 1946, Pemerintah Manila

membuat program pemukiman bagi orang Kristen dari Luzon dan Visaya di

wilayah Moro berdasarkan UU No. 1888 tanggal 22 Juni 1957 dibentuklah

Commission On National Integration. Program ini sebenarnya kelanjutan dari

39 Ensiklopedi Tematis Dunia Islam vol.6. h. 315.

Page 34: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

34

politik integrasi yang dilakukan Amerika. Pada waktu itu, masyarakat Moro tidak

merasa terganggu, karena administrasi wilayah diatur oleh kalangan mereka

sendiri. Tetapi dengan dukungan pemerintah, para pemukim Kristen mulai

mengambil alih posisi straregis di bidang politik dan ekonomi, segera setelah

mereka memenuhi tanah Moro. Kondisi ini mengakibatkan Muslim Moro makin

terpinggir. Padahal semula program ini bertujuan mendorong semangat

berproduksi, pertanian, industri rumah tangga dan lain-lain dengan cara-cara yang

lebih modern. Tetapi ini tidak berdampak signifikan bagi masyarakat Moro.40

Dengan adanya kondisi semacam ini, tampaknya motivasi pemerintah

Manila dalam proses migrasi dan pembangunan dinilai negatif, bukan hanya

murni untuk pemerataan pemukiman di daerah Selatan, sehingga Cesar A Majul

beranggapan tujuan Pemerintah Filipina adalah untuk mengurangi dan

menghancurkan peran orang Islam di sana.

Selain itu, kaum Moro merasa bahwa pembangunan yang dilaksanakan

pemerintah tidak pernah mencapai daerahnya. Akhirnya di kalangan Moro

terjadilah apa yang disebut erosi identitas kultural, teralienasi dari pembangunan

ekonomi, terasing dari wilayah kehidupannya sendiri. Mereka menjadi kian asing

di negeri sendiri.41

Pada masa pemerintahan Marcos atau setelah penandatanganan perjanjian

Tripoli, bangsa Moro diberikan hak otonom untuk mengelola wilayah Filipina

Selatan. Bidang ekonomi dan finansial, wilayah Filipina Selatan mempunyai

sistem tersendiri. Pada tahun 1977, keluar dekrit Presiden Filipina untuk

mendeklarasikan adanya otonomi di wilayah Filipina Selatan dan tahun 1979

40 Djunaedi Mahbub, Pergolakan Umat Islam di Filipina Selatan, (Jakarta: PT Al Ma’arif, 1975). h. 31

41 Demografi fan Sejarah Kolonisasi di Fiipina. h. 42

Page 35: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

35

kembali dekrit Presiden dikeluarkan untuk mengimplementasi adanya wilayah

otonomi Filipina Selatan.42

Dengan kesepakatan itu, pihak MNLF diberikan hak otonomi untuk

mengelola wilayah Filipina Selatan di bidang ekonomi dan finansial, misalnya

wilayah Filipina Selatan mempunyai sistem tersendiri. Tetapi perincian

bagaimana mengoperasikan sistem itu dan bagaimana hubungan dengan

pemerintah pusat dan Manila tidak begitu jelas, sehingga masyarakat Filipina

Selatan tidak bisa berharap banyak pada kesepakatan otonomi tersebut.43

Awal bulan Agustus 1973, didirikanlah Bank Amanah Filipina untuk

memenuhi beberapa tujuan: untuk membangun kelas pengusaha wiraswasta

Muslim yang lebih besar, untuk melatih kaum muda Islam memperoleh keahlian

perbankan dan pengetahuan ekonomi yang canggih, dan membantu dana

rehabilitasi daerah-daerah yang menyedihkan di daerah Selatan.

Pada tahun 1974 Administrasi Pembangunan Filipina

Selatan(SPDA/Southern Philippines Development Authority) didirikan untuk

meningkatkan hubungan ekonomi antara Muslim dan dan Non-Muslim pada batas

regional.44

Nyatanya, banyak usaha pemerintah Filipina untuk mengeksploitasi hasil

tambang atau sumber daya alam lainnya di wilayah masyarakat Moro di

Mindanao. Banyak usaha dari pemerintah Filipina untuk mengeksploitasi hasil

tambang ini untuk keuntungan berbagai proyek industri tambang ini untuk

keuntungan berbagai proyek industri di Utara Filipina. Tingginya investasi untuk

42 Erni Budiwanti, Gerakan Pembebasan Moro dan Perjanjian Damai, (Jakarta: LIPI, 2001).

h. 92 43 Problematika Minoritas Muslim Asia Tenggara. h.109 44 Durorudin Mashad, Gerakan Resistensi Minoritas Muslim Filipina, Thailand, dan

Myanmar, (Jakarta: LIPI, 2004). h. 171

Page 36: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

36

menggali sumber-sumber tambang di Mindanao ini semakin mempertinggi

disparitas atau kesenjangan di antara minoritas Muslim Moro dan Mayoritas

Katolik. Setelah kemerdekaan Filipina, pemerintah bahkan menarik lebih banyak

investor asing dari berbagai perusahaan multidimensional untuk mendirikan

industri-industri besar di Mindanao guna memenuhi harapan pemerintah akan

peningkatan ekspor Filipina, namun tidak memenuhi kebutuhan lokal Masyarakat

Muslim Moro di Mindanao.45

Pada umumnya, persoalan ketidakadilan ekonomi sebenarnya telah

berlangsung lama di kalangan kelompok minoritas secara etnis ataupun agama.

Menurut Tri Nuke Pujiastuti, diskriminasi tersebut didukung oleh beberapa hal,

pertama, pada kenyataannya kelompok minoritas tinggal di wilayah terpisah

dengan kelompok mayoritas; kedua, masih rendahnya fasilitas-fasilitas ekonomi

yang mereka miliki; ketiga, pelemahan konflik budaya; atau keempat,

diskriminasi yang dilakukan kelompok mayoritas. 46

45 Problematika Minoritas Muslim di Asia Tenggara. h. 138 46 Problematika Muslim Filipina, Thailand, dan Myanmar. h.15

Page 37: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

37

BAB III

PERJUANGAN MELAWAN DISKRIMINASI

A. Perjuangan Pada Masa Kolonial

A.1. Perlawanan Terhadap Imperialisme Spanyol (1565-1876)

Bangsa Spanyol menginjakkan kaki pertama kali di Filipina pada tanggal 16

Maret 1521 di pulau Samar melalui sebuah ekspedisi yang dipimpin oleh

Ferdinand Magellan. Kedatangan Magellan disambut oleh dua raja dari Filipina

Utara, yaitu Kolambu dan Siagu. Magellan kemudian ke Cebu untuk menemui

Raja Humabon. Raja Humabon dan 800 orang Cebuano lainnya dibaptis menjadi

Kristen. Dalam hal ini, Magellan setuju membantu Raja Humabon untuk

memadamkan pemberontakan Lapu-lapu di sekitar pulau Mactan. Magellan

terbunuh dalam sebuah pertempuran antara pasukan Spanyol dan pasukan Lapu-

lapu pada tanggal 27 April 1521. dia menyebut wilayah baru itu “Philippine”,

sebagai penghormatan kepada raja Philip II yang berkuasa di spanyol ketika itu.47

Filipina secara resmi menjadi koloni bangsa Spanyol pada tahun 1565,

ketika raja Philip II menunjuk Miguel Lopez de Lagazpi sebagai Gubernur

Jenderal yang pertama. Ia selanjutnya memilih Manila sebagai Ibu Kota wilayah

koloni itu pada tahun 1571, karena dianggap potensial. Kedatangan Lagazpi di

manila tidaklah di sambut dengan baik, karena orang Islam di Manila pimpinan

raja Sulaiman (1570-1582) tidak mudah tunduk dalam kekuasaan orang Spanyol

dan mereka memahami maksud dan tujuan dari kebijakan yang akan diterapkan

di Manila. Selama sekitar 200 tahun awal masa penjajahan Spanyol di Filipina,

47 Carlos P Romulo, Ensiklopedi Negara dan Bangsa jilid 3, (Jakarta: Grolier Internasional,

PT Widyadara, 2003). h. 254.

Page 38: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

38

masyarakat muslim terisolasi dari dunia luar. Baru setelah berakhirnya ‘perang

tujuh tahun” dengan Inggris pada tahun 1762, yang ditandai dengan perjanjian

Paris (1763) di mana Manila dikembalikan pada Spanyol, Filipina mulai

membuka dengan dunia luar, dan kemudian pada tahun ini juga, Miguel Lopez de

Lagazpe berhasil menaklukan Luzon Visayas.

Awal kedatangan bangsa Spanyol di Manila, Legazpi melakukan hubungan

langsung dengan raja Sulaiman. Mereka telah membuat pernyataan yang mana

pernyatan tersebut hanya sebuah siasat dari Legazpi. Walaupun demikian pada

akhirnya Spanyol melakukan pemberontakan di Manila. Mereka mulai menembak

dan merampok orang-orang Islam. Manila menjadi markas besar Spanyol pada

tahun 1571 ketika bangsa Spanyol mulai menetapkan peraturan untuk masyarakat

muslim.48

Dalam memperpanjang pengaruh kolonialnya, bangsa Spanyol

memperingatkan masyarakat muslim bahwa jika ingin berdamai dengan mereka,

maka muslim Filipina harus membayar upeti, jika menolak maka harta muslim

Filipina akan di ambil paksa oleh Spanyol. Selain itu pula, masyarakat muslim

Filipina wajib memberkan empat puluh orang laki-laki yang berumur antara 16

sampai 60 tahun untuk dipekerjakan kepada Spanyol. Walaupun demikian

masyarakat muslim tidak pernah menyerah.49

Kedatangan bangsa Spanyol di Filipina pada tahun 1565 untuk mendirikan

koloni serta mengkristenisasi penduduk asli Filipina, menghalangi penyebaran

Islam selanjutnya ke Utara dari Kalimantan, dan ke Selatan Filipina arah Luzon

48 Perang Moro. h. 30 49 T.J.S George, Revolt in Mindanao; the Rise of Islam in Philippine Politics, (Oxford

University Press, 1980). h. 32-33.

Page 39: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

39

dan kepulauan Visayan. Sejak saat itu penyebaran Islam terbatas sampai ke

kepulauan Sulu dan Mindanao sebelah Barat.

Sejarah menunjukan bahwa pertentangan penduduk yang di utara dan

penduduk Islam bermula dari permusuhan antara orang Spanyol dan kaum

Muslimin. Spanyol yang datang ke Filpina pada tahun 1565 untuk mendirikan

koloni dan memasukkan penduduknya ke dalam agama Kristen telah menghalangi

penyebaran Islam yang dilakukan dari Brunai (Kalimantan) para mahdumin

(pendakwah Islam) yang juga berperan sebagai pedagang dari Kalimantan tiba di

Filipina pada tahun 1520 secara besar-besaran sehingga Manila pun telah menjadi

sebuah kerajaan Islam dibawah pemerintahan sultan Brunai. 50

Filipina dijajah Spanyol selama lebih kurang 377 tahun. Periode Spanyol di

Filipina merupaka era kristenisasi bangsa Filipina. Hampir semua kepulauan di

Filipina, kecuali Mindanao, dikristenkan. Dengan kekerasan, persuasi atau

menundukan secara halus dengan hadiah-hadiah, orang-orang Spanyol berhasil

memperluas pengaruhnya ke hampir seluruh Barangay (perkampungan) di

Filipina. Spanyol menghadapi perlawanan yang gigih dari kesultanan-kesultanan

di Filipina selatan, Sulu, manguindanao, dan Buayan yang mana memiliki

kesatuan politik dan telah dikembangkan jauh lebih melabihi struktur Barangay

yang sederhana.

Orang-orang Spanyol memaksa kaum pribumi yang telah memasuki

agamanya untuk menjadi sekutu mereka dalam pertempuran. Misalnya ketika

terjadi perang antara bangsa Spanyol dengan kekuatan muslim di bawah pimpinan

Sultan Nasruddin (1656). Kaum pribumi ini digunakan sebagai pandayung,

50 Dalam hal ini Cesar A Majul tidak menjelaskan dengan rinci siapa nama seseorang yang

dimaksud. Lihat Dinamika Islam Filipina. h. 9

Page 40: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

40

pelempar tombak, atau prajurit-prajurit untuk menyerang perkampungan-

perkampungan Islam yang mana mereka telah diindoktrinasi dengan kepercayaan

bahwa mereka sedang melakukan pelayan agama. Kaum ini disebut kaum Indio

oleh Spanyol.51

Rentetan peperangan yang panjang antara orang-orang Spanyol dan Islam

dinamakan “perang moro”, dan dilanjutkan sampai masa kekuasaan Spanyol di

Filipina berakhir. Peperangan ini pada akhirnya menambah ketegangan yang

terjadi sekarang antara orang-orang Islam dan Kristen. Ekspedisi bangsa Spanyol

banyak menghancurkan komunitas-komunitas Islam dan daerah pertanian,

menghancurkan perokonomian dan kehidupan orang-orang Spanyol serta selama

ekspedisi kota-kota Islam banyak dikosongkan. Akhirnya dengan kemenangannya

beberapa sultan dipaksa mengadakan perjanjian damai dengan pemerintahan

kolonial di Manila dan banyak para datu secara sukarela menyerah dan menerima

perlindungan Spanyol.

Tahun 1596 kapten Esteban Rodriguez de Figuroa diperintahkan untuk

mendirikan suatu benteng tetap di selatan bagi kepentingan Spanyol dan pada

tahun 1578 Figuroa juga menyerang Sulu. Sebelum menjalani tugasnya sang

kapten mendatangani kontrak dengan pemerintah Spanyol yang isinya

menjanjikan kedudukan sebagai gubernur pulau Mindanao untuk de Figuroa dan

ada semacam bagi hasil atas segala sesuatu yang dihasilkan dari penduduk asli

Mindano. Cita-citanya belum terwujud, karene Figuroa terbunuh dalam suatu

serangan mendadak di Tampacan. Anak buahnya yang moralnya jatuh karena

51 Istilah Indio menunjukan sebutan kepada kaum pribumi yang menjadi Kristen.

Sedangkan moro sebutan untuk orang-orang yng beragama Islam. Kaum pribumi yang menyembah berhala dan tinggal di gunung-gunung dan dipedalam pulau-pulau besar disebut infieles. Istilah Filipino dipakai bagi orang-orng Sapnyol yang lahir di Filipina sedangkan peninsula yaitu orang-orang Spanyol yang lahir di Spanyol.

Page 41: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

41

kehilangan pemimpin, mengundurkan diri ke suatu daerah terpencil beberapa

kilometer dari kota Zamboanga sekarang.52

Karena kegagalan itu, Spanyol akhirnya menerapkan stretegi lain, mereka

mendirikan benteng di dua tempat di pulau Mindanao. Benteng pertama adalah di

ujung semenanjung Zamboanga dan di Caraga yang terletak di ujung timut laut

Pulau Mindanao. Dari kedua tempat itu, yang sebenarnya berfungsi sebagai “pos

pengawas”, bisa diawasi gerakan kaum Moro yang menyerang Spanyol di pulau

Luzon. Biasanya “rute” penyerangan adalah melalui ujung Semenanjung

Zamboanga dan pulang melalui sisi timur pulau yaitu dekat dengan Caraga.53

Tahun 1645 terjadi perjanjian antara bangsa Spanyol dan Sultan

Manguindanao, yang isinya memaksa sultan untuk mengakui penutupan daerah

pantai Sibuguey sampai Davao Gulf dan memperpanjang ke dalam daerah

Maranao. Spanyol juga menghina sultan Nasruddin dan melanjutkan usahanya

untuk melakukan perubahan di Filipina. Kerena hal itulah, maka pada tahun 1656

tejadi konflik antara orang Manguindanao dan orang Spanyol. Dalam konflik

tersebut Sultan Manguindanau mendeklarasikan sebagai ‘jihad’ dan memangggil

Sultan-Sultan dari Sulu, Ternate, dan Makassar untuk segera bangkit secara

serentak membantunya dalam membela Syariat Islam, yang oleh Spanyol hendak

di hancurkan dan diganti dengan undang-undang sekular bikinan mereka. Menurut

Cesar A Majul, Spanyol belum pernah menemukan seorang pemimpin Islam yang

mengagumkan seperti Nasruddin.54

52 Pergolakan Umat Islam di Filipina Selatan. h.31 53 Al Chaidar, Ideologi Negara Islam di Asia Tenggara, Telaah Perbandingan atas

Terbentuknya Diskukrsus Politik Islam dalam Gerakan Pembentukan Negara di Indonesia dan Filipina Pasca Kolonial, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1993). h.216

54 Cesar A Majul, Moro; Pejuang Muslim Filipina Selatan, (Jakarta: Al Hilal, 1990). h.35

Page 42: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

42

Pada Tahun 1663 bangsa Spanyol meninggalkan Moluccas dan Zamboanga,

sehingga pada akhirnya terjadi perdamaian antara orang spanyol dan Muslim di

Filipina. Tetapi perdamaian tersebut tidak berjalan lama, karena pada tahun 1718

orang Spanyol memutuskan untuk mengulangi kembali penjajahnya di

Zamboanga.55

Selama berlangsungnya peperangan Moro dan strategi Spanyol dalam

“memecah belah dan menaklukan” telah meninggalkan warisan sikap-sikap yang

pahit, yang tidak dapat dihapus dalam beberapa generasi. Kepahitan masih

berlangsung dalam beberapa golongan penduduk Filipina. Meski umat Islam di

selatan Filipina relatif bersatu namun stategi tersebut dapat memecah bagian-

bagian penting persatuan umat Islam di kepualauan itu. Islam akhirnya terpisah

dari ikatan-ikatan politik otonom, karena hancurnya tiga kekuatan Islam di

Filipina.Sehingga pada fase selanjutnya, Islam menjadi agama yang mempribadi,

kehilangan ruh bahwa Islam sebagai sebuah umat.

Menjelang akhir abad 19, kebijakan resmi Spanyol tidak difokuskan pada

politik kristenisasi, tetapi berusaha mengubah pola fikir masyarakat Moro agar

patuh pada kekuasaan Spanyol. Padahal sebelumnya, sejak tahun 1635 pemerintah

Spanyol menetapkan sebuah garnisun untuk melindungi missionaris Kristen di

Zamboanga. Tiga ratus orang Spanyol dan seribu pasukan Visayan membangun

benteng raksasa yang digunakan jesuit untuk melakukan kristenisasi.56

Perang Moro nampaknya tidak akan pernah selesai, meskipun Spanyol

mengeluarkan dana yang besar untuk peperangan. Yang paling menderita akibat

peperangan ini menurut Delor Angeles yang dikutip Peter Gowing adalah Kristen

55Moro; Pejuang Muslim Filipina Selatan. h. 42 56A Rahman Zainuddin, Sejarah Minoritas Muslim di Filipina, Thailand da Myanmar,

(Jakarta: LIPI, 2003). h. 31

Page 43: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

43

Filipina. Karena orang-orang Kristen harus membayar pajak yang amat berat

untuk membiayai parang yang mahal. Mereka yang tidak sanggup membayar

pajak dijadikan pekerja paksa yang hampir tidak berhenti membangun kapal-kapal

untuk berekspedisi angkatan laut Spanyol, sedangkan sebagian lagi yang masih

muda dan kuat bertugas sebagai tukang-tukang dayung kapal yang menyerang

kedudukan kaum Moro57.

Pada tahun 1896 dan 1898 terjadi revolusi Filipina yang menyebabkan

bangsa Spanyol menarik pasukannya dari wilayah Muslim untuk dikonsentrasikan

di Utara. Pada masa-masa ini para pemimpin revolusi Filipina yang berasal dari

Filipina Utara berusaha menarik dukungan Muslim Filipina Selatan untuk

membantu melawan Spanyol. Namun Muslim Moro memandang keduanya,

bangsa Spanyol ataupun Filipina adalah musuh.58

Wilayah Mindanao dan Sulu di Selatan Filipina tidak pernah bisa

ditundukkan oleh pasukan Spanyol. Namun demikian, Spanyol tetap

menganggapnya sebagai bagian dari koloninya. Hal ini terbukti dengan

ditandatanganinya Traktat Paris pada 1989 yang mengalihkan hak penguasaan

wilayah Filipina, termasuk Filipina Selatan kepada Amerika dengan harga 20 juta

dollar AS. Sejak itu, Amerika mengambil alih kekuasaan di Filipina.59

A.2. Perlawanan Terhadap Imperialisme Amerika (1898-1946)

Tahun 1898, kemenangan Amerika atas Spanyol menandai perpindahan

kekuasan atas Filipina ke tangan Amerika. Meskipun status Sulu dan Mindanao

57 Delor Angeles, The Moro Wars, dalam Peter G. Gowing dan Robert D McAmis,

(Manila: Solidarided Publishing House, 1974). h.27-32 58 Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern. h.65 59 Ensiklopedi Tematis Dunia Islam vo.5. h. 477

Page 44: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

44

sendiri belum sepenuhnya berada di bawah kontrol penuh Spanyol, namun

keduanya dimasukkan dalam perjanjian penyerahan tersebut.

Kedatangan Amerika di Filipina Selatan pada tahun 1898 sebenarnya tidak

membuat kaget Muslim di sana. Ketika angkatan laut Amerika menduduki

Zamboanga kepala suku muslim berkumpul bersama untuk membahas

perdagangan dengan mereka dan Muslim siap bertempur dengan kebijakan baru

orang Amerika. Serangan yang rutin dan serangan balasan ini pada akhirnya mirip

seperti pemberontakan pada masa Spanyol.60

Seperti Spanyol, Amerika mempunyai satu kesatuan tentara, administrasi,

dan strategi ekonomi untuk menyelesaikan misinya di Filipina. Penjajahan

Amerika atas Filipina dimulai sejak armada pimpinan Laksamana Dewey

mengalahkan Spanyol di teluk Manila. Spanyol menyerahkan Filipina kepada

Amerika ditandai dengan perjanjian Paris pada tanggal 10 Desembar 1898, yang

sekaligus mengakhiri perang amerika Spanyol. Dalam perjanjian tersebut ternyata

Spanyol memasukkan pula wilayah Moro dengan mengklaim sebagai daerah

koloninya, padahal Spanyol sama sekali tidak pernah bisa menguasai wilayah itu.

Tindakan Spanyol itu merupakan tindakan yang tidak sah dan tidak bermoral.

Mereka tidak berhak untuk menyerahkan wilayah moro pada Amerika Serikat,

sebab mereka tidak berdaulat di Moro, dan masyarakat Moro pun tidak dimintai

pendapatnya lebih dahulu.

Kedatangan Amerika di Filipina (1989) tidak sekedar muatan politis, tapi

juga memiliki kepentingan ekonomi, mereka tertarik dengan sumber daya alam di

wilayah selatan, sebab di Laut Sulu terdapat deposit minyak bumi.61 Pada masa

60 Problematika Minoritas Muslim di Asia Tenggara. h. 135 61 Dinamika Islam Filipina. h.19

Page 45: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

45

Amerika, Filipina sepenuhnya dibaratkan. Sistem demokrasi yang dipakai Filipina

hingga saat ini adalah warisan dari kolonialisme Amerika. Di Asia Tenggara yang

paling banyak mengalami pembaratan adalah Filipina. Dan dua dekade setelah

kemerdekaan, Filipina mengalami ketergantungan terhadap Amerika terutama

secara ekonomi. Filipina secara kelembagaan juga sangat terkait dengan ekonomi

bisnis Amerika. Kapitalisme Filipina disumbangkan oleh peninggalan sistem

liberal Amerika sedangkan feodalismenya diwariskan secara mendalam dari

Spanyol. Karakteristik bangsa Fipilina adalah sangat Barat.

Ketika bangsa Amerika sampai ke wilayah Muslim, mereka memandang

orang Islam seperti orang-orang Indian Amerika yang harus ditertibkan. Berbeda

dengan kolonial Spanyol, kolonial Amerika tidak menganjurkan permusuhan

Islam dan Kristen, melainkan memperkenalkan proses rasional dalam system

administrasi kenegaraan dan komunitas Islam diajak untuk bekerja sama dalam

proyek-proyek Negara dan menganjurkan pembauran orang Kristen dan Islam

dengan cara mengajak orang Kristen menetap di Mindanao. Sebelum Perang

Dunia I Amerika sedikitnya mendirikan tujuh koloni pertanian di daerah-daerah

Islam tradisional. Orang Amerika tidak seperti Spanyol yang mana tidak

menganjurkan permusuhan Kristen-Islam. Bahkan Amerika menetapkan

kebijakan resmi bahwa membiarkan kehidupan agama orang-orang Islam dan

kebiasaan ritual tidak terusik.62

Hubungan Amerika dengan penguasa Muslim di Sulu dibawa pertama kali

oleh misi Jenderal John Bates. Tujuan Bates ini adalah untuk menetralisir orang-

orang Muslim yang tertuang dalam Bates Agreement tahun 1899. Dengan

62 Ideologi Negara Islam di Asia Tenggara. h.72

Page 46: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

46

persetujuan ini Muslim Filipina mengakui kedaulatan Amerika dan setuju untuk

membantu memerangi perompak (bajak laut) dan orang-orang yang melawan

otoritas dan martabat pemimpin Sulu maupun pemimpin-pemimpin yang lain.

Sebaliknya, orang Amerika berjanji untuk menghormati martabat dan kekuasaan

Sultan Sulu dan beberapa pemimpin-pemimpin yang lain serta tidak mencampuri

masalah agama mereka dan membayar gaji sultan dan pemimpin-pemimpin orang

Islam.

Muslim Filipina melihat bahwa perjanjian ini terdiri dari poin-poin yang

berbeda dengan Amerika. Pemimpin Islam tampaknya percaya bahwa dengan

berdiplomasi dengan mereka, Amerika tidak ikut campur terhadap masalah

internal dan menjamin cara kehidupan mereka.

Kebijakan Amerika di Filipina hanya sedikit di terapkan di daerah Moro

sejak periode pendudukan militer. Kebijakan untuk tidak mencampuri masalah

internal orang moro, kini banyak usaha dengan giat di jalankan Amerika. Mereka

mengembangkan, membudayakan, mendidik dan melatih masyarakat Muslim

Filipina dalam pendidikan pemerintahan demokrasi Amerika.63

Persetujuan Bates ini kehilangan relevansinya ketika pada bulan Agustus

tahun berikutnya terjadi bentrokan berdarah antara orang-orang Amerika dan

pemimpin –pemimpin lokal Muslim. Pada tahun 1904 Amerika secara resmi

menghapus persetujuan ini. Meski kedatangan Amerika pertama kali bukan untuk

mengkristenkan orang-orang Muslim di Mindanao, namun pada akhirnya juga

melakukan pekerjaan missionary atau dakwah Kristen terhadap orang-orang

Islam. Jendral Samuel Summer, komandan Angkatan Darat Amerika Serikat di

63 Kamlian, Jamail, Bangsamoro Society and Culture, Iligian Centre for Peace Education

Research, 2001. 16

Page 47: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

47

Mindanao antara tahun 1902 hingga 1903 menulis bahwa orang Islam adalah

seorang yang berbeda dari kami dalam hal perkataan, kata dan aksi, dan agama

mereka akan menjadi penghalang serius bagi peradaban Kristen. Selama agama

Islam berlaku, peradaban Anglo-Saxon akan memperlambat kemajuan. Sementara

presiden Mc Kinley merasa berdosa jika tidak mencoba untuk mengangkat,

membudayakan dan mengkristenkan orang-orang Muslim Moro.64

Pembatalan perjanjian tersebut merupakan sebuah isyarat amerika Serikat

untuk mendirikan atau menetapkan wewenang mutlak atas Filipina. Menurut

sekretaris perang, Elihu Root mengatakan bahwa kebijakan amerika terhadap

filipina telah melalui keputusan Mahkamah agung amerika dalam bangsa chrokee.

Kemudian administrasi kolonial Amerika dengan cepat membudayakan

orang Islam yang mana tak dapat di elakkan lagi bahwa ini bermaksud untuk

mengkristenkan orang Islam.

Gubernur pertama Amerika di wilayah muslim, Jendral Mayor Leonardo

Wood mengatakan bahwa orang Islam tak lain adalah orang liar yang hidup di

bawah hukum berat dan tidak ada alasan untuk Wood menetapkan kebijakan yang

buruk.

Gubernur terakhir Amerika di wilayah muslim, Frank Carpenter berhasil

mengurangi gambaran jelek para penganut agama Islam, memperkenalkan sistem

sekolah umum dan hukum yang bijak. Sistem pendidikan dan hukum ini telah

menolong peletakan pondasi bagi konversi besar-besaran orang Muslim ke dalam

cara hidup kristen. Kaum Muslim yang enggan berimitasi dengan orang-orang

nasionalis telah memiliki perlawananya tersendiri, nasionalisme tersendiri.65

64 Revolt In Mindanao. h. 58 65 Ideologi Negara Islam Asia tenggara. h. 204

Page 48: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

48

Periode Carpenter merupakan sebuah ketenangan selingan. Pada awalnya,

beberapa orang tingkat tinggi orang Islam melawan kebijakan Amerika.

Pemerintah militer telah menentukan kebijakan dengan kontrol langsung dari

seorang jendral di Mindanao dan setiap pemimpin memimpin empat daerah. Tiga

abad melewati hidup berperang dengan orang spanyol, maka orang Islam yakin

bahwa mereka dapat mengalahkan orang amerika dengan baik. Kelompok-

kelompok Islam telah menyebar untuk menjaga tekanan dari resimen infantry

Amerika yang telah menyebar sepanjang Selatan.

Tahun 1906 terjadi pemberontakan antara orang Muslim Filipina dengan

Amerika. peristiwa ini dikenal dengan peristiwa Bud dajo yang merupakan

pembalasan Muslim Filipina. Penyebab peristiwa ini adalah penetapan kebijakan

Amerika seperti perpajakan yang merupakan kebijakan Amerika tetapi suatu

kebijakan yang membebankan Orang Muslim. Selain itu persiapan untuk

menghapus secara besar-besaran orang Muslim di Jolo.

Dengan bertujuan untuk menghalangi pertempuran tersebut, sekitar 600

orang Islam yang mencakup wanita-wanita dan anak-anak melakukan perjalanan

ke kawah dalam memadamkan bukit vulcano di Dajo. Mereka bersenjata keris,

tombak dan beberapa senapan. Sedangkan di sisi Amerika, 800 pasukan

memperlihatkan mereka membawa banyak senjata modern dalam baju baja orang

Amerika. Muslim Filipina mengabaikan mereka dan dengan penuh ejekan dan

hinaan menolak peluang untuk mengungsikan anak-anak dan wanita-wanita

mereka. Sebagaimana pendirian mereka, bahwa kematian dalam peperangan

adalah lebih baik daripada hidup di bawah orang kafir. Seluruh kelompok Islam

Page 49: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

49

telah dihancurkan dan menurut sejarawan-sejarawan Bud Dajo bukanlah sebuah

pertempuran tetapi sebuah pembantaian besar-besaran.66

Tahun 1902 Filipina mengumumkan pembentukan panita untuk

kemerdekaan Filipina. Penguasa sipil dan militer mulai untuk melihat kebijakan

Amerika di Mindanao, Itu dilakukan untuk menentukan kebijakan dasar dan

kebijakan atas orang Muslim untuk integrasi ke dalam politik Filipina. Salah satu

faktor yang mempengaruhi keputusan tersebut adalah desakan dari nasionalis-

nasionalis Kristen Filipina bahwa daerah orang Islam tak dapat dipisahkan dari

bangsa Filipina. Akhirnya Amerika dan Filipina menyadari bahwa Mindanao dan

Sulu sangat penting sebagai sumber penghasilan mereka yang akan datang. Dalam

hal ini Amerika menafsirkan bahwa perlawanan orang Muslim tidak lain adalah

untuk menentang kebijakan mereka yang permasalahannya lebih kompleks.67

Sebenarnya, para nasionalis Filipina yang merupakan intelektual di

Filipina Utara, sudah memproklamirkan kemerdekaan Filipina pada tanggal 12

Juni 1898, para nasionalis Filipina memproklamasikan kemerdekaan mereka

sebagai jalan terbentuknya Republik Filipina setahun kemudian. Dalam menuju

kemerdekaan, tentara nasional Filipina pimpinan Aquinaldo serta pasukan-

pasukan gerilya lainnya mengadakan perlawanan, sehingga Amerika

mengeluarkan Undang-Undang darurat perang, dan baru dicabut kembali pada

tahun 1901 ketika nasionalis Filipina dapat dikalahkan.68

Amerika dengan cepat memperkenalkan pemerintahan dalam negeri untuk

rakyat Filipina, dimulai dengan Badan Legislatif dua kamar pada tahun 1934

dengan janji kemerdekaan 10 tahun kemudian. Namun Amerika tidak mampu

66 Revolt in Mindanao. h. 31. 67 Sejarah Minoritas Muslim Filipina, Thailand dan Myanmar. h. 38 68 Krisis Filipina; Zaman Marcos dan Keruntuhannya. h. 3

Page 50: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

50

memberi kemerdekaan pada tahun 1944 seperti yang dijanjikan, karena Jepang

menduduki kepulauan itu antara tahun 1944 dan tahun 1945 selama Perang Dunia

II.

Pada tahap Perang Dunia II, baik bangsa Filipina, Amerika ataupun Moro

sama-sama bertempur melawan Jepang, meskipun perjuangan mereka dilakukan

secara terpisah tanpa satu komando. Setelah Jepang mampu dikalahkan, maka

Amerika memerdekakan Filipina pada tanggal 4 Juli 1946.69

B. Diskriminasi Pemerintah Filipina dan Perjuangan Bangsa Moro

Sebenarnya bila dicermati lebih lanjut, konflik kelompok minoritas dengan

penguasa, dipengaruhi oleh sikap dan tindakan penguasa terhadap kelompok

minoritas. Sikap dan tindakan pemerintah dapat dilihat dari pola-pola

kebijakannya.70

Dari tahun 1920, di bawah pemerintahan Filipina, masyarakat Muslim masih

banyak mendapat diskriminasi. Memang pada saat itu pemerintahan Filipina tidak

berjalan sepenuhnya sendiri, tetapi masih adanya kontrol dari Amerika

Selama pemerintahan Ferdinand Marcos, persoalan umat Muslim diselesaikan

dengan setengah hati. Terbukti dengan adanya peristiwa Jabidah pada awal tahun

1968.71 Peristiwa Jabidah tersebut membangkitkan keraguan dan ketakutan yang

pada akhirnya intelektual Moro berkeinginan untuk menyatukan bangsa Moro.

Pemerintah Filipina mengabulkan permintaan orang muslim tetapi pemerintah

69 Ensiklopedi Negara dan Bangsa jilid 3, (Jakarta: Grolier International, PT Widyadara,

2003). h. 255 70 Tri Nuke Pujiastuti, Problematika Minoritas Muslim di Filipian, Thailand,, dan

Myanmar, (Jakarta: LIPI, 2003). h. 17 71 Bangsamoro, Societys and Culture. h.23

Page 51: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

51

tidak menjalankan sepenuhnya. Dengan keadaan seperti ini, banyak organisasi

yang bermunculan.72

Setelah pemerintah Filipina menyatakan keadaan perang pada tahun 1972,

pemerintah menertibkan semua senjata yang ilegal atau liar untuk diserahkan

kepada yang berwenang. Tetapi sebagian kelompok Muslim menolak untuk

menyerahkan, kerena menurutnya mereka akan kalah dengan pemerintah dan

orang Kristen. Selain itu, dengan menyerahkan senjatanya mereka akan terbuka

bagi serangan-serangan kelompok Kristen. Tindakan tentara untuk menyita

senjata dan amunisi di bario-bario (regional) dan kota-kota pedalaman Sulu,

menyebabkan timbulnya perlawanan dan pertempuran yang sporadis.

Pengumuman tentang batas waktu untuk penyerahan semua senjata pada tanggal

25 Oktober, menghasilkan apa yang dinamakan “pemberontakan Marawi”. 73

C. Bersatunya Para Pemimpin Islam

Banyaknya Insiden yang mengorbankan masyarakat muslim ini kemudian

disusul dengan pertikaian bersenjata di antara penduduk yang berlainan agama itu

di Mindanao. Pada mulanya terjadi di daerah Upi, bagian Selatan Cotabato dan

menjalar ke tempat lain di Cotabato Utara. Dalam situasi demikian, masyarakat

Muslim menyebut kelompok Kristen yang menyerang dengan sebutan ‘Ilagas’.

Istilah Ilagas sebetulnya ditujukan kepada kelompok-kelompok pertahanan

desa komunitas Kristen, terutama dari suku-suku Ilongo. Tetapi ketika situasi

semakin panas, Ilagas berarti kelompok-kelompok balas dendam. Pada tanggal 19

Juni 1971 surat-surat kabar memberitakan terjadinya pembantaian terhadap 70

72 W.K. Che Man, Muslim Separatism: The Moros of Southern Philippines and the Malays of Southern Thailand, (Oxford University Press, 1990). h. 77

73 Dinamika Islam Filipina. h. 62

Page 52: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

52

orang di sebuah masjid di Barrio Manili, Cotabato Utara. Para pembunuh

membantai wanita dan anak-anak. Berita yang tersebar mengatakan bahwa

pembunuhan tersebut dilakukan oleh kaum Ilagas yang seharusnya di bawah

kendali Police Constibulary (Satuan Polisi Khusus).

Dampak dari pembantaian Barrio itu adalah pembentukan kelompok-

kelompok perlawanan Muslim yang kemudian disebut sebagai ‘black-shirts’’,

kelompok berbaju hitam yang kemudian diketahui sebagai organ militer dari

MIM. Kontak pertama gerilyawan Black-Shirt dengan Police Constabulary terjadi

pada Agustus 1971 di Bulton, Provinsi Cotabato Utara.74

Sebagai implikasi dari berbagai tindakan kekerasan yang terjadi pada

Muslim Filipina, pada tanggal 21 Juli 1971, para tokoh Muslim, seperti pemimpin

tradisional (datu), dan Ulama di Mindanao mengeluarkan manifesto yang

menuntut pemerintah segera bertindak untuk menghentikan berbagai aksi

kekerasan atas bangsa Moro.75 Dalam manifesto itu disebutkan bahwa jika

Pemerintah Filipina tidak melakukan tindakan yang adil, maka ummat Islam tanpa

memandang kepentingan pribadi, politik dan etnis akan memperjuangkan ummat

Islam dengan harta dan jiwa.76

74 Ibid. h. 171 75 Gerakan Pembebasan Moro dan Perjanjian Damai. h.92 76 Lihat Lampiran 1. Dinamika Islam Filipina. h 129

Page 53: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

53

BAB IV

NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS PERJUANGAN

MUSLIM FILIPINA

A. Pencarian Identitas dalam Organisasi-Organisasi Moro

Dalam suatu masyarakat majemuk yang terdiri dari banyak etnis seperti di

Filipina, nilai-nilai agama cenderung dilihat sebagai sarana mengatur aspek ritual

bagi penganutnya. Akan tetapi pada saat penganut suatu agama minoritas tidak

merasa keberadaannya disejajarkan dengan kelompok mayoritas, kelompok

minoritas tersebut akan terus mencari jalan supaya keberadaannya diperhitungkan.

Pasca kolonial, usaha yang dilakukan bangsa Moro untuk memperjuangkan

eksistensinya adalah melalui organisasi. Sehingga Moro telah mengalami

pergumulan yang panjang untuk mendapatkan eksistensi dan identitasnya.77

Carmen Abu Bakar dalam meneliti masyarakat Tausug, diketahui bahwa

sebenarnya masyarakat Filipina lebih cenderung menggunakan identitas agama

dibandingkan identitas etnis.78 Wajar jika organisasi-organisasi yang muncul

pertama kali di Moro adalah organisasi yang mengatasnamakan Islam. Namun

sebagai kelompok minoritas, masyarakat Muslim di Filipina sangat dipengaruhi

peran Negara dalam menciptakan kondisi sosial politik, yang sangat menentukan

dinamika konstruksi identitas mereka.

Unsur etnis dan agama memang merupakan daya tarik tersendiri bagi

kelompok minoritas dalam menonjolkan identitasnya, tetapi itu bukan satu-

77 Tri Nuke Pujiastuti, Problematika Minoritas Muslim di Filipina, Thailand, dan

Myanmar, (Jakarta: LIPI, 2003). h.10 78 Saiful Muzani (edt), Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, (Jakarta:

LP3ES, 1993). h.203

Page 54: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

54

satunya variabel penyebab untuk dapat memunculkan persoalan yang kemudian

memicu konflik. Pemicu di sini melibatkan berbagai faktor seperti budaya,

ekonomi, dan politik yang berlangsung secara kumulatif.

Berdasarkan analisis Hendropuspito, konflik yang berdasarkan agama

terjadi karena tiga hal. Pertama, agama tidak lagi dipandang sebagai ‘agama’

dalam arti sempit, yaitu sebagai perangkat doktrin yang mengikat individu, tetapi

telah diubah menjadi suatu ideologi bagi penganutnya, sehingga seringkali agama

menimbulkan rasa ketidaksukaan dari kelompok lainnya. Kedua, adanya

kecenderungan kelompok minoritas yang hidupnya mengelompok dan eksklusif.

Dengan tidak berbaur, maka hal itu semakin menajamkan jurang perbedaan

budaya antar kelompok dan menimbulkan prasangka kelompok lain atau

mayoritas terhadap minoritas Muslim ataupun sebaliknya. Ketiga, adanya mitos

mayoritas, artinya bahwa adanya keyakinan tentang kekuatan yang berkuasa dan

upaya pemenuhan keinginan mayoritas tanpa menghiraukan keinginan kelompok

minoritas. Kecenderungan ini biasanya dilakukan oleh kelompok mayoritas atau

penguasa untuk memaksakan pengaruh dan keinginannya tersebut dengan

memanfaatkan kekuatan yang dimilikinya. Analisis situasi di atas dapat

memunculkan perlawanan organisai-organisasi Moro yang anggotanya kelompok

minoritas Islam untuk mempertahankan eksistensi identitasnya.79

Munculnya organisasi modern Moro merupakan bagian dari pencarian

identitas yang berlangsung sangat lama dan tidak terlepas dari sosio-historis

Muslim Filipina sejak masa awal kolonialisme. Menjelang berakhirnya era

kolonialisme, pada tahun 1935 pemimpin-pemimpin Muslim di Mindanao dan

79 Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Jakarta: Gunung Mulia, 1993). h. 165-166

Page 55: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

55

Sulu mengajukan permintaan pada Kongres Amerika Serikat agar kedua daerah

itu jangan dipersatukan ke dalam Republik jika Filipina memperoleh kemerdekaan

dari Amerika Serikat. Namun permintaan tersebut tidak dipenuhi. Permintaan para

pemimpin Sulu dan Mindanao kepada Kongres Amerika tersebut menunjukkan

pada masa tersebut masyarakat Muslim yang berada di wilayah Filipina Selatan

tidak menginginkan integrasi dalam sebuah negara Filipina bersama dengan warga

Kristen, karena secara historis keduanya sudah mengalami konflik sejak masa

kolonialisme Spanyol.80

Meskipun para pemimpin Sulu dan Mindanao menolak diintegrasikan

dalam sebuah negara Republik Filipina, namun pada masa itu para pemimpin

tersebut belum menemukan konsep yang jelas mengenai arah warga Muslim di

Filipina Selatan. Kemungkinan ini disebabkan karena para pemimpin Muslim

pada waktu itu belum mengenal pendidikan modern sebagaimana kelompok

Kristen Filipina yang mengecap pendidikan Barat pada masa kolonialisme

Amerika.

Setelah masyarakat Muslim mengecap pendidikan modern pasca

kemerdekaan Filipina, kemudian muncul diskusi-diskusi di sekitar mahasiswa

Muslim pada tahun 1960-an.81 Pada tahun 1961, Datu Ombra Amilbangsa,

seorang anggota Kongres dari Sulu memperkenalkan sebuah rancangan Undang-

Undang yang meminta pemerintah mengabulkan kemerdekaan untuk seluruh

Provinsi Sulu. Ia adalah salah satu dari tiga penuntut Kesultanan Sulu dan telah

dinobatkan sebagai Sultan oleh para pengikutnya. Rancangan Undang-Undang itu

dimuat Media Nasional Filipina dan mengundang berbagai komentar dari para

80 Ideologi Negara Islam di Asia Tenggara. h. 77 81 Muslim Separatism. h. 77

Page 56: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

56

sejarawan dan mereka yang berminat dalam urusan keislaman. Namun rancangan

Undang-Undang itu tidak ditanggapi oleh Kongres.82

Sebagai seorang elite keturunan Kesultanan Sulu, apa yang dilakukan oleh

Datu Ombra Amilbangsa menurut hemat penulis tidak lebih dari sekedar

romantisme sejarah yang ingin membangkitkan Kesultanan Sulu, serta

kepentingan pribadi sebagai Sultan Sulu agar mendapatkan kekuasaan mutlak

sebagai seorang Sultan.

Apa yang dilakukan Datu Ombra disusul dengan dikeluarkannya

Manifesto pada 1 Mei 1968 oleh mantan Gubernur Cotabato, Datu Udtog di

daerah Pagalungan, Provinsi Cotabato yang menyerukan agar seluruh daerah yang

yang penduduknya mayoritas beragama Islam di bagian Selatan Filipina bersatu di

bawah sebuah negara yang dinamakan Republik Mindanao dan Sulu. Manifesto

tahun 1968 tersebut merupakan awal dari suatu gerakan yang lebih teratur, lebih

terorganisir untuk memisahkan diri dari Pemerintah Filipina. Meskipun

sebenarnya gerakan ini tidak banyak bedanya dengan yang dilakukan para

pendahulu mereka sebelum Perang Dunia Kedua. Tanggapan dari manifesto

tersebut, maka dibentuklah Muslim Independence Movement (MIM) pada tahun

1968.

Gerakan MIM awalnya hanya merupakan gerakan yang mengumpulkan

massa dan simpati dari ummat Islam karena bertujuan untuk mengimbangi

kekuatan pemerintah yang dianggap tidak bersungguh-sungguh dalam menangani

masalah konflik yang terjadi atas masayakat Muslim. Namun kondisi politik dan

keamanan justru mendorong proses pematangan gerakan MIM ke arah yang lebih

82 Bangsamoro, Society and Culture. h. 21

Page 57: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

57

radikal dan lebih keras. Salah satu di antaranya adalah kasus pembantaian di Pulau

Corregidor, yang kemudian dikenal sebagai ‘jabidah massacre’ pada tahun

1970.83

Insiden ini kemudian disusul dengan pertikaian bersenjata di antara

penduduk yang berlainan agama itu di Mindanao. Pada mulanya terjadi di daerah

Upi, bagian Selatan Cotabato dan menjalar ke tempat lain di Cotabato Utara.

Dalam situasi demikian, masyarakat Muslim menyebut kelompok Kristen yang

menyerang dengan sebutan ‘Ilagas’.

Istilah Ilagas sebetulnya ditujukan kepada kelompok-kelompok pertahanan

desa komunitas Kristen, terutama dari suku-suku Ilongo. Tetapi ketika situasi

semakin panas, Ilagas berarti kelompok-kelompok balas dendam. Pada tanggal 19

Juni 1971 surat-surat kabar memberitakan terjadinya pembantaian terhadap 70

orang di sebuah masjid di Barrio Manili, Cotabato Utara. Para pembunuh

membantai wanita dan anak-anak. Berita yang tersebar mengatakan bahwa

pembunuhan tersebut dilakukan oleh kaum Ilagas yang seharusnya di bawah

kendali Police Constibulary (Satuan Polisi Khusus).

Dampak dari pembantaian Barrio itu adalah pembentukan kelompok-

kelompok perlawanan Muslim yang kemudian disebut sebagai ‘black-shirts’’,

kelompok berbaju hitam yang kemudian diketahui sebagai organ militer dari

MIM. Kontak pertama gerilyawan Black-Shirt dengan Police Constabulary terjadi

pada Agustus 1971 di Bulton, Provinsi Cotabato Utara.84

Sebagai implikasi dari berbagai tindakan kekerasan yang terjadi pada

Muslim Filipina, pada tanggal 21 Juli 1971, para tokoh Muslim, seperti pemimpin

83 Revolusi Damai; Rekaman Kemelut Filipina. h. 169 84 Ibid. h. 171

Page 58: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

58

tradisional (datu), dan Ulama di Mindanao mengeluarkan manifesto yang

menuntut pemerintah segera bertindak untuk menghentikan berbagai aksi

kekerasan atas bangsa Moro.85 Dalam manifesto itu disebutkan bahwa jika

Pemerintah Filipina tidak melakukan tindakan yang adil, maka ummat Islam tanpa

memandang kepentingan pribadi, politik dan etnis akan memperjuangkan ummat

Islam dengan harta dan jiwa.86

Meskipun para pemimpin Muslim mengeluarkan ultimatum berupa

manifesto, namun pemerintah tidak benar-benar menyelesaikan konflik horizontal

tersebut. Maka Nur Misuari, seorang yang menandatangani manifesto tersebut

mendirikan MNLF dengan disertai gerakan bersenjata.

B. Nasionalisme Moro Sebagai Identitas Muslim Filipina

Perlu dipahami, bahwa sebuah bangsa pada hakikatnya dapat diartikan

sebagai komunitas manusia yang menyatu karena perasaan bersama karena

tertindas, merasa bersama-sama memiliki wilayah dan cita-cita bangsa sebagai

akibat kesamaan sejarah, tradisi, bahasa, budaya dan peradaban, serta kadang-

kadang juga karena kesamaan agama dan aspirasi politik. Jadi dalam suatu

komunitas itu ada kesadaran sebagai suatu persekutuan yang tersusun menjadi

satu, yang terbit karena percaya atas persamaan nasib dan tujuan.87

Rasa kebangsaan (nasionalisme) dapat terwujud terutama melalui integrasi

nasional secara terus menerus, yakni meminjam pendapat Myron Weiner, proses

penyatuan atau bersatunya berbagai kelompok budaya dan sosial ke dalam

kesatuan wilayah dan pada pembentukan suatu identitas nasional. Identitas

85 Gerakan Pembebasan Moro dan Perjanjian Damai. h.92 86 Lihat Lampiran 1. Dinamika Islam Filipina. h 129 87 Problematika Minoritas Muslim di Asia Tenggara. h.190

Page 59: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

59

nasional ini sangat diperlukan bagi tercapainya tujuan dan cita-cita pembangunan

bangsa, serta dapat mengurangi berbagai ikatan yang mengarah pada sifat

kedaerahan berdasar pada perbedaan etnis, budaya, bahasa dan agama, serta

ideologis. Oleh karena itu pengertian integrasi pada hakikatnya merujuk pada

persatuan pelbagai kelompok masyarakat ke dalam sistem politik.88

Renato Constantino, seperti yang dikutip Nagasura Madale memberikan

definisi lain tentang nasionalisme. Ia memandang nasionalisme sebagai suatu

perjuangan melawan penindasan, sebuah tindakan mempertahankan diri, bukan

menyerang, demokratis, bukan dorongan anti demokratis. Nasionalisme tidak

berusaha menindas namun melenyapkan penindasan. Nasionalisme adalah sebuah

alat untuk menyadarkan masyarakat dari berbagai bentuk penindasan.

Nasionalisme untuk menghapuskan semua bentuk penghisapan.89

Ada perbedaan interpretasi Nasionalisme antara pemerintah Filipina

dengan warga Muslim Filipina. Adopsi nilai-nilai identitas etnik Bangsa Moro

sangat tegas memisahkan antara bangsa Filipina (Filipino) dan Bangsa Moro

(Bangsamoro). Hal ini menunjukkan terjadinya polarisasi sosial dalam negara

kebangsaan ini.90 Tentu saja hal itu tidak terlepas dari faktor historis yang sangat

panjang. Dalam hal ini Nur Misuari mengatakan:

“Kami telah diperlakukan dengan sangat tidak adil oleh kolonialisme

Filipina (Philippines Colonialism)...91

88 Problematika Minoritas Muslim di Asia Tenggara. h.190 89 Nagasura Madale, Tradisi dan Kebangkitan Islam Asia Tenggara, (Jakarta: LP3ES, 1988).

h. 343 90 Wacana Ideologi Negara Islam; Studi Harakah Darul Islam dan MNLF:. h. 127 91 Kompas, 18 April 1993. wawancara dengan Misuari

Page 60: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

60

Dari pernyataan tersebut, jelas Nur Misuari menganggap bahwa

pemerintahan Filipina saat ini merupakan kelanjutan dari kolonialisme

sebelumnya. Sehingga tidak mungkin warga Muslim khususnya di Filipina

Selatan mempunyai intepretasi yang sama tentang Nasionalisme dengan

pemerintah Filipina. Akibat dari perbedaan interpretasi tentang ‘Nasionalisme’ ini

terjadi kesalahpahaman yang dilematis antara kelompok Islam dan berbagai

komponen negara Filipina lainnya.

Muslim Filipina merasa bahwa mereka memiliki hak-hak yang mendasar

yang berkaitan dengan agama, tradisi, dan sumber-sumber ekonomi mereka.

Semua ini merupakan warisan yang harus diperjuangkan dan dipertahankan.

Sedangkan pihak Pemerintah Filipina memandang bahwa sejarah telah membawa

masyarakat Islam di Filipina Selatan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari

perkembangan politik Republik Filipina, setidaknya setelah menghilangnya

kekuatan kolonialisme.92 Namun demikian menurut Kustigar Nadaek, konflik

yang terjadi di Filipina membuktikan bahwa perasaan Nasionalisme rakyat

Filipina tidak ada. Selain karena adanya konflik perebutan identitas nasional

(antara bangsa Moro dan pemerintah Filipina), juga karena bangsa Filipina

melihat Amerika sebagai cerminan dalam segala hal.93

Tentunya jika melihat pribadi Nur Misuari kita akan memahami ia adalah

muslim yang taat. Wajar saja jika setelah terjadi tragedi pembantaian terhadap

muslim, ia bergabung dengan pemimpin Islam lainnya dan membuat kesepakatan

bersama agar pemimpin Islam bersatu dalam mempejuangkan Muslim Filipina.

Namun anehnya, apa yang ia perjuangkan dalam Moro National Liberation Front

92 Ensiklopedi Tematis Dunia Islam. h. 478 93 Kustigar Nadaek dan Atmadji, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1986). h. 191

Page 61: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

61

(MNLF) tidak mengusung Islam sebagai identitas perjuangannya, melainkan ingin

mendirikan Republik Bangsa Moro. Setidaknya ada dua faktor yang

melatarbelakangi konsepsi Nur Misuari.

Pertama, seperti yang dijelaskan Hashim Salamat ketika terjadi konflik

internal di MNLF, sebenarnya konsepsi MNLF Nur Misuari banyak dipengaruhi

oleh teori perjuangan kelas Karl Marx. Ini terjadi ketika Nur Misuari masih

menjadi mahasiswa, ia bergabung dengan Kabatan Makabayan, sebuah organisasi

yang berhaluan Marxis. Ia keluar dari organisasi tersebut karena ada perbedaan

konsepsi dasar dengan Simon yang kemudian ia menjadi pemimpin gerakan

komunis Huk Balahap.

Dengan demikian, sebenarnya kita dapat melihat konversi pemikiran Nur

Misuari sejak pada masa mahasiswa. Ia menyadari bahwa perjuangan kelas yang

diusung Kabatan Makabayan tidak sesuai dengan pribadinya sebagai seorang

muslim. Maka ia kemudian keluar dari organisasi tersebut. Sampai di sini menurut

hemat penulis, ini merupakan alasan kenapa pemberontak komunis Huk Balahap

tidak pernah terjadi bentrokan dengan para pejuang Muslim

Kedua, rupanya selama menjadi mahasiswa ia sadar bahwa ia harus

memperjuangkan rakyatnya yang beragama Islam, tetapi tidak dengan mendirikan

negara Islam Moro, tetapi dengan Republik Bangsa Moro. Ini dapat dipahami

bahwa dalam pandangan MNLF, Moro bukan hanya sebuah bangsa di Filipina

Selatan, tetapi di dalamnya terkandung nilai-nilai budaya Islam. Dengan

demikian, dengan membentuk Republik Bangsa Moro secara tidak langsung Nur

Misuari memperjuangkan kemerdekaan masyarakat Muslim.

Page 62: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

62

B.1. MNLF dan Nasionalisme Moro

Kondisi sosial muslim Moro yang didiskriminasikan pemerintah Filipina

mendorong sekelompok intelektual `muda Islam Filipina yang sedang belajar di

Jeddah, Arab Saudi membentuk sebuah organisasi politik dengan sayap militer

yang kuat, yakni Moro National Liberation Front (MNLF) tahun 1968. Sayap

militer organisasi ini dibentuk pada tahun 1971. Otak dari gerakan tersebut adalah

seorang pengacara, Macapanto Abbas, Jr. Kata Moro digunakan karena dia sangat

mengetahui maknanya bagi masyarakat Islam berarti perlawaan yang tidak

menyerah sejak masa penjajahan Spanyol. MNLF didirikan untuk menyatukan

bangsa Moro yang pada masa pemerintahan Filipina terus didiskriminasikan.94

Di antara tokoh-tokoh MNLF yang paling terkemuka adalah Nur Misuari,

lulusan Universitas Filipina jurusan Ilmu Politik yang kemudian menjadi dosen,

dan selanjutnya menjadi staf Pusat Asia di Universitas tersebut. Seorang

pemimpin yang lain adalah Hashim Salamat dari Cotabato, dan mengenyam

pendidikan di Kairo, Mesir.95

Menurut hemat penulis, berdirinya Moro National Liberation Front

(MNLF) merupakan bentuk baru konsep Nasional Muslim Filipina jika

dibandingkan dengan Muslim Independent Movement (MIM) yang dibentuk Datu

Udtog melalui manifesto-nya di tahun 1968. Hal ini disebabkan manifesto yang

dikeluarkan Datu Udtog lebih bersifat Chauvinis (kedaerahan) karena konsep

republik-nya hanya melingkupi dua pulau besar di Filipina Selatan, yakni

Mindanao dan Sulu dan menegasikan masyarakat Muslim lain yang terdiri dari

banyak etnis. Jika ditarik lurus dalam garis sejarah, Sulu dan Mindanao tidak lain

94 Peran Pihak Ketiga dalam Relasi Konflik. h.32 95 Cesar A Majul, Dinamika Islam Filipina, (Jakarta: LP3ES, 1989). h. 65.

Page 63: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

63

adalah dua kesultanan besar di Filipina Selatan. Dengan demikian Datu Udtog

sama dengan ingin menggabungkan bekas dua Kesultanan Besar yang pernah

berjaya menjadi sebuah republik modern. Konsep ini sebenarnya hanya perluasan

dari rencana Datu Ombra Amilbangsa yang merancang Undang-Undang Sulu

untuk memisahkan diri dari Filipina pada tahun 1961. Berbeda dengan Moro

National Liberation Front (MNLF) yang menggunakan konsep yang lebih luas

dan mencakup seluruh komunitas Muslim di Filipina.

Perjuangan Muslim Filipina dalam mempertahankan eksistensinya tidak

hanya mampu merebut simpati internal Muslim Filipina, tetapi juga menarik

simpati dunia secara luas. Dan faktor eksternal ini merupakan salah satu faktor

terpenting dalam kebangkitan eksistensi dan identitas keislamannya.96

Sebagai implikasi dari tragedi Jabidah, pada pertemuan Islamic

Conference of Foreign Ministers (ICFM), atau Menteri-Menteri Luar Negeri

Organisasi Konferensi Islam yang ketiga di Jeddah menekan Pemerintah Filipina

untuk melindungi kehidupan dan harta benda Muslim di Filipina Selatan. Sebagai

reaksi atas tekananan ini, pada bulan Januari 1972 Pemerintah Filipina mengajak

8 Duta Besar Islam keliling Mindanao. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan

bahwa tuduhan genocide terlalu dibesar-besarkan. Namun menurut Erni Budiwati

Government Republic of Philipino (GRP) berusaha menutup-nutupi fakta yang

terjadi kepada masyarakat internasional, karena pemerintah mengajak 8 Duta

Besar ke wilayah Mindanao ketika wilayah tersebut dianggap aman. Kemudian

pada bulan Juli 1972 rombongan delegasi Mesir dan Libya mendatangi Mindanao

96 Problematika Minoritas Muslim di Filipina, Thailand, dan Myanmar.. h. 22

Page 64: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

64

dan menyimpulkan bahwa meskipun belum ada bukti kuat adanya genocide, tetapi

perang Kristen-Islam benar-benar terjadi.97

Pada tahun 1972 Presiden Filipina di bawah pemerintahan Ferdinand

Marcos memberlakukan Undang-Undang Darurat Militer, karena Filipina

dihadapkan pada dua pemberontakan, yakni pemberontakan Muslim dan

pemberontakan Komunis yang disebut kelompok Hukbalahap. Sehingga undang-

Undang Darurat Militer dikeluarkan sebagai jalan oleh Marcos untuk

menghadapai kelompok pemberonotak. Hal itu ditanggapi pemimpin Moro

National Liberation Front (MNLF), Nur Misuari mengeluarkan Manifesto

Pembentukan Bangsa Moro pada tahun 1974.

Dalam manifesto tersebut dijelaskan secara eksplisit disebutkan bahwa

MNLF beserta sayap militernya, Bangsa Moro Army (Tentara Bangsa Moro)

didirikan sebagai alat perjuangan dalam merealisasikan cita-cita nasional Bangsa

Moro menuju Republik Bangsa Moro. 98

MNLF berhasil merebut kotamadya-kotamadya di Cotabato, dan

mendudukinya untuk sementara waktu. Seringnya terjadi serangan balik

gerilyawan Islam memperlihatkan kemampuan MNLF dalam mengkoordinasi

dan memperluas operasinya secara seksama.

Keberhasilan MNLF dalam membentuk sayap militer yang kuat ini tidak

terlepas dari bantuan finansial dan material (termasuk persenjataan) dari berbagai

negara Muslim, khususnya dari Timur Tengah maupun dari organisasi Islam,

terutama OIC (Organization of Islamic Conference). Pendukung utamanya adalah

pemimpin Libya, Kolonel Muamar Khadafi yang mengeluarkan ribuan

97 Gerakan Pembebasan Moro dan Perjanjian Damai. h. 93 98 Lihat Lampiran 2. Dinamika Islam Filipina. h.29.

Page 65: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

65

Poundsterling bagi perjuangan Muslim Filipina, bahkan melatih mereka dalam

pelatihan militer.99

Perjuangan MNLF mendapat tanggapan dari OIC, sehingga pada tahun

1974 OIC mengeluarkan resolusi yang mendesak pemerintah Filipina untuk

mencari pemecahan konflik dan jalan damai. Dengan disebutkan MNLF dalam

resolusi OIC menunjukkan keberhasilan MNLF dalam membuat terobosan

diplomatik.

Sebagai akibat dari tekanan ini, Pemerintah Filipina pada akhirnya

menghentikan serangan militernya. Langkah ini kemudian disusul dengan inisiatif

Pemerintah Filipina untuk mengadakan perundingan dengan MNLF. Di bulan

Januari 1975 untuk pertama kalinya Pemerintah Filipina duduk dalam meja

perundingan dengan Nur Misuari sebagai pemimpin MNLF dan wakilnya,

Hashim Salamat di Jeddah. Puncaknya adalah penandatanganan Perjanjian Tripoli

antara Manila dan para pemimpin MNLF pada tahun 1976.100

Dengan kejatuhan rezim Marcos pada tahun 1985, MNLF melakukan

gencatan senjata dengan Presiden Corazon Aquino pada tahun 1986. Kemudian

pada Januari 1987, MNLF menandatangani perjanjian usaha kemerdekaan bagi

daerah-daerah Muslim dan menerima tawaran otonomi dari pemerintah. MILF

yang merupakan pecahan dari MNLF menolak persetujuan itu. Pembicaraan

antara Pemerintah Filipina dengan MNLF tentang otonomi wilayah terus berlanjut

secara sporadis sepanjang tahun 1987, tetapi akhirnya mengalami jalan buntu.

99 Muslim Separatism. h. 77 100 Bangsamoro, Societys and Culture. h.25

Page 66: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

66

MNLF secara resmi melanjutkan pemberontakan pada Februari 1988, meskipun

kekuatan MNLF melemah.101

C. Konflik Internal dan Perdebatan Identitas

Dari tahun 1975, di tubuh MNLF terjadi konflik internal karena perbedaan

tuntutan yang akan diusung dalam perundingan di Jeddah dan dilanjutkan di

Tripoli. Perpecahan MNLF dikarenakan munculnya perbedaan pendapat

mengenai arah perjuangan Muslim Moro. Nur Misuari mewakili kelompok

Nasionalis Sekuler, Hashim Salamat melebarkan gaya perjuangan dengan

Nasionalis Islam, serta kelompok Macapanto Abbas yang lebih kepada perjuangan

di parlemen.102

Dalam hal ini intelektual Moro yang berada di Jeddah menuduh Nur

Misuari tidak memperjuangkan kepentingan ummat Islam. Ia ingin meluruskan

perjuangan MNLF yang dianggapnya mengarah ke sekuler. Maka di bawah

Salamat Hashim, mereka berusaha menguasai MNLF, tetapi mereka gagal.

Mereka kemudian membentuk Moro Islamic Lilberation Front yang lebih

berorientasi kepada Islam Moro daripada Nasional Moro.103

MNLF yang tetap berada di bawah pimpinan Nur Misuari memindahkan

markasnya ke Tripoli, Libya. Sementara itu Hashim Salamat yang keluar

mendirikan Moro Islamic Liberation Front (MILF) di Kairo, dan kelompok ketiga

Macapanton Abbas, bersama mantan anggota Kongres, Haroun al Rashid Lucman

Abbas mendirikan organisasi Bangsa Moro Liberation Front (BMLO) yang

101 John Gershman, Asia Tenggara Konsentrasi baru Kebangkitan Islam; Peta dan Prospek

Gerakan Islam di Filipina, (Bandung : Fokus Media, 2003). h. 239 102 Ensiklopedi Tematis Dunia Islam. h. 479. 103 Problematika Minoritas Muslim di AsiaTenggara. h. 109

Page 67: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

67

berkedudukan di Jeddah. Namun BLO tidak diperhitungkan, karena mereka

bergabung dalam Pemerintahan Filipina.104

Pendiri MILF, Hashim Salamat merupakan yang berpendidikan agama

ingin mengutamakan orientasi Islam pada kelompoknya melalui pemisahan diri

MNLF, yang mana MNLF telah dihormati seperti sebuah organisasi yang kekiri-

kirian.105

Ada perbedaan mendasar antara MNLF dan MILF. Mengenai hal ini,

Hashim Salamat menjelaskan bahwa gerakannya sekarang tidaklah semata-mata

bersifat nasionalis saja. ‘Kami menginginkan sesuatu yang lebih universal yang

juga bisa berlaku untuk bangsa lain yang menuntut hak-hak mereka. Ini semua

bisa tercakup dengan satu pengertian, Islam” ujarnya.106

Singkatnya, MNLF di bawah Nur Misuari mau menerima otonomi di

bawah kekuasaan Pemerintah Manila, sedangkan MILF menginginkan

terwujudnya negara Islam Moro yang merdeka. Dengan perbedaan target

pencapaian itu, maka perjuangannya pun berbeda. MILF menolak berunding

dengan Pemerintah Filipina dan menolak Tripoli Agreement. MILF menolak

kesepakatan itu, karena alasan sebagai berikut:

1. Perjanjian hanya mempertimbangkan satu sisi persoalan dan tidak

pernah menyentuh persoalan dasar Bangsamoro yang ingin menentukan

nasibnya sendiri

104 Muslim Sparatism: the Moros of Southern Philippines and Malays of Southern Thailand.

h.. 73 105 Ibid. h. 85 106 Revolusi Damai; Rekaman Kemelut di Filipina. h.194

Page 68: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

68

2. Perjanjian itu tidak adil dan tidak ada kebebasan untuk Bangsamoro.

Perdamaian tanpa keadilan dan kebebasan untuk pihak yang

dikecewakan merupakan pola penindasan kolonial.

3. Perjanjian hanyalah solusi untuk masalah Pemerintah Filipina, tetapi

tidak merupakan solusi Bangsamoro.107

Ini menunjukkan Hashim Salamat berusaha melebarkan gaya

perjuangannya dari sekedar perjuangan atas dasar Nasionalisme menjadi bentuk

perjuangan yang berdasarkan agama. Bentuk ini bisa dikatakan lebih menajamkan

tuntutan atas daerah mereka di Filipina Selatan.108

Dalam menghadapi MILF, Pemerintah Filipina mengajukan lima point

‘Interim Agreement’ yang antara lain berisi gencatan senjata, pembicaraan

perdamaian, dan kesepakatan damai 15 Desember 2000. Pemerintah Filipina di

Manila berharap Interim Agreement bisa disepakati pada 30 Juni 2000. Namun

menanggapai permintaan itu, MILF ingin mempelajari terlebih dahulu dan tidak

menghiraukan deadline tanggal 30 Juni, dan akhirnya perjanjian itu pun gagal.

C.1. Hashim Salamat dan Dukungan Internasional

Sejak terjadi konflik internal di tubuh MNLF, Hashim Salamat menuduh

Nur Misuari sebagai seorang Komunis yang menggunakan bendera Islam untuk

menutupi tujuan-tujuannya sendiri. Tuduhan Hashim Salamat bisa saja merupakan

black propaganda untuk menjatuhkan Nur Misuari dari MNLF agar MILF

mendapat dukungan internasional. Namun tuduhan menurut Cesar A Majul karena

107 Problematika Minoritas Muslim di Asia Tenggara. h.110 108 Revolusi Damai; Rekaman Kemelut di Filipina. h.194

Page 69: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

69

ketika Nur Misuari menjadi mahasiswa Universitas Filipina, Misuari adalah

anggota organisasi beraliran kiri yang dinamakan Kabataan Makabayan (KM).

Sejak KM menjadi semakin berorientasi Maois, ia keluar atau dipecat

karena kepercayaannya tidak cukup beraliran kiri. Setelah diadakan beberapa

‘pembersihan’ dalam KM, maka klik Maois di bawah kepemimpinan Jose Maria

Sison mengambil alih seluruh organisasi. Sison menjadi ketua Partai Komunis

Filipina, Sison kemudian ditangkap pemerintah pada bulan November 1977.

Misuari memang lebih lama menjadi anggota KM, ketika berada di bawah kontrol

Sison.109

Dalam hal ini kubu Bangsa Moro Liberation Organization (BMLO) juga

secara ironis menggunakan isu ini. Semua ini memang tidak menyangkal

kemungkinan, bahwa kelompok Komunis telah mencoba mengadakan kontak

dengan MNLF. Bagaimanapun juga, Misuari telah dapat meyakinkan kaum

simpatisan Islam di Filipina dan di luar negeri, bahwa ia bukan dan tidak akan

pernah menjadi seorang komunis.

Tuduhan Hashim Salamat (MILF) dan Macapanto (BMLO) terhadap

Misuari menyebabkan Nur Misuari mendapat panggilan dari Rabithah Alam

Islami; namun Misuari dapat meyakinkan para pemimpin tertinggi Rabithah

bahwa dirinya bukanlah seorang Komunis atau Marxis, melainkan seorang

Muslim. Salah seorang anggota Rabithah kemudian menyatakan bahwa Nur

Misuari adalah seorang muslim, tetapi bahasanya kelihatannya dipengaruhi oleh

Marxisme.110

109 Dinamika Islam Filipina. h. 91 110 Ibid. h. 93

Page 70: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

70

Pada tanggal 23 Desember 1977, dengan ‘instrument take over’, Hashim

Salamat memberitahukan kepada Sekretariat Organisasi Konferensi Islam (OKI)

bahwa Komite Pusat Moro National Liberation Front (MNLF) telah berganti

nama menjadi Moro Islamic Liberation Front (MILF). Namun OKI tidak

menanggapi usulah politis Hashim Salamat, karena beranggapan bahwa Nur

Misuari dengan MNLF-nya mempunyai status peninjau di OKI sejak tahun 1974,

sebagai satu-satunya wakil sah rakyat Moro.111 Tentu saja ini merupakan

kekalahan diplomasi MILF terhadap dunia internasional.

Namun di luar konflik tersebut, ada indikasi usaha mendamaikan MILF

dan MNLF. Dikabarkan, sebelum pertemuan OKI di Kuala Lumpur, Nur Misuari

sebagai pemimpin MNLF dan Gubernur ARMM (Autonomous Region Of

Muslim Mindanao) bertemu dengan Ghazali Jaafar, wakil pimpinan MILF urusan

politik. Dalam pertemuan tersebut, Nur Misuari menerima surat dari Hashim

Salamat, Pimpinan MILF.112 Namun ternyata MILF dan MNLF tidak bisa bersatu

karena perbedaan visi, di satu sisi Nur Misuari menghendaki Nasionalisme Moro,

di sisi lain Hashim Salamat menghendaki tidak hanya Nasionalisme Moro, tetapi

Nasionalisme Islam Moro. Karena menurutnya antara Islam dan Moro tidak dapat

dipisahkan.

C.2. Konsep Nasionalisme Islam MILF

Seperti yang telah dijelaskan di atas, pebedaan mendasar antara gerakan

Moro Nastional Liberation Front (MNLF) pimpinan Nur Misuari dengan Moro

Islamic Liberation Front (MILF) pimpinan Hashim Salamat adalah mengenai

111 Peran Pihak Ketiga dalam Resolusi Konflik. h. 35 112 Problematika Minoritas Muslim di Asia Tenggara. (Jazkarta: ). h. 113

Page 71: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

71

konsep perjuangan. Jika Nur Misuari mencita-citakan Republik Bangsa Moro

tanpa menyisipkan kata-kata Islam, meskipun dalam prakteknya ia mencari

dukungan dengan sentimen keislaman. Di sisi lain Hashim Salamat

memperjuangkan Nasionalisme Bangsa moro yang dielaborasikan dengan ide-ide

Keislaman.113

Menurut Al Chaidar, ide dasar dari MILF nampaknya tidak jauh berbeda

dengan konsep Darul Islam yang pernah bergolak di Indonesia di bawah pimpinan

Kartosuwiryo. Menurutnya Daerah Islam hanya satu, namun status dan

kondisinya berubah-ubah. Penguasaan terhadap wilayah menjadi demikian urgen

dalam Islam sebagai wujud konsep mulkiyah Allah dalam ‘aqidah Islam. Bangsa

Moro sangat yakin bahwa suatu ketika seluruh Bangsa Filipna akan kembali

kepada Islam. Bangsa Moro percaya bahwa sebelum kolonisasi Spanyol,

masyarakat kepulauan Filipina beragama Islam.114

Dalam hal ini Imam Margaran, seorang anggota MILF mengatakan bahwa

suatu ketika bangsa Filipina akan menjadi Islam lagi. Latar belakang Kebangsaan

Islam yang melekat pada keyakinan orang-orang Islam Bangsa Moro memberikan

keyakinan yang besar bahwa suatu saat Filipina akan kembali menjadi Islam.

Keyakinan akan hal itu dapat dilihat dari awal kemerdekaan Filipina tahun 1946.

Sebenarnya, sejak kemerdekaan Filipina itulah, sudah ada keinginan Pemerintah

di bawah Presiden Manuel Quezon untuk mengasimilasi Moro, yang selalu

mencari warisan kulturalnya di alam Melayu dan Timur Tengah. Tetapi semenjak

113 Revolusi Damai; Rekaman Kemelut di Filipina. h.194 114 Ideologi Negara Islam di Asia Tenggara. h. 216

Page 72: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

72

pemerintahan Ferdinand Marcos yang dimulai tahun 1966, bangsa Moro mulai

menarik jarak dari pemerintah sekuler.115

Dari sudut keyakinan Bangsa Moro mempercayai siklus sejarah, dimana

Islam akan bangkit setelah serangkaian Proses hispanisasi, Amerikanisasi serta

Filipinisasi. Proses Hispanisasi (Spanyolisasi) berlangsung ketika kedatangan

Spanyol di Filipina Utara pada 1521 memerlukan waktu lebih dari satu abad untuk

mencapai Filipina Selatan. Proses Hispanisasi ini berjalan dengan cara

menanamkan pengaruh Gereja ke dalam institusi dan pranata negara dan

masyarakat.

Kemudian dalam sebuah pertempuran di teluk Manila, ketika Amerika

mengambil alih kekuasaan dari Spanyol pada 1898, Filipina masuk ke dalam fase

proses Amerikanisasi yang dibagi menjadi tiga tahap: pertama, pemerintahan

militer (1898-1913), kedua, Pemerintahan Sipil (1913-1935), dan ketiga,

Commonwealth atau persemakmuran (1935-1946).116 Berbeda dengan proses

Hispanisasi yang memiliki misi komersial, imperial dan agama, maka proses

Amerikanisasi merupakan proses la mission civilatrice, misi untuk membuat

orang-orang Moro beradab, yakni demokrasi.117

Pengalaman sejarah yang dialami Bangsa Moro ini rupanya membawa

Muslim Moro sangat teliti dalam mengusung identitas dalam proses perjuangan

eksistensi mereka. Bisa dipahami bahwa pemikiran Hashim Salamat memilih

Nasionalisme Islam karena sadar betul bahwa perjuangan Moro pada masa

kolonial hingga Kemerdekaan Filipina tahun 1946 yang mengusung Islam sebagai

115 Nurul Agustina, Muslim Moro, Bangkit dari Puing-Puing: Republika, 19 April 1995. 116 Bresnan, John (ed), Krisis Filipina; Zaman Marcos dan Keruntuhannya, (Jakarta:

Gramedia, 1988. h.13 117 Ideologi Negara Islam di Asia Tenggara. h.220

Page 73: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

73

identitas tidaklah cukup. Nasionalisme Bangsa Moro yang diusung Moro National

Liberation Front pimpinan Nur Misuari juga tidak cukup, karena Bangsa Moro

tidak bisa dibatasi dengan letak geografis yang hanya di Filipina Selatan,

melainkan Moro adalah sebuah Bangsa yang beragama Islam. Untuk itulah ia

mengusung Nasionalisme Islam.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam perjalanan konflik di

Filipina sejak masa kolonialisme Spanyol hingga pemerintahan Filipina, identitas

perjuangan muslim selalu berubah sesuai dengan kondisi sosial dan politik

zamannya. Namun dalam perkembangan sejarah Filipina, lahirnya organisasi

modern muslim Filipina memunculkan dua identitas yang diusung masing-masing

organisasi, yakni Nasionalisme Moro yang diusung MNLF dan Nasionalisme

Islam oleh MILF.

Nasionalisme Moro merupakan perasaan kebangsaan masyarakat muslim

Filipina Selatan yang tumbuh karena beberapa faktor, yakni kondisi sosial yang

merasa didiskriminasikan sejak masa Spanyol hingga kemerdekaan Filipina,

selain itu masyarakat Filipina Selatan yang beragama Islam merasa mempunyai

kultur yang berbeda dengan masyarakat Filipina Utara yang beragama Kristen

sejak kolonialisme Spanyol. Namun sekalipun masyarakat Filipina Selatan

mayoritas beragama Islam, mereka memahami tidak mungkin berjuang untuk

mendirikan negara Islam, oleh sebab itu MNLF mengusung Nasionalisme. Dalam

hal ini untuk membedakan dengan nasionalisme negara Filipina, maka MNLF

menyebut Nasionalisme Moro.

Nasionalisme Islam yang diusung MILF pada dasarnya tidak jauh berbeda

dengan nasionalisme yang diusung MNLF. Karena memang MILF lahir dari

Page 74: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

74

MNLF. Namun dalam perkembangannya Hashim Salamat menegaskan adanya

peran serta Islam dalam perjuangan di Filipina Selatan sejak masa Spanyol

membuat Hashim Salamat membentuk MILF yang mengusung Nasionalisme

Islam. Tidak hanya memperjuangankan kemerdekaan bangsa Moro, tetapi juga

mencita-citakan negara Islam.

Page 75: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

75

BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Islam merupakan agama terbesar kedua yang dianut rakyat Filipina setelah

Katolik. Sedikitnya terdapat 3 juta orang Islam di Filipina pada tahun 1975, atau

7 persen dari seluruh penduduk negara tersebut yang berjumlah 42. 070.600.

Namun masyarakat Muslim sejak kemerdekaan Filipina dianggap sebagai warga

negara kelas dua karena merasa didiskriminasikan.

Muslim Filipina dikenal dengan sebutan bangsa Moro. Istilah Moro

berasal dari kata ‘Moor’, ‘Moriscor’ yang berasal dari istilah latin ‘Mauri’, istilah

yang sering digunakan orang-orang Romawi kuno untuk menyebut penduduk

penduduk wilayah Aljazair Barat dan Maroko. Ketika bangsa Spanyol tiba di

Filipina dan menemukan komunitas yang memiliki adat dan istiadat seperti orang-

orang Moor di Andalusia, maka mereka mulai menyebut orang-orang Islam

Filipina dengan istilah Moro.

Pada masa-masa awal kemerdekaan Filipina, harapan teriptanya

perdamaian bagi masyarakat Muslim Filipina belum benar-benar terwujud.

Diskriminasi terhadap Muslim Filipina saat ini pada dasarnya tidak terlepas dari

rangkaian sejarah kolonialisme Spanyol atas Filipina. Di mana jauh sebelum

Spanyol melakukan ekspansi ke Filipina, terdapat tiga kesultanan Muslim yang

mempunyai pengaruh cukup luas di kepulauan Filipina, yakni; Kesultanan Sulu

(meliputi wilayah Sulu, Basilan, Palawan, Negros, Panay, Mindoro, dan Iloco di

sebelah utara pulau-pulau Luzon), Kesultanan Manguindanao, dan Kesultanan

Buayan.

Page 76: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

76

Minoritas Muslim Filipina ini didiskriminasi oleh pemerintah Filipina

yang mendiskriminasikan Moro seperti halnya masa kolonialisme, khususnya di

Filipina Selatan yang dihuni oleh komunitas Muslim. Menurut Masyarakat Moro,

pemerintah Filipina hendak menghancurkan kebudayaan Islam untuk digantikan

dengan kebudayaan Barat yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan dari

peradaban Kristen dari kolonialisme Spanyol dan Amerika.

Situasi tersebut memaksa masyarakat Muslim untuk membentuk

organisasi-organisasi Islam modern modern untuk mempertahankan eksistensinya.

Tentunya sebuah organisasi sebagi wadah perjuangan harus mempunyai

konsespsi yang menjadi identitas tersendiri dalam melawan diskriminasi yang

dilakukan pemerintah Filipina.

Moro National Liberation Front (MNLF) adalah organisasi Moro pertama

yang dalam perjuangannya mengangkat senjata untuk mempertahankan diri. Nur

Misuari, konseptor ideologi, pendiri dan sekaligus pemimpin MNLF menetapkan

MNLF sebagai organisasi yang bertujuan untuk mendirikan Republik Bangsa

Moro. Tentunya Nur Misuari mengusung nasionalisme Moro dengan

mengecualikan Islam sebagai agama yang dianut bangsa Moro.

Secara pribadi, nur Misuari merupakan sorang Muslim yang taat, namun ia

tidak meletakkan Islam sebagai bagian yang diperjuangkan masyarakat Moro.

Kemungkinan, pemikiran Misuari yang moderat lahir karena ia sadar bahwa pasca

Perang Dunia II, negara agama tidak lagi relevan, karena itulah ia mengusung

Nasionalisme Moro.

OKI dan Libia merupakan mediator antara pemerintah Filipina dengan

MNLF sehingga melahirkan persetujuan bagi otonomi tiga belas Provinsi di

Page 77: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

77

Selatan di mana terdapat prosentase Muslim yang besar. Tiga belas Provinsi

tersebut adalah Pulau Palawan, Tawi-Tawi, Sulu, Basilan, Zamboanga del sur,

Zamboanga del Norte, Kota Batu Utara, Manguindanao, Sultan Kudarat, Kota

Batu Selatan, Lanao del Sur, Lanau del Norte, dan Davao del Sur. Namun

Pemerintah Filipina di bawah kepemimpinan Marcos pasca perjanjian Tripoli

hanya menyatakan bahwa Muslim merupakan mayoritas di Tawi-tawi, Sulu,

Basilan, Manguindanao dan Lanao Sur.

Masyarakat Muslim yang multi etnik menyebabkan adanya perbedaan

pandangan mengenai identitas yang di usung. Apakah hanya akan

memperjuangkan kemerdekaan Bangsa Moro, ataukah Bangsa Islam Moro.

Dalam hal ini Nur Misuari, seorang muslim moderat, melalui MNLF mengusung

kemerdekaan Bangsa Moro (bukan negara Islam), sedangkan Hashim Salamat

yang keluar dari MNLF mendirikan Moro Islamic Liberation Front (MILF) dan

mengusung mengusung Nasionalisme Islam. Menurut Hashim Salamat Moro

bukan hanya sebuah bangsa, tapi juga merupakan masyarakat Muslim. Tentunya

munculnya identitas sebagai sebuah jargon yang diusung tidak muncul dengan

tiba-tiba, ada faktor-faktor yang mempengaruhinya dalam rangkaian historis.

B. Saran

Saat ini hampir seluruh Universitas di negara-negara maju berlomba-

lomba untuk mendirikan sebuah departemen yang khusus mengkaji

perkembangan Islam di Asia Tenggara, termasuk Filipina. Ironisnya, Indonesia

yang merupakan bagian dari Asia Tenggara minim sekali pengkajian mengenai

wilayahnya sendiri. Untuk itu mari kita kembangkan studi Islam Asia Tenggara.

Page 78: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

78

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Primer

Agustina, Nurul, Muslim Moro, Bangkit dari Puing-Puing: Republika, 19 April

1995.

Gowing, Peter G. dan Robert D McAmis, The Moro Wars: Solidaridad Publishing

House, Manila, 1974.

Kamlian, Jamail, Bangsamoro Society and Culture, Iligian Centre for Peace

Education Research, 2001.

Kompas, 18 April 1993. wawancara dengan Misuari

Majul, Cesar A, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern: Mizan, Jakarta, 2001.

_______________, Moro; Pejuang Muslim Filipina Selatan: Al Hilal, Jakarta,

1997.

_______________, Dinamika Islam Filipina: LP3 ES, Jakarta, 1984.

Mansurnoor, Iik Arifin, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam vol.6: Ichtiar van

Hoeve, Jakarta, 2003.

Sumber Sekunder

Al Chaidar, Ideologi Negara Islam Asia Tenggara; Telaah Perbandingan atas

Terbentuknya Diskursus Politik Islam Dalam Gerakan Pembentukan

Negara di Indoneis dan Filipina Pasca Kolonialisme: Tesis UI,

Jakarta, 1996.

Al Chaidar, Wacana Ideologi Gerakan Islam; Studi Harakah Darul Islam dan

MNLF: Darul Falah, Jakarta, 1999.

Page 79: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

79

Alfian, Peran Pihak Ketiga dalam Resoluisi Konflik; Kasus Indonesia-Libya

dalam Penyelesaian Konflik Antara Pemerintah Filipina dan MNLF

di Filipina Selatan: UI, Jakarta, 2002.

Bresnan, John (ed), Krisis Filipina; Zaman Marcos dan Keruntuhannya

:Gramedia, Jakarta, 1988.

Budiwanti, Erni, Gerakan Pembebasan Moro dan Perjanjian Damai: Artikel

LIPI.

Budiwanti, Erni, Minoritas Muslim di Filipina, Thailand dan Myanmar; Masalah

Represi Politik, LIPI, Jakarta, 2003.

Djunaedi, Mahbub, Pergolakan Umat Islam di Filipina Selatan: PT Al Ma’arif,

Jakarta, 1975.

George, T.J.S, Revolt in Mindanao; The Rise of Islam in Philippine politics:

Oxford University, Osford., 1980.

Gershman, John, Asia Tenggara Konsentrasi baru Kebangkitan Islam; Peta dan

Prospek Gerakan Islam di Filipina: Fokus Media, Bandung, 2003.

Gottschalk, Louis, Mengerti Sejarah, UI Press, Jakarta, 2006

Hendropuspito, Sosiologi Agama: Gunung Mulia, Jakarta, 1993.

Kamaruzzaman, Aka dan M Dahlan, Kamus Ilmiah Serapan, Yogyakarta,

Absolut, 2005.

Kettani, Ali, Minoritas Muslim di Dunia Dewasa ini: Rajawali Pers, Jakarta,

2001.

Bracher, Jacques Laqan; Diskursus dan Perubahan Sosial, Yogyakarta, jalasutra,

2000.

Page 80: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

80

Che Man, W.K Muslim Separatism: The Moros of Southern Philipines and The

Malays of Southern Thailand, Oxford University Press, 199.

Erik, Erikson. H, Identitas dan Siklus Hidup Manusia, Gramedia, Jakarta, 1989.

Lamijo dan Syafuan Rozi, Demografi fan Sejarah Kolonisasi di Fiipina: LIPI,

2001, Jakarta.

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif: PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001.

Madale, Nagasura, Tradisi dan Kebangkitan Islam Asia Tenggara: LP3 ES,

Jakarta, 1988.

Mardalis, Metodologi Penelitian; Suatu Pendekatan Proposal: Bumi Aksara, Jakarta, 1993.

Margono,S, Metodologi Pendidikan: PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2005. Mashad, Durorudin, Gerakan Resistensi Minoritas Muslim Filipina, Thailand,

dan Myanmar: LIPI, Jakarta, 2004.

Muzani, Saiful (edt), Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara:,

LP3ES, Jakarta, 1993.

Nadaek, Kustigar dan Atmadji, Revolosi Damai; Rekaman Kemelut di Filipina:

Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1986.

Pujiastuti, Tri Nuke, Problematika Minoritas Muslim di Filipian, Thailand,, dan

Myanmar: Artikel LIPI, Jakarta.

Romulo, Carlos P, Ensiklopedi Negara dan Bangsa jilid 3; Filipina: Grolier

Internasional, PT Widyadara Jakarta, 2003. Filipina.

Wahyudi, Garni Janto Bambang, Kerjasama Regional ASEAN Menghadapi

Terorisme nternasional: Jakarta, 2003.

Page 81: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

81

Zainuddin, Rahman, Sejarah Minoritas Muslim di Filipina, Thailand, dan

Myanmar: Artikel LIPI, Jakarta, 1998.

Page 82: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

82

Lampiran 1 (Cesar A Majul, Dinamika Islam Filipina, Jakarta, LP3ES, 1989)

KESEPAKATAN PARA PEMIMPIN ISLAM UNTUK BERSATU

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Besar, Maha Pemurah lagi Maha

Penyayang

Dihadapkan kepada ancaman-ancaman terhadap eksistensi ummat Islam di

Filipina, yang disebabkan oleh peristiwa-peristiwa di masa lalu dan belakangan

ini, maka sebagai suatu kesepakatan untuk bersatu, kami, setelah mengadakan

musyawarah sebagaimana mestinya, dengan ini mengeluarkan komunike ini:

Kami semua menyadari dan merasa sangat prihatin mengenai hak-hak dan

kewajiban Islami rakyat kami sebagai Muslim dan sebagai warga negara, dan

menyadari amanat yang diberikan kepada kami oleh rakyat kami, untuk bekerja

demi kesejahteraan mereka dan melindungi hak-hak mereka dari segala bentuk

pelanggaran.

Untuk melaksanakan kewajiban ini, kami dengan ini sepakat untuk bersatu

padu, mengesampingkan semua perselisihan pribadi dan politik di masa lampau

dan di masa sekarang, dengan tujuan untuk memerangi musuh-musuh kami

sebagai ummat Islam;

Kami telah memperhatikan peristiwa-peristiwa yang telah menimpa orang-

orang Islam di Filipina di masa lalu, seperti : pembantaian di Jabidah, gangguan-

gangguan terhadap desa-desa Muslim yang mengakibatkan kerugian berupa

kurban jiwa dan harta benda, rentetan pembunuhuan, serangan, dan penganiayaan

yang sedang berlangsung terhadap orang Islam di Cotabato dan Lanao del Sur, di

Page 83: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

83

mana mayat-mayat mereka dikotori, masjid-masjid dan rumah-rumah mereka

dibakar, belum lagi diskriminasi yang terus menerus dilakukan teradap orang-

orang Islam di banyak tingkat kehidupan nasional serta pemalsuan atau

pemutarbalikan citra mereka yang sebenarnya sebagai buah rakyat yang punya

sejarah.

Serangan-serangan tanpa arasan terhadap orang-orang Islam, seperti

pembantaian yang kejam terhadap 61 laki-laki, wanita dan anak-anak Islam di

sebuah tempat ibadah , yakni sebuah masji di Manila, Cermen, Cotabato, oleh

gerombolan sewaan ‘Ilaga’, yang melakukan kejahatan-kejahatan sebesar itu

tanpa mendapatkan hukuman, menunjukkan bahwa orang-orang Islam tidak

mendapat perlindungan sepenuhnya, yang merupakan hak mereka di bawah

perundang-undangan negara.

Semua kekejaman yang biadab dan tidak manusiawi terhadap orang-orang

Muslim itu, seperti memotong kuping orang-orang Islam yang sudah mati, dan

sebagainya merupakan pelanggaran terhadap hukum Allah, konstitusi dan

perundang-undangan yang berlaku, dan suatu3ancaman yang serius dan nyata

terhadap kebebasan beragama rakyat kami, serta suatu penghinaan terhadap hati

nurani dan deklarasi Universal PBB mengenai Hak-Hak Asasi Manusia.

Melihat kemampuan mniliter perampok-perampok ‘Ilaga’ itu, sepertinya

ternyata dari bukti-bukti yang ada, ada alasan yang kuat untuk percaya, bahwa

mereka bersekongkol dengan atau mendapat dukungan dari, sektor-sektor tertentu

Angkatan Bersenjata dan kaum politisi Kristen setempat.

Pola Agresi dan tindakan-tindakan kriminal di daerah-daerah Muslim itu,

jika tidak dihentika dengan segera oleh pemerintah, akan memperkuat anggapan

Page 84: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

84

bahwa memang ada rencana untuk menceraiberaikan orang-orang Islam dengan

meniadakan komunitas mereka.

Dalam kasus kaum pengungsi, kenyataan bahwa pemerintah hingga kini

belum mengmbalikan mereka ke tempat-tempat asal mereka, belum mengganti

kerugian yang telah mereka derita, berbeda sekali dengan sikap ketika mereka

dengan segera merehabilitasi dan mengganti rumah-rumah di Ora Este dan Ora

Centro di bantay, Ilocos Sur, dan melindungi penduduknya, telah semakin

mengikis kepercayaan orang Islam, terhadap kejujuran dan pemerintah untuk

menegakkan hak-hak mereka, melindungi jiwa dan harta benda mereka.

Mengingat fakta-fakta dan alasan-alasan di atas, kami mendesak

pemerintah agar menerima baik usul-usul kami untuk menjamin perdamaian yang

langgeng di negeri ini, dan agar supaya tentara pemerintah melindungi tidak

hanya jiwa orang-orang Kristen, tetapi juga jiwa orang-orang Islam.

OLEH SEBAB ITU, KAMI berseru kepada semua orang yang berada di

belakang gerombolan sewaan ‘Ilaga’ itu, agar menghentikan rencana-rencana

mereka terhadap kaum Muslim, karena kami sudah tau siapa mereka itu, dan kami

tahu mereka dapat menghentikan apa yang mereka mulai; jika mereka tidak mau

menghentikan rencana-rencana mereka itu, akan terjadi akibat-akibat yang gawat

dalam kehidupan nasional negara ini.

Kami berseru kepada hierarki Katolik dan golongan-golongan Kristen

lainnya untuk menggunakan kepemimpinan moral dan spiritual mereka dengan

menghimbau orang-orang seagama mereka agar menghormati Islam dan orang-

orang Islam sebagai dasar perdamaian dan keselarasan.

Page 85: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

85

Kami menghimbau kepada semua orang Kristen yang progresif dan

beritikad baik agar berusaha keras untuk mewujudkan persatuan dan dengan

demikian menghindari disintegrasi bangsa;

Akhirnya, apabila pemeriintah tidak, atau tidak mau melakukan

kewajibannya yang fundamental untuk memberikan perlindungan yang sama

kepada semua warganegaranya, apakah mereka itu Muslim atau Kristen, apabila

pemerintah tidak menghentikan tindakan-tindakan perampokan dan pemusnahan

di daerah-daerah Muslim, yang dilakukan dengan cara biadab dan terang-terangan

di depan mataangkatan bersenjata pemerintah, dan apabila kami tidak

memperoleh keadilan untuk rakyat kami melalui cara-cara yang damai dan

menurut hukum, maka hari ini, di hadapan Allah, kami berjanji tanpa

mengindahkan kedudukan pribadi dan politik kami, untuk berusaha sekuat tenaga

untuk mempertahankan umat dan negeri kami. Untuk tujuan itu, kami bersedia

mengorbankan harta benda kami dan bahkan jiwa kami, sebagaimana yang telah

dilakukan oleh nenek-moyang kami di masa lalu untuk membela kemerdekaan

dan Islam.

Para penandatangan:

Mamital A Tamano, Senator

Presiden Liga Pengacara Muslim Filipina

Salipada K Pendatun, Anggota DPR

Presiden Perhimpunan Muslim Filipina

Ali Dimaporo, Anggota DPR

Presiden, Dewan Tertinggi Urusan Islam Filipina

Domocao Alonto, Delegate

Direktur Jendera Anzar el Islam

Page 86: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

86

Sultan Rashid Lucman

Ketua, Persatuan Kekuatan-Kekuatan Islam Filipina

Sandiale Sambolawan, Pengacara

Constitutional Delegate, Cotabato City

Macacana Dimaporo, Anggota DPR

Lanao del Sur

Benjamin Abu Bakar, Pengacara

Bekas Gubernur Jolo, Sulu

Kasan Marohombzar

Wakil Gubernur Ladnao del Sur

Pullong Arpa

Bekas Duta Besar Jolo, Sulu

Cesar Adib Majul, Dekan

College of Arts & Sciences U.P. Diliman, Quezon City

Datu Udtog Matalam, Jr

Pikit, Cotabato

Hadji Arsad Sali

Bekas Gubernur Jolo, Sulu

Muz Izquierdo

Anggota Dewan Pemerintah Profinsi Jolo, Sulu

Midpantao Adil, Pengacara

Constitutional Delegate, Pagalungan, Cotabato

M. Guro

Delegate Lanao del Sur

Lininding Pangandaman

Constitutional Delegate, Lanao del Suru

Michael Mastura, Pengacara

Constitutional Delegate, Cotabato City

Nur Misuari

University of The Philippines

M.Y. Abbas, Jr., Pengacara

Ketua Majelis Nasional Pemuda Muslim

Page 87: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

87

Ir. Farouk Carpizo

Sekjend National Coordination Council for Islamic Affairs, Inc.

Musib buat, Pengacara

Nurul Islam; Cotabato

Ustadz Kunung Pumbaya

Imam Masjid Manila

Abraham Rasul, Pengacara

Mantan CNI Commisioner, jolo, Sulu

Madki Alonto, pengacara

Mantan Gubernur Lanao del Sur

Aminkadra Abu Bakar

Walikota Jolo, Sulu

Manaros Boransing

Profesor Mindanao State university

Ustadz Calbi Tupay

Basilan City

Kalingalan Kaluangn

Jolo, Sulu

Kapten Hassan Bagis

Jolo, Sulu

Atas nama Pemimpin-Pemimpin Muslim di Filipina

Page 88: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

88

Lampiran 2 (Cesar A Majul, Dinamika Islam di Filipina, Jakarta: LP3ES, 1989)

MANIFESTO PEMBENTUKAN REPUBLIK BANGSA MORO

Kami, rakyat Bangsamoro yang ingin membebaskan diri dari teror,

penindasan dan tirani kolonialisme Filipia, yang telah menimbulkan penderitaan

dan kesengsaraan yang tak terperikan, dengan jalan merampas tanah kami,

mengancam Islam melalui penghancuran dan penodaan (secara besar-besaran)

tempat-tempat peribadahannya serta Kitab Sucinya, dan mebunuhi saudara-

saudara kami, laki-laki perempuan, dan orang-orang yang sudah tua, dalam suatu

kampanye pemusnahan bangsa kami pada tingkat yang sangat mengerikan.

DENGAN CITA-CITA untuk mempunyai preogatif tunggal guna

menentukan dan merencanakan nasib bangsa kami sendiri, sesuai dengan

kehendak bebas kami sendiri guna menjamin masa depan kami dan masa depan

anak cucu kami.

Setelah mengembangkan suatu bentuk ideologi yang cocok, yang telah

berhasil menggalang persatuan rakyat kami yang kukuh dan memperkuat identitas

dan watak nasionalnya.

Setelah membentuk Front Pembebasan Nasional Moro (Moro National

Liberation Front) serta badan militernya, yakni Tentara Bangsamoro sebagai alat

pokok kami untuk mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran utama kami

dengan dukungan bulat massa luas rakyat kami, dan akhirnya:

SETELAH kami sekarang menguasai dengn kukuh ebagian tanah air

bangsa kami, melalui kemenangan-kemenangan cemerlang yang berturut-turut

Page 89: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

89

telah dicapai oleh Tentara Bangsamoro kami dalam pertempuran melawan

Angkatan Bersenjata Filipina dan Diktator Marcos, dengan ini mengumumkan:

• Bahwa, untuk selanjutnya, rakyat dan Revolusi Bangsamoro setelah

mendirikan Republik Bangsamoro, memutuskan segala ikatan politik,

ekonomi dan ikatan-ikatan mereka lainnya dengan pemerintah Filipina

yang menindas di bawah rezim Diktator Ferdinand Marcos, untuk

menegakkan suatu negara yang bebas dan merdeka bagi rakyat

Bangsamoro.

• Bahwa rakyat dan Revolusi kami, yang menjunjung tinggi asas hak

menentukan nasib sendiri, mendukung hak semua rakyat dari semua

bangsa dalam perjuangan memreka yang sah dan adil untuk kelangsungan

hidup nasional, kebebasan dan kemerdekaan mereka.

• Bahwa rakyat dan Revolusi Bangsamoro, demi kebenaran akan menjamin

kebebasan Pers.

• Bahwa, Untuk mempercepat kemajuan ekonomi tanah air Bangsamoro

yang telah diporakporandakan oleh peperangan, rakyat dan Revolusi kami

akan mendorong investasi asing dengan persyaratan dan di bawah kondisi-

kondisi yang menguntungkan bagi rakyat kami dan bagi investor. Oleh

sebab itu, investor-investor asing di tanah air Bangsamoro yang

memutuskan untuk meneruskan kegiatan ekonomi mereka di bawah rezim

revolusi, akan disambut dengan tangan terbuka.

• Bahwa, rakyat dan Revolusi Bangsamoro terikat kepada asas bahwa

mereka merupakan bagian dari Dunia Islam dan Dunia Ketiga serta dari

umat manusia yang dijajah dan ditindas di mana pun di dunia ini.

Page 90: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

90

• Bahwa Front Pembebasan Nasional Moro dan badan militernya, Tentara

Bangsamoro, tidak akan menyetujui setiao bentuk penyelesaian dan

persetujuan yang tidak memberikan kebebasan dan kemerdekaan penuh

kepada rakyat Bangsamoro yang tertindas.

• Bahwa revolusi rakyat Bangsamoro merupakan suatu revolusi dengan

suara hati sosial. Oleh sebab itu mereka terikat kepada asas pembentukan

suatu sistem pemerintahan yang demokratis, yang dalam keadaan yang

bagaimanapun tidak akan membiarkan atau menenggang segala bentuk

pemerasan dan penindasan terhadap setiap manusia oleh Manusia lainnya,

atau terhadap suatu bangsa oleh bangsa lainnya.

• Bahwa orang-orang Filipina yang ingin tetap tinggal di tanah air Nasional

Bangsamoro yang sudah merdeka akan diterima dengan tangan terbuka

dan akan mendapat hak-hak dan perlindungan yang sama dengan yang

diberikan kepada semua warga lainnya di Republik Bangsamoro, asalkan

mereka dengan resmi melepaskan kewarganegaraan Bangsamoro; hak

milik mereka akan dihormati sepenuhnya dan hak-hak plitik, kebudayaan

dan keagamaan mereka akan dijamin.

• Bahwa rakyat dan Revolusi bangsamoro terkat kepada kewajiban untuk

melestarikan dan mengembangkan kebudayaan Islam di kalangannya

sendiri tanpa merugikan perkembangan dan pertumbuhan agama-agama

dan kebudayaan-kebudayaan asli lainnya di tanah air kami.

• Bahwa rakyat dan Revolusi kami mengakui dan menjunjung tinggi

Piagam PBB dan Deklarasi Universal mengenai hak-hak Asasi Manusia.

Page 91: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

91

Dan selain itu, mereka akan menghormati dan tunduk kepada semua

peraturan hukuk dan konvensi yang mengikat bangsa-bangsa di dunia.

• Bahwa rakyat dan Revolusi Bangsamoro terikat kepada kewajiban untuk

melestarikan dan memperkukuh perdamaian dunia melalui kerjasama

timbal-balik di antara bangsa-bangsa, dan melalui kemajuan bersama

rakyat-rakyat di dunia. Oleh sebab itu, mereka terikat kepada asas saling

menghormati dan persahabatan di antara bangsa-bangsa tanpa memandang

keyakinan ideologis dan keagamaan mereka.

Oleh sebab itu, maka kami dengan ini menghimbau suara hati semua

orang di manapun, serta simpati semua bangsa di dunia, untuk membntu

mempercepat derap Revolusi kami dengan jalan secara resmi dan tanpa ragu-ragu

lagi mengakui dan mendukung hak sah rakyat kami untuk memperoleh kebebasan

dan kemerdekaan nasionalnya. Pengakkuan dan dukungan itu hendaknya

dikongkritkan dengan jalan menerima Bangsamoro sebagai anggota keluarga

bangsa-bangsa yang merdeka dan berdaulat di dunia, dan mengakui dengan resmi

Froont pembebasan Nasional Moro.

Ditetapkan di tanah air Bangsamoro, hari ini tanggal 18 Maret 1974.

Nur Misuari, Ketua Komite Sentral Front Pembebasan Nasional Moro

Page 92: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

92

Lampiran 3

(Cesar A Majul, Dinamika Islam di Filipina, Jakarta: LP3ES, 1989)

Dengan Menyebt nama Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Penyayang

Persetujuan Antara Pemerintah Republik Filipina dan MNLF dengan

Partisipasi Para Anggota Komisi Tingkat Menteri Empat Negara Dari

Organisasi Konferensi Islam dan Sekretaris Jenderal Konferensi Islam

Sesuai dengan Resolusi No. 4 Para. 5 yang telah disetujui oleh Dewan

Menteri Konferensi Islam dalam Persidangannya yang keempat di Benghazi,

Republik Arab Libya, dalam bulan Shafar 1939 H yang bertepatan dengan bulan

Maret 1973, yang menyerukan dibentuknya Komisi Tingkat menteri Empat

Negara yang mewakili Republik Arab Libya, Kerajaan Arab Saudi, Republik

Senegal dan Republik Somalia, untuk mengadakan perundingan dengan

Pemerintah Republik Filipina mengenai situasi kaum Muslim di bagian Selatan

Filipina;

Dan sesuai dengan Resolusi No. (18) yang telah disetujui oleh Konverensi

Islam yang diadakan di Kuala Lumpur, Malaysia, dalam bulan Jumadil akhir 1393

Hijriyah yang bertepatan dengan bulan Juni 1974 M yang merekomendasikan

upaya mencari suatu penyelesaian yang adil dan damai mengenai masalah orang-

orang Islam di Filipina Selatan melalui perundingan.

Dan sesuai dengan Resolusi No. 12/7/S yang telah disetujui oleh

konverensi Islam di Istambul dalam bulan Jumadil Awal 1396 Hijriyah yang

bertepatan dengan bulan Mei 1976 M, yang memberi kuasa kepada Komisi

Tingkat Menteri Empat Negara dan Sekretaris Jenderal Konverensi Islam untuk

Page 93: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

93

mengambil langkah-langkah yang diperlukan bagi dimulainya kembali

perundingan-perundingan.

Dan sebagai kelanjutan tugas yag dipikul oleh komisi Tingkat Menteri

Empat Negara dan Sekretaris Jenderal Konferensi Islam serta pembicaran-

pembicaran yang telah diadakan dengan Yang Mulia Presiden Marcos dari

republik Filipina.

Dan sebagai perwujudan ini Para (6) Komunike Bersama yang dikeluarkan

di Tripoli tanggal 25 Dzulhijjah 1396 H. Yang bertepatan dengan 17 November

1976. Setelah kunjungan resmi delegasi Pemerintah Filipina di bawah pimpinan

Ibu negara Filipina Nyonya Imelda Romualdez Marcos ke Republik Arab Libya,

dan menyerukan dimulainya kembali perundingan antara kedua pihak yang

bersangkutan di Tripoli pada 15 Desember 1976 M.

Maka dilangsungkanlah perundingan-perundingan di Kota Tripoli dalam

periode antara 24 Dzulhijjah 1396 H. Dan 2 Muharram 1397, yang bertepatan

dengan periode antara 15 sampai 23 Desember 1976 M. Bertempat di kementerian

Luar Negeri dan diketuai oleh Dr. Ali Abdussalam Treki, Menteri Negara Urusan

Luar Negeri Republik Arab Libya, dan mencakup delegasi-delegasi dari :

1. Pemerintah Republik Filipina, yang dipimpin oleh yang terhormat

Carmelo Z Berbero, Menteri Muda pertahanan Nasional untuk hubungan-

hubungan Sipil.

2. Front Pembebasan Nasional Moro, yang dipimpin oleh Tuan Nur Misuari,

Ketua Front.

Dan dengan partisipasi wakil-wakil dari Komisi Tingkat Menteri Empat

Negara:

Page 94: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

94

Republik Arab Libya- Dr. Ali Abdussalam Treki, Menteri Negara Urusan

Luar Negeri.

Kerajaan Arab Saudi – Yang Mulia Salah Abdalla El-Fadl, Duta besar

kerajaan Arab Saudi untuk Republik Arab Libya.

Republik Senegal – Tuan Abubakar Othman Si, Wakil republik Senegal

dan Kuasa Usaha Senegal di Kairo.

Republik Demokratik Somalia – Yang Mulia Bazi Mohamed Sufi,

Dutabesar Republik Demokratik Somalia untuk Republik Arab Libya.

Dengan bantuan Yang Mulia Dr. Ahmed Karim Gai, Sektretaris Jendral

Konperensi Islam, dan sebuah delegasi dari Sekretariat Jenderal Konferensi yang

terdiri dari tuan Qasim Zuheri, Asisten Sekretaris Jenderal, dan Tuan Aref Ben

Musa, Direktur Departeman Politik.

Dalam perundang-undangan itu yang ditandai oleh semangat kerukunan

dan saling pengertian, dicapai persetujuan mengenai hal-hal berikut:

Pertama : Pembentukan Otonomi di bagian Selatan Filipina, di dalam

kerangka kedaulatan dan keutuhan wilayah Republik Filipina.

Kedua : Daerah-daerah otonom bagi kaum Muslim di bagian Selatan

Filipina itu akan meliputi;

1. Basilan

2. Sulu

3. Tawi-Tawi

4. Zamboanga del Sur

5. Zamboanga del Norte

6. Cotabato Utara

Page 95: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

95

7. Maguindanao

8. Sultan Kudarat

9. Lanao del Norte

10. Lanao del Sur

11. Davao del Sur

12. Cotabato Selatan

13. Palawan

14. Semua kota dan desa yang terletak di daerah-daerah tersebut di atas.

Ketiga :

1. Politik Luar Negeri akan merupakan wewenang Pemerintah Pusat Filipina.

2. Urusan pertahanan Nasional akan merupakan urusan Pemerintah Pusat,

dengan persyaratan bahwa pengaturan-pengaturan bagi penggabungan

pasukan-pasukan Front Pembebasan Nasional Moro ke dalam Angkatan

Bersenjata Filipina akan dibicarakan kemudian.

3. Di daerah-daerah otonom, orang-orang Islam akan berhak untuk

membentuk Pengadilan-pengadilan mereka sendiri yang menerapkan

ketentuan-ketentuan Syari’ah. Kaum Muslim akan diwakili di semua

pengadilan, termasuk Mahkamah Agung. Wakil-wakil kaum Muslim di

Mahkamah Agung akan diangkat sesuai dengan rekomendasi pejabat-

pejabat di daerah otonom dan dari Mahkamah Agung. Dekrit-dekrit akan

dikeluarkan oleh Presiden Republik mengenai pengangkatan mereka,

dengan mempertimbangkan semua klasifikasi yang dituntut para calon.

4. Pihak berwajib di daerah otonom di Filipina Selatan akan berhak

mendirikan sekolah-sekolah, kolese-kolese dan Universitas-Universitas,

Page 96: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

96

dengan syarat bahwa soal-soal yang menyangkut hubungan antara badan-

badan pendidikan dan keilmuan itu dan sistem pendidikan umum di negara

itu akan dibicarakan kemudian.

5. Kaum Muslim akan mempunyai sistem administrasi mereka sendiri

dengan tujuan-tujuan Otonomi dan lembaga-lembaganya. Hubungan

antara sistem administrasi itu dan sistem administrasi pusat akan

dibicarakan kemudian.

6. Pihak berwajib di daerah otonom di Filipina Selatan akan mempunyai

sistem ekonomi dan keuangannya sendiri. Hubungan antara sistem ini dan

sistem ekonomi dan keuangan pusat akn dibicarakan kemudian.

7. Pihak berwajib di daerah otonom di Filipina Selatan akan berhak untuk

diwakili dan berpartisipasi dalam Pemerintah Pusat dan semua organ

Negara. Jumlah wakil itu dan cara-cara partisipasinya akan ditetapkan

kemudian.

8. Pasukan Keamanan Regional Khusu akan dibentuk di daerah-daerah

otonom bagi kaum Muslim di Filipina Selatan. Hubungan antara pasukan-

pasukan itu dan pasukan keamanan pusat akan ditetapkan kemudian.

9. Sebuah Majelis Legislatif fan sebuah Dewan Eksekutif akan dibentuk di

daerah-daerah otonom bagi kaum Muslim. Majelis Legislatif akan

dibentuk melalui pemilihan langsung, dan Dewan Eksekutif akan dibentuk

melalui pemilihan langsung, dan Dewan Eksekutif akan dibentuk melalui

pengangkatan-pengangkatan oleh Majelis legislatif. Sebuah dekrit

mengenai pembentukan kedua badan itu akan dikeluarkan oleh Presiden

Page 97: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

97

Republik. Jumlah anggota majelis dan dewan itu akan ditentukan

kemudian.

10. Tambang-tambang dan sumber-sumber mineral akan berada di bawah

wewenang Pemerintah Pusat, dan suatu presentase yang layak dari

penghasilan tambang-tambang dan sumber-sumber mineral itu akan

digunakan untuk kepentingan daerah-daerah otonom.

11. Sebuah komite campuran akan dibentuk, terdiri dari wakil-wakil

Pemerintah Pusat Republik Filipina dan wakil-wakil Front Pembebasan

Nasional Moro. Komite campuran itu akan bersidang di Tripoli dalam

periode antara tanggal 5 Februari dan satu tanggal yang tidak akan

melampaui tanggal 3 Maret 1977. Tugas Komite adalah untuk

mempelajari secaa rinci hal-hal yang masih harus dibicarakan lebih lanjut

untuk dicari pemecahannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan

Persetujuan ini.

12. Gencatan senjata akan diumumkan segera setelah penandatanganan

Persetujuan ini, dengan syarat bahwa ia akan mulai berlaku (menjelang)

tanggal 20 januari 1977. Sebuah komite gabungan akan dibentuk di antara

kedua belah pihak dengan bantuan Organisasi Konferensi Islam yang

diwakili oleh Komisi Tingkat Empat Negara yang akan mengawasi

pelaksanaan gencatan senjata itu. Komite Gabungan itu juga akan

ditugaskan untuk mengawasi hal-hal berikut ini :

a. Pelaksanaan pemberian amnesti penuh di daerah-daerah otonom dan

penghapusan semua tuntutan dan ketentuan hukum yang ditimbulkan

oleh peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di Filipina Selatan.

Page 98: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

98

b. Pembebasan semua tahanan politik yang berkaitan dengan peristiwa-

peristiwa di Filipina Selatan.

c. Pengembalian semua pengungsi yang telah meninggalkan daerah

mereka di Filipina Selatan.

d. Pemberian jaminan kebebasan bergerak dan mengadakan rapat.

13. Sebuah sidang gabungan akan diadakan di jeddah dalam minggui pertama

bulan Maret 1977 untuk memarap apa yang telah disimpulkan oleh komite

yang disebut dalam Para 11.

14. Persetujuan final mengenai pembentukan otonomi seperti yang

dimaksudkan dalam pragraf pertama dan kedua akan ditandatangani di

Kota Manila, Republik Filipina, oleh Pemerintah Filipina dan Front

Pembebasan Nasional Moro, dan oleh Konferensi Islam yang diwakili oleh

Komisi Tingkat Menteri Empat Negara dan Sekretaris Jenderal Organisasi

Konferensi Islam.

15. Segera setelah penandatanganan Persetujuan itu di Manila, sebuah

Pemerintah Sementara akan dibentuk di daerah-daerah Otonom, dan

diangkat oleh Presiden Filipina. Pemerintah sementara itu akan ditugasi

mempersiapkan pemilihan anggota-anggota Majelis Legislatif di daerah-

daerah otonom, dan memerintah daerah-daerah itu sesuai ktentuan-

ketentuan Persetujuan ini sampai dibentuknya sebuah Pemerintah oleh

Majelis Legislatif.

16. Pemerintah Filipina akan mengambil segala langkah yang diperlukan

dalam pproses konstitusional untuk melaksanakan Persetujuan ini secara

keseluruhan.

Page 99: NASIONALISME MORO SEBAGAI IDENTITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1918/1/90295... · Katolik. Sedikitnya terdapat ... yang pada dasarnya merupakan suatu pencerminan

99

Keempat: Persetujuan ini akan mulai berlaku pada tanggal

penandatanganannya.

Dibuat di kota Tripoli, pada tanggal 2 Muharram 1397 H yang bertepatan

dengan tanggal 23 Desember 1976 M. Dalam tiga eksemplar yang asli dalam

bahasa Arab, Inggris dan Perancis, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum

yang sama.

Untuk Pemerintah Republik Filipina

Yth. Carmelo Z Barbero Menteri Muda Pertahanan Nasional

Untuk Hubungan-Hubungan Sipil

Untuk Front Pembebasan Nasional Moro

Tuan Nur Misuari Ketua Front

Dr. Ali Abdussalam Treki Menteri Negara Urusan Luar Negeri

Republik Arab Libya & Ketua Perundingan

Dr. Ahmad Karim Gai Sekretaris Jenderal Organisasi

Konferensi Islam