n Butil Asetat

39
BAB I PENDAHULUAN Ester adalah salah satu turunan asam karboksilat yang sering dipakai dalam bidang kefarmasian. Ester yang mengandung gugus hidrokarbon memiliki ciri yang khusus diantaranya memilik bau yang khas. Ester dapat disintesis dari asam karboksilat dan alkohol, dari halida asam dan alkohol, dari anhidrida dan suatu alkohol atau fenol, serta dari suatu karboksilat dan alkil halida reaktif. Pada umumnya ester dibuat dengan reaksi langsung antara suatu asam karboksilat dan suatu alkohol dengan katalis asam. Reaksi ini biasa dikenal dengan reaksi esterifikasi. Katalis yang digunakan biasanya adalah asam sulfat pekat. Selain sebagai katalis, asam sulfat pekat juga dapat menyerap air yang dihasilkan dari reaksi ini. Katalis asam sulfat pekat berperan pada bagian awal yaitu pada proses protonasi gugus karbonil. Penggunaan asam dalam hal ini tidak hanya sebagai katalis tetapi juga menjaga asam karboksilat tetap dalam bentuk asam sehingga dapat bereaksi dengan nukleofil. Esterifikasi merupakan reaksi yang berlangsung lambat dan dapat balik(reversibel). Laju esterifikasi suatu asam karboksilat dipengaruhi oleh halangan sterik dalam alkohol maupun asam karboksilatnya. Sedangkan kuat dari asam 1

description

tentang sintesi n butil asetat

Transcript of n Butil Asetat

Page 1: n Butil Asetat

BAB I

PENDAHULUAN

Ester adalah salah satu turunan asam karboksilat yang sering dipakai dalam

bidang kefarmasian. Ester yang mengandung gugus hidrokarbon memiliki ciri

yang khusus diantaranya memilik bau yang khas. Ester dapat disintesis dari asam

karboksilat dan alkohol, dari halida asam dan alkohol, dari anhidrida dan suatu

alkohol atau fenol, serta dari suatu karboksilat dan alkil halida reaktif. Pada

umumnya ester dibuat dengan reaksi langsung antara suatu asam karboksilat dan

suatu alkohol dengan katalis asam. Reaksi ini biasa dikenal dengan reaksi

esterifikasi. Katalis yang digunakan biasanya adalah asam sulfat pekat. Selain

sebagai katalis, asam sulfat pekat juga dapat menyerap air yang dihasilkan dari

reaksi ini. Katalis asam sulfat pekat berperan pada bagian awal yaitu pada proses

protonasi gugus karbonil. Penggunaan asam dalam hal ini tidak hanya sebagai

katalis tetapi juga menjaga asam karboksilat tetap dalam bentuk asam sehingga

dapat bereaksi dengan nukleofil. Esterifikasi merupakan reaksi yang berlangsung

lambat dan dapat balik(reversibel).

Laju esterifikasi suatu asam karboksilat dipengaruhi oleh halangan sterik

dalam alkohol maupun asam karboksilatnya. Sedangkan kuat dari asam

karboksilatnya hanya memegang peranan kecil dalam laju pembentukan ester.

Semakin kecil halangan steriknya, maka laju esterifikasi akan semakin cepat,

begitu pula sebaliknya. Spesi yang kurang terintangi akan lebih disukai. Untuk

memperoleh rendemen kuat dari ester, kesetimbangan harus digeser ke arah sisi

ester. Salah satu cara yang biasa digunakan adalah dengan menggunakan salah

satu zat pereaksi yang murah secara berlebihan atau dengan cara membuang salah

satu produk dari dalam campuran reaksi.

Dalam makalah ini dibahas proses sintesis dari n-butil asetat. n-butil asetat

adalah salah satu jenis ester yang disintesis dari n-butanol dan asam asetat glasial.

n-butil asetat adalah cairan yang tidak berwarna, mudah terbakar, dan memiliki

bau lemah seperti buah pisang. Dalam kehidupan sehari-hari, n-butil asetat biasa

digunakan sebagai pelarut dalam produksi pernis dan produk lainnya. Selain itu,

juga biasa digunakan sebagai perasa buah pada permen, es krim, dan keju. Butil

1

Page 2: n Butil Asetat

asetat juga dijumpai pada beberapa jenis buah, dimana dengan senyawa kimia lain

akan memberikan bau yang khas. Buah apel, terutama varietas Red Delicious

memiliki bau khas karena aktivitas dari senywa ini.

Pada reaksi pembuatan n-butil asetat, n-butanol berperan sebagai nukleofilik

yang akan menyerang atom C karbonil pada asam asetat. Karena melibatkan dua

molekul sebagai reaktan, yaitu n-butanol dan asam asetat, maka reaksi ini dapat

digolongkan ke dalam reaksi subtitusi nukleofilik 2( SN2).

2

Page 3: n Butil Asetat

BAB II

SINTESIS PREPARAT

A. Prosedur Asli

To 11,1 g of n-butyl alcohol (stockroom) in a 50 ml round bottom

flash 1 ml of concentrated sulfuric acid and 15 g of glacial acetic acid

(side shelf) are added. A boiling stone is introduced before heating and

mixture is refluxed for thirty minutes. The reaction mixture is transferred

into a 250 ml beaker glass and the acid present are neutralized with a 10

percent aqueous solution of sodium carbonate, using litmus paper as an

indicator. The aqueous layer in is removed in separatory funnel, and the

organic portion washed with 5 ml of water. The ester is allowed to stand

over anhydrous calcium chloride for at least one hour. The fraction

boiling between 124 – 127 C is collected. The experimental yield

approximately 11 g. the refractive index is determined. The product is

handed in.

B. Mekanisme Reaksi

3

H3C C

O

OH

H+

H3C C

OH

OH

H3C C OH

OH

O H

CH2

H2C

CH2

H3C

H3C

H2C

CH2

H2C

OH

H3C C OH

OH

O

CH2

H2C

CH2

H3C

-H2OH3C CH

O

CH2

H2C

CH2

H3C

H3C C

O

CH2

H2C

CH2

H3C

n-butil asetat

C

H3C

O

OH2C

CH2H2C

H3C

-H+

+H+

H3C C OH2

OH

O

CH2

H2C

CH2

H3C

OH OH

-H+

Page 4: n Butil Asetat

Reaksi esterifikasi n-butil asetat berlangsung melalui serangkaian

tahap protonasi dan deprotonasi. Tahap pertama, adanya ion H dari

katalis asam sulfat akan memprotonasi asam asetat glasial sehingga atom

C dari gugus karboksilat menjadi reaktif. n-butanol yang bertindak

sebagai nukleofilik kemudian menyerang atom C pada gugus karboksilat

dari asam asetat. Pada keadaan transisi, atom O dari gugus alkohol

melepas proton. Sedangkan atom O pada gugus karboksilat dari asam

asetat menyerang proton dari katalis asam sulfat. Keadaan ini tidak stabil

sehingga segera setelahnya akan dilepaskan H2O. Gugus H2O dapat

bertindak sebagai nukleofil yang dapat menyerang gugus karbonil

sehingga reaksi bisa reversibel. Atom C dari gugus karboksilat menjadi

tidak stabil setelah melepas H2O, sehingga akan membentuk ikatan

rangkap dengan atom O yang lain. Atom O yang berikatan rangkap

dengan atom C, juga berikatan dengan atom H. Kemudian terjadi

pelepasan ion H+ ini sehingga akan terbentuk n-butil asetat. Ion H+ akan

ditangkap kembali oleh katalis.

C. Bahan dan Alat

Alat : - Labu alas bulat 50 ml 1 buah

- Gelas ukur 10 ml 1 buah

- Pendingin balik 1 buah

- Gelas beaker 250 ml 1 buah

- Corong pisah 1 buah

- Erlenmeyer 100 ml 1 buah

- Labu distilasi leher pendek 50 ml 1 buah

- Pendingin udara 1 buah

- Penangas udara 1 buah

- Termometer 360C 1 buah

- Corong kecil 1 buah

- Corong tangkai panjang 1 buah

- Statif dan klem 2 set

- Kaki tiga 1 buah

4

Page 5: n Butil Asetat

- Pembakar Bunsen 1 buah

Bahan :

1. n-butanol

CH3CH2CH2CH2OH

BM :74,12

Jumlah : 11,1 gram = 13,62 ml

d20 :0,810

Titik didih : 117 – 118 C

Titik leleh : -90 C

n20 : 1,3993

Pemerian :Cair, terbakar dengan api yang bercahaya kuat,

meninggalkan noda pada kertas , bau seperti ” fusel

oil” tapi lebih lemah.

Kelarutan :Larut dalam alkohol, eter dan pelarut organik

lainnya.

Bahaya :Uap dapat mengakibatkan iritasi pada mata,

hidung, tenggorokan, sakit kepala, vertigo dan

kantuk, radang pada kornea, pandangan buram,

lakrimasi atau photophobia, dermatitis, gangguan

pendengaran, depresi CNS.

2. Asam asetat glasial

CH3COOH

BM :60,05

Jumlah :1,5 gram = 14,25 ml

d 16,67(liq) : 1,053

d 16,60(sol) : 1,266

d 25 : 1,049

Titik didih : 118 C

Titik leleh : 16,7 C

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, bau tajam.

5

Page 6: n Butil Asetat

Kelarutan :Larut dalam air, alkohol, gliserol, eter, karbon

tetraklorida (CCl4). Praktis tidak larut dalam karbon

disulfida.

Bahaya :Bila tertelan dapat mengkorosi saluran cerna,

beserta muntah, hematemesis, diare, kolaps, uremia.

3. Asam sulfat pekat

H2SO4

BM :98,08

Jumlah : 1 ml

d : 1,84

Titik didih : 290 C

Titik leleh : 10 C (anhidrat)

Pemerian :Jernih, tidak berwarna, tidak berbau, cairan

berminyak, sangat korosif, punya daya tarik

(afinitas) tinggi terhadap air, tidak terlihat di udara

dan juga dalam banyak substansi organik.

Kelarutan :Larut dalam air dan alkohol dengan menghasilkan

panas dan terjadinya kontraksi volume.

Bahaya :Terlalu banyak terkena menyebabkan iritasi mata,

kulit, hidung, tenggorokan, edema paru-paru,

bronkitis, efisema, conjungtivitas, stomatis, erosi

gigi, trakeobronkitis, rasa terbakar pada kulit dan

mata, dermatitis.

4. Natrium Karbonat 10%

Na2CO3

BM :105,99

d : 2,53

Titik leleh : 851 C

Pemerian : Serbuk higroskopis, tidak berbau, rasa basa.

Kelarutan : Larut dalam Gliserol; 3,5 bagian air (suhu kamar;

2,2 bagian air (suhu 35 C). Tak larut dalam alkohol.

6

Page 7: n Butil Asetat

Bahaya :Uap menyebabkan iritasi membran mukosa,

disertai batuk dan pemendekan nafas.

Kontakmlangsung menyebabkan iritasi kulit dan

kemerahan, dengan larutan konsentrat menyebabkan

erythema.

5. Magnesium sulfat anhidrat

MgSO4

BM :120,37

Jumlah :Secukupnya

Dibuat dari magnesium sulfat heptahidrat

MgSO4.7H2O, BM = 246,47

Pemerian :Hablur, tidak berwarna, tidak berbau, rasa dingin,

asin, dan pahit. Dalam udara kering dan panas

merapuh.

Kelarutan :Larut dalam 1,5 bagian air, agak sukar larut dalam

etanol.

D. Cara Kerja

1. 11,1 g n-butil alkohol dimasukkan ke dalam labu alas bulat,

kemudian ditambahkan kedalamnya 1 ml asam sulfat pekat dan 5 g

asam asetat glasial.

2. Ke dalam labu alas bulat ditambahkan batu didih secukupnya dan

dipasang pendingin Allighn.

3. Campuran direfluks selama 30 menit dengan penangas air terhitung

sejak air pada penangas air mendidih.

4. Hasil reaksi kemudian ditaruh ke dalam gelas beker 250 ml.

5. Ditambahkan kedalamnya larutan natrium karbonat 10% secukupnya

untuk menetralkan sisa asam. Untuk mengecek digunakan kertas

lakmus merah.

6. Campuran dimasukkan ke dalam corong pisah untuk memisahkan

antara fase air dan fase organik, fase organik dikeluarkan lewat kran

pada bagian bawah.

7

Page 8: n Butil Asetat

7. Lapisan organik dicuci dengan 5 ml air, kemudian fase organik

tersebut yang mengandung ester dipisahkan dari fase air

8. Fase organik ditambah MgSO4 secukupnya di dalam gelas

erlenmeyer dan dibiarkan selama 15 menit.

9. Alat distilasi segera disiapkan.

10. Fase organik yang akan didestilasi disaring.

11. Fase organik didistilasi dan destilat ditampung pada suhu konstan

yaitu antara 124-127 C.

12. Hasil n-butil asetat yang telah didestilasi ditimbang berat akhirnya

kemudian ditentukan indeks biasnya.

E. Skema Kerja

1ml H2SO4 pekat

11,1 g n-butanol + 15,0 g asam asetat glasial

pendingin balik

labu alas bulat

refluks 30 menit

campuran masuk beker

8

Page 9: n Butil Asetat

kertas lakmus

MgSO4 anhidrat secukupnya

Corong pisah

Diamkan selama

Fase organik

15

menit

F

as

e

ai

r

cuci dengan 5 ml air

Saring pada labu destilasi

9

Na2CO3 10 %

Page 10: n Butil Asetat

Termometer

Labu destilasi leher pendek

Pendingin udara

Tampung destilat pada suhu 124° -127 °

Timbang dan tentukan indeks biasnya

F. Hasil Reaksi

Hasil teoritis

n-butil alkohol = 11,1 gram → 11,1 g = 0,1498 mol = 0,15 mol

74,12

as. Asetat glasial = 15 gram → 15,0 g = 0,2498 mol = 0,25 mol

60,05

H2SO4 p

CH3COOH + CH3(CH2)2OH CH3COOCH2(CH2)2CH3

M 0,25 mol 0,15 mol -

R 0,15 mol 0,15 mol 0,15 mol

10

Page 11: n Butil Asetat

S 0,10 mol - 0,15 mol

Berat n-butil asetat teoritis = 0,15 mol x 116,16

= 17,424 gram

Penimbangan bahan :

n-butil alkohol = 11,1 g =13,7 ml

0,8098

asam asetat glacial = 15 g = 14,3 ml

1,0492

asam sulfat pekat = 1 ml

Na2CO3 10 % = 10 gram dalam 100 ml

MgSO4 anhidrat = secukupnya

2. HASIL PRAKTIS

Penimbangan : Berat botol + zat = 71 gram

Berat botol kosong = 78 gram

Berat zat = 7 gram

1. PROSEN HASIL YANG DIDAPAT

Prosen hasil yang didapat = berat hasil praktis x 100 %

berat hasil teoritis

= 7 g x 100 %

17,424 g

= 40,23%

11

Page 12: n Butil Asetat

BAB III

UJI KEMURNIAN

Uji kemurnian dalam suatu sintesa diperlukan untuk mengetahui tingkat

kemurnian dari suatu preparat yang dihasilkan untuk kemudian dibandingkan

dengan literatur. Uji kemurnian untuk preparat berbentuk cair meliputi indeks bias

dan titik didih.

A. PENENTUAN INDEKS BIAS

Bila suatu berkas cahaya dari udara masuk ke dalam zat cair maka cahaya

ini akan dibiaskan sehingga arahnya akan berubah. Besarnya perubahan arah

cahaya dipengaruhi jenis atom dan susunannya dalam molekul.

Indeks bias adalah perbandingan kecepatan cahaya daklam udara terhadap

kecepatan cahaya dalam bahan / media. Indeks bias tergantung pada tekanan dan

suhu, karena pada tekanan dan suhu yang berbeda kerapatan atom-atom berbedea

pula. Indeks bias adalah besaran yang spesifik dari suatu zat sehingga dapat

digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengotor dalam suatu senyawa. Jika

suatu bahan mengandung pengotor atau tidak murni dapat ditunjukkan dengan

harga indeks biasnya (yang kemudian dibandingkan engan harga indeks bias

senyawa murninya dari literatur) menunjukkan harga yang berbeda dengan

senyawa murni. Namun pada dasarnya keadaan di laboratorium berbeda pada saat

praktikum dan literatur, sehingga biasanya sulit mendapat besaran yang sama

dengan literatur.

Penentuan indeks bias dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut

Refraktometer ABBE. Alat ini menggunakan sinar polikromatis yang kemudian

12

Page 13: n Butil Asetat

didifraksikan oleh prisma yang ada di alat. Berkas sinar tersebut kemudian

mengenai zat sehingga dapat dilakukan pengamatan.

Cara kerja:

1. Alat dihubungkan dengan stop kontak listrik.

2. Prisma pemantul sinar dibuka.

3. Prisma dan alas tempat sampel dibersihkan menggunakan aseton dengan

bantuan kapas.

4. Sampel diteteskan merata di tempat sampel dengan menggunakan pipet

bersih (permukaan prisma jangan sampai tergores).

5. Prisma ditutup kembali.

6. Lampu dipasang di depan prisma.

7. Alat dinyalakan dengan menarik tombol ke atas, lalu bagian lensa diamati.

8. Apabila belum terjadi gelap setengah, tombol di samping kanan (coarse

adjust) diputar sampai terjadi gelap setengah pada tampilan.

9. Apabila batas antara gelap terang kurang jelas, tombol di bawah lensa

pengamatan (fine adjust) diatur sedemikian rupa hingga batas antara gelap

terang tampak jelas (tidak ada warna pelangi di daerah perbatasan).

10. Setelah batas antara gelap dan terang menjadi jelas / tajam, tombol coarse

adjust diatur hingga batas tersebut berada tepat di tengah persilangan medan

optik. Jika tampilan seperti ini sulit didapatkan, kemungkinan sampel yang

diteteskan pada prisma kurang sehingga harus ditambahkan lagi.

11. Tombol di samping kiri ditekan ke bawah hingga di lensa pengamatan

tampak angka-angka yang dilengkapi skala.

12. Dibaca angka tepat di garis vertikal yang memotong skala atas (sampai 4

angka di belakang koma, angka yang terakhir adalah perkiraan), sedangkan

skala bawah di sini tidak digunakan.

13. Temperatur yang terbaca pada termometer dicatat.

14. Lampu dimatikan dengan menekan tombol kiri ke posisi tengah.

15. Prisma pemantul sinar dibuka dan dibersihkan memakai aseton dengan

menggunakan kapas.

16. Langkah (2) sampai (15) diulangi sebanyak dua kali.

17. Setelah selesai, kabel penghubung stop kontak listrik dengan alat dicabut.

13

Page 14: n Butil Asetat

18. Hasil pemeriksaan indeks bias dirata-rata.

B. Tetapan Alam Hasil Reaksi

n D 25° C berdasarkan literatur = 1, 3951

Hasil percobaan n D pada suhu 30° C → I : 1, 3893

II : 1, 3890

III : 1, 3887

n D suhu 30° C rata-rata = 1,3893 + 1,3890 + 1,3887

3

= 1,3890

n D suhu 30° C hasil percobaan setelah dikoreksi :

= n D 30 + [ (t - 20) x 0,00045 ]

= 1,3890 + [ (30 - 20) x 0,00045 ]

= 1,3935

% kesalahan indeks bias = data pustaka – data pengamatan x 100 %

data pustaka

= 1,3935 – 1,3890 x 100 %

1,3935

= 0,32%

C. Titik Didih n – butil asetat

Titik didih adalah temperatur di mana tekanan uap cairan sama dengan

tekanan udara luar (1 atm). Titik didih ditentukan dengan pengamatan temperatur

pada termometer pada saat destilasi, di mana titik didih adalah temperatur pada

saat suhu sudah konstan.

Hasil Pengamatan :

Titik didih n-butil asetat menurut literatur : 125 – 126° C

Titik didih n-butil asetat hasil percobaan (suhu konstan) : 120° C

14

Page 15: n Butil Asetat

BAB IV

IDENTIFIKASI STRUKTUR

Identifikasi struktur n-butil asetat menggunakan empat metode, yaitu:

A. Spektrofotmetri UV-Vis

Gambar 1. Spektra UV-Vis n-butil asetat

Panjang gelombang yang digunakan pada spektrofotmeter UV-Vis terentang

antara 100-750 nm yaitu 400-750 nm untuk spektrum Vis dan 100-400 nm untuk

15

Page 16: n Butil Asetat

spektrum UV. Absorbsi radiasi UV-Vis oleh suatu senyawa mengakibatkan

terjadinya transisi elektron, yaitu promosi elektron dari orbital keadaan yang

berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi yang berenergi lebih tinggi.

Panjang gelombang cahaya yang diserap tergantung dari mudah atau sulitnya

transisi elektron. Molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk prormosi

elektron akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek, demikian

pula sebaliknya.

Analisis kualitatif dengan metode ini dilaksanakan dengan dua cara, yaitu:

1. cara pencocokkan spektra (curve fitting).

2. cara meramalkan panjang gelombang maksimum.

Namun, informasi yang diberikan oleh spectrum UV/Vis sangatlah terbatas,

sehingga seringkali tidak memadai untuk penentuan struktur. Oleh karena itu

untuk analisis kualitatif suatu senyawa diperlukan kombinasi dengan informasi

dari teknik lain.

Pemilihan solven yang akan digunakan dalam metode ini sangat penting.

Syarat solven yang baik antara lain sebagai berikut :

1. pelarut tidak boleh menyerap radiasi UV di daerah yang sama dengan analit.

2. efek pelarut pada kestabilan struktur dari pita absorpsi

3. kemampuan pelarut untuk mempengaruhi panjang gelombang sinar UV yang

akan diabsorpsi

4. umumnya dipilih solven yang tidak mengandung ikatan rangkap terkonjugasi,

walaupun solven tersebut tidak menyerap radiasi UV.

n-butil asetat adalah senyawa ester di mana terjadi transisi elektron nπ*

(>300 nm, intensitas rendah) dan ππ* (<250 nm, intensitas tinggi). Pada hasil

pengamatan spektra UV-Vis didapatkan panjang gelombang maksimum pada

daerah 210,0 nm dengan absorban sebesar 0,64700; yang menunjukkan adanya

transisi elektron ππ* dari ikatan antara C dengan O dari gugus karbonil.

16

Page 17: n Butil Asetat

B. Spektrofotometri IR

Gambar 2. Spektra IR n-butil asetat

Spektra IR memberi gambaran mengenai gugus-gugus fungsi yang terdapat

pada sebuah molekul. Penyerapan sinar IR menyebabkan perubahan amplitudo

getaran (vibrasi) atom-atom yang terikat satu sama lain. Ikatan antara dua atom

dapat mengalami stretching dan bending. Setiap ikatan memerlukan energi

tertentu agar berpindah ke keadaan vibrasi stretching tereksitasi dan sejumlah

energi tertentu untuk berpindah ke keadaan vibrasi bending tereksitasi.

Spektra IR biasanya direkam pada bilangan gelombang 4000 cm-1 sampai

sekitar 600 cm-1. Bilangan gelombang dimana terjadi puncak (% transmitan

minimum) digunakan untuk identifikasi gugus fungsi. Daerah sebelah kanan 1400

cm-1 biasanya menunjukkan spektrum yang sangat rumit akibat dari banyaknya

modus ulur maupun tekuk yang menyerap pada daerah ini. Namun, pada daerah

ini setiap senyawa memberikan spektrum yang unik, daerah ini disebut daerah

sidik jari.

Hasil pengamatan spektrum IR n-butil asetat didapat:

Tabel 1. Daerah gugus fungsi

17

Page 18: n Butil Asetat

Gugus

FungsiStruktur Gugus Fungsi

Bilangan Gelombang

Teori (cm-1)

Bilangan Gelombang

Teramati (cm-1)

Karbonil C = O 1820 – 1660 1762.99

Ester C – O ulur 1330 – 1210 1240.08

Alkana C – C 1600 – 1450 1465.75

Alkil C – H 3000 – 2800 2970.96

C. Spektrometri NMR

Gambar 3. Spektra 13C-NMR n-butil asetat (literatur)

ppm Int. Assign.171.11 278 164.38 1000 230.85 805 320.94 566 419.26 732 513.75 712 6

18

Page 19: n Butil Asetat

Gambar 4. Spektra 1H-NMR n-butil asetat (literatur)

Assign. Shift(ppm)

A 4.062 B 2.038 C 1.60 D 1.39 E 0.943

Spektrometri resonansi magnetik inti didasarkan pada penyerapan

gelombang radio oleh inti-inti tertentu dalam molekul organik, apabila molekul

tersebut berada dalam medan magnetik yang kuat. Suatu inti yang mempunyai

spin akan berputar dan menghasilkan medan magnet kecil yang disebut momen

magnetik inti. Oleh karena itu, inti-inti yang dimanfaatkan dalam NMR adalah

inti-inti yang mempunyai spin, contohnya 11H dan 13

6C.

NMR sangat penting dalam penentuan struktur senyawa organik karena

spektrum NMR memberikan gambaran mengenai atom-atom (terutama hidrogen)

dalam sebuah molekul.

Spektrum C-NMR memberikan informasi mengenai karbon-karbon dalam

suatu molekul organik. Penampilan spektrum 13C-NMR lebih sederhana

dibandingkan 1H-NMR karena pada 13C-NMR tidak ada pemisahan spin 13C - 13C

dan pada spektrumnya tidak dicantumkan integrasi.

19

Page 20: n Butil Asetat

Dengan membandingkan kedua jenis spektra di atas, akan didapatkan

gambaran yang lebih baik mengenai atom-atom karbon dan hidrogen sehingga

bisa mengetahui bagaimana struktur molekul tersebut.

Tabel 3. Medan (ppm) spektra 13C-NMR pada n-butil asetat

Gugus Fungsi ppm teoritis

C karboksil 170,2

CH2 alifatis 18,9 ; 31,1 ; 64,6

CH3 alifatis 13,8 ; 20,7

Sedangkan pada 1H-NMR menunjukkan jumlah atom H ekivalen yang

terdapat pada struktur suatu senyawa.

Tabel 4. Medan (ppm) spektra 1H-NMR pada n-butil asetat

Gugus Fungsi ppm teoritis

CH2 (methylene) 1,45 ; 1,62 ; 4,13

CH3 (metil) 0,90 ; 2,21

Dari analisis spektrum, dapat diketahui bahwa :

Pada atom C (2,21 ppm) → terjadi singlet, karena berikatan dengan atom C

yang tidak memiliki atom H (tidak memiliki atom H tetangga).

Pada atom C (4,13 ppm) → terjadi triplet, karena memiliki atom H tetangga

sebanyak 2 buah.

Pada atom C (1,62 ppm) → terjadi multiplet (triplet-triplet), karena memiliki

atom H tetangga lebih dari 3 buah.

Pada atom C (1,45 ppm) → terjadi multiplet (triplet-kuartet), karena memiliki

atom H tetangga lebih dari 3 buah.

Pada atom C (0,90 ppm) → terjadi triplet, karena memiliki atom H tetangga

sebanyak 2 buah.

D. Spektrometri MS (Mass Spectrometry)

SDBS-Mass MS-NW-0009 SDBS NO. 3292butyl acetateC6H12O2 (Mass of molecular ion: 116)

Source Temperature : 190 °CSample Temperature : 25 °CRESERVOIR, 75 eV

20

Page 21: n Butil Asetat

Gambar 5. Spektra MS n-butil asetat (literatur)

Spektrometri Massa (Mass Spectrometry) atau disingkat MS merupakan

teknik yang penting dalam identifikasi struktur senyawa organic. MS juga

memberikan informasi mengenai fragmen-fragmen bermuatan yang strukturnya

berhubungan erat dengan struktur molekul utuh.

Dalam spektrometer massa, sampel diuapkan, kemudian dibombardir

dengan elektron berkecepatan tinggi. Akibat dari tumbukan antara molekul

organik dengan elektron adalah lepasnya satu elektron dari molekul sehingga

terbentuk ion molekul yang selanjutnya mengalami fragmentasi. Spektrum massa

ialah alur kelimpahan relatif fragmen-fragmen bermuatan positif terhadap nisbah

massa muatan (m/z atau m/e).

Struktur dan massa fragmen memberikan petunjuk mengenai struktur

molekul induknya. Juga mungkin seringkali untuk menentukan bobot molekul

suatu senyawa dari spektrum massanya. Sebuah ion molekul tidak pecah secara

acak, melainkan cenderung membentuk fragmen-fragmen yang sestabil mungkin.

Pada spektrum massa yang diperoleh terdapat dua puncak yang

menunjukkan adanya fragmentasi dari n-butil asetat yang terjadi pada posisi alfa

terhadap atom oksigen (pembelahan-α) menjadi fragmen dengan m/z = 43 dan

21

Page 22: n Butil Asetat

fragmen m/z = 73. Dimana intensitas dari fragmen m/z = 43 yang tinggi

menunjukkan pembentukan fragmen ini lebih disukai.

Puncak m/z = 15 menunjukkan adanya fragmen [CH3]+ dan puncak m/z = 56

menunjukkan terbentuknya fragmen [CH3CH2CH2CH]+.

22

m/z = 43 m/z = 43m/z = 116

Page 23: n Butil Asetat

BAB V

PEMBAHASAN

Pada pembuatan n-butil asetat menggunakan prinsip reaksi esterifikasi

fischer antara asam karboksilat yaitu asam asetat dan alkohol yaitu n-butanol

dengan katalis asam sulfat pekat. Reaksi esterifikasi merupakan reaksi yang

reversibel sehingga untuk mendapatkan rendemen ester yang lebih banyak maka

reaksi harus dipertahankan berjalan ke kanan. Hal tersebut dapat dilakukan

diantaranya dengan menambah konsentrasi dari reaktan atau dengan mengurangi

salah satu produk. Dalam hal ini jumlah asam asetat glasial yang dilebihkan

karena faktor ekonomi.

Asam asetat glasial dan n-butanol dicampurkan dalam labu alas bulat,

kemudian ditambahkan katalis asam sulfat pekat dan batu didih secukupnya.

Asam sulfat pekat berperan pada protonasi gugus karbonil dari asam asetat serta

dapat menyerap air yang dihasilkan dari proses reaksi. Batu didih ditambahkan

untuk meratakan panas pada saat direfluks. Batu didih mengandung pori-pori

yang mengandung udara, dimana ketika dipanaskan udara dari dalam pori-pori

akan naik ke atas dengan membawa panas sehingga pemanasan akan lebih merata.

Batu didih juga akan mencegah terjadinya bumping selama proses refluks.

Campuran pada labu alas bulat kemudian dipasangi dengan pendingin balik

kemudian direfluks di atas penangas air selama 30 menit dihitung sejak air pada

penangas air mulai mendidih. Refluks dengan pemanasan dilakukan untuk

memberikan energi karena reaksi dilakukan pada suhu kamar sehingga

memerlukan tambahan energi unuk proses tumbukan. Durasi dalam melakukan

refluk tergantung pada kecepatan reaksi dimana salah satunya dipengaruhi oleh

halangan sterik. Pada sintesis n-butil asetat, reaktan memiliki struktur molekul

yang cukup sederhana sehingga waktu untuk melakukan refluks tidak lama.

Pendingin balik pada saat refluks berfungsi mencegah baik reaktan maupun

produk supaya tidak mudah menguap. Sehinggan diharapkan hasil yang diperoleh

akan maksimal

Setelah melakukan refluks, maka campuran ditambahkan dengan natrium

karbonat 10%. Penambahan ini dilakukan untuk menetralkan sisa asam dari

23

Page 24: n Butil Asetat

proses refluks sehingga reaksi tidak akan kembali ke arah reaktan. Pemilihan

natrium karbonat dengan alasan sifatnya sebagai basa lemah yang akan bereaksi

dengan asam asetat yang bersifat asam lemah. Reaksi ini ditandai dengan adanya

gelembung udara. Pada pengamatan natrium karbonat ditambahkan hingga tidak

ada gelembung udara. Campuran yang sudah netral dicek dengan kertas lakmus.

Dalam hal ini tidak digunakan NaOH maupun NaHCO3 sebagai penetral karena

sifat dari NaOH yang merupakan basa kuat sehingga dapat menimbulkan

hidrolisis ester. Begitu juga dengan NaHCO3 walaupun bukan basa kuat tetapi

sifatnya lebih basa daripada Na2CO3 sehingga juga dapat menyebabkan hidrolisis

ester.

Setelah dilakukan penetralan, maka akan tampak lapisan air dan lapisan

organik. N-butil asetat yang disintesis berada pada fase organik. Lapisan air

berada di bawah karena berat jenisnya lebih besar. Keduanya dipisahkan

menggunakan corong pisah.. Pada pemisahan dengna corong pisah pada fase

organik terbentuk emulsi. Hal ini diantaranya disebabkan oleh sifat larutan yang

terlampau basa. Adanya emulsi menyebabkan batas antara fase air dan fase

organik kurang jelas. Emulsi ini dapat dipecah dengan cara menjenuhkan lapisan

dengan NaCl, menambahkan beberapa tetes alkohol atau CCl4, serta menarik

udara di atas lapisan emulsi tersebut. Tetapi secara umum pemisahan dihasilkan

bila cairan dipisahkan dalam waktu cukup lama.

Dalam fase organik pasti ada sisa fase air, oleh karena itu untuk

membersihkan fase ester dari fase air dilakukan pengocokan dengan air. Ester

harus dikondisikan terbebas dari air karena adanya air akan menyebabkan ester

terhidrolisis. Kemudian ditambahkan lagi magnesium sulfat sebagai pengering

untuk mengikat droplet air yang masih ada dalam fase ester. Magnesium sulfat

yang tersedia adalah dalam bentuk heptahidrat sehingga diperlukn pemijaran

untuk mendapatkan bentuk anhidratnya. Penambahan magnesium sulfat ke dalam

campuran hingga ada butir magnesium yang melayang di dalm ester. Kemudian

didiamkan selam 15 menit supaya hasil yang dipeoleh maksimal. Fase ester

kemusian disaring untuk memisahkan n-butil asetat dengan magnesium sulfat

n-butil asetat yang diperoleh kemudian dimurnikan dengan destilasi

sederhana. Destilasi sederhana dipilih karena antara ester dengan pengotor ( air)

24

Page 25: n Butil Asetat

tidak saling campur. Selain itu, perbedaan titik didih keduanya juga kurang dari

50 C. Titik didih zat yang akan didestilasi mempengaruhi pemilihan alat utuk

destilasi. Karena titik didih n-butil asetat tinggi yaitu 125-126 maka digunakan

penangas udara untuk memanaskan dan labu destilasi leher pendek. Labu leher

pendek dipilih supaya saat mengembun uap n-butil asetat sudah langsung dapat

berada di pipa samping. Untuk jenis pendingin digunakan pendingin udara karena

n-butil asetat memiliki tekanan uap yang tinggi sehingga pada suhu ruang cepat

menjadi dingin. Destilat ditampung saat titik didihnya yaitu ketika suhu konstan.

Dalam praktikum kali ini diperoleh suhu konstan yaitu 120 C. Proses destilasi

dihentikan ketika cairan pada labu destilasi habis.

Setelah proses pemurnian, maka dilakukan pengukuran indeks bias dengan

refraktometer ABBE. Harga indeks bias ini juga akan menunjukkan apakah ester

yang dihasilkan murni. Dari hasil praktikum diperoleh bahwa indeks bias n-butil

asetat pada suhu 30 C adalah 1,3935 sedangkan data dari literatur 1,3951

25

Page 26: n Butil Asetat

BAB VI

KESIMPULAN

n- butil asetat dapat diperoleh dari reaksi esterifikasi antara n-butanol dan

asam asetat glasial dengan katalis asam sulfat pekat. Dari hasil praktikum dapat

diketahui bahwa titik didih n-butil asetat adalah 120C dan indeks biasnya adalah

1,3890 pada suhu 30C. Identifikasi terhadap hasil praktikum menggunakan

metode sprektroskopi UV-Vis dan FTIR diketahui bahwa zat yang disintesis

adalah n-butil asetat.

26

Page 27: n Butil Asetat

DAFTAR PUSTAKA

1. Fessenden & Fessenden. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid Dua.

Jakarta : Erlangga. 1986.

2. The Merck Index 1st edition. New York. 1982

3. www .wikipedia.com . 11 Juni 2009 jam 10.09

27