Musmus FIX
-
Upload
m-iqbal-fadillah -
Category
Documents
-
view
241 -
download
0
Transcript of Musmus FIX
-
7/23/2019 Musmus FIX
1/41
LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
PROGRAM STUDI FARMASI FMIPA
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI II
PERCOBAAN III
UJI PENETAPAN KADAR SARI DAN KADAR ABU SAMPEL
TUMBUHAN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendraL.) PRAKTIKUM
LAPANGAN ASAL DESA BRAMBAN KECAMATAN PIANI
KABUPATEN TAPIN KALIMANTAN SELATAN
Disusun oleh :
Kelompok XVI (Enam belas)
Lisa Karlina Halim J1E111003
M. Iqbal Fadilah J1E111012
Muslimah J1E111006
Nadia Lutfhiana J1E111033
Shofia Annisa J1E111213
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2013
-
7/23/2019 Musmus FIX
2/41
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI II
PERCOBAAN III
UJI PENETAPAN KADAR SARI DAN KADAR ABU SAMPEL
TUMBUHAN KAYU PUTIH (Melaleuca leucadendraL.) PRAKTIKUM
LAPANGAN ASAL DESA BRAMBAN KECAMATAN PIANI
KABUPATEN TAPIN KALIMANTAN SELATAN
KELOMPOK XVI
Mengetahui,
Asisten
(Abshar Fariz)
Nilai Laporan Awal Nilai Laporan Akhir
Tanggal : 8 Mei 2013 Tanggal : 14 Mei 2013
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2013
-
7/23/2019 Musmus FIX
3/41
-
7/23/2019 Musmus FIX
4/41
kelebihan dan kelemahan serta kemungkinan penyalahgunaan obat
tradisional dan tanaman obat. Dengan informasi yang cukup diharapkan
masyarakat lebih cermat untuk memilih dan menggunakan suatu produk obat
tradisional atau tumbuhan obat dalam upaya kesehatan ( Katno & Pramono,
2002).
Kebanyakan obat yang digunakan di masa lalu adalah obat yang
berasal dari tanaman. Dengan cara coba-coba, secara empiris, orang purba
mendapatkan pengalaman dengan berbagai macam daun atau akar
tumbuhan untuk mengobati penyakit. Pengetahuan ini secara turun temurun
disimpan dan dikembangkan, sehingga muncul ilmu pengobatan rakyat,
sebagaimana pengobatan tradisional jamu di Indonesia. Obat nabati
digunakan sebagai rebusan atau ekstrak dengan aktivitas dan efek yang
sering kali berbeda-beda tergantung dari, antara lain, asal tanaman dan cara
pembuatannnya (Tjay & Rahardja, 2002).
Penetapan kadar sebagai salah satu proses standarisasi simplisia harus
dilakukan karena adanya senyawa kimia yang dikandung dalam simplisia
tersebut. Bahan baku obat dalam tumbuhan liar tentu tidak dapat dijamin
kandungan kimianya selalu konstan karena adanya variabel bibit, tempat
tumbuh, iklim, kondisi (umur dan cara panen). Kandungan senyawa kimia
yang bertanggung jawab terhadap respon biologis terhadap manusia harus
mempunyai spesifikasi kimia, yaitu informasi komposisi ( jenis dan kadar ).
Oleh karena itu penetapan karakterisasi suatu simplisia dan ekstrak perlu
dilakukan guna menjamin bahwa bahan suatu produk obat tradisional dapat
diketahui mutunya. Untuk mendapatkan suatu senyawa dalam bahan alam
perlu dilakukan ekstraksi. Sifat-sifat senyawa alami yang sangat komplektentunya memerlukan suatu keterampilan khusus untuk mendapatkan
senyawa sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu indikator dalam
penetapan tersebut dapat dilihat dalam persen kadar sari yang ditetapkan
(Depkes RI. 1982).
1.2 TujuanTujuan dari percobaan ini adalah untuk melakukan pengujian kadar
sari pada ekstrak tanaman dari daun kayu putih (Melaleuca leucadendra L.)
-
7/23/2019 Musmus FIX
5/41
yang larut dalam air-kloroform dan yang larut dalam etanol dan untuk
menetapkan kadar abu total, kadar abu tidak larut asam dan kadar abu larut
air pada tanaman kayu putih.
-
7/23/2019 Musmus FIX
6/41
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Bahan
2.1.1 Tanaman Kayu Putih
Gambar 1. Tumbuhan Kayu Putih
(Melaleuca leucadendra L.)
2.1.1.1 Klasifikasi TanamanKlasifikasi ilmiah tanaman kayu putih :
Kerajaan : Plantae (Tumbuhan)
Sub kingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Sub divisi : -
Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua / dikotil)
Sub kelas : Roside
Ordo : Myrtales
Familia : Myrtaceae (suku jambu-jambuan)
Genus : Melaleuca
-
7/23/2019 Musmus FIX
7/41
-
7/23/2019 Musmus FIX
8/41
itu juga daun kayu putih dapat menimbulkan efek
analgetik (Tuhu dkk, 2007).
Secara empirik, daun kayu putih berkhasiat untuk
menghilangkan bengkak dan nyeri (analgetika). Khasiat
lain dari daun kayu putih antara lain untuk sakit radang
usus, diare, reumatik, asma, radang kulit ekzema,
insomnia, dan sakit kepala. Pengobatan dapat dilakukan
dengan meremas daun kayu putih lalu diletakkan pada
bagian tubuh yang sakit atau dapat juga dilakukan dengan
meminum rebusan daun kayu putih ini (Hariana, 2006).
2.2 Metode EkstraksiEkstraksi berasal dari kata extrahere, to draw out, menarik sari
yaitu suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari bahan asal.
Umumnya zat berkhasiat tersebut dapat ditarik, namun khasiatnya tidak
berubah. Tujuan ekstrasi adalah untuk mendapatkan atau memisahkan
sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan dari zat-zat
yang tidak berfaedah, agar lebih mudah dipergunakan dan disimpan
dibandingkan simplisia asal, serta tujuan pengobatannya lebih terjamin
(Maulida, 2010).
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan
kelarutannya terhadap dua cairan berbeda yang dapat bercampur, biasanya
air dan yang lainnya pelarut organik. Ekstraksi cair-cair merupakan proses
yang umum digunakan, baik itu skala laboratorium maupun skala industri.
Beberapa tujuan ekstraksi dan destilasi pada umumnya adalah untuk
mengambil sebagian atau seluruh zat tertentu yang ada dalam bahan
tanaman adalah untuk memudahkan dalam pengaturan bentuk sediaan, dosis
atau takaran yang tepat, mudah dalam penyimpanan, praktis dalam
penyajian dan menjaga keawetan bahan tersebut untuk jangka waktu yang
lebih lama dibandingkan dengan disimpan dalam bentuk bahan mentah
(Depkes RI, 1982).
http://id.wikipedia.org/wiki/Pelaruthttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Organik&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Organik&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Pelarut -
7/23/2019 Musmus FIX
9/41
Mengingat umumnya zat-zat berkhasiat dalam simplisia terdapat
dalam keadaan tercampur, diperlukan cara penarikan dan cairan penarik
tertentu (tunggal/ campuran), yang kelak dapat menghasilkan bermacam-
macam preaparat galenik sesuai dengan pengolahannya. Suhu penarikan
juga sangat mempengaruhi hasil penarikan. Untuk menentukan cairan
penarik mana yang dipergunakan, harus diperhitungkan betul-betul dengan
memperhatikan beberapa faktor, antara lain:
1. Kelarutan zat-zat menstrum2. Tidak merusak zat-zat berkhasiat atau akibat-akibat lain yang tidak
dikehendaki
3. Harga yang murah4. Jenis preparat yang akan dibuat(Maulida, 2010)
Cairan penarik yang baik adalah yang dapat melarutkan zat-zat
berkhasiat tertentu, tetapi zat-zat yang tidak berguna tidak terbawa serta.
Pada umumnya alkaloid, damar, serta minyak-minyak memiliki kelarutan
yang lebih baik dalam pelarut organik daripada dalam air, tetapi sebaliknya
garam-garam alkaloid, glukosida, zat-zat lendir, serta sakarida memiliki
kelarutan yang lebih baik dalam air (Maulida, 2010).
Salah satu cairan penarik yang lazim digunakaan adalah etanol. Etanol
hanya dapat melarutkan zat-zat tertentu, tidak sebanyak air dalam
melarutkan berbagai jenis zat; oleh karena itu lebih baik dipakai sebagai
cairan penarik untuk sediaan galenik yang mengandung zat berkhasiat
tertentu. Umumnya etanol adalah pelarut yang baik untuk alkaloid,
glukosida, damar-damar, serta minyak atsiri, tetapi tidak untuk jenis gom,gula, serta albumin. Etanol juga menyebabkan enzim-enzim tidak bekerja,
termasuk peragian, serta mengahalangi pertumbuhan jamur serta sebagian
besar bakteri sehingga disamping sebagai cairan penyari, juga berguna
sebagai pengawet (Maulida, 2010).
Pemikiran metode ekstraksi senyawa bukan atom dipergunakan oleh
beberapa faktor, yaitu sifat jaringan tanaman, sifat kandungan zat aktif serta
kelarutan dalam pelarut yang digunakan. Prinsip ekstraksi adalah
-
7/23/2019 Musmus FIX
10/41
melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non polar dalam
pelarut non polar. Secara umum ekstraksi dilakukan secara berturut-turut
mulai dengan pelarut non polar (n-heksan) lalu pelarut yang kepolarannya
menengah (diklor metan atau etilasetat) kemudian pelarut yang bersifat
polar (etanol atau etanol) (Depkes RI, 1995).
Maserasi merupakan suatu metode ekstraksi yang digunakan untuk
memperoleh senyawa kimia dari suatu sampel dengan cara perendaman
menggunakan pelarut yang sesuai. Maserasi ini digunakan untuk menyari
zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengembang dalam
penyari, tidak mengandung benzoin dan stirak. Cairan penyari ini berupa
air, etanol dan air-etanol. Keuntungan cara pengerjaan dan peralatan yang
digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Sedangkan untuk
kelemahannya waktu pengerjaan lama dan penyarian kurang sempurna
(Sastroamidjojo, 2001).
Proses dengan cara maserasi sangatlah menguntungkan dalam proses
isolasi senyawa bahan alam karena dengan teknik ini pada sampel tumbuhan
akan terjadi pemecahan dinding sel serta membran sel akibat perbedaan
tekanan antara di dalam dan di luar sel sehingga metabolit sekunder yang
ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik serta ekstraksi
senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang
dilakukan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan
efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan
pelarut tersebut. Secara umum pelarut etanol merupakan pelarut yang paling
banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam
(Sastroamidjojo, 2001).
2.3 Penetapan Kadar SariKadar sari larut air dan etanol merupakan pengujian untuk penetapan
jumlah kandungan senyawa yang dapat terlarut dalam air (kadar sari larut
air) dan kandungan senyawa yang dapat terlarut dalam etanol (kadar sari
larut etanol). (Depkes RI, 2000). Metode penentuan kadar sari digunakan
untuk menentukan jumlah senyawa aktif yang terekstraksi dalam pelarut
dari sejumlah simplisia. Penentuan kadar sari juga dilakukan untuk melihat
-
7/23/2019 Musmus FIX
11/41
hasil dari ekstraksi, sehingga dapat terlihat pelarut yang cocok untuk dapat
mengekstraksi senyawa tertentu. Prinsip dari ekstraksi didasarkan pada
distribusi zat terarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang
tidak saling campur (Ibrahim,2009).
2.3.1Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam AirKeringkan serbuk (4/18) di udara, maserasi selama 24 jam 5 g
serbuk dengan 100 ml air kloform P, menggunakan labu bersumbat
sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian
dibiarkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20 ml filtrat hingga kering
dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan sisa
pada suhu 105o hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen sari
yang larut dalam air, dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan
di udara (Depkes RI, 1977).
Keringkan serbuk (4/18) di udara, maserasi selama 24 jam 500
mg serbuk dengan 100 ml air kloform P selama 24 jam kadar seperti
tertera pada monografi menggunakan labu bersumbat sambil sekali-
sekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian diamkan. Saring,
uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal dasar rata
yang telah ditara diatas tangas air hingga kering, panaskan sisa pada
suhu 105o hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen terhadap
bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1979).
Mengeringkan serbuk (4/18) di udara, memaserasi selama 24
jam 5,0 g serbuk dengan 100 mL air kloroform P, menggunakan labu
bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dankemudian dibiarkan selama 18 jam. Menyaring lalu menguapkan 20
mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah
ditara, memanaskan sisa pada suhu 1050C hingga bobot tetap.
Mehitung kadar dalam persen sari yang larut dalam air, dihitung
terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.
Kadar sari larut air =
x 100%
(Krisyanela, 2013).
-
7/23/2019 Musmus FIX
12/41
2.3.2 Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam Etanol
Keringkan serbuk (4/18) di udara, maserasi selama 24 jam 5,0 g
serbuk dengan 100 ml etanol (95%), menggunakan labu bersumbatsambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian
dibiarkan selama 18 jam. Saring cepat dengan menghindarkan
penguapan etanol (95%), uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam
cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan sisa pada
suhu 105o hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen sari yang
larut dalam etanol (95%), dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara (Depkes RI, 1977).
Keringkan serbuk (4/18) di udara, maserasi selama 24 jam 500
mg serbuk dengan 100 ml etanol selama 24 jam kadar seperti tertera
pada monografi menggunakan labu bersumbat sambil sekali-sekali
dikocok selama 6 jam pertama, kemudian diamkan. Saring cepat
dengan mencegah etanol menguap, uapkan 20 ml filtrat hingga kering
dalam cawan dangkal dasar rata yang telah ditara diatas tangas air
hingga kering, panaskan sisa pada suhu 105o hingga bobot tetap.
Hitung kadar dalam persen terhadap bahan yang telah dikeringkan di
udara (Depkes RI, 1979).
Mengeringkan serbuk (4/18) di udara, maserasi selama 24 jam
5,0 g serbuk dengan 100 mL etanol (95%), menggunakan labu
bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan
kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring cepat dengan
menghindarkan penguapan etanol (95%), uapkan 20 mL filtrat hingga
kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan
sisa pada suhu 1050C hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen
sari yang larut dalam etanol (95%), dihitung terhadap bahan yang
telah dikeringkan di udara.
Kadar sari larut etanol =
x 100%
(Krisyanela, 2013).
-
7/23/2019 Musmus FIX
13/41
Pada penentuan kadar sari larut air, simplisia terlebih dahulu
dimaserasi selama 24 jam dengan air. Sedangkan pada penentuan
kadar sari larut etanol, simplisia terlebih dahulu dimaserasi selama
24 jam dengan etanol (95 %). Hal ini bertujuan agar zat aktif yang ada
pada simplisia dapat terekstraksi dan tertarik oleh pelarut tersebut.Ketika penentuan kadar sari larut air, simplisia ditambahkan
kloroform terlebih dahulu, penambahan kloroform tersebut bertujuan
sebagai zat antimikroba atau sebagai pengawet. Karena apabila pada
saat masrasi hanya air saja, mungkin ekstraknya akan rusak karena air
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba atau
dikhawatirkan terjadi proses hidrolisis yang akan merusak eksatrak
sehingga menurunkan mutu dan kualitas dari ekstrak tersebut.
Sementara pada penentuan kadar sari larut etanol tidak ditambahkan
kloroform, karena etanol sudah memiliki sifat antibakteri jadi tidak
perlu ditambahkan kloroform (Giantoro, 2013).
2.4 Penetapan Kadar Abu
Penetapan kadar abu adalah sisa pembakaran sempurna bahan organik
(residu yang tidak menguap bila suatu bahan dibakar dengan cara tertentu).
Secara kimia abu dapat didefinisikan sebagai oksida logam dan bahan-bahan
lain yang tidak dapat dibakar. Dalam kaitan dengan simplisia, abu
merupakan indikator derajat kebersihan penanganan simplisia. Secara alami
didalam simplisia terdapat logam. Logam-logam ini merupakan komponen
hara tumbuhan yang dapat merupakan komponen molekul penting dalam
reaksi biokimiawi tumbuhan. Logam-logam tersebut merupakan abu
fisiologis. Sebagian besar abu fisiologis ini larut air. Pada saat penyiapan,
simplisia dapat terkotaminasi oleh tanah, pasir, dsb. Pasir merupakan
senyawa silikat yang tidak terbakar. Senyawa silikat ini tidak larut asam,
sehingga merupakan komponen penyusun abu tidak larut asam. Oleh karena
itu, kadar abu dalam simplisia harus ditentukan untuk melihat kadar
senyawa pengotor yang terkandung di dalamnya. Bila kadar abu simplisia
-
7/23/2019 Musmus FIX
14/41
melebihi persyaratan yang ditentu maka simplisia tersebut tidak boleh
digunakan untuk bahan baku pembuatan jamu (Anas, 2012).
Timbang saksama 2,5 g simplisia uji yang telah digerus, masukkan
kedalam krus plating atau krus silikat, ratakan. Pijarkan hati-hati hingga
arang habis, dinginkan, timbang. Jika cara ini arang tidak dapat hilang,
tambahkan air panas, saring melalui kertas saring P. Pijarkan sisa dan kertas
dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan
hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap simplisia yang telah
dikeringkan di udara (Depkes RI, 1979).
Lebih kurang 2 g sampai 3 g zat yang telah digerus dan ditimbang
seksama, masukkan ke dalam krus platina atau krus silikat yang telah
dipijarkan dan ditara, ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis,
dinginkan, timbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan,
tambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa
dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan flitrat ke dalam krus,
uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap
bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1977).
Dua gram simplisia ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam krus
porselen yang telah dipijarkan dan ditara, kemudian dipijarkan perlahan-
lahan hingga arang habis, didinginkan dan ditimbang. Jika dengan cara ini
arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, diaduk, disaring
melalui kertas saring bebas abu. Kertas saring beserta sisa penyaringan
dipijarkan dalam krus yang sama. Filtrat dimasukkan ke dalam krus,
diuapkan dan dipijarkan hingga bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap
berat ekstrak, dan dinyatakan dalam % b/b.
Kadar abu =
x 100 %
(Krisyanela, 2013).
2.4.1 Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Dalam Asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan dengan
25 ml asam klorida P selama 5 menit, saring melalui penyaring kaca
masir atau kertas saring P, cuci dengan air panas, pijarkan hingga
-
7/23/2019 Musmus FIX
15/41
bobot tetap. Hitung kadar abu yang tidak larut dalam asam (Depkes
RI, 1979).
Abu yang telah diperoleh pada penetapan kadar abu, dididihkan
dengan 25 mL asam klorida encer P selama 5 menit, kumpulkan
bagian yang tidak larut dalam asam, saring melalui krus kaca masir
atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan hingga
bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu yang tidak larut dalam asam
terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1977).
Didihkan abu yang diperoleh seperti yang tertera pada
penetapan kadar abu dengan 25 ml asam klorida 3 N selama 5 menit,
kumpulkan bagian tidak larut pada krus kaca masir yang telah
ditara/kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan dan
timbang. Hitung kadar abu yang tidak larut dalam asam, dalam %,
dihitung terhadap bobot contoh yang digunakan (Depkes RI, 1982).
Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu, dididihkan
dengan 25 ml asam klorida ancer P selama 5 menit, dikumpulkan
bagian yang tidak larut dalam asam, disaring melalui krus kaca masir
atau kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas, dipijarkan
hingga bobot tetap dan ditimbang. Dihitung kadar abu yang tidak larut
dalam asam terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (berta
simplisia) yang dinyatakan dalam % b/b .
Kadar abu tidak larut asam =
x 100 %
(Krisyanela, 2013).
2.4.2 Penetapan Kadar Abu Yang larut Dalam Air
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan dengan
25 ml air selama 5 menit, saring melalui penyaring kaca masir atau
kertas saring P, cuci dengan air panas, pijarkan hati-hati selama 15
menit, kemudian pijarkan pada lebih kurang 450C hingga bobot
tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap simplisia yang dikeringkan
di udara (Depkes RI, 1979).
-
7/23/2019 Musmus FIX
16/41
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, dididihkan
dengan 25 mL air selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut,
saring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu, cuci
dengan air panas dan dipijarkan selama 15 menit pada suhu tidak lebih
dari 450oC, hingga bobot tetap, timbang. Perbedaan bobot sesuai
dengan jumlah abu yang larut dalam air. Hitung kadar abu yang larut
dalam air terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI,
1977).
-
7/23/2019 Musmus FIX
17/41
BAB III
METODE PENGERJAAN
3.1 Alat dan Bahan3.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah sebagai
berikut :
1. Aluminium Foil2. Batang pengaduk3. Cawan porselen4. Corong kaca5. Erlenmeyer 250ml6.Furnace/ ney vulkan7. Gelas beker 250ml8. Gelas ukur 100ml9. Kertas saring10.Lampu spiritus11.Maserator12.Neraca analitik13.Oven14.Penjepit kayu15.Pipet tetes16.Sendok tanduk17.Vial / pot salep
3.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah
sebagai berikut:
1. Air panas2. Aquadest3. Etanol 95%4.
Kloroform P
-
7/23/2019 Musmus FIX
18/41
-dimasukkan ke dalam cawan porselin yangtelah ditara
-diuapkan ad kering-dipanaskan dalam oven pada suhu 70Cselama 15 menit hingga bobot tetap
-dihitung kadar sari yang larut dalam airterhadap bahan yang telah dikeringkan di
udara.
-ditambahkan ke dalam erlenmeyerdimaserasi selama 24 jam
-6 jam pertama diaduk dan dibiarkan
18 jam.
-dimasukkan dalam erlenmeyer
-disaring
5. Larutan HCl encer6. Sampel serbuk daun kayu putihMelaleuca leucadendra L.)
3.2
Cara Kerja
3.2.1 Uji kadar sari ekstrak
3.2.1.1 Penetapan kadar sari larut air
20 ml filtrat
Hasil
5 g serbuk kering daun kayu putih
100 ml air-kloroform
Ekstrak cair
-
7/23/2019 Musmus FIX
19/41
-dimasukkan ke dalam cawanporselin yang telah ditara
-diuapkan ad kering-dipanaskan dalam oven pada suhu70C selama 15 menit hingga bobot
tetap
-dihitung kadar sari yang larut dalametanol terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara.
-ditambahkan ke dalam erlenmeyerdimaserasi selama 24 jam
-6 jam pertama diaduk dan dibiarkan
18 jam.
-dimasukkan dalam erlenmeyer
-disaring cepat
3.2.1.2 Penetapan kadar sari larut etanol
20 ml filtrat
Hasil
100 ml etanol
Ekstrak cair
5 g serbuk kering daun kayu putih
-
7/23/2019 Musmus FIX
20/41
3.2.2 Uji Kadar Abu
3.2.2.1 Uji Penetapan Kadar Abu Total
- Diletakkan di atas cawan porselin- Dimasukkan dalam furnance
sampai arang habis
- Didinginkan- Ditimbang- Dihitung kadar abu
- Ditambah air panas- Disaring dengan kertas saring- Dimasukkan filtrat padafurnance- Ditimbang- Dihitung kadar abu
3.2.2.2 Penetapan Kadar Abu yang Larut Dalam Air
- Dimasukkan dalam tabung reaksi
- Ditambahkan- Didihkan dengan spritus selama 5
menit
2 mg serbuk daun kayu putih
Hasil
Jika arang tidak habis
Hasil
Abu (hasil penetapan kadar abu)
5 ml aquadest
Bagian yang tidak larut
-
7/23/2019 Musmus FIX
21/41
- Dikumpulkan- Disaring denngan kertas saring- Dicuci dengan air panas- Ditimbang-- Dimasukkan dalam cawan porselin- Dimasukkan dalam oven 70%
selama 15 menit
- Dimasukkan dalamfurnance- Dihitung kadar abu yang larut
dalam air
3.2.2.3 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut Dalam Asam
- Dimasukkan dalam tabung reaksi
- Ditambahkan- Didihkan dengan spritus selama 5
menit
- Dikumpulkan- Disaring denngan kertas saring- Dicuci dengan air panas- Ditimbang-
Kertas saring
Hasil
5 ml HCl encer
Bagian yang tidak larut
Kertas saring
Abu (hasil penetapan kadar abu)
-
7/23/2019 Musmus FIX
22/41
- Dimasukkan dalam cawan porselin- Dimasukkan dalam oven 70o
selama 15 menit
- Dimasukkan dalamfurnance- Dihitung kadar abu yang larut
dalam air
Hasil
-
7/23/2019 Musmus FIX
23/41
BAB IV
PERLAKUAN DAN HASIL
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Penetapan Kadar Sari
Tabel 1. Kadar Sari Larut Air-Kloroform
No. Perlakuan Hasil Keterangan
1. Menimbang sampel
daun kayu putih
Berat sampel = 5
gram.
2. Memasukan
sampel ke dalam
wadah
3. Menambahkan
pelarut sebanyak
100 ml dan
mengaduknya
Pelarut yang
digunakan adalah
air-kloroform
4. Menutup sampel
dengan
ditambahkan
aluminium foil,
didiamkan selama
1 hari
Didiamkan selama 1
hari
5. Menyaring ekstrak
sampel tanaman.
Diperoleh bobot
filtrat = 112,4 gram
6. Menimbang cawan
perselen dengan
menggunakan
timbangan analiti
Diperoleh berat
cawan sebesar =
265,7 gram
-
7/23/2019 Musmus FIX
24/41
7. Memasukan
sampel kedalam
cawan porselin
yang telah
ditimbang
Diperoleh berat
cawan + filtrat
=378,1 gram
8. Filtrat dalam cawan
porselen diuapkan
di water bath
Di dapatkan ekstrak
kental
9. Memanaskan filtrat
kembali kedalam
oven hingga
diperoleh bobot
tetap
Temperatur oven
700C selama 15
menit
10. Menimbang
ekstrak hasil
pemanasan
Diperoleh bobot
tetap ekstrak
sebesar = 1,6 gram
Tabel 2. Kadar Sari Larut Etanol
No. Perlakuan Hasil Keterangan
1. Menimbang sampel
daun kayu putih
Berat sampel = 5
gram.
2. Memasukansampel ke dalam
wadah
3. Menambahkan
pelarut sebanyak
100 ml dan
mengaduknya
Pelarut yang
digunakan adalah
Etanol
-
7/23/2019 Musmus FIX
25/41
4. Menutup sampel
dengan
ditambahkan
aluminium foil,
didiamkan selama
1 hari
Didiamkan selama 1
hari
5. Menyaring ekstrak
sampel tanaman.
Diperoleh bobot
filtrat = 73,2 gram
6. Menimbang cawan
perselen denganmenggunakan
timbangan analiti
Diperoleh berat
cawan sebesar =140,8 gram
7. Memasukan
sampel kedalam
cawan porselin
yang telah
ditimbang
Diperoleh berat
cawan + filtrat =
214 gram
8. Filtrat dalam cawan
porselen diuapkan
di water bath
Di dapatkan ekstrak
kental
9. Memanaskan filtrat
kembali kedalam
oven hingga
diperoleh bobot
tetap
Temperatur oven
700C selama 15
menit
10. Menimbang
ekstrak hasil
pemanasan
Diperoleh bobot
tetap ekstrak
sebesar = 1,5 gram
-
7/23/2019 Musmus FIX
26/41
4.1.2 Hasil Pengamatan Kadar Abu
Tabel 3. Kadar Abu Total
Bagian yang Diamati Gambar Keterangan
Berat serbuk simplisia ditimbang,
dimasukkan dalam cawan porselin
yang sebelumnya telah ditimbang
Serbuk seberat 2
gram
Berat cawan kosong
71,6 gram
Memasukkan ke dalamfurnace
dengan temperatur 500C
Didinginkan, kemudian cawan
porselin ditimbang.Didapatkan berat
sebesar 71,65 gram
Bagian abu yang tidak larut
dikumpulkan dan disaring
Setelah disaring dicuci dengan air
panas dan di timbangDidapatkan berat abu
sebesar 0,05 gram
Tabel 4. Kadar Abu Larut dalam Air
Bagian yang Diamati Gambar Keterangan
Abu dari kadar abu total dibagi
dua dan ditimbangBerat sebesar 0,02
gram
Menambahkan 5 ml akuades dan
mendidihkan dengan pembakar
bunsen selama 5 menit.
Terdapat bagian yang
tidak larut air
-
7/23/2019 Musmus FIX
27/41
Bagian yang tidak larut disaring
dengan kertas saring.Diambil bagian yang
tidak larut
Memasukkan dalam oven dengan
suhu 70C selama 15 menit
Memasukkan dalam furnace
Menimbang berat abu sisa
pemijaran Didapatkan berat abu
sebesar 0,02 gram
Tabel 5. Kadar Abu Larut Tidak Larut dalam Asam
Bagian yang Diamati Gambar Keterangan
Abu dari kadar abu total dibagi
dua dan ditimbangBerat sebesar 0,02
gram
Menambahkan 5 ml HCL dan
mendidihkan dengan pembakar
bunsen selama 5 menit.
Terdapat bagian yang
tidak larut air
Bagian yang tidak larut disaring
dengan kertas saring.Diambil bagian yang
tidak larut
-
7/23/2019 Musmus FIX
28/41
Memasukkan dalam oven dengan
suhu 70C selama 15 menit
Memasukkan dalam furnace
Menimbang berat abu sisa
pemijaran
Didapatkan berat abu
sebesar 0,02 gram
4.2 Perhitungan
4.2.1 Penetapan Kadar Sari
Tabel 6. Hasil Pengamatan Penetapan Kadar Sari Larut dalam
Air-Kloroform
Bagian yang diamati Hasil Pengamatan
Berat sampel
Berat cawan
Berat cawan + filtrat yang diuapkan
(ekstrak)
Berat filtrat yang diuapkan (ekstrak)
5 gram
265,7 gram
267,3 gram
1,6 gram
Kadar Sari larut dalam air 32 %
100%sampelBerat
ekstrakBeratairlarutsarikadarRendemen
32%100%g5
g6,1
-
7/23/2019 Musmus FIX
29/41
4.2.2 Penetapan Kadar Abu
Tabel 7. Hasil Pengamatan Penetapan Kadar Sari Larut dalam
Etanol
Bagian yang diamati Hasil Pengamatan
Berat sampel
Berat cawan
Berat cawan + filtrat yang diuapkan
(ekstrak)
Berat filtrat yang diuapkan (ekstrak)
5 gram
140,8 gram
142,3 gram
1,5 gram
Kadar Sari larut dalam etanol 30 %
100%sampelBerat
tapekstrak teBeratetanollarutsarikadarRendemen
%30100%g5
g5,1
4.1.2 Penetapan Kadar Abu
Tabel 8. Hasil Pengamatan Penetapan Kadar Abu
Bagian yang Diamati Hasil Pengamatan Gambar
Berat sampel sebelum
dipijarkan
2 gram
Berat abu + cawan
porselin
71,65gram
Berat abu yang didapat 0,05 gram
Perhitungan :
Diketahui : Berat serbuk simplisia = 2 g
Berat abu yang didapat = 0,05 g
Ditanya : Kadar abu dan kadar abu yang larut dalam air ?
Jawab :
Rendemen kadar abu =simplisiasebukberat
abuberat
-
7/23/2019 Musmus FIX
30/41
g2
g0,05 100%
= 2,5 %
Tabel 9. Hasil Pengamatan Penetapan Kadar Abu Larut Air
Bagian yang Diamati Hasil Pengamatan Gambar
Berat sampel sebelum
dipijarkan
2 gram
Berat abu + cawan
porselen
71,62 gram
Berat abu yang didapat Berat abu awal =
0,02
Berat abu sisa = 0,02
Perhitungan :
Diketahui : Berat serbuk simplisia = 2 g
Berat abu awal-berat abu sisa = 0,020,02 g
= 0 g
Ditanya : Kadar abu larut dalam air ?
Jawab :
Rendemen kadar abu yang larut dalam air =awalabuberat
tersisayangabuberat
g0,02
g0 100%
= 0 %
Tabel 10. Hasil Pengamatan Penetapan Kadar Abu Tidak Larut
Asam
Bagian yang Diamati Hasil Pengamatan Gambar
Berat sampel sebelum
dipijarkan
2 gram
Berat abu + cawan
porselen
140,82 gram
-
7/23/2019 Musmus FIX
31/41
Berat abu yang didapat Berat abu awal =
0,02 gram
Berat abu sisa = 0,02
gram
Perhitungan :
Diketahui : Berat serbuk simplisia = 2 g
Berat abu awal-berat abu sisa = 0,020,02 g = 0 g
Ditanya : Kadar abu larut dalam air ?
Jawab :
Rendemen kadar abu yang tidak larut asam =awalabuberat
tersisayangabuberat
g0,02
g0 100%
= 0 %
-
7/23/2019 Musmus FIX
32/41
BAB V
PEMBAHASAN
Percobaan kali ini telah dilakukan ekstraksi untuk menentukan kadar sari
pada sampel simplisia. Percobaan kali ini bertujuan untuk mengetahui persen
kadar sari dari daun kayu putih yang larut dalam air maupun yang larut dalam
etanol. Adapun sampel simplisia yang digunakan yakni dari simplisia hasil
praktek lapangan dengan nama daerah setempat (Rantau) yakni daun kayu putih.
Tanaman tersebut dipercaya masyarakat sekitar berkhasiat sebagai obat pegel linu
dan dapat menghangatkan otot yang cara penggunaannya daun kayu putih digerus
atau ditumbuk halus kemudian dioleskan pada bagian yang sakit. Menurut Depkes
RI, 1978, tanaman kayu putih berkhasiat sebagai stomakikum dan spasmolitikum.
Sedangkan menurut Hariana, 2006 secara empirik, daun kayu putih berkhasiat
untuk menghilangkan bengkak dan nyeri (analgetika). Khasiat lain dari daun kayu
putih antara lain untuk sakit radang usus, diare, reumatik, asma, radang kulit
ekzema, insomnia, dan sakit kepala. Pengobatan dapat dilakukan dengan meremas
daun kayu putih lalu diletakkan pada bagian tubuh yang sakit atau dapat juga
dilakukan dengan meminum rebusan daun kayu putih ini. Selain itu juga menurut
Tuhu dkk, 2007 daun kayu putih dapat menimbulkan efek analgetik. Kandungan
daun kayu putih yang diyakini mempunyai efek analgetik adalah terpineol.
Senyawa ini dapat tersari dengan baik menggunakan penyari etanol. Dengan
demikian dalam ekstrak etanol mengandung terpineol yang memadai untuk
menimbulkan efek analgetik
Cara untuk mendapatkan ekstrak pada percobaan ini, dilakukan maserasi.
Seperti pada prosedur percobaan dan pustaka (MMI), proses maserasi dimulai
sehari sebelum praktikum. Hal ini untuk mendapatkan hasil maksimal dari proses
maserasi tersebut. Prinsip kerja maserasi adalah dengan bahan pelarut melarutkan
komponen dalam sel dengan menembus dinding sel tumbuhan. Membran sel yang
mengering, mengkerut di dalam simplisia mula-mula harus diubah kondisinya
sehingga memungkinkan bahan pelarut masuk ke bagian dalam sel. Kemudian
menarik zat aktif keluar dan terlarut dalam pelarut. Keuntungan dari metode
ektraksi maserasi ini adalah peralatannya sederhana. Sedangkan kerugiannya
-
7/23/2019 Musmus FIX
33/41
antara lain waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel cukup lama,
cairan penyari yang digunakan lebih banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-
bahan yang mempunyai tekstur keras seperti benzoin, tiraks dan lilin serta
kemungkinan simplisia jenuh dengan pelarut.
Prosedur maserasi sendiri digunakan untuk penentuan kadar sari karena
maserasi merupakan teknik ekstraksi yang praktis dan cukup akurat hasilnya.
Pada larutan maserasi tidak dilakukan pengocokan, namun hanya direndam saja
dengan pelarut. Pelarut yang digunakan adalah etanol dan air- kloroform P dengan
perbandingan 10:1, yang dibuat dengan cara mencampurkan 10 bagian air dari
total campuran 500 ml sebanyak 454,55 ml dan 1 bagian klorofrofm P dari total
campuran 500 ml sebanyak 45,45 ml. Alasan memakai campuran air-kloroform P
karena jika hanya menggunakan air saja, pelarut ini sangatlah polar sifatnya dan
jika ditambah dengan kloroform P maka kepolarannya akan berkurang karena
klorofm bersifat tidak polar sehingga akan mampu menarik zat atau sari yang
bersifat semi polar. Pengerjaannya dilakukan dengan cara merendam serbuk akar
daun kayu putih kering sebanyak 5 gram selama 24 jam agar hasil yang dilakukan
lebih maksimal. Hal ini dikarenakan jika maserasi dilakukan hanya sebentar maka
hasil yang didapat tidak begitu baik karena air tidak sepenuhnya terserap oleh
simplisia dan untuk waktu 24 jam dianggap cukup untuk mendapatkan hasil
ekstraksi yang baik pada percobaan kali ini.
Setelah 24 jam larutan simplisia disaring untuk memisahkan ampas
simplisia dari cairan pelarut yang telah bercampur dengan zat aktif dari simplisia.
Untuk pelarut etanol dan air-kloroform P disaring biasa dengan kertas saring.
Campuran disaring cepat, untuk menghindari penguapan yang terlalu banyak. Jika
pelarut lebih banyak menguap maka dikhawatirkan perbandingan pelarut dan zatsimplisia akan tidak seimbang. Cairan hasil penyaringan atau filtrat dipanaskan
untuk menguapkan pelarutnya. Penguapan ini menggunakan pemanasan langsung
yakni alat penguap sederhana. Pelarut diuapkan seluruhnya hingga didapatkan
ekstrak kental. Untuk kadar sari yang larut dalam etanol dan kadar sari yang larut
dalam air-kloroform P beratnya adalah 1,5 gram dan 1,6 gram. Ekstrak kemudian
dikeringkan dengan oven pada suhu 70C selama 15 menit kemudian dikeluarkan,
didinginkan dan ditimbang. Hal ini dilakukan berulang kali hingga berat konstan
-
7/23/2019 Musmus FIX
34/41
atau tetap. Dalam percobaan ini ekstrak yang didapat perlu dimasukkan kedalam
oven 70oC, hal ini dilakukan untuk mendapatkan ekstrak yang benar-benar kental
dan menghindari terjadinya pembentukan ekstrak yang salah. Dimana jika
temperatur yang terlalu rendah maka akan terbentuk ekstrak padat dan jika
temperatur lebih dari 70oC maka akan terbentuk ekstrak cair.
Tujuan penimbangan dilakukan berulang kali ini adalah untuk mendapatkan
berat kering dari ekstrak. Berat kering ekstrak yang didapatkan masing-masing
untuk ekstrak dengan pelarut air dan etanol yaitu sebesar 1,6 gram dan 1,5 gram.
Hal yang perlu dipertimbangkan pada proses pengeringan yakni jangan dilakukan
pada suhu cukup tinggi karena dapat merusak ekstrak dan berakibat berkurangnya
massa yang didapatkan. Perhitungan kadar sari setelah diuapkan dari masing-
masing untuk ekstrak dengan pelarut air dan etanol yakni sebesar 32 % dan 30 %.
Kadar sari yang diperoleh untuk ekstrak dengan pelarut air dan etanol yakni
sebesar 32 % dan 30 %, dimana rendemen ini kurang dari 100 %, hal ini dapat
dipengaruhi oleh ketelitian praktikan dalam menjalankan prosedur percobaan baik
dalam hal penimbangan bahan sampai pengaturan suhu pada saat pengeringan.
Namun, walaupun terdapat beberapa kesalahan, tetap dapat kita simpulkan bahwa
tumbuhan daun kayu putih ini ekstraksi untuk mendapatkan sari dari simplisianya
lebih baik menggunakan pelarut air dari pada pelarut etanol dari simplisia yang
digunakan.
Selanjutnya dilakukan uji kadar abu pada suatu sampel. Percobaan ini
bertujuan untuk menentukan kadar abu dalam suatu sampel, mengetahui senyawa-
senyawa mineral yang terkandung dalam suatu simplisia kering dan untuk
menentukan kadar bahan asing dalam suatu sampel. Sampel yang digunakan pada
percobaan ini hanya berupa simplisia kering, yaitu simplisia dari tumbuhan kayuputih, bagian yang digunakan adalah bagian daunnya dari tanaman tersebut.
Alasan penggunaan simplisia kering ini adalah karena bahan yang digunakan pada
percobaan kali ini berupa serbuk, dimana serbuk itu sendiri dibuat dari simplisia
kering dan jika kita membuat serbuk tersebut dari simplisia basah maka untuk
mendapatkan bahan dalam bentuk serbuk itu sendiri sedikit susah. Oleh karena itu
pada percobaan kali ini diambil serbuk yang dibuat dari simplisia kering. Prinsip
dari percobaan ini adalah bahan (serbuk simplisia) dipanaskan pada temperatur
-
7/23/2019 Musmus FIX
35/41
dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap sehingga
tertinggal unsur mineral dan senyawa anorganik yang terkandung di dalamnya.
Penetapan kadar abu kali ini dilakukan percobaan sesuai petunjuk MMI
sebagai acuannya. Kadar abu yang larut air itu pada pengerjaan dididihkan dengan
air dan yang tidak larut dalam asam dididihkan menggunakan HCl encer. Sampel
yang diujikan pada kadar abu yang larut air dan yang yang tidak larut dalam asam
diambil dari abu yang dihasilkan dari penetapan kadar abu. Pertama-tama kita
membuat abu yang nantinya digunakan untuk pengujian pada kadar abu yang larut
air dan yang yang tidak larut dalam asam. Penetapan kadar abu itu diambil
sebanyak 2 g serbuk yang sudah serbuk kemudian diletakkan diatas cawan
porselen. Kemudian dimasukkan kedalam furnance dengan temperatur 500oC
sampai arang habis. Temperatur yang digunakan pada percobaan kali ini memang
sangat tinggi karena ditujukan untuk mendapatkan abu, dimana abu itu didapat
dari sisa hasil pembakaran. Pembakaran itu sendiri membutuhkan temperatur yang
tinggi dan jika temperatur yang digunakan tidak begitu tinggi misalnya 100 oC,
maka perlakuan tersebut bukan suatu pembakaran tetapi pemanasan. Fungsi dari
pendinginan sebelum ditimbang adalah untuk mempermudah proses
pengangkatan saat ingin melakukan penimbangan, karena jika tidak didinginkan
bisa saja terjadi hal-hal yang tidak diingikan, misalnya jatuhnya cawan porselen
karena praktikan tidak kuat menahan panas saat ingin melakukan penimbangan.
Oleh karenanya dibutuhkan proses pendinginan. Kemudian abu ditimbang dan
dihitung kadar abunya. Jika arang masih ada ditemukan maka dilakukan
penambahan air panas dan disaring dengan kertas saring, setelah itu kertas saring
bersama arang yang masih ada dimasukkan kedalam furnance kembali sampai
didapat abu yang tidak mengandung arang lagi. Kita dapat mengetahui hasil yangdidapat apakah sudah baik atau belum dengan melihat hasil tersebut, dimana pada
hasil tersebut tidak terdapat lagi bara api berwarna merah menyala. Selanjutnya
timbang dan hitung kembali kadarnya. Dalam perlakuan ini arang harus sampai
habis, hal ini dikarenakan jika arangnya tidak sampai habis hal ini menandakan
bahwa mineral yang terkandung dalam simplisia tersebut masih tidak sepenuhnya
terbakar. Sehingga abu yang didapat hanya sebagian dari mineral saja. Oleh
karena itu, diperlukan agar seluruh arang habis agar seluruh mineral atau zat
-
7/23/2019 Musmus FIX
36/41
anorganik yang terdapat dalam simplisia tersebeut dapat menjadi abu seluruhnya
dan dari abu tersebut dapat diketahui berbahaya atau tidaknya simplisia tersebut
dilihat dari besarnya kadar abu yang diperoleh. Besar kadar abu total diperoleh
sebesar 2,3236%.
Abu yang didapat kemudian diuji pertama-tama dengan penetapan kadar
abu yang tidak larut dalam asam dengan cara mendidihkannya dengan HCl
sebanyak 5 ml HCl encer selama 5 menit. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan
kadar abu melalui difusi pelarut terhadap dinding sel sehingga isi sel akan keluar
secara osmosis dari sel. Penambahan HCl encer tersebut berfungsi untuk
mengetahui kelarutan dari simplisia tersebut di dalam HCl encer. Adanya bagian
yang tidak larut dalam asam kemudian dikumpulkan dan disaring dengan kertas
saring menggunakan air panas untuk pencucian. Pencucian dengan air panas ini
bertujuan untuk lebih memurnikan atau menghilangkan bagian yang tidak larut
asam tersebut dari pengotor, misalnya didalamnya masih ada bagian yang larut
asam. Kemudian bagian tersebut bersama dengan kertas saring dimasukkan
kedalam oven dengan temperatur 70oC selam 15 menit. Selanjutnya hasil tersebut
dimasukkan kedalam furnance sampai didapat abu yang baik dan kemudian
didinginkan lalu ditimbang sampai dengan bobotnya tetap. Bobot tetap
dimaksudkan bahwa 2 kali penimbangan berturut-turut berbeda tidak lebih dari
0,5 mg tiap g sisa yang ditimbang. Penimbangan dilakukan setelah zat
dikeringkan lagi selama 1 jam. Setelah semua itu selesai, kemudian dihitung kadar
abunya yang tidak larut dalam asam tersebut. Dari hasil percobaan didapatkan
bobot abu yang tidak larut dalam asam sebesar 0,02 gram dari bobot abu yang
digunakan yaitu sebanyak 0,02 gram. Sehingga besarnya kadar abu yang tidak
larut dalam asam sebesar 0 %.Perlakuan yang selanjutnya yang diberikan terhadap kadar abu
sebelumnya yang mekanisme kerjanya tidak jauh berbeda dengan penetapan abu
yang tidak larut dalam asam adalah penetapan kadar abu yang larut dalam air.
Cara kerjanya adalah dengan mengambil abu dari hasil penetapan kadar abu
kemudian didihkan dengan 5 ml air selama 5 menit. Penambahan air tersebut
berfungsi untuk mengetahui kelarutan dari simplisia tersebut di dalam air. Adanya
bagian yang tidak larut dalam air kemudian dikumpulkan dan disaring dengan
-
7/23/2019 Musmus FIX
37/41
kertas saring menggunakan air panas untuk pencucian. Kemudian bagian tersebut
bersama dengan kertas saring dimasukkan kedalam oven dengan temperatur 70oC
selam 15 menit. Seharusnya penyaringan dilakukan melalui krus kaca masir atau
kertas saring bebas abu, namun karena keterbatasan alat maka penyaringan yang
dilakukan hanya melalui kertas saring biasa. Krus kaca masir merupakan krus
kaca bening berdasar kaca berpori, porinya berukuran 3 sampai 15 mikron,
dipakai untuk mengeringkan endapan berupa koloid pada suhu di bawah 100oC.
Selanjutnya hasil tersebut dimasukkan kedalamfurnance sampai didapat abu yang
baik dan kemudian didinginkan lalu ditimbang sampai dengan bobotnya tetap.
Bobot tetap dimaksudkan bahwa 2 kali penimbangan berturut-turut berbeda tidak
lebih dari 0,5 mg tiap g sisa yang ditimbang. Penimbangan dilakukan setelah zat
dikeringkan lagi selama 1 jam. Setelah semua itu selesai, kemudian dihitung kadar
abunya yang tidak larut dalam asam tersebut. Dari hasil percobaan didapatkan
bobot abu yang larut dalam air sebesar 0,02 gram. Sehingga besarnya kadar abu
yang larut dalam air sebesar 0 %.
Dalam penetapan kadar abu ini alat yang gunakan adalah furnance, kerja
alat ini seperti alat pembakar dengan tenaga listrik dan memiliki temperatur tinggi
bertujuan untuk membakar suatu sampel yang ingin dijadikan abu, alat ini
memiliki temperature yang dapat kita atur sesuai yang kita inginkan sehingga
pembakaran sampel lebih mudah dan praktis dibandingkan dengan pembakaran
secara manual.
Adapun persyaratan simplisia menurut literatur Depkes RI, 1978 halaman
61 adalah sebagai berikut :
Kadar abu. Tidak lebih dari 6,4%
Kadar abu yang tidak larut dalam asam. Tidak lebih dari 0,9%Kadar sari yang larut dalam air. Tidak kurang dari 15,8%
Kadar sari yang larut dalam etanol. Tidak kurang dari 18,5%
Untuk penetapan kadar sari larut dalam air dan larut dalam etanol telah
menunjukkan hasil yang baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil yang didapat lebih
dari hasil untuk literatur, yaitu untuk kadar sari larut dalam air 32% > 15,8% dan
untuk kadar sari larut dalam etanol 30% > 18,5%. Dan untuk penetapan kadar abu
juga menunjukkan hasil yang baik. Dimana hasil yang didapat tidak melebihi hasil
-
7/23/2019 Musmus FIX
38/41
pada literatur, penetapan kadar abu total sebesar 2,3236% < 6,4%. Sedangkan
untuk penetapan kadar abu yang tidak larut asam menunjukkan hasil yang baik
yaitu 0% < 0,9%.
Penetapan kadar sari adalah metode kuantitatif untuk jumlah kandungan
senyawa dalam simplisia yang dapat tersari dalam pelarut tertentu. Penetapan ini
dilakukan untuk simplisia yang tidak memiliki cara yang memadai baik kimia
atau biologi untuk penentuan bahan aktifnya. Dimana dari hasil yang didapat pada
percobaan kali ini menunjukkan bahwa sudah banyak senyawa kimia dari
simplisia uji yang dapat tersari baik pada penetapan kadar sari larut dalam etanol
maupun larut dalam air.
Penentuan kadar abu merupakan metode pengukuran kadar abu terhadap
yang dipanaskan pada temperatur tertentu dimana senyawa organik dan turunanya
terdestruksi dan menguap sehingga yang tertinggal hanya unsur mineral dan
anorganik dengan tujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral
internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak.
Dari hasil yang didapat pada penetapan kadar abu dan kadar abu yang tidak larut
asam menunjukkan bahwa kandungan mineral dari simplisia tersebut masih dapat
dianggap dalam batasan aman seperti yang telah dijelaskan pada bagian paragraf
sebelumnya berturut-turut
-
7/23/2019 Musmus FIX
39/41
BAB VI
PENUTUP
6.1 KesimpulanKesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah:
1. Tumbuhan yang digunakan untuk penetapan kadar sari dan penetapankadar abu adalah tumbuhan kayu putih (Melaleuca leucadendra L.)
berupa daun yang telah diserbuk.
2. Proses ekstraksi yang dilakukan untuk mendapatkan ekstrak daun kayuputih adalah dengan maserasi yang dilakukan 1x24 jam sebelum
praktikum dilakukan.
3. Bobot ekstrak dengan pelarut air-kloroform dan etanol setelah penguapansebesar 1,6 g dan 1,5 g, serta persen kadar sari sebesar 32% dan 30%.
4. Kadar abu total, kadar abu yang larut dalam air dan kadar abu yang tidaklarut dalam asam secara berturut-turut yaitu sebesar 2,3236%, 0% dan
0%.
5. Hasil yang didapat dibandingkan dengan literatur menunjukkan hasilyang baik yaitu untuk kadar sari larut dalam air 32% >15,8% dan untuk
kadar sari larut dalam etanol 30% > 18,5%.
6. Pada penetapan kadar abu menunjukkan hasil yang baik, yaitu sebesar2,32326% < 6,4%. Sedangkan untuk penetapan kadar abu yang tidak
larut asam menunjukkan hasil yang juga tidak baik, yaitu 0% < 0,9%.
6.2 SaranHendaknya lebih ditingkatkan lagi penelitian yang sifatnya
berhubungan dengan obat tradisional, sehingga obat tradisonal asli
indonesia ini lebih dapat berkembang, daripada obat sintesis.
-
7/23/2019 Musmus FIX
40/41
DAFTAR PUSTAKA
Anas. 2013.Penetapan Kadar Sari Dan Kadar Abu.
http//:melaleuca-laucadendra.blogspot.com/2012/05/penetapan-kadar-sari-dan-kadar-abu.html?m=1
Diakses tanggal 1 Mei 2013.
Depkes RI. 1977. Materia Medika Indonesia Jilid I. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.
Depkes RI. 1978. Materia Medika Indonesia Jilid II. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.
Depkes RI. 1982. Sistem Kesehatan Nasional. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.
Depkes RI. 2000.Parameter Standar Umum Pembuatan Ekstrak Tumbuhan Obat.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Giantoro. 2013. Penetapan Kadar Sari Dalam Pelarut Tertentu.
http://ogygoesgiantoro.blogspot.com/2013/02/penetapan-kadar-sari-dalam-pelarut.html.Diakses tanggal 1 Mei 2013.
Hariana, D. 2006. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri II. Penerbit Swadaya.
Jakarta.
Ibrahim. 2009.Ekstraksi. Sekolah Farmasi ITB. Bandung.
Katno dan S. Pramono. 2002. Tingkat Manfaat dan Keamanan Tanaman Obat
dan Obat Tradisional. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Krisyanella. 2010. Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Serta Isolasi Senyawa
Aktif Antibakteri dari Daun Karamunting (Rhodomyrtus tomentosa (W.Ait)
Hassk).Fakultas Farmasi Universitas Andalas.
Maulida, D. 2010. Ekstraksi antioksidan ( likopen ) dari buah Tomat dengan
menggunakan solven campuran, N heksana, aseton, dan etanol.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Plantamor. 2012.Informasi Spesies.
http://www.plantamor.com/index.php?plant=2180
Diakses tanggal 1 Mei 2013.
http://ogygoesgiantoro.blogspot.com/2013/02/penetapan-kadar-sari-dalam-pelarut.htmlhttp://ogygoesgiantoro.blogspot.com/2013/02/penetapan-kadar-sari-dalam-pelarut.htmlhttp://ogygoesgiantoro.blogspot.com/2013/02/penetapan-kadar-sari-dalam-pelarut.htmlhttp://ogygoesgiantoro.blogspot.com/2013/02/penetapan-kadar-sari-dalam-pelarut.htmlhttp://www.plantamor.com/index.php?plant=2180http://www.plantamor.com/index.php?plant=2180http://ogygoesgiantoro.blogspot.com/2013/02/penetapan-kadar-sari-dalam-pelarut.htmlhttp://ogygoesgiantoro.blogspot.com/2013/02/penetapan-kadar-sari-dalam-pelarut.htmlhttp://ogygoesgiantoro.blogspot.com/2013/02/penetapan-kadar-sari-dalam-pelarut.html -
7/23/2019 Musmus FIX
41/41
Sastroamidjojo, S. 2001. Obat Asli Indonesia. Dian Rakyat. Jakarta.
Thomas, A. N. S. 1992. Tanaman Obat Tradisional. Pusat Studi Obat Tradisional
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Tjay, T. H dan K. Rahardja. 2002. Obat-obat Penting Khasiat Penggunaan dan
Efek-efek Sampingnya. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Tuhu, P. F. S, Purwantiningsih, dan A. S. Wahyuni. 2007. Efek Analgetika
Ekstrak Etanol Daun Kayu Putih (Melaleuca leucadendron L.) pada
Mencit Jantan.Pharmacon. Vol 8 (2). Halaman 42
Voigt, R. 1995.Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi Ke-5. Gadjah
Mada University Press. Jakarta.