Muslim Visioner dalam Surah Al-Fatihah.

430
1 Kajian Tafsir Tadabbur The Grand Design of Oleh Amang Syafrudin Agenda Strategis Pengembangan Diri Muslim Visioner Membangun Perencanaan Strategis Dalam Da’wah Mengembangkan Da’wah Profesi Membangun Motivasi Diri Muslim Visioner (Mengembangkan Visi Seorang Muslim dalam Perspektif Surah al-Fatihah)

Transcript of Muslim Visioner dalam Surah Al-Fatihah.

1

Kajian Tafsir Tadabbur

The Grand Design of

Oleh

Amang Syafrudin

Agenda Strategis Pengembangan Diri Muslim Visioner

• Membangun Perencanaan Strategis Dalam Da’wah• Mengembangkan Da’wah Profesi

• Membangun Motivasi Diri• Mengembangkan Tiga Kecerdasan (IIIQ)

• Rekonstruksi Pemikiran Islam• Membangun Kepribadian dan Peradaban

• Membangun Masyarakat Madani

IDRIS

Institute for Development and Research

in Islamic Studies

Muslim Visioner(Mengembangkan Visi Seorang Muslim

dalam Perspektif Surah al-Fatihah)

2

3

DAFTAR ISI

Kata Pengantar • Penulis • Pakar Tafsir • Tokoh Da’wah

Metodologi Tadabbur• Urgensi dan Keterpentingan

Tadabbur • Metodologi Tadabbur • Paradigma Qur’an

Surah al-Fatihah A. Terjemahan B. Kandungan C. Waktu dan Sebab Turun D. Tadabbur:

• Perspektif dan Gagasan• Analisa Kandungan• Paradigma Qur’ani• Bagan dan Kesimpulan

Agenda Muslim Visioner1. Membangun Perencanaan Strategis

Dalam Da’wah2. Mengembangkan Da’wah Profesi 3. Membangun Motivasi Diri4. Mengembangkan Tiga Aspek kecerdasan

(IIIQ)5. Rekonstruksi Pemikiran Islam6. Membangun Kepribadian dan Peradaban7. Strategi Pendidikan Islam Masa Depan

4

8. Membangun Masyarakat Madani

Lampiran:1. Pedoman Perencanaan Strategis 2. Model Masyarakat Pendidikan 3. Prroposal Sekolah Riset Islam

(Islamic Research School)

5

Maka apakah mereka tidak memperhatikan (tadabbur) Al Qur'an ? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di

dalamnya. (Surah: 4. Nisaa : 82 diturunkan di: Madinah)

Maka apakah mereka tidak memperhatikan (tadabbur) Al Quraan ataukah hati mereka terkunci?

(Surah: 47. Muhammed: 24 diturunkan di: Madinah)

Maka apakah mereka tidak memperhatikan perkataan (Kami), atau apakah telah datang kepada mereka apa

yang tidak pernah datang kepada nenek moyang mereka dahulu?

(Surah: 23. Mu'minuun: 68 diturunkan di: Makkah)

ولقد يسرنا القران للذكر فهل من مدكر)15(القمر:

6

“Dan sesungguhnya telah kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran maka adakah orang yang mengambil

pelajaran.”(Al-Qomar:17)

The Grand Design of

Muslim Visioner(Membangun dan Mengembangkan Visi Seorang Muslim dalam Perspektif Surah al-Fatihah)

Kata Pengantar • Penulis • Pakar Tafsir • Tokoh Da’wah

7

Kata Pengantar

Segala puji dan syukur hamba-Mu panjatkan ke hadlirat-Mu, ya Allah Maha Pembuka (Al-Fattaah). Engkau turunkan dan ajarkan kepada kami satu surah pembuka (al-Faatihah) hati, pikiran, jiwa dan kehidupan kami. Pembuka kesempatan menikmati indahnya rahmat-Mu yang tersebar dan terhampar pada ayat-ayat-Mu dalam diri dan alam semesta ini.

Yaa Allah, Ar-Rahmaan (Maha Pemurah dan Pengasih) dan Ar-Rahiim (Maha Penyayang), dengan nama-Mu, hamba-Mu goreskan pena yang telah Engkau ajarkan ini. Maha suci Engkau, tiada ilmu sedikit pun yang kami miliki kecuali yang telah Engkau ajarkan. Sesungguhnya hanya Engkau Yang Maha

8

Mengetahui dan Maha Bijak. Jadikan tulisan ini bagian dari kebijakan-Mu, ya Allah, agar menjadi pembuka pikiran yang tidak bervisi sehingga memiliki visi qur’ani, pembuka hati yang tidak bermisi agar meraih misi hidup menjadi duta rakmat-Mu di bumi, pembuka jiwa yang tiada bermakna agar mampu memahami hakikat ridla-Mu, dan pembuka seluruh kehidupan yang tersia-siakan agar sarat dengan kenikmatan-Mu.

Shalawat dan salam sejahtera kami, keluarga dan ummat ini, semoga Engkau berkenan mencurahkannya bagi Rasul-Mu, shallallahu ‘alaihi wa sallam. Juga untuk keluarganya, para shahabat, setiap orang yang mencintainya dan setia kepada sunnahnya. Perkenankan dan bimbing kami agar selalu konsisten (istiqamah) menjadi pewaris beliau tercinta, mewarisi risalah-Mu yang Engkau utus dia sebagai rahmat-Mu di alam ini.

Ya Allah, jadikan kami pewaris kepribadiannya yang kuat dan cerdas yang telah mengantar ummatnya kepada peradaban yang agung, pewaris pemikirannya yang bervisi ke depan memimpin (qiyadah) manusia dan dunia ke jalan-Mu, ibadahnya yang tekun sampai kedua kakinya bengkak hanya mendamba menjadi hamba-Mu yang banyak bersyukur, da’wahnya yang membuat seluruh kehidupan menjadi bermakna, ukhuwwahnya yang menyentuh setiap shahabat atau musuhnya dengan penuh

9

rahmat, dan keikhlashannya yang menjadikan seluruh peristiwa dan permasalahan hidup menjadi kenikmatan-Mu dan kehendak-Mu yang penuh arti.

Puji-Mu (al-hamdu) adalah kenikmatan tersendiri bagi hamba-Mu. Kenikmatan tiada akhir dan henti, ya Rabbal ‘alamin. Inilah kenikmatan syukur yang tiada terukur. Rahmat-Mu (Ar-Rahmah) terasa halus menyentuh setiap sisi kehidupan hamba-Mu. Tiada ruang dan waktu dalam hidup ini tanpa peran rahmat-Mu. Kerajaan-Mu (Al-Maalik) membentangkan betapa luasnya kekuasaan-Mu di alam semesta sampai hari kepastian dan keabadian bagi hamba-Mu tiba. Saat tiada balasan yang dirindukan hamba-hamba-Mu yang ikhlash selain rahmat-Mu. ’Ibadah (al-’Ibaadah) ikhlash hanya untuk-Mu adalah dambaan setiap hamba-Mu. Pertolongan-Mu (al-Isti’aanah) adalah kekuatan hamba-Mu yang sesungguhnya dalam beribadah, berda’wah dan menjalani kehidupan. Hidayah-Mu (al-Hidaayah) adalah kenikmatan yang membuat seluruh kehidupan menjadi ni’mat. Konsisten dan lurus untuk-Mu (al-istiqaamah) adalah arah perjalanan hamba-Mu menuju puncak ridla-Mu. Inilah tujuh konsep hidup, yang hamba-Mu pelajari dan temukan dari surah-Mu yang teragung dalam al-Qur’an. Bantu kami untuk setantiasa memeliharanya dalam setiap detik, langkah dan nafas hidup kami.

10

Setelah puji dan syukur ini, perkenankan hamba-Mu mengantar tulisan sederhana ini kepada hamba-hamba-Mu yang sedang melaksanakan salah satu perintah-Mu ”Iqra’ (bacalah)”, seraya merindukan rahmat-Mu khususnya saat berinteraksi dengan al-Qur’an. Kitab-Mu yang abadi dan selalu aktual, dengan nilai pemberiannya yang selalu baru dan tak kenal ragu atau layu. Lautan, siapa pun yang menyelami kedalamannya maka semakin menemukan mutiara yang tiada terhingga. Cerahkan pikiran dan cerdaskan hati kami ya Rabbal ’aalamiin.

Ikhwah fillah para pembaca, semoga Allah merahmati kita senantiasa, buku ini bukan kitab tafsir al-Qur’an, sekalipun pendekan yang digunakan adalah tafsir tadabbur. Mengingat tafsir merupakan salah satu cara bertadabbur yang paling efektif. Tadabbur adalah inti dari tulisan ini. Tujuannya seperti tertera dalam tiga ayat tadabbur: QS. 4 (an-Nisaa) ayat 82, QS. 38 (Shaad) ayat 29, dan QS. 47 (Muhammad) ayat 24. Yaitu menemukan keserasian dan keharmonisan seluruh dimensi dan berbagai peristiwa kehidupan dalam al-Qur’an, mendapat pencerahan pemikiran dan jiwa agar menjadi ulul albaab (orang-orang yang berakal), dan mengontrol hati agar terhindar dari sikap ketertutupan dan terkunci yang mengakibatkan stagnasi, kebuntuan berpikir, tidak kreatif, tidak inovatif, dan akhirnya tidak proaktif apalagi produktif.

11

Hudan (petunjuk) adalah fungsi dan kedudukan al-quran yang pertama kali Allah perkenalkan kepada kita dalam ayat 2 surah al-Baqarah. Sekaligus menjawab permohonon yang kita baca minimal 17 kali sehari semalam pada setiap raka’at shalat, tercantum pada dua ayat terakhir surah al-Fatihah. Selayaknya sebuah petunjuk, sesungguhnya tidak perlu didiskusikan apalagi diperdebatkan, karena petunjuk adalah ”cara” yang harus dilaksanakan. Namun al-qur’an tidak pernah mengabaikan peran pemikiran dan akal yang Allah anugerahkan. Bahkan orang berakal (’Aaqil) adalah syarat seseorang mendapat beban tanggungjawab dalam setiap titah dan perintah Allah ’Azza wa Jalla. Mendudukan al-qur’an sebagai hudan (guidance) adalah salah satu metodologi berfikir yang bervisi qur’ani, jelas dan jauh ke depan menembus batas kehidupan duniawi.

Paradigma qur’ani adalah salah satu bentuk hudan yang dirumuskan sebagai ”cara”. Cara melihat, cara mendengar, cara merasakan, cara berpikir, cara memahami, cara menyikapi, cara menikmati dan cara hidup (way of life). Cukup lama umat ini kehilangan paradigma hidupnya yang unik sebagai dampak ”keberhasilan” pendidikan yang tidak Islami dan jauh dari al-qur’an. Akibatnya mereka melihat, memahami dan merasakan berbagai peristiwa kehidupan dengan paradigma materialistik, atomistik

12

(tersekat-sekat), pragmatis (ingin selalu cepat dan instan) dan hedonis (mencari kenikmatan sesaat).

The grand design (Desain besar) hidup seorang muslim juga merupakan barang langka. Hampir mayoritas umat Islam tidak memiliki rencana dan desain yang jelas dalam hidup ini, apalagi untuk keislamannya. Jika para pembaca mencoba menuliskan rencana hidup Anda baik sebagai muslim, hamba Allah, atau perannya sebagai bagian dari umat terbaik ini, atau sekedar mimpi sebagai manusia, maka tidak sedikit yang mengalami kesulitan. Padahal al-Qur’an adalah pedoman kita dalam merencanakan (planning) hidup ini. Seperti dapat dipahami dalam surah al-Fatihah ini, khususnya ayat 4: ”Maaliki yaumid Diin” (Raja di hari pembalasan). Ayat ini menginspirasikan salah satu tingkat kecerdasan seorang muslim dengan visi dan rencana hidupnya ke depan sampai kelak di akhirat.

Visi adalah esensi dari sebuah ide besar seorang muslim. Seperti mimpi, visi terkesan hanya angan-angan. Yang membedakannya adalah pada tataran misi, strategi dan agenda aksi yang jelas, terencana dan terukur. Visi tanpa aksi adalah angan-angan dan mimpi, sementara aksi tanpa visi akan membuat pekerjaan menjadi sekedar rutinitas dan kurang berarti. Visi muslim adalah bagaimana ia melihat dirinya di masa depan. Menjadi seorang

13

apa dan memposisikan diri di mana, seorang da’i, pemikir, pengusaha, atau pemimpin yang sukses. Selanjutnya ia merencanakan agenda strategi dan aksinya yang menunjang ke arah visi tersebut. Lihat Rasulullah, shallallahu ’alaihi wa sallam, saat pertama memperkenalkan da’wahnya, beliau telah memiliki ide dengan visi besar yaitu meguasai, memimpin dan membuat dunia selalu beruntung, tiada kata rugi bagi kehidupan di dalamnya dalam kondisi apa pun.

”Katakan oleh kalian Laa ilaaha illallaah niscaya dunia akan beruntung”, adalah kalimat yang beliau tawarkan kepada para calon muslim saat itu. ”Kalian adalah ummat terbaik (the best nation)” (QS. 3: 110), ”... dan kalian adalah orang-orang tertinggi (the highest nation) jika kalian orang-orang beriman” (QS.3: 139) adalah dua ayat yang menggambarkan kualitas muslim dengan visi terdepan, yaitu sebagai pemimpin dan penyelamat manusia. ”Dan demikianlan kami menjadikan kalian sebagai ummatan wasatha (ummat paling tengah dan adil atau the just nation)” (QS. 2: 143), adalah ayat yang merencanakan ummat Islam sebagai umat yang menjadi muara tempat mencari keadilan, tempat bertanya dan menjadi guru dunia (ustaadziyyatul ’aalam). Bukan seperti saat ini menjadi ummat yang termarjinalkan atau terpinggirkan dan bahkan sering tersingkirkan peran dan eksistensinya dalam percaturan

14

dunia. Akhirnya baik individu, negara maupun dunia Islam sering menjadi budak bangsa lain.

Tulisan ini lahir, dan hanya dengan kehendak dan izin Allah, diharapkan mengisi kekosongan dan kesenjangan ini. Membantu mengingatkan setiap muslim agar memiliki visi yang jelas dalam hidupnya (muslim visioner). Ide ini lahir dan terispirasi dari renungan (tadabbur) panjang akan surah yang mewakili seluruh al-Qur’an untuk di baca dalam setiap raka’at shalat. Sehingga menjadi rukun yang menentukan sah dan tidaknya shalat seseorang. Seharusnya, pengulangan sampai minimal 17 kali sehari semalam, menginspirasikan dan mengingatkan sesuatu yang sangat diperlukan dalam reorientasi perjalanan hidup setiap muslim. Seperti laiknya visi sebuah perusahan, yang ditulis, dipamerkaan di setiap ruang dan diulang-ulang di berbagai kesempatan, untuk mengingatkan seluruh komponen perusahaan akan tujuan yang harus dicapai.

Untuk melengkapi inti tulisan ini, penulis kemudian menyajikan beberapa agenda dan lampiran penting dan cukup prioritas dalam merencanakan aksi untuk seorang muslim visioner. Mulai dengan:• membangun visi da’wah dan

mengembangkan persepsi da’wah profesi sebagai sarana mengoptimalkan da’wah di berbagai kondisi,

15

• mengembangkan diri (tarbiah dzatiah) dengan mengoptimalkan kecerdasan dan rekonstruksi pemikiran, sampai kepada

• agenda bina’ul ummah, dengan membangun kepribadian dan peradaban menuju terbentuknya kembali masyarakat madinah dalam kerangka pendidikan masyarakat madani.

Hanya untuk-Mu ya Allah, hamba-Mu persembahkan tulisan ini, sebagai kontribusi untuk mengembalikan umat ini kepada visi dan perannya sebagai pemimpin dunia dengan petunjuk-Mu. Semoga Engkau berkenan mencatat kami, hamba-hamba-Mu yang telah menulis, guru-guru dan shahabat penulis, dan mereka yang tengah membaca tulisan sederhana ini, sebagai amal sholeh yang dapat menyebarkan keshalehan dan menjadi bagian dan duta rahma-Mu bagi segenap manusia. Terakhir ampuni kami ya Allah, atas seluruh kekeliruan, kesalahan dan dosa kami khsususnya saat menulis, membaca dan mengamalkan ilmu yang Engkau ajarkan kepada kami, terutama dalam keikhlasan hati nurani dalam seluruh ’ibadah kami.

Depok, Rajab 1424 H/September 2003 M. Akhukum Fillah,

Amang Syafrudin.

16

The Grand Design of

Muslim Visioner(Membangun dan Mengembangkan Visi Seorang Muslim dalam Perspektif Surah al-Fatihah)

Metodologi Tadabbur• Urgensi dan Keterpentingan

Tadabbur • Metodologi Tadabbur • Paradigma Qur’an

Maka apakah mereka tidak memperhatikan (tadabbur) Al Qur'an ? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di

dalamnya. (Surah: 4. Nisaa : 82 diturunkan di: Madinah)

17

Maka apakah mereka tidak memperhatikan (tadabbur) Al Quraan ataukah hati mereka terkunci?

(Surah: 47. Muhammed: 24 diturunkan di: Madinah)

Tadabbur al-Qurán

☻ Tadabbur, merupakan salah satu model metodologi pemikiran Islam

☻ Tadabbur mengandung sejumlah filosofi ma’na; refleksi (reflection), meditasi (meditation), berfikir (thinking), pertimbangan (consideration) dan perenungan (contemplation).

☻ Ma’na ini menginspirasikan cara berfikir Islami dengan integritas yang kuat antara tiga aspek kecerdasan kontemporer; kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional-Spiritual (ESQ) dan kecerdasan moral atau Adversity Quotient untuk mengukur tingkat kesuksesan (AQ) terpadu di dalamnya.

☻ Al-Qurán memilih kalimat tersebut sebagai wujud komitmen seorang muslim. “Apakah mereka tidak men-tadabbur-kan al-Qurán, ataukah hati

18

mereka yang telah terkunci” (QS. 47 Muhammad, 24).

Maka apakah mereka tidak memperhatikan (tadabbur) Al Qur'an ? Kalau kiranya Al Qur'an

itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di

dalamnya. (Surah: 4. Nisaa : 82 diturunkan di: Madinah)

Maka apakah mereka tidak memperhatikan (tadabbur) Al Quraan ataukah hati mereka

terkunci? (Surah: 47. Muhammad: 24 diturunkan di:

Madinah)

ولقد يسرنا القران للذكر فهل من مدكر)15(القمر:

“Dan sesungguhnya telah kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran maka adakah orang

yang mengambil pelajaran.”(Al-Qomar:17)

عن ابن عمر، قال: قال رسول الله : »ال خير في قراءة إال بتدبر وال عبادة إال بفقه، ومجلس فقه خير

.«من عبادة ستين سنةDari Ibnu Umar radliallahu ánhuma, ia berkata: telah bersabda Rasulullah shallallahu álaihi wa sallam: “tidak ada (kesempurnaan) kebaikan

dalam qiraáh (bacaan al-Qurán) kecuali dengan

19

tadabbur, dan tidak ada íbadah (yang sempurna) kecuali dengan fiqh, dan majlis fiqh

lebih baik dari íbadah enam puluh tahun”.

• Tadabbur, merupakan wacana dan salah satu model metodologi pemikiran Islam yang sangat signifikan dan efektif untuk pengembangan diri seseorang.

• Secara bahasa tadabbur mengandung sejumlah filosofi ma’na yang jauh dan dalam, antara lain; refleksi (reflection), meditasi (meditation), berfikir (thinking), pertimbangan (consideration) dan perenungan (contemplation).

• Ma’na ini menginspirasikan cara berfikir Islami dengan integritas yang kuat. Tiga aspek kecerdasan kontemporer; kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan spiritual dan emosional (SEQ) dan kecerdasan moral atau Adversity Quotient untuk mengukur tingkat kesuksesan (AQ) terpadu di dalamnya.

• Demikian berarti ma’na tadabbur ini, sehingga Al-Qurán memilih kalimat tersebut sebagai wujud komitmen seorang muslim. “Apakah mereka tidak men-tadabbur-kan al-Qurán, ataukah hati mereka yang telah terkunci” (QS. 47 Muhammad, 24).

Urgensi TadabburTadabbur merupakan kewajiban setiap muslim, khususnya para da’i Allah swt, sebab tadabbur memiliki urgensi yang sangat dalam bagi hidup dan kehidupan. Di antaranya:

20

1. Tadabbur berfungsi sebagai media menghidupkan hati ,( إحيXXXXاء القلب) sebagaimana firman Allah dalam surat 47: 14. Al Qur’an itu sendiri berfungsi sebagai pemberi peringatan bagi orang yang hidup, baik hidup jasmani atau hidup rohani (Yasin: 24), yaitu mereka yang melakukan tadabbur ayat-ayatnya secara benar.

2. Mendekatkan diri kepada minhaj ( sebagaimana ,( التقريب إلى المنهXXاج firman-Nya dalam surat Shaad: 29.

3. Menjadikan diri berdaya guna ( حسن seperti penjelasan Allah swt dalam ,( البركةsurat Al Anbiya: 50. Al Barakah dalam ayat ini berarti menetapnya kebaikan dari Allah pada sesuatu, dinamakan berkah seperti menetapnya air di dalam birkah (kolam). Jadi, makna ayat tersebut adalah: Dihiasi dengan kebaikan-kebaikan ilahiah (Al Mufrodat: 44).

Tiga Macam Wirid Al Qur’an1. Wirid Tilawah ( التالوة yaitu ,( ورد

membaca Al Qur’an dengan tajwid secara benar.

2. Wirid Hafalan ( yaitu ,( ورد الحفXXظ menghafal ayat-ayat Al Qur’an semampunya.

3. Wirid Tadabbur ( ,( ورد التXXدبر yaitu upaya berinteraksi dengan Al Qur’an dengan dhawabit sebagai berikut:• Memperhatikan adab-adab

tilawah Al Qur’an (مراعاة أداب .( التالوة

21

• Tilawah secara perlahan dan khusyu’ ( التالوة بتأن وخشوع ).

• Berhenti lama pada setiap ayat untu meneliti dan berulang-ulang الوقوف) .( أمام األية وقفة فاحصة متكررة

• Memperhatikan secara rinci dan teliti pada struktur ayat .( النظرة التفصيلية في صياغ األية )

• Mengamati hubungan dimensi realita dengan ayat ( مالحظة .( البعد الواقعي لألية

• Kembali pada pemahaman salaf ( .( العودة إلى فهم السلف

• Memahami ayat dari kitab tafsir .( االطالع على أراء بعض المفسرين في األية )

Faktor Pendukung Keberhasilan Dalam Tadabbur Al-Qur’an1. Pandangan integral

terhadap Al Qur’an ( للقرآن الشاملة الكلية Artinya: lebih .( النظرة dahulu kita harus memandang Al Qur’an secara integral, bahwa Al Qurán adalah pedoman hidup (hudan) untuk kebahagiaan ummat manusia.

2. Perhatian terhadap tujuan-tujuan Qur’an yang pokok ( ,( االلتفXXات إلى األهXXداف األساسXXية للقXXران antara lain: o Memberi petunjuk kepada manusia

(QS. Al Isra: 9, Asy Syura: 52).o Mewujudkan pribadi-pribadi Islami,

terpadu dan seimbang (QS. Al An’am: 122).

22

o Mewujudkan kepemimpinan masyarakat qur’ani (Ummah) dalam pertarungannya dengan kejahiliahan .( قيادة األمة في معركتها مع الجاهلية )

3. Mencermati peran Al Qur’an yang praktis dan dinamis dalam kehidupan ( .( مالحظة المهمة العملية الحركية للقران

4. Perasaan pembaca bahwa ayat yang dibaca ditujukan kepada dirinya ( sebagaimana ,( الشعور بأن األيXXة موجهXXة إليXXهfirman Allah swt. (QS. Al An’am: 19). Muhammad bin Ka’ab Al Qarazhi berkata: “Siapa yang sampai kepadanya Al Qur’an, maka seakan dia yang sedang diajak berkomunikasi dengan Allah swt”.

5. Talaqi Al Qur’an dengan ihsan ( القران عن التلقي ,( حسن yaitu memenuhi syarat-syarat talaqi sebagai berikut:o Memiliki aqidah yang bersih.o Menjauhi hawa nafsu.o Mendahulukan pola tafsir Al

Qur’an dengan Al Qur’an.o Menggunakan pola tafsir Al

Qur’an dengan Al Hadits (QS. Al Nahl: 44).

o Menggunakan pola tafsir Al Qur’an dengan atsar sahabat.

o Menggunakan pola tafsir Al Qur’an dengan atsar tabi’in.

o Memahami bahasa Arab dengan benar dan baik.

o Menguasai ilmu-ilmu Al Qur’an (ushulut tafsir, qiroat, dll).

23

6. Perhatian terhadap makna Al Qur’an sebagaimana interaksi para sahabat ( ( االعتناء بمعاني القران التي عاشها الصحابةo Ibnu Mas’ud berkata:

إنا صعب علينا حفظ ألفاظ القران وسهل علينا ( العمXXل بهXXا وإن من بعXXدنا يسXXهل عليهم حفXXظ

)القران ويصعب عليهم العمل به Sesungguhnya kami sulit menghafal lafad-

lafad al-Qurán dan mudah mengamalkannya, sementara orang-orang sesudah kami mudah menghafal al-Qurán dan sulit mengamalkannya.

o Ibnu ‘Umar pun berkata: يؤتى اإليمان قبل لقد عشنا دهرا طويال واحدنا (

القران فتنزل السورة على محمد فيتعلم حاللهXXا وحرامهXXا وامرهXXا وزاجرهXXا ومXXا ينبغي أن يقXXف عندها ثم لقXXد رأيت يXXؤتى أحXXدهم القXXران قبXXل اإليمXXان فيقXXرأ مXXا بفاتحXXة الكتXXاب إلى خاتمتXXه اليدري ما أمره وال زاجXXره ومXXاال ينبغي أن يقXXف

.)عندهKami hidup cukup lama dan salah seorang kami diberi iman sebelum al-Qurán, lalu turunlah kepada Muhammad satu surah, ia mempelajari halal, haram, perintah dan larangannya serta apa yang seharusnya berhenti (untuk merenungkan dan mengamalkan) di hadapan surah itu. Sementara saya melihat salah seorang di antara mereka diberi al-Qurán sebelum iman, lalu ia membaca dari mulai pembuka (Fatihah) al-Qurán sampai penutupnya, ia tidak memahami apa yang diperintahkan dan

24

tidak pula yang dilarangnya, serta apa-apa yang tidak semestinya berhenti di hadap (huku, nilai dan aturan)-nya.

7. Mencatat / menulis hasil renungan dari makna ayat yang dibaca ( .( تسجيل الخواطر والمعاني لحظة ورودها

8. Mempelajari ushul tafsir ( التمكن ( من أساسXXيات علXXوم التفسXXير seperti sebab turun yata, nasikh mansukh, dan lain-lain.

9. Mempelajari ilmu pengetahuan dan wawasan kontemporer ( اإلسXXتعانة Baca .( بالمعXارف والثقافXات الحديثXXة QS. Ali ‘Imran: 137, Al Hajj: 46. Seperti ayat-ayat kauniyah (6:97), ayat medis (17:12), psikologi (2:228).

10. Langkah-langkah interaksi dengan Al-Qur’an ( خطوات :( التعامل مع القران• Menghadirkan suasana imani

dengan cara memperhatikan kepada adab-adab tilawah.

• Menghadapi Al Qur’an dan bersiap untuk membacanya.

• Bacalah kitab tafsir yang ringkas (seperti, kalimat Al Qur’an, tafsir wa bayan, mukhtashar Ibnu Katsir, dan sebagainya).

• Baca kitab tafsir besar (Al Alusi, Ath Thabari, dan sebagainya).

Manhaj Tadabbur Yang Benar.

25

1. Tadabbur pola tafsir Qur’an dengan Qur’an, dengan contoh-contoh sebagai berikut:o Ayat-ayat yang global ditafsirkan

dengan ayat-ayat yang lebih rinci, seperti: Al-Baqarah: 37 dengan Al A’raf: 23.

o Ayat yang mutlak (umum/tidak terikat) ditafsir dengan ayat muqayyad (terikat), seperti: ayat yang menjelaskan dua buah hukum berbeda karena alasan yang sama, yakni wudhu dan tayammum (QS. Al Maidah:6).

o Ayat yang berkonotasi umum ditafsirkan dengan yang khusus, seperti: ayat 254 dengan 67 surat Az Zuhruf.

o Menjamak (menghimpun) ayat-ayat yang diduga berbeda, seperti ayat tentang ciptaan Adam dari “turab”, “thin” dan “hamaim masnun”, yang sebenarnya bukan kontradiksi tetapi ayat-ayat tersebut menjelaskan tentang fase-fase penciptaan Adam.

o Penafsiran ayat dengan qiroat yang lain, seperti ayat ( فاسعوا إلى ذكر الله ) dengan qiroat ( yang berarti ,( فامضوا pergi tanpa berlari-lari.

2. Tadabbur pola tafsir Qur’an dengan Hadits Nabi saw., seperti:o Tafsir ayat 82 surat Al An’am (kata

dzulm) ditafsir dengan hadits nabi: “dzulm disini adalah syirik” sebagaimana firman Allah dalam surat Luqman: 13.

26

o Tafsir surat Al Ikhlash dan Al Kafirun yang ditafsirkan dengan sikap Rasulullah saw. sebagaimana riwayat Ibnu ‘Umar, katanya: “Aku perhatikan Nabi selama 40 hari dalam perang Tabuk, membaca pada setiap shalat sunnah Shubuh surat Al Kafirun dan Al Ikhlash, beliaupun bersabda: “Alangkah indahnya dua surat tersebut, yang satu sama halnya seperempat Al Qurán , sedang yang lainnya sama seperti sepertiga Qur’an (Ad Durar Mantsur 6/693). Sayyid Quthb berkata: “Suatu pembuka lembaran hidup yang mempunyai arti yang dalam (Fi Dzilalil Qur’an: 6/4005)

3. Tadabbur pola tafsir Al Qur’an dengan atsar sahabat, seperti:o Tafsiran Abu Bakar Ash Shiddiq

terhadap ayat ( …...اهتديتم إذا ضل من اليضركم )

o Tafsiran ayat ( فطهر oleh ( وثيابك Ibnu ‘Abbas: Yaitu tidak memakainya untuk maksiat dan tipu daya. Al Maraghi menjelaskan lebih lanjut, katanya: “Sosiolog barat memiliki hipotesa, bahwa orang yang kotor cenderung suka berbuat kesalahan, karenanya mereka menasehati agar para napi sering diminta mandi dengan bersih. Prof. Bantam berkata: “Karena ajaran kebersihan dalam Islam, umat Islam memiliki akhlak yang mulia”(tafsir Al Maraghi 10/125-126).

27

4. Tadabbur dengan pola pemahaman bahasa Arab yang benar dan tepat, contoh:o Ayat 116-120 surat Al Maidah.

و" فقد قلته كنت إن" العزيز... تغفر إن" علمته الحكيم" لهمo Ayat 58 surat Maryam, yaitu

“Idhofat kata aayaat kepada Ar Rahmaan”.

o Ayat 111 surat At Taubah, yaitu bacaan (yuqtalun) dan (yaqtulun).

o Ayat perumpamaan iman dengan pohon yang mengandung makna yang sangat dalam tentang iman. Fakhrur Razi: Iman seperti pohon yang memiliki tiga unsur, yakni akar yang kuat, batang yang kokoh dan dahan yang bercabang-cabang. Demikian iman mengandung tiga aspek yaitu: hati peneguh keyakinan, lisan yang mendeklasikan keyakinan, dan jasad/anggota badan yang membuktikan dengan sikap dan prilaku (At Tafsir Al Kabir 19/119).

Konsep Dasar Metodologi Tadabbur: Metodologi yang digunakan dan dikembangkan dalam kajian ini mengacu kepada firman Allah, ‘Azza wa Jalla: “Sebagaimana Kami telah mengutus seorang Rasul di antara kamu, yang membacakan (yatluu, atau men-tilawah-kan) kepada kamu sekalian ayat-ayat Kami, membersihkan (yuzakkii, men-tazkiah) kamu, mengajarkan (yu’allimu, men-ta’lim) kepadamu al-Kitab dan al-Hikmah (as-Sunnah), dan

28

megajarkan (ta’lim) kepadamu apa-apa yang belum pernah kamu ketahui. “ (QS. 2: 151).

Ayat ini memformulasikan sistematika pembentukan manusia qur’ani dalam tiga tahapan dan proses yang dapat dilakukan secara simultan:

Pertama: Tilawah “Yatluu ‘alaikum”, sebagai Proses pembacaan (Penguasaan Rumusan berbagai Informasi dan Pengetahuan). Ini adalah langkah pertama proses pembelajaran. Tanpa simpanan sejumlah informasi yang telah terumuskan, seperti paradigma, perspektif dan teori-teori ilmu pengetahuan, seseorang tidak mungkin dapat berfikir apalagi untuk menyimpulkan dan merumuskan sesuatu yang dihadapi dan dialaminya. Untuk itu “membacakan ayat-ayat” (tilawah) mengisyaratkan kepada penguasaan informasi yang sudah terumuskan dan mudah dicerna. Ini sangat diperlukan terutama dalam pembentukan mind set (tatanan pemikiran) sebagai awal pengembangan kecerdasan seseorang.

Ayat-ayat, baik qauliah (wahyu) maupun kauniah (sains), secara bahasa dapat diartikan dengan tanda-tanda, seperti nama yang merupakan tanda, rumusan dan identitas seseorang atau sesuatu. Penguasaan nama-nama: benda, sifat dan pekerjaan, berarti penguasaan terhadap rumusan-rumusan dan

29

tanda-tanda dari segala bentuk dan jenis kehidupan. Inilah yang pertama kali diajarkan Allah kepada manusia pertama “Dan Dia telah mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhnya”. (QS.2:31).

Kedua: Tazkiyah “yuzakkii-kum”, sebagai proses penyucian (Purifikasi). Langkah ini jarang ditemukan dalam proses pembelajaran dalam sistem pendidikan selain Islam. Padahal proses pembersihan yang diisyaratkan dalam ungkapan ayat “dan membersihkan kamu” ini sangat diperlukan dalam menetralisir pemikiran, perasaan dan moral dari muatan-muatan negatif yang akan mengganggu dan merusak jaringan hidup manusia. Dengan demikian maka potensi-potensi manusia akan teroptimalkan ke arah dan tujuan yang lebih efektif dan efisien. Karena pemikiran, perasaan dan prilaku yang sia-sia dan negatif seringkali mengacaukan aktifitas fikir, rasa dan aksi seseorang yang lebih jauh lagi akan membawa kepada cacat kepribadiannya. Namun demikian langkah ini tidak berarti bahwa seseorang tidak perlu memahami hal-hal negatif atau buruk. Justeru proses ini mendorong agar seseorang mengetahuinya agar ia terhindar dari bahaya keburukan itu.

Ke tiga: Ta’lim “yu’allimu-kum” sebagai proses pengajaran (Penguasaan Sumber-sumber ilmu dan berbagai informasi). Informasi yang belum diketahui baik Ilmu

30

Pengetahuan “sciences” maupun Kebijaksanaan “wisdom”. Langkah ketiga ini merupakan langkah jauh dari proses pembentukan generasi manusia agar lebih siap dalam menghadapi dan menjalani kehidupannya. Penguasaan Sumber-sumber ilmu dan informasi ini dapat dibagi kepada dua bidang:

1. Aspek Epistemologi dan Methodologinya. Memahami ilmu tentang asal-usul (epistemolosi) Ilmu Pengetahuan diperlukan untuk mengetahui sources “sumber-umber” murni dan dapat dipertanggungjawabkan sisi kebenarannya secara ilmiah dan argumen-argumen yang mendukungnya. Dan penguasaan methodologi Ilmu diperlukan dalam upaya memahami cara bagaimana ilmu pengetahuan itu dirumuskan menjadi formula kehidupan yang dapat dipelajari dan diterapkan.

Ungkapan “dan mengajarkan kepadamu al-Kitab dan al-Hikmah” menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran harus memperhatikan penguasaan kedua sisi ini. Al-Kitab (al-Qur’an) dan al-Hikmah (as-Sunnah) merupakan sumber dan asal usul ilmu pengetahuan yang membekali seseorang dalam proses berfikir secara deduktif dan induktif. Di samping mengajarkan methodologi (bagaimana cara) ilmu pengetahuan itu diperoleh. Sementara ilmu

31

Pengetahuan lain seperti Sejarah, terutama sirah nabawiyyah (sejarah hidup Rasulullah, shallallahu alaihi wa sallam), yang juga termasuk dalam kedua sumber di atas, menggambarkan bagaimana suatu ilmu itu diterapkan dalam kehidupan yang kongkret dan lebih pragmatis.

2. Aspek informasi dan Masalah-masalah Baru yang Dinamis. Ini diisyaratkan dalam ungkapan “dan mengajakan kepadamu apa-apa yang belum pernah kamu ketahui”. Proses ini merupakan langkah antisipatif terhadap masa depan dan dinamika kehidupan yang terus berkembang. Penguasaan informasi dan masalah-masalah yang belum pernah diketahui terutama oleh bangsa lain adalah cara terbaik dalam mengungguli dan mendahului seseorang dan bangsa tersebut sehingga siap berkompetisi dalam meraih peluang masa depan. Dukungan dan pengembangan ilmu pengetahuan lain warisan pengalaman seseorang atau suatu bangsa mendapat perhatian dalam proses pendidikan Islam. Karena “Al-Hikmah (wisdom) adalah sesuatu yang hilang dari seorang mu’min. Kapan dan di mana saja ia menemukannya maka ia lebih berhak (mengambilnya).” (al-Hadits). Dengan demikian kriteria “hamba-hamba Allah yang sholeh” pewaris bumi ini (QS. 21:105) dapat terpenuhi oleh generasi qur’ani.

32

Penjelasan: 1. Manusia diciptakan dengan dianugrahi 3

komponen dasar: Akal yang berfungsi untuk berfikir atau berkhayal sehingga menghasilkan produk berupa pemikiran atau khayalan

Hati yang berfungsi merasakan; cinta, takut, sayang, benci dan sebagainya atau

33

Skema Proses Pengembangan Informasi Islam

ISLAMISLAM

I. AQIDAH

Hati

Merasakan-Meyakini

Otak

Berfikir

Fisik

KerjaPrilaku

Fisik

KerjaPrilaku

Masyarakat (Society):

Peradaban:Ideologi-Pemikiran

Sains-TeknologiAdat-Budaya-Tradisi

PolitikEkonomi

Pendidikan

Kehidupan

C. Pendukung(al-Muáyyidat):

Da’wah & Jihad Hukum (Pidana & Perdata)

Amar Ma’ruf & Nahyi Munkan

B. Struktur (al-Binaa’):

1. Primer (Ibadah, Arkan Islam) 2. Sekunder:

Muámalah, Sistem Hidup,(Politik,Ekonomi, sosial,

Pendidikan & Keluarga) 3. Tersier:

Etika (Adab & Moral Estetika

A. Fondasi (al-Asaas): Arkan Iman

II. SYARIÁH Individu:

Kepribadian:Pemikiran

Keyakinan-PerasaanPrilaku

meyakini untuk menghasilkan produk berupa perasaan dan keyakinan. Dan

Jasad atau Fisik yang berfungsi untuk berbuat atau bertindak (sebagi pelaksanaan atau eksekusi dari hasil keputusan akal dan hati), sehingga melahikan produk berupa perilaku atau perbuatan.

2. Ketiga produk inilah yang menjadi dasar terbentuknya kepribadian manusia dengan susunan lapis terluar adalah perilaku kemudian pemikiran dan yang terdalam adalah keyakinan.

3. Kepribadian sebagai Output sangat bergantung kepada Input yang terdiri dari Apa seperti informasi dan siapa yang merupakan informan atau pembawa berita.

4. Seluruh Input ini diproses dengan Sistem/Prosesor yang terdiri dari 3 komponen penting di atas sehingga menghasilkan Output berupa kepribadian di tingkat pribadi dan peradaban di tingkat sosial dan international.

5. Jika yang menjadi sumber informasi tentang kehidupan adalah Islam sebagaimana tersruktur pada gambar di atas, mulai dari fondasi berupa aqidah sampai struktur bangunan itu sendiri berupa syari’ah, lengkap, integral dan universal (mencakup berbagai aspek kehidupan), maka kepribadian seseorang dan peradaban suatu bangsa juga demikian, jelas, integral dan universal.

34

Pendekatan Metododologi Tadabbur:Dari kerangka ini dapat dirumuskan metodologi tadabbur yang dapat dikembangkan dengan lima pendekatan: • Integratif (Memahami

struktur pemahaman integral secara korelatif antara ayat atau surah atau realitas kehidupan: politik, ekonomi, sosial, pendidikan, budaya, seni dan sebagainya).

Pendekatan ini, membantu kita memahami struktur suatu ayat atau surah secara terpadu. Tidak ada kesan dikotomi di dalamnya. Sehingga pesan dan gagasan utama ayat atau surah tersebut dapat ditangkap dengan baik. Kita akan menemukan hubungan satu konsep dengan konsep lain secara interaktif dan saling terkait. Sehingga mengerucut pada satu titik kesimpulan, yaitu berupa konsep, teori, paradigma atau cara tertentu tentang suatu permasalahan dalam kehidupan yang dibimbing al-Qur’an.

Contoh, pemahaman tentang kata hudan (petunjuk) dalam ayat 2 surah al-Baqarah. Konsep tentang petunjuk ini, jika diperhatikan kata dan ayat-ayat selanjutnya, maka memiliki hubungan kuat dengan keperluan manusia (orang-orang beriman) yang baru saja membentuk masyarakat baru yaitu masyarakat Madihah Munawwarah.

35

Antara lain petunjuk untuk memahami tipologi masyarakat dengan masing-masing karakteristiknya. Ayat 2-5, menggambarkan tipe masyarakat muttaqin dengan karakteristik utama sebagai masyarakat beriman kepada keghaiban (Allah), menegakkan sholat, menunaikan zakat, beriman kepada kitab-kitab-Nya, dan begitu yakin pada kehidupan akhirat yang lebih pasti dan abadi. Ayat 6-7 (dua ayat) menggambarkan tipe masyarakat kafirin (orang-orang kafir) yang karakteristik utamanya adalah ketertutupan telinga, mata dan hati mereka terhadap petunjuk Allah. Selanjutnya dalam 13 ayat (ayat 8-20) al-Qur’an memberikan petunjuk cara memahami dan menyikapi tipe dan karakteristik munafiqin (orang-orang munafik, hipokrit dan ambivalen) secara lebih rinci karena sulit mengidentifikasi mereka. Antara lain mereka mengklaim sebagai kelompok reformis padahal sesungguhnya perusak.

• Tematik (Menemukan dan merumuskan topik dan tema utama: seperti aqidah, ibadah, sains dan ilmu pengetahuan, politik, ekonomi, manajemen, pendidikan, dari setiap pembahasan dalam setiap ayat, surah atau juz ).

Pendekatan ini membimbing kita memiliki kemampuan merumuskan sebuah tema

36

tertentu, sebagai salah satu mutiara dari sekian banyak mutiara al-Qur’an, yang terkait dengan permasalahan hidup. Dengan demikian kita akan selalu mendapat bimbingan untuk selanjutnya memiliki kemampuan baru dan terus berkembang dalam menjalani kehidupan sesuai dengan tema-tema permasalahan yang kita hadapi.

Contoh, kata hudan (petunjuk) dalam ayat 2 surah al-Baqarah di atas, juga dapat dirumuskan dan dikembangkan menjadi tema utama ”urgensi petunjuk dalam memetakan kehidupan”. ”Keumuman” kata petunjuk ini menginspirasikan keseluruhan jenis petunjuk yang diperlukan manusia. Di antaranya petunjuk mengembangkan pemikiran dan kecerdasan, petunjuk menyelesaikan masalah-masalah penting; seperti kebodohan, kemiskinan dan kezaliman, kepada kecerdasan, kesejahteraan dan keadilan, petunjuk membangun kepribadian, atau petunjuk membangun manusia yang berperadaban tinggi dan agung. Seperti generasi qur’ani tedahulu yang berhasil memposisikan diri sebagai agent of change (agen perubahan) karena memiliki kemampuan tinggi merubah setiap bangsa yang dipimpinnya ke kehidupan yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

• Komparatif (Memformulasikan setiap tema dan topik

37

melalui analisa perbandingan dengan ayat, surah, realitas, fakta, dan ilmu pengetahuan, masa lalu dan masa kontemporer lainnya ).

Pendekatan ini diperlukan untuk melihat perbedaan atau persamaan yang signifikan antara konsep dan realitas kehidupan yang digambarkan dalam ayat atau surah dengan realitas lainnya. Seperti saat memahami sejarah suatu bangsa, apa yang sesungguhnya merupakan faktor esensial kebangkitan atau kehancuran suatu bangsa. Demikian halnya dengan cara memahami masyarakat muslim saat ini, jika dibandingkan dengan masyarakat muslim di masa Rasulullah, shallallahu ’alaihi wa sallam, para shahabat atau khulafa’ur rasyidin (para khalifah dan negarawan yang mendapat petunjuk Allah).

• Paradigmatik (Merumuskan sejumlah paradigma (cara pandang) aktual dari setiap topik dan tema sebagai kerangka membangun teori, konsep dan pisau analisis terhadap permasalahan yang berkembang )

Pendekatan ini bertujuan untuk merumuskan sebuah paradigma. Apa yang dimaksud dengan "paradigma" di sini adalah seperti yang dipahami oleh Thomas Kuhn bahwa pada dasarnya realitas sosial itu dikonstruksi oleh mode of thought (model pemikiran) atau mode of inquiry (model penyelidikan)

38

tertentu, yang pada gilirannya akan menghasilkan mode of knowing (model atau cara mengetahui) tertentu pula. Immanuel Kant, misalnya menganggap "cara-mengetahui" itu sebagai apa yang disebut skema konseptual; Marx menamakannya sebagai ideologi; dan Wittgenstein melihatnya sebagai cagar bahasa.

Dalam pengertian ini, menurut Kuntowijoyo, paradigma Al-Quran berarti suatu konstruksi pengetahuan yang memungkinkan kita memahami realitas sebagaimana Al-Quran memahaminya. Konstruksi pengetahuan itu dibangun oleh Al-Quran pertama-tama dengan tujuan agar kita memiliki "hikmah" yang atas dasar itu dapat dibentuk perilaku yang sejalan dengan nilai-nilai normatif Al-Quran, baik pada level moral maupun sosial

• Empirik (Mengaktualisasikan cara pandang (paradigma) qur’ani terhadap permasalahan kontemporer yang lebih ril, empirik dan nyata sesuai pesan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin ).

Pendekatan ini adalah untuk memberikan jawaban terhadap tuntutan sekelompok kalangan intelektual yang cenderung melihat Islam sebagai konsep langitan atau kurang membumi. Padahal Islam dan al-Qur’an sebagai sumber utamanya merupakan kitab

39

petunjuk manusia di bumi. Permasalahannya adalah terletak pada kemampuan membahasakan sebagian konsep atau kata, karena memang tidak seluruhnya, dalam suatu ayat atau surah dengan bahasa yang lebih menyentuh dan tersentuh dalam kehidupan keseharian.

Al-Qur’an sendiri sering mengajak para pembacanya mengamati hal-hal empirik seperti pengamatan (observasi) terhadap bumi, langit, gunung, atau binatang seperti onta. Perbedaaanya dengan pendekatan filsafat adalah terletak pada cara mengambil kesimpulan atau pelajaran. Dalam paradigma qur’an, fakta empirik bukan standar untuk mengukur kebenaran, tetapi untuk mengamati hasil yang disebabkan oleh sebuah nilai, prinsip atau keyakinan yang melatarbelakanginya. Atau sebaliknya, yaitu untuk melihat pengaruh empirik terhadap nilai, sikap dan keyakinan seseorang.

Pendekatan Metodologi Tadabbur

40

☻ Integratif (Memahami struktur pemahaman integral secara korelatif antara ayat atau surah)

☻ Tematik (Menemukan dan merumuskan topik dan tema utama setiap pembahasan dalam setiap ayat, surah atau juz ).

☻ Komparatif (Memformulasikan setiap tema dan topik melalui analisa perbandingan dengan ilmu pengetahuan kontemporer ).

☻ Paradigmatik (Merumuskan sejumlah paradigma aktual dari setiap topik dan tema sebagai kerangka membangun teori, konsep dan pisau analisis terhadap permasalahan yang berkembang )

☻ Empirik (Mengaktualisasikan cara pandang (paradigma) qur’ani terhadap permasalahan kontemporer yang lebih ril, empirik dan nyata sesuai pesan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin ).

41

Penjelasan: Pemahaman merupakan faktor yang sangat ditekankan dalam tadabbur. Dalam pemahaman suatu ayat atau surah hendaknya diperhatikan aspek munasaban (hubungan atau korelasi) antara konsep dengan konsep, teori dengan teori, atau kata dengan kata sesuai dengan maudlu’at (tema-tema) yang diangkat. Selanjutnya tema-tema tersebut juga dihubungkan dengan tema-tema, konsep-konsep, atau konstruk teori ang sama atau yang terkait dalam ayat, surah, sunnah (Hadits Rasulullah, shallallahu ’alaihi wa sallam) lainnya dan juga waqi’ (realitas) yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari). Di antara tema-tema atau konsep dan teori yang sering dijumpai adalah i’tiqadiah (keyakinan atau ideologi), fikriah (pemikiran), ruhiah (spiritualitas atau korohanian), khuluqiah (moralitas atau akhlaq), a’iliah (keluarga), ijtima’iah (sosial),

Skema Metodologi Tadabbur

Pemahaman

Ayat

Surah

Maudlu’at(Tema-tema)

Munasabah(Hubungan)

Ayat

Surah

Sunnah

Waqi(Realita)

•I’Tiqadiah (Keyakinan)•Fikriah (Pemikiran)•Ruhiah (Kerohanian)•Khuluqiah (Akhlaq)•A’iliah (Keluarga)•Ijtima’iah (Sosial)•Iqtishodiah (Ekonomi)•Siasiah (Politik)•Tarbawiah (Pendidikan)•‘Askariah (Militer)

42

iqtishadiah (ekonomi), siasiah (politik), tarbawiah (pendidikan) dan ’askariah (militer dan jihad).

Sistematika Tadabbur:Tadabbur yang disajikan dalam buku ini menggunakan sistematika sebagai berikut:A. Terjemahan:Terjemahan merupakan kerangka pemahaman yang sangat global dari suatu kata, ayat, atau surah dari al-Qur’an. Dengan terjemahan ini pembaca dapat memahami kerangka utama yang dimaksudkan dengan firman Allah tersebut. Terjemahan sebenarnya merupakan tafsir (interpretasi) yang paling sederhana dari al-Qur’an. Karena sesungguhnya tidak ada terjemahan kata demi kata. Jika hal itu dilakukan maka akan membiaskan arti yang sesungguhnya dimaksudkan sebuah kata dalam al-Qur’an.

Seperti bias kata al-Islaam (dalam QS. 3:19) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan kata penyerahan diri. Yang dimaksud dengan al-Islaam dalam ayat tersebut adalah Islam sebagai terminologi (nama) agama. Islam memang merupakan agama yang menekankan penyerahan diri seseorang kepada Allah semata dan tidak mempersekutukan-Nya. Tetapi tidak setiap bentuk penyerahan diri apalagi kepada selain Allah dapat dikategorikan sebagai orang beragama Islam. Maka terjemahan ayat terbebut adalah: ”Sesungguhnya agama di sisi

43

Allah itu adalah al-Islaam.” Tidak perlu diterjemahkan dengan kalimat : ”Sesungguhnya agama di sisi Allah itu adalah penyerahan diri.

B. Kandungan: Kandungan yang dimaksudkan adalah proses kategorisasi atau pengelompokan pokok bahasan setiap ayat atau kata ke dalam tema-tema atau konsep-konsep, bahkan berupa konstruk teori seperti yang dikemukakan dalam metodologi tadabbur.

Misalkan ayat pertama surah al-Fatihah yang artinya ”Dengan nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” dikategorikan ke dalam tema atau konsep aqidah. Demikian dengan ayat ke duanya yaitu ”Segala puji milik Allah Tuhan (Rabb) semesta Allah”, dikategorikan ke dalam konstruk teori aqidah yang sangat mendasar yaitu pengakuan kepada milkiah (hak milik) dan mulkiah (kerajaan) Allah atas alam semesta ini.

C. Waktu dan sebab turun: Waktu dan sebab turun suatu ayat atau surah, juga disinggung untuk memberikan kerangka kontekstual atau latar belakang diturunkannya ayat atau surah tersebut. Tetapi tidak setiap ayat atau surah diturunkan dengan suatu sebab tertentu. Pemahaman kontekstual yang terpadu dengan pernyataan tekstual adalah cara yang sangat diperlukan dalam memahami al-Qur’an.

44

Dengan demikian pesan-pesan al-Qur’an akan selalu tetap aktual dan mampu mengantisipasi perkembangan dan dinamika kehidupan manusia di setiang ruang (tempat) dan waktu (zaman). Cara ini akan menghindarkan siapa pun yang mencoba memahami al-Qur’an dari jebakan pemahaman secara ”ekstirm tekstual” yang terkesan kaku atau ”ekstrim kontekstual” yang bisa menimbulkan bias.

D. Tadabbur: Tadabbur adalah proses selanjutnya yang menjadi inti pembahasan. Tadabbur pada langkah ini dimaksudkan untuk mengajak pembaca terlibat bersama-sama memikirkan, memahami, merenungkan dan mempelajari kata demi kata, konsep demi konsep, ayat demi ayat, dengan cara berulang-ulang mengikuti pendekatan dan saran-saran yang telah dikemukakan di atas.

1. Paradigma, Perspektif dan Gagasan: Tesis untuk mengembangkan gagasan mengenai niscayanya perumusan teori -dalam hal ini teori sosial — yang didasarkan kepada Al-Quran, menurut Kuntowijoyo, pertama-tama adalah bahwa kita perlu memahami Al-Quran sebagai paradigma.

Tetapi rupanya, konstruksi pengetahuan itu juga memungkinkan kita merumuskan desain besar mengenai sistem Islam, termasuk dalam hal sisten ilmu pengetahuannya. Jadi,

45

di samping memberikan gambaran aksiologis, paradigma Al-Quran juga dapat berfungsi untuk memberikan wawasan epistemologis. ...Fungsi paradigma Al-Quran pada dasarnya adalah untuk membangun perspektif Al-Quran dalam rangka memahami realitas. (Dr. Kuntowidjoyo, Paradigma Islam, Interaksi untuk Aksi, halaman 327)

2. Analisa Kandungan: Langkah ini dimaksudkan untuk mengajak pembaca terlibat secara aktif dan bersama-sama menganalisa dan mengurai ayat demi ayat. Dengan cara mengkonsentrasikan pemikiran, perasaan dan seluruh perhatian pada setiap tema dan pokok bahasan. Beri kesempatan sejenak kepada akal pikiran dan hati nurani untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari, dan usahakan untuk menghayati dan merasakan setiap pesan dan firman Allah seakan-akan ditujukan untuk diri anda sendiri, bukan untuk orang lain. Nikmati setiap sentuhan kalimat dan suara yang dilantunkan saat membacanya.

Bukalah pikiran dan hati seluas-luasnya untuk menerima curahan ni’mat dan rahmat Allah saat tadabbur ini. Terakhir konsentrasikan seluruh pikiran dan perasaan untuk menyatu dalam do’a seraya memohon bimbingan, petunjuk dan taufiq-Nya agar selalu menjaga pesan-pesan setiap kalimat

46

dan ayat yang dibaca dalam aktifitas sehari-hari. Bacalah do’a:

“Wahai Rabb kami, janganlah Engkau sesatkan hati kami setelah Engkau memberikan petunjuk kepada kami, dan anugerahkan kepada kami rahmat (kasih sayang) dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi”.

3. Rumusan Bagan dan Kesimpulan Untuk membantu mengingat kandungan dan pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam setiap surah atau suatu ayat, pada bagian akhir tadabbur ini dirumuskan dan disimpulkan tema-tema penting dalam bentuk suatu bagan atau skema.

Dengan demikian pembaca diharapkan tetap dapat menjaga dan memelihara struktur pemakahaman yang sistematis dan bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Sehingga perilaku kita selalu dikontrol dengan paradigma qur’ani yang lebih menjanjikan masa depan hidup cemerlang dan suci dengan kepribadian dan peradabannya yang agung.

47

The Grand Design of

Muslim Visioner(Membangun dan Mengembangkan Visi Seorang Muslim dalam Perspektif Surah al-Fatihah)

Surah al-Fatihah E. Terjemahan

48

F. Kandungan G. Waktu dan Sebab Turun H. Tadabbur:

• Perspektif dan Gagasan• Analisa Kandungan• Paradigma Qur’ani• Rumusan Bagan dan Kesimpulan

Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan

ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.

(Surah: 38. Shaad: 29 diturunkan di: Makkah)

“Dan sesungguhnya telah kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran maka adakah orang yang mengambil

pelajaran.” (Al-Qomar:17)

Visi diri adalah seperti apakah penampilan diri di masa depan. Visi

merupakan representasi dari keyakinan bagaimanakah seharusnya diri itu di

masa depan dalam pandangan orang-orang yang terkait (Orang tua,

masyarakat, organisasi dan lingkungan), langsung atau tidak, terhadap

kepribadian diri anda.

Misi diri adalah konsep keseluruhan diri. Dibandingkan dengan visi, misi lebih komprehensif.

49

Hal-hal yang tercakup dalam misi:1. Konsep diri2. Sifat pengembangan diri3. Alasan keberadaan pribadi4. Pihak-pihak yang dilayani5. Prinsip dan nilai yang dijadikan

pegangan saat kita menjalankan diri.

50

• Surah al-Fatihah sangat diperlukan untuk membangun, mempertajam dan

memperkokoh keimanan sebagai sumber pembentukan visi dan misi dalam menyelamatkan kehidupan

• Surah ini adalah “The Grand Design”, rancangan dan pola besar,

untuk membangun sebuah peradaban manusia yang baru. 

Keagungan surah al-Fatihah:• Pilihan yang mewakili seluruh al-

Qur’an untuk dibaca setiap hari minimal 17 kali

• Surah yang paling agung di dalam al-Qur’an

• Ummul Kitab ( yang artinya: Induk al-Kitab atau al-Qur’an) adalah nama yang merepresentasikan seluruh inti ajaran Islam yang terkandung dalam al-Qur’an

• al-Fatihah (yang artinya pembuka) adalah nama yang menggambarkan dan mempelopori sistematika

51

penyusunan cukup modern dan baru dikenal dalam sistem pembuatan konstitusi.

Al-Fatihah (pembuka) dapat menjadi filosofi pembuka berbagai aspek kehidupan manusia; wawasan yang dangkal, jiwa dan spiritualitas yang sesak dan lelah, visi dan misi hidup yang sempit dan sebagainya.

Sepuluh (10) Rumusan isi dan kandungan al-Fatihah, adalah induk dan pokok-pokok pemikiran ajaran Islam, yang secara global terdiri dari aqidah dan sayari’ah.

Pendidikan qur’ani mengoptimasikan kecerdasan yang integral dan integratif (terpadu); antara kecerdasan intelektual (IQ) dengan metode fikirnya, kecerdasan spiritual (atau kecerdasan emosi, Emotional Intelligence-EQ) dengan metode zikirnya dan kecerdasan pisik atau moral dengan metode amal sholehnya.

Gagasan besar (The grand Idea) surah ini menawarkan konsep universal dan holistik bagi pengembangan diri, kepribadian, visi

52

dan misi seorang manusia dan peradaban masyarakatnya.

• Sadar, karena sesungguhnya tidak ada upaya dan kekuatan kecuali oleh-Nya “Laa haula wa laa quwwata illaa bil-Laah”.

• Kebersamaan (ma’iyyah) Allah jauh lebih berarti dari kesertaan seorang manusia, kawan atau pengawas. Kebersamaan-Nya adalah anugerah dan ni’mat bagi kita, saat itulah kita dapat berkomunikasi dan berkonsultasi dengan-Nya lewat dzikr, aspek yang senantiasa perlu kita tingkatkan karena inilah bagian dari kecerdasan seorang mu’min. Ya’ni kecerdasan emosi (emotional intelligence).

• Tidak sepantasnya kita “suu-udz dzann (berburuk sangka, negative thinking)” kepada-Nya. Karena ternyata semua (Islam) itu semata-mata merupakan kasih dan sayang-Nya kepada ummat manusia, “rahmatan lil-‘aalamiin”.

• Pengalaman ruhani ini begitu penting dalam proses membentuk diri dan jiwa ikhlash. Pikiran dan perasaan kita dibimbing oleh-Nya agar cita-cita

53

dan harapan akan imbalan (kompensasi) itu terpusat pada-Nya.

• Tiada aturan yang paling tepat, benar dan pas selain aturan Maha Pencipta yang Maha Tahu akan seluruh aspek ciptaan-Nya.

• Kasih dan sayang-Nya tidak pernah sirna atau terhenti diberikan dan dianugerahkan, sebesar apapun dosa manusia.

• Berbagai pintu kesempatan dan peluang memperbaiki diri dan taubat dibuka demikian luas dan banyak.

• Pengalaman aqidah ketiga ini pun segera menyadarkan kita pada hakikat penciptaan manusia. Sebahagian besar manusia mengira bahwa mereka diciptakan dengan berbagai fasilitas rahmat dan ni’mat-Nya sia-sia tanpa pertanggungan jawab.

• Ayat ini membangun kesadaran aqidah selanjutnya dalam proses pembentukan cara pandang, misi dan visi kita dalam kehidupan. Mengubah wacana dan kepribadian kita dengan integritas diri yang kokoh dan kuat sesuai dengan visi dan misi hidup yang jauh ke depan melampaui batas kehidupan duniawi yang sesaat menuju

54

kehidupan ukhrawi yang serba pasti dan abadi.

• Sadar bahwa seluruh tindakan dan perbuatan akan mendapat balasan; baik atau buruk membuat kita selalu memiliki pertimbangan yang matang dalam mengambil keputusan. Kesadaran ini demikian penting untuk mengontrol kualitas diri kita

• Dalam cara pandang Islam, seluruh perbuatan dan aktifitas manusia adalah ‘ibadah. Perkataan dan pebuatan, baik akal dengan berpikirnya, hati dengan perasaan dan keyakinannya, dan pisik (jasad) dengan prilakunya, adalah ‘ibadah manakala dilakukan dalam kerangka tha’ah kepada Allah.

• Demikian besar dan luas aspek-aspek ‘ibadah ini, mengaharuskan kita untuk selalu memohon pertolongan kepada Allah, satu-satunya yang Maha berkemampuan mewujudkan apa saja yang diminta manusia.

• Pertolangan yang paling berarti bagi manusia adalah petunjuk, guidance-Nya. Ibarat peta kehidupan yang sangat diperlukan bagi seseorang yang tengah menempuh perjalanan jauh ke

55

wilayah dan tempat yang sama sekali baru diinjaknya. Itulah perjalanan hidup manusia di dunia.

• Jalan lurus yang selalu menjadi pilihan orang-orang terbaik, dari kalangan para Nabi dan Rasul, orang-orang sholih, syuhada (para syahid di jalan Allah) dan shiddiqin (orang-orang jujur).

• Pengalaman sejarah ini menasehati kita agar konsisten “istiqamah” dalam menempuh perjalanan hidup sesuai dengan jalan lurus yang digariskan Pencipta Yang Maha Bijak. Dia senantiasa mengingatkan kita, minimal sehari tujuh belas kali dalam tujuh belas rakaat sholat lima waktu ini, untuk selalu berada di titik sadar agar tidak tersesat atau disesatkan orang lain.

• Nilai universal sejarah inilah yang perlu diingat, jangat mengganggu, membahayakan, merugikan dan menyesatkan orang lain (seperti Yahudi yang dimurkai Allah) dan jangan mau atau tidak sadar diganggu, dibahayakan dan disesatkan orang lain.

56

57

Surah: 1. Al-Fatihah Diturunkan di Makkah

A. Terjemahan:

1. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.4. Yang menguasai di Hari Pembalasan5. Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan

hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.

6. Tunjukilah kami jalan yang lurus,7. (yaitu) Jalan orang-orang yang telah

Engkau beri ni'mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

B. Kandungan:

Surah ini mengandung rumusan induk dan pokok-pokok pemikiran dan ajaran Islam (Ushulud Din) yang merumuskan seluruh muatan inti tujuan-tujuan esensial ajaran Islam dalam al-Qur’an, yaitu:

1. Aqidah, 2. ‘Ibadah, 3. Tasyri’ (perundang-undangan syari’ah), 4. Iman kepada hari akhir,

58

5. Iman kepada nama-nama Allah yang terbaik (Al-Asmaa’ul Husnaa),

6. Meng-esa-kan-Nya dalam ber’ibadah, isti’anah (memohon pertolongan), dan do’a.

7. Permohonan hidayah ke jalan yang benar dan lurus (konsisten),

8. Permohonan agar selalu teguh atas keimanan dan konsisten menempuh jalan para Nabi dan Rasul, orang-orang shaleh, orang-orang jujur (shiddiqin), dan para syahid (syuhada).

9. Menjauhi sikap dan jalan yang ditempuh orang-orang yang dimurkai Allah (Yahudi) dan orang-orang sesat (Nashrani),

10. Sejarah tentang kisah orang-orang terdahulu.

C. Waktu dan sebab turun:

Surah ini merupakan surah yang pertama turun secara sempurna sebagai satu surah. Diturunkan di Makkan sebelum Rasulullah, shallallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah ke Madinah. Melihat waktu dan tempat turunnya, surah ini sangat diperlukan ummat Islam dalam membangun, mempertajam dan memperkokoh keimanan sebagai sumber pembentukan visi dan misinya dalam menyelamatkan kehidupan. Tidak berlebihan jika kita melihatnya sebagai “The Grand Design” rancangan dan pola besar untuk membangun sebuah peradaban manusia yang baru.

59

D. Tadabbur:

1. Perspektif dan Gagasan:

1. Demikian agung surah ini, sebagai bukti keagungannya antara lain: Surah ini menjadi pilihan yang

mewakili seluruh al-Qur’an untuk dibaca setiap hari minimal 17 kali di setiap rakaat shalat, sekaligus menjadi salah satu rukunnya. Pemilihan ini dapat dipahami dan dimengerti jika kita memahami dan mengerti kandungannya.

Abu Sa’id Rafi’ bin Mu’alla berkata: Rasulullah, shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda kepadaku: “Tidakkah Aku ajarkan kepadamu satu surah yang paling agung di dalam al-Qur’an sebelum kamu keluar dari Mesjid?”, lalu beliau mengambil kedua tanganku, maka ketika kami hendak keluar, Aku berkata: Wahai Rasulullah sesungguhnya Engkau bersabda: Sungguh akan Aku ajarkan kepadamu surah yang paling agung dalam al-Qur’an? Beliau menjawab: “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam (yakni al-Fatihah), yaitu tujuh (ayat) yang diulang-ulang dan al-Qur’anul ‘adzim yang telah dianugrahkan kepadaku”. (Hadits riwayat Bukhari).

60

Diantara nama surah ini adalah Ummul Kitab ( yang artinya: Induk al-Kitab atau al-Qur’an). Nama ini merepresentasikan dan memuat seluruh inti ajaran Islam yang terkandung dalam al-Qur’an. Sehingga cukup beralasan jika manusia dapat dan harus mengingatnya sebanyak 17 kali. Ini diperlukan sebagai kontrol kualitas dirinya yang sangat rentan dengan berbagai penyimpangan dan deviasi. Khususnya orientasi hidup yang sering berada di persimpangan jalan akibat kuatnya pengaruh kepentingan hidup duniawi yang pragmatis dan hedonis.

Nama yang sudah dikenal luas adalah al-Fatihah (yang artinya pembuka). Nama ini menggambarkan bahwa sekalipun al-Qur’an bukan merupakan Kitab Undang-Undang atau konstitusi, tetapi ia memiliki dan mepelopori sistematika penyusunan yang cukup modern dan baru dikenal dalam sistem pembuatan konstitusi. Surah al-Fatihah adalah preambule dari keseluruhan batang tubuh al-Qur’an yang cukup terinci.

2. Ditinjau dari muatan dan isinya, nama ini (al-Fatihah atau pembuka) dapat menjadi inspirasi ”pembuka” berbagai aspek

61

kehidupan manusia. Pembuka wawasan yang sempit, misalkan wawasan yang duniawi oriented dibuka seluas-luasnya agar juga mengakui dan memiliki wawasan ukhrawi oriented yang jauh lebih menjanjikan. Pembuka jiwa dan spiritualitas yang sesak dengan berbagai kesempitan visi dan misi hidup; kemiskinan, kezaliman dan konflik sosial akibat persaingan kepentingan, ke arah jiwa yang lapang, dewasa dan dapat menikmati hidup karena visi dan misi hidupnya yang lebih jauh dan lebih luas. Keluasan visi, misi dan orientasi ini sangat berarti bagi seorang manusia. Karena seringkali suatu masalah, seperti kemiskinan menjadi benar-benar bermasalah ketika wawasan dan jiwa serta emosi (spiritualitas)-nya sempit. Akhirnya ia tidak mampu mengubah masalah tersebut ke suasana dan nuansa hidup yang lebih prospektif, produktif, ni’mat dan indah. (Lihat QS. 26 asy-Syu’ara 61-68, ketika nabi Musa, ‘alaihis salaam, didesak kaumnya untuk mencari solusi saat hampir terkejar Fir’aun dan pasukannya).

3. Sepuluh (10) Rumusan isi dan kandungan di atas, adalah induk dan pokok-pokok pemikiran dan ajaran Islam, yang secara global terdiri dari aqidah dan sayari’ah. (Lihat bagan struktur bangunan Islam).

62

Kesepuluh rumusan ini menjadi sangat signifikan (berarti) dan begitu penting sekali dipahami, diingat bahkan diingatkan dalam setiap saat dan kesempatan. Karena manusia sebagai makhluq yang memiliki watak pelupa dan cepat berubah terutama mengenai permasalahan hidup yang tujuan dan hasilnya tidak langsung dirasakan atau dipetik dalam waktu cepat, pragmatis dan hedonis. Seperti aktifitas yang berorientasi ukhrawi di antaranya shabar dan shalat. Kedua aktifitas ini sangat abstrak dan cenderung sulit dirasakan hasil dan mafaatnya dalam waktu cepat. Berbeda dengan pekerjaan yang berorientasi duniawi yang lebih pragmatis (langsung terasa, dapat disentuh dengan panca indera dan dapat dini’mati secara cepat) seperti seorang karyawan yang bekerja di sebuah perusahaan, sekalipun harus mengorbankan waktunya delapan jam sehari dan minimal lima hari setiap pekan, ia rela melakukannya dengan penuh motivasi karena kompensasi (imbalan)nya bisa langsung dini’mati di akhir bulan. Konflik dua kepentingan ini (ukhrawi dan duniawi) sering memunculkan dilemma (kesulitan memilih) bagi seorang muslim.

4. Konsep surah al-Fatihah dengan sepuluh rumusan induknya menawarkan dan

63

sekaligus membuka wawasan baru. Surah ini memberikan formula untuk menjembatani dua kepentingan yang sering berbenturan tersebut. Hal ini sebenarnya tidak perlu terjadi jika manusia cukup cerdas memahami, mendudukakkan dan menyikapi setiap permasalahan masing-masing. Di sini pendidikan qur’ani menawarkan untuk mengoptimalkan kecerdasan secara integral dan integrated (terpadu); antara kecerdasan intelektual dengan metode fikirnya, kecerdasan spiritual (atau kecerdasan emosi, Emotional Intelligence) dengan metode zikirnya dan kecerdasan pisik dengan metode amal sholehnya.

5. Atas dasar persepektif dan paradigma di atas, dapat disimpulkan bahwa surah ini memuat gagasan dan desain besar (Grand Design) yang sangat diperlukan manusia dalam upaya menunaikan tugasnya sebagai hamba Allah dan perannnya sebagai khalifah; pengelola, penata dan manajer dunia (bumi). Gagasan besar (The grand Idea) surah ini menawarkan konsep universal dan holistik bagi pengembangan diri, kepribadian, visi dan misi seorang manusia dan peradaban masyarakatnya. Berbagai landasan dirumuskannya demikian singkat dan padat. Hal ini sangat berguna untuk selalu diingat dengan mudah dalam proses mengontrol

64

kualitas hidup seorang muslim dalam proses pembentukan integritas kepribadiannya yang kokoh. Tidak bias atau terjebak oleh berbagai fenomena hidup yang terkesan lebih menjanjikan dan sering begitu kuat mempengaruhi arah atau orientasi hidup. Dari yang seharusnya, sesugguhnya dan sebenarnya mesti ditempuh karena serba abadi dan pasti (ukhrawi), berubah arah dan tersesat menempuh jalan yang serba sementara dan tidak pasti (duniawi).

2. Analisa Kandungan:

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Ayat 1).

Suatu permulaan yang sangat indah, untuk memulai setiap aktifitas dengan ucapan dan ungkapan “basmalah (Bismillaahirrahmanirrahim)” . Ayat yang menyentuh dasar kesadaran, agar mengembalikan segala usaha dan kemampuan yang dimiliki dalam setiap kegiatan manusia kepada Allah. Sadar, karena sesungguhnya tidak ada upaya dan kekuatan kecuali oleh-Nya “Laa haula wa laa quwwata illaa bil-Laah”. Ungkapan ini merupakan pendidikan (tarbiah dan ta’dib) Allah yang pertama dibaca seorang mu’min dalam al-Qur’an. Suatu

65

pernyataan aqidah yang kerap harus menyertai setiap detik kehidupan. Sekaligus pengalaman yang luar biasa menarik dan indah dalam menata berbagai aspek yang memerlukan inspirasi dan bimbingan Allah Yang Maha ber’ilmu dan Maha mengawasi setiap kegiatan hidup. Kebersamaan (ma’iyyah) Allah jauh lebih berarti dari kesertaan seorang manusia, kawan atau pengawas lain. Kebersamaan-Nya adalah anugerah dan ni’mat bagi kita, saat itulah kita dapat berkomunikasi dan berkonsultasi dengan-Nya lewat dzikr dan fikr. Dua aspek yang senantiasa perlu kita tingkatkan, karena inilah komponen dari tiga kecerdasan seorang mu’min. Ya’ni kecerdasan spiritual (spiritual intelligence), emosional (emotional intelligence), dan intelektual (intellectual intelligence).

Dia adalah Allah yang Maha Pemurah “Ar-Rahmaan” dan Maha Penyayang “Ar-Rahiim”. Dua sifat-Nya yang pertama diangkat dan diperkenalkan kepada manusia dalam membuka Kitab suci-Nya ini sangat berarti bagi pembentukan persepsi, paradigma, dan cara pandang kita. Tidak sepantasnya kita “suu-udz dzann (berburuk sangka atau negative thinking)” kepada-Nya. Terutama saat memasuki ayat-ayat berikut yang memuat perintah atau larangan yang bagi sebagian orang terkesan menyulitkan dan memberatkan. Karena ternyata semua (Islam)

66

itu semata-mata merupakan kasih dan sayang-Nya kepada ummat manusia, “rahmatan lil-‘aalamiin”.

Saat kita menyadari sisi terpenting ini, maka semakin sadar betapa sesungguhnya rahmat “kasih-sayang” Allah jauh lebih luas, lebih banyak dan sangat dominan daripada mushibah, “siksa”, atau kesulitan yang pernah ditimpakan-Nya kepada kita. Kesempatan dan peluang memperbaiki dan meningkatkan diri senantiasa terbuka, baik lewat taubat (kembali kepa-Nya), dzikr atau do’a. Seraya dengan tulus mengakui segala kesalahan, kekeliruan dan dosa di hadapan-Nya, terutama saat kita shalat dan membaca ayat pertama ini. Dengan pandangan dan kecerdasan nurani ini maka hanya pujian dan syukur yang terucap dan terungkap dari mulut kita selanjutnya. Al-Hamdu lil-Laahi Rabbil-‘aalamiin.

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. (Ayat 2).

Hanya kalimat ini yang paling laik terucap dan paling tulus tersimpan mulia dalam hati. Mengingat, tidak ada sedikitpun yang terkesan cacat apalagi tercela dari setiap kebijakan; perintah atau larangan maupun keputusan-Nya. Allah, Rabb; Pencipta, Pengatur, Penata, dan Penguasa semesta Yang maha Bijak. Sebagai Pencipta manusia,

67

alam, dan kehidupan, Dia Maha mengetahui dan mengerti betul keinginan dan keperluan manusia. Seperti kata sebuah aksioma Arab: “Sang Pencipta adalah Yang Maha Mengetahui ciptaa-Nya”.

Yang Maha terpuji hanyalah Dia Yang Maha Berjasa, Pencipta, Mengetahui dan Bijak, Rabb alam semesta. Tidak laik seorangpun di antara kita menerima pujian apalagi mengharapkannya, untuk sesuatu yang sebenarnya tidak pernah kita perbuat kalau bukan karena anugerah-Nya. Konsep aqidah kedua ini sangat berarti untuk kita ingat minimalnya tujuh belas kali dalam putaran 24 jam, di setiap raka’at shalat. Pengalaman ini juga demikian kita perlukan untuk mengendalikan dan mengawasi diri (self control) dari kemungkinan dan gejala kesombongan akibat sanjungan atau pujian apalagi gila penghargaan.

“Janganlah sekali-kali kamu menyangka, hahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih. kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Perkasa atas segala sesuatu”. (Surah: 3. Al.'Imran: 188-189, diturunkan di Madinah).

68

Pengalaman ruhani ini begitu penting dalam proses membentuk diri dan jiwa yang ikhlash. Pikiran dan perasaan kita dibimbing oleh-Nya agar cita-cita dan harapan akan imbalan (kompensasi) itu terpusat pada-Nya. Karena Dia Maha pasti janji-Nya, persoalannya hanya masalah waktu, cepat atau lambat, yang juga tidak terlepas dari ke-Maha Bijaksana-an-Nya. Sebagai Pencipta alam, kehidupan dan manusia, Dia-lah Yang berhak mengatur seluruhnya. Pada akhirnya, aqidah ini demikiran signifikan (sangat berarti) bagi terbentuknya kesadaran kedua, yaitu sadar dan siap hidup teratur, terarah dan tertata khususnya oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Tiada aturan yang paling tepat, benar, dan pas selain aturan Maha Pencipta yang Maha Tahu akan seluruh aspek ciptaan-Nya. Seluruh aturan itu dapat kita pahami dalam setiap kehendak-Nya, baik sebagai qadla dan qadar-Nya, sunnah atau hukum-Nya di alam semesta (hukum alam), maupun hukum dan aturan-Nya dalam Syari’ah seperti yang terpetakan dalam setiap kitab suci-Nya.

69

Penjelasan:

Kehendah Allah (Iradah dan Masyiah Allah) bisa berbentuk; Pertama, qadla dan qadar (keputusan

dan ketetan) Allah terhadap kita, tanpa sedikitpun campur tangan manusia di dalamnya seperti seseorang diputuskan menjadi laki-laki atau perempuan. Untuk menyikapinya manusia dituntut cerdas untuk menyingkap hikmah dan rahasia terbaik di balik kebijaksanaan Allah ini. Hikmah adalah hasil manfaat atau kemashlahatan, berupa pengetahuan berdasarkan pengalaman yang dipetik seseorang dari suatu perbuatan. Maka hikmah adalah kebaikan terbanyak yang dianugerahkan Allah kepada manusia (QS.2 al-Baqarah, 269).

Ke dua, dapat berupa sunnah-sunnah Allah (hukum alam yang ditetapkan dan

Kehendak

Allah

Qadla Qadar Allah Keputusan / Kehendak

Allah atas Manusia

Sunnah-Sunnah Allah Hukum / Kehendak

Allah di Alam

Syari'ah Allah Hukum / Kehendak Allah Dalam Islam

Hikmah

Tajribah / Eksperimen Khibrah / Pengalaman

Tha'ah / Keta'atan

70

diputuskan Allah) seperti keputusan Allah untuk menjadikan api panas dan besi memuai jika dipanaskan, siapa berbuat dan giat maka ia akan dapat, siapa berobat maka ia akan sehat. Manusia dituntut menguji coba pengalaman ini (tajribah atau eksperimen dan khibrah atau pengalaman) untuk memanfaatkannya dalam upaya memahami kehendaknya. Dengan bantuan sains dan teknologi manusia akhirnya mampuh memahami kehendak Allah tersebut.

Ke tiga, berupa syari’ah (keputusan dan ketentuan atau hukum) Allah dalam agama-Nya (Islam), seperti hukum halal dan haram makanan dan perbuatan, wajib dan sunnah shalat. Manusia dituntut untuk mentaati (tha’ah) kepada setiap kehendak Allah dalam syari’ah-Nya. Dengan keta’atan ini ia dapat memahami rahasia dan manfaat setiap ketetapan Allah bagi dirinya yang demikian bijak dan adil.

Seluruh kesadaran diri yang penuh dengan kepuasan ruhani ini selanjutnya kembali mengingatkan bahwa semua itu karena semata kasih-sayang Allah Yang Maha Ar-Rahmaan dan Ar-Rahiim.

Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Ayat 3).

71

Kasih dan sayang-Nya tidak pernah sirna atau terhenti diberikan dan dianugerahkan, sebesar apapun dosa manusia. Sekalipun dosa itu telah tertumpuk mencapai puncak langit. Berbagai pintu kesempatan dan peluang memperbaiki diri dan taubat dibuka demikian luas dan banyak. Sampai ruh manusia mencapai tenggorokannya saat menjelang kematian tiba. Seluruh kasih dan sayang-Nya menyentuh berbagai aspek kehidupan kita. Hanya tinggal kecerdasan kita yang menyadari kenyataan ini, apakah sempat terenungkan dan menangkapnya sebagai kenikmatan ataukah tidak.

Dua sifat dan jati diri Allah ini kembali diulang dalam surah al-Fatihah, untuk membuka kedewasaan kita dalam berpikir dan bertindak. Di saat seluruh keni’matan selalu mendominasi dan jauh lebih banyak sesungguhnya kita rasakan dan ni’mati, maka tiada kata yang pantas melekat pada diri Allah kecuali Ar-Rahmaan dan Ar-Rahiim ini.

Namun pengalaman aqidah ketiga ini pun segera menyadarkan kita pada hakikat penciptaan manusia. Sebahagian besar manusia mengira bahwa mereka diciptakan dengan berbagai fasilitas rahmat dan ni’mat-Nya begitu saja tanpa pertanggung jawaban. Demikian pula kita sering lupa bahwa seorang mu’min pun tidak pernah dibiarkan

72

mengira dan menduga mereka berkata “kami telah beriman” sementara mereka belum diuji. Akibat dugaan ini, keni’matan dan rahmat-Nya tersia-siakan tanpa manfaat dan produktivitas sekalipun untuk dirinya apalagi lingkungannya. Pada akhirnya keni’matan itu dibelanjakan secara tidak bertanggung jawab terhadap efek dan pengaruhnya yang terjadi dalam kehidupan.

Untuk mengantisipasi kemungkian munculnya dugaan seperti ini, sekaligus meluruskan cara pandang manusia tentang hidup dan fasilitas rahmat-Nya, maka ayat berikut perlu terus diingat dan diulang-ulang. “Maaliki yaumid diin (Raja di hari pembalasan)”. Seraya membangun kesadaran berikutnya bahwa kompensasi (imbalan dan balasan) atas aktifitas dan perbuatan manusia yang hakiki dan abadi hanyalah kelak di akhirat. Apapun balasan; baik atau buruk selama masih di dunia hanyalah fenomena dan sementara saja, yang di dalamnya terkandung nilai terhadap begaimana cara manusia menyikapinya, untuk mendapatkan balasan kelak di akhirat.

Yang Maha menguasai di Hari Pembalasan. (Ayat 4).

Dia-lah, Allah satu-satunya Raja pembalasan, di hari yang tiada balasan berarti dari siapapun yang selama ini kita harapkan.

73

Balasan, imbalan atau kompensasi adalah faktor yang sangat kuat mempengarungi terbentuknya motivasi kita dalam bertindak dan berbuat.

Ayat ini membangun kesadaran aqidah selanjutnya dalam proses pembentukan cara pandang, misi dan visi kita dalam kehidupan. Mengubah wacana dan kepribadian kita dengan integritas diri yang kokoh dan kuat sesuai dengan misi dan visi hidup yang jauh ke depan melalmpaui batas kehidupan duniawi yang sesaat. Visi dan misi ini demikian penting dan sangat berarti untuk merancang dan membangun niat (motivasi) dalam setiap aktifitas. Tanpa visi dan misi yang jelas atau hanya sesaat dan cara pandang pragmatis dan hedonis dalam menilai dan mengharapkan hasil dari suatu pekerjaan, maka aktivistas hanya akan mengantarkan hidup kepada pencapaian kepuasaan atau kekecewaan yang juga sesaat.

74

Penejelasan: Iman kepada Allah sebagai sumber kebenaran informasi tentang apa sebenarnya tujuan kita diciptakan dan hidup di planet Bumi ini, mengantarkan kita kepada sebuah niat yang memotivasi setiap amal perbuatan dan aktivitas kita. Tujuan dengan kompensasinya yang jelas dan terjamin juga sangat mempengaruhi tingkat ke”ikhlas”an kita dalam beramal.

Ikhlash

N i a t

Tujuan

Amal Amal Amal

IMAN

ALLAH

Kompensasi

75

Penjelasan:

Informasi dan informan (si pembawa berita) sangat kuat mempengaruhi kemunculan kehendak dan keinginan seseorang untuk melakukan amal, kerja, aktivitas dan prilaku lainnya. Jika informasi bersumber dari manusia maka visi dan misi hidup seseorang akan sangat dipengaruhi oleh kompensasi yang ditawarkan dan dijanjikannya. Selanjutnya visi dan misi inilah yang menjadi dasar terbentuknya motivasi (niat) untuk melakukakn sesuatu. Demikian pula ketika Allah yang menjadi dasar

Apa? (Informasi)

Siapa? (Informan)

Motivasi

AmalKerja Aktivitas Tindakan Prilaku Perbuatan

Kehendak

Keinginan

Visi Misi KompensasiManusia

ALLAH

NiatMaksu

d

TujuanCita-cita

IMANVisiMisi

76

terbentuknya visi dan misi seseorang sebagai hasil pemahaman dan interaksinya dengan ke”iman”an yang benar, terutama akan tujuan hakiki dari kehidupan dengan seluruh kompensasi (imbalan) yang dicita-citakannya, akan membentuk suatu niat (motivasi) dan maksud yang kuat dalam beramal.

Sadar bahwa seluruh tindakan dan perbuatan akan mendapat balasan; baik atau buruk membuat kita selalu memiliki pertimbangan yang matang dalam mengambil keputusan. Kesadaran ini demikian signifikan untuk mengontrol kualitas diri kita. Suatu pengawasan melekat sesungguhnya dan kendali yang luar biasa dalam menata kepribadian seseorang. Saat itulah ia memohon bantuan Allah dalam ber’ibadah dan mengatasi berbagai probelmatikanya. ”Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin”.

Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. (Ayat 5).

Di sinilah puncak pengakuan kita kepada Allah sebagai Tuhan yang Maha berhak di’ibadahi (disembah). Dalam cara pandang Islam, seluruh perbuatan dan aktifitas manusia adalah ‘ibadah. Perkataan dan pebuatan, baik akal dengan berpikirnya, hati dengan perasaan dan keyakinannya,

77

dan pisik (jasad) dengan prilakunya, adalah ‘ibadah manakala dilakukan dalam kerangka tha’ah kepada Allah.

Demikian luas, besar dan luasnya aspek-aspek ‘ibadah ini, mengaharuskan kita untuk selalu memohon pertolongan kepada Allah, satu-satunya yang Maha berkemampuan mewujudkan apa saja yang diminta manusia. Namun Dia juga satu-satunya Yang Maha mengetahui apa yang bermanfaat dan merusak dari setiap rahasia dibalik apa yang diminta. Maka logis dan rasional jika kita menyerahkan keputusan akhir kepada kehendak-Nya. Kita dituntut sadar dan seimbang dalam memahami seluruh sifat-sifat Allah yang terbaik. Benar bahwa Dia Maha berkuasa dan berkemampuan, namun kita juga harus sadar akan ke-Maha-tahuan Allah dalam mengambil keputusan yang terbaik bagi manusia terutama hamba-Nya. Saat-saat seperti inilah selanjutnya Allah mendidik kita agar selalu bermohon kepada-Nya. Terutama petunjuk atas segala keputusan yang kita buat dan aktivitas yang kita lakukan. ”Ihdinash shiraathal mustaqiim”.

Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Ayat 6).

Pertolangan yang paling berarti (signifikan) bagi manusia adalah petunjuk (guidance)-Nya. Ibarat peta kehidupan yang sangat

78

diperlukan bagi seseorang yang tengah menempuh perjalanan jauh ke wilayah dan tempat yang samasekali baru diinjaknya. Itulah perjalanan hidup manusia di dunia, setiap detik dan langkah yang dimasukinya adalah baru. Sekalipun terdapat sejumlah kemiripan dalam bentuk dan tujuan perbuatannya sehari-hari, namun sebenarnya ia memasuki kehidupan yang baru. Aktivitas dari mulai bangun tidur, mandi, sarapan pagi, kerja, dan tidur adalah aktivitas rutin setiap hari yang selalu mirip. Namun sekali lagi sesungguhnya setiap detik semua itu adalah pengalaman baru dengan nilai yang senantiasa baru dan dinamis.

Inilah barangkali ma’na hadits Rasulullah saw, “barangsiapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin maka ia beruntung”. Petunjuk seperti peta merupakan bekal utama suatu perjalanan demi menjaga si pejalan kaki dari segala bentuk kesesatan dan akhirnya mencapai tujuan. Itulah jalan yang lurus, konsisten, dan mustaqim (lurus) yang menuntut istiqamah atau konsistensi para pemakainya, jalan yang mengantarkan anda kepada tujuan sebenarnya dari perjalanan hidup yang panjang dan melelahkan ini dengan hasil yang memuaskan.

Peta perjalanan nampaknya tidak cukup jika tidak disertai dengan seorang guide (penunjuk jalan), contoh atau bukti orang-

79

orang yang telah menempuh perjalanan tersebut. Sejarah merupakan salah satu bukti empirik keterandalan peta dalam mengantarkan para pelaku dan pembuat sejarah dalam mencapai tujuan hidupnya menuju peradaban yang agung. Sejarah para nabi dan rasul, orang-orang shalih, jujur, dan syuhada menunjukkan kehidupan menembus batas duniawi dan melampaui kepentingan pribadi. Mereka, dengan kitab-kitab Allah dan petunjuk yang terdapat di dalamnya, adalah para pembuat sejarah keagungan dan kemulian yang dicitakan setiap manusia. ”Shiraathal ladziina an’amta ’alaihim, gairil maghdluubi ’alaihim wa ladldloolliin”.

(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni'mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (Ayat 7).

Jalan lurus yang selalu menjadi pilihan orang-orang terbaik, dari kalangan para Nabi dan Rasul, orang-orang sholih, syuhada (para syahid di jalan Allah) dan shiddiqin (orang-orang jujur). Mereka adalah contoh dan model terbaik orang-orang yang sukses mengarungi perjalanan hidup. Orang-orang yang mampu menikmati kehidupan dalam kondisi dan situasi apa pun. Seperti para Rasulullah, adalah mereka yang menikmati kelelahan dan penderitaan saat berda’wah dan ber’ibadah. Syuhada, mereka adalah

80

orang yang mampu merindukan dan menikmati kematian di jalan Allah. Shiddiqin adalah mereka yang sukses menebar dan menikmati kejujuran sebagai kunci kesuksesan. Sementara shalihin adalah orang-orang yang berhasil membangun keshalehan untuk diri dan orang lain. Yang perlu dan senantiasa diingat, tentunya bukan karena mereka hebat dan prima secara pisik, gen (keturunan) dan kemampuan kemanusiannya. Mereka sukses karena sistem dan konsep hidup yang bersumber dari petunjuk Pencipta alam, kehidupan dan seluruh manusia. Mereka cerdas dan mampu berpikir logis dan rasional untuk menerima setiap kebijakan yang Maha mengerti dan mengetahui segala aspek ciptaan-Nya.

Bukan jalan yang ditempuh orang-orang yang dimurkai Allah, seperti Yahudi dengan seluruh penyimpangan yang pernah dilakukannya terhadap petunjuk Allah (Taurat). Mereka lebih memilih kemampuan akal dan perasaannya dalam menentukan arah dan kebijakan hidup. Lebih jauh lagi, mereka tidak hanya tersesat sendirian. Salah satu prilaku dan karakter Yahudi adalah menyesatkan, membahayakan dan merugikan orang lain. Di antara orang-orang dan bangsa yang menjadi korban mereka adalah Nashrani. Mereka tersesat oleh rekayasa intelektual Yahudi yang telah mengubah petunjuk hidup “Taurat”

81

(perjanjian lama), kitab suci mereka sendiri, dan “Injil” (perjanjian) baru, kitab suci Nashrani.

Mereka semua menjadi seperti itu juga bukan karena faktor gen (keturunan), seperti persepsi bahwa semua yahudi (Bani Israel) atau Nashrani diciptakan dengan garis keturunan berbahaya. Tidak, semua terjadi karena mereka meninggalkan dan merubah garis pedoman dan peta yang telah diberikan Allah, Pencipta mereka. Sampai membunuh para pembimbing hidup (Para nabi dan Rasul) yang pernah diutus kepada mereka sebagai Guide (Pembimbing). Selama hal ini menjadi bagian dari kebiasaan (habit)-nya, maka mereka menjadi bagian dari masyarakat yang dimurkai Allah.

Pengalaman sejarah ini menasehati kita agar konsisten “istiqamah” dalam menempuh perjalanan hidup sesuai dengan jalan lurus yang digariskan Pencipta yang Maha Bijak. Dia senantiasa mengingatkan kita, minimal sehari tujuh belas kali dalam tujuh belas rakaat sholat lima waktu, untuk selalu berada di titik sadar agar tidak tersesat atau disesatkan orang lain. Nilai universal sejarah inilah yang perlu diingat, jangat mengganggu, membahayakan, merugikan, mengkhianati dan menyesatkan oranglain (seperti orang-orang Yahudi yang dimurkai Allah) dan jangan mau atau tidak sadar diganggu,

82

dibahayakan, dikhianati dan disesatkan orang lain (seperti orang-orang Nashrani).

Pelajaran terakhir ini menyimpulkan bahwa manusia terbagi ke dalam tiga tipe (model) masyarakat: Pertama: Model masyarakat mu’min,

dengan karakternya istiqamah (konsisten) dalam memahami dan menapaki perjalanan hidupnya.

Ke dua: Model masyarakat yahudi, dengan ciri khasnya membahayakan, merugikan dan menyesatkan orang lain, selama berpedoman dengan selain petunjuk Allah yang juga diakuinya sebagai Tuhan mereka.

Ke tiga: Model masyarakat nashrani, dengan sifatnya yang menjadi korban kesesatan dan bulan-bulanan orang lain (Yahudi).

Amiin (terimalah permohonan kami)

Ya Allah, gabungkan, kumpulkan, dan satukan kami bersama orang-orang yang senantiasa Engkau anugerahi ni’mat, orang-orang mu’min dari kalangan Anbiyaa’ (para Nabi), Ar-Rusul (para Rasul), Shalihin (orang-orang sholih), Syuhada (para Syahid) dan Shiddiqiin (orang-orang Jujur).

83

“Paradigma Qur’an adalah suatu konstruksi pengetahuan yang memungkinkan kita memahami realitas sebagaimana Al-Quran memahaminya.”

Fungsi paradigma Al-Quran pada dasarnya adalah untuk membangun perspektif Al-Quran dalam rangka memahami realitas.” (Dr. Kuntowijoyo).

Paradigma Surah al-Fatihah:

Setiap manusia membutuhkan Grand Design (desain dan pola besar) dalam membangun visi dan misinya dalam menata kehidupan.

Al-Fatihah adalah The Grand Design muslim dalam membangun visi dan misi.

Rahmat Allah meliputi segala sesuatu. Termasuk dosa manusia.

84

Pencipta alam, manusia dan kehidupan adalah Allah. Pencipta adalah Sang Maha tahu dan mengerti segala aspek ciptaaannya.

Visi dan misi mu’min adalah akhirat dengan segala kompensasi (imbalan dan balasan)-nya. Akhirat adalah hakikat kehidupan yang pasti dan abadi.

Dunia adalah ladang menyemai seluruh kegiatan dan aktifitas muslim dengan hasil yang akan dituai di akhirat. Seseorang tidak akan sukses memanen dan menuai di akhirat jika tidak sukses menanam dan menyemai di dunia.

Manusia adalah makhluk lemah, selalu bergantung dan bersandar, kekuatan manusia terletak pada apa dan siapa yang menjadi tempat sandarannya.

Hanya Allah yang laik di’ibadahi; dicintai, ditakuti, dita’ati dan dimengerti setiap kebijakannya.

Hanya Allah Yang Maha kuat untuk menjadi tempat bergantung dan bersandar (Ash-Shomad) serta Maha Mampuh dan Bijak dalam

85

mewujudkan setiap permohonan manusia.

Hidayah (petunjuk, pedoman dan guidance) adalah peta kehidupan yang paling berarti dalam menempuh perjalanan hidup.

Jalan dan Petunjuk Allah adalah desain perjalanan yang konsisten, mewariskan dan membentuk jiwa konsistensi (istiqamah) dalam kehidupan.

Sejarah adalah model dan potret nyata (empirik) pengalaman hidup dan peradaban suatu bangsa.

Sejarah memuat nilai-nilai universal dan transendental yang berisi faktor-faktor yang mungkin diulangi dan ditiru dalam kejayaan atau kehancuran suatu bangsa.

Jadilah bangsa dan orang yang paling bermanfaat untuk orang lain. Jangan menjadi bangsa dan orang yang membahayakan dan merugikan atau dirugikan orang lain.

E. Paradigma:

86

1. Setiap manusia membutuhkan Grand Design (desain dan pola besar) dalam membangun visi dan misinya dalam menata kehidupan.

Al-Qur’an memandang bahwa setiap manusia memerlukan desain hidup yang jelas dan terarah. Seperti sebuah peta yang sangat dibutuhkan dalam mengarungi perjalanan jauh dan baru ditempuh. Demikian halnya dengan kehidupan bagai hutan belantara yang baru dijamah manusia yang lahir ke muka bumi. Untuk itu Allah telah menciptakan mereka dan membekalinya dengan desain yang sangat jelas. Dia menjelaskan rencana hisup manusia mulai dari asal usul manusia, tugas dan fungsi, sampai kepada puncak tujuan kehidupannya.

2. Al-Fatihah adalah The Grand Design muslim dalam membangun visi dan misi.

Inilah salah satu cara memandang surah al-Fatihah. Dengan cara pandang ini setiap muslim dapat membangun, mengembangkan dan merencanakan kembali kehidupan dan keberadaanya di bumi dengan visi dan misi yang jelas. Setiap kali membaca surah ini setiap muslim dibimbing agar memiliki dan mengingat desain hidupnya yang terencana sampai kepada tujuan kehidupan yang

87

sebenarnya dengan prestasi yang memuaskan khsusnya kelak di akhirat. 3. Rahmat Allah meliputi segala

sesuatu. Termasuk dosa manusia.

Cara pandang ini juga sangat diperlukan oleh manusia yang kerap kali salah, keliru dan berdosa. Dengan demikian seorang muslim tidak akan pesimis apalagi putus asa dalam menghadapi berbagai permasalahan yang muncul akibat kesalahan yang di lakukannya. Sekaligus membuka peluang yang tetap membentang di hadapannya sampai akhir kehidupan dunia dan memulai kehidupan barunya di akhirat kelak.

4. Pencipta alam, manusia dan kehidupan adalah Allah. Pencipta adalah Sang Maha tahu dan mengerti segala aspek ciptaaannya.

Paradigma ini begitu mendasar. Kesalahan dalam memandang siapa yang paling berjasa, terutama dalam menciptakan dan memfasilitasi kehidupan, akan mengakibatkan kesalahan mendasar dalam memahami dan menyikapi kehidupan itu sendiri. Kesalahan ini selanjutnya akan sangat berpengaruh dalam menentukan sumber informasi, pengetahuan dan siapa sebenarnya yang berhak memastikan suatu kebenaran. Karena itu sudah menjadi

88

aksioma bahwa pencipta sesuatu adalah yang paling memahami dan mengetahui setiap keperluan, kekuatan dan permasalahan yang diciptakannya.

5. Visi dan misi mu’min adalah akhirat dengan segala kompensasi (imbalan dan balasan)-nya. Akhirat adalah hakikat kehidupan yang pasti dan abadi.

Paradigma ini adalah juga diperlukan dalam menentukan visi dan misi kehidupan yang jauh ke depan. Bagi seorang muslim, visi ini juga akan lebih meningkatkan dan mengoptimalkan kecerdasan yang dianugerahkan Allah kepadanya. Seperti sabda Rasulullah, shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa “Orang cerdas adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya dan bekerja untuk sesuatu (yaitu balasan, kompensasi dan kehidupan) sesudah kematian”.

6. Dunia adalah ladang menyemai seluruh kegiatan dan aktivitas muslim dengan hasilnya yang akan dipetik di akhirat. Seseorang tidak akan sukses memanen di akhirat jika tidak sukses menanam di dunia.

Paradigma ini memandang dan memposisikan dunia sebagai kehidupan sementara dalam segala konsekuensinya.

89

Senang dan sedih, suka dan duka, menderita dan bahagia, selama masih di dunia semuanya semetara. Yang serba pasti dan abadi hanyalah kehidupan akhirat. Namun dengan cara pandang ini diingatkan bahwa manusia (seorang muslim) tidak akan sukses di akhirat jika tidak sukses di dunia. Karena dunia adalah ladang tempat menyemai benih dan bercocok tanam, sedang akhirat adalah ladang menuai dan memanen hasil.

7. Manusia adalah makhluk lemah, selalu bergantung dan bersandar, kekuatan manusia terletak pada apa dan siapa yang menjadi pusat sandarannya. Dengan karakteristik ini manusia berpotensi menjadi hamba.

Al-Qur’an memandang manusia sebagai makhluk yang diciptakan serba lemah (QS. 4: 28). Coba lihat saat kita menjadi janin dan bayi. Sifat ini memaksa manusia memiliki ketergantungan kepada yang lebih kuat baik fisik, harta, kekuasaan atau keilmuan. Logis, jika selanjutnya ia akan bergantung kepada yang lebih kuat, bahkan cenderung siap patuh, tunduk dan sampai ke tingkat diperbudak sekali pun. Kondisi ini menuntut manusia agar memiliki cara pandang yang tepat tentang siapa yang patut ia jadikan sandaran. Logikanya adalah tentu Yang Maha dalam segala sesuatunya.

90

8. Hanya Allah yang laik di’ibadahi; dicintai, ditakuti, dita’ati dan dimengerti setiap kebijakannya.

Inilah paradigma yang ditawarkan untuk menyelamatkan manusia dari ketergantungan dan perhambahan yang salah. Karena Allah adalah yang Maha Berjasa mulai dari menciptakan, memfasilitasi kehidupan dan mengatur semesta alam. Dia-lah yang Maha Besar perhatian-Nya kepada manusia, sehingga logis jika Dia yang Maha Disembah, Dicintai karena Dia Maha Tahu dan Bijak.

9. Hanya Allah Yang Maha kuat untuk menjadi tempat bergantung dan bersandar (Ash-Shomad) serta Maha Mampu dan Bijak dalam mewujudkan setiap permohonan manusia.

Dengan paradigma ini seorang muslim terselamatkan dari ketergantungan (dependensi) yang salah dan merugikan. Ini juga merupakan kekuatan yang akan memperkokoh dirinya dalam mengarungi kehidupan dan menghadapi berbagai percaturan. Karena ia sadar dan yakin selalu didampingi Allah Yang Maha Kuat. Namun sebagai bagian dari masyarakat manusia, ia juga tidak mungkin terhindar dari ketergantungan kepada sesamanya. Solusinya adalah al-Qur’an memposisikan

91

manusia pada sikap saling bergantung, saling memerlukan dan saling menghargai (interdependensi) yang cukup adil.

10. Hidayah (petunjuk, pedoman dan guidance) adalah peta kehidupan yang paling berarti dalam menempuh perjalanan hidup.

Paradigma ini memberikan kejelasan lebih lanjut bahwa peta kehidupan adalah bentuk pertolongan Allah yang sangat diperlukan dalam menempuh perjalanan hidup. Seperti seorang pengawai atau karyawan yang baru diterima bekerja pada suatu perusahaan. Ia akan mengalami kesulitan mengerjakan apa saja yang diperlukan dan menjadi kebijakan perusahan tersebut. Bagaimana halnya dengan manusia yang lahir ke bumi dengan berbagai sisi kehidupannya yang serba baru.

11. Jalan dan Petunjuk Allah adalah desain perjalanan yang konsisten, mewariskan dan membentuk jiwa konsistensi (istiqamah) dalam kehidupan.

Konsistensi (al-Istiqomah), sikap lurus, akurat, tepat dan teguh pendirian merupakan kebutuhan manusia yang lain dalam merambah kehidupan. Paradigma ini memudahkan manusia dalam pencariannya akan kebenaran dalam menentukan arah tujuan kehidupan. Peta perjalanan hidup

92

yang bersumber dari sang Pencipta tentunya tidak perlu disangsikan.

12. Sejarah adalah model dan potret nyata (empirik) pengalaman hidup dan peradaban suatu bangsa.

Al-Qur’an juga mengingatkan pentingnya sejarah bagi pembentukan karakter manusia dan suatu bangsa. Sejarah adalah model dan contoh kongkrit bagaimana suatu bangsa membangun atau meruntuhkan peradabannya. Cara pandang ini sangat diperlukan dalam mengembangkan sistem pendidikan. Karena manusia adalah makhluk peniru. 13. Sejarah memuat nilai-nilai

universal dan transendental yang berisi faktor-faktor yang mungkin diulang dan ditiru dalam kejayaan atau kehancuran suatu bangsa.

Ini paradigma qur’ani dalam cara memandang dan mempelajari sejarah. Memahami dan mempelajari sejarah bukan hanya sekedar menghapal tempat dan waktu suatu kejadian dan peristiwa, atau hanya mengenal tokoh-tokohnya. Tetapi yang paling signifikan adalah memahami nilai-nilai universal yang dimiliki suatu bangsa atau kepribadian para tokoh itu sendiri. Karena nilai-nilai inilah yang dapat dulang kembali

93

dalam membangun atau memperbaiki nasib bangsa selanjutnya.

14. Jadilah bangsa dan orang yang paling bermanfaat untuk orang lain. Jangan menjadi bangsa dan orang yang membahayakan dan merugikan atau dirugikan orang lain.

Ini paradigma qur’ani dalam menempatkan setiap muslim dalam interaksinya dengan kehidupan orang lain dan masyarakat. Paradigma yang membentuk falsafah hidup yang cukup adil ini membedakan setiap muslim dari bangsa lain seperti Yahudi yang cenderung merugikan orang lain sehingga mereka dimurkai Allah (Al-Maghdluubi ’alaihim), atau Nashrani yang sering menerima sikap untuk dirugikan yang dikategorikan oleh Allah sebagai kelompok yang tersesat (Adl-Doolliin).

94

F. Rumusan, bagan dan kesimpulan:

Bagan: STRUKTUR BANGUNAN ISLAM

Penjelasan:

Penjelasan, Fungsi dan Tahapan Pembangunan:

Secara garis besar bangunan Islam terdiri dari dua konstruksi utama. Yaitu konstruksi

I. Fondasi: Rukun Iman (6)

II. Struktur: Primer (Ibadah): Rukun Islam Skunder (Muamalah) : Sistem Hidup :

Sosial Ekonomi Politik Pendidikan Keluarga (Munakahah)

Tersier (Akhlaq):EtikaEstetika Sarana Hidup (Sandang, Pangan & Papan)

A. AQIDAH

B. SYARI’AH

Atap(Pelindung):

Jihad dan DakwahHukum Pidana

(Jinayah & Hudud)Hukum Perdata

Amr Ma'ruf dan Nahyi Munkar

95

“Aqidah” sebagai fondasi, dan konstruksi “Syari’ah” sebagai struktur dan ornamen bangunan itu sendiri. Keduanya berfungsi saling mendukung sehingga terbentuk dan berdiri sebuah bangunan. Sekalipun masing-masing memiliki fungsi yang berbeda tetapi perbedaan itu mampu ditata sehingga menjadi sinergi bangunan yang utuh, kokoh, indah dan berdayaguna. Inilah kesan pertama Islam sebagai way of life yang mampuh menyentuh berbagai aspek kehidupan dengan tingkat keperluannya yang beragam. Untuk selanjutnya ditata dan dimanage menjadi sebuah bangunan kehidupan yang indah, anggun dan nyaman mencerminkan kalimat rahmatan lil’alamin (QS: 21:107).

Pertama: Fondasi (Aqidah).

Berfungsi sebagai land of building dengan konstruksi sangat global tapi kokoh, bersih dan permanen. Keretakan di tingkat dasar dan fundamental ini tidak bisa ditolelir sedikit pun apalagi dimanipulasi. Karena akan berakibat fatal terhadap muatan dan beban bangunan di atasnya. Oleh karena itu persoalan aqidah sangatlah tegas dan jarang ditemukan toleransi. Seperti riya’ atau tidak ikhlash dalam beramal merupakan penyakit aqidah yang tidak pernah dibiarkan berkembang dalam hati nurani seorang yang beriman.

96

Dalam frame aktualnya, aqidah dapat berfungsi sebagai vision yang menjadi dasar “cara pandang” seseorang terhadap kehidupan. Visi ini sangat diperlukan untuk mengarahkan setiap orientasi dari setiap aksi dan prilaku yang diperbuatnya sepanjang hidup. Dengan visi ini aktifitas manusia tidak akan terkesan sebagai rutinitas yang membosankan tetapi lebih indah dari mimpi indah yang memperindah nuansa rutinitas tidur seseorang yang kadang melelahkan. Dengan demikian seorang yang beriman dengan visinya yang aktual seperti ini senantiasa memiliki muatan misi yang mulia dalam kehidupannya.

Aktualitas dan vitalitas dalam cara pandang Islam ini tidak didasarkan pada penomena waktu dan ruang semata yang mempengaruhinya sehingga lebih dianggap realistik dan pragmatik. Tetapi lebih didasarkan pada esensi tuntutan kebenaran yang dimilikinya. Oleh karena itu setiap visi dan aksi dalam Islam memiliki nuansa aktualitas yang mencerminkan ke-realistik-an yang sesungguhnya karena dibangun di atas konsistensi dan kesesuaian antara “teori visi” dan “aplikasi aksi”nya.

Tahapan fondasi ini dalam proses pembangunannya tentu saja harus selalu diprioritaskan (didahulukan dan diutamakan).

97

Ke dua: Struktur dan Atap Bangunan (Syari’ah).

Berfungsi sebagai eksistensi struktur dan pelindung utama yang menampilkan adanya sosok dan performen suatu bangunan. Kekuatan, kelengkapan dan keindahan struktur bangunan sangat ditentukan oleh keahlian dalam penataan ruangan berikut interiornya. Termasuk kemampuan mengekspresikan seni bangunan berikut landscape-nya sesuai dengan ornamen yang dikehendaki. Semua akan memberikan nuansa ketenangan, keamanan dan kenyamanan bagi para penghuninya baik dalam fungsi individual maupun fungsi sosialnya.

Proses dan tahapan pembangunan struktur ini dilakukakan pada tahap kedua sesudah siap dan kokohnya fondasi. Dimulai dari hal-hal yang sangat primer dalam ‘ibadah dengan lima struktur utamanya sebagaimana terbangun dalam kerangka rukun Islam berikut kedudukan dan fungsinya masing-masing yang sangat esensial.

Statemen syahadat, adalah pintu gerbang Islam yang berfungsi untuk membuat kontrak dan komitmen (keterikatan dan keterlibatan) seseorang dalam memiliki, menghuni atau/dan meni’mati bangunan.

98

Shalat berfungsi sebagai tiang-tiang struktur yang menopang kekuatan dan bentuk struktur bangunan. Struktur shalat memiliki inti esensial menjalin hubungan dan ketergantungan (dependensi) kepada Yang Maha Kuat dalam segala-galanya. Simultan dengan upaya membangun kemandirian dari segala bentuk ikatan yang akan berdampak pada kebebasan dirinya dari perbudakan di antara manusia. Namun demikian ia juga memiliki fungsi kultural dalam menjalin hubungan antar manusia (inter-dependensi) yang saling menguntungkan (win-win) apalagi jika dilakukan dalam konteks berjamaah.

Zakat berfungsi sebagai kemampuan dan kekuatan anggaran (budget pembangunan) yang merupakan bagian dari struktur utama Islam yang sangat penting. Tanpa anggaran maka gambar bangunan akan kehilangan fungsi struktural maupun sosio-kulturalnya, termasuk kelangsungan bangunan dan penghuninya.

Shaum menempati bagian dari struktur bangunan yang lebih tersembungi. Ia berfungsi bagaikan batu bata yang berfungsi membentuk kerangka kepribadian bangunan sehingga memiliki sosoknya yang lebih berbentuk dan berarti-fungsi. Sifat dan karakter batu batu mewariskan atribut kesabaran, ketulusan dan siap berkorban demi penataan dan kesempurnaan suatu bangunan.

99

Sementara itu haji menempati bagian struktur bangunan yang berfungsi sebagai perekat bangunan, seperti semen, pasir, split dan air, yang menyatukan seluruh bagian bangunan. Dalam haji semua struktur rukun Islam diikat menjadi kesatuan bangunan Islam termasuk fungsinya yang lebih luas dalam rangka membentuk suatu bangsa (ummat) dengan sekala eksistensinya secara universal, integral dan internasional.

Adapun konsep hidup lain, seperti politik, ekonomi, sosial, keluarga dan budaya, menempati posisi sekunder dalam memfungsikan bangunan tersebut terutama dari sisi penataan interior bangunan sehingga lebih sempurna dan menarik yang membuat setiap penghuninya merasa aman, tenang dan nyaman. Semua itu ditata dalam konsep mu’amalah, terutama kontrak-kontrak jual beli dan pergaulan sosial, dan munakahah sebagai awal dari pembentukan keluarga yang berfungsi sebagai miniatur negara dan masyarakat dalam Islam.

Aklaq dan sarana hidup lain berfungsi sebagai ornamen-ornamen bangunan yang tidak kalah pentingya dalam membangun estetika dan citra suatu bangunan. Oleh karena itu etika dan moral sangat diperhatikan dalam bangunan Islam dalam upaya membangun keperibadin manusia. Apalagi akhlaq dan etika menempati bagian terluar dari keperibadian itu sendiri

100

yang selalu memberikan kesan pertama perilaku dan penampilan seseorang.

Namun seluruh atribut yang disandang oleh struktur ini akan rusak seketika dalam waktu singkat manakala tidak dilengkapi dengan penutup atap yang berfungsi sebagai pelindung dari hujan dan panas yang akan mengikis atribut-atribut tersebut. Keberadaan hukum termasuk punishment-nya (jinayah dan hudud) yang lebih bersifat struktural, baik perdata maupun pidana, sangat diperlukan untuk melindungi seluruh bagian bangunan dari segala bentuk kerusakan dan kejahatan. Oleh karena itu lebih membutuhkan adanya dukungan struktur yang independen dan memiliki kedaulatan sendiri.

Keberadaan dan tegaknya amar ma’ruf dan nahyi mungkar, yang lebih bersifat membangun keperdulian sosial, juga harus dibangun dalam kerangka pendekatan sosio-kultural. Sektor ini lebih berfungsi sebagai kontrol sosial yang lebih menitikberatkan pada kesadaran setiap individu masyarakat dalam menjaga keindahan dan keamanan bangunan kehidupan dari ancaman individu-individu yang berpotensi merusak. Amar ma’ruf dan nahyi mungkar sebenarnya merupakan tugas dan kewajipan pemerintah. Karena perintah maupun larangan lebih bersifat top-down bukan buttom-up.

101

Sedangkan jihad, yang dalam arti luas berarti berjuang dan arti yang lebih spesifik berarti berperang di jalan Allah, adalah bagian bangunan yang berfungsi defensif dan sekaligus ofensif dalam memelihara, menjaga dan meluaskan bangunan Islam dalam rangka menyebarkan dan mengembangkan misi Islam sebagai rahmatan lil’alamin. Di sinilah keberadaan dan fungsi militer yang sesungguhnya dalam struktur bangunan Islam harus dibangun dengan misinya yang sangat mulia dan luhur. Yaitu di jalan Allah dalam tujuan dan caranya.

102

103

A. Skema Pokok-Pokok Pemahaman Surah al-Fatihah

Ayat 1.Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

AQIDAH :Pucak dan pusat keimanan (Allah)Pengalaman imani dan ruhani yang indahKesadaran pertama memahami asma Allah sebagai Maha Pemurah (ar -

Rahman) dan Maha Penyayang (ar Rahim)

Ayat 2.Segala puji bagi, Rabb semesta Alam

AQIDAH :Kesadaran kedua, penyerahan seluruh

puji hanya kepada Allah yang Maha berhak

Pencipta adalah yang Maha Tahu dan Maha berhak mengatur alam

Kepuasan nurani saat berserah diri kepada-Nya

Ayat 3.Maha Pengasih lagi Maha

PenyayangAQIDAH :

Kesadaran ketiga, semakin memahami asma Allah

Pengalaman dan kepuasan ruhani menjadi hamba dari yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang

Ayat 5.Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon

pertolonganIBADAH (misi) :

Setiap detik kehidupan butuh pertolongan dan hanya Allah yang Maha Mampu mewujudkannya

Ibadah (puncak rasa terima kasih dan syukur) hanya kepada Allah (atas seluruh jasa dan pertolongan-Nya)

Ayat 4.Yang menguasai hari

pembalasanAQIDAH (visi) :

Kesadaran keempat, visi ke depan yang sangat jauh.

Kompensasi terbaik dan terpasti hanya dari Allah, Raja Pembalasan

Ayat 6.Tunjukilah kami jalan yang lurus

HIDAYAH :Hidayah adalah peta kehidupanPeta yang terjamin ketepatannya,

hanya dari yang Maha Tahu tujuan dan seluk beluk perjalanan (logis)

Ayat 7.(yaitu) jalan orang-orang yang telah

Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan

(pula jalan) mereka yang sesatSEJARAH / MODEL :

Manusia perlu sejarah dan contoh, karena nilai dan pelajaran adalah universal

Paradigma muslim, tidak boleh menyesatkan dan jangan mau disesatkan

104

Ayat 1.Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

AQIDAH :Pucak dan pusat keimanan (Allah)Pengalaman imani dan ruhani yang indahKesadaran pertama memahami asma Allah sebagai Maha Pemurah (ar -

Rahman) dan Maha Penyayang (ar Rahim)

Ayat 2.Segala puji bagi, Rabb semesta Alam

AQIDAH :Kesadaran kedua, penyerahan seluruh

puji hanya kepada Allah yang Maha berhak

Pencipta adalah yang Maha Tahu dan Maha berhak mengatur alam

Kepuasan nurani saat berserah diri kepada-Nya

Ayat 3.Maha Pengasih lagi Maha

PenyayangAQIDAH :

Kesadaran ketiga, semakin memahami asma Allah

Pengalaman dan kepuasan ruhani menjadi hamba dari yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang

Ayat 5.Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon

pertolonganIBADAH (misi) :

Setiap detik kehidupan butuh pertolongan dan hanya Allah yang Maha Mampu mewujudkannya

Ibadah (puncak rasa terima kasih dan syukur) hanya kepada Allah (atas seluruh jasa dan pertolongan-Nya)

Ayat 4.Yang menguasai hari

pembalasanAQIDAH (visi) :

Kesadaran keempat, visi ke depan yang sangat jauh.

Kompensasi terbaik dan terpasti hanya dari Allah, Raja Pembalasan

Ayat 6.Tunjukilah kami jalan yang lurus

HIDAYAH :Hidayah adalah peta kehidupanPeta yang terjamin ketepatannya,

hanya dari yang Maha Tahu tujuan dan seluk beluk perjalanan (logis)

Ayat 7.(yaitu) jalan orang-orang yang telah

Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan

(pula jalan) mereka yang sesatSEJARAH / MODEL :

Manusia perlu sejarah dan contoh, karena nilai dan pelajaran adalah universal

Paradigma muslim, tidak boleh menyesatkan dan jangan mau disesatkan

105

Summary: • Kajian Surah al-Fatihah merupakan

sumber ilham (Inspirasi) seorang muslim dalam memanaj kehidupannya

• Tadabbur adalah aktifitas berfikir yang mencerdaskan akal dan nurani setiap muslim

• Tadabur hendaknya menjadi aktifitas dan habit (kebiasaan) setiap mu’min dalam setiap kesempatan

106

The Grand Design of

Muslim Visioner(Membangun dan Mengembangkan Visi Seorang Muslim dalam Perspektif Surah al-Fatihah)

Agenda Muslim Visioner• Membangun Perencanaan Strategis

Da’wah• Mengembangkan Da’wah Profesi • Membangun Motivasi Diri• Mengembangkan Tiga Aspek

Kecerdasan (IIIQ)• Rekonstruksi Pemikiran Islam• Membangun Kepribadian dan

Peradaban • Strategi Pendidikan Islam Masa

Depan• Membangun Masyarakat Madani

107

VISI DAWAH SEORANG MUSLIM DALAM REKAYASA MASA DEPAN

UMAT (Studi Strategic Planning)

nمmا pمo ل nذmا َدmعmاك ُسpوِلn إ uلرn uهn وmل nل pوا ل يُب nِجm ت oوا اُسp uِذnينm َءmامmن zهmا ال يm mاَأ ي

nهo mي nل uهp إ َّنm nهn وmَأ oُب َءn وmقmل oرmمo oنm ال mي mحpوِلp َب uهm ي نu الل

m mمpوا َأ pمo وmاعoل nيك ي oحp ي) mون pر mَشoحp )24ت

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila

Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah

membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan

dikumpulkan.” (QS. 8 al-Anfal, 24).

nهu nيلn الل ُب mُس oنmوا عzدpُصm nي mهpمo ل مoوmال

m oفnقpونm َأ pن وا ي pرmفm uِذnينm ك nنu ال إوا pرmفm uِذnينm ك pونm وmال mُب pغoل pمu ي ًة� ُث mر oْسmَح oمnهo mي pونp عmل mك pمu ت mهmا ُث oفnقpوَّن pن ي mْسmف

) mون pر mَشoحp uمm ي هmن mى َجmلn )36إ

108

Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menafkahkan harta mereka untuk menghalangi

(orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi

sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka Jahannamlah

orang-orang yang kafir itu dikumpulkan, (al-Anfal 36)

oمp oك mي مmاَءm عmل uالْس nلnُس oرp oهn ي mي nل pوا إ pوَب pمu ت pمo ُث uك َب mوا َر pرnفoغm ت oاُس n mا قmوoِم وmي) mينnمnرoِجpا مoوu mوmل mت pمo وmالm ت nك nلmى قpوuت pمo قpوuًة� إ mزnَدoك ا وmي اَر� mَرoدn52م(

Dan (dia berkata): "Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah

kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan

menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat

dosa." (Huud, 52)

mعmنnي uُب mا وmمmنn ات mَّن ًة� َأ mيرnُصm uهn عmلmى َب nلmى الل mَدoعpو إ nيلnي َأ ُب mُس nِهnِذmه oلpق ) mينnكnر oَشpمo mا مnنm ال mَّن uهn وmمmا َأ oحmانm الل ُب pُسm108و(

Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak

(kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-

orang yang musyrik". (Yusuf, 108)

uتnي nال oهpمo َب اَدnل mَجmو nِةm ن mْسmحo oمmوoعnَظmِةn ال oمmِةn وmال oحnك nال �َكm َب َب mَر nيلn ُب mى ُسmلn اَدoُعp إpمm mعoل nهn وmهpوm َأ nيل ُب mُس oنmع uلmض oنmمn mمp َب mعoل uَكm هpوm َأ َب mَر uنn mَحoْسmنp إ هnيm َأ

) mينnدm oمpهoت nال )125َبSerulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu

dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.

109

Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui

orang-orang yang mendapat petunjuk. (an-Nahl, 125)

nهn pونm َب هnُب oرp oلn ت ي mَخo mاِطn ال pمo مnنo قpوuًة� وmمnنo َرnَب mَطmعoت ت oا اُسmم oمpهm mعnدzوا ل وmَأoمpهpمm mعoل uهp ي mهpمp الل mمpوَّن mعoل nهnمo الm ت pمo وmَءmاَخmرnينm مnنo َدpوَّن uهn وmعmدpوuك عmدpوu الل

mال oمp oت mَّن pمo وmَأ oك mي nل pوmَّفu إ uهn ي nيلn الل ُب mي ُسnَء� فoي mَش oنnوا مpقnفo pن وmمmا ت) mونpمm pَظoل )60ت

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari

kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu

menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak

mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). (al-

Anfal, 60).

Da’wah secara bahasa berarti ajakan. Dan menurut istilah didefinisikan dengan “mengajak manusia ke jalan Allah untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan kekufuran kepada cahaya Islam, dan dari kezaliman kepada keadilan.”

Ayat dan Pengertian da’wah di atas menggambarkan bahwa da’wah memiliki peran yang demikian strategis dalam pembinaan ummat manusia. Yaitu melepas manusia dari

110

segala bentuk dan penyebab kehinaan, kebodohan, penindasan dan kezaliman. Maka sangat logis dan wajar jika orang-orang termulia di sisi Allah dan tentu saja terhormat di kalangan manusia seperti para nabi, Rasul, syuhada dan ‘ulama, memiliki peran utamanya adalah sebagai da’i. Jasa mereka terus dikenang sepanjang sejarah hidup manusia karena mampuh mengantarkan mereka kepada hakikat hidup yang sesungguhnya.

Dengan demikian da’wah dapat dipahami sebagai suatu sistem yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bahkan da’wah dengan seluruh ma’na, pemahaman dan penerapannya sebagaimana yang pernah dicontohkan Rasulullah, shallallahu ‘alaihi wa sallam, telah berhasil membangun dan memberi kehidupan kepada setiap sektor kehidupan manusia, baik pemikiran (intelektual), mental (spiritual), maupun perilaku (moral) lengkap dengan wujud peradabannya yang agung dan mulia. (lihat kembali ayat di atas).

Peran Da’wah dalam Pembinaan Masyarakat:

Pertama: Da’wah berperan menghidupkan masyarakat pada sektor pemikiran (intelektual).

Peran ini demikian penting karena pemikiran adalah gerbang dan dasar perbaikan suatu

111

masyarakat dan bangsa. Hanya bangsa yang memiliki pemikiranlah yang dapat menentukan masa depan generasinya secara baik. Karena pemikiran akan membentuk dalam jiwa generasi bangsa itu prinsip-prinsip yang sangat diperlukan dalam membangun mind setting (penataan pemikiran) tentang kehidupan dan peradabannya. Prinsip inilah yang akan membawa mereka kepada sikap teguh pendirian dan kepercayaan diri yang sangat diperlukan dalam menguasai percaturan hidup dengan bangsa-bangsa lain.

Dalam peran ini da’wah selalu mewariskan gagasan dan ide yang mulia dan agung. Ide untuk selalu hidup terhormat dan mulia. Orang-orang yang hidup dengan da’wah sepanjang sejarahnya selalu mewariskan cara pandang (paradigma) dan cara hidup (way of life) yang kaya dengan nilai positif. Ini terjadi karena sumber pemikiran dan gagasan tersebut berasal dari Islam. Dinul Fithrah yang sesuai dengan watak dan karakter manusia sepanjang masa. Sebagaimana firman Allah:

“ Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. 30 Ar-Ruum, 30).

112

Ke dua: Da’wah berperan membangun mental (Spiritual) masyarakat dengan benar, kokoh dan terarah.

Peran ini juga sangat penting dalam mengarahkan masyarakat dan bangsa sehingga memiliki spiritualitas yang luhur dan kokoh. Karena kekuatan spiritual adalah kekuatan mendasar dari kecerdasan emosional dan spiritual yang sangat signifikan dan inti dari seluruh kekuatan yang dimiliki manusia. Oleh karena itu tiada satu bangsa atau masyarakat manapun yang mengabaikan pembinaan sisi spiritual ini melainkan ia akan terancam keruntuhan. Sejarah membuktikan hal ini, di mana bangsa yang lebih memiliki perhatian dan kekuatan spiritual yang lebih tinggi dan kuatlah yang selalu mampuh melestarikan dirinya dalam sejarah.

Sisi inilah yang ternyata kurang diperhatikan masyarakat. Sekalipun ada, tetapi spiritualitas dan mental yang dibangun bukan atas dasar konsep dan ajaran hidup yang terjamin kebenarannya. Berbagai paham kehidupan abad ini memang banyak dipelajari di bangku sekolah atau kursi kuliah. Tetapi kesalahan dalam memilih ajaran dan paham hidup justeru awal dan muara keasalahan lainnya. Oleh karena itu da’wah dengan Islam sebagai objeknya menawarkan spiritualitas yang telah teruji keberhasilannya dalam membawa bangsa-

113

bangsa di dunia ke jenjang peradabannya yang mulia dan dicita-citakannya.

Ke tiga: Da’wah berperan membangun moralitas (akhlaq) masyarakat yang agung dan mulia.

Sisi akhlaq adalah sisi terluar dan paling dirasakan langsung hasil dan pengaruhnya dalam kehidupan. Sedikit cacat yang terdapat pada moral akan langsung memberikan kesan dan dampak buruk dalam diri seseorang dan masyarakat. Dengan demikian sisi ini sangat diperhatikan oleh da’wah dan para pelakunya. Sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, seakan-akan tidak diutus kecuali hanya untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia (al-Hadits).

Dengan ketiga sisi pembinaan ini, da’wah telah menempatkan dirinya sebagai sistem dan mekanisme yang paling efektif dan baik. Karena dengan kekuatan di ketiga sisi ini suatu masyarakat dan bangsa akan selalu eksis dan dihormati bangsa-bangsa lain.

Perencanaan Strategis Da’wah Dalam Pengembangan Umat

“Sesungguhnya amal-amal perbuatan (berbagai aktifitas) itu (tergantung) kepada niat (visi, misi, motivasi dan perencanaan strateginya)”. (al-Hadits)

114

Strategi merupakan seni untuk membawa musuh ke dalam suatu pertempuran pada satu waktu dan tempat yang anda inginkan. “the art of bringing the enemy into battle at a time and place of your own choosing”. Atau seni membawa suatu produk dan pasar secara bersama-sama di bawah kondisi-kondisi yang kondusif dengan keuntungan ”the art of bringing the product and the market together under conditions which are conducive to profit”. (Personal/Humen Resource Management in Australia, Randall S. Schuler dkk, hal. 4).

Da’wah, seperti dikemukakan di atas, adalah ajakan ke jalan Allah dengan hikmah dan mau’idzoh hasanah (pelajaran atau nasehat yang baik) serta debat yang baik, agar beriman kepada-Nya dan kufur terhadap segala bentuk thoghut, supaya keluar dari segala bentuk kezaliman akibat kebodohan menuju keadilan Islam.

Strategi da’wah dalam pengembangan ummat adalah seni membawa dan mengajak ummat ke dalam suatu kondisi kehidupan yang adil sebagaimana yang diinginkan Islam dan sumbangan rahmatnya dalam menata dunia.

Dalam cara pandang seorang “military strategist” bahwa strategi harus

115

mencerminkan suatu etos perang untuk memenangkan pertempuran. Sementara dalam perspektif seorang bisnismen yang juga mengadaptasi pemikiran ahli strategi militer di atas bahwa strategi bisnis harus merefleksikan etos kerja atau seni mengantarkan suatu produk dan pasar sekaligus ke gerbang keuntungan.

Dari kedua cara pandang ini strategi adalah sistem yang memiliki kepentingan dan tujuan untuk membawa segala komponennya ke suatu kemenangan dan keuntungan. Untuk mendukung sistem ini diperlukan suatu seni atau kemampuan yang dapat diperlihatkan dalam dua jenis etos, yaitu etos kerja dan etos perang (jihad).

Demikian halnya dengan da’wah, yang

juga merupakan suatu sistem dengan seluruh komponennya mulai dari tujuan, tahapan, target, objek, metode dan mekanismenya, diarahkan untuk memberikan kemenangan dan keuntungan bagi ummat khususnya dalam bidang ekonomi, politik, budaya dan pendidikan.

Da’wah sering diilustrasikan dalam al-Qur’an dengan sistem transaksi jual beli atau perdagangan. Dua ayat di atas menunjukkan hal ini, yang pertama (Surah at-Taubah 111) menyatakan adanya transaksi antara Allah dan hamba-Nya. Yang kedua (Surah Shaff:

116

10-11) menegaskan suatu transaksi perdagangan.

Kedua ilustrasi tersebut menggambarkan

adanya tuntutan etos kerja yang optimal. Lebih jauh kedua ilustrasi itu menggambarkan implementasi kongkrit dari etos kerja seorang mu’min ( apalagi da’i) yang optimal yaitu etos jihad (perang di jalan Allah). Dalam konteks kehidupan nyata dapat diwujudkan dalam jihad (perjuangan atau perang) menuju kemenangan di segala bidang.

Sebagai suatu sistem, strategi da’wah ini

harus didesain dalam suatu perencanaan (planning) sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah, shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai da’i pertama paling berhasil.

Dalam merencanakan suatu strategi diperlukan komponen-komponen dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Penguasaan nilai berbagai aspek

wawasan teoritik tentang segala permasalahan kehidupan dalam pandangan Islam dan konvensonal. Hal ini dapat dilakukan secara simultan dengan pengembangan wawasan ummat mulai dari kalangan ulama, da’i, kaum intelektual sampai kalangan masyarakatnya.

117

2. Penguasaan nilai data dan informasi tentang berbagai kondisi ummat baik yang positif atau yang negatif sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan oleh kalangan pengambil keputusan seperti pemerintah, anggota legislatif sampai ke tingkat direktur dan manajer perusahaan dan perdagangan.

3. Perumusan visi dan misi tentang pemberdayaan ummat dan kepentingannya dalam upaya mengubah kondisi ummat menuju kesejahteraan dan keamanan yang memadai.

4. Penumbuhan etos kerja sekaligus etos jihad yang terbentuk dari refleksi visi dan misinya dalam konteks kehidupan nyata, etos kerja diperlukan untuk meningkatkan kemampuan hidup di kalangan ummat, sehingga mampuh menduduki posisi-posisi strategis dalam penentuan kebijakan yang menguntungkan. Sementara etos jihad (juang dan perang) sangat diperlukan dalam pertahanan, perlindungan dan pengembangan karena pihak “musuh” sangat berkepentingan untuk menguasai aspek-aspek yang cukup menentukan nasib bangsanya.

5. Perencanaan operasional dengan mengaudit, menghitung dan menganalisa seluruh variabel yang mempengaruhi kondisi ummat baik kekuatan internal atau eksternal ummat.

118

Seperti jumlah para pelaku bisnis, ekonom dan politik di setiap tingkatan, jumlah dan perbandingan potensi yang dikuasai intern dan ekstern ummat.

6. Menentukan pilihan skenario untuk mengantisipasi setiap perkembangan kondisi baik lokal, nasional maupun internasional. Perkembangan ini akan mempengaruhi kebijakan atau sikap da’i dan ulama misalnya dalam keterlibatan mereka dalam dunia ekonomi, politik dan pendidikan.

7. Pelaksanaan (Implementation) dari setiap perencanaan menuju masa depan ummat yang berdaya dan mencerminkan kehidupan penuh rahmat bagi semesta alam.

Semoga masyarakat dan umat kita dapat mewujudkan peran da’wah dengan strategic palnning-nya yang efektif dan efisien. Sehingga umat dan peranannya sebagai guru dunia (ustaadziyyatul ’aalam) dapat hidup dengan ma’na yang sesungguhnya. Amin.

119

Langkah-langkah Perencanaan Strategi Da’wah

Dalam Pengembangan Ummat:

PROSES

120

Kontinuum Perencanaan (Perspektif Islam)

Strategi Planning Da'wah Ummat

Inventarisasi Nilai

IN OUT

Visi dan Misi

Operasional Planning

Alternative Scenario

Implementation

Etos Kerja Etos Jihad

121

Diadaptasi dari Pedoman Pemikiran Strategis, Membangun Landasan perencanaan Anda, George L. Morrisey.

PROFESIONALISME DA’WAH dan DA’WAH PROFESI

Alternatif Pengembangan Diri

Dzikir Fikr

Intuitif Analitis

Pemikiran Strategis

Perencanaan Taktis Perencanaan

Jangka Panjang

Perspektif Posisi Performa

Iman Niat Amal Sholeh

122

“Dan berbuat ihsanlah kamu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang

yang berbuat ihsan.” (QS.2 Al-Baqarah 195).

“Jikan kamu berbuat ihsan maka kamu telah berbuat untuk dirimu, dan jika kamu berbuat buruk maka (itupun) untuk dirimu

sendiri.” (QS. 17 Al-Isra, 7).

“Sesungguhnya Allah telah mewjibkan ihsan atas segala sesuatu ...”

(al-Hadits).“Islam adalah lingkaran, maka berputarlah

kamu bersamanya sebagaimana ia berputar.” (al-Hadits).

Profesionalisme dengan kedua dimensinya, efektivitas dan efesiensi, telah menyentuh sebahagian besar jaringan dan aspek kehidupan. Tuntutan ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru dalam kehidupan, yang dirasakan baru adalah terminologinya. Islam memiliki sebuah terminologi tersendiri dalam menggambarkan esensi ini, yaitu Ihsan. Ihsan adalah tahapan ke tiga sesudah Iman dan Islam. Puncak pengalaman hidup dalam menunaikan tugas utama manusia diciptakan ke muka bumi yaitu ‘ibadah.

“Hendaklah engkau ber’ibadah kepada Allah, seolah-olah kamu melihatnya, dan jika kamu tidak melihatnya maka sesungguhnya Dia

123

melihatmu”. Adalah sebuah hadits yang mendefinisikan istilah “ihsan”. Definisi ini dapat mengilhami dan menghadirkan dalam diri seorang muslim suatu intuisi untuk selalu terawasi. Controlling yang menjadi dasar kesadaran dirinya untuk terus berprestasi tanpa kehilangan esensi orientasi hidup atau prustasi. Karena obsesi tertinggi dan terakhirnya adalah ridlo Allah, tempat menguji dan mengukur keberhasilan hidup seluruh manusia.

Begitu sering Allah ‘Azza wa Jalla menyebut dan menekankan istilah ini dalam al-Qur’an, demikian pula Rasulullah, shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sejumlah Haditsnya. Kesuksesan da’wah Rasulullah, shallallahu ‘alaihi wa sallam, menampilkan model ke’ihsan’an dan profesionalisme yang utuh. Dua kategori di atas, efektivitas dan efesiensi, menjadi urat nadi dan darah segar kedisiplinan yang selalu menyuplai inovasi dan kreasi beliau dalam bingkai wahyu Allah, di samping memelihara perjalanan da’wahnya dari gejala dan segala bentuk stagnasi.

Prestasi dan reputasi da’wah Rasulullah, shallallahu ‘alaihi wa sallam, dibukukan dalam sejarah tersingkat jika dibandingkan dengan para pendahulunya dari kalangan para nabi dan rasul ‘alaihimus salam. Namun hasilnya pun bagai mata air yang tidak pernah kering, terus mengairi setiap ruang dan waktu berbagai bangsa di dunia dari generasi ke generasi.

124

Da’wah beliau adalah sistem asimilasi yang mendaur ulang udara kehidupan manusia yang telah terkena dan pekat polusi seluruh sisi dan aspek hidupnya.

Dengan air dan udara da’wah itu manusia dapat survive ‘bertahan hidup’, bercocok tanam dan menyemai berbagai benih kehidupan yang sangat mereka butuhkan. Mulai dari benih kehidupan politik, ekonomi, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Lukisan performen kepribadian manusia yang utuh ini adalah cermin da’wah Rasulullah, shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang integratif dan kondusif dengan seluruh aspek kehidupan. Profesionalisme da’wah Rasulullah, shallallahu ‘alaihi wa sallam, adalah sosok utuh da’wah akomodatif, mampuh menampung seluruh aspirasi manusia yang positif dan menempatkannya dalam setiap profesi sesuai kecenderungan masing-masing.

Dengan demikian, kategori da’wah integral adalah da’wah yang menyeluruh secara integratif, kondusif dan akomodatif. Tiga karakteristik yang menyatu dalam satu esensi ini dapat diujicoba sebagai ukuran keberhasilan da’wah integral. Dengan da’wah ini seluruh jaringan sel dan saraf dalam kehidupan berfungsi, saling mendukung dan memberikan kontribusi. Sehingga kehidupan tidak pernah kehilangan sentuhan da’wahnya yang sarat inovasi dan kreasi variatif dalam

125

mengantisipasi setiap laju kehidupannya yang dinamis.

Allah dalam Al-qur’an merumuskan da’wah beliau dengan firman-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman, sambutlah oleh kamu (seruan) Allah dan Rasul-Nya bilamana beliau menda’wahimu kepada sesuatu (din) yang menghidupkan kamu...” (QS. 8 Al-Anfal, 24). Da’wah Rasulullah adalah da’wah yang telah membawa kepada esensi kehidupan. Dengan sentuhan da’wah itu berpikir, kesadaran diri, hati nurani, harga diri, dan keperibadian setiap manusia dan suatu bangsa menjadi hidup kembali dan diantarakan ke peradabannya yang mulia dan agung.

Ke arah Profesionalisme Da’wah:

Integralitas dan kesuksesan da’wah Rasulullah, shallallahu ‘alaihi wa sallam, menunjukkan suatu da’wah yang profesional. Tidak satupun sisi kehidupan yang tidak tersentuh da’wah. Dan tidak satupun sisi kehidupan yang tersentuh da’wah melainkan sisi tersebut menjadi lebih bernilai dan optimal. Profesi positif sebelum Islam yang dimiliki para shahabat tidak pernah terabaikan ketika mereka memasuki Islam. Bahkan profesi tersebut menjadi lebih optimal dalam Islam.

Persepsi ini mencerminkan bukti kebenaran sabda Rasulullah, shallallahu ‘alaihi wa sallam:

126

“Manusia adalah (ibarat) barang tambang, sebaik-baik kamu di (masa) jahiliah adalah sebaik-baik kamu di (masa) Islam apabila mereka memahami (Islam)”. Dan ini sesuai dengan karakter Islam yang tidak pernah menolak segala bentuk kebaikan dan kemashlahatan apapun yang benar-benar bermanpaat.

Merenungkan realita historis ini dapat disimpulkan sementara bahwa da’wah menuntut profesionalisme. Untuk menganalisa esensi profesionalisme ini dapat dirumuskan pendekatan dua sisi sebagaimana tersebut di atas. Yaitu sisi efektivitas dan efisiensi.

Pertama: Efektivitas, yang sering dimaksudkan dengan setiap bentuk pendayagunaan potensi ke arah pencapain tujuan dan target sesuai dengan yang ditentukan. Jika tujuan utama da’wah adalah ridlo Allah, maka seluruh potensi, kemampuan dan variabel kehidupan manusia dapat diarahkan untuk mencapai tujuan ini. Dan jika salah satu target da’wah adalah membentuk manusia mulia dan berkepribadian agung, maka da’wah mengantarkan setiap potensi dan profesi ke jenjang itu. Dengan demikian seorang manusia dapat mencapai tingkatan taqwa tertinggi, sebagai standar ukur kemuliaan, melalui potensi dan profesi yang ditekuninya. Dan ini lebih sesuai dengan realita kehidupan

127

manusia yang tidak mungkin profesional dalam menangani seluruh aspek kehidupan.

Namun demikian seluruh potensi dan profesi harus terikat dengan visi dan misi global da’wah. Visi dan misi global harus terus dijaga dan dikembangkan dalam suatu sistem dan mekanisme yang applicable sesuai dengan dinamika ruang dan waktu. Sesuai dengan ungkapan “Think globally, act locally”, rumusan yang dapat dipinjam untuk menganalisa ketepatan profesinalisme ini. Al-Imam Syathibi merumuskan pandangan ini dalam kaidah: “ mengabaikan hal-hal yang parsial akan membawa kepada pengabaian hal-hal yang global”.

Ke dua: Efisiensi. Dengan pengertian bahwa segala sesuatu dapat dilakukan dalam waktu dan mekanisme yang terukur sesuai dengan target dan tujuan yang direncanakan. Demikian pula dengan da’wah, sudah seharusnya terukur dari segi waktu sekalipun tidak pasti menentukan, kaku dan mengikat. Mekanisme da’wah juga sudah semestinya memperhatikan sisi ini. Sehingga setiap permasalahan dapat terakomodasi dalam waktu cepat dan efisien. Managemen sistem informasi nampaknya sangat laik untuk diadopsi sebagai medium untuk membangun mekanisme yang efisien.

Kembali menengok sejarah, bahwa Rasulullah, shallallahu ‘alaihi wa sallam, telah

128

mencontohkan dua sisi ini. Begitu efektif dan efisien da’wah beliau. Dalam waktu singkat, kurang dari 23 tahun berhasil menanamkan visi, misi dan orientasi. Ditindaklanjuti dengan keberhasilan membangun seluruh aspek kehidupan dengan melahirkan tenaga-tenaga profesioal di bidang masing-masing dengan tetap terikat dan komitmen dengan visi globalnya yaitu membangun alternatif peradaban manusia.

Da’wah Rasulullah telah melahirkan Khulafa’ Rasyidun, para kepala negara yang tampil sebagai para pemimpin dan negarawan yang juga da’i dalam setiap kebijakannya. Kholid bin Walid sangat profesional dalam menangani sistem militer yang tangguh dan kaya inovasi variatif dalam menyusun strategi perang. Salman al-Farisi yang potensi pengalamannya dalam strategi perang bertahan, dioptimalkan Rasulullah, shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam perang Ahzab, sehingga diabadikan sejarah dengan nama perang Khandaq (Parit). Ini sekelumit contoh kongkrit bagaimana da’wah begitu kondusif dengan setiap potensi positif, keterampilan dan profesi yang digeluti.Da’wah Profesi sebagai Alternatif:

Ketika da’wah dipahami secara parsial, di mana para pemeran da’wah didominasi oleh mereka yang berlatar belakang syar’i, seperti santri atau lulusan perguruan tinggi ilmu-ilmu Islam, maka terkesan profesi lain dengan latar

129

belakang pendidikan non syar’i tidak memiliki kontribusi dalam da’wah. Lebih parah lagi timbul kontroversi yang saling merugikan. Da’wah tidak mendukung profesi dan profesi dianggap telah menghambat da’wah. Seolah-olah dua kutub berlawanan yang sulit dipertemukan.

Fenomena yang menggejala akibat persepsi ini adalah tumbuhnya benih stagnasi dari kedua pihak. Mereka yang terjun dalam profesi banyak kehilangan arah dan orientasi da’wah. Karena da’wah dirasa kurang akomodatif dan kondusif dengan tuntutan profesionalisme. Sementara yang langsung ber”profesi” sebagai da’i kurang dapat mengembangkan diri dengan tuntunan dunia profesi. Sehingga kontribusinya bagi da’wah cenderung mengabaikan mereka yang secara tuntutan hidup harus terjun dalam profesi masing-masing. Padahal ke dua pihak adalah juga subjek dan sekaligus objek da’wah yang sesungguhnya sama-sama membutuhkan sentuhan da’wah secara efektif dan efisien.

Di sisi lain yang perlu diperhatikan adalah tidak mungkin atau sulit memaksa kaum profesional menjadi da’i dalam performen seorang ustadz atau muwajjih ‘pemberi arahan atau materi’ apalagi menjadi ulama atau mufti ‘pemberi fatwa’ yang kompeten. Mengingat kompetensi dan kapasitas ilmiahnya yang tidak cukup mendukung bidang ini. Demikian pula akan sulit memaksa sang ‘ustadz untuk menjadi tenaga

130

profesional praktis di bidang profesi non syar’i yang bukan bidangnya.

Mengamati fenomena ini diperlukan alternatif sistem dan mekanisme yang bersifat simbiosis mutualisme ‘saling meguntungkan’, kondusif dan sinergik. Di mulai dari pembenahan persepsi seputar da’wah sampai kepada konsep, sistem dan mekanisme yang applicable untuk mempertemukan dua kepentingan hidup manusia ini. Sehingga dua terminologi ini seharusnya dapat kita satukan dalam istilah “Da’wah Profesi”.

Esensi Da’wah Profesi:

Dari gambaran di atas dapat dipahami esensi da’wah profesi. Yaitu da’wah yang berhasil memanpaatkan setiap potensi profesional sebagai medium dan lapangan da’wah. Selama potensi tersebut memiliki akses yang diperlukan oleh manusia dalam kehidupannnya. Termasuk bidang bimbingan dan penyuluhan seputar ilmu da’wah dan Islam yang banyak diperankan oleh kalangan ustadz, muwajjih dan instruktur atau mentor. Karena da’wah itu sendiri harus bersentuhan dengan seluruh lapisan manusia dari berbagai latar belakang profesi masing-masing. Dengan demikian kontroversi antara dua kepentingan da’wah dan profesi tidak perlu lagi muncul akibat dari kesalahan persepsi dan tarik menarik dua kepentingan yang sering dipertentangkan.

131

Ke arah Optimalisasi Da’wah Profesi:

Untuk mengoptimalkan da’wah profesi ini dapat dilakukan dengan analisa dan beberapa pendekatan sebagai berikut:

Pertama: Ta’rif ‘pengenalan’ ke arah penyatuan persepsi. Kedua pihak, baik da’wah maun profesi, hendaknya mengenali watak dan persepsi masing-masing. Da’wah memiliki peta nilai dan idealisme yang lebih dominan. Sementara profesi memiliki peta realita yang demikian dinamis. Kedua watak ini sesungguhnya tidak kontradiktif, justru keduanya saling diperlukan. Da’wah harus bisa tampil dalam performen realistik, sehingga dapat merasakan langsung sejumlah pengalaman ketika ingin menggulirkan suatu upaya pembenahan terutama ke arah sistem yang kondusif dengan Islam.

Demikian pula profesi memerlukan peta idealisme dan prinsip untuk mengendalikan diri, minimal agar tetap bertahan hidup sebagai muslim dan juga da’i dengan seluruh atributnya. Di samping itu kekuatan prinsip dan spiritual sangat diperlukan profesi untuk menjaga konsistensinya terhadap visi da’wah dan misi pembenahan sistem termasuk dalam bidang yang digelutinya ke arah sistem Islam. Karena hanya orang-orang yang memiliki prinsip benar dan kokohlah yang akan dapat membuat

132

perubahan ke arah yang lebih baik dalam setiap sistem dari dimensi kehidupan. Langkah pertama ini adalah pembuka jalan untuk ditindaklanjuti ke langkah berikutnya.

Ke dua: Fahmu ‘ memahami’ ciri dan watak. Berangkat dari pengenalan sifat dan karakter masing-masing, kedua pihak dapat merumuskan mekanisme kerja dengan bingkai saling memahami. Karena boleh jadi ditemukan kepentingan-kepentingan yang sesungguhnya dapat meningkatkan pihak masing-masing, tetapi tidak bertemu dalam satu waktu atau sistem dan model yang sama. Akibatnya jika tidak dipahami titik temu antara keduanya maka yang terjadi adalah tarik-menarik antar dua kepentingan.

Contohnya adalah pembenahan sistem yang harus dilakukan dalam dunia profesi agar sesuai dengan misi da’wah. Pembenahan ini tentu tidak bisa dilakukan secara sporadis, tanpa memperhatikan fleksibelitas (kelenturan) yang semestinya dilakukan. Dan da’wah sudah seharusnya memberikan kesempatan waktu sebagai bagian dari terapi dan pembenahan. Termasuk sejumlah dasar toleransi yang dapat ditolelir ketika berhadapan dengan permasalahan yang tampak bertentangan dengan syar’i.

Kelenturan dalam konteks Fiqh Da’wah tidak berarti melakukan tawar menawar hukum syar’i

133

yang sudah baku. Tetapi kelenturan itu sendiri justeru didasarkan pada pertimbangan syar’i sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku dan pertimbangan aplikasinya sesuai dengan konteks sejarah penerapannya ketika hukum itu turun. Di sinilah kematangan wawasan kedua pihak sangat menentukan. Sehingga keduanya dapat bersatu dalam pandangan sekala fiqh prioritas yang saling memahami dan menghormati.

Ke tiga: Isti’ab ‘penguasaan’ konsep dasar. Pengenalan dan pemahaman seluruh watak, karakter dan persepsi ke dua sisi di atas, memang membutuhkan perhatian dan waktu cukup lama. Sehingga terkesan sulit dan mebuat setiap pihak tidak percaya diri untuk dapat mengatasinya. Sebagai contoh adalah perangkat bahasa, seperti bahasa Arab yang merupakan gerbang pemahaman fiqh da’wah dan fiqh syar’i. Demikian pula dengan bahasa Inggris dan bacaan buku sains yang merupakan gerbang pembuka ilmu-ilmu pengetahuan sebagai pendukung kebijakan dan profesionalisme da’wah. Betapa banyak para aktifis da’wah dengan semangat dan kesadaran tinggi untuk memahaminya telah tersandung batu kejenuhan di perjalanan.

Sebenarnya kendala ini dapat diatasi secara efektif dan efisien dengan penguasaan konsep dasar masing-masing bidang, baik da’wah maupun profesi. Melalui pelembagaan kajian

134

dan diskusi bidang masing-masing, mulai dari konsep dasarnya. Contoh ushul fiqh yang dianggap sulit dan sangat sakral oleh sebahagian orang termasuk aktifis da’wah, sebenarnya dapat dipelajari sebagai konsep dasar methodologi pemikiran Islam yang dapat diajarkan dan didiskusikan dalam bingkai modifikasi baru. Sehingga lebih aplikatif dan lebih mudah dipahami oleh setiap pemikir dan pelaku da’wah termasuk yang berlatar belakang non syar’i.

Demikian pula dengan ilmu-ilmu lain seperti managemen, sosiologi, phsikologi dan alam dapat dipelajari dari philosophi dan konsep dasarnya baik dengan methodologi ilmu secara umum atau terkait dengan disiplin ilmu masing-masing. Karena dasar-dasar ilmu tersebut manakala penelitiannya telah tuntas, dan kebenaran ilmiahnya telah diakui sebagai rumusan yang valid, baku dan teruji, sangat mungkin dapat dijadikan rumusan analisis untuk ilmu lain. Contoh cara berpikir induktif dan deduktif, adalah rumusan teori berpikir yang dapat diterapkan dalam proses berpikir di setiap disiplin ilmu, termasuk ilmu keislaman.

Dengan penguasaan konsep dasar ini masing-masing dapat melakukan kritik konstruktif dan analisa ulang terhadap penyimpangan yang terjadi dalam dunia masing-masing, baik da’wah maupun profesi termasuk keilmuan. Karena ketika seseorang memahami sesuatu dari

135

cabang suatu ilmu atau permasalahan, seringkali ia mengalami kesulitan untuk mengoreksi kebenaran ilmiahnya karena ia tidak menguasai dasar dan akar keilmiahannya. Termasuk dalam fiqhud Da’wah, tidak jarang terjadi distorsi dalam pemahaman da’wah dan terapannya tetapi banyak kalangan da’i sendiripun tidak mampuh atau takut melakukan koreksi karena tidak menguasai ushulud Da’wah (dasar-dasar da’wah)-nya.

Atau ketika ia dihadapkan kepada persoalan yang harus segera diatasi, sementara ia tidak memiliki perangkat methodologi analisis di samping materi-materi instan yang dimilikinya tidak cukup memadai untuk melakukan koreksi dan inovasi. Akibat fenomena ini adalah tidak percaya diri dan ketakutan melakukan kreasi variatif dalam mengembangkan diri dan kompetensinya sebagai da’i atau muslim, sampai pada tingkat kekhawatiran yang berlebihan dalam pengambilan keputusan.

Ke empat: reorientasi ‘pengarahan ulang’ potensi dan keterampilan. Setiap bidang, baik da’wah maupun profesi memiliki potensi masing-masing yang dapat dikembangkan dan dipadukan menjadi sinergi. Secara esensial, sebagaimana telah disinggung di atas, da’wah Islamiah selalu mendukung optimalisasi keterampilan dan potensi setiap individu muslim. Tidak satupun potensi kaum muslimin terdahulu baik keterampilan atau keilmiahan

136

yang tercecer atau tidak mendapatkan perhatian dari Islam dan da’wahnya. Karena sikap ini sesungguhnya dari sikap Islam sendiri.

Dasar pemikiran ini dapat dilihat dari misi utama perundangan Syari’ah Islamiah (Maqashid at-Tasyri’ al-Islami) yang berorientasi untuk merealisasikan setiap kemashlahatan bagi manusia. Oleh karena itu setiap kemashlahatan, baik berbentuk perolehan manpaat atau penghindaran madlarat (bahaya) apa saja, bagi kehidupan manusia senantiasa didukung Islam. Dukungan ini tidak sekedar pembenaran (justifikasi), tetapi sampai ke tingkat perintah (obligasi) setiap perkara atau perbuatan yang memiliki muatan manpaat lebih besar atau murni, atau pelarangan setiap hal yang merugikan manusia atau pelakunya secara khusus.

Dengan demikian setiap potensi muslim, khususnya para pelaku dan objek da’wah, selalu mendapatkan tempat, perhatian sampai penghargaan dalam Islam. Tidak satupun merasa terabaikan atau tersia-siakan dalam struktur da’wah ini. Kemampuan administrasi, mengajar, dan keahlian manajemen, meneliti dan menyusun konsep dalam diri seorang muslim yang tidak berlatar belakang ilmu syar’i tidak kalah pentingnya dengan kemampuan taujih, tabligh dan tarbiah dalam diri seorang da’i yang menekuni ilmu Islam dan da’wah.

137

Kerangka dasar persepsi ini perlu dingat kembali. Oleh karena itu peningkatan dan pengembangan sampai penempatan potensi tersebut sesuai dengan profesi yang ditekuninya, hendaklah diakui sebagai bagian dari kiprah da’wahnya yang tidak kalah kontribusinya untuk perbaikan ummat ini. Bahkan mereka yang menekuni profesi ini, selama tetap komitmen dengan visi dan misi da’wahnya, dapat memetakan nilai-nilai normatif yang selama ini belum dapat divisualisasikan oleh para da’i yang berprofesi sebagai muballigh, dosen atau ustadz. Mereka dapat menampilkan kebenaran normatif Islam ini dalam performen dan bukti-bukti empiris melalui bidangnya. Dengan kata lain, mereka dapat menjadi kekuatan faktual dan pesona aplikatif tersendiri bagi kebenaran da’wah Islamiah.

Yang penting diperhatikan dalam pengakuan dan dukungan terhadap masing-masing bidang ini adalah orientasi yang mencerminkan visi dan misinya. Sekalipun profesi seseorang sebagai mubaligh yang menghabiskan waktunya dalam memberikan ceramah dan taujih, jika tidak bersama dengan orientasi, visi dan misi da’wah tentulah bukan bagian dari ummat da’wah ini. Di sinilah prinsip “Saya da’i sebelum segala sesuatunya”

138

akan mengarahkan setiap orientasi pelaku dan objek da’wah kepada visi dan misinya secara istiqamah.

Ke lima: tansiq ‘koordinasi’ dan tandzim ‘konsolidasi, organisasi dan penataan’ bidang dan wilayah kerja. Untuk menghindari terjadinya penumpukan potensi di satu bidang, adalah dengan pengkoordinasian dan penataan bidang dan wilayah kerja masing-masing secara proporsional. Sebagai contoh antara dunia kampus dan pasca kampus. Kesadaran peningkatan diri pasca kampus harus segera diantisipasi sejak seorang da’i di kampus. Ia harus memilki visi dan misi yang terorientasikan secara jelas ketika memasuki dunia kerja yang menuntut profesialisme.

Yang lebih kondusif lagi adalah bagaimana memformat da’wah kampus seiring atau dapat megikuti rithme kehidupan pasca kampus dengan seluruh dimensi dan tuntutannya. Sehingga ketika aktifis da’wah kampus lulus, ia tidak lagi merab-raba profesi apa yang dapat dan harus ditekuninya terutama yang benar-benar sejalan dengan misi da’wahnya. Minimal menyelamatkan dan menjaga dirinya dari kemungkinan distorsi dan degradasi visi dan misi ketika ia terjun sebagai tenaga profesional.

Disini tampaknya tuntunan atau pedoman dasar ke arah pelembagaan atau institusi yang menjadi embrio wadah peningkatan

139

profesionalisme da’wah dan profesi harus segera digulirkan. Lengkap dengan sistem dan mekanisme serta kajian-kajian keilmiahan dan konsep dasarnya, baik sebagai penunjang da’wah maupun profesi. Dimulai dari penataan ulang persepsi seputar da’wah dan profesi, sampai kepada pelatihan-pelatihan produktivitas pemikiran yang menjadi dasar pengembangan inovasi dan kreasi yang diperlukan dilapangan kerja masing-masing.

Ke enam: ta’biah ‘mobilisasi’ potensi sebagai kekuatan alternatif. Pada langkah terakhir ini, bagaimana setiap potensi individu atau komunitas aktifis da’wah dapat diproyeksikan menjadi kekuatan yang memegang political will atau decition maker di sebuah institusi dan dunia profesinalnya. Untuk selanjutnya dapat dikembangkan menjadi kekuatan intelektual profesional dalam mengambil alih setiap peluang yang kondusif dengan da’wah. Disini sudah dapat dilihat kekuatan da’wah yang mampuh mewujudkan visi integralitasnya dengan melibatkan seluruh lapisan pelaku dan objek da’wah.

Da’wah profesi pada akhirnya bisa dirumuskan menjadi alternatif da’wah yang harus segera diantisipasi dalam memasuki era globalisasi informasi yang menuntut profesionalisme dan efisiensi. Dengan tetap komitmen pada visi dan misi integralitasnya, da’wah tetap mendukung setiap orientasi individu dan komunitas yang

140

menekuni profesinya ke arah terbentuknya kekuatan profesionalisme yang memilki kompetensi untuk siap bargaining position di dunia manapun dalam bingkai kepentingan da’wah.

Dengan pemerataan bidang dan wilayah kerja seperti ini, da’wah terbukti semakin akomodatif dalam menampung seluruh potensi dan aspirasi, dan mampuh menempatkannya sesuai dengan profesi masing-masing. Pemerataan persepsi seperti ini dapat menjadi penghargaan tersendiri bagi para aktifis da’wah, baik yang berkafaah dengan latar belakang ilmu-ilmu syar’i atau non syar’i, sehingga diharapkan menjadi kekuatan motivasi untuk mengembangkan diri masing-masing demi karirnya dalam da’wah di jalan Allah.

Kesimpulan dan Urgensi Pengembangan Diri Aktifis Da’wah:

Akhirnya sampailah kepada kesimpulan, bahwa :

Pertama: Da’wah profesi diharapkan dapat menjadi alternatif untuk mengantisipasi stagnasi da’wah yang diakibatkan salah persepsi terhadap ke dua belah pihak, baik da’wah atau profesi, yang terkesan kurang menguntungkan. Akibat kesalahan ini muncul opini saling mepersalahkan, da’wah menjenuhkan dan tidak akomodatif terhadap

141

tuntutan profesionalitas, di pihak lain da’wah melihat profesi sebagai batu sandungan mobilitas da’wah, karena Sumber Daya Manusia da’wah terkuras dan banyak mengendap di dunia profesi masing-masing.

Ke dua : Da’wah profesi dapat dijadikan sebagai alternatif sistem dan mekanisme pengembangan diri para pelaku dan objek da’wah. Mulai dari pemahaman ulang dan penyamaan persepsi seputar da’wah dan profesi, melalui konsep dasar masing-masing agar dipahami esensi orisinalitasnya. Dari pemahaman konsep dasar dan keaslian kerangka pemikiran ini di harapkan tumbuh dan berkembang kesadaran untuk melakukan kritik konstruktif, ilmiah, inovatif, kreatif dan profesional menuju integralitas da’wah yang akomodatif terhadap dinamika kehidupan manusia dan tuntutannya.

Ke tiga : Da’wah profesi pada akhirnya dapat diharapkan menjadi mekanisme untuk memetakan kekuatan alternatif da’wah melalui profesi masing-masing. Dengan sistem kerja yang solid demi terbentuknya kompetensi individu dan komunitas da’wah yang tetap sholih ‘laik’ dalam ruang dan waktu kerjanya, seluruhnya diharapkan siap menutup kebutuhan da’wah di berbagai sektor, dan selanjutnya cukup berkompeten untuk mengendalikan political will ummat ini.

142

Untuk mewujudkan paradigma ini seluruh pelaku dan objek da’wah dituntut mengembangkan diri dengan kaidah dasar “Fastabiqul khairat” (maka bersainglah ke arah kebaikan). Khairat ‘kebaikan-kebaikan’ ini dapat diimplementasikan dalam bentuk keunggulan dan kompetensi yang sesuai dengan dinamika tuntutan bidang dan zamannya. Secara garis besar khairat ini dapat dilihat dari spesifikasi berikut:

1. Kompetensi dan keunggulan ilmiah intelektual, meliputi konsep dasar ilmu-ilmu syar’iah, sosial dan alam berikut perangkat dasar methodologi analisisnya. Sebagai dasar penguasaan persepsi bidang masing-masing, baik da’wah maupun profesi, demi terpeliharanya visi dan misi da’wah sesuai dengan bingkai ashalahnya.

2. Kempetensi dan keunggulan mental dan spiritual, yang meliputi ketajaman kesadaran diri, ketulusan hati nurani dan kekuatan prinsip yang sangat diperlukan oleh para pelaku dan objek da’wah dalam memetakan dan menggulirkan setiap tuntutan perubahan yang diperlukan dalam setiap sistem dan profesi yang digelutinya. Sehingga diharapkan menjadi manusia yang memiliki kekuatan pengaruh dalam membentuk lingkungannya.

3. Kompetensi dan keunggulan moral, yang meliputi sifat dasar kejujuran demi

143

terbentuknya seluruh nilai baik prilaku setiap pelaku dan objek da’wah. Untuk selanjutnya dapat diimplementasikan dalam visualisasi kepribadian dan etos kerja masing-masing secara disiplin dan profesional. Seluruh performen ini pada puncaknya diharapkan mencerminkan pesan Islam dan da’wahnya yang cinta segala estetikanya.

MEMBANGUN DAN MENGEMBANGKAN MOTIVASI

Motivasi adalah bahan baku dan substansi yang diperlukan manusia dalam menempuh perjalanan hidupnya. Ia adalah kristalisasi formula-formula visi, misi dan orientasi yang

144

terpadu dan terintegrasi secara sempurna. Untuk selanjutnya motivasi akan menjadi muatan inti dari niat seseorang dalam melakukan dan memformat bentuk, jenis dan dimensi kerjanya. Rasulullah, shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda: “Sesungguhnya amal perbuatan itu (tergantung) kepada niat”. Hadits yang akrab dengan kita ini nampak sederhana. Padahal esensi dan muatannya begitu kuat untuk menggariskan sebuah prinsip dalam membangun dan memperhatikan arti suatu motivasi.

Seorang muslim, dengan dan dalam keislamannya, seharusnya menemukan dan memiliki motivasi yang begitu kuat, tahan lama dan teruji dalam setiap kondisi. Jika ia memahami substansi ini maka ia tidak akan kehilangan atau kehabisan energi yang diperlukannya dalam menata kehidupan individual maupun sosialnya. Ia akan selalu berada pada stamina yang prima dan mampuh mengatasi setiap gejala kelesuan dan stagnasi yang mungkin timbul di tengah perjalanan. Di antara esensi pembangunan motivasi terletak pada upaya seseorang membangun dan memiliki self confidence ‘kepercayaan diri’. Dasar ini sangat erat kaitannya dengan ‘kesadaran diri’ yang dibingkai dalam pemahaman yang sempurna terhadap potensi yang dimiliki.

145

Dari sekian banyak potensi diri yang dimiliki seseorang, adalah potensi akal dan nalar, hati nurani dan intuisi, prilaku dan moral. Tetapi semua unsur ini tergantung pada muatan file dan dokumen yang selama ini diserapnya dari sejumlah informasi sepanjang hidupnya. Baik informasi aktif, yang memberikan rumusan dan kesimpulan seperti guru, orang tua atau teman, atau informasi pasif, yang harus dicerna dan dirumuskan sendiri dengan bantuan informasi aktif. Oleh karena itu nilai sebuah informasi dan ilmu pengetahuan begitu kuat mempengaruhi pemikiran, perasaan dan prilaku seseorang dalam proses pembentukan kepribadiannya. (Lihat skema I).

Demikian pula dengan informasi seputar keislamannya. Jika Islam yang dipahami selama ini benar (lihat skema II a), maka seorang muslim akan memiliki kepribadiannya yang Islami, tetapi jika informasi yang diterima selama ini dengan pemahaman salah (lihat skema IIb), maka kesalahan itu akan tercermin dan terefleksi dalam kepribadiannya pula.Perhatikan skema I berikut:

146

Akal

Berpikir Berkhayal

Hati

Merasa Meyakini

Jasad

Berbuat

Perbuatan Perilaku

Al-Insan (Manusia)

Pemikiran Khayalan

Perasaan Keyakinan

Kepribadian (Output)

Informasi (Input)

147

Skema berikut menggambarkan sumber informasi dan Ilmu pengetahuan dari Allah, dibandingkan dengan informasi dari manusia.

Al Islam

Pemahaman Benar Islam adalah:

Tradisi Parsial Tidak menyeluruh Statis Pasif

Pemahaman Salah

Islam adalah: Konstitusi Allah Petunjuk Allah Konsep hidup Menyeluruh Integral

Kepribadian Islami:

Kepribadian kurang Islami atau tidak Islami:

Jiwa dan perilaku kontradiksiKadang sesuai kadang tidak

Pencipta Manusia, Alam dan Kehidupan Tidak terbatas dan Pencipta ruang dan waktu

Maha Tahu akan ciptaan-Nya Ilmu-Nya pasti tepat

Aturan-Nya pasti akurat Maha Obyektif

Al Islam Manusia

Syari'ah Allah Fitrah Allah

ALLAH

148

Lingkaram Kepribadian

Manusia

Tidak banyak mengetahui dirinyaDiliputi keterbatasan ruang dan waktu Lemah adalah sifat dasarnyaKeilmuan dan kebenarannya nisbi Praduga adalah dasar pengetahuannyaMasih mencari kebenaran, belum tuntas. Ajaran, Pandangan manusia dan cara hidup

III. Akhlaq dan perilaku

II. Pemikiran

I. Iman

Kepribadian

149

Islam dengan seluruh dimensinya memiliki muatan informasi yang cukup memadai lebih jauh dari sekedar kepuasan, bahkan merupakan potensi terbesarnya. Hanya karena pemahaman yang terlalu sederhana pula yang telah menempatkan Islam sebagai agama dalam dimensi yang pasif dan reaktif, tidak mengesankan sistem dan konsep aktif dan proaktif. Sebagai contoh, dependensi ‘ketergantungan’ dalam dunia manajemen yang sering menjadi masalah dasar munculnya sikap reaktif, kemudian dirubah menjadi interdependensi ‘kesalingtergantungan’ adalah salah satu prinsip dasar ilmiah yang kondusif dengan misi Islam. Tetapi Islam tetap mengakui keberadaan sikap dependensi ini untuk diorientasikan secara khusus kepada Allah semata. Sedangkan interdependensi dikembangkannya dalam menjalin hubungan antar manusia. Apabila sikap dependensi ini terjadi kepada seorang manusia, terutama jika sampai ke tingkat pengakuan dan ketundukan hati nurani, maka sikap perhambaan atau perbudakan yang menjadi akar kemunculan rasa rendah diri dan tidak percaya diri, akan sulit dihindari.

Dengan demikian seorang muslim dan da’i seharusnya memahami Islam dengan tekun dan mengembangkannya sebagai potensi dasar dalam membangun motivasi hidupnya. Keuntungan lain dari sikap ini adalah apapun kepentingan dirinya yang positif dan benar-

150

benar merupakan tuntutan fitrahnya selalu mendapat penghargaan dari Islam dan dijadikannya sebagai bagian dari ‘ibadah. Mengingat misi Islam itu sendiri dalam perundangannya adalah untuk mewujudkan segala kemashlahatan bagi manusia. Bahkan sulit menemukan konsep dan ajaran hidup yang sangat akomodatif terhadap aspirasi manusia yang positif selain Islam. Di dalam Islam seluruh esensi kebaikan terlindungi dan teroptimalkan secara sempurna.

Untuk mengarahkan Islam sebagai motivasi dasar seseorang, dapat dimulai dengan membenahi persepsi dan ‘cara pandang’nya terhadap Islam menjadi visi dan misinya dalam kehidupan. Dengan cara pandang ini ia akan menemukan keagungan dan keluhuran motivasi yang demikian kokoh, kuat dan cukup memuaskan. Di antara pokok-pokok pikiran visi dan misi Islam dalam memotivasi diri seseorang adalah dengan cara menayangkan “kesadaran diri” di setiap ruang dan waktunya bahwa ia adalah:

Pertama: Seorang muslim. Menyadari dirinya sebagai muslim, tentu ia dituntut merefleksikan pesan Islam. Dilihat dari kedudukannya, “Islam itu luhur (tinggi, mengatasi) dan tidak diluhuri (tidak ada yang melebihi ketinggiannya)” (al-Hadits). Visi ini mengilhami seorang muslim agar mempunyai misi yang memotivasi untuk menempatkan dirinya pada cita-cita dan

151

kedudukan tertinggi dalam segala jenis profesi yang ditekuninya. Selama profesinya sejalan dengan pesan Islam yaitu membangun kemaslahatan dan kebaikan di segala bidang. Dengan dasar motivasi ini ia ditantang untuk menjadi yang terbaik. Karena Islam sebagai konsep dan jalan hidupnya berada pada posisi terluhur dalam segala aspeknya. Sementara manusia itu sendiri luhur dan tidaknya tergantung kepada apa yang menjadi tempat berpijak dan sandarannya. Baik sisi ilmu pengetahuan sebagai sandaran intelektualitasnya, kepercayaan dan keyakinan sebagai pijakan spiritualitasnya maupun prilaku sebagai dasar moralitasnya. Islam, sebagai petunjuk hidup yang disajikan Pencipta manusia dan kehidupan ini, memahami betul apa yang diinginkan manusia mulai dari hal mendasar sampai kepada pernik-pernik kehidupannya. Dengan motivasi keislamannya ini, seorang muslim akan dan harus mampuh mengatasi, mendominasi, mengatur dan memimpin manusia lain. Posisi dibawahi, didominasi dan ditata nampak kontradiksi dengan keinginan Islam, kecuali antar sesama muslim yang berlaku paradigma “ruhama’u bainahum” saling kasih sayang sesama mereka. Ke dua : Seorang mu’min. “Janganlah kamu sekalian merasa hina (rendah diri), dan janganlah kamu bersedih, padahal kamu adalah orang-orang tertinggi jika kamu beriman” (QS. 3 Ali ‘Imran, 139). Kitabullah dan pedoman

152

setiap muslim senantiasa menempatkan seorang muslim, mu’min atau hamba Allah, pada posisi dan strata sosial tertinggi. Akar motivasi ini menyadarkan tanggung jawab seorang mu’min, di samping sebagai penghargaan, agar merefleksikan dan mengoptimalkan kemampuan dan keimanannya untuk mencapai puncak keluhuran. Dengan demikian seorang mu’min tidak akan merasa cukup dan puas dengan hanya mendapatkan gajih terbesar sebelum ia menjadi ‘khalifah’ sekalipun hanya di dunia profesionalnya.

Keimanan seperti inilah yang pernah dipahami generasi-generasi terbaik ummat ini. Mereka begitu hidup dan dinamis sesuai dengan garis kebenaran pemahaman, pemikiran dan sikap keimanannya. Keimanan inilah yang telah membuka cakrawala berfikir proaktif dan antisipatif untuk menatap masa depan dengan optimisme yang luar biasa. Bukti historisnya adalah selama berabad-abad dan secara bergantian dari suatu bangsa ke bangsa lain, Arab, Afrika, Cina, India, Eropa (yang diwakili, Turki bagian Eropa, Sepanyol dan Andalusia) sampai Melayu, pernah merasakan kebesaran visi, misi dan motivasi Islam dan Iman ini. Dan diawal karir sejarahnya keimanan seperti ini telah mampuh menjadikan bangsa Arab percaya diri sehingga berhasil mendominasi dan menggeser kebesaran dua imperium Romawi dan Persia. Di mana sebelumnya sulit dibayangkan akan terjadi perubahan sejarah

153

secara radikal di dataran bangsa yang dikenal jahiliyah itu.

Ke tiga : Seorang hamba Allah yang shalih. “Dan sungguh telah Kami tetapkan dalam az-Zabur (Kitabullah untuk Nabi Daud) sesudah at-Taurat, bahwa bumi diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang shalih”. (QS. 21 al-Anbiya’ 105). Sepanjang sejarah manusia Allah menjanjikan bumi-Nya untuk diwariskan kepada hamba-hamba-Nya yang sholih. Sholih secara bahasa berasal dari akar kata shalaha yang berarti baik, laik dan damai. Pemahaman sholih di sini memiliki dua dimensi kesholihan, pertama sholih menurut Allah, dengan tingkat pemahaman dan komitmen kepada Din-nya secara benar, integral dan optimal, untuk selanjutnya direfleksikan dalam dimensi ke dua yaitu sholih di mata manusia, dengan nilai kompetensi, kredibilatas dan keunggulannya yang diakui manusia sehingga ia laik mewarisi bumi ini atau sebahagian dari padanya dan dipercaya untuk memimpin mereka.

Janji ini cukup sebagai dasar motivasi agar seorang hamba Allah selalu meningkatkan jati diri, kompetensi dan kredibilitasnya dengan memperkaya diri melalui sejumlah nilai dan materi kebaikan. Mulai dari kebaikan ‘ilmiah intelektualitas, kebaikan spiritual mentalitas, kebaikan prilaku moralitas sampai kebaikan skill dan kemampuan. Sehingga dengan bobot dan nilai seluruh kebaikan ini ia memiliki

154

keunggulan dan kompetensi yang diandalkan untuk menempatkan diri dan siap memasuki persaingan seketat apapun dalam memperjuangkan warisan bumi ini.

Ke empat : Seorang individu dan elemen terkecil Ummat ‘bangsa’ terbaik yang menjadi muara orbit setiap bangsa. “Kamu sekalian adalah ummat terbaik yang telah dilahirkan untuk (menyelamatkan dan menata kehidupan) manusia”. (QS, 3 Ali ‘Imran 110).”Dan demikianlan Kami telah menjadikan kamu sebagai ummat wasatho (adil, berada ditengah dan moderat dengan seluruh makna obyektifnya)”. (QS. 2 al-Baqarah, 143). Predikat ini laik disandang ummat Islam karena karakter dan misi sucinya menyelamatkan manusia dan seluruh variabel kehidupannya dengan “memerintahkan kebaikan” yang jelas bermanpaat, “mencegah kemungkaran” karena berdampak negatif dan merugikan sehingga diingkari setiap hati nurani, dan “beriman kepada Allah” dengan seluruh konsekwensi dan janji-janji yang ditawarkan-Nya.

Misi ini cukup memberikan sentuhan akan tanggung jawab seorang muslim untuk menunjukkan dan menempatkan diri sebagai duta dan elemen bangsa dengan performen dan kinerja ummat terbaik. ‘Izzah dan harga diri ini harus selalu diingat dan melekat sebagai pakaian kebesarannya, karena dengan demikian ia termotivasi untuk tampil percaya diri dan

155

yakin bahwa ia bisa memerankan hidupnya sebagai manusia dengan visi dan misi terbaik yaitu sebagai “rahmatan lil’alamin” rahmat untuk semesta alam. Bukan untuk sekedar popularitas diri, kepentingan pribadi, suku atau rasnya. Karena terminologi “Ummat” tidak didefinisikan dengan letak geografis, demografis atau ras suatu bangsa, melainkan dengan sistem, cara pandang dan gaya hidup Islam yang siapa pun dapat menjadi bagian dan memiliki kehormatan ummat ini.

Ke lima: Seorang khalifah. “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal sholeh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka khalifah di bumi.” (QS. 24, an-Nuur, 55). Janji ini sunggguh merupakan motivasi tertinggi di panggung perjalan karir kepemimpinan manusia. Dengan kejelasan dasar dan alasan pengangkatannya, yaitu keimanan dan amal sholeh, setiap orang berpeluang mendapatkan janji Allah yang tidak pernah mengenal kata pelanggaran. Iman dan amal sholeh adalah mitra kehidupan yang tidak boleh terpisah dari diri seorang muslim. Dengan cara pandang, bahwa Iman merupakan landasan idealnya sedangkan amal sholeh sebagai landasan operasionalnya. Integritas Iman dan amal sholeh ini dapat melahirkan sinergi motivasi tertinggi.

156

“Iman bukanlah dengan angan-angan dan hiasan, tetapi yang tertanam dalam hati nurani dan dibenarkan dengan kerja”. (Al-Hadits). Persespi dan pemahaman seperti inilah yang perlu direkonstruksi dalam diri setiap muslim. Iman dengan refleksi kerja sebagai alat ukur kadar keberadaannya. Disini dapat ditangkap dimensi baru dari esensi dan makna iman yang sering disederhanakan dalam kalimat kepercayaan. Yaitu Iman sebagai visi, misi dan orientasi, dengan sudut pandang lain sebagai cara pandang dan paradigma kehidupan. Dengan dimensi persepsional seperti ini kita dapat memahami benang merah ungkapan Rasulullah, shallallahu ‘alaihi wa sallam, di atas “Sesungguhnya amal-amal perbuatan itu (tergantung dan terformat) dengan niat”.

Niat adalah bagian dari kerja hati nurani. Lebih jauh lagi, sebagaimana dikemukakan di atas, niat adalah formulasi dari motivasi sebagai refleksi dari visi, misi dan orientasi seseorang. Dengan struktur seperti ini niat bukan sekedar keinginan atau rencana, tetapi merupakan blue print dari rencana kerja seseorang yang matang dan telah memasuki batas pertama ruang kerja.

Visi

Misi

Orientasis

i

IMAN

Motivasi Niat

Kerja

Kerja

Kerja

Kerja

157

Karena secara pilosofi bahasanya niat berma’na kesengajaan, dari nawaa yang artinya bersengaja. Di sini tertangkap salah satu hikmah dari sikap Al-Imam Syafi’i dan para pengikutnya mensyaratkan niat harus bersamaan dengan rukun pertama atau batas awal suatu pekerjaan.

Ke enam : Seorang makhluk yang dimuliakan. “Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan bani Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang Kami ciptakan.” (QS. 17 al-Israa’ 70). Adalah motivasi lain yang tidak kalah menyentuh kesadaran manusia, khususnya seorang muslim. Ia dituntut menjaga dan memelihara kemuliaan dirinya. Baik dari pikiran, perasaan atau ulah dan prilaku sendiri atau karena rekayasa orang lain. Dengan demikian ia juga memiliki misi untuk menjaga, menyelamatkan dan mempertahankan posisi kemuliaan manusia lain, baik sesama muslim maupun sesama manusia non muslim, termasuk lima variabel kehidupannya yang esensial yaitu agama (ad-Din), jiwa raga (an-Nafs), akal (al-’Aql), kehormatan (al-’Irdl) atau keturunan (an-Nasl), dan kekayaan hartanya (al-Mal).

Enam kesadaran diri ini adalah dasar prinsip hidupnya yang akan menjadi sinergi kekuatan motivasi yang tertinggi, dan prinsip yang cukup

158

kuat untuk menepis setiap gejala stagnasi dan pesimisme. Untuk selanjutnya ia siap menekuni setiap potensinya dalam profesi yang digeluti, sampai ke puncak prestasi yang tidak bisa dihentikan kecuali oleh pertemuannya dengan Allah. Di sanalah puncak keberhasilan dan kepuasan hidup yang sesungguhnya bagi seorang manusia. Bukan pada nobel, secarik sertifikat penghargaan atau hak cipta yang menghasilkan setumpuk uang, sekalipun semua itu tidak perlu ditolak kehadirannya dalam diri seorang muslim profesional. Semua itu akan menjadi kontribusi berharga bagi proses rekonstruksi peradaban Islam yang dicita-citakannya.

MENGEMBANGKAN TIGA KECERDASAN (IIIQ)

”Menuju Kecerdasan Terintegrasi”

Mukmin itu cerdas dan pandai (al-Hadits)

159

• Spiritualisasi kecerdasan Anda dengan melibatkan hati nurani dalam setiap aktivitas

• Intelektualisasi kecerdasan Anda dengan mengintegrasikan otak kanan dan otak kiri

• Emosionalisasi kecerdasan Anda dengan menghargai emosi dan hati nurani

• Moralisasi kecerdasan Anda dengan menciptakan estetika yang sarat etika

• Rekonstruksi kecerdasan Adversity (Ketahanmalngan) Anda dengan menyemangati jiwa yang handal

Hadits di atas menginspirasikan kedudukan seorang mu’min dalam perspektif Islam. Lebih lanjut, Rasulullah, shallallaahu alaihi wa sallam, mengembangkan pemahaman seorang yang cerdas, yaitu “siapa saja yang mampu mengendalikan dirinya dan berbuat untuk kehidupan pasca kematian.” Betapa jauh visi masa depan seorang mu’min. Sehingga dibutuhkan berbagai perangkat kecerdasan tinggi dan terpadu yang mampu mengatasi berbagai permasalahan, baik intelektual, emosional maupun moral-spiritual.

Keterpaduan (Integration), saat ini merupakan jawaban yang dicari di tengah permasalahan dikotomi. Kesenjangan akibat pengkotakan dan parsialitas pemahaman dan perilaku telah menjadikan manusia merasa paling berjasa seraya mengabaikan penghargaan terhadap jasa

160

orang lain. Puncaknya adalah terbentuknya kepribadian yang pecah (split personality) yang mewariskan karakter ambivalen (mendua) dalam banyak penampilan manusia. Globalisasi pada akhirnya menjadi sebuah alternatif mengembalikan manusia dan dunia kepada kesatuan dan keutuhannya. Tidak terkecuali dalam dunia kecerdasan. IQ (Intelligence Quotient) yang selama ini mendominasi alat ukur kecerdasan manusia mulai menunjukkan kelemahannya dalam memprediksi dan menghargai kemampuan otak manusia. Sebagai antisipasi dan solusi terhadap kelemahan IQ ini tercatat sedikitnya ada tiga momentum besar ”revolusi” kecerdasan.

Jencks, (1972, dalam Gardner, 2003) mengkritik keterbatasan alat ukur kecerdasan yang sempat mendominasi dunia termasuk Indonesia sampai saat ini. IQ, menurutnya, memperkirakan kinerja sekolah dengan ketepatan yang cukup tinggi, tetapi tes itu merupakan alat yang tidak berarti untuk memperkirakan kinerja dalam suatu profesi setelah bersekolah formal. Bahkan ketika tes IQ hanya mengukur kemampuan logika atau logika-matematik, dalam masyarakat ini kita dapat dikatakan telah “cuci otak” untuk membatasi pengertian kecerdasan pada kemampuan yang dipakai dalam menyelesaikan masalah logika dan linguistik.

Gardner (2003) selanjutnya memperkenalkan sudut pandang alternatif, dengan melakukan “percobaan berfikir” berikut ini. Ia mengajak kita menghentikan penilaian biasa mengenai apa yang menyusun kecerdasan dan membiarkan pikiran Anda berkelana bebas mencermati kemampuan manusia – mungkin

161

akan dipilih oleh pengunjung dari Mars. Dalam latihan ini, Anda tertarik pada permainan catur yang luar biasa, pemain biola kelas dunia, atlet yang menjadi juara; orang-orang dengan prestasi luar biasa memerlukan perhatian khusus. Dengan percobaan ini, pandangan yang cukup berbeda mengenai kecerdasan muncul. Apakah pemain catur, pemain biola, dan atlet, “cerdas” dalam kegiatan-kegiatan ini? Bila mereka memang cerdas, lalu mengapa tes kecerdasan kita gagal mengenai mereka? Bila mereka tidak cerdas apa yang membuat mereka mencapai prestasi yang demikian tinggi? Secara umum, mengapa kecerdasan menurut paham kontemporer gagal menjelaskan sebagian besar usaha manusia?Gardner kemudian menggagas dan merumuskan teori kecerdasan majemuk (multiple intelligences atau MI). seperti yang dicerminkan dalam namanya, ia yakin bahwa kompetensi kognitif (belajar, memahami) manusia lebih baik diuraikan dalam arti kumpulan kemampuan, bakat, atau ketrampilan mental, yang ia sebut kecerdasan.

Golmen (1997) menemukan sejumlah fakta dan bukti betapa banyak para sarjana lulusan berbagai perguruan tinggi ternama di dunia dengan IPK (Indeks Prestasi Komulatif) tertinggi dan sangat memuaskan tidak mampu berbicara banyak di panggung kehidupan yang lebih nyata dan sangat memerlukan kemampuan lain khususnya dalam berinteraksi

162

dan berhubungan dengan manusia. Selanjutnya ia menggagas teori kecerdasan baru yang dikenal dengan Emotional Intelligence berikut alat ukurnya Emotional Quotient (EQ). Yaitu kemampuan untuk mengendalikan dorongan hati sebagai basis kemauan (will) dan watak (character). Dengan cara yang sama, akar cinta sesama terletak pada empati, yaitu kemampuan membaca emosi orang lain; tanpa adanya kepekaan terhadap kebutuhan atau penderitaan orang lain, tidak akan timbul rasa kasih sayang. Apabila ada dua sikap moral yang dibutuhkan oleh zaman sekarang, sikap yang paling tepat adalah kendali diri dan kasih sayang.

Zohar dan Marshall (2000) melanjutkan kritik terhadap para perumus teori kecerdasan sebelumnya yang cenderung mengabaikan aspek spiritual. Menurutnya, EQ memberi kita rasa empati, cinta, motivasi, dan kemampuan untuk menanggapi kesedihan atau kegembiraan secara cepat. Untuk mengatasi kekurangan ini, ia merumuskan teori Spiritual Intelligence dengan alat ukur Spiritual Quotient (SQ) yang ia maksudkan sebagai kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. SQ adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif,

163

bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita. Bahkan, semua jenis kecerdasan yang disebut Gardner pada hakikatnya adalah varian dari ketiga kecerdasan utama IQ, EQ dan SQ serta pengaturan syaraf ketiganya.

Jika memperhatikan seluruh kecerdasan yang dirumuskan di atas, maka tidak perlu terjadi perdebatan dan klaim mana yang terbaik dan menentukan. Masing-masing memiliki keunggulannya sesuai prioritas dan kebutuhan manusia dalam lingkungannya. Untuk mempertajam analisa ini ada baiknya kita membandingkan ketiga teori kecerdasan Gardner (Multiple Intelligence), Golmen (Emotional Intelligence), Zohar-Marshall (Spiritual Intelligence).

PERBANDINGAN TIGA JENIS KECERDASAN

No.

Multiple Intelligence

Emotional Intelligence

Spiritual Intelligence

1. Linguistic: Sensitivity to sounds, structure, meanings and functions of words and language (writer, orator)

self-awareness,

Awareness of “otherness” (Flatland, A Testament of Devotion)

164

2. Logical-Mathematical: Sensitivity to, and capacity to discern logical or numerical patterns; ability to handle long chains of reasoning (scientist, mathematician)

personal decision making,

Wonder, awe, a sense of the numinous (astronomy, microbiology, cosmology)

3. Spatial: Capacity to perceive the visual-spatial world accurately and to perform transformations on one’s initial perceptions (artist, architect)

managing feelings,

Wisdom (proverbs, sages)

4. Bodily-Kinesthetic: Ability to control one’s body movements and to handle objects skillfully

handling stress,

Perspective, awareness, ability to listen: “Be still and know that I am God.” (prophets)

165

(athlete, dancer, sculptor, surgeon)

5. Musical: Ability to produce and appreciate rhythm, pitch, and timbre; appreciation of the forms of musical expressiveness (composer, performer)

empathy, Comfort with chaos, dichotomy, paradox (counter to conventional wisdom)

6. Interpersonal: Capacity to discern and respond appropriately to the moods, temperaments, motivations, and desires of other people (counselor, political leader)

communications,

Commitment, dedication, faith.

7. Intrapersonal: Access to one’s own feeling life and the ability to discriminate among one’s emotions; knowledge of one’s own strengths and weaknesses (psychotherapist, religious leader)

self-disclosure,

8. Naturalistic: Ability to perceive the environment and

insight,

166

ecosystems; knowledge of relationships in nature (naturalist, environmentalist)

9. self-acceptance,

10. personal responsibility,

11. assertiveness,

12. group dynamics,

13. conflict resolution

Illini Christian Faculty and Staff February 18, 1999

Konsep Dasar Tiga Kecerdasan (IIIQ) dalam Paradigma Islam

Dengan memperhatikan berbagai definisi dan terminologi kecerdasan menurut para psikolog di atas, maka dapat disimpulkan dan dirumuskan bahwa esensi kecerdasan terletak pada kemampuan. Semakin banyak, dalam dan luas kemampuan seseorang maka ia semakin cerdas.

167

Kecerdasan tidak hanya ditentukan faktor genetika (nature) seperti bawaan, bakat dan talenta, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (nurture) yang mampu mengoptimalkan kemampuan manusia dalam berbagai aspek (ranah) yang dianugerahkan Pencipta-nya. Pendidikan adalah salah satu faktor lingkungan yang sangat efektif dan bertangjawab terhadap pengembangan dan peningkatan kecerdasan ini. Demikian halnya dengan peran agama dan juga filsafat.

Sebagai upaya mengoptimalkan potensi kecerdasan manusia khususnya seorang mu’min, para ulama sering merumuskan konsep-konsep pengenalan (ma’rifah). Di antara aspek-aspek ma’rifah yang cukup mendasar dalam proses pembentukan kecerdasan intelektual seorang mu’min mencakup enam pengenalan, yaitu:• Mengenal Allah (Sebagai sumber

informasi, inspirasi, orientasi, visi, misi, dan motivasi)

• Mengenal Ar-Rasul (Sebagai model dan contoh implementasi dan aksi)

• Mengenal Al-Islam (Sebagai kerangka operasional)

• Mengenal Al-Qur’an (Sebagai sumber petunjuk, peta kehidupan dan landasan ideal)

• Mengenal A-Sunnah (sebagai landasan operasional)

168

• Mengenal Manusia (Sebagai Pelaksana, ‘Ibadullah dan khalifah di bumi)

“Tak kenal maka tak sayang” adalah ungkapan yang dapat mewakili pentingnya gagasan ke enam ma’rifah (pengenalan) ini. Tanpanya kita akan mengalami tingkat kesulitan dalam memahami standar kebenaran dan petunjuk berbagai permasalahan hidup. Karena keenam pengenalan ini adalah sumber berbagai kecerdasan (Multiple Intelligence) yang sangat mempengaruhi setiap diri seorang muslim. Mengenal Allah (Ma’rifatullah) adalah sumber dari segala sumber kehidupan. Ideologi, keyakinan dan nilai sebagai sumber pemikiran dan visi, hukum dan etika sebagai sumber nilai dan misi peradaban dan kepribadian, serta sejarah, kisah dan nasehat sebagai informasi dan inspirasi pengembangan diri, seluruhnya tergantung pada tingkat pengenalan pertama ini. Sebagai Maha Pelaku ( Faáal-The Subject), Allah adalah Pencipta dan Penganugerah manusia dan kehidupan. Dan sebagai Pencipta, Dia Maha mengetahui dan menguasai betul seluruh aspek dan unsur ciptaan-Nya. Sehingga ilmu-Nya pasti dan informasi-Nya valid dan akurat.. Dengan ma’rifah ini seorang muslim memiliki sumber kecerdasan pertama yang sangat dibutuhkannya. Dengan pengenalan pertama ini maka cara ia membaca, berfikir, berperasaan dan berperilakunya menjadi cerdas (QS. Al-‘Alaq: 1-5).

Mengenal ar-Rasul (Ma’rifatur Rasul) merupakan jawaban terhadap tuntutan fithrah

169

manusia yang satu ini. Ya’ni manusia sebagai makhluk peniru dan penjiplak. Contoh dan teladan selalu menyertai setiap pertumbuhan dan perkembangan dirinya. Tidak seorang pun manusia yang terbebas dari kebutuhan ini. Keberadaan seorang Rasul teladan terbaik, menjadi sangat penting dalam membentuk karakter seseorang. Allah sebagai pencipta manusia dan fithrah ini dengan Maha Bijaksana tidak membiarkan manusia kebingungan mencari teladan. Dengan demikian maka mengenal ar-Rasul sebagai contoh memiliki kontribusi menentukan dalam mewujudkan dan meyempurnakan kecerdasan.

Mengenal al-Islam, merupakan penguasaan terhadap bentuk, sistem dan konsep hidup yang ideal. Seluruh aspek kehidupan tercermin secara integral dan terpadu di dalamnya. Mulai dari aqidah sebagai fondasi sampai syariáh dan akhlaq sebagai tatanan, badan bangunan, atap pelindung dan ornamen estetik bangunan kehidupan. Pengenalan struktur bangunan Islam menjadi sangat signifikan dalam membangun struktur kecerdasan terhadap berbagai permasalahan hidup. Dengan frame kecerdasan ini seorang mu’min dapat menyikapi setiap permasalahan hidup dengan keputusan prioritas yang cerdas dan tidak tumpang tindih (Lihat Fiqh Prioritas). Pengenalan Islam secara terstruktur juga akan membentuk mind dan cognitive setting seorang mu’min dengan struktur kecerdasan yang pada akhirnya akan

170

menyumbangkan kreatifitas dan inovasi yang tinggi dan produktif dalam pengembangan dirinya.

Mengenal al-Qurán adalah potensi berikutnya yang diperlukan seorang mu’min. Sebagai kitab Allah-Maha Pencipta, al-Qurán berisikan muatan yang universal dan isi yang selalu aktual. Dan sebagai petunjuk dan peta kehidupan (Hudan), al-Qurán sangat signifikan dalam pengembangan kecerdasan seseorang. Di dalamnya terdapat pedoman dan metodologi, dari mulai cara berfikir, berperasaan dan berkeyakinan sampai kepada berperilaku yang produktif. Dengan mengenali dan menguasai al-Qurán dan berbagai aspeknya, seorang mu’min dibimbing untuk mengoptimalkan seluruh potensi diri dan berbagai dimensi kehidupannya (muslim kaaffah).

Salah satu nama al-Qur’an adalah pembeda (al-Furqan). Melalui interaksi dengan al-Qur’an seorang mu’min memiliki salah satu kemampuan yang menjadi ciri utama kecerdasan seseorang yaitu kemampuan membedakan. Terutama kemampuan membedakan hal-hal abstrak, semakin abstrak maka semakin sulit untuk membedakannya. Kemampuan mengatasi tingkat kesulitan ini juga semakin menaikkan tingkat kecerdasan seseorang.

171

Mengenal as-Sunnah merupakan catatan penting yang bersifat operasional dan refleksi dari berbagai gagasan, pemikiran dan hukum yang digali dari al-Qu’ran. Wahyu kedua ini berperan sebagai petunjuk teknis di samping yang taktis dalam pelaksanaan wahyu pertama (al-Qurán). As-Sunnah didasarkan pada pengalaman empirik dari seorang manusia (utusan Allah) yang berhasil menciptakan dan mengembangkan sebuah masyarakat yang ideal, masyarakat madani. Tiga kecerdasan (Intelektual, Emosional, dan Spiritual-Moral terpadu dengan indah dalam wujud sebuah peradaban yang mengagumkan. Namun yang perlu diingat, kepribadian dan peradaban ini masih dalam kerangka dasar kemanusiaan, alias manusiawi. Seperti tercermin pada kemampuan mengatasi, mengelola dan memanaj sifat marah, kondisi miskin dan tanah gersang bukan menjadi hal negatif dan selalu mendatangkan penderitaan. Sebaliknya semua itu dirubah dalam istilah kecerdasan lain (Adversity Quotient - Cerdas dalam Ketahanmalangan) menjadi peluang dalam pengembangan diri yang berkepribadian lebih kokoh dan konsisten. Sehingga masyarakat itu mampu melahirkan manusia-manusia berkepribadian sebagai climbers (para pendaki gunung) yang tidak kenal lelah dalam mengejar prestasi. Dengan mengacu kepada kedua sumber ini, maka secara epistemologis dan metodologis, Islam ingin membangun kecerdasan dengan

172

pendekatan terpadu antara deduktif dan induktif secara harmonis.

Mengenal Manusia adalah aspek lain yang juga sangat berarti dalam mengembangkan apek kecerdasan dirinya. Tanpa mengenali dirinya, seorang manusia akan kesulitan memahami dan berinteraksi dengan seluruh kebutuhannya. Baik sebagai makhluq individu maupun sebagai makhluq sosial dengan segala konsekuensi logisnya. Karena dalam diri manusia terdapat banyak ayat dan tanda keagungan Allah – Pencipta mereka, yang menstimuli otak dan hati untuk selalu berfikir. Sebagai pelaku (subyek) dan juga sebagai yang diperlakukan (obyek) manusia harus memerankan tugas dan kedudukan ganda secara simultan. Dalam perspektif Islam kemampuannya sebagai hamba Allah dengan tugas íbadah adalah proses pengembangan kecerdasannya dalam kesiapan mengemban kedudukannya sebagi khalifah. Pengalaman, dalam dunia ilmu pengetahuan, menjadi sangat berharga dalam pembentukan diri seseorang. Dengan pengalaman yang baik dan berharga seseorang akan memiliki kemampuan yang cerdas dalam mengemban tugas pada suatu kedudukan.

Enam pengenalan inilah dasar-dasar konsep diri (self concept) dan harga diri (self esteem) seorang mu’min. Inilah potensi-potensi terbesar yang sangat berma’na bahkan menentukan

173

dalam melakukan proses pengembangan kepribadian khsususnya dalam aspek kecerdasan intelektual. Kelemaham di tingkat ini mengakibatkan paradigma, mind setting dan bingkai pemikiran dalam mencerdaskan aspek lain baik emosional maupun spiritual-moral menjadi terhambat.

REKONSTUKSI PEMIKIRAN ISLAM DALAM PARADIGMA USHUL FIQH

174

(Pengantar Studi Paradigmatik Epistemologi dan Metodologi Pemikiran

Islam)

Ushul Fiqh sebagai Warisan Intelektual Ulama Islam

Keengganan memahami sejarah tentang perhatian para ‘ulama terhadap ‘Ilmu Pengetahuan telah mengakibatkan kedangkalan Pemikiran Islam di kalangan Ummatnya. Bahkan lebih memperihatinkan lagi muncul fenomena ketidakpercayaan terhadap warisan intelektual Ummat Islam sebagai alternatif pengayaan dan rekonstruksi Pemikiran ummat kontemporer dalam usahanya mengatasi distorsi Peradaban manusia dari visi dan misi kehidupan sesungguhnya. Sampai muncul persepsi, seraya menunjuk sistem Pendidikan Timur Tengah, bahwa ‘Ilmu-ilmu keislaman miskin methodologi dan kultur Pendidikan Islam kurang memahami dasar-dasar berpikir analisis, bernalar pasif dan hanya mengandalkan hapalan.

Dominasi opini dan persepsi seperti ini telah menggiring generasi intelektual Ummat Islam untuk mengagumi Intelektualitas Peradaban Barat. Kekaguman ini telah membawa mereka kepada sikap apriori dan minder terhadap warisan Intelektualitas Islam dan sistem pendidikannya sendiri. Kondisi seperti ini didukung rekayasa eksternal, kebudayaan Barat

175

khususnya, yang selalu mengunggulkan sistem Pendidikannya sebagai “the Best” terutama pada tataran Epistemologi dan Methodologi. Akibat fenomena ini adalah terjadinya pergeseran Pedoman Hidup Ummat Islam, al-Qur’an dan Sunnah yang sarat paradigma epistemologi dan methodologi yang konsisten sebagai refleksi konsistensi ideologinya, tergeser oleh filsafat Barat yang masih harus mengatasi inkonsestensi komitmen intelektualnya secara paradigmatik sebagai refleksi inkonsistensi ideologinya.

Kelengahan intelektual ini selanjutnya membawa dampak perubahan radikal dalam tataran Pemikiran ummat Islam, sampai kepada paradigma spiritualitas dan moralitasnya. Mempelajari ilmu apapun yang bermuatan manpaat buat kehidupan sebenarnya bukan barang haram dalam pandangan Islam. Kekeliruan itu terletak pada sikap kekaguman yang berlebihan terhadap Khazanah Intelektualitas Peradaban non Islam, seraya mengucilkan Khazanah Intelektualitas Peradaban Islam sampai mencampakkannya di tong sampah sejarah pemikiran kuno dan terbelakang. Sementara itu bagi kalangan yang ingin membela Islam baik ‘ulama, da’i maupun ilmuwan muslim, dengan resiko tuduhan sikap apologi dari pihak mereka, dihadapkan pada kesulitan menggali ulang timbunan Intelektualitas Islam yang sudah terkubur

176

perasaan minder, apriori dan kebodohan ummatnya.

Kondisi ini diperburuk oleh fenomena dilematis antara kebutuhan rekonstruksi paradigma Idealisme Pemikiran Islam dan tuntutan empirisme pragmatis dari Nilai-nilai normatik Islam pada tataran realisme Intelektual. Kontroversi kebutuhan dan tuntutan ini pada perkembangan terakhir telah memunculkan debat terbuka seputar keputusan penekanan prioritas yang harus diambil dalam membenahi Pemikiran dan peran empirik ummat ini. Berbagai lompatan pemikiran dan strategi program kerja di tingkat individu dan organisasi Islam tidak jarang ditemukan, sampai lupa akan susunan rekonstruksi pembangunan ummat dan terkesan sproradis.

Dari studi analisis terhadap sejarah perkembangan Intelektual ummat Islam ini dapat ditampilkan sistematika pembangunan Pemikiran Islam sampai terbentuknya Peradaban Islam secara empirik. Salah satu frame yang diperlukan adalah waktu sebagai bagian dari proses terapi. Sejarah sangat erat kaitannya dengan perhitungan waktu. Menuai buah sebelum waktunya akan berhadapan dengan resiko yang cukup fatal. Sumpah Allah tentang waktu “Wal ‘ashri (demi masa)” cukup menyentuh setiap orang yang ingin membangun sebuah karya yang agung dan besar. Seperti membangun kembali (rekonstruksi) Pemikiran

177

Islam mulai dari paradigma, epistemologi dan methodologi sampai realisasi empiriknya dalam bentuk Peradaban Islam secara integral dan komprehensif..

Kepentingan mempelajari Warisan Intelektual ‘Ulama:

Mempelajari Warisan intelektual ‘Ulama terdahulu terutama generasi pertama, kedua dan ketiga memiliki sejumlah kepentingan dan urgensi, antara lain:

A. Memperkaya khazanah pemahaman dan pengetahuan tentang hal-hal berikut: Mengetahui dan memahami usaha dan

perhatian ‘ulama dalam menyusun konsep dasar dan pengembangan Intelektual Islam.

Memahami keunikan dan keunggulan Metodologi Berpikir di kalangan ‘Ulama.

Memahami sikap ‘Ulama dalam proses penumbuhan dan pengembangan Intelektual antara inovasi dan adopsi Pemikiran.

Memahami cara dan sikap ‘ulama dalam mengatasi konflik dan dialektika Pemikiran.

Membangun kembali sistematika dan rekonstruksi Pemikiran Islam dalam perspektif ‘Ulama.

178

B. Memahami esensi sejarah perkembangan intelektual Ummat Islam, terutama yang berkaitan dengan hal-hal berikut: Memahami kronologi lahirnya Pemikiran

Islam sebagai dasar pembangunan sektor Intektualitas.

Memahami fluktuasi pertumbuhan dan perkembangan faktor-faktor esensial penyebab kebangkitan Intelektualitas Islam.

Memahami fluktuasi pertumbuhan dan perkembangan faktor-faktor esensial penyebab kejatuhan Intelektualitas Islam.

Meyakini secara argumentatif bahwa metodologi pemikiran ‘Ulama Islam telah mencapai puncak keilmiahannya yang sangat konsisten dengan pola dan rumusan berpikirnya baik secara deduktif maupun induktif.

C. Memahami peran da’wah dalam proses Pembentukan dan Perkembangan Intelektualitas, diantanya mengenai: Peran dan kedudukan da’wah dalam

proses kelahiran Intelektualitas Islam. Intelektualitas sebagai Karakteristik

Da’wah Integral. Da’wah dan ekspansi Pemikiran

Intelektual di kalangan Ummat Islam dan bangsa-bangsa di dunia.

Da’wah Intelektual sebagai alternatif pengembangan Pemikiran Ummat.

179

D. Mengetahui pengaruh Khazanah

Intelektualitas Islam terhadap Intelektualitas Barat; terutama mengenai isu-isu terpenting sebagai berikut: Kontroversi sejarah antara Intelektualitas

Islam dan Intelektualitas Barat. Intelektualitas Islam, jasa, kontribusi dan

pengaruhnya terhadap perkembangan Intelektualitas Barat.

Studi komparatif karakteristik Intelektualitas Islam dan Intelektualitas Barat secara Epistemologis dan Metodologis.

Urgensi dan Kepentingan Mempelajari Ushul Fiqh sebagai Epistemologi dan Methodologi Berpikir Analisis Kritis:

Langkah pembahasan selanjutnya, akan dimulai dengan mengenalkan dan mengingatkan beberapa istilah yang digunakan dalam tulisan ini yaitu: Pengertian Epistemologi dan Metodologi Definisi Ushul Fiqh, Pokok bahasan dan

rerlevansinya dengan Fiqh dan qawa’id Fiqhiyyah

Sejarah dan Metode penulisanUshul Fiqh. Sumber-sumber Pengetahuan Ushul Fiqh Ciri khas, karakteristik dan Konsep dasar

Ushul Fiqh

180

Urgensi dan relevansi mempelajari Ushul Fiqh dalam tataran Pemikirian Islam.

Pengertian Epistemologi dan Methodologi:

Epistemologi berasal dari kata episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti ilmu atau teori. Jadi Epitemologi dapat diartikan sebagai teori tentang pengetahuan (theory of knowledge).

Persoalan pokok epistemologi membahas :1. Apakah sumber pengetahuan itu2. Dari manakah pengetahuan yang benar

itu diperoleh dan bagaimana mengetahuinya?

3. Apakah pengetahuan kita valid atau benar? dan

4. Bagaimana kita membedakan yang benar dengan yang salah?

Jadi dapat disimpulkan bahwa epistemologi adalah: teori pengetahuan yang membahas empat masalah pokok: sumber pengetahuan, batas-batas pengetahuan, struktur pengetahuan dan keabsahan (validitas) pengetahuan.

Methodologi adalah salah satu cabang epistemologi. Berasal dari kata Yunani Methodos dan Logos. Methodos berasal dari kata meta yang berarti menuju, melalui, mengikuti, sesudah, dan hodos artinya: jalan, perjalanan, cara-cara. Kata Methodos kemudian

181

berarti penelitian, metode ilmiah, hipotesa ilmiah, uraian ilmiah. Dalam arti luas metode ialah “cara-cara bertindak menurut sistem aturan tertentui”. Metodologi menunjukkan pada proses, prinsip, prosedur yang kita lakukan untuk mendekati masalah dan mencari jawaban atas masalah tersebut.

Metode Ilmiah didefinisikan sebagai prosedur dan langkah-langkah yang dengan itu kita memperoleh pengetahuan (Harold Titus). Jadi metode ilmiah merupakan prosedur yang mencakup berbagai tindakan, pikiran, pola kerja, tata langkah dan cara teknis untuk memperoleh pengetahuan yang baru atau mengembangkan pengetahuan yang ada.

Dengan demikian metodologi merupakan analisis, penyusunan asas-asas dan jalan-jalan yang mengatur penelitian ilmiah pada umumnya, serta bagaimana pelaksanannya dalam bidang-bidang khusus. Dalam dunia ilmiah, kita mengenal aneka ragam metode, sesuai dengan ciri-ciri masalahnya (subject matter). Kini terlihat bahwa metode ilmiah dijalankan secara teratur, sistematis sesuai dengan beberapa prinsip yang sudah diterima dalam paradigma tertentu. Perbedaan ini didasarkan atas pandangan, persoalan yang didekati serta jawaban yang diinginkan atau dicari oleh ilmuwan yang berbeda-beda. Oleh karena itu tidak heran jika dalam filsafat sekalipun masih ditemukan perdebatan panjang

182

dan tidak pernah selesai seputar meodologi ilmu pengetahuan itu sendiri. Seperti antara aliran rasionalis dengan aliran empiris atau aliran idealis dengan aliran realis.

Kontroversi Seputar Kebenaran Ilmiah dan Kriterianya:

Adapun probelmatika mengenai kebenaran, seperti halnya problematika tentang pengetahuan. Ia merupakan masalah yang memacu tumbuh dan berkembangnya epistemologi.

Secara global, para ahli filsafat epitemologis, membagi kebenaran kepada tiga jenis:1. Kebenaran epistemologikal, yaitu

pengertian kebenaran dalam hubungannya dengan pengetahuan manusia,

2. Kebenaran ontologikal, yaitu kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat kepada segala sesuatu yang ada atau yang diadakan. Dengan kata lain kebenaran yang ada dalam objek pengetahuan itu sendiri. Dan

3. Kebenaran semantik, yaitu kebenaran yang terdapat serta melekat di dalam tutur kata dan bahasa (kebenaran moral). Dengan kata lain manusialah yang dapat secara sadar mengemukakan kebenaran ataupun secara sadar tidak mengemukakan kebenaran (kebohongan).

Teori pokok tentang kebenaran meliputi :

183

1. Teori Korespondensi : yaitu benar jika berkorespondensi atau sepadan dengan kenyataan.

2. Teori Koherensi : yaitu kebenaran terletak pada sistem ide yang koheren.

3. Teori Pragmatis : yaitu kebenaran adalah pemecahan yang memuaskan situasi problematis.

4. Teori Semantik : yaitu pernyataan tetang kebenaran ada dalam metabahasa.

5. Teori Performatif : yaitu kebenaran adalah persetujuan yang diberikan terhadap pernyataan tertentu.

Kriteria kebenaran adalah tanda-tanda yang memungkinkan kita mengetahui kebenaran. Selain koherensi dan kepraktisan adakalanya konsensus (ijma’) dijadikan kriteria kebenaran. Dengan demikian di kalangan filosof sekalipun terjadi perbedaan mendasar dalam kriteria kebenaran ini. Dan muncullah sejumlah kriterian kebenaran, seperti kebenaran itu relatif (Protagoras), kebenaran berhubungan dengan dirinya sendiri, atau perbuatan memulai, melanjutkan dan mengakhiri dalam ide-ide (Plato), pernyataan benar atau tidak lewat fakta-fakta kasus empiris (Aristoteles), kebenaran sama sekali tidak ada, manusia sebaiknya hidup dalam penangguhan keputusan atau skeptis (Carneades), kebenaran mempunyai dua aspek: pertama empiris dan merupakan tampakan semata, ke dua absolut dan mengatasi akal budi (Nagarjuna), dan

184

masih banyak kriteria lain yang didasarkan pada cara pandang masing-masing.

Definisi dan Pokok bahasan Ushul Fiqh serta relevansinya dengan Fiqh dan Qawa’id Fiqhiyyah:

Sekilas tentang definisi, pokok bahasan dan metode penulisan Ushul Fiqh:

Ushul Fiqh berasal dari gabungan dua kata “Ushul” yang berasal dari “ashl” berarti pokok atau dasar, yang menurut istilah didefinisikan dengan: sesuatu perkara yang menjadi dasar atau landasan dibangunnya perkara lain. Dan “Fiqh” yang berarti pemahaman yang mendalam dan tajam. Menurut istilah, Fuqaha mendefinisikan Fiqh dengan: Ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat taklifi dan ‘amali (instruktif dan praktis) dari dalil-dalilnya yang terperinci.

Al-Imam Muhammad Abu Zahrah mendefinisikan Ushul Fiqh dengan : Ilmu tentang qaidah-qaidah yang menggambarkan manahij (metode atau cara) untuk mengistinbath (mengeluarkan dan merumuskan) hukum-hukum yang bersifat ‘amali (praktis) dari dalil-dalinya yang terperinci. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pokok bahasan (maudlu’) Ushul Fiqh adalah untuk menjelaskan cara beristinbath

185

(atau methodologi menyimpulkan atau merumuskan) suatu hukum.

Melihat topik bahasan ini Ushul Fiqh dapat dibedakan dengan Fiqh. Di mana fiqh kembali kepada dalil-dalilnya secara juz’i (parsial), sedangkan ushul Fiqh secara ijmali (global), dengan memperhatiakn aspek-aspek Hujjiyyah (kehujjahan dalilnya; baik al-Qur’an maupun as-Sunnah), qath’i dan dzanni, umum dan khusus, muthlaq (lepas) dan muqayyad (terikat), kontektualitas tujuannya (maqashid) dan sebagainya. Dengan demikian kedudukan Ushul Fiqh dari Fiqh adalah seperti logika dengan Filsafat, nahwu -sharaf dengan bahasa Arab, atau grammar (tata bahasa) dengan bahasa terkait. Seluruh ilmu pertama ini (Ushul Fiqh, logika dan tata bahasa) berfungsi untuk menjaga dan meluruskan methode perumusan (dalam Fiqh), berfikir (dalam filsafat) dan berbahasa secara tepat dan benar serta terhindar dari sesat fikir atau lisan.

Sedangkan Qawa’id Fiqhiyyah didefinisikan dengan: konstelasi (kumpulan) hukum-hukum serupa yang dihimpun oleh satu analogi (qias) atau batasan (dlobith) fiqhi yang mengikatnya. Dari ketiga disiplin ilmu ini dapat disusun sistematika krologis sebagai berikut:

Pertama kali Ushul Fiqh telah digunakan sebagai undang-undang rumusan (istinbath) sekalipun belum dibukukan, telah menjadi

186

metode berfikir para ‘ulama khususnya para shahabat dalam memahami hukum dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Dari proses ijtihad ini lahirlah apa yang disebut selanjutnya dengan Fiqh. Dari hukum-hukum Fiqhiyyah tersebut, para ‘ulama (Fuqaha) melihat sisi-sisi yang serupa dan mirip dalam dasar alasan dan tujuannya, untuk selanjutnya mereka mengikat hukum-hukum yang mirip ini dengan suatu qias atau batasan yang disebut dengan Qa’idah Fiqhiyyah.

Sejarah singkat perkembangan dan Metodologi penulisan Ushul Fiqh:

Di masa Rasulullah, para shahabat sampai masa awal Al-Imam Syafi’i, Ushul Fiqh sebagai suatu disiplin Ilmu tersendiri belumlah dikenal para ulama. Kendatipun sebagai suatu komitmen pemahaman dalam terapan sudah dipergunakan sejak masa-masa ini. Baru di masa Al-Imam Syafi’i-lah komitmen intelektual dalam beristinbath hukum ini dibukukan oleh beliau sendiri dalam bukunya “Ar-Risalah”. Sekaligus memuat disiplin ilmu lain yang juga baru pertama ditulis yaitu “Ilmu Hadits” atau mushthalah Hadits.

Sesudah masa ini baik para murid Al-Imam Syafi’i maupun Imam-Imam lain (Hanafiyyah, Malikiyyah termasuk yang datang belakangan yaitu Hanabilah) marak menulis kitab dalam Ushul Fiqh ini. Masing-masing menulis dengan

187

metodologi penulisan yang berbeda-beda menurut perbedaan beberapa sumber ushuliahnya. Tetapi perbedaan di tingkat Ushuliah ini tidak terlalu mendasar. Bahkan perbedaan itu sering kali diakibatkan perbedaan cara pandang dan kriteria Imam masing-masing terhadap Sumber Ushul yang diajukan. Seperti Istihsan yang diusulkan Imam Hanafi atau Mashalih Mursalah yang diajukan Imam Maliki dan para pengikut masing-masing. Keduanya ditolak dijadikan hujjah (argumen) dalam beristinbath hukum oleh Imam Syafi’i karena dinilainya khawatir terlalu didominasi oleh hawa nafsu. Sementara kedua Imam tersebut tidak menilainya demikian karena masing-masing telah membuat batasan-batasanya (dlawabith) yang cukup mampu mengontrol mana istihsan atau mashalih yang dapat diterima dan mana yang tidak dapat diakui.

Pada masa Imam Syafi’i sampai datangnya Al-Imam Ghozali, penulisan Ushul Fiqh lebih menitik beratkan pada Fiqhun Nashsh (pemahaman tekstual ) dari segi bahasanya (yaitu bahasa Arab). Sementara Fiqhul Maqashid Asy-Syar’iyyah belum diperluas dan diperdalam. Baru Al-Imam Ghozali yang dianggap inspirator oleh Al-Imam Asy-Syathibi dalam mengembangkan lebih banyak lagi sisi bahasan tersebut yang justeru sangat penting untuk dipahami dalam mendudukkan suatu dalil secara proporsional dan tepat dalam suatu

188

hukum atau kasus tertentu. Melihat kepentingan ini Al-Imam Syathibi memusatkan diri dalam penulisan Ushul Fiqh pada sisi Fiqhul Maqashid ini dengan karya monumentalnya berupa empat jilid kitab bernama “Al-Muwafaqat”. Buku ini masih bertahan sebagai buku terlengkap dalam sisi ini, dan belum satupun menyamainya baik sebelum maupun sesudahnya. Buku-buku Ushul Fiqh sesudahnya yang mengupas sisi ini tidak mungkin lepas dari ketergantungan terhadap kitab menumental tersebut.

Metode penulisan Ushul Fiqh:

Secara garis besar, berdasarkan sejarah perkembangannya, Ushul Fiqh ditulis sebagai disiplin Ilmu Islam dengan menggunakan pendekatan dua Metode:

Pertama: Methode Syafi’iiyyah atau Mutakallimun (Para ahli Ilmu Kalam atau sering disebut dengan kaum dialektika). Atau pendekatan metode deduktif.

Metode ini berorientasi secara teoritis. Karena para penelitinya bertujuan untuk merealisasikan dan menyeleksi kaidah-kaidah tanpa memperdulikan madzhab tertentu. Mereka ingin memproduk kaidah-kaidah terkuat baik membawa kepada kepentingan madzhabnya atau tidak. Sehingga di antara mereka ada yang berselisih pendapat dengan Asy-Syafi’i sendiri

189

dalam Ushulnya, sekalipun ia pengikut furu’nya. Contoh Asy-Syafi’i tidak mengambil Ijma’ Sukuti (konsesnsus diam), sedangkan Al-Amidi, yang bermadzhab syafi’i, menguatkannya sebagai hujjah sebagaimana dikemukakan dalam kitabnya “Al-Ihkam fii Ushuulil Ahkam”.

Sisi positif methode ini adalah konsistensi dan objektifitasnya dalam menghakimi masalah furu’ (cabang) suatu permasalahan. Sehingga mereka lebih mampu dan objektif dalam menghindarkan diri dari ta’ashshub madzhabi (fanatisme madzhab). Namun metode ini tidak lepas dari kritik karena ada sisi yang kurang baik. Yaitu keasikannya dalam sisi teoritis terkadang menjebak mereka sibuk dengan masalah-masalah yang kurang aplikatif. Metode ini dinamai dengan metode Mutakallimin (kaum dialektika) karena cara berfikir dan analisanya mirip atau menempuh cara Mutakallimun dalam permasalahan aqidah. Sehingga warna-warna filsafat dan logikanya cukup kentara.

Melihat sistematika analisa pemikirannya metode ini lebih dekat dengan metode deduktif. Dimana analisa dan penelitiannya dimulai dengan suatu rumusan baku, untuk kemudian diterapkan pada cabang-cabang terkait untuk menghukumi setiap permasalahan yang muncul sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam rumusan tersebut.

190

Ke dua : Metode Hanafiyyah, atau pendekatan Metode Induktif.

Metode ini berorientasi dan cenderung banyak dipengaruhi oleh furu’. Para peneliti metode ini berorientasi kepada Qaidah-qaidah Ushul untuk menganalogikan cabang-cabang madzhab mereka dan menetapkan kesesuaiannya dengan kaidah-kaidah tersebut. Dengan demikian kaidah ini cenderung lebih subjektif karena dianggap sering melegitimasi atau menjastifikasi furu’ yang telah dilahirkan Imam mereka menurut kaidah-kaidah tersebut. Dan ini suatu kelemahan tersendiri disamping sisi positifnya yang terkesan lebih aplikatif.

Metode ini dinamai metode Hanafiyyah karena yang pertama kali merintis metode ini adalah Ahnaf (para pengikut Abu Hanifah) yang lahir sesudah masa Imam mereka dan sesudah Imam Syafi’i. Metode ini mirip dengan metode induktif dari sisi analisa lapangan yang dilanjutkan dengan rumusan akhir yang sesuai dengan data di lapangan tersebut.

Sumber-sumber Pengetahuan (Epistemologi) Ushul Fiqh:

Ilmu Ushul Fiqh memiliki asal usul dan epistemologi keilmiahan yang menyatukan antara Sumber-sumber baku dan permanen dengan sumber-sumber yang dinamis dan fleksibel. Dengan perpaduan ini maka dalam

191

produk hukum Islam dikenal istilah “Tsawabit dan Mutaghayyirat” yang berarti mengandung “hal-hal yang permanen dan konstan tidak mengalami perubahan” dan “hal-hal yang dinamis, berkembang dan fleksibel dipengaruhi tata ruang dan waktu serta latar belakang kemampuan nalar manusia”.

Sumber-sumber Ushul Fiqh yang baku dan permanen:

1. Al-qur’an al-Karim.2. Sunnah Nabawiyyah.3. Ijma’.

Sedangkan sumber-sumber Ushul Fiqh yang dinamis dan fleksibel antara lain :

1. Fatwa Shahabat2. Qiyas (Analogi).3. Istihsan4. Istishlah (Mashalih Mursalah).5. ‘Urf (tradisi)6. Dzari’ah (Fathu atau Saddu Dzari’ah).

Ciri khas, karakteristik dan Konsep dasar Ushul Fiqh:

Sebagaimana diketengahkan diatas, dengan kedua bentuk sumber-sumber yang menjadi muara asal pengambilan rumusannya, Ushul fiqh merupakan metodologi berfikir ummat Islam dengan ciri khas dan karakteristik sebagai berikut:

1. Rabbaniah

192

2. Syumuliah (Integral dan Universal)3. Tawazun (balance)4. Wasathiah (Moderat) 5. Waqi’iyyah (Realistik)6. Jami’ baina tsabat dan murunah (memadukan

antara konstanitas dan fleksibelitas).

Dengan keenam karakteristik ini Ushul Fiqh dapat memerankan fungsinya sebagai metode berfikir yang komprehensif, integratif dan sistematik. Karena setiap karakteristik membimbing para pelaku pikir untuk melihat setiap masalah yang dihadapi secara objektif. Objektifitas ini sangat mungkin diperoleh dengan daya dukung keenam kerangka karakteristik tersebut. Sistematika perolehan objektifitas melalui keenam karateristik ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Rabbaniyyah artinya asal-usul pemikiran ‘Ilmu Ushul Fiqh bersumber dari wahyu Allah, Rabb Pencipta, baik al-Qur’an maupun Sunnah Rasul-Nya. Karakteristik pertama ini membentuk pra konsepsi atau pra ilmiah yang dilakukan seorang pemikir dan peneliti muslim. Setiap pemikir harus memiliki kondisi pra ilmiah jika penelitian dan pemikiran yang dilakukannya ingin diakui sebagai cara berpikir ilmiah. Termasuk dalam proses berpikir empirik yang dilakukan secara induktif dan sering dianggap sebagai cara berpikir objektif. (Lihat Pengantar Filsafat Ilmu). Karena memang sulit bagi siapa pun untuk melepas diri dari pengaruh teori atau

193

pemikiran orang yang pernah berjasa mengajarinya.

Dengan demikian robbaniah melarbelakangi seorang pemikir muslim untuk memiliki kondisi pra ilmiah. Seperti “positif thinking”. Berpikir positif yang dilakukannya cukup beralasan. Dengan menerima sumber rumusan dan penalaran wahyu dari Maha Pencipta (alqur’an dan Sunnah Rasul-Nya), sebagai Yang Paling Mengetahui seluruh dimensi kehidupan ciptaan-Nya; manusia, alam dan kehidupan, maka pra konsepsi yang dimilikinya jauh lebih konsisten dan terjamin jika dibandingkan dengan teori-teori manusia yang harus digunakan sebagai pra konsepsinya.

Bahkan lebih jauh lagi rabbaniah dapat menjadi kendali pikir ( Thinking control ) bagi aktifitas berpikir sehingga dapat menghindari proses dan hasil fikir yang merugikan dirinya dan juga orang lain. Disini tidak ada istilah “Ilmu untuk Ilmu” dalam kamus pemikiran Islam. (Lihat al-Muwafaqat). Dari asas berpikir inilah lahir batasan-batasan (Dlawabith) dan etika berpikir dalam Islam.

Karakteristik pertama ini selanjutnya membentuk karakteristik-karakteristik lain. Batasan-batasan berpikir (Dlawabith Tafkiriyyah) dengan sendirinya muncul dan terbentuk manakala seluruh karakteristik tersebut terpenuhi pada diri seorang pemikir.

194

Seperti kemampuan berpikir integral dan universal adalah dasar untuk berpikir secara seimbang, moderat dan realistik. Dengan sistematika ini maka seorang pemikir Islam diharapkan mampu memadukan secara proporsional dan objektif antara tuntutan kebakuan (konstanitas) dengan tuntutan keluwesan (fleksibelitas) yang cenderung dinamis dan berkembang dalam proses pemikirannya.

Dengan demikian kombinasi keenam karakteristik ini telah mampuh mengintegrasikan dua pola berpikir Deduktif dan Induktif. Karakteristik Rabbaniyyah membimbing dan membingkai seorang pemikir muslim untuk memiliki pra konsepsi yang lebih konsisten dalam teori maupun rumusan-rumusannya. Pendekatan berfikir ini juga dapat dikenal dengan istilah Fiqhud-Diin (pemahaman agama dari sumber wahyu secara langsung atau tidak langsung). Sedangkan karateristik lain: universal, moderat, seimbang dan realistik adalah pola yang memformat cara berpikir induktif yang akan memahami tuntutan lapangan yang dihadapi seorang pemikir. Dan pendekatan pemahaman ini dikenal dengan istilah Fiqhut Tadayyun (pemahaman cara beragama dengan memperhatikan proses aplikasi rumusan wahyu dalam kehidupan yang real).

195

Urgensi dan relevansi mempelajari Ushul Fiqh dalam rekonstruksi Pemikirian Islam:

Dengan memperhatikan sekilas definisi, sejarah perkembangan dan penulisan, sumber-sumber dan karakteristik Ushul Fiqh seperti diketengahkan di atas, mempelajari Ushul Fiqh memiliki sejumlah kepentingan dan relevansi yang sangat kuat dengan usaha rekonstruksi Pemikiran Islam. Antara lain:

1. Ushul Fiqh merupakan karya besar dan bukti prestasi Intelektual Ulama Islam sejak zaman sebelum dibukukannya, yaitu Zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat-nya radliallahu ‘anhum, sehingga menjadi disiplin Ilmu tersendiri dengan muatan substansial pemikiran yang konsisten (Intelectual Consistency).

2. Ushul Fiqh adalah hasil ijtihad Ulama Islam yang cukup monumental. Di mana ijtihad merupakan bagian terpenting dalam Ilmu ini, dengan paradigma yang sangat konsisten untuk mengontrol sistem dan mekanisme berfikir, sehingga proses dan hasil pemikirannya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah khususnya dalam bidang hukum.

3. Ushul Fiqh mampu memadukan dua kutub pemikiran: deduktif dan induktif yang sering dikontroversikan sejumlah pemikir dan ilmuwan. Demikian pula dengan kontroversi

196

antara kelompok rasionalis dengan tradisionalis, kelompok normatif dengan kelompok empiris, dan kelompok idealis dengan realis.

4. Ushul Fiqh memiliki epistemologi dan metodologi berfikir dengan asal usul dan sumber pemikiran yang tidak pernah kering menyumbangkan inspirasi untuk berkreasi dan berinovasi bagi para pembaca dan perenungnya. Yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan karakteristik utamanya yang integral (mencakup berbagai aspek kehidupan) dan universal (berlaku untuk setiap manusia di setiap ruang dan waktu).

5. Sekalipun Ushul Fiqh seringkali difungsikan

untuk beristinbath hukum dari al-Qur’an dan as-Sunnah, tetapi methodologi yang dimilikinya juga dapat difungsikan untuk mengistinbath pemikiran, keilmuan, kritik historis dan petunjuk-petunjuk lain dari kedua sumber tersebut. Mengingat berfikir tekstual dan kontektual atau deduktif dan induktif yang sangat diperlukan untuk menganalisa disiplin ilmu dan pengalaman lain telah mampu diintegrasikan Ushul Fiqh secara baik. Sehingga tidak berlebihan jika Dr. Jabil al-’Alwani, pakar Ushul Fiqh dari IIIT, menyebutnya denga Islamic Philoshophy (Filsafat Islam).

197

6. Dengan demikian Ummat Islam khususnya generasi pewaris Intelektual Ummat ini sangat berkepentingan dengan Ilmu Ushu Fiqh. Karena disiplin ilmu tersebut sangat relevan dan diperlukan sekali untuk membangun kembali pemikirannya dengan metodologi dan epistemologi yang unik dan sangat berbeda dengan disiplin pemikiran dan ilmu lain.

Ushul Fiqh sebagai disiplin ilmu dan Methode berpikir Analisis Kritis:

Ushul Fiqh dengan pedoman ijtihad di dalamnya merupakan prinsip berfikir analisis dan kritis. Analisis, karena mampu membangun kemampuan mengurai setiap permasalahan dengan dua dimensi esensialnya, yaitu secara tekstual (Fiqhun Nashshs dan Fiqhul Lughah) dan kontekstual (Fiqhul Maqashid) dengan integritas yang seimbang dan proporsional antara ide dan realita. Kritis, karena mampu mengkritisi setiap permasalahan dengan melibatkan seluruh dimensi ilmu dan pengalaman yang terkait dengan masalah tersebut, baik sisi kemanfataan maupun sisi bahayanya. Seperti sering diperaktekkan para Mujtahid ketika melakukan analogi atau berfatwa.

Methodologi ini dirumuskan dari sifat dasar kedua sumber utamanya yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah yang integral dan universal

198

sebagaimana tersebut di atas. Dari isi substansial atau materi hukum dan petunjuknya, kedua sumber ini cukup mampuh menampung setiap permasalahan manusia dan kehidupannya baik secara ekplisit, muhkamat dan yang bersifat qath’iy ( pasti, permanen dan konstan) maupun implisit, mutasyabihat dan bersifat dzanni (mengandung beberapa makna dan pemahaman).

Ushul Fiqh dengan dua sifat dasar dari kedua sumber utamanya ini , qath’iy dan dzaniy, yang (dengan ke-dzanniah-annya) ia dapat bergerak dinamis mengantisipasi setiap permasalahan yang fleksibel dan (dengan ke-qath’iyyah-annya) tetap berada di garis lurusnya yang konstan sehingga terhindar dari penyimpangan baik dalam tataran intelektual, pengalaman spiritual maupun prilaku moral. Dari sinilah kedua pendekatan pemikiran baik deduktif (yang sering dituduh sebagai kebenaran subyektif) maupun induktif (yang sering diklaim sebagai kebenaran obyektif) dapat dikompromikan bahkan dapat diintegrasikan menjadi sinergi pemikiran yang lincah dan bermata sempurna.

Inilah sejumlah faktor yang dapat digali sebagai fakta dan data bahwa Islam dengan metodologi Pemikirannya seperti ini selalu mampuh menunjukkan dirinya sebagai sistem hidup yang selalu relevan dengan perkembangan manusia. Jika seorang muslim, baik kalangan ‘ulama atau kaum intelektual, memahami esensi warisan

199

intelektualitas ini, maka visi dan misinya terhadap Pemikiran Islam akan menghasilkan produk-produk pemikiran yang kaya dengan kreatifitas dan inovasi yang tiada henti dengan nilai yang sangat tinggi di tengah melajunya pemikiran bangsa lain.

Pengantar ini diharapkan dapat memberikan gambaran global tentang kedudukan Ushul Fiqh sebagai bagian terpenting dari akar dan metodologi Pemikiran Islam. Untuk selanjutnya dapat dijadikan sebagai upaya merintis rekonstruksi, reformasi dan reformulasi kerangka Pemikiran Islam yang diperlukan sebagai perangkat kebangkitan kreatifitas dan inovasi para intelektual dan ilmuwan muslim.

IMAN, PEMIKIRAN DAN AKHLAQ Tiga Unsur Pembentuk Kepribadian

dan Peradaban

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali

200

orang-orang yang beriman, beramal sholeh, saling menasehati dengan kebenaran dan saling menasehati dengan keshabaran.”

(QS. 103 al-’Ashr 1-3).

Sebuah surah pendek yang begitu akrab di telinga kita kaum muslimin ini nampak sederhana. Tetapi tidak demikian bagi Al-Imam Syafi’i, menurutnya ia adalah surah yang jika hanya surah ini satu-satunya yang diturunkan Allah bagi manusia niscaya cukup memadai sebagai hujjah (argumentasi) terhadap berbagai aspek kehidupan mereka. Bagaimana perbedaan pandangan yang demikian jauh ini bisa terjadi. Padahal beliau adalah salah seorang tokoh yang memilliki pengikut cukup besar di negeri ini. Bahkan kecerdasan, keilmuan, kepribadian dan ketaqwaannya cukup diakui para ‘ulama terutama di masanya. Sehingga sebahagian sejarawan Islam mengabadikannya di deretan para pembaharu ummat ini.

Surah ini pulalah yang telah dijadikan landasan para shahabat, generasi terbaik ummat ini, dalam melakukan perubahan tatanan dunia hingga terbentuknya peradaban baru. Mereka sering mengakhiri pertemuan-pertemuan dan majlis mereka dengan membaca surah al-’ashr. Peradaban Islam yang benar-benar mencerminkan sifat manusia yang unik. Berada di antara kemuliaan para malaikat dan bersih dari prilaku hewani. Cukup dipahami jika Al-

201

Imam Sayid Quthb mengungkapkannya sebagai surah yang meletakkan seluruh kerangka dasar “dustur” (perundangan-undangan) Islami.

Surah ini memuat tiga kata singkat dan padat. Yaitu Iman, ‘amal sholeh dan tawashi ‘saling menasehati’dengan al-haq ‘kebenaran’ dan keshabaran. Tiga kata dasar pembentukan keperibadian dalam kehidupan seorang manusia sebagai syarat melepas kerugian yang seringkali membelenggu hidupnya. Sebagaimana dinyatakan secara tegas oleh Allah Pencipta manusia, alam dan kehidupan, dalam ayat 2. Pernyataan yang sulit diperdebatkan atau dipertanyakan obyektifitasnya. Mengingat itu keluar dari Maha Pencipta yang secara aksiomatis adalah Yang Maha Mengetahui segala permasalahan ciptaan-Nya.Yang ingin dianalisa ulang adalah bagaimana ke tiga kata tersebut begitu esensial bagi pembentukan keperibadian dan sekaligus peradaban umat Islam sepanjang sejarahnya. Peradaban yang telah menyumbangkan seluruh karya dan perestasinya bagi kehidupan dan rahmatan bagi semesta alam. Tanpa meminta balas jasa atau pamrih terhadap dunia bagi kesejahteraan umat ahli warisnya. Sikap yang tidak dimiliki bangsa-bangsa dengan peradaban materialistik modernnya yang demikian idealis namun egois dengan “hak cipta”nya.

202

Iman mewakili dimensi pertama dari Islam sebagai agama aqidah dan syari’ah. Perpaduan antara keduanya adalah syarat suatu kebenaran. Keikhlasan dan amal sholeh ‘baik, benar dan laik’ menurut Allah harus tercermin dan terpadu dalam setiap kepribadian muslim. Aqidah adalah unsur mendasar yang harus dipahami dan dimiliki manusia. Ia merupakan pijakan dan frame segala pemikiran, perasaan dan prilakunya dalam mengarahkan kehidupan ke arah yang benar. Istilah yang menjadi standar kebenaran berfikir, merasakan dan bertindak ini hendaknya menjadi perhatian prioritas pemahaman dan keilmuan sebelum segala sesuatunya. Tidak satupun Nabi dan Rasul diutus melainkan untuk menjelaskan dan meluruskan dua asas ini.

Bias tentang standar kebenaran yang sering muncul adalah akibat mengabaikan unsur ini. Padahal puncak pencarian kebenaran akan berakhir pada siapa yang menghendaki sesuatu kebenaran dan cara pencapaiannya. Siapa saja yang memahami dan berbuat sesuai dengan kehendaknya maka akan dinilai sebagai kebenaran. Keyakinanlah yang kemudian menggiring dan mengharuskan seseorang mematuhi setiap kehendaknya. Dengan demikian yang menjadi persoalan sekarang adalah siapa yang harus kita yakini sebagai seseorang yang menghendaki kebenaran. Dari sekian yang dianggap paling mengetahui tentang kehendak suatu kebenaran adalah

203

Pencipta kebenaran itu sendiri. Dia-lah Yang Maha mengetahui kebenaran tujuan, kewajiban dan hak manusia dalam kehidupan sesuai dengan kehendak-Nya.

Puncak dan akhir pengabdian dan penyerahan diri yang harus kita buktikan akan bermuara pada siapa Pencipta ini. Selanjutnya bagaimana cara memahami dan menyikapi kehendak tersebut dalam kehidupan nyata. Tentu saja hanya petunjuk-Nya semata yang dijamin kebenarannya dalam memaparkan kehendaknya. Dan untuk memahami sesuai kehendaknya harus langsung dari-Nya. Jika tidak bisa maka melalui nara sumber seperti ‘seorang rasul’ yang direkomendasikan-Nya dan para pengikutnya yang setia dan konsisten terhadap pemahaman dan sekaligus penerapannya.

Pengertian dan Peranan Aqidah:

Aqidah diambil dari akar kata ‘a-qa-da yang berarti mengikat, bertransaksi dan menyambungkan tali. Filosofi arti kata ini memberikan pengertian bahwa aqidah adalah sesuatu yang memang mengikat si pemiliknya dalam setiap prilaku. Baik prilaku berfikir, merasakan, berbicara maupun bertindak. Ditinjau dari sisi ini maka tidak seorangpun yang bertindak dalam konteks action (aksi) melainkan selalu terikat dengan aqidah yang diyakininya. Nampaknya imposible seseorang

204

bisa netral dari keterikatan ini. Apakah keyakinan itu disadari sebagai aqidah atau prinsip lainnya. Oleh karena itu tinggal bagaimana seseorang mengarahkan keterikatan ini kepada keyakinan yang benar.

Dilihat dari fakta ini aqidah berperan penting dalam menyalurkan sifat dasar dan fitrah manusia berupa keterikatan, ketergantungan dan keberpihakan. Sifat yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya dan begitu kuat pengaruhnya dalam hidup. Sekali lagi yang terpenting bagaimana mengarahkan sifat ini dengan benar. Inilah salah satu ciri khas dan karakteristik Islam. Islam tidak pernah mengingkari fakta yang benar-benar terjadi apalagi sebagai watak dasar manusia melainkan ia menempatkan dan mengarahkannya sesuai dengan tuntutan dalam mengikuti kehendak Yang Maha Benar.

Di antara peran penting lain aqidah adalah menyesuaikan keyakinan dan perasaan seseorang dengan fakta kehidupan yang sesungguhnya. Setelah ia mendapat informasi yang akurat mengenai kepastian keberadaan fakta tersebut. Fakta-fakta yang menjadi masalah terbesar dalam hidup manusia antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan ketuhanan dan masalah-masalah ghaib, metafisik dan transendental lainnya seperti mengenai ruh. Lagi-lagi manusia dengan kondisi keilmuan yang dibatasi ruang dan waktu

205

tidak mampuh menjangkau bidang ini. Oleh karena itu ia membutuhkan informasi tentang hal itu dari orang lain. Dan keyakinanlah yang paling dominan untuk membenarkan fakta ini.

Membenarkan sebuah informasi berdasarkan keyakinan kepada informan ‘pembawa berita’ bukan tidak argumentatif. Selama sang pembawa info ini seorang yang jujur dan dikenal bukan seorang pendusta. Apalagi jika ia seorang aktor atau pelaku dalam peristiwa itu. Karena sementara akal dan nalarnya tidak sanggup dipaksakan untuk mengamatinya mengingat keterbatasan ruang dan waktu tadi. Coba dari sekian informasi yang kita terima sehari-hari, baik yang ilmiah akademik atau berita biasa, berapa prosenkah yang diterima berdasarkan pengamatan dan penelitian nalar terhadap fakta dan peristiwanya, jika dibandingkan dengan kepercayaan hati kepada si pembawa beritanya? Di sini betapa besar peran keyakinan dalam kehidupan manusia.

Rumusan Aqidah Islam:

Rukun-rukun Iman yang enam merupakan rumusan aqidah Islam yang mampuh menjelaskan masalah-masalah terbesar dalam kehidupan manusia. Keenam rukun ini saling terkait dan membentuk mata rantai dan bingkai paradigma yang jelas untuk menjawab tuntutan kebutuhan dasar manusia.

206

Iman kepada Allah, eksistensi, sifat-sifat dan nama-nama baik-Nya adalah poros yang menjadi orbit kelima rukun iman lainnya. Rukun pertama ini menjadi puncak seluruh kebenaran pengabdian manusia. Karena kelima rukun lain bagian dari kehendak-Nya dan sangat terkait dengan cara dan metodologi memahami dan mengetahui kebenaran kehendak-Nya serta cara menyikapinya.

Iman kepada malaikat sebagai makhluk yang selalu berada di sisi Allah dan patuh tak pernah ma’siat kepada-Nya menempati posisi ke dua. Lewat salah seorang merekalah ‘yaitu Jibril’ Allah mewahyukan kehendak-Nya yang berisikan informasi yang sarat dengan petunjuk yang diperlukan manusia dalam memahami hakikat juklak kebenaran dalam kehidupan. Wahyu yang dihimpun dalam kitab-kitab-Nya ini menempati posisi rukun iman ke tiga.

Dalam memahami dan mengamalkan kehendak dan petunjuk ini diperlukan penerjemah sekaligus sebagai contoh penerapannya. Mengingat salah satu sifat dasar dan fitrah manusia yang lain adalah meniru dan mencontoh seseorang. Maka Allah mengutus para rasul-Nya sebagai uswah hasanah yang mewariskan pemahaman dan penerapan yang benar kepada para pengikut-nya yang setia. Betapa pentingnya mengakui kehadiran contoh ini sehingga menempati rukun iman ke empat

207

yang statemennya disatukan dalam kalimah syahadat yang ke dua..

Setiap manusia menghendaki hasil yang dipetik dari jerih payah yang dilakukannya. Sekaligus membuktikan dan mengalami kebenaran setiap petunjuk dari Yang Maha diyakininya dalam kehidupan.Di samping urgensi lain yang muncul saat meyakini akibat dan balasan yang diperolehnya berdampak besar dalam mengawasi dan mengontrol kehidupannya. Maka urgensi beriman kepada hari akhir untuk memasuki alam akhirat dan pembalasan menempati rukun iman ke lima.

Namun semua itu akan bermuara pada ketetapan Allah, baik maupun buruk, dalam qadla dan qadar-Nya. Sebagai Pencipta alam, manuisa dan kehidupan Allah tidak pernah membuat keputusan melainkan di atas ilmu dan kebijaksanaan-Nya yang pasti. Rahmat Allah amat meliputi segala sesuatu. Manusia tidak perlu cemas terzalimi di sisi Allah ‘Azza wa Jalla.

Seluruh rukun iman ini merupakan bingkai dan standar kebenaran bagi manusia. Dengan keenam rukun ini manusia mendapat kejelasan dalam memahami dan menerapkan apa arti suatu kebenaran berdasarkan fakta-fakta argumentatif. Jika ini dianggap sebagai doktrin maka tidaklah keliru seseorang untuk menjadikannya sebagai prinsip. Karena tidak

208

semua doktrin bisa dinilai tidak ilmiah. Bahkan betapa banyak sisi kehidupan manusia yang ditetapkan dengan doktrin yang sudah cukup faktual dan aksiomatis kebenarannya.

Hubungan Informasi dan Kebenaran

Informasi (Berita)

Benar Salah

Isi Informasi

Pembawa Informasi

AkalNalar

Hati Yakin

Kebenaran

209

Aqidah Islamiah, Kepribadian dan Peradaban Manusia:

Aqidah Islamiyyah adalah dasar dan pola pembentukan kepribadian dan peradaban manusia. Ia bukan produk dan rumusan nalar atau sosio-kultural manusia. Melainkan semua muatan berita dan instruksinya berasal dari Pencipta manusia yang disajikan dalam wahyu-

Iman Kepada Allah(Sumber Informasi Keimanan dan Kebenaran)

Iman Kepada Malaikat(Makhluk Gha'ib Terpercaya)

Iman Kepada Kitab-kitab(Petunjuk Hidup)

Iman Kepada Para Rasul(Manusia-manusia Terpercaya )

Iman Kepada Hari Akhir(Hari Memetik Hasil Pasti dan Abadi)

Iman Kepada Qadla dan Qadar(Keputusan dan Ketetapan)

210

Nya. Inilah yang membedakan aqidah Islam dan aqidah-aqidah lainnya. Di mana aqidah lain berpangkal dan bermuara pada hasil kebudayaan manusia dalam satu kurun waktu sejarah. Pengaruh dari perbedaan mendasar ini aqidah Islam adalah bingkai pradigma pemikiran, perasaaan dan prilaku manusia. Yang secara evolutif ‘lambat laun’ berproses menjadi visi dan misi yang melahirkan kepribadian dan peradaban manusia. Ia tidak dapat dipengaruhi dan bukan hasil kebudayaan tertentu suatu bangsa. Hal yang mungkin sekali terjadi terhadap aqidah lain. Mengingat aqidah lain tersebut memang dirumuskan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman seseorang atau suatu bangsa. Atau hasil adopsi, modifikasi dan rekayasa dari keyakinan agama tertentu.

Semua rukun iman yang enam ini ditetapkan berdasarkan ketentuan khobari ‘informatif’. Tidak satupun yang disimpulkan berdasarkan pengamatan dan pengalaman seseorang. Keenam rukun ini bersih dari unsur subyektifitas manusia. Baik kepentingan maupun keterbatasan ruang dan waktu yang diamati dan dialami manusia. Semua ketentuan itu datang dari Yang Maha Berkehendak di alam, manusia dan kehidupan ini. Dia adalah Allah sebagai Pencipta, Pengatur, Pemilik, Raja dan tempat kembali untuk memperoleh balasan

211

masing-masing atas hasil keyakinan dan amal perbuatannya.

Paradigma ini dapat dipahami dengan ilustrasi realita struktur kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Di mana seluruh aktifitas manusia harus seirama dan tunduk di bawah kehendak yang dianggap memiliki political will atau kedaulatan dalam negara. Apakah berupa sosok individu seorang kepala negara atau suatu bangsa ‘rakyat’. Jika ini dapat diterima sebagai suatu peraturan dan paradigma ilmiah, kenapa ada keberatan untuk tunduk dan menerima kebenaran yang berasal dari Pencipta, yang secara aksiomatis Maha mengetahui struktur dan tujuan ciptaan-Nya, sekaligus sebagai Maalikal Mulki ‘Pemilik seluruh kerajaan’ serta Pemegang hak prerogatif dalam mengatur alam semesta, termasuk manusia dan kehidupannya.

Obyektifitas kehendak Allah juga dapat dirasakan dengan tidak adanya kepentingan Allah sedikitpun dalam aturan-Nya bagi manusia. Semua peraturan syari’ah yang ditetapkan-Nya semata-mata demi mewujudkan kemashlahatan manusia. Ini terlihat dengan betapa kecilnya keberadaan bumi dan seisinya jika dibandingkan dengan satu galaksi saja dari universe -alam semesta- ini. Kehilangan sebuah titik bumi dalam bentangan galaksi Bima sakti yang ditempatinya tidak akan mempengaruhi kerajaan Allah. Jadi apa yang Allah inginkan

212

bagi manusia dalam aqidah dan syari’ah-Nya ini semata-mata sebagai rahmatan lil ‘alamin.

Paradigma seputar wahyu ini juga tidak menghilangkan peran akal dan nalar manusia. Sebagaimana yang sering dikhawatirkan sebahagian orang. Akal dilibatkan oleh Allah dalam bidang ruang dan waktu yang mampuh dijangkaunya. Yaitu bidang kreasi, inovasi dan rekayasa pengembangan hidup manusia dalam bingkai aqidah dan syari’ah-Nya. Bukan bidang supernatural yang transendental metafisik. Karena jangkauan imajinasi -daya khayal- manusia selalu berkisar pada analogi apa yang ghaib dengan apa yang pernah dilihat dan dialaminya. Ini tidak cukup untuk menjangkau wilayah hakikat keghaiban. Jika dipaksakan maka kebenaran alam ghaib ini akan tergambar pada simbolisme. Seperti patung-patung ketuhanan yang kita lihat dalam agama lain. Oleh karena itu Rasulullah, shallallaahu ’alaihi wa sallam, melarang ummatnya memikirkan tentang Zat Allah dan membuka dengan seluas-luasnya untuk memikirkan makhluk-Nya.

Iman seperti ini adalah puncak keperibadian seseorang. Ia juga merupakan lapisan terdalam keperibadian manusia yang sulit dibaca atau diusik. Kata ini merupakan hasil kristalisali dan perpaduan kecemerlangan wawasan pemikiran dan kematangan kedewasaan mental. Karena akhir sebuah pemahaman baru bermanfaat saat menjadi keyakinan dalam bentuk prinsip atau

213

kepercayaan. Ia tersimpan dan terpelihara sebagai puncak rahasia hidup seseorang. Dan akhirnya ia menjadi dorongan dan kekuatan untuk mengambil keputusan. Disamping dapat melindungi dan menenteramkan pemiliknya dalam melakukan tindakan.

Iman secara bahasa berasal dari kata dasar a-mi-na. Yang berarti merasa aman dan tenteram. Sedangkan aa-ma-na berarti meyakini, percaya atau beriman. Jika dilihat dari kata dasarnya maka keimanan adalah sesuatu yang memberikan keamanan dan ketenangan bagi pemiliknya. Jika keimanan tidak memberikan nuansa tersebut maka telah terjadi distorsi, penyimpangan, ketidak berfungsian bahkan mungkin kesalahan total pada obyek yang diimaninya. Disinilah kita dapat memahami ma’na dibalik firman Allah “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenang dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan dzikir (mengingat dan menyebut) Allah niscaya hati menjadi tenang”. (QS. 13 Ar-Ra’d, 28).

Ketenangan adalah puncak dan muara kebahagiaan dan kesenangan seseorang. Bahkan itulah kebahagiaan yang sesungguhnya. Kesenangan dan kebahagiaan yang tidak membawa kepada ketenangan dapat dikatakan kesenangan semu. Dengan ketenangan dan ketenteraman seseorang akan mampuh mengendalikan diri dengan baik. Di mana saat itulah kemampuan mengantisipasi dan

214

menganalisa seseorang berfungsi dengan baik pula. Karena saat ia gelisah, emosi tak terkendali dan kalut maka hal yang sepele bisa menjadi rumit, sulit dan bisa bertele-tele.

Oleh karena itu iman tersimpan di bagian terdalam dan terpenting tubuh manusia. Hati atau tepatnya Qalbu, yang menurut Rasulullah, shallallahu ‘alai wa sallam, sebagai orbit atau muara baik-buruknya seluruh tubuh. “Ingatlah bahwa dalam tubuh itu terdapat segumpal daging. Jika ia baik maka baiklah seluruh tubuhnya dan jika rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ingatlah bahwa itulah qalbu” (Al-Hadits).

Atau sebagai “hakim agung” dalam diri seseorang. Pengambil keputusan terakhir untuk suatu tindakan yang harus diambil dan dilaksanakan anggota tubuh. Sebagaimana Nabi besabda: “istafti qalbaka” artinya: Mintalah fatwa (nasehat, pandangan dan putusan) kepada hati nuranimu. Dengan demikian keimanan dan keyakinan menjadi ukuran dan ruh kejujuran yang menenteramkan hati seseorang. Pemikiran adalah lapisan ke dua pembentuk kepribadian. Ia menjadi muatan akal setiap manusia. Dengan akal dan nalar manusia dapat berpikir secara dinamis untuk menghasilkan suatu rumusan yang bernama pemikiran. Pemikiran adalah anugerah Pencipta manusia

215

yang sangat berharga. Dengan pemikiran manusia dapat berinisiatif, berkreasi, berinovasi dan berkarya secara baik, efektif dan efisien. Dalam konteks individual pemikiran ini dapat memformulasikan maket kepribadian. Sedangkan dalam konteks ummat atau sosio kultural manusia dapat memetakan tatanan peradaban.

Di sini pemikiran cukup menentukan dalam menata kembali masa depan keperibadian seseorang dan merekayasa ulang peradaban suatu bangsa. Bangsa yang tidak mewariskan pemikiran kepada generasinya, akan kehilangan masa depannya sekalipun saat ini hidup dalam peradaban yang modern dan maju. Sebaliknya bangsa yang mewariskan dan memelihara pemikirannya dari generasi ke generasi akan tetap eksis dan memiliki peluang besar membangun kembali peradabannya.

Iman yang tumbuh baik dan hidup dinamis adalah iman yang melahirkan kekuatan berpikir untuk menghasilkan pemikiran, ‘irodah’ atau keinginan dan tekad untuk melakukan sesuatu. Yang seluruhnya diformulasikan dalam istilah niat. Niat dalam pandangan para ‘ulama menempati sepertiga kehidupan manusia. Karena hati manusia adalah satu dari tiga bagian dan unsur primer manusia di samping akal untuk berpikir dan pisik untuk bertindak. Disinilah nilai interaktif dan interdependen antara ke tiga unsur tersebut.

216

Dengan demikian niat dapat menjadi ujung tombak keimanan. Ia dapat mengarahkan dan menata sebuah orientasi kerja dan perilaku. Oleh karena itu untuk mengetahui seberapa tinggi keimanan yang dipusatkan pada niat seseorang adalah kata ke dua yaitu “amal sholeh”.

Amal sholeh adalah refleksi kongkrit dimensi kedua dari Islam yaitu syari’ah. Amal sholeh juga merupakan salah satu prinsip dasar methodologi pemikiran dalam Islam. Sebuah pemikiran yang tidak berlandaskan hasil karya adalah tercela menurut syari’. Demikian para ‘ulama Islam, seperti Al-Imam Asy-Syathibi, menggariskan paradigma methodologi pemikirannya. Prinsip ini diilhami ayat di atas. Ayat yang menginspirasikan dan sekaligus meminta pertanggungan jawab atas pemikiran dan keyakinan seseorang.

‘Amal sholeh juga menempati posisi cukup strategis dalam membentuk keperibadian. Bahkan ialah pembentuk konstruksi bangunan akhlaq dan perilaku yang merupakan lapisan terluar kepribadiannya. Lapisan terluar ini mengesankan ma’na dan nilai pemikiran dan keyakinan seseorang manakala orang lain bersinggungan dan berinteraksi dengannya.

217

Amal sholeh secara bahasa berarti kerja yang baik, laik, sesuai, benar, damai, serasi dan segala yang bernuansakan ma’na kebaikan dan kemashlahatan. Pilihan kata ini amatlah tepat dan mencerminkan miracle atau kemu’jizatan al-Qur’an. Ukuran kebenaran dan kebaikan yang dimaksud tentu saja menurut seluruh team penilai, baik kalangan manusia atau makhluq lain seperti malaikat dan alam semesta.

Kebaikan tersebut pada akhirnya memerlukan standar penilaian baku yang disepakati bersama. Inilah persoalan mendasar terjadinya perselisihan, perbedaan pandangan dan sikap dalam kehidupan manusia. Jika kebaikan dan kebenaran ini diserahkan kepada manusia maka tidak akan dan sulit terjadi titik temu.

Disinilah Allah menurunkan ajaran dan konsep hidup bagi manusia. Bahkan untuk seluruh makhluk-Nya sehingga mereka tunduk dan patuh dengan peraturan-Nya. “ Maka apakah mereka mencari agama selain agama Allah. Padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa, dan hanya kepada Allah-lah mereka kembali”. (QS. 3 Ali ‘Imron 83).

Dengan diturunkannya Islam sebagai pedoman dan jalan hidup maka titik kesepakatan nilai kebenaran akan ditemukan. Dan selanjutnya akan menjadi tali pengikat hubungan kehidupan

218

menuju terciptanya kesejahteraan dalam peradaban manusia. Bahkan sebagaimana diisyaratkankan dalam ayat tersebut kesepakatan standar nilai ini juga diakui kalangan makhluk lain seperti malaikat yang lebih besar jumlahnya dari pada manusia dan tidak pernah maksiat sedikitpun kepada Allah (Lihat QS. 66 at-Tahriim, 6).

Dengan demikian amal sholeh yang dimaksud Islam adalah kerja yang baik dan laik menurut Allah ‘Azza wa Jalla yang selanjutnya menjadi dasar pengakuan kesholihan kalangan manusia, jin dan para malaikat. Karena kebenaran itu adalah otoritas yang Maha Mengetahui. Dan dipastikan tidak ada yang maha mengetahui hakikat sesuatu selain Penciptanya. Di sini kita melihat bagaimana keimanan dituntut untuk meyakini siapa yang sebenarnya yang harus mendefinisikan dan mendimensikan kata “kebenaran” atau al-haq. Jika terjadi kekeliruan dalam keyakinan ini maka akan terjadi kekeliruan fatal dalam perbuatan, tindakan dan seluruh dimensi kehidupan.

Tawashi ‘saling menasehati’ dengan al-haq ‘kebenaran’ dan keshabaran merupakan bentuk kesholehan sosial. Kesholehan ini adalah refleksi dari kesholehan individual pribadi muslim yang beriman dan beramal sholeh. Pemahaman dan pengalaman imani dan kesholehannya tidak hanya dinikmati sendiri. Ia tergerak hati nuraninya untuk berbagi

219

kenikmatan iman dan amal sholeh dengan orang lain. Bentuk nyata kecerdasan emosional dan spiritual inilah yang tengah dicari dan dibangun kembali peradaban Barat yang selama ini kehilangan kebermaknaan dalam meikmati kehidupan.

Saling menasehati dengan al-haq (kebenaran) dimulai dari tingkat pemahaman, penerapan, sampai perjuangan menegakkan kebenaran dalam kehidupan. Memahami kebenaran adalah proses pertama dan prioritas dalam membentuk mind setting seseorang. Selanjutnya pemikiran yang telah tertata dengan nilai-nilai kebenaran akan menginspirasikan berbagai gagasan, inovasi dan kreativitas kerja yang serba sholeh. Sedikit sekali ditemukan ide dan karya keburukannya.

Proses memahami, menerapkan, apalagi sampai menegakkan kebenaran memerlukan waktu cukup lama dan panjang. Bahkan waktu merupakan bagian dari terapi, solusi dan syarat membenahi kehidupan. Untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya dampak negatif akibat lama dan panjangnya waktu yang harus ditempuh, maka Allah menutup surah ini dengan gambaran pentingnya membiasakan (habit) saling menasehati dengan keshabaran.

Shabar merupakan potensi dan kemampuan mengendalikan diri. Inilah salah satu tingkat kecerdasan yang sangat diperlukan dan sahabat

220

kehidupan yang tidak boleh ditinggalkan dan terabaikan. Dengan kemampuan ini seorang muslim dapat mengikuti proses perjalanan tegaknya kebenaran secara bijak. Di mana puncak kebenaran yang sesungguhnya adalah kenyataan, kepastian dan keabadian hidup di akhirat kelak. Masa yang tidak bisa diukur dengan periode dan generasi sejarah hiup manusia. Kemampuan luar biasa ini pada akhirnya menyiapkan pribadi-pribadi muslim yang siap dan handal menghadapi dan mengarungi perjalanan hidupnya.

Perpaduan ketiga unsur utama ini menjadi sinergi keperibadian bagi kemuliaan dan keagungan seseorang dan bangsa. Sinergi ini selanjutnya menjadi dasar kekuatan dalam berbagai dimensi dan aspek kehidupannya. Oleh karena itu membangun kepribadian Islami merupakan prioritas utama dalam pembangunan setiap individu yang akan membentuk suatu bangsa dengan peradabannya. Dimulai dengan memahami dan internalisasi esensi keimanan dan pemikiran Islam yang selanjutnya diaktualisasikan dan dieksternalisasikan dalam bentuk akhlaq dan prilaku baik dalam konteks individu maupun sosial.

221

TANTANGAN DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM MASA DEPAN

(Studi Antisipatif Pendidikan Anak Abad 21)

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa

kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”

(QS. 4 An-Nisaa’ 9).

“Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji Rabb-nya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya (dengan sempurna). Allah berfirman: ’Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia’. Ibrahim berkata: ‘ (Dan saya mohon juga) dari keturunaku’. Allah berfirman: ‘Janjiku (ini) tidak mengenai orang yang zalim’.”

222

“Ya Rabb kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara cucu kamiummat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkalah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ‘ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha penerima taubat lagi Maha Penyayang”.

Ya Rabb kami, utuskanlah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan merek, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur’an) dan hikmah serta mentazkiah (mensucikan) mereka. Sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): ‘Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan (komitmen ‘terikat dan terlibat’) menjadi muslim”. (QS. 2 al-Baqarah 124, 128, 129 dan 132) Berpikir antisipatif ‘membaca, merencana dan menata masa depan’ adalah salah satu ciri khas visi dan misi Islam. Dalam sejumlah ayat dan hadits seringkali ditemukan ungkapan kata dan pemikiran yang memetakan masa depan yang bakal terjadi, baik ataupun buruk. Sifat ini hendaknya mengilhami ummat Islam untuk

223

membuka masa depan dengan kreasi dan inovasi positif dan proaktif. Tidak reaktif menunggu peristiwa terjadi atau menanti rintisan orang lain. Sikap terakhir ini hanya akan membuat ummat ini tidak hanya tertinggal tetapi lebih parah lagi akan menjadi bulan-bulanan “keinginan” rencana dan pola hidup orang dan bangsa lain.

Abad 21 adalah abad masa depan setiap bangsa. Siapa yang paling siap memasuki dan laik hidup di abad itu, merekalah yang akan memegang dan mengendalikan abad tersebut sesuai dengan keinginannya. Fenomena hari ini dengan globalisasi informasi, transpormasi dan policy internasional berikut sejumlah dampaknya, masih memetakan dominasi bangsa lain terhadap umat Islam. Seakan-akan jangankan untuk bersaing apalagi merubah peta tersebut, untuk bertahan hidup ‘survive’ di masa itu dengan eksistensinya sebagai muslim saja masih diragukan.

Fenomena ini tentu saja tidak perlu membuat kita larut dalam keperihatian. Sebagai ummat yang memiliki kekayaan sistem, prinsip, pemikiran dan orientasi kerja yang jelas didukung pengalaman sejarah dalam membangun peradaban yang besar dan agung sampai meraih prediket ummat ‘bangsa’ terbaik “Khairu Ummah’, kita tidak perlu pesimis. Justeru dengan sejumlah potensi ini terutama warisan pemikiran Islam yang tetap utuh, kita

224

bisa mengulang peradaban baru yang lebih baik, sebagai alternatif bagi peradaban manusia sekarang yang sedang berada di titik puncak kejenuhan dan kebingungannnya. Di samping mereka telah kehilangan pemikirannya, sehingga dapat diprediksikan jangankan untuk mengulang peradaban baru, mereka sulit untuk bertahan hidup sekalipun dengan kondisi meterialistik yang mempesona dan serba ada seperti sekarang ini.

Tantangan Pendidikan Islam:

Pertama Tantangan Internal:

Sistem, kurikulum dan pola pendidikan Islam dua abad terakhir (abad 19 dan 20 ini) telah melahirkan sejumlah dampak. Tanpa melupakan sisi positif yang dapat dipertahankan dan ditingkatkan, berbagai sisi negatif produk sistem dan mekanisme pendidikan abad ini harus bertanggungjawab atas berbagai krisis kepribadian yang terjadi. Mulai dari krisis intelektual yang miskin paradigma dan methodologi, krisis mental yang kurang dewasa, sampai krisis moral dan prilaku yang keliru dalam menampilkan esensi nilai. Secara global permasalahan ini dapat dirumuskan dalam tiga urutan bentuk kesalahan kepribadian: 1. Kesalahan dalam sistematika ‘susunan’

intelektual dan pemikiran2. Kesalahan dalam sistematika mental dan

perasaan,

225

3. Kesalahan dalam sistematika moral dan tindakan.

Kesalahan-kesalahan ini telah mewarnai keperibadian hampir seluruh lapisan umat Islam. Mulai dari anak-anak, remaja, sampai orang dewasa, mulai dari orang awam, kaum cendekiawan sampai para ulama.

Kesalahan pertama terlihat dalam salah persepsi, tidak berpikir prioritas, opini kontradiktif dan cara pandang yang tidak obyektif. Faktanya sering terbalik antara esensi inti dan kulit, tujuan dan sarana. Gejala ini dapat terlihat dalam kekeliruan penggunaan istilah, baik disadari atau tidak, atau karena ada unsur rekayasa. Seperti istilah “karir” bagi kaum wanita. Karir sering identik dengan profesi yang menghasilkan uang. Tidak ada kata pahala, dosa, dan nilai hukum reliji seperti haram dan halal dalam kamus karir.

Kesalahan ini berdampak pada lahirnya kesalahan ke dua. Anak yang menjadi ibu rumah tangga yang melahirkan, merawat dan mendidik anak, jauh kurang dihargai daripada seorang anak yang menjadi sekretaris sebuah perusahaan. Bahkan profesi ini jarang diakui sebagai karir yang berhak mendapat penghargaan. Termasuk oleh ibu rumah tangga sendiri yang terkadang merasa minder jika dideretkan di kalangan wanita karir lainnya.

226

Gejala ini telah merubah moral, cara betindak dan bersikap yang merupakan kesalahan ke tiga. Banyak kaum ibu, sampai kurang menghargai anak perempuannya yang sudah sarjana tetapi hanya berperan sebagai ibu rumah tangga, sekalipun cukup sibuk dengan tugas rumah tangga dan bekerja untuk kepentingan keluarga sampai 17 jam sehari.

Penyebab yang cukup mendasar kesalahan-kesalahan ini adalah ketidak berimbangan informasi. Informasi Islam dan sejumlah dimensinya tentang nilai hidup sangat jauh tidak berimbang dengan arus informasi tentang cara hidup menurut pendapat para ahli. Mata pelajaran dan kuliah di berbagai jenjang pendidikan sangat miskin muatan informasi Islam. Baik tentang nilai hidup maupun seputar ilmu pengetahuan alam dan sosial. Islam yang seharusnya menjadi dasar dalam cara berfikir, merasakan dan bertindak untuk setiap saat hanya diberikan jatah waktu kurang dari 2 jam. Kondisi ini diperburuk oleh kualitas sumberdaya manusia pelaku pendidikan Islam itu sendiri, baik guru, orang tua maupun murid, yang miskin perhatian dan wawasan.

Ke dua Tantangan eksternal:

Rekayasa luar umat Islam cukup terbukti mempengaruhi munculnya berbagai permasalan pendidikan Islam. Berbagai muatan Islam yang telah dieliminir, dipersempit dan disekat-sekat

227

pun tidak dikehendaki menjadi bagian kurikulum terpenting. Semua ini berorientasi untuk mengosongkan atau meminimalisasi pengetahuan dan opini Islam dari benak pikiran ummat Islam. Sehingga kata Islam dan terminologi “istilah” Islami terasa asing dan dilepas dari setiap dimensi kehidupan. Selanjutnya ummat dikondisikan memasuki kebimbangan dan kebingungan menentukan pilihan dan mengantisipasi setiap perkembangan.

Dalam kondisi mengambang seperti ini tiba giliran peran kulturisasi ‘pembudayaan’ dan pelembagaan pengetahuan dan terminologi non Islam. Ia masuk, menggumpal dan kemudian mengkristal menjadi opini dan prinsip baru dalam kehidupan. Kristalisasi berlanjut sampai menjadi paradigma atau cara pandang, standar dan prinsip dalam menilai segala permasalahan. Berikutnya terjadilah perubahan cara dan pola hidup yang semakin jauh dari kata Islam. Kondisi ini merupakan tanah subur untuk tumbuh dan berkembangnya benih pemikiran dan budaya tidak Islami tanpa nilai yang cenderung permisif ‘serba boleh’.

Era globalisasi semakin mengokohkan eksistensi budaya non Islam. Peran Islam, baik dalam pemahaman, pemikiran dan model hidup, terus dipersempit, terutama dari dunia pendidikan. Sementara arus informasi asing tidak Islami semakin deras dan semakin

228

memperluas ketidakbeimbangan. Data empiris dan contoh kongkritnya adalah perimbangan prosentase acara di setiap saluran televisi. Akibatnya permasalahan semakin komulatif dan rumit. Umat Islam semakin sulit mencari penyebab utamanya dan dari mana ini mulai terjadi, jangankan untuk mencari dan memulai solusi.

Klimaksnya, terbagilah ummat ini menjadi tiga kelompok:Kelompok pertama adalah mereka yang pro modernisme dan “kemajuan”. Mereka larut dan menerima seluruh kenyataan ini, tanpa sedikitpun merasa perlu menyeleksi bahkan sampai berani melepas atribut-atribut Islam.

Kelompok ke dua adalah kaum penolak dan anti perkembangan dan realita, sampai pada pengharaman produk teknologi seperti televisi, pengeras suara dan radio.

Kelompok ke tiga adalah kaum yang menerima realita produk, budaya dan pendidikan luar Islam dengan tetap berada di pihak Islam.

Kelompok terakhir ini masih terbagi kepada tiga golongan:

Pertama, mereka yang menggunakan pendekatan methodologi Barat, dengan asumsi bahwa ilmu pengetahuan Islam miskin methodologi. Produk pendekatan ini adalah

229

kecenderngan mengadaptasikan Islam kepada teori dan paradigma Barat.

Ke dua, mereka yang menggunakan pendekatan methodologi Islam secara murni dan menolak mentah-mentah methodologi non Islam seperti Barat. Dengan asumsi bahwa Islam telah memiliki segalanya, mereka anti ilmu pengetahuan Barat dan menganggap tidak perlu belajar bahasa mereka seperti Inggris.

Dan ke tiga, mereka yang moderat dengan menggunakan pendekatan methodologi Islam dengan tetap menerima methodologi lain sesuai dengan paradigma ‘kerangka berpikir’ Islam.

Tantangan Masa Depan Pendidikan Anak abad 21:Dari tantangan global di atas, dapat kita persempit jenis tantangan pendidikan anak dan permasalahannya dalam menyongsong abad 21.

Pertama : tantangan sumberdaya manusia. Tantangan pertama dan utama yang dihadapi pendidikan anak adalah aspek sumberdaya manusia yang laik menjadi idola. Baik orang tua, masyarakat maupun kalangan pendidik seperti guru. Pemikiran orang tua semakin tidak jelas dan rancu dalam soal pendidikan terutama sistem pendidikan Islam. Wawasan seputar pendidikan Islam , mulai dari makna, gambaran sampai tujuan sebenarnya, sangatlah miskin. Pemikiran mereka masih didominasi oleh

230

kepentingan materialistik duniawi sebagai dampak ketidakberimbangan informasi di atas.

Kondisi ini mempengaruhi perhatian orang tua terhadap dunia pendidikan. Terbukti dengan sikap mereka dalam memasukkan dan menyerahkan anaknya ke suatu lembaga pendidikan. Apalagi cita-cita agar anaknya menjadi guru sangatlah kecil kemungkinannya. Maka pada akhirnya profesi guru seringkali hanyalah pelarian bukan keinginan. Obsesi untuk menjadi guru karena jasa dan kemuliaannya, yang pernah membudaya dan melembaga di kalangan masyarakat tahun tujuh puluhan ke belakang, semakin hari semakin terkikis. Bahkan untuk lembaga pendidikan tinggi seperti IKIP sekalipun belum berhasil menggiring para mahasiswanya untuk menjadi pendidik dengan keinginan sepenuh hati.

Mentalitas seperti ini diperburuk oleh tingkat penghargaan dan perhatian ummat kepada guru yang dirasa belum memenuhi kata cukup jangankan penuh hormat. Termasuk kalangan pemerintahan yang belum memadai menempatkan profesi guru terutama dari sisi pemenuhan keperluan primer dan sekunder mereka. Sanjungan dan pujian sekalipun dalam bentuk himne guru yang diabadikan tidaklah cukup untuk mengatasi dan memenuhi tuntutan mereka. Akibatnya banyak ditemukan peraktek pendidikan yang cenderung komersial.

231

Walaupun bisa dimaklumi bahwa itu kadang dilakukan sekedar untuk menutupi kekurangan.

Ke dua : tantangan sumber dan sistem pendidikan. Tantangan lain yang cukup serius adalah aspek sistem dan sumber pendidikan itu sendiri. Orientasi meterialistik dan dominasi duniawi telah merubah tatanan kehidupan anak yang serba lemah. Prinsip dan pemikiran yang mestinya mengarahkan cara hidup telah mencair. Anak-anak itu pada akhirnya larut menjadi manusia reaktif dan pembeo. Kemiskinan nilai dalam sistem pendidikan pada puncaknya telah melahirkan anak didik yang kurang mengenal sopan santun.

Sumber pendidikan yang tidak berorientasi Islam, baik ke Barat atau sistem lain, telah membuang dan menghapus kata dan nuansa Islami dari dunia pendidikan. Contoh kalimat ‘hukum alam’ yang terkesan sekuler, jauh lebih dikenalkan dari pada kalimat ‘sunnatullah’ yang bernuansa imani. .Anak didik produk pendidikan seperti ini mencapai titik kehilangan jati dirinya. Jangankan sebagai muslim, ummat Islam atau bangsa terhormat, sebagai manusia saja sulit disadarkan. Realita ini kemudian membawa mereka kepada sikap tidak percaya diri. Lebih jauh lagi mereka telah menuduh dirinya tidak berharga dan manusia buangan.

232

Ke tiga : tantangan budaya dan lingkungan masyarakat. Sistem pendidikan seperti diatas selanjutnya “sangat berjasa” dalam membangun kekecewaan pada diri anak. Anak-anak yang kehilangan prinsip dan nilai itu pada akhirnya menemukan apa yang mereka inginkan pada budaya dan lingkungan masyarakat. Sekalipun kepuasan yang mereka peroleh sesungguhnya amatlah semu. Figur orang tua dan guru pun harus bertanggungjawab terhadap terbentuknya karakter ini. Karena peran idola dan teladan yang seharusnya mereka tampilkan tidaklah membuat anak-anak terkesan. Karena saluran air kasih sayang dan cinta mereka telah mengering. Yang ada adalah figur-figur ambivalen, munafik dan pendusta. Baik dalam dunia seni-budaya (hiburan), politik, ekonomi, termasuk pendidikan itu sendiri.

Di pihak lain mereka justeru menganggap menemukan “pengertian” dan “perhatian” dari teman sekitarnya. Lihat bagaimana seorang pelajar begitu asyik menceritakan pengalaman dan permasalahan hidupnya termasuk tentang keluarganya, kepada teman lelakinya sambil bergandengan dan berpelukan. Fenomena ini dapat kita saksikan tidak lagi di tempat sunyi atau gelap tetapi di banyak tempat terbuka. Rasa malu yang merupakan control nuraninya yang terakhir, saat itu tidak lagi masuk dalam agenda perbincangan mereka. Semua larut dan

233

tersita oleh agenda “kesenangan” dan “kebahagiaan” berdua.

Bunga dekadensi moral ini semakin hari semakin harum dan memikat para peminat. Didukung oleh perubahan selera hidup dari nuansa reliji yang dianggap mengikat kepada gaya hidup yang serba boleh dan bebas. Semua ditampilkan demikian mempesona tanpa “rasa riskan dan malu” sedikitpun, didukung oleh sejumlah mas media cetak dan elektronik. Diperkaya dengan globalisasi informasi yang memaksa kita untuk membiasakan kerkata “itu biasa”. Yang pada akhirnya mereka menjadi pesaing kita dalam membangun budaya dan cara hidup baru beresensi Islam dalam nuansa hidup penuh nilai dan etika.

Strategi Pendidikan Anak abad 21:

Pendidikan anak adalah strategi yang paling tepat untuk menuntaskan solusi terhadap tantangan global ummat Islam di atas. Orientasinya tidak sekedar bermuara pada pemberdayaan manusia muslim yang berkualitas tetapi sampai pada mengganti dan merubah manusia dengan seluruh dimensi kehidupan dan peradabannya.

Pertama: Pembangunan visi dan misi para pendidik: guru, orang tua dan masyarakat. Langkah ini adalah langkah pertama dan perioritas. Visi dan misi orientasi pendidikan

234

umat ini harus ditata ulang dan jika perlu dirombak. Dari cita-cita menjadikan anak sekedar pintar kepada “anak sebagai ‘abdun (hamba) sholeh”. Bahkan penataan ulang ini nampaknya juga harus dimulai dari persepsi tentang anak sholeh itu sendiri. Yang sering dipahami masyarakat luas sebagai anak “pendiam, tidak banyak permintaan, dan penurut”. Semua atribut ini tentu tidak mewakili keseluruhan dimensi kesholehan. Sekalipun merupakan bagian kesholehan yang tetap harus disertai dengan penjelasan.

Secara bahasa ‘abdun berasal dari kata ‘a-ba-da yang berarti tunduk, patuh, khusyu’, dan nurut. Jadi ‘abdun adalah seorang yang tunduk, patuh dan penurut yang sering distilahkan dengan kata ‘hamba’. Karena seorang hamba memang memiliki sifat-sifat seperti ini. Jadi wajar jika anak sholeh dipahami sebagai anak penurut. Sifat-sifat ini tidaklah negatif. Bahkan semua itu merupakan sifat terpuji yang harus menjadi dasar karakter seseorang. Kekeliruan terjadi bukan pada pengakuan sifat-sifat tersebut sebagai karakter baik. Melainkan terjadi pada kesalahan alokasi atau penempatan sifat dan sikap itu kepada ‘siapa’ yang berhak dipatuhi.

Visi atau cara pandang tentang “siapa yang harus dipatuhi” harus mutlak benar dan tepat termasuk dalam susunan siapa-siapa saja yang didahulukan. Sesuai dengan jasa dan hak dipatuhi yang dimilikinya mengingat ‘ilmu dan

235

kebijakannya. Singkatnya, jelas bahwa yang berhak dan laik dipatuhi secara mutlak di atas segalanya dan siapa saja hanyalah Allah, Pencipta manusia yang Maha Tahu dan Maha Bijak. Dari kalangan manusia yang harus dipatuhi secara mutlak adalah Rasul-Nya, shalllallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah seorang manusia sempurna yang direkomendasikan Allah agar dijadikan idola dalam memahami dan mengekspresikan dimensi kesholehan.

Kebijaksanaan Allah selanjutnya terlihat pada kebijakan dan ketentuannya agar seorang anak tidak berkata “ah...” kepada kedua orang tua apalagi menyakitinya. Karena Allah Maha Tahu bahwa orangtuanya begitu berjasa menghamilkan, melahirkan dan merawatnya sampai besar dengan penuh kasih sayang anugerah dari-Nya. Demikian pula Allah mengingatkan agar seorang anak menghormati siapa saja yang telah berjasa seperti guru dan siapa yang lebih dewasa. Untuk menjaga penyimpangan susunan kepatuhan ini Rasulullah membuat rumusan: “tiada ketha’atan kepada seorang makhluq (ciptaan Allah) dalam hal ma’shiat kepada Kholiq (Allah, Maha Pencipta). Adapun kata “sholeh”, berasal dari kata sho-la-ha yang berarti baik, laik dan damai. Semua ma’na ini mengilhami dan mengispirasikan bahwa “anak sholeh adalah anak yang laik

236

hidup dan diterima masyarakat mengingat kebaikan-kebaikan yang menjadi karakter dirinya cukup membuat damai setiap orang di sekitarnya”. Dari gambaran ini terlihat transparan bahwa anak yang tidak laik hidup di suatu kurun waktu dan masyarakat tertentu, karena kelemahan dan keburukan lapisan-lapisan keperibadiannya baik pemikiran, kedewasaan maupun tindakannya, tidak dapat dikategorikan dalam istilah “anak sholeh”.

Untuk memenuhi terminologi ini nampak jelas bahwa membentuk anak sebagai ‘abdun sholeh tidaklah mudah. Bahkan pengakuan dirinya sebagai anak sholeh harus dari dua garis lurus; vertikal “hablum minallah” dan horizontal “hamlum minannas”. Artinya dinyatakan laik dan baik pertama kali menurut Allah dan selanjutnya menurut manusia. Di sini dapat disimpulkan sementara, bahwa anak sholeh terbukti merupakan anak yang laik dan siap hidup di masanya dan masa depan umatnya.Yaitu mereka yang kaya dengan kesiapan dan kematangan diri. Baik prinsip, mental maupun perilakunya.

Kedua : Rekayasa ulang sistem pendidikan. Mulai dari konsep dasar visi, misi dan orientasinya, ruang lingkup, mekanisme sampai sarananya. Orientasi visi dan misi pendidikan secara global telah tercermin pada gambaran “anak sholeh” di atas. Yang memang terkesan tidak gampang. Oleh karena itu diperlukan

237

rekayasa ulang dalam kurikulum, mekanisme pengajaran, tenaga pendidik dan sarana. Rekayasa ulang ini harus berjalan secara intergratif dan terpadu, dan dengan kondisi kita seperti ini harus berjalan secara bertahap namun simultan melibatkan seluruh lapisan.

Kurikulum pendidikan Islam:Kurikulum pendidikan di berbagai institusi Islam secara global cukup mewakili potret Islam. Namun secara muatan dasar dan pengembangan masih jauh belum memuaskan dan perlu penyempurnaan. Terutama ditinjau dari sisi kwalitas sumber daya para pengajar yang belum banyak berwawasan luas di samping pengalaman. Untuk kurikulum sekarang dan menjelang abad 21 ini dapat diusulkan rumusan global sebagai berikut:

(1). Penguasaan dan pengalaman tsaqafah (wawasan) Imaniyyah. Meliputi penanaman dasar aqidah shohihah sejak dini melalui pengajaran kalimat-kalimat ‘imaniyyah dan methode tafakkur sesuai dengan tingkat berpikir dan bahasa anak. Seperti istilah sunnatullah lebih dimasyarakatkan dari pada hukum alam, rizqi Allah lebih seringkali diungkapkan dari pada uang dari ayah atau ibu. Latihan-latihan pengalaman imani melalui observasi juga dapat ditumbuhkan sejak dini. Yang menggiring mereka untuk selalu cinta kepada Allah dan Rasul-Nya serta rindu akan segala yang dijanjikan-Nya.

238

(2). Penguasaan dan pengamatan tsawafah Islamiyyah. Meliputi pengajaran al-Qur’an dan As-Sunnah, Sirah Nabawiyyah dan Shahabahnya, sejarah kebudayaan dan peradaban Islam, fiqh Islami dan bahasa Arab. Untuk penguasaan al-Qur’an tidak hanya berkisar pada kemampuan membaca dan menghapal tetapi dapat diperkenalkan sejak dini pemahamannya melalui penguasaan bahasa dan tafsirnya secara sederhana. Demikian pula dengan as-Sunnah dan Sirah Nabawiyyah, dapat ditayangkan keperibadian beliau sehingga terkesan dan terbentuk pada diri mereka kekaguman kepadanya sebagai idola. Untuk medidik pengamatan mereka kepada tsaqafah Islamiyyah dapat dilakukan dengan methode dialog dan berpikir kritis. Berikan kesempatan kepada mereka untuk mengungkapkan gagasan, ide dan pendapatnya tentang suatu masalah yang berkaitan dengan wawasan Islam dan ummatnya. Jadilah seorang penengah, pengarah dan pembimbing dalam mengkuti perbincangan ini. Jangan berperan diri sebagai penguasa.

(3). Penguasaan dan penelitian wawasan teknologi dan ‘ilmiyyah, baik alam maupun sosial. Meliputi pengajaran dan pendidikan keterampilan sederhana dengan memberikan kebebasan kepada anak untuk berkreasi dan berinovasi. Diperkaya dan diperkuat dengan penguasaan konsep dasar ‘ilmu pengetahuan

239

alam dan sosial. Mulai dari bahasa sebagai cermin peradaban dan alat berkomunikasi, sampai rumusan-rumusan ‘ilmiyyah yang mudah dicerna dan diterapkan. Memasuki abad 21ini telah terjadi banyak perubahan dalam kedudukan dan orientasi suatu ‘ilmu dan teknologi. Contoh bahasa Inggeris, yang dahulu sering disikapi sebagai bahasa penjajah dan kafir, kini sulit dihindari dominasinya sebagai bahasa internasional pertama. Maka untuk mengantipasi perkembangan komunikasi abad 21 yang semakin mengglobal dan bebas, anak didik harus dipersiapkan kemampuan berbahasanya, termasuk bahasa sains dan teknologi abad ini, sehingga siap dan laik hidup di masa tersebut.

Peran dan kriteria pendidik:Melihat beban dan dimensi pendidikan seperti ini, semakin jelas bahwa membentuk anak sholeh khususnya untuk memasuki abad 21 memerlukan rencana kerja ekstra yang lebih matang. Keberadaan tenaga pendidik atau guru dan institusi pendidikan yang asal-asalan, seperti asal dapat uang atau sekedar mengisi kekosongan dan tidak menganggur, jelas tidak cukup bahkan mungkin membahayakan. Pendidik yang tidak berpikir antisipatif, siap dan laik memasuki abad 21 akan berdampak pada ketidaksiapan anak didiknya. Oleh karena itu diperlukan tenaga pengajar dengan keriteria dasar sebagai berikut:

240

1. Berwawasan Islami yang luas, luwes dan komprehensif.

2. Mencintai dan setia kepada profesinya sebagai pendidik atau guru.

3. Berkeperibadian Islami, meliputi: kematangan pemikiran, kedewasaan mental, dan keindahan moral.

4. Dinamis, antisipatif, terbuka dan siap menerima perkembangan dan perubahan positif.

5. Berfikir positif, proaktif, obyektif, kreatif dan inovatif.

6. Berpengalaman methodologis, sistematis dan berjiwa harmonis.

Jika kriteria di atas tidak terpenuhi oleh setiap individu pendidik, maka dapat dibentuk sistem untuk membentuk dan saling mengisi kekurangan tersebut. Misalkan, melalui konsorsium guru, forum dialog dan pelatihan peningkatan wawasan dan pengalaman pendidik. Terutama peningkatan dan perluasan wawasan ilmu-ilmu dasar Islam. Semua usaha ini tentu harus didukung oleh sejumlah fasilitas dan sarana. Namun kekurangan sarana ini janganlah menjadi kambing hitam dan kesulitan terbesar dalam pengembangan pendidikan. Bagaimanapun, keinginan kuat, kecintaan, dan cara pandang seorang pendidik terhadap dunia pendidikan adalah muara kemajuan atau stagnasi, kemandekan dan kemunduran sistem pendidikan. Dengan dedikasi para pengelola pendidikan yang konsisten dan kuat, perlahan kendala-kendala sarana akan teratasi.

241

KU DIDIK ANAKKU DALAM DO’A

Rabb, ku didik anakku dalam do’asaat diriku tak lagi menjadi idola.Ku lihat kecewaku semakin mendukadalam cita dan rasaketika para pendidik tak lagi mulia.Kini ku baca suasana tak lagi cerahseperti saat mereka melukis sejarahdengan nuansa penuh rahmah.Adakah kesempatan bagiku mengulang kemuliaanwalau lewat kata kadang miskin ketulusan.Mungkinkah ku bangun kembali peradabanwalau dengan cita kurang wawasan.Jika semua tak kan terulang Ku mohon titip anakku untuk masa depan.

Rabb, mohon sampaikan cinta dan citaku pada nalar dan nurani anakku agar tak menuntutku di haribaan-Mu.ku coba dialog dengannya dengan kataku coba cintai dia lewat hartanamun nampak sia sia.kurindukan dia saat mengelanaku dekap dia dalam suka ketika candakadang ku bentak saat dia tak beretikanamun tak mampuh kulepas dari dukakarena sukmanya hanya di tangan-Mu.

Rabb, di sini ku tatap masa depannya

242

di antara keperibadian bangsanyadi tengah peradaban lawannyadi balik cita ayah-bundanya di sekitar cara hidup sahabatnyadi dalam sentuhan gurunyadan di hadapan ... umatnya.Ku lihat diriku semakin tak kuasamengantarnya ke jenjang alam nyatayang penuh budaya rekayasa.

Harapku hanya tinggal do’awalau tak berma’na karena tenggelam dalam angan yang kian hari kian mengangkasa.Hanya ini yang ku wariskan untuknyaku didik anakku dalam do’a.

KONSEP PENDIDIKAN ISLAM

243

DALAM MEMBANGUN MASYARAKAT MADANI(Pendekatan Visi Sosiokultural Kepemimpinan

Islam)

Konsep Pendidikan Islam di sini dimaksudkan dengan “cetusan pikiran yang menggambarkan suatu pemikiran dan pengertian baik dalam bentuk rencana atau bagan dan gambaran tentang segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan, dengan perspektif Islam sebagai landasan ideologis konsepsional maupun operasional, dan landasan epistemologis maupun metodologisnya”.

Visi Pendidikan Islam adalah membentuk hamba Allah yang shaleh, sebagai komponen masyarakat terkecil, menuju terbentuknya masyarakat terbaik (Khairu Ummah).

Misi Pendidikan Islam, sebagaimana dapat ditransformasi dari sumber-sumber aslinya al-Qur’an dan as-Sunnah, adalah:

1. Membangun kepribadian seorang muslim dan hamba Allah yang sholeh dalam mengemban misi utamanya yaitu ‘ibadah. (QS. 2 al-Baqoroh, 21).

2. Mengantarkan manusia agar siap dan mampu menunaikan kedudukannya sebagai khalifah yang diserahi amanah qiyadiah (kepemimpinan) manusia sampai ke tingkat dunia. (QS. 3, Ali ‘Imron 139).

244

3. Membangun masyarakat yang terbaik (khairo ummah QS. 3 Ali ‘Imron 110) dengan misi amar ma’ruf dan nahyi munkar. Dan

4. Menjadi ummat yang adil (ummatan wasatho, the just nation, QS. 2 Al-Baqoroh, 143) dengan misi menjadi saksi terhadap prilaku dan peradaban bangsa-bangsa di dunia.

Karakteristik Pendidikan Islam, mencerminkan dan merefleksikan muatan-muatan Islam itu sendiri. Di antara karakteristik yang mendasar adalah:

1. Rabbaniyyah. Artinya seluruh variabel dan komponen pendidikan Islam didasarkan kepada sumber-sumber dan asal usul (epistemolgi) pemikiran, visi dan misi yang berasal dari Allah, Rabb dan Pencipta manusia, kehidupan dan alam. Selanjutnya, diarahkan kepada Allah dengan seluruh janji dan kompensasi-Nya.

2. Integral dan Universal. Yang berarti Pendidikan Islam mencakup berbagai aspek kehidupan secara terpadu termasuk tiga unsur pendekatan pendidikannya baik kognitif, afektif maupun psikomotorik.

3. Balance dan Serasi. Keseimbangan dan keserasian ini lahir dari keterpaduan dan keuniversalan Islam yang didasarkan pada karakteristik pertama yaitu rabbaniyyah yang mencerminkan sifat dasar Maha Pencipta yang Maha berilmu dan berpengalaman dalam kehidupan khususnya tentang manusia. Seimbang dan serasi berarti segala aspek didudukkan dan diperhatikan secara proporsional, bukan atas dasar kesamaan dan persamaan, sesuai dengan fungsi dan kebutuhannya sehingga tampil serasi.

245

4. Ideal dan Realistik. Pendidikan Islam berkemampuan memadukan antara dua karakteristik ideal, melalui ide-ide dan gagasannya yang melangit, dan realistik, dengan konsep-konsep kerjanya yang tetap membumi. Keterpaduan ini merupakan simultansi dan sinergi yang tidak pernah terpisahkan.

5. Sistematis. Ketersusunan dan kerapihan juga merupakan karakteristik Pendidikan Islam yang signifikan. Seluruh komponen pendidikan tersusun dan terencana berdasarkan sistem yang teruji, terukur, dan terevaluasi. Salah satu faktor yang sangat menunjang karakteristik ini adalah kejelasan garis yang signifikan antara berbagai hal dan sejumlah variabel kehidupan dengan fakta prinsipil dan yang fenomenal, serta faktor esensial

6. Profesional, Efektif dan Efisien. Efektivitas, dimaksudkan dengan setiap bentuk pendayagunaan potensi ke arah pencapain tujuan dan target sesuai dengan yang ditentukan. Jika tujuan utama pendidikan adalah ridlo Allah, maka seluruh potensi, kemampuan dan variabel kehidupan manusia dapat diarahkan untuk mencapai tujuan ini.

Namun demikian seluruh potensi dan profesi harus terikat dengan visi dan misi global pendidikan. Visi dan misi global harus terus dijaga dan dikembangkan dalam suatu sistem dan mekanisme yang applicable sesuai dengan dinamika ruang dan waktu. Sesuai dengan ungkapan “Think globally, act locally”, rumusan yang dapat dipinjam untuk menganalisa ketepatan profesinalisme ini. Al-Imam Syathibi merumuskan pandangan ini dalam kaidah:

246

“mengabaikan hal-hal yang parsial akan membawa kepada pengabaian hal-hal yang global”.

Efisiensi, adalah segala sesuatu dapat dilakukan dalam waktu, sistem, biaya dan mekanisme yang terukur dan hemat sesuai dengan target dan tujuan yang direncanakan. Demikian pula dengan pendidikan, sudah seharusnya terukur dari segi waktu, tenaga dan anggaran, sekalipun tidak pasti menentukan, harus kaku, dan mengikat.

Pembangunan Masyarakat Madani adalah: Kemampuan para pengambil keputusan untuk membentuk atau membentuk kembali lingkungan mereka secara total (politik, sosial, ekonomi, administasi, pendidikan, dsb) melalui mobilisasi berbagai sumber daya nasional dan dibimbing oleh suatu ideologi yang mereka yakini dengan kuat menuju terbentuknya suatu masyarakat yang beradab dan berperadaban tinggi sehingga mencapai otoritas kemandirian yang dapat mempengaruhi setiap kebijakan negara dalam pengambilan keputusannya demi terwujudnya negara yang kuat, adil, makmur dan sejahtera. Karakteristik Masyarakat Madani tercermin dalam sejumlah substansinya yang sangat universal dan integral. Karakteristik-karakteristik ini dapat dibagi menjadi dua kategori :

Pertama: Karakteristik Primer. Yaitu karakteristik yang sangat vital dan mendasar yang menjadi landasan dan jaminan lahirnya karakteristik lain:

247

1. Masyarakat Intelektual. Karakteristik ini merupakan sifat dasar yang terkait dengan pemenuhan aspek kognitif yang menjadi perhatian utama dari komponen pendidikan. Oleh sebab itu, mencerdaskan bangsa merupakan salah satu tujuan nasional setiap bangsa tersebut.

2. Masyarakat Spiritual. Karakteristik ini adalah aspek afektif yang juga menjadi perhatian utama komponen pendidikan. Aspek ini akan memberikan kontribusi nilai mental yang sangat diperlukan dalam pembangunan suatu masyarakat. Masyarakat spiritual (muslim) akan melihat kemiskinan atau bencana dan musibah yang menimpa sebagai proses pematangan kedewasaan diri.

3. Masyarakat Moral. Inilah karakteristik yang terkait erat dengan aspek motorik yang menjadi bagian terpenting dari dunia pendidikan. Aspek ini adalah aspek terluar dan sekaligus sebagai standar ukur dan evaluasi keberhasilan suatu sistem dan proses pendidikan. Karakteristik primer ini selanjutnya akan mengantarkan mereka menjadi masyarakat yang santun, beradab dan berperadaban sebagai ciri khas masyarakat madani.

4. Masyarakat Hukum. Yaitu masyarakat yang menjunjung tinggi dan menjadikan hukum sebagai panglima. Karena hukum dan kesadaran hukum adalah lambang supremasi peradaban suatu bangsa, maka oleh karena itu pendidikan harus dapat menjadikan hukum dan kesadaran hukum sebagai mainstream komponen dan programnya.

5. Masyarakat Berperadaban. Karakteristik ini adalah refleksi dari masyarakat bermoral yang

248

lebih menitikberatkan kepribadian di tingkat individu. Sementara, peradaban adalah bentuk komprehensif di tingkat kehidupan sosial sebagai integralisasi dan universalisasi seluruh nilai moral yang merefleksikan inteletualitas, spiritualitas, dan hukum di tataran pribadi individual. Karakteristik inilah yang menjadi potret dan fakta sosial dari suatu masyarakat atau bangsa.

Kelima karakteristik tersebut selanjutnya dapat disederhanakan melalui pendekatan relijius, dengan istilah masyarakat relijius (baca; masyarakat Islami). Yaitu masyarakat yang merefleksikan tatanan dan sistem atau cara hidup (way of life) yang integral sebagaimana yang terdapat dalam ajaran agama (baca: Islam).

Kedua: Karakteristik Sekunder. Yaitu karakteristik yang tidak kalah penting dan mendasarnya, karena jika aspek-aspek karakteristik ini tidak terbentuk maka sifat masyarakat madani yang dimaksud masih akan mengalami cacat dan buruk citranya. 1. Masyarakat demokrat. Yaitu masyarakat yang

menjunjung tinggi dan membudayakan sikap demokratis yang mampu mengakomodasi seluruh fakta sosial dengan segenap keragamannya. Pendidikan Islam merintis budaya demokratis ini dengan menghidupkan budaya syura dan istisyarah (musyawarah dan konsultasi) dalam setiap pengambilan kebijakannya.

2. Masyarakat moderat. Yaitu masyarakat yang terdiri dari, dikelola, dan dipimpin oleh pribadi-pribadi yang berwawasan dan bersikap jujur,

249

adil, dan proporsional. Moderat berarti bersikap di tengah-tengah dan tidak ekstrim dan berlebihan dalam sikap maupun tindakan. Namun juga bukan berarti tidak memiliki ketegasan, plin-plan apalagi hipokrit (munafiq atau ambivalen) dalam setiap pengambilan keputusannya. Al-Qur’an menyebut masyarakat ini dengan “ummatan wasatho” (ummat yang tengah-tengah, adil atau the just nation).

3. Masyarakat Mandiri (independen) dan bertanggungjawag (responsible). Yaitu masyarakat yang memiliki dan menghormati kebebasan sebagai hak asasi manusia yang paling fundamental. Dengan kebebasan ini masyarakat tersebut menjadi mandiri dan tidak memiliki ketergantungan terhadap orang lain yang membahayakan dirinya. Kompetensi ini selanjutnya membawa mereka untuk berfikir proporsional dan adil bahwa hubungan antar manusia yang menjamin kebebasan dan kemandirian itu hanyalah dalam bentuk interdependensi (kesalingtergantungan) di mana satu sama lain saling memerlukan dan diperlukan, bukan dependensi (ketergantungan) sepihak yang secara perlahan berakibat pada muncul, membudaya, dan melembaganya sistem perbudakan. Inilah wujud dari pertanggungjawaban (responsibility) masyarakat madani di tengah kebebasan dan kemandiriannya.

4. Masyarakat profesional. Yaitu masyarakat yang sangat menghargai dan menghormati profesionalisme dengan menempatkan dan memposisikan seseorang sesuai kemampuan, skil dan profesinya. Sehingga hasil kerja setiap individu benar-benar optimal, rapi, dan teliti.

250

5. Masyarakat reformis. Yaitu masyarakat yang setiap individunya siap melakukan dan selalu berorientasi kepada kebaikan dan perbaikan menuju kesempurnaannya. Dengan ide dan gagasan cinta kebaikan yang ada dalam budaya pemikirannya mereka menjadi masyarakat yang dinamis dan siap berubah dan merubah demi perbaikan dan kebaikan yang dicita-citakannya.

Kelima karakteristik sekunder ini tidaklah mungkin terwujud secara sempurna kecuali dengan prasyarat lima karakteristik primer sebelumnya.

Adapun Model yang paling mampu mengakomodasi seluruh karakteristik Masyarakat madani di atas adalah model masyarakat pendidikan.

"Masyarakat pendidikan adalah setiap pertemuan dan hubungan antara manusia yang menimbulkan situasi pendidikan dan dihayati sebagai yang mewajibkan."

Perilaku pendidik ini diarahkan untuk memberi bantuan guna memperbesar penguasaan daya hidup, meningkatkan pemahaman bidang kerohanian dan pembentukan nilai-nilai yang lebih tinggi serta menghidupkan kesadaran kesusilaan yang lebih dalam, ringkasnya seperti dalam tujuan umum dari proses pendidikan untuk "meningkatkan kepribadian pedidik.

Pendidikan adalah sistem alternatif yang melahirkan masyarakat, dan masyarakat adalah komponen suatu negara yang paling bertanggung jawab dalam keberhasilan sistem pendidikan.

251

Atau seperti yang dikemukakan Hasan Langgulung: “Pendidikan itu salah satu lembaga sosial yang bersumber pada falsafah setiap bangsa (baca masyarakat). Pendidikan itulah yang membawanya ke alam ujud”.

Dengan demikian, Konsepsi Pendidikan Islam dapat diasumsikan sebagai alternatif dan media unggulan untuk mewujudkan sebuah masyarakat ideal, yaitu Masyarakat Madani. Untuk lebih definitif dan spesifiknya, asumsi ini didukung oleh sejumlah data faktual, sebagaimana dikemukakan di atas, yaitu:

1. Konsepsi Pendidikan Islam memiliki visi dan isi universal dan Integral serta cukup definitif dalam sistem dan tujuan pendidikannya.

2. Konsepsi Pendidikan Islam memiliki karakteristik yang mampu menyatukan seluruh komponen manusia dan kehidupan secara sinergis, dan prosedur serta proses yang feasible dan predictable dalam tujuan dan model kepribadian di tingkat individual dan peradaban di tingkat sosial yang diinginkan.

3. Model dan karakteristik Masyarakat Madani dengan seluruh komponen dan tuntutan-tuntutannya dapat diakomodasi oleh Konsepsi Pendidikan Islam.

Pembangunan Masyarakat Madani dapat diketahui dan dirumuskan dengan tiga pendekatan konsepsional, yaitu:

1. Konsepsi HistorisIde dasar atau the grand Idea terbentuknya masyarakat madani, oleh para cendekiawan,

252

pemikir, dan ulama Islam, seringkali digambarkan dengan masyarakat Madinah di masa Rasulullah, shallallaahu alaihi wa sallam. Esensi mempelajari sejarah tidaklah terfokus pada kronologi peristiwa yang terjadi pada suatu kurun waktu tertentu. Tetapi bertujuan untuk menangkap dan memformulasikan benang merah dan faktor-faktor universal kenapa suatu bangsa itu besar dan agung atau jatuh dan runtuh.

Secara global, masyarakat Madinah dibentuk dan dibangun dalam dua fase:

Pertama: fase Makkiyyah. Yaitu fase yang secara integral diorientasikan kepada terbentuknya SDM yang berkepribadian Islami. Proses fase ini berjalan dengan tahapan pembangunan kompetensi berikut:1. Pembangunan kompetensi intelektual.

Bertitik tolak dari perubahan kondisi jahiliyyah kepada kondisi yang serba intelektual dengan visi dan misi yang jauh dan jelas menuju pencerahan masa depan.

2. Pembangunan kompetensi spiritual. Ditindaklanjuti dengan proses pembentukan spiritualitas yang kokoh dengan kekuatan aqidah dan keyakinan yang objektif menuju terbentuknya kepercayaan diri yang kaya dengan ketulusan dan kejujuran, dan

3. Pembangunan kompetensi moral. Direfleksikan dalam bentuk moralitas yang indah dengan akhlaq yang terpuji dan mempesona.

Semua proses ini berjalan dalam bentuk pendekatan yang lebih bersifat kultural

253

sehingga terbentuk budaya dan perilaku islami termasuk dalam keluarga dan komunitasnya.

Ke dua: fase Madaniyyah. Yaitu fase terbentuknya masyarakat dalam bentuk sebuah negara yang lebih beradab dan lebih bersifat struktural dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Pembangunan Institusi. Struktur ini

direfleksikan dengan pembangunan masjid sebagai sarana beribadah (hablum minallah) dan sekaligus sebagai sarana pendidikan (madrasah) dan interaksi sosio-kultural dan sosio-politikal (hablum minannas).

2. Ikatan konsolidasi. Struktur ini dilakukan dengan konsep mu´akhoh (mempersaudarakan) terhadap potensi ukhuwwah islamiah yang telah mereka miliki sebagai suatu kebiasaan hidup sehari-hari di tingkat kehidupan individu.

3. Peyusunan konstitusi. Struktur ini dilakukan dengan disusunnya Piagam Madinah yang dalam sejarah perundang-undangan dunia dianggap sebagai “The first written constitution in the World”. Konsitusi Madinah dimaksudkan untuk mengikat komitmen sosial antara internal kaum muslimin sendiri, seperti antara kaum muhajirin dan anshor, antara suku-suku anshor, dan antarkaum muslimin dan nonmuslim, seperti yahudi.

4. Pembangunan Kekuatan Militer dan mental militeristik. Mental ini diperlukan dan dimiliki setiap warga negara saat itu, untuk memelihara dan mengamankan negara, sebagai tanggung jawab bersama. Sementara

254

struktuk kekuatan militer diperlukan baik dalam misi defensif sebagai upaya menangkal bahaya dan ancaman eksternal, maupun misi ofensif sebagai upaya membuka tirani kekuasaan dan militer yang menghalangi da`wah Islamiyyah.

5. Pelembagaan hukum dan etika. Proses ini berjalan sepanjang sejarah madaniyyah selama kurang lebih sepuluh tahun. Pembangunan hukum dan etika diperlukan untuk menata masyarakat sehingga memiliki peradaban tertinggi dan mulia.

Seluruh proses ini dilakukan dengan pendekatan struktural sehingga lebih cepat terlihat keberhasilannya. Karena seluruh elemen kehidupan dapat terwujud secara kongkrit dan terlindungi oleh kebijakan negara. Masyarakat dalam tatanan struktural seperti ini pada akhirnya dapat merasakan perlindungan, keamanan dan kesejahteraan yang lebih optimal.

2. Konsepsi Konstitusional

Pendekatan konsepsional ini mengacu kepada mashdar (sumber) konstitusional utama ummat Islam dalam menata kehidupannya yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Wujud suatu masyarakat yang memiliki karakteristik yang khas dan unik adalah masyarakat qur’ani refleksi dari kepribadian Pendidiknya, Rasulullah, shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang berakhlaq qur’ani.

Secara obyektif, generasi qur’ani tidak lain adalah suatu generasi yang mencintai kebaikan, kebenaran dan keadilan sebagai jaminan hidup

255

dengan menjadikan al-Qur’an sebagai sumber dan acuan kebenaran pikiran (kognitif), rasa (afektif) dan sikap prilaku (psiko motorik)nya. Karena mereka sadar bahwa ilmu manusia tidak akan lepas dari karakter kemanusiaanya sebagai makhluq yang serba terbatas ruang dan waktu, di mana dan kapan saja mereka berada. Sedangkan Allah Yang menurunkan kitab-Nya adalah The Supreme, Yang Maha Tahu dalam segalanya.

Keunggulan SDM ditentukan oleh apa yang melekat dalam dirinya, yang diekspresikan dalam kematangan dan kesempurnaan kepribadian. Dan kesempurnaan suatu acuan sebagai dasar pembentukan SDM sangatlah menentukan kesempurnaan tersebut. Di tengah pencarian acuan dan konsep pembentukan ini, al-Qur’an hadir sebagai acuan kongkrit yang menjanjikan kepuasan. Baik kepuasan intelektual, spiritual maupun moral. Keberadaan al-Qur’an telah teruji sepanjang sejarah diturunkannya.

Proses Pembentukan Generasi Qur’ani, didasarkan pada ayat berikut:

“Sebagaimana Kami telah mengutus seorang Rasul di antara kamu, yang membacakan kepada kamu sekalian ayat-ayat Kami, membersihkan kamu, mengajarkan kepadamu al-Kitab dan al-Hikmah (as-Sunnah), dan megajarkan kepadamu apa-apa yang belum pernah kamu ketahui. “ (QS. 2: 151).

Ayat ini memformulasikan sistematika pembentukan manusia qur’ani dalam empat

256

tahapan dan proses yang dapat dilakukan secara simultan:

Pertama: Proses pembacaan (Penguasaan Informasi). Ini adalah langkah pertama proses pembelajaran. Untuk itu “membacakan ayat-ayat” mengisyaratkan kepada penguasaan informasi yang sudah terumuskan. Oleh karena itu penguasaan nama-nama: benda, sifat dan pekerjaan, berarti penguasaan terhadap rumusan-rumusan dan tanda-tanda (ayat-ayat) dari segala bentuk dan jenis kehidupan yang pertama kali diajarkan Allah kepada manusia pertama “Dan Dia telah mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhnya”. (QS.2:31).

Kedua: Proses penyucian (Purifikasi). Proses pembersihan yang diisyaratkan dalam ungkapan ayat “dan membersihkan kamu” ini sangat diperlukan dalam menetralisir pemikiran, perasaan dan moral dari muatan-muatan negatif yang akan mengganggu dan merusak jaringan hidup manusia. Dengan demikian maka potensi-potensi manusia akan teroptimasi ke arah dan tujuan yang lebih efektif dan efisien.

Ke tiga: Proses pengajaran (Penguasaan Epistemologi dan Methodologi Ilmu Pengetahuan “sciences” dan Kebijaksanaan “wisdom”). Penguasaan bidang-bidang ini merupakan langkah jauh dari proses pembentukan generasi manusia agar lebih siap dalam menghadapi dan menjalani kehidupannya. Memahami ilmu tentang asal-usul (epistemolosi) Ilmu Pengetahuan diperlukan untuk mengetahui sources “sumber-umber” murni dan dapat

257

dipertanggungjawabkan sisi keilmiahan dan argumen-argumen yang mendukungnya. Dan penguasaan methodologi Ilmu diperlukan dalam upaya memahami cara bagaimana ilmu pengetahuan itu dirumuskan menjadi formula kehidupan yang dapat dipelajari dan diterapkan.

Ke empat: Proses Penguasaan Informasi dan Masalah-masalah Baru dan Dinamis. Ini diisyaratkan dalam ungkapan “dan mengajarkan kepadamu apa-apa yang belum pernah kamu ketahui”. Proses ini merupakan langkah antisipatif terhadap masa depan dan dinamika kehidupan yang terus berkembang. Penguasaan informasi masalah-masalah yang belum pernah diketahui terutama oleh bangsa lain adalah cara terbaik dalam mengungguli dan mendahului seseorang dan bangsa tersebut sehingga siap berkompetisi dalam meraih peluang masa depan.

Pembentukan Masyarakat Madani, masih mengacu kepada sejarah Masyarakat Madinah. Proses pengintegrasian SDM di atas dibimbing langsung oleh Allah dengan suatu guideline yang esensinya terpusat pada paradigma terbentuknya ummatan wasatha dengan tahapan proses sebagai berikut:

1. Kesatuan pemikiran, orientasi dan visi sebagai ikatan dasar konsolidasi dan institusi. Lihat ayat; 142-146, 168-150).

2. Kemurnian referensi sebagai dasar terbentuknya konstitusi, hukum dan etika. Lihat ayat; 147.

3. Kesiapan kompetensi sebagai dasar persaingan di tataran aksi. Lihat ayat; 148.

258

Semua tahapan proses ini dilakukan dengan dua pendekatan:Petama: pendekatan kultural yang berorientasi membentuk kesadaran dan habit (kebiasan) hidup yang selalu interaktif dan kondusif dengan Islam. Di tataran individu pendekatan ini lebih difokuskan pada terbentuknya kepribadian Islami (Syakhshiah Islamiyyah), sedangkan di tataran masyarakat dan negara diorientasikan ke arah terbentuknya peradaban Islam (Hadlarah Islamiyyah).

Ke dua: pendekatan struktural yang berorientasi membentuk sebuah masyarakat yang terstruktur dengan sebuah otoritas dan konstitusi yang lebih berdaulat. Dalam proses selanjutnya masyarakat ini diarahkan kepada sistem yang lebih mandiri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan terbentuknya sistem kepemimpinan Khilafah Islamiyyah.

3. Konsepsi Operasional

Islam dan ummatnya siap rnengkontribusikan visi dan gagasan terbentuknya masyarakat madani dalam paradigma-paradigma operasional sebagai berikut:

Pertama: Paradigma aqidah ideologis. Ummat Islam mengenal dan membangun dirinya atas kebebasan dan tanggungjawab (Freedom and Responsibility) tertinggi dalam hidupnya kepada Allah. Ideologi aqidah Islamiah menawarkan dan menjanjikan ridlo Allah jauh lebih berarti dan

259

berharga bahkan lebih murah costnya dari jenis imbalan dunia sebesar apapun.

Dampak substansial dan fundamental dari paradigma aqidah ini adalah terbentuknya "a power of indedependent society". Yang menurut Ryaas, (masyarakat) yang tidak mengenal sebentar-sebentar minta restu atau minta petunjuk. Budaya minta restu dan petunjuk, lanjutnya, merupakan gejala dependensi (ketergantungan) yang tinggi yang dengan sendirinya mematikan kreativitas.

Ke dua: Paradigma Konstitusional. Berdasarkan rumusan yang final dan sempurna yaitu al-Qur'an dan As-Sunnah, sebagai dua sumber; nilai, hukum dan etika konstitusional yang telah terbukti sepanjang perjalanan sejarah manusia dan selalu melahirkan mereka menjadi bangsa-bangsa besar dengan peradabannya yang agung, Fakta historis ini perlu dijadikan dasar pertimbangan untuk memberikan kesempatan kepada ummat Islam untuk mengkontribusikan setiap pemikiran dan sikap konstitusional dan ideologisnya berdasarkan kebenaran yang mereka yakini sebagai impelementasi dari petunjuk dan pedoman robbani-nya.

Ke tiga: Paradigma intelektual. Kedewasaan intelektual setiap elemen bangsa adalah akar terbentuknya masyarakat madani. Kedewasaan ummat Islam secara intelektual terbentuk melalui proses interaksinya dengan nilai-nilai al-qur'an.

Proses ini menjangkau seluruh kalangan Ummat, baik kecil maupun dewasa, pria maupun wanita.

260

Karena Qur'an sebagai kitab bacaan telah tersosialisasikan di seluruh kalangan ummat secara pendekatan persuasif kultural-relijius. Dengan demikian pemerataan intelektual dengan standar wawasan paling dasar di kalangan ummat Islam telah terwujud melalui tanggung jawab relijius (agama). Paradigma inilah yang telah dan akan melahirkan, masih menurut Ryaas, "revolusi intelektual, yakni suatu kesadaran bahwa kita adalah warga negara independen yang mempunyai hak dan kewajiban.

Ke empat: Paradigma spiritual. Refleksi dari kematangan dan ketajaman intelektual adalah kedewasaan spiritual. Paradigma ini terbentuk dari proses pengalaman ruhani setiap muslim yang kommit dengan din dan aqidah-nya. Mereka terlatih untuk memikirkan dan meyakini adanya kompensasi (imbalan) dari Allah dan alam ukhrawi sebagai nilai yang paling tinggi. Baik aqidah maupun al-Qur'an membimbing Ummat Islam untuk memiliki visi jauh ke depan sampai menembus batas-batas kepentingan duniawi yang lebih cenderung materialistik.

Ke lima: Paradigma Moral. Nilai-nilai moral adalah ujung tombak yang bersifat aksi sebagai refleksi dari visi dan misi Ummat Islam. Kecantikan dan keindahan moral adalah bukti kinerja setiap manusia. Di tataran inilah kita mengukur komitmen, ketulusan, keseriusan dan kejujuran seseorang dalam setiap pemikiran dan program yang ditawarkannya dalam menata kehidupan termasuk dalam usahanya membangun masyarakat madani.

261

Proses Pendidikan Islam dalam Pembentukan Masyarakat Madani:

Sebagaimana diakui sosiolog agama Robert N. Bellah, masyarakat muslim klasik yang dipimpin Rasulullah SAW ini adalah masyarakat yang sangat modern untuk zaman dan tempatnya. Masyarakat ini telah membuat lompatan jauh ke depan dalam kecanggihan sosial dan kapasitas politik, sehingga tetap dan sangat aktual untuk menjadi acuan dalam shift paradigm. (Ahmad Hatta, Republika, Online, 19 Mei 1998, mengutip Beyond Belief, 1976).

Pembentukan masyarakat madani, mengacu kepada pengalaman historis Rasulullah SAW dan ummatnya, dapat dibagi kepada dua fase:

Pertama, fase pendidikan Individu Madani (Sumber Daya Manusia). Fase ini digulirkan dengan suatu proses transformasi dua sistem; da'wah dan tarbiah (pendidikan) integral dengan target terbentuknya kepribadian Islami (syakhshiyah islamiyyah) dan generasi qur'ani yang meliputi tiga pembentukan kompetensi sebagaimana tersebut di atas:

1. Kompetensi Intelektual. Keunggulan ini ditransforrnasikan dengan proses pembacaan ayat-ayat Allah (yatluu alaikum ayaatinaa,..wa yu'alimukumul kitaaba wal hikmata, .. wa yu'allimukum maa lam takuunuu ta'lamuun. QS.2:15 1). Dengan demikian transformasi intelektual meliputi Qur'aniah sebagai pedoman ta'shili atau orisinalisasi pemikiran normatif dan Kauniah sebagai acuan ilmiah

262

atau dinamisasi kehidupan yang lebih pragmatis.

2. Kompetensi SpirituaL Kompetensi ini diproses melalui sistem dan mekanisme purifikasi (tazkiah, "wayuzakkikum " QS. 2:151) yang meliputi pembentukan motivasi (niat yang ikhlash), jiwa yang handal dan mental dan tangguh. Keimanan dengan ma'kna dan dimensinya yang utuh dan sempurna telah dan akan terus melahirkan spiritualitas yang agung seperti ini.

3 . Kompetensi Moral. Yang dibangun sebagai konsekwensi logis dan bukti komitmen terhadap intelektualitas dan spiritualitasnya. Kepribadian terluar ini adalah tataran aksi yang menjadi perwujudan kongkrit dari seorang muslim yang menjadi agent of change (agen perubahan) dengan status dan misinya sebagai rahmatan lil'alamin.

Kedua, fase pendidikan Masyarakat Madani. Proses transformatif dari kondisi individual kepada masyarakat ini dilakukan melalu tahapan-tahapan sebagai berikut:

1 . Pembangunan Institusi, yang digulirkan melalui Lembaga Mesjid atau lembaga lain yang berfungsi sebagai tempat 'Ibadah ummat Islam (sebagai proses menjalani purifikasinya), pusat pendidikan dan kederisasi sekaligus sebagai Majlis (parlemen) untuk berkumpul dan Syura.

2. Konsolidasi, yang diwujudkan dalam program dan deklarasi muaakhaah (mempersaudarakan) antara berbagai kelompok yang ada. Langkah ini sangat

263

efektif dalam membangun solidaritas yang tinggi di kalangan masyarakat pluralistik yang diperlukan betul sebagai jalinan terwujudnya masyarakat madani. Efektifitas ini juga berhasil mengatasi jarak sosio-kultural dan ekonomik sehingga berhasil menciptakan egalitarianisme dalam bidang ekonomi.

3. Deklarasi Konstitusi, yang mengatur hubungan seluruh elemen negara yang cukup pluralistik. Baik antara internal kaum muslimin yang terdiri dari berbagai kelompok; atau antar kalangan non muslim. Berbagai lintas pluralistik ini, agama, suku dan ras, mampuh dimanaj dan dikelola dalam sebuah Konstitusi (seperti Piagam Madinah) yang sangat demokratis, cukup aspiratif dan sangat akomodatif.

4. Pembangunan Militer. Masyarakat yang berjiwa militer yang siap menjaga, memelihara dan melindungi negara dan bangsa dari setiap kemungkinan bahaya perang. Masyarakat ini tentu saja mencerminkan masyarakat madani yang memiliki etika dan hukum yang menjanjikan keadilan dalam setiap manuver-manuver kebijakan militernya.

5. Pembangunan bidang hukum dan etika, yang dimulai dari pendekatan kultural dengan orientasi membangun kesadaran hukum sampai pendekatan struktural yang beroientasi untuk menegakkan keadilan hukum. Pembangunan sektor hukum ini adalah lambang supremasi peradaban suatu bangsa yang menjadi standar ukur keberhasilannya dalam membangun masyarakat madani yang demokratis.

264

Saran-saran:

Dari kesimpulan di atas, penulis dapat merumuskan beberapa saran yang kondusif bagi pengembangan penelitian ini dan sekaligus mengusulkannya sebagai kontribusi terakhir, sebagai berikut:

1. Penelitian ini masih perlu disempurnakan, dan sekaligus dapat diusulkan untuk dijadikan tema dan topik utama kajian-kajian intelektual khususnya bagi para mahasiswa dan cendekiawan muslim. Terutama bagi riset di tingkat dan jenjang studi pasca sarjana, mengingat tema ini sangat signifikan dengan perkembangan masyarakat kontemporer baik nasional maupun internasional, khususnya ummat Islam.

2. Kajian dan penelitian tentang pendidikan dan masyarakat, khususnya masyarakat madani, merupakan kajian yang sangat aktual, integral dan sangat universal. Oleh karena itu, kontribusi para intelektual, ulama dan cendekiawan muslim khususnya, sangat diperlukan dan demikian besar pengaruhnya dalam menentukan pola dan model blue print (cetak biru) masyarakat yang akan memimpin dunia atau suatu bangsa di masa datang, khsususnya dalam memasuki milenium ke tiga.

3. Formulasi konsepsional dan operasional sampai model masyarakat madani dalam perspektif Islam adalah bukti pragmatik yang lebih mampuh

265

merepresentasikan bahwa Islam dapat dirasakan dan dilihat sebagai rahmatan lil ‘aalamiin. Bukan sekedar konsepsi normatif yang sering diposisikan sebagai ajaran langit yang sulit direalisasikan atau dibumikan. Oleh karena itu lembaga dan para penanggung jawab Pendidikan Islam, berkewajiban untuk mengelaborasi seluruh tuntutan ini karena merekalah peletak dasar tujuan dan arah suatu pendidikan yang menjadi core competence suatu masyarakat.

4. Operasinalisasi konsep masyarakat madani dalam perspektif pendidikan Islam dapat dimulai dengan membangun dan menciptakan kelompok-kelompok madani yang kecil, seperti keluarga, lingkungan pendidikan atau perkampungan dan perumahan madani dengan karakteristik-karakteristik tersebut di atas.

5. Pemasyarakatan al-Qur’an dan as-Sunnah berikut Sirah Nabawiyahnya, sebagai pedoman dan acuan utama pendidikan masyarakat madani, dapat dijadikan sebagai kebijakan setiap lembaga pendidikan atau perhatian kalangan para pendidik, bahkan selanjutnya harus didukung kebijakan politik pendidikan nasional, khususnya bagi kalangan “masyarakat pendidikan” muslim. Karena mereka, sebagai mayoritas penduduk, sangat menentukan model inti dari masyarakat Indonesia yang sesungguhnya.

Tulisan yang singkat dan sederhana ini, tentu saja sangatlah jauh dari kesempurnaan dan ketepatan. Namun demikian, semoga kontribusi penulis dan seluruh pihak dan kalangan yang terlibat baik langsung atau tidak langsung dalam penyusunan

266

tulisan ini mendapat manfaat dari sisi Allah, subhaanahuu wa ta’aalaa, yang mengantarkan mereka kepada ridlo-Nya. Selanjutnya, semoga usaha ini mendapat perhatian dan penghargaan dalam bentuk kritik, saran atau pemanfaatan sesuai dengan nilai dan manfaat yang terdapat di dalamnya.

Billaahi at-Taufiiq wal hidaayah. Wa aakhiru da’waanaa al-hamdu lillaahi Rabbil ‘aalamiin.

267

The Grand Design of

Muslim Visioner(Membangun dan Mengembangkan Visi Seorang Muslim dalam Perspektif Surah al-Fatihah)

Lampiran:1. Pedoman Perencanaan Strategis 2. Model Masyarakat Pendidikan 3. Prroposal Sekolah Islam (Islamic

Research School)

268

PEDOMAN STRATEGIC PLANNING MUSLIM VISIONER

Diadaptasi dari buku George L. Morrisey, Jakarta: Prenhallindo, 1997, berjudul MORRISEY DAN PERENCANAAN:I. Pedoman Pemikiran Strategis,

Membangun Landasan perencanaan AndaII. Pedoman Perencanaan Jangka

Panjang, Menciptakan Perjalanan Strategis Anda

III. Pedoman Perencanaan Taktis, Membuahkan Hasil Jangka Pendek Anda.

GARIS BESAR

269

PEDOMAN PEMIKIRAN STRATEGIS : MEMBANGUN FONDASI PERENCANAAN

Secara umum, akan dibicarakan tentang segala sesuatu tentang perencanaan dari proses, strategi sampai aksi, hingga tercapai tujuan yang diinginkan. Ada tiga tema sentral di dalamnya yaitu:1. Pemikiran Strategis 2. Perencanaan Strategis/Jangka panjang 3. Perencanaan Taktis

PEMIKIRAN STRATEGIS• Amat bersandar pada intuitif, porsi

analitis hanya sedikit• Mengarah pada perspektif

Pemikiran strategis adalah koordinasi pemikiran-pemikiran kreatif menjadi suatu perspektif bersama yang membawa organisasi atau diri Anda melangkah ke depan dengan sikap yang jelas.

Tujuannya: mengeksploitasi tantangan kini dan yang akan datang serta mempersiapkan diri untuk kemungkinan tersebut.

PERENCANAAN STRATEGIS• Seimbang antara intuitif dan

analitis• Mengarah pada posisi

Perencanaan strategis adalah mengembangkan kesepakatan-kesepakatan hasil pemikiran strategis untuk menangani masalah.

270

Tujuannya: ekstraplorasi sejarah, pemroyeksian hasil masa depan berdasarkan pengalaman kini dan masa lampau (cetak biru rencana).

PERENCANAAN TAKTIS• Amat bersandar pada analitis.

Intuisi sebagai pengecek dan penyeimbang.• Mengarah pada performa

Perencanaan taktis adalah keterlibatan terus-menerus seluruh komponen inti Anda (akal pikiran, hati nurani dan fisik) untuk menghasilkan rencana bagi keseluruhan diri maupun unit-unit kehidupan.

Tujuannya: Memastikan bahwa performa diri terorganisasi untuk membuahkan hasil jangka pendek konsisten dengan arah strategis diri dan pemanfaatan sumber yang ada seefektif mungkin.

PEMIKIRAN STRATEGIS

PERENCANAAN STRATEGIS

PERENCANAAN

TAKTIS

PRESPEKTIF POSISI PERFORMA• ni

lai-nilai• m

isi• vi

• area strategis kunci

• analitis kritis

• area hasil kunci

• analitis isu

271

si• st

rategi

• sasaran jangka panjang

• rencana tindakan strategis

kritis• in

dikator kerja kunci

• rencana tindakan

• peninjauan rencana

Pemikiran strategis penting, karena:1. Merupakan pemikiran yang sehat.2. Agar efektif (visi yang jelas dan

arah yang konsisten)3. Visi organisasi diri berdasarkan

intuitif (si pembuat langsung melihat dan merasa)

4. Masuknya nilai-nilai, misi dan strategi yang berdasarkan pada intuitif

5. Adanya pencapaian kesepakatan-kesepakatan

Perencanaan Strategis penting, karena:1. Membawa kita tetap terfokus pada masa

depan dan masa kini2. Memperkuat prinsip-prinsip yang ada

dalam misi, visi dan strategi3. Mendorong perencanaan dan komunikasi

lintas fungsional4. Membangun jembatan untuk proses

jangka pendek

272

5. Mendorong diri untuk melihat perencanaan dari perspektif makro

6. Menghemat waktu, mengurangi konflik dan meningkatkan daya juang

Jadi perencanaan strategis/jangka panjang ini merupaka proses mempersatukan tim management diri untuk menerjemahkan visi, misi dan strategi menjadi hasil yang nyata dimasa depan.

Perencanaan taktis penting, karena :1. Menerjemahkan pemikiran strategis dan

perencanaan jangka panjang menjadi hasil-hasil khusus yang bisa diukur.

2. Membangun tim sehingga tiap orang akan merasa memiliki

3. Merupakan pelaksanaan rencana jangka pendek dan memastikan tetap pada komitmen semula

4. Penekanan pada pengambilan keputusan berdasarkan data

5. Lebih terfokus pada intern organisasi diri

6. Mempunyai rentang waktu 1 tahun7. Dapat digunakan sebagai proses yang

terus -menerus .8. Merupakan sumber informasi vital

sebelum persiapan anggaran

273

9. Dapat digunakan secara efektif oleh perseorangan, unit kerja, departemen,

divisi bahkan keseluruhan organisasi.

☻ NILAI-NILAINilai adalah keyakinan filosofis Anda yang bertugas menuntun diri Anda untuk meniti perjalanan yang berhasil.1. Membuat kesepakatan nilai-nilai

strategis diri (ada yang sudah ada dengan sendirinya ada yang perlu diciptakan).

2. Susun nilai-nilai tersebut, dimulai dengan yang paling besar maknanya (mis. 1-10)

3. Lakukan assesmen terhadap nilai strategis tersebut, penting - tidak penting.

4. Gunakan daftar nilai strategis sebagai acuan siap pakai pada saat kita mengembangkan misi, visi dan strategi dan untuk mengambil keputusan.

☻ MISIMisi adalah konsep keseluruhan diri.

Dibandingkan dengan visi, misi lebih komprehensif. Hal-hal yang tercakup dalam misi:1. Konsep diri2. Sifat usaha3. Alasan keberadaan diri

274

I. PEMIKIRAN STRATEGISnilai-nilai, visi, misi, strategi

4. Pihak-pihak yang dilayani5. Prinsip dan nilai yang dijadikan

pegangan saat kita menjalankan diri.

Mengapa kita perlu misi ?1. Untuk tetap mempertahankan

konsistensi dan kejelasan tujuan untuk keseluruhan diri.

2. Memberikan kerangka acuan3. Wujud komunikasi yang jelas mengenai

sifat dan konsep usaha diri untuk mendapatkan komitmen.

4. Untuk memperoleh pengertian dan dukungan dari orang-orang di luar diri Anda.

5. Pernyataan misi bersifat konseptual, berskala luas dan komprehensif.

Jadi pernyataan misi harus menjadi dokumen yang jelas yang memungkinkan semua komponen dalam diri tersebut memfokuskan upayanya dengan sikap yang mendukung tujuan keseluruhan diri.

Dari pernyataan misi yang jelas, padat dan komprehensif, ia kemudian dijadikan dasar untuk pernyataan-pernyataan peran dan misi dari unit-unit yang lebih kecil di dalamnya.

Setiap unit harus memiliki pernyataan peran dan misi sendiri. Beberapa alasan yang menyebabkan hal itu adalah:1. Untuk memastikan bahwa semua

pekerjaan penting telah dipenuhi.

275

2. Untuk mengurangi duplikasi upaya3. Untuk memastikan bahwa anggota

dalam diri tersebut jelas terhadap misi diri4. Untuk memastikan adanya upaya yang

dicurahkan pada pekerjaan sehingga memberikan kontribusi pada diri

5. Untuk mengurangi kemungkinan pertentangan hukum

6. Sebagai forum untuk mendialogkan permasalah yang muncul berkaitan dengan misi diri

Mempersiapkan pernyataan unit (contoh unit pemikiran, unit spiritual dan emosional, dan unit prilaku dan moral):1. Identifikasi misi keseluruhan diri2. Identifikasi peran dan misi yang

menaungi unit3. Siapkan konsep dasar4. Periksa konsep pernyataan tersebut

secara teliti dan obyektif5. Kaji konsep secara mendalam dengan

pihak-pihak yang terkait.

☻ VISIVisi dan misi sangat berkaitan erat, mana yang lebih dulu, itu seperti pertanyaan situasi 'ayam dan telur'.

Kesimpulan penulis menunjukkan bahwa untuk kebanyakan orang ada manfaatnya rnemisahkan antara misi dan visi.

276

Visi adalah seperti apakah penampilan diri Anda di masa depan. Jadi visi merupakan suatu representasi dari keyakinan mengenai bagaimanakah seharusnya diri Anda di masa depan dalam pandangan orang-orang yang terkait baik langsung maupun tidak (orang tua, suami/istri, anak-anak, saudara, masyarakat dll).

Awal dari visi adalah intuitif. Visi merupakan perkembangan dari nilai dan keyakinan Anda. Visi yang baik:1. ringkas, kurang dari 10 kata2. menarik perhatian dan mudah diingat3. memberi inspirasi dan tantangan bagi

prestasi di masa depan4. dapat dipercaya. konsisten dengan nilai

strategis misi5. merupakan titik temu dengan semua

orang yang penting di sekitar Anda6. menyatakan esensi apakah seharusnya

diri Anda7. fleksibel dan kreatif dalam pelaksanaan

Visi -------- visioner, free sight, core competerncies

Visi sebaiknya selalu dikomunikasikan, disosialisasikan dan diiklankan dalam berbagai bentuk cantuman (di kop surat, hiasan dinding, souvenir dll.) agar visi tersebut selalu diingat dan dijadikan sumber inspirasi.

277

☻ STRATEGIStrategi adalah pelengkap alamiah bagi misi dan visi.

Yaitu suatu proses untuk menentukan arah yang perlu dituju oleh diri dalam memenuhi misinya.

Strategi perlu dan penting dirumuskan dengan jelas, karena strategi :1. memberikan dasar yang logis sehingga

keputusan yang diambil terfokus pada arah yang benar.

2. menghindari kekeliruan arah3. memperkuat misi dan visi4. menuntun pada kesepakatan bersama5. menghemat waktu dan upaya6. meningkatkan laba atas investasi dalam

hidup7. meningkatkan minat orang lain kepada

diri Anda8. memberikan arah yang jelas bagi orang-

orang yang penting di sekitar Anda.

Tanpa strategi, Anda sering kali mengambil keputusan berdasarkan perspektif operasional atau taktis daripada perspektif strategis. Hal ini mengakibatkan diri Anda akhirnya berjalan dengan arah yang berubah-ubah. Dengan menggunakan pendekatan ---daya dorong arah strategis--- maka kita akan terbantu untuk:1. Mendefinisikan dan menentukan faktor-

faktor strategis yang ada, baik primer maupun faktor potensial lainnya.

278

2. Menetapkan faktor strategis berdasarkan urutan prioritas.

3. Menentukan daya dorong atau motivasi diri, baik pada masa sekarang maupun yang akan datang.

4. Mengidentifikasi perubahan yang terjadi apabila terindikasi adanya arah baru.

5. Memformulasikan pernyataan strategi yang menentukan arah yang jelas bagi diri.

Jadi: Strategi ditujukan pada arah yang

dituju di masa depan, bukan cara untuk sampai kesana.

Strategi mensyaratkan kita untuk melihat sesuatu di balik yang sudah jelas untuk mendapatkan cara baru yang kreatif dalam menghadapi tantangan di masa mendatang.

Strategi dibentuk melalui penafsiran dan prioritas faktor-faktor strategis yang mungkin akan berdampak pada semua keputusan besar yang akan mempengaruhi masa depan diri Anda.

Strategi dapat dibentuk oleh pertanyaan terbuka yang dirancang untuk memperluas pemikiran mengenai arah yang seharusnya dituju oleh diri Anda.

Strategi perlu dikaji ulang secara teratur, masih absah atau perlu perubahan.

Strategi adalah pendahuluan untuk menyusun rencana jangka panjang.

279

Strategi adalah proses terakhir dari bagian pemikiran strategis dari proses perencanaan.

Selama bertahun-tahun perencanaan strategis dan perencanaan jangka panjang dianggap sebagai sinonim.

Sayangnya, perencanaan jangka panjang yang dilakukan banyak orang dan organisasi lebih menitikberatkan pada eksploitasi masa lampau.

Lalu apa dan bagaimana sebenarnya perencanaan jangka panjang itu ?

a. Perencanaan jangka panjangAdalah proses yang membawa diri Anda bersama-sama orang lain untuk menerjemahkan misi, visi dan strategi menjadi hasil yang nyata.

Dengan membuat perencanaan jangka panjang akan :1. menghemat waktu 2. mengurangi konflik3. mendorong rasa memiliki dan komitmen

untuk berusaha mewujudkan keinginan

Perencanaan jangka panjang penting karena:

280

PEDOMAN PERENCANAAN JANGKA PANJANG: MENCIPTAKAN PERJALANAN

• menjaga agar kita tetap terfokus ke masa depan

• memperkuat prinsip-prinsip yang termuat dalam misi, visi dan strategi

• mendorong perencanaan dan komunikasi lintas fungsional

• membuat prioritas kemana sumber daya akan diarahkan

• membangun jembatan bagi proses perencanaan taktis jangka pendek

• mendorong diri untuk melihat perencanaan dari perspektif makro, mengarahkan orang-orang di sekitar diri Anda pada sasaran inti sehingga dapat berkontribusi untuk mencapainya

b. Elemen-elemen yang terlibat dalam proses perencanaan jangka panjang :

1. area strategis kunci2. analisa isu krisis3. sasaran jangka panjang4. rencana tindakan strategis5. peninjauan dan modifikasi rencana strategis

c. Siapa perencana jangka panjang ?Perencanaan jangka panjang adalah proses yang membutuhkan keterlibatan aktif seluruh pembuat keputusan kunci pada berbagai tingkatan. Meskipun masa depan diri Anda secara keseluruhan diarahkan oleh pribadi sendiri, orang-orang di di sekitar Anda (seperti

281

keluarga, teman dalam organisasi atau pekerjaan) akan memainkan peranan penting dalam menentukan posisi masa depan yang akan diraih. Lebih dari itu. mereka akan menjadi implementator yang utama, yang akan mewujudkan masa depan yang diinginkan.Apabila Anda telah memiliki pernyataan misi, visi dan strategi yang memuaskan, pengalaman penulis menunjukkan, pembuatan rencana jangka panjang cukup dengan 2 kali pertemuan diselingi 30-60 hari untuk memungkinkan seluruh tim perencanaan menyelesaikan pekerjaan rumah mereka.

Selanjutnya bahasan akan kita fokuskan pada elemen-elemen yang terlibat dalam proses jangka panjang.

1. AREA STRATEGIS KUNCI

Yaitu bidang-bidang utama yang harus menjadi fokus perhatian koleklif untuk masa depan yang bisa diramalkan/diduga.

Misi, visi dan strategi merupakan rangsangan awal yang paling produktif untuk memulai untuk membahas area hasil kunci.

Dengan mencapai kesepakatan mengenai area strategis kunci, akan membantu anda dan tim anda untuk :1. memfokuskan bagian-bagian dari

misi, visi dan strategi

282

2. mengindentifikasi dan membuat prioritas isu strategis kritis yang menunjukkan SWOT organisasi anda ketika anda mulai berjalan menuju pencapaian posisi masa depan yang diinginkan.

Pedoman menentukan area strategis kunci :1. Area strategis kunci umumnya

harus mengidentifikasikan 5 hingga 8 bidang kategori utama yang menentukan posisi masa depan organisasi atau unit anda yang harus dicapai.

2. Area strategis kunci harus mencakup baik bidang keuangan maupun non keuangan

3. Area strategis kunci harus memfokuskan pada isu dan posisi masa depan yang untuk mencapainya memerlukan usaha beberapa tahun.

4. Area strategis kunci harus secara langsung maupun tidak langsung mendukung pernyataan misi, visi dan strategi diri anda

5. Area strategis kunci biasanya membutuhkan usaha lintas fungsional

6. Setiap area strategis kunci merupakan pernyataan yang terbatas, biasanya dua, tiga kata dan tidak bisa diukur tetapi mengandung faktor-faktor yang mengarahkan pada pencapaian di masa depan.

2. ANALISIS ISU KRITIS

283

Yaitu proses mengidentifikasi, membuat prioritas, menganalisis dan meringkas isu-isu yang berkaitan dengan peluang dan ancaman yang datang dari luar diri anda, serta kekuatan dan kelemahan internal diri anda.

Mengidentifikasi dan menganalisis isu kritis akan memberi anda data dan alasan rasional dalam menentukan prioritas strategis, sasaran jangka panjang dan mempersiapkan rencana tindakan strategis anda. Proses ini dicakup dalam proses yang diistilahkan oleh Morrisey sebagai penilaian SLOT (strength, limitation, opportunity, threats ).

Analisis isu kritis membantu anda untuk :1. Membangun dasar informasi

yang memungkinkan anda untuk menetapkan sasaran jangka panjang dan rencana tindakan strategis

2. Menentukan valid dan tidak validnya asumsi anda mengenai masa depan

3. Memfokuskan pada isu-isu yang sedikit tetapi penting yang akan memiliki dampak terbesar pada masa depan diri anda

4. Menghindari keputusan yang prematur

5. Mengurangi atau menghapus pengeluaran sumber daya (manusia dan bahan) pada isu-isu yang potensinya rendah.

284

6. Membangun tim manajemen diri anda, dengan melibatkan orang penting di sekitar anda, sebagai bagian dari proses pegambilan keputusan

7. Menentukan pertanggungjawaban untuk tindakan yang perlu diambil

Analisis isu kritis kelak juga akan kita jumpai pada pembahasan perencanaan taktis, namun ada beberapa hal yang membedakan, yaitu:

analisis isu kritis dalam perencanaan jangka panjang1. identifikasi dan pembahasan

peluang masa depan2. memfokuskan pada alasan-alasan

yang mungkin untuk lebih langsung membahas peluang

3. lebih melihat ke dalam yang belum diketahui/belum dieksplorasi

4. menuntut berfikir kreatif5. berorientasi pada posisi masa

depan6. lebih membutuhkan perencanaan

jika …… maka ……

analisis isu kritis dalam perencanaan taktis1. berorientasi pada masalah2. memfokuskan pada sebab-sebab yang

mungkin

285

3. Lebih banyak melihat ke teritori ycmg sudah lidak asing

4. berfikir pada apa yang bisa dilakukan dan tidak bisa dilakukan

5. berorientasi pada khusus

SLOTMorrisey mengganti SWOT dengan SLOT, pada Weakness (kelemahan) diubah menjadi Limitation (keterbatasan). SL dari intern organisasi, OT dari ekstern organisasi.

Tindakan yang dilakukan untuk melakukan analisis isu kritis:1. mengidentifikasi isu

strategis potensial2. membuat prioritas isu3. menganalisis isu4. meringkas isu

3. SASARAN JANGKA PANJANG

Adalah posisi strategis yang ingin anda raih pada waktu tertentu di masa depan. Sasaran jangka panjang adalah cara mendokumentasikan impian anda. Sasaran harus bisa diukur dan diuji serta merupakan hasil spesifik yang harus menjadi komitmen kita.

Sasaran jangka panjang dan susaran jangka pendek

286

Sasaran jangka panjang merupakan posisi masa depan yang harus diraih. Sasaran jangka pendek merupakan hasil yang bisa diukur, yang harus dicapai dalam rentang waktu perencanaan taktis anda.

Sasaran jangka panjang mencakup proyeksi keuangan, karena semua sasaran jangka panjang berimplikasi pada keuangan, dan semua proyeksi keuangan harus didukung sasaran jangka panjang yang lain.Sasaran jangka panjang bisa ditetapkan tanpa perlu mengetahui bagaimana mencapainya.

Sasaran jangka panjang bisa diturunkan secara langsung dari area strategis kunci anda atau melalui proses analisis isu kritis.

Sebagai validasi vinal, periksa sasaran jangka panjang anda dengan menguji setiap pernyataan menurut kriteria berikut ini:1. Apakah bisa diukur atau diuji .2. Apakah bisa dicapai atau layak.3. Apakah fleksibel dan bisa

diadaptasi.4. Apakah konsisten dengan rencana

strategis anda.

4. RENCANA TINDAKAN STRATEGIS

287

Yaitu langkah dan tahapan utama yang diperlukan untuk bergerak menuju posisi masa depan yang telah diproyeksikan.

Rencana tidakan strategis akan membantu kita untuk :a. Menyatakan valid atau tidaknya

kelayakan pencapaian sasaran jangka panjang anda.

b. Memastikan bahwa tahapan-tahapan utama dalam rencana tindakan strategis akan dilaksanakan dengan waktu dan sumber daya yang memadai.

c. Menentukan di mana ada kaitan lintas fungsional.

d. Membentuk jembatan bagi sasaran taktis jangka pendek dengan rencana tindakan.

e. Mengkomunikasikan harapan kepada mereka yang harus berkontribusi untuk memungkinkan mereka menyiapkan rencana tindakan mereka sendiri.

f. Menetapkan dasar untuk meninjau kemajuan menuju pencapaian sasaran jangka panjang anda dan untuk tindakan koreksi

Pohon Keputusan

Pohon keputusan adalah cara menggambarkan secara grafis dilema anda untuk mengidentifikasi titik keputusan tertentu

288

apakah anda akan mengambil keputusan tersebut, mengubah atau tidak jadi.

Pohon keputusan juga dapat menghindari penutupan suatu isu secara prematur. Bisa juga kita meninggalkan keputusan yang mengambang sampai tersedia lebih banyak informasi mengenai bagaimana berjalannya rencana.

289

Rencana tindakan strategis mencakup :• peristiwa, fase dan pencapaian

utama

Pohon Keputusan

Sasaran Jangka Panjang

Titik keputusan

Tindakan

Tindakan

Tindakan

Titik keputusan

Titik keputusan

Tindakan

Implementasi

Tindakan

Tindakan

Tindakan

Tindakan

Tindakan

Tindakan

290

• tanggung jawab utama dan tanggung jawab pendukung (pada setiap langkah)

• jadwal (kapan suatu langkah harus dimulai dan diselesaikan)

• sumber daya (sumber daya modal, pengoperasian, dan manusia yang diperlukan untuk melaksanakan setiap langkah)

• mekanisme umpan balik, bagaimana dan kapan mereka perlu mengetahui informasi mengenai kemajuan mendapatkan informasi yang dibutuhkan tersebut.

5. PENINJAUAN DAN MODIFIKASI RENCANA STRATEGIS

Salah satu kegagalan dari banyak usaha perencanaan strategis adalah kecenderungan untuk menyelesaikan rencana strategis tersebut sebagai suatu peristiwa, kemudian meletakkannya dalam rak dan melupakannya sampai seseorang menanyakan atau harus membuat rencana lagi.

Pengalaman penulis menunjukkan bahwa keberhasilan implementasi setiap rencana (strategis, taktis dll) sangat tergantung pada kecermatan melakukan proses peninjauan ulang rencana.

291

Peninjauan ulang rencana strategis secara teratur akan membantu anda dan tim anda untuk: menyegarkan dalam ingatan

mengenai visi, misi dan strategi anda. memastikan aktivitas anda tetap

konsisten dengan dan mendukung misi, visi dan strategi.

mengidentifikasi lingkungan (mis. terobosan teknologi) yang mungkin mengubah arah strategis anda

memfokuskan pada aspek rencana jangka panjang anda yang perlu ditangani dalam waktu dekat.

memastikan bahwa bagian-bagian dari rencana taktis yang berkaitan dengan rencana jangka panjang diimplementasikan secara etektif.

mengidentifikasi informasi baru, terutama yang bisa mengarahkan pada dilakukannya modifikasi.

mengingatkan bahwa perencanaan adalah proses yang berkelanjutan, bukan peristiwa.

Kapan sebaiknya dilakukan peninjauan ulang rencana strategis ?

Ada 4 peristiwa utama untuk melakukan peninjauan ini,1. Peninjauan ulang kemajuan periodik2. Peninjauan ulang selektif yang sedang

berjalan

292

3. Jika terjadi perubahan arah strategis4. Sekali setahun pada awal siklus

perencanaan anda

Dalam hal ini fokus perhatian kita adalah pada peninjauan ulang periodik. Peninjauan ini dilakukan berdasarkan jadwal. Biasanya agenda yang dianggap sangat bermanfaat oleh beberapa tim adalah:1. Peninjauan ulang visi dan misi2. Peninjauan ulang strategi3. Peninjauan ulang isu kritis4. Peninjauan ulang isu kritis, sasaran jangka

panjang, area strategis kunci terpilih mis. laporan mengenai kemajuan dua atau tiga isu kritis oleh penanggung jawabnya.

5. Kesepakatan mengenai tahap berikutnya.

Modifikasi Rencana Strategis

Mengapa, kapan, dan bagaimana kita melakukannya ?Modifikasi rencana strategis terjadi akibat adanya perubahan-perubahan pada bagian-bagian tertentu dari rencana jangka panjang. Hal ini disebabkan oleh :1. Terobosan teknologi2. Peluang usaha yang tidak terantisipasi3. Persalinan yang tidak terantisipasi4. Menurunnya atau meningkatnya

perekonomian5. Perubahan politik

293

6. Kontrak baru atau perluasan kontrak utama7. Kehilangan pemasok utama (dalam bisnis)8. Kekurangan sumber modal yang memadai9. Tidak tersedianya atau hilangnya personil

kunci yang tidak terantisipasi.

Penyelesaian rencana jangka panjang bersama hasil pemikiran strategis anda membentuk bagian proses perencanaan yang bervisi dan berorientasi masa depan. Gabungan keduanya membentuk rencana strategis diri, organisasi/unit anda. Kesemuanya menggambarkan konsep sinergi.

Siapakah perencana taktis itu ?Perencana taktis adalah kita dan oleh kita.

Salah satu cara pendekatan pada perencanaan taktis adalah menggunakan konsep presiden unit. Seorang presiden unit dapat merupakan seorang CEO, ketua divisi/departemen, manager menengah, penyelia lini pertama atau kontributor individu, anggaplah anda seorang presiden sebuah perusahaan.

Layaknya seorang presiden maka ia bertanggung jawab, mengenali dengan jelas hal yang dibutuhkan serta mengelola

294

PEDOMAN PERENCANAAN TAKTIS : MEMBUAHKAN HASIL JANGKA PENDEK

ANDA

organisasi tersebut dengan cara apa saja asal tidak keluar dari batas-batas yang telah ditetapkan oleh organisasi tersebut.

Seorang presiden juga perlu memahami 'seluruh hasil', dapat menentukan kontribusi yang layak diberikan, mengetahui rencana perusahaan rekan anda dan sebaliknya, sehingga bisa saling kerjasama untuk kebaikan bersama.

Rencana adalah bentuk komunikasi utama di dalam dan di antara organisasi-organisasi yang mempunyai kepentingan yang sama.

Rencana adalah sarana untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain tentang harapan bersama yang saling menguntungkan. Rencana adalah penggabungan perencanaan strategis dan taktis.

Semua manager perlu dilibatkan dalam proses perencanaan supaya :o hasilnya lebih baiko perencanaan lebih baiko pertanggungjawaban lebih

baiko komunikasi dan koordinasi

lebih baik

Narnun tidak semua orang mau ikut terlibat dalam proses perencanaan karena keterlibatan

295

dan komitmen tidak datang dengan sendirinya. Hal tersebut dipengaruhi oleh pandangan seperti : "Saya benci rapat"; "kertas, kertas dan kertas lagi" (hukum Morrisey 'manfaat dokumen perencanaan berbanding terbalik dengan panjangnya'); "mengapa membuat rencana, kita tak pernah memanfaatkannya" dll.

Untuk meng-up-date perencanaan, ada baiknya melakukan pemeriksaan dengan 3 pertanyaan.1. Apa yang berjalan dengan baik dan apa

yang dapat dipelajarinya.2. Apa yang tidak dapat berjalan dengan baik

dan apa yang kita lakukan terhadapnya.3. Apa yang berbeda sekarang dari yang

sudah ada sewaktu rencana dibuat.

Aspek lain yang juga penting dalam perencanaan adalah pembinaan tim. Proses perencanaan yang diutamakan untuk meningkatkan kinerja tim adalah:• partisipasi • diskusi terbuka • kesepakatan dan dukungan bersama

di semua tingkat

Dalam organisasi proses manajemen sering diibaratkan suatu garis tanpa putus (kontinum) antara 2 titik ekstrim. Semakin ke kanan kita, semakin profesional.

296

MAR _______________________________________ MP

Gambaran manager yang sempurna, segala hal siap dengan antisipasinya, ibarat pemadam kebakaran di sebelah kiri dan pencegah kebakaran di sebelah kanan.

Pemadam kebakaran Pencegah kebakaran

Tetapi, tidak satupun dari contoh tersebut ada dalam pengertiannya yang paling murni tentang proses manajemen.

Perencanaan taktis dengan jelas mendefinisikan apa yang ingin dicapai oleh organisasi atau unit anda, bagaimana dan kapan ini akan berlangsung dan siapa yang bertanggung jawab.

Rencana bisa merupakan dokumen yang berisi hasil-hasil tertentu yang ingin dicapai pada periode waktu tertentu. Rencana juga dapat meliputi tindakan dan sumber-sumber tertentu yang diperlukan untuk mencapai hasil tersebut.

297

Manajemen berdasarkan

Manajemen Profesional

6 elemen yang membentuk rencana :1. Area hasil kunci2. Analisis isu kritis3. Indikator kinerja kunci4. Sasaran5. Rencana tindakan6. Tinjauan rencana

Perbedaan perencanaan strategis dan taktis :

Jika perencanaan strategis memfokuskan pada bagaimana organisasi dan arah mana yang harus dituju, maka perencanaan taktis memusatkan pada arah tujuan jangka pendek organisasi dan bagaimana caranya sampai ke sana

Proses perencanaan bisa dimulai dengan perencanaan taktis ataupun strategis atau kombinasi dan keduanya - sesuai dengan kebutuhan.

Yang perlu diingat proses perencanaan bersifat dasar, non linear dan berulang. Kita bisa memulai dari unsur apa saja pada proses tersebut. Tujuan perencanaan bukanlah untuk menghasilkan rencana, tetapi memperoleh hasil.

Berikut ini akan diuraikan satu demi satu dari keenam elemen yang membentuk rencana.

298

1. AREA HASIL KUNCI

Adalah bidang-bidang prioritas yang didalamnya perlu pencapaian hasil selama periode perencanaan yang diproyeksikan.

Pedoman untuk menentukan Area Hasil Kunci:

1) Identifikasi lima sampai delapan bidang utama di mana unit anda harus mencapai hasil signifikan selama tahun mendatang.

2) Identifikasi bidang-bidang finansial maupun non finansial.

3) Pilihlah bidang-bidang yang langsung maupun tidak langsung mendukung rencana strategis organisasi anda dan rencana pada tingkat yang lebih tinggi lainnya.

4) Jangan berharap area hasil kunci anda mencakup seluruh keluaran unit anda, tetapi identifikasikanlah sedikit bidang tetapi banar-benar vital yang perlu menjadi pusat perhatian anda.

5) Sadarilah bahwa banyak area hasil kunci yang akan mensyaratkan upaya lintas fungsional.

6) Masing-masing area hasil kunci harus dibatasi umumnya sampai dua atau tiga dan tidak dinyatakan dengan pernyataan yang bisa diukur tetapi harus

299

mengandung faktor-faktor yang memungkinkan untuk bisa dibuat untuk bisa diukur

2. ANALISIS ISU KRITIS

Area hasil kunci membantu kita memusatkan perhatian kita pada hasil-hasil yang dibutuhkan. Analisis isu kritis membantu kita mengenali dan memecahkan isu-isu paling penting kita.

Ada 4 tahap utama dalam analisis isu kritis :1. Mengenali isu2. Memprioritaskan isu3. Menganalisis isu4. Merangkum isu

Analisis isu kritis adalah tahap kedua dalam pengembangan rencana, mengikuti penentuan bidang-bidang hasil kunci.

Analisis ini : memastikan integrasi dengan rencana

strategis dan taktis yang ada, dengan cara mengenali, menentukan prioritas, menganalisis dan merangkum isu-isu taktis yang kritis.

menjaga dari terlalu cepat melompat ke solusi sebelum isu tersebut dipahami dengan jelas.

300

memungkinkan tim perencanaan menyepakati kesimpulan kunci-kunci untuk memecahkan isu-isu paling penting

menghasilkan masukan-masukan penting bagi rencana unit organisasi lainnya.

3. INDIKATOR KERJA KUNCI

Adalah faktor-faktor yang bisa diukur dalam suatu area hasil kunci tertentu yang bermanfaat untuk menetapkan sasaran

Tujuannya adalah untuk mengidentifikasikan jenis keluaran yang bisa diukur, memberi visibilitas yang dibutuhkan serta memberi informasi paling relevan untuk mengawasi hasil yang diinginkan.

Dalam proses perencanaan indikator kinerja kunci berfungsi untuk : mengidentifikasikan faktor-faktor yang

bisa diukur potensial dalam setiap area hasil kunci

memilih faktor-faktor yang terukur sebagai dasar untuk menetapkan sasaran saat itu

menentukan tahap-tahap tindakan tertentu untuk mencapai sasaran itu

menjaga kinerja yang berkaitan dengan sasaran dan rencana tindakan

301

Ingatlah, tujuan utama mengidentifikasi area hasil kunci dan indikator kinerja kunci adalah memberi kita peluang untuk menetapkan sasaran yang tepat pada waktu yang tepat

4. SASARAN

Sasaran adalah pernyataan mengenai hasil-hasil yang bisa diukur yang harus dicapai dalam kerangka waktu rencana kita (biasanya 1 tahun).

Area hasil kunci, analisis isu kritis dan indikator kinerja kunci memberi basis informasi yang bisa dijadikan dasar perumusan sasaran. Elemen berikutnya yaitu rencana tindakan, yaitu menetapkan sarana untuk memenuhi sasaran. Sasaran sendiri adalah faktor prinsip yang bisa digunakan untuk mengukur kinerja.

Adalah krusial untuk menetapkan sasaran berdasarkan hal yang benar dan sasaran tersebut realistis dan bisa dicapai.

Bagi banyak organisasi, enam sampai sepuluh sasaran dengan rencana tindakan tertulis adalah jumlah yang wajar. Pembatasan ini akan memaksa kita untuk konsentrasi pada pencapaian yang sedikit tetapi penting. Proses memilih sasaran pada tingkat organisasi biasanya terjadi dalam rapat perencanaan.

302

Pedoman menulis sasaran :a) Sasaran harus dimulai

dengan kata "untuk" diikuti dengan kata kerja tindakan atau pencapaian (mis. menyelesaikan, memperoleh, menghasilkan dst.)

b) Sasaran harus menentukan hasil tunggal terukur yang dapat dicapai.

c) Sasaran harus menentukan target tanggal atau rentang waktu untuk penyelesaian.

d) Sasaran harus menentukan faktor-faktor biaya maksimum.

e) Sasaran harus sedapat mungkin spesifik dan kuantitatif (dan oleh karenanya bisa diukur dan diuji).

f) Sasaran harus menentukan hanya apa dan kapan, harus menghindari spekulasi kata mengapa dan bagaimana.

g) Sasaran harus dalam arah mendukung atau sesuai dengan rencana strategis organisasi dan rencana tingkat tinggi lainnya

h) Sasaran harus realistis dan dapat dicapai, tetapi tetap menggambarkan tantangan yang berarti.

5. RENCANA TINDAKAN

Adalah sarana khusus untuk mencapai sasaran. Ia juga merupakan suatu titik

303

dalam proses perencanaan di mana kita dapat mengundang keterlibatan mereka yang akan mengimplementasikan rencana tersebut

Secara mendasar, rencana tindakan mencakup lima faktor, yaitu :1) Tahap-tahap atau tindakan tertentu

yang diperlukan.2) Orang-orang yang akan

bertanggung jawab untuk melihat apakah tiap tahap atau tindakan itu diselesaikan. (Siapa)

3) Jadwal untuk melaksanakan tahap-tahap atau tindakan itu. (Kapan)

4) Sumber daya (orang-orang) yang perlu dialokasikan untuk melaksanakannya. (Siapa)

5) Mekanisme umpan balik yang akan digunakan untuk memantau perkembangan/kemajuan dalam tiap tahap tindakan.

Tujuan utama dan terpenting dari rencana tindakan adalah (1) untuk

mengidentifikasikan apa yang harus dilakukan jika kita ingin mencapai sasaran,

(2) membantu kita untuk memastikan bahwa yang nyata tidak terlewatkan, selain itu juga untuk menguji atau mumvalidasi sasaran,

304

(3) sebagai sarana komunikasi bagi orang lain yang perlu memberikan kontribusi atau yang akan terkena dampak oleh apa yang dilakukan.

Rencana tindakan biasanya ditentukan dengan menggunakan salah satu atau kombinasi dari tiga pendekatan:1. Serangkaian

kegiatan atau kejadian tertentu2. Pendekatan analitis atau

pemecahan masalah3. Serangkaian sasaran yang

lebih kecil atau berjangka lebih pendek

Rencana tindakan memberi peluang, karena tingkat rincian yang diisyaratkan, untuk meninjau beberapa pertimbangan khusus, seperti dampak finansial, kecanggiahan dan kepekaan politis.

6. TINJAUAN RENCANA

Kita telah menentukan hasil kunci, menyelesaikan analisis isu kritis, mengenali indikator kinerja kunci, menetapkan sasaran dan rencana tindakan. Sekarang kita sudah menyelesaikan proses perencanaan. Benarkah ? Salah !

Kita perlu mempunyai cara untuk memastikan bahwa apa yang telah kita tetapkan bisa diterjemahkan ke dalam tindakan yang

305

mendatangkan hasil. Akhir pembahasan kita kali ini akan menyoroti beberapa pertimbangan dan metode yang sangat bermanfaat untuk memantau dan memperkuat kemajuan/perkembangan terhadap pencapaian sasaran. Dalam pendekatan manajemen, aspek ini sering disebut sebagai pengendalian manajemen (management control).

Apa tujuannya ?Tujuannya adalah untuk memperingatkan kita kapan diperlukan perubahan dalam waktu yang cukup untuk melakukan tindakan koreksi yang perlu.

Tindakan koreksi bisa meliputi segala sesuatu dari beberapa penyelarasan sampai revisi rencana sepenuhnya. Koreksi hanyalah sarana terhadap terjadinya sesuatu, dan bukan merupakan sesuatu yang diharapkan terjadi. Pengendalian yang efektif menunjukkan kekhilafan pada waktu yang tepat dengan penggunaan waktu dan upaya yang maksimal.

3 pertanyaan dasar yang perlu diperhatikan dalam penilaian manajerial :1. Apa yang

kemungkinan besar akan berubah ?2. Bagaimana dan

kapan kita akan tahu ?3. Apa yang akan

kita lakukan ?

306

1. Apa yang kemungkinan besar berubah ?

Perhatian sebaiknya ditujukan pada apa yang cenderung akan berubah, bukan pada apa yang mungkin berubah.Jadi, yang kita cari adalah penyebab pokok penyimpangan yang menuntut diadakannya tindakan koreksi.

Penyimpangan terbagi ke dalam 4 kategori umum :1. Ketidakpastian2. Kejadian yang tidak terduga3. Kegagalan4. Kesalahan manusiawi yang meliputi

kesalahan murni dan ketidakcakapan.

2. Bagaimana dan kapan kita akan tahu ?

Setelah menentukan apa yang perlu dipantau, kita harus memutuskan mekanisme umpan balik apa yang akan memberi kita pandangan sekilas yang paling efektif dan efisien untuk memastikan bahwa kita tetap berada pada jalurnya.

Morrisey menyoroti 4 hal yang sangat bermanfaat :1. tinjauan perkembangan2. laporan keadaan3. tayangan visual4. manajemen berdasarkan perkecualian

307

3. Apa yang akan kita lakukan ?Satu-satunya alasan untuk menetapkan umpan balik ini adalah untuk memungkinkan kita mengambil tindakan koreksi ketika diperlukan.

Berikut ini ada 3 jenis koreksi generik yang dapat dilakukan setelah kita mengidentifikasi penyimpangan yang terjadi :1. tindakan koreksi diri2. tindakan manajemen3. tindakan operasi

PENILAIAN DAN PELAKSANAAN PROSES PERENCANAAN

Dalam menganalisis proses sekarang, ada 3 pertanyaan mendasar yang perlu dijawab untuk menentukan perubahan apa yang diperlukan:1. Apakah proses perencanaan berfungsi

dengan baik ?2. Apakah upaya perencanaan berfungsi

dengan baik ? (yang melibatkan karyawan dan manajer). Kalaupun belum berskala organisasi, kita dapat memulainya dari unit kita sendiri untuk kemudian mempengaruhi pihak lain agar melakukan hal yang serupa.

3. Bagaimana proses perencanaan dapat diperkuat ? (kita fokuskan pada bagian-bagian yang membutuhkan perhatian)

308

Penilaian dan pelaksanaan proses perencanaan taktis membantu kita untuk : menentukan dimana kita berada pada

proses perencanaan menentukan tambahan atau

modifikasi apa dalam proses yang kita butuhkan

definisikan apa yang organisasi atau unit kita ingin capai selama 1 tahun mendatang serta kapan dan bagaimana ini akan terjadi

laksanakan bagian rencana strategis kita untuk tahun mendatang

catatlah keterlibatan aktif dari semua pihak yang harus memainkan peran dalam proses

tetapkan proses pengawasan yang tepat untuk memastikan bahwa rencana terlaksana

VISI DAN MODEL MASYARAKAT PENDIDIKAN

YANG KREATIF DAN PRODUKTIF (Visi Seorang Muslim Tentang Otonomi

Pendidikan Pendekatan Strategic Planning)

Nilai: 309

pانm فoي pُس mا mن َحmدuُث mاِلmق nرo mي َب zالز pنo َب nهu oدpالل عmُب zُّيnدo oحpمmي ال mا mن َحدuُث pدuمmحpم nي َّن mرm ُب oَخ

m َأ mاِلmق zُّيnاَرmُصo mَّن oاَأْل عnيد� mُس pنo َب mى mحoي ي mا mن َحmدuُث mاِلmق uيn oِث uي الل وmقuاٍص� mنo َب mِةmمmقo عmل mَعnم mُس pهu َّن

m َأ zيnمo uي الت mيمnاه mرo nَب إ pنo اَبعmلmى oهم عmن اللuهم ضnي mَر nاِبuَطmَخo ال mنo َب mرmمpع pتoعnم mُس pوِلpقm ي

mمu ل mُسmو nهo mي عmل اللuهم َصmلuى nهu الل mوِلpُس mَر pتoعnم mُس mاِلmق nرm oُب oمnن الpوِلpقm ي

uمmا nَّن mعoمmاِلp إ oاَأْل nاِتu �ي nالن uمmا َب nَّن pل� وmإ nك mوmى مmا امoرnٍئ� ل َّن“Sesungguhnya amal perbuatan itu (berhubungan erat bahkan ditentukan) dengan niat (rancangan dan strategic planningnya), dan bagi setiap manusia apa yang telah ia niatkan, (rancang dan rencanakan)”

pهp ت mرoِجnهmف oكnحpهmا mن ي mًة� َأ mرoام nلmى إ oوm َأ pهmا pُصnيُب ي mا oي َدpَّن nلmى إ pهp ت mرoِجnه oتm mاَّن ك oنmمmف

الُبَخاَرُّي * َرواِه nهo mي nل إ mرmاَجmه مmا nلmى إ

Latar Belakang Otonomi daerah merupakan isu dan sekaligus tuntutan paling penting dan menentukan nasib bangsa Indonesia memasuki abad 21. Berbagai persiapan, perundang-undangan sampai kucuran dana otonomi sudah mulai digulirkan khususnya pemerintah pusat. Wajar jika setiap kalangan terutama “masyarakat pendidikan”; orang tua, guru, pelajar, dan kalangan cendekiawan di setiap daerah, berpikir keras untuk mencari keunggulan daerahnya masing-masing. Daerah diharapkan menjadi miniatur

310

Indonesia yang mencerminkan karakter bangsa yang berkualitas, kreatif dan produktif. Tetapi bukan sekedar “Taman Mini Indonesia” yang hanya indah sebagai taman rekreasi.

Beraksi kedaerahan (lokal atau Indonesia Mikro) dalam kerangka berpikir nasional (Indonesia Makro) dan internasional (global) merupakan tuntutan signifikan dalam merancang sebuah daerah yang otonom. Think globally act locally ini adalah cara tepat menyikapi otonomi. Tidak dibalik, berpikir kedaerahan dan beraksi global yang selama ini telah membuat bangsa Indonesia semakin terpuruk dalam berbagai aspek dan dimensi kehidupan terutama pendidikan sampai kepada ancaman disintegrasi.

Kerativitas setiap kalangan dalam kondisi seperti ini menjadi probalematika yang cukup serius dan cukup mempengaruhi produktivitas pemikiran orang-orang pusat dan daerah. Hasil dan produk pendidikan selama ini menjadikan mereka yang biasa terlatih dengan budaya “minta petunjuk” terutama kalangan pemerintahan mengalami kesulitan mengembangkan daerahnya. Jika gagasan-gagasan tentang model otonomi dan betuk unggulan suatu daerah dimunculkan dan digulirkan, nampak terkesan tidak sistematis, kurang memahami skala prioritas dan tidak mencerminkan gagasan yang genuine dan baru terutama bagi masa depan bangsa. Banyak yang masih terlalu pragmatis dan sangat hedonis,

311

kurang memperhatiakan aspek masa depan (futuristik) yang memang sangat membutuhkan kesabaran sebagai bagian dari ciri kecerdasan emosional suatu bangsa.

Untuk mengantisipasi perkembangan ini, saya mencoba berkontribusi untuk merencanakan sebuah “model” otonomi daerah khususnya dalam aspek pendidikan. Baik dalam posisi sebagai pemimpin formal, seperti wali kota, atau sebagai pemimpin informal, seperti tokoh masyarakat, LSM atau pakar pendidikan yang berpengaruh, usaha ini dirumuskan dengan pendekatan strategic planning “Visi dan Model Masyarakat Pendidikan Abad 21”. Hitungan abad nampaknya cukup beralasan untuk mendukung rasionalitas perencanaan yang menitikberankan pada kompetensi pendidikan sebagai ciri khas dan keunggulan masyarakat. Mengingat konteks pendidikan baru dapat diukur secara obyektik dalam hitungan generasi, bukan periodisasi.

Visi:

“Menciptakan Masyarakat Pendidikan menuju Masyarakat Madani yang Islami.”

Visi ini, di samping sudah mulai dikenal masyarakat dan menjadi gagasan global masyarakat Indonesia era reformasi dan juga internasional, memiliki kebermaknaan yang sangat dalam, luas dan selalu aktual. Di tataran internasional lebih dikenal istilah civil society

312

sebagai model masyarakat yang dicita-citakan dengan karakteristik utamanya sebagai masyarakat mandiri (independent). Peran sipil; masyarakat dan rakyat, bukan militer dan pemerintah, adalah yang dominan mengatur dan menentukan arah kebijakan suatu negara.

Sebagai ide besar, rumusan tentang definisi, karakteristik, sistem dan mekanisme pembentukan masyarakat madani belum dilakukan secara memadai dan cukup adaptatif dengan budaya bangsa Indonesia. Diskursus dan perdebatan seputar model masyarakat ini masih cukup mewarnai sejumlah forum. Untuk itu dalam tulisan ini ditawarkan sebuah kontribusi dalam bentuk rumusan dan karakteristik yang dikehendaki dari model masyarakat madani yang sesuai dengan kondisi budaya dan potensi bangsa Indonesia.

Misi:

Menjadikan Masyarakat Pembelajaran sebagai model “Masyarakat Pendidikan yang Kreatif dan Produktif.”

Menjadikan Masyarakat Pendidikan sebagai “Masyarakat Madani yang Islami.”

Misi pertama, menjadikan masyarakat sebagai “masyarakat pendidikan dengan kompetensi intinya sebagai masyarakat pembelajaran,” merupakan langkah pertama

313

dan menentukan keberhasilan misi kedua. Misi ini dipilih berdasarkan beberapa alasan:

1. Pendidikan merupakan core competence dan inti kehidupan suatu masyarakat. Seluruh problematika bangsa dan manusia di dunia sangat ditentukan oleh kualitas pendidikannya. Tiada bangsa yang mengabaikan pendidikan melainkan bangsa tersebut semakin hari semakin terpuruk, kehilangan identitas bahkan bisa punah .

2. Berbagai kebutuhan; intelektual, emosional dan moral sampai karakteristik yang diperlukan suatu masyarakat seluruhnya berjalan dalam suatu proses yang cukup lama. Hal itu hanya bisa terpenuhi melalui sistem dan mekanisme pendidikan. Karena pendidikan dengan seluruh dimensinya adalah komponen yang paling memahami dan siap memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) setiap manusia.

3. Pendidikan yang direncanakan sebagai model masyarakat ini dititikberatkan pada aspek kemampuan kreativitas sebagai dasar tumbuh dan berkembangnya produktivitas. Kreativitas yang selama ini terabaikan di sebahagian besar lapisan masyarakat dan bangsa Indonesia telah membuat bangsa dan para pemimpinnya lemah dalam aspek inovasi. Terbukti penyelesaian krisis bangsa ini masih dipercayakan dan sangat

314

bergantung pada budaya “meminta petunjuk” kepada bangsa lain.

4. Dengan lahirnya masyarakat Depok yang kreatif dan produktif diharapkan mampu memberikan kontribusi pada bangsa ini agar menjadi salah satu bangsa perintis peradaban dunia yang cerdas dan bernilai.

5. Masyarakat pendidikan (education society), dengan demikian merupakan pilihan strategis bagi model dan sistem pengembangan suatu masyarakat. Di mana keunggulannya sangat terkait dengan sistem dan tingkat pendidikan yang dikembangkan di dalamnya. Kreativitas dan produktivitas masyarakat tersebut selanjutnya diukur dengan tingkat kreativitas dan produktivitas pendidikannya.

Strategi: Strategi yang diperlukan dan dikembangkan untuk mencapai visi dan misi tersebut menggunakan dua pendekatan: Pendekatan Sistem Pemerintahan

dengan cara membangun dua aspek penting: 1. Membangun sistem

pemerintahan yang: legitimate, kredibel, kuat, bersih dan relijius

315

2. Mengawasi jalannya sistem pemerintahan dengan: Pembentukan lembaga atau pusat

kajian strategis (Lembaga Ilmiah dan Riset)

Pembentukan LSM-LSM yang kuat, kredibel dan bersih (Lembaga Operasional dan pressure groups).

Pembentukan ‘lembaga legislatif (bayangan)

Pendekatan pertama ini dilakukan sebagai langkah cukup strategis dengan alur top-down yang efisien. Sekalipun hasil dan ketahanannya kurang efektif dan tidak mengakar serta sangat bergantung pada periode kekuasaan dan pemerintahan bersangkutan. Efisiensi pendekatan ini terletak pada periode waktu yang lebih singkat dan dapat diukur oleh periode pemerintahan dan kekuasaan yang menentukan political will dalam melakukan perubahan.

Sedangkan ketidakefektifan terjadi karena konsep dasar sebagai akar dan bekal kesiapan pembinaan masyarakat belum dilakukan sampai ke tingkat penguasaan konsep yang menanamkan kesadaran apalagi attitude. Karena kekuasaan cenderung melakukan perubahan dengan dasar keterpaksaan atau pemaksaan bukan dengan dasar kesadaran seperti yang dilakukan pendidikan.

316

Pendekatan Perubahan Masyarakat dengan fokus pada pembangunan dua model masyarakat: 1. Membangun Masyarakat

Pendidikan dengan core competence-nya sebagai masyarakat pembelajaran (learning society) yang berorientasi pada: Penyadaran dan Pemenuhan

Kebutuhan Anak Berbakat Penyadaran dan Pemenuhan

Kebutuhan Masyarakat Penyadaran dan Solusi

Problem Masyarakat

2. Membangun Masyarakat dengan core competence-nya sebagai masyarakat relijius (Islamic society) menuju: Terbentuknya Masyarakat yang

diterima dan kredibel Terbentuknya Masyarakat yang

berubah dan siap berubah ke arah nilai yang positif.

Untuk mengatasi kelemahan pendekatan pertama di atas, maka secara simultan dilakukan pendekatan kedua yang jauh lebih efektif bahkan sangat strategis karena perubahan akan terjadi dalam bingkai kesadaran pembelajaran sebagai hasil interaksi dengan pendidikan. Akan tetapi tidak bisa dihindari bahwa pendekatan

317

pendidikan ini memakan waktu cukup panjang dan biaya yang tidak sedikit.

Membangun masyarakat pembelajaran (learning society) dipilih menjadi inti kompetensi dan keunggulan masyarakat pendidikan, karena masyarakat seperti inilah yang selalu siap melakukan perubahan. Mereka selalu belajar untuk berubah atau siap mengubah kehidupan ke arah yang lebih baik. Tiada perbaikan tanpa proses perubahan, dan tiada perubahan tanpa proses pembelajaran.

Adapun inti keunggulan lain dari masyarakat pendidikan dipilih model masyarakat relijius (Islami), didasarkan pada pertimbangan bahwa abad 21, meminjam istilah Toffler, adalah abad peradaban respiritual. Sementara sumber nilai yang paling bermakna dan kebermaknaan itu sendiri banyak ditemukan dengan jelas dalam agama. Dengan catatan, agama dipahami dan diperaktekan dengan benar sesuai tuntutan ajarannya yang selalu menjanjikan kebaikan dan perbaikan menuju kedamaian. Sementara ilmu pengetahuan menjadi perangkat sistem dan teknik menjalankan nilai-nilai tersebut dengan tepat. Sehingga tidak pernah terjadi pertentangan, konflik atau kontradiksi antara agama dan ilmu pengetahuan.

Perencanaan Jangka Pendek: Perencanaan jangka pendek ini mengacu kepada studi kasus lima aspek yang saat ini menjadi kebijakan dan visi kota Depok sebagai kota

318

pendidikan dan relijius. Untuk itu maka perlu dilakukan langkah-langkah berikut: Penyusunan Konsep “Grand Design”

dan “Strategic Planning” Visi Masyarakat yang meliputi:1. Konsep Pemerintahan (Eksekutif,

Legislatif dan Birokrasi) meliputi: Bidang Pemerintahan Bidang Keamanan dan Ketertiban Bidang Penerangan Bidang Sosial dan Politik Bidang Hukum dan Perundang-undangan

2. Konsep Perekonomian, meliputi: Bidang Perdagangan dan

Perindustrian Bidang Pertanian Bidang Perikanan dan Peternakan Bidang Kehutanan dan Perkebunan Bidang Koperasi

3. Konsep Keuangan, meliputi: Bidang Keuangan Daerah Bidang Perpajakan dan Retribusi Bidang Perbankan Bidang Perusahaan Daerah dan

Patungan Bidnag Penanaman Modal

4. Konsep Pembangunan Daerah, meliputi:

Bidang Pekerjaan Umum Bidang Tata Ruang dan Perumahan

Rakyat Bidang Perhubungan

319

Bidang Pertambangan dan Energi Bidang Ilmu Pengetahuan dan

Lingkungan Hidup5. Konsep Kesejateraan sosial, meliputi:

Bidang Ketenaga kerjaan Bidang Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Agama Bidang Kepemudaan dan Olah Raga Bidang Hak Asasi Manusia (HAM)

Langkah penyusunan konsep “grand design” dilakukan pertama kali untuk memenuhi tuntutan penyadaran terhadap problem dan kebutuhan masyarakat. Dengan rancangan besar ini seluruh program dan kebijakan pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama bergerak dan beranjak untuk mewujudkan cita-cita bersama. Penyusunan konsep ini dilakukan dengan dua proses: Pertama: Pembentukan Kelompok-kelompok Kerja:

1. Inventarisasi SDM; dewan pakar (Strategis), staff ahli (Taktis) dan staff kelompok kerja bidang (Teknis).

2. Pengelompokkan SDM sesuai dengan keahlian dan kebutuhan konsep di masyarakat.

Kedua: Penyusunan Konsep: 1. Melakukan kajian-kajian strategis;

seminar, diskusi, sarasehan, kunjungan dan konsultasi, pendidikan dan pelatihan, dll.

320

2. Penyusunan konsep di setiap Divisi dan Bidang.

3. Menyelenggarakan loka karya, penyelesaian akhir konsep (the grand design).

Ketika konsep rancangan besar masyarakat telah dirumuskan dengan baik, maka langkah selanjutnya adalah: Strukturisasi Kelembagaan:

1. Format kelembagaan dan manajemen keorganisasian

2. Penyusunan kepengurusan lembaga 3. Pembentukan Format dan Struktur LSM-

LSM kajian ilmiah dan operasional.

Sosialisasi konsep di kalangan masyarakat: 1. Pendidikan dan pelatihan 2. Ceramah, diskusi dan seminar. 3. Lobbying dengan formal dan informal

leaders (Eksternal).

Pembentukan LSM-LSM:1. LSM Pemerintahan 2. LSM Perekonomian 3. LSM Keuangan 4. LSM Pembangunan Daerah5. LSM Kesejahteraan Sosial.

Perencanaan Jangka Menengah:

321

Perencanaan jangka menengah dititikberatkan pada pembentukan kader-kader yang dipersiapkan mengisi seluruh lapisan masyarakat. Terutama para bakal calon pemimpin yang akan diamanati memegang dan menentukan arah masyarakat abad 21. Untuk memenuhi tuntutan tersebut maka digulirkan dua program unggulan yaitu : Kaderisasi SDM (Leadership) Strategis

meliputi: 1. SDM Pemerintahan: Eksekutif, Legislatif

dan Birokrat (Formal Leaders)2. SDM Perekonomian (Informal Leaders)3. SDM Keuangan (Informal Leaders)4. SDM Pemerintahan Daerah (Informal

Leaders) 5. SDM Kesejateraan Sosial (Informal

Leaders).

Program kaderisasi ini menjadi prioritas utama mengingat SDM merupakan komponen penentu suatu masyarakat. Persoalan yang paling rumit saat ini adalah menyangkut kualitas sumber daya manusia. Sistem termasuk perundang-undangan seringkali menjadi pusat tuduhan kehancuran bangsa. Sementara faktor manusia yang menjalankannya baru akhir-akhir ini mendapat perhatian berbagai kalangan sehingga lahirlah era reformasi. Agar program ini bergulir secara baik dan sistematis maka perlu dilakukan dengan tiga proses:Pertama: Penyusunan konsep kaderisasi Kedua : Pendidikan dan Pelatihan

322

Ketiga : Rekomendasi Kader-Kader formal dan informal leaders.

Pembentukan Masyarakat Pendidikan: SDM yang telah terbentuk melalui program pertama ini selanjutnya diproyeksikan menjadi kader dan embrio lahirnya masyarakat baru sesuai rencana yaitu masyarakat pendidikan. Dalam prosesnya, masyarakat pendidikan ini dilakukan dalam dua tahap:

1. Pembentukan kelompok-kelompok Pembelajaran (Learning Communities)

2. Pembangunan Masyarakat Pembelajaran (Learning Society)

Perencanaan Jangka Panjang :

Terbentuknya embrio masyarakat pembelajaran pada perencanaan jangka menengah pada akhirnya diproyeksikan tumbuh dan berkembang menjadi masyarakat pendidikan sesuai “The Grand Design” yang telah dicanangkan. Perencanaan terakhir dan merupakan strategi jangka panjang ini dilakukan dengan:

323

Pertama: Membangun Masyarakat Relijius; yaitu masyarakat yang benilai, bermakna dan memiliki dedikasi yang tinggi dalam mengembangkan diri dan kontribusinya dalam pembentukan bangsa. Dalam proses pembentukan ini juga perlu dilakukan langkah-langkah yaitu:

Membentuk generasi relijius (Generasi Qur’ani), Membangun Masyarakat Relijius (Islami)

Kedua: Membangun Masyarakat Madani. Potensi terbentuknya masyarakat pendidikan yang gemar belajar dalam proses perubahan yang harus dilakukannya, merupakan inti komponen masyarakat madani. Dengan kemampuan pembelajan dan pendidikannya masyarakat ini selanjutnya diarahkan memiliki sejumlah kemampuan dasar dengan terbentuknya karakteristik primer yaitu:

A. Karakteristik Primer. 1. Masyarakat Intelektual. 2. Masyarakat Spiritual.3. Masyarakat Moral.4. Masyarakat Hukum.5. Masyarakat Berperadaban.

324

Kelima karakteristik tersebut juga dapat disederhanakan melalui pendekatan relijius dengan model masyarakat relijius di atas. Yaitu masyarakat yang merefleksikan tatanan dan sistem hidup (way of life) yang integral sebagaimana yang terdapat dalam ajaran agama (religious Paradigm). Kelima karakteristik ini pula yang selanjutnya dapat menjadi dasar pembangunan dan pengembangan karakteristik sekunder yang kedua.

B. Karakteristik Sekunder:1. Masyarakat demokrat.2. Masyarakat moderat.3. Masyarakat Mandiri (independen) dan

bertanggungjawag (responsible).4. Masyarakat profesional.5. Masyarakat reformis.

Kesimpulan:

Pilihan perencanaan strategis menjadikan masyarakat sebagai masyarakat pendidikan tidak lagi merupakan keinginan tetapi selayaknya menjadi kebutuhan. Model inilah yang paling mampu mengakomodasi seluruh karakteristik masyarakat madani baik yang primer maupun yang sekunder. Masyarakat pendidikan (Education Society) adalah “masyarakat yang setiap pertemuan dan hubungan antara manusia di dalamnya

325

menimbulkan situasi pendidikan dan dihayati sebagai yang mewajibkan."

Dengan demikian pilihan strategis ini merupakan suatu perencanaan yang didukung oleh argumen yang cukup beralasan. Di samping bahan dasar SDM masyarakat Islam yang secara intelektual cukup kondusip dengan cita-cita tersebut.

326

PROPOSAL

Islamic Research School (IRS) Membangun Masa Depan Umat

“Center of excellence towards the best competency and

integrated personality.”

YASRI

YAYASAN SEKOLAH RISET ISLAMI

327

PROPOSAL

SEKOLAH RISET ISLAMI

(Islamic Research School)

PENDAHULUAN

Islam memandang pendidikan sebagai hal yang fundamental dalam membentuk peradaban masyarakat dan bangsa. Pendidikan dalam hal ini merupakan proses penanaman sesuatu ke dalam diri manusia. Proses penanaman berarti metode dan sistem untuk menanamkan apa yang disebut “pendidikan secara bertahap” baik dalam pendidikan formal (sekolah) maupun nonformal (luar sekolah) . Sesuatu mengacu pada kandungan yang ditanamkan, dalam hal ini perlunya kurikulum yang sesuai dan berdasarkan kebutuhan. Diri manusia adalah penerima proses kandungan itu, perumusannya sebagai suatu sistem harus mengambil model manusia sempurna di dalam pribadi suci nabi Muhammad, shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam hal pengetahuan dan tindakan. Dalam pengertian ini

328

PENDAHULUAN Islam

memandang pendidikan sebagai hal yang fundamental dalam membentuk peradaban masyarakat dan bangsa.

Pendidikan Islam menghasilkan manusia yang mutunya sedekat mungkin mampuh meneladani Rasulullah, shallallahu ‘alaihi wa sallam, sesuai dengan kapasitas dan potensi bawaannya.

Dalam merintis konsep pendidikan tersebut, Yayasan Sekolah Riset Islami (YASRI) akan menyelenggarakan pendidikan (formal) dari mulai tingkat dasar dan menengah dengan konsep dan paradigma baru yaitu

pendidikan Islam menghasilkan manusia yang mutunya sedekat mungkin menyerupai Rasulullah, shallallahu ‘alaihi wa sallam, sesuai dengan kapasitas dan potensi bawaannya.

Di sisi lain, dalam UU Pendidikan Nasional No.2 tahun 1989, Pendidikan diartikan sebagai upaya sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang. Dari pengertian tersebut pendidikan dapat dikembangkan sebagai proses yang terencana dan terarah dalam membimbing/mengarahkan perubahan peserta didik kearah kedewasaan melalui transpormasi, perubahan, pewarisan, pembentukan ilmu pengetahuan, kepribadian (mencakup pemikiran/intelektual, mental/spiritual dan prilaku/moral ) dan peradaban.

Sebagai langkah awal dalam merintis menuju kearah konsep pendidikan tersebut maka Yayasan Sekolah Riset Islami (YASRI) akan mendirikan dan menyelenggarakan pendidikan dalam hal ini pendidikan formal (sekolah) yang Insya Allah dapat memberikan konstribusi yang berarti bagi perkembangan peradaban masyarakat yang berlandaskan Islam.

329

Sekolah Riset Islami (Islamic Research School) diambil sebagai ciri khas konsep dan model pendidikan yang dikembangkan diseluruh jenjang. Nama ini menginspirasikan bahwa pendidikan tidak pernah lepas dari dinamika, eksperimen, pengembangan, dan perumusan konsep, teori, karakter, sampai ke arah paradigma baru yang lebih baik. Seperti perkembangan paradigma dan teori kecerdasan sebagai komponen sangat menentukan dalam pendidikan dan pembelajaran. Saat ini pendidikan tidak hanya mengenal satu jenis kecerdasan intelektual dengan alat ukurnya IQ yang cukup lama mendominasi dunia pendidikan, tetapi mengalami perkembangan yang sangat pesat dan cukup ”revolutif” dengan gagasan dan rumusan teori kecerdasan emosional yang dikembangkan Golmen (EQ), kecerdasan spiritual Zohar dan Marshall (SQ), dan kecerdasan majmuk Gardner (Multiple Intelligence atau MI).

Perkembangan yang demikian cepat seperti ini, ditambah dengan arus informasi yang deras dan terus membanjiri kehidupan anak-anak

330

Sekolah Riset Islami (Islamic Research School) menginspirasikan bahwa pendidikan tidak pernah lepas dari dinamika, eksperimen, pengembangan, dan perumusan konsep, teori, karakter, sampai ke arah paradigma baru yang lebih baik.

Visi :Mencetak

generasi yang berpengetahuan, berkepribadian,

dan berperadaban

Quráni

Misi :1. Memberday

akan dan membudayakan sistem pendidikan Islam

2. Memadukan kurikulum (kognitif, afektif, psikomotorik dan interpersonal skill) yang berorientasi pada pembentukan pribadi muslim ideal

3. Menyelenggarakan pembelajaran yang menyenangkan dan sarat dengan nilai-nilai Quráni

setiap saat, menuntut suatu konsep, mekanisme, dan sistem pendidikan yang mampu mengantisipasi perkembangan. Optimalisasi seluruh potensi anak didik, seperti upaya mensinergikan berbagai jenis kecerdasan di atas, menjadi suatu kebutuhan mendasar yang sangat menentukan masa depan mereka.

VISI DAN MISIVisi :Mencetak generasi yang berpengetahuan, berkepribadian, dan berperadaban Quráni

Misi :1. Memberdayakan dan membudayakan

sistem pendidikan Islam sebagai bagian dari peradaban Islam

2. Memadukan kurikulum (kognitif, afektif, psikomotorik dan interpersonal skill) yang berorientasi pada pembentukan pribadi muslim ideal

3. Menyelenggarakan pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan yang sesuai dengan nilai-nilai Quráni

JENJANG, KARAKTERISTIK DAN TUJUAN Jenjang:

331

Jenjang pendidikan IRS yang akan didirikan oleh Yayasan Sekolah riset Islami adalah jenjang pendidikan dasar dan menengah yaitu Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar, Sekolah lanjutan Pertama (SLTP), dan Sekolah Menengah Umum (SMU) Laboratorium Islami atau Islamic Research School.

Karakteristik:Untuk memposisikan Islamic Research School (IRS) sebagai sistem dan lembaga pendidikan yang mampu menawarkan alternatif, IRS merumuskan tiga karakteristik unggulan: 1. Islami, dengan seluruh

karakteristiknya sebagai agama rabani (bersumber dan berorientasi kepada Allah -Tuhan alam semensta), universal, integral, seimbang, permanen dan fleksibel, serta realistik dan manusiawi.

2. Terpadu, baik dalam sistem pembelajaran maupun kurikulumnya. Keterpaduan (Integration) ini diperlukan untuk menghilangkan dikotomi antara Islam dan kehidupan, kepentingan ukhrawi dan

332

JENJANG, KARAKTERISTIK

DAN TUJUAN Jenja

ng:Jenjang pendidikan IRS adalah jenjang pendidikan dasar dan menengah yaitu 1.

kanak (TK), 2.3.

lanjutan Pertama (SLTP), dan

4.Menengah Umum (SMU)

Karakteristik:

1. Islami, dengan seluruh karakteristiknya

2. Terpadu, baik dalam sistem pembelajaran maupun kurikulumnya.

3. Unggul, dengan kompetensi:• Berti

nteraksi dengan al-Qur’an dan Sunnah,

• Berbahasa internasional (Arab dan Inggris)

• Meng

duniawi, termasuk dalam memahami dan menghargai kemampuan anak didik khususnya dalam aspek kecerdasan.

3. Unggul, dengan kompetensi, kemampuan, dan keterampilan: o Bertinteraksi dengan al-

Qur’an dan Sunnah, sebagai dasar pembentukan kecerdasan spiritual (SQ), karakter dan kepribadian Islami.

o Berbahasa internasional (Arab dan Inggris) di samping bahasa nasional yang baik dan benar, sebagai alat komunikasi dan interaksi sosial penunjang kecerdasan intelektual (IQ) dan emosional (EQ) terutama dalam kehidupan pasca pendidikan formal.

o Menguasai sains dan teknologi khususnya Information Technology (IT), seni dan jurnalistik baik teori maupun terapan sebagai bekal pengembangan aspek kecerdaan intelektual (IQ) untuk menjalani kehidupan

333

Karakteristik:

1. Islami, dengan seluruh karakteristiknya

2. Terpadu, baik dalam sistem pembelajaran maupun kurikulumnya.

3. Unggul, dengan kompetensi:• Berti

nteraksi dengan al-Qur’an dan Sunnah,

• Berbahasa internasional (Arab dan Inggris)

• Menguasai sains dan teknologi, seni, dan jurnalistik

• Memiliki kebiasaan penelitian (research)

anak didik yang kreatif di masa depan.

o Memiliki kebiasaan (habit) untuk melakukan penelitian (research) dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya terbatas tugas sekolah, sebagai dasar pengembangan kemampuan berpikir kreatif dan inovatif.

Tujuan:Islamic Research School Al-Qudwah

didirikan dengan tujuan :1. Melahirkan kembali generasi

yang sholih dengan seluruh dimensi keshalihan sesuai perspektif Islam

2. Membentuk generasi Qur`ani dambaan ummat, yang berpengetahuan, berkepribadian, dan berperadaban.

3. Turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa dengan menyelenggarakan pendidikan yang berorientasi pada nilai-nilai bermutu tinggi khususnya Islam

4. Mempersiapkan generasi yang terampil dan siap memasuki persaingan ketat di masa depan, handal, dan berinteraksi di masyarakat

334

Tujuan

1. Melahirkan kembali generasi yang sholih

2. Membentuk generasi Qur`ani dambaan ummat

3. Turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa

4. Mempersiapkan generasi yang terampil sebagai:

Seorang pembelajar (to be a learner)

Seorang wirausahawan yang mandiri (to be an entrepreneur)

Seorang pemimpin di lingkungannya (to be a leader)

dengan berbekal kemampuan menjadi:o Seorang pembelajar (to be a

learner) o Seorang wirausahawan yang

mandiri (to be an entrepreneur)

o Seorang pemimpin di lingkungannya (to be a leader)

DEWAN PENDIRIDewan pendiri adalah orang-orang yang terlibat di dalam merumuskan konsep dan model pendidikan dan pembelajaran Islamic Research School, dan juga sebagai panitia persiapan pendirian dan manajemen IRS.

PERANGKAT PEMBELAJARAN1. Bangunan Sekolah

Bangunan IRS YASRI, direncanakan terdiri dari: Masjid dan Islamic

Center sebagai pusat ‘ibadah dan pembentukan karakter dan kepribadian Islam.

6 (enam) buah gedung yang terdiri dari ruangan belajar dari jenjang TK, SD, SLTP, dan SMU.

335

PPERANGKAT PEMBELAJARAN1. Bangunan

Sekolah• Masji

d dan Islamic Center

• 6 (enam) buah gedung belajar dari jenjang TK, SD, SLTP, dan SMU.

1 (satu) gedung terpadu Pusat Sumber Belajar (PSB).

Lapangan olahraga, taman, kantin, dan klinik.

• Laboratorium perekonomian Islam sebagai sarana pengembangan kewirausahaan (entrepreneurship)

1 (satu) gedung terpadu yang terdiri dari ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang TU, Pusat Sumber Belajar (PSB), laboratorium sains dan teknologi, seni dan jurnalistik, plus perpustakaan.

Lapangan olahraga, taman, kantin, dan klinik.

Laboratorium perekonomian Islam sebagai sarana pengembangan kewirausahaan (entrepreneurship).

Tempat parkir dan toilet.

Semuanya dirancang sedemikian nyaman dan menyenangkan. Sehingga menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

2. KurikulumKurikulum yang akan digunakan dalam IRS YASRI terdiri dari :A. Kurikulum NasionalAntara lain : Agama, PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS dan KtK.Mata pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, dan KtK mengikuti apa yang ditetapkan pemerintah, dan dimodifikasi

336

2. KurikulumA. Kurik

ulum NasionalAntara lain : Agama, PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS dan KtK.

sesuai kebutuhan. Sedangkan untuk mata pelajaran IPS, kurikulum IRS YASRI ditambahkan dengan filsafat sejarah, yang menekankan pada sirah Nabawiyah, shahabat dan salafushaleh, serta sejarah peradaban Islam sesuai dengan jenjang masing-masing.Khusus pelajaran Agama, IRS YASRI menekankan pada aspek psikomotorik (untuk seluruh jenjang), yaitu praktek langsung atas hal-hal yang berhubungan dengan ibadah, dan muamalah dengan orientasi terbentuknya moral dan kepribadian Islami. Aspek kognitif dan afektif merupakan kesimpulan siswa setelah praktek melalui model experiential learning. Sedangkan untuk mengantisipasi evaluasi yang diadakan oleh pemerintah, akan ditentukan kemudian sesuai perkembangan.

B. Kurikulum Lokal Berbasis Kompetensi:

Yang merupakan Fokus dari IRS YASRI yaitu :b. Interaksi dan Tahfidzul

Qur`an dan HaditsKompetensi interaksi, pemahahaman, dan tahfidzul

337

B. Kurikulum Lokal Berbasis Kompetensi:

a. Interaksi dan Tahfidzul Qur`an dan Hadits: dengan target utama sebagai dasar dalam proses pembentukan karakter dan kepribadian anak didik.

b. Bahasa Arab dan Inggris: dititiktekankan sebagai bahasa komunikasi dan interaksi sosial (untuk jenjang TK dan SD), ditambah dengan bekal analisa, interaksi budaya, dan pengembangan kemampuan berpikir kreatif (untuk jenjang SLTP dan SMU).

Qur`an, merupakan target utama dalam proses pembentukan karakter dan kepribadian anak didik. Kurikulum ini didesain seefektif mungkin. Dengan memanfaatkan masjid sebagai tempat belajar. Dalam hal ini siswa dikelompokan, masing-masing kelompok berjumlah antara 8 s/d 12 orang. Masing-masing kelompok dimanaj oleh seorang pembimbing. Dengan target tiap pertemuan (sehari), anak diharapkan dapat memahami dan menghapal 1 ( satu ) atau sejumlah ayat al-Qur`an.Interaksi dan Tahfidzul Hadits, memungkinkan anak menghapal hadits-hadits pilihan yang sesuai dengan perilaku sehari-hari (untuk jenjang TK dan SD) dan pembekalan konsep ilmu pengetahuan, kepribadian, dan peradaban Islam (untuk jenjang SLTP dan SMU). c. Bahasa Arab dan InggrisTarget dari kopetensi berbahasa Arab dan Inggris dititiktekankan sebagai bahasa komunikasi dan interaksi sosial (untuk jenjang TK dan SD), ditambah dengan bekal analisa, interaksi budaya, dan pengembangan kemampuan berpikir kreatif (untuk jenjang SLTP dan SMU). Dalam hal ini setiap siswa dapat mengenal kata-kata bahasa arab dan inggris serta aplikasinya secara sederhana dengan metode induktif. Setiap tingkatan kelas bobot kosa-kata lebih dipadatkan dan dikembangkan.

338

c. Sains dan Teknologi, Seni, Broadcasting, dan Jurnalistik

Target pengenalan dan penguasaan sains dan technology, khususnya dalam bidang Information Technology (IT), seni, broadcasting, dan jurnalistik adalah membentuk kompetensi keterampilan hidup (Life Skill). Dengan kompetensi ini masa depan anak didik pasca pendidikan formal diharapkan lebih terencana, cemerlang, dan cukup menjanjikan. d. RisetTarget kompetensi riset adalah membangun kebiasaan (habit) dan menajamkan indera dalam mengamati dan melakukan penelitian dalam kehidupan sehar-hari. Tidak terbatas pada tugas sekolah. Kebiasaan ini penting untuk mendukung kreativitas siswa dalam mengembangkan dirinya.

C. Kurikulum AlternatifYaitu : olahraga, kepanduan, training, dan kegiatan Out Bound lainnya.Kurikulum alternatif dirancang untuk menyeimbangkan kurikulum nasional dan lokal yang menekankan pada aspek akademik dan kemampuan manusia.

339

c. Sains dan Teknologi (Information Technology), Seni, Broadcasting, dan Jurnalistik: dengan target membentuk kompetensi keterampilan hidup (Life Skill).

d. Riset: target kompetensi ini adalah membangun kebiasaan (habit) dan menajamkan indera dalam mengamati dan melakukan penelitian dalam kehidupan sehar-hari.

C. Kurikulum Alternatif

Yaitu : olahraga, kepanduan, training, dan kegiatan Out

Bound lainnya. Tujuan kurikulum alternatif yaitu

pembentukan self confidence dan

kemampuan explore.

e. Riset: target kompetensi ini adalah membangun kebiasaan (habit) dan menajamkan indera dalam mengamati dan melakukan penelitian dalam kehidupan sehar-hari.

D. Kurikulum Alternatif

Yaitu : olahraga, kepanduan, training, dan kegiatan Out Bound lainnya. Tujuan kurikulum alternatif yaitu pembentukan self confidence dan kemampuan explore.

Kurikulum alternatif adalah kurikulum yang berorientasi pada fisik dan mental kreatif dan inovatif. Kurikulum alternatif ini dirancang agar siswa belajar dalam suasana yang menyenangkan. Tujuan kurikulum alternatif yaitu pembentukan self confidence dan kemampuan explore. Self Confidence maksudnya agar siswa memiliki kepercayaan diri dengan melakukan hal-hal yang menantang, sedangkan explore agar mental siswa dapat tumbuh dengan kemampuan penjelajahan diri. Dengan memadukan tiga kurikulum tersebut, diharapkan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sehingga suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan dapat terlaksana.

3. Tenaga Pengajar ( Guru )Guru adalah unsur yang sangat penting. Gurulah yang akan membawa siswa ke arah tujuan pembelajaran yang telah dirancang, sehingga output sesuai dengan apa yang diharapkan. Tenaga Pengajar harus pigur pendidik yang Ideal, melalui sistem seleksi. Sistem seleksi bagi para calon pengajar

340

3. Tenaga Pengajar (Guru)

• Memiliki visi dan misi

• Berdedikasi tinggi

• Kreatif dan inovatif

• Kompeten dan terampil

• Berkepribadian Islami

ditentukan kemudian dengan karakteristik sebagai berikut:o Memiliki visi dan

misi tentang pendidikan, pembelajaran, dan masa depan anak didik dan pendidikan.

o Berdedikasi tinggi dengan ketulusan dan keikhlasan yang arif dan bijaksana.

o Kreatif dan inovatif dalam mejalankan tugas pengajaran dan pembelajaran.

o Kompeten dan terampil dalam khususnya dalam bidang studi yang ditugaskan dengan kemampuan dan keterampilan yang memadai.

o Berkepribadian Islami sebagai sosok dan figur keteladanan bagi anak didik.

4. Mentor (Instruktur dan Pembimbing)

Mentor berfungsi sebagai tenaga dan daya dukung sekolah dan guru untuk memberikan: o wawasan da’wah dan tarbiah

Islamiah,

o konsultan bagi para siswa dan orang tua,

341

4. Mentor (Instruktur dan Pembimbing) :

• Pemberi wawasan da’wah dan tarbiah Islamiah,

• konsultan bagi para siswa dan orang tua,

• mengatasi masalah belajar siswa,

• meningkatkan keterampilan belajar dan prilaku siswa,

• membantu guru mengelola siswa,

• memantau, dan melakukan evaluasi kepribadian dan moral siswa.

5. Psikolog, berfungsi sebagai:

• Pemberi wawasan psiko-paedagogis,

• konsultan bagi para guru dan orang tua,

o mengatasi masalah belajar siswa,

o meningkatkan keterampilan belajar dan prilaku siswa,

o membantu guru mengelola siswa,

o memantau, dan melakukan evaluasi kepribadian dan moral siswa.

5. Psikolog

Psikolog berfungsi sebagai tenaga dan daya dukung untuk memberikan: o wawasan psiko-

paedagogis, o konsultan bagi

para guru dan orang tua, o mengatasi

masalah belajar siswa, o membantu

seleksi siswa dan guru, o meningkatkan

keterampilan mengajar guru dan belajar siswa,

o membantu guru mengelola kelas,

o memantau, dan melakukan evaluasi kesehatan psikologis siswa.

5. Sarana dan Perangkat lain342

•seleksi siswa dan guru,

•keterampilan mengajar guru dan belajar siswa,

•mengelola kelas,

•melakukan evaluasi kesehatan psikologis siswa.

Antara lain Masjid dan Islamic Center, Klinik dan Pusat Sumber Belajar (PSB), dan sarana pengembangan keterampilan kewirausahaan.o Masjid dan Islamic Center dirancang

sebagai sarana pembinaan ubudiyah, pembinan akhlaq, pembinaan amal shalih, dan interaksi Qur`an dan Sunnah.

o Klinik dirancang untuk pelayanan medis, pelayanan gizi, pembinaan kesehatan lingkungan sekolah, pembinaan sikap belajar yang sehat dan lain-lain.

o Pusat sumber belajar (PSB atau Student Center) dirancang untuk produktivitas siswa dan lembaga IRS, antara lain; produksi media pembelajaran, pelatihan, dan pelayanan belajar. Perpustakaan, buku cetak, dan laboratorium lain merupakan bagian dari pusat sumber belajar.

o Sarana pengembangan kewirausahaan, seperti kantin, wartel, bazar, dan kios ekonomi Islam (kios bank dan asuransi syari’ah), dirancang sebagai sarana pengenalan dan pembentukan mental wirausaha sesuai perkembangan perekonomian syariah. Ini bertujuan membentuk mental kemandirian di kalangan anak didik.

Perangkat pembelajaran tersebut merupakan daya dukung sistem pendidikan dan pembelajaran IRS. Dengan demikian unsur-unsur perangkat pembelajaran tersebut sangat

343

menentukan keberlangsungan proses belajar mengajar dalam mengahsilkan kualitas produk yang diharapkan IRS YASRI.

Curriculum Vitae

Nama : Amang Syafrudin.

Tempat & tanggal lahir : Sukabumi, 4 Juni 1964 M.

Alamat : Yayasan Islam Al-

QudwahJl. Beringin, No. 1, Margonda raya, Kemiri Muka, Beji, Depok. 16423. Telp. (021) 775-8033.

Status : Menikah, dengan 4 anak: 1 (satu orang) putra dan 3 (tiga orang) putri.

Pekerjaan :

344

Pengajar di Jur. Syari’ah, Ekonomi Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Qudwah (STAIQ) Depok.

Peneliti IDRIS (Institute for Development and Research in Islamic Studies) Al-Qudwah, Depok.

Riwayat Pendidikan : MI (SD Islam) 1977 M

Sukabumi MTs (SMP Islam)1981 M

Bogor SMA Islam dan Pesantren

Cipasung 1984 M Tasikmalaya

Fak. Syari’ah LIPIA 1990 M Jakarta.

Fak. Pendidikan Agama Islam STAI At-Taqwa Bekasi 1999

Program Pasca Sarjana (S2) Psikologi Pendidikan, Universitas Indonesia, angkatan 2000.

Pengalaman : Ketua OSIS SMP dan SMA Ketua Yayasan Islam Al-

Qudwah 1991- Sekarang Kabid. Tabligh dan Masajid

LP2SI Al-Haramain 1994-1998 Pengajar di SLTA Depok Th.

1986 - 1990 Pengajar di LSDI al-Hikmah

Th. 1990 - 1992 Pengajar di IPPI / STAI al-

Qudwah Th. 1992- Sekarang

345

Seminar, ceramah, tabligh, dialog, kajian Islam berkala dan bedah buku di diberbagai PTN & PTS.

Karya Ilmiah : Makalah-makalah, artikel, dan terjemahan buku dan artikel dalam berbagai tema:

Etika Bisnis Dalam Islam. Paradigma Methodologi

Pemikiran dalam Islam. Paradigma Pembentukan

Ummah dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Kebudayaan dan Peradaban Islam.

Kepemimpinan Efektif dan Berpengaruh

Da’wah, Hukum, Keluarga Muslim, dan lain-lain.

Pengalaman da’wah : 1. Indonesia (Jawa, Bali, Mataran,

Sumatra dan Kalimantan). 2. Eropa; Inggris, Prancis, Jerman

dan Belanda tahun 1992 (selama 3 bulan) dan tahun 1998; Inggris dan Jerman (selama 2 bulan), Belanda dan Inggris 2003.

3. Australia 1995-1996 (selama 3 bulan) dan 2004.

346