Museum pemasyarakatan indonesia

66
MUSEUM PEMASYARAKATAN INDONESIA Oleh : Suko Prayitno, SH., MH ABSTRAC The museum is a permanent institution, non-profit, serving the community and its development, open to the public, which collect, treat and show off, for the purposes of research, education and entertainment, the objects of human and material evidence (Ishaq 1999/2000 : 15). Based on Government Regulation No.. 19 In 1995, the museum is an institution, storage, maintenance, security and utilization of evidence material objects as well as the results of human culture and the natural environment to support the protection and preservation of the cultural wealth of the nation. In general, the museum has the following functions: 1. Centre for Documentation and Scientific Research 2. Distribution center for the general science 3. Center enjoyment of works of art 4. Introduction center of culture between regions and between nations 5. Sights 6. Media arts and education coaching Sciences 7. Natural and Cultural Asylum Asylum

Transcript of Museum pemasyarakatan indonesia

Page 1: Museum pemasyarakatan indonesia

MUSEUM PEMASYARAKATAN INDONESIA

Oleh : Suko Prayitno, SH., MH

ABSTRAC

The museum is a permanent institution, non-profit, serving the

community and its development, open to the public, which collect, treat

and show off, for the purposes of research, education and entertainment,

the objects of human and material evidence (Ishaq 1999/2000 : 15).

Based on Government Regulation No.. 19 In 1995, the museum is an

institution, storage, maintenance, security and utilization of evidence

material objects as well as the results of human culture and the natural

environment to support the protection and preservation of the cultural

wealth of the nation. In general, the museum has the following functions:

1. Centre for Documentation and Scientific Research

2. Distribution center for the general science

3. Center enjoyment of works of art

4. Introduction center of culture between regions and between nations

5. Sights

6. Media arts and education coaching Sciences

7. Natural and Cultural Asylum Asylum

8. Mirror of human history, nature and culture

9. Means for devoted and thankful to God Almighty.

Indonesian prison known as Correctional Institution which is the

Technical Unit of the Directorate General of Correctional Ministry of

Justice and Human Rights (formerly the Ministry of Justice). Penitentiary

(abbreviated LP or prisons) is a place to conduct training for prison

inmates and students in Indonesia.

Historical development of correctional systems in Indonesia

expressed its treatment of offenders in Indonesia from time to time, in

accordance with the level of legal awareness and development of the

Page 2: Museum pemasyarakatan indonesia

views of Indonesia on human values and humanity in relation to the

convicted man and aspirations of our nation and the meaning of our ideals

State and Nation,

Prisons, Detention (Rutan) or Correctional Institution (LP) is a long

traces nan full of twists. It is associated with the history of this beloved

country, which has a bitter times when the Dutch and Japanese sharp

claws stuck in the colonial period. Period by period elapsed, carve note by

note. Each period has its own history

Prisons also has a long history and unique, which is part of the

national history and a lot of people do not know about jail or prison, the

general public still looked like a prison where Dutch colonial era jail or

prison is a place of torture for the prisoners by the government in

retaliation or the evil he had done. The concept of coaching in Public

Agencies have not been widely known and understood by the public, it is

necessary to create a facility, premises, correctional container in informing

about the history and development in Indonesia as Penitentiary Museum

Penitentiary Museum is one of the efforts to preserve the historical and

archaeological heritage as a cultural heritage and national pride through

the security and protection of objects of cultural heritage of the prison or

the LP of the possibility of tampering, theft, smuggling, and trafficking of

the object, as well as education on the importance of heritage value and

archeology to raise awareness and sense of community

Penitentiary Museum can inform about the protection of the

community and play a role in reducing crime by providing, giving a sense

of security to people, as well as a decent and healthy environment for the

people who are being detained, provides an opportunity for rehabilitation,

and work with the community as well as the elements other

Page 3: Museum pemasyarakatan indonesia

ABSTRAK

Museum adalah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari

keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk

umum, yang mengumpulkan, merawat dan memamerkan, untuk tujuan-

tujuan penelitian, pendidikan dan hiburan, benda-benda bukti material

manusia dan lingkungannya (Ishaq 1999/2000: 15).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 1995, museum

adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan dan

pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam

dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian

kekayaan budaya bangsa. Secara umum musem mempunyai fungsi

sebagai berikut:

1. Pusat Dokumentasi dan Penelitian llmiah

2. Pusat penyaluran ilmu untuk umum

3. Pusat penikmatan karya seni

4. Pusat perkenalan kebudayaan antar daerah dan antar bangsa

5. Obyek wisata

6. Media pembinaan pendidikan kesenian dan llmu Pengetahuan

7. Suaka Alam dan Suaka Budaya

8. Cermin sejarah manusia, alam dan kebudayaan

9. Sarana untuk bertaqwa dan bersyukur kepada Tuhan YME.

Penjara di Indonesia dikenal dengan sebutan Lembaga

Pemasyarakatan yang merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi

Manusia (dahulu Departemen Kehakiman). Lembaga Pemasyarakatan

(disingkat LP atau LAPAS) adalah tempat untuk melakukan pembinaan

terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia.

Sejarah perkembangan pemasyarakatan di Indonesia

mengungkapkan sistem perlakuan terhadap para pelanggar hukum di

Indonesia dari masa ke masa, sesuai dengan taraf kesadaran hukum dan

perkembangan pandangan bangsa Indonesia tentang nilai manusia dan

Page 4: Museum pemasyarakatan indonesia

kemanusiaan dalam hubungannya dengan manusia terpidana dan

aspirasinya bangsa kita akan arti dan cita-cita kemerdekaan bangsa dan

Negara,

Penjara, Rumah Tahanan (Rutan) atau Lembaga Pemasyarakatan

(LP) adalah sebuah jejak-jejak panjang nan penuh liku. Hal ini terkait

dengan sejarah berdirinya negara tercinta ini, yang memiliki masa-masa

pahit tatkala Belanda dan Jepang menancapkan cakar tajamnya di masa

penjajahan. Masa demi masa terlewati, mengukir catatan demi catatan.

Masing-masing masa memiliki sejarahnya tersendiri

Lembaga Pemasyarakatan juga mempunyai sejarah yang cukup

panjang dan unik yang merupakan bagian dari sejarah nasional dan

masyarakat belum banyak mengetahui tentang penjara atau LP,

masyarakat secara umum masih memandang penjara seperti jaman

Kolonial Belanda dimana penjara atau LP merupakan tempat penyiksaan

bagi para terpidana oleh pemerintah sebagai pembalasan atau kejahatan

yang telah dilakukannya. Konsep pembinaan dalam Lembaga Masyarakat

belum banyak diketahui dan dimengerti oleh masyarakat, untuk itu dirasa

perlu membuat sebuah sarana, tempat, wadah dalam menginformasikan

tentang pemasyarakatan dalam sejarah dan perkembangannya di

Indonesia seperti Museum Lembaga Pemasyarakatan

Museum Lembaga Pemasyarakatan adalah salah satu upaya

melestarikan berbagai peninggalan sejarah dan kepurbakalaan sebagai

kekayaan budaya dan kebanggaan nasional melalui pengamanan dan

perlindungan benda cagar budaya tentang penjara atau LP dari

kemungkinan perusakan, pencurian, penyelundupan, dan perdagangan

benda tersebut, serta penyuluhan mengenai pentingnya nilai peninggalan

sejarah dan purbakala untuk meningkatkan kesadaran dan rasa memiliki

dari masyarakat

Museum Lembaga Pemasyarakatan dapat menginformasikan

tentang perlindungan terhadap masyarakat dan berperan dalam

mengurangi tindak pidana kejahatan dengan menyediakan, memberikan

Page 5: Museum pemasyarakatan indonesia

rasa aman kepada manusia, serta lingkungan yang layak dan sehat bagi

orang-orang yang sedang ditahan, memberikan kesempatan untuk

rehabilitasi, dan bekerjasama dengan masyarakat maupun unsur lembaga

lainnya

Page 6: Museum pemasyarakatan indonesia

A. PENDAHULUAN

Museum berasal dari bahasa Yunani: MUSEION. Museion

merupakan sebuah bangunan tempat suci untuk memuja Sembilan

Dewi Seni dan llmu Pengetahuan. Salah satu dari sembilan Dewi

tersebut ialah: MOUSE, yang lahir dari maha Dewa Zous dengan

isterinya Mnemosyne.

Dewa dan Dewi tersebut bersemayam di Pegunungan

Olympus. Museion selain tempat suci, pada waktu itu juga untuk

berkumpul para cendekiawan yang mempelajari serta menyelidiki

berbagai ilmu pengetahuan, juga sebagai tempat pemujaan Dewa

Dewi.

Museum adalah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari

keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka

untuk umum, yang mengumpulkan, merawat dan memamerkan,

untuk tujuan-tujuan penelitian, pendidikan dan hiburan, benda-benda

bukti material manusia dan lingkungannya (Ishaq 1999/2000: 15).

Pengertian museum menurut International Council of Museums yang

dirumuskan pada 1974 adalah:

“A museum is a non-profit making, permanent institution in the

service of society and of its development, and open to the public,

which acquires, conserves, researches, communicates, and exhibits,

for purpose of study, education and enjoyment, material evidence of

man and his environment”.

Page 7: Museum pemasyarakatan indonesia

Museum adalah lembaga yang diperuntukkan bagi masyarakat

umum. Museum berfungsi mengumpulkan, merawat, dan menyajikan

serta melestarikan warisan budaya masyarakat untuk tujuan studi,

penelitian dan kesenangan atau hiburan (Ayo Kita Mengenal

Museum ; 2009). Museum merupakan suatu badan yang mempunyai

tugas dan kegiatan untuk memamerkan dan menerbitkan hasil-hasil

penelitian dan pengetahuan tentang benda-benda yang penting bagi

Kebudayaan dan llmu Pengetahuan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 1995,

museum adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan,

pengamanan dan pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil

budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang

upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995 :

dalam Pedoman Museum Indoneisa,2008. museum memiliki tugas

menyimpan, merawat, mengamankan dan memanfaatkan koleksi

museum berupa benda cagar budaya. Dengan demikian museum

memiliki dua fungsi besar yaitu :

a) Sebagai tempat pelestarian, museum harus melaksanakan  

kegiatan sebagai berikut :

Page 8: Museum pemasyarakatan indonesia

o Penyimpanan, yang meliputi pengumpulan benda untuk

menjadi koleksi, pencatatan koleksi, sistem penomoran

dan penataan koleksi.

o Perawatan, yang meliputi kegiatan mencegah dan

menanggulangi kerusakan koleksi.

o Pengamanan, yang meliputi kegiatan perlindungan untuk

menjaga koleksi dari gangguan atau kerusakan oleh faktor

alam dan ulah manusia.

b) Sebagai sumber informasi, museum melaksanakan kegiatan

pemanfaatan melalui penelitian dan penyajian.

o Penelitian dilakukan untuk mengembangkan kebudayaan

nasional, ilmu pengetahuan dan teknologi.

o Penyajian harus tetap memperhatikan aspek pelestarian

dan pengamanannya.

Secara umum musem mempunyai fungsi sebagai berikut:

10. Pusat Dokumentasi dan Penelitian llmiah

11. Pusat penyaluran ilmu untuk umum

12. Pusat penikmatan karya seni

13. Pusat perkenalan kebudayaan antar daerah dan antar bangsa

14. Obyek wisata

15. Media pembinaan pendidikan kesenian dan llmu Pengetahuan

16. Suaka Alam dan Suaka Budaya

17. Cermin sejarah manusia, alam dan kebudayaan

Page 9: Museum pemasyarakatan indonesia

18. Sarana untuk bertaqwa dan bersyukur kepada Tuhan YME.

Museum yang terdapat di Indonesia dapat dibedakan melaui

beberapa jenis klasifikasi ( Ayo Kita Mengenal Museum ;

2009 ), yakni sebagai berikut :

a. Jenis museum berdasarkan koleksi yang dimiliki, yaitu terdapat

dua jenis :

o Museum Umum, museum yang koleksinya terdiri dari

kumpulan bukti material manusia dan atau lingkungannya

yang berkaitan dengan berbagai cabang seni, disiplin ilmu

dan teknologi.

o Museum Khusus, museum yang koleksinya terdiri dari

kumpulan bukti material manusia atau lingkungannya

yang berkaitan dengan satu cabang seni, satu cabang

ilmu atau satu cabang teknologi.

b. Jenis museum berdasarkan kedudukannya, terdapat tiga jenis :

o Museum Nasional, museum yang koleksinya terdiri dari

kumpulan benda yang berasal, mewakili dan berkaitan

dengan bukti material manusia dan atau lingkungannya

dari seluruh wilayah Indonesia yang bernilai nasional.

o Museum Propinsi, museum yang koleksinya terdiri dari

kumpulan benda yang berasal, mewakili dan berkaitan

dengan bukti material manusia dan atau lingkungannya

dari wilayah propinsi dimana museum berada.

Page 10: Museum pemasyarakatan indonesia

o Museum Lokal, museum yang koleksinya terdiri dari

kumpulan benda yang berasal, mewakili dan berkaitan

dengan bukti material manusia dan atau lingkungannya

dari wilayah kabupaten atau kotamadya dimana museum

tersebut berada.

B. PENGERTIAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN

Sebelum dikenal istilah lapas di Indonesia, tempat tersebut di

sebut dengan istilah Penjara. Penjara adalah tempat di mana orang-

orang dikurung dan dibatasi berbagai macam kebebasan. Penjara

umumnya adalah institusi yang diatur pemerintah dan merupakan

bagian dari system pengadilan kriminal suatu negara, atau sebagai

fasilitas untuk menahan tahanan perang.

Penjara di Indonesia dikenal dengan sebutan Lembaga

Pemasyarakatan yang merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak

Asasi Manusia (dahulu Departemen Kehakiman). Lembaga

Pemasyarakatan (disingkat LP atau LAPAS) adalah tempat untuk

melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik

pemasyarakatan di Indonesia.

Penghuni Lembaga Pemasyarakatan bisa narapidana (napi)

atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) bisa juga yang

statusnya masih tahanan, maksudnya orang tersebut masih berada

Page 11: Museum pemasyarakatan indonesia

dalam proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak

oleh hakim. Pegawai negeri sipil yang menangangi pembinaan

narapidana dan tahanan di lembaga pemasyarakatan di sebut

dengan Petugas Pemasyarakatan, atau dahulu lebih di kenal dengan

istilah Sipir Penjara. Konsep pemasyarakatan pertama kali digagas

oleh Menteri Kehakiman Saharjo pada tahun 1962, dimana

disebutkan bahwa tugas jawatan kepenjaraan bukan hanya

melaksanakan hukuman, namun tugas yang jauh lebih berat adalah

mengembalikan orang-orang yang dijatuhi pidana ke dalam

masyarakat.

Salah satu LP yang terkenal di Indonesia adalah Nusa

Kambangan. Sebenarnya ada kerancuan dalam pengertian Nusa

Kambangan selama ini. Karana pada dasarnya tidak ada satupun di

Wilayah Indonesia tercinta ini memiliki Penjara atau Lapas (Lembaga

Pemasyarakatan) yang bernama Lapas Nusa Kambangan. Nusa

Kambangan adalah nama sebuah Pulau di sebelah Selatan provinsi

Jawa Tengah. Di pulau tersebut terdapat beberapa buah Lapas

berkeamanan tinggi bagi narapidana kelas berat.

Pada tahun 2005, jumlah penghuni LP di Indonesia mencapai

97.671 orang, lebih besar dari kapasitas hunian yang hanya untuk

68.141 orang. Maraknya peredaran narkoba di Indonesia juga salah

satu penyebab terjadinya over kapasitas pada tingkat hunian LAPAS.

Page 12: Museum pemasyarakatan indonesia

Lembaga Pemasyarakatan mendapat kritik atas perlakuan

terhadap para narapidana. Pada tahun [2006], hampir 10%

diantaranya meninggal dalam lapas. Sebagian besar napi yang

meninggal karena telah menderita sakit sebelum masuk penjara, dan

ketika dalam penjara kondisi kesehatan mereka semakin parah

karena kurangnya perawatan, rendahnya [gizi] makanan, serta

buruknya [sanitasi] dalam lingkungan penjara. Lapas juga disorot

menghadapi persoalan beredarnya obat-obatan terlarang di

kalangan napi dan tahanan, serta kelebihan penghuni.

C. Sejarah Perkembangan Kepenjaraan di Indonesia

Sejarah perkembangan pemasyarakatan di Indonesia

mengungkapkan sistem perlakuan terhadap para pelanggar hukum

di Indonesia dari masa ke masa, sesuai dengan taraf kesadaran

hukum dan perkembangan pandangan bangsa Indonesia tentang

nilai manusia dan kemanusiaan dalam hubungannya dengan

manusia terpidana dan aspirasinya bangsa kita akan arti dan cita-cita

kemerdekaan bangsa dan Negara. Dengan demikian sekaligus akan

lebih jelas terungkapkan apa yang telah melatarbelakangi lahirnya

sistem pemasyarakatan dan tujuan yang hendak dicapai dengan

sistem yang telah dikembangkan sekarang ini.

Sistem kepenjaraan sebagai pelaksana pidana hilang

kemerdekaan kiranya sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat

Page 13: Museum pemasyarakatan indonesia

peradaban serta martabat bangsa Indonesia yang telah merdeka

yang berfalsafahkan Pancasila, karena kepenjaraan berasal dari

pandangan individualisme yang terdapat dalam kamus penjajah,

yang memandang dan memperlakukan orang terpidana tidak

sebagai anggota masyarakat tetapi merupakan suatu pembalasan

dendam masyarakat.

A. Asal Usul Kepenjaraan Di Dunia

Sejarah kepenjaraan dan pemasyarakatan di Indonesia

tidak terlepas dari sejarah kepenjaraan di dunia. Pada abad 15-

16 belum terdapat penjara, tetapi soal penempatan narapidana

sudah mendapat perhatian sejak belum ada penjara sebagai

tempat untuk melaksanakan pidana pencabutan kemerdekaan.

Penempatan narapidana asal mulanya berupa rumah khusus

yang digunakan sebagai tempat pendidikan bagi orang yang

dikenakan tahanan, hukuman ringan dan menanti pengadilan.

Pada tahun 1595 di kota Amsterdam, Belanda sudah mulai

diadakan rumah pendidikan paksa dan membagi tahanan serta

narapidana menurut jenis kelamin yaitu :

a. Rumah pendidikan paksa untuk pria yang dikenal dengan

nama Rasp House, karena para narapidana tersebut

disuruh bekerja meraut kayu untuk membuat warna cat.

Page 14: Museum pemasyarakatan indonesia

b. Rumah pendidikan paksa untuk wanita yang dikenal

dengan nama Discipline House, para narapidana diberi

pekerjaan memintal bulu domba untuk dibuat pakaian.

Sistem ini kemudian diikuti hampir diseluruh dunia. Pada

tahun 1703 di Roma didirikan rumah pendidikan anak oleh

Santo Bapa Clements IX, anak-anak ini pada siang hari bekerja

bersama-sama dan pada malam hari dimasukkan kedalam sel

masing-masing dengan tidak diperkenankan berbicara satu

dengan yang lainnya. Rumah Pendidikan Anak di Roma

Kemudian pada tahun 1718 didirikan penjara di kota

Genk, Belgia oleh Burggraaf Vilain XVI, walikota Genk dengan

nama Maison de Force. Para narapidana diberi pekerjaan dan

pendidikan agama dan waktu bekerja tidak boleh berbicara satu

dengan yang lainnya. Prison Ghenk di kota Genk Belgia

Pada abad 16 di Inggris juga sudah mengenal 2 jenis

situasi yaitu :

a. Rumah tahanan House of Detention dibuat untuk tahanan

yang menunggu putusan perkara.

b. Gaol yang diperuntukkan bagi pelanggar hukuman ringan.

Pada waktu itu kedua institusi ini sangat menyedihkan

cara penempatannya, secara bersama-sama siang

malam.

Page 15: Museum pemasyarakatan indonesia

Setelah ada perjuangan dari John Howard, di Inggris telah

mengalami proses pembaharuan dibidang kepenjaraan,

terutama dengan jalan penempatan narapidana terpisah pada

waktu siang dan malam hari. Pada abad 18 pidana mati dan

badan mulai diganti dengan pidana pencabutan kemerdekaan,

tapi cara penempatannya terpengaruh oleh cara penempatan

bersama-sama siang malam.

Pada tahun 1790 didirikan penjara Wallnutstreet, di kota

Philadelphia, Sistem ini disebut Western Penitentiary System,

para narapidana dalam sel masing-masing siang dan malam

tanpa diberi pekerjaan dan untuk memperbaikinya diberi

bacaan kitab suci. Pada tahun 1820 di kota Boston didirikan

penjara Auburn. Penjara ini didirikan sebagai tantangan

terhadap sistem yang diterapkan pada penjara Wallnutstreet,

Pennsylvania barat. Sistem yang diterapkan di Auburn ini lebih

baik daripada sistem penjara sebelumnya, dimana pada malam

hari para narapidana tidur di kamarnya masing-masing dan

pada siang hari bekerja bersama-sama tanpa berbicara satu

sama lain. Pada tahun 1825 didirikan penjara baru di

Pennsylvania timur, ini merupakan perbaikan dari Pennsylvania

barat. Di dalam penjara ini para narapidana berada di

kamarnya masing-masing dan diberi pekarjaan.

Page 16: Museum pemasyarakatan indonesia

Pada tahun 1877 di Amerika didirikan penjara Elmira yang

khusus untuk pemuda-pemuda yang baru pertama kali masuk

penjara. Di penjara ini para narapidana diberi pekerjaan,

pendidikan, pengetahuan, olahraga, ketertiban, militer dan

sebagainya. Pada abad 19 di Amerika baru mengalami

perubahan undang-undang kepenjaraan dan mulai

mementingkan pendidikan dan pembinaan.

Pada tahun 1930 oleh seorang direktur penjara Amerika

yang bernama Stanford Bates mencoba sistem tersebut yang

dilaksanakan di Tuscon. Disini para narapidana dapat bekerja

bersama-sama dengan baik tanpa diawasi dengan ketat. Maka

disusul pula dibukanya penjara percobaan di Seagovolle pada

tahun 1946.Penjara tersebut dibuat untuk untuk para

narapidana yang mendapat hukuman ringan dan tidak lagi

memberikan kesan menyeramkan. Penjara jenis ini dikenal

dengan nama Pre Release atau Half Way yang berprinsip

kepada keadaan perbaikan hidup narapidana dengan memberi

pendidikan dan pembinaan supaya narapidana tersebut dapat

menuju masyarakat yang bebas. Dengan system kepenjaraan

tersebut diatas maka Amerika merupakan pelopor sistem

kepenjaraan yang modern kepada dunia.

Sejarah kepenjaraan di Indonesia

Page 17: Museum pemasyarakatan indonesia

Perkembangan kepenjaraan di Indonesia terbagi menjadi

2 kurun waktu dimana tiap-tiap kurun waktu mempunyai ciri

tersendiri, diwarnai oleh aspekaspek sosio cultural, politis,

ekonomi yaitu:

a. Kurun waktu pelaksanaan pidana hilang kemerdekaan di

Indonesia sebelum proklamasi kemerdekaan RI ( 1872-

1945 ), terbagi dalam 4 periode yaitu :

1) Periode kerja paksa di Indonesia ( 1872-1905 ).

Pada periode ini terdapat 2 jenis hukum pidana,

khusus untuk orang Indonesia dan Eropa. Hukum

pidana bagi orang Indonesia (KUHP 1872) adalah

pidana kerja, pidana denda dan pidana mati.

Sedangkan hukum pidana bagi orang Eropa (KUHP

1866) telah mengenal dan dipergunakan pencabutan

kemerdekaan (pidana penjara dan pidana kurungan).

Perbedaan perlakuan hukuman pidana bagi orang

Eropa selalu dilakukan di dalam tembok (tidak

terlihat) sedangkan bagi orang Indonesia terlihat oleh

umum.

2) Periode pelaksanaan pidana di Indonesia menjelang

berlakunya Wetboek Van Strafrecht Voor Nederland

Indie (KUHP, 1918) periode penjara sentral wilayah

(1905-1921). Periode ini ditandai dengan adanya

Page 18: Museum pemasyarakatan indonesia

usaha-usaha untuk memusatkan penempatan para

terpidana kerja paksa di dalam pusat-pusat

penampungan wilayah. Pidana kerja

lebih dari 1 tahun yang berupa kerja paksa dengan

dirantai/ tanpa dirantai dilaksanakan diluar daerah

tempat asal terpidana. Kemudian sejak tahun 1905

timbul kebijaksanaan baru dalam pidana kerja paksa

dilakukan di dalam lingkungan tempat asal terpidana.

3) Periode pelaksanaan pidana di Indonesia setelah

berlakunya Wetboek Van Strafrecht Voor Nederland

Indie (KUHP, 1918) periode kepenjaraan Hindia

Belanda (1921-1942). Pada periode ini terjadi

perubahan sistem yang dilakukan oleh Hijmans

sebagai kepala urusan kepenjaraan Hindia Belanda,

ia mengemukakan keinginannya untuk

menghapuskan sistem dari penjara-penjara pusat

dan menggantikannya dengan struktur dari sistem

penjara untuk pelaksanaan pidana, dimana usaha-

usaha klasifikasi secara intensif dapat dilaksanakan

Hijmans. Pengusulan adanya tempat-tempat

penampungan tersendiri bagi tahanan dan

memisahkan antara terpidana dewasa dan anak-

anak, terpidana wanita dan pria.

Page 19: Museum pemasyarakatan indonesia

4) Periode pelaksanaan pidana di Indonesia dalam

periode pendudukan balatentara Jepang (1942-

1945). Pada periode ini menurut teori perlakuan

narapidana harus berdasarkan reformasi/ rehabilitasi

namun dalam kenyataannya lebih merupakan

eksploitasi atas manusia. Para terpidana

dimanfaatkan tenaganya untuk kepentingan Jepang.

Dalam teori para ahli kepenjaraan Jepang perlu

adanya perbaikan menurut umur dan keadaan

terpidana. Namun pada kenyataannya perlakuan 

terhadap narapidana bangsa Indonesia selama

periode pendudukan  tentara Jepang merupakan

lembaran sejarah yang hitam dari sejarah

kepenjaraan di Indonesia, hal ini tidak jauh berbeda

dengan keadaan sebelumnya (penjajahan Belanda ).

b. Kurun waktu kepenjaraan RI, perjuangan kemerdekaan

dan karakteristik  kepenjaraan nasional ( 1945-1963 ),

terbagi dalam 3 periode yaitu :

1) Periode kepenjaraan RI ke I ( 1945-1950 ). Meliputi 2

tahap yaitu tahap  perebutan kekuasaan dari tangan

tentara Jepang, perlawanan terhadap uasaha

penguasaan kembali oleh Belanda dan tahap

mempertahankan  eksistensi RI. Periode ini ditandai

Page 20: Museum pemasyarakatan indonesia

dengan adanya penjara-penjara darurat yaitu

penjara yang berisi beberap orang terpidana yang

dibawa serta mengungsi oleh pimpinan penjaranya.

Pada umumnya didirikan  pada tempat-tempat

pengungsian, sebagai tempat menahan orang yang

dianggap mata-mata musuh. Adanya penjara darurat

dan pengadilan darurat dimaksudkan sebagai bukti

kepada dunia luar bahwa pemerintah RI secara de

jure dan de facto tetap ada.

2) Periode kepenjaraan RI ke II ( 1950-1960 ). Periode

ini ditandai dengan adanya langkah-langkah untuk

merencanakan reglement Penjara yang  baru sejak

terbentuknya NKRI. Pada periode ini telah lahir

adanya  falsafah baru di bidang kepenjaraan yaitu

resosialisasi yang pada  waktu itu dinyatakan

sebagai tujuan yang modern di dunia kepenjaraan

internasional.

3) Periode kepenjaraan RI ke III ( 1960-1963 ).Periode

ini merupakan periode pengantar dari periode

pemasyarakatan berikutnya. Periode ini  ditandai

dengan adanya kebijaksanaan kepemimpinan

kepenjaraan yang berorientasi pada pola social

defense yang dicanangkan oleh PBB  yaitu integrasi

Page 21: Museum pemasyarakatan indonesia

karya terpidana dalam ekonomi nasional, bentuk

baru  kenakalan remaja dan penanganan jenis-jenis

kejahatan yang  diakibatkan oleh perubahan-

perubahan sosial dan yang menyertai

perkembangan ekonomi. Pembinaan menjelang

bebas dan perawatan susulan serta pemberian

bantuan kepada keluarga terpidana.

B. Sistem Pemasyarakatan di Indonesia

1. Sejarah pemasyarakatan di Indonesia terbagi menjadi 3

periode (Dirjen Pemasyarakatan), yaitu:

a. Periode pemasyarakatan I (1963-1966)

Periode ini ditandai dengan adanya konsep baru

yang diajukan oleh Dr. Saharjo, SH berupa konsep

hukum nasional yang digambarkan dengan sebuah

pohon beringin yang melambangkan pengayoman

dan pemikiran baru bahwa tujuan pidana penjara

adalah pemasyarakatan. Pada konfrensi Dinas

Derektoral Pemasyarakatan di Lembang Bandung

tahun 1964, terjadi perubahan istilah

pemasyarakatan dimana jika sebelumnya diartikan

sebagai anggota masyarakat yang berguna menjadi

Page 22: Museum pemasyarakatan indonesia

pengembalian integritas hidup-kehidupan-

penghidupan.

b. Periode Pemayarakatan II (1966-1975)

Periode ini ditandai dengan pendirian kantor-kantor

BISPA (Bimbingan Pemasyarakatan dan

Pengentasan Anak) yang sampai tahun 1969

direncanakan 20 buah. Periode ini telah

menampakkan adanya trial and  error dibidang

pemasyarakatan, suatu gejala yang lazim terjadi

pada permulaan beralihnya situasi lama ke situasi

baru. Ditandai dengan adanya perubahan nama

pemasyarakatan menjadi bina tuna warga.

c. Periode pemasyarakatan III ( 1975-sekarang )

Periode ini dimulai dengan adanya Lokakarya

Evaluasi Sistem Pemasyarakatan tahun 1975 yang

membahas tentang sarana peraturan perundang-

undangan dan peraturan pelaksanaan sebagai

landasan  struktural yang dijadikan dasar

operasional pemasyarakatan, sarana personalia,

sarana keuangan dan sarana fisik. Pada struktur

organisasi terjadi pengembalian nama bina tuna

warga kepada namanya semula yaitu

pemasyarakatan.

Page 23: Museum pemasyarakatan indonesia

Titik awal pemisahan LP terhadap tingakat kejahatan,

jenis kelamin, umur dimulai pada tahun 1921 yang

dicetuskan oleh Hijmans, missal : LP Cipinang untuk

narapidana pria dewasa, LP anak-anak di Tangerang, LP

Wanita Bulu Semarang. Hal tersebut dikonkritkan lagi

setelah tercetus konsep pemasyarakatan oleh Dr.

Sahardjo, SH pada konferensi Dinas Direktorat

Pemasyarakatan I di Lembang bandung tahun 1964.

Menurut Soema Dipradja ( 1983 ) dimana  perlakuan

terhadap narapidana wanita diberi kebebasan yang lebih

dibandingkan narapidana pria.

Dalam perkembangannya sistem pidana melalui beberapa

tahap ( Dirjen pemasyarakatan, 1983 ) yaitu :

a. Tahap pidana hilang kemerdekaan (1872-1945) ;

Tujuan dari tahap ini membuat jera narapidana agar

bertobat sehingga  tidak melanggar hukum lagi.

Sistem pidananya merupakan pidana hilang

kemerdekaan dengan ditempatkan disuatu tempat

yang terpisah dari masyarakat yang dikenal sebagai

penjara.

b. Tahap pembinaan (1945-1963) ; Tahap ini bertujuan

membina narapidana supaya menjadi lebih baik.

Sistem pidananya merupakan pidana pembinaan

Page 24: Museum pemasyarakatan indonesia

dimana narapidana dikurangi kebebasannya agar

dapat dibina dengan menempatkan pada tempat

yang terpisah dari masyarakat.

c. Tahap Pembinaan Masyarakat (1963-sekarang) ;

Tahap ini bertujuan membina narapidana agar dapat

menjadi anggota masyarakat yang berguna. Sistem

pidananya merupakan pidana pemasyarakatan yang

mempunyai akibat tidak langsung yaitu

berkurangnya kebebasan supaya bisa

dimasyarakatkan kembali. Ditempatkan di suatu

tempat tertentu yang terpisah dari masyarakat tetapi

mengikutsertakan masyarakat dalam usaha

pemasyarakatan tersebut. Sedangkan untuk usaha

perlindungan terhadap masyarakat lebih ditekankan

pada segi keamanan LP sesuai dengan fungsi, jenis

dan kebutuhannya.  Seseorang disebut narapidana

apabila telah melalui serangkaian proses 

pemidanaan sehingga menerima vonis yang

dijatuhkan atas dirinya.

Proses  pemidanaan adalah sebagai berikut :

a. Tahanan Polisi ; Seseorang melanggar hukum

kemudian ditangkap polisi, selama dalam  proses

pemeriksaan ia menjadi tahanan polisi dengan batas

Page 25: Museum pemasyarakatan indonesia

waktu 20 hari dan apabila dianggap pemerikasaan

oleh polisi belum cukup maka dapat diperpanjang

dengan ijin Kejaksaan.

b. Tahanan Kejaksaan ; Apabila telah selesai diperiksa

oleh polisi maka orang tersebut diserahkan kepada

Kejaksaan untuk diperiksa oleh Kejaksaan dan

menjadi tahanan Kejaksaan.

c. Tahanan Pengadilan ; Apabila perkaranya dianggap

cukup untuk diadili maka pihak kejaksaan akan

menyerahkan orang tesebut pada pengadilan untuk

diadili dan menjadi tahanan pengadilan sampai

selesai putusan perkaranya/ divonis.

d. Narapidana ; Setelah diputuskan perkaranya oleh

pengadilan maka orang tersebut harus  dimasukkan

dalam Lembaga Pemasyarakatan. Diserahkan

kepada  Kejaksaan kembali untuk diatur

pengirimannya kepada Lembaga  Pemasyarakatan

yang cocok untuk pembinaannya.

2. Tujuan Pemasyarakatan

Menurut UU No. 12 Tahun 1995 tentang

pemasyarakatan pasal 2, tujuan  pemasyarakatan adalah

sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka 

Page 26: Museum pemasyarakatan indonesia

membentuk warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi

manusia seutuhnya,  menyadari kesalahan, memperbaiki

diri dan tidak mengulangi tindakan pidana  sehinga dapat

kembali diterima di masyarakat, sehingga dapat berperan

kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan

bertanggunjawab.

3. Fungsi Pemasyarakatan

Menurut UU No. 12 Tahuun 1995 tentang

Pemasyarakatan pasal 3 disebutkan bahwa fungsi

Pemasyarakatan adalah menyiapkan warga binaan

pemasyarakatan (narapidana, anak didik dan klien

pemasyarakatan ) agar dapat  berintegrasi secara sehat

dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali

sebagai anggota masyarakat yang bebas dan

bertanggungjawab.

4. Konsep Pemasyarakatan

Konsep pemasyarakatan merupakan pokok-pokok

pikiran Dr. Saharjo , SH Yang dicetuskan pada

penganugerahan gelar Doktor Honoris Cousa oleh

Universitas Indonesia. Pokok-pokok pikiran tersebut

kemudian dijadikan prinsip prinsip pokok dari konsep

pemasyarakatan pada konfrensi Dinas Derektorat

Page 27: Museum pemasyarakatan indonesia

Pemasyarakatan di Lembang Bandung pada tanggal 27

April – 7 Mei 1974. Dalam konfrensi ini dihasilkan

keputusan bahwa pemasyarakatan tidak hanya semata-

mata sebagai tujuan dari pidana penjara, melainkan

merupakan sistem pembinaan narapidana dan tangaal 27

April 1964 ditetapkan sebagai hari lahirnya

pemasyarakatan.

Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai

arah dan batasan serta cara pembinaan warga binaan

pemasyarakatan (narapidana, anak didik dan klien

pemasyarakatan ) berdasarkan Pancasila. Menurut UU No. 12

tahun 1995 tentang pemasyarakatan pasal 5, disebutkan

bahwa sistem pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas

a. Pengayoman

b. Persamaan perlakuan dan pelayanan

c. Pendidikan

d. Pembimbingan

e. Penghormatan harkat dan martabat manusia

f. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya

penderitaan

g. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan

keluarga dan orang tertentu

Page 28: Museum pemasyarakatan indonesia

Jadi dengan lahirnya sistem pemasyarakatan, kita memasuki

era baru dalam proses pembinaan narapidana dan anak didik,

mereka dibina, dibimbing dan dituntut untuk menjadi warga

masyarakat yang berguna. Pembinaan napi dan anak didik

berdasarkan sistem pemasyarakatan berlaku pembinaan di

dalam LP dan pembimbingan di luar LP yang dilakukan oleh

Balai Pemasyarakatan (BAPAS).

C. Prinsip-prinsip Pokok Pemasyarakatan

Dalam Konferensi Dinas Direktorat Pemasyarakatan yang

pertama di Lembang, Bandung pada tanggal 27 April 1964

dirumuskan prinsip-prinsip pokok dari konsepsi

pemasyarakatan yang kemudian dikenal sebagai Sepuluh

Prinsip Pemasyarakatan ( Keputusan Menteri Kehakiman RI No

M.02.PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan

Narapidana/ Tahanan ) adalah sebagai berikut :

a. Ayomi dan berikan bekal hidup agar narapidana dapat

menjalankan peranannya sebagai warga masyarakat yang

baik dan berguna.

b. Penjatuhan pidana tidak lagi didasari oleh latar belakang

pembalasan.

c. Berikan bimbingan ( bukannya penyiksaan ) supaya

mereka bertobat.

Page 29: Museum pemasyarakatan indonesia

d. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih

buruk atau lebih jahat daripada sebelum dijatuhi pidana.

e. Selama kehilangan ( dibatasi ) kemerdekaan bergeraknya

para narapidana dan anak didik tidak boleh diasingkan

dari masyarakat

f. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak

didik tidak boleh bersifat sekedar pengisi waktu.

g. Pembinaan dan bimbingan yang diberikan kepada

narapidana dan anak didik adalah berdasarkan Pancasila.

h. Narapidana dan anak didik bagaikan orang sakit perlu

diobati agar mereka sadar bahwa pelanggaran hukum

yang pernah dilakukannya adalah merusak dirinya,

keluarganya, dan lingkungannya kemudian

dibina/dibimbing ke jalan yang benar.

i. Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana berupa

membatasi kemerdekaannya dalam jangka waktu tertentu.

j. Untuk pembinaan dan bimbingan para narapidana dan

anak didik maka disediakan sarana yang diperlukan.

D. SEPENGGAL SEJARAH TENTANG LEMBAGA

PEMASYARAKATAN INDONESIA

Penjara, Rumah Tahanan (Rutan) atau Lembaga

Pemasyarakatan (LP) adalah sebuah jejak-jejak panjang nan penuh

Page 30: Museum pemasyarakatan indonesia

liku. Hal ini terkait dengan sejarah berdirinya negara tercinta ini, yang

memiliki masa-masa pahit tatkala Belanda dan Jepang

menancapkan cakar tajamnya di masa penjajahan. Masa demi masa

terlewati, mengukir catatan demi catatan. Masing-masing masa

memiliki sejarahnya tersendiri.

1. Periode Kerja Paksa

Periode pidana kerja

paksa di Indonesia

berlangsung sejak

pertengahan abad

ke-XIX atau tepatnya

mulai tahun 1872 hingga 1905. Ditandai dengan dua jenis

hukum pidana; pertama, hukum pidana khusus untuk orang

Indonesia ;dan yang kedua, pidana khusus untuk orang Eropa.

Bagi orang Indonesia dan golongan Timur Asing berlaku

Kitab Undang-undang Hukum Pidana khusus, yakni “Wetboek

van Strafrecht voor de Inlanders in Nederlandsch Indie”, artinya

Kitab Undang-undang Hukum Pidana untuk orang pribumi di

Hindia Belanda. Pada saat itu orang Indonesia disebut dengan

“Inlanders”.

Pada periode ini pidana kerja merupakan bentuk pemindanaan

yang seringkali dijatuhkan pada “ inlanders”. Lama pidana kerja

sangat bervariasi bisa seumur hidup, atau minimal satu hari.

Page 31: Museum pemasyarakatan indonesia

Sedangkan pidana kerja terbagi menjadi dua, yakni kerja paksa

(dwang arbeid) dan dipekerjakan (ter arbeid stellen). Kerja

paksa yang lamanya lebih dari lima tahun dilakukan dengan

dirantai (dwang arbeid aan de ketting), yang di bawah lima

tahun tanpa dirantai (dwang erbeid buiten de ketting).

Sedangkan yang satu tahun ke bawah disebut dengan istilah

“dipekerjakan” (ter

arbeid stellen), dan

yang di bawah tiga

bulan disebut

“krakal”.

Pidana kerja

paksa baik dengan rantai maupun tidak, dilaksanakan diluar

daerah tempat diputuskannya perkara, juga di luar daerah asal

terpidana. Hukuman yang juga disebut dengan “pembuangan”

(verbanning), dimaksudkan untuk memberatkan terpidana,

dijauhkan dari sanak saudara serta kampung halaman. Bagi

orang Indonesia yang cenderung memiliki sifat kekerabatan

dan persaudaraan, tentu saja hal ini dirasa sangat

memberatkan. Terpidana menjalani kerja paksa diluar daerah,

dengan bekerja pada proyek-proyek besar, seperti; tambang

batu bara di Sawah Lunto (Umbilin), proyek pembuatan jalan di

Page 32: Museum pemasyarakatan indonesia

Sumatera Tengah, Tapanuli, Aceh, Sulawesi, Bali/Kintamani,

Ambon, Timor, dan lain-lain.

Selain itu para terpidana juga bekerja sebagai pemikul

perbekalan dan peluru saat Perang Aceh, dan di tempat-tempat

lain di luar Jawa. Tujuan utama dari hukuman pada periode

tahun 1872-1905 ini adalah menciptakan rasa takut

(afschrikking) dan mengasingkan terpidana dari masyarakat.

Meskipun pada waktu itu berlaku “Reglement op de Orde en

Tucht” (Staatsblad 1871 no. 78) yang berisi tata tertib

terpidana, namun semuanya praktis tidak dijalankan. Para

terpidana tidak mendapatkan perlakuan yang layak

sebagaimana mestinya.

Akibatnya, kondisi kesehatan para terpidana sangat

Page 33: Museum pemasyarakatan indonesia

menyedihkan bahkan hampir setiap hari terjadi usaha pelarian.

Penegakan hukum pada masa kekuasaan Hindia Belanda ini

bersifat menyeluruh hingga ke lapisan masyarakat paling

bawah.

2. Periode Kolonial Belanda

Sejak tahun 1905 mulai dibuat penjara sentral wilayah

(gewestelijke centralen) bagi terpidana kerja paksa, agar

terpidana kerja paksa dapat melakukan beserta jajarannya.

Tercatat sebagai Kepala Urusan Kepenjaraan yang pertama

adalah Gebels seorang sarjana hukum yang berjasa dalam

membuat gebrakan-gebrakan baru dalam hal kepenjaraan.

Pada masa ini sudah mulai diberlakukan sistem kamar

bersama, yang bagi ahli penologi (ilmu kepenjaraan) sistem ini

punya andil dalam menyuburkan terjadinya penularan

kejahatan sehingga muncul istilah “school of crime” (sekolah

kejahatan). Akibat lain adalah munculnya hukum rimba, siapa

yang paling kuat, dia yang berkuasa.

Page 34: Museum pemasyarakatan indonesia

Dan bukan rahasia lagi bila si jagoan ini melakukan aktifitas

homoseksual terhadap mereka yang lebih lemah. Sepanjang

hari, di dalam tembok setinggi empat setengah meter, para

terpidana melakukan kerja paksa yang dikoordinasi layaknya

seorang pekerja dalam sebuah perusahaan. Pekerjaan

dilengkapi dengan seperangkat mesin, yang dikenal dengan

istilah “perusahaan besar” (groote bedrijven/groot

ambachtswerk). Sementara di tempat lain di luar penjara pusat,

terpidana dalam tempat hukumannya di dalam lingkungan

tembok di pusat penampungan.

Kebijakan baru ini terlaksana di bawah pimpinan Kepala

Urusan Kepenjaraan (Hoofd van het Gevangeniswezen) tempat

penampungan dipekerjakan dalam lingkup “perusahaan kecil”

(klein ambachtwerk).

Page 35: Museum pemasyarakatan indonesia

Masa kolonial juga mencatat sebuah peristiwa yang

terbilang kejam, kejadiannya menimpa seorang pemberontak

Indonesia yang sudah menjadi incaran pemerintah kolonial.

Suatu hari pemberontak ini tertangkap dan sebagai “shock

therapy” bagi pemberontak lain, ia diberi hukuman yang tak

berperikemanusiaan. Keempat anggota badannya (tangan dan

kaki) masing-

masing

diikatkan pada

kuda lalu

ditarik oleh

kuda tersebut dengan arah berlawanan. Anggota tubuh si

pemberontak tercerai berai, peristiwa ini terkenal dengan

peristiwa pecah kulit. Saat ini tempat peristiwa tersebut

dijadikan nama jalan di Jakarta-Kota.

Periode ini ditandai dengan lahirnya cikal bakal Kitab

Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dimulai pada masa ini,

yakni dengan lahirnya “ Wetboek van strafrecht voor

Nederlansch Indie ” (Kitab Undang-undang Hukum Pidana

untuk Hindia-Belanda). Ketentuan ini ditetapkan dengan

Koninklijk Besluit pada tanggal 15 Oktober 1915 no. 33, dan

mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1918. Salah satu isi dari

Page 36: Museum pemasyarakatan indonesia

perundang- undangan ini adalah dihapuskannya istilah “pidana

kerja” menjadi “pidana hilang kemerdekaan”.

Dengan adanya “Wetboek van strafrecht voor

Nederlansch-Indie” ini maka tiada lagi perbedaan perlakuan

antara orang Indonesia dan Timur Asing dengan orang-orang

Eropa. Selang tiga tahun sesudah 1 Januari 1918, terjadi

perubahan-perubahan mencolok dalam sistem kepenjaraan.

gbr26.jpgSalah satunya adalah dihapuskannya sistem

“Gewestelijke centralen”, dan diganti dengan sistem

“Strafgevangenissen” (penjara sebagai sarana pelaksanaan

pidana). Perubahan ini terjadi di bawah pimpinan Kepala

Urusan Kepenjaraan Hindia-Belanda, ijmans yang tercatat

sebagai pembawa angin segar dalam sejarah perkembangan

urusan kepenjaraan Hindia-Belanda.

Salah satu gebrakan yang dilakukan oleh Hijmans adalah

catatannya yang panjang lebar tentang perbaikan urusan

kepenjaraan tertanggal 10 September 1921 kepada Direktur

Justisi. Pria enerjik ini mengutarakan pandangannya tentang

pandangan-pandangannya di bidang kepenjaraan, yang pada

pokoknya berupaya untuk melakukan reformasi bagi terpidana.

Perhatian terutama ditujukan kepada anak-anak terpidana dan

klasifikasi terpidana dewasa. Menurutnya, sedikit kesempatan

bagi terpidana untuk memperbaiki moral di dalam lingkungan

Page 37: Museum pemasyarakatan indonesia

pusat penampungan wilayah, sebaliknya “school of crime” akan

memunculkan penjahat-panjahat baru, yang justru kian

menjerumuskan terpidana menuju jurang kehancuran.

Di bawah kepemimpinan Hijmans pula, Kepenjaraan

Hindia-Belanda untuk pertama kali mengirimkan wakilnya ke

Konggres Internasional Penitentiar kesembilan di London, pada

Agustus 1925. Selain itu tiap tahun memberi sumbangan

berupa uang sebanyak 500 Rupiah kepada sekretariat untuk

anggaran pengeluaran negara dan urusan kepenjaraan.

Baru saja dimulai suatu keteraturan, suasana sontak

berubah manakala terjadi pemberontakan besar-besaran dari

bangsa Indonesia terhadap pemerintah penjajahan Belanda,

pada bulan November 1926. Belanda menyebutnya sebagai

“pemberontakan komunis”. Blok bagian tahanan orang komunis

di Penjara Cipinang sesudah Tahun 1926Banyak putra

Indonesia ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara,

sehingga urusan kepenjaraan dihadapkan pada kondisi

“overcrowding” (kepenuhan penjara). Hal ini menjadi

sandungan bagi Hijmans yang tengah mencoba

mengembangkan mutu kepenjaraan.

Suasana penjara menjadi tidak kondusif, sering terjadi

huru-hara, sebut saja di Cipinang pada bulan Juli 1926, di

mana para tahanan politik menyanyikan lagu kepahlawanan

Page 38: Museum pemasyarakatan indonesia

diikuti gerakan mogok makan. Beberapa penjara pun berubah

fungsi menjadi tempat penampungan tahanan politik, misalnya

penjara Pamekasan dan Ambarawa yang semula

diperuntukkan bagi anak-anak, berubah fungsi untuk

menampung tahanan politik. Demikian pula penjara Cipinang,

Glodok, Boyolali, Solo, serta penjara kecil seperti di Banten,

Madiun, dan lain-lain. Bahkan, khusus bagi tahanan politik

didirikan penjara besi di Nusakambangan. Satu catatan lagi,

satu hal yang sering terjadi adalah penyerangan terhadap

pegawai-pegawai penjara.

Kejadian lain yang mewarnai sejarah kepenjaraan di tanah

air adalah penyerbuan terhadap rumah penjara Glodok pada 12

November 1926, sehingga mendorong didirikannya menara

penjagaan untuk mengantisipasi terjadinya penyerangan. Inilah

sejarah didirikannya menara penjagaan.

Rentetan kejadian ini menjadi kendala besar bagi sistem

kepenjaraan yang sesungguhnya tengah dirintis. Benang

merah dari segala kejadian ini adalah menyiratkan betapa

sulitnya posisi atau peran urusan kepenjaraan, yang

dihadapkan pada dua kepentingan, seolah kepenjaraan akan

selalu dihadapkan pada momentum yang sifatnya antagonistic

antara harus berperikemanusiaan atau sebaliknya.

Page 39: Museum pemasyarakatan indonesia

Tentang kondisi ini, John Conrad seorang ahli penologi

akhir abad ke-20 menyebutnya sebagai “irrational equilibrium”,

suatu kondisi yang “uneasy compromise”.

Menjelang masuknya pendudukan Jepang ke Indonesia,

penjagaan di penjara-penjara, yang semula dipegang oleh

militer diganti oleh tenaga pegawai kepenjaraan sipil. Pada

periode ini tercatat beberapa peristiwa penting, antara lain;

1. Tahun 1921, penjara Madiun menyediakan tempat untuk

anak-anak di bawah usia 19 tahun.

2. Tahun 1925, didirikan penjara untuk anak-anak di bawah

umur 20 tahun di Tanah Tinggi, dekat Tangerang. Serta

didirikannya penjara untuk terpidana seumur hidup di

Muntok dan Sragen.

3. Tahun 1927, di Pamekasan dan Ambarawa didirikan

penjara anak-anak.

Pada masa ini penjara-penjara memiliki kedudukan

khusus:

Penjara Sukamiskin untuk orang Eropa dan

kalangan inetelktual

Penjara Cipinang untuk terpidana kelas Satu

Penjara Glodok untuk pidana psychopalen

Penjara Sragen untuk pidana kelas satu (pidana

seumur hidup)

Page 40: Museum pemasyarakatan indonesia

Penjara anak-anak di Tangerang

Penjara anak-anak di Banyu Biru dan Ambarawa

Penjara khas wanita di Bulu Tangerang

Penjara Bantjeuj menjadi saksi salah satu sejarah besar,

penjara yang terletak di tengah kota Bandung ini pada akhir

tahun 1929 pernah dihuni oleh Presiden Pertama RI, Soekarno,

bersama tiga orang PNI (Partai Nasional Indonesia) yang lain.

Sel penjara yang ditempati Soekarno adalah sel nomor 5 di

blok F, berupa ruangan seluas 2,5 x 1,5 meter, yang di

dalamnya terdapat satu tempat tidur lipat dan sebuah toilet non-

permanen. Satu-satunya penghubung dengan dunia luar

adalah sebuah lubang kecil di pintu besi.

Pada Mei 1930, Pengadilan Negeri memutuskan untuk

memindahkan Soekarno, dkk ke penjara Sukamiskin, 15

kilometer dari Bandung. Kali ini Soekarno menempati sel nomor

233, berukuran 2 x 3 meter. Waktu masuk penghuninya dicukur

gundul dan diberi pakaian penjara yang terbuat dari kain katun

kasar. Hanya dua minggu sekali, sang istri, Inggit Ganarsih

diperbolehkan menjenguk.

E. MUSEUM PEMASYARAKATAN

Dengan membaca uraian diatas tentang fungsi museum dan

sejarah tentang penjara atau Lembaga Pemasyarakatan, dapat kita

Page 41: Museum pemasyarakatan indonesia

lihat bahwa Lembaga Pemasyarakatan juga mempunyai sejarah

yang cukup panjang dan unik yang merupakan bagian dari sejarah

nasional.

Di Indonesia masyarakat belum banyak mengetahui tentang

penjara atau LP, masyarakat secara umum masih memandang

penjara seperti jaman Kolonial Belanda dimana penjara atau LP

merupakan tempat penyiksaan bagi para terpidana oleh pemerintah

sebagai pembalasan atau kejahatan yang telah dilakukannya.

Konsep pembinaan dalam Lembaga Masyarakat belum banyak

diketahui dan dimengerti oleh masyarakat, untuk itu dirasa perlu

membuat sebuah sarana, tempat, wadah dalam menginformasikan

tentang pemasyarakatan dalam sejarah dan perkembangannya di

Indonesia seperti Museum Lembaga Pemasyarakatan.

Museum bukanlah semata-mata suatu alat untuk mencegah

bahaya kemiskinan kebudayaan suatu bangsa saja tetapi adalah

suatu lembaga untuk memajukan peradaban bangsa (Sutaarga,

1962: 15).

Museum Lembaga Pemasyarakatan adalah salah satu upaya

melestarikan berbagai peninggalan sejarah dan kepurbakalaan

sebagai kekayaan budaya dan kebanggaan nasional melalui

pengamanan dan perlindungan benda cagar budaya tentang penjara

atau LP dari kemungkinan perusakan, pencurian, penyelundupan,

dan perdagangan benda tersebut, serta penyuluhan mengenai

Page 42: Museum pemasyarakatan indonesia

pentingnya nilai peninggalan sejarah dan purbakala untuk

meningkatkan kesadaran dan rasa memiliki dari masyarakat

Seperti halnya di beberapa negara yang telah membuat

Museum Lembaga

Pemasyarakatan,

seperti Hongkong

(Hongkong

Correctional

Services Museum)

di Stanley yang memberikan kilasan yang menarik berkaitan dengan

suasana kehidupan didalam penjara di Hongkong selama 160 tahun

terakhir. Di museum ini menampilkan evolusi atau metamorfosa

sistem pemasyarakatan Hongkong dari yang awalnya bertujuan

untuk memberikan hukuman kepada narapidana yang dipenjara

menjadi sistem tahanan untuk melakukan rehabilitasi kepada para

napinya.

Didalam

museum ini terdapat

tiang gantungan

tiruan, dua sel imitasi

dan menara penjaga

yang berada diatas

bangunan penjara untuk mengawasi para napi didalam penjara

Page 43: Museum pemasyarakatan indonesia

tersebut. Selain itu, ada juga sekitar 600 artefak dan pemaeran yang

meliputi sejarah dan perkembangan sistem kepenjaraan, hukuman

dan penjara, seragam staf dan lencananya, manusia perahu

Vietnam, senjata rakitan dan masih banyak lagi. Disini juga ada

sebuah toko suvenir yang menjual berbagai benda khas penjara

semacam lencana, dsb.

Museum Lembaga Pemasyarakan di Indonesia diharapkan

dapat memberikan manfaat yang luas seperti :

1. Pusat Dokumentasi dan Penelitian llmiah tentang

pemasyarakatan

2. Pusat penyaluran ilmu untuk umum tentang pemasyarakatan

3. Pusat penikmatan karya seni

4. Obyek wisata tentang pemasyarakatan

5. Media pembinaan pendidikan dan llmu pengetahuan tentang

pemasyarakatan

6. Cermin sejarah manusia, alam dan kebudayaan

Di samping itu melalui Museum Lembaga Pemasyarakatan

dapat menginformasikan berbagai hal sehingga Lembaga

Pemasyarakatan Indonesia dapat diakui dunia dan ikut dalam

membantu Indonesia dalam mewujudkan keamanan nasional dari

berbagai tindak kejahatan.

Museum Lembaga Pemasyarakatan dapat menginformasikan

tentang perlindungan terhadap masyarakat dan berperan dalam

Page 44: Museum pemasyarakatan indonesia

mengurangi tindak pidana kejahatan dengan menyediakan,

memberikan rasa aman kepada manusia, serta lingkungan yang

layak dan sehat bagi orang-orang yang sedang ditahan, memberikan

kesempatan untuk rehabilitasi, dan bekerjasama dengan masyarakat

maupun unsur lembaga lainnya.

F. KESIMPULAN

1. Museum adalah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari

keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya,

terbuka untuk umum, yang mengumpulkan, merawat dan

memamerkan, untuk tujuan-tujuan penelitian, pendidikan dan

hiburan, benda-benda bukti material manusia dan

lingkungannya.

2. Museum memiliki tugas menyimpan, merawat, mengamankan

dan memanfaatkan koleksi museum berupa benda cagar

budaya. Dengan demikian museum memiliki dua fungsi besar

yaitu :

a) Sebagai tempat pelestarian, museum harus

melaksanakan   kegiatan sebagai berikut :

o Penyimpanan, yang meliputi pengumpulan benda

untuk menjadi koleksi, pencatatan koleksi, sistem

penomoran dan penataan koleksi.

Page 45: Museum pemasyarakatan indonesia

o Perawatan, yang meliputi kegiatan mencegah dan

menanggulangi kerusakan koleksi.

o Pengamanan, yang meliputi kegiatan perlindungan

untuk menjaga koleksi dari gangguan atau

kerusakan oleh faktor alam dan ulah manusia.

b) Sebagai sumber informasi, museum melaksanakan

kegiatan pemanfaatan melalui penelitian dan penyajian.

o Penelitian dilakukan untuk mengembangkan

kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan dan

teknologi.

o Penyajian harus tetap memperhatikan aspek

pelestarian dan pengamanannya.

3. Penjara, Rumah Tahanan (Rutan) atau Lembaga

Pemasyarakatan (LP) adalah sebuah jejak-jejak panjang nan

penuh liku. Hal ini terkait dengan sejarah berdirinya negara

tercinta ini, yang memiliki masa-masa pahit tatkala Belanda dan

Jepang menancapkan cakar tajamnya di masa penjajahan.

Masa demi masa terlewati, mengukir catatan demi catatan.

Masing-masing masa memiliki sejarahnya tersendiri.

4. Di Indonesia masyarakat belum banyak mengetahui tentang

penjara atau LP, masyarakat secara umum masih memandang

penjara seperti jaman Kolonial Belanda dimana penjara atau LP

merupakan tempat penyiksaan bagi para terpidana oleh

Page 46: Museum pemasyarakatan indonesia

pemerintah sebagai pembalasan atau kejahatan yang telah

dilakukannya.

5. Museum Lembaga Pemasyarakatan dapat menginformasikan

berbagai hal sehingga Lembaga Pemasyarakatan Indonesia

dapat diakui dunia dan ikut dalam membantu Indonesia dalam

mewujudkan keamanan nasional dari berbagai tindak

kejahatan.

6. Museum Lembaga Pemasyarakatan dapat menginformasikan

tentang perlindungan terhadap masyarakat dan berperan dalam

mengurangi tindak pidana kejahatan dengan menyediakan,

memberikan rasa aman kepada manusia, serta lingkungan

yang layak dan sehat bagi orang-orang yang sedang ditahan,

memberikan kesempatan untuk rehabilitasi, dan bekerjasama

dengan masyarakat maupun unsur lembaga lainnya.

PUSTAKA

1. http://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Pemasyarakatan Saturday,

June 08, 2013

2. http://serbasejarah.wordpress.com/2009/04/06/sepenggal-sejarah-

dari-tentang-penjara-masa-kolonial-belanda/