MURTAD SEBAGAI PENGHALANG...
Transcript of MURTAD SEBAGAI PENGHALANG...
MURTAD SEBAGAI PENGHALANG HADHANAH
(Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur
Perkara Nomor 1700/Pdt. G/2010/PAJT)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh :
LILIS SUMIYATI
NIM. 1111044100083
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/ 2015 M
ii
iii
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul MURTAD MENJADI PENGHALANG HADHANAH (Studi
Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Nomor
1700/Pdt.G/2010/PAJT) telah diujikan dalam sidang Munaqosyah Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
pada….. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Syariah (S.sy) pada program studi……
Ciputat, …………………..
v
ABSTRAK
Lilis Sumiyati. NIM 1111044100083. Murtad Sebagai Penghalang
Hadhanah (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara
Nomor 1700/Pdt.G/2010/PAJT). Konsentrasi Peradilan Agama Program Studi
Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/ 2015 M. xi + 112 halaman + 95 halaman
lampiran.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui alasan-alasan pengasuh anak yang
disebabkan salah satu orang tuanya murtad, yang kemudian dalam hukum Islam
menjadi penghalang untuk memperoleh hak dalam mengasuh anak melalui
putusan No. 1700/Pdt.G/2010/PAJT, serta mengindentifikasi pertimbangan hakim
dalam memutus perkara yang dikarenakan murtad, yang mana hak dalam
mengasuh anak tersebut tidak diberi kewenangan bagi salah satu orang tuanya
yang murtad.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yang menekankan pada
kualitas dengan pemahaman deskriptif pada putusan pengadilan tersebut.
Pendekatan yang penulis lakukan menggunakan pedekatan yuridis-normatif
dengan melihat objek hukum yang berkaitan dengan Undang-undang. Sumber
data diperoleh melalui studi kepustakaan yang didukung dengan wawancara
kepada hakim yang memutus perkara di Pengadilan Agama Jakarta Timur serta
hakim lainnya. Adapun pengelolaan bahan hukum dilakukan dengan cara deduktif
yaitu menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap
permasalahan yang kongkret yang dihadapi.
Penelitian ini membuktikan bahwa tidak semua perkara hadhanah itu
diberikan pada seorang ibu. Majelis Hakim beralasan bahwa dalam perkara
hadhanah yang disebabkan salah satu orang tuanya murtad, maka akibat murtad
inilah yang benar-benar menjadi penghalang untuk mendapatkan hak asuh anak,
karena faktor agama orang tua yang menjadi hal yang paling utama sebagai
pengasuh anak, disebabkan agama merupakan pondasi dalam kehidupan dan
menjadi prioritas utama dalam merawat dan mendidik anak. Oleh karena itu
hakim dalam memutus tidak hanya berpedoman pada satu pasal yang menyatakan
hak asuh anak adalah hak seorang ibu, akan tetapi harus melihat pada
kemaslahatan dan perlidungan bagi anak-anaknya, karena kedudukan sebagai
orang tua tidak saja memenuhi kebutuhan materialnya tetapi juga lingkungan,
pendidikan serta pembinaan akhlak wajib dan harus diperhatikan dari anak itu
masih kecil sampai tumbuh dewasa.
Kata Kunci : Murtad Sebagai Penghalang Hadhanah, Perkara Nomor:
1700/Pdt.G/2010/PAJT
Pembimbing : Sri Hidayati, M.Ag
Daftar Pustaka : Tahun 1974 sampai Tahun 2014
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahim
Puji Syukur Penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
telah memberikan petunjuk dan kemudahan kepada penulis. Sehingga atas karunia
pertolongan-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta
salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW beserta
keluarga, para sahabat dan para umat-Nya.
Skripsi ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua tercinta,
Ayahanda Muhammad Soleh dan Ibunda Umi Sumiati beserta kakak Muhlis Ali
dan adik-adik yang penulis sayangi Sofia, ikhwan, dan Nur laila, yang tiada lelah
dan bosan memberikan motivasi, bimbingan, kasih sayangnya serta do’a, begitu
juga waktu dan senyumannya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat
dan kasih sayang kepada mereka semua.
Dalam penulisan skripsi ini, tiada sedikit hambatan dan kesulitan yang
penulis hadapi, akan tetapi syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan inayah-Nya,
kesungguhan, serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung
maupun tidak langsung segala hambatan dapat diatasi, sehingga pada akhirnya
skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, sudah sepantasnya
pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-
dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
vii
2. Bapak H. Kamarusdiana, S.Ag., MH., dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag., selaku
Ketua Program Studi dan sekretaris Program Studi Hukum Keluarga (SAS)
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta.
3. Ibu Sri Hidayati, M.Ag., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan
waktu, tenaga, pikiran untuk mengarahkan dan memotivasi selama
membimbing penulis.
4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta Staf pengajar pada lingkungan Program
Studi Hukum Keluarga (Ahwal al-Syakhshiyah) Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
ilmu pengetahuannya kepada penulis dari awal bangku kuliah sampai pada
akhirnya penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
5. Segenap jajaran Staf dan karyawan akademik Perpustakaan Fakultas Syariah
dan Hukum dan Perpustakaan Utama yang telah membantu penulis dalam
pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi.
6. Ibu Dra. Nurroh Sunah, SH., dan bapak Drs. Sultoni, MH., serta bapak Drs. H.
Jarkasih, MH., sekalu hakim yang penulis teliti di Pengadilan Agama Jak-Pus,
Jak-Tim dan Jak-sel, yang senantiasa telah memberikan waktu untuk bisa
diwawancarai dan bimbingannya serta nasehat dan saran selama penulis
melakukan wawancara.
7. Bapak Drs. Ahmad Zawawi, MH, selaku hakim PA Jak-Tim yang telah
membantu dan membimbing penulis selama melakukan wawancara. Dan
segenap jajaran Staf dan karyawan di Pengadilan Agama Jakarta Timur, PA
Jak-Selatan dan PA Jak-Pusat yang telah memberikan kesempatan kepada
viii
penulis dalam mencari data-data sebagai rujukan penulis dan membantu
proses administrasi penulis selama melakukan wawancara.
8. Do’a dan harapan penulis panjatkan kepada kedua sahabat tersayang Epi
Yulianti dan Safira Maharani yang senantiasa memberikan semangat, cinta
kasihnya, ilmunya serta kesabaran dan kesetiannya menemani penulis dari
awal semester dan sampai pada akhirnya sama-sama menyelesaikan skripsi.
9. Sahabat-sahabat seperjuangan penulis lainnya, Andi Asyraf Rahman,
Hendrawan, M. Fathin, Juni, Rina, Nadia, Kamel, Didah, Triana, Denis, Vemi,
Burhan, Rudi, Farhan, Hira, Tiflen, Azhar Syukri, Syukra, Naili dan Ayun
yang terus memberikan ilmu dan motivasinya serta semangat kepada penulis.
10. Semua teman-teman Peradilan Agama Angkatan 2011 dan KKN SMITH 2014
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan
semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, serta kenangan
indah penulis yang tidak dapat terlupakan bersama kalian semuanya.
Tidak ada yang dapat penulis berikan atas jasanya, hanya doa semoga
amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang berlipat ganda.
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun senantiasa penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.
Jakarta, 20 Mei 2015
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................................... iv
ABSTRAK ........................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 9
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................... 10
D. Tujuan dan Manfaat Penulisan .................................................... 11
E. Review Studi Terdahulu .............................................................. 12
F. Metode Penelitian ........................................................................ 14
G. Sistematika Penulisan ................................................................. 18
BAB II PENGASUHAN ANAK (HADHANAH) MENURUT HUKUM
ISLAM DAN HUKUM POSITIF
A. Pengertian Hadhanah .................................................................. 20
B. Dasar Hukum Hadhanah ............................................................ 24
C. Syarat-syarat Sebagai Pengasuhan Anak .................................... 34
D. Pihak-pihak Yang Berhak Atas Pengasuhan Anak ..................... 42
x
E. Masa Berlakunya Hadhanah ....................................................... 50
F. Faktor Penghalang Hadhanah ..................................................... 55
BAB III PERKARA-PERKARA HADHANAH DI PENGADILAN
AGAMA JAKARTA TIMUR
A. Perkara Hadhanah Pada Tahun 2011 .......................................... 59
B. Perkara Hadhanah Pada Tahun 2012 .......................................... 63
C. Perkara Hadhanah Pada Tahun 2013 .......................................... 67
BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA JAKARTA
TIMUR NOMOR 1700/Pdt.G/2010/PAJT
A. Kronologis Perkara Putusan No. 1700/Pdt.G/2010/PAJT .......... 75
1. Duduk Perkara ....................................................................... 75
2. Tuntutan Para Pihak Dalam Gugatan .................................... 78
B. Pertimbangan Hakim Terhadap Putusan No.
1700/Pdt.G/2010/PAJT ............................................................... 79
C. Amar Putusan Dalam Perkara No. 1700/Pdt.G/2010/PAJT ....... 83
D. Analisis Penulis ........................................................................... 84
BAB V PENUTUP
D. Kesimpulan ......................................................................... 103
E. Saran .................................................................................... 106
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 108
xi
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Surat Mohon Kesediaan Pembimbing Skripsi
2. Surat Permohonan Data/Wawancara Ke PA Jakarta Timur
3. Surat Permohonan Data/Wawancara Ke PA Jakarta Selatan
4. Surat Permohonan Data/Wawancara Ke PA Jakarta Pusat
5. Surat Keterangan Telah Melakukan Wawancara dari PA Jak-Tim
6. Surat Keterangan Telah Melakukan Wawancara dari PA Jak-Sel
7. Surat Keterangan Telah Melakukan Wawancara dari PA Jak-Pus
8. Hasil Wawancara dengan Hakim PA Jak-Pus
9. Hasil Wawancara dengan Hakim PA Jak-Tim
10. Hasil Wawancara dengan Hakim PA Jak-Sel
11. Putusan Nomor 1700/Pdt.G/2010/PAJT
12. Dokumentasi Gambar Melakukan Wawancara
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita
kehidupan umat manusia, maka adanya perkawinan rumah tangga dapat
ditegakkan, dibina sesuai dengan norma agama dan tata kehidupan
masyarakat dan untuk membentuk sebuah masyarakat kecil yang akan
meneruskan perjalanan peradaban manusia.1
Islam memandang perkawinan itu suatu nilai keagamaan sebagai
wujud ibadah kepada Allah dan Sunnah Nabi yang terdapat dalam Al-
Qur’an dan Hadis. Sehingga unsur ibadah dalam perkawinan yang berarti
ingin menyempurnakan sebagian dari agama dan menumbuhkan nilai
kemanusian serta rasa kasih sayangnya terhadap manusia lainnya.2
Keluarga merupakan bagian terkecil dari sebuah masyarakat yang
didalamnya hanya terdiri dari suami, istri dan anak. Setiap individu juga
pasti menginginkan sebuah keluarga yang bahagia dibutuhkan rasa saling
kasih sayang, terciptanya keharmonisan, ketentraman dalam berkeluarga
(sakinah, mawaddah, wa rahmah) dan itulah merupakan kunci dari tujuan
sebuah perkawinan.3
1 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2008),
h. 1
2 Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, (Jakarta, PT. Bulan
Bintang, 1974), h. 5-9
3 Mudderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga System Hukum, (Jakarta: Sinar
Grafika, 1992), hal. 7
2
Tujuan dari sebuah perkawinan, sebagaimana termaktub dalam Al-
Qur’an ialah: “…Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-
Nya di antaramu rasa kasih dan sayang….” (QS. Ar-Rum: 21)
Maksud dari penjelasan arti ayat di atas, bahwa dalam membina
rumah tangga yang tentram dan penuh rasa kasih sayang antara suami dan
istri, perkawinan harus dipelihara dengan baik sehingga bisa abadi dan
dapat mewujudkan tujuan perkawinan yaitu membentuk keluarga yang
sejahtera.
Sebuah keluarga akan berjalan dengan harmonis dan tentram,
apabila seorang ayah akrab dengan anak dan bekerja sama dengan ibu
dalam memberi bimbingan atau pendidikan kepada anak.4 Menurut ajaran
agama, anak merupakan amanah atau titipan dari Yang Maha Kuasa
melalui anugerah-Nya yang diberikan kepada siapapun hamba-Nya yang
dikehendaki agar dijaga, dipelihara dan dilindungi, karena itu menjadi
tanggung jawab orang tua.5
Di samping itu, salah satu yang perlu diperhatikan adalah tanggung
jawab pemeliharaan anak. Maka pemeliharaan anak merupakan tanggung
jawab kedua orang tua sehingga pemeliharaan anak meliputi berbagai hal
seperti, kasih sayang, pendidikan, ekonomi dan kebutuhan pokok anak
lainnya. Pemeliharaan anak juga bukan kepada material saja, melainkan
kepada kebutuhan dalam menjaganya yang penuh rasa kasih sayang,
4 Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
2010), h. 80
5 Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, (Jakarta: el-kahfi,
2008), h. 310
3
kesabaran dan ikut turut menjadi faktor penentu pembentuk kepribadian
anak dan unsur penting dalam pertumbuhan seorang anak. Sehingga antara
anak dan orang tua itu bisa berkomunikasi dengan baik dan agar tidak
terjadi kerusakan pada mental anak, tetapi apabila itu tidak dipenuhi maka
kemungkinan besar anak akan terpengaruh oleh pergaulan yang negatif
yang bisa merusak anak.6
Pengasuhan anak setelah terjadinya perceraian dalam bahasa fiqih
disebut dengan hadhanah. Hadhanah adalah memelihara seseorang (anak)
yang belum (atau tidak) bisa mandiri, mendidik, dan memeliharanya untuk
menghindarkan diri dari segala sesuatu yang dapat merusak dan
mendatangkan madharat atau kesengsaraan bagi anak.7
Proses pemeliharaan anak dari kecil sampai baligh ada dua istilah
yang berdekatan maksudnya yaitu kata hadhin dan kata wali, hadhin atau
hadhanah dalam bahasa arab adalah pemeliharaan anak atau hak asuh.
Secara etimologis, hadhanah ialah meletakkan sesuatu dekat tulang rusuk
atau dipangkuan. Sedangkan secara terminologisnya ialah pemeliharaan
anak yang belum mumayyiz yang tujuannya untuk mendidik, menjaga dan
menyayanginya, karena masih belum mampu berdiri sendiri untuk
keperluannya.8
Hak asuh (hadhanah) anak yang berhak dalam pemeliharaannya
adalah ibunya yang secara emosional lebih sabar dibandingkan ayahnya,
6 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1998), h. 240
7 Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, h. 316
8 Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), h. 157
4
dan selama ibunya itu tidak menikah dengan laki-laki lain. Karena apabila
ibunya menikah, maka hak hadhanah tersebut beralih kepada ayahnya.9
Agama Islam itu memberikan syarat-syarat kepada seorang pengasuh
yaitu: berakal, baligh, mempunyai kemampuan, tidak membenci anak dan
beragama Islam/ seakidah dengan sang anak.10
Dalam Undang-undang
yang ada di Indonesia sendiri mengenai hak asuh anak bahwasannya tidak
menjelaskan secara langsung mengenai syarat-syarat bagi pengasuh anak,
karena dalam undang-undang itu sendiri hanya mengatur seorang yang
berhak sebagai pengasuh anak yang melihat pada kesejahteraan bagi anak
itu sendiri sedangkan dalam ajaran Islam itu sendiri ditetapkan adanya
syarat-syarat bagi pengasuhnya (hadhin).
Di dalam Undang-undang No. 23 tahun 2002 jo. Undang-undang
No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak pada Bab III mengenai hak
dan kewajiban anak, bahwa anak berhak atas pemeliharaan dan
perlindungan baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan.
Anak berhak atas perlindungan-perlindungan terhadap lingkungan hidup
yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan
perkembangan dengan wajar. Oleh karena itu kebahagian anak merupakan
pula kebahagiaan orang tua, maka seorang anak perlu mendapatkan rasa
kasih sayang dari orang tua, dimana kondisi setiap anak itu dapat
9 Abdul fatah Idris dan Abu Ahmadi, Fikih Islam, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), hal.
251
10
Ibid., h. 293
5
melaksanakan hak dan kewajibannya.11
Dan jika tidak ingin terjadi adanya
keresahan pada anak atau menjadi korban akibat sebuah perceraian atau
menderita kerugian seperti mental, fisik dan sosial bagi anak, maka
peranan orang tua yang merupakan tanggung jawab sepenuhnya atas
pertumbuhan dan perkembangan anak.12
Namun tanggung jawab pemeliharaan ada dua sifat yaitu ada yang
bersifat meteril dan bersifat pengasuh dan keduanya berbeda masalah
tanggung jawabnya, bahwa tanggung jawab yang bersifat materil itu
kaitannya dengan seorang ayah yang harus memenuhi pembiayaan untuk
penghidupan anak, termasuk biaya pendidikannya dan apabila ayah tidak
bisa memenuhi kewajiban tersebut maka pengadilan dapat menentukan
bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.13
Hal tersebut termaktub dalam
Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 pasal 41 ayat (2),
sedangkan tanggung jawab yang bersifat pengasuh bahwa ibu lah yang
memegang hak asuh, selama anak itu belum mumayyiz.
Berakhirnya masa asuhan atau dibebaskan untuk memilih adalah
pada waktu anak itu sudah mumayyiz atau sudah bisa ditanya dan memilih
11
Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, (Jakarta: Akademika Pressindo, 1985), h. 17-
18
12
Ibid., h. 35
13
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), h.
197-198
6
kepada siapa dia akan terus ikut. Jadi secara umum anak yang belum
mumayyiz hak asuh diberikan kepada ibunya.14
Melihat ketentuan Undang-undang Perlindungan Anak Undang-
undang No. 23 tahun 2002 jo. Udang-undang No. 35 tahun 2014 bahwa
hak asuh di samping hak orang tua juga merupakan hak anak, karena anak
termasuk salah satu anggota keluarga. Hal tersebut diterangkan dalam
pasal 37 ayat (1) yaitu:
“Pengasuhan anak ditujukan kepada anak yang orang tuanya
tidak dapat menjamin tumbuh kembang anaknya secara wajar…”.
Jadi terpeliharanya anak dari adanya akibat perceraian dikarenakan
seorang ibu yang murtad yaitu berpindah agama ke non-muslim sehingga
berakibat mengabaikan anak yang diasuhnya. Maka hal ini perlu adanya
tindakan suami kepada istri untuk kembali ke jalan yang sesuai dengan
ajaran Islam yang kemudian menjadi perebutan hak asuh anak bagi kedua
orang tuanya ketika terjadi perceraian. Oleh karenanya Majelis Hakim
juga tidak selamanya memberikan hak asuh itu kepada ibunya karena
melihat pada hak-hak seorang anak dan kesejateraannya. Maka persamaan
agama tidaklah menjadi syarat yang dominan bagi pengasuh kecuali jika
dikhawatirkan ia akan memalingkan si anak dari agama Islam. Sebab yang
terpenting dalam hadhanah ialah pengasuh mempunyai rasa cinta dan
14 Arskal Salim. dkk, Demi Keadilan dan Kesetaraan, (Jakarta: PUSKUMHAM, 2009),
h. 69
7
kasih sayang kepada anak serta bersedia memelihara anak sebaik-
baiknya.15
Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 pasal 49 ayat (1)
disebutkan bahwa salah seorang atau kedua orang tua dapat gugur
kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu
atas permintaan orang lain, keluarga anak dalam garis lurus keatas dan
saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan
keputusan pengadilan dalam hal-hal:
a. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya
b. Ia berkelakuan buruk sekali
Maka dalam hal hak asuh (hadhanah) anak yang diberikan kepada
si ibu yang murtad maka bisa saja dapat gugur, dan bisa diberikan kepada
keluarga anak garis ke atas dari pihak ibu seperti nenek dari ibu saudara
perempuan sekandung, anak perempuan saudara perempuan/ laki-laki
seibu dan sebapak, bibi yang sekandung dengan ibu, demikian seterusnya.
Jika tidak bisa menjaganya atau tidak ada yang akan melakukan hak
asuhnya pada tingkat perempuan, maka hak asuh anak bisa diberikan
kepada pihak laki-laki ayahnya garis keatas atau pejabat berwenang yaitu
pemerintah.16
Perceraian yang sering terjadi di masyarakat mengakibatkan
konflik dalam hadhanah atau pemeliharaan anak. Tetapi dalam Undang-
15
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h. 182
16
H.M.A. Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, (Jakarta: Rajawali Press, 2009),
h. 219-220
8
undang dan pendapat para Fuqoha bahwasannya hak asuh itu diberikan
kepada ibu apabila anak belum mumayyiz, masalah seperti inilah yang
akan menimbulkan ketidakadilannya kepada pihak ayah dari anak, karena
timbulnya perceraian yang disebabkan kemurtadan seorang ibu maka ibu
sudah tidak lagi memiliki cakap hukum atau tidak berhak atas penguasaan
anak. Oleh sebab itu penulis ingin meneliti lebih alasan-alasan yang
mengakibatkan hak asuh ibu dan seterusnya dari pihak ibu terhalang
karena ibu murtad.
Berdasarkan masalah di atas, yaitu hak pengasuhan anak yang
merupakan hak ibunya yang ternyata dalam praktek dan teorinya berbeda
dengan putusan yang ditetapkan di Pengadilan Agama. Karena seorang ibu
yang melalaikan kewajibannya sebagai seorang ibu kepada anaknya dan
keluarnya ibu dari agama Islam (Murtad) yang tidak sesuai yang
diajarakan oleh perintah Allah. Maka sebab-sebab seperti itu yang akan
membawa kemudharatan bagi anak baik secara mental, akhlak dan agama.
Karena adanya rasa kekhawatiran seorang ayahnya apabila hak asuh itu
diberikan pada ibunya akan mengikuti perilaku ibu yang tidak sesuai
dengan ajaran-Nya.
Seorang bapak bisa saja lebih berhak mendapatkan pengasuhan
anak tersebut, diakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak yang dimiliki
seorang anak. Walaupun hakikatnya hak asuh ibulah yang memiliki
kemampuan dalam merawat dan mendidik anak atas hak asuh anak yang
ghairu mumayyiz. Oleh karena itu berdasarkan latar belakang dari putusan
9
penulis akan diteliti lebih jauh lagi masalah ini melalui karya tulis ilmiah,
yang penulis teliti tentang Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur serta
alasan mengapa hakim tidak menjatuhkan hak asuh anak itu kepada ibunya
melainkan diberikan pada bapaknya yang ketidaksesuaian dengan pasal
105 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa dalam hal
terjadinya perceraian, pemeliharaan anak yang belum berumur 12 tahun
adalah hak ibunya. Dikarenakan dalam masalah yang terjadi dalam
putusan di Pengadilan Jakarta Timur disebutkan hak asuh anak belum
mumayyiz diberikan hak kepada bapak. Maka penulis tertarik untuk
mengambil sebuah tema skripsi ini untuk membahas dan merumuskannya
kedalam sebuah karya tulis dengan judul: “Murtad Sebagai Penghalang
Hadhanah” (Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur
Perkara Nomor 1700/Pdt.G/2010/PAJT).
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan suatu permasalahan yang terkait
dengan judul skripsi yang sedang dibahas. Masalah-masalah yang sudah
tertuang pada subbab latar belakang diatas pada umumnya kerap
dijumpai direalita kehidupan untuk saat ini, maka dari itu penulis
memaparkan beberapa permasalahan yang ditemukan sesuai dengan
bagian latar belakang penelitian ini, diantaranya adalah:
1. Bagaimana hakim memutuskan perkara hak asuh anak yang salah
satu orang tuanya murtad
10
2. Bagaimana metode ijtihad seorang hakim dalam memutus perkara
hak asuh anak pada bapak
3. Apa saja faktor penghambat seseorang mendapatkan hak asuh anak
4. Apakah murtad bisa dijadikan alasan penghalang untuk
mendapatkan hak asuh anak.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
a. Pembatasan Masalah
Dalam pembahasan skripsi ini penulis memilih Pengadilan
Agama Jakarta Timur sebagai obyek penelitian. Mengingat banyaknya
perkara yang diputus oleh Pengadilan Agama tersebut, maka penulis
melakukan pembatasan yakni agar pembahasan terarah dan lebih
spesifik, maka pembahasan dalam penelitian ini dibatasi hanya pada
pemberian hak asuh anak yang dberikan kepada bapak akibat ibu
murtad dalam putusan Nomor 1700/Pdt. G/2010/PAJT.
Menarik untuk penulis teliti dalam skripsi ini sehingga nantinya
tidak meluas atau keluar dari pokok bahasan yakni sehubungan dengan
beraneka ragamnya kasus Hadhanah anak, maka dalam skripsi ini
penulis membatasi hanya pada kasus di atas yang difokuskan pada
argumentasi dan landasan hukum hakim dalam memutus perkara
tentang hak-hak anak dalam perebutan hak asuh anak yang disebabkan
salah satu dari orang tuanya murtad (Kristen).
11
b. Perumusan Masalah
Sehubung dengan permasalahan di atas dan untuk memudahkan
penulis dalam penulisan skripsi ini, maka rincian rumusan masalah
skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana hakim memutuskan perkara hak asuh anak yang salah
satu orang tuanya murtad?
2. Apakah murtad bisa dijadikan alasan penghalang untuk
mendapatkan hak asuh anak?
D. Tujuan dan Manfaat Penulisan
a. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan di atas maka yang
menjadi tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengidentifikasi putusan hakim dalam memutus perkara
hak asuh anak akibat murtad.
2. Untuk mengetahui alasan penghalang seseorang yang murtad
untuk mendapatkan hak asuh anak.
b. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Memperkaya keilmuan intelektualitas di bidang hukum Islam
serta hukum- hukum lainnya yang diterapakan di Indonesia.
2. Menjadikan bahan pertimbangan para penegak hukum dalam
hal ini hakim untuk lebih mengedepankan prinsip keadilan
12
dalam memutuskan perkara selain mengedepankan
pertimbangan hukum.
3. Memberikan informasi atau wawasan kepada masyarakat
lainnya terkait dengan hak asuh anak akibat seseorang yang
berpindah agama ke non-muslim (murtad) dan untuk lebih
melihat pada kepentingan hak anak bukan pada hak orang
tuanya.
E. Review Studi Terdahulu
Terdapat beberapa skripsi yang ada kaitannya dengan hadhanah, di
antaranya adalah:
1. Skripsi Widya Eka Rahmawati, Hak Hadhanah Ghairu Mumayyiz
Kepada Ayah Karena Perdamaian (Analisis Putusan PA Jakarta
Selatan No. 1091/Pdt.G/PA.JS), Administrasi Keperdataan Islam,
2009. Skripsi ini membahas tentang hak hasuh anak yang diberikan
kepada bapaknya atas perdamaian dari kedua belah pihak antara
penggugat dan tergugat, jadi penyerahannya anak itu atas kerelaan
dari ibunya, maupun ini sama membahas skripsi yang
pengasuhannya kepada bapak. Perbedaannya dalam penelitian
penulisan skripsi ini, penulis membahas hak asuh anak yang belum
mumayyiz kepada bapaknya akibat ibu yang murtad yang akan
menimbulkan kerusakan pada akhlak anak dan melalaikannya
dalam mengurus anak, maka bukan berdasarkan atas kerelaan dari
ibunya.
13
2. Skripsi Nova Andriani, Penetapan Hak Hadhanah Kepada Bapak
Bagi Anak Belum Mumayyiz (Analisis Putusan Pengadilan Agama
Jakarta Barat Perkara Nomor 228/Pdt.G/2008/PA.JB, Administrasi
Keperdataan Islam, 2011. Pada skripsi ini membahas tentang
peranan seorang hakim dalam memutus perkara hadnanah akibat
perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Barat. Perbedaan dari
penelitian penulis, penulis membahas mengenai penghalang hak
asuh anak yang akibat ibu murtad, yang sehingga hak asuh itu tidak
berhak bagi pihak ibu keatas, sehingga hak asuh anak yang belum
mumayyiz itu berpindah kepada bapaknya.
3. Skripsi Moh Anas Maulana Ibroohim, Pelimpahan Hak Asuh Anak
Kepada Bapak Akibat Perceraian (Studi Putusan Pengadilan
Agama Bekasi Nomor 345/Pdt.G/2007/PA.Bks, Peradilan Agama,
2014. Skripsi ini membahas tentang hak asuh anak yang diberikan
kepada bapak yang disebabkan kurang harmonis dan ibu tidak bisa
lagi menjaga dan merawat anaknya dengan baik, sehingga
mengakibatkan perceraian bagi keduanya maka hak asuh tersebut
diberikan kepada bapak. Sedangkan perbedaannya, penulis
membahas tentang seorang ibu murtad yang menjadi penghalang
untuk mendapatkan hak asuh, sehingga dalam putusan di
Pengadilan Agama Jakarta Timur No. 1700/Pdt.G/2010/PAJT hak
asuh anak itu diberikan bapaknya tanpa melihat anak yang belum
mumayyiz tersebut.
14
Dengan demikian skripsi yang akan penulis angkat terdapat
perbedaan dengan skripsi-skripsi yang sudah dibahas terdahulu, karena
skripsi penulis ini akan membahas tentang hadhanah terhadap anak yang
belum mumayyiz yang diberikan kepada bapak akibat ibu yang murtad.
Sehingga seorang yang murtad akan menjadi penghalang mendapatkan
hak asuh anaknya, maka hal imi terdapat dalam analisis putusan No.
1700/Pdt.G/2010/PAJT.
F. Metode Penelitian
Dalam mengumpulkan data dalam penulisan penelitian skripsi ini,
maka penulis menggunakan metode sebagai berikut:
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini mendasarkan pada penelitian hukum yang
dilakukan dengan memakai pendekatan normatif. Dilakukan
pendekatan ini yaitu untuk lebih meneliti aturan hukum baik secara
tertulis maupun tidak tertulis.17
Maka dapat mengindentifikasikan
konsep dan dituangkan dalam meneliti bentuk analisis hasil
pertimbangan hakim dalam memutus perkara putusan No.
1700/Pdt.G/2010/PAJT. Dengan dilakukannya pendekatan ini,
penulis melakukan wawancara dan akan lebih aktual mendapatkan
informasi mengenai hak asuh anak.
17
Yayan Sopyan, Pengantar Metode Penelitian, (Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah,
2010), h. 30
15
2. Jenis penelitian
Dalam jenis penelitian ini, penulis menggunakan metode
penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Metode deskriptif ini
dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang baik, jelas dan
dapat memberikan data yang sejelas mungkin tentang objek yang
diteliti.18
3. Sumber Data
Jenis-jenis data dalam penulisan skripsi ini yaitu kualitatif
dan terbagi menjadi dua yaitu:
a. Data Primer
Sumber data ini diperoleh dari data yang langsung
dikumpulkan oleh peneliti atau dari sumber pertamanya.19
Yaitu
melalui penelitian dokumentasi, serta melalui wawancara langsung
terhadap pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini, terutama
majelis hakim yang berwenang dalam menangani putusan perkara
Nomor 1700/Pdt.G/2010/PAJT tentang adanya penghalang hak
asuh anak dari ibu yang murtad.
b. Data Sekunder
Data ini didapat dari bahan pustaka yang berisikan
informasi tentang bahan primer,20
yang didapatkan dari peraturan
18
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), h. 43
19
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), h. 39
20
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h.
35
16
perundang-undangan, Al-Qur’an, Hadits, data-data resmi dari
instansi pemerintah yang berwenang, buku-buku literatur, karangan
ilmiah, jurnal, makalah umum dan bacaan lain yang berkaitan
dengan judul penelitian.
4. Teknik Pengolahan Data
Dalam rangka mengumpulkan, mengelolah dan menyajikan
bahan-bahan yang diperlukan, maka dilakukan pengolahan data
dengan cara sebagai berikut:
a. Studi Dokumentasi (document research)
Melalui penelitian ini, penulis memfokuskan untuk dapat
menelaah bahan-bahan atau data-data yang diambil dari
dokumentasi dan berkas yang mengatur tentang pemeriksaan
putusan yang terkait masalah hak asuh anak (Hadhanah) dalam
putusan perkara No. 1700/Pdt.G/2010/PAJT.
b. Studi Pustaka (library research)
Melalui studi pustaka ini dikumpulkan data yang
berhubungan dengan penulisan skripsi ini yaitu dari Undang-
undang, buku-buku, jurnal, literatur-literatur dan sumber bacaan
lainnya yang memuat laporan hasil penelitian21
, yang kemudian
sebagai dasar teori dalam pembahasan masalah. Pengolahan data
studi pustaka ini dilakukan dengan cara dibaca, dikaji dan
21
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, h. 18
17
dikelompokkan sesuai dengan pokok masalah yang terdapat dalam
skripsi ini.
c. Wawancara (interview)
Melalui penelitian ini, didapatkannya data-data untuk
mendapatkan informasi dengan melakukan wawancara kepada
pihak-pihak yang terkait dan majelis hakim yang menyidangi
perkara putusan Nomor 1700/Pdt.G/2010/PAJT yaitu hakim Dra.
Nurroh Sunnah, SH, Dra. Haulillah, MH dan Drs. H.M Syamri
Adnan, SH., MHI. Wawancara ini menggunakan metode bebas dan
terstruktur kemudian penulis kaji dan penulis jadikan referensi
untuk memperkuat data.
5. Pengolahan Data
Setelah memperoleh data-data tersebut di atas, penulis
mengolah data dengan metode deskriptif dan komparatif. Dan
kemudian dalam penyajian tersebut dikomparatifkan antara data
yang tertera pada teori yang diambil dari studi pustaka dan
kenyataan sesungguhnya yang didapatkan dari penelitian
dilapangan dan data-data yang menyangkut masalah hak anak dan
pengasuhan anak.
6. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah analisis
kualitatif, yaitu cara penelitian yang menghasilkan data dekriptif
analisis, yang tujuannya untuk menggambarkan masalah-masalah
18
yang terkait terhadap kasus-kasus yang diteliti, yang kemudian
analisis ini didasarkan pada dokumen, wawancara, buku-buku serta
sumber data lainnya. Dan dalam teknis penulisan ini, penulis
berpedoman pada buku pedoman penulisan skripsi dan buku
metode penelitian.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penyusunan penulisan ini ialah berformat dalam
bentuk bab dan sub bab secara ringkas dan terurai, yang kemudian dibagi
ke dalam empat bab yaitu:
Bab pertama, berisi pendahuluan yang memuat latar belakang
masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
dan manfaat, metode penelitian, review studi terdahulu, serta sistematika
penulisan.
Bab kedua, membahas tentang pengasuhan anak (hadhanah)
menurut hukum Islam dan hukum positif, yang terdiri dari sub bab:
pengertian hadhanah, dasar hukum hadhanah, syarat-syarat untuk
mendapatkan hak asuh anak, pihak-pihak yang berhak melakukan
hadhanah, masa berlakunya hadhanah, dan mencantumkan faktor
pengahalang yang menghalangi mendapatkan hak asuh (Hadhanah).
Bab ketiga, berisi deskripsi tentang perkara-perkara Hadhanah
yang pernah diputuskan oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur dalam tiga
(3) tahun terakhir. Uraian ini diperlukan untuk memberikan gambaran
umum tentang putusan Hadhanah di Pengadilan Agama Jakarta Timur.
19
Bab keempat, membahas analisis putusan di Pengadilan Agama
Jakarta Timur tentang hadhanah yang terdiri dari: kronologis perkara yang
meliputi duduk perkara, tuntutan para pihak, pertimbangan hakim dan
amar putusan, dan pada bab ini penulis langsung menganalisis terhadap
putusan No. 1700/Pdt.G/2010/PAJT tersebut tentang murtad menjadi
pengahalang hadhanah.
Bab kelima, merupakan tahap akhir dari penulisan skripsi yang
berupa kesimpulan dari beberapa persoalan yang dibahas dan saran-saran
penulis terhadap masyarakat dan penegak hukum untuk lebih teliti dan
jelas dalam menangani permasalahan hadhanah.
20
BAB II
PENGASUHAN ANAK (HADHANAH) MENURUT HUKUM ISLAM
DAN HUKUM POSITIF
A. Pengertian Hadhanah
Hadhanah حضانة secara etimologi (bahasa) ialah jamak dari
kata احضان (ahdhan) atau حضن (hudhun) terambil dari kata حضن
(hidhn) yang berarti anggota badan yang terletak atau berada di bawah
ketiak.22
Atau juga bisa disebutnya dengan “meletakkan sesuatu dekat
tulang rusuk atau pangkuan”. Maksudnya adalah pendidikan dan
pemeliharaannya anak sejak dari lahir sampai sanggup mandiri atau
berdiri sendiri.23
Mengenai hadhanah dalam kamus besar bahasa Indonesia
pemeliharaan anak (hadhanah) terdiri dari dua kata yaitu pemelihara
dan kata anak, pemelihara berasal dari kata pelihara yang memiliki arti
jaga. Sedangkan kata pemeliharaan yang berarti proses, cara, perbuatan
penjagaan, perawatan pendidikan.24
Berdasarkan dari penjelasan secara bahasa (etimologis) di atas,
bahwa makna dari hadhanah ialah sebagai mengasuh anak dan
mendidiknya sejak pertama kali keberadaanya di dunia ini. Baik hal
22
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir-Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta:
Ponpes al-Munawwir), h. 296
23
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Prenada Media, 2003), h. 175
24
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1989), h. 661
21
tersebut dilakukan oleh ibu atau ayahnya maupun oleh orang lain yang
menggantikannya, sehingga hadhanah merupakan langkah pertama
dalam perwalian atau bimbingan terhadap anak.25
Sedangkan menurut Istilah fiqh hadhanah atau yang disebut
pemeliharaan atau pengasuhan ialah pemeliharaan anak yang masih
kecil setelah terjadinya putus perkawinan.26
Kemudian dari pengertian
lainnya, yang ada di dalam kitab Fiqh Islam Wa Adillatuhu karangan
Wahbah az-Zuhaili menjelaskan bahwa hadhanah diambil dari kata al-
hidhnu yang artinya samping atau merengkuh ke samping. Adapun
secara syara hadhanah artinya pemeliharaan anak bagi orang yang
berhak untuk memeliharanya. Atau memelihara atau menjaga orang
yang tidak mampu mengurus kebutuhannya sendiri karena tidak
mumayyiz seperti anak-anak dan orang dewasa tetapi gila.27
Adapun maksud dari pemeliharaan anak ialah merupakan
tanggung jawab orang tua untuk mengawasi, memberi pelayanan yang
semestinya serta mencukupi kebutuhan hidup seorang anak oleh orang
tuanya. Pemeliharaan anak juga meliputi pengawasan, pelayanan dan
pembelanjaan dalam arti luas. Pengawasan berarti membentuk
lingkungan anak dalam suasana yang sehat, baik jasmani maupun
25
Huzaemah Tahido Yanggo, Fiqih Anak, Cet.1, (Jakarta: PT. Al-Mawardi Prima, 2004),
h. 101
26
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indnesia, (Jakarta: Kencana,
2007), h. 327
27
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, Jilid 10, Penerjemah Abdul Hayyie al-
Kattani, dkk: Penyunting Budi Permadi, Cet. 1, (Jakarta: Gema Insani, 2011), h. 59
22
rohani, sehingga anak menjadi manusia yang memiliki jiwa sosial.
Pelayanan berarti menanamkan rasa kasih sayang orang tua terhadap
anak. Sedangkan kebutuhan hidup adalah kebutuhan primer atas
tempat tinggal, makanan dan pakaian menjadi kebutuhan yang
ditekankan pada soal nafkah.28
Oleh karena itu kekuasaan orang tua
terhadap anak yang berisi kewajiban pemeliharaan anak itu mulai
berlaku sejak lahirnya anak atau sejak hari pengesahan dan berakhir
pada saat anak itu sudah menjadi dewasa atau menikah. Akan tetapi
kekuasaan orang tua itu tidak saja meliputi diri si anak, tetapi juga
meliputi benda atau kekayaan yang dimiliki anak.29
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan hadhanah adalah hak yang berkaitan dengan seorang anak yang
masih kecil baik itu anak laki-laki maupun perempuan karena ia masih
sangat membutuhkan perawatan, pemeliharaan, penjagaan, pendidikan
dan melindunginya serta kasih sayang yang kemudian untuk lebih bisa
membimbing untuk membedakan baik dan buruk perilaku agar
menjadi manusia yang hidup sempurna dan bertanggung jawab di masa
depannya.
B. Dasar Hukum Hadhanah
Dasar hukum melakukan hadhanah adalah wajib, karena pada
prinsipnya dalam Islam bahwa anak-anak mempunyai hak untuk
28
Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, (Medan: CV. Zahir Trading,
1975), h. 204
29 Subekti, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003), h. 51
23
dilindungi, baik atau keselamatan akidah maupun dirinya dari hal-hal
yang menjerumuskan mereka ke dalam neraka.30
Jika hadhanah itu
dilalaikan akan merusak anak sehingga wajib menjaganya dari
kehancuran, begitu juga wajib menafkahi dan menghindarkan anak
dari hal-hal yang dapat mencelakakannya.31
a. Al-Qur’an dan Hadis
Adapun dasar hukum pemeliharaan anak dalam Firman Allah
SWT pada surat Al-Baqarah ayat 233 yang menyatakan:
“Para Ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua
tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan
kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada ibu dengan cara
yang makruf...”(QS. Al-Baqarah: 233).
Sebagaimana maksud dari ayat Al-Qur’an di atas yaitu
menjelaskan mengenai hukum penyusuan anak ketika terjadinya talak
dapat di artikan bahwa keluarga mengandung arti hubungan yang tidak
dapat lepas dari kedua suami istri yang bersangkutan, yaitu tentang
anak yang masing-masing punya andil padanya dan terikat dengannya.
Apabila dalam kehidupan rumah tangga kedua orang tua itu bubar,
maka si kecil ini harus diberi jaminan secara terperinci yang harus
dipenuhi oleh kedua orang tuanya dalam setiap keadaannya. Kemudian
seorang ibu yang telah diceraikan itu mempunyai kewajiban terhadap
30
Bagir Manan, dkk, Mimbar Hukum, (Jakarta: PPHIMM, 2010), Ed. 70, h.201
31 Aris bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka fiqh al-qadha, Cet. 1,
(Jakarta: Rajawali Press, 2012), h. 205
24
anaknya yang masih menyusu, hal tersebut merupakan kewajiban yang
ditetapkan oleh Allah dan tidak dibiarkan-Nya meskipun fitrah dan
kasih sayang untuk anak terkurangi akibat dari perceraian kedua orang
tuanya, sehingga Allah mewajibkan bagi seorang ibu untuk menyusui
anaknya selama dua tahun penuh. Karena ibu mengetahui bahwa masa
usia anak ketika dua tahun merupakan waktu yang paling ideal ditinjau
dari segi kesehatan maupun jiwa anak dan pada masa usia tersebut
merupakan kebutuhan yang vital bagi pertumbuhan anak baik
mengenai kesehatan maupun mentalnya.32
Kemudian sebagai timbal balik dari melaksanakan kewajiban
yang ditetapkan Allah terhadap si ibu kepada anaknya tersebut, maka
seorang ayah (meskipun telah menceraikannya) berkewajiban untuk
memberi nafkah dan pakaian kepada si ibu secara patut dan baik. Jadi
kedua-keduanya mempunyai beban dan tanggung jawab terhadap anak
yang masih menyusui sampai ia dewasa. Sehingga kewajiban bagi
seorang ibu ialah merawat anak dengan menyusui dan memeliharanya,
dan kewajiban ayah harus memberi makanan dan pakaian kepada si
ibu itu supaya dia dapat memelihara anaknya dan masing-masing dari
kedua orang tuanya harus menunaikan kewajibannya sesuai batas
kemampuannya.33
32 Syahid Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Al-Qur’an: Di bawah Naungan Al-Qur’an,
(Darusy-Syuruq: Bairut, 1412 H/1992 M), Penerjemah As’ad Yasin, Abdul Aziz Salim Basyarahil,
Muchotob Hamzah, Penyunting Tim Simpul dan Tim GIP, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000),
Jilid 1, Cet. 1, h. 301-302
33 Ibid., h. 302
25
Sedangkan menurut Amir Syarifuddin menjelaskan bahwa
orang tua berkewajiban membiayai anaknya yang masih kecil bukan
hanya berlaku pada ayah dan ibu yang masih terikat perkawinan,
namun berlanjut setelah terjadinya perceraian.34
Oleh karena itu
seorang ayah tetap berkewajiban memberi nafkah untuk anaknya dan
seorang ibu tetap berkewajiban merawat, mendidik anak dengan baik
sampai anak itu menikah dan mampu berdiri sendiri (mumayyiz).
Adapun dalam Firman Allah SWT pada surat at-Tahrim ayat 6:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia
dan batu...”(QS. at-Tahrim: 6).
Ayat Al-Qur’an di atas menjelaskan bahwa dakwah dan
pendidikan harus bermula dari rumah, dimana dari ayat tersebut
walaupun secara redaksional tertuju kepada kaum pria (ayah) tetapi itu
bukan berarti hanya tertuju kepada mereka. Ayat ini tertuju kepada
perempuan dan lelaki (ibu dan ayah), maka dengan demikian hal ini
berarti kedua orang tua bertanggung jawab terhadap anak-anaknya dan
pasangan masing-masing sebagaimana suami dan istri bertanggung
jawab atas kelakuannya. Ayah dan ibu serta anak cukup untuk
menciptakan satu rumah tangga atau keluarga yang diliputi oleh nilai-
nilai agama serta dinaungi oleh hubungan yang harmonis. Maksud dari
manusia menjadi bahan bakar neraka, dipahami thaba’thaba’i dalam
34
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007),
h. 327
26
arti manusia terbakar dengan sendirinya.35
Oleh sebab itu manusia
diperintahkan untuk selalu menjauhi segala perintah yang dilarang oleh
Allah, yang mana siksaan api neraka lebih panas sampai bisa
membakar manusia.
Sebagaimana yang sudah dijelakan diatas mengenai ayat
tersebut juga dapat disimpulkan bahwa yang diperintahkan oleh Allah
yaitu pemeliharaan anak merupakan kewajiban kedua orang tua yang
tujuannya untuk memelihara keluarganya dari api neraka dengan
berusaha agar keluarganya itu melaksanakan perintah-perintah-Nya
dan menjauhi larangan-larangan Allah, maksud dari keluarga dalam
ayat ini adalah anak.36
Kemudian mengantarkan anak-anaknya dengan
cara mendidik, membekali mereka dengan ilmu pengetahuan baik ilmu
agama maupun umum untuk bekal mereka kejenjang dewasa.37
Dalam kaitannya dengan pemeliharaan, merawat dan mendidik
anak kecil diperlukan adanya kesabaran, kebijaksanaan, pengertian dan
kasih sayang.38
Karena hadhanah merupakan hak anak sebagai
manusia dan bisa jadi tidak terpenuhi karena perceraian orang tuanya.
Ditinjau dari sisi hak anak yang masih kecil dan belum mandiri,
pengasuhan (hadhanah) adalah suatu perbuatan yang wajib
35
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Quran,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 15, Cet. 1, h. 326
36 Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h. 177
37
Ibid., h. 176
38
Sulaiman Rasyid, Fikih Islam, (Jakarta: Attahiriyah, 1975), h. 404
27
dilaksanakan oleh orang tuanya karena tanpa adanya pemeliharaan,
maka anak akan menjadi terlantar yang berarti kehilangan hak-
haknya.39
Sedangkan dalam dalil Hadis yang bersumber pada Hadits
Nabi riwayat dari Abdullah ibn Amr menceritakan:40
“Seorang Perempuan berkata (kepada Rasulullah Saw): Wahai
Rasulullah Saw, anakku ini yang mengandungnya, air susuku yang
diminumnya, dan dibilikku tempat kumpulnya (bersamaku), ayahnya
telah menceraikanku dan ingin memisahkannya dari aku”, maka
Rasulullah Saw, bersabda: “Kamulah yang lebih berhak untuk
memelihara anak itu, selama kamu belum menikah lagi.” (Riwayat
Ahmad, Abu Dawud, dan Hakim Menshahikannya).
Hadits tersebut menegaskan bahwa seorang ibu lebih berhak
untuk mengurus hadhanah anaknya meski sudah bercerai atau ditinggal
mati oleh suaminya.42
Maka perempuan lah yang lebih berhak dari
pada kalangan laki-laki, karena perempuan lebih dalam hal belas kasih
sayang, ketelatenan dalam merawat dan menjaganya serta memiliki
kesabaran yang lebih,43
dan selama ibunya tidak menikah dengan laki-
39
Rahima, “Pandangan Islam Tentang Pengasuhan Anak (Hadhanah); Suplemen Edisi
45”, artikel diakses pada 19 Maret 2015 dari http://www.rahima.or.id/
40
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, h. 199
41
Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy’ats bin Ishaq, Sunan Abu Dawud, Juz 2, Hadis 2276,
(Bairut: Maktaba Al-Ashriyah), h. 283
42
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 10, Penerjemah Abdul Hayyie al-
Kattani, dkk: Penyunting Budi Permadi, Cet. 1, h. 61
43 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka fiqh al-qadha,
(Jakarta: Rajawali Press), 2012, Ed. 1, Cet. 1, h. 212
28
laki lain. Apabila ibunya telah menikah maka hak hadhanah tersebut
beralih kepada bapaknya alasannya ialah jika ibu anak tersebut
menikah maka besar kemungkinan perhatian seorang ibu akan beralih
kepada suami barunya dan bahkan mengalahkan perhatiannya kepada
anak kandungnya sendiri.44
b. Hukum Positif
1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
Pemeliharaan anak pada dasarnya menjadi tanggung jawab
kedua orang tuanya, yang meliputi berbagai hal masalah ekonomi,
pendidikan dan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok anak.
Oleh karena itu yang terpenting dalam memelihara anak ialah kerja
sama dan saling tolong menolong antara suami dan istri sampai anak
tersebut dewasa. Bahwa faktanya di dalam Undang-undang
Perkawinan tidak secara rinci mengatur masalah tersebut, karena tugas
dan kewajiban memelihara anak intern dengan tugas dan tanggung
jawab suami sekaligus sebagai bapak bagi anak-anaknya.45
Kemudian
di dalam ketentuan pasal 45 Undang-undang No. 1 tahun 1974
menyatakan:
Pasal 45
1. Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak
mereka sebaik-baiknnya.
2. Kewajiban kedua orang tua yang dimaksud dalam ayat (1)
pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri
44
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, h. 199
45 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), h.
189
29
sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan
antara orang tua putus.
Oleh sebab itu dalam mengenai hadhanah, seorang bapak dan
ibu tetap berkewajiban untuk memeliharanya meskipun ikatan
perkawinan dari kedua orang tuanya telah putus, sebagaimana telah
diatur dalam pasal 41 Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974
dinyatakan:
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian:
1. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan
mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan
anak bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-
anak pengadilan memberi keputusannya.
2. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan
dan pendidikan yang diberlakukan anak itu, bilamana bapak
dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut,
pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya
tersebut.
3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk
memberikan penghidupan dan/ atau menentukan sesuatu
kewajiban bagi bekas istri.
Dari uraian pasal diatas menjelaskan bahwa kedua orang tua
tetap berkewajiban memelihara anak yang didasarkan untuk
kepentingan di masa yang akan datang yaitu ketika anak tersebut sudah
dikatakan dewasa atau cakap hukum dan bukan untuk kepentingan
masing-masing pihak orang tua dalam mengambil haknya. Oleh karena
itu adanya kedua orang tua bagi anak ialah untuk saling memikul
bersama-sama dalam hal bertanggung jawab memelihara anaknya.
30
2. Undang-Undang Perlidungan anak No. 23 Tahun 2002 jo. No.
35 Tahun 2014 Dan Convention on the Right of the Child (CRC)
Tahun 1989
Dalam Undang-undang perlindungan anak No. 23 tahun 2003 jo.
UU No. 35 tahun 2014 ternyata pada prinsipnya sama dengan yang
diajarkan dari keteladanan Nabi Muhammad Saw, dan ajaran Islam
memiliki kesamaan dan persamaan dengan Prinsip-prinsip dasar yang ada
dalam CRC atau bisa disebut dengan Konvensi Hak Anak. Undang-
undang perlindungan Anak juga terinspirasi adanya CRC (Convention on
the Right of the Child) yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-bangsa pada tanggal 20 November 1989, telah disebutkan bahwa
ada empat prinsip dasar di dalam CRC yaitu: non discrimination, the best
interest of child, right of survival, develope and participation.46
Dalam perlindungan Konvensi Hak Anak juga mengatakan kedua
orang tua bertanggung jawab untuk menjamin perlindungan bagi anak dan
pengembangan pertumbuhan bagi anaknya. Hal ini tercantum dalam pasal
27 ayat 2 yang menyatakan bahwa:
“Orang tua atau mereka yang bertanggung jawab atas anak
memikul tanggung jawab utama untuk menjamin, dalam batas-batas
kemampuan dan keuangan mereka, kondisi kehidupan yang diperlukan
bagi pengembangan anak.”
Sehingga pengasuhan anak menjadi dasar hukum yang wajib
dilakukan bagi orang tuanya untuk mengasuh, merawat dan mendidik
46
Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, (Jakarta: el-kahfi,
2008), Cet. 1, h. 306
31
anak-anaknya, sebagaimana yang telah disebutkan di dalam pasal 26
Undang-undang Perlindungan Anak bahwa:
1. Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
a. Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;
b. Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat,
dan minatnya; dan
c. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.
d. Memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti
pada anak.
2. Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya,
atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan
tanggung jawabnya, sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), maka
hal ini dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kemudian, apabila kedua orang tua telah bercerai maka
pengasuhan dan pemeliharaan anak tetap merupakan kewajiban dan
tanggung jawab bagi orang tua, walaupun dari salah satu kedua orang
tuanya memiliki hak asuh anak. Akan tetapi dalam pengasuhan dan
pemeliharaan anak merupakan hak anak-anaknya lah yang lebih di
utamakan demi untuk kemaslahatan anak ke depannya. Hal ini
tercantum dalam pasal 14 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 jo.
No. 35 tahun 2014 tentang perlidungan anak yang menyatakan:
1. Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali
jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukan
bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak
dan merupakan pertimbangan terakhir.
2. Dalam terjadi pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
anak tetap berhak:
a. Bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap
dengan kedua orang tuanya.
b. Mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan
perlindungan untuk proses tumbuh kembang dari kedua orang
tuanya sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya.
c. Memperoleh pembiayaan hidup dari kedua orang tuanya; dan
d. Memperoleh Hak Anak lainnya.
32
Dari pasal di atas, hal tersebut sejalan dengan Konvensi Hak
Anak (KHA) sebagaimana penjelasan pada pasal 9 yang menyatakan
bahwa pada dasarnya seorang anak berhak untuk hidup bersama orang
tuanya, kecuali kalau hal ini dianggap tidak sesuai dengan kepentingan
terbaiknya. Hak anak untuk mempertahankan hubungan dengan orang
tuanya jika terpisah dari salah satu atau keduanya, maka kewajiban
Negara dalam kasus di mana pemisahan seperti itu terjadi akibat
tindakan Negara. Namun dalam hal ini Negara juga berwenang atas
pemisahan anak dari orang tuanya sesuai dengan keputusan
pengadilan. Oleh karena itu dari ketentuan hukum mengenai
perlindungan anak bahwa prinsipnya yaitu pada asas kepentingan
terbaik bagi anak yang harus dijadikan pertimbangan utama,
sebagaimana termaktud dalam KHA (Konvensi Hak Anak) pasal 3
ayat 1 yang berbunyi:
“Dalam semua tindakan yang menyangkut anak-anak, baik
yang dilakukan oleh lembaga-lembaga kesejahteraan sosial
pemerintah atau swasta, pengadilan, penguasa-penguasa
pemerintahan atau badan-badan legislative, kepentingan terbaik dari
anak-anak harus menjadi pertimbangan utama.”
Dari penjelasan yang sudah diterangkan sebelumnya, kaitannya
dengan perlindungan anak dapat disimpulkan bahwa perkembangan
anak ada empat yang harus dan perlu diperhatikan yaitu perkembangan
fisik, mental, sosial dan spiritual. Oleh karena itu hak asasi inilah hak
yang menjadi dasar bagi anak yang harus dilindungi, baik oleh
pemerintah (Negara), masyarakat, keluarga dan orang tua. Sehingga
33
untuk mengimplementasikan dan mewujudkan perkembangan anak
bukan hanya merupakan kewajiban kemanusian sebagai realisasi hak
asasi manusia, namun lebih dari itu adalah merupakan kewajiban
agama.47
3. Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Hal ini juga sejalan dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Bab
XIV pasal 98 yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa
adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat
fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan
perkawinan.
2. Orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segala
perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan.
3. Pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat
terdekat yang mampu menunaikan kewajiban tersebut
apabila kedua orang tuanya meninggal.
Dari penjelasan pasal tersebut bahwa kewajiban kedua orang
tua adalah mengantarkan anak-anaknya dengan cara mendidik, serta
membekali dengan ilmu pengetahuan untuk menjadi bekal mereka di
hari dewasanya.48
Demikianlah ketentuan mengenai pemeliharaan anak dan batas-
batasnya yang menjadi tanggung jawab orang tua terutama bapak
sebagai pemimpin dalam rumah tangga dan pelindung keluarga bagi
istri dan anak-anaknya.49
Karena orang tua tidak lain sebagai cerminan
47
Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, h. 312-313
48
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h.
65
49
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Cet. 1, h. 197
34
anak di masa yang akan datang dan apabila tidak berhati-hati dalam
merawatnya, ditakutkan anak bisa lebih mudah terpengaruh terhadap
perbuatan yang bisa mencelakakan baik itu jasmani dan rohaninya.
Dari dasar hukum yang disebutkan diatas, baik itu secara
hukum Islam maupun hukum Positif mengenai pemeliharaan anak,
dapat disimpulkan bahwa dari kedua hukum tersebut,telah jelas
menyatakan pemeliharaan anak hukumnya bersifat wajib. Adanya sifat
wajib disini ialah baik orang tuanya dalam ikatan perkawinan maupun
bercerai, mereka tetap harus merawat, melidungi, menjaga anak-
anaknya sebaik mungkin tanpa menghilangkan hak anak tersebut.
C. Syarat-syarat Bagi Yang Melakukan Hadhanah
Pemeliharaan atau pengasuhan anak itu berlaku antara dua
unsur yang menjadi rukun dalam hukumnya yaitu orang tua yang
mengasuh yang disebut hadhin dan anak yang diasuh atau mahdhun.
Keduanya harus memenuhi syarat yang ditentukan untuk wajib dan
sahnya tugas pengasuhan anak. Dalam masa ikatan perkawinan ibu dan
bapak secara bersamaan berkewajiban untuk memelihara anak hasil
dari perkawinannya, akan tetapi jika suami dan istri bercerai dan
keduanya berpisah maka sebagai kedua orang tua tetap berkewajiban
memelihara anaknya sendiri-sendiri.50
50
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, h. 328
35
Sebagaimana diterangkan di dalam kitab Kifayatul ahyar,
mengenai syarat-syarat bagi yang melakukan hadhanah, yaitu terdapat
tujuh macam di antaranya:
“syarat-syarat bagi orang yang akan melakukan tugas
hadhanah ada tujuh macam: berakal sehat, merdeka, beragama Islam,
sederhana, amanah, dan tidak bersuami baru, bermukim (di daerah
tertentu), apabila kurang dari satu di antara syarat-syarat tersebut,
gugurlah hak hadhanah (dari tangan ibu).”
Mengingat adanya syarat-syarat bagi pengasuh anak maka hal
tersebut menjadi kepentingan anak, mengenai syarat secara jelasnya
ialah, sebagai berikut:52
1. Mukallaf (sudah baligh berakal), karena orang yang belum baligh,
orang-orang yang kurang akal dan yang mempunyai sifat-sifat
yang dapat membahayakan si anak.53
Oleh sebab itu seorang ibu
yang mendapat gangguan jiwa atau ingatannya tidak layak
melakukan hadhanah. Ahmad bin Hanbal menambahkan agar yang
melakukan hadhanah tidak mengidap penyakit menular.54
51 Abu Bakar Taqinuddin Syafi’i, Kifayatul Ahyar, Juz.1, (Damaskus: Darul Khair,
1994), h. 447
52
Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, (Jakarta:
Kencana, 2010), h. 172
53
Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1974), h. 134
54
Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, h. 172
36
2. Mempunyai kemampuan dan kemauan untuk memelihara dan
mendidik mahdhun (anak yang diasuhnya) dan tidak terikat dengan
suatu pekerjaan yang bisa mengakibatkan tugas hadhanah menjadi
terlantar.
3. Mempunyai sifat amanah, maka dengan itu dapat lebih menjamin
pemeliharaan anak, karena orang yang rusak akhlaknya tidak dapat
memberikan contoh yang baik kepada anak yang diasuh, oleh
karena itu ia tidak layak melakukan tugas ini.
4. Tidak terikat dengan perkawinan dengan laki-laki yang lain,
apabila pengasuh itu adalah wanita atau ibu kandungnya, sesuai
dengan sabda Rasulullah kepada seorang wanita yang anaknya
akan diambil oleh bekas suaminya:
“…Engkau lebih berhak terhadap anakmu itu selama engkau
belum menikah lagi.”(HR. Abu Dawud)
Apabila ibunya yang menikah dengan laki-laki yang ada
hubungan mahram dengan anak maka ia tetap mempunyai hak
tersebut, mengingat terhadap kemaslahatan anak yang diasuhnya.
Apabila kemaslahatan si anak diduga akan terjaga, sekalipun ibunya
telah menikah dengan laki-laki yang bukan mahram si anak, maka
pengasuh tetap mempunyai haknya.56
55
Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy’ats bin Ishaq, Sunan Abu Dawud, Juz 2, Hadis 2276,
(Bairut: Maktaba Al-Ashriyah), h. 283
56
Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 134-135
37
5. Seseorang yang melakukan hadhanah harus beragama Islam.
Karena tugas pengasuhan itu termasuk tugas pendidikan yang akan
mengarahkan agama anak yang diasuh. Apabila anak diasuh oleh
orang yang bukan Islam dikhawatirkan anak akan mengikuti
agamanya.57
Akan tetapi jika terjadinya perceraian yang di akibatkan
seorang istri atau ibu si anak pindah agama (murtad), yang di satu sisi
seorang ibu lebih berhak atas pemeliharaan anak tersebut. Maka hal ini
yang menjadi problematika di kalangan ulama fiqih karena adanya
perbedaan pendapat mengenai boleh atau tidaknya hak asuh bagi ibu
yang murtad. Tetapi apabila seorang ibu melalaikan kewajibannya dan
berkelakuan buruk yang menimbulkan dampak negatif pada anak,
maka hak asuh tersebut menjadi gugur serta penghalang untuk
mendapatkan hak asuh anak.
Para ulama fikih berbeda pendapat mengenai syarat seseorang
yang mengasuh beragama Islam. Bahwa kalangan dari ulama
Hanafiyyah dan Malikiyyah tidak mensyaratkan orang yang
memelihara anak harus beragama Islam, akan tetapi jika non-muslim
itu kitabiyah atau ghairu kitabiyah boleh menjadi hadhanah baik ia ibu
sendiri maupun orang lain.58
Oleh sebab itu mengenai masalah agama
yang dianut oleh pengasuh tidak menjadi syarat apakah pengasuh itu
57
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, h. 329
58
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, Jilid 10, Penerjemah Abdul Hayyie al-
Kattani, dkk: Penyunting Budi Permadi, Cet. 1, h. 67
38
seorang yang beragama Islam atau tidak, karena kasih sayangnya
seorang ibu kepada anaknya tidak akan terpengaruh karena perbedaan
agamanya dan agama anak itu, kecuali anak dikhawatirkan akan
terpengaruh dengan perilaku agama yang berlainan dengan anak atau
memakan makanan yang haram menurut hukum Islam.59
Akan tetapi bagi seorang yang beragama Islam menerapkan
sikap yang sangat tegas dalam menghadapi kemurtadan, khususnya
bila para pelakunya menyatakan kemurtadan diri mereka dan menjadi
pengaruh kepada orang lain untuk melakukan kemurtadan. Karena
sesungguhnya mereka merupakan bahaya yang sangat serius yang akan
menghancurkan dasar-dasar aqidah.60
Sebagaimana yang dijelaskan
dalam Hadis Nabi Saw diriwayatkan oleh Abu Hurairah. ra:
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, maka kedua
orang tuanyalah yang menjadikannnya penganut yahudi, nasrani, atau
majusi”. (HR. Bukhari Muslim)
Hadis diatas menerangkan bahwa bayi yang dilahirkan itu
dalam keadaan suci dan bersih, seperti sehelai kertas putih. Jika
digoresi dengan tinta hitam, dia menjadi hitam dan jika ditulisi dengan
59
Zakariya Ahmad Al-Barry, Hukum Anak-anak Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,
1977), h. 59
60 Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah, Penerjemah khairul
amru harahap, faisal saleh, jilid 3, cet. 2, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 672-673
61
Muhammad bin Ismail Abu Abdillah Al-Bukhari, Kitab Shahih Al-Bukhari, No. 1385,
Juz. 9, Cet. 1, (Damaskus: Daru Tukin Nujjati), h. 100
39
tinta merah, dia akan menjadi merah. Maksudnya ialah, apabila akhlak
dan kepribadian anak itu amat tergantung kepada rawatan, asuhan dan
didikan ibu dan bapaknya. Ibu dan bapaknya lah yang me-Yahudi-kan
anaknya atau me-Nasrani-kan atau me-Majusi-kannya.62
Sehingga
menunjukkan bahwa kemurnian agama anak tidak akan aman jika
orang tua yang mengasuhnya kafir, karena ruang lingkup hadhanah
meliputi pendidikan agama anak.63
Oleh karena itu pemeliharaan anak
dari salah satu orang tuanya yang bukan Muslim dipandang tidak
berhak mengasuh anak karena kekafirannya yang sudah tentu akan
langsung berpengaruh terhadap anaknya.64
sebagaimana diterangkan
dalam firman Allah surat An-Nissa ayat 141 mejelaskan:
“…dan Allah sekali-kali tidak akan memeberi jalan kepada
orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman”.
(QS. An-Nissa: 141)
Mengenai adanya perbedaan pendapat para ulama dalam
pengasuhan yang diterangkan diatas, maka dari berpengaruhnya akidah
dan agama anak disinilah yang menjadi bahaya terbesar yang akan
dialami si anak, apabila ada kewenangan bagi orang yang non-muslim
untuk mengasuh anaknya.
62
A. Fuad Said, Perceraian Menurut Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1994),
Cet. 1, h. 220
63
Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah, Penerjemah khairul
amru harahap, faisal saleh, jilid 3, cet. 2, h. 673
64
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, h. 201
40
6. Adil dalam arti menjalankan agama secara baik, dengan
meninggalkan dosa besar dan menjauhi dosa kecil. Kebalikan dari
adil dalam hal ini disebut fasiq yaitu tidak konsisten dalam
beragama. Orang yang komitmen agamanya rendah tidak dapat
diharapkan untuk mengasuh dan memelihara anak yang masih
kecil.65
Sedangkan dalam ketentuan Perundang-undangan di Indonesia
sendiri tidak terlihat adanya syarat-syarat untuk melakukan hadhanah,
tetapi lebih melihat kepada tanggung jawab serta kewajiban seorang
ibu dan bapaknya terhadap anaknya baik dalam ikatan perkawinan
maupun terjadinya perceraian. Karena tidak adanya ketentuan tersebut,
sehingga tidak memberikan pengaturan secara tegas mengenai kriteria
sebagai pengasuh anak. Hal ini berbeda dengan aturan fikih yang
menetapkan bahwa seorang pengasuh harus memenuhi beberapa
kriteria, sebagaimana yang telah disebutkan diatas jika ia ingin
mendapatkan hak asuhnya.66
Adapun syarat untuk anak yang akan diasuh (mahdhun) itu
adalah:67
1. Ia masih berada dalam usia kanak-kanak dan belum dapat berdiri
sendiri dalam mengurus hidupnya sendiri.
65
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, h. 329
66
Arskal Salim. dkk, Demi Keadilan dan Kesetaraan, (Jakarta: PUSKUMHAM, 2009),
h. 69
67
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, h. 329
41
2. Ia berada dalam keadaan tidak sempurna akalnya dan oleh karena
itu tidak dapat berbuat sendiri, meskipun telah dewasa, seperti
orang idiot. Orang yang telah dewasa dan sehat sempurna akalnya
tidak boleh berada di bawah pengasuhan siapa pun.
Apabila kedua orang tua dari anak tersebut masih lengkap dan
memenuhi syarat, maka yang paling berhak melakukan hadhanah atas
anak adalah ibu. Alasannya adalah ibu lebih memiliki rasa kasih
sayang dibandingkan dengan ayah, sedangkan dalam usia anak yang
sangat muda itu lebih dibutuhkan kasih sayang, dan apabila anak
berada dalam asuhan seorang ibu maka segala biaya yang diperlukan
untuk itu tetap berada dibawah tanggung jawab si ayah, dari hal ini
sudah merupakan pendapat yang disepakati para ulama.68
Sedangkan
dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga sudah menjelaskan sama
halnya dengan keterangan di atas bahwa seorang ibu lebih berhak atas
anaknya yang masih kecil untuk dipeliharanya dan diatur dalam pasal
105 KHI yang menyatakan:
Dalam hal terjadinya perceraian:
1. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur
12 tahun adalah ha ibunya;
2. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada
anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai
pemegang hak pemeliharaannya;
3. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.
68
Ibid., h. 329
42
Adapun yang dimaksud dalam pasal tersebut bahwa ibu
mendapatkan prioritas utama untuk mengasuhnya selama anak belum
mumayyiz. Apabila anak yang sudah mumayyiz maka anak disuruh
memilih kepada siapa di antara ayah dan ibunya, dia akan ikut.69
Dan
tampak jelas dengan ketentuan pasal tersebut dalam hal tanggung
jawab seorang ayah kepada anaknya tidak dapat gugur, walaupun ia
sudah bercerai dengan istrinya atau ia sudah kawin lagi.70
D. Pihak-pihak Yang Berhak Atas Hadhanah
Adapun pihak yang lebih berhak atas hadhanah adalah kaum
wanita, karena lebih bisa merawat, mendidik dan mempunyai lebih
rasa kasih sayang terhadap anak, oleh karena itu kaum wanita lebih di
depankan dalam hal mengurus anak. Adapun pendapat para fuqoha
terkadang lebih mengedepankan dari salah satu orang tuanya, karena
demi kemaslahatan anak yang dipelihara. Kemudian dipilihlah salah
satu orang tua yang lebih dekat dengan anak yang akan dipelihara, dan
setelah itu baru memilih orang yang berhak memelihara dari kalangan
laki-laki. Hal seperti ini ulama berbeda pendapat ketika menentukan
urutan yang tepat sesuai dengan kemaslahatan yang dibutuhkan.71
Adanya sebab yang menjadi perbedaan pendapat ulama atas
hak hadhanah adalah ketika hak itu merupakan hak anak (Mahdhun)
69
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, h. 199
70
Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, h. 67
71
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 10, h. 61
43
apa hak pemegang hadhanah (hadhin), menurut sebagian pengikut
mazhab Hanafi berpendapat bahwa hadhanah itu adalah hak anak,
karena anak dapat menentukan pilihannya ia akan didik dan dipelihara
dengan baik atau tidak. Jika ia menginginkan tentu hal itu baik
baginya, sebaliknya jika ia tidak bersedia dididik dan dipelihara oleh
hadhin maka hadhin tidak dapat memaksanya karena hadhanah itu hak
si anak. Apabila hal tersebut terjadi yaitu diasuh bukan hadhin yang
disukai anak atau hadhin tidak berkelakuan baik, maka ditakutkan akan
berakibat anak tidak bisa terdidik dan terpelihara.72
Sedangkan mazhab Syafi’i, mazhab Hanbali dan sebagian
pengikut mazhab maliki berpendapat bahwa hadhin lah yang berhak
atas itu. Apabila hadhin tidak bersedia melaksanakan hadhanah, maka
ia tidak dapat dipaksa untuk melaksanakannya karena hadhanah itu
adalah haknya dan hadhin boleh memilih untuk melakukan atau tidak.
Oleh karena itu apabila mengasuh anak dilakukannya dengan secara
terpaksa, maka dikhawatirkan anak akan terlantar pendidikan dan
pemeliharaannya.73
Akan tetapi pada lahirnya hadhanah berkaitan dengan tiga hak
terpadu, hak ibu, hak anak dan hak bapak maka ketiganya harus
terwujud, maka jika saling bertentangan maka yang didahulukan hak si
72
Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, Ilmu
Fiqh, Jilid 2, Cet. 2, (Jakarta: IAIN, 1983), h. 212
73 Ibid., h. 212
44
mahdun.74
Setiap hadhinah (ibu pengasuh) dan mahdhun anak yang
diasuh) sama-sama memiliki hak hadhanah, tetapi hak mahdhun lebih
besar daripada hadhinah dan sekalipun hak hadhinah dilepaskan akan
tetapi hak hadhanah anak yang masih kecil tidak dapat gugur. Oleh
sebab itu seorang ibu diharuskan melakukan pengasuhan anak, jika
jelas anak-anak tersebut membutuhkannya dan tidak ada orang lain
yang bisa melakukannya, hal ini dimaksudkan agar jangan sampai hak
anak atas pemeliharaan dan pendidikannya tersia-siakan. Akan tetapi
jika ternyata dapat ditangani orang lain seperti dari pihak ibu ke atas
yang mempunyai hak untuk mengasuh dan ia rela melakukannya,
sedangkan ibunya tidak mau mengasuh atau tidak mampu merawatnya
maka hak dari ibu untuk mengasuh dapat gugur.75
Urutan-urutan yang berhak melakukan hadhanah dari kalangan
perempuan menurut para ulama fiqih adalah sebagai berikut:76
a. Hanafiyyah: Ibu, ibunya ibu, ibunya ayah, saudara-saudara
perempuan, bibi dari jalur ibu, putri-putri saudara lelaki, bibi jalur
ayah, kemudian ashabah sesuai urutan warisan.
a. Malikiyyah: Ibu, nenek dari jalur ibu, bibi dari jalur ibu, nenek
dari jalur ayah ke atas, kemudian saudara perempuan, bibi dari
74
Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh Al-Qadha, h.
210
75
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (Bandung: PT. Alma’arif, 1983), Cet. 2, Jilid. 8, h. 161
76
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 10, h. 63
45
ayah, dan putri dari saudara, orang yang mendapat wasiat dan
bagian ashabah yang nanti akan dijelaskan.
b. Syafi’iyyah: Ibu, ibunya ibu, ibunya ayah, kakek dari ibu, saudara
perempuan, bibi dari ibu, putri-putri saudara lelaki, putri-putri
saudara perempuan, bibi dari ayah, orang yang termasuk mahram.
c. Hanabilah: Ibu, nenek dari jalur ibu, nenek dari jalur ayah, kakek
dan ibunya kakek, saudara perempuandari kedua orang tua, saudara
perempuan dari ibu, saudara perempuan dari ayah, bibi dari jalur
kedua orang tua, bibi dari jalur ibu, bibi dari jalur jalur ayah,
bibinya ibu, bibinya ayah, putrinya saudara lelaki, putri paman
ayah dan kerabat yang paling dekat.
Urutan-urutan yang berhak atas hadhanah dari kalangan laki-
laki yaitu: bapak, kakek terus ke atas, saudara dan putra-putranya terus
ke bawah, paman-paman dan putra-putranya. Karena apabila tidak ada
satu pun dari kalangan perempuan di atas, maka hak hadhanah pindah
ke kalangan laki-laki.77
Bahwa dari urutan yang disebutkan diatas, banyak yang tidak
sepakat dalam keutamaan haknya. Apabila ibu yang berhak dan
memenuhi syarat melepaskan haknya maka kepada siapa hak hadhanah
itu beralih. Dari sebagian ulama berpendapat hak hadhanah pindah
kepada ayahnya, karena ibu ibunya merupakan cabang sedangkan ayah
bukan merupakan cabang daripada haknya. Pendapat kedua yang
77
Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh Al-Qadha, h.
216
46
dianggap lebih kuat mengatakan bahwa bila ibu melepaskan haknya,
maka hak tersebut pindah kepada ibunya ibu karena kedudukan ayah
dalam hal ini lebih jauh urutannya.78
Maksudnya ialah, apabila anak
belum mencapai masa mumayyiz (berakal) maka ibu tetap
berkewajiban mengasuh anaknya. Jika ibu tidak mampu mengasuh
anaknya maka dapat dilakukan oleh ibunya ibu (nenek dari anak)
hingga garis keturunan seterusnya. Jika dari semua golongan dari
ibunya ibu hingga garis keturunan seterusnya tidak mampu mengasuh
maka menjadi kewajiban ayah untuk mengasuh atau mencari pengasuh
yang mampu untuk mengasuh dan mendidik anak-anaknya.79
Oleh karena itu mengenai urutan-urutan yang berhak atas
hadhanah anak yang belum mumayyiz menurut pasal 156 huruf (a),
(b), (c) Kompilasi Hukum Islam adalah:
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:
a. Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah
dan ibunya, kecuali ibunya telah meninggal dunia, maka
kedudukannya digantikan oleh:
1. Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu;
2. Ayah;
3. Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah;
4. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan;
5. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari
ayah.
b. Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk
mendapatkan hadhanah dari ayah atau ibunya.
c. Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin
keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah
78
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, h. 332-333
79
Farid Ma’ruf, “Hak Asuh Anak Pasca Perceraian”, artikel diakses pada 24 Maret
2015 dari https://baitijannati.wordpress.com/2007/06/02/hak-asuh-anak-pasca-perceraian/
47
dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat
yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak
hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah
pula.
Dari penjelasan pasal di atas mengenai urutan-urutannya yang
berhak melakukan hadhanah tidak jauh berbeda dengan pendapat
ulama fiqih, maka hak hadhanah tersebut menunjukkan bahwa
kewenangan seorang ibu lebih berhak memelihara anak yang belum
mumayyiz, kecuali jika ada hal yang benar-benar seorang ibu tidak
berhak atas pengasuhan anak. Sehingga hak asuh itu bisa diberikan
pada garis lurus ibu ke atas dan apabila anak tersebut telah dewasa
maka dia boleh untuk memilih sendiri kepada siapa dia akan diasuhnya
dan Pengadilan juga berwenang atas pemindahan hak asuh anak karena
melihat pada kepentingan anaknya.
Undang-undang No. 1 tahun 1974 di dalam pasalnya
menerangkan mengenai seorang yang berhak atas hadhanah anak di
bawah umur adalah orang tuanya. Apabila hak asuh orang tua dicabut,
maka hak asuh tersebut berpindah ke keluarga garis lurus ke atas,
berpindahnya kekuasaan anak itu adanya yang menuntut pengalihan
tersebut, hal ini tertuang di dalam Pasal 47, 48, 49 Undang-undang
Perkawinan yang menyatakan:
Pasal 47
1. Anak belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau
belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah
kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari
kekuasaanya.
2. Orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan
hukum didalam dan diluar Pengadilan.
48
Pasal 48
Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau
menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang
belum berumur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan, kecuali apabila kepentingan anak itu
menghendakinya.
Pasal 49
1. Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut
kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu
yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga
anak dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung yang telah
dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan
pengadilan dalam hal-hal:
a. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya;
b. Ia berkelakuan buruk sekali.
2. Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih tetap
berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak
tersebut.
Oleh karena itu apabila pemegang hadhanah ternyata tidak
dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak meskipun biaya
hadhanah telah dicukupi, pengadilan agama dapat memindahkan hak
asuh anak atas permintaan kerabat anak yang juga mempunyai hak
hadhanah. Apabila terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah
anak, maka Pegadilan Agama memberikan keputusan berdasarkan
aturan-aturan di atas.80
Sedangkan menurut Undang-undang No. 23 tahun 2002 jo. No.
35 tahun 2014 tentang Perlindungan anak, apabila hak asuh dari orang
tuanya dicabut maka hak asuh tersebut bisa beralih ke pihak
keluarganya, seperti dijelaskan dalam Pasal 31 yang intinya adalah:81
80
Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh Al-Qadha, h.
209
81
Ibid., h. 248
49
“Apabila orang tua tidak mampu atau karena suatu sebab
tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya,
kewajiban itu dapat dialihkan ke keluarganya. Namun jika orang tua
justru melalaikan kewajibannya, dapat dilakukan tindakan
pengawasan bahkan sampai pada pencabutan kuasa orang tua oleh
pengadilan, selanjutnya pengadilan dapat menunjuk orang yang
berhak memelihara itu harus seagama dengan anak, atau lembaga
pemerintah/ masyarakat sebagai walinya”.
Adanya penjelasan mengenai hak orang tua yang dicabut hak
asuh anaknya, yaitu apabila dari salah satu orang tuanya tidak mampu
untuk merawat serta mengasuh atau tidak memenuhi syarat sebagai
pengasuh anak, maka yang didahulukan dalam pemeliharaan anak
adalah kepentingan anak tersebut. Karena jika hak asuh anak tetap
diberikan pada orang tuanya yang tidak mampu mengasuh anaknya,
maka ditakutkan dari orang tua tidak dapat menjamin keselamatan bagi
anak itu sendiri dan akan menyebabkan anak menjadi terlantar.
Sehingga dari ketentuan tersebut bisa dijadikan sebagai rujukan
dasar oleh hakim untuk meniadakan kepatutan sebagai orang tua yang
berhak mendapatkan hak asuh anak, dengan alasan mengancam dan
melalaikan kepentingan anaknya.82
Walaupun sebenarnya hak asuh
anak dalam ketentuan KHI dan penjelasan di dalam Undang-undang
lainnya serta pendapat para ulama, bahwa hak anak yang masih kecil
milik ibunya dan berakhir ketika anak itu telah dewasa atau si ibu tidak
bisa menjaga, baik itu secara fisik, mental, spiritual maupun sosial
kehidupan anak.
82
Ibid., h. 249
50
E. Masa Berlakunya Hadhanah
Hadhanah itu berlaku ketika anak tersebut masih kecil dan
berakhirnya masa hadhanah ketika anak sudah mampu berfikir atau
sudah mampu untuk menikah. Dalam literatur fiqih disebutkan dua
periode anak dalam hadhanah, yaitu masa sebelum mumayyiz dan
sesudah mumayyiz kaitannya dengan itu adalah:83
a. Periode sebelum mumayyiz
Periode ini dimulai dari waktu anak itu lahir sampai menjelang
umur tujuh tahun atau delapan tahun. Pada masa tersebut anak masih
dikatakan belum mumayyiz, karena masih belum bisa membedakan
antara yang bermanfaat dengan yang berbahaya bagi dirinya. Adanya
syarat-syarat sebagai pengasuh pada periode ini, ulama menyimpulkan
bahwa pihak ibu lebih berhak terhadap anak untuk selanjutnya
melakukan kewajiban hadhanah. Karena anak pada masa itu masih
membutuhkan untuk hidup di dekat ibunya,84
dan tidak ada batasan
waktu tertentu mengenai habisnya, hanya saja ukuran yang dipakai
adalah mumayyiz dan kemampuan berdiri sendiri, jika ia telah dapat
membedakan ini dan itu serta dapat memenuhi kebutuhan pokoknya
sendiri maka hadhanahnya berakhir.85
Para ulama berbeda pendapat
mengenai batasan umur bagi laki-laki dan perempuan adalah:
83
Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, h. 181
84
Ibid., 181
85
Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh Al-Qadha, h.
242
51
Ulama Hanafiyyah berpendapat bahwa masa berakhirnya
hadhanah itu ketika anak laki-laki berumur 7 (tujuh) tahun dan 9
(sembilan) tahun atau 11 (sebelas) tahun.86
Hadhanah anak laki-laki
berakhir pada saat anak itu tidak lagi memerlukan penjagaan dan telah
dapat mengurus keperluannya sehari-hari seperti makan, minum dan
sebagainya. Sedang masa hadhanah wanita berakhir apabila ia telah
baligh atau telah datang masa haidnya pertamanya.87
Ulama Malikiyyah juga berpendapat bahwa masa hadhanah
bagi anak laki-laki sampai ia baligh, meskipun anak itu gila ataupun
sakit. Sedangkan anak perempuan masa hadhanah sampai ia menikah,
meskipun ibunya kafir. Menurut pendapat Hanafiyyah dan Malikiyyah,
seorang anak tidak diminta untuk memilih pengasuh, karena pada masa
itu anak belum bisa menentukan pilihan dengan akal sehatnya dan
umur anak yang masih kecil.88
Kemudian menurut Ulama Syafi’iyyah bahwa masa hadhanah
itu berakhir ketika berumur sampai usia 7-8 tahun. Jika suami istri
bercerai dan punya anak yang sudah mumayyiz, yaitu yang menginjak
umur tujuh sampai delapan tahun dan anak termasuk yang berakal
sehat. Karena kedua orang tuanya sama-sama layak untuk mengurus
hadhanah, tetapi jika dari keduanya saling berebut untuk mengasuh,
86
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 10, h. 79
87
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, h. 214
88
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jilid 10, h. 80
52
maka anak dibolehkan untuk memilih salah satu di antara kedua orang
tuanya.89
Sedangkan menurut pendapat Hanabilah, ia pun sependapat
dengan Syafi’iyyah yaitu apabila anak laki-laki yang sudah berumur
tujuh tahun dan telah mencapai usia tersebut, maka anak dipersilahkan
untuk memilih diantara kedua orang tuanya.90
Adapun anak perempuan
jika sudah mencapai umur tujuh tahun atau lebih maka sang ayah lebih
berhak sampai ia baligh dan untuk mengurusnya tanpa diberi
kesempatan untuk memilih.91
Setelah dikemukakan perbedaan pendapat para ulama fiqih di
atas mengenai batasan masa hadhanah, maka dari hal tersebut tidak ada
yang menerangkan secara jelas mengenai masa pengasuhan anak,
hanya saja para ulama sepakat bahwa masa hadhanah itu dimulai sejak
kelahiran anak sampai usia mumayyiz, sebab pada hadhanah anak
sudah terdapat upaya memelihara kemaslahatan anak dalam naungan
bimbingan dan pemeliharaan orang tuanya .92
Oleh karena itu adanya
perbedaan pendapat tersebut, maka dari ketentuan Undang-undang
menyerahkannya kepada kebijaksanaan dan keputusan hakim dengan
memberikan ketentuan mengenai batasan akhir umur anak ketika hak
asuh itu diberikan, namun hal ini harus sejalan dengan pedoman bahwa
89
Ibid., h. 80
90
Huzaemah Tahido Yanggo, Fiqih Anak, Cet. 1, h. 114
91
Jaih Mubarok, Peradilan Agama Di Indonesia, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy,
2004), h. 196
92
Huzaemah Tahido Yanggo, Fiqih Anak, Cet. 1, h. 115
53
kemaslahatan anak lebih diutamakan.93
Dalam ketentuan Undang-
undang juga tidak dijelaskan secara rinci umur masing-masing anak,
baik itu anak laki-laki maupun perempuan, tetapi dari hal tersebut
menjelaskan batasan umur anak terakhir dibawah pengasuhan orang
tuanya, seperti yang dijelaskan dalam KHI pasal 105 huruf (a) bahwa:
“Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12
tahun adalah hak ibunya”. Di dalam Undang-undang perkawinan
terdapat perbedaan mengenai umur pencapaian anak yang belum
mumayyiz. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 47 ayat 1 bahwa:
“Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya
selama mereka tidak dicabut kekuasaannya.”
Mengenai usia anak yang belum mumayyiz maka tidak menjadi
alasan untuk tidak mengasuhnya, karena sebagai orang tua ataupun
pengasuh tetap yang didahulukan hak anak bukan masing-masing yang
memiliki kekuasaan terhadap anak. Sehingga anak yang belum
mumayyiz tetap merupakan kewajiban bagi orang tuanya untuk
merawat, mendidik, memelihara sampai anak itu dewasa dan menikah.
b. Periode Mumayyiz
Masa mumayyiz adalah dari umur tujuh tahun sampai ia baligh
berakal. Pada masa ini seorang anak secara sederhana telah mampu
membedakan masa yang berbahaya dan mana yang bermanfaat bagi
93
Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, Ilmu
Fiqh, Jilid 2, Cet. 2, h. 215
54
dirinya. Oleh karena itu anak sudah dianggap mampu menjatuhkan
pilihannya sendiri untuk memilih seseorang yang berhak
mengasuhnya, apakah ia akan ikut ibu atau bapaknya.94
Sebagaimana
dijelaskan dalam pasal 105 huruf (b) bahwa seorang anak yang sudah
mumayyiz boleh menentukan pilihan diantara ayah atau ibunya
sebagai pemegang hak pemeliharaannya. Akan tetapi apabila dalam
satu kondisi dimana pilihan anak itu tidak menguntungkan bagi
dirinya, maka yang berhak menentukan siapa yang paling berhak
melakukan hadhanah pada orang-orang yang memiliki kualifikasi sama
adalah Qadhi yaitu hakim Pengadilan Agama.95
Sebagaimana telah
diatur juga dalam pasal 156 huruf (c) menjelaskan, apabila pemegang
hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan anaknya, maka
pengadilan agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat
lain yang mempunyai hak atas itu.
Disamping itu seseorang yang akan melakukan hadhanah harus
mempunyai kemampuan dan kemauan untuk memelihara serta
mendidik anaknya agar tidak mengakibatkan anak menjadi terlantar.96
Pengasuhan berakhir apabila seorang anak sudah mencapai umur
dewasa yang dapat mampu berfikir dewasa dan sampai ia menikah.
Sedangkan untuk mencapai kemaslahatan anak maka masing-masing
94
Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, h. 182
95
Huzaemah Tahido Yanggo, Fiqih Anak, Cet. 1, h. 119
96
Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, h. 184
55
dari orang tua untuk mampu mengendalikan dirinya dari penguasaan
anak, karena bagi seseorang yang berhak melakukan hadhanah sama
sekali tidak menggambarkan anak hanya menjadi miliknya yaitu dari
masing-masing orang tua melainkan hak hadhanah itu milik bersama
kedua orang tua, yang merupakan kewajiban untuk memelihara serta
mendidik anak-anaknya yang kemudian mengantarkan anak ke masa
depan yang cemerlang.97
F. Faktor Penghalang Hadhanah
Faktor yang dapat menghalangi hadhanah terdapat berbagai
macam yang dapat mengugurkan hak asuh pada anak. Meskipun
pengasuhan anak merupakan hak seorang ibu, namun terkadang ia
tidak bisa mendapatkan hak pengasuhannya disebabkan ada beberapa
faktor yang dapat menghalangi haknya. Diantaranya sebagai berikut:98
a. Hak seorang hadhinah gugur jika ia seorang budak
Maksudnya orang yang sebagai pengasuh anak berstatus sebagai
budak, karena hadhanah merupakan salah satu jenis tanggung jawab.
Dan seorang budak tidak mempunyai hak perwalian, disebabkan ia
akan disibukkan dengan pelayanan terhadap majikannya dan segala ia
lakukan terbatasi haknya.
b. Perginya hadhin ke tempat yang jauh
97
Ibid., h. 202
98
TK Islam Mutiara Sunnah, “Hak Pengasuhan Anak Dalam Islam Bagian 1, artikel
diakses pada 26 Maret 2015 dari https://tkmutiarasunnah.wordpress,com/2008/06/19/hak-
pengasuhan-anak-dalm-islam/
56
Perginya hadhin ke tempat yang jauh dengan menempuh jarak
lebih dari 133 km. Menurut pendapat ulama Malikiyyah, jika jarak
yang ditempuh lebih dari itu maka seorang berhak mengambil anak
tersebut dari hadhinah dan gugurlah hak asuh anaknya, kecuali ia
membawa anak itu dalam perjalanan.
Ulama Hanafiyyah berpendapat bahwa hak pengasuh dapat
dianggap gugur jika hadhinah yang berstatus janda pergi ketempat
jauh, dan ayahnya tidak dapat mengasuhnya. Sedangkan menurut
ulama Syafi’iyyah, hak seorang pengasuh menjadi gugur jika ia pergi
ketempat yang membahayakan atau pergi dengan niat untuk pindah
baik jarak dekat maupun jauh. Ulama Hanabilah mengatakan bahwa
hak asuh gugur jika orang yang mengurus berpergian jauh dengan
menempuh jarak yang dibolehkan qashar.99
c. Seorang hadhin mengidap penyakit yang membahayakan
Hak seorang hadhin gugur jika ia memiliki penyakit yang
membahayakan, seperti gila, lepra, dan kusta.
d. Seorang hadhin fasiq atau pengetahuan agamanya kurang
Seorang yang fasiq atau berpengetahuan kurang, ia tidak dapat
dipercaya untuk mengurus anak karena tidak tercapainya kemaslahatan
anak dalam asuhannya.100
Karena yang ditakutkan akan mengerjakan
maksiat sehingga keluar dari kataatan kepada Allah, dan akan
99
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 10, h. 70
100 Ibid., h. 70-71
57
berpengaruh negatif pada diri anak yang tentunya berdampak pada
pendidikan anak.101
e. Seorang hadhin kafir
Bahwa seorang kafir tidak boleh diserahi hak mengasuh anak yang
beragama Islam. Karena kondisi orang kafir lebih buruk dari orang
fasiq dan bahaya yang muncul akan lebih besar, ditakutkan anak
mengikuti perbuatannya dan mengeluarkannya dari Islam melalui
penanaman agamanya. Oleh karena itu orang tua wajib mendahulukan
pertimbangan agama sebagai pengasuh anak daripada pertimbangan
ekonomi dan lain-lain. Alasannya bahwa lingkungan, pendidikan dan
pembinaan akhlak wajib diperhatikan demi pembentukan lingkungan
akhlak yang baik, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an surat At-
Taubah ayat 24:102
“Katakanlah, “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-
saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai
daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka
tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS. At-Taubah: 24)
f. Hak seorang hadhinah gugur jika ia sudah menikah lagi
101
TK Islam Mutiara Sunnah, “Hak Pengasuhan Anak Dalam Islam Bagian 1, artikel
diakses pada 26 Maret 2015 dari https://tkmutiarasunnah.wordpress,com/2008/06/19/hak-
pengasuhan-anak-dalm-islam/
102
Muhammad Syaifuddin, dkk, Hukum Perceraian, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013),
Cet.1, h. 361
58
Dalam masalah pengasuan anak, apabila hadhin menikah lagi
dengan laki-laki yang bukan mahram bagi anaknya maka hak asuh
tersebut gugur, kecuali hadhin menikah dengan yang mahram bagi anak
maka hak asuh tesebut tidak dapat gugur.103
Demikianlah beberapa faktor yang dapat menghalangi
seseorang tidak memperoleh hak asuh anak. Apabila faktor-faktor
penghalang ini lenyap misalnya jika seorang budak telah merdeka
seutuhnya, orang fasiq itu bertaubat dan orang kafir telah memeluk
islam serta ibu telah diceraikan kembali, maka orang-orang ini akan
memperoleh haknya kembali untuk mengasuh anaknya.104
Oleh sebab
itu dari kondisi yang awalnya tidak diberi kewenangan untuk
mengasuh anak dengan alasan-alasan tersebut, tetapi hak asuh anak
bisa lagi berpindah apabila kemaslahatan pada anak sudah
dilaksanakan. Karena yang terpenting dalam hadhanah adalah
memberikan kemanfaatan bagi anak itu sendiri, yang tujuannya untuk
mencapai kehidupan yang berbahagia dan sejahtera dengan cara
mengambil yang bermanfaat dan mencegah atau menolak yang
mudharat bagi kehidupannya.105
103
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 10, h. 71
104
TK Islam Mutiara Sunnah, “Hak Pengasuhan Anak Dalam Islam Bagian 1, artikel
diakses pada 26 Maret 2015 dari https://tkmutiarasunnah.wordpress,com/2008/06/19/hak-
pengasuhan-anak-dalm-islam/
105
Ibid., h. 62
59
BAB III
PERKARA-PERKARA HADHANAH DI PENGADILAN AGAMA
JAKARTA TIMUR
A. Perkara Hadhanah Pada Tahun 2011
Dari beberapa faktor-faktor penghalang seorang pengasuh tidak
mendapatkan hak asuh anak yang penulis sampaikan pada teori di bab
sebelumnya, bahwa terlihat jelas dari jumlah kasus perkara hadhanah yang
masuk ke Pengadilan Agama Jakarta Timur untuk tahun 2011, baik
perkara yang diterima dan diputus dengan beberapa alasannya yaitu untuk
perkara yang diterima oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur untuk tahun
2011 terdapat 33 perkara dan perkara yang diputus 26 perkara. Akan tetapi
penulis memfokuskan lebih meneliti alasan seorang ibu tidak mendapatkan
hak asuh anak, sehingga hak tersebut berpindah kepada ayahnya yang
kemudian dijelaskan dalam putusan perkara hadhanah. Pada jumlah
perkara hadhanah untuk tahun 2011 disebutkan di dalam tabel.1. Dari data
yang ada pada tabel.1 dapat dilihat bahwa banyaknya perkara hadhanah
yang diajukan di Pengadilan Agama Jakarta Timur baik itu dari pihak ibu
ataupun ayahnya.
Pada tahun ini ternyata perkara yang diputus oleh hakim
Pengadilan Agama Jakarta Timur putusan No. 0121/Pdt.G/2011/PAJT,
bahwa hakim telah memutus hak asuh anak yang jatuh pada Tergugat
(ayah), disebabkan Penggugat (ibu) tidak bertanggung jawab sebagai istri.
60
Tabel. 1
Jumlah Perkara Hadhanah Yang Diterima & Diputus
Di Pengadilan Agama Jakarta Timur Pada Tahun 20111
No. Bulan Diterima Diputus
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
5
2
4
5
1
2
2
-
2
3
1
6
4
1
2
1
4
1
3
1
2
2
1
4
Jumlah 33 26
Menurut alasan pertimbangan hakim menyatakan bahwa pada
putusan ini anak penggugat dan tergugat merasa lebih dekat dengan
ayahnya daripada ibunya, sehingga dengan kedekatan anak dengan
tergugat (ayah) dan keinginan anak tersebutlah hakim memutus hak asuh
anak kepada tergugat. Karena apabila hak asuh anak tetap berada pada
ibunya tetapi anak tidak menginginkannya, dikhawatirkan anak tidak
merasa nyaman terhadap psikologis anak nantinya. Oleh karena itu
1 Data Hasil Laporan Perkara Hadhanah Pada Tahun 2011 di Pengadilan Agama Jakarta
Timur, Diambil Pada Tanggal 08 Juni 2015
61
pertimbangan hakim pada putusan ini lebih merujuk pada kepentingan
anak secara psikologis, pendidikan dan perawatannya serta keinginan anak
untuk diasuh bersama tergugat (ayah), maka Majelis Hakim Pengadilan
Agama Jakarta Timur memutuskan hak asuh anak diberikan kepada
tergugat selaku ayah kandungnya.
Pada perkara di tahun 2011 Majelis Hakim untuk kedua kalinya
memutus perkara hadhanah dengan memberikan hak asuh anak kepada
pihak ayah, seperti di dalam putusan No. 2680/Pdt.G/2011/PAJT dimana
Tergugat (istri) nusyuz kepada Penggugat (suami) karena tergugat tidak
bisa memenuhi kewajibannya sebagai istri maupun sebagai ibu. Akibat
dari hal tersebut anak menjadi terlantar dan untuk merawat anak juga sang
ibu menitipkannya kepada orang lain karena kesibukan Tergugat (ibu)
yang bekerja. Menurut pertimbangan hakim bahwa seorang ayah terlihat
lebih mampu untuk menjaga anaknya dikarenakan ketika anak bersama
Penggugat (ayah), anak dalam keadaan sehat, penuh perhatian, kasih
sayang dan hidup dalam lingkungan yang agamis. Sehingga dengan hal
tersebut hak asuh anak jatuh kepada ayahnya yang disebabkan faktor
kesibukan ibu sebagai wanita karir, yang mengakibatkan hak asuh anak
dapat beralih atau gugur dari pihak ibu. Karena tujuan sebagai orang tua
adalah untuk menjaga anak sebaik-baiknya demi kepentingan anak.
Setelah dua perkara yang sudah dijelaskan di atas mengenai hak
asuh anak berada pada ayah kandungnya, ternyata diketemukan kembali
pada tahun ini yaitu pada putusan perkara No. 2223/Pdt.G/2011/PAJT
62
bahwa hasil pertimbangan hakim memberikan hak asuh anak kepada
ayahnya (Penggugat), dikarenakan seorang ibu (tergugat) diketahui pergi
meninggalkan rumah dan berperilaku kasar dalam membina anak. Dalam
pertimbangan hakim bahwa salah satu faktor penghalang hadhanah adalah
perginya hadhinah dengan niat untuk meninggalkan rumah, maka dengan
hal tersebut seorang ibu dapat gugur untuk memperoleh hak asuh anak.
Bukan karena alasan itu saja dalam pertimbangan hukumnya, Majelis
Hakim juga mendapatkan bahwa mengenai perilaku kasar Tergugat selaku
ibu kepada anak yang membuat jiwa anak terganggu dan seorang ibu yang
tidak bertanggung jawab dalam memelihara rumah tangganya, maka hak
asuh anak dapat berpindah kepada pihak ayah.
Sedangkan untuk putusan No. 2800/Pdt.G/2011/PAJT Majelis
Hakim juga telah memutuskan dengan memberi kewenangan kepada
ayahnya (Penggugat) untuk mengasuh anak, alasannya ialah ibu
(Tergugat) yang meninggalkan rumah tanpa jelas sehingga membuat anak
ditelantarkan dan diketahui si ibu memiliki sifat pembohong. Kemudian
karena yang dikhawatirkan dalam pertimbangan hakim adalah anak yang
akan mudah terpengaruh perilaku ibu yang suka pembohong dan diketahui
ternyata ibu (Tergugat) telah menikah lagi dengan laki-laki lain. Oleh
sebab itu hak asuh dapat beralih kepada pihak ayah, karena bagaimana
juga seorang pengasuh ataupun orang tua harus memberikan contoh
kepada anak. Sehingga dengan sifat ayah yang bisa membawa anak
berperilaku baik dan tidak menimbulkan ke mudharatan baginya, maka
63
hak asuh anak terhadap ibu menjadi gugur atau penghalang yang
dikarenakan ibu juga telah menikah lagi. Oleh karena itu dengan dasar
pertimbangan hakim di atas, maka wajar apabila Majelis Hakim
menetapkan pengasuhan anak penggugat dan Tergugat berada di bawah
pemeliharaan penggugat (ayah kandung).
Selanjutnya pada putusan No. 2096/Pdt.G/2011/PAJT Majelis
hakim memutuskan hak asuh anak dijatuhkan kepada Penggugat (ayah),
karena Tergugat (istri) tidak bertanggung jawab sebagai ibu yang tidak
memperdulikan anak dan berperilaku kasar serta tergugat yang sering
meninggalkan rumah. Dengan demikian pada pertimbangannya hakim
menyatakan bahwa Tergugat (Ibu) dinilai tidak bertanggung jawab
terhadap anak dengan meninggalkannya dan tidak memperdulikan keadaan
anak-anaknya. Dalam pertimbangan hukum yang lainnya Majelis hakim
menyatakan bahwa Penggugat (ayah) dianggap lebih mempunyai
kepedulian dan mampu menjaga serta bertanggung jawab terhadap anak-
anaknya. Sehingga dengan ibu yang tidak mempunyai rasa tanggung
jawabnya kepada anak, maka hak asuh anak tersebut beralih pada pihak
ayah yang lebih mempunyai rasa tanggung jawab sebagai orang tua.
B. Perkara Hadhanah Pada Tahun 2012
Dari jumlah kasus perkara hadhanah yang masuk di Pengadilan
Agama Jakarta Timur untuk tahun 2012, baik perkara yang diterima dan
diputus telah disebutkan di dalam tabel.2 sebagai berikut:
64
Tabel. 2
Jumlah Perkara Hadhanah Yang Diterima & Diputus
Di Pengadilan Agama Jakarta Timur Pada Tahun 20122
No. Bulan Diterima
Diputus
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
2
2
7
3
7
9
6
6
8
4
1
1
1
5
6
5
4
4
8
2
4
7
1
2
Jumlah 59 49
Dari data yang ada pada tabel. 2 di atas dapat dilihat bahwa jumlah
perkara hadhanah yang diterima pada tahun 2012 adalah 59 perkara dan
yang diputus adalah 49 perkara oleh hakim Pengadilan Agama Jakarta
timur, sedangkan dari jumlah-jumlah tersebut dapat dilihat bahwa majelis
hakim memutuskan perkara hadhanah tahun ini hampir mencapai
keseluruhan dari perkara yang diajukan para pihak ke Pengadilan Agama
Jakarta Timur. Akan tetapi dari banyaknya perkara yang diajukan di
2 Data Hasil Laporan Perkara Hadhanah Pada Tahun 2012 di Pengadilan Agama Jakarta
Timur, Diambil Pada Tanggal 08 Juni 2015
65
Pengadilan Agama Jakarta Timur baik dari pihak ibu ataupun ayahnya,
tidak sepenuhnya hak asuh anak berpindah pada ayahnya.
Kemudian untuk perkara hadhanah yang diputus dan jatuh kepada
pihak ayah yaitu terdapat pada putusan No. 0654/Pdt.G/2012/PAJT karena
faktor Tergugat (ibu) tidak bertanggung jawab sebagai istri atau ibu dan
sang ibu yang bersifat kasar kepada anaknya, maka keadaan inilah yang
menyebabkan hak asuh anak dari pihak ibu dapat beralih kepada ayahnya.
Dari hasil pertimbangan hakim yang menyatakan anak terlihat lebih dekat
dengan Penggugat (ayah) setiap waktunya dan ayahnya juga dapat
memelihara kepentingan anak. Dengan demikian penggugat (ayah)
dianggap lebih mampu merawat, membimbing anak dengan baik sehingga
hak asuh anak dengan mudah dapat beralih kepada pihak ayah.
Selanjutnya pada putusan No. 0940/Pdt.G/2012/PAJT bahwa hak
asuh anak diberikan kepada Tergugat (ayah) dikarenakan Penggugat (istri)
sering kali keluar rumah malam tanpa seizin tergugat (suami) sampai pagi
dan memiliki laki-laki lain, serta Penggugat tidak dapat mengurus kedua
anaknya dengan baik sehingga anak ditelantarkan. Oleh sebab itu dengan
pertimbangan hukumnya yang menyatakan bahwa perbuatan (Penggugat)
istri nusyuz disebabkan si istri sudah tidak lagi memenuhi kewajibannya
sebagai ibu atau istri dan membangkang kepada suami serta keluar rumah
tanpa seizin suami. Oleh karena perbuatan dan sifat penggugat (ibu) tidak
memberikan contoh yang baik bagi ketiga anak-anaknya, sedangkan anak
seusia tersebut butuh panutan atau teladan bagi dirinya, maka dengan itu
66
Majelis hakim menetapkan yang berhak untuk mengasuh dan memelihara
ketiga orang anaknya tersebut adalah Tergugat (ayah). Faktanya bahwa
anak-anak lebih dirawat dan dijaga oleh tergugat (ayahnya) ketika
penggugat (ibu) tidak ada di rumah, dan karena tergugat dapat membagi
waktunya ketika libur bersama dengan anak-anaknya dan memiliki
perhatian untuk menjenguk anaknya yang bersekolah di pesantren. Maka
dengan diputuskannya mengenai hal tersebut, pada akhirnya tergugat
memilki kewenangan untuk hak asuh anaknya.
Kemudian dalam putusan No. 1528/Pdt.G/2012/PAJT bahwa hak
asuh anak diberikan kepada Penggugat (ayah) disebabkan perselisihan atau
pertengakaran antara suami dan istri, karena tidak ada kecocokan bagi
keduanya sehingga berujung pada sebuah perceraian. Dan sifat Tergugat
(istri) yang sudah tidak memiliki rasa tanggung jawabnya dalam rumah
tangga. Maka Majelis hakim menimbang dalam pertimbangan hukum pada
putusan ini bahwa antara Penggugat (suami) dan Tergugat (istri) tidak
dapat disatukan kembali, dan pemisahan ini juga dalam menjaga
kepentingan anak. Oleh karena itu hak asuh anak jatuh kepada penggugat
(ayah) yang dikhawatirkan anak ketika bersama tergugat (ibu) tidak
dirawat dan dibimbing sebaik-baiknya.
Maka dari hal-hal yang berkaitan dengan perkara hadhanah dan
pertimbangan hakim pada tahun 2012 ini, bahwa penyebab hak asuh anak
berpindah kepada ayahnya yang disebabkan ibu tidak memiliki rasa
tanggung jawab dalam membimbing anak dan rumah tangganya dengan
67
baik. Oleh sebab itu dari permasalahan perkara hadhanah dari tahun 2011
sampai 2012 ini terlihat bahwa pada kedua tahun tersebut memilki
penyebab yang sama, sehingga untuk memutuskannya hakim tidak lepas
dari apa yang sudah menjadi kekuatan hukum tetap dalam memutus suatu
perkara, terutama mengenai pekara hadhanah setiap tahunnya.
C. Perkara Hadhanah Pada Tahun 2013
Dari jumlah perkara hadhanah yang masuk di Pengadilan Agama
Jakarta Timur untuk tahun 2013 baik perkara yang diterima dan diputus
telah disebutkan di dalam tabel.3. Dari data pada tabel.3 dapat dilihat
bahwa jumlah perkara hadhanah yang diterima pada tahun 2013 adalah 4
perkara dan yang diputus adalah 37 perkara oleh hakim Pengadilan Agama
Jakarta timur.
Sedangkan dari jumlah tersebut bahwa majelis hakim memutuskan
perkara hadhanah tahun ini keseluruhan dari perkara yang diajukan para
pihak ke Pengadilan Agama Jakarta ternyata lebih banyak diputusnya,
karena perkara yang ada pada tahun sebelumnya baru diputus pada tahun
ini, maka angka yang diputus tidak sesuai dengan angka perkara yang
diterima. Oleh karena itu dari banyaknya perkara yang diputus oleh
Pengadilan Agama Jakarta Timur, baik itu yang diberi kewenangan untuk
mengasuh anak dari pihak ibu ataupun ayahnya.
Pada tahun ini juga hanya memfokuskan mengenai perkara hak
asuh anak yang jatuh pada pihak ayah yang terdapat pada putusan perkara
No. 1474/Pdt.G/2013/PAJT yang dikarenakan faktor agama pengasuh
68
yakni seorang ibu (tergugat) telah beralih agama menjadi agama Kristen
(murtad).
Tabel. 3
Jumlah Perkara Hadhanah Yang Diterima & Diputus
Di Pengadilan Agama Jakarta Timur Pada Tahun 20133
No. Bulan Diterima
Diputus
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
-
-
2
-
-
-
1
-
-
-
1
-
1
3
-
5
5
-
5
4
3
4
2
5
Jumlah 4 37
Bahwa faktanya untuk tahun ini hakim Pengadilan Agama Jakarta
Timur telah kembali memutus bahwa murtad benar-benar menjadi
penghalang untuk mendapatkan hak asuh anak. Menurut hakim dalam
pertimbangannya dikhawatirkan anak akan terpengaruh dengan agama
3 Data Hasil Laporan Perkara Hadhanah Pada Tahun 2013 di Pengadilan Agama Jakarta
Timur, Diambil Pada Tanggal 08 Juni 2015
69
ibunya dan untuk menjadi seorang pengasuh yang terpenting adalah
mengedepankan agama anak dan kemaslahatannya. Sehingga dengan
pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa anak saat ini berada dalam
asuhan Penggugat dan tinggal bersama Penggugat, dan penggugat sanggup
memelihara anaknya. Oleh karena itu dengan pertimbangan hakim seperti
itu maka hak asuh anak telah kembali diputus kepada pihak ayah.
Selanjutnya untuk putusan No. 1159/Pdt.G/2013/PAJT bahwa di
dalam pertimbangan hakim menyatakan karena seorang ibu yang lalai dan
tidak bertanggung jawab untuk merawat anaknya, sehingga anak menjadi
terlantar dan sebab ibu berperilaku kasar dengan anaknya membuat diri
anak merasa terganggu dan tertekan bila bertemu dengan Tergugat (Ibu)
dan ibu yang tidak pernah memperhatikan kesehatan anaknya membuat
anak sering sakit. Oleh sebab itu dari pertimbangan hakim yang merujuk
pada kepentingan anak yang harus lebih diutamakan, maka untuk
pertimbangannya majelis hakim memutus untuk hak asuh anak jatuh
kepada ayahnya. Karena pada nyatanya penjagaan seorang ayah selama
mengasuh anak mulai dari perkembangan dan kesehatan serta pendidikan
anaknya telah dijaga dengan baik.
Pada putusan No. 0562/Pdt.G/2013/PAJT bahwa penyebab hak
asuh anak berpindah ke pihak ayah yaitu disebabkan ibu yang sering
berkerja diluar (wanita karir), sehingga anak yang di asuhnya menjadi
tidak terawat dengan baik. Karena dengan kesibukan pengasuh yang sering
bekerja dapat menjadi penghalang untuk mendapatkan hak asuh anak.
70
Oleh karena itu dengan pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa hak
anak lebih diutamakan dalam tanggung jawab orang tuanya, maka hak
asuh anak gugur dari tergugat (ibu) yang berhak untuk merawatnya,
dikarenakan hak dan kesejahteraan yang dimiliki anak tidak terpenuhi
dengan sebaik-baiknya.
Sedangkan pada putusan No. 2217/Pdt.G/2013/PAJT bahwa hak
asuh anak berpindah kepada ayahnya (Penggugat), yang dikarenakan ibu
(Tergugat) seringkali melalaikan kewajibannya sebagai seorang istri atau
sebagai ibu dari anak-anaknya, dan ibu sering kali pergi meninggalkan
rumah sampai larut malam bahkan sering menginap tanpa izin, yang
akibatnya meninggalkan anak-anak berhari-hari tanpa adanya rasa kasih
sayang dari seorang ibu, serta diketahuinya tergugat memilki laki-laki lain.
Menurut pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa tugas sebagai
orang tua yang pertama-tama dilakukan adalah harus bertanggungjawab
atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara rohani, jasmani maupun
sosialnya, sehingga dengan ibu yang sudah tidak mengindahkan ajaran
agama berupa pelanggaran terhadap atas larangan melakukan hubungan
dengan laki-laki lain selain suami dan tidak bertanggung jawab dalam
membimbing anak, maka hak asuh anak tersebut beralih kepada pihak
ayah yang lebih mampu untuk merawat dan membimbing anak-anaknya.
Perkara hadhanah lainnya yaitu terdapat pada putusan No.
2424/Pdt.G/2013/PAJT, penyebab hak asuh anak berpindah kepada pihak
ayahnya (Penggugat) dikarenakan Tergugat (ibu) sudah tidak bertanggung
71
jawab dalam merawat kedua anaknya dan ibu yang berkelakuan kasar
kepada anaknya, hal tersebut membuat anak merasa ketakutan apabila
bersama dengan tergugat (ibu). Menurut Majelis hakim yang memberi hak
asuh anak kepada ayah, bahwa anak akan lebih terjaga baik jasmani dan
rohaninya daripada ketika anak tersebut bersama dengan ibunya yang lebih
sering memperlakukannya secara kasar. Dengan demikian dari
pertimbangan hukum tersebut, keluarlah putusan perkara hadhanah ini
yang menyatakan bahwa pemberian hak asuh anak dilimpahkan kepada
penggugat selaku ayah dikarenakan selama kesehariannya ayah dapat
menjaga dan merawat anak, sehingga dengan terwujudnya hak-hak anak
maka akan terbentuknya kesejahteraan anak yang sebaik-baiknya.
Dari hasil ketiga tabel di atas dapat diketahui bahwa diputusnya
perkara hadhanah di Pengadilan Agama Jakarta Timur untuk tiap tahunnya
meningkat yaitu pada tahun 2011 berjumlah 29 perkara dan untuk tahun
2012 berjumlah 49 perkara sedangkan untuk tahun 2013 perkara hadhanah
berjumlah 37. Sebab meningkatnya perkara hadhanah tiap tahunnya
dikarenakan perkara diputus telah tercampur dengan perkara pada tahun
sebelumnya, sehingga untuk diputus dengan diterima tiap bulannya tidak
sama. Oleh karena itu dari ketiga tahun tersebut, hakim dalam memutus
mengenai pengasuhan anak (hadhanah) lebih kepada hak asuh anak yang
diberikan pada ibunya sesuai dengan ketentuan Undang-undang yang
berlaku.
72
Dari ketiga tahun dalam perkara hadhanah tidak seluruhnya hanya
seorang ibu yang diberi kuasa untuk hak asuh anak, akan tetapi hal
tersebut dapat beralih kepada ayahnya. Karena untuk perkara hadhanah di
Pengadilan Agama Jakarta Timur yang hak asuh anak jatuh pada pihak
ayah, hal tersebut diketahui tiap tahunnya ternyata Majelis Hakim pernah
memutus dengan alasan atau penyebab yang sama, yaitu disebabkan
berbagai faktor sang ibu yang tidak dapat memenuhi kepentingan anak
baik secara jasmani dan rohani yang dijelaskan pada putusan hadhanah
setiap tahunnya di Pengadilan Jakarta Timur. Oleh karena itu hakim dalam
memutus perkara hadhanah tidak selalu berijtihad bahwa yang berhak
mendapatkan hak asuh anak pada pihak ibu saja, melainkan pihak ayah
juga dapat mampu merawat anak dengan baik yang sama halnya seperti
seorang ibu.
Dengan demikian untuk tiga tahun terakhir dari 2011 sampai 2013
yang terjadi di Pengadilan Agama Jakarta Timur bahwa penyebab perkara
hadhanah yang diberikan atau beralih kepada pihak ayah bukan hanya
murtad saja yang menjadi penghalang, akan tetapi bisa juga disebabkan
karena perceraian yang mengakibatkan perselisihan, nusyuz, wanita karir
dan ibu yang tidak bertanggung jawab dalam menjaga dan merawat anak.
Oleh karena itu dari hasil pertimbangan hukum mengenai perkara
hadhanah untuk tiga tahun terakhir ini, penyebab dari permasalahan
perkara yang diputus kepada pihak ayah diantaranya karena pihak ibu
yang berkelakuan kasar terhadap anak dan pihak ibu yang tidak
73
bertanggung jawab dalam menjaga dan merawat anak-anaknya. Akibat
dari sifat ibu tersebut maka anak menjadi terlantar dan psikologis pada diri
anak dapat terganggu karena tertekan dengan kelakuan ibu yang kasar.
Begitu juga bagi ibu yang tidak dapat bertanggung jawab untuk keadaan
rumah tangganya, masih memungkinkan terjadinya perebutan hak asuh
anak, walaupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 105 Huruf (a)
menyatakan seorang ibu lebih berhak atas anak yang masih kecil. Akan
tetapi dari yang penulis jelaskan di dalam perkara-perkara hadhanah di
atas, pada kenyataanya hak asuh anak dapat gugur dari tangan seorang ibu
kepada ayahnya disebabkan adanya faktor yang membuat penghalang
pihak ibu untuk tidak sepenuhnya diberi kewenangan dalam mengasuh
anak, sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam putusan mengenai
hadhanah.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dari
berbagai pertimbangan hukum mengenai perkara hadhanah, terlihat
Majelis Hakim dalam hal memutuskan perkara ini tidak sepenuhnya
meleaskan peran dan tanggung jawab orang tua terhadap tumbuh kembang
diri si anak, walaupun yang berhak mengasuh adalah salah satu orang
tuanya. Hal ini juga berlaku ketika orang tua telah putus ikatan
perkawinannya mereka tetap bertanggung jawab dalam merawat anak
tanpa mengurangi hak sebagai anak, karena dari masing-masing orang tua
dalam menjaga anak semata-mata untuk kepentingan anak di masa yang
akan datang.
74
Oleh sebab itu dalam perkara hadhanah untuk setiap tahunnya ini,
sudah biasa bagi para hakim dalam pertimbangan hukumnya tidak hanya
berdiam dengan satu putusan yang telah ada sebelumnya tetapi juga tidak
kaku untuk menggunakan ijtihad dan penafsiran atas hukum, karena sudah
berulang kali terjadinya hak asuh anak gugur dari pihak ibu dan diberikan
kepada ayah. Namun pada hakikatnya seorang hakim juga tidak semata-
mata begitu saja memutus suatu perkara hadhanah beralih kepada ayah,
akan tetapi juga harus melihat dan mempertimbangkan kepentingan anak
atau sebab-sebab lainnya.
Demikian juga dari sekian masalah perkara hadhanah yang jatuh
kepada pihak ayah tidak seharusnya berlarut menjadi suatu persoalan yang
panjang, karena dari sekian banyak perkara hadhanah Majelis Hakim tetap
memutus dan menimbang agar hak anak lebih diprioritaskan dan
terpenuhi. Serta melihat peran salah satu orang tuanya yang lebih mampu
untuk merawat dan menjaga anak. Oleh karena itu yang menjadi peran
utama dan hal yang terpenting dalam perkara hadhanah adalah
kepentingan dan kemaslahatan pada diri anak.
75
BAB IV
ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN JAKARTA TIMUR
NOMOR 1700/Pdt.G/2010/PAJT
A. Kronologi Perkara Putusan No. 1700/Pdt.G/2010/PAJT
1. Duduk perkara
Perkara pada nomor 1700/Pdt.G/2010/PAJT yang didaftarkan di
Pengadilan Agama Jakarta Timur ialah pada saat Mindo Roslina
Simanullang binti Manullang sebagai Penggugat dan kuasanya S.
Limantong, SH, Aji Suharto, SH, dan Joiada Pangaribuan, SH, dengan
mengaju gugatannya di Pengadilan Jakarta Timur dengan Daryono bin
Tumino sebagai Tergugat dan kuasanya Kristianadi Pramudito, SH dan
Rahmat Suryo Hadi Saputro, SH. Pada awalnya Penggugat dan Tergugat
melangsungkan pernikahannya dihadapan KUA Kecamatan Palmerah
Slipi, Jakarta barat Nomor 0302/77/V/99 tertanggal 24 Mei 1999. Dalam
mengarungi kehidupan rumah tangganya dengan rukun, setelah
perkawinan Penggugat dan Tergugat dikaruniai 2 (dua) orang anak yang
bernama Gabe Maulana (Laki-laki) dan Sandrina Bintang Natalia
(Perempuan).
Pada tahun 2001 Penggugat dan Tergugat sudah sering terjadi
percekcokan dan perselisihan antar keduanya, yang mengakibatkan
Penggugat dan Tergugat sudah tidak harmonis. Terjadinya percekcokan
karena faktor tingkah laku tergugat yang temperamental, sering pulang
malam, selalu berfoya-foya dengan teman-temannya dan tidak pernah
76
memberi nafkah. Tergugat juga yang memiliki sifat emosional, ia juga
suka membentak dan memarahi anak-anaknya serta memukulnya.
Kebutuhan rumah tangga antara Penguggat dan Tergugat,
Pengugatlah yang selalu memenuhi kebutuhan tersebut dan Penggugat
juga sudah mengingatkan Tergugat untuk memperbaiki diri, tetapi
Tergugat tidak memperdulikan yang mengakibatkan si Tergugat seringkali
melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Karena si Penggugat sudah
tidak tahan lagi dengan kelakuan si Tergugat yang sering membuat
keributan dirumah, maka Penggugat pun minggat dari rumah dengan
membawa kedua anaknya. Kemudian di tahun 2005 Tergugat datang
menghampiri Pengugat dengan membuat keributan karena Tergugat ingin
mengambil anak sulungnya yang bernama Gabe Maulana dari tangan
Penguggat dan anak tersebut dibawa oleh Tergugat ke rumah orang tuanya
yang berada di Depok selama 3 (tiga) tahun, sehingga Penggugat sudah
tidak lagi bertemu dengan anaknya karena tidak dibolehkan oleh Tergugat.
Penggugat pada bulan agustus 2008 juga sudah mengajak anaknya
untuk kembali ke rumahnya, tetapi pada akhirnya bapak dari si Tergugat
marah-marah kepada Penggugat dan melakukan kekerasan terhadapnya
sampai mengeluarkan darah dan mengurung Penggugat di kamar mandi.
Maka Penggugat tidak bisa berdiam diri dengan perlakuan yang
membahayakannya, sehingga Penggugat melaporkan kasus itu ke Polres
Depok, dan sampai saat ini Penggugat tidak bisa lagi berkomunikasi
dengan anak sulungnya. Oleh karena itu adanya hal seperti inilah,
77
penggugat dan tegugat sulit untuk didamaikan lagi, maka Penggugat
mengajukan cerai gugatnya di Pengadilan Agama Jakarta Timur.
Bahwa dalam kronologis perkara yang dijelaskan oleh Pengugugat,
pihak Tergugat pun memiliki bantahan (duplik) terkait terjadinya masalah
perceraian yang menjelaskan bahwa Tergugat menyangkal penyebab
terjadinya percekcokan bukanlah karena tingkah laku Tergugat yang
temperamental, pulang malam dan menghamburkan uang, melainkan
Penggugat setelah melahirkan anak pertamanya, Penggugat telah kembali
ke agama asalnya atau telah pindah agama menjadi agama Kristen yang
semula perkawinanya beragama Islam. Penggugat juga terus berusaha
untuk mempengaruhi tergugat dan anaknya agar mengikuti agamanya, dan
semenjak itulah Tergugat dan Penggugat sering kali terjadi percekcokan.
Penggugat juga melakukan kekerasan pada anak-anaknya dan mengasut
anaknya untuk pergi ke gereja, di dalam gugatan Penggugat menyatakan
bahwa tergugat tidak memberikan nafkah, sedangkan dalam dupliknya,
Tergugat telah memberikan penghasilannya untuk kebutuhan rumah
tangga.
Kemudian adanya kebohongan yang dibuat Penggugat kepada
Tergugat tentang Tergugat yang memiliki sifat emosional dengan
melakukan kekerasan, dan bahwasannya yang seperti itu Tergugat lah
yang menjadi korban atas kekerasan yang dilakukan Penggugat. Penggugat
juga telah membawa anak-anaknya ke rumah orang tuanya, sedangkan
Penggugat meninggalkan anak-anaknya disana dan Penggugat melalaikan
78
kewajibannya sebagai ibu yaitu menjaga, mendidik dan merawat anaknya.
oleh karena itulah terjadinya percekcokan antara Penggugat dan Tergugat
seperti yang dijelaskan diatas, oleh sebab itu antara Penggugat dan
Tergugat sudah tidak bisa didamaikan/ dirukunkan kembali seperti halnya
dalam kehidupan bersuami dan istri.
2. Tuntutan (Petitum) Para Pihak Dalam Gugatan
Tuntutan Penggugat mengenai hal perceraian yang disebabkan
Tergugat maka si Penggugat memohon kepada Majelis Hakim untuk
mengabulkan gugatan seluruhnya, menyatakan sah menurut hukum
perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat putus karena cerai,
menetapkan hak asuh anak (hadhanah) terhadap kedua anaknya kepada
Penggugat (ibu kandung), membebankan Tergugat untuk memberi biaya
nafkah anak untuk kehidupan kedua anaknya sebesar Rp. 10.000.000
(sepuluh juta rupiah) setiap bulannya sampai anak tersebut berusia 21
tahun dan menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara mengenai
hal yang diajukan Penggugat di Pengadilan Agama Timur.
Sedangkan Tergugat menuntut untuk menolak sebagian gugatan
Penggugat terhadap Tergugat, menyatakan pernikahan Tergugat dengan
Penggugat yang tercatat dikantor KUA Kecamatan Palmerah No.
0302/77/V/99 tertanggal 24 Mei 1999 dinyatakan putus karena perceraian,
kemudian menyatakan Penggugat telah berpindah agama (murtad), dan
memiliki sifat yang tidak amanah serta bersifat emosional, sehingga
dengan perilaku dan sifat Penggugat yang seperti itu maka Tergugat
79
memohon untuk menetapkan hak asuh kedua anaknya tersebut untuk
diberikan kepada Tergugat (bapak kandung), menghukum Penggugat
untuk membayar biaya perkara.
Oleh karena itu dari hasil permohonan antara Pengugat dan
Tergugat yaitu tidak lain masalah pemeliharaan anak maka untuk itu
memohon kepada Majelis hakim untuk memeriksa, mengadili dan
memutus perkara dengan seadil-adilnya.
B. Pertimbangan Hakim Terhadap Putusan No. 1700/Pdt.G/2010/PAJT
Pertimbangan hakim pada putusan mengenai perceraian dan
perebutan dalam pemeliharaan anak maka Majelis Hakim menimbang atas
maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah:
Majelis Hakim menimbang dalam pasal 2 ayat (1) Undang-undang
No. 1 tahun 1974, bahwa terbukti adanya penikahan antara Penggugat dan
Tergugat dilakukan secara hukum Islam. Berdasarkan pasal 2 ayat (2) nya
perkawinan yang dilakukan secara islam dinyatakan sah menurut hukum
dan memiliki kekuatan hukum, sehingga menjadi dasar untuk dikabulkan
atas gugatan yang diajukan.
Menurut Majelis Hakim, bahwa dalam pasal 20 ayat (1) Peraturan
Pemerintah No. 9 tahun 1975 jo. Pasal 73 ayat (1) Undang-undang No. 7
tahun 1989 telah diubah dengan Undang-undang No. 3 tahun 2006 dan
telah diubah lagi dengan Undang-undang No. 50 tahun 2009 tentang
Peradilan Agama. Karena penggugat memiliki legal standing untuk
mengajukan gugatan cerai, yaitu karena adanya faktor yang menimbulkan
80
perselisihan dan percekcokan bagi keduanya serta sudah pisah rumah
selama 5 tahun. Sehingga antara Penggugat dan Tergugat tidak ada
harapan untuk rukun kembali, karena tujuan utama perkawinan dalam
pasal 1 Undang-undang No. 1 tahun 1974 jo. Pasal 3 Kompilasi Hukum
Islam dan Al-Qur’an surat a-Rum ayat 21 yaitu tidak lain untuk
membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah dan rohmah.
Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim dalam pasal 82 ayat (1)
dan (4) Undang-undang No. 7 tahun 1989 yang diubah dengan Undang-
undang No. 3 tahun 2006 yang telah diubah lagi dengan Undang-undang
No. 50 tahun 2009 Jo. Pasal 31 PP No. 9 tahun 1975 Jo. Pasal 143 KHI
bahwa Penggugat dan Tergugat tidak berhasil untuk rukun kembali. Dan
dalam aturan PERMA RI No 1 tahun 2008 tentang prosedur Mediasi di
Pengadilan jo pasal 130 HIR, Penggugat sudah didamaikan kembali di luar
Pengadilan tetapi keduanya sulit untuk didamaikan. Alasannya bahwa dari
gugatan cerai Nomor 1700/Pdt.G/2010/PAJT yaitu adanya pengakuan dari
Penggugat bahwa agama yang dianutnya adalah Kristen Protestan.
Dalam pasal 39 ayat 2 Undang-undang No. 1 tahun 1974 jo. Pasal
19 huruf (f) Peraturan Pemerintah No. 9 tahu 1975 jo. Pasal 116 huruf (f)
KHI bahwa antara Penggugat dan Tergugat telah terikat perkawinan yang
sah dan telah cukup terbukti alasan keadaan mereka sudah tidak dapat
dirukunkan kembali. Berdasarkan hukum yang ditetapkan dalam pasal 119
ayat 2 huruf (f) KHI, karena yang mengajukan Penggugat yaitu istri maka
perkaranya adalah cerai gugat, dan antara Penggugat dan Tergugat belum
81
pernah bercerai maka talak Tergugat yang dijatuhkan oleh pengadilan
terhadap Penggugat adalah talak ba’in sughra.
Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim pada Bukti surat P.2 dan
P.3 berupa kutipan akta kelahiran yang dikeluarkan oleh Kantor Catatan
Sipil, yang merupakan bukti atas kelahiran anak antara Penggugat dan
Tergugat. Sehingga dengan adanya bukti autentik seperti itu, maka sesuai
dengan pasal 165 HIR bukti tersebut mempunyai kekuatan hukum.
Dalam buku kutipan Fiqih Sunnah oleh Sayyid Sabiq halaman 143
sampai dengan 146 tentang syarat pengasuhan anak ada 5 macam, yang
mana dalam point 5 nya disebutkan beragama islam, bahwa anak yang
muslim tidak boleh diasuh oleh yang tidak beragama islam. Kemudian
pada buku Fikih Imam Syafi’i oleh Prof. Wahbah az-Zuhaili halaman 66-
67 tentang syarat pengasuhan dan pengasuh, dan hal 69 tentang hal
membatalkan pengasuhan. Oleh karena itu Majelis Hakim menimbang
bahwa pendapat ulama yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis dapat bisa
dijadikan dasar hukum dalam berijtihad.
Berdasarkan sudut nomatifnya, majelis hakim menimbang dalam
pasal 105 huruf (a) dan 156 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam
menjelaskan bahwa anak yang belum mumayyiz yang berhak memelihara
adalah ibunya. Hal ini bisa berlaku apabila orang tuanya seagama dengan
anaknya yaitu beragama Islam. Karena adanya Undang-undang No. 23
tahun 2002 yang tertera dalam pasal 6 dinyatakan bahwa “setiap anak
berhak beribadah menurut agamanya, berfikir dan berekpresi sesuai
82
dengan kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang tua”. Maka hal
ini bisa menyimpang dari aturannya apabila penggugat melanggar, seperti
diketahuinya penggugat menyekolahkan anak-anaknya di sekolah Kristen
secara sengaja, oleh karena itu hak pengasuhan pada ibunya kepada
anaknya menjadi gugur.
Sebagaimana dalam buku Fiqih Sunnah Jilid IV hal 143-147
karangan Sayyid Sabiq tentang syarat menjadi pengasuh anak, yang
dijelaskan bahwa di dalam salah satu syarat tersebut yaitu adanya
beragama Islam. Karena faktanya penggugat sudah pindah agama ke
agama awalnya (Kristen Protestan), oleh karena itu anak-anak yang
beragama Islam tidak boleh di asuh oleh orang yang berbeda agama (non-
muslim), dan penggugat juga berusaha mendidik anaknya untuk beragama
Kristen dan tidak amanah dalam menjaganya, maka hak asuh penggugat
terhadap anaknya menjadi gugur.
Adanya pertimbangan Majelis Hakim yang berdasarkan pada
Yurisprudensi MARI No. 349K/AG/2006 menjelaskan bahwa, “hadhanah
terhadap anak bisa jatuh ke tangan bapaknya bilamana memelihara dan
mendidik anaknya semata-mata berdasarkan kepentingan anak untuk
beribadah menurut agamanya”. Dan melihat dari segi sosiologisnya yaitu
kepentingan anak sehingga agama anak harus sejalan dengannya yaitu
agama Islam. Maka dengan adanya ketetapan dalam pasal 41 huruf (a)
Undang-undang No. 1 tahun 1974 majelis hakim menetapkan hak asuh
pada tergugat.
83
Mengenai dalam pasal 89 ayat (1) Undang-undang No. 7 tahun
1989 yang diubah dengan Undang-undang No. 3 tahun 2006 yang diubah
lagi menjadi Undang-undang No. 50 tahun 2009 yaitu dalam hal
pengajuan gugatan maka biaya perkara dibebankan kepada penggugat.
C. Amar Putusan Dalam Perkara No. 1700/Pdt. G/2010/PAJT
Berdasarkan pertimbangan hakim yang tertera dalam putusan
Nomor 1700/Pdt.G/2010/PAJT, maka hakim memutus atas gugatan yang
diajukan tersebut yang salah satunya adalah:102
1. Mengabulkan gugatan penggugat sebagian.
2. Menjatuhkan talak satu bain sughra tergugat terhadap penggugat.
3. Menetapkan dua orang anak penggugat yang bernama Gabe Maulana
dan Sabrina Bintang Natalia, berada dalam pemeliharaan tergugat
(bapak kandung) dengan member kesempatan kepada penggugat untuk
mencurahkan kasih sayangnya tanpa mengganggu kepentingan anak-
anaknya.
4. Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Jakarta Timur untuk
mengirimkan salinan putusannya yang sudah berkekuatan hukum tetap
kepada Pegawai Pencatat Nikah KUA Palmerah Kota Jakarta Barat,
untuk dicatat dalam daftar yang disediakan untuk itu.
5. Menyatakan tidak menerima gugatan penggugat selebihnya.
102
Dokumentasi Data Perkara Nomor 1700/Pdt.G/2010/PAJT
84
6. Membebankan kepada penggugat untuk membayar biaya perkara
sejumlah Rp. 1. 291.000,- (satu juta dua ratus Sembilan puluh satu ribu
rupiah).
D. Analisis Penulis
Dalam perkara putusan hak hadhanah yang terjadi antara
Penggugat (istri) dengan Tergugat (suami) di atas, dimana Majelis Hakim
Pengadilan Agama Jakarta Timur yang memutus perkara tersebut telah
menjatuhkan hak asuh anak kepada Tergugat (bapak), dikarenakan pihak
penggugat (ibu) telah berpindah agama menjadi agama Kristen (murtad).
Oleh karena itu terjadilah perebutan hak asuh anak dan yang seharusnya
dari kedua orang tuanya bisa saling melindungi dan merawatnya secara
bersama-sama. Akan tetapi dalam kepengurusan anak menjadikan
perdebatan pemikiran dan penguasaan antara masing-masing orang tua
dalam menuntut haknya. Maka disinilah peran dan kewenangan seorang
hakim untuk meluruskan suatu perkara yang timbul di tengah
masyarakatnya.
Mengenai perkara di dalam putusan No. 1700/Pdt.G/2010/PAJT,
penulis berpendapat bahwa penerapan hukum yang Majelis Hakim
gunakan dalam memutus perkara hak asuh anak lebih menekankan prinsip
kemaslahatan baik untuk anak maupun kedua orang tua, karena dalam
pengasuhan anak itu yang lebih diutamakan ialah kepentingannya, bukan
kepada hak yang dimiliki oleh orang tuanya, walaupun di dalam Undang-
undang dan nash Al-Qur’an menyatakan bahwa hak asuh anak merupakan
85
hak ibunya, karena hakikatnya seorang ibu cenderung lebih memiliki sifat
kasih sayang dan lemah lembut, serta mampu untuk merawat, menjaga,
membimbing, dan mendidik anak daripada seorang ayah.103
Namun kedua
orang tua tetap berkewajiban untuk memenuhi hak anak-anaknya, baik
ketika orang tua masih dalam ikatan perkawinan ataupun sudah bercerai,
dan diwajibkan bagi keduanya secara bersama-sama memikul tanggung
jawab dalam mengasuh anak, mendidik dan memeliharanya. Akan tetapi
hak itu bisa saja dicabut (ontzet) atau hak orang tua itu dibebaskan
(ontheven) oleh hakim karena sesuatu alasan.104
Seperti halnya apabila
kedua orang tuanya telah berbuat lalai atau tidak mampu untuk merawat
dan menjaga anaknya, maka hak asuh anak tersebut oleh pengadilan yang
berwenang dalam memutus hal ini dapat dicabut dan dijatuhkan kepada
pihak yang memiliki hak asuh anak oleh Peraturan Perundang-undangan.
Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 49 Undang-undang No. 1 tahun 1974,
disebutkan bahwa apabila salah seorang atau kedua orang tuanya telah
melalaikan kewajibannya terhadap anak dan berkelakuan buruk, maka
pengadilan agama berhak untuk mencabut kekuasaan atas pengasuhan
anak dari kedua orang tuanya atau dari salah satunya. Didukung dengan
pasal 156 huruf (c) Kompilasi Hukum Islam yang menyebutkan, “apabila
pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani
dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi,
maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama
103
Huzaemah Tahido Yanggo, Fiqih Anak, h. 102
104
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003), Cet. 31, h. 50
86
dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai
hak hadhanah pula.”
Pada hakikatnya sang ibu selaku penggugat yang mempunyai hak
asuh terhadap anak-anaknya yang belum mumayyiz. Akan tetapi karena
adanya perselisihan mengenai hak asuh anak yang terjadi antara Penggugat
dan Tergugat yang disebabkan oleh perbedaan agama, sehingga
menimbulkan perebutan hak asuh anak bagi kedua orang tuanya. Menurut
penulis dalam pertimbangan hukum pada putusan tersebut, majelis hakim
telah menjatuhkan hak asuh anak kepada Tergugat (ayah) bukan kepada
Penggugat (ibu). Hal ini disebabkan oleh kekhawatiran tergugat terhadap
pengaruh agama yang dianut penggugat dalam mengasuh anaknya,
terutama anak kecil yang lebih cepat ikut terpengaruh dengan perilaku-
perilaku yang dikerjakan orang tuanya. Jadi faktor agama Penggugat
menjadi salah satu penghalang untuk hadhin (yang mengasuh anak) dalam
masalah pengasuhan anak.
Meskipun pada kenyataanya di dalam Undang-Undang Perkawinan
dan Kompilasi Hukum Islam ataupun Undang-undang lainnya tidak
disebutkan secara jelas mengenai syarat-syarat pengasuhan anak seperti
agama pengasuh. Bahwa menurut penulis seorang hakim tidak hanya
berpacu atau menggunakan hukum pada Undang-undang saja, melainkan
dengan sumber hukum lainnya termasuk salah satunya yaitu mengacu pada
literatur fiqih, dimana telah termuat syarat-syarat bagi yang melakukan
hadhanah diantaranya: harus berakal sehat, dewasa, mampu mendidik,
87
amanah, beragama Islam, merdeka, dan belum menikah lagi. Oleh karena
itu apabila syarat-syarat seorang pengasuh tidak terpenuhi salah satunya,
termaksud agama yang dianut oleh orang tua, maka gugurlah kebolehan
untuk mengasuh anak.105
Setelah penulis melakukan wawancara dengan ketua majelis hakim
yang memutus perkara No. 1700/Pdt.G/2010/PAJT beliau menyatakan
bahwa Penggugat (ibu) tidak diberi kewenangan untuk mengasuh anak,
disebabkan karena murtadnya Penggugat (ibu) dengan alasan bahwa
keberadaan ibu sebagai orang yang dekat dengan anak dan sekaligus
memberikan pelajaran agama sebagai pondasi dalam kehidupan anak
untuk masa yang akan datang. Karena faktanya kelahiran anak tersebut
telah menganut agama Islam sedangkan ibunya berbeda agama dengan
anak tersebut. Sehingga tidak patut diberi kewenangan secara keseluruhan
apabila dalam pertimbangan hukum majelis hakim menetapkan
pelimpahan hak asuh anak diberikan kepada ibu yang murtad, karena pada
realitanya posisi ayah kandung dapat mengambil alih untuk mengasuh,
mendidik, dan membiayai anak serta membimbing dalam beragama sebab
sang ayah masih dalam kondisi beragama Islam.106
Dalam hal ini penulis sependapat dengan putusan yang diputuskan
oleh Majelis Hakim di Pengadilan Agama Jakarta Timur, karena sudah
memutus perkara tersebut dengan tepat dan sudah memenuhi rasa keadilan
105
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Terj. Moh. Thalib, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1983),
Cet. 2, Jilid 8, h. 165
106
Wawancara Pribadi dengan Ibu Hakim Dra. Hj. Nurroh Sunah, SH., di Pengadilan
Agama Jakarta Pusat pada tanggal 14 April 2015
88
serta kemaslahatan bagi anak. Akan tetapi hal tersebut telah terjadi
ketidaksesuaian antara peraturan dalam pasal 105 huruf (a) dan 156 huruf
(a) Kompilasi Hukum Islam dengan amar putusan yang hakim putus
tersebut, sebagaimana disebutkan dalam pasal 105 huruf (a) Kompilasi
Hukum Islam, yang menyebutkan dalam hal tejadinya perceraian,
“pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun
adalah hak ibunya.” Kemudian di dalam pasal 156 huruf (a) juga telah
menjelaskan hal seperti itu, bahwa anak yang belum mumayyiz berhak
mendapatkan pengasuhan dari ibunya. Tetapi di dalam amar putusan
tersebut majelis hakim terlihat tidak hanya terpaku pada aturan yuridis
saja, namun juga mempertimbangkan dari fakta empirik yang ada serta
melihat dan menggali nilai-nilai atau norma-norma hukum yang hidup di
masyarakat agar tercipta kemaslahatan umum. Hal ini dikuatkan juga dari
hasil wawancara penulis dengan bapak hakim Sultoni, beliau menjelaskan
sebagimana yang sudah dipaparkan diatas, bahwa seorang hakim tidak
hanya berpacu pada Undang-undang, namun juga dengan cara menggali
hukum yang terdapat ditengah lingkungan masyarakatnya.107
Menurut penulis walaupun pada kenyataanya seorang hakim dalam
bidang hukum perdata itu bersifat pasif, namun maksud pasif disini
menurut Sudikno Mertokusumo,108
bahwa hakim tidak boleh menentukan
secara luas dari pokok sengketa, dan hakim tidak boleh menambahkan atau
107
Wawancara Pribadi dengan Bapak Hakim Drs. Sultoni, MH., di Pengadilan Agama
Jakarta Timur, pada tanggal 01 April 2015
108
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty
Yogyakarta, 2006), Ed. 7, Cet. 1, h. 13
89
menguranginya. Karena seorang hakim terikat pada peristiwa yang
menjadi sengketa yang diajukan oleh pihak, maka para pihaklah yang
diwajibkan untuk membuktikan dan bukan hakim, asas ini disebut
Verhandlungsmaxime. Akan tetapi hal itu tidak berarti bahwa hakim sama
sekali tidak aktif dalam menggali hukum, karenanya selaku pimpinan
sidang hakim harus aktif memimpin pemeriksaan dan harus berusaha
sekeras-kerasnya mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat
tercapainya keadilan.
Oleh karena itulah hakim boleh saja menerobos apa yang ada di
dalam ketentuan Undang-undang, karena hakim bukan hanya sebagai
corong undang-undang. Adapun yang penulis teliti juga mengenai hal
tersebut, bahwa dari hasil wawancara penulis dengan hakim Pengadilan
Agama Jakarta Selatan menyatakan bahwa hak hadhanah merupakan hak
ibu karena di dalam ketentuan yuridis formilnya menyebutkan hak asuh
anak dibawah 12 tahun itu adalah hak ibunya, namun maksud pernyataan
di atas tidak berlaku secara keseluruhan, artinya jika terdapat hal-hal buruk
yang dapat dikatagorikan bisa mempengaruhi hak pengasuhan anak maka
itu bisa dikesampingkan dari ketentuan pengasuhan itu sendiri.109
Dalam hal ini penulis sangat setuju dengan pendapat hakim seperti
itu, karena apabila hakim hanya berpaku pada satu pasal tersebut maka
hukum tidak akan seimbang atau tidak terpenuhinya tujuan hukum, yang
mana tujuan hukum itu sendiri terdiri dari keadilan (validitas filosofis),
109
Wawancara Pribadi dengan Bapak Hakim Drs. H. Jarkasih, M.H., di Pengadilan
Agama Jakarta Selatan, pada tanggal 10 April 2015
90
kemafaatan (validitas sosiologis), dan kepastian hukum (validitas yuridis).
Oleh karena itu dalam kasus hak hadhanah yang ternyata Penguggat (ibu)
tidak sama sekali mendapatkan hak mengasuh dari kedua anaknya
tersebut. Maka menurut penulis di dalam putusan ini sudah dikatakan tepat
jika hak asuh anak itu diberikan kepada Tergugat (ayah), karena dari
pertimbangan hukum Majelis Hakim yang memutus perkara No.
1700/Pdt.G/2010/PAJT di Pengadilan Agama Jakarta Timur dapat terlihat
dalam putusannya sudah memenuhi tujuan dari penegakan hukum yaitu
keadilan. Keadilan dalam hal ini dimaknai memberikan kepada setiap
orang apa yang menjadi haknya. Sehingga tuntutan atas hak yang para
pihak tuntut dapat terpenuhi dengan keadilan, terutama Tergugat (ayah)
yang ingin melindungi kehidupan keagamaaan anak-anaknya sekaligus
memiliki kemampuan untuk merawat dan menjaganya.
Dari sini dapat dibuktikan bahwa penerapan hukum yang Majelis
Hakim gunakan dalam memutus perkara No. 1700/Pdt.G/2010/PAJT dan
Hakim lainnya, dalam hal menangani perkara hadhanah ternyata
memerlukan pengetahuan hukum Islam yang sangat luas dan harus
memenuhi tujuan hukum yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian
hukumnya. Apabila Majelis Hakim hanya menguasai hukum materil dalam
perundang-undangan dapat dikatakan masih belum mencukupi, karena
besar kemungkinan akan sulit menemukan keadilan hukum yang sesuai
dengan prinsip Islam. Kemudian setelah penulis melakukan wawancara
dengan ketiga hakim yang berbeda, penulis menemukan titik persamaan
91
pendapat mengenai tujuan hukum dalam perkara hadhanah, bahwa ketiga
hakimnya menyatakan walaupun tujuan hukumnya bertentangan dengan
Undang-undang, akan tetapi hal tersebut bisa dikesampingkan karena
hukum itu bertujuan untuk kemaslahatan terutama kemaslahatan anak
dalam pengasuhan orang tuanya. Selama hukum itu terdapat kemaslahatan
maka disitulah hukum itu boleh diterapkan, dan hakim tidak perlu takut
bertentangan atau berlawanan dengan Undang-undang, karena hakim
bukan hanya sebagai corong Undang-undang melainkan hakim ialah
corong keadilan dan pembuat Undang-undang atau yang disebut jugde
made law.110
Oleh karena itu prinsip hukum yang digunakan hakim dalam
perkara hadhanah yang tidak lain adalah: “Maqashidul Syar’iyyah li
Maslahatil Am’mah” bahwa syariah itu dibuat untuk kemaslahatan
bersama, bukan hanya untuk sebagian individu maupun kelompok tertentu.
Disamping berdasarkan alasan hakim diatas, penulis juga merujuk pada
sebuah kaidah fiqh yang berbunyi:
“Menolak mafsadah lebih utama daripada meraih maslahat”.
Maksud kaidah fiqhiyah tersebut dalam kaitannya dengan hak asuh
anak, bahwa manfaat yang timbul jika hak asuh anak dijatuhkan kepada
110
Wawancara Pribadi dengan Ketiga Hakim Pengadilan Agama yang berbeda yaitu
dengan, Ibu Dra. Hj. Nurroh Sunah, SH., (Pengadilan Agama Jak-Pus), Bapak Drs. H. Jarkasih,
M.H., (Pengadilan Agama Jak-Sel), dan Bapak Drs. Sultoni MH., (Pengadilan Agama Jak-Tim),
mengenai tujuan hukum dalam perkara murtad menjadi penghalang hadhanah.
111
Ahmad bin Syaikh Muhammad Az-zirku, Syarhu Al- Qawaidh Fiqhiyah, (Damaskus:
Darul Qalam, 1989), Cet. 2, h. 25
92
ibu harus dikesampingkan terlebih dahulu karena yang lebih diutamakan
adalah mengilangkan mafsadahnya, yaitu seorang ibu yang telah
berpindah agama, sehingga hal seperti ini lebih baik dihindarkan dari anak
daripada kelak akan memberi dampak buruk baginya.
Dari penjelasan hakim diatas, mengenai prinsip hukum dalam
memutus perkara hadhanah, maka penulis sangat setuju dengan putusan
yang diberikan oleh hakim dan putusan tersebut sangatlah tepat, karena
telah memenuhi asas menolak mudharat dan mengambil manfaat. Menurut
Ahmad Djazuli,112
bahwa apabila menghadapi mafsadah dan manfaat pada
waktu yang sama, maka yang harus didahulukan menghindari mafsadah.
Apabila berkumpul antara maslahat dan mafsadah, maka yang harus
dipilih yang maslahatnya lebih banyak (lebih kuat) dan apabila sama
banyaknya atau sama kuatnya maka menolak mafsadah lebih utama dari
meraih maslahat, sebab menolak mafsadah itu sudah merupakan
kemaslahatan.
Oleh Sebab itu penulis sependapat dengan putusan hakim bahwa
dengan Penggugat (ibu) telah berpindah agama menjadi agama Kristen,
artinya keluar dari keyakinan semula (Islam), sehingga menyebabkan
perilaku dan ajaran seorang ibu telah berubah, yang kemudian Penggugat
menjadi sulit untuk mendapatkan hak pengasuhan anak karena ibu terlihat
kurang memenuhi kemaslahatan untuk anak-anaknya terutama pada aspek
agama. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama
112
Ahmad Djazuli, Kaidah-kaidah Fikih: Kaidah-kaidah Hukum Islam Dalam
Menyelesaikan Masalah-masalah Yang Praktis, (Jakarta: Kencana, 2007), Cet. 1, h. 28
93
anak dari kecil akan mewujudkan kemaslahatan pada anak di masa yang
akan datang dan hal ini merupakan salah satu aspek utama dalam
membangun akidah dan akhlak anak.
Penulis juga menganalogikan bahwa perbuatan ibu yang berpindah
agama dalam putusan No.1700/Pdt.G/2010/PAJT penulis mengaitkan hal
tersebut dengan pendapat Yusuf Al-Qardhawy,113 yang menjelaskan
tentang kemurtadan seseorang yang bukan sekedar terjadinya perubahan
pemikiran, tetapi perubahan pemberian kesetiaan dan perlindungan. Oleh
sebab itu Islam menerapkan sikap sangat tegas dalam menghadapi
kemurtadan, khususnya bila para pelakunya menyatakan kemurtadan diri
mereka dan menjadi pengaruh kepada orang lain untuk melakukan
kemurtadan. Karena sesungguhnya mereka merupakan bahaya yang sangat
serius terhadap identitas masyarakat dan menghancurkan dasar-dasar
aqidahnya. Maka sudah dipastikan seorang ibu tidak berhak mendapatkan
hak-haknya sebagai ibu, karena hak yang dimiliki seorang ibu
bertentangan dengan hak-hak seorang anak yaitu kepentingannya baik
secara fisik, psikologis dan agama.
Dari faktanya bahwa Penggugat mengakui dirinya telah berpindah
agama menjadi agama Kristen disaat persidangan Mediasi dilangsungkan,
dan di dalam pembuktian yang diajukan oleh Tergugat, telah terbukti
adanya bukti tertulis berupa akta ketika Penggugat masuk Islam (muallaf)
sebelum Penggugat kembali ke agama semulanya (Kristen), dan
113
Yusuf Al-Qardhawy, Fiqh Prioritas: Sebuah Kajian Baru Berdasakan Al-Qur’an dan
As-Sunnah, Penerjemah Bahruddin. F, Penyunting Ainur Rafiq Shaleh Tamhid, Cet. 1, (Jakarta:
Robbani press, 1996), h. 188-189
94
Penggugat (ibu) juga telah menyekolahkan anak-anaknya di sekolahan
tidak berbasis Islam. Maka terbukti bahwa Penggugat (ibu) telah murtad
dan telah secara paksa membawa anak-anaknya untuk mengikuti agama
kristen yang dianut oleh pengugat (ibu). Oleh karena itu yang menjadi
penyebab majelis hakim tidak memberikan hak asuh anak pada Penggugat
(ibu), karena pihak ibu telah mengajarkan dan menuntun anak ke jalan
yang tidak diperkenankan oleh agama Islam dan pihak ibu juga telah
memaksakan kehendak untuk melakukan perbuatan yang tidak sejalan
dengan anak dan tidak disukai oleh anak.
Adapun barometer atau tolak ukur yang digunakan majelis hakim
dalam memutus perkaranya juga disebabkan Penggugat telah bertentangan
dengan hak anak yang ditercantum dalam Undang-Undang No. 23 tahun
2002 jo. Undang-undang No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak,
yang mengatur hak-hak yang dimiliki anak, sebagaimana dalam pasal 4
yang menjelaskan bahwa “setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusian, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi”. Dan terkhususnya lagi di dalam pasal 6 Undang-undang
Perlindungan Anak yang menyatakan, “setiap anak berhak untuk
beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan
tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang tua atau wali.”
Selain itu penulis juga berpendapat bahwa keputusan yang
diberikan oleh majelis hakim sesuai dengan asas lex superior derogat legi
95
inferior, artinya aturan atau Undang-undang yang lebih tinggi harus
didahulukan pemberlakuannya dari pada aturan atau Undang-undang yang
lebih rendah, karena standarisasi kepentingan anak diatur dalam undang-
undang, sementara standar lainnya diatur dalam dalam Kompilasi Hukum
Islam yang keberlakuannya berdasarkan Inpres Nomor 1 tahun 1991.114
Dalam pasal 41 Undang-undang Perkawinan juga menyebutkan “baik ibu
atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya,
semata-mata berdasarkan kepentingan anak.” Dalam hal mengenai pasal-
pasal tersebut jika dikaitkan satu sama lain maka yang harus dijadikan
standar dalam penentuan hak asuh anak adalah kepentingan anak (the best
interest of child) atau pada kemaslahatannya.
Kemaslahatan anak sebagaimana dijelaskan di dalam buku
Maqashid Syariah karangan Ahmad Al-Musri Husain Jauhar,
bahwasannya dalam kemaslahatan dunia dikatagorikan menjadi dua, baik
yang pencapaiannya dengan cara menarik kemanfaatan atau dengan cara
menolak kemudharatan. Kemaslahatan dharuriyyah ialah kemaslahatan
maqashid syar’iyyah yang berada dalam urutan paling atas, sedangkan
kemaslahatan ghairu dharuriyyah ialah kemaslahatan yang tergolong
penting dan tidak bisa dipidahkan.115
Sehingga dalam perkara hak
pengasuh anak antara Penggugat dan Tergugat dalam putusan No.
114
Muhamad Rizki, “Aspek Psikologis Dalam Perkara Hadlonah”, artikel diakses pada
tanggal 29 Maret 2015 dari http://www.badilag.net/artikel/publikasi/artikel/page-32 115
Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Penerjemah Khikmawati, Maqashid Syariah,
(Jakarta: Amzah, 2009), Cet. 2, h . xv
96
1700/Pdt.G/2010/PAJT, lebih mengutamakan kemaslahatan dharuriyyah,
karena dalam memenuhi kemaslahatan bagi anak. Sedangkan menurut
Mohammad Daud Ali, sebagaimana dijelaskan di dalam buku karangannya
bahwa kemaslahatan tersebut harus mencakup lima hal yang telah
disepakati dalam syariat Islam, diantaranya adalah:116
1. Menjaga agama, alasannya bahwa agamalah yang diprioritaskan paling
utama dalam membentuk kemaslahatan anak, karena agama
merupakan pondasi utama dalam kehidupan.
2. Menjaga jiwa, diantaranya untuk menjaga kemuliaan, dan kebebasan
dalam menentukan pilihan anak, dengan siapa ia diasuh. Apabila hal
tersebut betentangan dengan hak yang dimiliki anak, ditakutkan anak
akan diterlantarkan.
3. Menjaga akal, alasannya untuk menjaga anak dari perilaku yang dapat
merusak dan mencelakakannya, baik secara fisik, akal pikiran, dan
psikologis anak.
4. Menjaga harta, bahwa orang tua harus selalu menjaga dan
mengembangkan harta yang dimiliki anak.
5. Menjaga keturunan, alasannya agar orang tua selalu berkewajiban
menjaga dan merawat anaknya sampai ia dewasa dan agar menjadi
anak atau manusia yang baik dan sejahtera di kemudian harinya.
Berdasarkan keterangan di atas mengenai lima dasar tujuan syariat
yang harus dilindungi dan dijaga bagi anak, Penggugat (ibu) tidak bisa
116
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam
di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), Ed. 6, h. 63-64
97
melindungi agama anaknya, sehingga hak asuh anak jatuh kepada
Tergugat (ayah). Meskipun pasal 156 huruf (a) KHI dan para ulama-ulama
fiqih yang menyebutkan, pihak ibu berada pada urutan teratas daripada
urutan pihak ayah. Namun ternyata dalam hasil wawancara penulis dengan
hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang menguasai masalah hak
asuh anak, menyampaikan bahwa Tergugat (Ayah) masih ada dan mampu
untuk mengasuh, mendidik, dan merawatnya, maka hal tersebut tidak bisa
digantikan kepada pihak ibu dan seterusnya ke atas, sebab menitik
beratkan pada unsure kemaslahatannya. Sehingga yang menjadi dasar
dalam pertimbangan hakim pada putusan No. 1700/Pdt.G/2010/PAJT,
bahwa yang terpenting pada prinsip merawat dan mengasuh anak yaitu
sebagai orang tua harus bisa melindungi anak baik secara fisik, psikis, dan
keseluruhannya.117
Karena dengan melihat pada keterangan Tergugat yang
disampaikan dalam jawaban (duplik) gugatan Penggugat pada Putusan No.
1700/Pdt.G/2010/PAJT bahwa pihak garis ibu ke atas (nenek) juga
beragama Kristen, maka sulit bagi pihak ibu mendapatkan haknya karena
dengan nenek yang beragama Kristen dikhawatirkan akan memberi
dampak yang signifikan terhadap sang anak.
Bahwa ibu dan garis pihak ibu ke atas (nenek) dianggap tidak
berhak diberikan hak asuh anak, karena agama neneknya juga sama seperti
dengan Penggugat yaitu beragama Kristen, sedangkan syarat sebagai
pengasuh harus beragama Islam bagi anak yang dilahirkan dari keluarga
117
Wawancara Pribadi dengan Hakim Bapak Drs. H. Jarkasih, M.H., di Pengadilan
Agama Jakarta Selatan Pada tanggal 10 April 2015
98
yang beragama Islam. Oleh karena itu Majelis Hakim di dalam putusan
No. 1700/Pdt.G/2010/PAJT Hakim menggunakan Yurisprudensi MARI
No. 349/AG/2006 tertanggal 3 Januari 2007 sebagai acuan bahwa hak
asuh anak bisa berada pada pihak ayahnya, bilamana memelihara dan
mendidik anaknya semata-mata berdasarkan kepentingan untuk beribadah
menurut agamanya.
Menurut penulis dengan dikeluarkan keputusan Yurisprudensi
MARI No. 349/AG/2006 telah menjadi ketentuan hukum yang tetap, yang
mana Yurisprudensi merupakan keputusan hakim terdahulu yang sering
ikuti dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim mengenai masalah yang
sama,118
sehingga hal tersebut menjadi acuan tetap dan merupakan hal
yang tepat majelis hakim mengeluarkan keputusan tersebut. Dalam hal ini
seorang ayah telah berhak untuk mengambil alih asuh anak dari ibunya,
walaupun pada kenyataannya seorang ibu yang dari awal melahirkannya
dan merawatnya, akan tetapi apabila ibu tidak bisa merawat anak
khususnya demi kepentingan anak, maka hak tersebut bisa beralih kepada
ayahnya tanpa melihat pihak ibu ke atas juga memiliki kewenangan atas
hak asuh anak. Oleh karena itu dengan ditetapkannya bahwa yang berhak
memelihara, mendidik dan merawat anak yang dibawah umur tersebut
adalah ayahnya, yaitu dengan pertimbangan agama agama dan
keberlangsungan dalam menjalankan ibadah sang anak.
118
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Cet. 8, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1989), h. 50
99
Oleh sebab itulah hakim dituntut dalam memutus perkara
didasarkan pada keadilan, sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya
yaitu dengan cara menggali hukum yang hidup di tengah masyarakat,
seperti yang termaktub dalam pasal 5 ayat (1) Undang-undang No. 48
Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, yang berbunyi: “Hakim dan
hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai
hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Dari ketentuan pasal 5 ayat (1) di atas dapat diartikan bahwa oleh
karena hakim merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum
yang hidup dalam masyarakat, maka hakim harus terjun ke tengah-tengah
masyaraat untuk mengenal, merasakan dan mampu menyelami perasaan
hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian
hakim akan dapat memberikan putusan yang sesuai dengan hukum dan
rasa keadilan.119
Sehingga hukum yang diterapkan sesuai dengan
kepentingan umum dan kemaslahatan masyarakat masa kini, dan peran
hakim juga tidak Reaktif terhadap pembaharuan dan perkembangan
hukum dari segi tata kemaslahatan masyarakat. Namun dalam hal peran
hakim dalam menafsirkan dan menentukan undang-undang harus tetap
beranjak dari Common Basic idea (landasan cita-cita umum) yang terdapat
dalam falsafah bangsa dan tujuan peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan.
119
Chazim Maksalina, “Penerapan Hermeneutika Hukum Dalam Prespektif Penemuan
Hukum Pada Putusan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur”, (Disertasi S3 Bidang Ilmu
Hukum Program Pasca Sarjana, Universitas Islam Bandung, 2014), h. 6-7
100
Maka dari itu peranan hukum Islam dan pembangunan hukum
positif saling terkait dalam praktiknya. Pertama, hukum Islam berperan
dalam mengisi kekosongan hukum dalam hukum positif. Kedua, hukum
Islam berperan sebagai sumber nilai yang memberikan kontribusi terhadap
aturan hukum yang dibuat.120
Dalam hal ini dapat diketahui bahwa
perubahan ketentuan fikih pada masalah hadhanah menjadi ketentuan yang
termuat dalam peraturan Perundang-undangan yang ada di Indonesia.121
Hemat penulis, bahwasannya dalam Undang-undang Perkawinan
dan Kompilasi Hukum Islam juga telah mencoba mengatur permasalahan
pemeliharaan anak sejelas mungkin untuk menjamin hak-hak yang
dimiliki anak dan orang tuanya. Namun ternyata dalam persoalan
perselisihan hak asuh anak dalam memutuskan perkaranya, masih
melibatkan unsur gender sehingga manuai perdebatan. Oleh sebab itu hak
asuh anak dalam ketentuan tersebut hanya berlaku pada ibu saja, karena
kaum perempuan yang memiliki kemampuan dan kesanggupan untuk
memelihara anak, sementara bagi bapak yaitu kaum laki-laki yang tak
terlihat memiliki kemampuan seperti itu.
Menurut penulis dalam perebutan hak asuh anak semestinya tidak
menjadikan prioritas utama diperuntukkan bagi kaum perempuan, tetapi
juga kepada kaum laki-laki, karena kaum ayah juga patut dan berhak untuk
mengasuh, merawat serta membimbing anak-anaknya selama anak
120
Moh. Anas Maulana Ibrohim, “Pelimpahan Hak Asuh Anak Kepada Bapak Akibat
Perceraian (Studi Putusan Pengadilan Agama Bekasi No. 345/Pdt.G/2007/PA. Bks),” (Skripsi S1
Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), h. 43
121
Ibid., h. 43
101
tersebut belum dewasa atau menikah. Maka dari itu dalam sengketa
pemeliharaan anak dan segala tindakan yang menyangkut diri anak harus
selalu ditujukan untuk kepentingan terbaik bagi anak, dan aspek dari
kepentingan itulah yang harus menjadi pertimbangan utama dalam setiap
tindakan dalam menjatuhkan putusan mengenai hak asuh anak, agar
terciptanya kesejahteraan bersama dalam merawat anak. Karena kedua
orang tua masih mempunyai kewenangan dalam hal pemeliharaan anak.
Begitu juga dalam penyelenggaraan perlindungan terhadap agama anak,
yang meliputi pembinaan, pembimbingan, dan pengalaman ajaran agama,
setiap anak harus dijamin untuk dapat beribadah menurut agamanya.
Dengan demikian adanya peran seorang hakim yang memiliki hak
prerogatif dalam menangani putusan, maka dari putusan perkara No.
1700/Pdt.G/2010/PAJT mengenai kasus hak asuh anak akibat ibu murtad,
bahwa di dalam pertimbangannya majelis hakim sudah benar-benar
mengutamakan kepentingan serta perlindungan bagi anak-anak, karena
demi terwujudnya kemaslahatan pada anak dan ayah kandungnya, serta
untuk terhidarnya perilaku-perilaku yang dilarang agama Islam.
Oleh sebab itu di dalam putusan tersebut hak asuh anak berada
ditangan ayah, sebab di bawah asuhan ayahnya anak dapat dididik dan
dibimbing atas kemaslahatan atau kepentingan anak, karena dari keadaan
sosial, agama dan psikologisnya pada masa mendatang anak akan lebih
terjamin dengan ayahnya daripada dipihak ibu yang dikarenakan murtad
(Kristen) maka tidak berhak untuk menguasai anak secara sepenuhnya.
102
Akan tetapi apabila seorang ibu tetap berkeinginan mengasuh anak, maka
sebagai seorang ibu harus bisa berhati-hati lagi dalam merawat, menjaga
dan membimbingnya serta tanpa mengurangi hak-hak yang dimiliki anak.
Karenanya anak merupakan amanah Allah yang harus dilindungi dan
dijaga bagi semua orang tua, terutama melindungi agama anak dari kecil
sampai ia dewasa.
103
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian dan permasalahan yang penulis
teliti, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Bahwa terlihat dari penelitian penulis, hakim dalam memutus perkara
hak asuh anak dari salah satu kedua orang tuanya yang murtad yaitu
dengan melihat kemaslahatan anak serta lebih mengedepankan
perlindungan terhadapnya, walaupun pada hakikatnya seorang ibu
yang menjadi peran utama dalam mengasuh anak. Akan tetapi di dalam
putusan perkara No.1700/Pdt.G/2010/PAJT, hak asuh anak tersebut
tidak diberikan pada ibunya yang disebabkan telah berpindah agama
menjadi Kristen (murtad). Maka peran Hakim dalam memutus perkara
tersebut, lebih berpedoman dengan prinsip lain bukan selalu kepada
ketentuan yuridis formil yang sudah ditetapkan di dalam Undang-
undang Perkawinan dan KHI yang menyatakan hak asuh anak adalah
hak ibu, karena jika hakim berpacu pada ketentuan tersebut maka hak
asuh anak bisa saja diberikan kepada ibu yang murtad. Oleh sebab
itulah hakim dalam memutus hak asuh anak tidak mudah untuk
memberikan kewenangan kepada ibu yang murtad. Sebab yang
dikhawatirkan oleh seorang hakim adalah agama, akidah dan akhlak
anak serta yang lebih dikhawatirkan lagi ialah anak akan mudah
104
terpengaruh dengan agama ibunya yang menganut agama Kristen dan
perilaku ibu yang membawa anak ke jalan yang dilarang oleh Allah.
Oleh karena itu kaitannya dari salah satu orang tua yang
murtad, bahwa yang menjadi dasar pertimbangan Majelis Hakim yaitu
dengan melihat salah satu orang tuanya sudah memenuhi kualifikasi
atau tidak sebagai pengasuh untuk kemaslahatan anak. Apabila dari
kedua orang tuanya tidak memenuhi salah satu syarat sebagai
pengasuh, maka hak asuh anak akan mudah berpindah kepada salah
seorang yang mampu merawat, melindungi anak dan layak sebagai
pengasuh. Karena hal terpenting dalam mengasuh anak bukan hanya
fisik, melainkan melindungi secara psikologis dan menjaga agamanya,
sehingga faktor agama orang tualah yang menjadi dasar paling utama
sebagai pemeliharaan anak, karena agama merupakan pondasi dalam
kehidupan.
Oleh sebab itu untuk terciptanya “Demi kepentingan anak”
maka hal seperti ini bisa dijadikan standar penentuan hak hadhanah,
maksud dari kepentingan anak adalah suatu yang abstrak, tidak nyata
atau tidak kongkret dan susah diukur, seperti hal memberi kasih sayang
dan merawatnya. Sehingga hakim dalam memutus perkara hak asuh
anak harus memprediksikan masa depan terbaik anak, karena perlu
diperhatikan juga dari aspek psikologisnya dalam menyelesaikan
perkara hadhanah, tetapi bukan hanya semata-mata kepentingan dari
salah satu pihak orang tuanya.
105
2. Alasan seseorang yang murtad tidak mendapatkan hak asuh anak yaitu
disebabkan anak akan mudah terpengaruh terhadap perilaku-perilaku
yang dilarang oleh agama syariat Islam, terutama jika anak tersebut
masih kecil yang belum mengerti tentang agama. Oleh karena itu
agama anak harus diselamatkan dari semenjak anak itu dilahirkan dan
sampai anak mengerti akan pentingnya suatu agama. Sebab dari
murtadnya seorang pengasuh terutama ibunya, yang akan memberikan
dampak pada diri anak bukan sekedar terjadinya perubahan pemikiran,
tetapi perubahan pemberian kesetiaan dan perlindungan. Oleh sebab
itulah murtad benar-benar menjadi penghalang seseorang untuk
mendapatkan hak asuh anak.
Sehingga apabila hak asuh anak tetap diberikan pada seorang
pengasuh yang murtad, maka hal ini dapat dikatakan tidak sejalan
dengan hak-hak anak yang disebutkan di dalam pasal 6 Undang-
undang No. 23 tahun 2002 jo. Undang-undang No. 35 tahun 2014
bahwasannya setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya,
berfikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya
dalam bimbingan orang tua dan wali. Maka dari ketentuan pasal itulah
hak anak tersebut harus lebih diutamakan, karena kaitannya dengan
perlindungan anak kedepannya. Oleh karena itu jika hak asuh anak
tetap diberikan pada seorang pengasuh yang murtad, maka pengasuh
tersebut telah melanggar hak anak yang seharusnya didapat pada diri
106
anak sampai ia dewasa, yaitu menjaga kemaslahatan dan kesejahteraan
untuk anak-anaknya.
Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa seorang yang
murtad (Kristen) benar-benar menjadi penghalang untuk mendapatkan
hak asuh anak dari anak yang dilahirkan secara Islam. Karena menurut
ajaran agama Islam sebagai orang tua seharusnya tidak saja
mempunyai kewajiban memberi makan dan minum kepada anak-
anaknya, tetapi juga memberikan perhatian teradap lingkungan,
pendidikan dan pembinaan akhlak wajib diperhatikan, demi
pembentukan akhlak yang baik. Maka sebagai orang tua yang berhak
atas pengasuhan anak wajib mendahulukan pertimbangan agama
daripada pertimbangan lainnya, dikarenakan hal semacam ini jangan
hanya dianggap semata-mata suatu teori pendidikan atau konsep
psikologis, tetapi hal ini adalah kewajiban agama.
B. Saran
Bagi para hakim Pengadilan Agama hendaklah lebih berhati-hati
dan adil dalam memutus perkara hak asuh anak, karena hak pengasuhan
ini bukan hanya tanggung jawab siapa yang lebih berhak untuk mengasuh,
tetapi lebih melihat kepada hak-hak anak yang tidak terpenuhi dalam
peranan keluarga yang akan berdampak pada psikologis, fisik maupun
sosiologis anak tersebut, dan akan juga berakibat pada masa depan
mereka. Oleh karena itu dalam perkara hadhanah hakim juga harus
megedepankan hak seorang ayah, karena tidak selamanya hak asuh itu
107
ditangan ibunya walaupun dalam ketentuan yuridis formilnya menyatakan
seperti itu, akan tetapi syarat-syarat agama dalam pengasuhan anak itu
penting bagi anak yang diasuh agar terjamin kesejahteraan dan
kemaslahatan bagi diri anak.
Dalam hal ini penulis menyarankan tujuan di balik hukum
pemeliharaan anak, maka yang harus diutamakan yaitu kesejahteraan dan
keadilan bagi anak dan orang tua. Oleh karenanya dalam penerapan hukum
positif tersebut harus tetap mempertimbangkan bagaimana peran masing-
masing orang tua dalam menjaga, mendidik, serta mengasuh anak dengan
baik. Karena upaya menjaga kemaslahatan hak anak dan kesejahteraannya
bukan semata-mata merebutkan hak pengasuhan anak, melainkan tetap
mengasuhnya, walaupun keduanya telah putus ikatan perkawinannya.
Meskipun dalam hukum positif secara tegas mengatur hak asuh anak
adalah hak ibu, akan tetapi ketentuan ini tidak dapat diterapkan secara luas
khususnya seorang ibu yang murtad yang membawa dampak buruk bagi
akidah dan akhlak anaknya. Oleh karena itu bagi salah satu orang tua yang
murtad sebaiknya jangan memperebutkan hak pengasuhan anak, tetapi
harus lebih melihat kepentingan anaknya dan hak-hak anak yang
seharusnya dipenuhi oleh kedua orang tuanya. Bahwa pada hakikatnya
tidak ada suatu ketentuan pasti dalam masalah hak asuh anak, akan tetapi
terserah kepada kemaslahatan anak yang bersangkutan dimana dia dapat
lebih berkembang dan lebih bermanfaat, maka di situlah anak berada.
LAMPIRAN–LAMPIRAN
HASIL WAWANCARA
Hasil wawancara penulis dengan salah satu hakim Pengadilan Agama
Jakarta Timur yaitu Bapak Drs. Sultoni, MH pada hari rabu tanggal 01 April 2015
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pandangan bapak/ibu hakim untuk status murtad orang tua
terhadap hak asuh anak?
Jawaban: menurut hakim bapak Sultoni, bahwa ya sebagai konsekuensi dari
fanatisme orang Islam, yang berkaitan dengan perkara yang diajukannya
adalah masalah hadhanah seperti ini, tentu saya sangat berusaha bahwa
seorang anak diberikan kepada pengasuh yan segama. Akan tetapi misalnya
anak yang masih kecil bahwa hak asuh itu hak ibu, maka masalah seperti itu
bisa disimpangi, maksud disimpangi itu dengan alasan-alasan diataranya
seperti ibu yang murtad. Sehingga dengan adanya pasal 105 KHI itu, pasal
tersebut bisa bisa sampingkan, karena kita khawatir akidah dan akhlak anak
mengiuti ibunya yang seperti itu. Maka hal inilah yang menjadi alasan utama
dalam hal hak asuh anak.
2. Apabila penyebab murtad karena faktor agama yang berbeda, apakah
mengenai hal tersebut menjadi alasan penghalang orang tua untuk
mendapatkan hak asuh?
Jawaban: yaitu diantara adanya fanatisme dalam beragama Islam maka
terdapat tujuh syarat seorang ibu tetap berhak untuk mengasuh anaknya
ketika terjadi perceraian, akan tetapi masih dalam kondisi diantaranya yaitu
masih beragama Islam. Dengan demikian maka dalam konotasi fiqih, bahwa
fiqih juga memberi sinyal kepada seorang hakim dalam memutus hak
hadhanah yang diberikan kepada orang tua yang seagama. Sebagai contoh
bapak yang non Islam tetapi anak masih dibawah umur, jelas dalam
normatifnya seorang ibu yang berhak atas hak asuh anaknya. Tetapi apabila
dibalik secara normatifnya yaitu dalam pasal 105 KHI yang menyebutkan hak
asuh adalah hak ibunya. Akan tetapi jika ibunya yang non Islam, maka
dengan adanya justifikasi karena alasan ibu murtad, sehingga hal tersebut
bisa disimpangi walaupun normatifnya seperti itu, yang terkait di dalam pasal
105 KHI tersebut.
3. Apakah dasar hukum yang digunakan dalam perkara ini melalui kaidah
fiqhiyah/ ushul fiqh? Jika ada, kaidah apa yag digunakan dalam memutus
perkara ini?
Jawaban: dasar hukumnya bahwa kalau dalam bahasa ushul fiqh yaitu
maghfum mughalaffah, sedangkan dalam hukum positifnya bahwa hakim itu
judge made law dan ada juga aliran straight law/ stage law yang hanya
merujuk pada Undang-undang saja, ada juga yang jugde made law bahwa
hakim itu pembuat Undang-undang. Ketika keadaan normal hakim tidak
memungkinkan, maka hakim memasang dinding yang bisa disimpangi dengan
melihat pada keadilan dan kemanfaatan dalam perkara tersebut.
4. Apabila ditengok pada kitab-kitab terdahulu, para ulama memposisikan garis
keturunan ibu untuk didahulukan, lalu bagaimana menurut pandangan
bapak/ibu hakim mengenai putusan ini?
Jawaban: apabila dilihat pada Undang-undang perkawinan pasal 45, yang
menjelaskan hak asuh anak adalah hak orang tuanya. Namun jika melihat
pada fiqih urutannya adalah apabila ibu tidak mampu maka diberikan kepada
nenek lalu pihak ayah, walapupun benar hak asuh anak adalah hak ibu
terlebih dahulu. Apabila ada alasan-alasan yang tidak memungkinkan seperti
murtad, maka hal seperti itu bisa disimpangi dengan alasan justifikasi yang
kuat, karena ibu murtad dan neneknya yang nasrani, ditakutkan apabila hak
asuh dberikan kepada neneknya yang nasrani, ibu akan bolak balik ke
neneknya atau cucu akan ikut nenek. Maka pengaruh akidah terhadap anak
juga sangat tinggi, maupun nenek beragama Islam saja, ibunya akan masih
menginginkan untuk mempengaruhi akidah anak. Oleh karena itu hak asuh
diberikan pada bapaknya yang mana tidak menjadi masalah bagi anaknya.
Bagaimanapun fanatisme agama tetap harus dijunjung tinggi, karena tidak
boleh ajaran Islam memberikan keturunan yang kemudian murtad. Dan tidak
hanya Islam saja, non Islam pun juga begitu ketika orang tuanya Kristen dan
anak juga mengikuti agama yang dianut oleh orang tuanya, dan agama Islam
pun juga demikian. Ketika orang nasrani (non-Islam) yang otoritasnya
secara umum menginginkan anaknya yang seagama olehnya. Kenapa kita
sebagai agama Islam tidak lah sama halnya seperti itu. Sehingga hal itu
hanya secara umum yang ada dalam Undang-undang dan jika tidak salah itu
hanya asas umum.
5. Apakah menurut bapak/ibu hakim dalam putusan ini sudah dapat memenuhi
tujuan hukum? Padahal pada dictum putusan yang termuat terlihat
menyimpang dari ketentuan Undang-undang yang ada.
Jawaban: walaupun tujuan hukumnya bertentangan dengan Undang-undang
akan tetapi hal tersebut bisa disimpangi, karena hakim bukanlah corong
undang-undang, maksudnya adalah apa yang udah ada di Undang-undang
tidak bisa diubah. Sehingga hakim ialah pembuat Undang-undang, oleh
karena itu hakim disebut judge made law, sebagaimana yang tertera pada
pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 yang menjelaskan
bahwa hakim dalam memutus perkara dengan menggali hukum yang hidup di
tengah masyarakatnya. Maksud dari pengertian menggali ialah saya
berpendapat bahwa ketika mayoritas ditengah-tengah masyarakat itu
beragama Islam, kemudian nikah dengan orang nasrani dan orang nasrani
telah masuk agama Islam (ijab), ketika bercerai telah keluar kembali ke
agama semula yaitu nasrani. Dan yang menjadi masalah anak dari
pernikahan mereka ikut siapa? tentu masyarakat itu mayoritas Islam, maka
yang kita (hakim) bantu Islam kerena terlihat dari awal pernikahan mereka
telah beragam Islam, sehingga anak mengikuti agama yang diasuh diawalnya.
Sebagai contoh yang pernah memutus perkara masalah poligami, yang
sebenarnya istri mempunyai keturunan, alasannya hanya ingin melaksanakan
sunah Rasul. Dan istri hanya mengaharapkan surga, justru istri yang
mencarikan calon untuk suaminya, apabila ingin melakukan poligami
didasarkan pada alasan jika istri tidak berfungsi lagi sebagai istri, istri cacat
dan tidak memiliki keturunan. Alasan seperti itu tidak ada terhadap istrinya,
akan tetapi hakim berani mengambil keputusan yaitu dengan melihat kepada
pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 bahwa hakim wajib
menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan
yang hidup dalam masyarakat. karena Al-qur’an adalah hukum yang hidup
ditengah-tengah masyarakat Islam, maka itu dilaksanakan. Disatu sisi ingin
melaksanakn ajaran Islam, terlepas dari kompensasi seperti apa, karena dia
hidup ditengah-tengah orang Islam dan ingin melaksanakan ajaran Islam, ia
berbuat zina, dan ini sebagai bukti dari penyimpangan hukum.
Dalam kasus kedua yang pernah diputus yaitu wanita yang dinikahi punya 4
anak yatim yang ditinggal mati oleh suami/bapaknya, disatu sisi kita sebagai
hakim ingin menangkat anak itu supaya bisa hidup layak, bisa mendapatkan
pendidikan yang setinggi-tingginya dan supaya menjadi anak yang baik lagi.
Dengan hasil pertimbangan hukum, hakim berani untuk mengabulkan
meskipun tidak ada alasan sesuai dengan normatif yang ada pada pasal 6
atau 7 Undang-undang perkawinan.
6. Apa saja faktor yang dapat menghalangi untuk mendapatkan hak asuh anak?
Jawaban: bagi syarat seseorang yang melakukan tugas hadhanah,
diantaranya belum menikah, tidak keji, sifatnya baik, punya penghasilan
sendiri dan masih Islam. Sebagaimana yang disebutkan, yang tidak lain ada
pada kitab Kifayatul Ahyar II: 94 yang menjelaskan: “syarat-syarat bagi
orang yang akan melaksanakan tugas hadhanah ada tujuh macam: berakal
sehat, merdeka, beragama Islam, sederhana, amanah, tinggal di daerah
tertentu, dan tidak bersuami baru, apabila kurang satu di antara syarat-syarat
tersebut, gugur hk hadhanah dari tangan ibu.” Oleh karenanya seorang bu
berhak mendapatkan hak asuh anak dengan memenuhi syarat-syarat tersebut,
sedangkan dalam normatifnya ialah tidak pemboros, tidak penjudi, dan hal
lainnya, sebagaimana yang tertera dalam pasal 109 KHI bahwa, pengadilan
agama dapat mencabut hak seseorang dan memindahkannya kepada pihak
lain atas permohonan kerabatnya, apabila walinya pemabuk, penjudi,
pemboros, gila dan melalaikannya. Dan untuk dalam Undang-undang
perkawinan yang dijelaskan di dalam bab hak dan kewajiban antara orang
tua dan anak di dalam pasal 49 bahwa apabila salah satu kedua orang tuanya
telah melalaikan kewajibannya terhadap anaknya dan berkelakuan buruk,
maka hak asuh itu bisa dicabut. Oleh karena itu dari beberapa penjelasan
yang menerangkan seperti itu maka bisa dihubungkan dalam kitab-kitab
maupun Undang-undang lainnya. Sehingga apabila orang tuanya telah
melanggar syarat ataupun faktor-faktor yang menyebabkan hak asuh itu
gugur, maka terhalanglah untuk mendapatkan hadhanah.
Jakarta, 13 April 2015
Pihak yang diwawancarai pewawancara
Kepada
(Drs. Sultoni, MH) (Lilis Sumiyati)
HASIL WAWANCARA
Hasil wawancara penulis dengan salah satu hakim Pengadilan Agama
Jakarta Timur yaitu Bapak Drs. Jarkasih, M.H pada hari rabu tanggal 10 April
2015 adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pandangan bapak/ibu hakim untuk status murtad orang tua
terhadap hak asuh anak?
Jawaban: menurut bapak hakim Drs. Jarkasih, M.H, bahwa dalam
pengasuhan streasingnya adalah untuk memberikan perlindungan kepada
anak itu sendiri. Dan disebutkan juga di dalam pasal 105 KHI bahwa anak
yang ghairu mumayyiz di bawah 12 tahun itu dibawah pengasuhan ibunya,
setelah 12 tahun anak itu berhak memilih, jika memilih ibu silahkan dan
apabila memilih ayahnya ya silahkan, itu anak sendiri yang menentukan.
Akan tetapi ketentuan yuridis formal tidak berlaku secara keseluruhan,
artinya jika ada hal-hal yang dapat dikatagorian bisa mempengaruhi sebagai
pengasuhan, maka itu bisa dikesampingkan dari pengasuhan itu sendiri.
Sebenarnya di dalam fiqih Islam, bahwa yang bisa mengalihkan hak
hadhanah ibu kepada ayah, yaitu ada 2 (dua):
1. Apabila si istri menikah lagi, sebagaimana di dalam hadis Rasul, ketika
seorang bertanya kepada Rasul, bercerai suami istri dan bertanya kepada
Rasul: “siapa yang berhak mengasuh anak?, kemudian dijawab oleh
Rasul: “Engkau ibunya” (“hatta tunki”), sampai kamu (ibu) menikah lagi,
artimya jika sudah menikah, maka keistimewaan ibu itu gugur, bisa jadi ke
ayahnya jika seorang ibu sudah menikah lagi.
2. Dan juga di dalam fiqih Islam, faktor keduanya itu pidah tempat tinggal,
sebagai contoh,: kasus si istri diberikan hak pengasuhan anak, tiba-tiba
sekarang karena si ibu tinggal di Jakarta, dan tiba-tiba ibu ingin pindah
ke belanda, dan anak ingin dibawa oleh ibunya ke belanda. Si ibu minta
pengasuhan anaknya. karena dengan alasan tersebut maka di tolaklah
oleh Pengadilan Agama, karena hal itu salah satu faktor yang
mengugurkan keistimewaan seorang ibu untuk mendapatkan dan memiliki
pengasuhan itu, sebabnya adalah si ibu tidak tepat sebagai pengasuh, di
dalam ilmu fiqih, dengan demikian alasan-alasannya. Akan tetapi di
dalam pengasuh juga tidak terlepas dari Undang-undang No. 23 tahun
2002, yang sekarang diperbaharui oleh Undang-undang No. 35 tahun
2014, di dalam pasal 6 nya menyatakan bahwa perlindungan anak itu
salah satunya adalah melindungi hak-hak ke agamaannya. Menurut
keyakinan bapak, melindungi anak bukan hanya secara fisik tapi membuat
perlindungan anak secara psikis, dan juga untuk menjaga keagamaan,
sebagaiman yang tertera di dalam pasal 6 Undang-undang No. 23 tahun
2003, yang telah diubah menjadi Undang-undang No. 35 tahun 2014
tentang perlindugan anak.
2. Apabila ditengok pada kitab-kitab terdahulu, para ulama memposisikan garis
keturunan ibu untuk didahulukan, lalu bagaimana menurut pandangan
bapak/ibu mengenai putusan ini?
Jawaban: pengasuhan anak (hadhanah) itu disanggah untuk kemaslahatan
anak. sebenarnya di dalam Undang-undang memang mengarahnya boleh
kepada ke hak garis ke ibu, tetapi ketika ayahnya dan ibunya masih ada, maka
hakim boleh menilai kemaslahatannya. Dan yang terpenting prinsipnya atau
streasingnya, bagaimana anak ini bisa dilindugi baik itu fisiknya, psikisnya
dan seluruhnya, dan seluruh dari kebutuhan-kebutuhan anak. seperti halnya
dapat kita logikan: si istri dalam Undang-undang menyebutkan hak asuh anak
pada arah ke ibu. Dan neneknya tidak tahu atau tidak menegerti apa-apa,
selama ini neneknya juga jauh. Kemudian ayahnya selama ini tidak diberikan
hak pengasuhan anak, tetapi seorang ayah diberikan kewajiban memberi
nafkah, weekend seriap sabtu bertemu, dan seperti itulah membuat lebih dekat
antara ayah dan anak, dan yang melindungi selama ini. Maka secara
psikologi, hakim boleh membuat rechtvinding hukum (penemuan hukum) yaitu
untuk kemaslahatan anak. Sehingga penekanannya adalah bagaimana
perlindungan atau kemaslahatan anak tersebut.
3. Apakah menurut bapak/ibu dalam putusan ini sudah dapat memenuhi tujuan
hukum? Padahal pada dictum putusan yang termuat terlihat menyimpang dari
ketentuan Undang-undang yang ada.
Jawaban: ya, hukum dibuat untuk kemaslahatan, (“Maqasidul Syar’iyah bil
Maslahatil Am’mah”), bahwa hukum itu tujuannya untuk kemaslahatan umat.
Sehingga diturunkan hukumnya untuk kemaslahatan, selama ada maslahat
disitu. Maka disitulah boleh diterapkan, dan hakim tidak perlu takut
bertentangan atau berlawanan dengan Undang-undang, karena hakim bukan
corong Undang-undang melainkan hakim corong keadilan, maka disitulah
seorang hakim. Dan nama di dalam ilmu hukumnya ialah rechtvinding hukum
(penemuan hukum), hakim boleh memutuskan semaam itu, karena asasnya
hukum itu harus ada kemanfaatan, keadilan dan kemaslahatan itu sendiri.
4. Apakah dasar hukum yang digunakan dalam perkara ini melalui kaidah
fiqhiyah/ ushul fiqh? Jika ada, kaidah apa yag digunakan dalam memutus
perkara ini?
Jawaban: dasar hukumnya seperti yang dijelaskan diatas (“Maqasidul
Syar’iyah bil Maslahatil Am’mah”), sedangkan dasar hukum dalam pemikiran
Atbun A’tufi, maslahah ada 3 (tiga):
1. Maslahah Mu’tabara, yaitu maslahah yang ada di Al-Qur’an.
Maslahah Mursalah, yaitu maslahah yang disesuaikan dengan
kemaslahatan umum.
2. Maslahah al-bulgha, yaitu maslahah yang tidak bisa atau tidak boleh
dilakukan.
Dan seorang hakim tidak perlu harus mendasarkan selalu kepada maslahah
mu’tabara yang ada di Al-Qur’an, tetapi lebih ditekankan kepada maslahah
mursalah yaitu maslahah untuk kemaslahatan yang actual dan ini adalah
dasar hukumnya. Dan yang jelas menurut bapak, ketika untuk
mempertimbangkan hukumnya dan dasar hukumnya di dalam pertimbangan
hukum yang berkaitan dengan hal ini, maka dasar hukum Undang-undang
yang digunakan adalah pasal 6 Undang-undang perlindungan Anak.
5. Apakah ada syarat-syarat tertentu untuk menjamin hak asuh anak yang
diberikan kepada bapak atau pihak lainnya?
Jawaban: ya jelas, syaratnya itu harus untuk memenuhi kualifikasi sebagai
pengasuh. Dan seorang pengasuh tentunya orang yang berakhlak baik secara
pribadi yang didalamnya tidak minum-minuman, tidak narkoba dan
seterusnya, kemudian beribadah baik dan pengasuh sanggup secara
financialnya. Pengasuh (bapaknya) memeberikan nafkah, memberikan
perlindungan pada anak itu, dan klasifikasi-klasifikasi inilah yang menjadi
penentu, boleh atau tidaknya pengasuh mendapatkan hak hadhanah itu.
Bahwa ya tidak sembarangan untuk menjadi pengasuh, maka harus dilihat
dahulu kemampuannya. Contohnya istri murtad ternyata suami
pengangguran, jika dilihat suami tidak punya uang untuk nafkahi dan
kerjanya tidak jelas, maka tidak bisa langsung beralih dari murtadnya istri itu
beralih kepada suami. Dan apabila dilihat dari itu apa yang mau dilihat
sebagai pengasuh?, maka syarat sebagai pengasuh harus dilihat terlebih
dahulu sudah memenuhi kualifikasi atau tidak. Jadi yang terpenting adalah
dimanalah kemaslahatan anak untuk perlindungannuya, lebih baik kemana
diberikan hak asuh dalam kondisi cerai. Oleh karena itu,dalam memutus
perkara hak hadhanah antara siapa dengan siapa yaitu suami istri. Maka
hakim dalam memutus selalu melihat yang terbaik untuk anak (The Best of
Interest of Child), yang artinya membuat perlindungan terbaik untuk anak,
maka seperti itulah prinsipnya.
6. Murtad seperti apa yang bisa menjadi penghalang hadhanah?
Jawaban: bahwa sebenarnya di dalam hukum Undang-undang tidak ada yang
membahas murtad seperti apa, kata murtad di dalam filsafat transparan dan
secara redaktorial dikatakan murtad menjadi paham dalam hal itu, tentu
tidak. Ini hanya penalaran hukum, yaitu jika seorang istri murtad, inilah yang
akan berpengaruh nanti dari kejiwaan anak, dan sebagai contoh: bisa jadi ibu
membawa keyakinan anak yang awalnya beragama Islam untuk beralih
agama seperti ibunya, dan orang tua ini melindungi dan hukum (hakim) juga
melindungi. Akan tetapi sebernarnya dimana pasal yang berkaitan dengan hal
itu. Ya tentu tidak, hanya saja berkiaitannya dengan perlindungan anak itu
sendiri, oleh karena itu kembali lagi kepada pasal 6 Undang-undang
Perlindungan Anak, yang menjelaskan setiap anak berhak untuk beribadah
menurut agamanya, berpkir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat
kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang tua atau wali.
Jakarta, 14 April 2015
Pihak yang diwawancarai pewawancara
(Drs. Jarkasih, M.H) (Lilis Sumiyati)
HASIL WAWANCARA
Hasil wawancara penulis dengan salah satu hakim Pengadilan Agama
Jakarta Pusat yaitu Ibu Dra. Hj. Nurroh sunah, SH pada hari Selasa tanggal 14
April 2015 adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pandangan bapak/ibu hakim untuk status orang tua yang murtad
terhadap hak asuh anaknya?
Jawaban: menurut hakim ibu Nurroh Sunah,sebagai seorang muslim, apalagi
seorang hakim secara moral mempunyai tanggung jawab dihadapan Allah,
untuk menyelamatkan manusia dari kekufuran, dan menyelamatkan anak yang
belum mengetahui apa-apa tentang agama.
Orang tua terutama ibu sebagai orang yang terdekat dengan anak yang akan
memberikan pelajaran agama sebagai pondasi dalam kehidupan anak
menjadi sangat penting. Oleh karena itu saya sebagai hakim tidak akan
meyerahkan pengasuhan anak kepada ibu yang murtad, apalagi yang
bapaknya sejak awalnya seorang muslim yang masih melaksanakan syariat
Islam dan masih sanggup untuk mengasuh, mendidik, dan membiayai anak
untuk pendidikan agama Islam yang baik. Sehingga cukup alasan untuk
menyerahkan pengasuhan anak tersebut kepada bapaknya.
2. Apakah dasar hukum yang digunakan dalam perkara ini melalui kaidah
fiqhiyah/ ushul fiqh? Jika ada, kaidah apa yag digunakan dalam memutus
perkara ini?
Jawaban: dasar hukum dalam pengertian secara Islam, bahwa orang yang
paling dekat dengan anak adalah ibu. dan penanaman nilai agama pertama
kali yaitu berasal dari ibu, dan untuk dasar pondasi agama ialah: “anak itu
dilahirkan dari kertas putih yang berarti suci, Sebagaimana yang dijelaskan
dalam Hadis Nabi, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, maka kedua
orang tuanyalah yang menjadikannnya penganut yahudi, nasrani, atau
majusi”. Dan agama anak itu dianut dari orang tuanya terutama seorang ibu,
maka jika anak muslim, akan tetapi ibu non-muslim, maka disitulah yang akan
memberikan kekhwatiran pada anaknya dan pada akhirnya mengikuti atau
membawa anak ke agamanya. Mengenai kaidah fiqih yang digunakan yaitu
dalam hal antara manfaat dan mudharat, maka yang lebih utama adalah
menghilangkan kemudharatannya. Maka, penanaman agama anak yang tidak
mengetahui apa-apa dan anak akan mengenal agama itu dari orang tuanya,
terutama ibu. Oleh karena itu ibu sebagai orang tua harus beragama bagus
(muslim) dan baik, agar menciptakan anak yang baik dan kelak anaknya itu
menjadi anak yang soleh-sholehah.
3. Apakah murtad menjadi alasan penghalang orang tua untuk mendapatkan hak
asuh anak?
Jawaban: ya tentu menjadi penghalang hak asuh anak, karena disebabkan
anak akan menjadi tidak soleh-sholehah, yang disebabkan salah satu orang
tunya murtad, terutama seorang ibu yang setiap hari berkomunikasi. Dan
apabila seorang ibu itu mampu dalam financialnya akan tetapi agama ibu
keluar dari agama Islam (murtad), justru disinilah apabila hak asuh tetap
diberikan ibunya, maka anak cepat sekali terpengaruh agama ibunya, karena
ibulah yang sangat dekat. Oleh karenanya, jika ibunya murtad tetap menjadi
pengahalang untuk mendapatkan hak asuh anaknya apalagi ayahnya mampu
membawa anak itu ke jalan yang baik (menjadi seorang muslim dan
muslimah).
4. Apabila ditengok pada kitab-kitab terdahulu, para ulama memposisikan garis
keturunan ibu untuk didahulukan, lalu bagaimana menurut pandangan
bapak/ibu mengenai putusan ini?
Jawaban: yaitu terlihat alasan satunya itu dari segi agama orang tuanya, dan
apabila hal ini dikaitkan pada Undang-undang saja hal tersebut menjadi
kalah kekuatanya, karena di dalam pasal 105 KHI yang menyebutkan anak
yang dibawah umur 12 tahun itu hak asuhnya ada pada ibunya. Walaupun hal
tersebut berlainan arah dengan pasal Undang-undangnya, akan tetapi
faktanya orang tuanya atau ibunya agamanya berbeda dengan anaknya.
Maka hakim berkeyakinan bahwa akibat berbeda agama seperti itu, jangan
sampai hak asuh anak yang muslim dibina oleh agama non-muslim. Dalam
kasus perkara No. 1700/Pdt.G/2010/PAJT, karena jika hak asuh berada
dipihak ibunya yang non-muslim atau murtad, maka tetap saja anak akan
terpengaruh agama ibunya. Dan apabila pada saat itu ibu juga sedang
mengalami kasus yang mengakibatkan seorang ibu tidak bisa mengasuh
anaknya, maka hak asuh tersebut akan berpindah, dan melihat pada kondisi
ayahnya yang sanggup untuk memeliharanya, dan mampu memberikan nafkah
pada anaknya, karena ayah terlihat mampu dan terbukti memberikan
kemaslahatan bagi anaknya, maka hak asuh bisa diberikan atau dijatuhkan
kepada ayahnya, karena melihat alasan si istri yang terjerat kasus dan
kemurtadan yang terjadi pada ibunya.
5. Apakah ada syarat-syarat tertentu untuk menjamin hak asuh anak yang
diberikan kepada bapak atau pihak lainnya?
Jawaban: syarat bagi pihak yang berhak mengasuh anak itu terlihat pada
agamanya yang bagus dan berkelakuan baik, tidak pernah meninggalkan
sholatnya, tidak penjudi, tidak pemabuk, belum menikah dan kemudian
mampu memberikan nafkah pada anaknya. sehingga bisa memenuhi hak-hak
yang ada pada anak demi kemaslahatan. Maka oleh karena alasan ibu yang
murtad, seorang ibu tidak berhak mendapatkan pengasuhan anak, karena
syarat-syarat dalam melakukan hadhanah tidak lain agamanya, sehingga
tanpa ada salah satu syarat tersebut, dengan itu ibu bisa saja menjerumuskan
anak-anaknya untuk mengikuti perilaku yang diinginkan ibunya.
6. Apakah menurut bapak/ibu dalam putusan ini sudah dapat memenuhi tujuan
hukum? Padahal pada dictum putusan yang termuat terlihat menyimpang dari
ketentuan Undang-undang yang ada.
Jawaban: bahwa tujuan hukum itu ada tiga, yaitu keadilan, kemanfaatan, dan
kepastian hukum. Maka dari segi kemanfaatannya, orang tua manfaat bagi
anaknya, yaitu dari segi merawat, menjaga serta mendidiknya. Maka apabila
orang tuanya atau ibunya murtad dan tidak berkelakuan baik, sehingga
dengan itu, orang tua terbukti tidak memberikan manfaat bagi anaknya.
Sedangkan untuk kedilannya, karena salah satu orang tuanya tidak bisa
memberikan manfaat bagi anak untuk mengasuhnya, seperti ibu yang murtad,
maka hakim mengambil dari kemaslahatan anaknya, walaupun anak masih
kecil masih berada naungan ibunya, akan tetapi jika hak asuh anak pada
ibunya, ditakutkan anak ikut terpengaruh, sehingga hak asuh diberikan
kepada ayahnya, yang mana terlihat ayahnya mampu untuk mengasuh
anaknya. karena ayahnya lah yang mengerti akan hak-hak yang dimiliki anak.
7. Adakah yang menjadi alasan seorang pengasuh tidak bisa mendapatkan hak
asuh anak?
Jawaban: alasan dari sesorang tidak mendapatan hak asuh anak, apabila
berkelakuan tidak baik, tidak sayang kepada anaknya, dan walaupun
agamanya bagus akan tetapi yang baik dikerjakan dan yang tidak baik juga
dikerjakan, suka berfoya-foya, tidak mampu mangurus anak, dan menikah
dengan orang lain yang menyebabkan anak itu ditelantarkan. Maka hal inilah
yang menjadi alasan tidak mendapatkan hak asuh anak. akan tetapi apabila
hak asuh memang berada pada ayahnya karena disebabkan ibu terkena kasus,
tetapi ayahnya diketahui menikah dengan orang lain kemudia menelantarkan
anaknya, tidak diurusi agama anaknya, maka sebagai seorang ibu bisa
kembali menuntut anaknya yang dibawah 12 tahun untuk berada pada
pengasuhannya. Oleh karena itu yang terpenting dalam pengasuhan anak
adalah terciptanya kemaslahatan bagi anak itu sendiri dikemudian harinya.
Jakarta, Jum’at 24 April 2015
Pihak yang diwawancarai Pewawancara
(Dra. Hj. Nurroh Sunah, SH) (Lilis Sumiyati)
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
P U T U S A N
Nomor 1700/Pdt.G/2010/PAJT
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama Jakarta Timur yang memeriksa dan mengadili perkara
tertentu pada tingkat pertama dalam sidang musyawarah majelis telah memberikan
putusan atas perkara cerai gugat yang diajukan oleh :
Mindo Rosalina Simanullang binti Manullang, umur 34 tahun, Agama Islam,
pekerjaan Direktur Utama PT Anugerah Nusantara, tempat tinggal di Jalan Puyuh
No.1 RT.018 RW.003 Cluster Tulip Cipinang Indah 2 Jakarta Timur, dalam hal ini
memberikan kuasa kepada S. Limanto, SH, Aji Suharto, SH dan Joiada
Pangaribuan, SH sebagai Advokad / Penasehat Hukum berdasarkan surat kuasa
khusus tertanggal 1 Juli 2011 bertindak secara sendiri-sendiri / bersama-sama
untuk dan atas nama pemberi kuasa, selanjutnya disebut Penggugat.
M e l a w a n
Daryono bin Tumino, umur 36 tahun, Agama Islam, pekerjaan Swasta, tempat tinggal
di Perumahan Telaga Golf Nuansa Belanda No.29 Kel. Pondok Cabe Kec.
Sawangan Kotamadya Depok, dalam hal ini memberikan kuasa kepada
Kristianadi Pramudito, SH dan Rahmat Suryo Hadi Saputro, SH sebagai
Advokad / Penasehat Hukum berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 9
Desember 2010 bertindak secara sendiri-sendiri / bersama-sama untuk dan atas
nama pemberi kuasa selanjutnya disebut Tergugat.
Pengadilan Agama tersebut;
Telah membaca surat-surat yang berhubungan dengan perkara ini;
Telah mendengar keterangan kedua belah pihak dan saksi-saksi;
TENTANG DUDUK PERKARANYA
Menimbang, bahwa penggugat dengan surat gugatannya tertanggal 30
Agustus 2010 yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Timur dengan
register perkara Nomor 1700/Pdt.G/2010/PAJT, tanggal 30 Agustus 2010 pada
pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut :
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
1 Bahwa antara penggugat dan tergugat telah melangsungkan perkawinan di
Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Palmerah Slipi, Jakarta Barat
sebagaimana terdapat dalam Kutipan AKta Nikah Nomor 0302/77/V/99
tertanggal 24 Mei 1999.
2 Bahwa selama dalam perkawinan antara penggugat dan tergugat telah
mempunyai keturunan sebanyak 2 (dua) orang anak, yakni :
1 Gabe Maulana (laki-laki) lahir pada tanggal 10 Agustus 1999.
2 Sandrina Bintang Natalia (perempuan) lahir pada tanggal 23
Desember 2001.
3 Bahwa mulai dari tahun 2001 sewaktu penggugat dan tergugat masih tinggal di
rumah kontrakan di daerah Petukangan, Slipi, Jakarta Barat, antara penggugat
dan tergugat sering terjadi percekcokan atau pertengkaran-pertengkaran secara
terus menerus yang mengakibatkan hubungan perkawinan antara penggugat dan
tergugat tidak harmonis.
4 Bahwa yang menjadi faktor penyebab percekcokan atau pertengkaran ini adalah
karena tingkah laku tergugat yang temperamental / emosional, sering pulang
malam tanpa alasan yang jelas dan selalu berpoya-poya dengan teman-teman
sejawatnya untuk menghambur-hamburkan uang yang tidak pernah sama sekali
memberikan nafkah maupun kebutuhan-kebutuhan rumah tangga layaknya
sebagai seorang suami atau kepala keluarga.
5 Bahwa selama dalam perkawinan ini, penggugat dengan penuh kesabaran dan
perjuangan untuk mempertahankan keluarga dan masa depan anak-anak,
penggugat-lah yang selalu memenuhi kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan
anak-anak tersebut.
6 Bahwa untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga atau perkawinannya,
penggugat selalu menghimbau dan terus mengingatkan tergugat untuk
memperbaiki dirinya, agar tidak mengulangi kebiasaan buruknya yang
temperamental / emosional, sering pulang tengah malam dan berpoya-poya
dengan teman-temannya akan tetapi tergugat tidak mempedulikannya dan
bahkan berujung dengan kekerasan dengan cara menampar dan memukul
penggugat apabila penggugat mengingatkannya.
7 Bahwa selain itu pula anak-anak pun kerap menjadi sasaran temperamental /
emosional tergugat, dengan cara membentak, memarahi anak-anak dan bahkan
memukul anak-anak dengan menggunakan ikat pinggang tanpa suatu alasan
yang masuk diakal.
8 Bahwa pada ± bulan April tahun 2004 sewaktu penggugat dan tergugat tinggal
di Kemanggisan Jl. Anggrek Rosliana Raya Blok H No.86 Kec. Palmerah, saat
tergugat pulang tengah malam dan penggugat pun menanyakan dari mana, akan
tetapi tergugat langsung marah-marah dan memukul pengugat sampai pipi /
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
mukanya bengkak dan adek dari penggugat pun (Fernando Simanullang)
mengetahui hal tersebut dan langsung melaporkan tergugat ke pihak yang
berwajib (Polres Jakarta Barat) untuk diproses secara hukum.
9 Bahwa atas kelakuan tergugat yang semakin menjadi-jadi atau kelewat batas
terhadap penggugat, akhirnya penggugat pun tidak tahan lagi untuk hidup
bersama dengan tergugat, sehingga penggugat pun minggat dari rumah dengan
membawa kedua anaknya.
10 Bahwa pada tahun 2005 setelah tergugat mengetaui keberadaan atau tempat
tinggal penggugat, tergugat langsung mendatangi tempat tinggal penggugat dan
tergugat membuat keributan dirumah tersebut serta mengambil paksa anak
sulungnya yang bernama Gabe Maulana dan membawa anaka tersebut kerumah
orang tuanya yang tinggal di daerah Depok, Jawa Barat.
11 Bahwa selama 3 tahun lamanya penggugat tidak pernah bertemu dengan
anaknya yang bernama Gabe Maulana karena tidak diperkenankan oleh
tergugat. Dengan rasa rindu yang sangat dalam dari seorang ibu, akhirnya
penggugat pun memberanikan diri untuk pergi menjenguk anaknya tersebut
pada ± bulan Agustus 2008 ke tempat kediaman orang tua tergugat yang berada
di daerah Depok. Setelah penggugat bertemu dengan anaknya dan memeluknya
penggugat pun mengajak anaknya untuk tinggal bersamanya. Mendengar ajakan
tersebut pihak keluarga tergugat (dalam hal ini tergugat dan Bapak tergugat)
langsung marah-marah, kemudian memukul penggugat dengan menggunakan
roll / balok, mencekik leher penggugat, sampai hidung penggugat mengeluarkan
darah, mengurung penggugat dikamar mandi serta mengancam penggugat
dengan menunjukkan sebilah pisau, supaya penggugat tidak mengajak-ajak
anaknya untuk ikut bersamanya.
12 Bahwa atas peristiwa tersebut diatas, pihak keluarga penggugat pun langsung
mengambil tindakan dan melaporkan perbuatan tergugat dan orang tua tergugat
ke Polres Depok.
13 Bahwa semenjak peritiwa tersebut sampai dengan sekarang ini, penggugat tidak
pernah lagi bertemu dan berkomunikasi dengan anaknya yang bernama Gabe
Maulana karena selalu dihalang-halangi oleh pihak keluarga tergugat.
14 Bahwa dari hal-hal tersebut diatas, penggugat berhak menuntut agar perkawinan
antara penggugat dan tergugat yang telah dilaksanakan pada tanggal 24 Mei
1999 dengan Buku Nikah nomor 0302/77/V/1999 yang dikeluarkan oleh Kantor
Urusan Agama (KUA) Kecamatan Palmerah Slipi, Jakarta Barat putus karena
perceraian sesuai dengan Pasal 29 ayat 2 Undang-undang Nomor 1 tahun
1974 tentang perkawinan Jo Peraturan Pelaksana Peraturan Pemerintah
Nomor 9 tahun 1975.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
15 Bahwa mengingat usia kedua anak tersebut yang masih dibawah umur (belum
mumayyiz) yang membutuhkan belaian kasih sayang dari seorang ibu, serta
membutuhkan bimbingan dari seorang ibu demi masa depan anak-anak tersebut
kelak, maka sudah selayaknya lah Bapak majelis hakim yang memeriksa
perkara ini untuk memberikan serta memutuskan bahwa hak asuh anak
tersebut diberikan kepada penggugat.
16 Bahwa selain itu pula penggugat berhak menuntut kepada tergugat untuk
membayar uang nafkah pada penggugat berikut anak-anaknya sebesar Rp
10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).
17 Bahwa berdasarkan Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam secara jelas
menyatakan : “pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum
berusia 12 (dua belas) tahun diasuh oleh ibu”. Maka dengan ini mohon
kepada Bapak majelis hakim yang memeriksa perkara ini untuk menetapkan hak
asuh (hadhanah) tersebut kepada penggugat dan menghukum tergugat untuk
menyerahkan kedua anak tersebut kepada penggugat untuk dipelihara tanpa
syarat apapun. Sedangkan penggugat tidak akan menghalang-halangi tergugat
untuk melakukan hubungan kekeluargaan selaku bapak dari kedua anak
tersebut.
Maka atas dasar uraian tersebut di atas, dengan segala kerendahan hati sudilah kiranya
Bapak Ketua Pengadilan Agama Jakarta Timur berkenan menjatuhkan putusan sebagai
berikut :
PRIMAIR :
1. Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya.
2. Menyatakan sah menurut hukum perkawinan antara penggugat dan tergugat pada
tanggal 24 Mei 1999, yang dilaksanakan di Kantor Urusan Agama (KUA)
Kecamatan Palmerah Slipi, Jakarta Barat, sebagaimana dalam Kutipan Akta Nikah
nomor 0302/77/V/99 tertanggal 24 Mei 1999, yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan
Agama (KUA) Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat.
3. Menyatakan sah menurut hukum perkawinan antara penggugat dan tergugat yang
dilaksanakan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Palmerah Slipi, Jakarta
Barat, sebagaimana dalam Kutipan Akta Nikah nomor 0302/77/V/99 tertanggal 24
Mei 1999, putus karena cerai.
4. Menetapkan hak pengasuhan (hadhanah) terhadap kedua anak yang bernama Gabe
Maulana berumur 10 (sepuluh) tahun dan Sandrina Bintang Natalia berumur 8
(delapan) tahun kepada penggugat.
5. Menghukum tergugat untuk menyerahkan Gabe Maulana dan Sandrina Bintang
Natalia kepada penggugat tanpa syarat apapun sejak putusan ini berkekuatan
hukum.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
6. Menetapkan secara hukum tergugat dibebani biaya nafkah penghidupan untuk kedua
anaknya, yang bernama Gabe Maulana dan Sandrina Bintang Natalia sebesar Rp
10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) untk setiap bulannya dan dibayar kepada
penggugat sampai kedua anak tersebut berusia 21 tahun.
7. Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini.
SUBSIDAIR :
Apabila majelis hakim yang memeriksa perkara ini berpendapat lain, kami mohon
putusan yang seadil – adilnya (ex aequo et bono).
Menimbang, bahwa pada hari sidang yang telah ditetapkan, penggugat telah hadir
di persidangan yang didampingi oleh kuasa hukumnya semula oleh advokad dan
konsultan hukum dari Law Firm ”Dody Julianto Siahaan & Partners” berdasarkan surat
kuasa khusus tertanggal 5 Agustus 2010 sedangkan tergugat belum hadir di persidangan
meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut sebagaimana relaas panggilan
tertanggal 8 Nopember 2010 tetapi tergugat mengirimkan surat pernyataan tertanggal 22
Nopember 2010 melalui sub bag umum Pengadilan Agama Jakarta Timur yang intinya
tergugat menyatakan bersedia digugat cerai oleh penggugat dengan alasan adanya
perbedaan keyakinan kepada Tuhan YME dan telah pisah rumah selama 5 tahun
selanjutnya alasan lain tidak dapat dipertanggungjawabkan, maka dengan demikian
kemudian majelis hakim membacakan surat gugatan penggugat tertanggal 30 Agustus
2010 yang intinya tetap dipertahankan oleh penggugat tanpa adanya perubahan.
Menimbang, bahwa pada sidang berikutnya tergugat datang dengan didampingi
oleh kuasa hukumnya.
Menimbang, bahwa majelis hakim telah memberi nasehat kepada penggugat dan
tergugat agar rukun kembali namun tidak berhasil penggugat menyatakan tetap pada
gugatannya sedangkan tergugat menyatakan tidak keberatan bercerai dengan penggugat
kemudian dalam rangka melaksanakan PERMA Nomor 01 tahun 2009 tentang mediasi
jo. Pasal 130 HIR para pihak telah mengikuti proses mediasi yang dilaksanakan pada
tanggal 13 Desember 2010, tanggal 10 Januari 2011 dan tanggal 14 Januari 2011 dan
telah dilaksanakan oleh mediator secara maksimal sesuai dengan laporan dari mediator
tertanggal 14 Januari 2011 namun gagal.
Pada saat upaya mediasi I, penggugat dan tergugat hadir pada saat itu penggugat
mengakui telah kembali ke agamanya semula yaitu Kristen Protestan. Oleh karena
belum sempurna mediasinya maka akan diadakan mediasi ke 2 kedua belah pihak akan
hadir dengan mengajak anak masing-masing, ternyata mediasi ke 2, penggugat tidak
hadir tetapi diwakili kuasa hukumnya. Kemudian tergugat minta untuk diadakan mediasi
ke 3, ternyata penggugat juga hanya diwakili kuasanya sedangkan tergugat hadir dengan
mengajak anak I yang ada pada tergugat dan dalam mediasi ke 3 kuasa hukum
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
penggugat menyatakan bahwa penggugat tidak akan hadir dalam upaya mediasi maka
dinyatakan mediasi gagal.
Menimbang, bahwa setelah didamaikan melalui mediasi tidak berhasil
didamaikan / gagal, kemudian dibacakan kembali surat gugatan penggugat tertanggal 30
Agustus 2010 yang intinya penggugat tetap pada gugatannya.
Menimbang, bahwa atas gugatan penggugat tersebut, tergugat menyampaikan
jawaban secara tertulis tertanggal 11 April 2011 sebagai berikut:
I Dalam Pokok Perkara (Fundamentum Petendi)
1 Bahwa tergugat menolak dan menyangkal seluruh dalil-
dalil yang dikemukakan oleh penggugat dalam gugatannya
tertanggal 3 Agustus 2010, kecuali untuk hal-hal yang
secara tegas-tegas diakui kebenarannya oleh tergugat.
2 Bahwa adalah fakta hukum yang tidak dapat dibantahkan
bahwa antara tergugat dengan penggugat adalah pasangan
suami istri sesuai dengan telah melangsungkan
perkawinan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan
Palmerah Slipi, Jakarta Barat dan telah dicatat oleh
penghulu / Pegawai Pencatat Nikah pada Kantor Urusan
Agama (KUA) Kecamatan Palmerah Slipi, Jakarta Barat,
Propinsi DKI Jakarta berdasarkan Kutipan Akta Nikah
Nomor 0302/77/V/99 tertanggal 24 Mei 1999.
3 Bahwa adalah fakta hukum yang tidak dapat dibantahkan
bahwa PENGGUGAT sebelum melangsungkan
pernikahannya dengan TERGUGAT menganut atau
beragama Kristen Protestan, PENGGUGAT menyadari
bahwa antara PENGGUGAT dengan TERGUGAT
memiliki perbedaan prinsip dalam beragama (aqidah),
namun PENGGUGAT tetap menjalani hubungan dengan
TERGUGAT dan akan menikah dengan TERGUGAT,
Untuk itu PENGGUGAT dengan kesadaran dan
keihklasannya memeluk agama Islam dan PENGGUGAT
menjadi Muamalaf di Kantor Urusan Agama (KUA)
Kecamatan Palmerah, Slipi, Jakarta Barat pada tanggal 10
Mei 1999. Perkawinan antara TERGUGAT dengan
PENGGUGAT merupakan pernikahan yang sah karena
berdasarkan Undang- undang Nomor 1 tahun 1974 Pasal 2
ay at 1 jo KHI Bab II Pasal 2 serta perkawinan di Kantor
Urusan Agama (KUA) Kecamatan Palmerah, Slipi, Jakarta
Barat seperti sesuai pada point 2 diatas;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
4 Bahwa adalah fakta hukum yang tidak dapat dibantahkan
bahwa antara TERGUGAT dengan PENGGUGAT telah
melakukan hubungan suami isteri (ba'daddukhul)
selayaknya pernikahan pada umumnya, dalam
pernikahannya telah Menjalani Bahtera Pernikahannya
dengan penuh Kebahagiaan, hal tersebut dibuktikan telah
Dikaruniai 2 (dua) orang anak yakni:
4.1. GABE MAULANA, anak Pertama Laki-Laki, lahir pada tanggal 10 Agustus
1999, usia 11 tahun;
.2. SANDRINA BINTANG NATALIA, anak Kedua Perempuan, lahir pada
tanggal 23 Desember 2001, usia 9 tahun.
Bahwa kedua anak dari perkawinan antara TERGUGAT dengan PENGGUGAT
tersebut diatas sejak lahir dan hingga kini menganut dan memeluk Agama Islam;
Dengan lahimya kedua anak tersebut terlihat dengan Nyata dan Jelas bahwa
kebahagiaan diantara TERGUGAT dengan PENGGUGAT sangatlah Sempurna,
karena dalam keutuhan Rumah tangga bisa dinyatakan Sempuma bila telah
dikaruniai Anak.
5 Bahwa setelah perkawinannya, TERGUGAT dengan
PENGGUGAT tinggal bersama di rumah orang tua
TERGUGAT yang beralamat di Jalan Anggrek Rosliana
Raya Blok H No. 86 Rt.009 Rw.05, Slipi, Kelurahan
Kemanggisan, Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat.
Setelah itu TERGUGAT dan PENGGUGAT pindah di
rumah Kontrakan yang beralamat di jalan Mesjid AMD V
Petukangan Utara, Jakarta Selatan, pada saat akan
melahirkan anak pertama TERGUGAT bersama
PENGGUGAT kembali ke rumah orang tua TERGUGAT
di Jalan Anggrek Rosliana VI, Rt.009 Rw.05 Slipi
Kelurahan Kemanggisan, Kecamatan Palmerah, Jakarta
Barat., hingga anak kedua lahir, setelah itu tinggal di
daerah Depok Pancoran Mas di rumah yang disewa oleh
TERGUGAT, jadi apa yang didalilkan oleh PENGGUGAT
dalam gugatannya mengenai domisili tinggal bersama
tidak seluruhnya benar;
6 Bahwa TERGUGAT menolak dengan keras dan tegas atas
dalil PENGGUGAT dalam Gugatannya pada point 4 yang
pada intinya menyatakan :
" faktor Penyebab percekcokan atau pertengkaran adalah tingkah laku TERGUGAT
yang temperamental/emosional, sering pulang tengah malam, berpoya-poya dengan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
teman'teman sejawatnya untuk menghamburkan uang dan tidak memberikan nafkah
lahir ".
Bahwa adalah fakta hukum yang tidak dapat dibantah, bahwa PENGGUGAT sejak
setelah melahirkan anak pertama pada tahun 2000 PENGGUGAT telah kembali
memeluk agama asalnya atau beragama Kristen Prostestan, dalam artian bahwa
PENGGUGAT telah Peralihan Agama atau Murtad dari Agama Islam yang telah
dianutnya sebelum melangsungkan pernikahan, adalah fakta hukum yang tidak dapat
dibantah, yang menjadi akar permasalahan atau percekcokan antara TERGUGAT
dengan PENGGUGAT karena ke-murtad-an PENGGUGAT. TERGUGAT
sesungguhnya merasakan perubahan perilaku PENGGUGAT, sejak kelahiran anak
pertama. Terutama sejak PENGGUGAT menampakkan perpindahan agamanya
kembali menjadi seorang nasrani (Kristen Protestan). Bahwa PENGGUGAT telah
Peralihan Agama atau Murtad. sangat jelas indikasinya yaitu dengan adanya Injil di
rumah yang kerap dibaca/digunakan oleh PENGGUGAT, lalu PENGGUGAT mulai
menghadiri peribadatan natal baik dirumah maupun di gereja atau tempat lainnya
yang dijadikan tempat peribadatan, dan PENGGUGAT mulai menghadiri
peribadatan mingguan umat nasrani digereja-gereja atau ditempat yang dijadikan
tempat peribadatan, dimulai dengan secara diam-diam menjadi terang-terangan
diantaranya gereja Tiberias yang berlokasi di Semanggi, gereja di kawasan Roxy, di
Senayan dan tempat-tempat lainnya bahkan PENGGUGAT selalu berupaya
mempengaruhi TERGUGAT serta anak-anak agar mengikuti aktifitas ibadah
PENGGUGAT tersebut walaupun sesungguhnya TERGUGAT telah menolak. Jadi
sangatlah tidak benar jika PENGGUGAT menyatakan dirinya Peralihan Agama atau
Murtad setelah pisah rumah dengan TERGUGAT. Sejak Peralihan Agama atau
Murtad-nya PENGGUGAT itulah mulai sering terjadi percekcokan pertengkaran,
PENGGUGAT tiba-tiba sering marah-marah, memaki-maki TERGUGAT dengan
alasan yang tidak jelas bahkan melakukan pemukulan;
TERGUGAT telah berusaha membimbing dan mencegah agar PENGGUGAT tetap
menjadi muallaf namun usaha TERGUGAT sia-sia karena PENGGUGAT tetap
melakukan ke-murtad-annya, dan juga PENGGUGAT selalu berusaha untuk
mengajak dan memaksa TERGUGAT bersama anak-anak untuk mengikuti
PENGGUGAT, pada tahun 2004 PENGGUGAT pernah meminta dengan cara
memaksa kepada TERGUGAT untuk mengantarkan PENGGUGAT ke Gereja
Tiberias Semanggi, PENGGUGAT juga memaksa dengan kekerasan (membentak-
bentak dan mencubit) kedua anak tersebut untuk ikut PENGGUGAT ke Gereja
tersebut;
Sesungguhnya PENGGUGAT-lah yang telah melakukan kekerasan secara fisik dan
psikis terhadap TERGUGAT maupun anak-anak, dengan berupaya mempengaruhi
serta melakukan pemaksaan kehendaknya diantaranya melakukan pelarangan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
terhadap TERGUGAT dan anak-anaknya untuk melakukan ibadah sholat Idul Fitri
dengan cara mencegat/menghalang-halangi, di pintu rumah sambil PENGGUGAT
berkata " langkahi mayat saya ", lalu menarik dengan paksa anak pertamanya ( Gabe
Maulana ) serta TERGUGAT hingga baju yang dikenakan TERGUGAT robek;
Dengan kepribadian PENGGUGAT yang selalu berpindah-pindah agama, maka
dengan demikian PENGGUGAT telah memenuhi Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan Pasal 49 ayat 1 huruf b:
" Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasannya terhadap seorang
anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain,
keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung yang telah dewasa
atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan Pengadilan dalam hal-hal :
a. la sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya;
b. la berkelakuan buruk sekali.";
serta PENGGUGAT memaksa dengan kekerasan (membentak-bentak dan /
mencubit) kedua anak tersebut untuk ikut PENGGUGAT ke Gereja telah nyata-nyata
melanggar Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal
6 yakni:
" Setiap anak berhak untui beribadab menurut agamanya, berpiiir, dan berekspresi
sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua "
Oleh karenanya dali-dalil PENGGUGAT tersebut hanya berusaha untuk
mengaburkan fakta hukum atau memutarbalikkan fakta-fakta hukum dan juga
berusaha keras mencari pembenaran-pembenaran dengan berbagai cara serta
berusaha menarik perhatian Majelis Hakim agar dapat terpengaruh dengan dalil-
dalilnya. Maka sekiranya Majelis Hakim yang Memeriksa, Mengadili dan Memutus
perkara a quo dapat menilai Apakah dalil-dalil yang diajukkan oleh PENGGUGAT
memiliki kebenaran yang Sah menurut Hukum ? atau-kah PENGGUGAT hanya
berusaha untuk mengaburkan fakta hukum atau memutarbalikkan fakta-fakta hukum
dan juga berusaha keras mencari pembenaran-pembenaran dengan berbagai cara
serta berusaha menarik perhatian Majelis Hakim agar dapat terpengaruh dengan
dalil-dalilnya. Dengan demikian TERGUGAT memohon kepada Majelis Hakim
yang Memeriksa, Mengadili dan Memutus perkara a quo sekiranya dapat
menyatakan Menolak dalil-dalil PENGGUGAT tersebut atau setidak-tidaknya
menyatakan dalil-dalil PENGGUGAT Tidak Dapat Diterima. maka sepantasnya
Jawaban TERGUGAT dapat Diterima atau Dikabulkan untuk Seluruhnya;
Agar Tercapai Kebeneran yang Hakiki untuk itu TERGUGAT memohon kepada
Majelis Hakim yang Memeriksa, Mengadili dan Memutus perkara a quo sekiranya
dapat Memanggil dan Mendengarkan keterangan dan kedua anak TERGUGAT dan
PENGGUGAT, Apakah dalil TERGUGAT benar atau bohong,
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
7. Bahwa TERGUGAT menolak dengan keras dan tegas atas dalil PENGGUGAT
dalam Gugatannya pada point 4 dan 5 yang pada intinya menyatakan :
" TERGUGAT tidak pernah memberikan Nafkah Lahir kepada Keluarga dan
berpoya'poya dengan teman-toman sejawatnya"
TERGUGAT sebelum melangsungkan pernikahannya dengan PENGGUGAT,
TERGUGAT bekerja di berbagai perusahaan dengan berpenghasilan tetap dan saat
ini TERGUGAT bekerja di PT. Global Goup dari tahun 2009 hingga kini. dengan
berpenghasilan tetap pula, dan penghasilannya telah diberikan kepada
PENGGUGAT guna memenuhi kebutuhan rumah tangga, TERGUGAT selalu
berusaha memenuhi kebutuhan rumah tangganya, hal ini dapat dilihat dari tanggung
jawab TERGUGAT dengan membiayai kebutuhan keluarga seperti persalinan kedua
anaknya, perawatan kesehatan istri dan kedua anaknya, pendidikan kedua anaknya,
sewa/kontrak rumah, kebutuhan hidup sehari-hari, hingga membantu keperluan
keluarga PENGGUGAT yakni pernah memberikan uang muka kepemilikan motor
dan uang keperluan kuliah adik PENGGUGAT. TERGUGAT tentunya melakukan
hal ini dengan keikhlasannya semata-mata untuk ibadah yaitu menafkahi rumah
tangga dan membantu keluarga PENGGUGAT. Maka berdasarkan dalil-dalil
PENGGUGAT pada point 4 dan 5 yang menyatakan TERGUGAT tidak pernah
memberikan Nafkah Lahir kepada Keluarga adalah suatu rekayasa saja dan apakah
pemberian Nafkah Lahir dari suami harus dibuatkan tanda terima ?. Jadi dalil
PENGGUGAT tersebut hanya berusaha untuk mengaburkan fakta hukum atau
memutarbalikkan fakta-fakta hukum dan juga berusaha keras mencari pembenaran-
pembenaran dengan berbagai cara. Oleh karenanya TERGUGAT memohon kepada
Majelis Hakim yang Memeriksa, Mengadili dan Memutus perkara a quo sekiranya
dapat menyatakan Menolak dalil-dalil PENGGUGAT tersebut atau setidak-tidaknya
menyatakan dalil-dalil PENGGUGAT Tidak Dapat Diterima;
8 Bahwa TERGUGAT mensomeer PENGGUGAT atas dalil yang menyatakan
" TERGUGAT tidak pernah memberikan Nafkah Lahir kepada Keluarga ". karena
PENGGUGAT telah melakukan kebohongan dalam mendalilkan suatu
permasalahan;
9. Bahwa TERGUGAT menolak dengan keras dan tegas atas dalil PENGGUGAT
dalam Gugatannya pada point 4 dan 6 yang pada intinya menyatakan :
" TERGUGAT soring pulang tengah malam, berpoya-poya dengan teman –teman
sejawatnya untuk menghamburkan uang "
Bahwa pada tahun 2003 TERGUGAT pernah bekerja di PT. Gaja Motor sebagai
Sales Marketing kendaraan bermotor, TERGUGAT berkerja ditempat tersebut hanya
beberapa bulan saja, karena tuntutan pekerjaan sebagai Sales Marketing yang selalu
dikejar target maka TERGUGAT pernah pulang malam hingga jam 20.00 WIB
namun tidak pulang tengah malam seperti apa yang didalilkan oleh PENGGUGAT
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
tersebut, bilamana TERGUGAT pulang malam itupun sepengetahuan PENGGUGAT
dan PENGGUGAT juga mengetahui keberadaan TERGUGAT. Dan mengenai
berpoya-poya dengan teman-teman sejawatnya untuk menghamburkan uang, seperti
apa yang TERGUGAT telah uraikan pada point 7 diatas dalam Jawaban a quo, hal
tersebut tidaklah mungkin karena penghasilan TERGUGAT tidaklah berlebihan
namun cukup buat keluarga. Oleh karena sekiranya Majelis Hakim yang Memeriksa,
Mengadili dan Memutus perkara a quo dapat menilai Apakab dalil-dalil yang
diajukkan oleh PENGGUGAT memiliki kebenaran yang Sah menurut Hukum ? atau-
kah PENGGUGAT hanya berusaha untuk mengaburkan fakta hukum atau
memutarbalikkan fakta-fakta hukum dan juga berusaha keras mencari pembenaran-
pembenaran dengan berbagai cara serta berusaha menarik perhatian Majelis Hakim
agar dapat terpengaruh dengan dalil-dalimya. Dengan demikian TERGUGAT
memohon kepada Majelis Hakim yang Memeriksa, Mengadili dan Memutus perkara
a quo sekiranya dapat menyatakan Menolak dalil-dalil PENGGUGAT tersebut atau
setidak-tidaknya menyatakan dalil-dalil PENGGUGAT Tidak Dapat Diterima. maka
sepantasnya Jawaban TERGUGAT dapat Diterima atau Dikabulkan untuk
Seluruhnya;
10. Bahwa TERGUGAT Mensomeer PENGGUGAT atas dalil yang menyatakan:
“ TERGUGAT berpoya-poya dengan teman-teman sejawatnya untuk
menghamburkan uang ". karena PENGGUGAT telah melakukan kebohongan dalam
mendalilkan suatu permasalahan;
11.Bahwa TERGUGAT menolak dengan keras dan tegas atas dalil PENGGUGAT dalam
Gugatannya pada point 4, point 6 dan point 8 yang pada intinya menyatakan:
" bahwa Tergugat seorang yang temperamental / emosional serta melakukan
kekerasan dengan cara menampar dan memukul terhadap Penggugat."
Bahwa seperti yang telah TERGUGAT uraikan pada point 6 diatas, dan perlu
TERGUGAT tambahkan bahwa yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan berumah
tangga dan secara fakta hukum yang terjadi adalah bahwa PENGGUGAT-lah yang
memiliki sifat " temperamental/emosional serta melakukan kekerasan dengan cara
menampar dan memukul", Perbuatan yang dilakukan tersebut terjadi sejak
PENGGUGAT melakukan Peraliban Agama atau Mwtad. hal tersebut dilakukan
untuk melakukan Intimidasi dan berupaya keras agar TERGUGAT berserta anak-
anak dan juga Keluarga Besar TERGUGAT untuk memeluk dan menganut Agama
Kristen Protestan. Dan kekerasan yang terjadi dan yang sebenarnya menjadi korban
kekerasan adalah TERGUGAT, adapun kekerasan yang dilakukan oleh
PENGGUGAT terhadap TERGUGAT dilakukan didepan urnum (di jalan Anggrek
Rosliana dan depan pos keamanan RW), hal ini terjadi pada tahun 2004 di rumah
orang tua TERGUGAT yang beralamat di Jalan Anggrek Rosliana Raya Blok H No.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
86 Kecamatan Palmerah, Kelurahan Kemanggisan, Slipi, Jakarta Barat. Kekerasan
ini terjadi karena alasan yang tidak jelas kenapa PENGGUGAT marah-marah;
Bahwa benar TERGUGAT dilaporkan oleh PENGGUGAT atas kekerasan yang
terjadi pada tahun 2004 pada saat di rumah orang tua TERGUGAT yang di Jalan
Anggrek Rosliana VI Kecamatan Palmerah, Kelurahan Kemanggisan, Slipi, Jakarta
Barat., kepada Polres Jakarta Barat, pada saat itu kejadian yang sebenarnya
TERGUGAT-lah yang dianiaya oleh PENGGUGAT dengan cara dipukul dengan
best (stang motor), digigit langan TERGUGAT dan dicakar badan TERGUGAT,
kejadian tersebut terjadi pada saat TERGUGAT pulang dari kerja, namun hingga saat
ini atas laporan PENGGUGAT tersebut Tidak Berkembang dan Tidak Berlanjut
karena yang menjadi korban dan yang terluka adalah TERGUGAT;
Bahwa untuk atas dalil-dalil tersebut diatas maka TERGUGAT Mensomeer
PENGGUGAT untuk membuktikan dalil-dalil tersebut serta TERGUGAT
Mensomeer PENGGUGAT untuk membuktikan atas laporan Tindak Pidana
Kekerasan yang dilakukan TERGUGAT. Oleh karenanya dalil PENGGUGAT
tersebut hanya berusaha untuk mengaburkan fakta hukum atau memutarbalikkan
fakta-fakta hukum dan juga berusaha keras mencari pembenaran-pembenaran
dengan berbagai cara serta berusaha menarik perhatian Majelis Hakim agar dapat
terpengaruh dengan dalil-dalilnya. Dengan demikian TERGUGAT Memohon kepada
Majelis Hakim yang Memeriksa, Mengadili dan Memutus perkara a quo sekiranya
dapat menyatakan Menolak dalil-dalil PENGGUGAT tersebut atau setidak-
tidaknya menyatakan dalil-dalil PENGGUGAT Tidak Dapat Diterima. maka
sepantasnya Jawaban TERGUGAT dapat Diterima atau Dikabulkan untuk
Seluruhnya;
12. Bahwa TERGUGAT menolak dengan keras dan tegas atas dalil PENGGUGAT
dalam Gugatannya pada point 7, yang pada intinya menyatakan:
" Tergugat sering membentak, memarahi dan memukul anak-anak dengan
menggunakan ikatpinggang tanpa suatu alasan yang masuk akal."
Bahwa TERGUGAT tidak pernah melakukan atau berbuat seperti yang didalilkan
PENGGUGAT diatas terhadap anak-anak maupun terhadap PENGGUGAT-pun,
justru PENGGUGAT-lah yang selalu melakukan atau berbuat seperti apa yang
didalilkan sendiri, hal tersebut seperti sesuai apa yang telah TERGUGAT uraikan
pada point 6 dan point 11 diatas dalam Jawaban a quo, serta PENGGUGAT pada
tahun 2005 telah nyata-nyata mengungsikan dan meninggalkan anak kedua yakni
SANDRINA BINTANG NATALIA di Medan di rumah kakak PENGGUGAT, hal ini
diketahui oleh TERGUGAT pada tahun 2007 dari PENGGUGAT, karena anak kedua
tersebut sakit, sedangkan PENGGUGAT pada saat itu berada di Jakarta tidak tinggal
bersama dengan TERGUGAT, dan PENGGUGAT berusaha keras untuk memisahkan
TERGUGAT dengan anak keduanya serta PENGGUGAT juga tidak mengurus dan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
merawat anak pertama yakni GABE MAULANA dan yang terlebih lagi
PENGGUGAT tidak mengurus dan merawat anak kedua hingga pernah anak kedua
tersebut jatuh sakit serta PENGGUGAT juga selalu memaksa dengan kekerasan
(membentak-bentak dan mencubit) kedua anak tersebut untuk ikut PENGGUGAT
menganut dan beribadah secara agama Kristen Protestan. Oleh karenanya sekiranya
Majelis Hakim yang Memeriksa, Mengadili dan Memutus perkara a quo dapat
menilai Apakah dalil-dalil yang diajukkan oleh PENGGUGAT memiliki kebenaran
yang Sah menurut Hukum ? atau-kah atau-kah PENGGUGAT hanya berusaha untuk
mengaburkan fakta hukum atau memutarbalikkan fakta-fakta hukum dan juga
berusaha keras mencari pembenaran-pembenaran dengan berbagai cara serta
berusaha menarik perhatian Majelis Hakim agar dapat terpengaruh dengan dalil-
dalilnya;
Agar Tercapai Kebenaran yang Hakiki untuk itu TERGUGAT memohon kepada
Majelis Hakim yang Memeriksa, Mengadili dan Memutus perkara a quo sekiranya
dapat Memanggil dan Mendengarkan keterangan dari kedua anak TERGUGAT dan
PENGGUGAT, Apakah dalil TERGUGAT benar atau bobong;
Dengan demikian TERGUGAT memohon kepada Majelis Hakim yang Memeriksa,
Mengadili dan Memutus perkara a quo sekiranya dapat menyatakan Menolak dalil-
dalil PENGGUGAT tersebut atau setidak-tidaknya menyatakan dalil-dalil
PENGGUGAT Tidak Dapat Diterima. maka sepantasnya Jawaban TERGUGAT
dapat Diterima atau Dikabulkan untuk Seluruhnya;
13. Bahwa seperti apa yang telah didalilkan oleh PENGGUGAT pada point 9 dalam
Gugatan cerainya yang menyatakan:
" atas kelakuan TERGUGAT yang semakin menjadi-jadi atau ... ..dst.... sehingga
PENGGUGATpun minggat dari rumah dengan membawa kedua anaknya.",
TERGUGAT membantah secara Tegas-tegas dan Keras atas dalil PENGGUGAT
tersebut. PENGGUGAT pada pertengahan tahun 2005 meninggalkan rumah tinggal
bersama tanpa alasan yang jelas dan permasalahan yang jelas pula. PISAH RUMAH
yang telah terjadi sudah sering dilakukan oleh PENGGUGAT, PENGGUGAT pergi
dengan tujuan kampung halamannya di Medan mengunjungi keluarganya dalam
rangka Natal dengan membawa serta anak kedua, dan kembali hanya seorang diri
tanpa membawa serta anak kedua yakni SANDRINA BINTANG NATALIA yang
pada saat itu berumur 2 ( dua ) tahun yang dititipkan dirumah keluarganya di Medan,
tentu ini menjadi pertanyaan dari TERGUGAT untuk tujuan dan maksud apa
PENGGUGAT melakukan hal tersebut. Setelah kurang lebih 7 ( tujuh ) bulan
akhirnya anak kedua dijemput kembali oleh PENGGUGAT dan kembali bersama
TERGUGAT. PENGGUGAT terus berupaya memisahkan kedekatan anak-anak
dengan TERGUGAT dan untuk kesekian kalinya PENGGUGAT berupaya membawa
anak-anak pergi meninggalkan TERGUGAT, dan upaya terakhirnya adalah pada saat
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PENGGUGAT membawa pergi lagi anak kedua yakni SANDRINA BINTANG
MAULANA saat itu berumur 4 (empat) tahun yang sedang tidur, setelah sekitar 5
(lima ) tahun TERGUGAT baru mengetahui kepastian keberadaan anaknya tersebut,
yang ternyata selama ini tidak tinggal bersama PENGGUGAT melainkan berada di
Medan dititipkan kepada keluarga PENGGUGAT, sementara anak pertamanya
GABE MAULANA pada saat itu tidak terbawa dikarenakan pada saat itu sedang
bermain diluar rumah. Perbuatan PENGGUGAT telah meninggalkan TERGUGAT
Tanva Izin atau Tanpa Pemberitahuan kepada TERGUGAT serta Hanya membawa
anak kedua dan meninggalkan anak pertama pada TERGUGAT sehingga kedua anak
tersebut harus kehilangan kasih sayang orang tua baik anak kedua harus kehilangan
kasih sayang seorang ayah maupun anak pertama harus kehilangan kasih sayang
seorang ibu, perbuatan PENGGUGAT tersebut telah 5 (lima) tahun lamanya dan
perbuatan yang lebih buruk dari PENGGUGAT adalah membawa anak kedua pergi
ke Medan dan meninggalkannya atau dititipkan kepada keluarga PENGGUGAT lalu
PENGGUGAT kembali ke Jakarta. Oleh karenanya Perbuatan yang dilakukan oleh
PENGGUGAT adalah suatu perbuatan Tercela atau Tidak Terpuji karena telah
memisahkan kasih sayang kedua orang tua kepada anaknya, maka TERGUGAT
memohon kepada Ketua Pengadilan Agama cq Majelis Haldm Yang Memeriksa
Perkara a quo dapat menyatakan Perbuatan yang dilakukan oleh PENGGUGAT
adalah suatu perbuatan Tercela atau Tidak Terpuji karena telah memisahkan kasih
sayang kedua orang tua kepada anaknya;
14. Bahwa TERGUGAT menolak dengan keras dan tegas atas dalil-dalil PENGGUGAT
dalam Gugatannya pada point 11 dan point 12 dalam Gugatannya untuk
keseluruhannya. Bahwa kejadian yang sebenarnya adalah pada awal tahun 2005
pada malam hari PENGGUGAT datang ke rumah orang tua TERGUGAT, karena
pada saat itu anak-anak berserta TERGUGAT sedang berada dan bermalam di rumah
orang tua TERGUGAT, PENGGUGAT berusaha keras untuk mengambil kedua anak
tersebut dengan paksa untuk dibawa pulang ke rumah tinggal bersama TERGUGAT
dengan PENGGUGAT, namun anak-anak sedang tidur nyenyak, TERGUGAT
mencoba mencegah serta mengingatkan apa yang akan dilakukannya, karena anak-
anak sedang tidur dan ini sudah malam dan besok kita sama-sama pulang ke
kontrakan, namun PENGGUGAT tidak mau dan langsung marah-marah ke
TERGUGAT, hal tersebut dicoba direleraikan atau ditenangkan suasananya oleh
orang tua TERGUGAT (bapak TERGUGAT) namun PENGGUGAT tetap pada
pendiriannya, atas keras kepala PENGGUGAT maka orang tua TERGUGAT
menegor dengan alasan anak-anak sedang tidur dan saat ini sudah malam, namun
tergoran orang tua menjadi amarah bagi PENGGUGAT sehingga terjadi
percekcokan mulut antara orang tua TERGUGAT dengan PENGGUGAT dan
percekcokan tersebut juga didengar oleh warga, dan warga tersebut menjadi berang
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
terhadap PENGGUGAT karena tidak mau melihat kenyataannya bahwa anak-anak
sedang tidur nyenyak dan saat ini sudah malam. Perlu Majelis Hakim ketahui kenapa
warga sekeliling rumah orang tua TERGUGAT juga berang karena selain kejadian
tersebut, PENGGUGAT juga pernah membuat keonaran dan membuat keributan
karena hal-hal perbedaan agama, menjelek-jelekkan Agama Islam dan mencaci-maki
orang tua TERGUGAT karena selalu ikut campur dalam rumah tangga, pernah
beberapa kali PENGGUGAT disertai dengan kerabatnya mendatangi dan membuat
keributan keonaran dengan berteriak-teriak dan mengamuk di rumah Orang tua
TERGUGAT hal ini diketahui oleh warga sekitar, dan PENGGUGAT dengan
arogannya tidaklah menghiraukan himbauan warga malah menantang sehingga
memancing kemarahan warga maka pada saat itu justru TERGUGAT yang
melindungi PENGGUGAT dan TERGUGAT berusaha keras untuk menenangkan
warga;
Perlu Majelis Hakim ketahui bahwa apa yang dilaporkan oleh PENGGUGAT di
Polres Depok adalah Orang Tua TERGUGAT dan TERGUGAT hanya sebagai saksi.
Serta perlu Majelis Hakim ketahui juga hingga saat ini atas berita acara laporan
PENGGUGAT tersebut Tidak Berkembang dan Tidak Berlanjut karena yang menjadi
korban dan yang dirugikan adalah orang tua TERGUGAT;
Bahwa untuk atas dalil-dalil tersebut diatas maka TERGUGAT Mensomeer
PENGGUGAT untuk membuktikan dalil-dalil tersebut serta TERGUGAT
Mensomeer PENGGUGAT untuk membuktikan atas laporan Tindak Pidana
kekerasan yang dilakukan orang tua TERGUGAT. Oleh karenanya dalil
PENGGUGAT tersebut hanya berusaha untuk mengaburkan fakta hukum atau
memutarbalikkan fakta-fakta hukum dan juga berusaha keras mencari pembenaran-
pembenaran dengan berbagai cara serta berusaha menarik perhatian Majelis Hakim
agar dapat terpengaruh dengan dalil- dalilnya. Oleh karenanya TERGUGAT
memohon kepada Majelis Hakim yang Memeriksa, Mengadili dan Memutus perkara
a quo sekiranya dapat menyatakan Menolak dalil-dalil PENGGUGAT tersebut atau
setidak-tidaknya menyatakan dalil-dalil PENGGUGAT Tidak Dapat Diterima.
maka sepantasnya Jawaban TERGUGAT dapat Diterima atau Dikabulkan untuk
Seluruhnya;
15.Bahwa TERGUGAT perlu memberitahukan dan mengingatkan kepada Majelis
Hakim yang Memeriksa, Mengadili dan Memutus perkara a quo, bahwa antara
TERGUGAT dengan PENGGUGAT Tidak Ada dan Tidak Pernah Terikat Perikatan
atau Perjanjian Perkawinan baik sebelum maupun setelah perkawinan. Jadi apa yang
didalilkan PENGGUGAT pada point 14 dalam Gugatan Cerai PENGGUGAT
tertanggal 03 Agustus 2010 dan terlegister di Pengadilan Agama Jakarta Timur
dengan Nomor 1700/Pdt.G/2010/ PAJT tertanggal 30 Agustus 2010, yang
menyatakan:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
" sesuai dengan Pasal 29 ayat 2 Undang-undang Nomor 1 tabun 1974 tentang
Perkawinan Jo. Peraturan Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 ”.
Bahwa untuk atas dalil-dalil tersebut diatas maka TERGUGAT Mensomeer
PENGGUGAT untuk membuktikan dalil-dalil tersebut Apakah antara TERGUGAT
dengan PENGGUGAT Ada dan Pernah Terikat Perikatan atau Perianjian
Perkawinan ? baik sebelum maupun setelah perkawinan seperti yang diamanatkan
dan pencantuman Pasal 29 ayat 2 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan;
16. Bahwa TERGUGAT menolak dengan keras dan tegas atas dalil PENGGUGAT
dalam Gugatannya pada point 15 dan point 17 dalam Gugatannya yang pada intinya
menyatakan :
" Mengenai usia kedua anak yang masih dibawab umur (belum Mumayyiz)
selayaknya hak asuh anak berada kepada ibu "
Bahwa mengenai permintaan hak asuh anak yang disampaikan PENGGUGAT
berdasarkan atas hak Hadhanah bagi anak yang belum mumayyiz adalah benar bila
ibu tersebut muslim sesuai dengan syarat-syarat dalam Kitab Fiqih Islam dan bagi
PENGGUGAT adalah suatu kepentingan tertunda dari PENGGUGAT yang mana
sesungguhnya PENGGUGAT tidak pantas mendapatkan hak tersebut, mengingat
PENGGUGAT telah Peralihan Agama atau Murtad. PENGGUGAT telah melalaikan
tangggung jawabnya dengan secara sadar meninggalkan anak kedua untuk berada
dalam asuhan orang selain orang-tuanya padahal orang tuanya dalam hal ini ayah
dan ibunya mampu, tanpa memperdulikan kepentingan anak akan kebutuhan kasih
sayang langsung dari orang-tua, PENGGUGAT lalai tidak dapat memberikan
jaminan kesehatan, keselamatan jasmani dan rohani anak;
Berdasarkan Hukum Fiqih (Maqhosidusy Syari'ah) yang menjelaskan “akibat
perceraian orang tua harus meajaga aqidah anak";
Dalam buku " Mim Hajul Muslim " yang menyatakan: " bahwa bapak bisa dan
berhak mendapatkan Hak Asuh untuk anaknya",
Berdasarkan buku Fiqih Sunnah Jilid 3 yang menyatakan: " Syarat pengasuh yakni
memiliki sifat amanah dan bermoral serta beragama Islam";
Berdasarkan Fiqih Sunnah Sayyid Sabiq halaman 154 jilid IV, menyatakan :
" dari Abu Hurairah dia berkata, seorang perempuan menemui Rosululloh SAW, lalu
berkata, " wahai Rosululloh sesungguhnya suamiku mau membawa anakku pergi
padahal dialah yang selalu membantu mengambilkan air untukku dari kendi Abu
Inabah dan keberadaannya amat bermanfaat bagiku, Rosululloh kemudian
bersabda, " ini adalah ayahmu dan inilah ibumu, pilihlah mana yang engkau sukai"
kemudian anak itu memilih ibunya " , dari hadist ini dapat disimpulkan bahwa anak
berhak untuk memilih Jika Ibu Memenuhi Syarat-ayarat Dalam Hukum Fiqih;
Fiqih Sunnah Sayyid Sabiq halaman 150 :
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
" Ketetapan Fatwa dalam Mazbab Hanafi dan Mazhab lainnya, masa pengasuhan
berakhir jika anak laki-laki telah berusia 7 tabun dan anak perempuan berusia 9
tahun.";
Fiqih Sunnah Sayyid Sabiq Jilid IV halaman 156: HR Ahmad, Abu Daud dan Hakim
(Shoheh Bukhary Muslim berkata :
" Perintahkanlah anakmu melaksanakan Shalat ketika ketika berumur 7 tahun,
pukullah mereka jika meninggalkannya ketika berumur 10 tahun dan pisahkanlah
tempat tidur mereka " , dari hadist ini dapat disimpulkan atau diartikan bahwa anak
telah Aqil Balig berusia 7 tahun ;
Fiqih Imam Syafii 3 (dalam buku Prof. Dr. Wanbah Zuhaih) bab 12 tentang
Pengasuhan halaman 66, menyatakan:
" Jika suami istri bercerai yang paling berhak untuk mengasuh anaknya adalah istri
atau perempuan dengan syarat yang akan dijelaskan, sampai anak berusia 7 tahun,
setelah berusia 7 tahun anak diperbolehkan untuk memilih antara bapak dan ibu.
Syarat Pengasuhan ada 7 macam, yaitu :
. Berakal;
. Merdeka',
. Beragama;
. Bisa menjaga diri;
. Bisa dipercaya;
. Tidak menikah dengan laki-laki lain;
. Mampu melaksanakannya.
Bila salah satu tidak terpenuhi maka Gugurlah Hak Asuh yang dimiliki oleh seorang
ibu terhadap anaknya."
Dan Fiqih Imam Syafii 3 (dalam buku Prof. Dr. Wanbah Zuhaih) bab 12 tentang
Pengasuhan halaman 69 menyatakan :
" Pengasuhan dilarang bagi seorang ibu yang tidak memenuhi syarat yang telah
dijelaskan seperti- gila, budak, kafir, fasik, tidak dipercayai dan menikah dengan
pria lain kecuali dengan pria yang berhak untuk mengasuh anak tersebut."
Fiqih Sunnah Sayyid Sabiq, jilid IV hal 143 - 147 tentang Syarat Pengasuhan Anak:
1. Berakal sehat, 2. Sudah Dewasa, 3. Memiliki kemampuan untuk mendidik,
4.Memiliki sifat amanah dan bermoral, dan 5. Beragama Islam.
Anak-anak muslim tidak boleh diasuh oleh seorang pengasuh yang tidak beragama
islam sebab pengasuhan terkait erat dengan masalah perwalian sementara Allah
SWT., tidak membenarkan orang mukmin berada dibawah perwalian orang kafir."
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 41 ayat a :
" Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah :
a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelibara dan mendidik anak-
anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi
keputusannya. "
Dengan kepribadian PENGGUGAT yang selalu berpindah-pindah agama, maka
PENGGUGAT telah memenuhi Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan Pasal 49 ayat 1 huruf b :
" Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasannya terhadap seorang
anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain,
keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung yang telah dewasa
atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan Pengadilan dalam hal-hal :
a. la sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya;
b. la berkelakuan buruk sekali.";
serta PENGGUGAT memaksa dengan kekerasan (membentak-bentak dan mencubit)
kedua anak tersebut untuk ikut PENGGUGAT ke Gereja telah nyata- nyata
melanggar Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal
6 yakni :
“ Setiap anak berhak untuk beribadab menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi
sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua “,
Dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 8 :
" Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai
dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial ";
Bahwa berdasarkan Yurispurdensi MARI No 349 k / AG / 2006 tertanggal 3 Januari
2007:
" Haddanah terhadap anak bisa jatuh ke tangan bapaknya, bilamana memelihara
dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak untuk
beribadat menurut agamanya."
Bahwa seperti apa yang telah TERGUGAT uraikan diatas ini serta juga seperti apa
yang diuraikan pada point 4, point 6, point 12, point 13 dan point 14 dalam Jawaban
a quo, maka apakah seorang ibu seperti PENGGUGAT Masih Pantas dan Layak
dengan memiliki kepribadian yang berubah-ubah dalam hal memeluk agama atau
aqidah dan apakah seorang ibu seperti PENGGUGAT Masih Pantas dan Layak
PENGGUGAT telah meninggalkan TERGUGAT Tanpa Izin atau Tanpa
Pemberitahuan kepada TERGUGAT serta Hanya membawa anak kedua dan
meninggalkan anak pertama pada TERGUGAT sehingga kedua anak tersebut harus
kehilangan kasih sayang orang tua baik anak kedua harus kehilangan kasih sayang
seorang ayah maupun anak pertama harus kehilangan kasih sayang seorang ibu,
perbuatan PENGGUGAT tersebut telah 5 (lima) tahun lamanya dan perbuatan yang
lebih buruk dari PENGGUGAT adalah membawa anak kedua pergi ke Medan dan
meninggalkannya atau dititipkan kepada keluarga PENGGUGAT lalu PENGGUGAT
kembali ke Jakarta, oleh karenanya Perbuatan yang dilakukan oleh PENGGUGAT
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
adalah suatu perbuatan Tercela atau Tidak Terpuji karena telah memisahkan kasih
sayang kedua orang tua kepada anaknya. Bahwa faktor utama yang perlu menjadi
perhatian untuk Majelis Hakim yang Memeriksa, Mengadili dan Memutus perkara a
quo yakni kedua anak dari perkawinan antara TERGUGAT dengan PENGGUGAT
tersebut diatas sejak lahir dan hingga kini menganut dan memeluk Agama Islam.
Bahwa secara nyata-nyata PENGGUGAT telah mengabaikan tanggung jawabnya
sebagai orang tua, dengan meninggalkan GABE MAULANA serta membawa pergi
lalu untuk kemudian meninggalkan SANDRINA BINTANG NATALIA yang pada
saat itu berumur masih di bawah 5 ( lima ) tahun dibawah asuhan orang lain
walaupun itu kerabatnya, bukankah seharus tetap bersama dengan orang-tuanya,
baik bersama ibu ataupun ayahnya selama orang-tuanya masih ada dan mampu.
Disini nampak jelas sesungguhnya PENGGUGAT telah melepaskan haknya secara
sukarela sebagai ibu yang memiliki hak asuh atas anaknya. Dari argumentasi dan
dalil TERGUGAT tersebut ini Apakah kedua anak dari hasil perkawinan
TERGUGAT dengan PENGGUGAT harus berada pada PENGGUGAT-kah ? atau
kah sebaiknya dan selayaknya kedua anak tersebut berada dan diasuh oleh
TERGUGAT !;
17. Bahwa TERGUGAT menolak dengan keras dan tegas atas dalil PENGGUGAT
dalam Gugatannya pada point 16 dalam Gugatannya yang pada intinya menyatakan :
" Menuntut TERGUGAT untuk membayar uang Nafkah pada PENGGUGAT
berikut anak-anaknya sebesar Rp. 10.000.000, - (sepuluh juta rupiah) "
Dalam hal ini seperti apa yang didalilkan PENGGUGAT, PENGGUGAT Tidak
Dapat Memperinci secara Jelaa dan Nyata uang Nafkah sebesar Rp. 10.000.000,-
(sepuluh juta rupiah) tersebut untuk apa saja, maka sudah Sepatutnya dan
Selayaknya dalil-dalil PENGGUGAT tersebut oleh Majelis Hakim yang Memeriksa,
Mengadili dan Memutus perkara a quo Sekiranya dapat menyatakan Menolak
seluruh dalil PENGGUGAT tersebut atau Setidak-tidaknya dapat menyatakan
seluruh dalil-dalil PENGGUGAT Tidak Dapat Diterima. Dengan demikian Majelis
Hakim yang Memeriksa, Mengadili dan Memutus perkara a quo dapat Mengabultan
Seluruh dalil-dalil TERGUGAT dan Mengabulkan Seluruh Jawaban TERGUGAT
atas Gugatan Cerai dari PENGGUGAT;
18. Bahwa TERGUGAT menolak dengan keras dan tegas atas dalil PENGGUGAT
dalam Gugatannya pada point 16 dalam Gugatannya serta point 6 dalam petitum
yang pada intinya menyatakan :
" Menuntut TERGUGAT untuk membayar uang Nafkah pada PENGGUGAT
berikut anak-anaknya sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) "
" Menetapkan secara hukum TERGUGAT dibebani biaya Nafkah penghidupan
untuk kedua anaknya yang bernama ...... dst.....untuk setiap bulannya dan
dibayarkan kepada PENGGUGAT sampai kedua anak tersebut berusia 21 tahun “
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Dalam hal ini PENGGUGAT telah mengalami "Contradictio Interminis" karena di
satu sisi pada point 16 dalam positanya menyatakan "Menuntut TERGUGAT untuk
membayar uang Nafkah pada PENGGUGAT berikut anak-anaknya sebesar Rp.
10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)" disisi lain PENGGUGAT dalam petitumnya
menyatakan " menetapkan secara hukum TERGUGAT dibebani biaya Nafkah
Penghidupan untuk kedua anaknya yang bernama ...... dst.....untuk setiap bulannya
dan dibayarkan kepada PENGGUGAT sampai kedua anak tersebut berusia 21 tahun
". Disini terlihat dengan jelas bahwa dalil-dalil PENGGUGAT telah mengalami
"Contradictio Interminis". Dengan demikian sudah Sepatutnya dan Selayaknya
dalil-dalil PENGGUGAT tersebut oleh Majelis Hakim yang Memeriksa, Mengadili
dan Memutus perkara a quo Sekiranya dapat menyatakan Menolak seluruh dalil
PENGGUGAT tersebut atau Setidak-tidaknya dapat menyatakan seluruh dalil-dalil
PENGGUGAT Tidak Dapat Diterima. dengan demikian Majelis Hakim yang
Memeriksa, Mengadili dan Memutus perkara a quo dapat Mengabultan Seluruh
dalil-dalil TERGUGAT dan Mengabulkan Seluruh Jawaban TERGUGAT atas
Gugatan Cerai dari PENGGUGAT;
19. Bahwa alasan-alasan dan fakta-fakta hukum diatas telah memenuhi ketentuan Pasal
19 huruf (f) Peraturan Pemerintah nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo Pasal 116 ayat k
Kompilasi Hukum Islam mengenai alasan-alasan perceraian, dimana antara
TERGUGAT dengan PENGGUGAT telah terjadi perselisihan dan percekcokkan
yang terus menerus dan sulit untuk diharapkan dapat hidup rukun kembali dalam
satu rumah tangga, dan PENGGUGAT telah benar-benar melanggar Undang-undang
Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 1 dan Pasal 2 ayat 1 jo Kompilasi
Hukum Islam Bab II Pasal 2 dan Pasal 3, sehingga PATUT dan ADIL Perkawinan
tersebut dinyatakan PUTUS atau BERAKHIR karena Perceraian Oleh Majelis
Hakim Yang Memeriksa, Mengadili dan Memutus Perkara a quo;
. Bahwa oleh karena PENGGUGAT telah nyata-nyata melakukan Peralihan Agama
atau Murtad seperti sesuai uraian pada point 6, point 11, point 12, point 14 dan point
16 diatas dalam Jawaban a quo, maka berdasarkan hukum, yakni pada Bab XVII
Bagian Ketiga Pasal 156 ayat a angka 2 Kompilasi Hukum Islam dan Hukum Fiqih,
dengan demikian GABE MAULANA, anak Pertama Laki-Laki, lahir pada tanggal
10 Agustus 1999, usia 11 tahun, SANDRINA BINTANG NATALIA, anak Kedua
Perempuan, lahir pada tanggal 23 Desember 2001, usia 9 tahun, yang merupakan
anak -anak dari perkawinan TERGUGAT dengan PENGGUGAT, dan anak pertama
dan anak kedua tersebut secara psikologis lebih dekat dengan TERGUGAT, maka
TERGUGAT Mohon kepada Majelis Hakim Pemeriksa Perkara a quo untuk
menetapkan Hak Asuh ( Hadhanah) kepada TERGUGAT, dan TERGUGAT tidak
akan menghalangi-halangi PENGGUGAT untuk melakukan hubungan kekeluargaan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
selaku Ibu dari anak tersebut, selama atau atas seizin dan sepengetahuan
TERGUGAT;
. Bahwa dari yang didalilkan oleh TERGUGAT benar apa adanya dan TERGUGAT
sanggup membuktikan setiap dalil-dalil Gugatan Perkara a quo dengan mengajukan
alat-alat bukti pada persidangan nantinya, baik Alat Bukti Tertulis maupun Alat
Bukti berupa Keterangan Saksi-saksi, dan juga TERGUGAT Memohon kepada
Majelis Hakim yang Memeriksa, Mengadili dan Memutus sekiranya dapat
Memanggil dan Mendengarkan keterangan dari kedua anak TERGUGAT dan
PENGGUGAT agar Tercapai Kebenaran vang Hakiki;
II. Permintaan TERGUGAT {Fundamentum Petitum)
Berdasarkan hal-hal dan alasan-alasan sebagaimana diuraikan tersebut diatas,
TERGUGAT MOHON dengan hormat kiranya Yang Terhormat Bapak Ketua
Pengadilan Agama Jakarta Timur cq. Majelis Hakim yang Memeriksa, Mengadili dan
Memutus perkara a quo, berkenan Mengabulkan Jawaban TERGUGAT atas Gugatan
Perceraian perkara a quo, dan selanjutnya berkenan memberikan Putusan sebagai berikut
:
1 Menolak Gugatan PENGGUGAT terhadap TERGUGAT untuk
sebagian;
2 Menyatakan perkawinan antara TERGUGAT dengan PENGGUGAT
yang perkawinan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan
Palmerah, Slipi, Jakarta Barat dan telah dicatat oleh Penghulu /
Pegawai Pencatat Nikah pada Kantor Urusan Agama (KUA)
Kecamatan Palmerah, Slipi, Jakarta Barat, Propinsi DKI Jakarta
berdasarkan Kutipan Akta Nikah Nomor 0302 / 77 / V / 99 tertanggal
24 Mei 1999, Propinsi DKI Jakarta, dinyatakan Putus karena
Perceraian dengan segala akibat hukumnya;
3 Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Agama Jakarta Timur
untuk mengirimkan selembar Putusan Perceraian tanpa materai
kepada Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Palmerah, Slipi,
Jakarta Barat, Propinsi DKI Jakarta yang berwenang, untuk mencatat
Putusan Perceraian a quo dalam Buku Daftar yang tersebut untuk itu,
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku;
4 Menyatakan PENGGUGAT telah Peraliban Agama atau Murtad.
5 Menyatakan Perbuatan yang dilakukan oleh PENGGUGAT adalah
suatu perbuatan Tercela atau Tidak Terpuji karena telah memisahkan
kasih sayang orang tua kepada anaknya, telah meninggalkan anak
kedua di Medan tanpa diberikan kasih sayang orang tua, tidak
merawat kedua anak dengan baik, PENGGUGAT Tidak Jujur /
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Tidak Amanah ( fasakh ), Emosional / temperamental dan
PENGGUGAT-lah yang telah melakukan kekerasan fisik dan psikis
terhadap tergugat dan anak-anaknya serta memaksakan kehendak
penggugat kepada tergugat, kedua anak dan orang tua tergugat untuk
Peralihan Agama atau Murtad.
6 Menyatakan bahwa penggugat telah lalai melaksanakan
kewajibannya sebagai orang tua terhadap Gabe Maulana anak
pertama laki-laki, Sandrina Bintang Natalia anak kedua
perempuan, yang merupakan anak-anak dari perkawinan tergugat
dengan penggugat.
7 Menetapkan hak asuh terhadap Gabe Maulana anak pertama laki-
laki, lahir pada tanggal 10 Agustus 1999, usia 11 tahun, tetap berada
dan diberikan kepada tergugat.
8 Menetapkan hak asuh terhadap Sandrina Bintang Natalia anak
kedua perempuan, lahir pada tanggal 23 Desember 2001, usia 9
tahun, berada dan diberikan kepada tergugat.
9 Menyatakan sah dan berharga dengan segala akibat hukumnya atas
hak asuh terhadap Gabe Maulana anak pertama laki-laki, lahir pada
tanggal 10 Agustus 1999, usia 11 tahun dan Sandrina Bintang
Natalia anak kedua perempuan, lahir pada tanggal 23 Desember
2001, usia 9 tahun, diberikan kepada tergugat.
10 Memerintahkan kepada penggugat untuk menyerahkan dan
memberikan Sandrina Bintang Natalia anak kedua perempuan,
lahir pada tanggal 23 Desember 2001, usia 9 tahun, kepada tergugat.
11 Menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu
(uitvoerbaar bijvoorraad), walaupun ada bantahan, perlawanan
(verzet), banding maupun kasasi.
12 Menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara yang timbul
menurut hukum.
Apabila yang terhormat majelis hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara
a quo berpendapat lain, mohon kebijaksanaan untuk memberikan putusan yang seadil –
adilnya (ex aequo et bono).
Menimbang, bahwa atas jawaban tergugat tersebut penggugat menyampaikan
repliknya secara tertulis sebagai berikut :
Dalam pokok perkara :
1 Bahwa hal-hal yang dikemukakan dalam gugatan penggugat mohon dianggap
sebagai satu kesatuan dalam replik penggugat ini;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
2 Bahwa penggugat menolak seluruh dalil-dalil jawaban tergugat kecuali terhadap
hal-hal yang dengan tegas diakui kebenarannya oleh penggugat;
3 Bahwa dalil tergugat pada point 1 sampai dengan 4 adalah hal yang menguatkan
fakta antara penggugat dan tergugat adalah istri dan suami yang sah dan sampai
sekarang adalah orang tua dari anak-anak penggugat dan tergugat yang tumbuh
dan berkembang sesuai dengan ajaran yang dianut oleh kedua orang tuanya,
yaitu agama Islam;
4 Tanggapan terhadap dalil tergugat pada poin 5 dan 6.
Bahwa dalil tergugat yang mendalilkan mengenai tempat tinggal tidak sepenuhnya
benar, fakta sebenarnya bahwa penggugat dan tergugat lebih lama dan sering tinggal
bersama dengan anak-anak penggugat di Jalan Anggrek Rosliana Raya Blok H
No.86 RT.009 RW.05 Slipi Kelurahan Kemanggisan, Kecamatan Palmerah, Jakarta
Barat.
Bahwa mengenai kekerasan yang kerap kali dilakukan tergugat kepada penggugat
adalah fakta yang tidak terbantahkan yaitu dengan dilaporkannya tergugat tentang
kekerasan terhadap penggugat pada pihak kepolisian dalam hal ini Polres Jakarta
Barat.
Mengenai adanya peralihan agama ke agama penggugat lama, adalah tidak benar
karena secara administrasi anak-anak masih beragama Islam.
5 Tanggapan terhadap dalil tergugat pada poin 7,8,9 dan 10.
Bahwa terhadap dalil tergugat pada poin diatas, penggugat tetap pada posita gugatan
penggugat yaitu sudah tidak ada kesesuaian dan ketidakharmonisan lagi untuk
meneruskan rumah tangga penggugat dan tergugat.
Mengenai dalil-dalil yang dikemukakan tergugat faktanya semua kebutuhan sehari-
hari penggugat berusaha sekuat tenaga untuk membiaya keluarga dan anak-anak
penggugat.
6 Tanggapan terhadap dalil tergugat pada poin 11,12,13 dan 14.
Bahwa adanya tindak kekerasan yang dilakukan tergugat kepada penggugat adalah
bukti adanya laporan penggugat ke pihak kepolisian dan sudah sesuai dengan bukti
laporan, dan tergugat juga mengetahui peristiwa tersebut jadi penggugat tidak perlu
lagi untuk menjelaskan lebih rinci dalam replik ini.
Bahwa dalil-dalil yang dikemukakan tergugat adalah membuktikan antara penggugat
dan tergugat sudah tidak bisa dipersatukan kembali dan rumah tangga yang demikian
sangat rentan untuk terus dilanjutkan.
7 Tanggapan terhadap dalil tergugat pada poin 15,16,17 dan 18.
Bahwa hak atas anak sudah sepatutnya dan selayaknya diserahkan kepada ibu dari
anak-anak, dengan demikian tanggung jawab untuk memberikan semua biaya nafkah
dan biaya pendidikan yang diperlukan bagi seorang anak sampai dewasa dan dapat
berdiri sendiri adalah tanggung jawab tergugat (ayah), sekali lagi penggugat
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
nyatakan bahwa gugatan nafkah anak dan pendidikan tersebut diajukan sesuai
dengan peraturan yang berlaku yakni :
• Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam huruf a,b dan c.
• Pasal 156 Kompilasi Hukum Islam huruf a.
Bahwa berdasarkan uraian diatas adalah cukup beralasan apabila penggugat
diberikan hak perwalian terhadap anak-anak penggugat dan tergugat yang bernama
Gabe Maulana, laki-laki, yang lahir di Jakarta pada tanggal 10 Agustus 1999 dan
Sandrina Bintang Natalia, perempuan, yang lahir pada tanggal 23 Desember 2001.
dan untuk anak laki-laki yang bernama Gabe Maulana yang saat ini berada pada
tergugat segera diserahkan kepada penggugat, hal demikian adalah cukup beralasan.
Mengenai nafkah anak-anak yang masih mumayyiz adalah angka Rp 10.000.000,-
( sepuluh juta rupiah) suatu yang wajar, mengingat anak-anak masih memerlukan
biaya pendidikan sampai dengan tumbuh dewasa (21 tahun).
8 Tanggapan terhadap dalil tergugat poin 19.
Bahwa terhadap dalil tergugat pada poin tersebut diatas adalah merupakan suatu
proses yang cukup lama perihal persoalan rumah tangga penggugat dan tergugat
yang sudah lama selalu mengalami persoalan yang tidak pernah tercapai suatu
kerukunan dan satu sama lain selalu bertengkar secara terus menerus dan sulit untuk
didamaikan.
Maka adalah cukup beralasan apabila majelis hakim yang memimpin, meriksa dan
memutus perkara aquo untuk menyatakan perkawinan antara penggugat dan tergugat
putus karena perceraian dengan segala akibat hukumnya.
9 Bahwa berdasarkan apa yang telah dikemukakan oleh penggugat tersebut diatas
dan hal-hal yang tidak ditanggapi secara khusus oleh penggugat, maka
seluruhnya ditolak, dan dengan demikian penggugat tetap pada gugatan semula.
PRIMAIR :
Berdasarkan dalil-dalil yang telah diuraikan diatas, penggugat mohon kepada majelis
hakim yang memimpin, memeriksa dan memutus perkara pada Pengadilan Agama
Jakarta Timur untuk menjatuhkan putusan ini sebagai berikut :
1 Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya.
2 Menyatakan sah perkawinan antara penggugat dan
tergugat yang dilaksanakan di Kantor Urusan Agama
(KUA) kecamatan Palmerah, Jakarta Barat sebagaimana
Kutipan Akta Nikah Nomor : 0302/77/V/99 yang
dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan
Palmerah, Jakarta Barat.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
3 Menyatakan sah menurut hukum perkawinan antara
penggugat dan tergugat yang dilaksanakan di Kantor
Urusan Agama (KUA) Kecamatan Palmerah, Jakarta
Barat, sebagaimana Kutipan Akta Nikah, putus karena
cerai dengan segala akibatnya.
4 Menetapkan hak pengasuhan anak (hadhanah) terhadap
kedua anak yaitu yang bernama Gabe Maulana (laki-laki)
berumur 10 (sepuluh) tahun dan Sandrina Bintang
Natalia berumur 8 (delapan) tahun kepada penggugat.
5 Menghukum tergugat untuk menyerahkan Gabe Maulana
dan Sandrina Bintang Natalia kepada penggugat tanpa
syarat apapun sejak putusan ini berkekuatan hukum.
6 Menetapkan secara hukum tergugat dibebani biaya nafkah
penghidupan untuk kedua anaknya yang bernama Gabe
Maulana dan Sandrina Bintang Natalia sebesar Rp
10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) untuk setiap bulannya
dan dibayar kepada penggugat sampai kedua anak tersebut
berusia 21 tahun.
7 Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara yang
timbul dalam perkara ini.
SUBSIDAIR :
Apabila majelis hakim yang memeriksa perkara ini berpendapat lain, mohon putusan
yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Menimbang, bahwa atas replik penggugat tersebut, tergugat menyampaikan
dupliknya secara tertulis tertanggal 25 April 2011 sebagai berikut :
1 Bahwa dalil-dalil atau argumentasi yang terurai dalam jawaban tergugat pada
tanggal 11 April 2011 dengan Nomor Surat 011/C&Co/G.P.PA/G.Pdt/IV-11
mohon dianggap sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam duplik a
quo.
2 Bahwa tergugat menolak dan menyangkal seluruh dalil-dalil yang dikemukakan
oleh penggugat dalam repliknya tertanggal 18 April 2011, kecuali untuk hal-hal
yang secara tegas-tegas diakui kebenarannya oleh tergugat.
3 Bahwa tergugat menolak secara tegas-tegas dan nyata-nyata atas dalil atau
argumentasi penggugat pada point 3 dan point 4 dalam repliknya yang
menyatakan :
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
“Bahwa dalil tergugat pada ............ s/d.............. dan sampai sekarang adalah orang
tua dari anak-anak penggugat dan tergugat yang tumbuh dan berkembang sesuai
dengan ajaran yang dianut oleh kedua orang tuanya, yaitu agama Islam”.
“Mengenai adanya peralihan agama ke agama penggugat lama, adalah tidak
benar karena secara administrasi anak-anak masih beragama Islam”.
Bahwa atas dalil penggugat tersebut yang menyatakan “anak-anak penggugat dan
tergugat yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan ajaran yang dianut oleh
kedua orang tuanya, yaitu agama Islam” dan “Mengenai adanya peralihan agama
ke agama penggugat lama, adalah tidak benar”. Dalil tersebut sangatlah mengada-
ada dan merekayasa atau hanya berusaha untuk mengaburkan fakta hukum atau
memutarbalikkan fakta-fakta hukum dan juga berusaha keras mencari pembenaran-
pembenaran dengan berbagai cara serta berusaha menarik perhatian majelis hakim
agar dapat terpengaruh dengan dalil-dalil penggugat, karena pada kenyataannya dan
secara fakta hukum yang tidak terbantahkan bahwa penggugat melakukan peralihan
agama atau murtad sejak tahun 2000 seperti sesuai yang telah diuraikan pada point 6
dalam jawaban tergugat pada tanggal 11 April 2011 dengan Nomor surat 011/C&Co/
G.P.PA/G.Pdt/IV-11 dan sesuai pengakuan penggugat sendiri di depan hakim
mediator pada tanggal 13 Desember 2010, yakni penggugat beragama Kristen
Protestan. Jadi penggugat secara nyata-nyata mengakui dan menyatakan bahwa
agama yang dianutnya adalah Kristen Protestan.
Bahwa atas dalil penggugat tersebut yang menyatakan “secara administrasi anak-
anak masih beragama Islam” , hal tersebut adalah hal-hal yang mengada-ada dan
tidak jelas dalil tersebut dan dalil tersebut juga terkesan hanya berusaha untuk
mengaburkan fakta hukum atau memutarbalikkan fakta-fakta hukum dan juga
berusaha keras mencari pembenaran-pembenaran dengan berbagai cara serta
berusaha menarik perhatian majelis hakim agar terpengaruh dengan dalil-dalil
penggugat. Perlu majelis hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara
aquo ketahui secara fakta hukum yang tidak terbantahkan bahwa anak kedua yang
bernama Sandrina Bintang Natalia selalu dipaksa untuk melakukan peralihan agama
atau murtad mengikuti penggugat juga didik Kristen dengan cara dimasukkan ke
sekolah Badan Pendidikan Kristen Penabur (sekolah beragama Kristen) yang
beralamat di Cipinang Jakarta Timur.
Serta hal mengenai“secara administrasi anak-anak masih beragama Islam” , dalil
penggugat ini sangatlah bertentangan dengan norma-norma hukum yang berlaku
karena dalam Pancasila dan UUD yang sebagai dasar hukum dan landasan hukum
bangsa Indonesia tidak pernah menyatakan ataupun tertulis bahwa agama hanya
sebagai administrasi saja bagi warga negara atau orang, namun Pancasila dan UUD
melindungi agama seseorang atau setiap warga negara. Jadi kami tergugat sangat
keberatan dan menolak secara tegas-tegas atas dalil penggugat yakni “secara
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
administrasi anak-anak masih beragama Islam” karena agama bukanlah sebagai
administrasi bagi setiap warga negara atau setiap orang namun merupakan suatu
kepercayaan dan keyakinan atau dengan kata lain aqidah terhadap sang pencipta,
dan kami tergugat juga memohon kepada majelis hakim yang memeriksa, mengadili
dan memutus perkara aquo agar sekiranya sependapat dengan dalil tergugat tersebut
diatas dan menolak seluruh dalil-dalil penggugat serta memberi catatan dan memberi
teguran kepada penggugat atas dalil tersebut diatas.
Bahwa pada kesempatan ini kami tergugat ingin mempertanyakan kepada
penggugat, apakah agama adalah hal yang menyangkut administrasi saja???
4 Bahwa tergugat menolak secara tegas-tegas dan nyata-nyata atas dalil atau
argumentasi penggugat pada point 4 alenia 1 dalam repliknya yang pada intinya
menyatakan :
“penggugat dan tergugat lebih lama dan sering tinggal bersama anak-anak
penggugat di Jalan Anggrek Rosalina Raya Blok H No : 86 RT.009 RW.05 Slipi,
Kelurahan Kemanggisan, Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat”.
Bahwa penggugat tidak bisa mengartikan dan mengerti dalil tergugat pada point 5
dalam jawaban tergugat pada tanggal 11 April 2011 dengan nomor surat 011/C&Co/
G.P.PA/G.Pdt/IV-11, bahwa dalam dalil tergugat terurai dengan jelas dan gamblang
yakni tempat tinggal bersama tergugat dan penggugat selalu berpindah-pindah dari
yang beralamat di Jalan Anggrek Rosliana Raya Blok H No : 86 RT.009 RW.05
Slipi, Kelurahan Kemanggisan, Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat, pindah di
rumah kontrakan yang beralamat di Jalan Mesjid AMD V Petukangan Utara Jakarta
Selatan, kembali ke rumah orang tua tergugat di Jalan Anggrek Rosalina VI RT.009
RW.05 Slipi, Kelurahan Kemanggisan, Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat dan
setelah itu tinggal di daerah Depok Pancoran Mas di rumah yang disewa oleh
tergugat. Jadi rumah terakhirlah yang lebih lama ditempati yakni di daerah Depok
Pancoran Mas di rumah yang disewa oleh tergugat sebelum penggugat
meninggalkan tergugat dan anak pertama yang bernama Gabe Maulana pada
pertengahan tahun 2005, dan penggugat pergi tanpa izin dan pemberitahuan serta
membawa anak kedua yang bernama Sandrina Bintang Natalia. Dan selama dari
awal pernikahan hingga awal tahun 2005 tergugat, penggugat dan anak-anak dari
hasil pernikahan tergugat dan penggugat selalu tinggal bersama-sama.
5 Bahwa tergugat menolak secara tegas-tegas dan nyata-nyata atas dalil atau
argumentasi penggugat pada point 4 alenia 2 dan pada point 6 dalam repliknya
yang pada intinya menyatakan :
“bahwa tergugat kerap kali melakukan kekerasan terhadap penggugat, dan
kekerasan tersebut oleh penggugat telah melaporkan kepada pihak Kepolisian”
Bahwa memang benar kekerasan kerap kali terjadi dalam rumah tangga tergugat
dengan penggugat dan memang benar penggugat pernah melaporkan kekerasan yang
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 27
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
dilakukan oleh tergugat terhadap penggugat di Polres Jakarta Barat, namun apa
yang terjadi dan bagaimana peristiwanya serta siapa korbannya tergugat telah
menguraikan dengan jelas terperinci dan gambling pada point 6,11,12,13 dan 14
dalam jawaban tergugat pada tanggal 11 April 2011 dengan nomor surat 011/C&Co/
G.P.PA/G.Pdt/IV-11, oleh karenanya tergugat tidak perlu menguraikan kembali agar
tidak terjadi pengulangan dalil atau kalimat. Bahwa apa yang telah tergugat uraikan
dalam jawabannya jelas dan nyata bahwa yang menjadi korban kekerasan adalah
tergugat bukan sebaliknya dan laporan kekerasan pada kepolisian pun tidak berjalan
atau tidak berlanjut karena pihak kepolisian pun tahu dan melihat fakta-fakta
kekerasan dan luka yang ada pada tergugat, oleh karenanya penggugat tidak pernah
bisa membuktikan adanya kekerasan yang dilakukan oleh tergugat terhadpa
penggugat. Jadi pada intinya penggugat hanya berusaha untuk mengaburkan fakta
hukum atau memutarbalikkan fakta-fakta hukum dan juga berusaha keras mencari
pembenaran-pembenaran dengan berbagai cara serta berusaha menarik perhatian
semua pihak untuk dapat berpihak kepada penggugat dan menyatakan tergugat
bersalah, melakukan kekerasan dan tidak bisa berbuat baik dan benar sebagai
suami.
Tergugat tetap mensomeer penggugat untuk membuktikan dalil-dalil yang tertulis
pada point 8, point 12 dalam gugatan aquo serta point 4 alenia 2 dan point 6 alenia 1.
Serta tergugat mensomeer penggugat untuk membuktikan atas laporan tindak pidana
kekerasan yang dilakukan tergugat dan apakah kekerasan tersebut benar-benar
terjadi.
6 Bahwa tergugat menolak secara tegas-tegas dab nyata-nyata atas dalil atau
argumentasi penggugat pada point 7 dalam repliknya untuk keseluruhannya.
Karena seperti yang telah tergugat tuangkan dan uraikan pada point
6,11,12,13,14,16,17 dan point 18 dalam jawaban tergugat pad atanggal 11 April
2011 dengan nomor surat 011/C&Co/G.P.PA/G.Pdt/IV-11, serta juga tergugat
juga telah menguraikan secara tegas-tegas seperti sesuai pada point 2 dalam
duplik tergugat ini, oleh karenanya tergugat tidak perlu menguraikan kembali
agar tidak terjadi pengulangan dalil atau kalimat. Maka tergugat hanya perlu
mempertegas fakta hukum yang tidak dapat dibantah lagi bahwa penggugat telah
melakukan peralihan agama atau murtad, dengan demikian secara sah dan secara
hukum yang berlaku serta secara hukum fiqih yang ada, maka penggugat sudah
tidak berhak lagi untuk mengasuh, merawat dan mendidik anak-anak yang
dihasilkan dari perkawinan tergugat dengan penggugat.
7 Bahwa tergugat sangat perlu untuk menyampaikan informasi kepada majelis
hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara aquo bahwa
berdasarkan pemberitaan melalui beberapa media elektronik dan media cetak
pada tanggal 22 s/d 24 April 2011, yang intinya memberitakan : saudari Mindo
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 28
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
alias Rosa alias Ratna alias “R” saat ini ditangkap dan diperiksa oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan sangkaan melakukan tindakan
gratifikasi (suap) serta saat ini penggugat ditahan di LP Pondok Bambu. Agar
informasi ini berimbang, tergugat memohon kepada majelis hakim yang
memeriksa, mengadili dan memutus perkara aquo untuk dapat mempertanyakan
kebenaran informasi tersebut kepada penggugat. Bilamana hal tersebut
merupakan kebenaran yang nyata, maka apa yang telah penggugat lakukan akan
memberi contoh yang sangat tidak baik bagi anak-anak. Oleh karenanya
sangatlah tepat dan selayaknya berdasarkan hukum fiqh dan hukum Kompilasi
Islam maka hak asuh dan perwalian jatuh atau diberikan kepada tergugat demi
mempertimbangkan aqidah, kedekatan dan pertumbuhan moral dan perilaku
anak-anak yang dihasilkan dari perkawinan tergugat dengan penggugat.
Perlu majelis hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara aquo ketahui
bahwa keluarga Mindo Rosalina binti Poiln Manullang adalah keluarga yang
menganut atau memeluk agama Kristen Protestan dan tidak ada satu pun dari
keluarga tersebut yang menganut atau memeluk agama Islam. Jadi suatu hal
yang tidak mungkin dan tidak dibenarkan oleh hukum fiqh bahwa seseorang anak
muslim diasuh dan dirawat oleh keluarga non muslim.
8 Bahwa oleh karena penggugat telah nyata-nyata melakukan perlaihan agam atau
murtad sesuai uraian pada 6,11,12,13,14,16,17 dan point 18 dalam jawaban
tergugat pad atanggal 11 April 2011 dengan nomor sura011/C&Co/G.P.PA/
G.Pdt/IV-11, serta juga tergugat juga telah menguraikan secara tegas-tegas
seperti sesuai pada point 2, point 6 dan point 7 dalam duplik tergugat ini, maka
berdasarkan hukum, yakni pada bab VXII bagian ketiga Pasal 156 ayat a angka 2
Kompilasi Hukum Islam dan hukum fiqh, dengan demikian Gabe Maulana,
anak pertama laki-laki, lahir pada tanggal 12 Agustus 1999, usia 11 tahun,
Sandrina Bintang Natalia, anak kedua perempuan, lahir pada tanggal 23
Desember 2001, usia 9 tahun, yang merupakan anak-anak dari perkawinan
tergugat dengan penggugat, dan anak pertama dan anak kedua tersebut secara
psikologis lebih dekat dengan tergugat, maka tergugat mohon kepada majelis
hakim pemeriksa perkara aquo untuk menetapkan hak asuh (hadhanah) kepada
tergugat, dan tergugat tidak akan menghalang-halangi penggugat untuk
melakukan hubungan kekeluargaan selaku ibu dari anak tersebut, selama atau
atas seizin dan sepengetahuan tergugat.
9 Bahwa dari yang didalilkan oleh tergugat benar apa adanya dan tergugat sanggup
membuktikan setiap dalil-dalil gugatan perkara aquo dengan mengajukan alat-
alat bukti pada persidangan nantinya, baik alat bukti tertulis maupun alat bukti
berupa keterangan saksi-saksi, dan juga tergugat memohon kepada majelis hakim
yang memeriksa, mengadili dan memutus sekiranya dapat memanggil dan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 29
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
mendengarkan keterangan dari kedua anak tergugat dan penggugat agar tercapai
kebenaran yang hakiki.
Berdasarkan hal-hal dan alasan-alasan sebagaimana diuraikan tersebut diatas,
tergugat mohon dengan hormat sekiranya yang terhormat Bapak Ketua Pengadilan
Agama Jakarta Timur cq majelis hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus
perkara aquo, berkenan mengabulkan jawaban tergugat atas gugatan perceraian perkara
aquo, dan selanjutnya berkenan memberikan putusan sebagai berikut :
1 Menolak gugatan penggugat terhadap tergugat untuk
sebagian.
2 Menyatakan perkawinan antara tergugat dengan penggugat
yang perkawinan di Kantor Urusan Agama (KUA)
Kecamatan Palmerah, Slipi, Jakarta Barat dan telah dicatat
oleh penghulu / pegawai pencatat nikah pada Kantor
Urusan Agama (KUA) Kecamatan Palmerah, Slipi, Jakarta
Barat, Propinsi DKI Jakarta berdasarkan Kutipan Akta
Nikah nomor 0302/77/V/99 tertanggal 24 Mei 1999,
Propinsi DKI Jakarta, dinyatakan putus karena perceraian
dengan segala akibat hukumnya.
3 Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Agama
Jakarta Timur untuk mengirimkan selembar putusan
perceraian tanpa materai kepada Kantor Urusan Agama
(KUA) Kecamatan Palmerah, Slipi, Jakarta Barat, Propinsi
DKI Jakarta yang berwenang, untuk mencatat putusan
perceraian aquo dalam buku daftar yang tersebut untuk itu,
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
4 Menyatakan penggugat telah peralihan agama atau
murtad.
5 Menyatakan perbuatan yang dilakukan oleh penggugat
adalah suatu perbuatan tercela atau tidak terpuji karena
telah memisahkan kasih sayang orang tua kepada anaknya,
telah meninggalkan anak kedua di Medan tanpa diberikan
kasih sayang orang tua, tidak merawat kedua anak dengan
baik, penggugat tidak jujur / tidak amanah (fasakh)
emosional / temperamental dan penggugatlah yang telah
melakukan kekerasna fisik dan psikis terhadap tergugat
dan anak-anaknya serta memaksakan kehendak penggugat
kepada tergugat, kedua anak untuk peralihan agama atau
murtad.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 30
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
6 Menyatakan bahwa penggugat telah lalai melaksanakan
kewajibannya sebagai orang tua terhadap Gabe Maulana,
anak pertama laki-laki, Sandrina Bintang Natalia, anak
kedua perempuan, yang merupakan anak-anak dari
perkawinan tergugat dengan penggugat.
7 Menetapkan hak asuh terhadap Gabe Maulana, anak
pertama laki-laki, lahir pada tanggal 12 Agustus 1999, usia
11 tahun, tetap berada dan diberikan kepada tergugat.
8 Menetapkan hak asuh terhadap Sandrina Bintang
Natalia, anak kedua perempuan, lahir pada tanggal 23
Desember 2001, usia 9 tahun, berada dan diberikan kepada
tergugat.
9 Menyatakan sah dan berharga dengan segala akibat
hukumnya atas hak asuh terhadap Gabe Maulana, anak
pertama laki-laki, lahir pada tanggal 12 Agustus 1999, usia
11 tahun, Sandrina Bintang Natalia, anak kedua
perempuan, lahir pada tanggal 23 Desember 2001, usia 9
tahun, diberikkan kepada tergugat.
10 Memerintahkan kepada penggugat untuk menyerahkan
dan memberikan Sandrina Bintang Natalia, anak kedua
perempuan, lahir pada tanggal 23 Desember 2001, usia 9
tahun, kepada tergugat.
11 Menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan terlebih
dahulu (uitvoerbaar bijvoorraad) walaupun ada bantahan,
perlawanan (verzet), banding, maupun kasasi.
12 Menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara
yang timbul menurut hukum.
Atau apabila majelis hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara aquo
berpendapat lain, mohon kebijaksanaan untuk memberikan putusan yang seadil –
adilnya (ex aequo et bono).
Menimbang, bahwa dalam menguatkan dalil-dalil gugatannya, penggugat telah
mengajukan alat bukti antara lain :
Bukti surat yang telah bermaterai cukup yang terdiri dari :
1 Fotokopi Duplikat Kutipan Akta Nikah Nomor : 01/DN/I/2010 tertanggal 7
Januari 2010, yang diberi tanda (P.1).
2 Fotokopi Kutipan Akta Kelahiran No.15.157/JT/KLT/2010 tertanggal 6
Desember 2010, yang diberi tanda (P.2).
3 Fotokopi Kutipan Akta Kelahiran No.15.156/JT/KLT/2010 tertanggal 6
Desember 2010, yang diberi tanda (P.3).
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 31
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
4 Surat Pernyataan yang dibuat dan ditandatangani tergugat tertanggal 22
Nopember 2010, yang diberi tanda (P.4).
5 Fotokopi Kartu Tanda Penduduk No.3175074202750013 tertanggal 29 Juli 2011
berlaku hingga tanggal 2 Februari 2016 atas nama Mindo Rosalina Manulang,
yang diberi tanda (P.5).
6 Fotokopi Kartu Keluarga No. 3175071301100010 tertanggal 27 Juli 2011 atas
nama Mindo Rosalina Manulang, yang diberi tanda (P.6).
7 Fotokopi Surat Pernyataan Memeluk Agama Islam tertanggal 14 Mei 1999 atas
nama Mindo Rosalina Manulang yang dikeluarkan oleh KUA Kecamatan
Palmerah Jakarta Barat, yang diberi tanda (P.7).
8 Fotokopi Surat Tanda Penerimaan Laporan Pengaduan ke Polres Metro Jakarta
Selatan Nomor LP/1102/K/VII/2011/PMJ/ResJakSel tertanggal 12 Juli 2011,
yang diberi tanda (P.8).
9 Fotokopi Surat Permohonan Bantuan Pemeriksaan atas nama Mindo Rosalina
Manullang Nomor B/2269/VII/2011/Restro Jaksel tertanggal 21 Juli 2011 dari
Polres Metro Jaksel kepada Kepala Rutan Pondok Bambu, yang diberi tanda
(P.9).
10 Fotokopi Surat Teguran dari sekolah SDK 4 Penabur Nomor 122/JKT/DO4/SIS/
G06/VIII/2011 tertanggal 11 Agustus 2011, yang diberi tanda (P.10).
Bukti-bukti surat tersebut telah dicocokkan dengan aslinya dan ternyata sesuai kecuali
bukti P.1 (tanpa asli) P.4 aslinya ada pada tergugat, P.7 aslinya sudah disobek oleh
tergugat.
Menimbang terhadap bukti-bukti penggugat tersebut, tergugat menyatakan
keberatan terhadap bukti P.1, P.5, P.6 dan P.7 serta bukti P.10.
Menimbang, bahwa selain bukti surat, penggugat mengajukan keterangan 3
orang saksi yang memberikan keterangan dibawah sumpahnya sebagai berikut :
1. Rossi Kristiani Manullang binti Palin Manullang, umur 31 tahun, agama Kristen
Protestan, tempat tinggal di Jl. Palsigunung 9F RT.07 RW.03 Kel. Tugu Kec.
Cimanggis Kota Depok, setelah berjanji menerangkan :
• bahwa saksi kenal penggugat dan tergugat karena saksi adalah adik
kandung penggugat.
• bahwa saksi mengetahui penggugat dengan tergugat akan bercerai.
• bahwa penggugat dengan tergugat sebagai suami istri sejak tahun
1999, menikah secara Islam, setelah menikah mereka tinggal di
rumah orang tua tergugat dan terakhir mengontrak rumah di Depok,
mereka telah hidup rukun dan telah dikaruniai 2 orang anak bernama
Gabe Maulana lahir pada tanggal 10 Agustus 1999 dan Sandrina
Bintang Natalia lahir pada tanggal 23 Desember 2001.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 32
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Bahwa sebelum menikah penggugat beragama Kristen, namun pada
saat pernikahan penggugat sudah beragama Islam.
• bahwa sepengetahuan saksi rumah tangga penggugat dan tergugat
sudah tidak rukun, tergugat jarang ada di rumah, tergugat kadang 2
hari tidak pulang, kalau pulang kadang menginap kadang tidak,
antara 3-4 jam di rumah terus pergi lagi dan bila menginap
penggugat dengan tergugat tidak tidur sekamar, kira-kira pertengahan
tahun 2008 tergugat pergi dan tidak pulang lagi, mereka sering
bertengkar, beberapa kali tergugat memukul penggugat saat itu pada
bulan Juli – Agustus 2008 malam penggugat datang untuk menengok
anak datang dengan baik-baik namun tergugat marah kemudian
terjadi pertengkaran, tergugat dan orang tua tergugat memukul
penggugat. Saksi mengetahui karena saksi tinggal bersama mereka
sejak tahun 2006.
Adapun penyebabnya karena menurut penggugat, bahwa tergugat tidak memberi
nafkah, tergugat memeras klien penggugat dengan meminta beratus-ratus juta,
saksi mengetahui karena ada laporan dan setelah itu tergugat dipecat dari
pekerjaannya pada tahun 2008.
• Bahwa 2 orang anak penggugat dengan tergugat sekarang berada
bersama tergugat, semula anak ke 2 bersama penggugat namun tiba-
tiba diambil paksa oleh tergugat ketika sedang diajak bermain di
Mall Taman Anggrek.
• Bahwa sekarang antara penggugat dengan tergugat sudah tidak ada
komunikasi dan saksi tidak sanggup mendamaikan mereka.
Menimbang, bahwa atas pertanyaan kuasa penggugat, saksi menerangkan bahwa
ketika terjadi pemukulan pada malam hari, anak-anak mereka melihatnya dan pada
tahun 2007 saat penggugat dikurung di bak mandi, anak-anak mereka juga
melihatnya. Dan atas peristiwa tersebut dilaporkan ke Polres Depok saat itu saksi
sendiri yang menjadi saksi kemudian pada tahun 2007 anak pertama hilang
dilaporkan ke polisi ternyata ada di tempat tergugat dan ada perempuan lain bernama
Vivi, setelah dikonfirmasi dengan RT setempat, ternyata tergugat tinggal bersama
perempuan tersebut namun saksi tidak tahu apakah mereka menikah / tidak.
Menimbang, bahwa atas keterangan saksi kuasa tergugat, menyatakan keberatan
atas keterangan saksi yang mendapatkan informasi adanya WIL sumbernya dari RT
dan adanya laporan ke kepolisian karena tidak ada dalam gugatan kemudian kuasa
penggugat mengajukan pertanyaan kepada saksi dengan jawaban sebagai berikut :
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 33
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
- Bahwa semula penggugat beragama Kristen Protestan kemudian masuk Islam
dan menikah secara Islam dan sampai sekarang masih beragama Islam, dan
menurut cerita penggugat dipukuli oleh tergugat pada tahun 2008 di daerah
Petukangan.
- Bahwa pada tahun 2004 tergugat jarang pulang dan sejak pertengahan tahun
2008 tergugat tidak pulang lagi sampai sekarang.
2. Fernando Gumsali Manullang bin Palin Manullang, umur 30 tahun, agama
Kristen Protestan, tempat tinggal di Jl. H. gaim No.16A RT.12 RW.02 Kel.
Petukangan Utara Kec. Pesanggrahan Jakarta Selatan, setelah berjanji menurut
agamanya menerangkan :
• bahwa saksi kenal penggugat dan tergugat, karena saksi adalah adik
kandung penggugat.
• bahwa penggugat dan tergugat telah menikah secara Islam pada
tahun 1999, mereka telah hidup rukun dan telah dikaruniai 2 orang
anak namun sekarang rumah tangga mereka sudah tidak rukun lagi,
mereka sering bertengkar tetapi saksi tidak mengetahui secara pasti
sejak kapan, yang jelas pernah di kamar mandi rumah orang tua
tergugat daerah Slipi, penggugat dipukuli oleh tergugat lalu
dilaporkan ke Polsek Jakarta Barat, dan atas permintaan orang tua
tergugat perkaranya dicabut, dan setelah kejadian itu mereka rukun
lagi. Disamping itu ada peristiwa lain ketika mereka tinggal di
Depok tahun 2006 –mereka bertengkar, awalnya saksi dikabari kalau
penggugat dan tergugat bertengkar, awalnya saksi datang dan melihat
mereka bertengkar.
• bahwa antara penggugat dan tergugat sudah pisah rumah sejak
tergugat pergi meninggalkan rumah tetapi saksi tidak tahu sejak
kapan dan saksi tidak mengetahui penyebabnya secara pasti.
• Bahwa sekarang kedua anak penggugat dengan tergugat berada
bersama tergugat yang semula anak yang perempuan berada pada
penggugat tetapi tiba-tiba diambil paksa oleh tergugat ketika anak
sedang bermain di Mall Taman Anggrek, hal ini menurut keterangan
saudara sepupu saksi kejadiannya sekitar bulan Juni 2011 dan
sekarang antara penggugat dengan tergugat sudah tidak ada
komunikasi.
• Bahwa saksi sudah memberikan saran dan keluarga sudah
menasehati agar rukun kembali namun tidak berhasil dan saksi tidak
sanggup lagi mendamaikannya.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 34
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa atas keterangan saksi tersebut, kuasa penggugat memberikan
pertanyaan kepada saksi dengan jawaban sebagai berikut :
Bahwa benar tergugat telah mempunyai perempuan lain katanya namanya Vivi, saksi
melihat sendiri ketika saksi datang ke tempat tergugat bersama penggugat, RT, RW
warga dan kepolisian setempat dalam rangka mencari keberadaan anak penggugat
dan tergugat yang tiba-tiba hilang ternyata anak tersebut berada di tempat tergugat
bersama tergugat dan perempuan yang bernama Vivi tersebut.
Menimbang, bahwa atas keterangan saksi tersebut, kuasa tergugat bertanya
kepada saksi dengan jawaban sebagai berikut :
• bahwa penggugat sekarang masih beragama Islam yang semula
beragama Kristen Protestan.
• Bahwa ketika di Kemanggisan / Palmerah saksi melihat sendiri
penggugat dipukul oleh tergugat di kamar mandi kemudian kejadian
tersebut dilaporkan ke polisi namun akhirnya dicabut oleh
penggugat.
3. Agus Mulyadi bin Meri, umur 43 tahun, agama Islam, pekerjaan sopir, tempat
tinggal di Jl. Pasedan No.31 RT.04 RW.03 Kelurahan Paseban Kec. Senen Jakarta
Pusat, setelah bersumpah menurut agama Islam menerangkan :
• bahwa saksi adalah sopir penggugat sejak bulan Juni 2010, saksi
belum kenal dengan tergugat.
• Bahwa saksi tugasnya mengantar penggugat dan anak penggugat
sekolah di SD Panabur, tetapi sekarang sudah tidak mengantar anak
penggugat karena anak tersebut diambil oleh tergugat yang semula
ikut penggugat. Saksi mengantar anak tersebut sejak bulan Juni 2010
sampai tanggal 27 Mei 2011.
• Bahwa saksi mengantar penggugat tidak rutin tergantung permintaan
penggugat diantaranya saksi pernah mengantar penggugat ke masjid
At-Tin 3 kali dan ke masjid Sunda Kelapa setiap malam Jum’at.
Menimbang, bahwa atas keterangan saksi tersebut, kuasa penggugat menyatakan
cukup sedangkan tergugat menyatakan keberatan karena tergugat tidak mengenal
saksi karena sopir penggugat bernama Agus Widono yang telah berhenti sejak bulan
April 2011 dan kuasa tergugat memberikan pertanyaan kepada saksi dengan jawaban
bahwa saksi mengantar penggugat ke kantornya yang berada di daerah Buncit dan
terakhir mengantarnya pada bulan Mei 2011. Adapun sekarang penggugat berada di
penampungan Pondok Bambu tetapi saksi lupa sejak kapan pengggugat di
penampungan Pondok Bambu.
Menimbang, bahwa penggugat dan kuasanya menyatakan telah cukup dalam
pembuktiannya.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 35
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa kemudian tergugat mengajukan bukti-buktinya yang berupa
bukti surat yang terdiri dari :
1 Fotokopi Kartu Tanda Penduduk No.09.5208.420274.6615 tertanggal 21 Juli 2009
berlaku hingga tanggal 2 Februari 2014 atas nama Mindo Rosalina Manullang yang
dikeluarkan oleh Kelurahan Duri Kosambi Kec. Cengkareng Jakarta Barat, yang
diberi tanda (T.1).
2 Fotokopi gugatan cerai Nomor 1700/Pdt.G/2010/PAJT tertanggal 3 Agustus 2010
yang telah dicocokkan dengan aslinya, yang diberi tanda (T.1a).
3 Fotokopi Kutipan Buku Minhajul Muslim halaman 781 sampai dengan 782 huruf E
tentang kapan hak hadhanah itu gugur, yang diberi tanda (T.2a).
4 Fotokopi Kutipan Buku Fikih Sunah halaman 143 sampai dengan 146 tentang Syarat
Pengasuhan Anak, yang diberi tanda (T.2b).
5 Fotokopi Kutipan Buku Fikih Imam Syafi’i oleh Prof. Dr. Wahbah Zuhaili halaman
66 sampai dengan 69, yang diberi tanda (T.2c).
6 Fotokopi Kutipan dari website Politik Indonesia tertanggal 22 April 2011, yang
menyatakan “KPK resmi tahan Wafid, Mirdo (sebenarnya Mindo Rosalina
Manulang) dan Idris”, yang diberi tanda (T.3a).
7 Fotokopi Kutipan dari website Republika.co.id tertanggal 29 April 2011, yang
menyatakan “Nama perusahaan Rosalina bekerja diamankan”, yang diberi tanda
(T.3b).
8 Fotokopi Kutipan dari website Vivanews.com tertanggal 29 April 2011, yang
menyatakan “Surat Rosa Akui Bendahara Demokrat atasannya”, yang diberi tanda
(T.3c).
9 Fotokopi Kutipan dari website Kompas.com tertanggal 3 Mei 2011, yang
menyatakan “KPK Periksa Para Petinggi PT. DGI”, yang diberi tanda (T.3d).
10 Fotokopi Kutipan dari website Kompas.com tertanggal 4 Mei 2011, yang
menyatakan “PK Telusuri Dollar di Tempat Sampah”, yang diberi tanda (T.3e).
11 Fotokopi Kutipan dari website DetikNewa.com tertanggal 12 Mei 2011, yang
menyatakan “Hikayat Lidah Rosa Tak Bertulang”, yang diberi tanda (T.3f).
12 Fotokopi Kutipan dari website Waspadaonline tertanggal 13 Mei 2011, yang
menyatakan “KPK Cari Oknum Penerima Suap Rosa”, yang diberi tanda (T.3g).
13 Fotokopi Kutipan dari website Antaranews.com tertanggal 31 Mei 2011, yang
menyatakan “Rosalina Manullang Berobat di luar Rutan”, yang diberi tanda (T.3h).
14 Fotokopi Kutipan dari website Tribunnews.com tertanggal 17 Juni 2011, yang
menyatakan “Rosa : kenal istri Nazaruddin dalam mimpi”, yang diberi tanda (T.3i).
15 Fotokopi Kutipan dari website Antaranews.com tertanggal 15 Juni 2011, yang
menyatakan “Rosa juga diperiksa untuk kasus pengadaan PLTS”, yang diberi tanda
(T.4a).
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 36
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
16 Fotokopi Kutipan dari website Kompas.com tertanggal 15 Juni 2011, yang
menyatakan “Rosa – Neneng diduga terlibat kasus yang sama”, yang diberi tanda
(T.4b).
17 Fotokopi Kutipan dari website Kompas.com tertanggal 4 Juli 2011, yang
menyatakan “Kasus Kemendiknas –Kemenkes lanjut”, yang diberi tanda (T.4c).
18 Fotokopi Kutipan dari website KPK.go.id tertanggal 10 Mei 2011, yang menyatakan
“KPK periksa panitia pembangunan wisma atlet”, yang diberi tanda (T.5a).
19 Fotokopi Kutipan dari website News okezone.com tertanggal 13 Mei 2011, yang
menyatakan “KPK periksa sopir pribadi Rosa Manulang”, yang diberi tanda (T.5b).
20 Fotokopi surat keterangan kerja, untuk atas nama Daryono (tergugat) yang
dikeluarkan oleh PT Anugerah Nusantara tertanggal 19 Juni 2009, yang diberi tanda
(T.6).
21 Fotokopi Kutipan dari website Tempointeraktif.com tertanggal 1 Mei 2011, yang
menyatakan “Asal usul cek suap kasus suap proyek SEA Games”, yang diberi tanda
(T.7).
22 Fotokopi Kutipan dari website nasional.vivanews.com tertanggal 15 Juni 2011, yang
menyatakan “Mindo Rosalina juga diperiksa korupsi PLTS”, yang diberi tanda (T.8).
23 Foto Mindo Rosalina Manulang (penggugat) yang terdapat didalam kutipan dari
website nasional.vivanews.com, terganggal 15 Juni 2011, yang diberi tanda (T.8a).
24 Fotokopi Kutipan dari website News.okezone.com tertanggal 8 Agustus 2011, yang
menyatakan “Nazar ditangkap, Mindo Rosalina bilang “puji Tuhan…”, yang diberi
tanda (T.9a).
25 Fotokopi Kutipan dari website Tempointeraktif.com tertanggal 8 Agustus 2011, yang
menyatakan “Mindo Rosalina Puji Tuhan Nazar tertangkap”, yang diberi tanda
(T.9b).
26 Fotokopi Kutipan dari berbagai website mengenai Puji Tuhan sama dengan
Haleluya, yang diberi tanda (T.10a).
27 Fotokopi kutipan browsing mengenai puji Tuhan, yang diberi tanda (T.10b).
28 Fotokopi surat pemberitahuan penghentian penyidikan, dengan Nomor Surat : B/89/
S.8/VII/2011/Res.Jt, bulan Juli 2011, yang ditujukan kepada Kepala Kejaksaan
Negeri Jakarta Timur, tembusan kepada Sdr. Daryono, yang diberi tanda (T.11a).
29 Fotokopi surat pernyataan pencabutan laporan polisi dari Mindo Rosalina Manulang
(penggugat) tertanggal 6 Desember 2010, yang ditujukan kepada Kapolres Metro
Jaktim, yang diberi tanda (T.11b).
30 Fotokopi Kutipan dari website Republika.co.id tertanggal 20 Juli 2011, yang
menyatakan “Rosalina terancam hukuman penjara lima tahun”, yang diberi tanda
(T.12a).
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 37
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
31 Fotokopi Kutipan dari website Detiknews.com tertanggal 20 Juli 2011, yang
menyatakan “Sidang suap Kemenpora didakwa menyuap, Rosa diancam penjara 5
tahun”, yang diberi tanda (T.12b).
32 Fotokopi Kutipan dari website Tempointeraktif.com tertanggal 7 Agustus 2011, yang
menyatakan “Proyek RS Dharmasraya, Kejati Sumatera Barat akan periksa Rosa”,
yang diberi tanda (T.13a).
33 Fotokopi Kutipan dari website indonesiacompanynews.wordpress.com tertanggal 8
Agustus 2011, yang menyatakan “Proyek rumah sakit Dharmasraya Nazar dan Rosa
bakal jadi tersangka”, yang diberi tanda (T.13b).
34 Fotokopi surat Al-Fath Cirendeu tertanggal 26 Juli 2011 mengenai “observation /
interview result”, untuk atas nama Bintang Safitri (Sandrina Bintang Natalia), yang
diberi tanda (T.14a).
35 Fotokopi surat tanda terima pembayaran dari SD Al-Fath Cirendeu tertanggal 8
Agustus 2011, yang diberi tanda (T.14b).
36 Fotokopi Kutipan dari website Suara Pembaruan tertanggal 23 Agustus 2011, dengan
judul “Rosa Minta Dua Rekeningnya dibuka”, yang diberi tanda (T.15).
37 Foto Mindo Rosalina Manulang (penggugat), foto ini merupakan hasil bidikan
kamera wartawan okezone, terlihat samar-samar tulisan okezone photo, yang diberi
tanda (T.16).
Bukti-bukti surat dari tergugat tersebut, semuanya telah dibubuhi materai cukup
namun tidak semua bukti ditunjukkan / dicocokkan dengan aslinya. Adapun bukti surat
yang telah ditunjukkan / dicocokkan dengan asliny dan ternyata sesuai adalah bukti
T-1a, T-2b, T-2c, T-6, T-11a, T-14b dan T-16.
Menimbang, bahwa terhadap bukti-bukti surat tersebut penggugat memberikan
tanggapan sebagai berikut :
• Bahwa tergugat hanya dapat memperlihatkan aslinya terhadap bukti surat yang
bertanda T.6, T-11a, T-14a dan T-14b saja, sedangkan bukti surat yang bertanda
T-3a sampai dengan T-3i, T-4a sampai dengan T-4c, T-5a, T-5b, T-7 sampai
dengan T-10, T-11b sampai dengan T-13, T-15 dan T-16 tidak diperlihatkan
aslinya sehingga tidak mempunyai nilai pembuktian disamping itu apa yang akan
dibuktikan dengan bukti-bukti surat tersebut ?
Menimbang, bahwa selain bukti surat, tergugat mengajukan 3 orang saksi yang
memberikan keterangan dibawah sumpahnya secara agama Islam sebagai berikut :
1 Taemino bin Kartodirejo, umur 76 tahun, agama Islam, tempat tinggal di
Kampung Kekupu RT.03 RW.03 Kelurahan Rakapanjaya Kec. Pancoranmas
Kota Depok, hubungannya dengan tergugat sebagai ayah kandung menerangkan
bahwa :
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 38
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
penggugat dengan tergugat telah menikah pada tahun 1999, mereka telah hidup
rukun dan telah dikaruniai 2 orang anak namun sekarang rumah tangganya sudah
tidak rukun, mereka sering bertengkar sejak tahun 2005. Adapun penyebabnya
karena pada saat itu tergugat belum bekerja, namun sekarang tergugat sudah bekerja,
disamping itu karena antara penggugat dengan tergugat beda agama, tergugat
beragama Islam sedangkan penggugat beragama Kristen. Mereka menikah secara
Islam, saat menikah penggugat beragama islam tetapi setelah anak pertama lahir
tahun 1999 penggugat kembali ke agamanya semula. Saksi mengetahui penggugat
kembali ke agamanya karena pernah ada misionaris datang dan mengatakan
“sebaiknya tergugat juga ikut Kristen...”, lalu saksi jawab “tidak bisa” dan fakta lain
ketika anak pertama masuk sekolah TK didaftarkan oleh penggugat anak tersebut
beragama Kristen namun setelah tergugat mengetahui kemudian anak dicabut dari
sekolahan tersebut.
• Bahwa saksi menerangkan bahwa tergugat sekarang sudah bekerja
tetapi saksi tidak mengetahui berapa penghasilannya yang jelas
cukup untuk kebutuhan hidupnya bahkan pernah saksi diberi uang
oleh tergugat.
• Bahwa kedua anak penggugat dan tergugat sekarang berada bersama
tergugat dan keduanya sekolah tetapi saksi tidak mengetahui dimana
anak-anak disekolahkan dan sekarang antara penggugat dengan
tergugat sudah tidak ada komunikasi.
Menimbang, bahwa terhadap keterangan saksi, kuasa tergugat bertanya kepada
saksi yang dijawab sebagai berikut :
• Bahwa misinonaris yang datang bernama Mangiring masih saudara
dengan Rosa.
• Bahwa ketika penggugat dan tergugat tinggal bersama saksi diantara
mereka tidak ada pemukulan.
• Bahwa pernah penggugat mengajak anak pertamanya secara paksa
sampai anaknya menangis yaitu pada hari Minggu tetapi saksi tidak
mengetahui anak tersebut mau diajak kemana.
Menimbang, bahwa kemudian kuasa penggugat memberikan pertanyaan kepada
saksi dengan jawaban sebagai berikut :
• Bahwa penggugat dan tergugat pernah tinggal bersama dengan saksi
pada tahun 2005 sampai mereka pindah.
• Bahwa ketika terjadi pertengkaran antara penggugat dengan tergugat
pernah dilaporkan ke kepolisian Jakarta Barat, bahkan saksi
dipanggil tetapi saksi lupa tentang masalah apa.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 39
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Bahwa selama penggugat dan tergugat tinggal bersama saksi, yang
memberi nafkah adalah saksi, memang penggugat bekerja dan saat
itu tergugat belum bekerja.
• Bahwa orang yang mengajak tergugat masuk Kristen namanya
Mangiring pada saat itu datang dan memperkenalkan diri kepada
saksi dengan nama Mangiring, namun waktu kejadiannya saksi lupa.
• Bahwa sepengetahuan saksi anak sebelumnya berada di Medan saksi
mengetahuinya lewat telepon karena anaknya menelpon saksi
mengatakan bahwa ia sedang berada di Medan, dengan nada gembira
tetapi kemudian tidak jelas suaranya karena langsung dilarang
berkomunikasi.
• Bahwa pernah juga penggugat dan tergugat tinggal bersama saksi di
Depok, disana pernah terjadi pertengkaran sampai dilaporkan ke
Kepolisian Depok.
2. Dedy Saputra bin Nurhali, umur 37 tahun, agama Islam, tempat tinggal di
Komplek Pertambangan III / 16 RT.03 RW.04 Kelurahan Sukabumi Selatan
Kecamatan Kebon Jeruk Kota Jakarta Barat.
• Bahwa saksi kenal penggugat dan tergugat karena saksi pernah
bekerja satu kantor dengan mereka di PT Anugerah Nusantara.
• Bahwa tergugat sering keluar kota, tidak masuk kantor selama
kurang lebih 15 hari kemudian mendapat teguran lalu disuruh
mengundurkan diri, akhirnya tergugat mengundurkan diri dan tidak
pernah dipecat serta tidak ada masalah lain.
• Bahwa sepengetahuan saksi, penggugat pergi ke kantor naik mobil
perusahaan dan sopir perusahaan, adapun nama sopir perusahaan
yang mengantar penggugat adalah Agus Widodo dan saksi kenal baik
dengannya dan saksi tidak kenal dengan sopir yang bernama Agus
Mulyadi karena saksi sudah keluar dari perusahaan tersebut pada
tahun 2010.
• Bahwa pada saat saksi bekerja di perusahaan tersebut, saksi tidak
mengetahui kalau penggugat dengan tergugat itu suami istri dan saksi
tidak pernah melihat mereka naik mobil bersama-sama dan saksi
tidak mengetahui agama penggugat.
Menimbang, bahwa atas keterangan saksi tersebut, kuasa tergugat menyatakan
cukup sedangkan kuasa penggugat memberikan pertanyaan kepada saksi dengan
jawaban sebagai berikut :
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 40
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Bahwa saksi pernah bekerja satu kantor dengan tergugat yaitu di PT
Anugerah Nusantara, saksi bekerja sejak tahun 2008 sampai dengan
tahun 2010, sedangkan tergugat sejak pertengkaran tahun 2008
sampai dengan tahun 2009.
• Bahwa saksi kenal Agus Widono sejak pertengahan tahun 2008,
masuknya bekerja lebih dahulu saksi daripada Agus Widono.
• Bahwa sejak keluar dari perusahaan tersebut, saksi jarang
berkomunikasi dengan Agus Widono dan saksi tidak mengetahui
apakah dia masih bekerja disana atau penggugat sudah ganti sopir.
3. Irwan Samsoro bin Sambasni, umur 31 tahun, agama Islam, tempat tinggal di Kp.
Kekupu RT.03 RW.03 Kel. Rangke Panjaya Kec. Pancoran Mas Kota Depok
menerangkan
• Bahwa saksi kenal penggugat dan tergugat karena saksi menjadi adik
ipar tergugat sejak tahun 2005.
• Bahwa saksi mengetahui maksud penggugat ke pengadilan ini adalah
mau bercerai dengan tergugat.
• Bahwa penggugat dengan tergugat adalah suami istri telah hidup
rukun layaknya suami istri dan telah dikaruniai 2 orang anak.
• Bahwa sekarang rumah tangga penggugat dengan tergugat sudah
tidak harmonis lagi, mereka sering bertengkar, saksi pernah
mendengar mereka bertengkar dan dalam pertengkarannya
sepengetahuan saksi tidak ada kekerasan fisik. Adapun penyebabnya
adalah perbedaan agama antara penggugat dengan tergugat, tergugat
beragama Islam sedangkan penggugat beragama Kristen.
• Bahwa ketika penggugat dengan tergugat menikah secara agama
Islam, saat menikah penggugat beragama Islam tetapi penggugat
kembali ke agamanya semula, saksi pernah mengetahui pada hari
Minggu penggugat mengajak anaknya sampai anak menangis karena
tidak mau diajak ke gereja.
Menimbang, bahwa atas keterangan saksi tersebut, kuasa tergugat menyatakan
cukup sedangkan kuasa penggugat memberikan pertanyaan kepada saksi dengan
jawaban sebagai berikut :
• Bahwa waktu penggugat mengajak anak belum sempat berangkat
tetapi saksi tidak tahu apakah mereka berangkat ke gereja atau
kemana.
• Bahwa saksi mengetahui kalau anak pertama yang bernama Gabe
yang waktu itu berumur 9 tahun diajak penggugat ke gereja adalah
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 41
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
dari percekcokan antara anak dengan penggugat waktu itu dan dari
cerita anaknya sendiri yang mengatakan tidak mau diajak ke gereja.
• Bahwa saksi pernah tinggal bersama penggugat dan tergugat ketika
itu penggugat bekerja sedangkan tergugat tidak bekerja.
Menimbang, bahwa kemudian kuasa tergugat memohon kepada majelis hakim
agar diberi kesempatan untuk bertanya kepada saksi dengan jawaban sebagai berikut
:
• Bahwa sepengetahuan saksi dahulu Gabe sekolah di SD Negeri dan
sekarang di sekolah swasta (kalau tidak salah di As-Sukro)
sedangkan Bintang saksi tidak tahu.
• Bahwa sekarang tergugat sudah berpenghasilan lebih dari cukup, ia
bekerja sebagai programmer (free line). Saksi katakan demikian
karena melihat kehidupan tergugat sekarang, sudah mempunyai
kendaraan, menafkahi anak-anaknya dengan baik bahkan dapat
membantu orang lain yaitu ketika istri saksi dirawat di rumah sakit
dibantu oleh tergugat sebesar Rp 30 juta.
Menimbang, bahwa pihak penggugat maupun tergugat menyatakan cukup dalam
pembuktiannya dan selanjutnya masing-masing menyampaikan kesimpulan secara
tertulis.
Adapun kesimpulan dari penggugat sepanjang yang dapat disimpulkan oleh majelis
intinya penggugat dengan bukti-buktinya baik yang berupa surat maupun saksi-saksinya
dan dengan menanggapi bukti-bukti dari tergugat baik bukti-bukti surat maupun
keterangan saksi tergugat, bahwa penggugat merasa telah benar dan dapat membuktikan
dalil-dalil gugatannya oleh karenanya penggugat mohon putusan yang amarnya
sebagaimana tertera dalam petitum surat gugatan penggugat.
Sedangkan kesimpulan tertulis dari tergugat sepanjang yang dapat disimpulkan oleh
majelis adalah tergugat menyatakan telah dapat membuktikan bantahannya baik melalui
bukti surat maupun keterangan saksi-saksinya serta sanggahannya terhadap dalil-dalil
dan bukti-bukti dari penggugat baik bukti surat maupun keterangan saksi-saksi dari
penggugat oleh karenanya tergugat memohon putusan yang amarnya sebagaimana
tertera dalam petitum jawaban tergugat.
Menimbang, bahwa untuk menyingkat uraian dalam putusan perkara ini, maka
majelis hakim cukup menunjuk berita acara persidangan yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dengan putusan ini.
TENTANG HUKUMNYA
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 42
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan penggugat adalah sebagaimana
tersebut diatas.
Menimbang, bahwa penggugat dalam gugatannya mendalilkan bahwa penggugat
telah melangsungkan pernikahan di hadapan PPN KUA Kec. Palmerah, Jakarta Barat
dengan Duplikat Kutipan Akta Nikah No. 01/DN/1/2010 tanggal 7 Januari 2010
berdasarkan Kutipan Akta Nikah No.0302/77/V/1999 tanggal 24 Mei 1999, namun
sekarang kehidupan rumah tangganya sudah tidak harmonis, telah terjadi perselisihan
terus menerus sehingga tidak ada harapan untuk rukun kembali, oleh karena itu
penggugat memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan cerai ini sebagaimana
diatur dalam Pasal 20 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 jo. Pasal 73
ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 3 tahun 2006 yang telah diubah lagi dengan Undang-undang Nomor 50
tahun 2009 tentang Peradilan Agama.
Menimbang, bahwa penggugat ketika menikah beragama Islam dan
perkawinannya antara penggugat dengan tergugat dilaksanakan berdasarkan hukum
Islam oleh karena itu berdasarkan Asas Personalitas Keislaman maka berlaku Pasal 40
ayat (1) dan Pasal 63 ayat (1) huruf (a) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 dan Pasal 1
huruf (b) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 dan Pasal 49 ayat (1) huruf (a)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 3 tahun 2006 yang telah diubah lagi dengan Undang-undang Nomor 50 tahun
2009 tentang Peradilan Agama, maka Pengadilan Agama berwenang memeriksa dan
mengadili gugatan cerai ini dan oleh karena gugatan ini diajukan oleh penggugat sebagai
istri maka sesuai dengan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975,
Pengadilan Agama Jakarta Timur berwenang untuk memeriksa dan mengadili gugatan
cerai yang diajukan oleh penggugat tersebut.
Menimbang, bahwa penggugat dan tergugat telah dipanggil untuk hadir di
persidangan sebagaimana dikehendaki oleh Pasal 122 HIR dan keduanya telah hadir
secara in person di persidangan.
Menimbang, bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 82 ayat (1) dan (4) Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 tahun
2006 yang telah diubah lagi dengan Undang-undang Nomor 50 tahun 2009 Jo. Pasal 31
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 143 Kompilasi Hukum Islam
majelis hakim telah berusaha mendamaikan penggugat dan tergugat untuk rukun
kembali namun tidak berhasil.
Menimbang, bahwa sebagaimana dikehendaki oleh PERMA RI No.1 tahun 2008
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan jo Pasal 130 HIR majelis hakim telah memberi
kesempatan kepada penggugat dan tergugat untuk melakukan usaha damai (mediasi)
diluar persidangan melalui mediator namun usaha tersebut tidak berhasil / gagal
sebagaimana laporan mediator tertanggal 14 Januari 2011.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 43
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa dari gugatan penggugat dapat disimpulkan bahwa penggugat
mengajukan perkara cerai gugat ini dengan mendalilkan adanya percekcokan dan
pertengkaran terus menerus antara penggugat dengan tergugat yang terjadi sejak tahun
2001 yang mengakibatkan rumah tangganya tidak harmonis. Adapun penyebabnya
karena tingkah laku tergugat yang temperamental, sering pulang malam tanpa alasan
yang jelas, selalu berfoya-foya menghamburkan uang dengan teman-temannya, dan
sama sekali tidak memberi nafkah maupun kebutuhan rumah tangga, sehingga
penggugatlah yang memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya. Penggugat sudah
berusaha mengingatkan tergugat namun tergugat tidak mempedulikannya bahkan
berujung adanya kekerasan dengan cara menampar dan memukul penggugat dan selain
itu anak-anak pun menjadi sasaran kemarahan dan pemukulan tergugat.
Pad abulan April 2004, saat tergugat pulang tengah malam, penggugat menanyakan dari
mana, tetapi tergugat langsung marah-marah dan memukul penggugat, adik penggugat
mengetahui dan melaporkan ke polisi, sehingga penggugat tidak tahan lagi hidup
bersama dengan tergugat lalu penggugat minggat dari rumah dengan membawa kedua
anaknya. Kemudian pada tahun 2005 setelah tergugat mengetahui keberadaan penggugat
langsung tergugat mendatangi ke tempat penggugat dan disana membuat keributan dan
mengambil paksa anak sulungnya dibawa pulang ke rumah orang tua tergugat di Depok.
Sejak itu penggugat tidak bertemu dengan anak tersebut oleh karena itu pada bulan
Agustus 2008 penggugat datang ke rumah orang tua tergugat untuk bertemu anak lalu
penggugat mengajak anak tersebut untuk tinggal bersama, setelah keluarga tergugat
mendengar langsung tergugat dan bapaknya marah-marah memukul, mencekik leher
penggugat, mengurung penggugat di kamar mandi, mengancam penggugat dengan pisau
supaya penggugat tidak ngajak anak. Dengan peristiwa itu keluarga penggugat
melaporkan tergugat dan orang tua tergugat ke kantor polisi, sejak itulah penggugat
sudah tidak dapat bertemu dengan anak tersebut karena selalu dihalang-halangi keluarga
tergugat.
Menimbang, bahwa atas gugatan penggugat tersebut tergugat memberikan
jawaban yang intinya membenarkan adanya perselisihan dan pertengkaran antara
penggugat dengan tergugat namun tergugat menolak tentang sebab-sebab terjadinya
pertengkaran yaitu bukan disebabkan oleh hal-hal yang diutarakan oleh penggugat tetapi
sebab pokoknya adalah karena perbedaan agama / aqidah, tergugat beragama Islam
sedangkan penggugat telah murtad yaitu kembali ke agama semula (Kristen Protestan)
sejak kelahiran anak pertama. Sejak itulah penggugat suka marah-marah tanpa alasan
yang jelas dan berusaha mempengaruhi tergugat dan anak-anak untuk mengikuti
agamanya yaitu Kristen, tergugat tidak melakukan kekerasan terhadap penggugat dan
anak-anak tetapi sebaliknya penggugatlah yang melakukan kekerasan terhadap tergugat
dan anak-anak maka pelaporan penggugat ke polisi akhirnya dicabut sendiri oleh
penggugat karena tidak ada bukti. Dan intinya tergugat menyatakan tidak keberatan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 44
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
bercerai dengan penggugat namun tidak setuju anak-anak diasuh oleh penggugat yang
terbukti telah murtad dan tersangkut tindak pidana sehingga tidak pantas menjadi
pengasuh anak dan selanjutnya tergugat mohon kepada majelis hakim yang memeriksa
perkara ini agar anak-anak ditetapkan pengasuhannya kepada tergugat.
Menimbang, bahwa atas jawaban tergugat tersebut penggugat menyampaikan
repliknya secara tertulis sepanjang yang dapat disimpulkan intinya penggugat tetap pada
gugatannya dan menolak semua dalil-dalil sanggahan tergugat kecuali yang diakui
secara tegas oleh penggugat yaitu jawaban point 1 sampai dengan 4 benar bahwa antara
penggugat dengan tergugat adalah suami istri yang sah dan telah dikaruniai 2 orang anak
selain itu tetap sebagaimana dalil-dalil gugatan penggugat.
Menimbang, bahwa dari replik penggugat tersebut, tergugat dalam dupliknya
menyatakan bahwa tergugat tetap pada dalil-dalil jawabannya yang merupakan satu
kesatuan dengan dupliknya yang intinya tergugat menolak dan menyangkal semua dalil-
dalil penggugat dalam repliknya kecuali yang telah diakui secara tegas kebenarannya
oleh tergugat dan selanjutnya menyatakan tetap pada jawabannya.
Menimbang, bahwa dari jawab menjawab antara penggugat dengan tergugat
majelis hakim menilai bahwa tergugat telah mengakui dan membenarkan adanya
perselisihan dan pertengkaran yang terjadi antara penggugat dan tergugat namun
tergugat tidak setuju anak ditetapkan berada dalam pengasuhan dan pemeliharaan
penggugat karena penggugat divonis telah melakukan tindak pidana gratifikasi, maka
yang menjadi pokok masalah dalam perkara ini adalah apakah gugatan penggugat
mempunyai dasar dan alasan hukum untuk dikabulkan ?
Menimbang, bahwa untuk mengetahui hal tersebut majelis hakim akan menilai
alat-alat bukti yang diajukan penggugat maupun tergugat.
Menimbang, bahwa bukti surat bertanda P.1 berupa fotokopi Duplikat Kutipan
Akta Nikah Nomor 01/DN/I/2010 tertanggal 7 Januari 2010 yang dikeluarkan oleh
Kantor Urusan Agama Kecamatan Palmerah Jakarta Barat yang telah diberi materai
cukup namun penggugat tidak dapat menunjukkan aslinya dan tergugat menyatakan
keberatan, namun di dalam jawabannya tergugat telah mengakui dan membenarkan
adanya pernikahan antara penggugat dengan tergugat yang terjadi pada tanggal 24 Mei
1999, disamping itu telah dikuatkan keterangan saksi-saksi baik saksi dari penggugat
maupun tergugat, oleh karena itu majelis hakim menilai bahwa bukti P.1 mempunyai
nilai pembuktian yang sempurna selanjutnya majelis hakim menyatakan pernikahan
antara penggugat dengan tergugat yang dilaksanakan pada tangal 24 Mei 1999 adalah
sah menurut hukum sehingga dapat menjadi dasar hukum untuk dapat dikabulkannya
gugatan cerai penggugat.
Menimbang, bahwa bukti surat bertanda P.2 berupa Fotokopi Kutipan Akta
Kelahiran No. 15.157/JT/KLT/2010 tertanggal 6 Desember 2010 yang dikeluarkan oleh
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 45
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Kantor Catatan Sipil Jakarta Timur yang telah dicocokkan dengan aslinya dan telah
diberi materai cukup, bukti tersebut adalah surat yang dibuat dan ditandatangani oleh
pejabat yang berwenang dan dalam surat tersebut memuat tentang telah lahirnya seorang
anak penggugat dan tergugat yang bernama Gabe Maulana, lahir tanggal 12 Agustus
1999. Dengan demikian majelis hakim menilai bahwa bukti P.2 adalah bukti autentik
yang telah memenuhi syarat formil dan materiil sehingga mempunyai kekuatan /
pembuktian yang sempurna dan mengikat, sesuai dengan Pasal 165 HIR.
Menimbang, bahwa bukti surat bertanda P.3 berupa Fotokopi Kutipan Akta
Kelahiran No. 15.156/JT/KLT/2010 tertanggal 6 Desember 2010 yang dikeluarkan oleh
Kantor Catatan Sipil Jakarta Timur yang telah dicocokkan dengan aslinya dan telah
diberi materai cukup, bukti tersebut adalah surat yang dibuat dan ditandatangani oleh
pejabat yang berwenang dan dalam surat tersebut memuat tentang telah lahirnya seorang
anak penggugat dan tergugat yang bernama Sandrina Bintang Natalia, lahir tanggal 23
Desember 2001. Dengan demikian majelis hakim menilai bahwa bukti P.3 adalah bukti
autentik yang telah memenuhi syarat formil dan materiil sehingga mempunyai
kekuatan / pembuktian yang sempurna dan mengikat, sesuai dengan Pasal 165 HIR.
Menimbang, bahwa bukti surat bertanda P.4 berupa Fotokopi Surat Pernyataan
yang dibuat dan ditandatangani oleh tergugat diatas materai pada tanggal 22 Nopember
2010 yang aslinya tidak ditunjukkan oleh penggugat karena aslinya ada pada tergugat
telah diberi materai cukup. Bukti tersebut menunjukkan bahwa rumah tangga penggugat
dengan tergugat sudah bermasalah dan sering cekcok bahkan sudah pisah rumah kurun
waktu 5 tahun. Bukti ini tidak disanggah oleh tergugat oleh karenanya majelis hakim
dapat mempertimbangkan.
Menimbang, bahwa bukti surat bertanda P.5 berupa Fotokopi Kartu Tanda
Penduduk No. 3175074202750013 tertanggal 29 Juli 2011 berlaku hingga tanggal 2
Februari 2016 atas nama Mindo Rosalina yang telah dicocokkan dengan aslinya dan
telah diberi materai cukup, bukti ini dikeluarkan oleh Kelurahan Pondok Bambu Kec.
Duren Sawit Jakarta Timur menunjukkan bahwa penggugat beragama Islam dan
bertempat tinggal di wilayah Jakarta Timur, terhadap bukti P.5 ini oleh karena yang
mengeluarkan surat ini adalah pejabat yang berwenang dan alamatnya sesuai dengan
yang tercantum dalam surat gugatan maka majelis hakim dapat mempertimbangkan
meskipun tergugat menyangkal karena tertera dalam surat tersebut, penggugat beragama
Islam.
Menimbang, bahwa bukti surat bertanda P.6 berupa Fotokopi Kartu Keluarga No.
3175071301100010 tertanggal 27 Juli 2011 atas nama Mindo Rosalina Manullang yang
telah dicocokkan dengan aslinya dan telah diberi materai cukup, terhadap bukti ini
tergugat menyatakan keberatan dan penggugat tidak menguatkan bukti ini dengan bukti
lain maka majelis hakim tidak dapat mempertimbangkan.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 46
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa bukti surat bertanda P.7 berupa Fotokopi surat pernyataan
memeluk agama Islam tertanggal 14 Mei 1999 atas nama Mindo Rosalina Manullang,
yang dikeluarkan oleh KUA Kec. Palmerah Jakarta Barat yang diberi materai cukup
tetapi penggugat tidak dapat menunjukkan aslinya karena katanya telah disobek oleh
tergugat. Bukti tersebut disangkal oleh tergugat karena bukti tersebut hanya menyatakan
penggugat telah masuk Islam tetapi bukan berarti masih memeluk Islam sampai
sekarang maka majelis hakim tidak dapat mempertimbangkan.
Menimbang, bahwa bukti surat bertanda P.8 berupa Fotokopi surat tanda
penerimaan laporan pengaduan ke Polres Metro Jakarta Selatan No. LP/1102/K/
VII/2011/PMJ/ResJakSel tertanggal 12 Juli 2011 yang telah dicocokkan dengan aslinya
dan telah diberi materai cukup. Bukti ini menerangkan bahwa kuasa penggugat
melaporkan tergugat dengan tuduhan tergugat melakukan perzinahan dengan seorang
perempuan bernama Vivi, terhadap bukti ini tergugat tidak menanggapinya maka majelis
hakim dapat mempertimbangkan.
Menimbang, bahwa bukti surat bertanda P.9 berupa Fotokopi surat permohonan
bantuan pemeriksaan atas nama Mindo Rosalina Manullang Nomor B/2269/VII/2011/
Restro Jaksel tertanggal 21 Juli 2011 dari Polres Metro Jaksel kepada Kepala Rutan
Pondok Bambu, bukti ini telah dicocokkan dengan aslinya dan telah diberi materai
cukup. Surat tersebut berisi permohonan bantuan pemeriksaan terhadap saksi Mindo
Rosalina Manullang atas tindak pidana perzinahan yang dilakukan oleh Lily Daryono
dengan Fifi, terhadap bukti ini tergugat tidak mengajukan tanggapan maka majelis
hakim dapat mempertimbangkan.
Menimbang, bahwa bukti surat bertanda P.10 berupa Fotokopi surat teguran dari
sekolah SDK 4 Penabur No.122/JKT-D04/SIS/G06/VIII/2011 tertanggal 1 Agustus 2011
yang telah dicocokkan dengan aslinya dan telah diberi materai cukup. Bukti ini
menerangkan bahwa anak yang bernama Sandrina Bintang Natalia tidak masuk sekolah
selama 10 hari belajar sehingga apabila tanggal 5 Agustus 2011 tidak masuk sekolah
maka dianggap mengundurkan diri. Terhadap bukti ini tergugat menyatakan keberatan
namun oleh karena yang mengeluarkan surat tersebut adalah kepala sekolah tersebut
maka majelis hakim dapat mempertimbangkan dan selanjutnya majelis hakim
berpendapat bahwa penggugat telah sengaja menyekolahkan anak ke sekolah Kristen
sebagai sekolah yang mempunyai akidah yang berbeda dengan akidah anak yang
dinyatakan oleh penggugat beragama Islam.
Menimbang, bahwa disamping bukti surat, penggugat mengajukan 2 (dua) orang
saksi masing-masing bernama Rossi Kristiani Manullang binti Palin Manullang,
Fernando Gumsali Manullang bin Palin Manullang dan Agus Mulyadi bin Maini.
Saksi Rossi Kristiani Manullang intinya menerangkan :
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 47
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Bahwa penggugat dengan tergugat telah menikah secara Islam pada tanggal 24
Mei 1999 mereka telah hidup rukun dan telah dikaruniai 2 orang anak.
• Bahwa sebelum menikah penggugat beragama Kristen tetapi pada saat menikah
sudah beragama Islam sampai sekarang.
• Bahwa rumah tangga penggugat dengan tergugat sekarang sudah tidak rukun
sering bertengkar masalah ekonomi karena tergugat tidak menafkahi keluarga
dan dalam pertengkarannya tergugat sering menganiaya penggugat di depan
anak-anaknya sehingga pernah dilaporkan polisi 2 kali.
• Bahwa antara penggugat dengan tergugat sudah pisah rumah sejak tahun 2008
hingga sekarang tidak ada komunikasi karena tergugat pergi tidak kembali.
• Bahwa semula anak kedua tinggal bersama penggugat tetapi kemudian diambil
paksa oleh tergugat sehingga kedua anak penggugat dan tergugat sekarang
tinggal bersama tergugat.
Saksi Fernando Gumsali Manullang intinya menerangkan :
• Bahwa penggugat dengan tergugat telah menikah pada tahun 1999 secara Islam
dan telah dikaruniai 2 orang anak namun sekarang rumah tangganya sudah tidak
harmonis mereka sering bertengkar dan diantara mereka sekarang sudah pisah
rumah, karena tergugat pergi meninggalkan penggugat tetapi saksi tidak
mengetahui sejak kapan mereka berpisah dan apa sebabnya mereka demikian.
• Bahwa kedua anak penggugat dan tergugat berada bersama tergugat, semula
anak yang perempuan tinggal bersama penggugat tetapi tiba-tiba diambil paksa
oleh tergugat pada sekitar bulan Juni 2011 dan sekarang antara penggugat
dengan tergugat sudah tidak ada komunikasi.
• Bahwa saksi mengetahui tergugat mempunyai perempuan lain bernama Fifi
karena saksi pernah datang ke tempat tergugat dan ternyata ada perempuan
tersebut bersama tergugat.
Saksi Agus Mulyadi menerangkan bahwa sebagai sopir penggugat ia tugasnya
mengantar anak penggugat sekolah di SDK 4 Penabur dan pernah mengantar penggugat
ke masjid At-Tin 3 kali dan ke masjid Sunda Kelapa dan menerangkan bahwa penggugat
sekarang berada di Penampungan Pondok Bambu tetapi saksi tidak tahu sejak kapan.
Menimbang, bahwa atas keterangan saksi tersebut, majelis hakim menilai bahwa
antara penggugat dengan tergugat terbukti telah terjadi perselisihan dan pertengkaran
terus menerus sedangkan masalah agama penggugat dan masalah anak akan
dipertimbangkan lebih lanjut dalam pertimbangan hukum.
Menimbang, bahwa tergugat dalam menguatkan bantahannya telah mengajukan
bukti-bukti surat dan keterangan saksi-saksinya.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 48
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa bukti surat bertanda T.1 berupa Fotokopi Kartu Tanda
Penduduk No.09.5208.420274.6615 tertanggal 21 Juli 2009 berlaku hingga tanggal 2
Februari 2014 atas nama Mindo Rosalina Manulang yang dikeluarkan oleh Kelurahan
Duri Kosambi Kec. Cengkareng Jakarta Barat, yang telah bermaterai cukup namun
tergugat tidak dapat menunjukkan aslinya, dalam KTP tersebut tertera agama Mindo
Rosalina Manulang adalah Kristen. Maka oleh karena tergugat tidak dapat menunjukkan
aslinya majelis hakim tidak dapat mempertimbangkan.
Menimbang, bahwa bukti surat bertanda T.1a berupa Fotokopi gugatan cerai
nomor 1700/Pdt.G/2010/PAJT tertanggal 3 Agustus 2010 yang telah dicocokkan dengan
aslinya dan telah bermaterai cukup, bukti ini menunjukkan bahwa dari hasil catatan
mediator dan pengakuan penggugat asli (prinsipal) bahwa agama yang dianut oleh
penggugat saat ini adalah Kristen Protestan. Maka oleh karena bukti ini tidak disanggah
oleh penggugat maka majelis hakim dapat mempertimbangkan.
Menimbang, bahwa bukti surat bertanda T.2a berupa Fotokopi Kutipan Buku
Minhajul Muslim halaman 781 sampai dengan 782 yang ditulis oleh Syaikh Abu Bakar
Jabir Al Jazairi yang telah bermaterai cukup tetapi tidak ditunjukkan aslinya. Bukti
tersebut berisi tentang gugurnya hak hadhanah ada 5 point diantaranya point 4 karena
agamanya dan point 5 karena kafir.
Terhadap bukti tersebut majelis hakim dapat menerima sebagai alasan apabila terbukti
memenuhi syarat.
Menimbang, bahwa bukti surat bertanda T.2b berupa Fotokopi Kutipan Buku
Fikih Sunah oleh Sayyid Sabiq halaman 143 sampai dengan 146 tentang syarat
pengasuhan anak ada 5 macam, pada point 5 adalah beragama Islam dan dalam
penjelasannya adalah bahwa anak muslim tidak boleh diasuh oleh pengasuh yang tidak
beragama Islam. Kemudian bukti T-2c berupa Fotokopi Kutipan Buku Fikih Imam
Syafi’i oleh Prof. Dr. Wahbah Zuhaiki halaman 66 sampai dengan 67 tentang syarat
pengasuhan dan pengasuh, dan hal 69 tentang hal yang membatalkan pengasuhan.
Kedua bukti tersebut telah dicocokkan dengan aslinya dan telah bermaterai cukup dan
oleh karena itu merupakan pendapat ulama besar yang berdasarkan Al-Qur’an dan
Hadits maka majelis hakim menilai bukti tersebut dapat dijadikan sebagai dasar untuk
berijtihad oleh karenanya majelis hakim dapat mempertimbangkan.
Menimbang, bahwa bukti surat bertanda T.3a sampai dengan T.3i berupa
Fotokopi kutipan dari website tersebut telah dicocokkan dengan fotokopinya dan telah
bermaterai cukup yang intinya menjelaskan bahwa penggugat (Mindo Rosalina
Manulang) telah ditangkap dan diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
dengan sangkaan melakukan tindakan gratifikasi (suap) tanggal 21 April 2011 dan saat
ini telah menjadi tersangka tertanggal 22 April –April 2011 dan ditahan di Pondo Bambu
sejak tanggal 22 April 2011 hingga kini, terhadap bukti T.3a sampai dengan T.3i majelis
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 49
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
hakim menilai bahwa berita tersebut telah menjadi pengetahuan masyarakat umum maka
majelis hakim dapat mempertimbangkan.
Menimbang, bahwa bukti surat bertanda T.4a sampai dengan T.4c berupa
Fotokopi kutipan dari website tertanggal 15 Juni 2011 –Juli 2011 yang telah dicocokkan
dengan fotokopinya dan telah bermaterai cukup, bukti-bukti tersebut menjelaskan bahwa
penggugat (Mindo Rosalina Manulang) selain terkait dugaan suap dengan Sesmenpora
juga dengan Kemendiknas, Kemenkes dan dugaan korupsi pengadaan PLTS, oleh karena
berita ini telah menjadi pengetahuan publik maka majelis hakim dapat
mempertimbangkan.
Menimbang, bahwa bukti surat bertanda T.5a sampai dengan T.5b berupa
Fotokopi kutipan dari website tertanggal 10 Mei 2011 dan 13 Mei 2011 yang telah
dicocokkan dengan fotokopinya dan telah bermaterai cukup. Bukti tersebut berisi
tentang sopir pribadi penggugat (Mindo Rosalina Manulang) adalah bernama Agus
Widoni bukan Agus Mulyadi terhadap bukti tersebut majelis hakim dapat
mempertimbangkan.
Menimbang, bahwa bukti surat bertanda T.6 berupa Fotokopi surat keterangan
kerja, untuk dan atas nama Daryono (tergugat) yang dikeluarkan oleh PT Anugerah
Nusantara tertanggal 19 Juni 2009 yang telah dicocokkan dengan aslinya dan telah
bermaterai cukup. Surat tersebut berisi keterangan bahwa Daryono (tergugat) sebagai
manager telah bekerja dengan baik, telah mengundurkan diri dari perusahaan tersebut
tertanggal 18 Juli 2009. Bukti ini menolak keterangan saksi penggugat yang bernama
Rossy Christina Manullang yang menyatakan bahwa tergugat telah dipecat dari
perusahaannya karena sering memeras atasannya dan penggugat (Mindo Rosalina
Manulang).
Menimbang, bahwa bukti surat bertanda T.7 berupa Fotokopi website tertanggal 1
Mei 2011 yang telah dicocokkan dengan fotokopinya dan telah bermaterai cukup yang
menyatakan “Asal usul cek suap kasus suap proyek SEA Games” dalam bukti ini
tergugat menerangkan nama Mangiring, tetapi majelis menilai bukti ini kurang relevan
bila dihubungkan dengan keterangan saksi tergugat yang bernama Tumino oleh
karenanya harus dikesampingkan.
Menimbang, bahwa bukti surat bertanda T.8 berupa Fotokopi Kutipan dari website
tertanggal 15 Juni 2011, yang menyatakan “Mindo Rosalina juga diperiksa korupsi
PLTS” dan bukti T-8a yang berupa foto yang terdapat dalam bukti T-8 yang diperbesar,
yang menunjukkan bahwa Mindo Rosalina Manullang mengenakan kalung salib, kedua
bukti tersebut telah dicocokkan dengan fotokopinya dan telah bermaterai cukup oleh
karenanya majelis hakim dapat mempertimbangkan.
Menimbang, bahwa bukti surat bertanda T.9a sampai dengan T.10b berupa
Fotokopi Kutipan website yang telah dicocokkan dengan fotokopinya dan telah
bermaterai cukup yang menerangkan bahwa penggugat (Mindo Rosalina Simanullang)
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 50
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
selalu mengucapkan “Puji Tuhan” yang merupakan ucapan yang selalu digunakan oleh
pemeluk agama Kristen bila mengucapkan rasa syukurnya kepada Sang Pencipta
(Tuhan) nya, terhadap bukti-bukti tersebut majelis hakim menilai bukti ini dapat
memperkuat dalil tergugat yang menyatakan bahwa penggugat beragama Kristen
sehingga majelis hakim dapat mempertimbangkan.
Menimbang, bahwa bukti surat bertanda T.11a berupa Fotokopi Surat
Pemberitahuan Penghentian Penyidikan, dengan Nomor : B/89/S.8/VII/2011/Res.Jt,
tertanggal 18 Juli 2011, dari Resort Metro Jakarta Timur kepada Kepala Kejaksaan
Negeri Jakarta Timur, dengan tembusan kepada Sdr. Daryono yang telah dicocokkan
dengan aslinya dan telah bermaterai cukup yang berisi tentang Pemberitahuan
Penghentian Penyidikan terhadap Daryono (tergugat) tentang kasus pidana penguasaan
anak oleh salah seorang orang tuanya secara sepihak karena tidak cukup bukti tergugat
sebagai tersangka sebagaimana dimaksud oleh UU No.23 tahun 2002, oleh karenanya
majelis hakim dapat mempertimbangkan.
Menimbang, bahwa bukti surat bertanda T.11b berupa Fotokopi Surat Pernyataan
Pencabutan Laporan Polisi dari Mindo Rosalina Manulang (penggugat) tertanggal 6
Desember 2010 kepada Kapolres Metro Jaktim yang telah dicocokkan dengan
fotokopinya dan telah bermaterai cukup, tergugat tidak dapat menunjukkan aslinya
karena aslinya berada di Polres Metro Jakarta Timur, terhadap bukti ini penggugat tidak
menanggapinya. Dalam surat tersebut, penggugat mencantumkan agama yang dianutnya
adalah agama Kristen, oleh karena surat pernyataan tersebut dibuat dan ditandatangani
oleh penggugat sendiri dan penggugat / kuasanya tidak menanggapinya maka majelis
hakim menilia bahwa penggugat telah mengakui bahwa dirinya memeluk agama Kristen
hal ini memperkuat laporan mediator tertanggal 14 Januari 2011 yang menyatakan
bahwa penggugat mengakui telah kembali ke agamanya (Kristen Protestan) sehingga
majelis hakim dapat mempertimbangkan.
Menimbang, bahwa bukti surat bertanda T.12a dan T.12b masing-masing
tertanggal 20 Juli 2011, bukti T.13a tertanggal 7 Agustus 2011 dan bukti T.13b
terganggal 8 Agustus 2011, semuanya telah bermaterai cukup dan telah dicocokkan
dengan fotokopinya yang semuanya menjelaskan bahwa penggugat (Mindo Rosalina
Simanullang) telah melakukan tindak pidana suap dan terancam hukuman penjara 5
tahun, terhadap bukti-bukti tergugat tersebut penggugat tidak menanggapinya tetapi
hanya mempertanyakan tentang apa yang akan dibuktikan oleh tergugat dengan bukt-
bukti tersebut ? oleh karenanya majelis hakim dapat mempertimbangkan.
Menimbang, bahwa bukti surat bertanda T.14a berupa Fotokopi Surat dari SD Al-
Fath Cirendeu tertanggal 26 Juli 2011 mengenai “observation / interview result”, atas
nama Bintang Safitri (Sandrina Bintang Natalia) bukti ini telah dicocokkan dengan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 51
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
aslinya dan telah bermaterai cukup, bukti ini menerangkan bahwa anak penggugat dan
tergugat yang bernama Sandrina Bintang Natalia telah masuk dan menjadi murid di
sekolah SD Al-Fath yang merupakan sekolahan yang berbasis Islam, bukti ini tidak
dibantah oleh penggugat oleh karenanya majelis hakim dapat mempertimbangkan.
Menimbang, bahwa bukti surat bertanda T.14b berupa Fotokopi Surat Tanda
Terima Pembayaran dari SD Al-Fath Cirendeu tertanggal 8 Agustus 2011 yang telah
dicocokkan dengan aslinya dan telah bermaterai cukup, bukti tersebut menunjukkan
bahwa Sandrina Bintang Natalia telah sah terdaftar di sekolah SD Al-Fath Cirendeu,
bukti inin untuk menepis tuduhan penggugat bahwa anak tersebut tidak sekolah dan
tergugat menelantarkan anak / membiarkan anak tidak sekolah, terhadap bukti ini
penggugat tidak memberikan tanggapan maka majelis hakim menilai bahwa penggugat
telah membenarkan bukti tergugat tersebut oleh karenanya majelis hakim dapat
mempertimbangkan.
Menimbang, bahwa bukti surat bertanda T.15 berupa Fotokopi Kutipan dari
website Suara Pembaruan tertanggal 23 Agustus 2011, telah dicocokkan dengan
fotokopinya dan telah bermaterai cukup, di dalam website tersebut terungkap pernyataan
Mindo Rosalina Manullang tentang kasus perceraiannya. Terhadap bukti ini majelis
hakim menilai bahwa pernyataan penggugat tersebut hanyalah sebagai ungkapan keluh
kesah yang tidak perlu dipertimbangkan oleh karenanya harus dikesampingkan.
Menimbang, bahwa bukti surat bertanda T.16 berupa foto penggugat dengan baju
berbeda bahwa penggugat memakai kalung berkontain salib Yesus, disini tergugat
menunjukkan bahwa penggugat memakai kalung tersebut sebagai bukti bahwa
penggugat beragama Kristen, bukti ini tidak dibantah oleh penggugat oleh karenanya
majelis hakim dapat mempertimbangkan.
Menimbang, bahwa selain bukti surat, tergugat juga mengajukan bukti 3 orang
saksi masing-masing bernama Tumino bin Kartodimeja, Dedy Saputra bin Nurhadi dan
Irwan Samsono bin Sanabasri masing-masing memberikan keterangan dibawah
sumpahnya secara agama Islam.
Saksi Tumino bin Kartodimeja intinya menerangkan :
• Bahwa penggugat dengan tergugat telah menikah tahun 1999 dan mereka telah
hidup rukun dan telah dikaruniai 2 orang anak yang sekarang tinggal bersama
tergugat dan keduanya disekolahkan oleh tergugat, semula anak kedua berada
pada penggugat.
• Bahwa penggugat dengan tergugat menikah secara Islam, saat menikah
penggugat beragama Islam setelah lahir anak pertama tahun 1999 akhir,
penggugat kembali ke agamanya yaitu Kristen.
• Bahwa sekarang rumah tangga penggugat dengan tergugat sudah tidak harmonis,
mereka sering bertengkar sejak tahun 2005 yang penyebabnya karena waktu itu
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 52
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
tergugat belum bekerja dan karena antara keduanya beda agama, tergugat
beragama Islam sedangkan penggugat sudah kembali ke agama Kristen dan
penggugat mempengaruhi tergugat dan anak-anaknya untuk ikut memeluk
agamanya.
• Bahwa sekarang tergugat sudah bekerja dan telah dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan anaknya.
• Bahwa antara penggugat dengan tergugat sudah pisah rumah dan tidak ada
komunikasi lagi, keluarga sudah menasehati tetapi tidak berhasil dan keluarga
sudah tidak sanggup lagi merukunkan.
Saksi Dedy Saputra bin Nurhadi intinya menerangkan :
• Bahwa saksi pernah bekerja satu kantor dengan penggugat dan tergugat di PT
Anugerah Nusantara dan setahu saksi, tergugat bekerja dengan baik namun
tergugat mengundurkan diri keluar dari PT tersebut.
• Bahwa penggugat pergi ke kantor dengan mobil dinas dan sopir kantor
penggugat yang saksi kenal bernama Agus Widono dan saksi tidak kenal dengan
Agus Mulyadi karena saksi sudak keluar dari PT tersebut pada tahun 2010.
• Bahwa selama bekerja di PT tersebut saksi tidak pernah melihat penggugat
dengan tergugat naik mobil bersama dan saksi tidak tahu kalau penggugat
dengan tergugat itu suami istri.
Saksi Irwan Samsono bin Sanabasri intinya menerangkan :
• Bahwa penggugat dengan tergugat adalah suami istri dan telah dikaruniai 2
orang anak namun sekarang rumah tangganya sudah tidak rukun, mereka sering
bertengkar yang penyebabnya masalah beda agama, tergugat beragama Islam dan
penggugat beragama Kristen.
• Bahwa penggugat pernah memaksa anak untuk diajak ke gereja tetapi anaknya
tidak mau dan saat itu belum jadi pergi.
• Bahwa kedua anak penggugat dan tergugat sekarang tinggal bersama tergugat
dan keduanya sekolah.
Menimbang, bahwa penggugat dan tergugat telah menyampaikan kesimpulan
yang intinya penggugat mohon putusan sebagaimana dalam surat gugatannya sedangkan
tergugat mohon putusan yang amarnya sebagaimana dalam jawabannya.
Menimbang, bahwa dari gugatan penggugat dan tanggapan tergugat
dihubungkan dengan bukti-bukti yang ada baik dari penggugat maupun tergugat maka
ditemukan fakta-fakta sebagai berikut :
1 Bahwa penggugat berdomisili di wilayah Jakarta Timur
sesuai bukti P.5.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 53
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
2 Bahwa antara penggugat dengan tergugat telah terikat
dengan perkawinan yang sah sejak tanggal 24 Mei 1999
berdasarkan bukti P.1 pengakuan tergugat dan keterangan
saksi-saksi baik dari penggugat maupun tergugat yang
pernikahannya dilaksanakan secara Islam.
3 Bahwa dari hasil pernikahan penggugat dengan tergugat
telah lahir 2 orang anak masing-masing bernama Gabe
Maulana (laki-laki) lahir pada tanggal 10 Agustus 1999
dan Sandrina Bintang Natalia (perempuan) lahir pada
tanggal 23 Desember 2001, sesuai bukti P.2 dan P.3 serta
keterangan saksi-saksi baik dari penggugat maupun
tergugat.
4 Bahwa telah terjadi pertengkaran terus menerus antara
penggugat dengan tergugat yang berakibat pisah rumah
dalam kurun waktu 5 tahun lebih yang penyebabnya
masalah ekonomi dan perbedaan agama antara penggugat
dengan tergugat sebagaimana bukti P.5, T.1, T.1a dan T.1b
dan terbukti dari jawab menjawab antara penggugat
dengan tergugat serta keterangan saksi-saksi baik dari
penggugat maupun tergugat selama dalam proses
persidangan.
5 Bahwa agama yang dianut penggugat adalah agama
Kristen Protestan berdasarkan laporan dari mediator
tertanggal 14 Januari 2011 yang menyatakan bahwa
penggugat mengakui beragama Kristen, pengakuannya di
hadapan hakim mediator dan tergugat sehingga
berdasarkan pasal 174 HIR pengakuan penggugat tersebut
merupakan bukti yang sempurna dan mengikat yang
dikuatkan dengan bukti-bukti T.1a, T.9a, T.9b, T.10a,
T.10b, T.11b dan T.16 serta keterangan saksi tergugat yang
bernama Tumino bin Kartodimejo dan Irwan Samsoro bin
Sambasri.
6 Bahwa penggugat tersangkut kasus pidana yaitu gratifikasi
(suap) dan korupsi dan sekarang telah divonis 2 ½ tahun
penjara dan denda Rp 200.000.000,- (dua ratus juta
rupiah) dan sekarang penggugat sudah berada didalam
Lembaga Pemasyarakatan Pondok Bambu, Jakarta Timur
berdasarkan bukti T.3a, T.3b, T.3c, T.3d, T.3e, T.3f, T.3g,
T.3h, T.3i, T.4a, T.4b, T.4c, T.5a, T.8, T.12a, T.12b, T.13a
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 54
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
dan T.13b meskipun tergugat tidak dapat menunjukkan
aslinya namun sudah menjadi pengetahuan umum (publik)
sehingga majelis hakim dapat mempertimbangkan sebagai
bukti dari tergugat.
7 Bahwa kasus pidana perzinahan yang dituduhkan
penggugat terhadap tergugat tidak terbukti karena bukti
P.8 dan P.9 serta keterangan saksi penggugat yang
bernama Rossi Kristiani Manullang dan Fernando
Gumzali Manullang dibantah oleh tergugat dan tergugat
belum diproses apalagi divonis bersalah oleh karena itu
majelis hakim tidak dapat menerima tuduhan penggugat
terhadap tergugat telah melakukan perbuatan pidana
perzinahan tersebut karena tidak cukup bukti.
8 Bahwa 2 orang anak penggugat dan tergugat masing-
masing bernama Gabe Maulana (laki-laki) lahir pada
tanggal 10 Agustus 1999 dan Sandrina Bintang Natalia
(perempuan) lahir pada tanggal 23 Desember 2001
sekarang berada dalam pengasuhan dan pemeliharaan
tergugat berdasarkan pengakuan penggugat dan tergugat
serta keterangan saksi-saksi baik dari penggugat maupun
tergugat.
9 Bahwa anak yang bernama Sandrina Bintang Natalia
ketika dalam pengasuhan penggugat telah disekolahkan di
SDK 4 Penabur, sesuai bukti P.10 dan keterangan saksi
penggugat yang bernama Agus Mulyadi. Dan sekarang
anak tersebut setelah tinggal bersama tergugat telah
disekolahkan di SD Al-Fath yang merupakan sekolah
berbasis Islam, sesuai bukti T.14a dan T.14b.
Menimbang, bahwa setelah majelis hakim menemukan fakta-fakta kemudian
akan mempertimbangkan petitum penggugat.
Menimbang, bahwa terhadap petitum penggugat agar majelis hakim
mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya majelis hakim akan
mempertimbangkan petitum selanjutnya.
Menimbang, bahwa terhadap petitum penggugat agar majelis hakim menyatakan
sah menurut hukum perkawinan penggugat dengan tergugat yang dilaksanakan pada
tanggal 24 Mei 1999 di KUA Kec. Palmerah, Jakarta Barat majelis hakim
mempertimbangkan berdasarkan fakta yang telah ditemukan terbukti bahwa penggugat
dengan tergugat telah melaksanakan pernikahan pada tanggal 24 Mei 1999 yang
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 55
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
dilaksanakan secara Islam di KUA Kec. Palmerah, Jakarta Barat dengan Kutipan Akta
Nikah Nomor 0302/77/V/00 dan berdasarkan bukti P.1 meskipun tergugat menyatakan
keberatan terhadap bukti P.1 namun kenyataannya tergugat membenarkan adanya
pernikahan tersebut sebagaimana diuraikan dalam jawaban dan dupliknya maupun
dalam kesimpulannya kemudian didukung dengan keterangan saksi-saksi baik saksi dari
penggugat maupun tergugat maka berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.1
tahun 1974, telah terbukti pada saat dilaksanakan pernikahan penggugat telah memeluk
agama Islam sehingga dilaksanakan secara hukum Islam karena antara mempelai laki-
laki dan perempuan beragama Islam. Dan pernikahannya telah dicatatkan di Kantor
Urusan Agama Kec. Palmerah, Jakarta Barat, maka berdasarkan Pasal 2 ayat (2)
Undang-Undang No.1 tahun 1974 pernikahan antara penggugat dengan tergugat
merupakan pernikahan yang sah dan mempunyai kekuatan hukum dan dapat menjadi
dasar untuk dikabulkannya gugatan penggugat.
Menimbang, bahwa terhadap petitum penggugat yang intinya mohon agar
pernikahannya tersebut dinyatakan putus karena perceraian majelis hakim
mempertimbangkan sebagai berikut :
Bahwa merujuk pada fakta-fakta tersebut di atas telah terbukti adanya perselisihan dan
pertengkaran yang terjadi antara penggugat dengan tergugat secara terus menerus dan
berpuncak pisah rumah dalam kurun waktu 5 tahun lebih meskipun ada perbedaan
penyebab adanya perselisihan dan pertengkaran dan penggugat tetap bersikukuh untuk
bercerai dengan tergugat sedangkan tergugat menyetujui perceraian tersebut kondisi
demikian menunjukkan bahwa perselisihan dan pertengkaran diantara keduanya telah
mencapai klimaks sehingga rumah tangga penggugat dan tergugat tersebut tidak dapat
dirukunkan kembali oleh karenanya majelis hakim berpendapat bahwa rumah tangga
penggugat dengan tergugat sudah tidak mungkin lagi dapat mewujudkan tujuan utama
perkawinan sebagaimana dimaksud oleh Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974
Jo. Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam yaitu untuk membentuk rumah tangga yang sakinah
mawaddah dan rohmah serta sebagaimana telah dijelaskan dalam Al-Quran surat Ar-
Rum ayat 21 yang artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung
merasa tentram kepadanya dan dijadikan diantara kamu kasih sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berpikir”.
Menimbang, bahwa kondisi demikian menunjukkan bahwa kedua belah pihak
baik penggugat maupun tergugat telah kehilangan hakekat dan makna dari tujuan
perkawinan tersebut, dimana ikatan perkawinan antara keduanya sudah sedemikian
rapuh, tidak terdapat lagi rasa sakinah (ketentraman) dan telah luput dari rasa mawaddah
(cinta) dan rahmah (kasih sayang) dan rumah tangga seperti itu tidak memungkinkan
untuk dirukunkan kembali.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 56
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa apabila kondisi rumah tangga sudah demikian dan kedua
hati tersebut sudah susah untuk dapat disatukan maka majelis hakim memperhatikan dan
sependapat dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 38/K/AG/1990 tertanggal 5
Oktober 1991 yang intinya menyatakan bahwa, dalam perkara perceraian yang
didasarkan atas alasan adanya perselisihan dan pertengkaran terus menerus, maka
pemeriksaan tidak lagi ditujukan kepada siapa yang bersalah tetapi berdasarkan pada
perkawinannya itu sendiri masih dapat dipertahankan / dirukunkan kembali atau tidak
oleh karenanya majelis hakim berpendapat bahwa kondisi rumah tangga penggugat dan
tergugat tersebut sudah pecah (Brokken Marriage).
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas
maka majelis hakim berkesimpulan bahwa rumah tangga penggugat dan tergugat sudah
tidak dapat dirukunkan lagi, oleh karena itu dalil-dalil gugatan penggugat telah berdasar
hukum karena antara penggugat dengan tergugat telah terikat dalam perkawinan yang
sah dan telah cukup alasan karena telah terbukti keadaan rumah tangga penggugat dan
tergugat yang sudah tidak dapat dirukunkan kembali sehingga dalil-dalil gugatan
penggugat tersebut telah memenuhi ketentuan Pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor
1 tahun 1974 jo. Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Jo. Pasal
116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, maka oleh karena perkara ini adalah perkara
cerai gugat yaitu yang mengajukan adalah penggugat / istri dan selanjutnya antara
penggugat dengan tergugat belum pernah bercerai maka berdasarkan Pasal 119 ayat (2)
huruf (c) Kompilasi Hukum Islam talak tergugat yang dijatuhkan oleh pengadilan
terhadap penggugat adalah talak ba’in sughro sehingga majelis hakim menetapkan
menjatuhkan talak satu bain sughro tergugat (Daryono bin Tumino) terhadap penggugat
(Mindo Rosalina Simanullang binti Manullang).
Menimbang, bahwa terhadap petitum penggugat yang intinya mohon agar hak
pengasuhan (hadhonah) kedua anak penggugat dan tergugat ditetapkan pada penggugat
majelis hakim mempertimbangkan sebagai berikut :
Menimbang, bahwa penggugat mengajukan tuntutan tersebut karena kedua anak tersebut
saat ini berada dalam pengasuhan tergugat sedangkan tergugat mempunyai sifat
temperamental selain kepada penggugat juga terhadap anak dan anak di tempat tergugat
terlantar pendidikannya serta penggugat selalu dihalang-halangi untuk bertemu dengan
anak untuk mencurahkan kasih sayangnya padahal kedua anak tersebut masih dibawah
umur yang masih sangat membutuhkan kasih sayang penggugat sebagai ibu
kandungnya.
Menimbang, bahwa tergugat dalam jawabannya menyatakan menolak dalil
penggugat yang intinya tergugat menyatakan bahwa tergugat tidak pernah berlaku kasar
terhadap anak-anaknya dan tidak menelantarkan pendidikannya karena kedua anak
tersebut saat ini semuanya sekolah dan benar tergugat membatasi penggugat untuk
bertemu dengan anaknya karena penggugat telah murtad / kembali ke agama Kristen dan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 57
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
pernah kejadian anak keduanya dibawa pergi oleh penggugat ke Medan, disana
ditinggalkan oleh penggugat dan dititipkan kepada keluarganya sementara keluarga
penggugat beragama Kristen, sedangkan anak beragama Islam sehingga tergugat
khawatir kalau anaknya dididik untuk beragama Kristen, tergugat sebagai orang tua
merasa bertanggungjawab terhadap pendidikan agama anaknya dan penggugat
tersangkut tindak pidana, dan telah terbukti bersalah serta telah divonis hukuman
penjara selama 2 tahun 6 bulan serta denda sebesar Rp 200.000.000,- (dua ratus juta
rupiah) dipotong tahanan sehingga penggugat tidak pantas untuk mengasuh dan
memelihara anak.
Menimbang, bahwa atas jawaban tergugat tersebut penggugat menyatakan tetap
pada gugatannya yaitu tergugat keras terhadap anak, menelantarkan pendidikan anak-
anaknya serta penggugat dihalangi untuk bertemu dengan anak sebagaimana keterangan
saksi-saksinya, namun penggugat tidak dapat membuktikan tuduhannya bahwa tergugat
keras / temperamental terhadap anak dan tidak dapat membuktikan kalau anaknya
diterlantarkan pendidikannya karena ternyata kedua anaknya disekolahkan oleh tergugat
sedangkan tergugat telah dapat membuktikan bahwa penggugat telah kembali ke
agamanya (murtad) dan membuktikan pula bahwa penggugat telah melakukan perbuatan
tercela karena penggugat telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana gratifikasi dan
telah divonis 2 ½ tahun penjara dan denda Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) serta
penggugat terbukti telah berusaha mengkristenkan anak keduanya yang bernama
Sandrina Bintang Natalia dengan cara menyekolahkan anak tersebut di sekolah
Kristen sebagaimana bukti P.10 sehingga tergugat dengan tegas menyatakan bahwa
penggugat tidak pantas dan tidak berhak untuk mengasuh dan mendidik anak-anaknya.
Menimbang, bahwa dari hal-hal tersebut diatas maka selanjutnya majelis hakim
akan mempertimbangkan dari berbagai sudut.
Menimbang, bahwa dari sudut normatif, dimana dalam pasal 105 huruf (a) dan
Pasal 156 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi bahwa anak yang belum
mumayyiz yang berhak mendapatkan pemeliharaan (hadhonah) adalah ibunya, namun
hal itu berlaku apabila orang tuanya beragama Islam (Prinsip UU) selain itu karena ada
ketentuan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang RI No.23 Tahun
2002 tentang perlindungan anak yang berdasarkan pada prinsip kepentingan terbaik
untuk anak antara lain dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tersebut
dinyatakan bahwa : “setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berfikir
dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang
tua”.
Dalam hal ini penggugat justru menyimpang dari aturan tersebut karena sudah
mengetahui bahwa anaknya beragama Islam tetapi disekolahkan di sekolah Kristen,
maka majelis hakim menilai perbuatan penggugat tersebut telah melanggar Pasal ini
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 58
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
oleh karenanya secara normatif hak pengasuhan (hadhonah) penggugat terhadap
anaknya menjadi gugur.
Menimbang, bahwa dari segi agama, anak-anak tersebut adalah beragama Islam
sebagaimana telah dinyatakan baik oleh penggugat maupun tergugat maka sudah
seharusnya dididik dan disekolahkan di sekolah yang berbasis agama Islam, namun
kenyataannya berdasarkan fakta dan bukti (P.9) penggugat dengan sengaja
menyekolahkan anaknya di sekolah non muslim (Kristen) maka majelis hakim
berpendapat bahwa penggugat telah sengaja menjadikan anaknya untuk mengikuti
agamanya semula yaitu Kristen.
Sehubungan dengan hal tersebut majelis hakim sependapat dengan Sayyid Sabiq dalam
bukunya Fiqh Sunnah Jilid IV hal 143 – 147 tentang syarat pengasuhan anak yaitu : 1.
berakal sehat 2. sudah dewasa 3. memiliki kemampuan untuk mendidik 4. memiliki sifat
amanah 5. beragama Islam yang dikuatkan dengan bukti T.2a dan T.2c.
Sebagaimana fakta yang telah ditemukan bahwa penggugat telah kembali ke agamanya
semula yaitu Kristen karena bukti penggugat telah dipatahkan oleh bukti tergugat
sehingga majelis hakim telah yakin bahwa penggugat saat ini beragama Kristen,
sedangkan dalam kitab ini dijelaskan bahwa anak-anak muslim tidak boleh diasuh oleh
orang yang non muslim, dan telah terbukti penggugat selain dirinya beragama Kristen
juga telah terbukti berusaha mendidik anaknya untuk beragama Kristen dengan cara
disekolahkan di sekolah Kristen, kemudian disamping itu penggugat tidak memiliki sifat
amanah karena telah terbukti adanya kasus pidana yang menjadikan penggugat divonis
penjara 2 ½ tahun dan denda Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), maka berarti
minimal ada 2 syarat yang tidak terpenuhi, dengan tidak terpenuhinya syarat-syarat
tersebut maka gugurlah hak hadhonah penggugat terhadap anaknya.
Menimbang, bahwa dari segi sosiologis, dilihat dari kepentingan anak itu sendiri,
kedua anak berada pada tergugat keduanya disekolahkan di sekolah Islam, meskipun
penggugat menyatakan bahwa pendidikan anak-anaknya menjadi terlantar adalah tidak
terbukti. Dengan demikian majelis hakim menilai bahwa tindakan tergugat telah sesuai
dengan Yurisprudensi MARI No. 349K/AG/2006 tertanggal 3 Januari 2007 yaitu :
“Hadhonah terhadap anak bisa jatuh ke tangan bapaknya bilamana memelihara dan
mendidik anaknya semata-mata berdasarkan kepentingan anak untuk beribadah
menurut agamanya” dalam hal ini agama anak adalah Islam.
Adapun tuduhan penggugat tentang perbuatan perzinahan yang dilakukan oleh tergugat
adalah tidak terbukti oleh karenanya harus dikesampingkan. Disamping itu tidak
mungkin anak akan dialihkan pengasuhannya kepada penggugat, sementara penggugat
berada dalam tahanan dalam waktu cukup lama karena telah divonis penjara selama 2 ½
tahun, maka secara sosiologis anak akan lebih aman, nyaman dan terlindungi dalam
pengasuhan (hadhonah) tergugat sebagai ayah kandungnya.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 59
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, sesuai
dengan Pasal 41 huruf (a) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 majelis hakim
menetapkan bahwa kedua anak penggugat dan tergugat tersebut berada dalam
pengasuhan (hadhonah) tergugat sebagai ayah kandungnya dengan memberi kesempatan
kepada penggugat sebagai ibu kandungnya untuk mencurahkan kasih sayangnya kepada
anak tersebut tanpa mengganggu kepentingan anak, jika penggugat akan membawa
pergi anaknya harus dengan seizin tergugat.
Menimbang, bahwa terhadap petitum penggugat agar menghukum tergugat untuk
menyerahkan Gabe Maulana dan Sandrina Bintang Natalia kepada penggugat tanpa
syarat apapun majelis hakim mempertimbangkan bahwa oleh karena hak pengasuhan
(hadhonah) kedua anak tersebut telah ditetapkan berada pada tergugat maka majelis
hakim tidak dapat menerimanya.
Menimbang, bahwa terhadap petitum penggugat agar tergugat dibebani
memberikan biaya nafkah untuk kedua anaknya setiap bulan sebesar Rp 10.000.000,-
(sepuluh juta rupiah) setiap bulan agar diserahkan kepada penggugat majelis hakim
mempertimbangkan bahwa oleh karena kedua anak tersebut sudah ditetapkan berada
dalam pengasuhan (hadhonah) tergugat maka majelis hakim tidak dapat menerimanya.
Menimbang, bahwa disamping petitum penggugat, majelis hakim juga
mempertimbangkan petitum tergugat sebagai berikut :
• Bahwa petitum tentang pernikahan antara penggugat dan tergugat
putus karena perceraian tidak perlu dipertimbangkan lagi karena telah
dipertimbangkan bersama petitum penggugat.
• Bahwa terhadap petitium penggugat agar Panitera Pengadilan Agama
Jakarta Timur mengirim salinan putusan perceraian kepada KUA
Kecamatan Palmerah Kota Jakarta Barat yang berwenang untuk
mencatat putusan perceraian dalam daftar yang tersebut untuk itu
sesuai dengan hukum yang berlaku majelis hakim mempertimbangkan
bahwa berdasarkan Pasal 84 Undang-Undang nomor 7 tahun 1989
yang telah diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006
yang telah diperbaharui lagi dengan Undang-undang Nomor 50 tahun
2009, majelis hakim dapat mengabulkannya dengan memerintahkan
kepada Panitera Pengadilan Agama Jakarta Timur untuk mengirimkan
salinan putusan ini yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
kepada Pegawai Pencatat Nikah KUA Kecamatan Palmerah Kota
Jakarta Barat, untuk dicatat dalam daftar yang disediakan untuk itu.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 60
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa terhadap petitum tergugat pada point 4 sampai dengan point
11 tidak perlu dipertimbangkan karena sudah terkait pertimbangannya dengan petitum
penggugat diatas.
Menimbang, bahwa terhadap petitum penggugat maupun tergugat tentang biaya
perkara maka oleh karena perkara ini termasuk bidang perkawinan maka sesuai dengan
Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diperbaharui dengan
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 yang telah diperbaharui lagi dengan Undang-
undang Nomor 50 tahun 2009, majelis hakim menetapkan biaya perkara dibebankan
kepada penggugat.
Memperhatikan segala ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta hukum
syara’yang berkaitan dengan perkara ini.
M E N G A D I L I
1 Mengabulkan gugatan penggugat sebagian.
2 Menjatuhkan talak satu bain sughra tergugat (Daryono bin Tumino) terhadap
penggugat (Mindo Rosalina Simanullang binti Manullang).
3 Menetapkan dua orang anak penggugat dan tergugat masing-masing bernama Gabe
Maulana, lahir tanggal 12 Agustus 1999 dan Sandrina Bintang Natalia, lahir
tanggal 23 Desember 2001, berada dalam pengasuhan dan pemeliharaan (hadhonah)
tergugat sebagai ayah kandungnya dengan memberi kesempatan kepada penggugat
sebagai ibu kandungnya untuk mencurahkan kasih sayang kepada kedua orang
anaknya tanpa mengganggu kepentingan anak-anak tersebut.
4 Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Jakarta Timur untuk mengirimkan
salinan putusan ini yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap kepada Pegawai
Pencatat Nikah KUA Kecamatan Palmerah Kota Jakarta Barat, untuk dicatat dalam
daftar yang disediakan untuk itu.
5 Menyatakan tidak menerima gugatan penggugat selebihnya.
6 Membebankan kepada penggugat untuk membayar biaya perkara ini sejumlah Rp
1.291.000,- (satu juta dua ratus sembilan puluh satu ribu rupiah).
Demikianlah diputuskan perkara ini dalam musyawarah majelis hakim
Pengadilan Agama Jakarta Timur pada hari Senin tanggal 10 Oktober 2011 M.
bertepatan dengan tanggal 12 Dzulqoidah 1432 H. yang dibacakan dalam sidang terbuka
untuk umum pada hari itu juga oleh Dra. Nurroh Sunah, SH, ketua majelis, Dra.
Haulillah, MH dan Drs. H.M. Syamri Adnan, SH, MHI. masing-masing hakim
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 61
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
anggota, serta dibantu oleh Drs. Ade Faqih, selaku panitera pengganti, dengan dihadiri
oleh kuasa penggugat dan kuasa tergugat.
Hakim anggota. Ketua majelis.
ttd ttd
Dra. Haulillah, MH. Dra Nurroh Sunah, SH.
Hakim anggota Panitera pengganti.
ttd ttd
Drs. H.M. Syamri Adnan, SH, MHI. Drs. Ade Faqih
Perincian Biaya Perkara :
1.Pendaftaran HHK : Rp 30.000,-
. Biaya Proses : Rp 1.250.000,-
. Redaksi : Rp 5.000,-
. Materai : Rp 6.000,- +
JUMLAH : Rp 1.291.000,- (satu juta dua ratus sembilan puluh satu ribu
rupiah).
Catatan :
• Putusan ini belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena masih dalam
proses………
• Putusan ini telah mempunyai kekuatan hukum tetap sejak tanggal……….
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 62
Foto diambil ketika melakukan wawancara dan setelah selesai melakukan
wawancara dengan Bapak Drs. Sultoni MH selaku Hakim Pengadilan Agama
Jakarta Timur, tertanggal 10 April 2015.
Foto diambil Ketika Melakukan Wawancara di Pengadilan Agama Jakarta Pusat
dengan Ibu Dra. Hj. Nurroh Sunah, SH selaku Ketua Majelis Hakim yang
memutus perkara No. 1700/Pdt.G/2010/PAJT, tertanggal 14 April 2015.
Foto diambil setelah selesai melakukan wawancara dengan Bapak Drs. H.
Jarkasih, M.H selaku Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan, tertanggal 14
April 2015.