MOTIVASI MEMPELAJARI AL-QUR AN DALAM PERSPEKTIF...
Transcript of MOTIVASI MEMPELAJARI AL-QUR AN DALAM PERSPEKTIF...
MOTIVASI MEMPELAJARI AL-QUR’AN
DALAM PERSPEKTIF HADIS
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar
Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I)
Oleh
AHMAD IDOPHI
NIM: 105011000129
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009 M/1431 H
ABSTRAK
NAMA : AHMAD IDOPHI
NIM : 105011000129
JURUSAN : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS : ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN JUDUL SKRIPSI : MOTIVASI MEMPELAJARI AL-QUR’AN DALAM
PERSPEKTIF HADIS
Masalah pokok yang diteliti dalam skripsi ini adalah sesungguhnya hadis-hadis Rasulullah SAW memotivasi umat Islam untuk mempelajari al-Qur`an dengan cara
memberikan pujian, ganjaran pahala, hadiah/imbalan, kompetisi/saingan, dan ancaman hukuman. Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk menjelaskan bagaimana hadis Rasul SAW memotivasi untuk
mempelajari al-Qur`an
2. Untuk menjelaskan keutamaan mempelajari al-Qur`an
3. Untuk menjelaskan hadis-hadis yang memotivasi mempelajari al-Qur`an.
Adapun teknik/metode pengumpulan data pada skripsi ini adalah metode
penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan
teknik pengumpulan data, pengolahan dan analisa dari sumber kepustakaan meliputi
kitab-kitab dan buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang penulis bahas. Yang
menjadi sumber data adalah: a) data primer, yaitu buku-buku dan materi pustaka
lainnya yang memberi porsi besar dalam membahas hadis-hadis yang memotivasi
umat Islam untuk belajar al-Qur`an b) data skunder, yaitu sejumlah data berupa
buku-buku lain yang memuat informasi tentang motivasi belajar al-Qur`an.
Penelitian ini pada dasarnya adalah study analisis, yaitu studi yang objek kajiannya adalah hadis-hadis Nabi SAW yang dalam hal ini berkaitan erat dengan
motivasi belajar al-Qur`an. Adapun metode pembahasan dalam penelitian ini adalah “deskriptif analisis” yaitu mendeskripsikan data-data yang ada (baik data primer
maupun data skunder), kemudian menganalisanya secara proporsional sehingga akan nampak jelas rincian jawaban yang berhubungan dengan pokok masalahnya.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dengan cara memberikan pujian, ganjaran pahala, hadiah/imbalan, kompetisi/saingan, dan ancaman hukumanlah
hadis-hadis Rasul memotivasi umat Islam untuk mempelajari al-Qur’an.
i
KATA PENGANTAR
��� ا ا���� ا�����
، )'& م% أوح# ا ��ن "! ��ن، و ا���ة و ا���م� ا��ي ���� أم�� م����ا���
.و )'& 31�4 أه� "01, ا/�ام و ص�-, ذوى ا ��ن، أم�! "(�
Puji syukur Alhamdulillāh yang setinggi-tingginya penulis panjatkan untuk
Allah SWT. Berkat rahmat dan anugerah dari-Nya saat ini penulis dapat mencapai
harapan dan cita-cita suci penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Dengan
penuh kegigihan dan perjuangan dalam menghadapi berbagai rintangan, dan dengan
daya serta upaya dari-Nya, akhirnya penulis dapat melewati semua itu. Akan tetapi,
sebesar apapun usaha serta pengorbanan yang telah penulis upayakan untuk
menyelasaikan penelitian ini, tentunya hasil karya ini masih amat jauh dari
kesempuranaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca yang budiman akan sangat membantu dalam menjadikan karya ini lebih
baik.
Dan tidak pantas rasanya jika penulis tidak memberikan penghargaan berupa
ucapan terimakasih untuk orang-orang yang telah berjasa dalam penyelesaian karya
ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penghargaan itu penulis haturkan
kepada:
1. Prof. Dr. H. Dede Rosyada, M.A Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Dr. H. Abdul Fattah Wibisono, M.A Ketua Jurusan Pendidikan Agama
Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama
Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Dr. Zaimuddin, M.Ag Dosen Penasihat Akademik.
5. Drs. Abdul Haris, M.Ag Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
meluangkan waktunya dalam membimbing skripsi penulis hingga
selesai
6. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama, Perpustakaan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan fasilitas untuk
mengadakan studi kepustakaan.
7. Sahabat-sahabat seperjuangan penulis: Seluruh anak Kelas D; Lala,
Fajar, Rahman, Asep, Kamal, Qasim, H.Yasir, Umay, Endah, Lia.
Kemudian kepada Dewan Guru dan Teman al-Kholidin; Ka Aminah,
Hj. Rida, Yasin yang turut mendoakan dan memberikan dorongannya
kepada penulis. Tak lupa kepada Keluarga Besar H. Hasan; Adik-adik
saya, Abang serta Empo-empo yang turut mendo`akan; dan Halim yang
menjadi inspirasi saya.
8. Segenap pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Dan di penghujung tulisan ini, betapa naifnya diri ini jika penulis tidak
menghaturkan ucapan rasa terimakasih dan mohon maaf kepada orang yang telah
amat sangat berjasa dalam kehidupan penulis. Kepada Abi dan Mama (Alm) tercinta,
yang telah mengorbankan segalanya untuk Dopi baik moril maupun materil. Karya
ini Dopi persembahkan untuk kalian, meskipun ini tidak ada bandingannya dengan
semua jasa yang telah kalian berikan kepada Dopi. Dan Dopi mohon maaf karena
Dopi tidak dapat mengemban amanat Abi dan Mama (Alm) dengan baik.
Terimakasih atas segala kebaikan Abi dan Mama selama ini, kasih sayang kalian
memang tak terhingga sepanjang masa. Dan mudah-mudahan ini dapat menjadi
teladan bagi anak-anak Abi dan Mama (Alm) yang lainnya. Amin.
�! ر"�A!1# ص@1�ارب= ا>;� # و :ا�ي� و ارح8��! آ
Akhirnya, penulis berharap semoga Allah swt. memberikan balasan yang
setimpal atas jasa dan bantuan serta pengorbanan yang telah diberikan mereka
semua. Dan mudah-mudahan karya ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
para pembaca umumnya.
Jakarta, 19 November 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ...........……………………………………………..........................
KATA PENGANTAR …………………………………………………..........
DAFTAR ISI …………………………………………………………….........
i
ii
iv
BAB I PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah …………………………..................
B. Identifikasi masalah …………………………........................
C. Pembatasan Masalah ……………………...............................
D. Perumusan Masalah …………………....................................
E. Tujuan …………………………………................................
F. Manfaat ...................................................................................
1
6
6
6
6
7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Motivasi ........................……………………………...... 8
1.
2.
3.
4.
Pengertian Motivasi Belajar ……………….……...
Peran dan Fungsi Motivasi …………….................
Macam-macam Motivasi ………………................
Bentuk-bentuk Motivasi ……………….................
8
12
15
17
B. Pembelajaran Al-Qur’an di Indonesia ……………….... 19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A
B
C.
Metodologi Penelitian ....................................................
Variabel Penelitian ..…………………………………...
Sistematika Penelitian …………………………………
24
26
26
BAB IV HADIS-HADIS TENTANG MOTIVASI MEMPELAJARI
AL-QUR’AN
A.
Hadis tentang Motivasi Belajar Al-Qur’an …................
1. Hadis tentang Pujian bagi Orang yang Mempelajari
Al-Qur’an .................................................................
a) Teks Hadis dan Terjemah .............................
b) Pemahaman Hadis.........................................
2. Hadis tentang Ganjaran Pahala untuk Orang yang
28
29
29
29
B.
Mempelajari Al-Qur’an ............................................
a) Teks Hadis dan Terjemah .............................
b) Pemahaman Hadis ........................................
3. Hadis tentang Hadiah/Imbalan untuk Orang yang
Mempelajari Al-Qur’an.............................................
a) Teks Hadis dan Terjemah .............................
b) Pemahaman Hadis ........................................
4. Hadis tentang Kompetitor Mempelajari Al-Qur’an...
a) Teks Hadis dan Terjemah .............................
b) Pemahaman Hadis ........................................
5. Hadis tentang Ancaman bagi Orang yang Tidak
Mempelajari Al-Qur’an ............................................
a) Teks Hadis dan Terjemah .............................
b) Pemahaman Hadis ........................................
Analisa Hadis .................................................................
1. Keutamaan/Keistimewaan Mempelajari Al-
Qur’an.....................................................................
2. Ancaman bagi Orang yang Tidak Mempelajari
Al-Qur’an ..............................................................
32
32
33
36
36
37
40
40
42
46
46
46
47
48
53
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................
B. Saran-saran ...............................................................................
DAFTAR PUSTAKA ………………………...................................................
56
58
60
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur`ān secara harfiah adalah “bacaan yang mencapai puncak
kesempurnaan”. Al-Qur`ān al-Karīm berarti “bacaan yang mahasempurna dan
mahamulia”.1 Pemberian nama al-Qur`an merupakan isyarat kuat tentang perlunya
senantiasa membaca al-Qur`an. Begitu pentingnya membaca al-Qur`an sehingga di
dalam al-Qur`an sendiri kata tersebut terulang sebanyak 70 kali dalam berbagai
tempat. Sebagai contoh disebutkan dalam QS. al-Qiyāmah: 17-18:
���� ������ ��������
�������������� �� ! ��"�#�$
��%��$&���� '(�)�*���$
������������ ��+!
“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan
(membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya
maka ikutilah bacaan itu”.
Kedua ayat di atas, dijadikan oleh para mufassir sebagai landasan
argumentasi bahwa pelestarian dan pengaktualisasian ajaran al-Qur`an dalam
kehidupan sehari-hari sangat penting. Kendati demikian, Dr. Hamzah Abū Bakr al-
Syāwi berpendapat bahwa huruf inna (إن) dalam ayat di atas, tidak menjadi jaminan
dari Allah tentang pelestarian bacaan al-Qur`an. Itu hanya merupakan prasyarat
bahwa setiap muslim harus berusaha mengembangkan bacaan al-Qur`an sesuai
dengan petunjuk Rasulullah saw.
Berdasarkan ungkapan tersebut dapat dipahami bahwa dengan kecintaan
membaca ayat-ayat al-Qur`an akan melahirkan kesadaran atau motivasi untuk
mempelajari al-Qur`an dan mengamalkan ajaran al-Qur`an dalam kehidupan sehari-
hari.2
1 M. Quraish Shihab, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, (Bandung: Mizan, 1994),
Cet. VI, h. 24 2 Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an; Kajian Tematik atas Ayat-ayat Hukum dalam Al-
Qur’an, (Jakarta: Penamadani, 2005), Cet. III, h. 59-60
Mempelajari al-Qur`an merupakan ibadah. Membaca al-Qur`an huruf demi
huruf juga akan mendapatkan pahala, apalagi apabila disertai dengan upaya untuk
memahami kandungannya. Metode-metode untuk mempelajari cara membaca al-
Qur`an telah banyak bermunculan. Di Indonesia metode yang paling lama muncul
disebut Baghdadiyah. Namun akhir-akhir ini metode-metode lain banyak
bermunculan seiring dengan tuntutan zaman. Karena itu banyak pula lembaga-
lembaga yang bermunculan seperti Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), Taman
Kanak-kanak Al-Qur’an (TKA) dan lain-lain.3
Akan tetapi, sejak zaman penjajahan hingga dewasa ini, tampak adanya
perubahan drastis dalam masalah pemahaman ajaran Islam, yang berpangkal pada
melemahnya atau berkurangnya minat dan gairah masyarakat mempelajari Al-
Qur`an.4 Kenyataan-kenyataan yang ditemukan dalam masyarakat Islam saat ini
masih banyak yang memahami al-Qur`an secara parsial saja. Artinya ajaran al-
Qur`an belum sepenuhnya mewarnai diri dan hidup keseharian umat Islam.5
Sejalan dengan itu, patut pula dicamkan penegasan ‘Abdullāh ‘Ulwīn dalam
bukunya Tarbiyatul Awlād fī al-Islām senagaimana dikutip Umar Shihab bahwa yang
dipentingkan dalam membaca al-Qur`an, bukanlah kemampuan daya pukau
seseorang dalam membacanya saja, melainkan sampai di mana bekas (atsar) atau
pengaruh yang ditinggalkan setelah membacanya. Jelasnya, yang dipentingkan
bukanlah bagaimana cara memukau pendengar, akan tetapi seberapa banyak
pengaruh (atsar) dari al-Qur`an terpatri dalam benak dan jiwa dirinya dan orang
yang mendengarkannya.6
Menurut pengamatan Suzanne Keller, kedudukan nilai-nilai agama akan
tergeser oleh nilai-nilai lainnya yang bersumber dari perubahan struktur masyarakat.
Kedudukan golongan elite keagamaan yang memegang kunci pelestarian sosial
budaya Islam akan digeser kedudukannya oleh elite ilmu pengetahuan, elite industri,
dan sebagainya. Oleh karena itu Salotare, seperti yang dikutip oleh Kartono
3 Didin Saefuddin Buchori, Pedoman Memahami Kandungan Al-Qur’an, (Bogor: Granada
Sarana Pustaka, 2005), Cet. I, h. 21-22 4 Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an…, h. 62
5 Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an…, h. 65
6 Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an…, h. 65
Kartidirdjo secara tajam menegaskan bahwa peran sosial ulama sebagai guru akan
terancam.
Dan kalau itu terjadi akibatnya adalah al-Qur`an yang merupakan sumber
ajaran umat Islam akan mengalami erosi peranan. Bahkan kemungkinan akan
menjadi asing di tengah umat Islam sendiri, meskipun al-Qu`an itu tetap lestari.
Kelestarian al-Qur`an seharusnya dipahami sebagai upaya mempelajari dan
mendalami al-Qur`an secara terus menerus tanpa henti dan bukan dipahami secara
harfiah sebagaimana penegasan Allah dalam surat al-Hijr (15) ayat 9:
”Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur`an, dan sesungguhnya Kami pula
yang akan memeliharanya” yang sering dikutip.7
Al-Qur`an adalah firman-firman Tuhan yang diwahyukan kepada manusia.8
Fungsi utama al-Qur`an adalah memberikan petunjuk. Dan hal ini tidak dapat terjadi
tanpa membaca dan memahaminya.9
Maka upaya mengaktualisasikan al-Qur`an dalam konteks masyarakat dewasa
ini bukanlah dengan menetapkan al-Qur`an sebagai barang antik yang dikeramatkan
atau hanya sebatas bacaan yang dibaca saja tanpa memahami makna kandungannya.
Al-Qur`an hendaknya dipandang sebagai konsepsi dasar yang empiris dalam konteks
amal perbuatan.10
Oleh karena itu, mempelajari al-Qur`an, menggali kandungannya,
mengamalkan serta menyebarkan ajaran-ajarannya dalam praktek kehidupan
masyarakat merupakan tuntutan yang tak akan ada habisnya dan merupakan
kewajiban bagi setiap muslim.11
Di dalam al-Qur`an banyak ayat-ayat yang menjelaskan keutamaan al-Qur`an
serta banyak pula hadis-hadis Rasul yang menjelaskan keutamaan orang yang
mempelajari dan mengajarkan al-Qur`an. Satu dari beberapa hadis Rasul yang
bebicara mengenai keutamaan mempelajari dan mengajarkan al-Qur`an adalah hadis
yang diriwayatkan dari ‘Utsmān bin ‘Affān ra., ia berkata, Rasulullah SAW
bersabda:
7 Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an…, h. 58
8 Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an…, h. 62
9 M. Quraish Shihab, Lentera Hati…, h. 28
10 Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an…, h. 62
11 M. Darwis Hude, dkk., Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
2002), Cet. II, h. xxx
F1�آGت% م )�'Gا �� ,�'� ) ون
“Orang yang paling baik di antara kamu adalah orang yang mempelajari Al-
Qur’an dan mengajarkannya”.12
Pada dasarnya hadis Nabi SAW adalah sejalan dengan al-Qur`an, karena
keduanya bersumber dari wahyu Allah SWT.13
Berbicara mengenai hadis dan al-
Qur`an, banyak sekali hadis-hadis Rasul yang mendorong umat manusia untuk
mempelajari al-Qur`an dan banyak pula ayat-ayat al-Qur`an yang menjelaskan
keutamaan al-Qur`an.
Dan untuk dapat membiasakan diri mempelajari al-Qur`an secara teratur,
tentunya memerlukan keinginan yang kuat. Banyak kendala yang dapat mengganggu
usaha ini. Salah satu kendala tersebut adalah seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, yakni kekurangan atau ketiadaan motivasi untuk mempelajari al-
Qur`an, kendala tersebut dapat timbul baik dari dirinya sendiri, orang tua, guru atau
pun lingkungannya. Karena hal tersebut akan menyebabkan kurang bersemangatnya
seseorang membiasakan diri untuk mempelajari al-Qur`an.
Sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu disebut
motivasi.14
Dengan motivasi inilah seseorang yang tidak mempelajari al-Qur`an
menjadi terdorong untuk mempelajari al-Qur`an, dan yang telah mempelajari al-
Qur’an menjadi lebih tekun dan konsisten untuk mempelajari al-Qur`an.
Motivasi itu sendiri dibedakan menjadi dua macam, yaitu motivasi intrinsik
dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari
dalam diri sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan. Adapun motivasi
ekstrinsik adalah keadaan yang datang dari luar individu yang dapat mendorongnya
melakukan tindakan. Pujian dan hadiah, kenaikan tingkat, penghargaan, piagam-
piagam prestasi serta teladan yang baik adalah contoh-contoh konkret motivasi
ekstrinsik yang dapat menolong seseorang untuk belajar15—termasuk pula
mempelajari al-Qur`an.
12
Abū Abdillāh bin Ismā’īl al-Bukhārī, Shahīh al-Bukhārī, Juz III, (Bairut: al-Maktabah al-
‘Ashriyyah), h. 1620 13
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, (PT. Mutiara Sumber Widya, 2001), h. 68 14
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta), Cet. I, h. 45 15 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak…, h. 45
Berkaitan dengan motivasi, banyak sekali hadis-hadis Rasul yang
menyatakan bahwa orang-orang yang mempelajari Al-Qur`an mempunyai
kedudukan tinggi dan mulia. Janji Allah berupa pahala yang besar untuk orang yang
telah berhasil mendidik anaknya mempelajari al-Qur`an adalah di antara kemuliaan
umat Nabi Muhammad SAW yang diberikan Allah SWT. Dan sesungguhnya semua
itu telah dijelaskan oleh Rasulullah saw. di dalam hadis-hadisnya.
Jika seseorang meresapi, mendalami, dan meyakini penghargaan, ganjaran
pahala, serta janji-janji manis yang diberikan oleh Allah SWT kepada orang-orang
yang gemar mempelajari al-Qur`an melalui hadis-hadis Rasul, niscaya dirinya akan
terdorong untuk mempelajari kitab suci al-Qur`an, yang menjadi pedoman hidup
umat Islam.
Maka dengan adanya hadis-hadis Rasul yang berbicara mengenai keutamaan
mempelajari al-Qur`an, diharapkan umat Islam yang belum mempelajari al-Qur`an
termotivasi untuk mempelajarinya, sehingga ia mampu membaca, memahami,
meresapi, mendalami serta mengamalkan isi kandungannya, atau bahkan
mendakwahkan dan menghafalnya.
Dari sinilah penulis merasa tertarik untuk mengangkat masalah tersebut dan
dituangkan dalam sebuah judul skripsi yaitu: “MOTIVASI MEMPELAJARI AL-
QUR`AN DALAM PERSPEKTIF HADIS”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas dapat diungkapkan beberapa masalah sebagai
berikut:
1. Kurangnya kesadaran untuk mempelajari al-Qur`an
2. Kurangnya kemauan atau motivasi untuk mempelajari al-Qur`an
3. Belum dikelompokkannya hadis-hadis yang memotivasi belajar al-
Qur`an
C. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah penulis dalam menyusun skripsi, penulis membatasi
masalah tersebut pada:
1. Kurangnya kesadaran untuk mempelajari al-Qur`an
2. Kurangnya kemauan atau motivasi untuk mempelajari al-Qur`an
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah
yaitu bagaimana hadis Rasul SAW memotivasi umat Islam untuk mempelajari
Al-Qur`an?
E. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan karya ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskan hadis Rasul SAW yang memotivasi untuk
mempelajari al-Qur`an
2. Untuk menjelaskan keutamaan mempelajari al-Qur`an
3. Untuk menjelaskan hadis-hadis yang memotivasi mempelajari al-Qur`an
F. Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan karya ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat memperdalam dan menambah khazanah ilmu bagi penulis
khususnya mengenai motivasi mempelajari al-Qur`an dari sudut pandang
hadis
2. Dapat menjadi motivasi bagi umat Islam khususnya orang tua untuk lebih
memperhatikan anaknya dalam mempelajari al-Qur`an
3. Dapat dijadikan bahan informasi mengenai hadis-hadis yang memotivasi
untuk mempelajari al-Qur`an
4. Dapat memperlengkap khazanah kajian ilmu pendidikan khususnya
mengenai motivasi mempelajari al-Qur`an dari sudut pandang hadis
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
MOTIVASI MEMPELAJARI AL-QUR’AN
A. Motivasi Belajar
1. Pengertian Motivasi
Perilaku individu tidak berdiri sendiri, selalu ada hal yang
mendorongnya dan tertuju pada suatu tujuan yang ingin dicapainya.
Kekuatan yang menjadi pendorong kegiatan individu disebut motivasi,
yang menunjukkan suatu kondisi dalam diri individu, yang mendorong
atau menggerakkan individu tersebut melakukan kegiatan mencapai
sesuatu tujuan. Semakin tinggi dan berarti suatu tujuan, semakin besar
motivasinya, dan semakin besar motivasi akan semakin kuat pula
kegiatan yang dilaksanakan.16
Karena kuat lemahnya motivasi17
atau
tinggi rendahnya motivasi seseorang dapat menentukan tinggi rendahnya
usaha atau semangat untuk beraktivitas, dan tentu saja tinggi rendahnya
semangat akan menentukan hasil yang diperoleh.18
Berbicara mengenai motivasi, istilah motivasi dalam psikologi berarti
sesuatu yang menjadi pendorong timbulnya tingkah laku.19
Dan motivasi
itu sendiri merupakan istilah yang lebih umum digunakan untuk
menggantikan tema motif. Dalam bahasa Inggris “motif” disebut dengan
motive yang berasal dari kata motion, yang berarti gerakan atau sesuatu
yang bergerak. Karena itu motivasi erat hubungannya dengan “gerak”,
16
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan¸ (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. IV, h. 60-62
17 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana, 2008), Cet. I, h. 251 18
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran…, h. 249 19
M. Alisuf Sobri, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional, (Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 1996), Cet. II, h. 85
yaitu gerakan yang dilakukan manusia atau disebut tingkah laku atau
‘amaliyah.20
Motif dan motivasi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Motivasi merupakan penjelmaan dari motif yang dapat dilihat dari
perilaku yang ditunjukkan seseorang.21
Motif adalah sesuatu yang ada
dalam diri seseorang, yang mendorongnya untuk bersikap dan bertindak
guna mencapai tujuan tertentu. Motif dapat berupa kebutuhan dan cita-
cita. Motif merupakan tahap awal dari proses motivasi, sehingga motif
baru merupakan suatu kondisi intern atau disposisi (kesiapsiagaan) saja.
Sebab motif tidak selamanya aktif. Motif aktif pada saat tertentu saja,
yaitu apabila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat mendesak. Apabila
suatu kebutuhan dirasakan mendesak untuk dipenuhi, maka motif dan
daya penggerak menjadi aktif. Motif yang telah menjadi aktif inilah yang
disebut motivasi. Maka motivasi dapat didefinisikan dengan sesuatu yang
menjadi pendorong tingkah laku yang menuntut atau mendorong
seseorang untuk memenuhi kebutuhan.22
Menurut Frededirc J. McDonald motivasi adalah suatu perubahan
psikologis dalam diri seseorang yang ditandai oleh munculnya perasaan
dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, maka munculnya
motivasi ditandai dengan adanya perubahan energi dalam diri seseorang
yang mungkin disadari ataupun tidak.23
James O. Whittaker memberikan
pengertian secara umum mengenai penggunaan istilah motivasi di bidang
psikologi. Menurutnya motivasi adalah kondisi-kondisi atau keadaan
yang mengaktifkan atau memberi dorongan kepada seorang makhluk
untuk bertingkah laku mencapai tujuan yang ditimbulkan oleh motivasi
tersebut.24
S. Nasution M.A. mengemukakan motivasi adalah
menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga seorang anak mau
20
Ramayulis, Pengantar Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), Cet. V, h. 73 21
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran…, h. 250 22
Abdul Rahman Shaleh, Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam, (Jakarta:
Kencana, 2008), Cet. III, h. 181-182 23
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran…, h. 250-251 24 Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan¸ (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1998), h. 205
melakukan apa yang dapat dilakukannya.25 Sedangkan menurut M.
Utsman Najati, motivasi adalah kekuatan penggerak yang
membangkitkan aktivitas pada makhluk hidup, dan menimbulkan tingkah
laku dan mengarahkannya menuju tujuan tertentu.26
Hasan Langgulung berpendapat bahwa motivasi merupakan suatu
keadaan psikologis yang merangsang dan memberi arah terhadap aktivitas
manusia. Motivasi merupakan kekuatan yang menggerakkan dan
mendorong aktivitas seseorang. Motivasi itulah yang membimbing
seseorang ke arah tujuan-tujuannya termasuk tujuan seseorang dalam
melaksanakan tingkah laku (amal keagamaan). Maka dari itu, motivasi
sangat besar peranannya dalam membimbing dan mengarahkan seseorang
terhadap tingkah laku keagamaan27
—termasuk di dalamnya mempelajari
Al-Qur`an.
Dari beberapa definisi di atas, dapat penulis simpulkan bahwa
motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang atau sekelompok
orang untuk mencapai hasil yang sesuai dengan tujuan yang
diinginkannya.
Berkaitan dengan proses belajar siswa/peserta didik, motivasi belajar
sangatlah diperlukan. Diyakini bahwa hasil belajar akan meningkat kalau
siswa mempunyai motivasi belajar yang kuat.
Menurut Slameto sebagaimana dikutip oleh Tohirin, bahwa dalam
perspektif psikologi, belajar adalah suatu proses perubahan yaitu
perubahan dalam perilaku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Belajar juga berarti
suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.28
25
Zakiah Daradjat, dkk., Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
1995), Cet. I, h. 140 26
Abdul Rahman Shaleh, Psikologi Suatu Pengatar…, h. 183 27
Ramayulis, Pengantar Psikologi…, h. 73-74 28
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2006), h. 58-59
Sedangkan menurut Linda S. Sebagamana dikutip oleh Sunarto,
motivasi belajar adalah keinginan siswa untuk mengambil bagian di
dalam proses pembelajaran. Seorang siswa pada dasarnya termotivasi
untuk melakukan suatu aktivitas untuk dirinya sendiri karena ingin
mendapatkan kesenangan dari pelajaran, atau merasa kebutuhannya
terpenuhi. Ada juga siswa yang termotivasi melaksanakan belajar dalam
rangka memperoleh penghargaan atau menghindari hukuman dari luar
dirinya sendiri, seperti: nilai, tanda penghargaan, atau pujian guru (Marx
Lepper: 1988). Menurut Hermine Marshall Istilah motivasi belajar
mempunyai arti yang sedikit berbeda. Ia menggambarkan bahwa motivasi
belajar adalah kebermaknaan, nilai, dan keuntungan-keuntungan kegiatan
belajar tersebut cukup menarik bagi siswa untuk melakukan kegiatan
belajar.29
Whiterington mengemukakan bahwa belajar adalah suatu perubahan
di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru
daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian,
dan suatu pengertian.30
Maka dapat dikatakan bahwa motivasi belajar adalah kesanggupan
untuk melakukan kegiatan belajar karena didorong oleh keinginannya
untuk memenuhi kebutuhan dari dalam dirinya ataupun yang datang dari
luar. Kegiatan itu dilakukan dengan kesungguhan hati dan terus menerus
dalam rangka mencapai tujuan.31
Berdasarkan uraian di atas penulis berkesimpulan bahwa motivasi
belajar adalah daya penggerak psikis dari dalam dan luar diri seseorang
untuk dapat melakukan kegiatan belajar—termasuk di dalamnya kegiatan
belajar al-Qur’an—sehingga tujuan yang diinginkannya terarah dan
tercapai.
2. Peran dan Fungsi Motivasi
29
Sunarto, http://sunartombs.wordpress.com/2008/09/23/motivasi-belajar/, 23 September
2008 30
Abdul Rahman Shaleh, Psikologi Suatu Pengantar, h. 208 31 Sunarto, http://sunartombs.wordpress.com/2008/09/23/motivasi-belajar/
Pada prinsipnya manusia terbentuk melalui penggabungan jenis tubuh
(jasad) yang bersifat material dan jiwa (nafs) yang immaterial. Sifat
material jasad menjadikannya bersifat mekanistik dan tidak dinamis. Ia
hanya terdiri dari sebuah sistem yang sudah teratur tetapi pada saat yang
sama membawa potensi hawa. Sedangkan sifat immaterial jiwa
menjadikannya dinamis, tetapi tidak dapat mengaplikasikan potensi
dinamisnya. Oleh karenanya membutuhkan penyatuan dan penggabungan
dua unsur tersebut membentuk senyawa yang harmoni, maka dibutuhkan
semacam medan energi yang menjadi daya hidup (ruh). Istilah ruh sendiri
merupakan istilah yang senantiasa terkait dengan penggunaan energi dan
menyifati bentuk-bentuk energi yang kuat, (ruh, rih, rauh, rayhan) atau
pengumpulan energi (raha). Sebagaimana yang tampak pada gambar
berikut daya hidup tersebut terhubung dengan potensi nafsani manusia
dalam jiwa yang tersumbul melalui akal dan qalbu.32
Gambar 1: Struktur Psikis dan Potensi manusia
Dinamika hubungan anatara ketiga unsur bentukan senyawa insan dan
potensi dapat dijelaskan dalam logika psikodinamik. Hawa yang
32 Abdul Rahman Shaleh, Psikologi Suatu Pengantar, h. 57-58
ALLAH
Ruh
Fuad
Dhamir
Qalb Akal
Nafs Hawa
Jasad
merupakan potensi tubuh merupakan manifestasi ekspresi kreasi jiwa. Ia
memiliki dorongan primitif. Sedangkan nafs memiliki dorongan kreatif
eksistensial dan sekaligus menjadi penggerak bagi tingkah laku dalam
pemenuhan dorongan hawa dan akal—atau disebut pula dengan motivasi.
Akal dalam fungsi mentalnya menjadi semacam pemberi pertimbangan
logis terhadap apa pun yang muncul dalam keinginan hawa. Keinginan
syahwati tersebut dapat saja membuat akal menjadi kotor secara
frekuentif akibat akumulasi tindakan yang keliru dari jiwa. Akal dapat
saja terjebak memberikan pertimbangan yang tidak jernih pada cara
berpikir yang tidak logis.
Qalbu/Hati dalam fungsinya memahami (yafqahunā bihā),
melaksanakan fungsi penimbang dan pengambil keputusan melalui
berpikir logis dan berpikir rasa (fungsi pikir dan zikir). Namun
adakalanya ia bolak-balik (yataqallabu) di antara hawa dan akal. Pada
saat itu biasanya muncullah akal budi (dhamīr) dan suara hati (fu`ād)
yang memberikan semacam insight (wawasan) yang membuat insan ingat
akan dasar fitrahnya sebagai hamba. Jika jiwa dan qalbu tidak kembali
maka ia akan jatuh, tetapi jika ia tetap berada dalam lingkaran koridor
Ilahi yang menjembatani ruhnya dengan Allah, ia akan mulia semulia saat
ia diciptakan pertama kali. Untuk itu ia membutuhkan konsepsi yang
benar.33
Berdasarkan keterangan di atas dapat diketahui bahwa sesunguhnya
manusia merupakan satu kesatuan dari empat dimensi; fisik-biologis,
mental-psikis, sosio kultural dan spiritual. Di samping itu pula manusia
memiliki kebebasan berkehendak (freedom of will) yang memungkinkan
manusia untuk secara sadar mengarahkan dirinya ke arah keluhuran atau
ke arah kesesatan. Begitupula dengan akal yang manusia miliki sebagai
kemampuan khusus dan dengan akal itu dapat mengembangkan ilmu serta
peradaban.34
33
Abdul Rahman Shaleh, Psikologi Suatu Pengantar, h. 58-59 34 Abdul Rahman Shaleh, Psikologi Suatu Pengantar, h. 68-69
Begitupula halnya dengan peran dan fungsi motivasi, berdasarkan
keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa peran dan fungsi motivasi
antara lain sebagai pendorong, pengarah/penimbang, dan penggerak.
Winkel pun mengibaratkan peran dan fungsi motivasi dengan
kekuatan mesin di kendaraan. Mesin yang berkekuatan tinggi menjamin
lajunya kendaraan, meskipun jalan tersebut mendaki dan kendaraan
membawa muatan yang banyak. Namun motivasi tidak hanya
memberikan kekuatan pada daya-daya belajar saja tetapi juga memberi
arah yang jelas. Kendaraan dengan tenaga mesin yang kuat akan mampu
mengatasi rintangan yang ditemukan di jalan, tetapi belum memberi
kepastian kendaraan akan sampai pada tujuan yang dikehendaki.
Keputusan sangat tergantung dengan sang sopir. Seperti halnya belajar,
maka siswa sendirilah yang berperan, baik sebagai mesin yang kuat atau
lemah, maupun sebagai sopir yang menentukan tujuan.35
Oemar Hamalik mengemukakan bahwa motivasi mempunyai tiga
fungsi, yaitu:
a. Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa
motivasi maka tidak akan timbul suatu perbuatan seperti
belajar.
b. Motivasi berfungsi sebagai pengarah. Artinya mengarahkan
perbuatan ke pencapaian tujuan yang diinginkan.
c. Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Artinya menggerakkan
tingkah laku seseorang. Besar kecilnya motivasi akan
menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.36
Berdasarkan uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa motivasi
tidak hanya sebatas memberi kekuatan dan dorongan bagi timbulnya
suatu tindakan untuk mencapai tujuan, akan tetapi motivasi juga berperan
sebagai pengarah kepada perwujudan suatu tujuan dan cita-cita yang
35
Martinis Yamin, Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia, (Jakarta: Gaung Persada Press,
2006), Cet. II, h. 176 36 Martinis Yamin, Sertifikasi Profesi..., h. 177
diinginkan. Dan kuat lemahnya motivasi seseorang akan menjadi penentu
terjadinya perbuatan dan hasil pencapaian.
3. Macam-macam Motivasi
Pendapat mengenai klasifikasi motivasi itu ada bermacam-macam.
Salah satu dari beberapa yang terkenal adalah pendapat yang
dikemukakan Chaplin, menurutnya motivasi dapat dibagi menjadi dua:
a. physiological drive dan
b. social motives.
Yang dimaksud dengan physiological drive adalah dorongan-
dorongan yang bersifat fisik, seperti lapar, haus, seks, dan sebagainya.
Sedangkan yang dimaksud dengan social motives adalah dorongan-
dorongan yang berhubungan dengan orang lain, seperti estetis, dorongan
ingin selalu berbuat baik, dan etis.37
Akan tetapi dalam penelitian ini penulis akan lebih mengarahkan
uraian yang berasal dari pendapat para ahli psikologi yang membagi
motivasi menjadi dua, yaitu:
c. Motivasi intrinsik, ialah motivasi yang berasal dari diri
seseorang itu sendiri tanpa dirangsang dari luar. Misalnya:
orang yang gemar membaca, tidak perlu ada yang mendorong,
ia akan mencari sendiri buku-bukunya untuk dibaca. Motif
intrinsik juga diartikan sebagai motivasi yang pendorongnya
ada kaitannya langsung dengan nilai-nilai yang terkandung di
dalam tujuan pekerjaan itu sendiri. Misalnya seorang
mahasiswa tekun mempelajari mata kuliah psikologi karena ia
ingin sekali menguasai mata kuliah itu.38
d. Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datang karena adanya
perangsangan dari luar, seperti: seorang mahasiswa rajin belajar
karena akan ujian. Motivasi ekstrinsik ini juga dapat diartikan
37
Abdul Rahman Shaleh, Psikologi Suatu Pengatar…, h. 192 38 Abdul Rahman Shaleh, Psikologi Suatu Pengatar…, h. 194
sebagai motivasi yang pendorongnya tidak ada hubungannya
dengan nilai yang terkandung dalam tujuan pekerjaannya.
Seperti seorang mahasiswa yang mau mengerjakan tugas karena
takut pada Dosen.39
Pujian, hadiah, kenaikan tingkat,
penghargaan, piagam-piagam prestasi serta teladan yang baik
adalah beberapa contoh konkret motivasi ekstrinsik yang dapat
menolong seseorang untuk belajar.40 Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa pada motivasi ekstrinsik ini seorang anak
belajar bukan karena belajar itu berarti baginya, melainkan
mengharap sesuatu dibalik kegiatan belajar itu, misalnya nilai
yang baik, hadiah, penghargaan, atau menghindari hukuman
dan celaan.41
Para ahli ilmu jiwa pun juga memberi tekanan yang berbeda pada
motivasi. Mc Dougall dan Freud menekankan pentingnya motivasi
intrinsik. Skinner dan Bandura menekankan pentingnya motivasi
ekstrinsik. Maslow dan Rogers menunjukkan bahwa kedua motivasi
tersebut sama pentingnya.42
Dengan demikian bahwa motivasi yang berasal dari dalam diri
(intrinsik) maupun motivasi yang berasal dari luar (ekstrinsik), pada
dasarnya keduanya memiliki peran penting untuk mendorong seseorang
mencapai tujuan dan kedua motivasi tersebut sangat berpengaruh pada
tingkah laku seseorang.
4. Bentuk-bentuk Motivasi
Cara dan jenis menumbuhkan motivasi bermacam-macam. Ada
beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi yang dapat
dilakukan oleh seorang guru kepada muridnya dalam kegiatan belajar,
antara lain:
39
Abdul Rahman Shaleh, Psikologi Suatu Pengatar…, h. 194 40
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta), Cet. I, h. 45 41
Zakiah Daradjat, dkk., Metodik Khusus…, h. 142 42 Martinis Yamin, Sertifikasi Profesi…, h. 180
1. Imbalan hasil belajar
Imbalan hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh siswa
sebagai konsekuensi dari upaya yang telah dilakukan sehingga
terjadi perubahan perilaku yang bersangkutan baik perilaku
dalam bidang kognitif, afektif maupun psikomotorik.
Umumnya hasi belajar itu ditunjukkan melalui nilai atau angka
yang diperoleh siswa setelah dilakukan serangkaian proses
evaluasi hasil belajar. Besar kecilnya imbalan yang diberikan
akan mempengaruhi kepuasan belajar; dan setiap kepuasan
yang ditimbulkan dari imbalan akan berpengaruh kepada besar
kecilnya motivasi.43
2. Hadiah
Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidaklah
selalu demikian. Karena hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin
tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak
berbakat untuk suatu pekerjaan tersebut.44
Hadiah untuk
gambar yang terbaik, tidak menarik bagi mereka yang tak
mempunyai bakat menggambar. Tak banyak orang berusaha
untuk menjadi walikota, walaupun jabatan itu terbuka bagi
semua orang. Kalau hadiah itu rasanya tak tercapai, maka tak
akan membangkitkan motivasi. Hadiah memang dapat
membangkitkan motivasi bila setiap orang mempunyai harapan
untuk memperolehnya.45
3. Saingan/Kompetitor
Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi
untuk mendorong belajar seseorang. Persaingan, baik
persaingan individual maupun persaingan kelompok dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa. Memang unsur persaingan
ini banyak dimanfaatkan di dalam dunia industri atau
43
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran…, h. 257
44
Sardiman, A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar, (Jakarta: Rajawali Press, 2000), h. 90 45 S. Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Cet. I, h. 78-79
perdagangan, tetapi juga sangat baik digunakan untuk
meningkatkan kegiatan belajar siswa.
4. Pujian
Pujian adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus
merupakan motivasi yang baik. Oleh karena itu agar pujian ini
merupakan motivasi, maka pemberiannya pun harus tepat.
Dengan pujian yang tepat akan memupuk suasana yang
menyenangkan dan mempertinggi gairah belajar serta sekaligus
akan membangkitkan harga diri.46
5. Ancaman Hukuman
Menurut Richard L. Solomon dalam bukunya Punishment
sebagaimana dikutip oleh Aminuddin Rasyad punishment atau
hukuman adalah perangsang yang menyebabkan seseorang
menghindarkan diri darinya atau menjauhinya.47
Pada dasarnya hadiah biasanya menghasilkan hasil yang lebih
baik dari hukuman. Kendatipun demikian, ada kalanya jenis
hukuman dapat digunakan.48 Hukuman diberikan kalau tidak
ada jalan lain lagi yang ditempuh dan telah dipertimbangkan
dengan masak-masak.49
Meskipun hukuman merupakan
reinforcement yang negatif tetapi kalau diberikan secara tepat
dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Oleh karenanya seorang
guru harus memahami prinsip pemberian hukuman.50
Dengan demikian, dengan adanya beberapa bentuk atau cara
membangkitkan motivasi yang penulis uraikan di atas maka setidaknya
seorang guru dapat mengaplikasikan beberapa bentuk cara
membangkitkan motivasi tersebut di lapangan, sehingga seorang murid
46 Sardiman, A.M., Interaksi dan Motivasi…, h. 92
47 Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Uhamka Press, 2003), Cet.
IV, h. 98
48
Zakiah Daradjat, dkk., Metodik Khusus…, h. 144
49
Aminuddin Rasyad, Teori Belajar…, h. 100
50 Sardiman, A.M., Interaksi dan Motivasi…, h. 93
menjadi termotivasi dirinya untuk bertingkah laku sesuai dengan tujuan
yang diinginkan.
B. Pembelajaran Al-Qur`an di Indonesia
Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Bersamaan dengan proses
awal masuknya Islam di Nusantara, kitab suci al-Qur`an dikenalkan para juru
dakwah kepada penduduk pribumi di Nusantara. Pengenalan awal terhadap al-
Qur`an itu, bagi penyebar Islam tentu suatu hal yang penting, karena al-Qur`an
adalah kitab suci agama Islam yang diimani sebagai pedoman hidup bagi orang
yang telah memeluk Islam.51 Oleh karenanya, dahulu di beberapa daerah
Indonesia, telah tertanam sebuah anggapan bahwa ke-Islaman seseorang tidak
dianggap sempurna manakala dia tidak mampu membaca al-Qur`an. Karena itu,
para orang tua merasa berkewajiban untuk membimbing putra-putrinya, agar
meneruskan minat baca Al-Qur’an itu. Karena itu, tidak heran jika ditemukan
anggota masyarakat yang lebih menekankan pentingnya membaca al-Qur`an
daripada belajar disekolah Umum.52
Berdasarkan analisis Mahmud Yunus tentang sistem pendidikan Islam
pertama di Indonesia memperlihatkan bagaimana al-Qur`an telah diperkenalkan
pada setiap Muslim sejak kecil melalui kegiatan yang dinamai “Pengajian al-
Qur`an” di surau, langgar dan masjid. Yunus mengklaim bahwa pendidikan al-
Qur`an pada waktu itu adalah pendidikan Islam pertama yang diberikan kepada
anak-anak didik, sebelum diperkenalkan dengan praktik-praktik ibadah (fiqh).
Karel A. Steenbrink memberikan kesimpulan yang sama. Lebih jauh ia
menjelaskan, bahwa pengajaran al-Qur`an merupakan pelajaran membaca
beberapa bagian al-Qur`an. Untuk permulaan, anak diajari surah al-Fatihah dan
kemudian surah-surah pendek dalam Juz ‘Amma. Dalam pengajian ini, para
murid mempelajari huruf-huruf Arab dan menghafalkan teks-teks yang ada dalam
al-Qur`an itu. Di samping itu, diajarkan pula peraturan dan tata tertib shalat,
wudhu dan beberapa doa. Mata pelajaran yang diajarkan semua tergantung
51
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika hingga Ideologi, (Jakarta:
Teraju, 2003), Cet. I, h. 41
52
Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an; Kajian Tematik atas Ayat-ayat Hukum dalam
Al-Qur’an, (Jakarta: Penamadani, 2005), Cet. III, h. 57
kepada guru ngaji, yang juga mengajarkan beberapa unsur ilmu tajwid yang
bermanfaat untuk melafalkan ayat suci al-Qur`an dengan baik.
Pada umumnya, pengajaran al-Qur`an ini diberikan oleh guru laki-laki,
namun ada juga beberapa orang guru perempuan, terutama memberikan
pengajian pada para gadis, dan kadang juga memberikan pengajian pada anak
laki-laki yang belum mencapai usia dewasa. Pengajian ini diberikan secara
individual di rumah guru, langgar, atau surau.53 Cara atau metode pengajaran al-
Qur`an yang bersifat individual tersebut pada prinsipnya setiap anak diajar
sendiri-sendiri menurut kemampuan masing-masing.54
Anak-anak belajar dengan
duduk bersila dan belum memakai bangku atau meja. Guru pun duduk bersila.
Mereka belajar pada guru seorang demi seorang dan belum berkelas-kelas seperti
sekarang.55
Waktu pelajaran biasanya antara magrib dan isya. Waktu ini
dianggap efektif untuk mengajar seorang anak membaca Al-Qur`an.56
Setelah menamatkan dalam pengajian al-Qur`an, para murid kemudian
melanjutkan ke pengajian kitab yang mengkaji beberapa kitab dari pelbagai
disiplin ilmu keislaman. Dalam pengajian kitab inilah al-Qur`an diperkenalkan
dengan lebih mendalam, salah satunya melalui kajian kitab tafsir al-Qur`an.57
Zamakhsyari menjelaskan sebagaimana dikutip Brumund bahwa pada 1847
meski sistem pendidikan di Indonesia belum memiliki sebutan tertentu,
pengajaran al-Qur`an pada waktu itu berlangsung di tempat yang biasa disebut
dengan nggon ngaji, yang berarti tempat murid belajar membaca al-Qur`an.
Dalam nggon ngaji ini memang tidak sama jenjangnya. Jenjang paling dasar
diberikan orang tua di rumah pada anak-anaknya sejak usia 5 tahun. Biasanya,
anak-anak itu disuruh menghafal ayat-ayat/surah-surah pendek. Pada usia 7 atau
8 tahun, anak mulai diperkenalkan cara membaca huruf Arab sampai mampu
membaca al-Qur`an.
53 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir…, h. 42-43
54
Pradjarta Dirdjosanjoto, Memelihara Umat, Kiai Pesantren-Kiai Langgar di Jawa,
(Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 1999), Cet. I, h. 122 55
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangannya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1995), Cet. I, h. 22 56
Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an…, h. 61 57 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir…, h. 43
Pada 1831, pemerintah Belanda pernah mencatat, setidaknya ada 1.853
nggon ngaji dengan jumlah murid 16.556 murid, tersebar di pelbagai kabupaten
yang didominasi pemeluk Islam di Jawa. Jumlah ini semakin meningkat jika
dilihat dari kajian Van den Berg, bahwa pada 1885 ia menemukan ada 14.929
nggon ngaji dengan jumlah 222.663 murid. Fenomena ini, dapat diduga karena
komunikasi antara Indonesia dan Saudi Arabia semakin meningkat, sejak
dibukanya Terusan Suez pada 1869. hal ini pula yang semakin melancarkan
proses penyebaran Islam ke daerah-daerah pedesan di Jawa.
Munculnya pesantren di Jawa secara meyakinkan dan lembaga pendidikan
dengan sistem klasikal, menyebabkan al-Qur`an semakin menemukan
momentumnya. Di Jawa Timur, lahirnya pesantren Tebuireng, pesantren Rejoso
Jombang, pondok modern Gontor Ponorogo, dan beberapa pesantren lain, begitu
pula kemunculan beberapa madrasah yang tersebar di Nusantara, selain
memberikan pengenalan awal terhadap al-Qur`an meliputi membaca al-Qur`an
sesuai kaidah tajwid, juga mengkaji kandungan al-Qur`an.58
Maka melalui
lembaga-lembaga pendidikan tersebut, al-Qur’an diperkenalkan kepada para
generasi muda Islam, mulai dari tingkat pengenalan, yang meliputi bidang baca
tulis, hingga kandungan al-Qur`an dengan kajian-kajian atas beberapa kitab
tafsir. Apalagi setelah PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam) didirikan pada
September 1951 di Yogyakarta, kemudian disusul berdirinya IAIN (Institut
Agama Islam Negeri) pada 9 Mai 1960—sekarang UIN (Universitas Islam
Negeri)—, sehingga kajian al-Qur`an yang dilakukan umat Islam secara formal
semakin intens. Pada tahun 1980-an muncul pula LPTQ (Lembaga Pendidikan
Tilawatil Qur`an) dan IIQ (Institut Ilmu Al-Qur`an) di Jakarta.59
Di samping itu pula, metode-metode untuk mempelajari cara membaca al-
Qur`an telah bermunculan dan berkembang. Setiap metode dikembangkan
berdasarkan karakteristiknya. Di Indonesia metode yang paling lama muncul
disebut metode Baghdadiyah.60
Kemudian ada pula metode Iqro`, metode
58 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir…, h. 45
59
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir…, h. 47
60
Didin Saefuddin Buchori, Pedoman Memahami Kandungan Al-Qur’an, (Bogor: Granada
Sarana Pustaka, 2005), Cet. I, h. 22
Qirā`ati, metode al-Barqy, metode Tilāwati, metode Dirosa (Dirosah Orang
Dewasa), PQOD (Pendidikan Qur’an Orang Dewasa) dan lain-lain.61
Oleh karena itu, amat disayangkan jika umat Islam saat ini bermalas-malasan
atau enggan untuk mempelajari al-Qur`an. Karena berbagai fasilitas pendidikan
yang mengkaji al-Qur`an telah tersedia sampai saat ini, maka tidak ada alasan
dan kata terlambat untuk mempelajari al-Qur`an bagi umat Islam.
61 Nasrulloh Dina, http://nasrulloh-one.blogspot.com/2009/04/metode-pengajaran-baca-
tulis-al-quran.html, 23 April 2009
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metodologi Penelitian
Salah satu di antara Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah penelitian. Oleh
karena itu banyak dosen-dosen melaksanakan penelitian, baik yang bersifat
mandiri maupun proyek. Begitu pula para mahasiswanya, harus
melaksanakan penelitian untuk menyelesaikan studi akhirnya.
Berbicara mengenai penelitian, kata penelitian biasa digunakan sebagai
terjemahan kata dalam bahasa Inggris yaitu research (re berarti kembali, dan
search berarti mencari). Dengan demikian research berarti mencari kembali.
Sedangkan dalam arti luasnya, penelitian dapat diartikan sebagai kegiatan
yang dilakukan secara sistematis untuk mengumpulkan, mengolah, dan
menyimpulkan data dengan menggunakan metode/teknik tertentu guna
mencari jawaban atas permasalahan yang dihadapi.62
Adapun teknik atau metode penelitian yang akan penulis lakukan dalam
penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada skripsi ini adalah metode
penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang
dilakukan dengan teknik pengumpulan data, pengolahan dan analisa
dari sumber kepustakaan meliputi kitab-kitab dan buku-buku yang
berkaitan dengan masalah yang penulis bahas yakni tentang hadis-
hadis yang memotivasi mempelajari al-Qur’an. Untuk itu pertama
kali penulis mencari hadis-hadis tentang al-Qur`an dengan
menggunakan Mu’jam al-Mufahras li Alfāzh Hadīts al-Nabawī.
Kemudian mencari hadis dengan keyword yang sesuai dengan hadis
62 Ine I, dan Amirman Yousda, Penelitian dan Statistik Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,
1993), Cet. I, h. 11-14
yang akan penulis teliti. Adapun yang menjadi sumber data dalam
penelitian skripsi ini adalah:
a. Data primer, yaitu buku-buku dan materi pustaka lainnya
yang memberi porsi besar dalam membahas hadis-hadis
yang memotivasi umat Islam untuk belajar al-Qur`an.
Kitab Shahīh al-Bukhārī, Shahīh Muslim, Sunan Abī
dāud, Sunan al-Tirmizī, Sunan Ibnu Mājah.
b. Data skunder, yaitu sejumlah data berupa kitab-kitab
atau buku-buku lain yang memuat informasi tentang
motivasi mempelajari al-Qur`an.
2. Teknik Pembahasan
Penelitian ini pada dasarnya adalah study analisis, yaitu studi
yang objek kajiannya adalah hadis-hadis Nabi SAW yang dalam hal
ini berkaitan erat dengan motivasi belajar al-Qur`an.
Pada dasarnya penelitian yang akan penulis lakukan tergolong
pada penelitian kualitatif. Dan dalam menjawab permasalahn yang
berkaitan dengan cara hadis Rasul memotivasi untuk mempelajari al-
Qur`an maka teknik pembahasan yang penulis lakukan dalam
penelitian ini adalah “deskriptif analisis” yaitu mendeskripsikan data-
data yang ada (baik data primer maupun data skunder), kemudian
menganalisanya secara proporsional sehingga akan nampak jelas
rincian jawaban yang berhubungan dengan pokok masalahnya.
3. Metode Penulisan
Penulisan skripsi ini dirancang secara sederhana dengan mengacu
pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2007.
B. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah pengelompokkan yang logis sebuah atribut
atau lebih dari sebuah penelitian.63 Adapun penelitian ini terdiri atas satu
variabel yaitu motivasi mempelajari al-Qur`an.
C. Sistematika Penulisan
Untuk menghindari kerancuan dan ketidakteraturan alur pemikiran dalam
pembahasan skripsi ini, maka penulis mengacu pada apa yang dituliskan dan
metode yang digunakan. Dan dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi
ke dalam lima bab, masing-masing bab di bagi lagi menjadi subbab sebagai
berikut:
Bab I Pendahuluan, bab ini menguraikan latar belakang masalah,
identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian.
Bab II Kajian Pustaka, yaitu meliputi: pengertian motivasi belajar, peran
dan fungsi motivasi, macam-macam motivasi, betuk-bentuk motivasi dan
pembelajaran al-Qur’an di Indonesia.
Bab III Metodologi Penelitian, meliputi: metodologi penelitian, variabel
penelitian dan sistematika penulisan.
Bab IV Hadis-hadis motivasi belajar Al-Qur`an dalam al-Kutub al-Sittah,
yang berisi teks hadis tentang pujian, ganjaran pahala, imbalan/hadiah,
kompetisi dan ancaman hukuman bagi yang tidak mempelajari al-Qur`an,
terjemah serta pemahaman hadisnya, analisa dari penulis terhadap hadis-
hadis yang memotivasi untuk mempelajari al-Qur`an; Keutamaan
mempelajari al-Qur`an dan Ancaman bagi yang tidak mempelajari al-Qur`an.
Bab V Penutup, pada bab ini penulis menguraikan kesimpulan
berdasarkan perumusan masalah dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya.
Kemudian penulis juga menutup dengan membuat saran-saran.
63 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), Cet. VI, h.
133
Pada bagian akhir dicantumkan pula daftar pustaka sebagai bahan rujukan
ilmiah dalam penelitian ini. Berikut beberapa lampiran untuk memperlengkap
dalam penelitian ini.
BAB IV
HADIS-HADIS MOTIVASI BELAJAR AL-QUR`AN
A. Hadis Motivasi Belajar Al-Qur`an
Sesungguhnya banyak hadis-hadis Rasul SAW yang menjelaskan keutamaan
al-Qur`ān dan mempelajarinya yang dapat dijadikan acuan oleh umat Islam untuk
membangkitkan motivasi. Kitab Shahīh al-Bukhārī, Shahīh Muslim, Sunan Abī
dāud, Sunan al-Tirmizī, Sunan Ibnu Mājah adalah kitab-kitab hadis yang menjadi
data primer dalam penelitian ini. Akan tetapi dalam penelitian ini penulis hanya
mencantumkan hadis-hadis yang dianggap berhubungan dengan motivasi, yakni
motivasi mempelajari al-Qur`ān.
Dalam kajian pustaka, penulis telah menjelaskan beberapa bentuk dan cara
untuk membangkitkan motivasi dalam belajar—dalam hal ini belajar al-Qur`ān.
Di antara bentuk dan cara tersebut adalah pujian, ganjaran pahala,
imbalan/hadiah, ancaman hukuman, dan kompetisi. Maka dari itu, dalam
penelitian ini penulis akan mengklasifikasikan hadis-hadis tersebut sesuai dengan
bentuk dan cara membangkitkan motivasi. Adapun hadis-hadis tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Hadis tentang Pujian bagi Orang yang Mempelajari Al-Qur`ān:
a) Teks Hadis dan Terjemah
!IJ�8 ح�Iج "% م!�Lل: !لح!O �-)P !IJ�ح�:-F�أJ�م %" �� '( #A� :
Q)�أ"# )-� س(� "% )-1�ة، س %( ،=#�'S�ح�% ا��ن )% ا!�T(
G م% 1F�آ:ا� )'1, وس'�O G!ل)% اI�-#= ص'�& ا� )I,،ض#ر
64.)'��,ت('�G ا ��ن و
“Berkata kepada kami Hajjāj bin Minhāl, telah memberi tahu kepada
kami Syu’bah, beliau berkata: Telah memberi tahu kami ‘Alqamah bin
Martsad, Aku telah mendengar Sa’d bin ‘Ubaidah dari Abī ‘Abd al-
Rahmān al-Sulamī, dari ‘Utsmān ra., dari Nabi SAW beliau bersabda:
Sebaik-baik orang di antara kalian adalah orang yang mempelajari al-
Qur`ān dan mengajarkannya”.
G1)A :"أ !IJ�أ"# )-� ح: ح� %( ،�J�س;1!ن، )% )' �� "% م !IJ��
O!ل : ا��ح�% ا�T( %( ،=#�'S�!ن "% );�!ن رض# ا� )O ,I!ل
G�'ص'�& ا� )'1, وس S#-�Iن و: ا� 65)'��,إن� أ��'/G م% ت('�G ا �
“Telah berkata kepada kami Abī Nu’aīm, telah memberi tahu kami
Sufyān dari ‘Alqamah bin Martsad, dari Abī ‘Abd al-Rahmān al-Sulamī
dari ‘Utsmān bin ‘Affān ra. beliau berkata: Nabi SAW bersabda:
Sseungguhnya orang yang paling utama di antara kalian adalah orang
yang mempelajari al-Qur`ān dan mengajarkannya”.
b) Pemahaman Hadis
Dalam dua hadits di atas, terdapat dua amalan yang dapat membuat
seorang muslim menjadi yang terbaik di antara sesama muslim lainnya,
yaitu belajar al-Qur`an dan mengajarkan al-Qur`an. Tentu, baik belajar
ataupun mengajar yang dapat membuat seseorang menjadi yang terbaik di
sini, tidak bisa lepas dari keutamaan al-Qur`an itu sendiri. Al-Qur`an
adalah kalam Allah, firman-firman-Nya yang diturunkan kepada Nabi-
Nya melalui malaikat Jibril. Al-Qur`an adalah sumber pertama dan acuan
utama dalam ajaran Islam. Karena keutamaan yang tinggi inilah, yang
membuat Abū ’Abdirrahmān As-Sulamī—salah seorang yang
meriwayatkan hadits ini—rela belajar dan mengajarkan al-Qur`an sejak
64 Abū Abdillāh bin Ismā’īl al-Bukhārī, Shahīh al-Bukhārī, Juz III, (Bairut: al-Maktabah al-
‘Ashriyyah), h. 1620
Lihat Sunan Abī Dāud bab witir, Sunan al-Tirimīzī bab tsawāb al-Qur`ān, muqaddimah
Sunan Ibnu Mājah 65 Abū Abdillāh bin Ismā’īl al-Bukhārī, Shahīh al-Bukhārī…, h. 1620
zaman ’Utsmān bin ’Affān hingga masa Al-Hajjāj bin Yūsuf Ats-
Tsaqafī.66
Orang yang mempelajari al-Qur`ān (baik cara membacanya,
mentadabburkan ayat-ayatnya, ataupun cara mengamalkan ayat-ayatnya),
dan mengajarkannya kembali pada orang lain merupakan orang yang
paling baik dan utama di antara mukmin.67
Keutamaan dan kemuliaan
yang mereka peroleh adalah karena kemulian al-Qur`ān.68
Al-Qur`ān adalah dasar agama. Menjaga dan menyebarkannya adalah
menentukan tegaknya agama ini. Oleh karena itu, mempelajari dan atau
mengajarkannya adalah kewajiban setiap muslim. Meski demikian
terdapat perbedaan derajat dalam mempelajari al-Qur`ān. Derajat orang
yang mempelajari al-Qur`ān dengan memahami arti dan makna yang
terkandung di dalamnya tentunya lebih sempurna dari derajat orang yang
hanya mempelajari lafaznya saja atau belajar membaca saja.
Dalam beberapa kitab hadis, hadis ini diriwayatkan dengan
menggunakan huruf (و) “dan” pada kalimat ,��'( ن و� Dengan .،،، م% ت('�G ا �
demikian menurut hadis tersebut keutamaan itu akan diperoleh oleh orang
yang mempelajari al-Qur`ān dan mengajarkannya pada orang lain. Akan
tetapi dalam beberapa kitab hadis ada yang meriwayatkan dengan
menggunakan huruf (أو) “atau”. Dengan demikian hadis tersebut
mempunyai makna bahwa orang yang terbaik dan utama adalah yang
belajar al-Qur`ān saja ataupun yang mengajarkan al-Qur`ān saja.
Keduanya akan mendapatkan derajat utama.69
66 Dalam lanjutan hadits Al-Bukhāri yang pertama, Abū ’Abdirrahmān As-Sulamī sendiri yang
mengatakan demikian. Ibnu Hajar mengatakan, bahwa jarak antara awal ’Utsmān menjadi khalifah dan akhir pemerintahan Al-Hajjāj sebgai gubernur ’Irak, adalah 72 tahun kurang tiga bulan. Sedangkan jarak antara akhir
kekhilafahan ’Utsmān dan masa pertama Al-Hajjāj menjadi gubernur Irak, adalah 38 tahun. Dan Abū Abdirrahmān tidak menjelaskan secara pasti kapan dia mulai belajar al-Qur`an pada masa ’Utsmān, serta kapan
terakhir kali dia mengajarkan al-Qur`an pada masa Al-Hajjāj. (Lihat Fath al-Bāri 9/92)
Abduh Zulfidar Akaha, Orang yang Belajar dan Mengajar Al-Qur`an,
http://abduhzulfidar.multiply.com/journal/item/19, Jun 19, '08 5:19 AM 67
Rochman Naim, Bacalah Al-Qur’an Jangan Hijrah Darinya, (Bogor: Penebar Cahaya
Ilmu, 2006), Cet. I, h. 14-15 68
‘Aidh bin Abdillāh Al-Qarnī, Terj. dari Turjumān al-Sunnah oleh Muhammad Iqbal
Ghazāli, (Jakarta: Dārul Haq, 2007), h. 181
69
Maulānā Muhammad Zakariyyā al-Kandhalawī, Terj. dari Fadhāilu al-A’māl oleh
Abdurrahmān Ahmad, (Yogyakarta: Penerbit Ash-Shaff, 2000), h. 596
Berdasarkan keterangan di atas, sesungguhnya letak penghargaan
yang diberikan oleh Rasulullah SAW pada orang yang senantiasa
mempelajari dan atau mengajarkan al-Qur`ān adalah terdapat pada sebuah
pujian yang diberikan oleh Rasul saw. pada mereka. Pujian tersebut
berupa predikat orang yang paling baik dan utama atas semua manusia.
Tentunya semua orang mendambakan hal ini terjadi pada dirinya. Oleh
karenanya dibutuhkan usaha yang keras untuk meraihnya.
Pujian atau sanjungan yang diberikan oleh Rasulullah SAW tersebut
adalah salah satu bentuk dan cara membangkitkan motivasi yang
diberikan oleh beliau pada umatnya untuk senantiasa mempelajari al-
Qur’an dan mengajarkannya. Dan pada dasarnya secara tidak langsung
hadis ini memberi sebuah isyarat kepada umat manusia untuk
mempelajari al-Qur`ān dan kemudian mengajarkannya kepada orang lain.
Maka sangat beruntung orang yang mendapat gelar orang yang paling
baik dan utama dari umat manusia lainnya. Karena dengan mempelajari
secara mendalam dan atau mengajarkannya kepada orang lain ia akan
menjadi orang yang paling mulia sejagat raya.
2. Hadis tentang Ganjaran Pahala untuk Orang yang mempelajari Al-Qur’an
a) Teks Hadis dan Terjemah
م:س& ح��IJ! ا;�� "% دآ1% )% .: "/� "% أ"# 1P-�وح��IJ! أ"-1
F�ج : O!ل.ث )% ) -� "% )!م�س�(Q أ"# ی��=: "% )'#O X!ل
أیG/S : � !ل. A�% �# ا�S;��و س'�G'�& ا� )'1, ورس:ل ا� ص
1�[ت# م10O!I" ,I% إ& ا( �1� ی:م إ& "\�!ن أو ی�]S أن ی@�و آ
G3 رح\O _و GJإ �ی! رس:ل ا� آ:م!وی%، �# >1 !I' � ؟ ! S[�A
bل. ذ!O :�إأ�� ی@�و أح Gیآ�10% م% & اG')1� �L�� أو ی �أ
ث 1F� , م% J�ث J�و. 1� , م% c( F ��4%10O!A� و!ب ا�آ0
70م% أ)�اده%� م% اe"�؟1F 3� , م% أر"3 وأر"و
“Telah berkata kepada kami Abū Bakr bin Abī Syaibah, telah
memberi tahu kami al-Fadhl bin Dukaīn dari Mūsa bin ‘Ali, beliau
berkata: Aku telah mendengar Ayahku, beliau diberi tahu oleh ‘Uqbah
bin ‘Āmir, ia bekata: Rasulullah SAW keluar dan kami sedang berada di
Shuffah, kemudian beliau bersabda: ‘Siapakah di antara kalian yang
suka pergi ke Buthhān di setiap pagi hari atau al-‘Aqīq, kemudian ia
datang dengan membawa dua ekor unta betina yang besar punuknya
tanpa melakukan dosa ataupun memutuskan silaturrahim?’ maka kami
menjawab: ‘Wahai Rasulullah, kami semua menyukainya’, beliau saw.
bersabda: Tidaklah salah seorang di antara kamu yang pergi di waktu
pagi hari ke masjid, kemudian belajar atau pun membaca dua ayat dari
Kitāb Allah itu lebih baik baginya daripada dua ekor unta betina, dan
tiga ayat lebih baik dari tiga ekor unta betina, dan empat ayat lebih baik
dari empat ekor unta betina, dan dari jumlah ayat akan mendapatkan
hasil yang sama dari jumlah unta”.
2-!IJ�ح� ،=#;I�ا �أ": "/ !IJ�ر، ح�!�g" %" ����م !IJ�!ك ح����ا
���� "% آ(] س�(Q م: أیS:ب "% م:س&، O!ل"% )T�!ن، )%
O!ل رس:ل ا� : س�(Q )-� ا� "% م�(:د ی :ل: ا �i#� ی :ل
G�'�! م% آ0!ب: ص'�& ا� )'1, وس�أ ح�O %م ،�I�ا� �', ", ح
اG ح�ف، و/% أk ح�ف، _ أO:ل T!8!،اg)" �I��� أمو
71.مG1 ح�فو_م ح�ف، و
“Telah berkata kepada kami Muhammad bin Basysyār, telah memberi
tahu kami Abū Bakr al-Hanafī, telah memberi tahu kepada kami al-
Dhahhāk bin ‘Utsmān dari Ayyūb bin Mūsa beliau berkata: Aku telah
mendengar Muhammad bin Ka’b al-Qurazhiyyi beliau berkata: Aku telah
mendengar Abdullāh bin Mas’ūd, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
Siapa yang membaca satu huruf dari Kitāb Allah, maka baginya satu
kebaikan, dan satu kebaikan itu adalah sama dengan sepuluh kali
lipatnya, Aku tidak mengatakan bahwa alif lām mīm satu huruf, tetapi alif
satu huruf, lām satu huruf, dan mīm satu huruf.”
70
Imām al-Nawawī, Shahīh Muslim bi Syarhi al-Nawawī, Juz III, (Kairo: Dāru al-Hadīs), h.
348-349 71
Abū ‘Īsā Muhammad bin ‘Īsā bin Sūrah, Sunan Al-Tirmizī, Juz IV, (Beirut: Dār al-Fikr), h.
417
b) Pemahaman Hadis I
Di dalam hadis ini, terdapat kata al-Shuffah (��;S�ا) yaitu sebuah lantai
khusus yang berada di dalam masjid al-Nabawī yang biasa didiami oleh
orang-orang miskin dari kaum Muhājirīn. Dan jumlah sahabat Rasul yang
tinggal di shuffah selalu berubah dari waktu ke waktu. Menurut imam al-
Suyūthī sahabat yang tinggal di shuffah kurang lebih sebanyak seratus
orang. Sedangkan kata buthhān (ن!�\") dan al-‘Aqīq (^1 )ا) adalah nama
dua tempat di sekitar kota Madinah yang dijadikan tempat untuk jual beli
unta. Bagi orang Arab unta yang paling disenangi adalah unta yang
berpunuk besar.72
Sesungguhnya satu atau dua ekor unta tidak ada artinya bila
dibandingkan dengan membaca al-Qur`ān. Pahala membaca al-Qur`ān
akan bermanfaat untuk selama-lamanya meskipun sedikit. Akan tetapi
semakin banyak ayat tersebut dibaca maka semakin banyak pula pahala
yang diperoleh. Untuk itulah Rasulullah SAW mengatakan bahwa satu
ayat lebih berharga dari seekor unta, bahkan lebih dari seekor. Meskipun
demikian antara membaca satu ayat al-Qur`ān dengan seekor unta
tidaklah sama, ini hanya sebuah permisalan yang diberikan oleh
Rasulullah SAW kepada sahabatnya.
Oleh karena itu sesungguhnya hadis ini mengingatkan kepada umat
Islam agar selalu berfikir sebelum beramal. Hendaknya amal yang
diperbuat adalah amal yang memberi manfaat untuk bekal hidup di dunia
dan akhirat. Alangkah ruginya jika waktu yang ada hanya digunakan
untuk sesuatu yang bersifat sementara.73
Dan jika umat Islam mau meresapi, sesungguhnya hadis ini juga
menjelaskan betapa agungnya pahala mempelajari al-Qur`ān, bahkan
dunia dan segala isinya tidak ada yang dapat mengimbanginya, seperti
yang diumpamakan oleh Rasulullah dengan hewan unta yang menjadi
72 Maulānā Muhammad Zakariyyā al-Kandhalawī, Terj. dari Fadhāilu al-A’māl…, h. 598
73
Maulānā Muhammad Zakariyyā al-Kandhalawī, Terj. dari Fadhāilu al-A’māl…, h. 598-
599
harta yang paling berharga dan tinggi nilainya bagi bangsa Arab pada saat
itu.74
Berdasarkan keterangan hadis di atas, sesungguhnya bentuk motivasi
yang diberikan oleh Rasulullah pada saat itu adalah dengan memberikan
janji pahala yang tiada bandingannya dengan apapun. Semakin banyak
ayat yang dibaca semakin banyak pula pahala yang didapatkan. maka dari
itu, berlomba-lomba berbuat amal shaleh seperti inilah yang dianjurkan
oleh Rasulullah SAW untuk bekal kehidupan dunia dan akhirat.
c) Pemahaman Hadis II
Hadis kedua yang diriwayatkan oleh Imām al-Tirmizī di atas pada
dasarnya menjelaskan tentang berlipat gandanya pahala kebaikan orang
yang membaca al-Qur`ān. Bahkan pahala membaca al-Qur`ān lebih besar
daripada berzikir selain dengan al-Qur`ān. Dan pahala yang disebutkan di
dalam hadis di atas adalah bagi orang yang membacanya, baik dengan
tadabbur ataupun tidak. Tentunya yang lebih utama adalah yang
pertama.75
Huruf demi huruf dari ayat al-Qur`ān yang dibaca akan mendapatkan
pahala dan kebaikan, dan setiap kebaikan Allah lipatgandakan sebanyak
sepuluh kali. Allah SWT berfirman:
,�- ��.��, /0��120��3���4 � &���$
�5'6� ��7/8��9�-�& :
“Barang siapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala)
sepuluh kali lipat amalnya…” (QS. al-An’ām: 160).76
Maka semakin banyak huruf al-Qur`ān yang dibaca semakin berlipat
pula ganjaran yang akan diperoleh.77
Berdasarkan keterangan di atas, sesungguhnya telah jelas bahwa
imbalan pahala yang berlipat ganda adalah salah satu cara dan bentuk
membangkitkan motivasi yang dilakukan oleh Rasulullah agar umatnya
74 ‘Aidh bin Abdillāh Al-Qarnī, Terj. dari Turjumān al-Sunnah…, h. 180
75 ‘Aidh bin Abdillāh Al-Qarnī, Terj. dari Turjumān al-Sunnah…, h. 182
76 Maulānā Muhammad Zakariyyā al-Kandhalawī, Terj. dari Fadhāilu al-A’māl…, h. 612
77 Rochman Naim, Bacalah Al-Qur’an…, h. 19
senantiasa membaca al-Qur`ān. Ini menunjukkan bahwa al-Qur`ān adalah
bacaan yang mulia. Oleh karena itu sudah sepatutnya umat Islam tidak
lepas dari membacanya.
3. Hadis tentang Hadiah/Imbalan untuk Orang yang Mempelajari Al-Qur`ān:
a) Teks Hadis dan Terjemah
13" ا��:ه و (�":: ت"! أ�JI�، ح#SاA:'� ا#X' )%" %��# ا�JI�ح-1
"%A �!3(، ح��JIم !)ی (�ی!و)I"أ�یز %، ))م�� س%# ا ،�A,أ3� س " !
ا�ل:س رQ(� س!لS# .O'!ه- ا�!مم: أ"# أ�JI�ح: ل: یم��س
��ن� اوا أ�Oا: ل: ا� )'1, وس'�G یص'�& ،p�A,م:# یت[ یم1 ا!�
P;1)q !�ص"!,. r��یاG'�م s78.روا
“Telah berkata kepadaku al-Hasan bin ‘Ali al-Hulwāni, telah
memberi tahu kami Abū Taubah (ia adalah al-Rabī’ bin Nāfi’), telah
memberi tahu kami Mu’āwiyah (yaitu Ibnu Sallām), dari Zaid,
sesungguhnya ia telah mendengar Abī Sallām berkata: telah memberi
tahu kepadaku Abī Umāmah al-Bāhili, beliau bertutur: Aku telah
mendengar Rasulullah SAW bersabda: Bacalah al-Qur`ān, karena
sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat nanti sebagai pemberi
syafa’at kepada para pemiliknya.”
2- ،S(-�ي8!ب "% )-�!د اP !IJ�م���� "% إس�!)1�، ح� !IJ�ح�
��% "% أ"# یcی� ا8��اS#A، )% )��و "% ح��IJ! م���� "% ا
O!ل رس:ل ا� ص'�& ا� :t1O، )% )\�1، )% أ"# س(O �1!ل
G�'1, وس'(:ت-!رك و Sب��ی :ل ا &!)ت :@P %ن )% م�', ا �
)\01, أ��� م! أ)\# ا��!u'1%، و��� آ�م م�[0# أذآ�ي و
79.آ;�� ا� )'& F' ,ا� )'& س!u� ا/�م
“Telah berkata kepada kami Muhammad bin Ismā’īl, telah memberi
tahu kami Syihāb bin ‘Abbād al-‘Abdiy, telah memberi tahu kami
78
Imām al-Nawawī, Shahīh Muslim…, h. 349 79 Abū ‘Īsā Muhammad bin ‘Īsā bin Sūrah, Sunan al-Tirmizī…, h. 425
Muhammad bin al-Hasan bin Abī Yazīd al-Hamdāni dari ‘Amr bin Qais,
dari ‘Athiyyah, dari Abī Sa’īd bahwa ia berkata: telah bersabda
Rasulullah SAW: Tuhan berfirman: Siapa yang disibukkan oleh al-
Qur`ān dan berzikir kepada-Ku dan meminta kepada-Ku, maka Aku akan
memberikan kepadanya sesuatu yang lebih baik dari yang Aku berikan
kepada orang yang meminta kepada-Ku. Dan keutamaan perkataan Allah
di atas perkataan lainnya seperti keutamaan Allah di atas makhluk-Nya.”
م!: س'�O ،G!ل'�& ا� )'1, و)% أ"# ه�ی�ة، )% اI�-#= ص-3
اO 3�04:م �# "Q1 م% "1:ت ا� ت(!&، ی0':ن آ0!ب ا�
وی0�ارس:ن "G8I1، إ_� cAG81'( Q ا��/I1�، و>G801g ا��ح��،
80.هG ا� s�I( %�1�ذآ�وح;�G80 اu��/�، و
“Dari Abī Hurairah, dari Nabi SAW, beliau bersabda: Tidaklah suatu
kaum berkumpul di salah satu rumah dari rumah-rumah Allah, mereka
membaca Kitāb Allah, dan saling mengajarkannya sesama mereka,
keculai ketentraman (al-sakīnah) turun pada mereka, rahmat meliputi
mereka, diita oleh para malaikat, dan disebut-sebut oleh Allah di
hadapan Malaikat yang ada di sisi-Nya.”
c) Pemahaman Hadis I
Pada hadis yang pertama ini, Rasulullah SAW memerintahkan
umatnya untuk senantiasa membaca al-Qur`ān agar kelak mendapat
syafa’at darinya. Dengan demikian orang yang senantiasa membaca dan
mengamalkan al-Qur`ān akan dijamin untuk masuk surga dan selamat
dari api neraka. Hanya saja al-Qur`ān tidak memberikan manfaat kepada
orang yang jauh darinya, berpaling darinya, serta tidak mengamalkan
perintah dan melanggar larangan-larangan yang ada di dalamnya.81
Berdasarkan keterangan tersebut, sesungguhnya amat besar harapan
yang diberikan oleh Rasulullah kepada umatnya agar umatnya selamat
dari api neraka. Dan Rasulullah memberi sebuah jalan untuk
mendapatkan hal tersebut, yaitu dengan selalu membaca, dan
mengamalkan kandungan al-Qur`ān. Sesungguhnya hadiah berupa
80 Muhammad Nashīruddīn al-Albānī, Shahīh Sunan Abī Dāud li al-Imām al-Hāfizh
Sulaimān bin al-Asy’ats al-Sajstānī, Jilid I, (Riyādh: Pustaka al-Ma’ārif), h. 400
81 ‘Aidh bin Abdullāh Al-Qarnī, Terj. dari Turjumān al-Sunnah…, h. 173-174
syafa’at di akhirat nanti adalah salah satu bentuk dan cara yang
Rasulullah sampaikan untuk membangkitkan motivasi umatnya agar
mereka senantiasa membaca al-Qur`ān.
d) Pemahaman Hadis II
Pada hadis ini, dijelaskan bahwa orang yang senantiasa sibuk dengan
al-Qur`ān baik dengan membaca, mentadabburkan, mengamalkan dan
mengajarkannya akan diberikan pemberian yang paling baik oleh Allah
SWT.82
Yaitu Allah akan memberikan padanya sesuatu yang lebih utama
dari apa yang diberikan Allah kepada orang yang berdoa kepada-Nya,
bahkan dalam masalah keduniaan.83
Bentuk dan cara seperti inilah yang diupayakan untuk dapat
membangun semangat dan gairah umat Islam untuk selalu ingat pada
Allah dengan al-Qur`ān. Karena dengan mempelajarinya seseorang akan
lebih dekat pada Allah. Dan jika seseorang telah dekat dengan-Nya maka
apapun yang ia minta niscaya akan di berikan oleh Allah swt., bahkan
yang ia tidak minta sekalipun.
e) Pemahaman Hadis III
Dalam hadis yang ketiga ini dijelaskan bahwa Allah akan menurunkan
ketenangan (al-Sakīnah) pada orang-orang yang berkumpul di suatu
tempat untuk saling belajar dan mengajarkan al-Qur`ān.
Turunnya al-Sakīnah, banyak disebutkan dalam beberapa riwayat
hadis. Meskipun terdapat perbedaan dalam penjelasannya tetapi tidak
bertentangan antara yang satu dengan yang lain. Bahkan jika dipadukan
akan menjadi satu kesatuan yang mempunyai maksud yang sama.
Tibry mendukung pendapat yang menyatakan bahwa al-Sakīnah
adalah ketenangan hati. Sebagian ulama ada yang mengartikan dengan
82
Rochman Naim, Bacalah Al-Qur’an…, h. 20 83 Maulānā Muhammad Zakariyyā al-Kandhalawi, Terj. dari Fadhāilu al-A’māl…, h. 597
kedamaian, ada pula yang mengatakan sebagai malaikat. Al-Hāfizh
Ahmad bin ‘Ali bin Hajar al-‘Asqalānī menuliskan di dalam kitab Fathu
al-Bāry bahwa al-Sakīnah mengandung semua yang telah disebutkan di
atas. Imām al-Nawawi berpendapat bahwa al-Sakīnah adalah gabungan
dari ketenangan, rahmat, dan sebagainya yang diturunkan bersama-sama
malaikat.
Selain al-Sakīnah atau ketenangan yang akan mereka dapatkan,
rahmat-Nya pun akan meliputinya. Bahkan para malaikat akan
mengerumuni mereka. Dan jika semua itu didapat, maka apa yang
diminta pada Allah niscaya akan diterima oleh Allah SWT.
Dan keuntungan terakhir yang diperoleh adalah mereka akan selalu
diingat oleh Allah SWT dan selalu disebut-sebut di hadapan malaikat
yang ada di sisi-Nya.84
Berdasarkan keterangan hadis di atas, betapa berharganya hadiah yang
diberikan oleh Allah SWT pada hamba-hamba-Nya yang saling belajar
dan mengajarkan al-Qur`ān di suatu majlis atau rumah Allah. Ketenangan
dan ketentraman adalah idaman setiap orang, begitupula rahmat Allah
SWT. Ini adalah sebuah langkah yang dilakukan oleh Nabi saw. dalam
membangkitkan motivasi umatnya agar saling belajar dan mengajarkan
al-Qur`ān di manapun.
4. Hadis tentang Kompetitor Mempelajari Al-Qur`ān:
a) Teks Hadis dan Terjemah
1- !IJ�ح�_!O ،�&IT�ر، وم���� "% ا!�g" %" ����ی�# "% : م !IJ�ح�
% أ"# م:س& م!b، ))% أtA "%: س0O %( �-)P %( �1)!دة
=#-�Iي=، )% ا�(Pqلص'�& ا!O G�'ا� )'1, وس :�Tم%مx��ي ا�ا
مT� اx�م% و.1y !8=]ری�، 1y !8�)y=] وی �أ ا ��ن آ!qت�4��
ة، 1y !8�)y=] و_ ریz 8!، ومT� ا��ي _ ی �أ ا ��ن آ!0���
84 Maulānā Muhammad Zakariyyā al-Kandhalawī, Terj. dari Fadhāilu al-A’māl…, h. 626-
627
ا �!I� !8�)y1=] وy !8�ری ،�A!�ی��ا �T�ن آ� ا��ي ی �أ ا �
ومT� . م�} �!I�} ا�8�! م)y ،�'|I�ا �T�ن آ� ا��ي _ ی �أ ا �
85.یz 8!و_ ر
“Telah berkata kepada kami Hudbah bin Khālid Abū Khālid, telah
memberi tahu kepada kami Qatādah: telah memberi tahu kami Anas bin
Mālik dari Abī Mūsā al-Asy’arī dari Nabi SAW, beliau bersabda:
Perumpamaan orang mukmin yang membaca al-Qur`ān adalah seperti
utrujjah (limau manis), baunya enak, rasanyapun enak. Dan
perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca al-Qur`ān adalah
seperti kurma, tidak berbau tetapi rasanya manis. Perumpamaan seorang
munafik yang membaca al-Qur`ān adalah seperti buah Raihān, baunya
enak tetapi rasanya pahit. Dan perumpamaan seorang munafik yang
tidak membaca al-Qur`ān adalah seperti buah Hanzhalah (pare) yang
pahit, tidak mempunyai bau dan rasanya pun pahit.”
ح��IJ# : �ي= O!لScه-�P !A(1]، )% اأF: ا1�!نح��IJ! أ": -2
: أن� )-� ا� "% )�� رض# ا� )O !�8I!ل: س!G "% )-� ا�
_ ح�� إ_� )'& : س�(Q رس:ل ا� ص'�& ا� )'1, وس'�G ی :ل
%10IJ/0!ب ور: اا� ا s!ت� �4O'�1�، وء ا!A�ر4� أ)\!s ا� !م ",
�A!ء اI�8!ر��ق ", �A!ء ا'�1� وم!_ 8�: ی0�.86
“Telah berkata kepada kami Abū al-Yamān, telah mengabari kami
Syu’aib dari al-Zuhrī, ia berkata: telah berkata padaku Sālim bin
Abdillāh, sesungguhnya Abdullāh bin ‘Umar ra. bertutur: Aku telah
mendengar Rasulullah SAW bersabda: Tidak boleh ada rasa iri (hasad),
kecuali terhadap dua orang: Seseorang yang dikaruniai Allah Kitāb (al-
Qur`ān) dan ia membacanya dalam salat di (keheningan) malam, dan
seseorang yang dikaruniai harta oleh Allah lalu menyedekahkannya di
malam dan siang hari.”
ح��10O !IJ-� "% س(1� وم���� "% )-1� ا@-�يS، 1�4(! )% أ"# -3
�Aل ا"% )-1�. ):ا!O :أ": ):ا !IJ�0!دة، )% زرارة "% ح�O %( �A
85
Al-hāfizh Abī `Abdillāh Muhammad ibn Yazīd al-Qazwīnī, Sunan Ibnu Mājah Juz. I,
(Dār al-Fikr), h. 24 86 Abū Abdillāh bin Ismā’īl al-Bukhārī, Shahīh al-Bukhārī…, h. 1619
Q!O �gu!( %( ،م!gه %" �)ل رس:ل ا� ص'�& : أو�&، )% س!O
G�': ا� )'1, وس�;��ن م3 ا��ي �ة ا/�ام ا-�رة، واا�!ه� "! �
30.87 1�,، وه: )'P ,1!ق}، , أ4�انی �أ ا ��ن وی0(
“Telah berkata pada kami Qutaibah bin Sa’īd dan Muhammad bin
‘Ubaid al-Ghubarī, mereka semua meriwayatkan dari Abī ‘Awānah. Ibnu
‘Ubaid berkata: Telah berkata pada kami Abū ‘Awānah dari Qatādah,
dari Zurārah bin Aufā dari Sa’d bin Hisyām dari ‘Āisyah ra. beliau
berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: Orang yang mahir membaca
al-Qur`ān akan bersama para malaikat yang mulia lagi taat. Sedangkan
orang yang membacanya terbata-bata, dan al-Qur`ān terasa sangat sulit
baginya, maka dia akan mendapatkan dua pahala.”
b) Pemahaman Hadis I
Hadis ini membandingkan antara sesuatu yang abstrak dengan sesuatu
yang nyata, sehingga dapat dibedakan antara orang yang membaca al-
Qur`ān dengan orang yang tidak membacanya. Padahal sesungguhnya
sudah jelas bahwa manisnya membaca al-Qur`ān tidak dapat
dibandingkan dengan manisnya benda-benda di dunia ini seperti limau
ataupun kurma yang digambarkan dalam hadis ini.88
Ada beberapa poin kedudukan yang terdapat pada hadis ini:
• Bagi ahli al-Qur`ān yang beriman, bertakwa, mengamalkannya,
mentadabburi apa yang dibaca, serta menghukumi dengan al-Qur`ān
ia diibaratkan dengan buah utrujjah (limau) yang harum baunya, serta
memiliki rasa yang enak dan manis. Maka yang demikian ini adalah
ahli al-Qur`ān.
• Orang yang tidak membaca al-Qur`ān, akan tetapi ia beribadah
kepada Rabnya, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-
Nya, maka orang ini diumpamakan dengan buah kurma yang tidak
memiliki bau yang harum akan tetapi manis rasanya.
• Kedudukan orang munafik yang membaca kitab suci al-Qur`ān. Ia
membaca al-Qur`ān yang mengandung petunjuk dan cahaya, akan
87
Imām al-Nawawī, Shahīh Muslim…, h. 343 88
Maulānā Muhammad Zakariyyā al-Kandhalawī, Terj. dari Fadhāilu al-A’māl…, h. 601-
602
tetapi ia tidak mendapatkan faidah, tidak melaksanakan perintah, serta
tidak berhukum dengannya, maka ia diumpamakan seperti raihanah,
baunya harum dan enak akan tetapi rasanya sangat pahit.
• Kedudukan orang munafik yang tidak membaca al-Qur`ān seperti
halnya buah hanzhalah yang tidak memiliki keharuman dan pahit
rasanya. Ia lebih buruk dari yang sebelumnya, tidak ada bacaan al-
Qur`ān, tidak ada amal. Ia seperti buah hanzhalah yang tidak
memiliki bau harum, orang yang yang mencicipinyapun akan
merasakan pahit.89
Dengan adanya perumpamaan yang digambarkan oleh Rasulullah
saw. tersebut diharapkan dapat membakar semangat umatnya untuk ikut
berkompetisi menjadi yang terbaik dengan menjadi ahli al-Qur`ān. Dan
ini adalah salah satu bentuk dan cara yang beliau lakukan agar umatnya
berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik di sisi Allah.
c) Pemahaman Hadis II
Secara umum, hasad tidak dibenarkan menurut al-Qur`ān dan hadis.
Akan tetapi berdasarkan hadis ini, seseorang dibenarkan iri hati pada
orang lain dalam dua hal. Dan para ulama memberikan pengertian iri hati
(hasad) ini dengan dua penafsiran. Pandapat yang pertama menyatakan
bahwa kata hasad tersebut bermakna risyk atau disebut dengan ghibthah
(sifat ingin berlomba-lomba). Adapun perbedaan antara hasad dan
ghibthah; hasad adalah apabila seseorang melihat orang lain memiliki
sesuatu, maka ia ingin agar sesuatu itu hilang darinya, baik ia
mendapatkannya ataupun tidak. Sedangkan ghibthah adalah apabila ia
menginginkan sesuatu yang dimiliki orang lain, baik sesuatu yang
dimiliki orang lain tersebut hilang darinya atau tidak, ia tetap berusaha
memiliknya. Dan karena secara ijma’ hasad adalah haram hukumnya,
maka para ulama memajazkan makna hasad dalam hadis ini dengan
makna ghibthah.90
89 ‘Aidh bin Abdillāh Al-Qarnī, Terj. dari Turjumān al-Sunnah…, h. 184-186
90 Maulānā Muhammad Zakariyyā al-Kandhalawī, Terj. dari Fadhāilu al-A’māl…, h. 601
Hadis ini menunjukkan bahwa tidak semestinya seseorang
menginginkan seperti orang lain (ghibthah) dalam hal pemberian yang
bersifat duniawiyah berupa harta, perniagaan, pangkat dan kedudukan.
Seseorang hanya diperbolehkan memiliki keinginan tersebut hanya pada
dua perkara mulia saja:
• Kitābullāh yang dibawa oleh seseorang yang takut kepada Allah, lalu
ia membacanya sebagaimana mestinya di waktu malam dan siang
hari, di dalam shalat-shalatnya yang fardhu ataupun sunnah, saat di
rumah dan perjalanan, ketika berdiri atau duduk, al-Qur`ān selalu
bersamanya.
• Yang kedua adalah harta halal milik seorang Muslim yang
diinfakkannya di jalan Allah. Dengan harta tersebut ia menyambung
tali silaturrahim, menjamu tamu, menolong orang yang kekurangan
dan lain-lain.91
Berdasarkan keterangan hadis di atas, sesungguhnya ghibthah atau
sifat ingin berlomba-lomba yang dibenarkan dalam hadis ini dapat
dikatakan sebagai sebuah kompetisi dari Rasulullah kepada umatnya
untuk merubah keadaan seseorang menjadi lebih baik seperti keadaan
orang lain yang lebih baik dari dirinya. Sehingga seseorang yang
sebelumnya tidak mempelajari al-Qur`ān dan tidak membacanya menjadi
orang yang giat mempelajari dan membaca al-Qur`ān di waktu siang dan
malam hari. Begitupula dengan orang yang menyisihkan sebagian
hartanya di jalan Allah.
d) Pemahaman Hadis III
Yang dimaksud dengan orang yang ahli atau mahir dalam al-Qur`ān
dalam hadis ini adalah orang yang membaca al-Qur`ān dengan tartil,
sesuai dengan kaidah tajwidnya.92 Adapula yang mengatakan bahwa
orang yang mahir dalam al-Qur`ān adalah orang yang ahli dalam
membacanya, mentajwidkannya, menghafalnya dan mengamalkannya.
91
‘Aidh bin Abdillāh Al-Qarnī, Terj. dari Turjumān al-Sunnah…, h. 186-187 92 Rochman Naim, Bacalah Al-Qur’an…, h. 15
Maka orang yang seperti ini akan bersama para Malaikat yang mulia. Dan
Allah SWT akan mengangkat derajatnya.93
Muhammad bin ‘Alawī al-Māliki al-Hasanī94 dalam tulisannya
menyatakan bahwa:
orang yang mahir membaca al-Qur`ān akan bersama orang-orang terdahulu yang mulia dan patuh (al-Safarah al-Kirām al-Bararah).
Adapun yang dimaksud dengan orang yang terbata-bata dalam
membaca al-Qur`ān adalah orang yang bersungguh dalam membaca al-
Qur`ān akan tetapi sangat sulit baginya dalam membaca, menghafal, dan
mengucapkannya, sehingga ia tidak sanggup membaca dengan mahir.
Maka orang yang keadaannya seperti ini Allah tuliskan dua pahala
baginya, yaitu pahala membaca, dan pahala kesulitan atau
kesungguhannya dalam mempelajari al-Qur`ān. Semua itu tiada lain
hanya karena keagungan al-Qur`ān.95 Dan bukan berarti pahala yang
diperoleh orang yang terbata-bata membaca al-Qur`ān ini melebihi orang
yang mahir dalam al-Qur`ān, derajat orang yang mahir dalam al-Qur`ān
tentunya lebih tinggi darinya.96
Berdasarkan keterangan hadis di atas, pada dasarnya Rasulullah SAW
menganjurkan umatnya untuk memperbaiki bacaan al-Qur`ān,
memperindah dalam membacanya, memperhatikan makhārij al-hurūf
(tempat keluar huruf), dan membacanya sesuai dengan cara yang pantas.97
Dan dengan adanya perbedaan derajat antara orang yang mahir dalam
al-Qur`ān dengan orang yang terbata-bata membacanya ini, diharapkan
umat Islam termotivasi untuk lebih meningkatkan kemampuannya dalam
membaca al-Qur`ān, sehingga ia termasuk ke dalam golongan orang yang
mahir/ahli al-Qur`ān. Dan cara ini adalah salah satu terobosan yang
dilakukan oleh Rasulullah SAW untuk membangkitkan motivasi umatnya
agar selalu mempelajari al-Qur`ān.
93
‘Aidh bin Abdullāh Al-Qarnī, Terj. dari Turjumān al-Sunnah…, h. 183 94
Muhammad bin ‘Alawī Al-Mālikī Al-Hasanī, Terj. dari Syaraf al-Ummah al-
Muhammadiyyah oleh Al-Hamīd Al-Husainī, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), Cet. I, h. 262 95
‘Aidh bin Abdillāh Al-Qarnī, Terj. dari Turjumān al-Sunnah…, h. 183-184 96
Maulānā Muhammad Zakariyyā al-Kandhalawī, Terj. dari Fadhāilu al-A’māl…, h. 600 97 ‘Aidh bin Abdillāh Al-Qarnī, Terj. dari Turjumān al-Sunnah…, h. 183
5. Hadis tentang Ancaman bagi Orang yang Tidak Mempelajari Al-Qur`ān:
a) Teks Hadis dan Terjemah
ح��IJ! أح�� "% م31I، ح��IJ! 4�ی�، )% O!":س "% أ"# i-1!ن، )%
إن� : O!ل رس:ل ا� ص'�& ا� )'1, وس'�G: أ"1,، )% ا"% )-�!س O!ل
�ن آ!-Q1 ا��با��ي P ,�:4 #� t1#ء م% ا� .98
“Telah berkata pada kami Ahmad bin Manī’, telah memberi tahu kami
Jarīr dari Qābūs bin Abī Zhabyān, dari Bapaknya, dari Ibnu ‘Abbās ia
bertutur: telah bersabda Rasulullah SAW: Seseorang yang tidak ada di
dalam hatinya sesuatu dari al-Qur`ān adalah seperti rumah yang
kosong.”
b) Pemahaman Hadis
Pada hadis ini, Rasulullah SAW menggambarkan bahwa orang yang
tidak membaca al-Qur`ān bagaikan rumah yang kosong. Ia akan mudah
terguncang karena qalbunya tidak pernah tersirami dengan ayat-ayat
Allah.99
Perumpamaan yang diberikan oleh Rasulullah SAW ini mempunyai
maksud yang halus sekali. Sebagaimana dikatakan dalam sebuah
peribahasa “otak manusia yang tidak bekerja adalah tempat syaitan
bekerja”. Demikian juga hati yang tidak ada kalamullahnya maka akan
dengan mudah dipengaruhi oleh syaitan.
Abū Hurairah mengatakan bahwa rumah yang selalu dibacakan al-
Qur`ān di dalamnya, maka keberkahan dan kebaikan akan turun pada ahli
rumah tersebut. Malaikat akan turun memenuhi rumah tersebut dan
syaitan akan keluar darinya. Sebaliknya rumah yang di dalamnya tidak
dibacakan al-Qur`ān maka kehidupannya akan penuh kesempitan dan
ketidakberkahan, Malaikat akan keluar dari rumah itu, dan syaitan akan
masuk memenuhi rumah tersebut.100
98
Abū ‘Īsā Muhammad bin ‘Īsā bin Sūrah, Sunan Al-Tirmizī…, h. 419 99
Rochman Naim, Bacalah Al-Qur’an…, h. 20-21 100
Maulānā Muhammad Zakariyyā al-Kandhalawī, Terj. dari Fadhāilu al-A’māl…, h. 617-
618
Berdasarkan keterangan hadis di atas, ancaman atau intimidasi bagi
orang yang tidak pernah membaca al-Qur`ān tersebut adalah sebuah cara
yang dilakukan oleh Rasulullah agar umatnya tidak jauh dari al-Qur`ān.
Karena jika seseorang jauh dari al-Qur`ān maka ia jauh dari petunjuk
Allah SWT, bahkan ia akan mudah tergoda bujuk rayu syaitan. Dan ini
adalah ancaman bagi orang yang tidak membaca al-Qur`ān agar
terdorong untuk membacanya.
B. Analisis Hadis
Dari hadis-hadis yang telah penulis uraikan, ternyata banyak hadis Rasul
SAW yang menjelaskan keutamaan mempelajari dan mengajrakannya. Hanya
saja keutamaan tersebut akan dimiliki oleh orang yang cinta pada al-Qur`ān.
Karena dengan mencintai al-Qur`ān seseorang akan memenuhi kewajibannya
terhadap al-Qur`ān itu sendiri.
Dan kewajiban setiap Muslim dan Muslimah terhadap al-Qur`ān adalah
sebagai berikut:
1. Iman, yaitu meyakini al-Qur`ān.
2. Ilmu, yaitu mempelajari al-Qur`ān.
3. Amal, yaitu mengamalkan al-Qur`ān.
4. Dakwah, yaitu menyebarluaskan dan membela al-Qur`ān.101
Al-Qur`ān adalah kitab suci umat Islam yang sangat mulia. Maka sangat
disayangkan jika seseorang jauh dari al-Qur`ān. Bermacam-macamnya janji
manis yang diungkapkan oleh Rasulullah SAW untuk orang yang selalu
mempelajari al-Qur`ān adalah salah satu bentuk kasih sayang Rasulullah pada
umatnya dan keagungan al-Qur`ān.
Oleh karena itu, dengan adanya hadis-hadis di atas, penulis berusaha
menjelaskan dan menekankan bahwa sesungguhnya banyak hadis Rasul yang
berusaha mendorong umatnya untuk selalu mempelajari al-Qur`ān. Dengan
memberi pujian, ganjaran pahala, hadiah/imbalan, ancaman dan kompetisi
mempelajari al-Qur`ānlah, Rasulullah berupaya membangkitkan motivasi
101
Miftah Faridl dan Agus Syihabudin, Al-Qur’an Sumber Hukum Islam yang Pertama,
(Bandung: Pustaka, 1989), Cet. I, h. 100
umatnya agar mempelajari al-Qur`ān. Dan dengan cara tersebut pulalah
Rasulullah berupaya menumbuh dan menambahkan kecintaan umat Islam
terhadap al-Qur`ān. Sehingga diharapkan umat Islam akan lebih memperhatikan
al-Qur`ān dalam kehidupan keluarga, sekolah atau masyarakat.
1. Keutamaan/Keistimewaan Mempelajari dan Mengajarkan Al-
Qur`an
Wahyu yang pertama diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dalam (QS. al-‘Alaq [96]:1-5):
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang
Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia
mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”
memberikan isyarat bahwa Islam sangat memperhatikan masalah yang berkaitan
dengan belajar (dalam konteks menuntut ilmu)—lebih-lebih dengan perintah
mempelajari al-Qur`ān—, sehingga implementasinya adalah belajar (menuntut
ilmu) itu wajib menurut Islam.102
Perintah untuk “membaca” dalam ayat tersebut disebutkan sebanyak dua kali;
pertama kepada Rasulullah SAW dan selanjutnya perintah kepada seluruh
umatnya. Membaca adalah sarana untuk belajar dan kunci ilmu pengetahuan,
baik secara etimologis berupa membaca huruf-huruf yang tertulis dalam buku-
buku, maupun terminologis, yakni membaca dalam arti yang lebih luas.
Maksudnya membaca alam semesta (āyātu al-Kaun).103 Maka jelaslah bahwa
mempelajari al-Qur`ān adalah wajib bagi setiap Muslim dan Muslimah. Terlebih
saat ini berbagai fasilitas yang mendukung kegiatan belajar al-Qur`ān telah
berkembang dan bercabang, dan sangat disayangkan dan merugi jika umat Islam
tidak mempelajari al-Qur`ān.
Al-Qur’ān adalah satu-satunya kitab yang banyak mengandung keajaiban
robbani yang sangat luar biasa, baik itu keindahan susunan kata dan kalimatnya
102
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2006), h. 54 103
Yusuf Qardhawi, Terj. dari Al-‘Aqlu wa Al-‘Ilm fī Al-Qur`ān Al-Karīm, oleh Abdul
Hayyie Al-Kattāni dkk., (Jakarta: Gema Insani, 1996), Cet. I, h. 235
atau pun gaya bahasanya tak ada yang mampu menandinginya, sekalipun bangsa
Arab yang ahli sastera dan retorika. Bahkan seandainya semua manusia dan jin
berkumpul dan saling menolong nicaya tidak akan mampu menandinginya.104
Al-Qur`ān adalah kitab suci yang mempunyai berbagai keutamaan dan
kesempurnaan. Dan sebagai wahyu terakhir al-Qur`ān mempunyai kelebihan,
kelebihan tersebut tidak dimiliki oleh kitab-kitab Allah sebelumnya. Maka
sangat beruntunglah umat Islam yang senantiasa berpegang teguh kepada kitab
suci al-Qur`ān, karena keagungan al-Qur`ān itu umat Islam teristimewakan
dengannya, tentunya keistimewaan itu hanya akan diberikan kepada umat Islam
yang cinta kepada al-Qur`ān, bukan kepada orang yang jauh darinya. Dan di
antara keistimewaan atau keutamaan mempelajari dan mengajarkan al-Qur`ān
sebagaimana tercantum dalam beberapa hadis di atas antara lain:
a) Orang yang mempelajari dan atau mengajarkan al-Qur`ān adalah orang
yang paling baik dan utama dari orang lain. Sebagaimana disebutkan di
dalam hadis yang diriwayatkan imam Bukhāri di atas:
”Sebaik-baik orang di antara kalian adalah orang yang mempelajari
al-Qur`ān dan mengajarkannya”.105
Maksud dari belajar Al-Qur`ān di sini, yaitu mempelajari cara
membaca Al-Qur`ān. Bukan mempelajari tafsir Al-Qur`ān, asbabun
nuzulnya, nasikh mansukhnya, balaghahnya, atau ilmu-ilmu lain dalam
ulūmul Qur`ān. Meskipun ilmu-ilmu Al-Qur`ān ini juga penting
dipelajari, namun hadits ini menyebutkan bahwa mempelajari al-Qur`ān
adalah lebih utama. Mempelajari Al-Qur`ān adalah belajar membaca Al-
Qur`ān dengan disertai hukum tajwidnya, agar dapat membaca Al-Qur`ān
secara tartil dan benar seperti ketika al-Qur`ān diturunkan. Karena Allah
dan Rasul-Nya sangat menyukai seorang muslim yang pandai membaca
al-Qur`ān.106
Adapula yang mengatakan bahwa orang yang mempelajari
al-Qur`ān (baik cara membacanya, mentadabburkan ayat-ayatnya,
104
Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia-Al-Islam, Keutamaan Al-qur`an,
http://blog.re.or.id/keutamaan-al-qur-an.htm, 06 Feb. 105
Abū Abdillāh bin Ismā’īl al-Bukhārī, Shahīh al-Bukhārī…, h. 1620 106
Abduh Zulfidar Akaha, Orang yang Belajar dan Mengajar Al-Qur`an,
http://abduhzulfidar.multiply.com/journal/item/19
ataupun cara mengamalkan ayat-ayatnya), dan mengajarkannya kembali
pada orang lain merupakan orang yang paling baik dan utama di antara
mukmin.107
b) Orang yang membaca dan mempelajari al-Qur`ān lebih baik daripada
memperoleh/memiliki dua ekor/lebih unta betina yang berpunuk besar.
Inti maksud hadis di atas adalah mengingatkan kepada umat Islam untuk
membandingan sesuatu amal yang bersifat fana dengan sesuatu yang
abadi. Ketika seseorang diam atau bergerak, hendaknya selalu berpikir
apakah dirinya sedang berbuat sesuatu yang sementara, sia-sia atau
sesuatu yang abadi dan bermanfaat. Betapa meruginya seseorang jika
waktu yang digunakan hanya untuk mencari bencana yang abadi.108
Bagi orang Arab unta yang paling disenangi adalah unta yang
berpunuk besar.109 Hewan unta adalah harta yang paling berharga dan
tinggi nilainya bagi bangsa Arab pada saat itu. Oleh karenanya Rasulullah
memberikan perumpamaan keistimewaan membaca al-Qur`ān dengan
membandingkannya pada harta bangsa Arab yang paling tinggi nilai dan
harganya, tentunya semua itu tidak ada imbangnya dengan mempelajari
al-Qur`ān. Oleh karena itu sesungguhnya hadis ini mengingatkan kepada
umat Islam hendaknya amal yang diperbuat adalah amal yang memberi
manfaat untuk bekal hidup di dunia dan akhirat.
c) Orang yeng membaca al-Qur`ān akan mendapatkan ganjaran pahala pada
tiap hurufnya. Dan huruf demi huruf yang dibaca akan diberikan pahala
sepuluh kali lipat kebaikan dari Allah. Terlebih jika seseorang yang
mengajarkan al-Qur`ān kepada orang lain hingga mampu membaca al-
Qur`ān dengan baik sesuai dengan tajwidnya, maka ketika orang tersebut
membaca al-Qur`ān maka orang yang telah mengajarkannya pun akan
mendapatkan ganjaran pahala yang setimpal tanpa mengurangi pahala
orang yang membacanya.
107
Rochman Naim, Bacalah Al-Qur’an…, h. 14-15 108
Susane Fatimah, Kaya Unta, http://www.mailarchive.com/ppiindia@yahoogroups.
com/msg79158.html, 04 Nov 2009
109 Maulānā Muhammad Zakariyyā al-Kandhalawī, Terj. dari Fadhāilu al-A’māl…, h. 598
d) Orang yang senantiasa membaca al-Qur`ān secara mendalam, dengan
penuh pemahaman, akan mendaptkan syafaatnya di akhirat nanti.
Sebagaimana disebutkan di dalam hadis di atas:
”Bacalah al-Qur`ān, karena sesungguhnya ia akan datang pada hari
kiamat nanti sebagai pemberi syafa’at kepada para pemiliknya”.110
Dan jika seseorang ingin mendapatkan syafaat di hari akhir dan selamat
dari api neraka maka ia harus cinta al-Qur`ān, dengan demikian ia akan
terdorong untuk mempelajari baik bacaanya, cara memahami dan
mengamalkannya.
e) Orang yang senantiasa disibukkan dengan al-Qur`ān, hingga ia lupa dan
tidak sempat untuk meminta apa yang ia inginkan kepada Allah, maka
orang tersebut akan diberikan sesuatu yang lebih istimewa dan utama dari
apa yang Allah berikan kepada orang yang memohon/berdoa kepada-Nya.
f) Orang-orang yang berkumpul di suatu tempat, kemudian mereka
membaca dan saling mengajarkannya satu sama lain, maka pada saat itu
Allah akan menurunkan ketentraman, rahmat Allah, dan mereka juga
akan dikelilingi oleh para Malaikat, dan bahkan mereka akan disebut-
sebut oleh Allah di hadapan para Amalaikat yang ada di sisi-Nya.
g) Perumpamaan orang beriman yang senantiasa membaca al-Qur`ān
diibaratkan oleh Rasulullah dalam hadisnya dengan buah utrujjah yang
manis rasanya dan harum baunya. Sedangkan orang yang beriman tetapi
ia tidak membaca al-Qur`ān maka ia bagaikan buah tamrah atau kurma
yang manis rasanya tapi tidak harum baunya. Di samping itu, Rasulullah
juga memberikan permisalan pada orang munafik yang membaca dan
tidak mebaca al-Qur`ān. Orang munafik yang membaca al-Qur`ān
bagaikan buah raihānah baunya enak tetapi rasanya pahit. Dan
perumpamaan seorang munafik yang tidak membaca al-Qur`ān adalah
seperti buah Hanzhalah (pare) yang pahit, tidak mempunyai bau dan
rasanya pun pahit.
110 Imām al-Nawawī, Shahīh Muslim…, h. 349
h) Seseorang diperbolehkan iri ”dalam arti ghibthah yakni rasa ingin
berlomba-lomba”, manakala ada orang yang diberi keistimewaan oleh
Allah berupa al-Qur`ān yang selalu ia baca di setiap shalatnya di
keheningan malam. Meskipun pada hakikatnya iri/hasad tidak dibenarkan
dalam Islam, akan tetapi dalam hal ini para ulama mengecualikannya.
Dan mereka sepakat bahwa makna hasad pada hadis ini adalah rasa ingin
berlomba-lomba atau dalam bahasa Arabnya disebut dengan al-
Risyk/Ghibthah.
i) Orang yang mahir membaca al-Qur`ān, yakni yang mampu membaca al-
Qur`ān dengan tertil dan sesuai dengan tajwidnya dan ketentuan yang
diajarkan oleh Rasul akan bersama para malaikat yang mulia lagi taat.
Sedangkan orang yang membacanya terbata-bata, dan al-Qur`ān terasa
sangat sulit baginya, maka dia akan mendapatkan dua pahala yaitu pahala
membaca, dan pahala kesulitan atau kesungguhannya dalam mempelajari
al-Qur`ān.
Dari beberapa hadis yang penulis cantumkan di atas, jelas bahwa
sesungguhnya al-Qur`ān bukan bacaan biasa seperti halnya bacaan yang biasa
dibaca oleh umat manusia saat ini. huruf demi huruf pahala telah mengalir dari-
Nya, terlebih jika disertai pemahaman secara mendalam, pentadabburan,
perenungan, pengamalan maka akan semakin besar dan banyak pula pahala yang
diperoleh. Karena pada dasarnya al-Qur`ān bukanlah kitab yang harus dibaca
begitu saja tanpa disertai pemahaman yang mendalam, akan tetapi seharusnya
sebaliknya. Sehingga atsar (pengaruh) yang timbul dari pembacaan al-Qur`ān
itulah yang sebenarnya diharapkan oleh Rasulullah, sehingga umat Islam dapat
membentengi dirinya dengan berpegang teguh pada kitab suci al-Qur`an dalam
menjalani kehiupan ini.
2. Ancaman bagi Orang yang Tidak Mempelajari Al-Qur`an
Selain keistimewaan yang Allah berikan kepada orang yang cinta al-Qur`ān,
Rasul juga mengecam dengan memberikan ancaman kepada orang yang jauh
dari al-Qur`ān. Di antara hadis Rasul yang menjelaskan hal tersebut adalah yang
diriwayatkan imam Tirmizī bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
”Seseorang yang tidak ada di dalam hatinya sesuatu dari al-Qur`ān adalah
seperti rumah yang kosong”.111
Perumpamaan yang diberikan oleh Rasulullah SAW ini mempunyai maksud
bahwa sesungguhnya rumah yang diibaratkan hati manusia, yang tidak diisi
(kosong) dengan bacaan al-Qur`an akan mudah dipengaruhi oleh godaan syaitan.
Otomatis orang yang tidak membaca al-Qur`an akan jauh dari petunjuk Allah
dan lebih mudah terpengaruh dari hasutan atau bujuk rayu syaitan, dan tentunya
ajakan yang ditawarkan oleh syaitan adalah jalan keburukan yang tidak diridhoi
oleh Allah SWT, bahkan menyesatkan.
Dan mengenai hadis-hadis yang berkaitan dengan keistimewaan dan ancaman
bagi orang yang tidak mempelajari al-Qur`ān ini banyak dijelaskan di dalam
kitab-kitab hadis lainnya. Akan tetapi dalam penelitian ini penulis hanya
mencantumkan hadis yang menurut penulis relevan dengan tema yang penulis
kaji.
Berdasarkan analisa penulis dapat dikatakan bahwa di dalam hadis-hadis
yang telah penulis kemukakan di atas terdapat cara atau metode membangkitkan
motivasi yang dilakukan oleh Rasul SAW, cara atau metode tersebut adalah
berupa al-Targhīb dan al-Tarhīb.
Al-Targhīb adalah janji yang disertai bujukan dan rayuan yang bersifat pasti,
baik, dan murni, serta dilakukan melalui amal shalih atau pencegahan diri dari
perbuatan buruk.112
Dan di antara bentuk al-Targhīb yang ada dalam hadis di atas
adalah pujian, imbalan pahala, hadiah, dan kompetisi mempelajari al-Qur`ān.
Sedangan Al-Tarhīb adalah ancaman atau intimidasi melalui hukuman yang
disebabkan sebuah dosa, kesalahan atau melakukan perbuatan yang telah dilarang
oleh Allah, selain itu juga karena menyepelekan pelaksanaan kewajiban yang
telah diperintahkan Allah. Al-Tarhīb dapat diartikan pula sebagai ancaman dari
Allah untuk menakut-nakuti hamba-hamba-Nya melalui penonjolan salah satu
sifat keagungan dan kekuatan Ilāhiyah agar mereka teringatkan untuk tidak
111
Abū ‘Īsā Muhammad bin ‘Īsā bin Sūrah, Sunan Al-Tirmizī…, h. 419 112 Sigit Wahyu, http://sigitwahyu.net/ensiklopedi/targhib-tarhib.html, 4 Nov 2009
melakukan kesalahan dan kemaksiatan.113 Dan di antara bentuk al-Taghīb yang
terdapat dalam hadis di atas adalah ancaman bagi orang yang tidak mempelajari
al-Qur`ān.
Sebagai seorang Rasul sekaligus pendidik, pada masanya Rasulullah SAW
telah menerapkan metode yang baik untuk membangkitkan motivasi umatnya
dalam menuntut ilmu atau belajar. Semua itu diterapkan beliau layaknya seorang
guru yang mengajarkan murid-muridnya.
Begitupula halnya seorang guru yang bertugas mendidik murid-muridnya di
sekolah pada saat ini, maka membangkitkan motivasi atau gairah peserta didik
dalam belajar merupakan salah satu faktor penting, sehingga kegiatan belajar
mengajar tersebut dapat berjalan dengan efektif.
Al-Targhīb dan al-Tarhīb yang telah diterapkan oleh baginda Nabi telah ada
sejak dahulu, dan bahkan hingga saat inipun teknik tersebut masih dipraktikkan
dalam dunia pendidikan. Hanya saja sekarang ini penyebutan motivasi yang
diterapkan oleh Rasulullah saat itu dikenal dengan sebutan motivasi ekstrinsik.
Pujian, imbalan pahala, hadiah, ancaman serta kompetisi adalah beberapa bentuk
dan cara Rasulullah membangkitkan motivasi umatnya, dan semua itu adalah
termasuk dalam bagian motivasi ekstrinsik. Dan sesungguhnya semua ini tiada
lain menunjukkan keluasan ilmu beliau sebagai seorang utusan Allah yang
membawa rahmat untuk seluruh alam, meskipun pada dasarnya beliau adalah
seorang Rasul yang ummi.
113 Sigit Wahyu, http://sigitwahyu.net/ensiklopedi/targhib-tarhib.html
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Hadis Nabi SAW memotivasi umat Islam untuk belajar al-Qur`an
dengan cara memberikan pujian kepada orang yang mempelajari dan
mengajarkan al-Qur`an. Pujian yang Rasul berikan kepada mereka itu
berupa gelar atau predikat orang yang paling baik dan utama di antara
umat manusia.
2. Hadis Nabi SAW juga memotivasi umat Islam untuk mempelajari al-
Qur`an dengan cara menjanjikan ganjaran pahala yang sangat besar
kepada orang yang membaca dan mempelajari al-Qur`an. Imbalan
pahala yang dijanjikan itu tak ternilai harganya dengan unta-unta yang
berpunuk besar. Maka sesungguhnya tiada harta yang lebih berharga
selain membaca dan mempelajari al-Qur`an.
3. Hadis Nabi Muhammad SAW juga memotivasi umat Islam untuk
mempelajari al-Qur`an dengan cara menjanjikan ganjaran pahala yang
dilipatgandakan sebanyak sepuluh kali. Dan yang lebih istimewa
adalah pahala yang dilipatgandakan sepuluh kali itu diberikan pada
tiap satu huruf dari al-Qur`an, bukan pada tiap kalimat atau ayat al-
Qur`an.
4. Kemudian Hadis Nabi SAW juga memotivasi umat Islam untuk
mempelajari al-Qur`an dengan cara memberikan hadiah yang sangat
berharga kepada orang yang senantiasa membaca al-Qur`an di akhirat
nanti. Hadiah yang dijanjikan oleh Rasul SAW itu berupa syafa’at
(pertolongan) yang akan menyelamatkannya dari siksa api neraka.
5. Hadis Nabi SAW juga memotivasi umat Islam untuk mempelajari al-
Qur’an dengan cara memberikan hadiah yang sangat berharga kepada
orang yang disibukkan dengan al-Qur`an. Oleh karena kesibukannya
itu Allah akan menghadiahkan kepadanya sesuatu yang lebih baik dan
berharga dari pemberian yang Allah berikan kepada orang yang
meminta/berdoa kepada-Nya.
6. Hadis Nabi SAW pun memberikan motivasi kepada umat Islam untuk
mempelajari al-Qur`an dengan cara memberikan hadiah kepada orang
yang sengaja berkumpul untuk membaca dan saling mengajarkan al-
Qur`an dengan menurunkan rahmat dan ketenangan (al-Sakīnah)
kepada mereka, bahkan para Malaikat akan bersama mereka.
7. Selain memotivasi dengan pujian, ganjaran pahala dan hadiah, Hadis
Nabi SAW juga memotivasi umat Islam untuk mempelajari al-Qur`an
dengan cara mendorong umatnya agar berkompetisi/bersaing dalam
kebaikan, yakni mempelajari al-Qur`an. Perumpamaan yang
digambarkan oleh Rasulullah antara orang yang membaca al-Qur`an
dengan buah yang manis dan enak rasanya dan orang yang tidak
membaca al-Qur`an dengan buah yang pahit dan tidak enak rasanya
merupakan sebuah pesan yang berisi ajakan untuk berkompetisi
menjadi yang lebih baik, yakni orang mukmin yang senantiasa
membaca dan mempelajari al-Qur`an.
8. Hadis Nabi SAW juga memotivasi umat Islam untuk mempelajari al-
Qur`an dengan cara mengajak umatnya untuk berkompetisi menjadi
orang yang mahir/ahli dalam al-Qur`an. Keistimewaan yang diberikan
oleh Rasul kepada orang yang mahir membaca al-Qur`an dengan
orang yang terbata-bata membacanya mengandung sebuah ajakan dari
Rasaulullah saw. agar umat Islam bersaing untuk menjadi orang yang
mahir membaca al-Qur`an dengan cara mempelajarinya secara
konsisten.
9. Hadis Nabi SAW pun memotivasi umat Islam untuk mempelajari al-
Qur`an dengan cara mengajak umat Islam berkompetisi/bersaing
untuk menjadi orang yang membaca al-Qur`an dalam salat di
keheningan malam. Bahkan hasad/iri dalam hal ini diperbolehkan
oleh Rasulullah SAW.
10. Selain itu, Rasulullah SAW memotivasi umat Islam untuk
mempelajari al-Qur`an dengan cara memberi sebuah intimidasi atau
ancaman kepada umatnya yang tidak membaca atau mempelajari al-
Qur`an. Peringatan yang Rasul berikan kepada orang yang jauh dari
al-Qur`an diumpakan oleh beliau dengan sebuah rumah kosong.
Dengan demikian, jika hati seseorang kosong dari al-Qur`an maka
dengan mudahnya syaitan akan dapat menggoda dan melunturkan
imannya, karena pada dasarnya orang yang jauh hatinya dari al-
Qur`an jauh pula dari petunjuk Allah SWT.
B. Saran-saran
Dengan penuh kerendahan hati, penulis menutup penulisan skripsi ini dengan
menuliskan beberapa saran yang berkaitan dengan tema yang penulis teliti.
Semoga saran ini dapat menjadi motivasi bagi umat Islam menuju perubahan ke
arah yang lebih baik. Beberapa saran tersebut adalah:
1. Hadis Nabi SAW mengajarkan hendaklah umat Islam meramaikan
rumahnya dengan lantunan ayat-ayat al-Qur`an, bahkan di manapun ia
berada hendaklah al-Qur`an selalu bersamanya. Hendaklah umat
Islam tidak hanya menjadikan al-Qur`an sebagai hiasan rumah belaka
atau bahkan menjadikannya sebagai sesuatu yang dikeramatkan,
karena sesungguhnya al-Qur`an hanya akan memberikan
keistimewaanya kepada orang yang cinta al-Qur`an.
2. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Hadis yang disabdakan oleh
Rasulullah SAW hendaklah umat Islam selalu membaca/menyapa al-
Qur`an dan mempelajarinya, berbagai keistimewaan telah menanti
orang yang selalu membaca dan mempelajarinya. Maka dari itu,
hendaklah umat Islam tidak hanya sebatas mempelajari bagaimana
cara membaca al-Qur`an yang baik dan benar saja, akan tetapi
hendaknya ia juga belajar untuk meresapi, menghayati, memahami,
mentadabburi serta mengamalkan kandungan al-Qur`an dalam
kehidupan sehari-hari. Dan tidak ada alasan dan kata terlambat untuk
belajar al-Qur`an.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Albāni, Muhammad Nashīruddīn, Shahīh Sunan Abī Dāud lil Imām al-
Sulaimān bin al-Asy’ats al-Sajstānī, Jilid I, Riyādh: Pustaka al-Ma`ārif
Akaha, Abduh Zulfidar, Orang yang Belajar dan Mengajar Al-Qur`an,
http://abduhzulfidar.multiply.com/journal/item/19, Jun 19, '08 5:19 AM
Al-Bukhārī, Abū Abdillāh bin Ismā’īl, Shahīh al-Bukhārī, Juz III, Bairūt: al-Maktabah al-‘Ashriyyah
Buchori, Didin Saefuddin, Pedoman Memahami Kandungan Al-Qur’an, Bogor:
Granada Sarana Pustaka, Cet. I, 2005
Daradjat, Zakiah dkk., Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi
Aksara, Cet. I, 1995
Djamarah, Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta:
PT. Rineka Cipta, Cet. I
Dina, Nasrulloh, “Metode Pengajaran Baca-tulis al-Quran”, dari
http://nasrulloh-one.blogspot.com, 23 April 2009
Dirdjosanjoto, Pradjarta, Memelihara Umat, Kiai Pesantren-Kiai Langgar di
Jawa, Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, Cet. I, 1999
Faridl, Miftah dan Agus Syihabudin, Al-Qur’an Sumber Hukum Islam yang
Pertama, Bandung: Pustaka, Cet. I, 1989
Fatimah, Susane, Kaya Unta,
http://www.mailarchivecom/[email protected]/msg79158.html, 04 Nov 2009
Gusmian, Islah, Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika hingga Ideologi,
Jakarta: Teraju, Cet. I, 2003
Al-Hasanī, Muhammad bin ‘Alawī Al-Mālikī, Terj. dari Syaraf al-Ummah al-
Muhammadiyyah oleh Al-Hamīd Al-Husainī, Bandung: Pustaka Hidayah,
Cet. I, 2002
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangannya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
Cet. I, 1995
Hude, M. Darwis dkk., Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’an, Jakarta: Pustaka
Firdaus, Cet. II, 2002
Ibn Sūrah, Abū ‘Īsā Muhammad bin ‘Īsā, Sunan Al-Tirmizī, Juz IV, Beirut: Dār
al-Fikr
Ine I., dan Amirman Yousda, Penelitian dan Statistik Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. I, 1993
Al-Kandhalawī, Maulānā Muhammad Zakariyyā, Terj. dari Fadhāilu al-A’māl
oleh Abdurrahman Ahmad, Yogyakarta: Penerbit Ash-Shaff, 2000
Margono S., Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: CV. Primata Cipta, Cet.
II, 2003
Naim, Rochman, Bacalah Al-Qur’an Jangan Hijrah Darinya, Bogor: Penebar Cahaya Ilmu, Cet. I, 2006
Nasution, S. Didaktik Asas-asas Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. I, 1995
Al-Nawawī, Imām, Shahih Muslim bi Syarhi al-Nawawī, Juz III, Kairo: Dārul
Hadīs
Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia-Al-Islam, Keutamaan Al-
qur`an, http://blog.re.or.id/keutamaan-al-qur-an.htm, 06 Feb
Ramayulis, Pengantar Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, Cet. V, 2002
Rasyad, Aminuddin, Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Uhamka Press,
Cet. IV, 2003
Sanjaya, Wina, Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Kencana, Cet. I,
2008
Sardiman, A. M. Interaksi dan Motivasi Belajar, Jakarta: Rajawali Press, 2000
Shaleh, Abdul Rahman, Psikologi Suatu Pengatar; dalam Perspektif Islam,
Jakarta: Kencana, Cet. III, 2008
Shihab, M. Quraish, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, Bandung:
Mizan, Cet. VI, 1994
Shihab, Umar, Kontekstualitas Al-Qur’an; Kajian Tematik atas Ayat-ayat Hukum
dalam Al-Qur’an, Jakarta: Penamadani, Cet. III, 2005
Sobri, M. Alisuf, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional,
Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, Cet. II, 1996
Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan¸ Jakarta: PT Rineka Cipta, 1998
Sukmadinata, Nana Syaodih, Landasan Psikologi Proses Pendidikan¸ Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, Cet.IV, 2007
Sunarto, http://sunartombs.wordpress.com/2008/09/23/motivasi-belajar/, 23
September 2008
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2006
Wahyu, Sigit, “Ensiklopedi Targhib Tarhib”, dari http://sigitwahyu.net/ensiklopedi/targhib-tarhib.html, 4 Nov 2009
Yamin, Martinis, Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia, Jakarta: Gaung
Persada Press, Cet. II, 2006
Yuslem, Nawir, Ulumul Hadis, PT. Mutiara Sumber Widya, 2001
Qardhawi, Yusuf, Terj. dari Al-‘Aqlu wa Al-‘Ilm fī Al-Qur`ān Al-Karīm, oleh
Abdul Hayyie Al-Kattāni dkk., Jakarta: Gema Insani, Cet. I, 1996
Al-Qarnī, ‘Aidh bin Abdillāh, Terj. dari Turjumān al-Sunnah oleh Muhammad
Iqbāl Ghazālī, Jakarta: Dārul Haq, 2007
Al-Qazwīnī, Al-hāfizh Abī `Abdillāh Muhammad ibn Yazīd, Sunan Ibnu Mājah¸
Juz. I, Dār al-Fikr