Mola edit 1

download Mola edit 1

of 21

description

doc

Transcript of Mola edit 1

REFERATANESTESI PADA MOLA HIDATIDOSA

Pembimbing:dr. Tendi Novara, M.Si.Med, Sp.An

DisusunOleh:1. Zahra IbadinaSilmiG4A0130572. FawziaMerdhianaG4A013058

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI DAN REANIMASIRSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTOFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SODIRMANPERIODE OKTOBER-NOVEMBER 2013

LEMBAR PENGESAHAN

Referat :AnestesipadaMolaHidatidosa

DiajukanUntuk Memenuhi PersyarataknMengikutiUjianKepaniteraan Klinik di Bagian IlmuAnestesi dan ReanimasiRSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

Disusun oleh :1. Zahra IbadinaSilmiG4A0130572. FawziaMerdhianaG4A013058

Di setujuidandisahkanPada , Oktober2013

Pembimbing:

dr. Tendi Novara, M.Si.Med, Sp.AnBAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangMola adalah suatu kelainan di dalam kehamilan dimana jaringan plasenta berkembang dan membelah terus menerus dalam jumlah yang berlebihan dengan atau tanpa janin. Ada dua macam bentuk mola yaitu mola parsial dan komplit. Mola parsial jarang menyebabkan keganasan sedangkan mola komplit sering mengakibatkan keganasan yaitu koriokarsinoma atau bahkan bisa pula bermetastasis hingga ke organ lain (Biyani, et al., 2013)Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, Amerika latin dibandingkan dengan negara negara barat. Menurut Drake (2006), insiden terjadi kehamilan mola yaitu 1-2 kehamilan per 1000 kelahiran di Amerika Serikat dan Eropa. Di Asia insidensi mola 15 kali lebih tinggi daripada di Amerika Serikat. Di negara-negara Timur Jauh beberapa sumber memperkirakan insidensi mola lebih tinggi lagi yakni 1:120 kehamilan. Meskipun angka kejadian mola hidatidosa tidak terlalu tinggi, tapi dilihat dari dampak perdarahan, infeksi serta keganasan yang di timbulkan maka dapat mengakibatkan angka morbiditas dan mortalitas (Wisler, 2004; Biyani, et al., 2013).Mola hidatidosa dapat menyebabkan beberapa masalah terkait dengan anestesi, di antaranya distres akut pada jantung dan paru, hipertiroid yang dapat pula mengakibatkan krisis tiroid, anemia, emboli trofoblastik, hipertensi yang dicetuskan oleh kehamilan, neoplasma ganas, hiperemesis gravidarum, dan DIC (Disseminated Intravascular Coagulation). Inti dari permasalahan permasalahan tersebut adalah karena pengaruh trofoblas dan hormon hCG. Permasalahan ini harus dimanajemen dengan baik untuk optimalisasi keadaan saat dan setelah pembiusan terjadi agar tidak terjadi komplikasi pasca pemberian anestesi. Oleh karena itu pengkajian lebih dalam mengenai manajemen anestesi pada mola hidatidosa sangat penting untuk dikaji (Biyani, et al., 2013; Malyer et al., 2004).

B. TujuanMenambah pengetahuan di bidang anestesi khususnya pada pasien mola hidatidosa terkait dengan permasalahan dan pengelolaan pre, durante, dan pasca anestesi.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Mola1. Definisi Mola adalah suatu tumor jinak di mana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak berkembang menjadi embrio tetapi proliferasi dari vili koriales disertai dengan degenerasi hidropik berupa gelembung yang menyerupai anggur. (Biyani, et al., 2013; Llewellyn, 2002).2. EpidemiologiPrevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, Amerika latin dibandingkan dengan negara negara barat. Menurut Drake (2006), insiden terjadi kehamilan mola yaitu 1-2 kehamilan per 1000 kelahiran di Amerika Serikat dan Eropa. Di Asia insidensi mola 15 kali lebih tinggi daripada di Amerika Serikat, dengan Jepang yang melaporkan bahwa terjadi 2 kejadian kehamilan mola dari 1000 kehamilan. Sedangkan di Korea Selatan insiden kehamilan mola yaitu 40 kehamilan per 1000 kelahiran (Kim, 2004). Secara etnis wanita Filipina, Asia Tenggara dan Meksiko, lebih sering menderita mola daripada wanita kulit putih Amerika. Di negara-negara Timur Jauh beberapa sumber memperkirakan insidensi mola lebih tinggi lagi yakni 1:120 kehamilan (Wisler, 2004; Biyani, et al., 2013).3. Klasifikasi(Llewellyn, 2002).(a) Mola Hidatidosa Komplet / TotalSekitar 90% dari mola hidatidiform adalah jenis komplit.1) Degenerasi hidrofik2) Pembentukan vesikel dan proliferasi trofoblas3) Pembuluh darah janin dalam vilus (-)4) Perubahan hidatidiform total tanpa adanya sirkulasi janin5) Proliferasi sel trofoblas jelas terlihat6) Fertilisasi oleh sperma Haploid 23 xx yang mengalami duplikasi tanpa pembelahan sel.7) Sering mengalami perubahan keganasan (b) Mola Hidatidosa Partialis1) Terdapat janin2) Sebagian plasenta menunjukkan perubahan seperti yang ditemukan pada bentuk yang sempurna3) Jarang mengalami keganasan ( 0.05% ) 4) Proliferasi trofoblas derajat sedang5) Kariotipe abnormal : 69 XXX atau XXY6) Jarang berubah menjadi ganas4. EtiologiPenyakit trofoblastik gestasional disebabkan oleh gangguan genetik yaitu spermatozoon memasuki ovum yang kehilangan nukleusnya atau dua sperma memasuki ovum tersebut. Pada lebih dari 90% mola komplit hanya bersifat heterozigot. Sebaliknya mola parsial biasanya terdiri dari kromosom triploid yang memberi kesan gangguan sperma sebagai penyebab (Llewellyn, 2002).Perkembangan tumor trofoblastik gestasional diperkirakan disebabkan oleh kesalahan respon imun ibu terhadap invasi oleh trofoblas. Akibatnya vili mengalami distensi kaya nutrien. Pembuluh darah primitif di dalam vilus tidak terbentuk dengan baik sehingga embrio kelaparan, mati, dan diabsorbsi, sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan tertentu mengadakan invasi ke jaringan ibu (Llewellyn, 2002).Peningkatan aktivitas sinsitiotrofoblas menyebabkan peningkatan produksi hCG, tirotrofin korionik dan progesteron. Sekresi estradiol menurun, karena sintesis hormon ini memerlukan enzim dari janin, yang tidak ada. Peningkatan kadar hCG dapat menginduksi perkembangan kista teka-lutein di dalam ovarium (Llewellyn, 2002).Mola hidatidosa komplit terjadi karena kelainan kromosom pada orang tua. Sebuah ovum yang kekurangan atau memiliki ketidaksempurnaan pada komplemen krosomomnya dan ovum tersebut dibuahi oleh satu sperma (46, XX androgenik) dengan reduplikasi atau dengan dua sperma (dispermia, 46 XX atau 46 XY androgenik) di mana pembuahan tersebut tidak akan menghasilkan perkembangan fetus (Llewellyn, 2002).Mola hidatidosa parsial biasanya memiliki trisomi komplit dengan 69 XXX atau 69 XXY. Satu pasang dari kromosom haploid bersifat maternal dan sisanya merupakan reduplikasi dari paternal setelah fertilisasi sperma tunggal atau dispermia. Mola hidatidosa parsial seringnya fokal dan berhubungan dengan keberadaan jaringan fetus (Llewellyn, 2002).5. Faktor risiko a. Wanita dengan usia dibawah 20 tahun atau diatas 40 tahunb. Mengkonsumsi makanan rendah protein, asam folat, dan karoten c. Keturunand. Malnutrisie. Paritas tinggif. Riwayat molag. Menstruasi tidak teratur (Erol, et al., 2004; Llewellyn, 2002).6. PatogenesisLlewellyn (2002) mengungkapkan beberapa teori tentang patogenesis dari molahidatidosa, yaitu :(a) Teori Hertig (teori missed abortion), menganggap bahwa pada mola hidatidosa terjadi insufisiensi peredaran darah akibat matinya embrio pada minggu ke 3-5 (missed abortion), sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenhin vili dan terbentuklah kista-kista kecil yang makin lama makin besar, sampai akhirnya terbentuklah gelembung mola. Sedangkan proliferasi trofoblas merupakan akibat dari tekanan vili yang oedemateus tadi.(b) Teori Park (teori neoplasia sel trofoblas), mengatakan bahwa yang primer adalah jaringan trofoblas yang abnormal, baik berupa hyperplasia, displasia, maupun neoplasia. Bentuk abnormal ini disertai pula dengan fungsi yang abnormal, di mana terjadi absorbsi cairan yang berlebihan ke dalam vili. Keadaan ini menekan pembuluh darah, yang akhirnya menyebabkan kematian embrio.(c) Teori Sitogenetik (Teori diploid androgenetik), menerangkan bahwa kehamilan mola hidatidosa terjadi karena sebuah ovum yang tidak berinti (kosong) atau yang intinya tidak berfungsi, hal ini bisa terjadi karena gangguan pada proses miosis. Seperti diketahui, kehamilan yang sempurna harus terdiri dari unsur ibu yang akan membentuk bagian embrional (anak) dan unsur ayah yang diperlukan untuk membentuk bagian ekstraembrional (plasenta, air ketuban, dll), secara seimbang. Karena tidak ada unsur ibu, pada mola hidatidosa tidak ada bagian embrional (janin). Yang ada hanya bagian ekstraembrional yang patologis berupa vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik seperti anggur.7. Tanda dan gejalaKecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14-16 dengan :a. ukuran rahim (TFU) lebih besar dari kehamilan biasab. Pembesaran rahim yangterkadang diikuti perdarahanc. Bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi sepertianggurd. Perdarahan pervaginam biasanya terjadi antara bulan pertama sampai ke tujuh dengan rata-rata 12-14 minggu. Perdarahan hampir bersifat universal, dan dapat bervariasi dari bercak sampai perdarahan berat.e. Hiperemesisf. Kadar hCG tinggig. Tanda gejala hipertiroid karena hCG menyerupai efek TSH yang menyebabkan stimulasi kelenjar thyroid h. Tidak terdengar Detik Jantung Janini. Tidak teraba bagian janinj. Tanda Pre eklampsia (+)k. Anemial. Kontraksi uterus disertai pengeluaran gelembung mola (Llewellyn, 2002).8. Pemeriksaan Penunjang(Llewellyn, 2002).(a) Gambaran mikroskopikTumor trofoblastik jinak yang menunjukkan adanya vili dan proliferasi ireguler dari sel trofoblas

Gambar 2.1. Gambaran Mikroskopik Mola Hidatidosa. (b) Ultra sonografiPerangkat utama untuk menegakkan diagnosa Mola Hidatidosa. Echo dibuat oleh masa gelembung mola yang memberi gambaran: snow storm. Menyerupai gambaran septic abortion atau mioma uteri

Gambar 2.2. Hasil USG pada Mola Hidatidosa(c) Pemeriksaan kadar hCG pada Mola Hidatidosa :Sel trofoblas memproduksi hCG dengan kadar sangat tinggi. Mencapai puncak pada kehamilan 13 minggu dan setelah itu menurun.9. Terapi(Llewellyn, 2002).a. Bila datang dengan mola abortion lakukan evakuasi/kuretase untuk menghentikan perdarahanb. Bila diagnosa MH ditegakkan, lanjutkan dengan evakuasi uterus dengan suction curettage, namun hati-hati jika terjadi perforasi uterusc. Pada usia 40 tahun dan atau bila sudah tidak menghendaki anak, bisa dilakukan histerektomi.10. Komplikasi(Llewellyn, 2002).Mola hidatidosa dapat menyebabkan anemia, syok, infeksi, perforasi uterus, keganasan trofoblas, bahkan bermetastase hingga ke paru. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan rontgen thorak pada pasien mola

Gambar 2.3. Rontgen menunjukkan adanya cannon ball di paru kanan

Gambar 2.4. Histologis metastase pada paru

B. Permasalahan Anestesi pada Mola dan Penanganan1. Distres Akut pada Jantung Paru27% kasus mola dengan distres kardio-pulmonal dikarenakan oleh pembesaran uterus di mana tinggi fundus uteri menunjukkan kehamilan yang lebih dari 16 minggu akan menyebabkan distres pada sistem kardio-pulmonal. 50% lainnya disebabkan karena terjadinya emboli karena sel trophoblas. Gejala distres mulai nampak setelah 4 hingga 12 jam paska evakuasi uterus. Untuk mengatasi hal ini, anestesi harus memesan ICU beserta ventilator (Celeski et al., 2001; Biyani, et al., 2013)2. Hipertiroid yang dapat pula mengakibatkan krisis tiroidHipertiroid dapat terjadi pada 5-10% kasus kehamilan mola. Manifestasi klinis hipertiroid dapat muncul karena adanya hormon Human Chorionic Gonadotropin yang secara fungsi dan struktur mirip dengan subunit pada hormon TSH. Selain itu, trofoblas juga mengeluarkan thyrotropin yang juga menstimulasi tiroid untuk terus berproduksi. TSH memiliki ukuran molekul yang besar dan memiliki durasi kerja yang lebih panjang dibandingkan HCG. Oleh karena itu, tindakan pre operatif yang dapat diberikan adalah memberikan obat anti hipertiroid (Propylthiouracil 50-100 mg QID) dan blocker (propanolol 20 mg TID). Jika tidak sempat diberikan pre medikasi, maka iodine dan blocker secara intra vena. blocker dipilih karena selain menghambat kerja simpatis dan menurunankan komplikasi kardio vaskular, blocker juga dapat menghambat konversi T4 menjadi T3 sehingga hipertiroid bisa dihambat pula. Penggunaan Metoprolol dan Esmolol selama pre operasi dan pre medikasi juga dapat digunakan. Krisis tiroid adalah suatu kasus gawat emergensi yang bisa terjadi pada 2-4% pasien ketika operasi mola dan setelah operasi mola. Pasien dengan krisis tiroid dapat diberi kombinasi propylthiouracil, iodide, dan dexamethason. Diharapkan dapat menurunkan konsentrasi serum T3 menjadi normal dalam jangka waktu 24 sampai 48 jam. Pada kasus emergensi yang belum sempat mempersiapkan hormon tiroid turun, pemberian iodine dan bloker sebagai manajemen anestesi untuk hipertiroid sangat disarankan. Jika krisis tiroid terjadi, ruang ICU harus disiapkan (Biyani, et al., 2013)3. AnemiaAnemia pada kasus mola dapat terjadi melalui dua mekanisme yaitu selama terjadi perdarahan pervaginam yang kronik atau melalui kehilangan darah yang masif ketika pembedahan berlangsung. Mola hidatidosa komplit menyebabkan perdarahan yang lebih masif dibandingkan dengan mola hidatidosa parsial. Infus oksitosin dapat menurunkan risiko perdarahan namun pada saat yang bersamaan juga dapat menyebabkan embolisasi trofoblas dengan cara mengkontraksikan uterus terus menerus. Untuk menghindari hal ini, anestesi harus menyediakan darah.Obat obatan anestesi inhalasi seperti halotan, enfluran, isofluran harus diturunkan konsentrasinya karena bersifat tokolitik. Oksitosin dapat diberikan karena oksitosin dapat mengurangi perdarahan namun di sisi lain, oksitosin juga dapat menyebabkan emboli trofoblastik karena kontraksi uterus yang berlebih (Nandini et al., 2009; Biyani et al.,2013).4. Hipertensi yang dicetuskan oleh kehamilanHormon hCG memiliki efek vasoaktif sehingga dapat memperkecil diameter pembuluh darah dan menyebabkan resistensi perifer meningkat sehingga cardiac output juga meningkat (Nandini et al., 2009; Biyani et al.,2013).5. Emboli trofoblastikEmboli dapat terjadi karena sel trofoblas yang tidak berhenti berproliferasi. Emboli ini dapat menyebabkan metastase hingga ke paru dan menyebabkan adanya gambaran cannon ball pada foto thorak pasien (Nandini et al., 2009; Biyani et al.,2013; Khanna et al., 2013).6. Neoplasma ganasMola hidatidosa tipe komplit memiliki persentase sebesar 5% untuk terjadi keganasan pada sel trofoblas maupun vili corialis. Sedangkan pada mola hidatidosa tipe parsial jarang sekali ditemukan keganasan (Nandini et al., 2009; Biyani et al.,2013).7. Hiperemesis GravidarumPeningkatan hCG yang berlebihan pada mola hidatosa menyebabkan pasien sering mual dan muntah. Hal ini harus diwaspadai karena dapat menyebabkan dehidrasi. Oleh karena itu, cairan infus harus disiapkan. Ringer Laktat dapat menjadi pilihan sebagai cairan rehidrasi. Pemberian cairan harus dimanajemen dengan baik agar tidak terjadi edema paru (Nandini et al., 2009; Biyani et al.,2013; Khanna et al., 2013).8. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)Jaringan trofoblas menstimulasi faktor kaskade koagulasi dan mempercepat lama waktu pembekuan darah dalam tubuh di mana hal tersebut dapat menyebabkan DIC dan kegagalan multi organ (Nandini et al., 2009).C. Manajemen Anestesi pada Mola1. Pre Operasia. Anamnesis (Khanna et al., 2013)Menanyakan tanda dan gejala yang berhubungan dengan keperluan pembiusan dengan lebih detail seperti :(a) Co existance disease : riwayat asma, alergi, diabetes melitus, hipertensi, dan operasi sebelumnya(b) Perdarahan : berapa banyak perdarahan, apakah sempat diberi transfusi, berapa banyak transfusi yang didapatkan(c) Gejala hipertiroid menurut indeks wayneGejalaSkorYA

Sesak saat bekerja+ 1

Berdebar+ 2

Kelelahan+ 2

Suka udara panas- 5

Suka udara dingin+5

Keringat berlebihan+3

Gugup+2

Nafsu makan naik+3

Nafsu makan turun-3

Berat badan naik-3

Berat badam turun+3

Tabel 2.1.Gejala Hipertiroid(d) Gejala krisis tiroid (tabel 2.3)b. Pemeriksaan Fisik (Khanna et al., 2013)(a) Pengukuran kesadaran baik secara kualitatif maupun kuantitatif.(b) Tanda Vital (Tekanan Darah, Nadi / Heart Rate, RR, suhu)(c) Pemeriksaan tanda anemia : konjungtiva anemis, CR > 2 detik(d) Pemeriksaan tanda hipertiroid menurut indeks weyneTandaSkorYASkor TIDAK

Tiroid teraba+ 3-3

Bising tiroid+2-2

Eksoftalmus-2

Van Graef+1

Hiper kinetik+4-2

Tremor jari+1

Tangan panas+2-2

Tangan basah+1-1

Atrial Fibrilasi+4

Nadi teratur< 80x/m>90x/m80-90x/m

+3-3

Tabel 2.2. Tanda Hipertiroid(e) Pemeriksaan tanda krisis tiroid

Tabel 3.3. Krisis Tiroidc. Pemeriksaan Penunjang(Llewellyn, 2002).(a) Laboratorium : darah lengkap, PT, APTT, ureum, kreatinin, elektrolit(b) Pemeriksaan hormon tiroid T3 dan T4(c) Pemeriksaan TSH(d) Pemeriksaan EKG(e) Pemeriksaan rontgen d. Penentuan status ASAe. Informed Consentf. Berpuasa 8 jam sebelun operasig. Terapi cairan sesuai bertat badan dan lama puasah. Obat-obatan Pre medikasi(Khanna et al., 2013; Biyani et al., 2013)Pemberian obat obatan seperti esmolol, fentanyl, xylocaine, dan MgSO4 biasa dipilih untuk premedikasi dengan tujuan menekan stress saat dilakukan intubasi dan berhubungan pula dengan takikardia. Jika hormon tiroid meningkat, dapat diberikan kombinasi PTU, dexamethason, dan -blocker. 3. Operasi (Khanna et al., 2013; Biyani et al., 2013)a. Anestesi SpinalTeknik anestesi ini lebih disukai karena tidak memiliki efek tokolitik yang dapat memperburuk perdarahan dan lebih aman pula untuk pasien mola dengan hipertiroid. Anestesi spinal tidak disarankan untuk pasien mola dengan gangguan hemodinamik dan gangguan pembekuan darah.b. General anesthesia menunjukkan stabilitas hemodinamik yang baik. Jenis anestesi ini dianjurkan untuk pasien dengan gangguan hemodinamik, gangguan pembekuan darah di mana hal ini dikontraindikasikan pada spinal anestesi.Drug of Choice yang digunakan untuk menginduksi pasien ketika operasi berlangsung adalah thiopentone karena thiopentone memiliki efek anti thyroid sehingga dapat menstabilkan keadaan hemodinamiknya. Muscle relaxan yang digunakan adalah obat dengan mekanisme kerja sedikit meriliskan histamin seperti Recuronium dan Vecuroniu sehingga aman untuk digunakan. Konsentrasi obat obatan anestesi inhalasi yang digunakan sebagai maintanance seperti halothan, enfluran, dan dan isofluran harus dikurangj karena memiliki efek tokolitik yang dapat semakin memperparah perdarahan.c. Monitoring4. Pasca operasia. Anestesi Umum(1) Tidak ada mual muntah, boleh makan(2) Nyeri diberi ketorolac(3) Mual muntah diberi ondansentron(4) Bed rest 24 jamb. Spinal Anestesi(1) Bed rest 24 jam, kepala ditinggikan 30o(2) Tidak boleh berdiri dan duduk selama 24 jam(3) Jika tidak ada mual muntah boleh makan(4) Nyeri diberi ketorolac(5) Mual muntah diberi ondansentron

BAB IIIKESIMPULAN

1. Mola adalah suatu tumor jinak di mana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak berkembang menjadi embrio tetapi proliferasi dari vili koriales disertai dengan degenerasi hidropik berupa gelembung yang menyerupai anggur. 2. Mola hidatidosa dapat menyebabkan beberapa masalah terkait dengan anestesi, di antaranya distres akut pada jantung dan paru, hipertiroid yang dapat pula mengakibatkan krisis tiroid, anemia, emboli trofoblastik, hipertensi yang dicetuskan oleh kehamilan, neoplasma ganas, hiperemesis gravidarum, dan DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)3. Manajemen anestesi yang dapat dilakukan pada pasien mola secara garis besar terbagi menjadi manajemen pre, pra, dan pasca operasi. Manajemen ini bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi ketika dan setelah pembiusan dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Biyani, Ghansham; Shaddiq Mohammed; Pradeep Bathia. 2013. Anesthetic Challenges in Molar Pregnancy. New Delhi: Department of Anesthesiology SN Medical College.Celeski, Daniel; Jerry Mico, Linda Walters. 2001. Anesthetic Implication of Molar Pregnancy. AANA Journal : Okinawa. Diakses pada 20 Oktober 2013.Erol DD., Chevryoglu AS., Uslan I. 2004. Preoperative preparation and general anesthesia administration with Sevoflurane in patient who develops thyrotoxicosis and cardiogenic dysfunction due to hydatiform mole.. Internet J Anesthesiol. diakses pada 20 Oktober 2013.Khanna, Punnet; Anil Kumar; Maya Dehran. 2012. Gestational trophoblastic disease with hyperthyroidism : Anesthetic Management. Journal of Obstetric Anesthesia and Clinical Care.Department of Anesthesia andIntensive Care, All India Institute of Medical Sciences : New Delhi.Llewellyn-Jones, Derek. 2002. Dasar-Dasar Obstetri & Ginekologi. Edisi 6. Penyakit Plasenta dan Membran. Jakarta : Hipokrates. 134-5Nandini, Dave; Fernandes Sarita; Ambi Uday; Iyer Hemalata. 2009. Hydatidiform Mole With Hyperthyroid. J Obstetry Gynecology vol 59 : India.