Modul Praktikum Formulasi
-
Upload
i-wayan-darya-kartika -
Category
Documents
-
view
13 -
download
0
description
Transcript of Modul Praktikum Formulasi
MODUL PRAKTIKUMMata Kuliah Ilmu dan Teknologi Formulasi
PJMK : Dr.Wini Trilaksani, M.Sc
2014/2015
Program Studi Teknologi Hasil Perairan
Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor
PREFORMULASI - MIKROENKAPSULASI
PENDAHULUAN
Mikroenkapsulasi merupakan suatu teknik di mana suatu bahan atau campuran bahan
dilapisi atau diperangkap dalam bahan atau sistem lain (Madene et al. 2006). Ukuran partikel
yang dibentuk selama proses enkapsulasi terdiri dari beberapa kisaran ukuran. Apabila
ukuran partikelnya > 5000 μm disebut makrokapsul, ukuran partikelnya antara 0,2 - 5000 μm
disebut mikrokapsul dan apabila ukuran partikelnya antara < 0,2μm - 2000 Ao disebut
nanokapsul (King 1995). Mikroenkapsulasi memberikan perlindungan terhadap reaksi
degradasi, mencegah kehilangan flavor atau komponen bioaktif dan mempertahankan
stabilitas flavor/komponen bioaktif dalam kapsul. Sebagai tambahan, enkapsulasi dapat
digunakan untuk mengontrol pelepasan bahan aktif selama pengolahan pangan dan
penyimpanan (Soottitantawat et al. 2003).
Mikrokapsul terdiri dari dua bagian yakni isi (core) merupakan bahan yang
dikapsulkan dan membran (wall atau shell). Bahan yang akan dikapsulkan antara lain zat
nutrisi, obat, enzim, sel jaringan atau mikroba, sedangkan membrannya ambil dari jenis
polimer yang larut maupun yang tidak larut dalam air. Bahan membran ini dapat polimer
yang tidak dapat dicerna (selulosa) maupun yang dapat dicerna (lemak, asam amino). Agar
dihasilkan produk mikroenkapsulasi yang baik, perlu diketahui ukuran partikel baik partikel
padat ataupun cair, serta perbandingan bahan penyalut yang perlukan. Percobaan ini
bertujuan untuk mengetahui ukuran partikel padat dan partikel cair (minyak), mengetahui
tingkat koaservasi dan ketebalan bahan penyalut pada produk makroenkapsulasi yang
dihasilkan.
MATERI DAN METODE
Ukuran Partikel
Bahan yang digunakan untuk pengamatan ukuran partikel adalah serbuk besi.
Pengukuran partikel dilakukan dengan mikroskop yang dilengkapi dengan micrometer.
Prosedur pengukuran partikel besi antara lain :
1. Serbuk besi diambil kemudian dilarutkan dalam air.
2. Sejumlah kecil serbuk besi yang telah ditambah air diletakkan di atas kaca obyek.
3. Selanjutnya ukuran partikel besi diamati dibawah mikroskop yang dilengkapi dengan
micrometer.
Emulsi
Bahan yang digunakan pada pengamatan emulsi adalah minyak, larutan gelatin dan
akasia 1% pH 7. Peralatan yang digunakan antara lain homogenizer, gelas beker, pipet tetes,
mikroskop, micrometer, gelas obyek. Prosedur kerja pengamatan emulsi adalah sebagai
berikut :
1. Minyak disiapkan di dalam gelas beker.
2. Larutan gelatin dan akasia 1% pH 7 disiapkan sebagai pengemulsi.
3. Minyak akan diemulsi dalam campuran larutan gelatin dan akasia dengan perbandingan
1:1 dengan volume yang berbeda yaitu 100 ml (50 ml gelatin : 50 ml akasia), 200 ml
(100 ml gelatin : 100 ml akasia) dan 300 ml (150 ml gelatin : 150 ml akasia).
4. Minyak sebanyak 0,5 ml dimasukkan ke dalam campuran gelatin dan akasia kemudian
diaduk dengan stirer (homogenizer) dengan kecepatan 300 rpm.
5. Ukuran droplet minyak diukur pada menit ke 0, 5, 1, 2, 5, 10 15 dan 20 emulsi di bawah
mikroskop yang dilengkapi dengan micrometer.
Tingkat Koaservasi
Bahan yang digunakan untuk pengamatan tingkat koaservasi (endapan) adalah larutan
gelatin dan akasia dengan konsentrasi masing-masing 1%. Alat yang digunakan gelas piala
dan homogenizer. Prosedur kerja dalam pengamatan tingkat koaservasi adalah sebagai
berikut :
1. Larutan gelatin dan akasia disiapkan dengan konsentrasi 1%.
2. Larutan gelatin dan akasia masing-masing diatur pH nya menjadi 7 dengan ditambah HCl
0,1 N, penambahan HCl disertai dengan pengadukan dengan menggunakan homogenizer
(stirer).
3. Selanjutnya gelatin dan akasia yang telah diatur pHnya dicampur dengan perbandingan
1:1. Volume campuran gelatin dan akasia adalah 200 ml (100 ml gelatin : 100 ml akasia)
dan 100 ml (50 ml gelatin : 50 ml akasia) pada pH 7 dan diaduk dengan homogenizer 300
rpm selama 5 menit.
4. Kemudian campuran gelatin dan akasia diatur pada pH 3,5 sehingga terjadi endapan.
5. Setelah terjadi endapan larutan didiamkan atau didinginkan dengan es sampai semua
campuran gelatin dan akasia mengendap sempurna.
6. Endapan dan supernatant dipisahkan kemudian endapan dikeringkan dan diukur beratnya.
Mikroenkapsulasi
Mikroenkapsulasi dilakukan pada emulsi minyak yang telah diaduk dan diukur
dropletnya, dengan menurunkan pH emulsi menjadi 3,5 dengan ditambah HCl 0,1 N sambil
terus diaduk kemudian diukur ukuran droplet dan ukuran film yang melapisi minyak.
PEMBUATAN GRANUL
PENDAHULUAN
Suatu zat bioaktif memiliki karakteristik stabilitas fisika kimia yang spesifik.
Stabilitas dapat dipengaruhi oleh suhu, udara, pelarut, kelembaban, dan cahaya. Evaluasi
terhadap stabilitas fisika-kimia dari zat aktif merupakan salah satu aktivitas yang sangat
penting yang harus dilakukan pada saat preformulasi. Evaluasi terhadap stabilitas ini berguna
dalam pemilihan metode pembuatan dan penanganan material, baik selama proses produksi
obat maupun selama pemasaran (Sulaiman, 2007).
Granulasi adalah pembentukan partikel-partikel besar dengan mekanisme pengikatan
tertentu. Granul dapat diproses lebih lanjut menjadi bentuk sediaan granul terbagi, kapsul,
maupun tablet. Granulasi tahapan formulasi yang ikut berperan dalam menjaga stabilitas
bahan aktif . Berbagai proses granulasi telah dikembangkan, dari metode konvensional
seperti slugging dan granulasi dengan bahan pengikat musilago amili hingga pembentukan
granul dengan peralatan terkini seperti spray dry dan freeze dry. Granulasi terdiri dari dua
macam, yaitu granulasi basah dan granulasi kering. Praktikum ini bertujuan untuk
mempelajari pembuatan granul basah dan mempelajari karakteristik fisik granul yang
dihasilkan dibandingkan dengan sediaan bubuk.
METODELOGI
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan pakan ikan adalah serbuk besi,
akasia, dan air Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah penyemprot aerosol, nampan,
dan oven.
Metode Pembuatan Granul
Serbuk besi disebarkan di atas nampan, kemudian sambil digoyan-goyangkan serbuk
besi tersebut disemprotkan larutan akasia 0,5% hingga terbentuk granul. Setelah terbentuk
granul, granul kemudian dikeringkan dengan oven suhu 120 oC selama 2 jam. Selain granul,
serbuk besi yang tidak dilakukan granulasi juga di oven pada kondisi yang sama.
PENGARUH JENIS EMULSIFIER DAN KECEPATAN PENGADUKAN
TERHADAP KUALITAS SUP KRIM INSTAN
PENDAHULUAN
Sup krim merupakan salah satu contoh makanan berbentuk emulsi dengan sistem
emulsi minyak dalam air. Pada umumnya emulsi bersifat tidak stabil, yaitu dapat pecah atau
lemak dan air akan terpisah, tergantung dari keadaan lingkungannya. Untuk menstabilkan
sistem emulsi biasanya ditambahkan emulsifier. Emulsifier adalah zat-zat yang dapat
mempertahankan sistem emulsi. Pembuatan produk pangan yang memiliki sifat instan dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu perlakuan permukaan dengan modifikasi sifat kimia bahan
dan penambahan zat aditif. Perlakuan permukaan dibuat dengan memberi perlakuan mekanis
khusus pada permukaan partikel bahan yaitu dengan panas dan pengadukan. Dengan
perlakuan panas dan pengadukan akan membuat partikel bubuk diperbesar menjadi aglomerat
berstruktur pori. Penggunaan zat aditif dilakukan dengan menambahkan zat tertentu untuk
membuat sifat produk lebih mudah dibasahi, aglomerat tidak terlalu keras, partikel mudah
mekar (Hartomo dan Widiatmoko, 1993).
METODELOGI
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada proses pembuatan sup krim instan antara lain:
timbangan digital, pisau, wajan, gelas ukur, mixer, blender dan spray drying. Bahan-bahan
yang digunakan adalah daging udang, pasta tomat, tepung beras, tepung maizena, mentega,
susu skim, bawang bombay, bawang putih, merica, garam, gula, kaldu udang dan air. Bahan
pengemulsi yang digunakan adalah kuning telur, soy protein, dan karagenan.
Prosedur Kerja
Proses pembuatan Sup krim udang instan dilakukan dengan menyiapkan bumbu-
bumbu yaitu bawang bombay yang telah diiris tipis, bawang putih yang telah dihaluskan,
merica, gula dan garam. Bumbu-bumbu tersebut ditumis dengan menggunakan mentega
hingga harum dan layu. Kemudian, ditambahkan tepung beras dan maezena (perbandingan
1:3) dan kaldu udang, di aduk hingga rata. Adonan tersebut kemudian di tambahkan pasta
toma serta garam dan merica. Selanjutnya ditambahkan susu skim dan pengemulsi (kuning
telur, tepung kedelai, atau karagenan) yang sebelumnya telah dilarutkan, diaduk dengan dua
jenis kecepatan, yaitu kecepatan lambat dan cepat. Sup krim yang telah matang kemudian
dilakukan pengeringan menggunakan spray drying. Adapun diagram prodesur pembuatan
sup krim udang instan disajikan pada Gambar 2.
Penumisan Bawang putih halus dan irisan bawang bombay
menggunakan mentega hingga harum dan wangi
Pemasukkan tepung beras dan tepung maizena (1:3) dan kaldu udang
Pengadukan
Penambahan pasta tomat, garam, gula, dan merica
Pemasukkan susu skim dan emulsifier yang berbeda
(Kuning telur, tepung kedelai, dan karagenan)
Pengadukan dengan mixer pada kecepatan yang berbeda
(cepat dan lambat)
Sup Krim Udang
Pengeringan dengan Spray dryer
Pengemasan dalam plastik
Sup krim udang instan
Gambar 2. Diagram alir pembuatan sup krim udang instan
FORTIFIKASI MINYAK IKAN PADA PAKAN IKAN
PENDAHULUAN
Ikan merupakan sumberdaya hayati yang memiliki potensi pengembangan yang besar
terutama di Indonesia. Ikan telah menjadi komoditas yang dikenal luas oleh masyarakat dan
dimanfaatkan terutama sebagai bahan pangan maupun non-pangan (Adawyah 2007). Ikan air
tawar merupakan jenis ikan yang memiliki tingkat konsumsi yang tinggi sehingga mendorong
meningkatnya usaha budidaya ikan air tawar. Salah satu yang ikan air tawar yang kini
dikembangkan adalah ikan lele (Clarias sp. ).
Peningkatan omega-3 pada ikan air tawar yang dibudidaya dapat ditingkatkan melalui
fortifikasi sumber omega-3 pada pakan ikan tersebut. Sumber omega-3 itu sendiri adalah
minyak ikan air laut. Minyak ikan diketahui bermanfaat bagi kesehatan. Menurut Uauy &
Valenzuela (1992), asam lemak omega 3 (n-3) yang banyak terdapat pada minyak ikan, yakni
EPA (asam eikosapentaenoat; C20:5) dan DHA (asam dekosaheksaenoat; C22:6), diketahui
dapat mencegah penyakit jantung, memiliki sifat antitumor dan anti-inflamasi, serta
dibutuhkan untuk tumbuh kembang otak dan retina mata manusia.
Praktikum ini bertujuan untuk membuat formulasi pakan ikan dengan fortifikasi
minyak ikan sebagai sumber omega-3, serta untuk mengetahui kandungan omega-3 pada
daging ikan yang diberikan pakan dengan formulasi yang berbeda.
METODELOGI
Bahan dan Alat
Ikan lele digunakan sebagai hewan percobaan pada praktikum ini. Bahan-bahan yang
digunakan dalam pembuatan pakan ikan adalah minyak ikan limbah industri, minyak hati
ikan, dedak, bungkil kelapa, tepung ikan, tepung tapioka, akasia, dan air.
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah baskom, mixer, penggiling daging,
blender, timbangan digital, oven, loyang, kompor, steoroform, terpal, plastik, dan aerator.
Metode
Pakan ikan yang dibuat dibagi menjadi 3 perlakuan, yaitu 1) pakan dengan
penambahan minyak ikan dari limbah industri; 2) pakan dengan penambahan minyak ikan
dari limbah industri dan minyak hati ikan; dan 3) pakan dengan penambahan minyak ikan
dari limbah industri serta mikroenkapsulasi minyak ikan. Formulasi dasar dalam pembuatan
pakan ikan adalah 45% tepung dedak, 40% tepung bungkil kedelai, 10% tepung ikan, 5%
minyak ikan (sesuai perlakuan), serta 10% tepung tapioka (dari berat total formula).
Pembuatan mikroenkapsulasi minyak hati ikan dilakukan dengan cara melarutkan
0,05% akasia kedalam air panas (b/v: volume air 100 ml), kemudian larutan tersebut
ditambahkan 5 % (dari formula pembuatan pakan) minyak hati ikan. Larutan tersebut diaduk
menggunakan mixer dengan kecepatan tinggi, selama 10 menit.
Pembuatan pakan dilakukan dengan cara mencapurkan dedak, bungkil kedelai, dan
tepung ikan yang sudah diayak hingga rata. Selanjutnya, mencampurkan minyak ikan (sesuai
perlakuan) kedalam adonan tersebut sedikit demi sedikit, selanjutnya ditambahkan air dan
tepung tapioka secara bergantian hingga adonan rata (dapat dibentuk). Adonan tersebut
dicetak dengan menggunakan alat penggiling daging, selanjutnya di oven hingga adonan
tersebut kering.
Sebanyak 50 ekor ikan lele ditimbang bobotnya (setiap ekor). Ikan tersebut kemudian
di beri pakan setiap hari sebanyak 5% dari bobot totalnya, yang dibagi menjadi 3 kali
pemberian pakan.