Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

41
Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut pemilu bukan sekedar ritual demokrasi yang dilakukan secara berkala setiap 5 tahun sekali untuk memilih anggota lembaga perwakilan rakyat atau pemimpin pemerintahan pada tingkat nasional dan lokal. Pemilihan Umum merupakan sistem penyelenggaraan Negara yang sesuai dengan amanat konstitusi yang menentukan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Artinya rakyatlah yang memiliki kekuasaan yang tertinggi untuk menentukan kebijakan negara, untuk menentukan kepemimpinan politik yang akan mengendalikan lembaga pemerintahan (eksekutif) dan lembaga perwakilan rakyat. Pemilihan Umum sebagai sistem penyelenggaraan Negara yang demokrasi menjadi urusan setiap warga Negara, baik laki-laki maupun perempuan. Demokrasi mempersyaratkan diperkuatnya dukungan terhadap nilai-nilai persamaan, kebebasan dan persaingan yang fair dalam praktek penyelenggaraan Negara. Ketentuan konstitusi yang menjamin persamaan, kebebasan dan persaingan demokratis untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan harus diwujudkan secara nyata. B. Tujuan Tujuan di terbitkanya pedoman sosialisasi pemilu ini adalah: 1. Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan perempuan akan pentingnya Pemilihan Umum tahun 2014 dalam membangun kehidupan demokrasi berbangsa dan bernegara 2. Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan perempuan tentang tahapan, program, jadwal, waktu dan hasil Pemilihan Umum 2014. 3. Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan perempuan tentang beberapa hal teknis dalam menggunakan hak politik dan hak pilihnya dengan benar.

description

Panduan sosialisasi kepentingan politik dalam pemilihan umum

Transcript of Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Page 1: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut pemilu bukan sekedar ritual demokrasi

yang dilakukan secara berkala setiap 5 tahun sekali untuk memilih anggota lembaga

perwakilan rakyat atau pemimpin pemerintahan pada tingkat nasional dan lokal.

Pemilihan Umum merupakan sistem penyelenggaraan Negara yang sesuai dengan

amanat konstitusi yang menentukan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan

dilaksanakan menurut UUD. Artinya rakyatlah yang memiliki kekuasaan yang

tertinggi untuk menentukan kebijakan negara, untuk menentukan kepemimpinan

politik yang akan mengendalikan lembaga pemerintahan (eksekutif) dan lembaga

perwakilan rakyat.

Pemilihan Umum sebagai sistem penyelenggaraan Negara yang demokrasi menjadi

urusan setiap warga Negara, baik laki-laki maupun perempuan. Demokrasi

mempersyaratkan diperkuatnya dukungan terhadap nilai-nilai persamaan, kebebasan

dan persaingan yang fair dalam praktek penyelenggaraan Negara. Ketentuan

konstitusi yang menjamin persamaan, kebebasan dan persaingan demokratis untuk

memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan harus diwujudkan secara

nyata.

B. Tujuan

Tujuan di terbitkanya pedoman sosialisasi pemilu ini adalah:

1. Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan perempuan akan pentingnya

Pemilihan Umum tahun 2014 dalam membangun kehidupan demokrasi berbangsa

dan bernegara

2. Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan perempuan tentang tahapan,

program, jadwal, waktu dan hasil Pemilihan Umum 2014.

3. Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan perempuan tentang beberapa hal

teknis dalam menggunakan hak politik dan hak pilihnya dengan benar.

Page 2: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 2

4. Meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya pemilih perempuan untuk

berperan serta dalam setiap tahapan Pemilihan Umum tahun 2014.

5. Meningkatkan kesadaran masyarakat dan mendorong partisipasi pemilih

perempuan dalam menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Umum tahun 2014.

C. Target Sosialisasi

1. Tersebarluasnya tema dan materi tentang penyelenggaraan Pemilu 2014

2. Tersebarluasnya informasi tentang penyelenggaraan Pemilu 2014, kepada

pemangku kepentingan.

3. Tersebarluasnya informasi mengenai tahapan, program, jadwal penyelenggaraan

dan hasil pemilu 2014, kepada masyarakat khususnya pemilih perempuan secara

integral/terpadu dengan mengikutsertakan para pemangku kepentingan.

4. Meningkatnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat khususnya pemilih

perempuan akan pentingnya Pemilu 2014 dalam membangun kehidupan

demokrasi

5. Meningkatnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat khususnya pemilih

perempuan tentang tahapan, program, jadwal penyelenggaraan dan hasil pemilu

2014.

6. Meningkatnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat khususnya pemilih

perempuan menyangkut beberapa hal teknis dalam menggunakan hak politik dan

hak pilihnya dengan benar.

7. Meningkatnya kesadaran masyarakat khususnya pemilih perempuan untuk

berperan serta dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu 2014.

8. Meningkatnya kesadaran dan partisipasi pemilih khususnya pemilih perempuan

dalam menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2014 dalam membangun kehidupan

demokrasi berbangsa dan berbegara.

Page 3: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 3

BAB II

DEMOKRASI DAN PEMILU

A. Demokrasi dan Pemilu

Demokrasi menjadi salah satu sistem politik yang paling banyak dianut oleh negara-

negara di dunia. Namun demikian, implementasi demokrasi di setiap negara bisa

berbeda-beda. Bahkan tidak jarang, negara yang otoriter sekalipun, seperti di negara-

negara komunis atau negara yang didominasi militer, juga mengklaim sebagai negara

demokrasi. Secara formal, di negara tersebut memang ada ornamen demokrasi,

seperti partai politik, pemilu, organisasi kemasyarakatan, media massa dan parlemen.

Akan tetapi, kesemuanya itu berada di bawah kontrol kekuasaan yang sentralistik.

Indonesia merupakan salahsatu negara yang menjalankan sistem politik demokrasi

dalam proses penyelenggaraan pemerintahan. Terdapat beberapa pilar yang menjadi

prasyarat berjalannya sistem politik demokrasi, yaitu :

1. Adanya penyelenggaraan pemilu yang bebas dan berkala.

2. Adanya pemerintahan yang terbuka, akuntabel dan responsif.

3. Adanya perlindungan terhadap HAM.

4. Berkembangnya civil society dalam masyarakat.

Penyelenggaraan pemilu yang bebas dan berkala menjadi prasyarat sistem politik

demokrasi, karena pemilu merupakan salah satu sarana kedaulatan rakyat dimana

rakyat dapat memilih wakil dan pemimpin mereka untuk menjalankan

pemerintahan.

Selain ada kebebasan dalam beragama, berpendapat, berkumpul dan berserikat dan

sebagainya, Indonesia juga menjamin terselenggaranya pemilihan umum yang bebas,

jujur dan adil.

Penyelenggaraan pemilu yang bebas dan berkala menjadi prasyarat sistem politik

demokrasi, karena pemilu merupakan salah satu sarana kedaulatan rakyat dimana

rakyat dapat memilih wakil dan pemimpin mereka untuk menjalankan

pemerintahan. Tingkat demokrasi suatu negara, sering diukur dengan kualitas

penyelenggaraan pemilu di negara tersebut. Pemilu dan demokrasi memang memiliki

Page 4: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 4

hubungan yang amat erat. Sulit membayangkan format politik yang demokratis tanpa

penyelenggaraan pemilu yang fair, jujur dan adil. Dan sebaliknya, sulit

mengharapkan pemilu yang berkualitas manakala sistem politiknya tidak demokratis.

Dalam demokrasi, pemilu sangat penting artinya. Tidak ada demokrasi tanpa

terselenggaranya pemilu yang jujur dan demokratis.

B. Pengertian Pemilu

Pemilu merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dimana rakyat dapat

memilih pemimpin politik secara langsung. Yang dimaksud dengan pemimpin politik

adalah wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat (parlemen) baik

di tingkat pusat maupun daerah dan pemimpin lembaga eksekutif atau kepala

pemerintahan seperti presiden, gubernur, atau bupati/walikota.

C. Manfaat Pemilu

Dalam perspektif demokrasi, pemilu memiliki beberapa manfaat. Pertama, pemilu

merupakan implementasi perwujudan kedaulatan rakyat. Asumsi demokrasi adalah

kedaulatan terletak di tangan rakyat. Karena rakyat yang berdaulat itu tidak bisa

memerintah secara langsung maka melalui pemilu rakyat dapat menentukan wakil-

wakilnya dan para wakil rakyat tersebut akan menentukan siapa yang akan

memegang tampuk pemerintahan.

Kedua, pemilu merupakan sarana untuk membentuk perwakilan politik. Melalui

pemilu, rakyat dapat memilih wakil-wakilnya yang dipercaya dapat

mengartikulasikan aspirasi dan kepentingannya. Semakin tinggi kualitas pemilu,

semakin baik pula kualitas para wakil rakyat yang bisa terpilih dalam lembaga

perwakilan rakyat.

Ketiga, pemilu merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secara

konstitusional. Pemilu bisa mengukuhkan pemerintahan yang sedang berjalan atau

untuk mewujudkan reformasi pemerintahan. Melalui pemilu, pemerintahan yang

aspiratif akan dipercaya rakyat untuk memimpin kembali dan sebaliknya jika rakyat

Page 5: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 5

tidak percaya maka pemerintahan itu akan berakhir dan diganti dengan

pemerintahan baru yang didukung oleh rakyat.

Keempat, pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh

legitimasi. Pemberian suara para pemilih dalam pemilu pada dasarnya merupakan

pemberian mandat rakyat kepada pemimpin yang dipilih untuk menjalankan roda

pemerintahan. Pemimpin politik yang terpilih berarti mendapatkan legitimasi

(keabsahan) politik dari rakyat.

Kelima, pemilu merupakan sarana partisipasi politik masyarakat untuk turut serta

menetapkan kebijakan publik. Melalui pemilu rakyat secara langsung dapat

menetapkan kebijakan publik melalui dukungannya kepada kontestan yang memiliki

program-program yang dinilai aspiratif dengan kepentingan rakyat. Kontestan yang

menang karena didukung rakyat harus merealisasikan janji-janjinya itu ketika telah

memegang tampuk pemerintahan.

D. Syarat Pemilu Yang Demokratis

Sebuah pemilu dikatakan demokratis jika memenuhi beberapa persyaratan sebagai

berikut:

1. Dilaksanakan oleh Lembaga Penyelenggara Pemilu yang independen, mandiri

dan bebas intervensi dari pihak manapun (pemerintah, parpol, kandidat dsb).

2. Dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

3. Adanya Lembaga Pengawas yang independen dan mandiri.

4. Semua elemen masyarakat yang berhak, memiliki akses untuk terlibat sebagai

peserta (calon), pemilih maupun pemantau.

5. Melindungi dan menjaga kesamaan hak pemilih untuk menggunakan pilihannya

dengan prinsip one man, one vote dan one value.

E. Sistem Pemilu

Dalam ilmu politik dikenal beberapa sistem pemilu, akan tetapi umumnya berkisar

pada prinsip pokok, antara lain:

Page 6: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 6

1. Sistem Distrik

Sistem distrik biasa disebut juga single-member constituency (tetapi ada juga

yang memakai istilah single-member-district untuk menyebut sistem ini). Pada

intinya, sistem distrik merupakan sistem pemilihan dimana suatu negara dibagi

menjadi beberapa daerah pemilihan (distrik) yang jumlahnya sama dengan

jumlah wakil rakyat yang akan dipilih dalam sebuah lembaga perwakilan. Dengan

demikian, satu distrik akan menghasilkan satu wakil rakyat. Kandidat yang

memperoleh suara terbanyak di suatu distrik akan menjadi wakil rakyat terpilih,

sedangkan kandidat yang memperoleh suara lebih sedikit, suaranya tidak akan

diperhitungkan atau dianggap hilang—sekecil apapun selisih perolehan suara

yang ada—sehingga dikenal istilah the winner-takes-all.

Kelebihan sistem distrik antara lain:

a. Karena kecil atau tidak terlalu besarnya distrik maka biasanya ada

hubungan atau kedekatan antara kandidat dengan masyarakat di distrik

tersebut. Kandidat mengenal masyarakat serta kepentingan yang

mereka butuhkan.

b. Sistem ini akan mendorong partai politik untuk melakukan

penyeleksian yang lebih ketat dan kompetitif terhadap calon yang akan

diajukan untuk menjadi kandidat dalam pemilihan.

c. Karena perolehan suara partai-partai kecil tidak diperhitungkan, maka

secara tidak langsung akan terjadi penyederhanaan partai politik. Sistem

dwipartai akan lebih berkembang dan pemerintahan dapat berjalan

dengan lebih stabil.

Kekurangan sistem distrik, antara lain:

a. Sistem ini kurang representatif karena perolehan suara kandidat yang

kalah tidak diperhitungkan sama sekali atau suara tersebut dianggap

hilang.

b. Partai-partai kecil atau golongan/kelompok minoritas/termarjinalkan

yang memperoleh suara yang lebih sedikit tidak akan terwakili (tidak

Page 7: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 7

memiliki wakil) karena suara mereka tidak diperhitungkan. Dalam hal

ini, kaum perempuan memiliki peluang yang kecil untuk bersaing

mengingat terbatasnya kursi yang diperebutkan.

c. Wakil rakyat terpilih akan cenderung lebih memperhatikan

kepentingan rakyat di distriknya dibandingkan dengan distrik- distrik

yang lain.

2. Sistem Proporsional

Sistem proporsional lahir untuk menjawab kelemahan dari sistem distrik.Sistem

proporsional merupakan sistem pemilihan yang memperhatikan proporsi atau

perimbangan antara jumlah penduduk dengan jumlah kursi di suatu daerah

pemilihan. Dengan sistem ini, maka dalam lembaga perwakilan, daerah yang

memiliki penduduk lebih besar akan memperoleh kursi yang lebih banyak di suatu

daerah pemilihan, begitupun sebaliknya.

Sistem proporsional juga mengatur tentang proporsi antara jumlah suara yang

diperoleh suatu partai politik untuk kemudian dikonversikan menjadi kursi yang

diperoleh partai politik tersebut.Karena adanya perimbangan antara jumlah suara

dengan kursi, maka di Indonesia dikenal Bilangan Pembagi Pemilih (BPP).BPP

merefleksikan jumlah suara yang menjadi batas diperolehnya kursi di suatu daerah

pemilihan.

Partai politik dimungkinkan mencalonkan lebih dari satu kandidat karena kursi

yang diperebutkan di daerah pemilihan lebih dari satu.

Kelebihan sistem proporsional antara lain:

a. Menyelamatkan suara masyarakat pemilih dimana suara kandidat yang lebih

kecil dari kandidat yang lain tetap akan diperhitungkan sehingga sedikit suara

yang hilang.

b. Memungkinkan partai-partai yang memperoleh suara atau dukungan yang

lebih sedikit tetap memiliki wakil di parlemen karena suara mereka tidak

otomatis hilang atau tetap diperhitungkan.

Page 8: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 8

c. Memungkinkan terpilihnya perempuan karena kursi yang diperebutkan dalam

satu daerah pemilihan lebih dari satu.

Kekurangan sistem proporsional antara lain:

a. Sistem ini cenderung menyuburkan sistem multipartai yang dapat

mempersulit terwujudnya pemerintahan yang stabil.

b. Biasanya antara pemilih dengan kandidat tidak ada kedekatan secara

emosional. Pemilih tidak atau kurang mengenal kandidat, dan kandidat juga

tidak mengenal karakteristik daerah pemilihannya, masyarakat pemilih dan

aspirasi serta kepentingan me-reka.Kandidat lebih memiliki keterikatan

dengan partai politik sebagai saluran yang mengusulkan mereka. Pada

akhirnya nanti, kandidat yang terpilih mungkin tidak akan memperjuangkan

dengan gigih kepentingan pemilih karena tidak adanya kedekatan emosional

tadi.

3. Sistem Campuran (Distrik dan Proporsional).

a. Menggabungkan 2 (dua) sistem sekaligus (distrik dan proporsional)

b. Setengah dari anggota Parlemen dipilih melalui sistem distrik dan setengahnya

lagi dipilih melalui proporsional.

c. Ada keterwakilan sekaligus ada kesatuan geografis.

F. Sejarah Pemilu

Sepanjang sejarah berdirinya NKRI, telah diselenggarakan 10 kali Pemilu anggota

lembaga legislatif yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004,

dan 2009. Pemilu tersebut diselenggarakan sesuai dengan UUD 1945 yaitu:

Pasal 18 (3): Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota

memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih

melalui pemilihan umum.

Pasal 19 (1): AnggotaDewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan

umum.

Page 9: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 9

Pasal 22C (1): Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi

melalui pemilihan umum; (2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap

provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan

Daerah itu tidak lebih dari seperti jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

Berikut ini adalah pemilu-pemilu yang pernah berlangsung di Indonesia:

Pemilu 1955

Pemilu di Indonesia pertama kali berlangsung pada tahun 1955 dengan maksud

untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Pemilu di Indonesia

ini dilaksanakan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo.

Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pertama adalah Pemilu

untuk memilih anggota DPR.

Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29

partai politik dan individu. Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih

anggota Konstituante. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 15 Desember

1955. Tiga besar partai yang menjadi pemenang dalam Pemilu ini adalah Partai

Nasional Indonesia, Masyumi dan Nahdlatul Ulama.

Patut dicatat dan dibanggakan bahwa pemilu yang pertama kali tersebut

berhasil diselenggarakan dengan aman, lancar, jujur dan adil serta sangat

demokratis. Pemilu 1955 bahkan mendapat pujian dari berbagai pihak,

termasuk dari negara-negara asing. Pemilu ini diikuti oleh lebih 30-an partai

politik dan lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon perorangan.

Yang menarik dari Pemilu 1955 adalah tingginya kesadaran berkom-petisi

secara sehat. Misalnya, meski yang menjadi calon anggota DPR adalah perdana

menteri dan menteri yang sedang memerintah, mereka tidak menggunakan

fasilitas negara dan otoritasnya kepada pejabat bawahan untuk menggiring

pemilih yang menguntungkan partainya. Karena itu sosok pejabat negara tidak

dianggap sebagai pesaing yang menakutkan dan akan memenangkan pemilu

dengan segala cara. Karena pemilu kali ini dilakukan untuk dua keperluan,

Page 10: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 10

yaitu memilih anggota DPR dan memilih anggota Dewan Kons-tituante, maka

hasilnya pun perlu dipaparkan semuanya.

Pemilu untuk anggota Dewan Konstituante dilakukan tanggal 15 Desember

1955. Jumlah kursi anggota Konstituante dipilih sebanyak 520, tetapi di Irian

Barat yang memiliki jatah 6 kursi tidak ada pemilihan. Maka kursi yang dipilih

hanya 514. Hasil pemilihan anggota Dewan Konstituante menunjukkan bahwa

PNI, NU dan PKI meningkat dukungannya, sementara Masyumi, meski tetap

menjadi pemenang kedua, perolehan suaranya merosot 114.267 dibanding-kan

suara yang diperoleh dalam pemilihan anggota DPR. Peserta pemilihan

anggota Konstituante yang mendapatkan kursi itu adalah sebagai berikut:

Sangat disayangkan, kisah sukses Pemilu 1955 akhirnya tidak bisa dilanjutkan

dan hanya menjadi catatan emas sejarah. Pemilu pertama itu tidak berlanjut

dengan pemilu kedua lima tahun beri-kutnya, meskipun tahun 1958 Pejabat

Presiden Sukarno sudah melantik Panitia Pemilihan Indonesia II.

Yang terjadi kemudian adalah berubahnya format politik dengan keluarnya

Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sebuah keputusan presiden untuk membubarkan

Konstituante dan pernyataan kembali ke UUD 1945 yang diperkuat angan-

angan Presiden Soekarno menguburkan partai-partai. Dekrit itu kemudian

mengakhiri rezim demokrasi dan mengawali otoriterianisme kekuasaan di

Indonesia, yang – meminjam istilah Prof. Ismail Sunny -- sebagai kekuasaan

negara bukan lagi mengacu kepada democracy by law, tetapi democracy by

decree.

Otoriterianisme pemerintahan Presiden Soekarno makin jelas ketika pada 4

Juni 1960 ia membubarkan DPR hasil Pemilu 1955, setelah sebelumnya dewan

legislatif itu menolak RAPBN yang diajukan pemerintah. Presiden Soekarno

secara sepihak dengan senjata Dekrit 5 Juli 1959 membentuk DPR-Gotong

Royong (DPR-GR) dan MPR Sementara (MPRS) yang semua anggotanya

diangkat presiden.

Page 11: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 11

Pengangkatan keanggotaan MPR dan DPR, dalam arti tanpa pemi-lihan,

memang tidak bertentangan dengan UUD 1945. Karena UUD 1945 tidak

memuat klausul tentang tata cara memilih anggota DPR dan MPR. Tetapi,

konsekuensi pengangkatan itu adalah terkooptasi-nya kedua lembaga itu di

bawah presiden. Padahal menurut UUD 1945, MPR adalah pemegang

kekuasaan tertinggi, sedangkan DPR neben atau sejajar dengan presiden.

Sampai Presiden Soekarno diberhentikan oleh MPRS melalui Sidang Istimewa

bulan Maret 1967 (Ketetapan XXXIV/MPRS/ 1967) setelah meluasnya krisis

politik, ekonomi dan sosial pascakudeta G 30 S/PKI yang gagal semakin luas,

rezim yang kemudian dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin itu tidak

pernah sekalipun menyelenggarakan pemilu. Malah tahun 1963 MPRS yang

anggotanya diangkat menetapkan Soekarno, orang yang mengangkatnya,

sebagai presiden seumur hidup. Ini adalah satu bentuk kekuasaan otoriter

yang mengabaikan kemauan rakyat tersalurkan lewat pemilihan berkala.

Pemilu 1971

Pemilu berikutnya diselenggarakan pada tanggal 3 Juli 1971. Pemilu diikuti oleh

9 Partai politik dan 1 organisasi masyarakat. Tiga besar partai pemenang dalam

Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama dan Parmusi.

Hal yang sangat signifikan yang berbeda dengan Pemilu 1955 adalah bahwa

para pejebat negara pada Pemilu 1971 diharuskan bersikap netral. Sedangkan

pada Pemilu 1955 pejabat negara, termasuk perdana menteri yang berasal dari

partai bisa ikut menjadi calon partai secara formal. Tetapi pada prakteknya

pada Pemilu 1971 para pejabat pemerintah berpihak kepada salah satu peserta

Pemilu, yaitu Golkar. Jadi sesungguhnya pemerintah pun merekayasa

ketentuan-ketentuan yang menguntungkan Golkar seperti menetapkan

seluruh pegawai negeri sipil harus menyalurkan aspirasinya kepada salah satu

peserta Pemilu itu.

Dalam hubungannya dengan pembagian kursi, cara pembagian yang

digunakan dalam Pemilu 1971 berbeda dengan Pemilu 1955. Dalam Pemilu 1971,

Page 12: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 12

yang menggunakan UU No. 15 Tahun 1969 sebagai dasar, semua kursi terbagi

habis di setiap daerah pemilihan. Cara ini ternyata mampu menjadi

mekanisme tidak langsung untuk mengurangi jumlah partai yang meraih kursi

dibandingkan penggunaan sistem kombinasi. Tetapi, kelemahannya sistem

demiki-an lebih banyak menyebabkan suara partai terbuang percuma.

Jelasnya, pembagian kursi pada Pemilu 1971 dilakukan dalam tiga tahap, ini

dalam hal ada partai yang melakukan stembus accoord. Tetapi di daerah

pemilihan yang tidak terdapat partai yang melakukan stembus acccord,

pembagian kursi hanya dilakukan dalam dua tahap.

Tahap pembagian kursi pada Pemilu 1971 adalah sebagai berikut. Pertama,

suara partai dibagi dengan kiesquotient di daerah pemi-lihan. Tahap kedua,

apabila ada partai yang melakukan stembus accoord, maka jumlah sisa suara

partai-partai yang menggabungkan sisa suara itu dibagi dengan kiesquotient.

Pada tahap berikutnya apabila masih ada kursi yang tersisa masing-masing

satu kursi diserahkan kepada partai yang meraih sisa suara terbesar, termasuk

gabungan sisa suara partai yang melakukan stembus accoord dari perolehan

kursi pembagian tahap kedua. Apabila tidak ada partai yang melakukan

stembus accoord, maka setelah pembagian pertama, sisa kursi dibagikan

langsung kepada partai yang memiliki sisa suara terbesar.

Namun demikian, cara pembagian kursi dalam Pemilu 1971 menyebabkan

tidak selarasnya hasil perolehan suara secara nasional dengan perolehan

keseluruhan kursi oleh suatu partai. Contoh paling gamblang adalah bias

perolehan kursi antara PNI dan Parmusi. PNI yang secara nasional suaranya

lebih besar dari Parmusi, akhirnya memperoleh kursi lebih sedikit

dibandingkan Parmusi. Sekedar untuk perbandingan, seandainya pembagian

kursi peroleh-an suara partai-partai pada Pemilu 1971 dilakukan dengan sistem

kombinasi sebagaimana digunakan dalam Pemilu 1955, dengan

mengabaikan stembus accoord 4 partai Islam yang mengikuti Pemilu 1971,

hasilnya akan terlihat seperti pada tabel di bawah ini.

Page 13: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 13

Dengan cara pembagian kursi seperti Pemilu 1955 itu, hanya Murba yang tidak

mendapat kursi, karena pada pembagian kursi atas dasar sisa terbesar pun

perolehan suara partai tersebut tidak mencukupi. Karena peringkat terbawah

sisa suara terbesar adalah 65.666. PNI memperoleh kursi lebih banyak dari

Parmusi, karena suaranya secara nasional di atas Parmusi.

Pemilu 1977-1997

Setelah 1971, pelaksanaan Pemilu yang periodik dan teratur mulai terlaksana.

Pemilu ketiga diselenggarakan 6 tahun lebih setelah Pemilu 1971, yakni tahun

1977, setelah itu selalu terjadwal sekali dalam 5 tahun. Dari segi jadwal sejak

itulah pemilu teratur dilaksanakan.

Satu hal yang nyata perbedaannya dengan Pemilu-pemilu sebelumnya adalah

bahwa sejak Pemilu 1977 pesertanya jauh lebih sedikit, dua parpol dan satu

Golkar. Ini terjadi setelah sebelumnya pemerintah bersama-sama dengan DPR

berusaha menyederhanakan jumlah partai dengan membuat UU No. 3 Tahun

1975 tentang Partai Politik dan Golkar. Kedua partai itu adalah Partai

Persatuan Pembangunan atau PPP dan Partai Demokrasi Indonesia atau PDI)

dan satu Golongan Karya atau Golkar. Jadi dalam 5 kali Pemilu, yaitu Pemilu

1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 pesertanya hanya tiga tadi.

Hasilnya pun sama, Golkar selalu menjadi pemenang, sedangkan PPP dan PDI

menjadi pelengkap atau sekedar ornamen. Golkar bahkan sudah menjadi

pemenang sejak Pemilu 1971. Keadaan ini secara lang-sung dan tidak langsung

membuat kekuasaan eksekutif dan legislatif berada di bawah kontrol Golkar.

Pendukung utama Golkar adalah birokrasi sipil dan militer. Berikut ini

dipaparkan hasil dari 5 kali Pemilu tersebut secara berturut-turut.

Hasil Pemilu 1977

Pemungutan suara Pemilu 1977 dilakukan 2 Mei 1977. Cara pembagian kursi

masih dilakukan seperti dalam Pemilu 1971, yakni mengikuti sistem

proporsional di daerah pemilihan. Dari 70.378.750 pemilih, suara yang sah

mencapai 63.998.344 suara atau 90,93 persen. Dari suara yang sah itu Golkar

Page 14: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 14

meraih 39.750.096 suara atau 62,11 persen. Namun perolehan kursinya

menurun menjadi 232 kursi atau kehilangan 4 kursi dibandingkan Pemilu 1971.

Pada Pemilu 1977 suara PPP naik di berbagai daerah, bahkan di DKI Jakarta

dan DI Aceh mengalahkan Golkar. Secara nasional PPP berhasil meraih

18.743.491 suara, 99 kursi atau naik 2,17 persen, atau bertambah 5 kursi

dibanding gabungan kursi 4 partai Islam dalam Pemilu 1971. Kenaikan suara

PPP terjadi di banyak basis-basis eks Masjumi. Ini seiring dengan tampilnya

tokoh utama Masjumi mendukung PPP. Tetapi kenaikan suara PPP di basis-

basis Masjumi diikuti pula oleh penurunan suara dan kursi di basis-basis NU,

sehingga kenaikan suara secara nasional tidak begitu besar.

PPP berhasil menaikkan 17 kursi dari Sumatera, Jakarta, Jawa Barat dan

Kalimantan, tetapi kehilangan 12 kursi di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur

dan Sulawesi Selatan. Secara nasional tambahan kursi hanya 5.

PDI juga merosot perolehan kursinya dibanding gabungan kursi partai-partai

yang berfusi sebelumnya, yakni hanya memperoleh 29 kursi atau berkurang 1

kursi di banding gabungan suara PNI, Parkindo dan Partai Katolik.

Hasil Pemilu 1982

Pemungutan suara Pemilu 1982 dilangsungkan secara serentak pada tanggal 4

Mei 1982. Pada Pemilu ini perolehan suara dan kursi secara nasional Golkar

meningkat, tetapi gagal merebut kemenangan di Aceh. Hanya Jakarta dan

Kalimantan Selatan yang berhasil diambil Golkar dari PPP. Secara nasional

Golkar berhasil merebut tambahan 10 kursi dan itu berarti kehilangan masing-

masing 5 kursi bagi PPP dan PDI Golkar meraih 48.334.724 suara atau 242

kursi. Adapun cara pembagian kursi pada Pemilu ini tetap mengacu pada

ketentuan Pemilu 1971.

Hasil Pemilu 1987

Pemungutan suara Pemilu 1987 diselenggarakan tanggal 23 April 1987 secara

serentak di seluruh tanah air. Dari 93.737.633 pemilih, suara yang sah

Page 15: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 15

mencapai 85.869.816 atau 91,32 persen. Cara pembagian kursi juga tidak

berubah, yaitu tetap mengacu pada Pemilu sebelumnya.

Hasil Pemilu kali ini ditandai dengan kemerosotan terbesar PPP, yakni

hilangnya 33 kursi dibandingkan Pemilu 1982, sehingga hanya mendapat 61

kursi. Penyebab merosotnya PPP antara lain karena tidak boleh lagi partai itu

memakai asas Islam dan diubahnya lambang dari Ka'bah kepada Bintang dan

terjadinya penggembosan oleh tokoh- tokoh unsur NU, terutama Jawa Timur

dan Jawa Tengah.

Sementara itu Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299

kursi. PDI, yang tahun 1986 dapat dikatakan mulai dekat dengan kekuasaan,

sebagaimana diindikasikan dengan pembentukan DPP PDI hasil Kongres 1986

oleh Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam, berhasil menambah perolehan

kursi secara signifikan dari 30 kursi pada Pemilu 1982 menjadi 40 kursi pada

Pemilu 1987 ini.

Hasil Pemilu 1992

Cara pembagian kursi untuk Pemilu 1992 juga masih sama dengan Pemilu

sebelumnya. Hasil Pemilu yang pemungutan suaranya dilaksanakan tanggal 9

Juni 1992 ini pada waktu itu agak mengagetkan banyak orang. Sebab,

perolehan suara Golkar kali ini merosot dibandingkan Pemilu 1987. Kalau pada

Pemilu 1987 perolehan suaranya mencapai 73,16 persen, pada Pemilu 1992

turun menjadi 68,10 persen, atau merosot 5,06 persen. Penurunan yang

tampak nyata bisa dilihat pada perolehan kursi, yakni menurun dari 299

menjadi 282, atau kehilangan 17 kursi dibanding pemilu sebelumnya.

PPP juga mengalami hal yang sama, meski masih bisa menaikkan 1 kursi dari

61 pada Pemilu 1987 menjadi 62 kursi pada Pemilu 1992 ini. Tetapi di luar Jawa

suara dan kursi partai berlambang ka’bah itu merosot. Pada Pemilu 1992 partai

ini kehilangan banyak kursi di luar Jawa, meski ada penambahan kursi dari

Jawa Timur dan Jawa Tengah. Malah partai itu tidak memiliki wakil sama

sekali di 9 provinsi, termasuk 3 provinsi di Sumatera. PPP memang berhasil

Page 16: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 16

menaikkan perolehan 7 kursi di Jawa, tetapi karena kehilangan 6 kursi di

Sumatera, akibatnya partai itu hanya mampu menaikkan 1 kursi secara

nasional. Yang berhasil menaikkan perolehan suara dan kursi di berbagai

daerah adalah PDI. Pada Pemilu 1992 ini PDI berhasil meningkatkan perolehan

kursinya 16 kursi dibandingkan Pemilu 1987, sehingga menjadi 56 kursi. Ini

artinya dalam dua pemilu, yaitu 1987 dan 1992, PDI berhasil menambah 32

kursinya di DPRRI.

Hasil Pemilu 1997

Sampai Pemilu 1997 ini cara pembagian kursi yang digunakan tidak berubah,

masih menggunakan cara yang sama dengan Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, dan

1992. Pemungutan suara diselenggarakan tanggal 29 Mei 1997. Hasilnya

menunjukkan bahwa setelah pada Pemilu 1992 mengalami kemerosotan, kali

ini Golkar kembali merebut suara pendukungnnya. Perolehan suaranya

mencapai 74,51 persen, atau naik 6,41. Sedangkan perolehan kursinya

meningkat menjadi 325 kursi, atau bertambah 43 kursi dari hasil pemilu

sebelumnya. PPP juga menikmati hal yang sama, yaitu meningkat 5,43 persen.

Begitu pula untuk perolehan kursi. Pada Pemilu 1997 ini PPP meraih 89 kursi

atau meningkat 27 kursi dibandingkan Pemilu 1992. Dukungan terhadap partai

itu di Jawa sangat besar.

Sedangkan PDI, yang mengalami konflik internal dan terpecah antara PDI

Soerjadi dengan Megawati Soekarnoputri setahun menjelang pemilu,

perolehan suaranya merosot 11,84 persen, dan hanya mendapat 11 kursi, yang

berarti kehilangan 45 kursi di DPR dibandingkan Pemilu 1992.

Pemilu kali ini diwarnai banyak protes. Protes terhadap kecurangan terjadi di

banyak daerah. Bahkan di Kabupaten Sampang, Madura, puluhan kotak suara

dibakar massa karena kecurangan penghitungan suara dianggap keterlaluan.

Ketika di beberapa tempat di daerah itu pemilu diulang pun, tetapi pemilih,

khususnya pendukung PPP, tidak mengambil bagian.

Page 17: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 17

Pemilu 1999

Pemilu di Indonesia ini dilangsungkan pada tahun pada tanggal 7 Juni 1999 di

bawah pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik.

Pemilu ini juga menandai berakihrnya rezim orde baru.Tiga besar Pemilu 1999

adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan

Pembangunan.

Walaupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menjadi partai pemenang,

namun ketua umum partainya, Megawati Soekarnoputri, gagal menjadi

presiden.Di zaman ini presiden masih dipilih oleh Majelis Permusyawaratan

Rakyat.Musyawarah di MPR memutuskan mengangkat Abdurrahman Wahid

dari Partai Kebangkitan Bangsa sebagai presiden dengan Megawati sebagai

wakil presiden.

Pemilu 2004

Pemilu 2004 berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Selain memilih

anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, rakyat juga dapat

memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). DPD adalah lembaga

perwakilan baru yang ditujukan untuk mewakili kepentingan daerah. Pemilu

tahun ini memilih presiden secara langsung.

Pemilu 2009

Pemilu tahun 2009 berlangsung pada 8 Juli 2009. Capres Susilo Bambang

Yudhoyono yang diusung oleh Partai Demokrat bersama cawapresnya

Boediono, berhasil menjadi pemenang dalam satu putaran langsung. Mereka

memperoleh suara 60,80%. Mereka mengalahkan pasangan capres-cawapres

Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Muhammad Jusuf Kalla-

Wiranto.

Page 18: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 18

BAB III

PENYELENGGARAAN PEMILU

Sejak tahun 2004, penyelenggaraan Pemilu terdiri atas 3 (tiga) macam pemilu, yaitu

pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, serta Kepala Daerah

dan Wakil Kepala Daerah. Sedangkan, sebelum tahun 2004, Presiden dan wail presiden

serta kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh DPR dan DPRD.

A. Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.

Berdasarkan ketentuan umum pasal 1 UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu

Anggota DPR, DPD, dan DPRD, yang dimaksud dengan Pemilu Anggota DPR, DPD

dan DPRD adalah pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRD provinsi dan

DPRD kabupaten/kota dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan

Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

1. Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD

Kabupaten/ Kota adalah parpol peserta pemilu yang telah memenuhi persyaratan :

a. berstatus badan hukum; sesuai dengan Undang-Undang tentang Partai Politik

b. memiliki kepengurusan di 2/3 (dua pertiga) jumlah provinsi;

c. memiliki kepengurusan di 2/3 (dua pertiga) jumlah kabupaten/kota di provinsi

yang bersangkutan;

d. menyertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan

perempuan pada kepengurusan parpol tingkat pusat;

e. memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang atau 1/1.000 (satu

perseribu) dari jumlah penduduk pada setiap kepengurusan parpol yang

dibuktikan dengan kepemilikan kartu tanda anggota;

f. mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan;

g. mengajukan nama dan tanda gambar parpol kepada KPU sesuai dengan

ketentuan Perundang-undangan (UU No.10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan

Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah);

Page 19: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 19

2. Peserta pemilu untuk memilih anggota DPD adalah Perseorangan yang telah me-

menuhi Persyaratan dan mendapat dukungan minimal dari pemilih dari daerah

pemilihan yang bersangkutan;

a. Dukungan

Jumlah Penduduk Dukungan (paling sedikit)

Sampai dengan 1.000.000 1.000 pemilih

Lebih dari 1.000.000 - 5.000.000 2.000 pemilih

Lebih dari 5.000.000 - 10.000.000 3.000 pemilih

Lebih dari 10.000.000 - 15.000.000 4.000 pemilih

Lebih dari 15.000.000 5.000 pemilih

b. Dukungan dimaksud tersebar di paling sedikit 50% dari jumlah

kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan.

c. Persyaratan dimaksud dibuktikan dengan daftar dukungan yang dibubuhi

tanda tangan atau cap jempol dan dilengkapi fotokopi KTP setiap pendukung.

3. Tahapan penyelenggaraan Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD;

a. Pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih;

b. Pendaftaran peserta pemilu;

c. Penetapan peserta pemilu;

d. Penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan;

e. Pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota;

f. Masa kampanye;

g. Masa tenang;

h. Pemungutan dan penghitungan suara;

i. Penetapan hasil Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Provinsi serta DPRD

Kabupaten/Kota;

j. Pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, dan DPRD Provinsi sert DPRD

Kabupaten/Kota terpilih.

Page 20: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 20

B. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden

Sejak Pemilu Tahun 2004, presiden atau wakil presiden dipilih secara langsung oleh

rakyat, sebelum Pemilu Tahun 2004 presiden atau wakil presiden dipilih oleh anggota

DPR/MPR. Pemilu presiden dan wakil presiden adalah pemilu untuk memilih

pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh parpol atau

gabungan parpol secara berpasangan :

1. Peserta pemilu presiden dan wakil presiden adalah pasangan calon yang

diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang telah memenuhi

persyaratan yang memperoleh jumlah kursi paling sedikit 20% (dua puluh

persen) dari jumlah kursi di DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen)

dari suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan (UU No.42 Tahun 2008 tentang

Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden).

2. Penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setelah

pelaksa-naan pemilihan umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

3. Tahapan penyelenggaraan pemilu presiden dan wakil presiden:

a. Penyusunan daftar pemilih;

b. Pendaftaran bakal pasangan calon;

c. Penetapan pasangan calon;

d. Masa kampanye;

e. Masa tenang;

f. Pemungutan dan penghitungan suara;

g. Penetapan hasil pemilu presiden dan wakil presiden;

h. Pengucapan sumpah/janji presiden dan wakil presiden terpilih.

C. Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2004 secara langsung telah

mengilhami dilaksanakannya pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

(Pilkada) secara langsung pula.Hal ini didukung pula dengan semangat otonomi

Page 21: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 21

daerah yang telah digulirkan pada tahun 1999.Oleh karena itulah, sejak tahun 2005,

telah diselenggarakan Pilkada secara langsung, baik di tingkat provinsi maupun

kabupaten/kota. Penyelenggaraan ini diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa “Kepala daerah dan wakil

kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara

demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil”.

Pasangan calon yang akan berkompetisi dalam Pilkada adalah pasangan calon yang

diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik.

Pilkada masuk dalam rezim Pemilu setelah disahkannya UU Nomor 22 Tahun 2007

tentang Penyelenggara Pemilihan Umum sehingga sampai saat ini Pemilu Kepala

Daerah dan Wakil Kepala Daerah lebih dikenal dengan istilah Pemilukada. Pada

tahun 2008, tepatnya setelah diberlakukannya UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang

Perubahan Kedua Atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

Pasangan Calon yang dapat turut serta dalam Pemilukada tidak hanya pasangan

calon yang diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik, tetapi juga dari

perseorangan.

1. Asas Pemilukada

Pemilukada dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur

dan adil.

2. Dasar Hukum

a. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah

ter-akhir dengan UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

b. UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu.

c. PP Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan

Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana diubah

terakhir dengan PP Nomor 49 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga Atas PP

Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan

Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Page 22: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 22

3. Badan Penyelenggara

Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur diselenggarakan oleh KPU Provinsi,

sedangkan Pemilu Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota

oleh KPU Kabupaten/ Kota.

4. Peserta

Peserta Pemilukada adalah Pasangan Calon dari:

a. Partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh kursi paling

rendah 15% (lima belas perseratus) dari jumlah kursi DPRD di daerah

bersangkutan atau memperoleh suara sah paling rendah 15% (lima belas

perseratus) dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilu Anggota DPRD

di daerah bersangkutan.

b. Perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang yang telah memenuhi

persyaratan secara berpasangan sebagai satu kesatuan, dengan syarat

dukungan sejumlah:

Jumlah Dukungan

sekurang-

kurangnya:

Jumlah Penduduk

Provinsi Kabupaten/Kota

6,5 % sampai dengan 2

juta jiwa

sampai dengan 250 ribu

jiwa

5 % lebih dari 2 juta - 6

juta jiwa

lebih dari 250 ribu - 500

ribu jiwa

4 % lebih dari 6 juta - 12

juta jiwa

lebih dari 500 ribu - 1 juta

jiwa

3 % lebih dari 12 juta jiwa lebih dari 1 juta jiwa

Page 23: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 23

BAB IV

PEREMPUAN DAN PEMILU

A. Arti Penting Perempuan dalam Pemilu

Hak dipilih dan hak memilih adalah hak setiap warga negara tanpa memandang latar

belakang sosial, latar belakang ekonomi, bahkan latar belakang jenis kelamin dalam

pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang

langsung, umum bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Di Kabupaten Tasikmalaya dari DPT yang baerjumlah

1.349.870 jiwa hampir 50 % nya adalah pemilih perempuan dengan totalnya mencapai

670.420 jiwa pemilih. Hal ini menunjukan betapa suara perempuan sangat penting

dalam mengatur negeri ini melalui pemilu. Bahkan dalam politik, perempuan

mendapatkan afirmasi melalui UU Partai Politik dimana Parpol diminta untuk

mencalonkan perempuan minimal 30% dari seluruh calon yang diusung oleh masing-

masing partai politik. Namun demikian dalam pemilu-pemilu sebelumnya kebijakan

afirmative action bagi perempuan dalam politik, keterwakilan perempuan dalam

lembaga legislatif masih belum terwujud.

Hak untuk dipilih dan memilih berdasarkan persamaan hak merupakan perintah UU

yang harus dipatuhi. Artinya peraturan perundang-undangan yang terkait dengan

Pemilu wajib hak yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk menikmati hak

sipil dan politik. Hambatan bagi partisipasi perempuan dalam kehidupan politik

tidak boleh ditolerir, karena dapat menghambat pertumbuhan kesejahteraan

keluarga dan masyarakat dan mempersulit perkembangan potensi perempuan dalam

kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Sementara itu kaum perempuan perlu mengkonsolidasikan potensinya, menggalang

dukungan untuk meraih simpati dan secara sistematis menempa diri agar memiliki

kapasitas, kapabilitas serta akseptabilitas untuk memainkan peranan lebih besar

dalam kancah politik demi kesejahteraan seluruh rakyat. Urusan politik dalam

Negara demokratis adalah urusan laki-laki dalam Negara demokratis adalah urusan

Page 24: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 24

laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan tanggung

jawab yang sama untuk membangun bangsanya.

Sejarah perjuangan kaum wanita Indonesia telah mencatat nama-nama wanita yang

turut andil dalam aktivitas politik. Perjuangan fisik melawan mengabadikan nama-

nama seperti Cut Nyak Dien, Martha Tiahahu, Yolanda Maramis dsb. Dalam

pergerakan nasional muncul nama Rasuna Said dan Trimurti. Sedangkan RA Kartini

dan Dewi Sartika, telah terpahat nama-nama mereka sebagai orang yang

memperjuangkan hak hak wanita untuk memperoleh pendidikan yang setara dengan

pria. Era Orde Baru telah melempangkan jalan bagi para wanita untuk aktif berkiprah

dalam segala aspek kehidupan termasuk politk. Berbagai bentuk perjuangan politik

telah digeluti para wanita, seperti di parlemen, kabinet, partai politik, LSM dan

sebagainya.

Salah satu upaya untuk peningkatan keterwakilan perempuan adalah adanya

peraturan perundang-undangan yang dapat memberikan jaminan terhadap proses

politik yang memastikan peningkatan keterwakilan perempuan pada tingkat yang

diharapkan. Undang-Undang Partai Politik dan Pemilu adalah salah satu indikator

yang sangat penting untuk menjamin peningkatan keterwakilan perempuan yang

duduk di DPR. Undang-Undang (UU) Partai Politik dan Pemilu menjadi ukuran

untuk melihat bagaimana respon negara terhadap indikator kesetaraan gender.

Undang-Undang Pemilu dapat memberikan jaminan bagi perempuan untuk dapat

mengikuti proses pencalonan sampai terpilihnya dalam pemilu.

Di Indonesia, sejak diberlakukannya pasal 65 Undang-Undang Pemilu No.12 Tahun

2003 tentang kuota perempuan 30% pada pemilu 2004 secara terus-menerus

dibutuhkan penguatan terhadap UU tersebut dan evaluasi di setiap Pemilihan Umum

(pemilu). UU Pemilu ini telah diubah menjadi UU No.8 Tahun 2008, dengan

mencantumkan nomor urut 1 sampai 3 harus ada calon perempuan. Sementara UU

No.31 Tahun 2002 tentang Partai Politik belum mencantumkan masalah kuota secara

tegas telah diperbaiki dengan UU No.2 Tahun 2008.

Page 25: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 25

B. Keterwakilan Perempuan dalam Politik

Keterlibatan perempuan untuk berpartisipasi dalam pemerintahan dan lembaga

penentu kebijakan berkesesuaian dengan sejumlah peraturan perundang-undangan.

Artinya, upaya untuk mendorong peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen

hingga mencapai angka kritis 30% telah diterima sebagai norma hukum yang menjadi

dasar pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Perjuangan keterwakilan perempuan dalam politik memiliki dua makna. Pertama,

untuk mewujudkan pemenuhan Hak Politik Perempuan dalam tatanan kehidupan

Demokrasi-yaitu Hak memilih dan dipilih serta hak untuk ikut serta dalam

perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan publik . Kedua ditujukan unuk

mewujudkan keadilan gender secara substantif (Subatantive Equality), yaitu keadilan

bagi laki-laki dan perempuan dalam pembangunan, yaitu keadilan dalam

menjangkau (akses), ikut serta (partisipasi) , dan pengambilan keputusan (kontrol)

dalam pembangunan serta keadilan dalam penguasaan dan penikmatan hasil-hasil

pembangunan. Dengan demikian maka keadilan yang diperjuangkan oleh gerakan

perempuan, merupakan keadilan dari sisi proses dan hasil. Bukan sekedar

memperjuangkan jumlah dan proses.

Perjuangan gerakkan perempuan mendorong terwujudnya keterwakilan perempuan

ini, sejalan dengan watak gerakan perempuan di berbagai negara di dunia yang

bersifat transformative, atau bertujuan membuat suatu keadaan menjadi lebih baik,

lebih adil dan lebih demokratis.

Dalam konteks politik Indonesia, perjuangan keterwakilan politik perempuan, masih

sangat relevan. Hak untuk memilih memang telah berhasil diperjuangkan oleh

Kongres Perempuan Indonesia formal maupun informal pada tahun 1939 - 1945,

hingga akhirnya sejak pemilu pertama di Indonesia (tahun 1955) perempuan

Indonesia sudah memiliki hak pilih. Namun hak pilih perempuan tersebut tidak serta

merta menghasilkan keterwakilan yang seimbang dalam lembaga perwakilan rakyat.

Jumlah perempuan di DPR/DPRD tetap saja rendah. Kurang dari 30% dari seluruh

jumlah anggota parlemen. Hal ini terjadi karena berbagai hambatan structural dan

Page 26: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 26

cultural yang dihadapi oleh perempuan. Hambatan structural, terutama disebabkan

oleh jumlah calon anggota perempuan dalam daftar calon

partai (saat ini Daftar Calon Tetap), sangat rendah. Sedangkan hambatan cultural

terutama disebabkan oleh kurangnya dukungan keluarga dan kurangnya kepercayaan

masyarakat pada kepemimpinan politik perempuan, terutama karena adanya

anggapan, bahwa dunia politik adalah dunia kaum laki-laki.

Anggota DPR Berdasarkan Jenis Kelamin, 1955-2009

Periode Jumlah Anggota

DPR

Perempuan Laki-laki

1950 – 1955* 245 Orang 9 Orang 3,70% 236 Orang 96,30%

1955 – 1960 289 orang 17 orang 5,90% 272 orang 94,10%

1956 – 1959 ** 513 orang 25 orang 4,90% 488 orang 95,10%

1971 – 1977 496 orang 36 orang 7,30% 460 orang 92,70%

1977 – 1982 489 orang 29 orang 5,90% 460 orang 94,10%

1982 – 1987 499 orang 39 orang 7,80% 460 orang 92,20%

1987 – 1992 565 orang 65 orang 11,50% 500 orang 88,50%

1992 – 1997 562 orang 62 orang 11,00% 500 orang 89,00%

1997 – 1992 554 orang 54 orang 9,70% 500 orang 90,30%

1999 – 2004 546 orang 46 orang 8,40% 500 orang 91,60%

2004 – 2009 550 orang 63 orang 11,50% 487 orang 88,50%

2009 – 2014 560 orang 101 orang 18,04% 459 orang 81,96%

Page 27: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 27

BAB V

MENJADI PEMILIH CERDAS

Hasil pemilu yang berkualitas tidak hanya ditunjang oleh penyelenggara pemilu yang

baik dan berkualitas, namun juga ditunjang oleh pemilih yang cerdas pula. Bagaimana

pemilih perempuan menjadi pemilih yang cerdas? Ada beberapa tips untuk pemilih

perempuan, yaitu:

1. Memastikan diri sudah terdaftar

Sikap pro aktif dibutuhkan sebagai salah satu bentuk partisipasi dalam pemilu.

Diantaranya adalah memastikan dirinya masuk dalam daftara pemilih tetap (DPT).

Nama dapat dilihat di kelurahan/Desa atau dapat dilihat melalui situs Komisi

Pemilihan Umum (KPU) di http://www.kpu.go.id

2. Kenali Calon

Sebelum memilih pastikan rekam jejak calon yang akan dipilih agar tidak menyesal di

kemudian hari. Banyak cara untuk mengetahuinya, diantaranya memanfaatkan

informasi dan media seperti TV, Radio, koran, internet, atau cek profil calon anggota

legislatif di situs KPU.

Menentukan pilihan tanpa mengetahui dan mengenal sang calon merupakan

tindakan beresiko, karena mereka akan membawa aspirasi lima tahun kedepan,

sehingga dengan amengenal calon maka akan memperkecil penyalahgunaan

kepercayaan yang sudah diberikan oleh para pemilih.

3. Ketahui Program, Visi dan Misi dari calon dan partai politik

Sebelum menentukan pilihan di dalam pemilihan umum jangan lupa juga mengenal

dan mengetahui riwayat hidup calon dan partai politiknya. Riwayat hidup calon dapat

berhuibungan dengan latar belakang pendidikan, pekerjaan, aktivitas dalam

bermasyarakat, kemungkinan terkena tindak kriminal atau pidana, pelanggaran HAM

dan lain-lain.

Riwayat partai politik dapat berhubungan dengan sejarah pendirian partai, para

pengurus, rekam jejaknya di pemilu dan pemerintahan sebelumnya apabila itu bukan

partai politik baru. Dengan melihat tiga hal itu maka dapat dinilai realistis tidaknya

Page 28: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 28

program partai dan sejauh mana mengakomodir aspirasi masyarakat sehingga

menjadi lebih kritis dan yakin pada calon yang akan dipilih.

4. Diskusikan pilihanmu dengan pelbagai unsur masyarakat

Setelah memperoleh invormasi yang cukup mengenai visi, Misi, dan program partai

politik serta data dan riwayat hidup calon, maka untuk mengenal lebih dalam

informasi yang telah diperoleh dapat didiskusikan dengan pelbagai unsur di

masyarakat. Data dan informasi itu akan makin diperkaya sehingga menjadi dasar

yang kuat dalam menentukan pilihan.

Dalam menentukan calon yang akan dipilih tetap dibutuhkan sikap yang rasional

seperti apakah program yang akan diusung sesuai kebutuhan masyarakat atau tidak,

dan apakah sosok yang akan dipilih merupakan orang yang tepat dan dapat dipercaya

dalam menjalankan program tersebut.

Selain langkah-langkah diatas, untuk dapat mengahasilkan pemilu yang berkualitas

diperlukanya peningkatan kualitas dan kuantitas partisipasi pemilih khususnya pemilih

perempuan, untuk itu banyak hal teknis yang mesti diketahui masyarakat khususnya

pemilih perempuan sebagai pengetahuan dasar mengenai pemilu 2014, antara lain :

1) Mengetahui Tahapan Pemilu, yaitu

a. perencanaan program dan anggaran, serta penyusunan peraturan

pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu;

b. emutakhiran data Pemilih dan penyusunan daftar Pemilih;

c. pendaftaran dan verifikasi Peserta Pemilu;

d. penetapan Peserta Pemilu;

e. penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan;

f. pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD

kabupaten/kota;

g. masa Kampanye Pemilu;

h. Masa Tenang;

i. pemungutan dan penghitungan suara;

Page 29: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 29

j. penetapan hasil Pemilu; dan

k. pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD

kabupaten/kota

2) Memastikan seseorang yang memenuhi syarat pemilih terdaftar sebagai pemilih yaitu

Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur

17 (tujuh belas) tahun atau lebih

atau sudah/pernah kawin Pemilih yang berhak memberikan suara di TPS, adalah:

a. Pemilih yang terdaftar dalam DPT (daftar pemilih tetap)

b. Pemilih yang terdaftar dalam DPTb (daftar pemilih tambahan)

c. Pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT dan DPTb yang meliputi:

Pemilih khusus yang terdaftar dalam DPK (daftar pemilih khusus)

Pemilih khusus tambahan yang terdaftar dalam DPKTb (daftar pemilih

khusus tambahan)

3) Mengetahui bahwa Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD,

DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

4) Mengetahui bahwa Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD

kabupaten/kota dilaksanakan dengan system proporsional terbuka

5) Mengetahui bahwa Pemilu untuk memilih anggota DPD dilaksanakan dengan sistem

distrik berwakil banyak

6) Mengetahui bahwa peserta pemilu untuk anggota DPD adalah perseorangan, yang

untuk provinsi Jawa Barat telah ditetapkan sejumlah 36 orang, yaitu :

1. H. ACENG HOLIK MUNAWAR FIKRI, S.Ag.

2. ASEP SYARIPUDIN

3. Drs. ASRIL DAS

4. Ir. H. AYI HAMBALI

5. DENI JASMARA

6. DENI SAEFUL HAYAT

7. DJUMONO

Page 30: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 30

8. ELANG RAJA LUQMAN ZULKAEDIN, S.H.

9. Dr. H. EMAN SURYAMAN, M.M.

10. Dra. Ir. Hj. ENI SUMARNI, M.Kes.

11. Hj. EUIS ATIKAH, S.Sos.

12. Dr. H. GUNAWAN UNDANG, M.Si.

13. H. HASAN ZAINAL ABIDIN EZ, S.E., M.M.

14. HUSNI F. MUBAROK, S.Ag., M.Si.

15. JULIANDA BARUS, M.M., M.B.A.

16. Drs. H. K. EDI PERMADI, M.Pd.

17. H. M. YOS FAISAL HUSNI, M.H., M.Hum.

18. K.H. MOH. ATHOILLAH MURSJID, S.E., M.Si.

19. MUHAMMAD HAFIDZ

20. NACE PERMANA, S.E.

21. NAZAR HARIS

22. Drs. H. NU'MAN ABDUL HAKIM

23. ODIK SODIKIN

24. ONI SUWARMAN, A.Md.

25. Dra. Hj. R. ELLA M.GIRIKOMALA, M.Pd.

26. RATU RAJA ARIMBI NURTINA, S.T.

27. H. RUDI HARSA TANAYA

28. Drs. H. RUKMAN HERYANA, M.M.

29. Dr. H. SUHAELI, M.Si.

30. SUHARNA SURAPRANATA

31. H. SYARIF BASTAMAN, S.H.

32. SYIFA HANANTA

33. TRI WURYANTORO, S.E.

34. H. TUBAGUS DASEP, M.Sc.

35. UNANG MARGANA, S.H

36. Drs. H. UU RUKMANA

Page 31: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 31

7) Mengetahui bahwa peserta pemilu 2014 dari partai politik ada 15 partai, 12 parpol

berskala nasional dan 3 parpol merupakan parpol local Aceh, yaitu :

1. NasDem – Partai Nasional Demokrat

2. PKB – Partai Kebangkitan nasional

3. PKS – Partai Keadilan Sejahtera

4. PDI-P – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

5. Golkar – Partai Golongan Karya

6. Gerindra – Partai Gerakan Indonesia Raya

7. PD – Partai Demokrat

8. PAN – Partai Amanat Nasional

9. PPP – Partai Persatuan Pembangunan

10. Hanura – Partai Hati Nurani Rakyat

11. PDA – Partai Damai Aceh (partai politik baru, hanya bersaing di Aceh)

12. PNA – Partai Nasional Aceh (partai politik baru, hanya bersaing di Aceh)

13. PA – Partai Aceh (hanya bersaing di Aceh)

14. PBB – Partai Bulan Bintang

15. PKPI – Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia

8) Mengetahui daerah pemilihan dan alokasi kursi masing masing daerah pemilihan,

dimana Jumlah kursi anggota DPR ditetapkan sebanyak 560 (lima ratus enam puluh)

dan Jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR paling sedikit 3 (tiga) kursi

dan paling banyak 10 (sepuluh) kursi.

Jumlah kursi DPRD provinsi ditetapkan paling sedikit 35 (tiga puluh lima) dan paling

banyak 100 (seratus) dan Jumlah kursi DPRD kabupaten/kota ditetapkan paling

sedikit 20 (dua puluh) dan paling banyak 50 (lima puluh). Jumlah kursi setiap daerah

pemilihan anggota DPRD Provinsi dan kabupaten/kota paling sedikit 3 (tiga) kursi

dan paling banyak 12 (dua belas) kursi.

Adapun daerah pemilihan Kabupaten Tasikmalaya untuk DPR masuk dalam dapil

JAWA BARAT 10 (meliputi Kab Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Garut)

dengan alokasi 10 kursi. Daerah pemilihan untuk anggota DPD adalah provinsi.

Page 32: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 32

jumlah kursi anggota DPD untuk setiap provinsi ditetapkan 4 (empat) kursi.Daerah

pemilihan Kab Tasikmalaya untuk DPRD provinsi masuk dalam dapil JAWA BARAT

12 (meliputi Kab Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Garut) dengan

alokasi 11 kursi.

Daerah pemilihan untuk DPRD Kabupaten Tasikmalaya dibagi menjadi 7 (tujuh)

dapil, yaitu:

1. Tasikmalaya 1 dengan alokasi 8 Kursi, yang terdiri dari kecamatan Singaparna,

Mangunreja, Sukarame, Cigalontang, Tanjungjaya dan Sariwangi

2. Tasikmalaya 2, dengan alokasi 8 Kursi, yang terdiri dari kecamatan, Leuwisari,

Padakembang, Sukaratu, Cisayong, Sukahening dan Rajapolah

3. Tasikmalaya 3, dengan alokasi 7 Kursi, yang terdiri dari kecamatan Jamanis,

Ciawi, Kadipaten, Pagerageung dan Sukaresik

4. Tasikmalaya 4, dengan alokasi 7 Kursi, yang terdiri dari kecamatan Salopa,

Jatiwaras, Cineam, Karangjaya, Manonjaya dan Gunungtanjung

5. Tasikmalaya 5, dengan alokasi 7 Kursi, yang terdiri dari kecamatan

Cikalong,Karangnunggal, Pancatengah dan Cikatomas

6. Tasikmalaya 6, dengan alokasi 7 Kursi, yang terdiri dari kecamatan Cipatujah,

Cibalong, Parungponteng, Bantarkalong, Bojongasih, Culamega dan Sukaraja

7. Tasikmalaya 7, dengan alokasi 6 Kursi, yang terdiri dari kecamatan

Bojonggambir, Taraju, Sodonghilir, Puspahiang dan Salawu

Daftar bakal calon memuat paling banyak 100% (seratus persen) dari jumlah kursi

pada setiap daerah pemilihan. Daftar bakal calon harus memuat paling sedikit 30%

(tiga puluh persen) keterwakilan perempuan dan Nama-nama calon dalam daftar

bakal calon disusun berdasarkan nomor urut yang di dalam daftar bakal calon

setiap 3 (tiga) orang bakal calon terdapat sekurang-kurangnya 1 (satu) orang

perempuan

9) Mengetahui hal hal yang berkaitan dengan kampanye, antara lain soal larangan

kampanye dan orang yang dilarang terlibat dalam kampanye

Page 33: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 33

Larangan dalam Kampanye.

Pelaksana, peserta, dan petugas Kampanye Pemilu dilarang:

a. mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik

Indonesia;

b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia;

c. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau Peserta Pemilu

yang lain;

d. menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat;

e. mengganggu ketertiban umum;

e. mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan

kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau Peserta

Pemilu yang lain;

f. merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye Peserta Pemilu;

g. menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan;

i. membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda

gambar dan/atau atribut Peserta Pemilu yang bersangkutan; dan

j. menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta

Kampanye Pemilu

Pelaksana kampanye dalam kegiatan Kampanye Pemilu dilarang mengikutsertakan:

a. Ketua, Wakil Ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan

hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim

konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Badan

Pemeriksa Keuangan;

b. Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia;

c. direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan badan usaha milik

negara/badan usaha milik daerah;

d. pegawai negeri sipil;

Page 34: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 34

e. anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;

f. kepala desa; dan

g. perangkat desa.

10) Mengetahui bahwa dalam pemilu 2014 memilih dengan cara MENCOBLOS, dan

11) Mengetahui kriteria surat suara sah, dan penetapan calon terpilih yaitu :

Suara untuk Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota

dinyatakan sah apabila:

a. surat suara ditandatangani oleh ketua KPPS; dan

b. tanda coblos pada nomor atau tanda gambar partai politik dan/atau nama calon

anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota berada pada kolom

yang disediakan; atau

c. tanda coblos pada tanda gambar partai politik berada pada kolom yang

disediakan.

Suara untuk Pemilu anggota DPD dinyatakan sah apabila:

a. surat suara ditandatangani oleh ketua KPPS; dan

b. tanda coblos terdapat pada 1 (satu) calon perseorangan

Hasil Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota terdiri atas

perolehan suara partai politik serta perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD

provinsi, dan DPRD abupaten/kota.

Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-

kurangnya 3,5% (tiga koma lima persen) dari jumlah suara sah secara nasional untuk

diikutkandalam penentuan perolehan kursi anggota DPR. Penentuan perolehan jumlah

kursi anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota Partai Politik Peserta

Pemilu didasarkan atas hasil penghitungan seluruh suara sah dari setiap Partai Politik

Peserta Pemilu.

Dari hasil penghitungan seluruh suara sah ditetapkan angka BPP (Bilangan Pembagi

Pemilihan ) yaitu bilangan yang diperoleh dari pembagian jumlah suara sah dengan

jumlah kursi di suatu daerah pemilihan untuk menentukan jumlah perolehan kursi Partai

Page 35: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 35

Politik Peserta Pemilu dan terpilihnya anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD

kabupaten/kota.

BPP = SUARA SAH : KURSI

Penetapan calon terpilih anggota DPD didasarkan pada : nama calon yang memperoleh

suara terbanyak pertama, kedua, ketiga, dan keempat di provinsi yang bersangkutan.

Selain mengetahui hal – hal teknis, guna meningkatkan kualitas Pemilu dan kuantitas

partisipasi pemilih, pemilih pada umumnya harus memastikan beberapa hal :

1. Mengetahui Visi, Misi, dan Program dari setiap Peserta Pemilu

2. Mengenali Riwayat Hidup Calon dan Partai Politiknya

3. Setelah melakukan penilaian, memastikan bahwa Pemilih pada saat masuk ke TPS

sudah punya pilihan, dan

4. Memastikan setiap Pemilih dapat memberikan Suaranya Dengan Benar, Sah dan

sesuai pilihannya

Page 36: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 36

BAB VI

PERAN DAN STRATEGI KPU DALAM MENINGKATKAN

PARTISIPASI PEMILIH PEREMPUAN

A. Peran KPU

Peran KPU, khususnya KPU Kabupaten Tasikmalaya dalam meningkatkan partisipasi

masyarakat, tidak bisa dilepaskan dari fungsi dan kewenangan KPU sebagai salah satu

penyelenggara Pemilu di Indonesia.

Menurut UU No.15 tahun 2011 salah satunya adalah menyelenggarakan sosialisasi

penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU

Kabupaten/kota kepada masyarakat. Jika melihat substansi pasal tadi, tidak bisa

dipungkiri KPU Kabupaten/Kota berkewajiban mensosialisasikan pelaksanaan dan

tahapan Pemilu Legislatif tahun 2014. Oleh karenanya berbagai program kegiatan

KPU antara lain diprioritaskan untuk melakukan sosialisasi berbagai tahapan

tersebut, sesuai dengan sosio-kultural di daerahnya masing-masing.

Berbagai kegiatan KPU Kabupaten Tasikmalaya dalam melakukan upaya sosialisasi

ini dilakukan melalui dua mode utama, yakni pertama, melakukan implementasi

program yang sudah digariskan dari KPU RI seperti sosialisasi Pemilu Legislatif

dengan memprioritaskan 5 segmen utama masyarakat Indonesia seperti Kelompok

Pemilih Pemula, Kelompok Keagamaan, Kelompok Masyarakat Marginal, Kelompok

Disabilitas dan Kelompok Perempuan. Pelaksanaan teknis sosialisasi dilakukan secara

variatif dan kreatif sesuai dengan kondisi di daerah.

Selain itu juga KPU Kabupaten Tasikmalaya membentuk Relawan Demokrasi sesuai

Surat Edaran (SE) KPU Nomor : 609/kpu/IX/2013 tentang Penyampaian Petunjuk

Pelaksanaan Program Relawan Demokrasi Pemilu 2014. Menurut KPU RI relawan

demokrasi merupakan program gerakan sosial yang dimaksudkan untuk

meningkatkan partisipasi dan kualitas pemilih dalam menggunakan hak pilih dan

kualitas pemilih dalam menggunakan hak pilih. Program ini melibatkan peran serta

masyarakat, termasuk segmen pemilih pemula, keagamaan dan kelompok

Page 37: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 37

perempuan. Saat ini telah terpilih 30 orang relasi yang mewakili lima segmen yang

telah disebutkan di atas.

Kedua, program yang dilakukan oleh KPU Kabupaten Tasikmalaya berdasarkan

anggaranyang ada. Kegiatan tersebut seperti dikemas dalam bentuk ceramah,

penyuluhan, diskusi publik, diskusi kelompok terarah (FGD), pelatihan dan model

kegiatan lainnya.

Selama tahun 2013 KPU Kabupaten Tasikmalaya telah melakukan sosialisasi melalui

HNSI dan masyarakat adat Kampung Naga sebagai perwakilan masyarakat

terpinggirkan, Kelompok pemilih pemula dengan mengundang perwakilan

SMA/SMK se Kabupaten Tasikmalaya dalam bentuk ceramah dan diskusi publik,

melakukan sosialisasi di Kelompok Perempuan dengan diskusi mendatangkan

pembicara tokoh perempuan, diskusi publik tentang pentingnya partisipasi kelompok

keagamaan dengan mendatangkan nara sumber pimpinan pesantren dan

mengundang pimpinan-pimpinan pesantren se Kabupaten Tasikmalaya. Kegiatan

tersebut dilaksanakan di berbagai tempat dan kondisi dengan sumber anggaran

berasal dari DIPA tahun 2013.

Selain itu sosialisasi juga dilakukan lewat koordinasi dengan stakeholder terkait, via

web site KPU Kabupaten Tasikmalaya, media cetak, elektronik dan berbagai alat

peraga seperti spanduk, stiker, dan peraga lainnya. Berbagai kegiatan lainnya seperti

sosialisasi langsung dan monitoring ke daerah juga dilakukan untuk lebih

memasifkan informasi tentang pelaksanaan Pemilu Legislatif tahun 2014.

B. Strategi penyampaian sosialisasi

Strategi yang dapat dilakukan dalam penyampaian sosialisasi kepadapemilih

perempuan meliputi:

a. Terpadu, sistematis dan komprehensif.

1) Terpadu, penyelenggaraan sosialisasi dilakukan secara simultan dengan

pembagian peran diantara penyelenggara guna mencapai tujuan.

2) Sistematis, penyampaian materi sosialisasi secara runtut dan tepat sasaran.

Page 38: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 38

3) Komprehensif, penyampaian materi dengan menggunakan metode, bahan,

dan media tepat sasaran.

b. Materi yang sesuai dengan kebutuhan kelompok sasaran dengan dukungan

metode yang memadai.

c. Penggalangan dukungan pemangku kepentingan.

C. Metode Sosialisasi

a. Metode Sosialisasi Pemilu 2014 meliputi :

1) Komunikasi melalui Tatap Muka;

2) Komunikasi melalui media massa cetak dan elektronik;

3) Komunikasi melalui mobilisasi massa;

4) Komunikasi melalui media sosial.

b. Media yang digunakan meliputi :

1) Media Luar Ruang dan Bahan Cetak;

2) Media Cetak dan Elektronik;

3) Media Tradisional;

4) Media Jejaring Sosial;

c. Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan Sosialisasi, KPU Kabupaten

Tasikmalaya membentuk kelompok kerja Sosialisasi pada setiap tingkatan dan

tahapan Pemilu 2014.

D. Rincian Jenis Kegiatan Dan Media Sosialisasi

1) Metode Sosialisasi Pemilu 2014 meliputi :

a) Komunikasi Tatap Muka

Dalam metode ini dapat dilakukan beberapa bentuk kegiatan antara lain :

(1) Bimbingan Teknis;

(2) Ceramah;

(3) Simulasi;

(4) Seminar;

(5) Diskusi;

(6) Sarasehan.

Page 39: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 39

b) Komunikasi melalui media massa cetak dan elektronik

Dalam metode ini dapat dilakukan beberapa bentuk kegiatan antara lain :

(1) Iklan di media cetak, radio, dan audio visual;

(2) Tulisan di media cetak;

(3) Dialog interaktif di radio;

(4) Dialog interaktif di televisi;

(5) Paparan Visi misi pasangan calon di TV lokal;

(6) Informasi berkala Pemilu 2014 bagi wartawan.

c) Komunikasi melalui mobilisasi massa

Dalam metode ini dapat dilakukan beberapa bentuk kegiatan dengan

melibatkan masyarakat khusunya pemilih perempuan dan peran serta

pemangku kepentingan antara lain:

(1) Lomba cerdas cermat Siswi SLTA Se-Kabupaten Tasikmalaya;

(2) Lomba cerdas cermat Santri Putri Se-Kabupaten Tasikmalaya

(3) Sosialisasi melalui Kesenian tradisional;

(4) Sosialisasi melalui Kesenian kontemporer;

(5) Sosialisasi melalui komunitas masyarakat;

(6) Sosialisasi melalui mimbar keagamaan;

d) Komunikasi melalui media sosial

Dalam metode ini dapat dilakukan beberapa bentuk kegiatan dengan

melibatkan masyarakat khususnya pemilih perempuan dan peran serta

pemangku kepentingan antara lain:

(1) Penyebarluasan informasi melalui Web KPU Kabupaten Tasikmalaya;

(2) Penyebarluasan informasi melalui Facebook;

(3) Penyebarluasan informasi melalui Twitter;

(4) Penyebarluasan informasi melalui SMS Broadcast;

(5) Membangun komunikasi internal penyelenggara melalui SMS Center

Internal;

(6) Membangun komunikasi internal penyelenggara melalui Milis Internal;

Page 40: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 40

(7) Membuka layanan SMS Pengaduan.

2) Media yang digunakan meliputi :

b) Media Komunikasi Tatap Muka

Dalam metode ini dapat dilakukan melalui media antara lain :

1) Bimbingan Teknis;

2) Ceramah;

3) Simulasi;

4) Seminar;

5) Diskusi;

6) Sarasehan.

c) Komunikasi melalui media massa cetak dan elektronik

Dalam metode ini dapat dilakukan melalui media antara lain :

1) Surat Kabar;

2) Radio;

3) Televisi;

4) Majalah;

5) Tabloid;

6) Majalah/Buletin Pemerintah Daerah/Instansi lainnya;

7) Buku Pedoman.

d) Komunikasi melalui mobilisasi massa

Dalam metode ini dapat dilakukan melalui media antara lain:

1) Baliho;

2) Spanduk;

3) Poster;

4) Leaflet;

5) Sticker;

6) Buku Panduan;

7) Buku Pedoman;

8) Lomba;

Page 41: Modul Panduan Sosialisasi Untuk Pemilih Perempuan

Modul Panduan Sosialisasi Pemilu 2014 Untuk Pemilih Perempuan 41

9) Kesenian tradisional;

10) Kesenian kontemporer;

11) Mimbar Keagamaan;

12) Layar tancap;

13) Mobil Penerangan.

e) Komunikasi melalui media sosial

Dalam metode ini dapat dilakukan melalui media antara lain:

2) Web/Blog KPU Kabupaten Tasikmalaya;

3) Facebook;

4) Twitter;

5) SMS Broadcast;

6) SMS Center Internal;

7) Milis Internal;

8) SMS Pengaduan;

9) Buku Pedoman.

E. Kelompok Sasaran

a. Masyarakat Umum Khusunya Pemilih Perempuan;

b. Pemilih Pemula Perempuan (pelajar dan mahasiswa);

c. Komunitas Perempuan (PKK, Kelompok Pengajian, dan lain-lain;

d. Pengemuka pendapat (tokoh masyarakat, tokoh agama, dan seniman);

e. Petani, buruh dan kelompok pekerja lainnya (pedagang, nelayan,dan lainnya);

f. Wartawan dan kelompok media lainnya (media cetak, elektronik,radio, dan

komunitas);

g. Partai politik;

h. Pemerintah Daerah, TNI/Polri;

i. Pengawas dan Pemantau;

j. LSM/Ormas ;