Modul Disfagia Kelompok 3

84
LAPORAN KELOMPOK 3 SISTEM ONKOLOGI Modul 1 DISFAGIA Pendidikan Dokter Tutor : Dr.Anwar Wardy Sp.S Ketua : Lia Dafia Sekertaris : Balqis Basbeth Anggota :AMF.Faidzin A Gusti Ayu Pitoyo Hesti Pusparani M.Alif Zainal M.Thanthawi Jauhari

Transcript of Modul Disfagia Kelompok 3

Page 1: Modul Disfagia Kelompok 3

LAPORAN KELOMPOK 3

SISTEM ONKOLOGI

Modul 1 DISFAGIA

Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran dan Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Jakarta

2014

Tutor : Dr.Anwar Wardy Sp.S

Ketua : Lia Dafia

Sekertaris : Balqis Basbeth

Anggota :AMF.Faidzin A

Gusti Ayu Pitoyo

Hesti Pusparani

M.Alif Zainal

M.Thanthawi Jauhari

Mahardika Johansyah

Nindya Adeline

Surayya Ardillah

Page 2: Modul Disfagia Kelompok 3

BAB I PENDAHULUAN

I. Tujuan dan Sasaran Pembelajaran

Tujuan PembelajaranSetelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat

menjelaskan tentang penyakit-penyakit dengan gejala pada disfagia, pathogenesis, patologis, cara diagnosis dan penanganan penyakit-penyakit tersebut.

Sasaran PembelajaranSetelah pembelajaran dengan modul ini mahasiswa diharapkan dapat :

1. Membuat arti dan definisi disfagia2. Menyebutkan dan menjelaskan tumor jinak dan ganas penyebab/degenerasi

disfagia3. Menjelaskan pathogenesis terjadinya disfaiga

a. Menjelaskan struktur anatomi pencernaan/GI Tract bagian atas4. Menjelaskan cara diagnosis penyakit-penyakit dengan disfagia5. Menjelaskan pemeriksaan penunang yang dibutuhkan untuk membantu

menegakkan diagnosis keganasan dan lain-lain kelainan yang menyebabkan disfagiaa. Menggambarkan perubahan histopatologi pada bermacam-maam

penyakit tumor pencernaanb. Menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang apa saja yang digunakan

untuk mendeteksi penyakit tersebut6. Menyebutkan stadium kanker pada pencernaan dengan menggunakan

system TNM7. Menjelaskan cara penanganan neoplasma jinak dan ganas8. Menjelaskan terapi utama dan tambahan pada tumor jinak maupun ganas9. Mengetahui prognosis kanker pencernaan

Page 3: Modul Disfagia Kelompok 3

Skenario 1Seorang laki-laki usia 60 tahun datang ke UGD RS dengan keluhan muntah setelah makan. Mula-mula rasa tidak enak di dada dan dirasakan makin lama makin berat. Belakangan rasa sakit disertai muntah dan seterusnya setiap kali makan muntah terutama kalau makan cair. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 1 tahun

Kata Kunci :

Pria Lansia Muntah Setelah Makan(Regurgitasi kronis ) Nyeri setelah Makan ( kronis )

PERTANYAAN

1. Jelaskan definisi dan etiologi Disfagia dan jelaskan klasifikasi disfagia?

2. Jelaskan patogenesis Disfagia dan jelaskan pada promotiv,preventif dan rehabilitatif terhadap kasus ini ?

3. Jelaskan perbedaan Regurgitasi akut dan kronis dan apakah ada hubungan jenis kelamin dan usia pada kasus?

4. Jelaskan patomekanisme muntah dan saat makan cair pada kasus dan jelaskan patomekanisme Nyeri pada kasus?

5. Jelaskan alur pemeriksaan pada kasus?6. Jelaskan pada tumor Primer dan Sekunder serta penyakit

penyakit pada kasus dan jelaskan perbedaan penanganan tumor jinak dan ganas pada kasus?

7. Bagaimana penatalaksanaan awal pada kasus dan bagaimana penatalaksanaan yang terencana pada kasus

8. Jelaskan Different Diagnosis pada CA ESOFAGITIS?9. Jelaskan Different Diagnosis pada CA GASTER?10. Jelaskan Different Diagnosis pada CA LARING?

Page 4: Modul Disfagia Kelompok 3

PEMBAHASAN

1. Definisi dan klasifikasi disfagia

Definisi

Keluhan kesulitan menelan (disfagia) merupakan salah satu gejala kelainan atau

penyakit di orofaring dan esophagus. Keluhan ini timbul bila terdapat gangguan

gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi makanan dari rongga mulut

ke lambung.Dysphagia didefinisikan sebagai kesulitan makan. Dysphagia adalah

perkataan yang berasal dari bahasa Yunani dys yang berarti kesulitan atau

gangguan, dan phagia berarti makan. Disfagia berhubungan dengan kesulitan

makan akibat gangguan dalam proses menelan. Kesulitan menelan dapat terjadi

pada semua kelompok usia, akibat dari kelainan kongenital, kerusakan struktur,

dan/atau kondisi medis tertentu.

Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas :

Disfagia mekanik

Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen esophagus.

Penyebab utama disfagia mekanik adalah sumbatan lumen esophagus oleh

Massa tumor dan benda asing. Penyebab lain adalah akibar peradangan

mukosa esophagus, striktur lumen esophagus, serta akibat penekanan

lumen esophagus dari luar, misalnya pembesaran kelenjar timus, kelenjar

tiroid, kelemjar getah bening di mediastinum, pembesaran jantung, dan

elongasi aorta

Disfagia motorik

Page 5: Modul Disfagia Kelompok 3

Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuscular yang

berperan dalam proses menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak,

kelainan saraf otak n. V, n. VII, n. IX, n. X dan n. XII, kelumpuhan otot

faring dan lidah serta gangguan peristaltic esophagus dapat menyebabkan

disfagia. Penyebab utama dari disfagia motorik adalah akalasia, spasme

difus esophagus, kelumpuhan otot faring dan skleroderma esophagus

Disfagia oleh gangguan emosi

Keluhan disfagia dapat juga timbul bila terdapat gangguan emosi atau

tekanan jiwa yang berat. Kelainan ini dikenal sebagai globushisterikus .

Berdasarkan lokasinya, disfagia dibagi atas:

Disfagia orofaringeal

Disfagia orofaringeal adalah kesulitan mengosongkan bahan dari orofaring

ke dalam kerongkongan, hal ini diakibatkan oleh fungsi abnormal dari

proksimal ke kerongkongan. Pasien mengeluh kesulitan memulai menelan,

regurgitasi nasal, dan aspirasi trakea diikuti oleh batuk

Disfagia esophageal

Disfagia esophagus adalah kesulitan transportasi makanan ke

kerongkongan. Hal ini diakibatkan oleh gangguan motilitas baik atau

obstruksi mekanis.

DISFAGIA

PATOFISIOLOGI

Page 6: Modul Disfagia Kelompok 3

Gangguan pada proses menelan dapat digolongkan tergantung dari fase menelan

yang dipengaruhinya.

Fase Oral

Gangguan pada fase Oral mempengaruhi persiapan dalam mulut dan fase

pendorongan oral biasanya disebabkan oleh gangguan pengendalian

lidah. Pasien mungkin memiliki kesulitan dalam mengunyah makanan

padat dan permulaan menelan. Ketika meminum cairan, pasien

mungkin kesulitan dalam menampung cairan dalam rongga mulut

sebelum menelan. Sebagai akibatnya, cairan tumpah terlalu cepat kedalam

faring yang belum siap, seringkali menyebabkan aspirasi.

Logemann's Manual for the Videofluorographic Study of

Swallowing mencantumkan tanda dan gejala gangguan menelan fase oral

sebagai berikut:

·          Tidak mampu menampung makanan di bagian depan mulut karena tidak

rapatnya pengatupan bibir

·          Tidak dapat mengumpulkan bolus atau residu di bagian dasar mulut karena

berkurangnya pergerakan atau koordinasi lidah

·          Tidak dapat menampung bolus karena berkurangnya pembentukan oleh

lidah dan koordinasinya

·          Tidak mampu mengatupkan gigi untuk mengurangi pergerakan mandibula

·          Bahan makanan jatuh ke sulcus anterior atau terkumpul pada sulcus

anterior karena berkurangnya tonus otot bibir.

·          Posisi penampungan abnormal atau material jatuh ke dasar mulut karena

dorongan lidah atau pengurangan pengendalian lidah

·          Penundaan onset oral untuk menelan oleh karena apraxia menelan atau

berkurangnya sensibilitas mulut

Page 7: Modul Disfagia Kelompok 3

·          Pencarian gerakan atau ketidakmampuan untuk mengatur gerakan lidah

karena apraxia untuk menelan

·          Lidah bergerak ke depan untuk mulai menelan karena lidah kaku.

·          Sisa-sisa makanan pada lidah karena berkurangnya gerakan dan kekuatan

lidah

·          Gangguan kontraksi (peristalsis) lidah karena diskoordinasi lidah

·          Kontak lidah-palatum yang tidak sempurna karena berkurangnya

pengangkatan lidah

·          Tidak mampu meremas material karena berkurangnya pergerakan lidah

ke atas

·          Melekatnya makanan pada palatum durum karena berkurangnya elevasi

dan kekuatan lidah

·          Bergulirnya lidah berulang pada Parkinson disease

·          Bolus tak terkendali atau mengalirnya cairan secara prematur atau melekat

pada faring karena berkurangnya kontrol lidah atau penutupan linguavelar

·          Piecemeal deglutition

·          Waktu transit oral tertunda

Fase Faringeal

Jika pembersihan faringeal terganggu cukup parah, pasien mungkin tidak

akan mampu menelan makanan dan minuman yang cukup untuk

mempertahankan hidup. Pada orang tanpa dysphasia, sejumlah kecil

makanan biasanya tertahan pada valleculae atau sinus pyriform setelah

menelan. Dalam kasus kelemahan atau kurangnya koordinasi dari otot-otot

faringeal, atau pembukaan yang buruk dari sphincter esofageal atas, pasien

Page 8: Modul Disfagia Kelompok 3

mungkin menahan sejumlah besar makanan pada faring dan mengalami

aspirasi aliran berlebih setelah menelan.

Logemann's Manual for the Videofluorographic Study of Swallowing

mencantumkan tanda dan gejala gangguan menelan fase faringeal sebagai

berikut:

·          Penundaan menelan faringeal

·          Penetrasi Nasal pada saat menelan karena berkurangnya penutupan

velofaringeal

·          Pseudoepiglottis (setelah total laryngectomy) – lipata mukosa pada dasar

lidah

·          Osteofit Cervical

·          Perlengketan pada dinding faringeal setelah menelan karena pengurangan

kontraksi bilateral faringeal

·          Sisa makanan pada vallecular karena berkurangnya pergerakan posterior

dari dasar lidah

·          Perlengketan pada depresi di dinding faring karena jaringan parut atau

lipatan faringeal

·          Sisa makanan pada puncak jalan napas karena berkurangnya elevasi laring

·          Penetrasi dan aspirasi laringeal karena berkurangnya penutupan jalan napas

·          Aspirasi pada saat menelan karena berkurangnya penutupan laring

·          Stasis atau residu pada sinus pyriformis karena berkurangnya tekanan

laringeal anterior

Fase Esophageal

Page 9: Modul Disfagia Kelompok 3

Gangguan fungsi esophageal dapat menyebabkan retensi makanan dan minuman

di dalam esofagus setelah menelan. Retensi ini dapat disebabkan oleh

obstruksi mekanis, gangguan motilitas, atau gangguan pembukaan

Sphincter esophageal bawah.

Logemann's Manual for the Videofluorographic Study of

Swallowing mencantumkan tanda dan gejala gangguan menelan pada fase

esophageal sebagai berikut:

·          Aliran balik Esophageal-ke-faringeal karena kelainan esophageal

·          Tracheoesophageal fistula

·          Zenker diverticulum

·          Reflux

PATOGENESIS

1. Obstruksi lumen esofagus atau orofaring akibat lesi intrinsik pada dinding,

kompresi ekstrinsik atau benda asing dalam lumen.

Penyebab meliputi:

Keganasan (primer atau sekunder)

Striktur peptik

Cedera kimiawi (misalnya korosif)

“Oesophageal web”

Cincin perbatasan skuamo-kolumnar (cincin Schatzki)

Divertikulum esofagus

Infeksi esofagus (misalnya kandidiasis)

Benda asing

Page 10: Modul Disfagia Kelompok 3

Vaskular (misalnya atrium kiri raksasa)

2. Kelainan neuromuskular yang mengganggu koordinasi aliran makanan dan

cairan yang normal dari esofagus ke lambung.

Penyebab meliputi:

Kecelakaan serebro-vaskular

Penyakit motor neuron

Sklerosis multipel

Miastenia gravis

Polimiositis, dermatomiositis, Skleroderma

Miopati tirotoksik

Akalasia

Beberapa upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

a. Pelayanan promotif dan preventif adalah pelayanan bagi kelompok masyarakatyang sehat, agar kelompok ini tetap sehat dan bahkan meningkat statuskesehatannya. Pada dasarnya pelayanan ini dilakukan oleh kelompok profesikesehatan masyarakat.

 b. Pelayanan kuratif dan rehabilitatif adalah pelayanan kesehatan masyarakat

yangsakit, agar kelompok ini sembuh dari penyakit dan menjadi pulih kesehatannya.Pada prinsipnya pelayanan jenis ini dilakukan kelompok profesi kedokteran.

1. Upaya Promotif Adalah upaya promosi kesehatan untuk meningkatkan status atau

derajatkesehatan yang optimal Tujuannya adalah agar masyarakat mampu meningkatkan kesehatannya Sasarannya adalah kelompok orang yang sakit

Dengan cara memberikan informasi kepada orang yang menderita penyakit disfagia

2. Upaya Preventif  Adalah upaya promosi kesehatan untuk mencegah terjadinya penyakit

Page 11: Modul Disfagia Kelompok 3

Tujuannya adalah agar masyarakat tidak jatuh sakit dan terkena penyakit(primary prevention)

Sasarannya adalah kelompok masyarakat yang beresiko tinggi terkena penyakit

3. Upaya Kuratif Adalah upaya untuk mencegah penyakit menjadi lebih parah

melalui pengobatan Tujuannya adalah mencegah penyakit menjadi lebih parah

(secondary prevention) Sasarannya adalah orang sakit ( pasien ) terutama penyakit kronis

Dengan cara pemeriksaan dan pengobatan yang tepat kepada pasien yang menderita penyakit disfagia

 4. Upaya Rehabilitatif Adalah upaya untuk memelihara dan memulihkan kondisi atau mencegah

kecacatan Tujuannya adalah pemulihan dan pencegahan kecacatan

(tertiery prevention) Sasarannya adalah kelompok orang yang baru sembuh dari penyakit

Dengan cara pemulihan keadaan pasca sakit dan juga istirahat yang cukup

Jelaskan Hubungan Jenis Kelamin dan Usia pada Kasus!

Disfagia adalah rasa nyeri, rasa tidak nyaman, dan atau kesulitan dalam

memulai atau menyelesaikan proses penelanan. Disfagia dapat disebabkan oleh

kelainan neurologis, kelainan anatomis di kepala dan leher, psikogenik atau

penyebab lainnya.

Disfagia terjadi pada 13-14% pada pasien yang dirawat di rumah sakit dan

30-35% pada pasien di pusat rehabilitasi. 70-90% pasien usia lanjut di fasilitas

perawatan atau rumah jompo mengalami masalah pada proses menelan walaupun

tanpa penyakit neurologis. 41% pasien dengan kanker kepala leher mengalami

aspirasi. 40-70% pasien stroke akut mengeluhkan disfagia. 40-50% pasien stroke

mengalami aspirasi dan setengahnya tanpa gejala. 20% pasien stroke dengan

aspirasi meninggal akibat pneumonia karena aspirasi di tahun pertama.1,2,3

Pada penelitian yang dilakukan oleh bagian THT-KL Fakultas Kedokteran

Universitas Padjadjaran, RS Hasan Sadikin, Bandung. Kesimpulan pada

penelitian ini adalah bahwa pasien dengan keluhan disfagia terbanyak (54%)

Page 12: Modul Disfagia Kelompok 3

berusia >40 tahun. Penyakit tersering yang mendasaari keluhan disfagia adalah

kelainan neurologis (30%).

Pada pemeriksaan FEES untuk pasien-pasien dengna keluhan disfagia

didapatkan dari 13 pasien, 69% perempuan dan 31% laki-laki, namun tidak ada

penelitian yang menyebutkan bahwa ada pengaruh dari jenis kelamin terhadap

kejadian disfagia.

Hawson, F. Y. pada penelitiannya menyebutkan bahwa pada orang dengan

usia >75 tahun memiliki risiko 6 kali lebih besar terjadi disfagia dan pneumonia

akibat aspirasi jika dibandingkan dengan dewasa muda.3

Cichero, J pada bukunya menyebutkan bahwa mulai usia 65 tahun terjadi

proses degenerasi seperti ossifikasi kartilago laring, atrofi otot-otot intrinsik

laring, dehidrasi pada mukosa laring, berkurangnya elastisitas ligamen-ligamen

laring, berkurangnya gigi geligi, penurunan kemampuan sensoris di daerah faring

dan laring terutama pada kelompok umur 41-60 tahun dan 61-90 tahun dimana

semua hal tersebut akan dapat menyebabkan keluhan disfagia dengan atau tanpa

aspirasi. 4

Perbedaan pendapat yang disampaikan antara Cichero, J dan Hawson, F.

Y. ialah jumlah populasi yang tidak seimbang pada setiap kelompok umur yang

akan dapat memberikan gambaran yang lebih baik tentang perbandingan kejadian

disfagia pada setiap kelompok umur.

Jelaskan Regurgitasi!

Regurgitasi adalah aliran balik isi lambung ke dalam rongga mulut.

Bedanya dengan muntah adalah karena regurgitasi tidak membutuhkan tenaga dan

tidak disertai oleh mual. Gangguan ini dirasakan dalam tenggorokan sebagai rasa

asam atau cairan panas yang pahit. Regurgitasi tanpa tenaga ini cukup sering

terjadi pada bayi akibat perkembangan sfingter esofagus bawah yang tidak

sempurna. Pada orang dewasa, regurgitasi mencerminkan adanya inkompetensi

sfingter esofagus bagian bawah dan kegagalan sfingter esofagus bagian atas untuk

bertindak sebagai sawar regurgitasi.5

Page 13: Modul Disfagia Kelompok 3

Fisiologi Menelan (Deglutisi)

1. Proses menelan yang kompleks.

Menelan adalah mekanisme kompleks, terutama karena faring hampir

setiap saat melakukan beberapa fungsi lain di samping menelan dan

hanya diubah dalam beberapa detik untuk mendorong makanan.

Penting untuk dingat bahwa respirasi tidak terganggu akibat menelan.

2. Tahap-tahap proses menelan.

Proses menelan bermula dari fase volunter (oral) selama bolus

makanan didorong ke dalam faring oleh kontraksi dari lidah. Bolus

kemudian mengaktivasi reseptor sensoris orofaring yang kemudian

akan menginisiasi fase involunter (faringeal dan esofageal), atau

disebut juga refleks deglutisi. Secara lengkap, tahap-tahap menelan

umumnya dapat dibagi menjadi :

Tahap volunter, yang mencetuskan proses menelan,

Bila makanan sudah siap untuk ditelan, "secara sadar" makanan

ditekan atau digulung ke arah posterior ke dalam faring oleh

tekanan lidah ke atas dan ke belakang terhadap palatum.

Tahap faringeal, yang bersifat involunter dan membantu jalannya

makanan melalui faring ke dalam esofagus;

1.     Rangkaian kontraksi otot faringeal saat menelan.

Sewaktu bolus makanan memasuki bagian posterior mulut dan

faring, bolus merangsang daerah reseptor menelan di seluruh pintu

faring, khususnya pada tiang-tiang tonsil, dan impuls-impuls dari

sini berjalan ke batang otak untuk mencetuskan serangkaian

kontraksi otot faringeal secara otomatis sebagai berikut :

Palatum mole tertarik ke atas untuk menutupi nares posterior,

dengan cara ini mencegah refluks makanan ke rongga hidung.

Lipatan palatofaringeal di kedua sisi faring tertarik ke medial

untuk saling mendekat. Dengan cara ini, lipatan-lipatan tersebut

membentuk celah sagital yang harus dilewati makanan untuk

masuk ke dalam faring posterior. Celah ini melakukan kerja

Page 14: Modul Disfagia Kelompok 3

selektif, sehingga makanan yang telah cukup dikunyah dapat

lewat dengan mudah sementara menghalangi lewatnya benda

yang besar. Karena tahap ini berlangsung < 1 detik, tiap benda

besar apa pun sangat dihalangi untuk berjalan melewati faring

masuk ke esofagus.

Pita suara laring bertautan secara erat, dan laring ditarik ke

atas dan anterior oleh otot-otot leher. Kerja ini, digabung

dengan adanya ligamen yang mencegah pergerakan epiglotis

ke atas, menyebabkan epiglotis bergerak ke belakang di atas

pembukaan laring. Kedua efek ini mencegah masuknya

makanan ke dalam trakea. Yang paling penting adalah eratnya

tautan pita suara, namun epiglotis juga membantu mencegah

makanan agar sejauh mungkin dari pita suara. Kerusakan pita

suara atau otot-otot yang membuatnya bertautan dapat

menyebabkan strangulasi. Sebaliknya, pembuangan epiglotis

biasanya tidak menyebabkan gangguan yang serius pada

penelanan.

Gerakan laring ke atas juga menarik dan melebarkan

pembukaan esofagus. Pada saat yang sama, 3-4 cm di atas

dinding otot esofagus, suatu area yang dinamakan sfingter

esofagus bagian atas atau sfingter faringoesofageal

berelaksasi, sehingga makanan dapat bergerak dengan mudah

dan bebas dari faring posterior ke dalam esofagus bagian atas.

Di antara penelanan, sfingter ini, tetap berkontraksi dengan

kuat (sebesar tekanan 60 mm Hg di dalam lumen usus),

mencegah udara masuk ke esofagus selama respirasi.

Pada saat yang sama dengan terangkatnya laring dan relaksasi

sfingter faringoesofageal, seluruh otot dinding faring

berkontraksi, mulai dari superior faring dan menyebar ke bawah

sebagai gelombang peristaltik yang cepat melintasi daerah

faring media dan inferior, untuk kemudian mendorong makanan

Page 15: Modul Disfagia Kelompok 3

ke dalam esofagus.

Sebagai ringkasan mekanika tahapan penelanan dari faring:

trakea tertutup, esofagus terbuka, dan suatu gelombang

peristaltik cepat berasal dari faring mendorong bolus makanan

ke dalam esofagus bagian atas. Seluruh proses terjadi dalam

waktu kurang dari 2 detik.

2.     Pengaturan saraf pada tahap faringeal dari menelan.

Daerah taktil paling sensitif dari mulut posterior dan faring yang

mengawali fase penelanan terletak pada suatu cincin yang

mengelilingi pembukaan faring, dengan sensitivitas terbesar

pada tiang-tiang tonsil. Impuls dijalarkan dari daerah ini melalui

bagian sensoris saraf trigeminal dan glosofaringeal ke daerah

medula oblongata di dalam atau yang berhubungan erat

dengan traktus solitarius, yang terutama menerima semua

impuls sensoris dari mulut.

Proses menelan selanjutnya diatur secara otomatis dalam

urutan yang rapi oleh daerah-daerah neuron di batang otak

yang didistribusikan ke seluruh substansia retikularis dan

bagian bawah pons. Urutan refleks penelanan ini sama dari

satu penelanan ke penelanan berikutnya, dan waktu untuk

seluruh siklus juga tetap sama. Daerah di medula dan pons

bagian bawah yang mengatur penelanan disebut pusat

menelan atau pusat deglutisi. Impuls motorik dari pusat

menelan ke faring dan esofagus bagian atas dijalarkan oleh

saraf kranial ke-5, 9, 10, dan 12 serta beberapa saraf servikal

superior.

Ringkasnya, tahap faringeal dari penelanan pada dasarnya

merupakan suatu refleks (involunter), yang hampir tidak pernah

dimulai oleh rangsangan langsung pada pusat menelan atau

daerah yang lebih tinggi di sistem saraf pusat. Sebaliknya,

proses ini hampir selalu diawali oleh gerakan makanan secara

Page 16: Modul Disfagia Kelompok 3

volunter (disadari) masuk ke bagian belakang mulut, yang

merangsang reseptor-reseptor sensoris untuk menimbulkan

refleks menelan.

3.     Pengaruh tahap faringeal dari penelanan terhadap respirasi.

Seluruh tahap faringeal dari penelanan terjadi dalam waktu < 2 detik,

dan mengganggu respirasi hanya sekejap. Pusat menelan secara

khusus menghambat pusat respirasi medula selama waktu ini,

menghentikan pernapasan untuk memungkinkan berlangsungnya

penelanan. Namun bahkan saat seseorang sedang berbicara,

penelanan akan menghentikan pernapasan selama waktu yang

sedemikian singkat sehingga tidak pernah untuk diperhatikan.

Tahap esofageal, fase involunter lain yang mempermudah jalannya

makanan dari faring ke lambung.

1.     Penyesuaian gerakan dengan fungsi esofagus : peristaltik

primer dan sekunder.

Esofagus terutama berfungsi untuk menyalurkan makanan dari faring

ke lambung, dan gerakannya diatur secara khusus untuk fungsi

tersebut. Normalnya, esofagus memperlihatkan dua tipe gerakan

peristaltik: peristaltik primer dan peristaltik sekunder.

Peristaltik primer hanya merupakan kelanjutan dari gelombang

peristaltik yang dimulai di faring dan menyebar ke esofagus

selama tahap faringeal dari penelanan. Gelombang ini berjalan

dari faring ke lambung dalam waktu sekitar 8-10 detik.

Makanan yang ditelan dalam posisi tegak biasanya bahkan

dihantarkan lebih cepat daripada gelombang peristaltik itu

sendiri (sekitar 5-8 detik), akibat adanya efek gravitasi.

Jika gelombang peristaltik primer gagal mendorong semua

makanan yang telah masuk esofagus ke dalam lambung, terjadi

gelombang peristaltik sekunder yang dihasilkan dari

peregangan esofagus oleh makanan yang tertahan, dan terus

Page 17: Modul Disfagia Kelompok 3

berlanjut sampai semua makanan dikosongkan ke dalam

lambung. Gelombang sekunder ini sebagian dimulai oleh sirkuit

saraf intrinsik dalam sistem saraf mienterikus esofagus dan

sebagian oleh refleks-refleks yang dihantarkan melalui serat-

serat aferen vagus dari esofagus ke medula dan kemudian

kembali lagi ke esofagus melalui serat-serat eferen vagus.

2.     Pengaturan saraf pada tahap faringeal dari menelan.

Susunan otot faring dan 1/3 bagian atas esofagus adalah otot lurik.

Karena itu, gelombang peristaltik di daerah ini hanya diatur oleh

impuls saraf rangka dalam saraf glosofaringeal dan saraf vagus.

Pada 2/3 bagian bawah esofagus, yang ototnya merupakan otot

polos, juga secara kuat diatur oleh saraf vagus melalui

hubungannya dengan sistem saraf mienterikus. Bila saraf vagus

yang menuju esofagus terpotong, setelah beberapa hari pleksus

saraf mienterikus esofagus mampu menimbulkan gelombang

peristaltik sekunder yang kuat tanpa bantuan dari refleks vagal.

Karena itu, sesudah paralisis refleks penelanan, makanan yang

didorong dengan cara lain ke dalam esofagus bagian bawah tetap

siap untuk masuk ke dalam lambung.

3.     Relaksasi reseptif dari lambung.

Saat gelombang peristaltik esofagus berjalan ke arah lambung,

timbul suatu gelombang relaksasi, yang dihantarkan melalui neuron

penghambat mienterikus, mendahului peristaltik. Selanjutnya,

seluruh lambung, bahkan duodenum menjadi terelaksasi saat

gelombang ini mencapai bagian akhir esofagus dan dengan

demikian mempersiapkan diri lebih awal untuk menerima makanan

yang didorong ke bawah esofagus selama proses menelan.

Patofisiologi Muntah

Page 18: Modul Disfagia Kelompok 3

Makanan masuk berbetuk bolus akan dibantu oleh gerakan peristaltic

esophagus sedangkan makanan cair pada keadaan normal akan cepat turun

ke sfingter esophagus bawah dibantu gerakan peristaltic, jika ada tumor

ganas atau karsinoma maka gerakan motoric esophagus akan menurun yang

berakibat melemahnya peristaltic. Makanan akan tertahan di atas tumor

karena tidak dapat masuk ke lambung sehingga dimuntahkan.

Mulanya waktu menelan makanan padat terasa hambatan menelan,

selanjutnya mengonsumsi makanan setengah padat atau bahkan cair akan

timbul gejala tersebut. Muntah lendir juga dapat terjadi, volume yang keluar

bertambah sesuai derajat obstruksi tumor. Karena ludah dan secret

esophagus tidak dapat mengalir ke lambung, ditambah kanker dan

peradangan menyebabkan kelenjar esophagus dan kelenjar liur secara reflek

bertambah sekretnya, cairan ini semua menumpuk di lumen esophagus di

atas tumor. Ketika volumenya berlebihan, muntah akan keluar dan dapat

terhisap ke saluran napas.

Patofisiologi Nyeri Dada

Ketika bolus masuk ke dalam esophagus yang terdapat tumor maka bolus

tersebut akan tertahan di atas tumor. Untuk memaksa agar bolus dapat

diteruskan ke lambung maka esophagus akan meregang dan merangsang

reseptor tekanan di dinding esophagus akibatnya terjadi gelombang

peristaltic yang lebih kuat yang diperantai oleh pleksus saraf intrinsic di

tempat peregangan. Awalnya bolus yang menumpuk di atas tumor

menimbulkan sensasi tidak enak di dada. Namun ketika esophagus berusaha

mendorong bolus masuk ke lambung akan terjadi penekanan pada dinding

yang terdapat tumor sehingga menimbulkan sensasi nyeri

5. Jelaskan alur pemeriksaan pada kasus ?

Page 19: Modul Disfagia Kelompok 3

ANAMNESIS

KU :

Apakah terdapat kesulitan menelan makanan cair maupun padat ? Bagaimana awal timbul dan perkembangannya? ( sulit menelan sekaligus padat

sejak awal menunjukkan adanya gangguan motilitas.)Adakah kesulitan melakukan gerakan menelan (pertimbangkan kelumpuhan bulbar)?

Adakah nyeri saat menelan ( odinofagia )? ,pertimbangkan jika ada keganasan atau esophagitis?

Adakah tonjolan pada leher atau mendeguk?( pertimbangkan jika ada kantung faring )

Ditanyakan biasanya pasien merasa ada benda yang tersangkut di bagian mana? Adakah batuk atau tercekik saat menelan ?( ini menunjukkan penyebab

neuromuscular) Pernahkan adanya penurunan berat badan? Adakah tanda-tanda kelemahan di bagian tubuh manapun? Adakah hematemesis,muntah atau regurgitasi?

RIWAYAT DAHULU :

Ditanyakan adakah riwayat ulkus,penyakit sitemik (misalnya scleroderma ),atau gangguan neurologis (misalnya miastenia gravis).

Adakah riwayat operasi untuk ulkus (misalnya fundoplikasi)

RIWAYAT KEBIASAAN

Tanyakan mengenai riwayat merokok dan alcohol pada pasien?

RIWAYAT OBAT-OBATAN

Adakah pasien mengkonsumsi obat seperti inhibitor pompa proton? Adakah pasien mengkonsumsi obat yang mungkin menyebabkan eksaserbasi

esophagitis (misalnya OAINS)?

PEMERIKSAAN FISIK

Dilihat apakah pasien sakit ringan atau berat? Apakah adanya tanda-tanda anemia,limfanodenopati atau icterus? APakah adanya tanda-tanda penurunan berat badan? Adakah kelainan pada leher dan adakah struma (kelenjar gondok) Lakulan pemeriksaan mulut dan lidah? Pertimbangkan pemeriksaan spesialis THT untuk faring dan laring

Page 20: Modul Disfagia Kelompok 3

Adakah tanda-tanda gangguan cardiovascular dan pernapasan? Cari tanda-tanda aspirasi Apakah adanya massa abdomen?,adakah hepatomegaly atau nyeri tekan

epigastrium? Lakukan pemeriksaan neurologis.pemeriksaan yang lengkap perlu dilakukan

dengan penekanan khusus pada setiap gejala-gejala kelemahan otot,fasikulasi (kedutan),kelemahan otot pada lidah dan refleks muntah.

Perhatikan saat pasien menelan cairan,adakah terdesak,batuk atau pembesaran leher?

6.Jelaskan pengertian tumor primer dan sekunder, sebutkan penyakit-penyakitnya!

Kanker merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk pertumbuhan yang ganas, otomatis dan tidak terkontrol dari sel-sel pada jaringan. Pertumbuhannya membentuk tumor, merusak jaringan normal, dan merebut gizi serta oksigen jaringan normal. Penyebaran terjadi saat kelompok kecil sel terlepas dari tumor induk, dan terbawa ke tempat lainnya melalui pembuluh darah dan lympha dan mulai menjadi tumor baru seperti induknya (WHO 2006)

Tumor primer didefinisikan sebagai tumor yang tumbuh pada lokasi anatomi tertentu dan bukan berasal dari lokasi lain atau bukan penyebaran dari tumor lain.

Tumor sekunder atau tumor metastasis didefinisikan sebagai penyebaran tumor dari lokasi asalnya melalui sistem sirkulasi darah, sistem limfatik dan cairan serebrospinal.

JARINGAN ASAL JINAK GANASEpitel skuamosa berlapis

Papiloma sel skuamosa Karsinoma sel skuamosa/ karsinoma epidermoid

Page 21: Modul Disfagia Kelompok 3

Jaringan mesenkim jaringan ikat dan turunannya

FibromaLipomaKondromaOsteoma

FibrosarkomaLiposarkomaKondrosarkomaSarkoma osteogenik

Endotelium dan jaringan terkait lainnya:Pembuluh darahPembuluh limfe

HemangiomaLimfangioma

AngiosarkomaLimfangiosarkoma

Otot polos Leiomioma LeiomiosarkomaOtot Lurik Rhabdomioma Rhabdomiosarkoma

Jelaskan perbedaan penanganan pada tumor jinak dan ganas!

Terapi kanker dewasa ini terutama terdiri atas operasi, radioterapi, kemoterapi, dan terapi biologis serta beberapa metode lainnya. Terapi operasi dan radioterapi dapat menjadi terapi kuratif kanker yang bersifat lokal. Begitu timbul residif lokal, diseminasi dan metastasis jauh, operasi dan radioterapi sulit mengendalikannya. Terapi biologis merupakan metode terapi sistemik yang sangat prospektif, namun pada saat ini efektivitasnya masih kuranng sehingga belum dipakai luas secara klinis.

Berbeda dari terapi operasi dan radioterapi,kemoterapi adalah metode terapi sistemik terhadap kanker sistemik (contoh: Leukemia, mieloma, limfoma, dll). Pada kanker stadium lanjut lokal, kemoterapi sering menjadi satu-satunya pilihan metode terapi efektif. Hingga saat ini kanker yang dapat disembuhkan kemoterapi mencapai 10 jenis lebih, atau 5% dari seluruh pasien kanker, menduduki 10% dari angka kematian akibat kanker tiap tahunnya, termasuk kanker derajat keganasan tinggi seperti kanker trofoblastik, leukemia limfositik akut anak, limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin, kanker ovarium, dan lain-lain.

Sebelum menentukan terapi pada penyakit neoplasma ganas / kanker maka harus ditentukan lebih dahulu :

a. Diagnosa Utama

Bila mungkin dengan hasil pemeriksaan histopatologi

b. Diagnosa Sekunder

Yaitu penyakit lain yang dapat mempengaruhi prognosa dan atau pengobatan dari penyakit utamanya

Page 22: Modul Disfagia Kelompok 3

c. Diagnosa Komplikasi

Yaitu penyakit lain akibat penyakit utama yang memerlukan terapi khusus atau tersendiri

d. Status Penampilan

A. TUJUAN TERAPI

1. KURATIF = PENYEMBUHAN

Yaitu tindakan pengobatan untuk menyembuhkan penderita atau membebaskan penderita dari kanker untuk selama lamanya. Umumnya hanya pada kanker stadium dini, operabel, chemo-radio sensitif.

2. PALIATIF

Yaitu semua tindakan guna meringankan beban penderita kanker yang sudah tidak dapat disembuhkan lagi.

Tujuannya adalah : memperbaiki kualitas hidup –mengatasi komplikasi atau mengurangi keluhan.

B. MACAM TERAPI

1. TERAPI UTAMA

Yaitu terapi yang ditujukan untuk menghilangkan penyakit kanker. Bisa dikerjakan dengan berbagai cara:

Contoh : Tumor solid lokalOperasi

Bila telah menyebar luas dan hormonal dependent maka terapi utamanya adalah terapi hormonal

2. TERAPI TAMBAHAN (ADJUVANT)

Page 23: Modul Disfagia Kelompok 3

Yaitu tindakan / tambahan terapi pada terapi utama yang ditujukan untuk menghancurkan sel-sel kanker yang mikroskopik mungkin masih ada.

Contoh:

Ca-Mamma std II, terapi utama :operasi, terapi adjuvant: radiasi, hormonal, khemoterapi

Ca-Mamma std IV, terapi utama: hormonal / khemoterapi, terapi adjuvant: operasi

3. TERAPI KOMPLIKASI

Yaitu tindakan terhadap komplikasi penyakit kanker itu sendiri atau komplikasi karena pengobatan penyakit kankernya.

4. TERAPI BANTUAN

Yaitu terapi berupa nutrisi, transfusi darah, fisioterapi

C. CARA TERAPI

1. Operasi

2. Radioterapi

3. Khemoterapi

4. Hormonal terapi

5. Immunoterapi

6. Lain-lain : Elektrokoagulasi

7. Terapi kombinasi

Page 24: Modul Disfagia Kelompok 3

7. BAGAIMANA PENATALAKSANAAN AWAL PADA KASUS DAN BAGAIMANA PENATALAKSANAAN YANG TERENCANA PADA KASUS?

JAWABAN:

Penatalaksanaan

Terdapat pengobatan yang berbeda untuk berbagai jenis dysphagia. Pertama dokter dan speech-language pathologists yang menguji dan menangani gangguan menelan menggunakan berbagai pengujian yang memungkinkan untuk melihat bergagai fungsi menelan. salah satu pengujian disebut dengan, laryngoscopy serat optik, yang memungkinkan dokter untuk melihat kedalam tenggorokan. Pemeriksaan lain, termasuk video fluoroscopy, yang mengambil video rekaman pasien dalam menelan dan ultrasound, yang menghasikan gambaran organ dalam tubuh, dapat secara bebas nyeri memperlihatkan tahapan-tahapan dalam menelan.

Setelah penyebab disfagia ditemukan, pembedahan atau obat-obatan dapat diberikan. Jika dengan mengobati penyebab dysphagia tidak membantu, dokter mungkin akan mengirim pasien kepada ahli patologi hologist yang terlatih dalam mengatasi dan mengobati masalah gangguan menelan.

Pengobatan dapat melibatkan latihan otot ntuk memperkuat otot-otot facial atau untuk meninkatkan koordinasi. Untuk lainnya, pengobatan dapat melibatkan pelatihan menelan dengan cara khusus. Sebagai contoh, beberapa orang harus makan denan posisi kepala menengok ke salah satu sisi atau melihat lurus ke depan. Meniapkan makanan sedemikian rupa atau menghindari makanan tertentu dapat menolong orang lain. Sebagai contoh, mereka yang tidak dapat menelan minuman mungkin memerlukan pengental khusus untuk minumannya. Orang lain mungkin garus menghindari makanan atau minuman yang panan ataupun dingin.

Untuk beberapa orang, namun demikian, mengkonsumsi makanan dan minuman lewat mulut sudah tidak mungkin lagi. Mereka harus menggunakan metode lain untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Biasanya ini memerlukan suatu system pemberian makanan, seperti suatu selang makanan (NGT), yang memotong bagian menelan yang tidak mampu bekerja normal

Berbagai pengobatan telah diajukan untuk pengobatan disfagia orofaringeal pada dewasa. Pendekatan langsung dan tidak langsung disfagia telah digambarkan. Pendekatan langsung biasnya melibatkan makanan, pendekatan tidak langsung biasanya tanpa bolus makanan.

a. Modifikasi diet

Page 25: Modul Disfagia Kelompok 3

Merupakan komponen kunci dalam program pengobatan umum disfagia. Suatu diet makanan yang berupa bubur direkomendasikan pada pasien dengan kesulitan pada fase oral, atau bagi mereka yang memiliki retensi faringeal untuk mengunyah makanan padat.

Jika fungsi menelan sudah membaik, diet dapat diubah menjadi makanan lunak atau semi-padat sampai konsistensi normal.

b. Suplai Nutrisi

Efek disfagia pada status gizi pasien adalah buruk. Disfagia dapat menyebabkan malnutrisi. Banyak produk komersial yang tersedia untuk memberikan bantuan nutrisi. Bahan-bahan pengental, minuman yang diperkuat, bubur instan yang diperkuat, suplemen cair oral. Jika asupan nutrisi oral tidak adekuat, pikirkan pemberian parenteral.

c. Hidrasi

Disfagia dapat menyebabkan dehidrasi. Pemeriksaan berkala keadaan hidrasi pasien sangat penting dan cairan intravena diberikan jika terapat dehidrasi.

d. Pembedahan

Pembedahan gastrostomy

Pemasangan secara operasi suatu selang gastrostomy memerlukan laparotomy dengan anestesi umum ataupun lokal.

Cricofaringeal myotomy

Cricofaringeal myotomy (CPM) adalah prosedur yang dilakukan untuk mengurangi tekanan pada sphicter faringoesophageal (PES) dengan mengincisi komponen otot utama dari PES. Injeksi botulinum toxin kedalam PES telah diperkenalkan sebagai ganti dari CPM.

TATA LAKSANA DISFAGIA SECARA KOMPREHENSIF

Terapi menelan, baik prosedur terapi langsung maupun kompensatori,

dapat memperbaiki fungsi menelan pada pasien dengan disfagia orofaring,

mengurangi risiko pneumonia aspirasi, dan memperbaiki status gizi pasien.

Page 26: Modul Disfagia Kelompok 3

Tujuan dari terapi rehabilitatif adalah untuk keamanan dari proses menelan

(misalnya mencegah aspirasi) dan efektivitas (misalnya meningkatkan kecepatan

menelan dan mengurangi residu makanan di rongga mulut dan faring).1

1. Compensatory Treatment Procedures

Teknik terapi ini dirancang untuk melancarkan aliran bolus melewati rongga

mulut dan faring. Terdiri atas :

postur (chin tuck, head back, head rotation)

peningkatan input sensoris (bolus dengan rasa berbeda, suhu dan tekstur

yang berbeda)

modifikasi volume bolus dan kecepatan makan (volume kecil dan

kecepatan yang perlahan)

modifikasi viskositas/tekstur makanan ( konsistensi cair atau lunak)

intraoral prosthetics (Palatal lift, obturator dan augmentation)1,2

2. Prosedur Terapi Langsung

Prosedur Terapi Langsung dirancang untuk mengubah fisiologi menelan

dengan cara mengubah komponen spesifik dari fase oral maupun faringeal.

Antara lain dengan latihan untuk memperbaiki kekuatan, gerakan, kemampuan

kontrol otot-otot menelan, dan memperbaiki integrasi sensori-motor.

a. Latihan gerak, resistensi, dan kontrol

Latihan gerak memperbaiki gerakan rahang, bibir, lidah dan dasar

lidah, konstriktor faringeal, laring, dan hyoid. Latihan ini berguna

terutama memperbaiki oropharyngeal swallow efficiency (OPSE) untuk

pasien dengan pengobatan kanker rongga mulut, pasien Parkinson,

multipel sklerosis, dan amyotrophic lateral sclerosis.

Latihan kekuatan melibatkan teknik resistensi aktif dan targetnya

biasanya adalah otot-otot lidah, bibir, rahang, dan suprahyoid. Kekuatan

lidah biasa berkurang pada orang lanjut usia, pasien stroke, traumatic brain

Page 27: Modul Disfagia Kelompok 3

injury (TBI), amyotrophic lateral sclerosis (ALS), Parkinson, dan kanker

rongga mulut yang diradioterapi.

Latihan kontrol lidah memperbaiki kontrol bolus pada saat

mengunyah. Latihan Shaker adalah latihan untuk memperbaiki pembukaan

upper esophageal sphincter (UES) saat menelan.

b. Prosedur Integrasi Sensori-motor

Stimulasi termal-taktil digunakan sebagai mekanisme inisiasi untuk

menstimulasi susunan saraf pusat. Dilakukan pijatan pada arkus faucial

anterior dengan kaca laring 00 yang dingin dan pasien diperintahkan untuk

menelan. Jika dikombinasikan dengan rangsangan asam dapat mengurangi

waktu laten dari proses menelan.

c. Manuver

Manuver dirancang untuk mengubah fisiologi menelan, khususnya

fase faringeal dengan menjadikan fase faringeal dibawah kontrol volunter.

- Supraglotis swallow dirancang untuk meningkatkan penutupan jalan

nafas sebelum dan selama menelan pada level glottis. Pasien

diinstruksikan untuk menahan nafas, menelan, dan batuk.

- Super supraglotis swallow untuk meningkatkan penutupan jalan nafas

sebelum dan selama menelan pada level laringeal vestibulum dan

glottis. Pasien diinstruksikan untuk menahan nafas dalam agar

arytenoid sampai ke dasar epiglotis sehingga laringeal vestibulum

tertutup, menelan lalu batuk.

- The effortful swallow dirancang untuk meningkatkan gerakan dasar

lidah posterior selama menelan dan memperbaiki bersihan bolus yang

melewati dasar lidah. Manuver ini berguna pada pasien dengan

penurunan gerak dasar lidah posterior, residu pada dasar lidah,

valekula, dan dinding faringeal atas. Pasien diinstruksikan

menghancurkan makanan dengan lidah dan otot tenggorokan selama

Page 28: Modul Disfagia Kelompok 3

menelan yang akan meningkatkan pembersihan bolus melewati dasar

lidah dan melalui faring atas. Manuver ini sering dikombinasikan

dengan postur chin tuck.

- The Mendelsohn maneuver dirancang untuk meningkatkan

perpanjangan elevasi laring dan gerakan anterior selama menelan,

dengan demikian meningkatkan luas dan durasi pembukaan

cricofaringeal selama menelan. Manuver ini juga dapat meningkatkan

koordinasi faringeal selama fase faringeal. Pasien diinstruksikan

menelan seperti biasa dan saat setengah menelan (saat laring terangkat)

tahan selama 2 detik kemudian relaksasi.

- The tongue-hold maneuver (Masako manuver) dirancang untuk

meningkatkan gerakan anterior dinding faring posterior. Gerakan

dinding faring posterior lebih besar sehingga terdapat kontak dengan

dasar lidah selama menelan. Teknik ini digunakan pada pasien dengan

penurunan kontak dasar lidah dengan dinding faring dan penurunan

pembersihan bolus melewati dasar lidah. 1,2

8. KARSINOMA ESOFAGUS

Karsinoma esofagus secara umum merupakan tumor yang sangat agresif dengan

prognosis yang buruk. Biasanya tumor ini ditemukan dalam stadium lanjut

dimana penyembuhan sudah sulit dilakukan. Dengan kemajuan dibidang

endoskopi dan teknik pencitraan, tumor esofagus dapat ditemukan sejak dini,

sehingga dapat dilakukan tindakan kuratif. Teknik pencitraan modern, termasuk

barium esophagography, contras-enhanced computed tomography(CT), Magnetic

Resonance Imaging (MRI), ultrasonografi endoskopik (Eus), dan tomografi emisi

positron-(PET), adalah alat yang kuat dalam mendeteksi, diagnosis, dan

menstaging adanya malignancy.

Reseksi esofagus masih merupakan pilihan utama penanganan karsinoma

esofagus. Beberapa tahun terakhir, dengan perbaikan standar teknik operasi dan

perawatan perioperatif, angka morbiditas dan mortalitas operasi karsinoma

Page 29: Modul Disfagia Kelompok 3

esofagus telah menurun. Angka kesembuhan meningkat, dan apabila tidak

mungkin disembuhkan lagi dapat diberikan terapi paliatif yang berkualitas.

Mayoritas tumor pada esofagus adalah tumor ganas, hanya kurang dari 1% yang

merupakan tumor jinak. Dari tumor ganas 60 % adalah dari jenis karsinoma sel

skuamosa yang tersebar merata pada seluruh esofagus dan sisanya 40 %

adenokarsinoma yang biasanya ditemukan pada esofagus bagian distal.

Tumor esofagus pertama kali diuraikan dalam literatur kuno oleh Galen pada abad

2 masehi yang menyebutkan pertumbuhan pada esofagus yang menyebabkan

kesulitan menelan dan kematian. Dalam literatur China disebutkan sebagai suatu

penyakit yang diderita pada musim semi dan tidak akan bertemu musim panas

berikutnya. Pembedahan tumor esofagus pertamakali dilakukan oleh Czerny pada

tahun 1877 yang berhasil melakukan reseksi tumor esofagus pars cervikalis.

Dengan ditunjang kemajuan dibidang anestesi, Ohsawa pada tahun 1933 berhasil

melakukan operasi tumor esofagus pars thoracalis dan rekonstruksi dengan

menggunakan lambung satu tahap. Sejak saat itu pembedahan esofagus memasuki

era baru dan memungkinkan melakukan reseksi primer dan anastomosis dengan

resiko morbiditas dan mortalitas yang dapat diterima.

EPIDEMIOLOGI

Insidens karsinoma esofagus sangat bervariasi diberbagai negara, banyak

ditemukan di China, Jepang, Rusia, Hongkong, Skandinavia, dan Iran. Di negara-

negara barat seperti Amerika dan Inggris jarang ditemukan karsinoma esofagus.

Dilaporkan di China insiden karsinoma esofagus 19,6/100.000 pada laki-laki dan

9,8/100.000 pada wanita, bahkan pada propinsi Hunan, Shanxi dan Hebey insiden

mencapai 100/100.000 penduduk. Sedang Di Amerika dilaporkan insiden

6/100.000 pada laki-laki dan 1.6/100.000 pada wanita. Penyakit ini terutama

ditemukan pada umur 50-70 tahun, jarang dibawah 50 tahun. Laki-laki lebih

banyak daripada perempuan dengan perbandingan 3:1.Kulit hitam lebih banyak

dibanding kulit putih dengan perbandingan 3,5:1. Banyak ditemukan pada

Page 30: Modul Disfagia Kelompok 3

perokok lama dan peminum alkohol serta pada golongan sosial ekonomi rendah

dengan defisiensi gizi yang kronis.

ETIOLOGI

Penyebab pasti dari karsinoma esofagus belum jelas. Beberapa peneliti menduga

bahwa faktor lingkungan mempengaruhi epidemiologi karsinoma ini. Dimana

perpindahan dari daerah insiden rendah ke daerah insiden tinggi meningkatkan

frekwensi, sebaliknya perpindahan dari daerah insiden tinggi ke daerah insiden

rendah mengurangi resikonya, terutama pada usia muda. Diantara faktor-faktor

tersebut penggunaan alkohol, perokok berat dan esofagitis memegang peranan

penting. Dua faktor pertama, alkohol dan merokok, bila terdapat pada seorang

individu akan sangat meningkatkan resiko karsinoma esofagus hingga 40 kali

lipat. Efek dari bahan karsinogenik seperti nitrosamin, debu silika dan malnutrisi

tidak semuanya memberikan banyak kontribusi.

Bukti epidemiologik meyakinkan bahwa setiap kelaianan yang mengganggu

struktur esofagus, fungsinya dan menyebabkan rangsangan kronik mukosa

merupakan faktor predisposisi individual untuk karsinoma, diperkirakan karena

proses regenerasi-reparatif merupakanlingkungan yang optimum untuk timbulnya

karsinoma.Beberapa keadaan yang merupakan lesi premaligna adalah: Barret’s

esofagus, Akalasia, Esofagitis kronis, tylosis, plummer vincent syndrome dan

striktur kaustik.

STAGING

Staging karsinoma esofagus didasarkan pada sistem TNM dari Union

International Contre Le Cancre (UICC) yaitu:1,6

Tabel 1. Klasifikasi TNM karsinoma esophagus

STAGING TUMOR NODUL METASTASIS

Stage0 Tis N0 M0

StageI T1 N0 M0

Page 31: Modul Disfagia Kelompok 3

StageIIA T2

T3 N0

N0 M0

M0

StageIIB T1

T2 N0

N1 M0

M0

StageIII T3

T4 N1

anyN M0

M0

Stage IV any T any N M1

Keterangan :

T(Tumor): Tis:Karsinoma in situ

T1: Tumor invasi pada lamina propria atau submucosa

T2: Tumor invasi pada muskularis

T3: Tumor invasi pada lapisan adventitia

T4: Tumor invasi pada organ lain

N(Nodul): N0: Tidak ada pembesaran kelenjar limfe

N1:Ada pembesaran kelenjar limfe regional

M(Metastase): M0: Tidak ada metastase

M1: Ada metastase 

DIAGNOSIS

Gambaran klinis

Keganasan pada esofagusstadium awal biasanya asimptomatik. Gejala utama

karsinoma esofagus ialah disfagia progresif yang berangsur-angsur menjadi berat.

Keluhan ini dapat berlangsung beberapa minggu sampai berbulan-bulan. Mula-

mula disfagia timbul bila makan makanan padat, sampai akhirnya makanan cair

Page 32: Modul Disfagia Kelompok 3

ataupun air liurpun sangat mengganggu. Semua ini menyebabkan penderita

menjadi kurus dengan keadaan gizi kurang.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisis tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis

karsinoma esofagus. Tidak ada tanda fisik yang spesifik, kelaianan biasanya

akibat sumbatan esofagus atau infiltrasi ke n. laryngeus rekurens yang

menyebabkan suara serak. Dapat ditemukan pula tanda-tanda metastasis, seperti

pembesaran kelenjar limfe cervicalis atau supraclavicularis, efusi pleura, ascites,

hepatomegali dan nyeri tulang. Pada kasus-kasus yang kronis dapat terjadi

penurunan berat badan yang drastis.

Pemeriksaan Penunjang

1. Foto Thoraks

Dengan foto thoraks dapat ditemukan metastasis pulmoner, massa mediastinum,

pergeseran trachea dan efusi pleura.

2. Esofagografi

Dengan barium swallow kontras ganda, tampak gambaran filling defect yang

irregularatau striktur yang ulseratif yang mana merupakan gambaran khas untuk

karsinoma esofagus. Adanya deviasi dan angulasi dari barium dalam esofagus

merupakan tanda lain dari keganasan esofagus. Dapat pula ditentukan panjang

lesi, luasnya jaringan yang terlibat, dan derajat obstruksi. Sensitifitas dari

pemeriksaan ini 74-94%.

3. Endoskopi dan Biopsi (Esofagoskopi)

Dengan esofagoskopi dapat dilihat secara langsung besar dan letak tumor

sekaligus dilakukan biopsy untuk menentukan jenis tumor secara histologis.

4.CT Scan

Dengan CT scan dapat diketahui tumor primernya, penyebaran lokal tumor,

Page 33: Modul Disfagia Kelompok 3

penyebaran ke struktur mediastinum, keterlibatan limfonodi supraklavikula,

mediastinum dan abdomen bagian atas. 

5.Magnetic Resonance Imaging

Hampir sama dengan CT Scan, pemeriksaan ini kurang populer.

6.Endoultrasonografi (EUS)

Menilai kedalaman penetrasi tumor.5 lapisan berselang hiper/hipoekoik.

Dapat Menilai kel limfe: ukuran; bentuk;demarkasi; intensitas dan tekstur eko.

Deteksi kelenjar soeliakus70-80%; sensitifitas 97%

7.Positron Emission Tomografi (PET)

Ketepatan deteksi tumor primer 78%,nodul metastase 86%

Menilai respon tumor terhadap kemoterapi

8.Torakoskopi dan Laparoskopi

Menentukan resektabilitas tumor, biopsi kelenjar limfe soeliakus yang

mencurigakan atau tempat-temat yang sering mengalami metastasis.

PENATALAKSANAAN

Mengenai penanganan penderita dengan kanker esophagus belum ada kesatuan

pendapat.Staging, performance status dan usia merupakan hal yang perlu

dipertimbangkan. Adapun modalitas terapi dan tujuan terapi adalah sebagai

berikut:

Kuratif1. Pembedahan

Reseksi merupakan pendekatan terbaik untuk karsinoma esofagus pada pasien

muda tanpa ditemukan penyebaran jauh.Bila dikombinasikan dengan kemoterapi

preoperatif dengan cisplatin–5-fluorouracil (5-FU) dapat meningkatkan 2-year

survival rate 10% dibandingkan dengan pembedahan saja.

Page 34: Modul Disfagia Kelompok 3

Beberapa metode esofagektomi:

-McKeown’s operation

Pendekatan 3 lapangan operasi, meliputi laparotomi, thorakotomi dan Insisi

servikal, dibuat anastomosis antara lambung keesofagus di servikal.

-Ivor Lewis operation 

Pendekatan 2 lapangan operasi, meliputi laparotomi dan thorakotomi, dilakukan

anastomosis antara lambung dengan oesophagus di thoraks.

-Thoracoabdominal approach 

Dengan insisi tunggal melewati abdomen kiri atas, diaphragma dan thoraks

kemudian dilakukan anastomosis lambung dengan esofagus di thoraks.

-Transhiatal approach

Meliputi laparotomidan insisi servikal dilanjutkan dengan diseksi tumpul dari

thoracic oesophagus, mengangkat gastric pedicle ke servikal untuk servikal

anastomosis.

-Laparoscopy-assistedesophagectomy

Hampir sama dengan transhiatal approach tetapi menggunakan laparoscopic

instruments untuk mobilisasi esophagus intra thoracic.

Beberapa metode rekonstruksi post esofagektomi:

Beberapa pilihan rekonstruksi esophagus post esofagektomi meliputi penggantian

dengan lambung, jejunum atau colon seperti terlihat pada diagram. 

2. Radioterapi

Radioterapi atau kombinasi kemo-radiaterapi merupakan terapi pilihan untuk

sebagian besar skuamous sel karsinoma esofagus 1/3 tengah dan atas, karena dari

penelitian ditemukan penurunan resiko mortalitas operasi dan meningkatkan

survival. Preoperatif radiotherapy telah diteliti dengan randomized trial dan tidak

ditemukan peningkatan survival. Adjuvant radiotherapy diindikasikan hanya jika

resection margins masih mengandung tumor. 

3. Chemotherapy 

Page 35: Modul Disfagia Kelompok 3

Efektif untukskuamous sel karsinoma dan adenokarsinoma.Untuk skuamus sel

karsinoma kombinasi chemotherapy–radiation terbukti memberi manfaat daripada

radioterapi atau khemoterapi saja dan memberikan 3-year survival rate sama

dengan tindakan pembedahan. 

Paliatif

Penatalaksanaan terapi paliatif disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan gejala

yang predominan dan kemampuan untuk melakukan tindakan terapi paliatif. 

Termasuk dalam terapi paliatif

1. Radiotherapi eksterna atau intracavitary technique.

Baik untuk skuamous sel karsinoma dan adenokarsinoma

2. Intubation

Dengan endoscopically placed stent – terutama berguna untuk mengatasi tracheo-

oesophageal fistula

3. Laser therapy 

Terapi paliatif untuk dysphagia yang disebabkan oleh exophytic tumours

4. Ethanol injection 

Secara endoskopi dapat memberikan terapi dysphagia jangka pendek untuk pasien

yang kurang fit untuk menjalani pembedahan.

5. By-pass procedure.

Kanker esofagus yang unresectable dapat dilakukan prosedur bypass dengan

menggunakan jejunum atau colon sebagai conduit.

PROGNOSIS

Prognosis karsinoma esofagus adalah buruk, ketahanan hidup 5 tahun 2% untuk

laki-laki dan 6% untuk wanita. Sesudah reseksi, ketahanan hidup 2 tahun 20% dan

Page 36: Modul Disfagia Kelompok 3

ketahan hidup 5 tahun 14%. Dengan prognosis yang kurang menggembirakan

maka pasien dengan resiko kematian yang rendah lebih cepat dilakukan reseksi,

sedangkan pasien dengan resiko kematian yang tinggi akan dilakukan kemoterapi

dan operasi dilakukan pada penderita yang paling memungkinkan. Prognosis

untuk kanker esophagus yang ditangani dengan pendekatan standar seperti operasi

dan / atau radiasi. Studi retrospektif pada pasien yang dilakukan radioterapi saja

atau operasi telah menunjukkan tingkat ketahanan hidup 5 tahun sebesar 6%

untuk radioterapi dan 11% untuk operasi.

KOMPLIKASI 

karsinoma esofagus mudah meluas melalui dinding esophagus yang tipis karena

tidak adanya lapisan serosa . Struktur mediastinum penting yang berdekatan

dengan esofagus termasuk trakea, bagian kanan dan kiri dari bronkus, arkus aorta

dan aorta descendens , perikardium, pleura, dan tulang belakang. Infiltrasi tumor

ke dalam struktur yang paling serius dan, kadang-kadang, komplikasi yang

mengancam jiwa seperti kanker kerongkongan. Kebanyakan komplikasi akibat

kanker kerongkongan yang disebabkan obstruksi lumen dan invasi tumor lokal.

Pasien sering tidak sadar, mereka menyesuaikan diet makanan lunak atau cairan

untuk menghindari disfagia makanan padat. Ketidakmampuan progresif untuk

menelan makanan padat menyebabkan menurunnya berat badan dan kekurangan

nutrisi.

Regurgitasi makanan atau cairan oral juga dapat terjadi dalam penentuan obstruksi

lumen yang signifikan. Mungkin halitosis stasis hadir karena makanan dan

regurgitasi. komplikasi paru dari aspirasi termasuk pneumonia dan abses paru.

Massa tumor dapat menyebabkan obstruksi kompresi dari cabang

tracheobronchial, menyebabkan dispnea, batuk kronis, dan pada waktu pneumonia

postobstructive. Fistula esophagoairway dapat berkembang dengan invasi tumor

trakea atau bronkus. Airway fistula sangat rapuh dan dihubungkan dengan

kematian yang signifikan karena tingginya risiko komplikasi paru seperti

Page 37: Modul Disfagia Kelompok 3

pneumonia dan abses. 

Meskipun arkus aorta dan aorta descendens terletak berdekatan dengan

kerongkongan, ekstensi ke dalam struktur ini kurang sering daripada invasi napas.

Erosi melalui dinding aorta dapat mengakibatkan pendarahan parah dan sering

fatal. Pertumbuhan tumor dari perikardium dilaporkan sebagai penyebab aritmia

dan kelainan konduksi

PENCEGAHAN

Tembakau dan alkohol adalah faktor risiko utama dalam pengembangan sel

skuamosa 

kanker esophagus,penghentian tembakau dan alkohol secara signifikan dapat

mengurangi resiko terjadinya kanker ini. Buah buahan dan sayur sayuran yang

segar dibandingkan dengan asupan makanan tinggi nitrosamine atau yang

terkontaminasi dengan racun bakteri atau jamur dapat menurunkan risiko sekitar

50% 

9.Karsinoma Lambung (Ca Gaster)

Karsinoma gaster merupakan tumor ganas lambung yang tersering adalah

adenokarsinoma (90-95%), limfoma (4%), karsinoid (3%) dan tumor mesenkim

(2%) yang mencakup tumor stroma gastrointestinal, leiomiosarkoma dan

schwannoma.

Epidemiologi

Karsinoma lambung merupakan tumor tersering kedua di dunia. Akan

tetapi, insidensnya sangat bervariasi, sangat tinggi di negara seperti Jepang, Chile,

Kosta Rika, Kolumbia, Cina, Portugal, Rusia, Bulgaria dan empat hingga enam

kali lebih sedikit di AS, Inggris, Kanada, Australia, Selandia Baru, Perancis dan

Page 38: Modul Disfagia Kelompok 3

Swedia. Tumor ini lebih sering dijumpai pada kelompok sosio-ekonomi lemah

dan memperlihatkan rasio pria terhadap wanita 2:1. Pada sebagian besar negara,

terjadi penurunan tetap insidens dan mortalitas kanker lambung dalam enam

dekade terakhir.

Terdapat beberapa sistem klasifikasi untuk karsinoma lambung, yang

paling sering digunakan adalah klasifikasi Lauren dan WHO. Tahun 1965,

Lauren mengklasifikasikan karsinoma lambung menjadi dua subtipe: karsinoma

yang memperlihatkan morfologi intestinal disertai pembentukan massa tumor

yang terdiri dari struktur kelenjar dan karsinoma berupa pertumbuhan infiltrarif

sel difus sel ganas yang berdiferensiasi buruk dan diskohesif. Subtipe intestinal

dan difus memiliki dasar patogenetik yang berbeda. Tipe intestinal lebih dominan

dijumpai di daerah dengan resiko tinggi, dan timbul dari lesi prekursor.

Sebaliknya, insidens tipe difus relatif konstan dan tumor tidak mempunyai lesi

prekursor yang jelas. Tipe intestinal memperlihatkan usia rata-rata insidens 55

tahun dengan rasio perbandingan antara pria dan wanita 2:1. Kanker lambung

difus timbul pada usia yang sedikit lebih muda, yaitu rata-rata 48 tahun dengan

rasio perbandingan antara pria dan wanita hampir setara.

Etiologi

1. Faktor diet

(1) Di dalam lambung terdapat kersinogen langsung

(2) Di dalam makanan terdapat karsinogen indirek

(3) Di dalam makanan terdapat zat pemacu karsinogen

(4) Ketidakseimbangan atau kekurangan gizi

2. Helicobacter pylori

Pasien dengan infeksi H. Pylori memiliki resiko terkena karsinoma

lambung 6 kali dibanding dengan yang tidak terinfeksi H. pylori

bergantung pada usia. Infeksi H. pylori semasa anak dapat meningkatkan

resiko terjadinya karsinoma gaster. Sedangkan infeksi setelah dewasa

umumnya tidak sampai berkembang menjadi karsinoma gaster.

Page 39: Modul Disfagia Kelompok 3

Mekanisme timbulnya karsinoma gaster oleh H. pylori adalah: (1) H.

pylori mencetuskan reaksi peradangan biotoksik hemolog yang memacu

hiperplasia epitel mukosa gaster dan meningkatkan produksi radikal bebas

hingga timbul kanker; (2) Produk metabolik H. pylori langsung

mentransformasi mukosa gaster dan menginduksi apoptosis sel mukosa

gaster; (3) DNA dari H. pylori dikonversi ke dalam sel mukosa lambung

hingga timbul kanker.

3. Penyakit dan lesi prakarsinoma gaster

Penyakit prekanker adalah penyakit tertentu yang menyebabkan resiko

timbulnya karsinoma gaster meningkat jelas, misalnya gastritis atrofi

kronik, tukak lambung kronik, polip lambung, gastropati hipertrofi

(penyakit Menetrier), gaster residual, dll. Lesi prekanker adalah perubahan

histopatologi mukosa gaster yang mudah menjadi kanker.

4. Faktor genetik

Karsinoma gaster merupakan tren familial pada beberapa keluarga. Ada

laporan di sebuah keluarga dari 4 generasi total 27 orang 12 diantaranya

menderita karsinoma gaster. Dan ditemukan dari keluarga itu, kadar

antibodi sel parietal relatif tinggi, terdapat defek imunitas selular.

5. Lainnya

Disregulasi sistem surveilan imunologik, proto-onkogen (misal gen, ras)

dan supresor onkogen (misal gen p53), rearansemen, delesi dan perubahan

lain juga berhubungan tertentu dengan timbulnya karsinoma gaster.

Klasifikasi

Klasifikasi Makroskopik

1. Earlic gastric cancer. Berdasarkan hasil pemeriksaan radiologi,

gastroskopi, dan pemeriksaan histopatologis dapat dibagi atas:

Page 40: Modul Disfagia Kelompok 3

(1) Tipe I (protruded type). Tumor ganas yang menginvasi hanya terbatas

pada mukosa dan submukosa yang berbentuk polipoid. Bentuknya

ireguler, permukaan tidak rata, perdarahan dengan atau tanpa ulserasi.

(2) Tipe II (superficial type) dapat dibagi atas 3 sub tipe:

a. Elevated type, tampak sedikit elevasi mukosa lambung, hampir

seperti type I, terdapat sedikit elevasi serta dan lebih luas dan

melebar.

b. Flat type, tidak terlihat elevasi dan depresi pada mukosa dan hanya

terlihat perubahan pada warna mukosa.

c. Depressed type, didapatkan dipermukaan yang ireguler dan pinggir

yang tidak rata (ireguler) hiperemesis/pendarahan.

(3) Type III (excavated type). Menyerupai Bormann II (tumor ganas

lanjut) dan sering disertai kombinasi seperti IIc + III atau III + IIc dan

IIa + IIc.

2. Advanced gastric cancer (karsinoma gaster lanjut). Menurut klasifikasi

bormann dapat dibagi atas:

(1) Tipe I (tipe fungasi): Bentuknya berupa polipoid karsinoma yang

sering juga disebut sebagai fungating dan mukosa disekitar tumor

atrofi dan ireguler.

(2) Tipe II (tipe ulserasi lokal): Merupakan non infiltrating carcinomatous

ulcer dengan tepi ulkus serta mukosa sekitarnya menonjol dan disertai

nodular. Dasar ulkus terlihat nekrosis dengan warna kecoklatan,

keabuan, dan merah kehitaman. Mukosa sekitar ulkus tampak sangat

hiperemesis.

(3) Tipe III (tipe ulseratif infiltratif): Berupa infaltring carcinomatous

ulcer, ulkusnya mempunyai dinding dan terlihat adanya infiltrasi

progresif dan difus.

(4) Tipe IV (tipe infiltratif difus): Berupa bentuk diffus infiltrating type,

tidak terlihat batas tegas pada dinding dan infiltrasi difus pada seluruh

mukosa.

Klasifikasi Histologik

Page 41: Modul Disfagia Kelompok 3

a. Tipe Umum: termasuk adenokarsinoma papilar, adenokarsinoma tubular,

adenokarsinoma diferesiansi buruk, adenokarsinoma musinosa, karsinoma

sel signet ring.

b. Tipe Spesifik: termasuk karsinoma adenoskuamosa, karsinoma skuamosa,

karsinoid, karsinoma tak berdiferesiansi, tukak lambung berubah

keganasan.

Penentuan Stadium

Penentuan stadium yang akurat sangat penting untuk menetukan regimen

terapi rasional, prognosis, dan menilai hasil terapi. Dewasa ini yang relatif praktis

adalah klasifikasi stadium klinis patologik yang dikemukakan UICC dan AJCC

TNM.

UICC

a. Kedalaman invasi tumor: dilambangkan dengan T. T1: tumor

menginvasi mukosa dan (atau) muskularis mukosa (M) atau

submukosa (M2). SM dibagi lagi menjadi SM1 dan SM2. T2:tumor

menginvasi tunika mukosa (MIP) atau subserosa (SS). T3: tumor

menembus membran serosa (SE). T4: tumor menginvasi struktur

sekitar atau melalui intraluminal menyebar ke esofagus, duodenum.

TX: kedalaman invasi tumor tidak jelas.

b. Metastasis kelenjar limfe: N0 adalah tanpa metastasis kelenjar limfe,

sisanya berdasarkan lokasi tumor, kelenjar limfe regional dibagi

menjadi 3 terminal, yakni N1, N2, N3.

c. Metastasis jauh: M0 menunjukkan tanpa metastasis jauh. M1 terdapat

metastasis jauh.

d. Klasifikasi stadium klinis patologik.

N0 N1 N2 N3

T1 IA IB II

T2 IB II IIIA

Page 42: Modul Disfagia Kelompok 3

T3 II IIIA IIIB

T4 IIIA IIIB

H1P1CYM1I1 IV

AJCC

Manifestasi Klinis

Gejala

Pada stadium dini, pasien sering datang tanpa gejala khusus, dengan

progresi penyakit dapat timbul gejala berupa gastritis, tukak lambung,

terutama adalah: rasa tidak enak pada perut bagian atas terutama sehabis

makan, nafsu makan menurun, regurgitasi asam, mual, muntah, melena, dll.

Karsinoma gaster stadium progresif selain dengan gejala diatas, sering kali

Page 43: Modul Disfagia Kelompok 3

timbul dengan penurunan berat badan, anemia, fatigue, nyeri ulu hati; jika

nyeri bertambah berat dan menjalar ke punggung, pertanda pankreas dan

pleksus seliak terkena. Bila terjadi perforasi karsinoma gaster, dapat timbul

nyeri hebat abdomen tanda perforasi lambung, mual, muntah: sering

disebabkan obstruksi atau gangguan gaster akibat tumor. Kanker daerah kardia

dapat timbul disfagia progresif dan regugirtasi makanan. Kanker antrum

gastrik bila menyebabkan obstruksi pilorus dapat terjadi muntah, perdaraham

dan melena: tumor menginvasi pembuluh darah dapat menyebabkan

perdarahan saluran cerna. Gejala lain seperti diare (karena hipoklorhidia,

pengosongan gaster bertambah cepat), gejala karena metastasis, dll. Pasien

usia lanjut dapat mengalami penurunan berat badan, anemia, udem, demam,

ikterus dan kakeksia.

Tanda Fisik

Umumnya pada stadium dini tanpa gejala nyata yang jelas: nyeri akut

abdomen atas, kadang disertai defens muskular ringan sering menjadi tanda

fisik satu-satunya yang perlu diperhatikan. Kemudian ada massa abdominal,

asites, obstruksi usus parial atau total, pembesaran kelenjar limfe,

supraklavikular, massa di daerah umbilikus, dll.

Diagnosis

1. Gastroskopi

Pemeriksaan gastroskopi banyak sekali membantu diagnosis untuk melihat

adanya tumor gaster. Pada pemeriksaan Okuda (1969) dengan biopsi

ditemukan 94% pasien dengan tumor ganas gaster sedangkan dengan sitologi

lavse hanya didapatkan 50%.

2. Pemeriksaan sinar X telan barium

Kelebihannya adalah menegakkan diagnosa melalui observasi atas bentuk,

perubahan mukosa, gerak peristaltik serta waktu pengosongan lambung secara

dinamis, relatif tidak menyusahkan pasien. Kekurangannya tidak dapat

melakukan biopsi untuk pemeriksaan patologik dan tidak dapat melihat

langsung seperti gastroskopi.

Page 44: Modul Disfagia Kelompok 3

3. Endoskopi USG

Perpaduan endoskopi dengan USG dan memiliki kelebihan dari endoskopi

biasa. Ia tidak hanya dapat menunjukkan kedalaman invasikarsinoma gaster,

tetapi juga dapat menemukan metastasis kelenjar limfe sekitar gaster.

4. Pemeriksaan CT

Dapat menunjukkan lingkup pertumbuhan ke dalam atau ke luar lumen dari

karsinome gaster yang mengenai dinding gaster, hubungan anatomis dengan

organ sekitar; juga dapat menentukan kondisi metastasis karsinoma gaster

misal hati, empedu, pankreas, kelenjar limfe kavum peritoneal terkena atau

tidak, dll.

5. Sitologi Eksfoliatif

Kini sudah jarang digunakan, termasuk bilasan biasa dan bilasan langsung

melalui gastroksop atau dengan penggosokan. Setelah disentrifugasi, sedimen

dipulas untuk mencari sel ganas.

6. Pertanda biologis serum

Belakangan ini, CA 19-9, CA 125, CA 72-4, CEA, dll dianggap bermakna

tertentu bagi diagnosis karsinoma gaster dan pemantauan rekurensi. Tetapi

kurang spesifik, kurang berguna bagi diagnosis karsinoma gaster stadium dini.

7. Diagnosis mikrometastasis karsinoma gaster

Terutama memakai potongan patologik kontinu, imunohistologi, RT-PCR,

sitologi aliran, sitogenetika, imunositokimia dan teknik pemeriksaan canggih

lain. Diagnosis ini dapat membantu dokter menentukan prognosis, memilih

metode operasi, lingkup diseksi kelenjar limfe, menetukan stadium pasca

operasi dan menjadi dasar bagi individualisasi formula kemoterapi.

Terapi

1. Operasi

Terapi paling efektif untuk karsinoma gaster. Asalkan kondisi pasien

memungkinkan, semua dapat dilakukan laparotomi eksploratif, terapi

operatif. Prinsip umum terapi operatif rasional terkini adalah: memperkecil

operasi seraya memperluas reseksi, meningkatkan angka survival sama

Page 45: Modul Disfagia Kelompok 3

pentingnya dengan mempertahankan kualitas hidup baik. Operasi radikal

karsinoma gaster harus memenuhi tiga tuntutan berikut: (1) reseksi

memadai terhadap lesi primer; (2) diseksi tuntas kelenjar limfe sekitar; (3)

memberantas habis sel kanker bebas dalam rongga peritoneumdan lesi

mikrometastatik.

2. Kemoterapi

Indikasi: pasien pasca operasi radikal karsinoma gaster, karsinoma gaster

stadium progresif tidak peduli ada atau tidak metastasis kelenjar limfe;

pasien pasca operasi non radikal; pasien tak dapat dioperasi atau kambuh

pasca operasi.

3. Radioterapi

Karena rekurensi karsinoma gaster umumnya di tapak karsinoma atau

sekitarnya, maka radioterapi intraoperatif dapat mencegah kekambuhan

karsinoma gaster. Kelebihannya adalah: radioterapi dosis tunggal tinggi

intraoperatif (20-30Gy) memiliki efek biologis yang jelas lebih tinggi dari

iradiasi fraksional dengan dosis yang sama; intraoperatif dapat

memberikan proteksi terhadap jaringan normal sekitar, mengurangi efek

samping radiasi. Radioterapi pasca operatif hanya dilakukan sebagai terapi

lokal untuk mengurangi rasa nyeri akibat invasi karsinoma dan terhadap

lokasi karsinoma residual.

4. Imunoterapi

Yang sering digunakan termasuk penguat imunitas seperti lentinan,

knestin (PSK), ganoderma, dll.

5. TCM (Traditional Chinese Medicine)

Secara klinis umumnya digunakan sebagai preventif dan mengatasi efek

samping kemoterapi dan sebagai terapi adjuvan pasca operasi.

6. Terapi gen

Yang banyak diteliti dan berefek cukup baik adalah terapi gen bunuh diri

dan terapi gen anti angiogenesis.

Pencegahan

Page 46: Modul Disfagia Kelompok 3

1. Primer

Selain terapi agresif terhadap prekanker, juga perlu diperhatikan higienitas

makanan; menjaga kesegaran makanan dengan pendinginan; banyak konsumsi

sayur dan buah, ikan, produk susu dan kacang; hindari makanan minuman

tinggi garam dan stop rokok.

2. Sekunder

Pencegahan sekunder dengan target kelompok resiko tinggi karsinoma gaster;

terdapat gejala saluran cerna atas dengan sebab tak jelas, khususnya pasien

dengan usia setengah baya ke atas; sebelumnya tanpa riwayat lambung, dalam

waktu singkat muncul gejala lambung; atau terdapat riwayat penyakit

lambung kronis, belakangan ini bertambvah berat; pasien dengan riwayat

keluarga karsinoma gaster; kelompok usia diatas 40 tahun. Metode penapisan

umum: sistem pemeriksaan double kontras gastrointestinal-endoskopi-

patologi; penapisan awal model probabilitas komputerisasi karsinoma gaster-

analisis cairan lambung dan pemeriksaan CEA-endoskopi-biopsi patologik.

Prognosis

Prognosis kanker lambung disesuaikan dengan stadium penyakit dan

ketepatan terapi yang diberikan.

Sumber:

10. TUMOR LARING

TUMOR JINAK LARING

Tumor jinak laring jarang ditemukan, hanya kurang lebih 5% dari semua

jenis tumor laring.

Tumor jinak laring berupa papiloma, adenoma, kondroma, mioblastoma

sel granuler, hemangioma, lipoma, neurofibroma.

PAPILOMA LARING

Page 47: Modul Disfagia Kelompok 3

Papiloma laring juvenil : ditemukan pada anak, biasanya multipel

dan mengalami regresi saat dewasa.

Pada orang dewasa : biasanya berbentuk tunggal, tidak akan

mengalami resolusi dan merupakan prekanker.

Bentuk Juvenil

Tumor ini tumbuh pada pita suara bagian anterior atau daerah subglotik.

Dapat juga tumbuh di plika ventrikularis atau aritenoid.

Bentuk seperti buah murbei, berwarna putih kelabu, kadang kemerahan

secara makroskopik. Tumor ini mempunyai sifat yang menonjol yaitu sering

tumbuh kembali setelah diangkat.

Gejala papiloma laring adalah suara parau. Kadang-kadang terdapat pula

batuk. Dan apabila telah menutup rima glotis maka timbul sesak nafas dan stridor.

Diagnosis berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan laring

langsung, biopsi dan pemeriksaan patologi anatomi.

Terapi dilakukan ekstirpasi papiloma dengan bedah mikro atau sinar laser.

Tetapi karena sifat papiloma yang sering tumbuh kembali, maka tindakan ini

diulangi berkali-kali. Terapi terhadap peyebabnya belum memuaskan, karena

hingga saat ini etiologinya belum diketahui dengan pasti.

Saat ini tersangka penyebabnya ilaha virus, tetapi pada pemeriksaan

dengan mikroskop elektron incluuusion body tidak ditemukan. Untuk terapinya

diberikan vaksin dari massa tumor, obat anti virus, hormon, kalsium. Tidak

diajurkan memberi radioterapi karena bisa menjadi ganas.

NEUROFIBROMA

Page 48: Modul Disfagia Kelompok 3

Neurofibroma terdiri dari aksonal saraf atau dendritik saraf dan elemen sel

schwann. Neurofibroma jarang terjadi pada laring, biasanya terjadi di bagian

ekstrinsik. Lebih sering pada anak dan dewasa muda. Dan terkadang ada stridor.

Lesi ini terjadi pada submukosa, paling sering di daerah supraglotis dan

tidak berkapsul. Penyembuhan dengan pembedahan biasanya dikaitkan dengan

defisit saraf, baik motorik maupun sensorik.

MIOBLASTOMA SEL GRANULER

Sekitar 50% muncul di daerah kepala dan leher, paling sering di lidah.

Sekitar 10% muncul pada laring, dimana paling sering muncul padapersimpangan

vokal ligamen dan tulang rawan aritenoid sebagai massa submukosa.

Keadaan ini dapat dhilangkan dengan cara endoskopi atau thyrotomi.

Eksisi lengkap tercatat dapat memberikan penyembuhan jangka panjang.

HEMANGIOMA

Keadaan ini dikaitkan dengan kelainan kongenital (5%), dan 70% terjadi

pada bagian belakang laring atau dinding posterior trakea. Perdarahan adalah

gejala yang paling sering pada hemangioma.

TUMOR GANAS LARING

KEKERAPAN

Kekerapan tumor ganas laring di beberapa tempat di dunia ini berbeda-

beda. Di Amerika Serikat pada tahun 1973 – 1976 dilaporkan 8,5 kasus karsinoma

laring per 100.000 penduduk laki-laki dan 1.3 kasus karsinoma laring per 100.000

penduduk perempuan. Pada akhir-akhir ini tercatat insiden tumor ganas laring

pada wanita meningkat. Ini dihubungkan dengan meningkatnya jumlah wanita

yang merokok.

Di RSUP H. Adam Malik Medan, Februari 1995 – Juni 2003 dijumpai 97 kasus

karsinoma laring dengan perbandingan laki dan perempuan 8 : 1. Usia penderita

berkisar antara 30 sampai 79 tahun. Dari Februari 1995 – Februari 2000, 28 orang

diantaranya telah dilakukan operasi laringektomi total.

ETIOLOGI

Page 49: Modul Disfagia Kelompok 3

Penyebab pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan

beberapa hal yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring yaitu :

rokok, alkohol, sinar radio aktif, polusi udara, radiasi leher dan asbestosis. Ada

peningkatan resiko terjadinya tumor ganas laring pada pekerja-pekerja yang

terpapar dengan debu kayu.

HISTOPATOLOGI

Karsinoma sel skuamosa meliputi 95 – 98% dari semua tumor ganas

laring, dengan derajat difrensiasi yang berbeda-beda. Jenis lain yang jarang kita

jumpai adalah karsinoma anaplastik, pseudosarkoma, adenokarsinoma dan

sarkoma.

Karsinoma Verukosa. Adalah satu tumor yang secara histologis

kelihatannya jinak, akan tetapi klinis ganas. Insidennya 1 – 2% dari seluruh tumor

ganas laring, lebih banyak mengenai pria dari wanita dengan perbandingan 3 : 1.

Tumor tumbuh lambat tetapi dapat membesar sehingga dapat menimbulkan

kerusakan lokal yang luas. Tidak terjadi metastase regional atau jauh.

Pengobatannya dengan operasi, radioterapi tidak efektif dan merupakan

kontraindikasi. Prognosanya sangat baik.

Adenokarsinoma. Angka insidennya 1% dari seluruh tumor ganas laring.

Sering dari kelenjar mukus supraglotis dan subglotis dan tidak pernah dari glottis.

Sering bermetastase ke paru-paru dan hepar. two years survival rate-nya sangat

rendah. Terapi yang dianjurkan adalah reseksi radikal dengan diseksi kelenjar

limfe regional dan radiasi pasca operasi.12

Kondrosarkoma. Adalah tumor ganas yang berasal dari tulang rawan

krikoid 70%, tiroid 20% dan aritenoid 10%. Sering pada laki-laki 40-60 tahun.

Terapi yang dianjurkan adalah laringektomi total.

KLASIFIKASI

Berdasarkan Union International Centre le Cancer (UICC) 1982,

klasifikasi dan stadium tumor ganas laring terbagi atas :

Page 50: Modul Disfagia Kelompok 3

1. Supraglotis (30-35%)

2. Glotis (60-65%)

3. Subglotis (1%)

Yang termasuk supraglotis adalah : permukaan posterior epiglotis yang

terletak di sekitar os hioid, lipatan ariepiglotik, aritenoid, epiglotis yang terletak di

bawah os hioid, pita suara palsu, ventrikel.

Yang termasuk glottis adalah : pita suara asli, komisura anterior dan

komisura posterior.

Yang termasuk subglotis adalah : dinding subglotis.

Klasifikasi dan stadium tumor berdasarkan UICC :

1. Tumor primer (T)

Supra glottis :

T is: tumor insitu

T 0 : tidak jelas adanya tumor primer l

T 1 : tumor terbatas di supra glotis dengan pergerakan normal

T 1a : tumor terbatas pada permukaan laring epiglotis, plika

ariepiglotika, ventrikel atau pita suara palsu satu sisi.

T 1b : tumor telah mengenai epiglotis dan meluas ke rongga ventrikel

atau pita suara palsu

T 2 : tumor telah meluas ke glotis tanpa fiksasi

T 3 : tumor terbatas pada laring dan sudah terfiksir atau meluas ke daerah

krikoid bagian belakang, dinding medial dari sinus piriformis, dan arah

rongga preepiglotis.

T 4 : tumor dengan penyebaran langsung sampai ke luar laring. Menginfiltrasi

orofaring jaringan lunak pada leher atau sudah merusak tulang

rawan tiroid.

Glotis :

T is : tumor insitu

T 0 : tak jelas adanya tumor primer

T 1 : tumor terbatas pada pita suara (termasuk komisura anterior dan posterior)

dengan pergerakan normal

Page 51: Modul Disfagia Kelompok 3

T 1a : tumor terbatas pada satu pita suara asli

T 1b : tumor mengenai kedua pita suara

T 2 : tumor terbatas di laring dengan perluasan daerah supra glotis maupun

subglotis dengan pergerakan pita suara normal atau terganggu.

T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dari satu atau ke dua pita suara

T 4 : tumor dengan perluasan ke luar laring

Sub glotis :

T is : tumor insitu

T 0 : tak jelas adanya tumor primer

T 1 : tumor terbatas pada subglotis

T 1a : tumor terbatas pada satu sisi

T 1b : tumor telah mengenai kedua sisi

T 2 : tumor terbatas di laring dengan perluasan pada satu atau kedua pita suara

asli dengan pergerakan normal atau terganggu

T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi satu atau kedua pita suara

T 4 : tumor dengan kerusakan tulang rawan dan/atau meluas keluar laring.

2. Pembesaran kelenjar getah bening leher (N)

Nx : kelenjar limfe tidak teraba

N0 : secara klinis kelenjar tidak teraba

N1 : secara klinis teraba satu kelenjar limfa dengan ukuran diameter 3cm

homolateral

N2 : Teraba kelenjar limfa tunggal, ipsilateral dengan ukuran diameter 3-6cm

N2a : satu kelenjar limfa ipsilateral, diameter lebih dari 3cm tapi tidak

lebih dari 6cm

N2b : multipel kelenjar limfa ipsilateral, diameter tidak lebih dari 6cm

N2c : metastasisbilateral atau kontralateral, diameter tidak lebih dari

6cm

N3 : metastasis kelenjar limfa lebih dari 6 cm

3. Metastasis jauh (M)

Mx : tidak terdapat/terdeteksi

M0 : tidak ada metastasis jauh

Page 52: Modul Disfagia Kelompok 3

M1 : terdapat metastasis jauh

4. Stadium

STADIUM TUMOR

PRIMER

KEL.LIMFA METASTASIS

Stadium 1 T1 N0 N0

Stadium 2 T2 N0 N0

Stadium 3 T3 N0 M0

T1/T2/T3 N1 M0

Stadium 4 T4 N0/N1 M0

T1/T2/T3/T4 N2/N3

T1/T2//T3/T4 N1/N2/N3 M1

GEJALA DAN TANDA

Gejala dan tanda yang sering dijumpai adalah :

Suara serak

Gejala utama karsinoma laring. Merupakan gejala paling dini tumor pita

suara. Hal ini disebabkan karena ganguan fungsi fonasi laring. Kualitas

nada sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya celah glotik, besar pita suara,

ketajaman tepi pita suara, kecepatan getaran, dan ketegangan pita suara.

Pada tumor ganas laring, pita suaragagal berfungsi secara baik disebabkan

ketidakteraturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah glotik,

terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan ligamen krikoaritenoid, dan

kadang-kadang menyerang saraf. Serak menyebabkan kualitas suara

menjadi kasar, menganggu, sumbang, dan nadanya lebih rendah dari

biasanya. Kadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan jalan nafas, atau

paralisis komplit.

Page 53: Modul Disfagia Kelompok 3

Hubungan antara suara serak dengan tumor laring tergantung dari letak

tumornya. Apabila tumbuh di pita suara asli, maka serak merupakan gejala

dini dan menetap. Pada tumor subglotik dan supraglotik, serak dapat

merupakan gejala akhir atau tidak muncul sama sekali.

Sesak nafas dan stridor

Terjadi karena adanya sumbatan jalan nafas oleh massa tumor,

penumpukan kotoran atau sekret, maupun fiksasi pita suara. Adanya

stridor dan dispnea adalah tanda prognosis kurang baik.

Rasa nyeri di tenggorok

Keluhan bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang tajam.

Disfagia

Merupakan ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring,

hipofaring, dan sinus piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang

paling sering pada tumor ganas postkrikoid. Adanya odinofagi

menandakan adanya tumor ganas lanjut yang mengenai struktur ekstra

laring.

Batuk dan haemoptisis

Batuk jarang pada tumor ganas glotik, biasanya timbul dengan tertekannya

hipofaring disertai sekret yang mengalir ke dalam laring. Sedangkan

haemoptisis sering pada tumor ganas glotik dan supraglotik.

Pembengkakan pada leher

Biasanya dipertimbangkan sebagai metastasis tumor ganas yang menu

jukan tumor pada stadium lanjut.

Nyeri alih telinga ipsilateral, halitosis, penurunan berat badan

Perluasan tumor ke luar laring atau metastasis jauh.

Nyeri tekan laring

Gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi supurasi tumor yang

menyerang kartilago tiroid dan perikondrium

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan :

1. Anamnese

Page 54: Modul Disfagia Kelompok 3

2. Pemeriksaan THT rutin

3. lanringoskopi indirek dengan kaca laring

4. Laringoskopi direk dengan menggunakan laringoskop

5. Radiologi foto polos leher dan dada

6. Pemeriksaan radiologi khusus : politomografi, CT-Scan, MRI

7. Pemeriksaan hispatologi dari biopsi laring sebagai diagnosa pasti

DIAGNOSA BANDING

1. TBC laring

2. Sifilis laring

3. Tumor jinak laring.

4. Penyakit kronis laring

PENGOBATAN

Secara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma laring yaitu

pembedahan, radiasi dan sitostatika, ataupun kombinasi.

I. PEMBEDAHAN

Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari :

A. LARINGEKTOMI

1. Laringektomi parsial

Laringektomi parsial diindikasikan untuk karsinoma laring stadium I

yang tidak memungkinkan dilakukan radiasi, dan tumor stadium II.

2. Laringektomi total

Adalah tindakan pengangkatan seluruh struktur laring mulai dari batas

atas (epiglotis dan os hioid) sampai batas bawah cincin trakea.

B. DISEKSI LEHER RADIKAL

Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1 – T2) karena

kemungkinan metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah. Sedangkan

tumor supraglotis, subglotis dan tumor glotis stadium lanjut sering kali

mengadakan metastase ke kelenjar limfe leher sehingga perlu dilakukan

Page 55: Modul Disfagia Kelompok 3

tindakan diseksi leher. Pembedahan ini tidak disarankan bila telah terdapat

metastase jauh.

II. RADIOTERAPI

Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis T1

dan T2 dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya 90%). Keuntungan dengan

cara ini adalah laring tidak cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan.

Dosis yang dianjurkan adalah 200 rad perhari sampai dosis total 6000 – 7000 rad.

Radioterapi dengan dosis menengah telah pula dilakukan oleh Ogura,

Som, Wang, dkk, untuk tumor-tumor tertentu. Konsepnya adalah untuk

memperoleh kerusakan maksimal dari tumor tanpa kerusakan yang tidak dapat

disembuhkan pada jaringan yang melapisinya. Wang dan Schulz memberikan

4500–5000 rad selama 4–6 minggu diikuti dengan laringektomi total.

III. KEMOTERAPI

Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi adjuvant ataupun

paliativ. Obat yang diberikan adalah cisplatinum 80–120 mg/m2 dan 5 FU 800–

1000 mg/m2.

IV. REHABILITASI

Rehabilitasi setelah operasi sangat penting karena telah diketahui bahwa

tumor ganas laring yang diterapi dengan seksama memiliki prognosis yang baik.

rehabilitasi mencakup : “Vocal Rehabilitation, Vocational Rehabilitation dan

Social Rehabilitation”.

Laringektomi yang dikerjakan untuk mengobati karsinoma laring

menyebabkan cacat pada pasien. Dengan dilakukannya pengangkatan laring

beserta pita suara yang berada di dalamnya, maka pasien menjadi afonia dan

bernafas melalui stoma permanen di leher.

Rehabilitasi suara dapat dilakukan dengan pertolongan alat bantu suara,

yakni semacam vibrator yang ditempelkan di daerah submandibula, ataupun

dengan suara yang dihasilkan dari esofagus melalui proses belajar.

Page 56: Modul Disfagia Kelompok 3

Banyak faktor yang mempengaruhi suksesnya proses rehabilitasi suara ini.

Tetapi faktor fisik dan psiko-sosial merupakan 2 faktor utama. Mungkin dengan

adanya wadah perkumpulan guna menghimpun pasien-pasien tuna laring guna

menyokokng aspek psikis dalam lingkup yang luas dari pasien, baik sebelum

maupun sesudah operasi. (5)

PROGNOSIS

Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan

kecakapan tenaga ahli. Secara umum dikatakan five years survival pada

karsinoma laring stadium I 90 – 98% stadium II 75 – 85%, stadium III 60 – 70%

dan stadium IV 40 – 50%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan

menurunkan 5 year survival rate sebesar 50%.

Page 57: Modul Disfagia Kelompok 3

DAFTAR PUSTAKA

- DASAR PATOLOGIS PENYAKIT, Edisi 7, Robbins & Cotran, 2005,

EGC.

- ONKOLOGI KLINIS Edisi 2.

1. Abou-Elsaad, Handout Assessment And Management of Oropharyngeal Dysphagia in Adults “Workshop”, IALP, Copenhagen, 2007

2. Rosen, A., Rhce, T.T., Kaufman, R. Prediction of Aspiration in Patients With Newly Diagnosed Untreated Advanced Head and Neck Cancer. Arch Otolaryngology Head Neck Surgery. 2001

3. Hawson, F.Y., The Assessment of Oropharyngeal Dysphagia in Adults. Philippine Journal Of Otolaryngology-Head and Neck Surgery. 2009

4. Cichero, J., Dysphagia:foundation, theory, and practice, John Wiley & Sons Ltd, 2006, England.

5. Price, Sylvia A., Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit, Ed. 6, Jakarta: EGC, 2005.

- http://yanuar.blog.undip.ac.id/files/2012/11/GAMBARAN-FEES-DR.-YANUAR-

IMAN-SANTOSA-Sp.-THT-KL-dr-THT-Semarang1.pdf

- Lazarus, Cathy L. Management of Dysphagia, Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2006: Philadelphia.

- Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Management of patients with

stroke: identification and management of dysphagia, a National clinical

guideline. June 2010

Page 58: Modul Disfagia Kelompok 3