Modernisasi Pendidikan Tinggi Islam Indonesia: Perubahan ...
Transcript of Modernisasi Pendidikan Tinggi Islam Indonesia: Perubahan ...
Modernisasi Pendidikan Tinggi Islam Indonesia: Perubahan IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1995-2002
Elliza Muhammad dan Abdurakhman
Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia
Abstrak
Islam sebagai agama besar telah melekat pada diri sebagian besar masyarakat Indonesia. Tidak dapat dipungkiri lagi
bahwa kemajuan Islamakan berdampak signifikan bagi kemajuan masyarakat Indonesia sehingga perkembangan
pendidikan tinggi Islam di Indonesia patut untuk diteliti. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui proses
modernisasi pendidikan tinggi Indonesia dilihat dari perkembangan pendidikan tinggi Islam dan proses perubahan
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jakarta menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta dengan menggunakan
metode penelitian sejarah. Sumber-sumber data untuk penelitian ini didapat dari buku-buku yang relevan dan arsip-
arsip yang ditemukan di UIN Jakarta dan Arsip Nasional Republik Indonesia. Sebagai proyek
percontohanmodernisasi pendidikan tinggi Islam, Perubahan IAIN Jakarta menjadi UIN Jakarta telah merealisasikan
reintegrasi keilmuan antara ilmu umum dan ilmu agama. Walaupun belum sempurna, penambahan fakultas, jurusan
dan perubahan kurikulum mengarah menuju hal baik yang dapat menunjang kemajuan masyarakat Islam dan negara
Indonesia.
Kata Kunci: Depdikbud; IAIN; Indonesia; Islam; Kemenag; UIN
Abstract
Islam as the mean religion was inherent in the majority of Indonesian people, it’s undeniable that the Islamic
improvement will have a significant impact for the development of Indonesian society. Therefore, the development
of Islamic higher education in Indonesia deserves to be researched. This study aimed to understand the
modernization process of Islamic higher education in Indonesia that seen from the transformation process of the
Jakarta State Islamic Institute (IAIN) into the Jakarta State Islamic University (UIN) by using historical research
method. The sources of data for this research come from relevant books and archives that found in UIN Jakarta and
the National Archives of the Republic of Indonesia. As a pilot project for the modernization of Islamic higher
education, the changes of IAIN Jakarta to UIN Jakarta has objectified the reintegration of knowledge between
science and religion. Although it’s has not perfect yet, the addition of faculties, departments and curriculum change
is leading to good things that can support the advancement of Islamic society and Indonesia.
Keyword: Depdikbud; IAIN; Indonesia; Islam; Kemenag; UIN
Modernisasi pendidikan..., FIB UI, 2015
Pendahuluan
Pendidikan Islam di Indonesia telah berlangsung sejak masuknya Islam ke Indonesia pada
awal abad ke 8 dibawa oleh para pedagang Muslim dalam pelayarannya ke Asia Tenggara dan
Asia Timur1. Para pedagang ini memperkenalkan Islam sebagai agama yang sederhana dan dapat
menyentuh semua kalangan, tidak seperti agama mayoritas Nusantara pada masa itu, yaitu Hindu
yang memisah-misahkan masyarakat sehingga terjadi kemandekan mobilitas vertikal. Pada masa
awal Islam di Indonesia, pendidikan Islam muncul dalam bentuk informal di banyak tempat di
Nusantara, antara lain Meunasah dan Dayah di Aceh. Surau di Sumatera Barat, dan pesantren di
Jawa.
Dampak dari pendidikan Islam tersebut adalah munculnya semangat melawan
kolonialisme yang datang ke Nusantara, perlawanan-perlawanan tersebut bergerak dan tersebar di
lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti surau dan pesantren. Perlawanan terhadap
kolonialisme yang dilakukan para santri-santri tersebut disamakan dengan perang suci melawan
orang kafir, sehingga meningkatkan persatuan dan semangat mengusir penjajah.
Ketika kolonialisme memasuki Nusantara, pendidikan Islam memasuki babak baru.
Kedatangan bangsa Belanda menempatkan Indonesia sebagai target penyebaran agama Kristen,
sehingga lembaga pendidikan Islam sebagai sarana dakwah mendapat saingan. Pada akhir abad
ke 19, Belanda mencanangkan politik etis, yaitu politik balas budi yang memiliki pendidikan
sebagai salah satu program utamanya. Oleh karena itu pada awal abad ke 20 pemerintah kolonial
mendirikan banyak sekolah untuk rakyat, tetapi pada kenyataannya tidak seluruh rakyat bisa
merasakan pendidikan, hanya anak-anak pegawai pemerintahan dan orang mampu.
Seiring berjalannya waktu, kondisi berubah dan mendorong tokoh-tokoh Islam untuk
meningkatkan mutu pendidikan Islam. Sebagai agama mayoritas di Indonesia, agama Islam di
Indonesia menjadi faktor penting sebagai dasar gerakan dalam perjuangan melawan penjajah.
Didasari pemikiran bahwa umat Islam yang maju dan bersatu dapat membawa kemajuan pada
negara, Tokoh-tokoh perjuangan pada masa awal kemerdekaan membentuk lembaga-lembaga
pendidikan tinggi Islam yang levelnya diatas pendidikan-pendidikan Islam sebelumnya.
1Kedatangan Islam ke berbagai daerah di Nusantara tidak bersamaan. Menurut W.P. Groeneveldt dan Heorhe Faldo
Houraini, Pada masa Kerajaan Sriwijaya abad ke 7 dan ke 8, selat malaka telah dilalui oleh pedagang-pedagang muslim. Berdasarkan berita Cina zaman T’ang masyarakat muslim telah ada, baik di daerah Kanton maupun di daerah Sumatera. Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia. Sejarah Nasional Indonesia Jilid III: Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2008, hlm 1
Modernisasi pendidikan..., FIB UI, 2015
Pendidikan tinggi Islam di Indonesia dimulai pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia,
ditandai dengan didirikannya Yayasan Pesantren Luhur sebagai pusat pendidikan tinggi Islam di
Jakarta oleh Dr. Satiman Wirjosandjojo pada akhir 1930an2. Walaupun tidak dapat bertahan lama
karena intervensi Belanda, Yayasan Pesantren Luhur yang didirikan Satiman menjadi dasar
pemikiran pendirian pendidikan tinggi Islam di Indonesia.3
Pendirian lembaga pendidikan tinggi Islam tersebut dilatarbelakangi kenyataan
bahwawalaupun Islam adalah agama mayoritas yang dianut di Hindia Belanda, pendidikan dan
ilmu pengetahuannya tertinggal4. Hal ini menjadi perhatian utama Satiman, ia membandingkan
sekolah-sekolah Belanda dan sekolah lain yang dibangun atas pola Belanda dengan pesantren.
Satiman menemukan bahwa pesantren tidak mampulagi memenuhi kebutuhan masyarakat yang
semakin berkembang5.
Usaha untuk merintis pendidikan tinggi Islam pada periode awal ini juga dilakukan oleh
para pendiri seperti Muhammad Hatta, M. Natsir, K.H. A. Wahid Hasyim, dan K.H. Mas
Mansyur. Hal ini sejalan dengan tuntutan kebutuhan pendidikan Islam pada sebagian masyarakat
Indonesia, yang pada waktu itu, disamping sebagai sarana pencerdasan dan pencerahan umat
Islam, alat modernisasi, sarana mobilisasi vertikal, juga sebagai common platform(dasar
pergerakan) untuk membangun persatuan dan semangat nasionalisme Islam saat berhadapan
dengan kolonialisme.6
Sejak awal kemerdekaan, lembaga pendidikan tinggi Islam berkembang dari Sekolah
Tinggi Islam, Universitas Islam Indonesia, Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri, hingga
Institut Agama Islam Negeri (IAIN).
Pada masa Orde Baru perkembangan IAIN berbanding lurus dengan perkembangan
Kemenag (Kementerian Agama) yang berjalan dalam perspektif kebijakan politik pemerintah.
Kebijakan politik pemerintah Orde Baru difokuskan pada modernisasi ekonomi, stabilisasi
politik, juga sosialisasi ideologi Pancasila dan UUD 1945 sebagai satu-satunnya ideologi yang
dikembangkan. Pemerintah Orde Baru meyakini bahwa pembangunan ekonomi sebagai agenda
utama kebijakan pemerintah tidak akan tercapai dengan baik jika masyarakat masih terbelakang,
2 Idris Thaha. Kampus Pembaharu Menuju Universitas Riset. Jakarta: UIN Jakara Press, 2006
3 H.A Soetjipto, Agussalim Situompul. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Institut Agama Islam Negeri IAIN
Al-Jami’ah. Yogyakarta:LPPM IAIN Sunan Kalijaga, 1986, hlm 11-25 4Ibid
5Ibid
6Badri Yatim dan Hamid Nasuhi,Membangun Pusat Keunggulan Studi Islam, Sejarah dan Profil Pimpinan IAIN
Syarif Hidayatullah Jakarta 1957-2002. Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2002, hlm.. 17-18.
Modernisasi pendidikan..., FIB UI, 2015
apatis dan miskin. Karena itu stabilitas politik dan ideologi harus tetap kuat tanpa adanya faksi-
faksi politik yang lazim ditemukan pada orde sebelumnya. Dengan cara pandang ini maka ide
transformasi Kemenag dan modernisasi IAIN sebagai salah satu agen modernisasi pembangunan
mulai dilakukan. Untuk mendukung kebijakan ini posisi-posisi kunci pada Kemenag tidak lagi
diberikan kepada kelompok tradisionalis7muslim seperti NU atau kelompok revivalis
8 seperti
Persis tetapi kepada kelompok modernis terpelajar9, seperti Mukti Ali.
10
Pada masa kepemimpinannya sebagai menteri agama pada 1971-1979, Mukti Ali
mengangkat seorang tokoh modernis seperti dirinya menjadi rektor IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, yaitu Harun Nasution. Kesamaan visi mereka membuat Harun Nasution leluasa
merestrukturisasi kurikulum IAIN. Untuk meningkatkan kualitas IAIN, Mukti Ali mengirim
dosen ke negara-negara barat untuk belajar. Hingga 1972, setahun setelah Mukti Ali diangkat
menjadi menteri jumlah dosen IAIN dan pejabat Kemenag yang dikirim sekitar 55 orang.
Pada periode ini pula muncul ide mengenai perubahan IAIN menjadi Universitas.
Gagasan ini dihasilkan oleh Harun Nasution, Ia berharap dalam kurikulum IAIN terdapat ilmu-
ilmu umum. Menurutnya IAIN belum berperan secara optimal dalam dunia akademik, birokrasi,
dan masyarakat Indonesia secara keseluruhan karena orientasi dakwah lebih kuat daripada
pengembangan ilmu pengetahuan. Selain itu kurikulum IAIN belum mampu merespon
perkembangan Iptek (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) dan perubahan masyarakat yang semakin
kompleks. Hal ini dikarenakan bidang kajian agama yang merupakan spesialisasi IAIN kurang
berinteraksi dengan ilmu umum, bahkan cenderung dikotomis. Namun gagasan terbentur oleh
ketentuan yang telah digariskan pemerintah bahwa universitas hanya berada dibawah Depdikbud
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan), serta masih terbatasnya tenaga pengajar yang
mumpuni di lingkungan IAIN.11
Pada tahun 1995, gagasan untuk mengubah IAIN menjadi UIN kembali muncul dalam
acara sarasehan UIN di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 22 Oktober 1995 yang
diadakan oleh Quraish Shihab.12
Dalam acara tersebut Kemenag menetapkan IAIN Syarif
7Kelompok yang memiliki sikap dan cara berpikir serta bertindak yg selalu berpegang teguh pada norma dan adat
kebiasaan yg ada secara turun-temurun 8Kelompok yang ingin membangitkan Islam dan menjawab kemerosotan Islam kembali kepada ajaran Islam yang
murni. 9Kelompok orang-orang yang telah menempuh pendidikan di Barat.
10 Azyumardi Azra,Menteri-Menteri Agama RI Biografi Sosial-Poitik.Jakarta : PPIM,1998,hlm. 293
11Badri Yatim dan Hamid Nasuhi, Op.Cit.,hlm. 286.
12Ibid
Modernisasi pendidikan..., FIB UI, 2015
Hidayatullah Jakarta menjadi proyek percontohan dan mengharapkan perubahan didasari dengan
adanya studi kelayakan. Dorongan internal pun muncul dari Harun Nasution dan Menteri Agama,
Tarmizi Taher. Menteri agama menganggap kendala aturan yang dimiliki Depdikbud bukanlah
sebuah kebuntuan dan Kemenag akan membantu merealisasikannya.
Perubahan IAIN menjadi UIN dapat direalisasikan pada masa kepemimpinan Azyumardi
Azra sebagai rektor IAIN. Proses perubahan ini dimulai dengan membentuk jurusan-jurusan dan
fakultas-fakultas baru ke dalam IAIN sehingga susbstansinya sesuai dengan kerangka UIN.
Langkah ini disebut sebagai IAIN with wider mandate (IAIN dengan mandat yang lebih luas)13
dengan membentuk jurusan dan fakultas-fakultas baru ke dalam IAIN sehingga sesuai dengan
kerangka UIN. Dalam proses transformasi ini, IAIN bekerjasama dengan institusi luar negeri,
seperti Mcgill University, Leiden University, Ohio University, dan Barkeley University.
Universitas-universitas tersebut dipilih karena memiliki lembaga pengkajian Islam yang dianggap
mumpuni dalam isu-isu Islam modern, seperti gender, dan warisan. Selain universitas di luar
negeri, IAIN juga bekerjasama dengan universitas dalam negeri seperti IPB, ITB, UI, dan lain-
lain. Hal tersebut dilakukan untuk memperkuat eksistensi jurusan-jurusan baru dalam
transformasi IAIN menjadi UIN. Setelah melewati berbagai macam proses, UIN diresmikan pada
8 juni 2002.
Topik penelitian ini akan membahas mengenai sejarah pendidikan tinggi Islam di
Indonesia, khususnya mengenai perubahan Institut Agama Islam Negeri Jakarta menjadi
Universitas Islam Negeri Jakarta pada tahun 1995-2002. Penelitian ini dititikberatkan pada proses
perubahan IAIN menjadi UIN dan pengaruh-pengaruh yang datang dari dalam, yaitu dari tokoh-
tokoh di dalam IAIN itu sendiri maupun dari luar, baik dari Kemenag, Depdikbud, maupun dari
cendekiawan-cendekiawan muslim dan masyarakat luas. Penelitian ini menjadi penting karena
UIN Jakarta merupakan proyek percontohan dari modernisasi pendidikan tinggi Islam di
Indonesia dengan cara menghapuskan dikotomi antara Ilmu agama dan ilmu umum. Perubahan
IAIN Jakarta menjadi UIN Jakarta nantinya akan diikuti oleh IAIN-IAIN lainnya yang ada di
seluruh Indonesia.
Metode Penelitian
13
Ibid, hlm. 327
Modernisasi pendidikan..., FIB UI, 2015
Metode penelitian yang digunakan dalam karya tulis ini adalah metode sejarah. Metode
sejarah memiliki empat langkah, yaitu: pertama, heuristik, proses pengumpulan data untuk
menunjang penelitian. Dalam tahap ini, penulis menemukan sumber primer berupa kumpulan
arsip Keputusan Presiden No 31 Tahun 2002 tentang perubahan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di Arsip Nasional Republik Indonesia. Data ini penting
bagi penelitian penulis karena memuat surat-menyurat antara Kemenag, Depdikbud, Kemenpan
(Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara), Kemenkeu (Kementrian Keuangan) dan
Sekertaris Kabinet antara 2001 hingga 2002 ketika UIN Jakarta diresmikan. Sumber primer
lainnya yang penulis dapatkan dalam penelusuran sumber adalah Proposal Konversi IAIN
menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang penulis temukan di
bagian tata usaha UIN Jakarta. Data ini menjelaskan maksud dan tujuan perubahan IAIN menjadi
UIN Jakarta, beserta cara-cara yang akan digunakan oleh para penggeraknya. Selain sumber
primer, penulis juga mencoba wawancara sebagai sumber lisan, tetapi responden menolak untuk
diwawancarai karena wawancara mengenai topik tersebut pernah dilakukan dan telah terbit dalam
Jurnal Wisuda UIN Jakarta 10 Juli 2010. Karena itu penulis mencari dan menemukan jurnal
tersebut dalam bentuk PDF dari website resmi UIN Jakarta. Dalam penelusuran sumber, penulis
juga mengumpulkan data-data sekunder yang berasal dari buku-buku, artikel koran dan jurnal
terkait topik penelitian. Sebagian besar sumber ini penulis dapatkan dari Perpustakaan UI,
Perpustakaan UIN, dan Perpustakaan Nasional.
Kedua, kritik sumber yaitu menilai keakuratan, keaslian, dan kesahihannya (kredibilitas).
Dalam melewati tahap ini penulis menggunakan dua cara dalam mengkritisi sumber-sumber
tersebut, yaitu kritik eksternal dan kritik internal. Melalui kritik eksternal, penulis akan
melakukan kritik terhadap keadaan fisik data agar dapat terbukti keabsahannya sebagai sumber
data yang dibutuhkan penulis dalam penelitian ini. Sedangkan kritik internal dilakukan penulis
dengan mengkritisi isi dari sumber-sumber yang telah ditemukan menggunakan perbandingan
dengan literatur lainnya.
Ketiga, interpretasi, bertujuan melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari
berbagai sumber. Interpretasi digunakan untuk mendapatkan makna dan hubungan antara fakta
satu dengan yang lainnya. Dalam tahap ini, penulis menganalisis dokumen proposal perubahan
IAIN menjadi UIN mengenai bagaimana kelebihan dan kekurangan IAIN sehingga
pemimpinnya merasa harus dan mampu berubah menjadi universitas. Selain itu, penulis juga
Modernisasi pendidikan..., FIB UI, 2015
melakukan interpretasi sumber yang berasal dari buku, yaitu mengenai perkembangan gagasan
pembaruan pendidikan tinggi Islam yang muncul sejak masa awal kemerdekaan. Penulis
menganalisis gagasan-gagasan ini dari literatur yang ditemukan mengenai menteri-menteri agama
di Indonesia dan rektor-rektor IAIN Jakarta. Dari sini penulis dapat melihat secara komprehensif
melihat perkembangan gagasan pendidikan tinggi Islam yang berujung pada ide merubah IAIN
menjadi UIN.
Keempat, adalah historiografi, yaitu penyajian hasil interpretasi fakta dalam bentuk
tulisan dan menyusun fakta-fakta secara sistematis. Pada tahap ini akan dituliskan mengenai
perkembangan pendidikan tinggi Islam di Indonesia, yaitu perubahan IAIN menjadi UIN Jakarta
pada 1995-2002 dengan menggunakan metode deskriptif dan menggunakan kaidah penulisan
karya ilmiah yang baik dan benar.
Hasil Dan Pembahasan
Penyelenggaraan pendidikan merupakan kunci kemajuan peradaban manusia, semakin
baiknya kualitas pendidikan di suatu masyarakat akan diikuti oleh peningkatan kualitas
masyarakat tersebut.14
Undang-undang Sisdiknas (sistem pendidikan nasional) No. 20 Tahun
2003 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Definisi lain dari pendidikan adalah usaha yang dilakukan oleh masyarakat untuk
menumbuhkan generasi-generasi baru dengan kemampuan dan kemungkinan-kemungkinan agar
mereka dapat memenuhi perannya masing-masing dalam mengabdi pada masyarakat dan
menentukan kepribadian yang dipilihnya, kemudian menentukan macam-macam tingkah laku
yang wajib dijalani.15
Islam bukan hanya merupakan tujuan, namun Islam juga merupakan cara untuk mencapai
tujuan tersebut. Oleh karena itu, untuk membangun umatnya, Islam memiliki sistem pendidikan
14
Muhaimin. Pemikiran dan Aktualisasi pengembangan pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Press, 2011,hlm. 37 15
Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Aama/IAIN. Ringkasan Hasil Penelitian IAIN
1983/1984 (pendidikan Islam Di Indonesia). Jakarta: Direktorat Jendral Pembnaan Kelembagaan Agama Islam
Departemen Agama RI. 1986. hlm. 21
Modernisasi pendidikan..., FIB UI, 2015
tersendiri.Pendidikan Islam (al-tarbiyah al-Islamiyah) adalah pendidikan yang aspeknya
berdasarkan fenomena Qauliyah (Al-Quran dan Sunnah Rasul SAW) dan disampaikan melalui
penciptaan yang terwujud dalam bentuk fenomena Qauniyah (alam semesta dan manusia).16
Pendidikan Islam di Indonesia masuk dan berkembang bersamaan dengan masuknya
Islam itu sendiri. Sejak pertama kali masuk ke Indonesia, pendidikan adalah salah satu sarana
dakwah yang dimiliki oleh para penyebar agama Islam. Pada masa awal Islam, pendidikan Islam
muncul dalam bentuk informal di banyak tempat di nusantara, antara lain Meunasah dan Dayah
di Aceh. Surau di Sumatera Barat, dan pesantren di Jawa.
Ketiga lembaga pendidikan Islam tersebut memiliki beberapa kesamaan, yaitu materi
pelajaran terkonsentrasi pada pengembangan dan pendalaman ilmu-ilmu agama seperti tauhid,
fiqh, tasawuf, akhlak, tafsir, hadist, dan lain-lain. Kesamaan lainnya adalah dalam hal metode
pengajaran, yaitu dengan menggunakan metode sorogan17
, wetonan18
dan muzarakah
(musyawarah). Hasil dari ketiga lembaga ini nantinya akan menjadi ulama, kiai, ustaz, guru
agama, dan juga menduduki jabatan-jabatan penting keagamaan dari tingkat yang paling tinggi
hingga rendah.
Ketika kolonialisme memasuki Indonesia, pendidikan Islam memasuki babak baru.
Kedatangan bangsa Belanda menempatkan Indonesia sebagai target penyebaran agama Kristen,
sehingga lembaga pendidikan Islam sebagai sarana dakwah mendapat saingan. Pada akhir abad
ke 19, Belanda mencanangkan politik etis, yaitu politik balas budi yang memiliki pendidikan
sebagai salah satu program utamanya. Oleh karena itu pada awal abad ke 20 pemerintah kolonial
mendirikan banyak sekolah untuk rakyat, tetapi pada kenyataannya tidak seluruh rakyat bisa
merasakan pendidikan, hanya anak-anak pegawai pemerintahan dan orang mampu.
Kemunculan lembaga-lembaga pendidikan baru yang dibuat oleh pemerintah kolonial
membuat lembaga-lembaga pendidikan Islam bergerak untuk memodernisasi diri. Pada awal abad
ke 20 mulai muncul gagasan-gagasan mengenai pembaruan pendidikan Islam, hal ini
dilatarbelakangi oleh dua faktor penting. Pertama, faktor internal yakni kondisi masyarakat
16
Zakiah Daradjat dkk. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2000, hlm. 20 17
yaitu suatu metode dimana santri menghadap kiai seorang demi seorang dengan membawa kitab yang akan
dipelajarinya. 18
yakni suatu metode kuliah dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk disekeliling kiai yang
menerangkan pelajaran
Modernisasi pendidikan..., FIB UI, 2015
muslim Indonesia yang terjajah dan terbelakang dalam dunia pendidikan mendorong semangat
paratokoh masyarakat Indonesia untuk memulai gerakan pembaruan pendidikan tersebut. Kedua,
faktor eksternal yakni pulangnya para pelajar dan mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu
agama diTimur Tengah ke Indonesia lalu memulai gerakan-gerakan pembaruan tersebut. Diantara
tokoh-tokoh yang berpengaruh menggerakkan pembaruan tersebut adalah Syekh Muhammad
Jami’l Jambek, Haji Abdullah Ahmad, Ibrahim Musa Parabek di Sumatra, Ahmad Dahlan
(Muhammadiyah), Haji Hasan (Persatuan Islam), Haji Abdul Halim, dan K.H Hasyim Asyari
(Nadhlatul Ulama) berada di Jawa19
.
Pembaruan Islam masa ini mencakup empat sasaran pokok. Pertama, materi
pembelajaran tidak lagi hanya sekedar mendalami ilmu-ilmu agama tetapi juga ilmu pengetahuan
umum, seperti aljabar, ilmu ukur, ilmu alam, kimia, ilmu hayat, ekonomi, tata negara, bahasa
Inggris/Belanda, dan lain lain.Kedua, metode pengajarannya tidak lagi hanya tertumpu kepada
metode sorogan, wetonan, dan muzaraah, tetapi telah dikembangkan kepada metode
pembelajaran lainnya. Ketiga, sistemnya klasikal, peserta didik telah dibagi menjadi kelas-kelas
berdasarkan urutan tahun masuk dan lamannya belajar. Keempat, manajemen pendidikan, yaitu
diterapkanya prinsip-prinsip dasar manajemen pendidikan20
.
Dari gagasan pembaruan pendidikan Islam, muncul lembaga pendidikan yang baru, yaitu
madrasah. Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam berfungsi menghubungkan antara sistem
lama dan sistem baru. Caranya adalah dengan mempertahankan nilai-nilai lama yang dianggap
baik dan dapat dipertahankan sambil mengambil sesuatu yang baru dalam ilmu, teknologi dan
ekonomi yang bermanfaat bagi kehidupan Islam. Oleh karena itu, isi kurikulum madrasah pada
umumnya adalah apa yang diajarkan di lembaga pendidikan Islam sebelumnya (surau dan
pesantren) ditambah dengan beberapa materi ilmu umum.
Selain lembaga pendidikan yang baru, lembaga pendidikan yang lama juga memperbarui
diri untuk menghadapi tantangan zaman, salah satunya adalah pesantren. Pesantren-pesantren
yang melakukan pembaruan antara lain pesantren Manbaul Ulum pada 1906, Tebu Ireng pada
1916, Rejoso pada 1927 dan Pesantren Modern Gontor pada 1926.
19
Haidar Putra Daulay. Pendidikan Islam dalam system pendidikan nasonal di Indonesia. Kencana Media Group:
Jakarta, 2004,hlm. 6 20
Abuddin Nata (ed). Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia.
Jakarta: Grasindo, 2001,hlm. 155
Modernisasi pendidikan..., FIB UI, 2015
Mendekati masa revolusi, tokoh-tokoh intelektual Islam di Indonesia merasa bahwa
pendidikan Islam saja tidak cukup. Menurut Satiman dan Mohammad Hatta, Indonesia
membutuhkan lembaga pendidikan tinggi Islam sebagai sarana pencerdasan umat dalam rangka
persatuan Islam dan melawan penjajahan. Oleh karena itu didirikanlah lembaga pendidikan tinggi
Islam diawali oleh Yayasan Pesantren Luhur dan STI (Sekolah Tinggi Islam).
Dari gagasan Satiman dan Hatta, dapat disimpulkan empat hal mengenai ide pendirian
sekolah tinggi Islam. Pertama, kedua tokoh ini sangat sadar akan tertinggalnya masyarakat Islam,
dan ini menyebabkan teralienasinya mayoritas masyarakat Islam dalam mencapai agenda
nasional, yaitu melawan kolonialisme dan membangun masyarakat yang kokoh. Kedua,
perubahan masyarakat Indonesia bisa dilakukan lewat perubahan pemahaman keagamaan mereka
dan ini dilakukan lewat perguruan tinggi Islam. Ketiga, lewat pendidikan tinggi Islam tersebut
pemahaman Islam diarahkan dari yang konservatif dan dogmatis ke pamahaman yang lebih maju,
inklusif, empiris, sosiologis dan historis sehingga bisa menghadapi perkembangan zaman.
Kempat, sekolah tersebut harus berasal dari inisiatif masyarakat sendiri dan masyarakat juga lah
yang harus merumuskan tujuan, kurikulum, dan dananya sekaligus21
.
Memasuki masa kemerdekaan, pada agresi militer Belanda kedua STI dipindahkan ke
Jogjakarta dan berganti nama menjadi UII (Universitas Islam Indonesia). Di UII, Ilmu Agama
Islam dipisahkan menjadi satu fakultas tersendiri, hal ini menimbulkan dikotomi antara ilmu
agama dan ilmu umum dalam pendidikan tinggi Islam.
Pada tahun 1950, Fakultas Agama Islam di UII dipisahkan dan dijadikan perguruan tinggi
sendiri, yaitu PTAIN (Perguruan Tinggi Islam Negeri). Pada waktu yang sama, Departemen
Agama juga mendirikan ADIA (Akademi Dinas Ilmu Agama). 10 tahun kemudian pada 1960,
PTAIN dan ADIA digabung oleh kementrian agama menjadi IAIN (Institut Agama Islam
Negeri). Dalam perkembangannya, IAIN menjamur di kota-kota di Indonesia, tercatat pada awal
tahun 1970, telah berdiri 112 IAIN di seluruh Indonesia. Pertumbuhan IAIN yang sangat pesat
menimbulkan banyak masalah, antara lain dimanfaatkannya IAIN oleh golongan politik
Islamuntuk dijadikan basis massa dan melonjaknya beban anggaran yang harus ditanggung
21
Badri Yatim dan Hamid Nasuhi,Membangun Pusat Keunggulan Studi Islam, Sejarah dan Profil Pimpinan IAIN
Syarif Hidayatullah Jakarta 1957-2002. Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2002.,hlm. 20
Modernisasi pendidikan..., FIB UI, 2015
Departemen Agama untuk operasional IAIN22
. Permasalahan ini di jawab oleh Mukti Ali saat
menjabat sebagai menteri agama pada tahun 1970, dengat tegas Mukti Ali menutup 99 IAIN dan
hanya mengizinkan 13 IAIN yang terdapat di kota besar untuk beroperasi23
. Pada masa ini
muncul tindakan-tindakan untuk memperbarui pendidikan tinggi Islam yang dianggap kurang
berkualitas, sehingga sarjana-sarjana dari IAIN dianggap sebelah mata dan tidak bisa bersaing
dengan sarjana-sarjana dari pendidikan tinggi umum. Oleh karena itu Mukti Ali mengangkat
Harun Nasution, seorang tokoh modernis Islam sebagai rektor IAIN Jakarta. Mereka berdua
memperbarui dan meningkatkan kualitas pendidikan tinggi Islam di Indonesia dengan
memperbaiki kurikulum juga mengirim mahasiswa dan tenaga pengajar untuk melanjutkan
pendidikan di universitas-universitas di luar negeri. Hal ini berhenti di awal tahun 1980an ketika
Mukti Ali dan Harun Nasution tidak lagi menjabat, tetapi dilanjutkan kembali oleh Munawir
Syadeli pada akhir tahun 1980an.
Memasuki dasawarsa terkhir abad ke 20, Quraish Shihab dan Azyumardi Azra merasa
bahwa pembaruan pendidikan Islam di Indonesia belum cukup. Mereka menyadari bahwa para
lulusan IAIN belum bisa berkontribusi secara optimal bagi masyarakat, hal ini disebabkan
kuatnya orientasi dakwah yang terdapat di IAIN. Oleh karena itu, Quraish Shihab sebagai rektor
IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta mencoba menjajaki kemungkinan merubah IAIN menjadi UIN
(Universitas Islam Negeri). Keinginan untuk berubah ini diperkuat dengan perubahan Sisdiknas
pada tahun 1994 mengenai kurikulum Madrasah Aliyah menjadi kurikulum sekolah umum
dengan corak keagamaan. Hal ini membuat IAIN tidak lagi cocok untuk dimasuki lulusan dari
Aliyah, karena IAIN hanya mempelajari ilmu agama sedangkan Madrasah Aliyah juga
mempelajari ilmu-ilmu umum sehingga membuat IAIN harus menyesuaikan diri dengan
perubahan ini.24
Untuk merealisasikan rencana perubahan IAIN menjadi UIN, pada 1995 Quraish Shihab
mulai menjajaki kemungkinan perubahan IAIN menjadi UIN. Hal ini dilakukan dengan
22
Komarudin Hidayat, Hendro Prasetyo (ed), Problem dan Prospek IAIN, Antologi Pendidikan Tinggi Islam. Jakarta:
Kemenag RI. 2000,Hlm. 66. 23
Azyumardi Azra (ed). “Menteri-Menteri Agama RI, Biografi Sosial-Politik”. Jakarta: PPIM. 1998,hlm. 293 24
Samsul Nizar. Sejarah Sosial & DInamika Intelektual Penndidikan Islam di Nusantara. Jakarta: Kencana, 2013,
hlm. 342
Modernisasi pendidikan..., FIB UI, 2015
mengadakan sarasehan25
yang mengundang banyak tokoh, baik dari akademisi, tokoh masyarakat
maupun departemen agama untuk mendiskusikan kemungkinan perubahan IAIN menjadi UIN.26
Hal ini mendapat respon baik, bahkan disetujui oleh menteri agama dan menteri pendidikan
nasional pada masa itu, tetapi dengan syarat harus memenuhi syarat-syarat pendirian universitas.
Untuk itu Quraish Shihab membentuk tim pengkajian dan persiapan perubahan IAIN menjadi
UIN yang dipimpin oleh Azyumardi Azra.27
Tim perumusan ini bertugas merumuskan konsep
universitas, sekaligus konsep mendapatkan dana pembangunan kampus. Proposal perubahan itu
terintegrasi dengan proposal pembangunan gedung dan fasilitas belajar mengajar IAIN yang akan
diajukan kepada Islamic Development Bank.
Pada masa reformasi, Quraish Shihab diangkat menjadi menteri agama dan Azyumardi
Azra menggantikannya sebagai rektor IAIN. Sebagai ketua tim persiapan IAIN menjadi UIN,
Azyumardi Azra melanjutkan programnya dengan mencanangkan IAIN with wider mandate.
Yaitu dengan membentuk jurusan-jurusan dan fakultas baru dalam institusi IAIN sekarang,
sehingga secara substantif sesuai dengan kerangka UIN.28
Konsep IAIN with wider mandate ini
didukung oleh Menteri Agama masa itu, Malik Fajar, Dirjen Pendidikan Tinggi dari
Kemendiknas, Satrio Brojonegoro dan juga Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Husni
Rahim29
.
Karena telah mendapat lampu hijau dari pemerintah, pada tahun akademik 1998/1999,
IAIN Jakarta membuka Jurusan Psikologi dan Pendidikan Matematika pada Fakultas Tarbiyah,
serta Jurusan Ekonomi dan Perbankan Islam pada Fakultas Syari’ah. Pada tahun akademik
berikutnya, 2000/2001, untuk lebih memantapkan langkah perubahan ini, dibuka Program Studi
Agribisnis dan Teknik Informatika bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) beserta
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Selain itu juga dibuka Program Studi
Manajemen dan Akuntansi. Beberapa program baru tersebut berdiri di bawah naungan fakultas
25
sa·ra·seh·an/ /saraséhan/ n pertemuan yg diselenggarakan untuk mendengarkan pendapat (prasaran) para ahli
mengenai suatu masalah dl bidang tertentu 26
Kusmana, Prof. Dr. H.M. Quraish Shihab, MA. Membangun Citra Institusi. Dalam Badri Yatim dan Hamid Nasuhi
(ed). Membangun Pusat Keunggulan Studi Islam, Sejarah dan Profil Pimpinan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1957-2002. Jakarta: IAIN Jakarta Press. 2002, hlm. 286 27
Hasil wawancara Azyumardi Azra dalam Jurnal Wisuda 10 Juni 2010 hlm. 11-17 28
Komaruddin Hidayat, Hendro Prasetyo (ed). Op.Cit,, 2000, hlm. 14 29
Hasil wawancara Malik Fajar dalam Jurnal Wisuda 10 Juni hlm. 22-23
Modernisasi pendidikan..., FIB UI, 2015
konversi, untuk selanjutnya secara perlahan diupgrade menjadi fakultas-fakultas baru.30
Walaupun telah menambah beberapa program studi baru yang bernuansa ilmu umum, IAIN
belum bisa berubah menjadi UIN, hal ini disebabkan oleh adalah PP Nomor 60 tahun 1999 yang
mengatakan bahwa universitas berada di bawah naungan kementrian pendidikan, sedangkan pada
kenyataannya IAIN selama ini berada di bawah departemen agama. Hal ini ditanggapi Azymardi
Azra dengan melobi kementrian pendidikan dan kementrian agama untuk menemukan jalan
tengahnya.
Menjelang akhir 2001, langkah perubahan dari institut menjadi universitas semakin dekat
dengan ditandatanganinya surat keputusan bersama antara Menteri Pendidikan Nasional RI No
4/U/KB/2001 dan Menteri Agama RI no 500/2001 tanggal 21 November 2001 tentang perubahan
bentuk IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dengan ini kendala birokrasi yang menghalangi perubahan IAIN Jakarta ke
UIN Jakarta berdasarkan PP Nomor 60 tahun 1999 bisa diselesaikan dengan jalan kompromi.
Dalam surat keputusan bersama tersebut dinyatakan bahwa secara kelembagaan, keuangan,
kepegawaian dan Program Studi Agama UIN berada dibawah tanggung jawab Departemen
Agama, sedangkan dalam hal pengembangan akademik, khususnya bidang studi umum, berada di
bawah tanggung jawab Depdiknas. Pengawasan akademik penyelenggaraan program studi umum
pada perguruan tinggi di lingkungan Departemen Agama, baru dapat dilasanakan setelah
mendapat persetujuan dari Direktur Jendral Pendidikan Tinggi dan izin penyelenggaraan dari
Direktur Jendral Kelembagaan Agama Islam
Pada 22 November 2001, Menteri Pendidikan menerbitkan surat kepada Menteri Agama
melalui surat nomer 088796/MPN/2001 tentang persetujuan perubahan (IAIN) Syarif
Hidayatullah menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam surat
tersebut Menteri Pendidikan Malik Fajar mengatakan bahwa usulan proses perubahan tersebut
telah dinyatakan lulus evaluasi kelayakan akademik yang dilakukan oleh tim evaluasi dari
Kementrian Pendidikan, hal-hal yang di evaluasi meliputi aspek dosen, kurikulum, sarana
prasarana, mahasiswa, penyelenggaraan program dan lain-lain. Berdasarkan hal tersebut, Direktur
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional memberikan izin dibukanya
Program Studi Ilmu Sosial dan Ilmu Eksakta, yaitu Teknik Informatika, Sistem Informasi,
30
Idris Thaha dkk. Kampus Pembaharu Menuju Universitas Riset. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006, hlm. 16
Modernisasi pendidikan..., FIB UI, 2015
Akutansi, Manajemen, Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis, Psikologi, Bahasa dan Sastra
Inggris, Ilmu Perpustakaan, Matematika, Kimia, Fisika dan Biologi serta memerekomendasikan
perubahan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ke Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Menteri Keuangan untuk selanjutnya di proses menjadi keputusan presiden dengan catatan:
Pertama, Universitas IslamNegeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta nantinya secara
kelembagaan dan biaya operasional penyelenggaraan pendidikan berada dibawah pengawasan
Departemen Agama, sedangkan pengawasan akademik dan kendali mutu untuk bidang ilmu di
luar ilmu-ilmu Islam berada di bawah pembinaan Departemen Pendidikan sesuai dengan surat
keputusan bersama. Kedua, Meskipun IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta berubah menjadi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, namun tugas pokoknya tetap sebagai institusi pendidikan tinggi
bidang Agama Islam, sedangkan penyelenggaraan program umum merupakan tugas tambahan
Karena semua perizinan dan persetujuan telah terpenuhi, menteri agama meminta
sekertaris cabinet untuk memproses keputusan presiden mengenai perubahan IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Setelah melalui proses tersebut,
keluarlah keputusan Presiden RI no 31 tahun 2002 pada tanggal 20 Mei tentang perubahan
Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dengan demikian, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta secara resmi berubah
menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada tanggal 8 juni 2002, wakil presiden RI Hamzah
Haz meresmikan perubahan itu sekaligus memasang tiang pancang pertama pembangunan
kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas bantuan dana dari Islamic Development Bank.
Kesimpulan
Sejak masuk ke Indonesia pendidikanIslam berperan sebagai sarana dakwah dan juga
sarana persatuan umat melawan penjajahan ketika bangsa Eropa memasuki Nusantara. Seiring
berjalannya waktu, hingga akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20, pendidikan Islam awal mulai
menambah perannya untuk mencerdaskan Umat Islam, agar dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat dan menyaingi sekolah-sekolah buatan Belanda dengan cara menambahkan ilmu-
ilmu umum kedalam kurikulumnya, contohnya seperti pesantren Manbaul Ulum pada 1906, Tebu
Ireng pada 1916, Rejoso pada 1927 dan Pesantren Modern Gontor pada 1926.
Modernisasi pendidikan..., FIB UI, 2015
Pendidikan tinggi Islam di Indonesia muncul dan berkembang pada masa awal pergerakan
kemerdekaan Indonesia di awal abad ke 20, didasari oleh gagasan Mohamad Hatta dan Satiman,
yaitu mencerdaskan umat Islam dengan tujuan menciptakan masyarakat Islam yang inklusif dan
dapat bersaing dengan dunia luar. Tetapi, dalam perkembangannya sejak awal kemerdekaan
hingga tahun 80an, pendidikan tinggi Islam di Indonesia melenceng dari gagasan awal. Hal ini
terlihat dengan terciptanya dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum yang dibentuk
pemerintah, dengancara memisahkan lembaga pendidikan tinggi Islam dan lembaga pendidikan
tinggi umum. Tetapi memasuki tahun 1990an pendidikan tinggi Islam di Indonesia telah bergerak
kembali menuju jalur gagasan pendidikan tinggiIslam awal yang diciptakan Satiman dan Hatta.
Yaitu mencairkan dikotomi Ilmu agama dan Ilmu umum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
yang semakin kompleks
Perubahan IAIN Jakarta menjadi UIN Jakarta, dilatar belakangi oleh Pertama, IAIN
belum berperan secara optimal dalam dunia akademik, birokrasi dan masyarakat secara
keseluruhan karena orientasi dakwah yang lebih kuat daripada pengembangan akademik dan ilmu
pengetahuan. Kedua, kurikulum IAIN belum mampu merespon perkembangan Iptek dan
perubahan masyarakat yang semakin kompleks dan begitu cepat. Hal ini disebabkan karena
spesialisasi ilmu-ilmu agama yang dikembangkan di IAIN cenderung masih dikotomis, juga
untuk membuka kesempatan kerja yang lebih luas bagi lulusan IAIN nantinya. Proses perubahan
ini didorong oleh dukungan Menteri Agama, dan Menteri Pendidikan, dengan bantuan dana dari
Islamic Development bank. Dengan adanya dukungan tersebut Azyumardi Azra sebagai rektor
IAIN Jakarta memulai langkah ini dengan program IAIN with wider mandate, yaitu membuka
jurusan-jurusan ilmu umum di IAIN agar sesuai de.ngan kerangka Universitas Islam Negeri.
Setelah kerangkanya di anggap cukup baik, pemerintah meresmikan perubahan IAIN menjadi
UIN Jakarta.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi pembuka jalan dalam menghapus dikotomi ilmu
pada lembaga pendidikan tinggi Islam di Indonesia dan telah ditiru oleh IAIN-IAIN lainnya
seperti UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, UIN Sunan Gunung Jati Bandung, UIN Maulana Malik
Ibrahim dan lain-lain. Selain itu, UIN Jakarta telah mengembalikan perjalanan pendidikan tinggi
Islam di Indonesia ke jalur gagasan yang dibuat Mohammad Hatta dan Satiman sebagai gagasan
awal pendirian lembaga pendidikan tinggi Islam di Indonesia.
Modernisasi pendidikan..., FIB UI, 2015
Daftar Referensi
Dokumen/Arsip
Arsip Nasional Republik Indonesia No 32b tentang Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 31 Tahun 2002 mengenai Perubahan Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta Menjadi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Surat Kabar/Majalah
Jurnal wisuda UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 10 Juli 2010
Republika 5 Januari 1996, 3 Juli 1997, 10 Juni 2002
Buku
Azra, Azyumardi. Dari Harvard Hingga Makkah. Jakarta: Penerbit Republika, 2005
--------------. Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III.
Jakarta: Kencana, 2012
--------------. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Kompas 2002
--------------. Menteri-Menteri Agama RI Biografi Sosial-Poitik.Jakarta : PPIM, 1998
Burhanudin, Jajat, dan Dina Afrianty. Mencetak Muslim Modern, Peta Pendidikan Islam
Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006.
Furchan, Arief. Transformasi Pendidikan Islam di Indonesia: Anatomi Keberadaan Madrasah
dan PTAI .Yogyakarta: Gama Media, 2004
Haidar Putra Daulay. Pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasonal di Indonesia. Jakarta:
Kencana Media Group, 2004
Hidayat, Komarudin (ed). Problem dan Prospek IAIN, Antologi Pendidikan Tinggi Islam.
Jakarta: Kemenag RI, 2000
Jabali, Fuad, Dkk. IAIN & Modernisasi Islam di Indonesia. Jakarta: Logos wacana Ilmu, 2002
Mun’im, Abdul. Islam Ditengah Arus Transisi. Jakarta : Kompas, 2000
Muhaimin. Pemikiran dan Aktualisasi pengembangan pendidikan Islam ed. 1. Jakarta: Rajawali
Press, 2011
-------------. Rekonstruksi Pendidikan Islam, Dari Paradigma Pengembangan, Manajemen
Kelembagaan, Kurikulum Hingga Strategi Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era
Rasulullah Sampai Indonesia. Jakarta: Kencana, 2007
---------------. Sejarah Sosial & Dinamika Intelektual Pendidikan Islam di Nusantara. Jakarta:
Kencana, 2013
Nata, Abuddin. Sejarah Sosial Intelektual Islam dan Institusi Pendidikannya. Jakarta: Rajawali
Pers, 2012
Modernisasi pendidikan..., FIB UI, 2015
------------. Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia.
Jakarta : Kencana, 2002.
------------. Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum. Jakarta: Rajawali Press, 2005
------------. Tokoh-Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada. 2004
------------. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan di
Indonesia. Jakarta: Grasindo 2001
------------. Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003.
Nasuhi, Hamid. Dari Ciputat, Cairo, Hingga Columbia. UIN Jakarta Menembus Masyarakat
Global. Jakarta : UIN Jakarta Press, 2007
Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Aama/IAIN. Ringkasan Hasil
Penelitian IAIN 1983/1984 (pendidikan Islam Di Indonesia). Jakarta: Direktorat Jendral
Pembnaan Kelembagaan Agama Islam Kemenag RI. 1986
Qomar, Mujamil. Epistemologi Pendidikan Islam: Dari Metode Rasional Hingga Metode Kritik.
Jakarta: Penerbit Erlangga
Sirozi, Muhammad. Politik Kebijakan Pendidikan Indonesia : Tokoh-tokoh Islam dalam
Penyusunan UU No. 2/1989. Jakarta:INIS, 2004
Stanton, Charles Michael. Pendidikan Tinggi Dalam Islam, Sejarah dan Peranannya Dalam
Kemajuan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Logos Publishing House, 1994
Soetjipto, AH dan Agussalim Situompul. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Institut
Agama Islam Negeri IAIN Al-Jami’ah. Yogyakarta: LPPM IAIN Sunan Kalijaga. 1986
Suwito, Abuddin Nata. Proses Perubahan IAIN Menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rekaman Media Massa. UIN Jakarta Press: Jakarta 2002
Thaha, Idris, dkk. Kampus Pembaharu Menuju Universitas Riset. Jakarta: UIN Jakarta Press,
2006.
Tebba, Sudirman. Islam Orde Baru: Perubahan Politik dan Keagamaan. Yogyakarta: PT Tiara
Wacana Yogya, 1993
Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia. Sejarah Nasional Indonesia Jilid III: Zaman
Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,
2008
Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta : Hidakarya Agung, 1996
Yatim, Badri dan Hamid Nasuhi. Membangun Pusat Keunggulan Studi Islam, Sejarah dan Profil
Pimpinan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1957-2002. Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2002
Artikel
-------. “Simbol Kebanggaan dan Kejayaan Islam di Indonesia”. Wawancara Azyumardi
Azra. Jurnal wisuda UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 10 Juli 2010
Modernisasi pendidikan..., FIB UI, 2015
-------. “Baru Penyandingan, Belum Pengintergrasian”. Wawancara Quraish Shihab.
Jurnal Wisuda UIN Syarif Hidayatullah Jakarta10 Juli 2010
-------. “Ada Momen Politik Saat Itu”. Wawancara Malik Fajar. Jurnal Wisuda UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 10 Juli 2010
Meuleman, Johan Hendrik. “IAIN di Persimpangan Jalan.” PERTA, Vol. 1, no. 1
September 1997
“Prof. Dr. Harun Nasution: Sudah Saatnya IAIN Diubah Menjadi Universitas.” Republika
– Dialog Jum’at 5 Januari. 1996
“’Gebrakan’ Harun Nasution.” Republika – Dialog Jumat 5 Januari. 1996
“Mencari Format Perubahan IAIN Menjadi Universitas.” Republika – Dialog Jum’at 5
Januari. 1996
“Pendapat Mereka tentang Perubahan IAIN.” Republika – Dialog Jum’at 5 Januari. 1996
“IAIN, Paduan Keinginan Umat dan Pemerintah.” Republika – Dialog Jum’at 5 Januari.
1996
“Dikotomi Ilmu antara Fardlu Ain dan Fardlu Kifayah.” Republika – Dialog Jum’at 5
Januari 1996
“Rektor IAIN Jakarta Quraish Shihab: Perjuangan Berat Ubah IAIN Jadi Universitas.”
Republika 3 Juli 1997
“IAIN Syarif Hidayatullah Resmi Jadi Universitas Islam Negeri.” Republika 10 Juni 2002
Suwito. “IAIN Menjadi Universitas?” Mimbar Agama dan Budaya, Vol. XVIII, No. 2, 2001
Penelitian
Syahril. Perubahan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Menjadi
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta: Langkah Awal Menuju Reintegrasi
Keilmuan. Tesis. Jakarta: Program Pascasarjana UIN Jakarta: 2006
Modernisasi pendidikan..., FIB UI, 2015