MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI …digilib.unila.ac.id/57580/3/TESIS TANPA BAB...
-
Upload
nguyenxuyen -
Category
Documents
-
view
251 -
download
2
Transcript of MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI …digilib.unila.ac.id/57580/3/TESIS TANPA BAB...
MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI OPTIMALISASI
PERAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA(PMI) PURNA DALAM
MENDORONG PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
(Tesis)
Oleh
KHOLIFATUL MUNAWAROH
MAGISTER ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRACT
COMMUNITY EMPOWERMENT MODEL THROUGH OPTIMIZATION
OF THE ROLE OF INDONESIAN MIGRANT WORKERS (PMI) PURNA IN ENCOURAGING ACHIEVEMENT OF THE SUSTAINABLE
DEVELOPMENT GOAL IN EAST LAMPUNG REGENCY
By
Kholifatul Munawaroh
Indonesian Migrant Workers (PMI) who have ended their employment contracts,
are called purnaPMI. Full PMI who have returned from working abroad bring
enormous remittances. Remittances that are not managed properly will run out for
consumptive purposes, so that it can cause purna PMI who have returned from
working abroad to depart again as PMI. Therefore, purna PMI needs to be
fostered and empowered with the aim of having sustainable income, thus having
the opportunity to be able to create jobs for the surrounding communities
This research uses descriptive research with a qualitative approach. Based on the
results of the study, there is currently a purnaPMI empowerment program, namely
the Program (1) Productive Migrant Village by the Ministry of Manpower, (2)
Empowerment program for PMI Gold by the National Agency for Placement and
Protection of Indonesian Workers (BNP2TKI). This program is actually relatively
good, but the program in East Lampung Regency has not run optimally. This is
because there are still obstacles such as humanPMI resources that are still lack of
knowledge, difficult access to capital, marketing of entrepreneurial products that
have not been maximized and lack of local partners who are involved in the
empowerment process. This has led to the need for synergies in creating and
implementing an empowerment model, which can be a reference model for
empowerment of regions with full PMI follicle to encourage the achievement of
sustainable development in East Lampung Regency.
Keywords: PMI purna, Remittance and Empowerment
ABSTRAK
MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI OPTIMALISASI
PERAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA(PMI) PURNA DALAM
MENDORONG PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
Oleh
Kholifatul Munawaroh
Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang sudah mengakhiri masa kontrak kerjanya,
disebut PMI Purna. PMI purna yang telah kembali dari bekerja di luar negeri
membawa remitansi yang sangat besar. Remitansi yang tidak dikelola dengan baik
akan habis untuk keperluan konsumtif,sehingga dapat menyebabkan PMI purna
yang sudah kembali dari bekerja di luar negeri untuk berangkat lagi menjadi PMI.
Oleh sebab itu, PMI Purna perlu dibina dan diberdayakan dengan tujuan dapat
memiliki penghasilan berkelanjutan, dengan demikian berpeluang untuk dapat
menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat di sekelilingnya.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa saat ini sudah ada
program pemberdayaan PMI Purna, yaitu (1) Program Desa Migran produktifoleh
Kementerian Ketenagakerjaan, (2) Program pemberdayaan PMI purna Emas oleh
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
(BNP2TKI). Program ini sesungguhnya relatif bagus, namun program tersebut di
Kabupaten Lampung Timur belum berjalan optimal. Hal ini dikarenakan masih
adanya kendala seperti sumber daya manusia PMI purna yang masih minim
pengetahuan, sulitnya akses permodalan, pemasaran produk kewirausahaan yang
belum maksimal dan kurangnya mitra lokal yang ikut terlibat dalam proses
pemberdayaan. Hal tersebutmenyebabkan perlunya dilakukan sebuah kesinergisan
dalam membuat dan menerapkan model pemberdayaan, yang dapat menjadi
sebuah model acuan pemberdayaanbagi daerah-daerah dengan kantong PMI purna
untuk mendorong pencapaian pembangunan berkelanjutan di Kabupaten
Lampung Timur.
Kata Kunci : PMI purna, Remitansi dan Pemberdayaan
MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI OPTIMALISASI
PERAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA(PMI) PURNA DALAM
MENDORONG PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
Oleh
KHOLIFATUL MUNAWAROH
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
Magister Ilmu Administrasi
Pada
Program Studi Magister Ilmu Administrasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
MAGISTER ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada 10 November 1994 di Dusun Gedong
Besar, Desa Jepara, Kecamatan Way Jepara, Kabupaten
Lampung Timur. Penulis adalah anak kedua dari dua
bersaudara, pasangan Bapak Purwanto dan Ibu Watiyar.
Penulis mengawali pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar Negeri 3 Jepara pada
tahun 2000 dan diselesaikan pada 2006. Pendidikan lanjutan pertama dimulai
pada tahun 2006 dan diselesaikan pada tahun 2009 di Sekolah Menengah Pertama
Negeri 01 Way Jepara. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah
Menengah Atas Teladan Way Jepara pada tahun 2009 dan diselesaikan pada tahun
2012.
Penulis diterima sebagai mahasiswi Universitas Lampung melalui Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada 2012 dan diterima di
Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Lampung dan lulus pada tahun 2016. Kemudian penulis melanjutkan
pendidikan di Magister Ilmu Administrasi Fakultas Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Lampung pada tahun 2017.
MOTO
“Maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan.
Sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan. Maka
apabila kamu telah selesai dari suatu urusan, kerjakanlah
dengan sungguh-sungguh urusan yang lain. Dan hanya
kepada Rabbmulah engkau berharap”
(QS. ASY-SYARH: 5-8)
“Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk
tenang dan sabar”
(Umar Bin Khatab)
“Muara manusia adalah menjadi hamba sekaligus
khalifah di muka bumi. Sebagai hamba, tugas kita
mengabdi. Sebagai khalifah, tugas kita bermanfaat. Hidup
adalah pengabdian dan kebermanfaatan”
(Kholifatul Munawaroh)
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap rasa syukur kepada Allah SWT
Kupersembahkan karya kecilku untuk yang mengasihiku
Ibuku tercinta Watiyar
Ayahku tercinta Purwanto
Selalu menjadi sumber semangat dalam menjalani hidup Selalu mendoakan dan mendukung segala kativitasku selama ini Selalu
menjadi penerang dalam setiap langkah-langkahku Selalu menjadi yang terdepan dalam keberhasilankuSemua curahan
kasih sayang, cinta, dan pengorbanan yang telah kalian berikan kepadaku tidak akan mampu terbayarkan dengan apapun
semoga dengan gelar ini, aku dapat membahagiakan kalian. AAMIIN...
Kakakku Nurul Khabibah tersayang
Doa dan dukungan mu menyempurnakan hidupku. Semoga kita menjadi orang yang sukses, sehingga dapat membahagiakan
kedua orang tua kita
Segenap keluarga besar yang selalu memberikan do’a dan
dukungan kepadaku
Sahabat-sahabat yang selalu ada dalam setiap perjalanan
kehidupanku
Para Dosen dan Civitas Akademika
Yang telah memberikan bekal ilmu, dukungan, doa, dan
semangat untuk melangkah jauh lebih baik ke depan
Almamater tercinta Universitas Lampung
SANWACANA
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdullilahirobil’alamin segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT pencipta alam semesta yang telah memberikan kebesarannya kepada
penulis melalui kemudahan dan pertolongan yang tidak pernah terduga
sebelumnya, serta karena berkat Rahmat dan Ridho-Nya sehingga penulis
dapatmenyelesaikan tesis berjudul MODEL PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT MELALUI OPTIMALISASI PERAN PEKERJA
MIGRAN INDONESIA (PMI) PURNA DALAM MENDORONG
PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI
KABUPATEN LAMPUNG TIMUR. Dalam penulisan tesis ini penulis tidak
dapat menyelesaikan sendiri, namun banyak pihak yang memberikan bimbingan,
motivasi, inspirasi, serta dukungan agar penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Atas segala bantuan yang diterima, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kepada kedua orang tuaku Bapak Purwanto dan Ibu Watiyar, kalian
adalah sosok yang luar biasa, karena kalianlah aku bisa sampai saat ini.
Terimakasih emak dan bapak atas dukungan serta dorongan untuk terus
melakukan yang terbaik. Doakan nanda semoga kelak dapat
membahagiakanmu hingga ke jannahNya.
2. Kepada kakaku Nurul Khabibah, M. Pd yang senantiasa memberikan doa
dan dukungannya selama ini kepada adiknya.
3. Bapak Dr. Bambang Utoyo, M.Si selaku Ketua Program Studi Magister
Ilmu Administrasi. Terimakasih banyak atas ilmu, bimbingan, dukungan,
nasihat dan arahannya selama ini kepada penulis.
4. Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.Sos, M.Si, selaku dosen pembimbing utama
penulis. Terimakasih banyak atas ilmu, bimbingan, dukungan, nasihat dan
arahannya selama proses pendidikan hingga penyusunan tesis.
5. Ibu Intan Fitri Meutia, Ph.D selaku dosen pembimbing kedua penulis.
Terimaksih Miss. atas ilmu, bimbingan arahan, nasihat, dan dukungannya
yang sudah diberikan kepada penulis selama proses pendidikan dan
penyusunan tesis ini.
6. Ibu Dr. Ani Agus Puspawati S.AP, M.AP selaku dosen penguji yang telah
membantu perbaikan melalui kritik, saran dan masukan kepada penulis
dalam penulisan tesis ini. Terimakasih banyak ibu atas bimbingan dan
arahannya kepada penulis demi perbaikan tesis ini.
7. Kepada seluruh Dosen Magister Ilmu Administrasi lainnya, Bapak Prof.
Yulianto, Ibu Dr. Novita Tresiana, Bapak Dr. Noverman Duadji, Bapak
Dr. Suripto, dan Bapak Dr. Nur Efendi, Bapak Unang Mulkhan, Ph.D.
Bapak Dr. Arif Sugiyono, Bapak Dr. Benjamin. Terimakasih banyak untuk
semua ilmunya yang sudah diajarkan kepada penulis.
8. Terimakasih kepada Staff Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah
membantu penulis selama menempuh pendidikan.
9. Terimakasih kepada seluruh teman-teman MIA 2017, Mba Nana, Mba
Ayu, Mba Irma, Yeen, Dewi, Fitri, Rahma, Anisa, Yara, Icel, Bunda
Jumiati, Bang Zaki, Bang Anas, Bang Juvri, Bang Woro, Bang Redi,
Imam dan Oka atas kebersamaannya selama ini. Semoga kesuksesan selalu
menyertai kita semua.
10. Kepada seluruh narasumber penelitian yang telah membantu penulis dalam
melakukan penelitian. Sekaligus menjadi informan peneliti dan membuka
wawasan peneliti tentang dunia ketenagakerjaan serta pemberdayaan
masyarakat.
11. Teruntuk Keluarga Besar SMA IT Baitul Muslim. Terimakasih atas
kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk melanjutkan
pendidikan.
12. Teruntuk teman-teman, adik-adik Asrama Edelwise 1, terimakasih atas
kebaikan kalian karena mengizinkan penulis menginap di tempat kalian
selama penulis kuliah di Pascasarjana. Teruntuk Titin, Fentri, Aje, Niken
terimakasih banyak semuanya.
13. Teruntuk masa depanku yang belum jelas siapa dan dimana, semoga Allah
menjagamu.
Akhir kata semoga kita semua mendapat limpahan rahmat serta hidayah dari
ALLAH SWT, dan mudah-mudahan semua yang turut membantu dalam
menyelesaikan Tesis ini mendapat balasan dari ALLAH SWT. Aamiin...
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga tesis ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, Juni 2019
Penulis,
Kholifatul Munawaroh, S.AN
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix
DAFTAR BAGAN .......................................................................................... x
I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 13
C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 13
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 14
II. TINJAUN PUSTAKA ............................................................................ 15
A. Tinjauan tentang Good Governance..................................................... 15
1. Definisi Good Governance .............................................................. 15
2. Aktor-aktor Good Governance ........................................................ 18
3. Prinsip-prinsip Good Governance ................................................... 20
B. Tinjauan tentang Pemberdayaan Masyarakat ....................................... 22
1. Definisi Pemberdayaan Masyarakat ................................................ 22
2. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat .................................................. 24
3. Tahap-Tahap Pemberdayaan ........................................................... 28
4. Indikator Keberdayaan ................................................................... 33
5. Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Masyarakat ..................................... 35
6. Strategi Pemberdayaan Masyarakat................................................. 38
C. Tinjauan tentang Pekerja Migran Indonesia (PMI) purna dan
Remitansi PMI ...................................................................................... 41
D. Tinjauan Tentang Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Suistainable
Development Goals (SDG’s) ................................................................ 45
E. Penelitian Yang Relevan ...................................................................... 48
F. Kerangka Pikir ...................................................................................... 49
III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 51
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ........................................................... 51
B. Fokus Penelitian ................................................................................... 52
C. Lokasi Penelitian .................................................................................. 54
D. Sumber Data ......................................................................................... 54
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 56
F. Teknik Analisis Data ............................................................................ 59
G. Teknik Keabsahan Data ....................................................................... 60
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 63
A. Hasil Penelitian .................................................................................... 64
1. Tahapan Pemberdayaan ................................................................... 64
a. Pemberdayaan PMI purna di Kecamatan Way Jepara ............. 65
b. Pemberdayaan PMI purna di Kecamatan Purbolinggo ............ 71
2. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam Pelaksanaan
Pemberdayaan Masyarakat melalui Optimalisasi peran PMI
Purna di Kabupaten Lampung Timur .............................................. 96
B. Pembahasan .......................................................................................... 105
1. Tahapan Pemberdayaan ................................................................... 106
1.1 Tahap Penyadaran ................................................................ 106
1.2 Tahap Transformasi............................................................... 115
1.3 Tahap Peningkatan Intelektual ............................................. 120
2. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam Pelaksanaan
Pemberdayaan Masyarakat melalui Optimalisasi peran PMI
Purna di Kabupaten Lampung Timur .............................................. 125
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 135
A. Kesimpulan ........................................................................................... 135
B. Saran ..................................................................................................... 136
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 138
LAMPIRAN .................................................................................................... 140
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Penempatan PMI tahun 2016,2017 dan 2018 (s.d OKTOBER) ........ 3
Tabel 2. Data Pencari Kerja ke Luar Negeri yang Terdaftar di Kabupaten
Lampung Timur Tahun 2016,2017 dan 2018 (s.d Juli) ..................... 10
Tabel 3. Perbedaan istilah Government and Governance ................................ 16
Tabel 4. Ringkasan Penelitian Terdahulu ........................................................ 48
Tabel 5. Data Informan .................................................................................... 57
Tabel 6. Daftar Kegiatan Observasi ................................................................. 58
Tabel 7. Sumber Dokumen .............................................................................. 58
Tabel 8. Matriks Pemberdayaan ....................................................................... 130
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Peresmian Koperasi TKI Purna Maju Lestari ................................ 73
Gambar 2. Rumah Desa Migran Produktif di Kecamatan Way Jepara............ 76
Gambar 3. Serah Terima Bantuan Rumah Desmigratif dari BNI .................... 77
Gambar 4. Buku Pendataan Rumah Tangga PMI Desmigratif ........................ 78
Gambar 5, Koperasi dan Struktur Koperasi TKI Purna Maju Lestari.............. 82
Gambar 6. Usaha Konveksi dan Peternakan Kambing .................................... 85
Gambar 7. Usaha Produktif Desa Taman Endah ............................................. 88
Gambar 8. Kunjungan ILO terhadap Keberlangsungan Program Desmigratif di
Desa Jepara .................................................................................... 91
Gambar 9. Hasil Usaha Konveksi Binaan Desmigratif .................................... 92
Gambar 10. Kondisi Rumah Desmigratif Desa Jepara .................................... 93
Gambar 11. Koperasi PMI Purna Maju Lestari ............................................... 95
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Kerangka Pikir .................................................................................. 50
Bagan 2. Model Pemberdayaan PMI Purna Hasil Penelitian ........................... 104
Bagan 3. Model Pemberdayaan PMI Purna ..................................................... 134
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu usaha atau upaya yang dilakukan
dalam rangka mengembangkan kemampuan dan kemandirian individu atau
masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Sehingga Masyarakat dapat
mengetahui potensi dan permasalahan yang dihadapinya dan mampu
menyelesaikannya. Menurut Widjajanti (2011:16) pemberdayaan adalah suatu
proses dan upaya untuk memperoleh atau memberikan daya, kekuatan atau
kemampuan kepada individu dan masyarakat lemah agar dapat mengidentifikasi,
menganalisis, menetapkan kebutuhan dan potensi serta masalah yang dihadapi dan
sekaligus memilih alternatif pemecahannya dengan mengoptimalkan sumber daya
dan potensi yang dimiliki secara mandiri.
Adanya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development
Goals/SDGs) 2015–2030 yang merupakan pengganti Tujuan Pembangunan
Milenium (Milenium Development Goals/MDGs) menjadi respon untuk
menangani berbagai masalah di dunia termasuk masalah pertumbuhan
perekonomian dan pekerjaan yang layak. Secara ringkas SDG’s memiliki 17
tujuan penting yang disepakati dan berlaku bagi seluruh bangsa di dunia. Poin
penting SDGs di antaranya adalah untuk mewujudkan perkembangan ekonomi
yang berkelanjutan dan inklusif, lapangan kerja yang penuh dan produktif, serta
2
pekerjaan yang layak. Hal ini sesuai Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan dalam pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa “Pelaksanaan pencapaian
tujuan pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk menjaga peningkatan
kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan, menjaga
keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat, menjaga kualitas lingkungan hidup
serta pembangunan yang inklusif dan terlaksannya tata kelola yang mampu
menjaga peningkatan kualitas kehidupan dari satu generasi ke generasi
berikutnya”.
Pertumbuhan perekonomian salah satunya tercermin dalam usaha pemberdayaan
masyarakat melalui ekonomi kreatif yang dikelola langsung oleh masyarakat. Hal
ini bertujuan untuk memandirikan masyarakat dalam hal perekonomiannya.
Perkembangan ekonomi kreatif membutuhkan kolaborasi antara berbagai aktor
(Stakeholders) yang berperan dalam industri kreatif, yaitu masyarakat, swasta dan
pemerintah yang merupakan prasyarat mendasar. Salah satu bentuk pemberdayaan
masyarakat dengan penerapan ekonomi kreatif yang dinilai sukses yaitu
pembentukan usaha oleh kelompok-kelompok Pekerja Migran Indonesia (PMI)
purna, yang berhasil mengelola keuangannya pasca pulang dari luar negeri untuk
memberdayakan masyarakat miskin disekitarnya dan menyerap tenaga kerja
disekitarnya.
Pekerja Migran atau pekerja lintas negara merupakan fenomena yang sangat
banyak di Indonesia saat ini. Jumlah peminat untuk menjadi pekerja migran terus
meningkat dari tahun ke tahun. Tak kurang dari ribuan orang tiap tahunnya
3
meninggalkan tanah air untuk menjadi PMI. Sepanjang tahun 2018, BNP2TKI
(Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia)
mencatat penempatan PMI ke berbagai negara di dunia sebanyak 228,918 orang.
Jumlah itu meliputi 114,172 orang (50 %) PMI formal dan 14,746 orang (50 %)
PMI informal. Penempatan PMI selama tiga tahun terakhir (2016-2018)
mengalami kenaikan. Yakni pada tahun 2016 sebanyak 195,546 orang, tahun
2017 sebanyak 218,906, tahun 2018 sampai dengan periode oktober naik
sebanyak 228,918 orang dalam tiga tahun terakhir (2016-2018). Secara bertahap
terjadi fluktuatif antara kenaikan pengiriman PMI formal dan informal, namun
pada tahun terakhir terjadi posisi seimbang antara pengiriman PMI formal dan
informal untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel di bawah.
Tabel 1. Penempatan PMI Tahun 2016,2017 dan 2018 (s.d OKTOBER)
No Tahun Jumlah
Penempatan PMI
PMI Formal % PMI Informal %
1 2016 195.546 105.763 54 89.783 46
2 2017 218.906 101.662 46 117.244 54
3 2018 228.918 114.172 50 114.746 50
Sumber: Data Puslitfo BNP2TKI 2018 (diolah peneliti, 2018)
Kondisi ini menyebabkan pemasukan devisa negara dari sektor PMI cukup besar,
yaitu sebesar US$ 8,85 Milyar. Sedangkan pada tahun 2017 devisa yang diterima
Negara Indonesia dari PMI yang bekerja di luar negeri sebanyak US$ 8,79 Milyar,
terjadi penurunan sebesar 1,06%. Hal ini dikarenakan adanya penurunan uang
hasil kiriman pekerja migran atau remitansi untuk kawasan Timur Tengah dan
Afrika sebesar 7,15% atau sebesar USD 225.601.563,00. dan kawasan Amerika
4
yaitu sebesar 66,28% atau USD 342.511.465,00 serta dikawasan Eropa dan
Australia juga terdapat penurunan sebesar 24,22% atau sebesar USD
21.476.470,00. (Sumber: WWW.BNP2TKI.go.id/read/1250/Tahun-2018-
Remitansi -TKI-di Luar negeri-240-TKI. diakses pada tanggal 25 Desember
2018).
Penurunan jumlah remitansi ini terjadi antara lain dipengaruhi oleh kebijakan
pemerintah yang mendorong peningkatan penempatan PMI formal, disamping
sebagai dampak nyata dari kebijakan penutupan penempatan PMI informal ke
kawasan Timur Tengah, maupun faktor terbatasnya peluang kerja bagi tenaga
kerja asing di beberapa negara penempatan PMI karena keadaan ekonomi global
yang fluktuatif. Sedangkan pada tahun 2018 Pekerja Migran Indonesia yang
berada di luar negeri berjumlah 6 Juta orang dan menyumbangkan devisa
mencapai 70 triliun. Walaupun jumlah penerimaan devisa negara dari pekerja
migran di luar negeri mengalami fluktuatif, hal ini tetap dinilai sebagai jumlah
yang sangat fantastis, karena secara langsung maupun tidak langsung akan
mempengaruhi roda perekonomian dalam masyarakat. (Sumber:
WWW.BNP2TKI.go.id/read/1250/Tahun-2018-Devisa-Negara-240-TKI diakses
pada tanggal 25 Desember 2018).
Remitansi atau uang hasil kiriman pekerja migran menjadi sangat dominan
terhadap keberlangsungan hidup rumah tangga seorang pekerja migran. Remitan
secara langsung berperan meningkatkan pendapatan rumah tangga dan juga
berpotensi terhadap penciptaan peluang-peluang ekonomi baru. Studi yang
5
dilakukan oleh Internasional Organisation For Migration dan Economic
Resource Center for Overseas Filipinos tahun 2007 menyebutkan bahwa
remitansi menjadi sumber keuangan utama bagi sekitar 85 % rumah tangga
pekerja migran. Studi yang dilakukan oleh Bank Indonesia tahun 2008 pun
menujukkan hal yang senada, yaitu remitan adalah tulang punggung ekonomi
rumah tangga pekerja migran, selain itu remitansi pada tingkat rumah tangga juga
dapat digunakan sebagai strategi untuk pengentasan kemiskinan. Hal ini tidak saja
terjadi pada jangka pendek (current consumption), tetapi juga pada peluang
investasi dan produksi untuk jangka panjang (Long term production).
Remitansi pada akhirnya menjadi tumpuan ekonomi keluarga pekerja migran,
namun demikian alokasi remitansi sebanyak itu apabila tidak dipergunakan
dengan tepat hanya akan menumbuhkan sifat konsumtif pada masyarakat dan
akan menarik kembali para PMI purna untuk bekerja lagi ke luar negeri.
Permasalahan lain yang kemudian timbul adalah bagaimana pemanfaatan
remitansi yang dikirimkan oleh PMI. Banyak kajian tentang PMI khususnya
mengenai permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh PMI, namun yang
dititik beratkan pada pola remitansi dan motivasi PMI untuk bekerja di luar negeri
masih sangat terbatas. Penelitian tentang PMI cenderung berkutat pada faktor-
faktor yang mendorong PMI untuk bekerja di luar negeri, masalah yang dihadapi
di luar negeri dan permasalahan purna.
Provinsi Lampung merupakan daerah pengirim PMI terbanyak ke-6 di Indonesia
dalam pengiriman PMI ke luar negeri dalam tiga tahun terakhir dari tahun 2016-
6
2018 yaitu sebanyak 40.641 jiwa. (Sumber: Data Pusat penelitian pengembangan
dan informasi (Puslitfo) BNP2TKI 2018). Tingginya jumlah PMI yang berasal
dari Provinsi Lampung ini menjadi perhatian khusus bagi BNP2TKI, terutama
dalam hal pemberdayaan PMI purnanya dan pemanfaatan hasil remitansinya,
dimana penelitian ini akan dilakukan di Provinsi Lampung karena merupakan
daerah pengirim PMI dengan remitan yang dihasilkan oleh PMI purna mempunyai
jumlah yang cukup banyak. Hal ini tentu menjadi perhatian bagi pemerintah
setempat untuk mengelola dan mengawasi pengiriman PMI dari rekruitmen,
penempatan hingga purna penempatan.
Sejalan dengan semakin meningkatnya peran PMI dalam pertumbuhan
perekonomian, maka diperlukan suatu kajian mengenai potensi ekonomi terhadap
PMI purna. Kajian ini diperlukan untuk menyusun formulasi baku tentang
pengembangan potensi ekonomi dan pola pemberdayaannya. Berdasarkan hasil
kajian yang dilakukan (Puslitfo BNP2TKI, 2011) sebagai contoh, PMI yang telah
kembali ke tanah air di Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah, potensi ekonomi
dan pola pemberdayaannya ditemukan bahwa terdapat dua tipe PMI purna. Tipe
yang pertama adalah menganggur dengan menikmati hasil pendapatan yang
diperoleh selama di luar negeri. Tipe yang kedua adalah kembali bekerja dengan
tiga kriteria yaitu a) Bekerja di dalam negeri, b) Kembali bekerja di luar negeri, c)
Menjadi wirausaha.
PMI yang memutuskan untuk menjadi wirausaha, biasanya persiapan dilakukan
sejak awal keberangkatan, sehingga remitan yang dikirimkan ke tanah air akan di
7
bagi menjadi beberapa bagian, sebagian digunakan untuk kebutuhan konsumsi
sedangkan sebagian yang lain digunakan untuk ditabung. Menurut (Puslitfo
BNP2TKI, 2011). Tabungan dari penghasilan selama bekerja akan digunakan
sebagai modal untuk membuka usaha di tanah air. Usaha ini akan membuka
lapangan kerja baru di lingkungan keluarga dan dapat menyerap tenaga kerja dari
daerah disekitarnya.
Jumlah pengiriman PMI terbanyak di Provinsi Lampung berasal dari Kabupaten
Lampung Timur dan merupakan kabupaten pengirim pekerja migran urutan ke-
sebelas di Indonesia dalam tiga tahun terakhir ini (2016-2018) dengan jumlah
PMI sebanyak 14,997 jiwa. (Sumber: Puslitfo BNP2TKI, 2018). Dalam hal
pemberdayaan terhadap PMI purna di Kabupaten Lampung Timur pertama kali
diinisiatif oleh seorang PMI purna asal Korea Selatan di Kecamatan Labuhan
Ratu pada tahun 2004. Keberhasilan dalam membangun wirausaha pertokoan
kemudian menjadi inspiratif dan diikuti jejaknya oleh PMI purna setempat.
Hingga akhirnya terbentuklah pasar rintisan PMI purna di Kecamatan Labuhan
Ratu.(Sumber:megapolitan.kompas.com/read/2011/10/04/04263482/memelopori.
pasar.rintisan.mantan.tki. diakses pada tanggal 23 Desember 2018). Artinya
walaupun Kabupaten Lampung Timur merupakan lumbung PMI terbesar di
Provinsi Lampung, masih terdapat upaya pemberdayaan dan kesadaran dari PMI
purna untuk memanfaatkan hasil remitansinya selama bekerja di luar negeri.
Seperti juga yang dilakukan masyarakat Desa Taman Endah, Kecamatan
Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur. Dari liputan Metro News pada tanggal
8
18 Agustus 2015 dalam (https://www.youtube.com/watch?v=HPMtYu7ysVM
diakses pada 30 Desember 2018) diberitakan bahwa hampir semua masyarakat di
desa tersebut atau sekitar 70 % anak mudanya menjadi PMI. Mayoritas memilih
negara Korea Selatan sebagai negara tujuan bekerja. Namun demikian,
masyarakat di Desa Taman Endah tersebut tidak menjadikan pekerjaan di luar
negeri sebagai tujuan akhir. Setelah kurang lebih 3-5 tahun lamanya bekerja di
Korea, mereka pulang ke kampung halamannya dan mengembangkan bisnis
dengan modal usaha dari tabungan gaji selama bekerja menjadi PMI.
Berdasarkan hasil pra-riset dan wawancara dengan PMI purna di Desa Taman
Endah Kecamatan Purbolinggo, Sumanto (47 tahun) yang pernah bekerja di Korea
Selatan mengatakan bahwa rata-rata remitan (uang yang didapatkan selama
bekerja di luar negeri) dan mereka bawa pulang ke kampung halaman berkisar
250 juta, kemudian dibagi untuk modal usaha sebanyak 40% dan 60% hasil
remitansinya untuk investasi membeli tanah dan membuat rumah.
Beragam jenis usaha yang menjadi mata pencarian berkelanjutan PMI purna di
Desa Taman Endah Kecamatan Purbolinggo, diantaranya adalah bisnis budidaya
ikan lele, ternak ayam petelur dan jenis usaha yang lain. Hal ini dimulai
pemberdayaan oleh Center for Indonesia Migrant Worker’s (CIMW) Jakarta,
kemudian dilanjutkan oleh BP3TKI Lampung, untuk pertama kalinya Provinsi
Lampung pada tahun 2017 mendirikan koperasi yang anggotanya PMI purna yang
terletak di Desa Taman Endah Kecamatan Purbolinggo. Koperasi dengan nama
Koperasi TKI Purna Maju Lestari merupakan koperasi yang diinisiasi oleh Badan
9
nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga kerja Indonesia (BP3TKI)
Lampung. Tujuan dibentuknya koperasi tersebut adalah agar para PMI purna yang
telah kembali ke tanah air dan telah berwirausaha di desanya dapat lebih maju dan
mandiri.(Sumber:WWW.BNP2TKI.go.id/read/1250/Tahun-2017 -di-resmikannya-
koperasi-tki-purna-di Lampung-Inisiasi-BP3TKI-Lampung diakses pada tanggal
25 Desember 2018). Kemudian setelah PMI purna berdaya dan mandiri,
dibuatkan badan hukum untuk keberlangsungan usahanya sehingga tercapai
tujuan paripurna yaitu tidak lagi bekerja di luar negeri, namun berwirausaha
mengembangkan kampung halamannya
Pengalaman yang diperoleh di daerah Purbolinggo ini dapat diharapkan menjadi
suatu model pemberdayaan yang bisa dikembangkan di daerah lain. Berkaitan
dengan upaya untuk mengkaji permasalahan pada fenomena pemanfaatan
remitansi yang belum menyeluruh dilakukan oleh daerah-daerah lain sebagai
kantong pekerja migran. Maka penelitian ini mengambil fokus di Kecamatan
Purbolinggo yang telah berhasil membentuk model pemberdayaan PMI purna
dengan pemanfaatan hasil remitan selama bekerja di luar negeri dan Kecamatan
Way Jepara sebagai kecamatan dengan kantong buruh migran terbanyak.
Kecamatan Way Jepara mempunyai jumlah PMI sebanyak 1142 dalam tiga tahun
terakhir di Kabupaten Lampung Timur, kemudian sudah terdapat upaya
pemberdayaan yang diberikan langsung oleh Kementrian Ketenagakerjaan berupa
Desmigratif atau Desa Migran Produktif. Namun keberlangsungannya belum
berjalan dengan baik untuk pemberdayaan terhadap PMI purna. Berikut tabel data
10
pencari kerja ke luar negeri yang terdaftar di Kabupaten Lampung Timur Tahun
2016, 2017 dan 2018 (s.d Juli).
Tabel 2. Data Pencari Kerja ke Luar Negeri yang Terdaftar di Kabupaten
Lampung Timur Tahun 2016,2017 dan 2018 (s.d Juli)
No Kecamatan 2016 2017 2018 Jumlah
2016- 2018 Jan-Des Jan-Des Jan-Jul
1 Metro Kibang 74 88 74 236
2 Batanghari 221 235 189 645
3 Sekampung 378 347 253 978
4 Marga Tiga 308 322 255 885
5 Sekampung Udik 253 276 222 751
6 Jabung 131 168 124 423
7 Waway Karya 70 98 48 216
8 Pasir Sakti 30 41 25 96
9 Lab. Maringgai 128 201 106 435
10 Gunung Pelindung 48 52 54 154
11 Melinting 81 76 69 226
12 Mataram Baru 193 186 129 508
13 Bandar Sribhawono 340 393 256 989
14 Way Jepara 427 392 323 1142
15 Braja Selebah 172 172 157 501
16 Lab. Ratu 298 254 257 809
17 Sukadana 296 333 289 918
18 Bumi Agung 78 93 75 246
19 Batanghari Nuban 87 98 77 262
20 Pekalongan 134 130 85 349
21 Raman Utara 123 159 112 394
22 Purbolinggo 197 147 110 454
23 Way Bungur 57 34 42 133
24 Marga Sekampung 78 46 37 161
Total 4202 4341 3368 11911
Sumber: Dinas Koperasi UMKM dan Tenaga Kerja Lampung Timur (diolah
peneliti, 2018)
11
Efektifitas pembinaan PMI purna yang dilakukan oleh BNP2TKI dinilai belum
optimal, karena masih belum menyentuh daerah-daerah kantong PMI yang lain,
kalaupun ada keberlangsungannya belum maksimal. Program kewirausahaan
belum sepenuhnya dilakukan sebagai bekal kepada PMI dengan memasukkan
materi kewirausahaan pada program persiapan akhir pemberangkatan (PAP) yang
diharapkan akan membuka wawasan PMI lebih dini. Dengan terbukanya wawasan
calon PMI lebih awal, maka mereka tidak akan boros membelanjakan uangnya
dan akan menginvestasikan kirimannya itu pada sektor-sektor produktif
ketimbang konsumtif. Remitansi dan usaha PMI purna dapat memberikan
kontribusi yang cukup berarti bagi ekonomi wilayah asal PMI.
Berdasarkan hasil wawancara pra-riset dengan staf Dinas Koperasi, UMKM dan
Ketenagakerjaan Lampung Timur (Hairul Azhari, 48 tahun) mengatakan bahwa
masih sedikit PMI purna yang sadar akan pentingnya membangun wirausaha
sehingga dapat bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya, dan PMI purna yang lebih
memilih kembali bekerja di luar negeri lagi serta menambah kontrak untuk
bekerja di luar negeri. Sedangkan hasil wawancara pra-riset dengan salah seorang
PMI purna yang telah sukses membangun wirausaha di Kecamatan Labuhan Ratu
dan menjadi mentor dalam sosialisasi pemberdayaan PMI purna (Imam Nahrowi,
50 tahun) mengatakan bahwa PMI purna yang sudah mantap membangun
ekonomi di daerahnya kebanyakan mendapat pengetahuan tentang kemandirian
ekonomi saat ketika masih bekerja di luar negeri, karena beberapa negara
penempatan PMI diluar negeri banyak lembaga-lembaga peduli pekerja migran
yang sering melakukan sosialisasi kewirausahaan.
12
Selain melakukan penelusuran melalui media, pra-riset, melalui kegiatan
wawancara, peneliti juga mencari sumber referensi kajian penelitian terdahulu
yang relevan dengan penelitian ini guna menambah kajian penelitian dan bahan
perbandingan dengan penelitian sebelumnya. Penelitian ini menyajikan hal yang
berbeda dengan penelitian sebelumnya, hal ini dapat dilihat dari perbedaan segi
permasalahan, kerangka teori serta studi kasus yang digunakan.
Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti lebih berfokus kepada model
pemberdayaan yang akan digunakan masyarakat melalui pemanfaatan remitansi
PMI purna di Kabupaten Lampung Timur yang belum pernah menerapkan
kewirausahaan pasca pulang bekerja dari luar negeri. Dengan demikian model
pemberdayaan ini bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sesuai dengan
tujuannya dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan/SDGs
untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian dan pekerjaan yang layak bagi
masyarakat.
13
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan diambil dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah penerapan pemberdayaan masyarakat melalui optimalisasi
peran Pekerja Migran Indonesia (PMI) purna dalam Mendorong
Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable
Development Goals/SDG’s) di Kecamatan Purbolinggo dan Kecamatan
Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur?
2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan
pemberdayaan masyarakat melalui optimalisasi peran Pekerja migran
Indonesia (PMI) purna dalam Mendorong Pencapaian Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/ SDG’s) di
Kecamatan Purbolinggo dan Kecamatan Way Jepara, Kabupaten
Lampung Timur?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis penerapan pemberdayaan masyarakat melalui
optimalisasi peran Pekerja Migran Indonesia (PMI) purna dalam
Mendorong Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable
Development Goals/ SDG’s) di Kecamatan Purbolinggo dan Kecamatan
Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur.
14
2. Untuk menganalisis faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan
pemberdayaan masyarakat melalui optimalisasi peran Pekerja migran
Indonesia (PMI) purna dalam Mendorong Pencapaian Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/ SDG’s) di
Kecamatan Purbolinggo dan Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung
Timur
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
tentang kajian Ilmu Administrasi Publik, terutama dalam ranah model
pemberdayaan masyarakat.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumbangan
pemikiran dan bahan informasi bagi peneliti serta rekomendasi bagi
lembaga-lembaga yang terkait seperti Kementerian Ketenagakerjaan,
Dinas Koperasi, UMKM dan Ketenagakerjaan serta BNP2TKI dalam
menerapkan model pemberdayaan masyarakat melalui optimalisasi peran
Pekerja migran Indonesia (PMI) purna di Kabupaten Lampung Timur agar
sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan/SDGs.
15
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang Good Governance
1. Definisi Good Governance
Terselenggaranya pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa menjadi cita-
cita dan harapan setiap bangsa. Konsep “governance” dalam “clean and good
governance seringkali terjadi kerancuan pemahaman dengan konsep
“government”. Menurut Sadu Wasistiono dalam Syarief Makhya (2004 : 64),
perbedaan antara government dan governance yaitu konsep government lebih
merujuk pada suatu badan/ lembaga atau fungsi yang dijalankan oleh organ
tertinggi dalam suatu Negara, sedangkan goveranance merupakan suatu cara,
penggunaan atau pelaksanaan
Menurut Ganie Rochman dalam Joko Widodo (2001 : 41), konsep Government
menunjuk pada suatu organisasi pengelolaan berdasarkan wewenang tertinggi
(negara dan pemerintah), sedangkan konsep Governance menunjukkan tidak
sekedar melibatkan pemerintah dan negara, tetapi juga peran berbagai aktor diluar
pemerintah dan negara, sehingga pihak-pihak yang terlibat juga sangat luas.
16
Menurut Lembaga Administrasi Negara (LAN) dinyatakan bahwa governance
adalah proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan
penyediaan public good and services. Praktek terbaiknya disebut good
governance. Joko Widodo (2001:18). Perbedaan paradigma antara ”government”
dan ”governance” , berikut ini ditampilkan tabel perbedaan istilah government
dan governance.
Tabel 3. Perbedaan Istilah Government and Governance
No Unsur Perbandingan Kata Government Kata Governance
1 Pengertian-pengertian badan/
lembaga atau fungsi yang
dijalankan oleh organ tertinggi
dalam suatu negara, cara,
penggunaan atau pelaksana
Badan atau lembaga
dijalankan oleh organ
tertinggi dalam suatu
negara.
Cara Penggunaan atau
pelaksanaan
2 Hubungan Hirarkis yang
memerintah diatas,
yang diperintah
dibawah.
Hierarkis, kesetaraan
kedudukan dan hanya
berada dalam fungsi
3 Komponen yang terlibat Sebagai subyek hanya
ada satu yaitu instansi
pemerintah
Komponen yang
terlibat : sektor publik,
sektor swasta dan
masyarakat.
4 Pemegang peran dominan Sektor pemerintah Semua komponen
memegang peranan
sesuai fungsi masing-
masing.
5 Efek inpact yang diharapkan Kepatuhan warga
negara
Partisipasi warga
negara
6 Hasil ( output) yang
diharapkan
Pencapaian tujuan
negara melalui
kepatuhan warga
Pencapaian tujuan
negara dan tujuan
masyarakat melalui
partisipasi warga
negara dan warga
masyarakat.
Sumber: Syarief Makhya, 2004
Menurut Rachman Achwan dalam Martin Jimung (2005 : 95-96), konsep good
governance pada mulanya muncul akibat gelombang besar demokrasi dan
ekonomi pasar berskala global yang mendorong pentingnya meletakkan dengan
17
sejajar peran institusi makro, yakni : Negara, pasar (ekonomi) dan masyarakat
sebagai troika (mitra) dalam membangun good governance. Paradigma tersebut
merupakan revisi dari paradigma lama (rule government), dimana menurut
paradigma rule government lebih senantiasa menyandarkan pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Governance Menurut J.S Endarlin dalam Dharma (2002 : 223) mengatakan bahwa
governance merupakan suatu terminologi yang digunakan untuk menggantikan
istilah government, yang menunjukkan penggunanan otoritas politik, ekonomi,
dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah kenegaraan. Istilah ini secara
khusus menggambarkan perubahan peranan pemerintah dari pemberi pelayanan
kepada enabler atau fasilitator, dan perubahan kepemilikan yaitu dari milik negara
menjadi milik rakyat.
Menurut Lembaga Administrasi Negara/LAN dinyatakan bahwa good governance
adalah penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan bertanggung jawab,
serta efektif dan efesien, dengan menjaga “kesinergian” interaksi yang konstruktif
diantara domain-domain negara, sektor swasta dan masyarakat. Berdasarkan
pendapat Joko Widodo (2001 : 18) Governance adalah mekanisme pengelolaan
sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh sektor negara dan
sektor non pemerintahan dalam kegiatan kolektif.
18
Sedangkan World Bank dalam (Sedarmayanti, 2009: 273) mengartikan good
govenance sebagai penyelenggaraan manajemen pembangunan solid dan
bertanggung jawab yang sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien,
penghindaran salah alokasi dana investasi yang langka, dan pencegahan korupsi
secara politik dan administratif, menjalankan disiplin anggaran serta menjalankan
kerangka kerja politik dan hukum bagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan.
Bedasarkan pengertian yang telah diuraikan diatas penulis menyimpulkan bahwa
pengertian good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan negara yang
solid dan bertanggung jawab, serta efektif dan efesien, dengan menjaga
“kesinergian” interaksi yang konstruktif diantara domain-domain negara, sektor
swasta dan masyarakat, menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat, nilai-nilai
yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat yang dalam pencapaian tujuan
(nasional) kemandirian pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial serta
aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efesien dalam
pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
2. Aktor-aktor Good Governance
Aktor-aktor good governance menurut (Sedarmayanti, 2009: 280), antara lain:
a. Negara/pemerintah: konsepsi kepemerintahan pada dasarnya adalah
kegiatan-kegiatan kenegaraan, tetapi labih jauh dari itu melibatkan pula
sektor swasta dan kelembagaan masayarakat madani. Peran pemerintah
melalui kebijakan publiknya sangat penting. Dalam kaitannya dengan
19
bidang pemberdayaan masyarakat pada sektor ketenagakerjaan pemerintah
dan dinas-dinas yang berkaitan seperti dinas Ketenagakerjaan. Negara
sebagai salah satu unsur governance, di dalamnya termasuk lembaga
politik dan lembaga sektor publik. Peran pemerintah melalui kebijakan
publiknya sangat penting dalam memfasilitasi terjadinya mekanisme
pemberdayaan yang benar sehingga keberlanjutan yang terjadi di dalam
pemberdayaan dapat terus dijalankan.
b. Sektor swasta: pelaku sektor swasta mencakup perusahaan swasta yang
aktif dalam interaksi dalam sistem pasar, seperti: industri pengolahan
perdagangan, perbankan, koperasi termasuk kegiatan sektor informal.
Dalam bidang pemberdayaan, sektor swasta meliputi lembaga-lembaga
masyarakat yang mengelola pemberdayaan masyarakat.
c. Masyarakat madani: kelompok masyarakat dalam konteks kenegaraan
pada dasarnya berada diantara atau di tengah-tengah antara pemerintah dan
perseorangan, yang mencakup baik perseorangan maupun kelompok
masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik dan ekonomi.
Good governance memungkinkan adanya kesejajaran peran antara ketiga aktor di
atas. Sebagaimana dalam pengembangan kapasitas good governance, ada yang
disebut dengan perubahan dalam distribusi kewenangan yaitu telah terjadi
distribusi kewenangan yang tadinya menumpuk di pusat untuk didesentralisasikan
kepada daerah, masyarakat, asosiasi dan berbagai kelembagaan yang ada di
masyarakat. Artinya saat ini pemerintah bukanlah satu-satunya aktor dalam
20
pengambilan keputusan, masyarakat dan juga pihak swasta pun berkesempatan
untuk terlibat dalam pengambilan keputusan.
3. Prinsip-Prinsip Good Governance
Kepemerintahan yang baik menurut United Nation Development Program
(UNDP) mengidentifikasi lima karakteristik yaitu:
a. Interaksi, melibatkan tiga mitra besar yaitu pemerintah, swasta, dan
masyarakat madani untuk melaksanakan pengelolaan sumber daya
ekonomi, sosial, dan politik.
b. Komunikasi, terdiri dari sistem jejaring dalam proses pengelolaan dan
kontribusi terhadap kualitas hasil.
c. Proses penguatan sendiri, adalah kunci keberadaan dan kelangsungan
keteraturan dari berbagai situasi kekacauan yang disebabkan dinamika dan
perubahan lingkungan, memberi kontribusi terhadap partisipasi dan
menggalakkan kemandirian masyarakat, dan memberikan kesempatan
untuk kreativitas dan stabilitas berbagai aspek kepemerintahan yang baik.
d. Dinamis, keseimbangan berbagai unsur kekuatan kompleks yang
menghasilkan persatuan, harmoni, dan kerja sama untuk pertumbuhan dan
pembangunan berkelanjutan, kedamaian dan keadilan, dan kesempatan
merata untuk semua sektor dalam masyarakat madani.
e. Saling ketergantungan yang dinamis antara pemerintah, kekuatan pasar,
dan masyarakat madani.
21
Lima karakteristik dalam good governance mencerminkan terjadinya proses
pengambilan keputusan yang melibatkan stakeholders dengan menerapkan prinsip
good governance yaitu partisipasi, transparansi, berorientasi kesepakatan,
kesetaraan, efektif dan efisien, akuntabilitas, serta visi dan misi. Sedangkan
Lembaga Administrasi Negara (LAN) (2003) mengungkapkan prinsip-prinsip
good governance antara lain yaitu akuntabilitas, transparansi, kesetaraan,
supremasi hukum, keadilan, partisipasi, desentralisasi, kebersamaan,
profesionalitas, cepat tanggap, efektif dan efisien, dan berdaya saing.
Mustopadidjaja (1997) dalam Sedarmayanti (2009: 282-287). mengatakan prinsip-
prinsip good governance adalah demokrasi dan pemberdayaan, pelayanan,
transparansi dan akuntabiiltas, partisipasi, kemitraan, desentralisasi, dan
konsistensi kebijakan dan kepastian hukum.
Menurut Sedarmayanti (2009:289) Jumlah komponen ataupun prinsip yang
melandasi tata pemerintahan yang baik sangat bervariasi dari satu institusi ke
institusi lain, dari satu pakar ke pakar lainnya. Namun paling tidak ada sejumlah
prinsip yang dianggap sebagai prinsip prinsip utama yang melandasi good
governance, yaitu akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi.
22
B. Tinjauan Tentang Pemberdayaan Masyarakat
1. Definisi Pemberdayaan Masyarakat
Empowerment atau yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti
pemberdayaan merupakan sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari
perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat utamaya Eropa.
Untuk memahami konsep empowerment secara tepat dan jernih memerlukan
upaya pemahaman latar belakang kontekstual yang melahirkannya. Secara
konseptual, pemberdayaan atau pemerkuasaan (empowerment) berasal dari kata
power (kekuasaan atau keberdayaan). Berdasarkan pendapat Edi Suharto
(2005:57) ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan kemampuan untuk
membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan
dan minat mereka.
Pemberdayaan menurut Suhendra (2006:74-75) adalah “suatu kegiatan yang
berkesinambungan dinamis secara sinergis mendorong keterlibatan semua potensi
yang ada secara evolutif dengan keterlibatan semua potensi”. Selanjutnya
pemberdayaan menurut Jim Ife dari buku Suhendra (2006:77) adalah
“meningkatkan kekuasaan atas mereka yang kurang beruntung (empowerment
aims to increase the power of disadvantage)”.
Pemberdayaan adalah sebuah konsep yang fokusnya adalah kekuasaan, hal ini
sesuai dengan konsep yang dikemukakan oleh Moh. Ali Aziz dkk (2005: 169).
Pemberdayaan secara substansial merupakan proses memutus (breakdown) dari
hubungan antara subjek dan objek. Proses ini mementingkan pengakuan subjek
23
akan kemampuan atau daya yang dimiliki objek. Secara garis besar proses ini
melihat pentingnya mengalirkan daya dari subjek ke objek. Hasil akhir dari
pemberdayaan adalah beralihnya fungsi individu yang semula objek menjadi
subjek (yang baru), sehingga relasi sosial yang nantinya hanya akan dicirikan
dengan relasi sosial antar subyek dengan subyek lain.
Menurut Sumaryadi (2005:11) pemberdayaan masyarakat adalah “upaya
mempersiapkan masyarakat seiring dengan langkah memperkuat kelembagaan
masyarakat agar mereka mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian, dan
kesejahteraan dalam suasana keadilan sosial yang berkelanjutan”. Selain itu
pemberdayaan masyarakat yang dikemukakan oleh Sumaryadi terdiri dari
beberapa hal sebagai berikut:
a. Membantu pengembangan manusiawi yang autentik dan integral dari
masyarakat lemah, rentan, miskin perkantoran, masyarakat adat yang
terbelakang, kaum muda pencari kerja, kaum cacat dan kelompok wanita
yang didiskriminasikan atau dikesampingkan.
b. Memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat tersebut secara sosial
ekonomis sehingga mereka dapat lebih mandiri dan dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidup mereka, namun sanggup berperan serta dalam
pengembangan masyarakat. Dari pendapat tersebut maka pemberdayaan
masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan
masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari
perangkap kemiskinan dan keterbelakangan.
24
Pemberdayaan Masyarakat yang dikemukakan oleh Widjaja (2003:169)
merupakan upaya meningkatkan kemampuan dan potensi yang dimiliki
masyarakat sehingga masyarakat dapat mewujudkan jati diri harkat dan
martabatnya secara maksimal untuk bertahan dan mengembangkan diri secara
mandiri baik di bidang ekonomi, sosial, agama dan budaya.
Dari beberapa definisi pemberdayaan masyarakat diatas dapat disimpulkan bahwa
pemberdayaan masyarakat merupakan suatu usaha atau upaya yang dilakukan
dalam rangka mengembangkan kemampuan dan kemandirian individu atau
masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Masyarakat dapat mengetahui
potensi dan permasalahan yang dihadapinya dan mampu menyelesaikannya.
Setelah kita memahami mengenai definisi pemberdayaan, selanjutnya akan
dibahas mengenai tujuan pemberdayaan masyarakat menurut para ahli.
2. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat
Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan adalah untuk membentuk individu
dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian
berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Lebih
lanjut perlu ditelusuri apa yang sesungguhnya dimaknai sebagai suatu masyarakat
yang mandiri. Kemandirian masyarakat adalah merupakan suatu kondisi yang
dialami masyarakat yang ditandai oleh kemampuan untuk memikirkan,
memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai
pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya dan
kemampuan yang terdiri atas kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik, dengan
25
pengerahan sumber daya yang dimiliki oleh lingkungan internal masyarakat
tersebut, dengan demikian untuk menuju mandiri perlu dukungan kemampuan
berupa sumber daya manusia yang utuh dengan kondisi kognitif, konatif,
psikomotorik dan afektif, dan sumber daya lainnya yang bersifat fisik material.
Terjadinya keberdayaan pada empat aspek tersebut (kognitif, konatif, afektif dan
psikomotorik) akan dapat memberikan kontribusi pada terciptanya kemandirian
masyarakat yang dicita-citakan, karena dengan demikian dalam masyarakat akan
terjadi kecukupan wawasan yang dilengkapi dengan kecakapan keterampilan yang
memadai, diperkuat oleh rasa memerlukan pembangunan dan perilaku sadar akan
kebutuhannya tersebut, untuk mencapai kemandirian masyarakat diperlukan
sebuah proses. Menurut Ambar Teguh (2004: 80-81) melalui proses belajar maka
masyarakat secara bertahap akan memperoleh kemampuan atau daya dari waktu
ke waktu, dengan demikian akan terakumulasi kemampuan yang memadai untuk
mengantarkan kemandirian mereka, apa yang diharapkan dari pemberdayaan yang
merupakan visualisasi dari pembangunan sosial ini diharapkan dapat mewujudkan
komunitas yang baik dan masyarakat yang ideal.
Arah pemberdayaan masyarakat yang dikemukakan oleh Sumodiningrat dalam
Ambar Teguh (2004: 82-83) dapat dilihat dari tiga sisi yakni:
a. Penciptaan iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang
(enabling), disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia,
setiap masyarakat memilliki potensi yang dapat dikembangkan. Artimya
tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena demikian akan
26
sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangn daya itu,
dengan mendorong memotivasikan dan membangkitkan kesadaran akan
potensi yang di,ilikinya serta berupaya untuk mengembangkanya.
b. Upaya memperkuat potensi yang dimiliki oleh masyarakat (empowering),
dengan langkah-langkah lebih positif, selain hanya menciptakan iklim dan
suasana. Perkuatan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut
penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses kedalam
berbagai peluang yang akan membuat masyarakat jadi berdaya.
c. Perlindungan. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah
menjadi bertambah lemah, oleh karena itu perlindungan dan pemihakkan
kepada yang lemah amat berdasar dalam konsep pemberdayaan
masyarakat. Melindungi bukan berarti mengisolasi atau menutupi dari
interaksi, karena hal itu justru akan mengkerdilkan yang kecil dan
melunglaikan yang lemah. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk
mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta ekspolitasi
yang kuat atas yang lemah.
Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi tergantung pada
berbagai program pemberian. Kerena pada dasarnya setiap apa yang dinikmati
harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya dapat diperkirakan dengan
pihak lain). Dengan demikian tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat,
memampukan dan membangun kemampuan untuk memajukan sendiri kearah
kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan.
27
Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000-2004 dan Program
Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dinyatakan bahwa “Tujuan pemberdayaan
masyarakat adalah meningkatkan keberdayaan masyarakat melalui penguatan
lembaga dan organisasi masyarakat setempat, penanggulangan kemiskinan dan
perlindungan sosial masyarakat, peningkatan kswadayaan masyarakat luas guna
membantu masyarakat untuk meningkatkan kehidupan ekonomi, sosial dan
politik”. Sedangkan menurut Suharto (2010: 60) mengatakan bahwa tujuan utama
pemberdayaan adalah memperkuat masyarakat yang lemah atau tidak memiliki
ketidakberdaya baik karena masalah internal (persepsi sendiri) maupun masalah
eksternal (misalnya ditindas karena struktur sosial yang kurang adil).
Menurut Wijaya (2002: 77) mengatakan tujuan dari pemberdayan masyarakat
adalah untuk membangkitkan segala kemampuan yang ada pada masyarakat untuk
mencapai tujuan pertumbuhan motivasi, inisiatif, kreatif serta penghargaan dan
pengakuan bagi mereka yang berprestasi. Tujuan pemberdayaan masyarakat
Menurut Suryana (2010:19) adalah membentuk individu dan masyarakat menjadi
mandiri. Kemandirian tesebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan
mengendalikan apa yang mereka lakukan, sehingga masyarakat memiliki
kemampuan untuk memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang
dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi
dengan mempergunakan daya kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik, afektif
dengan pengarahan sumber daya yang dimiliki oleh lingkungan internal
masyarakat tersebut.
28
Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa tujuan pemberdayaan
masyarakat adalah untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan
taraf hidup keluarga dan lingkungannya dan mengoptimalkan sumberdaya yang
dimilikinya sehingga masyarakat menjadi masyarakat yang berdaya dan
masyarakat yang mandiri.
3. Tahap-Tahap Pemberdayaan
Pemberdayaan tidak bersifat selamanya, melainkan sampai target masyarakat
mampu untuk mandiri, meski dari jauh di jaga agar tidak jatuh lagi hal ini sesuai
dengan apa yang dikemukakan oleh Sumodiningrat, 2000 dalam Ambar Teguh
(2004: 82). Dilihat dari pendapat tersebut berarti pemberdayaan melalui suatu
masa proses belajar hingga mencapai status mandiri, meskipun demikian dalam
rangka mencapai kemandirian tersebut tetap dilakukan pemeliharaan semangat,
kondisi dan kemampuan secara terus menerus supaya tidak mengalami
kemunduran lagi.
Sebagaimana disampaikan diawal bahwa proses belajar dalam rangka
pemberdayaan masyarakat akan berlangsung secara bertahap sebagaimana
dikemukakan oleh Ambar Teguh (2004: 83). Tahap-tahap yang harus dilalui
tersebut adalah meliputi:
a. Tahap penyadaran dan tahap pembentukan perilaku menuju perilaku sadar
dan peduli sehingga merasa membutuhkan kapasitas diri. Tahap ini
menggambarkan bahwa pihak pemberdaya berusaha menciptakan
29
prakondisi, agar dapat memfasilitasi berlangsungnya proses pemberdayaan
yang efektif. Apa yang diintervensi dalam masyarakat sesungguhnya lebih
pada kemampuan efektifnya untuk mencapai kesadaran konatif yang
diharapkan. Seutuhnya penyadaran akan lebih membuka keinginan dan
kesadaran masyarakat tentang kondisinya saat itu, dan dengan demikian
akan dapat merangsang kesadaran mereka tentang perlunya memperbaiki
kondisi untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.
b. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan
keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar
sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan. Masyarakat
akan mengalami proses belajar tentang pengetahuan dan kecakapan
keterampilan yang memiliki relevansi dengan apa yang terjadi dalam
tuntutan kebutuhan tersebut. Keadaan ini akan menstimulasi terjadinya
keterbukaan wawasan dan menguasai kecakapan keterampilan dasar
mereka butuhkan. Masyarakat akan hanya dapat memberikan peran
partisipasinya pada tingkat yang rendah, yaitu sekedar menjadi pengikut
atau objek pembangunan saja. Belum mampu menjadi subjek dalam
pembangunan.
c. Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan keterampilan
sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk
mengantarkan pada kemandirian. Kemandirian tersebut akan ditandai oleh
kemampuan masyarakat dalam membentuk inisiatif, melahirkan kreasi-
kreasi dan melakukan inovasi-inovasi di lingkungannya. Apabila
masyarakat telah mencapai tahap ini, maka masyarakat dapat secara
30
mandiri melakukan pembangunan. Konsep pembangunan masyarakat
menggambarkan bahwa pada kondisi seperti ini seringkali didudukan pada
subjek pembangunan atau pemeran utama. Pemerintah tinggal menjadi
fasilitator saja. Sebagaimana disampaikan diatas bahwa proses belajar
dalam rangka pemberdayaan masyarakat akan berlangsung secara
bertahap.
Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007: 2-7) mengemukakan bahwa sebagai proses,
pemberdayaan mempunyai 3 (tiga) tahapan yaitu:
a. Tahap pertama yaitu tahap penyadaran, target yang hendak diberdayakan
diberi “pencerahan” dalam bentuk penyadaran bahwa mereka mempunyai
hak untuk mempunyai “sesuatu”.
b. Tahap selanjutnya adalah tahap pengkapasitaan atau capacity building atau
enabling yaitu memberikan kapasitas kepada individu dan kelompok
manusia untuk mampu menerima daya atau kekuasaan yang akan
diberikan.
c. Tahapan yang terakhir adalah pemberian daya itu sendiri atau
empowerment dalam makna sempit. Pada tahap ini, target diberikan daya,
kekuasaan, otoritas atau peluang
Menurut Nugroho (2007:13) pemberdayaan adalah sebuah “proses menjadi”
bukan “proses instan”. Sebagai proses, pemberdayaan mempunyai tiga tahapan
yaitu penyadaran, pengkapasitasan, dan pendayaan.
a. Dalam tahap penyadaran, target sasaran adalah masyarakat yang kurang
mampu yang harus diberikan pemahaman bahwa mereka mempunyai hak
31
untuk menjadi berada atau mampu. Disamping itu juga mereka harus
dimotivasi bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk keluar dari
kemiskinannya. Proses ini dapat dipercepat dan dirasionalisasikan hasilnya
dengan hadirnya upaya pendampingan.
b. Tahap pengkapasitasan bertujuan untuk memampukan masyarakat yang
kurang mampu sehingga mereka memiliki keterampilan untuk mengelola
peluang yang akan diberikan. Dimana tahap ini dilakukan dengan cara
memberikan pelatihan-pelatihan, lokakarya dan kegiatan sejenisnya yang
bertujuan untuk meningkatkan life skill dari masyarakat tersebut.
Penyadaran Pengkapasitasan Pendayaan
c. Pada tahap pendayaan, masyarakat diberikan peluang yang disesuaikan
dengan kemampuan yang dimiliki melalui partisipasi aktif dan
berkelanjutan yang ditempuh dengan memberikan peran yang lebih besar
secara bertahap, sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya serta
diakomodasi aspirasinya dan dituntun untuk melakukan self evaluation
terhadap pilihan dan hasil pelaksanaan atas pilihan tersebut.
Terdapat tiga hal penting dalam pemberdayaan masyarakat menurut Wrihatnolo
dan Dwidjowijoto (2007:30-33) yang terdiri dari:
a. Pemberdayaan dipandang sabagai jawaban atau pengalaman pelaksanaan
pembangunan yang didasari oleh kebijakan yang terpusat sejak tahun
1970-an hingga tahun 1990-an. Proses pembangunan terpusat dan
akhirnya tidak partisipatif itu telah menyadarkan para pemikir kebijakan
publik untuk akhirnya berani mengadopsi konsep pemberdayaan yang
dipercayai mampu menjembatani partisipasi rakyat dalam proses
32
pembangunan. Pemberdayaan tersebut ditantang untuk dapat
menumbuhkan kembali inovasi dan kreatifitas rakyat.
b. Pemberdayaan dipandang sebagai jawaban atas tantangan konsep
pertumbuhan yang mendominasi pemikiran para pengambil kebijakan
publik yang cenderung melupakan kebutuhan rakyat pada level akar
rumput. Untuk menjamin penyaluran aset pembangunan lebih baik kepada
rakyat lahirlah konsep distribusi pembangunan. Dalam konsep
pertumbuhan, pemanfaatan pembanguanan adalah pelaku usaha besar.
Dalam konsep distribusi pembangunan, pemanfaatan pembangunan adalah
rakyat pada level akar rumput. Para pengambil kebijakan publik percaya
bahwa konsep distribusi pembangunanan dapat beriringan dengan konsep
pertmbuhan ekonomi apabila konsep distribusi pembangunan menerapkan
konsep pemberdayaan. Pemberdayaan ditantang untuk dapat menjamin
distribusi asset pembangunan secara merata dengan proses dari rakyat oleh
rakyat dan untuk rakyat.
c. Pemberdayaan dipandang sebagai jawaban atas nasib rakyat yang masih
banyak didomisili oleh penduduk miskin, pengangguran, masyarakat
dengan kualitas hidup rendah dan masyarakat terbelakang/ tertinggal
disejumlah daerah di Indonesia. Sebagaimana dikatakan oleh pemikir
pembangunan, pembangunan di negara berkembang banyak diwarnai
fenomena kemiskinn, pengangguran dan kesenjangan. Sehingga muncl
pandangan konsep bahwa konsep pertumbuhan tidak sepenuhnya sesuai
dengan kebutuhan Indonesia. Akhirnya mereka melirik konsep
pemberdayaan untuk mencoba menjawab tantangan pembangunan di
33
Indonesia. dengan demikinan, konsep pemberdayaan di Indonesia bukan
tanpa nilai, tatapi justru memiliki nilai yang spirit untuk menuntaskan
permasalahan khas nagara berkembang seperti yang dikatakan diatas.
Lebih khusus, pemberdayaan mempunyai misi yang jelas yaitu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin.
Berdasarkan pemaparan para ahli mengenai tahapan pemberdayaan masyarakat di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa penulis lebih memilih menggunakan tahapan
pemberdayaan masyarakat menurut Ambar Teguh, karena menurut Ambar Teguh
lebih dijelaskan secara tuntas mengenai tahapan pemberdayaan masyarakat yang
merupakan suatu proses pembelajaran bagi masyarakat agar dapat mandiri dalam
mengelola segala potensi yang dimiliki dengan menumbuhkan rasa semangat
berkarya secara terus menerus supaya tidak mengalami kemunduran lagi.
Sehingga dapat dipahami bahwa tahapan pemberdayaan masyarakat ini sangat
penting untuk mencapai pemberdayaan masyarakat yang baik, karena dengan
adanya tahapan tersebut dapat menjadi acuan bagi kelompok masyarakat untuk
mencapai pelaksanaan dan tujuan yang jelas bagi berhasilnya pemberdayaan
masyarakat.
4. Indikator Keberdayaan
Keberdayaan masyarakat Menurut Widjajanti (2011:18) adalah dimilikinya daya,
kekuatan atau kemampuan oleh masyarakat untuk mengidentifikasi potensi dan
masalah serta dapat menentukan alternatif pemecahannya secara mandiri.
Keberdayaan masyarakat diukur melalui tiga aspek (1) kemampuan dalam
34
pengambilan keputusan, (2) kemandirian dan (3) kemampuan memanfaatkan
usaha untuk masa depan.
Menurut Person et.al (1994: 106) yang di kutip oleh Suharto (2010: 60)
mengajukan tiga dimensi indikaor keberdayaan yang merujuk pada: (1) sebuah
proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individual yang kemudian
berkembang menjadi sebuh perubahan yang lebih besar, (2) sebuah kondisi
psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri, berguna dan mampu
mengendalikan diri dan orang lain, (3) pembebasan yang dihasilkan dari sebuah
gerakan sosial, yang dimulai dari pendidikan dan politisi orang-orang lemah dan
melibatkan upaya-upaya kolektif dari orang–orang lemah tersebut memperoleh
kekuasaan dan mengubah struktur-struktur yang menekan.
Menurut Suhendra (2006: 86) terdapat beberapa indikator masyarakat yang
berdaya, antara lain: (1) Mempunyai kemampuan menyiapkan dan menggunakan
pranata dan sumber-sumber yang ada di masyarakat, (2) Dapat berjalan “battom
up planning”, (3) Kemampuan dan aktivitas ekonomi, (4) Kemampuan
menyiapkan hari depan keluarga, (5) Kemampuan menyampaikan pendapat dan
aspirasi tanpa adanya tekanan.
Berdasarkan penjelasan di atas mengenai indikator keberdayaan, maka dapat
disimpulkan bahwa masyarakat yang berdaya akan mampu dan kuat untuk
berpartisipasi dalam pembangunan, mampu mengawasi jalannya pembangunan
dan juga menikmati hasil pembangunan.
35
5. Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Masyarakat
Menurut Najiati dkk (2005:54) ada empat prinsip yang sering digunakan untuk
suksesnya program pemberdayaan, yaitu prinsip kesetaraan, partisipasi,
keswadayaan atau kemandirian, dan berkelanjutan. Meskipun konsep ini lebih
didekatkan dalam bidang pertanian, namun konsep Najiati dkk, ini merupakan
salah satu contoh menguraikan tentang pemberdayaan masyarakat. Berikut uraian
prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat dimaksud, yaitu:
a. Prinsip Kesetaraan
Pada dasarnya prinsip ini lebih mengutamakan tentang apa yang seharusnya
dipegang dalam proses pemberdayaan masyarakat. Prinsip kesetaraan atau
kesejajaran merupakan prinsip yang mendudukkan masyarakat atau
memposisikan seseorang diantara kelompok masyarakat dengan lembaga
yang melakukan program-program pemberdayaan masyarakat, baik laki-laki
maupun perempuan. Dinamika yang dibangun adalah hubungan kesetaraan
dengan mengembangkan mekanisme berbagai pengetahuan, pengalaman,
serta keahlian satu sama lain. Masing-masing saling mengakui kelebihan dan
kekurangan, sehingga terjadi proses saling belajar.
b. Partisipasi
Program pemberdayaan yang dapat menstimulasi kemandirian masyarakat
adalah program yang sifatnya partisipatif, direncanakan, dilaksanakan,
diawasi, dan dievaluasi oleh masyarakat. Namun, untuk sampai pada tingkat
tersebut perlu waktu dan proses pendampingan yang melibatkan pendamping
yang berkomitmen tinggi terhadap pemberdayaan masyaraka
36
c. Keswadayaan atau kemandirian
Prinsip keswadayaan adalah menghargai dan mengedepankan kemampuan
masyarakat daripada bantuan pihak lain. Konsep ini tidak memandang orang
miskin sebagai objek yang tidak berkemampuan (the have not), melainkan
sebagai subjek yang memiliki kemampuan sedikit (the have little). Mereka
memiliki kemampuan untuk menabung, pengetahuan yang mendalam tentang
kendala-kendala usahanya, mengetahui kondisi lingkungannya, memiliki
tenaga kerja dan kemauan, serta memiliki norma-norma bermasyarakat yang
sudah lama dipatuhi. Semua itu harus digali dan dijadikan modal dasar bagi
proses pemberdayaan. Bantuan dari orang lain yang bersifat materiil harus
dipandang sebagai penunjang, sehingga pemberian bantuan tidak justru
melemahkan tingkat keswadayaannya.
d. Berkelanjutan
Program pemberdayaan perlu dirancang untuk berkelanjutan, sekalipun pada
awalnya peran pendamping lebih dominan dibanding masyarakat sendiri. Tapi
secara perlahan dan pasti, peran pendamping akan makin berkurang, bahkan
akhirnya dihapus, karena masyarakat sudah mampu mengelola kegiatannya
sendiri.
Selain prinsip-prinsip pemberdayaan yang dikemukaakan oleh Najiati dkk, berikut
ini juga terdapat prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat Menurut Suharto
(2006:68) sebagai berikut:
a. Pemberdayaan adalah proses kolaboratif. Oleh karena itu harus ada
kerjasama sebagai patner.
37
b. Proses pemberdayaan menempatkan masyarakat sebagai aktor atau
subjek yang kompeten dan mampu menjangkau sumber-sumber dan
kesempatan-kesempatan.
c. Masyarakat harus melihat diri mereka sendiri sebagai agen penting
yang dapat mempengaruhi perubahan.
d. Kompetensi diperoleh dan dipertajam melalui pengalaman hidup,
khususnya pengalaman yang memberikan perasaan mampu pada
masyarakat.
e. Solusi-solusi yang berasal dari situasi khusus, hasus beragam dan
menghargai keberagaman yang berasal dari faktor-faktor yang berada
pada situasi masalah tersebut.
f. Jaringan-jaringan sosial informal merupakan sumber dukungan yang
penting bagi penurunan ketegangan dan meningkatkan kompetensi
serta kemampuan untuk mengendalikan seseorang.
g. Masyarakat harus berpartisipasi dalam memberdayakan diri mereka
sendiri, tujuan, cara dan hasilmharus dirumuskan oleh mereka sendiri.
h. Tingkat kesadaran merupakan kunci dalam pemberdayaan, karena
pengetahuan dan mobilisasi tindakan bagi perubahan.
i. Pemberdayaan melibatkan akses terhadap sumber-sumber dan
kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber tersebut secara
efektif.
j. Proses pemberdayaan bersifat dinamis, sinergis, dinamis, evolutif,
dikarenakan permasalahan selalu memiliki beragam solusi.
38
k. Pemberdayaan dicapai melalui struktur-struktur personal lain melalui
pembangunan ekonomi secara paralel
Berdasarkan prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat yang dikemukakan oleh
para ahli dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya prinsip pemberdayaan
masyarakat adalah suatu prinsip yang mengedepankan suatu prinsip kesetaraan
yang lebih mengutamakan tentang apa yang seharusnya dipegang dalam proses
pemberdayaan masyarakat, adanya prinsip yang sifatnya partisipatif,
direncanakan, dilaksanakan, diawasi, dan dievaluasi oleh masyarakat, Prinsip
keswadayaan adalah menghargai dan mengedepankan kemampuan masyarakat
daripada bantuan pihak lain. Konsep ini tidak memandang orang miskin sebagai
objek yang tidak berkemampuan (the have not), melainkan sebagai subjek yang
memiliki kemampuan sedikit (the have little), dan yang terakhir merupakan
prinsip keberlanjutan dimana proses pemberdayaan merupakan proses yang terus
berjalan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
6. Strategi Pemberdayaan Masyarakat
Secara teoritis Strategi Pemberdayaan Masyarakat yang dikemukakan oleh
Pranarka dan Vidhyandika Moeljarto, dalam Wrihatnolo, dan Riant, (2007:119),
mengatakan bahwa kecenderungan primer menunjuk pemberdayaan sebagai
proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau
kemampuan kepada masyarakat agar setiap individu menjadi lebih berdaya.
Sebaliknya, kecenderungan sekunder menekankan pada proses memberikan
39
stimulus, dan mendorong individu agar mampu menentukan pilihan hidupnya
melalui proses dialog.
Sehubungan dengan deskripsi konseptual di atas yang dikemukakan oleh
Wrihatnolo, dan Riant, (2007:119-120), maka minimal terdapat tiga strategi
pemberdayaan yang umum dilaksanakan yakni:
a. Pemberdayaan yang hanya berkutat di “daun” dan “ranting” atau
pemberdayaan konformis. Yaitu pemberdayaan hanya dilihat sebagai
upaya peningkatan daya adaptasi terhadap struktur sosial-
kemasyarakatan yang ada. Bentuk strateginya adalah mengubah sikap
mental masyarakat yang tidak berdaya dan pemberian bantuan.
Program-program berjenis karitatif dan sinterklas termasuk dalam
kategori ini.
b. Pemberdayaan yang berkutat di “batang” atau pemberdayaan reformis.
Konsep ini tidak mempermasalahkan tatanan sosial, ekonomi, politik,
dan budaya yang ada, yang terpenting adalah kebijakan operasional.
Pemberdayaan difokuskan pada upaya peningkatan kinerja operasional
dengan membenahi pola kebijakan, peningkatan kualitas SDM,
penguatan kelembagaan, dsb.
c. Pemberdayaan yang berkutat di “akar” atau pemberdayaan struktural.
Strategi ini melihat bahwa ketidakberdayaan masyarakat adalah karena
struktur sosial, politik, budaya, dan ekonomi yang kurang memberikan
peluang bagi kaum yang lemah, dengan demikian pemberdayaan ini
menempuh strategi melalui transformasi struktural secara mendasar.
40
Menurut Soetomo (2008:72-85), dalam proses pemberdayaan masyarakat
pendekatan yang dipergunakan yaitu:
a. Sentralisasi menjadi desentralisasi. Desentralisasi dalam hal ini
diarahkan pada bentuk kewenangan masyarakat untuk melakukan
kontrol terhadap pengambilan keputusan dan sumber daya.
Desentralisasi ini berarti mencakup lapisan masyarakat miskin akar
rumput, bukan semata berhenti pada elit lokal setempat.
b. Top down menjadi bottom up. Pendekatan pemberdayaan cenderung
mengutamakan alur dari bawah ke atas. Proses dan mekanismenya
dapat melalui dua kemungkinan; pertama, identifikasi masalah dan
kebutuhan masyarakat direspon sendiri oleh masyarakat bersangkutan
dalam bentuk program pembangunan yang direncanakan dan sekaligus
dilaksanakan oleh masyarakat. Kedua, identifikasi masalah dan
kebutuhan masyarakat diakomodir oleh pemerintah untuk dimasukkan
kedalam program pembangunan pemerintah.
c. Uniformity menjadi variasi lokal. Pendekatan pemberdayaan sangat
memberikan toleransi kepada variasi lokal/kearifan lokal, dengan
demikian program-program yang dirumuskan dan dilaksanakan sangat
berorientasi pada permasalahan dan kondisi serta potensi setempat.
d. Sistem komando menjadi proses belajar. Pendekatan pemberdayaan
memosisikan masyarakat lebih berkedudukan sebagai subyek atau
aktor, dalam hal ini, proses belajar yang dilakukan untuk
meningkatkan inisiatif merupakan rangkaian pemantapan kapasitas.
41
Peningkatan kapasitas ini bermakna pengakuan akan kemampuan
masyarakat untuk melakukan langkah-langkah menuju kemajuan.
e. Ketergantungan menjadi keberlanjutan. Pemberian kewenangan
kepada masyarakat dalam pengelolaan pembangunan akan lebih
mendorong tumbuh kembangnya inisiatif dan kreatifitas yang memacu
keberlanjutan.
f. Social exclusion menjadi social inclution. Seluruh lapisan masyarakat
terutama lapisan bawah, mendapatkan peluang yang sama dalam
berpartisipasi pada semua proses kehidupan, dalam mengakses semua
pelayanan, serta dalam mengakses sumber daya dan informasi.
g. Improvement menjadi transformation. Improvement berarti
memfokuskan perbaikan hanya dalam cara kerja dan proses produksi
tanpa melakukan perubahan pada tataran struktur, sedangkan
pendekatan pemberdayaan lebih menekankan pada transformation,
dimana fokus perubahan adalah pada level sistem dan struktur
sosialnya.
C. Tinjauan Tentang Pekerja Migran Indonesia (PMI) Purna dan
Remitansi PMI
1. Definisi PMI Purna dan Remitansi
Berdasarkan Undang Undang Nomor 18 Tahun 2017, istilah TKI diganti dengan
Pekerja Migran Indonesia atau disingkat PMI. Pengertian PMI Purna adalah
warga Negara Indonesia yang bekerja di Negara asing dalam hubungan kerja
untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah sesuai ketentuan masing-
42
masing Negara tujuan yang sudah habis atau selasai masa kerjanya atau masa
kontraknya. Istilah PMI sering sekali dikonotasikan dengan pekerja kasar..
Walaupun sering dikonotasikan sebagai pekerja kasar, tidak bisa dipungkiri
bahwa PMI sangat mempunyai andil cukup besar dalam pendapatan Negara, biasa
disebut remitansi.
Remitansi adalah dana yang berasal dari transfer (baik dalam bentuk cash atau
sejenisnya) dari seorang asing kepada sanak keluarga di negara asalnya.
International Monetery Found (IMF) mendefinisikannya remitansi ke dalam 3
kategori, yaitu:
a. remitansi pekerja atau transfer dalam bentuk cash atau sejenisnya dari
pekerja asing kepada keluarganya di kampung halaman.
b. kompensasi terhadap pekerjaan atau pendapatan, gaji atau renumerasi
dalam bentuk cash atau sejenisnya yang dibayarkan kepada individu yang
bekerja di suatu negara lain di mana keberadaan mereka adalah resmi.
c. transfer uang seorang asing yang merujuk kepada transfer kapital dari aset
keuangan yang dibuat orang asing tersebut sebagai perpindahan dia dari
satu negara ke negara lainnya dan tinggal lebih dari satu tahun. Karenanya,
remitansi (remittance) adalah transfer uang oleh pekerja asing ke negara
tempat mereka berasal. Remitansi juga diartikan sebagai satu pembayaran
untuk pembelian barang-barang atau jasa yang ditransferkan terhadap
seseorang pada jarak jauh.
43
Remitansi merupakan sebagian dari pendapatan pekerja asing internasional yang
dikirimkan ke negara tempat pekerja berasal. Oleh World Bank, „remittance‟
dikatakan sebagai „transfer remittance‟, berlaku secara domestik maupun
internasional. Sedangkan untuk „domestik remittance‟, sebagai contoh, adalah
dikenakan pada saat di mana migrasi dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan di
dalam satu negara. Namun demikian, remitansi (remittance) yang dimaksudkan
dalam penelitian ini adalah dalam hal antar negara (dari luar negeri ke Indoesia).
Konsepsi Remitansi dalam Kajian ini: Untuk kepentingan kajian ini remitansi
didefinisikan sebagai pembayaran atau aliran atau transfer dana lintas batas negara
dari orang ke orang, yang dalam prakteknya transfer dana tersebut dilakukan oleh
pekerja migran Indonesia (PMI) yang bekerja di luar negeri, secara berulang kali,
misalnya pengiriman uang setiap bulan kepada keluarga PMI ke daerah tempat
PMI tersebut berasal.
Sekalipun untuk mengukur remitansi tetaplah menjadi sebuah tantangan bagi
sistem pembayaran seimbang (balanced payment system), namun pada tahun 2006
tercatat sebanyak 59 negara-negara yang sedang berkembang menerima lebih dari
US$ 1 miliar dalam bentuk remitansi. Laporan Asian Development Bank
mengenai studi remitansi pekerja asing dari Asia Tenggara menyebutkan, bahwa
remitansi dari para pekerja asing di luar negeri telah membantu memperkuat
keseimbangan pembayaran negara, sekaligus membantu meningkatkan kualitas
hidup anggota keluarga para pekerja yang kebanyakan (sebelumnya) berada pada
dan atau di bawah garis kemiskinan.
44
Kenyataan membuktikan bahwa data mengenai berapa besaran remitansi hanya
bertumpu pada laporan dari institusi formal saja, misalnya perbankan;sementara
pada kenyataannya saluran-saluran informal menjadi sesuatu yang jugalazim
digunakan sebagai media pengiriman remitansi; akibatnya remitansi yang tercatat
diperkirakan hanya setengahnya saja. Sebagai contoh, di negera-negaraTimur
Tengah, sebagian besar dari remitansi ditransferkan melalui jaringan broker
informal, sehingga remitansi tersebut tidak tercatat oleh sistem pelaporan resmi
(perbankan). Sama halnya dengan di Indonesia; kebanyakan pengiriman remitansi
dilakukan dengan menitipkan pada teman sekampung yang kebetulan pulang
ketanah air atau dibawa sendiri ketika pekerja tersebut (PMI) pulang karena habis
masa kontrak kerjanya. Oleh karena itu, remitansi yang dikirim dengan media
semacam ini tidak tercatat secara resmi baik oleh lembaga resmi daerah maupun
lembaga resmi nasional, dikarenakan saluran-saluran informal tersebut
mendominasi pola sistem penyediaan remitansi, yang secara relatif disebabkan
oleh karena ketidak-tersediaan bank atau institusi keuangan formal lainnya, selain
faktor mahal dan awamnya jasa ini dipergunakan oleh kalangan mereka.
Saat ini berbagai studi mengenai pekerja migran dan remitansi yang dihasilkan
semakin menarik dan banyak dilakukan oleh banyak kalangan. Salah satu
permasalahannya adalah masih sulitnya memprediksi nilai remitansi secara
akurat, serta menghitung dampak positifnya terhadap pembangunan ekonomi dan
sosial di daerah atau negara asal pekerja (sumber: Penelitian dan pengembangan
Provinsi Jawa Timur, tahun 2013)
45
D. Tinjauan Tentang Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable
Development Goals/SDG’s)
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDG‟s)
2015–2030 secara resmi menggantikan Tujuan Pembangunan Millennium
(Milenium Development Goals/MDGs) 2000–2015. SDGs berisi seperangkat
tujuan transformatif yang disepakati dan berlaku bagi seluruh bangsa tanpa
terkecuali. Konsep SDG‟s itu sendiri lahir pada kegiatan konferensi mengenai
Pembangunan Berkelanjutan yang dilaksanakan oleh PBB di Rio de Jainero tahun
2012. Tujuan yang ingin dihasilkan dalam pertemuan tersebut adalah memperoleh
tujuan bersama yang universal yang mampu memelihara keseimbangan tiga
dimensi pembangunan berkelanjutan: lingkungan, sosial dan ekonomi.
Dalam menjaga keseimbangan tiga dimensi pembangunan tersebut, maka SDG‟s
memiliki 5 pondasi utama yaitu manusia, planet, kesejahteraan, perdamaian, dan
kemitraan yang ingin mencapai tiga tujuan mulia di tahun 2030 berupa
mengakhiri kemiskinan, mencapai kesetaraan dan mengatasi perubahan iklim.
Kemiskinan masih menjadi isu penting dan utama, selain dua capaian lainnya.
Untuk mencapai tiga tujuan mulia tersebut, disusunlah 17 Tujuan Global (Global
Goals). 17 poin penting SDG‟s tersebut yaitu:
1. Tanpa Kemiskinan. Tidak ada kemiskinan dalam bentuk apapun di seluruh
penjuru dunia.
2. Tanpa Kelaparan. Tidak ada lagi kelaparan, mencapai ketahanan pangan,
perbaikan nutrisi, serta mendorong budidaya pertanian yang berkelanjutan.
46
3. Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan. Menjamin kehidupan yang sehat
serta mendorong kesejahteraan hidup untuk seluruh masyarakat di segala
umur.
4. Pendidikan Berkualitas. Menjamin pemerataan pendidikan yang berkualitas
dan meningkatkan kesempatan belajar untuk semua orang, menjamin
pendidikan yang inklusif dan berkeadilan serta mendorong kesempatan
belajar seumur hidup bagi semua orang.
5. Kesetaraan Gender. Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan kaum
ibu dan perempuan.
6. Air Bersih dan Sanitasi. Menjamin ketersediaan air bersih dan sanitasi yang
berkelanjutan untuk semua orang.
7. Energi Bersih dan Terjangkau. Menjamin akses terhadap sumber energi yang
terjangkau, terpercaya, berkelanjutan dan modern untuk semua orang.
8. Pertumbuhan ekonomi dan pekerjaan yang layak. Mendukung perkembangan
ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, lapangan kerja yang penuh dan
produktif, serta pekerjaan yang layak untuk semua orang.
9. Industri, Inovasi dan Infrastruktur. Membangun infrastruktur yang
berkualitas, mendorong peningkatan industri yang inklusif dan berkelanjutan
serta mendorong inovasi.
10. Mengurangi Kesenjangan. Mengurangi ketidaksetaraan baik di dalam
sebuah negara maupun di antara negara-negara di dunia.
11. Keberlanjutan Kota dan Komunitas. Membangun kota-kota serta
pemukiman yang inklusif, berkualitas, aman, berketahanan dan
bekelanjutan.
47
12. Konsumsi dan Produksi Bertanggung Jawab. Menjamin keberlangsungan
konsumsi dan pola produksi.
13. Aksi Terhadap Iklim. Bertindak cepat untuk memerangi perubahan iklim
dan dampaknya.
14. Kehidupan Bawah Laut. Melestarikan dan menjaga keberlangsungan laut
dan kehidupan sumber daya laut untuk perkembangan pembangunan yang
berkelanjutan.
15. Kehidupan di Darat. Melindungi, mengembalikan, dan meningkatkan
keberlangsungan pemakaian ekosistem darat, mengelola hutan secara
berkelanjutan, mengurangi tanah tandus serta tukar guling tanah, memerangi
penggurunan, menghentikan dan memulihkan degradasi tanah, serta
menghentikan kerugian keanekaragaman hayati.
16. Institusi Peradilan yang Kuat dan Kedamaian. Meningkatkan perdamaian
termasuk masyarakat untuk pembangunan berkelanjutan, menyediakan
akses untuk keadilan bagi semua orang termasuk lembaga dan bertanggung
jawab untuk seluruh kalangan, serta membangun institusi yang efektif,
akuntabel, dan inklusif di seluruh tingkatan.
17. Kemitraan untuk Mencapai Tujuan. Memperkuat implementasi dan
menghidupkan kembali kemitraan global untuk pembangunan yang
berkelanjutan.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pembanguanan
berkelanjutan terdiri dari 17 poin penting, pada penelitian ini memfokuskan pada
indikator ke delapan dengan pertumbuhan perekonomian dan pekerjaan yang
layak.
48
E. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan mengenai pemberdayaan masyarakat disajikan dalam
tabel sebagai berikut:
Tabel 4. Ringkasan Penelitian Terdahulu
No Penulis, Tahun &
Judul Penelitian
Hasil Kajian Metode & Konsep
1 Prof. Dr.Sarmini,
M.Hum, dkk. (2013) “
Kajian Pengembangan
Model Pemberdayaan
Masyarakat Miskin
melalui peran TKI
Purna di Provinsi
Jawa Timur
Langkah-langkah konkrit yang
perlu dilakukan oleh Pemerintah
Provinsi Jawa Timur dan
Pemerintah Kabupaten lokasi
kajian ini dalam upaya
melakukan optimalisasi peran
TKI-Purna dalam rangka
memberdayakan masyarakat
miskin.
Kuantitaif, survey
dan Observasi
Pemberdayaan
Remitansi
2 Paulus Rudolf Yuniart
(2015) “Siasat
Bertahan, Model
Pengelolaan
Remittansi, dan Usaha
Mikro Keluarga
Buruh Migran di
Kabupaten Lombok
Timur, Provinsi Nusa
Tenggara Barat
(NTB)”.
Pemahaman para tenaga kerja
migran terhadap masalah,
terutama yang terkait dengan
kehidupan keseharian mereka,
juga strategi mereka untuk
memecahkan masalah-masalah
yang muncul.
Kualitatif,
wawancara
mendalam, dan
survey
Konsep Siasat
Bertahan Rumah
Tangga bagi Buruh
Migran,
Pengelolaan
Remitan Buruh
Migran
3 Intan Fitri Meutia
(2017) “Bank
Sampah: Strategi dan
Tata Lingkungan
Berbasis Masyarakat”.
Temuan penelitian bermaksud
menggambarkan dan
menganalisis program bank
sampah sebagai strategi dan tata
lingkungan berbasis masyarakat.
Sehingga timbul sebuah
kesadaran untuk memilah,
mendaur-ulang dan
memanfaatkan limbah secara
bijak untuk mengurangi sampah
masuk ke tempat pembuangan
sampah akhir. Hal ini
dimaksudkan untuk
menggambarkan dan
menganalisis srtategi bank
sampah melalui koordinasi
stakeholder terkait.
Penelitian yang
digunakan
merupakan
penelitian analitik
deskriptif-kualitatif
berdasarkan
wawancara,
observasi, dan studi
pustaka.
Menciptakan cara
baru yang sederhana
untuk
memberdayakan
masyarakat dengan
mewujudkan
komunitas sadar
ekonomi kreatif .
49
4 Pusat penelitian
pengembangan dan
informasi (Puslitfo)
BNP2TKI (2011)”
Stud Potensi Ekonomi
TKI purna di
kabupaten Gowa
Provinsi Sulawesi
Selatan”
Menggali potensi-potensi TKI
purna di Kabupaten Gowa untuk
dikembangkan menjadi usaha
produktif sesuai dengan sumber
daya alam yang dimiliki
Kabupaten Gowa
Kualitatif,
Wawancara
Observasi
TKI Purna
Remitansi
Ekonomi
Masyarakat
5 Ita Prihantika, dkk
(2016) “ Koordinasi
antar Organisasi
dalam Pengelolaan
Purna Tenaga Kerja
(TKI) di Kabupaten
Lampung Timur”
Hasil penelitian mengungkapkan
bahwa Pemerintah Kabupaten
Lampung Timur sebagai leading
sektor pada pengelolaan Purna
TKI ini tidak memiliki program
atau kebijakan yang benar-benar
spesifik. Sejauh ini, beberapa
inisiatif upaya pengelolaan Purna
TKI diinisiasi oleh pihak ketiga,
misalnya BP3TKI, LSM SBMI
dan LSM Sebumi. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa koordinasi
pengelolaan Purna TKI di
Kabupaten Lampung Timur
belum terbentuk dan berjalan.
Pendeketan
kualitatif; dengan
tipe penelitian
deskriptif.
Wawancara, dan
observasi
Koordinasi,
Remittansi dan
TKI Purna
Sumber: Diolah peneliti, 2018
F. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan landasan peneliti dalam mengembangkan
penelitianya dengan menggunakan berbagai kerangka konseptual yang telah
dikembangkan sebelumnya, maka kerangka pemikiran yang digunakan adalah
salah satu wujud keseriusan untuk memberdayakan masyarakat dengan model
pemberdayaan masyarakat miskin melalui optimalisasi PMI purna. Hal ini dapat
digambarkan sebagai berikut;
50
51
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Tipe Penelitian
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan
kualitatif metode penelitian berlandaskan filsafat postpositivisme, digunakan
untuk meneliti pada kondisi obyek alamiah. Artinya data yang dikumpulkan
bukan berupa angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah
wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen
resmi lainnya (Moleong, 2013:9). Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian
kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realita empirik dibalik fenomena secara
mendalam, rinci dan tuntas. Oleh karena itu, penggunaan pendekatan kualitatif
dalam penelitian ini adalah dengan mencocokan antara realita empirik dengan
teori yang berlaku dengan menggunakan tipe deskriptif.
Tipe deskriptif adalah tipe yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel
mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan,
atau menggabungkan antara variabel satu dengan variabel yang lain (Sugiyono,
2011:11). Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe deskriptif
untuk memaparkan dan menganalisis data yang didapatkan, sehingga
mendapatkan gambaran secara luas dan penjelasan mengenai model
52
pemberdayaan masyarakat miskin melalui optimalisasi peran Pekerja Migran
Indonesia (PMI) purna di Kabupaten Lampung Timur.
B. Fokus Penelitian
Menurut Moleong (2013: 93-94) Fokus penelitian merupakan pedoman untuk
membatasi penelitian dalam memilih data apa saja yang relevan serta untuk dapat
menyelesaikan masalah yang diajukan dalam penelitian ini secara tepat, maka
diperlukan upaya-upaya pembatasan dan pemfokusan terhadap data-data yang ada
di lapangan. Faktor penelitian yang dimaksudkan untuk membatasi studi kualitatif
sekaligus membatasi penelitian guna memilih data yang relevan dan data yang
tidak relevan. Fokus penelitian yang diambil peneliti yaitu mengenai
pemberdayaan masyarakat melalui optimalisasi peran pekerja migran Indonesia
(PMI) purna dalam mendorong Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(Sustainable Development Goals/SDG’s) di Kabupaten Lampung Timur:
1. Penerapan pemberdayaan masyarakat melalui optimalisasi peran PMI
purna dalam Mendorong Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(Sustainable Development Goals/SDGs) di Kecamatan Purbolinggo dan
Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur
2. Identifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan
pemberdayaan masyarakan melalui optimalisasi peran PMI purna dalam
mendorong Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable
Development Goals/SDGs) Kecamatan Purbolinggo dan Kecamatan Way
Jepara, Kabupaten Lampung Timur.
53
Untuk mengkaji penerapan model pemberdayaan masyarakat dalam upaya
pembinaan PMI purna dan keluarganya, maka peneliti menggunakan tahapan-
tahapan pemberdayaan menurut Ambar Teguh (2004: 83) yang meliputi tiga
tahapan sebagai berikut:
1.1 Tahap Penyadaran
Tahap ini menggambarkan bahwa pihak pemberdaya berusaha
menciptakan prakondisi, agar dapat memfasilitasi berlangsungnya proses
pemberdayaan yang efektif.
1.2 Tahap Transformasi
Tahap ini menggambarkan masyarakat mempunyai kemampuan berupa
wawasan pengetahuan, kecakapan keterampilan agar terbuka wawasan
dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di
dalam pembangunan
1.3 Tahap Peningkatan Intelektual
Munculnya kecakapan keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan
kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian.
Ketiga konsep tahapan pemberdayaan masyarakat menurut Ambar Teguh ini
dipilih oleh peneliti, karena penelitian ini menekankan pada penerapan model
pemberdayaan masyarakat yang dikembangkan dapat berhasil menjadi model
pemberdayaan dan acuan pemberdayaan bagi daerah-daerah lain dalam
optimalisasi peran PMI purna untuk memberdayakan masyarakat miskin
disekitarnya. Sehingga kemudian dapat melihat model pemberdayaan seperti
apakah yang efektif bagi PMI purna di Kabupaten Lampung Timur. Selain itu
54
juga, penggunaan ketiga tahapan ini juga dinilai peneliti dapat memunculkan
kendala-kendala atau faktor pendukung dan faktor penghambat yang muncul dari
penerapan model pemberdayaan PMI purna di Kabupaten Lampung Timur.
C. Lokasi Penelitian
Dalam menentukan lokasi penelitian, menurut Moleong (2013:128) cara terbaik
yang perlu ditempuh dalam penentuan lapangan penelitian adalah dengan
mempertimbangkan teori subtantif dan dengan mempelajari secara mendalam
fokus serta rumusan masalah penelitian Keterbatasan geografis seperti waktu,
biaya, perlu dipertimbangkan dalam penentuan lokasi penelitian.
Lokasi penelitian ini dilakukan di Kecamatan Purbolinggo yang telah berhasil
membentuk model pemberdayaan PMI purna dan Kecamatan Way Jepara sebagai
kecamatan dengan kantong buruh migran terbanyak dengan jumlah 1142 jiwa
dalam tiga tahun terakhir di Kabupaten Lampung Timur yang belum ada upaya
untuk pemberdayaan terhadap PMI purna, dimana para PMI lebih memilih hasil
remitannya untuk keperluan konsumtif dan kebutuhan sekunder lainnya.
D. Sumber Data
Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen penelitian atau alat penelitian
adalah peneliti itu sendiri ( Sugiyono, 2011:30). Oleh karena itu peneliti sebagai
instrumen juga harus divalidasi seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan
penelitian yang selanjutnya akan turun ke lapangan. Selanjutnya, dalam suatu
penelitian instrumen penelitian untuk melaksanakan penelitian harus memiliki
55
sumber data. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan
tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Dalam
penelitian ini peneliti membagi dua sumber data, yaitu:
1. Data Primer
Data Primer menurut Novita (2013:86) yaitu berupa kata-kata dan
tindakan (informan) serta peristiwa-peristiwa tertentu yang berkaitan
dengan permasalahan penelitian, dan merupakan hasil pengumpulan
peneliti sendiri selama berada dalam lokasi penelitian Data primer
merupakan data yang diperoleh secara langsung dari responden penelitian,
baik wawancara maupun dokumentasi serta catatan lapangan peneliti yang
relevan dengan permasalahan yang diteliti. Dengan demikian, dalam
memperoleh data primer peneliti melakukan observasi dengan melakukan
pengamatan pada keberlangsungan usaha konveksi dan peternakan
kambing program Desmigratif Desa Jepara, pengamatan pelayanan
Koperasi PMI purna Maju Lestari, serta mengamati proses pelayanan
petugas Desmigratif dan wawancara dengan pihak yang berkaitan dengan
penerapan pemberdayaan masyarakat melalui optimalisasi peran PMI
purna di Kabupaten Lampung Timur.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data-data tertulis yang digunakan sebagai
informasi pendukung dalam analisis data primer. Data ini umumnya
berupa dokumen-dokumen tertulis yang terdiri dari data penempatan PMI
ke luar negeri dari Kabupaten Lampung Timur, laporan pelaksanaan
pemberdayaan PMI purna, data rumah tangga Desmigratif, dan
56
Dokumentasi peresmian koperasi TKI Purna Maju Lestari dan peresmian
Rumah Desmigratif, studi kepustakaan, foto, dan lain-lain yang terkait
dengan pemberdayaan masyarakat melalui optimalisasi peran PMI purna
di Kabupaten Lampung Timur
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam
melakukan penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan
data. Untuk mendapatkan kelengkapan informasi yang sesuai dengan fokus
penelitian maka teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara merupakan percakapan dengan maksud tertentu, percakapan
ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan
jawaban atas pertanyaan. Menurut Lincoln dan Guba dalam Moleong
(2013:186) diadakan wawancara untuk mengetahui kejadian, organisasi,
perasaan, motivasi, tuntutan dan kepedulian. Sehingga peneliti melakukan
teknik pengumpulan data melalui wawancara untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti dan dapat mengetahui hal-hal dari
responden yang lebih mendalam. Dalam penelitian ini, wawancara
dilakukan secara terstruktur menggunakan pedoman wawancara. Adapun
informan yang diwawancarai yaitu:
57
Tabel 5. Daftar Informan
No Informan Jabatan/Pekerjaan
1 Hairul Azhari,S.E. Kepala Bidang Penempatan Dinas Koperasi,
UMKM dan Ketenagakerjaan Kabupaten
Lampung Timur
2 Supeno Sekertaris Koperasi TKI purna Maju Lestari
Kecamatan Purbolinggo
3 Wasito Bendahara Koperasi TKI purna Maju Lestari
Kecamatan Purbolinggo
4 Subir Asni. S.E Kepala Desa Jepara, Kecamatan Way Jepara
5 Imam Nahrowi Wirausaha sukses PMI purna di
Kabupaten Lampung Timur
6 Yunita Rohani Ketua LSM SBMI Lampung
7 Wahono Petugas Desa Migran Produktif
8 Sumanto PMI Purna di Kecamatan Purbolinggodan
pengusaha budidaya ikan lele
9 Naharia Anggraini Ketua PKK Desa Jepara
10 Imroatin PMI Purna di Kecamatan Way Jepara ketua
kelompok konveksi Desmigratif
11 Kalimah PMI Purna di Kecamatan Way Jepara anggota
kelompok konveksi Desmigratif
12 Rino PMI Purna di Kecamatan Way Jepara yang tidak
tergabung dengan program Desmigratif
13 Kholifah PMI purna di Desa Jepara yang memilih berhenti
dari pemberdayaan Desmigratif
14 Kariyah PMI purna di Desa Jepara yang memilih berhenti
dari pemberdayaan Desmigratif
15 Kasiyati PMI purna di Desa Jepara yang memilih berhenti
dari pemberdayaan Desmigratif
Sumber: Diolah Peneliti, 2019
2. Observasi
Teknik ini dilakukan dengan turun langsung ke lokasi penelitian, guna
meninjau dan mencatat serta mengontrol keadaan lokasi untuk
memperoleh data yang diperlukan. Observasi yang digunakan adalah
observasi non partisan karena dalam observasi peneliti tidak terlibat dan
hanya sebagai pengamat independen. Dalam penelitian ini, observasi yang
dilakukan oleh penulis adalah mengamati kegiatan wirausaha yang
58
dikembangkan oleh PMI purna di Kecamatan Way Jepara dan di
Kecamatan Purbolinggo.
Tabel 6. Daftar Kegiatan Observasi
No Objek Pengamatan Waktu Pengamatan
1 Keberlangsungan Usaha konveksi dan
Peternakan Kambing program
Desmigratif Desa Jepara
24 Februari 2019
2 Observasi pelayanan Koperasi PMI purna
Maju Lestari
26 Februari 2019
3 Observasi pelayanan petugas Desmigratif 14 Maret 2019
Sumber: Diolah Peneliti, 2019
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengambilan data melalui dokumen-dokumen.
Menggunakan dokumentasi maka hasil observasi dan wawancara akan
lebih dipercaya karena di dokumentasi didukung dengan berisikan catatan
yang sudah berlalu, berupa foto, tulisan, gambar, karya serta buku dan data
yang sesuai dengan bahasan penelitian. Pada penelitian ini dokumentasi
dilakukan dengan melihat laporan penempatan PMI yang dilakukan oleh
Dinas Koperasi, UMKM dan Ketenagakerjaan Kabupaten Lampung Timur
serta laporan pelaksanaan pemberdayaan PMI purna yang dilakukan oleh
BP3TKI Lampung.
Tabel 7. Sumber Dokumen
No Dokumen
1 Data Penempatan PMI ke luar negeri
2 Laporan pelaksanaan pemeberdayaan PMI purna
3 Data rumah tangga desa migran produktif
4 Dokumentasi peresmian koperasi TKI Purna Maju Lestari dan peresmian
Rumah Desa Migran Produktif
Sumber: Diolah Peneliti, 2018
59
F. Teknik Analisis Data
Kegiatan berikutnya setelah data adalah menganalisis data. Analisis data menurut
Moleong (2013:248) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan
data, mengogarnisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, menyimpulkannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang diceritakan kepada orang lain. Tahapan analisis data
meliputi antara lain:
1. Reduksi Data (Reduction Data)
Diartikan sebagai proses pemilihan, pemisahan, perhatian dan
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul
dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Dalam penelitian ini, peneliti
melakukan reduksi data dengan cara data yang diperoleh dari lokasi
penelitian kemudian akan dituangkan dalam uraian atau laporan yang
lengkap dan terinci. Laporan lapangan selanjutnya dirangkum, dipilih hal-
hal pokok. Difokuskan pada hal-hal yang penting untuk menjawab
permasalahan dalam penelitian.
2. Penyajian Data (Data Display)
Penyajian dilakukan untuk memudahkan bagi peneliti untuk melihat
gambaran secara keseluruhan atau bagian tertentu dari penelitian.
Penyajian data dibatasi sebagai sekumpulan informasi tersusun yang
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Dalam penelitian ini penyajian data diwujudkan dalam bentuk
uraian, dan poto atau gambar sejenisnya.
60
3. Penarikan Kesimpulan (Concluting Drawing)
Dalam hal ini peneliti akan berusaha untuk menganalisis dan mencari pola,
tema, hubungan persamaan, hal-hal yang timbul, hipotesis dan sebagainya
yang dituangkan dalam kesimpulan yang tentatif. Akan tetapi dengan
bertambahnya data melalui proses verifikasi secara terus-menerus maka
akan diperoleh kesimpulan yang bersifat “grounded”, dengan kata lain
setiap kesimpulan senantiasa terus dilakukan verifikasi selama penelitian
berlangsung. Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini dilakukan dengan
pengambilan intisari dari rangkaian kategori hasil penelitian berdasarkan
observasi, wawancara, serta dokumentasi hasil penelitian.
G. Teknik Keabsahan Data
Keabsahan data merupakan standar validitas dari data yang diperoleh. Untuk
menentukan keabsahan data dalam penelitian kualitatif harus memenuhi beberapa
persyaratan menurut Moleong (2013:324). Terdapat empat kriteria keabsahan data
yaitu:
1. Derajat Kepercayaan (Credibility)
Pada dasarnya derajat kepercayaan menggantikan konsep validitas internal
dari nonkualitatif. Kriteria ini berfungsi pertama, melaksanakan inkuiri
sedemikian rupa sehingga kepercayaan penemuannya dapat dicapai;
kedua, mempertunjukan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan
jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti.
61
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh peneliti untuk memeriksa
kredibilitas atau derajat kepercayaan antara lain:
a) Triangulasi
Trisngulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain. Teknik triangulasi yang paling
banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya, hal
ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Moleong (2013:330).
Peneliti melakukan pengecekan data melalui sumber lain dengan
melakukan studi kepustakaan. Selain itu peneliti membandingkan
data yang diperoleh melalui sumber pustaka, observasi dilapangan
dan dokumentasi.
b) Kecukupan Referensial
Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan berbagai bahan-
bahan, catatan atau rekaman-rekaman yang dapat digunakan
sebagai referensi dan patokan untuk menguji sewaktu diadakan
analisis dan penafsiran data.
2. Keteralihan (Transferability)
Pengujian transferability atau keteralihan data berkenaan dengan hingga
mana hasil penelitian ini dapat diterapkan atau digunakan dalam situasi
lain. Untuk melakukan keteralihan, peneliti berusaha mencari dan
mengumpulkan data kejadian empiris dalam konteks yang sama antara
Model Pemberdayaan Masyarakat Miskin dengan Optimalisasi Pekerja
Migran Indonesia Purna di Kabupaten Lampung Timur.
62
3. Kebergantungan (dependability)
Kebergantungan merupakan subtitusi reliabilitas dalam penelitian
nonkualitatif. Reliabilitas merupakan syarat bagi validitas. Dalam
penelitian kualitatif, uji kebergantungan dilakukan dengan pemeriksaan
terhadap keseluruhan proses penelitian. Sering terjadi peneliti tidak
melakukan pemeriksaan terhadap keseluruhan proses penelitian ke
lapangan, tetapi bisa memberikan data. Peneliti ini perlu diuji
dependabilitynya, dan untuk mengecek apakah hasil penelitian ini benar
atau tidak, maka peneliti mendiskusikannya dengan
pembimbing.pengujian dependability dalam penelitian ini dilakukan oleh
pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam
melakukan penelitian.
4. Kepastian (Confirmability)
Menguji kepastian data berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan
proses yang ada dalam penelitian, jangan sampai proses tidak ada tetapi
hasilnya ada. Derajat ini dapat dicapai melalui audit atau pemeriksaan
yang cermat terhadap seluruh komponen dan proses penelitian serta hasil
penelitiannya. Hal yang akan dilakukan peneliti untuk menguji kepastian
ini adalah dengan seminar tertutup atau terbuka dengan mengundang
teman sejawat dan dosen pembimbing serta dosen pembahas.
135
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya
mengenai Model Pemberdayaan Masyarakat Melalui Optimalisasi Peran Pekerja
Migran Indonesia (PMI) Purna dalam Mendorong Pencapaian Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan di Kabupaten Lampung Timur dapat penulis
simpulkan bahwa selama proses pemberdayaan yang dilakukan oleh PMI purna di
Kecamatan Way Jepara dan Kecamatan Purbolinggo sudah berjalan dengan baik.
Akan tetapi keberlangsungannya masih terkendala oleh faktor-faktor penghambat
yang ada di dalam PMI purna itu sendiri. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan
tahapan pemberdayaan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan tahapan pemberdayaan pada PMI purna di Kecamatan Way
Jepara masih mengalami kendala. Hal ini dikarenakan minimnya pengetahuan
dari Sumber daya manusia (SDM) tentang pentingnya melakukan
pemberdayaan dengan memanfaatkan hasil remitansi serta tidak
melibatkannya mitra lokal untuk ikut serta membantu dalam proses
pemberdayaan.
2. Pelaksanaan tahapan pemberdayaan pada PMI purna di Kecamatan
Purbolinggo sudah berjalan dengan baik, karena usaha produktif yang tumbuh
sendiri dipelopori oleh PMI purna. Hal tersebut terjadi karena PMI purna
136
memiliki pemikiran untuk mengumpulkan modal usaha saat bekerja di luar
negeri. Sehingga saat pulang ke tanah air modal tersebut dapat digunakan
untuk membangun usaha mandiri.
3. Faktor pendukung yang ada pada pemberdayaan PMI purna di Kecamatan
Way Jepara dan kecamatan Purbolinggo yaitu keduanya memiliki program
pemberdayaan yang telah dicanangkan oleh pemerintah. Masing-masing
daerah memiliki program yang tentunya dapat membantu peningkatan
pemberdayaan untuk menciptakan PMI purna yang mandiri dalam
mengembangkan potensi serta usaha produktif untuk menunjang
pembangunan yang berkelanjutan.
4. Faktor penghambat yang ada pada pemberdayaan PMI purna di Kecamatan
Way Jepara dan kecamatan Purbolinggo yaitu masih minimnya mitra lokal
yang dapat memberikan akses sarana dan prasarana dalam menunjang
pemberdayaan. Serta masih terdapat tumpang tindih pelatihan yang diberikan
oleh pemangku kepentingan. Sehingga esensi dari isi pemberdayaan kurang
maksimal di terima oleh masyarakat.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, model pemberdayaan untuk menunjang
pemberdayaan yang optimal dan sesuai dengan tujuan pembangunan yang
berkelanjutan di Kabupaten lampung Timur antara lain:
1. Pihak pemberdaya (BNP2TKI dan Kementerian Ketenagakerjaan) seharusnya
memetakan kondisi lingkungan PMI purna, agar keberlangsungan dari
137
program-program pemerintah dapat disinergiskan dengan potensi yang ada
pada lingkungan PMI purna.
2. Pemerintah mengoptimalkan peran mitra lokal seperti kelompok PKK,
pemuda karang taruna, lembaga adat, lembaga agama, LSM dan tokoh peduli
PMI. Hal ini menjadi sangat penting untuk mendukung pelaksanaan program
pemberdayaan. Dengan adanya peran pemangku kepentingan dan mitra lokal
dapat lebih mudah memotivasi dan menggerakkan masyarakat desa selain
bantuan berupa penyediaan sarana dan prasarana yang diperlukan.
3. Sistem pelatihan, pembinaan, pendampingan usaha secara berkelanjutan
untuk memonitoring dan mengevaluasi secara berkala setiap setahun sekali
agar program pemberdayaan memberi peluang bagi masyarakat untuk dapat
meningkatkan pendidikan, pengetahuan dan keterampilannya dalam
meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
4. Penerapan ekonomi digital atau e-comerce melalui pemasaran secara online
dengan menfaatkan media online shop di kalangan pelaku UMKM yang
dijalankan oleh keluarga PMI purna. Dengan penggunaan teknologi informasi
akan memberi dampak pada perluasan daerah pemasaran produk yang selama
ini menjadi permasalahan yang dihadapi oleh pelaku usaha yang masih
memasarkan produknya secara konvensional.
5. Perlu dirumuskannya model kemitraan usaha yang melibatkan berbagai pihak
terkait untuk menjamin pelaku UMKM yang dijalankan oleh PMI purna agar
dapat terus mengembangkan usahanya
DAFTAR PUSTAKA
BUKU:
Ali Aziz,Moh dkk.2005. Dakwah Pemberdayaan Masyarakat Paradigma Aksi
dan Metodologi. Yogyakarta: Pustaka Pesantren.
Fatimah, Rika dkk. 2018. Buku Pedoman Global Gotong Royong (G2R): Inovasi
Gerakan Desa dengan Menggunakan Model Tetrapreneur. Yogyakarta:
BPPM DIY
Moleong, J. Lexy. 2013. Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Najiyati, Sri, Agus Asmana, I Nyoman N. Suryadiputra. 2005. Pemberdayaan
Masyarakat di Lahan Gambut. Bogor: Wetlands International
Randy R Wrihatnolo dan Riant Nugroho Dwidjowijoto.2007 Manajemen
Pemberdayaan. Sebuah Pengantar dan Panduan Untuk Pemberdayaan
Masyarakat. Bandung: Elex Media Komputindo.
Soetomo. 2008. Strategi – Strategi Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta
Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung:
Refika Aditama
Suharto, Edi. 2010. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung:
PT Refika Aditama.
Suhendra. 2006. Peranan Birokrasi dalam Pemberdayaan Masyarakat. Bandung:
Alfabeta
Sulistiyani, Ambar Teguh. 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Sumaryadi, I Nyoman. 2005. Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom dan
Pemberdayaan Masayarakat . Jakarta: Citra Utama
Suryana, Sawa. 2010. Pemberdayaan Masyarakat. Universitas Negeri Semarang
Widjaja. 2003. Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Wijaya, HAW. 2002. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Wrihatnolo dan Dwidjowijoto. 2007. Manajemen Pemberdayaan Sebuah
Pengantar dan Panduan untuk Pemberdayakan Masyarakat. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
JURNAL DAN DOKUMEN:
Intan Fitri Meutia. 2017. Bank Sampah: Strategi dan Tata Lingkungan Berbasis
Masyarakat. Proceedings. International Conference 2nd
Shield, 2017 hlm
244-249.
Ita Prihantika, dkk. 2016. Koordinasi antar organisasi dalam pengelolaan purna
TKI di Kabupaten Lampung Timur. Prosiding seminar nasional Grand
Design Reformasi ASN Jurusan Ilmu Administrasi Negara Universitas
Lampung
Kesi Widjajanti. 2011. Model Pemberdayaan masyarakat. Jurnal Ekonomi
Pembangunan. Vol 12 (1), hlm 15-27
Prof. Dr. Sarmini, dkk. 2013. Kajian Pengembangan Model Pemberdayaan
Masyarakat Miskin Melalui peran TKI purna di Provinsi Jawa Timur.
Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Surabaya dan fakultas
Ilmu Administrasi Universitas Dr. Soetomo.
Pusat penelitian pengembangan dan informasi (Puslitfo) BNP2TKI (2011) “Studi
Potensi Ekonomi TKI Purna di kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi
Selatan”.
Widjajanti, Kesi. 2011. Model Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Ekonomi
Pembangunan. Vol 12 (1), hlm 15-27
Yeni Nuraeni. 2018. Strategi Pengembangan UMKM Berbasis Agroindustri
Melalui Program Desa Migran Produktif (Desmigratif) Dalam Rangka
Perluasan Kesempatan Kerja. Jurnal Akuntansi Manajerial
Publikasi oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis ISSN (E): 2502-6704
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta Vol. 3, No. 1, Januari - Juni 2018:
42-53
INTERNET:
https://www.youtube.com/watch?v=HPMtYu7ysVM diakses pada tanggal 30
Desember 2018.
Megapolitan.kompas.com/read/2011/10/04/04263482/memelopori.pasar.rintisan.
mantan.tki. diakses pada tanggal 23 Desember 2018.
WWW.BNP2TKI.go.id/read/1250/Tahun-2017-diresmikannya-koperasi-tki-
purna-diLampung-InisiasiBP3TKI-Lampung. diakses pada tanggal 25
Desember 2018.
WWW.BNP2TKI.go.id/read/1250/tahun-2018-Devisa-Negara-240-TKI diakses
pada tanggal 25 Desember 2018.
WWW.BNP2TKI.go.id/read/1250/tahun-2018-Remitansi-TKI-di Luar negeri-
240-TKI. diakses pada tanggal 25 Desember 2018.