Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

130
MENATA MODEL PEMBANGUNAN BERBASIS RUKUN TETANGGA (PBRT) “Inovasi Yang Penuh Prestasi Namun Miskin Kreasi Inovasi” Penulis : Syahrul Mustofa, S.H.,M.H Diterbitkan Oleh : Lembaga Penelitian dan Advokasi Masyarakat Desa TAHUN 2010

Transcript of Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

Page 1: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

MENATA MODEL

PEMBANGUNAN BERBASIS

RUKUN TETANGGA (PBRT)

“Inovasi Yang Penuh Prestasi Namun

Miskin Kreasi Inovasi”

Penulis :

Syahrul Mustofa, S.H.,M.H

Diterbitkan Oleh :

Lembaga Penelitian dan Advokasi Masyarakat

Desa

TAHUN

2010

Page 2: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

BAB I

PENDAHALUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Program Pembangunan Berbasis Rukun Tetangga, telah dimulai sejak

tahun 2007 sampai dengan sekarang. PBRT adalah merupakan program

prioritas sekaligus unggulan KSB. Program ini telah menjadi wacana dan

diskursus yang menarik dari berbagai kalangan, bukan hanya warga

masyarakat di KSB, melainkan pula dari Kabupaten/Kota lainnya di NTB, dan

Kab/Kota lainnya di Indonesia. Bahkan, pada tahun 2010 sebanyak 8 delegasi

negara asing dan 15 Provinsi di Indonesia mengunjungi KSB untuk

mempelajari model Program Pembangunan Berbasis Rukun Tetangga.

Sejumlah prestasi telah diraih dalam program ini, antara lain adalah ;

sebagai juara II dalam Sayembara GLG (Good Local Governance) oleh

Pemerintah Provinsi NTB yang bekerjasama dengan GTZ, salah satu NGO/LSM

Internasional asal Negara Jerman pada tahun 2008 dan menghatarkan pula

Bupati KSB, Dr. KH. Zulkifli Muhadli, SH.,MM menjadi seorang Doktor Ilmu

Sosial.

Program Pembangunan Berbasis Rukun Tetangga adalah merupakan

salah satu program inovatif KSB. Program ini secara umum adalah berusaha

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin yang ada di setiap

lingkungan RT melalui proses pemberdayaan dan penguatan warga desa dan

RT.

Semangat yang melatarbelakangi RT sebagai basis pembangunan

dilatarbelakangi oleh sejarah, kedudukan, peran dan fungsi RT selama ini. RT

merupakan organisasi sosial kemasyarakatan yang keberadaannya sudah lama

dan memiliki kedekatan dengan warga, posisi RT sebagai pondasi sekaligus

ujung tombak dalam proses pembangunan. Sejarah telah membuktikan bahwa

Page 3: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

kedudukan dan peran RT yang strategis dalam kehidupan sosial, ekonomi,

politik dan budaya masyarakat telah dijadikan sebagai sarana atau salah satu

instrumen penting bagi penjajah-jepang melakukan proses pembodohan

masyarakat dan mampu mempertahankan keamanan lingkungan. Melalui

keberadaan dan peran RT pula, pemerintah Orde Baru berhasil

mempertahankan dan memenangkan Pemilu dari orde ke orde, dari RT inipula

kita bisa menyaksikan bagaimana prakarsa gotong royong dan swadaya

masyarakat yang murni itu terbangun dan fakta-fakta lainnya.

Artinya posisi, fungsi dan peran RT di Indonesia sesungguhnya

sangatlah strategis dan potensial dalam rangka mendorong sebuah proses

perubahan sosial, ekonomi bahkan politik dan keamanan lingkungan. Tinggal

pertanyaannya sekarang adalah kemana arah kebijakan dan perubahan yang

akan dicapai atau dituju dari kedudukan dan peran RT yang strategis tersebut.

Semuanya itu akan sangat tergantung dari sejauhmana Pemerintah Daerah

menempatkan posisi dan peran RT, serta bagaimana kehendak masyarakat

terhadap peran dan fungsi RT saat ini.

Program PBRT adalah merupakan instrumen untuk mendorong

terwujudnya kesejahteraan ekonomi, sosial, politik dan budaya sekaligus

merupakan sarana tranformasi sosial yang diharapkan mampu untuk

mendongkrak keterpurukan situasi dan kondisi masyarakat yang berkembang

selama ini. Inovasi ini cukup menarik dan unik, karena merupakan satu-

satunya model pembangunan yang ada di provinsi NTB bahkan di Indonesia.

Namun, sejauh ini belum banyak dilakukan upaya untuk dilakukan kajian dan

evaluasi secara mendalam mengenai perkembangan pelaksanaan PBRT di

daerah, khususnya terkait capaian pelaksanaan keberhasilan, permasalahan

yang berkembang maupun terkait dengan kekuatan dan kelemahan serta

harapan-harapan masyarakat KSB dimasa mendatang atas PBRT.

1.2. Rumusan Masalah

Penelitian ini difokuskan untuk menjawab permasalahan dan pertanyaan

sebagai berikut :

Page 4: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

1. Bagaimanakan konsep umum Pembangunan Berbasis Rukun

Tetangga dan gambaran implementasi dari PBRT di Kabupaten

Sumbawa Barat sejak diberlakukan hingga sekarang?

2. Sejauhmanakah capaian keberhasilan pelaksanaan PBRT dan

permasalahan-permasalahan yang dihadapai dalam implementasi

PBRT selama ini?

3. Faktor-faktor apakah yang merupakan faktor pendukung maupun

penghambat dari keberhasilan dan kegagalan implementasi program

PBRT di Kabupaten Sumbawa Barat ?

4. Program dan kegiatan apasajakah yang inovatif dan populer di

tengah-tengah masyarakat dan memperoleh respons yang positif

dan sejauhmanakah tingkat kepuasan masyarakat atas program dan

kegiatan dilapangan?

5. Bagaimanakah Visi, Misi, Program dan Kegiatan yang perlu

dikembangkan dan disempurnakan dalam Pembangunan Berbasis

RT untuk lima tahun kedepan ?

1.3. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mendeskripsikan mengenai konsep PBRT serta perjalanan

pelaksanaan Program Pembangunan Berbasis RT di Kabupaten

Sumbawa Barat sejak tahun 2007 hingga sekarang

2. Mengidentifikasi tingkat capaian keberhasilan pelaksanaan PBRT dan

permasalahan-permasalahan yang dihadapai dalam implementasi

PBRT selama ini.

3. Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor pendukung maupun

penghambat dari keberhasilan maupun kegagalan implementasi

program Pembangunan Berbasis RT di Kabupaten Sumbawa Barat.

4. Mengidentifikasi dan menganalisis Program dan kegiatan yang

inovatif dan populer di tengah-tengah masyarakat serta

Page 5: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

mendeskripsikan tingkat kepuasan masyarakat atas program dan

kegiatan dilapangan.

5. Mengidentifikasi dan memformulasikan rumusn Visi, Misi, Program

dan Kegiatan yang perlu dikembangkan dan disempurnakan dalam

Pembangunan Berbasis RT untuk lima tahun kedepan (2011-2015).

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pemerintah

daerah antaralain manfaat tersebut adalah ;

a. Sebagai bahan dokumentasi atas pelaksanaan Program

Pembangunan Berbasis Rukun Tetangga yang telah dilaksanakan

oleh Pemerintah Daerah.

b. Sebagai bahan evaluasi bagi Pemerintah Daerah sekaligus sarana

informasi untuk dapat mengetahui tingkat keberhasilan/kegagalan

Program Pembangunan Berbasis RT secara obyektif dan

independen.

c. Sebagai bahan bagi Pemerintah daerah untuk mengetahui posisi dan

perkembangan program PBRT sekaligus mengetahui peta

kelemahan dan kekuatan, maupun peta peluang dan tantangan

pelaksaaan Pembangunan Berbasis Rukun Tetangga yang dihadapi

selama ini dan masa yang akan datang.

d. Sebagai sarana bagi Pemerintah Daerah untuk dapat merumuskan

kebijakan, anggaran, Program dan Kegiatan Pembangunan Berbasis

Rukun Tetangga yang tepat untuk periode selanjutnya (2011-

2015).

e. Secara akademik adalah sebagai bahan referensi untuk

pengembangan pendidikan dan penelitian selanjutnya.

Page 6: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perencanaan

Beberapa rumusan mengenai perencanaan ada di berbagai literatur.

Menurut Abe (2005:27) perencanaan berasal dari kata rencana yang berarti

rancangan atau rangka sesuatu yang akan dikerjakan. Pengertian sederhana

tersebut dapat diuraikan beberapa komponen penting, yakni tujuan (apa yang

hendak dicapai), kegiatan (tindakan-tindakan untuk merealisasikan tujuan),

dan waktu kapan (bilamana kegiatan tersebut hendak dilakukan). Selanjutnya

Abe (2005:31) menjelaskan perencanaan adalah susunan (rumusan)

sistematik mengenai langkah-langkah yang akan dilakukan di masa depan,

dengan pertimbangan-pertimbangan yang seksama atas potensi-potensi,

faktor-faktor internal dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam mencapai

tujuan tertentu.

Nawawi (2003:29) mengemukakan sebagai berikut “Perencanaan

adalah proses pemilihan dan penetapan tujuan, strategi, metode, anggaran,

dan standar (tolok ukur) keberhasilan suatu kegiatan”. Pengertian ini

menunjukkan bahwa perencanaan merupakan proses atau rangkaian beberapa

kegiatan yang saling berhubungan dalam memilih salah satu dari beberapa

alternatif tentang tujuan yang ingin dicapai oleh sebuah

organisasi/perusahaan. Kemudian memilih strategi dan metode untuk

mencapai tujuan tersebut. Hasibuan (2005:91) mengemukakan bahwa

perencanaan (planning) adalah fungsi dasar (fundamental) manajemen,

karena organizing, staffing, directing, dan controlling pun harus terlebih

dahulu direncanakan. Perencanaan ini adalah dinamis. Perencanaan ini

ditujukan pada masa depan yang penuh dengan ketidakpastian, karena

adanya perubahan kondisi dan situasi. Sedangkan Siagian (2005:41)

mendefinisikan perencanaan pada dasarnya merupakan pengambilan

keputusan sekarang tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa depan.

Page 7: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

Conyers dalam Riyadi (2003:2) “Planning is a continuous process which

involves decisions, or choices, about alternative ways of using available

resources, with the aim of achieving particulars goals at some time in the

future.” Artinya, perencanaan adalah suatu proses yang terus menerus yang

melibatkan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan penggunaan sumber

daya yang ada dengan sasaran untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di

masa yang akan datang. Sedangkan menurut Catanese dan Snyder (1996: 50)

perencanaan merupakan aktivitas universal manusia, suatu keahlian dasar

dalam kehidupan yang berkaitan dengan pertimbangan suatu hasil sebelum

diadakan pemilihan diantara berbagai alternatif yang ada.

Selanjutnya dengan memperbandingkan definisi perencanaan dari

beberapa ahli, Kaho (2005:259) mengemukakan pengertian perencanaan

merupakan suatu proses yang tidak mengenal akhirnya dan untuk mencapai

hasil yang memuaskan, maka perencanaan harus mempertimbangkan kondisi-

kondisi waktu yang akan datang di mana perencanaan tersebut akan

dilaksanakan dan juga kondisi-kondisi pada saat sekarang, saat perencanaan

dibuat.

Dari uraian di atas, menurut Hasibuan (2005:94-95) dapat ditarik

kesimpulan dari beberapa pengertian perencanaan sebagai berikut:

1. Perencanaan merupakan fungsi utama manajer. Pelaksanaan pekerjaan tergantung pada baik buruknya suatu rencana;

2. Perencanaan harus diarahkan pada tercapainya tujuan. Jika tujuan tidak tercapai mungkin disebabkan oleh kurang baiknya rencana;

3. Perencanaan harus didasarkan pada kenyataan-kenyataan obyektif dan rasional untuk mewujudkan adanya kerjasama yang efektif;

4. Perencanaan harus mengandung atau dapat diproyeksikan kejadian-kejadian pada masa yang akan datang;

5. Perencanaan harus memikirkan matang-matang tentang anggaran, kebijaksanaan, program, prosedur, metode, dan standar untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan;

6. Perencanaan harus memberikan dasar kerja dan latar belakang bagi fungsi-fungsi manajemen lainnya.

Dari berbagai pendapat ahli tersebut di atas, maka dapat dikatakan

bahwa perencanaan merupakan sebuah tindakan awal dalam proses

Page 8: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

pengambilan keputusan dengan melakukan pengkajian yang mendalam

terhadap konsep maupun fakta (pilihan alternatif) secara komprehensif

yang dapat dirumuskan dalam bentuk kebijakan yang kemudian

dilaksanakan sesuai tujuan yang ditetapkan (pada waktu yang akan

datang).

Dalam melakukan suatu perencanaan, maka perencanaan harus

memenuhi unsur-unsur perencanaan. Menurut Riyadi dan Bratakusumah

(2004:3), unsur-unsur perencanaan yang baik adalah sebagai berikut :

1. Adanya asumsi-asumsi yang didasarkan pada fakta-fakta. Ini berarti bahwa perencanaan hendaknya disusun dengan berdasarkan pada asumsi-asumsi yang didukung dengan fakta-fakta atau bukti-bukti yang ada. Hal ini menjadi penting karena hasil perencanaan merupakan dasar bagi pelaksanaan suatu kegiatan atau aktifitas.

2. Adanya alternatif-alternatif atau pilihan-pilihan sebagai dasar penentuan kegiatan yang akan dilakukan. Ini berarti bahwa dalam menyusun rencana perlu memperhatikan berbagai alternatif pilihan sesuai dengan kegiatan yang akan dilaksanakan.

3. Adanya tujuan yang ingin dicapai. Dalam hal ini perencanaan merupakan suatu alat/sarana untuk mencapai tujuan melalui pelaksanaan kegiatan.

4. Bersifat memprediksi sebagai langkah untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan perencanaan.

5. Adanya kebijaksanaan sebagai hasil keputusan yang harus dilaksanakan.

Selanjutnya Silalahi (2003 : 166) mengemukakan bahwa di dalam suatu

perencanaan haruslah dirumuskan dan ditetapkan jawaban-jawaban dari

pertanyaan-pertanyaan tentang :

a. Apa yang harus dikerjakan (what must be done)

b. Mengapa harus dikerjakan (why must be done)

c. Di mana dikerjakan (where will be done)

d. Kapan akan dikerjakan (when will be done)

e. Siapa yang akan mengerjakan (who will do it); dan

f. Bagaimana hal tersebut akan dikerjakan (how will it be done).

Sedangkan Kunarjo (2002:23) mengemukakan pada dasarnya

perencanaan yang baik mempunyai beberapa persayaratan sebagai berikut:

Page 9: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

1. Perencanaan harus didasari dengan tujuan pembangunan; 2. Perencanaan harus konsisten dan realistis; 3. Perencanaan harus dibarengi dengan pengawasan yang kontinyu; 4. Perencanaan harus mencakup aspek fisik dan pembiayaan; 5. Para perencana harus memahami berbagai perilaku dan hubungan

antarvariabel ekonomi; dan 6. Perencanaan harus mempunyai koordinasi.

Dari berbagai pengertian yang telah di sampaikan tersebut dapat

dikatakan bahwa perencanaan yang baik adalah perencanaan yang dapat

menjawab atau memenuhi pertanyaan-pertanyaan sebagaimana di

kemukakan. Selanjutnya dalam perencanaan harus terkandung tujuan-tujuan

atau sasaran-sasaran yang akan dicapai, pendayagunaan sumber daya yang

ada baik sumber daya manusia maupun materiil dan waktu agar efektifitas

pencapaian tujuan dapat tercapai. Perencanaan juga harus konsisten dan

realistis, disertai pengawasan yang terus menerus, mencakup aspek fisik dan

pembiayaan, mempunyai koordinasi dan para perencananya harus memahami

permasalahan ekonomi.

Ada beberapa manfaat dari suatu perencanaan. Menurut Tjokroamidjojo

(1995:8), manfaat perencanaan didasarkan pada tiga hal yaitu pada :

a) Penggunaan sumber-sumber pembangunan secara efisien dan efektif;

b) Keperluan mendobrak ke arah perubahan struktural ekonomi dan sosial masyarakat;

c) Yang terpenting adalah arah perkembangan untuk kepentingan keadilan sosial.

Sedangkan menurut Hasibuan (2005:110) manfaat perencanaan adalah :

1. Dengan perencanaan tujuan menjadi jelas, obyektif dan rasional; 2. Perencanaan menyebabkan semua aktivitas terarah, teratur dan

ekonomis; 3. Perencanaan akan meningkatkan daya guna dan hasil guna semua

potensi yang dimiliki; 4. Perencanaan menyebabkan semua aktivitas teratur dan bermanfaat; 5. Perencanaan dapat menggambarkan keseluruhan organisasi; 6. Perencanaan dapat memperkecil resiko yang dihadapi organisasi; 7. Perencanaan memberikan landasan untuk pengendalian; 8. Perencanaan merangsang prestasi kerja;

Page 10: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

9. Perencanaan memberikan gambaran mengenai seluruh pekerjaan dengan jelas dan lengkap;

10. Dengan perencanaan dapat diketahui tingkat keberhasilan pegawai.

Selanjutnya, manfaat perencanaan menurut Kaho (2005:260) akan

memberikan banyak manfaat bagi organisasi, antara lain:

a. Membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan;

b. Membantu dalam kristalisasi persesuaian pada masalah-masalah utama;

c. Memungkinkan manajer memahami keseluruhan gambaran operasi lebih jelas;

d. Membantu penempatan tanggung jawab lebih tepat; e. Memberikan cara pemberian perintah untuk beroperasi; f. Memudahkan dalam melakukan koordinasi; g. Membuat tujuan lebih khusus, terinci, dan lebih mudah dipahami; h. Meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti; i. Menghemat waktu, usaha, dan dana.

Dapat disimpulkan bahwa perencanaan bermanfaat untuk

menggunakan sumberdaya yang dimiliki secara optimal guna mencapai hasil

optimal ke arah perubahan struktur ekonomi dan sosial serta mengurangi

adanya kesenjangan di antara masyarakat suatu negara atau daerah.

Setiap organisasi memerlukan perencanaan dalam pelaksanaan setiap

kegiatannya baik organisasi pemerintah maupun swasta, sehingga

menimbulkan berbagai macam rencana dalam perkembangannya.

Perencanaan (Arsyad;1999) dan Jhingan (2004) dapat dikelompokkan pada

berbagai segi, yaitu: (1) Berdasarkan jangka waktu, (2) berdasarkan sifat

perencanaan, (3) berdasarkan alokasi alokasi sumberdaya, (4) berdasarkan

tingkat keluwesan, (5) berdasarkan sistem ekonomi, dan (6) berdasarkan cara

pelaksanaannya (arus informasi)

Berdasarkan jangka waktu, perencanaan dibagi menjadi perencanaan

jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Perencanaan jangka

panjang biasanya mempunyai rentang waktu antara 10 sampai 25 tahun.

Rencana jangka panjang merupakan cetak biru pembangunan yang harus

dilaksanakan dalam jangka waktu panjang. Sedangkan perencanaan jangka

menengah biasanya mempunyai rentang waktu antara 4 sampai 6 tahun.

Page 11: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

Dalam perencanaan jangka menengah ini walapun masih umum, sasaran-

sasaran dalam kelompok besar (sasaran sektoral) sudah dapat diproyeksikan

dengan benar. Rencana jangka pendek mempunyai rentang waktu 1 tahun,

biasanya disebut juga rencana operasional tahunan. Rencana jangka pendek

biasanya lebih akurat, karena melihat masa depan yang pendek lebih mudah

daripada melihat masa depan dalam jangka panjang.

Berdasarkan pada sifat perencanaan, perencanaan dapat dibagi menjadi

perencanaan dengan komando (planning by direction) dan perencanaan

dengan rangsangan (planning by enducement). Dalam perencanaan komando,

pemerintah pusat merencanakan, mengatur dan memerintahkan pelaksanaan

rencana sesuai dengan sasaran dan prioritas yang ditetapkan sebelumnya.

Perencanaan dengan rangsangan merupakan sistem perencanaan demokratis

dimana ada kebebasan berusaha, kebebasan berkonsumsi, dan kebebasan

berproduksi. Tetapi kebebasan itu juga tunduk kepada pengendalian dan

pengaturan pemerintah.

Berdasarkan pengalokasian sumberdaya perencanaan dibagi menjadi

perencanaan keuangan dan perencanaan fisik. Perencanaan keuangan adalah

teknik perencanaan dalam mengalokasikan dana (uang), sementara

perencanaan fisik adalah pengalokasian sumberdaya secara fisik misalnya

manusia, bahan dan peralatan.

Berdasarkan tingkat keluwesan suatu perencanaan dapat dibagi

menjadi perencanaan indikatif dan perencanaan imperatif. Dalam perencanaan

indikatif pemerintah memberikan wewenang kepada swasta untuk melakukan

perencanaan dan mengelola sumber daya dengan bebas. Sedangkan dalam

perencanaan indikatif semua kegiatan dan sumber daya ekonomi berjalan

menurut komando negara.

Berdasarkan cara pelaksanaannya, perencanaan dapat dibedakan

menjadi perencanaan sentralistik (Centralized) atau Top-down Planning dan

Perencanaan Desentralistik (Decentralized) atau Bottom-up Planning. Pada

perencanaan sentralistik, keseluruhan proses perencanaan suatu negara

berada di bawah badan perencanaan pusat. Badan ini merumuskan suatu

Page 12: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

rencana pusat, menetapkan tujuan, sasaran dan prioritas untuk setiap sektor

pembangunan. Perencanaan desentralistik pada perencanaan dari bawah.

Rencana dirumuskan oleh badan perencanaan pusat setelah berkonsultasi

dengan berbagai unit administrasi negara. Rencana ini menggabungkan

rencana daerah/wilayah.

2.2. Pengertian Pembangunan

Secara sederhana terminologi pembangunan kerap diartikan sebagai

proses perubahan ke arah keadaan yang lebih baik. Pengertian pembangunan

menurut Kartasasmita (1997:6) adalah suatu proses yang berkesinambungan

dari peningkatan pendapatan riil perkapita melalui peningkatan jumlah dan

produktivitas sumber daya. Dengan defenisi ini pembangunan dapat dimaknai

sebagai kegiatan nyata dan berencana untuk meningkatkan taraf hidup

masyarakat. Siagian (1999:4) menyepakati bahwa pembangunan merupakan

suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang

berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan

pemerintah, menuju modernitas dalam rangka nation building. Lebih lanjut

Saul M.Katz (Tjokrowinoto, 1996:7) menyebutkan bahwa definisi

pembangunan adalah :

“pergeseran dari satu (one state of national being) kondisi nasional yang satu menuju ke kondisi nasional yang lain, yang dipandang lebih baik (more valued), tetapi apa yang disebut more valued (lebih baik/lebih berharga), berbeda dari satu negara ke negara lain (culture specific) atas dari satu periode ke periode lain (time specific)”

Istilah pembangunan secara luas (Todaro, 2003:21) sebagai suatu proses

perbaikan yang berkesinambungan atas suatu masyarakat atau sistem sosial

secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi.

Dari defenisi tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa pada prinsipnya

pembangunan merupakan kegiatan yang sengaja dilakukan untuk

mengadakan suatu perubahan sesuai yang diinginkan. Perubahan ini

dimaksudkan untuk manambah nilai. Dalam pelaksanaannya memerlukan

suatu waktu yang telah disepakati serta bersifat berkelanjutan.

Page 13: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

Pada dasarnya pembangunan bertujuan untuk memperbaiki kehidupan

sesuai yang diharapkan berupa terpenuhinya kebutuhan pokok, adanya

perubahan kualitas standar kehidupan, maupun pilihan-pilihan ekonomis

lainnya. Pilihan ekonomi ini memberikan alternatif manusia dalam memenuhi

kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial.

Ada tiga tujuan inti pembangunan (Todaro, 2003:28). Ketiga tujuan inti

tersebut adalah pertama, peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi

berbagai macam barang kebutuhan hidup yang pokok, seperti pangan,

sandang, papan, kesehatan dan perlindungan keamanan; kedua, peningkatan

standar hidup yang tidak hanya merupakan peningkatan pendapatan, tetapi

juga penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan,

serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan, yang

kesemuanya tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materiil, melainkan

juga menumbuhkan harga diri pada pribadi dan bangsa yang bersangkutan;

ketiga, serta perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu

serta bangsa secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dari

belitan sikap menghamba dan ketergantungan, bukan hanya terhadap negara

atau bangsa-bangsa lain, namun juga terhadap setiap kekuatan yang

berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan mereka.

Pembangunan memiliki beberapa paradigma. Setiap paradigma

pembangunan tersebut mengalami pergeseran paradigma tergantung kepada

sistem paradigma pembangunan yang berlaku. Paradigma pembangunan yang

menjadi acuan pembangunan nasional, dapat mengalami perubahan dengan

paradigma pembangunan yang baru.

Paradigma diartikan sebagai cara pandang terhadap suatu bidang

keilmuan. Paradigma yang satu dengan yang lainnya tidak dapat disamakan

tapi dapat diperbandingkan. Pembangunan yang dilakukan oleh Indonesia

sebagai negara berkembang merupakan suatu proses kegiatan yang terencana

dalam upaya pertumbuhan ekonomi, perubahan sosial, dan modernisasi

bangsa guna peningkatan kualitas hidup manusia dan kesejahteraan

masyarakat.

Page 14: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

Perkembangan paradigma dan strategi pembangunan menurut Suryono

(2001 : 55) adalah sebagaiberikut :

1. Paradigma dan Strategi Pertumbuhan (growth) Merupakan konsep pembangunan untuk mengejar ketinggalan suatu negara dalam rangka peningkatan pendapatan masyarakat dan pertumbuhan pendapatan nasional. Muncul teori Rostow (1960) tentang tahapan pembangunan, yaitu tahap masyarakat tradisional; tahap pra kondisi untuk tinggal landas; tahap tinggal landas, tahap menuju kedewasaan; dan tahap konsumsi massa tinggi.

2. Paradigma pertumbuhan dan pemerataan (growth and equity). Strategi ini lebih diorientasikan pada pengelolaan dan investasi sumber daya manusia dan pembangunan sosial dalam proses pembangunan.

3. Paradigma Pembangunan yang Berkelanjutan (sustainable development) Konsep pembangunan yang ditawarkan oleh Korten karena adanya beberapa masalah di negara-negara yang sedang berkembang, antara lain pertambahan penduduk, urbanisasi, kemiskinan, kebodohan, partisipasi masyarakat, organisasi sosial politik, kerusakan lingkungan dan pembangunan masyarakat pedesaan. Di samping itu juga adanya masalah kependudukan (pengangguran, urbanisasi, kemiskinan, pendidikan, kesehatan dan pendapatan) dan kerusakan lingkungan alam akibat dari pembangunan yang tidak berdimensi pada pembangunan manusia, sehingga berpengaruh terhadap masalah keadilan, kelangsungan hidup dan integritas pembangunan yang saling mendukung. Strategi Pembangunan yang berkelanjutan dicirikan oleh : (a) Pembangunan yang berdimensi pelayanan sosial yang diarahkan pada kelompok sasaran melalui pemenuhan kebutuhan pokok; (b) Pembangunan yang ditujukan pada pembangunan sosial seperti mewujudkan keadilan, pemerataan dan peningkatan budaya, serta menciptakan kedamaian; (c) Pembangunan yang diorientasikan pada manusia untuk berbuat melalui pembangunan yang berpusat pada manusia dan meningkatkan pemberdayaan manusia.

4. Paradigma Pembangunan yang Berpusat Pada Manusia (people centered development). Arah pembangunannya ádalah untuk mendukung pemerataan dan pertumbuhan dalam rangka kelangsungan pembangunan yang bersifat global, seperti transformasi nilai, kelembagaan, teknologi, dan perilaku manusia yang konsisten terhadap kualitas kehidupan sosial dan lingkungannya.

Sedangkan menurut Hamzens (2005 : 37), terdapat lima paradigma

pembangunan, antara lain :

1. Paradigma Pertumbuhan (growth pole) Keberhasilan pembangunan dinilai dari presentase pertumbuhan yang diraih dari berbagai bidang pembangunan, keberhasilan pembangunan dilaporkan pada setiap akhir tahun anggaran.

Page 15: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

2. Paradigma Pemerataan (equity) Karena pertumbuhan yang berlangsung pada tahap selanjutnya disadari tidak merata dimiliki oleh seluruh rakyat, kekayaan yang dimiliki dan diproduksi Bangsa Indonesia tidak merata dapat dimiliki secara adil oleh semua penduduknya. Pemerintah kemudian menerapkan model pemerataan untuk kelanjutan pelaksanaan pembangunan.

3. Paradigma Pemenuhan Kebutuhan Dasar (Basic Need Strategy) Pembangunan didasarkan pada pemenuhan terhadap kebutuhan dasar manusia.

4. Paradigma Keberlanjutan (Sustainable) Pembangunan yang dilakukan harus berkelanjutan dan tidak merusak lingkungan alam.

5. Paradigma Pemberdayaan (Empowerment) Pembangunan dilakukan melalui pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM).

2.3. Perencanaan Pembangunan

Dalam memahami perencanaan pembangunan daerah maka pengertian

perencanaan pembangunan harus dipahami terlebih dahulu. Perencanaan

pembangunan merupakan tahapan awal yang akan digunakan sebagai bahan

atau acuan bagi pelaksanaan kegiatan pembangunan (action plan). Riyadi

(2004;7) memberikan defenisi perencanaan pembangunan sebagai :

“Suatu perumusan alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang akan digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan/aktivitas kemasyarakatan, baik yang bersifat fisik (material) maupun non fisik (mental dan spritual), dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik.”

Berdasarkan UU No 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional, Perencanaan Pembangunan disebutkan sebagai

sebuah sistem, sehingga membentuk sistem pembangunan nasional. Dalam

undang-undang tersebut yang dimaksud dengan Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan

pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam

Page 16: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur

penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah.

Dari pengertian tentang perencanaan pembangunan di atas, dapat

dikatakan bahwa perencanaan pembangunan dapat efektif apabila

penyelenggara negara (pemerintah) harus mampu merumuskan tujuan yang

akan direalisasikan. Penyelenggara negara (pemerintah) harus mengetahui

proses dan segala bentuk hubungan dalam mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Pemerintah harus mempunyai kekuatan dan kekuasaan

menggunakan sumber daya.

Tjokroamidjojo (1995 : 49) telah memberikan ciri-ciri perencanaan

pembangunan, yaitu ;

pertama, yaitu perencanaan pembangunan yang dicerminkan dalam suatu usaha peningkatan produksi nasional, kedua perencanaan pembangunan yang berorientasi pada pendapatan per kapita. Ini merupakan kelanjutan dari ciri pertama. Ketiga, perencanaan pembangunan yang merupakan usaha untuk mengadakan perubahan struktur ekonomi, keempat, perencanaan pembangunan yang merupakan usaha untuk perluasan kesempatan kerja, kelima, perencanaan pembangunan yang mempunyai kecenderungan pada usaha untuk pemerataan pembangunan, keenam, perencanaan pembangunan yang merupakan usaha pembinaan kepada lembaga-lembaga ekonomi masyarakat yang menunjang kegiatan-kegiatan pembangunan, ketujuh, yaitu perencanaan pembangunan yang mengarah pada kemampuan pembangunan secara bertahap didasarkan pada kemampuan nasional, kedelapan, perencanaan pembangunan yang merupakan usaha secara terus menerus menjaga stabilitas ekonomi, dan kesembilan, merupakan tujuan pembangunan yang fundamental ideal atau bersifat jangka panjang.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri

tersebut merupakan tahapan bentuk dari perencanaan pembangunan bagi

suatu negara atau daerah dalam melakukan perencanaan. Tahapan ini

ditentukan berdasarkan tingkat kemampuan bagi suatu daerah. Apabila suatu

daerah baru atau negara baru melakukan perencanaan, maka harus dilihat

apakah mereka sudah mempunyai tingkat produksi yang tinggi, dan apabila

Page 17: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

hal ini dinyatakan sudah, maka mereka baru dapat melakukan perencanaan

pembangunan pada ciri yang kedua, demikian seterusnya sampai pada

akhirnya perencanaan terhadap pencapaian tujuan yang ideal atau

fundamental.

Disamping ciri-ciri perencanaan pembangunan, perlu diperhatikan

unsur-unsur pokok perencanaan pembangunan. Sebagaimana diungkapkan

oleh Tjokroamidjojo (1995), unsur-unsur pokok dalam perencanaan

pembangunan adalah sebagai berikut :

a) Kebijaksanaan dasar atau strategi dasar rencana pembangunan, yang merupakan unsur dasar daripada seluruh rencana yang kemudian dituangkan dalam unsur-unsur pokok lainnya. Salah satunya adalah penetapan tujuan-tujuan rencana.

b) Kerangka rencana, yang biasa juga disebut dengan kerangka makro, yang menghubungkan berbagai variabel pembangunan serta implikasi hubungan tersebut.

c) Perkiraan sumber-sumber pembangunan, yang seringkali merupakan bagian dari penelaahan kerangka makro rencana.

d) Uraian tentang kerangka kebijaksanaan yang konsisten. Berbagai kebijakan perlu dirumuskan dan kemudian dilaksanakan dimana kebijakan-kebijakan tersebut harus serasi dan konsisten. Antara lain yaitu kebijakan fiskal, penganggaran, moneter, harga serta kebijakan lainnya.

e) Program investasi, yang perlu dilakukan secara bersamaan dengan penyusunan sasaran-sasaran rencana. Penyusunan di sini perlu dilakukan secara seksama dan dilakukan berdasar perencanaan yang lebih operasional. Dalam penyusunan program investasi dan sasaran rencana pembangunan diserasikan dengan kemungkinan pembiayaan yang wajar.

f) Administrasi pembangunan. Salah satu segi penting perencanaan adalah pelaksanaan rencana, dan untuk itu siperlukan administrasi negara yang mendukung usaha perencanaan dan pelaksanaan pembangunan tersebut. Dalam hal ini perlu penelaahan terhadap mekanisme dan kelembagaan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.

Proses perencanaan merupakan suatu prosedur dan tahapan dari

perencanaan itu dilaksanakan. Secara hirarki, prosedur perencanaan itu

dilakukan atas dasar prinsip Top-Down Planning, yaitu proses perencanaan

yang dilakukan oleh pemimpin tertinggi suatu organisasi kemudian atas dasar

keputusan tersebut dibuat suatu perencanaan di tingkat yang lebih rendah.

Page 18: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

Prinsip lainnya adalah lawan dari prinsip di atas yaitu Bottom-Up Planning

yang merupakan perencanaan yang awalnya dilakukan di tingkat yang paling

rendah dan selanjutnya disusun rencana organisasi di atasnya sampai dengan

tingkat pusat atas dasar rencana dari bawah.

Senada dengan pendapat di atas menurut Abe (2005 : 77), bahwa,“tahap-tahap dalam perencanaan pembangunan adalah penyelidikan, perumusan, menentukan tujuan dan target, mengidentifikasi sumberdaya (daya dukung), merumuskan rencana kerja, dan menentukan anggaran (budget) yang hendak digunakan dalam realisasi rencana. Dalam konteks upaya perubahan, langkah untuk melakukan evaluasi, dapat dimasukkkan menjadi bagian dari tahap kerja.”

Dari pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa perencanaan yang

dimaksud adalah perencanaan yang merupakan kegiatan penyusunan rencana

dalam hal ini merupakan pembuatan dokumen rencana. Namun, seperti telah

dikemukakan bahwa perencanaan bukanlah merupakan suatu kegiatan

penyusunan dokumen rencana saja, melainkan dalam pengertian yang luas

yaitu perencanaan yang meliputi proses kegiatan yang menyeluruh dan terus

menerus dari penyusunan rencana, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi.

Berikut ini disampaikan proses atau tahap-tahap dalam suatu perencanaan

oleh Tjokroamidjojo (1995), yaitu :

a) Penyusunan Rencana Penyusunan rencana ini meliputi unsur-unsur, yakni :

1. Tinjauan keadaan, merupakan kegiatan berupa tinjauan sebelum memulai suatu rencana atau tinjauan terhadap pelaksanaan rencana sebelumnya. Di sini diusahakan dapat diidentifikasi masalah-masalah pokok yang dihadapi, sejauh mana kemajuan telah dicapai, hambatan-hambatan dan potensi-potensi yang ada.

2. Forecasting (peramalan), yaitu merupakan perkiraan keadaan masa yang akan datang.

3. Penetapan tujuan dan pemilihan cara-cara pencapaian tujuan tersebut.

4. Identifikasi kebijaksanaan dan/atau kegiatan usaha yang perlu dilakukan dalam rencana. Suatu policy mungkin perlu didukung oleh program-program pembangunan, yang agar lebih operasional rencana kegiatan usaha ini perlu dilakukan berdasarkan pemilihan alternatif yang terbaik, yang dalam hal ini dilakukan berdasarkan opportunity cost dan skala prioritas.

Page 19: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

5. Persetujuan Rencana. b) Penyusunan Program Rencana

Merupakan tahap perumusan yang lebih terperinci mengenai tujuan-tujuan atau sasaran, suatu perincian jadwal kegiatan, jumlah dan jadwal pembiayan serta penentuan lembaga mana yang akan melakukan program-program pembangunan tersebut.

c) Pelaksanaan Rencana Dalam tahap ini merupakan tahap untuk melaksanakan rencana dimana perlu dipertimbangkan juga kegiatan-kegiatan pemeliharaan. Kebijaksanaan-kebijaksanaanpun perlu diikuti implikasi pelaksanaannya, bahkan secara terus-menerus perlu untuk dilakukan penyesuaian-penyesuaian.

d) Pengawasan Adapun tujuan dari pengawasan ini adalah :

- Agar pelaksanaan berjalan sesuai dengan rencananya. - Jika terdapat penyimpangan maka perlu untuk diketahui berapa

jauh penyimpangan tersebut dan dicari penyebabnya. - Dilakukan tindakan korektif terhadap penyimpangan tersebut. Untuk itu diperlukan suatu sistem monitoring dengan pelaporan dan feedback daripada pelaksanaan rencana.

e) Evaluasi Tahap ini dilakukan secara terus-menerus selama proses pelaksanaan. Selain itu, tahap ini dilakukan sebagai pendukung tahap penyusunan rencana yaitu evaluasi tentang situasi sebelum rencana dimulai dan evaluasi tentang pelaksanaan rencana sebelumnya. Sehingga dengan evaluasi dapat dilakukan perbaikan terhadap perencanaan selanjutnya dan penyesuaian terhadap perencanaan itu sendiri.

Perencanaan pembangunan daerah merupakan bentuk dari perumusan

kepentingan lokal dalam memenuhi kebutuhan daerah itu sendiri. Mendukung

pendapat tersebut, Abe (2002:65) mengemukakan perencanaan daerah

merupakan proses menyusun langkah-langkah yang diselenggarakan oleh

pemerintah daerah dalam rangka menjawab kebutuhan masyarakat untuk

mencapai suatu tujuan tertentu. Senada dengan hal tersebut, Arsyad

(1999:303) menganggap bahwa perencanaan pembangunan daerah adalah

perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumber daya publik yang

tersedia di daerah dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam

menciptakan nilai sumber daya secara bertanggung jawab.

Page 20: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

Perencanaan pembangunan daerah menurut Syahroni (2002:5) adalah

suatu usaha yang sistematik dari berbagai pelaku (aktor), secara terus

menerus menganalisis kondisi, merumuskan tujuan, kebijakan, menyusun

konsep strategi, menggunakan sumber daya yang tersedia, untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah secara berkelanjutan.

Sedangkan perencanaan pembangunan daerah menurut Riyadi (2004:7)

adalah melakukan perubahan menuju arah yang lebih baik bagi suatu

komunitas masyarakat, pemerintah dan lingkungannya dalam wilayah

tertentu/daerah tertentu dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang

ada dan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap tapi tetap

berpegang pada azas prioritas.

Ada beberapa tahapan dalam perencanaan pembangunan daerah.

Menurut Syahroni (2002), terdapat empat tahapan dasar perencanaan

pembangunan daerah.

a. Tahap Pertama adalah pemahaman daerah, keluarannya adalah berupa profil daerah antara lain kondisi fisik geografis, sosial ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, masalah-masalah daerah, potensi-potensi daerah, peluang dan tantangan.

b. Tahap Kedua adalah Perumusan Kebijakan hasil/keluaran adalah dapat berupa visi dan misi, tujuan, arahan pembangunan, strategi umum dan prioritas pembangunan.

c. Tahap ketiga adalah adalah perumusan dan penetapan program-program dan rencana tindak, menghasilan program dan rencana tindak yang merupakan pedoman pelaksanaan pembangunan daerah.

d. Tahap keempat adalah monitoring dan evaluasi, yang menhasilkan koreksi apabila terdapat penyimpangan, dan memberikan umpan balik bagi perencanaan selanjutnya.

Tahapan kegiatan dalam proses perencanaan pembangunan daerah,

menurut UU No. 25 Tahun 2004 adalah pertama, penyusunan rencana, kedua,

penetapan rencana, ketiga, pengendalian pelaksanaan rencana dan keempat,

evaluasi pelaksanaan rencana.

Tahapan penyusunan rencana dilakukan untuk menghasilkan rancangan

lengkap suatu rencana yang siap untuk ditetapkan yang terdiri dari empat

langkah. Langkah pertama adalah penyiapan rancangan rencana

pembangunan yang bersifat teknokratik, menyeluruh dan terukur. Langkah

Page 21: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

keua, masing-masing instansi pemerintah menyiapkan rancangan kerja

dengan berpedoman pada rancangan rencana pembangunan yang telah

disiapkan. Langkah berikutnya adalah melibatkan masyarakat (stakeholders)

dan menyelarskan pembangunan yang dihasilkan masing-masing jenjang

pemerintahan melalui musyawarah perencanaan pembangunan. Sedangkan

langkah keempat adalah penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.

Tahapan penetapan rencana bertujuan untuk menjadikan rencana

menjadi produk hukum sehingga mengikat semua orang untuk

melaksanakannya. Menurut undang-undang ini, rencana pembangunan jangka

panjang Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah (RPJPD), Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) ditetapkan dengan

Peraturan Kepala Daerah dan Rencana Pembangunan Tahunan Daerah yang

selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) ditetapkan

sebagai Peraturan Kepala Daerah.

Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dimaksudkan untuk

menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam

rencana melalui kegiatan-kegiatan koreksi dan penyesuaian selama

pelaksanaan rencana tersebut oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah.

Selanjutnya Kepala Bappeda menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan

pelaksanaan rencana pembangunan dari masing-masing Satuan Kerja

Perangkat Daerah sesuai dengan tugas dan kewenangannya.

Evaluasi pelaksanaan rencana adalah bagian dari kegiatan perencanaan

pembangunan yang secara sistematis mengumpulkan dan menganalisis data

dan informasi untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja

pembangunan. Evaluasi ini dilaksanakan berdasarkan indikator dan sasran

kinerja yang tercantum dalam dokumen rencana pembangunan.

Keberhasilan pencapaian tujuan perencanaan pembangunan daerah,

menurut Riyadi (2004:15) dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor

perencanaan pembangunan daerah merujuk pada faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi pembangunan. Beberapa faktor tersebut adalah; faktor

lingkungan, sumber daya manusia perencana, sistem yang digunakan,

perkembangan ilmu dan teknologi, dan faktor pendanaan.

Page 22: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

Faktor lingkungan ini bisa berasal dari luar (eskternal) maupun dari

dalam (internal). Baik dari luar mapun dari dalam, faktor tersebut dapat

mencakup sosial, budaya, ekonomi dan politik. Faktor sumber daya manusia

merupakan motor penggerak perencanaan. Kualitas perencanaan yang baik

akan lebih memungkinkan tercipta oleh sumber daya manusia yang baik.

Menyangkut faktor sistem yang digunakan adalah aturan atau kebijakan yang

digunakan oleh daerah tertentu sebagai pelaksanaan perencanaan

pembangunan. Hal ini bisa menyangkut prosedur, mekanisme pelaksanaan,

pengesahan dan lain sebagainya. Faktor ilmu pengetahuan dapat

memberikan pengaruhnya dimana tidak hanya dari segi peralatan namun

dapat juga adanya berbagai teknik dan pendekatan yang lebih maju.

Sedangkan faktor pendanaan merupakan faktor yang harus ada dalam

membiayai sebuah aktivitas. Demikian halnya dengan perencanaan

pembangunan. Kepastian adanya sumber dana dapat memberikan jaminan

akan terlaksananya perencanaan tersebut.

Menurut Kuncoro (2004 : 54), mekanisme perencanaan pembangunan

di era otonomi daerah terdiri dari proses top-down dan bottom-up. Proses

top-down dimulai dari pembahasan atas. Sebaliknya, proses bottom-up,

merupakan proses konsultasi di mana setiap tingkat pemerintahan menyusun

draft proposal pembangunan tahunan berdasarkan proposal yang diajukan

oleh tingkat pemerintahan di bawahnya.

2.4. Pengertian Partisipasi

Pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusia, dalam

pelaksanaannya sangat mensyaratkan keterlibatan langsung pada masyarakat

penerima program pembangunan (partisipasi pembangunan). Karena hanya

dengan partisipasi masyarakat penerima program, maka hasil pembangunan

ini akan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat itu sendiri.

Dengan adanya kesesuaian ini maka hasil pembangunan akan memberikan

manfaat yang optimal bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat. Oleh

Page 23: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

karenanya salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah adanya

partisipasi masyarakat penerima program.

Demikian pula pembangunan sebagai proses peningkatan kemampuan

manusia untuk menentukan masa depannya mengandung arti bahwa

masyarakat perlu dilibatkan dalam proses tersebut. Di sini masyarakat perlu

diberikan empowerment (kuasa dan wewenang) dan berpartisipasi dalam

pengelolaan pembangunan.

Ada banyak ahli yang mendefinisikan tentang partisipasi. Menurut

Almond dalam Syamsi (1986:112), partisipasi didefinisikan “sebagai orang-

orang yang orientasinya justru pada penyusunan dan pemrosesan input serta

melibatkan diri dalam artikulasi dari tuntutan-tuntutan kebutuhan dan dalam

pembuatan keputusan”. Jnanabrota Bhattacharyya dalam Ndraha (1990:102)

mengartikan partisipasi sebagai pengambilan bagian dalam kegiatan bersama.

Sedangkan Mubyarto dalam Ndraha (1990:102) mendefinisikannya sebagai

kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan

setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri.

Sementara Davis dalam Syamsi (1986:114) mendefinisikan partisipasi

sebagai berikut “participation is defined as mental and emotional involvement

of persons in group situations that encourage them to contribute to group

goals and share responsibility for them”. Dari pengertian tersebut, partisipasi

masyarakat dalam pembangunan desa adalah keterlibatan baik mental

maupun emosi individu-individu anggota masyarakat untuk memberikan

kontribusi dan bertanggung jawab terhadap tujuan pembangunan desa.

Dalam keterlibatannya, masyarakat harus memberikan dukungan semangat

berupa bentuk dan jenis partisipasi yang kesemuanya disesuaikan dengan

kebutuhan dan fase pembangunan desa (perencanaan, pelaksanaan,

pemanfaatan dan pengawasan serta penilaian).

Partisipasi warga menurut Sj Sumarto (2004:17) adalah “proses ketika

warga, sebagai individu maupun kelompok sosial dan organisasi, mengambil

peran serta ikut mempengaruhi proses perencanaan, pelaksanaan dan

pemantauan kebijakan-kebijakan yang langsung mempengaruhi kehidupan

mereka”. Keterlibatan aktif atau partisipasi masyarakat menurut

Page 24: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

Tjokroamidjojo (1983:207) dapat berarti keterlibatan dalam proses penentuan

arah, strategi dan kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan pemerintah.

Berdasarkan beberapa definisi menurut para ahli tersebut di atas, bisa

di tarik kesimpulan bahwa partisipasi merupakan pengambilan bagian atau

keterlibatan anggota masyarakat dengan cara memberikan dukungan

kontribusi (tenaga, pikiran maupun materi) dan tanggung jawabnya terhadap

setiap keputusan yang telah diambil demi tercapainya tujuan yang telah

ditentukan bersama.

2.5. Bentuk dan Manfaat Partisipasi Masyarakat

Bentuk partisipasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat penerima

program pembangunan, menurut Cohen dalam Syamsi (1986:114) terdiri dari

partisipasi dalam pengambilan keputusan (decision making), implementasi,

pemanfaatan (benefit) dan evaluasi program pembangunan. Keempat macam

partisipasi tersebut merupakan suatu siklus yang dimulai dari decision making,

implementasi, benefit dan evaluasi, kemudian merupakan umpan-balik bagi

decision making yang akan datang. Namun dapat pula dari decision making

langsung ke benefit atau pada evaluasi, begitu pula mengenai umpan

baliknya. Di samping keempat bentuk partisipasi dari Cohen tersebut, Conyers

(1992:154) perlu menambahkan satu lagi, yaitu masyarakat sebagai penerima

program perlu dilibatkan dalam identifikasi masalah pembangunan dan dalam

proses perencanaan program pembangunan.

Sementara Ndraha (1990:103-104) membagi bentuk atau tahap

partisipasi menjadi 6 (enam) bentuk/tahapan, yaitu:

a. partisipasi dalam/melalui kontak dengan pihak lain (contact change) sebagai salah satu titik awal perubahan sosial;

b. patisipasi dalam memperhatikan/menyerap dan memberi tanggapan terhadap informasi, baik dalam arti menerima (mentaati, memenuhi, melaksanakan), mengiyakan, menerima dengan syarat, maupun dalam arti menolaknya;

c. partisipasi dalam perencanaan pembangunan, termasuk pengambilan keputusan;

d. partisipasi dalam pelaksanaan operasional pembangunan; e. partisipasi dalam menerima, memelihara dan mengembangkan hasil

pembangunan; dan

Page 25: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

f. partisipasi dalam menilai pembangunan, yaitu keterlibatan masyarakat dalam menilai sejauh mana pelaksanaan pembangunan sesuai dengan rencana dan sejauh mana hasilnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

Terjadinya partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah menurut

Cohen dalam Syamsi (1986:122-123) disebabkan karena empat hal. Pertama,

dari segi basisnya, yaitu partisipasi karena desakan (impetus) dan partisipasi

karena adanya insentif. Kedua, segi bentuk yaitu partisipasi terjadi secara

terorganisasi, ada pengarahan dari pimpinan kelompok, dan partisipasi yang

dilakukan secara langsung oleh individu itu sendiri. Ketiga, segi keluasannya,

yaitu partisipasi terjadi dengan mengorbankan waktu dan dengan menambah

kesibukan di luar untuk kepentingan pribadinya. Keempat, dari segi

efektivitasnya, yaitu dengan menjadi partisipan berharap bisa memberikan

masukan/saran atau kontribusi yang tentunya pada akhirnya akan memberi

manfaat terhadap dirinya. Dilihat dari keempat segi partisipasi tersebut di atas

bila dilihat dari prakarsa terjadinya partisipasi maka bisa digolongkan menjadi

dua bentuk, yaitu partisipasi yang datang dari atas (with initiative coming from

the top down), dan partisipasi yang datang dari bawah (with initiative coming

from the bottom up).

Ada tiga alasan utama menurut Conyers (1992:154-155) mengapa

partisipasi masyarakat mempunyai sifat sangat penting, yaitu: pertama,

partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi

mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa

kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal. Kedua,

masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika

merasa dilibatkan dalam proses, persiapan dan perencanaannya, karena

mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut dan akan

mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut. Ketiga, timbul anggapan

bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam

pembangunan masyarakat mereka sendiri. Demikian pula Goulet dalam

Supriatna (2000:211), tanpa partisipasi pembangunan justru akan

Page 26: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

mengganggu manusia dalam upayanya untuk memperoleh martabat dan

kemerdekaannya.

Mengapa partisipasi menjadi amat penting, menurut Tjokrowinoto

(1993) terdapat beberapa alasan pembenar bagi partisipasi masyarakat dalam

pembangunan, yaitu:

a. Rakyat adalah fokus sentral dan tujuan terakhir pembangunan, partisipasi merupakan akibat logis dari dalil tersebut;

b. Partisipasi menimbulkan harga diri dan kemampuan pribadi untuk dapat turut serta dalam keputusan penting yang menyangkut masyarakat;

c. Partisipasi menciptakan suatu lingkungan umpan balik arus informasi tentang sikap, aspirasi, kebutuhan dan kondisi daerah yang tanpa keberadaannya akan tidak terungkap. Arus informasi ini tidak dapat dihindari untuk berhasilnya pembangunan;

d. Partisipasi dilaksanakan lebih baik dengan dimulai dari di mana rakyat berada dan dari apa yang mereka miliki;

e. Partisipasi memperluas zone (wawasan) penerima proyek pembangunan;

f. Ia akan memperluas jangkauan pelayanan pemerintah kepada seluruh masyarakat;

g. Partisipasi menopang pembangunan; h. Partisipasi menyediakan lingkungan yang kondusif baik bagi

aktualisasi potensi manusia maupun pertumbuhan manusia; i. Partisipasi merupakan cara yang efektif membangun kemampuan

masyarakat untuk pengelolaan program pembangunan guna memenuhi kebutuhan khas daerah;

j. Terakhir, tetapi tidak kalah pentingnya, partisipasi dipandang sebagai pencerminan hak-hak demokratis individu untuk dilibatkan dalam pembangunan mereka.

Perencanaan pembangunan yang berkiblat dan melibatkan kelompok

sasaran pada akhirnya akan dapat diciptakan proyek-proyek pembangunan

yang sesuai dengan sumber daya, kondisi, kebutuhan dan potensi kelompok

sasaran tersebut. Dengan kesesuaian ini, maka partisipasi masyarakat dalam

pelaksanaan program pembangunan akan tinggi dan pada tingkat selanjutnya

proyek pembangunan itu akan bermanfaat dan dimanfaatkan kelompok

sasaran. Dengan demikian tujuan pembangunan kualitas manusia melalui

partisipasi masyarakat ini hanya akan tercapai apabila masyarakat melalui

kelompok swadaya masyarakat memiliki kesempatan yang lebih besar untuk

terlibat dalam setiap proses pembangunan.

Page 27: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

2.6. Partisipasi dalam Pengertian Pembangunan Berbasis RT

Perda PBRT No. 27 Tahun 2008 Bab I Pasal I menyebutkan yang

dimaksud dengan Pembangunan Berbasis RT yang selanjutnya disingkat PBRT

adalah “instrumen kebijakan kebijakan Pemerintah Kabupaten Sumbawa

Barat sebagai upaya untuk menumbuh kembangkan partisipasi seluruh

komponen masyarakat dalam perencanaan dalam perencanaan, pelaksanaan

dan evaluasi pembangunan guna mencapai kesejahteraan pada segala bidang

kehidupan dengan berbasis pada Rukun Tetangga (RT)”. Pembangunan

disegala bidang kehidupan adalah dapat dikelompokkan atas tiga bidang yaitu;

(a) sosial budaya dan kependudukan, (b) ekonomi dan infrastruktur serta (c)

fisik dan lingkungan.

Pembangunan Berbasis RT di Kabupaten Sumbawa Barat

diselenggarakan berdasarkan asas-asas :

2) Asas Partisipasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pembangunan di segala bidang kehidupan harus mampu mewujudkan peran aktif masyarakat agara senantiasa memiliki dan turut serta bertanggungjawab terhadap perkembangan pembangunan dalam kehidupan bersama sebagai sesama warga.

3) Asas Demokrasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pembangunan di segala bidang kehidupan harus mengakomodasi aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang direpresentasikan melalui musyawarah warga/rembug warga di tingkat RT.

4) Asas Gotong Royong, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pembangunan di segala bidang harus dilaksanakan secara bersama-sama dengan cara gotong royong dengan harapan tumbuhnya kesadaran kolektif terhadap pentingnya kualitas kehidupan.

5) Asas Pemberdayaan Masyarakat, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pembangunan disegala bidang ditujukan untuk meningkatkan kualitas taraf hidup dan kehidupan masyarakat melalui program/kegiatan yang sesuai dengan potensi sumber daya dan prioritas kebutuhan masyarakat setempat.

6) Asas Transparansi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pembangunan disegala bidang harus mampu membka diri terhadap hak masyarakat untuk memberikan masukan yang seluas-luasnya dengan tetap mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban.

7) Asas Akuntabilitas, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pembangunan dan hasil akhir kegiatan pembangunan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.

Page 28: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

8) Asas kepentingan umum, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pembangunan harus mengutamakan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif.

Sasaran PBRT adalah seluruh komponen masyarakat yang berbasis di

RT digugah dan didorong untuk berpartisipasi aktif dalam seluruh proses

pembangunan di segala bidang, sehingga tumbuh kesadaran kolektif dan

selanjutnya berkembang menjadi kebiasaan yang terus menerus dan akhirnya

akan menjadi budaya.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Pada dasarnya, penelitian ini berupaya mengembangkan konsep dan

fakta secara mendalam untuk menjawab pertanyaan, bagaimanakah konsep

Pembangunan Berbasis Rukun Tetangga dan Pelaksanaan Pembangunan PBRT

selama 2007 sampai dengan sekarang, sejauhmanakah tingkat pencapaian

keberhasilan dan kegagalan serta permasalahan dalam PBRT, faktor-faktor

apasajakah yang mendukung pencapaian keberhasilan dan faktor penghambat

pencapaian PBRT, sejauhmanakah tingkat kepuasan masyarakat dan respons

masyarakat terhadap PBRT, bagaimanakah visi, misi dan program PBRT

dimasa mendatang.

Oleh karena itu penelitian ini menekankan pada proses pencarian dan

pengungkapan makna dari fenomena proses pelaksanaan pembangunan

berbasis rukun tetangga, faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam

PBRT, harapan-harapan masyarakat serta ide visi, misi, program dan kegiatan

PBRT 2011-2015. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif-

evaluatif dengan pendekatan kualitatif yaitu prosedur pemecahan masalah

yang diteliti dengan menggunakan cara memaparkan data yang diperoleh dari

Page 29: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

pengamatan lapangan dan kepustakaan, kemudian di analisa dan

diinterpretasikan dengan memberikan kesimpulan.

Menurut Arikunto (1998:12) ”Penelitian Deskriptif (to describe =

menggambarkan, membeberkan) adalah penelitian yang dilakukan dengan

menjelaskan/menggambarkan variabel masa lalu dan sekarang (sedang

terjadi)”. Peneltian dengan pendekatan kualitatif, menurut Hamidi (2004:14)

berangkat dari penggalian data berupa pandangan responden, yang kemudian

responden bersama peneliti memberi penafsiran sehingga menciptakan konsep

sebagai temuan.

3.2. Fokus dan lokasi Penelitian

Penelitian ini akan difokuskan untuk melakukan identifikasi

perkembangan Perkembangan PBRT, khususnya terkait dengan ingkat

keberhasilan/pencapaian PBRT dan faktor-faktor pendukungnya, identifikasi

permasalahn PBRT, kelemahan dan tantangannya, serta identifikasi harapan

dan program PBRT untuk lima tahun kedepan, khususnya terkait dengan

Perumusan Visi, Misi, Program dan Kegiatan PBRT 2011-2015.

Penelitian ini dilakukan di 8 Kecamatan dan masing-masing kecamatan

dipilih secara acak untuk menentukan 2 Desa. Jumlah 16 desa. Kelompok

strategis yang akan dijadikan sebagai situs penelitian antara lain adalah

Pemerintah daerah (Eksekutif-Legislatif), DPRD, Satuan Kerja Perangkat

Daerah, Camat, Desa/Kelurahan, Kepala Dusun dan Ketua RT, KPPM dan para

kelompok strategis lainnya.

3.3. Sumber dan Jenis Data

Sumber data utama adalah data lapangan yang diperoleh dari para

informan yang diperoleh secara langsung dari para pelaku PBRT, pemilihan

informal awal dipilih secara acak, didasarkan pada subyek yang menguasai

permasalahan, memiliki data dan bersedia memberikan data atau narasumber

lain yang berkompeten dengan permasalahan penelitian mereka adalah para

pihak yang mengetahui dan memahami PBRT dan para penerima manfaat dari

PBRT diantaranya, adalah ; Pemerintah daerah (Eksekutif), DPRD (Legislatif),

Page 30: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

Satuan Kerja Perangkat Daerah, Camat, Desa/Kelurahan, KPM, Ketua RT,

masyarakat, dan kelompok strategis lainnya. Penelitian ini juga menggunakan

data pendukung yang bersumber dari berbagai dokumen yang berhubungan

dengan masalah penelitian, seperti ; Peraturan Daerah Nomor 27 Tahun 2008

tentang PBRT, dokumen RPJP dan RPJM Kabupaten, Petunjuk Teknik

Operasional Dana Stimulan Dukungan Pemberdayaan Masyarakat, Petunjuk

Teknis Operasional Rehab Rumah, laporan GLG dan dokumen pendukunga

lainnya.

3.4. Metode Pengumpulan Data dan Analisis Data

Proses pengumpulan data dilakukan secara berjenjang dan dilakukan

pula dengan pendekatan triangulasi mulai dari para aktor penerima manfaat

PBRT yang berada di tingkat RT, Desa dan seterusnya. Begitupun dengan para

aktor pelaku pembangunan PBRT dan kelompok strategis lainnya sebagaimana

tertuang dalam Perda No.27 Tahun 2008.

Proses pengumpulan data dan informasi melalui indeph interview

dilakukan dengan dua cara, yakni indept interview secara terbuka dan

terstruktur, dengan pertanyaan-pertanyaan difokuskan pada permasalahan

yang diajukan dalam penelitian dan Indep interview yang tidak terstuktur—

dilakukan untuk menggali dan mengajukan pertanyaan secara lebih bebas dan

leluasa, tanpa terikat oleh susunan pertanyaan yang telah dibuat sebelumnya

sehingga berbagai pandangan dengan berbagai presfektif maupun ekplorasi

terhadap berbagai permasalahan yang ada dalam PBRT dapat diekplorasi

secara lebih luas dan mendalam.

Disamping melakukan wawancara mendalam pengumpulan data

dilakukan pula melalui focus group discussion dimaksudkan untuk lebih

memperdalam dan memperluas hasil-hasil dan temuan-temuan penelitian

sekaligus memperkaya presfektif dan membangun kesepakatan para

stekaholder terkait dengan hasil identifikasi yang ditemukan dalam penelitian,

FGD ini diantaranya dilakukan adalah dengan RT, FGD dengan KPM dan

desa/kelurahan.

Page 31: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

Melakukan survey kepuasan masyarakat. Kegiatan ini dimaksudkan

untuk mendukung data dan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara

maupun FGD terkait dengan PBRT. Melalui survey ini diharapkan hasil-hasil

wawancara maupun FGD serta kekurangan ketersediaan dari data kualitatif

yang diperoleh melalui wawancara dan FGD dapat dan informasinya tersedia

melalui data survey. Survey ini difokuskan pada program dan kegiatan PBRT

yang berhubungan langsung dengan periman manfaat program, sekaligus

sebagai sara untuk menilai secara lebih obyektif situasi dan kondisi trend

perkembangan PBRT. Kegiatan dilakukan pada 8 kecamatan dengan jumlah

responden sebanyak 250 orang yang diambil secara acak, survey ini dilakukan

untuk memperkuat data dan informasi maupun temaun-temuan penting dari

hasil penelitian.

Page 32: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi
Page 33: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

BABIV

HASIL DAN PEMBAHASAN (I)

REVIEW PERJALANAN PELAKSANAAN PROGRAM

PEMBANGUNAN BERBASIS RT

4.1. REVIEW KONSEP PROGRAM PBRT Pada bagian pertama ini akan dibahas dan dikaji kembali mengenai konsep

PBRT, antara lain meliputi ; latar belakang dan tujuan, nilai-nilai dan hakaket dari keberadaan Program Pembangunan Berbasis Rukun Tetangga sebagai sebuah gagasan inivasi daerah KSB

4.1.1. Latar Belakang PBRT

Pada tahun 2006 gagasan/ide Program Pembangunan Berbasis Rukun

Tetangga diluncurkan oleh Bupati KSB, Dr.KH.Zulkifli Muhadli, SH.MM.

Ide/gagasan ini cukup menarik dan inovatif, meski pada tahun 2006 secara

konseptual saat ini belum ada kejelasan mengenai konsepsi PBRT namun

dalam berbagai pertemuan dengan warga maupun dalam rapat-rapat Bupati

KSB mensosialiasi ide/gagasannya mengenai sebuah Program yang kemdudian

dikenal dengan Program Pembangunan Berbasis Rukun Tetangga atau PBRT.

Gagasan tersebut kemudian menjadi wacana dan diskursus publik yang

kemudian dalam rangka merespons itu, dalam waktu yang relatif singkat dan

cepat, Dinas Sosial, tenaga Kerja, Pemberdayaan Masyarakat dan

Pemerintahan Desa bekerjasama dengan Forum LSM dan LEGITIMID KSB

kemudian pada tahun 2007 PBRT mulai merespons, menginisiasi dan

mengkreasikan konsepsi PBRT dan bahkan memulai melaksanakan PBRT

(learning by doing).

Jika merepleksikan kembali kehadiran PBRT, maka setidaknya ada 4

(empat) hal yang melatarbelakangi semangat lahirnya program PBRT.

Pertama, adalah semangat visi dan misi kabupaten sebagai Kabupaten

Percontohan di NTB. Semangat ini merupakan semangat dari visi dan misi

KSB, dan dalam rangka mewujudkan visi dan misi tersebut dipandang perlu

untuk melakukan sebuah terobosan kebijakan baru yang inovatif, konstruktif

Page 34: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

dan diharapkan menjadi model baru yang inovatif yang dapat menjadi conth

teladan bagi Kabupaten/Kota lainnya di NTB—semangat untuk melakukan

inovasi pembangunan daerah ditungkan dalam kreasi program PBRT.

Kedua, adalah semangat untuk melakukan perubahan sosial secara

cepat dan sistematis untuk merubah paradigma pembangunan dan pola

pendekatan pembangunan yang selama ini berlangsung dari pola top-down

menjadi bottom-up. Pola buttom-up yang dibangun bukan lagi pada tingat

desa atau kelurahan melainkan pada tingkat komunitas paling bawah atau

rendah yakni komunitas RT, sehingga ada perluasan ruang partisipasi

masyarakat yang semakin terbuka dan luas. Semangat lainnya adalah untuk

meletakkan partisipasi warga dalam proses pembangunan sebagai “pelaku

utama” (subjek pembangunan) atas dasar semangat itupula maka dibutuhkan

adanya sutau kerangka kebijakan untuk “memindahkan” locus dan penerima

manfaat pembangunan dari sebelumnya didominasi oleh para elite untuk

diarahkan pada komunitas langsung terendah yang ada pada wilayah atau

kepada basis lingkungan/komunitas RT sehingga dengan cara itu selain

diharapkan ruang partisipasi semakin terbuka karena semakin dekat dengan

masyarakat juga diharapkan kelompok masyarakat miskin yang selama ini

tidak memperoleh ruang untuk berpartisipasi dan mengakses program

pembangunan daerah maupun program pembangunan desa akan semakin

terbuka dan luas.

Seiring dengan itu, maka keberadaan, peran dan fungsi RT yang selama

ini belum berjalan secara maksimal/optimal dalam proses pembangunan

(karena RT hanya sebagai “pengantar surat” atau “penjaga ketertiban

masyarakat di tingkat RT), dipandang perlu untuk dilakukan revitalisasi dan

restrukturisasi kelembagaan RT, kedudukan, fungsi maupun peran RT ;

dimana RT sebagai ujung tombak penyelanggaran pembangunan dan

pelayanan publik di tingkat komunitas desa/kelurahan didorong agar mampu

memainkan fungsi dan perannya sekaligus merubah fungsi dan perannya dari

semula yang hanya sebagai “penjaga malam atau pengantar surat” menjadi

sebagai fasilitator pembangunan dilingkungannya. Dengan cara ini diharapkan

RT mampu memfasilitasi kebutuhan dan kepentingan warga miskin yang ada

Page 35: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

di lingkungannya untuk dapat mengakses pembangunan dan lebih jauh adalah

diharapkan ketersediaan, keterjangkauan dan kesetaraan pelayanan publik

dapat diwujudkan bagi warga miskin.

Kedua, semangat program pembangunan berbasis RT dilatarbelakangi

pula oleh suatu kenyataan atau fakta dimana proses reformasi selama ini—

ternyata tidak cukup mampu untuk membuka ketersediaan ruang

demokratisasi dan partisipasi warga di tingkat daerah, dan tumbuhnya peran

serta masyarakat miskin dalam proses pembangunan (perencanaan,

pelaksanaan maupun evaluasi/pengawasan pembangunan) di daerah.

Ketersediaan wadah atau ruang dan mekanisme partisipasi warga yang

disediakan dari dulu hingga sekarang adalah hanya dalam bentuk musyawarah

rencana pembangunan desa/kelurahan (musrenbangdes/kel) yang dalam

impelementasinya selama ini ternyata hanyalah lebih bersifat “seremonial”

tahunan dan wadah tersebut hanyalah menjadi wadah penyaluran aspirasi

pembangunan bagi kepentingan para elite yang berada di tingkat desa dan

kelurahan yang notabennya memiliki kepentingan dalam pembangunan—

sehingga musrenbangdes/kel tidak banyak dapat mengakomodir usulan-usulan

atau kebutuhan warga miskin dalam kebijakan, program dan kegiatan

pembangunan daerah atau dengan kata lain musrenbangdes/kelurahan belum

dapat mencerminkan kebutuhan dan memiliki mengakomodasikan kelompok

warga miskin.

Pelibatan musrenbangdes/kelurahan yang hanya melibatkan para tokoh

masyarakat, agama, pemuda dan meniadakan elibatan warga miskin dalam

musrenbangdes/kel—ternyata semakin menjauhkan kelompok warga miskin

dalam proses pembangunan, mereka tetap menjadi penonton karena “para

wakil tokoh masyarakat” yang ada di desa dan kelurahan ternyata tidak

menyuarakan berbagai permasalahan dan kebutuhan yang diinginkan oleh

warga miskin. Berdasarkan kondisi itulah, maka dipandang perlu untuk

melakukan terobosan baru—salah satunya adalah dengan menyediakan ruang

untuk tumbuhnya partisipasi warga miskin dalam proses pembangunan di KSB

dengan cara menyediakan dan menjamin keterlibatan (partisipasi ) warga

miskin dalam proses perencanaan pembangunan—melalui wadah musyawarah

Page 36: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

RT. Wadah partisipasi ini diharapkan dapat menjadi sarana penting bagi warga

miskin yang ada di setiap lingkungan RT dalam desa/kelurahan untuk

menyuarakan aspirasinya dalam proses perencanaan pembangunan dan untuk

menjamin perlindungan hak-hak warga miskin untuk dapat berpartisipasi

dalam proses pembangunan, maka didorongnya regulasi daerah yang

kemudian dituangkan dalam produk hukum daerah berupa Perda No.27 Tahun

2008 tentang Pembangunan Berbasis Rukun Tetangga.

Latar Belakang yang Ke-tiga pemerintah daerah KSB menyadari bahwa

proses percepatan pembangunan daerah (sebagai kabupaten baru) dalam

rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat membutuhkan adanya upaya

pemberdayaan masyarakat secara intens, sistematis dan berkelanjutan dan

pembangunan itu sendiri adalah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

dan kemandirian masyarakat sebagaimana secara prinsipil tertuang dalam

konsep demokrasi bahwa pembangunan daerah atau demokrasi itu berasal

dari, oleh dan untuk rakyat/masyarakat.

Tujuan utama dari kerangka pemberdayaan masyarakat ini adalah

bagaimana pemerintah daerah mampu untuk memandirikan dan

mensejahterakan masyarakat, khususnya kelompok masyarakat miskin dan

kelompok marginal. Untuk mencapai tujuan tersebut tentu tidaklah mudah

karena modal sosial dan pranata sosial-ekonomi-budaya masyarakat telah

“prak-poranda” karena selama kurun waktu 32 tahun lebih (masa Orba)

masyarakat hidup dalam kunngkungan sistem tyrani. Tatanan dan pranata

sosial budaya, ekonomi, politik masyarakat yang sebelumnya merupakan

potensi sekaligus merupakan kekuatan dari kearifan lokal masyarakat telah

banyak yang hilang akibat kebijakan dan sistem pembangunan yang

cenderung menegasikan kepentingan dan kebutuhan daerah dan kelompok

masyarakat miskin.

Refleksi lainnya adalah dari kenyataan yang berkembang selama ini,

dimana proses pembangunan yang hanya meletakkan masyarakat sebagai

objek pembangunan ternyata tidak memiliki dampak dan manfaat yang

signifikan bagi masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat,

bahkan hasil-hasil pembangunan, seperti jalan, irigasi, jembatan dan

Page 37: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

sebagainya dibiarkan bahkan sejumlah warga justeru merusaknya karena

masyarakat merasa tidak memilikinya dan merasa tidak harus

bertanggungjawab atas hasil-hasil pembangunan yang ada. Beranjak dari

kenyataan dan hal itulah, kemudian pemerintah daerah KSB berkesimpulan

dan menyadari bahwa proses pembangunan tanpa melibatkan partisipasi

masyarakat akan mengurangi kualitas pembangunan, mengurangi adanya

tanggungjawab sosial, rasa memiliki dan sebagainya, dan proses

pembangunan yang tanpa partisipasi masyarakat atau dukungan dari

masyarakat akan memprsulit pemerintah dan semakin memperbesar tanggung

jawab pemerintah daerah terhadap proses pembangunan. Konsep dan

kenyataan ini disadari tidak sejalan dengan prinsip otonomi daerah dan

semangat untuk mewujudkan good governance.

Relkesi Keempat, adalah bahwa dalam perjalanan program

pembangunan di Indonesia, khususnya di kabupaten Sumbawa Barat

sesungguhnya telah banyak program dan kegiatan pembangunan yang

diarahkan pada upaya untuk percepatan pengentasan kemiskinan selama ini

(2 tahun terakhir 2005-2006). Akan tetapi semangat program untuk

mempercepat pengentasan kemiskinan tidak dibarengi pula dengan upaya

pembenahan sistem pendataan dan informasi yang memadai (akurat dan

tepat), sehingga banyak program pengentasan kemiskinan yang pada akhirnya

tidak dinikmati oleh warga miskin melainkan dinikmati oleh para elite dan

berlangsung dari orde ke orde.

Potret peristiwa pemberian Bantuan Langsung Tunai-BBM yang terjadi

pada tahun 2006 dan 2007 adalah peristiwa yang cukup mengerikan, dimana

berbagai aksi muncul sebagai sikap protes ketidakpuasan atas kebijakan

penetapan penerima dana BLT. Berbagai peristiwa yang terjadi dipenjuru

tanah air itu, ternyata juga terjadi di Desa Lalar, Kecamatan Taliwang, akibat

ketidakjelasan data dan informasi—salah sasaran penerima BLT, akhirnya

Kantor Desa lalar Liar dirusak masyarakat setempat yang merasa tidak puas

atas pemberian BLT. Kasus seperti ini ternyata juga terjadi dalam konteks

Pemilu maupun Pilkada yang disebabkan ketiadaan ketersediaan data dan

Page 38: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

informasi yang memadai tentang keadaan desa dan kelurahan, khususnya lagi

keberadaan penduduk dan penduduk miskin.

Sistem data dan informasi kependudukan menjadi sangat penting untuk

dilakukan penataan karena beranjak dari ketersediaan data dan informasi

inilah sesungguhnya Pemerintah Daerah akan dapat menyusun atau

memformulasikan kebijakan secara tepat dan cepat untuk merespons berbagai

kebutuhan dan keinginan rakyat dalam berbagai bidang; seperti, bidang

pendidikan, kesehatan, ekonomi dan sebagainya. Keberadaan dan peran RT

dalam konteks pendataan tentu sangatlah strategis karena RT adalah

merupakan unit organisasi sosial yang berada pada garis terdepan dalam

kesehariannya bersama-sama dengan masyarakat setempat. (RT diasumsikan

sangat mengetahui situasi dan kondisi lingkungannya).

Beranjak dari hal itulah, maka iniasi dan inovasi kebijakan

pembangunan dengan menggunakan Program Pembangunan Berbasis RT

(Rukun Tetangga) sebagai model dalam proses (perencanaan, pelaksanaan,

evaluasi) pembangunan di Kabupaten Sumbawa Barat dinilai sebagai langkah

strategis untuk mendorong percepatan pembangunan dan peningkatan

kesejahteraan masyarakat dengan memfokuskan pada agenda awal yakni

mendorong terpenuhinya kebutuhan layanan dasar bagi masyarakat

berdasarkan atas prinsip-prinsip partisipasi, transparansi dan akuntabilitas

publik.Peletakkan sasaran pembangunan di tingkat RT diharapkan dapat lebih

mendekatkan ketersediaan, keterjangkauan dan kesetaraan dalam pelayanan

publik, khususnya bagi warga miskin di tingkat komunitas paling bawah (RT).

Disamping itu program ini juga diharapkan dapat merubah paradigma proses

pembangunan yang berlangsung selama ini. Kondisi tersebut dapat

ditunjukkan dalam skema PBRT sebagai berikut :

Page 39: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

Sumber Data : Disampaikan oleh KH. Zulkifli Muhadli, SH,MM, pada Seminar dan Lokakarya Best Practices Jakarta 10 Desember 2008

Inisiasi pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa Barat dalam

mengembangkan kebijakan best practices pada PBRT ini sekaligus melengkapi

inovasi kebijakan pendidikan dan pelayanan kesehatan gratis di KSB—yang

ketika itu membutuhkan pula adanya ketersediaan data dan informasi yang

memadai untuk dapat mengalokasikan program pendidikan dan kesehatan

gratis secara tepat dan cepat (tidak salah sasaran).

4.1.2. Konsep Tujuan Umum PBRT

Program Pembangunan Berbasis Rukun Tetangga sesungguhnya

adalah sebuah program yang meletakkan wilayah (locus) proses

pembangunan di tingkat lingkungan RT dan meletakkan warga miskin yang

ada di lingkungan RT adalah sebagai pelaku utama dari proses pembangunan,

sekaligus mereka adalah kelompok penerima utama dari pembangunan. Oleh

karena itulah, maka dalam PBRT haruslah ada pelibatan masyarakat,

khususnya warga miskin mulai sejak perencanaan, pelaksanaan hingga

evaluasi dan pengawasan pembangunan. (sesuai makna demokrasi

Page 40: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

kerakyatan). Dengan pradigma berpikir dan semangat itulah, maka dalam

PBRT meletakkan kedudukan dan peran pemerintah hanyalah sebagai

fasilitator, yakni berperan dan berfungsi memfasilitasi apa yang menjadi

kebutuhan dan kehendak rakyat.

Secara prinsipil semangat dan tujuan akhir (goals) yang hendak dicapai

dari PBRT adalah meningkatkan kemampuan dan kesejahteraan masyarakat.

Karena itu untuk mengukur keberhasilan PBRT digunakan indikator IPM

(Indeks Pembangunan Manusia). Melalui keberadaan PBRT diharapkan dapat

menghasilkan atau memberikan daya dorong terhadap, setidak-tidaknya lima

hal, yakni; (1) kemampuan sumber daya manusia/kelompok/individu

(capacity). (2) tumbuhnya kebersamaan, pemerataan dan kesejahteraan

(equity). (3). menaruh kepercayaan kepada masyarakat untuk membangun

dirinya sendiri (empowerment). (4). kemandirian (sustainability), serta ; (5).

menciptakan hubungan yang saling menguntungkan dan menghormati

(interdepedency).

Adapun Dampak dan manfaat yang diharapkan dari PBRT adalah

dalam janka panjang kesejahteraan sosial dan kemandirian sosial, ekonomi

politik masyarakat akan semakin meningkat. Sedangkan dalam jangka pendek

diharapkan ada perubahan pada seluruh aspek kehidupan masyarakat,

khususnya adalah terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat. Semangat dan tujuan

ini ternyata cukup sejalan dengan tujuan pembangunan sosial, yakni; (1)

peningkatan standar hidup, melalui seperangkat dan jaminan sosial segenap

lapisan masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang kurang beruntung

dan sangat memerlukan perlindungan sosial (2) Peningkatan pemberdayaan

melalui penetapan sistem dan kelembagaan ekonomi, sosial dan politik yang

menunjang harga diri dan martabat manusia dan (3) Penyempurnaan

kebebasan melalui perluasan aksesibilitas dan pilihan-pilihan kesempatan

sesuai dengan aspirasi, kemampuan dan standar kemanusiaan.

Melalui Program PBRT diharapkan bukan hanya menjadi sebuah

dimensi baru (inovasi baru) dalam proses pembangunan daerah di KSB,

melainkan juga adalah menjadi cara pandang alternatif dalam pembangunan

daerah untuk mencapai human well being masyarakat di KSB. Di dalam Perda

Page 41: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

Nomor 27 Tahun 2008 Tentang Pembangunan Berbasis RT (Rukun Tetangga)

telah ditegaskan bahwa PBRT adalah instrumen kebijakan Pemerintah

Kabupaten Sumbawa Barat sebagai upaya untuk menumbuhkembangkan

partisipasi seluruh komponen masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan,

evaluasi pembangunan guna mencapai kesejahteraan pada segala bidang

kehidupan dengan berbasis pada Rukun Tetangga (RT)1.

Pembangunan disegala bidang kehidupan masyarakat kemudian

dikelompokkan menjadi tiga bidang yaitu : (1) bidang sosial budaya dan

kependudukan, (2) Bidang ekonomi dan infrastuktur, (3) bidang fisik dan

lingkungan. Dalam Perda tersebut juga telah ditegaskan bahwa tujuan

Pembangunan Berbasis adalah:

1. Memaksimalkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi pembangunan

2. Mempercepat tercapainya tujuan pembangunan pada segala bidang

kehidupan

3. Meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat

4. Memberi kesempatan kepada masyarakat untuk menyampaikan

masukan dalam pelaksanaan pembangunan

5. Mencapai hasil pembangunan yang mengutamakan kesejahteraan

umum dan tepat sasaran

6. Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Dengan telah ditetapkannya Peraturan Daerah No. 27 Tahun 2008

Tentang Program Pembangunan Berbasis RT, maka secara “konstitusional”

PBRT merupakan amanag yang mesti harus dijalankan oleh Pemerintah

daerah Kabupaten Sumbawa Barat. Amanah itupula yang telah menjadikan

program pembangunan berbasis rukun tetangga bukan hanya sebagai

program unggulan daerah KSB melainkan program prioritas pembangunan

tahunan daerah di KSB. Bahkan dalam berbagai baliho atau reklame resmi

Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa Barat menyebutkan dan

mengucapkan “Selamat Datang di Bumi PBRT”. Gaung Pembangunan

Berbasis Rukun Tetangga, bukan hanya telah menjadi wacana dan diskursus 1 Tujuan PBRT dalam Perda Nomor 27 Tahun 2008

Page 42: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

publik yang menarik dan terus berkembang, bukan hanya di level kabupaten,

propinsi, nasional bahkan mulai ke tingkat internasional. Bahkan pada tahun

2010, delegasi 8 negara dan 15 Provinsi di Indonesia telah mengunjungi KSB

untuk mempelajari model Pembangunan Berbasis RT. Berbagai penghargaan

pun telah diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah atas

keberhasilan Inovasi pembangunan yang telah dilakukan KSB dalam program

best practices PBRT. Bahkan, Pemerintah Daerah dalam hal ini Bupati KSB

telah ke Jerman untuk mempresentasikan model PBRT.

4.1.3. Persiapan dan Perjalananan awal PBRT

Pada tahap awal pelaksanaan program PBRT (tahun 2007) pemerintah

daerah menetapkan tujuan umum (goal) PBRT adalah meningkatkan

kesejahteraan masyarakat miskin melalui penguatan partisipasi, transpraransi,

akuntabilitas dan keberpihakan anggaran untuk rakyat miskin di KSB serta

perbaikan atas ketersediaan, keterjangkauan dan kesetaraan dan kinerja

pelayanan publik. Keberhasilan program pembangunan berbasis RT tercermin

dari meningkatnya IPM (pendidikan, kesehatan dan perekonomian masyarakat

miskin) secara partisipatif, mandiri dan berkelanjutan. Sedangkan tujuan

khusus (objective) PBRT adalah : (1). Meningkatkan partisipasi masyarakat

(RT) dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi

pembangunan secara partisipatif. Pemerintah daerah KSB juga telah

menetapkan indikator keberhasilan tujuan tersebut tercermin dari tumbuhnya

inisiasi dan partisipasi aktif warga RT dalam proses pembangunan, adanya

mekanisme partisipasi warga RT, meningkatnya swadaya murni masyarakat

dalam mengelola pembangunan, adanya pengawasan warga atas proses

pembangunan di lingkungan RT; (2). Meningkatkan pelayanan dasar bagi

warga miskin melalui peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, kesetaraan

dalam pelayanan publik ke tingkat RT. Indikator keberhasilannya adalah

adanya desentralisasi kewenangan pengelolaan pembangunan swakelola ke

tingkat warga, penyediaan pelayanan dasar bagi warga miskin khususnya

pendidikan dan kesehatan, pelibatan RT dalam Jumantara, penyediaan

informasi dan mekanisme komplain pelayanan bagi warga; (3). Meningkatkan

APBD dan APBDes yang pro-rakyat miskin (pro poor budgeting) melalui

Page 43: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

penguatan SIOS, informasi publik, penguatan partisipasi RT dalam proses

penggaraan dan komitmen. Indikator keberhasilan tercermin dari adanya data

dan informasi SIOS di tingkat RT dan daerah, RPJM/RPJP Desa, musyawarah

perencanaan pembangunan dilingkungan RT, meningkatnya ketepatan sasaran

anggaran bagi warga miskin; (4). Meningkatkan keberdayaan kelembagaan

masyarakat (RT) dan warga dalam pembangunan dilingkungan RT melalui

penataan organisasi, pendidikan/pelatihan-pelatihan, pendampingan serta

penguatan kapasitas kelembagaan dalam pemberdayaan ekonomi.

Untuk mencapai tujuan tersebut kemudian Pemerintah Daerah

Kabupaten Sumbawa Barat berusaha untuk merumuskan ruang lingkup

program/kegiatan serta tahapan-tahapan yang perlu dilakukan dalam

implementasi PBRT, yakni sebagai berikut ;

1. Tahapan Persiapan, mencakup penyiapan sosial dan perkuatan

kelembagaan RT melalui sosialisasi program, identifikasi stakeholder,

penyusunan regulasi pelaksanaan program dan perekrutan tenaga

pendamping sesuai target yang ingin dicapai;

2. Tahapan Pelaksanaan, meliputi pelaksanaan masing-masing fokus

program, yaitu; inisiasi partisipatif pembelajaran mandiri, kegiatan

pengentasan keaksaran fungsional, fasilitasi pembentukan Taman Bacaan

Mini pada masing-masing dan atau lintas RT untuk dikembangkan menjadi

PAUD dan Play Group, promosi dan aksi penyehatan lingkungan dan

pemukiman secara gotong royong, fasilitasi perekrutan tenaga kerja lokal

dalam pengerjaan proyek-proyek berskala kecil di lingkungan RT, dan

penyaluran dana stimulan untuk usaha keluarga (home industri) serta

melakukan pendataan kondisi sosio ekonomi masyarakat dalam rangka

mendukung keberadaan Sistem Informasi Orang Susah (SIOS);

3. Tahapan Monitoring dan Pelaporan, meliputi penyusunan laporan

masing-masing kegiatan, publikasi hasil kegiatan dan melakukan evaluasi

pelaksanaan program serta menindaklanjuti saran dan pengaduan

masyarakat.

Page 44: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

a. Langkah-Langkah Implementasi

Meski merupakan sebuah gagasan atau inovasi baru Pemerintah Daerah

pada tahap awal Implementasi program Pembangunan Berbasis RT ternyata

dilaksanakan pada seluruh wilayah administrasi Kabupaten Sumbawa Barat

dengan menggunakan pendekatan secara bertahap meliputi; persiapan,

pelaksanaan, pelaporan dan evaluasi. Metodologi dan proses implementasinya

adalah sebagai berikut :

1. Sosialisasi intensif program Pembangunan Berbasis RT. Kegiatan ini

dilaksanakan dengan mengadakan sosialisasi secara terpadu di semua

wilayah kecamatan/kelurahan/desa dengan mengundang semua perangkat

RT dan tokoh-tokoh masyarakat, termasuk lewat media khutbah jumat

untuk menjelaskan tujuan, manfaat, dan proses implementasi program;

2. Perkuatan kelembagaan RT. Kegiatan ini diimplementasi melalui penerbitan

Keputusan Bupati tentang tupoksi perangkat RT, formalisasi perangkat RT

dengan menerbitkan SK Lurah/Kades, dan penyediaan tenaga pendamping

untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pendahuluan seperti pemetaan

dan pendataan kondisi masyarakat serta sekaligus sebagai fasilitator dalam

pelaksanaan program kegiatan. Perkuatan kelembagaan RT dengan

formalisasi perangkat RT melalui penerbitan SK Lurah/Kades dimaksudkan

agar partisipasi masyarakat dapat dipacu/dimotivasi/digerakkan oleh

perangkat RT berkenaan sesuai dengan tupoksi yang ditetapkan dalam SK

Bupati. Dengan demikian perkuatan kelembagaan RT sebagaimana

diuraikan di atas diharapkan dapat menjamin keberlangsungan partisipasi

itu sendiri;

3. Inventarisasi stakeholder. Kegiatan ini dilakukan melalui mekanisme

pendataan dan pemetaan kembali terhadap stakeholder yang mempunyai

kapasitas dan komitmen dalam mendukung keberhasilan pelaksanaan

program;

4. Pembuatan rincian tugas dan peran masing-masing pelaksana kegiatan;

kegiatan ini dimaksudkan agar para pelaksana kegiatan yang telah

ditetapkan memahami dan mengerti masing-masing tugasnya sehingga

Page 45: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

tidak terjadi tumpang tindih dalam implementasinya. Rincian tugas

dimaksud akan dituangkan dalam bentuk Surat Keputusan Bupati;

5. Penyusunan Standart Operating Procedure (SOP) masing-masing fokus

kegiatan. Kegiatan ini dilaksanakan dengan melibatkan semua pelaksana

program sehingga SOP yang dihasilkan dapat memberikan kejelasan arah,

serta sekaligus menjadi perekat semua pihak dalam rangka mensukseskan

pelaksanaan program;

6. Sosialisasi SOP. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menginformasikan kepada

masyarakat terhadap SOP yang telah disusun guna mendukung

transparansi kinerja pelayanan publik;

7. Penentuan model kegiatan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menentukan

proses dan langkah-langkah atas rencana kegiatan yang hendak

dilaksanakan secara partisipatif di lingkungan RT masing-masing;

8. Mengintegrasikan kegiatan pembangunan berbasis RT ke dalam

AAK/APBDes, dimaksudkan agar kegiatan pembangunan yang tidak

tertampung melalui APBD dapat menjadi bagian kegiatan yang khusus

diprogramkan dalam AAK/APBDes. Kegiatan ini dilaksanakan oleh

perangkat kelurahan/desa melalui asistensi dan sinkronisasi dengan TAPD;

9. Penyusunan laporan kegiatan dan keuangan masing-masing fokus

kegiatan, kegiatan ini dilakukan sebagai wujud tanggung jawab terhadap

pelaksanaan program kepada publik (akuntabilitas publik) yang

dilaksanakan per triwulan;

10. Kerjasama dengan media massa dalam rangka sosialisasi dan publikasi

rencana/hasil program. Kegiatan ini dimaksudkan memberikan informasi

kepada publik terhadap semua agenda dan capaian program maupun

hambatan-hambatan dalam implementasi program, sehingga diharapkan

ada masukan dari masyarakat untuk melakukan perbaikan terhadap

pelaksanaan program di masa yang akan datang;

11. Pembuatan sistem database capaian hasil kegiatan, implementasi kegiatan

ini melalui pengembangan Sistem Informasi Orang Susah (SIOS) sebagai

tindak lanjut atas pendataan yang dilaksanakan oleh perangkat RT;

Page 46: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

12. Perkuatan lembaga Unit Pengaduan Masyarakat (UPM). Kegiatan ini

dilakukan dengan mengoptimalkan peran perangkat RT untuk merespon

secara cepat permasalahan yang ada di lingkungan masing-masing untuk

selanjutnya secara langsung maupun tidak langsung

diinformasikan/diteruskan kepada UPM guna mendapat respon dalam

kesempatan pertama.

b. Target Capaian awal PBRT

Dari rencana peningkatan program yang telah disusun di atas, maka

target capaian dalam jangka pendek lebih diarahkan kepada penyiapan sosial,

perkuatan kelembagaan RT, dan optimalisasi Unit Pengaduan Masyarakat

(UPM) sebagai berikut :

1. Terlaksananya sosialisasi program Pembangunan Berbasis RT di

kabupaten, 8 kecamatan, 6 Kelurahan, 43 Desa dan 642 RT.

2. Teridentifikasinya stakeholder.

3. Tersusunnya SOP pelaksanaan program.

4. Tersusunnya Peraturan Bupati tentang Tugas Pokok dan Fungsi RT.

5. Tersusunnya SK Lurah/Kades tentang Pengangkatan Perangkat RT.

6. Tersusunnya Peraturan Bupati tentang Tugas Pokok dan Fungsi Pelaksana

Kegiatan.

7. Tersedianya tenaga pendamping RT di setiap Kelurahan/Desa.

8. Tertatanya administrasi kependudukan di tingkat RT.

9. Terwujudnya pelaksanaan kegiatan penyehatan lingkungan dan

pemukiman, kegiatan pembelajaran masyarakat, pemanfaatan pekarangan

dan usaha rumah tangga secara mandiri oleh masyarakat.

10. Terbangunnya Sistem Informasi Orang Susah (SIOS).

11. Tersusunnya laporan kegiatan.

12. Terpublikasinya pelaksanaan program minimal satu kali di media lokal.

13. Berfungsinya Unit Pengaduan Masyarakat secara efektif melalui optimalisasi

peran kesekretariatan, penyegaran tim, dan peningkatan koordinasi

rencana tindak lanjut pengaduan masyarakat.

Page 47: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

c. Implementasi Persiapan dan awal PBRT

Untuk mencapai tujuan, sasaran dan hasil diatas. Maka, ada dua target

indikator yang dipakai dari keberhasilan PBRT saat itu, yakni; pertama ;

adanya penguatan partisipasi warga di lingkungan RT melalui pelatihan,

pendampingan/ pengorganisasian secara sistematis dan berkelanjutan. Kedua;

adanya perbaikan pelayanan publik melalui pelibatan warga dalam proses

perencanaan, pelaksanaan, maupun pengawasan pelayanan. Beranjak dari

dua target tersebut serangkaian kegiatan dan hasil yang dicapai pada awal

program PBRT adalah sebagai berikut :

No Kegiatan Yang

Dilaksanakan Hasil Yang Dicapai

Penanggung

Jawab

1 Workshop kemitraan antara Pemda dengan LSM dalam pencanangan PBRT

Terbangunnya kemitraan antara Pemda dan LSM

Bappeda dengan Forum LSM

2 Grand design Program Pembangunan Berbasis RT secara partisipatif yang melibatkan para pihak (stakeholders).

Adanya formulasi program PBRT yang sistematis, terarah, terpadu serta terukur

Bappeda dan Dinas Sosial, Nakertrans dan Pmberdayaan Masyarakat dan LEGITIMID KSB

3 Penyusunan dan pematangan draft buku panduan program yang akan dicetak sebagai referensi sekaligus menjadi pedoman dalam implementasi program.

Tersedia modul panduan PBRT Dinas Sosial, Nakertrans dan Pemberdayaan Masyarakat bekerjasama dengan LEGITIMID KSB

4 Penyusunan draft regulasi dan konsultasi publik Program Pembangunan Berbasis RT, yang terdiri dari : • Penyusunan Regulasi

Perencanaan Partisipatif Berbasis RT,

• Penyusunan Regulasi SOP Sistem Informasi Orang Susah (SIOS),

• Penyusunan Regulasi kelembagaan RT,

• Penyusunan Regulasi Kader Pemberdayaan Masyarakat,

• Penyusunan Regulasi BUMDES,

• Penyusunan Regulasi RPJM Desa, dan

• Penyusunan Regulasi tentang SOP Unit Pengaduan Masyarakat

Adanya Regulasi (Perda/Perbup/SK) untuk mendukung PBRT

DSTTPBM, Bagan Hukum dan Organisas bekerjasama dengan LEGITIMID KSB.

Page 48: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

5 Sosialisasi PBRT secara berjenjang.

Tersosialisasinya PBRT di 642 RT

Bupati, Wartawan, Sekretriat Daerah, Camat, Lurah dan Kepala Desa, LSM

6 Penataaan kelembagaan RT, sejumlah 642 RT di KSB sesuai dengan kebutuhan dan melalui mekanisme musyawarah RT.

Terbentuknya kelembagaan/kepengurusan RT sebanyak 642 RT di 6 Kelurahan dan 42 Desa beserta SK penetapan

Masyarakat difasilitasi kelurahan/desa dan ditetapkan dengan Surat Keputusan Lurah dan Kepala Desa

7 Pelatihan SIOS untuk para ketua /Pengurus RT

502 pengurus RT mengikuti pelatihan SIOS

DSTTPM dengan LSM

8 Penyediaan 3 paket Buku untuk SIOS RT

3 x 642 RT telah menerima buku SIOS

DSTTPM dengan LSM

9 Fasilitasi dukungan dana stimulan untuk RT

Sejak bulan April 2007 Pengurus RT memperoleh insentif Rp. 100.000/ bulan/RT, dan memperoleh bantuan dana PBRT sebesar Rp. 1,5 juta/RT. Untuk TA. 2008 dialokasikan sebesar Rp. 2 juta/RT

BPKAD dan Dinas Sosial, Nakertrans, dan Pemberdayaan Mayarakat

10 Achievment RT Award (sayembara tata kelola RT) se-KSB dalam Harlah Pemkab KSB

Pemberian hadiah sebagai reward keberhasilan RT dalam melaksanaan PBRT sebesar Rp. 10 juta untuk juara I, Rp. 7,5 juta untuk pemenang II, dan Rp. 5 juta untuk pemenang III pada buan November 2007.

Bappeda dan Dinas Sosial, Nakertrans, dan Pemberdayaan Mayarakat

11 Rerutmen Tenaga Pendamping 40 orang Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM) telah direkrut dan ditetapkan sebagai pendamping RT dengan SK Bupati KSB.

Dinas Sosial, Nakertrans, dan Pemberdayaan Mayarakat bekerjasama dengan Forum LSM

12 Pelatihan Tenaga Pendamping RT (KPM)

1. 40 orang KPM mengikuti Pelatihan CO/pengorganisasian masyarakat sipil

2. 40 orang KPM mengikti Pelatihan SIOS

DSTTPM bekerjasama dengan LSM

13 Pembuatan SIOS berbasis komputer dari TKST.

1. Tersedianya perangkat dan sistem komputerisasi database SIOS

2. 35 Desa/Kelurahan sudah tersusun SIOS

Pengurus RT bekerjasama dengan YSTP yang dikoordinasikan oleh Dinas Sosial, Nakertrans dan Pemberdayaan Masyarakat.

14 Pendampingan KPM ke masing-masing RT di 42 desa

1. Adanya proses pendampingan yang

KPM berkoordinasi dengan

Page 49: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

dan 6 kelurahan dilakukan secara berkelajutan oleh KPM dimasing-masing RT dalam kelurahan/desa

2. Terorganisirnya 642 RT

Pemdes/Kelurahan dan Pemerintah Kecamatan

15 Pembentukan petugas/Juru Pemantau Kesehatan Masyarakat (Jumantara) dari pengurus RT

1. Terbentuknya Jumantara di setiap RT

2. Terbentunya Forum Jumantara se-KSB dari unsur RT

Dinas Kesehatan bekerjasama dengan Kader Posyandu dan KPM

16 Pilot Project Aplikasi Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di tingkat RT

1. Telah terbentuk PAUD di 2 (dua) desa dan 1 (satu) kelurahan

2. Adanya bahan pembelajaran

3.

Dinas Dikpora dan SKB

17 Pilot project informasi pembangunan untuk transparansi program pembangunan sampai tingkat RT

1. Telah tersedia papan informasi dan kotak pengaduan bagi masyarakat dilingkungan RT pada Kelurahan Bugis dan Menala

Kantor Kelurahan Bugis dan Menala

18 Inisiasi awal pembentukan/ penerapan mekanisme komplain dan keluhan warga

1. Adanya mekanisme komplain yang disediakan Pemda namun baru melalui media massa lokal (kerjasama pemda dengan media) dan website

2. Adanya draf konsep mekanisme komplain, namun masih dikoordinasikan dengan SKPD terkait.

Sekretariat Daerah

19 Musyawarah-Musyawarah di tingkat RT :

a. Musyawarah perencanaan pembangunan;

b. Musyawarah pemetaan kemiskinan;

c. Musyawarah pemanfaatan dana stimulan;

d. Musyawarah gotong-royong ;

e. Musyawarah penyelesaiaan masalah sosial kemasyarakatan.

1. 642 RT x 10 orang mengikuti musyawarah

2. Adanya rencana pembangunan di 642 RT

3. Adanya Rencana Tindak Lanjut Aksi disetiap RT

4. Meningkatnya keterlibatan warga dalam musyawarah RT

Sekretariat Daerah, Kecamatan, Kelurahan/Desa, dan RT, SKPD terkait yang telah memprogramkan agenda kerjanya untuk PBRT

20 Aksi Pembangunan oleh RT bersama warga ; seperti penyehatan lingkungan, pemukiman, pekarangan dan usaha rumah tangga secara mandiri.

1. 642 RT x 10 warga x 3 kali melaksanakan gotong royong

2. adanya perbaikan sejumlah fasilitas lingkungan RT, seperti jalan, drainase dll.

3. Meningkatnya partisipasi warga dilingkungan RT

Dinas Kesehatan, Dinas Dikpora, DSTTPM

Page 50: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

21 Serial Workshop Evaluasi dan Pelaporan

1. Terlaksananya workshop evaluasi program bulanan

2. 40 KPM mengikuti workshop evaluasi bulanan

3. adanya laporan progrest report program secara obyektif dan partisipatif

DSTTPM dan Legitimid KSB

22 Publikasi dan Penyusunan Rencana Program PBRT tahun 2008

1. Terpulikasikannya PBRT di media massa lokal

2. Tersusunnya RKA PBRT tahun 2008

3. Adanya Rencana tindak lanjut PBRT

Media Lokal dan DSTTPM

d. Kemajuan Yang Dicapai pada awal PBRT

Program Pembangunan Berbasis Rukun Tetangga (PBRT) yang telah

dilaksanakan pada tahap awal tersebut ternyata telah memberikan banyak

perubahan di Kabupaten Sumbawa Barat. Berikut perbandingan sebelum

adanya PBRT dan setelah adanya PBRT:

No Sebelum adanya

PBRT Setelah adanya

PBRT Perubahan & potensinya

dimasa Mendatang

1 Mekanisme partisipasi warga dalam proses pembangunan hanya sampai pada tingkat desa/kelurahan (Musrenbangdes).

Adanya mekanisme partisipasi warga dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan sampai tingkat RT.

PBRT menyediakan ruang partisipasi yang semakin luas bagi warga dalam proses pembangunan dan kondisi ini akan mendorong semakin meningkatkan partisipasi warga.

2 Minimnya partisipasi RT dan warga, khususnya warga miskin dan perempuan dalam proses pembangunan

Adanya ruang dan partisipasi warga miski\n dan perempuan dalam proses pembangunan. Khsusunya, dalam merumuskan prioritas pembangunan di tingkat desa/kelurahan

PBRT mensyaratkan/mengharuskan agar dalam perencanaan pembangunan ditingkat RT melibatkan partisipasi warga miskin dan perempuan dalam pengambilan keputusan

3 Kedudukan, Tugas pokok dan fungsi RT tidak jelas. Peran RT lebih banyak untuk pengamanan kampung dan

Adanya penataan kelembagaan RT. Regulasi RT diatur secara khusus, dan RT ditempatkan sebagai organsiasi masyarakat otonom

Dengan adanya kejelasan kedudukan, Tupoksi RT serta kewenangan yang lebih besar dalam proses pembangunan serta adanya upaya penguatan organisasi RT. Dimas mendatang organisasi RT akan semakin kuat

Page 51: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

pengatar surat yang diberikan peran besar dalam proses pembangunan.

dan mandiri.

4 Tidak adanya dukungan dari Pemda, baik berupa finansial maupun peningkatan kapasitas. Perhatian Pemda sangat minim

Adanya dukungan baik berupa dana operasional pembangunan Rp. 1 juta/RT, honorarium untuk pengurus RT, pelatihan-pelatihan juga adanya pendampingan RT oleh KPM/tenaga pendamping.

Semakin meningkatnya kapasitas RT, dan akselereasi pembangunan di tingkat desa/kel semakin cepat. PBRT memberikan ruang lahirnya proses pembelajaran bagi warga setempat dalam mengelola program pembangunan secara mandiri

5 Anggaran Pemda (APBD) maupun Anggaran Desa (APBDes) belum mengacu pada masalah dan kebutuhan warga miskin

APBD dan APBDES diarahkan pada data SIOS (Sistem Informasi Orang Susah) dan hasil musyawarah pembangunan di tingkat RT

Anggaran akan semakin terarah sesuai kebutuhan warga miskin dan upaya pengentasan kemiskinan di KSB akan semakin cepat teratasi.

6 Tidak ada database dan informasi kependudukan (warga miskin, kesehatan, pendidikan, ekonomi) di tingkat RT

Adanya data dan informasi mnegenai kependukan (warga miskin, kesehatan, pendidikan, ekonomi) di tingkat RT dalam desa/kelurahan yang bersifat aktual

Data dan informasi di masing-masing RT akan membuka peluang lahirnya partisipasi dan transparansi, berkurangnya kesalahan dalam perencanaan pembangunan serta adanya alat ukur bagi masyarakat untuk menilai progrest program pembangunan.

7 Tidak adanya Achievment RT Award (sayembara tata kelola pembangunan yang biak)

Adanya Achievmnet RT Award mendorong peningkatan motivasi dan partisipasi RT dan warga pada masing-masing RT untuk menggerakkan proses pembangunan dilingkungan RT

Para pengurus RT akan semakin termotivasi untuk berpartisipasi dan terus menunjukkan eksistensi keberhasilan dalam pelaksanaan program pembangunan di masing-masing lingkungannya. Kondisi ini akan mendorong semakin meningkatnya kompetsisi dalam meraih hasil pembangunan yang lebih baik.

8 Database dan informasi orang miskin dan orang susah kurang valid, sehingga banyak terjadi konflik misalnya BLT dan kontraproduktif terhadap

Data dan informasi tentang orang miskin ditentukan oleh warga sendiri dengan indikator-indikator yang ditetapkan sendiri

- Data dan informasi tentang orang miskin menjadi lebih valid

- Mendorong pelaksanaan pembangunan lebih tepat pada sasaran dalam usaha memecahkan masalah kemiskinan

Page 52: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

pembangunan dan orang miskin sering menjadi justifikasi dalam melaksanakan program tapi dalam realitanya tidak tepat sasaran

9 Banyak Program dan kegiatan pembangunan belum mengacu pada RPJP dan RPJM, kurang terintegrasi dan masih bersifat sektoral pada masing-masing SKPD

SKPD menyesuaikan program dan kegiatan dengan hasil musyawarah perencanaan pembangunan di tingkat RT. Di tingkat Kelurahan/Desa didorong adanya RPJP dan RPJM Desa sebagai kerangka acuan pembangunan melalaui perda

Program dan kegiatan akan lebih terintegrasi dan fokus pada RPJM Daerah

10 Informasi publik tentang anggaran maupun kebijakan masih minim, rahasia dan menjadi stigma bahwa publik tidak perlu mengetahuinya.

Informasi publik tentang anggaran dan kebijakan pembangunan mulai diinformasikan kepada warga. Beberapa desa telah membuat papan informasi pembangunan. Pemkab akan mengalokasikan anggaran 2008 untuk penyediaan perangkat informasi di tingkat desa/kelurahan

Terbukanya aparatur pemerintahan untuk menyediakan informasi-informasi tentang pembangunan kepada warga, dan warga juga aktif melakukan pencarian data dan informasi. Kondisi ini akan mendorong warga semakin kritis dan berusaha mengambil peran dalam proses pembangunan

11 Minimnya upaya pemberdayaan para lulusan sarjana- yang menganggur, namun memiliki potensi untuk dapat diberdayakan menjadi tenaga kerja produktif, bermanfaat bagi masyarakat setempat

Adanya rekruitmen KPM sebagai tenaga pendamping, serta proses pemberdayaan melalaui pelatihan, pendampingan dll secara berkelanjutan

Berkurangnya jumlah penggangguran. Para sarjana menjadi lebih berdaya, mampu melakukan pendampingan warga, memiliki motivasi, inisiasi dan kreatifitas untuk melaksanakan pemberdayaan masyarakat di tempatnya berada.

12 Tidak tersedianya Adanya regulasi Aparatur pemerintah tidak lagi

Page 53: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

mekanisme komplain/keluhan masyarakat atas pelayanan publik dan aparatur pemerintah daerah masih enggan untuk menerima komplain dari warga

tentang komplain dan keluhan warga, Pemda memberikan ruang bagi warga untuk mengkomplain pelayanan dan mengevaluasi kinerja aparatur pemerintah. Telah dikembangkan model mekanisme penyelesaian pelayanan di tingkat RT

menganggap komplain dan keluhan sebagai pengganggu tapi sebagai evaluasi kinerja. -warga tidak takut lagi menyampaikan komplain dan keluhan tentang pelayanan publik. Kondisi kedepan potensi pelayanan publik akan semakin baik dan meningkat

13 Rendahnya pelibatan LSM dalam merumuskan, melaksanakan dan mengevaluasi kebijakan program

Adanya pelibatan LSM dalam proses perumusan, pelaksanaan dan monev program dan kemitraan LSM dengan Pemda

Kemitraan Pemda KSB dengan sejumlah LSM akan mendorong adanya penguatan LSM dan kemitraan menuju tata kelola kepemerintahan lokal yang baik (good governance).

14 Adanya perebedaan data dan informasi antar instansi (BPS, Dikes, Dukcapil. dll) tentang kemiskinan dan warga miskin sehingga menimbulkan masalah ketika adanya program pengentasan kemiskinan, seperti ; kasus BLT BBM

Ukuran/indikator kemiskinan dan warga miskin miskin di setiap kelurahan/desa dilakukan secara partsipaif melalui mekanisme musyawarah perangkingan kemiskinan di masing-masing RT

Berkurangnya konflik dan resistensi dalam masyarakat atas pola penyaluran program stimulan dan dukungan bantuan terhadap masyrakat miskin dan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk secara bersama-sama menuntaskan masalah kemiskinan di RT masing-masing.

15 Belum adanya pemetaan potensi RT, Pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat dan keluarga miskin selama ini belum menyentuh sasaran, baik karena akses permodalan maupun lemahnya dukungan dari komunitas

Adanya draf regulasi pembentukan Bumdes untuk home industri berbasis RT. KJKS saat ini membantu akses modal untuk usaha kecil dan rumah tangga yang difasilitasi oleh pengurus RT dan didukung oleh warga, termasuk memaksimalkan pemanfaatan lahan pekarangan rumah. Sudah tumbuhnya kegiatan usaha rumah tangga baik

Kedepan home industry berbasis RT diharapkan dapat tumbuh dan berkembang

Page 54: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

itu produk makanan khas, maupun kerajinan yang dilakukan secara koektif di lingkup RT yang ditunjang oleh dukungan permodalan dari KJKS maupun termasuk dari dinas terkait.

16 RT belum terlibat secara aktif dalam upaya peningkatan derajat kesehatan, dan perbaikan kualitas SDM dan perbaikan pendidikan warga masyarakat sbagai kebutuhan dasar (basic need)

RT dilibatan secara aktif dalam pendataan mesalah pengamatan masalah kesehatan masyarakat sebagai Jumantara dan penunjang program desa siaga termasuk dalam memberikan data dan informasi kodisi pendidikan masyarakat yang dibahas dalam rapat dengan Komite Sekolah dan Dewan Pendidkan

Keterlibtan RT memberikan dampak terhadap peningkatan kesehatan lingkungan dan pemukiman warga dengan efektifnya kegiatan Jum’at bersih yang dikoordnir oleh RT. Akses dan koordinasi penanganan masalah penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarkat semakin kuat baik oleh PKBM, PAUD dan SKB trutama bagi warga yang tidak memiliki kemampuan baca tulis dan tidak terampil.

17 Bazda dan KJKS kesulitan dalam membrikan data Bantuan untuk kaum duafa, fakir dan miskin, yatim piatu, dan lainnya melalui BAZDA dan KJKS

BAZDA dan KJKS dapat memperoleh data dan informasi langsung dari RT dan SIOS

Bantuan tepat sasaran sangat membantu kaum dhuafa, dan kondisi ini akan mendorong kepercayaan bagi para pemberi zakat, infak, sadakoh di KSB.

e. Hambatan Dan Tantangan awal PBRT

Dari pembelajaran proses yang dilaksanakan pada awal pelaksanaan

program PBRT ditemukan bebera hambatan dan tantangan, antara lain adalah

sebagai berikut ;

1. Besaran cakupan dan luasnya sektor yang menjadi target yang ditetapkan

belum diimbangi oleh ketersediaan jumlah dan kapasitas tenaga

pendamping baik dari TKST (Tenaga Kerja Sukarelas Terdidik/sekarang

disebut KPM) maupun dari aparatur pemerintah terutama dalam

Page 55: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

melakukan monitoring terhadap efktifitas pelaksanaan program untuk

semua RT di KSB;

2. Untuk konsep aplikasi dari mekanisme transparansi dan akutabilitas baru

efektif sampai di tingkat kelurahan/desa, sedangkan menyangkut

mekanisme tranparansi dan akuntabilitas anggaran dan program

pembangunan dari masing-masing SKPD masih terpusat melalui sekrtariat

daerah (belum ada unit khusus) dan semetara masih dilakukan melalui

kerjasama dengan media massa (kolom khusus keluhan pelayanan

publik);

3. Perubahan regulasi dan kebijakan (seperti: PP No. 41 Th. 2007 tentang

Struktur OPD) maupun kebijakan lainnya (kebijakan anggaran) acapkali

memberikan dampak yang membias terhadap konsistensi dan

keberlangsungan program-program teremasuk PBRT.

f. Pembelajaran awal program PBRT

Pembelajaran yang diperoleh dari pelaksaan awal Program PBRT yang

dapat dipetik saat itu adalah sebagai berikut:

1. Luasnya ruang publik yang diberikan sampai kepada unit komunitas

warga terkecil untuk berpartisipasi dalam pembangunan semakin

memperbesar kesadaran dan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap

upaya penyuksesan program dan kegiatan pembangunan yang

direncanakan termasuk peranserta dari perempuan;

2. Efisiensi dan penghematan anggaran sampai 68% (terutama biaya

operasional dan beaya tenaga kerja) pada proyek/kegiatan dengan skala

menengah ke bawah yang bisa dilaksanakan langsung oleh masyarakat,

seperti pembukaan dan penataan jalan lingkungan dan pemukiman

dengan mutu yang sangat memuaskan;

3. Mengurangi kebocoran anggaran dalam hal penyediaan pengadaan

barang dan jasa, oleh karena dana langsung diluncurkan kepada

masyarakat yang berdampak pada berkurangnya beban pemerintah

daerah dalam menyediakan dan pemeliharaan sarana dan prasarana

Page 56: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

pelayanan umum yang bisa disediakan sendiri oleh masyarakat yang

dikembangkan dari dana stimulan;

4. Menunjang upaya percepatan pengentasan kemiskinan yang dilakukan

oleh pemerintah melalui program-program pemberdayaan masyarakat

khususnya bagi masyarakat/warga miskin karena relatif tepat sasaran.

Dari proses itupula kemudian pemerintah KSB mencoba menarik faktor-faktor

kunci dari keberhsilan pelaksanaan PBRT, sebagai berikut :

1. Adanya dukungan masyarakat dan good will pemda untuk menginisiasi

inovasi pola pengembangan partisipasi, transparansi dan akuntbilitas

pembangun daerah;

2. Adanya semangat perubahan sebagai Kabupaten baru yang merupakan

potensi sekaligus modal sosial bagi pemerintah daerah untuk melakukan

perubahan;

3. Visi dan misi pembangunan daerah yang tertuang dalam RPJM KSB

sebagai Kabupaten Percontohan di NTB menjadi motivasi Pemerintah dan

sluruh lapisan masyarakat untuk berkreasi melakukan inovasi

pembangunan daerah;

4. Adanya keinginan kuat dan semangat kebersamaan untuk membangun

KSB sebagai kabupaten baru untuk mengejar ketertinggalannya dengan

kabupaten/kota lainnya di NTB menjadi modal sosial untuk membangun

motivasi masyarakat dalam PBRT;

5. Adanya pelibatan para pihak pemangku kepentingan dalam program

PBRT dari semua unsur/ranah civil society (pemerintah, swasta,

masyaraat/LSM, perguruan tinggi, dan mass media) yang terpadu dalam

koordinasi perumusan, pernecanaan, operasioanalisasi dan monitoring

dan evaluasi partisipatif secara berkala;

6. Pemda dan DPRD KSB berkomitmen untuk mendukung pengalokasian

dari semua tahapan kegiatan dan rencana implementasi dari PBRT untuk

dialokasikan dalam APBD secara berkelanjutan mulai TA 2007 yang

diintegrasikan dalam kegiatan SKPD terkait.

Page 57: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

g. Rencana Tindak Lanjut PBRT dari pengalaman awal program

Belajar dari pelaksanaan awal program PBRT, maka pada Pada tahun

selanjutnya kemudian Pemda merencanakan akan melakukan serangkaian

kegiatan (tindak lanjut program) sebagai berikut :

1. Meningkatkan/memperkuat kapasitas dan skill KPM (Kader Pemberdayaan

Masyarakat) dalam melakukan proses pendampingan RT melalui berbagai

kegiatan pelatihan, yaitu:

o Pelatihan analisis sosial (social maping)dan memperkuat kapasitas

KPM dalam PBRT;

o Pelatihan teknik fasilitasi perencanaan;

o Pelatihan pemetaan kemiskinan secara partisipatif (Poor Wealth

Ranking/PWR);

2. Fasilitasi pelaksanaan kegiatan Musrenbang di tingkat RT terutama

pelibatan waga miskin dan kelompok perempuan dalam menyusun

program dan rencana kegiatan pembangunan TA. 2009;

3. Pengembangan dan desiminasi konsep dan implementasi PBRT dalam

semua tataran dan sektr pembangunan di KSB;

4. Pengembangan dan perluasan akses ketersedian, keterjangkauan, dan

kesetaraan menyediakan sarana dan parasarana kebutuhan dasar

termasuk pemberian pelayanan yang optimal;

5. Pengembangan evaluasi dan monitoring secara partisipatif yang

melibatkan para pihak untuk melihat progress keberhasilan dan capaian

implemtasi program;

6. Meningkatkan Kapasitas Kelembagaan RT dalam proses pembangunan;

antara lain adalah peningkatan skill pengurus RT dalam memfasilitasi

proses musyawarah/pelatihan, pendataan SIOS dan sebagainya;

7. Melakukan proses pendampingan model inovasi pembangunan berbasis

RT (Pilot project di beberapa desa);

8. Membentuk Model Informasi Pembangunan di Tingkat RT dan model

pengelolaan dana pembangunan dibawah Rp. 50 juta rupiah;

9. Melakukan Analisis dan Advokasi APBD Berbasis RT;

10. Memfasilitasi model mekanisme komplain pelayanan publik.

Page 58: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

Namun dari serangkaian rencana tindak lanjut tersebut tidak seluruhnya dapat

ditindaklanjuti oleh Pemerintah daerah, antara lain disebabkan ; keterbatasan

anggaran, personil dan sebagainya sehingga hanya beberapa program dan

kegiatan yang kemudian dilanjutkan pada tahun-tahun berikutnya.

4.2. PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN PBRT PASCA

PEMBELAJARAN DAN PENGALAMAN AWAL PROGRAM

Dari proses pengalaman dan pembelajaran awal program PBRT tahun

2007. Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa Barat kemudian melakukan

berbagai inovasi PBRT. Pada bagian ini akan dikaji inovasi PBRT dan

diinventarisir program PBRT yang dinilai masyarakat cukup populer dan cukup

inovatif serta dirasakan langsung manfaat dari PBRT dan di indetifikasi pula

apakah program PBRT hanya dilaksanakan oleh BPM atau ada SKPD lainnya

yang juga melakukan inovasi PBRT.

Dari hasil penelitian ternyata Program Pembangunan Berbasis Rukun

Tetangga tidak hanya dilakukan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat

Pemerintahan desa Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana,

melainkan juga dilaksanakan oleh sejumlah SKPD lainnya. Dari hasil identifikasi

program dan kegiatan PBRT, tercatat ada beberapa program PBRT yang

dikenal dan memperoleh perhatian publik. Kelima Program dan kegiatan

tersebut adalah sebagai berikut ;

No Nama Program Instansi Pelaksana Mulai Program

1 Rehab Rumah Berbasis Rukun Tetangga (RRBR)

Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintahan Desa Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana

T.A. 2008 s.d. sekarang

2 Sistem Informasi Orang Susah (SIOS)

Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintahan Desa Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana

T.A. 2007

3 Dana Stimulant RT untuk Pemberdayaan Masyarakat

Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintahan Desa Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana

T.A. 2007 s.d. sekarang

4 Juru Pemantau Masyarakat

Dinas Kesehatan

Page 59: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

5 Koperasi Berbasis Rukun Tetangga (KBRT)

Dinas Koperasi, Industri dan Perdagangan

T.A. 2009 s/d sekarang

Sumber : data diolah dari berbagai sumber

Pada bagian ini akan dibahas bagaimanakah gambaran perjalanan

pelaksanaan program dan kegiatan tersebut, permasalahan dan kelemahan

apasajakah yang muncul dari program dan kegiatan tersebut dilapangan, apa

yang menjadi harapan masyarakat dan kearahmanakah kebijakan program

dimasa mendatang perlu untuk dikembangkan.

4.2.1. Program Rehab Rumah Berbasis Rukun Tetangga (RRBR)

4.2.1.1. Latar Belakang, Tujuan dan Sasaran RRBR

Program Rehab Rumah

dilatarbelakangi oleh semangat

Pemerintah Daerah untuk

memenuhi sembilan kebutuhan

pokok masyarakat yang

merupakan fundamental dari

roda pembangunan di KSB.

Kesembilan kebutuhan pokok tersebut adalah pangan, pakaian (sangdang),

perumahan (papan), pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, keamanan,

kesenangan dan kenyamanan. Program Rehab Rumah Berbasis Rukun

Tetangga diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat

sebagai wujud upaya untuk memenuhi salah satu dari sembilan kebutuhan

pokok masyarakat. Salah satu kebutuhan pokok tersebut adalah terjaminnya

ketersediaan tempat tinggal (papan) yang layak bagi masyarakat.

Tempat tinggal yang layak merupakan salah satu tolak ukur derajat

kualitas kehidupan anggota masyarakat karena kondisi tempat tinggal akan

berbanding lurus dengan kualitas hidup penghuni rumah yang menempati

semakin layak tempat tinggal yang ditempati maka kecendrungan kualitas

kehidupannya semakin baik. Oleh karena itu, program RRBR menitikberatkan

prioritasnya pada anggota masyarakat miskin yang masih menghuni rumah

tidak layak ditempati. Melalui program RRBR diharapkan tempat tinggal warga

Page 60: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

miskin layak huni dan sehat dan dalam jangka panjang diharapkan kualitas

kehidupan warga miskin akan/dapat semakin membaik, paling tidak dilihat dari

aspek atau presfektif kesehatan lingkungan perumahan.

Secara teknis operasional dalam rangka memudahkan pelaksanaan

rehab rumah berbasis RT, pemerintah daerah telah menyusun dan

menetapkan petunjuk teknis operasional program Rehab Rumah Berbasis

Rukun Tetangga (PTO-RRBR) pada bulan Mei 2010. Petunjuk teknis ini

berisikan tentang kebijakan progam, peran pemerintah dan stakeholder lain

yang terkait RRBR mulai dari proses identifiasi sampai dengan pelaksanaan

program, termasuk dalam PTO RRBR juga ditetapkan mengenai kriteria rumah

yang dapat dijadikan obyek program RRBR. Dalam PTO RRBR, kriteria rumah

tidak layak huni dan tidak sehat yang patut untuk menerima program RRBR,

adalah sebagai berikut:

1) Rumah tanah; lantai tanah, dinding sudah rapuh, atap terbuat dari

daun rumbia, luas rumah kurang dari 8 m2/orang serta tidak ada sekat

ruangan/ruang tidur menyatu dengan ruang keluarga.

2) Rumah Panggung; lantai sudah rapuh, dinding sudah rapuh, tiang

sebagian sudah rapuh, atap terbuat dari daun rumbia dan banyak yang

bocor, luas rumah kurang 8 m2/orang dan tidak ada sekat/ruang tidur

menyatu dengan ruang keluarga.

3) Rumah Semi Permanen ; lantai belum diplester, dinding belum

diplester, tidak memiliki ventalasi yang cukup, atap banyak yang bocor,

luas rumah kurang dari 8m2/orang dan tidak ada sekat ruangan/ruang

tidur menyatu dengan ruang keluarga.

4) Status Tanah, lokasi dan pemilik ; tanah tempat rumah yang akan

direhab tidak dalam sengketa, dibuktikan dengan sertifikat atau surat

kepemilikan tanah, lokasi rumah tidak bertentangan dengan konsep

tata ruang KSB, misalnya; ada dibantaran sungai atau daerah rawan

bencana, pemilik rumah warga KSB yang dibuktikan dengan KTP atau

KK.

Dasar kriteria di atas menjadi dasar dalam menentukan dan

menetapkan rumah yang tidak layak huni. Adapun proses tahapan

Page 61: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

pelaksanaan RRBR dibagi kedalam 4 (empat) tahapan, yakni ; tahap

Perencanaan, Pengorganisasian, Pelaksanaa serta Monitoring dan Evaluasi.

1. Tahap Perencanaan

Pada tahap perencanaan, proses awal atau langkah awal dimulai

dengan diselenggarakannya musyawarah warga tingkat RT yang

melibatkan unsur pemerintahan desa dan masyarakat. Musyawarah RT ini

bertujuan untuk mengidentifikasi rumah-rumah yang dianggap tidak layak

huni dan tidak sehat, sekaligus mencari kesepakatan bersama mengenai

rumah yang perlu direhab di desa/kelurahan di lingkungan RT. Hasil

musyawarah warga RT ini kemudian diajukan kepada Pemerintah Desa

dan dibuatkan dalam bentuk berita acara hasil musyawarah RT yang

kemudian di serahkan RT kepada Kepala Desa.

Ditingkat desa, diadakan pertemuan untuk dilakukan pemeriksaan

silang terhadap daftar usulan penerima bantuan, dalam pertemuan hadir

calon penerima bantuan, Ketua RT, perangkat desa, BPD, LPM, dan unsur

desa lainnya. Hasil pertemuan tersebut, selanjutnya dibuatkan berita acara

untuk diserahkan ke kantor kecamatan.

Tugas pemerintah kecamatan adalah memeriksa kesiapan desa-

desa dalam menyelenggarakan RRBR serta inventarisasi rumah-rumah

yang dibedah, dengan menghadirkan kepala desa, staf kecamatan, dan

unsur Muspika (posramil, kapolsek dan camat). Setelah data base tersebut

rampun, tahapan selanjutnya adalah pihak camat (kecamatan)

menyerahkan kepada Pemerintah Daerah ( Bupati Sumbawa Barat) melalui

Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat.

Sementara kegiatan pada level Kabupatennya, Badan Pemberdayaan

Masyarakat (BPM) kemudian menginventarisir data base yang terkumpul

dari seluruh desa/kelurahan sekaligus membahas teknis penyelenggaraan

program untuk diserahkan kepada Bupati.

Berikut ini adalah alur atau bagan singkat proses perencanaan

Rehab Rumah Berbasis RT :

Page 62: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

2. Tahap Pengorganisasian

Untuk mengorganisasikan program rehab rumah berbasis RT,

pemkab membentuk Tim Koordinasi program dari tingkat Kabupaten,

Kecamatan, Desa/Kelurahan dengan beban tugas yang berbeda-beda.

Susunan tugas Tim Koordinasi tersebut digambarkan sebagai berikut :

Tahap 1

Musyawarah RT

- Identifikasi dan menentukan rumah yang layak menerima

bantuan

- Identifikasi kebutuhan bahan-bahan rehab rumah

Tahap 2

Musyawarah Desa

- Pemeriksaan silang rumah yang akan direhab

Tahap 3

Musyawarah Kecamatan

- Memeriksa kesiapan masing-masing desa

- Menyusun data base rumah yang akan dibedah

Tahap 4

Musyawarah Kabupaten (BPM)

- Memeriksa berkas-berkas yang terkumpul dari masing-masing desa/kelurahan

- Inventasrisasi rumah yang akan dibedah dalam data base

- Pembahasan teknis program

- Hasil tersebut diserahkan ke Bupati

Sumber Data : Diolah dari PTO Rehab Rumah Berbasis Rumah Tangga Tahun 2010

Page 63: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

3. Tahap Pelaksanaan

Guna menghindari kesalahan pendataan, Pemerintah Kabupaten

melalui BPM melaukan proses validasi data akhir rumah penerima

bantuan. Alokasi biaya rehab rumah per unitnya yang disiapkan

pemerintah daerah sebesar Rp. 5 Juta, disalurkan melalui rekening kas

desa/kelurahan setelah kepala desa dan kelurahan setelah

menyelesaikan

kebutuhan bahan

menandatangani berita acara serah terima bantuan, dan

menandatangani surat perjanjian kerjasama.

4. Tahap Monitoring dan Evaluasi

Tim Kabupaten

•Menyusun Petunjuk Teknis Operasional Program RRBR

•Sosialisasi kepada Camat, Desa/Kelurahan, Pengurus RT, dan KPM

•Mengkoordinasikan seluruh tahapan program dengan semua elemen RRBR

•Memfasilitasi pencairan dana program

•Monev tahapan program

•Membuat laporan pelaksanaan program kepada Bupati

Tim Kecamatan

•Sosialisasi tahapan program kepada Desa/Kelurahan, Kepala Dusun/Lingkungan dan Pengurus RT

•Koordinasi pelaksanaan program

•Membuat laporan hasil program

Tim Desa/Kelurahan

•Pemerintah Desa/Kelurahan bertugas Koordinasi, sosialisasi, pengawasan, konsultasi program, membuat laporan hasil program

•BPD bertugas Sosialisasi dan pengawasan

•LPM bertugas Menggerakkan swadaya masyarakat, dan pengawasan

•Ketua RT bertugas Pendataan dan identifikasi, musyawarah RT, Menggerakkan Swadaya, Membuat laporan bersama KPM

•KPM bertugas Menggerakkan Swadaya, Bersama RtTmelakukan pendataan, Pendampingan RT, Dokumentasi dan laporan

Sumber Data : Diolah dari PTO Rehab Rumah Berbasis Rumah Tangga

Pelaksanaan

Guna menghindari kesalahan pendataan, Pemerintah Kabupaten

M melaukan proses validasi data akhir rumah penerima

bantuan. Alokasi biaya rehab rumah per unitnya yang disiapkan

pemerintah daerah sebesar Rp. 5 Juta, disalurkan melalui rekening kas

desa/kelurahan setelah kepala desa dan kelurahan setelah

menyelesaikan tahapan-tahapan seperti ; Rekapitulasi identifikasi

kebutuhan bahan-bahan bangunan bagi rumah yang akan direhab,

menandatangani berita acara serah terima bantuan, dan

menandatangani surat perjanjian kerjasama.

Monitoring dan Evaluasi

Menyusun Petunjuk Teknis Operasional Program RRBR

Sosialisasi kepada Camat, Desa/Kelurahan, Pengurus RT, dan KPM

Mengkoordinasikan seluruh tahapan program dengan semua elemen RRBR

Memfasilitasi pencairan dana program

Monev tahapan program

Membuat laporan pelaksanaan program kepada Bupati

Sosialisasi tahapan program kepada Desa/Kelurahan, Kepala Dusun/Lingkungan dan Pengurus RT

Koordinasi pelaksanaan program

Membuat laporan hasil program

Pemerintah Desa/Kelurahan bertugas Koordinasi, sosialisasi, pengawasan, konsultasi program, membuat laporan hasil program

BPD bertugas Sosialisasi dan pengawasan

LPM bertugas Menggerakkan swadaya masyarakat, dan pengawasan

Ketua RT bertugas Pendataan dan identifikasi, musyawarah RT, Menggerakkan Swadaya, Membuat laporan bersama KPM

KPM bertugas Menggerakkan Swadaya, Bersama RtTmelakukan pendataan, Pendampingan RT, Dokumentasi dan laporan

Sumber Data : Diolah dari PTO Rehab Rumah Berbasis Rumah Tangga Tahun 2010

Guna menghindari kesalahan pendataan, Pemerintah Kabupaten

M melaukan proses validasi data akhir rumah penerima

bantuan. Alokasi biaya rehab rumah per unitnya yang disiapkan

pemerintah daerah sebesar Rp. 5 Juta, disalurkan melalui rekening kas

desa/kelurahan setelah kepala desa dan kelurahan setelah

tahapan seperti ; Rekapitulasi identifikasi

bahan bangunan bagi rumah yang akan direhab,

menandatangani berita acara serah terima bantuan, dan

Mengkoordinasikan seluruh tahapan program dengan semua elemen RRBR

Sosialisasi tahapan program kepada Desa/Kelurahan, Kepala Dusun/Lingkungan

Pemerintah Desa/Kelurahan bertugas Koordinasi, sosialisasi, pengawasan, konsultasi program,

Ketua RT bertugas Pendataan dan identifikasi, musyawarah RT, Menggerakkan Swadaya, Membuat

KPM bertugas Menggerakkan Swadaya, Bersama RtTmelakukan pendataan, Pendampingan RT,

Page 64: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

Kegiatan monitoring dan evaluasi program dilaksanakan secara

bersama-sama antara pemerintah kabupaten, kecamatan dengan

pemerintah desa/kelurahan.

4.2.1.2. Keberhasilan dan capaian Program RRBR

Pada tahun 2009 pemerintah daerah telah berhasil merehab 860 unit

rumah. Dan hingga saat ini tahun 2010 jumlah rumah miskin yang mendapat

bantuan perbaikan rumah sebanyak 1.900 unit yang menyedot anggaran

daerah sekitar Rp. 6 Milyar dalam tiga tahun terakhir (2008-2010). Tahun

2010 jumlah unit rumah warga miskin yang akan memperoleh bantuan rehab

rumah berjumlah 500 unit rumah dengan kebutuhan anggaran Rp.2,5 Milyar.

Dengan dana sebesar itu, diharapkan warga dapat menikmati sebuah rumah

yang layak untuk dihuni.

Di Kabupaten Sumbawa Barat, penyebaran rumah tangga dan keluarga

miskin ternyata hampir merata di 8 (delapan) kecamatan. Dapat dikatakan

bahwa masih banyak warga miskin di Sumbawa Barat yang tidak memiliki

penghasilan tetap/berpenghasilan rendah dan membutuhkan intervensi serius

pemerintah daerah untuk kedepannya. Diakui oleh masyarakat bahwa

kehadiran program rehab rumah sungguh telah memberikan angin segar bagi

warga miskin, kebutuhan masyarakat akan perumahan yang layak, sehat dan

nyaman kini bukanlah impian belaka, warga penerima bantuan dapat

menikmati dan merasakan langsung manfaatnya dalam jangka panjang.

Program rehab rumah mungkin belum memberikan efek yang significan

untuk merubah kondisi sosial ekonomi warga miskin, namun kemauan baik

pemerintah daerah untuk melindungi dan mengayomi kelompok rentan telah

mendapat apresiasi dari masyarakat, khususnya kelompok masyarakat miskin

dan marginal. Secara umum masyarakat menilai program bedag rumah yang

dilaksanakan selama ini sudah cukup baik (memuaskan) dan menurut

masyarakat program ini perlu untuk dilanjutkan di masa mendatang. Karena

dampak dan manfaat atas program bedah rumah ini dirasakan langsung

Page 65: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

menyentuh kebutuhan masyarakat miskin dan

membantu masyarakat dalam mem

dan rumah sehat. Masyarakat juga berharap melalui program ini, dimasa

dimasa mendatang diharapkan metode pengelolaan rehab rumah bagi warga

miskin untuk dilakukan secara lebih terbuka dan memberikan akses bagi

warga miskin untuk dapat bekerja. Pola pelaksanaan rehab rumah perlu

dirubah dengan cara merubah pendekatan

proyekkan atau dilaksanakan oleh perusahaan, melainkan warga setempat,

khususnya warga miskin, sehingga dapat menimbulkan m

yang lebih besar atas keberadaan program rehab rumah.

4.2.1.3. Tingkat Kepuasan Masyarakat Atas Program

Dari hasil survey yang dilakukan LEGITIMID KSB terhadap tingkat

kepuasan masyarakat (penerima program) rehab rumah menyatakan b

sebanyak 90 orang atau 36% mengatakan puas dan 75 orang atau 30%

mengatakan puas2. Namun demikian sebanyak 30 orang atau 12% merasa

tidak puas dengan program rehab rumah. Berikut tabel tingkat kepuasan

masyarakat terhadap Program Rehab Rumah ;

Sumber : data diolah dari hasil survey LEGITIMID KSB 2010

2 Dari hasil wawancara dengan beberapa warga penerima bantuan bedah rumah mengaku bangga dan

senang dengan adanya bantuan pemerintah, pemilik rumah merasa puas dengan hunian barunya, lebih sehat dan layak huni. Diakuinya pula, bedah rumah ini juga melibatkan swadaya masyarakat dilingkungan (gotong royong).

50; 20%

30; 12%

Tingkat Kepuasan Masyarakat terhadap program

menyentuh kebutuhan masyarakat miskin dan sangat efektif

masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar (rumah layak huni)

Masyarakat juga berharap melalui program ini, dimasa

dimasa mendatang diharapkan metode pengelolaan rehab rumah bagi warga

miskin untuk dilakukan secara lebih terbuka dan memberikan akses bagi

miskin untuk dapat bekerja. Pola pelaksanaan rehab rumah perlu

dirubah dengan cara merubah pendekatan—melalui padat karya, tidak di

proyekkan atau dilaksanakan oleh perusahaan, melainkan warga setempat,

khususnya warga miskin, sehingga dapat menimbulkan m

yang lebih besar atas keberadaan program rehab rumah.

Tingkat Kepuasan Masyarakat Atas Program RRBR

Dari hasil survey yang dilakukan LEGITIMID KSB terhadap tingkat

kepuasan masyarakat (penerima program) rehab rumah menyatakan b

sebanyak 90 orang atau 36% mengatakan puas dan 75 orang atau 30%

. Namun demikian sebanyak 30 orang atau 12% merasa

tidak puas dengan program rehab rumah. Berikut tabel tingkat kepuasan

masyarakat terhadap Program Rehab Rumah ;

Sumber : data diolah dari hasil survey LEGITIMID KSB 2010

wawancara dengan beberapa warga penerima bantuan bedah rumah mengaku bangga dan bantuan pemerintah, pemilik rumah merasa puas dengan hunian barunya, lebih sehat dan

layak huni. Diakuinya pula, bedah rumah ini juga melibatkan swadaya masyarakat dilingkungan (gotong royong).

75; 30%

90; 36%

50; 20%

30; 12% 3; 1% 2; 1%

Tingkat Kepuasan Masyarakat terhadap program

rehab rumah

Sangat Puas

Puas

cukup Puas

Tidak Puas

Mengecewakan

Tidak menjawab

sangat efektif dalam rangka

enuhi kebutuhan dasar (rumah layak huni)

Masyarakat juga berharap melalui program ini, dimasa

dimasa mendatang diharapkan metode pengelolaan rehab rumah bagi warga

miskin untuk dilakukan secara lebih terbuka dan memberikan akses bagi

miskin untuk dapat bekerja. Pola pelaksanaan rehab rumah perlu

melalui padat karya, tidak di

proyekkan atau dilaksanakan oleh perusahaan, melainkan warga setempat,

khususnya warga miskin, sehingga dapat menimbulkan multi player effect

RRBR

Dari hasil survey yang dilakukan LEGITIMID KSB terhadap tingkat

kepuasan masyarakat (penerima program) rehab rumah menyatakan bahwa

sebanyak 90 orang atau 36% mengatakan puas dan 75 orang atau 30%

. Namun demikian sebanyak 30 orang atau 12% merasa

tidak puas dengan program rehab rumah. Berikut tabel tingkat kepuasan

wawancara dengan beberapa warga penerima bantuan bedah rumah mengaku bangga dan bantuan pemerintah, pemilik rumah merasa puas dengan hunian barunya, lebih sehat dan

layak huni. Diakuinya pula, bedah rumah ini juga melibatkan swadaya masyarakat dilingkungan (gotong royong).

Sangat Puas

Mengecewakan

Tidak menjawab

Page 66: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

Dari hasil penelusuran lebih jauh mengenai materi ketidakpuasan

masyarakat atas program rehab rumah tersebut ternyata terkait dengan

antara lain meliputi; (1) alokasi pembiayaan yang disediakan oleh pemerintah

terhadap program bedah rumah yang dinilai tidak memadai hanya sekitar Rp.

5 juta dan dari dana tersebut yang terealisasi untuk bedah rumah antaar Rp.3

s.d. 3,5 juta/rumah. Dalam pandangan masyarakat—mengacu pada sosialiasi

yang disampaikan Bupati KSB terkait dengan jumlah bantuan dana rehab

rumah sebesar Rp.5 juta/rumah. Masyarakat beranggapan bahwa dana

tersebut adalah murni diterima atau direalisasikan sebesar Rp.5 juta/rumah,

namun dalam kenyataannya ternyata tidaklah demikian, karena dari jumlah

tersebut masih harus dikeluarkan biaya administrasi dan “keuntungan”

pelaksana proyek sehingga akibat pengurangan jumlah biaya tersebut,

kuantitas dan kualitas rehab rumah menjadi berkurang. (2). Adalah terkait

dengan metode pelaksanaan rehab rumah. Sebagian masyarakat penerima

program menilai bahwa pelaksanaan rehab rumah yang dikelola atau

dikerjakan oleh perusahaan atau kontraktor pelaksana tidaklah tepat dan

dinilai merugikan kepentingan masyarakat, masyarakat tidak puas karena

beberapa kontraktor pelaksana tidak mengerjakan rehab rumah sesuai dengan

volume pembiayaan dan keinginan/kebutuhan dari rehab rumah itu sendiri.

(3). Kurangnya transparansi dalam pengelolaan rehab rumah yang dikelola di

tingkat desa atau pelaksana proyek.

4.2.1.4. Kelemahan dan Tantangan Program RRBR

Disamping permasalahan diatas, dari beberapa pandangan

kelompok strategis di masyarakat menilai bahwa alokasi jumlah penerima

rehab rumah sebanyak 10 rumah/desa/tahun dinilai relatif masih sangat minim

karena jumlah penduduk miskin di setiap desa/kelurahan disejumlah

desa/kelurahan melebihi 10 KK/Miskin/rumah tidak layak huni dan sehat.

Dengan jumlah rehab rumah yang masih sangat terbatas inilah yang

terkadang menimbulkan persoalan kecemburuan sosial di kalangan

masyarakat desa/kelurahan. Ada masyarakat yang beranggapan mereka lebih

Page 67: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

berhak untuk menerima program rehab rumah dibandingkan dengan penerima

program.

Kondisi ini ternyata tidak lepas dari kelemahan Pemerintahan Desa

setempat dalam menetapkan kriteria rumah tidak layak huni dan sehat, dan

menentukan kriteria keluarga miskin. Dalam kenyataannya dilapangan,

ternyata di sejumlah desa tidak konsisten dan obyektif dalam menentukan

kriteria rumah tidak layak huni dan sehat, bahkan kebijakan beberapa desa

dalam menentukan penerima program masih mengkedepankan keluarga dan

pendukungnya, sehingga sejumlah warga miskin dan rumahnya tidak layak

huni tidak dimasukkan sebagai penerima program.

Temuan masalah lainnya dibalik kisah keberhasilan program rehab

rumah di atas ternyata petunjuk teknis yang disiapkan dan telah ditetapkan

pemerintah daerah tidak berjalan efektif bahkan hanya terkesan menjadi

formalitas belaka karena dalam implementasinya tidak mengacu pada juklak

dan juknis. Fakta dan temuan dilapangan proses perencanaan hingga

pelaksanaan program belum mengikuti ketentuan teknis yang diatur

sebelumnya oleh Pemerintah Daerah dan diindikasikan oleh masyarakat

program rehab rumah potensial mengalami penyimpangan karena minimnya

pengawasan dari pemerintah daerah disatu sisi dan buruknya kinerja

pemerintahan desa pada sisilain.

Hasil investigasi dan wawancara dilapangan menunjukkan beberapa

warga penerima bantuan atau warga yang memantau pelaksanaan pekerjaan

rehab rumah dilingkungannya menilai hasil pelaksanaan program tidak sesuai

dengan jumlah dana yang diterima untuk per unitnya (Rp. 5 Juta), sehingga

diduga ada pemotongan anggaran bantuan oleh pihak-pihak tertentu

khsususnya pada tingkat desa. Terkadang yang direnovasi hanya pada bagian

depan rumah, sementara yang lainnya tidak atau masalah pengadaan

bahan/materilal bangunan yang kurang layak dengan nilai anggaran.

Temuan lainnya terkait dengan bedah rumah, yakni penentuan

penerima bantuan bedah rumah baik Ketua RT, Kepala Dusun dan Pemerintah

Desa tidak diputuskan dalam musyawarah warga /rembug warga. Akan tetapi

layak atau tidaknya penerima hanya bantuan ditentukan berdasarkan

Page 68: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

pendataan di masing-masing Dusun. Masyarakat sendiri juga tidak pernah

mendapat laporan hasil pekerjaan rehab rumah baik dari RT maupun

Pemerintah Desa.

Dari hasil wawancara dilapangan ditemukan pula bahwa sejumlah

Kepala Desa kesulitan untuk memformulasikan kebijakan yang tepat untuk

memberikan dana rehab rumah, apakah dalam bentuk uang cash ataukah

dalam bentuk barang ataukah dalam bentuk lainnya. Kekulitan dan

kekhawatiran sejumlah Kepala Desa jika dana rehab rumah diserahkan

langsung dalam bentuk uang, dikhawatirkan dana tersebut akan digunakan

oleh penerima manfaat dalam bentuk lainnya, sehingga tidak terjadi rehab

rumah. Oleh sebab itulah, sebagian Kepala Desa mengambil langkah kebijakan

dengan cara membelanjakan kebutuhan rehab rumah dalam bentuk barang-

barang—sesuai dengan kebutuhan rehab rumah penerima manfaat. Beberapa

Kepala Desa, khususnya di daerah lingkar tambang (18 desa) merasa kesulitan

untuk menggerakkan partisipasi masyarakat—untuk membantu penerima

manfaat program, karena sebagian besar warga bekerja. Begitupun dengan

sumbangan sosial yang diharapkan dari masyarakat setempat yang memiliki

nilai kelebihan ekonomi (mapan) sangat minim tingkat solidaritas sosial

masyarakat—sehingga upaya penggalangan dana swadaya yang diharapkan

dapat membantu menutupi kekurangan pembiayaan rehab rumah tidak ada.

Dari uraian diatas teridentifikasi permasalahan sekaligus kelemahan-

kelemahan yang masih ditemukan dari program diantaranya adalah ; (1)

inkosistensi penerapan program dengan petunjuk teknis yang berlaku (2)

lemahnya regulasi khususnya terkait dengan mekanisme pengawasan dan

pertanggungjawaban (3) kurangnya sosialiasi terhadap PTO RRBR sehingga

para stakeholders tidak memahami secara mendalam hak dan kewajiban,

kedudukan, peran dan fungsinya dalam program RRBR. (4). masih lemahnya

budaya partisipasi, transparansi dan akuntabilitas di lingkungan RT. Sehingga

selama kurun waktu 2007-2010, masih terdapat adanya indikasi/dugaan

penyimpangan dana bantuan ditingkat desa/kelurahan sehingga berdampak

pada buruknya hasil pelaksanaan progam yang diterima warga miskin. Berikut

masalah dan kelemahan program ;

Page 69: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

No Masalah dan Kelemahan-kelemahan Faktor pendorong (sebab-Sebab)

1 Adanya indikasi/dugaan penyimpangan dana bantuan ditingkat desa/kelurahan sehingga berdampak pada buruknya hasil pelaksanaan progam yang diterima warga miskin.

Masih Lemahnya sistem pengawasan serta kurangnya transparansi pengelolaan program yang dilaksanakan oleh pemerintahan desa disisilain partisipasi masyarakat masih rendah

2 Masih adanya kesalahan dalam menentukan kelompok sasaran penerima program dan kriteria/indikator mengenai rumah tidak layak huni tidak dilaksanakan secara konsisten

Hasil Pendataan yang dilakukan oleh RT dan pemerintahan desa tidak dimusyawarah di tingkat RT dan desa. Keputusan dalam penentuan kelompok penerima program masih didominasi oleh personal Kepala desa

3 Beberapa desa penerima program tidak memberikan pertanggungjawaban pelaksanaan program kepada masyarakat

Tingkat kepatuhan terhadap juklak dan juknis masih rendah

4 Belum dilaksanakannya Petujuk Pelaksana dan Teknis Operasional Program Pembangunan Rehab Rumah

Beberapa desa tidak memhami PTO

5 Masih lemahnya kegiatan pemantauan/pengawasan terhadap pelaksanaan program di tingkat bawah.

Masyarakat tidak dapat melakukan pengawasan karena akses data dan informasi tidak dapat diakses oleh warga

6 Belum optimalnya peran KPM sebagai pendamping RT. Tugas-tugas seperti identifikasi, pendataan, dan penyusunan laporan tidak dilakukan oleh KPM, bahkan KPM banyak yang tidak melaksanakan proses pendampingan dalam program rehab rumah, peran dan fungsi KPM tidak berjalan

KPM tidak memahami hak dan kewajiban sebagai pendamping program, disisilain aturan mengenai peran KPM dalam program rehab rumah belum cukup tegas, khususnya terkait dengan penerapan sanksi terhadap KPM yang kinerjanya buruk

7 Lemahnya hubungan koordinasi dan kerjasama antara RT dengan KPM maupun dengan organsiasi sosial kemasyaratan lainnya

-

Page 70: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

8 Rendahnya partisipasi masyarakat dan solidaritas masyarakat (basiru)

Pergeran nilai sosial di masyarakat seiring dengan proses industrialisasi yang berlangsung

4.2.1.5. Tantangan Program RRBR

Amanat Perda Nomor 27 Tahun 2008 Tentang Pembangunan Berbasis

RT maupun Petunjuk Teknis Operasional Rehab Rumah Berbasis Rukun

Tetangga yang menekankan agar pelaksanaan program rehab rumah

didasarkan atas semangat dan nilai-nilai kearifan lokal (gotong royong/basiru)

atau partisipasi warga ternyata dibeberapa daerah nilai dan tradisi tersebut

semakin berkurang, bahkan khusus di daerah lingkar tambang, Kecamatan

Maluk, Sekongkang dan Jereweh basiru semakin sirna akibat proses

industrialisasi dan globalisasi yang berlangsung dalam waktu yang begitu

cepat3, sehingga sangat sulit pelaksanaan program pembangunan rehab

berjalan di atas rel kekuatan basiru.

Dalam konteks inipula sesungguhnya dalam program PBRT untuk RRBR

dimasa mendatang adalah bagaimana mampu mendorong kekuatan dan

potensi lokal (basiru) untuk mampu bertahan dan menjadi kekuatan potensial

untuk bergerakkan partisipasi warga. Tantangan lainnya adalah perkembangan

jumlah penduduk, khususnya para pendatang (masyarakat urban) ke KSB

nyang dari tahun ketahun terus mengalami peningkatan, dan sebagian besar

mereka pula menetap di KSB dan tidak semua mereka sukses atau mapan

secara ekonomi. Kondisi ini dapat menjadi beban bagi pemerintah daerah

setempat, jika tidak ada kerangka yang jelas untuk mengantisipasi program

tersebut, termasuk dalam konteks ini adalah masyarakat transmigrasi, karena

sebagain besar masyarakat transmigrasi adalah masyarakat yang notabennya

tergolong miskin, seperti kasus masyarakat transmigrasi SP 1, SP 2 dan SP 3.

Keberadaan mereka dinilai oleh masyarakat adat (indegenous people) telah

mengambil bagian dari hak-hak masyarakat adat, seperti dalam kasus

3 Globalisasi adalah suatu sistem atau tatanan yang menyebabkan seseorang atau Negara tidak mungkin untuk mengisolasikan

diri sebagai akibat dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Globalisasi merupakan tantangan bagi Negara

berkembang , seperti Negara Indonesia karena dengan globalisasi maka unsur-unsur budaya luar mudah masuk ke Indonesia.

Budaya luar tidak semuanya positif bagi perkembangan dan kehidupan bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

Page 71: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

program bedah rumah yang dilakukan oleh PT.NNT. sehingga menimbulkan

kecemburuan sosial antara masyarakat lokal/adat (indegenous people) dengan

masyarakat pendatang.

Tantangan lainnya yang berpotensi dihadapi oleh Pemerintah daerah

dalam kerangka program RRBR adalah terkait dengan peningkatan harga,

khususnya barang-barang yang menjadi kebutuhan untuk pembangunan

rehab rumah dimana harga di KSB tergolong tinggi dan tentu semakin

meningkat tatakala pemerintah pusat pada tahun 2011 menerapkan kebijakan

kenaikan harga BBM, maka dapat dipastikan alokasi anggaran sebesar Rp. 5

juta/rumah tidak akan mampu untuk memenuhi kebutuhan pembangunan

rehab rumah. Pemerintah daerah juga perlu mengantisipasi proses pemekaran

desa dan kelurahan yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini. Karena

proses pemekaran desa/kelurahan ternyata juga berdampak pada distribusi

alokasi jumlah penerimaan kelompok sasaran penerima program. Semakin

besar jumlah desa, maka semakin besar alokasi anggaran yang mesti

dipersiapkan oleh Pemerintah daerah setiap tahunnya. Disamping itu,

pmemrintah juga akan dihadapkan pada tantangan berupa standar kehidupan

yang layak di KSB yang semakin meningkat—terlebih lagi dengan

ditempatkannya KSB sebagai Kabupaten terkaya ke-6 di Indonesia, maka

tentu standar minimum mengenai kriteria rumah layak huni dan sehat di KSB

akan semakin meningkat. Terlebih lagi dengan berkembangnya rumah-rumah

yang berkualitas, mega dan mewah yang tumbuh dan berkembang saat ini

dibeberapa desa, seperti desa dalam wilayah lingkar tambang, (pekerja

newmont vs petani) maka kesenjangan ini akan dapat memicu pada semakin

meningkatnya standar mengenai kelayakan rumah huni dan sehat serta

tuntutan kelompok warga miskin untuk dapat memperoleh manfaat dan

dampak atas program rehab rumah.

4.2.1.6. Rekomendasi Arah Kebijakan Program RRBR di masa

mendatang

Program rehab rumah perlu dilanjutkan di masa mendatang, namun

agar program tersebut dapat lebih berjalan efektif, efisien dan berkelanjutan

Page 72: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

sehingga berdampak signifikan bagi masyarakat miskin, maka pemerintah

daerah perlu untuk melakukan perbaikan/penyempurnaan, antara lain sebagai

berikut ; pertama, perlu ada upaya untuk melakukan revitalisasi nilai basiru

sebagai modal sosial masyarakat sekaligus modal sosial dalam pembangunan

berbasis RT. Pembangunan kembali nilai basiru dapat dilakukan dalam bentuk

pengembangan interaksi sosial masyarakat melalui pertemuan-pertemuan dan

peningkatan kegiatan sosial kemasyarakatan, pengembangan kearifan lokal

serta nilai-nilai kebersamaan dan semangat untuk membangun dan menata

desa/lingkungan secara bersama-sama. Pemerintahan desa dan organisasi

sosial kemasyaratan harus mampu berperan aktif dalam menjaga dan

melestarikan kekuatan sosial besiru, simbol-simbol sosial yang menjadi

kekuatan basiru harus ditumbuhkan kembali, khususnya basiru dalam

pembangunan rumah.

Kedua, perlu ada penguatan dan penegakkan regulasi terkait dengan

pembangunan rehab rumah. Penerapan reward and punishment harus dapat

dilakukan untuk memotivasi dan memberikan sanksi terhadap para pengelola

program pembangunan rehab rumah yang berhasil maupun mengalami

kegagalan dalam pencapaian target pembangunan. Misalnya dalam bentuk

pemberian tambahan jumlah penerima manfaat program bagi desa/kelurahan

yang berhasil dan pengurangan jatah alokasi penerimaan manfaat bagi

desa/kelurahan yang melakukan penyimpangan terhadap pelaksanaan

program. Disamping itu, pemerintah daerah juga harus melakukan sosialiasi

kepada seluruh para pemangku kepentingan terhadap program pembangunan

rehab rumah berbasis RT. Konsistensi pelaksanaan juklak-juknis sangat

dibutuhkan untuk memastikan dan menjamin program rehab rumah telah

berjalan sesuai dengan aturan main yang telah ditetapkan (on the track).

Ketiga, prinsip-prinsip tata kelola program, seperti partisipasi,

transparansi dan akuntabilitas perlu untuk diterapkan secara optimal.

Termasuk dalam konteks ini adalah wadah dan mekanisme komplain terhadap

pelaksanaan program harus dapat tersedia—sehingga masyarakat yang

merasa tidak puas atau menduga adanya praktek penyimpangan atas

Page 73: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

pelaksanaan program dapat menyalurkan aspirasi dan keluhannya secara

benar.

Keempat, proses perencanaan, khususnya terkait dengan kelompok

penerima manfaat selain dilakukan melalui melakukan pendataan dibutuhkan

pula adanya mekanisme pengambilan keputusan secara terbuka dan bersama.

Misalnya, sebelum menetapkan siapa-siapa saja calon penerima program,

pemerintah desa mengumumkan daftar nama-nama calon penerima program,

membuka ruang bagi masyarakat setempat untuk memberikan penilaian dan

tanggapan balik atas hasil pendataan yang telah dilakukan oleh RT, dan jika

dibutuhkan pengambilan keputusan terkait dengan kelompok penerima

manfaat program dilakukan melalui musyawarah dan kesepakatan bersama,

sehingga praktek dugaan kesalahan kelompok sasaran penerima program dan

kecurigaan-kecurigaan warga atas program dapat semakin berkurang,

disamping itu diharapkan dengan adanya ketersediaan data dan informasi

secara terbuka masyarakat setempat juga dapat melakukan pengawasan

terhadap pelaksanaan program rehab rumah.

Kelima, pada tahap pelaksanaan program dibutuhkan adanya suatu

pengawasan yang ketat terhadap program dan koordinasi yang kuat, terlebih

lagi pada program rehab rumah di daerah lingkar tambang—yang selama ini

juga menerima program rehab rumah dari PT.NNT. Double account maupun

duplikasi anggaran berpotensi terjadi dan peluang terhadap penyimpangan

anggaran juga semakin terbuka karena selama ini pula dalam program rehab

rumah yang dilaksanakan oleh PT.NNT dilakukan oleh Pemerintahan Desa

setempat. Koordinasi program rehab rumah yang dilaksanakan oleh Pemrintah

daerah dan PT.NNT menjadi sangat penting untuk dilakukan mengingat

tingkat kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap alokasi jumlah penerima

manfaat program dari tahun ke tahun terus meningkat. Disamping itu

pemerintah daerah perlu pula melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat,

khususnya departeman terkait yang membidangi pembangunan perumahan

rakyat sehingga diharapkan dimasa mendatang program pembangunan rehab

rumah tidak hanya bertumpuh pada ketersediaan fiskal daerah melainkan pula

bantuan pemerintah pusat baik melalui DAK maupun dalam bentuk lainnya,

Page 74: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

termasuk dalam konteks ini adalah mencari terobosan baru dengan cara

menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga donor internasional, seperti

USAID, UNDP, Ford foundation, JICA, Kedutaan-kedutaan dan sebagainya

untuk memperoleh dana bantuan hibah atau grant program.

Keenam, pertanggungjawaban, pengawasan dan evaluasi

pelaksanaan program rehab rumah kedepan harus ditingkatkan, khususnya

pertanggungjawaban pemerintahan desa kepada masyarakat setempat. Dalam

konteks pemantauan/pengawasan dan evaluasi perlu ada pelibatan langsung

kelompok penerima manfaat program sehingga dapat diketahui tingkat

dampak dan manfaat atas program yang dijalankan. Disamping itu,

pemerintah daerah juga perlu untuk mendokumentasikan dan

mempublikasikan hasil-hasil capaian keberhasilan dari program rehab rumah

sehingga dapat diketahui oleh publik secara luas dan dapat menjadi sarana

untuk memperoleh perhatian atau daya tarik bagi para pihak untuk membantu

pelaksanaan program. Minimnya publikasi program selama ini ternyata telah

menyebabkan banyak pihak yang belum banyak memahami program rehab

rumah, termasuk dalam konteks ini adalah para stakeholders di daerah.

Padahal dari sisi inisiasi dan inovasi program ini telah menginspirasi daerah

lainnya di Indonesia untuk melakukan replikasi. Melalui publikasi inipula

diharapkan promosi daerah KSB akan semakin dikenal luas dan dapat menjadi

salah satu kabupaten percontohan di Indonesia.

4.2.2. Pemberdayaan Masyarakat dan RT melalui pemberian Dana

Dukungan (Stimulan RT)

4.2.2.1. Latar Belakang, Tujuan dan Sasaean Dana Stimulus RT

Untuk menggairahkan semangat gotong royong dan swadaya

masyarakat sekaligus penguatan kelembagaan RT, pemerintah daerah KSB

telah menyediakan dana dukungan pemberdayaan masyarakat (stimulan RT)

kepada masing-masing RT, dana tersebut dapat digunakan RT bersama warga

lingkungan untuk dikelola sebagai dana pembangunan berdasaran kebutuhan

dilingkungan RT. Dari data yang ada jumlah dana stimulan yang diberikan

Page 75: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

pemerintah daerah sumbawa barat dari tahun ke tahun terus mengalami

peningkatan. Pada tahun 2006-2007 dana stimulan yang diterima RT sebesar

Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah), pada tahun 2008-2010 ditingkatkan menjadi

Rp.1.400.000 (satu juta empat ratus ribu rupiah) per RT. tahun 2010 ini

tercatat sekitar 715 (tujuh ratus lima belas) RT yang menerima dana stimulan.

Adapaun mengenai bentuk dan jenis dari kegiatan yang dibiayai dari dana

dukungan pemberdayaan masyarakat adalah sebagai berikut :

1. Kegiatan musyawarah rencana pembangunan RT atau

musyawarah pertanggungjawaban, dengan alokasi dana Rp.

150.000 (seratus lima puluh ribu rupiah)

2. Biaya administrasi sebesar Rp. 50.000 (lima puluh ribu rupiah)

3. Kegiatan pembangunan/perbaikan sarana prasarana lingkungan

yang dapat memberikan manfaat langsung, alokasi dananya

sebesar Rp. 1.200.000 (satu juta dua ratus ribu rupiah)

Sebelum pemerintah daerah menyalurkan dana stimulan RT,

pengurus RT sebelumnya melakukan beberapa hal: Pertama, menyusun

rencana kegiatan bersama warga. Kedua, menyampaikan rencana kegiatan

(skala prioritas) kepada BPM Sumbawa Barat dengan melampirkan Rencana

Penggunaan Anggaran, Daftar hadir peserta rapat, serta Surat pernyataan

penggunaan dana dukungan. Sedangkan tugas BPM selanjutnya memverifikasi

dan menentukan kelayakan rencana pengajuan kegiatan, setelah dinyatakan

layak maka BPM mencairkan anggarannya ke rekening Desa/Kelurahan setelah

kepala desa/kelurahan bersama RT menandatangani surat perjanjian

kerjasama, berita acara serah terima, dan surat pernyataan.

Dari hasil investigasi dilapangan ternyata penggunaan atau

pemanfaatan dana stimulan RT oleh masing-masing RT pada masing-masing

desa/kelurahan berbeda-beda hal ini sangat tergantung dari hasil

rembug/musyawarah warga lingkungan; dari temuan dilapangan pemanfaatan

dana misalnya, adalah diperuntukkan untuk pembelian sound system, genset,

kursi, pengadaan lampu jalan, pengerasan gang, pembuatan deker jembatan,

dll. Salah satu contoh penggunaan dana stimulan yang dilaksanakan warga RT

pada kelurahan Bugis Kecamatan Taliwang pada tahun 2009 antara lain :

Page 76: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

RT Jenis Kegiatan Realisasi Anggaran

01 Pembuatan Meja pimpong, Pembelian Kursi, Biaya rapat , Administrasi

Rp. 1.518.000

02 Biaya rapat, Perbaikan gang lingkungan, Adminitrasi, Rp. 1.638.000 03 Pengadaan cangkul, sekop, terpal, mikrofon, tali

tambang, perbaikan selokan, biaya rapat dan administrasi

Rp. 1.733.000

04 Pembelian tanah urug, terpal, biaya rapat dan administrasi

Rp. 1.694.000

Sumber data : Laporan pertanggunjawaban Dana Stimulan PBRT Kel. Bugis Kec. Taliwang

Bantuan dana dukungan pemberdayaan masyarakat (dana stimulan)

RT ini ternyata cukup berhasil dalam merangsang dan membuka partispasi

warga dalam membangun lingkungan sesuai kebutuhan warga. Bantuan

pemberdayaan tersebut relatif dimanfaatkan secara maksimal untuk

kepentingan warga setempat, seperti pembelian terop atau kursi yang

digunakan untuk acara-acara perkawinan, kegiatan ibadah, takziah, perbaikan

gang jalan lingkungan atau pembelian tanah urug, turut membantu upaya

pemerintah meringankan pengerjaan/percepatan proyek pembangunan

didaerah.

Keuntungan ganda (multiplayer effec) yang diperoleh dengan

adanya bantuan pemberdayaan ini adalah warga lingkungan ikut terlibat

sebagai perencana (merumuskan), pelaksana, mengawasi serta menerima

manfaat langsung dari hasil perencanaan musyawarah antar sesama warga.

Terutama jika proyek pemerintah daerah yang bernilai Rp. 50 s/d Rp. 100 juta

dikelola langsung desa/kelurahan, maka bisa dibayangkan

manfaat/keuntungan yang dapat diperoleh baik oleh pemerintah daerah

maupun pemerintah desa/kelurahan.

4.2.2.2. Kelemahan dan Tantangan Pemberdayaan Masyarakat

melalui Dana Stimulus RT

Salah satu kelemahan dan tantangan yang dihadapi dalam

pengembangan program dana stimulan RT adalah pada aspek management

pengelolaan. Pertama, beberapa RT ditemukan proses pengelolaan dana

Page 77: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

stimulan, pemanfaatan dan peruntukkannya ditetapkan sendiri oleh Pengurus

RT, bahkan disejumlah desa masih ditemukan penetapan pemanfaatan dana

stimulan RT hanya oleh seorang Ketua RT.

Kedua, dana stimulant RT tersebut dirasakan masih belum cukup

memenuhi kebutuhan pembangunan di lingkungan RT, khususnya lagi dalam

konteks pembangunan infrastuktur, seperti gang, perbaikan saluran irigasi dan

sebagainya. Dan sejauh ini belum ada upaya untuk dilakukan upaya

pengembangan kerjasama antar RT. Khususnya terkait dengan pembangunan

sarana infrastuktur yang menghubungkan RT satu dengan RT lainnya, seperti

pembuatan jalan atau pembangunan sarana irigasi. Sehingga pelaksanaan

program tidak mampu menjangkau skala dalam bentuk yang lebih besar.

Persoalan koordinasi antar RT dan koordinasi program pemanfaatan dana

stimulan RT belum maksimal berjalan di tingkat RT, semantara itu fungsi dan

peran Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM) dalam memfasilitasi proses

terselenggaranya kerjasama antar RT masih sangat lemah. Keberadaan RW

sebagai wadah pemersatu RT sekaligus wadah bersama belum dapat

dimanfaatkan, begitupun dengan peran dan fungsi pemerintahan desa,

khususnya Pemdes dan BPD serta LPM terlihat belum optimal dalam

memfasilitasi terselenggaranya pelaksanaan dana stimulan secara baik,

minimnya supervisi dari pemerintahan desa maupun kecamatan selama ini

juga menjadi kelemahan dan tantangan pelaksanaan program. Bahkan,

banyak pemerintahan desa dan camat yang tidak mengetahui penggunaan

dan pemanfataan dana stimulan. Praktek lainnya yang ditemukan dilapangan

adalah masih adanya upaya untuk “mensunat” dana program oleh Kades,

seperti yang terjadi di Sekongkang Bawah. Sejumlah RT mengeluhkan

pemotongan dana yang dilakukan Rp.100.000/RT oleh Pemerintah Desa—

dengan alasan proses pengelolaan dana stimulan RT membutuhkan biaya

administrasi dan transportasi.

Dari hasil studi yang dilakukan oleh LEGITIMID juga menemukan

selaian dihadapkan pada berbagai masalah dan tantangan sebagaimana di

atas adalah terkait dengan meningkatnya jumlah RT pemekaran. Sejak

Pembangunan berbasis RT dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah (2007),

Page 78: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

muncul kecendrungan jumlah RT di setiap desa/kelurahan semakin meningkat

terlebih lagi dengan meningkatkan jumlah pemekaran desa dan kelurahan

yang terjadi saat ini. Dengan bertambahnya jumlah RT tentu berimplikasi

terhadap ketersediaan pembiayaan atau alokasi anggaran dana stimulan RT di

masa mendatang.

4.2.2.3. Rekomendasi Arah Kebijakan Dana Stimulus RT

Kebijakan pemberian dana stimulan bagi RT ternyata dirasakan cukup

bermanfaat, bukan hanya pada kelembagaan RT melainkan masyarakat,

melalui dana stimulan RT itupula kelembagaan RT nampak mulai tumbuh,

bangkit dan berkembang. Namun, demikian beberapa kelemahan dan

tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan program dana stimulan RT pun

semakin meningkat. Oleh sebab itupula perlu dilakukan langkah antisipasi

sekaligus penyempurnaan pelaksanaan dana stimulan, antara lain meliputi;

pertama, penataan kelembagaan dan kinerja RT. Penataan kelembagaan

ditujukan pada sejumlah kelembagaan RT yang menunjukkan capaian kinerja

dan prestasi yang buruk serta para pengurus RT tidak aktif dan kurang cukup

akomodatif terhadap kebutuhan masyarakat. Kedua, dibutuhkan adanya

penguatan kapasitas kelembagaan RT, khususnya terhadap keberadaan

sejumlah RT yang memiliki kapasitas yang tergolong rendah dalam memahami

tupoksi sebagai RT namun pengurus RT tersebut mmeiliki komitmen untuk

memajukan lingkungannya. Ketiga, sejauh ini peran KPM (Kader

Pemberdayaan Masyarakat) pada sejumlah desa dan kelurahan menunjukkan

prestasi kerja yang buruk, bahkan KPM tidak menunjukkan jati diri dan

komitmennya sebagai tenaga pendamping RT. Oleh karen itulah dimasa

mendatang perlu dilakukan pula penataan terhadap KPM dan penilaian

prestasi KPM secara objektif. Pemerintah daerah harus memiliki report

penilaian terhadap seluruh KPM yang bekerja dalam PBRT. Keempat, perlu ada

penegakkan dan penerapan sanksi yang tegas terhadap para pelaku yang

melakukan penyimpangan. Kelima, perlu ada peningkatan koordinasi antar

stakholders khususnya antara RT dengan organisasi sosial kemasyarakatan

lainnya yang ada di tingkat kelurahah dan desa. Pemerintah daerah juga perlu

Page 79: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

untuk melakukan koordinasi program rehab rumah dengan PT.NNT-yang

selama ini pula telah melaksanakan program rehab rumah tidak layak huni dan

sehat-sehingga segala keterbatasan khususnya terkait dengan program dan

kegiatan dapat diantisipasi oleh pemerintah daerah. Pemerintah Daerah KSB

juga perlu pula untuk mendorong sektor swasta, khususnya agar pihak

perusahaan (PT.NNT) agar dapat lebih bersifat terbuka dalam pengelolaan

dana CSR-Comdev.

4.2.3. Program Stimulus Ekonomi untuk Usaha Mikro Kecil Menengah

dan Koperasi Berbasis RT (KBRT)

4.2.3.1. Latar Belakang, Tujuan dan Sasaran KBRT

Dalam rangka memperluas

kesempatan kerja, peluang

berusaha, serta mengatasi

pengangguran dan meningkatkan

kesejahteraan ekonomi

masyarakat, pemerintah daerah

menumbuhkembangkan Usaha

Mikro Kecil Menengah (UMKM)

dan Koperasi di Kabupaten

Sumbawa Barat bekerjasama dengan perbankan sebagai penyedia dana

usaha. Sebuah rencana pembangunan ekonomi daerah yang lebih maju dan

berkeadilan. Program yang berlandaskan asas kekeluargaan dan gotong

royong masih tetap yang utama dan terus dikembangkan didaerah pariri lema

bariri.

Pada tahun 2009 lalu, pemerintah daerah sumbawa barat me-

launching pendirian 720 unit Koperasi Berbasis RT yang tersebar di 37 Desa

meliputi delapan kecamatan se-KSB. Dan sebagai dana awalnya Pemkab

Sumbawa Barat mengalokasikan dari dana ABPD sebesar Rp. 10 Milyar

sebagai dana stimulus. Masing-masing KBRT memperoleh dana stimulus

Page 80: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

sebesar Rp. 10 Juta4. Pendirian KBRT ini bertujuan untuk mendekatkan

ekonomi masyarakat yang diharapkan bisa menumbuhkembangkan wirausaha

baru bagi masyarakat ekonomi menengah kebawah5. Dasar pembentukan

Koperasi Berbasis RT (KBRT) telah didukung oleh SK Bupati Nomor 17 Tahun

2010 tentang petunjuk pelaksanaan program dana stimulus.

Atas komitmen penuh Bupati Sumbawa Barat terhadap

pembangunan ekonomi masyarakat melalui koperasi, maka pada tahun 2010

ini Bupati Sumbawa Barat DR KH Zulkifli Muhadli, SH,MM menerima

penghargaan Satya Lencana Wira Bhakti Koperasi dari Presiden RI.

Penghargaan yang sama juga diberikan oleh Menteri Negara Koperasi dan

UMKM RI sebagai kabupaten penggerak koperasi dengan nama penghargaan

Paramadhana Madya Koperasi.

Berdasarkan Peraturan Bupati No. 5 Tahun 2010 tentang Program

Stimulus Ekonomi untuk Mikro Kecil Menengah dan Koperasi Kerjasama

Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat dengan Perbankan, jenis usaha

ekonomi produktif yang dilakukan oleh pelaku UMKM dan Koperasi adalah

sebagai berikut :

• Usaha pada sektor pertanian seperti, pertanian tanaman pangan,

perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan-kelautan

• Usaha pada sektor pertambangan, energi, gas dan air bersih

seperti pertambangan rakyat, energi terbarukan, gas dan air

bersih.

• Usaha pada sektor industri/agroindustri seperti aneka jenis

industri, non pertanian, home industri.

4 Penyerahan dana Stimulus secara resmi dilakukan Pemkab Sumbawa Barat melalui Dinas

Perindustrian Perdagangan Koperasi (Perindagkop) dan UMKM pada hari senin tanggal 19 April 2010 jumlah dana stimulus yang diserahkan berjumlah sebesar Rp.13 miliar kepada 720 Koperasi Berbasis Rukun Tetangga (KBRT) se KSB. Dalam Acara penyerahan ini disaksikan pula Prof.DR.H. Sri Edy Swasono Nitidiningrat.

5 Dalam sambutan pada acara penyerahan dana stimulus, Drs.H.Amrullah Ali, SH.MH mengatakan bahwa Penciptaan KBRT tersebut merupakan salah satu kepedulian Pemkab terhadap program peningkatan kesejahteraan masyarakat, karena penyaluran dana stimulus melalui koperasi yang dikelola oleh masing-masing RT tersebut dinilai memiliki peran,fungsi yang sangat startegis dalam mendongkrak perekonomian rakyat, terutama petani, nelayan dan para pedagang ekonomi menegah kebawah, “Dana Stimulus yang disalurkan melalui masing-masing RT se KSB ini, merupakan salah satu langkah Pemkab dalam membantu peningkatan dan pendapatan perekonomian rakyat, karena bertujuan sebagai badan usaha yang dapat menaungi serta mempersatukan rakyat kecil dalam meningkatkan kesejahteraan,” jelasnya.www.sumbawanews.com

Page 81: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

• Usaha pada sektor perhubungan, telekomunikasi, informasi, dan

komputer seperti perbengkelan, tehnologi informasi, komputer dan

sebagainya.

• Usaha pada sektor perdagangan, koperasi, pariwisata, hotel dan

restoran seperti, usaha dagang/warung dan sebagainya

• Usaha pada sektor keuangan dan jasa lainnya seperti lembaga

keuangan mikro, simpan pinjam, BUMDes, dan usaha jasa lainnya.

Melihat peluang dan kesempatan diatas UMKM dan KBRT sangat

mumpuni didayagunakan untuk mencapai perkembangan sosial ekonomi

daerah yang mantap (steady social economic growth), dan perluasan

kesempatan kerja.

4.2.3.2. Kelemahan dan Tantangan KBRT

Terkait dengan implementasi program KBRT di Sumbawa Barat, dari

hasil studi menemukan beberapa permasalahan yang berkembang, antara

lain;

1. Tidak jelasnya rencana usaha yang akan dikembangkan oleh masing-

masing KBRT. Sebagian besar KBRT yang telah terbentuk sejauh ini

belum jelas jenis usahanya bahkan banyak KBRT yang pasif atau tidak

mengetahui usaha apa yang harus dikembangkan?

2. Sebagian besar para pengurus KBRT belum memahami tentang

kedudukan, peran dan fungsi sebagai pengurus KBRT bahkan banyak

diantara pengurus KBRT belum memahami dasar-dasar mengenai

koperasi (apa itu koperasi?).

3. Tidak jelasnya managemen KBRT, disisilain tingkat kejujuran para

pengurus KBRT, sistem koordinasi dan pengawasan sangat rendah,

sehingga beberapa KBRT yang telah terbentuk, memanfaatkan dana

stimulan KBRT bukan untuk pengembangan usaha, melainkan

didistribusikan dan dimanfaatkan hanya untuk kepentingan para

pengurus KBRT (dana KBRT dibagi-bagi kepada pengurus KBRT).

4. Secara prinsipil keberadaan KBRT adalah diperuntukkan untuk

mendorong kesejahteraan masyarakat, khususnya kelompok

Page 82: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

masyarakat miskin, namun dari hasil studi menemukan sebagian besar

kelompok masyarakat miskin merasa kesulitan untuk memperoleh

pinjaman dari KBRT yang bergerak dalam usaha simpan pinjam. Justeru

dilapangan banyak ditemukan pengurus KBRT memberikan pinjaman

hanya kepada masyarakat/individu/kelompok yang mapan atau bahkan

“pengusaha” dengan alasan karena ada jaminan mereka akan mampu

untuk membayar pinjaman yang diberikan kendatipun bukan sebagai

anggota KBRT.

5. Tidak adanya kejelasan mengenai kelompok/sasaran penerima manfaat

dan skala prioritas masyarakat penerima manfaat, sehingga para

pengurus KBRT kesulitan untuk menentukan penerima manfaat, dalam

praktek kecendrungan sebagian besar memilih untuk memberikan dana

kepada warga yang berekonomi menengah ke atas. Sehingga KBRT

belum mampu untuk mendorong peningkatan pendapatan dan

kesejahteraan bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah yang

lebih baik.

6. Pengelolaan KBRT tidak berlandaskan pada prinsip-prinsip tata kelola

koperasi yang baik, seperti management yang transparans dan

akubtabel, dan belum berjalannya mekanisme secara baik, dari hasil

studi misalnya banyak ditemukan KBRT dalam menentukan kelompok

penerima dana KBRT yang tidak melalui rapat musyawarah RT,

melainkan didasarkan atas faktor hubungan keluarga, saudara, kolega

atau orang-orang terdekat. Bahkan penggunaan dana KBRT digunakan

untuk kepentingan yang lain.

7. Belum adanya regulasi dan penegakkan sanksi yang jelas dan tegas

terhadap para pengurus KBRT yang melakukan praktek penyimpangan

atau pelanggaran dana KBRT.

8. Ketidaksiapan masyarakat dan pengurus KBRT ketika hendak

menjalankan rencana progam pemerintah seperti kemampuan

mengembangkan usaha ekonomi perdagangan, telekomunikasi,

Perkebunan dan usaha lainnya.

Page 83: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

Disamping itu, KBRT juga dihadapkan pada permasalahan pada jenis

pengembangan usaha karena jika usaha yang dikembangkan sama, misalnya

simpan pinjam, maka dengan keberadaan 720 Koperasi/masing-masing RT

tentu sulit KBRT tersebut akan berkembang karena jumlah komunitas KK yang

ada dilingkungan RT sangatlah terbatas 25 s.d.50 KK. Begitupun dengan

usaha lainnya, misalnya pengadaan sembako.

Tingginya jumlah KBRT juga akan semakin menyulitkan pemerintah

daerah dalam melakukan pengedalian program, melakukan koordinasi maupun

pengawasan atas pengelolaan dana stimulan. Membangun koperasi dalam

waktu serentak dan sangat singkat ini tentu tidaklah mudah, terlebih lagi

dengan ketersediaan kapasitas para pengurus koperasi di lingkungan RT yang

sangat terbatas.

Berbagai kelamahan dan permasalahan diatas, menjadi penting

untuk mendapat perhatian dari Pemerintah daerah, khususnya Dinas Koperasi,

Industri dan Perdagangan yang merupakan leading sektor dari program KBRT.

Karena jika tidak dapat dikembangkan secara baik, bukan hanya akan

menghabur-haburkan anggaran, melainkan akan menjadi citra buruk bagi

pemerintah daerah KSB—karena gaung KBRT dan penghargaan yang telah

diraih KBRT—jika tidak sejalan dengan capaian keberhasilan, maka publik akan

menilai program KBRT hanyalah sebatas kamuflase atau simularca politik.Oleh

karenanya, penyelesaian masalah mendasar tersebut sangat membutuhkan

upaya serius pemerintah daerah (dinas teknis).

4.2.3.3. Rekomendasi Arah Kebijakan KBRT di Masa Mendatang

Koperasi mempunyai kedudukan yang kuat dan sangat penting di dalam

rangka membangun sistem perekonomian daerah Kabupaten Sumbawa Barat

yang berbasis kerakyatan. Sebagaimana amanah dalam dalam UUD 1945

pasal 33 ayat 1 yang berbunyi “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama

berdasar atas asas kekeluargaan”. Pasal ini secara implicit jelas menunjukan

bahwa kedudukan koperasi sangat penting, karena koperasi merupakan badan

Page 84: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

usaha yang berdasarkan azas kekeluargaan tersebut. Sehingga koperasi

diyakini dapat diandalkan untuk menopang perekonomian daerah.

Sebagai salah satu pelaku ekonomi daerah bahkan nasional, koperasi

memiliki misi sebagai stabilisator ekonomi disamping sebagai agen

pembangunan. Keberadaan dan peran koperasi telah teruji dan terbukti ketika

krisis ekonomi yang melanda perekonomian nasional, semua pihak baru

tersadarkan bahwa pengelolaan ekonomi yang mengandalkan perusahaan

besar telah membuat rapuh basis ekonomi nasional. Ketika krisis moneter

terjadi, banyak perusahaan besar yang mengalami stagnasi dan terpuruk

usahanya. Namun di tengah kondisi perekonomian nasional yang lemah

tersebut ternyata usaha kecil, menengah dan koperasi masih dapat bertahan

dan menjadi tumpuan untuk berperan dalam menjalankan roda perekonomian

nasional.

Beranjak dari hal tersebut di atas, kebijakan daerah untuk membangun

dan mengembangkan koperasi sudah tepat karena melalui koperasi inilah

diharapkan koperasi benar-benar mampu menjalankan fungsi dan peranannya

dalam menggerakkan ekonomi rakyat. Namun, untuk mengatasi dan

mengantisipasi permasalahan yang berkembang sebagaimana telah diuraikan

di atas, maka pemerintah daerah perlu melakukan pembenahan

pengembangan usaha KBRT yakni menyangkut permasalahan kualitas

pengurus, partisipasi anggota, permodalan dan pengawasan.

Secara normatif pengelola (pengurus) dalam KBRT memiliki fungsi yang

amat strategis yaitu bertindak sebagai pengusaha yang menjaga

kesinambungan koperasi sebagai lembaga ekonomi yang efisien. Tantangan

yang dihadapi oleh daerah saat ini dalam konteks pembangunan KBRT adalah

terkait dengan Rendahnya kualitas dari pengurus koperasi—sebagai

seorang wirausaha dalam mengelola koperasi. Hal ini yang mengakibatkan

proses manajemen KBRT menjadi sangat lemah sehingga arah dan tujuan

yang hendak di capai KBRT sulit untuk bisa tercapai terutama dalam

peningkatan perkembangan usaha dari KBRT.

Salah satu faktor yang akan menentukan keberhasilan KBRT dimasa

mendatang adalah menyangkut pula soal manajemen. Dengan kata lain

Page 85: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

berhasil tidaknya KBRT akan sangat tergantung pada kemampuan manajemen

yang dilaksanakan oleh pengurus KBRT. Mengingat tantangan terbesar yang

dihadapi KBRT berada dalam arena persaingan global, tentu dimasa

mendatang persaingan semakin ketat, eksistensi individu, masyarakat ataupun

KBRT akan sangat ditentukan oleh keunggulan daya saing yang

berkesinambungan. Hanya dengan sumber daya manusia (SDM) yang unggul

dan mempunyai daya saing tinggi KBRT dapat mengatasi tantangan dan

memanfaatkan peluang yang ada.

Dalam konteks itulah maka penting bagi pemerintah daerah untuk ;

Pertama, meningkatkan kemampuan Pengurus KBRT sebagai wirausaha

koperasi. KBRT sebagai salah satu badan usaha yang beranggotakan orang-

seorang atau badan hukum koperasi yang melandaskan kegiatannya

berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang

berdasar atas asas kekeluargaan (Undang-Undang No. 25 Tahun 1992). Oleh

sebab itu KBRT harus dilengkapi dengan alat-alat organisasi KBRT yang

memadai, produktif dan efektif karena alat tersebut merupkan pilar-pilar yang

akan menentukan tumbuh dan runtuhnya KBRT termasuk yang akan

menentukan tercapainya atau tidaknya tujuan KBRT.

Sejauh ini Perangkat KBRT yang terdiri dari Rapat anggota, Pengurus

dan Pengawas belum berjalan efektif, bahkan banyak dari pengurus dan

anggota KBRT yang tidak memahami fungsi dan peran Rapat tersebut.

Padahal beberapa alat KBRT ini memiliki peranan penting dalam kehidupan

berkoperasi.

Kedua, mendorong terciptanya Pengeolaan KBRT yang profesional dan

bertanggung jawab, khususnya para Pengurus KBRT. Sebagai pengelola, para

pengurus KBRT memiliki tanggung jawab yang besar terhadap seluruh

anggota KBRT karena pengurus KBRT dipilih oleh anggota dalam rapat

anggota (Musyawarah RT), mereka yang telah terpilih dan dipercaya sebagai

pengelola KBRT haruslah dapat menjalankan amanah tersebut. Dari sisi

akuntabilitas pengurus KBRT terhadap anggota masih sangat rendah, bahkan

ditemukan banyak terjadi penyimpangan. Oleh sebab itu dimasa mendatang

Page 86: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

pmerintah daerah perlu mendorong adanya wadah dan mekanisnya

akuntabilitas yang ketat terhdap pengelolaan KBRT.

Ketiga, mendorong kemampuan para pengurus KBRT. Merujuk pada

pendapat Sumarsono (2003:60) yang menyatakan bahwa ada tiga syarat yang

harus dimiliki oleh seorang pengelola (manajer/pengurus) , yaitu : Managerial

skill, Technical skill dan Entrepreneur skill. Maka, penting kedepan KBRT yang

telah terbentuk dan yang akan terbentuk di masa mendatang, untuk

mensyaratkan atau mendorong terpenuhinya prasayarat diatas. Sebab

keberhasilan KBRT akan sangat ditentukan dari sejauhmanakah keahlian

kewirausahaan dalam proses pengembangan KBRT karena tanpa jiwa

wirausaha yang baik maka KBRT sulit untuk dapat berkembang. Tantangan

penting kedepan yang perlu diantisipasi dalam KBRT dimasa dimasa

mendatang adalah bagaimana para pengurus KBRT mampu untuk menjadi

seorang wirausaha.

Keempat, meningkatkan kemampuan Wirausaha para pengurus KBRT,

antara lain berupa upaya peningkatan terhadap pengetahuan mengenai

permodalan, pemasaran, manajemen usaha, teknologi, dan informasi serta

mendorong lahirnya sikap kewirausahaan seperti ; Kemauan yang kuat untuk

berkarya dengan semangat kemandirian, Kemauan dan kemampuan

memecahkan masalah dan mengambil keputusan secara sistematis termasuk

keberanian mengambil risiko usaha, Kemampuan berfikir dan bertindak kreatif

dan inovatif, Kemampuan bekerja secara teliti, tekun, dan produktif dan

mendorong adanya kemauan dan kemampuan untuk berkarya dalam

kebersamaan berlandaskan etika bisnis yang sehat. Sebab untuk menjadi

wirausaha koperasi berarti harus memiliki kemampuan dalam menemukan dan

mengevaluasi peluang-peluang, mengumpulkan sumber-sumber daya yang

diperlukan dan bertindak untuk memperoleh keuntungan dan peluang-peluang

itu.

Kelima, mendorong para pengelola KBRT memiliki sifat-sifat, jiwa dan

semangat kewirausahaan (enterprenuershup) ;

1. Capacity for hard work (Kemauan bekerja keras)

Page 87: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

Sikap kerja keras yang merupakan modal dasar untuk keberhasilan seseorang

dan dalam pelaksanaannya terdapat satu unsur yang sangat penting serta

mendukung sikap ini yaitu disiplin dalam menggunakan waktu.

2. Getting Things Done With And Through People (Bekerjasama dengan orang

lain)

Berprilaku menyenangkan bagi semua orang dan juga memiliki banyak teman

baik kalangan atas ataupun kalangan bawah serta menghindarkan

permusuhan merupakan kiat menjalin kerjasama dengan orang lain sehingga

akan memudahkan dalam mencapai keberhasilan.

3. Good Appearance (Penampilan yang baik)

Penampilan ini bukan berarti penampilan body face /muka yang elok atau

paras yang cantik, akan tetapi lebih ditekankan pada penampilan perilaku yang

baik, jujur pada siapapun.

4. Self Confidence (Yakin)

Self confidence ini diimplementasikan dalam tindakan sehari-hari dengan

melangkah pasti, tekun, sabar, tidak ragu-ragu, memiliki keyakinan diri bahwa

kesuksesan pasti akan diraih.

5. Making Sound Decision (Pandai membuat keputusan)

Sikap memiliki pertimbangan yang matang dalam memilih alternatif pilihan

dengan mengumpulkan terlebih dahulu berbagai informasi yang akurat

merupakan langkah yang terbaik dalam membuat suatu keputusan dengan

tidak ragu-ragu.

6. College Education (Mau menambah ilmu pengetahuan)

Rajin mengembangkan wawasan dengan melakukan penambahan ilmu

pengetahuan dengan cara mengikuti pendidikan tambahan yang berupa

pelatihan, kursus, penataran, membaca buku dan lain sebagainya.

Page 88: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

7. Ambition Drive (Ambisi untuk maju)

Sikap memiliki semangat tinggi, mau berjuang untuk maju, gigih dalam

menghadapi pekerjaan dan tantangan dan mampu melihat ke depan dan

berjuang untuk menggapai apa yang dicita-citakan.

8. Ability to Communicate (Pandai berkomunikasi)

Keterampilan berkomunikasi dengan cara pandai mengorganisasi buah pikiran

kedalam bentuk ucapan-ucapan yang jelas, menggunakan tutur kata yang

enak didengar dan mampu menarik perhatian orang lain, serta harus diikuti

oleh perilaku jujur dan konsisten.

Keenam, Pemerintah Daerah perlu memfasilitasi proses pemetaan

potensi sumber daya alam dan geografis serta potensi-potensi usaha yang

potensial untuk dikembangkan sebagai basis usaha PBRT, serta mendorong

adanya perencanaan usaha KBRT sehingga dimasa mendatang masing-masing

KBRT memiliki usaha dan krakteristik usaha sesuai dengan basis potensi yang

ada pada masing-masing lingkungan RT.

Ketujuh, untuk mendorong adanya kemandirian usaha KBRT melalui

upaya pendampingan (monev dan tehnical asistensi) yang dilakukan secara

massif dan sistematis terhadap proses penyelenggaraan KBRT sehingga

Kedelapan, mendorong berbagai regulasi dan kebijakan, program dan

anggaran yang memadai untuk mewujudkan KBRT yang maju dan mandiri.

4.2.4. Pemantauan Kesehatan Masyarakat Melalui Juru Pemantau

Kesehatan Masyarakat (Jumantara)

4.2.4.1. Latar Belakang, Tujuan dan Sasaran Jumantara

Juru Pemantau masyarakat (Jumantara) adalah sebuah program yang

dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses

pembangunan di bidang kesehatan. Program ini merupakan modifikasi dari

program Desa Siaga yang kemudian disesuaikan dan dikembangkan oleh

Page 89: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

pemerintah daerah KSB sesuai dengan situasi permasalahan dan potensi yang

dimiliki Kabupaten Sumbawa Barat

Dalam program Pemantauan kesehatan masyarakat ini Pemerintah

Daerah melibatkan Para Ketua Rukun Tetangga atau Tokoh Masyarakat lain

ditingkat RT untuk melakukan pemantauan, untuk dapat melakukan

pemantauan masyarakat para ketua RT dan tokoh masyarakat ini diberikan

orientasi/pelatihan guna melakukan pencatatan dan pemantauan terkait

dengan permasalahan kesehatan masyarakat di wilayahnya.

Pemantauan yang dilakukan antara lain adalah terkait dengan

penyebaran penyakit demam berdarah dan malaria, pemantauan jentik

nyamuk, Pemantauan kesehatan ibu dan anak, pemantauan masalah gizi,

pemantauan orang sakit, pemantauan kesehatan lingkungan, serta

pemantauan kewaspadaan dini permasalaham kesehatan masyarakat.

Jumantara dimaksudkan untuk mendorong kesiapan warga dan

peningkatan kapasitas warga serta kemauan warga untuk mencegah dan

mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan

kesehatan secara mandiri. Program ini telah dimulai sejak tahun 2006-2007

pengembangan Desa Siaga 100 % melalui perencanaan program Sistem Antar

Jaga (SIAGA), melibatkan 66 orang bidan diseluruh Kecamatan Se-KSB, Forum

Jumantara Kecamatan Se-KSB serta peran Kader secara bersama-sama

bergerak menyukseskan Desa SIAGA 100%. Keberhasilan pemerintah daerah

sumbawa barat dalam pengembangan desa siaga 100% dibuktikan dengan

berbagai penghargaan Desa Siaga 100%, antara lain ; Tahun 2007 berupa

penghargaan Swasti Saba Padapa (Kab/Kota Sehat Tingkat Pemantapan)

diberikan oleh Gubernur NTB, Swasti Saba Padapa (Kab/Kota Sehat) diberikan

oleh Menteri Kesehatan RI, Manggala Karya Bakti Husada Arutala diberikan

oleh Menteri Kesehatan RI. Tahun 2008 penghargaan Swasti Saba Padapa

(Kab/Kota Sehat) diberikan oleh Menteri Kesehatan RI, Manggala Karya Bakti

Husada Arutala diberikan oleh Menteri Kesehatan RI, Swasti Saba Wiwerda

diberikan oleh Gubernur NTB. Tahun 2009 penghargaan Swasti Saba Wiwerda

dari Presiden RI. Indikator keberhasilan lainnya adanya Pos Kesehatan Desa

Page 90: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

(Poskesdes) yang bertugas mengembangkan Desa Siaga. Program dan

kegiatan dalam desa SIAGA, antara lain adalah ;

Tahun 2006

1. Pelayanan kesehatan gratis

2. Brigade Mobil pelayanan kesehatan masyarakat

3. Bulletin KSB Sehat

4. Bantuan rujukan Keluarga rawan

5. Aktualisasi seni dan informasi keluarga sehat bahagia

6. Pembentukan juru pemantau kesehatan masyarakat (Jumantara)

7. Program khsusus S1 Kesehatan Masyarakat, D-III Keperawatan dan D-

III Kebidanan

Tahun 2007

1. Brigade mobil wanita pelayanan kesehatan masyarakat sebagai wujud

partisiasi aktif Dharma Wanita Kesehatan

2. Penambahan 2 puskesmas yaitu puskemas tano dan brang ene

3. Peningkatan status Puskesmas Taliwang menjadi Puskesmas Perawatan

Plus, serta Pukesmas Seteluk dan Puskemas Maluk menjadi Puskesmas

Perawatan

Tahun 2008

1. Pemantapan 100% Desa siaga di kabupaten sumbawa barat

2. Pengadaan ambulance desa sebagai solusi alternatif transportasi

kesehatan masyarakat pedesaan

3. Pembentukan TFC (Therapiutic Feeding Center) untuk mnjawab

persoalan kasus gizi buruk

4. Pembangunan poskesdes

Tahun 2009

1. Pencanangan P4K Plus

2. Pembentukan PAM (Physical Asset Management Center)

3. Penetapan Eliminasi Malaria 2015 (lebih cepat 5 Tahun dari target

nasional)

Page 91: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

4. Launching Rumah Tangga Sehat Berbasis Rukun Tetangga (RTS-BRT)

Tahun 2010

1. Ambulance Gratis

2. Pembangunan Puskesmas Tongo

4.2.4.2. Kelemahan dan Tantangan Program Jumantara

Persoalan ketersediaan, keterjangkauan dan kesetaraan pelayanan

kesehatan masih menjadi tantangan dan kendala bagi Pemda KSB untuk

menjangkau pelayanan kesehatan bagi daerah-daerah terpencil. Penyediaan

program Brimob Yankesmas oleh Pemda KSB yang diperuntukkan bagi

masyarakat didaerah terpencil seperti Talonang, Rarak Ronges, Mataiyang

ataupun Desa Mantar, belum menunjukkan hasil yang significan. Intensitas

kunjungan Brimob Yankesmas ke daerah tersebut relatif masih rendah,

padahal pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh Brimob Yankesmas

sangat membantu warga untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dasar yang

layak. Sementara fasilitas kesehatan berupa peralatan dan obat-obatan

diwilayah terpencil hanya dilengkapi dengan peralatan seadanya. Kelemahan

lainnya adalah, kurangnya ketersediaan tenaga kesehatan yang bertugas di

daerah terisolir, juga berdampak pada buruknya kualitas pelayanan kepada

masyarakat.Tentu akan sangat menyulitkan bagi pasien yang harus

mendapatkan pelayanan secara cepat dan tepat.

Jumlah Kunjungan Brimob-Yankesmas selama 5 Tahun (2006-2010)

Tahun Jumlah Daerah

2006 6 Kali Talonang, Rarak Ronges, Mataiyang, Mantar

2007 8 Kali SDA 2008 8 Kali SDA 2009 8 Kali SDA

2010/Mei 3 Kali SDA Total Kunjungan 33 Kali Sumber data: Edisi Khusus KSB Sehat tahun 2010

Page 92: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

Persoalan lainnya adalah lemahnya sosialisasi terpadu seluruh program

pemerintah terhadap Ketua RT berdampak pada minimnya pemahaman Ketua

RT untuk menjalankan Program Desa Siaga atau Jumantara dilingkungan

warganya. Bahkan untuk memberikan pemahaman kepada warga lingkungan,

banyak RT yang belum untuk melakukan pemantauan karena minimnya upaya

penguatan kapasitas dan pemberdayaan dibidang kesehatan untuk para

pengurus RT.

4.2.4.3. Rekomendasi Arah Kebijakan Jumantara di masa mendatang

Dimasa mendatang perlu ada upaya antara lain adalah ; pertama, untuk

peningkatan kapasitas dan pendampingan secara intens, bukan hanya kepada

para Ketua RT melainkan pula kepada seluruh para Pengurus RT, sehingga

secara kelembagaan proses dan kinerja pemantauan kesehatan masyarakat,

bukan hanya dapat dilakukan oleh Ketua RT melainkan pula para pengurus

RT. Sehingga manakala para Ketua RT tidak dapat melaksanakan proses

pemantauan, maka ada pengurus RT lainnya yang dapat melakukan kerja

tersebut. Kedua, perlu ada koordinasi antara Dinas Kesehatan dengan Badan

Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa agar pelaksanaan program

SIAGA-Jumantara dapat terintegrasikan dengan PBRT. Ketiga, perlu ada

sistem informasi kesehatan yang terintegrasi, berjenjang dan sistematis

sebagai sarana untuk memperkuat upaya pencegahan dan penanggulangan

kesehatan masyarakat secara dini dan tepat. Keempat, perlu ada peningkatan

optimalisasi dan akselerasi program kesehatan bagi daerah-daerah terpencil,

antara lain; adalah peningkatan pelayanan Brimob Yankes, peningkatan

ketersediaan pelayanan kesehatan di daerah terpendil, peningkatan

ketersediaan obat-obatan bagi daerah terpencil. Kelima, perlu ada Indeks

Kepuasan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (IKM) dan standar pelayanan

kesehatan masyarakat (SPM) yang jelas untuk mengukur tingkat keberhasilan

pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat.

Page 93: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

4.2.4. Pemberdayaan Sarjana Mengganggur Melalui Pemberdayaan

sebagai Kader Pemberdayaan Masyarakat

4.2.4.1. Latar Belakang, Tujuan dan Sasaran KPM

Program ini bertujuan untuk mendorong agar para sarjana yang masih

menganggur yang ada di masing-masing desa dapat produktif untuk

memajukan desa/kelurahannya melalui pemberdayaan masyarakat. Program

ini sekaligus dimaksudkan pula untuk membuka peluang dan kesempatan bagi

para sarjana untuk bekerja—mengabdikan dirinya kepada masyarakat untuk

mensejahterakan dan memajukan desa/kelurahannya. Pada awal Program

Pemerintah Daerah (tahun 2007) telah merekrut sebanyak 44 Desa/Kelurahan,

mereka ditempatkan di masing-masing desa sebagai Pendamping Program

PBRT.

Para Pendamping RT ini pada awalnya disebut dengan Tenaga Kerja

Sukarela Terdidik (TSKT) dan kemudian seiring dengan berlakunya Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 7 tahun 2007 tentang Kader Pemberdayaan

Masyaraat, TKST berubah menjadi KPM. Peran dan fungsi utama KPM adalah

melakukan proses pendampingan PBRT, khususnya pemberdayaan bagi

masyarakat miskin, antara lain ; (a) merancang program perbaikan kehidupan

sosial ekonomi, politik dan budaya masyarakat (b) memobilisasi sumber daya

setempat (c) memecahkan masalah sosial, ekonomi dan politik yang ada di

masyarakat (d) menciptakan atau membuka akses bagi pemenuhan kebutuhan

masyarakat miskin dan (e) menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang

relevan dengan konteks pemberdayaan masyarakat dalam PBRT.

KPM sebagai fasilitator diharapkan mampu untuk memberikan motivasi,

kesempatan, dan dukungan bagi masyarakat miskin, seperti melakukan

mediasi dan negosiasi, memberi dukungan, membangun konsensus bersama,

serta melakukan pengorganisasian dan pemanfaatan sumber yang ada. KPM

sebagai Pendidik diharpkan dapat memberikan masukan positif dan direktif

berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya serta bertukar gagasan dengan

pengetahuan dan pengalaman masyarakat yang didampinginya,

membangkitkan kesadaran, menyampaikan informasi, menyelenggarakan

Page 94: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat dan beberapa tugas lainnya yang

berkaitan dengan peran sebagai pendidik.

KPM sebagai Perwakilan masyarakat diharapkan dapat berperan

memfasilitasi terjadinya proses interaksi antara pendamping dengan lembaga-

lembaga eksternal atas nama dan demi kepentingan masyarakat

dampingannya, mencari sumber-sumber, melakukan pembelaan,

menggunakan media, meningkatkan hubungan masyarakat, dan membangun

jaringan kerja. Singkatnya, dalam PBRT, KPM iharapkan mampu sebagai

‘manajer perubahan” yang mampu ;

1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi

masyarakat miskin berkembang secara optimal. Kehadiran TKST

diharapkan mampu untuk membebaskan masyarakat miskin dari sekat-

sekat kultural dan struktural yang menghambat.

2. Memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat

miskin dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-

kebutuhannya. Peran TKST dalam kerangka ini adalah mendorong

adanya tumbuh dan berkembangnya segenap kemampuan dan

kepercayaan diri masyarakat miskin yang menunjang kemandirian

mereka.

3. Melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah agar tidak

tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan yang

tidak seimbang (apalagi tidak sehat) antara yang kuat dan lemah, dan

mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok

lemah atau singkatnya menghapus segala jenis diskriminasi dan

dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil.

4. Memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat miskin mampu

menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya. TKST berperan

untuk menyokong masyarakat miskin agar tidak terjatuh ke dalam

keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan.

5. Memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan

distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat.

Page 95: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

Dalam konteks ini TKST harus dapat mendorong adanya keselarasan

dan keseimbangan yang menjamin dan memungkinkan setiap orang

memperoleh kesempatan berusaha.

Adapun tugas dari TKST dalam PBRT diantaranya, adalah ;

1. Melakukan penguatan kapasitas baik secara individu maupun

kelembagaan kepada Ketua RT, Pemerintah dan Perangkat Desa, dan

warga setempat melalui pendidikan/pelatihan, diskusi komunitas,

pengembangan media informasi dan lainnya agar masyarakat memiliki

kemampuan dalam proses pembangunan ;

2. Memfasilitasi proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan

evaluasi pembangunan secara partisipatif yang dimulai dari tingkat RT

hingga desa secara periodik dan berkelanjutan ;

3. Merumuskan dan mendorong Sistem Informasi Orang Susah (SIOS)

yang efektif dan menemukan metode yang efektif untuk dikembangkan

di tingkat komunitas ;

4. Melakukan pendataan dan updating kependudukan secara rinci dan

melakukan analisis atas data tersebut, serta merumuskannya dalam

rencana pengembangan pembangunan RT ;

5. Memperkuat upaya peningkatan kesehatan masyarakat dengan cara

membantu dan bekerjasama dengan seluruh tenaga media baik di

tingkat desa, kecamatan maupun kabupaten ;

6. Mendorong partisipasi warga untuk mewujudkan upaya pengembangan

gerakan sejuta pohon melalui pendidikan kesadaran lingkungan,

pemantauan lingkungan dan pengembangan kemitraan dengan pihak

lain ;

7. Merumuskan potensi pembangunan dimasing-masing RT, termasuk

potensi home indutsri ditiap RT yang dapat dikembangkan dimasa

mendatang ;

8. Meningkatkan kesadaran pendidikan formal maupun informal untuk

mendukung proses percepatan peningkatan Sumber Daya Manusia di

KSB melalui pengembangan pendidikan.

Page 96: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

9. Mengkooordinasikan , menisnergiskan dan mengintegrasikan seluruh

sektor pembangunan yang ada di masing

dalam program pembangunan RT

10. Mendorong peran serta masyarakat dalam proses pembangunan mulai

dari tingkat RT,

11. Menyampikan laporan secara periodik perkembangan keadaan dan

siatusi dimasing

updating dan analisis data secara sistematis dan berkelanjutan.

12. dan tugas lainnya.

4.2.4.2.Kelemahan dan tantangan

Berdasarkan hasil studi menemukan

pendampingan PBRT masih sangat lemah, bahkan dari hasil survey terkait

dengan kepuasan masyarakat

ketidakpuasan masya

melakukan proses pendampingan PBRT. Berikut tabel hasil survey tingkat

kepuasan masyarakat atas kinerja KPM

Sumber : Data diolah dari hasil survey LEGITIMID KSB 2010dilakukan secara acak pada 8 kecamatan

Kekecewaan dan ketidakpuasan masyarakat atas kinerja KPM dalam

melakukan proses pemberdayaan masyarakat dan proses pendampingan pada

Program PBRT ini antara lain adalah terkait d

TINGKAT KEPUASAN MASYARAKAT ATAS KINERJA KPM

Sangat Puas

Tidak Puas

Tidak menjawab

Mengkooordinasikan , menisnergiskan dan mengintegrasikan seluruh

sektor pembangunan yang ada di masing-masing RT untuk dirumuskan

dalam program pembangunan RT

Mendorong peran serta masyarakat dalam proses pembangunan mulai

dari tingkat RT, RW, Dusun, Desa dan seterusnya.

Menyampikan laporan secara periodik perkembangan keadaan dan

siatusi dimasing-masing RT yang ada disetiap desa serta melakukan

updating dan analisis data secara sistematis dan berkelanjutan.

dan tugas lainnya.

Kelemahan dan tantangan Kinerja KPM

Berdasarkan hasil studi menemukan kinerja KPM dalam proses

pendampingan PBRT masih sangat lemah, bahkan dari hasil survey terkait

masyarakat atas kinerja KPM menunjukkan

masyarakat atas kinerja yang dilakukan oleh KPM dalam

melakukan proses pendampingan PBRT. Berikut tabel hasil survey tingkat

kepuasan masyarakat atas kinerja KPM.

Sumber : Data diolah dari hasil survey LEGITIMID KSB 2010. Jumlah reponden 250. Metode sampling dilakukan secara acak pada 8 kecamatan

Kekecewaan dan ketidakpuasan masyarakat atas kinerja KPM dalam

melakukan proses pemberdayaan masyarakat dan proses pendampingan pada

Program PBRT ini antara lain adalah terkait dengan ; (1). Inisiasi dan

10; (4%) 12;( 5%

41; (16%)

65; (26%)85; (34%)

35; (14%) 2; (1%)

TINGKAT KEPUASAN MASYARAKAT ATAS KINERJA KPM

DALAM PBRT

Sangat Puas Puas Cukup Puas

Tidak Puas Mengecewakan Sangat Mengecewakan

Tidak menjawab

Mengkooordinasikan , menisnergiskan dan mengintegrasikan seluruh

masing RT untuk dirumuskan

Mendorong peran serta masyarakat dalam proses pembangunan mulai

Menyampikan laporan secara periodik perkembangan keadaan dan

masing RT yang ada disetiap desa serta melakukan

updating dan analisis data secara sistematis dan berkelanjutan.

kinerja KPM dalam proses

pendampingan PBRT masih sangat lemah, bahkan dari hasil survey terkait

atas kinerja KPM menunjukkan kekecewaan dan

rakat atas kinerja yang dilakukan oleh KPM dalam

melakukan proses pendampingan PBRT. Berikut tabel hasil survey tingkat

Jumlah reponden 250. Metode sampling

Kekecewaan dan ketidakpuasan masyarakat atas kinerja KPM dalam

melakukan proses pemberdayaan masyarakat dan proses pendampingan pada

engan ; (1). Inisiasi dan

5%)

TINGKAT KEPUASAN MASYARAKAT ATAS KINERJA KPM

Sangat Mengecewakan

Page 97: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

kretaifitas KPM dalam melakukan pendampingan PBRT. Sebagian besar Para

Ketua RT menegeluhkan KPM karena inisiatif KPM dan kreatifitas KPM yang

rendah dalam menginisiasi berbagai ide/gagasan program/kegiatan, termasuk

mengekseskuis program/kegiatan yang seringkali meninggu atau pasif, bahkan

di beberapa desa ditemukan KPM seringkali tidak berada di tempat untuk

melaksanakan program/kegiatan. Padahal, menurut masyarakat seyogyanya

KPM berada terdepan pada setiap program/kegiatan PBRT. Seperti misalnya,

dalam kegiatan gotong royong yang ada di lingkungan RT/Desa/Kelurahan,

maupun kegiatan lainnya seperti ; Musyawarah RT. (2) KPM tidak melakukan

sosialiasikan program PBRT kepada masyarakat, dan kurang mampu

memahami program PBRT, bahkan interaksi dan beritengrasi KPM dengan

masyarakat sangat rendah sehingga selain masyarakat tidak memahami

agenda kegiatan tahunan PBRT, ternyata masih banyak masyarakat yang tidak

mengetahui keberadaan dan peran KPM dalam PBRT (3). Tidak ada proses

pemetaan sosial dan pendampingan sosial yang dilakukan oleh para KPM

secara intens kepada masyarakat yang merupakan wilayah dampingannya,

sehingga data dan informasi yang komperehensif mengenai perkembangan

situasi dan kondisi ekonomi, sosial, politik-budaya tidak terupdating, bahkan

banyak yang tidak tersedia di masing-masing lingkungan RT.

Dari hasil wawancara dengan sejumlah KPM mengatakan bahwa

lemahnya kinerja KPM dalam pelaksanaan PBRT selama ini dikarenakan antara

lain ; pertama, keterbatasan kapasitas KPM dalam memahami PBRT secara

komprehensif, termasuk target dan capaian tahunan dari PBRT itu sendiri

karena tidak adanya target capaian dan indikator yang jelas mengenai

keberhasilan PBRT, dari beberapa kegiatan yang ditetapkan Pemerintah

Daerah dalam hal ini Badan Pemeberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan

Desa cenderung menoton. Tidak jelas apa yang harus kami kerjakan dalam

pendampingan, apa yang perlu kami dampingi? Apa tujuan dan sasarannya?

Bagaimana strateginya dan sebagainya. Termasuk juklak maupun juknik

kegiatan pendampingan yang hingga saat ini belum tersedia, hanya juklak dan

juknik mengenai rehab rumah dan itupun dalam juklak dan juknis tersebut,

peran KPM lebih sebatas pada monitoring karena yang mengelola adalah para

Page 98: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

Kepala Desa. Kedua, rendahnya penguatan kapasitas, seperti menyangkut

peningkatan keahlian KPM dalam memahami dan menggunakan berbagai

metodelogi dalam pemberdayaan masyarakat, semestinya KPM diberikan

pemahaman dan keahlian mengenai antara lain misalnya ; metode PRA, RRA,

ZOPP, SWOT, Wealth Rangking Poor dan sebagainya. Ketiga, selama ini proses

pengawasan terhadap KPM juga lemah, tidak ada yang mengawasi kinerja

KPM dilapangan, termasuk dalam konteks ini adalah akuntabilitas KPM—

selama ini KPM hanya memberikan laporan kepada BPM dan berdasarkan

laporan itu KPM memperoleh gaji, isntrumen penilaian atas prestasi dan

kinerja KPM pun ternyata tidak cukup tersedia. Sehingga KPM dapat saja

membuat laporan fiktif dan sebagainya. Keempat, pekerjaan sebagai

pendamping PBRT lebih bersifat “sampingan” atau bukan pekerjaan utama,

karena tidak cukup jika mengandalkan dari honorarium KPM untuk menutupi

biaya kehidupan. Kelima, tidak ada regulasi yang jelas yang mengatur

bagaimana kedudukan, tugas dan fungsi KPM dalam PBRT, termasuk sanksi

yang tegas terhadap KPM yang tidak melaksanakan tugas dan fungsinya

dengan baik.

Banyak KPM yang kemudian lebih memilih sebagai pelaksana program

PNPM atau menjadi CO pada program Comdev PT.NNT karena dinilai lebih

menjanjikan dari sisi fiskal atau pada akhirnya memilih pekerjaan lainnya.

Tantangan inilah yang menjadi salah satu tantangan terbesar dalam rangka

pemberdayaan KPM dalam PBRT.

4.2.4.3. Rekomendasi Arah Kebijakan Pengembangan KPM di masa

mendatang

Mengacu pada permasalahan, kelemahan dan tantangan di atas maka

dimasa mendatang perlu ada reformulasi kebijakan antara lain adalah terkait

dengan ; pertama, agenda program pendampingan dan pemberdayaan

masyarakat, perlu ada rumusan kerangka kerja yang jelas mengenai materi

maupun metode pendampingan yang akan dilakukan, termasuk ukuran

mengenai target dan capaian keberhasilan program. Kedua adalah

menyangkut metode peningkatan kapasitas KPM, perlu ada pendidikan dan

Page 99: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

pelatihan khusus mengenai berbagai metodelogi dalam pemberdayaan

masyarakat, termasuk dalam konsteks ini adalah pemahaman yang

komprehensif mengenai program PBRT kepada para KPM. Ketiga, perlu ada

formulasi kebijakan baru mengenai sistem atau mekanisme pengawasan dan

pelaporan maupun penilaian atas prestasi dan kinerja KPM, termasuk dalam

konteks ini adalah penerapan sistem reward and punishment terhadap KPM

yang lebih jelas dan tegas. Keempat, perlu ada regulasi baik berupa peraturan

maupun juklak dan juknis terkait dengan berbagai kegiatan sebagai kerangka

pedoman bagi para KPM dalam melaksanakan kegiatan.

4.2.5. Sistem Informasi Orang Susah (SIOS)

4.2.5.1. Latar belakang, Tujuan dan sasaran SIOS

Dalam rangka meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, kesetaraan

dalam proses pembangunan yang lebih baik bagi masyarakat miskin/orang

susah, serta untuk mengoptimalkan sasaran program pembangunan agar

dapat berbasis/mengarah pada kebutuhan bagi kebutuhan masyarakat miskin

maka Pemerintah Daerah memerlukan adanya ketersediaan data dan informasi

yang akurat dan tepat mengenai keberadaan warga miskin yang ada di KSB.

Program dan kegiatan ini sesungguhnya dilatarbelakangi dari maraknya

persoalan terkait program pengentasan kemiskinan yang selama ini banyak

dan diperuntukkan bagi warga miskin, namun penerima manfaat atau sasaran

program tidak tepat, justeru yang memperoleh manfaat adalah kelompok

masyarakat yang mampu. Salah satu fakta dan pembalajaran penting yang

ditarik Pemerintah Daerah KSB adalah dalam kasus BLT-BBM pada tahun

2006.

Data dan informasi mengenai warga miskin, termasuk ukuran dan

keberadaan dari warga miskin selama ini ternyata berbeda-beda, data yang

digunakan atau dimiliki BPS terkadang berbeda dengan Dinas, Kesehatan,

Dinas Kependudukan, Bappeda dan sebagainya, kategori dan standar

mengenai klafisikasi warga miskin seringkali berbeda-beda dan celakanya

seringkali pula dimana keberadaan warga miskin itu sering tidak tersedia data

Page 100: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

dan informasinya secara lengkap. Sehingga menyulitkan Pemerintah Daerah

dalam melaksanakan program dan kegiatan pengentasan kemiskinan.

Beranjak dari permasalahan diatas, maka pada tahun 2007 Pemerintah

Daerah KSB menggagas sebuah program/kegiatan yang dikenal dengan SIOS

(Sistem Informasi Orang Susah). Pendataan mengenai warga miskin dilakukan

oleh RT karena RT diasumsikan sebagai pihak yang paling mengetahui atau

memahami keberadaan, situasi dan kondisi setiap warga yang ada

dilingkungannya. Melalui pendataan yang dilakukan oleh RT diharapkan data

dan informasi yang diperoleh akan lebih akurat/valid dan dapat lebih obyektif

dalam menilai warga miskin yang ada dilingkungannya, RT juga diasumsikan

sebagai pihak yang paling mengetahui tingkat perkembangan kondisi ekonomi-

sosial masyarakat dilingkungannya, sehingga updating terhadap

perkembangan kemiskinan yang ada dilingkungannya dapat diketahui secara

cepat dan tepat. Berikut ini bagan alur pengumpulan dan pengolahan data :

Sumber : Konsep Paper SIOS, Legitimid KSB 2007

4.2.5.2. Keberhasilan Pelaksanaan Program SIOS

Pada tahun 2007, Pemerintah Daerah (BPM) bekerjasama dengan

Forum LSM telah melakukan kerjasama dalam melakukan pendataan. Peran

forum LSM dalam proses pendataan adalah melakukan entry terhadap seluruh

Ketua RT

Kecamatan

Pemerintah

Desa

BKKBN

Kependudukan

dan Catatan Sipil

Perencanaan

Kebijakan dan

Pembangunan Daerah

dan Nasional

BPS

PDE- BAPPEDA

Pusat Informasi

Kependudukan

Page 101: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

data dan informasi yang diperoleh dari RT yang didampingi TKST. Data dan

informasi tersebut berhasil dikumpulkan, meskipun belum cukup

komprehensif. Namun demikian inisiasi awal ini telah menjadi inspirasi dan

pembelajaran penting bagi semua pihak bahwa data dan informasi mengenai

kemiskinan dan warga miskin sangat penting untuk mendorong program-

program dan kegiatan pembangunan lebih terarah pada kelompok warga

miskin. Sehingga program dapat dirasakan langsung dapat bermanfaat bagi

warga miskin.

4.2.5.3. Kelemahan dan Tantangan SIOS

Pengembangan program Sistem Informasi Orang Sudah (SIOS) berbasis

RT ternyata tidak berjalan secara berksinambungan. Proses updating atau

pemutakhiran data mengenai perkembangan kemiskinan dan warga miskin di

masing-masing lingkungan ternyata tidak berjalan secara intens. Pengurus RT

maupun KPM yang diharapkan dapat berperan aktif untuk melakukan

pemantauan dan pendataan ternyata tidak berjalan, bahkan kemiskinan data

dan informasi kembali terjadi. Harapan adanya data dan informasi yang

lengkap dan akurat yang dapat dijadikan sebagai bahan pengembangan

perencanaan, kebijakan, program dan anggaran yang berpihak kepada warga

miskin dan terfokus pada upaya percepatan pengentasan kemiskinan di

masing-masing lingkungan pada akhirnya tidak berjalan efektif.

Dari hasil studi menemukan adanya beberapa permasalahan sekaligus

merupakan kelemahan, antara lain adalah ; pertama, tidak adanya juklak dan

juknis yang dapat dijadikan sebagai pedoman bagi para RT maupun KPM

untuk melakukan pendataan kemiskinan dan warga miskin, disisilain

peningkatan kapasitas terkait dengan pendataan dan pengembangan sistem

SIOS sangatlah minim, bahkan sejauh ini tidak ada kesepahaman bersama

mengenai konsepsi SIOS secara bersama-sama. Kedua, belum adanya

supervisi dari pemerintahan desa maupun kecamatan secara intens untuk

mendorong KPM maupun RT untuk melakukan pendataan. Sementara dari

presfektif Para Pengurus RT terindetifikasi beberapa permasalahan dan

kendala, yakni ; (1) ketersediaan waktu para Ketua RT untuk melaksanakan

Page 102: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

proses pendataan karena begitu banyaknya jenis kegiatan yang meski harus

dilaksanakan oleh Ketua RT, seperti dalam Jumantara—RT juga melakukan

pemantauan dan pendataan. (2). Kurangnya bimbingan dan arahan yang

diberikan oleh RT, bahkan KPM yang diharapkan dapat membantu dan

menginisiasi proses pendataan sama sekali tidak berjalan. (3). Rendahnya

kapasitas para pengurus RT, dibeberapa RT masih ada yang tidak memilki

kemampuan untuk menbaca dan menulis.

Dengan pemberlakuan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah KSB berinisiatif untuk melakukan

inovasi dalam rangka memacu perkembangan pembangunan daerah. Namun,

tidak dipungkiri upaya untuk mewujudkan inovasi tersebut bukanlah hal yang

mudah, terlebih lagi langkah tersebut merupakan sesuatu yang sama sekali

baru diterapkan di Indonesia, maka konsekuensinya tentu Pemerintah Daerah

dihadapkan pada tuntutan realisasi atas ide/gagasan kearah yang lebih

operasional untuk dapat diterapkan. Inovasi penerapan Sistem Informasi

Orang Susah atau dikenal dengan SIOS tentu juga akan berdampak pada

perubahan peran kelembagaan kemasyaratan, khususnya Rukun Tetangga

(RT) yang akan semakin besar dan dalam konteks itupula persoalan

kelembagaan dan sumber daya manusia pengelola data berbasis RT menjadi

salah satu komponen penting dalam mencapai SIOS yang efektif, efisien dan

berkesinambungan.

4.2.5.4. Rekomendasi Arah Kebijakan Pengembangan SIOS

Untuk mewujudkan Sistem Informasi Orang Susah (SIOS) yang akurat

dan komprehensif serta dapat digunakan sebagai bahan dalam pengembangan

kebijakan daerah, maka dibutuhkan adanya ketersediaan instrumen yang

memadai, seperti petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis mengenai SIOS

yang dapat digunakan sebagai pedoman teknis bagi KPM maupun para RT

untuk melakukan pendataan warga miskin di masing-masing lingkungan RT,

serta upaya peningkatan kapasitas RT, baik melalui proses pendidikan dan

pelatihan maupun proses pendampingan. Pemerintah daerah perlu

mendorong para KPM yang ada di masing-masing desa untuk melakukan

Page 103: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

proses pendataan—sebagai bagian dari agenda kerja rutin KPM, keahlian KPM

khususnya terkait dengan metode pemetaan kemiskinan dan warga miskin

(Poor Wealth Rangking) perlu untuk diberikan agar proses pendataan berjalan

secara partisipatif. Kedua, perlu ada upaya untuk melakukan pengolahan dan

analisis data secara intens, termasuk dokumentasi data dan informasi serta

pengembangan informasi. Data dan informasi mengenai kemiskinan dan

warga miskin serta perkembangannya harus didokumentasikan dan

dipublikasikan oleh masing-masing desa/kelurahan—bahkan jika

memungkinkan adalah dengan tehnologi e-goverment mengingat saat ini di

hampir semua desa/kelurahan di KSB telah tersedia komputer—maka

dokumentasi komputerisasi dan jaringan informasi (internet) dapat digunakan

sebagai sarana untuk pengembangan jaringan informasi, sehingga data dan

informasi tersebut dapat diakses mulai dari tingkat desa/kelurahan maupun

kabupaten secara cepat dan akurat. Ketiga, perlu ada sistem pengawasan dan

evaluasi yang kuat terhadap proses pendataan kemiskinan dan warga miskin

yang berlangsung, pemerintah desa, kecamatan perlu melakukan pemantauan

dan memberikan tehnical asistensi kepada para RT dalam proses pendataan,

disamping turut mendorong adanya partisipasi warga untuk terlibat secara

langsung dalam proses pendataan. Keterlibatan masyarakat dalam proses

pendataan penduduk dapat dilakukan dalam bentuk penyampaian data dan

informasi mengenai keadaan ekonomi (kemiskinan) yang dialami kepada RT

baik secara tertulis maupun secara lisan. Dalam arti masyarakat tidak mesti

harus menunggu pendataan RT/KPM. Keempat, perlu ada peningkatan

koordinasi antar SKPD, khususnya terkait dengan pendataan, sehingga proses

pendataan tidak berjalan sektoral, misalnya terkait dengan program Jumantara

yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan, Program pendataan penduduk dan

pemilih yang dilakukan oleh KPU, program pendataan yang dilakukan oleh BPS

dan sejumlah instansi lainnya. Berbagai kegiatan tersebut perlu untuk

diintegrasikan menjadi satu kesatuan, sehingga proses pendataan dapat

dilakukan secara komprehensif, dan tidak menimbulkan beban bagi

pemerintahan desa/kelurahan maupun RT setempat. Hal ini dimaksudkan pula

untuk menghindari terjadinya kesimpangsiuran data maupun tumpang tindih

Page 104: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

data, akibat perbedaan materi, indikator, nilai maupun strategy yang

digunakan berbeda. Sehingga sistem SIOS yang diharapkan menjadi semakin

sulit untuk diwujudkan, karena proses pendataan dilakukan yang berlangsung

sebelum adanya PBRT dengan setelah adanya PBRT tidak ada perubahannya.

4.3. ISSUE PERMASALAHAN, FAKTOR PENDORONG DAN

PENGHAMBAT PBRT

Pada bagian ini akan dibahas mengenai berbagai issue permasalahan

maupun keberhasilan yang berkembang dalam PBRT dan akan dilakukan

identifikasi dan analisis terhadap faktor-faktor pendorong keberhasilan

maupun faktor penghambat/kelemahan maupun tantangan dalam pelaksanaan

PBRT. Issue permasalahan ini dilakukan secara umum atas program PBRT,

karena analsisi terhadap PBRT berdasarkan atas program/kegiatan telah

dilakukan pada bagian sebelumnya.

4.3.1. Ketercapaian tujuan PBRT secara umum

Dalam rangka menjamin dan mencapai tujuan pembangunan dan

proses pembangunan dapat berjalan efektif, efisien dan produktif, Pemerintah

daerah Kabupaten Sumbawa Barat telah menyadari akan pentingnya

partisipasi aktif seluruh unsur masyarakat dalam pengambilan keputusan,

perumusan, pelaksanaan, dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan

pembangunan kebijakan PBRT sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah

Nomor 27 Tahun 2008 Tentang Pembangunan Berbasis Rukun tetangga

berusaha meletakkan instrumen partisipasi masyarakat sebagai kekuatan

pendorong perubahan sekaligus sebagai sarana untuk untuk mewujudkan

terciptanya, kemandirian dan kesejahteraan masyarakat.

Namun, dalam implementasinya wadah partisipasi dan akses informasi

masyarakat dalam proses pembangunan masih berada dan hanya pada tingkat

RT, sementara ruang (wadah) partisipasi dan akses informasi pembangunan

pada level yang lebih tinggi, seperti dalam musyawarah perencanaan

pembangunan daerah (Musrenbangkab) dan pembahasan APBD belum

tersedia. Artinya dari sisi ketercapaian pengembangan partisipasi masyarakat

Page 105: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

berupa wadah dan tingkat partisipasi warga masih sebatas pada ranah RT dan

partisipasi tersebut baru sebatas penyampaian aspirasi masyarakat.

Dalam konteks partisipasi masyarakat yang lebih tinggi seperti dalam

perumusan kebijakan APBD maupun regulasi daerah, Proses pelibatan warga

dalam Musrenbang Kabupaten masih hanya diperuntukkan bagi para tokoh

masyarakat, tokoh agama, LSM, wartawan dan sebagainya, tidak tersedia

wadah partisipasi yang menjamin hak-hak bagi warga miskin untuk terlibat

secara langsung dalam musrenbang dan dapat mempengaruhi kebijakan

tersebut.

Begitupun terkait dengan capaian keberhasilan dalam tingkat

akomodasi usulan masyarakat sebagai basis kebijakan ternyata masih

sangatlah rendah. Karena hasil-hasil musyawarah di tingkat RT dalam

Musrenbangkab dan pembahasan APBD belum cukup dapat diakomodir oleh

eksekutif maupun legislatif. Bahkan, kecendrungan yang muncul program dan

kegiatan pembangunan yang teralokasi dalam APBD masih bersifat “elitis” dan

cenderung hanya mengakomodasikan kebutuhan dan kepentingan kekuatan

elite atau dengan kata lain belum berbasis pada hasil-hasil musyawarah warga

RT dan mengarah pada upaya pencapaian percepatan pengentasan

kemiskinan di lingkungan RT. Dominasi kepentingan elit dan “politis” para

anggota DPRD masih cukup besar dalam menentukan APBD, dan DPRD masih

cenderung untuk mengkedepankan kepentingan dan kebutuhan para

konstituennya, bukan kebutuhan warga miskin.

Persoalan inilah yang menyebabkan tingkat partisipasi warga semakin

rendah, bahkan saat ini semakin berkembang sikap apatisme masyarakat

miskin untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan RT, karena

musyawarah perencanaan pembangunan RT yang dilaksanakan selama ini

ternyata tidak diakomodir dalam kebijakan APBD. Menurunnya gerak

partisipasi warga miskin dalam PBRT belakangan ini ternyata berdampak besar

bagi keberhasilan pelaksanaan PBRT. Bahkan menjadi ancaman dan tantangan

besar bagi Pemerintah Daerah di masa mendatang.

Secara yuridis, sesungguhnya telah ada kemajuan karena Pemerintah

Daerah telah menjamin dan menyediakan wadah bagi partisipasi warga miskin

Page 106: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

dengan lahirnya Perda PBRT No.27 Tahun 2008 tentang Pembangunan

Berbasis RT. Namun, sejauh ini ternyata Perda tersebut belum mampu untuk

menjangkau dan menjamin keterlibatan masyarakat miskin dalam proses

penyusunan kebijakan (perdaturan daerah) maupun APBD daerah.

Rendahnya komitmen dan politicall will DPRD untuk membuka ruang

partisipasi warga miskin dalam proses penyusunan kebijakan menjadi

tantangan dan ancaman bagi warga miskin untuk dapat berpartisipasi. Dan

hingga saat ini sebagian besar anggota DPRD masih beranggapan bahwa

penyusunan kebijakan Peraturan daerah, termasuk APBD adalah hanya ruang

kekuasaan DPRD dan Eksekutif. Masyarakat tidak perlu dilibatkan karena

sebagian besar anggota DPRD beranggapan bahwa kepentingan dan

kebutuhan masyarakat, termasuk masyarakat miskin telah direpresentasikan

dan diagregasikan oleh DPRD bahkan beberapa anggota DPRD menilai

pelaibatan masyarakat akan menghambat proses pembahasan APBD di DPRD

dan keberadaan warga miskin tidaklah signifikan dalam formulasi kebijakan

APBD karena warga miskin itu sendiri tidak memiliki kapasitas untuk

menganalisis APBD.

Semangat, tujuan dan nilai-nilai dari PBRT untuk merangsang dan

membangkitkan partisipasi masyarakat dari tingkat yang paling bawah (RT)—

sekaligus sebagai sarana pengembangan dan pembelajaran bagi partisipasi

warga untuk dapat belajar menyuarakan kepentingannya dalam kebijakan

sebagaimana yang diamanahkan dalam tujuan PBRT yang telah tertuang

dalam Perda No. 27 Tahun 2008 tentang Pembangunan Berbasis RT ;

1. Memaksimalkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi pembangunan

2. Mempercepat tercapainya tujuan pembangunan pada segala

bidang kehidupan

3. Meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat

4. Memberi kesempatan kepada masyarakat untuk menyampaikan

masukan dalam pelaksanaan pembangunan

5. Mencapai hasil pembangunan yang mengutamakan kesejahteraan

umum dan tepat sasaran

6. Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Page 107: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

Tujuan PBRT tersebut ternyata belum dipahami oleh sebagian besar

anggota DPRD. Kondisi ini dalam perkembangannya berdampak pula terhadap

minimnya dukungan DPRD terhadap program dan anggaran untuk PBRT.

Ketercapaian tujuan PBRT dilihat dari sisi keberhasilan dalam

memajukan dan memandirikan RT. Dilihat dari aspek ini, belum banyak RT

yang dapat mandiri dan mampu melaksankan program PBRT sesuai dengan

harapan, bahkan masih banyak anggota DPRD yang belum memahami

semangat, tujuan, program dan kegiatan dari PBRT, sehingga kinerja

kelembagaan RT dinilai masyarakat belum cukup memuaskan. Dilapangan

ditemukan sebagian besar RT masih “mengeluhkan” justeru dengan PBRT saat

ini beban dan tanggung jawab RT dan warga dirasakan semakin berat karena

berbagai kegiatan yang “dilimpahkan” dari atas ke lingkungan RT terkadang

tidak dibarengi dengan dukungan juklak-juknis, anggaran, tehnical asistensi

dan sebagainya yang memadai sehingga menyulitkan RT dalam melaksanakan

tugas tersebut. Pola pendekatan program yang diharapkan berubah dari pola

top down menjadi buttum-up ternyta belum banyak mengalami pergeseran,

begitupun dengan orientasi dan keberpihakan program pembangunan daerah

kearah pengentasan kemiskinan dan kelompok warga miskin belum banyak

mengalami perubahan. Sejauh ini, belum banyak program dan kegiatan PBRT

yang memang betul-betul lahir dari inspirasi dan kebutuhan/keinginan para RT

bersama warga lingkungannya, menurut masyarakat, khususnya para

pengurus RT mengatakan bahwa proses PBRT masih top down sehingga

tidaklah mengherakan jika banyak program dan kegiatan yang dilaksanakan

dalam PBRT seringkali tidak seiring atau sejalan dengan hasil musyawarah

perencanaan di tingkat RT.

Ketercapaian tujuan pemenuhan kebutuhan dasar. Dilihat dari sisi

ketercapaian tujuan PBRT dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar warga

masyarakat. Sebagian besar masyarakat menilai bahwa beberapa program

dalam PBRT, seperti rehab rumah, bantuan dana stimulan untuk RT, dinilai

cukup baik dan dirasakan langsung oleh masyarakat. Namun, demikian

masyarakat menilai belum banyak program pembangunan daerah yang

langsung menyentuh pada warga miskin atau dinilai masih sangat minim.

Page 108: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

Masyarakat sesungguhnya berharap pada lima tahun kedepan, Pemerintah

daerah dapat lebih banyak mengorientasikan pembangunannya pada upaya

percepatan pengentasan kemiskinan, dari sisi kuantitas program diharapkan

akan lahir program-program inovatif yang lebih berpihak kepada masyarakat

dan diharapkan pula dimasa mendatang sasaran kelompok penerima program

difokuskan pada kelompok masyarakat miskin yang berada didesa/kelurahan.

Disamping itu kedepan masyarakat sangat berharap, media atau

wadah musyawarah pembangunan di tingkat RT dapat dijadikan sebagai

dasar dalam pertimbangan perumusan kebijakan dan program PBRT, hasil-

hasil musyawarah RT sebagai inisiasi dari bawah (buttom up) dapat

diakomodir dan disinergiskan dengan perencanaan pembangunan dari daerah

yang bersifat teknoratis. Sehingga, masyarakat merasakan bahwa apa yang

telah diinisiasi tersebut bukanlah merupakan pekerjaan yang sia-sia belaka.

4.3.2.Faktor-Faktor Pendukung Keberhasilan Implementasi PBRT

Dari hasil identifikasi dan analisis ditemukan bebarapa faktor-faktor

pendorong ataupun faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan keberhasilan

pelaksanaan PBRT. Dari hasil identifikasi LEGITIMID KSB tentang identifikasi

beberapa faktor-faktor pendukung PBRT, terungkap antara lai sebagai berikut:

a. Adanya dukungan masyarakat dan good will pemda untuk

menginisiasi inovasi pola pengembangan partisipasi, transparansi

dan akuntbilitas pembangun daerah.

b. Adanya semangat perubahan sebagai Kabupaten baru yang

merupakan potensi sekaligus modal sosial bagi pemerintah

daerah untuk melakukan perubahan.

c. Visi dan misi pembangunan daerah yang tertuang dalam RPJM

KSB sebagai Kabupaten Percontohan di NTB menjadi motivasi

Pemerintah dan sluruh lapisan masyarakat untuk berkreasi

melakukan inovasi pembangunan daerah.

d. Adanya keinginan kuat dan semangat kebersamaan untuk

membangun KSB sebagai kabupaten baru untuk mengejar

Page 109: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

ketertinggalannya dengan kabupaten/kota lainnya di NTB

menjadi modal sosial untuk membangun motivasi masyarakat

dalam PBRT;

e. Adanya pelibatan para pihak pemangku kepentingan dalam

program PBRT dari semua unsur/ranah civil society (pemerintah,

swasta, masyaraat/LSM, perguruan tinggi, dan mass media)

yang terpadu dalam koordinasi perumusan, pernecanaan,

operasioanalisasi dan monitoring dan evaluasi partisipatif secara

berkala.

f. Pemda dan DPRD KSB berkomitmen untuk mendukung

pengalokasian dari semua tahapan kegiatan dan rencana

implementasi dari PBRT untuk dialokasikan dalam APBD secara

berkelanjutan sejak TA 2007 yang diintegrasikan dalam kegiatan

SKPD terkait;

4.3.3.Faktor-faktor Penghambat/kelemahan Implementasi PBRT

Adapun yang menjadi beberapa kelemahan sekaligus menjadi faktor

penghambat dari pelaksanaan PBRT antara lain adalah :

a. Belum adanya pemahaman bersama mengenai Konsep

Pembangunan Berbasis RT. Secara umum Konsep pembangunan

berbasis RT dan beberapa regulasi yang mendukung PBRT telah

ditetapkan oleh Pemerintah Daerah KSB, akan tetapi tingkat

pemahaman terhadap konsep PBRT secara komprehensif,

sistematis dan mendalam belum sepenuhnya dapat dipahami

oleh para pelaku atau aktor pembangunan di daerah

(stakeholders), bahkan antar SKPD terkadang masih mengalami

silang pendapatan mengenai PBRT. Akibat kurangnya

pemahaman terhadap konsep pembangunan berbasis RT,

ternyata telah melahirkan dua masalah utama ; (1) program

tidak dapat berjalan sesuai dengan gagasan atau inisiasi awal

program pembangunan berbasis RT, antar stakeholders

Page 110: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

pembangunan kesulitan dalam membangun sinergitas kegiatan.

(2) tidak jelasnya tahapan pelaksanaan program dan kegiatan,

sinergisitas program tidak berjalan maksimal dan tahapan

program berjalan kurang sistematis, terarah, terpadu serta

terukur. Sehingga keberhasilan program pun semakin sulit untuk

dapat diukur. Oleh sebab itulah dibutuhkan adanya master plann

atau grand design program pembangunan berbasis rukun

tetangga untuk lima tahun kedepan sebagai kerangka pedoman

penyelenggaraan PBRT, antara lain mengenai visi, misi dan

program PBRT lima tahun kedepan, kerangka design

pengembangan program SIOS (Sistem Informasi Orang Susah).

Model pendampingan masyarakat dan peran KPM dan RT serta

kerangka program lainnya.

b. Masih lemahnya Impementasi Perda No 27 Tahun 2008 Tentang

Pembangunan Berbasis Rukun Tetangga. Lemahnya

implementasi Perda ini disebabkan karena subtansi perda belum

diketahui dan pahami oleh para pelaku PBRT, khususnya

Pengurus RT, KPM dan Pemerintah desa/kelurahan. Disamping

itu, beberapa regulasi pendudkungseperti petunjuk pelaksana

dan teknis PBRT, kedudukan, tugas pokok dan fungsi RT, sistem

informasi orang susah, tata cara pendampingan/pemberdayaan

RT dan sebagainya belum tersedia. Oleh sebab itu perlu ada

sosialiasi dan kerangka regulasi juklak-juknis program.

c. Belum optimalnya koordinasi dan sinergisitas pelaksanaan PBRT.

Sejauh ini meskipun SKPD yang menjadi leading sektor adalah

BPM dalam pelaksanaan PBRT, namun ternyata SKPD lainnya

pun melaksanakan sejumlah program/kegiatan terkait dengan

PBRT, seperti Dinas Koperasi, Inudstri dan Perdagangan dengan

Programnya KBRT (Korerasi Berbasis Rukun Tetangga) dan Dinas

Kesehatan, dengan Programnya Jumantara (Juru Pemantau

Kesehatan Masyarakat) yang juga berbasis RT. Koordinasi dan

sinergisitas program PBRT masih rendah, sehingga pada tingkat

Page 111: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

impelemntasi dillapangan para pengurus RT kesulitan dan

kebingungan untuk melaksanakan program/kegiatan. Oleh sebab

itu kedepan dibutuhkan koordinasi dan sinergisitas program dan

kegiatan agar dapat berjalan sinergis, efektif dan efisien dan

para pengurus RT tidak menjadi tempat “Kumpulan

Dinas/Badan” karena akan melahirkan overload

program/kegiatan pada tingkat RT bagi para RT yang pada

akhirnya RT tidak mampu untuk melaksanakan program/kegiatan

dengan baik. Kedepan diperlukan pula adanya kerangka design

program bersama antar SKPD dan koordinasi sehingga tidak

terjadi overload atau tumpang tindih kegiatan.

d. Masih lemahnya orientasi program berbasis RT yang berorientasi

kepada kelompok miskin. Mengacu pada tujuan akhir yang

hendak dicapai dari PBRT serta strategi pendekatan yang

digunakannya. Maka, proses penyusunan program dan kegiatan

PBRT haruslah difokuskan pada program pengentasan

kemiskinan dan diarahkan kepada kelompok penerima manfaat

utama program adalah kelompok warga miskin. Oleh sebab itu

kedepan, SKPD harus dapat mengintegrasikan program

berdasarkan atas data dan kebutuhan real masyarakat yang ada

pada masing-masing lingkungan RT sesuai dengan basis potensi,

ketersediaan personil, anggaran dan sebagainya. Kedepan,

penyusunan anggaran maupun kegiatan tahunan PBRT yang

dilaksanakan oleh masing-masing instansi/SKPD harus mampu

menterjemahkan database dan informasi yang tersedia di tingkat

RT dan harus “rela” mengorbankan kepentingan proyek kearah

prioritas warga miskin. Sehingga dibutuhkan komitmen dan

politicall will yang sama seluruh stakeholder yang ada,

khsususnya para pengambil kebijakan yang ada ditingkat

daerah..

e. Masih Lemahnya Fungsi dan Peran Kader Pemberdayaan

Masyarakat (KPM) dalam melakukan proses pemberdayaan RT

Page 112: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

dan masyarakat. KPM merupakan pendamping sosial yang

bertugas meningkatkan keberdayaan masyarakat. Fungsi dan

Peran KPM adalah bagaimana mendorong adanya partisipasi

masyarakat, memajukan dan memandirikan masyarakat secara

sosial, ekonomi, politik dan budaya serta melakukan penguatan

terhadap kelembagaan RT agar RT mampu secara profesional,

mandiri dan berkelanjutan meningkatkan keberdayaan

masyarakat setempat. Sejauh ini peran dan fungsi KPM dalam

melakukan pemberdayaan masyarakat sangatlah lemah, bahkan

banyak KPM yang tidak mengetahu peran dan fungsinya. Salah

satu penyebabnya adalah proses rekrutmen KPM yang

berlangsung di tingkat desa/kelurahan masih mengkedepankan

kepentingan keluarga, golongan dan sebagainya, belum

mengkedepankan aspek komitmen sosial dan kapasitas KPM.

Oleh sebab itu kedepan perlu ada pengawasan yang kuat dalam

proses rekrutmen KPM. Pemerintah daerah juga perlu melakukan

re-design mengenai KPM, antara lain adalah menyangkaut ;

Sistem pelaporan kinerja dan akuntabilitas Kinerja KPM, pola

atau model pemberdayaan yang dilakukan oleh KPM, sistem

reward and punishment KPM, penguatan kapasitas KPM, antara

lain meliputi; dasar-dasar dan prinsip-prinsip pendamping

masyarakat, metodelogi perencanaan dan monev partisipatif dan

sebagainya.

f. Masih Lemahnya peran dan Fungsi Organisasi Sosial

Kemasyarakatan, khususnya kelembagaan RW dalam

mendukung PBRT. Pembangunan Berbasis RT selama ini

cenderung menegasikan keberadaan, peran dan fungsi

organsiasi sosial kemasyaratan lainnya, seperti keberadaan RW

(Rukun Warga). Beberapa persoalan terkait dengan keberadaan

program mulai muncul, banyak ketua RW merasa kurang

diperhatikan dan menilai program pembangunan berbasis RT

cenderung diskriminatif. Para ketua RW beranggapan organsasi

Page 113: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

RW juga merupakan organsiasi sosial kemasyaratan yang sama

halnya seperti RT, termasuk peran dan fungsi RW. Bahkan, RW

selama ini menjadi sarana bagi para Ketua RT, apabila

mendapatkan berbagai persoalan—Para Ketua RT mengadukan

permasalahan dan penyelesaian persolan itu kepada RW. Dari

hasil identifikasi permasalahan dan kelemahan, peran dan fungsi

organsiasi sosial kemasyaratan lainnya, selain RW yang

mengalami “kevakuman” adalah Lembaga Pemberdayaan

Masyarakat (LPM), karena sebagain program dan kegiatan yang

seyogyanya menjadi bagian urusan atau kewenangan LPM kini

menjadi kewenangan RT. Misalnya, dalam program

pembangunan infrastuktur, rehab rumah dan sebagainya. Kondisi

inilah yang memicu munculnya kecemburuan sosial antar

lembaga dan lemahnya efektifitas beberapa lembaga organsiasi

sosial kemasyaratan dalam melakukan pemberdayaan

masyarakat. Kedepan, perlu ada penataan kelembagaan,

khususnya terkait dengan kedudukan, pola hubungan dan

tupoksi antar lembaga.

g. Rendahnya dukungan ketersediaan program untuk peningkatan

kapasitas kelembagaan RT. Beberapa kelemahan dari sisi

kapasitas antara lain adalah terkait dengan administrasi dan

tatalaksana RT, kapasitas RT dalam melakukan pemetaan,

memfasilitasi proses pembangunan dan sebagainya. Disamping

itu, adalah kelemahan terkait dengan ketersediaan dan

keterbatas anggaran.

h. Masih Lemahnya Dukungan dan Kerjasama dari Pihak Ketiga.

Seluruh jajaran pemerintahan, pihak swasta dan masyarakat

dalam Perda No. 27 Tahun 2008 telah diposisikan sebagai pelaku

sekaligus penanggungjawab mengelola PBRT. Ketiga aktor ini

memiliki peran dan fungsi yang berbeda, prinsip ini dilandasi oleh

semangat untuk mewujudkan good governance dan sebagai

upaya pengembangan PBRT, pemerintah daerah telah menyadari

Page 114: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

dan membutuhkan adanya kerjasama dari berbagai elemen

masyarakat, termasuk dalam konteks ini adalah pihak ketiga atau

sektor swasta untuk dapat berperan aktif dalam rangka

membangun masyarakat, khususnya kelompok warga miskin.

Namun sejauh ini dukungan khususnya dari keberadaan

Perusahaan yang ada di KSB untuk mengeluarkan dana CSR

untuk mendukung PBRT masih sangat rendah, bahkan nyaris

nihil. Begitupun terkait dengan pola kemitraan Pemda dengan

Organisasi Masyarakat Sipil (NGO/Ormas dll). Kedepan, perlu ada

upaya pengembangan kemitraan dan sinergisitas program antara

Pemda, Swasta dan Organisasi Masyarakat Sipil.

Page 115: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

BABV

HASIL DAN PEMBAHASAN (2)

MENGAGAS DAN MEWUJUDKAN VISI, MISI PROGRAM

DAN KEGIATAN PBRT 2011-2015

Pada bagian ini akan di bahas mengenai gagasan berbagai program

PBRT di masa mendatang ; perumusan visi, misi, tujuan, program dan

kegiatan PBRT untuk periode 2011-2015. Gagasan ini beranjak dari

permasalahan dan kelemahan serta tantangan program yang dihadapi selama

ini serta harapan-harapan yang muncul di masyarakat sebagaimana telah

diuraikan pada bab-bab sebelumnya.

5.1. Perumusan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran, Program dan

Kegiatan PBRT 2011-2015

5.1.1. Visi PBRT 2011-2015

Mengacu pada hasil-hasil yang telah dicapai pada program dan kegiatan

PBRT sebelumnya, serta hasil evaluasi atas ketercapaian PBRT dan

perkembangan saat ini maupun di masa mendatang, maka visi PBRT untuk

priode 2011-2015 adalah : “Terwujudnya kesejahteraan sosial, ekonomi,

politik dan budaya di lingkungan RT secara adil dan berkelanjutan

berlandaskan nilai Fitrah”

Keberhasilan pencapaian visi sebagaimana di atas akan tercermin dari

(indikator keberhasilan), sebagai berikut;

1. Berkurangnya jumlah warga miskin yang ada pada setiap lingkungan RT

dalam desa dan kelurahan.

2. Terpenuhinya kebutuhan dasar warga miskin secara memadai di setiap

lingkungan RT dalam desa dan kelurahan

3. Terciptanya kemandirian ekonomi, sosial, politik dan budaya warga

miskin di setiap lingkungan RT dalam desa dan kelurahan

Page 116: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

5.1.2. Misi PBRT 2011-2015

Untuk mewujudkan tercapainya visi PBRT sebagaimana di atas, maka

misi yang perlu untuk dijalankan adalah sebagai berikut ;

1. Melakukan upaya peningkatan Sumber Daya Warga Miskin di bidang

ekonomi, sosial, politik, budaya dan keamanan agar mampu

berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan di tingkat daerah,

desa/kelurahan maupun RT.

2. Mengembangkan usaha produktif serta mengoptimalkan potensi

geografis dan sumber daya alam potensial di masing-masing

lingkungan RT dalam desa dan kelurahan sebagai upaya untuk

pengembangan dan peningkatan kesejahteraan warga miskin.

3. Mendorong lahirnya program-pprogram untuk peningkatan akselerasi

pengentasan kemiskinan melalui pengembangan kebijakan, anggaran

dan program PBRT yang inovatif, efektif dan efisien guna mendukung

penyelenggaraan PBRT secara mandiri dan berkelanjutan.

4. Melakukan penataan dan peningkatan kelembagaan, peran dan fungsi

organisasi sosial kemasyarakatan di tingkat Kelurahan dan Desa serta

kelompok strategis lainnya untuk turut serta berpartisipasi dalam

usaha pencapaian keberhasilan pelaksanaan PBRT

5.1.3. Tujuan dan sasaran PBRT 2011-2015

Tujuan dan sasaran (hasil) Pembangunan Berbasis Rukun Tetangga

untuk periode 2011-2015 difokuskan pada tujuan dan sasaran (hasil) sebagai

berikut;

1. Meningkatkan kapasitas dan partisipasi warga miskin dalam bidang

ekonomi, sosial, budaya dan politik agar lebih kreatif, mandiri, berdaya

saing dalam proses pelaksanaan pembangunan di tingkat daerah, desa

dan kelurahan maupun lingkungan. Indikator keberhasilan tujuan di atas

tercermin dari ;

a. Meningkatnya partisipasi dan peran sosial budaya, ekonomi, politik

warga miskin dalam proses pembangunan (perencanaan, pelaksanaan,

Page 117: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

evaluasi dan monitoring) baik di tingkat daerah, desa dan kelurahan

maupun lingkungan RT.

b. Meningkatnya kemampuan warga miskin dalam merumuskan,

melaksanakan dan mengevaluasi proses pembangunan ekonomi,

sosial, politik dan budaya berdasarkan permasalahan dan kebutuhan

yang dihadapi warga miskin di lingkungan RT.

c. Meningkatnya derajat/kualitas dan kemandirian kehidupan sosial

budaya, ekonomi dan politik warga miskin di lingkungan RT secara

berkelanjutan.

2. Memanfaatkan potensi geografis dan sumberdaya alam secara optimal

untuk kepentingan peningkatan kesejahteraan bagi warga miskin. Adapun

indikator keberhasilan dari tujuan ini adalah ;

a. Terbangunnya sistem data dan informasi yang akurat mengenai peta

potensi potensial dan perkembangannya di masing-masing lingkungan

RT, desa dan kelurahan.

b. Adanya perencanaan usaha dan pengembangan usaha produktif untuk

warga miskin secara berkelanjutan.

c. Adanya pemanfaatan atau optimalisasi atas potensi geografis dan

sumber daya alam sebagai usaha untuk peningkatan pendapatan

warga miskin.

3. Mengoptimalkan potensi & kekuatan organisasi sosial kemasyarakatan

desa dan kelurahan (pemerintahan desa, LPM, KPM, RW, RT dll) serta

kelompok strategis lainnya (swasta, LSM dll) untuk percepatan

pengentasan kemiskinan. Adapun indikator keberhasilan pencapaian

tujuan tercermin dari ;

a. Meningkatnya kemampuan dan keahlian pemerintahan

desa/kelurahan dan organisasi sosial kemasyaratan lainnya dalam

memfasilitasi proses terselenggaranya PBRT.

Page 118: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

b. Terbangunnya sinergisitas antar lembaga organisasi (pemerintahan

daerah, pemerintahan desa/kelurahan, RW/RT) serta para pelaku

pembangunan PBRT.

c. Meningkatnya dukungan dan kerjasama dengan para stakeholders

strategis lainnya (swasta, LSM, kelompok profesi dll) untuk

mensukseskan ketercapaian program PBRT.

4. Meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan dan kesetaraan sarana dan

prasarana kebutuhan dasar warga miskin di masing-masing lingkuangan

RT dalam desa dan kelurahan. Adapun indikator keberhasilan tujuan

tercermin dari ;

a. Meningkatnya ketersediaan sarana dana prasarana dasar (9 kebutuhan

pokok) warga miskin di setiap lingkungan RT dalam desa dan

kelurahan.

b. Adanya kebijakan-kebijakan, program-program dan kegiatan serta

anggaran yang berpihak kepada kelompok warga miskin serta inovasi-

inovasi baru yang kreatif dan konstruktif untuk kemajuan

pembangunan berbasis rukun tetangga.

5. Mengembangkan model PBRT percontohan yang dapat dijadikan sebagai

contoh teladan (best practices) serta dapat direplikasi untuk

pengembangan PBRT di masa mendatang. Adapun indikator keberhasilan

tujuan tercermin dari ;

a. Meningkatnya program dan kegiatan inovatif dalam PBRT setiap

tahunnnya atau secara priodik.

b. Adanya RT teladan/percontohan (inovatif dan berhasil) yang memiliki

keunggulan di bidang tertentu (misalnya di bidang pengembangan

partisipasi, ekonomi, sosial, budaya dan politik serta keamanan).

c. Adanya sistem penilaian keberhasilan program PBRT secara obyektif

melalui indeks penilaian desa/kelurahan dan pemberian sistem reward

dan punishment yang mendorong motivasi semangat untuk

pencapaian tujuan PBRT di masa mendatang.

Page 119: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

6. Mengembangkan kebijakan dan program untuk meningkatkan rasa aman,

nyaman dan damai di lingkungan RT melalui pengembangan sistem

peringatan dini. Adapun indikator keberhasilan tujuan tercermin dari ;

a. Berkurangya tingkat kriminilitas dan ganguan ketertiban umum di

lingkungan RT

b. Tersedianya data dan informasi yang cepat dan akurat mengenai

situasi dan kondisi kerawanan ekonomi, sosial, budaya, politik dan

keamanan di masing-masing lingkungan RT.

c. Adanya sistem informasi peringatan dini yang menjamin pencegahan

dan penanggulangan dini bencana sosial, ekonomi, politik, keamanan

berbasis lingkungan RT secara cepat dan tepat.

5.1.4. Program dan Kegiatan PBRT 2011-2015

Secara umum Program Pembangunan Berbasis Rukun Tetangga pada

tahun 2011 dan 2015 mengacu pada visi dan misi sebagaimana di atas dan

diarahkan pada upaya untuk ; pertama, memperkuat keberhasilan program

yang telah tercapai pada tahun-tahun sebelumnya. (PBRT tahap I), seperti;

program rehab rumah bagi warga miskin, pemberdayaan RT dan dana

stimulan dan beberapa program lainnya. Kedua, merepons permasalahan

dan perkembangan dinamika sosial, ekonomi, budaya politik dan keamanan

kekinian yang dihubungkan pula dengan kerangka umum kebijakan

pembangunan daerah 2011-2015.

Dilihat dai sifat program dan kegiatannya, maka pada tahun 2011-2015

terdapat program yang bersifat rutin dan insidentiil. Program yang bersifat

rutin adalah program/kegiatan yang setiap tahunnya dibutuhkan dalam PBRT,

misalnya terkait dengan pelaksanaan musyawarah RT. Sedangkan yang

dimaksud dengan program dan kegiatan yang bersifat insidenttil adalah

program dan kegiatan yang ditujukan untuk merespon dinamika

perkembangan dan kebutuhan program dan kegiatan selama kurun waktu lima

tahun ke depan. Secara umum, bentuk program dan kegiatan utama yang

akan dilaksanakan meliputi ;

Page 120: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

1. Program penguatan partisipasi pembangunan ekonomi, sosial, politik,

budaya dan keamanan/ketertiban bagi warga miskin. Kegiatan yang akan

dilaksanakan antara lain meliputi ;

a. Meningkatkan ketersediaan data dan akses informasi PBRT

antara lain ; data dan informasi SIOS, data dan informasi

program tahunan PBRT dll.

b. Menyelenggarakan sosialiasi PBRT baik melalui dialog, penerbitan

brosur, buletin dan lain sebagainya

c. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan

partisipasi masyarakat di bidang ekonomi, sosial, politik, budaya

dan keamanan/ketertiban.

d. Melakukan pendampingan secara intens untuk peningkatan

partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan ekonomi,

sosial, politik, budaya dan ketertiban.

e. Memfasilitasi pengembangan partisipasi masyarakat melalui

pelibatan masyarakat dalam berbagai program perencanaan,

pelaksanaan dan pengawasan PBRT melalui dialog, konsultasi

publik, serial diskusi/forum warga, pembuatan kotak pengaduan,

pembentukan pusat informasi pembangunan desa/kel/RT dsb.

f. Menyusun berbagai regulasi sesuai dengan kebutuhan dan

dinamika PBRT, antara lain ; misalnya regulasi yang menjamin

akses informasi dan penerima manfaat program adalah warga

mikin, regulasi tentang dana bantuan dll.

2. Program Optimalisasi Peningkatan SumberDaya Alam dan ekonomi

untuk peningkatan kesejahteraan ekonomi warga miskin. Kegiatan

meliputi ;

a. Melakukan Pemetaan dan kajian potensi geografis dan

sumberdaya alam serta ekonomi potensial dan produktif di

masing-masing lingkungan RT secara periodik dan berkelanjutan

(data dan informasi potensi RT).

Page 121: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

b. Penyusunan Pembuatan data dan penyebaran informasi

(promosi) potensi geografis dan sumber daya alam serta

ekonomi potensial berbasis desa/keluharan berdasarkan atas

data dan informasi dari RT.

c. Pembentukan Badan Usaha atau Kelompok Usaha Produktif

berbasis potensi yang ada di lingkungan RT/desa/kelurahan

untuk mengembangkan potensi yang ada (akan dilakukan pula

reformulasi bentuk kelembagaan usaha yang tepat di tingkat

RT/reformulasi KBRT)

d. Pengembangan usaha produktif, meliputi ; penyusunan rencana

usaha berbasis potensi dan management usaha, peningkatan

jaringan usaha dan kerjasama

e. Memfasilitasi pemberian bantuan usaha/permodalan bagi

kelompok warga miskin yang memiliki potensi usaha dan jiwa

enterprenurship (termasuk melakukan reformulasi kelompok

sasaran KBRT)

f. Melakukan Pendampingan dan pelatihan-pelatihan untuk

mendukung usaha ekonomi produktif berdasar potensi dan

perencanaan usaha, termasuk memnfasilitasi jaringan usaha dan

kerjasama

g. Penyusunan regulasi dan program inovatif untuk mendukung

pengembangan usaha masyarakat berbasis potensi di masa

mendatang

3. Program Optimaliasi Pengembangan potensi & kekuatan organisasi

sosial kemasyarakatan desa dan kelurahan (pemerintahan desa, LPM,

KPM, RW, RT dll) serta kelompok strategis lainnya (swasta, LSM dll)

untuk percepatan pengentasan kemiskinan. Kegiatan yang perlu

dilaksanakan, antara lain meliputi;

a. Menyelenggarakan Pelatihan management Tata Kelola PBRT,

Tatalaksana Organisasi, dan metodelogi pemberdayaan

Page 122: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

masyarakat untuk para pelaku PBRT (khususnya pemerintahan

desa/kelurahan, LPM, BPD, RT/RW).

b. Menyelenggaran training of trainers untuk KPM, antara lain ;

teknik untuk memfasilitasi perencanaan dan monev secara

partisipatif, teknik melakukan pemetaan sosial, teknik

pengorganisasian masyarakat dan lainnya

c. Mengkaji dan menyusun berbagai regulasi pendukung PBRT ;

seperti juklak dan juknis untuk para pelaksana PBRT (misalnya,

juknis tentang pemetaan sosial, juklak dan juknis SIOS, juklak

dan juknis KBRT, dll)

d. Memfasilitasi adanya forum koordinasi dan monev bersama serta

peningkatan dukungan dan kerjasama yang sinergis dan

singkron dalam PBRT baik dari aspek program maupun dari

aspek para pelaku PBRT (stakeholders) antara lain ; koordinasi

antar SKPD, KPM, RT, desa dan para pelaku lainnya yang

dilakukan serta koordinasi program, seperti jumantara, KBRT dll

secara berkala.

4. Program peningkatan ketersediaan, keterjangkauan dan kesetaraan

sarana dan prasarana kebutuhan dasar warga miskin di masing-masing

lingkungan RT dalam desa dan kelurahan. Kegiatan yang perlu

dilaksanakan, antara lain meliputi;

a. Penyediaan sarana dana prasarana dasar (9 kebutuhan pokok)

warga miskin di setiap lingkungan RT dalam desa dan kelurahan

berdasarkan potensi dan kemampuan masyarakat dan

difokuskan pada daerah terpencil/terbelakang.

b. Melanjutkan program pembangunan rehab rumah dengan

meningkatkan partisipasi dan swadaya lokal masyarakat serta

kerjasama antar RT.

c. Memfasilitasi ketersediaan Penyediaan air bersih secara gratis

bagi warga miskin yang kesulitan air bersih, dan pembangunan

fasilitas MCK

Page 123: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

d. Memberikan bantuan khusus bagi keluarga miskin, jompo dan

anak-anak terlantar untuk pemenuhan infastuktur dasar, seperti

bantuan beras bagi warga miskin.

e. Menyusun program dan kegiatan tahunan dibidang infrastuktur

berbasis atas kebutuhan warga miskin serta program yang

berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar warga miskin.

5. Program peningkatan perlindungan kerawanan sosial-budaya, ekonomi,

politik dan alam berbasis RT/desa/kelurahan. Kegiatan yang perlu

direncanakan antara lain adalah;

a. Melakukan pemetaan/identifikasi situasi dan kondisi kerawanan

sosial, ekonomi, politik dan alam melalui pendekatan Early

Warning System dan Early Response System

b. Menyelenggarakan pelatihan kepada para stakholders tentang

EWS untuk pencegahan dan penanggulan bencana alam dan

sosial serta ganguan keamanan lingkungan berbasis komunitas

c. Memfasilitasi adanya Team Relawan Tanggap Darurat berbasis

komunitas di masing-masing desa/kelurahan dan RT

d. Memfasilitasinya adanya data dan informasi serta sistem

informasi dan peringan dini berbasis desa/kelurahan dan RT

6. Program pengembangan model PBRT percontohan yang dapat dijadikan

sebagai contoh teladan (best practices) serta dapat direplikasi untuk

pengembangan PBRT di masa mendatang. Adapun kegiatan yang perlu

untuk dilaksanakan antara lain adalah;

a. Menyelenggarakan sayembara PBRT Award ; Tingkat

Desa/kelurahan di selenggarakan oleh masing-masing

desa/kelurahan, Tingkat Kecamatan di selenggarakan oleh

masing-masing Kecamatan dan Tingkat Kabupaten di

selenggarakan oleh Kabupaten (Wakil Pemenang dari Kecamatan

akan dikompetisikan pada tingkat Kabupaten).

Page 124: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

b. Menyusun dan melaksanakan Indeks Tata Kelola Pemerintahan

Desa dan Kelurahan (termasuk PBRT) secara berkala

c. Menyusun dan mendokumentasikan praktek-praktek best

practices PBRT dari masing-masing lingkungan RT.

d. Mempublikasikan dan menyebarkan informasi dalam bentuk

brosur, buku-buku, dll terkait dengan praktek best practices

PBRT.

e. Menyusun pedoman dan melaksanakan replikasi best practices

PBRT kepada RT lainnya atau desa/kelurahan lainnya.

f. Menyelanggarakan seminar dan lokakarya terkait dengan

keberhasilan inovasi PBRT.

g. Melakukan evaluasi (lesson learned) atas inovasi dan praktek

best practices secara berkala serta menyusun program dan

kegiatan yang inovatif di masa mendatang

Page 125: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

Sasaran Program Kegiatan

Indikasi Kegiatan Keterangan Kerangka Regulasi

Kerangka Anggaran (tahun) ke-

Terintegrasinya program Pembangunan Berbasis Rukun Tetangga dengan Program Daerah, Desa/kelurahan/RT dan program lainnya

Optimalisasi & Sinergisitas PBRT

(1) Integrasi program melalui penyusunan RPJMDesa (pengumpulan data dan informasi mulai dari tingkat RT, RW dan Dusun).

(2) Peningkatan koordinasi antar SKPD melalui pertemuan secara berkala ( khususnya;SKPD yang memasukkan bagian kegiatan dalam PBRT), seperti Dinas Koperasi dengan program KBRT, Dinas Kesehatan dengan Program Jumantara, dll serta Peningkatan koordinasi dan sinergisitas antar organsiasi kemasyarakatan, RT dengan RW, RT dengan Dusun, RT dengan KPM dll.

(3) Peningkatan singkroniasai dan sinergisitas PBRT dengan program lainnya, sepertu PNPM, Program CSR- Comdev PT.NNT dll.

(4) Menyusun kerangka regulasi kebijakan dan atau juklak-juknis (tupoksi) untuk memperjelas keberadaan, peran dan fungsi SKPD leading Sektor dalam PBRT dan SKPD pendukung lainya

(1) Perda Pedoman Penyusunan RPJM Desa & Perdes RPJM Desa - - (4) Perbup/Perda ttg yang mengatur CSR PT.NNT dan perusahaan lainnya (5) Perbup/SK Bupati

(1)

(1)

(1)

(1)

(1)

(1)

Untuk Penyusunan RPJMDesa dan RPJM Kabupaten. Pola pendekatan yang digunakan adalah Apakah RPJM Desa menyesuaikan dengan RPJM Kabupaten ataukah RPJM Kabupaten merupakan mengkompilasi RPJMDesa

Organisasi sosial kemasyaratan memiliki kepedulian dan pemahaman terhadap PBRT serta sense of responsilibilty terhadap kelompok warga miskin dan rawan di lingkungan RT;

Sosialiasi dan review PBRT

(1) Pembuatan poster dan brosur yang berisikan tujuan dan kelompok sasaran atau penerimana manfaat program PBRT

(2) Sosialiasi tatap muka tentang PBRT dengan para pelaku atau pelaksana dan kelompok penerima program (multistakeholders).

(3) Penerbitan buletin jum’at (6 bulan sekali) berisikan tentang PBRT (Islam dan pengentasan kemiskinan)

-

(1) (1) (1)

(2) juknis Sosialiasi

Meningkatnya Program (1) Pelatihan Perencanaan Pembangunan Berbasis RT

Page 126: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

kemampuan dan keahlian pemerintahan desa dan kelurahan setempat dan Kader Pemberdayaan Masyarakat untuk memfasilitasi terselenggaranya PBRT

Peningkatan Partisipasi Desa/Kelurahan dan RT untuk PBRT

(2) Pelatihan Monitoring dan Evaluasi Partisipatif dalam PBRT

(3) Pelatihan Pemetaan potensi desa dan kelurahan secara partisipatif

(4) Pelatihan Pemetaan Kemiskinan Secara Partisipatif (5) Pelatihan Teknik Fasilitator Pembangunan (6) Pelatihan Pengembangan Usaha berbasis potensi

desa dan kelurahan/RT (7) Pelatihan Manajement Tata Kelola RT

-

(1) (1) (1)

Modul Pelatihan (juklak dan juknis)

Meningkatnya partisipasi dan peran sosial budaya, ekonomi, politik warga miskin dalam kehidupan sosial budaya, ekonomi dan politik

Program Peningkatan Partisipasi Warga Miskin dalam PBRT

(1) Pelatihan untuk peningkatan partisipasi warga miskin (2) Penyediaan akses informasi program-program

pembangunan bagi warga miskin, misalnya informasi tentang dana bantuan bagi warga miskin, rehab rumah dll.

(3) Pelibatan warga miskin dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan monitoring program pembangunan

-

(2) (2)

(1)

Modul Pelatihan

Meningkatnya kapasitas dan keahlian RT (sekurang-kurangnya 25 %) dari seluruh jumlah RT yang dapat melaksanakan program pembangunan berbasis rukun tetangga secara baik

Program Peningkatan Kapasitas RT

(1) Pelatihan Teknik memfasilitasi musyawarah RT/Rapat-rapat

(2) Pelatihan Mediasi untuk menyelesaikan permasalahan/laporan warga

(3) Pelatihan Administrasi Kelembagaan RT. (4) Pelatihan PBRT (Latar belakang, tujuan PBRT,

tahapan PBRT, agenda PBRT dll).

Juklak dan Juknis/Modul

(2) (2) (2) (2)

Terbangunnya struktur organisasi kelembagaan RT yang kuat, mandiri dan memiliki kedudukan dan pola hubungan yang jelas, termasuk TUPOKSI pengurus RT sehingga adminitrasi dan

Program Penataan kelembagaan RT

(1) Restrukturisasi kelembagaan RT yang tidak efektif (2) Penyusunan Pedoman TUPOKSI RT (3) Indeks Kemajuan/Perkembangan Kelembagaan dan

Kinerja RT secara periodik

(2) (2)

(2,3,4,5)

Page 127: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

tatalaksana RT dalam PBRT menjadi jelas.

Terbangunnya sistem data dan informasi yang akurat mengenai peta potensi potensial dan perkembangannya di masing-masing lingkungan RT, desa dan kelurahan

Pengembangan Sistem data dan Informasi Potensi Desa/kelurahan Berbasis RT

(1) Penyusunan potensi RT oleh Pengurus RT (2) Penyusunan Kompliasi Data RT oleh RW/Dusun (3) Penyusunan Kompilasi data dan informasi potensi RT

oleh Desa/Kelurahan untuk menjadi data potensi desa/kelurahan

(4) Pembuatan Sistem Jaringan Data dan Informasi Potensi Desa/Kelurahan melalui e-goverment

(5) Publikasi potensi desa dan kelurahan (6) Updating data perkembangan potensi desa dan

kelurahan 1 tahun sekali

(1 dan 2) (1 dan 2) (1 dan 2) (2 dan 3) (3 ) (1 s/d 5)

Point 1 s.d. 3 Juklak dan Juknis

Adanya perencanaan usaha dan pengembangan usaha untuk warga miskin secara profesional, mandiri dan berkelanjutan

Program Inovasi Model KBRT berbasis Potensi RT/Desa/kelurahan

(1) Penyusunan model Pengembangan Usaha Koperasi Berbasis RT yang mengacu pada potensi desa/kelurahanh

(2) Penataan Pengelolaan Koperasi Berbasis RT (kerangka regulasi, konsepsi, dll)

(3) Pengembangan jaringan usaha dan kerjasama usaha KBRT

(4) Penerapan sanksi yang tegas terhadap para pengurus KBRT yang “nakal”.

(5) Pemberian Penghargaan terhadap pengurus KBRT yang inovatif dan berhasil mensejahterakan warga miskin.

(5). SK Bupati

(1 dan 2) (1 dan 2) (2, 3, 4 dan 5) (2, 3, 4 dan 5)

Juklak dan juknis/Modul pelatihan

Adanya pemanfaatan atau optimalisasi atas potensi potensial geografis dan sumber daya alam oleh warga miskin sebagai usaha untuk peningkatan

Optimalisasi Potensi Geografis dan Sumber Daya Alam (Inisiasi industrialisasi pedesaan/kelurahan berbasis potensi RT)

(1) Pemberdayaan potensi desa dan kelurahan melalui proses pendampingan

(2) Pengembangan inovasi pemanfaatan potensi desa/kelurahan berbasis RT

(3) Pemberian dana stimulan bagi warga yang memiliki potensi usaha dan jiwa enterprenurship

(4) Evaluasi keberhasilan pencapaian optimalisasi potensi desa/kelurahan

(1,2,3,4,5) (idem) (2,3,4,5) (1,2,3,4,5)

Juklak dan juknis/Modul pelatihan

Page 128: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

pendapatan warga miskin ;

Pengembangan sarana dan prasarana infastuktur dasar untuk warga miskin ; seperti pembangunan rehab rumah, bantuan sosial pendidikan dan kesehatan, air bersih, irigasi, MCK dan sebagainya.

Penyediaan Infrastuktur Warga Miskin berbasis RT

(1) Merubah model pelaksaan program rehab rumah dengan lebih menekankan pada aspek partisipasi misalnya dengan cara mendesentralisasikan kewenangan pengelolaan rehab rumah termasuk anggaran kepada desa secara langsung dan pola pembangunan rehab rumah dengan menekankan sistem padat karya atau gotong royong, tidak melalui tender dan dikelola/dimonopoli pengusaha (kontraktor pelaksana)—melainkan masyarakat setempatlah, khususnya pemilik rumah sebagai kontraktor pelaksana.

(2) Penyediaan air bersih secara gratis bagi warga miskin yang kesulitan air bersih, dan pembangunan fasilitas MCK

(3) Penyediaan bantuan bagi keluarga miskin, jompo dan anak-anak terlantar untuk pemenuhan infastuktur dasar.

Perbup/SK Bupati (1 dan 2)

Menciptakan kebijakan-kebijakan, program-program dan kegiatan serta anggaran yang berpihak kepada kelompok warga miskin serta inovasi-inovasi baru yang kreatif dan konstruktif untuk kemajuan pembangunan berbasis rukun tetangga.

Pengembangan Kebijakan, program dan kegiatan inovasi PBRT

(1) Menyusun berbagai regulasi sesuai dengan kebutuhan dan dinamika PBRT, antara lain ; misalnya regulasi yang menjamin akses informasi dan penerima manfaat program adalah warga mikin, regulasi tentang dana bantuan dll.

(2) Menyusun program dan alokasi anggaran pembangunan untuk pengentasan kemiskinan sesuai dengan masalah dan kebutuhan yang dihadapi warga miskin

(3) Fasilitasi /Asistensi pengelolaan ADD, Donasi PT NNT dan bantuan lainnya yang diperuntukkan bagi desa untuk difokuskan/prioritaskan pada program pengentasan kemiskinan

(4) Melakukan evaluasi dan inovasi-inovasi atas pencapaian PBRT secara berkala

-

(1,2,3,4,5) Idem Idem Idem

Page 129: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi

Adanya model RT percontohan yang dapat dijadikan bahan pembelajaran bersama (lesson learned) sekaligus bahan replikasi best practices

Pilot Project Inisiasi Inovasi pengembangan model Best Practices PBRT

(1) Menyusun Indeks Pemetaan Keberhasilan (Best Practices) RT dalam pengelolaan PBRT

(2) Merubah pola penilaian lomba RT dengan mengacu pada pendekatan hasil indeks

(3) Mendokumentasikan dan mempublikasikan praktek-praktek best practices yang muncul dalam PBRT.

(4) Membuat replikasi best practices untuk dikembangkan pada wilyah RT lainnya

(1,2,3,4,5) (2) (1,2,3,4,5,) 2, 3,4

Adanya kelompok pemerhati sosial atau tanggap darurat di masing-masing lingkungan yang memiliki kapasitas untuk merespons secara cepat dan tepat dalam pencegahan dan penanggulangan dini.

Peningkatan Perlindungan Keamanaan Warga Berbasis RT

(1) Identifikasi Relawan Tanggap Darurat dan Keamanan Lingkungan RT

(2) Pelatihan EWS untuk pencegahan dan penanggulan bencana alam dan sosial serta ganguan keamanan lingkungan berbasis komunitas

(3) Pembentukan Team Relawan Tanggap Darurat berbasis komunitas di masing-masing desa/kelurahan/RT

(1) (1) (1)

Juklak dan juknis/Modul pelatihan

Adanya sistem informasi kerawanan dini (Early Warning System and Early Respons System) Berbasis Komunitas (Bidang Kesehatan, Pendidikan, Ekonomi, Sosial, Budaya, termasuk daerah rawan bencana alam)

Pengembangan Sistem EWS berbasis komunitas RT

(1) Pemetaan daerah rawan sosial, ekonomi dan bencana alam

(2) Pembentukan Team Relawan Tanggap Darurat berbasis komunitas tingkat desa/kelurahan

(3) Pembuatan Sistem Data dan Informasi daerah rawan bencana

(1) (1) (2)

Juklak dan juknis/Modul pelatihan

Page 130: Model Pembangunan Berbasis RT Sebuah Evaluasi