Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-Krpl) Di Kabupaten ...
MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KABUPATEN …
Transcript of MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KABUPATEN …
1
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KABUPATEN PINRANG SULAWESI
SELATAN
Hasnah Juddawi dkk
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembanguanan ketahanan pangan mempunyai ciri cakupan luas,
adanya keterlibatan lintas sektor, multidisiplin serta penekanan pada basis
sumberdaya lokal. Menurut Saliem (2011) pembangunan ketahanan
pangan berhasil/terwujud bila dua kondisi terpenuhi, yaitu (1) pada
tataran makro, setiap saat tersedia pangan yang cukup (jumlah, mutu,
keamanan, keragaman merata dan terjangkau); (2) pada tataran mikro,
setiap rumah tangga setiap saat mampu mengkonsumsi pangan yang
cukup, aman, bergizi dan sesuai pilihannya, untuk menjalani hidup sehat
dan produktif. Bila terjadi kerawanan pangan akan mempunyai dampak
besar bagi bangsa, yang meliputi aspek ekonomi (produktivitas rendah),
sosial (keresahan/ kerusuhan) serta politik (instabilitas).
Salah satu butir pembangunan ketahanan pangan adalah
mengembangkan ketersediaan dan mempercepat penganekaragaman
konsumsi pangan berbasis pangan lokal, melalui (a) menjamin ketersediaan
sarana dan prasarana produksi, (b) mengendalikan alih fungsi lahan, (c)
melakukan pengkajian dan penerapan berbagai teknologi tepat guna
pengolahan pangan berbasis tepung- tepungan dan aneka pangan lokal
lainnya, (d) menetapkan hari-hari tertentu sebagai hari mengkonsumsi
pangan lokal, (e) mendorong berkembangnya kantin/warung desa
/sekolah/perguruan tinggi untuk memanfaatkan bahan-bahan pangan
2
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
lokal.
Upaya diversifikasi pangan yang tertuang dalam salah satu butir
kesepakatan tersebut sangat strategis dalam rangka menurunkan konsumsi
beras. Saat ini konsumsi beras mencapai 139 kg/kapita/tahun. Menurut
Wakil Menteri Pertanian, konsumsi ini perlu diturunkan, idealnya pada
kisaran 90 hingga 100 kg/kapita/tahun.
Presiden RI pada acara Konferensi Dewan Ketahanan Pangan di
Jakarta International Convention Center (JICC) bulan Oktober 2010,
menyatakan bahwa ketahanan dan kemandirian pangan nasional harus
dimulai dari rumah tangga. Pemanfaatan lahan pekarangan untuk
pengembanan pangan rumah tangga merupakan salah satu alternatif untuk
mewujudkan kemandirian pangan rumah tangga. Dalam masyarakat
perdesaan, pemanfaatan lahan pekarangan untuk ditanami tanaman
kebutuhan keluarga sudah berlangsung dalam waktu yang lama dan
masih berkembang hingga sekarang meski dijumpai berbagai
pergeseran. Komitmen pemerintah untuk melibatkan rumah tangga dalam
mewujudkan kemandirian pangan perlu diaktualisasikan dalam
menggerakkan lagi budaya menanam di lahan pekarangan, baik di perkotaan
maupun di pedesaan.
Kementerian Pertanian menyusun suatu konsep yang disebut
dengan “Model Kawasan Rumah Pangan Lestari” yang dibangun dari
Rumah Pangan Lestari (RPL) dengan prinsip pemanfaatan pekarangan
yang ramah lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi
keluarga, serta peningkatan pendapatan yang pada akhirnya akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Di Sulawesi Selatan, pemanfatan lahan pekarangan masih
didominansi tanaman hias, terutama di daerah perkotaan yang sudah
mengerti nilai estetika. Dengan inovasi dan kreatifitas lahan pekarangan
3
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
dapat ditata sehingga memiliki multi fungsi baik sebagai bahan pemenuhan
kebutuhan gizi serta sumber pendapatan keluarga. Ketersediaan jenis pangan
dan rempah yang beraneka ragam, berbagai jenis tanaman pangan seperti
padi- padian, umbi-umbian, kacang-kacangan, sayur, buah, dan pangan dari
hewani banyak kita jumpai. Demikian pula berbagai jenis tanaman rempah dan
obat-obatan dapat tumbuh dan berkembang dengan mudah di wilayah kita ini.
Namun demikian realisasi konsumsi masyarakat masih dibawah anjuran
pemenuhan gizi. Oleh karena itu salah satu upaya untuk meningkatkan ketahanan
pangan keluarga dan gizi masyarakat harus diawali dari pemanfaatkan
sumberdaya yang tersedia maupun yang dapat disediakan di lingkungannya.
Upaya tersebut ialah memanfaatkan pekarangan yang dikelola oleh keluarga.
Berdasarkan pengamatan, perhatian petani terhadap pemanfaatan
lahan pekarangan relatif masih terbatas, sehingga pengembangan
berbagai inovasi yang terkait dengan lahan pekarangan belum banyak
berkembang sebagaimana yang diharapkan. Hal ini terlihat dengan realisasi
konsumsi masyarakat yang masih di bawah anjuran pemenuhan gizi yang
ditunjukkan melalui indikator skor pola pangan harapan (PPH) nasional masih
rendah 75,7 (2009). Tahun 2010 PPH Provinsi Sulawesi Selatan masih 84,5
dan ditargetkan pada tahun 2015 angka PPH mencapai 90.
Kementerian Pertanian melihat potensi lahan pekarangan ini sebagai
salah satu pilar yang dapat diupayakan untuk mewujudkan kesejahteraan
keluarga, baik bagi rumah tangga di pedesaan maupun di perkotaan.
Kegiatan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) yang diinisiasi
oleh Badan Litbang Pertanian diharapkan akan memicu lahirnya pemikiran
dan konsep bagi optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan, utamanya
melalui pemanfaatan berbagai inovasi yang telah dihasilkan oleh Badan
Litbang Pertanian dan lembaga penelitian lainnya. Ke depan diharapkan
melalui inisiatif ini akan semakin berkembang upaya-upaya kreatif di tengah
4
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
masyarakat dalam pemanfaatan lahan dan ruang yang ada di sekitar mereka.
Oleh karena itu salah satu upaya untuk meningkatkan ketahanan
pangan dan gizi keluarga dapat dilakukan melalui pemanfaatkan
sumberdaya yang tersedia maupun yang dapat disediakan di lingkungannya.
Desa Mattombong, Kecamatan Mattirosompe, Kabupaten Pinrang,
merupakan desa pertanian, dengan pengembangan komoditi padi, ikan
bandeng dan udang, sedangkan kebutuhan sayuran disuplai dari kecamatan
tetangga bahkan dari kabupaten tetangga.
Guna memenuhi kebutuhan sayur rumah tangga dapat dilakukan
melalui pemanfaatan lahan pekarangan dengan diversivikasi komoditi
sayuran. Berdasar latar belakang tersebut, Kementerian Pertanian melalui
Badan Litbang Pertanian dalam hal ini Balai PengkajianTeknologi Pertanian
Sulawesi Selatan bekerjasama dengan kelompok wanitani Mekarsari
mengembangkan suatu Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (Model
KRPL) untuk optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan, utamanya melalui
pemanfaatan berbagai inovasi yang telah oleh Badan Litbang
Pertanian dan lembaga penelitian lainnya. Untuk menuju Pola Pangan
Harapan, diperlukan model diversifikasi yang dapat memenuhi kebutuhan
kelompok pangan (padi-padian, aneka umbi, pangan hewani, minyak dan
lemak, buah/biji berminyak, kacangkacangan, gula, sayur dan buah, dan
lainnya) bagi keluarga.
1.2. Tujuan
Tujuan jangka pendek :
a. Memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga melalui pemanfaatan
lahan pekarangannya
b. Meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat alam pemanfaatan
lahan pekarangan
c. Mengembangkan sumber benih/bibit untuk menjaga keberlanjutan dan
5
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
kelestarian pemanfaatan pekarangan
d. Mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga dan menciptakan
ketahanan lingkungan hijau yang bersih dan sehat secara mandiri
Tujuan jangka panjang adalah :
a. Kemandirian pangan keluarga
b. Diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal
c. Pelestarian tanaman pangan untuk masa depan
d. Peningkatan kesejahteraan keluarga dan masyarakat
1.3. Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan model KRPL ini adalah
berkembangnya kemampuan keluarga dan masyarakat secara ekonomi dan
sosial, di Kabupaten Pinrang khususnya dan Sulawesi Selatan pada
umumnya, dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi secara lestari,
menuju keluarga dan masyarakat yang mandiri dan sejahtera.
1.4. Keluaran Yang Diharapkan
a. Terbentuknya kawasan pengembangan pekarangan mendukung Rumah
Pangan Lestari di Perdesaan.
b. Terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi di setiap rumah tangga
c. Berkembangnya kegiatan ekonomi produktif di perdesaan dan perkotaan
1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak
Manfaat
Teradopsinya model pemanfaatan pekarangan di kelompok
rumahtangga dalam satu Rukun Tetangga, Rukun Warga atau satu
dusun/kampung.
Dampak
a. Menurunnya pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga masyarakat
b. Peningkatan kesejahteraan masyarakat
6
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
II. TINJAUAN PUSTAKA
Lahan pekarangan memiliki fungsi multiguna, karena dari lahan yang
relatif sempit ini, bisa menghasilkan bahan pangan seperti umbi-umbian, sayuran,
buah-buahan; bahan tanaman rempah dan obat, bahan kerajinan tangan; serta
bahan pangan hewani yang berasal dari unggas, ternak kecil maupun ikan.
Manfaat yang akan diperoleh dari pengelolaan pekarangan antara lain dapat :
memenuhi kebutuhan konsumsi dan gizi keluarga, menghemat pengeluaran,
dan juga dapat memberikan tambahan pendapatan bagi keluarga.
Berbagai jenis tanaman pangan seperti padi-padian, umbi-umbian, kacang-
kacangan, sayur, buah, dan pangan dari hewani banyak kita jumpai. Demikian
pula berbagai jenis tanaman rempah dan obat-obatan dapat tumbuh dan
berkembang dengan mudah di wilayah kita ini. Namun demikian realisasi
konsumsi masyarakat masih dibawah anjuran pemenuhan gizi. Oleh karena itu
salah satu upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan keluarga dan gizi
masyarakat harus diawali dari pemanfaatan sumberdaya yang tersedia
maupun yang dapat disediakan di lingkungannya. Upaya tersebut ialah
memanfaatkan pekarangan yang dikelola oleh keluarga. Manfaat yang akan
diperoleh dari pengelolaan pekarangan antara lain dapat: memenuhi kebutuhan
konsumsi dan gizi keluarga, menghemat pengeluaran, dan juga dapat
memberikan tambahan pendapatan bagi keluarga. Potensi lahan pekarangan
sebagai salah satu pilar yang dapat diupayakan untuk mewujudkan
kesejahteraan keluarga, baik bagi rumah tangga di pedesaan maupun
di perkotaan.
2.1. Kongsep Model Kawasan Rumah Pangan Lestari
Pekarangan adalah sebidang tanah darat yang terletak langsung di
sekitar rumah tinggal dan jelas batas-batasannya, ditanami dengan satu
atau berbagai jenis tanaman dan masih mempunyai hubungan
7
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
pemilikan dan/atau fungsional dengan rumah yang bersangkutan.
Mardiharini (2011). Sementara menurut Saliem (2011), Hubungan
fungsional yang dimaksudkan di sini adalah meliputi hubungan
sosial budaya, hubungan ekonomi, serta hubungan biofisika.
Lahan pekarangan yang dikelola secara optimal dapat memberikan
manfaat bagi rumah tangga dan keluarga yang mengelolanya. Hal ini
dapat terlihat dari beragam fungsi dasar pekarangan yaitu menjadi
warung hidup, bank hidup, apotik hidup serta fungsi keindahan. Lahan
pekarangan yang dikelola dengan baik dapat memberikan manfaat
antara lain adanya peningkatan gizi keluarga, tambahan pendapatan
keluarga, lingkungan rumah asri, teratur, indah dan nyaman. Semakin
beragam tanaman pangan atau tanaman obat keluarga (toga) yang
dikembangkan serta semakin banyak ternak/ikan yang
dibudidayakan, maka diharapkan rumah tangga/keluarga yang
mengelola, kehidupannya akan menjadi semakin sejahtera. Lahan
pekarangan yang sempit pun dapat ditata dengan baik dengan
diciptakan tabulapot (tanaman bumbu dalam pot), kolam ikan dengan
ukuran mini, dll sehingga halaman asri, teratur, indah dan nyaman
tentunya dengan biaya dan murah dapat memenuhi kebutuhan
keluarga (Rachman et al., 2007).
Dalam jangka pendek pemanfaatan pekarangan sebagai sumber
gizi keluarga yang dikelola secara baik diharapkan dapat meningkatkan
konsumsi pangan dan gizi bagi rumah tangga/keluarga, sedangkan
untuk jangka panjang diharapkan masyarakat yang mengelola
pekarangan dapat hidup lebih sejahtera.
Mardiharini (2011) sampai pada kesimpulan bahwa bagi
masyarakat pedesaan, pekarangan dapat dipandang sebagai “lumbung
hidup” yang tiap tahun diperlukan untuk mengatasi paceklik, dan
8
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
sekaligus juga merupakan “terugval basis” atau pangkalan induk yang
sewaktu-waktu dapat diambil manfaatnya apabila usahatani di sawah
atau tegalan mengalami bencana atau kegagalan akibat serangan
hama/penyakit, banjir, kekeringan dan bencana alam yang lain.
Model kawasan rumah pangan lestari (MKRPL) merupakan
suatu model kawasan dengan rumah tangga yang telah menerapkan
Rumah Pangan Lestari (RPL) dengan prinsip pemanfaatan pekarangan
yang ramah lingkungan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi
keluarga dan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Oleh karena itu,
pemanfaatan pekarangan tidak hanya sekedar menanami, tetapi
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi, mengembangkan
ekonomi produktif, dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan
sehat. Dalam pelaksanaanya, pekarangan dimanfaatkan secara optimal
untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran dan tanaman obat
keluarga (toga), pemeliharaan ternak dan ikan dilengkapi dengan
pengolahan limbah rumah tangga menjadi kompos. Setelah kebutuhan
rumah tangga terpenuhi, selanjutnya dapat dikembangkan pemasaran
dan pengolahan menjadi aneka produk untuk meningkatkan pendapatan
keluarga (Simatupang, 2006 dan Anonim, 2011). Lebih lanjut Simatupang,
(2006), menjelaskan bahwa penataan tanaman, kandang, kolam,
pembuatan pagar hidup dengan memilih tanaman yang bermanfaat dan
disusun bertingkat sesuai ketinggiannya merupakan bagian yang
penting untuk mendapatkan manfaat optimal dari pekarangan dengan
tetap mengindahkan estetika. Penataan satu RPL sesuai dengan luas
pekarangan telah diselesaikan, dapat dilanjutkan dengan penataan
kawasannya sehingga mewujudkan KRPL. Untuk itu perhatian ditujukan
pada pemanfaatan lahan kosong dan dapat juga di sekitar fasilitas
umum (sekolah, kantor, tempat ibadah, pos keamanan) dengan tanaman
9
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
buah (lokal atau langka) atau tanaman tahunan lain yang memberi
manfaat seperti pohon salam, melinjo, dan lainnya. Pemanfaatan
ruas jalan dapat diisi dengan tanaman buah, atau tanaman pakan
ternak seperti glirisidea, dadap, kaliandra yang disusun multi strata
dengan nenas, sereh, atau tanaman pendek lainnya.
Agar pemanfaatan pekarangan di suatu kawasan terus
berlanjut atau lestari sehingga menjadi Kawasan Rumah Pangan
Lestari, maka dalam satu dusun/desa ditumbuhkan kebun bibit desa
(untuk sayuran, tanaman pangan) pengolahan limbah menjadi kompos,
pengolahan hasil panen yang berlebih dan lembaga pemasaran yang
dikelola secara mandiri oleh masyarakat. Jika manfaat langsung dirasakan
masyarakat, maka pemanfaatan pekarangan dapat menjadi budaya
sekaligus memberikan sumbangan pada ketahanan pangan nasional
(Anonim, 2011).
Sisi lain dari program KRPL adalah berlangsungnya pemanfatan
sumberdaya pangan lokal, berkembangnya kuliner berbasis pangan lokal,
dan secara tidak langsung ikut serta mengelola dan memelihara
sumberdaya genetik/plasma nutfah lokal (bermacam-macam ubi, buah
langka, sayuran, kacang-kacangan, tanaman obat).
2.2. Kongsep dan Batasan Kawasan Rumah Pangan Lestari
Rumah Pangan Lestari: Tempat tinggal bagi keluarga atau
rumah tangga yang memanfaatkan pekarangannya secara intensif melalui
pengelolaan sumberdaya alam lokal secara bijaksana, yang menjamin
kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas, nilai dan keanekaragamannya (Kementerian Pertanian, 2011).
Penataan Pekarangan: ditujukan untuk memperoleh manfaat
yang sebesar-besarnya melalui pengelolaan lahan pekarangan secara
intensif dengan tata letak sesuai pemilihan komoditas.
10
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Pengelompokan Lahan Pekarangan: Dibedakan atas pekarangan
perkotaan dan perdesaan, masing-masing memiliki spesifikasi baik untuk
menetapkan komoditas yang akan ditanam, besarnya skala usaha
pekarangan, maupun cara menata tanaman, ternak, dan ikan.
a. Pekarangan Perkotaan : Pekarangan perkotaan dikelompokkan
menjadi 4, yaitu: (1) Perumahan Tipe 21, dengan total luas lahan sekitar
36 m2; (2) Perumahan Tipe 36, luas lahan sekitar 72 m2; (3)
Perumahan Tipe 45, luas lahan sekitar 90 m2; dan (4) Perumahan
Tipe 54 atau 60, luas lahan sekitar 120 m2.
b. Pekarangan Perdesaan: Pekarangan perdesaan dikelompkkan
menjadi 4, yaitu (1) pekarangan sangat sempit (tanpa halaman), (2)
pekarangan sempit (<120 m2), (3) pekarangan sedang (120-400 m2),
dan (4) pekarangan luas (>400 m2).
Pemilihan komoditas: ditentukan dengan mempertimbangkan
pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga serta kemungkinan
pengembangannya secara komersial berbasis kawasan. Komoditas untuk
pekarangan antara lain: sayuran, tanaman rempah dan obat, serta buah
(pepaya, belimbing, jambu biji, srikaya, sirsak). Pada pekarangan yang
lebih luas dapat ditambahkan kolam ikan dan ternak.
Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (Model KRPL),
diwujudkan dalam satu dusun (kampung) yang telah menerapkan prinsip
RPL dengan menambahkan intensifikasi pemanfaatan pagar hidup, jalan desa,
dan fasilitas umum lainnya (sekolah, rumah ibadah, dll), lahan terbuka hijau,
serta mengembangkan pengolahan dan pemasaran hasil. Suatu kawasan
harus menentukan komoditas pilihan yang dapat dikembangkan secara
komersial, dilengkapi dengan kebun bibit.
11
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
2.3. Tujuan Program Kawasan Rumah Pangan Lestari
Tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan Kawasan Rumah
Pangan Lestari (KRPL), yaitu:
a. Kemandirian pangan rumah tangga pada suatu kawasan,
b. Diversifikasi pangan yang berbasis sumber daya lokal,
c. Konservasi tanaman-tanaman pangan maupun pakan termasuk
perkebunan, hortikultura untuk masa yang akan datang,
d. Kesejahteraan petani dan masyarakat yang memanfaatkan Kawasan
Rumah Pangan Lestari,
e. Pemanfaatan kebun bibit desa agar menjamin kebutuhan masyarakat
akan bibit terpenuhi, baik bibit tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan, termasuk ternak, unggas, ikan dan lainnya,
f. Antisipasi dampak perubahan iklim.
Model KRPL dilaksanakan dengan melibatkan semua elemen
masyarakat dan instansi terkait pusat dan daerah, yang masing-masing
bertanggungjawab terhadap sasaran atau keberhasilan kegiatan. Untuk
melestarikan KRPL, para petugas lapangan setempat dan ketua kelompok
agar sejak awal dilibatkan secara aktif mulai perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi kegiatan. Diharapkan keterlibatan ini akan memudahkan proses
keberlanjutan dan kemandiriannya.
Keberlanjutan pengembangan rumah pangan lestari dapat diwujudkan
melalui pengaturan pola dan rotasi tanaman termasuk sistem integrasi
tanaman-ternak dan model diversifikasi yang tepat sehingga dapat memenuhi
pola pangan harapan dan memberikan kontribusi pendapatan keluarga.
Untuk menjamin keberlanjutan usaha pemanfaatan pekarangan, maka
ketersediaan bibit menjadi faktor yang menentukan keberhasilan. Oleh
karena itu perlu dibangun Kebun Bibit Desa (KBD) dan dikelola secara baik di
setiap KRPL.
12
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Berbeda dengan lahan pertanian secara umum, pekarangan rumah
memiliki luasan yang relatif sempit, bersentuhan langsung dengan penghuni
rumah, serta memiliki peran yang sangat kompleks. Oleh sebab itu,
pemanfaatannya dalam budidaya sayuran harus direncanakan sdemikian rupa
sehingga dapat berfungsi optimal, baik dalam hal tingkat produksi maupun
dalam pemanfaatan lainnya di rumah tangga. Beberapa prasyarat yang harus
dipenuhi dalam berbudidaya sayuran di pekaranganm diantaranya adalah
harus memiliki nilai estetika atau keindahan sehingga selain dapat dimakan
juga dapat mempercantik halaman rumah. Strategi yang dapat dilakukan,
diantaranya melalui pengaturan jenis, bentuk, dan warna tanaman (Saliem,
2011)
13
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
III. METODE PELAKSANAAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Ketahanan pangan (food security) adalah kondisi terpenuhinya pangan
bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang
cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Oleh
karenanya pemantapan ketahanan pangan dapat dilakukan melalui
pemantapan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Oleh karena itu
salah satu upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi keluarga
dapat dilakukan melalui pemanfaatkan sumberdaya yang tersedia maupun
yang dapat disediakan di lingkungannya. Desa Mattombong, Kecamatan
Mattirosompe, Kabupaten Pinrang, merupakan desa pertanian, dengan
pengembangan komoditi padi, ikan bandeng dan udang, sedangkan
kebutuhan sayuran disuplai dari kecamatan tetangga bahkan dari kabupaten
tetangga.
Guna memenuhi kebutuhan sayur rumah tangga dapat dilakukan
melalui pemanfaatan lahan pekarangan dengan diversivikasi komoditi
sayuran. Berdasar latar belakang tersebut, Kementerian Pertanian melalui
Badan Litbang Pertanian dalam hal ini Balai PengkajianTeknologi Pertanian
Sulawesi Selatan bekerjasama dengan kelompok wanitani Mekarsari
mengembangkan suatu Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (Model
KRPL) untuk optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan, utamanya melalui
pemanfaatan berbagai inovasi yang telah oleh Badan Litbang
Pertanian dan lembaga penelitian lainnya. Untuk menuju Pola Pangan
Harapan, diperlukan model diversifikasi yang dapat memenuhi kebutuhan
kelompok pangan (padi-padian, aneka umbi, pangan hewani, minyak dan
lemak, buah/biji berminyak, kacangkacangan, gula, sayur dan buah, dan
lainnya) bagi keluarga. Model ini juga diharapkan dapat memberikan
kontribusi pendapatan dan kesejahteraan keluarga.
14
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Inovasi teknologi pemanfaatan lahan pekarangan perlu ditampilkan
dalam bentuk yang mudah diterima oleh pengguna/wanitapetani.
Sasaran akhir dari kegiatan ini adalah untuk mempercepat adopsi
teknologi pemanfaatan lahan pekarangan dan terbentuknya kawasan
rumah pangan lestari sebagai model, sehingga lokasi ini merupakan
sarana komunikasi, evaluasi dan diskusi antara wanitatani, penyuluh,
peneliti dan pengambil kebijakan melalui kegiatan kunjungan lapang.
Respons dari setiap stake holders merupakan feed back yang akan
digunakan untuk menyempurnakan teknologi sehingga secara teknis
dapat dilakukan, secara ekonomis menguntungkan dan secara sosial
dapat diterima oleh pengguna serta tidak membahayakan lingkungan.
3.2. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan
Kegiatan M-KRPL dilaksanakan di Desa Mattombong, Kecamatan
Mattirosompe, Kabupaten Pinrang, Provinsi Sulawesi Selatan, berlangsung
dari bulan Januari sampai Desember 2012. Kabupaten Pinrang berjarak 185
km dari kota Makassar ibukota propinsi Sulawesi Selatan dan kecamatan
Mattirosompe berjarak 15 km dari Kota Pinrang ibukota Kabupaten Pinrang
serta Desa Mattombong berjarak 3 km ke Langnga ibukota Kecamatan
Mattirosompe.
3.3. Tahapan Pelaksanaan
3.3.1. Persiapan
Pelaksanaan M-KRPL di Kabupaten Pinrang diawali dengan ; (1)
pengumpulan informasi awal tentang potensi sumberdaya dan kelompok
sasaran yang dilakukan melalui metode PRA (2) pertemuan dengan Pemda
Kabupaten, Bappeda, Dinas Pertanian Daerah dan Badan Ketahanan Pangan
dan Penyuluh Pertanian kabupaten Pinrang dengan menyampaikan maksud
dan tujuan dari kegiatan program M-KRPL serta untuk mencari kesepakatan
dalam penentuan calon kelompok sasaran dan lokasi, (3) koordinasi dengan
15
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Dinas Pertanian dan Dinas Terkait lainnya di Kabupaten/Kota, (4) memilih
pendamping yang menguasai teknik pemberdayaan masyarakat sesuai
dengan kriteria yang telah ditentukan. Lokasi disepakati yaitu, Dusun Beru,
Desa Mattombong, Kecamatan Mattirosompe, Kabupaten Pinrang, sebanyak
25 anggota keluarga.
3.3.2. Pembentukan Kelompok
Kelompok sasaran adalah rumahtangga atau kelompok rumahtangga
dalam satu Rukun Tetangga, Rukun Warga atau satu dusun/kampung.
Pendekatan yang digunakan adalah partisipatif, dengan melibatkan kelompok
sasaran, tokoh masyarakat, dan perangkat desa. Kelompok dibentuk dari,
oleh, dan untuk kepentingan para anggota kelompok itu sendiri. Dengan cara
berkelompok akan tumbuh kekuatan gerak dari para anggota dengan prinsip
keserasian, kebersamaan dan kepemimpinan dari mereka sendiri. Pada
kelompok sasaran dilibatkan 25 anggota kelompok wanita tani. Klasifikasi
kegiatan menurut strata luas kepemilikan pekarangan ditentukan berdasarkan
hasil PRA. Kelompok yang disepakati yaitu Kelompok Wanita Tani (KWT)
Mekar Sari, Dusun Beru, Desa Mattombong, Kecamatan Mattirosompe
Tabel 1.
16
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Tabel 1. Daftar nama Kelompok Wanita Tani (KWT) Mekar Sari, peserta M-
KRPL Dusun Beru, Desa Mattombong, Kecamatan Mattirosompe Kabupaten Pinrang, 2012
No Nama Jabatan Keterangan
1 Timang Anggota
2 Darmawati Anggota
3 Dada Anggota
4 Pa’Bangnga Anggota
5 Aminah Anggota
6 Maja Anggota
7 Manniaga Anggota
8 Sunni Anggota
9 Hasnah Anggota
10 Sri Agustina Anggota
11 Bara Anggota
12 Andi Wildana Ketua
13 Dilla Anggota
14 Samma Anggota
15 Hasmiati Anggota
16 Andi Nuraeni Sekertaris
17 Hj. Hasnah Anggota
18 Rahmawati Mustari Anggota
19 Aliyah Anggota
20 Hj. Nanda Anggota
21 Sitti Rahma Anggota
22 Hariani Anggota
23 Hj.Sirailu Anggota
24 Muti Anggota
25 Hj. Nurhayati Anggota
3.3.3. Sosialisasi
Sosialisasi bertujuan untuk Menyampaikan maksud dan tujuan
kegiatan dan membuat kesepakatan awal untuk rencana tindak lanjut yang
akan dilakukan. Kegiatan sosialisasi dilakukan terhadap kelompok sasaran
dan pemuka masyarakat serta petugas pelaksana instansi terkait untuk
memberi gambaran dan penjelasan mengenai kegiatan M-KRPL. Sosialisasi
17
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
kegiatan, dilaksanakan di rumah ketua KWT Mekar Sari yang dihadiri oleh
Badan Ketahanan Pangan dan penyuluh pertanian, aparat desa, anggota
kelompok wanita tani sebagai cpcl, penyuluh pertanian, Babinsa, tokoh
masyarakat.
3.3.4. Pengembangan Jumlah Rumah Tangga
Dalam satu kelompok wanita tani melibatkan 25 rumah tangga sebagai
pelaksana kegiatan M-KRPL, diharapkan dari rumah tangga ini menjadi model
bagi rumah tangga lain atau masyarakat sekitar, sehingga nantinya model
pemanfaatan pekarangan akan diikuti dan dikembangkan yang pada akhirnya
jumlah rumah tangga yang mengadopsi semakin bertambah. Menurut
informasi dari peserta, umumya tetangga rumah, tetangga dari dusun dan
desa lain dan atau tamu serta keluarga yang berkunjung di rumah peserta
tertarik untuk mengadopsi M-KRPL.
3.3.5. Penguatan Kelembagaan Kelompok
Penguatan kelembagaan kelompok dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan kelompok dengan tujuan : (1) mampu mengambil keputusan
bersama melalui musyawarah; (2) mampu menaati keputusan yang telah
ditetapkan bersama; (3) mampu memperoleh dan memanfaatkan informasi;
(4) mampu untuk bekerjasama dalam kelompok (sifat kegotong-royongan);
dan (5) mampu untuk bekerjasama dengan aparat maupun dengan
kelompok-kelompok masyarakat lainnya. Penguatan kelembagaan kelompok
dilakukan melalui pelatihan.
3.3.6. Kebun Bibit Desa
Untuk menunjang ketersediaan bibit telah dibuat kebun bibit desa
(KBD). Kebun bibit desa di tempatkan di rumah ketua kelompok tani dengan
pertimbangan pekarangan agak luas, ada sumber air (sumur), dekat jalan
raya, terletak ditengah-tengah anggota kelompok. Berbagai jenis tanaman
terutama sayuran telah dibibitkan pada KBD meliputi terong, tomat, cabai,
18
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
papaya, mentimun, kangkung, kacang panjang. Setelah benih tumbuh, bibit
akan dikokker atau dipindahkan ke polybag kecil lalu disortir dengan
pertumbuhan yang seragam untuk dipindahkan ke pekarangan-pekarangan
peserta binaan untuk di tanam pada polybag ukuran besar, Talang air yang
telah diisi media tumbuh dan bedengan yang dibuat masing-masing binaan.
Pemeliharaan dilakukan oleh setiap binaan sampai panen dilakukan. Uraian
hasil kegiatan program M-KRPL Kabupaten Pinrang dapat dilihat pada
Tabel 2. berikut dibawah ini.
Tabel 2. Uraian Hasil Kegiatan M-KRPL Kelompok Wanita Tani (KWT) Mekar Sari, peserta M-KRPL Dusun Beru, Desa Mattombong, Kecamatan Mattirosompe Kabupaten Pinrang, 2012
No Uraian Hasil Kegiatan
Target
/ Vol.
Waktu Pelaksanaan Ket
(%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Persiapan X
Bahan, alat, administrasi X
Informasi, data lokasi X
PRA desa / kelurahan X
Seminar proposal X
2 Pembentukan klp. Sasaran Kelompok wanita tani
3 Sosialisasi X
Pertemuan kelompok KWT X
Pemda, Bappeda X
Distan, Badan Ket. Pangan X
Desa/Kel, Camat X
4 Desain Pekarangan X
Sempit (untuk Polybag) X
Sedang (Rak talang) X
Luas (bedengan, Rak,Pb.) X
5 Pelatihan X
Budidaya sayuran X
Pemeliharaan ternak X
Pembuatan kolam ikan X
Pembuatan kompos jerami X
6 Pembuatan KBD X
Bak semai X
Bedengan pesemaian X
19
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Lanjutan Tabel 2.
Tabel 2. Uraian Hasil Kegiatan M-KRPL Kelompok Wanita Tani (KWT) Mekar
Sari, peserta M-KRPL Dusun Beru, Desa Mattombong, Kecamatan
Mattirosompe Kabupaten Pinrang, 2012 7 Pelaksanaan Lapangan X
Semai benih BKD X
Mengkokker bibit X
Pembuatan Rak talang X
Pengisian polybag X
Pengisian polybag X
Pembuatan bedengan X
Penanaman bibit 25 KK X
Penyiraman
Penyiangan X
Pengendalian H/P
Panen
Pasca panen
8 Monitoring / Pemanduan
Semua tahapan kegiatan X
Semua kegiatan awal-akhir X
Oleh Tim pelaksana X
9 Evaluasi Program
3 bulan II Tim Evaluasi. X
3 bulan II Tim Evaluasi. X
3 bulan III Tim Evaluasi. X
10 Analisis Data / Pelaporan X X
Sementara (6 bln berjalan) X
Lengkap (12 bln berjalan) X
11 Seminar Hasil Program X
3.3.7. Sistem Agribisnis
A. Budidaya Sayuran
Hampir semua jenis tanaman dapat ditanam dalam sistem vertikultur,
pot dan bedengan, diantaranya bayam, kangkung, sawi, selada, kenikir,
kemangi, seledri, cabai, tomat, terong, pare, kacang panjang, timun, dll.
Namun demikian untuk budidaya vertikultur menggunakan wadah talang,
bambu ata uparalon yang dipasang secara horizontal, kurang cocok untuk
20
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
sauran jenis buah seperti cabai, terong, tomat, buncis tegak, pare, dll. Hal
tersebut disebabkan dangkalnya wadah pertanaman sehingga tidak cukup
kuat menahan tumbuh tegak tanaman. Sayuran buah cocok untuk ditanam
dalam pot, polybag atau paralon dan bambu yang ditegakkan sehingga dapat
menampung media tanam dalam jumlah cukup banyak.
Hal- hal yang harus diperhatikan dalam budidaya sayuran antara lain :
a. Penyiapan Wadah Pertanaman
Vertikultur dari Talang Sistem Rak
Langkah-langkah pembuatan unit vertikultur sistem rak adalah sebagai
berikut:
1. Buat serangkaian rak dengan tinggi kira-kira 1 m, lebar 1 m, panjang
sesuai kebutuhan,
2. Atur tiga rangkaian rak (talang air) secara berundak, dengan jarak
antara undakan adalah kira-kira 30 cm, dan lebar masing-masing rak
adalah 15-20 cm,
3. Potong talang air dengan ukuran sesuai rangka rak yang dibuat, lalu
masing-masing ujung talang ditutup menggunakan penutup talang lalu
dilekatkan menggunakan lem secara permanen,
4. Lubangi dasar talang dengan bor atau pisau, diameter lubang kurang
lebih 1 cm dan jarak anatar lubang berkisar 15-20 cm,
5. Isi talang menggunakan media tanam yang telah disiapkan, dan
lakukan penyusunan pada rak.
Wadah Pot
Jenis pot yang digunakan dapat berupa pot plastic, ember, kaleng, pot
gerabah, polybag, dll. Pada prinsipnya wadah atau pot tersebut dapat
menampung media tanam dalam jumlah yang cukup. Untuk tanaman sayuran
daun, volume media tanam yang digunakan minimal seberat 1 kg, sedangkan
untuk sayuran buah berkisar 3-20 kg. Apabila belum adalah lubang, maka
21
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
lakukan pelubangan pada dasar pot dalam jumlah yang cukup banyak guna
mengatur kelebihan air penyiraman.
Wadah Bedengan
Bedengan digunakan sebagai tempat penanaman. Tujuannya, untuk
mencegah agar tanaman tidak tergenang air pada musim hujan. Panjang
bedengan disesuaikan dengan kondisi lahan, untuk mempermudah
perawatan dan pembuangan air. Lebar bedengan dibuat 125-150 cm karena
digunakan untuk dua baris tanaman. Tinggi bedengan 25-30 cm. Bedengan
dibuat lebih tinggi pada musim hujan dengan tujuan agar perakaran tanaman
tidak terendam air dalam waktu yang lama dan pembuangan airnya lancar.
Untuk mempermudah pekerjaan, plot terlebih dahulu membuat plot
menggunakan tali raffia sesuai dengan ukuran panjang, lebar dan tinggi
bedengan yang kita kehendaki. Gunakan cangkul untuk membentuk
bedengan. Caranya, naikkan tanah diluar plot untuk bedengan dan tanah
timbunan yang didatangkan dari luar desa atau lokasi, sekaligus haluskan
tanah dan ambil sisa-sisa rumput, batu, kerikil dan kotoran lain yang dapat
mengganggu tanaman.
2. Penyiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan merupakan campuran tanah, pupuk
kandang atau kompos yang telah dihilangkan bongkahannya atau disaring
menggunakan saringan kawat berdiameter 0,5-1 cm. Perbandingan media
tanam yang umum digunakan adalah 3 bagian tanah, 1 bagian pupuk
kandang atau pupuk kompos. Namun demikian, formula tersebut bukan
merupakan formula baku, yang penting bahan organik dan sekam yang
ditambahkan cukup banyak sehingga media cukup subur.
3. Pembibitan
Wadah pembibitan dapat berupa baki plastic dan pot plastic. Media
pembibitan yang digunakan sama seperti di atas namun perlu lebih halus
22
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
dengan menghindari bongkahan atau kerikil dengan cara disaring
menggunakan saringan kawat berdiameter lubang 2-5 mm.
Pembibitan umumnya dilakukan untuk benih-benih yang berukuran kecil
dan berharga relative mahal seperti sawi, selada, cabai, tomat, dll (kecuali
bayam karena bayam umumnya ditanam langsung). Sementara itu, benih
berukuran besar umumnya ditanam langsung dalam wadah pertanaman.
Langkah-langkah penanaman bibit atau benih :
Buat lubang kecil pada media tanam di dalam baki pelastik dengan
kedalaman 0,5-1 cm dengan menggunakan lidi atau kayu kecil. Untuk
benih yang dibibitkan dalam wadah pembibitan yang lebar dilakukan
dengan cara menebar secara merata benih pada permukaan media
tanam atau membuat lubang tanam dengan jarak ± 1 cm.
Masukkan benih ke dalam lubang tanam dan ditutup tipis menggunakan
kompos atau pupuk kandang halus. Lalu benih ditutup menggunakan
pupuk kandang atau kompos halus dengan ketebalan 0,5-1 cm.
Lakukan penyiraman dengan hati-hati hingga media pembibitan basah
secara merata. Penyiraman dilakukan 2-3 hari sekali pada saat benih
baru ditanam atau bibit kecil, pada saat bibit yumbuh agak besar,
lakukan penyiraman sekali sehari.
Letakkan wadah pembibitan pada screen house yang terlindung dari
deraan hujan secara langsung namun terena sinar matahari cukup.
Setelah bibit memiliki daun sempurna 2 lembar, lakukan pemindahan bibit
pada wadah pembibitan tunggal, misalnya polybag berdiameter 10 cm.
Lakukan pemeliharaan seperti biasa hingga siap pindah tanam.
23
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
4. Penanaman
Penanaman di dalam rak vertikultur atau pot dilakukan setelah bibit
memiliki daun sempurna 3-5 helai. Langkah-langkah penanaman adalah :
Pilih bibit yang sehat, tidak cacar, dan seragam
Buat lubang tanam seukuran wadah bibir. Pada system vertikultur rak
berjenjang, jarak tanam berkisar 10-15 cm. Pada system pot, jumlah
tanaman yang ditanam sebanyak 1 tanaman per pot pada pot berukuran
3-10 kg, sedangkan untuk pot berukuran lebih besar jumlah tanaman
bekisar 2-3 tanaman, khususnya untuk sayuran buah merambat seperti
pare, timun, oyong, dan tanaman sejenis lainnya.
Keluarkan bibit secara hati-hati dengan cara menggunting wadah atau
membalikkan wadah sedemikian rupa sehingga media dan perakaran
bibit tidak terganggu.
Masukkan bibit ke dalam lubang tanam, selanjutnya tutup lubang tanam
menggunakan media tanam yang sebelumnya dikeluarkan pada saat
membuat lubang tanam.
Lakukan penyiraman hingga media tanam menjadi basah secara merata.
5. Pemupukan
Untuk sayuran yang dibudidayakan secara organik, jenis pupuk yang
digunakan adalah pupuk kandang atau pupuk kompos, baik berbentuk curah
maupun granul. Pemberian pupuk dilakukan pada saat pembuatan media
tanam dengan menambah volume pupuk kompos atau pupuk kandang lebih
banyak dalam media tanam, misalnya 2 atau 3 bagian dibandingkan tanah
dan sekam.
Pupuk susulan dapat berupa pupuk organik cair yang telah tersedia di
toko-toko sarana pertanian atau dengan cara membuat sendiri. Intensitas
pemberian pupuk organik biasanya dilakukan 3-7 hari sekali dengan cara
24
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
melarutkan 10-100 ml pupuk dalam 1 liter air dan disiramkan secara merata
pada media tanam.
Pada sayuran buah, disebabkan masa pertumbuhan yang lebih panjang,
maka selain pemberian pupuk organik cair juga dapat dilakukan pemberian
pupuk susulan berupa pupuk kandang atau pupuk kompos settiap 30 hari
sekali sebanyak 50-100 g atau2-3 genggam pupuk per tanaman.
6. Penyinaran Matahari
Faktor penentu lainnya dalam budidaya sayuran dipekarangan adalah
penyinaran matahari. Tanaman sayuran merupakan jenis tanaman yang
menginginkan penyinaran matahari penuh. Apabila intensitas matahari tidak
mencukupi maka tanaman akan mengalami etiolasi atau tumbuh memanjang
dan kurus. Beberapa jenis tanaman, seperti terong dan cabai rawit cukup
toleran dengan kurangnya sinar matahari, namun sebagian besar sayuran
daun dan buah yang lain sangat sensitive dengan kurangnya intensitas
penyinaran.
7. Panen
Sebagian sayuran daun dan bumbu dapat dilakukan panen secara
berulang, diantaranya adalah kangkung, kemangi, kenikir, kucai, seledri.
Pemanenan sayuran tersebut dilakukan dengan memotong batang atau
pucuk untuk kangkung, kemangi, kenikir, dan kucao, sedangkan seledri
dipanen dengan cara memotong daun yang sudah cukup tua.
Sebagian sayuran lainnya dipanen hanya sekali dengan cara mencabut
tanaman beserta akarnya, diantaranya bayam, sawi, selada, dll.
Sementara itu, sayuran buah, umumnya dipanen secara bertahap sesuai
dengan fase pematangan buah atau sesuai keinginan. Pemanenan sayuran
buah sebaiknya menggunakan gunting atau pisau tajam, kecuali cabai, yang
dapat dipanen menggunakan tangan dengan cara menarik buah berlawanan
arah dengan arah buah.
25
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
8. Pengolahan Hasil
Pengolahan hasil terutama ditujukan untuk sayuran buah dan buah-
buahan. Tujuanya untuk menambah nilai ekonomis. Misalnya pengolahan
buah pepaya dan mangga menjadi manisan atau pengolahan tomat menjadi
jus tomat. Pelaksanaan M-KRPL di kabupaten Jeneponto belum sampai pada
tahap pengolahan hasil, oleh karena hasil tanaman sayuran yang di panen
untuk sementara hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga saja.
Kedepannya diharapkan produksi yang dicapai lebih meningkat sehingga
hasilnya selain untuk memenuhi kebutuhan keluarga juga dapat diolah
sehingga bernilai ekonomis dan dapat menambah penghasilan keluarga.
9. Pemasaran
Salah satu tujuan M-KRPL adalah Memenuhi kebutuhan pangan dan
gizi keluarga dan masyarakat secara lestari dalam serta mengembangkan
kegiatan ekonom produktif keluarga dan menciptakan lingkungan hijau yang
bersih dan sehat secara mandiri. Untuk mencapai tujuan ekonomi keluarga
yang produktif maka hasil dari M-KRPL seharusnya ada yang dipasarkan
untuk menambah penghasilan keluarga. Produksi sayuran dan buah dari
KWT Sunggu Matene untuk saat ini belum ada yang bisa dipasarkan. Kendala
yang dihadapi antara lain produksi masih rendah dan pasar. Belum terjalin
kemitraan dengan pedagang sayur keliling maupun dengan pedagang
pengumpul. Volume hasil yang masih rendah membuat anggota KWT
merasa berat untuk menjualnya ke pasar, sehingga hasil yang diperoleh lebih
banyak dibagikan kepada tetangga atau kerabat yang kebetulan datang
berkunjung.
26
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. PPH (Pola Pangan Harapan)
Nilai atau skor PPH yang diperoleh mencerminkan tingkat keragaman
konsumsi rumah tangga yang meliputi sembilan bahan pokok. Hasil
perhitungan PPH untuk Kelompok binaan KWT Mekar Sari sesudah kegiatan
M-KRPL dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Kelompok Wanita Tani (KWT) Mekar Sari, peserta M-KRPL Dusun Beru, Desa Mattombong,
Kecamatan Mattirosompe Kabupaten Pinrang, 2012
No Nama Skor PPH Keterangan
1 Timang 86,5 A
2 Darmawati 86,5 A
3 Dada 89,0 A
4 Pa’Bangnga 86,5 A
5 Aminah 81,7 B
6 Maja 90,0 A+
7 Manniaga 97,5 A+
8 Sunni 86,2 A
9 Hasnah 80,1 B
10 Sri Agustina 89,7 A
11 Bara 87,5 A
12 Andi Wildana 93,2 A
13 Dilla 86,5 A
14 Samma 87,5 A
15 Hasmiati 86,5 A
16 Andi Nuraeni 96,5 A+
17 Hj. Hasnah 96,2 A+
18 Rahmawati Mustari 89,0 A
19 Aliyah 86,5 A
20 Hj. Nanda 86,5 A
21 Sitti Rahma 81,5 B
22 Hariani 86,5 A
23 Hj.Sirailu 81,5 B
24 Muti 62,5 C
25 Hj. Nurhayati 65,0 C
Rata-rata PPH 86,2 Keterangan:
A = Skor > 85,0 = 20 keluarga binaan (80%) B = Skor 76,0 - 84,5 (Sulawesi Selatan) = 3 keluarga binaan (12%) C = Skor < 75,7 (Standar Nasional) = 2 keluarga binaan (8%)
27
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Berdasarkan Tabel 3. Rata-rata Skor PPH yang diperoleh sebesar 86,2.
Nilai ini masih lebih tinggi dari perolehan nilai PPH secara nasional tahun
2009 yaitu 75,7 dan nilai PPH Provinsi Sulawesi Selatan 84,5, dengan sebaran
20 orang (80%) diatas skor PPH provinsi, 3 keluarga binaan (12%) antara
skor nasional dan provinsi Sulawesi Selatan dan hanya 2 keluarga binaan
(8%) dibawah skor nasional, bahkan 4 keluarga binaan (16%) diatas 90,0
Tabel 4. PPH berdasarkan Energi Pangan Kelompok Wanita Tani (KWT) Mekar Sari, peserta M-KRPL Dusun Beru, Desa Mattombong, Kecamatan Mattirosompe Kabupaten Pinrang, 2012
No Nama KWT Padi-padian
Umbi-umbian
Pangan hewani
Minyak & lemak
Buah/biji Berminyak
Kacang Kacangan
Gula Sayur & Buah
Lain-lain
Total AKE
1 Timang 138,7 - 283,2 43,5 - - 4,6 127 1,2 598,1
2 Darmawati 149,1 - 268,2 8,7 - - 16,0 222,4 3,4 667,8
3 Dada 291,7 38,3 153,2 43,5 - - 17,4 175,0 0,9 720,0
4 Pa’Bangnga 120,4 - 130,6 96,0 - - 0,7 72,3 1,3 421,3
5 Aminah 89,5 - 72,6 34,8 8,3 - 1,1 116,3 0,5 323,1
6 Maja 102,9 16,4 116,4 80,0 33,4 - 5,1 172,4 0,7 527,3
7 Manniaga 165,7 - 102,1 54,1 16,7 45,8 1,2 205,5 2,7 593,7
8 Sunni 246,3 - 153,5 130,5 8,3 - 1,2 179,4 0,5 719,7
9 Hasnah 80,6 21,1 90,4 - 16,7 - 11,6 26,5 0,0 247,0
10 Sri Agustina 180,5 - 49,6 - - 35,8 0,7 105,5 1,3 273,5
11 Bara 180,5 - 108,8 39,3 16,7 - 5,1 202,9 0,3 553,6
12 Andi Wildana 141,2 - 103,2 1,7 - 40,0 13,2 148,3 0,0 447,6
13 Dilla 109,7 - 51,9 43,5 - - 5,1 5,5 0,5 216,3
14 Samma 80,6 - 25,8 52,2 16,7 - 5,1 139,7 0,0 320,1
15 Hasmiati 119,7 - 248,5 21,8 - - 7,3 67,1 0,1 464,4
16 Andi Nuraeni 85,9 15,7 162,6 8,7 - 52,6 3,7 204,5 0,6 534,3
17 Hj. Hasnah 69,3 - 97,4 21,8 - 57,2 2,2 33,0 0,3 281,2
18 Rahmawati Mustari 83,4 9,5 60,4 27,1 - - 3,6 72,7 0,3 257,1
19 Aliyah 101,4 - 195,3 17,4 - - 2,9 98,3 1,3 416,7
20 Hj. Nanda 171,6 - 54,2 17,4 - - 4,6 100,3 0,2 348,3
21 Sitti Rahma 235,6 - 157,3 - - - 3,6 36,5 0,7 433,7
22 Hariani 60,4 15,7 331,2 1,7 - - 1,5 84,6 0,0 495,1
23 Hj.Sirailu 123,0 - 66,3 - - - 1,5 68,5 0,2 254,4
24 Muti 89,5 - - 21,8 - - 4,4 46,7 0,1 162,3
25 Hj. Nurhayati 260,0 18,9 - 73,2 - - 2,3 30,4 6,1 390,9
Rata-rata Energi 135,1 5,4 123,3 33,5 4,7 9,3 5,0 109,4 0,9 426,7
Skor Maksimum 25,0 2,5 24,0 5,0 1,0 10,0 2,5 30,0 - 100,0
Skor PPH 25,0 2,5 24,0 5,0 1,0 9,3 2,5 30,0 0 99,3
Hal ini menunjukkan bahwa program M-KRPL telah dapat
meningkatkan keragaman konsumsi pangan terutama pada kelompok sayur
dan buah. Rendahnya nilai PPH yang diperoleh pada 2 keluarga binaan
disebabkan oleh karena keluarga binaan M-KRPL tersebut belum mengelola
pengadaan kebutuhan protein seperti kolam ikan atau ternak ayam/kambing,
Sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut kelompok binaan masih harus
28
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
membeli. Faktor lainnya mungkin disebabkan oleh jumlah anggota rumah
tangga yang banyak sehingga total energi yang diperoleh per individu juga
rendah.
4.2. Agribisnis M-KRPL
Program M-KRPL berpeluang sangat besar untuk dikembangkan di
Kabupaten Pinrang, hal ini terlihat dari keaktifan dari para peserta binaan
dalam merespon kegiatan ini. Diharapkan untuk pengembangan ke depan
program ini mampu meningkatkan nilai skor PPH masyarakat secara
keseluruhan, tentu dengan dukungan teknologi dan dukungan dari
stakeholder yang terkait. Melalui program M-KRPL diharapkan pengeluaran
rumah tangga juga akan berkurang terutama pengeluaran yang berhubungan
dengan kebutuhan pangan umbi-umbian, sayur dan buah serta pangan
hewani. Pengeluaran rumah tangga binaan KRPL kabupaten Pinrang dapat
dilihat pada Tabel 5a,b dan c.
Tabel 5a. Pengeluaran Keluarga Binaan (1-10) peserta M-KRPL, Desa Mattombong, Kecamatan Mattirosompe Kabupaten Pinrang, 2012
No Uraian
Keluarga tani
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Padi-padian 11.345 26.845
23.950
9.110
7.230
8.455
12.685
18.915
6.230
6.230
2 Umbi-umbian -
-
6.325
-
-
1.250
-
-
1.625
-
3 Pangan hewani
53.150
48.250
22.300
32.000
15.000
22.500
40.355
30.000
15.000
8.533
4 Minyak & lemak
2.375
475
2.375
11.000
1.900
4.370
2.165
7.125 -
-
5 Buah Berminyak -
-
-
-
750
3.000
1.500
750
1.500
-
6 Kacang2an -
-
-
-
-
-
458
-
-
358
7 Gula
3.750
13.200
10.325
600
900
4.200
960
960
8.910
600
8 Sayur dan Buah
19.825
59.375
23.180
7.575
16.863
18.175
16.225
12.775
15.575
31.675
9 Lain-lain
9.220
21.641
7.015
10.611
3.576
5.650
32.699
5.966
710
1.750
Total
99.665
169.786
95.470
70.896
46.219
67.600
107.047
76.491
49.550
49.145
29
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Umumnya kebutuhan untuk umbi-umbian diperoleh dari kebun sendiri, belum
dari KRPL karena belum menghasilkan. Kebutuhan sayur keluarga binaan
terutama bayam, terong, kangkung, tomat, sawi, kacang panjang dan cabe
dari kebun KRPL, sudah terpenuhi, sehingga pengeluaran rumah tangga
dapat berkurang Rp.265.000,- (Rp.200.000,- – 250.000,-)/bulan, bahkan
keluarga binaan mendapatkan tambahan pendapatan Rp.75.000,- -
Rp.100.000,-/bulan.
Tabel 5b. Pengeluaran Keluarga Binaan (11-20) peserta M-KRPL Desa
Mattombong, Kecamatan Mattirosompe Kabupaten Pinrang, 2012
No Uraian
Keluarga tani
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1 Padi-padian
18.401
43.730
19.730
6.230
11.430
7.030
5.673
28.765
7.855
10.730
2 Umbi-umbian -
-
-
-
-
1.750
-
1.525
-
-
3 Pangan hewani
12.260
15.000
9.092
3.750
39.650
44.050
15.000
15.615
14.773
9.000
4 Minyak & lemak
5.025
95
2.375
2.850
1.188
475
1.188
1.082
950
950
5 Buah Berminyak
1.500 -
-
1.500
-
-
-
-
-
-
6 Kacang2an -
400
-
-
-
526
572
-
-
-
7 Gula
4.200
8.351
4.200
3.510
6.000
2.920
1.800
3.000
2.400
3.750
8 Sayur dan Buah
8.325
21.275
3.050
9.500
11.775
36.600
9.475
19.875
18.975
20.388
9 Lain-lain
2.104
854
3.733
394
1.069
8.084
4.330
5.675
8.690
3.940
Total
51.815
89.705
42.180
27.734
71.112
101.435
38.037
75.538
53.643
48.758
30
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Tabel 5c. Pengeluaran Keluarga Binaan (21-25) peserta M-KRPL Desa
Mattombong, Kecamatan Mattirosompe Kabupaten Pinrang, 2012
No Uraian Keluarga tani
21 22 23 24 25 Perkapita Rata-rata Max Min
1 Padi-padian
34.345
4.673
9.665
7.230
54.230 3.206 16.028
10.846
935
2 Umbi-umbian -
1.750
-
-
4.000 146 729
1.265
-
3 Pangan hewani
47.717
29.571
663 -
- 4.346 21.729
10.630
-
4 Minyak & lemak -
95
-
1.188
6.300 444 2.222
2.200
-
5 Buah Berminyak -
-
-
-
- 84 420
600
-
6 Kacang2an -
-
-
-
- 19 93
114
-
7 Gula
3.000
1.200
1.200
3.600
1.875 763 3.816
2.640
120
8 Sayur dan Buah
6.113
21.550
7.500
30.125
21.700 3.740 18.699
11.875
610
9 Lain-lain
4.190
2.488
2.365
1.363
51.935 1.600 8.002
10.387
79
Total
95.365
61.326
21.393
43.505
140.040 14.348 71.738
33.957
4.279
31
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Adanya kegiatan M-KRPL khususnya aktivitas menanam sayuran di
lahan p ekarangan menambah wawasan dan keterampilan ibu-ibu dan
anggota keluarga dalam pemanfaatan lahan pekarangan
2. Kebutuhan pangan khususnya sayuran dan makanan tambahan dari
umbi dapat terpenuhi dari lahan pekarangan yang dikelola dengan baik
dan sungguh-sungguh
3. Kegiatan ekonomi produktif keluarga dapat berjalan dan terciptanya
lingkungan hijau yang bersih dan sehat.
Saran
1. Analisis finasial dan kajian curahan tenaga kerja serta pasar perlu
dilakukan agar hasil petani kooperator dapat terjual dengan harga yang
layak
2. Model Kawasan Rumah Pangan Lestari perlu disosialisasikan ke seluruh
Kabupaten
3. Perlu adanya dukungan stakeholders untuk mengebangkan KBD di setiap
Kelurahan/Desa
32
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011. Perkembangan Situasi Konsumsi Penduduk di Indonesia. Badan Ketahanan Pangan (BKP). Jakarta.
Husnah, N. dan Farida Arief B., 2012. Kawasan Rumah Pangan Lestari dan
Perkembangannya di Sulawesi Selatan. Publikasi Populer. BPTP
Sulawesi Selatan. Kementerian Pertanian, 2011. Pedoman umum model kawasan rumah
pangan lestari. Jakarta. Mardiharini, M. dkk., 2011. Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan
Model Kawasan Rumah Pangan Lestari. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor.
Rachman, Handewi .P.S. dan M. Ariani. 2007. Penganekaragaman Konsumsi Pangan di Indonesia: Permasalahan dan Implikasi untuk Kebijakan dan
Program. Makalah pada “Workshop Koordinasi Kebijakan Solusi Sistemik Masalah Ketahanan Pangan Dalam Upaya Perumusan Kebijakan Pengembangan Penganekaragaman Pangan“, Hotel
Bidakara, Jakarta, 28 November 2007. Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia.
Saliem H.P. 2011. Kawasan rumah pangan lestari (KRPL): Sebagai Solusi Pemantapan Ketahanan Pangan.
Sastro, Y., 2011. Budidaya Sayuran di Pekarangan Sempit. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Jakarta.
Simatupang, P. 2006. Kebijakan dan Strategi Pemantapan Ketahanan Pangan
Wilayah. Makalah Pembahas pada Seminar Nasional “Pemasyarakatan
Inovasi Teknologi Pertanian Sebagai Penggerak Ketahanan Pangan Nasional” Kerjasama Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB dan Universitas Mataram, Mataram 5 – 6 September 2006.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2011. Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai
Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor
33
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
LAMPIRAN-LAMPIRAN