Modal Panjar Dan Pemilihan Penjualan
-
Upload
reny-sukmawani -
Category
Documents
-
view
129 -
download
3
Transcript of Modal Panjar Dan Pemilihan Penjualan
PENGARUH MODAL PANJAR DAN PEMILIHAN SALURAN PEMASARAN
TERHADAP HARGA GABAH DI TINGKAT PETANI(Suatu kasus Pemasaran di Kecamatan Gunungguruh Kabupaten
Sukabumi)
Oleh:
Reny Sukmawani
ABSTRAK
Beras merupakan komoditas politis. Sedikit saja pemerintah salah dalam mengambil kebijakan akan mengakibatkan instabilitas nasional. Salah satu persoalan yang paling penting adalah masalah harga, sehingga pemerintah harus turut campur dalam menentukan kebijakan harga.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh modal panjar dan pemilihan saluran pemasaran terhadap harga jual gabah di tingkat petani. Metode penelitian adalah metode survei. Unit analisis yang digunakan adalah 52 petani padi sawah pada lahan beririgasi teknis yang tersebar di tiga desa, di Kecamatan Gunungguruh Kabupaten Sukabumi dan dipilih secara acak dengan teknik Simple Random Sampling. Data diuji dengan teknik analisis regresi linier berganda. Uji secara simultan dilakukan dengan uji F, sedangkan uji parsial dilakukan dengan mengunakan uji t student.
Hasil pengujian secara simultan menunjukkan bahwa modal panjar dan cara pemilihan saluran pemasaran secara gabungan mempengaruhi harga gabah di tingkat petani. Hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa modal panjar dan pemilihan saluran pemasaran masing-masing menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap harga jual gabah di tingkat petani.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa untuk menjamin harga gabah yang lebih baik di tingkat petani perlu dilakukan suatu upaya yang dapat mengubah modal panjar dan pemilihan saluran pemasaran agar menjadi lebih baik.
Kata Kunci: Modal panjar, saluran pemasaran, gabah, harga
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Salah satu program pembangunan pertanian dititikberatkan kepada upaya
meningkatkan hasil dan mutu padi, baik secara regional maupun nasional.
Kabupaten Sukabumi turut berperan dalam penyediaan pangan nasional.
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi
Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu sentra padi di Jawa Barat meskipun
luas areal pertanamannya tidak seluas wilayah Karawang dan Priangan Timur.
Dari luas wilayah 412.591,92 ha, 121.846 ha diantaranya merupakan areal lahan
sawah sebagai sentra produksi padi. Salah satu kecamatan yang menjadi sentra
produksi padi adalah Kecamatan Gunungguruh. Padi yang dihasilkan di
Kecamatan Gunungguruh, tidak hanya berfungsi sebagai pemasok kebutuhan
pangan di Kabupaten Sukabumi, namun juga untuk memenuhi permintaan pasar
dari daerah lainnya.
Pada komoditas padi terdapat dua tujuan yang harus dipikirkan secara
seksama oleh pemerintah di dalam menentukan kebijakan, yakni:
1. Bagaimana mempertahankan harga yang baik di tingkat produsen yang dalam
hal ini adalah petani
2. Bagaimana pada saat yang bersamaan juga mempertahankan harga yang
baik serta tidak memberatkan bagi konsumen yakni masyarakat Indonesia.
Persoalan ini sangat dilematis bagi pemerintah karena mayoritas
masyarakat di Indonesia memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap beras.
Disatu pihak pemerintah harus memikirkan nasib petani sebagai produsen beras
dipihak lain juga harus memikirkan daya beli masyarakat secara umum.
Permintaan beras yang tinggi tidak sejalan dengan peningkatan pendapatan
petani. Hal ini disebabkan oleh harga gabah yang diterima petani rendah. Hasil
penelitian Erizal Jamal, dkk (2006), Surono (2001) dalam Husni (2004) dan
Dwidjono H Darwanto (2005), menunjukkan bahwa rendahnya harga gabah di
tingkat petani disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut
2
2
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi
diantaranya adalah : (1) masih dominannya sistem pola panen pembelian secara
tebasan akibat kebutuhan yang mendesak dan penggunaan modal panjar, (2) dan
lemahnya posisi tawar petani dalam perdagangan gabah.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana pengaruh
modal panjar dan pemilihan saluran pemasaran terhadap harga jual gabah di
tingkat petani di Kecamatan Gunungguruh Kabupaten Sukabumi.
II. KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kebijakan Harga Gabah
Menurut Ellis (1992), banyak instrument yang digunakan pemerintah
untuk mempengaruhi tingkat dan kecenderungan harga produk pertanian. Dari
semua instrumen tersebut dirancang menjadi empat kategori, yakni: (1)
Kebijakan perdagangan, (2) Kebijakan nilai tukar, (3) Kebijakan pajak dan
subsidi dan (4) Intervensi langsung seperti penetapan harga dasar (flour price)
atau harga tetap (fixed price).
Kriteria yang digunakan untuk memutuskan harga dasar atau harga tetap
terdapat empat macam, diantaranya adalah : (1) Kriteria Biaya produksi,
(2) Kriteria Harga Batas, (3) Kriteria Imbang Tukar dan (4) Kriteria Multivaritas
(Perbandingan berbagai harga). Kebijakan harga oleh pemerintah ditujukan
untuk menjaga stabilitas harga, karena ketidakstabilan harga produk pertanian
khususnya beras merupakan masalah ekonomi yang penting. Peran pemerintah
3
3
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi
dalam kebijakan harga di Indonesia dapat dilihat dari program pengadaan stok
nasional kebutuhan beras yang bertujuan: (1) untuk mengendalikan stabilitas
harga beras yang berperanan penting dalam pengendalian harga barang lain, (2)
untuk melindungi petani sebagai produsen maupun sebagai konsumen. Akan
tetapi hasil riil yang dicapai dari kebijakan harga belum menunjukkan hasil yang
diinginkan karena bukti empiris tentang pendapatan petani masih rendah.
Hasil penelitian Suparmin (2005) dalam Deli (2008) mengenai peranan
Bulog dalam stabilitasi harga beras di pasar domestik pada rezim Orde Baru (1969
– 1997), rezim pasar bebas (1998 – 1999) dan rezim pasar terbuka terkendali
(2000 – 2003) menyimpulkan bahwa peran Bulog dalam stabilitasi harga beras
konsumen tidak ada sama sekali dalam ketiga rezim tersebut. Sehingga, kebijakan
pemerintah dalam stabilitasi harga harus berimbang yaitu lebih memperhatikan
produsen tanpa melupakan konsumen. Kebijakan tersebut harus memberikan
jaminan harga gabah di tingkat petani yang memadai terutama pada musim panen
raya.
Kebijakan harga dasar pertama kali diterapkan pada tahun 1970.
Kemudian Pemerintah era reformasi menetapkan Kebijakan Harga Dasar
Pembelian Pemerintah (HDPP) sebagai pengganti Harga Dasar Gabah yang
tertuang dalam Inpres Nomor 9 Tahun 2002. Selanjutnya melalui Inpres Nomor 2
tahun 2005, pemerintah mengubah konsep Harga dasar Pembelian Pemerintah
(HDPP) dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Kemudian Nomor 2 tahun
2005 diganti dengan Inpres Nomor 3 Tahun 2007, dengan menambahkan tujuan
untuk mendorong peningkatan kualitas gabah petani. Setelah itu pemerintah
4
4
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi
memberlakukan Inpres Nomor 1 tahun 2008 dan sekarang terhitung sejak tanggal
1 Januari 2009 pemerintah memberlakukan HPP berdasarkan Inpres Nomor 8
tahun 2009 dengan kriteria penetapan harga seperti berikut:
a. Harga Gabah Kering Panen (GKP) di Petani adalah Rp 2.400/kg
b. Harga Gabah Kering Giling (GKG) di Penggilingan adalah Rp 3.000/kg
c. Harga Beras di gudang Bulog adalah Rp 4.600/kg
Harga tersebut adalah sesuai ketentuan kualitas tertentu. Harga untuk
gabah/beras dengan kualitas diluar ketentuan Inpres ditetapkan melalui Keputusan
Menteri Pertanian.
2.2. Saluran Pemasaran
Pemasaran pada dasarnya adalah bagaimana mengalirkan atau mentransfer
produk pertanian dari petani produsen kepada konsumen baik di pasar domestik
maupun pasar ekspor. Sedangkan pasar adalah tempat bertemunya penjual dan
pembeli atau suatu tempat dimana terjadi penawaran dan permintaan homogen.
Macam dan tingkat pasar pada umumnya adalah:
1. Pasar pengumpulan I, terdiri dari pasar setempat atau lokal market
2. Pasar pengumpulan II, terdiri dari pasar daerah, regional market
3. Pasar pusat/terminal, yaitu terminal market
4. Pasar pelabuhan
5. Pasar pusat luar negeri atau international market
6. Pasar pusat penyebaran atau wholesale distribution market
7. Pasar pengecer atau retail market
5
5
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi
Sebagian produsen tidak menjual langsung ke pemakai akhir. Antara
produsen dan pemakai akhir terdapat satu atau beberapa saluran tataniaga, yaitu
serangkaian perantara tataniaga yang melaksanakan salah satu keputusan paling
rumit dan menantang yang dihadapi produsen. Saluran yang dipilih sangat
mempengaruhi semua keputusan tataniaga lain. Pola umum saluran tataniaga
produk-produk pertanian Indonesia menurut Limbong dan Sitorus (1987) tersaji
pada Gambar di bawah ini.
Gambar 1. Pola Umum Saluran Tataniaga Produk-Produk Pertanian di Indonesia
Sistem pemasaran yang tidak efisien akan mengakibatkan kecilnya bagian
harga yang diterima oleh produsen. Jadi harga yang diterima produsen dapat pula
dijadikan ukuran efisiensi sistem pemasaran. Pemasaran efisien berarti tercipta
keadaan dimana diperoleh kepuasan bagi semua pihak.
2.3. Modal Panjar
Modal adalah barang atau uang yang digunakan bersama faktor produksi
yang lainnya untuk menghasilkan barang-barang baru yaitu produk pertanian.
Menurut sifatnya modal dibedakan menjadi dua. yaitu:
1. Modal tetap, meliputi: tanah dan bangunan. Modal tetap dicirikan dengan
modal tidak habis pada satu kali produksi
6
6
Petani /Produsen
Tengkulak
Koperasi/ KUD
Pedagang Besar Perantara
Pabrik /eksportir
Pengecer Konsumen akhir domestik
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi
2. Modal bergerak, meliputi: alat-alat, bahan, uang tunai, piutang di bank,
tanaman dan ternak.
Bagi sebagian petani, modal ini merupakan kendala. Modal panjar adalah
modal awal yang diterima petani dalam melaksanakan usahataninya dengan
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan secara bersama antara pemberi modal
dengan penerima modal. Terbenturnya kebutuhan sehari-hari dengan biaya
usahatani menghadapkan petani pada kondisi yang sulit, sehingga menjatuhkan
pilihannya dengan menggunakan sistem modal panjar dalam usahataninya.
Salah satu fungsi dari pedagang perantara adalah turut membantu dalam
permodalan petani yang mengalami hal tersebut. Ketika petani akan memulai
usahataninya maka perdagangan perantara memberikan modal berupa bibit atau
sarana produksi lainnya bahkan berupa uang tunai. Dalam perjanjian ini petani
harus mengembalikan pinjamannya dengan menjual hasil panennya hanya kepada
pedagang yang telah memberikan modal panjar tersebut.
Pola penjualan hasil panen dengan cara ini banyak dilakukan petani
khususnya petani padi dalam rangka melaksanakan usahataninya. Sudi
Mardianto, dkk (2005) melakukan penelitian tentang Dinamika Pola Pemasaran
Gabah dan Beras di Indonesia. Penelitian yang dilakukan di Jawa Barat, Jawa
Timur dan Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa sebagian besar petani menjual
gabah yang dihasilkannya ke tengkulak atau ke pihak ketiga yang memberikan
bantuan modal dengan sistem pembayaran pada saat panen. Pada kondisi
demikian, posisi tawar petani menjadi lemah sehingga harga yang diperoleh pun
sering tidak sesuai dengan yang diharapkan.
7
7
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi
III. METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode survei. Unit
analisis yang digunakan adalah petani padi sawah pada lahan beririgasi teknis
yang tersebar di tiga desa, di Kecamatan Gunungguruh Kabupaten Sukabumi.
Petani yang menjadi responden adalah petani yang melaksanakan kegiatan
usahatani padi pada musim tanam tahun 2009.
Teknik penentuan sampel yang digunakan adalah Simple Random
Sampling. Untuk menguji hipotesis digunakan analisis
regresi linier berganda. Uji secara simultan dilakukan dengan uji F, sedangkan
uji parsial dilakukan dengan mengunakan uji t student.
8
8
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
Tabel 1. Analisis Varians
Model Jumlah Kuadrat
Derajat bebas (db)
Rata-rata Kuadrat
F Signifikansi
Regresi 391574,72 2 195787,360 22,398 ,000(a)
Sisa 418232,97 49 8535,367
Total 809807,69 51
- Variabel Bebas: modal panjar, pemilihan saluran pemasaran- Variabel terikat: Harga di tingkat petani
Berdasarkan hasil pengujian secara simultan dapat disimpulkan bahwa
variabel Xi mempunyai hubungan linier terhadap variabel Y. Dengan demikian
modal panjar dan pemilihan saluran pemasaran secara gabungan mempengaruhi
harga gabah di tingkat petani. Hal ini berarti jika faktor-faktor atau variabel bebas
tersebut berubah, bertambah atau berkurang maka dapat menaikkan atau
menurunkan harga gabah di tingkat petani.
Tabel 2. Koefisien Regresi Linier Berganda antara Variabel Bebas dengan Harga Gabah di Tingkat Petani
Variabel Bebas Koefisien Regresi t hitung Signifikansi
Modal panjar 0,518 4,934 0,000*
Pemilihan Saluran
Pemasaran0,366 3,484 0,000*
Keterangan: *) Nyata (signifikan).
Pengujian secara parsial diperoleh hasil sebagai berikut:
9
9
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi
1. Hasil uji t untuk variabel modal panjar menunjukkan nilai t hitung = 4,934
atau p hitung 0,000 yang berarti modal panjar berpengaruh secara
signifikan terhadap harga jual gabah di tingkat petani di Kecamatan
Gunungguruh Kabupaten Sukabumi.
2. Hasil uji statistik pada variabel pemilihan saluran pemasaran menunjukkan
nilai t hitung = 3,484 atau p hitung 0,000, yang berarti bahwa pemilihan
saluran pemasaran berpengaruh terhadap harga jual gabah di tingkat petani di
Kecamatan Gunungguruh kabupaten Sukabumi.
4.2. Pembahasan
Pengaruh Modal Panjar terhadap Harga di Tingkat Petani
Keadaan ini apabila berlangsung secara terus menerus maka akan
mengakibatkan posisi tawar petani tidak meningkat untuk selamanya. Padahal
dengan luas lahan yang sempit, modal panjar yang dibutuhkan pun tidak terlalu
tinggi tetapi berakibat besar terhadap harga yang diterima petani dari hasil
panennya. Apalagi modal yang dibutuhkan hanya untuk membiayai sarana
produksi sedangkan hampir semua petani responden tidak menghitung biaya
tenaga kerja karena dikerjakan oleh mereka sendiri, sehingga semakin minimlah
keuntungan yang diperoleh petani. Ketergantungan sebagian petani terhadap
modal panjar ini sebagai akibat dari tingginya kebutuhan hidup mereka sehingga
tidak dapat menyimpan uang dalam bentuk tabungan untuk modal usahataninya.
Hal ini sependapat dengan hasil kajian yang dilakukan oleh Deptan (2006),
bahwa walaupun presentasi keuntungan dari usahatani padi dengan produksi
10
10
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi
6 ton/ha relatif tinggi pada saat itu, secara nominal keuntungan tersebut relatif
rendah dibandingkan dengan kebutuhan biaya hidup sedangkan realnya di
lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar lahan garapan petani kurang dari
0,5 ha dan produktivitas kurang dari 6 ton/ha. Hal inilah yang menyebabkan
petani kekurangan modal dan atau memiliki modal yang terbatas sehingga
terpaksa harus meminjam, padahal modal adalah salah satu sumberdaya yang
penting.
Oleh karena itu Untuk lebih menjamin ketersediaan modal usaha bagi
pelaku bisnis pertanian, perlu dicari alternatif model pembiayaan yang sesuai
dengan karakteristik usaha di sektor pertanian.
Pengaruh Pemilihan Saluran Pemasaran terhadap Harga di Tingkat Petani
Menurut Deptan (2006), beberapa masalah pokok
pemasaran produk pertanian Indonesia yang terkait dengan
kendala-kendala internal antara lain adalah kecilnya skala usaha
dan sebagian besar rumah tangga petani merupakan bagian
terbesar pelaku usaha di sektor pertanian. Kondisi ini ditunjang
kendala-kendala lain yaitu lemahnya penanganan pasca panen,
kurangnya infrastruktur untuk menunjang kegiatan pemasaran
hasil pertanian termasuk asimetrisnya informasi harga yang
berakibat lemahnya bargaining position petani.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pemilihan saluran pemasaran
berpengaruh nyata terhadap harga jual di tingkat petani. Di dalam pemilihan
saluran pemasaran, hampir sebagian besar petani responden di lokasi penelitian,
11
11
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi
menjual gabah yang dihasilkannya ke tengkulak. Data menunjukkan 44 dari 52
petani responden memilih menjual hasil panennya kepada tengkulak sedangkan
sisanya adalah ke penggilingan. Petani responden memilih menjual gabahnya
kepada tengkulak dengan alasan seperti yang tersaji dalam Tabel 3.
Tabel 3. Penyebab Penjualan Gabah Kepada Tengkulak Menurut Petani
No Jenis Alasan Jumlah (orang)
Persentase (%)
1 Terikat kesepakatan untuk menjual kepada mereka karena mendapatkan pinjaman modal
16 30,77
2 Lebih mudah 9 17,313 Lebih cepat untuk mendapatkan uang tunai 12 23,074 Tengkulak datang langsung menjemput ke
kebun sehingga petani tidak perlu bersusahpayah
5 9,62
5 Karena tengkulaknya adalah sanak saudara atau tetangga dekat
3 5,77
6 Jumlah produksi yang sedikit sehingga sulit menjual ke selain tengkulak
7 13,46
Menurut Hariyanto (2008) dengan keberadaan tengkulak, seharusnya bisa
membantu para petani. Karena petani tidak perlu susah-susah memasarkan
padinya. Para tengkulak akan mendatangi mereka dan membeli hasil panenannya.
Dengan begitu para petani bisa terbantu masalah penjualan, karena dengan hasil
panen yang tidak terlalu besar tidak mungkin bagi para petani untuk memasarkan
sendiri hasil panennya. Selain itu tengkulak juga sangat menguntungkan para
pengusaha padi mitra BULOG dan BULOG itu sendiri, karena sistem distribusi
padi menjadi lebih efisien. Namun walaupun demikian, ternyata para tengkulak
ini bisa dan sering menciptakan harga sendiri sesuai keinginan mereka. Mereka
membeli gabah para petani dengan harga yang sangat rendah dibawah HPP yang
12
12
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi
telah ditetapkan pemerintah. Sehingga yang terjadi, bukannya membantu para
petani tetapi malah semakin memperburuk kondisi perekonomian para petani.
Rendahnya harga di tingkat tengkulak karena masih panjangnya rantai
tataniaga yang harus dilewati gabah tersebut hingga menjadi beras. Biasanya
tengkulak di desa akan menjual kembali gabah tersebut kepada pedagang
pengumpul tingkat kemudian ke tingkat kabupaten hingga ke pedagang besar
yang memproses gabah tersebut menjadi beras. Hal ini senada dengan hasil
penelitian Sudi Mardianto, dkk (2005) bahwa salah satu sumber rendahnya harga
jual gabah yang diterima petani adalah panjangnya mata rantai pemasaran gabah
dari produsen hingga pedagang besar yang memproses gabah menjadi beras.
Disamping itu kebanyakan hasil-hasil pertanian dproduksi di daerah-daerah yang
jauh ke kota, sehingga akan berpengaruh terhadap biaya pengangkutan dari
produk-produk hasil pertanian tersebut. Biaya pengangkutan akan mahal,
akibatnya harga yang diterima petani akan lebih rendah lagi (Kardi, 1987).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Modal panjar berpengaruh terhadap harga gabah di tingkat petani di
Kecamatan Gunungguruh Kabupaten Sukabumi.
2. Pemilihan saluran pemasaran berpengaruh terhadap harga gabah di tingkat
petani di Kecamatan Gunungguruh Kabupaten Sukabumi.
5.2. Saran
13
13
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektifitas HPP yang
ditetapkan pemerintah dan pengaruhnya terhadap harga ditingkat petani pada
waktu dan tempat penelitian yang berbeda-beda sebagai bahan kajian dan
evaluasi bagi pemerintah dalam menerapkan HPP di lapangan.
2. Perlu dilakukan penelitian tentang kelembagaan pemasaran yang efektif bagi
petani sehingga pendapatan usahataninya meningkat.
3. Perlunya dibentuk kelembagaan yang terkait dengan pemasaran untuk
membantu petani dalam memasarkan produknya sehingga mendapatkan harga
yang baik.
14
14
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2006. Statistika Indonesia. BPS. Jakarta. Indonesia.
Departemen Pertanian. 2006. Pemasaran Produk Pertanian di Indonesia. Deptan. Jakarta. Indonesia
Deli Sopian. 2008. Analisis Harga Gabah dan Tingkat Pendapatan Petani di Lokasi Program Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP). (Studi Kasus Kecamatan Pameungpeuk dan Bale Endah, kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat) Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. IPB Bogor (tidak dipublikasikan).
Dwidjono H. Darwanto. 2005. ”Ketahanan Pangan Berbasis Produksi dan Kesejahteraan Petani”. Jurnal Ilmu Pertanian. Volume 12 No. 2
Ellis, Frank. 1992. Agricultural Policies in Developing Countries. Cambridge University Press, Cambridge. New York.
Erizal Jamal, Khairina M. Noekman, Hendiarto, Ening Ariningsih & Andi Askin. 2006. Analisis Kebijakan Penetuan Harga Pembelian Gabah. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Husni Malian, A; Sudi Mardianto dan Mewa Ariani. 2004. ”Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi, Konsumsi dan Harga Beras serta Inflasi Bahan Makanan”. Jurnal Agroekonomi. Volume 22 No. 2.
Instruksi Presiden (Inpres) Republik Indonesia. Nomor 1 Tahun 2008 Tanggal 22 April 2008. Tentang Kebijakan Perberasan. Http//ditjenpdn. Depdag. go. id. 25 Juni 2009. 11.06
Instruksi Presiden (Inpres) Republik Indonesia. Nomor 8 Tahun 2008 Tanggal 24 Desember 2008. Tentang Kebijakan Perberasan. Http//ditjenpdn. Depdag. go. id. 25 Juni 2009. 11.10
Kardi. 1987. Tataniaga Hasil Pertanian. Diktat. (tidak dipublikasikan)
15
15
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi
Limbong, WH dan Panggabean Sitorus. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian IPB. Bogor (tidak dipublikasikan).
Sudi Mardianto, Yana Supriatna dan Nur Khoiriyah Agustin. 2005. Dinamika Pola Pemasaran Gabah dan Beras di Indonesia. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Volume 23 No. 2.
Yana Chefiana. 2005. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Cabe di Tingkat Petani. (Kasus Pemasaran di Desa Sukaraja Kecamatan Sukaraja) Skripsi. Sosial Ekonomi Pertanian. UNWIM (tidak dipublikasikan).
RIWAYAT HIDUP
Biodata
Nama : Reny Sukmawani, S.P., M.P.
Tempat Tgl lahir : Sukabumi, 12 Oktober 1974
Alamat : Perum Cigunung Indah Blok C no. 34-35 Cisaat, Sukabumi
Telp/HP : (0266) 225952 / 081572980953
Pekerjaan : Dosen Program Studi Agribisnis, UMMI (Universitas
Muhammadiyah Sukabumi)
Jabatan Akademik : Lektor
Riwayat Pendidikan :
1. SD negeri Cipelang leutik II Sukabumi, lulus tahun 1987
2. SMP Negeri 1 Sukabumi, lulus tahun 1990
3. SPP-SPMA Tanjungsari - Sumedang , lulus tahun 1993
4. Sarjana Unpad Bandung, Jurusan Agronomi, lulus tahun 1999
16
16
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi
5. Magister Pertanian UNWIM Bandung, jurusan Agrobisnis lulus tahun
2009
6. Program Doktor Ilmu Pertanian UNPAD, jurusan Sosial Ekonomi
Pertanian (sekarang)
Riwayat Pekerjaan :
1. 1999 – 2003 : Wiraswasta
2. 2003 - sekarang : Dosen UMMI
3. 2008 - sekarang : Wakil Direktur CV EXA Family
17
17