Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi
-
Upload
diky-kurniawan -
Category
Documents
-
view
158 -
download
0
Transcript of Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi
5/17/2018 Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mitos-masyarakat-internasional-dan-globalisasi 1
Mitos Masyarakat Internasional dan Globalisasi ala Institusionalis:
Sebuah Pengantar Universalisme Modern
- Kritik Rasio-Idealisme dalam Diskursus Teori Hubungan Internasional –
Diky Kurniawan Saputra*
Abstract
This paper tries to criticize two approaches of international
realtions theory. Firstly is rationalism which overwhelminglydriven by scholars of the English School like Andrew Linklater.
Second one is idealism of Charles Kegley that has been covered by
Chyntia Weber (2009) in her great book. Focusingly, author stands
effort to analyze myths of recent definition of international society
and globalization that viewed by institutionalists. Both objects
remain bereft of equal sovereign individual that better to be
eliminated from knowledge of world communication among
universal people. Hence, author offers modern universalism to
reply lessness of above definitions in order to end unstopped cycle
of world conflict. At last, redefinition of globalization and
discoursing universal community will be great offer of this paper
in later discussion.
Keywords:Masyarakat internasional, globalisasi, rasionalisme,
idealisme, universalisme modern
* Mahasiswa semester ke-4 program studi hubungan internasional, Universitas Paramadina. Penulis aktif menulisartikel yang berkaitan dengan isu sentral dalam teorisasi hubungan internasional. Penulis adalah salah satu peneliti
di Governance & US-Arabic Society dan pernah menjadi pembicara di Loka Karya tahunan Kementrian Luar Negeri
RI pada tahun 2011.
5/17/2018 Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mitos-masyarakat-internasional-dan-globalisasi 2
A. Globalisasi dan Teori Hubungan Internasional: Sebuah Pembuka
Ketika menjelaskan perkembangan ilmu hubungan internasional, terkhusus kaitannya dengan
fenomena globalisasi, Ian Clark (1999) dalam bukunya, Globalization and International
Relations Theory, menekankan bahwa dikotomi pemahaman dalam keilmuan sosial politik
negara domestik dan antar-negara adalah suatu hal yang semata-mata diasumsikan dengan
kelemahan nalar yang nantinya akan mereduksi keutuhan disiplin ilmu hubungan internasional.
Sehingga secara mendasar ketika perlu menyepakati bahwa seluruh manusia berada pada satu
planet yang sama, lahir dari manusia dengan jenis kelamin yang sama – perempuan- kemudian
sama-sama memiliki kebutuhan untuk memenuhi asupan jiwa, akal dan jasmani. Selanjutnya
apakah komunalitas dengan asas negara, suku, kelompok atau partai apapun adalah suatukeniscayaan yang sepenuhnya hanya pembedaan identitas agar adanya keteraturan dalam
kehidupan manusia.
Sebelum meranjak pada pendefinisian globalisasi pada rel kritis, perlu mencari akar tumbuhnya
penyebab kenapa kita harus menerima globalisasi. Namun tentu disini harus dipertanyakan,
apakah memang kita terlahir di dunia yang non-global? Sehingga selanjutnya kita tahu bahwa
globalisasi adalah produk baru di era modern. Atau sebaliknya kita terlahir di dunia yang global,
yang sejatinya tidak ada pembatasan identitas? Kemudian identitas yang kita terima adalah
definisi yang diberikan oleh manusia itu sendiri berdasarkan nilai-nilai manusia yang
berinteraksi dengan keniscayaan komunalitas yang semakin beragam.
Spektrum isu dalam hal globalisasi adalah kepercayaan pada negara sebagai sosok aktor yang
paling utama dalam hubungan internasional. Merujuk pada sejarah klasik, bagaimana
Thucydides memetakan Yunani.i
Kemudian lihat apa yang dikemukakan oleh Ian Clark (1999)
bahwa terkadang pernyataan yang mengatakan globalisasi adalah interaksi antarnegara, tidak
secara penuh mampu membuktikan seberapa naifnya ketika kata ‘negara’ dan ‘luar negeri’ masih
menjadi bagian dari keyakinan suatu kelompok dengan asas negara.ii
Globalisasi yang tentu
diinginkan adalah bahwa penyatuan manusia dalam keragaman identitas yang dihubungan
dengan akses tranportasi dan komunikasi yang selanjutnya memudahkan kerjasama lintas
komunitas dengan kesadaran tanpa perbedaan yang radikal.
5/17/2018 Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mitos-masyarakat-internasional-dan-globalisasi 3
Sekali lagi, barangkali, pembaca disini harus menyadari bahwa globalisasi pada konteks praktis
telah berjalan, entah dengan posivitas dan negativitas yang menjadi konsekuen darinya, dan pada
konteks pendefinisian ideal, nasionalisme masih menjadi gagasan yang menghambat. Bukan
bermaksud untuk mereduksi semangat memerjuangkan kewajiban dalam melindungi hak
kenegaraan, tapi hanya dikhawatirkan dengan globalisasi yang berporos pada negara, terutama
jika negara hegemon berada pada struktur hirarki teratas, ditakutkan globalisasi hanya menjadi
ekstensi dari kekuatan domestik dalam menguasai sistem internasional.iii
Kemudian ditambah
dengan jika Kegley (1995) berhasil menanamkan keyakinan dogma idealismenya dalam wacana
masyarakat internasional sebagai suatu fase struktural yang menegasikan fakta negara, semula
diharapkan menjadi jawaban pada ancaman hirarki yang korup namun ternyata tidak, maka
adalah suatu perpanjangan krisis yang melaju dengan berbagai evolusi nama yang beragam
sehingga globalisasi harus di garap kembali pada akar ontologisnya. Bukan suatu wacana kecil
apabila semua orang di level manapun sadar akan proses pembonekaan yang dilakukan oleh
pihak-pihak yang mengatur hirarki dalam sistem internasional. Wacana pembedahan kembali
ontologi globalisasi sebagai dasar revolusi teori hubungan internasional adalah apa yang akan
menjadi pembahasan utama dalam rangkaian tulisan ini.
Sedikit menyentuh wahana pemikiran Kegley, dimana masyarakat internasional adalah suatu
fakta impulsif yang harus ada dalam wacana globalisasi pasca Perang Dingin,iv
agak
mengherankan untuk diterima karena apabila realisasi dari masyarakat internasional ini
dijalankan melalui proses universalisasi dengan poros satu kekuatan domestik, maka itu semua
adalah penafikan yang sesungguhnya pada dunia. Sebab jika hal itu benar-benar terjadi, bukanlah
suatu keanehan untuk dipertanyakan, yakni adanya satu otoritas yang dijalankan oleh satu negara
teratas yang secara presisif mengakibatkan kekuatan imperial modern dengan konotasi yang
sedikit berbeda dengan imperialisme klasik. Imperial modern tidak serta merta menggunakan
senjata jenis keras namun tentunya menggunakan senjata hukum dan arogansi media yang
tersruktur dalam melanggengkan posisi teratas tersebut bagi suatu negara hegemon.
Menanggapi isu struktural yang bermuara pada wacana masyarakat internasional sebagai subjek
besar dalam arena globalisasi, kritik mendasar terhadap apa yang telah disebutkan diatas bahwa
sistem internasional tidak bisa didefinisikan apakah itu anarkhi ataupun hirarki, karena keduanya
tidak mendukung afiliasi ontologis dalam menjawab marginalitas wacana globalisasi sebagai
5/17/2018 Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mitos-masyarakat-internasional-dan-globalisasi 4
kunci penyelesai lingkaran setan isu-isu global. Pasalnya, kedua definisi sistem internasional
tersebut sedikit banyaknya masih melegalkan konstitusi suatu struktur baik itu tingkatnya
domestik maupun non-domestik. Katankanlah Acher (2001), ilmuan hubungan internasional
Inggris, yang merangkum organisasi internasional sebagai satuan unit dengan level diatas
domestik atau dengan definisi suatu ruang struktur yang berisi keanggotaan lebih dari tiga
negara, kemudian mencakup prinsip demokrasi dan partisipasi.v
Bagi kalangan rasionalis (Bull:
1977, Bull dan Watson: 1984, Wight: 1977, Vincent: 1986, Watson: 1982) dengan determinasi
English School, keberadaan organisasi internasional adalah jembatan untuk perdamaian
universal. Mereka berefleksi dari kejenuhan akibat tingginya frekuensi kekerasan dan
ketidakberadilan pada level internasional akibat dari inekualitas relasi antarnegara. Solusi dari
persoalan tersebut mereka berasumsi bahwa stateless harus diperjuangkan melalui masyarakat
internasional dengan globalisasi sebagai penghantarnya.vi Penjelasan organisasi internasional,
masyarakat internasional dan globalisasi diatas terlalu sempit jika dihadapkan pada suatu
pendekatan posstruktural. Ingat positivisme memang sejalan dengan rel strategis rasional,
semacam English School. Alhasil, perluasan kemanusiaan universal akan dengan mudah hilang
jika dipahami dengan pendekatan ini. Hakikatnya, globalisasi harus disingkirkan dari keyakinan
akan suatu struktur maka dengan begitu universalisasi dapat diterima. Satu lagi, penerimaan akan
adanya keragaman dalam hubungan internasional sebagai suatu solusi keberlangsungan harmoni
politik dunia disebut dengan universalisasi.
Sudah saatnya kita merelokasi struktur dan negara dalam hubungan internasional, meredefinisi
globalisasi kemanusiaan, mewacanakan universalisasi modern dan memperkuat dogma
kesesuaian antaridentitas sebagai kritik terhadap rasio-idealisme (rasionalisme dan idealisme).
Semoga tulisan ini mampu memberikan apa yang diharapkan dari pewacanaan diatas
Struktur, Organisasi dan Manusia
Kerangka ontologis untuk pendalaman universalisme sebagai upaya redefinisi globalisasi,
pertama kali mesti merujuk pada bagaimana universalis (Kantian dan Platonis) melihat kelas
B. Posisi Struktur dan Negara dalam Revolusi Hubungan Internasional
5/17/2018 Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mitos-masyarakat-internasional-dan-globalisasi 5
sosial sebagai struktur dalam relasi antarindividu. Struktur adalah pembedaan, klasifikasi dalam
suatu runtutan bukan diferensiasi. Struktur dalam konteks organisasi internasional misalnya,
disana terdapat klasifikasi fokus organisasi berdasarkan tujuan dari pembentukan organisasi itu
sendiri. Struktur diperlukan untuk memudahkan artikulasi kebijakan yang relevan dengan apa
yang diharapkan di lapangan.vii
Namun, terlebih jika dilanjutkan diskursus ‘struktur’ sebagai pendalaman apa yang dimaksud
diatas, tentu struktur itu sendiri mesti dikalkulasi secara tepat berdasarkan rasio filosofis.
Pertama, agar lebih mudah untuk dipahami, dikotomi antara modern dan postmodern
sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Neacsu (2009) mesti dihilangkan terlebih dahulu.
Pasalnya, untuk konteks ‘struktur’ harus dipahami tanpa dualisme antara empirisitas dan
keilmuan metafisis.viii
Kemudian kedua, ‘struktur’ harus dipahami tidak sebagai suatu hal yang
alami, melainkan sebagai produk rasio-logis yang sejalan dengan kebutuhan manusia.
Diskursus ‘struktur’, apakah dia berasal dari pendefinisian Waltz, Kant, Marx, Burchill,
Linklater, Devetak, Derrian, Bull, Vincent, Ashley, Dobson atau lainnya, masih akan tetap
menjadi suatu objek ontologis dan epistimologis yang sah menurut mereka untuk dianalisis.
Dengan begitu, dapat dimengerti bahwa pada hakikatnya, struktur tidak bisa dilepaskan dari sisi
kehidupan manusia yang memiliki variabelitas dimana relativitas antara ‘nilai menciptakan
masyarakat’ dan ‘masyarakat menciptakan nilai’.
ix
Akan tetapi yang menjadi pertanyaan terkaitstruktur tersebut, bagaimana struktur mampu menjamin keberlangsungan harmonitas
kesejahteraan manusia secara universal? Disini yang dimaksud dengan ‘struktur di dalam
revolusi ilmu hubungan internasional’. Kecacatan pasti saja akan ada di tengah operasionalisasi
suatu struktur dalam himpunan suatu organisasi. Apakah kecacatan itu terdapat pada lingkup
transparansi maupun limitasi. Limitasi tersebut dapat diartikulasi dalam bentuk limitasi kapasitas
dan kapabilitas, legalitas instrumen dan limitasi operasional.x
Maka ‘struktur’ pada pandangan
tulisan ini, didefinisikan sebagai alat organisasi yang digunakan oleh manusia yang secara
universal menerima perbedaan komunalitas dan identitas buatan untuk memudahkan dan
mengatur operasional suatu organisasi dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Sehingga jika
seseorang mendapati posisinya di beberapa organisasi, maka tentu dia akan menggunakan alat
(struktur) yang berbeda-beda. Alat tersebut harus ditinggalkan pada kondisi tertentu, dimana dia
tidak berada di tempat dan waktu dia di organisasi tersebut. Pada konteks globalisasi, struktur
5/17/2018 Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mitos-masyarakat-internasional-dan-globalisasi 6
bukanlah suatu hal yang absolut, melainkan relatif. Kita semua maklum bahwa diskursus
‘struktur’ dalam konteks globalisasi tidak dengan sederhana direduksi karena berkaitan dengan
arsitekturisasi sistem internasional yang universalis, dimana intersubjek yang saling berbagi
muncul sebagai negasi terhadap anarkhi dan hirakhi.xi
Di sinilah universalis tiba pada definisi
‘struktur’ dalam hubungan internasional.
Negara dan Identitas Buatan
Menurut salah seorang profesor dari Compultense University of Madrid, Antonio Marquina,
hasil dari wawancaranya oleh Schouten, menyebutkan bahwa ‘globalisasi’ adalah satu dari
sedemikian banyak perdebatan penting dalam ilmu hubungan internasional.xii
Kenapa menjadi
salah satu? Tentu jawabannya adalah desentralisasi sumber kepatuhan terhadap otonomi ‘negara’
tidak cukup menjawab tantangan dan kebutuhan manusia.
Globalisasi menjadi spektrum pemahaman yang harus terus diselidiki pembenarannya bagi
kebutuhan manusia. Pasalnya, akan selalu ada faktor pendorong bagi setiap manusia untuk
menerima globalisasi. Namun, globalisasi yang seperti apa yang dapat diterima oleh manusia
sebagai keniscayaan dalam memenuhi hasrat kedamaian dan keberlangsungan ekonomis?
Jawaban langsung yang dapat dihidangkan adalah globalisasi yang stateless; Globalisasi yang
saatnya tidak menerapkan fanatisme terhadap nasionalisme berlebihan, globalisasi yang
membuang sumber kepatuhan teratas yang memiliki prinsip perbudakkan atas kehidupan
manusia dan globalisasi yang tanpa desentralisasi feodalitas yang berpotensi mencederai
universalitas hak dan kewajiban manusia.
Landasan utama untuk mendukung karakter globalisasi yang tercatat di paragraph sebelumnya
adalah pemahaman terhadap negara dan kedaulatan itu sendiri, namun dengan pendekatan
historis. Dengan begitu, setidaknya akan dapat dipahami sebetulnya di tingkat awal, untuk apa
negara didirikan terhadap fenomena pada kali pertama negara dan kedaulatan itu dibentuk.
Untuk memahami itu semua, maka tidak lain tentu mesti merujuk pada histori Westphalia.
Perdamaian Westphalia (Peace of Westphalia) pada tahun 1648 telah memulai sejarah baru
dalam sistem hukum Eropa yang pengaruhnya hingga saat ini masih terasa bahkan melekat pada
tidak hanya masyarakat Eropa namun seluruh individu di dunia.xiii
Pasca abad pertengahan,
sistem normatif modern muncul dengan semangat yang besar pada saat itu dengan hadirnya
5/17/2018 Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mitos-masyarakat-internasional-dan-globalisasi 7
Perdamaian Westphalia. Semangat tersebut didorong oleh kelompok pemberontak (belligerent )
yang terlibat dalam peperangan besar di Eropa pada saat itu. Perang tersebut adalah ‘Perang Tiga
Puluh Tahun’ (1618-1648) dan terjadi di tempat yang sekarang dinamai Jerman.xiv
Hasil dari
perang tersebut selain Perdamaian Westphalia itu sendiri adalah kebangkitan Dinasti Bourbon,
Kekaisaran Swedia, desentralisasi Kekaisaran Suci Roma dan runtuhnya feodalisme.
Misalnya saja, lihat salah satu butir dari perjanjian Westphalia yang sangat berpengaruh, “sistem
kedaulatan terdesentralisasi dan negara-negara yang sederajat,”xv
itu membuktikan fakta politik
dunia yang sekarang kita lihat sebenar-benarnya menjadi desentralisasi sumber kepatuhan
sebagai urusan terpenting di dunia. Selanjutnya fragmentasi kedaulatan seringkali menjadi satu
hal yang banyak masyarakat perjuangkan. Entah sebenarnya kedaulatan ini bermakna apa jika
dipandang seutuhnya dalam suatu kisaran identitas.
Persoalan kedaulatan ini menjadi isu terpenting yang perlu dibahas. Pasalnya, di era kekinian,
kedaulatan ini menjadi faktor absolut dimana kekuasaan tertinggi berada dengan unit-unit
teritorialnya yang ditegakkan oleh para pemangku kebijakan secara politis mengatur subversi
kepopulasian masyarakat di suatu negara. Miller (2006) menambahkan bahwa identitas
kedaulatan berdasarkan unit-unit teritorial hanya serupa dengan sebuah identitas yang terikat
dengan waktu saja. Sejatinya negara hanya perlu ditekankan pada konotasi yang tidak terlalu
berlebihan mengingat globalitas manusia di dunia yang universal ini.
Kemudian yang terpenting adalah ortodoksi perpolitikan dunia hingga kini secara esensial
sebenarnya tidak berubah dengan sebenar-benarnya perubahan. Jikalau masih terdapat hirarki
yang mengerucut pada pusat kepatuhan tertinggi baik itu secara sadar maupun tidak, secara
ekonomi maupun politik, maka kesetaraan kedaulatan suatu unit teritorial tertentu gagal
berfungsi dalam melindungi hak-hak manusia untuk memiliki martabat kemanusiaan. Sekali lagi
identitas adalah hak bagi manusia itu sendiri. Maka kedaulatan akan identitas itu yang menjadi
terpenting. Kedaulatan yang membumikan kesejahteraan dan perdamaian.
Terakhir, kesalahan terbesar adalah ketika suatu perlindungan kedaulatan diupayakan dengan
kekuatan militer. Kemiliteran telah sejak beribu-ribu tahun silam menjadi jargon utama dalam
pembentuk suatu unit kekuasaan. Perpecahan dan persaingan sudah banyak disadari disebabkan
oleh dilema keamanan. Lingkaran setan konflik dan persengketaan tidak akan pernah terputus
5/17/2018 Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mitos-masyarakat-internasional-dan-globalisasi 8/
jika suatu negara masih menerapkan militer sebagai unit perlindungan hak kedaulatan.
Kesadaran akan kebersamaan di tengah keragaman identitas adalah satu-satunya jalan untuk
memutuskan lingkaran setan tersebut. Terlihat normatif memang, selayaknya liberalisme eropa
yang telah mengungkapkan hal tersebut. Namun jika kita melihat kondisi sekarang, kita sadar
bahwa kita berada di situasi yang tidak terlepas dari ancaman keamanan.
Cukup menarik untuk sedikit mengambil salah satu pandangan John Stuart Mill ‘Simbahnya
Liberal Modern’, bahwa keterlaluan dalam mengidentitaskan suatu negara, apabila seorang yang
memiliki kewenangan dalam bidang kenegaraan bertindak korupsi. Inilah reinkarnasi feodalisme
yang tidak akan berhenti, sebagai konsekuensi suatu negara yang tidak menerapkan keadilan
yang sesungguhnya. Sehubungan dengan apa yang telah dikatakan mengenai perlunya
melindungi masyarakat dari contoh buruk yang diberikan oleh orang-orang jahat atau yang amat
egois, benarlah bahawa contoh perilaku yang dapat menimbulkan akibat yang berbahaya pula,
apalagi jika seorang yang jahat dengan kewenanangannya atas negara tidak dihukum.xvi
Tabel 1. Posisi negara berdasarkan paradigma-paradigma ilmu hubungan internasionalxvii
Liberalis Realis Radikalis Universalis Modern
- Sebuah proses,termasukmemperjuangkan
kepentingan
- Refleksi kepentinganpemerintah dan sosial- Repositori kepentingan
nasional ganda- Pemilik sumber
kekuatan yang sepadan
- Aktor otonomi- Dibatasi hanya oleh
anarkhi sistem
internasional
- Berdaulat- Dipandu oleh kepentingan
nasional yang bermuarapadapower
- Agen borjouis- Dipengaruhi oleh
tekanan kapitalis- Terstruktur oleh sistem
internasional yangkapitalis
- Unit teritorial yangmemberikan identitasterhadap populasi di
dalamnya sesuai dengan
yuridiksi hukum- Pembatas yang memiliki
batasan- Unit kedaulatan yang
lebih rendah darikedaulatan individu
- Penjamin kesejahteraan- Terikat oleh waktu dan
hak individu yang adil
Sehingga dapat disimpulkan keterkaitan negara sebagai identitas buatan yang memiliki batasan
kedaulatan atas hak individu dengan universalitas globalisasi, masyarakat internasional tidak
dapat didefinisikan sebagai layaknya identitas alami. Melainkan masih terkekang oleh sebuah
identitas yang belum bebas dari perkara otoritas negara. Universalis modern menekankan bahwa
universalisasi identitas adalah pengesampingan negara di dalam upaya perdamaian dunia.
5/17/2018 Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mitos-masyarakat-internasional-dan-globalisasi 9/
C. Globalisasi, Masyarakat Universal dan Universalisme Modern
Rasionalisme dan idealisme keduanya memiliki kesamaan ukuran paradigmatik yang perlu
disimak dengan baik. Kesamaan tersebut adalah pada letak pendefinisian masyarakat
internasional. Sebagaimana yang telah banyak dijelaskan diatas, masyarakat internasional tidak
bisa disepakati sebagai masyarakat yang bebas dari identitas politis dari sebuah ekstensi
kekuasaan satu negara yang memiliki posisi teratas dalam struktur hirarki sistem
internasional.xviii
English School dan Masyarakat Internasional: Cacat Makna
Pertama, apa yang menjadi kritik besar terhadap rasionalisme atau English School dikhususkanatas pernyataan Linklater dibawah ini:
“The English School recognizes that each approach contains insights about the condition of
international politics. The realist’s claim that states, unlike individuals in civil society, are
forced to provide for their own security in the condition of anarchy is valuable, as is its
emphasis on how adversaries seek to outmanoeuvre, control and overpower one another.
The international system is not a state of war despite the fact that each state has a
monopoly of control of the instruments of violence within its territory. Because of a
common interest in placing restraints on the use of force, states have developed the art of
accommodation and compromise which makes an international society possible.” xix
Monopoli yang dilakukan oleh negara untuk menggunakan instrumen ‘violence’ terhadap
komponen-komponen di dalam teritorialnya menurut universalis modern adalah suatu
penyelewengan yang sebenar-benarnya adalah sesuatu yang harus dijauhkan dari lingkungan
kehidupan bermasyarakat. Jika semua negara memiliki hak untuk itu, bagaimana dengan negara
yang berada pada posisi teratas dalam struktur hirarki sistem internasional? Naïf sekali apabila
identitas buatan ini dikorupsi kedaulatan murninya dengan penjebolan terhadap kekuatan saling
memercayai semacam ini. Untuk apa pendefinisian masyarakat internasional dan komunitas
universal yang oleh mereka promosikan jika keduanya masih dibalut kecacatan makna.
Sebaiknya dari sini kita mulai berpikir untuk mengakhiri segala bentuk ‘violence’ yang dianggap
lumrah oleh English School tersebut.
5/17/2018 Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mitos-masyarakat-internasional-dan-globalisasi 1
Kedua, lihat pernyataan Linklater selanjutnya terkait masyarakat internasional:
“There is no guarantee that any international society will survive indefinitely or succeed in
keeping crude self interest at bay, but for as long as international society exists it is
important to ask whether it can be improved.” xx
Ini yang disebut dengan kecacatan makna dalam pendefinisian masyarakat internasional oleh
English School, terutama dalam sudut pandang Linklater (2005). Tidak ada jaminan yang dapat
memastikan keberlangsungan masyarakat internasional dengan kondisi damai yang universal.
Tentu jelas alasan di balik kekosongan jaminan tersebut, yakni fanatisme terhadap nasionalisme
dan monopoli ‘violence’ oleh negara itu sendiri. Bagaimana dengan nasib globalisasi? Tentu
jawabannya adalah akan terus terancam, atau dengan bahasanya Linklater adalah ‘there is no
guarantee’. Solusi untuk memecahkan persoalan kecacatan makna dalam pendefinisian kali ini
adalah, pertama militer harus dihilangkan dan kedua kesadaran akan pluralitas dan universalitas
yang tidak bermuara pada salah satu ekstensi dari kekuatan domestik tertentu. Dengan begitu
globalisasi yang universal, dimana komunikasi antarindividu dari seluruh sudut dunia terjamin
tanpa ada saling kecurigaan soal keamanan dan kompetisi. Begitulah universalisme modern
mengkritisi rasionalisme agar perseturuan makna dan identitas yang cacat berakhir dan
perdamaian dunia akan tercapai.
Kegleynian dan Masyarakat Internasional: Idealisme?
Disini sedikit banyaknya akan diarahkan oleh Cynthia Weber (2009) terkait kritiknya terhadap
idealisme modern yang dibawa oleh Charles Kegley yang dianggap sebagai revolusi dari
idealisme klasik yang dibawa oleh Wodrow Wilson. Apa yang dikatakan oleh Kegley tentang
masyarakat internasional? Terdapat dua essai karangan Kegley yang telah dibedah oleh Chyntia
yang kemudian dia himpun dalam salah satu pembahasannya tentang mitos idealisme di bukunya
yang berjudul International Relations Theory: a Critical Introduction.
Kedua essai Kegley adalah The Neoidealist Moment in Internastional Studies?: Realist Myths
and the New International Realities (1993) dan The Neoliberal Challenge to Realist Theories of
World Politics: an Introduction (1995). Sebagai penerus dari ortodoksi idealisme Wodrow
Wilson, Kegley mulai menampilkan wacana ‘masyarakat internasional’ dalam wahana politik
dunia. Namun Kegley menarik poros argumentasi untuk memerkuat posisi masyarakat
5/17/2018 Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mitos-masyarakat-internasional-dan-globalisasi 1
internasional dengan analogi domestik terhadap eksistensi internasional. Domestik? Lagi-lagi
negara menjadi titik argumentasi dalam memindai definisi masyarakat internasional. Kenapa
harus dikritisi pemaknaan ini? Kembali lagi seperti apa yang pernah dijelaskan dalam English
School, otonomi domestik yang maknanya diseragamkan berbahaya bagi negara-negara yang
secara politis dan ekonomis tertindas dengan penguatan struktur kapitalis dan modernis
universalis ala Barat. Pasalnya, ekstensi domestik suatu negara hegemon akan dengan mudah
mengontrol jaringan politik dunia. Di sisi lain, pemaknaan ‘saling berkompetisi’ dalam
pemahaman realis dan penerusnya sama saja bahayanya untuk keberlangsungan perdamaian
dunia.
Kegley mengemukakan bahwa pasca Perang Dingin, untuk sementara realisme muncul dengan
pengejewantahannya terkait ketamakan atas ‘ power ’, ekspansi imperial, perjuangan hegemoni
dan obsesi keamanan nasional.xxi
Kemudian dia memberikan solusi dengan mitos ‘masyarakat
internasional’ dengan analogi domestik. Menurut Chyntia Weber (2009), hal tersebut hanya
sebatas mitos belaka. Tidak bisa kita terima ‘domestik’ sebagai spektrum analogis dalam
mewacanakan universalitas globalisasi.
Bahkan dalam tulisannya yang lain, Kegley telah hampir berhasil menerapkan asas-asas
argumentasi dalam menghidupkan universalisme dengan atribusi modern yang netral. Dia
menyebutkan bahwa sejarah dunia dipenuhi dengan kontes persaingan antara tirani dankebebasan, raja-raja dan masyarakat berdaulat, otoritarianisme dan republikanisme, despotism
dan demokrasi, dan prinsip-prinsip ideologis dan pragmatis.xxii
Akan tetapi sayangnya, Kegley
masih memercayai perlunya struktur yang memosisikan sumber kepatuhan teratas. Dengan
begitu, kontrol domestik teratas akan terus berlangsung menjadi suatu keniscayaan dalam
melanggengkan politik dunia.
Universalisme modern tiba untuk mengakhiri ortodoksi hirarki struktural sistem internasional
tersebut. Untuk kasus ini, universalisme modern mendobrak keangkuhan domestik yangberlebihan sebagai unit identitas buatan. Seluruh manusia secara universal dilucuti kedaulatan
individunya sebagai penerima kesejahteraan dengan embel-embel globalisasi yang naïf. Dengan
kata lain, world order adalah kepanjangan dari ide Kegley tersebut. Dan hal itu yang ditentang
oleh universalisme modern. Yang ada hanya masyarakat universal. Tipuan-tipuan definisi akan
5/17/2018 Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mitos-masyarakat-internasional-dan-globalisasi 1
jadi lebih berbahaya daripada persenjataan militer. Karena tipuan definisi akan mengalihkan
kesadaran manusia dalam mencapai tujuan hidup manusia yang sebenarnya.
Universalisme Modern
Hampir menuju akhir pembahasan dari pengantar universalisme modern, tanpa menghilangkan
kesyukuran terhadap manfaat dari fragmentasi dan desentralisasi sumber kepatuhan manusia
terhadap negara, tulisan ini bermaksud untuk berupaya menyadarkan seluruh manusia akan
haknya untuk mendefinisikan dirinya oleh kehendak diri sendiri dengan batasan hukum Tuhan
dan hukum alam. Kemudian menyimpulkan dengan akal sehat dan hati nurani yang dimiliki
tentang pentingnya perdamaian dunia antarmanusia diatas segala macam perbedaan identitas
buatan yang tercap dalam hukum konvensional yang mereka berada di dalamnya.
Secara sederhana, universalisme modern menolak kedua asumsi tentang hirarki dan anarkhi
dalam sistem internasional. Hirarki yang terlampau jauh meletakkan struktur telah banyak
menstimulasi hausnya jabatan teratas karena nilai-nilai dan norma-norma tereduksi di dalamnya.
Selanjutnya anarkhi, dengan postulat ‘saling berkompetisi’ hanya akan memperpanjang sejarah
konflik besar di dunia ini. Universalisme modern tidak pernah memberikan definisi peradaban
yang layak hanya pada satu entitas tertentu, apalagi menyarakan entitas tersebut menjadi tolak
ukur bagi peradaban yang lain. Universalisme modern tampil sebagai bentuk penyadaran bagi
seluruh manusia akan pentingnya tugas manusia sekarang ini adalah untuk mengakhiri pertikaian
dan keserakahan antar umat manusia. Dengan begitu globalisasi akan terjamin sepenuhnya dalam
kehidupan manusia. Universalitas adalah kunci bukan untuk membuka tapi untuk menutup
kegelisahan yang telah berabad-abad menjajah manusia.
D. Kesimpulan
Baik itu rasionalisme maupun idealisme, kita tidak dapat menerima sepenuhnya semua postulat
yang oleh keduanya berikan dalam mendefinisikan kehidupan global. Penghitungan untung rugi
dalam pencapaian suatu tujuan adalah naïf, begitu pula normatifitas yang menipu dari segi
tawarannya. Maka untuk mencapai perdamaian dunia yang terjamin, universalitas globalisasi
5/17/2018 Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mitos-masyarakat-internasional-dan-globalisasi 1
yang menyetarakan semua identitas berdasarkan unit teritorial dan keberlangsungan
kesejahteraan adalah suatu impian yang masih menyisakan harapan untuk diwujudkan.
Instrumen yang dapat digunakan adalah menghilangkan fanatisme terhadap nasionalisme,
militerisme dan menumbuhkan kesadaran untuk saling berbagi dengan mereduksi egositas.
Tahap-tahap tersebut adalah apa yang akan diwacanakan oleh universalisme modern.
E. Penutup
Perlu untuk diketahui bahwa pendekatan terhadap aliran ini adalah satu hal yang baru dan masih
sedikit orang menyelidiki kebenaran dari aliran ini. Penulis sendiri yang mewacanakan
universalisme modern dengan mengangkat upaya kritisnya terhadap rasionalisme, idealisme,
anarkhi dan hirarki sistem internasional yang difokuskan terhadap spektrum definisi masyarakat
internasional dan globalisasi yang sampai saat ini penulis masih merasa keduanya adalah sebatas
mitos. Semoga tulisan ini dapat menjadi acuan dalam menemukan solusi terhadap konflik dunia
yang sulit berakhir. Terima kasih kepada Chyntia Weber yang telah menginspirasi penulis untuk
percaya diri dalam menyusun tulisan sederhana ini.
5/17/2018 Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mitos-masyarakat-internasional-dan-globalisasi 1
Catatan
i Lihat Beate Jahn, 2006, Classical Theory in International Relations, New York: Cambridge University Press, hal.
18. Jahn, dalam bukunya menekankan bahwa dikotomi domestik dari internasional adalah suatu manifestasi dari
norma sosial yang menyisakan struktur. Struktur tersebut adalah kesetaraan tanpa otoritas teratas. Dengan kata lain,
jika adalah realisme sebagai pendekatan yang digunakan oleh seorang ilmuan, maka dia harus paham bahwa sistem
yang muncul ke muka adalah tanpa struktur; anarkhi.ii Lihat Ian Clark, 1999, Globalization and International Relations Theory, New York: Oxford University Press, hal.
18iii Lihat Chyntia Weber, 2009, International Relations Theory: A Critical Introduction, edisi ke-3, New York,
Routledge, hal. 39iv Lihat Charles W. Kegley, 1993, The Neoidealist Moment in International Studies?: Realist Myths and the New
International Realities, Majalah Triwulan International Studies, hal. 46v Lihat Clive Archer, 2001, International Organization, edisi ke-3, New York, Routledge, hal. 30,
Dalam bukunya tersebut disebutkan butir-butir pendalaman working definition dari organisasi internasional:
1. Organisasi internasional sedikitnya dihimpun oleh tiga negara;
2. Keanggotaan dalam organisasi internasional dapat diwakili oleh individu atau partisipasi kolektif,kemudian tidak terdapat diskriminasi hak, sehingga seluruhnya memiliki hak penuh dalam voting.
Kemudian prinsip utama voting dalam operasionalisasi organisasi internasional, tidak ada satu negara yang
berhak untuk mengontrol voting dari masing-masing negara anggota. Tranparansi adalah hal utama dalam
pelaksanaan dan pengesahan voting di suatu organisasi internasional;
3. Konstitusi organisasi internasional berkewajiban untuk menyediakan struktur formal sebagai acuanpenyelenggaraan pemilihan offisial beserta staf kepengurusan organisasi tersebut;
4. Staf pengurus terpilih tidak boleh sama dalam kurun periode yang berurutan;
5. Setiap negara anggota memiliki kewajiban kontribusi finansial sebagai sumber operasional organisasi
internasional. Dan tidak diperbolehkan suatu negara mengambil keuntungan dari hasil akumulasi keuangan
tersebut;6. Suatu organisasi internasional harus berdiri independen tanpa ada intervensi atau kontrol dari organisasi
lain; dan
7. Hasil kegiatan yang telah dilaksanakan beserta bukti dari hasil tersebut harus dipublikasikan dengantranparan dan lejitimit.
vi Lihat Andrew Linklater, 2005, Theories of International Relations, bab the English School, edisi ke-3, New York,
Palgrave Mcmillan, hal. 84vii
Clive Archer (2001), Op cit , hal. 58
Struktur organisasi internasional setidaknya dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Status hukum keanggotaan organisasi
1. Organ antarnegara;
2. Organ fungsionaris internasional (pejabat);3. Organ parlemen
4. Organ yang direpresentasi oleh kelompok ekonomi dan sosial; dan
5. Organ dengan keanggotaan acak
b.
Fungsi organ-organ:1. Antarnegara: pejabat tinggi dan pejabat eksekutif;
2. Ofisial: eksekutif dan administratif;
3. Parlemen;
4. Representatif;
5. Anggota acak; dan
6. Organ cabangviii
Lihat Mihaela Neacsu, 2009, Hans J. Morgenthau’s Theory of International Relations: Disenchantment and Re-
enchantment , New York, Palgrave Mcmillan, hal. 179ix Ian Clark (1999), Op cit hal. 19
5/17/2018 Mitos Masyarakat Internasional Dan Globalisasi - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/mitos-masyarakat-internasional-dan-globalisasi 1
x Lihat Diky Kurniawan Saputra, 2011, Mencetak Kredibilitas Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, hal.
2. Artikel tersebut dipresentasikan pada acara “Loka Karya Nasional Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia”
yang dilaksanakan di Lembang, Jawa Barat.xi Lihat Dirk Nabers, 2007. Crises, Hegemony and Change in the International System: A Conceptual Framework ,
Hamburg, German Institute of Global and Area Studies, hal. 6xii
Lihat Theori Talks: Perbincangan Pakar Sedunia tentang Teori Hubungan Internasional Abad Ke-21, hasilkompilasi wawancara Peer Schout terhadap sejumlah pakar ilmu hubungan internasional, editor Bambang Wahyu
Nugroho dan Aahmad Hanafi Rais, 2012, Yogyakarta, Lembaga Pengembangan Pendidikan, Penelitian dan
Masyarakat Universitas Muhammadiyah Yogyakarta bekerjasama dengan Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan
(PPSK), hal. 168xiii
Lihat Lynn H. Miller, Agenda Politik Internasional, terjemahan Daryatno, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hal. 42xiv
Ibid, hal. 43-44
Penyebab dari perang ini sangatlah kompleks dan tidak dapat disepakati penyebab tunggalnya. Perang tersebut
melibatkan banyak pihak, meliputi kedua kubu. Kubu pertama datang dari aliansi negara Protestan, seperti Swedia,Prancis, Bohemia, Denmark-Norwegia, Saxony, Palatinate, Brunswick-Luneburg, Britania, Skotlandia, Prussia dan
Transylvania. Kemudian dari kubu Katholik, terdiri dari Kekaisaran Suci Roma, Austria dan Spanyol. Kesultanan
Utsmaniyyah pada saat itu, ketika dipimpim oleh Osman II ikut serta membantu Kerajaan Protestan Transylvania di
wilayah Timur dalam upaya invansi wilayah Hungaria. Bagi sebagian pihak mengatakan bahwa perang besar ini
adalah perang agama. Tapi yang terpenting perang tersebut menyisakan banyak penderitaan bagi masyarakatdidalamnya, terlebih di daerah Bohemia.xv
Ibid, hal. 44xvi
Lihat Diane Revitch dan Abigail Thernstrom (ed), 2005, Demokrasi Klasik & Modern, penerjemah: Hermoyo,
Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, hal. 126xvii
Lihat Karen A. Mingst, 2003, Essentials in International Relations, London, W. W. Norton & Company, hal.
102-103. Lihat juga Emmanualle Jouannet, 2007, Universalism & Imperalism: The True-False Paradox of
International Law, London, The European Journal of International Law, vol. 18 no. 3, hal. 382-395xviii
Chyntia Weber (2009), Op cit, hal. 40xix
Andrew Linklater (2005), Op cit , hal. 87xx
Ibid, hal. 88xxi
Chyntia Weber (2009), Op cit, hal. 40xxii
Lihat Charles W. Kegley, Jr. dan Eugene R. Wittkopf, 1995, World Politics: Trend and Transformation, edisi ke-
5, New York, The Mcmillan Press, hal. 562