Mioma Uteri
description
Transcript of Mioma Uteri
PENDAHULUAN
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak yang tumbuh dalam otot uterus dan jaringan
ikat sekitarnya. Biasa juga disebut fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid.
Mioma uteri bukanlah suatu keganasan dan tidak juga berhubungan dengan keganasan.
Mioma bisa menyebabkan gejala yang luas termasuk perdarahan menstruasi yang banyak dan
penekanan pada pelvis.
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai
sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak. Mioma uteri belum
pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke, sedangkan setelah menopause hanya kira-kira
10% mioma yang masih bertumbuh. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20 – 30% dari
seluruh wanita. Di Indonesia mioma uteri ditemukan pada 2,39 – 11,7% pada semua
penderita ginekologi yang dirawat. Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35 –
45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause.
Wanita yang sering melahirkan akan lebih sedikit kemungkinan untuk berkembangnya
mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya 1 kali hamil.
Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tak pernah hamil atau
hanya hamil 1 kali.
Perihal penyebab pasti terjadi tumor mioma belum diketahui. Mioma uteri mulai
tumbuh dibagian atas (fundus) rahim dan sangat jarang tumbuh dimulut rahim. Bentuk tumor
bisa tunggal atau multiple (banyak), umumnya tumbuh didalam otot rahim yang dikenal
dengan intramural mioma. Tumor mioma ini akan cepat memberikan keluhan, bila mioma
tumbuh kedalam mukosa rahim, keluhan yang biasa dikeluhkan berupa perdarahan saat siklus
dan diluar siklus haid. Sedangkan pada tipe tumor yang tumbuh dikulit luar rahim yang
dikenal dengan tipe subserosa tidak memberikan keluhan perdarahan, akan tetapi seseorang
baru mengeluh bila tumor membesar yang dengan perabaan didaerah perut dijumpai benjolan
keras, benjolan tersebut kadang sulit digerakkan bila tumor sudah sangat besar.
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1. Mioma Uteri
1.1 Defenisi
Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi padat kenyal,
batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau multipel. Tumor ini juga
dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri, atau uterine fibroid. Mioma uteri
bukanlah suatu keganasan dan tidak juga berhubungan dengan keganasan. Uterus
miomatosus adalah uterus yang ukurannya lebih besar daripada ukuran uterus yang normal
yaitu antara 9-12 cm, dan dalam uterus itu sudah ada mioma uteri yang masih kecil.
1.2 Epidemiologi
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai
sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak. Mioma uteri belum
pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke, sedangkan setelah menopause hanya kira-kira
10% mioma yang masih bertumbuh. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20 – 30% dari
seluruh wanita. Di Indonesia mioma uteri ditemukan pada 2,39 – 11,7% pada semua
penderita ginekologi yang dirawat. Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35 –
45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause.
Wanita yang sering melahirkan akan lebih sedikit kemungkinan untuk berkembangnya
mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya 1 kali hamil.
Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tak pernah hamil atau
hanya hamil 1 kali. Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, ras,
kegemukan dan nullipara.
1.3 Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan
penyakit multifaktorial. Dipercaya bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoklonal yang
dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal.
Ada beberapa faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma
uteri, yaitu :
a. Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10%
pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis
antara 35-45 tahun.
b. Paritas
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi sampai
saat ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma
uteri yang menyebabkan infertil, atau apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi.
c. Faktor ras dan Genetik
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadiaan mioma
uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat
keluarga ada yang menderita mioma.
d. Fungsi ovarium
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma,
dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah kehamilan dan mengalami
regresi setelah menopause.
1.4 Patofisiologi
Mioma merupakan monoclonal dengan tiap tumor merupakan hasil dari penggandaan
satu sel otot. Etiologi yang diajukan termasuk di dalamnya perkembangan dari sel otot uterus
atau arteri pada uterus, dari transformasi metaplastik sel jaringan ikat, dan dari sel-sel
embrionik sisa yang persisten. Penelitian terbaru telah mengidentifikasi sejumlah kecil gen
yang mengalami mutasi pada jaringan ikat tapi tidak pada sel miometrial normal.
Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori genioblast. Percobaan
Lipschultz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan ternyata menimbulkan tumor
fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek
fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron atau testoster.
Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat
mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan
dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain.
Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor pertumbuhan
epidermal dan insulin like growth factor 1 yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk,
telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih banyak pada
mioma daripada miometrium normal dan mungkin penting pada perkembangan mioma.
Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang
bermakna setelah menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini
kadang-kadang berkembang setelah menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada
usia dini.
1.5 Klasifikasi
Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena:
a. Lokasi
- Cerivical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi
- Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinarius
- Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali tanpa gejala
b. Lapisan uterus
Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasi dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
- Mioma Uteri Submukosa
Mioma submukosa dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan
melalui saluran serviks disebut mioma geburt. Hal ini dapaat menyebabkan dismenore,
namun ketika telah dikeluarkan dari serviks dan menjadi nekrotik, akan memberikan gejala
pelepasan darah yang tidak regular dan dapat disalahartikan dengan kanker serviks. Dari
sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting dibandingkan
dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun intramural walaupun ditemukan
cukup besar tetapi sering kali memberikan keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis
submukosa walaupun hanya kecil selalu memberikan keluhan perdarahan melalui vagina.
Perdarahan sulit untuk dihentikan sehingga sebagai terapinya dilakukan histerektomi.
- Mioma Uteri Subserosa
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat
pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke
arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut sebagai mioma
intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal sebagai suatu
massa. Perlengketan dengan usus, omentum atau mesenterium di sekitarnya menyebabkan
sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin
mengecil dan terputus, sehingga mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang
bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik
- Mioma Uteri Intramural
Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila masih kecil
tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus berbenjol-benjol,
uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala klinis
yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah
bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang-kadang sebagai
mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak
(jaringan otot rahim dominan). Secara makroskopis terlihat uterus berbenjol-benjol dengan
permukaan halus. Pada potongan, tampak tumor berwarna putih dengan struktur mirip
potongan daging ikan. Tumor berbatas tegas dan berbeda dengan miometrium yang sehat,
sehingga tumor mudah dilepaskan. Konsistensi kenyal, bila terjadi degenerasi kistik maka
konsistensi menjadi lunak.
Bila terjadi kalsifikasi maka konsistensi menjadi keras. Secara histologik tumor
ditandai oleh gambaran kelompok otot polos yang membentuk pusaran, meniru gambaran
kelompok sel otot polos miometrium. Fokus fibrosis, kalsifikasi, nekrosis iskemik dari sel
yang mati. Setelah menopause, sel-sel otot polos cenderung mengalami atrofi, ada kalanya
diganti oleh jaringan ikat. Pada mioma uteri dapat terjadi perubahan sekunder yang sebagian
besar bersifat degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang
mioma. Perubahan ini terjadi secara sekunder dari atropi postmenopausal, infeksi, perubahan
dalam sirkulasi atau transformasi maligna.
Gambar: Jenis-jenis mioma uteri
1.6 Gejala Klinis
Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang timbul sangat tergantung pada
tempat sarang mioma ini berada serviks, intramural, submukus, subserus), besarnya tumor,
perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :
1.6.1 Perdarahan Abnormal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoragia dan dapat
juga terjadi metroragia. Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan ini, antara lain
adalah :
- Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai adeno
karsinoma endometrium.
- Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa.
- Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
- Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma
diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah
yang melaluinya dengan baik.
1.6.2 Rasa Nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan sirkulasi
darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran
mioma submukosum yang akan dilahirkan, pula pertumbuhannya yang menyempitkan
kanalis servikalis dapat menyebabkan juga dismenore.
1.6.3 Gejala dan Tanda Penekanan
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan pada kandung
kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio urine, pada ureter
dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rectum dapat menyebabkan obstipasi
dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe dipanggul dapat menyebabkan
edema tungkai dan nyeri panggul.
1.6.4 Infertilitas dan Abortus
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars intertisialis
tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh karena
distorsi rongga uterus. Rubin (1958) menyatakan bahwa apabila penyebab lain infertilitas
sudah disingkirkan, dan mioma merupakan penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan
suatu indikasi untuk dilakukan miomektomi.
1.7 Diagnosis
1.7.1 Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya, faktor
resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.
1.7.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri dapat diduga
dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak teratur, gerakan bebas,
tidak sakit.
1.7.3 Pemeriksaan Penunjang
1.7.3.1 Pemeriksaan laboratorium
Akibat yang terjadi pada mioma uteri adalah anemia akibat perdarahan uterus yang
berlebihan dan kekurangan zat besi. Pemeriksaaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah
Darah Lengkap (DL) terutama untuk mencari kadar Hb. Pemeriksaaan lab lain disesuaikan
dengan keluhan pasien.
1.7.3.2 Imaging
- Pemeriksaaan dengan USG akan didapat massa padat dan homogen pada uterus.
Mioma uteri berukuran besar terlihat sebagai massa pada abdomen bawah dan pelvis
dan kadang terlihat tumor dengan kalsifikasi.
- Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang tumbuh ke arah
kavum uteri pada pasien infertil.
- MRI lebih akurat untuk menentukan lokasi, ukuran, jumlah mioma uteri, namun biaya
pemeriksaan lebih mahal.
1.8 Penatalaksanaan
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah. Penanganan mioma uteri
tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan ukuran tumor, sehingga biasanya
mioma yang ditangani yaitu yang membesar secara cepat dan bergejala serta mioma yang
diduga menyebabkan fertilitas. Secara umum, penanganan mioma uteri terbagi atas
penanganan konservatif dan operatif. Penanganan konservatif bila mioma berukuran kecil
pada pra dan post menopause tanpa gejala.
Pengobatan operatif meliputi miomektomi dan histerektomi. Miomektomi adalah
pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan
misalnya pada mioma submukoum pada myom geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina.
Pengambilan sarang mioma subserosum dapat mudah dilaksanakan apabila tumor bertangkai.
Apabila miomektomi ini dikerjakan karena keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan
akan terjadi kehamilan adalah 30-50%. Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang
umumnya tindakan terpilih. Histerektomi dapat dilaksanakan perabdominan atau pervaginam.
Yang akhir ini jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telor angsa dan tidak ada
perlekatan dengan sekitarnya. Adanya prolapsus uteri akan mempermudah prosedur
pembedahan. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan
timbulnya karsinoma servisis uteri. Histerektomi supravaginal hanya dilakukan apabila
terdapat kesukaran teknis dalam mengangkat uterus.
1.9 Komplikasi
Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat degenerasi.
Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan sekunder
tersebut antara lain :
- Atrofi ( Sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi kecil )
- Degenerasi hialin ( Perubahan ini sering terjadi pada penderita berusia lanjut. Tumor
kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau
hanya sebagian kecil dari padanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut
otot dari kelompok lainnya )
- Degenerasi kistik ( Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari
mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi
agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga
menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan
dari kista ovarium atau suatu kehamilan )
- Degenerasi membatu “calcereus degeneration” ( Terutama terjadi pada wanita
berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya
pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan
memberikan bayangan pada foto rontgen )
- Degenerasi merah “carneus degeneration” ( Perubahan ini terjadi pada kehamilan
dan nifas. Patogenesis : diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan
vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah
berwarna merah disebabkan pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah
tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit
demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan. Penampilan
klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium atau mioma bertangkai )
- Degenerai lemak ( Jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin )
Komplikasi yang terjadi pada mioma uteri:
a. Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh
mioma; serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru
ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan
keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang
mioma dalam menopause.
b. Torsi (putaran tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut
sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi
terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi.
c. Nekrosis dan Infeksi
Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena
gangguan sirkulasi darah padanya.