Mini Project Bab II Mini Project
-
Upload
ratu-reni-setia-resmiati -
Category
Documents
-
view
457 -
download
14
Transcript of Mini Project Bab II Mini Project
-
8/13/2019 Mini Project Bab II Mini Project
1/24
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan
Micobacterium tuberculosae. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini,
dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit yang tumbuh lambat
dan sensitive terhadap panas dan sinar UV. (Price dan Standridge, 2003)
2.2 Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium
tuberculosis termasuk bakteri gram positif dan berbentuk batang. Umumnya
Mycobacterium tuberculosis menyerang paru dan sebagian kecil organ
tubuh lain. Kuman ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan terhadap asam
pada pewarnaan, hal ini dipakai untuk identifikasi dahak secara mikroskopis
sehingga disebut sebagai basil tahan asam (BTA). Mycobacterium
tuberculosis cepat mati dengan matahari langsung, tetapi dapat bertahan
hidup pada tempat yang gelap dan lembab. Kuman dapat dormant atau
tertidur sampai beberapa tahun dalam jaringan tubuh.
-
8/13/2019 Mini Project Bab II Mini Project
2/24
12
2.3 Epidemiologi
Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban
TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar
660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru
per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per
tahunnya.
Indonesia merupakan negara dengan percepatan peningkatan epidemi
HIV yang tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai
epidemik terkonsentrasi (a concentrated epidemic), dengan perkecualian di
provinsi Papua yang prevalensi HIVnya sudah mencapai 2,5% (generalized
epidemic). Secara nasional, angka estimasi prevalensi HIV pada populasi
dewasa adalah 0,2%. Sejumlah 12 provinsi telah dinyatakan sebagai daerah
prioritas untuk intervensi HIV dan estimasi jumlah orang dengan HIV/AIDS
di Indonesia sekitar 190.000-400.000. Estimasi nasional prevalensi HIV
pada pasien TB baru adalah 2.8%.
Angka MDR-TB diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru
(lebih rendah dari estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20% dari
kasus TB dengan pengobatan ulang. Diperkirakan terdapat sekitar 6.300
kasus MDR TB setiap tahunnya. Meskipun memiliki beban penyakit TB
yang tinggi, Indonesia merupakan negara pertama diantara High Burden
Country (HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai
target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan pada
tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732 kasus TB
telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213
-
8/13/2019 Mini Project Bab II Mini Project
3/24
-
8/13/2019 Mini Project Bab II Mini Project
4/24
14
kasus TB dengan BTA negatif sedikit meningkat dari 56% pada tahun 2008
menjadi 59% pada tahun 2009. Peningkatan jumlah kasus TB BTA negatif
yang terjadi selama beberapa tahun terakhir sangat mungkin disebabkan
olehkarena meningkatnya pelaporan kasus TB dari rumah sakit yang telah
terlibat dalam program TB nasional.
Jumlah kasus TB anak pada tahun 2009 mencapai 30.806 termasuk
1,865 kasus BTA positif. Proposi kasus TB anak dari semua kasus TB
mencapai 10.45%. Angka-angka ini merupakan gambaran parsial dari
keseluruhan kasus TB anak yang sesungguhnya mengingat tingginya kasus
overdiagnosis di fasilitas pelayanan kesehatan yang diiringi dengan
rendahnya pelaporan dari fasilitas pelayanan kesehatan.
2.4 Patogenesis
a. Tuberkulosis PrimerKuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan
bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang
pneumonik, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer
ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan
sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran
getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut
diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis
regional).
-
8/13/2019 Mini Project Bab II Mini Project
5/24
15
Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal
sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah
satu nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution adintegrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarangGhon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh
adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus,
biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang
membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas
bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan
menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang
atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang
atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupunke paru sebelahnya atau tertelan.
c.Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini
berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman.
Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan
tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini
akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis
milier, meningitis tuberkulosa, typhobacillosis Landouzy.
-
8/13/2019 Mini Project Bab II Mini Project
6/24
16
Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat
tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan
sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir
dengan:
4. Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhanterbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,
tuberkuloma ) atau
5. Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosisprimer
b.Tuberculosis Pasca-PrimerDari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian
tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15- 40 tahun. Tuberkulosis
post primer mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis
bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan
sebagainya.
Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan
rakyat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer
dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari
lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk
suatu sarang pneumonik kecil.
-
8/13/2019 Mini Project Bab II Mini Project
7/24
-
8/13/2019 Mini Project Bab II Mini Project
8/24
18
Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Departemen Kesehatan
Republik Indonesia Tahun 2002
Gambar 2. Alur diagnosis tuberkulosis paru pada orang dewasa
Tersangka Penderita TBC (Suspek TBC)
Periksa dahak sewaktu, pagi, sewaktu (SPS)
Hasil BTA
+ + +
-
Hasil BTA
- - -
Hasil BTA
+ - -
Periksa Rontgen Dada Beri antibiotic Spektrum Luas
Tidak ada
perbaikan
Hasil tidakmendukun
Hasilmendukun
Hasil BTA
- - -Hasil BTA+ + +
+ + -
+ - -
Hasil roentgenne atif
Hasil
Mendukun
Ada
Perbaikan
TBC BTA Negatif
Rontgen Positif
Bukan TBC
Penyakit Lain
Penderita TBC BTA
Positif
Ulangi Periksa Dahak SPS
Periksa Rontgen Dada
-
8/13/2019 Mini Project Bab II Mini Project
9/24
19
2.5.1. Gejala Klinis
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka
gejala lokal ialah gejala respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang
terlibat).
1. Gejala respiratorikGejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang
pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum
terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala
batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan
selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. Gejala
yang timbul antara lain :
batuk 2 minggu batuk darah sesak napas nyeri dada
2. Gejala sistemik Demam Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia,
berat badan menurun
3. Gejala tuberkulosis ekstra paru
-
8/13/2019 Mini Project Bab II Mini Project
10/24
20
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat,
misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang
lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis
tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis
tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi
yang rongga pleuranya terdapat cairan (PDPI,2006)
2.5.2. Pengobatan
Menurut Depkes RI (2002), pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap,
yaitu tahap intensif dan lanjutan :
1. Tahap Intensif
Pada tahap intensif penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi
langsung langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap
semua Obat Anti Tuberkuloisis terutama rifampisin.
2. Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk
membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadi kekambuhan.
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia:
- Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
-
8/13/2019 Mini Project Bab II Mini Project
11/24
21
- Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
- Kategori Anak: 2HRZ/4HR
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak
sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.
Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam
satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini
dikemas dalam satu paket untuk satu pasien. Paket Kombipak terdiri dari
obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol.
Paduan OAT dan peruntukannya.
a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
oPasien baru TB paru BTA positif.
o Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positifo Pasien TB ekstra paru
-
8/13/2019 Mini Project Bab II Mini Project
12/24
22
Tabel 1. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1
b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
o Pasien kambuho Pasien gagalo Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus)
Sumber : Tuberkulosis, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia. 2006.
Tabel 2. Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2
-
8/13/2019 Mini Project Bab II Mini Project
13/24
23
c. OAT Sisipan (HRZE)Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap
intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).
Tabel 3.Dosis KDT untuk Sisipan
Tatalaksana TB Anak
Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis baik
overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak anak batuk bukan
merupakan gejala utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit,
maka diagnosis TB anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem
skor .
Unit Kerja Koordinasi Respirologi PP IDAI telah membuat Pedoman
Nasional Tuberkulosis Anak dengan menggunakan sistem skor (scoring
system), yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai.
Pedoman tersebut secara resmi digunakan oleh program nasional
penanggulangan tuberkulosis untuk diagnosis TB anak.
Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem skor.
Pasien dengan jumlah skor yang lebih atau sama dengan 6 ( >6 ), harus
-
8/13/2019 Mini Project Bab II Mini Project
14/24
24
ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (obat anti
tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan
kearah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya
sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal,
pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CT-Scan, dan lain
lainnya.
Tabel 4.Sistem skoring (scoring system) gejala dan pemeriksaan penunjang TB
-
8/13/2019 Mini Project Bab II Mini Project
15/24
25
Gambar 3. Alur tatalaksana TB anak pada unit pelayanan kesehatan dasar
Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat.
Setelah pemberian obat 6 bulan , lakukan evaluasi baik klinis maupun
pemeriksaan penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter
terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis
yang nyata walaupun gambaran radiologik tidak menunjukkan perubahan yang
berarti, OAT tetap dihentikan.
Kategori Anak (2RHZ/ 4RH)
Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan
dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap
intensif maupun tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat
badan anak.
-
8/13/2019 Mini Project Bab II Mini Project
16/24
26
Tabel 5. Dosis OAT kombipak pada anak
Tabel 6. Dosis OAT KDT pada anak
Keterangan:
Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit Anak dengan BB 1519 kg dapat diberikan 3 tablet. Anak dengan BB > 33 kg , dirujuk ke rumah sakit. Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau
digerus sesaat sebelum diminum.
2.6. Strategi Pengendalian TB
a.Organisasi program pengendalian TBPada saat ini, pelaksanaan upaya pengendalian TB di Indonesia secara
administratif berada di bawah dua Direktorat Jenderal Kementerian
-
8/13/2019 Mini Project Bab II Mini Project
17/24
27
Kesehatan, yaitu Bina Upaya Kesehatan, dan P2PL (Subdit Tuberkulosis
yang bernaung di bawah Ditjen P2PL). Pembinaan Puskesmas berada di
bawah Ditjen Bina Upaya Kesehatan dan merupakan tulang punggung
layanan TB dengan arahan dari subdit Tuberkulosis, sedangkan
pembinaan rumah sakit berada di bawah Ditjen Bina Upaya Kesehatan.
Pelayanan TB juga diselenggarakan di praktik swasta, rutan/lapas,
militer dan perusahaan, yang seperti halnya rumah sakit, tidak berada di
dalam koordinasi Subdit Tuberkulosis. Dengan demikian kerja sama antar
Ditjen dan koordinasi yang efektif oleh subdit TB sangat diperlukan
dalam menerapkan program pengendalian TB yang terpadu.
Pelayanan kesehatan di tingkat kabupaten/kota merupakan tulang
punggung dalam program pengendalian TB. Setiap kabupaten/kota
memiliki sejumlah FPK primer berbentuk Puskesmas, terdiri dari
Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM), Puskesmas Satelit (PS) dan
Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM). Pada saat ini Indonesia memiliki
1.649 PRM, 4.140 PS dan 1.632 PPM. Selain Puskesmas, terdapat pula
fasilitas pelayanan rumah sakit, rutan/lapas, balai pengobatan dan fasilitas
lainnya yang telah menerapkan strategi DOTS. Tenaga yang telah dilatih
strategi DOTS berjumlah 5.735 dokter Puskesmas, 7.019 petugas TB dan
4.065 petugas laboratorium. Pada tingkat Kabupaten/kota, Kepala Dinas
Kesehatan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program kesehatan,
termasuk perencanaan, pembiayaan dan pemantauan pelayanannya. Di
seksi P2M Wakil supervisor (wasor) TB bertanggung jawab atas
pemantauan program, register dan ketersediaan obat. Pemantauan
-
8/13/2019 Mini Project Bab II Mini Project
18/24
28
pengobatan di bawah tanggung jawab tenaga di FPK dan pada umumnya
peran Pengawasan Minum Obat (PMO) dilakukan oleh anggota keluarga.
Di tingkat Provinsi, telah dibentuk tim inti DOTS yang terdiri dari
Provincial Project Officer (PPO) serta staf Dinas Kesehatan, khususnya
di provinsi dengan beban TB yang tinggi. Di beberapa provinsi dengan
wilayah geografis yang luas dan jumlah FPK yang besar, telah mulai
dikembangkan sistem klaster kabupaten/kota yang bertujuan utama untuk
meningkatkan mutu implementasi strategi DOTS di rumah sakit. Rutan,
lapas serta tempat kerja telah terlibat pula dalam program pengendalian
TB melalui jejaring dengan Kabupaten/kota dan Puskesmas.
Hasil survei prevalensi TB Tahun 2004 menunjukkan bahwa pasien
TB juga menggunakan pelayanan rumah sakit, BP4 dan praktik swasta
untuk tempat berobat. Ujicoba, implementasi dan akselerasi pelibatan
FPK selain Puskesmas sebagai bagian dari inisiatif Public-Private Mix
telah dimulai pada tahun 1999-2000.
Pada tahun 2007, seluruh BP4 dan sekitar 30% rumah sakit telah
menerapkan strategi DOTS. Untuk praktik swasta, strategi DOTS belum
diimplementasi secara sistematik, meskipun telah dilakukan ujicoba
model pelibatan praktisi swasta di Palembang pada tahun 2002 serta di
provinsi Yogyakarta dan Bali pada tahun 2004-2005.
b. Pembiayaan dan regulasi dalam pengendalian TBKomitmen pemerintah dalam pembiayaan kesehatan untuk program
TB semakin meningkat. Pada tahun 2009, alokasi anggaran kesehatan
pemerintah untuk operasional program TB sebesar 145 milyar rupiah,
-
8/13/2019 Mini Project Bab II Mini Project
19/24
29
meningkat 7,1% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 135 milyar
rupiah. Meskipun meningkat, akan tetapi kontribusi pemerintah tersebut
hanya mencukupi 23,4% dari total kebutuhan satu tahun sebesar 621,5
milyar rupiah. Kesenjangan pendanaan tersebut dipenuhi melalui bantuan
donor internasional yang jumlahnya mencapai 269,36 milyar pada Tahun
2009, atau sebesar 45% dari tahun sebelumnya.
Meskipun terdapat dana dari pemerintah pusat dan daerah serta dana
internasional yang cukup besar, pada tahun 2010 masih terdapat
kekurangan dana sebesar 31% dari total kebutuhan program. Proporsi
kekurangan dana ini telah menurun dari tahun 2009 (39%).
Strategi pembiayaan yang harus dilakukan untuk menutup kesenjangan
tersebut adalah meningkatkan sumber pembiayaan kesehatan nasional dan
daerah untuk program TB. Sampai dengan saat ini, komitmen daerah
(provinsi dan kabupaten/ kota) untuk membiayai program TB masih
relatif rendah, yaitu sekitar 45%-49% dari anggaran pemerintah pusat.
Kapasitas fiskal (fiscal space) untuk peningkatan anggaran kesehatan
program TB di daerah masih terbuka lebar. Peningkatan komitmen daerah
harus terus diupayakan dalam kerangka desentralisasi kesehatan.
c.
Perumusan strategi
Selama dekade terakhir, perkembangan program pengendalian TB
semakin melaju. Pada tahun 2009, angka penemuan kasus dan
keberhasilan pengobatan telah mencapai target global MDGs (yaitu 73%
CDR dan 91% angka keberhasilan pengobatan). Strategi umum program
pengendalian TB 2011-2014 adalah ekspansi.
-
8/13/2019 Mini Project Bab II Mini Project
20/24
30
Fase ekspansi pada periode 2011-2014 ini bertujuan untuk konsolidasi
program dan akselerasi implementasi inisiatif-inisiatif baru sesuai dengan
strategi Stop TB terbaru, yaitu Menuju Akses Universal: pelayanan DOTS
harus tersedia untuk seluruh pasien TB, tanpa memandang latar belakang
sosial ekonomi, karakteristik demografi, wilayah geografi dan kondisi
klinis.
Strategi nasional program pengendalian TB nasional terdiri dari 7
strategi, terdiri dari 4 strategi umum dan didukung oleh 3 strategi
fungsional. Ketujuh strategi ini berkesinambungan dengan strategi
nasional sebelumnya, dengan rumusan strategi yang mempertajam
respons terhadap tantangan pada saat ini. Strategi nasional program
pengendalian TB nasional sebagai berikut:
1. Memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu.2. Menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan
kebutuhan masyarakat miskin serta rentan lainnya.
3. Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat(sukarela), perusahaan dan swasta melalui pendekatan Public
Private Mix dan menjamin kepatuhan terhadap International
Standards for TB Care.
4. Memberdayakan masyarakat dan pasien TB.5. Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan dan
manajemen program pengendalian TB.
6. Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadapprogram TB.
-
8/13/2019 Mini Project Bab II Mini Project
21/24
31
7. Mendorong penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasistrategis.
Strategi 1 sampai dengan strategi 4 merupakan strategi umum, dimana
strategi ini harus didukung oleh strategi fungsional yang terdapat pada
strategi 5 sampai dengan strategi 7 untuk memperkuat fungsi-fungsi
manajerial dalam program pengendalian TB.
Strategi ekspansi dilakukan dengan prinsip pelayanan DOTS yang
bermutu dengan menerapkan lima komponen dalam strategi DOTS (yaitu
komitmen politis, pemeriksaan mikroskopis, penyediaan OAT, tersedianya
PMO serta pencatatan dan pelaporan) secara bermutu.
2.7. Analisa
1. Angka penjaringan Suspek :Adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara 100.000
penduduk pada suatu wilayah tertentu dalam 1 tahun. Angka ini
digunakan untuk mengetahui akses pelayanan dan upaya penemuan
pasien dalam suatu wilayah tertentu, dengan memperhatikan
kecenderungannya dari waktu ke waktu ( triwulan / tahunan )
Rumus :
-
8/13/2019 Mini Project Bab II Mini Project
22/24
32
2. Angka Konversi (Conversion Rate)Angka konversi adalah persentase pasien TB paru BTA positif
yang mengalami konversi menjadi BTA negatif setelah menjalani masa
pengobatan intensif. Angka konversi dihitung tersendiri untuk tiap
klasifikasi dan tipe pasien, BTA postif baru dengan pengobatan
kategori-1, atau BTA positif pengobatan ulang dengan kategori-2.
Indikator ini berguna untuk mengetahui secara cepat kecenderungan
keberhasilan pengobatan dan untuk mengetahui apakah pengawasan
langsung menelan obat dilakukan dengan benar. Contoh perhitungan
angka konversi untuk pasien TB baru BTA positif :
Di UPK, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien, yaitu
dengan cara mereview seluruh kartu pasien baru BTA Positif yang
mulai berobat dalam 3-6 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa
diantaranya yang hasil pemeriksaan dahak negatif, setelah pengobatan
intensif (2 bulan).
Angka minimalyang harus dicapai adalah 80 %. Angka konversi
yang tinggi akan diikuti dengan angka kesembuhan yang tinggi pula.
Selain dihitung angka konversi pasien baru TB paru BTA positif, perlu
dihitung juga angka konversi untuk pasien TB paru BTA positif yang
mendapat pengobatan dengan kategori 2.
-
8/13/2019 Mini Project Bab II Mini Project
23/24
33
3. Angka Kesembuhan (Cure Rate)Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan persentase
pasien TB BTA positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan,
diantara pasien TB BTA positif yang tercatat. Angka kesembuhan
dihitung tersendiri untuk pasien baru BTA positif yang mendapat
pengobatan kategori 1 atau pasien BTA positif pengobatan ulang
dengan kategori 2. Angka ini dihitung untuk mengetahui keberhasilan
program dan masalah potensial.
Contoh perhitungan untuk pasien baru BTA positif dengan
pengobatan kategori 1.
Angka minimal yang harus dicapai adalah 85%. Angka
kesembuhan digunakan untuk mengetahui keberhasilan pengobatan.
Bila angka kesembuhan lebih rendah dari 85%, maka harus ada
informasi dari hasil pengobatan lainnya, yaitu berapa pasien yang
digolongkan sebagai pengobatan lengkap, default (drop-outatau lalai),
gagal, meninggal, dan pindah keluar.
Angka default tidak boleh lebih dari 10%, sedangkan angka gagal
untuk pasien baru BTA positif tidak boleh lebih dari 4% untuk daerah
yang belum ada masalah resistensi obat, dan tidak boleh lebih besar
dari 10% untuk daerah yang sudah ada masalah resistensi obat.Selain
dihitung angka kesembuhan pasien baru TB paru BTA positif, perlu
-
8/13/2019 Mini Project Bab II Mini Project
24/24
dihitung juga angka kesembuhan untuk pasien TB paru BTA positif
yang mendapat pengobatan ulang dengan kategori 2.
4. Angka Penemuan Kasus (Case Detection Rate = CDR)Adalah persentase jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan
dibanding jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam
wilayah tersebut.
Case Detection Rate menggambarkan cakupan penemuan pasien baru
BTA positif pada wilayah tersebut.
Rumus :
Target Case Detection Rate Program Penanggulangan Tuberkulosis
Nasional minimal 75%.
5. Angka Keberhasilan PengobatanAngka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan persentase
pasien TB BTA positif yang menyelesaikan pengobatan (baik yang
sembuh maupun pengobatan lengkap) diantara pasien TB BTA positif
yang tercatat. Dengan demikian angka ini merupakan penjumlahan dari
angka kesembuhan dan angka pengobatan lengkap.