MIKORIZA PERAN, PROSPEK, DAN KENDALANYA
Transcript of MIKORIZA PERAN, PROSPEK, DAN KENDALANYA
MIKORIZA: PERAN, PROSPEK, DAN KENDALANYA 1
Ana Feronika C. I. 2
INTISARI
Mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualistik antara jamur dan akar tanaman (Brundrett, 1996). Hampir pada semua jenis tanaman terdapat bentuk simbiosis ini. Umumya mikoriza dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu: endomikoriza (pada jenis tanaman pertanian), ektomikoriza (pada jenis tanaman kehutanan), dan ektendomikoriza (Harley and Smith, 1983)
Penelitian mengenai mikorisa telah mulai banyak dilakukan, bahkan usaha untuk memproduksinya telah mulai banyak dirintis. Hal ini disebabkan oleh peranannya yang cukup membantu dalam meningkatkan kualitas tanaman. Seperti yang disampaikan oleh Yusnaini (1998), bahwa VAM dapat membantu meningkatkan produksi kedelai pada tanah ultisol di Lampung. Bahkan pada penelitian lebih lanjut dilaporkan bahwa penggunaan VAM ini dapat meningkatkan produksi jagung yang mengalami kekeringan sesaat pada fase vegetatif dan generatif (Yusnaini et al., 1999). Setiadi (2003), menyebutkan bahwa mikoriza juga sangat berperan dalam meningkatkan toleransi tanaman terhadap kondisi lahan kritis, yang berupa kekeringan dan banyak terdapatnya logam-logam berat. Mencermati kondisi demikian maka dapat disepakati jika terdapat komentar mengenai potensi mikoriza yang cukup menjanjikan dalam bidang agribisnis.
Namun demikian masih terdapat beberapa kendala yangperlu dihadapi dalam upaya pemanfaatan mikoriza ini, diantaranya seperti yang disampaikan oleh Simanungkalit (2003), bahwa upaya untuk memproduksi inokulan mikoriza dalam skala besar masih sulit. Twn (2003) juga menyampaikan bahwa dalam bidang kehutanan aplikasi pemanfaatan mikoriza masih belum mendapat perhatian utama, kecuali terbatas pada kegiatan-kegiatan penelitian. Di samping hal-hal tersebut penggunaan mikoriza ini masih mendapatkan kesulitan karena penggunaannya yang dalam jumlah relatif besar dan lamanya waktu untuk memproduksinya. Oleh karena itu masih diperlukan adanya penelitian-penelitian lebih lanjut dalam upaya untuk memaksimalkan potensi mikoriza ini.
1 Judul makalah seminar kelas PPs, disampaikan 4 Oktober 2003 2 Mahasiswa PPs, dengan Dosen Pengasuh Prof. Dr. Ir. Bambang Hadisutrisno, DAA.
DAFTAR PUSTAKA
Brundrett, M., N. Bougher, B. Dell, T. Grove, and N. Malajczuk. 1996. Working with Mycorrhizas in Forestry and Agriculture. ACIAR Monograph 32. 374 +x p.
Harley, J. L. and M. S. Smith. 1983. Mycorrhizal Symbiosis. Academic Press, Inc. New
York. 483p. Setiadi, Y. 2003. Arbuscular mycorrhizal inokulum production. Program dan Abstrak
Seminar dan Pameran: Teknologi Produksi dan Pemanfaatan Inokulan Endo-Ektomikoriza untuk Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan. 16 September 2003. Bandung. pp 10.
Simanungkalit, R. D. M. 2003. Teknologi jamur Mikoriza Arbuskuler: Produksi inokulan dan
pengawasan mutunya. Program dan Abstrak Seminar dan Pameran: Teknologi Produksi dan Pemanfaatan Inokulan Endo-Ektomikoriza untuk Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan. 16 September 2003. pp 11.
Twn, C. 2003. Pemanfaatan mikoriza dan prospeknya. Program dan Abstrak Seminar dan
Pameran: Teknologi Produksi dan Pemanfaatan Inokulan Endo-Ektomikoriza untuk Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan.16 September 2003. pp 15.
Yusnaini, S. 1998. Pengaruh Inokulasi Ganda Rhizobium dan Mikoriza Vesikular
Arbuskular terhadap Nodulasi dan Produksi Kedelai pada Tanah Ultisol Lampung. Jurnal Tanah Tropika. No. 7:103-108.
Yusnaini, S., A. Niswati, S. G. Nugroho, K. muludi, dan A. Irawati. 1999. Pengaruh
Inokulasi Mikoriza Vesikular Arbuskular terhadap Produksi Jagung yang Mengalami Kekeringan Sesaat pada Fase Vegetatif dan Generatif. Jurnal Tanah Tropika. No. 9:1-6.
FITOPATOLOGI
PROGRAM PASCA SARJANA
FAKULTAS PERTANIAN
UGM
2003
MIKORIZA: PERAN, PROSPEK, DAN KENDALANYA
OLEH
ANA FERONIKA C. I.
PENDAHULUAN
Mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualistik antara
jenis jamur tertentu dengan perakaran tanaman (Brundrett 1996).
Simbiosis ini terdapat hampir pada semua jenis tanam. Kabirun
(1994) mengelompokkan jamur mikoriza ini dalam dua jenis, yaitu
endomikoriza dan ektonikoriza. Namun pada umumnya mikoriza lebih
banyak dikelompokkan menjadi tiga, yaitu dengan adanya penambahan
kelompok mikorisa yang merupakan bentuk peralihan dari kedua jenis
tadi, yaitu ektendomikorisa (Harley and Smith 1983)
Jamur ektomikoriza memasuki akar dan mengganggu sebagian
lamela tengah di antara sel korteks. Susunan hifa di sekeliling
sel korteks ini disebut jaring Hartig. Ektomikoriza biasanya juga
menyusun jaringan hifa dengan sangat rapat pada permukaan akar,
yang disebut selubung. Selubung ini sering disebut dengan selubung
Pseudoparenkim (Kabirun 1994). Kebanyakan jamur yang membentuk
mikoriza adalah Basidiomycetes (famili Amanitaceae, Boletaceae,
Cortinariaceae, Russulaceae, Tricholomataceae, Rhizopogonaceae,
dan Sclerodermataceae). Beberapa ordo dari Ascomycetes, terutama
Eurotiales, Tuberales, Pezizales, dan Helotiales, mempunyai
spesies yang diduga membentuk ektomikoriza dengan pohon.
Jamur endomikoriza masuk ke dalam sel korteks dari akar
serabut (feeder roots). Jamur ini tidak membentuk selubung yang
padat, namun membentukmiselium yang tersusun longgar pada
permukaan akar. jamur juga membentuk vesikula dan arbuskular yang
besar di dalam sel korteks, sehingga sering disebut dengan VAM
(Vesicular-Arbuscular Miccorhizal), sebagai contoh jenis Globus
dan Acaulospora (Thorn 1997).
Vesikel merupakan suatu struktur berbentuk lonjong atau bulat,
mengandung cairan lemak, yang berfungsi sebagai organ penyimpanan
makanan atau berkembang menjadi klamidospora, yang berfungsi
sebagai organ reproduksi dan struktur tahan. Vesikel selain
dibentuk secara interseluler ada juga yang secar intraseluler.
Pembentukan vesikel diawali dengan adanya perkembang sitoplasma
hifa yang menjadi lebih padat, multinukleat dan mengandung
partikel lipid dan glikogen. Sitoplasma menjadi semakin padat
melalui proses kondensasi, dan organel semakin sulit untuk
dibedakan sejalan dengan akumulasi lipid selama maturasi (proses
pendewasaan). Vesikel biasanya dibentuk lebih banyak di luar
jaringan korteks pada daerah infeksi yang sudah tua, dan terbentuk
setelah pembentukan arbuskul. Arbuskul adalah struktur hifa
yang bercabang-cabang seperti pohon-pohon kecil yang mirip
haustorium (membentuk pola dikotom), berfungsi sebagai tempat
pertukaran nutrisi antara tanaman inang dengan jamur. Struktur ini
mulai terbentuk 2-3 hari setelah infeksi, diawali dengan penetrasi
cabang hifa lateral yang dibentuk oleh hifa ekstraseluler dan
intraseluler ke dalam dinding sel inang. Ukuran FITOPATOLOGI
PROGRAM PASCA SARJANA
FAKULTAS PERTANIAN
UGM
2003
MIKORIZA: PERAN, PROSPEK, DAN KENDALANYA
OLEH
ANA FERONIKA C. I.
PENDAHULUAN
Mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualistik antara
jenis jamur tertentu dengan perakaran tanaman (Brundrett 1996).
Simbiosis ini terdapat hampir pada semua jenis tanam. Kabirun
(1994) mengelompokkan jamur mikoriza ini dalam dua jenis, yaitu
endomikoriza dan ektonikoriza. Namun pada umumnya mikoriza lebih
banyak dikelompokkan menjadi tiga, yaitu dengan adanya penambahan
kelompok mikorisa yang merupakan bentuk peralihan dari kedua jenis
tadi, yaitu ektendomikorisa (Harley and Smith 1983)
Jamur ektomikoriza memasuki akar dan mengganggu sebagian
lamela tengah di antara sel korteks. Susunan hifa di sekeliling
sel korteks ini disebut jaring Hartig. Ektomikoriza biasanya juga
menyusun jaringan hifa dengan sangat rapat pada permukaan akar,
yang disebut selubung. Selubung ini sering disebut dengan selubung
Pseudoparenkim (Kabirun 1994). Kebanyakan jamur yang membentuk
mikoriza adalah Basidiomycetes (famili Amanitaceae, Boletaceae,
Cortinariaceae, Russulaceae, Tricholomataceae, Rhizopogonaceae,
dan Sclerodermataceae). Beberapa ordo dari Ascomycetes, terutama
Eurotiales, Tuberales, Pezizales, dan Helotiales, mempunyai
spesies yang diduga membentuk ektomikoriza dengan pohon.
Jamur endomikoriza masuk ke dalam sel korteks dari akar
serabut (feeder roots). Jamur ini tidak membentuk selubung yang
padat, namun membentukmiselium yang tersusun longgar pada
permukaan akar. jamur juga membentuk vesikula dan arbuskular yang
besar di dalam sel korteks, sehingga sering disebut dengan VAM
(Vesicular-Arbuscular Miccorhizal), sebagai contoh jenis Globus
dan Acaulospora (Thorn 1997).
Vesikel merupakan suatu struktur berbentuk lonjong atau bulat,
mengandung cairan lemak, yang berfungsi sebagai organ penyimpanan
makanan atau berkembang menjadi klamidospora, yang berfungsi
sebagai organ reproduksi dan struktur tahan. Vesikel selain
dibentuk secara interseluler ada juga yang secar intraseluler.
Pembentukan vesikel diawali dengan adanya perkembang sitoplasma
hifa yang menjadi lebih padat, multinukleat dan mengandung
partikel lipid dan glikogen. Sitoplasma menjadi semakin padat
melalui proses kondensasi, dan organel semakin sulit untuk
dibedakan sejalan dengan akumulasi lipid selama maturasi (proses
pendewasaan). Vesikel biasanya dibentuk lebih banyak di luar
jaringan korteks pada daerah infeksi yang sudah tua, dan terbentuk
setelah pembentukan arbuskul. Arbuskul adalah struktur hifa
yang bercabang-cabang seperti pohon-pohon kecil yang mirip
haustorium (membentuk pola dikotom), berfungsi sebagai tempat
pertukaran nutrisi antara tanaman inang dengan jamur. Struktur ini
mulai terbentuk 2-3 hari setelah infeksi, diawali dengan penetrasi
cabang hifa lateral yang dibentuk oleh hifa ekstraseluler dan
intraseluler ke dalam dinding sel inang. Ukuran ssa.
Penghalang mekanis yang dibentuk oleh selubung cendawan
Marx dan Davey (1969), menyimpulkan bahwa selubung dari
ektomikorisa adalah penghalang fisik terhadap penembusan P.
cinnamomi, karena pada pengamatan histologis dari berbagai
ektomikorisa pada Pinus yang dibentuk berbagai simbion jamur yang
telah diinokulasi dengan zoospora atau miselium, ektomikorisa
yang telah masak dan mempunyai selubung yang lengkap tidak
terserang oleh P. cinnamomi, sedang yang tidak bermikorisa
terserang 100%. Kenyataan lain menunjukkan bahwa pada meristem
akar tanaman yang bersimbiosis dengan tanaman namun selubung yang
terbentuk belum matang terbentuk akan mudah terserang patogen ini.
Sebaliknya, serangan tidak tampak dalam jaringan yang ujung
akarnya telah tertutup seluruhnya oleh selubung ektomikorisa.
Jaring Hartig yang mengelilingi sel korteks dapat berfungsi
sebagai penghalang fisik tambahan. Pada jaringan meristem yang
tidak terlindungi oleh mikorisa maupun dari infeksi melalui ujung
akar yang dipotong dengan sengaja, menunjukkan bahwa penyebaran P.
cinnamomi akan tertahan. Namun masih sulit dibedakan apakah hal
tersebut akibat tidak langsung dari jaring Hartig, yang merangsang
diproduksinya bahan kimia yang dapat menahan patogen oleh sel
korteks, atau karena akibat langsung efek mekanik dari organ ini.
Penahan kimiawi yang diproduksikan oleh inang
Simbiosis antara Rhizoctonia repens dengan berbagai anggrek
diketahui menghasilkan bahan anti jamur sebagai responnya, antara
lain: orchinol, coumarin, hircinol, dan suatu bahan seperti fenol
yang tidak dikenal sebagai respon terhadap spesies lain dari
Rhizoctonia dan jamur pembentuk ektomikorisa dan patogen lainnya.
Orchinol tidak dijumpai pada anggrek yang tidak terinfeksi.
Produksi dari berbagai bahan penghambat ini dipandang sebagai cara
anggrek mempertahankan diri, yang menyebabkan simbion dalam
keadaan seimbang, karena tanpa cara pertahanan diri ini mungkin
simbion akan menyebabkan penyakit anggrek. Akibat dari
pembentukkan bahan penghambat ini, yang terjadi pada seluruh
bagian umbi, adalah bahwa bahan tersebut melindungi jaringan dari
infeksi jasad penyebab penyakit. Mikorisa dari anggrek adalah
endomikorisa, yaitu hifa simbion yang menembus sel dan sangat erat
asosiasinya dengan sitoplasma. Jamur endomikorisa jelas mempunyai
enzim yang dapat menghancurkan selulose dinding sel.
Hasil penelitian Krupa dan Fries (1971), menunjukkan bahwa akar
yang bermikorisa dapat memproduksi bahan atsiri yang bersifat
fungistatik yang jauh lebih banyak dibanding dengan akar yang
tidak bermikorisa. Bahan ini bila terdapat dalam jumlah cukup
banyak dapt membatsi perkembangan jamur ektomikorisa hingga
keadaan simbiotik terjadi. Dengan demikian bahan atsiri dan bukan
atsiri dapat menahan patogen dalam akar, sedang bahan atsiri dapat
menahan patogen di dalam rhizosfer.
Pengaruh perbedaan bahan eksudasi oleh ektomikorisa terhadap
patogen akar
Eksudat akar dari tanaman mengandung hidrat arang, asam amino,
vitamin, asam organik, nukleotida, flavonoid, enzim, dan bahan
seperti HCN, glikosida, dan saponin. Eksudat akar dari tanaman
tertentu merangsang pertumbuhan miselium, perkecambahan sklerosium
mikro, aktivitas zoospora, dan patogenisitas, eksudat akar dari
tanaman lain dapat menghambat proses tersebut.
Adapun perbedaan dalam eksudasi antara akar yang bermikorisa dan
yang tidak bermikorisa dilaporkan oleh Krupa et al.. Perbedaan itu
adalah berupa adanya bahan organik atsiri yang dihasilkan oleh
ektomikorisa. Hal ini diduga karena mikorisa memperoleh hampir
semua hidrat arang, asam amino, dan vitamin yang diperlukannya
dari hubungannya yang erat dengan sel korteks dan permukaan akar.
Hanya sedikit eksudat akar yang dapat melalui jaring Hartig dan
selubung jamur ektomikorisa, tanpa diserap dan dipergunakan
olehnya.
Marx dan Davey (1969), menjelaskankan bahwa zoospora dari P.
cinnamomi tidak engan kuat tertarik, baik pada akar tidak
bermikorisa maupun yang bermikorisa. Setelah zoospora menjadi
sista pada permukaan akar, dibandingkan dengan pada bagian lain
dari akar, akan lebih cepat serta kuat berkecambah pada ujung dan
bagian sel memanjang pada akar bermikorisa. Di lain pihak pada
ektomikorisa, zoospora berkecambah dengan lambat serta tabung
kecambah yang dihasilkannya tumbuh dengan lambat dan merana,
dibandingkan dengan zoospora pada bagian akar yang dinding selnya
mengandung suberin. Secara tidak langsung hal ini menunjukkan
bahwa ektomikorisa secara kimia tidak tertalu memacu perkecambahan
zoospora dan pertumbuhan tabung kecambah, seperti yang terjadi
pada akar yang tidak bermikorisa yang mengandung suberin.
Dijelaskan pula bahwa khemotasis dari zoospora sangat kuat terjadi
pada akar yang tidak bermikorisa dan pada akar bermikorisa yang
bagian ujungnya dihilangkan sepanjang 1 mm. Zoospora berkecambah
dengan lebih cepat dan dengan lebih kuat pada bidang potongan dari
akar tidak bermikorisa dibandingkan dengan akar bermikorisa.
Perlindungan oleh populasi jasad renik dalam rhizosfer
Rhizosfer merupakan pertahanan luar dari tanaman terhadap serangan
patogen akar. Populasi jasad renik dalam bagian tanah ini biasanya
lebih banyak dibandingkan dengan tanah di luar rhizosfer.
Rhizosfer dari ektomikorisa sebenarnya adalah “rizosfer
ektomikorisa”, karena selubung berhubungan langsung dengan
rhizosfer. Perbedaan mikroflora dari rhizosfer diduga karena
adanya simbion jamur ini. Setiap habitat mikro mengandung flora
mikro yang khas. Pengaruh mikorisa tertentu pada flora dalam
rhizosfer dapat menentukan apakah infeksi oleh patogen dapat
berlangsung dan kemungkinan beberapa macam ektomikorisa dapat
membentuk penghalang rhizosfer lebih baik dari pada yang lain.
Perbedaan antara populasi jasad renik dalam rhizosfer ini tentu
menyebabkan adanya perbedaan kompetisi jasad renik di dekat akar.
Hanya saja belum diketahui apakah hal ini akan mempengaruhi
populasi patogen akar dan perkembangan penyakit pada akar serabut.
Interaksi dari nematoda parasitik dan patogen cendawan pada
ektomikorisa.
Banyak nematoda yang parasitik pada tanaman terdapat dalam tanah
hutan dan pesemaian. Namatoda parasitik pada akar biasanya
terbatas pada akar serabut, yaitu yang biasanya terinfeksi oleh
jamur ektomikorisa. Beberapa nematoda ternyata telah dilaporkan
dapat secara langsung memakan hifa mikorisa. Riffle (1967),
melihat bahwa Aphelenchoides makan dan berkembangbiak pada
miselium dari Suillius granulatus dan menyebabkan berkurangnya
pertumbuhan linier mikorisa dalam biakan murni. Sutherland dan
Fortin (1968) menemukan bahwa Aphelenchus avenae tumbuh dan
berkembangbiak pada tujuh spesies dari simbion dalam biakan murni.
Namun dijumpai satu spesies, Rhizopogon roseolus, ternyata
memproduksi toksin yang mematikan nematoda. A. avenae juga
mencegah pembentukan ektomikorisa S. granulatus pada Pinus
resinosa. Oleh karena nematoda tidak memasuki akar serabut maka
nematoda secara langsung menekan mikorisa sebelum terjadi
simbiosis dengan akar tanaman. Namun belum ada laporan bahwa
nematoda dapat memakan ektomikorisa yang telah bersimbiosis.
Dijelaskan pula oleh Barham (tidak dipublikasikan), bahwa
Helicotylenchus dihystera dan Tylenchorhynchus claytonii dapat
menembus dan bergerak melalui selubung dan jaring Hartig dari
ektomikorisa. Perusakan selubung dari Pisolithus tinctorius dan
Thelephora terrestris oleh H. dihystera memberikan tempat infeksi
untuk P. cinnamomi, dan hifa intraseluler dan vesikel patogen
terdapat dalam sel korteks yang terbungkus oleh jaring Hartig. P.
cinnamomi tidak menyerang ektomikorisa yang terserang T. claytonii
maupun ektomikorisa yang tidak diinokulasi dengan nematoda. Dengan
demikian maka nematoda dapat menyebabkan menurunnya ketahanan akar
terhadap serangan jamur patogen, karena mereka dapat menyebabkan
ektomikorisa yang biasanya membantu pertahanan akar menjadi peka
terhadap serangan patogen, seperti P. cinnamomi.
justru dapat memperparah kondisi tanaman. Hal ini dinyatakan oleh
Hadisutrisno (Mencermati kondisi tersebut maka dapat disepakati
jika terdapat komentar mengenai peluang mikorisa sebagai salah
satu komponen dalam peningkatan ketahanan dan produksi tanaman,
serta cukup menjanjikan dalam dunia bisnis. Namun terdapat pula
suatu fenomena bahwa pada tanaman yang kurang baik, mikorisa
Komunikasi pribadi, 2002), yaitu kondisi yang nampak pada
pertanaman vanili yang bersimbiosis dengan jamur yang menyerupai
mikorisa (diduga merupakan Rhizoctonia).
Prosedur Penghitungan Populasinya:
Salah satu cara untuk menghitung populasi mikorisa adalah
menggunakan metode Clearing and Staining (Kormanik dan Mc.Graw,
1982), dilanjutkan dengan penghitungan persentase infeksi
mikorisa:
Clearing (Penjernihan)
Mencuci peakaran jagung sampai bersih secara perlahan, kemudian
memotong-motongnya sepanjang sekitar 2 cm
Memasukkan potongan akar dalam KOH 10% lalu didihkan selama 10
menit
Cuci akar dalam KOH 10% dingin
Rendam dengan HCl 1% selama 1 menit
Staining (Pengecatan)
Merendam potonga akar yang telah melalu tahap I dalam lactofenol
trypan blue 0,05% selama 1-2 hari
Meletakan akar yang telah dicat pada gelas preparat
Mengamati dengan menggunakan mikroskop binokular.
* Persentase infeksi mikorisa dihitung berdasarkan metode
Giovannetti dan Mosse (1980) cit. Haryuni (2001):
panjang akar terinfeksi
% infeksi = ------------------------------------------ x 100%
panjang akar diamati
Metode penghitungan yang sering dipakai adalah Metode Persimpangan
Garis (The Gridline Intersection Method). Metode ini dapat
digunakan untuk penghitungan jamur VAM maupun ektomikorisa, dengan
urutan cara kerja (Brundrett et al., 1996):
Menata secara acak akar yang telah mengalami penjernihan dan
pengecatan ke dalam petridish bergaris. Petridish yang digunakan
dapat yang berbentuk bulat maupun persegi. Namun akan lebih
efektif jika menggunakan petridish berbentuk persegi,
Melakukan pengamatan menggunakan mikroskop desekting,
Penghitungan dilakukan dengan cara menghitung banyaknya bagian
akar yang bermikorisa dan yang tidak pada tiap-tiap garis
horisontal maupun vertikal dari garis-garis pada petridish,
Proporsi mikorisa adalah jumlah total bagian mikorisa dibagi
jumlah total akar yang diamati, dikalikan 100%.
Metode ini merupakan modifikasi dari metode Giovannetti dan Mosse
(1980). Perbeda pengamatan penghitungan yang pokok antara jamur
VAM dengan ektomikorisa adalah pada penampakan hasil
pengecatannya. Pada perakaran yang mengandung jamur VAM akan
tampak adanya vesikula, arbuskula, maupun hifa internal di dalam
jaringan akar, sedang pada hasil pengecatan perakaran yang
mengandung jamur ektomikorisa yang nampak adalah adanya selubung
maupun jaring net.
Cara penghitungan yang lain dapat dengan metode Pengamatan
Kerapatan Jamur Mikorisa (Haryuni, 2001):
Pertama-tama dilakukan ekstraksi tanah sebanyak 100 gr.
Hasil ekstraksi diamati di bawah mikroskop desekting.
Jumlah VAM dihitung dengan hand tally counter.
Daftar Pustaka
Brundrett, M., N. Bougher, B. Dell, T. Grove, and N. Malajczuk.
1996. Working with Mycorrhizas in Forestry and Agriculture. ACIAR
Monograph 32. 374 +x p.
Hadi, S., R. Suseno, J. Sutakaria. 1975. Patogen Tanaman dalam
Tanah dan Perkembangan Penyakit. IPB. Biro Penataran. 197p.
Haryuni. 2001. Pengaruh Mikorisa Vesikular-Arbuskular dari
Beberapa Daerah terhadap Pertumbuhan dan Kesehatan Bibit Kakao.
Tesis. Tidak dipublikasikan.
Kormanik, P. P. and A. C. Mc. Graw, 1982. Qualification of VAM in
Plant Roots. In: N.C. Snhenck (Ed.). methods and Principles of
Mycorrizal Reseach. APS. Soc. St.Paul, Minesota. pp 27-45.
Suciatmih. 1996. Bagaimana Jamur Mikoriza Vesikular-Arbuskular
Meningkatkan Ketersediaan dan Pengambilan Fosfor?. Warta Biotek.
Thn X no 4. pp 4-7.
Yusnaini, S. 1998. Pengaruh Inokulasi Ganda Rhizobium dan Mikoriza
Vesikular Arbuskular terhadap Nodulasi dan Produksi Kedelai pada
Tanah Ultisol Lampung. Jurnal Tanah Tropika. No. 7:103-108.
Yusnaini, S., A. Niswati, S. G. Nugroho, K. muludi, dan A.
Irawati. 1999. Pengaruh Inokulasi Mikoriza Vesikular Arbuskular
terhadap Produksi Jagung yang Mengalami Kekeringan Sesaat pada
Fase Vegetatif dan Generatif. Jurnal Tanah Tropika. No. 9:1-6.
MIKORIZA: PERAN, PROSPEK, DAN KENDALANYA
Ana Feronika C. I.
INTISARI
Mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualistik antara jamur
dan akar tanaman (Brundrett, 1996). Hampir pada semua jenis
tanaman terdapat bentuk simbiosis ini. Umumya mikoriza dibedakan
dalam tiga kelompok, yaitu: endomikoriza (pada jenis tanaman
pertanian), ektomikoriza (pada jenis tanaman kehutanan), dan
ektendomikoriza (Harley and Smith, 1983)
Penelitian mengenai mikorisa telah mulai banyak dilakukan, bahkan
usaha untuk memproduksinya telah mulai banyak dirintis. Hal ini
disebabkan oleh peranannya yang cukup membantu dalam meningkatkan
kualitas tanaman. Seperti yang disampaikan oleh Yusnaini (1998),
bahwa VAM dapat membantu meningkatkan produksi kedelai pada tanah
ultisol di Lampung. Bahkan pada penelitian lebih lanjut dilaporkan
bahwa penggunaan VAM ini dapat meningkatkan produksi jagung yang
mengalami kekeringan sesaat pada fase vegetatif dan generatif
(Yusnaini et al., 1999).
Setiadi (2003), menyebutkan bahwa mikoriza juga sangat berperan
dalam meningkatkan toleransi tanaman terhadap kondisi lahan
kritis, yang berupa kekeringan dan banyak terdapatnya logam-logam
berat. Mencermati kondisi demikian maka dapat disepakati jika
terdapat komentar mengenai potensi mikoriza yang cukup menjanjikan
dalam bidang agribisnis.
Namun demikian masih terdapat beberapa kendala yangperlu dihadapi
dalam upaya pemanfaatan mikoriza ini, diantaranya seperti yang
disampaikan oleh Simanungkalit (2003), bahwa upaya untuk
memproduksi inokulan mikoriza dalam skala besar masih sulit. Twn
(2003) juga menyampaikan bahwa dalam bidang kehutanan aplikasi
pemanfaatan mikoriza masih belum mendapat perhatian utama, kecuali
terbatas pada kegiatan-kegiatan penelitian. Di samping hal-hal
tersebut penggunaan mikoriza ini masih mendapatkan kesulitan
karena penggunaannya yang dalam jumlah relatif besar dan lamanya
waktu untuk memproduksinya. Oleh karena itu masih diperlukan
adanya penelitian-penelitian lebih lanjut dalam upaya untuk
memaksimalkan potensi mikoriza ini.
DAFTAR PUSTAKA
Brundrett, M., N. Bougher, B. Dell, T. Grove, and N. Malajczuk.
1996. Working with Mycorrhizas in Forestry and Agriculture. ACIAR
Monograph 32. 374 +x p.
Harley, J. L. and M. S. Smith. 1983. Mycorrhizal Symbiosis.
Academic Press, Inc. New York. 483p.
Setiadi, Y. 2003. Arbuscular mycorrhizal inokulum production.
Program dan Abstrak Seminar dan Pameran: Teknologi Produksi dan
Pemanfaatan Inokulan Endo-Ektomikoriza untuk Pertanian,
Perkebunan, dan Kehutanan. 16 September 2003. Bandung. pp 10.
Simanungkalit, R. D. M. 2003. Teknologi jamur Mikoriza Arbuskuler:
Produksi inokulan dan pengawasan mutunya. Program dan Abstrak
Seminar dan Pameran: Teknologi Produksi dan Pemanfaatan Inokulan
Endo-Ektomikoriza untuk Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan. 16
September 2003. pp 11.
Twn, C. 2003. Pemanfaatan mikoriza dan prospeknya. Program dan
Abstrak Seminar dan Pameran: Teknologi Produksi dan Pemanfaatan
Inokulan Endo-Ektomikoriza untuk Pertanian, Perkebunan, dan
Kehutanan.16 September 2003. pp 15.
Yusnaini, S. 1998. Pengaruh Inokulasi Ganda Rhizobium dan Mikoriza
Vesikular Arbuskular terhadap Nodulasi dan Produksi Kedelai pada
Tanah Ultisol Lampung. Jurnal Tanah Tropika. No. 7:103-108.
Yusnaini, S., A. Niswati, S. G. Nugroho, K. muludi, dan A.
Irawati. 1999. Pengaruh Inokulasi Mikoriza Vesikular Arbuskular
terhadap Produksi Jagung yang Mengalami Kekeringan Sesaat pada
Fase Vegetatif dan Generatif. Jurnal Tanah Tropika. No. 9:1-6.
PENDAHULUAN
Mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualistik antara
jenis jamur tertentu dengan perakaran tanaman (Brundrett 1996).
Simbiosis ini terdapat hampir pada semua jenis tanam. Kabirun
(1994) mengelompokkan jamur mikoriza ini dalam dua jenis, yaitu
endomikoriza dan ektonikoriza. Namun pada umumnya mikoriza lebih
banyak dikelompokkan menjadi tiga, yaitu dengan adanya penambahan
kelompok mikorisa yang merupakan bentuk peralihan dari kedua jenis
tadi, yaitu ektendomikorisa (Harley and Smith 1983)
Jamur ektomikoriza memasuki akar dan mengganggu sebagian
lamela tengah di antara sel korteks. Susunan hifa di sekeliling
sel korteks ini disebut jaring Hartig. Ektomikoriza biasanya juga
menyusun jaringan hifa dengan sangat rapat pada permukaan akar,
yang disebut selubung. Selubung ini sering disebut dengan selubung
Pseudoparenkim (Kabirun 1994). Kebanyakan jamur yang membentuk
mikoriza adalah Basidiomycetes (famili Amanitaceae, Boletaceae,
Cortinariaceae, Russulaceae, Tricholomataceae, Rhizopogonaceae,
dan Sclerodermataceae). Beberapa ordo dari Ascomycetes, terutama
Eurotiales, Tuberales, Pezizales, dan Helotiales, mempunyai
spesies yang diduga membentuk ektomikoriza dengan pohon.
Jamur endomikoriza masuk ke dalam sel korteks dari akar
serabut (feeder roots). Jamur ini tidak membentuk selubung yang
padat, namun membentukmiselium yang tersusun longgar pada
permukaan akar. jamur juga membentuk vesikula dan arbuskular yang
besar di dalam sel korteks, sehingga sering disebut dengan VAM
(Vesicular-Arbuscular Miccorhizal), sebagai contoh jenis Globus
dan Acaulospora (Thorn 1997).
Vesikel merupakan suatu struktur berbentuk lonjong atau bulat,
mengandung cairan lemak, yang berfungsi sebagai organ penyimpanan
makanan atau berkembang menjadi klamidospora, yang berfungsi
sebagai organ reproduksi dan struktur tahan. Vesikel selain
dibentuk secara interseluler ada juga yang secar intraseluler.
Pembentukan vesikel diawali dengan adanya perkembang sitoplasma
hifa yang menjadi lebih padat, multinukleat dan mengandung
partikel lipid dan glikogen. Sitoplasma menjadi semakin padat
melalui proses kondensasi, dan organel semakin sulit untuk
dibedakan sejalan dengan akumulasi lipid selama maturasi (proses
pendewasaan). Vesikel biasanya dibentuk lebih banyak di luar
jaringan korteks pada daerah infeksi yang sudah tua, dan terbentuk
setelah pembentukan arbuskul. Arbuskul adalah struktur hifa
yang bercabang-cabang seperti pohon-pohon kecil yang mirip
haustorium (membentuk pola dikotom), berfungsi sebagai tempat
pertukaran nutrisi antara tanaman inang dengan jamur. Struktur ini
mulai terbentuk 2-3 hari setelah infeksi, diawali dengan penetrasi
cabang hifa lateral yang dibentuk oleh hifa ekstraseluler dan
intraseluler ke dalam dinding sel inang. Ukuran sMIKORIZA: PERAN,
PROSPEK, DAN KENDALANYA
OLEH
ANA FERONIKA C. I.
PENDAHULUAN
Mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualistik antara jenis
jamur tertentu dengan perakaran tanaman (Brundrett 1996). Simbiosis ini
terdapat hampir pada semua jenis tanam. Kabirun (1994)
mengelompokkan jamur mikoriza ini dalam dua jenis, yaitu endomikoriza
dan ektonikoriza. Namun pada umumnya mikoriza lebih banyak
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu dengan adanya penambahan kelompok
mikorisa yang merupakan bentuk peralihan dari kedua jenis tadi, yaitu
ektendomikorisa (Harley and Smith 1983)
Jamur ektomikoriza memasuki akar dan mengganggu sebagian
lamela tengah di antara sel korteks. Susunan hifa di sekeliling sel korteks
ini disebut jaring Hartig. Ektomikoriza biasanya juga menyusun jaringan
hifa dengan sangat rapat pada permukaan akar, yang disebut selubung.
Selubung ini sering disebut dengan selubung Pseudoparenkim (Kabirun
1994). Kebanyakan jamur yang membentuk mikoriza adalah
Basidiomycetes (famili Amanitaceae, Boletaceae, Cortinariaceae,
Russulaceae, Tricholomataceae, Rhizopogonaceae, dan
Sclerodermataceae). Beberapa ordo dari Ascomycetes, terutama
Eurotiales, Tuberales, Pezizales, dan Helotiales, mempunyai spesies yang
diduga membentuk ektomikoriza dengan pohon.
Jamur endomikoriza masuk ke dalam sel korteks dari akar serabut
(feeder roots). Jamur ini tidak membentuk selubung yang padat, namun
membentukmiselium yang tersusun longgar pada permukaan akar. jamur
juga membentuk vesikula dan arbuskular yang besar di dalam sel korteks,
sehingga sering disebut dengan VAM (Vesicular-Arbuscular Miccorhizal),
sebagai contoh jenis Globus dan Acaulospora (Thorn 1997).
Vesikel merupakan suatu struktur berbentuk lonjong atau bulat,
mengandung cairan lemak, yang berfungsi sebagai organ penyimpanan
makanan atau berkembang menjadi klamidospora, yang berfungsi
sebagai organ reproduksi dan struktur tahan. Vesikel selain dibentuk
secara interseluler ada juga yang secar intraseluler. Pembentukan vesikel
diawali dengan adanya perkembang sitoplasma hifa yang menjadi lebih
padat, multinukleat dan mengandung partikel lipid dan glikogen.
Sitoplasma menjadi semakin padat melalui proses kondensasi, dan
organel semakin sulit untuk dibedakan sejalan dengan akumulasi lipid
selama maturasi (proses pendewasaan). Vesikel biasanya dibentuk lebih
banyak di luar jaringan korteks pada daerah infeksi yang sudah tua, dan
terbentuk setelah pembentukan arbuskul. Arbuskul adalah struktur
hifa yang bercabang-cabang seperti pohon-pohon kecil yang mirip
haustorium (membentuk pola dikotom), berfungsi sebagai tempat
pertukaran nutrisi antara tanaman inang dengan jamur. Struktur ini mulai
terbentuk 2-3 hari setelah infeksi, diawali dengan penetrasi cabang hifa
lateral yang dibentuk oleh hifa ekstraseluler dan intraseluler ke dalam
dinding sel inang. Ukuran