METODE PENGEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK USIA …
Transcript of METODE PENGEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK USIA …
METODE PENGEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL
ANAK USIA DINI
Oleh : Mustafiyanti, M.Pd.I
Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Al-Qur’an Al–Ittifaqiah Indralaya
ABSTRACT
Intelligence that underlies all intelligence, namely intelligent spiritual or religious. The belief in the
existence of a creator or God as a prime causa is very important given to children, because it can help in forming a good child's personality. Children will grow to become personal characters when they are in a characterized environment.
The effort to develop children so that they become moral or good personal characters is the responsibility of the family, school, and all components of society. Moral development of early childhood can be through the development of habituation to behave well in family and school.
There are 3 strategies in the method of forming moral behavior in early childhood, namely: First training and habituation strategies, second, Activity and play strategies, and third Learning
strategies. While the strategies and techniques that parents do to hone children's spiritual intelligence are: Give examples, involve children helping others, and tell religious serial stories.
In designing activities for the development of moral-religious methods in early childhood it is necessary to do it simultaneously (continuously) and integrated, both integrated in terms of
collaboration between parents and teachers and integrated in terms of teaching material, such as combining theoretical and practical.
Keywords: Development Method, Emotional Social, AUD
2
ABSTRAK
Kecerdasan yang mendasari seluruh kecerdasan yaitu cerdas spiritual atau agama. Keyakinan akan adanya sang pencipta atau Tuhan sebagai causa prima sangat penting diberikan kepada anak, karena dapat membantu dalam membentuk pribadi anak yang baik.
Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila mereka berada di lingkungan
yang berkarakter pula. Usaha mengembangkan anak-anak agar menjadi pribadi-pribadi yang bermoral atau berkarakter baik merupakan tanggung jawab keluarga, sekolah, dan seluruh komponen
masyarakat. Pengembangan moral anak usia dini dapat melalui pengembangan pembiasaan berperilaku baik dalam keluarga dan sekolah.
Ada 3 strategi dalam metode pembentukan perilaku moral pada anak usia dini, yaitu: Pertama
strategi latihan dan pembiasaan, kedua, Strategi aktivitas dan bermain, dan ketiga Strategi pembelajaran. Sedangkan strategi dan teknik yang dilakukan orang tua untuk mengasah kecerdasan
spiritual anak adalah: Memberi contoh, melibatkan anak menolong orang lain, dan bercerita serial keagamaan.
Dalam merancang kegiatan metode pengembangan moral-agama pada anak usia dini perlu
dilakukan secara sirnultan (terus-menerus) dan terpadu, baik terpadu dalam hal kerjasama antara orang tua dan guru maupun terpadu dalam dalam hal materi pemberajarannya, seperti memadukan antara
yang teoritis dan praktis.
Kata kunci : Metode Pengembangan, Sosial Emosional , AUD
3
A. PENDAHULUAN
Pendidikan harus mempunyai landasan yang jelas dan terarah. Landasan tersebut
sebagai acuan atau pedoman dalam proses penyelenggaraan pendidikan, baik dalam
institusi pendidikan formal, non-formal maupun informal. Yang dimaksud landasan yang
jelas dan terarah adalah bahwa pendidikan harus berprinsip pada pengokohan moral-agama
anak didik di samping aspek-aspek lainnya. Hal ini sangat diperlukan sebagai upaya untuk
mengantarkan anak didik agar dapat berpikir, bersikap, dan berperilaku secara terpuji
(akhlak al-karimah). Upaya tersebut bisa dilakukan oleh para pendidik (guru dan orang
tua) pada program PAUD. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses alami yang
terjadi dalam kehidupan manusia, dimulai sejak dalam kandungan samai akhir hayat.
Pertumbuhan lebih menitikberatkan pada perubahan fisik yang bersifat kuantitatif,
sedangkan perkembangan yang bersifat kualitatif berarti serangkaian perubahan progesif
sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman.Manusia tidak pernah statis,
semenjak pembuahan hingga ajal selalu terjadi perubahan, baik fisik maupun kemampuan
psikologis1.
Pendidikan nilai-nilai moral dan keagamaan pada program PAUD merupakan
pondasi yang kokoh dan sangat penting keberadaannya, dan jika hal itu telah tertanam serta
terpatri dengan baik dalam setiap insan sejak dini, hal tersebut merupakan awal yang baik
bagi pendidikan anak bangsa untuk menjalani pendidikan selanjutnya. Bangsa Indonesia
sangat menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan keagamaan. Nilai-nilai luhur ini pun
dikehendaki menjadi motivasi spiritual bagi bangsa ini dalam rangka melaksanakan sila-
sila lainnya dalam pancasila (Hidayat, 2007 : 7.9).
Oleh karena itu, pemakalah menyusun makalah yang berjudul “Strategi Dan
Perencanaan Pengembangan Moral Dan Nilai Agama Anak Usia Dini” yang membahas
tentang hakikat perkembangan moral dan nilai agama anak, konsep pengembangan moral
dan nilai agama anak, strategi dan teknik pengembangan moral dan nilai agama anak, serta
desain kegiatan pembelajaran dan materi pengembangan moral-agama yang sesuai dengan
program PAUD.
a. Tujuan
1. Untuk mengetahui hakikat perkembangan moral dan nilai agama anak usia dini.
2. Untuk mengetahui konsep-konsep pengembangan moral dan nilai agama anak usia
dini.
1Elizabeth Hurlock, Perkembangan Anak, (Jakarta: Erlangga, 1996), hlm. 12.
4
3. Untuk mengetahui strategi dan teknik pengembangan moral dan nilai agama anak
usia dini.
4. Untuk mengetahui desain kegiatan pembelajaran dan materi pengembangan moral-
agama yang sesuai dengan program PAUD.
B. PEMBAHASAN
A. Hakikat Perkembangan Moral Dan Nilai Agama Anak Usia Dini
Seiring dengan perkembangan sosial dan emosional, anak-anak usia prasekolah juga
mengalami perkembangan moral dan agamanya. Adapun yang dimaksud dengan
perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi
mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang
lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya
terdapat potensi moral yang siap berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara
dan teman sebaya), anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang buruk,
yang boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.2
Manusia merupakan makhluk etis atau makhluk yang mampu memahami kaidah-
kaidah moral dan mampu menjadikannya sebagai pedoman dalam bertutur kata,
bersikap, dan berperilaku. Kemampuan seperti di atas bukan merupakan kemampuan
bawaan melainkan harus diperoleh melalui proses belajar. Anak dapat mengalami
perkembangan moral jika dirinya mendapatkan pengalamanan bekenaan dengan
moralitas. Perkembangan moral anak ditandai dengan kemampuan anak untuk
memahami aturan, norma, dan etika yang berlaku (Slamet Suyanto, 2005: 67).
Mengingat moralitas merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia maka
manusia sejak dini harus mendapatkan pengaruh yang positif untuk menstimulasi
perkembangan moralnya.
Selain kecerdasan yang ada, kecerdasan yang mendasari seluruh kecerdasan yaitu
cerdas spiritual atau agama. Menurut Zakiah Darajat (dalam Lilis Suryani dkk3, agama
adalah suatu keimanan yang diyakini oleh pikiran, diresapkan oleh perasaan, dan
dilaksanakan dalam tindakan, perkataan, dan sikap. Perkembangan nilai-nilai agama
artinya perkembangan dalam kemampuan memahami, mempercayai, dan menjunjung
2Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 149
3Lilis Suryani dkk, Metode Pengembangan Perilaku dan Kemampuan Dsar Anak Usia Dini, (Jakarta:
Universitas Terbuka, 2008), hlm. 1.9.
5
tinggi kebenaran-kebenaran yang berasal dari Sang Pencipta, dan berusaha menjadikan
apa yang dipercayai sebagai pedoman dalam bertutur kata, bersikap dan bertingkah laku
dalam berbagai situasi.
Bagi anak usia dini agama sebagian besar tidak berarti meskipun mereka
menunjukkan minat dalam ibadah agama, tetapi karena banyaknya masalah yang kepada
anak-anak dijelaskan dalam rangka agama seperti kelahiran, kematian dan lain-lain,
maka keingintahuan mereka tentang masalah-masalah agama menjadi besar sehingga
mereka mengajukan banyak pertanyaan. Anak-anak menerima jawaban terhadap
pertanyaan mereka tanpa ragu-ragu, sebagaimana sering dilakukan oleh anak yang lebih
besar dan dewasa.4
Untuk itulah keyakinan akan adanya sang pencipta atau Tuhan sebagai causa
prima sangat penting diberikan kepada anak, karena dapat membantu dalam membentuk
pribadi anak yang baik. Disamping itu juga hal penting yang perlu dipertanyakan
sebagai orang tua adalah; mampukah orang tua melahirkan generasi baru, anak-anak
kita, yang kreatif, cerdas dan mengakselerasikan intelegensinya; memiliki intregitas
spiritual dan moral sekaligus.5
B. Konsep-Konsep Pengembangan Moral dan Nilai Agama Anak Usia Dini
Semua manusia dilahirkan dalam keadaan lemah, baik fisik maupun psikis.
Walaupun dalam keadaan yang demikian, ia telah memiliki kemampuan bawaan yang
bersifat “laten”. Potensi bawaan ini yang memerlukan pengembangan dan pemeliharaan
yang mantap, terutama pada anak usia dini.
Menurut Megawangi, dalam Siti Aisyah dkk6, anak-anak akan tumbuh menjadi
pribadi yang berkarakter apabila mereka berada di lingkungan yang berkarakter pula.
Usaha mengembangkan anak-anak agar menjadi pribadi-pribadi yang bermoral atau
berkarakter baik merupakan tanggung jawab keluarga, sekolah, dan seluruh komponen
masyarakat. Pengembangan moral anak usia dini melalui pengembangan pembiasaan
berperilaku baik dalam keluarga dan sekolah dapat dilakukan sebagai berikut:
4Http://multazam-einstein.blogspot.co.id/2013/04/mengembangkan-aspek-moral-dan-
nilai. html?m=1. (online) [Senin, 17 Oktober 2016, 03.00 PM] 5Partini, Pengantar Pendidikan Anak Usia Dini, (Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2010), hlm. 113-114.
6 Siti Aisyah dkk, Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), hlm. 8.36.
6
1. Pengembangan berperilaku yang baik dimulai dari dalam keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan anak.
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan paling efektif untuk
melatih berbagai kebiasaan yang baik pada anak.
Menurut Thomas Lickona, sebagimana pendapatnya dikutip oleh Siti Aisyah
dkk. 7 , ada 10 hal penting yang harus diperhatikan dan dijadikan prinsip dalam
mengembangkan karakter anak dalam keluarga, yaitu sebagai berikut:
a. Moralitas penghormatan
Hormat merupakan kunci utama untuk dapat hidup harmonis dengan
masyarkat. Moralitas penghormatan mencakup:
1) Penghormatan kepada diri sendiri untuk mencegah agar diri sendiri tidak
terlibat dalam perilaku yang merugikan diri sendiri.
2) Penghormatan kepada sesama manusia meskipun berbeda suku, agama,
kemampuan ekonomi, dst.
3) Penghormatan kepada lingkungan fisik yang merupakan ciptaan Tuhan.
b. Perkembangan moralitas kehormatan berjalan secara bertahap
Anak-anak tidak bisa langsung berkembang menjadi manusia yang
bermoral, tetapi memerlukan waktu dan proses yang terus menerus, dan
memerlukan kesabaran orang tua untuk melakukan pendidikan tersebut.
c. Mengajarkan prinsip menghormati
Anak-anak akan belajar menghormati orang lain jika dirinya merasa bahwa
pihak lain menghormatinya. Oleh karena itu orang tua hendaknya menghormati
anaknya. Penghormatan orang tua kepada anak dapat dilakukan misalnya dengan
menghargai pendapat anak, menjelaskan kenapa suatu aturan dibuat untuk anak, dst.
d. Mengajarkan dengan contoh
Melalui contoh, pembentukan perilaku pada anak akan lebih mudah
dilakukan. Oleh karena itu contoh nyata dari orang tua bagaimana seharusnya
anak berperilaku harus diberikan. Selain itu, orang tua juga bisa membacakan
buku-buku yang di dalamnya terdapat pesan-pesan moral. Orang tua hendaknya
mengontrol acara-acara televisi yang sering ditonton anaknya, jangan berpengaruh
buruk pada perkembangan moralnya.
7Siti Aisyah dkk, Perkembangan dan Konsep Dasar…, hlm. 8.38-8.41.
7
e. Mengajarkan dengan kata-kata
Selain mengajar dengan contoh, orang tua hendaknya menjelaskan dengan
kata-kata apa yang ia contohkan. Misalnya anak dijelaskan mengapa berdusta
dikatakan sebagai tindakan yang buruk, karena orang lain tidak akan percaya
kepadanya.
f. Mendorong anak untuk merefleksikan tindakannya
Ketika anak telah melakukan tindakan yang salah, misalnya merebut mainan
adiknya sehingga adiknya menangis, anak disuruh untuk berpikir jika ada anak
lain yang merebut mainannya, apa reaksinya.
g. Mengajarkan anak untuk mengemban tanggung jawab
Anak-anak harus dididik untuk menjadi pribadi-pribadi yang altruistik, yaitu
peduli pada sesama. Untuk itu sejak dini anak harus dilatih melalui pemberian
tanggung jawab.
h. Mengajarkan keseimbangan antara kebebasan dan kontrol
Keseimbangan antara kebebasan dan kontrol diperlukan pengembangan
moral anak. Anak diberi pilihan untuk menentukn apa yang akan dilakukannya
namun aturan-aturan yang berlaku harus ditaati.
i. Cintailah anak
Cinta merupakan dasar dari pembentukan moral. Perhatian dan cinta orang
tua kepada anak merupakan kontribusi penting dalam pembentukan karakter yang
baik pada anak. Jika anak-anak diperhatikan dan disayangi maka mereka juga
belajar memperhatikan dan menyayangi orang lain.
j. Menciptakan keluarga bahagia
Pendidikan moral kepada anak tidak terlepas dari konteks keluarga. Usaha
menjadikan anak menjadi pribadi yang bermoral akan lebih mudah jika jika anak
mendapatkan pendidikan dari lingkungan keluarga yang bahagia. Untuk itu usaha
mewujudkan keluarga yang bahagia merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh
orang tua sehubungan dengan perkembangan moral anaknya.
2. Pengembangan kebiasaan berperilaku yang baik di sekolah
Perkembangan moral anak tidak terlepas dari lingkungan di luar rumah.
Menurut Goleman (1997) dan Megawangi (2004), bahwa lingkungan sekolah
berperan dalam pengembangan moral anak usia dini. Pendidikan moral pada lembaga
8
pendidikan formal dimulai ketika anak-anak mengikuti pendidikan pada taman
kanak-kanak. Menurut Schweinhart, pengalaman yang diperoleh anak-anak dari
taman kanak-kanak memberikan pengaruh positif pada pada perkembangan anak
selanjutnya.
Di lembaga pendidikan formal anak usia dini, peran pendidik dalam
pengembangan moral anak sangat penting. Oleh karena itu, menurut Megawangi,
pendidik harus memperhatikan beberapa hal berikut, yakni:
a. Memperlakukan anak didik dengan kasih sayang, adil, dan hormat.
b. Memberikan perhatian khusus secara individual agar pendidik dapat mengenal
secara baik anak didiknya.
c. Menjadikan dirinya sebagai contoh atau tokoh panutan.
d. Membetulkan perilaku yang salah pada anak didik.
Selain itu, jiwa keagamaan anak dapat timbul diakibatkan oleh beberapa hal
antara lain, yaitu:
1. Rasa Ketergantungan (sense of depende)
Manusia dilahirkan ke dunia ini memiliki empat kebutuhan, yakni keinginan
untuk perlindungan (security), keinginan akan pengalaman baru (new
experimence), keinginan untuk mendapatkan tanggapan (response) dan keinginan
untuk dikenal (recognition).
Berdasarkan kenyataan dan kerjasama dari keempat keinginan itu, maka
bayi sejak dilahirkan hidup dalam ketergantungan. Melalui pengalaman-
pengalaman yang diterimanya dari lingkungan itu kemudian terbentuklah rasa
keagamaan pada diri anak.
2. Instink keagamaan
Bayi yang dilahirkan sudah memiliki beberapa instink, diantaranya instink
keagamaan. Belum terlihatnya tindak keagamaan pada diri anak karena beberapa
fungsi kejiwaan yang menopang kematangan berfungsinya instink itu belum
sempurna. Dengan demikian pendidikan agama perlu diperkenalkan kepada anak
jauh sebelum usia 7 tahun. Artinya, jauh sebelum usia tersebut, nilai-nilai
keagamaan perlu ditanamkan kepada anak sejak usia dini. Nilai keagamaan itu
9
sendiri bisa berarti perbuatan yang berhubungan antara manusia dengan Tuhan
atau hubungan antar-sesama manusia8.
Memahami konsep keagamaan pada anak-anak berarti memahami sifat agama
pada anak-anak. Maka bentuk dan sifat agama pada diri anak dapat dibagi atas:
1. Unreflective (tidak mendalam)
Unreflective yaitu pemahaman dan kemampuan anak dalam mempelajari
nilai-nilai agama sering menampilkan suatu hal yang tidak serius. Mereka
melakukan kegiatan ibadah pun dengan sikap dan sifat dasar yang kekanak-
kanakan, tidak mampu memahami dan menghayati apa yang sedang dilakukannya.
Contoh ketika anak diminta oleh guru untuk mengerjakan ibadah bersama
dengan tertib maka sangat manusiawi jika ada di antara mereka yang
mengerjakannya dengan bercanda, main-main, dan kurang serius. Ketika anak
belajar mengucapkan hafalan doa, kita juga dapat mendengarkan kemampuan
vokalnya yang kurang maksimal, demikian pula dalam menirukan gerakan (misal
gerakan dalam shalat, berdoa, dan lain-lain). Hal itu semua seyogyanya jangan
dijadikan sebagai sebuah masalah ketidakberhasilan belajar, namun dijadikan
sebagai hal yang objektif bahwa itulah hakikat anak dengan prestasi dan keadaan
yang sesungguhnya, yang harus kita hargai dengan baik.
2. Egosentris
Sering dijumpai bahwa anak lebih mementingkan kemauannya sendiri, tidak
peduli dengan urusan orang lain. Demikian pula dalam mempelajari nilai-nilai
agama anak usia dini terkadang belum mampu bersikap dan bertindak konsisten.
Misalkan suatu ketika anak terlihat sangat rajin dan mau mengerjakan kegiatan
ritual ibadah seperti kalau di sekolah belajar mengucapkan doa bersama, kalau di
rumah seperti mengaji, pergi ke tempat ibadah, dan lain-lain, namun pada saat
yang lain rnereka berperilaku sebaliknya. Betapapun guru atau orang tua berulang
kali mengingatkan dan menyuruh anak untuk melakukan kegiatan keagamaan,
Namun jika anak merasa malas dan lebih asyik bermain maka semua perintah dan
anjuran tadi tidak dipedulikannya.
8Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 47-48.
10
Sifat tersebut merupakan hal yang wajar karena memang kondisi psikologis
mereka yang masih labil dan belum matang. Namun tidak berarti membiarkan
tanpa upaya pada arah yang positif. Walaupun demikian guru atau orang tua tetap
tidak boleh memaksakan kehendak sesuai dengan keinginannya sebab mereka
boleh jadi pada kesempatan yang lain akan berubah sikapnya. Itulah labilitas
psikologis anak yang perlu dipahami oleh guru dan orang tua.
3. Anthromorphis
Konsep ketuhanan pada diri anak menggambarkan aspek-aspek
kemanusiaan. Melalui konsep yang terbentuk dalam pikiran, mereka menganggap
bahwa perikeadaan Tuhan itu sama dengan manusia. Pekerjaan Tuhan mencari
dan menghukum orang yang berbuat jahat di saat orang itu berada dalam tempat
yang gelap. Anak menganggap bahwa Tuhan dapat melihat segala perbuatannya
langsung ke rumah-rumah mereka sebagaimana layaknya orang mengintai. Pada
anak usia 6 tahun, pandangan anak tentang Tuhan adalah sebagai berikut: Tuhan
mempunyai wajah seperti manusia, telinganya lebar dan besar, Tuhan tidak makan
tetapi hanya minum embun. Konsep ketuhanan yang demikian mereka bentuk
sendiri berdasarkan fantasi masing-masing.
4. Verbalis dan Ritualis
Kehidupan agama pada anak sebagian besar tumbuh mula-mula secara
verbal (ucapan). Mereka menghafal secara verbal kalimat-kalimat keagamaan dan
selain itu pula dari perbuatan yang mereka laksanakan berdasarkan pengalaman
menurut tuntunan yang diajarkan kepada mereka. Perkembangan agama pada anak
sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan agama anak itu di usia dewasanya.
Banyak orang dewasa yang taat karena pengaruh ajaran dan praktek keagamaan
yang dilaksanakan pada masa kecil mereka. Latihan-latihan bersifat verbalis dan
upacara keagamaan yang bersifat rutinitas (praktek) merupakan hal yang berarti
dan merupakan salah satu ciri dari tingkat perkembangan agama pada anak-anak.
5. Imitatif
Tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak-anak pada dasarnya diperoleh
dari meniru. Berdoa dan shalat, misalnya, mereka laksanakan karena hasil melihat
11
realitas di lingkungan, baik berupa pembiasaan ataupun pengajaran yang intensif.
Dalam segala hal anak merupakan modal yang positif dalam pendidikan
keagamaan pada anak.
6. Rasa heran
Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan yang terakhir
ada pada anak. Rasa kagum yang ada pada anak sangat berbeda dengan rasa
kagum pada orang dewasa. Rasa kagum pada anak-anak ini belum bersifat kritis
dan kreatif, sehingga mereka hanya kagum terhadap keindahan lahiriah saja. Hal
ini merupakan langkah pertama dari pernyataan kebutuhan anak akan dorongan
untuk mengenal suatu pengalaman yang baru (new experince). Rasa kagum
mereka dapat disalurkan melalui cerita-cerita yang menimbulkan rasa takjub pada
anak-anak.9
C. Strategi dan Teknik Pengembangan Moral Dan Nilai Agama Anak Usia Dini
Pengembangan moral anak usia dini dilakukan agar terbentuk perilaku moral.
Pembentukan perilaku moral pada anak, khususnya pada anak usia dini memerlukan
perhatian serta pemahaman terhadap dasar-dasar serta berbagai kondisi yang
mempengaruhi dan menenytukan perilaku moral.
Ada 3 strategi dalam pembentukan perilaku moral pada anak usia dini, yaitu:
strategi latihan dan pembiasaan, Strategi aktivitas dan bermain, dan Strategi
pembelajaran.10
1. Strategi Latihan dan Pembiasaan
Latihan dan pembiasaan merupakan strategi yang efektif untuk membentuk
perilaku tertentu pada anak-anak, termasuk perilaku moral. Dengan latihan dan
pembiasaan terbentuklah perilaku yang bersifat relatif menetap. Misalnya, jika anak
dibiasakan untuk menghormati anak yang lebih tua atau orang dewasa lainnya, maka
anak memiliki kebiasaan yang baik, yaitu selalu menghormati kakaknya atau orang
tuanya.
9Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam..., hlm. 53-55.
10Maria J. Wantah, Pengembangan Disiplin dan Pembentukan Moral pada Anak Usia Dini. (Jakarta:
Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan Dan Ketenagaan Perguruan Tinggi, 2005), hlm. 106.
12
2. Strategi Aktivitas Bermain
Bermain merupakan aktivitas yang dilakukan oleh setiap anak dapat digunakan
dan dikelola untuk pengembangan perilaku moral pada anak. Menurut hasil
penelitian Piaget, menunjukkan bahwa perkembangan perilaku moral anak usia dini
terjadi melalui kegiatan bermain. Pada mulanya anak bermain sendiri tanpa dengan
menggunakan mainan. Setelah itu anak bermain menggunakan mainan namun
dilakukan sendiri. Kemudian anak bermain bersama temannya bersama temannya
namun belum mengikuti aturan-aturan yang berlaku. Selanjutnya anak bermain
bersama dengan teman-temannya berdasarkan aturan yang berlaku.
3. Strategi Pembelajaran
Usaha pengembangan moral anak usia dini dapat dilakukan dengan strategi
pembelajaran moral. Pendidikan moral dapat disamakan dengan pembelajaran nilai-nilai
dan pengembangan watak yang diharapkan dapat dimanifestasikan dalam diri dan
perilaku seseorang seperti kejujuran, keberanian, persahabatan, dan penghargaan11
.
Pembelajaran moral dalam konteks ini tidak semata-mata sebagai suatu situasi
seperti yang terjadi dalam kelas-kelas belajar formal di sekolah, apalagi pembelajaran
ini ditujukan pada anak-anak usia dini dengan cirri utamanya senang bermain. Dari
segi tahapan perkembangan moral, strategi pembelajaran moral berbeda orientasinya
antara tahapan yang satu dengan lainnya. Pada anak usia 0-2 tahun pembelajaran
lebih banyak berorientasi pada latihan aktivitas motorik dan pemenuhan kebutuhan
anak secara proporsional. Pada anak usia antara 2-4 tahun pembelajaran moral lebih
diarahkan pada pembentukan rasa kemandirian anak dalam memasuki dan
menghadapi lingkungan. Untuk anak usia 4-6 tahun strategi pembelajaran moral
diarahkan pada pembentukan inisiatif anak untuk memecahkan masalah yang
berhubungan dengan perilaku baik dan buruk.
Beberapa strategi dan teknik yang dilakukan orang tua untuk mengasah
kecerdasan spiritual agama anak adalah sebagai berikut:
1. Memberi contoh
Anak usia dini mempunyai sifat suka meniru . karena orang tua merupakan
lingkungan pertama yang ditemui anak, maka ia cenderung meniru apa yang
11Maria J. Wantah, Pengembangan Disiplin dan Pembentukan Moral…, hlm. 123.
13
diperbuat oleh orang tuanya. Di sinilah peran orang tua untuk memberikan contoh
yang baik bagi anak, misalnya mengajak anak untuk ikut berdoa. Tatkala sudah
waktunya shalat, ajaklah anak untuk segera mengambil air wudhu dan segera
menunaikan sholat. Ajari shalat berjamaah dan membaca surat-surat pendek al-
Qur‟an dan Hadis-hadis pendek.
2. Melibatkan anak menolong orang lain.
Anak usia dini diajak untuk berkunjung ke tempat orang yang membutuhkan
pertolongan. Anak disuruh menyerahkan sendiri bantuan kepada yang
membutuhkan, dengan demikian anak akan memiliki jiwa sosial.
3. Bercerita serial keagamaan
Bagi orang tua yang mempunyai hobi bercerita, luangkan waktu sejenak
untuk meninabobokan anak dengan cerita kepahlawanan atau serial keagamaan.
Selain memberikan rasa senang pada anak, juga menanamkan nilai-nilai
kepahlawanan atau keagamaan pada anak dan konsisten dalam mengajarkannya.
Dalam mengajarkan nilai-nilai spiritual pada anak diperlukan kesabaran, tidak
semua yang kita lakukan berhasil pada saat itu juga, adakalanya memerlukan
waktu yang lama dan berulang12
.
Adapun pendidikan agama islam yang perlu diterapkan kepada anak sejak usia
dini antara lain:
1. Membisikkan Kalimat Tauhid.
Dalam hal ini sejak anak lahir kedunia tidak lain yang dibisikkan atau
diperdengarkan setelah keluar dari rahim ibunya kecuali “Allah” dengan
menggunakan azan di telinga kanan untuk anak laki-laki dan iqamat di telinga kiri
untuk anak perempuan, karena pendidikan agama islam membersihkan hati dan
mensucikan jiwa agar anak-anak nantinya tetap patuh perintah Allah.
2. Mengajari Akhlak yang Mulia.
Dengan mengajari anak akhlak yang mulia atau yang terpuji bukan hanya
semata untuk mengetahuinya saja, melainkan untuk mempengaruhi jiwa sang
anak agar supaya beraklak dengan akhlak yang terpuji. Karena pendidikan agama
islam dalam rumah tangga sangat berpengaruh besar dalam rangka membentuk
anak yang berbudi pekerti yang luhur dan memiliki mental yang sehat.
12Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam..., hlm. 50-51
14
3. Mengislamkannya atau mengkhitankannya.
Disebutkan dalam Assahhain, dari hadits Abi Hurairah ra, berkata :
“Rasululullah Saw. Bersabda : “Fitrah itu ada lima (Khitan, mencukur buku di
bawah perut, mencukur kumis, memotong kuku dan mencabut buku ketiak)”.
Disini khitan ditempatkan ditempat sebagai ciri fitrahnya seseorang yang
berdasarkan pada kelemah lembutan agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim,
dimana ia diperintahkan untuk melakukannya pada waktu ia mencapai usia 80
tahun.
Dengan demikian sebagai orang tua yang mempunyai tanggung jawab yang
besar terhadap anak-anaknya, agar tidak menyia-nyiakan amanah tersebut, orang
tualah sebagai pembina pertama dalam hidup dan kehidupan si anak, olehnya itu
anak perlu berbakti dan hormat serta berakhlak mulia terhadap kedua orang
tuanya.
4. Upaya Melestarikan Kesehatan Mental Anak Melalui Pendidikan Agama Islam.
Dalam upaya melestarikan kesehatan mental setiap anak/orang harus
mendapatkan pendidikan dan bimbingan dan penyuluhan kejiwaan. Dengan
demikian mereka membutuhkan system persekolahan yang sesuai dengan
kepribadian dan perkembangan anak. Perlunya diketahui bahwa kesahatan mental
dapat dicapai melalui kehidupan jadi rukun dan damai diantaran kelompok sosial
dengan saling memberi dukungan fisik, material maupun moral untuk mencapai
ketenangan hidup melalui agama, dapat meredam gejala jiwa, dan perlu
dilakukan/dilaksanakan secara konsisten dan produktif.
Adapun cara untuk menjaga kesehatan mental anak melalui pendidikan agama
islam antara lain:
a. Menanamkan Rasa Keagamaan terhadap Anak. Dengan memberikan pengetahuan
dan pemahaman tentang agama, agar anak dapat mengenal lebih dekat kepada
sang pemberi petunjuk yaitu Allah Swt. Agar apabila suatu saat seorang anak
mengalami atau mendapatkan masalah dalam hidupnya tidak timbul frustasi pada
anak tersebut yang dapat menimbulkan gangguan jiwa dan kesehatan mental paa
tersebut dengan pengenalan agama lebih dekat.
b. Membimbing dan Mengarahkan Perkembangan Jiwa Anak Melalui Pendidikan
Agama Islam. Membimbing dan mengarahkan perkembangan jiwa anak dapat
15
diusahakan melalui pembentukan pribadi dengan pengalaman keagamaan
terhadap diri anak baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah maupun
masyarakat, lingkungan yang banyak membentuk pengajaran yang bersifat agama
(sesuai dengan ajaran agama islam). Akan membentuk pribadi, tindakan dan
kelakuan serta caranya menghadapi hidup akan sesuai dengan ajaran agama yang
kesemuanya itu mengacu pada perkembangan jiwa dan pembentukan mental yang
sehat dalam diri si anak.
c. Menanamkan Etika Yang Baik Terhadap Diri Anak Berdasarkan Norma-Norma
Keagamaan. Perkembangan agama pada anak sangat ditentukan oleh pendidikan
dan pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa pertumbuhan yang pertama
(masa anak) dari umur 0-12 tahun.
Masa kanak-kanak merupakan masa yang menentukan pertumbuhan dan
perkembangan psikologi dan agama si anak. Oleh karena itu pada masa ini orang tua
harus ekstra ketat dalam mendidik anaknya misalnya kita membiasakan anak untuk
menggunakan tangan kanan dalam mengambil, memberi, makan dan minum,
menulis, menerima tamu dan mengajarkannya untuk selalu memulai pekerjaan
dengan membaca Basmalah serta harus diakhiri dengan membaca Hamdalah13
.
D. Desain Kegiatan Pembelajaran dan Materi Pengembangan Moral-Agama yang
Sesuai dengan Program PAUD
Menurut Reni Akbar dkk, masa prasekolah merupakan masa-masa bahagia dan
amat memuaskan dari seluruh kehidupan anak. Untuk itulah kita perlu menjaga hal
tersebut sebagaimana adanya. Janganlah memaksakan sesuatu karena diri kita sendiri,
baik mengharapkan secara banyak dan segera maupun mencoba melakukan hal-hal yang
memang mereka belum siap.
Penelitian Sue Moskowitz terhadap sejumlah anak yang diajar membaca pada
waktu dini menunjukkan bahwa anak-anak tersebut tidak mampu mempertahankan
kelebihan-kelebihan yang mereka miliki dari teman sekelasnya yang tidak dapat
membaca sebelum cukup umur. Moskowitz juga mempertanyakan anak-anak yang
didorong orang tuanya belajar membaca pada usia dini. Dengan mengajari anak
13
Daradjat Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1970
16
membaca pada usia tujuh tahun, anak-anak Skandinavia, baik perempuan tidak
memiliki masalah dalam pelajaran rnembaca (Akbar Hawadi,2006: 5).
Dalam kaitan dengan perkembangan moral anak menurut Charles Wenar dalam
Akbar dikatakan bahwa perkembangan moral anak berjalan lamban dan bergerak sesuai
dengan meningkatnya kematangan pada diri anak untuk dapat memahami nilai-nilai
keberhasilan, kejujuran, dan tanggungjawab. Menurut hemat penulis, pengenalan
mengenai sesuatu yang baik dan yang tidak baik, seperti dalam bermain anak juga sudah
harus mulai diajarkan, misalnya ketika dalam bermain anak berebut mainan yang bukan
rniliknya maka seyogyanya guru atau orang tua segera merespons dengan bahasa anak.
Ini merupakan bagian dari peletakan dasar-dasar sikap dan kepribadian yang terpuji
pada diri anak.
Mengacu pada deskripsi tersebut maka kegiatan pembelajaran dan pemberian
materi moral-agarna perlu dirancang secara sederhana sesuai dengan tingkat
kemampuan anak, seperti kegiatan bermain sambil belajar. Menurut EIis (2005) dalam
Hidayat, ruang lingkup materi moral-agama pada program PAUD meliputi:
1. Peletakan dasar-dasar keimanan,
2. Peletakan dasar-dasar kepribadian/budi pekerti yang terpuji, dan
3. Membiasakan beribadah sesuai dengan kemampuan anak.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa segala rutinitas dalam kehidupan sehari-
hari anak hendaknya selalu diwarrnai dengan nuansa keagamaan agar mereka kelak
kemudian selalu ingat kepada Tuhannya.
Selanjutnya, dalam merancang kegiatan pengembangan moral-agama pada anak
usia dini perlu dilakukan secara sirnultan (terus-menerus) dan terpadu, baik terpadu
dalam hal kerjasama antara orang tua dan guru maupun terpadu dalam dalam hal materi
pemberajarannya, seperti memadukan antara yang teoritis dan praktis. Mengapa
demikian ? karena pada masa usia dini, anak belum mampu secara langsung memahami
hubungan-hubungan antara yang teoritis dan praktis. Pada masa usia dini, anak masih
banyak didominasi oleh pengetahuan yang masih bersifat abstrak. Oleh karena itu
keterpaduan ini perlu dirancang oleh pendidik agar tujuan yang diharapkan dapat
tercapai secara maksimal dan efektif.
Keterpaduan pembelajaran (integrated learning) lainnya juga bisa dilakukan
dengan cara mengaitkan kehidupan alam sekitar, seperti lingkungan alam dan
lingkungan sosial yang sering dialami anak-anak, kemudian nilai-nilai agama tersebut
17
dimasukkan sebagai bagian dari lingkungan tersebut. Misalkan bagaimana seorang anak
harus merawat lingkungan alam, seperti tumbuhan, hewan, kebersihan, dan lain
sebagainya. Demikian pula dalam lingkungan sosial, misalkan bagaimana seorang anak
harus berbuat baik kepada sesama teman ketika ada temannya yang membutuhkan
seperti pinjam pensil, penghapus, dan lain sebagainya.
Contoh-contoh empirik tersebut dimasuki dengan ajaran-ajaran moral-agama
dengan menekankan bahwa hal-hal yang perlu dilakukan adalah berbuat baik kepada
siapa saja sebab ajaran agama mengajarkan kepada kita demikian, dan bagi siapa saja
yang menjalankan secara senang, Allah akan mengasih sayangi, dan pada suatu saat
Allah juga akan memberikan sesuatu yang lebih baik daripada yang kita lakukan
sekarang ini.
Dalam hal pengembangan moral-agama dalam Garis-garis Besar Program
Kegiatan Belajar (GBPKB) di PAUD diistilahkan dengan materi program pembentukan
perilaku anak melalui pembiasaan yang terwuiud dalam kegiatan sehari-hari. Adapun
tujuan dari program pembentukan perilaku adalah untuk mempersiapkan anak sedini
mungkin dalam mengembangkan sikap dan perilaku yang dilandasi oleh nilai-nilai
moral pancasila dan agama. Pokok-pokok dan ruang lingkup materi tersebut meliputi:
1. Berdoa sebelum dan sesudah memulai kegiatan
2. Mengucapkan salam bila bertemu dengan orang lain
3. Tolong menolong sesama teman
4. Rapi dalam bertindak dan berpakaian
5. Berlatih untuk selalu tertib dan patuh pada peraturan serta bersedia menerima tugas,
menyelesaikan tugas, dan memusatkan perhatian dalam jangka waktu tertentu
6. Memiliki sikap tengang rasa terhadap keadaan orang lain.
7. Berani dan mernpunyai rasa ingin tahu yang besar.
8. Merasa puas atas prestasi yang dicapai
9. Bertanggun gjawab terhadap tugas yang diberikan
10. Bergotong royong sesama teman
11. Mencintai tanah air
12. Mengurus diri sendiri, antara lain meliputi membersihkan diri sendiri, berpakaian
sendiri, makan sendiri, dan memelihara milik sendiri
13. Menjaga kebersihan lingkungan, termasuk membantu membersihkan dan
membuang sampah pada tempatnya.
18
14. Menyimpan mainan setelah digunakan
15. Mengendalikan emosi, misalnya saat berpisah dengan ibu tanpa menangis, sabar
menunggu giliran, berhenti bermain pada waktunya tidak cengeng, dapat
membedakan milik sendiri dan orang lain, menunjukkan reaksi yang wajar karena
marah, senang, sedih, takut, dan cemas.
16. Sopan santun meliputi terbiasa mengucapkan terima kasih dengan baik atau
meminta tolong dengan baik
17. Menjaga keamanan diri, termasuk menghindar dari obat-obat berbahaya dan
menghindar dari benda-benda yang berbahaya pula (Hidayat mengutip GBPKB
1995).
Sedangkan kompetensi dan hasil berajar yang ingin dicapai pada aspek
pegembangan moral-agama mengacu pada menu pembelajaran PAUD adalah
kemampuan melakukan ibadah, mengenal dan percaya akan ciptaan Allah dan
mencintai sesama (Hidayat, 2007: 7.12). Berikut ruang lingkup dan rinciannya
berdasarkan kelompok mulai 3-6 tahun:
1. Menyayikan lagu keagamaan
2. Berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan dengan sikap berdoa
3. Dapat melakukan gerakan beribadah
4. Membedakan ciptaan Tuhan dengan buatan manusia
5. Menyayangi orang tua, orang di sekeliling, guru, teman, pembantu, binatang, dan
tanaman
6. Mengenal/memahami sifat-sifat Tuhan, misalnya Maha Pengasih, Maha
Penyayang, dan lain sebaginaya
7. Merasakan/ditunjukkan rasa sayang dan cinta kasih melalui belaian atau rangkulan
8. Selalu mengucapkan terima kasih setelah menerima sesuatu
9. Mengucapkan salam
10. Mengucapkan kata-kata santun, misalnya maaf, tolong, dan lain-lain
11. Menghargai teman dan tidak memaksakan kehendak
12. Membantu pekerjaan ringan orang dewasa.
Sementara itu terkait dengan karakter atau sifat materi pengembangan moral dan
nilai-nilai agama pada anak usia dini, menurut Hidayat guru harus dapat memilih materi
yang sesuai dengan karakter anak usia dini, di antaranya:
19
1. bersifat terapan dan berkaitan dengan kegiatan rutin anak-anak dalam kehidupan
sehari-hari,
2. Enjoyable, yaitu materi pembelajaran diupayakan bisa membuat anak senang,
menikmati, dan mengikuti kegiatan dengan antusias, dan
3. Mudah ditiru, yaitu materi yang disampaikan dapat dipraktikkan oleh anak dengan
mudah.
C. KESIMPULAN
Seiring dengan perkembangan sosial dan emosional, anak-anak usia prasekolah juga
mengalami perkembangan moral dan agamanya. Adapun yang dimaksud dengan
perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi
mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang
lain.
Selain kecerdasan yang ada, kecerdasan yang mendasari seluruh kecerdasan yaitu
cerdas spiritual atau agama. Keyakinan akan adanya sang pencipta atau Tuhan sebagai
causa prima sangat penting diberikan kepada anak, karena dapat membantu dalam
membentuk pribadi anak yang baik.
Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila mereka berada di
lingkungan yang berkarakter pula. Usaha mengembangkan anak-anak agar menjadi
pribadi-pribadi yang bermoral atau berkarakter baik merupakan tanggung jawab keluarga,
sekolah, dan seluruh komponen masyarakat. Pengembangan moral anak usia dini dapat
melalui pengembangan pembiasaan berperilaku baik dalam keluarga dan sekolah.
Ada 3 strategi dalam pembentukan perilaku moral pada anak usia dini, yaitu:
Pertama strategi latihan dan pembiasaan, kedua, Strategi aktivitas dan bermain, dan ketiga
Strategi pembelajaran. Sedangkan strategi dan teknik yang dilakukan orang tua untuk
mengasah kecerdasan spiritual anak adalah: Memberi contoh, melibatkan anak menolong
orang lain, dan bercerita serial keagamaan.
Dalam merancang kegiatan pengembangan moral-agama pada anak usia dini perlu
dilakukan secara sirnultan (terus-menerus) dan terpadu, baik terpadu dalam hal kerjasama
antara orang tua dan guru maupun terpadu dalam dalam hal materi pemberajarannya,
seperti memadukan antara yang teoritis dan praktis.
Sementara itu terkait dengan karakter atau sifat materi pengembangan moral dan
nilai-nilai agama pada anak usia dini, menurut Hidayat guru harus dapat memilih materi
20
yang sesuai dengan karakter anak usia dini, yakni (1) bersifat terapan dan berkaitan dengan
kegiatan rutin anak-anak dalam kehidupan sehari-hari, (2) enjoyable, yaitu materi
pembelajaran diupayakan bisa membuat anak senang, menikmati, dan mengikuti kegiatan
dengan antusias, dan (3) Mudah ditiru, yaitu materi yang disampaikan dapat dipraktikkan
oleh anak dengan mudah.
21
DAFTAR PUSTAKA
Daradjat, Zakiah. 1970. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Hurlock, Elizabeth. 1996. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.
Jalaluddin. 1996. Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Lilis Suryani dkk. (2008) Metode Pengembangan Perilaku dan Kemampuan Dsar Anak Usia
Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.
Mansur. 2009. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Masitoh dkk. (2005) Strategi Pembelajaran TK. Jakarta: 2005.
Partini. 2010. Pengantar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Grafindo Litera Media.
Siti Aisyah dkk. (2007) Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Slamet Suyanto. (2005) Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat
Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan an Ketenagaan Perguruan Tinggi.
Wantah, Maria J. (2005) Pengembangan Disiplin dan Pembentukan Moral pada Anak Usia
Dini. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan an Ketenagaan
Perguruan Tinggi.
Http://belajarpsikologi.com/multiple-intelligences-atau-kecerdasan-ganda
//[Senin 17 Oktober 2016. 15.10 WIB]
Http://multazam-einstein.blogspot.co.id/2013/04/mengembangkan-aspek-moral-
dan-nilai.html?m=1. (online) [Senin, 17 Oktober 2016, 03.00 PM]
Http://nuritaputranti.wordpress.com/2007/11/27/kecerdasan-majemuk-
multiple-intelligences/ /[Senin, 17 Oktober 2016. 15.00 WIB]
Http://pg-paud.blogspot.com/2011/02/pengembangan-moral-dan-nilai-nilai_06.
html/[Senin, 17 Oktober 2016. 15.40 WIB]