METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA...
Transcript of METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA...
1
METODE PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK TUNAGRAHITA
(Studi Kasus di Sekolah Menengah Pertama Bagian C Yayasan Pembina Sekolah Luar Biasa Kerten Surakarta)
NASKAH PUBLIKASI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.) pada Program Studi
Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah)
Oleh:
NUR AISIYAH
G 000 080 006
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012
2
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA FAKULTAS AGAMA ISLAM
Jl. A. Yani. Tromol Pos I. Pabelan Kartasura Telp (0271) 717417, 719483 Fax 715448 Surakarta 57102
PENGESAHAN
Skripsi Saudari : Nur Aisiyah NIM : G 000 080 006 Fakultas : Agama Islam Program Studi : Pendidikan Agama Islam Judul : Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
pada Anak Tuna Grahita (Studi Kasus di Sekolah Menengah Pertama Bagian C Yayasan Pembina Sekolah Luar Biasa Kerten Surakarta)
Telah dimunaqosahkan dalam sidang panitia ujian munaqasah skripsi Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tanggal 13 Juli 2012 dan dapat diterima sebagai kelengkapan ujian akhir dalam rangka menyelesaikan studi program Strata Satu (SI) guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S. Pd.I.) pada Program Studi Pendidikan Agama Islam.
Surakarta, 13 Juli 2012
Dekan
(Dr. M. Abdul Fattah Santoso, M.Ag.)
Penguji I
Penguji II
(Dra. Chusniatun, M.Ag.) (Dra. Mahasri Shobahiya, M.Ag)
Penguji III
(Drs. Bambang Raharjo, M.Ag.)
ii
0
ABSTRAK Metode merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam dunia
pendidikan termasuk Pendidikan Agama Islam. Suatu kegiatan belajar mengajar tidak lengkap jika tidak memiliki metode atau cara yang tepat dalam pembelajaran. Tanpa pengajaran yang baik kegiatan belajar mengajar tidak akan mencapai tujuan yang diharapkan.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam serta apa faktor pendukung dan penghambat pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak tuna grahita di SMPLB C YPSLB Kerten Surakarta. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak tuna grahita serta faktor pendukung dan penghambat pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak tuna grahita di SMPLB C YPSLB Kerten Surakarta. Manfaat dari penelitian ini secara teoritis adalah menambah wawasan dan khasanah keilmuan, terutama dalam ilmu pendidikan dan pengajaran Pendidikan Agama Islam, lebih khusus lagi bagi anak penyandang cacat yang memiliki intelegensi di bawah rata-rata. Sedangkan secara praktis dapat dijadikan masukan, sumbangan pemikiran dan sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan dan pembinaan Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa baik di SMPLB C Kerten Surakarta maupun SMPLB C lainnya.
Ditinjau dari objeknya, penelitian ini termasuk penelitian lapangan, karena data-data yang diperlukan untuk menyusun karya ilmiah ini diperoleh dari lapangan yaitu di SMPLB C YPSLB Kerten Surakarta.Untuk dapat memperoleh data dalam penelitian ini, penulis menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Metode analisis datanya adalah deskriptif kualitatif, sedangkan penarikan kesimpulannya menggunakan cara berpikir induktif yaitu, cara berpikir untuk mengambil kesimpulan dari masalah yang sifatnya khusus ke masalah-masalah yang sifatnya umum
Peneliti menyimpulkan bahwa metode pembelajaran untuk anak tuna grahita pada dasarnya memiliki kesamaan dengan metode pembelajaran pada anak normal, hanya saja ketika dalam pelaksanaan memerlukan modifikasi agar sesuai dengan kondisi anak yang melakukan pembelajaran tersebut. Metode tersebut antara lain: metode ceramah, metode hafalan, metode demonstrasi, metode latihan (drill), metode pemberian tugas, dan metode sosiodrama. Adapun beberapa faktor pendukung, antara lain: Adanya kesiapan anak dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas, guru pandai dalam memilih suatu metode yang tepat serta penggunaannya, dan suasana lingkungan belajar yang mendukung. Kendala dari penerapan metode PAI antara lain: Kondisi fasilitas atau sarana dan prasarana yang kurang memadai dan menarik dan kompetensi belum tercapai secara tuntas, karena pembelajaran Pendidikan Agama Islam hanya sekali dalam sepekan, dan waktunya berkisar 35 menit
Kata kunci: metode pembelajaran, PAI, dan anak tuna grahita.
iii
1
PENDAHULUAN
Paradigma pengelolaan
pendidikan luar biasa telah mengalami
perubahan sejak berlakunya Undang-
Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Menurut
Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional Nomor 20 Tahun 2003 wilayah
penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa
mencakup aspek yang lebih luas, yakni
pelayanan pendidikan kepada mereka
yang mempunyai kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual, dan/atau
sosial, warga Negara yang memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa,
serta warga Negara di daerah terpencil
atau terbelakang serta masyarakat adat
yang terpencil dan/atau mengalami
bencana alam, bencana sosial, dan tidak
mampu dari segi ekonomi. Di samping
itu, sebutan untuk pendidikan Luar Biasa
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 telah diperluas menjadi Pendidikan
Khusus (PK) dan Pendidikan Layanan
Khusus (PLK).
Pendidikan Khusus merupakan
pendidikan bagi peserta didik yang
memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti pembelajaran karena kelainan
fisik, mental, emosional, sosial dan/atau
memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa. Sedangkan Pendidikan
Layanan Khusus merupakan pendidikan
bagi peserta didik yang berada di daerah
terpencil atau terbelakang, masyarakat
adat yang terpencil, dan/atau mengalami
bencana alam, bencana sosial, dan tidak
mampu dari segi ekonomi, hal ini berarti
bahwa tugas Direktorat Pelayanan
Sekolah Luar Biasa tidak hanya terbatas
memberikan layanan pada siswa yang
berkebutuhan khusus, tetapi semua siswa
yang tidak dapat diakomodasi oleh
sistem persekolahan yang kovensional.
Landasan paedagogis,
pengelolaan anak tunagrahita adalah
2
pasal 3 Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 yang menyebutkan bahwa
tujuan pendidikan Nasional adalah untuk
berkembangnya potensi peserta didik
agar
menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga
Negara demokratis serta bertanggung
jawab (Depdiknas, 2003: 12). Program
wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan
pemerintah harus disambut dengan baik,
dengan cara meningkatkan layanan
pendidikan pada anak berkebutuhan
khusus baik secara kualitas maupun
kuantitas. Hasil sensus pada tahun 2003
menjelaskan bahwa baru sekitar 3,70 %
(33.850 anak) dari mereka terlayani baik
di sekolah khusus (SLB) maupun di
sekolah regular. Perlu kita ketahui
bersama bahwa angka tersebut belum
termasuk mereka yang tergolong autis,
berbakat, dan kesulitan belajar
(Depdiknas, 2003: 1).
Berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul
METODE PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PADA ANAK TUNA GRAHITA (Studi
Kasus di Sekolah Menengah Pertama
bagian C Yayasan Pembina Sekolah
Luar Biasa Kerten Surakarta)
LANDASAN TEORI
Metode adalah “cara teratur yang
digunakan untuk melaksanakan suatu
pekerjaan agar tercapai tujuan sesuai
dengan yang dikehendaki; cara kerja
yang bersistem untuk memudahkan
pelaksanaan suatu kegiatan guna
mencapai tujuan yang ditentukan”
(Departemen Pendidikan Nasional,
2003: 740). Penerapan suatu metode ke
dalam setiap situasi pengajaran haruslah
mempertimbangkan dan memperhatikan
3
dari berbagai kemungkinan, yang dapat
mempertinggi mutu dan efektivitas suatu
metode tertentu. Kalau tidak, maka akan
menghambat proses pengajaran dan akan
berakibat lebih jauh lagi, yaitu tidak
tercapainya tujuan pengajaran
sebagaimana yang telah ditetapkan.
Menurut Tafsir (2002: 33-34),
pada dasarnya metode dapat
dipergunakan dalam mendidik anak,
hanya saja perlu diingat, dalam
penggunaannya harus
mempertimbangkan beberapa faktor,
antara lain:
a. Keadaan murid, yang mencakup
pertimbangan tentang tingkat
kecerdasan, kematangan, perbedaaaan
individu dan lainnya.
Faktor yang perlu diperhatikan
oleh guru dalam memilih metode
adalah masalah-masalah murid. Di
mana guru berhadapan dengan murid
dengan potensi dan fitrah yang
dimilikinya, memberi kemungkinan
dan sekaligus harapan untuk
berkembang dengan baik ke arah
pribadi yang lebih baik. Pada
fitrahnya memanglah setiap individu
murid telah diberi hidayah oleh Allah.
Akan tetapi iman dan tauhid dapat
saja berubah ke arah kekafiran/tidak
beriman manakala tidak disiram dan
dipupuk dengan pendidikan dan
bimbingan ke jalan yang menuju
keimanan dan Islam. Guru
berhadapan dengan murid yang
masing-masing memiliki perbedaan
kemampuan, kecerdasan, karakter,
dan latar belakang sosial ekonomi
antara satu dengan yang lain. Oleh
karena itu, guru harus dapat memilih
dan menetapkan suatu metode
mengajar sesuai dengan bakat, minat,
kecerdasan, dan perhatian anak didik
masing-masing di dalam kelas.
b. Tujuan yang hendak dicapai
4
Setiap mata pelajaran biasanya
memiliki tujuan yang berbeda-beda
antara satu dengan yang lainnya. Oleh
karena tujuan umum dan tujuan
khusus dari masing-masing pelajaran
tersebut memiliki perbedaan dan
tekanannya masing-masing, maka
implikasinya dalam pemilihan
metode, guru hendaklah mampu
melihat perbedaan-perbedaan
tersebut, dan membawanya ke dalam
suatu situasi pemilihan riset metode
yang dianggap paling cocok/tepat dan
serasi diterapkan. Dengan kata lain
tujuan yang ingin dicapai dari
masing-masing mata pelajaran itu
haruslah menjadi perhatian utama
bagi seorang guru dalam menetapkan
metode apa yang akan dipakai dalam
mengajar.
c. Situasi dan kondisi pengajaran di
mana berlangsung
Situasi dan kondisi saat
berlangsungnya pengajaran
hendaknya juga diperhatikan dan
dipertimbangkan di dalam pemilihan
metode. Situasi dan kondisi yang
dimaksud adalah kondisi fisik gedung
sekolah, misalnya: berdekatan dengan
pasar, pabrik, gedung bioskop, atau di
dekat kebisingan yang lain. Di
samping itu, keadaan guru dan murid
saat waktu pembelajaran, apakah guru
atau murid tidak dalam keadaan lelah
sehabis olah raga atau berada pada
jam terakhir, sehingga pemberian
materi dengan metode ceramah perlu
dipertimbangkan/dipikirkan, perlu
menggunakan metode lain yang
dianggap lebih tepat, seperti:
sosiodrama, metode latihan siap,
metode tanya jawab, dan metode
diskusi.
d. Alat-alat yang tersedia
5
Tersedianya sarana, alat atau
media pengajaran, misalnya: alat
praktikum, buku-buku bacaan, alat-
alat peraga/media pengajaran (baik
langsung ataupun tidak langsung)
serta fasilitas-fasilitas lainnya, sangat
menentukan terhadap efektif tidaknya
suatu metode.
e. Kemampuan pengajar
Efektif tidaknya suatu metode
juga sangat dipengaruhi oleh
kemampuan pengajar dalam
memakainya, di samping kepribadian
guru juga memang cukup dominan
pengaruhnya. Misalnya seorang guru
“A”, oleh karena mahir dan cerdik
dalam berbicara, sehingga setiap anak
menjadi terkesan dan terpukau
dengan pembicaraannya, maka
metode “ceramah” tentu menjadi
pilihannya di samping metode yang
lain sebagai pendukung. Akan tetapi
metode ceramah tidak bias efektif
bagi seorang guru yang pendiam dan
tidak menguasai teknik-teknik metode
ceramah yang baik. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa
di samping faktor penguasaan
metode, kepribadian seorang guru
juga hal yang perlu diperhatikan.
f. Sifat bahan pengajaran
Ini hampir sama dengan jenis
tujuan yang dicapai seperti pada poin
b di atas. Ada bahan pelajaran yang
lebih baik disampaikan lewat metode
ceramah, ada yang lebih baik dengan
metode drill, dan sebagainya.
Demikianlah beberapa pertimbangan
dalam menentukan metode yang akan
digunakan dalam proses interaksi
belajar mengajar.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis
penelitian lapangan dengan pendekatan
deskriptif kualitatif. Sedangkan metode
yang digunakan dalam pengumpulan
6
data, antara lain: 1) observasi, 2)
wawancara, dan 3) dokumentasi. Untuk
analisis data menggunakan
menggunakan metode deskriptif
kualitatif yang terdiri dari tiga kegiatan
yaitu pengumpulan data sekaligus
reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan/verifikasi.
HASIL PENELITIAN
Metode pembelajaran Pendidikan
Agama Islam yang digunakan dalam
proses pembelajaran untuk anak tuna
grahita bertujuan agar anak didik dapat
dengan baik dan mudah menerima
ataupun menangkap materi/pesan yang
disampaikan oleh pendidik, sehingga
tujuan pembelajaran dapat tercapai
dengan baik. Metode pembelajaran
Pendidikan Agama Islam yang
digunakan di SMPLB C YPSLB Kerten
Surakarta, antara lain: ceramah,
demonstrasi, hafalan, latihan, pemberian
tugas, dan sosiodrama.
Penggunaan metode Pendidikan
Agama Islam di SMPLB C YPSLB
Kerten Surakarta sebagai berikut:
1. Metode ceramah
Metode ceramahh sebagai
metode mengajar yang paling tua
umurnya dan paling banyak
digunakan di sekolah-sekolah dapat
dipandang sebagai cara yang paling
mengena bagi usaha untuk
penyampaian informasi. Penerapan
metode ceramah untuk anak yang
mengalami retardasi mental, dalam
menyampaikannya guru harus
mengulang-ulang materi yang
diajarkan, agar pelajaran baru dapat
dirangsang baik oleh peserta didik.
Perhatian Anak dengan retardasi
mental tidak terpusat dan sangat
singkat. Sebagai guru PAI yang
mengajar pada anak yang mengalami
retardasi mental, dengan
menggunakan metode ceramah
7
hendaknya, dalam menerangkan
sesuatu harus dipotong atau dipecah
menjadi bagian yang kecil sehingga
mudah ditangkap oleh peserta didik.
Kelainan yang dialami oleh anak
yang mengalami retardasi mental
mengakibatkan perhatiannya tidak
dapat bertahan lama sangat singkat,
sehingga guru harus memusatkan
penuh perhatiannya kepada peserta
didik.
2. Metode hafalan
Metode hafalan yang diterapkan
pada sekolah umum, jelas berbeda
dengan sekolah khusus, sepert murid
yang pada sekolah normal dapat
menghafal dengan sendiri, tetapi untuk
anak sekolalah khusus seperti tuna
grahita guru harus mengajarkan
hafalan kepada siswa. Anak tuna
grahita memiliki keterbatasan dalam
penguasaan bahasa, sehingga dalam
komunikasi pun mereka mengalami
gangguan. Mereka tidak dapat
menyimpan suatu instruksi yang sulit,
sehingga upaya dalam pembelajaran
untuk menghafal harus dipotong atau
dipecah menjadi bagian kecil, serta
setiap hal yang baru harus terus
diulang-ulang.
3. Metode demostrasi
Metode demonstrasi adalah
metode mengajar dengan melalui
kegiatan-kegiatan ekspresi. Pada
metode demonstrasi guru akan
mempertunjukkan, atau
memperlihatkan tentang bagaimana
cara mengerjakan sesuatu. Dalam
penggunaan metode ini guru harus
mengulang-ulang setiap hal yang
baru. Karena, anak dengan cacat
mental (retardasi mental) tidak
mampu mengubah cara hidupnya, ia
cenderung rutin. Jika terjadi hal-hal
yng baru ia akan menjadi risau dan
bingung (’Aeni 2004: 107).
Sebelum melatihkan hal-hal yang
baru guru mengusahakan agar
8
peserta didik lebih dahulu
meletakkan perhatiannya penuh.
4. Metode latihan (drill)
Pendidikan pada anak tuna
grahita harus menyesuaikan dan
menyajikan kebutuhannya. Jadi
pendidik harus penuh perhatian,
sabar dan kasih sayang, dan rajin
memberikan dorongan di samping
memberikan juga tantangan.
Hindari meletakkan harapan yang
terlalu tinggi. Misalnya mendorong
anak dalam kegiatan keterampilan,
kesenian. Tetapi tidak harus
menuntut agar mereka harus
menjadi seniman besar, misalnya.
Pendidik juga harus mampu
membantu agar mampu berprestasi
aktif dalam kelompoknya, baik
secara sosial maupun emosional
sebatas kemampuannya.
5. Metode pemberian tugas
Didasari bahwa kelainan tuna
grahita memiliki tingkatan dari yang
paling ringan sampai paling berat,
dari kelainan tunggal, ganda hingga
kompleks yang berkaitan dengan
fisik,emosi, psikis, dan sosial.
Keadaan ini jelas memerlukan
pemberian tugas yang berbeda
antara satu anak dengan yang lain.
Guru merencanakan tugas-tugas
perorangan sesuai dengan
kebutuhan murid yang
bersangkutan.
6. Metode sosiodrama
Salah satu tujuan yang
diharapkan dalam metode
sosiodrama adalah agar anak didik
mendapatkan keterampilan sosial,
sehingga diharapkan nantinya tidak
canggung menghadapi situasi sosial
dalam kehidupan sehari-hari serta
menghilangkan perasaan-perasaan
malu dan rendah diri yang tidak
9
pada tempatnya, maka ia dilatih
melalui temannya sendiri. Salah
satu ciri pada anak tuna grahita
adalah tak acuh pada
lingkungannya, dengan
penggunakan metode sosiodrama
diharapkan anak mendapatkan
keterampilan, sehingga mereka
tidak acuh pada lingkungannya.
KESIMPULAN
Metode pembelajaran untuk
anak tuna grahita pada dasarnya
memiliki kesamaan dengan metode
pembelajaran pada anak normal,
hanya saja ketika dalam pelaksanaan
memerlukan modifikasi agar sesuai
dengan kondisi anak yang
melakukan pembelajaran tersebut,
sehingga pesan atau materi yang
disampaikan dapat diterima ataupun
dapat ditangkap dengan baik dan
mudah oleh anak-anak. Metode
tersebut antara lain: metode ceramah,
metode hafalan, metode demonstrasi,
metode latihan (drill), metode
pemberian tugas, dan metode
sosiodrama.
a. Dalam metode ceramah, perlu
adanya modifikasi, seperti dalam
pembelajaran guru harus
menggunakan kosa kata yang
sederhana, selalu menggunakan
peragaan, mengulang-ulang
dalam prosesnya, serta harus
terus mendorong siswa untuk
bertanya dan mengulang, karena
salah satu cirri anak tuna grahita,
mereka sukar sekali untuk
bertanya.
b. Dalam metode hafalan perlu
adanya modifikasi, seperti
adanya peragaan,
dipotong/dipecah menjadi bagian
kecil dan mengulang-ulang
prosesnya untuk mempermudah
siswa menerima pelajaran.
10
c. Metode demonstrasi perlu ada
modifikasi; karena anak tuna
grahita tidak dapat menyimpan
instruksi yang sulit, maka dalam
pembelajarannya guru harus
menerangkan dan
mempraktekkan dengan pelan-
pelan dan mengulang-ulang
prosesnya agar siswa dapat
mempraktekkan apa yang
diajarka oleh guru.
d. Dalam metode latihan perlu ada
modifikasi; karena kemampuan
anak didik dalam menulis dan
membaca sangat rendah,
sehingga setiap pembelajaran
guru selalu menulis materi di
papan tulis, dan diikuti oleh anak
didik, juga membacakan
sebelum menerangkan materi
baru, agar keterampilan menulis
dan membaca anak didik
semakin baik.
e. Dalam pemberian tugas untuk
anak tuna grahita tidak boleh
terlalu sulit, terlalu banyak,
sehingga harus sederhana.
Terkadang antara satu siswa dan
yang lainnya berbeda sesuai
dengan kelemahan (kecacatan)
yang dialaminya.
f. Penggunaan metode sosiodrama
dalam pembelajaran bisa sama
seperti di sekolah-sekolah umum
lainnya, yang mana guru
menerangkan materi terlebih
dahulu, setelah itu baru siswa
memerankan tokoh yang ada di
dalam materi tersebut.
Faktor pendukung dan penghambat
metode pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di SMPLB C YPSLB
Kerten Surakarta, antara lain:
a. Faktor pendukung: Adanya
kesiapan anak dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran di kelas,
11
guru pandai dalam memilih suatu
metode yang tepat serta
penggunaannya, dan suasana
lingkungan belajar yang
mendukung.
b. Faktor penghambat: Kondisi
fasilitas atau sarana dan
prasarana yang kurang memadai
dan menarik dan kompetensi
belum tercapai secara tuntas,
karena pembelajaran Pendidikan
Agama Islam hanya sekali dalam
sepekan, dan waktunya berkisar
35 menit
Saran
Pada bagian ini penulis
mengemukakan beberapa saran
ataupun masukan sehubungan
dengan hasil-hasil atau temuan
dalam penelitian mengenai metode
pembelajaran Pendidikan Agama
Islam pada anak tuna grahita di
SMPLB C YPSLB Kerten
Surakarta, antara lain:
1. Kepada Kepala Sekolah, seyogyanya
lebih meningkatkan situasi serta
kondisi sekolah.
2. Kepada guru: Seyogyanya guru lebih
pandai dalam memilih suatu metode
yang tepat serta penggunaannya,
seyogyanya lebih menciptakan
suasana lingkungan belajar yang
lebih mendukung, dan karena
kompetensi belum tercapai secara
tuntas guru seyogyanya membuat
kompetensi sesuai keadaan anak dan
ketersediaannya waktu.
3. Kepada pengurus sekolah:
seyogyanya meningkatkan sarana
dan prasarana yang ada agar lebih
lengkap dan menarik.
DAFTAR PUSTAKA
Aeni, ‘Nur. 2004. Intervensi Dini Bagi Anak Bermasalah. Jakarta: Rineka Cipta.
12
Arikunto, Suharsimi 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Jakarta: Rineka Cipta.
_______, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi 2010. Jakarta: Rineka Cipta.
Daradjat, Zakiah. 2001. Metodik
Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Delphie, Bandi. 2006. Pembelajaran
Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Refika Aditama.
Effendi, Muhammad. 2008.
Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara
Fatimah, Enung. 2011. Psikologi
Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik). Bandung: Pustaka Setia.
Ginting, Arif Ahmad.2011.
pemberdayaan penyandang cacat. www. Lampung Post.com. Diakses pada tanggal 27 Desember 2011, pada jam 06.30 WIB.
Herdiansyah, Haris. 2010.
Metodologi Penelitian Kualitait Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Kartono, Kartini. 2000. Hygene Mental. Bandung: Mandar Maju. Lumbantobing. 2001. Anak dengan
Mental Terbelakang. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Muhaimin, 2001. Paradigma
Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Munawaroh, Tutik. 2009 dalam
skripsinya yang berjudul Problematika Belajar Pendidikan Agama Islam pada Anak Penyandang Tuna Grahita (SLB B/C YPPLB Ngawi Kabupaten Ngawi)
Moleong, J. Lexy. 2007. Metodologi
Penelitian Kualitatif Edisi revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nata, Abuddin. 2004. Sejarah
Pendidikan Islam Pada Masa Klasik dan Pertengahan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Nevid, J.S, Rathus, S. A, &, Greene
B. (2005). Psikologi Abnormal Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Ramayulis. 2001. Metodologi
Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia
13
Sagala, Syaiful, 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfabeta
Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-
faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Somantri, Sutjihati. 2006. Psikologi
Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian
Pendidikan Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Tafsir, Ahmad. 2002. Metodologi
Pengajaran Agama Islam. Bandung: PT Rosdakarya.
Tim Penyusun Kamus. 2003. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Yusuf, Syamsu. 2004. Mental
Hygiene Perkembangan Kesehatan Mental dalam Kajian Psikologi dan Agama. Jakarta: Pustaka Bani Quraisy.