Metode Memahami Hadits

13
KETENTUAN, CARA-CARA MEMAHAMI DAN MENGAMALKAN KANDUNGAN HADITS NABI, SERTA BERBAGAI CORAK DAN METODE MEMAHAMI HADITS MAKALAH Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Ulumul Hadits Dosen Pengampu : Choirul Huda, M.Ag Disusun Oleh: M.Labib Fahmi Arif (132411194) Riza Afthoni (132411183) M.Choirul Ridwan (132411185) Ainul Mahbubi (132411164) FAKULTAS SYARIAH & EKONOMI ISLAM

description

makalah ulumul hadits tentang corak metode memahami hadits Nabi Muhammad

Transcript of Metode Memahami Hadits

Page 1: Metode Memahami Hadits

KETENTUAN, CARA-CARA MEMAHAMI DAN MENGAMALKAN KANDUNGAN HADITS NABI, SERTA BERBAGAI CORAK DAN

METODE MEMAHAMI HADITS

MAKALAHDisusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Ulumul HaditsDosen Pengampu : Choirul Huda, M.Ag

Disusun Oleh:M.Labib Fahmi Arif (132411194)Riza Afthoni (132411183)M.Choirul Ridwan (132411185)Ainul Mahbubi (132411164)

FAKULTAS SYARIAH & EKONOMI ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

TAHUN 2013/2014

Page 2: Metode Memahami Hadits

BAB IPENDAHULUAN

A.Latar BelakangSecara epistemologis, hadits dipandang oleh mayoritas umat Islam sebagai sumber ajaran Islam

kedua setelah Al-Qur’an. Sebab ia juga merupakan bayan (penjelas), terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih mujmal (global), ‘aam (umum) dan yang mutlaq (tanpa batasan). Bahkan secara mandiri hadits juga dapat berfungsi sebagai penetap (muqarrir) suatu hukum yang belum ditetapkan oleh Al-Qur’an.

Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang baik dan benar untuk mengkaji hadits. namun, untuk memahami hadits secara benar relatif tidak “gampang”, khususnya jika kita menemukan hadits-hadits yang tampaknya bertentangan1.Untuk menyikapi permasalahan dalam memahami hadits-hadits tersebut secara baik dan benar maka para ulama-ulama mempunyai kaidah-kaidah dan metode yang dapat mempermudah dalam hal tersebut.

Selain itu hadits juga tidak cukup hanya dibaca dan dipelajari,tapi kandungan-kandungan yang terdapat dalam suatu hadits pun juga perlu diamalkan dalam kehidupan sehari-hari,untuk mengamalkanya pun tidak boleh asal mengamalkan semua hadits yang ada tetapi diperlukan metode ataupun cara tertentu.

B.Rumusan Masalah 1. Apa metode yang digunakan untuk memahami hadits?2. Ilmu-ilmu yang membantu dalam memahami hadits?3. Bagaimana cara mengamalkan kandungan hadits nabi ?

1 Agil Husain Al-Munawwar dan Abdul Mustaqim,Asbabul Wurud:Studi Kritis Atas Hadits Nabi, Pendekatan Sosio, Historis, Kontekstual (Cet.1 ; Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001), h.24-25

Page 3: Metode Memahami Hadits

BAB IIPEMBAHASAN

A .Metode yang digunakan untuk memahami hadits

Secara garis besar dalam memahami hadis nabi, terdapat dua kelompok,yakni:1. Ahl al-Hadits (Tekstualis) :kelompok yang memahami hadits hanya dengan melihat kepada lahiriyah teks hadits tanpa memerhatikan sebab-sebab terkait di sekeliling teks tersebut 2. Ahl al Ra’yi (Kontekstualis) :kelompok yang memahami hadits melalui pengembangan penalaran terhadap faktor-faktor yang ada di belakang teks dan memahami persoalan secara rasional dengan tetap berpegang pada Al-qur’an dan sunnah. Salah satu metode yang digunakan dalam memahami hadits nabi adalah metode yang ditawarkan oleh Yusuf al-Qardhawi, yaitu:

a. Memahami Sunnah dengan Tuntunan Al-Qur’anMenurut Yusuf al-Qardhawi,untuk memahami hadits dengan benar, harus sesuai

dengan petunjuk al-Qur’an,2 beliau juga mengemukakan adanya hubungan yang signifikan antara hadits dan al-Qur’an, diantaranya: 1).sunnah dan al-qur’an mengeluarkan hukum yang sesuai berdasarkan dalil yang sesuai, 2).hadits sebagai penjelas dan tafsir al-qur’an, 3).hadits menetapkan hukum yang belum ditetapkan alqur’an.3

Oleh karenanya tidak mungkin suatu hadits shahih kandunganya bertentangan dengan ayat-ayat al-qur’an yang muhkamat,yang berisi keterangan-keterangan yang jelas dan pasti,bisa jadi bertentangan disebabkan hadits tersebut yang tidak shahih,atau pemahamanya yang tidak tepat.4

b. Mengumpulkan Hadits-Hadits yang Satu Tema dan Pembahasan pada Satu Tempat

Salah satu kaidah dasar untuk memahami sunnah dengan pemahaman yang benar, yaitu mengumpulkan hadits-hadits shahih yang punya pembahasan sama dalam satu tempat agar hadits yang mutasyabih (yang memiliki banyak penafsiran) bisa dikembalikan ke yang muhkam (maknanya jelas), yang muthlaq (tidak terikat) dibawa ke yang muqayyad (terikat), dan yang ‘am (maknanya umum) ditafsirkan oleh yang khosh (maknanya khusus). Seperti yang diungkapkan oleh imam ahmad bahwasanya : “Suatu hadits, kalau tidak engkau kumpulkan jalan-jalannya (sanad-sanadnya), engkau tidak akan paham karena sebagian hadits menafsirkan sebagian yang lainnya.”5

2 Yusuf al-Qaradhawi, Kaifa Nata’amal Ma’a As-Sunnah An-Nabawiyah, Al-Qâhirah: Dâr al-Syurûq, 2002,

hlm. 93

3 Yusuf al-Qaradhawi,al-madkhal li-dirasah al-sunnah al-nabawiiyah(kairo:maktabah wahbah,1992)hlm 69-71

4 Suryadi, metode kontemporer memahami hadits nabi.teras:yogyakarta,2008.hlm.1375 Khatib Al-Baghdadi, Al-Jami’ Li Akhlak Ar-Rawi Wa Adabu As-Sami', Jilid 1, hlm. 270.

Page 4: Metode Memahami Hadits

Dengan cara seperti ini kita dapat memahami hadits secara optimal karena dalam metode tematis seperti ini kita dapat mengumpulkan hadits-hadits yang setema baik yang semakna maupun yang kontradiktif agar dapat dikompromikan maknanya serta tidak cukup pula kita memahami suatu permasalahan(tema) hanya dengan memahami satu hadits saja tanpa menghiraukan hadits-hadits yang lain.

c. Memadukan Hadits-Hadits yang kontradiktif (mukhtalaful hadits)Dalam pandangan Yusuf Qardhawi,pada dasarnya nash syari’at tidak mungkin

saling bertentangan. Pertentangan yang terjadi adalah lahiriahnya bukan dalam kenyataan yang hakiki.6 Dalam hal ini ada dua cara yang dapat digunakan :

1. al-jam’u (pengkompromian)Hadits dapat dihilangkan pertentanganya dengan cara mengkompromikan hadits-

hadits tersebut semisal saja tentang hadits yang melarang seseorang menghadap ke kiblat ketika buang air besar atau kecil, sementara ada hadits-hadits lain yang membolehkan hal tersebut. Dengan mengkompromikan hadits-hadits yang tampak bertentangan tersebut dapat diambil natijah bahwa hadits-hadits larangan dimaksudkan bila dilakukan di tempat terbuka, sedangkan hadits-hadits yang membolehkan dimaksudkan bila dilakukan di dalam suatu tempat yang ada pembatasnya (seperti seseorang melakukannya di WC).

2. Tarjih dan al-Nasikh wa al-MansukhMenurut Yusuf Qardhawi apabila hadits-hadits yang kontradiktif tersebut tidak

bisa dikompromikan, maka dapat diambil 2 cara:* Tarjih : memenangkan salah satu dari dua hadits atau lebih dengan berbagai cara pentarjihan yang telah ditentukan oleh para ulama* al-Nasikh wa al-Mansukh : mansukh (dihapus) disini menurut beliau bukan berarti penghapusan dalam arti sebenarnya,tetapi sebagai rukhshah atau karena situasi dan kondisinya yang berbeda.

d. Mengetahui Asbabul Wuruud Hadits (memahami hadis sesuai dengan latar belakang, situasi, dan kondisi serta tujuanya)

Pengertian Asbabul Wurud sendiri adalah sebab-sebab datangnya suatu hadits, mengetahui asbabul wurud suatu hadits sangat membantu dalam memahami maksud hadits,diantaranya adalah dengan meneliti sebab-sebab tertentu disabdakannya suatu hadits, atau kaitannya dengan ‘illat (alasan atau sebab) tertentu yang ditegaskan langsung dari redaksi hadits itu atau dari istinbath/kesimpulan (maknanya), atau yang dipahami langsung dari kondisi atau tujuan ketika hadits tersebut diucapkan oleh Nabi Saw.

e. Membedakan antara sarana yang berubah-ubah dan tujuan yang tetap

6 Yusuf al-Qaradhawi, Kaifa Nata’amal Ma’a As-Sunnah An-Nabawiyah, Al-Qâhirah: Dâr al-Syurûq,2002, hlm. 113

Page 5: Metode Memahami Hadits

Dalam memahami hadits harus selalu berpegang dan mementingkan makna subtansial atau tujuan atau sasaran hakiki teks hadits,7 karena sarana pada lahiriah (teks) hadits dapat berubah-ubah dari satu masa ke masa yang lain tetapi kita harus tetap terpaku pada tujuan hakiki dari hadits tersebut seperti hadits tentang siwak.tujuan dari hadits tersebut adalah untuk menjaga kebersihan dan kesehatan gigi dan mulut,sehingga sarana yang digunakan tidak harus berupa siwak tapi dapat juga memakai sarana masa kini sepertihalnya sikat gigi.

h. Membedakan antara ungkapan haqiqah dan majazMenurut Yusuf Qardhawi, pemahaman berdasarkan majaz terkadang merupakan

suatu keharusan, karena jika tidak, orang akan tergelincir kekeliruan, karena banyak hadits yang menggunakan majaz (kiasan), sebab Nabi adalah orang yang menguasai retorika atau balaghoh, Beliau menggunakan majaz untuk mengungkapkan maksud beliau dengan cara yang sangat mengesankan.8

g. Membedakan antara yang gaib dan yang nyataDi dalam hadits tidak hanya berisi tentang realitas di dunia ini, tetapi banyak di

antara beberapa kandungan hadits ada hal-hal yang berkaitan dengan alam gaib, terhadap hadits mengenai alam gaib ini, seorang muslim wajib menerimanya, tidak dibolehkan untuk menolaknya hanya karena menyimpang dengan kebiasaan atau tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan.

Kita tetap harus memercayainya selama hal itu masih dalam batas kemungkinan menurut akal, walaupun mustahil menurut kebiasaan. Dalam menyikapi hadits seperti tadi Syaikh Yusuf sependapat dengan Ibn Taimiyyah, yaitu menghindari ta’wil dan mengembalikan hal itu pada Allah.

h. Memastikan makna kata-kata dalam haditsuntuk dapat memahami hadits dengan sebaik-baiknya, menurut beliau penting

sekali untuk memastikan makna dan konotasi kata-kata yang digunakan dalam susunan kalimat hadits. Sebab, konotasi kata-kata tertentu adakalanya berubah dari suatu masa ke masa lainya, dan dari satu lingkungan ke lingkungan lainya.9 Seperti pada contoh hadits bahwa tashwir (pembuatan gambar atau pembentukan rupa) merupakan hal yang dilarang dan mushawir (pembuat gambar) diancam dengan siksa yang pedih, tetapi pada saat ini kata tashwir sudah digunakan untuk suatu kegiatan pengambilan gambar dengan kamera, maka kurang tepat bila kita masukkan istilah tersebut pada hadits tadi karena masa penggunaan kata dalam masa hadits itu disampaikan dan masa sekarang sudah berbeda.

B. Ilmu-ilmu yang membantu dalam memahami hadits

7 Suryadi, metode kontemporer memahami hadits nabi.teras:yogyakarta,2008.hlm 1688 Ibid., hlm. 1759 Yusuf al-Qaradhawi, Kaifa Nata’amal Ma’a As-Sunnah An-Nabawiyah, Al-Qâhirah: Dâr al-Syurûq,2002, hlm. 179

Page 6: Metode Memahami Hadits

Hadits tidak bisa diaplikasikan secara langsung tanpa dukungan ilmu lain. Oleh karena itu, setidaknya ada beberapa ilmu yang dapat digunakan untuk membantu dalam memahami sebuah hadits, di antaranya:

a.       Ilmu Asbabul Wurud

Ilmu ini sangat penting untuk memahami sebuah hadits, sehingga Syekh Mahfudz at-

Tirmisi menyatakan: “Memahami sebab turunnya hadits merupakan cara yang kuat untuk

memahami hadits”. Di antara pentingnya ilmu asbabul wurud adalah untuk menjelaskan makna

hadits, di samping itu, untuk menjelaskan aspek hikmah di balik pensyariatan suatu hukum.

b.       Ilmu Tawarikh al-Mutun

Ilmu ini adalah ilmu yang mengkaji tentang sejarah matan hadits. Termasuk dalam

konteks  ilmu tawarikh al-mutun sebenarnya perlu dikembangkan teori kategori hadits-hadits

makkiyah dan madaniyyah, sebab boleh jadi masing-masing redaksi akan memiliki kekhasan

redaksional maupun isi kandungannya. Di samping itu, pengetahuan hadits makkiyyah dan

madaniyyah juga akan memberikan informasi tentang bagaimana evolusi perkembangan syariat

Islam.

c.       Ilmu al-Lughah

Ilmu lughah dengan berbagai cabangnya jelas sangat penting, sebab teks-teks hadits itu

menggunakan bahasa Arab, sementara bahasa itu memiliki unsur dan aspeks-aspeks yang

sangat kompleks, sehingga jelas bahwa dalam memahami sebuah hadits harus bisa ilmu bahasa

Arab secara memadai.10

  

d.      Hermeneutika

Hermeneutika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, hermenia yang disetarakan

dengan exegesis, penafsiran atau hermeneuin yang berarti menafsirkan. Sedangkan, secara

terminology berarti penafsiran terhadap teks tertulis yang memiliki waktu yang panjang dengan

audiensinya.

Hermeneutika terhadap teks hadits menuntut diperlakukannya teks hadits sebagai

produk lama dapat berbicara secara komunikatif . dengan demikian dengan pendekatan ini tidak

menafikan kedinamisan masyarakat serta tidak menafikan keberadaan teks-teks hadits sebagai

produk masa lalu. Oleh karenanya, upaya mempertemukan horison masa lalu dan horizon masa

kini dengan dialog triadic diharapkan dapat melahirkan wacana pemahaman yang lebih

10 Abdul Mustaqim, Ilmu Ma’anil Hadits Paradigma Interkoneksi, Idea Press: Yogyakarta,

2008, hlm. 18.

Page 7: Metode Memahami Hadits

bermakna dan fungsional bagi manusia. Hermeneutika dapat dilihat dari berbagai pendekatan,

di antaranya:

1)      pendekatan bahasa(linguistic)

Penelitian matan hadits ditinjau dari sudut pendekatan bahasa mencakup dua hal.

Pertama, penelitian terhadap keaslian kata ditinjau dari sudut dikenal tidaknya kata itu

pada kurun masa kenabian dan sahabat. Kedua, ketepatan kata yang digunakan oleh

periwayat yang meyakinkan sesuai dengan kejadian di masa Nabi.

2)      Pendekatan konteks historis

Pendekatan ini dilakukan sebagai satu usaha dalam mempertimbangkan kondisi

historis pada saat hadits dimunculkan. Pendekatan semacam ini telah diperkenalkan oleh

ulama hadits sejak dahulu dengan nama ilmu asbabul wurud.

3)      Pendekatan sosiologis dan antropologis

Pendekatan sosiologis menyoroti sudut posisi manusia yang membawanya

kepada perilaku itu. Sedangkan pendekatan antropologis adalah analisa yang dilakukan

dengan memperhatikan terbentuknya pola-pola perilaku dalam sebuah tatanan nilai yang

dipegang dalam kehidupan manusia.

4)      Pendekatan falsafi

Pendekatan ini berdasarkan logika dan rasio. Model ini dikembangkan oleh

ulama yang menolak hadits yang bertentangan dengan akal.11

C. Cara mengamalkan hadits nabi1 - Tidak didapati hadits shahih yang bertentangan dengan hadits shahih yang mau diamalkan, sebagaimana yang telah di jelaskan oleh al-hafiz Ibnu Hajar didalam Syarah Nukhbah:

أي المعارضة من سلم إن ألنه به، معمول وغير معمول إلى أيضا ينقسم المقبول ثمفهو يضاده خبر يأت المحكم لم

Artinya : Hadits yang Maqbul ( diterima terdiri dari shahih dan hasan ) terbagi juga kepada yang boleh diamalkan dan tidak boleh diamalkan, karena jika tidak terdapat bersamanya hadits yangbertentangan dengannya maka hadits tersebut dijadikan hukum ( diamalkan ).

11 Kurdi dkk, Hermeneutika al-Quran & Hadits, Elsaq Press: Yogyakarta, 2010, hlm. 375

Page 8: Metode Memahami Hadits

2 - Kalau terdapat hadits yang bertentangan dengannya maka masalah ini menjadi beberapa bagian:

a . Jika hadits yang bertentangan dlo`if dan shahih maka diamalkanlah hadits yang shahih.

b . Jika hadits bertentangan shahih dan shahih, maka dikumpulkan hukumnya jika bisa atau boleh dikumpulkan dan disatukan.

c . Jika hadits tersebut tidak dapat dikumpulkan dan disatukan maka perlu mengetahui mana diantara keduanya datang terdahulu dan datang kemudian, jika diketahui, maka yang terdahulu datangnya menjadi Mansukh, sementara yang datang terbelakang di sebut Nasikh, yang diamalkan adalah hadits yang Nasikh.

d . Kalau tidak diketahui mana yang terdahulu dan terbelakang, maka perlu menggunakan cara pentarjihan ( pengkuatan ) hadits yang dilihat dari segi sanad, matan dan yang lainnya.

e . Jika tidak mampu di tarjihkan diantara kedua hadits tersebut, maka kedua-kedua hadits tersebut tidak dapat diamalkan selama tidak dapat jalan keluar untuk pentarjihannya.

f . Apabila salah satu hadits memiliki makna umum, yang lainnya bersifat khusus maka kita mendahulukan dalam mengamalkan hadits yang khusus.

g . Apabila salah satunya Muthlak yang lainnya muqayyad, maka didahulukan hadits yang Muqayyad.

h . Bahwa hadits yang mau diamalkan tidak khusus bagi Rasul, atau Rasul mengkhususkannya kepada seseorang.

Page 9: Metode Memahami Hadits

BAB IIIKESIMPULAN

Dalam memahami hadits maka diperlukan beberapa metode yang harus diketahui, namun juga terdapat berbagai corak atau pendapat dalam memahami hadits ini diantaranya perbedaan pendapat antara kelompok tekstualis dan kelompok kontekstualis

Di antara beberapa ulama yang menawarkan metode dalam memahami hadits adalah Syaikh Yusuf Qardhawi, diantara metode tersebut adalah Memahami Sunnah dengan Tuntunan Al-Qur’an, Mengumpulkan Hadits-Hadits yang Satu Tema dan Pembahasan pada Satu Tempat, Memadukan Hadits-Hadits yang kontradiktif (mukhtalaful hadits), Mengetahui Asbabul Wuruud Hadits, dll

Selain itu dalam dalam memahami hadits kita juga dituntut mengetahui ilmu-ilmu yang membantu dalam memahami hadits ini. Ilmu-ilmu yang dimaksud yaitu seperti asbabul wurud (sebab-sebab), tawarih al mutun (sejarah matan hadits), al lughah (berbahasa arab) dan hermeneutika (penafsiran).

Serta beberapa cara dalam pengamalan hadits dalam kehidupan kita sebagai berikut; jika hadits yang bertentangan dlo`if dan shahih maka diamalkanlah hadits yang shahih, jika hadits bertentangan shahih dan shahih, maka dikumpulkan hukumnya jika bisa atau boleh dikumpulkan dan disatukan, kalau tidak diketahui mana yang terdahulu dan terbelakang, maka perlu menggunakan cara pentarjihan ( pengkuatan ) hadits yang dilihat dari segi sanad matan beserta yang lainnya, dan perlu diketahui bahwa hadits yang mau diamalkan tidak khusus bagi Rasul, atau Rasul mengkhususkannya kepada seseorang.

Daftar Pustaka:Agil Husain Al-Munawwar dan Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud : Studi Kritis Atas Hadits Nabi, Pendekatan Sosio, Historis, Kontekstual Cet.1 ; Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001Kurdi dkk, Hermeneutika al-Quran & Hadits, Elsaq Press: Yogyakarta, 2010Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadits Nabi, teras : Yogyakarta, 2008 Yusuf al-Qaradhawi, Kaifa Nata’amal Ma’a As-Sunnah An-Nabawiyah, Al-Qâhirah: Dâr al-Syurûq,2002,http://www.kajiansunnah.net/2011/11/8-kaidah-memahami-sunnah.html (diakses pada 30 September 2013)http://abuimam30.blogspot.com/2011/06/metode-pemahaman-hadis.html (diakses pada 30 September 2013)http://shirazy92.blogspot.com/search?q=Metode+Memahami+Hadits+terhadap+Isu-isu+Aktual+dan+Kontemporer (diakses pada 30 September 2013)http://mamanpermatahati.blogspot.com/search?q=Metode+Memahami+Hadits+nabi(diakses pada 30 September 2013)http://allangkati.blogspot.com/search?q=Mengamalkan+hadits+Shahih(diakses pada 30 September 2013)