METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

77
METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I) Oleh: Samsuri NIM: 104051001802 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H / 2010 M

Transcript of METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

Page 1: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh:

Samsuri NIM: 104051001802

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1430 H / 2010 M

Page 2: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Untuk memenuhi Persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh:

Samsuri

NIM: 104051001802

Pembimbing

Prof. Dr. Murodi, MA

NIP : 119640705 199203 1 003

JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1430 H / 2010 M

Page 3: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul “Metode Dakwah Ali bin Abi Thalib” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 16 Desember 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata I (S1) pada jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Jakarta, 16 Desember 2009

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota

Dr. Arief Subhan, MA NIP. 199600110 199703 1 004

Sekretaris Merangkap Anggota

Umi Musyarofah, MA NIP. 1971618 197703 2 002

Anggota:

Penguji I

Drs. Jumroni, M. Si NIP. 19630515 199203 1 006

Penguji I

Drs. Wahidin Saputra, MA NIP. 19700903 199603 1 001

Pembimbing

Prof. Dr. Murodi, MA NIP. 119640705 199203 1 003

Page 4: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa:

1. skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang di ajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S-1) di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Januari 2010

Samsuri

Page 5: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

ABSTRAK Samsuri Metode Dakwah Ali bin Abi Thalib

Sesuai dengan misinya sebagai “rahmatan lil ‘alamin” Islam harus ditampilkan

dengan wajah menarik supaya umat lain mempunyai pandangan bahwa kehadiran islam bukan sebagai ancaman bagi eksistensi mereka melainkan pembawa kedamaian dan ketentraman dalam kehiduoan mereka sekaligus sebagai pengantar menu kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh sebab itu, diperlukanpara pelaku dakwah aktif yang mampu meng-ejawantah-kan misi tersebut serta mempunyai pemahaman yag mendalam seperti memiliki kemampuan mencari materi yang cocok, mengetahui psikologis objek dakwah secara tepat, memilih metode yang representative. Oleh karena itu, maka dalam skripsi ini penulis akan membahas tentang metode yang digunakan khalifah Ali bin Abi Thalib dalam dakwah beliau. Alasan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui apakah metode dakwah yang di gunakan khalifah Ali bin Abi Thalib. Mengenai rumusan masalah yang dipakai dalam skripsi ini adalah apa metode dakwah yang digunakan Ali bin Abi Thalib dalam membangun dakwah. Sebab khalifah telah wafat, maka penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan (library reseach) dan menggunakan pendekatan kualitatif. Artinya penullissmencari buku-buku yag berkaitan dengan khalifah Ali bin Abi Thalib atau yang berhubungan dengan judul yang diteliti diperpustakaan, kemudian data-dta yang ditemukan dianalisis dengan metode histories. Dalam hal ini penulis mencoba memaparkan atau menggambarkan tentang bagaimana metode dakwah khalifah Ali bin Abi Thalib dan pesan yang beliau sampaikan bagi pengembangan dakwah. Untuk menganalisis hasil temuan dari buku, penulis menggunakan teori-teori terutama tentang metode dakwah yang terdiri dari metode al-hikmah, al-mauidzhotil hasanah, dan al-mujadalah. Pada ketiga macam metode dakwah inilah yang lebih ditekankan penulis untu menganalisis metode dakwah Ali bin Abi Thalib. Riset penulis, Khalifah Ali bin Abi Thalib dalam dakwah nya menggunakan ketiga metode dakwah yakni bil hikmah, al-mauidzotil hasanah, dan al-mujadalah. Meski sedari kecil hingga dewasa Ali selalu dihadapkan pada peperangan, kemuliaan sifat Ali membuat ia harus bernegosiasi pada saat berhadapan dengan musuh, serta kecerdasan yang beliau miliki mengharuskan beliau dlam meliahat setiap permasalahan selalu dengan sikap bijaksana, tidak jarang Ali terlebih dahulu mengajak musuhnya mengikuti ajaran Allah dan Rasulnya, jika tidak berhasil maka dengan terpaksa Ali harus menggunakan apa yang seharusnya dilakukan. Inti dari penelitian ini adalah sebuah harapan agar para da’I dan da’iyah memiliki tambahan referensi serta senantiasa menciptakan sebuah metode terkini sehingga tercapailah hasil optimal sesuai dengan apa yang telah dicita-citakan.

Page 6: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT yang telah memberikan

kemudahan dalam proses pembuatan skripsi.

Shalawat dan salam sejahtera semoga terlimpah curahkan kepada baginda

nabi Muhammad SAW, yang te;lah membawa risalah dinul islam sebagai jalan

hidup bagi seluruh umat manusia. Selama dalam perkuliahan dan penulisna skripsi

in penulis mendapat banyak bimbingan dari berbagai pihak. Dengan segala

kerndahan hati, penulis menghaturkan rasa terimakasih yang setulus-tulusnya

kepada:

1. Ayahanda tercinta Bpk. Dani, dna Ibunda tercinta Ibu Roiyah yang selama

hidup telah banyak memberikan seluruh kasih sayang dan doanya, serta

membantu penulis baik moril maupun materil yang tak henti hingga kini.

2. Bpk. Dr. Arief Subhan, M.A. Selaku Dekan Fakultas Dakwah &

Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bpk. Drs. Wahidin Saputra, M.A., dan Ibu Hj. Umi Musyarofah, M.A.

Selaku Ketua dan sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam.

4. Bpk. Prof Dr Mrodi M.A, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

memberikan banyak ilmu dan meluangkan waktunya, sehingga skripsi ini

dapat terselesaikan.

Page 7: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

5. Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama dan Pepustakaan Fakultas dakwah

dan komunikasi yang telah banyak memberikan kemudahan kepada

peneliti.

6. Seluruh dosen dan karyawan Faultas Dakwah dan Komunikasi yang telah

memberikan banyak ilmu, mudah-mudahan menajdi ilmu yang

bermanfaat.

7. Para shabat terbaikku, teman-teman KPI B angkatan 2004/2005 dan semua

pihak yag tidak tersebutkan namanya yang telah banyak membantu

peneliti dan memberikan semangat sehingga skripsi ini dpat terselesaikan.

8. Adik-adikku tersayang dan “permata” yang selalu setia memberikan

motifasi tak henti selama penulisan skripsi.

Akhirnya, hanya kepada Allah SWT peneliti serahkan semua ini, semoga

bantuan dari semua pihak dapat diadikan amal shaleh disisi Allah, dan

harapan peneliti mudah-mudahan karya ilmiah yang sederhana ini dapat

menjadi ilmu yang bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan

terutama Dakwah dan Komunikasi.

Jakarta, 11 November 2009

Peneliti,

Page 8: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………...

DAFTAR ISI…………………………………………………………………..

ABSTRAK……………………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………1

A. Latar Belakang Masalah…………………………………………………1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah……………………………………4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………………………..4

D. Metodologi Penelitian……………………………………………………5

E. Tinjauan Pustaka…………………………………………………………8

F. Sistematikan Penelitian…………………………………………………..8

BAB II TINJAUAN TEORI TENTANG METODE DAKWAH……11

A. Pengertian Metode………………………………………………………11

1. Etimologi dan Terminologi……………………………………………...11

B. Pengertian Dakwah……………………………………………………...12

1. Etimologi dan Terminologi Dakwah……………………………………12

2. Metode-metode Dakwah………………………………………………..15

Page 9: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

BAB III BIOGRAFI ALI BIN ABI THALIB…………………………22

A. Riwayat Hidup Ali binAbi Thalib……………………………………...22

B. Prestasi-prestasi yang dicapai Ali bin Abi Thalib……………………...36

BAB IV DAKWAH ALI BI ABI THALIB……………………………44

A. Metode Dakwah Ali bin Abi Thalib……………………………………44

B. Analisis Metode dakwah Ali bin Abi Thalib…………………………...48

BAB V PENUTUP……………………………………………………...63

A. Kesimpulan……………………………………………………………..63

B. Saran-saran……………………………………………………………..64

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 10: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama yang abadi yang terangkum dalam teks-teks al-Quran

dan sunah Rasulullah saw, sosok yang tak pernah mengucapkan satu kata pun dari

mulutnya kecuali wahyu Tuhan semesta Alam. Allah swt dan Rasul-Nya telah

mengetahui bahwa umatnya akan berbeda pendapat setelah kepergian beliau.

Sehingga atas dasar inilah, al-Quran telah menurunkan obor penerang kepada

umat yang dapat digunakan selepas Rasulullah saw, pelita yang dapat menuntun

manusia sehingga mengikuti jejak yang pernah ditinggalkan oleh beliau, dan dapat

membantu mereka dalam memahami dan menafsirkan arahan-arahannya, obor itu

tak lain adalah ahlulbait a.s yakni para sahabat sepeninggalnya.1

Tak dapat dipungkiri bahwa kepergian Rasulullah SAW telah membawa

angin lain dalam kehidupan para sahabat. Terjadinya pertemuan tsaqifah yang

menghasilkan pemilihan khalifah pertama meski Rasulullah SAW belum

dimakamkan. Pada tahun ke-13 H, khalifah pertama, Abu Bakar as-Shiddiq,

meninggal dunia dan menunjuk khalifah Ustman bin Affan. Pada tahun 35 H,

khalifah Ustman terbunuh dan kaum muslimin secara demokrasi memilih serta

menunjuk Imam Ali sebagai khalifah dan pengganti Rasulullah SAW dan sejak

saat itulah beliau memimpin negara Islam.

Selama masa kekhalifahannya yang hampir 4 tahun 9 bulan, Ali mengikuti

cara yang digunakan Nabi dan mulai menyusun sistem yang islami dengan

1 Tim The Ahl-Ul Bayt Word Assembly, Teladan Abadi Ali bin Abi Thalib, (Jakarta: al-Huda, 2008), cet-1. h.23

1

Page 11: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

2

membentuk gerakan spiritual dan pembaharuan. Hapir sebagian besar hari-hari

pemerintahan Imam Ali bin Abi Thalib r.a digunakan untuk peperangan intern

melawan pihak-pihak oposisi yang sangat merugikan Negara Islam seperti perang

jamal, perang Siffin serta perang Nahrawan.

Imam Ali adalah sosok manusia perkasa dengan segala karakteristik yang

khas dan sifat-sifatnya yang istimewa, sosok manusia yang paling mengagumkan

dan paling sempurna disepanjang sejarah keberadaan manusia. Beliau adalah

sosok pahlawan yang menghunus pedang demi membela risalah Allah dan wahyu

langit. Perang-perang yang pernah diterjuninya seperti Badar, Uhud, Khaibar serta

Ahzab bercerita sendiri tentang bagaimana keberanian, pembelaan, keteguhan,

serta ketinggian daya juang beliau.

Apabila menceritakan tentangnya dari sudut pandang ilmu dan

pengetahuan kita akan tertawan oleh pemikiran-pemikirannya yang cemerlang,

yang dipenuhi muatan balaghah dan kefasihan bicara. Beliau merupakan pintu

untuk memasuki kota pengetahuan Rasulullah saw. Kunci-kunci syariat berada

dalam genggamannya, betapa banyak Syubhat yang telah beliau robohkan dan

banyak hal-hal samar yang telah beliau kuak. Betapa banyak persoalan-persoalan

rumit dan teka-teki membingungkan yang sudah beliau pecahkan.

Ali adalah seorang yang tegas saat bicara dan adil saat memutuskan.

Sehingga tak heran, ketika beliau memangku kekhalifahan, kebenaran kembali ke

tempat semulanya. Ketidakadilan diluruskan dan segalanya dibagi tanpa

perbedaan.

Page 12: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

3

Jika mencermati kezuhudan beliau, maka beliaulah yang paling zuhud dan

kuat beribadah. Pada dirinya, akan ditemukan sosok seorang sufi yang

meninggalkan dunia ini secara keseluruhan sehingga yang ada dibenaknya

hanyalah tujuan akhirat semata2.

Sifat-sifat mulia yang dimiliki Ali tersebut di atas tentunya menjadi modal

utama yang harus dimiliki da’I dalam setiap pelaksanaan dakwah. Karena dakwah

merupakan kewajiban setiap individu muslim kapanpun dan dimanapun berada.

Berdakwah tidak dapat dilaksanakan dengan asal-asalan, melainkan harus dengan

metode, karena yang diseru adalah manusia yang mempunyai pikiran dan

pendirian. Jika dakwah salah dalam pendekatan maka dapat dipastikan dakwah

tidak akan memenuhi sasaran, bahkan mungkin saja muncul efek yang

sebaliknya.3

Memilih cara dan metode yang tepat, agar dakwah menjadi aktual, faktual

dan kontekstual, menjadi bagian strategis dari kegiatan dakwah itu sendiri. Tanpa

ketepatan metode dan keakuratan cara, kegiatan dakwah akan terjerumus kedalam

upaya sia-sia. Aktivitas dakwah akan berputar dalam pemecahan problema tanpa

solusi dan tidak jelas ujung pangkal penyelesaiannya.4

Oleh sebab itu, perlu kiranya jika dilakukan penelitian tentang metode-

metode apa saja yang dilakukan Ali bin Abi Thalib terkait dengan eksistensinya

sebagai Khalifah keempat.

Sehingga peneliti akan meneliti dengan judul “METODE DAKWAH

ALI BIN ABI THALIB” 2 Abbas Ali al-Musawi, Ali bin Abi Thalib Manusia Sempurna, (Jakarta: Cahaya, 2008) cet 1, h. 10 3 Nana Rukmana D.W. Masjid dan Dakwah, (Jakarta: al-Mawardi Prima, 2002) cet 1, h.164 4 Munzir Supatra dan Harjani Hefni (ed), Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2003), h.xiii

Page 13: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

4

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis membatasi masalah hanya pada metode

dakwah yang dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib sesudah menjadi khalifah

keempat yaitu selama 4 tahun 9 bulan.

2. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam pembahasan skripsi ini adalah:

a. Apa metode dakwah yang dilakukan Ali bin Abi Thalib selama menjadi

khalifah dalam mengembangkan?

b. Apa saja pesan yang beliau sampaikan bagi pengembangan dakwah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

a. Metode dakwah yang digunakan oleh Ali bin Abi Thalib selama menjadi

khalifah dalam mengembangkan dakwah.

b. Apa saja pesan yang beliau sampaikan bagi pengembangan dakwah.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

1) Dalam penelitian ini kiranya memberikan informasi kepada semua

kalangan yang terkait di dunia dakwah, khususnya jurusan Komunikasi

Penyiaran Islam dalam upaya meningkatkan mutu dakwah.

Page 14: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

5

2) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi

pengembangan ilmu pengetahuan, terutama tentang dakwah.

3) Memberikan wawasan dan pengetahuan dalam upaya mengembangkan

studi komunikasi dan dakwah, sehingga pesan-pesan dakwah dapat

diterima oleh masyarakat sesuai dengan tujuan dakwah.

b. Manfaat praktis

1) Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah sumbangan

pemikiran tentang metode dakwah.

2) Sebagai penambahan pustaka yang nantinya diharapkan menambah

pemahaman secara mendalam mengenai metode dakwah.

3) Untuk menambah wawasan akademisi dan praktisi dakwah agar

mengembangkan metode dakwahnya dilapangan serta dakwah yang

disampaikannya mudah dimengerti dan diterima.

D. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Seperti lazimnya karya ilmiah pada sebuah karya tulis. Setiap penulis

diharuskan menggunakan metode tertentu dalam penelitiannya. Penulis harus

membuat langkah-langkah atau landasan berpijak dalam melakukan penelitian

dengan teori-teori yang sudah ada dan yang berkaitan dengan konteks Islam. Pada

tahap berikutnya dapat dijelaskan secara sistematis dengan bahasa yang mudah

dicerna dan dipahami. Oleh karena itu metode yang digunakan dari hasil

penelitian nanti menggunakan metode histories.

Page 15: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

6

Metode histories adalah studi tentang masa lalu dengan menggunakan

kerangka berbagai tahap generalisasi untuk memaparkan, menafsirkan dan

menjelaskan data. Metode Histories bertujuan merekonstruksi masa lalu secara

sistematis dan objektif dengan mengumpulkan, menilai, memverifikasi dan

menyintesiskan bukti untuk menetapkan fakta dan mencapai konklusi yang dapat

dipertahankan. Dengan metode histories, penulis mencoba menjawab masalah-

masalah yang dihadapinya.

Penulis mengambil sumber data dari hasil penelitian kepustakaan (Library

Research). Penelitian kepustakaan (library Research) adalah cara pengumpulan

data dengan berusaha mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan, dipakai,

digunakan dan diperhitungkan dalam penelitian.

Data sepenuhnya diambil dari penelitian kepustakaan dengan

mengandalkan pada bacaan baik buku maupun tulisan yang mempunyai relevansi

dengan judul penelitian ini, dan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan pendekatan kualitatif.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah Khalifah Ali bin Abi Thalib, sedangkan

yang menjadi objek dari penelitian ini adalah metode dakwah yang digunakan Ali

bin Abi Thalib selama menjadi khalifah keempat.

3. Tekhnik pengumpulan sumber data.

Dengan cara mengumpulkan karya-karya yang berkaitan dengan dakwah

Ali bin Abi Thalib.

a. Data Primer.

Page 16: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

7

Sumber primer adalah buku yang berjudul:

Imamul muhtadin sayidina Ali bin Abi Thalib, Ali bin Abi Thalib sang

putera ka’bah, Ali bin Abi Thalib manusia sempurna, keagungan Ali bin

Abi Thalib, Kumpulan Khutbah Ali bin Abi Thalib, Posisi Ali bin Abi

Thalib di pentas sejarah Islam, Teladan Ali bin Abi Thalib.

b. Data sekunder

Sumber sekunder yang digunakan adalah buku-buku yang berhubungan

dengan konsep dakwah Ali bin Abi Thalib diantaranya:

Metode Dakwah, Metodologi dakwah kontemporer, Dakwah bil Hikmah,

Hukum Dakwah, metode penelitian ilmu dakwah, 1001 cara berdakwah.

4. Tekhnik Analisis Data

Dari data yang dikumpulkan dengan penelusuran melalui literatur

kepustakaan kemudian penulis menganalisis, menerangkan, membandingkan, dan

selanjutnya menginterpretasikan data yang terkumpul secara apa adanya

kemudian disajikan dalam skripsi ini.

Adapun tekhnik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku

pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi Cet Ke-2 yang diterbitkan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 17: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

8

E. TINJAUAN PUSTAKA

Dari sekian banyak skripsi yang membahas metode dakwah seorang tokoh,

namun tidak satupun penulis menemukan skripsi yang membahas tentang metode

dakwah Ali bin Abi Thalib.

Walaupun ada beberapa skripsi yang membahas tentang metode dakwah,

tetapi tidak ada satu skripsi yang membahas tentang metode dakwah khalifah Ali

bin Abi Thalib.

Skripsi itu diantaranya yang berjudul; “Metode dakwah Habiburrahman Al

Shirazy dalam novel islam” yang membahas tentang dakwah bil qalam

Habiburrahman yaitu melalui tulisan, atas nama Siti Shobariyatul Irfani, “Metode

dakwah Yusuf Mansur” yang membahas tentang dakwah bil lisan Yusuf Mansur

yaitu melalui ceramah, atas nama Agus Salim Wahid, “Metode Dakwah dalam

surat an-Nahl menurut pandangan DR. Yusuf Qardhawi” yang membahas tentang

Metode Dakwah dalam surat an-Nahl ayat 125, atas nama Fitri Siti Nurmaya

Sopa. “Metode dakwah Umar bin Khattab” yang membahas tentang Metode

Dakwah Umar bin Khattab, atas nama Budi santoso.

Oleh karena itu, penulis berusaha membandingkan karya tulis terdahulu

dengan skripsi yang penulis kerjakan ini, dalam hal ini tentang metode dakwah.

F. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab

dibagi ke dalam beberapa Sub bab.

Page 18: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

9

Agar pembahasan dapat dilakukan secara terarah dan sistematis, maka

sistematika penulisan dalam peelitian adalah sbb:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab I, penulis menguraikan beberapa hal yang berkaitan dengan

penelitian ini. Pada bagian awal, diuraikan tentang latar belakang masalah,

pembahasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan diakhiri dengan uraian tentang

sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Pada Bab ini dibahas tentang metode dakwah. Agar pembahasan ini jelas,

maka akan dikemukakan tentang definisi kedua istilah tersebut, baik

definisi etimologis maupun terminologisnya. Selain itu, penulis juga akan

mengemukakan macam-macam metode dakwah.

BAB III BIOGRAFI ALI BIN ABI THALIB

Bab ini berisikan riwayat hidup Ali bin Abi Thalib sesudah menjadi

khalifah serta prestasi-prestasi yang dicapai Ali bin Abi Thalib.

BAB IV DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

Bab ini berisikan metode dakwah khalifah Ali bin Abi Thalib

Page 19: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

10

BAB V PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran-saran untuk mencapai hasil yang

lebih baik.

Page 20: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

11

BAB II

TINJAUAN TEORI TENTANG METODE DAKWAH

A. Pengertian Metode

1. Etimologi dan Terminologi

Al-uslub (metode) adalah kata yang berasal dari fi’il (kata kerja) salaba

yang artinya menang atau membunuh. Sedangkan al-istilab adalah al-ikhtilas atau

al-salb yang artinya adalah berjalan pelan namun cepat. Sedangkan al-uslub

(metode) adalah cara atau seni1.

Dari segi bahasa metode berasal dari dua perkataan yaitu meta (melalui)

dan hodos (jalan, cara). Sumber lain menyebutkan bahwa metode berasal dari

bahasa jerman methodica artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa Yunani

metode berasal dari kata methodos artinya jalan, yang dalam bahasa Arab disebut

thariq.2 Dalam bahasa latin metode berasal dari kata methodus yang berarti cara

atau jalan. Sedangkan dalam bahasa inggris methode dijelaskan dengan methode

atau cara.3

Kata metode telah menjadi bahasa Indonesia yang memiliki pengertian

“Suatu cara yang bisa ditempuh atau cara yang ditentukan secara jelas untuk

mencapai dan menjelaskan suatu tujuan, rencana sistem, tata pikir manusia”.

Dalam menyampaikan suatu pesan, metode sangat penting peranannya, suatu

1 Abdullah Ahmad al-‘Allaf, 1001 cara berdakwah, (Solo: Ziyad Visi Media, 2008), h. 21 2 Hasanuddin, Hukum Dakwah, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 35 3 Soejono Soemargono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta: nur Cahaya, 1983), h. 17

11

Page 21: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

12

pesan walaupun baik, namun disampaikan dengan metode yang tidak benar, pesan

itu bisa saja ditolak oleh si penerima pesan4.

Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu

pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki, cara kerja yang

bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan

yang ditentukan5.

Dari beberapa definisi tentang metode yang telah dipaparkan diatas,

penulis menyimpulkan bahwa metode adalah cara yang telah diatur dan melalui

proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud.

B. Pengertian Dakwah

1. Etimologi dan Terminologi

Kata dakwah secara bahasa (etimologi) adalah bentuk masdar dari kata

yad’u (fi’il mudhari) dan da’a (fi’il madhi) yang artinya adalah memanggil (to

call), mengundang (to invite), mengajak (to summer), menyeru (to propo),

mendorong (to urge) dan memohon (to pray).6

Makna lain kata dakwah secara bahasa adalah : “do’a”, “seruan”,,

“panggilan”, “ajakan”, “undangan”, “dorongan” dan “permintaan”, berakar dari

kata kerja “da’a”, yang berarti “berdoa”, “memanggil”, “menyeru”,

“mengundang”, “mendorong”, dan “mengadu”.7

4 Nurul Badruttamam, Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher, (Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2005 ), cet 1, h. 52 5 Wardi Bachtiarr, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h.59 6 Narson Munawr, Kamus Al Munawir, (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1994), h. 439 7 Toha Yahya Umar, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Widya Karsa Pratama, 1992), h.1.

Page 22: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

13

Maka secara terminologi (lughah) pengertian dakwah merupakan suatu

proses penyampaian pesan-pesan tertentu yang berupa ajakan dan seruan dengan

tujuan agar orang lain memenuhi ajakan tersebut8.

Secara terminologi pengertian dakwah dimaknai dari aspek positif ajakan

tersebut, yaitu ajakan kepada kebaikan dan keselamatan dunia dan akhirat.9

Dakwah pada hakikatnya tidak hanya menyeru atau mengajak manusia,

tetapi lebih dari itu adalah mengubah manusia baik individu maupun kelompok,

menuju ajaran dan nilai-nilai Islam. Maka konsep dakwah Islam memuat juga

konsep perubahan individu dan transformasi sosial, perubahan individu dan

transformasi sosial yang dimaksud adalah perubahan dan transformasi dari kondisi

kurang baik atau tidak baik menuju kepada kondisi yang lebih baik.10

Para ahli mendefinisikan dakwah dengan pengertian yang beraneka ragam

sebagai berikut:

1. Syaikh Ali Mahfuz mengemukakan bahwa dakwah adalah: “Menolong

manusia agar berbuat kebaikan dan menurut petunjuk, menyeru mereka

berbuat kebajikan dan melarang mereka dari perbuatan munkar, agar

mereka mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat.”11

2. S.M. Nasarudin Latif mengemukakan bahwa dakwah adalah “Usaha atau

aktifitas dengan lisan atau tulisan dan lainnya untuk beriman dan mentaati

Allah SWT sesuai dengan garis-garis syariat serta akhlak islamiyah.”12

8 Siti Muriah, Metodologi Dakwah Kontemporer, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000), h.2-3 9 Moh. Ali Azis, Dakwah bil Hikmah (Jakarta: Mitra Kencana, 2004), h.4 10 Irfan Hielmy, Dakwah bin Hikmah (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002) h. 9-10 11 Syeik Ali Makhfuz, Hidayat al Murtasyidin, Terjemahan Hodijah Nasution, (Yogyakarta: Tiga A, 1970), h. 17 12 Nasarudin Latif, Teri dan Praktek Dakwah Islamiyah, (Jakarta: Firma Dara, 1979), h.11

Page 23: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

14

3. Prof. Dr. Abu Bakar Aceh menulis: dakwah ialah perintah mengadakan

seruan kepada manusia untuk kembali dan hidup sepanjang ajaran Allah

yang benar, dilakukan dengan penuh kebijaksanaan dan nasihat baik.13

4. Toha Yahya Oemar mengatakan bahwa dakwah adalah mengajak manusia

dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah

Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan

akhirat.14

5. Ki Moesa A. Machfoeld, dalam bukunya mengatakan: Dakwah berarti

pangggilan, tujuannya membangkitkan kesadaran manusia untuk kembali

ke jalan Allah SWT, upaya ini bersifat ekspansif yaitu memperbanyak

jumlah manusia yang berada di jalan-Nya, sedangkan yang menjadi objek

panggilan adalah: Manusia yang berada diluar jalan Allah atau yang

meninggalkan jalan-Nya. Hakikat dakwah adalah memanggil atau

mengajak manusia kembali kepada agama. Hal ini karena pada hakekatnya

semua manusia dilahirkan dalam keadaan bertuhan atau beragama

situasi dan kondisi para penerima pesan

dakwah (Khalayak dakwah)”16

(makhluk religius).15

6. Ahmad Ghalwusy mendefinisikan dakwah adalah: “Menyampaikan pesan

Islam kepada manusia disetiap waktu dan tempat dengan berbagai metode

dan media yang sesuai dengan

13 Toto Jumantoro, Psikologi Dakwah dengan Aspek-asspek kejiwaan yang Qurani (Jakarta: Amzah, 2001), Cet Ke-1. h.18 14 Toha Yahya Oemar, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Widjaya, 1983), h.41 15 Ki Moesa A. Machfoed, Filsafat Ilmu Dakwah dan penerapannya, (Jakarta: Bulan BIntang, 2004), h.15-16 16 Ahmad Ghalwusy, Al-DA’wah Al-Islamiyah. (Kairo: Dar al-Kutub al-Mishr, 1987)

Page 24: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

15

Dari beberapa definisi di atas, maka dakwah dapat diartikan sebagai suatu

usaha, kegiatan, aktivitas dalam menyampaikan, menyeru, mengajak, mendorong

manusia untuk melakukan amal kebaikan sesuai perintah Allah SWT dan tidak

melakukan perbuatan mungkar (amar ma’ruf nahi munkar) dilakukan dalam

bentuk lisan, tulisan, perbuatan dan sebagainya dengan sadar dan terencana yang

disampaikan secara hikmah kebijaksanaan dengan tujuan memperoleh

kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat.

2. Metode-metode dakwah

Metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’I

(komunikator) kepada mad’u (objek dakwah) untuk mencapai suatu tujuan atas

dasar hikmah dan kasih sayang.17

Metode dakwah mencakup seluruh aktifitas kehidupan, karena kaum

muslimin dengan kemampuan yang ada pada dirinya bisa menjadikan setiap amal

yang diperbuat dan setiap aktivitas yang dilaksanakan sebagai jalan untuk

berdakwah menunjukkan manusia ke jalan yang lurus.18

Banyak metode dakwah yang disebutkan dalam al-Quran dan hadits akan

tetapi pedoman pokok dari keseluruhan metode tersebut adalah merujuk pada

Firman Allah Surat an-Nahl QS. 16:125:

نسح أيى هتالوجادلهم بحسنة بالحكمة والموعظة الكى سبيل ربلإع اد

بمن ضل عن سبيله و هو أعلم بالمهتدينإن ربك هو أعلم

17 Toto tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), h.43 18 Sayid Muhammad Nuh, Diterjemahkan Oleh: Ashfa Afkarina, Dakwah FArdiyah: Pendekatan Personal dalam dakwah, (Solo: Era Intermedia, 2000), h.26

Page 25: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

16

Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.19 Dari ayat tersebut secara garis besar ada tiga pokok metode dakwah, yaitu:

1. Bi al Hikmah

Dalam beberapa kamus, kata al-Hikmah diartikan; al-adl (keadilan), al hilm

(kesabaran dan ketabahan), al nubuwwah (kenabian), al ilm (ilmu pengetahuan),

al-Quran, Faslasah, kebijakan, pemikiran atau pendapat yang baik. Al-Haq

(kebenaran) meletakkan sesuatu pada tempatnya, kebenaran sesuatu, mengetahui

sesuatu yang paling utama dengan ilmu yang paling utama.20

Dalam bahasa komunikasi hikmah menyangkut apa yang disebut sebagai

frame of reference, field of reference dan field of experience, yaitu situasi total

yang mempengaruhi sikap terhadap pihak komunikan (objek dakwah).21

Beberapa Ilmiuan Islam memberi makna bi al hhikmah sebagai berikut:

a. Al-Maraghi memberi maknma bi al hikmah dengan lebih luas, yakni

dengan wahyu Allah yang telah diberikan epada manusia.22

b. M. Abduh berpendapat bahwa hikmah adalah mengetahui rahasia dan

faedah di dalam tiap-tiap hal. Hikmah juga digunakan dalam arti ucapan

yang sedikit lafadzh akan tetapi banyak makna. Ataupun diartikan

meletakkan sesuatu pada tempatnya.

19 Yayasan Penyelenggaraan Penerjemah/Penafsir al-Quran, al-Quran dan terjemahnya, Lembaga percetakan Raja Fahd, tt, h.93. 20 Asep Muhiddin, Agus Ahmad Syafe’I, Metode Pengembangan Dakwah (Bandung, CV. Pustaka Setia, 2002), h. 78 21 Toto Tasmono, Komunikasi Dakwah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1987), h. 37 22 Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz. 5, h. 161

Page 26: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

17

c. Al- Zamakhsari memberikan makna bi al hikmah sebagai perkataan yang

pasti benar, yakn dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghhilangkan

keraguan atau kesamaran. Kemudian ia uga mengartikan dengan Al-

Quran, yakni “Serulah mereka mengikuti kitab yang memuat al-

Hikmah.”23

d. Wahbah Al-Juhali memberikan makna bi al hikmah sebagai perkataan

yang jelas dengan dalil yang terang, yang dapat mengantarkan pada

kebenaran dan menyingkap keraguan.24

Dari pemaknaan al-hikmah tersebut, penulis menyimpulkan bahwa

dakwah bi al hikmah dakwah yang dilakukan dengan penuh kebijaksanaan,

kesabaran, keadilan, ketabahan, argumentative, dan filosofis, yang sesuai dengan

risalah kenbian (an-nubuwwah) dan ketentuan-ketentauan di dalam al-Quran

(Wahyu Allah), dalam rangka mengungkapkan al-haq (kebenaran0,

menghilangkan keraguan, dan memposisikan sesuatu pada tempatnya secara

proporsional berdasarkan ilmu yang paling utama dan ma’rifat.

Dakwah bi al hikmah yang berarti dakwah bijak, mempunyai makna selalu

memperhatikan suasana, situasi, dan kondisi mad’u (muqtadha al-hal). Hal ini

berarti menggunakan metode yang relevan dan realistis sebagaimana tantangan

dan kebutuhan, dengan selalu memperhatikan kadar pemikiran dan intelektual,

suasana psikologis, dan situasi social cultural mad’u.25

23 Asep Muhiddin, Dakwah dalam perspektif Al-Quran: Studi Kritis atas Visi, Misi dan Wawasan, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002), h.163 24 Wahbah Al-Juhali, At-Tafsir Al-Munir, Juz. 13-14, h.267. 25 Asep Muhiddin, Dakwah dalam Perspektif Al-Quran: Studi Kritis ata Visi, Misi dan WAwasan, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002), h.163

Page 27: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

18

Dengan demikian dakwah bi al hikmah yang merupakan metode dakwah

bijak, akan selalu memperhatikan kondisi mad’u dalam hal:

a. Kadar pemikiran, tingkat pendidikan dan intelektualitas mad’u.

b. Keadaan psikologis mad’u yag menjadi obek dakwah, dan

c. Suasana serta situasi social cultural mad’u.

Hal ini sejalan dengan pernyataan Sayyid Quthub. Ia menyatakan bahwa

untuk mewujudkan metode dakwah bi al hikmah harus memperhatikan tiga factor,

yaitu:

a. Keadaan dan situasi orang yang didakwahi.

b. Kadar atau ukuran materi dakwah yang disampaikan agar mereka tidak

merasakan keberatan dengan beban materi tersebut.

c. Meode penyampaian materi dakwah dengan membuat variasi sedemikian

rupa yang sesuai dengan kondisi pada saat itu.26

Prinsip-prinsip metode dakwah bi al hikmah ini ditujukan terhadap mad’u

yang kapasitas intelektual pemikirannya terkategorikan khawas, cendekiawan atau

ilmuan.27

2. Mauidzatil Hasanah (Nasehat yang Baik)

Secara bahasa, mauidzhah hasanah berasal dari kata wa’adza-ya’idzu-

wa’dzan-I’dzatan yang bersifat nasihat, bimbingan, pendidikan, dan peringatan.

Sementara hasanah artinya kebaikan.28

26 Sayyid Quthub, Fi Dzila Qal-Quran Jilid VII, Beirut, Ihya’ At-Turas Al-arabi, tt 27 Asep Muhiddin, ibid 28 Lois Ma’lub, Munjid Fi al-Lughah wa A’lam. (Beirut: Dar Fikr, 1990), h.466

Page 28: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

19

Dakwah dengan metode ini ditunjukkan pada manusia jenis kedua, yaitu

mereka yang memiliki fitrah terhadap kebenaran, tetapi ragu untuk memilih

mengikuti kebenaran yang disampain kepada mereka atau justeru mengikuti

kebatilan yang tumbuh disekelilingnya.

Adapun pengertian secara istilah ada beberapa pendapat antara lain:

a. Ali Mustafa Ya’qub menyatakan bahwa Mauidzah al Hasanah adalah

ucapan yang berisi nasihat-nasihat yang baik dimana ia dapat bermanfaat

bagi orang yang mendengarkannya, atau argumen-argumen yang

memuaskan sehingga pihak audience dapat membenarkan apa yang

disampaikan oleh subyek dakwah.29

b. Menurut Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi, Mauidzatil hasanah adalah

perkataan-perkataan yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau

memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau denan

al-Quran.30

Dari uraian di atas dapatlah diambil kesimpulan dari Mauizhatil hasanah

mengandung arti kata-kata yang masuk ke dalam kalbu dengan penuh kasih

saying dank e dlam perasaan dengan penuh kelembutan, tidak membongkar atau

membeberkan kesalahan ornag lain sebab kelemah-lembutan dlam menasihati

seringkali dapat melulukan hati yang keras dan menjinakkan kalbu yang liar, ia

lebih mudah melahirkan kebaikan daripada larangan dan ancaman.

29 Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi (Jakarta: Pustaka Firdaus,1997),h.121 30 Hasanuddin, Hukum Dakwah, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h.37

Page 29: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

20

3. Mujadalah

Dari segi etimologi (bahasa) lafadzh mujadalah terambil dari kata “jadala”

yang bermakna memintal, melilit. Apabila ditambahkan alif pada huruf jim yang

mengikuti wazan faala, “Jaadala” dapat bermakna berdebat, dan “Mujadalah”

Perdebatan.31

Metode dakwah yang ketiga ini juga disebutkan dalam al-Quran surat an-

Nahl ayat 125, yakni wa jaadilhum bi al-lati hiya ahsan. Metode ini merupakan

upaya dakwah melalui jalan bantahan, diskusi, atau berdebat dengan cara yang

terbaik, sopan santun, saling menghargai, dan tidka arogan.32

Dalam hal ini, Syaikh Yusuf al-Qardawi menuturkan bahwa dalam diskusi

ada dua metode, yaitu metode yang baik (hasan) dan metode yang lebih baik

(ahsan). Al-Quran menggariskan bahwa salah satu pendekatan adalah dengan

menggunakan diskusi yang lebih baik. Diskusi dengna metode ahsan ini adalah

dengan menyebutkan segi-segi persamaan antara pihak-pihak yang berdiskusi,

kemudian dari situ dibahas masalah-masalah perbedaaan dari kedua belah pihak,

sehingga diharapkan mereka akan mencapai segi-segi persamaan pula.33

Dari segi istilah (terminologi) terdapat beberapa pengertian mujadalah (al-

Hiwar) antara lain berarti upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak

31 Ahmad Warson al-Munawwir, h.175 32 Asep Muhiddin, ibid h.163 33 Syeikh Yusuf al-Qardhawi, al Shahwah al Islam baina al-Juhud wa al-Tatarruf, Risalah al mahakim al-Syar’iyyah wa al syuut al-Diniyah, (Qatar, 1402 H), h. 203

Page 30: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

21

secara sinergis, tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan

diantara keduanya.34

Menurut Dr. Sayyid Muhammad Thantawi, al-Mujadalah ialah suatu

upaya yang bertujuan untuk mengalahkan pendapat lawan dengan cara

mengajukan argumentasi dan bukti yang kuat.35

Dalam aplikasi metode ini, ada watak dan suasana yang khas, yakni

bersifat terbuka atau transfaran, konfrontatif dan kadang-kadang reaksioner.

Namun, juru dakwah harus tetap memegang teguh pada prinsip-prinsip umum dari

watak dan karakteristik dakwah yang berinti pikiran dan penyejukan jiwa.36

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa:

a. Al-Hikmah, yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya baik berupa

ucapan maupun perbuatan selama tidak melanggar hokum islam.

b. Mauidzatil Hasanah, Yaitu memberi nasihat yang dapat diterima orang

lain dalam mengajak manusia untuk melaksanakan ajaran Islam.

c. Al-Mujadalah bi al-Lati Hiya Ahsan, Yaitu bertukar fikiran dengna

menggunakan dalil atau alsan yang sesuai dengan kemampuan berfikirnya

yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan dapat

menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan

bukti yang kuat.

34 World Assembly of Muslim Yaouth (WAMY), Fil Ushulil Hiwar, Maktabah WAhbah Cairo, Mesir, diterjemahkan oleh Abdus Salam M dan Muhil Dhafir, dengan judul terjemahan “Etika Diskusi”, (Jakarta: Era Inter Media, 2001), h.21 35 Sayyid Muhammad Thantawi, Adab al-Khiwar Fil Islam, Dar al-Nahdhah, Mesir diterjemahkan oleh Zaenuri Misrawi dan Zumroni Kamal, (Jakarta: Azan, 2001), h.4 36 Asep Muhiddin, h.163

Page 31: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

22

BAB III

BIOGRAFI ALI BIN ABI THALIB

A. Riwayat Hidup Ali bin Abi Thalib

Ali bin Abi Thalib adalah putera dari Abdul Muthalib bin Hasyim bin

Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murroh bin Ka’b bin Luay bin Ghalib bin

Fihr bin Malik bin Nadhar bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Iyah bin Mudhar bin

Nizar bin Ma’d bin Adnan. Sedangkan Ibunya Fathimah binti Asad bin Hasyim

bin Abdi Manaf. Ali dilahirkan di Mekkah, 13 Rajab (berarti 10 tahun sebelum

Rasul menerima wahyu).

Saat Abu Thalib mengalami krisis ekonomi karena kekeringan yang

melanda, seperti yang dialami oleh orang-orang Quraisy, Rasulullah saw

menyarankan kepada kedua pamannya, Hamzah dan Abbas untuk turut membantu

meringnkan beban hidup Abu Thalib, dengan menanggung biaya hidup anaknya.

Maka keduanya pun memenuhi permintaaan tersebut. Maka Abbas mengambil

Thalib, Hamzah mengambil ja’far, dan Rasulullah saw mengambil Ali.1

Ai bin Abi Thalib telah tumbuh sebagai seorang pemuda di tengah-tengah

kelaurga Nabi, dan hidup dibawah asuhan beliau. Sayyidina Ali banyak

mengambil tabi’at Nabi Saw dan beliau adalah orang terdekat hubungannya

dengan Nabi, dan yang paling dicintai oleh Rasulullah Saw. Beliau hidup dengan

budi yang luhur dan dengan jiwa yang takwa serta hidup dalam kesederhanaan.

1 Sayyid Ahmad Asy-Syulaimi, kumpulan Khotbah Ali bin Abi Thalib, (jakarta: Gema Insani Press, 2001), h.15

22

Page 32: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

23

Beliau hampir tidak pernah terpisah sejengkal pun dari Rasulullah Saw baik di

waktu suka maupun duka.2

Ali tergolong pada keturunan keluarga Hasyimiyah, sama dengan garis

keturunan Nabi Muhammad. Garis keturunan inilah yang menduduki kekuasaan

tertinggi atas ka’bah dan sekitarnya sebelum Nabi lahir. Nabi menikahkannya

dengan Fatimah, putri Nabi, pada tahun ke 2 Hijrah, Ali tergolong generasi

pertama yang mempercayai dan mengikuti seruan Muhammad, dalam usia 9 tahun

beliau sudah masuk Islam.3

Ali dikenal sangat sederhana dan zahid dalam kehidupan sehari-hari.

Tidak tampak perbedaan dalam kehidupan rumah tangganya antara sebelum dan

sesudah diangkat sebagai khalifah. Kehidupan sederhana ini bukan hanya

diterapkan kepada diirnya, melainkan kepada putra-putrinya.

Beliau tinggal dalam rumah yang amat sederhana dan tidak berbeda dari

rumah kaum miskin di kalangan umatnya, makan gandum yang beliau tumbuk

sendiri atau ditumbuk oleh isterinya, baik sebelum maupun sesudah menjadi

khalifah. Sebab beliau menyerahkan seluruh kekayaan negara yang diperoleh dari

barat dan timur kepada Baitul Mal yang terbentuk pada masa pemerintahan

beliau.4

Telah berkali-kali Fatimah binti Nabi, Isteri Ali menekan dada kaena

kesusahan, dan menuntut untuk lebih memperhatikan walaupun tidak berlebihan.

Namun ia selalu saja berhadapan dengan Rasulullah Saw, dan Ali R.a, suaminya,

2 Haji Sjech Marhaban, Tokoh-tokohIslam di Zaman Nabi, (Singapura: Pustaka Nasional, 2004), h.3 3 K. Ali, Sejarah Islam / Tarikh Pramodern, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h.135 4 Ahsin Muhammad dan Afif Muhammad, Para pemuka Ahlu Bayt nabi, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 2003) h.34

Page 33: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

24

yang selalu menyebut-nyebut kebahagiaan di dunia akhirat, yakni kehidupan yang

lebih baik dan lebih kekal. Untuk itu bersabarlah jiwa Fatimah.5

Salah satu contoh kezuhudan beliau yakni ketika saudaranya, Aqil bin Abi

Thalib, meminta kepadanya sesuatu dari baitul maal, ia menolak dan berkata

kepadanya: “Adakah engkau menghendaki Allah membakar diriku di neraka

jahannm karena memberimu sesuatu dari harta milik kaum muslimin ”.

Kezuhudan beliau juga dapat dilihat ketika Imam Ali R.A terbunuh, ia hanya

meninggalkan sebanyak enam ratus dirham, jumlah yang tidak berarti apa-apa

bagi seorang khalifah.6

Ali r.a juga memperoleh gaji sama dengan yang diperoleh Abu bkar dan

Umar r.a. Ia mengenakan pakaian yang hanya sampai separuh kakinya atau batang

kakinya, dna seringkali bajunya itu penuh dengan tambalan. Belum pernah,

sepanjang hidupnya, ia menyimpan sesuatu harta. Beliau juga tidak pernah mau

membeli sesuatu dari seseorang yang mengenalnya, agar orang tersebut tidak

mengurangi harga untuknya disebabkan Ali adalah Amirul Mukminin.7

Ketika Hasan dan Husein ditimpa sakit, maka kedua orang tuanya merasa

susah, dan kemudian bernazar bila keduanya sembuh akan berpuasa tiga hari

karena Allah. Maka ketika Allah telah menyembuhkan kedua anaknya, mereka

menepati nazarnya. Pada hai pertama, kedua dan ketiga puasa, beliau didatangi

orang miskin, mereka pun memberikan makanan kepada orang miskin tersebut,

5 Abdul Halim ‘Uweis & Mushafa ‘Asyur, Sayyidina Ali Khalifah keempat yang dideskriditkan, (Jakarta: Yayasan Alumni Timur Tengah Indonesia), h.102 6 Abdul Halim ‘Uweis & Mushafa ‘Asyur, Sayyidina Ali Khalifah keempat yang dideskriditkan, (Jakarta: Yayasan Alumni Timur Tengah Indonesia), h.106 7 Abul ‘Ala al-Maududi, Khalifah dan Kerajaan, (Bandung: Penerbit Mizan Anggota IKAPI, 1992), h. 119

Page 34: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

25

ssehingga tatkala berbuka puasa selama tiga hari, Ia hanya minum air, karena

mendahulukan orang-orang yang mempunyai hajat daripada dirinya.8

Ali bin Abi Thalib telah menunjukkan selama hidupnya sebagai orang

yang zuhud. Yang lebih penting lagi adalah ia jujur dalam kezuhudannya. Hal

sama ketika ia ujur dalam semua apa yang dilakukan atau yang terlintas dalam

hatinya, bahkan yang diucapkannya. Ali mempraktekkan hidup zuhud dari dunia,

gemerlapan kekayaan khas Negara dan kekuatan seorang penguasa serta hal-hal

apa saja yang menurut orang lani dapat mengangkat derajat mereka. Sesuatu yang

dilihat leh mereka sebagai tolok ukur derajat seseorang.

Ali bin Abi Thalib berkata di akhir hayatnya kepada Al-Hasan dan Al-Husein, “Tahanlah tawanan ini. Berilah dia makan, minum, dan perlakukan dengan baik. Kalau aku bias sembuh, mka akulah orang yang paling berhak melakukan sesuatu yang berkaitan dengan apa yang dilakukannya terhadap diriku. Kalau aku mau, aku bias membalasnya, tapi bias pula aku berbuat baik terhadapnya. Sedangkan bila aku mati, maka yang demikian itu menadi urusan kalian. Kalaupun menurut pendapat kalia lebih baik dibunuh, maka kupesankan agar tidak kalian potong-potong tubuhnya (jangan disiksa).”9 Adapun sifat fisik Ali, berperawakan sedang, antara tinggi dan pendek.

Perutnya agak menonjol, pundaknya lebar, kedua lengannya berotot seakan edang

mengendarai singa. Lehernya berisi, bulu jenggotnya lebat, kepalanya botak dan

bermbut di pinggir kepala. Matanya besar, wajahnya tampan, kulitnya gelap.

Postur tubuhnya tegap dan proporsional. Bangun tubuhnya kokoh, seakan-akan

dari baja, berisi. Jika berjalan, seakan-akan sedang turun dari ketinggian, seperti

berjalannya Rasulullah Saw.10

8 Muhammad Ali al-Quthub, Sepuluh sahabat dijaminn Ahli Surga, (Semarang: CV. Toha Putera, 2005), h.100 9 Ahsin Muhammad dan Afif Muhammad, Para pemuka Ahlu Bayt nabi, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 2000), h. 73 10 Sayyid Ahmad AsSyulaimi, Kumpulan khutbah Ali bin Abi Thalib, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 16

Page 35: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

26

Pada saat Nabi sedang hebat-hebatnya pada hari-hari pertama memanggil

orang untuk masuk Islam di kota Mekkah, dan penduduk Mekkah masih segan

untuk mendukungnya, maka Ali kecil berteriak di tengah-tengah para hadirin, dan

mengatakan: “Akulah wahai nabi, selain aku menerima panggilan suci itu, aku

bersedia menjadi pembantu utama bagi tuan.” Demikian Sayyidina Ali menjadi

seornag laki-laki yang pertama memeluk Agama Islam sesudah Siti Khodijah

Ummul Mu’minin.11

Pada malam menjelang Hijrah ketika kafir Quraisy berkumpul di Darun

nadwah dan bersepakat untuk membunuh Nabi, Nabi membuat siasat dengan

menyuruh Ali menggantikan tidur di tempat beliau. Ali seara ikhlas dan berani

menerima perintah yang pebuh resiko tersebut. Sehingga pada saat subuh tiba, yag

pasukan kafir dapati bukan Nabi melainkan Ali.12

Itulah Ali, ia menyerahkan nyawanya untuk orang yang dicintainya, ini

merupakan salah satu bentuk kecintaan sejati, Ia siap dengan resiko apa pun,

termasuk kemungkinan dibunuh, Ali bersedia menanggung akibatnya. Dengan

cara itu, Rasulullah dan Abu Bakar aman bersembunyi di Gua Tsur selama

beberapa hari, dan selanjutnya meneruskan hijrah ke Madinah.

Ali mengikuti seluruh peperangan, kecuali perang Tabuk. Setiap kali

terjadi peperangan besar yang diikuti Nabi, Ali selalu terlibat didalamnya.

Terkadang ia membawa bendera, memorak porandakan musuh, atau menaklukkan

benteng pertahanan musuh.

11 Hadji Sjech Marhaban, Tokoh-tokoh Islam di Zaman Nabi, (Singapura: Pustaka Nasional, 2000), h.4 12 Said bin Ali bin Wahif Al-Qahthani, Dakwah Islam Dakwah Bijak, (Jakarta: Penerbit Gema Insani Press, 1994), h.177

Page 36: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

27

Ketika umat Islam menghadapi kafir Quraisy dalam perng badar, tiba-tiba

tiga orang dari pihak musyrikin (Syaibah bin Rabiah, Atabah bin rabiah, dan

Walid bin Atabah) maju ke medan menantang orang-orang Islam untuk berperang

tanding. Kemudian Nabi menyuruh Ubaidah bin Harits, Hamzah dan Ali bin Abi

Thalib. Lalu terjadilah perang tanding Ubaidah melawan Atabah, Hamzah

melawan Syaibah, Ali melawan Walid bin Atabah. Pasukan muslimin

mengakhirinya dengan kemenangan.

Sedangkan di perang Uhud, dimana Musuh Islam dipimpin oleh Abu

Sufyan dari keluarga Umayah yang sangat memusuhi Nabi, Imam Ali as kembali

memerankan peran yang sangat penting, yaitu ketika sebagian sahabat tidak lagi

mendengarkan wasiat Rasulullah saw agar tidak turun dari gunung, namun mereka

justru turun sehingga orang kafir Quraisy mengambil posisi mereka. Dalam

keadaan kritis tersebut, Imam Ali bin Abi Thalib as segera dating untuk

menyelamatkan Nabi saw dan sekaligus menghalau serangan itu.13

Pada waktu perang Khandaq, keluarlah Amru bin Wuud dari barisan kaum

musyrikin dan mengucapkan tantangan : “Siapakah yang mau melawan?” maka

keluarlah Ali. Selanjutnya Amru berkata pada imam Ali : “Pulanglah engkau

wahai putera saudaraku! Saya tidak berkehendak membunuh engkau” Maka Ali

berkata “Namun saya, demi Allah, berkehendak membunuh engkau”.14

Tantangan Ali membangkkitka semangat jahiliah Amru bin Wuud. Ia

menikam kudanya dengan pedangnya dan menyerang Ali dengan bengis. Tapi Ali

13 Syeikh Abdul Husain Al-Amini, Ali bin Abi Thalib sang putera ka’bah, (Jakarta: Penerbit Al-Huda, 2003), h. 23 14 Muhammad Ali Al-Quthub, Sepuluh sahabat dijamin masuk surga, (Semarang: CV. Toha Putera, 1997), h.97

Page 37: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

28

menagkis dengan sekuat tenaga dan menikamkan pedangnya ke tubuh Amru. Tak

lama kemudian tubuh AMru roboh bermandikan darah. Kemudian, Ali ra kembali

kepada barisan muslimin. Maka tidak mengherankan bila Ali dikenal sebagai

orang yang tidak dapat dikalahkan.15

Pada perang khaibar, Ali bin Abi Thalib maju ke medan perang sambil

membawa bendera. Dari pihak musuh, muncul marhab dan berkata, “Penduduk

Khaibar sudah tahu bahwa aku Marhab, pejuang gagah berani yang selalu siap

bertarung.” Ali menimpalinya “Aku diberi nama oleh Ibuku “Singa Hutan” yang

menakutkan. Aku selalu siap menghilangkan nyawa musuh-musuh Allah.”16

Pada perang Hunain yakni peperangan yang menghancurkan pasukan

Malik bin Auf yang terdiri dari Qabilah Hawazin dan Tsaqif. Rasulullah

memimpin pasukan terdiri dari 12.000 orang. Berkat keberanian Ali dan para

sahabat lainnya dalam memukul tiap serangan yang ditujukan terhadap asulullah

saw, akhirnya kaum muslimin dapat dikendalikan dan diarahkan untuk

melancarkan serangan balasan.17

Ketika Rasulullah wafat, Ali menunggui jenazahnya dan mengurus

pemakamannya. Sementara sahabat-sahabat lainnya sibuk memikirkan soal

pengganti NAbi saw. Setelah Abu Bakar terpilih menjadi khalifah, Ali tidak

segera membaiatnya. Ia baru membaiatnya beberapa bulan kemudian.

Ali adalah tolak ukur dalam masalah-masalah peradilan dan fatwa da;am

kehidupan masyarakat Islam, mulai dari peradilan, social dna manajemen,

15 Abdullatif Ahmad ‘Aasyur, 10 Orang Dijamin Ke Surga, (Jakarta: Gema Insani Press, 1994), h.87 16 Said bin Ali bin Wahif Al-Qahthani, Dakwah Islam Dakwah bijak, (Jakarta: Penerbit Gema Insani Press,1994), h.182 17 Roeslan Abdulgani, Sejarah Kehidupan Rasulullah, (Jakarta: Pustaka Hidayah,1997), h.277

Page 38: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

29

dizaman Abu Bakar, Umar dan Ustman. Pada masa kekhalifahan Abu Bakar,

Umar dan Ustman, ia terus menyertai tiga khalifah itu meneruskan dakwah

Rasulullah.

Kesederhanaan, kerendah hatian, ketenangan dan kecerdasan dari

kehidupan Ali yang bersumber dari Al-Quran dan wawasan yang luas,

membuatnya menempati posisi istimewa diantara para sahabat Rasulullah yang

lain.

Abu Bakar ash-Shiddiq, khalifha pertama, mencintai Ali bin Abi Thalib,

dan ia telah menugaskan Ali untuk menjaga Madinah saat terjadi peperangan

melawan gerakan murtad. Demikian juga Umar bin Khattab mencintai Ali. Setiap

ada masalah hokum, pasti Umar akan meminta pendapat Ali bin Abi Thalib,

sehingga ia pernah berkata, “Setiap ada masalah hokum, Abul Hasan (Ali bin Abi

Thalib) harus dimintakan pendapatnya”18

Sebagi sal;ah satu contoh yakni pada masa Ustman pernah terjadi

perzinahan antara shafiyah dengan seorang lelaki tawanan. Kemudian, dia

melahirkan seorang anak yang diperebutkan oleh lelaki pezina itu dengan

Yohanes, keduanya mengadu kepada Ustman, maka Ustman mengalihkan

masalah ini kepada Ali bin Abi Thalib hingga dapat terselesaikan.19

Semasa hidupnya setelah Fatimah Az-Zahra binti Muhammad wafat, Ali

memiliki beberapa Istri diantaranya: Amamh binti Abul’Ash, Ummul Banin binti

Haram bin Darin Al-Kilabiyyah, Laila binti Mas’ud bin Khalid bin An-

Nahsyaliyyah At-Tamimiyah Ad-Daramiyah, Asma binti ‘Umais Al- 18 Sayyid Ahmad Asy-Syulaimi, Kumpulan Khotbah bin Abi Thalib, (Jakarta: Gema Insani Press,2001), h.28 19 Mahdi Faqih Imani, Mengapa Mesti Ali, (Jakarta: Citra, 2006), h.149

Page 39: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

30

Khats’amiyyah, Ummum sa’id binti ‘Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafiyyah,

Makhba’ah binti Umru’ul Qais bin ‘Adiy Al-Kalbiyyah.20

Anak-anaknya bernama Hasan, Husein, Zainab, Ummu Kultsum, Muhsin,

Muhammad al-Akbar, Abdullah al-Akbar, Abu Bakar, Abbas, Ustman, Ja’far,

Abdullah al-Ashsgar, Yahya, Aun, Umar, Muhammad al-Ausath, Ummu Hani,

Maimunah, Ramlah As-Sugra, Zainab as-Shugra, Ummu Salmah, Ummu Ja’far,

Jumamah dan Taqiyyah.21

Setelah Ustman bin Affan wafat, kaum muslimin melihat bahwa masalah

pengangkatan khalifah baru sulit dipecahkan. Banyak sahabat nabi, seperi Ali bin

Abi Thalib, Abdullah bin Umar, Sa’ad bin Abi Waqqash, dna Zubai bin Awwam,

menolak menjadi khalifah. Oleh Krena itu, orang-orang berkumpul di Madinah

untuk mendiskusikan siapa yang pantas menjadi khalifah. Namun, mereka tidak

menemukan oran gyang lebih pantas daripada Ali bin Abi Thalib.22

Penduduk Madinah, didukung oleh ketiga pasukan yang dating dari Mesir,

Basrah dan Kufah, memilih Ali bin Abi Thalib untuk menjabat khalifah. Konon

pada mulanya Ali menolak, akan tetapi atas desakan itu, ia pun menerima jabatan

tersebut. Baiat berlangsung di Mesid Nabawi. Zubair bin Awwam dan Thahah bin

Ubaidillah konon menangkat baiat dengan terpaksa, dan justeru keduanya

mengajukan syarat di dalam baiat itu, bahwa khalifah Ali akan menegakkan

keadilan terhadap para pembunuh Khalifah ustman.23

20 M.H Al Hamid Al Husaini, Imamul Muhtadin Sayidina Ali bin Abi Thalib, (Bogor: Yayasan Al-Hamidi, 2009,) h.30 21 Sayyid Ahmad Asy-Syulaimi, Kumpulan Khotbah Ali bin Abi Thalib, (Jakarta: Gema Insai Press, 2001), h. 14 22 ‘Abdul Hakim al-‘Afifi, 1000 Peristiwa Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Hidayah,2002), h.93 23 Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h.462

Page 40: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

31

Dalam pidato pertamanya seusai pengukuhan terhadapnya sebagai

khalifah, antara lain menekankan bahwa Allah telah menurunkan Al-Quan yang

menjelaskan hal-hal yang baik dan buruk, dan dia mengajak rakyat untuk

mengambil mana yang baik dan meninggalkan mna yang buruk. Dia juga

mengemukakan bahwa diantara banyak macam perlindungan yang dijamin oleh

Allah, yang paling utama adalah perlindungan atas umat Islam, dan haram

hukumnya melukai atau merugikan sesame Islam tanpa alas an yang dibenarkan

oleh hukum.24

Diriwayatkan oleh Thabari bahwa Ali berkata: “Baiatku tidak akan terjadi

secara rahasia dan tidak akan berlangsung kecuai aqtas dasar kerelaan kaum

muslimin”25

“Wahai manusia, kamu telah membaiat saya sebagaimana yang telah kamu lakukan kepada khalifah-khalifah yang dulu daripadaku. Saya hanya boleh menolak sebelum jatuh pilihan, apabila ppilihan telah jatuh, menolak tidak boleh lagi. Imam harus teguh dan rakyat harus patuh menurut. Baiat kepada diriku ini adalah baiat yang rata, yang umum. Barang siapa yang mungkir daripadanya terpisahlah dia daripada agama islam ”.26 Sesudah beliau di baiaat menjadi khalifah, Ali mengeluarkan dua

kebijakan. Pertama, Memecat Gubernur-gubernur yang diangkat Ustman. Kedua,

Mengambil kembali tanah-tanah yang dibagi-bagikan Ustman kepada famili-

famili dan kaum kerabatnya tanpa jalan yang syah. Demikian juga hibah atau

pemberian Ustman kepada siapapun yang tidak beralasan, diambil Ali kembali.27

24 Munawir Sadzali, Islam dan tata Negara: ajaran, sejarah dan pemikiran, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1993), h.29 25 Abul ‘Ala al-Maududi, Khalifah dan Kerajaan, (Bandung: Mizan Anggota Ikapi, 2000), h.114 26 Hamka, Sejarah Umat Islam, (Singapura, Kerjaya Printing Isdustries Pte Ltd, 1994), h.237 27 Ahmad Shalaby, Sebuah Buku Kajian Mengenai Sejarah Islam Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Singapura: Pustaka Nasional,1996), h.318

Page 41: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

32

Menghadapi kebijakan yang pertama, ada beberapa sahabat yang dengan

legowo mengundurkan diri dari pentas politik, seperti Sa’ad bin Abi Waqqash dan

Abdullah bin Umar. Namun, ada juga di antara mereka yang tetap bersiukuh

meminta Ali untuk mendahulukan penuntasan kasus pembunuh Ustman. Suatu

keharusan yang saat itu sangat sulit dilakukan oleh Ali lantaran di antara para

pembunuh itu justru masih bercokol di kota Madinah.28

Kepemimpinannya sebagai khalifah menempati posisi yang rumit, bukan

saja pemberontakan belum reda seluruhnya, tetapi juga Muawiyah yang

memperoleh kekuasaan semakin kuat di Utara dan Timur Laut Madinah, dan tidak

berkenan menjadi sub ordinat atau pemerintah Daerah dari pemerintahan Islam

Madinah tetapi seakan-akan menjadikan daerahnya sebagai suatu state yang

merdeka dan berdiri sendiri.29

Baru saja Ali menjadi khalifah keadaan menunjukkan semakin parah

karena Aisyah (Istri Rasulullah Saw) bersama Thalhah dan Zubair meminta Ali

agar menuntut balas atas kematian Khalifah Ustman bin Affan. Tuntutan Aisyah

itu disertai ancaman, jika Ali tidak bertindak, maka akan mendapat perlawanan

dari Aisyah dan kawan-kawannya.

Akhirnya Ali memutuskan untukmeninggalkan Madinah dan berangkat

bersama pasukan untuk mematahkan perlawanan Aisyah, Zubeir dan Thalhah.

Akan tetapi, yang dijaga benar oleh ali, kendati perang saudara seagama itu betul

terjadi, ia harus tetap menjaga keselamatan Aisyah, Ummul mukminin.

28 Hepi Andi Bustomi, Sejarah Para Khalifah, (Bandung: Pustaka al-Kautsar, 2008), h.23 29 Inu Kencana Syafi’I, Al-Quran & Politik, (Jakarta: PT Rineka Cipta,1994), h.443

Page 42: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

33

Bagaimanapun dia tetap isteri Rasulullah Saw. Dan ibu kaum muslimin. Ali dan

pasukannya tetap memandang Aisyah sebagai ibu yang layak dihormati.30

Maka, terjadilah sebuah tragedy kelam, Perang Jamal (Perang Onta).

Dinamakan demikian karena Aisyah mengendarai Onta. Peperangan berakhir

dengan kemenangan di pihak Ali. Thalhah bin Ubaidillah yang berada di pihak

Aisyah berhasil meloloskan diri ke Basrah, tetapi akibat luka parah yang

dideritanya, ia pun meninggal. Zubair bin Awwam yang juga berada di pihak

Aisyah gugur. Sedangkan Aisyah tertawan, dan hanya satu hari kemudian ia

dibebaskan dna dikembalikan ke Mekkah dengan diantar langsung oleh

saudaranya, Muhammad bin Abu Bakar.31

Sebetulnya, sikap Ali sangat hormat kepada Aisyah mendapat kecaman

keras dari kelompok ekstrem yang ada dalam pasukannya. Mereka menuntut agar

Ali memperlakukan Aisyah sepeti layaknya tawanan perang. Namun, untunglah

Ali pemimpin yArif sanggup meyakinkan bahwa Aisyah wajib diperlakukan

dengan hormat.

Untuk mencari ketenangan dalam menjalankan pemerintahan, Ali

memindahkan pusat pemerintahan ke Kufah. KEmudian memecat semua gubernur

yang telah diangkat oleh Khalifah Ustman diantaranya Mu’awiyah bin Abi

Sufyan, gubernur damaskus. Muawiyah tidka menerima pemberhentian itu.

Pertentangan antara Ali dan Muawiyah makin lama berlanjut hingga menjadi

30 Anshori Fachmi, kisah-Kisah di zaman khalifah, (Surabaya: Sinar Baru Alcensindo,1993), h.82 31 Hepi Andi Bustomi, Sejarah Para Khalifah, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2008), h.24

Page 43: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

34

pertentangan antara Bani hasyim dengan Bani Umaiyah dan puncaknya pecahlah

perang Siffin.32

Pasukan Ali yang berjumlah 95.000 orang melawan 85.000 orang pasukan

Muawiyah. Ketika peperangan hamper berakhir, pasukan Ali berhasil mendesak

lawannya. Namun, sebelum peperangan dimenangkan, muncul Amr bin Ash

mengangkat mushaf menyatakan damai. “Mari kita bertahkim dengan kitab

Allah”. Seru Amr Lantang.33

Khalifah Ali tidak bias berkutik, dan terpaksa menghentikan peperangan,

Ali bin Abi Thalib memang seorang militer sejati. Ia berhasil menenangkan

perang jamal, Ia juga berhasil mengatasi pasukan Muawiyah dalam perang

Shiffin. Tetapi, ia bukanlah seorang negarawan seperti Rasulullah dan para

khalifah pendahulunya. Kemampuannya dalam berdiplomasi, kadang kala tak

sebanding dengan apa yang dimiliki Amr bin Ash, kedigdayaan Muawiyah dalam

berpolitik kadang juga tak sanggup ia taklukan.

Pertempuran menyisakan luka yang dalam pada diri kau muslim yang

mulai saling berperang di antara sesame mereka, teutama bagi penduduk Basrah

dan Kufah. Akibatnya, banyak orang dari pasukan Ali r.a kembali ke desa-desa

mereka di Irak dan menolak berperang melawan Muawiyah. Sikap itulah yang

membuat Ali marah besar, lalu ia membatalkan peperangan ke Syam untuk

menundukkan Muawiyah dan balatentaranya untuk m,enundukkan Mesir. Lalu, ia

membentuk sebuah pasukan yang terdiri dari 6.000 prajurit yang dipimpin Amr

bin Ash. Ia membawa mereka masuk ke Fusthah pada bula Rabiul Awal 38 H. 32 M. Yusran Asmuni, Pengantar Sejarah Kebudayaan Islam dan Pemikiran (Dirasah Islamiyah II), (Jakasrta: Pustaka al-Kautsar,2008), h.24 33 Hepi Andi Bustomi, Sejarah Para Khalifah, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2008), h.24

Page 44: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

35

Sejak saat itu, Amr menjadi gubernur Mesir dibawah pemerintahan Muawiyah bin

Abi Sufyan.

Masuknya seluruh wilayah Mesir ke dalam kekuasaan Muawiyah

memperbesar posisi tawarnya di hadapan Ali di Irak yang mulai dilanda fitnah

dan berabagai pemberontakan disebabkan ulah Khawarij. Itulah yang

menyebabkan lemahnya kekhalifahan Ali dan mendekati saat kehancuran.34

Tidaklah Aneh jika ada kelompok menentang arbitrase(damai) itu, bahkan

menolaknya secara prinsipil. Bukan hanya demikian, tapi kelompok ini berlebih-

lebihan mempertahankan pendapatnya dan mengkafirkan kedua utusan itu.

Mereka keluar dari ijma ummat dan tidak lagi taat kepada Ali. Mereka disebut

dengan “Kaum Khawarij” artinya orang-orang yang keluar.35

Akibat tindakn Ali menghentikan serangan pada preng Siffin, pasukannya

pecah menjadi tiga bagian. Yaitu, kelompok Syiah, Murjiah dan Khawarij.

Kelompok ketiga inilah yang menyatakan ketidak setujuannya dengan Ali bin Abi

Thalib, Muawiyah bin Abi Sufyan dan Amr bin Ash. Kelompok Khawarij

berencana membunuh ketiga pemimpin itu dalam waktu bersamaan, yaitu 17

Ramadhan 40 H. Muawiyah dan Amr bin Ash selamat namun AAli bin Abi

Thalib meninggal pada 19 Ramadhan 40 H dalam usia 63 tahun ditikan oleh

Abdurrahman bin Muljam.36

Ali adalah khalifah terakhir dari para khalifah yang saleh pengganti Nabi

Saw, yang mengantarkan umat pada suasana Islam sebagai kekuatan hidup sejati.

34 Abdul Hakim al-Afifi, 1000 Peristiwa dalam Islam, (Bandung: Pustaka HIdayah), Cet-1, h.98 35 Abdul Halim Uweis & Mustafa Asyur, Sayyidina Ali khalifah yang dideskriditkan, (Jakarta: Yayasan Alumni Timur Tengah Indonesia, 2008), h.88 36 Hepi Andi Bastoni, Sejarah Para Khalifah, (Jakarta: al-Kautsar, 2008), Cet-1, h.25

Page 45: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

36

Di dalam sebuah sunatullah, Ali melengkapi kebenaran sebuah hokum sejarah

tetnang siklus peradaban muslim abad silam: Abu baker dengan naiknya

peradaban. Umar dengan puncak peradaban, Ustman dengan menurunnya

peradaban, dan Ali dengan berakhirnya sebuah siklus peradaban.37

Khalifah Ali benar-benar dihadapkan pada permasalahan besar. Yang ia

hadapi saat itu bukan musuh kuat yang bisa dikalahkan dengan tajamnya pedang.

Bukan juga pasukan besar yang bisa ditaklukkan dengan strategi jitu. Tetapi,

benar-benar permasalahan pelik. Di tengah segala permasalahan itu, akhirnya Ali

memutuskan untuk memulai penataan pemerintahan baru yang bermasa depan

cerah. Namun, usahanya membuat penyegaran di pemerintahan malzah memicu

konflik baru.

Selama lima tahun dari usianya tersebut, ia isi dengan menjabat sebagai

khalifah bagi kaum muslimin, dan menghabiskan sekitar masa setengah abad

sebagai mujahid Islam. Menanggung beban yang sangat berat dan

mempertaruhkan nyawanya untuk membela agama Islam. Alangkah agungnya apa

yang ia lakukan, maka pantaslah jika surga Allah diberikan kepadanya.

C. Prestasi yang dicapai Ali bin Abi Thalib

1. Penafsir al-Quran

Ibnu Sa’ad meriwayatkan dari Ali dia berkata, “Demi Allah tidak ada satu

ayat pun yang turun kecuali saya tahu tentang apa dia turun, dimana dia turun

37 Moh. Shobirienur Rasyid, Sebuah Prisma Seribu Cahaya, (Jakarta: Humaniora Utama Pess, 2000), h.75

Page 46: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

37

dan mengenai siapa dia turun. Sesungguhnya tuhanku mengaruniai saya hati

yang terang benderang dan lidah yang mampu berbicara dengan baik.”

Ibnu Sa’ad dan yang lainnya meriwayatkan dari Abu ath-Thufail, dia

berkata, Ali pernah berkata, “Tanyakanlah kepada saya tentang kitab Allah.

Sebab tidak ada satu ayat pun yang turun kecuali saya tahu apakah dia turun di

siang hari atau di malam hari. Apakah dia turun di lembah atau di gunung”.38

2. Pengumpul al-Quran

Setelah melakukan prosesi penguburan jasad Nabi Muhammad saw, Ali

menyibukkan dirinya mengumpulkan ayat-ayat al-Quran dan menertibkannya

sesuai waktu turunnya. Ali juga menjelaskan mana ayat yang umum dan khusus,

mutlak dan muqayyad, muhkam dan mutasyabih, nasikh dan mansukh, surat-surat

yang wajib sujud dan tidak, dna sunah-sunah dan adab-adab yang berkaitan

dengan al-Quran. Begitu juga Ali bin Abi Thalib menjelaskan sebab-sebab

turunnya ayat (AsbabunNuzul).39

3. Ksatria di medan Perang

Ketiak perang Badar akan meletus, Lai bin Abi Thalib berhasil membunuh

Walid bin Utbah. Pada perang Uhud, saat pasukan kafir berhadapan dengan kaum

Mukminin, dan kemenangan nyaris diraih oleh musuh, Imam Ali melawan Bani

Abd Al-Dar, dan membuat mereka terjungkal satu per satu. Pada perang khandaq,

Amr bin Abd al-Wuud al-Amiri, terbunuh ditangan Ali sehingga pasukan khandaq 38 Ibid h. 125 39 Tim The Ahl-Ul Bayt Word Assembly, Teladan Abadi Ali bin Abi Thalib, (Jakarta: al-Huda, 2008), cet-1. h.224

Page 47: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

38

hancur. Pad perang Khaibar, Ali bin Abi Thalib maju ke medan peang sambil

membawa bendera. Dari pihak musuh, muncul Marhab. Ali pun membunuhnya.

Pada perang Hunain yakni peperangan yang menghancurkan pasukan Malik bin

Auf yang terdiri dari Qabilah Hawazin dan Tsaqif. Berkat keberanian Ali dalam

memukul tiap serangan yang ditujukan terhadap Rasulullah saw, akhirnya kaum

muslimin dapat dikendalikan dan diarahkan untuk emlancarkan serangan

balasan.40

4. Pemilik Pedang Dzulfikar

Ali terkenal sebagai panglima perang gagah perkasa. Kebneraniannya

,menggetarkan hati lawan-lawannya. Ia mempunyai sebilah pedang warisan nabi

saw bernama Dzulfikar, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw: “Tiada

pedang yang sehebat Dzulfikar dan tiada pemuda semulia Ali.” (Riwayat ini

disebutkan dalam kitab Fara’idus Simthain, Karya Al-Hammuyi, bab 49).41

5. Anak-anak yang pertama masuk Islam.

Yang pertama masuk Islam dari kalangan anak-anak adalah Ali bin Abi

Thalib. Rasulullah saw, jika telah tiba waktu shalat maka beliau keluar menuju

lembah-lembah di kota Mekkah dan Ali keluar menyertainya (padahal dia maih

berumur 10 tahun) secara sembunyi-sembunyi agar tidak diketahui oleh ayah dan

40 H. Roeslan Abdulgani, Sejarah Kehidupan Rasulullah, (Jakarta: Pustaka Hidayah,1997), h.277 41 Syaikh Abdul Husein al-Amini, Ali bbin Abi Thalib: Sang putera ka’bah, (Jakarta: al-Huda, 2002), h.22

Page 48: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

39

kaumnya. Lalu mereka melakukan shalat bersama, dan jika waktu sore tiba

mereka berdua kemudian pulang.42

6. Memandikan Jenazah Nabi

Setelah Nabi Wafat Ali mendapatkan tugas yang diwasiatkan oleh

rasulullah saw untuk memandikan beliau. Diriwayatkan pula bahwa di masa

hidupnya tubuh Rasullullah saw belum pernah dilihat oleh siapapun jua. Maka

beliau mewasiatkan agar Ali memandikan jenazah beliau. Besar kemungkinan

Sayidina Ali pun tidak melihat tubuh Rasulullah di saat memandikan beliau, sebab

Sayidina Ali pun adalah seorang yang tidak pernah mau melihat auratnya

sendiri.43

7. Abu Thurab (Debu)

Suatu hari, Ali menemui Fathimah ra kemudian keluar dan berbaring di

masjid. Nabi datang dan bertanya: “Dimanakah anak pamanmu (suamimu)?”

Fatimah berkata “Di masjid”. Maka beliau keluar menemuinya dan mendapati

mantel milik Ali jatuh dari punggungnya, sehingga punggung Ali kotor terkena

tanah, lalu beliau membersihkan tanah itu dari punggungnya, sehingga punggung

Ali kotor terkena tanah, lalu beliau membersihkan tanah itu dari punggungnya

seraya berucap dua kali: “Duduklah engkau wahai Abu Thurab”.44

42 Abdurrahman bin Abdullah, Kisah-kisah manusia pilihan, (Bogor: Pustaka thariqul Izzah, 2005), h.12 43 Fuad Mohd Fachruddin, Posisi Ali di Pentas Sejarah Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1988), h.35 44 Abdurrahman bin Abdullah, Kisah-kisah manusia pilihan, (Bogor: Pustaka thariqul Izzah, 2005), h.129

Page 49: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

40

8. Ali pada masa ketiga khallifah

Semasa pemerintah Abu baker dan Umar, Alli menduduki tempat

terhormat, yakni sebagai anggota Dewan Penasehat Khalifah. Pada masa khalifah

Ustman pun ia menjadi penasihat, tetapi peranannya tidak menonjol, karena

khalifah Ustman lebih condong pada pertimbangan-pertimbangan sekretarisnya,

Marwan.45

9. Predikat Imam

Tentang predikat yang diberikan kepada Ali ra yang masyhur salah

satunya adalah pemakaian gelar “Imam”, karena hanya Ali-lah yang memakai

gelar ini diantara para khulafa. Memang, khalifah-khalifah sebelumnya memakai

sebutan itu. Tetapi bukan dalam pengertian sebagaimana yang ada pada Ali ra.

Memang “Imam” lah julukan paling tepat untuknya. Lebih berhak, lebih layak

dari imam lain yang menggunakan julukan itu.46

10. Penyair Hebat

Beliau terkenal seorang penyair terhebat diantara empat sahabat Nabi,

beliau seorang Imam Besar. Dari seluruh penjuru dunia Islam dating menuju ke

Madinah, untuk sekedar memetik beberapa Hadist langsung dari beliau sendiri.47

45 Moh. Shobirienur Rasyid, Sebuah Prisma Seribu Cahaya, (Jakarta: Humaniora Utama, 2000), h.73 46 Abbas Mahmud Aqqad, Keagungan Ali, (Jakarta: Pustaka Mantiq,1992), h.147 47 Haji Sjech Marhaban, Tokoh-tokohIslam di Zaman Nabi, (Singapura: Pustaka Nasional, 2004), h.44

Page 50: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

41

11. Penyedia Kebutuhan Nabi

Ali sering mendatangi Gua Hira, saat Rasulullah saw sedang dan

berkhusyu kehadirat Allah dalam kesendirian untuk membawakan dan

menyediakan kebutuhan rasulullah.48

12. Ali bagi nabi laksana Harun dan Musa

Pada saat perang tabuk, Ai tidak ikut serta karena ditinggalkan untuk

menjaga kota Madinah, dia kelihatan kecewa, lalu Nabi berkata kepadanya

“Tidaklah engkau rela hai Ali, supaya kedudukanmu disisiku sebagaimana

kedudukan Harus disisi Musa.”49

13. Pengembang Amanat Nabi

Rasulullah menyerahkan kepada beliau amanat-amanat untuk

dikembalikan kepada empunya. Inipun soal agama dan keujuran dan Ali memang

orangnya.50

14. Rasulullah mempersaudarakan Ali

Setelah Hijrah, Rasulullah mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan

Anshar, ketika Rasulullah mempersaudarakan para sahabatnya, beliau berkata

kepada Ali: “Engkaulah saudaraku”.51

48 Sayyid Ahmad Asy-Syulaimi, Kumpulan khotbah Ali bin Abi Thalib, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h.22 49 Hamka, Sejarah Uamt Islam, (Singapura: Kerjaya Printing Industries Pte Ltd, 1994), h.237 50 Fuad Mohd Fachruddin, Posisi Ali di Pentas Sejarah Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1988), h.39

Page 51: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

42

15. Penyerahan Panji Perang Khaibar

Pada pertempuran perang khaibar dimana saat ibukota kaum Yahudi yang

terbina dari beton, sehingga menyulitkan bagi tentara Islam untuk melakukan

penyerbuan guna menghancurkan kekuatan yang ada di dalamnya. Oeh karena itu

terpaksa tentara Islam melakukan pengepungan beberapa hari lamanya. Tetapi

usaha ini pun tidak membawa hasil seperti yang diharapkan. Berhubungan dengan

itu, maka pada detik-detik yang sangat sulit Rasulullah saw bersabda: “Saya akan

menyerahkan panji-panji pertempuran esok pada seseorang laki-laki yang

mencintai Allah dan Rasulnya, dan dicintai oleh Allah dan RasulNya.”52

16. Memiliki pengikut setia

Pada zaman khalifah Ustman, Abdullah membentuk Syiah yakni gerakan

yang mengokohkan Ali bin Abi Thalib sebagai orang yang berhak menjadi

khalifah sesudah Rasulullah, pendapat ini didasarkan atas wasiat Nabi di Ghadir

Khum yaitu suatu tempat antara Mekkah dan Madinah, ketika beliau kembali dari

hai wada’.53

17. Jihad dijalan Allah

Seluruh kehidupan Ali adalah jihad di jalan Allah, baik ketika berada pada

fase dakwah maupun sesudah berdirinya Negara Islam, ini terbukti saat beliau

51 Abdurrahman bin Abdullah, Kisah-kisah manusia pilihan, (Bogor: Pustaka thariqul Izzah, 2005), h.127 52 Haji Sjech Marhaban, Tokoh-tokoh Islam di Zaman Nabi, (Singapura: Pustaka Nasional, 2004), h.30 53 M. Yusran Asmuni, Pengantar Sejarah Kebudayaan Islam dna Pemikiran (Dirasah Islamiyah II), (Jakarta: PT Raja Grafindo, Cet-1, 1996), h.88

Page 52: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

43

menyediakan dirinya menggantikan Nabi di tempat tidurnya pada malam hijrah.

Sesudah hijrah di Madinah al-Munawaroh, untuk memasuki seluruh rnagkaian

jenis jihad yang lebih besar. Ali-lah pembawa bendera Rasululah saw, sekaligus

panglima para mujahidin.54

18. Gerbang Ilmu Nabi

Dalam bidang keilmuwan, rasul menyebut Ali sebagai pintu ilmu. Bila

ingin berbicara tentang kesalehan dan kesetiannya, maka simaklah Sabda

Rasulullah saw: “Jika kalian ingin mengetahui Adam, pemahaman Nuh, akhlak

ibrahim, Munajat Musa, Sunah Isa dan kesempurnaan Muhammad, maka lihatlah

kecermelangan Ali”.55

19. Pemilik Kekuatan Sejati

Pada saat pembebasan Khaibar, pahlawan muslim dari Bani Hasyim ini

(Ali bin Abi Thalib), kembali mempertunjukkan kepahlawanannya dan

keberaniannya. Ketika itu, ia membawa bendera perang kaum muslimin. Saat

seorang prajurit Yahudi dengan kelicikannya dapat menjatuhkan perisai Ali bin

Abi Thalib, ia dengan segera mencabut pintu benteng Khaibar yang amat berat,

untuk kemudian ia jadikan perisai.56 Lalu ketika pintu tersebu diangkat oleh

prajurit, mereka tidak kuat meski beramai-ramai.

54 Ahsin Muhammad dan Afif Muhammad, para pemuka ahlu Bayt Nabi, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 2004),h.43 55 Syaikh Abdul Husein al-Amini, Ali bbin Abi Thalib: Sang putera ka’bah, (Jakarta: al-Huda, 2002), h.22 56 Sayyid Ahmad Asy-Syulaimi, Kumpulan khotbah Ali bin Abi Thalib, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h.26

Page 53: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

44

20. Memperbaiki Sistem Pajak

Ali ra memperbaiki system pajak. Ia menentukan pajak tanah atas hutan-

hutan yang dari hasilnya tidak menyumbang bagi biaya pengeluaran atau belanja

militer.57

21. Tokoh yang diabadikan al-Quran

Nama Ali bin Abi Thalib memang tidak pernah disebut secara eksplisit

dalam al-Quran, namun karena kedekatannya dengan Rasulullah saw dan jasanya

yang besar terhadap islam, maka penulis memasukkan namanya sebagai tokoh

yang diabadikan oleh al-Quran. Terlebih lagi, sebagian ulama seperti Ibnu Abbas,

Yahya bin Yaman, Abu Abdul Wahhab bin Mujahid bin Jubair Abdurrazaq, Ibnu

jarir, Ibnu Abi Hatim dan Ath-Thabrani menyatakan bahwa surat al-Baqarah ayat

274 turun berkenaan dengan Ali bin Abi Thalib yang mempunyai uang 4 dirham.

Ia mendermakan satu dirham pada malam hari, satu dirham pada siang hari, satu

dirham secara diam-diam, dan satu dirham lagi secara terang-terangan.

57 Majid Ali Khan, Sisi hidup para khalifah saleh, (Surabaya: Risalah Gusti,2000), h.256

Page 54: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

45

BAB IV

DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

A. Metode Dakwah Ali bin Abi Thalib Da’i adalah subjek dalam kegiatan dakwah. Da’i memiliki peranan yang

dominan dalam menentukan keberhasilan dakwah. Maka seorang da’i harus

benar-benar memiliki kemampuan yang baik dalam bidang dakwah islam.

Tak bisa dipungkiri bahwa Ali memiliki semua itu. Beliau juga seorang

alim dan sastrawan. Bahasa beliau sangat tinggi, bahkan beliau terkenal sebagai

yang meletakkan prinsip-prinsip gramatika Arab. Sebagai orang alim maka beliau

diangkat oleh para khalifah sebelumnya sebagai penasihat.

Ia termasuk orang yang selalu berhati-hati meskipun dalam sesuatu yang ia

lihat benar, dan memilih untuk tidak mengatakan dengan terus terang, jika hal itu

akan membawa mudharat bagi umat. Ia selalu meletakkan perkara pada tempatnya

yang tepat.1

Dalam soal fiqih dan hukum, tiada orang yang lebih masyhur selain Ali ra.

Dialah orang yang paling pintar dalam fiqih dan syariat di zamannya. Tiada orang

yang lebih mengerti daripada Ali. Tiada yang lebih mampu mengeluarlan faham

dari hokum-hukum al-Quran dan al-Hadist, serta masalah kemasyarakatan lain

selain Ali. Umar bin Khattab pun mengagumi kepandaian Ali ra dalam

memecahkan masalah-masalah yang rumit. Tiada masalah yang sulit bagi Abu

1 Sayyid Ahmad Asy-Syulaimi, kumpulan Khotbah Ali bin Abi Thalib, (Jakarta: Penerbit Gema Insani Press, 2001), h.17

45

Page 55: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

46

Hasan. Setiap permasalahan yang membutuhkan ijtihad, pendapat, dan qiyas yang

benar selalu dikembalikan dan dicari tafsirnya dalam syari’at.2

Salah satu bentuk reformasi pemerintahan Ali adalah dengan

meningkatkan keintelektualitasan kaum Muslimin. Sehingga muncul nama-nama

terkemuka seperti Abul Aswad ad-Duali, Abdurahman Salmi, Kumail bin Ziyad,

Umar ibn Salmi, Abdullah ibn Samit, Abdullah ibn Abbas, yang sepeninggal Ali

masing-masing merupakan sentral dari orbit aktifitas intelektual.3

Seorang da’I atau juru dakwha dalam menyampaikan ajaran Islam kepada

umat manusia tidak akan lepas dari sarana atau media. Kepandaian untuk memilih

media atau sarana yang tepat merupakan salah satu unsure keberhasilan dakwah.

Begitu pula yang dilakukan Ali, ia adalah salah seorang dalam sejarah

Islam yang menggunakan berbagai media dalam bentuk tulisan, untuk menulis

berbagai karangan seperti: Penghimpun al-Quran, Mushaf Fatimah, As-Shahifah,

Jamiah, Shahifah al-Faraidh.

Metode dakwah merupakan cara-cara yang dipakai seorang da’I dalam

menyampaikan dakwahnya. Ali memiliki cara berbeda dlam penyampaian dan

pengembangan dakwahnya.

Saat beliau menjadi khalifah beliau berjalan hilir mudik dipasar-pasar

untuk melakukan pengawasan tanpa disertai pembantu atau pengawal. Disitu

beliau memebrikan petunjuk-petujnjuk, membantu yang lemah, berbincang-

bincang dengan para pedagang, serta memerintahlkan kepada mereka agar berlaku

tawadhu’, bergaul dengan baik, dan membacakan untuk mereka ayat Allah. 2 Abbas Mahmud Aqqad, Keagungan Ali, (Yogyakarta: Pustaka Mantiq,1992), h.154 3 Moh. Shoboroenur Rasyid, Sebuah Prisma Seribu Cahaya, (Jakarta: Humaniora Utama, 2000), h.77

Page 56: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

47

Ali selalu berada di tengah-tengah orang banyak guna mengetahui segala

kebutuhan mereka, beliau mengikuti roda ekonomi, mangamati timbangan dan

tkaran, serta barang0-barang yang tidak laku di pasar-pasar, srbagaimana yang

telah kami kemukakan di muka.

Ali secara ketat mengawasi para gubernurnya diberbagai propinsi, para

komandan pasukan dan para bendaharawan, serta memerintahkan kepada mereka

agar bersikap lembut dan tawadhu’ dalam bergaul dengan orang banyak.4

Ali selalu menampakkan kebiasaan sosialieme dalam islam, baik secara

kejiwaan atau tindakan nyata. Sebenarnya sosialisme ini telah tersebar luas secara

merata pada Zaman khalifah Abu Bakar, Umar dan Ustman, Sayidina Ali yang

didorong oleh ruh Islamnya, kezuhudan dan kewara’annya itu kembali

mempergunakan sosialisme ini, walaupun tidak menyerupai sosialisme modern

seperti sekarang ini.5

Sebelum berperang, Ali selalu mengajak musuhnya untuk mengikuti alan

Allah, Rasul-Nya dan Islam. Setelah ajakan itu ditolak, maka barulah Ali

mengajaknya berprang tanding, dan ia dapat membunuhnya. Kebijakan inilah

yang merupakan salah satu sebab mengapa umat islam selalu menang.6

Beliau sangat mudha bergaul, sebagai bukti gampangnya beliau bergaul

dengan masyarakat, adalah sambutannya terhadap orang-orang secara langsung

menemui beliau. Beliau menyambut mereka dengan penghormatan yang spontan,

4 Abul ‘Ala al-Maududi, Khalifah dan Kerajaan, (Bandung: Penerbit Mizan Anggota IKAPI, 2000),h.123 5 Abdul Halim Uweis & Musthafa ‘Asyur, Sayidina Ali Khalifah keempat yagn dideskriditkan, (Jakarta: yayasan lumni timur Tengah Indonesia,1997), h. 101 6 Said bin Ali bin Wahif al-Qahthani, Dakwah Islam Dakwha Bijak, (Jakarta: Penerbit Gema INsani Press, 1994), h.180

Page 57: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

48

senyyum hangat, dan wajah berseri, untuk membuang jauh-jauh segala formalitas

yang memisahkan seorang pemimpin dari rakyatnya, dan menyingkirkan segala

gelar yang selama ini dipakai oleh para pembesar dan pemimpin Negara dalam

pergaulan mereka dengan orang banyak.7

Ali jarang mengeluarkan kata-kata keras yang menunjukkan kemarahan.

Jarang pula kaum ahli pedang mendengar kemarahan dari mulut dan lidahnya.

Biasanya kalaupun ada seringkali sudah tak tahan memendamnya. Sebagai

pahlawan, wajar apabila gejolak marah itu tersalur melalui perbuatan, lontaran

panahnya, ayunan pedang atau dalam geraknya.8

Ali juga sangat baik hati kepada penduduk Non Muslim. Ia

memerintahkan para pejabatnya agar memperlakukan mereka dengna baik dan

memberi perhatian yang khusus terhadap kebutuhannya.9

B. Analisis Metode Dakwah Ali bin Abi Thalib

1). Dakwah bil Hikmah

1. Mengenal Strata Mad’u

Salah satu makna hikmah dalam berdakwah adalah menempatkan manusia

sesuai dengan kadar yang telah ditetapkan Allah. Di saat terjun ke sebuah

komunitas, atau melakukan kontak dengan seorang mad’u, da’I yang baik harus

memperlajari terlebih dahulu data riil tantang komunitas, atau pribadi yang

bersangkutan yang cukup beragam baik pendidikan, bahasa, tradisi dll.

7 Ahsin Muhammad dan Afif Muhammad, para pemuka ahlu Bayt Nabi, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 2004),h.66 8 Abbas Mahmud Aqqad, Keagungan Alin bin Abi Thalib, (Bogor: CV. Pustaka Mantiq, 1994), h.38 9 Majid Alli Khan, Sisi hidup para khalifah Saleh, (Surabaya: Risalah Gusti, 2000), h.257

Page 58: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

49

Ali bin Abi Thalib berkata: Berbicaralah dengan orang sesuai dengan

tingkat pengetahuan mereka, apakah engkau suka Allah dan Rasul-Nya

didustakan.

Ali sangat memahami karakter manusia, dakwah yang dilakukan tanpa

memandang strata mad’u bias berakibat fatal, ayat Allah dan sabda rasul bias

menjadi bahan olok-olokan orang yagn tidak faham.

2. Kapan harus bicara kpan harus diam

Ali selalu berhati-hati, memikirkan dan merenungkan apa yang

diucapkannya, agar tidak sembarang berbicara karena luka yang diakibatkan oleh

lidah bisa lebih parah daripadayang diakibatkan oleh pisau.

Ketika dai menghadapi masalah, dan berbicara diperkirakan akan

menimbulkan antpati, maka dai lebih baik mengambil sikap diam. Akan tetapi,

tidak selamanya diam itu emas dan berbicara itu perak.

Ali bin Abi Thalib menegaskan, kezaliman tak pernah berlangsung tanpa

kerjasama antara yang menzalimi dan yang dizalimi. Dengan diam mka orang

yang tertindas mendukung pelestarian penindasan. Diamnya seluruh bangsa atas

penindasan penguasa adalah tonggak utama kezaliman.

3. Toleransi tanpa kehilangan Shibgah

Sebagaimana diketahui bahwa toleransi mengandalkan keragaman,

menghormati hak-hak orang lain dan melindungi penganut ajaran lain.

Page 59: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

50

Ketika Ali diberitahu tentang sebuah kanal untuk irigasi milik orang-orang

non-muslim dikotor dengan sampah, ia segera menulis kepada pejabat yang

bertugas, Karzah bin Kaa;ab Anshari, “Orang-orang non-Muslim dari daerahmu

telah mengeluh bahwa salah satu dari kanal irigasi milik mereka telah tertutup

dengan sampah. Adalah tugasmu untuk membersihkannya! AKu bersumpah demi

Allah bahwa hal itu lebih baik bagimu, bahwa orang-orang muslim ditempatmu it

uterus bahagia daripada berpindah ke tempat lain karena kesulitan”

Toleransi jang adiartikan lemah dalam beragama. Sebaliknya, hnaya

mereka yang memiliki kepercayaan diri akan kebenaran agamanya sertakekuatan

ilmu yangbisa berbuat toleran dan kasih saying pada kelompok lain seperti Ali bin

Abi Thalib

4. Memilih kata yang tepat

Manusia tidak dapat menghindar dari komunikasi daam interaksi

sesamanya. Pada hakekatnya ketika manusia berkomunikasi pada dasarnya

memindahkan atau menyalin fikiran dalam bentuk lambing. Agar lambang itu

bermakna maka perlu disampaikan secara tepat. Karena tujuan dasar komunikasi

tersebut antra lain mencetak kesan orang lain dan memberikan kontribusi realitas.

Pada umumnya, sebuah syair mempunyai bentuk kata-kata yang singkat,

padat, namun dapat menggambarkan suasana kejiwaan si penyair secara utuh dan

tepat baik perasaannya dan pikirannya terhadap objek tertentu.

Page 60: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

51

5. Cara Berpisah

Dalam berdakwah adakalanya menggunakn metode selain caramah ada

pula dialog atau diskusi. Oeh kare itu, pertukaran pendapat antara pembawa

dakwah disatu pihak dan golonga n yang dihadapinya di lai n pihak adakalanya

berhasil dalam waktu yang singkat, adaka;lanya bertemu dengan alan buntu.

Menggunakan kata berpisah harus dengan “Qaulan Balighon” yaitu kata

yang sampai menjangkau ke lubuk hati mereka, jangan kata yang meninggalkan

rasa pahit atau jengkel.

Sebagai contoh ketika ada dialog antara dua orang sahabat yang ternyata

tidak ada titik pertemuan. Maka Ali menutup diaog tersebut dengan jelas dan

terang.

6. Uswatun Hasanah

Keteladanan adalh unsure terpenting yang harus direalisasikan dalam

perjalanan dakwah. Khususnya keteladanan utuh yang mencerinkan keutuhan

islam uyang shahih dan segala ajaran dan tuntunannya tanpa kekeliruan,

penyelewengan dan pengambilan ajaran secara parsial.

Ketelasanan Ali bin Abi Thalib memiliki pengaruh yang amat besar dalam

membantu kaum muslimin untuk mengenal islam secara teori dan praktek, serta

meneladaninya dalam hal ibadah, muamalah, atau amal-amal harian.

Page 61: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

52

2). Dakwah Mauidzotul Hasanah

Adapun Dakwah Mauidzoh Hasanah Ali penulis klasifikasikan ke dalam

beberap bentuk:

a. Nasihat atau petuah.

Ali menggunakan irama yang panjang dalam menyampaikan nasihat-

nasihatnya yang padat dan mengandung argument-argumen berbobot, yang

sanggup menggoncang hati pendengar serta meninggalkan pengaruh yang sangat

,mendalam pada jiwa yang mendengarkan nasihat-nasihatnya.

Ibnu Asakir meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata: Umar telah berkata kepada Ali: “Nasihatilah aku Abu hasan” Ali berkata ”jangan jadikan keyakinanmu menjadi keraguan, ilmumu menjadi kebodohan, dan dugaanmu menjadi hak. Dan ketahuilah, tidak ada jatah bagimu dari dunia ini kecuali apa yang telah diberikan kepadamu hingga habis, atau dijatahkan untukmu hingga punah, atau yang kamu kenakan hingga lapuk.”10 Nasihat yang diberikan Ali kepada Umar menunjukkan bahwa manusia

diciptakan oleh Allah dengan kesempurnaannya yaitu diberinya manusia hati dan

akal fikiran untuk melengkapi kekhalifahannya di muka bumi. Namun Allah

memberinya pula potensi nafsu yang membuat manusia menjadi khilaf dan salah.

Oleh karenanya manusia senantiasa memerlukan peringatan dan nasihat dari orang

lain.

b. kabar gembira dan peringatan (tabsyir wa tandzir)

Bentuk metode ini sangat penting dilakukan, terutama kepada masyarakat

yang mempunyai latarbelakang pendidikan yang rendah dan pemahaman

10 Handzalah, Taushiyah Ruhiyah Sahabat, (Jakarta: Pustaka Imani, 1995), h.21

Page 62: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

53

keagamaan yang lemah, sehingga perlu adanya motivasi dan harapan dalam

beragam melalui bentuk tabsyir dan tandzir.

Pada satu waktu sesekali pernah Yazid bin Qais sangat terlambat dalam pengiriman pajak penghasilan. Kemudian Ali r.a menulis surat kepadanya. “Jelaskan tentang penundaan pengiriman pajak. Aku menasihatimu agar takut kepada Allah Swt dan memperingatkanmu agar tidak mengulanginya dikemudian hari, sebaliknya kesalehan (kebijakan)mu akan hilang dan jihadmu untuk Allah akan rusk. Takutlah kepada Allah Swt dan peliharalah dirimu dari kekayaan yang tidak sah. Jangan memberiku kesempatan utuk memperingatkan kesalahan lagi.”11 Contoh diatas menunjukkan bahwa seorang dai harus senantiasa

memberikan dorongan kepada mad’unya agar selalu berbuat baik, pemberian

motivasi juga sangat diperlukan untuk mengajak manusia agar berlomba-lomba

berbuat bermacam-macam ketaatan. Tetapi, pada sisi yang lain, perlu adanya

tindakan preventif agar umat mudah untuk berbuat kemaksiatan, maka mereka

harus diberikan peringatan dan ancaman.

b. Wasiat

Esensi wasiat dalam dakwah adalah: Ucapan seorang da’I berupa pesan

penting dalam upaya mengarahkan mad’u tentang sesuatu yang bermanfaat dan

bermuatan kebaikan, Adapun persoalan-persoalan yang dismpaikan dalam waiat

berkaitan dengan sesuatu yag belum dan akan terjadi.

Ali bin Abi Thalib pernah berwasiat kepada Kumail bin Ziyad “HAi

Kumail sesungguhnya hati adalah wadah dan hati yang paling baik adalah hati

yang sadar. Maka jagalah apa yang aku wasiatkan padamu”12

11 Majid Ali Khan, Sisi hidup para khalifah Saleh, (Surabaya: Risalah Gusti, 2000), h.256 12 M. Munir, Metode dakwah, (Jakarta: KEncana), h.285

Page 63: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

54

Wasiat Ali merupakan sarana untuk mencapai tujuan dakwah. Bila

dikaitkan dengan kebenaran, wasiat Ali adalah profil paling cemerlang untuk tgak

menjaga kebenarn dan kebaikan. Bila dikaitkan dengan kasih saying wasiat Ali

adalah upaya menyebarluaskan perasaan kasih saying, dan saling mencintai

sesame umat, sehingga bangunan umat semakin solid.

3). Dakwah bi Al Mujadalah

Al-Mujadalah terbagi menjadi dua bagian, yaitu mahmudah dan

mazmumah. Sedangkan mahmudah terbagi menjadi al-khiwar dan as Ilah wa

Ajwibah.

a. Al-Hiwar

1. Kejujuran

Dialog hendaklah dibangun di atas pondasi kejujuran, bertujuan mencapai

kebenaran, menjauhi kebohongan, kebathilan dan penguburan, sebagai contoh

seperti peristiwa ketika Ali bin Abi Thalib kecil ditanya Ayahnya saat ia pergi ke

lembah kota Mekkah untuk beribadah bersama Rasulullah: “Wahai anakku!

Agama apakah yang engkau kerjakan itu? Ali menjawab: ”Oh Ayah! Saya

beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, saya percaya dengan segala yang dibawa

oleh Muhammad Saw, Saya bersembahyang bersamanya dan saya mengikutinya

karena Allah”.13

13 Muhammad Ali al-Quthub, Sepuluh Sahabat Dijamin Ahli Syurga.(Semarang: CV. Toha Putera, 2001), h.93

Page 64: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

55

2. Argumentatif dan Logis

Diskusi/dialog adalah bertujuan akhir agar lawan menyadari atau

mengikuti daripada apa yang kita inginkan. Maka sangatlah nisbi apabila di dalam

menyuguhkan bantahan atau alas an tidak masuk akal. Oleh sebab itu, jawaban

yang argumentative dan logislah yang mampu membawa lawan untuk

menerimanya.

Sekali waktu ia menghadapi seorang Yahudi dalam sebuah perkelahian,

dan duduk diatas dada orang yahudi tersebut untuk membunuhnya. Orang yahudi

tersebut meludahi wajahnya. Ali seketika bangkit meninggalkannya. Ali berkata,

“Aku memb unuhmu karena Allah, tetapi ketika engkau meludah di wajahku,

keikhlasanku telah dikalahkan perasaan pribadi.” Mendengar hal ini, orang

Yahudi tersebut dengan segera menyatakan menerima Islam.14

3. Bertujuan untuk mencapai kebenaran

Setiap individu atauppun keompok harus mencapai tujuan yaitu

menampakkan dan menjelaskan kebenaran masalah yang diperselisihkan.

Abu Sufyan tidak setuju terhadap pengangkatan Abu baker. Ia berkata

kepada Ali. Namun Ali memberikan pernyataan yang membuatnya amat kecewa

dengna jawabannya yang keras: “Sungguh anda tetap sebagai musuh Islam dan

kaum muslimin meskipun sikap itu tidak mampu mendatangkan kerugian Bagi

islam atau kaum muslimin sedikitpun”.15

14 Majid Ali Khan, Sisi hidup para khalifah saleh, (Surabaya: Risalah Gusti,2000), h.247 15 Abul ‘Ala al-Maududi, Khalifah dan Kerajaan, (Bandung: Penerbit Mizan Anggota IKAPI, 2000),h.127

Page 65: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

56

4. Tawadlu

Didalam berdiskusi kadang terjadi ketidak tawadluan dalam

mengemukakan pendapat atau alasannya, karena ia meras apaling benar, paling

bisa apalagi paling berkuasa.

Pada suatu ketika pernah orang-orang menangkap lima orang perusuh,

diantara mereka yangmencaci-maki dengan terang-terangan, bahkan seorang

diantara mereka bersumpah dihadapan orang banyak akan membunuh Ali.

Sungguhpun demikian, Ali telah melepaskan mereka dan tidak mengambil suatu

tindakan untuk menghukum mereka.16

5. Memberi kesempatan pada pihak lawan

Dalam sebuah perdebatan tentuya terjaid saling pendapat antara kedua

belah pihak, hal semacam ini tidak akan menemui titik temu jika tidak ada pihak

yang mau mengalah dalam berargumen. Mka sebaiknya sebagai seorang da’I

harus senantiasa memberikan kesempatan pada pihak lawan dalam berargumen.

Seperti yang dicontohkan Ali ketika dating seorang Yahudi dari MAdinah yang

mengaku dirinya keturunan Harun saudara Musa bin Imran, Ia berkata “Aku

bertanya kepadamu tentang tiga pertanyaan, bila jawabanmu benar, satu

pertanyaan lagi akan aku ujarkan, bila engkau salah menjawab tiga soal

pertama, engkau tidak akan melanjutkan pertanyaannku”. Ali menjawab seluruh

pertanyaan yang ditanyakan. Si Yahudi pun masu Islam.17

16 Abul ‘Ala al-Maududi, Khalifah dan Kerajaan, (Bandung: Penerbit Mizan Anggota IKAPI, 2000),h.129 17 Mahdi Faqih Imani, Mengapa Mesti Ali, (Jakarta: Lentera Citra, 2006), h.143

Page 66: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

57

Berikut langkah-langkah atau cata dalam berdialog yang dilakukan Ali bin

Abi Thalib dalam penyampaiab dakwahnya.

1. Mendengarkan pihak lawan dengan Arief, bijak dan seksama.

Langkah ini diambil agar memberikan kesan yang pertama begitu

menggoda, tidak menyinggung perasaan dan akhirnya da’I bukan hanya mengeri

akan ttapi memahami terhadap apa yang disampaikan lawan bicara, sehingga

langkah ini menentukan terhadap apa yang menjadi argument da’I berikutnya.

Demikian pula Ali r.a pernah terlibat dalam suatu perkara dengan seorang

non-Muslim yang dilihatnya menual bau besi milik Ali di pasar Kufah. Ia tidak

merampasnya dari tangannya, dalam kedudukannya sebagai amirul mukminin dan

kepala Negara pada waktu itu, tapi ia mengadukan halnya kepada hakim. Dan

ketika itu ia tidak berhasil mengajukan suatu bukti atau saksi-saksi atas

tuduhannya itu, sang hakim menjatuhkan putusan yang merugikannya.18

Setelah persidangan usai, orang Nasrani itu kembali bertemu Ali ra. Ia

berkata “Aku bersaksi bahwa ini adalah pengadilan para nabi. Amirul mukminin

menuntut aku melalui hakimnya dan hakimnya mengalahkannya. Sejak saat itu

saya bersahadat bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan bahwa Muhammad

adalah hamba dan utusann-Nya. Baju besi itu milikmu, Ya amirul mukminin. Aku

mengambil baju itu dari untamu yang kelabu ketika engkau dan pasukanmu

hendak berangkat ke Shiffin.”19

18 Abul ‘Ala al-Maududi, Khalifah dan Kerajaan, (Bandung: Penerbit Mizan Anggota IKAPI, 2000),h.122 19 Abdullatif Ahmad Aasyur, 10 orang dijamin ke surga, (Jakarta: Gema Insani Press, 1994), h. 86

Page 67: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

58

2. Menggunakan ilustrasi/Kiasan/gambaran

Ilustrasi adalah sarana untuk mendekatkan lawan bicara agar lebih yakin

terhadap argument yang kita sampaikan. Ilustrasi berguna untuk melengkapi dan

memperjelas setiap uraian pembicaraan.

Pada suatu hari Aqil dating ke rumah Ali dan memohon dipinjami uang

dari baitul Mal untuk memenuhi kebutuhan dan rasa lapar anak-anaknya. Tapi Ali

menolaknya mentah-mentah bahkan mendekatkan sebuah besi ketubuhnya. Ketika

Aqil berteriak ketakutan, maka Ali berkata “Kamu merasa keberatan atau

kehilangan anak, hei Aqil apakah engkau mengerang ketakutan menghadapi besi

yang dijaga oleh pemiliknya untuk mainan, dan engkau menarik aku ke dalam api

neraka yang menyala-nyala penuh api. Apakah engkau mengerang ketakutan

menghadapi kemelaratan, tapi berani menghadapi neraka?”20

3. Mematahkan pendapat/ alas an dengan serang balik.

Langkah ini diambil apabila lawan sudah melampaui batas. Akan tetapi,

tetap memperhatikan norma-norma dan etika dalam berdialog.

Dalam perdebatan antara Thalhah bin Syaibah dengna Abbas bin Abdul

Muthalib, Thalhah mengatakan, “Aku adalah orang yang paling mulia atas

Baitullah ini, sebab kunci-kuncinya berada ditanganku.”

Abbas menjawab “Tidak, akulah yang lebih mulia. Sebab, akulah yang

memberi minum orang-orang yang mengerjakan ibadah haji”

20 Abdul Halim Uweis & Musthafa ‘Asyur, Sayidina Ali Khalifah keempat yagn dideskriditkan, (Jakarta: yayasan lumni timur Tengah Indonesia,1997), h. 104

Page 68: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

59

Ketika kedua orang itu beradu mulut, lewatlah Imam Ali, yang kemudian

mengakhiri perdebatan mereka berdua dengan mengatakan “Aku sudah shalat

sebelum orang lain mengerjakannnya, dan akulah pemilik jihad.”21

4. Apologik dan Elentika

Diskusi kadang menghadapi pihak lawan yang mudah menerima argument

yang kita sampaikan. Dialog yang demikian kadang terjadi dalam satu agama dan

tidak fanatic terhadap faham yang dianutnya.

Perdebatan sengit antara Ali dan Abdullah al-AKiwa tentang keputsan arbitrase. Ali berkata “Apa kamu tidak tahu bahwa aku mengutusnya seorang muslim, lalu ia kafir –menurut kamu- setelah pengiriman itu? Apa kamu tahu bahwa rasulullah jika mengutus seornag muslim kepada orang-orang kafir untuk memanggil mereka ke alan Allah –Sebagaimana terjadi pada masa Rasulullah- lalu orang itu mengajak kepada jalan selain Allah. Apakah Rasulullah juga menanggung dosa terhadap kelakuan orang itu? Kata Abdul Kiwa “Tidak”. Kata Ali “lalu apakah saya harus menanggung dosa, jika Abu Musa tersesat? Dengan ketersesatan Abu Musa itu, apa lalu boleh kamu sekalian mengangkat pedang lalu memerangi manusia.”22 Mereka pun berlalu meninggalkan Ali karena mereka merasa kalah dengna pernyataan mereka sendiri.

5. Jangan marah.

Diskusi /dialog kadang-kadang dihadapkan dengan persoalan yang rumit

dimana lawan bicara tidak mau menerima atau bahkan mencaci terhadap da’i.

Oleh akrena itu, da’I tidak boleh terpancing untuk marah. Karena terjadi adalah

kebuntuan dialog tersebut, dan ini berarti kebuntuan dakwah. Padahal dalam

situasi dan kondisi bagaimanapun.

21 Ahsin Muhammad dan Afif Muhammad, para pemuka ahlu Bayt Nabi, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 2004),h.46 22 Abdul Halim Uweis & Musthafa ‘Asyur, Sayidina Ali Khalifah keempat yagn dideskriditkan, (Jakarta: yayasan lumni timur Tengah Indonesia,1997), h. 91

Page 69: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

60

Setelah perang jamal reda. Kemudian Ali berkunjung kepada Aisyah

dirumahnya, dan duduk dihadapannya. Lalu Syatiyah binti Thalhah berteriak

berkali-kali kepada Ali: “Semoga Allah meyatimkan anak-anakmu sebagaimana

kamu telah meyatimkan anak-anakku!” Ali diam saja. Ada seseorang yang marah

mendengar caci maki Syafiyah, lalu berkata kepada Ali. “Hai amirul mukminin,

apakah anda diam saja menghadapi wanita ini” Ali menjawab “Kita

diperintahkan untuk menahan diri terhadap kaum wanita yang musyrik. Apalagi

terhadap kaum wanita yang muslimah”.23

b. As-Ilah Wa Ajwibah (Tanya jawab)

Tanya jawab merupakan salah satu metode di dalam berdakwah. Ia

merupakan bagian dari metode dialogis dalam menyampaikan pesan-pesan

dakwah. Kesan yang ditimbulkan melalui metode Tanya jawab ini lebih kuat bila

dibandingkan hanya dengan berkomunikasi satu arah.

Berikut penulis cantumkan bentuk-bentuk As-Ilah Wa Ajwibah yag

dilalukan Ali bin Abi Thalib.

1. Jawaban yang lugas, langsung pada apa yang ditanyakan.

Seorang Yahudi bertanya kepada Ali “Ceritakan kepadaku apa yang tidak

dimiliki Allah? Ceritakan pula kepadaku sesuatu yang tidak ada pada Allah dan

yang tidak diketahui Allah” Ali menjawab “Pertanyaanmu tetnang apa yang tidak

ada disisi Allah, jawabannya adalah Allah tidak memiliki kedzaliman kepada

23 Abdul Halim Uweis & Musthafa ‘Asyur, Sayidina Ali Khalifah keempat yagn dideskriditkan, (Jakarta: yayasan lumni timur Tengah Indonesia,1997), h. 79

Page 70: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

61

hamba-hambanya. Pertanyaanmu tantang apa yang tidak dimiliki Allah,

jawabannya adalah Allah tidak memiliki sekutu” Saat itu juga yahudi berkata,

“Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, bahwa Muhammad adalah

Rasulullah”24

2. Jawabannya dalam bentuk pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban lisan, tetapi cukup direnungi dan dihayati maksudnya.

Ketika Ali r.a hampir wafat, orang banyakpun bertanya kepadanya:

“Apakah anda akan membaiat Hasan, putera Anda?” maka beliau menjawab

“Aku tidak memerintahkan kepada kalian dan tidak melarang kalian, kalian lebih

mengerti”25

3. Jawaban yang sama dari pertanyaan yang sama dan berulang-ulang.

Ketika Ali Karramallahu Wajhah ditanyakan tentang apa bedanya ilmu

dengna harta. Pertanyaan itu diulang sebanyak 10 kali dan beliau menjawab

dengna jawaban yang berbeda-beda.26

4. Jawaban dikembalikan kepada Allah dan Rasulnya.

Abu Sufyan bin Harb dating ke Madinah untuk menemui Rasulullah saw,

guna berusaha memeprbaiki keadaan dna mengukuhkan perjanjian Hudaibiyyah

yang telah mereka langgar. Permintaan Abbu Sufyan itu ditolak keras oleh

Rasulullah saw. Akan tetapi Abbu Sufyan terus berusaha membujuk orang-orang 24 Mahdi Faqih Imani, Mengapa Mesti Ali, (Jakarta: Lentera Citra, 2006), h.68 25 Abul ‘Ala al-Maududi, Khalifah dan Kerajaan, (Bandung: Penerbit Mizan Anggota IKAPI, 2000),h.114 26 M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2006), h.342

Page 71: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

62

terdekat nabi hingga sampai kepada Ali. Namun Ali menjawab “Mengenai

masalah itu rasulullah telah mengambil keputusan. Kami tidak dapat mengajak

beliau berbicara tentang itu.”27

5. Jawaban yang bertingkat-tingkat.

Ibnu Asakir neriwayatkan dari Ali bahwa ada seorang Yahudi yang dating

menemuinya. Lalu ia berkata, “Kapan Tuhan kita mulai ada?” Mendengar

pertanyaan itu wajah Ali berubah karena marah. Lalu dia menjawab, “Dia ada

dari tiada, dia ada tanpa proses pengadaan, dia ada tanpa kita tahu bagaimana

adanya. Dia ada tanpa didahului sesuatu dan tidak akan pernah berakhir, semua

akhir tidak akan menembus ada-Nya, dia adalah puncak dari segala puncak.”

Mendengar itu si Yahudi segera masuk Islam.28

27 H. Roeslan Abdulgani, Sejarah Kehidupan Rasulullah, (Jakarta: Pustaka Hidayah,2008), h.265 28 Imam As-Suyuthi, Tarikh Khulafa, (Solo: Pustaka al-kautsar,2005), h.214

Page 72: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

63

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melalui kajian yang relatif panjang tentang metode dakwah

khalifah Ali bin Abi Thalib, maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan:

1. Metode dakwah yang khalifah Ali bin Abi Thalib gunakan adalah metode

dakwah al-hikmah, al-mauidzatul Hasanah dan al-Mujadalah. Meski pada

waktu pemerintahan Ali disibukan dengan peperangan demi peperangan

yang terjadi antara beliau dan pihak-pihak yang tidak setuju atas

kekhalifahan beliau namun beliau tetap menjadi seseorang yang

mempertahankan kesatuan umat islam.

2. Pemerintahan Khalifah Ali berada dalam kebimbangan karena beberapa

pihak yang tidak puas dengan kepemimpinannya adalah merupakan para

sahabat Nabi, namun ia harus tetap menjadi ksatria tangguh di medan

perang, demi memperjuangkan hak-haknya sebagai khalifah dan demi

menjaga keutuhan dan kesatuan umat islam dengan mematuhi

keputusannya sebagai jabatan khalifah.

3. Kebijaksanaan beliau sungguh sangat luar biasa sehingga banyak kata-kata

yang terlontar dari mulutnya mengandung hikmah bagi para sahabat dalam

kehidupan sehari-hari, sehingga banyak sekali pesan-pesan yang ia

sampaikan demi perkembangan Islam.

63

Page 73: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

64

B. Saran

Dengan mengacu pada keseluruhan pembahasan ini, penulis menyarankan

hal-hal sebagai berikut:

1. Seorang da’I memiliki tanggung jawab tidak hanya dihadapan manusia

semata melainkan dihadapan Allah jua, tentunya para da’I harus selalu

berpedoman pada sumber-sumber ajaran Islam sebagai tuntutan serta

senantiasa terus mendalaminya agar benar-benar sesuai dengan maksud

penciptaan manusia sebagai Makhluk-Nya.

2. Senantiasa mengkaji perjalanan para sahabat Rasulullah Saw dan para

Ulama dalam setiap penyampaian dakwah mereka tentunya dengan

metode beragam untuk dijadikan perbandingan bagi seorang da’I agar

hasil yang didapat semaksimal mungkin.

3. Dakwah memiliki pengertian yang sangat luas, tidak terbatas dalam bentuk

ceramah dan pengajian, berpindah dari majlis ke majlis lain, dari satu

mimbar ke mimbar lain dengan perbuatan yang bercermin pada nilai-nilai

islami juga sangat bernilai maknanya bagi dakwah.

4. Dengan tekhnologi yang semakin pesat saat ini, tentunya menjadi

tantangan tersendiri bagi para da’I dalam memanfaatkan semua itu

terhadap aktifitas dakwah yang dijalaninya, agar dapat menyesuaikan

dakwahnya dengan perkembangan zaman.

Page 74: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

DAFTAR PUSTAKA Aasyur, Abdullatif Ahmad, 10 orang dijamin ke surga, (Jakarta: Gema Insani

Press, 1994) Abdulgani, Roeslan, Sejarah Kehidupan Rasulullah, (Jakarta: Pustaka

Hidayah,1997) Abdullah, Abdurrahman bin, Kisah-kisah manusia pilihan, (Bogor: Pustaka

thariqul Izzah, 2005) Al Husaini, M.H Al Hamid, Imamul Muhtadin Sayidina Ali bin Abi Thalib,

(Bogor: Yayasan Al-Hamidi, 2009) al-‘Allaf, Abdullah Ahmad, 1001 cara berdakwah, (Solo: Ziyad Visi Media,

2008) al-Afifi, Abdul Hakim, 1000 Peristiwa dalam Islam, (Bandung: Pustaka

HIdayah) al-Amini, Syaikh Abdul Husein, Ali bbin Abi Thalib: Sang putera ka’bah,

(Jakarta: al-Huda, 2002) Al-Juhali, Wahbah, At-Tafsir Al-Munir, Juz. 13-14 Al-Maraghi, Ahmad Musthafa, Tafsir al-Maraghi, Juz. 5. al-Maududi, Abul ‘Ala, Khalifah dan Kerajaan, (Bandung: Penerbit Mizan

Anggota IKAPI, 2000) al-Musawi, Abbas Ali, Ali bin Abi Thalib Manusia Sempurna, (Jakarta: Cahaya,

2008) al-Qahthani, Said bin Ali bin Wahif, Dakwah Islam Dakwha Bijak, (Jakarta:

Penerbit Gema INsani Press, 1994) al-Qardhawi, Syeikh Yusuf, al Shahwah al Islam baina al-Juhud wa al-Tatarruf,

Risalah al mahakim al-Syar’iyyah wa al syuut al-Diniyah, (Qatar, 1402 H)

al-Quthub, Muhammad Ali, Sepuluh Sahabat Dijamin Ahli Syurga.(Semarang:

CV. Toha Putera, 2001) Aqqad, Abbas Mahmud, Keagungan Ali, (Jakarta: Pustaka Mantiq,1992)

Page 75: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

Asmuni, M. Yusran, Pengantar Sejarah Kebudayaan Islam dna Pemikiran (Dirasah Islamiyah II), (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1996)

As-Suyuthi, Imam, Tarikh Khulafa, (Solo: Pustaka al-kautsar,2005) Asy-Syulaimi, Sayyid Ahmad, Kumpulan khotbah Ali bin Abi Thalib, (Jakarta:

Gema Insani Press, 2001) Azis, Moh. Ali, Dakwah bil Hikmah (Jakarta: Mitra Kencana, 2004) Bachtiar, Wardi, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos Wacana

Ilmu, 1997) Badruttamam, Nurul, Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher, (Jakarta: Grafindo

Khazanah Ilmu, 2005 ) Bastoni, Hepi Andi, Sejarah Para Khalifah, (Jakarta: al-Kautsar, 2008) Fachmi, Anshori, kisah-Kisah di zaman khalifah, (Surabaya: Sinar Baru

Alcensindo,1993) Fachruddin, Fuad Mohd, Posisi Ali di Pentas Sejarah Islam, (Jakarta: Gema

Insani Press, 1988) Ghalwusy, Ahmad, Al-DA’wah Al-Islamiyah. (Kairo: Dar al-Kutub al-Mishr,

1987) Hamka, Sejarah Uamt Islam, (Singapura: Kerjaya Printing Industries Pte Ltd,

1994) Handzalah, Taushiyah Ruhiyah Sahabat, (Jakarta: Pustaka Imani, 1995) Hasanuddin, Hukum Dakwah, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996) Hefni, Munzir Supatra dan Harjani (ed), Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada

Media, 2003) Hielmy, Irfan, Dakwah bin Hikmah (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002) Imani, Mahdi Faqih, Mengapa Mesti Ali, (Jakarta: Lentera Citra, 2006) Jumantoro, Toto, Psikologi Dakwah dengan Aspek-asspek kejiwaan yang

Qurani (Jakarta: Amzah, 2001) Khan, Majid Ali, Sisi hidup para khalifah saleh, (Surabaya: Risalah Gusti,2000)

Page 76: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

Latif, Nasarudin, Teri dan Praktek Dakwah Islamiyah, (Jakarta: Firma Dara, 1979)

Ma’lub, Lois, Munjid Fi al-Lughah wa A’lam. (Beirut: Dar Fikr, 1990) Machfoed, Ki Moesa A., Filsafat Ilmu Dakwah dan penerapannya, (Jakarta:

Bulan BIntang, 2004) Makhfuz, Syeik Ali, Hidayat al Murtasyidin, Terjemahan Hodijah Nasution,

(Yogyakarta: Tiga A, 1970) Marhaban, Haji Sjech, Tokoh-tokoh Islam di Zaman Nabi, (Singapura: Pustaka

Nasional, 2004) Muhammad, Ahsin Muhammad dan Afif, para pemuka ahlu Bayt Nabi, (Jakarta:

Pustaka Hidayah, 2004) Muhiddin, Asep, Dakwah dalam Perspektif Al-Quran: Studi Kritis ata Visi, Misi

dan Wawasan, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002) Munawir, Narson, Kamus Al Munawir, (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1994) Munir, M., Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2006) Muriah, Siti, Metodologi Dakwah Kontemporer, (Yogyakarta: Mitra Pustaka,

2000) Nuh, Sayid Muhammad, Diterjemahkan Oleh: Ashfa Afkarina, Dakwah

FArdiyah: Pendekatan Personal dalam dakwah, (Solo: Era Intermedia, 2000)

Quthub, Sayyid, Fi Dzila Qal-Quran Jilid VII, Beirut, Ihya’ At-Turas Al-arabi, tt Rasyid, Moh. Shobirienur, Sebuah Prisma Seribu Cahaya, (Jakarta: Humaniora

Utama, 2000) Sadzali, Munawir, Islam dan tata Negara: ajaran, sejarah dan pemikiran,

(Jakarta: Universitas Indonesia, 1993) Shalaby, Ahmad, Sebuah Buku Kajian Mengenai Sejarah Islam Sejarah dan

Kebudayaan Islam, (Singapura: Pustaka Nasional,1996) Soemargono, Soejono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta: nur Cahaya,

1983) Sou’yb, Joesoef, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, (Jakarta: Bulan Bintang,

1979)

Page 77: METODE DAKWAH ALI BIN ABI THALIB

Syafi’I, Inu Kencana, Al-Quran & Politik, (Jakarta: PT Rineka Cipta,1994) Tasmara, Toto, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997) Thantawi, Sayyid Muhammad, Adab al-Khiwar Fil Islam, Dar al-Nahdhah,

Mesir diterjemahkan oleh Kamal, Zaenuri Misrawi dan Zumroni, (Jakarta: Azan, 2001)

Tim The Ahl-Ul Bayt Word Assembly, Teladan Abadi Ali bin Abi Thalib,

(Jakarta: al-Huda, 2008) Umar, Toha Yahya, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Widya Karsa Pratama, 1992) Uweis, Abdul Halim & Musthafa ‘Asyur, Sayidina Ali Khalifah keempat yagn

dideskriditkan, (Jakarta: yayasan lumni timur Tengah Indonesia,1997) W. Nana Rukmana D.. Masjid dan Dakwah, (Jakarta: al-Mawardi Prima, 2002) World Assembly of Muslim Yaouth (WAMY), Fil Ushulil Hiwar, Maktabah

WAhbah Cairo, Mesir, diterjemahkan oleh Abdus Salam M dan Muhil Dhafir, dengan judul terjemahan “Etika Diskusi”, (Jakarta: Era Inter Media, 2001)

Yaqub, Ali Mustafa, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi (Jakarta: Pustaka

Firdaus,1997) Yayasan Penyelenggaraan Penerjemah/Penafsir al-Quran, al-Quran dan

terjemahnya, Lembaga percetakan Raja Fahd