Mesotherapy Versus Systemic Therapy in the Treatment of Acute

10
Mesotherapy versus Systemic Therapy in the Treatment of Acute Low Back Pain: A Randomized Trial Terapi farmakologis dari back pain dengan analgesik dan obat-obatan anti inflamasi sering dikaitkan dengan efek samping, terutama pada lansia. Tujuan utama studi ini adalah membandingkan antara mesoterapi dengan pemberian nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) sistemik konvensional dan kortikosteroid pada pasien dengan low back pain akut. Sebanyak 48 pasien di randomisasi untuk mendapatkan terapi anti inflamasi berdasarkan protokol berikut: (a) grup mesoterapi mendapatkan lidocaine 2% pada hari ke-1 dan ke-4 + ketoprofen 160 mg (1mL) + methylprednisolone 20 mg (1 mL) (b) grup terapi konvensional mendapatkan ketoprofen 80mg × 2/hari dan esomeprazole 20 mg/hari peroral untuk 12 hari, methylprednisolone 40 mg/hari intramuscular untuk 4 hari, diikuti dengan methylprednisolone 20 mg/hari untuk 3 hari, dan selanjutnya, methylprednisolone 20 mg/hari pada hari yang berbeda. Intensitas nyeri dan disabilitas fungsional dinilai pada batas dasar (T0), pada akhir terapi (T1), dan 6 bulan kemudian (T2) dengan menggunakan visual analogic scale (VAS) danRoland-Morris disability questionnaire (RMDQ). Pada kedua grup, nilai VAS dan RMDQ berkurang secara signifikan pada akhir terapi dan pada 6 bulan berikutnya, jika dibandingkan dengan batas dasar. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kedua grup. Hal ini menunjukkan bahwa mesoterapi dapat menjadi alternatif terapi konvensional yang valid sebagai terapi low back pain akut. Introduction Low back pain berdampak pada proporsi besar populasi orang dewasa di negara-negara maju dan memiliki dampak yang besar pada sistem perawatan kesehatan dan masyarakat. Terapi farmakologis konvensional untuk mengurangi rasa sakit, peradangan, dan disabilitas fungsional

description

jurnal stase saraf

Transcript of Mesotherapy Versus Systemic Therapy in the Treatment of Acute

Mesotherapy versus Systemic Therapy in the Treatment of AcuteLow Back Pain: A Randomized Trial

Terapi farmakologis dari back pain dengan analgesik dan obat-obatan anti inflamasi sering dikaitkan dengan efek samping, terutama pada lansia. Tujuan utama studi ini adalah membandingkan antara mesoterapi dengan pemberian nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) sistemik konvensional dan kortikosteroid pada pasien dengan low back pain akut. Sebanyak 48 pasien di randomisasi untuk mendapatkan terapi anti inflamasi berdasarkan protokol berikut: (a) grup mesoterapi mendapatkan lidocaine 2% pada hari ke-1 dan ke-4 + ketoprofen 160 mg (1mL) + methylprednisolone 20 mg (1 mL) (b) grup terapi konvensional mendapatkan ketoprofen 80mg × 2/hari dan esomeprazole 20 mg/hari peroral untuk 12 hari, methylprednisolone 40 mg/hari intramuscular untuk 4 hari, diikuti dengan methylprednisolone 20 mg/hari untuk 3 hari, dan selanjutnya, methylprednisolone 20 mg/hari pada hari yang berbeda. Intensitas nyeri dan disabilitas fungsional dinilai pada batas dasar (T0), pada akhir terapi (T1), dan 6 bulan kemudian (T2) dengan menggunakan visual analogic scale (VAS) danRoland-Morris disability questionnaire (RMDQ). Pada kedua grup, nilai VAS dan RMDQ berkurang secara signifikan pada akhir terapi dan pada 6 bulan berikutnya, jika dibandingkan dengan batas dasar. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kedua grup. Hal ini menunjukkan bahwa mesoterapi dapat menjadi alternatif terapi konvensional yang valid sebagai terapi low back pain akut.

Introduction

Low back pain berdampak pada proporsi besar populasi orang dewasa di negara-negara maju dan memiliki dampak yang besar pada sistem perawatan kesehatan dan masyarakat. Terapi farmakologis konvensional untuk mengurangi rasa sakit, peradangan, dan disabilitas fungsional biasanya bergantung pada penggunaan luas nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs), parasetamol (acetaminophen), kortikosteroid, dan berbagai opioid. Namun, kelemahan utama terapi farmakologis dengan analgesik dan obat anti-inflamasi adalah sering terjadi efek samping ; Toksisitas NSAID berhubungan ke penghambatan prostaglandin (PG), dengan gangguan pada pertahanan mukosa lambung dan homeostasis ginjal. Di sisi lain, ketersediaan selektif cyclooxygenase-2 (COX-2) inhibitors inhibitor (coxib), meskipun memberikan reduksi dalam toksisitas gastroinstestinal, tetap memiliki resiko tinggi dalam menimbulkan efek samping cardiovaskular dan renal. Terapi jangka panjang dengan kortikosteroid sistemik dapat mencetuskan berbagai reaksi efek samping yang serius, yang mengarah ke hipertensi, diabetes, glaukoma, ulkus gaster, osteoporosis, dan gangguan kejiwaan. Akhirnya, opioid, baik digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan parasetamol dan atau NSAID, dapat menyebabkan berbagai efek samping yang bergantung pada dosis dan mengurangi kualitas hidup, disfungsi intestinal menjadi salah satu masalah yang paling umum dan menetap. Dengan demikian, pilihan terapi baru

membutuhkan efikasi dan keamanan yang lebih baik dan terjamin.Di antara berbagai upaya untuk mengurangi toksisitas obat, penggunaan terapi lokal (neural block, injeksi kortikosteroid intraartikular, atau periarticular) telah menjadi populer diantara dokter, meskipun terdapat beberapa kontroversi mengenai efikasinya sebagai terapi.

Selama dekade terakhir, para peneliti dan pasien menjadi semakin tertarik pada terapi komplementer dan alternatif (complementary and alternativemedicine [CAM]) sebagai tambahan untuk memastikan keberhasilan, dan meningkatkan keamanan terapi. Nyeri punggung adalah alasan paling umum untuk penggunaan CAM baik di Eropa maupun Amerika Serikat. Namun, meskipun sebagian besar masyarakat umum mendukung dan beberapa telah diterbitkan beberapa studi klinis, hanya sebagian terapi yang telah didukung oleh bukti ilmiah yang kuat. Seperti halnya juga, studi klinis yang mengevaluasi efektivitas terapi CAM yang populer digunakan untuk low back pain masih jarang, sangat sedikit studi mekanistik tersedia, yang kualitas penelitian umumnya buruk, dan kesimpulan umumsulit dicapai.Mesotherapy diperkenalkan 50 tahun yang lalu oleh Michel Pistor, seorang dokter Perancis yang digunakan teknik ini sebagai terapi analgesik baru untuk berbagai gangguan rheumatologic. Mesotherapy adalah teknik invasif minimal yang terdiri dari injeksi obat subkutan dan, kadang-kadang, ekstrak herbal, agen homeopati, atau zat bioaktif lainnya; untuk alasan ini, mesoterapi telah sering dianggap CAM, daripada terapi medis konvensional. Sejak diperkenalkan, penggunaan Mesotherapy telah diperluas, dan indikasi terapi telah meningkat; meskipun sebagian besar aplikasinya terdapat pada patologi osteoarticular, selama tahun-tahun terakhir ini, teknik ini menjadi populer dalam kedokteran kosmetik untuk pengobatan selulit dan penumpukan lemak. Berdasarkan kejadian ini, studi berikutnya telah dirancang untuk mengevaluasi efektivita sobat anti-inflamasi (NSAID dan kortikosteroid) diberikan melalui Mesotherapy dibandingkan dengan pemberian sistemik konvensional peroral dan intramuscular untuk pengobatan low back pain

MethodsPenelitian ini dilakukan di Departemen Kedokteran Fisika dan Rehabilitasi University of Parmadengan mengikuti pedoman untuk studi eksperimental dengan subyek manusia yang diberikan oleh Universitas lokal. Inform Consent tertulis diperoleh dari masing-masing pasien. Rekrutmen pasien.Pasien yang direkrut untuk studi ini berasal dari Departemen gawat darurat antara Januari hingga Mei 2007 dan diperiksa kelayakannya oleh petugas klinis. Pasien yang terdaftar dalam penelitian ini, dipastikan bahwa mereka telah menderita nyeri punggung tidak lebih dari 2 minggu dan melaporkan intensitas nyeri > 65 pada visual analogic scale (VAS) 100mm. Kriteria eksklusi antara lain diabetes, dalam terapi antikoagulan, atau kehamilan. Pasien juga diekslusi jika mereka memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, ginjal, hati, pencernaan, atau kejiwaan. Delapan puluh empat pasien (44 laki-laki, 40 perempuan) berusia 24-77 tahun dan menderita low back pain, dengan cruralgia atau sciatalgia dimasukkan ke dalam penelitian. Pasien bisa meninggalkan studi setiap saat dengan alasan apapun. Desain studi. Pasien yang memenuhi kriteria kelayakan akan dialokasikan secara acak untuk menerima terapi anti-inflamasi dengan NSAID (ketoprofen) dan kortikosteroid (methylprednisolone, MP), yang diberikan baik oleh Teknik mesotherapic atau dengan rute oral / intramuskular.Rejimen obat yang digunakan dalam kelompok A (22 laki-laki, 20 perempuan) adalah sebagai berikut: 2% lidocaine (1 mL) + ketoprofen 160 mg (1 mL) + MP 40 mg (1 ml) pada hari 1 dan 4, kemudian 2% lidocaine (1 mL) + ketoprofen 160 mg (1 ml) + MP 20 mg (1 ml) di hari 7, 10, dan 13. Lima suntikan berulang (3 ml untuk tiap injeksi) diberikan pada inter dan paravertebral sepanjang nervus sciatica, melalui jarum khusus (30G × 4 mm), yang dimasukkan secara keseluruhan. Lidocaine digunakan untuk meminimalkan rasa sakit pada tempat suntikan.Grup B (22 laki-laki, 20 perempuan) menerima terapi obat sesuai dengan protokol berikut: ketoprofen 80mg X2 / hari peroral selama 12 hari; MP intramuskular 40 mg / hari untuk 4 hari pertama, kemudian 20mg / hari selama 3 hari, kemudian 20mg / hari pada hari yang lain. Pasien dari kelompok ini menerima esomeprazole 20 mg / hari selama 12 hari, sebagai terapi gastroprotektif.

pengukuran hasil. Intensitas nyeri dinilai dengan menggunakan skala VAS (0 = tidak ada rasa sakit, 100 nyeri tak tertahankan),skala horisontal 100mm merupakan tanda yang telah divalidasi secara luas untuk menilai nyeri. Disabilitas fungsional dalam kehidupan sehari-hari Kegiatan diukur dengan kuesioner disabilitas Roland-Morris (RMDQ) (skor bervariasi 0-24). Kedua parameter dievaluasi pada batas awal (T0), pada akhir terapi obat (12 hari, T1), dan pada 6 bulan sesudahnya (Tindak lanjut, T2) oleh dua pengamat independen yang blinded terhadap terapi farmakologis. Analisis Statistik. Semua data kuantitatif yang dimasukkan ke dalam database yang dirancang khusus (SPSS V 17,01). Chi-square, Mann-Whitney dan uji Kolmogorov-Smirnov yang digunakan untuk mengevaluasi homogenitas kelompok, seperti untuk jenis kelamin atau usia. Uji Wilcoxon dipergunakan untuk menganalisis variasi antara nilai-nilai yang diperoleh pada batas awal (T0), akhir pengobatan (T1), lanjutan (T2), dan T0-T1, T1-T2; Tes Krusall-Wallis digunakan untuk menganalisis perbedaan antara T0-T1-T2. Uji F digunakan untuk analisis varians dan T test digunakan untuk data independen. P value <0.05 dipertimbangkan sebagai patokan signifikansi statistik.

ResultsKarakteristik Pasien. Sebanyak 84 pasien terdaftar dalam penelitian ini. Semua kelompok mendapat perlakuan yang seimbang sehubungan dengan karakteristik demografi dan baseline. Distribusi pasien antara kelompok sebanding seperti untuk jenis kelamin dan usia, skor untuk nyeri (VAS), dan cacat fungsional (RMDQ). Nyeri dan cacat fungsional. Pada kelompok A (mesotherapy), skor VAS dan RMDQ berkurang secara signifikan pada akhir pengobatan farmakologis (P <.0001) sedangkan setelah 6 bulan hanya skor VAS masih berbeda secara signifikan dari baseline (P = .04). Pada kelompok B (farmakoterapi konvensional), VAS dan RMDQ berkurang secara signifikan pada akhir pengobatan (P <.0001 dan P <001, resp.) dan kedua skor masih berbeda secara signifikan pada batas dasar/baseline dan setelah 6 bulan (P = 0,673 dan P = 0,400, resp., Data perbandingan pada akhir pemberian obat) .Mesotherapy cukup ditoleransi oleh pasien dan reaksi lokal atau alergi tidak ditemukan. Rasa sakit yang minimal selama dan setelah injeksi dapat dicegah dengan anestesi lokal. Perdarahan sementara dan tanda-tanda peradangan terjadi pada pasien di lokasiinjeksi, tetapi mereka membaik dalam beberapa hari.

DiscussionTujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas Obat anti-inflamas yangi diberikan melalui mesotherapy pada pasien dengan low back pain. Hasil ini menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa pemberian NSAID dan kortikosteroid melalui teknik mesotherapic dapat memberikan manfaat terapeutik yang sama seperti yang disebabkan oleh pemberian obat konvensional (oral dan intramuscular). Memang, kedua terapi dapat mengurangi intensitas rasa sakit dan disabilitas pada aktivitas kehidupan sehari-hari secara signifikan, dan efeknya dapat dipertahankan hingga 6 bulan. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa naproxen dan diklofenak, yang diberikan melalui mesotherapy, lebih efektif dibanding pemberian oral.Temuan utama dari studi ini adalah perbandingan efektivitas Mesotherapy dan terapi sistemik konvensional, walaupun dosis obat yang diberikan untuk pasien yang menjalani mesotherapy lebih rendah (41,67% ketoprofen dan 50% methylprednisolone). Efikasi yang mampu dibandingkan antara Mesotherapy dan terapi konvensional, meskipun dosis obat yang berbeda, sulit untuk dijelaskan. Pemberian obat secara Subkutanakan berefek dalam penyerapan obat yang sangat lambat dibandingkan dengan rute sistemik lainnya, seperti oral dan intramuscular; sehingga dapat dihipotesiskan bahwa obat antiinflamasi yang diberikan melalui mesotherapy, mencapai konsentrasi obat yang tinggi ke dalam jaringan subkutan dan mememberikan efek lokal di dekat sel yang mengalami inflamasi, serat sensorik, dan mediator vaskular yang mengatur peradangan dan nyeri.

Evidence-Based Complementary and Alternative MedicineMeskipun tidak ada penilaian yang dibuat dalam penelitian kami mengenai kadar plasma obat setelah administrasi dua rute, kemingkinan dapat dihipotesiskan bahwa pengobatan mesotherapic akan berefek pada bioavailabilitas obat di sistemik lebih rendah, dengan konsekuensi efek samping yang lebih rendah.

Hal ini dapat memberikan keuntungan terapi yang besar, ketika mempertimbangkan tingginya tingkat efek samping, terkait dengan NSAID atau Penggunaan kortikosteroid pada populasi lanjut usia. Sementara penggunaan inhibitor pompa proton secara terbatas mampu menekan kejadian ulkus peptikum dan gangguan terkait asam lainnya, namun masalah ginjal dan kardiovaskular masih menjadi perhatian khusus. Dalam hubungan ini, baik NSAID nonselektif dan COX-2-selektif ketahui dapat mengurangi laju filtrasi glomerulus, meningkatkan retensi cairan dan tekanan darah, dan beberapa COX-2 inhibitor yang sangat selektif yang ada berefek tidak menguntungkan pada pasien dengan penyakit kardiovaskular dan ditarik dari pasar. Kortikosteroid, pada sisi lain, mungkin memiliki berbagai efek samping, termasuk hipertensi, diabetes, osteoporosis, glaukoma, dan ulkus lambung, yang bergantung pada dosis dan terkait dengan ketersediaan obat sistemik.Meskipun teknik mesotherapic digunakan dalam operasi dermatologi telah dikaitkan dengan sejumlah efek merugikan di situs injeksi, termasuk infeksi mikobakteri atipikal, urtikaria, letusan obat lichenoid, dan psoriasis, tidak ada bukti reaksi lokal yang ditemukan dalam penelitian ini.Kesimpulannya, hasil penelitian menunjukkan bahwa administrasi kombinasi NSAID konvensional dan kortikosteroid dengan metode Mesotherapy merupakan metode yang efektif dan ditoleransi secara baik untuk mengelola nyeri pinggang dalam jangka pendek, dibandingkan dengan Terapi obat yang diberikan oleh rute oral dan intramuscular.Kelemahan yang mungkin dari penelitian kami adalah jumlah kecil sampel pasien, periode follow up yang pendek, dan kurangnya pengukuran kadar obat plasma. Namun, jika dikonfirmasi dalam percobaan besar, pengamatan ini bisa menarik potensi pengobatan farmakologis nyeri pinggang untuk mengurangiefek buruk obat antiinflamasi yang terkait dengan kadar plasma tinggi.