MESIR revisi
-
Upload
nickysapoetra4971 -
Category
Documents
-
view
756 -
download
1
description
Transcript of MESIR revisi
PERADABAN MESIR
Dalam Bab ini akan dibahas secara lebih luas mengenai peradaban
Mesir. Secara geografis, Mesir terletak di Afrika Utara. Negara ini terletak
di pesisir pantai Laut Mediteran dan Laut Merah; bersebelahan dengan
Libya di barat, Sudan di selatan, dan semenanjung Gaza, Palestina dan
Israel di Timur. Mesir purba terbagi ke dalam dua kerajaaan yang dikenali
dengan sebutan Mesir Hulu dan Mesir Hilir. Sumber kehidupan
masyarakat Mesir terletak di sepanjang aliran Sungai Nil. Sungai ini
menjadi inspirasi lahirnya kebudayaan Mesir. Dalam bab ini, kalian akan
mempelajari keadaan alam Mesir, sejarahnya, dan masa-masa kejayaan
dinasti kerajaan Mesir. Secara lebih rinci bab ini membahas mengenai:
A. Letak geografis dan latar belakang timbulnya peradaban Mesir
B. Sistem pemerintahan kerajaan Mesir kuno
C. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Secara khusus setelah mempelajari uraian dalam bab ini diharapkan
kalian akan dapat:
1. menjelaskan konsep peradaban Mesir
2. menguraikan dinasti-dinasti yang berkuasa di Mesir
3. mengenal hasil-hasil peradaban Mesir.
4. menjelaskan hubungan peradaban Mesir dengan peradaban
lainnya di dunia
A. Letak Geografis Mesir
Perhatikan peta berikut Ini!
Peta daerah Mesir(Men become Civilized, Cambridge University Press: 1985)
Sekilas nama Mesir
Menurut sejarah, bangsa Semit yang tinggal di sekeliling
Mesir (Assyria, Aram, Ibrani dan Arab) menyebut negeri ini dengan
nama Misr dan penduduknya dengan nama Misriyyin. Berbeda
dengan penamaan tadi, orang-orang Qibti menyebut negeri ini
dengan istilah Kemy yang berarti hitam atau tanah yang hitam.
Kemudian, berdasarkan peninggalan-peninggalan prasasti Venekia,
orang-orang Assyria menyebut negeri itu sebagai Hecobtah. Nama
itu diambil dari tempat bersemayamnya Roh Bietah. Bietah dianggap
sebagai Tuhan yang menjadi pelindung masyarakat Mesir. Orang-
orang Yunani menyebut Mesir dengan nama Egyptus. Nama egyptus
ini disebut-sebut dalam syair-syair Homerus.
Keadaan geografis negeri Mesir hampir sama dengan
Mesopotamia. Namun, yang membedakan antara kedua daerah ini
adalah, jika proses munculnya peradaban di Mesopotamia (dari zaman
batu sampai munculnya peradaban) berjalan dengan lamban, proses
peradaban di Mesir (dari neolithikum sampai munculnya budaya kekotaan)
sangat cepat. Sangat mungkin bila hal itu disebabkan karena keberadaan
Sungai Nil. Oleh karena itulah Herodotus menyebut negeri Mesir dengan
sebutkan “Berkat dari Sungai Nil”. Peradaban Nil menurutnya adalah
hadiah dari Sungai Nil (Daldjoeni, 1995: 64)
Sungai Nil mempunyai peran yang sangat penting bagi munculnya
peradaban di daerah Mesir. Sekitar 10.000 tahun yang lalu, iklim di daerah
Mediteran tampaknya berubah. Hujan semakin berkurang. Bangsa
pengembara mulai berpindah mendekati Sungai Nil. Sungai itu merupakan
sungai terbesar di Afrika Utara. Di dekat muaranya, Sungai Nil
membentuk delta yang luas yang sebagian besar berupa rawa dan
sebagian berupa tanah keras. Panjang Sungai Nil ± 6670 km yang
bermuara di Laut Tengah. Daerah lembah sungai itu dipagari oleh padang
pasir yang sangat luas. Selain itu, daerah di samping Sungai Nil
merupakan daerah yang sangat hijau, sedangkan tak jauh dari daerah
hijau ini terdapat pemandangan yang sangat kontras, yaitu padang gurun
yang sangat gersang. Pada masa prasejarah, lembah-lembah lateral yang
kini sepenuhnya kering, mungkin masih cukup basah sehingga
memungkinkan diselenggarakan pertanian yang efektif. Di daerah banjir di
dekat Nil dan Delta dahulu telah merupakan suatu daerah pemukiman
yang cukup mapan, antara 5000-4000 SM. Hal Ini merupakan fase
sejarah yang stabil dan panjang. Setiap setahun sekali Sungai Nil
meluapkan airnya ke areal pertanian yang memang telah disiapkan untuk
menampung air luapan tersebut. Oleh karena itu di sini diperlukan suatu
cara untuk mengendalikan banjir itu, sebagaimana kini masih dilakukan di
banyak tempat di dunia. Setiap tahun endapan dari Sungai Nil membawa
endapan baru yang dapat menyuburkan daerah itu. Sehingga pada zaman
kuno orang-orang Mesir hidup di daerah tepian Sungai Nil, dan biasanya
tidak lebih jauh dari 15-50 km dari Sungai Nil. Mereka hidup bercocok-
tanam di tepian Sungai Nil yang subur. Untuk itu, secara bertahun-tahun
bangsa Mesir kuno mempelajari cara-cara mengairi daerah yang tandus.
Saluran-saluran digali untuk mengalirkan air dari Sungai Nil ke tanah
mereka yang tandus. Mereka menggunakan semacam timba sederhana
untuk mengangkat air sungai ke daerah yang lebih tinggi letaknya.
Pertanian berkembang dengan baik. Mereka mengolah tanahnya dengan
menggunakan bajak yang ditarik sapi. Mereka mengamati iklim sepanjang
tahun untuk menentukan saat yang tepat untuk mulai bercocok tanam dan
memperkirakan saat datangnya banjir.
Jelaslah bahwa penghuni daerah sekitar Sungai Nil dalam
kehidupannya sangat tergantung pada air Sungai Nil. Melihat kondisi
seperti itu, penggalian saluran-saluran untuk pengaturan dan pembagian
air bukanlah pekerjaan yang dapat dilakukan secara individu melainkan
harus dikerjakan oleh masyarakat seluruhnya. Untuk mengatur semua itu
harus ada suatu kekuasaan yang dapat ditaati oleh semua orang.
Muncullah di Mesir suatu pemerintahan di bawah seorang raja yang
berkuasa secara mutlak.
Dengan gambaran itu kita melihat, bahwa tanpa Sungai Nil, maka
daerah ini menjadi daerah yang mati. Tetapi karena Sungai Nil, maka
daerah ini menjadi daerah yang tersubur di daerah Timur Tengah.
Sejarah Mesir pertama kali muncul di Mesir Hulu, sebuah lembah
sempit di Sungai Nil. Negeri ini terbagi atas 3 bagian yaitu lembah Nil atas
yang sempit, bagian delta yang lebar, dan daerah gurun dengan oase-
oasenya yang mengapit Sungai Nil. Secara geografis penduduk yang
tinggal di tepian sungai ini dapat dipisahkan menjadi dua bagian, yang
masing-masing mempunyai ciri yang berbeda, yaitu daerah Mesir atas
yang terletak di sebelah selatan dan daerah Mesir bawah yang terletak di
sebelah utara. Terdapat suatu perbedaan yang sangat tajam antara kedua
daerah ini. Penduduk di daerah Mesir atas biasanya menekuni dalam
bidang peternakan, di antaranya beternak biri-biri, babi, dan kerbau
sedangkan Mesir bawah menekuni pertanian. Dengan kondisi tanah yang
baik dan yang tandus, penduduk lembah Sungai Nil dipaksa untuk bertani
dengan cara yang intensif sehingga sejak zaman prasejarah di situ hidup
suatu bangsa yang memiliki mata pencaharian bertani dengan panenan 3
kali dalam setahun (Daldjoeni, 1982:61-64).
B. Keadaan alam, tumbuhan dan hewan-hewan
Sifat suatu bangsa serta budayanya terutama ditentukan oleh
keadaan bumi di mana bangsa tersebut bertempat tinggal. Keadaan
tanah, cara khas bertani dan hasil pertaniannya, seluk beluk iklim dan
permusimannya, luas areal pertanian, semuanya itu menentukan
pembangunan bidang ekonomi dan politik suatu bangsa. Di Mesir kuno
hal-hal tersebut dapat dilihat kenyataannya pada bangsa yang mendiami
lembah Sungai Nil bagian atas maupun bagian bawah yang pada akhirnya
membentuk suatu kota. Munculnya kota-kota di Mesir pada dasarnya
memiliki pola yang sama dengan di Mesopotamia. Tetapi pola ini berubah
sekitar 3300 SM ketika kota-kota dan desa-desa di sepanjang Sungai Nil
menyatukan diri menjadi dua buah kerajaan, yakni Mesir Hulu dan Mesir
Hilir. Pada 3100 SM, Fir’aun Mesir (Raja Menes) menyatukan kedua
bagian Mesir tersebut ke dalam sebuah entitas tunggal yang merupakan
kekaisaran pertama di dunia. Di bawah pemerintahan para Fir’aun inilah
yang berlangsung selama 2500 tahun, Mesir memiliki sebuah kebudayaan
yang berbeda dari sebelumnya. Farao menyebutkan dirinya raja,
penguasa Mesir Hilir dan Mesir Hulu.
Perkembangan bidang pertanian dan peternakan ini tidak lepas dari
peranan Sungai Nil, kondisi geografis dan klimatologis dari wilayah
tersebut. Tempat lahirnya peradaban manusia memang di lembah-lembah
sungai besar, khususnya Nil, Eifrat dan Tigris. Baik lembah Nil maupun
Eufrat-Tigris mengandung latar belakang alami yang baik untuk terjadinya
permukiman permanen, dengan perincian keterangan sebagai berikut:
a. adanya sungai besar dengan luapan airnya secara periodik,
memberikan kesuburan yang berupa lumpurnya, sehingga
terjaminlah panenan yang kaya.
b. Tersedianya banyak hewan liar, baik binatang menyusui, aneka
burung terbang dan yang tidak terbang.
c. Terapit oleh gurun yang berfungsi sebagai pengahalang bagi
serbuan musuh dari luar.
d. Adanya langit subtropika yang terang sepanjang tahun
memungkinkan manusia melakukan penyelidikan atas benda-
benda langit yang dihubungkan dengan kegiatan pertanian.
Akhirnya muncul astronomi dan ilmu pasti yang mendorong
berbagai penemuan lainnya (Daldjoeni, 1982: 62)
Walaupun sebelum jaman kuno penduduk Mesir telah membina
daerah yang maju. Terutama sekali mereka telah mulai bercocok tanam,
menggunakan perkakasan tembaga manggantikan perkakasan batu dan
tidak lama sebelum 3100 SM mereka telah membangun tulisan yang
dikenal sebagai Hieroglief.
C. Sistem Kekuasaan Raja-Raja Mesir
Sejarah politik di Mesir berawal dari terbentuknya komunitas-
komunitas di desa-desa sebagai kerajaan-kerajaan kecil dengan
pemerintahan desa. Desa itu disebut nomen. Dari desa-desa kecil
berkembanglah menjadi kota yang kemudian disatukan menjadi kerajaan
Mesir Hulu. Proses tersebut berawal dari tahun 4000 SM namun pada
tahun 3400 SM seorang penguasa bernama Menes mempersatukan
kedua kerajaan tersebut menjadi satu kerajaan Mesir yang besar.
Mesir merupakan sebuah kerajaan yang diperintah oleh raja yang
bergelar fir’aun. Ia berkuasa secara mutlak. Fir’aun dianggap dewa dan
dipercaya sebagai putra Dewa Osiris. Seluruh kekuasaan berada
ditangannya baik sipil, militer maupun agama.
Sebagai penguasa, fir’aun mengklaim atas seluruh tanah kerajaan.
Rakyat yang tinggal di wilayah kerajaan harus membayar pajak. Untuk
keperluan tersebut fir’aun memerintahkan untuk sensus penduduk, tanah,
dan binatang ternak. Ia membuat undang-undang dan karena itu
menguasai pengadilan. Sebagai penguasa militer fir’aun berperan sebagai
panglima perang, sedangkan pada waktu damai ia memerintahkan
tentaranya untuk membangun kanal-kanal dan jalan raya.
Untuk menjalankan pemerintahannya fir’aun mengangkat para
pejabat yang pada umunya berasal dari golongan bangsawan. Ada
pejabat gubernur yang memerintah propinsi, panglima ketentaraan, hakim
di pengadilan dan pendeta untuk melaksanakan upacara keagamaan.
Salah satu jabatan penting adalah wazir atau Perdana Menteri yang
umumnya dijabat oleh putra mahkota.
Sejak tahun 3400 SM sejarah Mesir diperintah oleh 30 dinasti yang
berbeda yang terdiri dari 3 zaman yaitu kerajaan Mesir Tua yang berpusat
di Memphis, kerajaan Tengah di Awaris dan Mesir Baru di Thebe.
Secara garis besar keadaan pemerintahan rja-raja Mesir adalah
sebagai berikut:
1. Kerajaan Mesir Tua (2660-2180 SM)
Lahirnya kerajaan Mesir Tua setelah Menes berhasil
mempersatukan Mesir Hulu dan Mesir Hilir. Sebagai pemersatu ia digelari
Nesutbiti dan digambarkan memakai mahkota kembar. Kerajaan Mesir
Tua disebut zaman piramida karena pada masa inilah dibangun piramida-
piramida terkenal misalnya piramida Sakarah dari fir’aun Zosser. Piramida
di Gizeh adalah makam fir’aun Cheops, Chifren dan Menkawa. Runtuhnya
Mesir Tua disebabkan karena sejak tahun 2500 SM pemerintahan
mengalami kekacauan. Bangsa-bangsa dari luar misalnya dari Asia Kecil
melancarkan serangan ke Mesir. Para bangsawan banyak yang
melepaskan diri dan ingin berkuasa sendiri-sendiri. Akhirnya terjadilah
perpecahan antara Mesir Hilir dan Mesir Hulu.
2. Kerajaan Mesir Tengah (1640-1570 SM)
Kerajaan Mesir Tengah dikenal dengan tampilnya Sesotris III. Ia
berhasil memulihkan persatuan dan membangun kembali Mesir.
Tindakannya antara lain membuka tanah pertanian, membangun proyek
Irigasi, pembuatan waduk dan lain-lain. Ia meningkatkan perdagangan
serta membuka hubungan dagang dengan Palestina, Syria dan pulau
Kreta. Sesotris III juga berhasil memperluas wilayah ke selatan samapai
Nubia (kini Ethiopia). Sejak tahun 1800 SM kerajaan Mesir tengah diserbu
dan ditaklukkan ole bangsa Hyksos.
3. Kerajaan Mesir baru (1570-1075 SM)
Lembah Nil sudah menjadi kawasan tempat kekal manusia sejak
zaman Paleolitik. Penduduk awal bercocok tanam, memburu serta
memancing untuk dapat hidup. Menjelang 6000 SM kehidupan penduduk
menjadi lebih berorganisasi. Fir’aun Menes telah menyatukan wilayah-
wilayah di lembah Nil dan menubuhkan kerajaan Mesir yang pertama
pada 3200 SM. Dengan ini, pemerintahan Mesir secara dinasti bermula.
D. Sejarah Mesir Kuno
Sejarah Mesir kuno dibagi menjadi masa Pradinasti dan masa
Dinasti. Pada masa Pradinasti, daerah Mesir terbagi menjadi beberapa
bagian. Pada akhir abad ke-4000 SM, daerah Mesir yang terpecah-pecah
itu disatukan menjadi dua kelompok besar yang dikenal dengan sebutan
Mesir Hulu dan Mesir Hilir. Kedua bagian itu kemudian disatukan di bawah
pemerintahan Menes. Sejak saat itu mulai dikenal masa Dinasti.
Penyatuan Mesir yang menandakan permulaan jaman kuno bermula
sekitar 3100 SM. Sebelum itu Mesir atas (selatan) dan Mesir bawah
(utara) dikuasai oleh pemerintah yang berlainan. Dengan penyatuan
kedua wilayah ini membenarkan sistem pusat dan pengaliran
perdagangan sepanjang Sungai Nil. Dalam riwayat tradisi penyatuan
Mesir dikatakan oleh pahlawan dari selatan yang bernama Narmer, Firaun
pertama yang berjaya menguasai seluruh Mesir utara sehingga ke delta
Mediterranean. Kemungkinannya proses penyatuan tersebut berlaku
secara perlahan-lahan.
Firaun merupakan pemerintah kedua kerajaan ini dan mengetuai
struktur negara Mesir silam. Firaun bertindak sebagi raja, pemimipin
kerohanian dan commander-in-chief bagi kedua tentara darat dan tentara
laut. Firaun dianggap dewa, hubungan antara manusia dan para dewata
dibawahnya adalah kerajaan yang dibagi dua ( satu bagi Mesir atas dan
satu lagi bagi Mesir bawah).
Menjelang tahun 3000 SM, kerajaan-kerajaan kecil itu telah dapat
membentuk dua buah kerajaan besar yaitu Mesir Hulu di daerah Selatan
dengan Thebes sebagai ibu kotanya (kini Luxor) dan Mesir Hilir di bagian
Utara dengan Memphis sebagai ibu kotanya. Raja Mesir Hilir yang
bernama Menes telah berhasil menyatukan dua buah kerajaan tersebut
dengan mengekalkan Memphis sebagai ibukota.
Bangsa Yunani menyatakan bahwa Memphis merupakan sebuah
ibukota Mesir purba (2615-1920). Di kota inilah didirikan kerajaan Mesir
awal daripada dinasti pertama (3200 SM). setelah itu, terbentuknya
kerajaan Mesir baru (1570-322 SM), maka ibukotanya dipindahkan dari
Memphis ke Thebes.
Rakyat Mesir itu sendirilah yang menghubungkan daerah hulu dan
hilir menjadi satu kerajaan besar dengan Menes sebagai pendiri dinasti
yang pertama. Banyak penemuan arkeologis yang menunjukkan adanya
kebudayaan yang cukup tinggi sebelum munculnya dinasti Menes. Dari
ibukotanya di Memphis, dinasti ini memerintah apa yang disebut :kerajaan
kuno” yang membentang dari Mesir Hulu ke daerah Hilir. Di bawah dinasti
berikutnya, yakni Dinasti IV (2600-2500 SM) dibangunlah piramid-piramid
yang terkenal di Gizeh. Piramid-piramid itu dibangun oleh Cheops dan
raja-raja lain sebagai tempat pemakaman mereka.
Raja-raja dinasti I-IV diantaranya adalah Khufu, Khafre, dan
Menkaure, mendirikan bangunan mastabo (makam), piramida, dan
bangunan untuk pemujaan dewa penguasa kota Memphis. Dewa lainnya
yang dipuja adalah Ra, Osiris, dan Isis. Bangunan piramida yang didirikan
oleh dinasti I-IV antara lain adalah piramida Teras Zosser dan piramida
Cheops atau Khufu di Gizeh. Piramida-piramida itu ada yang didampingi
oleh arca Sphynx.
E. Masa Kerajaan baru
Kerajaan berikutnya disebut Kerajaan baru. Kerajaan itu
berlangsung selama 500 tahun (1560-1085 SM). Pada masa itu Kerajaan
Mesir merupakan negara yang terkuat di dunia. Masa kejayaannya telah
berlangsung sejak tahun 1560 SM, di bawah pemerintahan Raja Ahmosis
dinasti XVIII, berhasil mengusir tentara Hyksos yang masih menguasai
sebagian wilayah Mesir. Ia mempunyai tentara yang terlatih baik dalam
menggunakan kereta kuda. Kota Thebe kembali menjadi kota penting.
Amon diangkat sebagai dewa kota. Ia disamakan dengan Re sehingga
disebut juga Amon-Re.
Salah seorang pengganti Ahmosis adalah Ratu Hatshepsut. Ia
merupakan wali dari Thutmosis III yang saat itu masih kecil. Setelah
menjadi raja, Thutmosis III dikenal dengan sebutan “Napoleon dari Mesir”.
Ia menaklukkan dan menjalin persahabatan dengan daerah lain. Daerah
kekuasaannya terbentang dari lembah Sungai Tigris dan Eufrat di timur
laut, Asia Kecil dan Kreta di utara, Libya di barat, dan Nubia di selatan.
Pada akhir abad ke-17 SM pemerintah selatan Mesir (atas)
melancarkan pemberontakan terhadap Hyksos. Ahmose merupakan
penguasa Dinasti ke-18, ia berkuasa dari 1560-1087 SM. Secara
berurutan Mesir diperintah oleh tiga dinasti secara berturutan yaitu dinasti
ke-18, 19 dan 20. Corak pemerintahan Kerajaan baru menyerupai
Kerajaan lama, tetapi lebih mutlak. Kuasa ketentaraan kini menjadi asas
pemerintahan fir’aun. Fir’aun agung yang terakhir adalah Ramses II yang
memerintah dari 1182-1151 SM. Setelah itu, terbentuk kerajaan Mesir
baru (1570-322 SM), maka ibukotanya dipindahkan dari Memphis ke
Thebes.
Sesudah diduduki bangsa Hyksos, Mesir memasuki zaman
kerajaan Baru atau zaman imperium. Disebut zaman imperium karena
para Fir’aun Mesir berhasil merebut wilayah di Asia Barat termasuk
Palestina, Funisia dan Syiria. Raja-raja yang memerintah zaman Mesir
baru antara lain:
1. Ahmosis 1, ia berhasil mengusir bangsa Hyksos dari Mesir
sehingga berkuasalah dinasti ke-18, ke-19 dan ke-20.
2. Thutmosis 1, pada masa pemerintahannya Mesir berhasil
menguasai Mesopotamia yang subur.
3. Thutmosis III, merupakan raja terbesar di Mesir, ia memerintah
bersama istrinya Hatshepsut. Batas wilayah kekuasaannya di timur
sampai Syria, di selatan sampai Nubia, di barat sampai Lybia dan
di utara sampai pulau Kreta dan Sicilia. Karena tindakannya
tersebut ia digelari “Napoleon dari Mesir”. Thutmosis III juga dikenal
karena memerintahkan pembangunan kuil Karnak dan Luxor.
4. Amenhotep IV, kaisar ini dikenal seorang raja yang pertama kali
memperkenalkan kepercayaan yang bersifat monotheis kepada
rakyat Mesir Kuno yaitu hanya menyembah dewa Aton (dewa
matahari) yang merupakan roh dan tidak berbentuk. Ia juga
menyatakan sebagai manusia biasa dan bukan dewa.
5. Ramses II, dikenal membangun bangunan besar bernama
Ramesseum dan Kuil serta makamnya di Abusimbel. Ia juga
pernah memerintahkan penggalian sebuah terusan yang
menghubungkan daerah Sungai Nil dengan Laut Merah namun
belum berhasil. Masa ramses II diperkirakan sejaman dengan
Nanbi Musa
Setelah pemerintahan Ramses II kekuasaan di Mesir mengalami
kemunduran. Mesir ditaklukkan Assyria pada tahun 670 dan pada tahun
525 SM menjadi bagian imperium Persia. Setelah Persia, Mesir dikuasai
oleh Iskandar Zulkarnaen dan para penggantinya dari Yunani dengan
dinasti terakhir Ptolemeus. Salah satu keturunan dinasti Ptolemeus adalah
Ratu Cleopatra dan sejak tahun 27 SM, Mesir menjadi wilayah Romawi.
Sejarah Mesir mengalami perubahan di bawah pimpinan
Amenhotep IV atau Ikhnaton. Ia memperkenalkan penyembahan dewa
matahari yang disebut Aton. Dewa itu dikatakan sebagai pengganti Amon
dan segala dewa lainnya, kecuali Re, karena Re merupakan bagian dari
Aton. Ibu kota kerajaannya dipindahkan ke Akhetaton, 5000 kilometer di
utara Memphis dan Thebe.
F. Hasil Kebudayaan bangsa Mesir
1. Sistem Kepercayaan
Masyarakat Mesir mengenal pemujaan terhadap dewa-dewa. Ada
dewa yang bersifat nasional yaitu Ra (dewa matahari), amon (dewa bulan)
kemudian Amon-Ra. Sebagai lambang pemujaan kepada Ra didirikan
obelisk yaitu tiang batu yang ujungnya runcing. Obelisk juga dipakai
sebagai tempat mencatat kejadian-kejadian. Untuk pemujaan terhadap
dewa Amon-Ra dibangunlah kuil karnak yang sangat indah pada masa
Raja Thutmosis III.
Selain dewa nasional maka ada dewa-dewa lokal yang dipuja pada
daerah-daerah tertentu seperti Dewa Osiris yaitu hakim alam baka, Dewi
Iris yaitu dewi kecantikan isteri Osiris, Dewa Aris sebagai dewa kesuburan
dan dewa Anubis yaitu dewa kematian. Wujud kepercayaan yang
berkembang di Mesir berdasarkan pemahaman sebagai berikut:
1. Penyembahan terhadap dewa berangkat dari ide/gagasan bahwa
manusia tidak berdaya dalam menaklukkan alam.
2. Yang disembah adalah dewa/dewi yang menakutkan seperti dewa
Anubis atau yang memberi sumber kehidupan.
Kepercayaan yang kedua berkaitan dengan pengawetan jenazah
yang disebut mumi. Dasarnya membuat mummi adalah bahwa manusia
tidak dapat menghindari dari kehendak dewa maut. Manusia ingin tetap
hidup abadi. Agar roh tetap hidup maka jasad sebagai lambang roh harus
tetap utuh.
Bangsa Mesir Kuno percaya bahwa selama tubuh jasmani manusia
masih utuh (meskipun sudah meninggal), ia sebenarnya masih hidup.
Oleh karena itu, bangsa Mesir kuno selalu mengawetkan mayatnya
dengan cara dibalsem. Mayat diawetkan dengan menggunakan ramuan
rempah-rempah dan wewangian. Setelah itu, mayat dibalut dengan kain
tipis sampai seluruh tubuh mayat tertutup, lalu dimasukkan ke dalam peti.
Mayat yang sudah dibalsem itu disebut mumi. Selain mayat, peti mati itu
dilengkapi dengan berbagai bahan kebutuhan hidup, seperti makanan,
pakaian, minuman, dan perhiasan. Peti yang berisi mumi itu kemudian
disimpan di makam yang dibuat berundak dan dilengkapi dengan alat-alat
pengaman agar tidak diganggu orang. Peti mayat Firaun disimpan di
dalam piramida.
Setelah munculnya doktrin bahwa kekuasaan raja itu tak terbatas,
maka gambaran yang paling menyolok dari agama Mesir kuno adalah
penekanannya yang begitu obsesif pada alam hidup setelah mati. Secara
harfiah, ini merupakan keprcayaan yang lebih menekankan pada
ketidakmatian badan daripada kepercayaan yang mengajarkan bahwa roh
itu tidak akan pernah mati.
Akhirnya kepercayaan orang Mesir akan tidak adanya kematian
terekspresikan dalam pemujaan terhadap dewa yang khusus, Osiris yang
diidentifikasikan dengan Sungai Nil, saudara perempuannya Issis yang Ia
kawini, diidentifikasikan dengan tanah dan kesuburan.
Agama Mesir kuno yang populis itu muncul sebagai semacam
politheisme dengan ritualismenya yang cukup rutin. Dalam perkembangan
selanjutnya golongan pendeta melakukan penghalusan kepecayaan
politheistik pada monotheisme dengan hanya menyembah Ikhnaton
(1375-1358 SM). Raja ini mengajarkan agama Aton, cakra matahari, cakra
yang memancar dari sinar-sinar yang masing-masing sinar itu berakhir
ditangan manusia.
2. Tulisan
Masyarakat Mesir mengenal bentuk tulisan yang disebut Hieroglyf
berbentuk gambar. Tulisan Hieroglif ditemukan di dinding piramida, tugu
obelisk maupun daun papirus. Huruf Hieroglyf terdiri dari gambar dan
lambang berbentuk manusia, hewan dan benda-benda. Setiap lambang
memiliki makna. Tulisan Hieroglifh berkembang menjadi lebih sederhana
kemudian dikenal dengan tulisan hieratik dan demotis. Tulisan hieratik
atau tulisan suci dipergunakan oleh para pendeta. Demotis adalah tulisan
rakyat yang dipergunakan untuk urusan keduniawian misalnya jual beli.
Huruf-huruf Mesir pada waktu itu semula menimbulkan teka-teki
karena tidak diketahui maknanya. Secara kebetulan pada waktu Napoleon
menyerbu Mesir pada tahun 1799 salah satu anggota pasukannya
menemukan sebuah batu besar berwarna hitam di daerah Rosetta.
Batu itu kemudian dikenal dengan batu Rosetta memuat inskripsi dalam
tiga bahasa. Pada tahun 1822 J.F. Champollion telah menemukan arti dari
isi tulisan batu Rosetta dengan membandingkan tiga bentuk tulisan yang
digunakan yaitu Hieroglif, Demotik dan Yunani.
Selain di batu, tulisan Hieroglif juga ditemukan di kertas yang terbuat dari
batang papirus. Dokumen papirus sudah digunakan sejak dinasti yang
pertama. Cara membuat kertas dari gelagah papirus adalah dengan
memotongnya. Kemudian kulitnya dikupas dan intinya diris/disayat tipis-
tipis.
Pengkaji Mesir purba (Egyptologis) merujuk kepada tulisan Mesir
sebagai Hieroglief bersama dengan Cuneiform script Mesopotamia
sebagai sistem penulisan tertua di dunia. Hieratic adalah bentuk Hieroglief
Mesir bersambung yang pertama sekali digunakan semasa dinasti
pertama ( 2925-2775 SM ).
Di kampung Rasyid terdapat sebuah prasasti yang mengandung
catatan Ptolomeus V dari Yunani tahun 320 SM. Catatan tersebut didapat
di dalam tiga tulisan yaitu Hieroglifs, demotic dan Coptic. Dalam tulisan
tersebut terdapat nama Ptolemy dan Cleopatra. Ptolemy merupakan
silsilah raja-raja Mesir yang berjumlah 15 orang dari mulai tahun 304-30
SM. Mereka menjadikan Iskandariah sebagai kota pemerintahan. Bertitik
tolak dari saat itulah, tulisan hieroglifs sudah dapat dibaca sehingga
mampu menyingkap sejarah Mesir Purba.
Kita dapat tahu banyak tentang Mesir Kuno berkat penerjemahan
penggalan-penggalan sejarah Mesir ke dalam bahasa Yunani serta
penelitian-penelitian arkeologis yang cukup cermat. Di samping itu sumber
lainnya adanya inskripsi-inskripsi yang jumlahnya melimpah serta adanya
papyrus-papyrus yang jumlahnya juga tidak sedikit. (papyrus adalah
semacam kertas yang terbuat dari sejenis alang-alang yang kemudian
diawetkan di udara yang kering). Bahasanya, bahasa di dalam papyrus itu
pertama kali berhasil diungkap oleh seorang Prancis Champoleon dari
Batu Rosetta yang ditemukan di Delta pada tahun 1799.
Untuk bidang kesusastraan hanya ada beberap contoh yang
sampai di tangan kita, adanya berbagai variasi bentuj karya sastra yakni
puisi, cerita pendek, sejarah, karya-karya tentang astronomi dan
matematika dasar. Kesusastraan Mesir, khususnya aphorisme-aphorisme
yang bernada kecewa atau ungkapan-ungkapan moralnya.
Dari hasil pengamatan itu, akhirnya mereka dapat membuat suatu
sistem penanggalan. Satu tahun dibagi menjadi 12 bulan dan 365 hari.
Mereka juga mengenal tulisan yang disebut tulisan hieroglif.
3. Sistem kalender
Masyarakat Mesir mula-mula membuat kalender bulan berdasarkan
siklus (peredaran) bulan selama 29 ½ hari. Karena dianggap kurang tetap
kemudian mereka menetapkan kalender berdasarkan kemunculan bintang
anjing (Sirius) yang muncul setiap tahun. Mereka menghitung satu tahun
adalah 12 bulan, satu bulan 30 hari dan lamanya setahun adalah 365 hari
yaitu 12x30 hari lalu ditambahkan 5 hari. Mereka juga mengenal tahun
kabisat. Penghitungan ini sama dengan kalender yang kita gunakan
sekarang yang disebut tahun Syamsiah (sistem Solar). Penghitungan
kalender Mesir dengan sistem Solar kemudian diadopsi (diambil alih) oleh
bangsa Romawi menjadi kalender Romawi dengan sistem Gregorian.
Sedangkan bangsa Arab kuno mengambil alih penghitungan sistem lunar
(peredaran bulan) menjadi tarik Hijriah.
Menurut penelitian Ed. Mayer penanggalan Mesir kuno dipakai
sejak 19 Juli 4241 SM. Dalam penanggalan Mesir Kuno satu tahun ada
360 hari. Tahun baru dirayakan pada bulan Juli yakni hari permulaan
banjirnya Sungai Nil. Tanggal ini bertepatan dengan munculnya kembali di
langit bintang Sotis (Syrius) pada pagi hari.
Satu tahun dibagi menjadi 12 bulan yang panjangnya masing-masing ada
30 hari. Pada akhir tahun diadakan 5 hari tambahan sehingga setahun
menjadi 365 hari. Tiap empat bulan mewujudkan
Suatu musim khusus masa banjir (echet), masa tanam (projet),
masa tuai (Sjomu).
Setiap tahun pada pertengahan bulan Juni air Sungai Nil mulai naik. Ini
disebabkan karena sungai tersebut ketambahan air dari wilayah hulunya
(Sungai Nil Biru dan sungai Ataba) di Ethiopia, di mana juga ada banyak
pencairan salju. Baru pada pertengahan bulan Juli terjadi peluapan hebat
di bagian hilir, yaitu di Mesir; ini berakhirnya lambat yaitu pada bulan
November berikutnya.
Kemudian dalam bulan Januari, Februari dan Maret, ladang-ladang
gandum yang pernah keluapan air Sungai Nil, menjadi kering. Mulai bulan
April barulah permukaan sungai tersebut mencapai ketinggian yang
terendah.
Selain berpedoman pada meluapnya tahunan Sungai Nil, para ahli
perbintangan Mesir berusaha menyempurnakan penanggalan Mesir, yang
panjangnya setahun sudah diketahui 365 ¼ hari seperti dalam kalender.
Untuk mudahnya satu tahun dibagi menjadi 12 bulan, dengan panjang
masing-masing 30 hari. Adapun kekurangannya sebanyak 5 hari ekstra.
Lalu kekurangan ¼ hari, dibiarkan saja selama empat tahun, untuk
kemudian disatukan menjadi hari ekstra yang keenam; inilah yang disebut
tahun kabisat.
Puncak-puncak kebudayaan Mesir cenderung terjadi bersamaan
dengan periode kejayaan politik atau paling tidak bangkitnya kembali
penguasa pribumi. Walaupun korelasi ini agaknya tidak sempurna atau
sedikit naif namun ternyata banyak karya-karya seni Mesir yang berasal
dari Dinasti kerajaan Lama, Kerajaan Madya dan Kerajaan Baru, misalnya
piramid-piramid besar berasal dari periode Kerajaan Tua atau Lama.
Masyarakat Mesir yang hidup dalam zaman antik itu dibentuk oleh
suatu kesatuan ekonomi yang terkontrol secara ketat. Masyarakat Mesir
terdiri dari kaum pendeta dan bangsawan yang jumlahnya kecil yang
berada di atas masa penggarap tanah yang jumlahnya besar, atau
kelompok mayoritas dalam stratifikasi sosial masyarakat itu. Hampir
segala kehidupan ekonomi di Mesir, mulai dari pengedalian banjir Sungai
Nil hingga distribusi hasil panen, diatur dan direncanakan dari atas yakni
daro orang-orang disekitar sang Pharaoh. Tanah adalah milik Pharaoh,
Pharaoh dianggap sedemikian sakralnya sehingga namanya “ Per-O “,
diartikan rumah agung.
Tersentralisasikannya sistem penguasa tanah. Masyarakat Mesir
adalah masyarakat yang didasarkan atas kepercayaan keagamaan yang
merupakan cara yang sangat efektif untuk mempertahankan suatu
masyarakat yang terorganisir secara Hierarkhis.
4.Seni bangunan (arsitektur)
Dari peninggalan bangunan-bangunan yang masih bisa disaksikan
sampai sekarang menunjukkan bahwa bangsa Mesir telah memiliki
kemampuan yang menonjol di bidang matematika, geometri dan
arsitektur. Peninggalan bangunan Mesir yang terkenal adalah piramida
dan kuil yang erat kaitannya dengan kehidupan keagamaan.
Piramida dibangun untuk tempat pemakaman fir’aun. Arsitek
terkenal pembuat piramida adalah Imhotep. Bangunan ini biasanya
memiliki kamar bawah tanah, pekarangan dan kuil kecil di bagian luarnya.
Tiang-tiang dan dindingnya dihiasi yang indah. Di bagian dalam
terdapat lorong-lorong, lubang angin dan ruang jenazah raja. Di depan
piramida terdapat spynx yaitu patung singa berkepala manusia. Fungsi
spynx adalah penjaga piramida.
Piramida terbesar adalah makam raja Cheops, yang tingginya
mencapai 137 meter di Gizeh. Selain Cheops, di Gizeh juga terdapat
piramida Chefren dan Menkaure. Di Sakarah terdapat piramida fir’aun
Zosser. Selain piramida apakah ada tempat pemakaman yang lain di
Mesir? Berdasarkan penggalian di daerah El badari ditemukan
pemakaman yang disebut Hockerbestattung (Hocker artinya jongkok dan
besttatung artinya pemakaman) karena orang yang meninggal
dimasukkan dengan cara didudukkan menjongkok. Ada pula pemakaman
yang disebut mastaba untuk golongan bangsawan.
Bangunan kedua adalah kuil yang berfungsi sebagai tempat pemujaan
dewa-dewa. Kuil terbesar dan terindah adalah Kuil Karnak untuk
pemujaan Dewa Amon Ra.
Kuil Karnak panjangnya kurang lebih 433 m (1300 kaki), tiang-
tiangnya setinggi 23,5 m dengan diameter kurang lebih 6,6 m (20 kaki).
Tembok, tiang dan pintu gerbang dipenuhi dengan lukisan dan tulisan
yang menceritakan pemerintahan raja.
Tiap-tiap kota kecil dan besar tidak lagi harus bersifat mandiri dan
akhirnya menjadi saling tergantung sama lain. Di tengah-tengah
masyarakat ini, istana fir’aun memperoleh kemakmuran dan kekuasaan
besar, baik secara politis maupun agama. Fir’aun menjadi lebih dari
seorang raja, ia muncul di dunia untuk disembah sebagai proyek-proyek
rekayasa teknik berukuran raksasa dibangun. Antara 3800 tahun SM dan
2500 SM, misalnya, lebih dari 35 piramid masih dibuat sebagai makam
bagi para fir’aun itu. Yang terbesar, didirikan di bawah pemerintahan
Fir’aun Cheops (2700-2675 SM), mempunyai tinggi sama dengan sebuah
gedung berlantai 45.
Piramid dan bangunan besar lain yang didirikan oleh orang-orang
Mesir adalah bukti luarbiasa mengenai apa yang pada saat itu dianggap
sebagai kebudayaan paling maju di dunia, namun semua itu ahnyalah
sebagian dari cerita. Sentralisasi kekaisaran memungkinkan
berkembangnya seni dan ilmu pengetahuan terutama matematika dan
astronomi melebihi apa yang diketahui sebelumnya di tempat manapun di
dunia.
Piramida-piramida, reruntuhan bangunan di Karnak (Thebes).
Sphinx, makam-makam yang terbuat dari batua-batuan karang, dekorasi
dinding patung-patung yang kecil, bahkan perhiasan dan barang-barang
yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Pada mulanya seni-seni itu
sangat kasar dan primitif, tetapi setelah diketemukan teknologi baru, maka
seni-seni itu mengalami perkembangan. Patung-patung Mesir mempunyai
kemiripan dengan patung-patung dari zaman Yunani kuno dan sehingga
kita mengalami kesulitan untuk memahaminya.
Pengaruh-pengaruh itu tidak hanya berupa agama dan kesenian,
tetapi juga keterampilan-keterampilan praktis misalnya seperti keahlian
dalam bidang tukang batu, pengukuran tanah, tata buku dan akuntansi,
perlogaman dan pertekstilan, pembuatan tembikar, keahlian dalam
memasak dan pembalseman. Dari keahlian pembalseman dan
mummifikasi, bangsa Mesir sesungguhnya sudah banyak belajar tentang
anatomi manusia. Iklim di Mesir yang cukup kering menyebabkan mummi,
papyrus, serta inskripsi-inskripsi dapat awet atau tersimpan dengan baik.
RANGKUMAN
Secara geografis Mesir terletak di Afrika Utara. Negara ini
mempunyai pesisiran pantai Laut Mediterranean dan Laut Merah; ia
bersebelahan dengan Libya di barat, Sudan di selatan, dan semenanjung
Gaza, Palestina dan Israel ke Timur. Mesir purba terbagi kepada dua
kerajaaan, dikenali sebagai Mesir Hulu dan Hilir. Berlainan dengan
kebiasaan ,Mesir Hulu (Upper Egypt) terletak di selatan dan Mesir Hilir
(Lower Egypt) di Utara, dinamakan menurut aliran Sungai Nil. Sungai Nil
mengalir ke Utara dari titik selatan ke Mediterranean bukannya kebagian
selatan daripada titik utara. Sungai Nil, yang merupakan tumpuan
penduduk negara tersebut telah menjadi sumber kehidupan bagi
kebudayaan Mesir semenjak kebudayaan Naqada dan Zaman Batu.
Mesir purba telah banyak dipengaruhi oleh Sungai Nil, yang telah
membolehkan negara Mesir didiami manusia. Sungai Nil yang banjir
secara berkala dengan tetap pada musim panas membawa bersamanya
lumpur yang subur, dan surut tepat pada masanya pada musim
menanam.
Sejarah Mesir pertama kali muncul di Mesir Hulu. Sebuah lembah
sempit di Sungai Nil, sekitar 800 mil dari daerah antara Cataract dan delta
Mesir Hilir, yakni di delta itu sendiri yang memanjang sepanjang 100 mil.
Di daerah banjir di dekat Nil dan delta dahulu merupakan suatu daerah
pemukiman yang cukup mapan, antara 5000-4000 SM. Banjir Sungai Nil
yang demikian teraturnya sehingga pemimpin Mesir, mungkin kaum
pendetanya, sejak dini mampu menghitung tahun matahari yang lamanya
365 hari. Setiap tahun endapan dari Sungai Nil membawa endapan baru
yang dapat
Menjelang tahun 3000 SM, kerajaan-kerajaan kecil itu telah dapat
membentuk dua buah kerajaan besar yaitu Mesir Hulu di daerah Selatan
dengan Thebes sebagai ibu kotanya (kini Luxor) dan Mesir Hilir di bagian
Utara dengan Memphis sebagai ibu kotanya. Raja Mesir Hilir yang
bernama Menes telah berhasil menyatukan dua buah kerajaan tersebut
dengan mengekalkan Memphis sebagai ibukota.
Bangsa Yunani menyatakan bahwa Memphis merupakan sebuah ibukota
Mesir purba (2615-1920). Di kota inilah didirikan kerajaan Mesir awal
daripada dinasti pertama (3200 SM).
Setelah itu, terbentuknya kerajaan Mesir baru (1570-322 SM),
maka ibukotanya dipindahkan dari Memphis ke Thebes. Zaman purba
Mesir purba merujuk kepada kebudayaan di lembah hulu Nil. Sebagai
kebudayaan yang berasaskan pengairan Ia merupakan contoh jelas
(quintessential example) empayar hidrolik.
Soal:
1. Identifikasilah faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya
Peradaban Mesir!
2. Deskripsikanlah kehidupan ekonomi, sosial dan budaya
masyarakar Mesir!
3. Uraikanlah dalam bentuk bagan suksesi pemerintahan
masyarakat Mesir!
4. Jelaskanlah sistem kepercayaan yang dianut oleh
masyarakat Mesir!
5. Klasifikasikanlah hasil-hasil kebudayaan yang telah
dihasilkan oleh masyarakat Mesir!