Menjangkau Masyarakat - TNP2K

184

Transcript of Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Page 1: Menjangkau Masyarakat - TNP2K
Page 2: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM i

Menjangkau MasyarakatMiskin dan RentanSerta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

Page 3: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAMii

MENJANGKAU MASYARAKAT MISKIN DAN RENTAN SERTA MENGURANGI KESENJANGAN:Memperbaiki Ketepatan Sasaran, Desain dan Mekanisme Program

Cetakan Kedua, Oktober 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang© 2014 Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan

Foto cover: Sekretariat TNP2K Anda dipersilakan untuk menyalin, menyebarkan dan mengirimkan karya ini untuk tujuan non-komersial.

Untuk meminta salinan laporan ini atau keterangan lebih lanjut mengenai laporan ini, silakan hubungi TNP2K-Knowledge Management Unit ([email protected]). Laporan ini juga tersedia di website TNP2K (www.tnp2k.go.id) TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia Jl. Kebon Sirih No. 14 Jakarta Pusat 10110Telepon: (021) 3912812 | Faksimili: (021) 3912511E-mail: [email protected]: www.tnp2k.go.id

Page 4: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM iii

Kata PengantarPenanggulangan kemiskinan adalah salah satu prioritas Pemerintahan SBY-Boediono. Untuk itu dengan Perpres 15 tahun 2010 dibentuk Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang mendorong koordinasi lintas Kementerian/Lembaga untuk mendorong perbaikan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, perbaikan tingkat kehidupan masyarakat miskin dan rentan, serta penurunan ketimpangan antar kelompok pendapatan. Secara lebih spesifik, ada dua hal yang menjadi mandat utama yaitu: (i) membangun sistem penetapan sasaran nasional dengan penggunaan daftar nama dan alamat rumah tangga sasaran penerima manfaat (RTS-PM) yang selanjutnya disebut dengan Basis Data Terpadu (BDT), dan (ii) memperbaiki mekanisme pelaksanaan berbagai program penanggulangan kemiskinan sehingga dapat berjalan lebih efisien, lebih efektif, dan menjangkau seluruh penerima manfaat program. Kedua mandat di atas dijalankan dengan melakukan koordinasi kebijakan antar Kementerian/Lembaga. Koordinasi akan menjadi lebih efisien jika ada landasan berpijak yang sama yaitu bukti (evidence) yang berbasiskan hasil penelitian maupun data aktual dari lapangan.

Laporan ini menguraikan capaian dan proses dalam koordinasi kebijakan yang berbasiskan bukti (evidence) tersebut. Dengan demikian laporan ini diharapkan tidak saja menjadi dokumentasi dari apa yang telah dilakukan TNP2K selama lima tahun terakhir, namun juga sekaligus menjadi acuan dan bahan pembelajaran bagi proses koordinasi kebijakan di masa yang akan datang. Laporan ini sendiri tidak mungkin menguraikan seluruh detil proses, bukti (evidence) ataupun capaian yang dihasilkan oleh TNP2K selama lima tahun terakhir. Untuk itu kami mengundang Bapak/Ibu semua untuk juga mengakses laporan-laporan kami yang lain jika memerlukan informasi yang lebih detil. Dalam melaksanakan tugas selama lima tahun terakhir ini, kami menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Wakil Presiden, Prof. Dr. Boediono, atas kepemimpinan, arahan dan dukungan kepada jajaran TNP2K. Ucapan terimakasih juga sampaikan kepada kementrian/lembaga para anggota TNP2K yang telah bersama-sama menjalankan upaya-upaya perbaikan. Apresiasi yang tinggi juga kami sampaikan atas dukungan yang diberikan kepada TNP2K, khususnya kepada pihak DFAT/PRSF, Bank Dunia Jakarta, USAID, dan GIZ. Terakhir, terimakasih dan penghargaan yang tinggi kami sampaikan kepada seluruh staf sekretariat dan tim kelompok kerja kebijakan atas kerja keras yang dilakukan selama ini. Apa yang kita saksikan dalam laporan ini adalah buah kerja keras dan kerja bersama kita semua.

Dr. Bambang Widianto

Page 5: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAMiv

x-xi

Daftar IsiKata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Istilah dan Singkatan Daftar Foto

Pendahuluan

Penetapan Sasaran PengantarPembangunan Basis Data Terpadu (BDT)Pengelolaan dan penggunaan Basis Data Terpadu (BDT)Tindak lanjut ke depan

Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM)Pengantar Tantangan pelaksanaan BLSM Kebijakan perbaikan pelaksanaan Program BLSM 2013 Tindak lanjut pelaksanaan Program BLSM ke depan

Bantuan Siswa Miskin (BSM)Pengantar Tantangan pelaksanaan Program BSM 2008–2012Kebijakan perbaikan pelaksanaan Program BSM

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Pengantar Permasalahan yang dihadapiUpaya perbaikan yang dilakukanTindak lanjut ke depan

RaskinPengantar Kebijakan perbaikan pelaksanaan Program Raskin Tindak lanjut ke depan

Program Keluarga Harapan (PKH) Pengantar Tantangan pelaksanaan PKH Efektivitas dan capaian PKHPelaksanaan verifikasi PKH Kecukupan nilai bantuan PKH Durasi kepesertaan PKHKomplementaritas PKH

1-6

7-18

19-30

31-48

49-66

67-87

89-106

iiiiv-v

vivii-ix

xii

Page 6: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM v

Kebijakan perbaikan programPeningkatan nilai bantuan PKHDurasi kepesertaan PKH: Strategi transformasi PKHMemastikan komplementaritas PKH Penguatan dan penyempurnaan SIM-PKH sebagai Sistem Monitoring ProgramKeuangan inklusif pada PKHTindak lanjut ke depan

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)PengantarPermasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan PNPM-MandiriTantangan pelaksanaan program pemberdayaanPerbaikan kebijakan yang dilakukanTindak lanjut ke depan

Keuangan Inklusif: Meningkatkan Akses Pada Layanan KeuanganKeuangan Inklusif: TantanganPeluangKegiatan dan capaianTindak lanjut ke depan

Inisiatif Program Ketenagakerjaan Program ketenagakerjaan: TantanganPeluangKegiatan dan capaianTindak lanjut ke depan

AdvokasiPengantarRapat koordinasi TKPKPelaporan LP2KD dan penyusunan dokumen SPKD Tindak lanjut ke depan

Kinerja dan Akuntabilitas (KIAT) GuruPengantarTiga permasalahan utamaUji coba KIAT GuruPelaksanaan tahap pertama uji cobaKontribusi bagi kebijakan

Penutup

107-119

121-129

131-140

141-154

155-164

165-168

Page 7: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAMvi

Daftar TabelTabel 1. Anggaran untuk Pelaksanaan BLSM 2013

Tabel 2. Pengurangan yang Dialami oleh Penerima BLT 2005/2006 dan 2008/2009

Tabel 3. Posko Pengaduan di Kelurahan/Desa dan Kecamatan

Tabel 4. Evaluasi Ketepatan Jumlah Manfaat Program BSM

Tabel 5. Potensi Anak Penerima Program BSM Berdasarkan Basis Data Terpadu (BDT) dan Besaran Cakupan BSM Tahun 2011 Tabel 6. Pagu Penerima Program BSM 2013 dan 2014

Tabel 7. Hasil Evaluasi Dampak Program BSM

Tabel 8. Proyeksi Perhitungan Iuran Jamkesmas untuk Tahun 2014

Tabel 9. Jumlah Pagu RTS-PM Program Raskin 2005–2014

Tabel 10. Kinerja Program Raskin

Tabel 11. Peserta dan Jumlah Lokasi PKH Menurut Tahun Kepesertaan 2007–2014

Tabel 12. Besaran Bantuan PKH 2007–2013

Tabel 13. Bantuan PKH Mulai Tahun 2013

Tabel 14. Anggaran Pendidikan 2012-2014 untuk Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah

Tabel 15. Angka Partisipasi Sekolah di Daerah Perkotaan dan Perdesaan

Tabel 16. Capaian Pendidikan Tertinggi di Daerah Perkotaan dan Perdesaan

21

23

27

35

36

43

44

56

70

71

90

94

97

156

156

157

Page 8: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM vii

Daftar GambarGambar 1. Evolusi dan Proyeksi Tingkat Kemiskinan di Indonesia

1976–2009 2Gambar 2. Distribusi Pengeluaran Rumah Tangga Indonesia 2010 3Gambar 3. Rasio Gini di Indonesia 1999-2009 4Gambar 4. Pertumbuhan Konsumsi Masyarakat 2008-2012 4Gambar 5. Ketepatan Sasaran Program Penanggulangan Kemiskinan 2008 5Gambar 6. Kinerja Penetapan Sasaran Beberapa Program Utama 9Gambar 7. Estimasi Kesalahan Penetapan Sasaran Menurut

Metode Penetapan Sasaran 11Gambar 8. Proses PPLS 2011 11Gambar 9. Kartu Perlindungan Sosial 15Gambar 10. Mekanisme Pemutakhiran Penerima KPS 16Gambar 11. Usulan Tahapan Pelaksanaan Pemutakhiran BDT 18Gambar 12. Under/Over Coverage dari Penetapan Sasaran BLT 2008 22Gambar 13. Pengurangan BLT 2005/2006 23Gambar 14. Mekanisme Pemutakhiran Penerima

Kartu Perlindungan Sosial (KPS) 25Gambar 15. Bentuk Sosialisasi Mengenai LAPOR! 27Gambar 16. Buku Pegangan Sosialisasi dan Implementasi & Solusi

Masalah Kepesertaan KPS 28Gambar 17. Buku Pegangan TKSK 29Gambar 18. Evaluasi Terhadap Ketepatan Sasaran Program BSM 34 Gambar 19. Mekanisme Penetapan Sasaran BSM 2008-2012 35Gambar 20. Evaluasi Keberlanjutan Pendidikan berdasarkan

Kuantil Pengeluaran 36Gambar 21. Rekomendasi Perubahan Mekanisme Penetapan Sasaran

Penerima Program BSM 40Gambar 22. KPS dan Kartu Calon Penerima BSM 41Gambar 23. Evaluasi Penggunaan KPS untuk Memperbaiki Kinerja

Penetapan Sasaran BSM 42Gambar 24. Rekening Bank Penerima BSM dari KPS 43Gambar 25. Materi Sosialisasi Program BSM Menggunakan KPS 45Gambar 26. Sosialisasi Program BSM Menggunakan KPS 46Gambar 27. Sosialisasi Program BSM 2013-2014 46Gambar 28. Peran Kemenkes, TNP2K, dan PT Askes dalam

Penetapan Sasaran Kepesertaan Program Jamkesmas 2013 54

Page 9: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAMviii

Gambar 29. Tampilan Penghitungan Iuran

Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN 57Gambar 30. Tampilan Visualisasi Data Klaim Individu Jamkesmas 58Gambar 31. Peta Ilustrasi Kebutuhan Dokter dengan Skenario

2 Dokter Melayani 5.000 Peserta 58Gambar 32. Proporsi Penyakit Hipertensi Terdiagnosa dan unmet needs menurut provinsi 59Gambar 33. Situasi Antrian di beberapa Rumah Sakit se-Jabodetabek 64Gambar 34. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Miskin 68Gambar 35. Inflasi Tahunan Kelompok Makanan dan Non Makanan 68Gambar 36. Efektivitas Penargetan Program Raskin 71Gambar 37. Waktu Siklus Pesanan Raskin dari SPA hingga BAST (2013) 73Gambar 38. Variasi Lokasi Titik Bagi (TB) Raskin 75Gambar 39. Proporsi Desa/Kelurahan yang Memungut Biaya di luar HTR dari Penerima Raskin dan Rata-rata Besarannya 76Gambar 40. Kartu Raskin Ujicoba 2012 80Gambar 41. Poster Daftar Penerima Manfaat (DPM) 2012 80Gambar 42. Jumlah Kg Beras yang Diterima RTS di Wilayah Kartu dan

Non-Kartu 81Gambar 43. Rupiah yang Dibayarkan RTS per Kg di Wilayah Kartu dan

Non-Kartu 81Gambar 44. Jumlah Kg Beras yang Diterima RTS-PM

(Eksperimen RCT oleh J-PAL) 82Gambar 45. Formulir Rekapitulasi Pengganti Juni-Desember 2012 82Gambar 46. Materi Sosialisasi Kartu Perlindungan Sosial dan

Penggunaannya untuk Raskin 84Gambar 47. Jumlah ART Penerima Manfaat PKH 2013 92 Gambar 48. Persentase Jumlah ART yang Berhasil Diverifikasi 3 Bulan

Berturut-turut 93Gambar 49. Komplementaritas PKH dengan Program Bansos Lain (%) 95Gambar 50. Buku Kerja Pelaksanaan Program Keluarga Harapan 96Gambar 51. Resertifikasi dan Implikasinya Terhadap Status

Kepesertaan PKH 98Gambar 52. Berkas Kuesioner Resertifikasi Untuk Kohor 2007 dan 2008 99Gambar 53. Mekanisme Pengaduan Resertifikasi PKH 99Gambar 54. Pertemuan Pembagian Hasil Resertifikasi dan

Pengaduan Atas Hasil Resertifikasi 100Gambar 55. Pedoman Umum Transformasi PKH 101Gambar 56. Tampilan Aplikasi Dashboard SMART-PKH 102Gambar 57. Contoh Hasil Analisis Rata-Rata Penyaluran Dana RTSM/KSM 103Gambar 58. Ragam Program Pemberdayaan Masyarakat 108

Page 10: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM ix

Gambar 59. Capaian Pelaksanaan PNPM Mandiri 2007–2013 110Gambar 60. Dampak Positif PNPM Mandiri 112Gambar 61. Kerangka Konsep Program Pemberdayaan Masyarakat 114Gambar 62. Desa Sebagai Subyek Pembangunanan 116Gambar 63. Jumlah Transaksi Perbankan Non-Tunai di Indonesia, 2007–2011 123 Gambar 64. Proporsi Rumah Tangga yang Menerima Kredit Usaha Menurut

Sumber dan Kelompok Pengeluaran (%) 124Gambar 65. Proporsi Rumah Tangga yang Menerima KUR Menurut

Desil Pengeluaran (%) 125Gambar 66. Agenda Keuangan Inklusif dan Kelompok Target 128Gambar 67. Kerangka Umum dari Lima Pilar dalam Kerangka Aksi

Penciptaan Lapangan Kerja dan Peningkatan Keterampilan

Angkatan Kerja 135Gambar 68. Program Terpadu untuk Penciptaan Lapangan Kerja Bagi

Angkatan Kerja Muda 136Gambar 69. Perkembangan Jumlah TKPK Kabupaten/Kota Menurut Provinsi 142Gambar 70. TKPK yang terbentuk s/d Maret 2014 143Gambar 71. Penyelenggaraan Rakor TKPK di Tingkat Provinsi dan

Kabupaten/Kota 144Gambar 72. Rakor TKPK menurut Frekuensi, Pimpinan & Pesertanya (2013) 146Gambar 73. Buku Panduan Bagi TKPK yang Diterbitkan Oleh TNP2K 149Gambar 74. Contoh Peraturan Kepala Daerah tentang SPKD 151Gambar 75. Daerah menurut Status Dokumen SPKD 151Gambar 76. TKPK yang ikut magang & pelatihan di TNP2K s/d Maret 2014 152Gambar 77. Contoh Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan

Daerah (LP2KD) 152Gambar 78. Contoh Analisis Kabupaten 153Gambar 79. Keterkaitan Antara Frekuensi Kedatangan Pengawas dan

Persentase Ketidakhadiran Guru 158Gambar 80. Angka Kemangkiran Guru 159Gambar 81. Pelajaran Bahasa Kelas 4 (Kiri) dan Pelajaran Matematika

Kelas 5 (Kanan) di Sekolah Dasar di Papua 159Gambar 82. Lokasi Uji Coba 162Gambar 83. Suasana Lokakarya Penandatanganan Nota Kesepakatan

Antara TNP2K dan Kabupaten Keerom, Kaimana, dan Ketapang 162

Page 11: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAMx

Daftar Istilah dan Singkatan

APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah BAPPENAS Badan Perencanaan Pembangunan NasionalBBM Bahan Bakar Minyak BLSM Bantuan Langsung Sementara MasyarakatBSM Bantuan Siswa Miskin BDT Basis Data Terpadu BLT Bantuan Langsung Tunai BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPKP Badan Pengawasan dan Keuangan Pembangunan BPK Badan Pemeriksa Keuangan BPS Badan Pusat Statistik BULOG Badan urusan Logistik DJSN Dewan Jaminan Sosial Nasional DIRJEN BUK KEMENKES Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Dinkes Dinas KesehatanJAMKESMAS Jaminan Kesehatan Masyarakat JKN Jaminan Kesehatan NasionalJPS Jaring Pengaman Sosial KADES Kepala Desa KEMENKES Kementerian Kesehatan KEMENKEU Kementerian Keuangan KEMENDAGRI Kementerian Dalam Negeri KEMENSOS Kementerian Sosial KEMENDIKBUD Kementerian Pendidikan dan KebudayaanKEMENAG Kementerian Agama KEMENTAN Kementerian Pertanian KEMENKO KESRA Kementerian Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat KPS Kartu Perlindungan Sosial KUR Kredit Usaha Rakyat OPK Operasi Pasar Khusus PBI Penerima Bantuan IuranPKH Program Keluarga Harapan PNPM Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat PPLS Pendataan Program Perlindungan Sosial P4S Program Percepatan Perluasan Perlindungan Sosial PUSKESMAS Pusat Kesehatan Masyarakat POSYANDU Pos Pelayanan Terpadu PSE Pendataan Sosial Ekonomi POKJA Kelompok KerjaRTS-PM Rumah Tangga Sasaran-Penerima Manfaat RASKIN Beras untuk Rumah Tangga MiskinRTS Rumah Tangga Sasaran

Page 12: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM xi

APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara SJSN Sistem Jaminan Sosial Nasional SUSENAS Survei Sosial Ekonomi Nasional SD Sekolah Dasar SMP Sekolah Menengah Pertama SMA Sekolah Menengah AtasTNP2K Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan UPSPK Unit Penetapan Sasaran untuk Penanggulangan Kemiskinan UKP4 Unit Kerja Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan Pemerintah

Page 13: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAMxii

Daftar Foto

Leo BrandtoTimur AnginLeo Brandto Rachma Safitri Rachma Safitri Rachma SafitriLeo BrandtoTimur AnginJoshua EstyRachma Safitri Leo BrandtoLeo BrandtoJoshua EstyJoshua EstyRachma Safitri Joshua EstyLeo BrandtoJoshua EstyJoshua EstyJoshua EstyJoshua EstyJoshua EstyJoshua EstyTimur AnginTimur AnginTimur AnginJoshua EstyJoshua EstyAchmad IbrahimSutiknoLeo BrandtoPitchayarat Chootai Achmad IbrahimAchmad IbrahimJoshua EstyJoshua EstyJoshua EstyJoshua EstyLeo BrandtoJoshua EstyLeo Brandto Leo Brandto

178

101319212430313237394950606266677485868993

101105107109117119121125129131132137139141145155165

CoverPendahuluanPenetapan SasaranPenetapan SasaranPenetapan SasaranPenetapan SasaranBLSMBLSMBLSMBLSMBSMBSMBSMBSMJKNJKNJKNJKNJKNRaskinRaskinRaskinRaskinPKHPKHPKHPKHPNPMPNPMPNPMPNPMKeuangan InklusifKeuangan InklusifKeuangan InklusifKetenagakerjaanKetenagakerjaanKetenagakerjaanKetenagakerjaanAdvokasiAdvokasiKIAT GuruPenutup

Page 14: Menjangkau Masyarakat - TNP2K
Page 15: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM2

PENDAHULUAN

Penurunan tingkat kemiskinan di Indonesia dalam periode 1976–1996 merupakan

salah satu episode pembangunan yang paling mengesankan dan menjadi salah

satu kisah sukses penanggulangan kemiskinan bagi Indonesia dan juga bagi banyak

negara-negara lain. Pada periode ini tingkat kemiskinan di Indonesia turun dari kisaran

40 persen menjadi 11,7 persen. Tren penurunan ini terputus saat Indonesia dihantam

krisis keuangan Asia 1997–1998. Mulai awal tahun 2000, tren penurunan tingkat

kemiskinan mulai kembali lagi namun dengan penurunan yang melambat dibandingkan

dengan periode pra-krisis 1997–1998. Perlambatan penurunan tingkat kemiskinan ini

terus berlanjut hingga awal dimulainya periode pemerintahan SBY-Boediono pada tahun

2009 seperti ditunjukan pada Gambar 1 dibawah.

Gambar 1. Evolusi dan Proyeksi Tingkat Kemiskinan di Indonesia 1976–2009

40,0

1%

1976 1980 1984 1987 1990 1993 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

60

50

40

30

20

10

0

28,6

%

21,6

%

17,4

%

15,1

%

13,7

%

11,7

% 17,7

%

24,2

%

23,4

%

19,1

4%

18,4

1%

18,1

9%

17,4

2%

16,6

6%

15,9

7%

17,7

5%

16,5

8%

15,4

2%

14,1

5%

54,2

43,2

35

30

27,2

25,9

22,5

34,5

49,5

48

38,7

37,9

38,3

9

37,3

4

36,1

5

35,1

39,0

5

37,1

7

34,9

6

32,5

3

Tingkat persentase kemiskinan menurun namun pada tahun-tahun terakhir terjadi perlambatan penurunan kemiskinan

Sumber: BPS berbagai publikasi

Perlambatan penurunan tingkat kemiskinan dijelaskan oleh paling tidak dua hal. Pertama,

pada tingkat kemiskinan yang relatif lebih rendah, kemiskinan secara natural akan turun

lebih lambat dibandingkan dengan pada saat tingkat kemiskinan tinggi—misalnya pada

kisaran 30–40 persen. Kedua, kemiskinan pada tingkat yang relatif rendah juga ditengarai

telah mulai menyentuh kemiskinan kronis yang penanganannya lebih kompleks dan

membutuhkan waktu yang lebih lama.

Pada tahun 2009 dengan tingkat kemiskinan sebesar 14,15 persen, jumlah orang

yang berada di bawah garis kemiskinan adalah sebesar 32,53 juta individu. Angka ini

cukup besar khususnya jika dibandingkan dengan jumlah orang miskin di negara-

negara tetangga. Ini menjadi tantangan yang mendapat perhatian di awal periode

Pengantar

Page 16: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

3Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

PENDAHULUAN

pemerintahan SBY-Boediono. Selain perlambatan penurunan tingkat kemiskinan dan

jumlah orang miskin, kerentanan kemiskinan juga merupakan masalah tersendiri. Seperti

ditunjukkan pada Gambar 2, distribusi pengeluaran per kapita per bulan terkonsentrasi

di sisi kiri. Ini berarti bahwa selain penduduk yang tergolong miskin –di sebelah kiri garis

kemiskinan—kelompok penduduk yang tidak miskin namun hanya sedikit di sebelah

kanan garis kemiskinan masih cukup besar. Kelompok penduduk inilah yang dinamakan

kelompok rentan miskin. Untuk kelompok rentan miskin, guncangan ekonomi yang

relatif kecil sekalipun dapat menjadikan mereka kembali menjadi miskin. Dari data

Susenas, dapat ditunjukkan bahwa pada tahun 2009, jumlah orang miskin dan rentan

miskin mencakup paling tidak 40 persen dari total populasi Indonesia saat itu. Ini berarti

4 dari 10 orang Indonesia tergolong miskin atau rentan miskin.

Gambar 2. Distribusi Pengeluaran Rumah Tangga Indonesia 2010

Sumber: Susenas (2010)

Selain isu di atas, isu lain yang terkait dan juga mendapat sorotan pada awal pemerintahan

SBY-Boediono adalah masalah memburuknya kesenjangan pendapatan. Seperti

ditunjukan pada Gambar 3, angka rasio Gini —yang merupakan indikator kesenjangan

pengeluaran rumah tangga—di Indonesia cenderung meningkat sejak awal 2000. Di

awal periode pemerintahan SBY-Boediono tahun 2009, rasio Gini mencapai 0,37. Angka

ini walaupun nampaknya tidak terlalu jauh dari angka tahun sebelumnya, namun

telah menembus ‘batas psikologis’ rasio Gini Indonesia yang selama bertahun-tahun

cenderung pada kisaran 0,35–0,36. Situasi ini jika terus berlanjut dalam jangka panjang

dapat memunculkan permasalahan ekonomi dan sosial. Memburuknya kesenjangan

pendapatan menunjukan bahwa kelompok pendapatan atas tumbuh lebih tinggi

dibandingkan kelompok pendapatan bawah.

Page 17: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM4

PENDAHULUAN

Gambar 3. Rasio Gini di Indonesia 1999 - 2009

Rasio Gini

Sumber: BPS

Apa yang menjelaskan kesenjangan/ketidakmerataan antar kelompok pendapatan?

Analisis data Susenas 2008 dan 2012 menunjukkan bahwa pertumbuhan pengeluaran

kelompok masyarakat 40 persen termiskin walaupun positif namun berada jauh dibawah

20 persen masyarakat terkaya. Seperti ditunjukkan pada gambar 4 di bawah, pengeluaran

kelompok masyarakat 40 persen termiskin tumbuh sekitar 1,8-2,1 persen, sementara

pengeluaran kelompok masyarakat 20 persen terkaya tumbuh sekitar 5,1-8,5 persen.

Gambar 4. Pertumbuhan Konsumsi Masyarakat 2008 – 2012

Sumber: TNP2K

Selain isu terkait dengan kemiskinan dan kesenjangan, isu lain yang juga mendapat sorotan

adalah mengenai ketepatan sasaran program-program penanggulangan kemiskinan.

Seperti ditunjukkan pada Gambar 5, hanya sebagian dari rumah tangga sasaran—daerah

Pers

enta

se P

ener

ima

Bant

uan

Page 18: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

5Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

PENDAHULUAN

diarsir warna biru—yang memperoleh program Raskin, BLT dan Jamkesmas. Di sisi

lain pada Gambar 5 juga ditunjukkan ada rumah tangga bukan sasaran—tidak miskin

dan bukan rentan miskin—yang ternyata memperoleh program. Kesalahan dimana

kelompok sasaran/penerima manfaat tidak menerima program disebut sebagai exclusion error, sementara kesalahan dimana kelompok bukan sasaran ternyata menerima program

disebut dengan inclusion error. Tingginya angka exclusion dan inclusion error berpengaruh

pada efektivitas program sekaligus menunjukkan adanya yang perlu diperbaiki pada

basis data untuk pensasaran program, desain dan mekanisme program. Pada tahun 2008,

kinerja pensasaran program masih jauh dari baik. Analisis data Susenas menunjukkan

bahwa pada tahun 2008 hanya 30 persen penduduk miskin yang menerima tiga

program —Raskin, BLT dan Jamkesmas—sekaligus.

Gambar 5. Ketepatan Sasaran Program Penanggulangan Kemiskinan 2008

Desil Konsumsi Rumah Tangga

Sumber: Susenas 2008, diolah.

Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dibentuk pada awal

tahun 2010 melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 15 antara lain untuk merespons

situasi melambatnya penurunan tingkat kemiskinan dan meningkatnya kesenjangan.

Perpres tersebut diikuti dengan terbitnya Peraturan Menteri (Permen) no. 42 tahun 2010

tentang Struktur Kelembagaan dan Mekanisme Kerja Tim Koordinasi Penanggulangan

Kemiskinan (TKPK) Daerah. Mandat utama yang diberikan kepada TNP2K adalah untuk

peningkatan efektitas program penanggulangan kemiskinan, mencakup (i) perbaikan

penetapan sasaran program-program penanggulangan kemiskinan, (ii) perbaikan

desain dan mekanisme distribusi program, (iii) peningkatan koordinasi antar lembaga

untuk peningkatan efektivitas program, dan (iv) pengawasan dan pengendalian

pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan. Dalam kurun waktu 2010–

2014, perbaikan-perbaikan kebijakan terkait penanggulangan kemiskinan telah dilakukan

TNP2K. Perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan mencakup pengembangan Basis Data

Page 19: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM6

PENDAHULUAN

Terpadu sebagai upaya perbaikan menyasar program-program berbasis rumah

tangga dan individu. Perbaikan juga dilakukan pada desain program dan mekanisme

distribusi (delivery mechanism) dari masing-masing program dari Klaster 1, 2 maupun 3.

Keseluruhan perbaikan-perbaikan tersebut dilakukan dengan mengacu pada kebutuhan

dan didasarkan pada bukti-bukti yang diperoleh dari lapangan.

Laporan TNP2K ini mendokumentasikan langkah-langkah yang telah dilakukan oleh

TNP2K sesuai dengan mandat yang diberikan untuk menanggulangi kemiskinan. Laporan

ini mencakup topik-topik berikut: Penetapan Sasaran, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),

Bantuan Langsung Sementara untuk Masyarakat (BLSM), Beras untuk Masyarakat Miskin

(Raskin), Bantuan Siswa Miskin (BSM), Program Keluarga Harapan (PKH), Program Nasional

Pemberdayaan Mandiri (PNPM), inklusi keuangan, ketenagakerjaan kaum muda, advokasi

TKPK Daerah dan Pilot Kinerja dan Akuntabilitas (KIAT) guru.

Page 20: Menjangkau Masyarakat - TNP2K
Page 21: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM8

PENETAPAN SASARAN

Sejak 2009 Indonesia telah memiliki serangkaian program perlindungan sosial sebagai

salah satu upaya untuk mensejahterakan kehidupan bangsa, khususnya untuk mereka

yang tergolong miskin dan rentan miskin. Berdasarkan sasaran penerima manfaatnya,

program-program perlindungan sosial dapat dibagi menjadi beberapa kelompok. Salah

satunya adalah program perlindungan sosial dengan sasaran penerima manfaat individu

dan/atau rumah tangga, seperti Program Subsidi Beras untuk Masyarakat Miskin (Raskin),

Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)1, Program Bantuan Siswa Miskin

(BSM), dan Program Keluarga Harapan (PKH).

Salah satu tantangan utama dalam program dengan sasaran individu dan/atau ru-

mah tangga adalah mengidentifikasi secara tepat dan akurat individu dan/atau rumah

tangga sasaran penerima manfaat. Pada 2009 masing-masing program itu menggunakan

mekanisme dan metode yang berbeda dengan dua tantangan yang masih perlu diper-

baiki terutama:

a. Masih rendahnya tingkat ketepatan sasaran program. Ini terlihat dengan masih

tingginya exclusion error dan inclusion error di beberapa program utama seperti tersaji

dalam gambar 6.

b. Masih rendahnya komplementaritas antar program dalam menyasar kelompok

yang berhak. Dalam hal ini masalahnya adalah kelompok sasaran yang seharusnya

menerima beberapa program perlindungan sosial sekaligus, ternyata hanya menerima

kurang dari yang seharusnya. Misalnya dijumpai rumah tangga penerima PKH yang

tidak termasuk dalam penerima program Raskin dan Jamkesmas, sementara rumah

tangga penerima PKH merupakan rumah tangga termiskin dan seharusnya juga

menjadi penerima manfaat program perlindungan sosial lain.

1 Sejak Januari 2014 menjadi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Pengantar

Page 22: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

9Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

PENETAPAN SASARAN

Gambar 6. Kinerja Penetapan Sasaran Beberapa Program Utama

Desil Konsumsi Rumah Tangga

BLT Raskin Cakupan Jamkesmas Pemanfaatan Jamkesmas

Sumber: Susenas, diolah.

Kedua tantangan tersebut memiliki dampak langsung terhadap keberhasilan pencapa-

ian tujuan penurunan tingkat kemiskinan. Untuk menjawab kedua tantangan di atas,

penyempurnaan sistem penetapan sasaran menjadi salah satu kunci utama yang harus

dilakukan. Oleh karena itu, di awal masa pemerintahan Presiden Republik Indonesia

memberikan amanat kepada Wakil Presiden selaku penanggung jawab untuk melaku-

kan percepatan penanggulangan kemiskinan melalui pembentukan Tim Nasional Per-

cepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). TNP2K dibentuk berdasarkan Peraturan

Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan dan

diketuai oleh Wakil Presiden Republik Indonesia. Lembaga ini menjadi kunci penting

dalam memberikan dukungan dan dorongan yang diperlukan untuk memperbaiki seka-

ligus mempercepat upaya penanggulangan kemiskinan. Salah satu agendanya adalah

dengan melakukan unifikasi sistem penetapan sasaran.

PEMBANGUNAN BASIS DATA TERPADU (BDT)

Prasyarat utama terwujudnya unifikasi sistem penetapan sasaran adalah tersedi-

anya suatu basis data nasional yang berisikan informasi karakteristik individu dan/

atau rumah tangga yang potensial menjadi sasaran penerima manfaat yang dapat di-

jadikan sebagai referensi bagi program perlindungan sosial dalam memilih peserta

Target Non-Target

Page 23: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM10

PENETAPAN SASARAN

program. Untuk tujuan itu, TNP2K merumuskan satu inisiatif untuk membangun basis

data perlindungan sosial yang disebut dengan Basis Data Terpadu (BDT).

Langkah penting pertama dalam rangka membangun basis data ini adalah kegiatan

pendataan tingkat rumah tangga untuk mengumpulkan informasi tentang keberadaan

individu dan/atau rumah tangga dan kondisi sosial ekonominya. Ini bukan hal baru bagi

Indonesia. Sebelumnya Indonesia telah memiliki pengalaman dalam kegiatan pendataan

rumah tangga untuk kebutuhan penetapan sasaran. Pada 2005 telah dilaksanakan kegiatan

Pendataan Sosial Ekonomi (PSE) 2005 yang hasilnya digunakan untuk penetapan sasaran

rumah tangga penerima program Bantuan Langsung Tunai (BLT) 2005 dan program BLT

2008. Pendataan serupa kembali dilakukan pada 2008 dengan nama Pendataan Program

Perlindungan Sosial (PPLS) 2008 yang digunakan sebagai basis sasaran PKH dan program-

program nasional lain. Walaupun demikian, pada saat itu belum terdapat dukungan dan

dorongan yang kuat untuk menjadikan hasil PSE 2005 atau PPLS 2008 sebagai basis

penetapan program perlindungan sosial.

TNP2K berperan penting dalam mengkoordinasikan seluruh elemen dan upaya yang

diperlukan dalam pembangunan BDT. Diawali dengan kegiatan PPLS 2011 yang didesain

sebagai sumber data BDT. Dalam rangka memastikan pendataan dilakukan dengan

metode yang paling tepat dan sesuai dengan konteks Indonesia, TNP2K bekerjasama

dengan Bank Dunia dan Abdul Latif Jameel Poverty Action Lab (J-PAL). Bersama dengan

kedua lembaga tersebut, TNP2K melakukan serangkaian eksperimen dan penelitian

di beberapa daerah untuk menguji beberapa metode penetapan sasaran. Hasil studi

menunjukkan bahwa metode Proxy Means Test (PMT) memberikan hasil yang relatif lebih

akurat dibandingkan dengan metode lain dan masyarakat memiliki kemampuan lebih

dalam mengidentifikasi mereka yang paling miskin di masing- masing lingkungannya

(Gambar 7).

Page 24: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

11Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

PENETAPAN SASARAN

Gambar 7. Estimasi Kesalahan Penetapan Sasaran menurut Metode Penetapan Sasaran

Metode Desil

Sumber: TNP2K PMT Komunitas

Rekomendasi dari rangkaian studi tersebut turut menjadi masukan penting dalam

inovasi perbaikan mekanisme pendataan PPLS 2011 oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Secara umum proses PPLS dapat dilihat dalam Gambar 8.

Gambar 8. Proses PPLS 2011

Pre-ListRumah Tangga

(Berdasarkan peta kemiskinan yang berasal

dari data Sensus Penduduk 2010)

Verifikasi Keberadaan RumahTangga oleh Pemimpin Lokal

Konsultasi denganRumah Tangga Miskin

Penyisiran

Daftar awalRumah Tangga

Disurvei padaPPLS 2011

Sumber: TNP2K

Beberapa inovasi —sebagian diinspirasi oleh studi tersebut—dimasukkan TNP2K dalam

PPLS 2011 yang meliputi:

a. Penambahan cakupan rumah tangga yang didata (sekitar 45 persen penduduk Indo-

nesia), dibandingkan dengan 29 persen penduduk yang didata dalam PPLS 2008.

b. Pemanfaatan data Sensus Penduduk 2010 yang diolah lebih lanjut dengan metode

Poverty Map sebagai referensi dalam menyusun daftar awal rumah tangga yang akan

didata dalam PPLS 2011.

c. Mekanisme konsultasi dengan masyarakat miskin untuk mengidentifikasi rumah

tangga miskin yang belum terdata.

d. Penambahan variabel karakteristik individu dan rumah tangga sehingga dapat lebih

baik dalam memprediksi kondisi sosial ekonomi rumah tangga dan lebih dapat

mengakomodasi kebutuhan program.

Pers

en

Pers

enta

se D

esil

Terp

ilih

Page 25: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM12

PENETAPAN SASARAN

Setelah data rumah tangga dikumpulkan, selanjutnya dilakukan analisis untuk mem-

peroleh estimasi kondisi sosial ekonomi dari masing-masing rumah tangga. Inovasi

penting yang terjadi pada tahap ini adalah perbaikan pada model estimasi Proxy Means Tests (PMT) yang digunakan. Perbaikan tersebut meliputi penambahan dan pemilihan

variabel prediksi kondisi sosial ekonomi. Selain itu, model PMT yang digunakan disesuaikan

dengan kondisi masing-masing kabupaten/kota atau dengan kata lain terdapat model

yang spesifik untuk setiap kabupaten/kota. Hasil estimasi dengan menggunakan PMT

tersebut memungkinkan untuk selanjutnya dilakukan perangkingan rumah tangga

berdasarkan kondisi sosial ekonominya. Dari hasil perangkingan tersebut, dipilihlah

40 persen rumah tangga dengan kondisi sosial ekonomi terendah, atau sekitar 25 juta

rumah tangga dengan 96 juta individu, untuk diturutsertakan dalam Basis Data Terpadu

yang akan dikelola oleh Sekretariat TNP2K.

PENGELOLAAN DAN PENGGUNAAN BASIS DATA TERPADU (BDT)

Sekretariat TNP2K membentuk satu unit khusus untuk mengelola Basis Data Terpadu

yang dinamakan Unit Penetapan Sasaran untuk Penanggulangan Kemiskinan (UPSPK).

Terdapat tiga fungsi utama dalam pengelolaan BDT yang dijalankan oleh UPSPK yaitu:

a. Pelayanan kepada pelaksana program: bekerja sama dengan penyelenggaraan

program dalam memastikan basis data terpadu dapat dimanfaatkan untuk keperluan

program perlindungan sosial, serta memberikan dukungan teknis kepada pengguna

basis data terpadu.

b. Kajian dan penelitian: melakukan studi atau analisis terhadap berbagai studi untuk

memperbaiki kualitas penetapan sasaran program, dan melakukan pemantauan dan

evaluasi pemanfaatan basis data terpadu.

c. Penyajian informasi: membangun sistem informasi berbasis teknologi informasi

untuk menyajikan beragam informasi terkait basis data terpadu dan perlindungan

sosial, termasuk membangun situs Basis Data Terpadu yang menampilkan

16 indikator terpilih tingkat provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan. Indikator

tersebut dapat diunduh dalam bentuk data maupun peta (bagian dari Open Government Initiative yang dikoordinasikan oleh Unit Kerja Pemerintah bidang

Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4)).

Sejak diluncurkan pada Januari 2012, Basis Data Terpadu telah menjadi referensi utama

bagi penetapan sasaran program-program perlindungan sosial nasional, seperti:

Page 26: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

13Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

PENETAPAN SASARAN

a. Program Raskin Program Raskin mempergunakan data untuk penetapan sasaran program terhitung

Juli 2012 sebanyak 17,5 juta rumah tangga. Penggunaan BDT sebagai basis dilanjutkan

juga untuk penetapan sasaran Raskin pada 2013 dan 2014 sebanyak 15,5 juta rumah

tangga.

b. Program Jamkesmas Program ini menggunakan BDT untuk menentukan peserta Jamkesmas sejak 2013

sebanyak 86,4 juta individu. Berdasarkan cakupan kepesertaan, program ini adalah

program perlindungan sosial yang terbesar. Ketika Jamkesmas berevolusi menjadi

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada Januari 2014, basis penentuan peserta

Penerima Bantuan Iuran (PBI) juga berasal dari 86,4 juta individu yang sama dari BDT.

c. Program BSM Salah satu inovasi yang didukung oleh TNP2K dalam pelaksanaan program BSM

adalah penyesuaian mekanisme penetapan sasaran dari sebelumnya dilakukan oleh

pihak sekolah dan komite sekolah menjadi menggunakan Basis Data Terpadu. Tahap

pertama dari upaya ini adalah penerbitan dan pengiriman kartu BSM kepada 350

ribu siswa SMP kelas 7 pada 2012, dan dilanjutkan untuk 670 siswa SD kelas 1 dan

SMP kelas 7 pada 2013. Selanjutnya, sejak Juli 2013 setiap anggota rumah tangga usia

sekolah yang bersekolah dalam kepesertaan Program Raskin secara otomatis menjadi

penerima manfaat program BSM.

d. Program PKHPada pertengahan 2012, PKH juga memanfaatkan BDT untuk penetapan sasaran

program sebanyak 484 ribu rumah tangga baru PKH. Selanjutnya pada 2013 PKH

Page 27: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM14

PENETAPAN SASARAN

kembali mengakses BDT untuk memperoleh tambahan rumah tangga sebanyak 800

ribu rumah tangga.

e. Program Perlindungan Pekerja Anak-Program Keluarga Harapan (PPA-PKH)Program yang dikelola oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi ini juga telah

memanfaatkan BDT untuk memperoleh calon peserta program sebanyak 10 ribu

pekerja anak pada 2012 dan 11 ribu pekerja anak pada 2013.

f. Program Perlindungan Sosial Daerah

Selain penyelenggara program perlindungan sosial nasional, pemerintah daerah

juga turut memanfaatkan BDT untuk keperluan penetapan sasaran program

pelindungan sosial yang merupakan inisiatif daerah. Hingga April 2014 tercatat telah

31 pemerintah provinsi dan 303 pemerintah kabupaten/kota yang telah mengakses

dan memanfaatkan BDT. Data-data agregat dari BDT juga telah dimanfaatkan oleh

pihak-pihak seperti perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan lainnya. Hal

ini menunjukkan tingginya minat dan kebutuhan akan keberadaan basis data yang

dapat diandalkan untuk kebutuhan penetapan sasaran dan semakin menegaskan

peran strategis yang dimiliki oleh BDT.

Dalam rangka perbaikan berkelanjutan untuk semakin meningkatkan pelayanan kepada

penyelenggara program perlindungan sosial dan pengguna BDT, Sekretariat TNP2K

juga melakukan kegiatan pemantauan dan evaluasi atas BDT dan pemanfaatannya.

Pertama, secara internal TNP2K melakukan uji petik pada awal 2012 dan hasilnya

menunjukkan bahwa sekitar 90–95 persen nama dan alamat dalam BDT dapat ditemukan.

Kedua, selain melakukan pengecekan lapangan, evaluasi juga dilakukan

dengan melakukan pencocokan (matching) BDT dengan data kependudukan.

Hasil pencocokan dengan data administrasi kependudukan (Adminduk)

Kementerian Dalam Negeri menunjukkan 74,8 persen nama dan alamat dalam BDT

mendapatkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Kartu Keluarga (KK).

Ketiga, melalui umpan balik dari pemerintah daerah sebagai pengguna dan pelaksana

program di daerah menyimpulkan pentingnya pelibatan dan partisipasi aktif dari

pemerintah daerah dan masyarakat dalam kegiatan pendataan dan pemutakhiran BDT.

Berdasarkan beberapa uraian di atas sebagai ukuran kualitas BDT yang merupakan tujuan

dari pemantauan dan evaluasi menunjukkan relatif rendahnya masalah yang ditemukan

terkait dengan BDT, baik sebelum, sesudah maupun dalam proses pelaksanaan

program. Namun demikian, masih terdapat hal-hal yang perlu ditingkatkan lebih lanjut

dari pengelolaan basis data yang ada saat ini. Informasi lebih jauh tentang BDT dapat

diperoleh pada alamat web berikut: https://bdt.tnp2k.go.id/

Page 28: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

15Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

PENETAPAN SASARAN

PEMANFAATAN BDT UNTUK KARTU PERLINDUNGAN SOSIAL DAN PEMUTAKHIRAN DATA

Pada pertengahan 2013, pemerintah secara resmi melakukan penyesuaian harga BBM

dengan salah satu langkah realokasi anggaran untuk subsidi diberikan langsung kepada

rumah tangga sasaran. Dalam rangka realokasi tersebut, pemerintah meluncurkan

Program Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S) dengan mengirimkan

KPS sebagai penanda rumah tangga sasaran dengan basis penerima manfaat program

perlindungan sosial dengan masa berlaku hingga akhir 2014. Sebanyak 15,5 juta

rumah tangga yang bersumber dari BDT yang merupakan rumah tangga sasaran yang

merupakan kelompok masyarakat 25 persen termiskin yang ada di BDT. Rumah tangga

pemegang KPS berhak untuk menerima program BLSM, BSM (jika memiliki anak sekolah),

dan PKH (bagi rumah tangga/keluarga yang masuk kategori rumah tangga sangat miskin).

Keberadaan KPS ini semakin memperkuat upaya perbaikan kinerja penetapan program

dan komplementaritas antar program perlindungan sosial sehingga mereka yang berhak

dapat secara penuh menerima haknya karena mekanisme penentuan sasaran penerima

manfaat program setelah menggunakan mekanisme yang sama. Gambar KPS dapat

dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Kartu Perlindungan Sosial (KPS)

Sumber: TNP2K

“ KPS merupakan kartu di Indonesia pertama yang diluncurkan oleh Pemerintah yang dapat digunakan untuk mendapatkan manfaat berbagai

program perlindungan sosial”

Bersama upaya untuk meningkatkan kinerja pensasaran lewat pengiriman KPS, TNP2K

juga mengusulkan dan merancang mekanisme pemutakhiran data penerima KPS.

Mengingat pemutakhiran lewat pendataan tidak mungkin dilakukan setiap tahun

karena alasan biaya, waktu dan kompleksitas pelaksanaannya, TNP2K mengusulkan

metode pemutakhiran dari bawah lewat mekanisme Musyawarah Desa/Kelurahan.

Page 29: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM16

PENETAPAN SASARAN

Mekanisme dan alur pengusulan pemutakhiran data dapat dilihat pada gambar 10 di

bawah. Pengalaman dari pelaksanaan mekanisme musyawarah desa/kelurahan tahun

2013 menunjukkan bahwa mekanisme ini memiliki prospek cukup bagus sebagai

salah satu pilihan mekanisme pemutakhiran Basis Data Terpadu di masa mendatang.

Pada tahun 2013, dari total 15,5 juta rumah tangga, telah disepakati untuk dilakukan

pemutakhiran kepesertaan sejumlah 350 ribu rumah tangga, atau sekitar 2,3 persen.

Gambar 10. Mekanisme Pemutakhiran Penerima KPS

Sumber: TNP2K

TINDAK LANJUT KE DEPAN

Berdasarkan kajian internal, input dan masukan dari penyelenggara program serta

pengguna BDT lain menunjukkan bahwa keberadaan BDT merupakan suatu kebutuhan

yang sangat penting 2 . Oleh karena itu, BDT yang mencakup sejumlah informasi dasar rumah

tangga maupun individu yang diperlukan untuk implementasi program perlindungan

sosial, sangat perlu untuk ditingkatkan dari sisi kualitas dan pemanfaatannya. Hal tersebut

perlu dilakukan agar lebih fleksibel dalam mengakomodasi tujuan dan kebutuhan masing-

masing program perlindungan sosial. Selanjutnya, pergeseran kondisi demografis,

migrasi dan perubahan kondisi sosial ekonomi individu/rumah tangga penerima manfaat

program mensyaratkan pentingnya mekanisme pemutakhiran BDT secara berkala.

Terdapat beberapa cara pemutakhiran BDT yang dapat saling melengkapi satu sama lain.

2 Bah et al., 2013. An Evaluation of the Use of the Unified Database for Social Protection Progams by Local Governments in Indonesia, TNP2K.

Page 30: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

17Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

PENETAPAN SASARAN

Pemutakhiran melalui mekanisme umpan balik dari program dan

pengguna BDT perihal individu/rumah tangga yang masuk atau

keluar sebagai peserta program. Informasi perihal penetapan dan

perubahan penerima manfaat program secara rutin disampaikan

kepada pengelola BDT sehingga kontennya juga termutakhirkan.

Pertama

KeduaPemutakhiran berkala yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

Pemerintah daerah adalah pihak yang dekat dan berhubungan

langsung dengan lapangan dan pelaksanaan program. Mereka

pulalah yang memiliki informasi lebih perihal kondisi di daerahnya.

Pemutakhiran berkala dalam skala nasional setiap tiga atau empat

tahun sekali dengan mekanisme yang komprehensif melibatkan

pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat.

Ketiga

Dalam pemutakhiran nasional ini penting untuk memperhatikan beberapa hal berikut

(ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 10):

a. Pembaharuan alokasi kuota/pagu rumah tangga sasaran dengan kondisi terkini

yang tersinkronisasikan dengan alokasi kuota sasaran pada pelaksanaan program

bantuan sosial sebelumnya. Hal ini sangat penting dilakukan untuk mencegah

terjadinya pergeseran yang terlalu jauh antara alokasi kuota rumah tangga miskin

program perlindungan sosial yang sudah berjalan dengan cakupan sasaran program

perlindungan sosial untuk setiap daerah ke depannya. Manfaat dari sinkronisasi

kuota antar waktu dan pendataan ini adalah membantu kelancaran pelaksanaan

program di jenjang administratif di bawah tingkat nasional dengan meminimalisasi

perubahan tiba-tiba pada alokasi kuota rumah tangga sasaran program.

b. Mengikutsertakan kementerian/lembaga penyelenggara program perlindungan

sosial dari tahap awal pelaksanaan kegiatan penargetan rumah tangga miskin.

Pengalaman kementerian dan lembaga pada saat implementasi program

merupakan masukan yang sangat bermanfaat bagi perbaikan penetapan

sasaran. Identititas kepesertaan rumah tangga penerima program bantuan

sosial merupakan kunci bagi keberlangsungan dan perbaikan penetapan

sasaran berikutnya dan sangat diperlukan pada saat penyusunan daftar total

Page 31: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM18

PENETAPAN SASARAN

(pre-list) rumah tangga miskin. Dengan demikian, kekhawatiran kepesertaan

program bantuan sosial tidak tercakup dalam BDT dapat dicegah, kecuali karena

perubahan kondisi sosial ekonomi yang terjadi setelah proses pendataan.

c. Memberikan porsi yang lebih besar kepada partisipasi dan pelibatan pemerintah

daerah dan masyarakat. Mekanisme konsultasi dengan masyarakat miskin perlu

dipertahankan bahkan ditingkatkan lebih lanjut dengan melibatkan kelompok

masyarakat yang lebih besar. Partisipasi masyarakat umum tersebut dapat

terakomodasi dengan adanya kegiatan tambahan selama proses pemutakhiran.

Kegiatan tambahan yang dimaksud adalah kegiatan konsultasi publik dimana daftar

rumah tangga disampaikan kepada masyarakat untuk memperoleh umpan balik

kesesuaiannya. Salah satu alternatif mekanisme pemutakhiran BDT secara nasional

yang komprehensif tersebut dapat dilihat pada gambar 11 di bawah.

Gambar 11. Usulan Tahapan Pelaksanaan Pemutakhiran BDT

Sumber: TNP2K

Penetapan sasaran merupakan kunci awal keberhasilan program perlindungan sosial.

Oleh karena itu, keberadaan dan fungsi dari BDT sangatlah penting untuk dipertahankan

dan ditingkatkan. Dengan semakin baiknya BDT, akan berdampak langsung kepada

perbaikan kinerja penetapan sasaran program perlindungan sosial dan komplementaritas

antar program. KPS yang akan berakhir masa berlakunya pada akhir 2014 perlu

terus dipertahankan untuk semakin memperkuat kinerja penetapan sasaran program

perlindungan sosial.

2 Penyusunan Daftar Awal

(Pre-list)

1 Identifikasi Sumber Data

RT Dalam Pre-list

Page 32: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Bantuan LangsungSementara Masyarakat

Page 33: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM20

BANTUAN LANGSUNGSEMENTARA MASYARAKAT

raakat

Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) adalah salah satu bentuk kompensasi

yang diberikan kepada rumah tangga miskin dan rentan atas kenaikan harga BBM pada

tahun 2013. BLSM bukan didesain untuk solusi jangka panjang untuk mengurangi

kemiskinan, namun merupakan solusi jangka pendek untuk menghindarkan penurunan

daya beli masyarakat yang bisa berimplikasi kepada penjualan aset, berhenti sekolah,

mengurangi konsumsi makanan yang bergizi, pekerja anak atau aktivitas merugikan

lainnya.

Pelaksanaan BLSM 2013 tidak lepas dari evaluasi atas keberhasilan Bantuan Langsung

Tunai (BLT) 2005 dan 2008 dalam menyangga tingkat konsumsi rumah tangga miskin

dan rentan akibat kenaikan harga BBM pada tahun 2005 dan 2008. Beberapa studi

evaluasi menunjukkan bahwa BLT yang disalurkan tepat waktu, efektif dalam jangka

pendek menyangga konsumsi rumah tangga atas kenaikan harga BBM. Rumah Tangga

penerima BLT 2005 berhasil melakukan perencanaan pengeluaran (seperti dengan

realokasi konsumsi atau pengurangan konsumsi) untuk mengatasi dampak negatif dari

kenaikan harga BBM. Hal ini menyebabkan tingkat konsumsi dari rumah tangga penerima

BLT tidak mengalami perubahan yang signifikan. Lebih lanjut, dari studi Bazzi et al (2014)

ditemukan bahwa efektivitas BLT akan tinggi jika bantuan tunai diberikan dalam waktu

yang tepat. Keterlambatan dalam distribusi bantuan tunai menyebabkan penurunan

konsumsi rumah tangga sebesar 7,5 persen.

Sasaran Penerima BLSM pada tahun 2013 mencapai 25 persen rumah tangga termiskin di

Indonesia. Dengan menggunakan informasi yang diperoleh dari Basis Data Terpadu 2011,

jumlah Rumah Tangga Sasaran (RTS) BLSM adalah 15.530.897. Setiap RTS akan menerima

Kartu Perlindungan Sosial (KPS) yang dikirimkan langsung ke rumah tangga3. Penerima

BLSM diwajibkan membawa KPS dan dokumen pendukung ke kantor pos terdekat untuk

mengambil bantuan tunai.

Besaran dan durasi BLSM dipengaruhi oleh besaran inflasi garis kemiskinan (2008–2013),

durasi dampak inflasi awal dari kenaikan harga BBM dan kapasitas fiskal Pemerintah

Indonesia. Dengan menggunakan hasil evaluasi atas kenaikan harga BBM pada tahun

2005 dan 2008, BLSM ditetapkan sebesar Rp150.000 per bulan dan akan dibagikan

secara rata untuk periode empat bulan. Dengan total bantuan per rumah tangga

adalah Rp600.000, BLSM mencapai sekitar 15 persen dari pendapatan rumah tangga

miskin. Dengan besaran BLSM sebesar ini, program BLSM diharapkan cukup efektif

dalam memproteksi tingkat kesejahteraan rumah tangga miskin dan rentan serta secara

3 Lihat penjelasan mengenai KPS pada bagian Penetapan Sasaran.

Pengantar

Page 34: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

21Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

BANTUAN LANGSUNGSEMENTARA MASYARAKAT

bersamaan tidak menyebabkan penurunan produktivitas dari rumah tangga penerima

Bantuan. Total anggaran untuk pelaksanaan BLSM 2013, sebagaimana terlihat di Tabel 1,

mencapai Rp9.318,5 miliar.

Tabel 1. Anggaran untuk Pelaksanaan BLSM 2013

Keterangan APBN-P 2013 Rumah Tangga Sasaran 15.530.897

Nilai Bantuan/Bulan (Rp.) 150.000

Durasi (Bulan) 4

TOTAL (Rp. Miliar) 9.318,5

Sumber: Kemenkeu, diolah.

Pelaksana Program BLSM adalah Kementerian Sosial. Namun, karena BLSM merupakan

bagian dari program kompensasi kenaikan BBM, pelaksanaan BLSM masih di bawah

koordinasi dari Wakil Presiden Republik Indonesia. Wakil Presiden memimpin Tim

Pengendali Pusat yang terdiri dari konsorsium Kementerian dan Lembaga Pelaksana

Program. Tim Pengendali Pusat memberikan arahan kepada Satuan Kerja Pelaksana

Daerah (SKPD) terkait pelaksana program di provinsi dan kabupaten/kota.

Page 35: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM22

BANTUAN LANGSUNGSEMENTARA MASYARAKAT

TANTANGAN PELAKSANAAN BLSM

Berdasarkan hasil kajian atas pelaksanaan BLT tahun 2005 dan 2008 TNP2K

mengidentifikasi beberapa tantangan terkait dengan pelaksanaan BLSM.

a. Penetapan rumah tangga penerima BLSMPemanfaatan bantuan tunai tanpa syarat sebagai kompensasi atas kenaikan BBM

pernah dilakukan pada tahun 2005 dan 2008. Studi dari Bank Dunia (2011) menunjukkan

bahwa 40 persen rumah tangga termiskin di Indonesia pada tahun 2008 menikmati

2/3 dari total bantuan BLT. Pada Gambar 12 terlihat bahwa ketidaktepatan sasaran

tertinggi terjadi di provinsi NAD, semua provinsi di Kalimantan, Nusa Tenggara Timur,

Papua dan Papua Barat. Ketepatan sasaran paling tinggi terjadi di Jawa Timur.

Gambar 12. Under/Over Coverage dari Penetapan Sasaran BLT 2008

Sumber: Bank Dunia (2011)

Salah satu faktor penyebab ketidaktepatan sasaran BLT/BLSM adalah sumber data

dan proses verifikasi peserta yang berjalan dengan tidak sempurna. SMERU (2011)

menunjukkan bahwa proses verifikasi atas rumah tangga penerima BLT 2008 yang

berasal dari Pendataan Sosial Ekonomi (PSE) 2005 tidak berjalan dengan baik. Verfikasi

yang seharusnya melibatkan semua lapisan masyarakat ternyata hanya melibatkan

unsur pimpinan di kelurahan.

b. Ketepatan jumlah bantuan BLT yang diterima rumah tangga

Salah satu tantangan utama dalam pelaksanaan BLT/BLSM adalah ketepatan

jumlah bantuan yang diterima oleh rumah tangga penerima manfaat. Mekanisme

pembayaran melalui PT. Pos Indonesia dan penggunaan identifikasi khusus (barcode) hanya mampu memastikan ketepatan jumlah manfaat yang diterima oleh rumah

Page 36: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

23Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

BANTUAN LANGSUNGSEMENTARA MASYARAKAT

tangga di PT. Pos Indonesia. Mekanisme ini tidak mampu menghambat pengurangan

bantuan ketika rumah tangga keluar dari PT. Pos Indonesia. Studi dari SMERU (2006)

menunjukkan bahwa pada pembayaran pertama, hanya 5 persen dari dari penerima

BLT 2005 yang mengalami pemotongan manfaat. Persentase ini kemudian meningkat

menjadi sekitar 10 persen pada pembayaran kedua BLT 2005.

Gambar 13. Pengurangan BLT 2005/2006

Pers

enta

se (%

)

10,38

94,17

5,83

Analisis yang sama juga disampaikan oleh Bank Dunia. Menurut Bank Dunia (2011),

hanya 10 persen dari rumah tangga yang mengalami pengurangan manfaat BLT.

Sayangnya, persentase ini meningkat pada pelaksanaan BLT 2008/2009. Mereka

menemukan bahwa pada pelaksanaan BLT 2008/2009, lebih dari 40 persen penerima

BLT mengalami pengurangan manfaat. Pengurangan ini bertujuan untuk membagi

manfaat BLT dengan Rumah Tangga yang tidak menerima BLT (bagi rata) dan

menutupi biaya penerbitan kartu identitas baru.

Tabel 2. Pengurangan yang dialami oleh Penerima BLT 2005/2006 dan 2008/2009

Sumber: Bank Dunia 2011

Sumber: Smeru (2006)

Pembayaran Pertama Pembayaran Kedua

Page 37: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM24

BANTUAN LANGSUNGSEMENTARA MASYARAKAT

c. SosialisasiSosialisasi mengenai BLT dan mekanisme pengambilan manfaat BLT merupakan

kunci dari keberhasilan program BLT. Meskipun begitu, Bank Dunia (2011) dan SMERU

(2011) menunjukkan bahwa sosialisasi masih menjadi masalah utama di pelaksanaan

BLT 2005 dan 2008. Sosialisasi terstruktur hanya dilakukan hingga kabupaten/kota.

Rumah tangga mendapat informasi mengenai BLT dan mekanisme BLT dari berbagai

saluran, seperti camat, kepala desa, TV, radio. Keberadaan sosialisasi yang terbatas

ini menyebabkan interpretasi masyarakat menjadi berbeda sehingga mempersulit

implementasi dari BLT.

d. Pengaduan MasyarakatSalah satu komponen utama dari pelaksanaan program bantuan sosial adalah

keberadaan sebuah sistem pengaduan dimana rumah tangga dapat menyampaikan

pengaduan terkait dengan pelaksanaan bantuan sosial. Pelaksanaan BLT tidak pernah

luput dari penyelewengan dari ketentuan dari pemerintah pusat. Bank Dunia (2011)

memperkirakan bahwa sepertiga dari rumah tangga penerima BLT 2005 memiliki

permasalahan terkait dengan pelaksanaan BLT 2005.

KEBIJAKAN PERBAIKAN PELAKSANAAN PROGRAM BLSM 2013

Berdasarkan hasil evaluasi atas tantangan yang dihadapi oleh pelaksanaan BLT tahun

2005 dan 2008, TNP2K berupaya untuk melakukan perbaikan pada pelaksanaan BLSM

2013.

a. Menepatkan Rumah Tangga Sasaran Penerima BLSMRumah Tangga Penerima BLSM diperoleh dari BDT 2011 yang dikelola oleh TNP2K

(TNP2K, 2013). Mengingat bahwa BDT merepresentasikan kondisi sosial ekonomi

Page 38: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

25Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

BANTUAN LANGSUNGSEMENTARA MASYARAKAT

pada tahun 2011 dan fakta keberadaan dinamika kemiskinan yang terjadi dalam

periode 2011 hingga 2013, TNP2K menyadari bahwa terdapat kemungkinan terjadinya

perubahan demografis, sosial dan ekonomi dari beberapa rumah tangga miskin dan

rentan di Indonesia. Oleh sebab itu, untuk mengakomodasi perubahan ini, TNP2K

menyediakan mekanisme pemutakhiran untuk memastikan bahwa rumah tangga

penerima BLSM sesuai dengan kondisi demografis, sosial dan ekonomi terakhir.

Mekanisme pemutakhiran ini memanfaatkan komunitas melalui musyawarah desa

(musdes) dan musyawarah kelurahan (muskel)4 dalam melakukan proses verifikasi

atas daftar yang dikirimkan oleh TNP2K.

Gambar 14. Mekanisme Pemutakhiran Penerima Kartu Perlindungan Sosial (KPS)

Sumber: TNP2K

Pelaksanaan mekanisme pemutakhiran ini membutuhkan administrator di tingkat

kecamatan. Oleh sebab itu, TNP2K dan Kementerian Sosial bekerjasama dalam

memanfaatkan Tenaga Kerja Keserasian Sosial (TKSK) di tingkat kecamatan yang akan

berperan sebagai administrator dalam pelaksanaan pemutakhiran. Untuk memastikan

kesamaan persepsi mengenai tugas dan fungsi dari TKSK dalam pelaksanaan

pemutakhiran data, TNP2K dan Kementerian Sosial (Kemensos) membagikan buku

Pegangan TKSK langsung kepada semua TKSK.

Untuk memastikan bahwa kecepatan pengembalian data hasil pemutakhiran ke

Kementerian Sosial, Tim Sistem Informasi Manajemen (MIS) Sekretariat TNP2K,

Kemensos dan PT. Pos Indonesia mengembangkan sistem perubahan daftar rumah

4 Keterangan lebih detil mengenai mekanisme pemutakhiran daftar Rumah Tangga Sasaran Penerima BLT dapat dilihat di Buku Sosialisasi Buku Pegangan Sosialisasi dan Implementasi Program-Program Kompensasi Kebijakan Penyesuaian Subsidi Bahan Bakar Minyak 2013.

Page 39: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM26

BANTUAN LANGSUNGSEMENTARA MASYARAKAT

tangga sasaran secara online (Sistem FRP) untuk proses input data RTS yang diganti

dan pengganti hasil dari musdes/muskel. Proses input data dilakukan di tingkat

kabupaten/kota oleh Kantor Pemeriksa (Kprk) PT. Pos Indonesia. Pada akhir penutupan

aplikasi elektronik pemutakhiran KPS sampai bulan November 2013 terdapat

402.861 KPS retur/tarik dengan penggantian sebanyak 333.331 rumah tangga.

Berdasarkan data rumah tangga pengganti yang diperoleh dari hasil input data,

kemudian dilakukan pengesahan oleh Kementerian Sosial untuk kemudian

dilakukan pencetakan KPS-Pengganti (KPS-P) yang dapat digunakan oleh rumah

tangga pengganti untuk memperoleh manfaat BLSM maupun program lainnya.

b. Koordinasi Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pelaksanaan mekanisme pemutakhiran data KPS dan pengaduan masyarakat

melibatkan aparatur pemerintah di tingkat kecamatan dan kelurahan. Untuk

memastikan kesamaan persepsi mengenai tugas dan fungsi masing-masing aparatur

pemerintah, TNP2K bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)

menyusun dan mengeluarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri Nomor

541/3150/SJ Tahun 2013) mengenai “Penanganan Permasalahan Program Percepatan

dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S) dan Program Khusus Lainnya”. Instruksi yang

dikirimkan melalui telegram kepada seluruh pemerintah provinsi dan kabupaten/

kota di Indonesia berisi tugas dan tanggung jawab dari aparatur pemerintah dalam

pelaksanaan program percepatan dan perluasan perlindungan sosial (P4S) dan

program khusus lainnya.

c. Penyediaan Informasi dan Pengaduan Masyarakat Salah satu kelemahan dari pelaksanaan BLT 2005 dan 2008 adalah ketidaktersediaan

saluran pengaduan bagi pihak yang terkait dengan pelaksanaan BLT. Oleh sebab itu,

pada pelaksanaan BLSM 2013, TNP2K bekerjasama dengan Kemendagri dan UKP4

menyediakan beberapa saluran pengaduan masyarakat. Saluran pengaduan itu

antara lain:

• LAPOR! UKP4Seiring dengan pelaksanaan program kompensasi kebijakan penyesuaian subsidi

BBM disediakan instrumen pengaduan menggunakan portal web LAPOR! (Layanan

Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat!) Unit Kerja Pengawasan dan Pengendalian

Pembangunan Pemerintah (UKP4). Saluran ini merupakan sarana pengaduan

berbasis portal web terintegrasi yang dapat diakses oleh masyarakat melalui alamat

www.lapor.ukp.go.id. Di samping pengaduan melalui alamat internet di atas,

masyarakat juga dapat melakukan pengaduan secara langsung melalui SMS ke

1708. Mekanisme pengaduan berbasis SMS ini akan secara langsung meneruskan

keluhan dan pengaduan ke pelaksana program dengan format pesan: KPS [spasi]

Page 40: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

27Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

BANTUAN LANGSUNGSEMENTARA MASYARAKAT

Nomor KPS [spasi] Isi Aduan (penerima KPS) atau KPS [spasi] Isi Aduan (bukan

penerima KPS).

Sekretariat TNP2K telah ditunjuk sebagai penanggung jawab untuk KPS. Tugas

utama dari TNP2K adalah mendistribusikan keluhan atau pertanyaan ke penanggung

jawab program-program lainnya dan menyampaikan informasi kepada pengadu

dan masyarakat. Khusus pengaduan terkait dengan kepesertaan program, pe-

nanganan pengaduan dilakukan oleh TNP2K sebagai pengelola BDT.

Sejak pelaksanaan BLSM Juli 2013 sampai Juni 2014 telah diterima 25.115 pertanyaan

dan aduan tentang BLSM, dimana sebanyak 1.694 telah dikelola yaitu dijawab

atau diteruskan ke Kementerian Sosial dan masih sekitar 23.421 pertanyaan dan

aduan belum dikelola. Dari 1.694 pertanyaan dan aduan yang telah dikelola hanya

362 yang telah selesai (selama dua minggu sejak ada jawaban terakhir tidak ada

balasan lagi dari pengirim pertanyaan/aduan) dan masih sebanyak 1.327 belum

diproses.

Selain mengelola LAPOR!, Sekretariat TNP2K juga membentuk Posko KPS yang

bertugas menyediakan layanan informasi dan aduan baik melalui surat, telepon,

sms, maupun kunjungan masyarakat, baik kelompok atau individu berkaitan

dengan KPS, BLSM, dan P4S.

• Posko Pengaduan Tingkat Desa/Kelurahan dan KecamatanPengaduan juga dapat dilakukan pada tingkat desa/kelurahan dan kecamatan.

Salah satu keuntungan pengaduan langsung di desa/kelurahan dan kecamatan

adalah keputusan dan solusi akan lebih cepat diambil oleh pelaksana program

di tingkat komunitas, terutama untuk pengaduan yang berkaitan dengan

kepesertaan.

Sumber: UKP4 dan TNP2K

Gambar 15. Bentuk Sosialisasi Mengenai LAPOR!

Tabel 3. Posko Pengaduan di Kelurahan/Desa dan Kecamatan

Sumber: TNP2K

Page 41: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM28

BANTUAN LANGSUNGSEMENTARA MASYARAKAT

d. SosialisasiSosialisasi merupakan salah satu kunci sukses keberhasilan pelaksanaan program

pemerintah. Dalam pelaksanaan BLSM 2013, TNP2K bekerjasama dengan Kementerian

Komunikasi dan Informatika melaksanakan strategi sosialisasi ke berbagai pemangku

kepentingan BLSM. Media sosialisasi ditentukan oleh sasaran dan tujuan dari sosialisasi.

• Merancang dan Mendistribusikan Buku Pegangan Sosialisasi dan Implementasi serta Buku Solusi Masalah Kepesertaan Kartu Perlindungan SosialBuku pegangan sosialisasi disusun dan didistribusikan untuk dapat digunakan

oleh pemerintah pusat maupun daerah sebagai buku pegangan dapat

digunakan sebagai bahan sosialisasi dan implementasi program-program

kompensasi kebijakan penyesuaian subsidi bahan bakar minyak. Sementara buku

Solusi Masalah Kepesertaan KPS dimaksudkan sebagai pegangan dan panduan

Pemerintah Daerah dalam menjalankan mekanisme pemutakhiran melalui

Musyawarah Desa dan Kelurahan. Buku ini juga berisi instruksi Menteri Dalam

Negeri No. 541/3150/SJ Tentang Pelaksanaan Pembagian Kartu Perlindungan

Sosial dan Penanganan Pengaduan Masyarakat.

Gambar 16. Buku Pegangan Sosialisasi dan Implementasi & Solusi Masalah Kepesertaan KPS

Sumber: TNP2K, 2013

• Sosialisasi ke Rumah Tangga Penerima KPSSosialisasi ke rumah tangga penerima KPS bertujuan untuk memberikan

informasi mengenai KPS, tujuan dari KPS dan mekanisme penggunaan KPS untuk

memperoleh manfaat dari BLSM. Sosialisasi ini dikirimkan langsung ke rumah

tangga setelah BLSM secara resmi dimasukkan ke dalam APBN-P 2013.

Page 42: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

29Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

BANTUAN LANGSUNGSEMENTARA MASYARAKAT

Gambar 17. Buku Pegangan TKSK

Sumber: TNP2K, 2013

• Sosialisasi ke Aparat Kecamatan dan Aparat Desa/KelurahanSosialisasi ke aparat kecamatan dan aparat desa/kelurahan memiliki dua tujuan

utama. Tujuan pertama adalah untuk memberikan informasi mengenai KPS

dan penggunaan KPS untuk mengambil manfaat P4S dan BLSM. Tujuan kedua

adalah untuk meminta peran serta aktif dari aparat desa dalam distribusi KPS,

pemutakhiran rumah tangga penerima KPS dan pembentukan posko pengaduan

tingkat kecamatan serta posko pengaduan tingkat desa/kelurahan. Sosialisasi ini

diberikan dalam bentuk poster KPS, Surat Edaran (Instruksi) dari Menteri Dalam

Negeri, serta surat pengantar dari Kemenko Kesra.

• Sosialisasi ke TKSKSosialisasi ke TKSK memiliki dua tujuan utama. Sebagaimana dengan sosialisasi

ke aparat desa/kelurahan, tujuan pertama adalah untuk memberikan informasi

mengenai KPS dan penggunaan KPS untuk mengambil manfaat P4S dan BLSM.

Tujuan kedua adalah untuk memberikan informasi mengenai tugas dan tanggung

jawab TKSK dalam mekanisme pemutakhiran rumah tangga penerima KPS serta

pelaksanaan P4S dan BLSM secara umum. Dalam melakukan tugas ini, TKSK akan

berkoordinasi dengan petugas PT. Pos Indonesia, aparat kecamatan dan aparat

desa/kelurahan. Sosialisasi ini diberikan dalam bentuk buku panduan TKSK yang

akan dikirimkan ke semua TKSK di tingkat kecamatan.

• Sosialisasi ke Masyarakat UmumSosialisasi ke masyarakat bertujuan untuk informasi umum mengenai KPS dan

mekanisme penggunaan KPS untuk memperoleh manfaat dari P4S (Raskin dan

BSM) serta BLSM. Sosialisasi ini dilakukan melalui temu media dengan lebih

100 media lokal dan nasional, iklan layanan masyarakat di media cetak dan

media elektronik serta pengadaan poster/spanduk pada titik-titik strategis yang

menjangkau masyarakat umum. Sosialisasi ini dilakukan bekerjasama dengan

kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.

Page 43: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM30

BANTUAN LANGSUNGSEMENTARA MASYARAKAT

TINDAK LANJUT PELAKSANAAN PROGRAM BLSM KE DEPAN

Bantuan Langsung Sementara untuk Masyarakat (BLSM) merupakan program jangka

pendek yang dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia. Karena waktu antara

sosialisasi dan pelaksanaan program cenderung dekat, ketersediaan jalur komunikasi

yang cepat antara pemerintah pusat dan daerah menjadi prasyarat utama keberhasilan

pelaksanaan program ini. Oleh sebab itu, pemerintah pusat dan daerah harus

melakukan evaluasi atas sistem penyaluran informasi (beserta birokrasi yang terlibat di

dalamnya) dan meningkatkan efektivitas dan efisiensi sistem penyaluran informasi ini.

Evaluasi atas pelaksanaan BLT dan BLSM menunjukkan bahwa masih terdapat kelemahan

dalam proses pemutakhiran Rumah Tangga Penerima BLSM. Oleh sebab itu dibutuhkan

perbaikan dalam desain mekanisme pemutakhiran maupun pelaksanaan mekanisme

pemutakhiran.

Tindak lanjut berikutnya terkait dengan perbaikan mekanisme pencairan bantuan

BLSM. Pencairan BLSM saat ini dilakukan terpusat melalui PT. Pos Indonesia dan dicurigai

menjadi salah satu penyebab ketidaklancaran proses pengambilan manfaat oleh rumah

tangga (seperti antri). Untuk mengurangi ketidaklancaran dalam proses pengambilan

manfaat ini dibutuhkan sebuah mekanisme pencairan yang baru. Mekanisme pencairan

yang baru ini bisa memanfaatkan beberapa saluran (seperti bank melalui agen-agen

perbankan maupun melalui uang elektronik) sesuai dengan karakteristik geografis dan

demografis dari rumah tangga penerima BLSM.

Page 44: Menjangkau Masyarakat - TNP2K
Page 45: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM32

BANTUANSISWA MISKIN

PengantarProgram Bantuan Siswa Miskin (BSM) adalah bantuan tunai yang diberikan secara

langsung kepada anak-anak usia sekolah/siswa dari jenjang pendidikan dasar ke

menengah atas. Sekolah yang dicakup dalam program ini adalah sekolah yang berada

di bawah pembinaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan

Kementerian Agama (Kemenag) seperti Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI),

Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Sekolah Menengah

Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/ Madrasah Aliyah (MA).

Program BSM yang mulai dilaksanakan pada tahun 20085 secara umum bertujuan untuk:

a. Menghilangkan halangan siswa miskin berpartisipasi untuk terus bersekolah dengan

membantu siswa miskin memperoleh akses ke pelayanan pendidikan yang lebih baik;

b. Mengurangi angka putus sekolah dan menarik anak usia sekolah dari rumah tangga

miskin dan rentan untuk kembali bersekolah dan;

c. Mendukung penuntasan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas)

Sembilan Tahun bahkan hingga tingkat Perguruan Tinggi.

5 Cikal bakal program ini dimulai pada saat krisis ekonomi pada 1998 yaitu melalui Program Jaringan Pengaman Sosial Bidang Pendidikan (JPS-BP) yang terus dilanjutkan dengan bentuk dan nama yang disempurnakan

Page 46: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

33Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

BANTUANSISWA MISKIN

Program BSM juga mendukung komitmen pemerintah untuk meningkatkan angka

partisipasi pendidikan terutama di kabupaten/kota miskin dan terpencil. Program bantuan

tunai ini disebut sebagai Program Bantuan Siswa Miskin (BSM) dan tidak disebut sebagai

beasiswa di mana hal ini sejalan dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan

bahwa beasiswa diberikan berdasarkan prestasi dan bukan berdasarkan status sosial

ekonomi siswa. Program ini saling melengkapi dengan Program Bantuan Operasional

Sekolah (BOS) dimana Program BOS dirancang untuk meringankan beban siswa/peserta

didik dari kewajiban untuk membayar biaya operasional sekolah seperti biaya SPP.

TANTANGAN PELAKSANAAN PROGRAM BSM 2008–2012

Berdasarkan kajian-kajian yang ada, TNP2K mengidentifikasi beberapa tantangan dalam

pelaksanaan program BSM dalam kurun waktu 2008–2012 antara lain:

a. Sasaran Penerima Program BSM

Pada awal Program BSM dilaksanakan, sasaran penerima BSM adalah siswa dari

rumah tangga miskin. Seleksi penerima manfaat BSM dilakukan oleh pihak sekolah

terhadap siswa-siswi yang dianggap miskin yang ada di sekolah tersebut. Gambar

18 menunjukkan lemahnya akurasi dari penetapan sasaran penerima Program BSM

di mana ditemukan banyak penerima BSM yang bukan berasal dari keluarga/rumah

tangga miskin (inclusion error) dan banyak siswa dari keluarga/rumah tangga miskin

tidak menerima manfaat BSM (exclusion error).

Ketidaktepatan sasaran siswa penerima Program BSM salah satunya disebabkan oleh

metode penetapan sasaran yang berbasis sekolah. Secara garis besar, mekanisme

penetapan siswa calon penerima BSM dapat dilihat pada Gambar 19. Mekanisme

ini dimulai dari penetapan pagu jumlah siswa penerima BSM kabupaten/kota oleh

penyelenggara BSM di tingkat pusat (Kementerian). Berdasarkan informasi pagu

kabupaten/kota ini, Dinas Pendidikan atau Kantor Kementerian Agama kabupaten/

kota kemudian mendistribusikan dan menetapkan pagu jumlah siswa penerima

BSM tingkat sekolah/madrasah. Setelah menerima informasi mengenai pagu jumlah

siswa penerima sekolah/madrasah, sekolah/madrasah menetapkan siswa calon

penerima Program BSM dan kemudian mengirimkannya ke Dinas Pendidikan atau

Kantor Kementerian Agama kabupaten/kota. Setelah menerima usulan dari sekolah/

madrasah, Dinas Pendidikan atau Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota

membuat rekapitulasi jumlah siswa penerima BSM tingkat kabupaten/kota dan

menyampaikannya ke Kemendikbud dan Kemenag selaku penyelenggara Program BSM

yang kemudian membuat rekapitulasi nasional dan menetapkan siswa penerima BSM

dalam sebuah Surat Keputusan (SK) Penetapan Penerima Program BSM tingkat nasional.

Page 47: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM34

BANTUANSISWA MISKIN

Gambar 18. Evaluasi Terhadap Ketepatan Sasaran Program BSM

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101 2 3 4 5 6 7 8 9 10

15

0

20

10

5

0 0

2

4

6

8

Terdapat dua kelemahan dalam mekanisme ini. Pertama, terkait dengan penetapan pagu

jumlah siswa penerima BSM tingkat sekolah/madrasah. Sekolah yang over quota (pagu

melebihi jumlah aktual siswa miskin di sekolah tersebut) cenderung untuk mengirimkan

nama siswa yang sebenarnya tidak bisa dikategorikan sebagai siswa dari rumah tangga

miskin. Sebaliknya, sekolah yang under quota (kuota kurang dari jumlah aktual siswa

miskin di sekolah tersebut) terpaksa hanya mengirimkan siswa miskin sesuai dengan

pagu. Kedua hal ini menyebabkan kemungkinan terjadinya inclusion dan exclusion error dalam penetapan siswa sebagai penerima BSM. Kelemahan kedua adalah terkait

dengan posisi sentral dari kepala sekolah/madrasah, komite sekolah/madrasah dan guru

dalam melakukan identifikasi siswa yang berhak memperoleh manfaat Program BSM.

Mekanisme penetapan sasaran berbasis sekolah ini bisa menjadi subjektif dan indikator

yang dipergunakan oleh sekolah untuk memilih siswa yang berhak mendapatkan BSM

juga tidak jelas dan sulit untuk dimonitor.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101 2 3 4 5 6 7 8 9 10

15

0

20

10

5

0 0

2

4

6

8

Sumber: Susenas (2009) dan World Bank (2012)

Page 48: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

35Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

BANTUANSISWA MISKIN

Gambar 19. Mekanisme Penetapan Sasaran BSM 2008–2012

Sumber: TNP2K

b. Besaran Bantuan Program BSM yang Diterima Oleh SiswaKetepatan besaran bantuan Program BSM dalam menutupi biaya lain terkait pendidikan

sangat penting dalam memberikan insentif kepada rumah tangga miskin dan rentan

untuk tetap menyekolahkan anaknya di jalur formal. Hingga tahun 2012, besaran BSM

belum dapat menutupi pengeluaran lain terkait pendidikan. Hasil evaluasi Sekretariat

TNP2K berdasarkan data Susenas 2009 menunjukkan bahwa manfaat tersebut hanya

dapat menutupi sekitar +30/40 persen dari total biaya personal pendidikan yang

harus dikeluarkan oleh rumah tangga miskin.

Tabel 4. Evaluasi Ketepatan Jumlah Manfaat Program BSM

Jenjang Pendidikan

SD

SMP

SMA

Biaya Operasional Pendidikan (Rp)*

210.000

390.000

940.000

Biaya PersonalPendidikan (Rp)*

910.000

1.390.000

1.660.000

Nilai Manfaat BSM di 2012(Rp. per siswa per Tahun Pelajaran)

910.000

1.390.000

1.660.000

Catatan: * Biaya Operasional Pendidikan telah diberikan di dalam Program BOS

Sumber: Susenas 2009

c. Ketepatan waktu penyaluran manfaat BSMKetepatan waktu penyaluran Program BSM dapat membantu keberlanjutan sekolah

siswa/peserta didik dari keluarga miskin (antar jenjang kelas maupun antar jenjang

pendidikan). Selama pelaksanaan Program BSM hingga awal tahun 2012, manfaat

Program BSM baru diterima oleh siswa pada bulan Maret dan September, sedangkan

penyaluran manfaat BSM di bulan Juni sangat rendah. Hasil evaluasi yang dilakukan

oleh Sekretariat TNP2K menemukan bahwa waktu/masa kritis siswa dimana siswa/

keluarga/rumah tangga berada pada saat akhir tahun pelajaran di bulan Mei hingga

Juni dan pada awal tahun pelajaran di bulan Juli terutama saat siswa transisi dari satu

Page 49: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM36

BANTUANSISWA MISKIN

jenjang pendidikan ke jenjang pendidikan berikutnya (seperti dari SD/MI ke SMP/MTs;

dari SMP ke SMA/SMK/MA).

Gambar 20. Evaluasi Keberlanjutan Pendidikan berdasarkan Kuantil Pengeluaran

Pers

enta

se (%

)

d. Cakupan penerima Program BSMSebagaimana disebutkan pada bagian sebelumnya, sasaran dari BSM adalah siswa

dari rumah tangga miskin dan rentan. Oleh sebab itu, menjadi sangat penting untuk

memastikan bahwa cakupan sasaran Program BSM mampu menampung semua

anak dari rumah tangga miskin dan rentan. Pada Tabel 5 terlihat bahwa cakupan

BSM sangat kecil. Khusus untuk SD dan sederajat, cakupan BSM hanya mampu

menampung setengah dari siswa dari rumah tangga miskin. BSM SMP sederajat dan

SMA sederajat hanya mampu menampung siswa dari rumah tangga miskin. Tidak

satupun cakupan BSM masing-masing jenjang yang mampu menampung siswa dari

rumah tangga rentan.

Tabel 5. Potensi Anak Penerima Program BSM

Berdasarkan Basis Data Terpadu (BDT) dan Besaran Cakupan BSM Tahun 2011

20% terbawah9.193.965

2.936.195

1.239.834

Sumber: BDT 2011 dan Pedoman Pelaksanaan Program BSM Kemendikbud dan Kemenag 2011

e. Minimnya Pengetahuan Untuk Mengakses Program BSMHasil awal pelaksanaan Program BSM di 2013 sebagai bagian dari program kompensasi

penyesuaian subsidi BBM melalui P4S dan KPS menunjukkan tingkat pengembalian

kartu/take-up rate (KPS dan Kartu BSM) untuk Program BSM hanya di bawah 10 persen.

Sumber: Susenas (2009)

Page 50: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

37Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

BANTUANSISWA MISKIN

Penyebab dari rendahnya take-up rate ini antar lain adalah minimnya pemahaman

RTS-PM bahwa KPS dapat digunakan untuk mengakses Program BSM. Hasil

pemantauan distribusi kartu BSM dan KPS yang dilakukan oleh Sekretariat TNP2K pada

bulan Oktober 2013, dengan responden sebanyak 2.088 rumah tangga di delapan

provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa 95,3 persen rumah tangga menyatakan

menerima KPS/Kartu BSM dan sekitar 4,7 persen rumah tangga tidak menerima. Dari

rumah tangga yang menerima KPS/Kartu BSM tercatat 32,8 persen rumah tangga yang

mengembalikan KPS/Kartu BSM ke sekolah. Hal ini menunjukkan masih kurangnya

sosialisasi atau penyampaian informasi mengenai manfaat KPS untuk Program BSM

kepada rumah tangga penerima KPS yang memiliki anak usia sekolah.

f. Komplementaritas dengan PKHSalah satu tujuan pemerintah yang tercantum dalam RPJMN 2009 – 2014 adalah

pengurangan tingkat kemiskinan hingga 8-10 persen dan terbentuknya cikal bakal

Sistem Perlindungan Sosial di Indonesia. Untuk menjamin tercapainya tujuan

pemerintah itu, diperlukan sebuah mekanisme untuk menjamin ketersediaan

berbagai bantuan sosial bagi rumah tangga sangat miskin dan miskin. Khusus untuk

komplementaritas bantuan sosial bidang pendidikan, saat ini terdapat dua jenis

bantuan sosial di bidang pendidikan. Bantuan pertama adalah BSM yang

dikhususkan untuk rumah tangga miskin dan rentan. Bantuan kedua

adalah Program Keluarga Harapan (PKH) yang merupakan program bantuan

tunai bersyarat di bidang kesehatan dan pendidikan bagi rumah tangga/

keluarga sangat miskin di Indonesia. Dengan membandingkan cakupan

dari kedua program ini, semua peserta PKH seharusnya menerima BSM.

Pada saat ini, komplementaritas bantuan sosial di bidang pendidikan bagi siswa

sangat miskin masih rendah. Data dari resertifikasi PKH menunjukkan bahwa dari

Page 51: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM38

BANTUANSISWA MISKIN

rumah tangga PKH yang graduasi, yaitu peserta PKH tahun kepesertaan 2007 yang

dinilai tidak miskin dan/atau tidak memenuhi syarat kepesertaan PKH, hanya sekitar

27,4 persen yang menerima BSM. Sebaliknya, untuk rumah tangga transisi, yaitu

peserta PKH tahun kepesertaan 2007 yang dinilai masih miskin dan/atau memenuhi

syarat kepesertaan PKH, hanya 31,12 persen yang menerima BSM. Hal ini berarti, lebih

dari 65 persen rumah tangga PKH tidak menerima BSM pada tahun 2013 6.

KEBIJAKAN PERBAIKAN PELAKSANAAN PROGRAM BSM

Berdasarkan hasil evaluasi terkait pelaksanaan Program BSM pada periode sebelum 2012,

Sekretariat TNP2K kemudian mengusulkan rekomendasi kebijakan untuk memperbaiki

pelaksanaan Program BSM kepada Kemendikbud dan Kemenag sebagai pelaksana

Program BSM. Rekomendasi perbaikan program dilakukan dalam beberapa tahap

dengan tujuan untuk:

a. Memastikan keberlanjutan pendidikan siswa penerima Program BSM dari keluarga/

rumah tangga miskin antarkelas dan jenjang pendidikan terutama bagi siswa/peserta

didik yang berada pada periode transisi.

b. Memastikan adanya peningkatan cakupan penerima BSM dan peningkatan nilai/

manfaat BSM secara bertahap di mana diharapkan Program BSM dapat menjangkau

lebih banyak siswa miskin dan rentan maupun anak yang belum dan tidak lagi

bersekolah. Nilai/manfaat Program BSM juga terus dipastikan ada peningkatan agar

kebutuhan personal pendidikan siswa/peserta didik dari keluarga miskin dan rentan,

dapat terpenuhi dengan lebih baik.

Tahapan pelaksanaan rekomendasi kebijakan ini dilakukan sesuai dengan karakteristik

pelaksanaan Program BSM. Pelaksanaan Program BSM memiliki karakteristik program

yang cukup kompleks dan unik dari segi pelaksanaan secara kebijakan, teknis maupun

administratif. Salah satu contoh adalah program ini dilaksanakan oleh beberapa

direktorat pelaksana teknis di dua kementerian yang berbeda (Kemendikbud dan

Kemenag), yaitu Direktorat Pembinaan SD, Direktorat Pembinaan SMP, Direktorat

Pembinaan SMA, Direktorat Pendidikan SMK, dan Direktorat Pendidikan Madrasah (MI-

MTs dan MA). Oleh karena itu, rekomendasi kebijakan yang diusulkan oleh Sekretariat

TNP2K untuk perbaikan dan peningkatan pelaksanaan Program BSM, direncanakan

secara bertahap melalui proses advokasi, lokakarya teknis serta kegiatan koordinasi (baik

formal maupun informal) yang intensif sejak awal tahun 2012 dengan Kemendikbud dan

Kemenag. Advokasi dan koordinasi yang terus dilakukan oleh Sekretariat TNP2K penting

untuk memastikan agar kedua kementerian tersebut memiliki komitmen dan pemahaman

yang sama terutama mengenai pentingnya perbaikan ketepatan sasaran program,

ketepatan jumlah dan ketepatan waktu penyaluran, agar di dalam rekomendasi kebijakan

6 Definisi tentag transformasi PKH termasuk resertifikasi, graduasi dan transisi keluarga/rumah tangga peserta PKH dapat ditemukan di bagian Laporan PKH

Page 52: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

39Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

BANTUANSISWA MISKIN

perbaikan program, kedua kementerian dapat berkontribusi dan turut serta secara aktif

dalam memantau dan mengevaluasi efektivitas perbaikan program dengan baik.

Perbaikan Program BSM yang dilakukan secara bersama-sama antara Kemendikbud,

Kemenag dan Sekretariat TNP2K adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan Ketepatan Sasaran dari Penerima Program BSMReformasi yang pertama kali dilakukan oleh TNP2K adalah melakukan perbaikan

penetapan sasaran penerima BSM. Perbaikan ini dilakukan dengan dua mekanisme.

Mekanisme yang pertama adalah pemanfaatan informasi individu yang tercantum

dalam Basis Data Terpadu (BDT) sebagai sumber data calon siswa penerima BSM.

Mekanisme yang kedua terkait dengan proses alur usulan siswa calon penerima BSM

dari tingkat sekolah/madrasah hingga ke tingkat pusat.

Sasaran dari penerima Program BSM dan meningkatkan cakupan penerima BSM

yang berasal dari keluarga/rumah tangga miskin, dengan memanfaatkan informasi

dari BDT dan melalui pengiriman Kartu Calon Penerima BSM (selanjutnya disebut

sebagai Kartu BSM) di tahun 2012, dan di tahun 2013— melalui pengiriman Kartu Perlindungan Sosial/KPS.

Page 53: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM40

BANTUANSISWA MISKIN

Sumber: TNP2K

Perbaikan pelaksanaan Program BSM ini dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap

pertama pelaksanaan perbaikan Program BSM pada tahun 2012 difokuskan dan

dirancang sebagai upaya untuk membantu meningkatkan keberlanjutan pendidikan

siswa dari keluarga/rumah tangga miskin yang berada di periode transisi (kelas 6 SD

yang akan melanjutkan ke kelas 7 SMP di Tahun Pelajaran/TA 2012/2013 di bawah

Kemendikbud) sebanyak sekitar 281.909 siswa. Metode penetapan sasaran program

BSM dimodifikasi dari pemilihan sasaran berdasarkan sekolah menjadi penetapan

sasaran program secara langsung kepada siswa/peserta didik yang teridentifikasi dari

rumah tangga miskin berdasarkan informasi individu dalam rumah tangga di Basis

Data Terpadu (BDT) dan melalui pengiriman Kartu BSM.

Selain menggunakan informasi individu dari BDT, metode penetapan sasaran

BSM juga mempertimbangkan unsur-unsur lain seperti menggunakan metode

perhitungan kemiskinan per kepala (poverty head-count), memperhitungkan tingkat

putus sekolah/drop out rate dan tingkat keberlanjutan pendidikan/discontinuation rate di setiap kabupaten/kota—sebagai dasar untuk menentukan jumlah distribusi

kuota penerima Program BSM per kabupaten/kota7. Hasil pemantauan yang dilakukan

untuk pelaksanaan tahap pertama perbaikan Program BSM menunjukkan beberapa

isu dalam pelaksanaannya, mulai dari isu keterlambatan logistik pengantaran kartu

BSM hingga keterlambatan dalam proses rekapitulasi penerima BSM dari sekolah ke

dinas pendidikan kabupaten/kota dan dari dinas provinsi ke kementerian, maupun

7 Analisis TNP2K di 2012 menggunakan data Susenas 2009.

Gambar 21. Rekomendasi Perubahan Mekanisme Penetapan Sasaran Penerima Program BSM

Page 54: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

41Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

BANTUANSISWA MISKIN

hambatan akses/geografis, dan juga kurang lengkapnya informasi anak-anak usia

sekolah yang ada di dalam BDT.

Bersama dengan Direktorat Pembinaan SD dan SMP Kemendikbud dan juga Direktorat

Pendidikan Madrasah (MI dan MTs) di Kemenag, tahap kedua dari perbaikan program

BSM direncanakan kembali pada awal tahun 2013, yang awalnya menyasar kurang

lebih 670.000 siswa/peserta didik yang berpotensi menjadi penerima BSM di seluruh

Indonesia, dengan rincian rencana sasaran 220.000 siswa baru yang akan masuk ke kelas

1 SD/MI dan 450.000 siswa baru kelas 7 SMP/MTs di Tahun Pelajaran (TA) 2013/2014.

Namun, sebelum tahap kedua perbaikan Program BSM dapat terlaksana, Pemerintah

Indonesia di pertengahan tahun 2013 mengeluarkan kebijakan penyesuaian subsidi

BBM dan merealokasi penghematan anggaran menjadi paket kompensasi untuk 15,5

juta rumah tangga miskin dan rentan melalui beberapa program-program bantuan

sosial yang selama ini telah ada (termasuk Program BSM), atau yang disebut Program

Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S). Manfaat dari Program BSM

juga ditingkatkan dan cakupan sasaran penerima program juga meningkat untuk

siswa/peserta didik di semua jenjang pendidikan (Pendidikan Dasar dan Pendidikan

Menengah-SD/MI, SMP/MTs dan SMA/SMK/MTs).

Gambar 22. KPS dan Kartu Calon Penerima BSM

Sumber: TNP2K

Merujuk pada hasil pemanfaatan KPS untuk Program BSM oleh siswa miskin dari

keluarga miskin dan rentan tersebut, dapat disimpulkan bahwa mekanisme penetapan

sasaran Program BSM secara langsung ke rumah tangga yang berhak (melalui KPS),

telah berkontribusi dalam meningkatkan proporsi siswa dari rumah tangga miskin dan

rentan yang memenuhi syarat—untuk menerima manfaat BSM dari sekitar 3–4 persen

siswa yang berada pada desil kesejahteraan 1, 2, dan 3 di tahun 2009 menjadi 44–60

persen siswa-siswi miskin dan rentan dari rumah tangga yang berada di 25 persen

tingkat kesejahteraan sosial ekonomi terendah penerima KPS pada tahun 2013 dan 2014.

Page 55: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM42

BANTUANSISWA MISKIN

Walaupun belum maksimal, modifikasi penetapan sasaran Program BSM yang

berbasiskan rumah tangga menggunakan kartu (KPS/Kartu BSM) memiliki potensi

untuk meningkatkan proporsi siswa penerima BSM yang berasal dari rumah

tangga miskin dan rentan. Metode penetapan sasaran langsung berbasis rumah

tangga juga berpotensi untuk membantu siswa miskin dan rentan agar dapat terus

melanjutkan pendidikan mereka khususnya bagi siswa yang berada di periode transisi.

b. Meningkatkan Cakupan Penerima Program BSMPada bulan Juni 2013, pemerintah mengeluarkan kebijakan penyesuaian subsidi

BBM dan menyediakan program kompensasi untuk rumah tangga miskin dan rentan

sebagai bagian dari upaya untuk memitigasi dampak dari kenaikan harga BBM

tersebut. Program Perluasan dan Percepatan Perlindungan Sosial (P4S) dan Kartu

Perlindungan Sosial (KPS) kemudian diluncurkan di mana khusus untuk Program

BSM, anggaran Program BSM bagi Kemendikbud dan Kemenag meningkat melalui

proses APBN-P 2013. Cakupan penerima Program BSM bertambah menjadi 15,4

juta anak-anak usia sekolah (dari 8,7 juta siswa di awal tahun 2013), yang berasal

dari 15,5 juta rumah tangga di seluruh Indonesia teridentifikasi sebagai miskin dan

rentan berdasarkan informasi dari BDT dan berhak menerima KPS ditambah dengan

cadangan cakupan sehingga total menjadi 16,6 juta siswa. Rumah tangga dengan

anak usia sekolah yang terdaftar di sekolah dan memiliki KPS/Kartu BSM berhak untuk

menerima manfaat Program BSM sebagai bagian dari program kompensasi BBM-P4S.

Gambar 23. Evaluasi Penggunaan KPS untuk Memperbaiki Kinerja Penetapan Sasaran BSM

Sumber: Susenas, BPS

Page 56: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

43Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

BANTUANSISWA MISKIN

Tabel 6. Pagu Penerima Program BSM 2013 dan 2014

Kemendikbud

KemenagTotal

Jenjang Pendidikan

SD

SMP

SMA

SMK

M1

MTs

MA

Sumber: Bappenas 2013 dan 2014

c. Meningkatkan Besaran Manfaat Program BSM Selain penambahan cakupan penerima BSM, kompensasi penyesuaian subsidi

BBM juga diikuti dengan peningkatan besaran manfaat BSM. Nilai dari manfaat

Program BSM meningkat dari Rp380.000 per siswa per tahun pelajaran menjadi

Rp450.000 per siswa per tahun untuk jenjang pendidikan SD/MI, dan dari

Rp550.000 per siswa per tahun menjadi Rp750.000 per siswa per tahun untuk

jenjang pendidikan SMP/MTs. Untuk jenjang pendidikan SMA/SMK/MA, nilai/

manfaat Program BSM telah mengalami kenaikan di awal tahun anggaran 2013

yaitu dari Rp750.000 per siswa per tahun, menjadi Rp1 juta per siswa per tahun.

d. Waktu Penyaluran Manfaat Program BSM

Reformasi ketiga yang dilakukan seiring dengan berjalannya program kompensasi

penyesuaian subsidi BBM adalah upaya untuk memastikan bahwa informasi tentang

Gambar 24. Rekening Bank Penerima BSM dari KPS

Sumber: TNP2K

Page 57: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM44

BANTUANSISWA MISKIN

eligibilitas untuk menerima Program BSM diterima sebelum masa pendaftaran ditutup.

Informasi bahwa anak usia sekolah/siswa dari RTS-PM berhak akan Program BSM

sangat penting diketahui sebelum masa pendaftaran dimulai karena keputusan untuk

tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya seringkali diambil karena rumah

tangga miskin tidak memiliki sumber daya untuk pembiayaan pendidikan lanjutan.

Evaluasi dampak yang dilakukan terhadap efek timing informasi dari Program BSM

sebagai upaya meningkatkan partisipasi pendidikan pada siswa di periode transisi

(kelas 6 SD ke kelas 7 SMP) melalui kegiatan survei rumah tangga miskin penerima kartu

BSM dan KPS yang dilaksanakan pada bulan April 2013 (baseline) dan bulan Februari

2014 (endline). Cakupan sasaran evaluasi tersebut adalah 5.000 rumah tangga miskin

(yang berada di bawah 10 persen tingkat kesejahteraan sosial ekonomi menurut

BDT) dan memiliki anak usia sekolah kelas 6 SD. Survei tersebut juga mengumpulkan

informasi seputar karakteristik sosial ekonomi rumah tangga, partisipasi sekolah anak,

kehadiran anak di sekolah dan pekerja anak.

Tabel 7. Hasil Evaluasi Dampak Program BSM

Seluruh Sampel0.0575***

(0.00749)

0.00937***

(0.0032)

Mendaftar ke Kelas 7

Tingkat Kehadiran

Laki-laki0.0506***

(0.011)

0.0124***

(0.00469)

Perempuan0.0644***

(0.00996)

0.00616

(0.00434)

Catatan: Angka dalam kurung di bawah koefisien adalah standard error.

(***) signifkan pada level 1%

Beberapa hasil evaluasi dampak tersebut adalah sebagai berikut:

a. Ketepatan waktu kartu BSM/KPS diterima sebelum dimulainya tahun pelajaran sangat

menentukan rumah tangga dalam mendaftarkan anaknya ke kelas 7;

b. Rumah tangga penerima kartu BSM/KPS yang menerima kartu sebelum berakhirnya

masa pendaftaran sekolah, memiliki 5,75 persen probabilitas lebih tinggi dalam

mendaftarkan anak ke kelas 7 (jenjang SMP) 5,75 persen dibanding dengan mereka

yang menerima kartu setelah tenggang masa pendaftaran sekolah.

c. Efek mendaftarkan anak ke sekolah juga lebih tinggi ada pada anak perempuan dan

efek PKH pada pendaftaran ke kelas 7 adalah sebesar 5 persen.

d. Anak-anak penerima BSM yang bersekolah di kelas 7 juga memiliki tingkat

kehadirannya yang meningkat sebesar 0,9 persen dibandingkan dengan kelompok

kontrol. Dapat dikatakan bahwa Program BSM berpotensi mengurangi tingkat

pekerja anak.

Sumber: TNP2K

Page 58: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

45Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

BANTUANSISWA MISKIN

Selain itu, perbaikan juga dilakukan menyangkut waktu penyaluran BSM. Penyaluran

manfaat BSM dimodifikasi dari sekali menjadi dua kali penyaluran per tahun pelajaran.

Pembayaran pertama dilakukan pada awal tahun pelajaran di Semester 1 (sekitar bulan

Agustus/September) dan pembayaran kedua dilakukan di Semester 2 tahun pelajaran

(sekitar bulan Maret/April). Perubahan waktu pembayaran manfaat BSM ini diharapkan

dapat berkontribusi pada penurunan tingkat drop out dari siswa/peserta didik yang

berasal dari keluarga/rumah tangga miskin dan rentan, serta juga membantu memastikan

tingkat keberlanjutan pendidikan di setiap jenjang pendidikan.

e. SosialisasiUntuk memastikan penyebaran informasi BSM yang lebih banyak lagi ke rumah tangga

penerima KPS serta masyarakat secara umum, bersama-sama dengan Kemendikbud

dan Kemenag, Sekretariat TNP2K kemudian melakukan beberapa kegiatan sosialisasi

tambahan di 2013 serta awal tahun 2014.

Gambar 25. Materi Sosialisasi Program BSM Menggunakan KPS

Sumber: TNP2K

Kegiatan sosialisasi tambahan yang dilakukan adalah (i) temu media/media roadshow ke delapan kota besar di seluruh Indonesia (DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya,

Makassar, Medan, Tanjung Pinang dan Kupang) dengan media lokal di masing-

masing daerah, (ii) penyebaran 40.000 poster dan leaflet mengenai BSM ke lebih dari

4.000 sekolah dan lokasi-lokasi umum, (iii) siaran iklan layanan masyarakat (Public Service Announcement) di 127 radio lokal di 114 kabupaten/kota, dan (iv) pengiriman

lebih dari 450 ribu SMS broadcast terkait pemanfaatan KPS untuk BSM—ke pemangku

kepentingan terkait seperti kepala sekolah/madrasah, pendamping PKH, fasilitator

PNPM, TKSK dan lain-lain.

Page 59: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM46

BANTUANSISWA MISKIN

Gambar 26. Sosialisasi Program BSM Menggunakan KPS

Upaya-upaya sosialisasi tersebut cukup efektif. Pada akhir 2013 take-up rate program

BSM mencapai 44 persen siswa dari rumah tangga miskin serta rentan, dan di 2014

menunjukkan tingkat penambahan dari penggunaan KPS untuk BSM menjadi

sebanyak 60 persen siswa dari rumah tangga miskin dan rentan.

Gambar 27. Sosialisasi Program BSM 2013-2014

f. Komplementaritas BSM dengan PKH Untuk menunjang komplementaritas antara Program BSM dan PKH, reformasi

dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap pertama, TNP2K memfasilitasi pemberian

data siswa rumah tangga PKH kepada Kemendikbud. Setelah verifikasi oleh pihak

Kemendikbud, data itu kemudian diharapkan langsung dimasukkan ke dalam

SK Penetapan Penerima BSM. Pada tahap berikutnya di awal tahun 2014, upaya

Sumber: TNP2K

Sumber: TNP2K

Page 60: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

memastikan komplementaritas BSM-PKH dilakukan dengan melakukan pencocokan

elektronik (electronic matching) dan pencocokan lapangan (field matching) data

siswa penerima BSM oleh pendamping PKH di lapangan. Dari proses pencocokan

elektronik dan lapangan oleh pendamping PKH ini, diperoleh informasi mengenai

siswa dari peserta PKH yang sudah mendapatkan BSM. Pendamping PKH kemudian

memasukkan siswa dari peserta PKH yang belum tercantum di dalam SK Penetapan

Penerima Program BSM-Kemendikbud ke dalam daftar usulan siswa dari peserta PKH.

Daftar usulan yang sudah direkapitulasi secara nasional itu, kemudian diserahkan ke

Kemendikbud untuk langsung dimasukkan ke dalam SK Penetapan Penerima BSM

dari Kemendikbud.

TINDAK LANJUT KE DEPAN

Upaya memastikan peningkatan ketepatan sasaran calon penerima BSM membutuhkan

fleksibilitas untuk realokasi anggaran antara unit-unit penyelenggara BSM8. Meskipun

ketersediaan realokasi anggaran ini penting, sistem pelaksanaan Program BSM saat ini

masih cenderung kaku. Sistem saat ini tidak memungkinkan tersedianya mekanisme

realokasi anggaran, baik itu dalam satu kementerian maupun antara Kemendikbud

dan Kemenag. Kekakuan ini menghambat efektivitas reformasi program BSM yang

direncanakan oleh Sekretariat TNP2K. Perubahan nyata kebijakan penetapan sasaran dari

berbasis sekolah menjadi berbasis rumah tangga membutuhkan pemahaman yang baik

dari semua pihak, baik rumah tangga, sekolah, dinas pendidikan/Kantor Kementerian

Agama/Kankemenag maupun pemangku kepentingan lain di tingkat lokal. Oleh karena

itu sosialisasi menjadi kunci utama agar semua pihak yang terlibat dalam penentuan

penerima manfaat Program BSM memiliki pemahaman yang sama. Mekanisme baru ini

sebenarnya juga mempermudah pelaksana Program BSM di tingkat sekolah/madrasah

dan dinas pendidikan/Kankemenag dalam menentukan selain memperbaiki sasaran

program. Namun pada tahap awal pelaksanaan, mekanisme baru ini dirasakan sebagai

beban oleh sekolah dan dinas pendidikan. Pihak rumah tangga juga tidak banyak

mengetahui perubahan ini dan cenderung bersikap pasif.

Di samping itu, program BSM yang terintegrasi dengan baik antar direktorat di

Kemendikbud maupun di Kemenag akan lebih efektif dan efisien dalam memastikan

agar penerima manfaat program lebih tepat sasaran dan berlanjut, nilai yang diberikan

juga mencukupi kebutuhan yang diperlukan oleh keluarga dan penyaluran menjadi

lebih tepat waktu.

Langkah awal dari integrasi adalah penyederhanaan struktur institusi pelaksana

Program BSM. Penyederhanaan ini bertujuan untuk memudahkan koordinasi dan

8 Fleksibilitas ini berguna untuk menjamin ketersediaan program BSM bagi siswa dari rumah tangga miskin tanpa dibatasi oleh jenis pendidikan dan kuota dari setiap jenjang pendidikan.

47Menjangkau Masyarakat Miskin Dan Rentan, Serta Mengurangi Kemiskinan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN, DAN MEKANISME PROGRAM

BANTUANSISWA MISKIN

Page 61: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

realokasi anggaran BSM antara tipe pendidikan dan antara jenjang pendidikan. Hal ini

bisa dilakukan dengan unifikasi pelaksanaan program BSM di bawah satu unit pelaksana.

Unit ini menjalankan fungsi-fungsi program BSM yang selama ini dijalankan secara

terpisah oleh Kemendikbud dan Kemenag.

Program BSM dapat terlaksana secara efektif dan efisien jika kementerian pelaksana pro-

gram secara berkelanjutan terus berupaya meningkatkan efektivitas mulai dari penetapan

sasaran hingga penyaluran manfaat, memastikan peningkatan kapasitas dari pelaksana

Program BSM di tataran teknis secara rutin, melakukan sosialisasi yang lebih intensif (agar

semua pemangku kebijakan pelaksana program di tingkat lokal dan penerima manfaat

mendapatkan informasi yang sama), dan memastikan agar pembagian tugas dan

tanggung jawab dari pelaksana program mulai dari tingkat nasional hingga di tingkat lokal

(sekolah, komunitas dan keluarga/rumah tangga) lebih jelas lagi. Pelaksana program BSM

juga harus dapat berupaya untuk memastikan sistem pemantauan, evaluasi dan pelaporan

yang lebih teratur dan lebih baik; dan memastikan pengaduan Program BSM dapat

tersalurkan dan diselesaikan, melalui media-media pengaduan yang tersedia. Amatlah

krusial bagi Kemendikbud dan Kemenag untuk mengalokasikan anggaran maupun

sumber daya yang mencukupi, agar Program BSM terlaksana dengan lancar di lapangan.

Sistem Manajemen Informasi (SIM/MIS-Management Informasi System) BSM yang

komprehensif dan terintegrasi juga dibutuhkan oleh Kemendikbud dan Kemenag

untuk memastikan agar siswa penerima BSM mengetahui hak mereka dan dapat

terus memperoleh manfaat program di jenjang pendidikan berikutnya selama

mereka bersekolah. SIM yang baik akan membantu direktorat pelaksana BSM di kedua

Kementerian untuk saling berkoordinasi dan memantau pelaksanaan Program BSM di

lapangan; serta agar dapat membantu pelaksana program mengumpulkan bukti-bukti

efektivitas dari pelaksanaan kebijakan perbaikan Program BSM di lapangan, maupun

dampak dari Program BSM untuk penerima manfaat serta memastikan akuntabilitas dan

transparansi Program BSM yang lebih besar lagi.

Keberadaan sistem dan unit pengelolaan pengaduan juga menjadi bagian integral dari

sebuah program, termasuk Program BSM dalam rangka meningkatkan kinerja program.

Oleh karena pengembangan sistem dan unit pengelolaan menjadi suatu keharusan,

khususnya dikembangkan hingga tingkat kabupaten/kota.

Menjangkau Masyarakat Miskin Dan Rentan, Serta Mengurangi Kemiskinan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN, DAN MEKANISME PROGRAM48

BANTUANSISWA MISKIN

Page 62: Menjangkau Masyarakat - TNP2K
Page 63: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM50

JAMINAN KESEHATANNASIONAL

Awal pembentukan pokja kesehatan, TNP2K bertujuan untuk memperkuat pelaksanaan

program bantuan sosial bidang kesehatan yaitu Jaminan Kesehatan Masyarakat

(Jamkesmas). Program Jamkesmas yang telah diinisiasi oleh Pemerintah sejak tahun 2005

mempunyai misi untuk meningkatkan akses dan mutu layanan kesehatan bagi masyarakat

miskin dan rentan. Tujuan dan bentuk manfaat dari bantuan sosial bidang kesehatan

adalah penyediaan jaminan atas pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis

dengan pembiayaannya sepenuhnya bersumber dari APBN, yang sasaran populasinya

terbatas pada masyarakat miskin dan rentan. Harapannya program Jamkesmas ini dapat

meningkatkan status kesehatan masyarakat miskin dan rentan sehingga produktivitas

ekonomi keluarga meningkat dan dapat memutuskan mata rantai kemiskinan.

Peserta program Jamkesmas adalah setiap orang miskin dan tidak mampu yang

terdaftar dan memiliki kartu. Pada awal tahun 2008, penetapan jumlah sasaran

nasional peserta program Jamkesmas adalah 76,4 juta individu (Pedoman Pelaksanaan

Jamkesmas, 2008). Di awal, Menteri Kesehatan menetapkan jumlah sasaran peserta

Jamkesmas (kuota) per masing-masing kabupaten/kota, kemudian Bupati/Walikota

mengisi dalam satuan jiwa berisi nomor, nama dan alamat peserta dalam bentuk surat

ketetapan Bupati/Walikota sampai memenuhi kuota. Apabila jumlah peserta yang

ditetapkan Bupati/Walikota melebihi jumlah kuota yang ditentukan Kementerian

Kesehatan (Kemenkes), maka selisih akan menjadi tanggung jawab Pemerintah

PengantarPOKJA KESEHATAN

Page 64: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

51Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

JAMINAN KESEHATANNASIONAL

Daerah (Pemda) setempat untuk dicarikan alternatif sumber pembiayaannya.

Dalam implementasi, masing-masing Kabupaten/kota menggunakan metodologi

dan kriteria yang berbeda dalam menetapkan peserta Jamkesmas, sehingga tidak ada

keseragaman cara penetapan sasaran peserta program Jamkesmas. Permasalahan lain

adalah daftar peserta program Jamkesmas tidak diperbaharui sampai dengan tahun

2012, padahal ada banyak mutasi seperti kematian, kelahiran, pindah status, atau

pindah tempat tinggal. Sementara paket manfaat program Jamkesmas dinilai cukup

komprehensif sehingga sering terkesan lebih baik dari program asuransi sosial yang

ada seperti program bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang dikelola PT Askes maupun

Jaminan Pelayanan Kesehatan (JPK) Jamsostek. Walaupun program Jamkesmas hanya

menggunakan Puskesmas untuk fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan fasilitas

ruang rawat inap kelas III di kebanyakan RS Pemerintah, tetapi paket manfaat yang

komprehensif dan tidak dikenakan iuran membuat peserta lain merasa iri. Pengelolaan

program Jamkesmas sampai akhir tahun 2013 dikelola oleh Kemenkes dengan besaran

iuran sebesar Rp6.500/kapita/bulan (Peta Jalan Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019,

DJSN 2012).

Program Jamkesmas adalah cikal bakal untuk pengembangan jaminan sosial nasional

di bidang kesehatan. UU nomor 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang

telah disahkan pada tahun 2004 mendasari reformasi menyeluruh sistem jaminan sosial

di Indonesia. Sebagai tindak lanjut pelaksanaan UU 40/2004, diskusi Rancangan Undang-

undang (RUU) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) telah dimulai sejak tahun 2007.

Sayangnya diskusi berakhir buntu (dead-lock). Diskusi dimulai lagi sejak Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono mengeluarkan Amanat Presiden (Ampres) pada bulan September

tahun 2010 yang menunjuk 8 Menteri untuk membahas RUU BPJS, yaitu UU yang akan

memayungi teknis penyelenggaraan BPJS. Sejak itu dimulai pembahasan intensif antara

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan wakil dari Pemerintah.

Setelah melalui diskusi dan perdebatan yang ketat, akhirnya pada bulan November

tahun 2011 Undang Undang BPJS disahkan oleh DPR dalam UU nomor 24 tahun 2011

tentang BPJS. Berbagai peraturan turunannya yang mengawal pelaksanaan teknis

di penyelenggaraan BPJS disusun, dan sejak awal tahun 2014 BPJS Kesehatan mulai

beroperasi menjadi “single payer” dengan mengintegrasikan kepesertaan dari eks PT Askes,

eks JPK Jamsostek, eks TNI, eks Polri dan eks Jamkesmas dalam satu badan penyelenggara

untuk mencapai Cakupan Semesta. Cakupan Semesta adalah kondisi dimana setiap

individu dalam satu negara mendapat layanan kesehatan sesuai kebutuhan medis tanpa

harus menghadapi kerugian keuangan yang besar sehingga mereka terhindar dari jatuh

miskin. Transformasi PT Askes menjadi Badan Publik BPJS Kesehatan dilakukan tanpa

likuidasi di awal tahun 2014. Total peserta yang dikelola BPJS Kesehatan pada awal tahun

adalah sejumlah 116 juta individu.

Page 65: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM52

JAMINAN KESEHATANNASIONAL

PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

Reformasi menyeluruh program jaminan sosial nasional bidang kesehatan menjadi

agenda prioritas bagi pemerintah, karena jaminan kesehatan yang ada dinilai belum

efektif termasuk sifat jaminan bersifat parsial, tumpang tindih, manfaat program

belum optimal, jangkauan program terbatas, serta hanya menyentuh sebagian

kecil masyarakat. Ada sekitar 36,8 persen penduduk Indonesia belum terlindungi

jaminan kesehatan apapun, termasuk mereka yang bekerja di sektor informal (Peta

Jalan Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019, DJSN 2012). Reformasi yang dilakukan

tidak hanya terbatas pada aspek pembiayaan kesehatan, tetapi juga dilakukan

reformasi dalam aspek layanan kesehatan, aspek pembayaran ke fasilitas kesehatan

dan rasionalisasi penggunaan obat dan Alat Medis Bahan Habis Pakai (AM-BHP).

Seperti terungkap sebelumnya, cara penetapan sasaran peserta Jamkesmas yang belum

menggunakan metodologi baku berdampak pada keluhan salah sasaran yang cukup

besar, dimana terdapat masyarakat miskin yang seharusnya layak tetapi tidak menjadi

peserta (exclusion error). Sebaliknya ada keluarga/kerabat/kolega yang tidak miskin/rentan

tetapi menjadi peserta Jamkesmas (inclusion error). Data Susenas 2009 menunjukkan

tingkat ketepatan sasaran relatif rendah. Tingkat kesadaran akan manfaat program

Jamkesmas juga masih rendah sehingga peserta belum secara optimal menggunakan

layanan di fasilitas kesehatan yang disepakati. Ketimpangan akses ke layanan kesehatan

berkualitas terutama di daerah perdesaan dan terpencil juga memicu rendahnya utilisasi

di antara peserta Jamkesmas. Saat itu perhitungan besaran iuran Jamkesmas sebesar

Rp6,500/kapita/bulan belum ditetapkan dengan dukungan perhitungan aktuaria yang

memadai dan besaran iuran juga belum direvisi sejak tahun 2008.

Dalam peta jalan yang disusun oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan Rencana

Aksi oleh Kemenkes, pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dimulai sejak tanggal

1 Januari 2014 dengan target bahwa Cakupan Semesta (Universal Health Coverage) akan

tercapai dalam jangka waktu lima tahun. Artinya, setiap individu wajib menjadi peserta

dan terlindungi dalam program asuransi kesehatan sosial nasional di awal tahun 2019.

Sementara pemetaan atas ketersediaan sisi suplai yang komprehensif belum dilakukan.

Dalam persiapan implementasi di awal tahun 2014, ada banyak peraturan turunan yang

perlu disusun untuk penyempurnaan operasional BPJS Kesehatan.

REFORMASI YANG DILAKUKAN

a. Penyusunan UU Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS Salah satu isu krusial dalam diskusi RUU BPJS adalah perbedaan konsep struktur

pembentukan badan hukum BPJS yang diusulkan oleh DPR dan oleh Pemerintah.

Saat itu DPR mengusulkan struktur badan hukum BPJS tunggal dimana di bawahnya

Page 66: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

53Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

JAMINAN KESEHATANNASIONAL

terdapat wakil ketua yang membawahi kelima program jaminan sosial. Pemerintah

berkeberatan atas usulan DPR karena mengacu pada UU SJSN nomor 40/2004

tentang SJSN (pasal 1 ayat 2): “SJSN adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial”. Melalui beberapa

rapat pleno yang dipimpin oleh Wakil Presiden dan dihadiri oleh beberapa Menteri

terkait, diusulkan dibentuk dua kategori BPJS sesuai dengan “nature of business”, yaitu

BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Usulan tersebut dituangkan dalam Daftar

Isian Masalah (DIM) yang diserahkan kepada DPR, yang kemudian setelah melalui

perdebatan panjang usulan tersebut dapat diterima dan tertuang dalam UU 24 tahun

2011 tentang BPJS.

b. Perbaikan Penetapan Sasaran Keluarga Miskin dan Rentan dengan Meman-faatkan Basis Data TerpaduDalam upaya perbaikan mekanisme penetapan kepesertaan Jamkesmas, TNP2K juga

berperan aktif dalam penyusunan Rancangan Peraturan Presiden (RPP) Penerima

Bantuan Iuran (PBI) yang mengakomodasi bantuan iuran jaminan kesehatan sosial

bagi masyarakat miskin dan rentan. Penetapan PBI seyogyanya terhubungkan

dengan BDT, sehingga terjadi komplimentaritas dengan program bantuan sosial

lainnya. Sebagai contoh penerima PKH, seyogyanya juga penerima KPS, Raskin dan

juga menjadi peserta Jamkesmas.

Dalam PP 101 tahun 2012 tentang PBI telah tertuang kalimat “….penetapan jumlah PBI tahun 2014 dilakukan dengan menggunakan PPLS 2011 sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri” (pasal 15 ayat 1). Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2012

telah berkomitmen menggunakan BDT dari TNP2K untuk mengganti kepesertaan

Jamkesmas di tahun 2013.

Dalam proses pergantian penetapan kepesertaan program Jamkesmas di tahun 2013,

ada tiga institusi yang berperan aktif yaitu Kemenkes, TNP2K, dan PT Askes (Persero).

Sebagai pengelola program Jamkesmas, Kemenkes dalam surat permohonannya

kepada TNP2K meminta daftar nama dan alamat untuk program Jamkesmas sesuai

kuota dan kriteria program. Setelah melalui proses, TNP2K memberikan data yang

diambil dari BDT dalam bentuk electronic file kepada Kemenkes dengan total sebanyak

86,4 juta individu. Pengiriman data dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama

sejumlah 76.409.731 individu (April 2012) dan disusul tahap kedua sebanyak 9.990.269

individu (November 2012).

Page 67: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM54

JAMINAN KESEHATANNASIONAL

Sumber: TNP2K, 2013

Data tersebut kemudian diserahkan pada Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan

(Dirjen BUK) Kemenkes sebagai data dasar kepesertaan Jamkesmas tahun 2013. Setelah

diperiksa kelengkapan variabel dan diberi nomor identitas oleh PT Askes, Dirjen BUK

Kemenkes melanjutkan proses pencetakan dan distribusi kartu ke kabupaten/kota.

Umpan balik yang diterima dari lapangan menyatakan data PPLS 11 dianggap tidak

semuanya valid, karena sudah ada banyak perubahan status (seperti meninggal, menikah,

lahir, pindah alamat) dan salah sasaran (seperti tidak miskin, pegawai negeri). Menkes

melalui SE nomor 149 tahun 2013 memberikan peluang bagi kepala daerah untuk

usulan pergantian peserta Jamkesmas, dengan asumsi tetap menjaga kuota masing-

masing kabupaten/kota. Dari hasil pemutakhiran data tersebut ada sekitar 679.433

dari 257 kabupaten/kota yang mengusulkan pergantian peserta Jamkesmas (Studi

Deskriptif Mengenai Kepesertaan Jamkesmas 2013 hingga menjadi PBI, TNP2K 2014).

Hambatan ke depan adalah pelaksanaan perubahan data PBI Jaminan Kesehatan

sebagaimana tertulis dalam pasal 11 PP 101 tahun 2012 bahwa verifikasi dan validasi

terhadap perubahan data PBI dapat dilakukan setiap enam bulan dalam tahun anggaran

berjalan. Hal ini sulit dilakukan mengingat keterbatasan sumber daya dan kapasitas di

Kementerian Sosial (Kemensos).

Gambar 28. Peran Kemenkes, TNP2K, dan PT Askes dalam Penetapan Sasaran Kepesertaan Program Jamkesmas 2013

Page 68: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

55Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

JAMINAN KESEHATANNASIONAL

c. Penghitungan Estimasi Iuran Bagi Peserta PBI JKNPada awal pemerintahan SBY-Boediono, Program Jamkesmas sudah berjalan

dengan iuran sebesar Rp5.000 per orang per bulan (POPB), sehingga setahun

iuran yang dibayar Pemerintah bersumber APBN adalah Rp60.000 POPB untuk

jaminan kesehatan yang sangat komprehensif. Tanpa menjadi ahli dalam

bidang aktuaria asuransi kesehatan, mudah diduga bahwa besaran iuran tidak

akan mencukupi sehingga keberlangsungan (sustainablility) program Jamkesmas

dipertanyakan. Besaran iuran yang kurang rasional berakibat pada kekurangan

dana operasional tahun berjalan dan harus dibebankan pada anggaran tahun

berikutnya. Bila dibandingkan dengan membeli asuransi kesehatan swasta,

besaran iurannya bisa mencapai Rp1,5 juta POPB dengan paket manfaat

yang lebih terbatas. Selain itu, dari Rp5.000 iuran tadi, Rp1.000 digunakan

untuk pelayanan di Puskesmas yang dibayar dalam bentuk kapitasi ke Dinas

Kesehatan kabupaten/kota. Dana kapitasi yang relatif kecil memang sulit untuk

meningkatkan kualitas pelayanan di tingkat Puskesmas. Padahal, salah satu

tantangan ke depan adalah memperkuat fungsi Puskesmas sebagai gate keeper.

Dengan paket manfaat komprehensif sesuai kebutuhan medis, besaran iuran menjadi

salah satu isu krusial yang harus mendapat perhatian untuk keberlanjutan program.

Upaya yang dilakukan oleh TNP2K di tahun 2012 adalah melakukan rasionalisasi

besaran iuran untuk peserta PBI (sebelumnya adalah peserta Jamkesmas). Sebagai

upaya pertama, TNP2K membuat analisis besaran kapitasi yang rasional di Puskesmas

dengan menggunakan hasil analisis studi “costing” di Puskesmas dari GIZ (2011) dan

data empiris program Jamkesmas di tahun 2011 (utilisasi dan biaya klaim rawat jalan

di Puskesmas). Estimasi biaya satuan riil per pasien Jamkesmas per bulan adalah

Rp700, sehingga biaya kapitasi senilai Rp1.000 terkesan cukup. Sebagai catatan,

biaya satuan riil Rp700 belum memperhitungkan berbagai macam subsidi di

Puskesmas seperti gaji pegawai, obat, alat, investasi gedung dan sebagainya. Studi

costing GIZ (2011) mengungkap biaya satuan riil tanpa subsidi di Puskesmas berkisar

dari Rp2.600 (Median) sampai Rp4.600 (Mean), sehingga ketika disesuaikan dengan

inflasi biaya satuan riil rawat jalan di Puskesmas diestimasi menjadi Rp6.000 POPB.

Upaya selanjutnya adalah mengembangkan model perhitungan iuran PBI yang

menggunakan dua variabel inti yaitu utilisasi dan biaya satuan. Hasil kajian

paket manfaat dan estimasi biaya program JKN oleh TNP2K tahun 2011 dengan

menggunakan data empiris klaim biaya dari program Jamkesmas dan PT Askes,

mengusulkan beberapa skenario dengan ringkasan sebagai berikut.

Page 69: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM56

JAMINAN KESEHATANNASIONAL

Tabel 8. Proyeksi Perhitungan Iuran Jamkesmas untuk Tahun 2014

Setelah melalui proses penghitungan estimasi iuran PBI dan diskusi yang cukup panjang

dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait khususnya Kementerian

Kesehatan dan Kementerian Keuangan, pada bulan Juli 2013 melalui rapat koordinasi

yang dipimpin oleh Wakil Presiden telah disepakati besaran iuran PBI Jaminan Kesehatan

sebesar Rp19.225/kapita/bulan. Perlu menjadi catatan bahwa besaran iuran PBI yang

tertera dalam Perpres 112 tahun 2013 meningkat hampir tiga kali lipat dari sebelumnya

yang hanya Rp6.000/kapita/bulan. Hal ini menunjukkan komitmen Pemerintah SBY-

Boediono yang sangat besar untuk menunjang penyelenggaraan jaminan sosial nasional

bidang kesehatan dengan mengalokasikan sekitar Rp19,8 triliun di tahun 2014 untuk

mendukung peserta PBI yang berjumlah 86,4 juta individu.

Perhitungan iuran dibangun dalam model yang menggunakan asumsi-asumsi

terutama asumsi utilisasi dan biaya satuan menurut tipe layanan. Setelah operasional,

perlu dilakukan monitoring yang ketat atas keabsahan asumsi-asumsi yang digunakan

sehingga dapat memberikan masukan bagi pengambil kebijakan untuk kecukupan

besaran iuran PBI demi keberlangsungan program JKN ini.

Sumber: TNP2K, 2014.

Page 70: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

57Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

JAMINAN KESEHATANNASIONAL

d. Pengembangan Software Estimasi Iuran untuk PBI JKNPerhitungan iuran PBI yang dilakukan oleh TNP2K menggunakan data tahun 2011

dengan asumsi-asumsi tertentu. Setelah implementasi, tentunya perlu dilakukan

pengecekan ulang atas keabsahan asumsi-asumsi. Apabila ada perubahan yang

signifikan dalam asumsi yang ada, maka implikasinya akan berdampak langsung

pada kecukupan nilai iuran PBI. Untuk itu TNP2K mengembangkan program

penghitungan estimasi iuran PBI dengan menggunakan software Microsoft Excel yang cukup dikenal bagi pengguna komputer. Program ini juga telah didiseminasi

kepada seluruh pemangku kepentingan melalui lokakarya. Selain program tersebut,

TNP2K juga menyusun Pedoman Teknis Penghitungan Estimasi Iuran PBI JKN,

dan juga Pedoman Penggunaan Instrumen Penghitungan Estimasi Iuran PBI JKN.

e. Analisis dan Visualisasi Data Klaim Individu Jamkesmas di RSTNP2K mengembangkan satu tampilan dashboard dengan menggunakan data

klaim individu RS program Jamkesmas dari Kemenkes yang saat itu pembayarannya

sudah menggunakan sistem pembayaran prospektif berupa paket INA-CBGs. Data

ini sangat kaya akan informasi pemanfaatan layanan kesehatan oleh peserta di RS

lengkap dengan data penyakit dan sosio-demografi (Propinsi, Kabupaten/Kota, Jenis

Kelamin dan Umur). TNP2K membuat analisis dan visualisasi data klaim individu

Jamkesmas di RS. Analisis dan visualisasi ini menggunakan software Tableau 8.1 yang

sangat bermanfaat sebagai salah satu alat dalam pemantauan pemanfaatan layanan

kesehatan seperti kelompok penyakit terbanyak berdasarkan ICD X, kelompok umur,

jenis kelamin, dan lain sebagainya. Analisis ini tidak hanya dapat digunakan oleh

Pusat (Kemenkes dan BPJS Kesehatan), namun juga dapat digunakan oleh daerah

(Dinas Kesehatan dan RS) untuk melihat sebaran penyakit di daerah masing-masing

yang nantinya bermanfaat untuk perencanaan kegiatan UKP dan UKM (Laporan

Analisis dan Visualisasi Data Klaim RS Jamkesmas 2010–2011, TNP2K).

Gambar 29 . Tampilan Penghitungan Iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN

Sumber: Buku Pedoman Pengunaan Instrumen Penghitungan Estimasi Iuran PBI JKN

Page 71: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM58

JAMINAN KESEHATANNASIONAL

Gambar 30. Tampilan Visualisasi Data Klaim Individu Jamkesmas

Sumber: Dashboard Jamkesmas 2011

f. Kesiapan Sisi Suplai Fasilitas KesehatanReformasi pembiayaan kesehatan idealnya bersamaan dengan reformasi pelayanan

kesehatan. JKN yang kepesertaannya bersifat wajib akan membuka peluang bagi

individu terutama yang belum terproteksi dalam jaminan kesehatan, untuk menjadi

peserta BPJS. Estimasi kenaikan jumlah permintaan layanan kesehatan harus diimbangi

dengan ketersediaan layanan kesehatan yang mencukupi.

Gambar 31. Peta Ilustrasi Kebutuhan Dokter dengan

Skenario 2 Dokter Melayani 5.000 Peserta

Pada tahun 2013 TNP2K melakukan analisis kesenjangan antara permintaan layanan

kesehatan dan kapasitas berobat yang menggunakan berbagai data sekunder

termasuk data utilisasi Askes 2010. Hasil analisis mengungkap adanya kekurangan

jumlah tenaga kesehatan terutama dokter umum. Analisis kebutuhan dokter (asumsi

Sumber: Paparan Menkes kepada Wapres tentang Progress Persiapan Penyelenggaraan JKN, 27 Desember 2013

Page 72: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

59Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

JAMINAN KESEHATANNASIONAL

dua dokter melayani 5.000 peserta) di tingkat kabupaten/kota menunjukkan adanya

ketimpangan sebaran ketersediaan dokter umum. Tenaga dokter umum masih

terkonsentrasi di pulau-pulau padat penduduk seperti pulau Jawa, Bali, dan Sumatera.

Kajian lain tentang kesiapan sisi suplai di tingkat nasional adalah “Estimating the Gap between Demand for Medical Care and Treatment Capacity” (TNP2K, 2013). Kajian

dengan “Dynamic Modelling” mengungkap hal yang sama, yaitu adanya kekurangan

jumlah tenaga kesehatan secara nasional. Kajian menggabungkan beberapa data

sekunder seperti data Utilisasi Askes 2010, Podes 2011 tentang survei aksesibilitas

ke fasilitas kesehatan, Susenas 2009-2011 tentang pola pencarian Pengobatan,

serta Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Simulasi mengintegrasi lima program

Jaminan kesehatan (eks peserta Askes PNS, eks peserta Jamkesmas, eks peserta

Jamsostek, eks peserta TNI dan eks peserta Polri), di tahun 2014 kekurangan dokter

secara nasional diestimasi mencapai 21.930 dokter, kekurangan perawat sebanyak

54.560 perawat, serta kekurangan tempat tidur sebanyak 32.820 tempat tidur.

Sebagai catatan, kajian ini masih memiliki keterbatasan karena dilakukan pada

tingkat nasional dan belum mengakomodir disparitas penduduk per kabupaten/

kota. Harapannya kedepan, upaya ini harus dilengkapi dengan analisis proyeksi lima

tahun kedepan di tingkat kabupaten/kota agar dapat menjabarkan kondisi lokal.

Gambar 32. Proporsi Penyakit Hipertensi terdiagnosa dan unmet needs menurut provinsi

Sumber: TNP2K

Penguatan dari sisi suplai memang harus menjadi prioritas utama, apalagi jumlah

masyarakat yang menderita sakit dan mencari pengobatan sesungguhnya jauh dari

jumlah penderita yang sebenarnya. Sebagai contoh jumlah penderita hipertensi yang

mendapatkan pengobatan jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang terdiagnosa

Page 73: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM60

JAMINAN KESEHATANNASIONAL

(gambar 32). Jika semua penderita hipertensi yang terdiagnosa mencari pengobatan

dan mendatangi layanan kesehatan, maka sebagian besar mungkin tidak terlayani

dengan baik.

g. Analisis Klaim Individu Layanan Kesehatan pada Program Jamkesda di D.I. Aceh, Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Bali

Di Indonesia terdapat sekitar 360 kabupaten/kota yang telah menyelenggarakan

Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), dimana beberapa kabupaten/kota sedang

menuju Cakupan Semesta. D.I. Aceh (Jaminan Kesehatan Aceh [JKA]) dan Provinsi

Bali (Jaminan Kesehatan Bali Mandara [JKBM]) telah menyelenggarakan program

Jamkesda sejak tahun 2010, sedangkan Provinsi Sumatera Barat (Jaminan Kesehatan

Sumbar Sakato [JKSS]) mulai pada tahun 2011. TNP2K telah melakukan analisis

terhadap data klaim individu layanan kesehatan untuk rawat jalan maupun rawat inap

di RS di tiga provinsi yang menyelenggarakan Jamkesda. Data klaim individu layanan

kesehatan di RS belum pernah dianalisis, sehingga para pengambil kebijakan tidak

mendapat informasi umpan balik atas investasi jaminan kesehatan bagi masyarakat

setempat. Analisis menggunakan program Tableau menghasilkan informasi tingkat

utilisasi menurut kabupaten/kota, siapa yang memanfaatkan (umur, jenis kelamin,

daerah), jenis diagnosa, besaran biaya dan 25 penyakit terbanyak untuk masing-

masing rawat jalan dan rawat inap di RS. Hasil analisis ini paling sedikit memberikan

dua manfaat bagi Pemerintah Daerah termasuk pemangku kepentingan kesehatan

di daerah, yaitu (1) pemahaman peta pemanfaatan layanan kesehatan dan pola

penyakit termasuk besaran biaya yang ada di daerahnya; (2) identifikasi faktor

risiko sebagai dasar penajaman perencanaan pembangunan kesehatan ke depan.

Page 74: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

61Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

JAMINAN KESEHATANNASIONAL

Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat utilisasi Jamkesda di Aceh, Sumbar, dan

Bali, ternyata menunjukkan tingkat utilisasi rawat jalan di RS setingkat dengan

pemanfaatan Jamkesmas, yaitu 5-7 kunjungan/1.000 peserta/bulan. Penyakit Tidak

Menular (PTM) berbiaya mahal dan kronis seperti hypertensi, diabetes mellitus, dan

stroke merupakan kategori 10 penyakit terbanyak di D.I. Aceh dan Provinsi Sumbar,

disamping penyakit yang berhubungan dengan pencernaan seperti dyspepsia, gastritis dan lain-lain. Sedangkan di Provinsi Bali, penyakit terbanyak adalah penyakit

terkait pernapasan seperti ISPA dan penyakit pencernaan. Informasi tentang

sebaran penyakit serta analisis penyakit terhadap faktor demografi dan wilayah jelas

memberikan gambaran dasar untuk penajaman perencanaan program promosi

dan preventif yang harus dilakukan oleh daerah dalam rangka meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat setempat (Laporan Analisis Klaim Individu Layanan

Kesehatan pada Program JKA, JKSS, dan JKBM, TNP2K 2014). Dari dua provinsi,

D.I. Aceh dan Provinsi Sumbar telah berintegrasi ke JKN pada awal tahun 2014.

h. Analisis Implementasi Program Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Program BOK—pendanaan dari APBN—mulai dilaksanakan oleh Kementerian

Kesehatan sejak tahun 2010 sebagai salah satu suplemen yang mendorong peningkatan

kegiatan promotif dan preventif di tingkat Puskesmas. Program BOK ini bertujuan untuk

menambah dana operasional Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) terutama program

Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan gizi yang disinyalir minim pendanaan setelah

desentralisasi. Pokja Kesehatan TNP2K, sejak tahun 2011, melakukan pemantauan

terhadap implementasi program BOK dua kali setiap tahun. Pengambilan data ke

beberapa sampel kabupaten/kota dilakukan di kuartal pertama dan kuartal ketiga/

keempat sehingga dapat melihat titik-titik permasalahan saat perencanaan awal

tahun dan tantangan realisasi anggaran menjelang akhir tahun anggaran. Hasil analisis

disampaikan ke Kemenkes dan telah digunakan untuk penyempurnaan Petunjuk

Teknis (Juknis) BOK dalam periode tahun berikutnya. Kegiatan monitoring ini juga

memicu tingkat realisasi BOK oleh Dinkes dan Puskesmas di kabupaten/kota sampel.

Hasil monitoring menunjukkan bahwa program BOK sangat membantu dalam

menghidupkan kembali komunikasi dan koordinasi antar Dinas Kesehatan dan

Puskesmas. Dalam forum Lokakarya Mini (Lokmin), penajaman perencanaan dan

penganggaran serta penetapan prioritas kegiatan di Puskesmas dilakukan di forum

ini. Arahan Dinkes atas prioritas kegiatan promotif dan preventif berbasis local spesifik

untuk Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dilakukan optimal dalam forum Lokmin.

i. Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi untuk Peningkatan Mutu Layanan Tingkat Pertama (Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 [Prepres 32/2014])

Tantangan berikut adalah pada tatanan implementasi. Setelah Presiden menyatakan

berlakunya Jaminan Sosial Nasional bidang Kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014,

Page 75: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM62

JAMINAN KESEHATANNASIONAL

ada permasalahan dalam aturan tata kelola anggaran dimana BPJS Kesehatan tidak

dapat menyalurkan dana kapitasi langsung ke Puskesmas Non- Badan Layanan Upaya

Daerah (BLUD). Dana Kapitasi adalah besaran pembayaran dimuka per bulan kepada

Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar

tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan. Di

era JKN, dana kapitasi ke Puskesmas berkisar dari Rp3.000 sampai Rp6.000/kapita/

bulan (meningkat dari Rp1.000/kapita/bulan saat progam Jamkesmas). Dana kapitasi

saat program Jamkesmas yang dibayarkan Kemenkes ke Dinas Kesehatan kabupaten/

kota tidak seutuhnya tersalurkan ke Puskesmas karena mengacu pada peraturan

perundang-undangan yang berlaku (Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara, Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi

Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah, dan seterusnya). Dana kapitasi tersebut harus

disetor ke kas daerah dan merupakan Pendapatan Asli Daerah (PAD), sehingga tidak

seutuhnya dapat digunakan untuk peningkatan kualitas layanan UKP.

Untuk menunjang pelaksanaan sistem jaminan sosial bidang kesehatan, reformasi

dilakukan dalam pengelolaan dan pemanfaatan dana kapitasi di Puskesmas Non-

BLUD, seperti diatur dalam Perpres 32/2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan

Page 76: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

63Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

JAMINAN KESEHATANNASIONAL

Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

milik Pemerintah Daerah (Non-BLUD). Proses pengusulan dan pengesahan Perpres

ini melibatkan Kemenkes, Kemenkeu, Kemendagri, BPJS Kesehatan, BPKP, BPK dan

kementerian/lembaga lain di bawah koordinasi Wakil Presiden. Perpres 32/2014, yang

dilengkapi dengan peraturan teknis Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 tahun 2014

dan Surat Edaran Mendagri Nomor 990/2280/SJ mengatur pengelolaan dana kapitasi

yang dibayarkan langsung oleh BPJS Kesehatan kepada bendahara melalui rekening

dana kapitasi di Puskesmas sesuai dengan jumlah peserta yang terdaftar. Sebagai

catatan, rekening dana kapitasi tetap merupakan bagian tak terpisahkan dari kas daerah.

Hasil uji petik yang dilakukan TNP2K ke beberapa daerah menunjukkan masih

adanya kekurangpahaman dan keraguan dari Pemda terkait operasionalisasi Perpres

32/2014 tersebut (Laporan Progres Pengelolaan Dana Kapitasi di Daerah, Mei 2014).

Dalam upaya terus memperbaiki pelaksanaan program JKN—atas himbauan Wakil

Presiden—digelar pertemuan yang mengundang seluruh gubernur, bupati, wali kota

seluruh Indonesia untuk hadir pada Rapat Kerja Nasional dalam rangka Sosialisasi dan

Pemantapan Komitmen Pemerintah Daerah dalam melaksanakan program JKN di

Samarinda, Kalimantan Timur pada tanggal 18 Juni 2014. Dalam rapat tersebut, Wakil

Presiden menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman antara Kemendagri dan

BPJS Kesehatan mengenai Optimalisasi Peran Pemerintah Daerah dalam Pelaksanaan

Program JKN. Dilaporkan juga dalam pertemuan tersebut 125 bupati/wali kota telah

menyelesaikan Surat Keputusan Penunjukkan Bendahara dan Nomor Rekening

Dana Kapitasi JKN untuk Puskesmas dan siap mengimplementasikan kebijakan ini.

Wakil Presiden juga mengimbau bahwa dukungan dari Pemda sangat penting

khsususnya dalam rangka meningkatkan ketersediaan jaringan layanan kesehatan

dan memperkuat kualitas mutu layanan.

REKOMENDASI

Implementasi JKN di awal tahun 2014 telah membawa banyak perubahan antara lain

dalam aspek pembiayaan, penetapan sasaran peserta PBI, pengelolaan dan pemanfaatan

dana kapitasi di Puskesmas, pembayaran ke RS dengan sistem prospektif, penajaman

perhitungan iuran PBI dan penajaman perencanaan dana BOK untuk memperkuat

kegiatan UKM. Sekretariat Wakil Presiden telah berperan aktif dalam perubahan dengan

menggunakan hasil analisis dari TNP2K. Ke depan dalam rangka optimalisasi pelaksanaan

JKN, masih banyak hal yang harus dikembangkan dan dibenahi dalam semangat

mencapai Cakupan Semesta di tahun 2019.

Page 77: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM64

JAMINAN KESEHATANNASIONAL

Tantangan dan permasalahan yang masih harus dilakukan antara lain:

1. Pola Rujukan yang Belum Berjalan OptimalPerilaku peserta dan kesiapan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) perlu

dimonitor ketat terkait dengan kebijakan penguatan pelayanan di Puskesmas dan

Klinik Swasta sebagai gatekeeper. Kenaikan pembayaran kapitasi yang signifikan

mengharuskan FKTP agar mengelola peserta secara efektif dan efisien berwawasan

pola hidup sehat. Upaya preventif dan promotif di tingkat individu harus ditekankan

dimana dokter di FKTP harus rajin memberikan edukasi atas kesadaran hidup sehat.

BPJS Kesehatan harus menciptakan satu mekanisme insentif yang memicu FKTP

untuk menjaga tingkat kesehatan pesertanya.

2. Keterbatasan Sisi Suplai di RS Menyebabkan Antrian dan Waktu Berobat yang Panjang Sehingga Berpotensi Berdampak Pada Mutu LayananKajian TNP2K menunjukkan bahwa antrian pasien rawat jalan di RS sangat panjang dan

melelahkan (Laporan Hasil Spot Check Antrian Peserta JKN-BPJS Di RS Jabodetabek,

Juni 2014). Kondisi ini tentu tidak dapat dibiarkan dan harus dicarikan jalan keluar oleh

Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah agar hak peserta dapat terpenuhi.

Ketersediaan dan distribusi jumlah dokter (umum dan spesialis) serta tenaga kesehatan

lain merupakan isu penting yang harus segera diselesaikan.

Kondisi antrian pasien rawat inap juga sudah terlihat untuk jenis layanan tertentu,

seperti penyakit jantung, kanker, ICU dan PICU/NICU untuk bayi baru lahir. Selain

itu, BPJS Kesehatan juga harus menjaga hubungan yang harmonis dengan fasilitas

kesehatan yang sudah bekerjasama, mengingat kesuksesan JKN ini sangat bertumpu

pada pelayanan yang dirasakan peserta di fasilitas kesehatan. Untuk itu perlu dilakukan

pemantauan ketat atas kecukupan dan kualitas pelayanan yang diberikan oleh fasilitas

kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

Gambar 33. Situasi Antrian di beberapa Rumah Sakit di Jabodetabek

Sumber: TNP2K

Page 78: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

65Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

JAMINAN KESEHATANNASIONAL

3. Ketersediaan Obat di Faskes yang Menggunakan Formularium Nasional (Fornas) dan Electronic Katalog (E-Katalog) Reformasi penggunaan obat dalam era JKN yang memakai Fornas dan E-Katalog

bertujuan untuk efisiensi dan efektivitas pembiayaan obat, yang saat ini dinilai cukup

tinggi. Mutu obat juga menjadi salah satu pilar penting yang menjadi perhatian

Kemenkes. Tetapi sampai saat ini, pelaksanaan penggunaan Fornas dan E-Katalog

masih menemukan banyak hambatan terutama di daerah terpencil. Keluhan bahwa

RS tidak mencapai titik temu kesepakatan atas jumlah dan harga di Faskes berlokasi

di area perdesaan, menyebabkan kelangkaan obat terjadi. Untuk itu monitoring

ketat atas implementasi Fornas dan E-Katalog perlu dilakukan dan hasilnya menjadi

masukan bagi pemangku kebijakan untuk penyempurnaan peraturan ke depan.

4. Ketimpangan Akses Peserta JKN Salah satu tujuan JKN adalah meningkatkan akses dan memperbaiki ketimpangan

(inequity) ke layanan kesehatan. Kajian yang dilakukan TNP2K (2011) mengungkap ada

perbedaan tingkat utilisasi rawat jalan di RS yang sangat jauh antar segmen populasi,

dimana tingkat utilisasi eks peserta Askes 6-10 kali lebih tinggi daripada tingkat utilisasi

peserta Jamkesmas. Kemenkes harus memonitor ketat atas perkembangan utilisasi

baik rawat inap maupun rawat jalan di semua tingkat fasilitas kesehatan, dalam rangka

memperbaiki isu ketimpangan ini. Masalah akses dan mutu layanan kesehatan sangat

menjadi sorotan dalam rangka memberikan pelayanan yang berkeadilan, terutama

bagi masyarakat miskin.

5. Penguatan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) Implementasi JKN fokusnya hanya pada UKP yang lebih pada kuratif dan rehabilitatif

(preventif dan promotif kesehatan perorangan walau tetap ada porsi kecil). Apabila

tidak diperkuat, maka keberlangsungan program JKN akan menjadi berat. Tingginya

kejadian penyakit tidak menular (PTM) seperti diabet, jantung, hipertensi dan stroke telah menduduki ranking teratas baik di rawat jalan dan rawat inap RS. Upaya pola

hidup sehat dengan pola makan dan olah raga perlu dilakukan.

6. Integrasi Jamkesda ke Dalam JKN Hampir 360 kabupaten/kota (sekitar 70 persen) di Indonesia mengembangkan

Jamkesda. Kajian TNP2K (2011) menunjukkan adanya keterbatasan dari banyak aspek

termasuk kompetensi pengelola, akuntabilitas, transparansi, keterbatasan paket

manfaat dan iuran yang relatif kecil. Jamkesda bersama dengan isu pendidikan sering

dijadikan kendaraan untuk kampanye Kepala Daerah, tanpa memperhitungkan risiko

biaya yang akan timbul atas kebijakan tersebut. Sudah banyak studi yang dilakukan

mengusulkan untuk integrasi Jamkesda ke dalam program JKN. Untuk itu perlu

advokasi dan pemantauan ketat atas upaya integrasi Jamkesda ke depannya.

Page 79: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM66

JAMINAN KESEHATANNASIONAL

7. Perluasan Cakupan Pekerja di Sektor Informal ke Dalam JKNSekitar 70 juta masyarakat Indonesia masuk ke dalam sektor informal dimana sebagian

belum memiliki jaminan kesehatan. Sebagian pekerja informal yang miskin harusnya

sudah dicakup sebagai peserta PBI. Pekerja di sektor informal adalah mereka yang

penghasilan tidak menentu, tidak pasti jumlahnya dan bergerak di bidang usaha

menengah kecil. Beberapa literatur negara berkembang lainnya mengungkap

kesulitan dalam kepatuhan koleksi iuran. Untuk itu kiranya ke depan perlu dipikirkan

satu terobosan yang dapat mengembangkan cakupan di sektor informal demi

capaian Cakupan Semesta di tahun 2019.

Page 80: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

67Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

R A S K I N

Page 81: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM68

R A S K I N

Beras adalah komponen penting bagi masyarakat miskin dan rentan. Kajian TNP2K

atas data Susenas 2010 menunjukkan bahwa pengeluaran rumah tangga miskin dan

rentan sebagian besar (65 persen) digunakan untuk membeli bahan makanan dan beras

mengambil porsi 29 persen komponen konsumsi masyarakat miskin. Artinya peningkatan

harga beras akan melemahkan daya beli masyarakat terutama masyarakat miskin, yang

pada gilirannya meningkatkan jumlah penduduk miskin. Untuk itu, kebijakan dalam

rangka memastikan agar rumah tangga miskin dan rentan tetap dapat memenuhi

kebutuhan pangan terutama beras sangatlah penting.

Gambar 34. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Miskin

Sumber: TNP2K

Berdasarkan kondisi di atas, beban kelompok miskin akan lebih berat jika terjadi gejolak

harga makanan. Untuk itu, menjaga tingkat inflasi khususnya inflasi kelompok makanan

sangat penting, karena inflasi kelompok makanan selalu lebih tinggi dibandingkan

dengan kelompok non-makanan (Gambar 35). Keterlibatan berbagai pihak termasuk

Pemerintah Daerah sangat penting dalam upaya menjaga stabilitas harga makanan.

Infrastruktur yang tidak memadai, banyaknya hambatan dalam melakukan usaha serta

kebijakan yang tidak mendukung, berkontribusi terhadap meningkatnya harga makanan.

Gambar 35. Inflasi Tahunan Kelompok Makanan dan Non Makanan

Sumber: BPS

Pengantar

Page 82: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

69Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

R A S K I N

Program Raskin bertujuan mengurangi beban pengeluaran rumah tangga sasaran dalam

memenuhi kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras bersubsidi. Awalnya program

ini adalah Operasi Pasar Khusus (OPK) yang diluncurkan pemerintah sebagai bagian

dari program Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang diluncurkan saat krisis ekonomi 1998.

Di bawah tanggung jawab bersama Menteri Negara Urusan Pangan (Menpangan) dan

BULOG9, beras 10 kg/RTS/bulan disalurkan kepada 7,5 juta RTS (hasil pendataan BKKBN)

dengan harga tebus Rp1.000/kg. Setelah kementerian negara tersebut ditiadakan pada

Oktober 1999, OPK sepenuhnya menjadi tanggung jawab BULOG. Sejak 2002, OPK

berubah nama menjadi Program Raskin (Beras untuk Keluarga Miskin) untuk menekankan

sasaran dari program ini.

Selain sebagai upaya peningkatan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga

sasaran (RTS) dan mekanisme perlindungan sosial, tujuan Program Raskin adalah: (i)

stabilisasi harga di pasar; (ii) pengendalian inflasi melalui intervensi pemerintah dengan

menetapkan harga beras bersubsidi sebesar Rp1.600/kg dan menjaga stok pangan

nasional; (iii) peningkatan akses pangan baik secara fisik (beras tersedia di titik distribusi)

maupun ekonomi (harga jual yang terjangkau) kepada RTS; (iv) menyediakan pasar bagi

hasil usaha tani padi; dan (v) membantu pertumbuhan ekonomi daerah.

Saat ini Program Raskin memberikan subsidi beras sebanyak 15 kg per Rumah Tangga

Sasaran-Penerima Manfaat (RTS-PM) per bulan dengan Harga Tebus Raskin (HTR) Rp1.600

per kg di Titik Distribusi (TD)10. Raskin disalurkan oleh Perum BULOG ke TD, yaitu lokasi

yang ditentukan dan disepakati oleh Perum BULOG dan pemerintah kabupaten/kota.

Pada umumnya TD berada di tingkat desa/kelurahan dan sebagian di kecamatan. Menurut

Perum BULOG, saat ini di seluruh Indonesia terdapat sekitar 50.000 TD dimana jumlah desa/

kelurahan pada 2011 tercatat 78.024. Pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab

mendistribusikan Raskin dari TD ke Titik Bagi (TB), yaitu lokasi tempat penyerahan Raskin

kepada para RTS-PM, untuk selanjutnya dibagikan kepada RTS-PM Raskin. Sementara itu,

TB umumnya berada di kantor desa/kelurahan atau di rumah kepala dusun/RW/RT. Oleh

karena itu, sebagian TD sama dengan TB.

Jumlah RTS-PM Program Raskin Nasional 2013 dan 2014 sebanyak 15.530.897 rumah

tangga yang diperoleh dari Basis Data Terpadu (BDT) untuk program perlindungan sosial.

Jumlah RTS-PM Program Raskin 2014 tersebut meliputi sekitar 25 persen penduduk

dengan peringkat kesejahteraan terendah secara nasional, yang telah mencakup rumah

tangga miskin dan hampir miskin. Sebagai perbandingan, angka kemiskinan pada 2012

adalah 11,66 persen sehingga cakupan Program Raskin tidak hanya untuk rumah tangga

yang miskin tetapi juga rumah tangga hampir miskin atau rentan. Namun jumlah RTS-PM

sebenarnya mengalami perubahan dari tahun ke tahun sebagaimana tersaji pada Tabel 9.

9 BULOG berubah badan hukumnya pada 2003 dari Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) menjadi Perusahaan Umum (Perum).10 Nilai subsidi per kilogram bervariasi tergantung harga beras. Tahun 2014 Harga Pembelian Beras yang ditentukan di APBN-P adalah Rp8.047,69/kg. Dengan demikian rata-rata nilai subsidi per kilogram di TD adalah sebesar Rp6.477,69/kg.

Page 83: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM70

R A S K I N

Anggaran Program Raskin pada 2014 mencapai Rp18,8 triliun meningkat dari Rp5,2 triliun

pada 2005. Pada 2013 seiring dengan kebijakan penyesuaian subsidi Bahan Bakar Minyak

(BBM), disalurkan tambahan tiga bulan beras Raskin sehingga anggaran mencapai Rp20,5

triliun. Biaya Program Raskin tertinggi di antara program-program bantuan sosial lainnya,

bahkan mencapai separuh total anggaran bantuan sosial.

Tabel 9. Jumlah Pagu RTS-PM Program Raskin 2005–2014

Sumber: Tikor Raskin Pusat dan TNP2K

Subsidi Raskin 2014 disediakan dalam APBN Tahun 2014 melalui DIPA Kementerian

Keuangan. Kebijakan Pemerintah Pusat dalam Penganggaran Program Raskin hanya

untuk pengadaan beras dan penyalurannya sampai TD. Sesuai dengan Undang-undang

Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Pasal 18 dan 58) dan Surat Edaran Menteri Dalam

Negeri Nomor 900/2634/SJ tanggal 27 Mei 2013, maka pemerintah daerah (provinsi dan

kabupaten/kota) diharapkan untuk mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) untuk penyaluran Raskin dari TD sampai dengan RTS-PM. Penyediaan

anggaran tersebut mencakup antara lain untuk biaya operasional Raskin, biaya angkut

Raskin dari TD ke TB hingga ke RTS-PM, subsidi harga tebus Raskin, dana talangan

Raskin, dan/atau tambahan alokasi Raskin kepada RTS-PM di luar pagu yang ditetapkan

maupun tambahan alokasi Raskin untuk RTS-PM di dalam pagu yang ditetapkan. Selain

pembiayaan dari APBN dan APBD, masyarakat dapat berpartisipasi secara sukarela untuk

membantu pembiayaan distribusi Raskin dari TD ke RTS-PM, tanpa menambah HTR dari

RTS-PM yang diatur di dalam Juklak/Juknis di masing-masing daerah.

TANTANGAN PELAKSANAAN PROGRAM RASKIN 1998–2012

Dalam kurun waktu pelaksanaannya yang telah berlangsung sejak tahun 1998, Program

Raskin menghadapi banyak tantangan yang beberapa di antaranya berpotensi

mempengaruhi efektivitasnya.

a. Ketepatan Sasaran Penerima Raskin, Jumlah Beras yang Diterima, dan Harga yang DibayarMeskipun biaya Program Raskin terbesar di antara program bantuan sosial lainnya,

Page 84: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

71Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

R A S K I N

tantangan utama yang dihadapi Raskin dapat dirangkum dalam empat hal, yaitu

ketepatan sasaran, ketepatan jumlah yang diterima RTS-PM, ketepatan harga yang

dibayar RTS-PM dan ketepatan waktu penyaluran sebagaimana disajikan pada Tabel

10.

Tabel 10. Kinerja Program Raskin

Sumber: TNP2K, dikompilasi dari beberapa studi.

Data Susenas 2009 menunjukkan bahwa beras Raskin dibagi secara merata ke kelompok

yang lebih sejahtera, bahkan sekitar 12,5 persen penduduk terkaya juga menerima Raskin

dan hal ini tentu mengurangi hak yang seharusnya diterima oleh kelompok miskin

dan hampir miskin/rentan (Gambar 36). Dari sisi transfer pendapatan dan mengatasi

ketidakcukupan pangan, pelaksanaan Program Raskin ini yang hanya menyediakan rata-

rata empat kg/rumah tangga/bulan tidak cukup mengurangi ketidakcukupan pangan

dari rumah tangga yang memiliki anggota rumah tangga besar (lebih dari 5), yang

memerlukan lebih dari 45 kg per bulan.

Gambar 36. Efektivitas Penargetan Program Raskin

100

75

50

25

0

Pers

enta

se P

ener

ima

Bant

uan

Desil Konsumsi Rumah Tangga1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Raskin

Jamkesmas

Sumber: Susenas 2009

Page 85: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM72

R A S K I N

Berkaitan dengan ketepatan/ketidaktepatan sasaran, ada dua isu yang perlu perhatian.

Pertama, RTS-PM ditetapkan pemerintah pusat dan semestinya divalidasi dengan

mengandalkan musyawarah desa/kelurahan (musdes/muskel) sebagai ujung tombak

penetapan final sasaran program (DPM Final). Kedua, penyaluran Raskin yang sering

tidak sama dengan DPM (Daftar Penerima Manfaat) RTS-PM dan disalurkan di luar

DPM Final.

b. Kelembagaan, Penanggung Jawab Program, dan Peran Pemerintah DaerahPenyebab kinerja penetapan sasaran yang kurang memuaskan tersebut antara lain

tidak adanya kejelasan lembaga yang bertanggung jawab menegakkan aturan yang

ada termasuk yang berkenaan dengan ketepatan sasaran. Sebagaimana termaktub

dalam Pedoman Umum (Pedum) Raskin, penanggung jawab Program Raskin adalah

Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) yang ditetapkan

dengan Keputusan Menko Kesra (Kepmenko Kesra) Nomor 57 Tahun 2012 tentang

Tim Koordinasi Raskin Pusat. Adapun penanggung jawab pelaksanaan Program Raskin

di provinsi adalah gubernur, di kabupaten/ kota adalah bupati/walikota, di kecamatan

adalah camat, dan di desa/kelurahan adalah kepala desa/lurah.

Penanggung jawab Tim Koordinasi (Tikor) Raskin Pusat adalah Menteri Koordinator

Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra). Sementara itu, Ketua Pelaksana Tikor

Raskin Pusat adalah Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Perlindungan Sosial dan

Perumahan Rakyat. Saat ini, Tikor Raskin Pusat terdiri dari Kemenko Kesra, Kementerian

Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian, Badan Perencanaan Pembangunan

Nasional (BAPPENAS), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian

Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Sosial

(Kemensos), Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan (BPKP), dan Perum BULOG. Pedoman umum (Pedum) Raskin maupun

Kepmenko Kesra Nomor 57 Tahun 2012 tersebut tidak menyebutkan pembagian kerja

dan tanggung jawab yang jelas setiap K/L tersebut.

Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Raskin yang ditetapkan Menteri Keuangan

mengalami peralihan beberapa kali. Pada 2005–2007 sebagai KPA adalah Direktur

Utama Perum BULOG, pada 2008–2009 dialihkan kepada Deputi Menko Kesra bidang

Koordinasi Perlindungan Sosial dan Perumahan Rakyat, Kemenko Kesra, kemudian

pada 2010–2012 dikembalikan ke Perum BULOG. Karena adanya temuan yang

merekomendasikan bahwa Perum BULOG sebagai pelaksana penyaluran beras Raskin

tidak dapat menjadi KPA, maka pada 2013 KPA dialihkan kepada Dirjen Pemberdayaan

Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan, Kementerian Sosial.

Adapun penanggung jawab pelaksanaan program di tingkat provinsi adalah

gubernur, di kabupaten/kota adalah bupati/walikota, di kecamatan adalah camat, dan

Page 86: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

73Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

R A S K I N

di desa/kelurahan adalah kepala desa/lurah. Di masing-masing tingkat pemerintahan

dibentuk Tikor Raskin Daerah yang sekretariatnya berada di SKPD yang berlainan,

walau sebagian besar ada di Biro Perekonomian Setda Provinsi dan bagian ekonomi

Setda Kabupaten/Kota. Pengecualian untuk tingkat desa/kelurahan di mana organisasi

pelaksana yang dibentuk adalah pelaksana distribusi. Tanggung jawab terhadap

ketepatan sasaran diharapkan dari pemerintah daerah (Pemda), namun sebagian

besar Pemda masih menilai bahwa Program Raskin adalah program dari pemerintah

pusat sehingga tanggung jawabnya bukan pada Pemda.

c. Penyaluran RaskinGuna menjamin kelancaran proses penyaluran Raskin, Perum BULOG bersama

Tim Koordinasi Raskin (Tikor Raskin) menyusun rencana penyaluran bulanan yang

dituangkan dalam Surat Permintaan Alokasi (SPA) berdasarkan pagu yang kemudian

diterbitkan oleh bupati/walikota kepada Perum BULOG. Berdasarkan SPA, Perum

BULOG menerbitkan Surat Perintah Pengeluaran Barang/Delivery Order (SPPB/DO)

beras untuk masing-masing kecamatan atau desa/kelurahan. Di TD dilakukan serah

terima beras antara Perum BULOG dengan Tikor Raskin/Pelaksana Distribusi dan

dibuat Berita Acara Serah Terima (BAST) yang ditandatangani oleh kedua belah pihak.

Namun menurut penelitian Bank Dunia (2014) melalui Raskin Business Process Review and Reengineering, pemesanan/order penyaluran beras membutuhkan waktu rata-

rata 33 hari sampai dengan beras diterima di TD. Pemesanan dengan penerbitan

SPA setelah awal bulan. Keterlambatan penerbitan SPA oleh kabupaten/kota sangat

mempengaruhi kinerja penyaluran beras Raskin, demikian juga proses penerbitan

DO oleh Perum BULOG setelah menerima SPA dari kabupaten/kota (Gambar 37).

Gambar 37. Waktu Siklus Pesanan Raskin dari SPA hingga BAST (2013)

Rata-rata seluruh proses

Jumlah penuh tidak tepat waktu/In-full not on-time

Jumlah penuh tepat waktu/In-full on-time (OTIF)Jumlah penuh

Penerbitan SPA Penerbitan DO Penerbitan GDIK BAST Ditandatangani

-15 -10 -5 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65

Hari Kalender

Awal Bulan Akhir Bulan

32,6 hari

49,7 hari

20,7 hari

12% 86% 26%

25,0 7,6-3,5 0,0

15,3 39,0 8,6 2,1

7,2 0,013,5-14,3

On-Time In-Full (OTIF) -

persentase (%) alokasi Raskin yang dapat disalurkan secara penuh dan dilakukan sebelum akhir bulan alokasi

Sumber: Raskin Business Process Review and Reengineering, Bank Dunia, 2014

Page 87: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM74

R A S K I N

Apabila terdapat kendala yang bersifat spesifik lokasi (seperti kondisi geografis, iklim/

cuaca dan jenis moda transportasi untuk pengangkutan Raskin) sehingga penyaluran

Raskin tidak mungkin dilakukan secara rutin setiap bulan di suatu wilayah, maka

jadwal penyaluran Raskin disesuaikan dengan kondisi wilayah tersebut dan diatur di

dalam Petunjuk Pelaksanaan (Juklak)/Petunjuk Teknis (Juknis) oleh pemerintah daerah

setempat. Perum BULOG membuat Pedoman Khusus Penyaluran Raskin sampai TD.

Semestinya penyaluran Raskin dari TD ke TB sampai RTS-PM menjadi tanggung jawab

pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota). Tim Koordinasi Raskin/Pelaksana

Distribusi Raskin melakukan pemeriksaan kualitas dan kuantitas beras yang diserahkan

oleh Perum BULOG di TD. Apabila ditemukan Raskin yang tidak sesuai dengan

kualitas dan kuantitas yang ditetapkan, maka Tikor Raskin/Pelaksana Distribusi harus

menolak dan langsung mengembalikan kepada Perum BULOG untuk diganti dengan

kualitas yang sesuai dan menambah kekurangan kuantitas. Namun demikian hasil

pemantauan selama ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah kurang berperan

dalam memastikan hal ini.

Pelaksanaan penyaluran Raskin dari TB kepada RTS-PM dilakukan oleh Pelaksana

Distribusi Raskin dengan menyerahkan Raskin kepada RTS-PM, dicatat dalam DPM2,

semestinya ditulis dan dilaporkan sesuai nama dan jumlah yang diterima RTS,

selanjutnya dilaporkan kepada Tikor Raskin kabupaten/kota melalui Tim Koordinasi

Raskin Kecamatan. Dalam Pedum diatur penyaluran Raskin dari TD ke TB dan RTS-

PM dapat dilakukan secara reguler oleh Kelompok Kerja (Pokja), atau melalui Warung

Desa, Kelompok Masyarakat dan Padat Karya Raskin. Untuk meminimalkan biaya

transportasi penyaluran Raskin dari TB ke RTS-PM maka TB ditetapkan di lokasi yang

strategis dan mudah dijangkau oleh RTS-PM.

Penyaluran bulan berikutnya juga dipengaruhi ketepatan waktu pembayaran bulan

sebelumnya. Pembayaran HTR dari RTS-PM kepada Pelaksana Distribusi Raskin

Page 88: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

75Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

R A S K I N

dilakukan secara tunai. Pelaksana Distribusi Raskin langsung menyetorkan uang HTR

tersebut ke rekening Perum BULOG melalui bank setempat atau disetorkan langsung

kepada Perum BULOG setempat. Pelaksanaannya diatur lebih lanjut dalam Juklak/

Juknis sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.

Uang yang terkumpul kemudian disetorkan dalam waktu paling lama dua minggu

sejak beras diterima di Titik Distribusi. Pembayaran ini akan mempengaruhi

pengiriman beras pada bulan berikutnya. Guna menghindari keterlambatan atau

tunggakan pembayaran, kadang pihak pengelola Raskin di tingkat desa/kelurahan

mengupayakan pembiayaan terlebih dahulu dengan mencari pinjaman dari pihak

ketiga dengan biaya administrasi/bunga tertentu. Pada kebanyakan kasus apabila

RTS-PM tidak memiliki dana pada saat beras datang (karena waktu penyaluran tidak

selalu sama setiap bulannya), maka beras biasanya ditawarkan kepada rumah tangga

lain, yang umumnya belum tentu miskin. Hal ini memicu ketidaktepatan sasaran.

Penyaluran beras di tingkat bawah desa/kelurahan dapat menjadi salah satu sebab

dilakukannya pembagian merata. Di beberapa wilayah TB beras adalah di tingkat

dusun/RW/RT yang menyebabkan variasi dalam pelaksanaan Program Raskin,

misalnya adanya keputusan ‘bagi rata’, pemotongan jumlah beras, tambahan biaya

dan lain-lain (Gambar 38). Faktor lain yang mungkin berpengaruh dalam “bagi rata”

adalah adanya ikatan emosional antara kepala desa dengan masyarakat karena kepala

desa dipilih oleh warganya, sehingga kepala desa merasa harus membagi beras Raskin

di luar RTS-PM yang telah ditetapkan.

Gambar 38. Variasi Lokasi Titik Bagi (TB) Raskin

Sumber: Pokja Monev, Set. TNP2K

Page 89: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM76

R A S K I N

Ironisnya, pada pelaksanaan di lapangan, indikator yang digunakan dalam menilai

keberhasilan program bukan lagi pada “ketepatan sasaran”, yaitu rumah tangga miskin

dan rentan tetapi pada “kelancaran pembayaran”. Beberapa kasus, kecamatan dan desa

tidak menerima beras Raskin selama jangka waktu tertentu karena adanya tunggakan,

penyelewengan pelaksanaan, atau permintaan pihak kecamatan. Pihak pengelola

terutama kelurahan/desa ke atas tidak memedulikan ketepatan sasaran (apakah yang

menerima benar-benar mereka yang miskin atau tidak) tetapi mepedulikan “beras dibayar

lunas”. Selain itu kerapian administrasi yang berdasar pada data penerima Raskin sesuai

pagu jumlah RTS-PM lebih diprioritaskan guna menghindari pemeriksaan dibandingkan

dengan melaporkan kenyataan lapangan.

Menurut analisis BULOG, ketepatan harga terkendala dengan hambatan geografis.

Jauhnya lokasi RTS dari TD mengakibatkan RTS harus membayar lebih untuk mendekatkan

beras ke rumahnya. Rumah tangga sasaran juga harus membayar biaya-biaya lain untuk

operasional dan angkutan dari TB ke rumah mereka. Hasil pemantauan Raskin oleh

TNP2K di tahun 2012–2013 menunjukkan rata-rata biaya tambahan di luar HTR kepada

rumah tangga penerima Raskin di luar Jawa adalah sebesar Rp445/kg sedangkan di

Jawa rata-rata biaya tambahan di luar HTR adalah sebesar Rp483/kg (Gambar 39). Peran

pemerintah kabupaten/kota untuk membantu RTS mencapai tepat harga perlu terus

didorong dengan menyediakan dana APBD-nya untuk membiayai ongkos angkut Raskin

dari TD ke TB dan biaya lainnya.

Sumber: Pokja Monev, Set. TNP2K

Gambar 39. Proporsi Desa/Kelurahan yang Memungut Biaya di luar HTR dari Penerima Raskin dan Rata-rata Besarannya

Page 90: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

77Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

R A S K I N

Penyempurnaan Raskin ke depan menemui sejumlah tantangan terutama mengingat

bahwa program ini telah dilaksanakan sejak 1998 dan fakta bahwa beras adalah komoditi

yang sangat diperlukan RT telah menyebabkan persepsi bahwa semua RT membutuhkan

beras, dan semua RT membutuhkan Raskin dan oleh karena itu praktik pelaksanaan ‘bagi

rata’ tidak mudah diperbaiki.

d. Pengendalian Program

Meskipun telah dilakukan berbagai kajian, evaluasi dan analisis yang menghasilkan

berbagai temuan selama 15 tahun pelaksanaan program, hasil temuan tersebut kurang

digunakan sebagai alat pengendalian program oleh pengelola program. Program

juga tidak memiliki instrumen dan infrastuktur baku sebagai alat pemantauan dan

pengendalian program. Sebagai contoh Tikor Raskin, baik Pusat maupun kabupaten/

kota tidak memiliki MIS yang berisi antara lain informasi pagu, data RTS-PM dan

perubahannya, data operasional termasuk lokasi TD dan TB, realisasi penyaluran beras

Raskin per bulan, status pembayaran, jumlah dan harga beras di tingkat RTS-PM serta

alat pemantauan dan pengaduan. Hal ini ditambah dengan kurang optimalnya peran

Pemda dalam pengendalian program, khususnya ketepatan sasaran dan jumlah

beras yang diterima, sementara lokasi program sangat luas berada di hampir seluruh

78.024 desa/kelurahan yang tidak dapat dilakukan langsung oleh Tikor Raskin Pusat.

e. Sosialisasi ProgramKarena Raskin telah dilaksanakan lebih dari 10 tahun dengan mekanisme yang hampir

tidak mengalami perubahan, maka sosialisasi program cenderung lemah karena hal itu

bukan menjadi prioritas program. Sosialisasi program hanya terbatas pada pertemuan

koordinasi di tingkat regional yang dihadiri oleh Tikor Raskin provinsi. Diharapkan Tikor

Raskin provinsi menyelenggarakan sosialisasi di tingkat di bawahnya. Sosialisasi juga

tidak menekankan pada tujuan hakiki dari program dan juga pentingnya ketepatan

sasaran, dan jumlah dan harga yang diterima/dibayarkan RTS-PM.

KEBIJAKAN PERBAIKAN PELAKSANAAN PROGRAM RASKIN

Berdasarkan evaluasi terkait pelaksanaan Program Raskin pada periode sebelum 2012,

Sekretariat TNP2K kemudian mengusulkan rekomendasi kebijakan untuk memperbaiki

pelaksanaan Raskin dan mendukung pelaksanaannya. Perbaikan pelaksanaan Program

Raskin tersebut meliputi: (i) penyempurnaan pagu tingkat provinsi dan kabupaten/kota

yang mencerminkan situasi terkini dengan menggunakan Basis Data Terpadu (BDT)

hasil PPLS 2011; (ii) penyempurnaan nama dan alamat RTS yang mencerminkan kondisi

terkini dengan menggunakan BDT hasil PPLS 11; (iii) penggunaan Kartu Perlindungan

Sosial (KPS) sebagai penanda penerima manfaat yang semula diawali dengan uji coba

Page 91: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM78

R A S K I N

Kartu Raskin; (iv) perubahan DPM Raskin melalui mekanisme penggantian RTS-PM yang

pindah, meninggal, duplikasi dan dinilai kaya oleh musyawarah desa/kelurahan; (v)

penguatan sosialisasi; (vi) pemantauan dan pengembangan sistem pemantauan; (vii)

pengembangan sistem pengaduan dan (viii) pengembangan MIS Raskin.

Pelaksanaan kebijakan perbaikan Program Raskin tersebut dilakukan melalui persiapan

yang intensif yaitu melalui beberapa kali diskusi, pertemuan dan lokakarya internal,

dengan Tikor Raskin Pusat dan K/L serta pemangku kepentingan lainnya. Persiapan

tersebut melibatkan staf teknis hingga pejabat yang berwenang yang menghasilkan

antara lain mekanisme, panduan dan materi sosialisasi.

a. Penyempurnaan pagu menggunakan Basis Data TerpaduTujuan pemutakhiran pagu jumlah RTS-PM Raskin tingkat provinsi dan kabupaten/

kota ini adalah menyebarkan pagu jumlah RTS-PM nasional ke 497 kabupaten/kota

yang mencerminkan situasi terkini dari kabupaten/kota tersebut. Sebelum 2012,

Tikor Raskin Pusat hanya menentukan pagu tingkat provinsi dan Tikor Raskin Provinsi

menentukan pagu kabupaten/kota. Sejak Raskin 2012, pagu masing-masing provinsi

dan kabupaten/kota ditetapkan oleh Tikor) Raskin Pusat berdasarkan masukan

dari Sekretariat TNP2K dengan mempertimbangkan perubahan tingkat kemiskinan

masing-masing wilayah, serta ketertinggalan dan kesulitan daerah dan hasil evaluasi

terhadap pelaksanaan Program Raskin tahun sebelumnya. Sekretariat TNP2K

memfasilitasi Tikor Raskin Pusat menganalisis dan menghitung pagu masing-masing

kabupaten/kota pada 2012 (pagu nasional 17,5 juta RTS) dan 2013–2014 (pagu

nasional 15,5 juta RTS). Dalam prosesnya, dilakukan beberapa kali pertemuan antara

Tim Sekretariat TNP2K dengan Tikor Raskin Pusat untuk menentukan pagu sebelum

pagu tersebut ditetapkan pada akhir tahun berjalan untuk pagu tahun berikutnya.

Pada 2012, berdasarkan hasil perhitungan pagu dengan mempertimbangkan

faktor-faktor tersebut, sekitar separuh kabupaten/kota mengalami perubahan pagu

lebih kecil dari tahun sebelumnya. Perubahan pagu menjadi lebih kecil dari tahun

sebelumnya tersebut menyebabkan berbagai pertanyaan dan protes dari kabupaten/

kota dimaksud. Namun juga tidak sedikit kabupaten/kota yang mengalami perubahan

lebih kecil menilai bahwa kondisi tersebut terjadi sebagai hasil dari pelaksanaan

program-program Pemda selama ini yang menghasilkan perbaikan kondisi wilayah

dan kesejahteraan masyarakatnya.

Perubahan pagu jumlah RTS-PM Raskin yang mengalami penurunan dari 17,5 juta

pada 2012 (yang telah berlaku mulai 2008) menjadi 15,5 juta pada 2013 menyebabkan

perhitungan ulang pagu dimaksud untuk setiap kabupaten/kota dengan tambahan

pertimbangan pelaksanaan Program Raskin 2012 dan mengoreksi pagu di beberapa

wilayah. Daftar wilayah administrasi —provinsi/kabupaten/kota/kecamatan/desa/

Page 92: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

79Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

R A S K I N

kelurahan— Program Raskin mengacu pada hasil PPLS 2011. Bila terjadi pemekaran

wilayah administrasi maka Menko Kesra, atau gubernur, atau bupati/wali kota segera

mengalokasikan Pagu Raskin sesuai dengan alamat RTS-PM di wilayah administrasi

pemerintahan yang baru, dan melaporkan ke Tim Koordinasi Raskin secara berjenjang.

Surat Permintaan Alokasi (SPA) Raskin dari bupati/wali kota kepada Perum BULOG

dapat disesuaikan dengan kondisi wilayah terkini hasil pemekaran dan tidak perlu

menunggu persetujuan dari Tikor Raskin Pusat untuk keputusan gubernur atau

bupati/wali kota.

b. Penyempurnaan Nama dan Alamat RTS-PM Raskin Menggunakan BDTPenetapan nama dan alamat RTS-PM Raskin bertujuan untuk mencerminkan kondisi

terkini yang dicerminkan dari kondisi kesejahteraan individu berdasarkan pendataan

terbaru yaitu Pendataan Perlindungan Sosial (PPLS) 2011 yang dikelola oleh Sekretariat

TNP2K dalam BDT.

Sesuai dengan pagu nasional Raskin, pada 2012 Sekretariat TNP2K mengidentifikasi

sekitar 17,5 juta rumah tangga terendah tingkat kesejahteraannya dari BDT sesuai

pagu jumlah RTS-PM kabupaten/kota. Dengan demikian mereka yang didata pada

PPLS 2011 tidak serta merta menjadi RTS-PM. Praktik ini berbeda dengan tahun-tahun

sebelumnya di mana jumlah RTS-PM di desa/kelurahan disesuaikan dengan jumlah

yang didata di desa/kelurahan tersebut. Jadi sejak Mei 2012 jumlah RTS- PM Raskin per

desa/kelurahan didasarkan pada hasil pemeringkatan RTS-PM di tingkat kabupaten/

kota sebatas pagu yang ditetapkan.

Untuk tahun 2013 dan 2014, pagu nasional adalah sebanyak 15,5 juta RTS-PM. Untuk

memperoleh nama dan alamat RTS-PM sebanyak pagu yang ditetapkan, Sekretariat

TNP2K mengidentifikasi sebanyak rumah tangga tersebut dari BDT. Untuk pelaksanaan

2014, data nama dan alamat RTS-PM Raskin mengacu pada BDT untuk Program

Perlindungan Sosial, yaitu nama dan alamat RTS-PM 2013 yang perubahannya telah

dilakukan berdasarkan perumahan RTS Kartu Perlindungan Sosial (KPS)11 yang tercatat

pada aplikasi elektronik Formulir Rekapitulasi Rumah Tangga Pengganti sampai bulan

November 2013 sebanyak 333.331 rumah tangga.

c. Penggunaan Kartu Perlindungan Sosial Sebagai Penanda RTS-PMSalah satu penentu ketepatan sasaran adalah transparansi daftar RTS-PM Raskin

kepada masyarakat. Untuk meningkatkan transparansi mengenai RTS-PM, sejak

Juni 2013 pemerintah mengirimkan Kartu Perlidungan Sosial (KPS) kepada RTS-PM

pada Juni 2013 seiring diberlakukannya program kompensasi pengurangan subsidi

BBM. KPS dikirimkan kepada seluruh 15.530.897 RTS-PM Raskin sebagai penanda

11 Lihat penjelasan Kartu Perlindungan Sosial pada bagian Penetapan Sasaran12 Lihat Bab BLSM dan BSM, KPS digunakan juga untuk mengakses BLSM dan BSM

Page 93: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM80

R A S K I N

kepesertaannya pada 2013 dan 201412. Jumlah KPS per kabupaten/kota sesuai

dengan jumlah RTS-PM Raskin. Keputusan untuk menggunakan KPS sebagai penanda

kepersertaan untuk Raskin dan program lain diambil dengan dasar bukti yang kuat.

Ada paling tidak dua studi yang digunakan sebagai dasar keputusan tersebut.

Pertama, pada 2012 diujicobakan Kartu Raskin bagi sekitar 1,3 juta RTS-PM terpilih di

53 kabupaten/kota (Gambar 40). Bersamaan dengan uji coba Kartu Raskin ini, secara

nasional juga dikirim Daftar Penerima Manfaat ke seluruh desa/kelurahan di Indonesia

(Gambar 41). Selain itu juga dilakukan evaluasi acak penggunaan Kartu Raskin oleh

J-PAL, sebuah lembaga penelitian yang memfokuskan pada RCT (Randomized Control Treatment) di enam kabupaten/kota, tiga di Sumatera dan tiga di Jawa sebanyak 572

desa/kelurahan. Analisis dalam kajian eksperimen ini membandingkan antara wilayah

treatment yaitu wilayah yang diberikan kartu dan wilayah kontrol yaitu wilayah tanpa

kartu.

Gambar 40. Kartu Raskin Ujicoba 2012

Sumber: Kemensos

Gambar 41. Poster Daftar Penerima Manfaat (DPM) 2012

Sumber: TNP2K

Page 94: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

81Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

R A S K I N

Hasil pemantauan Sekretariat TNP2K atas pelaksanaan Kartu Raskin dan evaluasi

eksperimen Kartu Raskin di wilayah uji coba tambahan di enam kabupaten/kota yang

dilakukan oleh J-PAL menunjukkan bahwa kartu telah meningkatkan jumlah kg beras

yang diperoleh RTS-PM. Rata-rata jumlah beras yang diterima di daerah Kartu lebih tinggi

(9–11 kg) dibanding di daerah Non-Kartu (7–9 kg) (Gambar 42). Hasil pengamatan setelah

beberapa waktu menunjukkan bahwa di daerah Kartu, rumah tangga tetap membeli

Raskin dengan alokasi lebih banyak dibandingkan rumah tangga di daerah Non-Kartu.

Rata-rata harga beras di daerah Kartu yang dibayar RTS-PM juga mengalami penurunan.

Harga beras Raskin yang dibayar oleh rumah tangga di daerah Kartu lebih rendah (Rp1.700–

Rp1.900/kg) dibandingkan dengan harga di daerah Non-Kartu (Rp2.000–Rp 2.100)

(Gambar 43).

Temuan ini konsisten dengan temuan dari studi RCT yang menunjukkan bahwa Kartu

sebagai mekanisme perbaikan penyaluran Raskin ternyata makin efektif jika diikuti

dengan sosialisasi yang lebih baik (Gambar 44). Hasil pemantauan Sekretariat TNP2K

pada 2012 juga menunjukkan bahwa tidak semua desa/kelurahan menempelkan Poster

DPM dimaksud dan tidak dilihat oleh RTS-PM dengan alasan kepala desa khawatir

menimbulkan keresahan di pihak masyarakat dan ada anggapan DPM bersifat final.

Gambar 42. Jumlah Kg Beras yang Diterima RTS di Wilayah Kartu dan Non-Kartu

Gambar 43. Rupiah yang Dibayarkan RTS per Kg di Wilayah Kartu dan Non-Kartu

7,27,2

Sumber: Pokja Monev, Set. TNP2K

Sumber: Pokja Monev, Set. TNP2K

Page 95: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM82

R A S K I N

Gambar 44. Jumlah Kg Beras yang Diterima RTS-PM (Eksperimen RCT oleh J-PAL)

d. Perubahan Daftar Penerima Manfaat Raskin Melalui Mekanisme Penggantian dan Penambahan RTS-PM oleh Musdes/MuskelMulai 2012, disediakan dan dilakukan mekanisme penggantian RTS-PM dengan

disebarkan Formulir Rekapitulasi Pengganti (FRP) di seluruh desa/kelurahan, yaitu

mengganti RT yang meninggal, pindah, duplikasi dan dinilai kaya (Gambar 45).

Mekanisme ini diteruskan saat penggunaan KPS. Bila pada 2012 FRP dientri secara

manual, maka pada 2013 dikembangkan aplikasi elektronik untuk entri data RTS yang

diganti dan penggantinya yang dilakukan di tingkat kabupaten/kota oleh kantor

pengawas (Kprk) PT. Pos Indonesia. FRP yang telah disahkan oleh kepala desa/lurah

dan camat diserahkan kepada TKSK yang kemudian menyerahkan kepada sekitar 206

Kprk PT. Pos Indonesia untuk dientri.

Gambar 45. Formulir Rekapitulasi Pengganti Juni-Desember 2012

Sumber: TNP2K

Penentuan dan penetapan RTS-PM pengganti tersebut dilakukan melalui Musdes/

Muskel. Perubahan/penggantian yang diputuskan musdes/muskel tersebut tidak

diperkenankan menambah pagu Raskin di desa/kelurahan tersebut. Rumah Tangga

Pengganti RTS-PM diprioritaskan bagi rumah tangga yang sebelumnya mendapatkan

RTS yang Diganti RTS Pengganti

Sumber: Pokja Monev, Set. TNP2K

Page 96: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

83Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

R A S K I N

Raskin yang memiliki jumlah anggota rumah tangga lebih besar yang terdiri dari

balita dan anak usia sekolah dan/atau kepala rumah tangganya orang lanjut usia,

kepala rumah tangganya perempuan, kondisi fisik rumahnya kurang layak huni, dan/

atau penghasilan lebih rendah dan tidak tetap.

Aplikasi elektronik Formulir Rekapitulasi Rumah Tangga Pengganti dibangun bersama

antara MIS Sekretariat TNP2K, Kemensos dan PT. Pos Indonesia sejak diterbitkannya

KPS pada pertengahan 2013, di mana aplikasi dimaksud disediakan di Kantor Pos

Pemeriksa (Kprk) di tingkat kabupaten/kota. Formulir Rekapitulasi Rumah Tangga

Pengganti hasil mudes/muskel yang berisi data Rumah Tangga yang Diganti

dan Rumah Tangga Pengganti disampaikan kepada Tenaga Kesejahteraan Sosial

Kecamatan (TKSK —di bawah Kementerian Sosial) dan diteruskan kepada Pos Kprk

untuk dimasukkan datanya (data entry) dalam aplikasi dimaksud. Data yang telah

dimasukkan menjadi dasar pengesahan KPS Pengganti oleh Kemensos.

Pada akhir penutupan aplikasi elektronik pemutakhiran KPS sampai bulan November

2013 terdapat 402.861 KPS retur/tarik dengan penggantian sebanyak 333.331 rumah

tangga. Jumlah perubahan ini lebih kecil dari yang diperkirakan. Berdasarkan analisis

terhadap FRP pelaksanaan Program Raskin 2012 dari 500 desa/kelurahan menunjukkan

kecenderungan bahwa mudes/muskel mengganti 9,6 persen dari total RTS-PM di 500

desa tersebut karena alasan RT pindah, meninggal, duplikasi, atau dianggap kaya. Dari

keseluruhan RTS-PM, 6,2 persen diganti karena dianggap kaya, dan 3,7 persen berada

di Desil 1.

e. Penguatan SosialisasiDalam pelaksanaan KPS, Sekretariat TNP2K bersama Tikor Raskin Pusat dan Kementerian

Sosial menyusun dan memproduksi lembar sosialisasi KPS untuk Program Raskin

di tingkat rumah tangga yang dalam pengirimannya disisipkan dalam amplop

pengiriman KPS. Di tingkat daerah dikirimkan surat-surat resmi dari Tikor Raskin Pusat

dan poster KPS untuk Program Raskin berukuran A3 (Gambar 46). Tahap akhir materi

sosialisasi dilakukan oleh Sekretariat TNP2K yang melakukan koordinasi masukan

tentang konten sosialisasi dari K/L terkait. Sekretariat TNP2K juga berkoordinasi

dengan PT. Pos Indonesia dalam proses distribusi bahan sosialisasi tersebut.

Sekretariat TNP2K juga mendukung penyusunan surat-surat resmi terkait langsung

dengan penggunaan KPS untuk Program Raskin. Surat pertama yang dikeluarkan oleh

Mendagri menghimbau Pemda untuk mengalokasikan biaya penyaluran Raskin dari

TD ke TB.

Page 97: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM84

R A S K I N

Sumber: TNP2K

Dalam rangka mendorong perbaikan penggunaan KPS untuk mengakses Program

Raskin 2014, Sekretariat TNP2K dengan dukungan dari PRSF/DFAT melakukan

penguatan sosialisasi pada Juni 2014 dengan pesan (i) Program Raskin 2014 tetap

dilanjutkan dengan skema KPS, (ii) Raskin bukan program bagi rata, (iii) harga tebus

Rp1.600 di TD, (iv) hak penerima adalah 15 kg/RT/bulan. Kegiatan ini dilakukan

dengan (i) direct outreach ke 1.100 kantor desa/kelurahan di 106 kabupaten/kota dan

34 provinsi dengan melakukan pertemuan langsung dengan kepala desa/lurah atau

Satker Raskin, mencatat nomor HP kepala desa/lurah atau Satker Raskin, memasang

poster pada lokasi yang memadai dan mudah dijangkau masyarakat, menyampaikan

surat pegantar sosialisasi dan kontak program Raskin, (ii) distribusi dan pemasangan

20.000 poster di kantor desa, posyandu, puskesmas, mesjid/gereja, dan lokasi strategis

lainnya, (iii) kampanye Public Service Announcement (PSA) di 127 jaringan radio lokal

yang menjangkau 114 kabupaten/ kota, media roadshow di enam kota utama,

talkshow di tiga stasiun radio berjaringan nasional (RRI Pro 3 FM, RDI, dan KBR68H)

masing-masing dua kali.

f. Pemantauan dan Pengembangan Sistem PemantauanSekretariat TNP2K melakukan berbagai analisis data Susenas dan beberapa data

sekunder lain serta melakukan dua kajian pelaksanaan Program Raskin, yaitu pada

2011 oleh SurveyMETER dan 2013 memantau pelaksanaan Program Raskin dengan

KPS. Sekretariat TNP2K bersama Tikor Raskin Pusat juga menginisiasi pengembangan

sistem pemantauan dengan membangun instrumen pemantauan dengan kuesioner

standar dan menggunakan web-based system. Instrumen ini diujicobakan pada

pemantauan di beberapa wilayah antara lain pemantauan di Ternate, Kota Pontianak,

Kabupaten Bengkulu Selatan dan Kabupaten Bengkulu Tengah dan lainnya.

Gambar 46. Materi Sosialisasi Kartu Perlindungan Sosial dan Penggunaannya untuk Raskin

Page 98: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

85Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

R A S K I N

g. Pengelolaan pengaduanSeiring dengan pelaksanaan program kompensasi kebijakan penyesuaian subsidi

BBM disediakan instrumen pengaduan menggunakan portal web LAPOR! (Layanan

Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat!) Unit Kerja Pengawasan dan Pengendalian

Pembangunan Pemerintah (UKP4). LAPOR! ini merupakan sarana pengaduan

berbasis portal web terintegrasi yang dapat diakses oleh masyarakat dengan alamat

www.lapor.ukp.go.id. Pengaduan melalui portal web LAPOR! UKP4 dilakukan

dengan mendaftarkan diri. Masyarakat juga dapat melakukan pengiriman pesan

secara langsung melalui SMS ke nomor 1708. Mekanisme pengaduan berbasis SMS

ini akan secara langsung meneruskan keluhan dan pengaduan ke pelaksana.

Sekretariat TNP2K telah ditunjuk sebagai coordinating agency untuk segala hal terkait

KPS. Sebagai koordinator Sekretariat TNP2K mempunyai tugas mendistribusikan

keluhan atau pertanyaan ke masing-masing K/L pengelola program termasuk Raskin

yang kemudian menangani masalah atau keluhan dan memberikan laporan kepada

koordinator KPS. Tugas lain koordinator adalah menyampaikan informasi kepada

pengadu dan masyarakat.

Khusus pengaduan terkait dengan kepesertaan program, penanganan pengaduan

dilakukan dengan cara person in charge (PIC) program menyampaikan kepada posko

kepesertaan (TNP2K) yang kemudian berkoordinasi dengan Tenaga Kesejahteraan

Sosial Kecamatan (TKSK) pada 2013 untuk melakukan pemeriksaan apakah mudes/

muskel telah dilaksanakan dan menyampaikan informasi mengenai perubahan

kepesertaan kepada pelapor. Selama satu tahun pengelolaan LAPOR! Juni 2013–

Juni 2014 telah diterima laporan masuk khusus Raskin di Sekretariat TNP2K sebagai

administrasi LAPOR! sebanyak 3.429 laporan dimana sebanyak 2.193 laporan telah

didisposisikan kepada Tikor Raskin Pusat. Dari laporan yang telah didisposisikan

tersebut sebanyak 1.253 belum ada tindak lanjut, 32 dalam proses dan 908 dinilai

selesai setelah tidak ada lagi sanggahan atau pertanyaan dari pengadu selama dua

minggu.

Page 99: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM86

R A S K I N

Selain mengelola LAPOR!, Sekretariat TNP2K juga membentuk Posko KPS

yang bertugas menyediakan layanan informasi dan aduan baik melalui surat,

telepon, SMS, maupun kunjungan masyarakat, baik kelompok atau individu

berkaitan dengan KPS, BLSM, dan P4S termasuk Raskin. Saat ini Sekretariat TNP2K

dengan dukungan DFAT akan membantu Tikor Raskin Pusat mengembangkan

sistem pengelolaan pengaduan yang dikelola oleh Tikor Raskin Pusat (dalam

hal ini Kementerian Dalam Negeri) dan uji coba sistem di tingkat kabupaten/kota.

h. Pengembangan MIS RaskinSekretariat TNP2K dengan dukungan dari DFAT membantu Tikor Raskin

mengembangkan MIS yang akan memuat data RTS-PM dan pemutakhirannya, data

operasional, pemantauan, dan pengaduan yang dilengkapi dashboard sebagai alat

pemantauan untuk perbaikan kinerja program. Sistem ini selain akan dibangun di

tingkat pusat juga akan diujicobakan ke tiga provinsi dan masing-masing provinsi

dua kabupaten/kota. Dengan begitu diharapkan sistem di pusat dan daerah bisa

terhubung.

Page 100: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

87Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

R A S K I N

TINDAK LANJUT KE DEPAN

Kebijakan untuk memastikan agar rumah tangga miskin dan rentan tetap dapat

memenuhi kebutuhan pangan terutama beras sangatlah penting. Program Raskin

ke depan semestinya tetap sebagai mekanisme perlindungan sosial yang bertujuan

mengurangi beban pengeluaran rumah tangga sasaran dalam memenuhi kebutuhan

pangan pokok dalam bentuk beras bersubsidi sehingga memberikan peningkatan

ketahanan pangan di tingkat rumah tangga sasaran (RTS).

Bila dilaksanakan dengan baik yaitu diberikan kepada sasaran yang tepat dan masing-

masing rumah tangga sasaran menerima beras utuh sebanyak 15 kg per bulan dengan

harga tebus Rp1.600 per kg maka Program Raskin menjadi andalan dalam mengurangi

kemiskinan. Salah satu upaya yang telah dilakukan untuk memperbaiki ketepatan sasaran

Raskin sebagai program perlindungan sosial, adalah penggunaan Basis Data Terpadu

hasil pendataan PPLS 2011 untuk menentukan RTS-PM Raskin, yang ditandai dengan KPS.

Penyaluran beras Raskin secara tepat, yaitu dengan menyalurkan beras Raskin kepada

RTS pemegang KPS, atau Surat Keterangan Rumah Tangga Miskin (SKRTM) bagi rumah

tangga pengganti, diyakini akan memperbaiki kinerja ketepatan sasaran.

Oleh karena itu, penggunaan kartu menjadi kunci perbaikan program, baik sebagai

penanda bahwa RTS tersebut menjadi sasaran program, juga untuk meningkatkan

transparansi dan memudahkan kerja pelaksana distribusi beras Raskin di lapangan.

Untuk keberlanjutan upaya perlindungan masyarakat miskin, dalam jangka pendek,

Program Raskin sebaiknya diteruskan dengan perbaikan-perbaikan seperti disarankan

di atas. Namun demikian karena kompleksitas permasalahan pada program Raskin,

upaya perbaikan-perbaikan tersebut belum tentu meningkatkan kinerja dan efektifitas

program Raskin. Karena itu, dalam jangka menengah-panjang, TNP2K menyarankan

bantuan beras/pangan untuk diubah modus penyalurannya dari secara fisik (in-kind)

menjadi menggunakan voucher atau electronic-cash untuk pangan beras dan pangan

lainnya. Namun demikian perubahan ini bukan hal yang dapat dilakukan segera. Program

pengganti perlu didisain dan direncanakan dengan cermat dan matang. Untuk itu, perlu

dikembangkan road map yang menggambarkan tahapan phasing-out program Raskin

sekaligus uji coba dan scaling-up program bantuan pangan pengganti Raskin.

Page 101: Menjangkau Masyarakat - TNP2K
Page 102: Menjangkau Masyarakat - TNP2K
Page 103: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

PROGRAMKELUARGA HARAPAN

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM90

PengantarProgram Keluarga Harapan (PKH) merupakan program bantuan tunai bersyarat bagi

rumah tangga/keluarga sangat miskin di Indonesia. Sebagai sebuah bantuan tunai

bersyarat, peserta PKH mendapatkan bantuan tunai apabila memenuhi kewajibannya

di bidang pendidikan dan kesehatan. Pelaksanaan PKH bertujuan untuk mengurangi

kemiskinan dalam jangka pendek dan jangka panjang. Usaha pengurangan kemiskinan

jangka pendek dilakukan melalui pemberian bantuan tunai yang dibayarkan empat kali

dalam setahun. Pengurangan kemiskinan jangka panjang diharapkan terjadi melalui

investasi di bidang kesehatan dan pendidikan anak yang pada akhirnya meningkatkan

kualitas sumber daya manusia di jangka panjang.

PKH diluncurkan sebagai sebuah program bantuan sosial yang bersifat uji coba pada tahun

2007. Pelaksanaan uji coba ini dilakukan oleh UPPKH Pusat di bawah Direktorat Jenderal

Jaminan Sosial Kementerian Sosial. Pada awalnya, PKH dilaksanakan di tujuh provinsi,

48 kabupaten/kota dan melayani 387.928 peserta PKH. Dalam perkembangannya, pada

tahun 2011, PKH menjadi sebuah program nasional. Implikasi dari perubahan status

program ini adalah bertambahnya wilayah dan cakupan peserta PKH. Pada tabel 11

terlihat bahwa, pada tahun 2013, PKH dilaksanakan di 33 provinsi dan 333 kabupaten/

kota di Indonesia yang mencakup 2,4 juta peserta.

Seiring dengan perubahan status menjadi program nasional, PKH menjadi salah

satu program utama di Kementerian Sosial. Realisasi besaran bantuan yang

disampaikan kepada penerima manfaat meningkat dari Rp508 miliar pada tahun

2007 mencapai Rp2,94 triliun. Pada tahun 2014, anggaran yang disiapkan untuk

PKH mencapai Rp5,1 triliun. Peningkatan ini dibutuhkan untuk mengakomodasi

peningkatan jumlah bantuan kepada peserta dan penambahan sasaran menjadi 3,2

juta keluarga melalui kebijakan perluasan wilayah baik ekspansi maupun saturasi.

Sumber: UPPKH-Kemensos, 2014

Tabel 11. Peserta dan Jumlah Lokasi PKH Menurut Tahun Kepesertaan 2007–2014

Page 104: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

91Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

PROGRAMKELUARGA HARAPAN

TANTANGAN PELAKSANAAN PKH

Saat TNP2K terbentuk di tahun 2010 dengan salah satu mandat utama adalah untuk

memperbaiki desain dan mekanisme program berbasis rumah tangga, PKH merupakan

salah satu program yang jadi fokus utama untuk ditingkatkan kinerja dan efektivitasnya.

Bersama-sama dengan UPPKH dan Bappenas, TNP2K melakukan kajian-kajian untuk

mengidentifikasi aspek-aspek desain dan pelaksanaan program yang perlu diperbaiki

dan ditingkatkan.

EFEKTIVITAS DAN CAPAIAN PKH

Evaluasi terhadap pelaksanaan PKH dilakukan dengan menggunakan penelitian

kuantitatif pada kelompok yang menerima PKH maupun yang tidak menerima PKH.

Dengan menggunakan hasil evaluasi jangka pendek ini, Bappenas (2009) dan World

Bank (2011) menunjukkan bahwa PKH berhasil meningkatkan konsumsi dalam jangka

pendek dan meningkatkan pemanfaatan fasilitas kesehatan. Dampak positif pada

bidang kesehatan ditunjukkan dengan perbaikan tumbuh kembang anak di antara

peserta PKH dan peningkatan pemanfaatan pelayanan antenatal dan postnatal ibu-ibu dari peserta PKH (kunjungan ke posyandu naik tiga persen, pemantauan

pertumbuhan anak naik lima persen, dan kegiatan imunisasi naik 0,3 persen)13.

Pengaruh positif PKH di kesehatan dasar ini sayangnya belum diikuti dengan pengaruh

positif dan kuat di bidang pendidikan. World Bank (2011) menemukan bahwa pengaruh

PKH di bidang pendidikan cenderung terbatas. PKH hanya mampu memperpanjang

waktu anak yang sudah masuk ke dalam sistem pendidikan secara marginal. Sayangnya,

studi belum menemukan bukti bahwa PKH memiliki dampak yang signifikan pada

indikator-indikator utama pendidikan seperti partisipasi (murni dan kasar) pendidikan

menengah, tingkat drop out, tingkat kehadiran dan prevalensi anak bekerja.

Hasil awal evaluasi dampak jangka panjang yang dilakukan oleh TNP2K pada tahun

2013/2014—sebagai kelanjutan evaluasi dampak sebelumnya yang dilakukan oleh

Bank Dunia—menunjukkan keberadaan dampak signifikan kepesertaan PKH pada

beberapa indikator jangka panjang pendidikan dan kesehatan. Hasil ini ditandai dengan

peningkatan tingkat partisipasi murni sekolah menengah pertama sebesar 2,6 persen

setelah enam tahun kepesertaan PKH. Durasi kepesertaan enam tahun ini juga berhasil

menurunkan angka putus sekolah sebesar 0,7 persen dan prevalensi tingkat tenaga kerja

anak sebesar 1,3 persen.

Kepesertaan PKH selama enam tahun juga berdampak positif di bidang kesehatan.

13 Data untuk melakukan evaluaisi jangka panjang sudah tersedia. Hasil dari evaluasi jangka panjang ini belum dilakukan sehingga tidak bisa dilaporkan dalam dokumen ini.

Page 105: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

PROGRAMKELUARGA HARAPAN

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM92

Hasil evaluasi dampak 2013 menunjukkan bahwa kepesertaan PKH selama enam

tahun berhasil meningkatkan tingkat kelahiran dibantu bidan bersertifikat sebesar 6,4

persen dan kelahiran di fasilitas kesehatan sebesar 6,8 persen. Seiring dengan dampak

positif ini, keberadaan PKH juga berdampak positif terhadap tingkat imunisasi lengkap

sesuai jadwal umur (terjadi peningkatan sebesar 3,5 persen). Meskipun terjadi dampak

positif di ketiga indikator di atas, kepesertaan PKH malah menurunkan preferensi untuk

melakukankunjungan postnatal ke fasilitas kesehatan masih rendah. Hasil ini ditunjukkan

dengan penurunan kunjungan postnatal ke fasilitas kesehatan sebesar 0,23 kali.

Keberhasilan pelaksanaan PKH sebagai bantuan tunai bersyarat tergantung kepada

kegiatan verifikasi untuk memantau kepatuhan rumah tangga dalam memenuhi

kewajiban. Bentuk kewajiban setiap rumah tangga ditentukan oleh karakteristik dari

setiap peserta PKH. Untuk peserta yang memiliki bayi yang baru lahir dan balita harus

melakukan minimal dua kali kunjungan postnatal, mendapatkan satu set lengkap

imunisasi, vitamin A dua kali dalam setahun dan rutin melakukan pemeriksaan berat

badan; ibu hamil harus melakukan empat kali kunjungan perawatan prenatal, meminum

tablet zat besi selama kehamilan dan melahirkan bayi mereka dengan bantuan dari

bidan atau tenaga kesehatan terlatih. Sementara anak usia sekolah dasar sampai tingkat

sekolah menengah harus mendaftarkan diri di sekolah dan memiliki setidaknya tingkat

kehadiran minimal 85 persen.

Penyaluran bantuan PKH dilakukan dalam empat tahap setiap tahunnya. Verifikasi

dilakukan untuk memastikan jumlah bantuan yang akan disalurkan sesuai dengan

terpenuhinya kewajiban. Dari hasil analisis terhadap data penyaluran, mayoritas

penyaluran PKH diberikan kepada Anggota Rumah Tangga (ART) usia sekolah dasar.

Gambar 47. Jumlah ART Penerima Manfaat PKH 2013

25.038

942.069 922.632

Jum

lah

ART

(rib

uan)

BUMIL/NIFAS BALITA ANAK SETARA SD ANAK SETARA SMP

Tahap 1(2012)

Tahap 2(2012)

Tahap 3(2012)

Tahap 4(2012)

Tahap 1(2013)

Tahap 2(2013)

0

500

1.000

2.000

3.000

1.500

3.500

2.500

Sumber: UPPKH-Kemensos, diolah oleh TNP2K, 2013

PELAKSANAAN VERIFIKASI PKH

Page 106: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

93Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

PROGRAMKELUARGA HARAPAN

Meskipun peran verifikasi sangat penting dalam kegiatan PKH, analisis TNP2K

menunjukkan bahwa verifikasi lengkap masih dilakukan secara parsial. Pada pembayaran

tahap dua tahun 2013, TNP2K menemukan bahwa verifikasi hanya dilakukan kepada rata-

rata 60 persen dari peserta PKH. Meskipun persentase verifikasi ini masih lebih tinggi

dibandingkan dengan verifikasi pada tahap pertama tahun 2013, analisis ini menunjukkan

bahwa masih terdapat 40 persen peserta yang tidak mengalami verifikasi yang lengkap.

Lebih lanjut, di antara empat jenis syarat kepesertaan PKH, verifikasi yang paling rendah

terjadi untuk peserta ibu hamil dan nifas. Pada tahap dua, tahun 2013, verifikasi untuk

kelompok ini hanya terjadi untuk 55,2 persen dari peserta ibu hamil dan ibu nifas.

Gambar 48. Persentase Jumlah ART yang Berhasil Diverifikasi 3 Bulan Berturut-Turut

Sumber: UPPKH-Kemensos, diolah oleh TNP2K, 2013

Page 107: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

PROGRAMKELUARGA HARAPAN

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM94

KECUKUPAN NILAI BANTUAN PKH

Bantuan tunai PKH berfungsi sebagai insentif bagi peserta PKH untuk menjalankan

kewajibannya dalam program PKH. Sejak dimulainya program ini, manfaat yang

diterima oleh peserta PKH dibagi menjadi dua komponen manfaat, yaitu bantuan

tetap dan bantuan berdasarkan kriteria yang besarannya dihitung berdasarkan kriteria

manfaat yang ada di masing-masing peserta PKH. Pada Tabel 12 terlihat bahwa bantuan

maksimum yang bisa diterima oleh satu peserta PKH adalah Rp2.200.00014 sedangkan

bantuan minimum yang dapat diperoleh oleh peserta PKH adalah Rp600.000.

Tabel 12: Besaran Bantuan PKH 2007–2013

Komponen BantuanBantuan Tetap

Bantuan bagi RTSM dgn:

Anak Usia Balita/ Ibu Hamil/Menyusui

Anak Usia SD/MI

Anak Usia SMP/MTs

Rata-rata bantuan/RTSM

Bantuan maksimum/RTSM

Besar Bantuan200.000

600.000

400.000

800.000

1.390.000

2.200.000

Dari awal penerapan PKH tahun 2007 hingga 2013, bantuan PKH tidak mengalami

perubahan secara nominal. Besaran bantuan ini tidak pernah disesuaikan dengan

perubahan tingkat harga maupun perubahan harga yang menyusun garis kemiskinan.

Tidak meningkatnya nilai bantuan PKH selama lima tahun menyebabkan besaran

bantuan PKH menurun secara riil. Penurunan kemampuan riil ini berpotensi mengurangi

insentif rumah tangga dalam menjalankan persyaratan PKH.

DURASI KEPESERTAAN PKH

Meski Program Keluarga Harapan termasuk program jangka panjang, namun kepesertaan

PKH tidak akan bersifat permanen. Bila rumah tangga penerima sudah tidak memenuhi

persyaratan program, maka rumah tangga tersebut keluar dari program secara alamiah

atau disebut juga graduasi secara alamiah (natural exit). Natural exit terjadi ketika rumah

tangga/keluarga tersebut tidak lagi sesuai dengan kriteria PKH, yaitu terdapat: wanita

hamil, anak balita atau anak berumur di bawah 18 tahun yang masih bersekolah di

bangku pendidikan dasar (SD dan SMP).

Desain awal PKH menetapkan durasi kepesertaan penerima maksimal enam tahun. Pada

Sumber: Bappenas, TNP2K, 2013

14 Keberadaan bantuan maksimum ini tidak berarti bahwa kewajiban untuk menjalankan persyaratan PKH hanya dilakukan oleh anggota rumah tangga yang menerima PKH. Kewajiban untuk menjalankan persyaratan PKH akan ditanggung secara renteng oleh semua anggota rumah tangga yang memenuhi persyaratan PKH. Pelanggaran terhadap kewajiban PKH oleh satu anak (meskipun tidak dibayar oleh PKH karena batas maksimum bantuan PKH) tetap akan diberikan penalti sesuai dengan peraturan PKH. Rumah Tangga yang memiliki 1 satu anak balita, tiga anak SD dan satu anak SMP seharusnya menerima Rp2.800.000 per tahun. Tetapi karena besar bantuan maksimum, rumah tangga ini hanya akan menerima Rp2.2000.000. Pelanggaran terhadap persyaratan PKH yang dilakukan oleh salah satu anggota rumah akan ditannggung renteng oleh semua anak di rumah tangga itu.

Page 108: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

95Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

PROGRAMKELUARGA HARAPAN

tahun ketiga kepesertaan, akan dilakukan kegiatan resertifikasi untuk melihat kelayakan

peserta PKH untuk tetap menerima PKH pada tahun keempat. Meskipun sudah

direncanakan sejak tahap perencanaan tahun 2007, pelaksanaan resertifikasi untuk kohor

tahun 2007 yang seharusnya dilakukan pada tahun 2010 tidak pernah dilakukan.

KOMPLEMENTARITAS PKH

Integrasi program-program bantuan sosial akan memberikan dampak multiplier yang

besar terhadap pengurangan kemiskinan di Indonesia. Meskipun integrasi ini sangat

penting, studi TNP2K menunjukkan bahwa komplementaritas antara PKH dan bantuan

sosial lainnya masih terbatas. Pada Gambar 49. Komplementaritas PKH dengan Program

Bantuan Sosial Lain (%), terlihat bahwa komplementaritas yang tinggi terjadi di Raskin

dan Jamkesmas. Sedangkan komplementaritas antara PKH dan BSM masih rendah. Hasil

resertifikasi PKH Kohor 2007 dan 2008 menunjukkan, lebih dari 90 persen peserta PKH

yang graduasi masih memperoleh program Raskin, namun perlu dipastikan jumlah yang

diterima, harga yang dibayarkan dan waktu penerimaan. Diperlukan kepastian rumah

tangga yang graduasi tersebut masih dapat memperoleh program Raskin.

Gambar 49. Komplementaritas PKH dengan Program Bansos Lain (%)

Sumber: Hasil Resertifikasi PKH Kohor 2007 dan 2008, TNP2K, 2014

KEBIJAKAN PERBAIKAN PROGRAM

a. Pengembangan PKH Sebagai Program Nasional Pada tanggal 20 Juli 2011, melalui rapat pleno TNP2K yang dipimpin Wakil Presiden

RI, PKH disetujui untuk menjadi program nasional yang dilaksanakan oleh enam

kementerian. Sebagai suatu program nasional, PKH mulai mencakup 33 provinsi pada

2013, dan secara bertahap cakupannya terus meningkat. Diharapkan pada tahun

2014, PKH mencakup 333 kabupaten/kota di Indonesia. Seiring dengan peningkatan

status ini, sasaran jumlah peserta PKH meningkat menjadi 3,2 juta peserta pada tahun

201415.

15 Karena keterbatasan anggaran, target peserta ini direvisi pada tahun 2014. Target pada tahun 2014 adalah 2,9 juta peserta PKH

Page 109: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

PROGRAMKELUARGA HARAPAN

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM96

PENYUSUNAN BUKU KERJA PKH

Perubahan status ini membutuhkan kesamaan pemahaman dan koordinasi yang lebih

intensif dari ke semua pemangku kepentingan PKH seperti Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Kesehatan

(Kemenkes) dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans). Kesamaan

pemahaman dan koordinasi ini dibutuhkan demi kelancaran pelaksanaan dan sinergitas

PKH dengan bantuan sosial berbasis rumah tangga lainnya.

Pada tahun 2011, TNP2K melakukan inisiasi penyusunan Buku Kerja Pedoman

Pelaksanaan Program Keluarga Harapan. Buku kerja ini merangkum semua informasi

terkait pelaksanaan PKH dan sinergi pelaksanaan PKH dengan program perlindungan

sosial terkait lainnya. Untuk menjamin kemudahan pemahaman, penulisan buku kerja

diselaraskan dengan kerangka berpikir mulai dari hal yang bersifat umum dan kebijakan

hingga hal-hal bersifat teknis dan spesifik seperti formulir-formulir yang digunakan.

Buku ini diharapkan menjadi manual atas pelaksanaan PKH yang berguna bagi semua

pemangku kepentingan dari semua level pemerintahan.

Gambar 50. Buku Kerja Pelaksanaan Program Keluarga Harapan

PERBAIKAN DAN ANALISIS PERLUASAN PKH

Pada rapat pleno TNP2K juga diputuskan pergeseran target peserta PKH dari rumah

tangga menjadi keluarga. Satu rumah tangga bisa memperoleh lebih dari satu nomor

PKH jika dalam rumah tangga tersebut terdapat lebih dari satu keluarga yang memenuhi

persyaratan PKH. Perubahan ini untuk mengakomodasi prinsip bahwa keluarga (yaitu

orang tua–ayah, ibu–dan anak) adalah satu orang tua memiliki tanggung jawab terhadap

pendidikan, kesehatan, kesejahteraan dan masa depan anak. Karena itu keluarga adalah

unit yang sangat relevan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam

Sumber: TNP2K

Page 110: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

97Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

PROGRAMKELUARGA HARAPAN

upaya memutus rantai kemiskinan antar generasi. Beberapa keluarga dapat berkumpul

dalam satu rumah tangga yang mencerminkan satu kesatuan pengeluaran konsumsi

(yang dioperasionalkan dalam bentuk satu dapur).

Rapat ini juga menghasilkan kebijakan terkait metodologi perluasan wilayah PKH.

Perbaikan terkait dengan wilayah sasaran perluasan PKH dilakukan dengan memanfaatkan

informasi mengenai mengenai ketersediaan fasilitas kesehatan dan pendidikan, jumlah

rumah tangga yang memenuhi syarat kepesertaan PKH. Bekerjasama dengan Bappenas,

TNP2K memberikan saran mengenai strategi perluasan PKH. Dalam memberikan arahan

kebijakan ini, TNP2K dan Bappenas menggunakan informasi yang terdapat di Podes

(Survei Potensi Desa), PPLS dan SIM PKH.

PENINGKATAN NILAI BANTUAN PKH

Pada tahun 2013, Pemerintah RI menetapkan kenaikan bantuan PKH. Peningkatan

bantuan PKH ini merupakan bagian dari paket kompensasi kenaikan BBM pada tahun

2013. Dengan membandingkan Tabel 12 dan Tabel 13, terlihat bahwa peningkatan ini

terjadi di bantuan tetap dan bantuan per komponen PKH. Untuk mengkompensasi

kenaikan ini, jumlah maksimum bantuan per peserta PKH juga meningkat menjadi

Rp2.800.000. Implikasi logis dari peningkatan ini adalah rerata bantuan yang diterima

oleh satu peserta meningkat dari Rp1.400.000 per tahun menjadi Rp1.800.000.

Tabel 13. Bantuan PKH Mulai Tahun 2013

Komponen BantuanBantuan Tetap

Bantuan bagi RTSM dgn:

Anak Usia Balita/ Ibu Hamil/Menyusui

Anak Usia SD/MI

Anak Usia SMP/MTs

Rata-rata bantuan/RTSM

Bantuan minimum/RTSM

Bantuan maksimum/RTSM

Kenaikan Tahun 2013300.000

1.000.000

500.000

1.000.000

1.800.000

1.300.000

2.800.000

DURASI KEPESERTAAN PKH: STRATEGI TRANSFORMASI PKHAdanya ketentuan bahwa peserta tidak selamanya menerima bantuan tunai

menjadi alasan perlunya mempertimbangkan aspek keberlanjutan. Pertama, adalah

mempertahankan perilaku positif terkait dengan kondisi PKH, yakni dalam mengakses

dan memanfaatkan layanan pendidikan dan kesehatan tetap berlanjut meskipun

mereka sudah tidak menjadi peserta. Kedua, menghindari retrieval syndrome, yaitu efek-

efek negatif yang dapat timbul akibat putusnya bantuan saat mereka tidak lagi menjadi

peserta PKH. Ketiga, memfasilitasi dan memastikan bahwa peserta khususnya yang

Sumber: UPPKH & TNP2K

Page 111: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

PROGRAMKELUARGA HARAPAN

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM98

masih miskin menerima atau menjadi peserta program-program lain yang diperlukannya

sehingga upaya peningkatan kesejahteraan dapat terus berlanjut. Strategi untuk dapat

memastikan kesinambungan perilaku, menghindari shock, dan memfasilitasi program-

program lanjutan bagi mantan peserta ini membutuhkan kebijakan atau pengaturan

terkait transisi dan graduasi peserta PKH. Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan dan

aturan transisi dan graduasi membutuhkan informasi terbaru mengenai kondisi sosial

dan ekonomi dari peserta PKH. Informasi tersebut akan digali secara khusus dari kegiatan

resertifikasi.

Meskipun Pedoman Umum Program Keluarga Harapan tahun 2007 menyebutkan bahwa

resertifikasi peserta PKH dilakukan pada tahun ketiga kepesertaan, dalam perjalanannya

resertifikasi ini tidak dapat dipenuhi. Oleh sebab itu, dengan mempertimbangkan

kemampuan pelaksanaan dan efisiensi, resertifikasi selanjutnya ditetapkan dilakukan

pada tahun kelima kepesertaan PKH.

Resertifikasi atau pendataan ulang merujuk pada konsep penilaian kriteria kepesertaan

dan status sosial ekonomi peserta PKH. Konsep ini tertulis dalam Pedoman Umum PKH

2007 saat program diluncurkan. Pada konteks pemanfaatan resertifikasi sebagai input penyusunan ketentuan graduasi, maka pengertian resertifikasi dapat diperluas menjadi

“sebuah upaya yang dilakukan tidak hanya untuk mendeteksi kondisi sosial ekonomi

peserta PKH, tetapi juga untuk menggali informasi tentang keikutsertaan peserta PKH

dalam program-program kemiskinan dan/atau bantuan sosial lainnya, serta menjajaki

keinginan dan keberlanjutan peserta PKH ke dalam program-program penanggulangan

kemiskinan dan perlindungan sosial lainnya.”

Gambar 51. Resertifikasi dan Implikasinya Terhadap Status Kepesertaan PKH

RESERTIFIKASI

Sumber: Bappenas, Kemensos, TNP2K, 2013

Pada tahun 2013, dilaksanakan resertifikasi PKH untuk pertama kalinya, kegiatan

pencacahan dilakukan pada peserta PKH Kohor 2007 dan 2008. Pencacahan dilakukan

Page 112: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

99Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

PROGRAMKELUARGA HARAPAN

pada 626.386 RT PKH di 13 provinsi, 72 kabupaten dan 631 kecamatan. Pendamping

menjadi motor utama dalam pelaksanaannya, sekitar 2.730 pendamping menjadi

enumerator pengumpul data di lapangan.

Gambar 52. Berkas Kuesioner Resertifikasi Untuk Kohor 2007 dan 2008

Untuk menunjang pelaksanaan kegiatan resertifikasi PKH tersebut juga dikembangkan

Sistem Pengaduan Berbasis Masyarakat atas Hasil Resertifikasi. Rumah tangga dapat

melakukan pengaduan hasil resertifikasi PKH sesuai dengan mekanisme yang sudah

diatur, dan pengaduan tersebut dibahas dan disetujui dalam forum tokoh lingkungan

setempat yang sesuai dengan mekanisme pengaduan hasil resertifikasi PKH. Kegiatan

pengaduan pasca resertifikasi ini, memperlihatkan adanya keterlibatan aktif dari para

tokoh di lingkungan setempat peserta PKH dalam program.

Gambar 53. Mekanisme Pengaduan Resertifikasi PKH

Sumber: Bappenas, Kemensos, TNP2K, 2014

Sumber: TNP2K

Page 113: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

PROGRAMKELUARGA HARAPAN

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM100

Paska resertifikasi, peserta PKH akan memasuki periode transformasi. Dalam periode ini,

rumah tangga yang masih dianggap sangat miskin dan memenuhi syarat kepesertaan

PKH akan memasuki fase transisi selama tiga tahun. Dalam masa transisi ini, peserta

PKH akan tetap menerima bantuan PKH dan dipastikan menjadi sasaran untuk program

perlindungan sosial lainnya, juga diwajibkan untuk memperoleh penguatan kapasitas

dalam kegiatan Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2), yang di dalam

kegiatan tersebut, peserta PKH akan memperoleh pengetahuan dari empat modul yang

disepakati, yaitu: modul ekonomi, pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan keluarga.

Sebaliknya, peserta PKH yang sudah tidak dianggap miskin atau tidak memenuhi

syarat kepesertaan PKH akan memasuki fase graduasi. Dalam fase ini, peserta tidak lagi

menerima bantuan PKH. Rumah tangga ini masih berhak menerima program bantuan

sosial lainnya, sebagai bagian program graduasi untuk mencegah rumah tangga/

keluarga tersebut tidak menjadi miskin lagi. Program graduasi yang diberikan disesuaikan

dengan karakteristik rumah tangga hasil resertifikasi. Hal ini berarti, maksimum durasi

kepesertaan PKH menjadi sembilan tahun.

Untuk memastikan kesamaan pengertian dan pemahaman mengenai kebijakan

transformasi PKH dan mekanisme pelaksanaan pembagian hasil dan pengaduan atas

hasil resertifikasi, TNP2K terlibat dalam penyusunan buku pedoman umum transformasi

dan beberapa buku petunjuk teknis terkait pengaduan resertifikasi bersama Bappenas

dan UPPKH. Buku-buku ini dibagikan kepada semua pemangku kepentingan PKH baik di

pusat maupun di kecamatan.

Sumber: TNP2K

Gambar 54. Pertemuan Pembagian Hasil Resertifikasi dan Pengaduan Atas Hasil Resertifikasi

Page 114: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

101Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

PROGRAMKELUARGA HARAPAN

Gambar 55. Pedoman Umum Transformasi PKH

MENDORONG SERTA MEMASTIKAN KOMPLEMENTARITAS PKH DAN BSM

Siswa dari rumah tangga peserta PKH seharusnya mendapatkan program Bantuan

Siswa Miskin (BSM). Hal ini juga telah dicantumkan di dalam Pedoman Umum BSM

Kemendikbud dan Kemenag. Selain itu sudah ada Surat Edaran dari Dirjen Pendidikan

Islam No: Dj.1/PP.04/51.2014, Kementerian Agama mengenai prioritas anak peserta PKH

untuk memperoleh BSM dari Kemenag.

Sumber: TNP2K

Page 115: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

PROGRAMKELUARGA HARAPAN

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM102

MENGEMBANGKAN SISTEM MONITORING MELALUI PENGUATAN DAN PENYEMPURNAAN SIM-PKH SEBAGAI SISTEM MONITORING PROGRAM

SIM-PKH merupakan instrumen utama dalam pengendalian pelaksanaan program perlu

ditingkatkan dan dioptimalkan pemanfaatannya. Untuk menunjang pemanfaatan SIM

sebagai alat pemantauan pelaksanaan PKH, TNP2K dan UPPKH telah bekerjasama dalam

mengembangkan sebuah dashboard Sistem Monitoring dan Analisis Reguler Triwulanan

–Program Keluarga Harapan (SMART-PKH). Sistem ini menyajikan visualisasi data dari

pelaksanaan PKH yang diolah dengan metodologi statistik.

Gambar 56. Tampilan Aplikasi Dashboard SMART-PKH

Sumber: Kemensos, TNP2K, 2013

Dashboard SMART-PKH menyajikan statistik dan analisis yang dapat dikelompokkan

berdasarkan:

a. Level wilayah (nasional, provinsi, atau kabupaten kota)

b. Satuan waktu (per tahun, per tahap pembayaran atau urutan waktu antar-tahap

pembayaran)

c. Urutan proses (verifikasi, pemenuhan kewajiban, dan pembayaran serta pengurangan

dana)

Page 116: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

103Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

PROGRAMKELUARGA HARAPAN

Selain itu, untuk setiap kategori layanan RTSM/KSM atau kategori individu statistik

digambarkan dalam beberapa jenis tampilan deskriptif.

Gambar 57. Contoh Hasil Analisis Rata-Rata Penyaluran Dana RTSM/KSM

(Penyaluran Tahap 2 - 2013) - Tingkat Provinsi

Sumber: Kemensos, TNP2K, 2014

Saat ini, sistem monitoring ini telah memuat analisis sampai dengan penyaluran tahap

ke-2 tahun 2013 dan masih terus dalam tahapan pengembangan, diperlukan kepastian

mengenai sistem pengelolaan di UPPKH serta proses knowledge transfer melalui

peningkatan kapasitas SDM di UPPKH dalam melakukan pengolahan dan penguasaan

terhadap teknis dan metodologi analisis yang digunakan.

Selain itu, TNP2K juga membantu memperbaiki proses pemutakhiran dan pengelolaan

data SIM-PKH sehingga dapat mengintegrasikan sistem data yang diperlukan oleh

program lainnya. Hal ini dilakukan guna memastikan kemudahan program perlindungan

Page 117: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

PROGRAMKELUARGA HARAPAN

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM104

sosial lainnya untuk memperoleh basis data awal yang dapat membantu terjadinya

komplementaritas program terhadap peserta PKH. Beberapa indikator kunci program

lainnya (seperti: kode NPSN untuk program BSM, anak usia sekolah yang bekerja untuk

program PPA-PKH) harus dapat diintegrasikan ke dalam sistem.

MENGEMBANGKAN UJI COBA PENERAPAN KEUANGAN INKLUSIF PADA PKH

Usaha pertama yang pernah dilakukan untuk meningkatkan akses perbankan kepada

peserta PKH adalah dengan melalui pilot kerjasama penyaluran bantuan PKH melalui

rekening BRI TabunganKu pada tahun 2012. Pelaksanaan kegiatan melalui bank ini

dilakukan di 15 kabupaten/kota untuk 100.827 penerima PKH. Pelaksanaan kerjasama ini

terbentur dengan regulasi perbankan dari Bank Indonesia seperti ketentuan penggunaan

KTP, waktu operasional dari bank, prosedur penarikan uang melalui teller dan kewajiban

untuk menyisakan saldo sebesar Rp20.000.

Belajar dari kegagalan uji coba dengan menggunakan BRI, TNP2K, Bappenas dan UPPKH

berencana melakukan uji coba pembayaran bantuan PKH dengan menggunakan uang

elektronik. Uji coba juga akan membantu peningkatan pemahaman di bidang keuangan

dan budaya menabung serta menyediakan saluran penyaluran yang cocok yang

diutamakan adalah saluran yang telah tersedia namun belum dimanfaatkan, seperti

UPLK (Unit Perantara Layanan Keuangan) atau agen penyaluran. Uji coba akan dilakukan

pada 3.000 rumah tangga PKH Kohor 2007 yang transisi dan akan dilakukan bersama

tiga bank swasta dan pemerintah. Namun jumlah ini akan sangat ditentukan dengan

pertimbangan kemampuan teknologi yang dimiliki serta ketersediaan sinyal di wilayah

yang ditentukan.

MERANCANG STRUKTUR ORGANISASI DALAM RANGKA MENINGKATKAN CAKUPAN MENJADI 3,2 JUTA PESERTA

Peningkatan sasaran PKH menjadi 3,2 peserta pada tahun 2014 membutuhkan struktur

organisasi baru yang diisi dengan petugas profesional. Pada rapat pleno pada tahun 2011,

atas masukan Prof. Tarsicio Castenada, tenaga ahli internasional yang berpengalaman

memberi masukan pada bantuan tunai bersyarat di beberapa negara menyarankan

sebuah struktur organisasi yang mencerminkan fungsi-fungsi yang melekat pada PKH

sebagai sebuah program bantuan tunai bersyarat. Struktur organisasi tersebut terus

dibahas dan disempurnakan, termasuk terakhir adalah usulan dari GIZ. Meskipun

demikian, karena keterbatasan sumber daya di Kemensos, struktur organisasi tersebut

belum diterapkan.

Page 118: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

105Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

PROGRAMKELUARGA HARAPAN

Menjangkau Masyarakat Miskin Dan Rentan, Serta Mengurangi Kemiskinan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN, DAN MEKANISME PROGRAM

MENDORONG PENINGKATAN KOORDINASI DALAM PELAKSANAAN PKH

Pelaksanaan PKH sebagai sebuah program bantuan tunai bersyarat membutuhkan

koordinasi dan kerjasama dengan kementerian terkait. Kerjasama dengan Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama dibutuhkan untuk memastikan

bahwa pihak sekolah melakukan verifikasi atas kehadiran siswa dari peserta PKH.

TINDAK LANJUT KE DEPAN

Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan salah satu program nasional bantuan

sosial berbasis rumah tangga. Meskipun hasil evaluasi menunjukkan bahwa PKH cukup

berhasil mencapai beberapa tujuan dalam tiga tahun, PKH masih membutuhkan sebuah

desain baru PKH untuk meningkatkan efektivitas dalam mencapai tujuan jangka panjang

memotong kemiskinan antar waktu. Perubahan ini bisa dilakukan dengan merubah atau

menambah kondisionalitas maupun penambahan cakupan bantuan PKH. Desain baru

ini juga mekanisme untuk meningkatkan komplementaritas PKH dengan bantuan sosial

lain maupun dengan program lain (seperti bantuan peningkatan kapasitas anggota

rumah tangga PKH dan penguatan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)) baik yang

dikelola oleh pemerintah pusat maupun daerah. Langkah awal dari perbaikan desain ini

adalah peningkatan koordinasi antara UPPKH dengan kementerian lain dan pemerintah

daerah.

Salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam perbaikan desain PKH adalah

ketersediaan akses ke fasilitas pendidikan dan kesehatan. Desain PKH saat ini membutuhkan

Page 119: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

PROGRAMKELUARGA HARAPAN

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM106

ketersediaan akses ke fasilitas pendidikan dan kesehatan. Di sisi lain, informasi dari Data

Potensi Desa (Podes) dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menunjukkan bahwa

sebagian wilayah kantong-kantong kemiskinan di Indonesia memiliki keterbatasan akses

ke fasilitas pendidikan dan kesehatan. Keterbatasan akses ini menyebabkan wilayah ini

tidak bisa dijadikan sasaran pengembangan wilayah baru PKH. Oleh sebab itu dibutuhkan

sebuah desain khusus untuk daerah-daerah yang memiliki keterbatasan akses fasilitas

kesehatan dan pendidikan.

Tindak lanjut lain adalah perbaikan metodologi verifikasi. Sebagaimana disebutkan di

bagian sebelumnya, verifikasi bidang kesehatan masih lemah sehingga membutuhkan

peningkatan metodologi. Saat ini TNP2K dan PRSF akan melakukan uji coba mengenai

alternatif metodologi verifikasi di bidang kesehatan. Uji coba ini melibatkan kerjasama

petugas kesehatan di kecamatan dan teknologi pesan singkat. Hasil dari studi ini baru

akan diperoleh pada tahun 2015–2016.

Di samping hal di atas, PKH juga membutuhkan pengembangan sumber daya yang kuat

untuk menunjang pengembangan PKH ke depan. Salah satu perbaikan yang dibutuhkan

adalah terkait dengan struktur organisasi PKH. Struktur organisasi PKH harus lebih efisien,

disusun berdasarkan fungsi dalam pelaksanaan PKH dan dikelola oleh manajer yang

profesional. Perbaikan yang tidak kalah pentingnya adalah peningkatan kualitas sumber

daya manusia baik di pusat maupun di daerah. Peningkatan ini bisa dilakukan dengan

evaluasi atas kinerja selama ini dan, jika dibutuhkan, pelatihan ulang untuk meningkatkan

kompetensi dari setiap sumber daya manusia PKH.

Page 120: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)

Page 121: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM108

PROGRAM NASIONALPEMBERDAYAAN MASYARAKAT

PengantarSebagai upaya percepatan penanggulangan kemiskinan, prioritas jangka pendek-

menengah yang dilaksanakan oleh TNP2K antara lain adalah mendorong upaya

penyempurnaan/pemantapan pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dan

mengintegrasikan program pemberdayaan masyarakat ke dalam PNPM Mandiri. Dalam

rangka kesinambungan dan penajaman prioritas pembangunan nasional sebagaimana

termuat dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas

Pembangunan Nasional, Presiden memberikan instruksi kepada kementerian dan

lembaga (K/L) termasuk gubernur dan bupati/walikota, untuk mengambil langkah-

langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing, dengan

tiga fokus utama pada program penanggulangan kemiskinan, yaitu yang berbasiskan

keluarga, berbasis pemberdayaan masyarakat, dan berbasis kepada pemberdayaan

usaha mikro dan kecil.

Khusus untuk kelompok kerja kebijakan program penanggulangan kemiskinan berbasis

pemberdayaan masyarakat, bersama K/L dan pemangku kepentingan lainnya, fokus

prioritas penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan upaya:

Gambar 58. Ragam Program Pemberdayaan Masyarakat

PUSATPNPM INTI1. PERDESAAN

2.PERKOTAAN

3. PISEW

4. RIS-PNPM

5. P2DTK

PNPM PENGUATAN1. PUAP

2. KELAUTAN DAN PERIKANAN

3. PARIWISATA

4. GENERASI SEHAT DAN CERDAS

5. LINGKUNGAN/GREEN

6. PEDULI

7. PLPBK

DAERAHReplikasi PNPM (contoh)1. ANGGUR MERAH, Provinsi NTT

2.P2KB (Perecepatan Pembangunan Kelurahan

bermartabat), Kota Bandung

3. PDPM (Program Daerah Pemberdayaan

Masyarakat), Kabupaten Serang

4. GERBANG DAYAKU, Provinsi KALTIM

5. RESPEK, Provinsi Papua dan Papua Barat

6. BKPG (Bantuan Keuangan Pemakmuran

Gampong, Provinsi NAD

7. PELANGI DESA (Ngada)

a. Menyusun rencana integrasi program pemberdayaan masyarakat lainnya ke dalam

PNPM Mandiri, dengan hasil/produk berupa Konsep Rencana Integrasi PNPM Inti

dan PNPM Penguatan. Seperti dapat dilihat pada Gambar 58, ada banyak program

pemberdayaan masyarakat yang dikelola oleh berbagai pihak.

Sumber: TNP2K

Page 122: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

109Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

PROGRAM NASIONALPEMBERDAYAAN MASYARAKAT

b. Pemantapan pelaksanaan PNPM Inti dan peningkatan integrasi PNPM Penguatan,

yang langsung dilaksanakan oleh K/L pengelola PNPM Mandiri.

c. Peningkatan kualitas dan data rumah tangga sasaran.

Sementara itu, sebagai tindak lanjut pelaksanaan Inpres Nomor 3 Tahun 2010, sejumlah

rencana tindakan/aksi, juga dilakukan oleh TNP2K bersama K/L dan pemangku

kepentingan lainnya, yang terdiri atas:

a. Peningkatan kontribusi pemerintah daerah terhadap PNPM-Mandiri, yaitu dengan

menyempurnakan mekanisme penetapan DDUB berdasarkan PMK No.168/

PMK.07/2009 tentang Pedoman Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk

Penanggulangan Kemiskinan.

b. Penyusunan mekanisme penyatuan perencanaan berbasis masyarakat ke dalam

forum yang bersifat partisipatif di tingkat desa/kelurahan.

c. Penyusunan mekanisme pendampingan agar masyarakat desa/kelurahan mampu

menyiapkan program jangka menengah desa/kelurahan yang lebih komprehensif.

d. Penyusunan mekanisme agar Rencana/Program Jangka Menengah Desa/Kelurahan

yang disusun melalui proses partisipatif dapat disatukan (diintegrasikan) dengan

program jangka menengah desa/kelurahan yang reguler sehingga menghasilkan

program pembangunan berbasis masyarakat.

e. Penyusunan mekanisme agar aparat desa/kelurahan dapat mengakomodasi dan

memproses PJM desa/kelurahan sebagai bahan musrenbang di tingkat yang lebih

tinggi.

f. Penyusunan mekanisme pengendalian pelaksanaan program pembangunan berbasis

masyarakat melalui instrumen PNPM-Mandiri.

Page 123: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM110

PROGRAM NASIONALPEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Gambar 59. Capaian Pelaksanaan PNPM Mandiri 2007–2013

Bangkit bersamauntuk Mandiri

Sumber data : Data MIS setiap program PNPM (Perdesaan, Perkotaan, RIS dan PISEW) status Oktober 2013

Seperti telah diketahui bersama bahwa program yang berfokus pada pemberdayaan

masyarakat telah berjalan hampir selama dua dasawarsa di Indonesia, dimulai sejak adanya

Inpres Desa Tertinggal (IDT, 1994) hingga bentuknya saat ini yang diberi nama Program

Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM- Mandiri). PNPM-Mandiri yang

dicanangkan oleh Presiden RI di Kota Palu pada 30 April 2007, telah berhasil membawa

seluruh pelaksanaan kegiatan program K/L yang melibatkan masyarakat berada di bawah

payung PNPM-Mandiri. Paling tidak, terdapat sekitar 17 program berbasis pemberdayaan

masyarakat yang tersebar di K/L yang dikonsolidasikan ke dalam PNPM-Mandiri, yang

dikelompokkan menjadi PNPM Inti dan PNPM Penguatan/Pendukung (Gambar 58).

Permasalahan yang Dihadapi Dalam Pelaksanaan PNPM-Mandiri

Pelaksanaan percepatan penanggulangan kemiskinan, prioritas jangka pendek-

menengah yang dilaksanakan PNPM-Mandiri, kemudian semakin berkembang

cepat menjadi program yang ditawarkan oleh berbagai K/Lembaga. Banyak program

pemberdayaan masyarakat yang berjalan secara langsung di bawah kementerian dan

lembaga. Program-program ini telah menyalurkan uang dan berbagai sumber daya

lain langsung kepada masyarakat. Banyak pihak yang merasakan manfaat dari berbagai

program tersebut. Namun demikian, adanya variasi perkembangan dari berbagai macam

program pemberdayaan ini, menimbulkan permasalahan baru dan dampak sampingan

lainnya yang berupa:

a. Proliferasi program memunculkan fragmentasi dalam pemberdayaan masyarakat.

Page 124: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

111Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

PROGRAM NASIONALPEMBERDAYAAN MASYARAKAT

b. Koordinasi yang lemah di antara PNPM-Inti dan PNPM-Penguatan memunculkan

variasi dalam kualitas implementasi.

c. Timbul missed opportunities (skala ekonomi kegiatan dan dampak kemiskinan).

d. Kebingungan antar masyarakat dan pendamping dalam pendekatan pemberdayaan

dan tujuan program.

e. PNPM memiliki dampak terbatas kepada tata kelola pemerintahan daerah dan institusi

lokal di desa, kecamatan, atau kabupaten.

Tantangan Pelaksanaan Program Pemberdayaan

Di tengah maraknya kegiatan berciri PNPM-Mandiri, ternyata PNPM-Mandiri diakui sebagai

pendekatan program berbasis pemberdayaan masyarakat yang memberikan dampak

positif terhadap terbangunnya hubungan kemitraan yang efektif antara pemerintah

dengan masyarakat. Selama ini, PNPM telah membantu upaya penanggulangan

kemiskinan melalui pembangunan infrastruktur fisik dan ekonomi di komunitas lokal,

penciptaan kegiatan usaha ekonomi untuk menyerap tenaga kerja lokal, penyediaan akses

pasar bagi masyarakat miskin/marginal, mitigasi efek bencana/krisis, dan peningkatan

partisipasi komunitas dalam tata kelola pemerintahan, serta akuntabilitas. Gambar 60

menyajikan ringkasan temuan studi dampak PNPM Perdesaan yang dilakukan oleh Bank

Dunia dan TNP2K.

Walaupun begitu, pelaksanaan PNPM-Mandiri memberikan tantangan yang terkait

dengan pertanyaan terhadap efektivitas penerapan program pemberdayaan di Indonesia.

Apakah PNPM-Mandiri memang dapat merepresentasikan suatu bentuk program

pemberdayaan di Indonesia? Semua ini tidak terlepas dari berbagai situasi yang timbul

dan menuntut perhatian agar dampak positif yang ditimbulkan dapat terus berlanjut

dan berkembang, sekaligus juga meminimalkan persoalan atau pengaruh negatif yang

timbul, yang antara lain:

a. Dampak PNPM-Mandiri pada rumah tangga dengan pendidikan kepala rumah tangga

kurang dari SD dan/atau perempuan lebih kecil dari pada kelompok lainnya,

b. Dampak PNPM-Mandiri pada peningkatan akses pendidikan—khususnya transisi dari

SD ke SMP belum terlihat,

c. Partisipasi, termasuk dari kalangan miskin dan perempuan, terlihat meningkat namun

belum berdampak pada peningkatan governance pemerintah desa.

Page 125: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM112

PROGRAM NASIONALPEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Jelas bahwa PNPM-Mandiri terbukti telah mampu meletakkan dasar pokok terkait

dengan peningkatan kapasitas modal sosial di masyarakat, hanya ternyata belum cukup

mampu secara efektif untuk memberikan dampaknya terhadap sistem regular yang

selama ini berjalan.

Gambar 60. Dampak Positif PNPM Mandiri

Rangkaian dampak yang dapat diperoleh apabila seluruh program PNPM

lainnya dijalankan sesuai prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat

PERBAIKAN KEBIJAKAN YANG DILAKUKAN

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, PNPM-Mandiri banyak diadaptasi sebagai bagian

dari kegiatan K/L, namun ternyata berbagai bentuk PNPM yang muncul tersebut memiliki

variasi dalam implementasi prinsip pembangunan berbasis komunitas. Selain dampak

yang belum secara efektif dapat menjamin kesinambungannya, maka adanya variasi ini

berpengaruh terhadap efektivitas pencapaian upaya penurunan angka kemiskinan, yang

ditargetkan sekitar 8 persen –10 persen pada akhir 2014 (RPJMN, 2010–2014).

Sebagai respons atas situasi tersebut dan dalam rangka meningkatkan efektivitas kebijakan

pemberdayaan masyarakat, maka TNP2K yang dibentuk berdasarkan Perpres Nomor

15 Tahun 2010, ditugaskan untuk melakukan sinergi melalui sinkronisasi, harmonisasi,

dan integrasi program-program penanggulangan kemiskinan di kementerian dan atau

lembaga, dengan penyusunan naskah Peta Jalan PNPM-Mandiri, yang didasarkan atas

arahan Wakil Presiden pada rapat pleno PNPM pada Maret 2012. Peta Jalan PNPM-

Mandiri ini ditujukan sebagai pedoman dengan cara merumuskan secara jelas masa

depan dan berbagai strategi yang akan digunakan oleh pemerintah dan masyarakat

bagi keberlanjutan program-program pemberdayaan masyarakat di Indonesia, yang

memberikan:

a. Dasar untuk menyiapkan kerangka kebijakan bagi keberlanjutan program

pemberdayaan masyarakat.

Page 126: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

113Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

PROGRAM NASIONALPEMBERDAYAAN MASYARAKAT

b. Arahan tentang prioritas dan strategi, serta memberi arahan tentang kemungkinan

perubahan peraturan.

c. Penguatan interaksi dan koordinasi antara kementerian dan atau lembaga serta

daerah.

Peta Jalan PNPM-Mandiri yang terdiri atas lima pilar keberlanjutan program pemberdayaan

masyarakat, adalah, Pilar Pertama menyangkut integrasi program pemberdayaan

di Indonesia; Pilar Kedua mengenai penguatan kelembagaan masyarakat; Pilar Ketiga terkait dengan peningkatan dan keberlanjutan pendampingan masyarakat;

Pilar Keempat mengenai penguatan peran pemerintah daerah, serta terakhir, Pilar Kelima mengenai perwujudan tata kelola pemerintahan (good governance) dalam

penyelenggaraan program pemberdayaan masyarakat.

ARAHAN PERTAMA:

Konsolidasi Program Pemberdayaan Masyarakat; yang ditandai oleh tiga kebijakan

pokok yaitu (i) masyarakat sebagai pelaku utama; (ii) prinsip penyelenggaraan yang

partisipatif, transparan, akuntabel dan keseimbangan gender dan; (iii) penyediaan

sumber daya, sumber dana dan pendampingan oleh pemerintah.

ARAHAN KEDUA:

Integrasi Perencanaan Pembangunan; yang dilakukan di tiga area pokok

perencanaan pembangunan yaitu (i) integrasi proses perencanaan partisipatif ke dalam

mekanisme perencanaan pembangunan daerah; (ii) pengalokasian dana bagi program

pemberdayaan masyarakat oleh pemerintah daerah dan; (iii) Penguatan peran Pemda

dan desa dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat.

Page 127: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM114

PROGRAM NASIONALPEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Gambar 61. Kerangka Konsep Program Pemberdayaan Masyarakat

Sumber: TNP2K

Beranjak dari naskah Peta Jalan PNPM-Mandiri, TNP2K saat ini sedang melakukan tiga

upaya untuk memastikan keberlanjutan upaya program pemberdayaan masyarakat

menggunakan kerangka konsep seperti dapat dilihat pada Gambar 61, yaitu penguatan

mekanisme pembangunan yang partisipatif, pelaksanaan alokasi dana langsung, serta

penciptaan sistem yang transparan dan akuntabel. Untuk itu, Peta Jalan PNPM-Mandiri

dengan kelima pilarnya, kemudian diterjemahkan ke dalam 12 Agenda Kerja sebagai

bentuk operasionalisasi, yang dilaksanakan bersama oleh TNP2K, Pokja Pengendali

Kemenko Kesra, Kemendagri, Kemenkeu, KemenPU, dan Bappenas.

Beberapa upaya peningkatan efektivitas kebijakan dalam rangka keberlanjutan

pemberdayaan masyarakat yang signifikan telah dilakukan antara lain adalah:

Merumuskan Prinsip-Prinsip PNPM-Mandiri Sebagai Dasar Pencirian Program Pemberdayaan Masyarakat

Dalam rangka mengatasi adanya variasi pelaksanaan program yang berbasis

pemberdayaan masyarakat, maka diperlukan satu rumusan umum definisi program

pemberdayaan masyarakat. Rumusan umum ini harus didasarkan atas identifikasi

prinsip-prinsip PNPM-Mandiri yang diyakini telah dipahami oleh masyarakat dan terbukti

memberikan manfaat yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, yaitu sebagai

berikut:

Page 128: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

115Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

PROGRAM NASIONALPEMBERDAYAAN MASYARAKAT

a. Alokasi anggaran langsung kepada desa

b. Pendampingan dan pengawasan secara berkelanjutan

c. Pemihakan kepada kepentingan kaum perempuan dan kaum terpinggirkan

d. Pengambilan keputusan dalam rangka pemanfaatan dana dilakukan melalui

musyawarah masyarakat

e. Penguatan peran dan fungsi organisasi masyarakat

f. Pemilihan pengelola kegiatan oleh masyarakat

g. Swakelola oleh organisasi/kelompok masyarakat

h. Transparasi dan akuntabilitas

TNP2K telah berhasil mengajukan delapan prinsip-prinsip PNPM-Mandiri tersebut sebagai

rumusan umum definisi program pemberdayaan masyarakat, yang kemudian disepakati

oleh semua pemangku kepentingan, baik di tataran K/L, maupun pemerintah daerah.

Internalisasi Prinsip-Prinsip PNPM-Mandiri Ke Dalam UU Desa

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa yang telah

disahkan pada 18 Desember 2013 yang lalu, memberikan peluang untuk melakukan internalisasi prinsip-prinsip PNPM-Mandiri ke dalam UU Desa, yang esensinya

adalah pengaturan Tata Kelola Pembangunan Desa berdasarkan skema ‘one village, one plan, one budget’, yang dirincikan dalam:

a. Perencanaan partisipatif,

b. Sistem informasi desa,

c. Sumber dan pengelolaan keuangan desa, dan

d. Pengelolaan aset dan BUM desa.

Ketika prinsip-prinsip PNPM-Mandiri mewarnai beragam dimensi pembangunan desa,

maka pemberdayaan masyarakat menjadi bagian dari gerak pembangunan desa menuju

desa yang mandiri, maju dan sejahtera. Selanjutnya, kemandirian desa dalam pelayanan,

pembangunan dan pemberdayaan, tercermin dengan pemahaman kondisi sebagai

berikut (Gambar 62):

Page 129: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM116

PROGRAM NASIONALPEMBERDAYAAN MASYARAKAT

a. Program pusat harus masuk dalam RPJM Desa, dan dijalankan dengan berpedoman

kepada RKP Desa dan dibiayai oleh APB Desa,

b. Kementerian/Lembaga di pusat tidak membentuk kelompok di desa dan mendanai

kegiatan kelompok secara langsung, dan

c. Kementerian/Lembaga menyediakan pendampingan kegiatan.

Gambar 62. Desa Sebagai Subyek Pembangunanan

Sumber: TNP2K

TNP2K telah berhasil memastikan prinsip-prinsip PNPM-Mandiri diadopsi oleh Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, yang dijabarkan dalam rangkaian pasal-

pasalnya, dan juga di dalam dua pengaturan pelaksanaannya, yaitu Peraturan Pemerintah

tentang Desa dan Peraturan Pemerintah tentang Alokasi Dana Desa. Terdapat paling

tidak lima bidang yang menjadi perhatian TNP2K dalam rangka meregulerkan

dan melembagakan program pemberdayaan masyarakat, yaitu Penyelenggaraan

Musyawarah Desa, Pengelolaan Keuangan Desa, Pengelolaan Asset/Kekayaan Desa,

Mekanisme Perencanaan dan Pelaksanaan Pembangunan Desa (RPJM dan RKP Desa),

dan mekanisme pengalokasian Dana Desa.

Penajaman Sasaran Program Penanggulangan Kemiskinan BerbasisPemberdayaan Masyarakat

Disadari bahwa penurunan angka kemiskinan semakin lama menjadi semakin sulit

dicapai, sehingga diperlukan penajaman sasaran program kemiskinan yang mampu

mengatasi variasi situasi kondisi kemiskinan yang terjadi. Dengan dirumuskannya ciri

suatu kegiatan pemberdayaan masyarakat, maka tujuan dan cakupannya menjadi lebih

jelas, terutama dalam upaya menyusun program-program penanggulangan kemiskinan.

Untuk itu diperlukan suatu rumusan yang lebih efektif dalam rangka upaya

penanggulangan kemiskinan, yang selain menjamin adanya keberlanjutan pemberdayaan

masyarakat, juga harus memastikan bentuk sasaran substansinya, yang paling tidak

Page 130: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

117Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

PROGRAM NASIONALPEMBERDAYAAN MASYARAKAT

mencakup tiga bidang yang saling terkait satu dan lainnya, yaitu:

a. Adanya mekanisme penjaminan kerja bagi penduduk miskin. Mekanisme ini harus

dapat memberikan kesempatan kepada penduduk miskin untuk bekerja selama waktu

tertentu, dan memperoleh peningkatan keterampilan sesuai dengan kebutuhannya.

b. Upaya untuk memastikan dampak positif dana bergulir terhadap proses usaha

(business process) kelompok masyarakat. Efektivitas perguliran dana dilihat dari

peningkatan kapasitas transaksi kegiatan usaha kelompok masyarakat.

c. Penyusunan fokus program pemberdayaan masyarakat sesuai penyebab

kemiskinannya. Fokus program meliputi pengembangan kawasan perkotaan/

perdesaan, penanganan daerah sulit atau terpencil, penanganan khusus untuk

kelompok marginal, perempuan, suku terpencil, dan pengelolaan dampak akibat

faktor eksternal (bencana alam, kondisi krisis, dan lainnya).

TINDAK LANJUT KE DEPAN

PNPM-Mandiri yang diterapkan pada hampir seluruh desa dan kelurahan di Indonesia

telah memberikan dasar yang kuat bagi terselenggaranya perencanaan dan pelaksanaan

pembangunan yang partisipatoris. Dengan keberadaan Undang-undang Nomor 6 Tahun

2014 Tentang Desa, maka dibutuhkan adanya perubahan atas kebijakan pembangunan

perdesaan yang berjalan saat ini. Ke depan, PNPM-Mandiri perlu diselaraskan dan bahkan

diintegrasikan dalam implementasi UU Nomor 6 Tentang Desa. Walaupun demikian,

Page 131: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM118

PROGRAM NASIONALPEMBERDAYAAN MASYARAKAT

perubahan kebijakan yang dilakukan tidak serta merta dapat diterapkan secara cepat,

tetapi memerlukan penyesuaian dari pola pembangunan desa berjalan saat ini, sampai

kepada yang diharapkan di dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

Oleh karena itu, diperlukan suatu periode perubahan yang disebut sebagai “masa transisi”,

yang paling tidak memakan waktu sekitar dua sampai tiga tahun.

Adanya “masa transisi” adalah untuk mempersiapkan pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun

2014 Tentang Desa, yang disarankan dimulai pada Tahun Anggaran 2015 mendatang.

Pada “masa transisi” perlu dilakukan persiapan atas setidaknya empat hal pokok, yaitu:

a. Penyusunan Dokumen Rencana Pembangunan Desa, termasuk peningkatan kapasitas

SDM-nya.

b. Peningkatan kapasitas SDM aparatur desa dalam kemampuan pengelolaan keuangan

dan aset desa.

c. Penganggaran dana desa dalam APBN.

d. Penataan ulang perencanaan program berbasis desa di Kementerian/Lembaga.

Secara khusus, proses transisi bagi PNPM-Mandiri disarankan dijalankan dengan langkah-

langkah sebagai berikut:

a. Proses penganggaran untuk tahun 2015 masih menggunakan mekanisme

penganggaran sebelumnya, termasuk pengalokasian anggaran untuk PNPM (dikelola

oleh Kementerian/Lembaga). Dalam masa transisi tahun 2015 ini, penyaluran BLM

PNPM dapat disebut sebagai alokasi dana desa, diusulkan penyalurannya langsung

kepada desa yang dilaksanakan melalui Unit Pelaksana Kegiatan (UPK) yang saat ini

berjalan sebagai bagian dari pengelola PNPM.

b. Aset yang telah dibangun oleh PNPM Mandiri serta dikelola dan dimanfaatkan oleh

masyarakat, perlu untuk diinventaris dan ditetapkan kepemilikannya, baik sebagai

aset desa, milik masyarakat, maupun dikembalikan kepada pemerintah daerah.

c. Kementerian dan atau lembaga yang melaksanakan PNPM tetap melaksanakan

kegiatan pendampingan.

Selanjutnya, pada tahun anggaran 2016, di mana Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014

Tentang Desa telah diterapkan secara penuh PNPM, maka pelaksanaannya diusulkan

sebagai berikut:

a. BLM PNPM disalurkan langsung ke desa sesuai dengan amanat UU Nomor 6 Tahun

2014 Tentang Desa.

b. Pengalokasian dana desa dilakukan dengan menerapkan Indeks Kewilayahan.

c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat dijalankan dengan APBD Desa melalui

pendampingan secara berjenjang.

Page 132: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

119Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

PROGRAM NASIONALPEMBERDAYAAN MASYARAKAT

d. Pelaksanaan musyawarah desa dilakukan untuk menyepakati hal-hal strategis dengan

melibatkan masyarakat dan kelembagaan masyarakat, sesuai dengan amanat

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

Khusus berkaitan dengan alokasi dana desa, maka beberapa hal perlu dipersiapkan

sebagai dasar pelaksanaan kebijakan, yaitu:

a. Indikator ‘tingkat kesulitan geografis’ yang menjadi amanat Undang-Undang

Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa perlu dimaknai secara komprehensif, sehingga

mencerminkan bukan saja kemahalan konstruksi, namun juga tingkat kesejahteraan,

ketersediaan infrastruktur (utamanya transportasi/komunikasi), serta kondisi infra-

struktur pendidikan, kesehatan, serta perumahan. Aspek kesenjangan infrastruktur

perlu dimasukkan karena nantinya dana transfer ke desa dimaksudkan untuk

membiayai pembangunan desa. Karena itu diusulkan bahwa kebijakan pengalokasian

dana desa kepada kabupaten/kota didasarkan atas Indeks Kemiskinan Multidimensi

atau sebutan lain, yang telah mempertimbangkan faktor-faktor komprehensif di atas.

b. Untuk mengefektifkan alokasi anggaran yang bersumber dari APBN, dipandang perlu

Indeks Multidimensi tersebut seyogianya dihitung di tingkat pusat, dan disampaikan

kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menjadi dasar alokasi dana transfer ke

desa berdasarkan peraturan bupati/wali kota yang bersangkutan. Petunjuk teknis

alokasi dana transfer ke desa seyogianya juga menghimbau bupati/wali kota untuk

menggunakan indeks yang sama dalam mengalokasikan bagian dari hasil pajak

daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota dan alokasi dana desa yang merupakan

bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota.

Page 133: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM120

PROGRAM NASIONALPEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Page 134: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Keuangan Inklusif: Meningkatkan Akses Pada Layanan Keuangan

Page 135: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM122

KEUANGAN INKLUSIF

PengantarKEUANGAN INKLUSIF: TANTANGAN

Untuk sebuah negara berpendapatan menengah, akses ke layanan keuangan di

Indonesia masih relatif kecil. Hanya sekitar separuh penduduk Indonesia yang memiliki

akses ke layanan keuangan formal, sekitar sepertiga hanya memiliki akses pada layanan

informal, sementara hampir seperlima bahkan tidak terlayani oleh jasa keuangan apapun.

Kelompok pendapatan terbawah jauh lebih tidak mampu mengakses layanan keuangan.

Sekitar 80 persen orang miskin di Indonesia tidak memiliki akses ke layanan keuangan

formal dan hampir seperlima sama sekali tidak memiliki akses ke jasa keuangan.16

Dua jenis layanan keuangan yang paling banyak diakses adalah tabungan dan pinjaman.

Sekitar dua pertiga penduduk Indonesia sudah memiliki rekening tabungan dan

mayoritasnya adalah melalui bank maupun lembaga keuangan formal lainnya. Sedangkan

dalam hal pinjaman, layanan pinjaman bank hanya mencakup kurang dari seperlima

penduduk. Mayoritas penduduk meminjam secara informal misalnya dari keluarga atau

kerabat. Sementara itu sekitar sepertiga penduduk yang sebenarnya memiliki kebutuhan

untuk meminjam tidak bisa meminjam karena berbagai alasan.

Meningkatkan akses pada layanan keuangan sangat terkait dengan penanggulangan

kemiskinan. Banyak studi empiris menunjukkan hubungan sebab-akibat yang kuat

antara pengembangan sistem keuangan (termasuk sistem perbankan dan pasar modal)

dengan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan individu. Sistem keuangan yang

efisien dan inklusif akan memberdayakan individu, memfasilitasi pertukaran barang dan

jasa, mengintegrasikan masyarakat dalam perekonomian dan memberikan perlindungan

dari gejolak ekonomi. Keuangan inklusif—melalui akses ke layanan keuangan, seperti

tabungan, kredit, asuransi, pembayaran, dan dana pensiun—membantu kelompok

yang rentan dan berpenghasilan rendah untuk meningkatkan pendapatan mereka,

memperoleh modal, mengelola risiko, serta menemukan jalan keluar dari jerat kemiskinan.

PELUANG

Indonesia memiliki cukup banyak ruang dan peluang untuk meningkatkan akses pada

layanan keuangan. Ada dua peluang yang bisa dimanfaatkan. Pertama, jaringan Lembaga

Keuangan Mikro yang luas dan tersebar di hampir seluruh pelosok Nusantara. Ada

sekitar 36 ribu Koperasi Simpan Pinjam, lebih dari 1.600 Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

dengan lebih dari empat ribu cabang, hampir lima ribu BRI Unit Desa, serta sekitar 26 ribu

16 World Bank (2010). Improving Access to Financial Services

Page 136: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

123Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

KEUANGAN INKLUSIF

Lembaga Keuangan Mikro dalam berbagai bentuk lainnya yang belum terdaftar (Bank

Dunia 2010, JICA 2011). Kedua, penggunaan sistem pembayaran elektronik yang terus

berkembang, perlahan menjadi metode transaksi keuangan utama selain tunai. Saat

ini transaksi melalui ATM serta kartu debit masih mendominasi pembayaran secara

elektronik, melayani keperluan mulai dari pengiriman uang hingga pembayaran tagihan.

Belakangan, penggunaan uang elektronik— teknologi yang sedang berkembang—juga

mulai menunjukkan kenaikan meski mulai dari volume yang kecil (Gambar 63).

Peluang lain adalah adanya program yang sudah ada terkait perluasan akses pada

layanan keuangan, yaitu Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR adalah program penjaminan

kredit parsial oleh pemerintah yang diluncurkan tahun 2007. KUR bertujuan memberikan

akses kepada UMKMK (Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi) yang memiliki usaha

yang layak (feasible) namun tidak memiliki agunan untuk meminjam dana dari bank

komersial (unbankable). Sumber dana pinjaman untuk program KUR sepenuhnya adalah

dana pihak ketiga atau dana yang dihimpun oleh bank. Pemerintah hanya menanggung

biaya penjaminan sehingga masyarakat yang tidak memiliki agunan dapat mengakses

pinjaman melalui program ini.

Gambar 63. Jumlah Transaksi Perbankan Non-Tunai di Indonesia, 2007–2011

Pembayaran denganATM + Kartu Debit

Transfer dalam BankATM + Kartu Debit

Transfer Antar BankATM + Kartu Debit

Pembayaran denganPembayaran denganKartu Kredit

Transaksi Uang Elektronik

RTGS

Kredit EFT + Cek

Sumber: Bank Indonesia

Sampai dengan Desember 2013, nilai kredit yang disalurkan bank mencapai Rp138,5

triliun. Total penerima mencapai lebih dari 10 juta debitur. Total penjaminan pemerintah

Page 137: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM124

KEUANGAN INKLUSIF

-yang sudah dikeluarkan sejak 2007 mencapai sekitar Rp14 triliun.17 Meskipun demikian,

KUR belum sepenuhnya menjadi program yang efektif dalam memberikan akses

pada keuangan bagi UMKM. Sebuah studi yang dilakukan oleh TNP2K tahun 2012

menggunakan data Susenas 2011menemukan bahwa hanya 12 persen rumah tangga

yang pernah mendapatkan kredit usaha. Dari mereka yang pernah mendapatkan kredit

usaha, hanya 7,5 persen yang mendapatkan kredit usaha dari program KUR (Gambar

64).18 Hasil studi lain dari TNP2K juga menunjukkan bahwa UMKM nasabah KUR bukan

semuanya nasabah yang baru pertama kali mengakses perbankan. Sebagian dari mereka

ternyata adalah nasabah yang sebelumnya meminjam kredit melalui skema komersial

(sudah bankable). Hal ini tentunya akan berimplikasi terhadap kurang optimalnya inklusi

keuangan yang diharapkan meningkat dengan cukup signifikan dengan adanya KUR.

Meskipun belum optimal serta masih banyak ruang perbaikan, penargetan KUR dalam

menyasar kelompok miskin sudah cukup terlihat. Berdasarkan data Susenas 2011, sekitar

sepertiga rumah tangga penerima KUR ada di kelompok 40 persen terbawah; tetapi pada

dasarnya KUR diakses oleh rumah tangga dari seluruh kelompok pendapatan termasuk

mereka yang berpendapatan tinggi (Gambar 65).

Lain-lain

Pinjaman Pribadi

Koperasi

Bank

KUR

Program PemerintahLainnyaLainnya

PNPM

Total 60% Teratas 40% Terbawah

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Sumber: TNP2K (2012) dari Susenas 2011.

17 Data dari Komite Kebijakan KUR.18 TNP2K (2012). “Profile of Micro, Small and Medium Enterprises Based on BPS-Statistics Indonesia Data”.

Gambar 64. Proporsi Rumah Tangga yang Menerima Kredit Usaha Menurut Sumber dan Kelompok Pengeluaran (%)

Page 138: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

125Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

KEUANGAN INKLUSIF

Gambar 65. Proporsi Rumah Tangga yang Menerima KUR Menurut Desil Pengeluaran (%)

Desil Pengeluaran

Pers

en

Sumber: TNP2K (2012) dari Susenas 2011.

KEGIATAN DAN CAPAIAN

a. Menerbitkan Strategi Nasional Keuangan Inklusif Sejak Januari 2011, TNP2K bersama-sama Bank Indonesia menyusun draft Strategi

Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). SNKI merupakan tindak lanjut dari pidato Presiden

RI di forum G-20 tentang komitmen Indonesia dalam mempromosikan sistem

keuangan yang lebih inklusif. Tujuan dari SNKI adalah menjadikan keuangan inklusif

sebagai bagian dari strategi besar pembangunan ekonomi dan penanggulangan

kemiskinan. Adanya sebuah strategi nasional diharapkan bisa mendorong koordinasi

antar lembaga yang lebih baik dalam mendorong inisiatif-inisiatif terkait perluasan

akses pada layanan keuangan.

Page 139: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM126

KEUANGAN INKLUSIF

Draft SNKI terdiri dari empat bab: 1) Visi dan Misi, 2) Situasi Akses Pada Layanan

Keuangan, 3) Strategi Nasional Keuangan Inklusif–Target dan Tujuan, 4) Peta Jalan. Draft

ini kemudian didiskusikan dengan berbagai pihak, termasuk kementerian dan lembaga

pemerintah, untuk mendapatkan tanggapan dan masukan. Dalam perkembangan,

draft ini juga sudah dipresentasikan dalam berbagai forum internasional, baik oleh

TNP2K maupun Bank Indonesia, termasuk kepada Ratu Maxima dari Belanda yang

menjadi duta internasional untuk keuangan inklusif pada akhir tahun 2013.

b. Mendorong Berkembangnya Layanan Keuangan Digital TNP2K telah menyusun peta jalan untuk pengembangan layanan keuangan digital

yang bisa digunakan untuk pembayaran transfer atau bantuan pemerintah (seperti

PKH, BSM atau BLSM). Pembayaran secara digital memiliki banyak keuntungan: biaya

penyaluran yang lebih murah, akuntabilitas yang lebih tinggi, berkurangnya kebocoran,

kenyamanan bagi penerima, serta manfaat yang lebih luas bagi sistem keuangan

secara luas. Mempromosikan layanan keuangan digital melalui program-program

transfer pemerintah bisa menjadi langkah awal untuk mendorong berkembangnya

sistem pembayaran digital secara luas, termasuk untuk kebutuhan pembayaran antar

individu (person-to-person). Tapi untuk mendorong berkembangnya layanan keuangan

digital, perlu juga dikembangkan infrastruktur serta ‘lingkungan’ yang mendukung,

seperti tersedianya agen, aturan perbankan yang disesuaikan, serta kualitas layanan

telekomunikasi yang memadai. Tujuan dari adanya peta jalan ini adalah memberikan

panduan tentang arah yang dituju serta pilihan-pilihan yang tersedia.

Di saat yang sama, TNP2K bersama-sama dengan Kementerian Sosial, Bappenas dan

Bank Indonesia, sedang melakukan uji coba penyaluran PKH melalui layanan keuangan

digital—dalam hal ini produk uang elektronik (e-money) berbasiskan rekening bank.

Dalam uji coba ini, peserta PKH akan menerima bantuan melalui rekening uang

elektronik yang terhubung di telepon selular. Penerima PKH bisa mengambil uangnya

secara tunai di agen-agen yang ditunjuk, atau menggunakannya untuk transaksi lain.

Uji coba dilakukan di 1.667 desa tersebar lima kabupaten/kota (DKI Jakarta, Jawa Barat,

Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur dan Gorontalo) dan melibatkan tiga bank komersial

(Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, CIMB Niaga). Diharapkan pada pembayaran

bulan September 2014, peserta PKH di wilayah uji coba sudah mulai menerima

pembayaran melalui uang elektronik.

Untuk mendukung perkembangan layanan keuangan digital serta kegiatan uji coba,

Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) terkait di bulan April

2014. Adanya PBI ini bisa menjadi dasar hukum bagi bank komersial untuk mendorong

berkembangnya produk-produk layanan keuangan digital.

Page 140: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

127Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

KEUANGAN INKLUSIF

c. Melakukan Sejumlah Studi Tentang Perbaikan Program KUR Sebagai Masukan Untuk Komite KUR Untuk mendorong perbaikan terhadap program KUR, TNP2K telah membantu Komite

KUR yang diketuai oleh Kementerian Koordinator Perekonomian dalam bentuk

beberapa kajian resmi maupun masukan-masukan langsung lewat berbagai forum

dan rapat koordinasi. Sejumlah kajian terkait KUR yang pernah dilakukan adalah:

•ProgramPenanggulanganKemiskinanBerbasisPemberdayaanUsahaMikrodanKecil

(2010)

•HambatanAksesUsahaMikrodanKecilterhadapKreditUsahaRakyat(2011)

• Keberlanjutan Akses Usaha Mikro dan Kecil melalui Program Kredit Usaha Rakyat

(2012)

•ProfilUMKMdanWirausahaMenggunakanDataSurveiBPS(2012)

•PeningkatanKURkeSektorPrimerPrioritas(2013)

• Apakah Peningkatan PinjamanUMKMMeningkatkan Produktivitas? Hasil dari data

Survei Industri Mikro dan Kecil (2013)

Selain itu di tahun 2014 ini ada tiga buah studi yang merupakan permintaan langsung

dari Kemenko Perekonomian juga sedang dijalankan:

• KajiantentangpenambahanjumlahbankpenyalurKURMikro,bekerjasamadengan

Pusat Penelitian Ekonomi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

• Kajian tentang penambahan jumlah perusahaan penjamin kredit, bekerjasama

dengan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Universitas Indonesia

•KajiantentangprofilpenerimaKURmenggunakandataSistemInformasiDebiturBank

Indonesia

TINDAK LANJUT KE DEPAN

a. Sekretariat atau Forum Kebijakan Keuangan Inklusif Sejak awal draft ini disusun, TNP2K dan Bank Indonesia sudah merencanakan untuk

membuat semacam sekretariat atau forum kebijakan antar lembaga yang akan

mengawal implementasi SNKI. Karena TNP2K bukanlah lembaga yang permanen,

pemerintah kemudian sepakat untuk menunjuk Kementerian Keuangan, dalam hal ini

Badan Kebijakan Fiskal (BKF), sebagai koordinator pelaksanaan SNKI. Pada bulan April

2013, Bank Indonesia, TNP2K dan BKF bertemu untuk menyusun beberapa rencana

ke depan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang baru dibentuk juga dilibatkan dalam

pertemuan-pertemuan selanjutnya dan menjadi bagian dari tim inti SNKI.

Sejak koordinasi SNKI dipegang oleh Kementerian Keuangan, TNP2K terus terlibat aktif

dalam mendukung koordinasi serta pembahasan-pembahasan setelah itu. Saat ini

forum terdiri dari TNP2K, Bank Indonesia, OJK dan dalam waktu dekat akan diperluas

dengan melibatkan beberapa kementerian dan lembaga lain. Langkah selanjutnya

Page 141: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM128

KEUANGAN INKLUSIF

adalah bersama-sama mendorong adanya dasar hukum bagi SNKI sehingga koordinasi

antar lembaga bisa berjalan lebih mudah, dan tugas serta tanggung jawab masing-

masing instansi menjadi jelas untuk mencapai sasaran yang disepakati bersama.

Setelah sekretariat atau forum ini terbentuk, diharapkan agenda-agenda kebijakan

keuangan inklusif seperti tercantum di dalam strategi nasional di bawah ini bisa

segera didorong.

Gambar 66. Agenda Keuangan Inklusif dan Kelompok Target

Sumber: Strategi Nasional Keuangan Inklusif

b. Perbaikan KUR KUR adalah produk bank yang dijalankan tetap dengan menggunakan logika

perbankan. Artinya, bank akan memberikan KUR pada mereka yang dianggap

prospektif dari kacamata bank. Implikasinya, KUR memang bukanlah sebuah program

yang dtargetkan pada kelompok termiskin. Tapi pemerintah perlu mendorong adanya

program-program yang bisa lebih aktif menargetkan pengusaha mikro dan kecil

melalui skema pemberdayaan, penyediaan kredit untuk wirausaha pemula, maupun

berbagai inisiatif untuk mendorong sistem keuangan inklusif secara umum.

Page 142: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

129Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

KEUANGAN INKLUSIF

Pemerintah juga bisa mendorong intensifikasi KUR—meraih lebih banyak konsumen di

kelompok 40 persen terbawah, khususnya di desil tiga dan empat dengan cara:

• Mendorong lebih banyak account officer yang aktif mencari konsumen potensial

hingga ke desa

• Menggunakansistemrujukan,misalnyabekerjasamadengannasabahyangsudah

ada atau lembaga-lembaga pemberdayaan masyarakat untuk mendapatkan lebih

banyak pelaku UMKM

• Menargetkandaerah-daerahbarudimanaterdapatbanyakpotensikonsumenKUR

tapi belum banyak tergarap karena belum banyak cabang bank yang beroperasi (lihat

studi TNP2K 2012).

Page 143: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM130

KEUANGAN INKLUSIF

Page 144: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Inisiatif ProgramKetenagakerjaan

Page 145: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM132

INISIATIF PROGRAMKETENAGAKERJAAN

PROGRAM KETENAGAKERJAAN: TANTANGAN

Pengangguran kaum muda masih merupakan masalah besar di Indonesia, meskipun

tingkat pengangguran secara umum telah mengalami perbaikan. Pada tahun 2009,

tingkat pengangguran kaum muda yang berumur 15–24 tahun adalah 22 persen, jauh

lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata negara tetangga. Tingkat pengangguran

tersebut empat kali lipat lebih tinggi bila dibandingkan dengan Vietnam dan Thailand,

dan hampir dua kali lipat dari Malaysia dan India (Manning dan Purnagunawan, 2011).

Penganggur yang berasal dari kaum muda merupakan kelompok terbesar dari populasi

penganggur yang ada di Indonesia. Kaum muda bahkan dikatakan lebih berisiko untuk

menjadi penganggur enam kali lebih besar dari rata-rata orang dewasa (ILO, 2013).

Kondisi ini terutama dirasakan oleh kaum muda yang berpendidikan rendah (SMP dan

ke bawahnya).

Pengantar

Page 146: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

133Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

INISIATIF PROGRAMKETENAGAKERJAAN

Permasalahan pengangguran kaum muda ini perlu dicermati secara serius karena

implikasinya dalam jangka pendek maupun jangka panjang seperti hilangnya

kesempatan untuk lebih produktif dan untuk aktualisasi diri, ketersisihan sosial serta risiko

ter-ganggunya kesehatan mental dan ketergantungan pada narkoba. Selain itu penelitian

juga menunjukkan bahwa pengangguran kaum muda cenderung untuk meningkatkan

tingkat kriminalitas, kekerasan dan juga konflik sosial (ILO 2013).

Kebijakan-kebijakan pemerintah yang sudah dilakukan mungkin sudah mulai

memperlihatkan hasil dengan semakin menurunnya tingkat pengangguran kaum muda

be-berapa tahun terakhir ini. Namun, kebijakan-kebijakan yang ada dirasakan masih

belum cukup efisien dalam mengatasi permasalahan ketenagakerjaan kaum muda yang

ada. Hal ini bisa terlihat dengan potensi saling tumpang tindihnya program-program

ketenagakerjaan yang ada di hampir semua kementerian/lembaga.

Dari sisi penargetan, dirasakan bahwa program-program yang ada masih belum secara

khusus menyasar kaum muda sebagai subyeknya. Selain itu, penurunan yang tajam dari

tingkat pengangguran kaum muda ternyata masih menyisakan masalah yang sifatnya

lebih struktural. Data BPS menunjukkan bahwa ternyata sebagian besar dari pengangguran

kaum muda tersebut adalah kelompok yang ‘putus asa untuk mendapatkan pekerjaan’

(discouraged) yang kebanyakan merupakan kaum muda dengan pendidikan yang rendah.

Hal ini harus menjadi catatan tersendiri mengingat mayoritas dari kelompok tersebut

adalah bagian dari masyarakat miskin yang kemungkinan untuk putus sekolahnya lebih

tinggi dari kelompok dengan pendapatan yang lebih tinggi. Pendekatan yang spesifik

yang berorientasi pada peningkatan pendidikan, keterampilan serta soft skill terutama

kepercayaan diri menjadi sangat penting untuk kelompok ini agar kesempatan untuk

bekerja menjadi lebih besar.

PELUANG

Revitalisasi dari Jejaring Lapangan Kerja bagi Kaum Muda (JEJAKMU) atau Indonesia Youth Employment Network (IYEN) yang diinisiasi oleh Bappenas dan didukung penuh

oleh TNP2K dapat menjadi salah satu jalan untuk memperkuat koordinasi program-

program ketenagakerjaan yang ada. JEJAKMU/IYEN yang beranggotakan 17 kementerian

dan lembaga bisa lebih dimanfaatkan sebagai wadah komunikasi dan kerjasama agar

perencanaan dan pelaksanaan program ketenagakerjaan yang tersebar bisa menjadi lebih

efektif. Selain itu keterlibatan Kadin, Apindo, serikat buruh dan NGO yang terkait ketenaga

kerjaan dalam JEJAKMU/IYEN diharapkan dapat lebih mempercepat program perluasan

kesempatan kerja yang sudah ada. Praktik-praktik terbaik yang dilakukan masing-masing

lembaga serta Informasi program ketenagakerjaan diharapkan dapat dimanfaatkan lebih

baik untuk semua stakeholder yang terlibat.

Page 147: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM134

INISIATIF PROGRAMKETENAGAKERJAAN

KEGIATAN DAN CAPAIAN

Menerbitkan Kerangka Aksi Penciptaan Lapangan Kerja dan Peningkatan Keterampilan Angkatan Kerja

Masalah ketenagakerjaan sudah menjadi perhatian di hampir semua kementerian dan

lembaga pemerintah. Hal ini bisa terlihat dari keberadaan program yang berkaitan

dengan ketenagakerjaan seperti pelatihan dan bimbingan teknis serta program-program

kewirausahaan dan pendukungan terhadap UMKM di hampir seluruh K/L yang ada.

Namun, komponen dan tujuan dari program tersebut bisa jadi sangat berbeda. Terlebih

lagi keterkaitan antarprogram yang ada, baik dalam K/L masing-masing maupun antar

K/L juga terlihat sangat lemah.

Untuk lebih menyelaraskan dan meningkatkan efisiensi program ketenagakerjaan yang

ada, Setwapres dan TNP2K mengeluarkan “Kerangka Aksi Penciptaan Lapangan Kerja

dan Peningkatan Keterampilan Angkatan Kerja” dan mendistribusikannya kepada semua

kementerian dan lembaga yang ada. Kerangka aksi tersebut dijabarkan dalam lima pilar

yaitu:

•Perbaikanlayanandansisteminformasiketenagakerjaan

•Peningkatanketerampilandankapasitasangkatankerja

•PengembanganUMKMdanKewirausahaan

•Penciptaankesempatankerjamelaluiprogrampadatkaryadaninfrastrukturberbasis

komunitas

•Penciptaankesempatankerjamelaluiprogramdaruratpenciptaanlapangankerja

Agenda jangka pendek kerangka aksi ini adalah melakukan inventarisasi program-

program di kementerian dan lembaga yang terkait dengan ketenagakerjaan atau

bisa dikelompokkan sebagai program penciptaan lapangan kerja dan peningkatan

keterampilan angkatan kerja. Kantor Setwapres dan TNP2K kemudian membuat

pemetaan program-program ketenagakerjaan yang ada di semua kementerian dan

lembaga terkait. Hasil dari pemetaan tersebut menunjukkan keberagaman program

ketenagakerjaan yang ada dan relatif lemahnya keterkaitan antar program, bahkan untuk

program-program di dalam satu kementerian sekalipun. Setelah melakukan inventarisasi

dan pemetaan, TNP2K kemudian memberikan sejumlah input untuk perbaikan kerangka

acuan masing-masing program kepada tiap kementerian dan lembaga terkait.

Untuk jangka menengah dan panjang, inisiatif awal yang sudah dilakukan diharapkan

bisa menjadi dasar untuk penguatan dan konsolidasi program-program yang dibiayai

oleh APBN. Secara umum, visi dari kelima pilar Kerangka Aksi bisa diringkas dalam

Gambar 67.

Page 148: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

135Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

INISIATIF PROGRAMKETENAGAKERJAAN

Integrasi program-program ketenagakerjaan, terutama bagi angkatan kerja muda, juga

menjadi fokus perhatian dari Kerangka Aksi Penciptaan Lapangan Kerja dan Peningkatan

Keterampilan Angkatan Kerja (Gambar 67). Program ketenagakerjaan yang terpadu,

yang berlandaskan pada pilar-pilar kerangka aksi, diharapkan akan mempercepat dan

mengefektifkan program perluasan kesempatan kerja yang ada. Pemanfaatan sistem

informasi tenaga kerja serta seleksi pelatihan yang dibutuhkan (Pilar 1) merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari program pelatihan (Pilar 2) maupun kewirausahaan

(Pilar 3) yang akan dijalankan. Sistem pelatihan yang berdasarkan kompetensi serta

kebutuhan pasar tenaga kerja yang dilanjutkan dengan pemagangan dan penempatan

tenaga kerja diharapkan akan lebih memastikan penyerapan tenaga kerja. Pelatihan

kewirausahaan yang dilanjutkan dengan dukungan pengembangan usaha serta akses

pembiayaan mikro juga diharapkan akan memperbesar tingkat keberhasilan wirausaha

muda. Keseluruhan kegiatan tersebut tentunya harus ditindaklanjuti dengan evaluasi

serta layanan ketenagakerjaan lanjutan agar efisiensi program selalu dapat ditingkatkan

dan juga mengurangi kegagalan yang mungkin terjadi.

Gambar 67. Kerangka Umum dari Lima Pilar dalam Kerangka Aksi Penciptaan Lapangan Kerja dan Peningkatan Keterampilan Angkatan Kerja

1

2

3

4

5

Investasi danlingkungan usaha

Pembangunan Infrastruktur

Komunitas

Program DaruratLapangan Kerja

Perbaikan InstitusiLayanan Pasar Kerja

Peningkatan Ketrampilan

Jang

ka P

anja

ngH

asil

Jang

ka P

ende

k

Program Jangka Pendek Jangka Panjang

Perbaikan Standardan

Sertiikasi Profesi

Penguatan SistemPendidikan dan

Pelatihan Kejuruan

Pasar KerjaInternasional

Pasar Kerja Nasional

Pasar Kerja Lokal

Strategi PenciptaanLapangan Kerja

Sumber: TNP2K (2012), Kerangka Aksi Nasional Perluasan Penciptaan Lapangan Kerja dan Peningkatan Keterampilan Pekerja,

unpublished

Page 149: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM136

INISIATIF PROGRAMKETENAGAKERJAAN

Hubungkan dengan dukungan pembiayaan mikro(Pilar 3: pembiayaan mikro)

Dukungan PengembanganUsaha (Business Development Support) bagi pekerja muda

(Pilar 2&3: libatkan pemerintah daerah & TVET dalam perencanaan

dan implementasi

Akses ke beasiswa jika diperlukan

Pilar 1: Standar Minimal: Pusat Layanan Pekerjaan(Pilar 1:Memantau dampak)1. Pro l dan asesmen pencari kerja2. Pelatihan transisi dari 2. Pelatihan transisi dari sekolah ke dunia kerja (sebelum bekerja)3. Program penjangkauan4. Bimbingan karir Pelatihan Kewirausahaan

Muda (Pilar 2&3: Meningkatkan

outsourcing & standar kompetensi bagi pelatih)

Pusat Layanan Tenaga Kerja

(Pilar 1:Memantau dampak)

Penempatan kerja (Pilar 1: Meningkatkan

kualitas layanan tenaga kerja)

Pelatihan BLK/TVET (Pilar 2: Standar

Kompetensi)

Melatih orang muda untuk

berwirausaha

Tahap Sebelum Bekerja Seleksi Penempatan Setelah Penempatan

Melatih orang muda

untuk bekerja

Melakukan Kerjasama dan Koordinasi Dengan Bappenas dan K/L Terkait

Dalam kaitannya dengan ketenagakerjaan Kaum Muda, TNP2K juga secara terus-

menerus bekerjasama dengan Bappenas dalam perencanaan maupun perbaikan

program ketenagakerjaan yang telah ada. Bappenas sendiri telah menerbitkan Indonesia Youth Employment Initiatives Inventory di tahun 2011yang merupakan pemetaan program

ketenagakerjaan kaum muda. Berdasarkan inventori tersebut serta diskusi dengan

para pemangku kepentingan, Bappenas kemudian mengidentifikasikan lima strategi

percepatan penciptaan kesempatan kerja kaum muda sebagai berikut:

a. Reformasi kebijakan ketenagakerjaan kaum muda yang bertujuan agar siswa

bersekolah lebih lama dan mengurangi putus sekolah, sehingga mengurangi jumlah

pekerja dengan pendidikan rendah masuk ke dalam pasar tenaga kerja;

b. Peningkatan keterampilan agar dapat bekerja atau dipekerjakan;

c. Peningkatan kualitas pemagangan;

d. Peningkatan kesempatan untuk kewirausahaan kaum muda; dan

e. Perbaikan akses dan layanan sistem informasi pasar tenaga kerja (LMIS).

Gambar 68. Program Terpadu Untuk Penciptaan Lapangan Kerja Bagi Angkatan Kerja Muda

Sumber: TNP2K (2012), Kerangka Aksi Nasional Perluasan Penciptaan Lapangan Kerja dan Peningkatan Keterampilan Pekerja, unpublished

Page 150: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

137Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

INISIATIF PROGRAMKETENAGAKERJAAN

Selain itu, TNP2K melalui tim dari klaster tiga juga secara terus menerus melakukan

engagement dengan kementerian dan lembaga lain yang berkaitan langsung dengan

program-program ketenagakerjaan. Adanya kerjasama antar lembaga ini diharapkan

dapat lebih meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari program ketenagakerjaan yang

ada, khususnya untuk kaum muda.

Melakukan Studi Untuk Memperkuat Masukan Kebijakan yang Berdasarkan Bukti (Evidence Based Policy)

Untuk lebih mensinergikan lima strategi percepatan penciptaan kesempatan kerja kaum

muda dari Bappenas serta lima pilar ketenagakerjaan Setwapres, TNP2K melakukan studi-

studi serta diskusi lebih lanjut untuk perbaikan program ke depan. Kegiatan tersebut

dilakukan sebagai upaya perbaikan kebijakan berbasiskan bukti (evidence-based policy), yang diantaranya adalah:

a. Kajian program-program penciptaan kesempatan kerja pemerintah terbesar.

Kegiatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis efektivitas, efisiensi

dan juga dampak dari program bagi orang miskin dan pengentasan kemiskinan dan

Page 151: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM138

INISIATIF PROGRAMKETENAGAKERJAAN

memberikan rekomendasi program mana yang perlu ditingkatkan.

b. Kajian praktik-praktik terbaik ketenagakerjaan kaum muda, yang bertujuan untuk

mengambil pelajaran dari program-program ketenagakerjaan nasional dan

internasional yang baik untuk saran perbaikan program-program yang ada maupun

mengisi kesenjangan program yang mungkin terjadi dan,

c. Studi kelayakan penyediaan dana pelatihan, yang bertujuan untuk memperbaiki

koordinasi antar kementerian dan lembaga dalam penyediaan dana pelatihan

(training fund) serta memperbaiki sistem pelatihan keterampilan yang terpadu dan

berbasis kompetensi di tingkat nasional dan,

d. Studi tentang UMKM yang meliputi studi perbaikan lingkungan usaha yang

mendukung perkembangan UMKM di tingkat nasional yang diharapkan akan

menjadi dasar perbaikan kebijakan yang mendukungnya; serta pemetaan peranan

dan tanggung jawab dari stakeholder pemerintah dan non-pemerintah dalam

pengembangan UMKM.

TINDAK LANJUT KE DEPAN

Program dan kebijakan ketenagakerjaan kaum muda yang sudah berjalan sudah

mulai menunjukkan hasil yang positif, tetapi tentu saja selalu ada celah potensi untuk

meningkatkan keberhasilan program-program tersebut atau bahkan menambah program

baru untuk mengisi kesenjangan yang terjadi. Berdasarkan hasil studi serta diskusi dengan

para pemangku kepentingan, beberapa area yang perlu mendapatkan perhatian lebih

lanjut adalah program-program padat karya, skill training serta pengembangan UMKM.

Program padat karya merupakan program penciptaan kesempatan kerja jangka pendek

dan menengah yang akan sangat efektif pada saat permintaan dari pasar tenaga kerja

melemah. Program ini terutama bertumpu pada penyerapan tenaga kerja yang banyak

untuk program pembangunan infrastruktur maupun program-programbsosial lainnya

yang dibiayai oleh pemerintah. Selain untuk memberikan efek pendapatan secara

langsung bagi pekerjanya, program ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian

daerah secara langsung dengan adanya peningkatan kualitas serta ketersediaan fasilitas

dan jasa publik.

Program padat karya juga dapat dipakai untuk memasukkan kelompok masyarakat/

kaum muda yang baru putus sekolah atau menyelesaikan pendidikannya ke dalam

kegiatan yang produktif. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kaum muda tidak

boleh dibiarkan terlalu lama di luar sistem pendidikan maupun dunia kerja karena hal

tersebut akan berpotensi untuk membuat mereka menjadi putus asa maupun terlibat

Page 152: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

139Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

INISIATIF PROGRAMKETENAGAKERJAAN

dalam kegiatan yang secara sosial meresahkan. Dampak dari program padat karya dapat

ditingkatkan dengan mengaitkannya dengan program-program peningkatan keahlian

dan keterampilan. Berkaitan dengan perkembangan kebijakan saat ini, terutama Undang-

Undang Desa, program padat karya dapat menjadi salah satu opsi tercepat dalam

penciptaan kesempatan kerja dan peningkatan keterampilan di daerah. Pemerintah juga

dapat memberikan insentif lebih lanjut untuk pengembangan program padat karya

kepada lembaga publik yang melakukan program tersebut.

Peningkatan keahlian dan keterampilan tenaga kerja juga merupakan keharusan,

terutama untuk menghadapi persaingan dalam pasar tenaga kerja yang akan semakin

berat dan terbuka. Untuk itu diperlukan suatu upaya yang sangat keras untuk mengejar

ketertinggalan yang ada, terutama dalam hal peningkatan kualitas pelatihan dan

pendidikan yang ada serta meningkatkan aksesibilitas terhadap pendidikan dan pelatihan,

khususnya untuk kaum muda dan kelompok masyarakat miskin. Untuk itu diperlukan

suatu kebijakan pelatihan dan pendidikan yang terintegrasi dan lintas sektoral.

Peningkatan keahlian dan keterampilan tenaga kerja juga merupakan keharusan,

terutama untuk menghadapi persaingan dalam pasar tenaga kerja yang akan semakin

berat dan terbuka. Untuk itu diperlukan suatu upaya yang sangat keras untuk mengejar

ketertinggalan yang ada, terutama dalam hal peningkatan kualitas pelatihan dan

pendidikan yang ada serta meningkatkan aksesibilitas terhadap pendidikan dan pelatihan,

khususnya untuk kaum muda dan kelompok masyarakat miskin. Untuk itu diperlukan

suatu kebijakan pelatihan dan pendidikan yang terintegrasi dan lintas sektoral.

Page 153: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM140

INISIATIF PROGRAMKETENAGAKERJAAN

Aksesibilitas terhadap pelatihan, terutama, perlu diberikan perhatian khusus. Selama ini

dana pendidikan yang ada banyak terfokus pada pendidikan dasar, sementara dana untuk

pelatihan dirasakan masih sangat terbatas. Terlebih lagi informasi dan kesempatan yang

ada tidak tersebar dengan merata sehingga kesempatan tersebut tidak dimanfaatkan

dengan baik untuk kaum muda dan masyarakat miskin. Di sisi lain, terdapat kemungkinan

pendanaan pelatihan (training fund) serta keterlibatan dari pihak swasta yang bisa

dioptimalkan. Oleh karenanya, diperlukan perencanaan, sistem serta penargetan yang

baik agar bisa dicapai hasil yang optimal.

Pengembangan kewirausahaan dan UMKM juga diperlukan mengingat lambatnya

pasar tenaga kerja formal dalam menciptakan kesempatan kerja. Untuk itu, diperlukan

optimalisasi program yang ada serta perbaikan iklim usaha yang mendorong

penciptaan UMKM dan graduasi ke usaha formal. Aksesibilitas dari UMKM dan wirausaha

pemula terhadap bantuan finansial dan teknis menjadi kunci keberhasilan UMKM.

Multistakeholder partnership perlu dikembangkan agar relevansi serta efektivitas biaya

bisa lebih dioptimalkan.

Page 154: Menjangkau Masyarakat - TNP2K
Page 155: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM142

A D V O K A S I

PengantarSelama tiga tahun terakhir, jumlah TKPK (Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan)

yang terbentuk terus bertambah dan hingga saat ini telah mencakup hampir seluruh

daerah. Di tingkat provinsi, TKPK sudah ada di semua provinsi sejak tahun 2011.

Sedangkan di tingkat kabupaten/kota, hingga akhir tahun 2013 tinggal tersisa 35 dari

total 508 jumlah kabupaten/kota, yang belum menerbitkan SK Kepala Daerah untuk

pembentukan lembaga yang dimaksud. Kondisi ini jauh lebih baik dibandingkan dua

tahun sebelumnya ketika masih ada sekitar 33,4 persen, atau124 dari total 497 kabupaten/

kota, yang belum memiliki TKPK. Sisa daerah yang belum membentuk TKPK berada di

wilayah timur Indonesia, khususnya di Provinsi Maluku Utara, Papua Barat dan Papua,

serta di daerah-daerah baru hasil pemekaran (Gambar 69).

Gambar 69. Perkembangan Jumlah TKPK Kabupaten/Kota Menurut Provinsi

2011

2012

Page 156: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

143Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

A D V O K A S I

Gambar 69. Perkembangan Jumlah TKPK Kabupaten/Kota Menurut Provinsi (Lanjutan)

2013

Sumber: Data Tim Advokasi-TNP2K

Gambar 70. TKPK yang terbentuk s/d Maret 2014

Sebagian pihak memandang struktur kelembagaan TKPK sebagai peluang untuk

memperluas koordinasi kebijakan, tetapi sebagian lain melihatnya sebagai ancaman

dalam kecenderungan umum rivalitas politik kepala daerah dan wakilnya. Seluruh TKPK

yang ada saat ini, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, pembentukannya

telah mengacu pada Perpres Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan

Kemiskinan, dan Permendagri Nomor 42 Tahun 2010 tentang Tim Koordinasi

Penanggulangan Kemiskinan (sebelumnya, dasar hukum pembentukan TKPK Daerah

adalah Perpres Nomor 13 Tahun 2009). Dengan demikian seluruh TKPK telah diketuai

oleh wakil kepala daerah. Struktur ini di satu pihak dianggap menguntungkan karena

mendukung perluasan jangkauan koordinasi dan integrasi kebijakan penanggulangan

kemiskinan di daerah. Khususnya jika dikaitkan dengan karakter multidimensi dari

kemiskinan yang mengharuskan pendekatan intervensi lintas-sektoral yang lebih masif.

Sumber: Data Tim Advokasi-TNP2K

Page 157: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM144

A D V O K A S I

Menyelenggarakan Rakor Tidak Menyelenggarakan Rakor

Menyelenggarakan Rakor Tidak Menyelenggarakan Rakor

2011 2012 2013

2011 2012 2013

3329

4

20

20

233

140

140

171115

115

Tetapi di lain pihak, struktur ini dinilai juga bisa merugikan jika relasi antara kepala daerah

dan wakilnya kurang harmonis. Dalam beberapa kasus di daerah, rivalitas antara keduanya

dalam batas tertentu telah melemahkan kepemimpinan TKPK: faktor yang justru disadari

sebagai kunci untuk mengatasi masalah klasik ego sektoral dalam perencanaan kebijakan.

RAPAT KOORDINASI TKPK

Tidak semua TKPK dapat segera menjalankan fungsi kelembagaannya setelah terbentuk.

Ada variasi yang cukup lebar antar daerah dalam hal kemampuan TKPK menjalankan

tugas kelembagaannya, yaitu melakukan koordinasi dan mengendalikan pelaksanaan

penanggulangan kemiskinan di daerahnya. Tolok-ukur yang bisa digunakan di antaranya

adalah frekuensi penyelenggaraan Rakor TKPK (Gambar 71), kepemimpinan ketua

TKPK dan partisipasi pemangku kepentingan di dalamnya, pelaporan pencapaian

penanggulangan kemiskinan di daerah, koordinasi penyusunan dan legalisasi SPKD,

pengendalian pemantauan pelaksanaan program dan penanganan pengaduan

masyarakat atas masalah kepesertaan maupun pelaksanaan program.

Gambar 71. Penyelenggaraan Rakor TKPK di Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota

Sumber: Data Tim Advokasi-TNP2K

Menyelenggarakan Rakor Tidak Menyelenggarakan Rakor

Menyelenggarakan Rakor Tidak Menyelenggarakan Rakor

2011 2012 2013

2011 2012 2013

3329

4

20

20

233

140

140

171115

115

TKPK Kabupaten/Kota

TKPK Provinsi

Page 158: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

145Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

A D V O K A S I

Sebagian besar dari TKPK telah menyelenggarakan rapat koordinasi (rakor) TKPK. Rakor

TKPK merupakan salah satu instrumen bagi TKPK untuk melaksanakan tugas koordinasi

penanggulangan kemiskinan di daerah yang bersangkutan. Dari tahun ke tahun jumlah

TKPK yang menyelenggarakan kegiatan ini terus meningkat, baik di tingkat provinsi maupun

kabupaten/kota. Pada tahun 2013, rakor telah terselenggara di seluruh TKPK provinsi.

Sementara di tingkat kabupaten/kota kegiatan ini telah diselenggarakan oleh sekitar

75 persen (350 TKPK) dari jumlah TKPK yang ada. Kegiatan ini seluruhnya menggunakan

sumber pembiayaan dari APBD masing-masing daerah, yang umumnya dialokasikan

melalui anggaran belanja Bappeda atau BPMD.

Frekuensi penyelenggaraan rakor oleh mayoritas TKPK telah mencapai minimal tiga

kali dalam setahun. Permendagri Nomor 42 Tahun 2010 merekomendasikan bahwa

penyelenggaraan rakor oleh TKPK adalah minimal tiga kali dalam setahun. Selain untuk

memperbarui informasi perkembangan pelaksanaan dan capaian penanggulangan

kemiskinan di daerah, rakor ini dimaksudkan sebagai forum bagi semua unit dalam TKPK,

baik kelompok kerja maupun kelompok program, untuk memikirkan aksi kebijakan yang

dibutuhkan dari masing-masing sektor dalam rangka mengatasi kendala-kendala yang

ditemukan dari pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di lapangan. Menurut

data, sebagian besar dari TKPK yang telah menyelenggarakan rakor TKPK pada tahun

2013 mampu memenuhi frekuensi minimal yang direkomendasikan oleh Permendagri

tersebut.

Mayoritas rakor TKPK dipimpin langsung oleh wakil kepala daerah selaku Ketua TKPK.

Sedangkan dalam hal kepesertaan, separuh dari rakor yang terselenggara juga dihadiri

oleh para pemangku kepentingan di luar struktur TKPK. Kehadiran wakil kepala daerah

Page 159: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM146

A D V O K A S I

selaku ketua TKPK untuk memimpin langsung pelaksanaan rakor TKPK umumnya

dipandang penting oleh pemangku kepentingan di daerah karena dapat memperkecil

kemungkinan para pimpinan SKPD mendelegasikan kehadirannya kepada staf atau

bawahannya. Sehingga, rakor dapat berfungsi lebih dari sekadar sebuah forum lintas

sektor untuk melaporkan kegiatan dan hasil penanggulangan kemiskinan, tetapi sekaligus

untuk memutuskan tindak lanjut atas temuan-temuan dari pelaksanaan program di

lapangan. Data menunjukkan bahwa sekitar 70 persen rakor TKPK sepanjang tahun 2013

telah dipimpin langsung oleh Wakil Kepala Daerah selaku Ketua TKPK. Tidak kurang dari

50 persen rakor TKPK juga telah melibatkan unsur-unsur masyarakat di luar lembaga

TKPK sebagai peserta aktif, seperti anggota DPRD, tokoh masyarakat dan agama, aparat

penegak hukum, aktivis LSM, perwakilan perguruan tinggi, pelaku usaha dan sebagainya

(Gambar 72).

Gambar 72. Rakor TKPK Menurut Frekuensi, Pimpinan dan Pesertanya (2013)

Sumber: Data Tim Advokasi-TNP2K

Masalah data perencanaan dan kepesertaan program penanggulangan kemiskinan

dan kinerja implementasinya telah menjadi dua isu yang paling dominan dibicarakan

dalam forum-forum rakor TKPK di daerah. Sejalan dengan transformasi pendekatan

penanggulangan kemiskinan nasional yang ditandai oleh penajaman prioritas intervensi

dan sasaran program (rumah tangga, keluarga atau individu), perhatian masyarakat dan

pemerintah daerah kepada isu-isu yang berkaitan dengan fokus, lokus dan kepesertaan

program makin meningkat. Isu-isu tersebut mendominasi agenda pembahasan di dalam

rakor TKPK di daerah selama periode 2012–2013. Secara lebih spesifik, isu-isu utama yang

dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Data Perencanaan dan Penargetan Program Isu ini sangat mendominasi perhatian TKPK karena berpengaruh langsung terhadap

kualitas rencana kerja dan pengalokasian anggaran daerah untuk penanggulangan

kemiskinan. SKPD umumnya mengeluhkan kesulitan dalam memperoleh data-data

terbaru terkait kemiskinan, baik data makro maupun mikro. Perbedaan antara data

yang dipublikasikan oleh BPS di daerah dengan data sektoral yang dikumpulkan

oleh SKPD juga dipandang sebagai kendala tersendiri bagi evaluasi dan perencanaan

program. Secara lebih spesifik, rakor TKPK juga kerap mempertanyakan mekanisme

pengumpulan data mikro (PPLS) oleh BPS dan pengelolaan oleh TNP2K untuk

keperluan penetapan sasaran program.

Page 160: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

147Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

A D V O K A S I

b. Kinerja Implementasi Program Nasional. Peserta Rakor TKPK umumnya membahas kinerja implementasi program dalam

konteks kesesuaian implementasi itu terhadap prosedur dan ketentuan program, dan

dampak program bagi penyelesaian masalah kemiskinan. Pembahasan menyangkut

hal ini biasanya langsung dikaitkan dengan kinerja pendampingan dan pengawasan

pelaksanaan program di lapangan.

c. Perencanaan Kebijakan Daerah Rakor TKPK juga tidak jarang dimanfaatkan untuk keperluan menyamakan persepsi,

mengumpulkan informasi (stock-tacking) atau melakukan uji publik dalam rangka

pemantapan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD), dengan melibatkan

unsur-unsur pemangku kepentingan penanggulangan kemiskinan di daerah.

d. Kelembagaan dan Peran TKPK Optimalisasi peran TKPK sebagai sebuah lembaga dengan struktur dan fungsi yang

luas juga menjadi perhatian khusus di daerah. Rakor TKPK dengan isu ini sebagai

agenda utama umumnya membahas masalah mekanisme dan kapasitas sumber daya

yang tersedia untuk operasionalisasi fungsi unit-unit di dalam lembaga ini, khususnya

Kelompok Kerja (Pokja)—Data dan Informasi, Kemitraan, dan Penanganan Pengaduan;

dan Kelompok Program—berbasis rumah-tangga/keluarga/individu, pemberdayaan

masyarakat, dan pemberdayaan pelaku usaha mikro dan kecil.

e. Koordinasi Pusat dan Daerah Kualitas keterlibatan unsur pemerintah dan masyarakat di daerah dalam pengelolaan

program-program nasional yang ada sekarang umumnya dinilai belum mencukupi.

Meski porsinya relatif kecil dalam agenda rakor TKPK, tetapi pembahasan menyangkut

isu ini biasanya menggarisbawahi satu poin penting tentang revisi terhadap prosedur

perencanaan, penargetan, pemantauan dan penanganan pengaduan program-

program nasional dengan memberikan porsi yang lebih besar pada peran daerah.

Keterbatasan anggaran bukan kendala utama dalam formalisasi dan aktivasi TKPK.

Masalah terbesar umumnya berkaitan dengan pemahaman akan arti penting dan teknis

operasional dari fungsi lembaga, keberadaan tenaga pendamping, dan kepemimpinan

atas lembaga TKPK itu sendiri. Beberapa faktor yang secara tipikal memengaruhi aktivasi

fungsi kelembagaan TKPK adalah sebagai berikut:

a. Pemahaman Penentu Kebijakan Akan Arti Penting TKPK Pada sejumlah daerah, kandungan Perpres Nomor 15 Tahun 2011 tentang Percepatan

Penanggulangan Kemiskinan dan Permendagri Nomor 42 Tahun 2010 tentang Tim

Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan tidak cukup tersosialisasikan. Sehingga

pemahaman tentang hubungan langsung antara kinerja kelembagaan koordinasi

dengan efektivitas program penanggulangan kemiskinan tidak dipahami secara utuh.

Page 161: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM148

A D V O K A S I

b. Keberadaan Pedoman Operasionalisasi Fungsi Kelembagaan Sesuai Permendagri Nomor 42 Tahun 2010, organisasi TKPK dibangun oleh dua

unit besar yaitu sekretariat (berisi pokja data dan informasi; pokja penanganan

pengaduan; pokja kemitraan; dan sekretaris) dan kelompok program (terdiri atas

kelompok program berbasis rumah-tangga/individu; kelompok program berbasis

pemberdayaan masyarakat; dan kelompok berbasis pemberdayaan pelaku UMK).

Masalahnya, hingga saat ini belum tersedia petunjuk teknis menyangkut peran

koordinasi masing-masing unit tersebut dalam setiap program penanggulangan

kemiskinan. Di lapangan, kondisi ini membatasi keterlibatan TKPK dalam agenda-

agenda pemantauan program, penanganan pengaduan dan pemutakhiran data

kemiskinan.

c. Keberadaan Focal Point dan Pelaksana Teknis Faktor ini dikaitkan dengan frekuensi mutasi PNS yang umumnya relatif tinggi, sehingga

tidak ada jaminan bahwa staf yang telah mengikuti program peningkatan kapasitas

TKPK dapat menerapkan kemampuannya sebagai fasilitator dalam operasional dari

fungsi lembaga. Pada saat yang sama mayoritas TKPK belum melihat urgensi dan/

atau belum mampu melakukan perekrutan konsultan atau tenaga ahli sebagai pen-

damping TKPK, khususnya di sekretariat. Lebih dari itu, tidak jarang keaktifan TKPK

terbantu oleh faktor kedekatan personal antara pelaksana TKPK dengan kepala daerah

dan/atau wakilnya.

d. Keterlibatan Langsung Pimpinan Daerah TKPK yang aktif hampir seluruhnya merupakan TKPK yang mendapat dukungan

langsung dari pimpinan daerahnya, baik wakil kepala daerah selaku ketua, maupun

kepala daerah sebagai penanggung jawab. Indikator keterlibatan itu antara lain

berupa kesediaan untuk secara reguler memimpin langsung rakor TKPK dan menagih

laporan tindak lanjutnya, mempertanyakan dan menegur unsur TKPK yang dalam

rakor tidak diwakili oleh pejabat dari level pengambil keputusan, memfasilitasi

penyusunan dan penandatanganan dokumen SPKD, memfasilitasi pelaporan kinerja

TKPK (LP2KD), memfasilitasi permohonan data untuk keperluan perencanaan dan

penargetan program kepada pemerintah pusat, khususnya kepada TNP2K, dan aktif

memimpin pertemuan konsultasi dan menghadiri rapat koordinasi dengan TNP2K.

e. Ketersediaan Anggaran Operasional Hampir seluruh kegiatan reguler TKPK seperti rakor dan pelatihan tim teknis dibiayai

dari pos belanja SKPD Bappeda dan/atau BPMD. Sedangkan untuk kegiatan monitoring

program nasional yang dilakukan oleh kelompok program, anggaran bersumber dari

SKPD yang terlibat dalam pengelolaan program yang bersangkutan, selain dari dana

monitoring yang sudah dianggarkan oleh program itu sendiri.

Page 162: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

149Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

A D V O K A S I

PELAPORAN LP2KD DAN PENYUSUNAN DOKUMEN SPKD

Jumlah TKPK yang melaporkan kinerja penanggulangan kemiskinan di daerahnya dari

tahun ke tahun terus bertambah. Permendagri Nomor 42 Tahun 2010 mewajibkan TKPK

untuk setiap tahun menyampaikan Laporan Pencapaian Penanggulangan Kemiskinan

Daerah (LP2KD) kepada pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri. Meskipun

secara persentase belum memenuhi harapan, jumlah TKPK yang mampu memenuhi

kewajiban ini dalam tiga tahun terakhir terus meningkat, khususnya di tingkat kabupaten/

kota. Hingga kuartal pertama tahun 2014, TKPK yang menyampaikan LP2KD 2013 tercatat

sejumlah 164, jauh lebih banyak daripada LP2KD 2012. Dengan catatan, sebagian besar

LP2KD untuk tahun tertentu baru disampaikan oleh daerah menjelang pertengahan

tahun berikutnya.

Keterbatasan data perencanaan dan kapasitas analisis kebijakan menjadi kendala

terbesar dalam penyelesaian LP2KD. Keaktifan TKPK dalam mengikuti kegiatan-

kegiatan peningkatan kapasitas analisis dan perencanaan kebijakan penanggulangan

kemiskinan—terutama yang diselenggarakan oleh TNP2K bekerjasama dengan TKPK di

seluruh provinsi selama tiga tahun terakhir—terbukti belum mencukupi untuk mengatasi

kendala teknis penyelesaian LP2KD. Masalah klasik keterbatasan data perencanaan masih

menjadi hambatan utama, selain ketidakberlanjutan tugas tim teknis TKPK, karena tidak

diterapkannya pertimbangan khusus dalam kebijakan mutasi PNS di daerah, sementara

di lain pihak transfer pengetahuan dalam lingkungan birokrasi belum menjadi tradisi.

Substansi dan kerangka analisis dari hampir seluruh LP2KD telah mengacu kepada

panduan yang diterbitkan oleh TNP2K. Melalui forum-forum pelatihan, magang dan

konsultasi teknis perencanaan kebijakan bagi TKPK selama tiga tahun terakhir ini, Tim

Advokasi TNP2K berupaya mendorong TKPK agar menerapkan suatu standar substansi

dan kerangka analisis tertentu dalam melakukan evaluasi kondisi kemiskinan di daerah

dan merekomendasikan prioritas intervensi kebijakan untuk penanggulangannya.

Rekomendasi ini telah dituangkan ke dalam buku panduan peningkatan kapasitas TKPK

yang diterbitkan oleh TNP2K.

Gambar 73. Buku Panduan Bagi TKPK yang Diterbitkan Oleh TNP2K

Sumber: TNP2K

Page 163: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM150

A D V O K A S I

Substansi yang dimaksud di atas meliputi: (i) kondisi kemiskinan daerah, yaitu profil

kemiskinan atau karakteristik masalah kemiskinan di daerah dalam berbagai dimensinya;

(ii) determinan kemiskinan daerah, yaitu gambaran tentang faktor-faktor penyebab di

balik setiap karakteristik masalah kemiskinan yang ditemukan, berikut wilayah-wilayah

di mana faktor-faktor itu menonjol sebagai masalah. Faktor-faktor dan wilayah-wilayah

ini merupakan dasar penentuan prioritas intervensi kebijakan multidimensi; (iii) relevansi

dan efektivitas anggaran daerah, yaitu gambaran tentang tingkat keberpihakan anggaran

daerah, terutama dari sisi belanja, terhadap prioritas intervensi penanggulangan

kemiskinan yang telah teridentifikasi; serta tentang sejauh mana belanja anggaran

tersebut membawa perubahan terhadap indikator-indikator kemiskinan; (iv)

perkembangan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di daerah, yang

merupakan hasil dari kegiatan pemantauan oleh masing-masing kelompok program di

daerah.

Kerangka analisis yang digunakan dalam laporan LP2KD pada prinsipnya melibatkan (i)

analisis posisi relatif untuk melihat kondisi terakhir capaian indikator kemiskinan suatu

daerah dibandingkan capaian tersebut oleh daerah-daerah lain, wilayah di atasnya dan

nasional; (ii) analisis perkembangan antar waktu untuk mengetahui sejarah (fluktuasi atau

konsistensi perubahan antar waktu) dari capaian indikator sebelum mencapai kondisi

terakhirnya); (iii) analisis efektivitas untuk menilai sejauh mana intervensi menghasilkan

perubahan dalam capaian indikator; dan bagaimana perubahan itu terjadi dari waktu ke

waktu; (iv) analisis relevansi untuk menjawab pertanyaan apakah masalah menyangkut

suatu indikator di suatu daerah juga terjadi di tingkat wilayah yang lebih luas, atau apakah

masalah itu merupakan masalah khas daerah yang bersangkutan atau merupakan

tantangan bersama antar daerah; (v) analisis keterkaitan untuk melihat hubungan antara

tingkat capaian dan pola perubahan suatu indikator sasaran (indikator utama) dengan

indikator-indikator pendukungnya—yaitu indikator-indikator yang dapat diintervensi

untuk menghasilkan perubahan dalam indikator sasaran; dan (vi) kerangka monitoring

(spot-check) program-program penanggulangan kemiskinan.

Banyak daerah berinisiatif untuk mengembangkan LP2KD menjadi SPKD. Pada praktiknya,

tidak sedikit kemudian diantaranya yang telah menetapkan dokumen ini sebagai

Peraturan Kepala Daerah. Mengoordinasikan penyusunan SPKD oleh sektor-sektor terkait

di daerah merupakan bagian dari fungsi TKPK. Dokumen ini menetapkan isu strategis dan

rencana aksi lima tahunan, yang dari segi substansi dapat dikembangkan dari LP2KD—

khususnya dari hasil analisis-analisis kondisi kemiskinan multidimensi, determinannya,

keberpihakan dan kinerja anggaran daerah, serta kinerja kelembagaan koordinasi lintas-

sektor di daerah. Sehingga, semua sektor dapat menjadikan SPKD sebagai kebijakan

acuan dalam menyusun rencana kerja tahunan (Renja SKPD) yang lebih mendukung

penanggulangan kemiskinan. Untuk memperbesar peluang terjadinya hal ini, tidak

sedikit daerah berinisiatif menetapkan SPKD menjadi suatu regulasi, yang umumnya

berupa peraturan gubernur, bupati atau wali kota.

Page 164: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

151Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

A D V O K A S I

Gambar 74. Contoh Peraturan Kepala Daerah tentang SPKD

Sumber: TNP2K

Dari 498 daerah (provinsi dan kabupaten/kota) yang memiliki TKPK saat ini, 198 daerah

diantaranya telah menyelesaikan penyusunan SPKD. Sebanyak 31 daerah diantaranya

telah menetapkan dokumen tersebut sebagai peraturan kepala daerah. Sebanyak

233 daerah masih dalam proses penyusunan. Sedangkan 67 daerah lainnya tidak

berinisiatif menyusun SPKD atau tidak diketahui status perkembangannya (Gambar 75).

Gambar 75. Daerah menurut Status Dokumen SPKD

Sedang disusun, 233(46,79%)

SPKD disusun belum ditetapkandengan Perkada, 167

(84,34%)

SPKD disusun sudah ditetapkan dengan

Perkada, 31(15,66%)Sudah selesai

disusun, 198(39,76%)

Tidak disusun/tidak diketahuiperkembangannya, 67

(13,45%)

Sumber: Data Tim Advokasi – TNP2K

Kapasitas teknis TKPK dalam menyusun LP2KD dan SPKD didukung oleh pelatihan,

magang dan konsultasi teknis analisis dan perencanaan kebijakan yang diselenggarakan

Page 165: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM152

A D V O K A S I

oleh TNP2K bekerjasama dengan TKPK. Secara keseluruhan tingkat partisipasi TKPK dalam

kegiatan-kegiatan tersebut sangat tinggi. Dukungan bagi peningkatan kapasitas Tim

Teknis TKPK telah menjadi kesepakatan bersama TNP2K dan seluruh TKPK Provinsi sejak

tahun 2010. Bentuk kegiatannya adalah (i) pelatihan analisis dan perencanaan kebijakan

penanggulangan kemiskinan, yang diselenggarakan di tingkat provinsi dengan peserta

dari seluruh TKPK kabupaten/kota di wilayah yang bersangkutan; (ii) magang di sekretariat

TNP2K untuk pemantapan pemahaman tim teknis TKPK tentang materi pelatihan; dan (iii)

konsultasi teknis untuk me-review draft LP2KD atau SPKD yang disusun oleh TKPK. Tingkat

partisipasi tim teknis TKPK dalam kegiatan-kegiatan tersebut menunjukkan peningkatan

dari tahun ke tahun.

Gambar 76. TKPK yang ikut magang dan pelatihan di TNP2K s/d Maret 2014

Sumber: Data Tim Advokasi – TNP2K

Hampir seluruh peserta pelatihan menyepakati arti penting pelatihan analisis

dan perencanaan kebijakan bagi optimalisasi peran koordinasi TKPK. Mereka juga

mengharapkan agar dukungan TNP2K dalam hal ini bisa terus dipertahankan. Oleh

sebagian besar tim teknis TKPK peserta pelatihan di seluruh provinsi, materi pelatihan

analisis dan perencanaan kebijakan penanggulangan kemiskinan dinilai menarik,

memberi wawasan dan pengetahuan baru, serta bermanfaat bagi pelaksanaan tugas

mereka. Penyampaian materi ini oleh narasumber dari TNP2K juga dinilai baik oleh

mayoritas peserta.

Gambar 77. Contoh Laporan Pelaksanaan Penanggulangaan Kemiskinan Daerah

(LP2KD)

Sumber: TNP2K

Page 166: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

153Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

A D V O K A S I

Gambar 78. Contoh Analisis Kabupaten

Sumber: TNP2K

Melalui pelatihan dan pemagangan tersebut, TKPK mampu membuat laporan dan

analisis berdasarkan panduan yang diberikan oleh TNP2K (Gambar 77 dan 78). Dengan

analisis tersebut, pemerintah daerah dapat menyusun skala prioritas dalam menyiapkan

program yang terkait dengan penanggulangan kemiskinan di wilayahnya.

Melihat capaian dan output yang dihasilkan oleh TKPK-TKPK saat ini, sulit membayangkan

itu terjadi 4-5 tahun yang lalu. Tahun 2009-2010 kondisi TKPK dari sisi formal kelembagaan,

dukungan dana APBD, kondisi sumber daya manusia sangat beragam. Ini menjadi

tantangan besar bagi TNP2K dalam menjalankan program peningkatan kapasitas TKPK

saat awal terbentuk di tahun 2010. Namun upaya yang persisten dan konsisten TNP2K –

lewat pelatihan, magang, konsultasi teknis, penyusunan pedoman dan lainnya-- dengan

dukungan dari bapak Wapres berujung pada hasil yang menggembirakan. TKPK-TKPK

saat ini, seperti telah dipaparkan di atas, telah berhasil menjalankan fungsi-fungsi utama

dalam rangka mendukung upaya penanggulangan kemiskinan dengan cukup baik.

Memang upaya tersebut masih belum tuntas. Namun fondasi telah terbentuk dan peta

jalan telah terbentang sehingga upaya dan arah peningkatan kapasitas TKPK ke depan

menjadi lebih jelas dan lebih menjanjikan.

TINDAK LANJUT KE DEPAN

Berdasarkan hasil kegiatan advokasi kebijakan daerah dalam penanggulangan kemiskinan

selama ini, dan dari hasil kaji cepat terhadap faktor penghambat dan pendorong

operasionalisasi mengoperasionalkan peran TKPK di daerah, ada beberapa hal yang

menjadi catatan untuk tindak lanjut ke depan, yaitu:

a. Lembaga semacam TKPK yang mempunyai peran dan fungsi melakukan koordinasi dan

pengendalian pelaksanaan penanggulangan kemiskinan di daerah dipandang oleh

Page 167: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM154

A D V O K A S I

para pihak di daerah masih dibutuhkan, mengingat upaya-upaya penanggulangan

kemiskinan merupakan prioritas daerah, prioritas nasional, maupun global, namun

sifatnya lintas sektoral dan lintas pemangku kepentingan, sehingga perlu sinkronisasi,

harmonisasi, dan integrasi penanggulangan kemiskinan lintas sektor dan lintas

pemangku kepentingan tersebut.

b. Agar tugas dan fungsi TKPK dalam hal koordinasi dan pengendalian pelaksanaan

penanggulangan kemiskinan yang sudah mulai nampak hasilnya dapat terus berjalan

dan semakin kuat, maka upaya peningkatan kapasitas kelembagaan dan kapasitas tim

teknis sebagai focal point pelaksana kegiatan TKPK perlu terus dilakukan baik melalui

pelatihan, magang, maupun kegiatan-kegiatan konsultasi teknis.

c. Perlu upaya advokasi yang lebih intensif untuk meningkatkan peran dan perhatian

pimpinan daerah dan pemangku kepentingan lain seperti DPRD, akademisi, dan

media, terhadap upaya penanggulangan kemiskinan di daerah melalui koordinasi

TKPK, sehingga operasionalisasi TKPK dapat didukung dengan baik dari sisi regulasi,

struktur, maupun teknis-teknis tugas dan fungsinya. Regulasi dimaksud dapat berupa

peraturan daerah, peraturan kepala daerah, maupun surat keputusan yang menguatkan

perhatian dan prioritas daerah terhadap penanggulangan kemiskinan dan sinerginya

melalui TKPK. Struktur diartikan sebagai berjalannya struktur TKPK yang berisi SKPD

terkait dalam menjalankan tugas dan fungsinya baik dalam sekretariat maupun

kelompok program, sedangkan secara teknis dibutuhkan dukungan-dukungan

seperti keberadaan sekretariat, anggaran operasional, regularitas rapat koordinasi,

keberadaan tim teknis yang tidak terganggu dengan cepatnya mutasi, intensitas

koordinasi dan sosialisasi, dan sebagainya. Upaya advokasi itu dapat dilakukan melalui

penguatan berjenjang dari penguatan TKPK Provinsi untuk memberikan asistensi

dan dukungan kepada TKPK Kabupaten/Kota, sehingga advokasi yang dilakukan

dapat berupa pendampingan kelembagaan (misalnya dengan membentuk unit-unit outreach advokasi di provinsi terpilih), advokasi para pemangku kepentingan, dan

sosialisasi serta komunikasi intensif kepada SKPD terkait dalam struktur TKPK terutama

pelaksana program (kelompok program).

d. Guna memperkuat upaya-upaya tersebut dalam rangka menjalankan/operasionalisasi

advokasi kebijakan di daerah, dibutuhkan petunjuk-petunjuk teknis operasionalisasi

koordinasi dan pengendalian bagi TKPK, seperti petunjuk teknis pelaksanaan

Rapat Koordinasi, petunjuk teknis penyusunan LP2KD dan SPKD, petunjuk teknis

kerjasama multi pihak, petunjuk teknis pengelolaan data kemiskinan, petunjuk teknis

monitoring dan evaluasi program, dan sebagainya, sehingga memudahkan TKPK

dalam mendapatkan rujukan upaya advokasinya di daerah.

Page 168: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Kinerja danAkuntabilitas(KIAT) Guru

Page 169: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM156

KINERJA DAN AKUNTABILITAS(KIAT GURU)

PengantarSejak tahun 2009, anggaran pendidikan telah mencapai 20 persen dari APBN. Setengah

dari anggaran tersebut dialokasikan untuk gaji dan tunjangan guru, dengan pagu yang

terus meningkat dalam tiga tahun terakhir, mencapai Rp193,4 triliun rupiah untuk tahun

2014 (Tabel 14). Kesejahteraan guru telah membaik. Bagi guru yang telah disertifikasi,

besaran tunjangan profesional bisa mencapai satu kali gaji pokok. Apabila guru yang

telah disertifikasi ditempatkan di daerah khusus dan mendapatkan tunjangan khusus,

maka pendapatan mereka bisa mencapai tiga kali gaji pokok.

Tabel 14. Anggaran Pendidikan 2012-2014 untuk Pendidikan Anak Usia Dini,

Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah

Anggaran PendidikanGaji Pendidik (DAU)

Tunjangan Profesi Guru

Tambahan Penghasilan PNS Daerah

Tunjangna khusus, fungsional dan lainnya

Total gaji dan tunjangan guru

Total anggaran pendidikan

Persentase gaji dan tunjangan guru terhadap

total anggaran pendidikan

2012103,0 T

30,6 T

2,9 T

7,8 T

144,3 T

289,9 T

49.8%

2013115,9 T

43,1 T

2,4 T

7,6 T

168,9 T

345,3 T

49.9%

2014122,8 T

60,5 T

1,8 T

8,2 T

193,4 T

371,1 T

52.1%

Sumber: APBN 2012-2014 yang diolah oleh TNP2K.

Walaupun kesejahteraan guru telah membaik, hasil pencapaian belajar siswa-siswi

Indonesia masih tetap terpuruk. Pencapaian matematika, bahasa, dan ilmu alam dalam

tes TIMMS dan PIRLS untuk kelas delapan pada tahun 2011 menurun dibanding tahun

2007. Sementara pencapaian dalam PISA 2012 untuk anak usia 15 tahun menempatkan

Indonesia pada ranking 64 dari 65 negara peserta19. Kesenjangan pelayanan dan

pencapaian pendidikan di daerah perkotaan dan perdesaan juga masih cukup tinggi.

Angka partisipasi sekolah untuk anak usia 7 sampai 12 tahun di daerah perdesaan berada

di 93,77 persen, dibandingkan dengan 96,19 persen di daerah perkotaan (Tabel 15). Lebih

dari 50 persen penduduk di daerah perdesaan berusia 15 tahun ke atas masih belum atau

baru tamat pendidikan Sekolah Dasar (SD), dibandingkan 30 persen di daerah perkotaan

(Tabel 16).

Tabel 15. Angka Partisipasi Sekolah di Daerah Perkotaan dan Perdesaan

Perkotaan

Pedesaaan

Usia 7 -1296,19%

93,77%

Usia 13 -1587,98%

80,84%

Usia 16 -1858,27%

46,91%

Usia 19 -2420,27%

8,84%

Sumber: BPS, 2011

19 TIMMS ( Trends in International Mathematics and Science Study) dilakukan untuk murid di kelas 4 dan kelas 8 di bidang matematika dan sains; PIRLS(Progress in International Reading Literacy Study) dilakukan untuk murid kelas 4 di bidang bahasa; dan PISA (Programme for International Student Assesmentdilakukan untuk murid berusia 15 tahun di bidang bahasa, matematika, dan sains.

Page 170: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

157Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

KINERJA DAN AKUNTABILITAS(KIAT GURU)

Tabel 16. Capaian Pendidikan Tertinggi di Daerah Perkotaan dan Perdesaan

Sumber: BPS, 2011.

TNP2K melihat perlunya peningkatan efektivitas dan akuntabilitas anggaran sektor

pendidikan yang dialokasikan untuk guru, sehingga peningkatan pelayanan dan

pencapaian pendidikan dapat tercapai, terutama untuk kelompok masyarakat yang

masih belum terjangkau dengan baik. Sebagai ujung tombak pendidikan, Wakil Presiden

berharap agar peningkatan pendapatan guru melalui pemberian tunjangan guru dapat

melecut motivasi, inovasi, dan kinerja guru. Karenanya, bekerja sama dengan BAPPENAS,

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementrian Keuangan, dan beberapa

pemerintah daerah, TNP2K memetakan beberapa pokok permasalahan dan menggagas

KIAT Guru.

“ Inti dari pelaksanaan inisiatif KIAT Guru yang dilakukan oleh TNP2K adalah untuk membangun tata kelola yang

dapat mengaitkan antara pemberian tunjangan dan kinerja. Guru yang memiliki kinerja yang baik, seharusnya berhak

mendapatkan tunjangan yang layak. Sementara Guru yang tidak mampu memberikan pelayanan pendidikan yang baik,

misalnya karena sering mangkir, tidak berhak atas tunjungan kinerja. “

TIGA PERMASALAHAN UTAMA

Terdapat banyak faktor yang memengaruhi lemahnya pelayanan pendidikan di daerah

terpencil. Namun TNP2K melihat ada tiga permasalahan utama yang saling terkait dan

perlu diatasi untuk meningkatkan pelayanan pendidikan di daerah terpencil, yaitu:

a. Kurangnya informasi dan transparansi tentang kriteria, mekanisme, dan pembayaran

tunjangan untuk guru yang bekerja di daerah terpencil.

b. Lemahnya dukungan dan pengawasan dari dinas pendidikan dikarenakan tantangan

geografis.

c. Tidak adanya mekanisme penghargaan dan sanksi yang terkait langsung dengan

keberadaan atau kualitas layanan guru.

Page 171: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM158

KINERJA DAN AKUNTABILITAS(KIAT GURU)

Peningkatan pelayanan pendidikan di daerah terpencil memiliki tantangan geografis yang

menyulitkan pemberian dukungan dan pengawasan untuk guru oleh dinas pendidikan

setempat. Survei yang dilakukan oleh SMERU pada tahun 2010 menunjukkan bahwa

tingkat kemangkiran guru di daerah terpencil (24,4 persen) lebih tinggi dibandingkan

rerata nasional (15 persen). Yang paling memprihatinkan adalah, tingkat kemangkiran

guru penerima tunjangan khusus (31,5 persen) lebih tinggi dibandingkan guru yang

tidak menerima tunjangan khusus (25,4 persen). Karenanya, efektivitas dan akuntabilitas

pembayaran tunjangan khusus dipertanyakan. Studi literatur, telaah data, dan temuan

lapangan yang dilakukan TNP2K menunjukkan beberapa permasalahan terkait tunjangan

khusus, dari penetapan target penerima, transparansi kriteria penerima, dan ketepatan

waktu, jumlah, dan regularitas pembayarannya.

Wakil Presiden dalam sebuah inspeksi mendadak ke sebuah sekolah di daerah terpencil

menemui bahwa dari 11 guru yang terdaftar, hanya dua guru yang ada. “Yang lainnya

tidak tahu ke mana perginya. Datang lagi ketika mengambil gaji.” Karenanya, perlu

dilakukan pengawasan terhadap guru. Survei yang dilakukan oleh UNCEN dkk pada

tahun 2012 di Papua dan Papua Barat mengaitkan tingkat kemangkiran guru dengan

frekuensi kedatangan pengawas ke sekolah (Gambar 79). Tingkat kemangkiran guru

di sekolah-sekolah yang tidak pernah didatangi oleh pengawas mencapai 52 persen.

Padahal kehadiran guru mempengaruhi kehadiran dan pencapaian belajar murid.

18 30 29 34 42 52

Pada bulan survai dilakukan

Pada bulan sebelum survai

dilakukan

Dalam6 bulan terakhir

Dalam1 tahun terakhir

Lebih dari1 tahun

Tidak pernah datang

Sumber: UNCEN dkk, 2012, yang diolah kembali oleh TNP2K

Dalam sebuah kunjungan mendadak yang dilakukan oleh tim TNP2K ke sebuah sekolah

dasar di Papua, ditemukan bahwa murid kelas lima mempelajari soal matematika yang

semestinya sudah diajarkan di kelas dua, sementara murid kelas empat mempelajari soal

bahasa yang semestinya sudah diajarkan di kelas satu. Kondisi ini semakin memprihatinkan,

setelah ditemui bahwa kedua kelas tersebut diajar oleh seorang guru, yang mangkir

selama jam mengajar untuk pulang dan memasak bagi keluarganya. Seorang murid kelas

empat menggantikan peran si guru untuk mengajar teman-temannya mengeja kata,

sementara di kelas lima, tidak ada guru.

Gambar 79. Keterkaitan Antara Frekuensi Kedatangan Pengawas dan Persentase Ketidakhadiran Guru

Page 172: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

159Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

KINERJA DAN AKUNTABILITAS(KIAT GURU)

Dari 12 guru PNS yang mengajar di sekolah tersebut, hanya tiga orang guru yang ada pada

saat kunjungan. Menurut informasi dari kepala sekolah, sejak tahun 2006/2007, sebagian

guru-guru melanjutkan pendidikan mereka. Namun setelah lulus, tidak satu pun dari

mereka kembali untuk mengajar. Walaupun demikian, nama mereka masih terdaftar di

sekolah tersebut, dan setiap bulan mereka masih menerima gaji dan tunjangan dari dinas

pendidikan. Kondisi ini tentunya tidak adil bagi para guru yang sehari-hari menjalankan

tugasnya mengajar. Padahal, mereka adalah para guru yang memiliki panggilan untuk

mengajar. Menurut mereka, walaupun guru di SD tersebut banyak, tapi mereka malas

mengajar dan pindah ke kota. Lanjut mereka, “Kesejahteraan guru kurang lancar.

Tunjangan daerah terpencil ada, tapi dirahasiakan. Kami harapkan dana kesejahteraan

dapat dikirim langsung dari (pemerintah) pusat ke rekening guru.”

Gambar 80. Angka Kemangkiran Guru

Sumber : Smeru

Kondisi yang sama juga tercermin dari hasil penelitian yang dilakukan SMERU yang

menyebutkan bahwa Guru yang menerima tunjangan ternyata angka kemangkirannya

lebih tinggi dibandingkan dengan bukan penerima tunjangan (Gambar 80).

Sumber: TNP2K

Mekanisme penghargaan dan sanksi untuk guru sebenarnya telah diatur dalam Undang-

undang Nomor 14/2005 tentang guru dan dosen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 74/

2008 tentang Guru. Dinas Pendidikan bisa memberikan surat peringatan dan bahkan

menghentikan guru yang sering mangkir. Namun pada kenyataannya sanksi hampir

tidak pernah diterapkan karena berbagai alasan. Diskusi dengan Dinas Pendidikan dari

Gambar 81. Pelajaran Bahasa Kelas 4 (Kiri) dan Pelajaran Matematika Kelas 5 (Kanan) di Sekolah Dasar di Papua

Page 173: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM160

KINERJA DAN AKUNTABILITAS(KIAT GURU)

beberapa kabupaten di Papua Barat mensinyalir koneksi politis yang dimiliki oleh guru-

guru yang mangkir, permasalahan kemangkiran yang sistemik di berbagai sektor ke

pemerintahan, dan kekhawatiran akan semakin sulitnya mencari guru yang bersedia

untuk ditempatkan di daerah terpencil.

Berdasarkan kondisi diatas, inisiatif KIAT Guru dalam melakukan uji coba kebijakan

sesungguhnya bertujuan untuk mengaitkan tunjangan guru dengan tingkat kehadiran

dan kinerja guru, serta mendorong keterlibatan masyarakat dalam melakukan

pengawasan.

UJI COBA KIAT GURU

Dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi oleh guru-guru di daerah terpencil,

perlu dipikirkan terobosan-terobosan yang dapat meningkatkan motivasi, kinerja,

dukungan, dan pengawasan bagi guru. Berdasarkan temuan lapangan dan diskusi

dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, muncul beberapa pendekatan yang

diharapkan dapat meningkatkan keberadaan dan kualitas pelayanan pendidikan di

daerah terpencil. Pendekatan tersebut terdiri dari:

a. Peningkatan dukungan dan pengawasan dari bagi guru yang bekerja di daerah

terpencil dengan mengikutsertakan peran masyarakat.

b. Perbaikan transparansi dan mekanisme pembayaran tunjangan untuk guru yang

bekerja di daerah terpencil agar sesuai dengan kriteria, tepat sasaran, tepat jumlah,

dan tepat waktu.

c. Pengujicobaan pembayaran tunjangan guru yang besarannya dikaitkan dengan

keberadaan atau kualitas layanan guru.

d. Apabila pendekatan pada poin ketiga di atas tidak berhasil meningkatkan keberadaan

atau kualitas layanan guru, maka sisa pagu tunjangan guru yang tidak terbayarkan

akan dialokasikan kembali untuk perbaikan pelayanan pendidikan di sekolah yang

kinerja gurunya masih kurang.

Kegiatan uji coba membagi sekolah dasar ke dalam beberapa kelompok yang diamati,

yaitu:

a. Kelompok kontrol, yang tidak mendapatkan perlakuan apapun.

b. Kelompok A, dimana tunjangan dibayarkan secara reguler.

c. Kelompok B, dimana tunjangan dibayarkan secara reguler dan dibuat kesepakatan

pelayanan antara guru dan masyarakat.

Page 174: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

161Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

KINERJA DAN AKUNTABILITAS(KIAT GURU)

d. Kelompok C, dimana tunjangan dibayarkan secara reguler, dibuat kesepakatan

pelayanan antara guru dan masyarakat, pembayaran tunjangan guru dikaitkan dengan

keberadaan layanan pendidikan, dan mekanisme perbaikan pelayanan pendidikan

apabila diperlukan.

e. Kelompok D, dimana tunjangan dibayarkan secara reguler, dibuat kesepakatan

pelayanan antara guru dan masyarakat, pembayaran tunjangan guru dikaitkan

dengan keberadaan dan kualitas layanan pendidikan, dan mekanisme perbaikan

pelayanan pendidikan apabila diperlukan.

Kegiatan uji coba dilakukan dalam dua tahapan. Tahap pertama dilakukan sepanjang

tahun akademik 2014/15 dengan peserta 31 sekolah dasar di tiga kabupaten. Tahap ini

terfokus pada pengembangan mekanisme dan perangkat intervensi dan penelitian, de-

ngan menggunakan tambahan penghasilan yang telah dialokasikan oleh pemerintah

daerah. Pada tahap kedua, intervensi dan penelitian akan dilakukan di 400 sekolah di

enam sampai sembilan kabupaten dengan menggunakan alokasi tunjangan guru/

tambahan penghasilan yang telah dialokasikan oleh pemerintah pusat. Perbandingan

antara tingkat kemangkiran guru dan pencapaian hasil belajar murid di 400 sekolah

pada tahap awal, tengah, dan akhir kegiatan uji coba diharapkan dapat mengidentifikasi

intervensi mana yang paling efektif dalam meningkatkan motivasi dan kinerja guru dalam

memberikan layanan pendidikan di daerah terpencil. Tahap kedua akan dilakukan selama

dua tahun akademik setelah tahap pertama selesai, dan diakhiri dengan rekomendasi

bagi perbaikan kebijakan yang berbasis data.

PELAKSANAAN TAHAP PERTAMA UJI COBA

Dalam upaya perbaikan kondisi pendidikan di daerah terpencil, Wakil Presiden

berharap adanya upaya dan kerjasama antara pemerintah pusat dan pemerintah

daerah. Pemerintah daerah Kabupaten Keerom (Papua), Kaimana (Papua Barat), dan

Ketapang (Kalimantan Barat) menyambut dengan baik ajakan kerja sama dari TNP2K

untuk terlibat dalam tahap pertama. Ketiga kabupaten ini memiliki perhatian khusus

terhadap pendidikan yang difokuskan pada peningkatan kesejahteraan dan kinerja guru.

Kabupaten Ketapang mengalokasikan tambahan penghasilan dari APBD untuk semua

guru. Sementara Kabupaten Keerom dan Kaimana mengalokasikan Dana Otonomi

Khusus untuk pemberian tambahan penghasilan bagi guru yang ditugaskan di daerah

terpencil. Inisiatif Kabupaten Keerom dan Kaimana sangat sejalan dengan harapan

dari Wakil Presiden agar pemerintah daerah di Papua dan Papua Barat secara khusus

memberikan perhatian untuk peningkatan pendidikan. Dengan demikian, semua anak

di daerah mana pun memperoleh kesempatan yang sama untuk mengembangkan

kemampuan.

Page 175: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM162

KINERJA DAN AKUNTABILITAS(KIAT GURU)

Gambar 82. Lokasi Uji Coba

Nota kesepakatan kerjasama antara TNP2K dengan bupati dari masing-masing kabupaten

telah ditandatangani pada tanggal 2 April 2014. Dalam kesempatan ini, Bupati Kaimana

menyatakan, “Kami bersama-sama dengan aparat pemerintah daerah setempat akan

bekerja keras demi dimungkinkannya Kabupaten Kaimana dapat dijadikan model dalam

melakukan evaluasi secara kritis terhadap pemberian insentif kepada guru, karena

sejauh ini belum banyak daerah yang bisa melakukan hal tersebut. Dan semoga ini

menjadi contoh yang baik untuk ditiru di daerah terpencil lainnya,” tegasnya. Sekretaris

Daerah Ketapang menyatakan komitmen untuk mendukung pelaksanaan uji coba

dan menyediakan sumber daya yang dibutuhkan, memastikan anggaran tepat waktu

untuk mendukung pelaksanaan uji coba, membentuk tim pengawas pelaksanaan uji

coba kebijakan akuntabilitas dan pelayanan pendidikan di daerah terpencil yang terdiri

dari unsur masyarakat, dan berperan aktif bersama dengan tim TNP2K terlibat di dalam

keseluruhan tahapan kegiatan. Sementara Bupati Keerom berharap, “Dengan kerjasama

ini ada peningkatan kualitas layanan pendidikan dasar di daerah khusus.”

Gambar 83. Suasana Lokakarya Penandatanganan Nota Kesepakatan Antara TNP2K dan Kabupaten Keerom, Kaimana, dan Ketapang

Sumber : TNP2K

Sumber: TNP2K.

Page 176: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

163Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

KINERJA DAN AKUNTABILITAS(KIAT GURU)

KONTRIBUSI BAGI KEBIJAKAN

Kabupaten Keerom, Kaimana, dan Ketapang telah menerbitkan Peraturan Bupati dan

Surat Keputusan Bupati yang menjadi payung hukum bagi pelaksanaan kegiatan uji

coba di masing-masing kabupaten. TNP2K ikut berbangga atas dukungan dan kerjasama

yang sangat baik dari ketiga pemerintah daerah tersebut. Diterbitkannya Peraturan

Bupati menunjukkan komitmen yang luar biasa dari ketiga kabupaten dalam upaya

peningkatan pelayanan pendidikan di desa-desa terpencil di daerah mereka. Walaupun

tahap pertama pelaksanaan uji coba ini baru dilakukan dalam skala kecil, TNP2K berharap

kegiatan ini dapat memberikan kontribusi sebagai berikut:

a. Pembayaran tunjangan guru yang dikaitkan dengan kinerja guru (dalam hal ini

keberadaan dan kualitas layanan guru), diharapkan dalam skala makro dapat

meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas penggunaan anggaran

pendidikan. Secara mikro, langkah ini diharapkan dapat mengingatkan para guru,

bahwa perbaikan hak guru perlu diikuti dengan peningkatan kewajiban guru.

Walaupun uji coba ini dilakukan di sektor pendidikan, namun prinsip-prinsip

peningkatan kinerja dan akuntabilitas dapat diterapkan bagi aparatur sipil negara di

berbagai sektor pelayanan publik lainnya.

b. Uji coba seperti yang dilakukan TNP2K melalui KIAT Guru merupakan proses

pembelajaran yang sangat baik bagi pemerintah pusat dan daerah dalam hal

pe-ngembangan praktik pembuatan kebijakan berbasis data. Desentralisasi

sangat memungkinkan pemerintah daerah untuk mengambil peran kunci dalam

mengujicobakan beberapa terobosan kebijakan yang nantinya dapat diterapkan

secara nasional.

c. Aspek utama dari upaya peningkatan pelayanan pendidikan yang diangkat oleh KIAT

Guru adalah pelibatan masyarakat dalam pelaksanaan, pengawasan, dan peningkatan

pelayanan publik. Keterlibatan masyarakat memungkinkan penguatan akuntabilitas

pelayanan publik kepada masyarakat dan peningkatan kinerja ke pemerintahan.

Mekanisme keterlibatan masyarakat pada tingkat desa dikembangkan dengan

mengadopsi dan mengadaptasi prinsip-prinsip dan pendekatan Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd). Namun bagaimana

mekanisme tersebut dapat dimanfaatkan untuk peningkatan pelayanan publik masih

memerlukan pendekatan yang tepat dan efektif: dari teknik sosialisasi, pendekatan

fasilitasi, peningkatan kapasitas masyarakat, sampai penyampaian aspirasi dan keluhan

kepada pemerintah. Pembelajaran dari uji coba ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi teknis bagi Peta Jalan PNPM dan pelaksanaan Undang-undang Nomor 6/

2014 tentang Desa.

Page 177: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM164

KINERJA DAN AKUNTABILITAS(KIAT GURU)

d. Terobosan kebijakan terkait manajemen keuangan publik yang dilakukan oleh

Kabupaten Keerom, Kaimana, dan Ketapang adalah dimungkinkannya penggunaan

tunjangan guru yang bersumber dari APBD untuk diujicobakan pembayarannya

dengan menggunakan mekanisme dan persyaratan yang berbeda-beda. Ketiga

kabupaten juga bersedia mengalokasikan kembali pagu tunjangan guru yang tidak

terbayarkan untuk peningkatan pelayanan pendidikan di sekolah peserta uji coba.

Terobosan kebijakan dan mekanisme pembayaran tunjangan guru ini adalah yang

pertama di Indonesia, dan oleh karena itu, dukungan dari pemerintah pusat terutama

untuk memberikan ruang, dukungan, dan pengecualian bagi inovasi yang taat asas

sangat diperlukan.

e. Pemerintah daerah sebenarnya memiliki pemahaman akan keunikan dan kedekatan

terhadap permasalahan yang dihadapi daerahnya. Cukup banyak yang sudah memiliki

ide-ide dan inovasi-inovasi untuk mengatasi permasalahannya, namun terkadang

masih terkendala oleh kapasitas sumber daya manusia dalam melaksanakannya.

Karenanya, pemerintah pusat dapat memberikan pendampingan dan penguatan

kapasitas bagi pemerintah daerah, terutama terkait kisi-kisi kebijakan/peraturan dan

asas-asas mekanisme pelaksanaannya.

Page 178: Menjangkau Masyarakat - TNP2K
Page 179: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM166

P E N U T U P

Penanggulangan Kemiskinan merupakan salah satu isu utama dalam agenda

pembangunan pemerintahan SBY-Boediono periode 2009–2014. Pembentukan TNP2K

pada tahun 2010 adalah merupakan salah satu bukti kesungguhan pemerintah untuk

dapat menangani permasalahan kemiskinan dengan data yang lebih terpadu, program

yang lebih sinergis dan upaya yang lebih terkoordinasi. Dengan segala daya dan upaya

yang dilakukan untuk menanggulangi kemiskinan, dalam kurun waktu lima tahun (2009–

2014) jumlah orang miskin secara absolut berkurang dari 32,52 juta orang (14,15 persen)

menjadi 28,28 juta orang (11,25 persen). Ini tentu merupakan hasil yang patut diapresiasi

walaupun pekerjaan menanggulangi kemiskinan masih jauh dari tuntas.

Salah satu isu utama ke depan yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah

adalah kecenderungan meningkatnya kesenjangan pendapatan. Peningkatan

kesenjangan seperti disampaikan sebelumnya ditunjukan dengan naiknya angka

rasio Gini dari 0,37 pada tahun 2009 menjadi 0,41 pada tahun 2012. Angka rasio Gini

ini boleh jadi lebih rendah dari yang seharusnya karena karena perhitungan rasio

Gini menggunakan indikator pengeluaran dan bukan pendapatan. Permasalahan

kesenjangan terkait langsung dengan upaya menanggulangi kemiskinan karena dengan

ketimpangan yang tinggi —termasuk ketimpangan pada akses layanan dasar—potensi

masyarakat miskin tidak akan dapat terealisasi sepenuhnya sehingga proses ‘mengejar

ketertinggalan’ (catching up) tidak akan optimal. Selain itu kesenjangan/ketimpangan

juga berpotensi menimbulkan masalah sosial-ekonomi-politik yang dampak negatifnya

lebih akan dirasakan oleh masyarakat miskin.

Mengapa kesenjangan pendapatan meningkat? Yang terjadi bukanlah yang miskin

bertambah miskin dan yang kaya bertambah kaya. Analisis data Susenas menunjukan

orang miskin dan rentan miskin (40 persen termiskin) tumbuh positif dalam kurun

waktu 2010-2014 Namun demikian pertumbuhan yang mereka alami lebih rendah dari

pertumbuhan garis kemiskinan dan 60 persen non-miskin dan non-rentan —khususnya

10 persen terkaya.

Apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi kesenjangan? Meningkatkan efektifitas

program-program perlindunan sosial dan menjaga lingkungan makro adalah dua yang

utama untuk upaya tersebut. Analisis data Susenas menunjukan bahwa pertumbuhan

pengeluaran 20 persen termiskin (desil 1 dan 2) pada kurun waktu 2013–2014 –periode

dimana program perlindungan sosial diintegrasikan dalam Kartu Perlindungan Sosial—

tumbuh lebih tinggi dari 10 persen kelompok terkaya (Desil 10 pengeluaran) dan juga

dari pertumbuhan garus kemiskinan. Pertumbuhan kelompok 20 persen termiskin

ini dapat lebih tinggi jika pertumbuhan inflasi —khususnya bahan pangan—dapat

ditekan lebih rendah pada periode tersebut. Situasi tersebut menunjukan bahwa kedua

upaya tersebut —meningkatkan efektifitas program perlindungan sosial dan menjaga

stabilitas harga—akan mengangkat kesejahteraan kelompok miskin dan berujung pada

menurunnya kesenjangan.

Page 180: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

167Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

P E N U T U P

Dari apa yang telah dipaparkan terkait dengan upaya dan capaian penanggulangan

kemiskinan pada periode 2009–2014, paling tidak ada dua pembelajaran utama yang

dapat dipetik untuk pencapaian hasil penanggulangan kemiskinan dan pengurangan

kesenjangan yang lebih baik di masa mendatang. Pertama, melakukan lebih baik

apa yang telah dilakukan dalam lima tahun terakhir terkait lewat perbaikan kebijakan

penanggulangan kemiskinan, khususnya terkait dengan perbaikan penetapan sasaran,

penyempurnaan disain dan mekanisme distribusi program. Kedua, memastikan

keterkaitan kebijakan penanggulangan kemiskinan lewat program-program bersasasaran

(targeted programs) dengan kebijakan makro ekonomi yang mendukung kelompok

miskin seperti infrastuktur dasar (seperti jalan, pendidikan dan kesehatan), pengendalian

inflasi, akses ke modal usaha, ketenagakerjaan dan lainnya.

Dari apa yang telah dipaparkan ada empat catatan utama dari yang telah dilakukan

TNP2K dalam upaya menjalankan tugas sesuai yang dimandatkan Perpres 15/2010.

Pertama, perbaikan desain kebijakan dan mekanisme program

penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh TNP2K selalu didasarkan atas bukti-

bukti lapangan yang kuat. Contoh yang telah didiskusikan sebelumnya adalah perbaikan

kinerja pensasaran (targeting performance) yang diupayakan mulai dari studi eskperimen

pendataan yang melahirkan pendataan rumah tangga penerima manfaat dengan

menggunakan metode survei yang dikombinasikan dengan konsultasi dengan warga

miskin. Contoh lain adalah perbaikan mekanisme Raskin, yang dimulai pada tahun 2012

dengan mulai menggunakan BDT sebagai sumber data penerima manfaat, pemanfaatan

DPM dan akhirnya penggunaan KPS sebagai penanda RTS-PM. Keseluruhan perbaikan-

perbaikan ini kemudian dipantau dan dievaluasi untuk kemudian menjadi bahan

pembelajaran dan dasar perbaikan di masa mendatang.

Kedua, dalam memastikan bahwa perbaikan kebijakan dan program yang

dicanangkan dilaksanakan oleh kementerian/lembaga (K/L) pengelola program, TNP2K

memastikan keterlibatan K/L pengelola dan pemangku kepentingan lainnya dalam

proses perbaikan tersebut. Pelibatan dimulai dari staf teknis yang bertanggung jawab

pada kebijakan/program, hingga pengambil keputusan pada level eselon dua dan satu.

Dengan langkah ini diharapkan perbaikan yang ada dapat memperoleh buy-in dari

K/L pengelola program, sehingga dapat terlaksana seperti yang direncanakan dan

memenuhi aspek keberlanjutan.

Ketiga, karena permasalahan kemiskinan seharusnya bukan hanya menjadi

tanggung jawab pemerintah pusat namun juga pemerintah pusat dan pemangku

Page 181: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM168

P E N U T U P

kepentingan lainnya, TNP2K memastikan bahwa pemangku kepentingan di daerah turut

memberikan dukungan. Seperti dijelaskan sebelumnya, salah satu upaya penting yang

dilakukan TNP2K terkait dengan mandatnya adalah peningkatan kapasitas TKPKD dalam

menjalankan fungsi mereka dalam penanggulangan kemiskinan di daerah. Apa yang

dicapai oleh TNP2K dalam peningkatan kapasitas TKPKD sungguh signifikan dilihat dari

bukti-bukti yang telah dilakukan oleh banyak TKPKD dalam empat tahun terakhir ini

Keempat, permasalahan kemiskinan sering kali juga memerlukan inisiatif

baru atau inovasi dalam upaya mengatasinya. TNP2K telah melakukan beberapa

inisiatif baru untuk mempercepat upaya penanggulangan kemiskinan. Salah satu yang

disampaikan dalam laporan ini adalah inisiatif KIAT Guru yang melakukan uji coba

peran masyarakat dalam pemantauan penyediaan layanan di tingkat lokal dan dalam

menentukan pemberian hak insentif tambahan kepada penyedia layanan atas kerjanya

yang sesuai dengan harapan. Jika hasil uji coba ini menunjukkan bahwa masyarakat lokal

dapat secara efektif memantau penyediaan layanan, maka ini merupakan terobosan bagi

upaya untuk meningkatkan kualitas layanan publik khususnya di daerah-daerah terpencil.

Upaya menanggulangi kemiskinan di Indonesia bukan hal yang baru dilakukan 5–10

tahun terakhir. Namun apa yang dilakukan dalam lima tahun terakhir cukup unik

dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya karena adanya kelembagaan TNP2K.

Pada periode ini upaya menanggulangi kemiskinan dilakukan utama lewat penyatuan

data penerima manfaat yang lebih baik dan perbaikan-perbaikan desain dan mekanisme

program-program perlindungan sosial. Dari pengalaman selama empat tahun terakhir

ini, policy reform yang dilakukan lebih efektif karena paling tidak ada empat faktor/

syarat pendukung yang dipenuhi. (i) adanya lembaga di dalam birokrasi yang dapat

mengemban mandate perubahan/perbaikan kebijakan (champion). (ii) adanya otoritas

tingkat tinggi yang mendukung dan memfasilitasi secara efektif pelaksanaan mandat, (iii)

ketersediaan sumber dana yang memadai dan fleksible dalam pemanfaatannya, dan (iv)

dukungan dari staf profesional yang kompeten di bidang-bidang yang diperlukan.

Page 182: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

169Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM

P E N U T U P

Page 183: Menjangkau Masyarakat - TNP2K

Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM170

P E N U T U P

Page 184: Menjangkau Masyarakat - TNP2K