Meningo Encefalitis Ec Supek TB Paru

download Meningo Encefalitis Ec Supek TB Paru

of 59

Transcript of Meningo Encefalitis Ec Supek TB Paru

PRESENTASI KASUS

MENINGO ENCEFALITIS TBCPembimbing: Dr. Yahya G. Lubis, Sp.A.

Disusun Oleh : Caroline 030.05.054

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSUD KOJA PERIODE 20 September 27 November 2010 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

STATUS PASIENI. IDENTIFIKASI A. Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Agama Alamat Masuk RSUD Koja B. Identitas Orangtua Pasien Ayah Nama Umur Agama Alamat Pekerjaan Penghasilan Ibu Nama Umur Agama Alamat Pekerjaan II. ANAMNESIS Alloanamnesa dengan Ayah kandung & Kakak kandung pasien pada tanggal 1 september 2010 pukul.11.15 : ( Alloanamnesa ) A. Keluhan Utama Demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit B. Keluhan Tambahan Penurunan kesadaran 1 hari debelum masuk rumah sakit

: Nn Nur : 9 tahun : Perempuan : Islam : Jln. Baru Cilincing Pangkalan Pasir, Jakarta Utara : 2009

: Maulana : 37 tahun : Islam : Jln. Baru Cilincing Pangkalan Pasir, Jakarta Utara : Nelayan : Rp. 10.000,- s.d Rp. 50.000,-/ hari : Mariati : 28 tahun : Islam : Jln. Baru Cilincing Pangkalan Pasir, Jakarta Utara :-

2

C. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Koja dibawa oleh ayahnya dengan keluhan demam tinggi sejak tadi siang disertai dengan keadaan penurunan kesadaran sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.. Menurut ayah os, lebih kurang 5 hari yang lalu SMRS, os mengeluh demam. Os juga mengeluh adanya mengigil. Kemudian os sempat berobat ke puskesmas terdekat kemudian diberikan obat penurun panas. Namun selama 3 hari minum obat keadaan demam os naik dan turun, tidak pernah ke suhu normal. Kemudian 1 hari sebelum masuk rumah sakit, demam os kembali meningkat. Menurut keluarga os, saat demam tinggi, os sempat kejang diseluruh anggota tubuhnya dengan lama kejang < 10 menit.. Setelah itu, os menjadi sukar untuk diajak berkomunikasi. Saat demam os mengeluh adanya mual dan muntah setiap kali habis makan. Os juga mengeluh adanya muntah sebanyak 1 kali setelah os makan.Tidak mengeluh yang menyemprot. Os juga mengeluh adanya muntah sebanyak 1 kali setelah os makan.Tidak mengeluh yang menyemprot. Kurang lebih 2 hari yg lalu os mulai buang-buang air, encer dengan ampas , berwarna kuning tanpa lendir dan darah selama 1 kali sehari dan berobat di puskesmas saja diberi obat untuk diarenya. Selama dirawat dirumah os megeluh tidak tahan terdapat cahaya dan suara yang berisik hal ini ditandai dari sikap os yang selalu meminta agar tv dimatikan Menurut ayah os, Os juga sering mengeluh adanya batuk yang lama dan sering berulang. Tidak terdapat sesak napas.Tidak mengeluh suara ngik mengii. Keluarga os mengaku, akhir akhir ini napsu makan os menurun sehingga terjadi penurunan berat badan dalam 1 bulan terakhir d. Kurang lebih enam bulan yang lalu os sering mengeluh sakit pada giginya.Sakit gigi yang dirasakan os hilang timbul. Tetapi karena takut, os jarang memeriksan gigi ke dokter. D. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat TB (-)

3

Riwayat kelainan waktu hamil dan lahir ( kongenital ) disangkal Riwayat kontak dengan penderita TBC (-) Riwayat sakit gigi sejak 6 bulan yang lalu Riwayat penyakit yang berhubungan dengan telinga, hidung, dan tenggorokan tidak diketahui . Riwayat trauma kepala diakui oleh keluarga os. Riwayat panas sebelumnya Riwayat nyeri kepala yang kambuh-kambuhan. E. Riwayat Kehamilan dan Persalinan : KEHAMILAN Morbiditas kehamilan Perawatan antenatal KELAHIRAN Tempat kelahiran Penolong persalinan Cara persalinan Masa gestasi Keadaan bayi Tidak pernah periksa ke pelayanan kesehatan apapun Di rumah bersalin Bidan Spontan Cukup bulan Baik

Kesimpulan Riwayat Kehamilan dan Kelahiran : Ibu pasien tidak melakukan perawatan antenatal yang baik, namun tidak terdapat riwayat kehamilan dan persalinan yang turut mempengaruhi keadaan pasien saat ini. F. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan : Pertumbuhan gigi I : 6 bulan (Normal 5-9 bulan) Gangguan perkembangan mental : Tidak ada Psikomotor Tengkurap Duduk Berdiri Berjalan : 4 bulan : 6 bulan : 9 bulan : 12 bulan (Normal: 3-4 bulan) (Normal: 6-9 bulan) (Normal: 9-12 bulan) (Normal: 12-18 bulan)

4

Bicara

: 18 bulan

(Normal: 12-18 bulan)

Kesan: Riwayat perkembangan baik.

G. Riwayat Makanan : Umur (bulan ) 02 24 46 68 8 10 10 12 ASI/PASI + + + + + + + + + + + + + + + Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim

Umur Diatas 1 Tahun Jenis Makanan Nasi / Pengganti Sayur Daging Telur Ikan Tahu Tempe Susu (merk/takaran) Lain lain Frekuensi Dan Jumlah 3 x sehari Setiap hari 2 x seminggu Setiap hari 1x seminggu, 1 potong/kali 3 x sehari, 1 potong/kali 3 x sehari, 1 potong/kali Susu Enfapro, 2-3 x sehari, 1/22/3 botol susu 500 ml Ayam 2 x seminggu, 1 potong/kali Lauk Hewani 2-3 potong Lauk Nabati 1-2 potong 1 botol susu 500 ml Buah 2-3 potong Takaran/hari Sesuai AKG 1-1,5 piring

Kesan : Kebutuhan gizi pasien terpenuhi dengan cukup baik.

5

H. Riwayat Imunisasi Vaksin BCG DPT / DT POLIO CAMPAK HEPATITIS B MMR TIPA Dasar (umur) 2 bln Lahir 9 bln Lahir Kesan : Riwayat imunisasi PPI yang diwajibkan tidak lengkap dan belum diulang. Imunisasi non PPI tidak lengkap. I. Riwayat Keluarga : Susunan keluarga : pasien anak kekempat dari enam bersaudara. Usia kakak pasien saat ini Ayah Nama Perkawinan ke Umur saat menikah Pendidikan terakhir Agama Suku bangsa Keadaan kesehatan Maulana 1 23 tahun SD Islam Bugis Baik Ibu Mariati 1 19 tahun SLTP Islam Bugis Baik 4 bln 2 bln 1 bln 6 bln 4 bln 4 bln Ulangan (umur)

J. Riwayat Penyakit Keluarga : Di keluarga os tidak ada yang mengalami penyakit yang sama. K. Riwayat Perumahan dan Sanitasi : Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan kakak serta adik pasien di rumah milik sendiri. Pasien tinggal di pemukimam padat, kumuh, sempit, saluran air tidak terlalu lancar, dan kurang ventilasi. Beberapa warga sekitar tempat tinggal pasien memiliki gejala batuk yang sama seperti pasien.Ayah os adalah perokok aktif sejak 10 tahun yang lalu

6

Kesimpulan keadaan lingkungan perumahan : Lingkungan tempat tinggal pasien memungkinkan terjadinya berbagai proses penyakit. L. Riwayat Penyakit Yang Pernah di Derita

Penyakit Alergi Cacingan Demam berdarah Demam thypoid Otitis Parotitis

Umur -

Penyakit Difteria Diare Kejang Kecelakaan Morbili Operasi

Umur 5 tahun 9 tahun 1-

Penyakit Jantung Ginjal Darah Radang paru Tuberkulosis Lainnya

Umur -

Keterangan : Sebelumnya os tidak pernah mengalami kejang III. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 30 September 2010) Keadaan umum : tampak sakit berat Kesadaran : apatis. Kuantitatif GCS (E4 V1 M1) =6. Status Gizi Berat Badan Tinggi Badan Lingkar Kepala Lingkar Lengan Atas Lingkar Dada Kesan status gizi : 20 kg : 130 cm : 50 cm : 12,5 cm : 56,5 cm : BB/TB x 100% BB/U x 100 % TB/U x 100% =20 / 28 x 100 % = 71 % (gizi kurang) = 20 /36 x 100% = 56 % (gizi kurang) = 130 /132 x 100% = 98% (tinggi normal)

Tanda Vital

7

Tekanan darah Nadi Suhu Pernapasan Kepala Mata Hidung Telinga Bibir Mulut Lidah Gigi geligi Uvula Tonsil Tenggorokan Leher Toraks Paru

: 100/60 mmHG : 104 x / menit, irama reguler, isi cukup, ekualitas sama besar pada keempat ekstremitas. : 37 C : 24 x / menit : normosefali, rambut kehitaman, distribusi merata, tidak mudah dicabut, tidak ada sikatriks. : pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung positif, refleks cahaya tidak langsung positif, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik. : bentuk normal, nafas cuping hidung tidak ada, terdapat sekret pada kedua rongga hidung, tidak ada septum deviasi. : normotia, terdapat serumen di kedua liang telinga. : tidak ada kelainan anatomis, tidak kering. : terdapat trismus 2 jari tangan pemeriksa , halitosis +, hiperemis (-) : lidah ukuran normal, tidak terdapat tremor dan agak kotor. : terdapat caries pada molar ke 2 gigi bawah : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba membesar, trakea letak normal, kaku kuduk (+) :

Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Abdomen Inspeksi Palpasi

: simetris toraks kanan kiri, pernapasan abdominothorakal, sela iga normal, tidak terdapat pulsasi abnormal : vokal fremitus simetris : tidak dilakukan : suara nafas vesikuler, terdapat ronchi, tidak terdapat wheezing : ictus cordis tidak tampak : ictus cordis teraba : tidk dilakukan : SISII reguler, tidak terdapat murmur dan irama derap (gallop). : bentuk cekung : supel

8

Perkusi Auskultasi Ekstremitas Tulang Belakang Kulit

: timpani : bising usus normal : akral hangat, terdapat kelemahan pada kedua tungkai dan lengan : tidak ada kelainan : turgor dan elastisitas normal, warna kulit kecoklatan, kelembaban normal, tidak ada edema.tidak ada ruam kulit

IV.

PEMERIKSAAN STATUS NEUROLOGIS GCS:E 4+M:1+V:1=6 Saraf Cranialis 1. Nervus Olfaktorius (N I ): pada pasien ini tidak dapat diperiksa 2. Nervus optikus (N. II) : Pupil isokor, RCL +/+, RCTL +/+, Ketajaman penglihatan dalam batas normal 3. Nervus Okulomotorius, trochlearis, abduscens (N. III, IV, VI) : Gerak bola mata normal 4. Nervus Trugeminus (N. V) Cabang oftalmik, maksilaris, kornea +/+ 5. Nervus Facialis (N.VII: menyeringai (sudut mulut simetris/ tidak ada yang tertinggal/ ), kerutan dahi simetris, Fungsi kecap 2/3 depan lidah 6. Nervus Vestibulo Cochlearis (N.VIII): ketajaman pendengaran dalam batas normal 7. Nervus Glossofaringeus Nervus Vagus ( N.IX-X ) : uvula terdapat ditengah , refleks muntah + 8. Nervus aksesorius (N. XI): gerakan angkat bahu, kekuatan menoleh pada pasien ini tidak dapat dinilai 9. Nervus Hipoglosus (N.XII): posisi lidah dalam rongga mulut saat dijulurkan simetris. Tidak terdapat Atrofi. Tidak terdapat fasikulasi Tanda rangsang meningeal: Kaku kuduk : positif mandibularis: sensibilitas +, refleks

9

Brudzinsky I : kanan-kiri negatif Brudzinsky II : kanan-kiri negatif Kerniq : kanan negatif >135, kiri negatif >135, Laseq : kanan negatif 90, kiri negatif 90 Reflek Fisiologis Kanan Biceps Triceps APR KPR + + ++

Kiri + + + +

Reflek Patologis : Kanan Babinsky Oppenheim Chaddock Schaeffer Kiri

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Laboratorium Darah 28 September 2010 Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit VER (MCV) HER (MCH) KHER (MCHC) Hitung Jenis Basofil Eosinofil Batang Segmen 10,9 g/Dl 13200 /ul 33% 327.000/ul 1 Oktober 2010 10,5 g/dl 12.200 /ul 33 % 473.000 /ul 4, 92 juta/ul 67 fl 21fl 32 fl 0% 0% 0% 92 % 2 Oktober 2010 10, 9 g/dl 13.200 /ul 33 % 327.000 /ul 3 Oktober 2010 11 g/dl 9700 /ul 34 % 372.000 /ul 7 Oktober 2010 10,9 g/dl 10.500 /ul 34 % 315.000 /ul 9 Oktober 2010 10,7 g/dl 10.5 00 /ul 33 % 443.000 /ul 11 Oktober 2010 10,7 g/dl 79 00 /ul 33 % 464.000 /ul

10

Limfosit Monosit LED GDS Na K Cl Ph pCO2 pO2 HCO3 P2 saturasi BE O2 saturasi

4% 4% 10 115 138 mmol/L 3,66mmol/L 107mmol/L 7,49 29,3 mmHg 64,6 mmHg 22,3 mEq/L 0,9 mEq/L 94,5 % b. Rontgen Thoraks ( tanggal28 September 2010) - Sinus sinus dan diafrgma normal - Pulmo : Infiltrat didaerah parakardial , parahilar dan hilus menebal, Paru kiri bersih - Bentuk dan ukuran cor dalam batas normal Kesan : Suspek Tuberkulosis Paru dextra c. Pemeriksaan Tes Mantoux pasien adalah Negativ. d. Radiologi CT-Scan otak tanggal 7 Oktober 2010 Hasil : Tulang calvarium normal. Bentuk dan ukuran dari sistem ventrikel serta cysterna normal. Sulci dan gyri baik. Falx cerebri terletak di tengah. Tidak ada tanda efek massa. Diferensiasi white dan gray matter baik. Cerebellum dan batang otak baik. Tidak tampak tanda lesi patologis yng hiperdens / hipodens Kesan : CT- Scan kepala dalam batas normal. 136 138 mmol/L 3,79mmol/L 107 mmol/L 133mmol/L 3.89mmol/L 99 mmol/L

RESUME Berdasarkan anamnesis, pasien perempuan RSUD Koja dalam demam sejak 5 hari SMRS datang ke UGD dan disertai degan

kesadaran pasien menurun (sopor).setelah sebelumnya sempat mengalami Kejang namun os sempat diberikan pengobatan selama . Sering mengeluh 11

adanya mual dan muntah setiap kali habis makan. 6 bulan yang lalu pasien sering mengeluh sakit gigi yang berulang. Kejang di seluruh anggota tubuhnya dengan lama kejang < 10 menit.Sering mengeluh batuk berulang Setelah itu, os menjadi sukar untuk diajak berkomunikasi. Fotofobia dan fonofobia Pada riwayat imunisasi, os belum mendapatkan imunisasi BCG (menurut ayah os). Melalui pemeriksaan fisik gigi terdapat caries, dan pada pemeriksaan leher kaku kuduk positif dan pada kedua tungkai dan lengan dan tidak ditemukan refleks patologis. Berdasarkan LED tinggi Berdasarkan hasil pemeriksaan foto rontgen toraks didapatkan kesan proses spesifik dengan suspek tuberkulosis.Pada pemeriksaan mantoux test didapatkan kesan negativ. Pada pemeriksaan CT-Scan didapatkan kesan nornal IV. DIAGNOSIS KERJA Meningo Encefalitis TB paru V. DIAGNOSIS BANDING o Meningitis bakteri o Meningitis Tuberkulosis o Ensefalitis VI. PEMERIKSAAN ANJURAN Lumbal Pungsi VII. EEG hasil pemeriksaan penunjang laboratorium, didapatkan kadar anemia, penurunan hematokrit, dan serta leukositosis

PENATALAKSANAAN o IVFD Kaen III B 12 TPM o Meropenem 2 x 500 mg o Sagestam 2 x 40 mg

12

o o o o o o o o

Zantadin 2 x amp Somerol 3 x 10 mg Sibital 2 x 50 mg Antrain 3 x 250 mg K/P Pamol Supp 250 mg K/P Nicholin 2 x 100 mg Nimico 3 x 1 cc OAT: Rifamfisin 1 x 300 mg INH 1 X 200 mg Pyrazinamid 2 x 2 mg

VIII. PROGNOSIS Ad vitam Ad fungsionam Ad sanationam FOLLOW UP Pemeriksaan

: dubia ad bonam : dubia ad malam : dubia ad malam

Tanggal 1 Oktober 2010 2 Oktober 2010 Demam (-) Kejang(-)

3 Oktober 2010 Demam Sumeng(+) Kejang (-) Bisa membuka mata Sakit Sedang

Keluhan

Demam (+) 5hari yll Kejang (-)

SKeadaan umum Kesadaran Tanda vital

Sakit Sedang

Sakit Sedang

O

Kepala Mata Leher

Apatis E4 V1 Apatis E4 V1 Apatis E4 V1 M1=6 M1=6 M1=6 Tensi = 90/60 Tensi = 90/60 mmHg mmHg Tensi = 100/60 Nadi = 88 x /menit Nadi = 96 x /menit mmHg RR = 28 x /menit RR = 24 x /menit Nadi = 78 x /menit Suhu = 36,8 C Suhu = 37,2 C RR = 32 x /menit Suhu = 37,5 C Normocephali Normocephali Normocephali CA -/- , SI -/ CA -/- , SI -/ CA -/- , SI -/ KGB membesar KGB membesar

13

Paru

Suara napas vesikuler Rh -/-, Wh -/ S1S2 reguler Murmur (-) Gallop (-) Datar, Supel BU(+)N, NT(+) di Epigastrium Akral hangat Sianosis (-)

Suara napas vesikuler Rh -/-, Wh -/ S1S2 reguler Murmur (-) Gallop (-) Datar, Supel BU(+)N, NT(+) di Epigastrium Akral hangat Sianosis (-) Tanda rangsang meningeal: Kaku kuduk + Brud 1-2 (-) Kernig (-) Laseq (-)

KGB membesar Suara napas vesikuler Rh -/-, Wh -/ S1S2 reguler Murmur (-) Gallop (-) Datar, Supel BU(+)N, NT(-)

Jantung

Abdomen

Extremitas

Akral hangat Sianosis (-) Tanda rangsang meningeal: Kaku kuduk + Brud 1-2 (-) Kernig (-) Laseq (-) PPD TEST (-)

A

Diagnosa

Meningitis

Meningitis TB

Meningitis TB

Pengobatan

P

IVFD Kaen IB 20 TPM Meropenem 2 x 500 mg Sagestam 2 x 40 mg Zantadin 2 x amp Somerol 3 x 1 mg Sibital 2 x 50 mg Antrain 3 x 250 mg K/P Pamol Supp 3 x 250 mg K/P

IVFD Kaen IB 20 TPM Meropenem 2 x 500 mg Sagestam 2 x 40 mg Zantadin 2 x amp Somerol 3 x 1 mg Sibital 2 x 50 mg Antrain 3 x 250 mg K/P Pamol Supp 3 x 250 mg K/P

IVFD Kaen IB 20 TPM Meropenem 2 x 500 mg Sagestam 2 x 40 mg Zantadin 2 x amp Somerol 3 x 1 mg Sibital 2 x 50 mg Antrain 3 x 250 mg K/P Pamol Supp 3 x 250 mg K/P

14

Pemeriksaan 4 Oktober 2010Keluhan

Tanggal 5 Oktober 2010 Demam (-) Kejang(-) Tangan & kaki gerak (jarang)

6 Oktober 2010 Demam(-) Dari ayah baru diketahui sore hari SMRS tterjadi cedera kepala. Tidak diketahui mekanisme cedera Sakit Sedang Apatis E4 V1 M1=6 Tensi = 120/100 mmHg Nadi = 90 x /menit RR = 36 x /menit Suhu = 37,3 C Normocephali CA -/- , SI -/ KGB membesar Suara napas vesikuler Rh -/-, Wh -/ S1S2 reguler Murmur (-) Gallop (-) Datar, Supel BU(+)N, NT(-)

Demam (-) 5 Tangan mulai menggaruk

S

Keadaan umum Kesadaran Tanda vital

Sakit Sedang Apatis Tensi = 90/60 mmHg Nadi = 88 x /menit RR = 28 x /menit Suhu = 36,8 C Normocephali CA -/- , SI -/ KGB membesar Suara napas vesikuler Rh -/-, Wh -/ S1S2 reguler Murmur (-) Gallop (-) Datar, Supel BU(+)N, NT(+) di Epigastrium Akral hangat Sianosis (-) Tanda rangsang meningeal: Kaku kuduk + Brud 1-2 (-)

Sakit Sedang Apatis E4 V1 M1=6 Tensi = 110/70 mmHg Nadi = 72 x /menit RR = 20 x /menit Suhu = 37,6 C Normocephali CA -/- , SI -/ KGB membesar Suara napas vesikuler Rh -/-, Wh -/ S1S2 reguler Murmur (-) Gallop (-) Datar, Supel BU(+)N, NT(+) di Epigastrium Akral hangat Sianosis (-) Tanda rangsang meningeal: Kaku kuduk + Brud 1-2 (-)

O

Kepala Mata Leher Paru

Jantung

Abdomen

Extremitas

Akral hangat Sianosis (-) Tanda rangsang meningeal: Kaku kuduk + Brud 1-2 (-)

15

Kernig (-) Laseq (-) PPD test (-)

Kernig (-) Laseq (-) PPD TEST (-)

Kernig (-) Laseq (-) PPD TEST (-)

A

Diagnosa

Meningitis TB

Meningoencefalitis TB

Meningoencefalistis TB

Pengobatan

P

IVFD Kaen IB 20 TPM Meropenem 2 x 500 mg Sagestam 2 x 40 mg Zantadin 2 x amp Somerol 3 x 1 mg Sibital 2 x 50 mg Antrain 3 x 250 mg K/P Pamol Supp 3 x 250 mg K/P

IVFD Kaen IB 10 TPM Meropenem 2 x 500 mg Sagestam 2 x 40 mg Zantadin 2 x amp Somerol 3 x 1 mg Sibital 2 x 50 mg Antrain 3 x 250 mg K/P Pamol Supp 3 x 250 mg K/P

IVFD Kaen IB 20 TPM Meropenem 2 x 500 mg Sagestam 2 x 40 mg Zantadin 2 x amp Somerol 3 x 1 mg Sibital 2 x 50 mg Antrain 3 x 250 mg K/P Pamol Supp 3 x 250 mg K/P

Pemeriksaan 7 Oktober 2010Keluhan

Tanggal 8 Oktober 2010 Demam (-) Kejang(-) Keluhan dari ayah os tadi pagi ngeluh sakit gigi

9 Oktober 2010 Demam(-) Kejang (-)

Demam (-) Kejang (-)

S

Keadaan umum

Sakit Sedang

Sakit Sedang

Sakit Sedang

16

Kesadaran Tanda vital

O

Kepala Mata Leher Paru

Jantung

Abdomen

Apatis E4 V1 Apatis E4 V1 Apatis E4 V1 M1=6 M1=6 M1=6 Tensi = 110/70 Tensi = 120/80 mmHg mmHg Tensi = 120/80 Nadi = 88 x /menit Nadi = 88 x /menit mmHg RR = 28 x /menit RR = 26 x /menit Nadi = 76 x /menit Suhu = 36,8 C Suhu = 37,5 C RR = 32 x /menit Suhu = 36,4 C Normocephali Normocephali Normocephali CA -/- , SI -/ CA -/- , SI -/ CA -/- , SI -/ KGB membesar KGB membesar KGB membesar Suara napas Suara napas vesikuler vesikuler Suara napas Rh -/-, Wh -/Rh -/-, Wh -/vesikuler Rh -/-, Wh -/ S1S2 reguler S1S2 reguler Murmur (-) Murmur (-) S1S2 reguler Gallop (-) Gallop (-) Murmur (-) Gallop (-) Datar, Supel Datar, Supel BU(+)N, NT(+) di Datar, Supel BU(+)N, NT(+) di Epigastrium BU(+)N, NT(-) Epigastrium Akral hangat Sianosis (-) Tanda rangsang meningeal: Kaku kuduk + Brud 1-2 (-) Kernig (-) Laseq (-) PPD TEST (-) Akral hangat Sianosis (-) Tanda rangsang meningeal: Kaku kuduk + Brud 1-2 (-) Kernig (-) Laseq (-) PPD TEST (-) Akral hangat Sianosis (-) Tanda rangsang meningeal: Kaku kuduk + Brud 1-2 (-) Kernig (-) Laseq (-) PPD TEST (-)

Extremitas

A

Diagnosa

Meningo Encefalitis + TB paru

Meningo Meningo Encefalitis Encefalitis + TB + TB Paru Paru

Pengobatan

IVFD Kaen III B IVFD Kaen IIIB IVFD Kaen III B 14 TPM 12 TPM 12 TPM Meropenem 2 x Meropenem 2 x Meropenem 2 x 500 mg 500 mg 500 mg Sagestam 2 x 40 Sagestam 2 x 40 Sagestam 2 x 40 mg mg mg 17

P

Zantadin 2 x amp Somerol 3 x 10 mg Sibital 3 x 50 mg Antrain 3 x 250 mg K/P Pamol Supp 250 mg K/P

Zantadin 2 x amp Somerol 3 x 10 mg Sibital 2 x 50 mg Antrain 3 x 250 mg K/P Pamol Supp 250 mg K/P

Zantadin 2 x amp Somerol 3 x 10 mg Sibital 2 x 50 mg Antrain 3 x 250 mg K/P Pamol Supp 250 mg K/P Nicholin 2 x 100 mg Nimico 3 x 1 cc OAT: Rifamfisin 1 x 300 mg INH 1 X 200 mg Pyrazinamid 2 x 2 Mg

Pemeriksaan 10 Oktober 2010Keluhan

Tanggal 11 Oktober 2010 Demam (-) Kejang(-) Keluhan dari ayah os tadi pagi ngeluh sakit gigi

12 Oktober 2010 Demam(-) Kejang (-)

Demam (-) Kejang (-)

S

Keadaan umum Kesadaran Tanda vital

Sakit Sedang

Sakit Sedang

Sakit Sedang

O

Kepala Mata

Apatis E4 V1 Apatis E4 V1 Apatis E4 V1 M3=8 M1=6 M3=8 Tensi = 120/70 Tensi = 110/80 mmHg mmHg Tensi = 110/80 Nadi = 88 x /menit Nadi = 80 x /menit mmHg RR = 28 x /menit RR = 24 x /menit Nadi = 72 x /menit Suhu = 36,9 C Suhu = 36,5 C RR = 24 x /menit Suhu = 36,7 C Normocephali Normocephali Normocephali CA -/- , SI -/ CA -/- , SI -/ CA -/- , SI -/-

18

Leher Paru

KGB membesar Suara napas vesikuler Rh -/-, Wh -/ S1S2 reguler Murmur (-) Gallop (-) Datar, Supel BU(+)N, NT(+) di Epigastrium Akral hangat Sianosis (-) Tanda rangsang meningeal: Kaku kuduk + Brud 1-2 (-) Kernig (-) Laseq (-) PPD TEST (-)

KGB membesar Suara napas vesikuler Rh -/-, Wh -/ S1S2 reguler Murmur (-) Gallop (-) Datar, Supel BU(+)N, NT(+) di Epigastrium Akral hangat Sianosis (-) Tanda rangsang meningeal: Kaku kuduk + Brud 1-2 (-) Kernig (-) Laseq (-) PPD TEST (-)

KGB membesar Suara napas vesikuler Rh -/-, Wh -/ S1S2 reguler Murmur (-) Gallop (-) Datar, Supel BU(+)N, NT(-) Akral hangat Sianosis (-) Tanda rangsang meningeal: Kaku kuduk + Brud 1-2 (-) Kernig (-) Laseq (-) PPD TEST (-)

Jantung

Abdomen

Extremitas

A

Diagnosa

Meningo Encefalitis + TB paru IVFD Kaen III B 14 TPM Meropenem 2 x 500 mg Sagestam 2 x 40 mg Zantadin 2 x amp Somerol 3 x 10 mg Sibital 3 x 50 mg Antrain 3 x 250 mg K/P Pamol Supp 250 mg K/P OAT: Rifamfisin 1 x 300 mg

Meningo Meningo Encefalitis Encefalitis + TB + TB Paru Paru IVFD Kaen IIIB 12 TPM Meropenem 2 x 500 mg Sagestam 2 x 40 mg Zantadin 2 x amp Somerol 3 x 10 mg Sibital 2 x 50 mg Antrain 3 x 250 mg K/P Pamol Supp 250 mg K/P OAT: Rifamfisin 1 x 300 mg IVFD Kaen III B 12 TPM Sagestam 2 x 40 mg Zantadin 2 x amp Somerol 3 x 10 mg Sibital 2 x 50 mg Antrain 3 x 250 mg K/P Pamol Supp 250 mg K/P Nicholin 2 x 100 mg Nimico 3 x 1 cc OAT: Rifamfisin 1

Pengobatan

P

19

x 300 mg INH 1 X 200 mg INH 1 X 200 mg Pyrazinamid 2 x Pyrazinamid 2 x INH 1 X 200 mg 2 mg 2 mg Pyrazinamid 2 x 2 mg

Pemeriksaan 13 Oktober 2010Keluhan

Tanggal 14 Oktober 2010 Demam (-)

15 Oktober 2010 Demam(-) Kejang (-)

Demam (-) Kejang (-)

SKeadaan umum Kesadaran Tanda vital Sakit Sedang

Kejang(-)

Sakit Sedang

Sakit Sedang

O

Kepala Mata Leher Paru

Jantung

Abdomen

Apatis E4 V1 Apatis E4 V1 Apatis E4 V1 M3=8 M1=6 M3=8 Tensi = 110/80 Tensi = 110/80 mmHg mmHg Tensi = 110/80 Nadi = 72 x /menit Nadi = 108 x /menit mmHg RR = 24 x /menit RR = 40 x /menit Nadi = 72 x /menit Suhu = 36,6 C Suhu = 36,4 C RR = 24 x /menit Suhu = 36,7 C Normocephali Normocephali Normocephali CA -/- , SI -/ CA -/- , SI -/ CA -/- , SI -/ KGB membesar KGB membesar KGB membesar Suara napas Suara napas vesikuler vesikuler Suara napas Rh -/-, Wh -/Rh -/-, Wh -/vesikuler Rh -/-, Wh -/ S1S2 reguler S1S2 reguler Murmur (-) Murmur (-) S1S2 reguler Gallop (-) Gallop (-) Murmur (-) Gallop (-) Datar, Supel Datar, Supel BU(+)N, NT(+) di Datar, Supel BU(+)N, NT(+) di Epigastrium BU(+)N, NT(-) Epigastrium Akral hangat Sianosis (-) Akral hangat Sianosis (-) Akral hangat Sianosis (-)

Extremitas

20

Tanda rangsang meningeal: Kaku kuduk + Brud 1-2 (-) Kernig (-) Laseq (-) PPD TEST (-)

Tanda rangsang meningeal: Kaku kuduk + Brud 1-2 (-) Kernig (-) Laseq (-) PPD TEST (-)

Tanda rangsang meningeal: Kaku kuduk + Brud 1-2 (-) Kernig (-) Laseq (-) PPD TEST (-)

A

Diagnosa

Meningo Encefalitis + TB paru IVFD Kaen III B 12 TPM Zantadin 2 x amp Somerol 3 x 250 mg Antrain 3 x 250 mg K/P Pamol Supp 25 Nicholin 2 x 100 mg Nimico 3 x 1 cc mg K/P OAT: Rifamfisin 1 x 300 mg INH 1 X 200 mg Pyrazinamid 2 x 2 mg

Meningo Meningo Encefalitis Encefalitis + TB + TB Paru Paru Zantadin 2 x amp Antrain 3 x 250 mg K/P Pamol Supp 250 mg K/P Nicholin 2 x 100 mg Nimico 3 x 1 cc mg K/P OAT: Rifamfisin 1 x 300 mg INH 1 X 200 mg Pyrazinamid 2 x 2 mg IVFD Kaen III B 12 TPM Sagestam 2 x 40 mg Zantadin 2 x amp Somerol 3 x 10 mg Sibital 2 x 50 mg Antrain 3 x 250 mg K/P Pamol Supp 250 mg K/P Nicholin 2 x 100 mg Nimico 3 x 1 cc OAT: Rifamfisin 1 x 300 mg INH 1 X 200 mg Pyrazinamid 2 x 2 mg

Pengobatan

P

ANALISA KASUSDiagnosis Meningoncefalitis Tuberkulosis pada pasien ini dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta penunjang yang dilakukan pada pasien:

21

1. Anamnesis Didapatkan bahwa pasien mengalami panas 5 hari SMRS dan kejang serta muntah-muntah tiap kali makan, sering mengeluh nyeri kepala, serta apatis hal ini sesuai dengan gejala prodormal yang sering terjadi pada anak besar yang menderita meningitis & gejala prodormal encefalitis Didapatkan Kejang hal ini menandakan jika infeksi sudah menyebar ke jaringan otak, dimana kejang ini terjadi bila ada kerusakan pada korteks serebri pada bagian premotor.==> mendukung diagnosis encefalitis & meningitis Gangguan bicara dimana tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari distribusi dan luas lesi pada neuron. Kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor hal ini menandakan stadium transisi yang biada terjadi pada anak besar yang menderita meningitis. Demam, kaku kuduk dan penurunan kesadaran merupakan trias dari meningitis dan pasien ini memenuhi trias dari meningitis. Juga dari anamnesis didapatkan data bahwa OS sering mengalami batuk yang berulang dan lama 2 bulan SMRS. Dan hal ini menunjukkan di lingkungan OS ada fokus infeksi kuman tuberkulosis sebagai penyebaran virus melalui inhalasi Os didapatkan sakit gigi sejak 6 bulan SMRS Hal ini menandakan pada meningitis terjadi oleh karena adanya bakteri yang menginvasi meningen lewat darah. Dari riwayat imunisasi didapatkan bahwa os belum mendapatkan vaksinasi BCG psebelum usia 3 bulan Hal ini menandakan daya tahan tubuh os sangat rentan terhadap kuman TBC & merupakan faktor resiko terjadi penularan kuman mycobacterium tuberkulosis 2. Pemeriksaan fisik didapatkan bahwa OS dalam keadaan lemah dan apatis. Suhu tubuh sewaktu diperiksa tidak menunjukkan demam, namun dari daftar follow up, OS demam naik turun, lidah agak kotor mungkin disebabkan karena demam yang lama dan OS sudah lama tidak makan lewat oral.

22

Terdapat reflek kaku kuduk positif Hal ini sesuai dengan pemeriksaan pada pasien dengan meningitis dan encefalitis. Kaku kuduk pada meningitis & encefalitisbisa ditemukan dengan melakukan pemeriksaan fleksi pada kepala pasien yang akan menimbulkan tahanan, disebabkan oleh adanya iritasi meningeal

Sedangan pada pemeriksaan Kernigs sign (-) dan Brudzinsky sign (-) hal ini menandakan bahwa infeksi atau iritasi belum mencapai ke medulla spinalis bagian bawah.

3. Pemeriksaan Laboratorium Laboratorium darah didapatkan leukositosis yang menandakan adanya suatu respon tubuh tehadap infeksi 4. Pemeriksaan Penunjang: Uji tuberkulin didapatkan negativ hal ini kemungikananpasien dalam keadaan anergi Pada pemeriksaan rontgen dada didapatkan kesan tuberkulosis paru hal ini mendukung pasien ini dengan diagnosis tuberkulosis Untuk memperkirakan etiologi dan jenis meningitisnya, seharusnya dilakukan lumbal pungsi, namun hal ini tidak dilakukan mengingat kondisi pasien yang jelek. Sehingga dari hasil analisa dapat disimpulkan bahwa diagnosis kerja pada apsien ini adalah meningoencefalitis tuberkulosis Penurunan kesadaran pada anak dapat disebabkan oleh Mekanisme koma Bayi baru lahir Anoksia Asfiksia Obstruksi pernafasan Anemia berat Anoksia Asfiksia Obstruksi pernafasan Anemia berat Asfiksia lahir Aspirasi mekonium, infeksi Hydrops fetalis Asfiksia lahir Aspirasi mekonium, infeksi Hydrops fetalis Keracunan CO Croup, epiglotitis Hemolisis, kehilangan darah Keracunan CO Croup, epiglotitis Hemolisis, kehilangan darah Penyebab Anak-anak

23

Iskemia Kardiak Syok Trauma kepala Infeksi Lesi shunting, jantung kiri hipolastik Asfiksia, sepsis Kontusi lahir, perdarahan Meningitis gram negatif, encephalitis herpes, sepsis Vaskular Perdarahan intraventrikuler, sinus trombosis Neoplasma Tidak diketahui Lesi shunting, miokarditis, stenosis aorta Kehilangan darah, infeksi Jatuh, kecelakaan, trauma olahraga Meningitis bakterial, encephalitis viral, encephalitis post infeksi Oklusi arteri atau vena dengan penyakit jantung kongenital Glioma batang otak, tekanan intrakranial meningkat dengan tumor Obat Epilepsi Sedatif maternal, analgesik iv Kejang motorik minor konstan, kejang elektris Toksin Hipoglikemia Peningkatan tekanan intracranial tanpa manifetasi motorik Injeksi/ Sedatif maternal Trauma lahir Kerusakan otak anoksia, hidrosefalus, kelainan metabolik Penyebab hepatic Gagal hati, inborn metabolic errors pada konjugasi Penyebab ginjal Hiperkapne Kelainan elektrolit Hipernatremia Iatrogenik ( penggunaan Diare, dehidrasi bilirubin Ginjal hipoplastik Kelainan paru kongenital, displasia bronkopulmonary Nefritis akut dan kronis Cystic fibrosis fossa posterior Overdosis Kejang motorik minor konstan, petit mal, post ictal, obat kejang Alkohol, obat, pestisida Diabetes, agen hipoglikemia Encephalopathy toksik, sindroma reye, trauma kepala, tumor fossa posterior Gagal hati

24

NaHCO3 ), keracunan garam Hiponatremia Hormon antidiuretik yang tidak sesuai, sindroma adrenogenital Asidosis berat Septikemia, trauma dingin, Hiperkalemia kelainan metabolik Keracunan aspirin Gagal ginjal, sindroma adrenogenital Infeksi, koma diabetik, keracunan aspirin Diare, dehidrasi

Diagnosis Banding: o Meningitis bakterial diambil diagnosis banding pertama dengan tanda klasik meningitis bakterial adalah demam, sakit kepala ( ditandai irritabilitas atau tangisan tanpa henti ) dan perubahan status mental ( lethargy, bingung, delirium ). Pada tingkat yang berat dapat menyebabkan pasien koma dan kejang, fontanela menonjol, disertai tanda rangsang meningeal ( kaku kuduk, kernig dan brudzinski ). Pada kasus ini ditemukan demam dan perubahan status mental ( bahkan sampai terjadi penurunan kesadaran dan kejang ) dan ditemukan adanya tanda rangsang meningeal taitu kaku kuduk positif. Sedangkan tanda rangsang meningeal yang lain tidak diemukan kelainan. Hal ini menunjukkan bahwa, Tanda rangsang meningeal memang bukan indikator sensitif untuk menentukan ataupun menyingkirkan adanya meningitis, Karenanya pada semua kasus kemungkinan meningitis ( kasus demam disertai gangguan status mental yang tidak dapat dijelaskan ) wajib dilakukan pungsi lumbal pungsi untuk analisa LCS guna menyingkirkan kemungkinan meningitis.

25

Temuan analisa LCS pada meningitis bakterial adalah sebagai berikut : tekanan > 180 mm H20, hitung leukosit > 1000 sel/L dengan lebih dari 80 % neutrofil. Glukosa rendah < 40 mg/dL ( dan jika kadar gula darah tersedia, maka ratio glukosa LCS/darah < 0,3 ) dan protein meningkat > 100 mg/dL. CT scan atau MRI kepala digunakan secara selektif, pemeriksaan itu berguna jika keluhan tekanan intrakranial ( tingkat kesadaran terganggu, kejang, abnormalitas neurologis, fontanella menonjol, sutura melebar ) ditemukan. o Meningitis fungal atau tuberkulosis pada kasus ini diambil diagnosis banding kedua dengan dasar tidak ada kontak dengan penderita sputum BTA (+) TB, terdapat riwayat batuk lama tanpa sebab yang jelas ( lebih dari 3 minggu ) sebelumnya, terdapat riwayat demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas sebelumnya, terdapat adanya riwayat penurunan BB tanpa sebab yang jelas. Pada riwayat imunisasi didapatkan keterangan bahwa dari ayah pasien bahwa os belum mendapatkan vaksinasi BCG. Pada pemeriksaan tidak ditemukan ada pembesaran kelenjar limfe superfisial yang spesifik, gambaran foto rontgen yang mengarah ke TB. Hal ini memperkuat diagnosis ke arah meningitis dengan suspek tuberkulosis Gambaran rontgen sugestif TB : kelenjar hilus/ paratrakeal dengan atau tanpa infiltrat konsolidasi segmental/ lobar milier, kalsifikasi, atelektasis, kavitas, efusi pleura

semantara pada kasus ini hasil rontgen thoraxnya adalah Sinus sinus dan diafrgma normal. Pulmo : Infiltrat didaerah parakardial , parahilar dan hilus menebal, Paru kiri bersih. Bentuk dan ukuran cor dalam batas

26

normal, kesan bronchopneumonia. (Dd: Suspek Tuberkulosis Paru dextra).sehingga kasus ini lebih mengarah pada meningitis tuberkulosis. Kejang demam kejang demam diartikan kejang yang dicetuskan oleh demam pada anak usia 3 bulan 5 tahun. Artinya kejang ini tidak ada penyebab neurologis lain yang mendasarinya.pasien kejang demam akan sadar kembali setelah kejang diatasi. Pada kejang demam sederhana , kejang terjadi kurang dari 15 menit. Pada kasus ini pasien mengalami kejang disertai demam, tetapi juga disertai penurunan kesadaran sampai tingkat sopor, kesadaran tidak kembali meskipun kejang telah diatasi. Dengan ditemukan adanya penurunan kesadaran permanen sangat dimungkinkan terdapat kelainan neurologis yang mendasari pada kasus ini, maka diagnosa kejang demam dapat disingkirkan. Diagnosis Banding yang diambil ketiga adalah: encephalitis, Pada pasien ini didapatkan adanya mencret-mencret dan panas sebelum penurunan kesadaran, diduga bahwa infeksi dari traktus gastrointestinal lah yang menyebabkan ensefalitis, seperti pada enterovirus yang juga dapat menyebabkan gejala gastrointestinal. Pada tgl 28 September 2010 ( pada hari pertama perawatan ), didaptakan analisa gas darah pH 7.49 7.460, PCO2 29.3 28.5mm Hq, PO2 64.6 229.9mm Hq, HCO3 22.3 19.9meq/L, BE 0,9 -4.0meq/L, O2 saturasi 94.5 99.6% mengindikasikan terjadi alkalosis respiratorik dan pemeriksaan rontgen berupa infiltrat di daerah suprahillar kanan dan kiri serta parakardial kanan ( kesan bronkopneumonia ). Analisa gas darah dengan alkalosis respiratorik akut dapat terjadi pada keadaan sebagai berikut : 1. Hiperventilasi pada histeri 2. Penyakit SSP yang mempengaruhi sitem pernapasan sehingga hiperventilasi 3. Keracunan salisilat pada taraf permulaan

27

4. Penderita coma hepaticum dengan pernapasan kussmaul 5. Hiperpnoe pada ketinggian yang amat tinggi (mendaki gunung) Pada pemeriksaan laboratorium di dapatkan: Hemoglobin < 13.7 adanya anemia pada pasien ini, kemungkinan disebabkan oleh penyakitnya. Leukosit > 9,100 diduga adanya infeksi sekunder.

Penatalaksanaan: Segera dilakukan pungsi lumbal untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis bakterial kecuali tanda neurologis fokal ditemukan atau ada bukti peningkatan tekanan intrakranial. Pada kasus ini , dilakukan CT scan kepala sebelum dilakukan pungsi lumbal. Kegunaan analisa LCS adalah untuk pewarnaan gram, hitung sel, protein, glukosa, kultur, rapid antigen identification test, kultur viral dan bakteri tahan asam ( jika mycobacterium dicurigai sebagai penyebab ). LCS pada encephalitis viral : bersih, hitung leukosit berkisar dari tidak ada sampai beberapa ribu, dengan predominan PMN pada awal perjalanan penyakit, protein : normal sampai sedikit meningkat, dan glukosa normal. Periksa darah lengkap, hitung trombosit, elektrolit, BUN, kreatinin, glukosa, kultur darah dan urinalisis. Jika penyebab virus spesifik dicurigai, periksa urine dan feses penderita. Penanganan pertama adalah observasi ketat tanda vital dan status cairan. Penatalaksanaan untuk sebagian besar kasus encephalitis viral hanya membutuhkan terapi suportif ( seperti cairan, analgetik ). Terapi tambahan ditujukan untuk komplikasi yang mungkin terjadi seperti kejang, edema cerebral, hiperpireksia, insufisiensi pernapasan, abnormalitas cairan dan elektrolit, aspirasi, perdarahan gastrointestinal, dekompensasi jantung , DIC dan serangan kardiopulmonal. Non medikamentosa

28

Rawat inap O2 2L/menit NGT os tidak bisa mendapatkan asupan makanan melalui per oral.

Medikamentosa IVFD KaEN 3B 12 tetes per meni Meropenem 2 x 500 mg Sagestam 2 x 40 mg(Gentamisin) Zantadin 2 x amp(Ranitidin) Somerol 3 x 10 mg ( 6 methylprednisolone ) Sibital 2 x 50 mg(Fenobarbital) Antrain 3 x 250 mg K/P( metamizole Na ) Pamol Supp 250 mg K/P (Paracetamol) Nicholin 2 x 100 mg ( citicoline ) Nymiko 3 x 1 cc (Nystatin) OAT: Rifamfisin 1 x 300 mg, INH 1 X 200 mg, Pyrazinamid 2 x 2 mg

Pada kasus ini diberikan terapi oksigen dan cairan. Pemberian metamizole Na ditujukan untuk meredakan nyeri yang ada(sebagai analgesik dan antipiretik). Citicoline diberikan sebagai neuroprotektor. Sedangkan methylprednisolone dapat digunakan untuk menurunkan tekanan intracranial yang meninggi pada pasien dengan ensefalitis (yang merupakan jenis oedema sitotoksik).

29

TINJAUAN PUSTAKA MENINGITIS

Batasan MeningitisMeningitis adalah suatu reaksi radang yang mengenai satu atau smeua lapisan selaput yang membungkus jaringan otak dan sumsum tulang belakang yang menimbulkan eksudasi berupa pus ataupun serosa, disebabkan oleh bakteri spesifik / non spesifik atau virus. Gejala yang terjadi bisa secara akut, sub akut dan kronik. Akut terjadi < 24 jam, sub akut 1- 7 hari dan kronik > 7 hari. Tanda-tanda yang timbul tergantung dari umur dan kondisi umum pasien. Penanganan kasus meningitis yang terutama adalah mengidentidikasikan pasien dan mengangai semua pasien seperti layaknya menangani meningitis akut, lalu perlu diidentifikasi pula, apakah ada sistem saraf pusat yang terganggu atau tidak , baru mencari organisme / kuman ang menyebabkan meningitis.

Patofisiologi MeningitisMeningitis dapat terjadi secara : Hematogen Perkontinuitatum Implantasi Langsung

30

Bakteri menginvasi meningen terutama lewat darah, dan kebanyakan bersal dari infeksi nasofaring. Bisa terjadi juga, meningitisdisbabkan lewat trombus atau erosi pada osteomielitis, serta langsung perkontinuitatum lewat trauma, operasi saraf dan instrumentasi, namun hal ini jarang terjadi.Meningitis juga bisa terjadi lewat transmisi vertikal dari kolonisasi kuman di saluran cerna ibu atau saluran genital saat ada trauma pada lahir. Untuk patofisiologi meningitis non patogen bakteri dan meningitis jamur samapai saat ini kurang dimengerti.

Manifestasi Klinis MeningitisKeluhan pertama dari meningitis adalah nyeri kepala, rasa nyeri ini dapat menjalar ke tengkuk dan punggng. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk.bila hebat, bisa terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran biasanya menurun, tanda kerning dan Brudzinski positif. Trias klasik ynag biasa digunakan untuk mendiagnosa secara cepat meningitis yaitu kaku kuduk, demam dan penurunan kesadaran. Keluhan tambahan yang sering menyertai meningitis yaitu fotobia, fonobia, rewel dan delirium. Kadang sering ditemui gejala kejang pada 20 30% kasus meningitis. Pada bayi 0 6 bulan, dapat ditemui fontanel yang membengkok oleh karena peningkatan tekanan intra kranial. Pada meningitis yang disebabkan oleh Neuseria Meningitis bisa terdapat kemerahan pada ekstremitas bawah, konjungtiva dan permukaan telapak tangan dan kaki.

Klasifikasi MeningitisBerdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, dibagi menjadi 2 yaitu : a. Meningitis Serosa, adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak jernih. Penyebab = Mycobacterium Tuberculosa, Lues, Virus, Toxoplasma Gondhii, dan Ricketsia.

31

b. Meningitis Purulenta, adalah rahang bernanah araknoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebab = Diplococcus Pneumoniae (Pneumokok), Neisseria Meningifidis (Meningokok), Stertococcus Haemolyticus, Staphylococcus Aureus, Haemophilus Influenzae, Escherichiacoli, Klebsiella Pneumoniae, Pseudomonas Aeruginosa.

MENINGITIS TUBERKULOSA DefinisiMeningitis tuberkulosa ialah radang selaput otak akibat komplikasi tuberkulosa primer.Saat ini lebih dari 2 billion manusia terinfeksi Tuberculosis, yang bermanifestasi klinis kira-kira 10%. Insiden Meningitis TB meningkat dengan adanya peningkatan jumlah penderita TB, dan merupakan penyakit infeksi SSP kronis yang paling sering terjadi.Infrastruktur kesehatan yang buruk, penelitian obat baru untuk TB yang tidak didukung serta banyaknya penderita HIV meningkatkan angka penderita TB.Meningitis tuberkulosa masih banyak ditemukan di Indonesia karena mobiditas tuberkulosis anak masih tinggi. Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak terutama bayi dan anak kecil dengan kekbalan alamiah yang masih rendah.

PatofisiologiSama dengan tanda dan gejala dari meningitis TB merupakan hasil reaksi inflamasi, yang terjadi secara langsung karena adanya proses imunologis penting pada infeksi meningitis TB yaitu: Tahap pertama, Kuman Mycobacterium Tuberculosis masuk lewat droplet inhalasi, yang merupakan jalan utama terjadinya infeksi.Infeksi lokal di paru dan adanya reaksi pada kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, selama stase ini, dalam waktu cepat bisa terjadi bateriemi di dalam tubuh dan dapat menyebarkan tuberkel-tuberkel bacillus ke organ-organ lain di dalam tubuh. infeksi.Ada 2 tahap

32

Pada meningitis TB, kuman TB masuk ke selaput meningen ataupun parenkim otak dan menghasilkan Lesi Kaseosa pada organ tersebut (tuberkel). Tahap Kedua, Lesi membesar dan ruptur ke ruang subarakhnoid, lokasi tuberkel menetukan jenis SSP yang terkena. Tuberkel yang pecah di ruang sub arakhnoid (Rick & Mc.Cordeck), menyebabkan meningitis. Jika tuberkel masuk lebih dalam ke otak atau pun ke medula spinalis dapat terjadi abses otak. Eksudat yang terbentuk menyebabkan proses inflanasi, obstruksi dan bisa terjadi infark dan pada akhirnya akan terjadi perlunakan otak. Meningits di daerah basal bisa menyebabkan disfungsi N III, VI dan VII, bahkan bisa menyebabkan hidrosephalus pada type obstruktif, karena menyumbat di sisterna basalis. Tahap lanjut dari meningitis bisa menyebabkan perlengketan, vasculis, dan enchepalitis. Meningitis TB juga bisa menyerang selaput meningen dari medula spinalis yang akan menyebabkan iskemik dan pada akhirnya dapat menyebabkan infark. Proses lebih lanjut akan menyebabkan dekalsifikasi dan erosi yang menyebabkan destruksi diskus intervertebralis dan bisa terjadi kifosis.

Gejala KlinisSecara umum, gejala klinis meningitis TB hampir sama dengan meningitis lainnya, yaitu : 1. Demam 2. Mudah kesal dan marah-marah 3. Obstipasi 4. Muntah-muntah 5. Ditemukan tanda-tanda perangsangan meningen seperti kaku kuduk 6. Suhu badan naik turun 7. Nadi sangat labil nadi sangat lambat 8. Hipertensi umum 9. Abdomen tampak cekung 10. Gangguan saraf otak

33

Secara klinis kadang-kadang belum terdapat gejala meningitis nyata walaupun selaput otak sudah terkena. Hal demikian terdapat pada tuberkulosis miliaris, sehingga pada penyebaran miliar sebaiknya dilakukan pungsi lumbal walaupun gejala meningitis belum tampak. Gejala biasanya didahului oleh stadium prodromal / inisial berupa iritasi selaput otak Meningitis biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau hanya terdapat kenaikan suhu yang ringan, jarang terjadi akut dengan panas yang tinggi. Sering dijumpai anak mudah terangsang atau anak menjadi apatis dan tidurnya sering terganggu. Anak besar dapat mengeluh sakit nyeri kepala. Anoreksia, obstipasi dan muntah juga sering ditemukan. Stadium ini kemudian disusul dengan stadium transisi / stadium II dengan kejang. Gejala di atas menjadi lebih berat dan gejala rangsangan meningeal mulai nyata, kuduk kaku, seluruh tubuh menjadi kaku dan timbul opistotonus. Refleks tendon menjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan umumnya juga terdapat kelumpuhan urat saraf mata sehingga timbul gejala strabismus dan nistagmus. Sering tuberkel terdapat di koroid. Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor. Stadium terminal (stadium III) berupa kelumpuhan-kelumpuhan , koma menjadi lebih dalam, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur, kadang-kadang terjadi pernafasan Cheyne-Stokes. Hiperpireksia timbul dan anak meninggal tanpa kesadarannya pulih kembali. Berdasarkan umur, gejala klinis meningitis TB dapat dibagi menjadi : - Neonatus: a. Gejala tidak khas b. Panas c. Anak tampak malas, lemah, tidak mau minum, muntah, dan kesadaran menurun d. Ubun-ubun besar kadang-kadang cembungPernafasan tidak teratur - Anak umur 2 bulan 2 tahun: a. Gambaran klasik (-) b. Hanya panas, muntah, gelisah, kejang berulang

34

c. Kadang-kadang high pitched cry - Anak umur > 2 tahun: a. Panas, menggigil, muntah, nyeri kepala b. Kejang Gangguan kesadaran c. Tanda-tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, tanda Brudzinski dan Kernig (+) Pemeriksaan dan diagnosis : Pemeriksaan cairan serebrospinal: Diagnosis pasti meningitis dibuat berdasarkan gejala klinis dan hasil analisa cairan serebrospinal dari pungsi lumbal. Tanda rangsang meningeal dapat diperiksa dengan beberapa perasa, antara lain pemeriksaan kaku kuduk, tanda Brudzinski I, Brudzinski II dan Kernig. 1. Kaku Kuduk (Nuchal rigidity) Pasien dalam keadaan posisi terlentang, bila lehernya ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada, maka dikatakan kaku kuduk positif. Tahanan juga dapat terasa bila leher dibuat hiperekstensi, diputar, atau digerakkan ke samping. Kadang-kadang kaku kuduk disertai hiperekstensi tulang belakang; keadan ini disbut opistotonus. Di samping menunjukkan adanya rangsang meningeal (meningitis), kaku kuduk juga terdapat pada tetanus, abses retrofaringeal, abses peritonsilar, ensefalitis virus, keracunan timbal, dan artritis reumatoid. 2. Perasat Brudzinski I (Brudzinskis neck sign) Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala pasien yang terlentang, dan tangan lain diletakkan di dada pasien untuk mencegah agar badan tidak terangkat, kemudian kepala pasien difleksikan ke dada secara pasif (jangan dipaksa). Bila terdapat rangsang meningeal maka kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut.

35

3. Perasat Brudzinski II (Brudzinskis contralateral leg sign) Pada pasien yang telentang, fleksi pasif tungkai atas pada sendi panggul alan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan sendi lutu. Hasil lebih jelas bila waktu fleksi ke panggul sendi lutut dalam keadaan ekstensi.

4. Perasat Kernig Pemeriksaan Kernig ini ada bermacam-macam cara; yang biasa dipergunakan ialah pada pasien dalam posisi telentang dilakukan fleksi tungkai atas tegak lurus, kemudian dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Dalam keadaan normal tungkai bawah dapat membentuk sudut lebih dari 135 terhadap tungkai atas. Pada iritasi meningeal ekstensi lutut secara pasif tersebut akan menyebabkan rasa sakit dan teradpat hambatan. Pemeriksaan ini sukar dilakukan ada bayi di bawah umur 6 bulan. Pada meningitis TB yang mengenai medula spinalis, gejala dapat timbul secara akut, sub akut dan kronis. Gejala biasa terlihat dengan adanya mielopati dengan kelumpuhan dari organ bawah ke atas, biasa terdapat pada meningitis basalis dan berhubungan dengan proses gejala sisa. Pada beberapa kasus akut dapat terjadi kelumpuhan kedua kaki dengan gejala defisit sensoris dan referensi urin, hal ini sering dikacaukan dengan diagnosa Guillain-Barre syndrom. Pada kasus sub akut, gejala didominasi oleh nyeri radikular dan dapat terjadi kelumpuhan anggota gerak. Pemeriksaan penunjang Laboratorium; Pungsi lumbal penting sekali untuk pemeriksaan bakteriologik dan laboratorium lainnya. Likuor serebrospinalis berwarna jernih, opalesen atau kekuning-kuningan (xantokrom). Tekanan dan jumlah sel meninggi namun umumnya jarang melebihi 1.500/3 mm3 dan terdiri terutama dari limfosit. Kadar protein meninggi sedangkan kadar glukosa dan klorida total menurun. Bila cairan otak didiamkan maka akan timbul fibrinous web (pelikel), tempat yang sering ditemukannya basil tuberkulosis. Pungsi lumbal ulangan dapat memperkuat diagnosis. Tabel 1. Interpretasi Analisa Cairan Serebrospinal 36

Tes Tekanan LP Warna Jumlah sel Jenis sel Protein Glukosa

Meningitis Bakterial Meningkat Keruh > 1000/ml Predominan PMN Sedikit meningkat Normal/menurun

Meningitis Virus Biasanya normal Jernih < 100/ml Predominan MN Normal/meningkat Biasanya normal

Meningitis TBC Bervariasi Xanthochromia Bervariasi Predominan MN Meningkat Rendah

Kontraindikasi pungsi lumbal: o Infeksi kulit di sekitar daerah tempat pungsi. Oleh karena kontaminasi dari infeksi ini dapat menyebabkan meningitis. o Dicurigai adanya tumor atau tekanan intrakranial meningkat. Oleh karena pungsi lumbal dapat menyebabkan herniasi serebral atau sereberal. o Kelainan pembekuan darah. o Penyakit degeneratif pada join vertebra, karena akan menyulitkan memasukan jarum pada ruang interspinal. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) dan ELISA (Enzymelinked Immunoassay & Latex Particle Agglutination) dapat mendeteksi kuman mycobacterium di cairan serebrospinal. Pemeriksaan PCR bersifat sensitif, namun bukan merupakan diagnosa pasti meningitis tuberkulosa. PCR terdapat pada penderita TBC aktif. Pemeriksaan imaging (CT scan atau MRI) menunjukan Leasi parenkim pada dasar otak, infark dan tuberkuloma serta hidrosefalus. Foto rontgen dada dapat menunjukkan Lesi primer penyakit tuberkulosis di paru apabila ada gejala klinis dari paru yang timbul. Uji tuberkulin dapat mendukung diagnosis, namun uji tuberkulin pada meningitis tuberkulosa sering negatif karena alergi, terutama dalam stadium terminalis. Elektroensefalografi dapat menunjukan perlambatan irama dasar, dapat disertai gelombang epileptiform, irama dasar, dapat disertai gelombang epileptiform.

37

Pemeriksaan darah peufer lengkap, gula darah dan elektrolit darah penting untuk mengetahui status pasien.

DiagnosisDitentukan atas dasar gambaran klinis serta yang terpenting ialah gambaran Liquor cerebrospinalis. Hasil Lab pemeriksaan darah dan tes tuberkulin juga penting untuk menunjang diagnosis pasien meningitis TB.

Tata LaksanaPengobatan medika medika mentosa sesuai rekomendasi American Academy of Pediatries 1994. pemberian 4 macam obat selama 2 bulan, diteruskan dengan pemberian LNH dan Rifampisin selama 10 bulan. 1. Isoniazid (INH) 5-10 mg/kgBB/hari, dosis maksimum 300 mg/hari. 2. Rifampisin 10-20 mg/kgBB/hari, dosis masksimum 600 mg /hari. 3. Pirazinamid 20-40 mg/kgBB/hari, dosis maksimum 2000 mg/hari. 4. Etambutol 15-25 mg/kgBB/hari, dosis maksimum 2500 mg/hari. 5. Prednizon 1-2 mg/kgBB/hari selama 2-3 minggu, dilanjutkan dengan laperingoff.. Jika didapatkan hidrosefalus dapat dilakukan pemasangan VP-Shunt. Pengobatan suportif meliputi restrksi cairan, posisi kepala lebih tinggi dan fisioterapi pasif. Steroid diberikan untuk : Menghambat reaksi inflamasi Mencegah komplikasi infeksi Menurunkan edema serebri Mencegah perlekatan Mencegah arteritis / infark otak Penurunan kesadaran Defisit nemologis fokal

Indikasi pemakaian steroid :

Steroid yang biasa dipakai yaitu dexametason

38

Pengobatan simptomatis Menghentikan kejang: Diazepam 0,2-0,5 mg/KgBB/dosis IV atau 0,4-0,6 mg/KgBB/dosis REKTAL SUPPOSITORIA, kemudian dilanjutkan dengan: Phenytoin 5 mg/KgBB/hari IV/PO dibagi dalam 3 dosis atau Phenobarbital 5-7 mg/Kg/hari IM/PO dibagi dalam 3 dosis

Menurunkan panas: o Antipiretika: Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 510 mg/KgBB/dosis PO diberikan 3-4 kali sehari o Kompres air hangat/biasa

Pengobatan suportif Perawatan: 1. Pada waktu kejang: Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka Hisap lendir Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi Hindarkan penderita dari rudapaksa (misalnya jatuh) Cairan intravena Oksigen. Usahakan agar konsentrasi O2 berkisar antara 30-50%.

2. Bila penderita tidak sadar lama: - Beri makanan melalui sonde - Cegah dekubitus dan pnemonia ortostatik dengan merubah posisi penderita sesering mungkin, minimal ke kiri dan ke kanan setiap 6 jam

39

- Cegah kekeringan kornea dengan boorwater/salep antibiotika 3. Bila mengalami inkontinensia urin lakukan pemasangan kateter 4. Bila mengalami inkontinensia alvi lakukan lavement 5. Pemantauan ketat - Tekanan darah - Pernafasan - Nadi - Produksi air kemih - Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini ada DIC 6. Fisioterapi dan rehabilitasi.

KomplikasiDapat terjadi akibat pengobatan yang tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat. Dapat terjadi cacat neurologis berupa paresis, paralisis sampai deserebrasi, hidrosefalus akibat sumbatan, resorpsi berkurang atau produksi berlebihan dari likuor serebrospinalis. Anak juga dapat menjadi buta atau tuli dan kadang-kadang timbul retardasi mental. Komplikasi lain dari meningitis TB yaitu : Cairan subdural Hidrosefalus Edema otak Abses otak Renjatan septik

40

Pnemonia (karena aspirasi) Koagulasi intravaskular menyeluruh (DIC)

PrognosisSebelum ditemukan obat-obat anti tuberkulosis, mortalitas meningits tuberkulosis hampir 100%. Dengan obat anti tuberkulosis, mortalitas dapat diturunkan walaupun masih tinggi yaitu berkisar antara 10-15%. Penyembuhan sempurna juga dapat terlihat. Gejala sisa masih tinggi pada anak yang dapat mengatasi penyakit ini, terutam bila datang berobat dalam stadium yang lanjut. Saat permulaan pengobatan umumnya menetukan hasil pengobatan. Penderita meningitis dapat sembuh, sembuh dengan cacat motorik/mental atau meninggal, hal tergantung dari:

Umur penderita Jenis kuman penyebab Berat ringan infeksi Lama sakit sebelum mendapat pengobatan Kepekaan kuman terhadap antibiotika yang diberikan Adanya dan penanganan penyulit

Pencegahan dan Pendidikan Angka kejadian meningkat meningitis tuberkulosa meningkat dengan meningkatnya pasien tuberkulosis dewasa. Faktor resiko adalah malnutrisi,peminum alkohol, penyalahgunaan obat/ zat adiktif, diabetes melitus, pemakaian korikosteroid, keganasa, trauma kepala dan infeksi HIV Imunisasi BCG dapat mencegah meningitis tuberkulosis yang berat. Perlu ditekankan pengobatan yang teratur dalam jangka lama

Vaksinasi BCG (Bacille Calmette Guerin)

41

Bacille calmette-Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga didapat basil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas. Vaksinasi BCG menimbulkan sensitivitas terhadap tuberkulin. Masih banyak perbedaan pendapat mengenai timbulnya sensitivitas terhadap tuberkulin yang terjadi kaitannya dengan timbulnya imunitas. Vaksin yang dipakai di Indonesia adalah vaksin BCG Biofarma bandung. Vaksin BCG ini berisi suspensi M. Bovis hidup yang sudah dilemahkan. Vaksinasi BCG tidak mencegah infeksi tuberkulosis tetapi mengurangi risiko tuberkulosis berat seperti meningitis tuberkulosa dan tuberkulosis milier. BCG diberikan pada umur 2 bulan. BCG sebaiknya diberikan pada anak dengan uji Mantoux (tuberkulin) negatif. Efek proteksi timbul 8 -12 minggu setelah penyuntikkan. Efek proteksi bervariasi antara 0 80%. Hal ini mungkin karena vaksin yang dipakai, lingkungan dengan Mycobacterium atipik atau faktor pejamu (umur, keadaan gizi dan lain-lain) Vaksin BCG diberikan secara intradermal 0.10 ml untuk anak, 0.05 ml untuk bayi Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari, harus disimpan pada suhu 2-8C, tidak boleh beku. Vaksin yang telah diencerkan harus dibuang dalam 8 jam.

Kontra Indikasi BCG Reaksi uji tuberkulin > 5mm Sedang menderita infeksi HIV atau dengan resiko tinggi HIV. Imunokompromais akibat pengobatan kortikosteroid, obat imunosupresif, mendapat pengobatan radiasi, penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulang atau sistem limfe. Anak menderita gizi buruk Sedang menderita demam tinggi Menderita infeksi kulit yang luas Pernah sakit tuberkulosis Kehamilan

Rekomendasi BCG BCG diberikan pada bayi < 2 bulan

42

Pada bayi yang kontak erat dengan penderita TB dengan BTA (+3) sebaiknya diberikan INH profilaksis dulu, kalau kontaknya sudah tenang dapat diberi BCG. BCG jangan diberikan pada bayi atau anak dengan imunodefisiensi, misalnya HIV, gizi buruk dan sedang mendapat obat imunosupresif.

PemantauanUmumnya angka kematian berkisar 10-20% kasus. Gejala sisa berupa gangguan fungsi mata dan pendengaran. Dapat dijumpai hemiparesis, mental retardasi, kejang, keterlibatan hipotalamus dan sisterna basalis sehingga terjadi gejala endokrin.

43

Rangkuman

44

TINJAUAN PUSTAKA

45

ENSEFALITIS Ensefalitis adalah suatu infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme. Misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus. Penyebab yang terpenting dan tersering adalah herpes virus, varisela zoster, parotitis, dan enterovirus. Pada banyak pasien sering terjadi keterlibatan (meningo- encefalitis), sedangkan ensrefalomielitis menunjukan keterlibatan medula spinalis4 Definisi ensefalitis dari sumber lain adalah inflamasi pada jaringan otak yang berhubungan dengan kelainan neurologik. Walaupun patogen utama adalah ensefalitis adalah infeksi virus., penyebab kausanya sering tidak teridentifikasi. Terkadang ensefalitis timbul sebagai reaksi dari imunisasi atau sebagai respon imun. Menentukan penyebaba bahkan saat tidak ada terapi spesifik, dapat mempengaruhi penanganaanya

EpidemiologiAngka kejadian di Amerika Serikat 1 dalam 250.000-500.000 per tahun. Virus Herpes Simpleks terdiri dari 2 tipe, yaitu VHS tipe 1 dan VHS tipe 2. VHS tipe 1 menyebabkan ensefalitis terutama pada anak, sedangkan VHS tipe 2 menyebabkan infeksi pada neonatus.Angka kejadiannya berkisar 1 per1000.di Indonesia secara klinis dikenal banyak kasus ensefalitis tetapi Japanese encephalitis yang baru ditemukan. Etiologi Virus Pada umunmya ensefalitis virus dibagi 3kelompok : A . Ensefalitis primer yang bisa disebabkan oleh infeksi virus kelompok herpes simplex, virus influenza B. Ensefalitis ptimer yang belum diketahui penyebabnya c. Ensefalitis para- infeksiosa, yaitu ensefalitis yang timbukl sebagai komplikasi penyakit virus yang udah dikenal, seperti rubeola, varisela, herpes zoster, parotitis epidemika, mononukleosis infeksiosa dsan vaksinasi Infeksi bakteri Kebanayakan sudah dapat diatasi dengan pemberian antibiotik. Kegagalan pengobatanyang terjadi pada umumnya disebabkan terlambatnya pertolngan terapeutika, atau daya ketahanan tubuh kurang kuat. Infeksi Spirochaeta 3

46

Infeksi yang menganggu susunan saraf yang secara menyeluruh adalah infeksi spirochaeta jenis treponema palidum Infeksi fungal 3 Jamur-jamur tertentu dapat menimbulakan infeksi. Infeksi jamur dpaat terjadi secara sistemik, melalui penyebaran melalui hematogen. Di anatara organ-organ tbuh yang mudah terkena penyebaran hematogen adalah otak dan selaput otak. Jenis jamur yang menjadi penyebab infeksi sistemik yang berkomplikasi neurologik, Ensefalitis Primer Infeksi virus yang bersifat epidemik Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO. Golongan virus ARBO : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer encephalitis, Murray valley encephalitis. Infeksi virus yang bersifat sporadik Rabies, Herpes simpleks, Herpes zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas. Ensefalitis Sekunder (Ensefalitis pasca-infeksi) Pasca-morbili, pasca-varisela, pasca-rubela, pasca-vaksinia, pasca-mononukleosis infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.

Penularan Radang otak sendiri tidak menular, tetapi virus yang menyebabkan ensefalitisdapat menyebar. Tentu saja, bila seorang anak terinfeksi virus belum tentu dia akan terjangkit ensefalitis.Karena ensefalitis dapat disebabkan oleh berbagai macam penyebab, infeksi dapat timbul melalui berbagai macam cara.

Patogenesis

47

Virus dapat masuk tubuh pasien melalui kulit, saluran nafas, dan saluran cerna. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara : Setempat : virus hanya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu. Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke organ dan berkembangbiak di organ tersebut. Penyebaran hematogen sekunder : virus berkembang biak di daerah pertama kali masuk (permukaan selaput lendir) kemudian menyebar ke organ lain. Penyebaran melalui saraf : virus berkembangbiak di permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf. Pada keadaan permulaan timbul demam, tetapi belum ada kelainan neurologis. Virus akan terus berkembangbiak, kemudian menyerang susunan saraf pusat dan akhirnya diikuti kelainan neurologis.Kelainan neurologis pada ensefalitis dapat disebabkan oleh : Invasi dan perusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang sedang berkembangbiak. Reaksi jaringan saraf pasien terhadap antigen virus yang akan berakibat demielinisasi, kerusakan vaskular, dan paravaskular. Sedangkan virusnya sendiri sudah tidak ada dalam jaringan otak. Reaksi aktivasi virus neurotropik yang bersifat laten. Lesi korteks biasanya asimetri.

Otopsi menunjukkan nekrosis korteks lobus temporal dengan perdarahan ptekial, edema otak, serta pelebaran pembuluh darah korteks. Terlihat pula hyperemia serta infiltrasi perivaskular oleh sel mononuklear, makrofag dan sel plasma pada korteks serebri. Dapat pula ditemukan herniasi unkus dan serebelum sebagai komplikasi peninggian tekanan intrakranial. Korteks serebri terutama lobus temporalis, sering terkena oleh virus herpes simpleks. Virus ARBO cenderung mengenai seluruh otak. Keterlibatan medulla spinalis, radiks saraf dan saraf perifer sangat bervariasi.

Manifestasi KLinis48

Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala ensefalitis lebih kurang sama dan khas sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Masa prodromal berlangsung antara 1-7 hari.Umumnya didapatkan suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia.Pada bayi lebih sulit untuk mendeteksi beberapa gejala, tetapi dapat dilihat tanda penting yang tampak, seperti muntah, penonjolan ubun-ubun besar, menangis yang tidak berhenti-henti atau kekakuan pada tubuh.Pada anak yang lebih besar, sebelum kesadaran menurun; sering mengeluh nyeri kepala, pusing. Muntah juga sering ditemukan. Nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas, dan pucat. Ruam kulit kadang didapatkan pada beberapa tipe ensefalitis misalnya pada enterovirus dan varisela zoster. Kemudian diikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari distribusi dan luas lesi pada neuron. Gejala tersebut berupa gelisah, iritabel, screaming attack, perubahan perilaku atau disorientasi, kehilangan sensasi rasa, gangguan bicara dan pendengaran, penglihatan ganda, halusinasi, gangguan daya ingat, sukar menggerakkan ekstremitas, gerakan-gerakan yang tidak disadari dan jam. Serta anak dapat mengalami penurunan kesadaran dengan cepat sampai koma dan letargi. Koma adalah faktor terjadi dalam 2 minggu pertama. Gejala serebrum yang beraneka ragam dapat timbul sendiri-sendiri atau bersamasama, misalnya hemiparesis atau paralisis, hemiplegi, afasia, ataksia, paralisis saraf otak, gangguan sistem autonom seperti kehilangan kendali usus dan kandung kencing, papil edema, dan sebagainya. Tanda rangsang meningeal dapat terjadi bila peradangan mencapai meningen (meningoensefalitis) seperti kaku kuduk. Pada ensefalitis pasca-infeksi, gejala penyakit primer sendiri dapat membantu diagnosis. prognosis yang buruk. Anak yang mengalami koma seringkali meninggal atau sembuh dengan gejala sisa yang berat. Kematian biasanya kejang. Kejang-kejang dapat bersifat umum atau fokal atau hanya twitching saja. Kejang dapat berlangsung berjam-

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium49

Pemeriksaan darah tepi rutin pada ensefalitis tidak efektif. Hanya menunjukkan adanya leukositosis seperti infeksi pada umumnya. Cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu membantu. Cairan serebrospinal sering dalam batas normal, kadang-kadang ditemukan sedikit peninggian jumlah sel, kadar protein atau glukosa. Cairan serebrospinal mengandung sedikit sampai beberapa ribu sel per millimeter kubik. Biasanya berwarna jernih, jumlah sel 50-200 dengan dominasi limfosit. Pada awal penyakit, selnya sering polimorfonuklear kemudian sel didominasi oleh mononuklear. Kadar protein pada cairan cerebrospinal cenderung normal, kadang-kadang sedikit meningkat. Tetapi kadar mungkin amat tinggi jika kehancuran otak luas. Sedangkan kadar glukosa masih dalam batas normal, walaupun pada virus tertentu misalnya parotitis, penurunan kadar glukosa cairan serebrospinal yang besar sering terjadi. Cairan serebrospinal harus dibiakkan untuk virus, bakteri, jamur dan mikobakteria. Pada beberapa keadaan pemeriksaan khusus terindikasi untuk protozoa, mikoplasma dan patogen lain. Keberhasilan mengisolasi virus dari cairan serebrospinal penderita ensefalitis ditentukan oleh waktu pengambilan sampel pada perjalanan klinis, agen etiologi spesifik dan ketrampilan laboratorium diagnostik. Agar menambah kemungkinan mengenali dugaan patogen virus, spesimen untuk biakan juga harus diambil dari usapan nasofaring, tinja dan urin. Spesimen serum juga harus diambil pada awal perjalanan penyakit dan jika biakan virus tidak diagnostik, diambil lagi 2-3 minggu kemudian untuk pemeriksaan serologis. Pemeriksaan Serologis Isolasi virus dalam cairan serebrospinal secara rutin tidak dilakukan karena sangat jarang menunjukkan hasil yang positif. Titer antibodi terhadap VHS dapat diperiksa dalam serum dan cairan serebrospinal. Pada infeksi primer, antibodi dalam serum menjadi positif setelah 1 sampai beberapa minggu. Sedangkan pada infeksi rekuren dapat ditemukan peningkatan titer antibodi dalam 2 kali pemeriksaan, fase akut dan fase rekonvalesen.

50

Kenaikan titer 4 kali lipat pada fase rekonvalesen merupakan tanda bahwa infeksi VHS sedang aktif. Harus diingat bahwa peningkatan kadar antibodi serum belum membuktikan bahwa ensefalitis disebabkan oleh VHS. Titer antibodi dalam cairan serebrospinal merupakan indikator yang lebih baik, karena hanya diproduksi bila terjadi kerusakan sawar darah otak. Sayang sekali kemunculan antibodi dalam cairan serebrospinal sering terlambat dan baru dapat dideteksi pada hari 10-12 setelah permulaan sakit. Hal ini merupakan kendala terbesar dalam menegakkan diagnosis ensefalitis herpes simpleks. Elektroensefalografi (EEG) Elektroensefalografi (EEG) digunakan untuk mendeteksi gelombang otak abnormal. EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah yang sesuai dengan kesadaran yang menurun. EEG sangat membantu diagnosis bila ditemukan gambaran periodic lateralizing epileptiform discharge atau perlambatan fokal di daerah temporal atau fronto-temporal. Lebih sering EEG hanya memperlihatkan perlambatan umum yang menunjukkan disfungsi otak menyeluruh (proses inflamasi difus => aktivitas lambat bilateral). Sensitivitas EEG kira-kira 84%, tetapi spesifitasnya hanya 32,5%. Pencitraan (CT Scan, MRI) Pemeriksaan pencitraan yang dapat membantu menegakkan diagnosis ensefalitis adalah pemeriksaan CT-Scan dan MRI kepala. Gambaran yang agak khas pada CT-Scan terlihat pada 50-75% yang merupakan infeksi virus herpes simpleks. Berupa gambaran daerah hipodens di lobus temporal atau frontal, kadang-kadang meluas sampai lobus oksipital. Daerah hipodens ini disebabkan oleh nekrosis jaringan otak dan edema otak. Gambar khas CT-Scan baru terlihat setelah minggu pertama. MRI lebih sensitive dan memperlihatkan hasil lebih awal dibandingkan CT-Scan. Biopsi Otak Bila terdapat tanda klinis fokal yang ditunjang dengan gambaran EEG atau CT scan, dapat dilakukan biopsi otak di daerah yang bersangkutan. Bila tidak ada tanda klinis

51

fokal, biopsi dapat dilakukan pada daerah lobus temporalis yang biasanya menjadi predileksi virus Herpes Simpleks. Dalam mendiagnosis ensefalitis herpes simpleks yang baku untuk dilakukan adalah biopsi otak dan isolasi virus dari jaringan otak. Tetapi banyak pusat penelitian tidak ingin mengerjakan prosedur ini karena berbahaya dan kurangnya fasilitas untuk isolasi virus. Kelemahan lain dari prosedur ini adalah kemungkinan ditemukannya hasil negative palsu karena biopsy dilakukan bukan pada tempat yang tepat. Pemeriksaan PCR Pemeriksaan PCR pada cairan serebrospinal biasanya positif lebah awal dibandingkan titer antibodi. Pemeriksaan PCR mempunyai sensitivitas 75% dan spesifitas 100%. Pemeriksaan PCR lebih cepat dapat dilakukan dan resikonya lebih kecil.

DiagnosisSecara klinis ensefalitis dapat didiagnosis dengan menemukan gejala klinis seperti tersebut diatas. Diagnosis etiologis dapat ditegakkan dengan : 1. Biakan : dari darah, viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk mendapatkan hasil yang positif; dari cairan serebrospinal atau jaringan otak (hasil nekropsi); dari feses untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif. 2. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji neutralisasi. 3. Pemeriksaan patologi anatomis post mortem. Hasil pemeriksaan ini juga tidak dapat memastikan diagnosis. Telah diketahui bahwa satu macam virus dengan gejala-gejala yang sama dapat menimbulkan gambaran yang berbeda. Bahkan pada beberapa kasus yang jelas disebabkan virus tidak ditemukan sama sekali tanda radang yang khas. Pada beberapa penyakit yang mempunyai predileksi tertentu, misalnya poliomyelitis, gambaran patologi anatomis dapat menyokong diagnosa.

Diagnosis Banding52

Meningitis Bakterialis Meningitis Bakterialis merupakan salah satu jenis penyakit infeksi pada selaput pembungkus otak atau meningen serta cairan yang mengisi ruang subarakhnoid. Meningitis sebagian besar disebabkan oleh bakteri seperti Haemophillus influenzae, Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitides. Dan selebihnya disebabkan oleh virus, parasit serta jamur. Gejalanya bersifat akut dengan tanda-tanda khas trias klasik yang berupa demam, penurunan kesadaran, dan tanda rangsang meningeal seperti kaku kuduk. Ensefalopati Merupakan kelainan pada otak yang disebabkan bukan oleh infeksi. Dapat disebabkan hipoksia-iskemia otak, hipoglikemia, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, hipertensi, Dibedakan dengan ensefalitis berdasarkan pemeriksaan cairan serebrospinal yaitu didapatkan peningkatan protein dan tanpa atau sedikit peningkatan dari jumlah sel. Serta terdapatnya anemia. Sindrom Reye Ensefalopati disertai degenerasi lemak pada organ viscera terutama hati. Dapat disebabkan infeksi virus influenza, varisela dan infeksi virus lainnya. Tumor otak Peningkatan dari protein cairan serebrospinal ditemukan pada sejumlah tumor otak, terutama pada medulloblastoma dan neurinoma. Pemeriksaan morfologik dari sel sedimen cairan serebrospinal yang disentrifus sering memungkinkan diagnosis awal secara sitologik.

Penatalaksanaan1. Perawatan Pada beberapa anak dengan ensefalitis yang sangat ringan dapat dirawat dirumah, tetapi sebagian besar perlu dirawat dirumah sakit terutama di ICU. Dimana akan dimonitor

53

tekanan darah, denyut jantung dan frekuensi pernafasan serta cairan-cairan tubuh untuk mencegah pembengkakan lebih lanjut dari otak. 2. Suportif Penatalaksanaan secara umum tidak spesifik. Tujuannya adalah mempertahankan fungsi organ dengan mengusahakan jalan nafas tetap terbuka, pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi gangguan asam basa darah. 3. Simptomatik Penatalaksanaan ensefalitis termasuk pengobatan kejang, hiperpireksia, gangguan respirasi, peninggian tekanan intracranial, edema otak dan infeksi sekunder. Perbedaan utama adalah pada ensefalitis herpes simpleks kita dapat memberikan antivirus yang spesifik. Obat antikonvulsif dapat diberikan segera untuk memberantas kejang. Tergantung dari kebutuhan obat diberikan intramuskulus atau intravena. Obat yang diberikan adalah valium, dan atau luminal. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan surface cooling dengan menempatkan es pada permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan diatas kepala. Sebagai hibernasi dapat diberikan largatil 2 mg/kg bb/hari dan phenergan 4 mg/kg bb/hari secara intravena atau intramuskulus dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat peroral. Pada pasien dengan gangguan menelan, akumulasi lendir pada tenggorok, paralysis pita suara dan otot nafas dilakukan drainase postural dan aspirasi mekanis yang periodik. Bila terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial dapat diberikan manitol 0,5-2 g/kg bb iv selama lebih kurang 15 menit, dapat diulangi dalam periode 8-12 jam apabila diperlukan. Berikan dexamethason 0,5 mg/kg BB/kali dilanjutkan dengan dosis 0,1 mg/kg BB/kali tiap 6 jam untuk menghilangkan edema otak. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara polifragmasi.

54

Pada ensefalitis Herpes Simpleks, pengobatan dengan antivirus harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah terjadinya nekrosis hemoragik yang irreversible yang biasanya terjadi 4 hari setelah muncul gejala ensefalitis. Hal ini menimbulkan kesulitan besar karena pada fase awal tidak ada cara untuk membuktikan diagnosis. Sebelumnya obat antivirus Vidarabin efektif menurunkan mortalitas penderita ensefalitis dari 70% menjadi 40%. Tetapi obat pilihan pertama yang saat ini digunakan dan telah dibuktikan lebih baik untuk pengobatan ensefalitis herpes simpleks adalah Asiklovir. Preparat asiklovir tersedia dalam 250 mg dan 500 mg, yang harus diencerkan dengan aquadest atau larutan garam fisiologis. Dosis asiklovir 10 mg/kg BB/hari dapat diberikan secara intravena setiap 8 jam. Pemberian secara perlahan-lahan, diencerkan menjadi 100 ml larutan, diberikan selama 1 jam. Efek sampingnya adalah peningkatan kadar ureum dan kreatinin, tergantung kadar obat dalam plasma. Pemberian asiklovir secara perlahanlahan akan mengurangi efek samping. Asiklovir diberikan selama 10 hari, kalau terbukti bukan ensefalitis herpes simpleks, pengobatan dihentikan walaupun belum 10 hari. 4. Rehabilitasi Medik Terutama untuk penderita ensefalitis dengan kerusakan otak yang parah yang telah sembuh tapi dengan disertai sequele dapat dilakukan fisioterapi.

PencegahanPencegahan biasanya dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan mencegah penyakit-penyakit yang memungkinkan terjadinya ensefalitis. Misalnya measles, mumps dan cacar air yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada daerah dimana ensefalitis dapat ditularkan melalui gigitan serangga, terutama nyamuk, seharusnya dilakukan pencegahan misalnya dengan memasang kelambu, obat semprot nyamuk, mengatur drainase yang baik, membersihkan tempattempat yang memungkinkan nyamuk berkembang biak dan lai-lain.

KomplikasiKebanyakan anak-anak dengan daya tahan tubuh yang bagus, dapat sembuh secara penuh. Pada sebagian kecil penderita ensefalitis dengan pembengkakan otak dapat 55

menyebabkan timbulnya kerusakan otak permanen dan komplikasi lanjutan seperti gangguan belajar, gangguan berbicara, kehilangan memori dan gangguan kontrol dari otot-otot. Fisioterapi sangat penting. Komplikasi atau gejala sisa lainnya dapat berupa paresis atau paralisis, pergerakan koreoatetoid, gangguan penglihatan atau gejala neurologis lain. Iritabel, emosi tidak stabil, sulit tidur, halusinasi, enuresis, anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain. Penderita yang sembuh tanpa kelainan neurologis yang nyata dalam perkembangan selanjutnya masih mungkin menderita retardasi mental, masalah tingkahlaku dan epilepsi. Komplikasi yang paling buruk adalah kematian. Untuk anak-anak kurang dari 1 tahun mempunyai resiko paling besar mengalami kematian. Ensefalitis herpes simpleks biasanya fatal bila tidak diobati segera dengan obat antivirus.

PrognosisAngka kematian untuk ensefalitis berkisar antara 35-50%. Pasien yang pengobatannya terlambat atau tidak diberikan antivirus (pada ensefalitis Herpes Simpleks) angka kematiannya tinggi bisa mencapai 70-80%. Pengobatan dini dengan asiklovir akan menurukan mortalitas menjadi 28%. Sekitar 25% pasien ensefalitis meninggal pada stadium akut. Penderita yang hidup 20-40%nya akan mempunyai komplikasi atau gejala sisa. Gejala sisa lebih sering ditemukan dan lebih berat pada ensefalitis yang tidak diobati. Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk, demikian juga koma. Pasien yang mengalami koma seringkali meninggal atau sembuh dengan gejala sisa yang berat.

KesimpulanDiagnosis dini pada pasien ensefalitis terutama ensefalitis herpes simpleks adalah saat yang menentukan, karena penyakit ini dapat diobati dengan obat antivirus. Berhubung membuat diagnosis pasti secara dini sukar dilaksanakan, maka kita harus 56

selalu memikirkan kemungkinan ensefalitis bila dijumpai pasien dengan demam, kejang terutama kejang fokal, manifestasi neurologist fokal lain seperti hemiparesis atau afasia dengan disertai penurunan kesadaran progresif.Prognosis tergantung kepada cepatnya pengobatan dan kesadaran pasien.

Daftar Pustaka1. Carpenter TC, Dobyns EL, Grayck EN, Mourani PM, Stenmark KR. Brain Injury&Cerebral Edema. In: Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deterding RR. Current Diagnosis&Treatment. 19th ed. New York: McGraw Hill; 2009. P. 353-5. 2. Gondim FDAA, Oliveira G, Thomas FP. Viral encephalitis. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1166498-overview. Access on: July 20, 2010. 3. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, Wicaksono A, Hamsah A, et all. In: Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta Kedokteran. Jakarta: Medica Aesculapius; 2000. 4. Nath A, Berger JR. Acute Viral Encephalitis. Cecils textbook of Medicine. Available at:

57

http://www.merckmedicus.com/ppdocs/us/common/cecils/b978141602805550444 4/ch439-01.htm. Access on: July 20, 2010. 5. Roos KL, Tyler KL. Meningitis, Encephalitis, Brain Abscess, and Empyema. In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL. Harrisons Principles of Internal Medicine. 16th ed. New York; McGraw Hill; 2005. P.2480-3 6. RSUP Nasional DR. Cipto Mangunkusumo. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak; 2007. 7. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika; 2005. 8. Watson AR, Parker A, Sansome A, Tong A, Crabbe D, Lewis E, et all. In: Tasker RC, McClure RJ, Acerini CL. Oxford Handbook of Paediatrics. New York: Oxford University Press inc; 2010. 9. Widodo DP, Mangunatmadja I, Anshori SD, Saharso D,Amalia N, Herini ES, et all. In: Pusponegoro HD, Hadinegoro SRS, Firmanda D, Pudjiadi AH, Kosim MS, Rusmil K, et all. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. 1st ed. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2004. 10. Crain FE, Gershel CJ. Clinical Manual of Emergency Pediatrics.New York : McGraw-Hill; 2003. 11. Hay WW, Levin JM, Sondheimer MJ, Deterding RR. Current Pediatric Diagnosis and Treatment. 17th ed. New York : McGraw-Hill; 2005. 12. Green T, Tanz RR, Franklin W, Pediatrics just the facts.New York : McGrawHill;2005.

58

59