Menghambat hiperfosfatemia

6
Penatalaksanaan Penatalaksanaan hiperfosfatemia serta konsekuensinya pada PGK dilakukan dengan berbagai upaya yaitu : A. Menghambat hiperfosfatemia A. Mengurangi Asupan Fosfat Pembatasan asupan fosfat pada penderita PGK merupakan cara yang paling efektif dalam menghambat terjadinya hiperfosfatemia. Hal ini dilakukan seiring dengan pembatasan asupan protein, karena fosfat sebagian besar terkandung pada sumber protein, seperti daging, telur, susu serta berbagai produknya. Upaya ini harus segera dimulai pada klirens kreatinin 60ml/menit. Asupan fosfat pada PGK dianjurkan sebanyak 600-900 mg/hari. Fosfat sejumlah itu, jika dikonversikan ke jumlah asupan protein yang dibutuhkan pada pasien hemodialisis/peritoneal dialisis sebesar 1,2 - 1,4 protein gr/kg.bb./hari. Dalam keadaan seperti ini, jumlah asupan protein lebih diutamakan guna mencegah penderita jatuh ke kondisi malnutrisi (Cronin, 2004). B. Pemberian Pengikat Fosfat Pengikat fosfat, diharapkan dapat mengikat fosfat yang ada pada makanan penderita PGK, sehingga tidak diabsorbsi dan dikeluarkan lewat feces. Dengan demikian kadar fosfat dalam darah tidak meningkat. Berbagai jenis pengikat fosfat yang sering dipergunakan adalah 1. Garam aluminium (Aluminium hidroksida) 2. Garam ferri 3. Garam kalsium (Ca karbonat, Ca Acetat) 4. Hydrogel polyallylamine hidroksida (sevelamer/RenaGel ®) 5. lanthanum kartbonat, dan 6) pengikat fosfat berbasis besi (trivalent iron salt) (Cronin, 2004).

Transcript of Menghambat hiperfosfatemia

Page 1: Menghambat hiperfosfatemia

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hiperfosfatemia serta konsekuensinya pada PGK dilakukan dengan berbagai upaya yaitu :

A. Menghambat hiperfosfatemia

A. Mengurangi Asupan Fosfat

Pembatasan asupan fosfat pada penderita PGK merupakan cara yang paling efektif dalam menghambat terjadinya hiperfosfatemia. Hal ini dilakukan seiring dengan pembatasan asupan protein, karena fosfat sebagian besar terkandung pada sumber protein, seperti daging, telur, susu serta berbagai produknya. Upaya ini harus segera dimulai pada klirens kreatinin 60ml/menit. Asupan fosfat pada PGK dianjurkan sebanyak 600-900 mg/hari. Fosfat sejumlah itu, jika dikonversikan ke jumlah asupan protein yang dibutuhkan pada pasien hemodialisis/peritoneal dialisis sebesar 1,2 - 1,4 protein gr/kg.bb./hari. Dalam keadaan seperti ini, jumlah asupan protein lebih diutamakan guna mencegah penderita jatuh ke kondisi malnutrisi (Cronin, 2004).

B. Pemberian Pengikat Fosfat

Pengikat fosfat, diharapkan dapat mengikat fosfat yang ada pada makanan penderita PGK, sehingga tidak diabsorbsi dan dikeluarkan lewat feces. Dengan demikian kadar fosfat dalam darah tidak meningkat. Berbagai jenis pengikat fosfat yang sering dipergunakan adalah

1. Garam aluminium (Aluminium hidroksida) 2. Garam ferri3. Garam kalsium (Ca karbonat, Ca Acetat)4. Hydrogel polyallylamine hidroksida (sevelamer/RenaGel ®)5. lanthanum kartbonat, dan 6) pengikat fosfat berbasis besi (trivalent iron salt)

(Cronin, 2004).

1. Garam aluminium

Garam aluminium merupakan pengikat fosfat yang paling dulu diketahui, sangat efektif dalam menurunkan fosfat plasma, dan bisa berperan sebagai antasida yang dapat mengurangi gejala mual, muntah pada penderita uremia. Tetapi pemakaian jangka panjangnya dapat mengakibatkan intoksikasi aluminium dengan gejala anemia, gangguan cerebral, gangguan tulang (a dynamic bone disease). Indikasi pemakaian garam aluminium jangka pendek adalah hiperfosfatemia diserta hiperkalsemia, atau hasil, perkalian Ca x PO4 lebih dari 65 mg2/dl2. pemberian dilakukan selama 4-8 minggu, setelah kadar kalsium normal dipertahankan dengan pengikat fosfat garam kalsium (Cronin, 2004).

Page 2: Menghambat hiperfosfatemia

2. Garam Ferri

Beberapa studi terdahulu menduga bahwa komponen garam ferri dapat mengikat fosfat yang ada dalam makanan dan memiliki potensi sebagai pengikat fosfat (phosphate binder) bila diberikan secara oral bersama-sama dengan makanan. Ritz dan Hergessel (1999), melaporkan terjadi penurunan kadar fosfat darah sebesar 20% serta ekskresi fosfat lewat urin sebesar 37 % pada 13 penderita PGK dengan hiperfosfatemia yang diberikan 3 x 2,5 gr besi hidroksi polinuklear bersama-sama makanan selama 2 minggu. Namun demikian masih diperlukan penelitian lebih lanjut (Cronin, 2004).

3. Garam kalsium

Garam kalsium yang dipergunakan sebagai pengikat fosfat adalah kalsium karbonat dan kalsium asetat. Suwitra (2006), mendapatkan penurunan yang bermakna kadar fosfat darah penderita PGK yang menjalani hemodialisis kronik setelah pemberian kalsium karbonat 3,125 gr perhari selama 12 minggu. Disamping itu, didapatkan juga peningkatan kadar bikarbonat plasma sebanyak 1 - 2 mol/lt. Di dalam saluran cerna kalsium karbonat akan terurai menjadi ion kalsium dan karbonat. Ion kalsium akan berikatan dengan fosfat yang ada pada ion karbonat akan diabsorbsi kedalam darah untuk kemudian menjadi bikarbonat. Garam kalsium asetat dilaporkan mempunyai kapasitas mengikat fosfat yang lebih kuat dibandingkan kalsium karbonat, sehingga resiko hiperkalsemia yang terjadi juga lebih kecil. Tetapi efek samping gangguan pencernaan yang ditimbulkan lebih sering, dan harganya lebih mahal dibandingkan kalsium karbonat (Cronin, 2004).

4. Sevelamer hydrochloride

Sevelamer merupakan pengikat fosfat sintetik pertama, non kalsium dan non aluminium. Merupakan pengikat fosfat yang kuat, tidak diabsorbsi di saluran cerna, dan resisten terhadap degradasi. Banyak studi klinis membuktikan bahwa sevalemer mempunyai kemampuan mengikat fosfat yang sebanding dengan garam kalsium, walau masih lebih lemah dibandingkan garam aluminium. Sevelamer mencegah terjadinya kalsifikasi lebih banyak dibandingkan garam kalsium, sehingga memperkecil resiko kematian akibat gangguan kardiovaskuler pada penderita PGK. Beberapa kekurangan yang dimiliki sevelamer sebagai pengikat fosfat adalah, efektifitasnya yang berkurang pada suasana asam, sehingga dapat menghambat absorbsi vitamin yang larut dalam lemak (antara lain vitamin D), dapat mengurangi kadar bikarbonat yang kemungkinan disebabkan oleh adanya ikatan hydrochloride. Disamping itu ukuran tabletnya yang besar mengurangi kenyamanan pasien untuk mengkonsumsinya.

5. Lantanum karbonat

Lantanum karbonat adalah pengikat fosfat non kalsium, non aluminium yang terbaru. Banyak studi membuktikan bahwa, lantanum karbonat memiliki kemampuan mengikat fosfat yang sama dengan garam aluminium, tanpa efek samping yang berarti. Efektif pada suasana asam (pH 3-5) dan tidak menghambat absorbsi vitamin yang larut lemak. Demikian juga efek samping gastrointestinalnya sangat kecil. Finn (2004), juga membuktikan bahwa lanthanum

Page 3: Menghambat hiperfosfatemia

karbonat secara bermakna dapat menurunkan hasil perkalian Ca x PO4 pada, pasien PGK (Cronin, 2004).

C. Dialisis

Jumlah fosfat yang dieliminasi selama dialisis bervariasi, tergantung pada kadar fosfat serum pradialisis dan efikasi dialiser yang dipergunakan. Secara umum rerata fosfat yang dikeluarkan pada tiap sesi hemodialisis sekitar 30-60 mmol dan pada dialisis peritoneal sebesar 10-12 mmol/hari. Data tersebut menunjukkan adanya keseimbangan fosfat yang positif, walaupun dengan asupan fosfat yang optimal. Dialiser dengan membran diasetat, mempunyai klirens fosfat yang lebih tinggi dibandingkan dengan membran selulose. Cara lain untuk meningkatkan ekskresi fosfat melalui hemodialisis adalah dengan memperpanjang waktu (duration) hemodialisis. Nocturnal hemodialysis yang dilakukan selama 6-8 jam tiap sesi, 6-7 kali perminggu dilaporkan dapat menurunkan kadar fosfat serum secara bermakna. tanpa pemakaian pengikat fosfat (Cronin, 2004).

B. Menghambat konsekuensi hiperfosfatemia

Satu-satunya konsekuensi hiperfosfatemia yang dapat dihambat adalah hiperparatiroidisme. Hiperparatiroidisme dapat dihambat dengan cara, a) pemberian analog vitamin D3, b) pemberian bahan kalsimemetik, dan c) paratiroidektomi (Cronin, 2004).

a. Pemberian vitamin D3 atau analognya

Vitamin D, dalam bentuk 1,25-(OH2)D3 atau analognya, pada awalnya dipergunakan untuk terapi hiperparatiroidisme sekunder dan abnormalitas metabolisme kalsium dan fosfat pada PGK. Beberapa, studi terdahulu mendapatkan bahwa, kelebihan vitamin D berkontribusi terhadap hiperkalsemia dan kalsifikasi vaskuler, yang berpengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas PGK. Namun studi-studi terbaru menunjukkan bahwa, pada pasien-pasien dengan hemodialisis, vitamin D terbukti secara bermakna dapat menurunkan resiko kematian oleh berbagai sebab maupun oleh sebab kardiovaskuler. Diduga ada tiga mekanisme efek protektif yang dimiliki vitamin D yaitu :

1) Dapat menghambat berbagai bentuk inflamasi yang dipercaya sebagai patogenesis proses aterosklerosis.

2) Mempunyai efek antiproliferatif dan anti hipertrofi sel miokard yang merupakan patogenesis gagal jantung kongestif.

3) Mempunyai efek regulator endoktrin negatif terhadap sistem renin-angiotensin-aldosteron, yang berperan penting dalam patogenesis hipertensi dan kelainan kardiovaskuler.

(Cronin, 2004)

b. Pemberian bahan kalsimemetik (Cinacalcet)

Kalsimemetik adalah suatu bahan yang dapat berkaitan dengan calcium-sensing-receptor (CaR) pada kelenjar paratiroid, sehingga mengakibatkan penurunan sekresi HPT. Bahan mi

Page 4: Menghambat hiperfosfatemia

memodulasi CaR secara allosterically, meningkatkan kepekaan CaR terhadap kalsium ekstraseluler, dan akhirnya menimbulkan efek penekanan terhadap sekresi HPT (Rocha, 2004).

Banyak studi yang telah menunjukkan bahwa cinacalcet sangat efektif menurunkan kadar HPT pada PGK yang disertai hiperparatiroidisme sekunder dibandingkan placebo. Berlawanan dengan vitamin D, cinacalcet dapat menurunkan kadar HPT bersama-sama dengan penurunan kalsium, fosfat dan produk calcium x phosphorus (Ca x P) (Block, 2003).

Cunningham dkk (2005), dalam studinya mendapatkan bahwa cinacalcet dapat menurunkan kejadian paratiroidektomi, fraktur, dan kelainan kardiovaskuler pada pasien PGK dengan hiperparatiroidisme sekunder, dibandingkan dengan plasebo (cunningham, 2005.)

c. Paratiroidektomi

Paratiroidektomi dilakukan atas beberapa indikasi, yaitu :

1. Hiperkalsemia yang berat 2. Peningkatan kadar HPT yang sangat tinggi dan tidak dapat ditekan dengan obat-

obatan (nonsuppresible) > 800pg/ml.3. Osteodistrofi renal yang progresif 4. Kalsifikasi ekstraskletal yang progresif atau kalsifilaksis yang gagal diterapi dengan

pengikat fosfat (wardhini, 2007).

Daftar Pustaka

Block GA. The impact of calcimemetics on mineral metabolism and secondary hyperparathyroidism in end-stage renal disease. Kidney Int. 2003; 6 : 131-136

Cronin RE. Treatment of hyperphosphatemia in chronic renal failure. Up To Date 2004; 122

Cunningham J, Danese M, Olson K, Klassen P, Chertow M. Effects of calcimemetic cinacalcet HCL on cardiovascular disease, fracture, and health-related quality of life in secondary hyperparathyroidism. Kidney Int. 2005; 68 : 1793 - 1800.

Rocha PN, Berkoben M, Cronin RE, Quarles LD. Indications for parathyroidectomy in end-stage renal disease. J Am Soc Nephrol. 2004; 12:4

Suwitra K. Peran gangguan fosfat dan kalsium pada morbiditas dan mortalitas penyakit ginjal kronik. Dalam : “Peranan stres oksidatif dan pengendalian resiko pada progresif Penyakit ginjal kronik serta Hipertensi”. Naskah lengkap JNHC (Jakarta Nephrology and Hypertension Course). PERNEFRI 2006.

Wardhini BP, Rosmiati H. Anti Anemia Defisiensi, Farmakologi dan Terapi. FKUI, Jakarta. 2007