MENGGALI MAKNA KHATAMAN AL-QUR‟AN DI...
Transcript of MENGGALI MAKNA KHATAMAN AL-QUR‟AN DI...
MENGGALI MAKNA KHATAMAN AL-QUR‟AN DI PONDOK
PESANTREN GIRI KESUMO DEMAK (STUDI LIVING QUR‟AN)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga
Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Agama (S.Ag.)
Oleh:
Samsul Arifin
Nim: 215-14-023
JURUSAN ILMU AL QUR‟AN DAN TAFSIR (IAT)
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Kami yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Samsul Arifin
NIM : 215-14-023
Fakultas : Ushuludin, Adab dan Humaniora.
Pogram Studi : S1 Ilmu al-Qur‟an danTafsir
Menyatakan bahwa penelitian yang kami tulis ini benar-benar hasil karya
ilmiah sendiri, bukan jiplakan (plagiat) dari karya orang lain, Pendapat atau temuan
orang lain yang terdapat dalam penelitian ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode
etik ilmiah.
Salatiga, 04 April 2018
Yang menyatakan,
Samsul Arifin
NIM. 215-14-023
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
*****
“SEBAIK-BAIK MANUSIA ADALAH MEREKA YANG BISA
MEMBERI MANFAAT UNTUK ORANG LAIN”
(Al-Hadist)
“ANALISA KEBUDAYAAN BUKANLAH SATU ILMU
EKSPERIMENTAL YANG MENCARI SEBUAH HUKUM, TAPI
ADALAH SATU PENAFSIRAN YANG MENCARI MAKNA”
(Clifford Geertz)
*****
Skripsi ini ku pesembahkan untuk bapak dan ibuku yang selalu
berjuang untukku,
Saudara – saudaraku yang selalu mendukungku,
Teman-teman senasib seperjuangan yang setiap saat berbagi
semangat dan kebahagiaan
Dan almamaterku
IAIN SALATIGA
*****
vi
vii
viii
K
ix
ATA PENGANTAR
الحوذ لله سة العبلويي
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Menggali Makna Khataman al-Qur‟an di Pondok Pesantren Giri Kesumo
(Studi Living Qur‟an) .” yang disusun guna melengkapi syarat-syarat penyelesaian
strata 1 Pada Program Studi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir (IAT) Fakultas Ushuluddin,
Adab dan Humainora (FUADAH) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih sedalam-
dalamnya kepada berbagai pihak yang telah memberi bantuan baik berupa ide,
gagasan, kritik, serta pengarahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu
penulis sampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Dr. Rahmat Haryadi,M.Pd., selaku rektor IAIN Salatiga.
2. Jajaran Dekanat fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora, Bapak Dr.
Benny Ridwan, M.Hum., Bapak Dr. M. Gufron, M.Ag., Bapak Dr.
H.Sidqon Maesur, Lc., M.A., dan Bapak Dr. Mubasirun, M.Ag., yang
telah memberi dorongan dan motivasi.
3. Tri Wahyu Hidayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur‟an dan
Tafsir (IAT), yang selalu memberi ilmu, motifasi, arahan, saran dan
dorongan selama masa studi.
x
4. Dr. Adang Kuswaya selaku dosen Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir yang telah
memberi arahan, bimbingan serta motifasi kepada penulis selama
mengikuti studi.
5. Dr. Agus Ahmad Su‟aidi, L.c., M. A., Selaku dosen pembimbing, yang
telah bersedia meluangkan waktu dan dengan sabar memberi bimbingan,
dorongan, semangat, dan inspirasi sejak awal penyusunan hingga
selesainya skripsi ini di tengah kesibukanya.
6. Para dosen dan karyawan Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora yang
telah memfasilitasi dan memperlancar proses pendidikan.
7. Orang tua, Bapak Rondi dan Ibu Sugiati yang selalu mendoakan dan
mensuport dalam segala hal yang penulis lakukan. Kakak - kakak dan
adek – adeku, semoga kesuksesan selalu Allah berikan kepada kita, untuk
senantisa berbakti kepada orang tua.
8. KH. Nasihun dan Ibuk Lishoh selaku pengasu pondok pesantren as-
Syafi‟iyah Salatiga. atas bimbingan dan nasihat-nasihat beliau.
9. Kepada Pak Nilam dan Latif yang telah membantu dan memotifasi penulis
dari awal sampai akhir.
10. Keluarga IAT 2014, yang menjadi patner akademis dan teman diskusi,
bunda Bicha, Latif, Da‟i, Sayfun, Neni Nenok, Fatimah, Novita, Laila,
Trisna, Yusuf, Ochim, Abror, Fissabil, dek Anis, Wahyu, Amin dan
xi
semua teman-teman IAT yang belum bisa penulis sebutkan satu per satu.
Terimakasih atas motifasi dan dukungannya, tak lupa saya mohon maaf
dengan setulus hati atas khilaf saya telah mendholimi diantara kalian
semua, semoga Allah SWT memberikan yang terbaik bagi kita masing-
masing.
11. Kepada teman-temanku Lu‟luil Mahnun, Latif, Da‟i, Inay, Bunda Bicha,
Abror, Ocim, Neny, sayfun, Bunda Triyana, Ulik, Rima, Aryana, Leni,
mas Sofi dan kepada teman-teman KKN posko 34 Sudimoro Fauzi,
Andika, Riska, Tifa, Wahyuni, Zaki, Evi dan Laili terimakasih atas
dukungan kalian, teruslah berjuang loyalitas tanpa batas.
12. Serta kepada semua pihak yang barangkali belum tersebutkan, kami
ucapkan terima kasih atas segala kontribusi, baik secara pikiran, waktu,
motivasi, saran, materi, dukungan, serta doa.
Akhirnya, kami menyadari bahwa, apa yang penulis kerjakan ini, bukanlah
suatu hal yang sempurna dan tidak menuai kritik. Justru berbagai masukan berupa
kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca, adalah nutrisi bagi kami dalam rangka
mendekatkan diri pada kesempurnaan, walaupun hal itu bersifat mustahil. Selamat
membaca.
Salatiga, 20 Maret 2018
xii
ABSTRAK
Arifin, Samsul. 2018. Menggali Makna Khataman al-Qur‟an di Pondok
Pesantren Giri Kesumo (Studi Living Qur‟an). Dr. Agus Ahmad Su‟aidi Lc, M.A.
Keyword: Khataman, living Qur‟an, metode verstehen.
Penelitian skripsi ini membahas tentang fenomena sosial living Qur‟an, yaitu
khataman al-Qur‟an di pondok pesantren Giri Kesumo yang dilahirkan dari praktik-
praktik komunal yang menunjukan resepsi masyarakat atau kelompok tertentu
terhadapa al-Qur‟an. Dalam hal ini adalah pondok pesantren Giri Kesumo yang
berada di Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak. Kegiatan ini terbuka untuk
semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Adapun surat yang dibacakan dalam
prosesi khataman al-Qur‟an yaitu dari surat ad-D uha hingga surat an-Nas, yang
dibacakan oleh para khufadz.
Fokus pembahasan dari penelitian skripsi ini, adalah terkait bagaimana praktik
khataman al-Qur‟an dan bagaimana penulis dan partisipan memaknai praktik
khataman al-Qur‟an di pondok pesantren Giri Kesumo, berdasarkan metode verstehen
Max Weber, baik itu makna ekspresif maupun makna dokumenter. Jenis penelitian ini
adalah penelitian kualitatif deskriptif, dalam proses pengumpulan data peneliti
mengunakan empat metode yaitu metode verstehen, observasi, interview dan
dokumentasi. Mengenai analisa yang digunakan dalam skripsi ini penulis
mengunakan metode vertehen, yaitu upaya memahami secara kejiwaan kelakuan
orang lain serta karya cipta yakni upaya interpretatif untuk memberikan makna
sesuatu yang dianggap pada hakikatnya bersifat fakta obyektif.
Hasil penelitian dalam skripsi ini yaitu menunjukan bahwa praktik khataman al-
Qur‟an di pondok pesantren Giri Kesumo dilaksanakan rutin setiap satu minggu
sekali yaitu setiap malam jum‟at. Dalam prosesinya diawali dengan tawasul,
khataman al-Quran, doa khataman al-Quran, rotibul athos, maulid ad-dziba‟iy,
mahalul qiyam, doa maulid ad-dziba‟iy, tausiah dan diahiri dengan doa penutup.
Adapun makna yang diperoleh dari kegiatan khataman al-Qur‟an yaitu makna
ekspresif dan makna dokumenter, makna ekspresif diataranya adalah ketenangan
batin dan kenyamanan, mudah dalam berfikir dan memahami pelajaran, usaha batin
dalam meraih sebuah cita-cita, sebagi kegiatan positif bagi kaum muda, suatu
keberkahan tersendiri bagi para pedagang dan sarana mendekatkan diri kepada Allah
SWT. Sedangkan makna dokumenternya adalah secara tidak sadar menghasilkan
suatu kebudayaan dan mengambarkan persatuan dan kesatuan umat Muslim.
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................... i
HALAMAN KEASLIAN TULISAN........................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................................... iii
HALAMANPENGESAHAN..................................................................................... iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN....................................................... v
HALAMAN PEDOMAN TRANSLITERASI......................................................... vii
KATA PENGANTAR................................................................................................ ix
ABSTRAK................................................................................................................... xi
DAFTAR ISI............................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………… 1
A. Latar Belakang……………………………………………….......................... 2
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………. 7
C. Tujuan………………………………………………………………………... 7
D. Manfaat Penelitian…………………………………………………………… 7
E. Penegasan Istilah……………………………………………………………... 8
F. Tinjauan Pustaka………………………………………................................... 9
G. Metodologi Penelitian………………………………………………………... 12
H. Sistematika …………………………………………………………………... 18
BAB II KERANGKA TEORI……………………………………………………….. 21
A. Pengertian Living Qur‟an…………………………………………………….. 21
B. Living Qur‟an dalam Lintasan Sejarah………………………………............. 22
C. Living Qur‟an dan Hadis Sebagai Bagian lived Texts, lived Islam…………… 24
D. Variasi Respon Umat Islam terhadap al-Qur‟an……………………………... 27
E. Living Qur‟an sebagai Religious Research………………………………………. 33
xiv
BAB III SELAYANG PANDANG PONDOK PESANTREN GIRI KESUMO
DEMAK DAN PELAKSANAAN KHATAMAN………………………………….
44
A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Giri Kesumo Demak………………….. 44
1. Letak Geografi dan Demografi.……………………………...................... 45
2. Sarana dan Prasarana………………………………………....................... 45
3. Sejarah Beririnya Pondok Pesantren Giri Kesumo Demak………………. 45
4. Visi dan Misi………………………………………................................... 54
5. tujuan………………………………………............................................... 54
6. Struktur Organisasi……………………………………….......................... 55
7. Kondisi Pondok Pesantren………………………………………............. 59
a. Ustadz dan Ustadzah………………………………………................ 59
b. santri……………………………………….......................................... 59
c. Kondisi Perekonomian……………………………………….............. 61
d. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat………………………………...... 61
e. Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Giri Kesumo………............ 62
f. Materi Kegiatan dan Progam Pondok……………………………….. 63
B. Pelaksanaan Khataman………………………………………......................... 64
1. Sejarah Khataman al-Qur‟an di Pondok Pesantren Giri Kesumo
Demak…………………………………………………………………….
64
2. Pengertian Khataman……………………………...................................... 65
3. Praktik Khataman…………………………………………………............ 67
a. Waktu dan Tempat……………………………………….................... 67
b. Partisipan………………………………………................................... 67
c. Prosesi Khataman………………………………………...................... 68
1) Tawasul ………………………………………............................. 68
2) Khataman al-Qur‟an………………………………………........... 77
3) Doa Khataman al-Qur‟an…………………………………........... 71
4) Rotibul Athos………………………………………...................... 71
xv
5) Maulid ad-Dziba‟iy………………………………………............ 74
6) Mahalul Qiyam………………………………………................... 74
7) Doa Maulid ad-Dziba‟iy…………………………………............. 76
8) Tausiyah oleh KH. Munif Zuhri…………………………............. 76
9) Doa ……………………………………….................................... 77
d. Propert atau Alat yang digunakan……………………………........... 78
e. Motifasi Pelaksanaan Khataman……………………………….......... 79
BAB IV ANALISIS MAKNA TERHADAP KHATAMAN AL-QUR‟AN
BERDASARKAN METODE VERSTEHEN MAX WEBER………………............
80
A. Makna Khataman al-Qur‟an…………………………………………….......... 80
1. Makna Ekspresif…………………………………………………............. 81
2. Makna Dokumenter………………………………………………............ 86
BAB V PENUTUP……………………………………………………………........... 88
A. Kesimpulan………………………………………………………................... 88
B. Saran………………………………………………………………….............. 89
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………........... 91
LAMPIRAN-LAMPIRAN……………………………………………………........... 96
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur'an adalah kitab suci Allah SWT yang terahir diturunkan, sebagai
petunjuk dan pemberi pelajaran bagi manusia sekaligus pembeda dari yang haq
maupun yang bathil. Ayat-ayatnya merupakkan jaminan hidayah bagi manusia dalam
segala urusan dan setiap keadaan serta jaminan bagi mereka untuk memperoleh cita-
cita tertingi dan kebahagiaan terbesar di dunia dan akhirat. Barang siapa
mengamalkannya, mendapatkan pahala, dan barang siapa menyeru orang lain
kepadanya, mendapatkan petunjukkejalan yang lurus. Rasulullah saw bersabda "
Sesungguhnya Allah mengangkat derajat suatu kaum dengan kitab ini (al-Qur‟an) dan
Allah merendahkan kaum yang lainnya (yang tidak mau membaca, mempelajari dan
mengamalkan al-Qur‟an”. (HR. Muslim).1
Kajian terhadap al-Qur‟an, dapat menghasilkan pemahaman yang beragam
sesuai kemampuan masing-masing. Pemahaman tersebut pada akhirnya akan
melahirkan perilaku yang beragam pula. Berdasarkan catatan sejarah, perilaku atau
praktik memfungsikan al-Qur‟an dalam kehidupan praktis diluar kondisi tekstualnya
telah terjadi sejak zaman Rasulullah SAW. Hal ini sebagaimana dijelaskan M.
Mansur bahwa Nabi SAW. pernah melakukan praktik seperti ini, yaitu ketika surat
1Al-Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim juz 1,
(Lebanon, Beirut: Darul Fikri,1993), hlm 360.
2
al-fatihah dipakai sebagai media penyembuhan penyakit dengan cara ruqyah, atau
ketika surat al-Muawadatain dibaca untuk menolak sihir.2
Untuk mendapatkan pemaknaan al-Qur‟an terhadap makna hidup mereka,
orang-orang terus ingin mencoba berinteraksi dengan al-Qur‟an tidak melalui
pendekatan teks saja. Akan tetapi, perilaku orang tersebut dalam berinteraksi dengan
al-Qur‟an, pada akhirnya akan memunculkan mode of conduct(pola perilaku). Pola
perilaku ini didasarkan pada asumsi-asumsi orang tersebut terhadap objek yang
dihadapi, yakni al-Qur‟an. Asumsi-asumsi inilah yang kemudian membentuk mode of
trought (pola berfikir). Al-Qur‟an secara teologi diyakini sebagai kitab yang sangat
istimewa dimata penganutnya. Hingga keragaman bentuk interaksi yang ada antara
al-Qur‟an dan penganutnya adalah juga termasuk sebab keistimewaan selain
pemaknaan yang lahir dari teks itu sendiri.3
Living Qur‟an dalam penelitian agama merupakan suatu gejala sosial yang
disemangati oleh al-Qur‟an. LivingQur‟an dimaksudkan sebagai suatu studi di mana
individu atau sekelompok orang memahami al-Qur‟an (penafsiran). Living Qur‟an
adalah tentang bagaimana al-Qur‟an itu disikapi dan direspon masyarakat muslim.
Oleh karena itu maksud yang dikandung bisa sama, tetapi ekspresi dan ekspektasi
2Sahiron Syamsudin, Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis, (Yogyakarta: TH-Pres
Teras,2007),hlm.3
3Ahmad Anwar, skripsi “Pembacaan ayat-ayat al-Qur‟an dalam prosesi Mujahadah di
Pondok Pesantrenal-lukmaniyah Umbulharjo Yogyakarta.
3
terhadap al-Qur‟an antara kelompok satu dengan kelompok yang lain, begitu juga
antar golongan, antar etnis, dan antar budaya.4
Salah satu fenomena sosial living Qur‟an yang terjadi dalam masyarakat Islam
yang menjadi pembicaraan dalam penelitian ini terdapat di pondok pesantren Giri
kesumoDemak. Pondok pesantren Giri Kesumo merupakan pondok yang
melestarikan tradisi khataman al-Qur‟an, yang dilaksanakan secara rutin setiap
seminggu sekali.
Khataman al-Qur‟an di Pondok Pesantren Giri Kesumo Demak dilakukan setiap
hari Jumat setelah sholat isya‟. Penyelengaraanya adalah para khufadz dengan
membaca surat ad-Duha hingga surat an-Nas kemudian dilanjutkan pembacaan ad-
Dziba‟iy. Prosesinya memakan waktu kurang lebih empat jam. Prosesinya sebelum
pelaksanaan khataman diawali terlebih dahulu dengan bertawasul kepada nabi
Muhammad, kepada para sahabat dan para ulama. Setelah itu pembacaan ad-
Dziba‟iy, kemudian dilanjutkan dengan ceramah yang disampaikan oleh pengasuh
pondok dan diahiri dengan pembacaan doa.
Tradisi memang sudah melekat pada setiap individu maupun kelompok. Setiap
individu maupun kelompok mempunyai tradisi yang mungin berbeda dari kelompok
yang lain. Dapat kita lihat setiap malam Jumat di Pondok PesantrenGiri Kesumo
Demak melaksanakan tradisi khataman al-Qur‟an sedangkan pondok pesantren yang
lain melakukan yang berbeda, misalnya pondok pesantren Darusshalihin Demak
4Muhammad yusuf, “pendekatan sosiologi dalam living qur‟an” dalam shahiron
syamsuddin(ed), metodologi penelitian al-qur‟an (Yogyakarta, teras, 2007), hlm 49-50.
4
setiap pagi setelah sholat subuh melaksanakan mujahadah. Pondok pesantren al-Itqon
Semarang melaksanakan kajian kitab tafsir setiap minggu pagi setelah solat subuh
dan Pondok Pesantren Miftahul Huda Demak melaksanakan pembacaan ad-Dziba‟iy
setap malam Jumat. Semua itu berbeda pada kelompok atau komunitas satu dengan
yang lain disebabkan karena maksud dan tujuan.
Pelaksanaan khataman al-Qur‟an di pondok pesantren Giri Kesumo menjadi ciri
khas tertentu dan berbeda di pondok pesantren lain. Sehingga peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian terhadap khataman al-Qur‟an di Pondok PesantrenGiri Kesumo
Demak. oleh sebab itu peneliti ingin mengetahui pemaknaan dari khataman al-Qur‟an
serta memaparkan bagaimana prosesi khataman al-Qur‟an berlangsung.
Dalam penelitian ini, untuk mengungkap pemaknaan khataman al-Qur‟an, serta
bagaimana prosesi khataman berlangsung, maka peneliti mengunakan kajian living
Qur‟an. Living Qur‟an merupakan kajian atau penelitian tentang berbagai peristiwa
sosial dan terkait dengan kehadiran keberadaan al-Qur‟an di komunitas muslim
tertentu.5Selain itu pula living Qur‟anadalah salah satu kajian yang menangkap
berbagai pemakanaan atau resepsi masyarakat terhadap al-Qur‟an. Fenomena yang
hidup di tengah masyarakat muslim terkait dengan al-Qur‟an sebagai objek studi
itulah yang dijadikan model living Qur‟an.6
5Sahiron Syamsuddin, Metodologi penelitian Qur‟an dan Hadis ( Yogyakarta: TH Press,
2007), hlm.8
6Sahiron Syamsuddin, Metodologi penelitian Qur‟an dan Hadis ( Yogyakarta: TH Press,
2007), hlm.7
5
Selanjutnya yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti khataman al-Qur‟an
di Pondok PesantrenGiri Kesumo Demak adalah jumlah pesertanya yang relatif
banyak yaitu mencapai ribuan orang. Peserta yang banyak tersebut datang dari
berbagai daerah dan berbagai lapisan masyarakat. Masyarakat yang berasal dari
sekitar pondok bisa datang dengan berjalan kaki. Bagi peserta yang dari jauh biasanya
datang dengan sepeda ontel, sepeda motor, mobil dan bus. Banyak dari mereka yang
datang dari jauh karena berasal dari daerah luar kota misalnya saja dari daerah kota
Semarang, kab Semarang dan kab Purwodadi. Mereka tentunya tidak bisa di tampung
dalam aula sebagai tempat khataman tersebut. Kebanyakan peserta berada didalam
masjid dan sekitar masjid dan di depan rumah warga dengan beralas seadanya yang
mereka bawa dari rumahnya masing-masing.
Jamaah mulai datang setelah sholat Isya‟ usai, bahkan ada yang datang sebelum
sholat Isya‟ dan berjamaah dimasjid dengan tujuan memperoleh tempat didalam
masjid. Peserta mulai padat pada pukul 19.30, peserta terus berdatangan sapai pukul
21.00, begitu juga ada yang datang terlambat hingga pengajian hampir selesai.
Namun demikian ternyata peserta yang datang ke pengajian tidak semuanya
berniat untuk mendengarkan khataman akan tetapi ada juga yang tujuanya sekedar
mendengarkan tausiyah dari sang kyai. Ada lagi yang tujuanya untuk berdagang.
Biasanya barang yang dijual adalah kitab, buku, lauk pauk, jajanan, minyak wangi,
pakaian dan lain-lain. Ada juga yang datang ke acara khatama al-Qur‟an untuk
menjaga tempat parkir.
6
Dari jumlah yang sebanyak itu dan dengan tujuan yang berbeda-beda tentunya
mereka mempunyai persepsi dan penghayatan serta pemaknaan yang berbeda-beda
terkadap khataman al-Qur‟an di Pondok Pesantren Giri Kesumo Demak. Dengan latar
belakang diatas, penulis merasa tertarik untuk meneliti fenomena besar tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dan agar penelitian ini dapat terarah,maka
dibawah ini akan disusun beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana praktik khataman al-Qur‟an di Pondok Pesantren Giri Kesumo
Demak ?
2. Apa pemaknaan tradisi khataman al-Qur‟an dengan membaca surat ad-Duha
sampai surat an-Nas di Pondok Pesantren Giri Kesumo Demak ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui praktik khataman al-Qur‟an di Pondok Pesantren Giri
Kesumo Demak.
2. Untuk mengetahui pemaknaan tradisi khataman al-Quran dengan membaca
surat ad-Duha sampai surat an-Nas di Pondok Pesantren Giri Kesumo Demak.
D. Manfaat Penelitian
1. Kegunaan teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi keilmuan dalam
bidang living Qur‟an.
7
2. Kegunaan praktis
Diharapkan menambah wawasan khususnya bagi penyusun dan para pembaca
dan pada umumnya menjadi masukan dan acuan bagi para mufasir.
E. Penegasan Istilah
Untuk memudahkan pembahasan mengenai judul penelitian ini. Terlebih
dahulu penulis akan mengemukakan arti istilah yang terkandung dalam judul
tersebut.
1. Khataman : kha-tam, tamat; tamat; selesai; habis:
al-Qur‟an telah dibaca sampai. Menghatamkan menamatkan;
menyelesaikan (tt bacaan, mengaji). Kha-tam-an upacara selesai
menamatkan al-Qur‟an: para santri diundang pada waktu khataman
anaknya.
2. Pesantren : Pesantren/ asrama/ asrama tempat santri atau tempat
murid-murid belajar mengaji disebut; pondok.
3. Living Qur‟an : Fenomena yang hidup di tengah masyarakat muslim
terkait dengan al-Qur‟an sebagai objek studi, sedangkan menurut Sahiron
Syamsuddinmenyatakan, teks al-Qur‟an yang hidup dalam masyarakat
itulah yang disebutliving Qur‟an, sedangkan manifestasi teks yang berupa
pemaknaan al-Qur‟an disebut dengan living Tafsir, Adapun yang
dimaksud dengan teks al-Qur‟an yang hidup ialah pergumulan teks al-
8
Qur‟an dalam ranah realitas yang mendapat respons dari masyarakat dari
hasil pemaknaan dan penafsiran.
F. Tinjauan Pustaka
Penelitian maupun karya tulis yang berkaitan dengan kajian living Qur‟an
sejauh pengamatan penulis masih belum banyak dilakukan. Namun baru-baru ini
mulai bermunculan dalam kalangan akademisi melakukan penelitian lapangan terkait
dengan respon masyarakat terhadap al-Qur‟an (dan hadist) dalam praktik kehidupan
di masyarakat tertentu.
Di antara karya atau buku yang telah mengkaji fenomena dan resepsi
masyarakat terhadap kehadiran al-Qur‟an dalam praktik kehidupan adalah Skripsi
yang ditulis oleh Vitri Nurawalin dengan judul “Pembacaan al-Qur‟an dalam tradisi
Mujahadah Sabihah Jum‟ah ( Studi Living Qur‟an di pondok pesantren Sunan
Pandanaran Sleman Yogyakarta. Dalam skripsi tersebut dijelaskan mengenai sejarah
praktik mujahadah Sabihah Jumu‟ah, dan dijelaskan Mujahadah tersebut memiliki
perbedaan antara komplek satu dengan kompleks lainya. Dalam penelitian ini
mengunakan jenis penelitian kualitatif dengan penyajian data dengan perspektif emic,
yaitu data dipaparkan dalam bentuk diskripsi menurut data dan cara pandang subyek
penelitian. Metode analisa data dalam penelitian ini mengunakan tiga metode
9
yaitureduksi, display dan verifikasiteori sosial yang digunakan yaitu mengunakan
teorinya Max Weber dan Karl Mennheim.7
Skripsi yang ditulis oleh Latif Nurkholifah, yang berjudul Tradisi Sima‟an
Jumat legi (studi living Qur‟an) Pondok Pesantren Ali Ma‟sum Krapyak Yogyakarta(
menurut teori fungsionalisme Emile Durkheim). Jurusan Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir
Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga. Di dalam penelitian
ini penyusun ingin mengungkap prosesi sima‟an Jumat Legi Pondok Pesantren Ali
Ma‟sum Krapayak Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian diskriptif
kualitati. Dalam rangka mengumpulkan data peneliti mengunakan wawancara,
observasi dan dokumentasi. Efektifitas tradisi sima‟an Jumat Legi di Pondok
Pesantren Ali Ma‟sum Krapayak Yogyakarta dapat diketahui dengan observasi
kegiatan antara santri dan para jamaah sima‟an Jumat Legi bagai mana cara mereka
melakukan kegiatan-kegiatan yang ada dalam prosesi sima‟an pada Jumat Legi.8
Selanjutnya Skripsi yang ditulis olehAlifiya Fairuziyahyang berjudul al-Qur‟an
dan Seni Kaligrafi Perspektif Robert Nasrullah(Studi Living Qur‟an tokoh seniman
kaligrafi Yogyakarta)Jurusan Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan
Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga. penelitian ini mengambil fokus pada salah satu
seniman kaligrafi lukis Yogyakarta. Seniman disini adalah pengiat seni, khususnya
7Vitri Nurawalin, “Pembacaan al-Qur‟an dalam tradisi Mujahadah Sabihah Jum‟ah ( Studi
Living Qur‟an di pondok pesantren Sunan Pandanaran Sleman Yogyakarta)” Skripsi Fakultas
Ushuluddin dan Pemikiran Islam. Yogyakarta 2014.
8Latif Nurkholifah, Tradisi Sima‟an Jumat legi (studi living Qur‟an) Pondok Pesantren Ali
Ma‟sum Krapyak Yogyakarta( menurut teori fungsionalisme Emile Durkheim) Skripsi Fakultas
Ushuluddin dan Pemikiran Islam. Yogyakarta 2016.
10
dibidang seni kaligrafi lukis yang juga menyandang predikat hafidz. Maka tidak heran
jika dalam berkarya seniman tidak meninggalkan ayat-ayat al-Qur‟an sebagai materi
karya seni. Berangkat dari hal inilah perlu untuk mengetahui al-Qur‟an dan seni
kaligrafi dalam perspektif seniman, lalu bagaimana al-Qur‟an mampu menjadi
kekeuatan tersendiri dalam perilaku kehidupan seniman dan karya-karyanya.
Penelitian ini mengunakan metode indeph-interview dan wawancara secara
mendalam dengan mengunakan aestetic reception resepsi seorang seniman terhadap
teks keagamaan. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field reseach),
selanjutnya diolah dan dianalisis mengunakan teori resepsi estetis diakronik.
Kemudian skripsi yang ditulis oleh Imam Nasichin dengan judul Tradisi Mitoni
Di Kelurahan Noyontaansari Pekalongan (Studi Living Qur‟an). Jurusan/Program
Studi: Ushuludin dan Dakwah/S1 Tafsir Hadits Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Pekalongan.Skripsi ini membahas tentang bagaimana pelaksanaan tradisi
mitoni di Kelurahan Noyontaansari Pekalongan dengan alasan bahwa masyarakat
Kelurahan Noyontaansari Pekalongan percaya bahwa pasangan yang melakukan
tradisi mitoni akan terhindar dari kesialan, bahaya kehamilan, calon bayi selamat, dan
lain sebagainya dengan tujuan keselamatan. Namun sebaliknya jika pasangan yang
tidak melakukan tradisi mitoni maka akan beranggapan terkena kesialan, calon bayi
tidak selamat, dan hal-hal buruk lainnya. Sehingga mayoritas ibu hamil di Kelurahan
Noyontaansari Pekalongan pasti akan melakukan tradisi mitoni atau yang lebih
dikenal dengan “tingkeban”.Jenis penelitian ini adalah studi lapangan (field
11
research). Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.
Sedangkan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini observasi, wawancara dan
dokumentasi. Data peneliti analisis menggunakan deskriptif kualitatif.9
Dari telaah yang telah di uraikan, penulis belum menemukan pembahasan
mengenai Khataman al-Qur‟an berdasarkan metode Verstehen dari Max Weber. Oleh
sebab itu penulis tertarik untuk meneliti kajian Living Qur‟an di atas.
G. Metode Penelitian
Metode adalah cara yang telah diatur dalam berpikir baik-baik untuk mencapai
sesuatu maksut dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya.10
salah satu penggunaanya
adalah dalam menyusun sebuah penelitian. Agar metode yang digunakan dalam
penelitian ini menjadi tepat guna, maka peneliti akan menguraikan hal-hal yang
terkaitdengan metodologi penelitianini. Di antaranya adalah:
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti mengunakan pendekatan kualitatif diskriptif,
yang artinya penelitian yang sistematis yang digunakan untuk mengkaji dan
meneliti suatu objek pada latar alamiah tanpa adanya manipulasi didalamya dan
9Imam Nasichin. Tradisi Mitoni Di Kelurahan Noyontaansari Pekalongan (Studi Living
Qur‟an). Jurusan/Program Studi: Ushuludin dan Dakwah/S1 Tafsir Hadits Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri (STAIN) Pekalongan. 2016.
10
Suharso dan Ana Retnoningsih, kamus besar bahasa Indonesia edisi lux (Semarang: Widya
Karya, 2009) hlm 321.
12
tanpa ada pengujian hipotesis, dengan metode-metode alamiah ketika hasil
penelitian yang berdasarkan fenomena yang diamati.11
2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini penulis bertindak sebagai pengumpul data di lapangan
dengan mengunakan alat penelitian yang aktif dalam mengumpulkan data-data
di lapangann. Peneliti yang dijadikan alat pengumpul data adalah dokumen-
dokumen yang menunjang keabsahan hasil penelitian serta alat bantu lain yang
dapat mendukung terlaksananya penelitian, serta kamera dan alat perekam.
Oleh karena itu kahadiran peneliti di lokasi penelitian sangat menujang
keberhasilan suatu penelitian, alat bantu memahami masalah yang ada, serta
hubungan dengan informan menjadi lebih dekat sehingga informasi yang
didapat menjadi lebih jelas. Maka kehadiran peneliti menjadi sumber data yang
mutlak.12
3. Metode Pengumpulan Data
Karena jenis penelitian kualitatif (studi kasus), maka dalam mengumpulkan
data penelitian akan mengunakan metode verstehen, observasi (pengamatan
mendalam), interview (wawancara) dan dokumentasi.
11
Andi Prastowo, Metodologi Penelitian dalam Perspektif Rancangan Penelitian,
(Yogyakarta, ar-Ruzz Media: 2012) hlm.24. 12
Dwi Maryawati, Skripsi dengan judul Mabda‟ ar-Ridha‟iyyah dalam transaksi jual beli
hasil perkebunan ditinjau dari Hukum Islam. (Salatiga: 2017), hlm. 14.
13
a. Metode Verstehen
Metode verstehenatau pemahaman merupakan sebuah pendekatan unik
terhadap moral atau ilmu-ilmu budaya, yang lebih berurusan dengan
manusia ketimbang dengan binatang atau kehidupan non
hayati.13
Verstehendapat ditafsirkan sebagai arahan kepada kita untuk
tidak pernah mengabaikan tujuan-tujuan atau sadar akan tujuan akhir
dalam pikiran aktor, tidak pernah gagal untuk mengetahui bagaimana dia
sendiri “mendefinisikan sesuatu”, dan untuk memperlakukan tujuan-
tujuan dan penilaian-penilaianya sebagai relevan sebab akibat, atau
sebagai “variabel-variabel” kunci, dalam menjelaskan tindakanya.14
baik
para pendukung atau para pengkritik verstehen sering melihatnya sebagai
sebuah metode khusus untuk memperoleh pengetahuan yang khas bagi
disiplin-disiplin manusia.15
sedangkan menurut Dilthey, verstehen adalah
upaya memahami secara kejiwaan, kelakuan orang lain serta karya
ciptanya, yakni upaya interpretative untuk memberika makna kepada
sesuatu yang dianggap pada hakikatnya bersifat “fakta obyektif”.16
13
Max Weber. Sosiologi.(,Yogyakarta: Pustaka pelajar Offiset, 2009).Hlm 66.
14
Dennis Wrong. Max Weber Sebuah Khasanah, (Yogyakarta: Ikon Teralintera, 2003). Hlm
28-29. 15
Dennis Wrong, Max Weber Sebuah Khasanah…,Hlm.27.
16
Imam SuprayogodanTobroni. MetodologiPenelitianSosial Agama (Bandung: PT.
RemajaRosdakarya, 2003)Cet. II, Hlm. 63.
14
b. Observasi (Pengamatan)
Observasi merupakan salah satu metode utama dalam penelitian sosial
keagamaan terutama sekali penelitian kualitatif. Ia merupakan metode
pengumpulan data yang alamiah dan paling banyak digunakan tidak
hanya dalam dunia keilmiahan tetapi juga dalam juga dalam berbagai
aktifitas kehidupan.
Arti umum observasi adalah pengamatan, penglihatan. Secara khusus
adalah mengamati dan mendengar dalam rangaka memahami, mencari
jawaban, mencari bukti terhadap fenomena sosial keagamaan selama
beberapa waktu tampa mempengaruhi fenomena yang diobservasi,
dengan mencatat, merekam, memotret fenomena tersebut guna penemuan
data analaisis.
Gunanya, menurut Black dan Champion:
1) Untuk mengamati fenomena sosial keagamaan sebagai peristiwa
aktual yang memungkinkan peneliti memandang fenomena
tersebut sebagi proses.
2) Untuk menyajikan kembali gambaran dari fenomena sosial
keagamaan dalam laporan penelitian dan penyajian.
3) Untuk melakukan ekplorasi atau socialsettingdimana fenomena itu
terjadi.17
17
Muhamad Yusuf. Metodologi Penelitian Qur‟an dan Hadis.(Yogyakarta:Teras, 2007). hlm
57.
15
Tujuan dari observasi ini mengadakan pengamatan pada pelaksanaan
khataman al-Qur‟an di pondok pesantren Giri Kesumo Demak.
c. Interview (Wawancara)
Interviw merupakan cara mengumpulkan data dengan cara bertanya
langsung kepada informan (subyek penelitian). Interview pada penelitian
kali ini ditujukan kepada informan yang mengikuti kegiatan khataman
secara langsung maupun yang diasumsikan mengetahiu seluk beluk
dilaksanakanya tradisi tersebut.
Adapun wawancara yang peneliti lakukan adalah wawancara etnografi
dan wawancara terstruktur. Artinya wawancara etnografi bahwa
wawancara ini dilakukan dengan cara percakapan atau obrolan biasa
selayaknya persahabatan biasa, sehingga informan tidak menyadari,
bahwa peneliti sedang mengali data atau informasi, hal tersebut sangatlah
penting guna apa orang yang pikirkan dan rasakan mengenai praktik
khataman tersebut.18
yang menjadi informan pada wawancara tersebut
adalah para santri, jamaah khataman, pedagang dan tukang parkir.
Sedangkan wawancara terstruktur merupakan wawancara dengan
mengunakan pertanyaan-pertanyaan yang sudah disiapakan guna
18
Dedy Mulyana, Metode Penelitian Paradigma Baru Ilmu Komunikasi Dan Sosial Lainya,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 181.
16
ditanyakan kepada informan secara langsung.19
pada wawancara ini yang
menjadi informan adalah pengasuh, pengurus, imam dan sebagian santi.
d. Dokumentasi
Pada tahap ini, peneliti akan mengambil gambar-gambar yang ada
keterkaitanya dengan pelaksanaan khataman. Hal tersebut menjadi
penting sebab sebagai penunjang dan penyempurna data-data yang
diperoleh dari interview maupun observasi.
4. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dalam skripsi ini adalah pondok pesantren Giri Kesumo
yang terletak di desa Banyumeneng Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak.
Sedangkan waktu penelitian lapangan untuk skripsi dimulai bulan November
sampai bulan Januari.
5. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian sekaligus sumber data atau informan dalam penelitian ini
adalah pengasuh pondokpesantren, imam, pengurus, para santri, jamaah
khataman, para pedagang dan tukang parkir. Itu semua merupakan orang-orang
yang akan diwawancarai secara langsung guna memperoleh data dan informasi
yang lebih detail. Sedangkan yang akan menjadi objek penelitian adalah
Khataman al-Qur‟an di Pondok Pesantren Giri Kesumo Demak.
19
Muhamad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial pendekatan kualitatif dan kuantitatif,
(Yogyakarta; UII Press, 2007), hlm.137.
17
6. Sumber Data
Sumber data yang diambil adalah berupa data primer dan data sekunder.
Data primer adalah sumber data yang dapat memberikan informasi secara
langsung serta sumber data tersebut memiliki hubungan dengan masalah pokok
penelitian sebagai bahan informasi yang dicari. Sumber data primer dalam
penelitian ini adalah kehadiran dan partisipasi penulis serta observasi langsung
di Pondok Pesantren Giri Kesumo Demak. Sedangkan data sekunder adalah
sumber data yang bersifat untuk melengkapi sumber data primer meliputi buku-
buku, arsip dan hasil penelitian lain yang berhubungan dengan masalah yang
diteliti.
7. Analisis Data
Sebagaimana penelitian kualitatif, maka analisis data pada penelitian ini
mengunakan tehnik reduksi data, penyajian data dan verifikasi. Reduksi data
merupakan proses memilih, menyederhanakan abstraksi dan mentransformasi
data kasar yang diperoleh. Penyajian data merupakan diskripsi kumpulan
informasi yang memungkinkan untuk menarik kesimpulan dan mengamnil
tindakan. Verifikasi adalah mencari makna dari setiap gejala yang diperoleh
dari lapangan, mencatat keteraturan atau pola penjelasan dan konfigurasi yang
mungkin adadan proposisi.20
20
Maslikhah, Melejitkan Kemahiran Menulis Karya Ilmiah bagi Mahasiswa. (Yogyakarta,
Truss Media: 2013), hlm. 323.
18
H. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan yaitu rangkaian pembahasan yang tercakup dalam isi
penelitian dimana yang satu dengan yang lain saling berkaitan sebagai satu kesatuan
yang utuh, yang merupakan urutan- urutan tiap bab.
Bab pertama, pendahuluan, yaitu sebagai gambaran umum mengenai seluruh isi
penelitian yang dijabarkan dalam kedalam sub bab yaitu; latar belakang masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi istilah, metode penelitian dan
sistematika pembahasan.
Pada bab kedua, akan memuat tentang kerangaka teori yang didalamnya
memuat tentang definisi living Qur‟an, sejarahliving Qur‟an macam-macam seta arti
penting kajian living Qur‟an.
Pada bab ketiga, akan memuat gambaran umum Pondok PesantrenGiri Kesumo
Demak yang didalamnya memuat tentang letak geografis, sejarah berdirinya ponpes,
visi, misi dan asas, struktur organisasi dan kondisi pondok pesantren. Kemudian di
dalamnya juga memuat praktik/pelaksanaan khataman di Pondok Pesantren Giri
Kesumo meliputi sejarah, asal usul pengetahuan khataman, pelaksanaan khataman
dan motifasi.
Bab keempat berisi tentang pemaknaan khataman al-Qur‟an di Pondok
Pesantren Giri Kesumo yang didalamnya memuat tentang makna objektif, makna
expresif dan makna dokumenter.
19
Bab kelima, merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan seluruh rangkaian
yang telah dikemukakan dan merupakan jawaban atas permasalahan yang ada. Pada
bab ini juga berisi saran saran yang dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran-
lampiran. Bab ini menunjukan hasil akhir dari penelitian yang telah dilakukan.
20
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Pengertian Living Qur‟an
Banyak definisi yang ditawarkan untuk menentukan arah kajian living Qur‟an,
salah satunya datang dari Sahiron Syamsuddin yang menyatakan, teks al-Qur‟an
yang hidup dalam masyarakat itulah yang disebutliving Qur‟an, sedangkan
manifestasi teks yang berupa pemaknaan al-Qur‟an disebut dengan living Tafsir,
Adapun yang dimaksud dengan teks al-Qur‟an yang hidup ialah pergumulan teks al-
Qur‟an dalam ranah realitas yang mendapat respons dari masyarakat dari hasil
pemaknaan dan penafsiran.21
Termasuk dalam pengertian “respon
masyarakat”adalah resepsi mereka terhadap teks tertentu dan terhadap hasil
penafsiran tertentu. Resepsi sosial terhadap al-Qur‟an dapat ditemui dalam
kehidupan sehari-hari, seperti pentradisian surat atau ayattertentu pada pada acara
dan ceremoni sosial keagamaan tertentu. Sementara itu, resepsi sosial terhadap
penafsiran terjelma dalam terlembaganya bentuk penafsiran tertentu dalam
masyarakat, baik dalam skala besar maupun kecil.22
Living Qur‟an juga dapat diartikan sebagai “fenomena yang hidup di tengah
masyarakat Muslim terkait dengan al-Qur‟an ini sebagai objek studinya”.23
Oleh
karena itu, kajian tentang living Qur‟an dapat diartikan sebagai kajian tentang
21
Moh.Muhtador,”Pemaknaan ayat al-Qur‟an dalam Mujahadah”,Jurnal Penelitian, Vol. 8,
no, 1, Februari 2014. 22
Moh.Muhtador,”Pemaknaan ayat al-Qur‟an dalam Mujahadah”,Jurnal Penelitian, Vol. 8,
no, 1, Februari 2014. 23
M.Mansur. Living Qur‟an Dalam Lintasan Sejarah Studi Qur‟an Dalam Buku Metodologi
Penelitian Living Qur‟an dan Hadis. ..(Yogyakarta: Teras, 2007). Hlm 5-6.
21
“berbagai peristiwa sosial terkait dengan kehadiran al-Qur‟an atau keberadaan al-
Qur‟an di sebuah komunitas Muslim tertentu”.Dengan pengertian seperti ini, maka
“dalam bentuknya yang paling sederhana” The Living Qur‟an tersebut “pada
dasarnya sudah sama tuanya dengan al-Qur‟an itu sendiri. Dengan kata lain, living
Qur‟an yang sebenarnya bermula dari fenomena Qur‟an in everyday life, yakni
makna dan fungsi al-Qur‟an yang riil dipahami dan dialami masyarakat muslim,
belum menjadi objek studi bagi ilmu-ilmu al-Qur‟an konvensional (klasik). Bahwa
fenomena ini sudah ada embrionya sejak masa yang paling dini dalam sejarah Islam
adalah benar adanya, tetapi dalam dunia Muslim yang saat itu belum terkontaminasi
oleh berbagai pendekatan ilmu sosial yang notabene produk dunia Barat, dimensi
sosial kultural yang membayang-bayangi kehadiran al-Qur‟an tampak tidak mendapat
porsi sebagai obyek studi.24
Definisi yang ditawarkan di atas semuanya sudah memenuhi ruang lingkup
yang berhubungan denganliving Qur‟an. Dengan bahasa yang sederhana, dapat
dikatakan bahwa living Qur‟an adalah interaksi, asumsi, justifikasi, dan perilaku
masyarakat yang didapat dari teks-teks al-Qur‟an.
B. Living Qur‟an dalam Lintasan Sejarah
Jika ditelisik secara historis, praktek memperlakukan al-Qur‟an, surat-surat atau
ayat-ayat tertentu di dalam al-Qur‟an untuk kehidupan praksis umat, pada
hakekatnya sudah terjadi sejak masa awal Islam, yakni pada masa Rasulullah Saw.
24
M.Mansur. Living Qur‟an Dalam Lintasan Sejarah Studi Qur‟an Dalam Buku Metodologi
Penelitian Living Qur‟an dan Hadis..(Yogyakarta: Teras, 2007). Hlm 5-6.
22
Sejarah mencatat, Nabi Muhammad Saw. dan para sahabat pernah melakukan
praktek ruqyah, yaitu mengobati dirinya sendiri dan juga orang lain yang menderita
sakit dengan membacakan ayat-ayat tertentu di dalam al-Qur‟an. Hal ini didasarkan
atas sebuah hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam Sahih al-
Bukhari. Dari „Aisyah r.a. berkata bahwa Nabi Muhammad Saw. pernah membaca
surat al-Mu„awwidhatain, yaitu surat dan al-Nas ketika beliau sedang sakit sebelum
wafatnya.
Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa sahabat Nabi pernah mengobati
seseorang yang tersengat hewan berbisa dengan membaca al-Fatihah. Dari
beberapa keterangan riwayat hadis di atas, menunjukkan bahwa praktek interaksi
umat Islam dengan al-Qur‟an, bahkan sejak masa awal Islam, dimana Nabi
Muhammad Saw. masih hadir di tengah-tengah umat, tidak sebatas pada
pemahaman teks semata, tetapi sudah menyentuh aspek yang sama sekali di luar
teks.
Jika kita cermati, praktek yang dilakukan Nabi Muhammad Saw. Dengan
membaca surat al-Mu„awwidhatain untuk mengobati sakitnya, jelas sudah di luar
teks. Sebab secara semantis tidak ada kaitan antara makna teks dengan penyakit
yang diderita oleh Nabi Muhammad Saw. Demikian juga halnya dengan praktek
yang dilakukan oleh sahabat Nabi yang membacakan surat al-Fatihah untuk
23
mengobati orang yang terkena sengatan kalajengking. Secara makna, rangkaian
surat al-Fatihah sama sekali tidak ada kaitannya dengan sengatan kalajengking.25
Dari beberapa praktek interaksi umat Islam masa awal, dapat dipahami jika
kemudian berkembang pemahaman di masyarakat tentang fadilah atau khasiat serta
keutamaan surat-surat tertentu atau ayat-ayat tertentu di dalam al- Qur‟an sebagai
obat dalam arti yang sesungguhnya, yaitu untuk menyembuhkan penyakit fisik. Di
samping beberapa fungsi tersebut, al-Qur‟an juga tidak jarang digunakan
masyarakat untuk menjadi solusi atas persoalan ekonomi, yaitu sebagai alat untuk
memudahkan datangnya rezeki.
Praktek-praktek semacam ini dalam bentuknya yang paling sederhana pada
dasarnya sudah sama tuanya dengan usia al-Qur‟an itu sendiri. Namun, pada periode
yang cukup panjang praktek-praktek diatas belum menjadi obyek kajian penelitian al-
Qur‟an. Baru pada penggal sejarah studi al-Qur‟an kajian tentang praktek-praktek ini
diinisiasikan kedalam wilayah studi al-Qur‟an oleh para pemerhati studi al-Qur‟an
kontemporer.26
C. Living Qur‟an dan Hadis sebagai Bagian Lived Texts, Lived Islam
Dalam kajian agama, kajian living Qur‟an dan Hadis adalah bagian dari kajian
„lived Religion, „practical religion‟, „popular religion‟, „lived Islam‟,yang bertujuan
menggali bagaimana manusia dan masyarakat memahami dan menjalankan agama
25
Didi Junaedi. Living Qur‟an:Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al-Qur‟an(Studi Kasus
di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa Kalimukti Kec. Pabedilan Kab. Cirebon).dalam Journal
of Qur‟an and Hadith Studies Vol. 4, No. 2, (2015). Hlm.177.
26
M.Mansur. Living Qur‟an……Hlm 8.
24
mereka, untuk tidak mengutamakan kaum elit agama (pemikir, otoritas agama,
pengkhotbah, dan sebagainya). Metode-metode saintifik sosial memasuki wilayah
kajian agama dan para sarjana beralih dari kajian naskah kepada kajian masyarakat
beriman pada masa kini (present-day living communities of faith). Dalam kajian kitab
suci perbandingan (comparative scripture), living Qur‟an dan Hadismenjadi bagian
dari kajian the uses of scripture, yang belum begitu berkembang juga. Kajian-kajian
antropologis umumnya melakukan pendekatan aspek praktis pemahaman dan
pengamalan agama, seperti simbol, mitos, ritual, samanisme, magis, tapi belum
banyak yang membahas aspek pemahaman, penggunaan, dan pengamalan kitab suci
dalam kehidupan sehari-hari. Jika scripture diartikan sebagai tulisan yang diterima
dan digunakan dalam komunitas agama sebagai suci dan otoritatif maka al-Qur‟an
dan Hadis masuk definisi ini, sebagaimana juga kitab-kitab Zoroaster, Yahudi,
Kristen, dan Sikh, yang disebut “agama-agama kitab”(religions of the book). Ada tiga
macam penggunakan kitab suci.27
Pertama, penggunaan kognitif, pemahaman dan pemikiran tentang katadan
maknanya. Penggunaan kognitif ini mencakup beberapa macam. Salahsatunya, kitab
suci menjadi sumber membangun dan mempertahankan doktrindoktrin atau ajaran-
ajaran, kebenaran-kebenaran tentang semesta dan cara yang benar untuk hidup
didalamnya. Ketika kitab suci digunakan untuk membangun doktrin maka „para
penafsir resminya‟ – seperti pendeta, ulama, dan sejenisnya, paling sering
27
Muhamad Ali. Kajian Naskah dan Kajian Living Qur‟an dan Living Hadis.Journal of
Qur‟an and Hadis Studies – Vol. 4, No. 2, (
25
melakukannya. Merujuk kepada kitab suci sering kali menjadi kata akhir argumen-
argumen agama. Termasuk dalam penggunaan kognitif adalah penggunaan teks
dalam ritual publik. Kitab suci dibaca, dilagukan, dilingkari, dicium, dihias,
diletakkan pada posisi tinggi dan dimuliakan, dalam ritual pengorbanan, dan
sebagainya. Dalam tradisi Kristen, ada istilah biblioatry, penyembahan pada kitab,
ketika orang yang mengimani memberikan penyembahan yang sangat dalam dan
menganggap kitab sebagai mutlak. Selanjutnya, penggunaan dalam meditasi dan
kebaktian yang bersifat pribadi dan kelompok.28
Kedua, penggunaan non-kognitif kitab suci terjadi dalam banyak situasi. Kitab
suci dipajang di rumah dan bangunan-bangunan publik, dan ditulis dalam kaligrafi.
Selain itu, kitab suci memiliki kekuatan (power) memberikan berkah (barakah,
blessing), menyembuhkan penyakit, menolak bala dan kejahatan, digunakan sebagai
mantra dan jimat, ketika diam dan ketika bepergian. Bagiumat Dao, misalnya, kitab
suci Dao diletakkan pendetanya di tangan ibu yang sedang melahirkan agar diberi
kemudahan. Dalam tradisi Islam, kitab suci al- Qur‟an atau potongan ayat digunakan
atau dibacakan kepada orang yang sakit. Penggunaan lainnya, disebut Bibliomancy,
ketika kitab suci digunakan untuk memperkirakan masa depan dan membimbing
orang bersangkutan bagaimana menghadapi masa depan itu. Orang Sikh misalnya
membuka halaman berapasaja dari Kitab Guru Grant Sahib pada satu hari dan
menjadikannya sebagai petunjuk kehidupannya hari itu.
28Ibid….Hlm.151.
26
Penggunaan kitab suci juga bisa dikaji dari segi informativedan segi
performative. Dari segi informatif, kitab suci dijadikan sumber pengetahuan, doktrin,
sejarah masa lalu, isyarat ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Dari segi performatif,
kitab suci dialami, dijadikan sebagai barang suci, misalnya dalam ritual kurban,
dijadikan sumber hukum negara atau masyarakat, dijadikan alat untuk memberkahi,
dilagukan dan dilombakan, dan sebagainya. Secara umum, kitab-kitab suci memiliki
kekuatan merubah (transformative power) dalam kehidupan pribadi maupun
masyarakat yang mengimaninya.
Ada kelebihan dan kekurangan kajian yang memfokuskan kitab suci sebagai
cara memahami agama-agama. Kelebihan-kelebihan kajian scriptural cukup banyak.
Kitab suci ada di hampir semua agama. Kitab suci cenderungkomprehensif bagi
keimanan umat beragama. Kitab suci dianggap otoritatif bagi agama-agama mereka.
Kitab suci menjadi sumber memahami agamaagama. Kitab suci juga terbuka untuk
dikaji dari berbagai pendekatan, termasuk pendekatan tekstual, literary, sastrawi.Di
sisi lain, kajian skriptural memiliki kekurangan-kekurangan. Kekurangan yang
pertama, penerimaan dan penggunaan kitab suci tidak seragam dalam agama-agama.
Kaum beriman menganggap kitab suci mereka secara berbeda, dan kitab-kitab suci
yang berbeda itu berfungsi secara berbeda pula. Kekurangan kedua, adalah
terjemahan kitab suci tidak seluruhnya menangkap makna asli. Kekurangan ketiga,
pendekatan skriptural sering kali bersifat elit dan patriarkal. Kekurangan keempat,
fokus kepada teks kitab suci semata kurang konteks hidup teks itu. Untuk kajian al-
Qur‟an dan Hadis, yang diyakini memiliki kekuatan otoritatif utama dan kedua,
27
kelemahan-kelemahan kajian tekstual ditutupi dengan kajian kajian living texts, teks
atau scripture sebagaimana dipahami dan dijalankan penganutnya.29
D. Variasi Respons Umat Islam terhadap al-Qur‟an
Sebenarnya gambaran secara umum bagaimana kaum muslimin merespon
terhadap kitab sucinya (al-Qur‟an) tergambar dengan jelas sejak zaman Rosullulah
dan para sahabatnya. Tradisi yang muncul adalah al-Qur‟an dijadikan obyek
hafalan(tahfiz),listening (sima‟)ke berbagai daerah dalam bentuk majlis al-Qur‟an
sehingga al-Qur‟an telah tersimpan di “dada” (sudur)para sahabat. Setelah umat islam
berkembang ke seluruh dunia, respon mereka terhadap al-Qur‟an semakin
berkembang dan bervariasi, tak terkecuali oleh umat Islam di Indonesia.30
Menurut pengamatan penulis, masyarakat Indonesia khususnya umat islam
sangat respek dan penuh perhatian terhadap kitab sucinya, dari generasi ke generasi
dan berbagai kalangan kelompok keagamaan disemua tingkatan usia dan etnis.
Fenomena yang terlihat jelas, bisa kita ambil beberapa kegiatan yang mencerminkan
everyday life of the Qur‟an, sebagi berikut:
1. Al-Qur‟an dibaca secara rutin dan diajarkan ditempat-tempat ibadah (masjid
dan surau/langgar/mushola), bahkan dirumah-rumah, sehingga menjadi
acara rutin everyday, apalagi di pesantren-pesantren menjadi bacaan wajib,
terutama selepas sholat Magrib. Khusus malam Jumat yang dibaca adalah
surat Yasindan kadang ditambah surat al-Waqi‟ah.
29Ibid….Hlm.152. 30
Muhammad Yusuf.Pendekatan Sosiologi Dalam PenelitianLiving Qur‟an Dalam Buku
Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis. ..(Yogyakarta: Teras, 2007). Hlm 42-43.
28
2. Al-Qur‟an seantiasa dihafalkan, baik secara utuh maupun sebagiannya (1
juz hingga 30 juz), meski ada juga yang menghafal ayat-ayat dan surat-surat
tertentudalam juz „Amma untuk kepentingan bacaan dalam sholat dan
acara-acara tertentu.
3. Menjadikan potongan-potongan ayat satu ayat maupun beberapa ayat
tertentu dikutip dan dijadikan hiasan dinding rumah, masjid, makam bahkan
kain kiswahka‟bah (biasanya ayat kursi, al-Ikhlas, al-Fatihah dsb). Dalam
bentuk kaligrafi dan sekarang tertulis dalam ukiran-ukiran kayu, kulit
binatang, logam, (kuningan, perak dan tembaga) sampai kepada mozaik
keramik, masing-masing memiliki karakteristik estetika masing-masing.
4. Ayat-ayat al-Qur‟an dibaca oleh para Qari‟ (pembaca profesional) dalam
acara-acara khusus yang berkaitan dengan peristiwa-peristwa tertentu,
khususnya dalam acara hajatan (pesta perkawinan, khitanan dan aqiqah)
atau peringatan-peringatan hari besar Islam.
5. Potongan-potongan ayat al-Qur‟an dikutip dan dicetak sebagai assesoris
dalam bentuk stiker, kartu ucapan, gantungan kunci, undangan resepsi
pernikahan sesuai konteks masing-masing.
6. Al-Qur‟an senantiasa dibaca dalam acara-acara kematian seseorang bahkan
pasca kematian dalam tradisi “Yasinan”dan “tahlilan” selama 7hari dan 40
hari, 100 hari, 1000 hari dsb.
29
7. Al-Qur‟an dilombakan dalam bentuk tilawahdan tahfizal-Qur‟an dalam
bentuk insidental maupun rutin berskala lokal, nasional bahkan
internasional.
8. Sebagian umat Islam menjadikan al-Qur‟an sebagai “jampi-jampi”, terapi
jiwa sebagai pelipur duka dan lara, untuk mendoakan pasien yang sakit
bahkan untuk mengobati penyakit-penyakit tertentu dengan cara membakar
dan abunya diminum.
9. Potongan ayat-ayat tersebut dijadikan jimat yang dimana dan kemana saja
pergi oleh pemiliknya sebagai perisai atau tameng, tolak balak atau
menangkis serangan musuh dan unsur jahat lainya.
10. Bagi para muballigh/da‟i, ayat-ayat al-Qur‟an dijadikan dalil dan hujah
(argumentasi) dalam rangka memantapkan isi kuliah tujuh menit (kultum)
atau dalam khutbah jumat dan pengajian di tengah-tengah masyarakat.
11. Bagi orang yang punya bakat dibidang sastra, al-Qur‟an dibaca dengan
model puisi dan diterjemahkanya sesuai dengan karakter pembacanya.
12. Sementara bagi seniman dan artis, al-Qur‟an terkadang dijadikan bagian
dari sinetron dan film disamping sebagai bait lagu agar beraroma religius
dan berdaya estetis, agar memiliki muatan spritualitas yang bersifat
dakwah/tabligh (seruan, ajakan, himbauan) bagi pendengarnya.
13. Terlihat juga fenomena dalam dunia politik, menjadikan ayat-ayat al-Qur‟an
sebagai “bahasa agama” dijadikan media justifikasi, slogan untuk agar
30
memiliki daya tarik politis, terutama bagi parpol-parpol yang berbau dan
berasaskan keislaman.
14. Fenomena mutakhir adalah munculnya tokoh-tokoh agamawan
(ruhaniawan) dalam cerita-cerita fiksi maupun non fiksi dalam tayangan
televisi, yang menjadikan ayat-ayat al-Qur‟an sebagai wiriddan
dzikir“pengusir jin” atau fenomena kegaiban lainnya (uji nyali, pemburu
hantu, penyembuhan”ruqyah”dsb.).
15. Fenomena lain adalah ayat-ayat tertentu dijadikan wiriddalam bilangan
tertentu untuk memperoleh “kemuliaan” atau “keberuntungan” dengan jalan
“nglakoni” (riyadhah) meskipun terkadang terkontaminasi dengan unsur-
unsur mistis dan magis.
16. Terlihat juga fenomena adanya ayat-ayat al-Qur‟an dijadikan bacaan dalam
menempuh latihan beladiri yang berbasis perguan beladiri Islam
Tauhidik(misalnya: Tapak Suci, Sinar Putih, dsb.) agar memperoleh
kekuatan tertentu setelah mendapat Ma‟unah(pertolongan) dari Allah Swt.
17. Dalam dunia Entertainment, al-Qur‟an didokumentasikan dalam bentuk
kaset, CD, LCD, DVD, Harddisk, sampai di HP, baik itu secara visual
maupun audio visual yang serat akan muatan hiburan dan seni.
18. Belakangan marak ayat-ayat al-Qur‟an dijadikan bacaan para
praktisi/terapis untuk menghilangkan gangguan psikologis dan pengaruh
buruk lainya (syetan dan jin) dalam praktik ruqyahdan penyembuhan
alternatif lainya.
31
19. Bisa kita lihat juga potongan ayat-ayat al-Qur‟an dijadikan media
pembelajaran al-Qur‟an (TPA, TPQ dsb.) sekaligus belajar bahasa Arab.
Bahkan madrasah al-Qur‟an yang concerndalam bidang tahfidz pun banyak
berdiri secara formal.31
Di samping hal-hal di atas masih ada banyak fenomena lagi sebagai gambaran
fakta sosial keagamaan yang keberadannya tidak bisa dipungkiri, sehingga
memperkuat asumsi kita, bahwa al-Qur‟an telah direspon oleh umat Islam dalam
berbagai praktik. Sehinga Fenomena keberagamaan semacam ini seharusnya
memiliki daya tarik tersendiri bagi para pengkaji al-Qur‟an untuk menjadikan obyek
kajian dan penelitian.
Kita ambil contoh, dalam peringatan Maulid Nabi Saw, yang sejak dulu hingga
kini masih masih diperingati umat Islam secara kontinyu dan meriah.Dalam kegiatan
ituumat Islam berkumpul bersama-sama sambil membaca bagian-bagian al-Qur‟an,
pembacaan sirahnabi (Biografi) dan hikmah tentang peringatanya. Dalam konteks ini,
dikisahkan dalam Mir‟at az-zamanSibt ibn al-Jauzi berkata:
Seseorang yang pernah hadir dalam perjamuan al-Mudzaffar pada
salah satu perayaan maulid berkata bahwa untuk perjamuan itu telah
disediakan menu makanan berupa 5000 ekor kambing, 10.000 ekor ayam, 100
ekor kuda dan 100.000 pingan dan 30.000 manisan. Kemudian ulama dan para
sufi ternama berdatangan mendapat hadiah-hadiah berharga dan jubah-jubah
kehormatan, dan mengikuti konser sima‟an (al-Qur‟an), kemudian menari-nari
31
Muhamad Yusuf, “pendekatan sosiologi dalam penelitian Living Qur‟an” Dalam Buku
Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis..(Yogyakarta: Teras, 2007). Hlm 43-46.
32
sore hingga shubuh. Perayaan ini setiap tahunnya menghabiskan anggaran
30.000 dirham.
Sebenarnya kasus serupa biasa di teliti, hanya saja yang menjadi persoalan bagi
calon peneliti adalah belum memadai dan tersedianya perangkat metodologis secara
ilmiah, sehingga peneliti baru sebatas mencoba dengan asumsi-asumsi tertentu,
memikirkan dan memutuskan sendiri sesuai dengan kemampuan dansudut pandang
sendiri. Akibatnya, penelitian yang dihasilkan seolah-olah seperti “laporan aktifitas
pengajian” rutian mingguan atau bulanan yang miskin metode dan tidak menemukan
hal-hal yang menaraik (khas), karena hanya melihat struktur luarnya dan belum
kepada struktur dalamnya (Deep Structure)layaknya sebuah penelitian ilmiah bidang
antropologi.
Padahal, idealnya sebuah penelitian ilmiah termasuk bersifat keagamaan
diharapkan dapat dapat mengungkap hal-hal yang unik, aneh, khas, karakteristik dari
sebuah fenomena yang diteliti. Sehingga penelitian itu akan menghasilkan sebuah
model, karakter, kalau perlu sebagai problem solver.Sehigga lambat laun dapat
dirumuskan aspek metodologisnya yang khas untuk penelitian al-Qur‟an yang
dipraktekkan sehari-hari oleh komunitas masyarakat Islam (everyday life of the
Qur‟an), meski didasari oleh minimnya informasi yang mendukung dalam
merumuskan sebuah metodologi penelitian keagamaan yang tergolong langka ini.
33
E. Living Qur‟an Sebagai Religious Research
Living Qur‟ansebagai penelitian yang bersifat keagamaan (Religious Research),
yakni menempatkan agama sebagai system keagamaan, yakni system sosiologis,
suatu aspek organisasi sosial, dan hanya dapat dikaji secara tepat jika karakteristik itu
diterima sebagai titik tolak.32
jadi bukan meletakkan agama sebagai doktrin, tetapi
agama sebagai gejala sosial.
Living Qur‟an, dimaksudkan bukan bagaimana individu atau sekelompok orang
memahami al-Qur‟an (penafsiran), tetapi bagaimana al-Qur‟an itu disikapi dan
direspon masyarakat muslim dalam realitas kehidupan sehari-hari menurut konteks
budaya dan pergaulan sosial. Hemat saya, apa yang mereka lakukan adalah
merupakan “pangilan jiwa” yang merupakan kewajiban moral-sebagai muslim-untuk
memberikan penghargaan, penghormatan, cara memuliakan (ta‟dzim)kitab suci yang
diharapkan pahala dan berkah dari al-Qur‟an sebagaimana keyakinan umat Islam
terhadap fungsi al-Qur‟an yang dinyatakan sendiri secara beragam. Oleh karena itu,
maksud yang dikandung bisa sama, tetapi ekspresi dan ekspektasi masyarakat
terhadap al-Qur‟an antara kelompok satu dengan kelompok yang lain, begitu juga
antar golongan, antara etnis dan antar bangsa.33
Dalam penelitian model living Qur‟anyang dicari bukan kebenaran agama
lewat al-Qur‟an atau menghakimi (judgment)kelompok keagamaan tertentu dalam
Islam, tetapi lebih mengutamakan penelitian tentang tradisi yang menggejala
32
Atho‟ Mudzhar, pendekatan studi Islam dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1998, Hlm. 68. 33Ibid….Hlm. 50
34
(fenomena) di masyarakat dilihat dari persepsi kualitatif.Meskipun terkadang al-
Qur‟an dijadikan sebagai simbol keyakinan (symbolic faith) yang dihayati, kemudian
diekspresikan dalam bentuk perilaku keagamaan. Nah, dalam penelitian living
Qur‟andiharapkan dapat menemukan segala sesuatu dari hasil pengamatan
(observasi) yang cermat dan teliti atas perilaku kominitas muslim dalam pergaulan
sosial kegamaanya hingga menemukan segala unsur yang menjadi komponen
terjadinya perilaku itu melalui struktur luar dan struktur dalam (deep structure)agar
dapat ditangkap makna dan nilai-nilai (meaning and velues)yang melekat dari sebuah
fenomena yang diteliti.
Kalau kita coba gambarkan dalam pendekatan historis, sosiologi dan
antropologi, maka fenomena keagamaan ituyang berakumulasi pada pola perilaku
manusia didekati dengan mengunakan ketiga model pendekatan sesuai posisi perilaku
itu dalam konteksnya masing-masing, seperti disebutkan di atas.
Sementara kalau kita telah sepakat bahwa living Qur‟anberlidung di bawah
payung sosiologi atau sosiologi agama, maka pendekatan yang lebih tepat adalah
antropologi, sehingga bangunan perspektifnya pada umumnya menggunakan
perspektif mikro atau paradigma humanistik, seperti fenomenologi, etnometodologi,
meneliti everyday life(tindakan dan kebiasaan yang tetap) dan arkeologi. Nah
analisinya berupa individu, kelompok atau organisasi dan masyarakat, benda-benda
bersejarah, buku, prasasti, cerita-cerita rakyat.
Paradigma penelitian sosial-agama, ada 3 (tiga) macam yang digunakan, yaitu:
(1) positifistik, dengan menempatkan fenomena sosial dipahamidari perspektif luar
35
(other perspective)yang bertujuan untuk menjelaskan mengapa suatu peristiwa
terjadi, proses kejadianya, hubungan antar variabel, bentuk dan polanya, (2)
Paradigma naturalistik, yakni berdasarkan subyek perilaku yang bertujuan untuk
memahami makna perilaku, simbol-simbol dan fenomene-fenomena; (3) paradigm
rasionalistik (verstehen), dengan melihat realitas sosial sebagaimana yang dipahami
oleh peneliti berdasarkan teori-teori yang ada dan didialogkan dengan pemahaman
subyek yang diteliti (data empirik). Paradigm ini sering digunakan dalam penelitian
filsafat, bahasa, agama (ajarannya) dan komunikasi yang mengunakan metode
semantik, filologi, hermeneutika dan analisis isi.
Ilmu-ilmu agama, pada segi-seginya yang menyangkut masalah sosial , yaitu
menjadi bagian yang dapat diteliti, diamati mengunakan piranti ilmiah, atau
metodologi ilmiah. Metodologi ilmiah ditentukan oleh obyek yang dikaji.Dalam segi-
segi tertentu, Islam adalah fenomena sosial, maka niscaya metode pengkajian
terhadap fenomena itu adalah metode-metode sosial.
Living Qur‟anmasuk dalam wilayah kajian keislaman tidak hanya kepada
aspek-aspeknya yang normatif dan dogmatik, tetapi juga pengkajian yang
menyangkut aspek sosiologis dan antropologis.Ilmu-ilmu Islam, meliputi aspek
kepercayaan normatif-dogmatik yang bersumber dari wahyu dan aspek perilaku
manusia yang lahir oleh dorongan kepercayaan, menjadi kenyataan-kenyataan
empirik.34
34Ibid. Hlm. 52
36
Oleh karena itu perlu dicari metode ilmiah yang tepat dan relevan, karena
obyek studi menentukan metode, bukan sebaliknya metode yang menentukan
obyek.Sehingga agama sebagai fenomena kehidupan yang menyatakan diri dalam
sistem sosial budaya, bukanlah masalah yang sulit untuk menentukan metode yang
relevan bagi peneliti /pengkajinya.Dalam mengkaji fenomenologi agama tidak
mengkaji hakikat agama secara filosofis dan teologis, tetapi hakikat agama sebagai
fenomena empiris dari struktur suatu fenomena yang mendasari setiap fakta religius.35
Dalam penelitian fenomenologi sangat mengandalkan metode partisipatif, agar
peneliti dapat memahami tindakan religious dari dalam. Sebab kalau tidak demikian
hanya akan memberi kesan seolah kita memasuki pikiran orang lain lewat suatu
proses misterius.36
dalam konteks ini Max Weber menerapkan metode verstehen, yaitu
pemahaman empatik, tidak simpati dan tidak antipati. Dalam arti, kemampuan
menyerap dan mengungkapkan lagi perasaan-perasaan, motif-motif, dan pemikiran-
pemikiranyang ada di balik tindakan orang lain.
Barangkali bisa juga mengunakan metode sejarah, yang menekankan pada
proses terjadinya sesuatu perilaku manusia dalam masyarakatnya. Proses ini
menjelaskan awal kejadian dan faktor-faktor yang ikut berperan dalam proses itu.
Metode sejarah yang dengan teliti mengamati sesuatu proses sosial budaya, dapat
digunakan memahami proses persebaran agama keseluruh persekutuan hidup
manusia. Pada giliranya proses itu akan sampai pada suatu keadaan yang telah
35
Dhavamony, Mariasusai, Phenomenology of Religion, terj. Kelompok Studi Agama
Driyarkara (Yogyakarta: Kanisius, 1995), Hlm.27. 36
Dhavamony.Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Aksara Baru,1990). Hlm.34-35.
37
menyatu dalam sistem sosial budaya, dan menyatakan diri sebagai perilaku berpola,
dari sisnilah metode antropologi dapat menyumbangkan peran-peran ilmiahnya.
Misalnya dengan metode pengamatan terlibat (participant observation), yang amat
diakrabi oleh para ahli antropologi untuk memahamiperilaku yang tidak dapat diukur
secara kuantitatif, dapat kiranya digunakan untuk memahami berbagai aspek perilaku
manusia beragama secara kuaitatif.37
Dalam kehidupan umat beragama, diketahuai adanya posisi dan peran-peran
tertentu dari seseorang, posisi dan peran itu menyatakan diri dalam kehidupan
bersama, sehingga kehidupan sosial itu dapat terselengara, melalui hubungan-
hubungan fungsional dalam masyarakat yang bersumber dari kedudukan dan
peranannya dalam kehidupan umat beragama. Menurut ahli antropologi, dalam
upacara keagamaan mengandung empat aspekyang perlu mendapat perhatian, yaitu:1)
tempat upacara, 2) waktu upacara,3 ) media dan alat upacara, 4) orang-orang yang
melakukan dan memimpin acara.
Dhavamoni, setelah melakukan pembacaan terhadap teori-teori yang
ditawarkan Joachim Wach, Nottingham dan Yinger menyimpulkan bahwa pokok
bahasan dari setiap penyelidikan ilmiah terhadap agama adalah fakta agama dan
pengungkapanya. Bahan-bahan ini diambil dari pengamatan terhadap kehidupan dan
kebiasaan keagamaan manusia tatkala mengungkapkan sikap-sikap keagamannya
dalam tindakan-tindakan, seperti doa, upacara-upacara kurban, mitos,mitos, simbol-
simbol, kepercayaan-kepercayaan berkenaan dengan yang suci, makhluk
37
Muhamad Yusuf, Pendekatan Sosiologi…Hlm. 53.
38
supranatural dan sebagainya. Bagi Betty. R. Scharf, agama biasa dikaitkan dengan
suatu kesatuan masyarakat dalam arti menjadi anggota suatu komunitas berarti
melibatkan diri dalam sistem peribadatan komunitas itu, yang bersifat spesifik (khas)
bagi komunitas yang bersangkutan.
Dengan demikian, peran sosiologi agama sangat besar dalam memposisikan
teori-teorinya ke dalam penelitian keagamaan, karena berkaitan erat bahkan tak
terpisahkan dengan masyarakat.Anggapan sosiologi agama bahwa dorongan-
dorongan, gagasan-gagasandan kelembagaan agama mempengaruhi dan sebaliknya
juga dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial adalah tepat.Jadi, seseorang sosiolog
agama bertugas menyelidiki bagaimana tatacara masyarakat, kebudayaan dan pribadi-
pribadi mempengaruhi agama, sebagaimana agama itu sendiri mempengaruhi
mereka.38
Dalam prakteknya, ada beberapa metode yang bisa digunakan
dalampenelitian living Qur‟an ini. Beberapa metode tersebut antara lain:
1. Observasi
Dalam melakukan penelitian, observasi adalah salah satu cara untuk
memperoleh data dengan akurat. Secara umum, observasi diartikan dengan
pengamatan atau penglihatan. Adapun secara khusus, observasi dimaknai dengan
mengamati dalam rangka memahami, mencari jawaban, serta mencari bukti
terhadap fenomena sosial tanpa mempengaruhi fenomena yang diobservasi.
Observasi adalah mengumpulkan data langsung dari lapangan. Data yang
diobservasi bisa berupa gambaran tentang sikap perilaku, serta tindakan
38Ibid…..Hlm. 54-55.
39
keseluruhan interaksi antar manusia. Data observasi bisa juga hanya terbatas
pada interaksi antar masyarakat tertentu. Proses observasi dimulai dengan
mengidentifikasi tempat yang akan diteliti. Dilanjutkan dengan pemetaan,
sehingga diperoleh gambaran umum tentang sasaran penelitian. Kemudian
menentukan siapa yang akan diobservasi, kapan, berapa lama dan bagaimana.
Dalam ranah penelitianliving Qur‟an ini, metode observasi memegang peranan
yang sangat penting, yang akan memberikan gambaran situasi riil yang ada di
lapangan.39
2. Wawancara
Wawancara adalah cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab dengan
pihak terkait yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan kepada tujuan
peneliti.Metode wawancara dalam penelitian living Qur‟an adalah suatu yang
niscaya. Seorang peneliti tidak akan mendapatkan data yang akurat dari sumber
utamanya, jika dalam penelitian tentang aktivitas yang berkaitan dengan
fenomena living Qur‟an di suatu komunitas tertentu, tidak melakukan wawancara
dengan para informan atau partisipan. Dalam penelitian living Qur‟an yang
bertujuan untuk mengetahui fenomena interaksi masyarakat dengan al-Qur‟an,
maka metode wawancara ini mutlak diperlukan. Jika seorang penliti ingin
melakukan penelitian tentang praktek pembacaan surat tertentu di dalam al-
Qur‟an, yang dilakukan suatu komunitas masyarakat tertentu, maka seorang
39
Didi Junaedi. Living Qur‟an:Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al-Qur‟an(Studi Kasus
di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa Kalimukti Kec. Pabedilan Kab. Cirebon).dalam Journal
of Qur‟an and Hadith Studies Vol. 4, No. 2, (2015). Hlm.179.
40
peneliti dalam melakukan wawancaradengan para responden dan partisipan yang
terlibat langsung dalam pelaksanaanritual tersebut.
Peneliti bisa menanyakan tentang apa latar belakang ritual pembacaan surat
tertentu dalam al-Qur‟an itu, apa motivasinya, kapan pelaksanaannya, berapa kali
dibaca, siapa pesertanya, bagaimana prosesi ritualnya, dari mana sumber
dananya, apa faktor pendukung dan penghambatnya, serta bagaimana
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari dan pertanyaan-pertanyaan lainnya
yang relevan dengan maksud dan tujuan peneltian. Untuk mendapatkan jawaban
yang akurat dan valid, maka seorang peneliti harus memilah dan menentukan
tokoh-tokoh kunci (key persons) yang akan diwawancarai. Mereka inilah yang
dianggap memiliki data yang akurat dan valid tentang ritual yang menjadi objek
penelitian kita. Mereka bisa para tokoh agama, tokoh masyarakat, sesepuh,
pendiri kegiatan, pengurus kegiatan ritual tersebut, juga para jamaah yang
mengikuti kegiatan tersebut.40
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan suatu cara pengumpulan data dengan
menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis,
gambar maupun elektronik.41
Penelitian living Qur‟an tentang fenomena ritual
keagamaan yang terjadi di masyarakat akan semakin kuat jika disertai dengan
dokumentasi. Dokumentasi yang dimaksud bisa berupa dokumen yang tertulis,
40Ibid…..Hlm.180
41Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: PT.Remaja
Rosdakarya, 2007), Hlm. 221.
41
seperti agenda kegiatan, daftar hadir peserta, materi kegiatan, tempat kegiatan
dan sebagainya, bisa juga berupa dokumen yang tervisualisasikan, seperti foto
kegiatan atau Dengan melihat dokumen yang ada, maka peneliti bisa melihat
perkembangan kegiatan tersebut dari waktu ke waktu, sehingga dapat dianalisa
bagaimana respon masyarakat dengan kegiatan ritual tersebut.42
4. Hermeneutika
Akhir-akhir ini hermeneutika mendapat tempat yang proporsional dalam
penelitian kualitatif, khususnya dalam memahami makna teks. Oleh karenanya,
metode hermeneutika ini dari waktu kewaktu telah mengalami perkembangan
secara signifikan dalam penelitian yang bersifat kualitatif, termasuk menjadi
aliran filsafat ilmu dan diterapkan dalam ilmu-ilmu humaniora (sosial-
kemanusiaan), yaitu “aliran interpretatif” yang didalamnya terdapat
interaksionnism simbolik, konstruktivisme sosial etnomentodologi dan
fenomenolofi yang diterapkan dengan metode verstehen.43
F. Arti Penting Kajian Living Qur‟an
Kajian dalam bidang living Qur‟an memberikan kontribusi yang siknifikan pagi
pengembangan wilayah obyek kajian kajian al-Qur‟an. Jika selama ini ada kesan
bahwa tafsir dipahami harus berupa teks grafis (kitab atau buku) yang ditulis oleh
seseorang, maka makna tafsir dapat diperluas. Tafsir bisa berupa respons atau praktik
perilaku suatu masyarakat yang diinspirasi oleh kehadiran al-Qur‟an. Dalam bahasa
42
Didi. Living Qur‟an…….Hlm. 180 43
Muhamad Yusuf. Pendekatan…..Hlm. 61.
42
al-Qur‟an hal ini disebut dengan tilawah, yakni pembacaan yang beorientasi kepada
pengamatan atau (action ) yang berbeda dengan Qira‟ah(pembacaan yang
berorientasi kepada pemahaman atau understanding).44
Bagi mahasiswa jurusan tafsir hadis sendiri, kajian living Qur‟an merupakan
ranah baru yang belum banyak disentuh oleh mereka. Terbukti kebanyakan skripsi
masih berkutat pada kajian teks. Maka kajian ini dapat memperluas objek penelitian
mereka. Di sisi lain, kajian living Qur‟an juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
dakwah dan pemberdayaan masyarakat, sehingga mereka lebih maksimal dalam
mengapresiasi al-Qur‟an. Sebagai contoh, ababila dalam masyarakat terdapat
fenomena menjadikan ayat-ayat al-Qur‟an hanya sebagai jimat atau jampi-jampi
untuk kepentingan supranatural, sementara mereka sebenarnya kurang memahami apa
pesan-pesan dari kandungan al-Qur‟an, maka kita dapat mengajak dan menyadarkan
mereka bahwa al-Qur‟an diturunkan fungsi utamanya adalah untuk hidayah. Dengan
begitu, maka cara berfikir klenik dapat sedikit demi sedikit dapat ditarik kepada cara
berfikir akademik, berupa kajian tafsir misalnya. Lebih dari itu, masyarakat yang
tadinya hanya mengapresiasi al-Qur‟an sebagai jimat, bisa disadarkan agar al-Qur‟an
dijadikan sebagai “ideologi transformatif” untuk kemajuan peradapan. Menjadikan al-
Qur‟an hanya sebagai rajah-rajah atau tamimahdapat dipandang merendahkan fungsi
al-Qur‟an, meski sebagian ulama ada yang membolehkannya.Alasanya, karena
pengertian al-Quran sebagai syifa‟(obat/penawar) bisa untuk jasad dan ruhani
44Abdul Mustaqim. Metodologi Penelitian Living Qur’an Model penelitian kualitatifDalam
Buku Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis...(Yogyakarta: Teras, 2007). Hlm 68-69.
43
sekaligus. Pengunaan wifiqatau rajah yang mengunakan sebagian ayat al-Qur‟an bisa
dilihat dalam kitab-kitab seperti al-awfaq, karya imam al-Ghozali, Khazinatul
Asrar,karya Sayyid al-Buni, al-Rahmah fi at Tibbwal Hikmah karya al-Suyuthi dll.
Arti penting kajian living Qur‟an berikutnya adalah memberi paradigma baru
bagi pengembangan kajian al-Qur‟an kontemporer, sehingga studi Qur‟an tidak hanya
berkutat pada wilayah kajian teks. Pada wilayahliving Qur‟an ini kajian tafsir akan
lebih banyak mengapresiasi respons dan tindakan masyarakat terhadap kehadiran al-
Qur‟an, sehingga tafsir tidak lagi hanya bersifat elitis, melainkan emansipatoris yang
mengajak partisipasi masyarakat. Pendekatan Verstehen dan analisis ilmu-ilmu sosial
humaniora tentunya menjadi sangat penting dalam hal ini.
44
BAB III
SELAYANG PANDANG PONDOK PESANTREN GIRI KESUMO DAN
PELAKSANAAN KHATAMAN
A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Giri Kesumo
1. Letak Geografis dan Demografi
Girikusumo merupakan salah satu Dusun yang secara geografi berada di
wilayah kelurahan Banyumeneng, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak, di
sebelah utara berbatasan dengan Desa Kebun Batur, sebelah selatan berbatasan
dengan Hutan Barang, sebelah timur berbatasan dengan Desa Sumberejo dan sebelah
barat berbatasan dengan Kota Semarang. Secara umum Kabupaten Demak berada di
daerah dataran rendah.
Luas keseluruhan Desa Banyumeneng sekitar 696,0000 hektar, terdiri dari;
sawah 165,0000 hektar, tegal 270,0600 hektar, pekarangan 30,9000 hektar, tanah kas
desa 32,9600 hektar, fasilitas umum 2,2600 hektar dan hutan 50,0000 hektar.45
Kondisi udara dan cuaca di Dusun Girikusumo lumayan sejuk karena berada
di daerah lereng perbukitan sehingga banyak orang berminat untuk bertempat tinggal
di sana atau hanya sekedar refresing. Curah hujan dalam setiap tahunnya termasuk
cukup tinggi walaupun mengenal musim kemarau, sedangkan musim yang ada pada
umumnya adalah hujan dan kemarau. Girikusumo merupakan salah satu dari 6
(enam) Rukun Warga yang berada di desa Banyumeneng, yang di huni sekitar 2.343
45 Profil desa Banymeneng Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. 2017.
45
Kepala Keluarga (KK) dari total penduduk di Kelurahan Banyumeneng sebanyak
8254 jiwa.46
2. Sarana dan prasarana
Tempat ibadah di Desa Banyumeneng terdiri dari 6 masjid dan 47
langgar/surau (tempat sholat yang memuat kurang dari 40 jama‟ah) atau setingkat
musholla.
Sarana pendidikan yang ada di dusun Giri Kusumo Desa Banyumeneng terdiri
dari rodhotul atfal (RA), taman kanak-kanak (TK), madrasah diniyah (MADIN),
sekolah dasar negeri (SDN), madrasah ibtida‟iyah (MI), sekolah menengah pertama
(SMP), madrasah stanawiyah (MTS), sekolah menengah atas (SMA), sekolah
menengah kejuruan (SMK), madrasah aliyah (MA) dan pondok pesantren (PONPES).
Sarana umum yang terdapat di Giri Kusumo terdiri dari pos kampling dan
lapangan volley, yang dijadikan sebagai sarana membaur antara masyarakat dengan
santri. Demikian juga di sana terdapat makam seorang ulama‟ yang dijadikan sebagai
tempat ziarah bagi umat muslim. Kemudian di bidang kesehatan terdapat puskesmas
pembantu, posyandu, dan kantor praktik dokter.
3. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Giri Kesumo
Satu setengah abat kurang lebih usia pondok pesantren Giri Kesumo
Banyumeneng, Mranggen, Demak yang didirikan oleh Syeikh Muhammad Hadi pada
tahun 1288 H, bertepatan dengan tahun 1868 M. Pesanteren yang kini telah berusia
46
Profil desa Banymeneng Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. 2017.
46
kurang lebih 139 tahun itu merupakan perwujudan gagasan Syaikh Muhammad Hadi
untuk membangun sebuah lembaga pendidikan yang menangani pendidikan aklak dan
ilmu agama di tengah-tengah masyarakat.47
Untuk mendukung gagasan itu Syaikh Kyai Muhammad Hadi yang oleh para
santri dan masyarakat disekitar GiriKusumo Demak dipanggil dengan sebutan Mbah
Hadi, Mbah Hasan Mukibat atau Mbah Giri, mendirikan bangunan sebuah masjid di
tepi hutan jati yang kini pengelolaanya di tangani oleh perum perhutani Unit I Jawa
Tengah.
Bangunan masjid yang kini masih dipertahankan keaslianya itu kontruksinya
mengunakan kayu-kayu jati pilihan. Demikian juga lantainya mengunakan lembaran
lembaran kayu jati pilihan yang berkualitas tinggi. Kekokohan bangunan masjid yang
masih nampak hingga sekarang, kendati usianya mencapai satu abat lebih, seakan-
akan mengiringi ketegaran pengasuh pesantren yang hingga sekarang ini masih
mempertahankan sistem pendidikan salaf di tengah derasnya pengaruh perubahan
yang juga melanda di duni pesantren di tanah air.48
Menurut catatan prasasti di dinding bagian depan bangunan Masjid yang
seluruh bangunanya mengunakan kayu jati itu di bangun hanya dalam waktu empat
jam, dimulai dari jam sembilan malam selesai pada jam satu malam itu juga. Prasasti
yang di tulis mengunakan huruf Arab Pegon dan bahasanya mengunakan bahasa Jawa
itu berbunyi: Iki pepenget Masjid dukuh Giri Kesumo, tahun ba Hijriyah Nabi saw
47
Muzni Husnan. 2008. Profil Pondok Pesantren Girikesumo. Demak.Hlm 1-2.
48
Ibid ….Hlm.2.
47
1228 wulan Rabiul Akhir tanggal ping nembelas awit jam songo dalu jam setunggal
dalu rampung, yasane Kyai Muhammad Giri ugi saksekabehane wong ahli mukmin
kang hadir tqobblallahu taala amin. Jika dialih bahasakan menjadi bahasa Indonesia
dalam terjemahan bebas prasasti itu kurang lebih berbunyi,”ini adalah pengingat
Masjid Giri Kesumo yang didirikan pada tanggal 16 Rabiul Akhir tahun ba Hijriayah
Nabi Muhammad SAW. 1288 H, dibangun dari pukul 9 malam sampai pukul satu
malam (dini hari), hasil karya Kyai Muhammad Giri dan semua orang Mukmin yang
semoga diterima allah taala amin.
Dengan bekal sebuah bangunan masjid yang lokasinya berada di kaki sebuah
perbukitan yang rimbun, waktu itu Mbah Hadi setiap harinya mengajar santrinya.
Jumlah santri yang mengikuti pengajian setiap hari terus bertambah sehingga asrama
atau kamar-kamar yang disediakan di kanan kiri masjid tidak mampu lagi
menampung sehingga Mbah Hadi menambah jumlah bangunan agar mampu
menampung hasrat santri yang ingin mengaji kepadanya.
Mbah Hadi oleh Allah SWT dikaruniai umur yang cukup panjang, sehingga
memiliki kesempatan dan waktu yang cukup untuk menyiapkan kader-kader penerus
perjuangan yang dirintisnya dikemudian hari, demikian juga dengan keluarga dan
anak Mbah Hadi memiliki perhatian yang relatif besar terutama dalam bidang
pendidikan. Perhatian ini dibuktikan dengan memondokkan putra-putranya di
berbagai pondok pesantren di Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang mampu
memunculkan generasi penerus semisal Kyai Sirojuddin dan Kyai Mansur. Pada
giliranya Kyai Sirojuddin sepulangnya dari pondok pesantren ditunjuk untuk
48
meneruskan progam pesantren yang telah dirintis oleh ayahnya, khususnya santri-
santri muda, sementara santri tua atau toriqoh tetap dipegang oleh Mbah Hadi.
Sementara Kyai Mansur ditugaskan ayahnya untuk meneruskan perjuangan di daerah
Solo, tepatnya di Desa Dlanggu Klaten. Namun Kyai Sirojuddin dikaruniai umur
yang tidak panjang oleh tuhan sehingga meninggal mendahului ayahhandanya.
Sementara Mbah Hadi meninggal dunia pada tahun 1931 dan selanjutnya tugas
kepemimpinan pesantren diteruskan oleh adik kandung Kyai Sirojuddin yaitu Kyai
Zahid. Kerangka pendidikan dan pengajaran yang telah dicanangkan oleh Mbah Hadi
tetap diteruskan oleh Mbah Zahid, pengajian kitab dengan syistem bandongan dan
Thoriqoh Naqsibandiyah Kholidiyah.
Tentang keberhasilan pondok pesantren Giri Kesumo menyebarluaskan ajaran
Thoriqoh Naqsibandiyah Kholidiyah hingga menerobos di daerah-daerah luar Jawa
seperti Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi tidak terlepas dari peran santri-santrinya
yang mengikuti progam transmigrasi ke luar Jawa baik di masa kolonial maupun
setelah kemerdekaan. Mereka selepas meninggalkan Jawa di tempat baru
mengembangkan dan mengajarkan tentang apa-apa yang diperolehnya semasa masih
ngaji dengan Mbah Hadi maupun dengan Mbah Zahid.
Ikatan primodial antara seorang guru dan murid memang sangat kental sekali
di lingkungan pondok-pondok pesantren terutama pondok pesantren yang
mengunakan syistem salaf, hubungan antara seorang santri dengan guru akan terus
berjalan sepanjang masa sampai kepada anak cucunya. Inilah kelebihan yang dimiliki
podok-pondok salaf, ikatan batin antara santri, Kyai dan alumni serta seluruh
49
keluarganya dapat berjalan secara alamiah tanpa diatur dengan dinding protokoler
yang ketat, ini pula yang terjadi pada Pesatren Giri Kesumo.
a) Di penjara Belanda
Selain memberikan pengajaran akhlak melalui pengajian Thoriqoh
Naqsibandiyah Kholidiyah dan pengajian kitab, sejak berdiri hingga sekarang
pondok pesantren Giri Kesumo juga menanamkan wawasan kebangsaan kepada
santrinya. Ini bisa dilihat dari dua orang pengasuh yang berlainan generasi, Mbah
Hadi dan Mbah Zahid senantiasa mengambil sikap non koperatif pada colonial
Belanda pada waktu itu. Karena sikap anti Belanda yang ditanamkan kepada
santri, beberapa kali Mbah Hadi ditangkap Belanda dan dijebloskan di penjara
Semarang. Beruntung sekali dalam waktu yang tidak lama Mbah Hadi yang
selama di penjara diberi kebebasan untuk keluar dari ruang tahanan, guna
memimpin sholat jamaah di masjid Pekojan Semarang, Setiap waktu sholat lima
waktu tiba, segera dibebaskan sehingga dapat kembali mengendalikan jalanya
pesantren.49
Tidak sebagaimana ayahnya, Mbah Hadi yang cukup lama memimpin
pesantren Giri Kesumo, Mbah Zahid sebagai generasi kedua hanya memimpin
pondok pesanteren dalam kurun waktu 30 tahun. Tahun 1961 tongkat
kepemimpinan pondok pesantren diserahkan kepada anak tertuanya KH.
Muhammad Zuhri yang oleh para santri dan masyarakat dipangil dengan sebutan
49 Ibid….Hlm. 3.
50
Mbah Muh Giri, karena kondisi kesehatan Mbah Zahid semakin menurun dan
meninggal dunia pada tahun 1967.
Dibawah kepemimpinan Mbah Muh inilah pondok pesantren Giri Kesumo
mencoba untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian di bidang pendidikan santri.
Penyajian pendidikan yang selama ini berjalan dengan sistem bandongan
dilengkapi dengan sistem klasikal, sementara sistem lama tetap berjalan,
kemudian beliau beri nama Madrasah Falakhiyah sementara pesantrenya beliau
beri nama Darul Falah.
Diterapkannya sistem klasikal dengan nama Madrasah Falakhiyah itu bukan
semata-mata untuk mengikuti perkembangan zaman, tetapi lebih dari itu, agar
penyajian kitab-kitab kepada para santri dapat berjalan lebih sistematis, selain itu
dengan mengikuti sistem ini akan dapat membantu santri dalam munguasai
materi kitab-kitab yang dikaji.
Didirikanya Madrasah Falakhiyah ternyata dapat mendukung usaha-usaha
santri dalam memahami kitab-kitab yang diajarkan. Pembagian kelas disesuaikan
dengan kemampuan masing-masing santri dengan tanpa membedakan umur.
Kepemimpinan Mbah Muh hanya berlangsung 19 tahun. Tahun 1980 Mbah Muh
wafat, dan estafet kepemimpinan pesantren segera beralih pada generasi ke- 4
yaitu Kyai Munif Zuhri, putra ke 4 (bungsu) dari Mbah Muh segera tampil
meneruskan perjuangan leluhurnya.
Dengan tekad yang bulat Kyai Munif pada waktu menerima amanah untuk
meneruskan perjuangan ayahhandanya yang ketika itu masih berusia relatif muda
51
belum genap 30 tahun, mulai memberikan perhatian besar terhadap lembaga
pendidikan klasikal yang dibuka oleh almarhum ayahhandanya. Sementara
kegiatan-kegiatan lainnya seperti pengajian secara bandongan dan pengajian
Thoriqoh Naqsibandiyah Kholidiyah tetap berjalan, jumlah santrinya pun
semakin hari semakin banyak.50
b) Berdirinya Sekolah Islam Salaf
Kepulangan kakaknya, KH. Nadzif Zuhri (putra ketiga) dari Mbah Muh dari
pengembaraanya mencari ilmu di Universitas Islam Madinah pada tahun 1985,
membawa angin segar pada jalanya proses KBM di pesantren Giri Kesumo.
Lembaga pendidikan yang dirintis oleh ayahnya yakni Madrasah Falakhiyah
yang sudah diatur secara klasikal dipertajam sistem penyajian materi
pelajarannya.
Meski pada awalnya angin perubahan yang dihembuskan oleh Kyai Nadzif
sempat dirasakan gerah oleh sebagian masyarakat dengan alasan apa yang
dilakukanya akan menggusur nilai-nilai yang sudah mapan di lingkungan pondok
pesantren salaf, tidak menjadi surut dalam melangkah, justru sebaliknya dengan
kepiawaianya dalam merealisasikan ide yang dinilai kontroversial itu belakangan
dirasa semakin mempertegas eksistensi, arah dan tujuan pendidikan pondok
pesantren salaf yang dirintis oleh Mbah Hadi, yakni tidak sebatas membentuk
manusia yang berilmu dan berakhlaq tetapi sekaligus mampu mengantisipasi
50 Ibid…Hlm.3.
52
persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat dengan mendirikan sekolah
diniyah Sekolah Islam Salaf (SIS) pada tahun 1986.
c) Realita Sistem Pendidikan
Tanpa bermaksud mengusur apa yang sudah ada, melalui SIS yang
dirintisnya, Kyai Nadzif mencoba menata ulang kembali atas lembaga
pendidikan formal yang sudah ada dengan menerapkan sistem baru. Madrasah
yang sudah ada dijadikan cikal bakal keberadaan SIS, sistem pendidikan yang
sudah ada dan dilaksanakan bertahun-tahun dibenahi dan ditata kembali.
Ini bukan berarti pesantren Giri yang telah berusia seabad lebih, mengalami
pergeseran tujuan dan orientasi. Karena di sini ciri-ciri pesantren salaf yang
memiliki kemampuan sangat dominan dalam mempertahankan semangat
kemandirian, keberanian menderita dalam upaya mencapai tujuan, memiliki
potensi penguasaan dan ketelitian dalam penguasaan bahasa arab dengan
berbagai ilmu alatnya, tetap dipertahankan. Justru dengan melalui perubahan
sistem pendidikan yang kurikulumnya disusun sendiri itu pesantren Giri Kesumo
melalui progam SIS semakin mempertegas kemandirianya.
Sebagai lembaga pendidikan formal di lingkungan pesantren, kegiatan SIS
ditata sedemikian rupa, mulai dari perencanaan materi yang diajarkan sampai
tujuan akhir dari pendidikan yang selama ini nyaris tidak pernah disentuh oleh
kalangan pengelola pondok-pondok salaf, oleh pengasuh SIS disusun dengan
tertib.
53
Hal ini bisa dilihat tidak hanya dari pembagian dan penjejangan santri yang
masa pendidikanya dibatasi hanya 8 tahun bagi santri yang ketika masuk sudah
memiliki bekal dasar-dasar penguasaan agama, atau 9 tahun bagi calon santri
yang belum memiliki bekal apa-apa, selisih atau kelebihan satu tahun
diperuntukan mengikuti progam-progam penyesuaian atau persiapan sebelum
masuk di satu lingkungan SIS.
Maka tidak heran kalau di sini diberlakukan tes atau ujian masuk bagi para
calon santri yang akan belajar di Sekolah Islam Salaf untuk menentukan jenjang
pendidikan yang akan diikutinya, suatu tahapan atau kegiatan yang selama ini
tidak dikenal sama sekali di dunia pesantren, karena Kyai dengan sikap
keterbukaannya selalu well come menerima siapa saja yang ingin belajar di
pesantrenya tanpa melihat batasan umur dan tingkat kecerdasanya, juga
dibebaskan akan ngaji kitab apa saja yang ada sampai kelas berapa dipersilahkan.
Barangkali inikah salah satu terobosan pesantren salaf dalam upaya
mempertahankan dan mengebangkan jati dirinya di tengah-tengah derasnya arus
perubahan yang terjadi di luar lingkungan pesantren tanpa harus kehilangan jati
diri salafnya. Yang jelas pesantren-pesantren di Indonesia yang merupakan
lembaga pendidikan tertua masing-masing mencoba dengan caranya sendiri agar
tetap eksis dan keberadaanya dibutuhkan masyarakat.
Pada tahun 1997 melalui ide cemerlang adik kandung Kyai Nadhif, Kyai
Munif mencoba mencari format baru untuk mengembangkan pendidikan di
lingungan pesantren Giri Kesumo, dengan mendirikan sebuah yayasan KY
54
Ageng Giri dengan maksud membawahi lembaga-lembaga formal yang
mengikuti progam pemerintah. Hal ini didasarkan pada orientasi dan kebutuhan
masyarakat akan formalitas dengan tidak meninggalkan ciri khas lembaga yang
bernaung di bawah pesantren yaitu dominasi religiusitas kurikulum yang
diterapkan di lembaga di bawah yayasan. Dalam waktu yang relatif singkat
Yayasan KY Ageng Giri telah memiliki beberapa lembaga pendidikan seperti:
TK, SD, SMP, SMA dan SMK.
d) Kembalinya satu kepemimpinan
Dua kepemimpinan pondok pesantren Giri Kesumo dengan pembagian KH.
Nadhif Zuhri mengasuh pondok muda dan KH. Munif Zuhri mengasuh pondok
tua tidak bertahan lama sekitar 10 tahun disebabkan wafatnya KH. Nadhif Zuhri
pada tahun 2000 M. Akhirnya kepemimpinan dilimpahkan kepada satu pengasuh
yaitu KH. Munif Zuhri sampai sekarang.
4. Visi dan Misi
Ilmu itu banyak sedang umur kita sedikit, carilah ilmu yang dibutuhkan saat
ini (Salman al-Farisi).
5. Tujuan
a. Menyebarkan agama ke seluruh umat.
b. Mendidik para santri agar berpegang teguh pada ajaran Islam, dengan
berbekal ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang membuat mereka
mampu berdakwah serta mampu memecahkan problematika umat menurut
petunjuk al-Qur‟an, sunah Nabi SAW dan amal ulama‟ salaf.
55
c. Menanamkan semangat memiliki Islam dengan memberikan latihan-
latihan praktis dalam kehidupan individu maupun sosial yang di dasarkan
pada keihlasan dengan mengikuti jejak Rosulullah SAW serta ulama‟
salaf.
6. Struktur Organisasi
Susunan Pengurus Pondok Pesantren Giri Kesumo Mranggen Demak 1438-1439
H/2017-2018 M
Pengasuh KH. Munif Muhammad Zuhri
Dewan Pengawas KH. Faqih Ghozali
K. Muzni Husnan, Ms.I
K. Asmuni Irfan, S.Sos.
KH. Hudallah Ridwan Lc.
H. Munhamir, SE.
Kepala Pesantren KH. Nabil Munif Muhammad Zuhri
Sekretaris Khoiruman Afwan, SPd,i.
Ahmad Arif
Bendahara Selamet Abadi
Ahmad Fathurrozaq
Hanif Lutfi (bendahara Madin)
56
Muhtar (bendahara SIS
Kepala Bidang
a. Kepala Bidang kelembagaan.
b. Kepala Bidang Ektra Pesantren.
c. Kepala Bidang Kesehatan & Kebersihan
d. Kepala Bidang Sarana & Prasarana.
e. Kepala bidang keamanaan & ketertiban.
a. Ust. Fakhruddin Mujib.
b. Ust. Hanifuddin Husnan
c. Ust. Muhammad rifa‟i afwan
d. Ust. Mustafid, S. Pd.i.
e. Gus Ali Munif M. Zuhri
Koordinator Pendidikan dan Bidangnya:
Bidang Kegiatan dan Pendidikan
Koordinasi : Ust. Hanifuddin Husnan
Angota : Jumali
Sobirin
Abiq Afifi
Anis Arifin
Ihda Milatus S
Ulfatu Lutfiyah
Dzil Ula
Siti Intan K
Anik Dyinata M
Ilma Fuadah
Durrotur Rohimah
57
Bidang Sarana & Prasarana
Koordinator H Mustafid, S.Pd.i.
Anggota : Ngabdul Ghofar
Nur Kamal
Muhrodli
Sudarmaji
Siti Rofiqoh
Farichatun Nisa
Choiriyah
Indah Ma‟nunah
Bidang Keamanan & Ketertiban
Koordinator gus Ali M. Munif
Anggota : saiful Huda
Ibnu Athoiyah
Qomarudin
Khirul Anwar
Manshur
Agus Uzairoh
Widia Apriliyani
Lina Hamidah
Tinwarotun Nikmah
Bidang Kesejahteraan/ Kantin
Koordinator afdhol Bidlowi
Anggota : Ngabudl Ngofur
Kepala Lembaga
58
1. SIS.
2. MADIN.
3. Madrasah Qur‟an.
: KH. M. Hanif Maemun.
: Ahmad Nasik, S.Pd,i.
: H.Hakim Sa‟ad,AH.
1. Kepala SIS
Wakil
Tata Usaha
Bendahara
Kesiswaan
Wali kelas I‟dad
Wali Kelas Mts I
Wali Kelas Mts II
Wali Kelas Mts III
Wali Kelas MA I
Wali Kelas MA II
Wali Kelas MA III
Guru Bantu
KH. M. Hanif Maemun.
Farohi Kasturi
Asroorun Niam
Muhtar
Gus Ali M. Zuhri
Ahmad Fatkhurrozaq
Maftuhin Abdul Hadi
Ahmad Nasik, S.Pd,i.
Muhamad rifa‟i Afwan
Khiruman afwan, S.Pd,i.
K. Fakhrudin Najib
M. Nur Rohim Nasihun
Muhtar dan Anis Arifin
2. Kepala MADIN KAG 02
Wakil dan kurikulum
Ahmad Nasik, S.Pd,i.
Khiruman, S.Pd,i.
59
Kesiswaan
Bendahara
Tata Usaha/TU
M.Rifa‟i Afwan
Hanif Lutfi
Ahmad Arif
3. Kepala Madrasah Qur‟an
Sekretaris
Humas
Koordinator Salaf
Koordinator SMP
Koordinator SMA
Koordinator SMK
H. Hakim Sa‟ad, AH.
Asrorunni‟am
Mukhtar
Asnawi, AH.
Hanifuddin Husnan
Nur Rochim Nashihun
Agus Suparno
7. Kondisi pondok pesantren
a. Ustadz dan Ustadzah
Ustadz maupun ustadzah memiliki tugas melaksanakan proses belajar
mengajar secara efektif dan efisien. Di samping tugas-tugas pokok sebagai
pengajar, juga terdapat beberapa ustadz dan ustadzah yang diberi tugas oleh
kepala sekolah maupun pengasuh untuk membantu dalam mengelola,
mengawasi dan menyelenggarakan pendidikan di pondok maupun di asrama
putra dan asrama putri.
60
Ustadz dan ustadzah pondok pesantren Giri Kesumo terdiri dari berbagai
latar belakang pendidikan yang berbeda, para ustadz dan ustadzah pondok
pesantren Giri Kesumo ada yang merupakan alumni pondok pesantren Giri
Kesumo beberapa tahun sebelumnya, ada yang mengabdi langsung setelah
selesai sekolah, dan ada beberapa ustadz/ustazdah yang dari luar pondok
pesantren.
Selain para tenaga pendidik yang bertanggung jawab untuk mengajari
ilmu kepada para santri, terdapat juga ustadz dan ustadzah yang memiliki
kewajiban kepada kegiatan sehari-hari santri putra maupun santri putri,
dengan meninjau langsung kegiatan santri di asrama masing-masing.
b. Santri
Pondok pesantren Giri Kesumo Demak merupakan pondok pesantren
yang tidak hanya memberikan pelajaran agama tetapi juga memasukkan
pelajaran umum dalam atmosfir belajar yang nyaman dan tenang. Sehingga
ilmu yang didapat oleh santri bukan hanya ilmu agama tetapi juga ilmu dunia.
Santri merupakan obyek dalam pembelajaran dan subyek dalam proses
pembelajaran. Keadaannya sangat penting sehingga tanpa adanya santri
kegiatan pembelajaran tidak akan bisa berlangsung. Sebuah pondok pesantren
tidak akan terlepas dari belajar dan mengaji. Santri yang berada di Pondok
pesantren Giri Kesumo terdiri dari santri tingkat I‟dad atau sekolah persiapan
(ditempuh satu tahun) sampai tingkatan sekolah tinggi atau Ma‟had aly
61
(ditempuh tiga tahun). Pada sistem santri di Pondok pesantren Giri Kesumo,
tingkat Tsanawiyah kelas III atau sudah lulus dari pondok, dibebaskan untuk
memilih apakah ingin lanjut mondok atau ingin keluar dari pondok,
sedangkan untuk tingkat Aliyah juga terdapat santri baru yang baru masuk
saat Aliyah saja, maka dari itu di tingkat Aliyah biasanya ada yang menyebut
Aliyah lama dan Aliyah baru.
Dilihat dari jumlah santri dan staf pengajarnya, pesantren ini tergolong
pesantren besar. Saat ini, jumlah keseluruhan santri sebanyak 900 orang.51
Sebagian santri di Pondok pesantren Giri Kesumo berasal dari daerah lain
seperti Semarang, Kendal, Pemalang, Banjarnegara, Purwodadi dan kota besar
lainnya bahkan dari luar Jawa yaitu Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi.
Sebagian besar santri pondok pesantren ini adalah dari kalangan ekonomi
menengah.
Selain itu latar belakang motivasi santri masuk ke Pondok pesantren Giri
Kesumo kurang lebih karena kemauan dari diri sendiri, ingin mendalami ilmu
agama, dan karena melihat saudara-saudara yang sebelumnya masuk Pondok
pesantren Giri Kesumo.
c. Kondisi Perekonomian
Kondisi perekonomian masyarakat di sekitar pondok beragam. Beberapa
ada yang bekerja sebagai petani, pegawai negeri, pekerja kantoran, wirausaha
51
Wawancara dengan rozak pengurus Pondok pesantren Giri Kesumo pada tanggal Pada
tanggal 16 Desember
2017.
62
dan masih banyak lagi. Bahkan banyak juga diantara mereka membuka usaha
warung kecil-kecilan di sekitar pondok.52
d. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat
Masyarakat di sekitar Pondok pesantren Giri Kesumo merupakan
masyarakat dengan kepribadian orang Indonesia pada umumnya, yaitu
masyarakat yang ramah dan sopan. Dua hal ini yang merupakan salah satu
penyebab terbentuknya hubungan sosial yang baik di antara masyarakatnya.
Hubungan sosial yang baik ini terlihat dari rukunnya hidup antar tetangga dan
antar warga serta hubungan warga dengan para santri yang ada di Pondok
pesantren Giri Kesumo. Walaupun warga sekitar Pondok pesantren Giri
Kesumo terdiri dari beragam golongan perekonomian tetapi masyarakat
sekitar Pondok pesantren Giri Kesumo juga merupakan warga yang
menjunjung tinggi rasa persaudaraan dan gotong royong, karena setiap hari
libur yang telah disepakati bersama oleh warga, mereka selalu melakukan
kerja bakti di sekitar lingkungan mereka, yang diharapkan dengan kegiatan
tersebut mereka bias membaur satu sama lain dan juga mengakrabkan diri
setelah satu sama lain sibuk dengan pekerjaan di hari kerja. 53
Selain mempunyai hubungan sosial yang baik antar sesamanya,
masyarakat sekitar Pondok pesantren Giri Kesumo juga merupakan warga
yang religius, hal ini sudah terlihat dari keikutsertaan masyarakat sekitar
52 Observasi pada tanggal 17 November 2017. 53
Observasi pada tanggal 11 November 2017.
63
pondok yang rajin mengikuti khataman al-Qur‟an pada malam Jum‟at yang
bersifat umum.
e. Sarana dan Prasarana pondok pesantren Giri Kesumo
Sarana dan prasarana merupakan salah satu bagian terpenting untuk
mencapai tujuan pendidikan karena sarana dan prasarana dapat menunjang
suatu lembaga pendidikan. Sarana dan prasarana tersebut diantarannya
merupakan fasilitas-fasilitas yang disediakan oleh pondok pesantren kepada
pihak yang bersangkutan. Adapun untuk sarana dan prasarana umum yang ada
di Pondok pesantren Giri Kesumo, diantarannya:
1) Ruang Kelas
2) Ruang Asrama Putri dan Putra
3) Kantor pondok pesantren
4) Masjid dan Mushalla
5) Lapangan volley
6) Koperasi
7) Dapur umum
64
f. Materi kegiatan dan Progam pondok
Para santri yang belajar di Pondok Pesantren Giri Kesumo harus tinggal
di asrama dan mentaati serta menjalani kegiatan yang ada di pondok pesantren
tersebut. Adapun materi pelajaran pondok pesantren Giri Kesumo sesuai
dengan jenjang pendidikan yaitu sebagai berikut:
No I‟idad Mutawasith Tsanawi
1. Al-Qur‟an Al-Qur‟an Al-Qur‟an
2. Hadist Tafsir Hadist
3. Tauhid Hadist Tafsir
4. Fiqih Tauhid „Ulumul Qur‟an
5. Qowa‟id Nusus „Ulumul Hadist
6. Syafahi Fiqih Tauhid
7. Qiroaah Nahwu Fiqih
8. Tahriri Akhlaq Ushul Fiqih
9. Nusus Syafahi Qawa‟id Fiqh
10. Akhlaq Tahriri Faraid
11. Khat Imla‟ Qiro‟ah Qawa‟id
12. Nahwu Sirah Muthala‟ah
13. Shorof Khat dan Imla‟ Sirah
65
14. Sharaf Manahijulbahts
15. Balaghah
16. Turuqu At-tadris
17. Tarikh Tasyri‟
18. Tsaqafah
Materi ekstrakulikuler disesuaikan dengan tingkatan, selain itu di pondok
pesantren Giri Kesumo diadakan progam tahfidlul Qur‟an yang diperuntukan
untuk santri putra dan santri putri dengan progam bin nadzor untuk santri
putra dan putri dan bil ghoib khusus santri putri.54
B. Pelaksanaan Khataman
1. Sejarah khataman al-Qur‟an di pondok pesantren Giri Kesumo
Khataman al-Qur‟an pada malam Jumat sudah berjalan kira-kira selama
19 sampai 20 tahun. Pada awalnya, kegiatan ini bermula dari khataman al-
Qur‟an yang diadakan oleh keluarga pesantren dan santri-santri sebagai tradisi
pondok pesantren. Kemudian khataman itu diikuti oleh orang-orang kampung
atau masyarakat sekitar sehingga mereka tertarik untuk ikut mendengarkan
khataman al-Qur‟an serta pengajian dari sang kyai.55
54
Muzni Husnan.2008. Profil Pondok Pesantren Giri Kesumo. Demak. Hlm.7-8.
55
Observasi pada tanggal. 14 Desember 2017.
66
Khataman al-Qur‟an pada mulanya hanya diikuti oleh keluarga kyai dan
beberapa santri saja lalu seiring dengan berjalanya waktu banyak diikuti
masyarakat, sehingga jamaah khataman semakin bertambah banyak hingga
berkembang sampai sekarang yang mencapai ribuan orang. Dari analisis
penghitung kotak amal memperkirakan jumlah peserta sekitar 3000 (tiga ribu)
orang dari perkiraan jumlah isi kotak amal yang mencapai 3.000.000 (tiga
juta rupiah). Perkiraan ini dikarenakan kebanyakan uang yang masuk adalah
uang seribu rupiah. Itupun dihitung dari orang yang memasukan uang ke
kotak amal, padahal masih banyak lagi peserta yang tidak memasukan ung ke
kotak amal.56
Pelaksanaan khataman al-Qur‟an ini dihadiri atau diikuti oleh berbagai
kalangan baik tua maupun muda, laki-laki maupun perempuan. Mereka
biasanya datang pada jam 19.00 sampai jam 01.00 dalam prosesinya
memakan waktu kurang lebih lima jam.57
Mereka mengikuti jalanya pengajian
tersebut dengan khusyuk. Menurut salah seorang jamaah kegiatan ini sangat
bagus untuk dilakukan karena di dalam khataman al-Qur‟an ini akan
menambah ilmu-ilmu agama bagi orang-orang awam.
56
Wawancara dengan Jumari, pada tanggal 12 Oktober 2017.
57
Observasi pada tanggal 19 Oktober 2017.
67
2. Pengertian khataman
Khataman al-Quran adalah kegiatan membaca al-Quran yang dimulai dari
surah al-Fatihah hingga surah an-naas (114 surah). Bisa dilakukan secara
berurutan, yakni mulai dari juz 1 hingga juz 30, atau dilakukan secara
serentak, yakni 30 juz dibagi sesuai jumlah peserta. Khataman al-Qur‟an dapat
dilakukan dengan cara bil ghaib yakni hafalan, atau binnadhor, membaca
dengan melihat.58
Adapun keutamaan membaca al-Qur‟an sangat jelas disebutkan di dalam
al-Qur‟an dan sabda Rasulullah SAW. Pahala yang dijanjikan oleh Allah
SWT kepada orang-orang yang membaca al-Qur‟an akan dilipatgandakan
sebanyak sepuluh kali lipat. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh At-
Turmudzi sebagai berikut :
Dari Abdullah bin Masud RA berkata : “Rasulullah SAW bersabda,
barangsiapa membaca satu huruf dari al-Qur‟an maka baginya satu kebaikan,
dan atau kebaikan itu dilipatgandakan sepuluh, saya (Rasulullah) tidak berkata
aliflammim itu satu huruf, namun alif itu satu huruf, lam satu huruf, dan mim
satu huruf.” Allah SWT juga berjanji untuk menyempurnakan pahala dan
karunia-Nya bagi orang-orang yang selalu membaca al-Qur‟an, melaksanakan
shalat, dan menginfakkan rezekinya. Hal ini terungkap dalam firman-Nya
dalam surah fathir ayat 29-30.
58
http://www.artikata.com/arti-335027-khatam.html diakses pada tanggal 20 februari 2018.
68
Kemudian sebagaimana keterangan Rasulullah SAW bahwa Allah SWT
juga sangat mengutamakan orang-orang yang membaca al-Qur‟an dengan
cara mengirimkan para malaikat untuk turut berdoa bersama mereka. Selain
itu, bacaan al-Qur‟an menjadi penyelamat bagi para pembacanya kelak dihari
akhir, sebagimana disampaikan dalam hadits riwayat at-Turmudzi, yang
artinya :Dari Umamah Albahili sesungguhnya Rasulullah bersabda : “Bacalah
al-Qur‟an sesungguhnya kelak di hari kiamat al-Qur‟an akan datang sebagai
pembaca syafa‟at bagi pembacanya.”
3. Praktik khataman
Adapun prosesi khataman al-Qur‟an di pondok pesantren Giri Kesumo
adalah sebagai berikut:
a. Waktu dan tempat
Khataman al-Qur‟an di Pondok Pesantren Giri Kesumo
merupakan kegiaatan rutin keagamaan yang dilaksanakan
seminggu sekali pada malam Jum‟at untuk waktunya yakni,
jam delapan malam sampai jam satu dini hari dalam prosesinya
memakan waktu kurang lebih lima jam. Sedangkan untuk
tempatnya yaitu aula tempat khataman, di dalam Masjid, di
halaman Masjid bahkan ada yang di teras rumah warga59
59
Observasi pada tanggal 19 Oktober 2017.
69
b. Partisipan
Khataman al-Qur‟an di pondok pesantren Giri Kesumo terbuka
untuk semua orang. Khataman pada malam Jumat di ikuti oleh
bermacam-macam golongan, baik dari golongan cendikiawan
maupun golongan awam, serta tidak memandang status sosial,
umur, pekerjaan, asal daerah, maupun jenis kelamin baik pria
maupun wanita. Jama‟ah khataman al-Qur‟an terdiri dari berbagai
daerah seperti Purwodadi, Demak, Semarang, Unggaran, dan
Kendal.60
Jumlah dari jama‟ah yang mengikuti khataman tersebut
hingga sekarang sudah mencapai kurang lebih 3000 orang. Dari
3000 orang tersebut tentu memiliki sifat, karakteristik dan
kemampuan yang berbeda-beda, sehingga dalam penyampean
materi ceramah disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan
jamaah tersebut
c. Prosesi Khataman
1) Tawasul
Dari kacamata bahasa, tawassul berawal dari fi‟il
madhi wassala, menurut arti etimologi (bahasa-lughoh)
mempunyai arti al-qurbah atau al-taqarrub (التقشة)
artinya mendekatkan diri dengan suatu perataraan
60
Observasi pada tanggal 26 Oktober 2017.
70
(wasilah). Sedangkan makna menurut istilah/syara‟ adalah:
“Menjadikan sesuatu yang menurut Allah mempunyai
nilai, derajat dan kedudukan yang tinggi, untuk dijadikan
sebagai wasilah (perantaraan) agar doa dapat dikabulkan.61
Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman:
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri
kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya
kamu mendapat keberuntungan. [Al-Maa-idah: 35]
Ibnu „Abbas Radhiyallahu anhu berkata: “Makna
wasilah dalam ayat tersebut adalah peribadahan yang dapat
mendekatkan diri kepada Allah (al-Qurbah).”
61 KH. Muhammad Hanif Muslih, Kesahihan Dalil TAWASSUL Menurut Petunjuk Al-Quran
dan Al-Hadits, Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2011. Hlm. 51.
71
Sedangkan M. Nashiruddin al-Albani menjelaskan
bahwa kata tawassul adalah merupakan sebuah kata yang
murni berasal dari bahasa Arab asli, yang ia diucapkan
oleh al-Qur‟an, Hadis, pembicaraan orang Arab sehari-
hari, di dalam sya‟ir ataupun prosa, yang ia sendiri
memiliki arti mendekat kepada yang akan dituju dan
mencapainya dengan usaha yang sangat keras.3Ibn Atsir
sendiri, seperti yang telah dinukilkan oleh al-Albani, dalam
kitabnya yang berjudul al-Nihayah mengartikan wasilah
secara bahasa adalah merupakan sebuah pendekatan,
perantara dan sesuatu yang bisa dijadikan untuk
menyampaikan serta mendekatkan kepada suatu hal.62
2) Khataman al-Qur‟an
Khataman al-Qur‟an yang dilakukan di pondok
pesantren Giri Kesumo di bacakan oleh para khufadz yaitu;
Bapak Muhaiman, Bapak Dalhar, Bapak Zarmuji, Bapak
Haris dan Bapak Asrori. Biasanya mereka membajakan
khataman al-Qur‟an dari surat adh-Dzuha hingga surat an-
Nas secara bergantian.
62 Nashiruddin al-Albani dan Ali bin Nafi al-„Ulyani, Tawassul dan Tabarruk, pen.
Ainurrafiq(Jakarta,Pustaka al-Kautsar, 1998), hlm. 19
72
Kalau peneliti lihat dari segi istilah, khataman
bermakana tamat, selesai, al-Qur‟an telah dibaca sampai
dan menyelesaikan. Maka dari sinilah peneliti menarik
kesimpulan bahwasanya khataman al-Qur‟an yang
dibacakan di pondok pesantren Giri Kesumo yang dimulai
dari surat ad-Duha sampai dengan surat an-Nas dalam
tartib muskhafi, menempati posisi paling akhir. Maka
keterkaitan disini menurut penulis yaitu, surat ad-Duha
sampai surat an-Nas merupakan surat yang terakhir maka
dalam hal ini menandakan bahwa al-Qur‟an telah selesai
dibacakan atau surat-surat yang dibacakan sebagai tanda
untuk mengahiri bacaan al-Qur‟an.
3) Doa Khataman al-Qur‟an
Doa khataman al-Qur‟an dalam kegiatan khataman al-
Qur‟an di pondok pesantren Giri Kesumo dibacakan oleh
para ulama di sekitar pondok pesantren Giri Kesumo
sekitar tiga sampai empat orang, dibacakan secara
bergantian. (doa khataman al-Qur‟an terlampir)
4) Rotibul Athos
Rotibul Athos adalah susunan dzikir yang disusun oleh
Habib Umar bin Abdurrahman Al Athos. Beliau adalah
73
seorang ulama besar yang lahir di Hadromaut, Yaman pada
tahun 992 H atau 1572 M di kota Isnat. Istilah ratiban
sering kita dengar dari beberapa kalangan muslim, asalnya
dari kata ratib. Tentu agak berbeda artinya antara ratiban
dengan ratib. Setidaknya, ratiban itu mengacu kepada suatu
acara di mana di dalamnya dibacakan ratib. Menurut
bahasa adalah hal yang dilakukan secara rutin,
berkesinambungan, keteraturan dan terus menerus. Sebagai
bandingan, kita sering juga mendengar istilah imam ratib
masjid. Sedangkan menurut istilah, ratib adalah kumpulan
lafadz ayat al-Qur‟an, dzikir dan doa yang disusun
sedemikian rupa dan dibaca secara rutin dan teratur. Bisa
dibilang bahwa ratib itu artinya adalah kumpulan doa dan
dzikir yang dibaca rutin.63
Menurut Habib Mundzir, pimpinan majelis Rasulullah,
karena kumpulan doa ini semakin menyebar dan meluas,
dan memang dibaca secara berkesinambungan, maka
digelari ratib, lalu dialek kita menamakannya Ratiban, doa
ratib, ratib haddad, ratib alatas dan gelar gelar lainnya.
Padahal mereka yang merangkumnya itu tak
63
http://darussagaffratibalathas.blogspot.co.id/2011/08/pengertian-ratib.html di akses pada
tanggal 27 Februari 2018.
74
menamakannya demikian, namun bahasa sebutan dari
waktu ke waktu yang menamakannya dengan nama itu.
Dalam sejarah, ratib kemudian dijadikan salah satu
pendekatan moderat untuk menggantikan budaya pesta dan
hura-hura yang kurang bermanfaat. Dahulu setiap ada
hajatan apapun seperti perkawinan, membangun rumah,
atau apa saja, dimeriahkan dengan berbagai pesta seperti
nanggap wayang, ndangdutan, menggelar layar tancap,
saweran, sajenan, judi bahkan mabuk mabukan dan lain
sebagainya. Maka para juru dakwah di masa itu pelan-
pelan mengarahkan agar setiap acara dibacakan dzikir, baik
sebagai tasyakur dan doa mohon keselamatan. Lalu jadilah
ratib dibaca di berbagai hajatan.
Kalau kita lihat bagaimana ratib ini bisa dijadikan salah
satu alternatif untuk menggeser kebiasaan kurang baik dari
masyarakat, berubah menjadi hal-hal yang positif, yaitu
membaca ayat al-Qur‟an, atau berdzikir dengan lafadz-
lafadz yang memang dianjurkan serta didasari hadits yang
shahih, namun tetap saja ada kalangan yang bersikeras
tidak setuju dengan ratib ini.
75
Di antara argumentasinya adalah bahwa kegiatan
membaca dzikir berjamaah ini tidak ada contohnya dari
Rasulullah SAW. Padahal kita tidak boleh melakukan
sesuatu yang tidak ada contoh langsung dari nabi. Kira-kira
demikian logikanya. Tentu logika seperti ini agak subjektif
dan membuka peluang diskusi lebih jauh.
5) Maulid ad-Dziba‟iy
Maulid ad-Dziba‟iy adalah karya seorang ulama‟
tersohor di kota Zabid saat itu, yakni al-Imam al-Jalil
Abdurrahman ad-Dziba‟iy. kitab ini berisikan syair-syair
yang indah yang menyeruhkan sebuah pujian-pujian
kepada Nabi Muhammad SAW, syair-syair yang telah
ditulis Ibnu ad-Dziba‟iy berisikan makna tentang
kemulyaan dan akhlak nabi Muhammad SAW.64
Isi dari kitab Maulid ad-Dziba‟iy sendiri adalah
mengenai seluk beluk penjelasan tentang akhlak terpuji
Rasulullah Muhammad SAW, dan telah dikemas rapi
sebagai syair-syair yang indah. Adapun akhlak dalam kitab
64
http://pustakamuhibbin.blogspot.co.id/2014/07/maulid-ad-dibai-al-imam-alhafidz.html.
diakses pada tanggal 12 Februari 2018
76
Maulid ad-Dziba‟iy, diantaranya adalah: Taubat, Syukur,
Mengingat Allah, Sabar , Tawadhu‟ (rendah hati), As-
shidqu (benar), Kasih saying, Pemaaf, Teladan yang baik,
Saling menghargai dan Lemah lembut
6) Mahalul Qiyam
Dalam prosesi mahalul qiyâm semua peserta berdiri.
Suasana yang terbangun sangat sakral. Pada saat berdiri
untuk menyanyikan shalawat asyraqal badru, setelah
imam atau orang yang membaca prosa lirik sampai pada
cerita kelahiran Nabi, suasananya sangat khusyuk. Hal ini
merupakan ekspresi kegembiraan yang luar biasa atas
kelahiran Nabi. Walaupun hal ini merupakan sesuatu yang
tidak atau sulit diterima pemikiran logis, namun bagi
kalangan pengikut pembacaan dipegang secara kuat.
Mengenai berdiri saat mahalul qiyam ini, merupakan
Qiyas dari menyambut kedatangan Islam dan Syariah
Rasul saw, dan menunjukkan semangat atas kedatangan
sang pembawa risalah pada kehidupan kita, hal ini lumrah
saja, sebagaimana penghormatan yg dianjurkan oleh Rasul
SAW adalah berdiri, sebagaimana diriwayatkan ketika
sa'ad bin Mu'adz ra datang maka Rasul saw berkata kepada
77
kaum anshar : "Berdirilah untuk tuan kalian" (shahih
Bukhari hadits no.2878, Shahih Muslim hadits no.1768),
demikian pula berdirinya Thalhah ra untuk Ka'b bin Malik
ra. (teks mahalul qiyam terlampir)
7) Doa Maulid ad-Dziba‟iy
Doa maulid ad-Dziba‟iy dalam prosesi khataman al-
Qur‟an di pondok pesantren Giri Kesumo dibacakan oleh
KH.Munif Zuhri selaku pengasuh pondok pesantren
kemudian dilanjutkan dengan mauidhoh khasanah. (doa
maulid ad-Dzibz‟iy terlampir)
8) Tausiyah oleh KH. Munif Zuhri
Selain khataman al-Qur‟an dan pembacaan ad-Dziba‟iy
banyak dari santri dan jamaah yang menunggu mauidzoh
dari KH. Munif Zuhri biasanya ada dari jamaah yang
datang dalam kegiatan khataman yang hanya ingin
mendengarkan wejangan-wejangan dari sang Kyai. Materi-
materi mauidzoh biasanya disesuaikan dengan tema-tema
yang sedang hangat dibicarakan atau tema-tema sekitar
tauhid, fiqih dan akhlak.65
Materi yang diberikan
mencakup hal-hal yang sangat luas. Dari semua materi
65
Observasi pada tangal 26 Oktober 2017.
78
yang diberikan merupakan ajakan agar setiap manusia
menerima, memahami dan juga mengikuti ajaran tersebut.
Pokok dari materi yang disampaikan dalam pengajian ini
adalah merupakan isi dari kandungan al-Qur‟an.
9) Doa
Setelah semua runtutan acara satu demi satu telah usai
maka kegiatan khataman ditutup dengan pembacaa doa
yang dibacakan oleh KH. Munif Zuhri.
d. Properti atau alat yang digunakan
1) Sound system dan proyektor
Karena jumlah jamaah yang relatif banyak maka
meggunakan pengeras suara atau sound system dan
proyektor dalam menyampaikan materi dan nasihat-nasihat.
Sehingga lebih memperjelas serta mempermudah jama‟ah
dalam menerima pesan yang disampaikan.
2) Buku panduan
Karena tidak semua jamaah terdiri dari kalangan santri,
maka dari pihak pengurus pondok pesantren menyediakan
buku panduan untuk masyarakat awam supaya mereka bisa
mengikuti jalanya prosesi khataman.
79
3) Makanan atau bancaan
Makanan atau bancaan, merupakan makanan yang
disajikan untuk mengiringi kegiatan khataman. Biasanya
makanan atau bancaan sudah disediakan oleh keluarga
pesantren.
e. Motifasi pelaksanaan khataman
Setiap individu atau kelompok dalam melakukan suatu kegiatan
sudah pasti mempunyai maksud, tujuan dan motivasi yang
berbeda antara satu dengan yang lainya. Berikut motivasi jama‟ah
dan para santri dalam mengikuti kegiatan tersebut. Seperti yang
peneliti peroleh dalam hasil wawancara diantaranya sebagai
berikut:
1) Peraturan pondok pesantren
Setiap kelompok, organisasi, lembaga keagamaan
maupun yang lainya pastilah mempunyai peraturan yang
ditaati. Supaya kegiatan pondok pesantren bisa berjalan
dengan baik, setiap peraturan pasti ada sanksi/hukuman
yang berlaku, agar para santri terbiasa hidup disiplin.
Berikut testimoni dari salah satu santri:
“saya mengikuti kegiatan khataman al-Qur‟an
karena sudah menjadi peraturan pondok
pesantren. Selain itu sebelum kegiatan khataman
80
dimulai para pengurus mengecek seluruh kamar
agar para santri ikut berpartisipasi dalam
kegiatan khatman dan bisa hidup disiplin.66
2) Menambah pengalaman
Setiap kegiatan yang kita lakukan pasti akan menambah
pengalaman dan wawasan baru, baik dalam bidang sosial,
politik maupun keagamaan. Karena setiap daerah
mempunyai praktik keagamaan dan ritual yang berbeda-
beda dalam sebuah upacara keagamaan, Seperi halnya
kegiatan khataman al-Qur‟an di pondok pesantren Giri
Kesumo Mranggen.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh informan:
“saya mengikuti kegiatan khataman al-Qur‟an
baru sekali ini, karena saya sangat penasaran
dangan prosesi khataman al-Qur‟an di sini yang
diikuti oleh ribuan jamaah, seperti yang orang-
orang bicarakan. Saya berharap dengan keikut
sertaan saya”. akan akan menambah pengalaman
dan wawasan baru.”67
3) Sebagai solusi sebuah masalah
66 Wawancara dengan Faza santri asal Semarang. Pada tanggal 10 November 2017.
67
Wawancara dengan Agus Salim santri pondok pesantren Futuhiyyah asal Palembang pada
tanggal 24 November 2017.
81
Setiap orang pasti mempunyai masalah, baik masalah
yang menyangkut pribadi maupun kelompok. Karena
dengan masalah akan membantu kita dalam proses sebuah
pendewasaan. Tentunya setiap individu atau kelompok
mempunyai cara yang berbeda-beda dalam
menyelesaikannya.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh informan:
“ketika ada sebuah masalah, saya sering
menemukan solusi dalam kegiatan khataman al-
Qur‟an ini, yaitu melalui mauidhoh yang
disampaikan oleh bapak kyai”68
4) Menambah rezeki
Setiap kegiatan yang relatif besar pasti akan berimbas
bagi kehidupan manusia, terutama dalam bidang
ekonomi. Begitu juga dengan kegiatan khataman al-
Quran yang terjadi pondok pesantren Giri Kesumo.
Kegiatan ini membawa berkah tersendiri bagi para
pedagang, biasanya barang yang dijajakan berupa:
kitab-kitab, buku, lauk pauk, jajanan, minyak wangi,
pakaian dan lain-lain.
68
Wawancara dengan Rozaq pengurus pondok pesantren Giri Kesumo. Pada tanggal 16 Desember
2017
82
Berikut testimoninya dari salah seorang pedagang:
“Alhamdullilah dari kegiatan khataman al-
Qur‟an ini pendapatan saya naik sekitar 40-50
persen dari hari-hari biasa. Jika hari-hari biasa
dagangan saya habis 15 porsi, maka ketia malam
jumat dagangan saya bisa habis 40 porsi. Selain
berdagang saya juga mengikuti mauidhoh dari
bapak kyai”.69
69
Wawancara dengan salah seorang pedagang asal Giri kusumo. Pada tanggal 08 Januari
2018.
83
BAB IV
ANALISIS MAKNA TERHADAP KHATAMAN AL-QUR‟AN BERDASARKAN
METODE VERSTEHEN MAX WEBER
A. Makna khataman al-Qur‟an
Verstehen memandang individu (Einzelindividuum) dan tindakanya sebagai
satuan dasar, sebagai “atom”nya. Dalam pendekatan ini, individu juga dipandang
sebagai batas teratas dan pembawa tingkah laku yang bermakna pada umumnya, bagi
sosiologi, konsep-konsep tentang ”negara”, “asosiasi”, “feodalisme” dan lain-lain,
menunjukan katagori-katagori tertentu interaksi manusia. Karena itu tugas sosiologi
interpretasi untuk mereduksi konsep-konsep tersebut menjadi tindakan ” yang bisa
dipahami”, yaitu tanpa perkecualian, menjadi tindakan-tindakan partisipasi manusia
individual.
Verstehen mencoba “menginterpretasikan” orang, institusi, tindakan, atau gaya
bekerja individual dengan memandangnya sebagai suatu “dokumen”, “manifestasi”
atau suatu “ekspresi” dari sebuah unit morfologis lebih besar yang melandasi data
tertentu. Dengan demikian “interpretasi” tercapai dengan memahami pernyataan
totalitas yang lebih komprehensif dengan bagian-bagiannya. Mode “memahami”
khusus ini dengan melihat individu dan tindakanya sebagai sebuah dokumen dari
suatu keseluruhan, sebuah gaya yang mengelaborasi secara sangat mendetail dan
dengan kecermatan serta penuh manfaat oleh Wilhelm Dilthey.70
70 Max Weber. Sosiologi…….Hlm 65-66.
84
Berikut makna-makna yang penulis peroleh dari kegiatan khataman al-Qur‟an
malam jum‟at, sebagai berikut:
1. Makna Ekspresif
Dalam metode verstehen yang ditawarkan oleh Max Weber, ia
menyebutkan bahwasanya “manusia bisa memahami atau berusaha memahami
niatnya sendiri melalui introspeksi dan ia bisa menginterpretasikan perbuatan
orang lain sehubung dengan niatan yang mereka akui atau diduga mereka
punyai.71
Dari pernyataan diatas, penulis ingin memaparkan fenomena sosial
keagaman yang terjadi di pondok pesantren Giri Kesumo Demak. Yang pertama,
di dalam kegiatan khataman al-Qur‟an yang terjadi di pondok pesatren Giri
Kesumo Demak, para jamaah banyak merasakan pengalaman-pengalaman yang
sebelumnya belum pernah penulis alami di dalam kegiatan keagamaan yang lain.
Misalnya saja ketika mengikuti kegiatan khataman penulis merasakan
ketenangan batin dan kenyaman, tentu hal itu bukan tanpa sebab, pertama Desa
Girikusumo terletak di desa paling ujung dari Kabupaten Demak tepatanya di
daerah perbukitan yang jauh dari keramaian, kedua dalam prosesi khataman al-
Qur‟an di bawakan secara khitmad, sehingga para santri dan jamaah mengikuti
kegiatan tersebut dengan khusuk. Terlebih lagi dalam kegiatan tersebut juga
terdapat maulid ad-Dziba‟iy dan mauidhoh khasanah yang dibawakan langsung
71
Ibid. Hlm.66.
85
oleh kyai karismatik, atau oleh para jamaah sering menyebutnya dengan
panggilan kyai sepuh. Berikut pernyataan dari salah seorang jamaah khataman
malam jum‟at :
“ketika mengikuti khataman al-Qur‟an malam jum‟at, hati saya
menjadi ayem dan tentrem padahal saya sering mengikuti pengajian
tetapi berbeda dengan kegiatan yang terjadi di sini. Mungkin yang
membedakan karena mauidhoh hasanah yang disampaikan beliau
(KH. Munif Zuhri)”.
yang kedua, lebih mudah mencerna materi-materi yang disampaikan
disekolah. Selain ketenangan batin dan kenyamanan, para jamaah merasa bahwa
dalam mencerna dan menangkap materi yang disampaikan disekolah lebih
mudah. Berbeda sebelum jamaah mengikuti kegiatan khataman pada malam
jum‟at. Misalnya saja jamaah yang bisanya dalam memahami materi perkuliahan
harus mengulangi dua sampai tiga kali dalam membaca sebuah teks, maka
setelah mengikuti kegiatan khataman al-Quran jamaah hanya butuh sekali
membaca dalam memahaminya. Sebagaimana yang disampaikan oleh salah
seorang informan. Berikut testimoninya:
“allhamdulilah dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah maupun
di pesantren saya bisa mengitkuti dengan baik meskipun berbeda
86
dengan teman-teman saya, saya berharap dapat istiqomah dalam
mengikuti kegiatan ini.72
Baik para pendukung atau pengkritik verstehen sering melihatnya sebuah
metode khusus untuk memperoleh pengetahuan yang khas bagi disiplin-disiplin
manusia. Mereka menganggapya sebagai sebuah proses mental intutif dimana
orang merasa satu dengan pikiran dan emosiorang lain dengan berusaha
memproduksi pemikiranya dalam pikiranya sendiri dan untuk berempati dengan
perasaan-perasaanya”.73
Selain yang disebutkan di atas para jamaah memaknai kegiatan khataman
malam jum‟at sebagai usaha untuk mencapai cita-cita. Setiap orang pasti
mempunyai keinginan atau cita-cita yang ingin dicapai. Berbagai cara akan kita
tempuh demi tercapai sebuah cita-cita yang kita inginkan. Ikhtiar lahir dengan
cara belajar dan bekerja keras sedangkan ikhtiar batin dengan cara berdoa dan
mendekatkan diri kepada sang maha pencipta. Maka kedua elemen ini harus
berjalan beriringan agar apa yang kita inginkan dan kita cita-citakan mudah
tercapai. Sebagaimana yang informan sampaikan:
“saya mengikuti kegiatan ini, karena sebagai ikhtiar bati saya dalam
mencapai keinginan saya. Selain itu saya juga berharap semoga apa
yang saya dapatkan di sini dapat bermanfaat dan berkah bagi diri
saya pribadi dan orang lain”.
72
Wawancara dengan A. Taufiq Yuliadi santri asal saying pada tanggal 17 November 2017 73
Dennis Wrong. Max Weber: Sebuah Khasanah……….Hlm. 27.
87
Kemudian dalam kesempatan lain banyak dari jamaah yang menuturkan,
bahwa didalam kegiatan khataman malam jum‟at juga membawa dampak positif
bagi kaum muda pada umumnya. Mereka yang identik dengan hura-hura dan
cenderung dengan kehidupan luar, dengan kegiatan tersebut, sedikit demi sedikit
mengubah gaya hidup mereka menjadi lebih baik. Seperti yang dituturkan oleh
seorang informan dibawah ini:
“Dengan adanya kegiatan khataman al-Qur‟an pengajian, yang
pertama menambah kegiatan positif saya sehingga waktu-waktu
saya bisa berguna dan bermanfaat disetiap harinya”.
Satu hal yang perlu kita garis bawahi ketika berbicara tentang makna.
Kebanyakan kita akan menganggap hal itu merupakan sesuatu hal yang bersifat
pribadi satu ide yang terdapat dalam diri seseorang. Tapi bila dipikir lebih dalam
lagi akan nampak jelas bahwa ternyata makna juga tidak selalu demikian. Saya
tidak bisa mengerdipkan mata kepada anda hanya sebatas privasi saja, kecuali
terdapat sesuatu yang publik. Sebuah konteks makna yang sama-sama kita miliki
yang menyebabkan anda bisa memahami arti kerdipan yang saya lakukan kepada
anda. Oleh karena itu, kita dapat menyadari bahwa kebudayaan masyarakat
tertentu saling berbagi konteks makna ini. Atau dengan ungkapan
Geertz,”kebudayaan itu secara rasional terdiri dari struktur-struktur makna dalam
tema-tema berupa sekumpulan tanda yang dengannya masyarakat melakukan
88
satu tindakan, mereka dapat hidup di dalamnya atupun menerima celaan atas
makna tersebut dan kemudian menghilangkanya”.74
Kemudian penulis ingin mengungkap makna khataman yang dirasakan
oleh para pedagang, meskipun makna tersebut tidak secara langsung penulis
rasakan, akan tetapi secara umum kegiatan khataman malam jum‟at membawa
keberkahan tersendiri untuk para pedagang. Mereka mengaku pendapatannya
naik empat puluh sampai lima puluh persen dibandingkan dengan hari-hari biasa.
Selain berdagang di dalam kegiatan khataman mereka juga mengikuti kegiatan
tersebut.
Kalau para pedagang mendapatkan keberkaha tersendiri dalam kegiatan
khataman, lain halnya yang dirasakan oleh salah seorang jamaah kegiatan
khataman malam jum‟at. Ia memaknai kegiatan tersebut sebagai sarana
mendekatkan diri kepada Allah SWT dan selalu ingat kepadanya. Berikut
pernyataan dari salah satu jamaah kegiatan khataman malam jum‟at:
“Bagi saya kegiatan khataman ini sebagai sarana mendekatkan diri
kepada Allah. Selain itu dalam kegiatan ini saya berharap agar
istiqomah dalam menjalankan hal-hal yang baik”.75
Selain pernyataan dari jamaah di atas, penulis juga merasakan sedemikian
rupa apa yang apa yang dirasakan oleh bapak Muji jamaah asal Ngendong. Bagi
74 Daniel L. Pals. Seven Theories of Religion.pen. Inyiak Ridwan Muzir. (Yogyakarta:
IRCiSoD, 2011). Hlm.338. 75
Wawancara dengan bapak Muji jamaah asal Sendang Mulyo, Ngendong pada tanggal 22
Desember 2017.
89
para jamaah kegiatan khataman tersebut dapat menyegarkan jiwa sehingga dalam
melaksanakan kwajiban bagi setiap manusia menjadi lebih bersemangant selain
itu khataman al-Qur‟an pada malam jum‟at bisa dijadikan sebagai ajang untuk
selalu mengingat kepada Sang Pencipta.
Maka dari itu, setiap orang yang ingin menerangkan aktifitas manusia
harus menyadari bahwa era para ilmuan untuk menyusun teori umum tentang
interpretasi kebudayaan telah berlalu dan hilang selamanya. Karena kenyataan
yang tidak bisa kita pungkiri bahwa analisa tentang kebudayaan bukanlah sains
eksperimental yang ingin menemukan suatu hukum, tapi adalah penafsiran yang
ingin menemukan makna-makna.
2. Makna Dokumenter
Makna dokumenter, merupakan makna yang tersirat atau tersembunyi
sehingga pelaku tidak sadar bahwa sesuatu yang dilakukan menunjukan suatu
tradisi atau kebudayaan. Praktik khataman al-Qur‟an di pondok pesantren Giri
Kesumo Demak merupakan suatu kegiatan yang sudah biasa di lakukan dan
menjadi sesuatu hal yang tidak asing bagi masyarakat Demak dan disekitarnya,
karena dari beberapa santri, jamaah, dan partisipan lainnya, mengetahui manfaat
yang di hasilkan dari kegiatan khataman al-Qur‟an tersebut. Seperti halnya
kegiatan rutin yang terjadi di masyarakat kita, misalnya saja manaqiban,
istighosahan, mujadahan dan lain sebagainya, yang di dalamnya terdapat bacaan-
bacaan al-Qur‟an.
90
Kemudian dari pengamatan peneliti, fenomena sosial keagamaan yang
terjadi di pondok pesantren Giri Kesumo, secara tidak langsung mengambarkan
tentang persatuan dan kesatuan umat Muslim. Meskipun mereka berasal dari
lapaisan masyarakat yang berbeda-beda akan tetapi, mereka datang berkumpul
menjadi satu dengan tujauan yang sama. Yaitu sama-sama mengikuti kegiatan
khataman al-Qur‟an.
91
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan kajian tentang living Qur‟an, terhadap
khataman al-Qur‟an di pondok pesantren Giri Kesumo Desa Mbanyumeneng
Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. Dari semua pembahasan yang sudah
terurai dalam skripsi ini, serta menjawab berbagai rumusan masalah yang ada,
maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa:
1. Kegiatan khataman al-Qur‟an yang terdapat di pondok pesantren Giri
Kesumo Demak, dilakukan dengan bil-Ghaib (tanpa melihat teks).
Surat yang dibaca yaitu surat adh-Duha sampai surat an-Nas yang
dibacakan oleh para khufadz secara bergantian. Prosesi khataman
dimulai dengan tawasul, khataman al-Qur‟an, doa khataman Qur‟an,
pembacaan rotibul „athos, pembacaan maulid adh-Dziba‟iy, mahalul
qiyam, doa mahalul qiyam, mauidhoh dari pengasuh pondok pesantren
Giri Kesumo dan diakhiri doa penutup.
2. Diantara makna kegiatan khataman yaitu:
a) Makna ekspresif
Makna ekspresif khataman al-Qur‟an diantaranya adalah
ketenangan batin dan kenyamanan, mudah dalam berfikir dan
memahami pelajaran, usaha batin dalam meraih sebuah cita-cita,
92
sebagi kegiatan positif bagi kaum muda, suatu keberkahan tersendiri
bagi para pedagang dan sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT.
b) Makna dokumenter
Sedangakan makna dokumenter dari kegiatan khataman al-Qur‟an
di pondok pesantren Giri Kesumo secara tidak sadar menghasilkan
suatu kebudayaan dan mengambarkan persatuan dan kesatuan
umat Muslim.
B. Saran
Al-Qur‟an sebagai pedoman umat Islam harus disesuaikan dengan kondisi
zaman dan masyarakat yang ada. Penafsiran al-Qur‟an harus disesuaikan dengan
kemampuan yang dimiliki masyarakat. Semua itu demi mudahnya siar Islam
kepada masyarakat. Bila masyarakat sudah memahami al-Qur‟an dengan baik
maka persatuan dan kesatuan umat Islam akan mudah tercapai.
Untuk mengetahui pemahaman masyarakat terhadap tafsir perlu dilakukan
kajian living Qur‟an yang terjadi di masyarakat. Fenomena-fenomena yang
terjadi di masyarakat harus dibidik kemudian dipelajari. Maka, saran penulis
kepada para akademisi bisa melanjutkan penelitian terkait, dengan mengunakan
berbagai macam pendekatan. Baik pendekatan secara historis, psikologis, resepsi
teks dan lain-lain. Semoga karya tulis ini mampu memberikan tambahan
wawasan kepada pembaca. Semoga kajian tafsir semakin berkembang dan
banyak diminati oleh masyarakat.Terahir penulis menyadari bahwa karya tulis ini
93
masih banyak kesalahan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca demi munculnya karya yang lebih baik lagi.
94
DAFTAR PUSTAKA
Al-Albani, Nashiruddin. dan Ali bin Nafi al-„Ulyani. 1998. Tawassul dan Tabarruk,
pen.Ainurrafiq. Jakarta: Pustaka al-Kautsar.
Ali, Muhamad. Kajian Naskah dan Kajian Living Qur‟an dan Living Hadis. Journal
of Qur‟an and Hadis Studies – Vol. 4, No. 2.
Al-Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi.1993. Shahih
Muslim juz 1, Lebanon, Beirut: Darul Fikri.
Anwar, Ahmad. skripsi “Pembacaan ayat-ayat al-Qur‟an dalam prosesi Mujahadah
di Pondok Pesantrenal-lukmaniyah Umbulharjo. Yogyakarta.
Didi Junaedi. Living Qur‟an:Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al-Qur‟an(Studi
Kasus di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa Kalimukti Kec.
Pabedilan Kab. Cirebon). dalam Journal of Qur‟an and Hadith Studies Vol.
4, No. 2, (2015).
Idrus, Muhamad. 2007. Metode Penelitian Ilmu Sosial pendekatan kualitatif dan
kuantitatif, Yogyakarta: UII Press.
Mariasusai, Dhavamony. 1995. Phenomenology of Religion, terj. Kelompok Studi
Agama Driyarkara. Yogyakarta: Kanisius.
…………… Dhavamony. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.
Maryawati, Dwi. 2017. Skripsi dengan judul Mabda‟ ar-Ridha‟iyyah dalam transaksi
jual beli hasil perkebunan ditinjau dari Hukum Islam. Skripsi. Salatiga: iain
Salatiga.
Maslikhah, 2013. Melejitkan Kemahiran Menulis Karya Ilmiah bagi Mahasiswa.
Yogyakarta: Truss Media.
M.Mansur.2007. Living Qur‟an Dalam Lintasan Sejarah Studi Qur‟an Dalam Buku
Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis. Yogyakarta: Teras.
95
Mudzhar, Atho‟. 1998. pendekatan studi Islam dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Muslih, Muhammad Hanif. 2011. Kesahihan Dalil TAWASSUL Menurut Petunjuk Al-
Quran dan Al-Hadits, Semarang: PT. Karya Toha Putra.
Muhtador, Moh.”Pemaknaan ayat al-Qur‟an dalam Mujahadah”,Jurnal Penelitian,
Vol. 8, no, 1, Februari 2014.
Mulyana, Dedy. 2010. Metode Penelitian Paradigma Baru Ilmu Komunikasi Dan
Sosial Lainya, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mustaqim, Abdul. 2007. Metodologi Penelitian Living Qur‟an Model penelitian
kualitatif Dalam Buku Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis.
Yogyakarta: Teras.
Nurawalin, Vitri. 2014.“Pembacaan al-Qur‟an dalam tradisi Mujahadah Sabihah
Jum‟ah ( Studi Living Qur‟an di pondok pesantren Sunan Pandanaran
Sleman Yogyakarta)” Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin dan
Pemikiran Islam.
Nurkholifah,Latif. 2016. Tradisi Sima‟an Jumat legi (studi living Qur‟an) Pondok
Pesantren Ali Ma‟sum Krapyak Yogyakarta( menurut teori fungsionalisme
Emile Durkheim) Skripsi.Yogyakarta. Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran
Islam.
Nasichin, Imam. 2016. Tradisi Mitoni Di Kelurahan Noyontaansari Pekalongan
(Studi Living Qur‟an).skripsi. Pekalongan: Jurusan/Program Studi:
Ushuludin dan Dakwah/S1 Tafsir Hadits Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri (STAIN).
Pals, Daniel L. Seven Theories of Religion.pen. Inyiak Ridwan Muzir. (Yogyakarta:
IRCiSoD, 2011). Hlm.338.
Prastowo, Andi. 2012. Metodologi Penelitian dalam Perspektif Rancangan
Penelitian, Yogyakarta: ar-Ruzz Media.
96
Suharso dan Ana Retnoningsih. 2009. kamus besar bahasa Indonesia edisi lux
Semarang: Widya Karya.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Suprayogo, Imam. dan Tobroni. 2003. Metodologi Penelitian Sosial Agama.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Syamsudin, Sahiron. 2007. Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis.
Yogyakarta: TH-Pres Teras.
Weber, Max.2009. Sosiologi. Yogyakarta: Pustaka pelajar Offiset.
Wrong, Dennis. 2003. Max Weber Sebuah Khasanah. Yogyakarta: Ikon Teralintera.
Yusuf, Muhamad. 2007. “pendekatan sosiologi dalam living qur‟an” dalam shahiron
syamsuddin(ed), metodologi penelitian al-qur‟an. Yogyakarta: Teras.
http://pustakamuhibbin.blogspot.co.id/2014/07/maulid-ad-dibai-al-imaalhafidz.html.
diakses pada tanggal 12 Februari 2018
http://darussagaffratibalathas.blogspot.co.id/2011/08/pengertian-ratib.html di akses
pada tanggal 27 Februari 2018.
DAFTAR ARSIP, OBSERVASI DAN WAWANCARA.
Muzni Husnan. 2008. Profil Pondok Pesantren Girikesumo Demak.
Profil desa Banyumeneng Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak.
Wawancara dengan Jumari, pada tanggal 12 Oktober 2017.
Wawancara dengan Faza santri asal Semarang. Pada tanggal 10 November 2017.
Wawancara dengan A. Taufiq Yuliadi santri asal saying pada tanggal 17
November 2017
Wawancara dengan Agus Salim santri pondok pesantren Futuhiyyah asal
Palembang pada tanggal 24 November 2017.
Wawancara dengan rozak pengurus Pondok pesantren Giri Kesumo pada
tanggal Pada tanggal 16 Desember 2017.
Wawancara dengan bapak Muji jamaah asal Sendang Mulyo, Ngendong pada
tanggal 22 Desember 2017.
Wawancara dengan salah seorang pedagang asal Giri kusumo. Pada tanggal
08 Januari 2018.
Observasi di pondok pesantren Giri Kesumo pada tanggal 26 Oktober 2017.
Observasi di pondok pesantren Giri Kesumo pada tanggal 17 November 2017.
Observasi di pondok pesantren Giri Kesumo pada tanggal 18 November 2017.
Observasi di pondok pesantren Giri Kesumo pada tanggal 21 November 2017.
Observasi pondok pesantren Giri Kesumo pada tanggal. 14 Desember 2017.
Observasi pondok pesantren Giri Kesumo pada tanggal. 14 Desember 2017.
Observasi di balai desa Mbanyumeneng tanggal 1 Maret 2018
Observasi di pondok pesantren Giri Kesumo pada tanggal 08 Maret 2018
Lampiran I
Foto papan nama pesantren Foto papan nama SIS
Foto dengan Satgas Linmas Foto kantor pesantren
Foto wawancara dengan salah satu santri Foto wawancara dengan pengurus
Foto jamaah di sekitar pesantren
Foto aula tempat Khataman
Foto jamaah di depan masjid Foto jamaah di depan masjid
Foto jamaah didepan aula Foto jamaah didepan aula
Foto Masjid Ageng Giri Kusumo
Foto KH.Munif Zuhri dalam kegiatan
khataman
Lampiran II
TEKS DOA KHATAMAN
نايامولنآإن كأنالل ت قب لمن آإن كأنتالس ميعالعليم.وتبعلي رب نايارب نا تهم وإلىطريق إلىالحق ووف قنا واىدنا واىدني ختمالت و ابالر حيم. بب ركة مستقيم
عن ا واعف ياكريم عن ا واعف الكريم. ورسولك حبيبك وبحرمة العظيم. القرءآنهم حمين.الل يارحيم.واغفرلناذن وب نابفضلكوكرمكيآأكرمالأكرمينويآأرحمالر
القرءان ختم بكرامة وأكرمنا القرءان. ختم بزي نة الختم .زي ن ا بشرافة نا وشرف وعاف القرءان. مع وأدخلناالجن ة القرءان. ختم بخلعة وألبسنا كلالقرءان. من نا
بحرمة محم د أم ة جميع وارحم القرءان. ختم بحرمة الأخرة وعذاب ن يا بلءالدوفى مونسا. القبر وفي قري نا. ن يا الد فى لنا القرءان اجعل اللهم القرءان. ختم
راوحجابا.وإلىال قا.ومنالن ارست عا.وعلىالصرطن ورا.وإلىالجن ةرفي قيمةشفي
ارزق نا الر احمين.اللهم بفضلكوجودكوكرمكيآارحم الخيرتكلهادليلاوإماما.منالقرءانحلاوة.وبكلكلمةكرامة.وبكلءايةسعادة.وبكلسورةبكلحرف
جزآء جزء وبكل الط يبين .سلامة. أجمعين وءالو محم د سيدنا على الله وصل ىانصر ناسلطنالمسلمين.وانصروزرآءهووكلءهوعساكرهالط اىرين.اللهم سلطن
ناوعلىالحج اجوالغزاةوالمسافرين ين.واكتبالس لامةوالعافيةعلي إلىي ومالددأجمعين.اللهم ب لغث وابماق رأناهون وروالمقيمينفيب ركوبحركمن أم ةمحم
وسل م عليو ت عالى الله صل ى محم د نا نبي لروح وأزواجو .مات لوناه أولده ولأرواح رضواناللهت عالىعليهم وب ناتناوأصحبو وأب نآئنا وأم هتنا أجمعين.ولأرواحءابآئنا
ناولأ رواحوإخونناوأخوتناوأصدقآئناوأستاذناوأقربآئناومشايخناولمنلوحقعلي والمؤمنا المؤمنين والأموات.جميع هم من الأحيآء والمسلمات. والمسلمين ت.
.برحمتكيآأرحمالر احمين.جزىاللهعن امحم دصل ىاللهعليووسل مماىوأىلووسل يصفون. عم ا العز ة رب ربك سبحن رب والحمدلله المرسلين. على م
.العالمين.آمين
Lampiran III
TEKS MAHALUL QIYAM
ع١هيب بي سلام عليل ، يبسسىل سلام
Yâ nabî salâm ‘alaika, Yâ Rosûl salâm ‘alaika
٠بحج١ت سلا ع١ه ، صاد الله ع١ه
Yâ habîb salâm ‘alaika, sholawâtullâh ‘alaika
اجذسأششق البذس عليب ، فبختفت هه
Asyroqol badru ‘alainâ, fakhtafat minhul budûru
اسشسهثل حسل هب سأيب ، قظ يب وجه
Mitsla husnik mâ ro-ainâ, qotthu yâ wajhas-surûri
سأت شوس أت بذس ، أت ىس فىق
Anta syamsun anta badrun, anta nûrun fauqo
nûrin
اصذسأت إکسيش وغبلي ، أت هصببح
Anta iksîrun wa ghôlî, anta mishbâhush-shudûri
يب حبيبی يب هحوذ ، يبعشوس الخبفقيي
Yâ habîbî yâ Muhammad, yâ ‘arûsal-khôfiqoini
٠ب ؤ٠ذ ٠بجذ ، ٠ب إب امجز١
Yâ mu-ayyad yâ mumajjad, yâ imâmal qiblataini
ااذ٠هي سأی وجهل يسعذ ، يبگشين
Man ro-â wajhaka yas’ad, yâ karîmal wâlidaini
حىضل الصبفی الوبشد ، وسدب يىم الشىس
Haudlukash-shôfîl mubarrod, wirdunâ yauman-
nusyûri
إ١ههب سأيب العيس حت ، ببلسشی إلا
Mâ ro-ainâl ‘îsa hannat, bissurô illâ ilaika
والغوبهه قذ أظلت ، والولا صلىا عليل
Wal ghomâmah qod adhollat, wal malâ shollû
‘alaika
٠ذ٠هوأتبك العىد يبکي ، وتزلل بيي
Wa atâkal ‘ûdu yabkî, wa tadzallal baina yadaika
افسواستجبست يبحبيبي ، عذك الظبي
Wastajârot yâ habîbî, ‘indakadh-dhobyun-nufûru
شح١عذهب شذوا الوحبهل ، وتبدوا
‘Indamâ syaddûl mahâmil, wa tanâdau lirrohîli
د١جئتهن والذهع سآئل ، قلت قف لی يب
Ji,tuhum waddam’u sã-il, qultu qif lî yâ dalîlu
اجض٠وتحول لي سسآئل ، أيهب الشىق
Wa tahammal lî rosã-il, ayyuhâsy-syauqul jazîlu
اجکسحىهبتيل الوبصل ، فی العشي
Nahwa hâtîkal manâzil, fîl ‘asyiyyi wal bukûri
اجج١کل هي فی الگىى هبهىا ، فيل يب ببهي
Kullu man fîl kauni hâmû, fîka yâ bâhîl jabîni
ح١ولهن فيل غشام ، واشتيبق
Wa lahum fîka ghorômun, wasytiyâqun wa hanînu
هعبيل الأبم، قذ تبذت حآئشيي في
Fî ma’ânîkal anâmu, qod tabaddat hã-irîna
شکسأت للشسل ختبم ، أت للوىلی
Anta lirrusli khitâmun, anta lil maulâ syakûru
اغف١شعبذك الوسکيي يشجى ، فضلل الجن
‘Abdukal miskînu yarjû, fadl-lakal jammal ghofîru
٠بز٠ش، يببشيش فيل قذ أحست ظي
Fîka qod ahsantu dhonnî, yâ basyîru yâ nadzîru
فؤغث أجش ، ٠بج١ش اسع١ش
Fa-aghitsnî wa ajirnî, yâ mujîru minas-sa’îri
الأسيبغيبثي يبهلاري ، في ههوبت
Yâ ghiyâtsî yâ malâdzî, fî muhimmâtil umûri
احضسعذ عبذ قذ تولی ، واجلی عه
Sa’id ‘abdun qod tamallâ, wanjalâ ‘anhul huzûna
فيل يببذس تجلی ، فلل الىصف الحسيي
Fîka yâ badrun tajallâ, falakal washful hasînu
احس١ليس أصکی هل أصلا ، قظ يبجذ
Laisa azkâ minka ashlân, qotthu yâ jaddal husaini
اذسفعليل الله صلی ، دآئوب طىل
Fa’alaikallâhu shollâ, dã-imân thûlad-duhûri
Lampiran IV
TEKS DOA MAULID AD-DZIBA‟IY
ح١ اش ح الله اش ثس
ع آـ ذ ح ثبسن ع س١ذب س ص ، ا ١ ذ لله سة اعب ح ا
الله سأفز ٠شج جت شفبعز ، ٠سز إ٠بو الله ، جع ع١ أج صحج ز ، سح بى١ اس أصحبث ، ش٠ اطب آـ ، اىش٠ خ زا اج ثحش ا
احششب غذا ، ز حش اسزشب ثز٠ ، ز خ١بس أ ب ، اجع ٠ ام بج ع
اسزع ، شر طبعز ف ص ثسز ى١ س ز أح١ب ، صشر ذح سزب ف أ
٠ذخب ، ي أ جخ فئ ع ا ب أدخ ، ا جبعز زب ع حج أ ب ، ض أ
ع ف لصسب ب ، ا خلائك فزشح ٠شفع ب ٠ اسح ٠ضب ، ي أ فئ
لذس سخ ، ا لا ع ه ع غبف١ ا لا رجعب سخ ، اسصلب ص٠بسر ف و
ج ف غفشح لا رجع سزشد ثشداء ا ثخ رث ، بء از ذ ث سب زا أحذا إلا غس
صي ا مضبء ع ا ع خ ابض١خ إخا عب ف اس وب إ ع١ث ، ا
رحش ثب ، فلا ب إرا صشب إ اسح فضب ، ا اسبعخ اة ز ث س ، ا ش اذ صبح ٠جم سب ع فمب ع مجس ، أصحبة ا
بئه شب ع ، ب لأ٢ئه راوش٠ أح١ب اجع ، ازاوش٠ مآئه ١ ، وش٠
ه ب اخز ، خز١ لا فز١ ب غ١ش ف ف١زب فز إرا ر ، شغ١ ثطبعزه
، ع١ )ثخ١ش أج ١ اوفب شش اظب (3x –ا ١ ١ب سب اذ فزخ ز اجعب مبب سف١عب ، خ م١ب ا ٠ اسصلب ث ب شف١عب ، سي اىش٠ زا اش اجع ، ا
ذ ص الله ع ح ض ج١ه ح اسمب ؤ ا ششثخ ١ئخ لا ظ س آـ ١
شبئخ اذ٠ب ب ثجب اغفش ا غذا ، ائ احششب رحذ ب ثعذب أثذا ،
أجش زا ا حمق ع١ب ، ا ر ١ب ع ١ع ج اسبعخ ، خ١ش ف ز
اد ، إه لش٠ت الأ بد ، الأح١آء س ا ١ س ا بد ، ؤ ا ١ ؤ ا
خط١ئبد ، ٠ب ا ة غبفش از حبجبد ، لبض ا اد ، ع ج١ت اذ أسح
سثه ، سجحب س صحج ع آ ذ ح ص الله ع س١ذب ، ١ اح اش
١ عب ذ لله سة ا ح ا ، شس١ ع ا سلا ، ب ٠صف ح ع عض .سة ا
Lampiran IV
PANDUAN WAWANCARA
A. Wawancara dengan pengurus pondok pesantren
1. Siapa nama anda.
2. Berapa umur anda.
3. Dimanakah alamat rumah anda.
4. Bagaimanakah sejarah khataman.
5. Bagaimanakah pelaksanaan khataman.
6. Apa sajakah yang dibacakan dalam prosesi khataman.
7. Bagaimanakah anda memaknaikhataman al-Qur‟an ini
8. Apa tujuan dilaksanakan khataman ini.
9. Siapa sajakah yang ikut andil dalam prosi khataman
10. Properti apa sajakah yang digunakan.
11. Apakah santri wajib mengikuti kegiatan khataman al-Quran
12. Adakah hukuman bila santri tidak mengikuti kegiatan khataman.
B. Wawancara dengan santri
1. Siapa nama anda.
2. Berapa umur anda.
3. Dimanakah alamat rumah anda.
4. Apa Motifasi mengikuit kegiatan khataman al-Qur‟an.
5. Apa yang membedakan kegiatan khataman di sini dengan kegiatan khataman di
tempat lain.
6. Apa makna dari kegiatan khataman.
7. Apa keutamaan dari khataman al-Qur‟an .
8. Apa yang anda rasakan dari mengikuti kegiatan khataman al-Qur‟an ini
C. Wawancara dengan jamaah
1. Siapa nama anda.
2. Berapa umur anda.
3. Dimanakah alamat rumah anda.
4. Apa Motifasi mengikuti kegiatan khataman al-Qur‟an.
5. Memperoleh informasi dari mana.
6. Apa yang membedakan kegiatan khataman di sini dengan kegiatan khataman di
tempat lain.
7. Apa makna dari kegiatan khataman.
8. Apa keutamaan dari khataman al-Qur‟an .
9. Apa yang anda rasakan dari mengikuti kegiatan khataman al-Qur‟an ini
D. Wawancara dengan pedagang
1. Siapa nama anda.
2. Berapa umur anda.
3. Dimanakah alamat rumah anda.
4. Apa Motifasi mengikuti kegiatan khataman al-Qur‟an.
5. Berapa pendapatan anda setiap malam jumat
6. Apakah ada perbedaan pendapatan setiap malam jum‟at dan hari-hari biasa.
7. Apa makna dari kegiatan khataman.
8. Apa yang anda rasakan dari mengikuti kegiatan khataman al-Qur‟an ini
E. Wawancara dengan juru parkir.
1. Siapa nama anda.
2. Berapa umur anda.
3. Dimanakah alamat rumah anda.
4. Apa Motifasi mengikuti kegiatan khataman al-Qur‟an.
5. Berapa isi kotak amal setiap malam jum‟at
6. Apakah semua jamaah mengisi kotak amal
7. Apa makna dari kegiatan khataman.
8. Apa yang anda rasakan dari mengikuti kegiatan khataman al-Qur‟an ini
Lampiran V
DAFTAR INFORMAN
NO NAMA UMUR ALAMAT
1. Uul - Demak
2. Rozaq 25 th Kendal
3. Faza 19 th Semarang
4. Muji 55 th Sendang Mulyo, Ngendong
5. A.Taufiq Yuliadi 16 th Sayung, Demak
6. Jumari 40 th Mranggen, Dmak
7. Agus Salim 17 th Palembang
CURICULUM VITAE
1. NAMA : Samsul Arifin
2. Tempat, Tanggal lahir : Kabupaten Semarang 04 November 1994
3. Progam studi : Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir
4. Fakultas : Usuluddin Adab dan Humaniora
5. Agama : Islam
6. Alamat : Kalidukuh, RT 01 RW 03 Losari, Sumowono,
Semarang.
7. Orang tua
a) Ayah : Rondi
b) Ibu : Sugiati
8. Kewarganegaraan : Indonesia
9. Email : [email protected]
10. Riwayat Pendidikan
Formal
: MI Nuril Huda Losari, Sumowono
MTS Nuril Huda Losari, Sumowono
MA Miftahul Huda Mranggen, Demak
11. Riwayat Pendidikan non
Formal
: Pondok pesantren Darussholihin Mranggen
Demak.
Pondok pesantren as-Syafiiyah Salatiga.
12. Pengalaman organisasi : Osis
Anggota HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan)
Anggota DEMA (Dewan Mahasiswa)
Anggota SEMA (Senat Mahasiswa)
Anggota FL2MI (Forum Lembaga Legeslatif
Mahasiswa Indonesia)