Mengenal Pancasila

8
Aisyah Jazuli Putri—071411231074—Week 6 Mengenal Pancasila Sesuai fakta sejarah, Pancasila tidak terlahir dengan seketika pada tahun 1945, tetapi telah mengalami proses penemuan yang lama, dengan dilandasi oleh perjuangan bangsa dan berasal dari gagasan dan kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Proses konseptualisasi yang panjang ini dicerminkan dalam usaha perumusan dasar negara yang muncul usulan-usulan pribadi yang dikemukakan dalam sidang BPUPKI, yang mana Soekarno berhasil mensintesiskan gagasan-gagasan atas dasar falsafah negara yang kemudian disebut Pancasila. Berdasarkan sejarah, ada tiga rumusan dasar negara yang dinamakan Pancasila, yaitu rumusan konsep oleh Sukarno dalam sidang BPUPKI, rumusan oleh Panitia Sembilan dalam Piagam Jakarta, dan rumusan pada Pembukaan Undang- Undang Dasar, yang dapat dimaknai sebagai satu kesatuan dalam proses kelahiran falsafah negara Pancasila. Penulis akan membahas mengenai alasan para pendiri bangsa dalam memilih Pancasila sesuai dengan pidato Sukarno, arti penting Pancasila sesuai pandangan Somantri dan Mulders yang ditentang oleh Van der Kroef, serta dinamika interpretasi Pancasila menurut Somantri yang didukung oleh Prawiranegara. Pembukaan UUD 1945 memuat Pancasila sebagai perwujudan prinsip-prinsip dasar negara Indonesia merdeka. Prinsip- prinsip tersebut dikemukakan oleh Sukarno dalam pidatonya yang dikenal sebagai "Lahirnya Pancasila" pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945. Alasan mengapa pendiri bangsa menyetujui pidato Sukarno dan memilih Pancasila sebagai dasar negara

description

Sesuai fakta sejarah, Pancasila tidak terlahir dengan seketika pada tahun 1945, tetapi telah mengalami proses penemuan yang lama, dengan dilandasi oleh perjuangan bangsa dan berasal dari gagasan dan kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Proses konseptualisasi yang panjang ini dicerminkan dalam usaha perumusan dasar negara yang muncul usulan-usulan pribadi yang dikemukakan dalam sidang BPUPKI, yang mana Soekarno berhasil mensintesiskan gagasan-gagasan atas dasar falsafah negara yang kemudian disebut Pancasila. Berdasarkan sejarah, ada tiga rumusan dasar negara yang dinamakan Pancasila, yaitu rumusan konsep oleh Sukarno dalam sidang BPUPKI, rumusan oleh Panitia Sembilan dalam Piagam Jakarta, dan rumusan pada Pembukaan Undang- Undang Dasar, yang dapat dimaknai sebagai satu kesatuan dalam proses kelahiran falsafah negara Pancasila. Penulis akan membahas mengenai alasan para pendiri bangsa dalam memilih Pancasila sesuai dengan pidato Sukarno, arti penting Pancasila sesuai pandangan Somantri dan Mulders yang ditentang oleh Van der Kroef, serta dinamika interpretasi Pancasila menurut Somantri yang didukung oleh Prawiranegara.Pembukaan UUD 1945 memuat Pancasila sebagai perwujudan prinsip-prinsip dasar negara Indonesia merdeka. Prinsip-prinsip tersebut dikemukakan oleh Sukarno dalam pidatonya yang dikenal sebagai "Lahirnya Pancasila" pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945. Alasan mengapa pendiri bangsa menyetujui pidato Sukarno dan memilih Pancasila sebagai dasar negara ialah karena Pancasila diambil dan digali melalui prinsip-prinsip fundamental yang telah ada dan tumbuh di Indonesia sejak dahulu. Sesuai dengan Pancasila yang menurut Soekarno (2007: 27) ialah sebagai sebuah philosofische grondslag atau fundamen, filsafat, jiwa, pikiran dan hasrat yang sedalam-dalamnya, penulis berpendapat bahwa Pancasila memiliki berbagai arti penting yang berfungsi sebagai acuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara seluruh rakyat Indonesia. Singkatnya, Pancasila-lah yang mencerminkan bagaimana Indonesia yang sebenarnya. Prinsip-prinsip Pancasila usulan Sukarno adalah, (1) kebangsaan Indonesia, (2) internasionalisme atau peri-kemanusiaan, (3) mufakat atau demokrasi, (4) kesejahteraan sosial, (5) bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Sukarno, 2007: 50). Usulan Sukarno atas Pancasila tersebut masih dalam bentuk yang sederhana, serta sebagai hasil dari apresiasi yang kompleks atas kebutuhan ideologis sebuah negara yang baru merdeka. Pancasila yang baru lahir merupakan hasil sintesa yang paling dapat mengakomodasi kondisi heterogen bangsa karena tidak berasal dari kelompok etnis tertentu, serta diwujudkan dengan tujuan untuk menentukan nilai-nilai dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Transcript of Mengenal Pancasila

Page 1: Mengenal Pancasila

Aisyah Jazuli Putri—071411231074—Week 6

Mengenal Pancasila

Sesuai fakta sejarah, Pancasila tidak terlahir dengan seketika pada tahun 1945, tetapi telah

mengalami proses penemuan yang lama, dengan dilandasi oleh perjuangan bangsa dan

berasal dari gagasan dan kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Proses konseptualisasi yang

panjang ini dicerminkan dalam usaha perumusan dasar negara yang muncul usulan-usulan

pribadi yang dikemukakan dalam sidang BPUPKI, yang mana Soekarno berhasil

mensintesiskan gagasan-gagasan atas dasar falsafah negara yang kemudian disebut

Pancasila. Berdasarkan sejarah, ada tiga rumusan dasar negara yang dinamakan Pancasila,

yaitu rumusan konsep oleh Sukarno dalam sidang BPUPKI, rumusan oleh Panitia Sembilan

dalam Piagam Jakarta, dan rumusan pada Pembukaan Undang- Undang Dasar, yang dapat

dimaknai sebagai satu kesatuan dalam proses kelahiran falsafah negara Pancasila. Penulis

akan membahas mengenai alasan para pendiri bangsa dalam memilih Pancasila sesuai dengan

pidato Sukarno, arti penting Pancasila sesuai pandangan Somantri dan Mulders yang

ditentang oleh Van der Kroef, serta dinamika interpretasi Pancasila menurut Somantri yang

didukung oleh Prawiranegara.

Pembukaan UUD 1945 memuat Pancasila sebagai perwujudan prinsip-prinsip dasar negara

Indonesia merdeka. Prinsip-prinsip tersebut dikemukakan oleh Sukarno dalam pidatonya

yang dikenal sebagai "Lahirnya Pancasila" pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945. Alasan

mengapa pendiri bangsa menyetujui pidato Sukarno dan memilih Pancasila sebagai dasar

negara ialah karena Pancasila diambil dan digali melalui prinsip-prinsip fundamental yang

telah ada dan tumbuh di Indonesia sejak dahulu. Sesuai dengan Pancasila yang menurut

Soekarno (2007: 27) ialah sebagai sebuah philosofische grondslag atau fundamen, filsafat,

jiwa, pikiran dan hasrat yang sedalam-dalamnya, penulis berpendapat bahwa Pancasila

memiliki berbagai arti penting yang berfungsi sebagai acuan dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara seluruh rakyat Indonesia. Singkatnya, Pancasila-lah yang mencerminkan

bagaimana Indonesia yang sebenarnya. Prinsip-prinsip Pancasila usulan Sukarno adalah, (1)

kebangsaan Indonesia, (2) internasionalisme atau peri-kemanusiaan, (3) mufakat atau

demokrasi, (4) kesejahteraan sosial, (5) bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Sukarno,

2007: 50). Usulan Sukarno atas Pancasila tersebut masih dalam bentuk yang sederhana, serta

sebagai hasil dari apresiasi yang kompleks atas kebutuhan ideologis sebuah negara yang baru

merdeka. Pancasila yang baru lahir merupakan hasil sintesa yang paling dapat

mengakomodasi kondisi heterogen bangsa karena tidak berasal dari kelompok etnis tertentu,

Page 2: Mengenal Pancasila

Aisyah Jazuli Putri—071411231074—Week 6

serta diwujudkan dengan tujuan untuk menentukan nilai-nilai dasar dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara.

Terdapat beragam pemahaman mengenai arti Pancasila yang sesungguhnya. Menurut Van der

Kroef (1945: 225), Pancasila merupakan sebuah ekspresi atas malaise spiritual yang

mendalam, sebuah jargon tanpa arti di tengah ketidakrekatan ikatan sosial, serta perubahan

nilai budaya yang membahayakan. Pernyataan tersebut dikritik oleh Somantri (2006: 2) yang

menyatakan bahwa Pancasila bukanlah merupakan jargon kosong yang muncul di tengah-

tengah malaise spiritual bangsa Indonesia, namun justru Pancasila merupakan nilai-nilai inti

yang bersifat inklusif yang telah digali oleh pendiri bangsa. Pancasila adalah pertemuan

antara nilai-nilai universal dengan kearifan lokal yang telah ada sejak zaman nenek moyang,

yang nilai-nilai ideal tersebut akan mampu untuk mewujudkan cita-cita Bhinneka tunggal Ika

(Somantri, 2006: 2). Menyetujui pernyataan Somantri, Mulder menyatakan bahwa Pancasila

merupakan invensi yang hebat dan takdir yang menggabungkan identitas nasional dengan

filsafat kehidupan bangsa (Mulder, 2005: 124). Penulis pula memiliki pandangan yang sama

dengan Somantri, bahwa Pancasila mengandung arti penting berupa panduan nilai yang

universal sebagai pedoman hidup dan pemersatu bangsa yang majemuk. Pancasila juga

sebagai jalan hidup, pandangan universal atas petunjuk arah dalam berbagai bidang

kehidupan.

Mendukung pernyataan Somantri, Eka Darmaputera berpandangan bahwa Pancasila tidak

hanya interpretasi pada sebuah fase sejarah selayaknya yang di kemukakan oleh Van der

Kroef, akan tetapi arti penting Pancasila dapat ditunjukkan dengan kemampuannya dalam

memelihara persatuan dalam keanekaragaman (Darmaputera dalam Somantri, 2006: 22).

Pancasila merupakan pilihan cerdas pendiri bangsa dalam mengatasi masalah

keanekaragaman ketika baru merdeka. Pancasila dibutuhkan untuk masyarakat yang sangat

terfragmentasi oleh suku, agama, bahasa, dan identitas-identitas lokal (Somantri, 2006: 23).

Sebagai dasar negara yang merupakan pandangan hidup bangsa menjadi sebuah falsafah

dasar, Pancasila dalam pelaksanaannya tidak bisa bertentangan dengan norma agama, norma

kesusilaan, norma sopan santun, norma hukum, serta norma maupun nilai universal lainnya.

Pancasila sebagai suatu cara berpikir filosofis, yang oleh karena itu segala implementasinya

harus dapat dipertanggungjawabkan secara logis dan dapat diterima oleh akal sehat. Dalam

hal ini, sejarah telah menjadi medan pembuktian bagi arti penting serta efektivitas Pancasila

sebagai falsafah dasar dan nilai-nilai inti bangsa Indonesia.

Page 3: Mengenal Pancasila

Aisyah Jazuli Putri—071411231074—Week 6

Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia pasca kemerdekaan, Pancasila mengalami banyak

dinamika dalam proses implementasinya. Sesaat setelah kemerdekaan Indonesia pada 1945,

Pancasila melewati masa-masa percobaan demokrasi. Indonesia masuk ke dalam era

percobaan demokrasi multi-partai dengan sistem kabinet parlementer, di mana partai-partai

politik pada masa itu tumbuh sangat subur, dan proses politik yang ada cenderung selalu

berhasil dalam mengusung kelima sila sebagai dasar negara (Somantri, 2006: 9). Namun pada

akhir tahun 1959, Pancasila memasuki masa kelamnya di bawah ortodoksi ideologi ala

Soekarno (Somantri, 2006: 11). Presiden Soekarno menerapkan sistem demokrasi terpimpin

yang tujuannya agar presiden dapat tetap memegang kendali politik terhadap berbagai

masalah baik dalam internal maupun eksternal pemerintahan, dengan mencoba untuk

memerankan politik integrasi paternalistik (Somantri, 2006: 11-2). Sistem ini seakan

mengkhianati nilai-nilai yang ada dalam Pancasila itu sendiri, salah satunya adalah sila

permusyawaratan (Somantri, 2006: 12). Singkatnya, Pancasila yang dilahirkan oleh Soekarno

1 Juni 1945 sebagai Dasar negara Indonesia Merdeka, tenggelam dalam upayanya untuk

menggiring Indonesia pada ortodoksi ideologi, yang dalam praktiknya ditekankan pada

gagasan masa muda Soekarno untuk mempersatukan Nasionalisme, Agama, dan Komunisme

(Somantri, 2006: 12-3).

Hingga pada tahun 1965, partai komunis berusaha melakukan pemberontakan yang berujung

pada pengalihan wewenang atas Indonesia dari Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto.

Inilah yang merupakan awal era orde baru di mana Pancasila mengalami mistifikasi atau

penggunaanya sebagai instrumen politik yang dapat membenarkan segala penyelewengan

yang ada pada pemerintahan masa itu. Pancasila pula ditekankan sebagai ideologi negara

yang mengakibatkan Pancasila menjadi kaku dan mutlak pemaknaannya (Somantri, 2006: 17-

8). Secara lebih lanjut rezim Soeharto menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal, yaitu satu-

satunya asas yang menjadi dasar dalam kehidupan berpolitik (Somantri. 2006: 18). Hal ini

kemudian disorot oleh Prawiranegara yang mengungkapkan ketidaksetujuannya atas

Pancasila yang dijadikan sebagai asas tunggal, hingga membutuhkan interpretasi ulang atas

implementasi Pancasila yang salah kaprah ini. Pergantian landasan organisasi berbasis agama

menjadi berbasis Pancasila yang terjadi ada era pemerintahan Soeharto tersebut secara tidak

langsung telah menggantikan posisi agama dengan Pancasila itu sendiri sehingga seakan-akan

Indonesia telah mengagamakan Pancasila (Prawiranegara, 1984: 78).

Page 4: Mengenal Pancasila

Aisyah Jazuli Putri—071411231074—Week 6

Berakhirnya rezim Soeharto tidak lantas menghapus berbagai bekas penistaan Pancasila yang

terjadi pada masa itu. Sistem politik pada masa orde baru memang mengakibatkan trauma

atas implementasi Pancasila, yang dalam hal ini penulis menyetujui pendapat Prawiranegara

atas dibutuhkannya interpretasi ulang atas makna Pancasila yang sesungguhnya. Van der

Kroef (dalam Soemantri, 2006: 20) yang menilai kondisi Pancasila dari dinamika sejarah

bangsa Indonesia memandang bahwa Pancasila hanyalah arena perselisihan di kalangan

intelektual dan menjadi pembenaran para demagog. Pernyataan Van der Kroef tersebut

ditentang oleh Onghokham dan Achdian yang sekaligus menjelaskan kesalahkaprahan

implementasi Pancasila pada masa orde baru. Onghokham dan Achdian (2006: 93)

berpendapat bahwa Pancasila ialah sebagai kontrak sosial, bukan sebagai ideologi. Pancasila

ialah sebuah bentuk kesepakatan yang mana seseorang/kelompok terikat dengan kewajiban-

kewajiban moral dan/atau politik yang bergantung pada kontrak atau kesepakatan di antara

mereka dalam membentuk masyarakat. Singkatnya, pancasila sebagai konsepsi bernegara

yang telah disepakati dan diterima, maupun asas kehidupan bernegara yang menjadi acuan

atas kehidupan bersama.

Kesimpulannya, pendiri bangsa sampai pada konsensus untuk menjadikan Pancasila sebagai

dasar negara ialah karena Pancasila merupakan hasil sintesa yang paling dapat

mengakomodasi kondisi heterogen bangsa karena tidak berasal dari kelompok etnis tertentu,

serta diwujudkan dengan tujuan untuk menentukan nilai-nilai dasar dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara. Pancasila sebagai dasar negara mengandung arti penting berupa

panduan nilai yang universal sebagai pedoman hidup dan pemersatu bangsa yang majemuk.

Namun dalam praktiknya, implementasi Pancasila harus dapat dipertanggungjawabkan secara

logis dan dapat diterima oleh akal sehat, yang mana sejarah telah menjadi medan pembuktian

bagi arti penting serta efektivitas Pancasila sebagai falsafah dasar dan nilai-nilai inti bangsa

Indonesia. Interpretasi Pancasila tidak hanya dapat ditilik melalui fase sejarah saja, namun

juga melalui berbagai pandangan atas nilai-nilai universal yang harus selalu dijadikan sebagai

pegangan atas falsafah dasar dalam kehidupan masyarakat. Dinamika sejarah yang terjadi

pada implementasi Pancasila pula menunjukkan bahwa Pancasila adalah sebuah pandangan

yang terbuka untuk berbagai proses interpretasi dari berbagai macam pihak, yang dalam hal

ini interpretasi Pancasila hendaknya terus diupayakan demi mempertahankan nilai-nilai luhur

bangsa Indonesia yang bersifat universal.

Page 5: Mengenal Pancasila

Aisyah Jazuli Putri—071411231074—Week 6

Referensi

Mulder, Niels. 2005. “Pancasila Philosophy and Society”, dalam Mysticism in Java: Ideology

in Indonesia, Yogyakarta: Kanisius Publishing House, pp. 124-132

Onghokham dan Andi Achdian. 2006. "Pancasila: Dari Kontrak Sosial menjadi Ideologi

Negara" dalam Restorasi Pancasila: Mendamaikan Politik Identitas dan Modernitas,

Jakarta: Brighten Press, 93-113

Prawiranegara, Sjafruddin, 1984. “Pancasila as the Solely Foundation”, dalam Indonesia,

Vol. 38, pp. 74-83

Somantri, Gumilar Rusliwa. 2006. “Pancasila dalam Perubahan Sosial-Politik Indonesia

Modern”, dalam Restorasi Pancasila: Mendamaikan Politik Identitas dan Modernitas,

Jakarta: Brighten Press, pp. 1-32

Sukarno, Ir. 2007. “Lahirnya Pancasila: Pidato di hadapan Sidang BPUPKI 1 Juni 1945”,

dalam Revolusi Indonesia: Nasionalisme, Marhaen dan Pancasila, Yogyakarta: Galang

Press, pp. 27-55

Van der Kroef, Justus M. 1954. “Pantjasila; the National Ideology of the New Indonesia”,

Philosophy East and West, Vol. 4 No. 3, pp. 225-251