MENGANALISIS DAN MENINGKATKAN KINERJA INTERNAL …thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/Tesis1.pdf ·...
Transcript of MENGANALISIS DAN MENINGKATKAN KINERJA INTERNAL …thesis.binus.ac.id/Doc/Lain-lain/Tesis1.pdf ·...
MENGANALISIS DAN MENINGKATKAN KINERJA
INTERNAL SUPPLY CHAIN DI P.T. XYZ
GROUP FIELD PROJECT
Leonard Wigan 0440000883
Andre Drajat Setiamanah 0440000984
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN SISTEM INFORMASI
UNIVERSITAS BINA NUSANTARA
JAKARTA
2005
MENGANALISIS DAN MENINGKATKAN KINERJA
INTERNAL SUPPLY CHAIN DI P.T. XYZ
GROUP FIELD PROJECT
Leonard Wigan 0440000883
Andre Drajat Setiamanah 0440000984
Tesis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar
Magister Manajemen
Pada
Program Pascasarjana
Universitas Bina Nusantara
MENGANALISIS DAN MENINGKATKAN KINERJA
INTERNAL SUPPLY CHAIN DI P.T. XYZ
GROUP FIELD PROJECT
Leonard Wigan 0440000883
Andre Drajat Setiamanah 0440000984
Pembimbing:
Minaldi Loeis, M.Sc., M.M.
07 – 12 – 2005
Life does not require us to be the biggest or the best.
It only asks that we try.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur pertama-tama kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
semua berkat dan anugerah-Nya dari awal penyusunan tesis ini hingga akhirnya dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
Tesis dengan judul “Menganalisa Dan Meningkatkan Kinerja Internal Supply
Chain di P.T. XYZ” disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar
Magister Manajemen di Universitas Bina Nusantara.
Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak yang telah
membantu dalam penyusunan dan penyelesaian tesis ini, yaitu:
1. Bapak Firdaus Alamsjah, Ph.D, selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Bina Nusantara yang telah memberi kesempatan kepada kami
untuk menyelesaikan program pascasarjana di kampus ini dan membantu
kami dalam memberikan masukan serta arahan dalam pengerjaan tesis
2. Bapak Minaldi Loeis, M.Sc, selaku dosen pembimbing kami yang telah
banyak memberikan arahan, masukan, serta ide-ide dalam pengerjaan tesis
3. Bapak Suwarno Mustakini selaku Manajer QMS P.T. XYZ
4. Ibu Melati selaku Manajer Accounting P.T. XYZ
5. Bapak Johannes S. Sidharta selaku Manajer MIS P.T. XYZ
6. Bapak Anton, Bapak Dedin, Bapak Imam, Bapak Jamal, Iwan, Ferry, Setriani,
Tuty, Erlia, Dinar, Baby, Happy, Reza, Stefanus, Eri, Wendy, Djuwanto,
Kristin, Yanthie, Steven, Erwin, Anthony, Ratna, Ronny, Bapak Arman,
Bapak Soewandi, Bapak Hadi, Halimantoro, Sri, Adelina, Surya, Nina, Lia,
Yohanes, dan seluruh jajaran Manajer, Supervisor, Staff serta petugas P.T.
XYZ atas semua dukungan selama kami belajar dan menyelesaikan tesis ini
7. Bapak Hanny Santoso, M.Sc, selaku Program Direktur Sistem Informasi yang
telah mengkoordinasi program Magister Pascasarjana jurusan Sistem
Informasi
vii
8. Seluruh dosen Program Pascasarjana Universitas Bina Nusantara yang telah
membagikan ilmu-ilmu dan pengalamannya yang sangat bermanfaat selama
kami belajar di kampus ini
9. Para staf Student Service, Library, dan seluruh staff dan petugas yang ada di
Universitas Bina Nusantara atas semua layanan dan dukungan selama kami
belajar dan menyelesaikan tesis ini
10. Orang tua, kakak – adik, dan seluruh keluarga yang selalu membantu kami
baik secara moril maupun materiil selama kami belajar dan menyelesaikan
tesis ini
11. Vivi dan Silvi yang selalu memberikan dukungan dan semangat selama
penyusunan dan penyelesaian tesis ini
12. Lina, Kartono, Peggy, Tipenk, Dea, Meiryana, Lany, dan teman-teman
program pascasarjana UBiNus lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per
satu, yang telah banyak membantu dan memberikan masukan selama
penyusunan tesis ini
Walaupun kami telah berusaha memberikan yang terbaik dalam penyusunan
tesis ini, tetapi kami menyadari bahwa tesis ini belumlah sempurna. Meski demikian
kami berharap bahwa tesis ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.
Jakarta, 15 Oktober 2005
Penulis
viii
ABSTRAK
Suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang distribusi sudah seharusnya
memperhatikan desain model jaringan distribusi yang tepat dan handal agar dapat
melayani kebutuhan konsumennya dengan baik. P.T. XYZ ingin menganalisa model
jaringan distribusi internal yang ada serta membandingkan dengan suatu model baru
yang ingin dikembangkan. Model distribusi yang sedang berjalan saat ini merupakan
sistem sentralisasi dengan satu gudang utama yang dinamakan central distribution
center (CDC), sedangkan model yang diusulkan adalah distribusi dengan sistem
desentralisasi dengan dua atau lebih CDC.
Tujuan penelitian pada tesis ini adalah untuk mengukur tingkat efektivitas
dan efesiensi kedua model tersebut serta mendapatkan model yang paling tepat untuk
diterapkan oleh P.T. XYZ. Analisa dan perbandingan kedua model distribusi tersebut
ditinjau dari segi biaya safety stock dan biaya transportasi berdasarkan data-data
secara kuantitatif dan kualitatif sampai dengan akhir tahun 2004.
Hasil analisa menunjukkan bahwa biaya transportasi mempunyai kontribusi
yang jauh lebih besar daripada biaya safety stock, sehingga model distribusi yang
paling tepat untuk P.T. XYZ adalah model dengan biaya transportasi yang paling
minimum, yaitu sistem desentralisasi dengan dua CDC. Model desentralisasi ini
dapat dikembangkan menjadi lebih dari dua CDC yang disesuaikan berdasarkan
kebutuhan masing-masing area dan perkembangan bisnis selanjutnya.
Kata kunci: sentralisasi, desentralisasi, safety stock, transportasi
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………….. i
HALAMAN PERNYATAAN ………………………………………………… … ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………………………….. iii
MOTTO…………………………………………………………………………... iv
PERNYATAAN DEWAN PENGUJI……………………………………………. v
KATA PENGANTAR ………………………………………………………….... vi
ABSTRAK ……………………………………………………………………….. viii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………… ix
DAFTAR TABEL….……………………………………………………………… xii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………… xiii
DAFTAR GRAFIK………………………………………………………………. xiv
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang Masalah……………………………………………… 1
1.2 Rumusan Permasalahan…………………………………………....…. 2
1.3 Tujuan Dan Manfaat………..………………………………………… 5
1.4 Ruang Lingkup……………………..…………………………………. 6
BAB II LANDASAN TEORI …………………………………………………. 7
2.1 Pengertian Supply Chain……………………………………………… 9
2.2 Strategi Push Dan Pull Dalam Proses Supply Chain…………………. 12
2.3 Lima Komponen Utama Penggerak Supply Chain……………….…… 13
2.3.1 Produksi…..…………………………………………………………… 14
2.3.2 Persediaan…….……………………………………………………….. 15
2.3.3 Lokasi….……………………………………………………………… 15
2.3.4 Transportasi……………………………………………………………. 16
2.3.5 Informasi………………………………………………………………. 16
x
2.4 Pengukuran Kinerja Supply Chain Dengan Matrix…………………… 18
2.4.1 Kategori Pasar.……..…………………………………………………. 18
2.4.2 Empat Kategori Pengukuran Kinerja Supply Chain...………………… 20
2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Design Jaringan Distribusi.......... 25
2.6 Desain Jaringan Untuk Situasi Yang Tidak Menentu………………… 26
2.7 Manajemen Dan Koordinasi Dalam Supply Chain…………………… 27
2.7.1 Efek Bullwhip…………………………………………………............ 28
2.7.2 Efek Akibat Lemahnya Koordinasi Kinerja Supply Chain…………… 28
2.7.3 Hambatan-Hambatan Dalam Suatu Supply Chain………..………….. 31
2.8 Konfigurasi Jaringan Logistik………………………………………... 32
2.8 Sistem Sentralisasi Dan Desentralisasi………………..……………… 33
2.10 Gudang Publik Dan Individu…………………………………………. 34
2.10.1 Keuntungan Dan kerugian Gudang Publik………………..………….. 34
2.10.2 Keuntungan Dan kerugian gudang Individu………………………….. 36
BAB III METODOLOGI ………………………………………………………. 39
3.1 Kerangka Pikir………………………………………………………… 39
3.2 Model Dan metode Analisis…………..………………………………. 40
3.3 Variabel Yang Akan Diukur……………...…………………………… 42
3.4 Hipotesis…….………………………………………………………… 42
3.5 Populasi Dan Sample……….……………………………………….... 42
3.6 Metode Pengumpulan Data………….………………………………… 43
3.7 Model Jaringan………………………………………………………… 43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.. …………………………………….. 44
4.1 Analisis Model Porter………..……………………………………….. 44
4.1.1 Persaingan Antar Perusahaan Industri Sejenis…………………….….. 45
4.1.2 Pemain Baru Yang Berpotensial…………….………………………… 46
4.1.3 Kekuatan Supplier / Principal…………………………………………. 47
4.1.4 Kekuatan Pembeli………..……………………………………………. 48
xi
4.1.5 Produk Pengganti………...……………………………………………. 49
4.2 Analisis SWOT……………………………………………………….. 50
4.2.1 Kekuatan (Strengths)………………………………………..………… 50
4.2.2 Kelemahan (Weaknesses)………..…………………………………… 51
4.2.3 Peluang ( Opportunities)………..…………………………………….. 52
4.2.4 Ancaman (Threats)…………………………………………………… 53
4.2.5 Matriks SWOT….……………………………………………………. 54
4.3 Titik-Titik Pusat Distribusi Dan Logistik……………………………. 57
4.4 Asumsi Yang Digunakan……….…………………………………….. 58
4.5 Pengumpulan Data……..…………………………………………….. 58
4.5.1 Data Jarak Dan Waktu Tempuh Area…………….………………….. 58
4.5.2 Data Penjualan Per Area……………………………………………… 60
4.5.3 Data Mengenai Pengiriman Dan Pembelian Dari Principal ………….. 68
4.6 Analisis Model Distribusi Yang Sedang Berjalan……………………. 68
4.7 Analisis Model Distribusi Yang Diusulkan……………….………….. 70
4.8 Perbandingan Safety Stock……………………………………………. 74
4.9 Perbandingan Biaya Distribusi……………………………………….. 77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..…………………………………….. 80
5.1 Kesimpulan…………………………………………………………… 80
5.2 Rekomendasi……..…………………………………………………… 81
DAFTAR ACUAN ……………………………………………………………… 83
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………… 84
RIWAYAT HIDUP PENULIS (CV)…………………………………………….. 86
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Data Jarak, Waktu Tempuh, dan Biaya dari Jakarta…………………. 59
Tabel 4.2 Data Jarak, Waktu Tempuh, dan Biaya dari Surabaya……………….. 59
Tabel 4.3 Data Penjualan Per Area Tahun 2004………………………………… 60
Tabel 4.4 Perhitungan Safety Stock Dengan Sistem Desentralisasi……………. 75
Tabel 4.5 Perhitungan Safety Stock Dengan Satu Gudang Utama……………… 76
Tabel 4.6 Perhitungan Safety Stock Dengan Dua Gudang Utama……………… 76
Tabel 4.7 Perhitungan Biaya Distribusi Dengan Satu Gudang Utama.................. 78
Tabel 4.8 Perhitungan Biaya Distribusi Dengan Dua Gudang Utama................... 79
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Model Distribusi Dengan Satu Gudang Utama………………….... 3
Gambar 1.2 Model Distribusi Dengan Beberapa Gudang Utama………………. 4
Gambar 2.1 Contoh Tahapan Supply Chain Untuk Produk Makanan Kering..… 10
Gambar 2.2 Jaringan Dalam Suatu Supply Chain…………………………..…... 10
Gambar 2.3 Lima Komponen Penggerak Utama Supply Chain………………… 13
Gambar 2.4 Empat Kategori Pasar……………………………………………… 19
Gambar 3.1 Kerangka Pikir…………………………………………………….. 40
Gambar 3.2 Metode Analisis……………………………………………………. 41
Gambar 4.1 Model Porter……………………………………………………….. 46
Gambar 4.2 Matriks SWOT…………………………………………………….. 55
Gambar 4.3 Model Distribusi Dengan Satu Gudang Utama……………………. 69
Gambar 4.4 Model Distribusi Dengan Dua Gudang Utama……………………. 71
xiv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Fluktuasi Permintaan di Area Cikarang……………………….. …….. 61
Grafik 4.2 Fluktuasi Permintaan di Area Bandung………………………………. 61
Grafik 4.3 Fluktuasi Permintaan di Area Semarang……………………………… 62
Grafik 4.4 Fluktuasi Permintaan di Area Surabaya………………………………. 62
Grafik 4.5 Fluktuasi Permintaan di Area Solo……………………………………. 63
Grafik 4.6 Fluktuasi Permintaan di Area MT. Haryono – Jakarta………………... 63
Grafik 4.7 Fluktuasi Permintaan di Area Bogor………………………………….. 64
Grafik 4.8 Fluktuasi Permintaan di Area Malang………………………………… 64
Grafik 4.9 Fluktuasi Permintaan di Area Cirebon………………………………… 65
Grafik 4.10 Fluktuasi Permintaan di Area Medan…………………………………. 65
Grafik 4.11 Fluktuasi Permintaan di Area Palembang…………………………….. 66
Grafik 4.12 Fluktuasi Permintaan di Area Makasar……………………………….. 66
Grafik 4.13 Koefisien Variasi Masing-Masing Area……………………………… 67
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Salah satu faktor penting dalam dunia industri modern saat ini adalah sistem
distribusi barang. Pada dasarnya sistem distribusi dimulai dari pengadaan barang dari
produsen ke pihak distributor utama, selanjutnya akan disalurkan ke agen-agen yang
lebih kecil dan pada akhirnya barang tersebut akan sampai di tangan konsumen.
Pada prakteknya, tidak sedikit produsen-produsen di Indonesia yang
menggunakan jasa perusahaan distributor untuk memasarkan produk-produk mereka.
Pihak produsen tidak lagi memikirkan mengenai masalah pemasaran ataupun
penjualan produk, sehingga mereka dapat lebih memfokuskan diri pada sistem
produksinya. Pada umumnya, pihak produsen akan menunjuk satu distributor tunggal
untuk satu negara, dan menyerahkan proses distribusi selanjutnya kepada distributor
tunggal tersebut.
Suatu perusahaan distributor consumer goods yang cukup besar dapat
menangani proses distribusi dan pemasaran beberapa jenis produk sekaligus dari
pihak produsen yang berbeda. Distributor tunggal ini biasanya hanya akan
memasarkan produknya kepada distributor yang lebih kecil, agen-agen di daerah,
pengecer atau supermarket, dan sangat jarang yang menjual langsung ke pihak
konsumen. Khususnya untuk jenis consumer goods, proses distribusi ini akan menjadi
cukup kompleks, karena pihak distributor tunggal tersebut akan berhubungan dengan
2
banyak distributor-distributor yang lebih kecil atau agen-agen di daerah yang
jumlahnya dapat mencapai ratusan bahkan ribuan.
P.T. XYZ adalah salah satu distributor besar yang menangani proses
pemasaran beberapa jenis produk consumer goods di Indonesia. Beberapa produk
yang kategorinya cukup dikenal luas oleh masyarakat seperti bumbu-bumbu
masakan, keju, minuman supplemen kesehatan, aneka ragam biskuit dan minyak
goreng. P.T. XYZ membeli produk-produk tersebut langsung dari pihak produsen
(selanjutnya akan disebut sebagai principal), kemudian dipasarkan ke distributor di
tingkat yang lebih rendah, agen di daerah, pengecer, dan supermarket.
1.2 Rumusan Permasalahan
Pihak manajemen P.T. XYZ menilai proses distribusi yang saat ini terjadi di
dalam perusahaannya kurang efektif dan efisien. Hal ini terlihat dari lamanya waktu
yang diperlukan untuk melakukan pengiriman suatu produk dari pihak principal
untuk sampai ke pelanggan, yang terkadang membutuhkan waktu hingga lebih dari
satu bulan. Selain itu pihak manajemen juga ingin menekan biaya transportasi untuk
proses distribusi barang tersebut untuk meningkatkan efisiensi biaya.
Gambar 1.1 menunjukkan proses distribusi barang yang saat ini dilakukan
oleh P.T. XYZ dalam bentuk yang disederhanakan. Selain pihak principal dan
pelanggan, ada tiga komponen penting dalam proses distribusi tersebut, yaitu gudang
utama, gudang area (distribution center), dan gudang sub-area.
3
Gambar 1.1. Model Distribusi Dengan Satu Gudang Utama
Pada dasarnya ada tiga macam alur distribusi yang terjadi, yang pertama
yaitu pengiriman barang dari principal ke gudang utama, kemudian diteruskan ke
distribution center dan gudang sub-area. Kedua, principal mengirim ke distribution
center atau gudang sub-area tanpa melalui gudang utama. Ketiga, principal langsung
mengirim ke pelanggan tanpa melalui gudang utama, distribution center, maupun
gudang sub-area.
Keterangan:
= Gudang sub-area = Pelanggan
Principal I Principal II Principal IV
Gudang
Utama
Distribution
Center
A B C
Distribution
Center
D E
Distribution
Center
F G H I J
Principal III
AREA IAREA IAREA IAREA I AREA IAREA IAREA IAREA IIIII AREA IAREA IAREA IAREA IIIIIIIII
P P P P P
P
P
P
P P P
P P
P
4
Pihak manajemen P.T. XYZ ingin menerapkan suatu model distribusi baru
untuk meningkatkan efisiensi serta menekan biaya transportasi. Model distribusi baru
yang diusulkan seperti terlihat pada Gambar 1.2. Dalam model distribusi yang
diusulkan tersebut, intinya adalah menambah gudang utama yang bertugas melayani
beberapa distribution center.
Gambar 1.2. Model Distribusi Dengan Beberapa Gudang Utama
Keterangan:
= Gudang sub-area = Distribution Center = Pelanggan
AREA IAREA IAREA IAREA IVVVV
Principal I Principal II Principal IV
Gudang
Utama II
DC 1
A B C
DC 2
D E
DC 3
F G H I
P P P
P
J
Principal III
AREA IAREA IAREA IAREA I AREA IAREA IAREA IAREA IIIII AREA IAREA IAREA IAREA IIIIIIIII
Gudang
Utama I
Gudang
Utama III
P
P
P
P
P
P P P P
P
I J
DC 4
P P P
P DC
5
Sebelum menerapkan model distribusi yang diusulkan tersebut, maka pihak
manajemen P.T. XYZ ingin membandingkan kinerjanya. Jadi masalah utama yang
dihadapi saat ini, apakah model distribusi baru yang diusulkan tersebut dapat
memberikan tingkat efektifitas serta efisiensi yang lebih baik daripada model
distribusi yang telah ada. Parameter yang akan digunakan untuk mengukur serta
membandingkan kedua model tersebut adalah:
� Persediaan cadangan (safety stock)
Nilai persediaan yang harus dicadangkan selama menunggu pengiriman barang
dari pihak principal..
� Biaya transportasi
Biaya transportasi yang dikenakan untuk setiap barang yang dipindahkan dari
suatu gudang ke gudang yang lainnya di area yang berbeda..
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk mengukur tingkat efektifitas dan
efisiensi antara model distribusi yang telah ada di P.T. XYZ dengan model distribusi
baru yang diusulkan.
Manfaat dari penulisan tesis ini antara lain adalah:
� Mengetahui model distribusi yang paling tepat untuk diterapkan di P.T. XYZ.
� Mengetahui tingkat efektifitas dan efisiensi model distribusi yang ada saat ini.
� Mengetahui kelebihan dan kekurangan kedua model distribusi tersebut.
6
� Meningkatkan kinerja operasional perusahaan dengan cara mengoptimumkan
proses distribusi barang.
1.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup yang dibahas dalam penulisan tesis ini adalah:
� Analisis hanya dilakukan untuk dua model distribusi yaitu model dengan satu
gudang utama dan model dengan dua gudang utama.
� Data-data yang akan dianalisis adalah data sampai akhir tahun finansial 2004.
� Data diasumsikan cukup untuk digunakan sebagai sampel dan dilakukan
analisis guna membandingkan kedua model distribusi tersebut.
Sedangkan hal yang tidak termasuk dalam pembahasan tesis ini adalah
perbandingan dari segi investasi, baik untuk model distribusi yang telah ada maupun
model distribusi yang diusulkan.
7
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam dunia bisnis akhir-akhir ini semakin sering digunakannya istilah supply
chain. Supply chain ini muncul seiring dengan perkembangan dunia usaha yang
dituntut untuk semakin efisien dan responsif terhadap perubahan yang terjadi,
terutama dalam hal memenuhi kebutuhan konsumen.
Efisien dalam arti meminimalkan biaya dalam rangka pengadaan barang
maupun jasa. Sedangkan responsif maksudnya adalah cepat dan tanggap dalam
menyediakan barang dan jasa tersebut, sehingga pelanggan dapat memperolehnya
tepat di saat mereka membutuhkannya atau sesuai dengan waktu yang telah dijanjikan
sebelumnya.
Dalam kenyataannya, untuk dapat melakukan efisiensi dan sekaligus responsif
itu tidak mudah, seringkali keduanya justru bertentangan. Sebagai contoh, untuk
dapat efisien, maka suatu perusahaan harus mempunyai tingkat persediaan (inventory
level) yang serendah mungkin. Hal ini dimaksudkan untuk menekan biaya persediaan
seperti sewa gudang dan pekerja. Sedangkan untuk dapat bersikap responsif,
perusahaan tersebut harus mampu memenuhi kebutuhan pelanggannya secara cepat.
Salah satu caranya adalah dengan mempunyai jumlah persediaan barang yang cukup
sehingga perusahaan tersebut akan dapat memenuhi permintaan pelanggannya tanpa
harus menunggu proses produksi ataupun pemesanan dari supplier lainnya. Seringkali
suatu perusahaan menimbun jumlah persediaan yang cukup besar, karena permintaan
8
dari pelanggan seringkali yang tidak menentu dan tidak sesuai dengan prediksi
(forecasting) yang telah dilakukan sebelumnya.
Contoh lainnya adalah dalam hal distribusi barang dari gudang utama (central
warehouse) ke gudang-gudang lebih kecil yang tersebar di daerah-daerah. Suatu
perusahaan dapat melakukan efisiensi biaya transportasi dengan cara melakukan
pengiriman yang seminim mungkin. Barang dalam kuantitas yang kecil disimpan
terlebih dulu di gudang utama sambil menunggu kedatangan barang-barang lainnya
untuk selanjutnya dikirimkan secara bersamaan ke gudang-gudang di daerah. Dengan
cara ini maka perusahaan tersebut dapat menghemat biaya transportasi karena tidak
perlu melakukan pengiriman barang secara berkali-kali untuk kuantitas yang kecil.
Namun di lain pihak, untuk dapat bersikap responsif terhadap kebutuhan para
pelanggannya, perusahaan tersebut dituntut untuk melakukan pengiriman barang
sesegera mungkin, walaupun barang yang akan dikirim itu hanya dalam kuantitas
yang sedikit. Hal ini tentunya akan meningkatkan biaya transportasi bagi perusahaan
tersebut.
Dari kedua contoh di atas, dapat terlihat bahwa untuk melakukan efisiensi
sekaligus bersikap responsif seringkali bertolak belakang. Strategi supply chain yang
akan dibahas kemudian dapat menjadi sebuah kerangka kerja (framework) untuk
memberikan solusi yang terbaik dalam mengatasi masalah tersebut.
9
2.1 Pengertian supply chain
Supply chain yang juga berarti sebagai jaringan logistik (logistics networks)
seperti yang ditulis oleh Chopra dan Meindl dalam bukunya Supply Chain
Management, pada dasarnya melibatkan semua pihak yang terkait baik secara
langsung maupun tidak langsung dalam proses pengadaan kebutuhan pelanggan.
Supply chain tidak hanya meliputi principal (manufacturers) dan supplier saja, tetapi
juga penyedia jasa transportasi, gudang, distributor, agen, pengecer, dan pelanggan
itu sendiri. Dalam setiap organisasi, seperti principal, supply chain meliputi semua
proses dan fungsi yang terlibat dalam hal menerima pesanan dan memenuhi
kebutuhan pelanggannya. Fungsi-fungsi tersebut antara lain: pengadaan produk baru,
marketing, operasional, distribusi, keuangan, dan pelayanan pelanggan. Namun juga
tidak hanya terbatas pada hal-hal tersebut.
Sebagai contoh, seorang konsumen berjalan memasuki sebuah supermarket
untuk membeli produk makanan kering. Maka supply chain berawal dari konsumen
itu dan kebutuhannya akan produk makanan kering. Tahap berikutnya dalam supply
chain adalah supermarket yang dikunjungi oleh konsumen tersebut. Supermarket itu
mempunyai sejumlah persediaan produk yang diperoleh dari distributor. Distributor
tersebut dapat saja menggunakan jasa pihak ketiga untuk fasilitas gudang dan layanan
transportasinya. Sementara distributor memperoleh produk makanan tersebut dari
pihak principal utama yang memproduksinya. Suatu supply chain yang utuh tidak
hanya berhenti sampai tahap pihak principal ini, tetapi masih akan berlanjut ke
supplier-supplier yang berkaitan dengan principal tersebut. Misalnya supplier yang
10
menyediakan kemasan plastik sebagai bahan pembungkus, dan supplier yang
menyediakan bahan mentah untuk memproduksi makanan kering tersebut, sampai
dengan para petani yang menanam bahan pokok untuk membuat produk makanan
kering tersebut. Melakukan koordinasi secara penuh terhadap supply chain mulai dari
ujung yang satu sampai dengan ujung lainnya tentunya sangat sulit dan membutuhkan
waktu yang lama. Tetapi semakin banyak titik dalam supply chain ini yang berhasil
untuk disatukan dan dikoordinasi, maka akan semakin baik pula kinerjanya. Gambar
2.1 merupakan contoh tahapan-tahapan yang ada dalam sebuah supply chain.
Gambar 2.1. Contoh Tahapan Supply Chain Untuk Produk Makanan Kering
Penting untuk disadari bahwa pelanggan merupakan salah satu bagian dalam
supply chain, karena pada dasarnya tujuan utama dari adanya suatu supply chain
adalah untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tersebut dalam rangka memperoleh
keuntungan. Aktivitas suatu supply chain berawal dari pesanan pelanggan (customer
Pabrik kimia
Pabrik makanan kering
Distributor Pengecer / Supermarket
Konsumen
Pabrik kemasan plastik
Pabrik tepung
Pabrik pengolah coklat
Pabrik gula
Third party logistic (3PL)
11
order) dan akan berakhir ketika pelanggan tersebut merasa puas dan melakukan
pembayaran atas pembeliannya. Dalam suatu supply chain tidak hanya barang atau
produk yang bergerak dari satu pihak ke pihak yang lainnya, tetapi mengalir juga
informasi, keuangan, dan jasa. Istilah supply chain seolah-olah juga mengkondisikan
hanya ada satu pihak yang terkait dalam setiap tahapannya. Dalam kenyataannya,
suatu principal dapat berhubungan dengan dua supplier atau bahkan lebih. Sehingga
hampir setiap supply chain pada kenyataannya adalah merupakan sebuah jaringan
(networks). Gambar 2.2 memberikan ilustrasi kondisi suatu jaringan dalam sebuah
supply chain.
Gambar 2.2. Jaringan Dalam Suatu Supply Chain
Supplier
Manufacturer Distributor
Retailer Customer
Supplier
Supplier
Retailer
Retailer
Customer
Customer
Retailer Customer
Retailer
Retailer
Customer
Customer
Supplier
Supplier
Supplier
Manufacturer
Manufacturer
Distributor
Distributor
12
2.2 Strategi push dan pull dalam proses supply chain
Ada dua kategori dasar dalam proses suatu supply chain, yaitu strategi
mendorong (push) dan menarik (pull). Dalam strategi push, maka eksekusi akan
dilakukan untuk mengantisipasi pesanan dari pelanggan. Sedangkan dalam strategi
pull, eksekusi akan dilakukan sebagai respon terhadap suatu pesanan pelanggan.
Sehingga hal ini berpengaruh pada permintaan (demand) pelanggan yang akan
dihadapi. Dalam pelaksanaan proses pull, permintaan pelanggan telah diketahui
dengan pasti, sedangkan dalam proses push, permintaan pelanggan tidak atau belum
diketahui dan harus dilakukan dengan cara prediksi (forecasting). Maka proses pull
ini seringkali juga disebut sebagai proses reaktif (reactive processes), sementara
proses push disebut sebagai proses spekulatif (speculative processes).
Sebagai contoh penerapan strategi pull adalah produsen komputer Dell. Dell
menjual secara langsung kepada pelanggannya melalui internet (web site), tanpa
melalui distributor. Maka proses produksi atau perakitan komputer di Dell akan
bergantung pada jumlah pesanan yang diterima dari pelanggannya. Proses produksi
ini dipicu dan merupakan reaksi atas adanya pesanan dari pelanggan.
Sedangkan contoh strategi push adalah produsen makanan kering yang telah
dibahas sebelumnya. Jumlah barang yang diproduksi oleh pabrik tersebut tentunya
tidak menunggu adanya pesanan dari pelanggan, tetapi proses produksi dilakukan
berdasarkan prediksi akan kebutuhan konsumen. Dengan kata lain, proses produksi
tersebut dilakukan untuk mengantisipasi akan adanya permintaan pelanggan.
13
2.3 Lima komponen utama penggerak supply chain
Hugos, Michel, dalam bukunya Essentials of Supply Chain Management,
menyatakan adanya lima komponen utama sebagai penggerak supply chain, yaitu:
produksi (production), persediaan (inventory), lokasi (location), transportasi
(transportation), dan informasi (information). Dalam setiap komponen tersebut, akan
timbul konflik antara efisiensi dan responsif. Gambar 2.3 menunjukkan keterkaitan
kelima komponen utama tersebut.
Gambar 2.3. Lima Komponen Penggerak Utama Supply Chain
(Sumber: Hugos, Michael, Essentials of Supply Chain Management, 1st ed., John
Wiley & Son, New Jersey, 2003)
1. PRODUKSI
Apa, bagaimana, dan kapan untuk melakukan
produksi
2. PERSEDIAAN
Berapa banyak yang dibuat dan berapa
banyak yang disimpan
4. TRANSPORTASI
Bagaimana dan kapan untuk memindahkan
produk
3. LOKASI
Di mana tempat yang terbaik untuk melakukan
aktivitas
5. INFORMASI
Merupakan dasar untuk membuat keputusan
dalam keempat komponen lainnya
14
2.3.1 Produksi
Produksi dalam hal ini mengacu pada kapasitas suatu supply chain untuk
membuat dan menyimpan barang. Fasilitas-fasilitas dalam produksi ini antara lain
adalah pabrik dan gudang. Hal yang menjadi pertimbangan dalam produksi ini adalah
besar kecilnya kapasitas produksi dan penyimpanan yang akan dibangun untuk
memenuhi permintaan pasar. Semakin besar kapasitas tentunya akan semakin
responsif, tetapi juga tidak efisien karena membutuhkan biaya yang besar.
Ada tiga pendekatan yang digunakan dalam hal pergudangan, yaitu:
� Stock keeping unit (SKU) – merupakan salah satu pendekatan tradisional yang
sering digunakan, yaitu suatu produk akan disimpan bersama-sama berdasarkan
SKU masing-masing. Cara ini efisien dan mudah untuk dimengerti dalam hal
penyimpanan barang.
� Job lot storage – dengan pendekatan ini, maka produk yang berbeda tetapi yang
berkaitan dengan kebutuhan yang sama untuk suatu pelanggan atau suatu
pekerjaan tertentu akan disimpan bersama-sama. Hal ini memberikan efisiensi
dalam hal pengambilan (picking) dan pembungkusan (packing), tetapi
umumnya membutuhkan area penyimpanan yang lebih besar daripada sistem
tradisional SKU.
Crossdocking – pendekatan ini dilakukan pertama kali oleh Wal-Mart dalam
rangka meningkatkan efisiensi supply chain. Barang tidak benar-benar disimpan
dalam suatu gudang, tetapi gudang tersebut digunakan sebagai area bongkar muat.
Truk yang datang dari supplier akan membongkar muatan dalam jumlah besar,
15
kemudian akan dibagi-bagi menjadi lot yang lebih kecil. Lot-lot yang kecil ini
kemudian akan dikombinasi kembali berdasarkan kebutuhan untuk hari tersebut dan
dimuat kembali ke dalam truk yang akan mengirimkan ke tempat yang terakhir, yaitu
supermarket.
2.3.2 Persediaan
Persediaan ini meliputi segala sesuatu dari bahan mentah (raw material)
sampai dengan barang jadi yang tersebar pada supplier, principal, distributor, dan
pengecer dalam suatu supply chain. Hal yang dipertimbangkan dalam persediaan ini
adalah jumlah yang akan disimpan. Semakin banyak jumlah persediaan yang dimiliki
maka akan semakin responsif terhadap permintaan pasar, tetapi juga semakin tidak
efisien, karena membutuhkan area penyimpanan yang besar sekaligus biaya
persediaan yang tinggi.
2.3.3 Lokasi
Lokasi dalam hal ini mengacu pada letak geografis dari suatu fasilitas dalam
suatu supply chain. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah masalah sentralisasi dan
desentralisasi. Sentralisasi maksudnya adalah kegiatan lebih dipusatkan pada jumlah
lokasi yang lebih sedikit, sehingga memiliki skala ekonomis yang baik (economies of
scale) dan lebih efisien. Sedangkan dalam desentralisasi, kegiatan dilakukan di
banyak lokasi yang letaknya lebih dekat dengan pelanggan dan supplier, dengan
tujuan agar dapat lebih responsif.
16
Banyak faktor yang menjadi pertimbangan dalam menentukan lokasi ini,
antara lain adalah biaya pembangunan fasilitas, biaya pekerja setempat, kemampuan
pekerja lokal, kondisi infrastruktur yang ada, pajak dan bea cukai, peraturan yang
berlaku di daerah tersebut, serta jarak dengan supplier dan pelanggan.
2.3.4 Transportasi
Transportasi meliputi semua hal yang berhubungan dengan perpindahan mulai
dari bahan mentah sampai barang jadi di antara fasilitas-fasilitas yang ada dalam
suatu supply chain. Hal yang menjadi pertimbangan adalah jenis transportasi yang
digunakan. Transportasi jenis cepat seperti pesawat akan sangat responsif tetapi juga
mahal, sedangkan transportasi jenis lambat seperti kapal laut dan kereta lebih
efisiensi dalam segi biaya namun kurang responsif. Menentukan jenis transportasi
yang tepat untuk digunakan dalam suatu jaringan logistik sangat penting, karena
biaya transportasi mempunyai proporsi yang besar.
2.3.5 Informasi
Informasi merupakan basis utama untuk mengambil keputusan dalam keempat
faktor penggerak supply chain lainnya. Informasi merupakan penghubung antara
semua aktivitas dan operasi dalam sebuah supply chain. Data yang akurat, tepat
waktu, dan lengkap akan memungkinkan suatu perusahaan untuk dapat mengambil
keputusan secara tepat, sekaligus juga meningkatkan kinerja dan nilai supply chain
secara keseluruhan.
17
Informasi pada dasarnya akan digunakan untuk dua tujuan utama dalam suatu
supply chain, yaitu:
� Koordinasi aktivitas harian – berhubungan dengan fungsi keempat faktor
penggerak supply chain lainnya, yaitu produksi, persediaan, lokasi, dan
transportasi. Data permintaan dan penawaran digunakan untuk membuat jadwal
produksi, menentukan tingkat persediaan (inventory levels), rute transportasi,
dan lokasi penyimpanan.
� Membuat ramalan dan rencana – bertujuan untuk mengantisipasi dan memenuhi
permintaan yang akan datang. Informasi yang ada digunakan untuk membuat
prediksi yang nantinya menjadi patokan untuk jadwal produksi bulanan. Hasil
peramalan juga digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil
keputusan, seperti perlu tidaknya membangun fasilitas baru, memasuki pasar
baru, atau keluar dari pasar yang ada.
Pertimbangan antara efisiensi dan responsif meliputi pentingnya untuk
memperoleh informasi yang bagus dan biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan
informasi tersebut. Informasi yang melimpah dan akurat akan dapat menunjang
keputusan operasional yang efisien dan hasil peramalan yang lebih baik. Tetapi biaya
untuk membangun sistem dalam rangka mengumpulkan informasi tersebut tentunya
tidak murah dan membutuhkan waktu. Dalam suatu supply chain juga perlu
dipertimbangkan seberapa banyak informasi yang akan dibagi dengan pihak lainnya
untuk meningkatkan efisiensi kerja bersama dalam supply chain tersebut.
18
2.4 Pengukuran kinerja supply chain dengan matriks
Ada pepatah yang mengatakan bahwa tidak ada hal yang pasti di dunia ini
selain perubahan itu sendiri. Demikian pula halnya dengan supply chain, yang akan
selalu berubah dan menyesuaikan diri dengan keadaan penawaran dan permintaan
suatu produk. Sementara itu, setiap perusahaan yang terlibat dalam supply chain itu
tentunya perlu untuk melakukan pengawasan dan kontrol dalam operasionalnya.
Maka dibutuhkan suatu metode untuk melakukan pengukuran kinerja supply chain
tersebut. Namun sebelumnya akan dibahas terlebih dulu mengenai model pasar yang
terbagi dalam empat kuadran, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.4.
2.4.1 Kategori pasar
Dalam pasar yang masih dalam masa pembentukan (developing market), pada
umumnya jumlah penawaran dan permintaan masih rendah. Pasar yang baru ini
biasanya terjadi karena adanya teknologi baru atau adanya tren sosial dan ekonomi
yang kemudian menciptakan suatu kebutuhan yang baru bagi sekelompok konsumen.
Peluang yang dapat diambil dalam pasar ini adalah dengan bekerja sama dengan
perusahaan lain dalam supply chain untuk mengetahui apa yang sebenarnya
diinginkan oleh pasar. Biaya penjualan pada umumnya adalah tinggi dan tingkat
persediaan rendah.
Pasar yang sedang berkembang (growth market) biasanya mempunyai jumlah
permintaan yang lebih tinggi daripada penawaran yang ada, sehingga suplai
seringkali tidak menentu. Peluang yang ada pada pasar jenis ini adalah dengan
19
memberikan tingkat pelayanan pelanggan yang baik, yang dapat diukur berdasarkan
tingkat pemenuhan pesanan (order fill rates) dan pengiriman yang tepat waktu (on-
time deliveries). Pelanggan pada umumnya mementingkan adanya keandalan
(reliability) dan bersedia membayar mahal untuk hal itu. Biaya penjualan rendah,
karena pelanggan mudah didapat dan tingkat persediaan adalah tinggi karena nilainya
yang cenderung akan meningkat.
Gambar 2.4. Empat Kategori Pasar
(Sumber: Hugos, Michael, Essentials of Supply Chain Management, 1st ed., John
Wiley & Son, New Jersey, 2003)
Supply melebihi demand Melakukan koordinasi dengan patner dalam supply chain untuk menyediakan variasi produk kepada pasar, mengakomodasi fluktuasi kebutuhan produk, serta mempertahankan tingkat pelayanan pelanggan yang tinggi.
MATURE
Pasar stabil, supply dan demand seimbang
Meningkatkan kinerja dan optimalisasi operasional internal perusahaan untuk mencapai tingkat efisiensi maksimum dan keuntungan supply chain yang terbaik.
STEADY
Pasar baru, produk baru, supply dan demand masih rendah
Melakukan kerja sama dengan perusahaan lain dalam supply chain untuk mengetahui keinginan pasar dan membuat produk yang menarik bagi pasar.
DEVELOPING
Demand melebihi supplu Membangun pangsa pasar dan pengenalan produk bersama patner dalam supply chain untuk memberikan tingkat pelayanan pelanggan yang tinggi berdasarkan tingkat pemenuhan pesanan dan pengiriman yang tepat waktu.
GROWTH
D E M A N D
S U
P P
L Y
20
Pasar yang stabil (steady market), jumlah penawaran maupun permintaan
adalah tinggi dan seimbang, sehingga relatif lebih mudah untuk diprediksi. Peluang
dalam pasar ini adalah dengan meningkatkan kinerja internal dan mengoptimalisasi
operasional perusahaan. Perusahaan seharusnya fokus untuk meminimalkan tingkat
persediaan dan biaya penjualan sambil tetap mempertahankan tingkat pelayanan
pelanggan yang tinggi.
Pada pasar yang sudah jenuh (mature market), kondisi yang terjadi biasanya
adalah penawaran telah melebihi permintaan. Kondisi permintaan secara keseluruhan
pada umumnya telah stabil atau menurun secara perlahan akibat persaingan yang
ketat dan keadaan penawaran yang berlebihan. Namun demikian, apabila dilihat dari
sudut pandang setiap supplier, jumlah permintaan ini terlihat tidak menentu. Peluang
dalam pasar kategori ini adalah dalam hal fleksibilitas, yang diukur dalam hal
kemampuan untuk memberikan respon yang cepat terhadap perubahan permintaan
produk serta tetap mempertahankan tingkat pelayanan pelanggan yang tinggi.
Konsumen biasanya lebih menyukai nilai dari one stop shopping, di mana mereka
dapat membeli berbagai kebutuhan dengan harga yang relatif rendah. Tingkat
persediaan harus diminimalkan dan biaya penjualan biasanya cukup tinggi, karena
harus menarik calon pelanggan dalam kondisi pasar yang penuh dengan persaingan.
2.4.2 Empat kategori pengukuran kinerja supply chain
Hugos, Michael, mengemukakan empat kategori untuk mengukur kinerja
supply chain, yaitu:
21
� Pelayanan pelanggan (customer service)
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tujuan utama suatu supply chain
adalah untuk melayani dan memenuhi kebutuhan pasar, terutama pelanggannya.
Pengukuran ini termasuk bagaimana suatu supply chain dapat memberikan dukungan
yang baik kepada pasarnya. Ada dua jenis matriks untuk pelayanan pelanggan ini,
yaitu build to stock (BTS) dan build to order (BTO).
Matriks yang populer untuk situasi BTS adalah:
� Tingkat pemenuhan pesanan secara lengkap (complete order fill rate) dan
tingkat pemenuhan pesanan jenis produk (order line item fill rate)
� Tingkat pengiriman yang tepat waktu (on-time delivery rate)
� Nilai total pesanan yang terlambat dilayani (value of total backorders)
atau jumlah pesanan yang terlambat dilayani (number of backorders)
� Frekuensi dan durasi pesanan yang terlambat dilayani (frequency and
duration of backorders)
� Tingkat pengembalian produk (line item return rate)
Sedangkan matriks yang sering digunakan pada kondisi BTO adalah:
� Permintaan waktu respon pelanggan (quoted customer response time) dan
tingkat pemenuhan secara tepat waktu (on-time completion rate)
� Tingkat pengiriman yang tepat waktu (on-time delivery rate)
� Nilai keterlambatan pesanan (value of late orders) dan jumlah
keterlambatan pesanan (number of late orders)
� Frekuensi dan durasi keterlambatan pesanan (frequency and duration of
late orders)
22
� Jumlah garansi pengembalian dan perbaikan (number of warranty returns
and repairs)
� Efisiensi internal (internal efficiency)
Efisiensi internal merupakan kemampuan suatu perusahaan atau suatu supply
chain untuk menggunakan aktiva yang ada untuk menghasilkan keuntungan yang
semaksimal mungkin. Aktiva dalam hal ini adalah semua yang bernilai nyata
(tangible), seperti pabrik, peralatan, persediaan, dan uang tunai. Pengukuran efisiensi
internal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
� Nilai persediaan (inventory value)
Pengukuran ini dilakukan pada suatu waktu tertentu dan nilai secara rata-
rata untuk suatu periode waktu tertentu. Setiap perusahaan yang terdapat
dalam supply chain akan selalu berusaha untuk mengurangi nilai
persediaannya. Waktu di mana suatu perusahaan tidak keberatan untuk
memiliki nilai persediaan yang melebihi penjualan adalah saat pasar
dalam tahap perkembangan, karena nilai persediaan akan meningkat.
Tetapi setelah kondisi pasar berubah, maka hal yang terbaik adalah
berusaha mengurangi jumlah persediaan.
� Perputaran persediaan (inventory turns)
Cara lain untuk mengukur kinerja internal adalah kecepatan perputaran
persediaan, yang sering disebut sebagai rasio perputaran persediaan
(inventory turnover ratio), yang dapat dihitung dengan rumus:
23
valueinventoryaverageAnnual
soldgoodsoftcosAnnualratioturnoverInventory =
� Nilai laba penjualan (return on sales)
Nilai laba penjualan ini dapat digunakan untuk mengukur bagaimana
suatu perusahaan dapat memanajemen antara biaya tetap (fixed costs) dan
biaya variabel (variables costs), serta pendapatan kotor dari hasil
penjualan (gross profit). Nilai ini dapat dihitung dengan rumus:
Sales
tax&erestintbeforeEarningssalesonReturn =
� Waktu perputaran dari tunai menjadi tunai (cash-to-cash cycle time)
Nilai ini adalah periode waktu sejak suatu perusahaan membayar kepada
suppliernya sampai dengan perusahaan itu menerima pembayaran dari
pelanggannya. Waktu ini dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus
berikut:
purchasesonperiodpaymentAveragegoutstandinsalesDays
supplyofDaysInventorytimecyclecashtoCash
−+=−−
Maka semakin pendek nilai waktu ini adalah semakin bagus, karena
berarti perusahaan tersebut mempunyai perputaran keuangan yang baik.
Suatu perusahaan biasanya akan relatif lebih mudah untuk mengelola
hutang dan piutangnya daripada mengelola persediaan.
� Fleksibilitas permintaan pasar (demand flexibility)
Matriks ini menggambarkan kemampuan suatu perusahaan untuk dapat
bersikap responsif terhadap adanya kebutuhan baru secara kuantitas dan jenis produk.
24
Kemampuan dalam hal ini diperlukan untuk mengatasi ketidakpastian dalam pasar.
Beberapa ukuran fleksibilitas antara lain:
� Waktu perputaran aktivitas (activity cycle time)
Adalah waktu yang dibutuhkan untuk melakukan suatu aktivitas dalam
supply chain, seperti pemenuhan pesanan, desain produk, perakitan
produk, atau aktivitas lainnya yang mendukung dalam supply chain
tersebut. Perputaran waktu ini dapat diukur baik untuk suatu perusahaan
secara individu maupun untuk supply chain secara keseluruhan. Yang
terpenting adalah waktu yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan
kepada konsumen akhir dalam supply chain tersebut.
� Fleksibilitas kapasitas (upside flexibility)
Adalah kemampuan suatu perusahaan atau supply chain untuk
menanggapi secara cepat terhadap adanya volume pesanan tambahan
untuk produk yang mereka tawarkan. Misalnya jumlah pesanan normal
adalah 100 unit per minggu untuk suatu produk. Apakah pesanan akan
tetap dapat dipenuhi apabila meningkat sebesar 25 persen dalam suatu
minggu ataukah tambahan pesanan tersebut harus menunggu lebih dulu,
dan menjadi backorder. Upside flexibility ini dapat diukur dari persentase
peningkatan permintaan yang diharapkan untuk suatu produk yang dapat
diakomodasi.
� Fleksibilitas tambahan (outside fleksibility)
Adalah kemampuan suatu perusahaan untuk dapat menyediakan produk
tambahan di luar produk normal yang ditawarkan kepada pelanggannya
25
secara cepat. Di saat pasar telah jenuh, maka produk yang dulunya tidak
termasuk dalam produk yang ditawarkan, bisa saja menjadi produk
tambahan atau komplemen yang dapat menarik pelanggan baru serta
mampu meningkatkan penjualan kepada pelanggan yang telah ada.
� Pengembangan produk (product development)
Matriks pengembangan produk ini ditujukan untuk mengukur kemampuan
suatu perusahaan atau supply chain untuk melakukan desain, mengembangkan, dan
mengeluarkan produk baru kepada pasar yang dilayaninya. Adanya inovasi teknis,
perubahan sosial budaya, dan ekonomi dapat menyebabkan suatu pasar berubah
seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini dapat diukur dari:
� Persentase total produk yang terjual yang dipasarkan tahun sebelumnya
� Persentase total penjualan produk yang dipasarkan tahun sebelumnya
� Waktu yang diperlukan untuk mengembangkan dan meluncurkan suatu
produk baru
2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi desain jaringan distribusi
Suatu jaringan distribusi pada level yang tertinggi seharusnya di evaluasi dari
dua dimensi, yaitu:
� Permintaan pelanggan yang terpenuhi
� Biaya untuk memenuhi permintaan pelanggan tersebut
26
Pelayanan pelanggan pada dasarnya dapat diukur dari beberapa hal yang
mempengaruhi struktur jaringan distribusi tersebut, yaitu:
� Waktu respon (response time), yaitu waktu yang diperlukan sejak pelanggan
melakukan pesanan sampai dengan menerima produk yang dipesan tersebut.
� Variasi produk (product variation), yaitu jumlah produk yang berbeda atau
konfigurasi produk yang diinginkan oleh pelanggan dari jaringan distribusi
tersebut.
� Ketersediaan produk (product availability), adalah kemungkinan bahwa produk
yang dipesan oleh pelanggan telah terdapat dalam persediaan.
� Pengalaman pelanggan (customer experience), yaitu mencakup kemudahan
pelanggan untuk dapat melakukan pesanan dan menerima produk yang telah
dipesan tersebut.
� Penelusuran pesanan (order visibility), yaitu kemampuan untuk dapat
menelusuri pesanan oleh pelanggan, dari sejak dilakukannya pemesanan sampai
dengan pengiriman.
� Kemudahan pengembalian (returnability), adalah kemampuan suatu jaringan
distribusi untuk memberikan kemudahan bagi para pelanggannya untuk dapat
mengembalikan atau menukarkan produk yang tidak memuaskan atau rusak.
2.6 Desain jaringan untuk situasi yang tidak menentu
Keputusan yang diambil dalam mendesain suatu jaringan atau supply chain
biasanya melibatkan investasi yang nilainya tidak sedikit, seperti pembangunan
27
pabrik, pengadaan sarana transportasi, armada pengiriman barang, dan pembangunan
gudang. Hal-hal tersebut pada umunya merupakan strategi jangka panjang dan
apabila telah diputuskan dan dijalankan, akan sulit untuk diubah dalam waktu
singkat. Maka sebelum menentukan desain suatu jaringan atau supply chain, adalah
penting untuk melakukan evaluasi secara cermat dan akurat.
Faktor yang paling berpengaruh dalam suatu jaringan supply chain adalah
ketidakpastian (uncertainty). Ketidakpastian ini meliputi banyak hal, seperti
permintaan, harga, nilai tukar mata uang, dan kondisi persaingan yang terjadi. Suatu
keputusan yang baik untuk saat ini dapat menjadi suatu hal yang buruk di kemudian
hari seiring dengan terjadinya perubahan.
Ketidakpastian dalam hal permintaan pasar dan harga akan mendorong
pembangunan pabrik dengan kapasitas produksi yang fleksibel. Sebagai contoh
adalah Toyota, yang telah membuat pabrik perakitan globalnya menjadi lebih
fleksibel, sehingga setiap pabrik tersebut dapat melayani beberapa pasar sekaligus.
Salah satu kelebihan utama dari fleksibilitas ini adalah Toyota dapat menyesuaikan
produksinya terhadap fluktuasi permintaan, nilai tukar mata uang, maupun harga
pasar lokal untuk tetap dapat mencapai keuntungan secara maksimal.
2.7 Manajemen dan koordinasi dalam supply chain
Koordinasi dalam suatu supply chain dapat meningkat apabila semua pihak
yang terlibat dalam setiap tahap mampu bekerja sama untuk meningkatkan nilai dan
keuntungan supply chain tersebut secara keseluruhan. Sebaliknya, koordinasi supply
28
chain yang lemah, di mana setiap pihak yang terlibat hanya berusaha untuk mencapai
keuntungan demi organisasinya masing-masing, maka akan menurunkan nilai supply
chain secara keseluruhan.
2.7.1 Efek bullwhip
Suatu fluktuasi permintaan konsumen yang terjadi pada level supermarket
atau pengecer akan meningkat seiring dengan bergeraknya permintaan ke distributor,
principal, dan supplier-supplier yang terkait di belakangnya. Kejadian ini disebut
sebagai efek bullwhip. Efek bullwhip ini mengacaukan informasi permintaan
konsumen sepanjang tahapan-tahapan yang ada dalam suatu supply chain, sehingga
pada setiap tahapan terdapat prediksi permintaan konsumen yang berbeda-beda.
Efek bullwhip mengurangi tingkat keuntungan suatu supply chain, karena
meningkatkan biaya persediaan guna memenuhi permintaan suatu produk yang
berfluktuasi.
2.7.2 Efek akibat lemahnya koordinasi kinerja supply chain
Lemahnya koordinasi dalam suatu supply chain akan menurunkan nilai dan
keuntungan supply chain tersebut secara keseluruhan. Apabila setiap pihak yang
terlibat dalam tahapan supply chain hanya berusaha untuk mengoptimalkan
kepentingannya sendiri tanpa menyadari keutuhan suatu supply chain, maka akan
berakibat menurunnya kinerja supply chain itu sendiri. Koordinasi yang lemah juga
akan berakibat terjadinya distorsi informasi sepanjang tahapan-tahapan yang ada
29
dalam supply chain. Berikut ini akan dibahas beberapa akibat dari lemahnya
koordinasi dalam suatu supply chain.
� Biaya produksi (manufacturing cost)
Efek bullwhip menyebabkan meningkatnya biaya produksi dalam supply chain,
karena supplier harus berusaha memenuhi permintaan dari pelanggannya yang
lebih bervariasi daripada permintaan konsumen yang sebenarnya. Biaya ini juga
meningkat karena digunakan untuk membangun kapasitas produksi yang lebih
besar ataupun menambah jumlah barang persediaan, yang pada akhirnya akan
meningkatkan biaya produksi per unit.
� Biaya persediaan (inventory cost)
Efek bullwhip juga meningkatkan biaya persediaan dalam supply chain. Suatu
perusahaan harus mempunyai kapasitas penyimpanan yang relatif lebih besar
guna memenuhi permintaan pelanggan yang bervariasi, dibandingkan jika tidak
adanya efek bullwhip. Akibatnya biaya persediaan dalam supply chain tersebut
juga akan meningkat seiring dengan bertambahnya kapasitas serta biaya
operasional gudang.
� Waktu yang diperlukan untuk pengadaan barang (replenishment lead time)
Akibat lain dari adanya efek bullwhip adalah bertambahnya waktu yang
diperlukan untuk memenuhi suatu permintaan barang. Ada saat-saat tertentu di
mana kapasitas produksi dan persediaan yang ada tidak mampu memenuhi
pesanan pelanggan, sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama sebelum
pesanan tersebut akhirnya dapat dipenuhi.
30
� Biaya transportasi (transportation cost)
Biaya transportasi berkorelasi dengan pemenuhan permintaan yang ada,
sehingga kebutuhan transportasi tersebut juga menjadi berfluktuasi. Akibatnya
biaya transportasi ini akan meningkat karena kebutuhan kapasitas transport
yang lebih banyak pada waktu terjadi permintaan yang tinggi.
� Biaya pekerja untuk pengiriman dan penerimaan barang (labor cost for
shipping and receiving)
Peningkatan juga terjadi pada biaya pekerja yang menangani pengiriman dan
penerimaan barang, terutama pada distributor dan pengecer. Adanya fluktuasi
menyebabkan perusahaan harus memilih antara mempunyai jumlah pekerja
yang lebih banyak atau menyesuaikan kapasitas pekerja seiring dengan
terjadinya fluktuasi permintaan. Kedua pilihan tersebut pada akhirnya tetap
akan menambah biaya pekerja secara keseluruhan.
� Tingkat ketersediaan produk (level of product availability)
Efek bullwhip juga mengakibatkan seringnya terjadi jumlah persediaan di pihak
distributor dan pengecer tidak mampu memenuhi permintaan pelanggan ada.
Hal ini menyebabkan kemungkinan kehabisan barang (out of stock) dan
akhirnya kinerja penjualan tidak dapat meningkat dalam supply chain tersebut.
� Hubungan sepanjang supply chain (relationships across the supply chain)
Efek bullwhip juga berpengaruh negatif pada hubungan kerja sama antar pihak
yang terkait dalam suatu supply chain. Ada kecenderungan untuk saling
menyalahkan antara satu pihak dengan yang lain, karena masing-masing merasa
telah berusaha melakukan yang terbaik. Hal ini dapat berujung pada hilangnya
31
kepercayaan antara pihak yang satu dengan yang lainnya dalam setiap tahapan
supply chain, dan akhirnya akan membuat usaha koordinasi selanjutnya
menjadi lebih sulit untuk dilakukan.
2.7.3 Hambatan-hambatan dalam koordinasi suatu supply chain
Ada beberapa hambatan dalam melakukan koordinasi dalam suatu supply
chain, antara lain:
� Hambatan insentif (incentive obstacle), adalah suatu hambatan yang mengacu
pada situasi di mana insentif yang ditawarkan pada setiap tahapan atau pihak
yang ada dalam suatu supply chain akan mengakibatkan terjadinya kegiatan
yang meningkatkan variasi dan mengurangi keuntungan total suatu supply
chain.
� Hambatan proses informasi (information process obstacle), adalah suatu
hambatan yang mengacu pada situasi di mana informasi permintaan pasar yang
sebenarnya akan terdistorsi seiring dengan informasi tersebut bergerak dari satu
tahap ke tahap yang lainnya sepanjang supply chain, yang pada akhirnya akan
meningkatkan variasi pesanan dalam supply chain tersebut.
� Hambatan operasional (operational obstacle), adalah suatu hambatan yang
mengacu pada kegiatan operasional yang terjadi dalam rangka melakukan
pesanan dan memenuhi permintaan yang berujung pada meningkatnya variasi.
32
� Hambatan harga (pricing obstacles), adalah hambatan yang mengacu pada
kebijakan harga (pricing policy) untuk suatu produk yang menyebabkan
terjadinya variasi pada jumlah pesanan.
� Hambatan perilaku (behavioral obstacles), adalah masalah-masalah yang terjadi
dalam suatu organisasi yang ikut menimbulkan terjadinya efek bullwhip.
Masalah-masalah ini sering terkait dengan struktur suatu supply chain dan
bentuk komunikasi yang terjadi di antara setiap tahapannya.
2.8 Konfigurasi jaringan logistik
Simchi-Levi, (Designing and Managing the Supply Chain: Concepts,
Strategies, and Case Studies, 2003), menyatakan ada enam hal yang perlu
diperhatikan untuk melakukan optimalisasi model jaringan, yaitu:
� Customer-specific service level requirements – yaitu melihat dari segi tingkat
pelayanan yang ingin diberikan kepada pelanggan.
� Existing warehouses – yaitu gudang yang telah ada seharusnya tidak secara
langsung ditutup, tetapi perlu dipertimbangkan kondisinya, dan sisa jangka
waktu sewa.
� Expansion of existing warehouses – yaitu gudang yang telah ada perlu
dipertimbangkan kemungkinan untuk diperluas atau diperbesar kapasitasnya.
� Specific flow patterns – dalam hal-hal tertentu rute yang spesifik tidak
seharusnya diubah, seperti rute dari suatu gudang ke sekumpulan pelanggan,
atau rute dari suatu principal ke gudang tertentu.
33
� Warehouse-to-warehouse flow – yaitu pergerakan barang dari suatu gudang ke
gudang yang lainnya.
� Bill of materials – dalam kasus-kasus tertentu, proses perakitan akhir dilakukan
di suatu gudang, sehingga data-data mengenai komponen yang diperlukan harus
disediakan. Maka hal ini perlu menjadi pertimbangan dalam melakukan
optimalisasi model.
2.9 Sistem sentralisasi dan desentralisasi
Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan sistem
sentralisasi dan desentralisasi, yaitu:
� Safety stock
Sistem yang tersentralisasi akan menurunkan kebutuhan safety stock,
sebaliknya sistem yang desentralisasi akan cenderung menambah kebutuhan
akan safety stock.
� Tingkat pelayanan (service level)
Dengan asumsi bahwa jumlah total safety stock yang ada pada sistem
sentralisasi dan desentralisasi, maka tingkat pelayanan yang diberikan oleh
sistem sentralisasi akan lebih tinggi.
� Overhead costs
Pada umumnya biaya akan menjadi lebih besar pada sistem desentralisasi,
karena kurangnya faktor skala ekonomis (economies of scale).
34
� Waktu tunggu pelanggan (customer lead time)
Sistem desentralisasi akan mampu memberikan waktu respon yang lebih
singkat, karena letaknya relatif lebih dekat dengan supplier maupun pelanggan.
� Biaya transportasi (transportation costs)
Efek terhadap biaya transportasi ini spesifik untuk setiap keadaan. Sistem
sentralisasi membutuhkan lebih sedikit transportasi internal, tetapi lebih banyak
transportasi eksternal, yaitu pengiriman dari gudang ke pelanggan. Sedangkan
sistem desentralisasi memerlukan transportasi internal yang relatif lebih
banyak, namun transportasi eksternal yang lebih sedikit karena lebih dekat
dengan pelanggan.
2.10 Gudang publik dan individu
Salah satu hal penting yang menjadi pertimbangan dalam logistik adalah hal
pengadaan tempat penyimpanan atau gudang. Gudang dapat diperoleh dengan cara
menyewa dari pihak ketiga ataupun dibangung dan dimiliki sendiri.
2.10.1 Keuntungan dan kerugian gudang publik
Gudang yang disediakan dengan cara menyewa dari pihak ketiga mempunyai
beberapa keuntungan, antara lain:
� Tidak memerlukan investasi dalam jumlah yang besar untuk mendirikan
gudang tersebut, karena perusahaan cukup mengeluarkan biaya sewa tempat
sesuai dengan kapasitas yang diperlukan.
35
� Dapat memperoleh kapasitas yang lebih besar pada waktu yang dibutuhkan,
sementara gudang yang dibangun dan dimiliki sendiri biasanya memiliki
keterbatasan dalam hal kapasitasnya yang relatif lebih kecil.
� Skala ekonomis (economies of scale) – yaitu gudang yang disewakan pada
umumnya memiliki kapasitas yang cukup besar sehingga dapat digunakan oleh
lebih dari satu perusahaan secara bersama-sama. Hal ini tentunya mempunyai
nilai ekonomis yang lebih tinggi daripada gudang yang dimiliki secara individu.
� Gudang yang disewa lebih fleksibel, karena kapasitasnya dapat disesuaikan
dengan kebutuhan yang ada pada waktu-waktu tertentu. Sementara gudang
yang dimiliki sendiri dapat menjadi beban pada saat kondisi operasional
perusahaan kurang baik.
� Biaya penyimpanan dapat dihitung dengan lebih jelas, karena perusahaan yang
menyewa akan menerima tagihan setiap periode waktu tertentu. Sedangkan
perusahaan yang memiliki dan mengoperasikan gudangnya sendiri, biasanya
mengalami kesulitan untuk menghitung biaya tetap dan biaya variabel tersebut.
� Waktu yang lebih singkat – perusahaan dapat dengan segera memperoleh
kapasitas penyimpanan yang diperlukan dengan menyewa gudang publik, dan
tidak membutuhkan waktu untuk membangun gudang lebih dulu.
Disamping keuntungan-keuntungan yang telah disebutkan di atas, gudang
sewa juga memiliki beberapa kerugian, yaitu:
� Masalah komunikasi – perusahaan yang menyewa gudang atau tempat
penyimpanan dengan pihak ketiga biasanya akan mengalami hambatan dalam
36
hal komunikasi, baik dari segi infrastruktur (seperti komputer, sistem informasi)
maupun dari segi organisasi. Sistem informasi yang terdapat pada gudang
tersebut belum tentu cocok (compatible) dengan sistem yang ada di perusahaan
yang menyewa. Sehingga dapat menyebabkan masalah-masalah dalam hal
standarisasi. Sedangkan dari segi organisasi, pekerja di gudang yang disewa
tersebut tentunya lebih sulit untuk dikontrol dan diawasi karena mereka bekerja
untuk pihak ketiga.
� Pelayanan khusus – gudang-gudang yang disewakan untuk umum biasanya
hanya memiliki fasilitas-fasilitas standar saja. Pelayanan yang khusus mungkin
dapat disediakan oleh pihak pemilik gudang setelah ada beberapa kliennya yang
membutuhkan fasilitas tersebut. Sehingga hal ini membatasi jenis fasilitas dan
pelayanan khusus yang ada pada gudang tersebut.
� Keterbatasan kapasitas – gudang yang disewa suatu ketika juga dapat mencapai
batasan kapasitasnya, sehingga perusahaan yang menyewa akan kesulitan untuk
memperoleh tambahan kapasitas. Atau kapasitas tambahan tersebut bisa
diperoleh tetapi dengan biaya yang lebih mahal.
2.10.2 Keuntungan dan kerugian gudang individu
Gudang yang dibangun dan dimiliki oleh perusahaan secara individu
mempunyai beberapa keuntungan, antara lain:
37
� Fungsi kontrol yang lebih baik – gudang yang dimiliki sendiri oleh suatu
perusahaan tentunya akan lebih mudah untuk dikontrol dan diawasi, sehingga
akan lebih mudah untuk diintegrasikan ke dalam jaringan logistiknya.
� Fleksibilitas dalam hal desain dan operasional – perusahaan dapat memasang
fasilitas atau menyediakan pelayanan khusus yang dibutuhkan pada gudang
yang dimilikinya sendiri dengan lebih mudah.
� Biaya penyimpanan dapat menjadi lebih murah dalam jangka panjang bagi
perusahaan yang membangun gudangnya sendiri, dengan catatan kapasitas yang
tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal.
� Tenaga kerja – dengan memiliki gudang sendiri, suatu perusahaan dapat lebih
memanfaatkan secara optimal tenaga kerja yang dimilikinya. Pekerja di gudang
tersebut tentunya juga lebih bertanggung jawab terhadap barang-barang yang
ada, karena bekerja pada perusahaan yang sama. Namun ada juga gudang
publik yang disewakan dan mengijinkan perusahaan yang menyewa untuk
menggunakan tenaga kerjanya sendiri.
� Keuntungan pajak – hal ini dapat diperoleh karena dengan memiliki gudang
sendiri, suatu perusahaan akan memperoleh tambahan biaya depresiasi,
sehingga dapat mengurangi nilai pajak yang harus dibayar.
Selain keuntungan-keuntungan yang telah dijelaskan tersebut, gudang yang
dimiliki sendiri juga mempunyai beberapa kerugian, antara lain:
� Fleksibilitas dalam hal kapasitas – yaitu gudang yang dimiliki sendiri oleh suatu
perusahaan akan menjadi kurang fleksibel, karena perusahaan harus
38
menanggung biaya operasional dan kapasitas yang tetap. Apabila kapasitas
dalam gudang tersebut tidak mampu dimanfaatkan secara optimal, maka biaya
penyimpanan dapat menjadi lebih mahal daripada biaya sewa gudang publik.
� Nilai investasi – suatu perusahaan tentunya harus mengeluarkan biaya yang
cukup besar untuk mendirikan dan memiliki gudangnya sendiri. Sementara
gudang yang disewa tidak memerlukan nilai investasi awal yang sedemikian
besar.
� Waktu yang lebih lama – suatu perusahaan akan membutuhkan waktu yang
lebih lama untuk mendirikan gudangnya sendiri. Apabila gudang tersebut
diperoleh dengan jalan menyewa, maka akan dibutuhkan waktu yang relatif
lebih singkat, karena gudang tersebut telah tersedia.
39
BAB III
METODOLOGI
3.1 Kerangka pikir
P.T. XYZ menghadapi permasalahan dalam hal model jaringan distribusi dan
logistiknya. Model yang saat ini sedang berjalan dinilai kurang efisien dan masih
belum adanya patokan-patokan yang jelas dalam hal logistiknya. Aliran informasi
internal dan eksternal perusahaan masih belum terkoordinasi dengan baik, sehingga
menyebabkan sulitnya untuk mengambil keputusan secara cepat dan tepat.
Setelah mengidentifikasi permasalahan, maka akan dikumpulkan informasi
berdasarkan hasil survey, pengamatan, interview, serta data-data kuantitatif yang
diperlukan untuk melakukan proses analisis. Model jaringan logistik atau internal
supply chain yang ada akan dianalisis berdasarkan beberapa batasan-batasan tertentu.
Proses analisis ini juga akan didukung oleh simulasi model yang diusulkan untuk
mendapatkan perbandingan.
Dengan melakukan proses analisis tersebut maka akan diketahui faktor-faktor
penting yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan pada model distribusi yang telah ada.
Selain itu juga tidak menutup kemungkinan diusulkannya suatu model jaringan
logistik yang lebih cocok untuk diterapkan di P.T. XYZ berdasarkan hasil
perbandingan simulasi yang telah dilakukan. Gambar 3.1 merupakan pola pikir secara
keseluruhan dari kegiatan penulisan tesis ini.
40
Gambar 3.1. Kerangka Pikir
3.2 Model dan metode analisis
Metode analisis secara garis besar seperti yang ditunjukkan dalam Gambar
3.2, yaitu dimulai dari identifikasi masalah, melakukan survey dan pengumpulan
data, kemudian dilakukan analisis dan simulasi model jaringan distribusi dan logistik
berdasarkan lead time, inventory turnover dan volume turnover. Hasil yang akan
Memberikan rekomendasi untuk meningkatkan kinerja logistik untuk model yang telah ada
OUTPUT
Mendapatkan model jaringan distribusi yang cocok untuk diterapkan
1 2
Mengidentifikasi model jaringan distribusi yang sedang berjalan
Melakukan analisa pada model jaringan distribusi dan logistik yang sedang berjalan
PROSES ANALISIS
2 1
� Model jaringan distribusi yang ada dinilai kurang efisien
� Adanya usulan suatu model jaringan distribusi baru
� Belum adanya standarisasi yang jelas dalam hal logistik
MASALAH
Data kuantitatif
Data kualitatif
Survey Interview
Studi literatur
41
diperoleh adalah rekomendasi untuk peningkatan kinerja serta model jaringan logistik
yang baru.
Gambar 3.2. Metode Analisis
MULAI
SELESAI
Hasil survey, interview
Identifikasi masalah
Analisa model jaringan distribusi dan
logistik yang ada
Analisa model jaringan distribusi yang diusulkan
� Biaya safety stock � Biaya distribusi
� Rekomendasi � Hasil analisis model
42
3.3 Variabel yang akan diukur
Ada dua variabel utama yang akan dianalisis sebagai patokan untuk mengukur
kinerja jaringan logistik yang telah ada, yaitu:
� Ssafety stock – yaitu nilai persediaan berdasarkan jumlah barang yang harus
dicadangkan selama menunggu waktu pengiriman dari principal..
� Biaya transportasi – yaitu biaya pengiriman yang dikenakan apabila suatu
produk dipindahkan dari satu gudang ke gudang yang lain.
3.4 Hipotesis
Model jaringan logistik yang saat ini diterapkan di P.T. XYZ masih belum
optimal dan kurang efisien. Ada faktor-faktor tertentu yang masih perlu diperbaiki
dan dapat ditingkatkan lagi. Pengubahan model jaringan logistik juga dapat dilakukan
untuk memperoleh kinerja operasional yang lebih efektif, efisien, dan responsif.
3.5 Populasi dan sampel
Yang menjadi obyek atau populasi area dalam penelitian ini adalah seluruh
area yang terdapat dalam jaringan distribusi dan logistik P.T. XYZ. Sedangkan
sampel yang akan digunakan mengacu pada central distribution center (CDC) di
Cikarang dan distribution center (DC) untuk area di Surabaya.
43
3.6 Metode pengumpulan data
Pengumpulan data akan dilakukan baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Data kuantitatif antara lain adalah data-data logistik yang berkaitan dengan area yang
akan dianalisis. Data kuantitatif ini dapat diperoleh dari sistem informasi yang
terdapat pada P.T. XYZ, dan akan digunakan sebagai input untuk melakukan analisis
dan simulasi model jaringan logistik.
Sedangkan data kualitatif adalah informasi yang diperoleh dari hasil
wawancara, survey, pengamatan, dan studi literatur. Informasi ini akan digunakan
untuk menggambarkan kondisi, struktur, dan model jaringan logistik yang saat ini
sedang digunakan.
3.7 Model Jaringan
Model jaringan yang akan dianalisa merupakan penyederhanaan dari kondisi
yang sebenarnya di lapangan, yaitu dengan mengambil model distribusi yang
digunakan oleh pihak principal dengan jumlah transaksi yang paling berpengaruh.
44
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis yang akan dibahas dalam penelitan ini adalah secara kualitatif dan
kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan menggunakan model Porter dan
analisis SWOT, di mana masing-masing akan memberikan gambaran mengenai
kondisi P.T. XYZ secara keseluruhan dalam bisnis.
Selanjutnya analisis kualitatif ini akan dipertajam dengan analisis kuantitatif
dengan berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dari P.T. XYZ. Metode
kuantitatif ini terutama ditujukan untuk menganalisis jaringan distribusi dan logistik
P.T. XYZ yang disederhanakan dalam bentuk model sentralisasi dan desentralisasi.
4.1 Analisis Model Porter
Michael E. Porter dalam bukunya Competitive Strategy mengemukakan suatu
model analisa industri yang terdiri dari lima kekuatan utama, yaitu persaingan antar
perusahaan dalam industri sejenis (rivalry among existing firms), pemain baru yang
berpotensial (potential entrants), kekuatan supplier (bargaining power of suppliers),
kekuatan pembeli (buyers), dan produk pengganti (substitutes products). Gambar 4.1
merupakan model Porter untuk jenis industri distribusi P.T. XYZ.
45
4.1.1. Persaingan antar perusahaan industri sejenis
Pesaing dalam industri yang sejenis, dalam hal ini adalah perusahaan yang
menangani masalah distribusi dan pemasaran suatu produk khususnya consumer
goods di Indonesia cukup banyak. Walaupun merek dagang yang dipegang oleh
masing-masing perusahaan pada umumnya berbeda, namun karena terjadinya
persaingan di antara merek untuk produk yang sejenis, maka tingkat persaingan yang
terjadi cukup signifikan. Produk yang ditangani oleh distributor dengan kinerja yang
buruk akan mengakibatkan produk tersebut kalah bersaing dengan produk-produk
sejenis lainnya. Persaingan antar perusahaan distribusi dan pemasaran ini secara tidak
langsung juga merupakan persaingan antar merek dagang produk.
Strategi:
Untuk menyikapi tingginya kompetisi di antara sesama perusahaan distribusi ini,
maka P.T. XYZ seharusnya melakukan dua hal utama. Yang pertama yaitu
meningkatkan mutu pelayanan baik kepada principal maupun pelanggan yang telah
ada saat ini, dan yang kedua berusaha melakukan efisiensi secara internal, sehingga
dapat menekan biaya operasional perusahaan.
46
Gambar 4.1. Model Porter
4.1.2. Pemain baru yang berpotensial
Pemain-pemain baru yang berpotensial dalam industri ini hampir tidak ada
atau sangat sedikit sekali, kecuali ada suatu principal yang ingin membentuk divisi
distribusi dan pemasaran produknya sendiri. Hal ini disebabkan karena relatif
tingginya hambatan untuk masuk (entry barrier). Perusahaan distribusi yang telah
ada sejak lama pada umumnya memiliki jaringan yang kuat di berbagai daerah dan
armada pengiriman dalam jumlah besar, sehingga tidak mudah bagi pemain baru
POTENTIAL ENTRANTS
(LOW)
SUBSTITUTES
(LOW)
SUPPLIERS/ PRINCIPALS
(HIGH)
BUYERS
(MEDIUM)
INDUSTRY COMPETITORS
(HIGH)
47
untuk membangun infrastruktur dan armadanya karena membutuhkan biaya dan
waktu yang tidak sedikit.
Strategi:
Untuk mencegah masuknya pemain baru dalam industri ini, strategi yang dapat
dilakukan oleh P.T. XYZ adalah meningkatkan hambatan untuk masuk (entry
barrier). Caranya adalah dengan memperluas jaringan distribusinya ke daerah-
daerah, terutama di luar pulau Jawa, di mana tingkat penetrasinya relatif masih
rendah. Hal ini perlu diperhatikan karena pemain baru pada umumnya suka untuk
menyerang daerah-daerah yang tingkat persaingannya masih rendah.
4.1.3. Kekuatan supplier/principal
Posisi supplier atau principal terhadap perusahaan adalah relatif tinggi, hal ini
karena principal sebagai produsen produk dapat menentukan kuantitas barang yang
dikirimkan. Ketergantungan jumlah produk terhadap principal ini dapat
mempengaruhi kinerja perusahaan, karena jumlah yang terlalu berlebihan akan
menambah persediaan yang sia-sia (waste inventory), sedangkan jumlah yang sedikit
dapat menyebabkan perusahaan tidak mampu memenuhi permintaan pasar. Selain itu,
principal dapat saja suatu ketika memutuskan untuk menghentikan kerja sama, dan
beralih ke perusahaan pesaing. Principal yang besar dan memiliki banyak ragam
produk tentunya memiliki posisi yang lebih kuat, sementara principal yang relatif
48
lebih kecil atau masih baru dengan sedikit variasi produk akan lebih lemah posisinya
terhadap perusahaan.
Strategi:
Untuk menjaga posisi yang seimbang antara perusahaan dengan pihak principal,
maka P.T. XYZ dapat meningkatkan kualitas hubungan yang telah terjalin saat ini.
Caranya adalah dengan berbagi data untuk mencegah terjadinya bullwhip effect.
Dengan demikian akan terjadi hubungan mutualisme antara perusahaan dengan
principal, karena masing-masing pihak akan saling membutuhkan satu dengan yang
lainnya serta dapat memperoleh keuntungan bersama.
4.1.4. Kekuatan pembeli
Pembeli (buyers) dalam industri ini adalah para agen dan distributor yang
lebih kecil, toko ritel, serta pengecer di daerah-daerah. Toko ritel atau hypermarket
dengan modal yang kuat serta agen dengan jaringan kuat di daerah memiliki posisi
yang cukup kuat, karena mereka dapat menekan perusahaan untuk memberikan harga
yang lebih murah dibandingkan dengan para agen atau pengecer yang kecil.
Strategi:
Walaupun perusahaan memiliki posisi yang lebih baik daripada para agen atau
pengecer kecil, namun sebaiknya tidak mengabaikan atau bahkan menekan mereka.
Para agen serta pengecer tersebut meskipun ukurannya kecil, tetapi jumlah mereka
49
adalah sangat banyak dan tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Justru dengan
tetap menjaga hubungan baik serta berusaha bekerja sama dengan agen dan pengecer
baru, maka perusahaan akan semakin mantap posisinya di daerah-daerah.
4.1.5. Produk pengganti
Ada dua jenis produk pengganti dalam industri ini, yaitu apabila suatu
principal membangun sendiri divisi distribusi serta marketingnya atau pihak principal
menjual langsung ke toko. Kemungkinan suatu principal membangun sendiri divisi
distribusi dan marketing untuk memasarkan produknya dapat terjadi terutama pada
principal-principal yang besar dan memiliki beraneka ragam produk, karena mereka
pada umumnya memiliki dukungan modal yang cukup kuat. Sementara kemungkinan
yang kedua, yaitu pihak principal menjual langsung ke toko adalah kecil, karena
sangat jarang atau hampir tidak ada principal yang menjual produknya eceran
langsung kepada konsumen.
Strategi:
Sumber dari produk pengganti ini pada dasarnya adalah principal itu sendiri. Maka
strategi yang perlu dilakukan dalam hal ini adalah sama dengan strategi untuk
menghadapi principal, yaitu dengan meningkatkan kualitas hubungan kerja sama
dengan pihak principal sehingga terjalin hubungan mutualisme.
50
4.2 Analisis SWOT
Analisis SWOT ini meninjau dari empat sisi, yaitu kekuatan (strengths),
kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats). Analisis
SWOT ini bertujuan agar perusahaan mengetahui kelebihan serta kekurangannya
secara internal, serta memahami kondisi lingkungan yang ada di sekitarnya, yaitu
peluang dan ancaman yang ada. Kekuatan dan kelemahan pada dasarnya dapat
dikendalikan karena berasal dari dalam perusahaan itu sendiri (internal). Sebaliknya
peluang dan ancaman itu pada umumnya sulit atau bahkan tidak mungkin untuk
dikendalikan karena sifatnya yang berasal dari faktor-faktor di luar perusahaan
(eksternal).
Suatu perusahaan yang mengerti akan kondisi SWOT ini, maka akan dapat
memaksimalkan kekuatan dan memanfaatkan peluang yang dimilikinya, serta
meminimalkan kelemahan dan ancaman yang ada. Apabila analisis ini dilakukan
dengan benar dan akurat, maka akan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam
mendesain serta mengeksekusi suatu strategi yang sukses.
4.2.1. Kekuatan (Strengths)
� Pengetahuan dan pengalaman yang mendalam mengenai pasar di Indonesia.
Aset intangible ini saat penting artinya karena merupakan suatu competitive
advantage yang sangat sulit untuk ditiru oleh perusahaan pesaing. Dengan
mengenal dan menguasai medan pertempuran (pasar) maka suatu perusahaan
dapat memilih dan menerapkan strategi yang jitu pada waktu yang tepat.
51
� Aset yang berupa infrastruktur distribusi, fasilitas pergudangan, dan armada
pengiriman di berbagai kota besar di Indonesia. Dengan memiliki sendiri
berbagai infrastruktur tersebut, maka perusahaan dapat melakukan kontrol
secara penuh dan memberikan kualitas pelayanan yang lebih baik kepada
pelanggannya.
� Jaringan distribusi yang terdiri atas principal, agen, pengecer, toko ritel dan
pelanggan lainnya yang tersebar di berbagai daerah di seluruh Indonesia.
Jaringan yang sudah terbentuk saat ini akan memudahkan perusahaan dalam
menyalurkan produk-produknya ke seluruh wilayah Indonesia.
� Variasi produk yang banyak mulai dari tepung bumbu, makanan ringan,
minuman kesehatan, hingga perlengkapan dan perawatan kesehatan (health
care). Banyaknya ragam produk ini dapat saling melengkapi satu sama lain
serta saling mendukung dalam hal pemasaran serta penjualannya.
� Sebagian besar produk-produk yang telah ditangani oleh perusahan merupakan
produk yang telah dikenal masyarakat luas, sehingga akan mempermudah
dalam melakukan pemasaran ke agen-agen baru, serta mengurangi biaya
marketing.
4.2.2. Kelemahan (Weaknesses)
� Perusahaan masih dalam tahap pertumbuhan dari sistem konvensional menjadi
perusahaan yang berbasis teknologi informasi. Kondisi ini merupakan suatu
52
kelemahan selama periode waktu tertentu, karena perusahaan berada dalam
kondisi yang kurang stabil akibat proses transisi ini.
� Susunan organisasi serta deskripsi pekerjaan yang belum jelas dan stabil.
Keadaan ini juga akibat dari masa transisi yang sedang terjadi dalam
perusahaan, sehingga dapat saja terjadi tumpang tindih (overlapping) pekerjaan
antar divisi atau departemen, yang pada akhirnya akan menyebabkan
operasional perusahaan kurang efisien.
� Aset infrastruktur distribusi dan armada pengiriman di satu sisi juga dapat
menjadi kelemahan bagi perusahaan apabila tidak dilakukan manajemen secara
baik. Penggunaan aset yang tidak optimal akan merugikan perusahaan, karena
biaya tetap (fixed cost) yang harus dikeluarkan untuk memelihara aset-aset
tersebut akan membebani keuangan perusahaan.
� Belum terjalinnya hubungan kerja sama (partnership) secara mendalam dengan
pihak principal maupun pelanggan, sehingga besar kemungkinannya dapat
terjadi bullwhip effect dalam supply chain perusahaan.
4.2.3. Peluang (Opportunities)
� Semakin banyaknya produk konsumen (consumer goods) baru yang beredar di
pasaran memberikan peluang untuk bekerja sama dengan principal-principal
baru dalam hal distribusi dan pemasaran produk tersebut.
53
� Keadaan perekonomian Indonesia yang sudah membaik setelah terjadinya krisis
moneter pada tahun 1998 yang mengindikasikan meningkatnya daya beli
masyarakat secara umum.
� Peluang untuk mendistribusikan produk ke negara-negara tetangga di Asia
Tenggara semakin terbuka lebar dengan adanya regulasi NAFTA, sehingga
perusahaan berkesempatan untuk meluaskan pasar yang telah ada saat ini.
� Munculnya berbagai macam iklan dan teknik marketing dari principal baik di
media cetak, elektronik, papan reklame di tepi jalan, serta media advertising
lainnya akan semakin menumbuhkan daya beli masyarakat Indonesia.
� Pembangunan infrastuktur di daerah-daerah kecil di Indonesia akan semakin
memudahkan akses transportasi serta komunikasi dari pusat ke daerah-daerah di
pelosok tersebut. Dengan demikian biaya transportasi dapat ditekan sehingga
dapat mengurangi biaya operasional perusahaan.
4.2.4. Ancaman (Threats)
� Meningkatnya harga bahan bakar minyak (BBM) secara internasional dan
Indonesia pada khususnya akan menyebabkan meningkatnya biaya transportasi
perusahaan secara keseluruhan. Distribusi dan transportasi merupakan
komponen biaya terbesar yang dikeluarkan perusahaan, sehingga kenaikan
harga BBM ini akan banyak mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan.
54
� Kenaikan harga BBM ini pada umumnya akan diikuti pula dengan kenaikan
harga dasar kebutuhan pokok, yang pada akhirnya dapat menyebabkan
berkurangnya daya beli masyarakat.
� Kondisi politik dan ekonomi di Indonesia yang masih belum stabil dapat
mengakibatkan perubahan peraturan dan regulasi yang dapat mempengaruhi
proses produksi dan aktivitas bisnis secara keseluruhan.
� Nilai tukar rupiah yang tidak stabil dan cenderung melemah terhadap dolar U.S.
akan mempengaruhi sebagian biaya pengadaan barang maupun pemeliharaan
armada kendaraan, yang pada akhirnya akan mengurangi daya saing
perusahaan.
� Adanya NAFTA selain memberikan peluang untuk meluaskan usaha juga
merupakan sebuah ancaman, karena perusahaan-perusahaan pesaing dari
negara-negara tetangga juga dapat masuk ke Indonesia serta mengambil
sebagian pangsa pasar.
4.2.5. Matriks SWOT
Setelah mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, serta ancaman yang ada,
maka dapat dilakukan kombinasi untuk mengetahui strategi-strategi yang paling
cocok untuk diterapkan pada masing-masing keadaan. Kombinasi ini dapat diringkas
menjadi suatu matriks SWOT seperti yang terlihat pada Gambar 4.2.
55
Gambar 4.2. Matriks SWOT
Strategi agresif dapat dilakukan untuk mengoptimalkan kekuatan serta
memanfaatkan peluang yang ada. Caranya yaitu mengadakan kerja sama dengan
principal baru yang memiliki produk-produk konsumen potensial. Bekerja sama
dengan principal baru akan dapat menambah jenis produk yang dipasarkan sekaligus
meningkatkan pendapatan. Cara lainnya adalah dengan mengembangkan jaringan
distribusi ke luar pulau atau bahkan ke negara-negara tetangga. Dengan memperluas
jaringan distribusi ini selain akan memperkuat posisi perusahaan juga dapat
meningkatkan hambatan masuk (entry barrier) bagi perusahaan yang baru atau yang
lebih kecil.
Strategi diversifikasi cocok untuk menggunakan kekuatan yang telah dimiliki
untuk mengatasi ancaman yang ada, yaitu dengan jalan mengembangkan jenis
OPPORTUNITIESOPPORTUNITIESOPPORTUNITIESOPPORTUNITIES THREATSTHREATSTHREATSTHREATS
STRENGTHS
STRENGTHS
STRENGTHS
STRENGTHS
WEAKNESSES
WEAKNESSES
WEAKNESSES
WEAKNESSES
Aggressive Strategy � Mengadakan kerja sama
dengan principal baru � Mengembangkan jaringan
distribusi ke luar pulau atau ke negara tetangga
Turnaround Strategy � Menyesuaikan struktur
organisasi perusahaan � Mencari patner untuk
memperkuat posisi perusahaan
Diversification Strategy � Menawarkan jasa solusi
total kepada principal
Defensive Strategy � Menjaga hubungan baik
dengan principal dan pelanggan yang telah ada
56
layanan yang ada. Perusahaan dapat menawarkan jasa pemasaran produk termasuk
pemasangan iklan dan promosi disamping menangani masalah distribusi. Dengan
menawarkan solusi yang lebih lengkap, maka perusahaan akan mempunyai nilai lebih
(value added) sehingga kompetitor akan semakin sulit untuk mengikutinya.
Sedangkan untuk meminimalkan kelemahan dengan memanfaatkan peluang
yang ada dapat diterapkan strategi turnaround. Yang pertama yaitu dengan
menyesuaikan struktur organisasi perusahaan dengan kondisi saat ini, memperjelas
status dan wewenang masing-masing departemen. Restrukturisasi organisasi ini perlu
untuk dilakukan guna meningkatkan kinerja internal perusahaan agar menjadi lebih
optimal dan efisien. Cara yang kedua yaitu dengan mencari patner dalam bisnis yang
dapat saling melengkapi, seperti perusahaan penyedia jasa marketing dan jasa
logistik.
Yang keempat adalah strategi bertahan (defensive strategy) yang bertujuan
untuk meminimalkan kelemahan internal sekaligus bertahan terhadap ancaman yang
muncul dari luar. Caranya yaitu dengan menjaga hubungan kerja sama dengan
principal yang telah ada saat ini, terutama dengan principal-principal yang produk-
produknya merupakan sumber pemasukan utama bagi perusahaan. Kerja sama
dengan agen, pengecer, toko ritel, serta pelanggan lainnya juga perlu dibina dan
dijaga agar perusahaan tetap mempunyai channel yang luas.
57
4.3 Titik-Titik Pusat Distribusi dan Logistik
Ada tiga jenis titik pusat distribusi dan logistik yang ada di P.T. XYZ, yaitu:
� Central Distribution Center (CDC) – merupakan titik pusat utama yang
terdapat di daerah Cikarang, Jawa Barat. CDC ini menerima produk dari
principal serta melayani area-area distribusi di bawahnya, baik untuk daerah
sekitarnya maupun secara nasional. CDC ini hanya menjalankan fungsi logistik
dan distribusi saja, dan tidak melakukan penjualan kepada pelanggan.
� Distribution Center (DC) – merupakan titik pusat distribusi yang berada satu
level di bawah CDC. Secara prinsip, DC ini menerima pengiriman barang dari
CDC untuk diteruskan ke area-area penjualan yang tercakup dalam wilayahnya.
Namun demikian ada beberapa DC yang dapat langsung menerima pengiriman
barang dari principal karena faktor jarak yang lebih dekat dan efisiensi. Seperti
halnya CDC, DC ini juga hanya menjalankan fungsi logistik dan distribusi saja
dan tidak melakukan penjualan kepada pelanggan. Namun demikian, DC dapat
saja mengirimkan barang kepada pelanggan atas permintaan dan persetujuan
dari sales area.
� Sales Area (SA) – merupakan titik pusat distribusi pada level paling rendah dan
sekaligus memiliki wewenang untuk melakukan penjualan dan pengiriman
produk ke pelanggan. Fungsi utama SA ini adalah melakukan penjualan dan
berhubungan dengan pelanggan, mengumpulkan permintaan (demand) untuk
diteruskan ke level yang diatasnya. Secara prinsip pada level SA ini tidak
terdapat stok barang, karena hanya menerima order dan meneruskannya ke DC.
58
4.4 Asumsi Yang Digunakan
Beberapa standarisasi dan asumsi yang digunakan dalam perhitungan serta
pengolahan data yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
� Satuan kuantitas yang dipergunakan adalah karton.
� Alur pengiriman produk dari principal ke gudang milik P.T. XYZ digeneralisasi
menurut model yang akan dianalisis.
� Lead time pengiriman produk dari principal adalah sama untuk semua produk.
� Rata-rata dan fluktuasi permintaan adalah sama untuk semua jenis produk.
� Jumlah permintaan adalah sama untuk kedua model yang dianalisis.
� Harga pokok penjualan adalah sama untuk semua jenis produk, yaitu 90% dari
harga jual.
� Tidak memperhitungkan adanya kenaikan biaya bahan bakar minyak (BBM).
4.5 Pengumpulan Data
Data-data yang telah dikumpulkan terbagi menjadi dua kategori, yaitu data
penjualan dan data logistik. Sebagian dari data-data tersebut diperoleh berdasarkan
transaksi yang telah terjadi selama tahun 2004, sedangkan sebagian lainnya diperoleh
dari hasil wawancara kualitatif dengan personel yang berkompeten dalam bagiannya.
4.5.1. Data Jarak Dan Waktu Tempuh Area
Distribusi P.T. XYZ terbagi dalam 12 area utama yang tersebar mulai dari
pulau Sumatra, Jawa, Bali, dan Sulawesi. Jarak dan waktu tempuh serta biaya
59
pengangkutan per karton yang dihitung dari Jakarta seperti yang terlihat pada Tabel
4.1. Sedangkan Tabel 4.2. menunjukkan data jarak, waktu tempuh, dan biaya
pengangkutan per karton yang dihitung dari Surabaya.
Tabel 4.1. Data Jarak, Waktu Tempuh, dan Biaya dari Jakarta Asal
Tujuan Jarak (km) t-rata2 (jam) LT (hari) LT (hari) Biaya (rp/karton)
Jakarta 47 1.3 0.2 1 500
MT Haryono 42 1.2 0.2 1 1,000
Bogor 107 3.1 0.4 1 1,100
Bandung 134 3.8 0.5 1 1,000
Cirebon 202 5.8 0.7 1 2,000
Semarang 418 11.9 1.5 2 1,800
Solo 490 14.0 1.8 2 2,000
Surabaya 725 20.7 2.6 3 2,100
Malang 800 22.9 2.9 3 2,500
Makassar 1416 72.4 5.0 5 4,100
Medan 1422 72.7 5.0 5 4,200
Keterangan: via darat : kecepatan rata2 = 35 km/jam
1 hari = 8 jam
via laut : kecepatan rata2 = 19,56 km/jam
1 hari = 24 jam
waktu bongkar/muat = 2 hr
Cikarang - Jakarta
Tabel 4.2. Data Jarak, Waktu Tempuh, dan Biaya dari Surabaya Asal
Tujuan Jarak (km) t-rata2 (jam) LT (hari) LT (hari) Biaya (rp/karton)
Semarang 307 8.8 1.1 2 1,400
Solo 235 6.7 0.8 1 1,000
Malang 75 2.1 0.3 1 300
Makassar 691 35.3 3.5 4 2,100
Keterangan: via darat : kecepatan rata2 = 35 km/jam
1 hari = 8 jam
via laut : kecepatan rata2 = 19,56 km/jam
1 hari = 24 jam
waktu bongkar/muat = 2 hr
Surabaya
60
4.5.2. Data Penjualan Per Area
Tabel 4.3. menunjukkan data jumlah penjualan selama tahun 2004 per area
beserta nilai rata-rata dan standar deviasinya. Data ini selanjutnya akan digunakan
sebagai acuan untuk menentukan besarnya permintaan pasar terhadap produk.
Tabel 4.3. Data Penjualan Per Area Tahun 2004
Total Rata-rata Std.Dev Rata-rata Std.Dev
4A Cikarang 1,672,183 139,349 7,055 382 19
4B Bandung 1,111,067 92,589 5,023 254 14
4D Semarang 435,755 36,313 6,026 404 29
4E Surabaya 2,173,218 181,102 27,400 152 9
4H Solo 651,737 54,311 10,572 69 4
4K MT. Haryono 1,769,276 147,440 10,501 100 8
4L Bogor 665,037 55,420 3,389 130 12
4M Malang 682,492 56,874 11,537 496 75
4P Cirebon 301,133 25,094 1,312 99 17
4Q Medan 437,349 36,446 2,951 149 29
4R Palembang 570,000 47,500 4,207 156 32
4S Makasar 618,028 51,502 6,804 141 19
TOTAL 11,087,275
Per tahun 2004 Per hari
Jumlah Penjualan (karton)Area
Besarnya fluktuasi permintaan barang setiap area per bulan selama tahun 2004
adalah seperti yang terlihat pada Grafik 4.1 sampai dengan Grafik 4.12.
61
Fluktuasi Demand (Cikarang)Fluktuasi Demand (Cikarang)Fluktuasi Demand (Cikarang)Fluktuasi Demand (Cikarang)
115,000
120,000
125,000
130,000
135,000
140,000
145,000
150,000
155,000
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOV DES
Tahun 2004
Qty (karton)
Grafik 4.1. Fluktuasi Permintaan di Area Cikarang
Fluktuasi Demand (Bandung)Fluktuasi Demand (Bandung)Fluktuasi Demand (Bandung)Fluktuasi Demand (Bandung)
0
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOV DES
Tahun 2004
Qty (karton)
Grafik 4.2. Fluktuasi Permintaan di Area Bandung
62
Fluktuasi Demand (Semarang)Fluktuasi Demand (Semarang)Fluktuasi Demand (Semarang)Fluktuasi Demand (Semarang)
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
45,000
50,000
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOV DES
Tahun 2004
Qty (karton)
Grafik 4.3. Fluktuasi Permintaan di Area Semarang
Fluktuasi Demand (Surabaya)Fluktuasi Demand (Surabaya)Fluktuasi Demand (Surabaya)Fluktuasi Demand (Surabaya)
0
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOV DES
Tahun 2004
Qty (karton)
Grafik 4.4. Fluktuasi Permintaan di Area Surabaya
63
Fluktuasi Demand (Solo)Fluktuasi Demand (Solo)Fluktuasi Demand (Solo)Fluktuasi Demand (Solo)
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOV DES
Tahun 2004
Qty (karton)
Grafik 4.5. Fluktuasi Permintaan di Area Solo
Fluktuasi Demand (MTH)Fluktuasi Demand (MTH)Fluktuasi Demand (MTH)Fluktuasi Demand (MTH)
0
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
140,000
160,000
180,000
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOV DES
Tahun 2004
Qty (karton)
Grafik 4.6. Fluktuasi Permintaan di Area MT. Haryono - Jakarta
64
Fluktuasi Demand (Bogor)Fluktuasi Demand (Bogor)Fluktuasi Demand (Bogor)Fluktuasi Demand (Bogor)
44,000
46,000
48,000
50,000
52,000
54,000
56,000
58,000
60,000
62,000
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOV DES
Tahun 2004
Qty (karton)
Grafik 4.7. Fluktuasi Permintaan di Area Bogor
Fluktuasi Demand (Malang)Fluktuasi Demand (Malang)Fluktuasi Demand (Malang)Fluktuasi Demand (Malang)
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000
90,000
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOV DES
Tahun 2004
Qty (karton)
Grafik 4.8. Fluktuasi Permintaan di Area Malang
65
Fluktuasi Demand (Cirebon)Fluktuasi Demand (Cirebon)Fluktuasi Demand (Cirebon)Fluktuasi Demand (Cirebon)
20,000
21,000
22,000
23,000
24,000
25,000
26,000
27,000
28,000
29,000
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOV DES
Tahun 2004
Qty (karton)
Grafik 4.9. Fluktuasi Permintaan di Area Cirebon
Fluktuasi Demand (Medan)Fluktuasi Demand (Medan)Fluktuasi Demand (Medan)Fluktuasi Demand (Medan)
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
45,000
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOV DES
Tahun 2004
Qty (karton)
Grafik 4.10. Fluktuasi Permintaan di Area Medan
66
Fluktuasi Demand (Palembang)Fluktuasi Demand (Palembang)Fluktuasi Demand (Palembang)Fluktuasi Demand (Palembang)
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOV DES
Tahun 2004
Qty (karton)
Grafik 4.11. Fluktuasi Permintaan di Area Palembang
Fluktuasi Demand (Makasar)Fluktuasi Demand (Makasar)Fluktuasi Demand (Makasar)Fluktuasi Demand (Makasar)
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOV DES
Tahun 2004
Qty (karton)
Grafik 4.12. Fluktuasi Permintaan di Area Makasar
67
Fluktuasi permintaan dari masing-masing area tersebut dapat dibandingkan
dengan menggunakan koefisien variasi (coefficient of variation) untuk mengetahui
area yang memiliki tingkat fluktuasi paling tinggi dan area dengan fluktuasi yang
rendah. Perhitungan koefisien variasi ini dapat dilakukan dengan rumus 4.1,
sedangkan Grafik 4.13 menggambarkan tinggi rendahnya tingkat fluktuasi tersebut.
( )1.4permintaanjumlahrataRata
deviasiStandarvariasiKoefisien
−=
Koefisien Variasi Tiap AreaKoefisien Variasi Tiap AreaKoefisien Variasi Tiap AreaKoefisien Variasi Tiap Area
0.0543
0.1659
0.1947
0.0612
0.0886
0.0523
0.1321
0.0506
0.1513
0.0712 0.0810
0.2029
0.0000
0.0500
0.1000
0.1500
0.2000
0.2500
4A 4B 4D 4E 4H 4K 4L 4M 4P 4Q 4R 4S
Area
Coef. of Variation
Grafik 4.13. Koefisien Variasi Masing-Masing Area
68
4.5.3. Data Mengenai Pengiriman dan Pembelian Dari Principal
Principal mengirimkan barang secara periodik dalam waktu 7 hari, yang sudah
termasuk waktu pemesanan (purchase order), dan waktu pengiriman hingga barang
tersebut sampai di lokasi gudang milik P.T. XYZ yang bersangkutan.
Sedangkan nilai rata-rata harga pokok pembelian barang per karton untuk
semua jenis produk adalah sebesar Rp. 125.000,- Nilai rata-rata harga pokok
pembelian ini nantinya akan digunakan untuk menghitung nilai persediaan safety
stock pada masing-masing area.
4.6 Analisis Model Distribusi Yang Sedang Berjalan
Model distribusi yang sedang berjalan untuk daerah Jakarta dan Surabaya
adalah seperti yang terlihat pada Gambar 4.3. Walaupun model ini tidak diterapkan
oleh semua principal P.T. XYZ, namun sebagian besar principal terutama untuk
produk-produk utama mengikuti pola ini. Terlihat pada model ada tiga level
distribusi, yaitu pada central distribution center (CDC), distribution center (DC), dan
sales area (SA). Principal pada umumnya akan mengirimkan barang ke CDC, yang
kemudian akan diteruskan ke level di bawahnya yaitu DC dan SA. Namun untuk
principal tertentu, produk langsung dikirimkan ke DC Surabaya, karena lokasi plant
principal yang lebih dekat dengan DC tersebut daripada CDC di Cikarang.
69
70
4.7 Analisis Model Distribusi Yang Diusulkan
Model distribusi yang diusulkan adalah seperti yang terlihat pada Gambar 4.4.
Perbedaan yang mendasar antara kedua model ini adalah pada pengurangan level
distribusi. Apabila pada model yang sedang berjalan terdapat tiga level yaitu CDC,
DC, dan SA, maka pada model yang baru ini hanya terdapat dua level, yaitu DC dan
SA. Pembentukan model distribusi dan logistik yang baru ini didasarkan pada
beberapa hal sebagai berikut:
� Lebih responsif
Pengurangan jumlah level atau tingkatan distribusi akan meningkatkan respon
fungsi logistik dalam memenuhi permintaan dari departemen penjualan. Unit
SA dapat langsung menyatakan permintaan order pembelian kepada DC yang
kemudian diteruskan ke principal. Sementara pengiriman barang dari principal
dapat langsung ditujukan kepada DC tanpa melalui CDC. Responsivitas ini
berkaitan erat dengan sistem birokrasi perusahaan. Dengan dua tingkatan
distribusi maka birokrasi akan jauh lebih sederhana dan efisien.
� Pengurangan nilai persediaan
Model yang baru ini juga akan memberikan keuntungan dalam hal pengurangan
nilai persediaan secara umum dan persediaan darurat (safety stock). Model yang
pertama mempunyai tiga level distribusi yang juga berarti memiliki tiga macam
level persediaan. Sedangkan model yang baru secara konsep hanya memerlukan
dua level persediaan. Pengurangan nilai persediaan ini tentunya akan diikuti
dengan pengurangan biaya persediaan secara keseluruhan.
71
72
� Efisiensi transportasi
Hal lainnya yang jelas terlihat pada model yang baru ini adalah efisiensi
transportasi. Jalur-jalur pada model pertama yang hanya merupakan
perpindahan barang antar DC internal perusahaan dihapuskan dan yang tersisa
adalah jalur-jalur pengiriman barang yang utama saja.
� Peningkatan kualitas
Salah satu tujuan paling mendasar dari suatu operasional perusahaan adalah
peningkatan kualitas. Yang dimaksud peningkatkan kualitas dalam hal ini
adalah peningkatan kualitas pelayanan baik kepada principal maupun pelanggan
sebagai patner bisnis. Model yang baru akan memberikan peningkatan kualitas
layanan karena dapat mempersingkat proses distribusi serta mengurangi biaya
operasional (distribusi dan transportasi).
Jadi secara konsep, model yang diusulkan ini mempunyai kinerja yang lebih
baik daripada model pertama. Namun demikian untuk menerapkan model yang baru
ini akan ditemui dua hambatan utama, yaitu:
� Penyesuaian struktur organisasi
Hal yang paling mendasar yang harus dilakukan perusahaan untuk menerapkan
model yang diusulkan ini adalah melakukan perubahan struktur organisasi
terutama yang terkait dengan distribusi dan logistik. Selain itu susunan
tanggung jawab dan wewenang dari masing-masing bagian atau departemen
juga harus disesuaikan dengan struktur yang baru tersebut. Perubahan struktur
organisasi ini adalah suatu hal yang pada umumnya sulit untuk dilaksanakan
73
dalam suatu perusahaan dan seringkali akan ada pihak-pihak yang tidak setuju
dan menentang perubahan ini. Apabila perusahaan mampu melakukan
perubahan struktur organisasi ini dan menyesuaikannya dengan model yang
baru, maka kinerja operasional perusahaan secara keseluruhan akan meningkat.
Sebaliknya apabila perusahaan gagal dan tidak mampu untuk melakukan
penyesuaian struktur organisasi, maka akibatnya akan fatal karena susunan
organisasi menjadi tidak jelas dan tidak ada koordinasi yang baik antar bagian.
� Sumber daya manusia
Hal kedua yang akan menjadi hambatan adalah sumber daya manusia, karena
setiap proses perubahan akan selalu membutuhkan waktu, biaya, serta tenaga
yang tidak sedikit. Sumber daya manusia yang lemah atau tidak mempunyai
kapabilitas akan menjadi suatu hambatan dalam mewujudkan perubahan
tersebut. Maka yang sering terjadi adalah penggantian personel dalam suatu
departemen dengan personel yang baru.
74
4.8 Perbandingan Safety Stock
Pada ketiga model distribusi yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat
perbedaan dalam hal safety stock. Model pertama, di mana pengiriman dari principal
berpusat pada satu gudang utama yaitu CDC maka harus memperhitungkan fluktuasi
permintaan dari semua gudang area atau DC yang berada di tingkat bawahnya.
Perhitungan fluktuasi permintaan ini dapat diperoleh dengan menggabungkan standar
deviasi dari semua area di tingkat lebih rendah sehingga diperoleh suatu standar
deviasi gabungan. Standar deviasi gabungan tersebut dapat diperoleh dengan rumus
4.2 berikut.
( )
Varianv
DeviasiStandar
2.4vni
1i
2igabungan
==σ
=σ ∑=
=
Dengan berdasarkan pada standar deviasi gabungan tersebut maka dapat
dihitung jumlah safety stock yang diperlukan dengan rumus 4.3 berikut.:
( )
principaldaribarangpemenuhanwaktuL
harianpermintaandeviasistandar
factorsafetyz
3.4LzStockSafety
==σ=
×σ×=
Dalam hal ini digunakan nilai z = 1,65 untuk memenuhi service level sebesar
95%. Sedangkan waktu pemenuhan barang dari principal (L) adalah selama 7 hari.
Hasil perhitungan safety stock berdasarkan fluktuasi permintaan harian untuk setiap
area adalah seperti terlihat pada Tabel 4.4.
75
Tabel 4.4. Perhitungan Safety Stock Dengan Sistem Desentralisasi AREA Safety
Total Rata-2 Std.Dev Stock
4A Cikarang 4,581 382 19 84
4B Bandung 3,044 254 14 60
4K MT. Haryono 4,847 404 29 126
4L Bogor 1,822 152 9 41
4P Cirebon 825 69 4 16
4Q Medan 1,198 100 8 35
4R Palembang 1,562 130 12 50
4E Surabaya 5,954 496 75 328
4D Semarang 1,194 99 17 72
4H Solo 1,786 149 29 126
4M Malang 1,870 156 32 138
4S Makasar 1,693 141 19 81
TOTAL 30,376 211 1,157
Rata-rata Harga Pokok 125,000
Nilai safety stock 144,686,010
Permintaan Barang
Pada model pertama di mana principal hanya mengirimkan barang ke satu
gudang utama atau CDC, maka fluktuasi permintaan barang dari semua area
digabungkan menjadi satu. Perhitungan safety stock untuk model ini dapat dilihat
pada tabel 4.5.
Sedangkan pada model kedua, di mana principal mengirimkan barang kepada
dua gudang utama yaitu di Cikarang dan Surabaya, maka fluktuasi permintaan
masing-masing area dikumpulkan menjadi dua dengan cara perhitungan yang sama.
Hasil perhitungan safety stock ini seperti yang terlihat pada Tabel 4.6.
76
Tabel 4.5. Perhitungan Safety Stock Dengan Satu Gudang Utama AREA Safety
Rata-2 Std.Dev Stock
4A Cikarang 2,531 99 432
4B Bandung
4K MT. Haryono
4L Bogor
4P Cirebon
4Q Medan
4R Palembang
4E Surabaya
4D Semarang
4H Solo
4M Malang
4S Makasar
TOTAL 432
Rata-rata Harga Pokok
Nilai safety stock 53,968,993
Permintaan Barang
Tabel 4.6. Perhitungan Safety Stock Dengan Dua Gudang Utama
AREA Safety
Rata-2 Std.Dev Stock
4A Cikarang 2,554 41 179
4B Bandung
4K MT. Haryono
4L Bogor
4P Cirebon
4Q Medan
4R Palembang
4E Surabaya 2,499 90 393
4D Semarang
4H Solo
4M Malang
4S Makasar
TOTAL 572
Rata-rata Harga Pokok
Nilai safety stock 71,511,909
Permintaan Barang
77
Dengan membandingkan ketiga hasil perhitungan safety stock tersebut maka
didapatkan bahwa model pertama dengan satu gudang utama atau CDC mempunyai
nilai safety stock yang paling minimum. Hal ini terjadi karena fluktuasi permintaan
dari semua area dikumpulkan menjadi satu dan terjadi suatu keadaan yang saling
menutupi antara kelebihan stok dengan kekurangan stok. Sehingga nilai standar
deviasi permintaan lebih kecil daripada kondisi desentralisasi.
4.9 Perbandingan Biaya Distribusi
Biaya distribusi yang akan dibandingkan dalam hal ini adalah biaya
transportasi dari gudang utama ke gudang yang terdapat di masing-masing area.
Asumsi yang digunakan adalah pada kedua model yang dibandingkan, setiap area
memperoleh pengiriman barang berdasarkan monthly purchase order (MPO) dengan
proporsi yang sama. Tabel 4.7. menunjukkan hasil perhitungan biaya distribusi untuk
model pertama yang menggunakan satu gudang utama saja.
Terlihat bahwa biaya distribusi yang terbesar adalah untuk area Surabaya. Hal
ini terjadi karena jumlah barang yang dikirimkan dari CDC ke DC tersebut sangat
besar sehingga mencapai hampir 25% dari total biaya transportasi yang dikeluarkan
oleh perusahaan. Apabila komponen biaya transportasi untuk area ini dapat ditekan
atau dibagi bersama dengan pihak principal tentunya akan sangat menghemat
pengeluaran perusahaan.
78
Tabel 4.7. Perhitungan Biaya Distribusi Dengan Satu Gudang Utama Kode Area MPO Terkirim Faktor MPO Biaya Jarak Biaya Transport
(karton) (Rp/karton) (km) (Rp)
4A Cikarang 1,776,579 0.1549 0 0 0
4B Bandung 1,133,359 0.0988 1000 134 1,133,359,000
4K MT. Haryono 1,846,693 0.1610 1000 42 1,846,693,000
4L Bogor 686,073 0.0598 1100 107 754,680,300
4P Cirebon 311,845 0.0272 2000 202 623,690,000
4Q Medan 428,767 0.0374 4200 1422 1,800,821,400
4R Palembang 569,819 0.0497 2800 800 1,595,493,200
4E Surabaya 2,197,376 0.1916 2100 725 4,614,489,600
4D Semarang 457,057 0.0399 1800 418 822,702,600
4H Solo 681,996 0.0595 2000 490 1,363,992,000
4M Malang 727,000 0.0634 2500 850 1,817,500,000
4S Makasar 652,822 0.0569 4100 1416 2,676,570,200
TOTAL 11,469,386 1.0000 2050 550.5 19,049,991,300
Pada model kedua, di mana principal mengirimkan barang ke dua gudang
utama di Cikarang dan Surabaya, maka komponen biaya transportasi untuk gudang
yang termasuk dalam area Surabaya berubah sesuai dengan jaraknya. Hasil
perhitungan untuk model ini dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Pada model dengan dua gudang utama ini, maka yang ditekan adalah
komponen biaya transportasi dari CDC kedua ke daerah yang berada di sekitarnya.
Dengan asumsi bahwa pengiriman barang dari CDC pertama ke CDC kedua tidak
diperhitungkan, karena pengiriman tersebut telah dilakukan oleh principal.
79
Tabel 4.8. Perhitungan Biaya Distribusi Dengan Dua Gudang Utama Kode Area MPO Terkirim Faktor MPO Biaya Jarak Biaya Transport
(Rp/karton) (km) (Rp)
Dari Cikarang ke-
4A Cikarang 1,776,579 0.1549 0 0 0
4B Bandung 1,133,359 0.0988 1,000 134 1,133,359,000
4K MT. Haryono 1,846,693 0.1610 1,000 42 1,846,693,000
4L Bogor 686,073 0.0598 1,100 107 754,680,300
4P Cirebon 311,845 0.0272 2,000 202 623,690,000
4Q Medan 428,767 0.0374 4,200 1422 1,800,821,400
4R Palembang 569,819 0.0497 2,800 800 1,595,493,200
Dari Surabaya ke-
4E Surabaya 2,197,376 0.1916 2,100 0 4,614,489,600
4D Semarang 457,057 0.0399 1,400 307 639,879,800
4H Solo 681,996 0.0595 1,000 235 681,996,000
4M Malang 727,000 0.0634 300 75 218,100,000
4S Makasar 652,822 0.0569 2,100 691 1,370,926,200
TOTAL 11,469,386 1.0000 1,583 15,280,128,500
Dengan membandingkan kedua hasil perhitungan tersebut maka diketahui
bahwa model dengan dua gudang utama dapat memberikan penghematan biaya
distribusi hingga sekitar empat milyar rupiah. Hal ini terjadi karena biaya transportasi
yang lebih murah dari Surabaya ke area-area yang berada di bawahnya. Sedangkan
pada model pertama, semua biaya transportasi dihitung relatif terhadap gudang utama
di Cikarang, Jakarta sehingga totalnya adalah lebih mahal.
80
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan perbandingan yang telah dilakukan, maka
didapatkan beberapa kesimpulan mengenai kinerja distribusi dan logistik di P.T. XYZ
sebagai berikut:
� Metode sentralisasi atau distribusi dengan satu gudang utama dapat mengurangi
tingkat fluktuasi permintaan yang terjadi pada area-area di bawahnya.
Sedangkan metode desentralisasi mengakibatkan tingkat fluktuasi permintaan
yang lebih tinggi.
� Sistem distribusi dengan satu gudang utama atau sentralisasi lebih hemat dalam
hal safety stock, tetapi lebih boros dalam biaya transportasi. Sedangkan sistem
distribusi dengan dua gudang utama atau lebih akan menghemat biaya
transportasi tetapi membutuhkan jumlah safety stock yang lebih banyak.
� Kombinasi dari biaya untuk safety stock dan biaya transportasi menunjukkan
bahwa komponen biaya transportasi jauh lebih signifikan, sehingga distribusi
dengan sistem desentralisasi lebih cocok untuk diterapkan dengan kondisi yang
ada saat ini.
81
5.2 Rekomendasi
Beberapa rekomendasi yang dapat diberikan kepada P.T. XYZ berdasarkan
hasil analisis yang telah dilakukan, antara lain adalah:
� Mengarahkan semua principal untuk melakukan pengiriman langsung ke
gudang-gudang di area, atau setidaknya ke dua gudang utama di region barat
dan timur.
� Menempatkan personel P.T. XYZ di perusahaan principal, dengan tujuan agar
personel tersebut dapat melakukan koordinasi pengiriman barang dari pabrik
principal ke gudang milik P.T. XYZ. Hal ini akan membantu principal dalam
menyusun serta membagi jadwal pengiriman barang sekaligus mengurangi
kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pengiriman barang.
� Penelitian dapat dilanjutkan lebih mendalam dengan menganalisa jalur-jalur
distribusi yang lebih spesifik untuk masing-masing principal dengan proporsi
pengiriman produk yang disesuaikan, sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih
akurat untuk setiap kondisi yang terjadi.
Sedangkan rekomendasi untuk industri distribusi secara keseluruhan
berdasarkan hasil penelitan yang telah dilakukan adalah:
� Sistem distribusi sentralisasi dan desentralisasi memiliki keunggulan dan
kelemahannya masing-masing, Sistem distribusi sentralisasi mungkin sesuai
bagi perusahaan A, namun belum tentu bagi perusahaan B, dan sebaliknya.
Maka suatu perusahaan distribusi seharusnya menganalisa terlebih dulu kondisi
82
bisnis serta luas area distribusinya untuk menentukan sistem mana yang paling
tepat dan optimal. Setelah menentukan sistem distribusi yang paling sesuai,
maka suatu perusahaan distribusi harus membangun kapabilitasnya untuk
mewujudkan model tersebut, sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan
efisiensi kinerja internalnya.
� Pemilihan sistem distribusi yang tepat akan sangat mempengaruhi
kelangsungan bisnis. Perusahaan distribusi yang mengalami kesulitan untuk
menentukan model yang optimal serta membangun kapabilitasnya sebaiknya
memfokuskan pada pelayanan distribusinya saja, dan mengadakan kerja sama
atau outsourcing dengan penyedia jasa logistik pihak ketiga (third party logistic
provider) untuk masalah infrastruktur dan armada transportasi. Dengan
demikian maka perusahaan tersebut dapat menjadi lebih fokus pada bisnis
utamanya, yaitu pelayanan distribusi dan hubungan kerja sama dengan principal
dan pelanggan.
83
DAFTAR ACUAN
Bowersox, Donald J., David J. Closs, M. Bixby Cooper, 2002, Supply Chain
Logistics Management, 1st ed., McGraw-Hill/Irwin, New York.
Chopra, Sunil, Peter Meindl, 2004, Supply Chain Management: Strategy, Planning,
and Operations, 2nd ed., International Edition, Prentice Hall, Inc., New Jersey.
Hugos, Michael, 2003, Essentials of Supply Chain Management, John Wiley & Son,
New Jersey.
Simchi-Levi, David, Philip Kaminsky, Edith Simchi-Levi, 2003, Designing and
Managing the Supply Chain – Concepts, Strategies and Case Studies, 2nd ed.,
International Edition, McGraw-Hill/Irwin, New York.
84
DAFTAR PUSTAKA
Bolstroff, Peter, Robert Rosenbaum, 2003, Supply Chain Excellence – A Handbook
For Dramatic Improvement Using the SCOR Model, 1st ed., AMACOM, New
York.
Chase, Jacobs, Aquilano, 2004, Operations Management for Competitive Advantage,
10th ed., McGraw-Hill/Irwin, New York.
Fitzsimmons, James and Mona Fitzsimmons, 2003, Service Management:
Operations, Strategy, and Information Technology, 4th ed., McGraw-Hill/Irwin,
New York.
Harvard Business Review, 2000, Harvard Business Review on Managing the Value
Chain, Harvard Business School Press, Boston.
Porter, Michael E., 1980, Competitive Strategy – Techniques for Analyzing Industries
and Competitors, Free Press, Brookline, Massachusetts.
Schoeder, Roger G., 2003, Operations Management – Contemporary Concepts and
Cases, 2nd ed., McGraw-Hill/Irwin, New York.
Stock, James R., Douglas M. Lambert, 2001, Strategic Logistic Management, 4th ed.,
McGraw-Hill/Irwin, New York.
Taylor, David A., 2004, Supply Chains – A Manager’s Guide, 1st ed., Addison-
Wesley, California.
85
Turban, Efraim, Ephraim McLean, James Wetherbe, 2004, Information Technology
for Management – Transforming Organizations in the Digital Economy, 4th ed.,
John Wiley & Son, New Jersey.
86
CURRICULUM VITAE
Name : Leonard Wigan
Title : Sarjana Teknik
Current address : Jl. K.H. Royani I no. 22
Karet – Jakarta Selatan
Contact number : 0816-540-7605
Email : [email protected]
PERSONAL DETAILS
Gender : Male
Place, Date of birth : Surabaya, July 25th 1978
Marital status : Single
Religion : Catholic
Age : 27
FORMAL EDUCATION
2004 – Now Graduate Program – Magister Management Single major: Information System Bina Nusantara University – Joseph Wibowo Center, Jakarta
1996 – 2001
Civil Engineering majoring at Structural Petra Christian University Surabaya GPA: 3.11 of 4.00
1993 – 1996 SMA Kristen Petra I – Surabaya
1990 – 1993 SMP Kristen Petra I – Surabaya
1984 – 1990 SD Katolik Karitas III – Surabaya
87
WORKING EXPERIENCE
Software Developer, October 2000 – January 2002 P.T. Adi Citra Teknologi Semesta (ACTS) Graha Pena – Jl. A. Yani 88 – Surabaya 60234 � Designing, developing, and maintaining ERP software/application � Giving solutions/recommendation for clients
IT Manager, August 2002 – April 2004 Hartono Elektronika (P.T. Hatsonsurya Electric) Jl. Kertajaya 202 – Surabaya � Implementing, managing, controlling, and maintaining information system � Creating reports for other departments and directors
CERTIFICATION
� Certification of Attendance Microskills Training Centre Software Applications Course – Level 1, September 14th 1991 – March 14th 1992 Software Applications Course – Level 2, April 24th 1992 – October 9th 1992
� Certificate of Completion SIT – School of International Training AutoCAD 2D Interactive Course, August 7th 1998 – October 23rd 1998 Autodesk Training Center – Petra Christian University, Surabaya AutoCAD Application in Building Design, September 3rd 1999 – November 19th 1999
88
CURRICULUM VITAE
Name : Andre Drajat Setiamanah
Title : Sarjana Komputer
Current address : Jl. Redaksi blok N / 234
Komp. PWI – Cipinang Muara
Jakarta Timur 13410
Phone number : 021 - 8501215
Contact number : 0856-100-9720 or 021-926-48361
Email : [email protected]
PERSONAL DETAILS
Gender : Male
Place, Date of birth : Jakarta, Auguts 15th 1980
Marital status : Single
Religion : Christian
Age : 25
FORMAL EDUCATION
2004 – Now Graduate Program – Magister Management Dual major: Information System; Financial & Investment Bina Nusantara University – Joseph Wibowo Center, Jakarta
1999 – 2003
Information System majoring at Computerized Accounting Bina Nusantara University, Jakarta GPA: 2.99 of 4.00
1996 – 1999 SMU Don Bosco II, Jakarta
1995 – 1996 SMP PSKD 3, Jakarta
1993 – 1995 SMPK 3 BPK Penabur, KPS Jakarta
1986 – 1993 SDK 8 BPK Penabur, KPS Jakarta
89
INFORMAL EDUCATION
2002 � Cisco Networking Academy Program at BiNus Center � Coldfusion Workshop with Bina Nusantara Computer Club (BNCC)
2000 � Visual Basic and Assembly Workshop, Coldfusion Workshop, BNCC Event
� Delphi Fundamental at BiNus Center � C++ Programming at BiNus Center � Linux Seminar, topic “Pendayagunaan Linux Sebagai Sistem Operasi
Jaringan Alternatif” � Animation Seminar, Digital Studio (Adobe) & Maya, BNCC Event � Goethe Institut – Deutch Lernen (Eins A)
WORKING EXPERIENCE
INDOSOFT 2001, July 9 – 13th, 2001 Exhibitor for ASP Linux at INDOSOFT 2001.
PT Atlas Transindo Raya, September 2002 – January 2003 Participate as Development Consultant for designing Business Process from PT Atlas Transindo Raya. Job Criteria: Analyze the needs of the system, estimating requirement for network system infrastructure. Responsible for internal systems: workstation hardware, office network and server. Monitoring the implementation, and make report for the following bugs and network troubleshooting. For you information, this project was to fulfuill the final assignment for Bachelor Degree Thesis Requirement.
Zi Technology, June 2003 – August 2003 Working as On-site Consultant for Client Technical Support Engineer. Client: � PT Valspar Indonesia – Ink Technology, Singapore based company, based in Jakarta
Industrial Estate Pulogadung (JIEP). Responsible for maintaining the hardware & software infrastructure.
� PT DIC, Coating Technology, responsible for maintaining H/W & Software infrastructure.
� Dept. Perhubungan dan telekomunikasi. Responsible for Implementing infrastructure migration & reporting activities.
90
Working Experience continued… PT. Rodamas – Consumer Product Division � Management Trainee, September 2003 – March 2003 � MIS Business Process Integration, April 2003 – NOW
CERTIFICATION
� Sertifikat Binusian 2003 (1999) � Seminar Sehari “Pendayagunaan Linux Sebagai Sistem Operasi Jaringan yang
Ekonomis”, BNCC (1999) � Visual Basic & Assembly Workshop, BNCC (2000) � Delphi Fundamental, BiNus Center (2000) � C++ Programming, BiNus Center (2000) � Seminar Nasional, “The World of Digital Animation”, BNCC (2000) � Goethe Institut, Surat Keterangan Lulus Tingkat eins A, Pusat Kebudayaan Jerman
(2000) � Seminar “Safeguarding the E-Business Network” with Paulus Sugeng Widodo as guest
presenter from Cisco Indonesia � Cisco Networking Academy Program, BiNus Center (2002) � Coldfusion Workshop, BNCC (2002) � Effective Supervision Workshop, PT Rodamas Company (2004) with MDI Tack
Training International (2003) � M-Power Training, Module 1 – Readiness To Change (2003) � TOEFL , BNCC (2004) � ORACLE e-Business Suite Financial & Distribution training completion, Mitra
Integrasi Informatika