Menelusuri Jejak Islam di Tanah Minahasa Muhammad Nur ...

21
Menelusuri Jejak Islam di Tanah Minahasa Muhammad Nur Ichsan A. Balai Pelestarian Nilai Budaya Manado Jalan Katamso, Bumi Beringin Lingkungan V Telepon (0431) 855311 / Faksimile. (0431) 864926 Pos-el: [email protected] Abstract Entrance of Islamic religion at North Sulawesi is a development of though and for Islamic society. Islamic religion that come in early XIX and developed in the middle of XIX gave positive influence for people at North Sulawesi. The trader from Arab, China, and Netherland hostages obtained good islamization. Some area like Tondano, Bolaang-Mongondow, and Gorontalo are the illustration of success ato islamisation in Nusantara, especially at North Sulawesi. The lacal people who had opened minded as a factor of seccessed Islamasation at North Sulawesi. This article is aim to describe and find a clue of Islamization. This writing uses historical approachment and litarate method. Key Word: Islam, North Sulawesi, Islamization

Transcript of Menelusuri Jejak Islam di Tanah Minahasa Muhammad Nur ...

Page 1: Menelusuri Jejak Islam di Tanah Minahasa Muhammad Nur ...

Menelusuri Jejak Islam di Tanah Minahasa

Muhammad Nur Ichsan A. Balai Pelestarian Nilai Budaya Manado

Jalan Katamso, Bumi Beringin Lingkungan V

Telepon (0431) 855311 / Faksimile. (0431) 864926

Pos-el: [email protected]

Abstract

Entrance of Islamic religion at North Sulawesi is a development of though and

for Islamic society. Islamic religion that come in early XIX and developed in

the middle of XIX gave positive influence for people at North Sulawesi. The

trader from Arab, China, and Netherland hostages obtained good islamization.

Some area like Tondano, Bolaang-Mongondow, and Gorontalo are the

illustration of success ato islamisation in Nusantara, especially at North

Sulawesi. The lacal people who had opened minded as a factor of seccessed

Islamasation at North Sulawesi. This article is aim to describe and find a clue

of Islamization. This writing uses historical approachment and litarate method.

Key Word: Islam, North Sulawesi, Islamization

Page 2: Menelusuri Jejak Islam di Tanah Minahasa Muhammad Nur ...

I. PENDAHULUAN

Dalam catatan sejarah,

Islam –sebagai agama dan

keyakinan- lahir di akhir abad ke

VII M. Ajaran ini di bawah seorang

utusan Allah yang bernama

Muhammad di daerah Mekkah. Di

dalam kitab tarikh Nurul Yaqin

menuliskan bahwa sejarah dan

perkembangan agama Islam

berawal ketika berumur 40 tahun.

Beliau memulainya dengan cara

menyeru kepada penduduk

Mekkah, namun mendapatkan

perlawanan dari para pembesar

Quraisy, terutama dari pamannya,

Abu Jahal dan Abu Lahab. Setelah

beliau wafat, penyebaran,

perkembangan, dan pengajaran

Islam dilanjutkan oleh para sahabat,

dan para ulama yang telah belajar

langsung dari beliau. Pada

pertengahan abad ke awal abad IX

hingga XII M., perkembangan

islam baru mencapai daratan Asia

Selatan, Gujarat, dan Asia Timur,

Cina, hingga pada akhir abad ke

XIII M Islam baru mencapai

daratan Asia Tenggara di daerah

Aceh yang di bawa oleh pedagang.

Dengan demikian, persebaran dan

perkembangan ajaran Islam di

Dunia –bahkan hingga sampai ke

Indonesia- melalui beberapa

tahapan.

Ricklefs menuliskan bahwa

di Asia Tenggara agama Islam telah

masuk. Hal tersebut terbukti dengan

berdirinya Kerajaan Perlak di

Semenanjung Malaka, sedangkan di

Indonesia telah terdapat seorang

raja di Sumatera Utara yang

memiliki nama Islam dan bergelar

“sultan”. Raja yang dimaksud oleh

Ricklefs ialah Sultan Sulaiman bin

Abdullah bin al-Basir yang wafat

pada tahun 1211 M. Berbeda

dengan seorang musafir dari

Vanesia, Marco Polo,

mendeskripsikan bahwa Perlak

sebagai kota Islam. Keduanya

mendapatkan dukungan dari

sejarawan muslim, Ibn Batuta,

menjelaskan keduanya memberikan

penafsiran dan gambaran yang

gamblang mengenai kontak

Page 3: Menelusuri Jejak Islam di Tanah Minahasa Muhammad Nur ...

pertama Islam dengan masyarakat

Asia Tenggara, khususnya di

Nusantara, ialah dengan melihat

madzhab fiqh syafi’i yang

berkembang dan mendarah daging

bagi masyarakat islam Nusantara.

Perkembangan selanjutnya dibawa

ke daerah lainnnya, terutama di

daerah pesisir Sumatera, Jawa,

Kalimantan, Sulawesi, dan Ternate-

Tidore.

Perkembangan Islamisasi di

Pulau Sulawesi berawal dari

kerajaan-kerajaan lokal yang

mendapatkan pengaruh dari

kerajaan-kerajaan Islam di Jawa

dan Sumatera, termasuk Gowa-

Tallo. Kesultanan ini merupakan

salah satu kerajaan Islam yang

berpengaruh di daratan Sulawesi

yang menerima ajaran Islam di

tahun 1605. Pada awal abad XVII

hingga awal abad ke XVIII, Gowa-

Tallo mengalami perkembangan

pesat, terutama di bidang politik,

ekonomi, dan sosial. Gowa-Tallo

memberikan pengaruh di seluruh

daratan Sulawesi. Terbukti dengan

mampu menguasai daerah daratan

dan pesisir Sulawesi dari Selatan

hingga Utara, bahkan sampai

daerah Maluku, Ternate-Tidore,

yang kemudian memulai

pengaruhnya dengan membangun

hubungan politik antar kerajaan di

daerah sekitarnya. Pengaruh

kerajaan Gowa-Tallo juga mencapai

daerah pesisir utara Pulau Sulawesi.

Di daerah Barat Sulawesi, terdapat

sebuah kesultanan yang paling

berpengaruh bagi orang-orang

Utara Sulawesi. Gorontalo,

Limboto, Sangihe-Talaud,

Mindanao, hingga daerah Teluk

Tomini berhasil dikuasai oleh

Maharaja dari Sulu. Dengan

demikian, menarik untuk

membahas lebih lanjut mengenai

sejarah dan perkembangan Islam

dan Islamisasi di Sulawesi Utara

dan Minahasa.

Penulisan ini menggunakan

metode penelitian sejarah yang

berusaha mengungkapkan

terjadinya proses islamisasi dan

menggambarkan perkembangan

agama islam di Sualwesi Utara.

Metode sejarah merupakan metode

awal dalam sebuah penulisan yang

kemudian digabungkan dengan

Page 4: Menelusuri Jejak Islam di Tanah Minahasa Muhammad Nur ...

metode lain. Dalam tulisan ini,

penulis berusaha menyatukan

metode sejarah-sosial yang

berusaha menginterpretasikan

kondisi sosial-keagamaan yang

terjadi di Sulawesi Utara, dengan

batuan metode sejarah.

Metode Heuristik

merupakan metode utama dalam

penelitian sejarah. Pengumpulan

sumber dan data adalah hal yang

peling utama dalam menuliskan

sebuah hasil penelitian yang

diungkapkan. Verifikasi merupakan

metode kedua dari penulisan

sejarah. Metode ini merupakan

kritik sumber dari data yang telah

ditemukan dan dikumpulkan,

sehingga dengan menggunakan

metode ini penulis berusaha

menemukan sumber primer dan

sekunder. Intepretasi merupakan

penjelasan lanjutan dari data yang

dianggap valid. Hal ini merupakan

tindakan lanjutan dari penjelasan

dan penggamabran dari data yang

telah ditemukan setelah dilakukan

verifikasi data. Historiografi

meurupakan tahp terakhir yang

berarti tahap penulisan. Metode ini

adalah proses penulisan hasil

penelitian setelah dilakukan

beberapa metode sebelumnya,

sehingga dari metode ini hasil dari

penelitian ini dituangkan dalam

bentuk tulisan.

Dalam penulisan ini, teori

islamisasi yang diungkapkan oleh

golongan tokoh orientalis yang

mengkaji islam di Nusantara,

namun berbeda jika kita melihat

gambaran dari Asyumardi Azra.

Para sejarawan dan pemikir Islam

sepakat bahwa islam di nusantara

masuk melalui berbagi jalur,

termasuk perdagangan. Van Leur

mengatakan bahwa perdagangan

tidak dapat dipisahkan dari tujuan-

tujuan politik yang dibawa oleh

pedagang muslim masuk ke

Indonesia dan mengalami puncak

Islamisasi pada paruh abad ke

XIX.1

Islamisasi merupakan

sebuah proses yang tak pernah

berhenti sampai sekarang. Di mulai

dari datangnya, penerimaan, dan

persebarannya, hingga sampai

1 J. C. van Leur, 1960, Indonesia Trade

and Society, The Hague dan Bandung, hal.

92.

Page 5: Menelusuri Jejak Islam di Tanah Minahasa Muhammad Nur ...

sekarang, islamisasi terus berjalan.

Namun islamiasasi pun dapat

berkembang dengan melihat

beberapa faktor. Kondisi

masyarakat, dan penyebarnya pun

menjadi faktor penting dari

islamisasi yang terjadi. Dengan

demikian proses islamisasi yang

terjadi harus memiliki batasan dan

ruang lingkup untuk memfokuskan

penulisan yang dilakukan.

II. PEMBAHASAN

A. Sekilas Tentang Sulawesi Utara

Kondisi geografis Sulawesi

Utara berada di daratan utara dari

Pulau Sulawesi ditambah dengan

beberapa gugusan pulau kecil yang

menjadi bagian darinya, Kepulauan

Sangihe dan Talaud. Daerah ini

berada di ujung belalai sebelah

timur laut Pulau Sulawesi. Daerah

Sulawesi Utara terbagi atas empat

lingkungan sejarah dan budaya

yang menjadi identitasnya;

Sangihe-Talaud, Minahasa,

Bolaang Mongondow dan

Gorontalo.2 Akan tetapi Gorontalo

2 L. Th. Manus, 1978, Sejarah

Kebangkitan Nasional Daerah Sulawesi

telah membentuk daerah provinsi

tersendiri pasca reformasi yang

kemudian membentuk identitas

tersendiri.3 Oleh karena itu, hanya

menyisakan tiga daerah dan etnis di

Sulawesi Utara: Minahasa, Bolaang

Mongondow, dan Sangihe-Talaud.

Letak Pulau Sulawesi yang

strategis untuk jalur perdagangan

maritime menjadi salah satu

keuntungan bagi Nusantara. Di

selatan, Kesultanan Gowa-Tallo

mengalami perkembangan yang

pesat setelah membuka jalur

perdagangan internasional. Daratan

Sulawesi menghubungkan Jawa,

Sumatera, dan Maluku yang

menjadi tujuan utama para

pedagang yang mencari rempah-

rempah. Para pedagang harus

melakukan perjalanan panjang ke

Maluku membutuhkan tempat

persinggahan sebagai Bandar transit

di daratan Pulau Sualwesi. Di

daratan Sulawesi di utara, pedagang

Utara, Manado, P3KD Depdikbud

Sulawesi Utara. 3 M. Tumenggung Sis, 2002, “Etnik

Minoritas Islam Minahasa di Daerah

Minahasa”, dalam Nasrun Sandiah dan

Alex J. Ulaen (ed.), Niyaku Tondano,

BKSNT Manado, hal. 38-39.

Page 6: Menelusuri Jejak Islam di Tanah Minahasa Muhammad Nur ...

yang datang dari Cina, dan Sulu ke

Maluku-lah yang membuatnya

menjadi Bandar transito.

Perebutan hegemoni antara

Gowa-Tallo dan Belanda menarik

para penguasa di daerah pesisir

utara pulau Sulawesi untuk

memperkuat posisi mereka.

Kembalinya pengaruh Portugis dan

Spanyol juga memperpanas

hegemoni antara Gowa-Tallo,

Belanda, Portugis, dan Spanyol.

Selain Gowa-Tallo, terdapat juga

Kesultanan Sulu yang mencoba

menamkan pengaruhnya di daerah

utara, terutama di Minandanao,

Manguindao, Sangir-Talaud,

Sangihe, dan beberapa wilayah di

daerah pesisir utara Laut Sulawesi.

Dengan demikian, terdapat dua

kubu yang berusaha menanamkan

pengaruh di pesisir utara laut

Sulawesi.

Posisi strategis Laut Utara

Sulawesi menjadi “primadona”

dipertengahan abad XVI hingga

awal abad XIX. Para pedagang dari

seluruh dunia, terutama Belanda

dan Spanyol berusaha menguasai

Manado sebagai salah satu gudang

penyimpanan rempah-rempah.

Posisi yang strategis ini membuat

para kolonialis berusaha

mempertahankan Manado dari

Spanyol dan Portugis.

B. Pedagang dan Muallim Muslim

dalam Pelayaran

Pengetahuan navigasi

pelayaran dari para muallim lokal

dimanfaatkan oleh portugis dan

belanda. Para muallim yang

diangkat sebagai nahkoda kapal

orang Eropa menjadi penunjuk

jalan untuk menemukan pusat

rempah-rempah di dunia. Kapal

Eropa pertamakali menggunakan

muallim Nusantara untuk diantar ke

tempat tujuannya. Para muallim ini

mendapatkan upah sebagai

penunjuk jalan pelayaran dan

nahkoda.

Masuknya agama Islam di

Sulawesi Utara tidak telepas dari

perkembangan dan kemajuan

teknologi para pedagang. Mereka

yang berusaha mencari daerah baru

untuk mendapatkan sumber

ekonomi. Dari kepentingan

Page 7: Menelusuri Jejak Islam di Tanah Minahasa Muhammad Nur ...

tersebut, teori persebaran agama

dan kebudayaan yang disandarkan

pada factor ekonomi adalah suatu

pandangan yang dapat diterima.

Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri

kembali bahwa ada hal lain yang

mendorong terjadinya islamisasi di

daerah pesisir Utara Pulau Sulawesi

ini.

Pada pertengahan abad XVI,

adanya pengaruh dari orang asia

timur, terutama Cina, semakin

memperkuat adanya proses

akulturasi dan asimilasi budaya.

Setelah dinasti Mongol Cina dapat

memasuki daerah Nusantara di

akhir abad XIII, membuka peluang

bagi orang-orang cina untuk

kembali menyusuri jalan tersebut.

Rute Yunan-Malaka-Sumatera-

Jawa-Makassar-Maluku adalah rute

dari arah barat untuk memasuki

daerah Nusantara. Rute yang lain

juga tercipta untuk memasuki

daerah Nusantara. Yunan-Malaka-

Brunei/Filipina-Manguindanao-

Sulu-Sangihe dan Talaud, serta

Pesisir Utara Sulawesi-Maluku/Hitu

adalah rute yang kemudian terbuka

melalui jalur utara.

Masuknya orang Cina dan

para muallim miliki eropa yang

menemukan daerah transit baru di

Sulawesi Utara membuat jalur

perdagangan di daerah pesisir utara

pulau Sulawesi semakin ramai.

A.B. Lapian menuliskan bahwa

para pedagang Bugis dan Makassar

menggunakan selat Makassar untuk

mengunjungi Sulawesi Utara.4

Selain para pedagang dan Muallim

Eropa pedagang Nusantara pun

telah mengenal Sulawesi utara

sebagai Bandar transit seperti

daerah-daerah lainnya di Nusantara

yang pada titik akhirnya adalah

Maluku.

Suku Arab disamping

sebagai pedagang, mereka juga

menjadi muallim bagi kapal Eropa.

Campuran suku arab terdiri dari

pedagang dari Persia, India, dan

bahkan beberapa pedagang arab

yang aktif melakukan kegiatan

perdagangan di Nusantara telah

mengetahui jalur perdagangan jauh

sebelum bangsa Eropa mengenal

Nusantara. Bahkan keturunan

4 A. B. Lapian, 2008, Pelayaran dan

Perniagaan Abad 16 dan 17, Jakarta:

Komunitas Bambu, hal 49.

Page 8: Menelusuri Jejak Islam di Tanah Minahasa Muhammad Nur ...

mereka pun masuk dalam sebutan

tersebut, dan di kemudian hari hal

ini menjadi identitas dan jati diri

suku Arab di Nusantara.

A. Jaringan Islamisasi

Kesultanan Sulu-Sulawesi

Utara-Maluku

Nusantara pada pertengahan

abad ke XVI merupakan “emas”

bagi para pedagang dan pencari

remaph-rempah di dunia. Seiring

dengan kebutuhan tersebut, para

pedagang berani menyisir perairan

luas untuk mendapatkan hasil bumi

dan kebutuhan primernya.

Hubungan pedagang dari luar

dengan penduduk Nusantara

berawal di daerah pesisir utara

Sumatera dan Malaka. Bersamaan

dengan proses perdagangan yang

berlangsung, proses islamisasi pun

terjadi.

Daerah Sulawesi yang

berbatasan dengan laut merupakan

sebuah pemisah yang tak dapat

dihindari. Sesuai dengan hukum

laut yang dikeluarkan berdasarkan

perjanjian yang ditetapkan melalui

konvensi PBB –UNCLOS- di tahun

1982 meyatakan bahwa kekuatan

alamiah yang menunjukkan

terjadinya pemisahan dan batas. Hal

seperti berlaku di daerah kawasan

Laut Sulawesi. Sulawesi Utara yang

berbatasan langsung dengan Negara

Filipina memberikan dampak

positif dan negative dalam

perkembangannya. Dengan

demikian, garis perbatasan yang

tercipta adalah sebuah hasil

pertumbuhan dan perkembangan

sejarah yang telah berlangsung

sejak lama.

Tidak hanya Kesultanan

Makassar yang memiliki peran dan

pengaruh di Sulawesi Utara, akan

tetapi Kesultanan Sulu telah

menanankan pengaruhnya jauh

sebelum masuknya pedagang Bugis

dan Makassar. Kesultanan Sulu

yang berpusat di Jolo telah

mengirimkan armada lautnya ke

Sangihe-Talaud pada awal abad ke-

17. Ketika itu seorang Sultan Sulu

bernama Pangiran Buddiman,

mendaulat dirinya sebagai penguasa

Sulu, Tawi-Tawi, Manguindanao,

Page 9: Menelusuri Jejak Islam di Tanah Minahasa Muhammad Nur ...

Zamboanga, dan Mindanao. Dia

mendaulat dirinya karena telah

berhasil menggantikan Maharaja

Upo sebagai penguasa Sulu dan

mengeluarkan titah bahwa syarat

kedaulatannya adalah menguasai

dan menduduki Maluku dan

wilayah bawahannya termasuk

Sangihe-Talaud, dan Manado.5

Akan tetapi, spanyol tidak pernah

mengakui kedaulatan dan

kekuasaan Pangiran Buddiman.

Spanyol yang mengakuisisi daratan

Filipina pada tahun 1660 menolak

Pangiran Buddiman dan menunjuk

Don Manrique de Lara dan Don

Diego Salcedo sebagai Gubernur

Sulu.6

Jalur Islamisasi di Sulawesi

Utara pada pertengahan abad ke

XVII tidak mengalami

perkembangan yang signifikan.

Penerus Sultan Pangiran Buddiman,

5 Short History of The Sulu Sultanante

(HPP) lihat juga, Shinzo Hayase, Domingo

M. Non dan Alex J. Ulaen,

Silsilah/Tarsilas (Genealogis) and

Historical Narratives in Saranggani Bay

and Davao Gulf, South Mindanao,

Philippnes, and Sangihe-Talaud Islands,

North Sulawesi, Indonesia, Japan: CSAS

Kyoto University, hlm. 9-11. 6 In The Permanent Court of Arbitration,

The Hague, National Printing Office, 1925.

Hal. 10

Sultan Shah Tangah dan Sultan

Bungsu, hanya memerankan peran

kecil dalam mengirim pedagang ke

Maluku melalui Pelabuhan Tahuna,

Sangihe. Penguasaan Belanda,

Great Britain (Inggris) dan Spanyol

menghalangi Islamisasi di sana

melalu perjanjian dengan Sultan

Sulu termasuk dengan Pangiran

Bakhtiar. Hanya Sangihe dan

Talaud yang merasakan Islamisasi

dari kawasan Kesultanan Sulu

yakni dari pedagang dan keturunan

dari Syarif Awliya karim al-

Makhdum.

Pigafetta yang menyaksikan

langsung penduduk Sangihe dan

pulau disekitarnya memberikan

catatan mengenai penduduk lokal

yang menganut ajaran Kristen dan

Islam. Dia mencatat bahwa di

Sangihe, Kedatuan Kendahe telah

mengenal ajaran Islam yang dibawa

oleh tiga Imam bernama Mahdum,

Masud, dan Hadung. Dari

penjelasan Pigafetta ini

mengindikasikan bahwa Mahdum

yang dikenal adalah seorang Syarif

Awliya yang bernama Karim al-

Makhdum dari daratan Sulu, Jolo.

Page 10: Menelusuri Jejak Islam di Tanah Minahasa Muhammad Nur ...

Oleh karena itu, Islamisasi di

Kepulauan Sangihe dapat disebut

sebagai bukti bahwa ajaran Islam

pernah mengisi skep dan space di

Kepuluan Sangihe melalui

pelabuhan Tahuna. Sampai

sekarang ajaran Islam masih

bertahan di Kepulauan Sangihe

dengan ajaran masade.

Selain peninggalan

pengaruh ajaran, nama sebagai

identitas pun masih terdapat dan

menjadi ciri khas penganut ajaran

Islam di Sangihe. Nama arab yang

merujuk pada tradisi dan gelar arab

digunakan oleh penguasa Kendahe.

Dia bernama Raja Syam Syah Alam

dengan gelar Syarif Maulana yang

berkuasa pada pertengahan abad ke

XVII M. Kedatuan di Sangihe tidak

hanya terdapat di daerah Kendahe,

namu beberapa daerah di daratan

Sangihe seperti Manganitu,

Tabukan, Tahuna, dan Siau

merupakan kedatuan yang merujuk

pada istilah kedatuan yang berada

di daratan semenanjung Melayu.

Melihat dari penjelasan Pigafetta

dan gelar yang tersemat pada

penguasa Kendahe, Syarif Maulana,

maka Islam di Kesultanan Sulu,

Jolo, dan di Kepulauan Sangihe

memiliki hubungan. Meskipun

tidak ada tahun pasti mengenai dari

siapa dan kapan Syam Syah Alam

mendapatkan gelar sebagai Syarif

Maulana, kita bisa melihat dari

silsilah yang terdapat pada

Kesultanan Manguindanao yang

dipipin oleh Sultan Syarif

Muhammad Kabungsuan. Ini

berarti bahwa bisa saja dan

memungkinkan bahwa Datu Syam

Syah Alam merupakan raja

bawahan dari Sultan Syarif

Maulana Kabungsuan.

Daratan Minahasa yang

menganut kepercayaan polytheisme

telah terlebih dahulu menjalin

hubungan dengan Spanyol sehingga

penduduk Minahasa telah memeluk

agama Katolik. Karena adanya

pengkhianatan dari spanyol yang

merusak perjanjian dengan rakyat

Minahasa maka, orang-orang

spanyol diusir dari tanah Minahasa

di bawah pimpinan Bortolemeu de

Souse (1651). Para pemimpin

Minahasa: Supit, Paat, dan Lontak

dengan segera meminta bantuan

Page 11: Menelusuri Jejak Islam di Tanah Minahasa Muhammad Nur ...

kepada VOC agar Spanyol diusir

dari Minahasa. Akhirnya Belanda

mendirikan kembali loji dagang di

Manado pada tahun 1657 di bawah

pemerintahan Gubernur Sigimon

Cos dan Spanyol berhasil diusir

dari Minahasa pada tahun 1660.

Pengaruh Islam pun di tanah

Minahasa terasa ketika Ternate

berhasil memasukkannya sebagai

daerah istimewa. Rupanya hal ini

tidak terlepas dari pengaruh VOC,

Belanda, yang melakukan

pekebaran Injil sebelum pengaruh

Kesultanan Ternate menguat di

Minahasa. H.B. Palar memberikan

penjelasan mengenai pekabaran

Injil tersebut berdasarkan perjanjian

yang terjadi antara Ternate-VOC

menyepakati bahwa daerah yang

berada di bawah pengaruh Ternate

membuka diri bagi agama Islam,

kecuali daerah Minahasa

Highlanders atau orang Minahasa di

pegunungan yang menganut faham

alifuru.7 Ternyata pengaruh Ternate

di Minahasa tidak dapat ditemukan

dengan jelas apalagi pasca jatuhnya

Kesultanan Makassar berdasarkan

7 H.B. Palar, 2009, hal. 135-136.

perjanjian Bongaya (1667), namun

Sultan Ternate mengakui bahwa

rakyat Minahasa berada dalam

perlindungannya dan berhak

mendapatkan keamanan dan hak

beragama tanpa adanya paksaan

untuk memeluk agama Sultan

(Islam). Dari pengakuan Sultan

Ternate ini menunjukkan bahwa ia

menerima adanya pluralism agama

tanpa memaksa rakyat dan

menggunakan hak preogatifnya

untuk menyatukan agama seperti

yang terjadi di beberapa wilayah di

Nusantara.

Pengaruh Islam tidak hanya

berhenti di Minahasa saja, namun

dalam catatan H.M Taulu

menuliskan bahwa Islam di

MInahasa memang tidak

berkembang, namun ada sebuah

wilayah di pesisir selatan Minahasa

yang sebagian besar penduduknya

telah memeluk agama Islam. Dia

menuliskan bahwa Belang telah

mengalami Islamisasi dari seorang

Syarif yang telah laa menetap di

Ternate.8 Abdul Wahid Rais adalah

8 H. M. Thaulu, Sejarah Ringkas

Masuknya Islam di Sulawesi Utara,

Page 12: Menelusuri Jejak Islam di Tanah Minahasa Muhammad Nur ...

syarif tersebut yang dikenal sebagai

seorang pedagang dari Ternate dan

menetap di Belang, hingga

memiliki keterunan sampai

sekarang.

Islamisasi dan jejak Islam

tidak berhenti di Minahasa. Daerah

lainnya di jazirah Sulawesi Utara,

Bolaang Mongondow, merasakan

pengaruh Islam dan mengalami

Islamisasi. Bolaang Mongondow

terdiri atas lima kerajaan pribumi

yang memiliki daerah kekuasaan

masing-masing. Kerajaan Bolaang

Mongondow, Kerajaan Bintuana,

Kerajaan Bolaang Itang, Kerajaan

Kaidipang, dan Kerajaan Bolaang

Uki. Distirik dari lime kerajaan ini

berada di daerah Kabupaten

Bolaang Mongondow sekarang.

Menurut catatan tertua di

Bolaang Mongondow, Islam

pertama kali diperkenalkan pada

tahun 1653 di bawah pemerintahan

Raja Laloda Mokaagow.9

Mokaagow menjalin hubungan

persahabatan dengan Sultan Ternate

Manado, Yayasan Manguni Render, hlm.

8. 9 W. Dunnebier, Minahasa Past and

Present, hal 26.

dengan tujuan mendapatkan

keamanan dan mengakui

Kesultanan Ternate sebagai

penguasa tertinggi di Sulawesi

Utara berdasarkan perjanjian

Ternate dan VOC. Bolaang

Mongondow menjadi vassal

Ternate yang memberikan upeti

kepada Ternate. Namun Islamisasi

yang terjadi hanya sebatas di sekitar

istana kerajaan dan kerabat raja.

Rakyatnya masih menganut

kepercayaan leluhur, animism dan

dinamisme sebagai kepercayaan

utama hingga VOC mengambil alih

daerah Bolaang Mongondow dari

Ternate dan menyebarkan ajaran

Kristen di sana.

Pada masa selanjutnya,

Islam kembali berkembang melalui

daerah Lipung yang merupakan

daerah Kekuasaan Jacobus Manuel

Manoppo. Di Liping terdapat

seorang budak belian bernama

Imam Tueko dan pengaruh dari

beberapa Ulama dari Mekkah pada

akhir abad ke XIX M dan bahkan

pedagang Bugis dan Makassar dari

daerah Sulawesi Selatan. oleh

karena itu, Islam di daerah Bolaang

Page 13: Menelusuri Jejak Islam di Tanah Minahasa Muhammad Nur ...

Mongondow, khususnya di daerah

Kotamobagu diterima oleh

masyarakat dan menjadi agama

dengan mayoritas penganut.10

Dengan dijadikannya Islam sebagai

agama resmi dikerajaan, maka raja

Jocobus Manuel Manoppo

mengintruksikan untuk mendirikan

sebuah masjid dan pesantren

dengan tujuan memperkenalkan

ajaran Islam.

C. Jejak Islam di Manado

Kisah dan sejarah mengenai

perkembangan agama di Manado

tidak hanya cerita mengenai

kristenisasi dan perkembangan

agama Kristen. Agama lain juga

menghiasi perkembangan dan

dinamika perubahan Manado.

Islam, Konghucu, Hindu dan

Buddha telah ada di Manado,

namun tidak sesukses

perkembangan ajaran Kristen yang

telah menjadi agama mayoritas di

Manado. Kehadiran agama lainnya

karena kedatangan para migran dari

berbagai daerah di Nusantara dan

10 A. Sigarlaki (eds), 1977, Sejarah Daerah

Sulawesi Utara, Manado: P3KD Sulawesi

Utara, hal. 187.

sekitarnya yang tujuan utama bukan

untuk islamisasi atau penyebaran

agama, melainkan hanya untuk

berdagang, bekerja, ataupun sebab

politik.11

Hubungan antara Belanda

dan penduduk Nusantara sudah ada

sejak jauh sebelum melakukan

kolonialisme di sini. Pada

pertengahan abad ke XVII

pengaruh Belanda yang menguat di

Nusantara ternyata membutuhkan

tambahan pasukan dan pekerja

untuk membantu mereka

menjalankan pemerintahannya.

Bantuan berupa tenaga fisik dan

keterempilan pun digunakan

belanda guna mengadakan

pembangunan atau diplomasi

politik dengan penguasa lokal.

Tercatat dalam sumber-sumber

belanda, terutama mengenai

Manado, bahwa mereka

membutuhkan tenaga terampil

untuk mendirikan benteng, rumah,

dan tempat lainnya sebagai bagian

dari kebijakan pemerintah belanda.

Mereka menggunakan tenaga

11 Ilham Daeng Makkelo, Kota Seribu

Gereja, Jogjakarta: Ombak, hal. 96.

Page 14: Menelusuri Jejak Islam di Tanah Minahasa Muhammad Nur ...

terampil dari Tiongkok terutama

saat membangun benteng

Amsterdam pada tahun 1703.12

Selain dari orang Tiongkok,

pemerintah Belanda juga

menggunakan tenaga Muslim dari

Nusantara dan Timur Tengah untuk

berdagang dan melakukan

diplomasi dengan penguasa lokal,

atau bahkan sebagai buruh untuk

mendirikan benteng kayu di sekitar

residen belanda.13

Kedatangan pedagangan

arab ke Manado pada awal abad ke

XVIII (1704) untuk berdagang

menunjukkan bahwa mereka

diterima oleh belanda. Pada

awalnya mereka menetap di sekitar

pelabuhan Manado, kemudian

membentuk perkampungan di

sekitar benteng Amsterdam yang

pada akhirnya dikenal dengan

kampong Arab. tidak hanya di

Manado, sekitar pelabuhan Kema,

daerah Bitung sekarang, terdapat

kampung Islam yang mana mereka

memiliki perkampungan Islam

sendiri. Oleh karena itu, pelabuhan

12 Makkelo, hlm. 97-98 13 H.M. Taulu, Masuknya Agama Islam di

Sulawesi Utara, hal. 9.

tidak dapat dilepaskan dari

pengaruh interaksi dan dinamika

masyarakat yang telah melakukan

mobilisasi serta menetap di suatu

daerah yang dianggap nyaman dan

aman bagi mereka.

Daerah pesisir yang menjadi

kantung-kantung pemukiman Islam

terlihat dengan jelas. Pola penataan

kota ini sama di beberapa daerah

Nusantara. Kantung-kantung Islam

berada di daerah pesisir yang

merupakan daerah pertama ditemui

oleh para pedagang dan pendatang

dari Arab. Kota manado dan

Minahasa pun sama yang memiliki

kantung-kantung penduduk Islam di

daerah pesisir. Pelabuhan Kema,

dan Manado adalah contoh yang

dapat dilihat sampai sekarang ini.

Pada masa selanjutnya,

dipertengahan abad XIX M,

isalamisasi di daerah Sulawesi

Utara semakin jelas. Meskipun

agama lslam tidak diterima secara

besar-besaran seperti yang terjadi di

Sumatera, Jawa, Makassar, dan

Maluku, namun terdapat proses

yang unik dan ciri khas islamisasi

di Manado. Sebagaimana yang

Page 15: Menelusuri Jejak Islam di Tanah Minahasa Muhammad Nur ...

telah dijelaskan di atas bahwa

Manado dan tanah Minahasa

bukannya luput atau memang

sengaja dilupakan, namun

penduduknya telah melakukan

perjanjian dan dengan sukarela

menerima ajaran samawi lainnya.

Dalam catatan Tribun

Manado, menuliskan terdapat

sebuah bukti arkeologi adanya

islamisasi yang terjadi di daerah ini.

Sebuah masjid bertahun 1802 telah

berdiri di kawasan Manado. Pada

tahun 1838, penduduk muslim

bertambah dan bangunan masjid

pun semakin membaik, hingga

diresmikan oleh Belanda yang

mengakui terdapat empat puluh

kepala keluraga yang beragama

islam di daerah tersebut. Bangunan

ini merupakan saksi bisu tonggak

perkembangan ajaran islam di

Sulawesi Utara. Masjid yang diberi

nama Awal Fathul Mubien yang

berarti sebagai awal atau pembuka

yang nyata. Kira-kira sekitar 1802

dengan keadaan bangunan masjid

masih menggunakan pondasi

karang berlantai papan.

Perkembangan di daratan

Minahasa lainnya, khususnya

Tondano juga merasakan pengaruh

agama Islam. Banyakanya migran

dan pejuang Nusantara yang

dibuang Belanda ke Tondano

merupakan sebuah keuntungan

tersendiri bagi Islamisasi di tanah

Minahasa. Peperangan yang

terkenal dengan Perang Jawa (Java

war) atau Perang Diponegoro pada

tahun 1825-1830 semakin

memperjelas pengaruh Islam dari

para pejuang Nusantara yang

diasingkan ke Tondano.

Pengasingan Pangeran

diponegoro dan Kyai Mojo oleh

belanda memberikan keuntungan

tersendiri bagi Islamisasi di

Tondano. Pangeran diponegoro

yang diasingkan di Tonadano oleh

belanda tidak bertahan lama, namun

Kyai Modjo masih tetap diasingkan

di Tondano. Pangeran Diponegoro

kemudian diasingkan kembali ke

Makassar,14 Karena belanda takut

ada perlawan kembali dari para

pengikut Pangeran Diponegoro dan

14 Margono Djojohadikusumo,

Herinneringen Uit Drei Tijdperken, 1969,

Jakarta: Indira, hal 12.

Page 16: Menelusuri Jejak Islam di Tanah Minahasa Muhammad Nur ...

Kyai Mojo. Tidak hanya pangeran

Diponegoro dan Kyai Mojo yang

diasingkan ke jazirah Minahasa,

melainkan beberapa pejuang pun

diasingkan belanda. Adalah seorang

pemimpn agama dari tanah

Sumatera, Imam Bonjol yang

diasingkan kemudian oleh belanda

karena perlawanannya untuk

menjaga tanah kelahirannya di

Sumatera.

Selain berjuang dengan

menggunakan fisik, Pangeran

Diponegoro dan Kyai Mojo juga

menggunakan diplomasi terhadap

Belanda, namun Belanda tidak

menyukai siasat yang digunakan

oleh Kyai Mojo hingga dia

ditangkap Belanda pada tahun 1828

di Klaten. Penangkapan kyai mojo

berakhir dengan dikirimnya ke

daerah Minahasa bersama dengan

62 orang pengikutnya dan pada

tahun 1830 sampai di Tondano dan

mendirikan tempat tinggal.15

Mayoritas dari mereka berasal dari

15 Slamin Djakaria, “Sekelumit Tentang

Kampung Jawa Tondano”, dalam Nasrun

Sandiah dan Alex J. Ulaen (eds.), Niyaku

Tondano, Manado: BKSNT Manadao,

2002, hal. 15.

Pulau Jawa dan selain sebagai

seorang pejuang, mereka juga

adalah ulama.

Pada tahun 1831, tahun

pertama di Tondano, sebagai awal

berdirinya Kampung Jawa

Tondano, tahun dimana Kyai

Modjo baru memasuki usia 40

tahun. Tahun itu adalah tahun kerja

keras, tahun bermandikan peluh dan

keringat, tahun dimulainya

persahabatan antara orang Tondano

dan ”orang jawa pendatang”. Tahun

itu, tangan dan kaki telanjang

”orang jawa pendatang” menjadi

sekop dan pacul, kayu menjadi

bajak, rawa ganas diubah menjadi

ladang, menanam apa yang bisa

menjadi makanan. Tahun pertama

dengan strategi kerja keras dan

moralitas tinggi yang dipimpin oleh

Kyai Modjo dan mengajari

penduduk Tondano cara bercocok

tanam yang baik ternyata telah

membuat penduduk asli Tondano

sangat ”welcome”. Sikap dan

ahklak yang ditunjukan telah

menarik perhatian penduduk asli

Tondano. Bahkan para

”Lolombulan” (sebutan untuk anak

Page 17: Menelusuri Jejak Islam di Tanah Minahasa Muhammad Nur ...

gadis asli Tondano pada masa itu)

tertarik untuk berkenalan dengan

laki-laki ”orang-orang jawa

pendatang” itu, dan terbukalah

pintu gerbang perkawinan antara

”orang-orang jawa pendatang”

dengan para ”lolombulan”.

Selain datangnya

gelombang islamisasi dari Jawa,

pada tahun 1841 datang pula

seorang ulama dari Sumatera, Imam

Bonjol. Ia adalah seorang ulama

yang diasingkan oleh Belanda ke

daerah Sulawesi Utara. Di sana, ia

melakukan isalmisasi dengan

mengajarkan agama islam kepada

penduduk lokal. Mereka semakin

terbuak dengan pengajaran islam

yang mengandung persamaan dan

persaudaraan.

Babcock memberikan

keterangan mengenai pengaruh

Islam dan orang Islam di Tondano.

Pengaruh umat Islam di Tondano

juga berasal dari seorang

Kedatangan yang bernama Syarif

Abdullah Assegaf. Tidak hanya di

Tondano, kantong-kantong Islam

juga ada dibeberapa daerah di

Manado dan bertahan hingga

sekarang.16 dan pengasingan kyai

Modjo memberikan dampak positif

dengan terbentuknya beberapa

pemukiman muslim. Bahkan

terdapat madrasah, dan instansi

pendidikan yang berasaskan islam.

Salah satu contoh yang masih

berdiri hingga sekarang ialah

kampung muslim yang terdapat di

daerah Tuminting. Banyaknya

pondok pesantren yang berdiri di

era ke-20 membuktikan eksistensi

muslim sebagai agama yang

memiliki pengaruh di daerah

Sulawesi Utara. Hal ini merupakan

dampak dari pola islamisasi

perkawinan dengan penduduk lokal

dan pengajaran yang diberikan

kepada mereka.

Dengan demikian perluasan

islamisasi di daerah Sulawesi utara

dilandaskan pada beberapa unsur

diantaranya: sosial, politik, dan

ekonomi. Kedatangan pedagang

asing, para pejuang dan ulama dari

Jawa, Sumatera, dan daerah lainnya

di Nusantara memberikan warna

baru bagi kehidupan sosial

keagamaan di Sulawesi Utara.

16 Minahasa past and present hal. 75

Page 18: Menelusuri Jejak Islam di Tanah Minahasa Muhammad Nur ...

Sturuktur sosial yang terbuka

dengan adanya interaksi

menunjukkan bukti bahwa adanya

sikap terbuka dan islamisasi yang

damai. Pekerjaan para penduduk

local yang bergantung pada alam,

kemudian bertambah dengan

adanya keahlian baru untuk

pemanfaatan lahan untuk jangka

panjang menarik perhatian para

penduduk local untuk menjalin

ikatan dengannya.

D. PENUTUP

Masuknya islam di berbagai

daerah Nusantara berawal dari

interaksi antara pedagang dan

penduduk lokal. Secara umum, para

sejarawan dan cendikiawan sepakat

bahwa islam di Nusantara pertama

kali dibawa oleh para pedagang,

walaupun pada tujuan awalnya

bukan untuk islamisasi, yang

kemudian pada akhirnya

menyebarkan ajaran agama islam

melalui interaksi sosial. Pedagang-

pedagang ini bertujuan mencari

sumber rempah-rempah yang

terkenal di barat karena rasa, aroma

dan harganya yang mahal, sehingga

mereka berlomba untuk

mendaptkannya. Tujuan utama dari

pelayaran ini, bagi dunia arab dan

Negara-negara islam di timur-

tengah, ialah mengembalikan

kestabilan ekonomi yang merosot

pasca terjadinya perang panjang

dengan tentara salib serta

mengembalikan kekuasaan khilafah

yang hancur. Oleh karena itu, para

pedagang arab melakukan

pelayaran.

Masyarakat yang terbuka

menjadi salah satu faktor terjadinya

isalamisasi dengan cepat. Penduduk

local di Sulawesi Utara tergolong

masyarakat yang mau menerima

sebuah peradaban dan pengaruh

baru. Hal ini terbukti ketika para

pendatang dari Eropa, Belanda,

Spanyol, dan Portugis diterima

dengan baik oleh para penduduk

local. Penerimaan ini dikarenakan

adnanya unsure-unsur penting,

begitupun ketika para pedagang

dari Arab dan Cina datang ke

daerah ini, kepentingan berdagang

adalah salah satu unsure dan faktor

Page 19: Menelusuri Jejak Islam di Tanah Minahasa Muhammad Nur ...

mereka dapat menerima para

pendatang.

Ketika terjadi Islamisasi,

masyarakat lokal pun, terutama

rakyat Tondano, tidak menolak hal

tersebut. Kyai Modjo yang

notabenenya seorang tawanan dapat

diterima dengan baik oleh

penduduk setempat, bahkan

sebagaian dari mereka banyak

yang belajar dan berguru

kepadanya. Selain Kyai Modjo, ada

juga Imam Bonjol seorang Ulama

dari Sumatera yang menjadi

tawanan dan di sana, dia

mengajarkan agama Islam kepada

penduduk setempat.

Oleh karena itu, dapat

dikatakan bahwa Islamisasi di

daerah Sulawesi Utara tergolong

berhasil, walaupun dari segi

kwantitasnya sangat sedikit, bahkan

minorotas sampai sekarang.

Tercatat dalam sejarah, bahwa

kristenisisi yang dilakukan oleh

Belanda di daerah Sulawesi Utara

sangat mudah diterima oleh

masyarakat setempat dan berakar

kuat, namun beberapa daerah di

Sulawesi Utara memiliki basis

Islam yang cukup kuat, terutama di

daerah Tondano, Bolaang-

Mongondow, dan Gorontalo –

sebelum mengalami pemekaran.

Page 20: Menelusuri Jejak Islam di Tanah Minahasa Muhammad Nur ...

Daftar Pustaka

Azra, Asyumardi., 1995, Jaringan

Ulama: Timur Tengah

dan Kepulauan Nusantara

Abad XVII dan XVIII.

Bandung: MIZAN.

Daeng Makkelo, Ilham, Kota

Seribu Gereja: Dinamika

Penggunaan Ruang di

Kota Manado, Jogjakarta:

Ombak, 2010.

Hayase, Shinzo, Domingo M. Non

dan Alex J. Ulaen, 1999,

Silsilah/Tarsilas

(Genealogis) and

Historical Narratives in

Saranggani Bay and

Davao Gulf, South

Mindanao, Philippnes,

and Sangihe-Talaud

Islands, North Sulawesi,

Indonesia, Japan: CSAS

Kyoto University.

In The Permanent Court of

Arbitration, The Hague,

National Printing Office,

1925.

Lapian, A. B., 2008, Pelayaran dan

Perniagaan Abad 16 dan

17, Jakarta: Komunitas

Bambu.

Lapian, A. B., 2009, Orang Laut,

Bajak Laut, Raja Laut:

Sejarah Kawasan Laut

Sulawesi Abad XIX.

Jakarta: Komunitas

Bambu.

Manus, L. Th., 1978, Sejarah

Kebangkitan Nasional

Daerah Sulawesi Utara,

Manado, P3KD

Depdikbud Sulawesi

Utara.

Reid, Anthony., 2011, Asia

Tenggara Dalam Kurun

Niaga 1450-1680, Jilid 2:

Jaringan Perdagangan

Global. Jakarta: Yayasan

Pustaka Obor Indonesia.

Ricklefs, M. C., 2005, Sejarah

Indonesia Modern.

Jakarta: PT. Serambi

Ilmu Nusantara.

Sari, Anis Puteri, 2010, Majalah

Nur Hidayah, 20 Agustus

2010.Artikel JIB (Jejak

Islam Untuk Bangsa)

yang diterbitkan pada

tanggal 14 oktober 2013.

Suryadi, 2007, Jakarta: Kompas.

Terbitan 10 November

20007.

Sagimun M. D., 1976, Pangeran

Diponegoro : Pahlawan

nasional. Jakarta: Proyek

Biografi Pahlawan

Nasional, Departemen

Pendidikan dan

Kebudayaan.

Sandiah, Nasrun, dan Alex J. Ulaen

(ed.), Niyaku Tondano,

BKSNT Manado, 2002.

Sigarlaki, A. (eds), 1977, Sejarah

Daerah Sulawesi Utara,

Manado: P3KD Sulawesi

Utara.

Page 21: Menelusuri Jejak Islam di Tanah Minahasa Muhammad Nur ...

Thaulu, H. M., Sejarah Ringkas

Masuknya Islam di

Sulawesi Utara, Manado,

Yayasan Manguni

Render

van Leur, J. C., 1960, Indonesia

Trade and Society, The

Hague dan Bandung.