MEMBANGUN PARADIGMA OPTIMALISASI · PDF fileMAHASISWA MELALUI PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI...
Transcript of MEMBANGUN PARADIGMA OPTIMALISASI · PDF fileMAHASISWA MELALUI PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI...
MEMBANGUN PARADIGMA OPTIMALISASI KOMPETENSI
MAHASISWA MELALUI PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI
DAN SEKSUAL
ESAI KRITIS
OLIIMPIADE ILMIAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA
RAHMAT SAH SARAGIH
1106056365
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2014
2
MEMBANGUN PARADIGMA OPTIMALISASI KOMPETENSI
MAHASISWA MELALUI PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI
DAN SEKSUAL
Rahmat Sah Saragih
1106056365
Dalam suatu diskusi yang saya ikuti awal bulan Juni lalu, seorang
perempuan paruh baya membawa selembar kertas plano ke tengah ruangan.
Kepada para pesertayang semuanya berasal dari kalangan remajaperempuan
ini bertanya, apa saja yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin? Jawaban
mengalir dengan lancar dari mulut para peserta. Pemimpin itu harus adil; harus
bijaksana; harus berpikir dewasa; harus mampu mempengaruhi orang lain;
harus berani; harus tegas; harus mampu memberikan teladandan seterusnya.
Selesai mencatat masukan dari para peserta, perempuan ini berbalik dan
menggelengkan kepala. Masih ada yang kurang, ujarnya. Seisi ruangan terdiam,
bingung, kehabisan ide. Ia melanjutkan, memang benar, pemimpin itu harus adil,
bijaksana, berani, mendengarkan aspirasikita tidak perlu sangsikan lagi. Tapi,
ia berhenti sejenak, pemimpin juga harus sehat, kan?
Sehat merupakan kriteria yang selayaknya dimiliki seorang pemimpin.
Bagaimana seseorang dapat menjalankan tugasnya sebagai pemimpin apabila ia
masih bermasalah dengan dirinya sendiri? Bagaimana seseorang dapat
mengerahkan potensi yang ada di dalam dirinya apabila ia masih mengalami,
misalnya: penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA (narkoba, psikotropika,
dan zat adiktif lain); tekanan sosial akibat kehamilan yang tidak diinginkan;
infeksi menular seksual yang tidak tertangani; trauma akibat kekerasan dalam
pacaran; maupun diskriminasi gender? Di sisi lain, sistem pendidikan nasional
belum mendorong remaja untuk memahami tubuhnya, terutama dalam aspek
kesehatan reproduksi dan seksual. Ketika menghadapi masalah kesehatan
reproduksi dan seksual, remaja kerap mengalami kebingungan lantaran tidak tahu
harus pergi ke mana dan melakukan apa.
3
Populasi remaja yang berada pada angka 26,67% dari total penduduk
Indonesia yang berjumlah 237,6 juta jiwa bukanlah porsi yang kecil.1 Terhadap
populasi ini disematkan harapansekaligus tuntutanuntuk senantiasa
meningkatkan kompetensi diri, khususnya dalam menghadapi persaingan global
yang kian hari kian ketat. Salah satu sub-populasi dari remaja yang dimaksud di
atas adalah mahasiswa, yakni remaja yang menjadi peserta didik pada jenjang
perguruan tinggi; berada pada angka 28,00% dari total jumlah remaja.2
Menempatkan remaja untuk dapat bersaing dengan segala potensinya secara
maksimal di skala global nampaknya sulit terwujud apabila sehat tidak menjadi
persyaratannya.
Agar sehat, sebagai langkah preventif tentu mahasiswa perlu memahami
risiko yang dapat timbul akibat tindakan yang ia lakukan terhadap tubuhnya.
Membekali remaja dengan pengetahuan, keterampilan, serta nilai untuk membuat
keputusan terkait dengan kehidupan sosial dan seksualnya untuk mencegah
perilaku berisiko sejatinya merupakan tujuan dari Pendidikan Kesehatan
Reproduksi dan Seksual (PKRS) yang sayangnya belum dikenal dalam dunia
pendidikan kita.
Remaja Sehat untuk Persaingan yang Sehat
Merujuk pada definisi yang diberikan oleh World Health Organization
(WHO), sehat bukanlah semata-mata bebas dari penyakit, melainkan suatu
keadaan sejahtera baik secara fisik, mental, dan sosial.3 Sehat secara fisik ialah
1 Sensus Penduduk (SP) tahun 2010 sebagaimana dikutip dari Dwi Wahyuni dan
Rahmadewi, Kajian Profil Penduduk Remaja (10-24 Tahun): Ada Apa dengan Remaja? Policy
Brief Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan Badan Kependudukan dan Keluaga
Berencana Nasional Seri I No.6/Pusdu-BKKBN/Desember 2011, (Desember 2011), hlm. 1.
2 Angka Partisipasi Kasar Pendidikan Tinggi (APK Dikti) tahun 2011 berada pada angka
28,00%. Artinya, 28,00% dari jumlah remaja berusia 19-23 tahun di Indonesia pada tahun 2011
duduk di perguruan tinggi. Aline Rogeleonick, Target 2015, Angka Partisipasi Kasar Perguruan
Tinggi 35 Persen http://www.kemdikbud.go.id/kemdikbud/berita/2083, diunduh 30 Juli 2014.
3 Health is a state of complete physical, mental and social well-being and not merely the
absence of disease or infirmity, sebagaimana dikutip dari preambul 1946 Constitution of the
World Health Organization.
http://www.kemdikbud.go.id/kemdikbud/berita/2083
4
keadaan jasmani yang terbebas dari rasa sakit (penyakit) dan kecacatan; sehat
secara mental ialah keadaan psikis yang seimbang, terbebas dari segala bentuk
tekanan batin, pikiran hingga perasaan; sedangkan sehat secara sosial ialah
keadaan di saat seseorang mampu menjalankan peran dan tugas di masyarakat
serta diterima dalam lingkungan masyarakatnya, serta mampu melakukan
interaksi sosial dan kegiatan bersama orang lain.4 Hampir serupa dengan definisi
yang diberikan oleh WHO, dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan dimaksudkan sebagai suatu keadaan
sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Sehat memang seyogyanya tidak didefinisikan secara sempit sebagai
ketiadaan penyakit secara fisik belaka. Seorang perempuan yang mengalami
tekanan psikis akibat dikeluarkan dari sekolah dengan alasan hamil di luar
perkawinan juga merupakan kondisi yang tidak sehat, pun demikian halnya
dengan seseorang yang mengalami diskriminasi gender, kekerasan dalam pacaran,
atau pengucilan akibat terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Dua tahun yang lalu, saya berkenalan dengan Anna Marsiana, seorang
pekerja kemanusiaan yang berbasis di Yogyakarta. Dalam suatu diskusi, ia
bertanya kepada kami, sebutkan satu hal yang dekat namun jauh dari diri kita.
Pertanyaan tersebut tidak mendapatkan respon yang memuaskan. Tak lain tak
bukan, jawabannya ialah tubuh kita, yang dekat secara fisik namun jauh secara
mental apabila kita belum mengenalnya. Akibat konstruksi sosial yang ada kita
cenderung berburuk sangka dan tidak menerima diri ini apa adanya.
Bagaimana, Anna menutup diskusi hari itu dengan satu pertanyaan,
bagaimana kita dapat nyaman dengan orang lain apabila kita belum nyaman
dengan tubuh kita sendiri? Pesan yang saya garisbawahi dari pertanyaan itu
adalah, bahwa masalah pertama yang harus kita selesaikan sebelum berperan di
tengah masyarakat adalah tak lain diri kita sendiri. Jangan dulu kita berbicara
4 Ryan Fajar Febrianto, Modul E-Course Pendidikan Seksualitas Komprehensif: Anatomi,
Fisiologi, Pubertas, dan Kehamilan, (Jakarta: Aliansi Remaja Independen, 2013), hlm. 1.
5
mengenai kompetisi yang sehat apabila terhadap diri ini masih terdapat masalah-
masalah internal yang menghambat kita berada pada garis start yang sama.
Potensi dan Fakta Remaja Indonesia
Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk
Indonesia sebesar 237,6 juta jiwa, dengan 63,4 juta di antaranya adalah remaja
(berusia 10-24 tahun) yang terdiri dari laki-laki sebanyak 32.164.436 jiwa
(50,70%) dan perempuan sebanyak 31.279.012 jiwa (49,30%).5 Dalam perspektif
kependudukan yang dihimpun oleh Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN), besarnya jumlah penduduk kelompok remaja ini
akan sangat mempengaruhi pertumbuhan penduduk di masa yang akan datang.
Remaja perlu mendapat perhatian serius mengingat mereka masih termasuk dalam
usia sekolah dan usia kerja, mereka akan memasuki angkatan kerja dan memasuki
umur reproduksi.6
Remaja, dalam bahasa Inggris dikualifikasikan sebagai adolesence,
berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau
dalam perkembangan menjadi dewasa. Masa remaja adalah sebagai masa
terjadinya perubahan fisik, mental, sosial-ekonomi (WHO, 1975). Keberhasilan
penduduk pada kelompok umur dewasa sangat tergantung pada masa remajanya.
Apabila remaja memperoleh pendidikan formal dan non formal yang cukup maka
kualitas penduduk yang bersangkutan pada umur dewasa akan cenderung lebih
baik; dan selanjutnya akan menghasilkan generasi yang berkualitas.7
Kelompok remaja yang ada pada saat ini adalah kelompok remaja yang
paling terdidik sepanjang sejarah Indonesia.8 Meski memang hanya 28 dari 100
5 Wahyuni, op. cit., hlm. 2.
6 Ibid.
7 Ibid.
8 Pam Nilan, et. al., Indonesian Youth Looking Towards the Future dalam Journal of
Youth Studies, Vol. 14, No. 6, (September 2011), hlm. 709.
6
remaja Indonesia yang dapat duduk di bangku perguruan tinggi (Kemdikbud,
2012), namun angka ini lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang hanya 14,00%.
Hal ini menandakan bahwa akses remaja terhadap pendidikan tinggi tiap tahun
kian meningkat; bahwa jumlah mahasiswa baru tiap tahun kian meningkat pula.
Di sisi lain, pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi masih
rendah. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Remaja (SDKI-
R) tahun 2007, 1 dari 10 remaja tidak mengetahui tandatanda pubertas pada laki