Medikolegal TOKSIKOLOGI dr Isti ++fix

47
LAPORAN KASUS ASPEK MEDIKOLEGAL TOKSIKOLOGI Diajukan Untuk Memenuhi dan Melengkapi Persyaratan Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kedokteran Forensik RS Islam Sultan Agung Semarang Pembimbing : dr. Istiqomah, Sp.KF, MH Oleh : 1. Arum Diannitasari (012106093) 2. Lelly Kurnia F (012106207) 3. Yoga Arfyan (012106297)

description

forensik

Transcript of Medikolegal TOKSIKOLOGI dr Isti ++fix

LAPORAN KASUS

LAPORAN KASUS

ASPEK MEDIKOLEGAL TOKSIKOLOGI

Diajukan Untuk Memenuhi dan Melengkapi

Persyaratan Program Pendidikan Profesi Dokter

Bagian Ilmu Kedokteran Forensik RS Islam Sultan Agung Semarang

Pembimbing : dr. Istiqomah, Sp.KF, MH

Oleh :

1. Arum Diannitasari (012106093)

2. Lelly Kurnia F(012106207)

3. Yoga Arfyan (012106297)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2014

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Toksikologi merupakan ilmu yang sangat luas yang mencakup berbagai disiplin ilmu yang sudah ada seperti Ilmu Kimia, Farmakologi, Biokimia, Forensik Medicine dan lain-lain. Toksikologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sumber, sifat serta khasiat racun, gejala-gejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang didapatkan pada korban yang meninggal.Sedangkan yang dimaksud dengan toksikologi forensik adalah pemanfaatan atau penerapan ilmu toksikologi untuk kepentingan peradilan. Racun adalah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan faali, yang dalam dosis toksik dapat menyebabkan gangguan kesehatan atau dapat berakhir dengan kematian.

Kematian akibat intoksikasi kasusnya jarang terjadi tetapi menurut data tahun 2014 angka kematian akibat intoksikasi di Indonesia mengalami peningkatan. Dilaporkan, banyak kasus intoksikasi dengan sebab yang sangat berariasi. Insiden intoksikasi akibat pangan mendominasi sebanyak 540 kasus, kemudian disusul dengan itoksikasi akibat pestisida di peringakat kedua sebanyak 465 kasus. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 25 juta kasus keracunan pestisida atau sekitar 68.493 kasus setiap hari. Latar belakang intoksikasi terbanyak adalah upaya untuk suicide (85,57%). Salah satu jenis pestisida yang biasa digunakan utuk suicide adalah rodentisida. Pada tahun 20111 menurut data AAPC dilaporkan kasus keracunan rodentisida sejumlah 12.886, 78% oleh karena jenis antikoagulan dan 97% karena jenis superwarfarin. 80% terjdi pada anak kecil kurang dari 6 tahun.

Pestisida merupakan zat untuk membunuh atau mengendalikan hama. Beberapa jenis hama yang paling sering ditemukan adalah serangga. Selain gangguan serangga, gangguan yang amat penting bagi petani adalah rumput liar. Herbisida dapat dipergunakan untuk mengatasi gangguan tersebut. Pestisida juga telah dikembangkangkan untuk mengendalikan hama lain seperti jamur (fungisida) dan hewan pengerat (rodentisida). Pestisida tidak saja beracun terhadap organisme sasaran tetapi terhadap organisme lainnya seperti manusia dan hewan.

Kurang lebih 90% dari seluruh pestisida yang dihasilkan digunakan untuk tujuan komersil, sisanya untuk pengawasan hama, perkebunan, dan penggunaan pada rumah dan taman. Pestisida sendiri mudah didapatkan dan banyak tersimpan di dalam rumah terutama golongan racun serangga (insektisida) dan racun tikus (rodentisida). Penggunaan pestisida yang tidak tepat dapat memberikan akibat keracunan hingga kematian pada manusia walaupun dalam jumlah dan ukuran kecil. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketidaktepatan penggunaan pestisida antara lain tingkat pengetahuan, sikap/prilaku pengguna pestisida, serta kuragnya informasi yang berkaitan dengan resiko penggunaan pestisida.

Oleh karena itu, kita harus peduli akan adanya pestisida di lingkungan sekitar kita, sehingga dengan kepedulian kita terhadap jenis, gejala dan tanda keracunan pestisida kita dapat melakukan penanganannya jika terjadi kecelakaan akibat intoksikasi pestisida.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Bagaimana aspek medis toksikologi

1.2.2. Bagaimana aspek yuridis toksikologi

1.3. Tujuan

1.3.1. Mengetahui aspek medis toksikologi

1.3.2. Mengetahui aspek yuridis toksikologi

1.4. Manfaat

1.4.1. Menambah informasi mengenain apek medis dan yuridis toksikologi

1.4.2. Menambah pengetahuan tentang toksikologi

1.4.3. Dapat dijadika sumber referansi dalam praktis klinis dokter untuk kepentingan di bidang kedokteran forensik.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspek Medis Toksikologi

a. Definisi

Toksikologi ialah ilmu yang mempelajari sumber, sifat serta khasiat racun, gejala-gejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang didapatkan pada korban yang meninggal.

Racun adalah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologik yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian.

b. Klasifikasi

1. Berdasarkan Sumber

Tumbuh-tumbuhan : opium (dari papaver somniferum), kokain, kurare, aflatoksin (dari aspergilus niger).

Hewan : bias/toksin ular/laba-laba/hewan laut

Mineral : arsen, timah hitam

Sintetik : heroin

2. Berdasarkan Tempat

Alam bebas : gas racun di alam

Rumah tangga : deterjen, desinfektan, insektisida, pembersih (cleanser).

Pertanian : pestisida

Pestisida berasal dari kata pest berarti hama dan cide berarti racun/mematikan. Jadi pestisida adalah racun hama yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Berdasarkan fungsi/sasaran penggunaannya pestisida dibagi menjadi 6 jenis, yaitu:

a. Insektisida

Adalah pestisida yang digunakan untuk membasmi serangga seperti belalang, kepik, wereng, ulat, nyamuk, kutu busuk, rayap, dan semut. Contoh: basudin, basminon, tiodan, diazinon, dll.

b. Fungisida

Adalah pestisida yang digunakan untuk mencegah/memberantas pertumbuhan jamur/cendawan seperti cercak daun, karat daun, busuk daun, dan cacar daun. Contoh: carbendazim, organomerkuri, natrium dikromat, dll.

c. Bakterisida

Adalah pestisida untuk memberantas bakteri atau virus. Salah satunya adalah tetramisin untuk membunuh virus CVPD yang menyerang tanaman jeruk.

d. Rodentisida

Adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas hama tanaman berupa hewan pengerat seperti tikus, babi hutan. Lazimnya diberikan sebagai umpan yang sebelumnya dicampur dengan beras atau jagung. Contoh: warangan.

e. Nematisida

Adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas hama tanaman berupa nematode (cacing), serangga dan jamur. Hama jenis ini menyerang bagian akar dan umbi tanaman. Biasa digunakan pada perkebunan kopi atau lada. Nematisida dapat meracuni tanaman sehingga penggunaannya 3 minggu sebelum musim tanam. Contoh: DD, Vapam, dazomet.

f. Herbisida

Adalah pestisida yang digunakan untuk membasmi tanaman pengganggu (gulma) seperti alang-alang, rerumputan, eceng gondok, dll.

Industri dan laboratorium : asam dan basa kuat, logam berat

Makanan : sianida dalam singkong, toksin botulinus, bahan pengawet, zat aditif, racun dalam bentuk obat (hipnotik, sedatif).

3. Berdasarkan Organ Tubuh

Racun yang bersifat hepatotoksik, nefrotoksik.

4. Berdasarkan Mekanisme Kerja

Racun yang mengikat gugus sulfhidril (-SH) misalnya timbal (Pb), yang berpengaruh pada ATP-ase, yang membentuk methemoglobin misalnya nitrat dan nitrit. (Nitrat dalam usus oleh flora usus diubah menjadi nitrit).

5. Berdasarkan efek yang ditimbulkan

Lokal : menimbulkan reaksi perangsangan, peradangan, atau korosif (asam dan basa kuat : H2SO4, HNO3, NaOH, KOH; golongan halogen seperti fenol, lisol, dan senyawa logam). Keadaan ini dapat menimbulkan rasa nyeri yang hebat dan dapat menyebabkan kematian akibat syok neurogenik.

Sistemik : mempunyai afinitas terhadap salah satu sistem misalnya barbiturate, alcohol, morfin terhadap susunan saraf pusat, digitalis, oksalat terhadap jantung, CO terhadap hemoglobin darah.

Lokal dan sistemik : asam karbol menyebabkan erosi lambung dan sebagian yang diabsorpsi akan menimbulkan depresi susunan saraf pusat. Tetra etil lead mempunyai efek iritasi yang dapat menimbulkan hemolisis akut.

c. Faktor yang Mempengaruhi Keracunan

Cara masuk : inhalasi, intravena, intramuskular, intraperitoneal, subkutan, peroral, dan kulit yang sehat.

Umur : orang tua dan anak-anak sensitif barbiturat, bayi prematur lebih rentan terhadap obat karena ekskresi ginjal belum sempurna dan aktifitas mikrosom hati belum cukup.

Kondisi tubuh : pada penderita penyakit ginjal, penderita demam dan penyakit lambung absorpsi terjadi dengan lambat. Bentuk fisik dan kondisi fisik lambung berisi atau kosong.

Kebiasaan : racun golongan alkohol dan morfin

Alergi : vitamin E, penisilin, streptomisin, proksin. Makin tinggi takaran, makin cepat (kuat) keracunan.

Konsentrasi : konsentrasi lebih besar lebih merugikan, misalnya racun yang bersifat korosif.

Bentuk racun : gas lebih merugikan dari bentuk cair, dan cairan lebih merugikan dari bentuk padat.

Efek sinergistik/potensiasi : barbiturate dengan alkohol

Efek antagonistik : saling melemahkan sehingga dapat sebagai antidotum, yaitu morphin dengan nalorphin.

Waktu pemberian : jika racun ditelan sebelum makan, absorpsi terjadi lebih baik sehingga efek akan timbul lebih cepat.

d. Pemeriksaan Kedokteran Forensik

1. Pemeriksaan di Tempat Kejadian

Menentukan penyebab kematian dan cara kematian. Pemeriksaan ditujukan untuk menjelaskan apakah orang itu mati akibat keracunan, dengan memeriksa tempat obat, apakah ada sisa obat atau pembungkusnya. Jika diduga korban adalah seorang morfinis, cari bubuk heroin, pembungkusnya dan alat penyuntik.

Bila ada muntahan, apakah bau fosfor (bau bawang putih). Sifat muntahan misalnya seperti bubuk kopi (zat kausatik), berwarna hitam (H2SO4 pekat), kuning (HNO3), biru kehijauan (CuSO4). Adakah gelas atau alat minum, surat perpisahan/peninggalan jika kasus bunuh diri.

Mengumpulkan keterangan tentang saat kematian, kapan terakhir kali ditemukan dalam keadaan sehat. Bila sebelumnya sakit, apa penyakitnya dan obat apa yang diberikan serta siapa yang member. Obat yang tersisa dihitung jumlahnya.

Bagaimana keadaan emosi korban sebelumnya dan apa pekerjaan korban, sebab mungkin saja racun diambil dari tempat ia bekerja atau mengalami industrial poisoning.

Mengumpulkan barang bukti, obat-obatan dan bungkusnya, muntahan diambil dengan kertas saring dan disimpan dalam toples, serta memeriksa tempat sampah.

2. Pemeriksaan Luar

a. Bau

Bau amandel : sianida

Bau minyak tanah : larutan insektisida

Bau kutu busuk : malation

Bau ammonia, alkohol, eter, kloroform

b. Segera

Menekan dada mayat dan menentukan adakah bau yang tidak biasa keluar dari lubang hidung dan mulut.

c. Pakaian

Ditemukan bercak-bercak oleh tercecernya racun yang ditelan atau muntahan. Misalnya bercak berwarna coklat karena asam sulfat atau kuning karena asam nitrat. Perhatikan penyebaran distribusi bercak, yaitu apakah racun ditelan karena bunuh diri atau pembunuhan.

d. Lebam Mayat

Warna lebam mayat yang tidak biasa juga mempunyai makna, karena warna lebam mayat pada dasarnya adalah manifestasi warna darah yang tampak pada kulit. Lebam mayat yang tidak biasa misalnya pada cherry pink colour pada keracunan CO; merah terang pada keracunan sianida; kecoklatan pada keracunan nitrit, nitrat, aniline, fenasetin, dan kina.

e. Perubahan Kulit

Keracunan arsen kroik : hiperpigmentasi atau melanosis dan keratosis telapak tangan dan kaki.

Keracunan perak (Ag) kronik : kulit berwarna kelabu kebiru-biruan.

Keracunan tembaga (Cu) dan fosfor : kulit berwarna kuning akibat hemolisis.

Keracunan insektisida hidrokarbon dan arsen : kulit berwarna kuning karena gangguan fungsi hati.

Keracunan kronik salisilat, bromide, arsen, dan talium : sebabkan dermatitis.

Keracunan karbon monoksida dan barbiturat akut : vesikel atau bula pada tumit, bokong, dan punggung.

f. Kuku

Keracunan arsen kronik : kuku menebal secara tidak teratur

Keracunan talium kronik : kelainan trofik kuku

g. Rambut

Keracunan talium, arsen, air raksa, boraks : sebabkan kebotakan (alopesia).

h. Sklera

Keracunan fosfor dan karbon tetra klorida : sklera ikterik

Keracunan bias ular dan pemakaian dicoumarol : perdarahan.

3. Pembedahan Jenazah

Inspeksi in situ

Perhatikan warna otot, peradangan usus untuk keracunan air raksa pada kolon asenden dan transversum ditemukan kolitis. Lambung tampak hiperemik atau kehitaman dan perforasi pada keracunan zat korosif. Hati mungkin berwarna kuning karena degradasi lemak dan nekrosis pada keracunan zat-zat hepatotoksik (kloroform, alkohol, arsen, fosfor).

Lidah

Perhatikan noda warna tablet atau kapsul obat yang disebabkan oleh karena zat korosif.

Esofagus : adakah regurgitasi dan selaput lender diperhatikan akan adanya hiperemi dan korosi.

Epiglottis dan glottis : adakah hiperemi atau edema oleh inhalasi. Edem glottis pada kematian akibat syok anafilaktik oleh penisilin.

Paru : biasanya ditemukan pembendungan dan edema pada keracunan akut morfin, barbiturat, kloroform. Emfisema akut karena terjadi batuk-batuk, dispnea dan spasme bronki.

Lambung dan usus dua belas jari : adakah bau yang tidak biasa. Bila terdapat kapsul atau tablet diambil dengan sendok dan disimpan untuk mencegah disintegrasi kapsul/tablet.

Usus : diperlukan pada kematian yang terjadi beberapa jam setelah korban menelan zat beracun dan ingin diketahui lama waktunya.

Hati : adakah degradasi lemak pada peminum alkohol atau nekrosis pada keracunan fosfor, karbon tetraklorida, kloroform.

Ginjal : pada keracunan bismuth, air raksa, sulfonamide, fenol, lisol, karbon tertaklorida ginjal agak membesar, korteks membengkak, gambaran tidak jelas dan berwarna suram kelabu kuning.

Urin : diambil dari kandung kemih untuk pemeriksaan toksikologi.

Otak : keracunan akut (barbiturate, eter) ditemukan edema otak, keracunan kronik (CO, arsen, timah hitam, air raksa)ditemukan perdarahan kecil-kecil pada otak. Ensefalomalasi globus palidus pada keracunan CO yang sempat hidup selama beberapa hari.

Jantung : racun-racun menyebabkan degenerasi parenkim, lemak pada epithelium ginjal sebabkan degenerasi sel-sel otot jantung sehingga jantung lebih lunak, berwarna pucat atau coklat kekuningan dan ventrikel mungkin melebar.

Limpa : selain pembendungan akut, limpa tidak menunjukkan kelainan patologik.

Empedu : bahan yang baik untuk menentukan morfin, heroin, glutetimida.

Jaringan lemak : racun cepat diabsorpsi dalam jaringan lemak dan kemudian dengan lambat dilepas ke dalam darah.

Jaringan sekitar tempat suntikan : kulit, jaringan lemak dan otot pada tempat suntikan diambil 5-10 cm bila terdapat dugaan korban meninggal akibat penyuntikan.

Rambut dan kuku : pada prasangkaan keracunan arsen rambut kepala dan kuku harus diambil. Rambut diikat lebih dahulu dan dicabut beserta akar-akarnya.

Korban mati akibat asfiksia :

1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, karena fibrinolisin darah yang meningkat pasca mati.

2. Busa halus di dalam saluran pernapasan

3. Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat, berwarna lebih gelap, dan pada pengirisan banyak mengeluarkan darah.

4. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium bagian belakang jantung daerah aurikulovebtrikular, subpleura viseralis paru, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa epiglottis dan daerah subglotis.

5. Edema paru, sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan hipoksia.

6. Kelainan-kelainan yang berhubungan dengan kekerasan, seperti fraktur laring, perdarahan faring.

e. Kriteria Diagnostik Keracunan

1. Anamnesis kontak korban dengan racun

2. Adanya tanda dan gejala yang sesuai dengan racun penyebab

3. Dari sisa benda bukti, dapat ditemukannya racun/sisa racun dalam tubuh/cairan tubuh korban

4. Dari bedah mayat, dapat ditemukan kelainan pada tubuh korban yang sesuai dengan racun penyebab.

5. Analisa kimia atau pemeriksaan toksikologi, dapat dibuktikan danya racun pada sisa barang bukti.

f. Pemeriksaan Toksikologi

1. Darah yang berasal dari jantung, diambil secara terpisah dari sebelah kanan dan kiri masing-masing sebanyak 50 ml. darah tepi sebanyak 30-50 ml, diambil dari vena iliaka komunis, bukan darah dari vena porta.

2. Bilasan lambung, diambil lambung beserta isinya, catat kelainan-kelainan yang didapat, baru dikirim ke laboratorium sehingga dapat diperkirakan jenis racunnya.

3. Usus beserta isinya, berguna terutama bila kematian terjadi dalam waktu beberapa jam setelah menelan racun sehingga dapat diperkirakan saat kematian.

4. Hati, untuk menentukan racun memerlukan bahan pemeriksaan yang cukup banyak yaitu 500 gram. Hati juga merupakan tempat detoksikasi sehingga kadar racun dalam hati sangat tinggi.

5. Ginjal, keduanya harus diambil, ginjal penting pada keadaan intoksikasi logam, pemeriksaan racun secara umum, dan pada kasus dimana secara histologik ditemukan Ca-oksalat dan sulfonamid.

6. Otak, jaringan lipoid otak mampu untuk menahan racun misalnya CHCL3 walaupun jaringan otak telah membusuk. Otak bagian tenga untuk intoksikasi sianida karena tahan terhadap pembusukan.

7. Urin, penting karena tempat ekskresi sebagian besar racun sehingga dapat untuk tes pendahuluan (spot test).

8. Empedu, sebaiknya kandung empedu tidak dibuka agar cairan empedu tidak mengalir ke hati dan mengacaukan pemeriksaan.

g. Pengobatan Keracunan

Terutama berdasarkan cara masuk racun ke dalam tubuh.

1. Bila racun tertelan, memuntahkan sebanyak mungkin dengan merangsang dinding faring atau diberikan emetic misalnya sirup ipecacuanha.

2. Aspirasi dan bilas lambung, indikasi untuk mengeluarkan racun non korosif dan racun yang menekan susunan saraf pusat. Dapat diberikan air garam/garam lemah, atau diberikan norit.

3. Pemberian pencahar, misalnya natrium sulfat 30 g dalam 200 cc air. Mempercepat ekskresi dengan dialisis (pemberian diuretic merupakan kontraindikasi). Pemberian antidotum spesifik pada keracunan morfin diberikan nalorfin atau naloxon.

4. Demulcen, pemberian putih telur sebanyak 3 butir yang dilarutkan dalam 500cc air/susu dengan maksud untuk menghambat absorbsi.

5. Pengobatan simptomatik dan suportif, tergantung dari gejala yang timbul. Bila racun masuk secara inhalasi, keluarkan korban dari ruangan. Bila secara parenteral, pertimbangan untuk pemaasangan tourniquet. Bila masuk melalui kulit atau mengenai mata, bersihkan dengan air leding mengalir, jangan dengan bahan kimia.

2.2 Aspek Medis Rodentisida

a. Definisi

Rodentisida merupakan salah satu golongan pestisida. Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan cide yang berarti mematikan/ racun. Jadi pestisida adalah racun hama. Hama adalah binatang atau hewan yang secara langsung atau tidak langsung dapat mengkontaminasi dan menyebabkan kerusakan makanan atau minuman, termasuk burung, hewan pengerat (tikus), dan serangga. Sedangkan Hewan pengerat merupakan salah satu ordo dari binatang menyusui dan dalam bahasa latin dikenal dengan rodentia. Rodent tidak hanya tikus, tapi juga termasuk didalamnya tupai, babi hutan, dan binatang lainnya. Rodent, manusia, anjng, dan kucing semuanya termasuk kedalam mamalia sehingga efek kerja ditubuh sama mekanismenya. Rodentisida dapat diartikan sebagai suatu bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat

b. Klasifikasi

Berdasarkan kecepatan kerjanya, rodentisida ibagai menjadi dua jenis, yaitu :

1. Racun akut (bekerja cepat)

Racun akut adalah jenis racun yang menyebabkan kematian setelah mencapai dosis letal dalam waktu 24 jam atau kurang. Contoh bahan aktif rodentisida yang tergolong racun akut adalah seng fosfida, brometalin, crimidine, dan arsenik trioksida yang bekerja cepat dengan cara merusak jaringan saluran pencernaan, masuk ke aliran darah dan menghancurkan liver.

2. Racun kronis (bekerja lambat)

Racun kronis adalah racun yang bekerja secara lambat dengan cara mengganggu metabolisme vitamin K serta mengganggu proses pembekuan darah. Contoh bahan aktif rodentisida yang tergolong racun kronis antara lain bahan aktif kumatetralil, warfarin, fumarin, dan pival yang termasuk racun antikoagulan generasi I, serta brodifakum, bromadiolon, dan flokumafen yang termasuk racun antikoagulan generasi II

c. Dosis

Antikoagulan

Warfarin: digunakan sebagai antikoagulan terapetik, warfarin yang digunakan sebagai rodentisida di rumah tangga mempunyai kadar 0,005 0,25 %. Dosis warfarin yang direkomendasikan untuk pengobatan adalah 0,5-0,7 mg/kg sebagai therapeutic loading doses, sedangkan dosis terendah yang dilaporkan bersifat fatal pada kasus menelan warfarin dosis tunggal adalah 6,667 mg/kg. Dosis berulang sebesar 1-2 mg/kg selama 6-15 hari menyebabkan sakit serius dan kematian. Sakit serius yang pernah dilaporkan adalah disebabkan oleh usaha bunuh diri dengan cara menelan warfarin sebanyak 1,7 mg/kg/hari selama 6 hari berturut-turut.

Brodifakum

Bromadiolon

Racun ini juga diproduksi dalam bentuk tepung atau bubuk. Bromadiolon mempunyai toksisitas oral yang akut (LD50=1-3 mg/kg). Toksisitas dermal juga tinggi (LD50=9.4 mg/kg). Bromadiolon tidak mudah terlarut dalam air.

d. Mekanisme

Antikoagulan

Rodentisida yang merupakan protein yang terikat dalam plasma. Antikoagulan rodentisida geerasi pertama memiliki waktu paruh 14 jam sedangkan yang generasi kedua memiliki waktu paruh 6 hari. Rodentsida jenis ini dimetabolisme di hati dan di sekresikan dalam urin.

Bekerja dengan cara mempengaruhi sintesis faktor pembekuan darah tergantung dari vitamin K seperti faktor pembekuan II, VII, IX dan X melalui karbosilasi. Diabsorbsi diusus haus dan memasuki sirkulasi darah, dimetabolisme di mikrosom sel hati, dan akan menghambat kerja vitamin K. Penghambatan kerja vitamin K menyebabkan penurunan sintesis faktor pembekuan II, VII, IX, dan X di dalam sel hati. Awalnya vitamin K berbentuk vitamin K epoksid yang tidak dapat mengaktifkan faktor pembekuan. Vitamin K menjadi aktif melalui kerja enzim epoksid reduktase. Kerja utama antikoagulan rodentisida dengan menghambat kerja enzim epoksid reduktase, sehingga perubahan vitamin K epoksid menjadi vitamin K terganggu, akibatnya terjadi penumpukkan prekursor faktor-faktor tergantung vitamin K karena terjadi penurunan sintesis faktor II, VII, IX, dan X. Selain itu juga dapat menghambat vitamin K menjadi vitamin K 1 hidrokuinon.

Non-Antikoagulan

Seng Fosfida Zn3P2

Seng fosfat berubah menjadi gas fosfin dengan adanya air dan asam. Gas fosfin sangat beracun, memblok sel-sel tumbuh dalam membentuk energi sehingga dapat menyebabkan kematian sel. Merusak sel darah merah melalu proses hemolisis. Paparan fosfin sangat merusak jantung, otak, ginjal, dan hati.

Arsenik trioksida

Arsen dapat masuk kedalam tubuh melalui mulut, inhalasi dan melalui kulit.setelah diabsorbsi melalui mukosa usus, arsen kemudian ditimbun dalam hati, ginjal, kulit dan tulang. Pada keracunan kronik, arsen juga ditimbun dalam jaringan lain, misalnya kuku dan rambut yang banyak mengandung keratin yang mengandung disulfida. Ekskresi terjadi dengan lambat mellui feses dan urin sehingga terjadi akumulasi dalam tubuh.

Arsen menghambat sistem enzim sulfhidril dalam sel sehingga metabolisme sel dihambat.

Brometalin

Brometalin menghentikan kerja sel-sel di SSP untuk menghasilkan energi. Sel-sel saraf membengkak sehingga memberikan tekanan pada otak dan dapat diikuti kelumpuhan serta kematian otak.

e. Tanda dan gejala

Antikoagulan

Gejala dan tanda keracunan berupa perdarahan.

a. Paparan jangka pendek

Terhirup : dapat meneyababkan batuk berdarah, darah dalam urin, perdarahan di bawah kulit, kebingugan, tetapi munculnya gejala keracunan dapat tertunda

Kontak dengan kulit : dapat diabsorbsi kulit dan menimbulkan keracunan sistemik

Kontak degan mata : tidak terdapat informasi

Tertelan : dapat menyebabkan diare, mual, muntah, nyeri perut, perdarahan gastrointestinal. Pada umumnya, menelan wafarin dosis tunggal dalam jumlah kecil (10-20 mg) tidak menyebabkan keracunan serius (sebagian besar rodentisida warfarin mengandung warfarin 0,05%

b. Paparan jangka panjang

Terhirup : dapat menyebabkan perdarahan

Kontak dengan kulit : hematoma, epistaksis, perdarahan di mulut

Kontak dengan mata : tidak terdapat informasi

Tertelan : paparan jangka panjang atau berulang meskipun dalam jumlah kecil (2 mg/hari) dapat mmenimbulkan antikoagulasi yang nyata. Risiko tertinggi adalah pada pasien dengan disfungsi hepatik, malnutrisis, atau diatesis perdarahan (kecenderungan untuk terjadi perdarahan). Pada paparan berulang, gejala dapat muncul setelah hari keenam atau ketujuh, berupa nyeri punggung dan perut yang disertai muntah, hidung dan gusi berdarah, serta timbul lebam yang lebar.

Brodifakum diabsorbsi baik di traktus gastrointestinal dengan kadar puncak 12 jam setelah mengkonsumsinya. lima hari post ingestion konsentrasi serum brodifakum adalah 1302 ng/ml dan kemudian. secara bertahap menurun sampai tidak terdeteksi lagi pada hari ke 209. Jalur eliminasi utama secara oral kemudian melalui fese. Melalui urin merupakan jalur eliminasi minor. Tanda-tanda klinis biasanya tidak terlihat selama 24-36 jam pasca konsumsi hingga faktor pembekuan habis. Tanda dan gejala keracunan akut pada manusia dimulai dari perdarahan ringan hingga berat. prdarahan ringan seperti mimisan, gusi berdarah, ekimosis, hematuria, nyeri perut dan pinggang, atau memar. Perdarahan berat dapt menyebabkan syok dan kematian. Keracunan bradifakum disertai dengan takikardi, hipotensi, dan kegagalan organ multiple akibat kehilangan darah sehingga mengganggu perfusi dan oksigenasi.

Non-Antikoagulan

Seng fosfida berbentuk tepung yang berwarna hitam keabu-abuan, dengan bau seperti bawang putih, yang diproduksi dengan cara mengkombinasikan antara seng dengan fosfor. Seng fosfida tidak dapat larut dalam alkohol dan air. Racun ini termasuk sebagai racun akut yang efektif. Gejala yang ditimbulkan seperti muntah setelah 1 jam setelah paparan, tetapi tanda-tanda toksisitas tidak terlihat selama 4 jam atau > 18 jam. Tanda-tanda lainnya adalah kegembiraan, cemas, menggigil, sesak napas, batuk, deirium, kejang, dan koma. Ketika zinc fosfat tertelan kemudian bereaksi dengan air dan asam lambung sehingga menghasilkan gas fosfin yang dapat menyebar ke paru-paru, hati, ginjal, jantung, dan sistem saraf pusat melalui aliran darah. Zat ini juga mudah diserap oleh kulit dan dihirup dari asapnya. Jika terjadi paparan yang berulang, zat ini akan terakumulasi di dalam tubuh dengan berbagai tingkatan. Tanda keracunan seng fosfida ringan termasuk diare dan sakit perut. Dalam kasus yang lebih berat seperti mual, muntah, sesak dada, kegembiraan, kedinginan, tidak sadar, koma, dan kematian akibat terjadinya edema paru dan kerusakan hati.

Brometalin tidak termasuk sebagai rodentisida antikoagulan, tetapi termasuk sebagai rodentisida akut yang dapat menyebabkan kematian terhadap hewan pengerat dalam satu kali pemberian umpan. Kematian terjadi antara 24 sampai 36 jam setelah racun dicerna. Bromethalin dianggap sebagai rodentisida dosis tunggal Paparan brometalin memperlihatkan gejala tremor, kejang, peningkatan sensitivitas terhadap cahaya dan suara, dan hipereksitabilitas. Brometalin merupakan neurotoksin, berbeda dengan rodentisida lainnya. Racun ini mempengaruhi kemampuan tubuh dalam mengendalikan kontraksi otot. Hal tersebut dapat menyebabkan pembengkakan otak, tulang belakang dan saraf sehingga menyebabkan kerusakan selubung mielin saraf dan akhirnya terjadi penurunan impuls saraf dan kematian. Efek akut paparan seperti iritasi kulit dan mata, kelemahan kaki, hilangnya sensasi taktil, dan kematian akibat berhentinya organ pernapasan.

Arsen dalam bentuk Na/K-arsenit terdapat dalam bahan yang digunakan untuk penyemprotan buah-buahan, insektisida, fungisida, rodentisida, pembasmi tanaman liar dan pembunuh lalat.As2O3 (arsenious acid), adalah racun umum yang sekarang telah jarang digunakan lagi, terdapat dalam racun tikus. As2O3 terdapat dalam bentuk bubuk berwarna putih atau kristal jernih, tidak mempunyai rasa dan tidak berbau. Dalam larutan juga tidak berwarna sehingga dapat diberikan tanpa menimbulkan kecurigaan korban. Bentuk bubuk dikenal sebagai arsen putih. Keracunan akut. Timbul gejala gastro-intestinal hebat. Diawali dengan rasa terbakar didaerah tenggorok dengan rasa logam pada mulut, diikuti mual dan muntah-muntah hebat. Isi lambung dan isi duedenum dapat keluar, muntahan dapat megandung bubuk berwarna putih (As2O3) , terkadang sedikit berdarah.

Kemudian terjadi nyeri epigastrium yang menjalar dengan cepat keseluruh perut hingga teraa nyeri pada perabaan dan terjadi diare hebat. Terkadang, terlihat bubuk putih pada kotoran yang tampak seperti air cucian beras dengan jalur darah. Muntah dan BAB hebat dapat berhenti spontan dan kemeduian timbul kembali. Akibatnya terjadi dehidrasi dan syok.

As juga memperlemah kerja otot jantung dan mempengaruhi endotel kapiler yang mengakibatkan dilatasi kapiler sehingga menyebabkan syok bertambah berat. Kematian terjadi akibat dehidrasi jaringan dan syok hipovolemik.Pada keracunan kronik, korban tampak lemah, melanosit arsenik berupa pigmentasi kulit yang berwarna kuning coklat, lebih jelas pada daerah fleksor, puting susu dan perut sebelah bawah serta aksila. Pigmentasi berbintik-bintik halus berwarna coklat, umumnya terlihat pada pelipis, kelopak mata dan leher yang meyerupai pigmetasi penyakit addison tetapi mukosa mulut tidak terkena. Dapat pula menyerupai pitiriasis rosea dalam gamabarn serta distribusinya tetapi menetap. Keratosis dapat ditemukn paa telapak tangan dan kai (eratosis arsenik).

Gejala-gejala lain yang tidak khas seperti malaise, berat badan menurun, mata berair, fotofobi, pilek kronis, mulut kering, lidah menunjukkan bulu-bulu halus berwarna putih perak di atas jaringan berwarna merah. Gejala neurologik berupa neuritis perifer, mula-mula rasa tebal dan kesemutan pada tangan dan kaki, kemudian terjadi kelemahan otot, tidak stabil, kejang otot (kram) terutama pada malam hari.

f. Pemeriksaan Forensik

As2O3

Korban mati keracunan akut. Pada pemeriksaan luar ditemukan tanda-tanda dehidrasi. Pada pembedahan jenazah ditemukan tanda-tanda iritasi lambung, mukosa berwarna merah, kadang-kadang dengan perdarahan (flea bitten appearance). Iritasi lambung dapat menyebabkan produksi musin yang menutupi mukosa dengan akibat partikel-partikel arsen dapat tertelan. As2O3 tampak sebagai partikel berwarna putih.

Pada jantung ditemukan perdarahan subendokard pada septum. Histopatologik jantung menunjukkan infiltrasi sel-sel radang bulat pada miokard. Sedangkan organ lain parenkimnya dapat mengalami degenerasi bengkak keruh.

Pada korban meninggal perlu diambil semua organ, darah, urin, isis usus, isis lambung, rambut, kuku dan tulang.

Bahan-bahan yang perlu diambil untuk pemeriksaan toksikologik pada korban hiup adalah muntahan, urin, tinja, bias lambung, darah, rambut, dan kuku.

Korban mati akibat keracunan kronis. Pada pemeriksaan luar tampak keadaan gizi buruk. Pada kulit terdapat pigmentasi coklat (melanosis arsenik), keratosis telapak tangan dan kaki. Kuku memperihatkan garis-garis putih (Mees lines) pada bagian kuku yang tumbuh dan dasar kuku. temuan pada pemeriksaan dalam tidak khas.

g. Diagnosis

As2O3

Pada kasus keracunan As, kadar dalam darah, urin, rambut dan kuku meningkat. Nilai batas normal kadar As adalah sebagai berikut :

Rambut kepala normal : 0,5 mg/kg

Curiga keracunan : 0,75 mg/kg

Keracunan akut : 30 mg/kg

Kuku normal : sampai 1 mg/kg

Curiga keracunan : 1 mg/kg

Keracunan akut : 80 ug/kg

Dalam urin arsen dapat ditemukan dalam waktu 5 jam setelah diminum dan dapat terus ditemukan hingga 10-12 hari. Pada keracunan kronik, arsen diekskresikan tidak terus menerus tergantung pada intake. Titik-titik basofil pada eritrosit dan leukosit muda mungkin ditemukan pada darah tepi, menunjukkan beban sumsum tulang yang meningkat. Uji kopo-por-firin urin memberikan hasil positif. Kematian dapat terjadi sebagai akibat malnutrisi dan infeksi.

Pemeriksaan toksikologik.

Uji Reinsch. Berdasarkan hukum deret volta, unsur yang lletaknya disebelah kanan akan mengendap bila ada unsur yang letaknya lebih kiri dalam larutan tersebut. Letak As dalam deret adalah lebih kanan dari pada Cu. 10 cc darah + 10 c HCl pekat dipanaskan hingga terbentuk AsCl3. Celupkan batang tembaga ke dalam larutan, akan terbentuk endapan kelabu sampai hitam dari As pada permukaan batang tembaga tersebut. Untuk membedakan dari Ba digunakan sifat sublimasi As.

Uji Gutzeit : Noda coklat-hitam pada kertas saring

Uji marsh : zat : Hcl + Zn (logam)(cermin As

Fisika : As menunjukkan nyala api yang khas kromatografi gas.

Keracunan Zinc fosfat didiagnosis dengan mendeteksi gas fosfin dalam perut

Antikoagulan

Uji laboratorium dapat digunakan untuk mengidentifikasi racun rodentisida dalam jaringan (terutama hati) dalam pemeriksaan post-mortem. Terkadang racun dapat ditemukan di isi lambung

2.3 Aspek Yuridis Toksikologi

Pada KUHP dicantumkan pasal mengenai keracunan, yaitu:

Pasal 202

(1) Barangsiapa memasukkan barang sesuatu ke dalam sumur, pompa, sumber atau ke dalam perlengkapan air minum untuk umum atau untuk dipakai oleh atau bersama-sama dengan orang lain, padahal diketahuinya bahwa karena perbuatan itu air lalu berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang ber- salah diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.

Pasal 203

(1) Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan bahwa barang sesuatu dimasukkan ke dalam sumur, pompa, sumber atau ke dalam perlengkapan air minum untuk umum atau untuk dipakai oleh, atau bersama-sama dengan orang lain, sehingga karena perbuatan itu air lalu berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

Pasal 204

(1) Barangsiapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan barang yang diketahuinya membahayakan nyawa atau kesehatan orang, padahal sifat; berhahaya itu tidak diberi tahu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakihatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.

Pasal 205

(1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan barang-barang yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, dijual, diserahkan atau di bagi-bagikan tanpa diketahui sifat berbahayanya oleh yang membeli atau yang memperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

(3) Barang-barang itu dapat disita.

KUHP tidak menyinggung meracuni seseorang, karena perbuatan ini merupakan suatu tindakan yang direncanakan untuk menghilangkan nyawa seseorang yang diancam dengan KUHP pasal 340 Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Peraturan pemerintah No. 7 Tahun 1973 Tentang : Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan Dan Penggunaan Pestisida .

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksudkan dengan:

1. Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:

Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakitpenyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian;

Memberantas rerumputan;

Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan;

Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagianbagian tanaman tidak termasuk pupuk;

Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewanhewan piaraan dan ternak;

Memberantas atau mencegah hama-hama air;

Memberantas atau mencegah binatang binatang dan jasadjasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan;

Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.

2. Peredaran adalah impor-ekspor dan jual-beli pestisida didalam negeri termasuk pengangkutannya.

3. Penyimpanan adalah memiliki dalam persediaan di halaman atau dalam ruang yang digunakan oleh importir, pedagang atau diusahausaha pertanian.

4. Penggunaan adalah menggunakan pestisida dengan atau tanpa alat dengan maksud seperti tersebut dalam sub a Pasal ini.

5. Pemohon adalah setiap orang atau badan hukum yang mengajukan permohonan pendaftaran dan izin pestisida.

Pasal 2

1. Setiap orang atau badan hukum dilarang menggunakan pestisida yang tidak didaftar dan atau memperoleh izin Menteri Pertanian.

2. Prosedur permohonan pendaftaran dan izin diatur lebih lanjut oleh Menteri Pertanian. Peredaran dan penyimpanan pestisida diatur oleh Menteri Perdagangan atas usul Menteri Pertanian.

Pasal 3

1. Izin yang dimaksudkan dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah ini diberikan sebagai izin tetap, izin sementara atau izin-percobaan.

2. Izin sementara dan izin percobaan diberikan untuk jangka waktu, 1 (satu) tahun.

3. Izin tetap diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun, dengan ketentuan bahwa izin tersebut dalam jangka waktu itu dapat ditinjau kembali atau dicabut apabila dianggap perlu karena pengaruh samping yang tidak diinginkan.

4. Peninjauan kembali atau pencabutan izin tetap, izin sementara atau izin percobaan dilakukan oleh Menteri Pertanian.

Pasal 6

Setiap orang atau badan hukum dilarang mengedarkan, menyimpan atau menggunakan pestisida yang telah memperoleh izin, menyimpang dari petunjuk-petunjuk yang ditentukan pada pemberian izin..

Pasal 8

Barang siapa melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 2, 6, 7 dan 9 Peraturan Pemerintah ini, diancam dengan hukuman berdasarkan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1962.

Permenkes No. 472/Menkes/Per/V/1996.

Arsen dan warfarin termasuk bahan berbahaya yang sifat bahayanya racun

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :

1. Bahan berbahaya adalah zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi.

2. Lembaran Data pengaman (LDP) adalah lembar petunjuk yang berisi informasi tentang sifat fisika, kimia dan bahan berbahaya, jenis bahaya yang dapat ditimbulkan, cara penanganan dan tindakan khusus yang berhubungan dengan keadaan darurat di dalam penanganan bahan berbahaya.

3. Direktur Jenderal adalah Direkiur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

BAB III

KESIMPULAN

1. Kematian akibat intoksikasi kasusnya sering dijumpai. Terutama keracunan pestisida gologan rodentisida. Secara garis besar rodentisida terbagi menjadi dua jenis antikoagulan dan non-antikoagulan. Walaupun menelan dalam dosis kecil dapat menyebabkan kondisi yang fatal dan berakibat kematian. Untuk jenis non-antikoagualan akan menyebabkan hemolisis dan nekrosis jaringan tubuh.

2. Tanda dan gejala keracunan didapatkan dari tanda-tanda mati lemas, pada pemeriksaan luar didapatkan sianosis atau pucat dan keluarnya busa halus dari hidung

3. Secara yuridis kasus ini tergolong pembunuhan yang direncanakan, diancam dengan KUHP pasal 340 Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 Tentang : Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan Dan Penggunaan Pestisida, melanggar pasal 6 karena adanya penyalahgunaan bahan pestisida.

DAFTAR PUSTAKA

Abraham S, Rahman A, dkk., 2009, Tanya Jawab Ilmu Kedokteran Forensik, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang, edisi 1; 74-81.

Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu kedokteran forensic edisi pertama, 1997, Jakarta: Balai Penerbit Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia; 55-86.

Sofwan D.Ilmu kedokteran forensik pedoman bagi dokter dan penegak hokum, 2005, Semarang: Balai Penerbit UniversitasDiponegoro; 107-123.

http://ik.pom.go.id/v2014/ (Badan pengawas obat dan makanan).

Fakultas Kedokteran Univ. Lambung Mangkurat. Keracunan Insektisida. 2011

Mariana Raini. Toksikologi pestisida dan penaganan akibat keracunan pestisida.

Media litbang kesehatan vol.XVII no. 3 tahun 2007

Bagian Kedokteran Forensik FK UKI. Bahan Ajar Ilmu Kedokteran Forensik

2009

Bagian kedokteran forensik fakultas kedokteran universitas Indonesia. Ilmu

Kedokteran Forensik. 1997

NCAMP FACTSHEET. Rodenticides. 2001

Aryata Rizka, Preferensi makan tikus pohon terhadap umpan dan rodentisida. IPB.

2006

Dunayer, Eric. Bromethalin : The other rodenticide. Toxicology Brief.2003

Valentina Merola. Anticogulant rodenticides. Toxicology brief.2003

Palmer, Robert et.al. Fatal Brodifacum Rodentiide Poisoning: Autopsy andToxicologic Findings. Journal of Forensic Sciences. 2000

30