MATAHARA MONDAI DAN HUBUNGANNYA DENGAN...

14
JAPANOLOGY, VOL. 6, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2018 : 179 - 192 179 MATAHARA MONDAI DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEINGINAN WANITA MUDA JEPANG UNTUK BEKERJA DAN MEMILIKI ANAK Zuriyatus Safitri Wulandari Putri Elsy Program Studi Studi Kejepangan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya 60286 Email: [email protected] Email: [email protected] Abstrak Matahara adalah singkatan dari kata “maternity” dan “harassment,” sebuah istilah yang mengacu pada pelecehan terhadap kehamilan atau pelecehan yang dilakukan terhadap wanita hamil ditempat kerja. Matahara merupakan masalah sosial yang terjadi di Jepang saat ini. Kasus matahara menjadi topik di media saat Osakabe Sayaka melaporkan kasusnya ke pengadilan tahun 2014. Terjadinya matahara di Jepang disebabkan oleh paham patriarki yang masih berakar dalam pemikiran dan mental orang Jepang. Matahara ini secara tidak langsung juga berdampak pada penurunan angka kelahiran di Jepang. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengungkap hubungan matahara dengan keinginan wanita muda Jepang untuk bekerja dan memiliki anak. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan melakukan wawancara terhadap enam mahasiswi SI di Universitas Osaka Jepang. Peneliti menggunakan konsep matahara atau maternity harassment untuk menganalisis data. Hasil dari analisis menunjukkan bahwa meskipun dengan adanya matahara mondai, wanita muda Jepang tetap ingin bekerja dan memiliki anak. Namun, rasa khawatir baru muncul ketika mereka melihat matahara secara langsung di tempat kerja mereka. Kata Kunci: Matahara, Osakabe Sayaka, Wanita Pekerja, Wanita Muda Jepang. Abstract Matahara is an abbreviation form from the words “maternity” and “harassment”. Matahara refers to harassment of pregnancy or harassment committed against pregnant women at work. This social problem still occurs in Japan today. Matahara's case became a trending topic in the media when Osakabe Sayaka reported her case to the court in 2014. Matahara in Japan caused by patriarchal understanding that is still rooted in Japanese mind and mentality. It also indirectly affects the decline in birth rate in Japan. Therefore, this research aims to determine the relationship of matahara with the desire of young Japanese women both to work and have children. The method that used in this research is descriptive qualitative method and the data was collected by interviewing six Japanese undergraduate students at Osaka University. This research uses the concept of matahara or maternity harassment to analyze data. The result of this research showed that despite the matahara’s problem still going within Japanese society, it didn’t affect young Japanese women’s desire to work and have children. However, they still worried if they have to see this case directly in their workplace. Keywords: Matahara, Osakabe Sayaka, Working Woman, Young Japanese Woman.

Transcript of MATAHARA MONDAI DAN HUBUNGANNYA DENGAN...

Page 1: MATAHARA MONDAI DAN HUBUNGANNYA DENGAN …journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jplg65f52f98edfull.pdfpada pelecehan terhadap kehamilan atau pelecehan yang dilakukan terhadap wanita

JAPANOLOGY, VOL. 6, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2018 : 179 - 192

179

MATAHARA MONDAI DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEINGINAN

WANITA MUDA JEPANG UNTUK BEKERJA DAN MEMILIKI ANAK

Zuriyatus Safitri Wulandari

Putri Elsy

Program Studi Studi Kejepangan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga

Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya 60286

Email: [email protected]

Email: [email protected]

Abstrak

Matahara adalah singkatan dari kata “maternity” dan “harassment,” sebuah istilah yang mengacu

pada pelecehan terhadap kehamilan atau pelecehan yang dilakukan terhadap wanita hamil ditempat

kerja. Matahara merupakan masalah sosial yang terjadi di Jepang saat ini. Kasus matahara

menjadi topik di media saat Osakabe Sayaka melaporkan kasusnya ke pengadilan tahun 2014.

Terjadinya matahara di Jepang disebabkan oleh paham patriarki yang masih berakar dalam

pemikiran dan mental orang Jepang. Matahara ini secara tidak langsung juga berdampak pada

penurunan angka kelahiran di Jepang. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengungkap

hubungan matahara dengan keinginan wanita muda Jepang untuk bekerja dan memiliki anak.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan melakukan wawancara terhadap

enam mahasiswi SI di Universitas Osaka Jepang. Peneliti menggunakan konsep matahara atau

maternity harassment untuk menganalisis data. Hasil dari analisis menunjukkan bahwa meskipun

dengan adanya matahara mondai, wanita muda Jepang tetap ingin bekerja dan memiliki anak.

Namun, rasa khawatir baru muncul ketika mereka melihat matahara secara langsung di tempat

kerja mereka.

Kata Kunci: Matahara, Osakabe Sayaka, Wanita Pekerja, Wanita Muda Jepang.

Abstract

Matahara is an abbreviation form from the words “maternity” and “harassment”. Matahara refers

to harassment of pregnancy or harassment committed against pregnant women at work. This social

problem still occurs in Japan today. Matahara's case became a trending topic in the media when

Osakabe Sayaka reported her case to the court in 2014. Matahara in Japan caused by patriarchal

understanding that is still rooted in Japanese mind and mentality. It also indirectly affects the

decline in birth rate in Japan. Therefore, this research aims to determine the relationship of

matahara with the desire of young Japanese women both to work and have children. The method

that used in this research is descriptive qualitative method and the data was collected by

interviewing six Japanese undergraduate students at Osaka University. This research uses the

concept of matahara or maternity harassment to analyze data. The result of this research showed

that despite the matahara’s problem still going within Japanese society, it didn’t affect young

Japanese women’s desire to work and have children. However, they still worried if they have to see this case directly in their workplace.

Keywords: Matahara, Osakabe Sayaka, Working Woman, Young Japanese Woman.

Page 2: MATAHARA MONDAI DAN HUBUNGANNYA DENGAN …journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jplg65f52f98edfull.pdfpada pelecehan terhadap kehamilan atau pelecehan yang dilakukan terhadap wanita

JAPANOLOGY, VOL. 6, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2018 : 179 - 192

180

1. Pendahuluan

Setelah Perang Dunia II, Jepang mengalami kemajuan ekonomi yang pesat.

Hal tersebut membuat Jepang menjadi salah satu negara maju di dunia. Keadaan

Jepang dengan ekonomi yang mapan, mempengaruhi cara hidup masyarakatnya

terutama wanita. Secara hukum, Undang-Undang di Jepang “nihonkoku kenpou”

pasal 14 sudah menetapkan bahwa pria dan wanita harus mendapat upah yang

sama untuk jenis pekerjaan yang sama, memiliki hak yang sama untuk memberi

suara, dan untuk dipilih memegang jabatan pemerintahan (Hiromi, 2009). Namun

secara praktik, diskriminasi terhadap wanita di tempat kerja sampai saat ini masih

belum bisa dihindari akibat dari pola pikir masyarakat Jepang yang patriarki 1

terutama dalam sistem perusahaan di Jepang.

Matahara (maternity harassment) adalah salah satu dari tiga bentuk

diskriminasi atau pelecehan utama yang membebani wanita Jepang di dunia kerja.

Pelecehan yang lain adalah sekuhara (sexual harassment)2 dan pawahara (power

harassment)3. Menurut hasil survei yang dikeluarkan oleh Konfederasi Serikat

Pekerja Jepang pada tahun 2015, satu dari setiap lima (20.9%) wanita pekerja di

Jepang telah mengalami matahara (dalam www.mataharanet.org diakses pada Juli

2017).

Matahara merupakan singkatan dari kata “maternity” dan “harassment,”

adalah sebuah istilah yang mengacu pada perlakuan tidak adil terhadap wanita,

yakni pelecehan, baik fisik maupun mental, yang ditanamkan pada wanita pekerja

saat mereka hamil atau melahirkan, dengan melakukan pemecatan, penghentian

kontrak kerja mereka, atau memaksa mereka untuk berhenti dengan sukarela

(Sayaka, 2016:82).

Osakabe Sayaka (2016) dalam bukunya yang berjudul “Matahara

Mondai” (Masalah Matahara) membagi kasus-kasus matahara menjadi empat

1Patriarki adalah sistem pengelompokan masyarakat sosial yang menempatkan kedudukan dan

posisi laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan dalam segala aspek kehidupan sosial, budaya dan

ekonomi (Pinem, 2009:42) 2Sexual harassment atau pelecehan seksual adalah pelecehan dengan ucapan dan perilaku yang

bersifat seksual (Hayashi dalam Anjelia, 2018) 3 Power harassment atau pelecehan kekuasaan adalah istilah yang mengacu pada tindakan

pelecehan atau paksaan dalam hubungan kerja, seperti atasan memaksa bawahannya untuk minum

di luar kantor (Okada dalam Anjelia, 2018).

Page 3: MATAHARA MONDAI DAN HUBUNGANNYA DENGAN …journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jplg65f52f98edfull.pdfpada pelecehan terhadap kehamilan atau pelecehan yang dilakukan terhadap wanita

JAPANOLOGY, VOL. 6, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2018 : 179 - 192

181

bentuk yaitu; Pertama, “Showa no kachikan oshitsuke gata” yaitu pemaksaan

nilai-nilai lama atau tradisional (Showa) pada wanita pekerja yang sedang hamil,

dengan menekankan bahwa wanita harus tetap dirumah untuk merawat dan

membesarkan anak. Kedua, “Ijime gata” yaitu pelecehan oleh rekan kerja

dikarenakan rendahnya toleransi serta rasa iri yang timbul apabila pekerja wanita

yang hamil mendapatkan perlakuan khusus. Ketiga, “Power Harassment atau

pawahara gata” yaitu pemaksaan panjang jam kerja (lembur) dan tidak dapat

memberikan keringanan jam kerja pada pekerja wanita yang hamil. Ke-empat, “Oi

dashi gata” yaitu pemecatan terhadap pekerja yang hamil, karena perusahaan

tidak dapat memberikan fasilitas cuti hamil atau cuti melahirkan.

Empat bentuk kasus matahara tersebut terjadi akibat dari budaya

patriarki masyarakat Jepang yang belum bisa memahami kebutuhan pekerja

wanita saat ini, sehingga terjadilah kasus-kasus pelecehan terhadap pegawai

wanita yang memutuskan untuk menikah dan kemudian hamil. Selain itu, karena

matahara didasarkan pada keyakinan bahwa lebih baik pria bekerja di luar rumah,

sedangkan wanita harus tinggal di rumah untuk mengurus dan membesarkan

anak-anak, matahara juga dapat menyebabkan bentuk pelecehan lainnya, seperti

patahara (paternity harassment) yaitu pelecehan terhadap pria yang merawat anak,

serta orang yang meluangkan waktu untuk merawat orang tua di Jepang (Sayaka,

2016:14)

Dengan meningkatnya jumlah wanita yang melanjutkan ke perguruan

tinggi di Jepang, jumlah wanita yang mandiri secara finansial juga semakin

bertambah. Menurut Kawamoto dalam Elsy (2015) mandiri secara finansial

menyebabkan pernikahan hanya menjadi satu pilihan, dengan kata lain sulit bagi

wanita Jepang untuk melakukan dua pekerjaan bersamaan yaitu bekerja dan

melakukan pekerjaan rumah tangga. Hal ini yang menyebabkan terjadinya

penekanan untuk berhenti bekerja pada wanita yang hamil.

Setiap tahun, ribuan wanita Jepang harus memilih antara bekerja atau

memiliki anak, karena memiliki anak berarti kehilangan pekerjaan mereka (Global

3000, 2017). Hal ini tentunya berpengaruh pada kaum muda Jepang saat ini,

karena usia menikah yang juga semakin tinggi menyebabkan kaum wanita di

Page 4: MATAHARA MONDAI DAN HUBUNGANNYA DENGAN …journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jplg65f52f98edfull.pdfpada pelecehan terhadap kehamilan atau pelecehan yang dilakukan terhadap wanita

JAPANOLOGY, VOL. 6, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2018 : 179 - 192

182

Jepang kesulitan dalam memiliki anak. Oleh sebab itu, matahara secara tidak

langsung juga menyebabkan berkurangnya angka kelahiran di Jepang Untuk itu,

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan matahara dengan keinginan

wanita muda Jepang untuk bekerja dan memiliki anak. Wanita muda Jepang

dalam penelitian ini adalah mahasiswi Jepang yang sedang menempuh tingkat

akhir pendidikan S1 di Universitas Osaka, Jepang. Peneliti memilih mahasiswi

Universitas Osaka dengan pertimbangan cara termudah untuk mendapatkan

sampel, karena peneliti sempat mengikuti program pertukaran pelajar selama

setahun di Universitas Osaka. Mahasiswi tingkat akhir juga dipilih karena

dianggap sudah memiliki rencana, pandangan atau pemikiran mengenai

pernikahan dan anak.

2. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kualitatif.

Penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati.

Pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasilkan uraian yang mendalam

tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu individu,

kelompok, masyarakat, dan atau organisasi tertentu dalam suatu keadaan konteks

tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan holistik

(Sujarweni, 2014:19)

Penelitian dilakukan melalui wawancara sebagai metode pencarian data.

Penentuan informan menggunakan metode convenience sampling. Convenience

sampling adalah teknik pengambilan sampel terdiri atas kelompok individual yang

siap dan layak, terdiri dari semua orang yang mau diwawancarai (Silalahi, 2003).

Peneliti menemukan sebanyak enam orang mahasiswi Universitas Osaka yang

bersedia untuk diwawancara dari tanggal 4 April 2018 hingga 15 April 2018

melalui chat online dengan media aplikasi Line.

Wawancara dilakukan pada mahasiswi Jepang yang merupakan teman

peneliti selama berada di Universitas Osaka. Kedekatan antara peneliti dan

informan menjadi unsur penting dalam teknik ini, karena topik penelitian ini

Page 5: MATAHARA MONDAI DAN HUBUNGANNYA DENGAN …journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jplg65f52f98edfull.pdfpada pelecehan terhadap kehamilan atau pelecehan yang dilakukan terhadap wanita

JAPANOLOGY, VOL. 6, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2018 : 179 - 192

183

merupakan hal yang sensitif untuk dilakukan wawancara. Diharapkan dari hasil

wawancara akan mendapatkan gambaran tentang pengaruh matahara terhadap

keinginan mahasiswi sebagai generasi muda untuk memiliki anak. Selain itu

penelitian ini juga menggunakan kajian pustaka dengan mengkaji sejumlah buku,

jurnal penelitian, serta artikel-artikel yang berhubungan dengan tema baik tertulis

maupun lewat internet yang akan digunakan sebagai acuan untuk menganalisis

hasil dari wawancara yang telah diperoleh.

3. Hasil dan Pembahasan

Matahara dan Pelaku Matahara

Dalam kamus kata matahara yang merupakan singkatan dari “maternity

harassment” memiliki arti pelecehan terhadap kehamilan atau persalinan di

tempat kerja, berupa tekanan untuk berhenti bekerja, tidak memberikan cuti hamil,

dsb. Matahara (maternity harassment) berarti menerima pelecehan dan tekanan

dari atasan, rekan kerja, tempat kerja, karena mengalami kehamilan atau menjadi

wanita hamil (Hiromi, 2009:67). Matahara adalah kondisi ketika seorang wanita

pekerja yang sedang dalam kondisi hamil mendapatkan tekanan maupun

pelecehan dari atasan, rekan kerja, tempat kerja atau perusahaan, serta

memberhentikan atau memecat dengan alasan kehamilan (Yamanaka, 2016).

Berdasarkan hasil survei yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan dan

Kesejahteraan pada November 2015, sekitar 40% dari responden mengatakan

bahwa matahara tersebut berasal dari atasan laki-laki, sedangkan 20% dari

responden mengatakan bahwa mereka dilecehkan oleh atasan perempuan,

sementara sisanya hanya menyebutkan rekan kerja (Reuters, 2015). Hasil survei

tersebut membuktikan bahwa pelaku dari matahara tidak memandang status dan

gender. Bahkan atasan dan rekan kerja wanita pun dapat menjadi pelaku dari

matahara. Hal ini menunjukkan bahwa di Jepang, sebagai sesama wanita juga

masih belum bisa mentolelir kehamilan di tempat kerja.

Hasil survei dari Matahara-Net juga menunjukkan bahwa, sebanyak

71.0% bentuk tindakan matahara berupa kata-kata yang tidak berperasaan.

Kemudian sebanyak 38.7% berupa tekanan untuk mengundurkan diri. Sementara

Page 6: MATAHARA MONDAI DAN HUBUNGANNYA DENGAN …journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jplg65f52f98edfull.pdfpada pelecehan terhadap kehamilan atau pelecehan yang dilakukan terhadap wanita

JAPANOLOGY, VOL. 6, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2018 : 179 - 192

184

sebanyak 20.4% merupakan bentuk pemecatan atau pemberhentian kerja.

Berdasarkan hasil survei tersebut dapat disimpulkan bahwa bentuk paling banyak

dari matahara adalah berupa ujaran atau perkataan yang tidak berperasaan, diikuti

oleh tekanan dan rekomendasi untuk mengundurkan diri, kemudian pemecatan

atau pemberhentian kerja.

Pembagian Kasus Matahara

Osakabe Sayaka (2016:86) dalam bukunya yang berjudul “Matahara

Mondai” (Masalah Matahara) membagi matahara menjadi 4 jenis, yaitu:

1. “Showa no kachikan oshitsuke gata” (Pemaksaan nilai-nilai tradisional

Showa). Dalam website Matahara-Net, jenis matahara ini disebut Imposing

traditional gender-based values atau pemaksaan nilai-nilai tradisional pada

pekerja wanita yang sedang hamil. Adapun ujaran atau perkataan yang

dianggap sebagai matahara berdasarkan pemaksaan terhadap nilai-nilai

tradisional yaitu, ketika mengetahui kondisi kehamilan pekerjanya, seorang

atasan akan berkata, “Anak Anda adalah prioritas utama Anda,” “Saya

hanya ingin memperhatikan kesehatan Anda,” “Penghasilan suami Anda

seharusnya mencukupi.” Ujaran-ujaran tersebut akan menjadi matahara saat

diikuti beberapa ujaran lagi seperti, “Jadi Anda harus berhenti.” Hal ini

berarti bahwa sekali seorang wanita mengalami kehamilan atau memiliki

anak, dia diharapkan untuk meninggalkan pekerjaannya, tinggal di rumah,

dan mengurus keluarganya terlebih dahulu. Pola ini dianggap menjadi

matahara, karena atasan tidak memikirkan atau mengabaikan keinginan dan

kebutuhan wanita pekerja, meskipun atasan tersebut tidak melakukannya

dengan sengaja karena niat buruk. Oleh karena itu, menurut Sayaka (2016)

matahara jenis ini sangat sulit untuk ditangani dan diberantas.

2. “Ijime gata” (Pembulian). Istilah ijime berasal dari kata kerja ijimeru yang

memiliki arti sebagai tindakan menyiksa, memarahi, dan mencaci maki

(Kamus Kojien, 2012). Morita (1985) mendefinisikan ijime di Jepang

sebagai tingkah laku agresif yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki

posisi dominan di dalam proses interaksi sebuah grup, melalui tindakan

yang menimbulkan penderitaan mental atau fisik orang lain yang berada di

Page 7: MATAHARA MONDAI DAN HUBUNGANNYA DENGAN …journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jplg65f52f98edfull.pdfpada pelecehan terhadap kehamilan atau pelecehan yang dilakukan terhadap wanita

JAPANOLOGY, VOL. 6, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2018 : 179 - 192

185

dalam grup yang sama. Bentuk Ijime di dalam matahara berupa verbal,

seperti ujaran-ujaran yang menyebabkan penerima merasa tidak nyaman

atau sakit hati. Sebagai contoh ujaran matahara jenis ijime yaitu, “Kamu

menyebabkan banyak masalah,” “Kamu sangat beruntung bisa beristirahat,”

“Kamu egois.” Inilah kata-kata yang sering digunakan oleh rekan kerja

ketika mereka terpaksa mengerjakan pekerjaan yang biasanya dilakukan

oleh pekerja wanita yang mengambil cuti kehamilan atau melahirkan. Para

rekan kerja ini merasa tidak adil jika mereka harus melakukan pekerjaan

ekstra karena seseorang membuat keputusan sendiri untuk hamil atau

memiliki anak. Bagi perusahaan besar, masih memungkinkan untuk

sementara mengisi kesenjangan seperti itu di tempat kerja. Namun, bagi

perusahaan kecil dan menengah hal ini tidaklah mudah, sehingga biasanya

beban pekerja wanita yang mengambil cuti hamil tersebut diberikan pada

staf yang tersisa.

3. “Pawahara gata” (Pelecehan Kekuasaan). Budaya perburuhan terjadi di

Jepang, seperti seseorang yang bekerja berjam-jam dianggap pekerja penuh,

sementara seorang wanita yang tidak dapat bekerja berjam-jam karena

mengasuh anak dan sebagainya dipandang setengah-setengah. Kasus

matahara yang memaksa seorang karyawan bekerja berjam-jam, meski

sedang hamil adalah jenis pawahara. Adapun ujaran-ujaran matahara jenis

ini yaitu, “Anda tidak diijinkan untuk pulang cepat.” “Kami tidak

memerlukan karyawan yang pulang cepat (tidak melakukan lembur).”

“Kami tidak dapat memperlakukan wanita hamil secara berbeda dari yang

lain,” dan sebagainya. Meskipun ada peraturan di dalam perusahaan untuk

dapat mengambil cuti hamil, cuti perawatan anak, dan jam kerja yang lebih

pendek, tetapi dalam praktiknya belum tercapai.

4. “Oi dashi gata” (Pemecatan). Jenis matahara ini adalah wanita dipaksa

keluar dari tempat kerja karena mereka tidak dapat bekerja lembur. Adapun

ujaran matahara jenis pemecatan yaitu, “Anda membebani orang lain jika

Anda tidak dapat bekerja lembur,” “Anda harus keluar begitu Anda hamil,”

dan juga, “Perusahaan kami tidak memiliki cuti melahirkan atau sistem

Page 8: MATAHARA MONDAI DAN HUBUNGANNYA DENGAN …journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jplg65f52f98edfull.pdfpada pelecehan terhadap kehamilan atau pelecehan yang dilakukan terhadap wanita

JAPANOLOGY, VOL. 6, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2018 : 179 - 192

186

penitipan anak.” Bahkan masih ada perusahaan di Jepang yang tidak ada

satu orang pun dari karyawannya meninggalkan pekerjaan untuk mengambil

cuti hamil atau cuti mengasuh anak. Oleh sebab itu, apabila ada karyawan

wanita yang mengambil cuti hamil, maka wanita tersebut dipaksa berhenti

dari tempat kerjanya. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran yang

dimiliki perusahaan terhadap kewajiban hukum mereka masih rendah.

Kebiasaan secara tidak tertulis lebih diprioritaskan di atas hukum.

Matahara dan Keinginan Memiliki Anak

Toshiaki (2010:160) menyatakan bahwa wanita Jepang saat ini cenderung

untuk mengundurkan diri dari pekerjaan pada saat hamil atau melahirkan untuk

fokus pada kelahiran anak-anak, dan kemudian kembali bekerja setelah anak

mereka lahir. Umumnya mereka melakukan pekerjaan paruh waktu. Sistem

ketenagakerjaan di Jepang membuat seorang wanita tidak dapat melanjutkan karir,

maupun mengambil posisi yang sama dijenjang karir perusahaan begitu mereka

meninggalkan pekerjaan untuk cuti melahirkan dan mengasuh anak (Kingston,

2013:82). Pada periode mengurus anak, banyak pekerja wanita Jepang yang

berhenti dari pekerjaannya. Menurut survei terbaru (Hewlett et al, 2011) dalam

Zhou (2013), sebanyak 74% wanita lulusan Universitas di Jepang telah

mengalami periode berhenti dari pekerjaan untuk membesarkan anak.

Dalam wawancara peneliti dengan enam mahasiswi Universitas Osaka

Jepang mengenai apakah mereka memiliki keinginan untuk menikah dan memiliki

anak, keenam informan menyatakan ingin menikah dan memiliki anak. Hina (22

tahun) menjawab ingin menikah hingga usia 30 tahun. Hina bahkan

membayangkan bahwa dia ingin memiliki satu anak laki-laki dan satu anak

perempuan (wawancara tanggal 6 April 2018). Mitani (23 tahun) juga menjawab

ingin memiliki anak dan menikah di usia 30 tahun, karena sekarang dia telah

menjalin hubungan dengan pria yang baik (wawancara tanggal 7 April 2018).

Pendapat lain diberikan oleh Airi (23 tahun) bahwa dia ingin menikah dan

memiliki anak dikarenakan takut akan kesepian jika hidup sendiri di masa tua

nantinya (wawancara tanggal 8 April 2018). Demikian juga dengan jawaban Miki

Page 9: MATAHARA MONDAI DAN HUBUNGANNYA DENGAN …journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jplg65f52f98edfull.pdfpada pelecehan terhadap kehamilan atau pelecehan yang dilakukan terhadap wanita

JAPANOLOGY, VOL. 6, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2018 : 179 - 192

187

(22 tahun), Eiri (22 tahun), dan Nonoka (23 tahun) yang juga ingin menikah dan

memiliki anak.

Berdasarkan hasil penelitian nasional yang dilakukan pada tahun 1972-

1973 mengenai permasalahan wanita, memperlihatkan bahwa bagi wanita apa

yang menjadikan kehidupan itu paling berarti adalah “anak-anak” sebanyak

52.16%, kemudian yang kedua sebanyak 13.2% adalah “keluarga”, sedangkan

“pekerjaan” berada di urutan ketiga sebanyak 9.0%. Sebaliknya jawaban dari laki-

laki yang pertama merupakan “pekerjaan” sebanyak 43.9%. Kedua adalah “anak-

anak” sebanyak 28.8%. Kemudian yang ketiga adalah “hobi” sebanyak 15.9%

(Okamura, 1983)

Dari hasil survei di atas menunjukkan bahwa prioritas bagi seorang

wanita adalah anak-anak dan keluarga, sedangkan prioritas laki-laki adalah

pekerjaan. Oleh sebab itu, dalam kehidupan keluarga Jepang, orbit seorang istri

adalah rumah tangga dan anak-anaknya, sedangkan orbit suami adalah

pekerjaannya dan rekan kantornya (Nakane, 1973). Ikeno dalam Handayani

(2006:65) juga menyatakan bahwa bagi seorang wanita Jepang yang masih

berpikir tradisional, kebahagiaan adalah dengan berada di antara rumah dan

keluarga.

Pemikiran tradisional bahwa kebahagiaan itu adalah dengan berada di

antara rumah dan keluaga masih dianut oleh wanita muda Jepang saat ini, seperti

yang diutarakan oleh Mitani. Dalam wawancara peneliti dengan Mitani (23 tahun),

ia menjelaskan bahwa cara hidup yang paling bahagia adalah dengan menikah dan

memiliki anak. Hal tersebut diungkapkannya sebagai berikut:

“Watashi mo `iron'na ikikata ga aru, tatoeba kekkon o shitari,

dokushin de itari, pātonā toshite kurashi tari suru hito ga iru' to iu

kangaekata o motte iru. Demo sono ippō de `kekkon shite kodomo o

motsu no ga ichiban shiawaseda' to iu kangae mo motte iru.”

Jadi saya juga memiliki berbagai cara hidup, seperti pernikahan,

menjadi lajang, hidup sebagai pasangan. Namun di sisi lain, saya

memiliki pemikiran bahwa, “Saya paling bahagia dengan menikah

memiliki anak.”

Page 10: MATAHARA MONDAI DAN HUBUNGANNYA DENGAN …journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jplg65f52f98edfull.pdfpada pelecehan terhadap kehamilan atau pelecehan yang dilakukan terhadap wanita

JAPANOLOGY, VOL. 6, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2018 : 179 - 192

188

Berdasarkan pernyataan ini, sebagai kaum muda Jepang yang hidup di era modern,

pemikiran tradisional untuk menikah dan memiliki anak masih melekat dalam diri

Mitani.

Akan tetapi, bagi wanita yang berorientasi pada karir, pernikahan

dianggap penghalang untuk mencapai tujuan professional mereka. Bagi wanita

Jepang modern, pernikahan telah menjadi beban karena harus mengorbankan

keinginan untuk berkarir demi kepentingan keluarga. Wanita pekerja Jepang yang

tidak menikah maupun melahirkan anak, dapat mencapai jabatan tertinggi setara

dengan laki-laki apabila mereka mampu (Iwao, 1993).

Matahara telah menjadi permasalahan sosial yang serius karena

perusahan maupun tempat kerja di Jepang masih menganggap bahwa wanita tidak

dapat menyeimbangkan antara pekerjaan dan urusan rumah tangga. Selain itu,

dampak matahara ini juga tidak hanya dirasakan oleh korban dari kasus matahara

itu sendiri, namun matahara juga dapat berpengaruh ke lingkungan sekitar, karena

setiap wanita memiliki potensi untuk hamil. Ketika melihat seorang wanita

mengalami kasus matahara, dapat berpengaruh pula pada wanita di sekitar yang

melihatnya. Apabila seseorang melihat pekerja wanita yang mengalami pelecehan

kehamilan di tempat kerja yang sama, ada kemungkinan menyebabkan wanita lain

mulai khawatir dengan pernikahan dan kehamilan. Dengan kata lain, matahara

bukan hanya pelecehan terhadap seorang wanita pekerja, tetapi dapat juga

menyebar sebagai pelecehan bagi karyawan wanita secara keseluruhan (dalam

www.mataharanet.org diakses pada April 2018).

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan enam informan mengenai

apakah matahara juga berpengaruh terhadap keinginan informan untuk bekerja

dan memiliki anak, berikut jawaban Hina, 22 tahun (wawancara tanggal 6 April

2018).

んー、私は恐れないかな。何回か言ったけど、もしそんな会社なら辞め

てやれって思うから、会社が悪い

“N - , watashi wa osorenai ka na. nankai ka ittakedo, moshi son'na

kaisha nara yamete yare tte omoukara, kaisha ga warui!”

Page 11: MATAHARA MONDAI DAN HUBUNGANNYA DENGAN …journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jplg65f52f98edfull.pdfpada pelecehan terhadap kehamilan atau pelecehan yang dilakukan terhadap wanita

JAPANOLOGY, VOL. 6, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2018 : 179 - 192

189

“Hmm, Saya tidak takut. Saya sudah mengatakannya beberapa kali,

jika adalah perusahaan seperti itu, saya akan berhenti, karena saya

pikir perusahaan itu buruk.”

Mitani, 23 tahun memberikan pendapat lain (wawancara tanggal 7 April 2018)

sebagai berikut.

私の職場はマタハラはないので、心配してないです。でももし、自分の

職場でマタハラにあってる人がいたら、心配になるかもしれないね。

“Watashi no shokuba wa matahara wanainode, shinpai shi

tenaidesu. Demo moshi, jibun no shokuba de matahara ni atteru

hito ga itara, shinpai ni naru kamo shirenai ne.”

“Karena di tempat kerja saya tidak ada matahara, saya tidak

khawatir. Tapi, jika ada seseorang yang mengalami matahara di

tempat kerja saya, saya mungkin khawatir.”

Airi, 23 tahun mengatakan (wawancara tanggal 8 April 2018):

自分の会社にマタハラが無い場合、あたしは心配しない!会社がいい

対応をしてくれるなら安心できるかなぁ〜

“Jibun no kaisha ni matahara ga nai baai, atashi wa shinpai

shinai! Kaisha ga ii taiō o shite kurerunara anshin dekiru ka na.”

“Apabila di perusahaan saya tidak ada matahara, saya tidak akan

khawatir. Mungkin saya bisa tenang jika perusahaan memberikan

respon yang baik.”

Miki, 22 tahun memberikan jawaban lain (wawancara tanggal 13 April 2018):

“Shinpai, osore wa aru.”

“Ada kekhawatiran, ketakutan.”

Eiri, 22 tahun mengatakan (wawancara tanggal 14 April 2018):

“Osore wa naiga, sono shokuba ga shakai-teki ni mainasu ni mi

rareru to omō.”

“Meskipun saya tidak takut, saya berpikir bahwa tempat kerja itu

secara sosial memiliki nilai negatif.”

Nonoka, 23 tahun memberikan jawaban yang hampir sama (wawancara tanggal 15

April 2018):

“Osorenaiga, watashi wa sono yōna rikai no nai kaisha de

hatarakitakunainode taishoku suru.” “Meskipun saya tidak takut, saya akan berhenti karena saya tidak

ingin bekerja di perusahaan tanpa pemahaman seperti itu.”

Page 12: MATAHARA MONDAI DAN HUBUNGANNYA DENGAN …journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jplg65f52f98edfull.pdfpada pelecehan terhadap kehamilan atau pelecehan yang dilakukan terhadap wanita

JAPANOLOGY, VOL. 6, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2018 : 179 - 192

190

Dari jawaban informan di atas, diketahui bahwa dua orang informan

yakni Mitani (23 tahun) dan Miki (22 tahun) merasa khawatir untuk bekerja dan

memiliki anak jika ditempat kerjanya atau orang disekitarnya mengalami

matahara. Namun, untuk saat ini Mitani tidak merasa khawatir karena di tempat

kerjanya tidak terjadi matahara. Selain Mitani, Airi juga mengatakan tidak

khawatir selama di perusahaannya tidak ada kasus matahara. Hal ini sesuai

dengan penjelasan Sayaka (2016) yaitu, masalah matahara tidak hanya dirasakan

oleh korban dari matahara itu sendiri namun membuat orang lain yang berada

disekitarnya turut merasakan kekhawatiran.

Dua orang informan lain, yaitu Hina dan Nonoka mengatakan tidak

merasa khawatir untuk memiliki anak meskipun terjadi kasus matahara di tempat

kerja. Akan tetapi, mereka berpikir akan berhenti dari tempat kerjanya jika terjadi

kasus matahara, karena menganggap bahwa perusahaan tersebut memiliki sistem

yang buruk. Eiri memberikan jawaban yang sedikit berbeda, dirinya tidak merasa

takut untuk bekerja dan memiliki anak. Namun tetap berpikir bahwa tempat kerja

itu secara sosial memiliki nilai negatif.

Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswi sebagai kaum muda Jepang

masih memiliki keinginan yang kuat untuk memiliki anak meskipun terjadi

matahara di tempat kerja di Jepang. Hina juga menambahkan, jika dia dihadapkan

pada pilihan antara bekerja dan mengasuh anak, dia lebih mengutamakan

mengasuh anak. Hina beralasan bahwa hanya ada satu momen dalam hidup ketika

anak berusia 0 tahun, sedangkan jika bekerja dapat dilakukan kapan saja dan

dimana saja. Hal ini juga berarti bahwa Hina masih memiliki kesadaran akan

pentingnya mengasuh anak.

4. Simpulan

Kasus matahara secara langsung tidak sepenuhnya berpengaruh pada

keinginan mahasiswi untuk bekerja dan memiliki anak. Hal ini disebabkan karena

wanita muda Jepang masih memiliki pemikiran tradisional untuk menikah dan

memiliki anak. Akan tetapi, rasa khawatir baru timbul apabila di tempat karja

mereka nantinya terjadi kasus matahara terhadap rekan kerja maupun orang-orang

Page 13: MATAHARA MONDAI DAN HUBUNGANNYA DENGAN …journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jplg65f52f98edfull.pdfpada pelecehan terhadap kehamilan atau pelecehan yang dilakukan terhadap wanita

JAPANOLOGY, VOL. 6, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2018 : 179 - 192

191

di sekitar mereka. Hal ini dinyatakan oleh Mitani dan Miki. Sisanya, empat orang

tidak merasa khawatir. Menurut mereka, jika dihadapkan pada sistem perusahaan

yang buruk, mereka langsung memilih untuk berhenti dari tempat kerja atau

perusahaan seperti itu.

Daftar Pustaka

Anjelia, Yasinta Melinda. 2018. “Analisis Kasus Sekuhara Verbal Yang Dialami

Oleh Anggota Parlemen Ayaka Shiomura Dalam Surat Kabar Online

Mainichi Shinbun dan The Japan Times”. Skripsi. Surabaya: Universitas

Airlangga

Elsy, Putri. 2015. Kumpulan Materi: Nihon Shakai Nyumon. Surabaya: Nihon

Kenkyuu Gakka Universitas Airlangga.

Global 3000. 2017. “Maternity Harassment in Japan”, (online), dalam

(http://www.dw.com/en/maternity-harassment-in-japan/av-19525538

02.01.2017) diakses pada Oktober 2018

Handayani, W. 2006. Psikologi Keluarga. Jakarta: Pustaka Utama

Hiromi, Sugiura. 2009. 働く女性とマタニティ・ハラスメント (Hataraku Josei to

Maternity Harassment). Japan : Otsuki Shoten Publishers.

Iwao, Sumiko. (1993). The Japanese Woman: Traditional Image and Changing

Reality. London: The Free Press, A Division of Macmillan, Inc

Kingston, Jeff. 2013. Contemporary Japan: History, Politics, and Social Change

Since The 1980s. Singapore : Wiley-Blackwell.

Matahara-Net. (online), dalam (http://www.mataharanet.org/) diakses pada April

2018

Morita, Shigeyuki. 1985. “Family of jacobian manifolds and characteristic classes

of surface bundles, II.” Proc. Japan Acad. Ser. A Math. Sci. 61 (4) 112-

115.

Nakane, Chie. 1970. Japanese Society. Berkley: University of California Press.

Okamura, Masu. 1983. Peranan Wanita Jepang. Yogyakarta : Gadjah Mada

University Press.

Page 14: MATAHARA MONDAI DAN HUBUNGANNYA DENGAN …journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jplg65f52f98edfull.pdfpada pelecehan terhadap kehamilan atau pelecehan yang dilakukan terhadap wanita

JAPANOLOGY, VOL. 6, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2018 : 179 - 192

192

Pinem, S. 2009. Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi, Jakarta: Trans Info

Reuters, Thomson. 2015. “Survey Shows Maternity Harassment Still a Problem at

Workplace”, (online), dalam

(https://japantoday.com/category/national/survey-shows-maternity-

harassment-still-a-problem-at-workplace) diakses pada September 2017.

Sayaka, Osakabe. 2016. マタハラ問題 (Matahara Mondai). Japan : Chikuma

Shinsho, 2016.

Silalahi, Gabriel Amin. 2003. Metodologi Penelitian dan Studi Kasus. Sidoarjo:

CV Citramedia.

Sujarweni, V. Wiratna. 2014. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Baru

Press.

Toshiaki, Tachibana. 2010. The New Paradox for Japanese Women: Greater

Choice Greater Inequality. Japan: International House of Japan, Inc.

Yamanaka. 2016. “就労女性のマタニティハラスメントに関する新聞記事調査(Survey

of newspaper articles on maternity harassment of women in

the labor force).” 母性衛星, 57 (2): 349-356

Zhou, Yanfei. 2013. “Career Interruption of Japanese Women: Why Is It So Hard

to Balance Work and Childcare?”,

The Japan Institute for Labour Policy and Training.