Masalah Pengelalaan Sumber Daya Perikanan (SDI) di Teluk ...

33
Masalah Pengelalaan Sumber Daya Perikanan (SDI) di Teluk Tamini 331 MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN (SDI) DI TELUK TOMINI-SULAWESI PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 Bono Budi Priambodo J Teluk Tomini (Tomini Gulfs) where located in the Northern Sulawesi Peninsular have natural resources asset's and ultimately on the sea- fishery. The Gulf areas is embraced to three provinces regions (Central Sulawesi, North Sulawesi, and Gorontalo Province). In the geographical views, Tomini Gulfs that's enclosed sea and extention towards the sea- territory implication under Law Number 22 year 1999 regarding Local Government (Local Authotonous) has influenced new conflicst. The law has impacted to local (district) government to regulate sea-fishery by themselves and separately. Generally, policy that has applied there had not resoluted many persistent problems. More over partial and sectoral approaches to govern through sea-fisherya potency has influenced various conflicts between central against local government; and between local goverments that 's elaborated here. Its also impacted to the situation of fewer sea-fishery allocation and impacts through local fisher who decreased of their livelihood under the law. I. Pendahuluan A. Latar Belakang Teluk Tomini merupakan salah satu kawasan unggulan yang harus dikembangkan dan dikelola dengan paradigma baru pembangunan perikanan. Secara geografis Teluk Tomini terletak pada 120°- 123°30' BT dan 0030' LU - 1°30' LS. Perairannya merupakan wilayah dari delapan kabupaten dan tiga kota di tiga wilayah propinsi, yaitu Propinsi Sulawesi Utara, Propinsi Gorontalo, dan Propinsi Sulawesi Tengah. Perairan teluk tersebut diketahui mempunyai potensi sumber daya perikanan (SDI) yang I Mahasiswa FHUI Program ekstensi angkatan 2003. Namar 4 Tahun XXXIV

Transcript of Masalah Pengelalaan Sumber Daya Perikanan (SDI) di Teluk ...

Masalah Pengelalaan Sumber Daya Perikanan (SDI) di Teluk Tamini 331

MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN (SDI) DI TELUK TOMINI-SULAWESI PASCA BERLAKUNYA

UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999

Bono Budi Priambodo J

Teluk Tomini (Tomini Gulfs) where located in the Northern Sulawesi Peninsular have natural resources asset's and ultimately on the sea­fishery. The Gulf areas is embraced to three provinces regions (Central Sulawesi, North Sulawesi, and Gorontalo Province). In the geographical views, Tomini Gulfs that's enclosed sea and extention towards the sea­territory implication under Law Number 22 year 1999 regarding Local Government (Local Authotonous) has influenced new conflicst. The law has impacted to local (district) government to regulate sea-fishery by themselves and separately. Generally, policy that has applied there had not resoluted many persistent problems. More over partial and sectoral approaches to govern through sea-fisherya potency has influenced various conflicts between central against local government; and between local goverments that 's elaborated here. Its also impacted to the situation of fewer sea-fishery allocation and impacts through local fisher who decreased of their livelihood under the law.

I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Teluk Tomini merupakan salah satu kawasan unggulan yang harus dikembangkan dan dikelola dengan paradigma baru pembangunan perikanan. Secara geografis Teluk Tomini terletak pada 120°- 123°30' BT dan 0030' LU - 1°30' LS. Perairannya merupakan wilayah dari delapan kabupaten dan tiga kota di tiga wilayah propinsi, yaitu Propinsi Sulawesi Utara, Propinsi Gorontalo, dan Propinsi Sulawesi Tengah. Perairan teluk tersebut diketahui mempunyai potensi sumber daya perikanan (SDI) yang

I Mahasiswa FHUI Program ekstensi angkatan 2003.

Namar 4 Tahun XXXIV

332 Hukum dan Pembangunan

cukup tinggi. Perkiraan potensi lestari SDI di perairan Teluk Tomini terdiri dari sekitar 106.506 ton ikan pelagis besar, 97.240 ton ikan pelagis kecil, dan 83 ton ikan demersal. Namun pada umumnya tingkat pemanfaatannya masih rendah, yaitu sekitar 7,53-62,65 %.2

Oi sekitar perairan Teluk Tomini terdapat tiga provinsi, yaitu: Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Gorontalo, dan Provinsi Sulawesi Utara. Ada tiga kabupaten di provinsi Sulawesi Tengah yang berbatasan dengan Teluk Tomini, yaitu: Kabupaten Banggai, Kabupaten Poso, dan Kabupaten Parigimoutong. Oi provinsi Gorontalo, ada dua kabupaten dan satu kota , yaitu: Kabupaten Bualemo, Kabupaten Gorontalo, dan Kota Gorontalo. Provinsi Sulawesi Utara berada di wilayah bagian luar mulut teluk dengan dua kabupaten dan satu kota, yaitu: Kabupaten Bolaang Mongondow, Kabupaten Minahasa , dan Kota Bitung.'

Oalam kaitannya dengan aspek geografis sebagai wilayah laut yang tertutup (enclosed sea) serta perluasan jurisdiksi atas wilayah laut daerah otonom sesuai UU No. 22 Tahun 1999, pengaturan tentang pemanfaatan SDI di Teluk Tomini kelihatannya tidak mungkin dilakukan sendiri-sendiri oleh masing-masing daerah. Pengaturan secara parsial dan sektoral telah terbukti hanya menimbulkan kontlik baik antar pemerintah daerah maupun antar nelayan yang mengakibatkan tidak optimalnya pemanfaatan SOl. Oi samping itu, kebijakan yang diterapkan belum dapat memecahkan berbagai permasalahan yang terjadi di kawasan tersebut.

Hal itu terlihat dari rendahnya produktivitas nelayan, kemampuan dan teknologi dalam bidang penanganan dan pengolahan hasil peri kanan, lemahnya sistem pengawasan dan penegakan hukum, lemahnya sistem pemasaran produk perikanan, serta lemahnya kebijakan fiskal, moneter , dan investasi 4

Pemerintah yang hams berperan dalam pemberdayaan daerah terasa lamban dalam menyiapkan fasilitas. Pemerintah daerah (pemda) yang diharapkan menjadi pendorong, fasilitator dan pembuka jalan justm belum berperan. Pendistribusian kewenangan antara propinsi dan

2 Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut (1998) dalarn Kinseng et aL

(2002).

3 Departemen Kelautan dan Perikanan . Fasilitasi Kerjasama Pengelolaan Sumber Oaya Kdautan dan Perikanan Teluk Tomini.

4 Ibid. ,

Oktober - Desember 2004

Masalah Pengelolaan Sumber Daya Perikanan (SDI) di Teluk Tomini 333

kabupatenlkota belum disertai dengan aturan yang jelas dan rinci sehingga dalam implementasinya di lapangan sering menimbulkan friksi-friksi atau konflik antar daerah. Semua itu terjadi akibat adanya kerancuan kewenangan antara pusat dan daerah dan antara propinsi dan kabupatenlkota, yang menyebabkan belum adanya kelembagaan pengelolaan SOl yang mandiri, terkoordinasi dan terorganisasi dengan baik dan mantap.'

Kondisi tersebut dapat dilihat dari belum adanya kesamaan visi dan misi pada kelembagaan-kelembagaan dinas kelautan dan perikanan di . daerah-daerah otonom, yang sebagian besarnya belum ditata sesuai dengan kebijakan Oepartemen Kelautan dan Perikanan. Terlebih untuk kawasan perairan unggulan dengan potensi tinggi seperti Teluk Tomini yang mencakup tiga wilayah propinsi yang memiliki VISI dan misi yang berbeda-beda.

Kondisi seperti itu menuntut perlunya ada suatu lembaga pengelolaan bersama terhadap SOl Teluk Tomini yang melibatkan unsur pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat setempat di ketiga propinsi tersebut. Sistem pengelolaan bersama ini diharapkan dapat mengantisipasi terjadinya konflik antar daerah dengan cara menyerasikan kewenangan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota di perairan Teluk Tomini.'

Selain itu, pengaturan kelembagaan ini akan memberikan kewenangan dan keleluasaan dalam pengembangan dan pengelolaan SOl di Teluk Tomini yang sejalan dengan tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan pelayanan pemerintah terhadap masyarakat daerah, perbaikan kesejahteraan masyarakat daerah, termasuk berkembangnya kehidupan demokrasi, keadilan, pemerataan dan terjalinnya hubungan antara pusat dan daerah yang lebih serasi. Hal inilah yang mendorong Oepartemen Ke1autan dan Perikanan untuk menggagas dikeluarkannya suatu pengaturan tingkat pusat tentang pemanfaatan SOl di Teluk Tomini melalui suatu Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan potensi SOl di Teluk Tomini bagi kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat nelayan dan masyarakat

5 Ibid.

6 Ibid.

Nomor 4 Tahun XXXIV

334 Hukum dan Pembangunan

setempat, peningkatan pendapatan asli daerah, serta pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup di kawasan Teluk Tomini.

B. Pokok Pennasalahan

I. Peraturan perundang-undangan apa sajakah yang terkait dengan permasalahan pengelolaan perikanan Teluk Tomini?

2. Bagaimanakah substansi kebijakan dan pengaturan, produk-produk hukurn yang mewadahinya, dan lembaga-Iembaga yang mengeluarkannya serta pengaruhnya terhadap potensi dan keunggulan komparatif sumber daya perikanan Teluk Tomini?

3. Permasalahan-permasalahan apa yang ditimbulkan oleh kebijakan, pengaturan dan kelembagaan pengelolaan sumber daya perikanan Teluk Tomini dewasa ini?

4 . Aspek-aspek hukum apa yang terdapat dalam rencana-rencana pengembangan dalam rangka pengelolaan secara terpadu sumber daya perikanan teluk Tomini?

S. Aspek-aspek hukum apa yang terdapat dalam pengaturan dan kelembagaan pengelolaan secara terpadu sumber daya perikanan teluk Tomini dan kaitannya dengan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance)?

C. Tujuan Penelitian

I. Mengidentifikasi dan menganalisis berbagai peraturan perundang­undangan yang terkait dengan permasalahan pengelolaan perikanan Teluk Tomini.

2. Mengidentifikasi potensi dan keunggulan komparatif, kondisi nyata pengelolaannya, dan kondisi kebijakan dan regulasi tentang pengelolaan sumber daya perikanan di Teluk Tomini

3. Mengidentifikasi permasalahan-permasalahan berupa hambatan dan tantangan yang ditimbulkan oleh kondisi dewasa ini, yang menjadi

Oktaber - Desember 2004

Masalah Pengelolaan Sumber Daya Perikanan (SDI) di Teluk Tomini 335

kendala bagi pengembangan pengelolaan terpadu sumber daya perikanan Teluk Tomini.

4. Mengidentifikasi dan menganalisis aspek-aspek hukum yang terdapat dalam rencana pengaturan dan kelembagaan pengelolaan secara terpadu sumber daya perikanan teluk Tomini dan kaitannya dengan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance).

D. Metodoiogi Penelitian

Sesuai dengan kegunaannya untuk memberikan landasan akademik terhadap Rancangan Keputusan Presiden tentang Pengelolaan Perikanan Teluk Tomini, kajian dalam Naskah Akademik ini akan menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan normatif terhadap peraturan perundang­undangan dan studi kepustakaan.' Apabila penerapan kedua pendekatan ini masih bel urn memadai untuk memberikan kejelasan mengenai beberapa tema tertentu dalam kajian ini maka anal isis sekunder dapat diterapkan terhadap data yang relevan. 8

Pendekatan normatif dilakukan dengan cara mensinkronkan data berupa peraturan perundang-undangan yang menjadi objek penelitian baik secara vertikal maupun horisontal. Sinkronisasi vertikal dilakukan terhadap hirarki peraturan perundang-undangan berdasarkan asas perundang-undangan yang berlaku secara umum, sedangkan secara

. horisontal dilakukan terhadap materi muatan dan kesesuaiannya dengan produk hukum yang memuatnya' Melalui sinkronisasi ini akan dapat diidentifikasi adanya kekurangan dan atau kelebihan norma, termasuk norma-norma yang saling tumpang tindih, untuk selanjutnya diberikan rekomendasi mengenai penyempurnaannya.

Sumber data dalam kajian ini adalah bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yang relevan dan terkait, bahan hukum sekunder berupa buku, artikel, data statistik, dan hasil-hasil penelitian

7 Periksa John C. Creswell, Research Design: Qualitative an Quantitative Approaches (London: Sage, 1994), him. 20.

S Periksa Bruce Chadwick, et.al. (terj. Sulist ia, el.al.) , Metode Penelitian ILmu Pengetahuan Sosia/, (Semarang: Penerbit IKIP, 1991), him. 292.

9 Periksa Soerjono Soekanto, Pengantar PeneUtian Hukum, (Jakarta: Penerbit UI, 1986), him. 256-257.

Nomor 4 Tahun XXXIV

336 Hukum dan Pembangunan

lainnya yang menjelaskan bahan hukum primer. Kedua bahan tersebut akan dipergunakan secara seimbang dengan tingkat signifikansi yang sarna. Pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumen dan bahan pustaka. 1O

Penggunaan literatur dalam kajian ini memenuhi beberapa tu juan, yaitu: (a) menyediakan diskusi mengenai kajian-kajian yang pernah dilakukan terkait dengan kajian yang tengah dilakukan; (b) mengaitkan suatu kajian dengan topik-topik yang lebih luas, mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh Kajian-kajian terdahulu untuk kemudian mengembangkannya lebih lanjut; dan (c) memberikan suatu kerangka kerja untuk menetapkan kegunaan kajian dan sebagai pembanding bagi kajian lain yang dilakukan terhadap topik yang sarna. II

Adapun pendekatan yang reI evan untuk digunakan dalam melakukan kajian ini adalah melalui Analisis Pemecahan Masalah (Problem Solving Analysis). Pendekatan ini terutama relevan untuk merumuskan suatu kebijakan yang berorientasi merekayasa kebiasaan­kebiasaan yang berkembang di tengah-tengah masyarakat dalam suatu sektor tertentu yang batasan-batasannya dapat ditengarai. Melihat sifatnya, pendekatan ini memang patut diterapkan oleh dan terhadap organisasi­organisasi baik publik maupun privat sesuai dengan kebutuhan­kebutuhannya . Dalam rangka pembangunan ekonomi, tentu ada beberapa kebiasaan yang mendukung kepentingan tersebut sehingga patut dipertahankan dan ada juga yang harus dicela bahkan dilarang karena merugikan upaya pembangunan. Selain itu beberapa kebiasaan baru yang kondusif bagi pertumbuhan juga harus diperkenalkan dan dianjurkan kepada masyarakat. 12

Analisis ini dibangun oleh unsur-unsur (I) pengambil keputusan, (2) masalah, (3) sumber daya, dan (4) solusi. Pengambil keputusan adalah para pe laku yang memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan, yang dalam kasus ini adalah pemerintah. Masalah adalah jarak antara kondisi riil dengan sesuatu tujuan dan sasaran tertentu. Sumber daya merupakan hal-ihwal yang dapat diinvestasikan kepada solusi, baik itu berupa SDM,

10 Ibid .. him. 66.

II Periksa John Creswell, op.cit., him. 21.

12 Problem Solving Analysis, hnp:llwww.hsr.umn.edu/wwwpages/PHA/Problem Solving/ Principles _ ot~ Problem _ Solving.htm

Oktober - Desember 2004

Masalah Pengelolaan Sumber Daya Perikanan (SDI) di Teluk Tomini 337

SDA, maupun modal, yang dalam hal ini termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi. Solusi adalah berbagai alternatif jalan yang dapat digunakan untuk memperpendek jarak antara kondisi nyata dengan tujuan. Keempat unsur tersebut bersifat independen satu sama lain dan tidak selalu menunjukkan hubungan yang bersifat hirarkis atau kronologis. Metodologi penyelesaian masalah merekomendasikan pendekatan-pendekatan berikut ini: 13

I. Definisi Masalah;

2. Analisis Akar dan Penyebab Masalah;

3. Generasi Alternatif;

4. Pilihan Alternatif;

5. Implementasi Solusi.

II. Analisis Perundang-undangan dan Kondisi Riil Pengelolaan Perikanan Telnk Tomini

A. Analisis Peraturan Perundang-undangan Terkait

Identiftkasi beserta analisis dari berbagai peraturan perundang­undangan yang terkait dengan permasalahan pengelolaan perikanan Teluk Tomini . Analisis terhadap undang-undang akan disertai dengan analisis terhadap peraturan pelaksananya sampai setingkat Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden. Selain itu dimungkinkan juga untuk menganalisis berbagai ketentuan dalam perjanjian baik regional maupun internasional yang mengikat Repulik Indonesia sejauh untuk menjelaskan berbagai peraturan hukum dalam lingkungan terkait.

Beberapa yang telah berhasil diidentifikasi sejauh ini ada sejumlah undang-undang yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti diantaranya adalah: UU Penanaman Modal Asing; UU Penanaman Modal Dalam Negeri; UU No.5 Tahun 1984 tentang Perindustrian; UU No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan; UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; UU No.6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia; UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pokok-pokok

13 Cohen, Michael D., James G. March, and Iohan P. Olsen. 1972. "A Garbage Can Model of Organizational Choice." Administrative Science Quarterly 17: 1-25.

Nomor 4 Tahun XXXIV

338 Hukum dan Pembangunan

Lingkungan Hidup; UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah; UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah.

B. Kondisi Riil Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Teluk Tomini

Kelembagaan Perikanan di tiga propinsi dan sebelas kabupaten/kota di sekitar Teluk Tomini meliputi dinas perikanan dan kelautan (diskanlut) , lembaga pendidikan perikanan dan kelautan, lembaga penelitian perikanan dan kelautan, perusahaan perikanan, dan LSM-LSM . Kelembagaan dari unsur pemerintah sesungguhnya tidak dapat dikatakan memadai , apalagi terpadu dan terkoordinasi akibat dari kebebasan yang diberikan bagi daerah untuk mengatur sendiri perangkat kedinasannya.

Sejalan dengan orientasi kebanyakan pemda di Indonesia yang berusaha menggenjot PAD dalam jangka waktu singkat, maka lembaga kedinasan yang tidak signifikan sumbangannya bagi peningkatan PAD digabungkan dengan kedinasan lain yang seringkali tidak relevan, bahkan dihapuskan. Namun demikian di kebanyakan pemda di Sulawesi bagian utara, diskanlut merupakan salah satu dinas dengan sumbangan terbesar bagi PAD.

Setelah kebijakan otonomi daerah berlangsung selama lima bulan, penyesuaian administratif dalam bentuk struktur organisasi pemda dan pengaturan kepegawaian telah dilakukan baik oleh pemda propinsi maupun pemda kabupaten di Sulut. Dalam proses ini terlihat adanya beberapa permasalahan yang dihadapi pemda, antara lain, hilangnya kewibawaan pemda propinsi atas pemda kabupaten/kota , sulitnya menyusun organisasi perangkat daerah yang efektif dan efisien, dinas-dinas diarahkan agar mampu memberikan kontribusi bagi penerimaan pemda tanpa mengaitkannya dengan kuantitas dan kualitas pelayanan publik, dan dalam perumusan kebijakan publik belum menyerap aspirasi dan partisipasi berbagai kelompok masyarakat.

Alasan untuk memperkuat basis keuangannya dan menambah DAU yang dirasakan jumlahnya masih kurang, saat ini pemda propinsi dan kabupaten disibukkan dengan berbagai usaha untuk meningkatkan Penerimaan Asli Daerah (PAD). Mereka sedang dan telah merancang berbagai perda tentang pajak dan retribusi serta pungutan lainnya, melalui penciptaan sumber penerimaan baru maupun dengan cara meningkatkan

Oklober - Desember 2004

Masalah Pengelolaan Sumber Daya Perikanan (SDI) di Teluk Tomini 339

tarif pungutan yang sudah ada. Sebagian perda sudah disyahkan dan berlaku secara efektif dan sebagian lagi baru akan diberlakukan pada tahun 2002. Di samping itu perumusan dan pembahasan berbagai raperda masih terus dilakukan baik di lingkungan pemda maupun di tingkat DPRD.

Sementara itu regulasi yang sifatnya non-pungutan atau pengaturan pasar komoditi dan jasa belum muncu!. kecuali misalnya beberapa perda yang merintis pengaturan pemanfaatan dan pengelolaan wilayah pesisir dan kelautan, juga yang berkenaan dengan pemanfaatan SDA pesisir dan kelautan secara lebih bertanggung-jawab dan berkelanjutan. Sebagai contoh, Peraturan Kabupaten Minahasa tentang Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis Masyarakat yang telah bisa menjadi dasar hukum yang jelas dalam pengelolaan sumberdaya pesisir di Minahasa. Beberapa Pemda lain juga tengah menggodok regulasi-regulasi sejenis, seperti Rancangan Peraturan Pemprop Sulut tentang pengelolaan peslslr, Ranperda Gorontalo tentang pengelolaan, dan penjajakan pembuatan Perda Pengelolaan Pesisir dan Laut di Sata!. Selain itu muncul pula beberapa tuntutan pengusaha lokal agar pemda memproteksi usaha mereka dari persaingan dengan pengusaha luar daerah.

Beberapa kelompok masyarakat pernah menyampaikan pendapat kritis atas proses pembuatan berbagai perda dengan menyatakan bahwa mereka kurang dilibatkan dalam proses pembahasannya. Setelah diundangkan pun mereka kurang memperoleh penjelasan tentang seluk beluk pungutan yang akan dikenakan kepada mereka. Pada dasarnya mereka tidak berkeberatan membayar pungutan, sepanjang diiringi dengan perbaikan pelayanan oleh instansi pemda. Bersamaan dengan gencarnya penciptaan perda pungutan, pemda juga berusaha untuk menarik investor ke daerahnya , antara lain dengan mempercepat pelayanan perijinan atau mengurangi jalur birokrasinya. Selain itu pemda juga merencanakan untuk memperbaiki infrastruktur pendukung investasi, terutama di sektor transportasi (jalan dan pelabuhan) dan komunikasi serra menyediakan lahan bagi investor.

Secara umum Pemda-Pemda di Sulawesi bag ian utara menghadapi dilema yang sulit dicarikan jalan keluarnya. Di satu sisi , pemda perlu meningkatkan PAD melalui penciptaan berbagai pungutan dan ditambah adanya tuntutan dari pengusaha lokal untuk memperoleh proteksi. Di sisi lain, pemda perlu mengembangkan berbagai kebijakan untuk menarik investor. Kalau hal-hal tersebut dilakukan secara bersamaan,

Nomor 4 Tahun XXXIV

340 Hukum dan Pefllbangunan

dikhawatirkan tujuan untuk menarik investor tidak akan tercapai, bahkan investor yang sudah ada pun mung kin akan berpikir untuk merelokasi usahanya. 14

Hasil kajian Kamar Dagang dan Industri Nasional (Kadin) menyebutkan sekitar 73 persen Perda yang disahkan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) justru memberatkan pengusaha dan tidak kena sasaran. Perda-perda itu cenderung dibuat untuk meningkatkan penghasilan daerah bukan untuk meningkatkan penghasilan ekonom rakyat. Perda yang tidak tepat sasaran tersebut misalnya pengenaan pajak hasil pertanian dan perikanan untuk ekspor yang dikelola oleh masyarakat. Komoditi hasi l peternakan udang, misalnya, sudah dikenakan pajak dan retribusi, padahal produk ini masih dalam tahap perintisan oleh rakyat.

Terdapat suatu kecenderungan jika ada sektor yang l11emiliki potensi unruk meningkatkan pendapatan daerah pasti selalu dibuatkan perda-nya, dan pada akhirnya akan dikenakan pajak dan retribusi. Seharusnya hanya sektor-sektor yang sudah l11engangkat ekonomi rakyat yang dikenakan pajak, sedangkan sektor yang masih merintis jangan dikenakan pajak. Khususnya di Kawasan Timur Indonesia (KTI), perkel11bangan ekonomi di masing-masing daerah harus dievaluasi untuk dicarikan jalan keluar berupa terobosan-terobosan yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi yang sejati. Terutama menyangkut masalah perda, kerangka berpikir untuk menggunakan perda sebagai alat l11eningkatkan pendapatan daerah melalui pungutan-pungutan harus dihapuskan, karena tidak akan memicu pertumbuhan ekonomi yang sebenarnya. 15

1. Kondisi Kelembagaan dan Pengaturan di Sulawesi Utara

Kelembagaan Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sulawesi Utara diatur dalam Perda No. 10 Tahun 2000 tentang Organisasi Dinas­dinas Daerah Propinsi Sulawesi Utara dan telah dioperasionalkan dengan Keputusan Gubernur Sulawesi Utara No. 170 Tahun 2001 tetang Susunan Organisasi, Uraian Tugas, dan Tata Kerja Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Sulawesi Utara. Di bawah Dinas tersebut terdapat beberapa Sub

14 Syaikhu Usman, eLal., Olonomi Daerah dan Iklim Usaha: Kasus Sulawesi Utara dan GorontJ In, hnp: Ilwww.smeru .or .id/report/tield/otdaikl usahasul ut/otdai klusahasu lut. htlll

1.'1 Sekitar 73 Persen Perda Memberatkan Pengusaha, Imp: I /www. kompas. com/kompas-cetak/0304/15 /daerah/258039. htm

OklOber - Desember 2004

Masalah Pengelolaan Sumber Daya Perikanan (SDI) di Teluk Tomini 341

Dinas yang relevan dengan pemanfaatan SOl Teluk Tomini , yaitu: 16

1. Bina Usaha dan Pengolahan Hasil , yang menangani urusan-urusan pemasaran, perizinan, bimbingan usaha dan pemodalan, dan pembinaan mutu dan pengolahan hasil;

2. Bina Penangkapan Ikan , yang membidangi penangkapan ikan, sarana penangkapan ikan, prasarana penangkapan, dan tata operasional pelabuhan;

3. Bina Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Perairan, yang membidangi pengawasan budidaya, pengawasan penangkapan, perlindungan dan pengendalian perairan, dan karantina ikan;

4. Kelautan, yang menangani urusan pengelolaan dan eksplorasi laut, pengelolaan pesisir pantai dan pulau-pulau kecil , pemberdayaan masyarakat pesisir, dan kelembagaan kelautan;

5. Bina Pembudidayaan, mengurus masalah perbenihan, budidaya, operasional balai benih dan UPR, dan prasarana dan sarana budidaya.

Selain itu Diskanlut Propinsi Sulut juga membawahi beberapa Unit Pelaksana Teknis Dinas, yaitu: Balai Pengembangan Budidaya Ikan Tateli di Kabupaten Minahasa; Balai Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan Aertembaga, Bitung; dan Pelabuhan Perikanan Dodepo di Kabupaten Bolaang Mongondow." Organisasi Pemda selain Diskanlut yang relevan dengan pemanfaatan SOl di Teluk Tomini adalah Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah. " Di Sulut terdapat sembilan belas perusahaan yang bergerak di bidang perikanan, yang meliputi jenis-jenis usaha light boat, penangkapan, pengumpulan, pengolahan, pengangkutan, penampungan, dan budidaya perikanan. '9 Lembaga-lembaga akademik bidang perikanan terdiri atas Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi , Akademi Perikanan Bitung, Balai Diklat Perikanan Aertembaga Bitung, Akademi Maritim Indonesia Bitung, dan

16 Departemen Kelautan dan Perikanan, Pengembangan Model Pemberdayaan SDM Daerah , him. II Sulut -II.

" Ibid. Him II Sulut -12.

" Ibid. Him II Sulut - 16.

19 Ibid.

Nomor 4 Tahun XXXIV

342 Hukum dan Pembangunan

Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Manado. 20

Kelembagaan organisasi dan tata kerja Diskanlut Kabupaten Minahasa dibentuk sesuai dengan Perda Kabupaten Minahasa No. 13 Tahun 2000. Di dalamnya terdapat sub dinas-sub dinas yang tergabung dalam unsur operasional pemanfaatan SDI sebagai berikut: 21

1. Sub Dinas Produksi, menangani urusan budidaya dan pengembangan produksi dan penangkapan ikan;

2. Sub Dinas Penyuluhan, mengatasi tata penyuluhan dan kelembagaan, tenaga, sarana dan prasarana;

3. Sub Dinas Sumber Hayati, mengurus identifikasi perlindungan sumber daya ikan dan lingkungan, pengawasan penangkapan ikan, dan pengendalian budidaya ikan;

4 . Sub Dinas Usaha Tani dan Nelayan, menangani urusan usaha dan perijinan, pengolahan dan bina mutu, dan pemasaran; dan

5. Sub Dinas Prasarana mengatasi prasarana penangkapan dan budidaya ikan, tata operasional pangkalan pendaratan ikan, dan lingkungan dan pemukiman nelayan.

Berdasarkan jenis usaha, pengusaha perikanan di Kabupaten Minahasa dapat dikelompokkan ke dalam pengusaha pengumpul ikan tangkap dan pengusaha budidaya. Perusahaan-perusahaan yang termasuk ke dalam ke1ompok pengusaha pengumpul ikan tangkap adalah PT. Sumber Sukses Sambalean di Desa Tambala, PT. Agro Pasifik Internasional di Kalasey, dan PT. Mikaindo Abadi Cemerlang di Tanawangko. Sedangkan dalam bidang budidaya, PT. Horri Guchi Sinar Insani di Likupang membudidayakan kerang mutiara dan CV. Sumber Rejeki membudidayakan ikan kerapu 12

Diskanlut Kabupaten Bolaang Mongondow, yang dibentuk berdasarkan Perda Kabupaten Bolaang Mongondow No. 37 Tahun 2000 mengadopsi suatu struktur organisasi yang sederhana, terdiri dari sub dinas-sub dinas Bina Usaha, Pengembangan, dan Pemberdayaan;

20 Ibid.

21 Ibid. Him 1I Suiut -48.

22 Ibid. Him 1I Sulut -52.

Oktober - Desember 2004

Masalah Pengelolaan Sumber Daya Perikanan (SDI) di Teluk Tomini 343

sedangkan perijinan diurus oleh suatu sub bag ian dari bagian tata usaha.23 Namun demikian, jumlah pengusaha perikanan di kabupaten ini lebih banyak dari pada di Minahasa. Di Bolaang Mongondow terdapat empat usaha pembekuan, dua usaha budidaya laut, satu usaha budidaya tambak, satu usaha pengolahan, dan satu usaha pembuatan kapal. 24

2. Kondisi Kelembagaan dan Pengaturan di Gorontalo

Kelembagaan organisasi dan tata kerja Diskanlut Propinsi Gorontalo dibentuk berdasarkan Perda No. 12 Tahun 2002 tentang Struktur Organisasi Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Gorontalo, dengan Sub Dinas-Sub Dinas yang termasuk dalam Unsur Operasional pengelolaan pemanfaatan SDI sebagai berikut: 25

1. Perencanaan dan Kelembagaan , meliputi Seksi Data , Informasi , dan Perumusan, Seksi Pengendalian, Evaluasi , dan Pelaporan, dan Seksi Kerjasama Antar Lembaga;

2. Perikanan Tangkap dan Bina Mutu, meliputi Seksi Produksi , Seksi Pengembangan Usaha, Tala Penyuluhan dan Diklat, dan Seksi Bina Mutu dan Paska Panen;

3. Pembudidayaan, terdiri dari Seksi Teknik Budidaya dan Seksi Sumber Daya Plasma dan Pembenihan; dan

4. Kelautan, terdiri dari Seksi Eksplorasi dan Eksploitasi, Seksi Konservasi dan Suaka Kekayaan Laut, Seksi Jasa Kelautan Hayati dan Non Hayati. Pengusaha perikanan di Propinsi Gorontalo dapat dikelompokkan menjadi pengusaha penampungan dan pembekuan ikan laut sebanyak enam perusahaan, pengusaha budidaya mutiara sebanyak tiga perusahaan, satu perusahaan penampungan lokal ikan laut, satu perusahaan penampungan rumput laut, pengusaha pengolahan dan pembekuan ikan sebanyak tiga perusahaan, satu perusahaan pemijahan, satu perusahaan budidaya dan penampungan ikan kerapu, satu perusahaan budidaya dan penampungan rumput laut, satu

23 Ibid. Him 1I Sulut -77.

24 Ibid. Him 1I Sulut ·79.

25 Ibid. Him 1I Gorontalo ·7.

Nomor 4 Tahun XXXIV

344 Hukum dan Pembangllnan

perusahaan penampungan hasjl perikanan, dan satu perusahaan pembelian ikan tuna.26 Lembaga akademik di bidang perikanan dan kelautan di Gorontalo tergabung dalam Program Studi Perikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas Gorontalo 27

Diskanlut Kabupaten Gorontalo dibentuk berdasarkan Perda No . 33 Tahun 2000, terdiri dari Sub Dinas-Sub Dinas sebagai berikut:'8

5. Sub Dinas Kelautan, mengatasi Seksi Penyerasian Riset dan Pengelolaan Pantai dan Pulau-pulau Kecil, Seksi Pengawasan dan Pengendalian Laut, dan Seksi Konservasi dan Hukum;

6. Sub Dinas Sumber Daya dan Produksi , mengatasi Seksi Sumber Daya Hayati, Seksi Produksi, dan Seksi Prasarana dan Sarana;

7. Sub Dinas Usaha, mengatasi Seksi Perizinan dan Bina Usaha, Seksi Pemasaran Sumber Daya lkan, dan Seksi Pengolahan dan Pembinaan Mutu.

Berdasarkan jenis usahanya , pengusaha perikanan di Kabupaten Gorontalo terdiri dari tiga perusahaan penampungan dan pembekuan ikan, dua perusahaan budidaya kerang mutiara, satu perusahaan penampungan rumput laut, dan satu perusahaan penampungan lokal ikan laut. 29

Diskanlut Kabupaten Boalemo dibentuk berdasarkan Perda NO.5 Tahun 2002 tentang Struktur Organisasi Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Boalemo, dengan sub dinas-sub dinas yang tergabung dalam unsur operasional sebagai berikut: 30

I. Sub Dinas Kelautan, terdiri dari Seksi Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil , dan Seksi Pengawasan Perlindungan laut dan Konservasi;

2. Sub Dinas Sarana dan Produksi, terdiri dari Seksi Penangkapan lkan dan Seksi Budidaya; dan

26 Ibid. Him II Gorontalo -10.

27 Ibid. Him II Gorontalo -12.

28 Ibid. Him II Gorontalo -31.

29 Ibid. Him II Gorontalo -34.

30 Ibid. Him II Gorontalo -51.

Oktober - Desember 2004

Masalah Pengelolaan Sumber Daya Perikanan (SDI) di Teluk Tomini 345

3. Sub Dinas Usaha dan Pengelolaan Perikanan, terdiri dari Seksi Perijinan dan Retribusi Perikanan, Seksi Pembinaan Mutu Hasil Perikanan, dan Seksi Penyuluhan dan Promosi.

Sektor privat bidang perikanan di Boalemo dibentuk oleh enam kelompok jenis usaha, yaitu satu perusahaan pemijahan, satu perusahaan pembekuan dan penampungan ikan, satu perusahaan pembudidayaan kerang mutiara, satu perusahaan pembudidayaan dan penampungan ikan kerapu, satu perusahaan pembudidayaan dan penampungan rumput laut, dan satu perusahaan penampungan hasil perikanan. 3I

3. Kondisi Kelembagaan dan Pengaturan di Sulawesi Tengah

Kelembagaan organisasi dan tata kerja Diskanlut Propinsi Sulawesi Tengah dibentuk berdasarkan Perda No. 3 Tahun 2001 tentang Struktur Organisasi Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Sulawesi Tengah, dengan Sub Dinas-Sub Dinas yang termasuk dalam Unsur Operasional pengelolaan pemanfaatan SDI sebagai berikut: 32

I. Sub Dinas Program, terdiri dari seksi-seksi pendataan, penyusunan program, pemantauan dan pengedalian, evaluasi dan pelaporan, dan pelatihan;

2. Sub Dinas Perairan, terdiri dari seksi-seksi observasi , pengembangan, pemberdayaan, dan pengelolaan perairan;

3. Sub Dinas Kekayaan Laut, terdiri dari seksi-seksi eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut; dan

4. Sub Dinas Perikanan Laut, terdiri dari seksi-seksi pemberdayaan, penangkapan, sumber daya, plasma dan suaka perikanan.

Sektor privat bidang perikanan di Sulawesi Tengah dibentuk oleh sembi Ian bel as perusahaan yang dapat dikelompokkan ke dalam bidang-bidang usaha pengumpulan dan pemasaran; budidaya dan pengumpulan; penangkapan; pengumpulan; pembelian, pengangkutan, dan pemasaran; pengolahan dan penampungan; dan budidaya tambak. Lembaga akademik bidang perikanan yang terdapat di Sulawesi

31 Ibid. Him II Goronta ln -55.

32 Ibid. Him II Sulteng -6.

Nomor 4 Tahun XXXIV

346 Hllkllm dan Pembangllnan

Tengah adalah Fakultas Perikanan Universitas Alkhairat Palu yang menyelenggarakan dua jurusan yaitu J urusan Sosial Ekonomi Perikanan dan Jurusan Budidaya Perairan.33

Kabupaten Poso menyusun kelembagaan organisasi dan tata kerja Diskanlut-nya dalam Perda No. 15 Tahun 2000 tentang Struktur Organisasi Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Poso. Unsur operasionalnya mengurus berbagai bidang pemerintahan yang relevan dengan sektor perikanan dengan cakupan yang sangat komprehensif, mel iputi: 34

5. Sub Dinas Produksi, Riset, dan Teknologi, mengurus bidang-bidang Riset dan Budidaya, Riset dan Teknologi Penangkapan, dan Data Statistik dan Pelaporan;

6. Sub Dinas Pemberdayan Masyarakat dan Kelembagaan, mengurus bidang-bidang Kelembagaan, Prioritas Masyarakat, dan Dunia Usaha, Penyuluhan, Regulasi Kelautan, dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir;

7. Sub Dinas Sarana dan Prasarana Pesisir, Pantai, dan Pulau-pulau Kecil, mengurus bidang-bidang Tata Ruang Laut, Tata Pelabuhan Jasa, Lingkungan Pemukiman Desa Pantai, Pengembangan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil;

8. Sub Dinas Usaha dan Pengolahan Hasil Perikanan, mengurus bidang­bidang Bimbingan Usaha, Teknologi Pengelolaan, Pemasaran dan Informasi Mutu, dan Pembinaan Mutu Hasil Perikanan; dan

9. Sub Dinas Pengendalian dan Pengawasan Sumber Daya, mengurus bidang-bidang Pengendalian Sumber Daya Perairan, Identifikasi Sumber Daya Perairan, Perlindungan Sumber Daya hayati dan Non Hayati, dan Penataan dan Penegakan Hukum.

Pengusaha perikanan di Kabupaten Poso berusaha dalam bidang budidaya udang windu, pengumpul hasil laut, budidaya mutiara, ikan beku, pengumpul nener, pengumpullobster, dan pembenihan udang. J5

33 Ibid. Him II Sulteng -10.

3' Ibid. Him II Sulteng -29.

J5 Ibid. Him II Sulteng -33.

Oktober - Desember 2004

Masalah Pengelolaan Sumber Daya Perikanan (SDI) di Teluk Tomini 347

Hampir mmp dengan Kabupaten Poso, Kabupaten Banggai juga menyusun suatu kelembagaan organisasi Diskanlut yang kompleks dan menyeluruh berdasarkan Perda No. 14 Tahun 2001 tentang Struktur Organisasi Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banggai. Unsur Operasionalnya mencakup sub dinas-sub dinas sebagai berikut: 36

I. Sub Dinas Program, terdiri dari seksi-seksi Pendataan, Identifikasi dan Pengembangan, Penyusunan Program, dan Monitoring dan Evaluasi;

2. Sub Dinas Perikanan Tangkap, terdiri dari seksi-seksi Sumber Daya Perikanan Tangkap, Sarana Penangkapan, Pengembangan Penangkapan, dan Prasarana Penangkapan;

3. Sub Dinas Perikanan Budidaya, terdiri dari seksi-seksi Pembenihan, Pembudidayaan, Sarana Prasarana Budidaya, dan Pengendalian Hama Penyakit Lain;

4. Sub Dinas Bimbingan Usaha dan Mutu , terdiri dari seksi-seksi Bimbingan Usaha dan Perijinan, Pengolahan dan Bina Mutu, Pemasaran, dan Peraturan, Informasi , dan Pelayanan Masyarakat; dan

5. Sub Dinas Pengendalian Sumber Daya Perikanan dan Kelautan, terdiri dari seksi-seksi Konservasi Sumber Daya dan Pengelolaan Lingkungan, Sumber Daya Laut Non Hayati, Pengawasan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan, dan Pengelolaan Pesisir dan Pulau­pulau Keci!.

Pengusaha Perikanan di Banggai bergerak dalam bidang-bidang usaha budidaya udang windu, pengumpulan hasil laut, budidaya mutiara, pembekuan ikan, pengumpulan nener, dan pengumpulan lobster. 37

36 Ibid. Him II Sulteng -51.

37 Ibid. Him II Sulteng -55.

Nomor 4 Tahun XXXIV

348 Hukum dan Pembangunan

III. Permasalahan yang Timbul Atas Kebijakan Pengaturan dan Kelembagaan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Teluk Tomini

A. Konflik Kewenangan Antar-Pemerintah dalam Pengelolaan sm Teluk Tomini

Permasalahan pembentukan kelembagaan bagi pengelolaan terpadu perikanan Teluk Tomini sebenarnya sudah banyak digagas. Misalnya Kesepakatan Bersama melalui fasilitasi FKPPS pad a tanggal 9 Oktober 2002 di lambi yang ditandatangani oleh Gubernur Sulawesi Utara, Gubernur Gorontalo, dan Gubernur Sulawesi Tengah, yang bermuatan kesediaan ketiga gubernur untuk mengelola SDI di kawasan Teluk Tomini secara bersama-sama. Kesepakatan tersebut telah ditindaklanjuti dengan perunjuk pelaksanaannya yang disusun bersama oleh Diskanlut ketiga propinsi.

Kesepakatan tersebut masih belum dapat berjalan, antara lain karena pemikiran dari salah satu propinsi yang merasa memiliki wilayah laut yang lebih besar sehingga adalah wajar jika mendapatkan porsi yang lebih dibandingkan propinsi lainnya. Di samping itu propinsi yang memiliki wilayah laut yang lebih kecil namun sudah memberikan dukungan sarana dan prasarana perikanan yang lebih besar seperti pelabuhan, tempat pelelangan ikan, pembekuan ikan, pabrik es dan lain sebagainya menganggap wajar apabila mendapat porsi yang lebih besar. 38

Apabila pengertian otorita dikaitkan dengan suaru kawasan tertenru maka boleh dikatakan bahwa di kawasan itu terdapat suaru otoritas atau kekuasaan yang berwenang penuh dan sah atas kawasan tersebut unruk menjalankan rugas atau fungsinya sesuai dengan peraturan, sehingga masing-masing wilayah administratif maupun daerah otonom mempunyai hubungan interkoneksitas yang membentuk kebulatan kewenangan tersebut guna dapat memajukan kesejahteraan masing-masing.

Pada dasarnya, kawasan teluk Tomini akan dikelola bersama-sama oleh seluruh unsur pemerintahan yang memiliki kewenangan baik kewilayahan maupun urusan yang berada dalam kawasan tersebut. Seluruh pemerintah daerah di kawasan Teluk Tomini bersama-sama dengan pemerintah pusat secara mutlak menguasai sesuai wewenang yang dimiliki

38 DKP, Fasilitasi, him. IV-37 sid 38.

Oktober - Desember 2004

Masalah Pengelolaan Sumber Daya Perikanan (SDI) di Teluk Tomini 349

masing-masing dalam rangka bekerjasama untuk mengeksplorasi dan selanjutnya mengeksploitasi segala macam sumber daya alam sesuai ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku demi terciptanya kesejahteraan bersama khususnya dalam wilayah otonomi masing-masing yang selalu terikat dalam ikatan tata ruang kawasan Teluk Tomini.

Substansi dalam pengelolaan bersama ini tidak lain adalah masalah SDA kelautan dengan segala isinya dan sarna sekali bukan menyangkut SDA daratan dengan segal a isinya, sehingga tidak boleh salah satu wilayah administratif atau daerah otonom mengklaimnya dengan berpatokan jumlah kabupatenlkota yang dimiliki oleh masing-masing provinsi.

Semua wilayah administratif atau daerah otonom yang terikat dalam kawasan Teluk Tomini bersama-sama dengan unsur-unsur pemerintah pusat dan masyarakat seternpat sepatutnya berrnusyawarah dengan berpatokan secara yuridis konstitusional pada UUD 1945 khususnya Pasal 33 ayat (4) :

"Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas dernokrasi ekonorni dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan rnenjaga keseimbangan keinajuan dan kesatuan ekonomi nasional" , dan Ayat (5) "Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal 1m

diatur dalam Undang-Undang".39

Pengelolaan sektor kelautan dan perikanan di Teluk Tornini rnemang masih dihadapkan pada berbagai permasalahan seperti konflik antar pemerintah daerah dan konflik antar nelayan. Kebijakan-kebijakan yang diarnbil sejauh ini belum dapat memecahkan berbagai perrnasalahan yang terjadi di kawasan tersebut. Hal ini terlihat dari masih rendahnya produktivitas nelayan, rendahnya kemampuan dan teknologi dalam bidang penanganan dan pengolahan hasil perikanan, lemahnya sistern pengawasan dan penegakan hukum, lemahnya sistern pemasaran produk SOl, serta lemahnya kebijakan fiskal, rnoneter, dan investasi.

Konsekwensi dari kondisi Teluk Tomini yang rnerupakan wilayah laut yang tertutup serta perluasan jurisdiksi atas wilayah laut sesuai UU

39 Prof. Drs H. Z. Mangitung, Menyongsong Lahirnya Otorita Teluk Tomini, http://www.radarsuheng.com/ berita/index.asp?berita = Opini&id =26358

Nomor 4 Tahun XXXIV

350 Hukum dan Pembangunan

No. 22 Tahun 1999, maka pemanfaatan SOl tampaknya tidak mungkin dilakukan sendiri oleh masing-masing daerah. Pemanfaatannya secara parsial telah terbukti hanya menimbulkan konflik yang mengakibatkan tidak optimalnya pemanfaatan SOL'"

B_ Polemik tentang Urusan-nrusan dalam Kewenangan Pengelolaan Bersama

Oalam rangka mengikat baik pemda-pemda terkait maupun pemerintah pusat dalam suatu pengelolaan bersama SOl Teluk Tomini, maka perlu untuk mengadakan suatu landasan hukum baginya. Landasan hukum ini mensyaratkan adanya pelepasan kewenangim41 yang sebelumnya dimiliki secara sendiri-sendiri oleh masing-masing tingkat pemerintahan untuk kemudian disatukan menjadi kewenangan pengelolaan bersama. Aspek-aspek yang hams dipertimbangkan dalam kewenangan pengelolaan bersama adalah lingkup wilayah, lingkup subjek, dan lingkup urusan.

Permasalahan yang muncul kemudian adalah prosedur hukum pelepasan kewenangan beserta produk hukum yang sesuai untuk mewadahinya, yang didalamnya juga mengatur mengenai kompensasi yang diperoleh para pihak yang melepas kewenangannya. Setelah itu, kewenangan pengelolaan bersama tersebut diserahkan pada suatu badan hukum yang selain bertindak untuk dan atas nama dirinya sendiri juga menyelenggarakan kepentingan masyarakat, Pemprop, Pemkabl Pemkot dan juga Pemerintah Pusal.

UU No. 22 Tahun 1999 memungkinkan penggabungan wilayah, pemekaran dan pembentukan wilayah. Oalam kaitannya dengan BPB hal ini dapat menimbulkan masalah di kemudian hari apabila tidak diantisipasi sejak dini 42 BPB mendapatkan kewenangannya dari daerah-daerah otonom yang wilayah kewenangannya mencakup Teluk Tomini. Jika di masa yang akan datang muncul daerah otonom baru sebagai akibat pemekaran wilayah di kawasan Teluk Tomini, daerah tersebut mungkin sap mengeluarkan kewenang-kewenangan yang bertentangan dengan BPB.

40 DKP, Fasilitasi, him. 1-2 sid 4.

41 DKP, Fasilitasi, him. V-2.

42 DKP, Fasilitasi, him. V-4.

Oktober - Desember 2004

Masalah Pengelolaan Sumber Daya Periknnan (SDI) di Teluk Tomini 351

Salah satu usulan pengaturan pengelolaan bersama adalah bahwa pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan SDI yang akan dilakukan Dewan Pendiri. 43 Hal ini kiranya perlu dicermati lebih jauh mengingat adanya keterlibatan unsur terkait terhadap pengelolaan SDI baik dari unsur pemerintah pusat, pemda, bahkan pihak swasta. Kewenangan pengawasan seharusnya merupakan salah satu subjek pengaturan dalam pelepasan kewenangan, karena apabila terhadap pengelolaan bersama terlalu banyak pihak melakukan pengawasan maka akan kontraproduktif. Namun demikian, tentu saja apabila kewenangan yang demikian besar ini harus dicabut dari pemiliknya yang lama, maka harus ada kompensasi yang setimpal untuknya.

Aspek perencanaan dalam pengelolaan bersama SDI Teluk Tomini akan dituangkan dalam bentuk program kerja yang ditetapkan atau diberi bentuk hukum melalui peraturan daerah dari masing-masing daerah yang terlibat dalam pengelolaan bersama. 44 lmplikasi dari pengaturan yang demikian adalah akan ada sekian banyak perda dari beberapa daerah yang materi muatannya, bahkan mungkin rectaksinya sarna persis. Hal ini perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut, dalam arti apakah secara kaidah perundang-undangan hal tersebut dibenarkan, di mana beberapa daerah otonom "meratifikasi" suatu resolusi dari lembaga antardaerah. Perlu juga dipikirkan suatu jalan keluar yang lebih efisien- dan oleh karena itu menjamin kepastian hukum-bagi permasalahan ini, yang tentu akan sangat ditentukan oleh status badan hukum pengelolaan bersama.

Dalam Sulawesi Summit yang diadakan pacta tangal 5 dan 6 Desember 2003 di Menado dan dilanjutkan dengan acara Pendampingan ke Palu pada tanggal 7 Desember 2003 dan Gorontalo pada tanggal 8 Desember 2003 antara lain dibahas mengenai visi lndustri Sulawesi 2010, Tata Ruang wilayah Sulawesi dan intermoda daerah Sulawesi. Dalam visi industri Sulawesi 2010 para Gubemur se-Sulawesi sepakat bahwa industri yang akan dikembangkan adalah industri yang berbasis pertanian dan perikanan. Berkaitan dengan hal tersebut Teluk Tomini yang memiliki SDI cukup besar dinyatakan sebagai salah satu basis utama industri perikanan Sulawesi.

Keberhasilan kerjasama pembangunan regional dalam upaya

43 DKP, F.,i1;!.,;, him. V-4.

44 DKP, Fa,;I;!.,;, him. V-7.

Nomor 4 Tahun XXXIV

352 Hukum dan Pembangunan

mempercepat pertumbuhan ekonomi regional sangat dipengaruhi oleh ketersediaan prasarana dan sarana transportasi, dengan pemikiran bahwa berkembangnya transportasi yang merakit tata hubungan se-Sulawesi akan berdampak pada lancarnya pendagangan antara kawasan dan dapat meningkatkan daya saing serta daya adaptasi wilayah terhadap dinamika perekonomian nasional dan global. Pemahaman inilah yang mendasari pentingnya pengembangan intermoda se Sulawesi.

Untuk memulai pengembangan Sulawesi dari sektor Kelautan dan Perikanan dapat dimulai dari:

a. Pengembangan Teluk Tomini (dengan pusat pertumbuhan ekonomi di Menado, Bitung, Togean, Gorontalo dan Parigi Moutong;

b. Pengembangan Teluk Tolo dengan pusat pertumbuhan ekonomi di Luwuk dan Kendari.

c . Pengembangan Tepi Barat Sulawesi dengan pusat pertumbuhan ekonomi di Makasar"

Permasalahan pembiayaan operasi pengelolaan bersama dan dampaknya terhadap keuangan daerah otonom dan keuangan negara juga menjadi perdebatan hangat. Berbagai mekanisme pembiayaan yang tersedia dalam peraturan perundang-undangan mengenai daerah otonom sebenarnya sudah cukup membuka kemungkinan ke arah itu, seperti misalnya pinjaman daerah dan sebagainya. Saham daerah untuk pengelolaan bersama Teluk Tomini dapat diambil dari APBD masing­masing daerah.

Namun yang menjadi rumit kemudian adalah mengenai penghitungan bagian masing-masing daerah atas hasil pengelolaan bersama itu untuk kemudian dapat menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kemungkinan selalu terbuka bagi naik atau turunnya PAD setelah terjadi pelepasan kewenangan dari daerah diserahkan ke BPB yang dikompensasi sebagai deviden. Oleh karena itu pelepasan kewenangan dari Pemerintah Propinsi atau Pemerintah Kabupaten yang akan sangat berpengaruh pada PAD masing-masing daerah harus diatur secara jelas dan rinci, terutama mengenai hak atau kompensasi yang diberikan kepada masing-masing pemerintah daerah.

Akhirnya suatu peraturan tentang komposisi saham daerah otonom

" DKP, Fasililasi, him. V-14.

Oktober - Desember 2004

Masalah Pengelolaan Sumba Daya Perikanan (SDl) di Teluk Tomini 353

harus ditetapkan, khususnya dalam kaitannya dengan sumberdaya pesisir yang akan dijadikan modal dasar dari masing-masing daerah. Modal dasar berupa luasan pesisir yang dimiliki oleh masing-masing daerah akan dianggap setara dengan modal sebesar 20 persen. Sisanya merupakan modal disetor dari masing-masing daerah, tergantung dari kemampuan keuangan daerah tersebut. Pemegang saham juga bisa berasal dari sektor swasta yang berminat untuk menanamkan investasinya dalam pengelolaan bersama.46

C. Tempat dan Kedudukan Kesekretariatan

Sebelum akhirnya diputuskan menjadi suaru konsep pengelolaan bersama terhadap SOl Teluk Tomini, gagasan tersebut lebih dikenal dengan nama Otorita Teluk Tomini. Otorita Teluk Tomini merupakan salah satu solusi upaya pemberdayaan masyarakat nelayan di pesisir Teluk Tomini, yang bahkan dapat menguntungkan pemerintah daerah di tiga provinsi yaitu Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Sulawesi Utara. Permasalahan yang paling rumit dari implementasi gagasan ini justru mengenai tempat dan kedudukan kesekretariatan. Masing-masing pemda dengan alasan yang beragam mengajukan klaimnya tentang tempat dan kedudukan yang paling sesuai. 47

Namun demikian, agar masalah kesekretariatan lru dapat dipecahkan dengan baik terdapat juga rekomendasi agar: (\) Kantor Pusat Otorita Teluk Tomini berada di Jakarta dan akan dibuka kantor cabang di tiap-tiap propinsi. Kelemahan dari usulan ini adalah akan menyebabkan membengkaknya overhead cost; dan (2) Penentuan sekretariat dilakukan oleh para pakar yang independen, kemudian pada dua propinsi lainnya dibuka kantor cabang. 48

46 DKP, Fasilitasi, him. V-l3.

470torita Teluk Tomini Untungkan Sulteng, http://www.radarsulteng.com/beritalindex.asp? berita=Sulawesi% 20Tengah &id=26320

48 DKP, Fasilitasi, him. V-l3.

Nomor 4 Tahun XXXIV

354 Hukul1l dan Pelllbangunan

D. Keterlibatan Masyarakat Lokal dalam Pengelolaan SDI Telnk Tomini

Masyarakat pesisir di Sulawesi bagian Utara khususnya kawasan Teluk Tomini masih belum memiliki akses yang berarti dalam mengelola sumberdaya alam, justru mengalami praktek-praktek ketidakadilan dalam pemanfaatannya. Sebagian besar dikalahkan dan dilemahkan dengan produk-produk kebijakan negara, bahkan diperparah oleh tindakan aparat negara yang belum berpihak kepada rakyat. Beberapa contoh kasus diantaranya, di Manado dan sekitarnya: proyek reklamasi Teluk Manado yang terus bertambah luas arealnya, menjamurnya restoran di Kalasey, pembangunan dermaga di Tambala , rencana pembangunan pelabuhan container di Buloh, penimbunan laut di beberapa lokasi seperti di Kima Bajo, penggusuran masyarakat Makawidey, rencana pembangunan Hub Port dan Dok Komersil di Lembe Bitung, pemutusan rumpon oleh Angkatan Laut, Etalase Perikanan di Gorontalo , dan penjarahan areal penangkapan ikan oleh nelayan asing.

Beberapa kebijakan pemerintah daerah dan pengusahaan yang justru merugikan masyarakat daerah diantaranya adalah Makawidey yang bermasalah dengan Pemerintah Kota Bitung dan Pengusaha yang menguasai lokasi Tokambahu, Bulo Tateli Weru karena adanya rencana pembangunan pelabuhan kontainer, Tambala dengan adanya pembangunan dermaga yang mengurangi akses nelayan kampung, Kima Bajo yang juga merasa dirugikan karena adanya reklamasi pantai di wilayah desa tanpa seijin masyarakat , serta masyarakat Bunaken dan Tumumpa yang menjadi korban pemutusan rumpon.

Partisipasi pihak-pihak non-pemerintah dan nirlaba masih dibutuhkan untuk memberdayakan masyarakat daerah dalam mengelola dan menguasai sumber-sumber day a alam secara berkelanjutan, mandiri untuk menjamin kualitas hidup yang lebih baik. Dengan demikian masyarakat semakin memahami hak-haknya dan semakin kritis menanggapi intervensi dari pihak luar ke wilayah pesisir sebagai lahannya mencari penghidupan. Beberapa contoh yang bisa disampaikan yaitu Nelayan K wandang yang bisa mengelola kawasan lautnya sampai 3 mil dan telah diakui pemerintah Kabupaten Gorontalo , masyarakat TNB yang mampu mengkritisi program dan kebijakan yang bisa merugikannya. masyarakat Makawidey yang menduduki dan tetap berjuang merebut kembali areal Tokambahu, masyarakat Salurang yang menolak masuknya

OklOber - Desel1lber 2004

Masalah Pengelolaan Sumber Daya Perika"an (SDI) di Teluk Tomi"i 355

nelayan Philip ina yang melakukan praktek-praktek penangkapan ikan yang merusak di wilayahnya. Nelayan Pajeko dari Bunaken. Manado Tua dan Tumumpa yang berani menuntut ganti rugi atas tindakan perusakan rumponnya.

Terkait dengan hal terse but. masyarakat setempat juga harus bersikap asertif dalam menuntutkan kebijakan pengelolaan pesisir dan laut yang berpihak kepada kepentingan mereka. Sebagai contoh. Peraturan Kabupaten Minahasa tentang Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis Masyarakat telah bisa menjadi dasar hukum yang jelas dalam pengelolaan sumberdaya pesisir di Minahasa yang berpihak pada masyarakat pesisir. Perda ini dapat digunakan untuk menggagalkan pembangunan pelabuhan kontainer yang telah mendapat ijin prinsip dan ijin lokasi dari Bupati. yang tidak memberikan nilai tambah apapun bagi masyarakat pesisir. Beberapa Pemda lain juga tengah menggodok regulasi­regulasi yang semakin berpihak kepada masyarakat lokal. seperti Rancangan Peraturan Pemprop Sulut tentang pengelolaan pesisir dan Ranperda Gorontalo tentang Pengelolaan.

Membangun kemitraan. mengorganisir masyarakat secara intensif. mengembangkan pendidikan kritis merupakan strategi efektif dalam meredam potensi konflik yang laten antara unsur-unsur pemerintahan. pengusaha. dan masyarakat setempat. Mungkin diperlukan suatu organ yang dapat berfungsi seperti lembaga mediasi atau arbitrase yang bisa menyelesaikan konflik-konflik internal bahkan memberikan sanksi dalam menegakkan hal-hal yang telah disepakati bersama 49

Akar masalahnya adalah penegakan hukum yang tidak jalan sarna sekali. Fenomena yang tampak jelas adalah para pelaku perusakan ilegal justru mendapat insentif sedangkan yang menentangnya mendapat disinsentif. Hukum hanya berlaku bagi orang kecil atau pinggiran tapi tidak untuk oknum pejabat dan pengusaha besar. Masyarakat kecil yang bersusah payah mengumpulkan modal puluhan juta untuk membuat rumpon dalam sekejap diputuskan aparat hanya dengan dalih tidak memiliki ijin sesuai peraturan. Peraturan perijinan dibuat tanpa memihak rakyat kecil sarna sekali . Ijin hanya diberikan pada pengusahaan yang dapat memberikan keuntungan fiskal yang besar kepada pemda.

49 hup:llwww .keiola.or.id/annual_report02.htm

Nomor 4 Tahun XXXIV

356 Hukum dan Pembangunan

E. Kemungkinan Marginalisasi Nelayan Tradisional

Maksud pengelolaan bersama adalah untuk memaksimalkan eksploitasi kekayaan laut dan meminimalkan penangkapan ikan ilegal. Namun demikian jangan sampai lupa bahwa masyarakat nelayan perlu mendapat perhatian bahkan menjadi pusat perhatian dari rencana pengelolaan secara terpadu ini. Titik berat pengelolaan bersama harus diletakkan pada peningkatan kualitas hidup masyarakat nelayan dan bukan sekadar eksploitasi. Baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah setelah sekian lama tidak cukup memperharikan masyarakat di sepanjang pesisir Teluk Tomini yang hidup dalam kemiskinan dan keterbelakangan, padahal mereka tinggal di kawasan dengan potensi kekayaan yang demikian besar. Oleh karena itu kawasan pesisir Teluk Tomini justru menjadi kawasan yang rawan konflik, karena kecemburuan sosial sudah laten sifatnya di sana. Provokasi sedikit saja sudah sanggup memicu konflik yang berkepanjangan.

Salah satu strategi yang umumnya ditempuh untuk memperbaiki keadaan ini dengan menyediakan akses yang lebih baik bagi nelayan kepada modal kerja dan peralatan. Strategi yang demikian biasanya ditempuh oleh unsur-unsur pemerintahan dan masyarakat sipil. Selain modal kerja dan alat tangkap, pada umumnya pemerintah juga mengusahakan akses pasar pasar. Karena perusahaan yang bergerak dalam sektor industri perikanan di Teluk Tomini belum dapat dikatakan banyak, kondisi ini mendorong pemda-pemda di kawasan tersebut untuk juga merintis kerjasama dengan pengusaha-pengusaha dari luar kawasan bahkan luar negeri untuk membantu pemasaran ikan nelayan.

F. Ketertinggalan Sektor Industri Perikanan

Berdasarkan data yang diperoleh untuk sektor perikanan, sebenarnya produksi ikan tuna yang menjadi komoditas unggulan di program etalase menunjukan penurunan yang sangat tajam antara tahun 2001 ke 2002. Perkembangan ekspor menu rut sektor tahun 2001-2002 dengan jelas terlihat bahwa sektor perikanan, yaitu ikan layang beku, pada tahun 2001 volume ekspor sebesar 190.000 ton atau dengan nilai US$ 249, tahun 2002 meningkat 249,69 % menjadi 807.720 ton atau senulai US$ 807.736,65. Pada tahun tersebut kegiatan ekspor ikan tuna justru

Oktober - Desember 2004

Masaiah Pellgeioiaan Sumber Daya Perikanall (SDI) di Teiuk Tomini 357

mengalami penurunan yang cukup berarti di mana ikan tuna beku mencapai volume 23.000,00 ton atau senilai US$ 52.600, tahun 2002 volume ekspor turun 55,95 %, yakni hanya 11.625,00 ton atau senilai US$23 .170,0050

Hasil penelitian menunjukan, potensi perikanan Teluk Tomini mencapai 590.620 ton per tahun. Namun, tingkat pemanfaatannya masih sangat rendah, yakni 197.640 ton per tahun (33,46 persen). Kurang optimalnya pengelolaan sumber day a kelautan dan perikanan inilah yang ditengarai sebagai penyebab rendahnya pendapatan nelayan.51

G. Pennasalahan Kelestarian Lingkungan dan Sumberdaya Perikanan

Perikanan apabila dikaitkan dengan lingkungan, akan muncul dua permasalahan besar, yaitu oveifishillg dan pencemaran. Kedua permasalahan ini mengemuka di seluruh dunia, tidak hanya di negara-negara kecil atau negara-negara berkembang seperti Indonesia, namun juga di negara­negara maju maupun negara-negara industri seperti Amerika dan Jepang.

Permasalahan overfishing sebenarnya telah diusahakan dicarikan jalan keluarnya secara internasional melalui the UNEP Global Programme of Action for the Protection of the Marine Environment from Land based Activities namun dalam hal implementasi, ternyata kembali lagi kepada paradigma yang tidak berpihak pada lingkungan dari segi bisnis. Hanya sedikit dari 108 negara terutama negara-negara berkembang dan European Commission yang telah mengadopsi the UNEP Global Programme of Action for the Protection of the Marine Environment from Land based Activities melakukan implementasi dengan efektif International Plan of Action to Prevent, Deter and Eliminate Unreported and Unregulated Fishing. 52

Kondisi perikanan di wilayah Teluk Tomini untuk bag ian pesisirnya tidak dapat dikatakan sepenuhnya oveifishing karena lebih ke

50 Bisnis Indonesia, Gorontalo Mendulang Devisa Perikanan dan Jagung http://www.forek.or.id/detail.php? rubrik = potda&beritaID = 1714

51 Teluk Tomini, Surga Laut dengan Berjuta Peluang Jadi Rebutan, Batal Dideklarasikan, http://www.clgi.or.id/newsl view.asp?d _ dir_id =350&newsletterPage = 6&id = 1690

52 Mr. Nick Nuttall, Head of Media Services, United Nations Environment Programme (UNEP). Overfishing: a threat to marine biodiversity.

Nomor 4 Tahun XXXIV

358 Hukum dan Pembangunan

tengah lagi dari wilayah pesisir masih banyak terdapat ikan-ikan dan biota laut lain yang sering dicuri oleh nelayan-nelayan Thailand. Kondisi ini diakibatkan karena keterbatasan fasilitas dan kemampuan yang dimiliki oleh nelayan-nelayan di Teluk Tomini sehingga nelayan-nelayan asing dengan leluasa mengambil ikan dan biota laut di bagian tengah.

Pencemaran perairan pesisir dan lautan dapat dikelompokkan menjadi 7 kelas yaitu industri, limbah cair pemukiman (sewage), limbah cair perkotaan (urban stormwater) , pertambangan, pelayaran (shipping), pertanian dan perikanan budidaya (Dahuri200 1).53 Pencemaran rumah tangga tetjadi terutama di lingkungan pesisir yang berada dekat dengan pemukiman. Sumber pencemaran yang berasal dari limbah industri dan kapal-kapal di sepanjang wilayah pesisir umumnya mengandung logam bera!. Kandungan logam berat diperairan diperkirakan akan terus meningkat dan akan mengakibatkan terjadinya erosi dan pencucian tanah, masuknya sampah industri dan pembakaran bahan bakar fosil ke perairan dan atmosfer, serra pelepasan sedimentasi logam dari Lumpur aktif secara langsung.

Saat mi, terdapat perusahaan tambang yang menerapkan pembuangan limbah tailingnya ke laut (Sub Marine Tailing Disposal) di wilayah perairan kepulauan Sulawesi yaitu Newmont Minahasa Raya (NMR) sejak 1996 di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Setiap harinya 2.000 metrik ton tailing berbentuk pasta dibuang ke Perairan Buyat di Minahasa. Selain Newmont Minahasa Raya (NMR) yang berasal dari Amerika Serikat, terdapat perusahaan tambang lain juga yang berencana untuk menerapkan sistem pembuangan limbah serupa, di antaranya pertambangan Meares Soputan Mining di Likupang, Sulawesi Utara. 54

Masyarakat juga beberapa kali menemukan ikan-ikan yang mati bergelimpangan di pantai dengan ciri insang kebiruan dan berbau busuk. Ekosistem di Perairan Teluk Buyat telah terganggu dan tidak normal lagi karena kehadiran pembuangan tailing. Lokasi sekitar pipa pembuangan

53 Darsef, Faktor-Faktor Yang Berdampak Terhadap Lingkungan Pesisir, Pengantar Ke Falsafah Sains (PPS702) Program Pasca Sarjana ! S3 Institut Pertanian Bogor, Desember 2003 Posted 13 December 2003, hUp:llrudyct.topcities.com/pps702 _71034/darsef. htm.

54 Berdasarkan kaj ian dan berita yang dilakukan oleh WALHI: STD (Pembuangan Limbah Tambang ke Laut) dan Hancurnya Perikanan Rakyat, dalam situs http: //www.walhi.or.id/kampanye/tambang/buanglimbah/ tam _std _ hancur yerikanan.

Oktober - Desember 2004

Masalah Pengelolaan Sumber Daya Perikanan ISD/) di Teluk Tomini 359

tailing menerima dampak paling tinggi. " Kondisi yang terjadi di Teluk Buyat tersebut dapat dijadikan pelajaran agar tidak terulang di Teluk Tomini. Apabila tidak dilakukan tindakan pencegahan, maka dapat dipastikan Teluk Tomini akan bernasib sarna seperti Teluk Buyal.

Indonesia pun telah memiliki aturan yang sarna mengenai TSS ejjluen (asal limbah) ini pada Kepmen KLH No. 02 Tahun 1986. Disebutkan bahwa ambang batas TSS untuk ejjluen sebesar 400 mg/l. Walaupun ambang batas ini tampak sangat toleran dibanding negara industri, namun tetap saja tailing akan melampaui ambang batas tersebul. Praktek pembuangan tailing ke laut juga melanggar UU Lingkungan Hidup No. 23/1997 yairu ketenruan mengenai AMDAL. Salah saru cara adalah dengan mengimplementasikan rencana-rencana strategis yang dihasilkan di Johannesburg mengenai pembenrukan Wilayah Perlindungan Laut (Marine Protected AreasIMPAs) . MPAs dipercaya oleh para ahli merupakan jalan keluar dalam konservasi dan peningkatan persediaan ikan. Namun sayangnya, hanya saru persen dari laut di seluruh dunia merupakan MPAs.

IV. Penutup

A. Kesimpulan

I . Adanya berbagai ketenruan peraruran perundang-undangan memiliki relevansi dengan pengelolaan perikanan di Teluk Tomini seperti UU Perindustrian maupun UU perairan mensyaratkan adanya Izin Usaha Industri bagi pihak yang ingin melakukan kegiatan industri dan Izin Usaha Perikanan bagi pihak yang ingin melakukan usaha perikanan. Dalam pengelolaan bersama ini , maka seluruh pemerintah daerah di daerah Teluk Tomini dan pemerintah pusat, wajib mengatur lebih lanjut mengenai ketenruan perijinan ini. Namun belum diarur secara jelas kepada instansi apa harus meminta ijin dan harus ditetapkan pula prosedur perijinannya. Karena kegiatan pengelolaan perindustrian maupun perikanan di Teluk Tomini ini diharapkan dapat menarik minat investor baik asing maupun domestik, maka yang harus

" Ibid.

Nomor 4 Tahun XXXIV

360 Hukum dan Pembangunan

diperhatikan adalah agar supaya prosedur perij inan yang akan diberlakukan tidak bertele-tele dan lama, melainkan cepat dan efisien.

2. Permasalahan-permasalahan yang ditimbulkan oleh kebijakan, pengaturan dan kelembagaan pengelolaan sumber daya perikanan Teluk Tomini dewasa ini secara mendasar berawal dari munculnya konflik kewenangan antar-pemerintah daerah dan dengan pemerintah pusat dan berbagai permasalahan lain yang mengikutinya

3. Aspek-aspek hukum apa yang terdapat dalam rencana-rencana pengembangan dalam rangka pengelolaan secara terpadu sumber daya perikanan teluk Tomini?

4 . Aspek-aspek hukum dalam kaitannya dengan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance) dalam rangka pengelolaan bersama Teluk Tomini terdapat di dalam UU Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah Daerah memang menjadi kewenangan masing­masing daerah. Namun masih harus diperhatikan oleh seluruh stake holder kewenangan pemerintah pusat adalah mengenai penetapan kebijakan dan pengaturan eksplorasi , konservasi, pengelolaan dan pemanfaatan sumber day a alam perairan di wilayah laut di luar perairan 12 mil , termasuk perairan nusantara dan dasar lautnya serra Zona Ekonomi Eksklusif dan landas konrinen, penetapan kebijakan dan pengaruran pengelolaan dan pemanfaaran benda berharga dari kapal renggelam di luar perairan laur 12 mil, penetapan kebijakan dan pengaruran batas-baras maririm yang melipuri baras-baras daerah oronom di laut dan batas-baras ketenruan hukum laur internasional, penetapan standar pengelolaan pesisir pantai dan pulau-pulau kecil.

B. Rekomendasi

Berdasarkan penelitian sebagaimana telah diuraikan di bab-bab sebelumnya maka didapat beberapa rekomendasi untuk kepengelolaan bersama Teluk Tomini ini. Rekomendasi tersebut adalah:

1. Pengelolaan Teluk Tomini secara terpadu dan bersama-sama harus berdasarkan pada pnnslp-pnnslp pengelolaan terpadu yairu berkelanjutan dan bertanggung jawab, keseimbangan antara pemanfaatan dan pelesrarian sumber daya ikan, pengelolaan bersama dan terpadu dalam kegiatan-kegiatan perencanaan-pengendalian-

Ok/ober - Desember 2004

Masalah Pengelolaan Sumber Daya Perikanan (SDI) di Teluk Tomini 361

pengawasan-evaluasi, dan berbasis masyarakat. Selain berdasarkan pada prinsip-prinsip pengelolaan terpadu, pengelolaan Teluk Tomini juga harus didasarkan pada tata pemerintahan yang baik (good governance) agar tidak merugikan salah satu pihak yang terlibat atau terkait di dalamnya.

2. Ketersediaan ikan (fish stock) harus diperhatikan dalam pengelolaan Teluk Tomini agar tidak terjadi penurunan keanekaragaman jenis ikan maupun kelangsungan ekosistem di sekitarnya. Termasuk ke dalam ekosistem disini adalah kebutuhan manusia akan sumber daya ikan sehingga dengan terjaminnya persediaan ikan, bagi masyarakat pesisir yang sumber utama pangannya dari hasil Teluk Tomini dapat berlangsung sampai ke generasi selanjutnya dan terjamin pula tingkat kesejahteraannya.

3. Masyarakat pesisir di sekitar wilayah Teluk Tomini hendaknya diikutsertakan dan pendapat mereka dihargai karena bagaimanapun juga mereka yang paling mengenal dan mengetahui situasi dan kondisi di Teluk tersebut. Peran serta dan suara masyarakat pesisir dapat diakomodir dalam banyak hal, misalnya saja pembentukan peraturan Teluk Tomini untuk pariwisata, penangkapan ikan, peraturan internal antar nelayan tradisional, perjanjian bagi hasil antara nelayan dengan pemerintah daerah, ataupun pengawasan baik itu kegiatan penangkapan ikan illegal maupun pembuangan limbah ke Teluk.

4. Terkait dengan ketentuan internasional maka pemerintah daerah kabupaten/kota tidak mengeluarkan ketentuan yang bertentangan dengan ketentuan internasional. Tolok ukur yang dapat digunakan disini adalah hanya berpedoman pad a ketentuan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Apabila ketentuan pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan pemerintah pusat, maka dapat dipastikan ketentuan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan internasional. Hal ini dikarenakan ketentuan pemerintah pusat harus sesuai dengan ketentuan internasional dimana Indonesia telah setuju untuk menaatinya melalui ratifikasi perj anj ian internasional.

Namar 4 Tahun XXXIV

362 Hukum dan Pembangunan

Daftar Pustaka

I. Buku dan Makalah

Departemen Kelautan dan Perikanan. Fasilitasi Kerjasama Pengelolaan SDKP Teluk Tomini.

Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Sulawesi Tengah. "Konsep Pengembangan Perikanan dan Kelautan Regional Sulawesi."

Studi Awal Pengembangan Dan Pengelolaan Perikanan dan Kelautan Provinsi Gorontalo. Draft Laporan Akhir. Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir Dan Lautan Institut Pertanian Bogor.

II. Peraturan

_ _ . Undang-Undang tentang Perikanan. UU No.5 Th. 1985. __ . Undang-Undang tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

dan Ekosistemnya. UU No.5 Th. 1990. __ . Undang-Undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. UU No.

23Th . 1997.

Konvensi Hukum Laut PBB 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea 1982).

The UN Agreement for the Implementation of the United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 relating to the Conservation and Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks (UN Fish Stocks Agreement)

III. Artikel

"Arah dan Kebijakan Eksplorasi Laut dan Perikanan. ·· < http://www.indoocean.com/fishery/ DELP/program-delp.htm > .

"Otorita Teluk Tomini Untungkan Sulteng". < http://www.radarsulteng.com/berita/ index.asp ?berita = Sulawesi % 20Tengah&id = 26320> .

"Parigi Moutong, Kabupaten Maritim di Bibir Teluk Tomini". < h!!p: Ilwww.kompas.com/kompas­cetakI0401l15/otonomil803183 .htm> .

Oktober - Desemba 2004

Masalah Pengelolaan Sumber Daya Perikanan (SDI) di Teluk Tomini 363

"Pemprov Sulteng Boikot Seminar Otorita Teluk Tomini?". < http://www.radarsulteng.com/ beritalindex.asp?berita=Sulawesi %20Tengah&id=26585 >.

"UNDP akan Kucurkan Dana Rp 2 Triliun untuk Pengembangan Otorita Teluk Tomini". < http://www.radarsulteng.com/berita/index. asp?berita = Sulawesi % 20Tengah&id=26669 >.

"What is Good Governance?". < http://www.unescap.org/huset/gg/governance.htm >. 16 Februari 2004.

Argyris, Chris. Single-Loop and Double-Loop Models in Research on Decision Making. Administrative Science Quarterly 21:363-377. < http://search.epnet.com/direct. asp?an =401437 8&db=buh&tg=AN> .

Cohen, Michael D., James G. March, dan Johan P. Olsen .. "A Garbage Can Model of Organizational Choice." Administrative Science Quarterly 17: 1-25. 1972.

Edmondson, Amy C. "Framing for Learning: Lessons in Successful Technology implementation. " California Management Review 45:34-54. http://search.epnet.com/ direct.asp?an=9463628&db=buh&tg=AN>.2003.

GoaIlQPC. "The Problem Solving Memory Jogger: Seven Steps to Improved Processes." Salem: NH, 2000, http://www .hsr. umn. edu/wwwpages/PHA/Problem Solvingl Problem Solving Steps.htm>.

Mangitung, Z. "Menyongsong Lahirnya Otorita Teluk Tomini". < http://www.radarsulteng.com/ beritalindex. asp?berita = Opini&id =26358 > .

Wijaya, Fatik. "Desentralisasi Pembangunan Kedaulatan Rakyat Jumat, < http://www.clgi.or.id/news/ &newsletterPage=6&id= 1678 >.

Nomor 4 Tahun XXXIV

Kelautan dan Perikanan." 3 Oktober 2003, view.asp?d dir id = 350