Masail Fiqhiyyah - Akad Nikah dengan Teknologi Baru

18
i AKAD NIKAH DENGAN TEKNOLOGI BARU MAKALAH Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Nilai Mata Kuliah Masail FiqhiyyahDosen Pengampu : Dr. Muhammad Sarbini, M.H.I. Di Susun Oleh : FUAD HASAN NIM 201321042 FAKULTAS TARBIYAH JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-HIDAYAH BOGOR-INDONESIA 2016 JL. Raya Dramaga Km 6, Gg. Radar Baru, Kel. Margajaya, Kec. Bogor Barat Kab. Bogor Jawa Barat Telp./ Fax : (0251)-8625187

Transcript of Masail Fiqhiyyah - Akad Nikah dengan Teknologi Baru

Page 1: Masail Fiqhiyyah - Akad Nikah dengan Teknologi Baru

i

AKAD NIKAH DENGAN TEKNOLOGI BARU

MAKALAH

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Nilai Mata Kuliah

“Masail Fiqhiyyah”

Dosen Pengampu : Dr. Muhammad Sarbini, M.H.I.

Di Susun Oleh :

FUAD HASAN

NIM 201321042

FAKULTAS TARBIYAH

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

AL-HIDAYAH BOGOR-INDONESIA

2016

JL. Raya Dramaga Km 6, Gg. Radar Baru, Kel. Margajaya, Kec. Bogor Barat

Kab. Bogor Jawa Barat Telp./ Fax : (0251)-8625187

Page 2: Masail Fiqhiyyah - Akad Nikah dengan Teknologi Baru

i

KATA PENGANTAR

Maha Suci bagi Alloh subhanahu wata‟ala dan segala puji hanya milik-

Nya. Penggenggam segala sesuatu yang telah memberikan kemudahan kepada

hamba-hamba-Nya dalam melakukan segala aktifitas. Sholawat serta Salam

semoga dilimpahkan selalu kepada sebaik-baiknya manusia yaitu Nabi

Muhammad shalallahu „alaihi wasalam kepada para sahabatnya, keluarganya,

tabi’in, tabi’ut-tabi’in dan para umatnya yang tetap berpegang teguh memegang

risalahnya.

Alhamdulillah berkat Rahmat dan Hidayah Alloh subhanahu wata‟ala,

kami dapat menyelesaikan penulisan tugas makalah ini sesuai dengan waktu yang

telah ditentukan serta sebagai syarat untuk memenuhi nilai mata kuliah

“MASAIL FIQHIYYAH” semester lima, STAI AL-HIDAYAH BOGOR.

Kami menyadari pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan

dan banyak kekurangan. Untuk itu dengan segala kerendahan hati kami

mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun.

Semoga segala partisipasi dan bantuan dari semua pihak dalam

penyusunan makalah ini menjadi amal ibadah di sisi Alloh dan mendapat balasan

yang tak terhingga.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya

dan umumnya bagi seluruh mahasiswa.

Bogor, Maret 2016

Penyusun

Page 3: Masail Fiqhiyyah - Akad Nikah dengan Teknologi Baru

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................ i

DAFTAR ISI………. . ....................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1

A. Latar Belakang …………………………………………………. 1

B. Rumusan Masalah ……………………………………………… 2

C. Tujuan Penulisan ........................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN . .............................................................................. 3

A. Untuk Mengetahui Tentang Akad Nikah ..................................... 3

B. Keabsahan Hukum Ijab Kabul Dalam Perkawinan Melalui

Teknologi Baru………………………………………………….. 6

C. Analisis Hukum Akad Dengan Teknologi Baru ……………….. 9

D. Pandangan Masyarakat Akad Nikah Lewat Telepon Menurut

Islam ……………………………………………………………. 11

BAB III PENUTUP ..... …………………………………………………………13

A. Kesimpulan .. ............................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. 15

Page 4: Masail Fiqhiyyah - Akad Nikah dengan Teknologi Baru

[1]

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai fuqoha’ dalam mengemukakan hakekat perkawinan hanya

menonjolkan aspek lahiriyah yang bersifat normatif. Seolah-olah akibat sahnya

sebuah perkawinan hanya sebatas timbulnya kebolehan terhadap sesuatu yang

sebelumnya sangat dilarang, yakni berhubungan badan antara laki-laki dengan

perempuan. Dengan demikian yang menjadi inti pokok pernikahan itu adalah akad

(pernikahan) yaitu serah terima antara orang tua calon mempelai wanita dengan

calon mempelai laki-laki.

Perkawinan umat Islam di Indonesia juga mengacu pada pedoman hukum

Islam. Dengan perkataan lain hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia sesuai

dengan hukum Islam sebagaimana pemahaman kalangan fuqoha’. Perkawinan

juga bertujuan untuk memperluas dan mempererat hubungan kekeluargaan, serta

membangun masa depan individu keluarga dan masyarakat yang lebih baik. Oleh

karena itu, jika telah ada kesepakatan antara orang pemuda dengan seorang

pemudi untuk melaksanakan akad nikah pada hakekatnya kedua belah pihak telah

sepakat untuk merintis jalan menuju kebahagiaan lahir batin melalui pembinaan

yang ditetapkan agama.

Page 5: Masail Fiqhiyyah - Akad Nikah dengan Teknologi Baru

[2]

B. Rumusan Masalah

Dengan adanya latar belakang yang tertulis diatas dapat kita

mengetahui apa saja yang akan dibahas dalam pembahasan ini dibawah ini

diantaranya :

a. Untuk Mengetahui Pengertian Tentang Akad Nikah Dengan Teknologi

Baru

b. Keabsahan Suatu Hukum Ijab Qabul Dalam Perkawinan Melalui

Teknologi Baru

c. Analisis Hukum Akad Nikah Teknologi Baru

d. Pandangan Masyarakat Akad Nikah Lewat Telepon Menurut Islam

C. Tujuan Penulisan

Adapun Tujuan Penulisan Makalah Ini Untuk :

a. Mengetahui apa saja yang dibahas dalam pernikahan dengan teknologi

baru.

b. Untuk mengetahui hukum-hukum diperbolehkan atau tidak dalam

pernikahan dengan teknologi baru.

Page 6: Masail Fiqhiyyah - Akad Nikah dengan Teknologi Baru

[3]

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Akad Nikah

Nikah ialah akad yang menghalalkan kedua belah pihak (suami dan istri)

menikmati pihak satunya1. Secara etimologi nikah berasal dari kata “Nakaha-

Yankihu” berarti mengawini dan menggauli, bermakna juga “dhomma wa jama’a”

berarti menghubungkan atau menghimpun, dan dalam perkataan arab bermakna

“al-wath-u” berarti bersetubuh. Sedangkan secara terminologi nikah berarti

melaksanakan akad dengan seorang wanita dengan maksud untuk mendapatkan

kenikmatan dengannya dan mendapatkan anak (keturunan) serta manfaat-manfaat

yang lain yang ada hubungan dengan berbagai kemaslahatan dilaksanakan nikah.

Dalam hukum Islam syarat sahnya pernikahan adalah akad. Akad nikah

adalah dua istilah yang terdiri dari lafadzh akad dan nikah. Akad menrurut bahasa

(lughah) ngakhodza – yagkhidzu – ngakhdzan yang berarti mengikat sesuatau dan

juga bisa dikatakan seseorang yang melakukan ikatan. Sedangkan menurut Al-

Zurjani adalah suatu ikatan yang membolehkan untuk melakukan sesuatu dengan

adanya ijab dan Kabul. Sedangkan nikah menurut Kamal Muchtar dalam

pemakian bahasa sehari-hari, perkataan “nikah” dalam arti sebenarnanya jarang

sekali dipakai pada saaat ini.

Ta’rif pernikahan ialah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi

hak dan kewajiban serta tolong menolong antara seorang laki-laki dengan seorang

perempuan yang bukan mahram. Faedah yang terbesar dalam pernikahan yang

sejati dalam Islam adalah bermaksud untuk kemaslahatan dalam rumah tangga

dan keturunan, juga untk kemaslahatan masyarakat. Oleh sebab itu, syariat Islam

mengadakan beberapa peraturan untuk menjaga kemaslahatan pernikahan2.

1 Abu Bakr Jabir Al- jazairi, Ensiklopedia Muslim Minhajul Muslim, (Jakarta Darul Falah), hal.

574 2 Sulaiman Rasdi, Fiqh Islam, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2012), hal. 374-375

Page 7: Masail Fiqhiyyah - Akad Nikah dengan Teknologi Baru

[4]

Akad (nikah dari bahasa Arab عقد) atau ijab qabul, merupakan ikrar

pernikahan. Yang dimaksud akad pernikahan adalah ijab dari pihak wali

perempuan atau wakilnya dari qabul dari pihak calon suami atau wakilnya.

Menurut syara’ nikah adalah satu akad yang berisi diperbolehkannya melakukan

persetubuhan dengan menggunakan lafadz انكاح(menikahkan) atau تزويج

(mengawinkan). Kata nikah ini sendiri secara hakiki bermakna akad dan secara

majazi bermakna persetubuhan menurut pendapat yang shohih.

Dari pengertian kata akad nikah dan nikah diatas, dapat diambil beberapa

rumusan pengertian akad nikah, yaitu menurut hokum syara’: akad nikah atau

perkawinan adalah suatu yang membolehkan seseorang untuk melakukan

persetubuhan dengan menggunakan lafadz “pernikahan atau mengawinkan”. Yang

diikuti dengan pengucapan ijab qabul antara wali dan calon mempelai laki-laki,

dengan jelas dengan tidak terselang oleh pekerjaan lainnya3.

Pada bagian lain Kamal Muctar juga mengatakan para ahli fiqh

mengartikan “nikah” menurut arti “kiasan”. Mereka berbeda pendapat tentang arti

kiasan yang mereka pakai. Imam Abu Hanifah memakai arti “setubuh”, sedang

Imam Asy-syafi’imemakai arti “mengadakan perjanjian perikatan”.

Adapun rukun dari nikah itu sendiri secara umum terdiri dari :

1). Adanya mempelai laki-laki

2). Adanya mempelai wanita

3). Adanya wali dari pihak mempelai wanita

4). Adanya dua orang saksi dan

5). Adanya akad nikah ( ijab kabul ).

3 Beni Ahmad Saebani, Fiqih Munakahat 1, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2001), Hal 200-201

Page 8: Masail Fiqhiyyah - Akad Nikah dengan Teknologi Baru

[5]

Akad nikah merupakan syarat wajib dalam proses atau ucapan perkawinan

menurut Islam akad nikah boleh dijalankan oleh wali atau diwakilkan kepada juru

nikah.

Syarat (akad) yaitu adanya akad itu jelas keluar dari lafadz نكاحatau تزويج

(aku nikahi) walaupun akad tersebut tanpa menggunakan bahasa arab sekitarnya

kedua lafadz itu dipahami oleh dua orang yang akad dan dua saksi.

Dan tidak sah akad nikah kecuali dengan wali yang adil, atau orang yang

mendapatkan ijin wali. Syarat dalam wali itu disyaratkan tidak fasiq di sebagian

nusakh itu harus wali laki-laki yang lebih diunggulkan dari pada wanita, karena

sesungguhnya wanita itu tidak bisa menikahkan diri sendiri atau menikahkan

orang lain.

Dimana dari masing-masing rukun itu sendiri terdapat syarat-syarat yang

harus dipenuhi demi sahnya perkawinan, syarat-syarat tersebut tersebut yaitu :

1). Kedua mempelai haruslah dari keluarga yang berbeda, maksudnya

bukan dari adanya nasab (Keturunan), ataupun dari anak sesusuan, serta tidak ada

paksaan serta nyata,

2). Untuk wali dan dua orang saksi haruslah orang Islam, baligh, merdeka

dan haruslah laki-laki serta adil4

Para fuqoha telah sepakat bahwa ijab qabul haruslah bersambung, kecuali

fuqoha Malikiyah. Yang dimaksud bersambung dalam hal ini ialah masih terikat,

tidak keluar dari konteks yang dihadapi. Karena itu dengan melihat ijab qobul dan

dan saksi, maka dapat dipahami mengapa para fuqoha sepakat mensyaratkan akad

nikah itu hendaknya dilakukan dalam satu “majlis”. Artinya, baik wali ataupun

yang mewakilinya, calon suami ataupun yang mewakilinya dan kedua orang saksi,

semuanya dapat terlibat langsung dalam pelaksaan ijab dan qobul.

4 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Pent : Kamaludin A. Marzuki (Bandung : PT,Al Ma;arif , 1987),

Cet, 1, Hal, 355-357.

Page 9: Masail Fiqhiyyah - Akad Nikah dengan Teknologi Baru

[6]

Selain itu masalah suara yang terdengar lewat telepon apakah betul-betul

suara yang bersangkutan? Artinya suara-suara yang terlibat dalam satu akad

nikah. Untuk mengetahui mengetahui dari siapa suara dalam telepon, sudah

barang tentu harus dilihat dahulu:

a. Antara kedua belah pihak terlibat dalam pembicaraan terlebih dahulu

harus mengenal sebelumnya.

b. Apakah suara itu langsung atau rekaman, hal ini dapat diuji konteks

pembicaraan kedua belah pihak untuk keaslian suara5.

Keabsahan Hukum Ijab Qabul Perkawinan Melalui Teknologi Baru

Perkawinan melaui teknologi maju telekomunikasi baik melalui telepon

maupun video teleconference, dipandang memenuhi syarat-syarat perkawinan

menurut hukum-hukum Islam. Permasalahan yang akan muncul apabila

membicarakan keabsahan perkawinan melalui media telekomunikasi, tidak lain

oleh karena menurut hokum Islam dan bebereapa syarat dalam melaksanakan

akad pernikahan dipenuhi yaitu, pertama akad dimulai dari ijab lalu diikuti dengan

qobul, yang kedua materi ijab dan qobul tidak boleh berbeda dan ijab qobul harus

diucapkan secara berkesinambungan tanpa ada jeda, ijab dan qobul terucap

dengan lafadz yang jelas, ijab dan qobul antara calon pengantin pria dengan wali

nikah harus diucapkan dalam satu majelis. Sebaiknya perkawinan dilakukan

apabila dilakukan dalam satu majelis, sehingga menunjang berkeseimbanagan

waktu pengucapanya ijab dan qobul yang merupakan penentu sah atau tidaknya

suatu perkawinan. Hal ini jugaa salah satu kebiasaan warga Indonesia yang

bermayoritas agama Islam dalam melangsungkan perkawinan. Persoalan “satu

Majelis” diatas bukan merupakan suatu syarat sah perkawinan, tetapi hanya

sekedar tata cara dan atau suatu kebiasaan yang telah lama dilakukan di Indonesia.

Tata cara perkawinanan melalui media telepon atau teleconference tidak

diatur dalam Undang-Undang, artinya diserahkan sepenuhnya kepada mereka

yang hendak melaksanakan melalui media telekomunikasi. Keterkaitan antara

5 Ajat Sudrajat, Fiqih Aktual (Ponorogo : STAIN Ponorogo Press, 2008), 92

Page 10: Masail Fiqhiyyah - Akad Nikah dengan Teknologi Baru

[7]

keseimbangan waktu dan satu majelis sangat erat, oleh karena itulah terdapat 2

(dua) golongan besar fiqih yang menafsirkan pengertian keterkaitan ini:

a. Golongan fiqih pertama dikemukakan oleh Syafi’i, Hanafi dan Hambali,

menafsirkan keterkaitan antara keseimbangan waktu dalam satu majelis. Menurut

golongan ini berkesinambungan waktu tidak lain itu pelaksanaan ijab dan qobul

yang masih saling berkaitan dan tidak ada jarak tenggang yang memisahkan

keduanya, oleh sebab itu disaksikan langsung oleh para saksi karena tugasnya

untuk memastikan secara yakin keabsahan ijab dan qobul tersebut secara

redaksional maupun kepastiannya. Secara jelas terlihat bahwa dengan adanya

kesinambungan waktu antara pengucap ijab dan Kabul, maka diperlukan adanya

kesatuaan majelis.

Satu majelis yang artinya oleh jumhur ulama (mayoritas) difahamkan

dengan kehadiran mereka dalam satu tempat secara fisik. Pendapat ini dikeluarkan

oleh ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah, dan mereka juga pendapat

bahwa surat adalah kinayah. Hal ini beda dengan Hanafiyyah, beliau memahami

satu majlis bukan dari segi fisik para pihak, namun hanya ijab dan qabul para

pihak harus dikatakan di satu tempat dan secara berkontiu. Dari pendapat ini,

Hanafiyyah memperbolehkan akad nikah melalui surat, asalkan surat tersebut

dibacakan didepan saksi dan pernyataan dalam surat segera dijawab oleh pihak-

pihak. Menurut Hanafi, surat yang dibacakan di depan saksi dapat dikatakan

sebagai ijab dan atau qabul dan harus segera dijawab. Dari pendapat Hanafiyyah

tersebut, menurut KH. Sahal Mahfudz dapat dianalogkan bahwa pernikahan

dianggap sah hukumnya dilakukan lewat media komunikasi seperti internet,

teleconference.

Sedangkan menurut yang shohih (ada yang mengatakan al-Madzhab) dari

Ulama syafi'iyyah, ijab qabul tidak boleh dilakukan melalui surat-menyurat. Baik

ijab kabul dalam transaksi muammalat lebih-lebih dalam pernikahan. Mereka

beralasan bahwa ijab kabul adalah suatu sarana untuk menjukkan kedua belah

pihak saling ridla akan adanya transaksi, dan ridla tidak bisa diyakinkan hanya

melalui sepucuk surat. Selain itu, surat tidak cukup kuat dijadikan alat bukti oleh

saksi apa bila telah terjadi persengketaan tentang akad tersebut. Solusi yang

ditawaran oleh Syafi'iyyah adalah dengan mewakilkan akad pernikahan kepada

Page 11: Masail Fiqhiyyah - Akad Nikah dengan Teknologi Baru

[8]

seseorang, kemudian wakil tersebut hadir dalam majlis akad pernikahan. Jika

demikian (mewakilkan akad), maka para ulama sepakat bahwa transaksi yang

diwakilkan hukumnya sah. Rasulullah SAW sendiri pernah mewakilkan

pernikahannya kepada Amr bin Umiyyah dan Abu Rafi'.

Jumhur Ulama sepakat pernikahan tidak sah kecuali dengan hadirnya saksi-

saksi. Kecuali ulama Malikiyyah, mereka tidak mensyaratkan adanya saksi,

namun pernikahan wajib diumumkan kepada halayak umum. Bagi ulama yang

mewajibkan adanya saksi mensyaratkan sebagai berikut:

- Aqil Baligh

- Merdeka

- Islam

- Dapat Mendengar dan Melihat

Dari empat syarat daripada saksi di atas, hanya satu yang akan kita bahas

bersama yaitu syarat mendengar dan melihat. Mendengar dan melihat adalah dua

komponen yang harus bersama-sama. Tidak cukup hanya mendengar suara pihak-

pihak tanpa adanya wujud secara fisik, begitu juga hanya melihat wujud fisik para

pihak, namun tidak mendengar suara Ijab Qobulnya.

Dari syarat tersebut, Syafi'iyyah sepakat menolak bahwa akad nikah yang

dilakukan melalui pesawat telepon tidak sah, karena para saksi tidak melihat fisik

para pihak. Hal ini karena tujuan saksi adalah mengantisipasi terjadinya

persengketaan akad, dan mereka (saksi) tidak dapat diterima jika hanya

mendengar suara tanpa rupa. Pendapat ini juga ditegaskan oleh Muhammad Abu

Bakar Syatha, bahwa saksi harus melihat dan mendengar ijab qabul secara

langsung keluar dari mulut para pihak. Alasan dari pendapat ini adalah, bahwa

seorang saksi harus dapat meyakini hal yang disaksikan dan tidak boleh hanya

prasangka, sebab mendengar suara tanpa melihat rupa tidak dapat menimbulkan

suatu keyakinan dalam hati saksi. Namun ada yang menarik dari pendapat Ibnu

Hajar Al-Astqolani, jika saksi meyakini bahwa yang ia dengar adalah betul suara

para pihak dengan adanya indikasi-indikasi, maka hukumnya diperbolehkan.

Indikasi tersebut seperti contoh, ia meyakini bahwa di dalam kamar hanya ada

satu orang bernama Zaed dikarenakan ia sendiri telah memeriksa ke dalam kamar.

Kemudian ia mendengar suara dari dalam kamar tersebut dan meyakini suara itu

Page 12: Masail Fiqhiyyah - Akad Nikah dengan Teknologi Baru

[9]

adalah suara Zaed. Jika demikian maka kesaksian saksi dengan hanya mendengar

suara di dalam kamar diperbolehkan, sebab dalam benaknya ada keyakinan. Dari

pendapat Ibnu Hajar tersebut dapat kita tarik benang merah bahwa, jika yang hadir

dalam majlis tersebut (termasuk saksi) meyakini karena adanya indikasi-indikasi

kuat bahwa yang sedang berbicara atau yang sedang dilihat dalam telekomference

memang pihak yang bersangkutan, maka akad pernikahan hukumnya

diperbolehkan dan sah

b. Golongan fiqih kedua, dikemukakan oleh Maliki, menafsirkan

“berkesinambungan waktu’ itu dapat diartikan ijab dan qobul tidak menjadi rusak

dengan adanya pemisahan sesaat. Misalnya dengan adanya khutbah sebentar. Jadi

dalam hal ini, pihak-pihak yang terlibat harus dalam satu majelis tidak menjadi

peryaratan perkawinan.

B. Analisis Hukum Akad Nikah Teknologi Baru

Perkawinan melalui teknologi telekomunikasi adalah sah. Jik hal tersebut

disebabkan akad nikah pada perkawinan yang dimaksud telah memenuhi rukun

dan syarat sah perkawinan. Mengenai ijab dan qobul yang tidak dilakukan dalam

satu majelis secara fisik menurut ahli fiqih yaitu Hambali, Hanafi dan Maliki

seperti dijelaskan di atas. Seperti halnya kaidah fiqliyah “al mashaqhotu

tajlibultaishiiro” kesukaran itu dapat menarik kemudahan6. Nikah melalui telepon

pun dapat diartikan juga sebagai suatu bentuk pernikahan yang transaksi ijab

qoabulnya melalui telepon, jadi antara mempelai laki-laki dan memepelai wanita,

wali dan saksi itu tidak bertatapan. Tetapi sebelum mengkaji lebih dalam

mengenai hukum dari nikah yang dilakukan lewat telepon, penulis akan

mengangkat sebuah kasus pernikahan melelui telepon, antara Rita Sri Mutiara

Dewi yang berasal dari jl. Cibeureum, cimahi dengan wiriadi sutisno yang berasal

dai amerika Serikat. Dimana perkawinan mereka dilakukan melalui Internet

dengan hanya memandang lewat screen.

6 Ridho Rokamah, al-qowa‟id al-Fiqhiyah (Ponorogo : STAIN Ponorogo Press, 2010), 47.

Page 13: Masail Fiqhiyyah - Akad Nikah dengan Teknologi Baru

[10]

Dari kasus tersebut penulis ingin mengemukakan beberapa hal pernikahan

yang dilakuka melalui telepon, setidaknya ada beberapa pendapat yang

mengomentari masalah tersebut, diantaranya :

a. Membolehkan, para ulama yang membolehkan nikah yang akadnya lewat

telepon mengatakan bahwa nikah yang seperti ini sudah digambarkan pada masa

Rasululloh shalallohu a‟alaihi wasallam, hal ini sebagimana digamnbarkan dalam

hadits : Artinya “ Bahwasanya ummu Habibah adalah Istri Ubaidillah bin jatsy,

Ubaidillah meninggal dinegeri Habasyah maka raja Habasyah (Semoga Alloh

memberi rahmat padanya) menikahkan Ummu Habibah kepada Nabi, Shalallohu

„alaihi wasallam, ia bayarkan mahrnya sebesar 4000 dirham, lalu ia kirimkan umu

Habibah kepada Nabi Shalallohu „alaihi wasallam, bersama surah Bil bin

Hasanah lalu Nabi Shalallohu „alaihi wasallam menerimanya (HR.Abu Daud dan

Nasa’i).

Dalam hadits tersebut para ulama yang mengemukakan diperbolehkannya

nikah tanpa adanya pertemuan antara kedua mempelai itu berpendapat bahwa

menikahkan seorang wanita kepada laki-laki tanpa keduanya itu boleh-boleh saja,

asal keduanya sama-sama suka, bahkan menurut mereka (Ulama) model

pernikahan seperti jauh lebih aman asal sudah saling mengenal watak dan

kepribadian masing-masing sebelumnya.

b. Tidak membolehkan, kebanyakan ulama bahwa pernikahan melalui telepon

itu tidak sah disebabkan karena factor ketidak jelasan dari para mempelai baik

mempelai lelaki maupun dari pihak mempelai wanita, hal ini disebabkan karena

dapat memungkinkan adanya unsur penipuan, sebab suara yang didengar lewat

telepon dapat dipalsukan artinya hal ini dapat menyebabkan adanya ketidak

jelasan dalam perkawinan itu sendiri. Padahal dalam sebuah perkawinan diantara

syarat dari kedua mempelai adalah adanya kejelasan dari mempelai itu sendiri.

Pelaksanaan akad via telepon tersebut hendaknya juga jangan dilandasi oleh

lelah atau untuk gagah-gagahan apalagi untuk mencari sensasi atau popularitas,

sebab hal itu mengarah kepada ria dan sum’ah, yang keduanya dilarang oleh

agama. Pelaksaan akad nikah via telepon hendaknya dilakukan karena adanya

Page 14: Masail Fiqhiyyah - Akad Nikah dengan Teknologi Baru

[11]

sebab-sebab khusus yang mengarah kepada kesulitan atau darurat. Misalnya

dalam keadaan terpaksa dimana masing-masing tinggal berjauhan yang tidak

mungkin untuk bertemu dalam satu majelis7.

C. Pandangan Masyarakat Akad Nikah Lewat Telepon Menurut Islam

Masyarakat merupakan sekumpulan orang yang hidup di suatu wilayah

yang memiliki aturan atau norma yang mengatur hubungan satu sama lain. Pola

hubungan antar individu dalam masyarakat tersebut pada dasarnya memiliki nilai-

nilai yang di akui bersama dan di abadikan dalam norma dan aturan yang pada

umumnya tidak diverbalkan8.

Misalnya, identitas calon suami istri perlu dicek ada atau tidaknya hambatan

untuk kawin (baik karena adanya larangan agama atau peraturan perundang-

undangan) atau ada tidaknya persetujuan dari kedua belah pihak. Pengecekan

masalah ini lewat telepon sebelum akad nikah adalah cukup sukar. Demikian pula

pengecekan tentang identitas wali yang tidak bisa hadir tanpa taukil, kemudian ia

melangsungkan ijab qabul langsung dengan telepon. Juga para saksi yang sahnya

mendengar pernyataan ijab qabul dari wali dan pengantin putra lewat telepon

dengan bantuan mikropon, disini pun terdapat pula pandangan dari beberapa

ulama tentang menikah lewat telepon, karena nikah lewat telepon itu tidak sah dan

dibolehkan menurut Hukum Islam, karena selain terdapat kelemahan atau

kekurangan dan keraguan dalam memenuhi rukun-rukun nikah dan syarat-

syaratnya sebagaimana diuraikan diatas, juga berdasarkan dalil-dalil syara’

sebagai berikut :

a. Nikah itu termasuk ibadah. Karena itu, pelaksanaan nikah harus sesuai dengan

tuntunan al-Qur’an dan sunnah nabi yang shahih, berdasarkan kaidah hukum:

االصل فى العبادة حرام

“Pada dasarnya, ibadah itu haram”.

Artinya, dalam masalah ibadah, manusia tidak boleh membuat-buat (merekayasa

aturan sendiri).

7 Ajat Sudrajat, Fiqih Aktual, 93

8 Abdul Latif, Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan, (Bandung Rafika Aditama, 2009), Hal.

33

Page 15: Masail Fiqhiyyah - Akad Nikah dengan Teknologi Baru

[12]

b. Nikah merupakan peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan manusia,

dan itu bukanlah sembarangan akad, tetapi merupakan akad yang mengandung

sesuatu yang sacral dan syiar islam serta tanggungjawab yang berat bagi suami

istri, sebagaimana firman Allah dalam al-Quran surat nisa’ ayat : 21.

“Artinya, Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian

yang kuat”. (QS. Nissa’: 21)

c. Nikah lewat telepon mengandung risiko tinggi berupa kemungkinan adanya

penyalahgunaan atau penipuan (gharar/khida‟), dan dapat pula menimbulkan

keraguan (confused atau syak), apakah telah dipenuhi atau tidak rukun-rukun dan

syarat-syarat nikahnya dengan baik. Dan yang demikian itu tidak sesuai dengan

hadist Nabi atau kaidah fiqih.

- “Tidak boleh membuat mudarat kepada diri sendiridan kepada orang lain”.

- Hadits Nabi Shalallohu a‟alaihi wasallam“Tinggalkanlah sesuatu yang

meragukan engkau, (berpeganglah) dengan sesuatu yang tidak meragukan

engkau”.

- “Menghindari mafsadah (resiko) harus didahulukan atas usaha menarik

(mencari) maslahah”.

Membahas tentang hukum pernikahan via telekomference tidak bisa lepas

dari pembahasan rukun dan syarat pernikahan. Meskipun para ulama terjadi

perbedaan pendapat tentang rukun-rukun dan syarat-syarat pernikahan, namun

pada dasarnya mereka sepakat bahwa shighat ijab qabul adalah salah satu dari

rukun yang harus dilaksanakan. Selain itu, Hanafiyyah, Syafi'iyyah, dan

Hanabillah sepakat bahwa pernikahan harus dihadiri oleh dua orang saksi, kecuali

Malikiyyah yang tidak mensyaratkan adanya saksi dalam akad perkawinan.

Namun sebaliknya, beliau mensyaratkan adanya i'lan (pemberitahuan) pernikahan

kepada halayak umum. Meskipun selain ijab qabul dan saksi masih ada rukun-

rukun pernikahan yang lain, namun dua rukun tersebut sangat perlu adanya

pembahasan secara mendetail dan mendasar untuk dapat menjawab dan

menghukumi pernikahan via telekomference. Sebab pernikahan via

telekomference erat sekali hubungannya dengan masalah shighat dan saksi.

Page 16: Masail Fiqhiyyah - Akad Nikah dengan Teknologi Baru

[13]

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Nikah ialah akad yang menghalalkan kedua belah pihak (suami dan istri)

menikmati pihak satunya. Akad (nikah dari bahasa Arab عقد) atau ijab qabul,

merupakan ikrar pernikahan. Yang dimaksud akad pernikahan adalah ijab dari

pihak wali perempuan atau wakilnya dari qabul dari pihak calon suami atau

wakilnya. Menurut syara’ nikah adalah satu akad yang berisi diperbolehkannya

melakukan persetubuhan dengan menggunakan lafadz انكاح(menikahkan) atau

Kata nikah ini sendiri secara hakiki bermakna akad dan .(mengawinkan)تزويج

secara majazi bermakna persetubuhan menurut pendapat yang shohih. Adapun

Keabsahan Hukum Ijab Qabul Perkawinan Melalui Teknologi Maju, terdapat dua

golongan a). Golongan fiqih pertama dikemukakan oleh Syafi’i, Hanafi dan

Hambali, menafsirkan keterkaitan antara keseimbangan waktu dalam satu majelis.

Menurut golongan ini berkesinambungan waktu tidak lain itu pelaksanaan ijab

dan qobul yang masih saling berkaitan dan tidak ada jarak tenggang yang

memisahkan keduanya, oleh sebab itu disaksikan langsung oleh para saksi karena

tugasnya untuk memastikan secara yakin keabsahan ijab dan qobul tersebut secara

redaksional maupun kepastiannya. Secara jelas terlihat bahwa dengan adanya

kesinambungan waktu antara pengucap ijab dan Kabul, maka diperlukan adanya

kesatuaan majelis, b). Golongan fiqih kedua, dikemukakan oleh Maliki,

menafsirkan “berkesinambungan waktu’ itu dapat diartikan ijab dan qobul tidak

menjadi rusak dengan adanya pemisahan sesaat. Misalnya dengan adanya khutbah

sebentar. Jadi dalam hal ini, pihak-pihak yang terlibat harus dalam satu majelis

tidak menjadi peryaratan perkawinan. Dan Analisis tentang Hukum Akad Nikah

Teknologi Maju, a). Membolehkan, para ulama yang membolehkan nikah yang

akadnya lewat telepon mengatakan bahwa nikah yang seperti ini sudah

digambarkan pada masa Rasululloh shalallohu a‟alaihi wasallam, hal ini

sebagimana digamnbarkan dalam hadits : Artinya “ Bahwasanya ummu Habibah

adalah Istri Ubaidillah bin jatsy, Ubaidillah meninggal dinegeri Habasyah maka

raja Habasyah (Semoga Alloh memberi rahmat padanya) menikahkan Ummu

Habibah kepada Nabi, Shalallohu „alaihi wasallam, ia bayarkan mahrnya sebesar

Page 17: Masail Fiqhiyyah - Akad Nikah dengan Teknologi Baru

[14]

4000 dirham, lalu ia kirimkan umu Habibah kepada Nabi Shalallohu „alaihi

wasallam, bersama surah Bil bin Hasanah lalu Nabi Shalallohu „alaihi wasallam

menerimanya (HR.Abu Daud dan Nasa’i).

b). Tidak membolehkan, kebanyakan ulama bahwa pernikahan melalui telepon

itu tidak sah disebabkan karena factor ketidak jelasan dari para mempelai baik

mempelai lelaki maupun dari pihak mempelai wanita, hal ini disebabkan

karena dapat memungkinkan adanya unsur penipuan, sebab suara yang

didengar lewat telepon dapat dipalsukan artinya hal ini dapat menyebabkan

adanya ketidak jelasan dalam perkawinan itu sendiri.

Page 18: Masail Fiqhiyyah - Akad Nikah dengan Teknologi Baru

[15]

DAFTAR PUSTAKA

- Rokamah, Ridho. Al-qowa‟id al-fiqhiyah. Ponorogo: STAIN Ponorogo

Press, 2010.

- Sudrajat, Ajat. Fiqih Aktual. Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2008.

- Saebani, Beni Ahmad. Fiqh Munakahat 1. Bandung: CV Pustaka Setia,

2001.

- Al-Jazairi, Abu Bakr Jabir. Ensiklopedi Muslim Minhajul Muslim. Jakarta:

Darul Falah, 2001.

- Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012.

- Latif, Abdul. Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan. Bandung:

Refika Aditama, 2009.