Masa perjuangan

35
Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Sejak tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya. Dengan demikian bangsa Indonesia telah menjadi bangsa yang merdeka, bebas dari belenggu penjajahan. Akan tetapi, Belanda belum rela dengan kemerdekaan Indonesia tersebut. Melalui berbagai cara Belanda tetap ingin menjajah Indonesia. Bagaimana sikap Bangsa Indonesia? Tentu saja, bangsa Indonesia tidak tinggal diam. Dengan berbagai upaya, bangsa Indonesia tetap mempertahankan kemerdekaannya. Usaha-usaha apa saja yang dilakukan bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaannya? A. Perjuangan Bangsa Indonesia Mempertahankan Kemerdekaan Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Akan tetapi, ada pihak-pihak yang tidak mengakui kedaulatan pemerintahan Republik Indonesia. Ketika negara kita memproklamasikan kemerdekaan, tentara Jepang masih ada di Indonesia. Sekutu menugaskan Jepang untuk menjaga keadaan dan keamanan di Indonesia seperti sebelum Jepang menyerah kepada Sekutu. Tugas tersebut berlaku saat Sekutu datang ke Indonesia. Rakyat Indonesia yang menginginkan hak-haknya dipulihkan, berusaha mengambil alih kekuasaan dari tangan Jepang. Usaha tersebut mendapat rintangan dari pihak Jepang sehingga di beberapa tempat terjadi pertempuran antara tentar Jepang dengan rakyat Indonesia. Pertempuran-pertempuran tersebut menimbulkan korban di kedua belah pihak. Ketika rakyat Indonesia sedang menghadapi Jepang, Belanda (NICA) datang membonceng tentara Sekutu. Tujuan Belanda ingin menjajah kembali Indonesia. Pada tanggal 29 September 1945 tentara Sekutu dan pasukan NICA tiba di Indonesia dan mendarat di Pelabuhan Tanjung Priok. Tentara Sekutu membantu NICA yang ingin membatalkan kemerdekaan Indonesia. Rakyat Indonesia tidak ingin lagi menjadi bangsa yang terjajah. Rakyat Indonesia bangkit melawan tentara Sekutu dan NICA. Rakyat Indonesia menggunakan senjata rampasan dari Jepang dan senjata tradisional yang ada. Berkobarlah pertempuran di mana-mana. 1. Pertempuran Surabaya Tanggal 25 Oktober 1945, tentara Sekutu mendarat di Tanjung Perak, Surabaya. Tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Jendral Mallaby. Kedatangan tentara tersebut diikuti oleh NICA. Mula-mula tentara NICA melancarkan hasutan sehingga menimbulkan kekacauan di Surabaya. Hal tersebut menimbulkan bentrokan antara rakyat Surabaya dengan tentara Sekutu.

Transcript of Masa perjuangan

Page 1: Masa perjuangan

Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan

Sejak tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya. Dengan demikian bangsa Indonesia telah menjadi bangsa yang merdeka, bebas dari belenggu

penjajahan. Akan tetapi, Belanda belum rela dengan kemerdekaan Indonesia tersebut. Melalui berbagai cara Belanda tetap ingin menjajah Indonesia. Bagaimana sikap Bangsa

Indonesia? Tentu saja, bangsa Indonesia tidak tinggal diam. Dengan berbagai upaya, bangsa Indonesia tetap mempertahankan kemerdekaannya. Usaha-usaha apa saja yang dilakukan bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaannya?

A. Perjuangan Bangsa Indonesia Mempertahankan Kemerdekaan

Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Akan tetapi, ada pihak-pihak yang tidak mengakui kedaulatan pemerintahan Republik Indonesia.

Ketika negara kita memproklamasikan kemerdekaan, tentara Jepang masih ada di Indonesia. Sekutu menugaskan Jepang untuk menjaga keadaan dan keamanan di Indonesia seperti sebelum Jepang menyerah kepada Sekutu. Tugas tersebut berlaku saat Sekutu datang ke

Indonesia. Rakyat Indonesia yang menginginkan hak-haknya dipulihkan, berusaha mengambil alih kekuasaan dari tangan Jepang. Usaha tersebut mendapat rintangan dari pihak

Jepang sehingga di beberapa tempat terjadi pertempuran antara tentar Jepang dengan rakyat Indonesia. Pertempuran-pertempuran tersebut menimbulkan korban di kedua belah pihak. Ketika rakyat Indonesia sedang menghadapi Jepang, Belanda (NICA) datang membonceng

tentara Sekutu. Tujuan Belanda ingin menjajah kembali Indonesia. Pada tanggal 29 September 1945 tentara Sekutu dan pasukan NICA tiba di Indonesia dan mendarat di

Pelabuhan Tanjung Priok. Tentara Sekutu membantu NICA yang ingin membatalkan kemerdekaan Indonesia. Rakyat Indonesia tidak ingin lagi menjadi bangsa yang terjajah. Rakyat Indonesia bangkit melawan tentara Sekutu dan NICA. Rakyat Indonesia

menggunakan senjata rampasan dari Jepang dan senjata tradisional yang ada. Berkobarlah pertempuran di mana-mana.

1. Pertempuran Surabaya

Tanggal 25 Oktober 1945, tentara Sekutu mendarat di Tanjung Perak, Surabaya. Tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Jendral Mallaby. Kedatangan tentara tersebut diikuti oleh NICA. Mula-mula tentara NICA melancarkan hasutan sehingga menimbulkan kekacauan di

Surabaya. Hal tersebut menimbulkan bentrokan antara rakyat Surabaya dengan tentara Sekutu.

Page 2: Masa perjuangan

Tanggal 28 Oktober hingga 31 Oktober 1945 terjadi pertempuran yang hebat. Ketika terdesak, tentara Sekutu mengusulkan perdamaian. Tentara Sekutu mendatangkan pemimpin-pemimpin Indonesia untuk mengadakan gencatan senjata di Surabaya. Tentara Sekutu tidak

menghormati gencatan senjata. Dalam insiden antara rakyat Surabaya dan tentara Sekutu, Brigjen Mallaby terbunuh. Letnan Jendral Christison Panglima Sekutu di Indonesia, meminta

kepada pemerintah Indonesia menyerahkan orang-orang yang dicurigai membunuh Jendral Mallaby. Permintaan tersebut diikuti ultimatum dari Mayor Jendral Mansergh. Isi ultimatum tersebut,

Sekutu memerintahkan rakyat Surabaya menyerahkan senjatanya. Penyerahan paling lambat tanggal 9 November 1945 pukul 18.00 WIB. Apabila ultimatum tersebut tidak dilaksanakan, Kota Surabaya akan diserang dari darat, laut, dan udara. Gubernur Suryo, diberi wewenang

oleh pemerintah pusat untuk menentukan kebijaksanaannya. Beliau bermusyawarah dengan pimpinan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dan para pemimpin perjuangan rakyat di

Surabaya. Hasil musyawarah tersebut adalah rakyat Surabaya menolak ultimatum dan siap melawan ancaman Sekutu

Tanggal 10 November 1945 pukul 06.00, tentara Sekutu menggempur Surabaya dari darat, laut maupun udara. Di bawah pimpinan Gubernur Suryo dan Sutomo (Bung Tomo) rakyat Surabaya tidak mau menyerahkan sejengkal tanah pun kepada tentara Sekutu. Dengan pekik

Allahu Akbar, Bung Tomo membakar semangat rakyat. Dalam pertempuran yang berlangsung sampai awal Desember itu gugur beribu-ribu pejuang Indonesia. Pemerintah

menetapkan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan. Hari Pahlawan untuk memperingati jasa para pahlawan. Perlawanan rakyat Surabaya mencerminkan tekad perjuangan seluruh rakyat Indonesia.

2. Pertempuran Lima Hari di Semarang

Pertempuran ini terjadi pada tanggal 15 Oktober 1945. Kurang lebih 2000 pasukan Jepang berhadapan dengan TKR dan para pemuda. Peristiwa ini memakan banyak korban dari kedua

belah pihak. Dr. Karyadi menjadi salah satu korban sehingga namanya diabadikan menjadi nama salah satu Rumah sakit di kota Semarang sampai sekarang. Untuk memperingati peristiwa tersebut maka pemerintah membangun sebuah tugu yang diberi nama Tugu Muda.

Page 3: Masa perjuangan

3. Pertempuran Ambarawa

Pertempuran ini diawali dengan kedatangan tentara Inggris di bawah pimpinan Brigjen

Bethel di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945 untuk membebaskan tentara Sekutu. Setelah itu menuju Magelang, karena Sekutu diboncengi oleh NICA dan membebaskan para

tawanan Belanda secara sepihak maka terjadilah perlawanan dari TKR dan para pemuda. Pasukan Inggris akhirnya terdesak mundur ke Ambarawa. Dalam peristiwa tersebut Letkol Isdiman gugur sebagai kusuma bangsa. Kemudian Kolonel Sudirman terjun langsung dalam

pertempuran tersebut dan pada tanggal 15 Desember 1945 tentara Indonesia berhasil memukul mundur Sekutu sampai Semarang. Karena jasanya maka pada tanggal 18 Desember

1945 Kolonel Sudirman diangkat menjadi Panglima Besar TKR dan berpangkat Jendral. Sampai sekarang setiap tanggal 15 Desember diperingati sebagai hari Infantri.

4. Pertempuran Medan Area

Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan Sekutu yang diboncengi Belanda dan NICA di bawah pimpinan Brigjen T.E.D. Kelly mendarat di Medan. Pada tanggal 13 Oktober 1945 para

pemuda yang tergabung dalam TKR terlibat bentrok dengan pasukan Belanda, sehingga hal ini menjalar ke seluruh kota Medan. Hal ini menjadi awal perjuangan bersenjata yang dikenal

dengan Pertempuran Medan Area.

5. Bandung Lautan Api

Kota Bandung dimasuki pasukan Inggris pada bulan Oktober 1945. Sekutu meminta hasil lucutan tentara Jepang oleh TKR diserahkan kepada Sekutu. Pada tanggal 21 November 1945

Sekutu mengultimatum agar kota Bandung dikosongkan. Hal ini tidak diindahkan oleh TRI dan rakyat. Perintah ultimatum tersebut diulang tanggal 23 Maret 1946. Pemerintah RI di

Jakarta memerintahkan supaya TRI mengosongkan Bandung, tetapi pimpinan TRI di Yogyakarta mengintruksikan supaya Bandung tidak dikosongkan. Akhirnya dengan berat hati TRI mengosongkan kota Bandung. Sebelum keluar Bandung pada tanggal 23 Maret 1946

para pejuang RI menyerang markas Sekutu dan membumihanguskan Bandung bagian selatan. Untuk mengenang peristiwa tersebut Ismail Marzuki mengabadikannya dalam sebuah lagu

yaitu Hallo-Hallo Bandung.

6. Agresi Militer Belanda

Agresi militer Belanda yaitu serangan yang dilakukan oleh Belanda kepada Negara Republik Indonesia. Kurang lebih satu bulan setelah kemerdekaan Indonesia, tentara sekutu datang ke

Indonesia. Dalam pendaratannya di Indonesia, tentara sekutu diboncengi NICA. Selain bermaksud melucuti tentara Jepang, tentara sekutu membantu NICA mengembalikan

Indonesia sebagai jajahannya. dengan bantuan sekutu, NICA ingin membatalkan kemerdekaan rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia tidak mau dijajah lagi. Rakyat Indonesia tidak mempunyai pilihan lain untuk mempertahankan kemerdekaannya, kecuali dengan

Page 4: Masa perjuangan

bertempur sampai titik darah penghabisan. Di sebagian besar wilayah Indonesia, tentara Sekutu dan NICA harus menghadapi perlawanan pejuang-pejuang Indonesia. Perjuangan

rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya, menyadarkan tentara Sekutu bahwa bangsa Indonesia tidak dapat dikalahkan hanya dengan kekuatan senjata. Sekutu

menempuh cara lain, yaitu mempertemukan Indonesia dan Belanda di meja perundingan. Perundingan dilaksanakan tanggal 10 November 1946 di Desa Linggarjati sebelah selatan Cirebon, Jawa Barat. Perundingan tersebut dinamakan Perundingan Linggarjati. Hasil

perundingan dinamakan Persetujuan Linggarjati.

Perundingan ini menghasilkan pengakuan Belanda atas kedaulatan Republik Indonesia. Kedaulatan tersebut meliputi wilayah Jawa, Madura, dan Sumatra. Belanda ternyata melanggar isi Persetujuan Linggarjati. Tanggal 21 Juli 1947 Belanda melancarkan serangan

militer ke daerah-daerah yang termasuk wilayah RI. Serangan tersebut terkenal dengan nama Agresi Militer Belanda I. Agresi Militer Belanda I bertujuan menguasai daerah-daerah

perkebunan dan pertambangan. Daerah-daerah tersebut antara lain Sumatra Timur, Sumatra selatan, Priangan, Malang dan Besuki.

Menghadapi serangan Belanda itu, rakyat berjuang mempertahankan tanah airnya. Rakyat melakukan taktik perang gerilya. Perang gerilya yaitu taktik perang menyerang musuh yang dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi. PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) berusaha

menengahi pertikaian Indonesia dengan Belanda. PBB membentuk komisi perdamaian. Komisi itu beranggotakan tiga negara, yaitu Australia, Belgia, dan Amerika serikat. Komisi

itu disebut Komisi Tiga Negara (KTN). Berkat usaha Komisi Tiga Negara, Indonesia dan Belanda kembali ke meja perundingan. Perundingan dilaksanakan mulai tanggal 8 Desember 1947 di atas kapal perang Amerika Serikat. Kapal tersebut bernama USS Renville. Hasil

perundingan tersebut dinamakan Perjanjian Renville. Dalam perundingan ini, delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifudin dan delegasi belanda dipimpin

oleh Raden Abdul Kadir Widjojoatmodjo.

Page 5: Masa perjuangan

Perjanjian Renville sangat merugikan pihak Indonesia. Salah satu isi Perjanjian Renville adalah Republik Indonesia harus mengakui wilayah yang telah direbut Belanda dalam Agresi Militer Belanda I. Agresi Militer Belanda adalah serangan yang dilancarkan oleh pasukan

Belanda kepada Indonesia untuk menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 21 Juli 1947 dan 19 Desember 1948. Tanggal 19 Desember 1948

Belanda melancarkan Agresi Militer II. Agresi Militer Belanda II bertujuan menghapuskan pemerintahan RI dengan menduduki kota-kota penting di Pulau Jawa. Dalam Agresi Militer II, pasukan Belanda menyerang Ibu Kota Republik Indonesia, Yogyakarta dan menahan

Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan beberapa pejabat tinggi negara. Rakyat Indonesia pantang menyerah. Dengan semboyan sekali merdeka tetap merdeka,

rakyat berjuang sampai titik darah penghabisan. Rakyat tetap melakukan perang gerilya. Aksi militer Belanda tersebut menimbulkan protes keras dari kalangan anggota PBB. Oleh karena itu, Dewan keamanan PBB mengadakan sidang pada tanggal 24 Januari 1949, dan

memerintahkan Belanda agar menghentikan agresinya. Belanda di bawah Dewan Keamanan PBB meninggalkan Yogyakarta serta membebaskan presiden, wakil presiden dan pejabat

tinggi negara yang ditawan.

B. Menghargai Jasa Para Tokoh dalam Mempertahankan Kemerdekaan

1. Pengakuan Kedaulatan Republik Indonesia oleh Belanda

Untuk menengahi pertikaian antara Indonesia dan Belanda, PBB membentuk komisi baru

yang diberi nama UNCI (United Nation Commision for Indonesia). Berkat peranan UNCI Indonesia dan Belanda mengadakan perundingan. Delegasi Indonesia diketuai Mr. Moh

Roem. Delegasi Belanda diketuai Dr. Van Royen. Perundingan tersebut dinamakan Perundingan Roem-Royen. Salah satu keputusan perundingan Roem-Royen adalah akan diselenggarakannya Koferensi Meja Bundar (KMB).

Untuk menghadapi KMB diadakan Konferensi Inter Indonesia. Konferensi tersebut

dimaksudkan untuk mempertemukan pandangan wakil Republik Indonesia dengan wakil BFO. BFO merupakan organisasi yang terdiri atas pemimpin negara-negara bagian atau

Page 6: Masa perjuangan

negara-negara kecil yang ada di Indonesia. Negara-negara bagian tersebut timbul karena adanya politik devide et impera. Politik devide et impera adalah politik memecah belah.

Bagian-bagian wilayah Indonesia yang diduduki Belanda dipecah-pecah sehingga timbul negara-negara kecil (negara boneka). Sesudah berhasil menyelesaikan masalah dalam negeri

melalui Konferensi Inter Indonesia, bangsa Indonesia siap menghadapi KMB. Pada tanggal 23 Agustus 1949 dibuka di Den Haag, Belanda. Delegasi RI dipimpin Drs. Moh. Hatta. Delegasi BFO dipimpin Sultan Hamid II dari Pontianak. Delegasi Belanda dipimpin Mr. J.H.

Van Marseveen. Sedangkan PBB diwakili Chritclev. Pada tanggal 2 November 1949 dilakukan upacara penandatanganan naskah penyerahan kedaulatan. Upacara tersebut

dilakukan pada waktu yang bersamaan di Indonesia dan di Belanda. Dengan peristiwa tersebut secara resmi Belanda mengakui kedaulatan bangsa Indonesia di seluruh wilayah bekas jajahannya. Di Den Haag naskah penyerahan ditandatangani Drs. Moh. Hatta mewakili

Indonesia dan Ratu Juliana mewakili Belanda.

2. Peranan Beberapa Tokoh dalam Mempertahankan Kemerdekaan

Mempertahankan kemerdekaan Indonesia dilakukan dengan dua cara. Cara tersebut meliputi

perang dan diplomasi. Ada beberapa tokoh yang berperan dalam kedua cara tersebut, antara lain sebagai berikut.

a. Ir. Soekarno

Tanggal 17 Agustus 1945, Ir. Soekarno atas nama bangsa Indonesia memproklamasikan

kemerdekaan Indonesia. Tanggal 18 Agustus 1945 Ir. Soekarno diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia. Sebagai pemimpin tertinggi, Presiden Soekarno banyak melakukan

diplomasi dengan pemimpin-pemimpin tentara Sekutu di Indonesia

Kedatangan tentara Sekutu di Indonesia yang diboncengi NICA membuat Presiden Soekarno

berada pada posisi yang sulit. Sekutu yang hanya memperoleh informasi sepihak dari Belanda, mendukung pengembalian Indonesia sebagai jajahan Belanda. Berkat diplomasi Presiden Soekarno dan Bung Hatta, Sekutu yang dipimpin Letjen Christison mau mengakui

keberadaan RI. Tanggal 1 Oktober 1945, Letjen Christison menyatakan bahwa kedatangannya tidak akan merebut pemerintahan Republik Indonesia. Kemampuan diplomasi

Presiden Soekarno diuji kembali ketika pecah pertempuran di Surabaya tanggal 28 Oktober 1945. Tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigjen Mallaby mengakibatkan jatuhnya korban di kedua belah pihak. Untuk menghindari terjadinya korban di kedua belah pihak, Bung Karno

mengadakan diplomasi. Berkat diplomasi Bung Karno jatuhnya korban di kedua belah pihak dapat dihindari. Selama Perang Kemerdekaan sampai pengakuan kedaulatan, perjuangan

Bung Karno terus berlanjut. Bung Karno tetap memakai cara diplomasi dalam perjuangannya. Hal ini tercermin dari pidato Bung Karno pada suatu rapat umum di Magelang pada tanggal 16 Maret 1946. Beliau menyatakan bahwa ada jalan perjuangan bagi

bangsa Indonesia, satu di antaranya jalan diplomasi.

Page 7: Masa perjuangan

b. Drs. Mohammad Hatta

Drs. Mohammad Hatta (Bung Hatta) sejak muda telah menjadi tokoh penggerak mahasiswa

Indonesia. Bung Hatta adalah seorang tokoh organisasi Pemuda Indonesia (PI). Pemuda Indonesia merupakan organisasi mahasiswa dan pelajar Indonesia di luar negeri (Belanda).

Pemuda Indonesia mempunyai pengaruh yang besar bagi pergerakan kemerdekaan Indonesia. Tanggal 17 Agustus 1945 Drs. Mohammad Hatta bersama Ir. Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia atas nama bangsa Indonesia. Tanggal 18 Agustus 1945 Drs.

Mohammad Hatta dipilih menjadi wakil Presiden Indonesia yang pertama. Dalam usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia perjuangan Bung Hatta dilakukan melalui cara

diplomasi. Beliau mengadakan diplomasi dengan pihak penjajah maupun negara-negara lain di dunia. Beliau berusaha agar kedaulatan Indonesia diakui dunia. Tanggal 13 Januari 1948 diadakan perundingan di Kaliurang. Perundingan tersebut membicarakan daerah kekuasaan

Republik Indonesia. Perundingan tersebut dilakukan oleh Komisi Tiga Negara (Amerika, Australia, dan Belgia) dengan Indonesia. Mohammad Hatta, Ir. Soekarno, Sultan Syahrir, dan

Jendral sudirman merupakan wakil dari Indonesia. Tanggal 23 Agustus Drs. Mohammad Hatta memimpin delegasi Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag. Konferensi Meja Bundar merupakan perundingan antara Indonesia, delegasi BFO, UNCI

(dari PBB) dan Belanda. Tujuan utama Konferensi Meja Bundar adalah untuk menyelesaikan pertikaian Indonesia-Belanda yang mengarah pada pengakuan kedaulatan Indonesia. Tanggal

2 November 1949 tercapai persetujuan KMB. Hasil KMB adalah Belanda akan menyerahkan kedaulatan Republik Indonesia Serikat pada akhir bulan Desember 1949. Tanggal 27 Desember 1949 di Den Haag dilakukan upacara penandatanganan naskah pengakuan

kedaulatan Republik Indonesia Serikat diwakili Drs. Mohammad Hatta, sedangkan Belanda diwakili Ratu Yuliana.

melawan Belanda. Pada awal Januari 1946 pemerintah mengambil keputusan untuk memindahkan kedudukan pemerintahan pusat RI ke Yogyakarta. Sultan Hamengkubuwono

IX menyambut hangat kepindahan tersebut. Beliau melindungi pejabat-pejabat negara dan keluarganya dari ancaman tentara Belanda. Beliau rela berkorban demi perjuangan. Belanda ingin beliau mengubah sikapnya terhadap Republik Indonesia. Belanda mengirim utusan

untuk membujuk beliau agar mau bekerja sama dan memihaknya. Belanda menjanjikan hadiah wilayah Jawa dan Madura. Beliau tetap tegar pada pendiriannya. Beliau setia kepada

Republik Indonesia. Keinginan Beliau hanya satu yaitu Belanda segera pergi dari Republik Indonesia. Pada awal kehidupan Republik Indonesia, Sultan Hamengkubuwono IX berhasil meminta kesanggupan Letkol Soeharto untuk mempersiapkan serangan umum. Tanggal 1

Maret 1949 serangan umum dilaksanakan dan TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta dalam waktu enam jam. Keberhasilan serangan tersebut menunjukkan bahwa Republik

Indonesia belum habis riwayatnya. Sri Sultan Hamengkubuwono IX berperan dalam usaha pengakuan kedaulatan RI. Pada tanggal 27 Desember 1949 Sri Sultan Hamengkubuwono IX menandatangani naskah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda di Jakarta. Di Jakarta

Page 8: Masa perjuangan

naskah penyerahan kedaulatan ditandatangani oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX mewakili Indonesia dan Wakil Tinggi Mahkota A.H.J. Lovink mewakili Belanda.

Penandatanganan naskah penyerahan kedaulatan mengakhiri periode perjuangan bersenjata rakyat Indonesia.

d. Jendral Soedirman

Jendral Soedirman adalah pejuang yang gigih. Dalam keadaan sakit beliau tetap memimpin

perlawanan terhadap Belanda. Pada tanggal 12 Desember 1945 Kolonel Soedirman memimpin pertempuran melawan Sekutu di Ambarawa. TKR berhasil memukul mundur tentara Sekutu. Dalam menghadapi Sekutu, Kolonel Soedirman menggunakan taktik Perang

Gerilya. Kolonel Soedirman merupakan tokoh yang mempelopori Perang Gerilya di Indonesia. Keberhasilan Kolonel Soedirman memimpin pertempuran di Ambarawa, membuat

beliau dipilih menjadi Panglima Besar TKR dengan pangkat Jendral. Pada masa itu di Indonesia timbul bermacam-macam badan kelaskaran. Badan-badan kelaskaran itu mempunyai tujuan yang sama yaitu melawan dan mengusir penjajah. Oleh karena itu, pada

tanggal 3 Juni 1947 semua badan kelaskaran dimasukkan dalam satu wadah yaitu Tentara Nasional Indonesia (TNI). Tentara Nasional Indonesia dipimpin oleh Panglima Besar Jendral

Soedirman. Pada saat tentara Belanda menduduki Yogyakarta beliau mengambil keputusan melanjutkan perang gerilya. Keputusan tersebut disambut baik oleh segenap anggota TNI. Tindakan Panglima Besar Jendral Soedirman berhasil meningkatkan semangat perjuangan

Republik Indonesia. Sumber: Atlas Indonesia dan sekitarnya Gambar 8.11 Soedirman 124 Ilmu Pengetahuan Sosial SD Kelas 5 Dalam keadaan fisik yang lemah beliau memilih

bergerilya daripada ditawan Belanda. Selama bergerilya beliau ditandu. Beliau menempuh jalan beratus-ratus kilometer keluar masuk hutan di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Perundingan Linggarjati

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa

Langsung ke: navigasi, cari

Page 9: Masa perjuangan

Perundingan Linggarjati

(sumber: foto-foto.com)

Perundingan Linggarjati atau kadang juga disebut Perundingan Linggajati adalah suatu perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat yang menghasilkan

persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan diratifikasi kedua negara pada 25 Maret 1947.

Wikisource memiliki naskah sumber yang berkaitan dengan artikel ini:

United Nations Security Council Resolution 27

Wikisource memiliki naskah sumber yang berkaitan dengan artikel ini:

United Nations Security Council Resolution 30

Wikisource memiliki naskah sumber yang berkaitan dengan artikel ini:

United Nations Security Council Resolution 32

Daftar isi

[sembunyikan]

1 Latar Belakang 2 Misi pendahuluan 3 Jalannya perundingan 4 Hasil perundingan

5 Pro dan Kontra di kalangan masyarakat Indonesia 6 Pelanggaran Perjanjian

7 Referensi

[sunting] Latar Belakang

Masuknya AFNEI yang diboncengi NICA ke Indonesia karena Jepang menetapkan status quo di Indonesia menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda, seperti contohnya Peristiwa 10 November, selain itu pemerintah Inggris menjadi penanggung jawab

untuk menyelesaikan konflik politik dan militer di Asia, oleh sebab itu, Sir Archibald Clark Kerr, diplomat Inggris, mengundang Indonesia dan Belanda untuk berunding di Hooge

Page 10: Masa perjuangan

Veluwe, namun perundingan tersebut gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa, Sumatera dan Madura, namun Belanda hanya mau mengakui

Indonesia atas Jawa dan Madura saja.

[sunting] Misi pendahuluan

Pada akhir Agustus 1946, pemerintah Inggris mengirimkan Lord Killearn ke Indonesia untuk

menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 7 Oktober 1946 bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka perundingan Indonesia-Belanda dengan dipimpin oleh Lord Killearn. Perundingan ini menghasilkan persetujuan gencatan

senjata (14 Oktober) dan meratakan jalan ke arah perundingan di Linggarjati yang dimulai tanggal 11 November 1946.

[sunting] Jalannya perundingan

Dalam perundingan ini Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, Belanda diwakili oleh tim

yang disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan anggota H.J. van Mook, dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator dalam perundingan ini.

[sunting] Hasil perundingan

Wikisource memiliki naskah sumber yang berkaitan dengan artikel ini:

Perjanjian Linggarjati

Hasil perundingan terdiri dari 17 pasal yang antara lain berisi:

1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan Madura.

2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949. 3. Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS. 4. Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth /Persemakmuran

Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.

[sunting] Pro dan Kontra di kalangan masyarakat

Indonesia

Perjanjian Linggarjati menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia, contohnya beberapa partai seperti Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia, dan Partai Rakyat Jelata. Partai-partai tersebut menyatakan bahwa perjanjian itu adalah bukti lemahnya

pemerintahan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara Indonesia. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6/1946,

dimana bertujuan menambah anggota Komite Nasional Indonesia Pusat agar pemerintah mendapat suara untuk mendukung perundingan linggarjati.

[sunting] Pelanggaran Perjanjian

Page 11: Masa perjuangan

Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947, Gubernur Jendral H.J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan

perjanjian ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslah Agresi Militer Belanda I. Hal ini merupakan akibat dari perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda.

Tiga tahun setelah perang asia pasifik atau perang dunia kedua berakhir, Jepang di Bom atom

oleh sekutu. Tepatnya tanggal 6 agustus 1945 di kota Hiroshima dan 9 agustus di kota Nagasaki. Hal ini menyebabkan mental para tentara Jepang menurun. 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan karena dasar negara, preambule (pembukaan) dan batang tubuh yang

berisi 36 pasal dan 16 bab telah selesai dirumuskan. Sebagai gantinya dibentuklah PPKI yakni Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dan diketuai oleh Soekarno.Tanggal 12

Agustus 1945 Sukarno sebagai ketua PPKI, Radjiman Widiodiningrat selaku mantan ketua BPUPKI dan Hatta dipanggil oleh marsekal Terauchi ke Dalat, Vietnam. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang di ambang kekalahan dan Jepang akan segera memberikan

Kemerdekaan kepada Indonesia dan dapat diproklamasikan dalam beberapa hari ke depan. Pada 14 Agustus 1945 salah seorang pejuang muda yakni Sutan Syahrir bersama beberapa

temannya telah mendengar berita melalui radio Jepang “BBC” bahwa Jepang telah menyerah tanpa syarat kepada sekutu. Sehingga ketika Sukarno, Radjiman, dan Hatta kembali ke Indonesia, Sutan syahrir mendesak agar mereka segera memproklamasikan kemerdekaan

Indonesia dan menolak kemerdekaan Indonesia sebagai hadiah dari Jepang. Sebab, semenjak Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu, Terjadi Vacuum of Power atau kekosongan

kekuasaan di Indonesia. Namun Sukarno belum yakin bahwa Jepang telah menyerah tanpa syarat kepada sekutu dan proklamasi kemerdekaan Indoenesia bisa saja menimbulkan pertumpahan darah yang amat dasyat dan apabila bangsa Indonesia tidak siap, akan berakibat

fatal. Lalu kenapa tidak golongan muda saja yang memproklamasikan kemerdekaan Indonesia??... Golongan muda tidak mempunyai hak untuk memproklamasikan kemerdekaan

Indonesia sebab proklamasi kemerdekaan adalah hak PPKI. Namun golongan muda beranggapan bahwa bila proklamasi kemerdekaan dilaksanakan oleh PPKI yang dibentuk oleh Jepang sama halnya dengan proklamasi tersebut merupakan hadiah dari Jepang.

Golongan muda terus mendesak kepada golongan tua agar segera memproklamsikan

kemerdekaan Indonesia tapi golongan tua tidak ingin terburu – buru. Mereka tidak menginginkan terjadi pertumpahan darah pada saat proklamasi, oleh karena itu mereka mengadakan rapat PPKI. Sukarno, Hatta dan Ahmad Subardjo menuju ke rumah laksamana

muda Maeda untuk meminta konfirmasi tetapi Maeda sendiri masih menunggu konfirmasi dari Tokyo. Akhirnya Sukarno dan Hatta mempersiapkan pertemuan PPKI untuk membahas

segala persiapan proklamasi kemerdekaan pada tanggal 16 agustus 1945, namun Sukarno dan Hatta tidak hadir. Mereka dibawa oleh golongan muda ke sebuah tempat di Rengasdengklok agar golongan tua terutama Sukarno dan Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Peristiwa

inilah yang dinamakan peristiwa Rengasdengklok. Disini golongan muda kembali meyakinkan sukarno bahwa Jepang telah menyerah tanpa syarat kepada sekutu dan para

pejuang Indonesia telah siap melawan Jepang. Di Jakarta, Wikana dan Ahmad Subardjo melakukan perundingan, Ahmad Subardjo menyetujui bahwa proklamasi kemerdekaan akan dilaksanakan di Jepang. Mereke menyuruh

Yusuf Kunto untuk mengantarkan Ahmad Subardjo ke Rengasdengklok untuk menjemput Sukarno dan Hatta. Sesampainya di Jakarta, pada malam di rumah laksamana Maeda di jln

jalan Imam Bonjol No 1 (sekarang gedung perumusan teks proklamasi), diadakan rapat PPKI untuk merumuskan teks proklamasi. Rapat ini dihadiri oleh Hatta dan Ahmad Subardjo serta Sukarni, B.M. Diah, Mbah Soediro dan Sajuti Melik sebagai saksi. Konsep dibuat oleh

Sukarno, setelah konsep disepakati, Sajuti Melik mengetik naskah tersebut menggunakan

Page 12: Masa perjuangan

mesin ketik. Naskah tersebut ditanda tangani oleh Sukarno dan Hatta atas usulan dari Sukarni. Pagi harinya, tanggal 17 agustus 1945 pukul 10.00 WIB dilaksanakan Proklamasi

Kemerdekaan Indonesia di jalan Pegangsaan Timur no. 56 (sekarang jalan Proklamasi No.1). Pihak yang hadir dalam proklamasi tersebut antara lain Soewirdjo, Wilopo, Gafar, Tabrani,

Trimurti, Suhud, dan Latif. Dari kronologi di atas, tidak ada campur tangan Jepang semenjak Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu sehingga di Indonesia terjadi Vacuum of Power. Laksamana Maeda

sebagai seorang Jepang meskipun mengizinkan rumahnya digunakan untuk rapat PPKI dalam perumusan naskah proklamasi, Tetapi Maeda tidak ikut campur dalam perumusan tersebut.

Sehingga dari sini, Proklamasi kemerdekaan Indonesia merupakan jerih payah bangsa Indonesia dan Bukan merupakan hadiah kemerdekaan yang pernah dijanjikan oleh Jepang.

INDONESIA-BELANDA MELALUI JALUR

A. KEDATANGAN SEKUTU ke INDONESIA

Setelah Perang psifik berakhir dan Jepang kalah dalam menghadapi sekutu, maka Jepang meyerahkan kekuasaannya pada sekutu. Pasukan sekutu yang bertugas menangani Indonesia adalah Tentara Kerajaan Inggris. Pasukan tersebut terdiri dari 2, yaitu :

SEAC (South East Asia Command) dipimpin oleh Laksamana Lord

Louis Mounbatten untuk wilayah Indonesia bagian Barat. Mendarat di Indonesia tanggal 22 September 1945.

SWPC (South West Pasific Command) untuk wilayah Indonesia

bagian Timur. Dalam melaksanakan tugasnya di Indonesia bagian barat, Mounbatten membentuk AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies) dipimpin oleh Letnan Jenderal Philip Christison. Tugas AFNEI adalah sebagai berikut. 1. Menerima penyerahan dari tangan Jepang. 2. Membebaskan para tawanan perang dan interniran Sekutu. 3. Melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian

dipulangkan. 4. Menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk

kemudian diserahkan kepada pemerintahan sipil. 5. Menghimpun keterangan tentang penjahat perang dan menuntut

mereka di depan pengadilan Sekutu. Kedatangan AFNEI ke Indonesia didahului oleh kelompok penghubung yang dipimpin Mayor Geenhalg yang tiba di Jakarta tanggal 8 September 1945. Ia bertugas mempersiapkan markas Besar sekutu di Jakarta. Kedatangannya disul oleh Kapal Perang Inggris Cumberland dibawah pimpinan Laksamana Peterson yang berlabuh di Tanjung Priok pada tanggal 29 September 1945 dan disusul oleh kapal perang Belanda, Tromp. Kedatangan sekutu awalnya disambut baik (netral) oleh pemimpin Indonesia sebab melihat tugas yang dibawanya. Namun setelah mengetahui bahwa ternyata sekutu membawa NICA (Netherlands

Page 13: Masa perjuangan

Indies Civil Administration) maka Indonesia mulai curiga dan meragukan maksud kedatangan pasukan sekutu tersebut. Kecurigaan tersebut disebabkan karena:

NICA adalah pegawai sipil pemerintah Hindia-Belanda yang dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan sipil di Indonesia.

Dugaan bahwa Belanda mau menegakkan kembali kekuasaannya di Indonesia sebab Belanda masih merasa memiliki hak di Indonesia.

NICA mempersenjatai orang-orang KNIL yang baru dilepaskan dari tawanan Jepang.

Bekas interniran juga menuntut kembali barang-barang miliknya. Akhirnya Panglima AFNEI, Christison mengakui kemerdekaan Indonesia secara de facto pada tanggal 1 Oktober 1945. Sehingga para pejabat daerahpun menerima pasukan AFNEI dan bersedia membantu tugas AFNEI. Pelaksanaannya di daerah-daerah yang didatangi pasukan sekutu terjadi insiden dan pertempuran dari pihak RI. Hal tersebut disebabkan karena pasukan sekutu tidak sungguh-sungguh menghormati kedaulatan RI meskipun telah menyampikan bahwa tidak akan mencampuri persoalan status kenegaraan Indonesia. Sementara pihak sekutu merasa kewalahan dan menuduh pemerintah RI tidak mampu menegakkan keamanan dan ketertiban sehingga terorisme merajalela. Keadaan tersebut dimanfaatkan oleh Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia dengan membantu pihak sekutu dibawah pimpinan Panglima Angkatan Perang Belanda, Lakasamana Helfrich.

Sejak saat itu terjadilah konflik antara sekutu dan para pejuang Indonesia, seperti di Surabaya, Ambarawa, Medan, Bandung, Manado, Biak

B. DUKUNGAN DUNIA dalam MENGHDAPI KONFLIK INDONESIA-

BELANDA

Dalam menghadapi masalah konflik Indonesia-Belanda maka Indonesia melakukan upaya untuk menarik dukungan internasional

melalui PBB. Adapun upaya indonesia tersebut adalah sebagai

berikut.

Tindakan langsung, dengan mengemukakan masalah Indonesia di

hadapan sidang Dewan Keamanan PBB. Tindakan tidak langsung, dengan melakukan pendekatan dan

hubungan baik dengan negara-negara yang mendukung Indonesia

dalam sidang PBB.

Usaha untuk menarik dukungan internasional lewat PBB tersebut

diantaranya :

Membina hubungan baik dengan Australia saat pasukan dari

negara tersebut terlibat dalam tugas AFNEI.

Membina hubungan baik dengan India yang dimulai dengan

mengirimkan bantuan beras sejak bulan Agustus 1946.

Page 14: Masa perjuangan

Membina Hubungan baik dengan Liga Arab.

Mengadakan pendekatan dengan negara-negara anggota Dewan

Keamanan PBB.

C. LATAR BELAKANG KONFLIK INDONESIA-BELANDA

Belanda masih ingin mengusai Indonesia sebab merasa bahwa Indonesia adalah miliknya. Sehingga dia melakukan berbagai upaya

guna mendapakan kembali Indonesia, termasuk melalui perlawanan

dan meja perundingan. Sejak 10 Februari 1946 telah terjadi

perundingan antara Indonesia-Belanda sebelum selanjutnya terjadi

perundingan pendahuluan mengenai gencatan senjata Indonesia-Belanda pada tanggal 7 Oktober 1946 sebelum selanjutnya terjadi

perundingan Linggarjati.

Sementara itu pasukan sekutu telah mengosongkan daerah yang

didudukinya dan diganti oleh tentara Belanda. Pada tanggal 24

Oktober 1946, Inggris mengosongkan Bogor, Palembang, Medan, dan Padang. Secara berangsur-angsur pasukan sekutu ditarik dari

Indonesia. Akhir November 1946 seluruh pasukan sekutu telah

meninggalkan Indonesia.

D. PERJANJIAN LINGGARJATI

Perundingan Linggarjati berlangsung tanggal 10 November 1946 di Linggarjati. Perundingan Linggarjati merupakan perundingan antara RI dengan Komisi Umum Belanda. Delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh PM. Syahrir. Delegasi Belanda dipimpin oleh Schermerhorn. Perundingan Linggarjati dipimpin oleh Lord Killearn di Inggris (sebagai perantara)

Tanggal 15 November 1946 naskah persetujuan Linggarjati diumumkan di Jakarta. Hasil perundingan Linggarjati adalah sebagai berikut.

Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Belanda harus meninggalkan daerah de facto paling lambat

tanggal 1 Januari 1949

Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara federal, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu Negara bagiannya adalah Republik Indonesia.

RepubliK Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda selaku ketuanya.

Pengakuan secara de facto Belanda terhadap RI, meliputi wilayah Jawa, Madura, dan Sumatera. Secara de Jure (hukum) status hubungan Internasional Indonesia tidak jelas, tidak ada penegasan dalam perjanjian apakah Indonesia dapat melakukan hubungan internasional atau tidak. Terjalinnya hubungan diplomasi dengan

Page 15: Masa perjuangan

negara lain inilah yang memicu pertentangan lebih lanjut antara Indonesia-Belanda. Terjadi pro dan kontra mengenai perjanjian Linggarjati tetapi akhirnya Indonesia menandatangani perjanjian ini pada 25 Maret 1947 dengan alasan : 1. Adanya keyakinan bahwa bagaimanapun juga jalan damai

merupakan jalan yang paling baik dan aman untuk mencapai tujuan Bangsa Indonesia.

2. Cara damai akan mendatangkan simpati dan dukungan internasional yang harus diperhitungkan oleh lawan.

3. Keadaan militer Indonesia yang masih lemah jika menyetujui perundingan memungkinkan Indonesia memperoleh kesempatan untuk memperkuat militer.

4. Jalan diplomasi dipandang sebagai jalan untuk memperjuangkan pengakuan kedaulatan dan penegakan Negara RI yang berdaulat.

E. AGRESI MILITER BELANDA I

Latar Belakang Agresi Militer Belanda I :

Perbedaan pendapat dan penafsiran yang semakin memuncak mengenai ketentuan-ketentuan persetujuan Linggarjati. Pihak Belanda beranggapan bahwa Republik Indonesia berkedudukan sebagai Negara persemakmurannya. Sementara itu pihak Republik Indonesia beranggapan bahwa dirinya adalah sebuah Negara merdeka yang berdaulat penuh.

Belanda berpendapat bahwa kedaulatan RI berada di bawah

Belanda sehingga RI tidak boleh melakukan hubungan diplomasi

dengan negara lain.

Belanda secara terang-terangan melanggar gencatan senjata. Tanggal 27 Mei 1947 Belanda menyampaikan nota/ ultimatum

kepada Pemerintah RI yang harus dijawab dalam waktu 14 hari (2 minggu).

Belanda mengalami keadaan ekonomi yang semakin sulit dan buruk.

Ketengangan semakin memuncak, hingga akhirnya Belanda tanggal 20 Juli 1947 mengumumkan bahwa tidak terikat lagi terhadap

perjanjian Linggarjati sehingga Belanda pada tanggal 21 Juli 1947

pukul. 00.00 WIB melakukan aksi Agresi Militer Belanda. Hasil yang

dicapai sebagai aksi tersebut.

- Dalam waktu singkat Belanda mampu menerobos garis pertahanan TNI.

- Kekuatan TNI dengan organisasi dan peralatan yang sederhana

tidak mampu menahan pukulan musuh yang serba modern.

Bukan berarti kekuatan TNI bisa dihancurkan sebab Tni masih terus dapat bertahan denagn perlawanan gerilyanya di desa-desa.

- Ibu kota RI berhasil dikuasai.

- Pelabuhan-pelabuhan penting berhasil dikuasai sehingga

hubungan keluar sangat sulit.

- Mengusai daerah penghasil beras dan melakukan blokade.

Tujuan dilakukan Agresi Militer Belanda I adalah sebagai berikut.

Page 16: Masa perjuangan

1. Mengepung ibu kota dan menghancurkan kedaulatan Republik

Indonesia (tujuan politik)

2. Merebut pusat penghasilan makanan dan bahan eksport (tujuan ekonomi)

3. Menghancurkan TNI (tujuan militer)

Reaksi dunia dengan adanya Agresi Militer Belanda I :

Pemerintah India dan Australia mengajukan resolusi ke Dewan Keamanan PBB.

Amerka Serikat mengeluarkan himbauan agar pihak Belanda dan

Republik Indonesia menghentikan tembak menebak.

Polandia dan Uni Soviet mendesak agar pasukan Belanda ditarik

dari wilayah Republik Indonesia.

Akibat tekanan dari berbagai negara tersebut maka pada tanggal 4

Agustus 1947 Belanda bersedia menghentikan agresinya.

F. PERJANJIAN RENVILLE

Latar Belakang:

Keinginan Belanda untuk terus memperluas wilayah

kekuasaannya, yang kemudian dikenal dengan garis demarkasi Van Mook, yaitu garis terdepan dari pasukan Belanda setelah Agresi Militer sampai perintah genctan senjata Dewan Keamanan PBB tanggal 4 Agustus 1947.

Untuk mengatasi konflik Indonesia-Belanda maka dibentuklah

komisi jasa baik yaitu Komisi Tiga Negara (KTN). Tujuannya untuk membantu Indonesia-Belanda menyelesaikan konflik.

Dalam hal ini Belanda memilih Belgia yang diwakili oleh Paul van Zeeland. Indonesia memilih Australia yang diwakili oleh Richard Kirby. RI dan Belanda memilih Amerika Serikat yang diwakili oleh Frank Graham. Akhirnya KTN dapat mempertemukan wakil-wakil Belanda dan RI di meja perundingan yaitu di kapal Renville milik USA yang berlabuh di Tanjung Priok pada 8 Desember 1947 sampai 17 Januari 1948. Delegasi Indonesia dipimpin oleh PM. Amir Syarifuddin. Delegasi Belanda dipimpin oleh R. Abdulkadir Widjojoatmodjo. Penengah perundingan adalah KTN. Isi persetujuan Renville adalah sebagai berikut:

1. Belanda tetap berkuasa sampai terbentuknya Republik Indonesia Serikat

2. 2. RI sejajar kedudukannya dengan Belanda dalam Uni Indonesia Belanda.

3. Sebelum RIS terbentuk, Belanda dapat menyerahkan kekuasaannya kepada pemerintah federal sementara.

4. RI merupakan Negara bagian dalam RIS. 5. Dalam waktu 6 bulan sampai 1 tahun akan diadakan pemilihan

umum untuk membentuk konstituante RIS.

Page 17: Masa perjuangan

6. Tentara Indonesia di daerah pendudukan Belanda harus dipindahkan ke daerah RI.

Sebenarnya banyak pemimpin Negara RI menolak persetujuan Renville tersebut tetapi akhirnya mereka bersedia menyetujui. Hal tersebut dikarenakan adanya pertimbangan sebagai berikut:

a. Persediaan amunisi yang menipis

b. Adanya kepastian bahwa penolakan berarti serangan baru dari pihak Belanda secara lebih hebat.

c. Adanya keterangan dari KTN bahwa itulah maksimum yang dapat mereka lakukan.

d. Tidak adanya jaminan bahwa Dewan Keamanan PBB dapat menolong.

e. Bagi RI menandatangani persetujuan Renville merupakan kesempatan yang baik untuk membina kekuatan militer.

f. Timbul simpati dunia yang semakin besar karena RI selalu bersedia menerima petunjuk KTN.

Akibat dari perjanjian Renville :

Wilayah Indonesia menjadi semakin sempit

Bagi kalangan politik, hasil perundingan ini memperlihatkan

kekalahan perjuangan diplomasi. Bagi TNI, hasil perundingan ini menyebabkan sejumlah wilayah

pertahanan yang telah susah payah dibangun harus ditinggalkan. Muncul berbagai ketidak puasan akibat perundingan ini.

Sementara itu Belanda membentuk Negara-negara bonekanya yang terhimpun dalam organisasi BFO (Bijeenkomst voor Federal Overlg) yang disiapkan untuk pertemuan musyawarah federal.

G. AGRESI MILITER BELANDA II

Latar Belakang:

Belanda masih ingin menguasai Indonesia dan berusaha untuk mengingkari perjanjian Renville

18 Desember 1948 Belanda mengeluarkan surat pernyataan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan persetujuan gencatan perang Renville. Tetapi surat pernyataan tersebut tidak dapat disampaikan ke pemerintahan pusat di Yogyakarta sebab dilarang oleh Belanda.

Pelaksanaan:

Pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melakukan serangan terhadap kota Yogyakarta.

Tepatnya pada pukul 05.30 Belanda melakukan aksi membom

pangkalan udara Maguwoharjo (Lapangan Udara Adisucipto) yang dilanjutkan dengan menghancurkan bangunan-bangunan penting dan akhirnya merambat ke pusat kota Yogyakarta dan berhasil menguasainya.

Belanda berhasil menawan presiden Soekarno, wakil presiden Moh Hatta, Syahrir (penasehat presiden),H. Agus Salim (Menlu).

Page 18: Masa perjuangan

Sebelum ditawan presiden berhasil mengirimkan surat pemberian

kekuasaan kepada Menetri Kemakmuran Syafruddin (Syarifuddin) Prawironegoro untuk membentuk Pemerintahan Darurat RI (PDRI) di Sumatera. Jika Syarifuddin tidak dapat menjalankan tugasnya maka presiden memerintahkan kepada Sudarsono, L.N. Palar, dan A.A Maramis yang ada di New Delhi untuk membentuk pemerintahan RI di India.

Belanda akhirnya menguasai Yogyakarta dan TNI berhasil dipukul mundur hingga ke desa-desa.

Belanda menganggap TNI telah kalah tetapi ternyata TNI dapat

tetap mengumpulkan kekuatan untuk melawan Belanda. Sementara Belanda menyiarkan kabar ke seluruh dunia bahwa

TNI sudah lemah dan RI sudah tidak ada lagi. Belanda melakukan sensor pers agar berita tersebut tidak tersiar

keluar. Tetapi ternyata dari radio gerilya Indonesia dapat disiarkan berita perlawanan rakyat hingga ke luar negari.

Akhirnya setelah 1 bulan dari agresi tersebut TNI mulai melakukan

gerakan menyerang kota-kota. Serangan yang terkenal adalah Serangan Umum 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto, dan berhasil menduduki kota Yogyakarta.

Hal tersebut membuktikan kepada dunia bahwa TNI tidak hancur

mereka masih mempunyai kemampuan bahkan mampu menyerang Belanda. Sehingga Belanda akhirnya mau membicarakan dalam meja perundingan.

Tujuan Belanda menyelenggarakan Agresi Militer II :

Belanda ingin menujukkan kepada dunia bahwa pemerintah Republik Indonesia dan TNI secara de facto tidak ada lagi. Tindakan perjuangan secara diplomatik yang dilakukan untuk menggagalkan tujuan Belanda, yaitu :

Menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Agresi Militer Belanda II merupakan tindakan melanggar perjanjian damai (hasil Perundingan Renville)

Meyakinkan dunia bahwa Indonesia cinta damai, terbukti dengan sikap menaati hasil Perundingan Renville dan penghargaan terhadap KTN.

Membuktikan bahwa Republik Indonesia masih ada. Hal ini ditunjukkan dengan eksistensi PDRI dan keberhasilan TNI menguasai Yogyakarta selama enam jam pada Serangan Umum 1 Maret 1949.

Upaya Indonesia menarik simpati Amerika serikat hingga akhirnya mendesak Belanda untuk menarik mundur pasukannya dari wilayah Indonesia. Dewan Keamanan PBB juga mendesak Belanda untuk menghentikan operasi militer dan membebaskan para pemimpin Indonesia. Desakan tersebut membuat Belanda mengakhiri agresi militer II.

Page 19: Masa perjuangan

H. PEMBENTUKAN PEMERINTAHAN DARURAT REPUBLIK INDONESIA

Pada tanggal 19 Desember 1948 sebelum pemerintah Indonesia

ditawan maka mengadakan rapat di Gedung Negara Yogyakarta yang menghasilkan kesepakatan sebagai berikut.

A. Memberi kuasa penuh kepada Mr. Syarifuddin Prawiranegara

(Menteri Kemakmuran RI) untuk membentuk PDRI di Sumatera.

B. Kepada A.A Maramis, L.N Palar, dan Soedarsono dperintahkan untuk membentuk PDRI di India bila Mr. Syarifuddin

Prawiranegara gagal di Sumatera.

C. Presiden, wakil presiden, dan petinggi lainnya akan tinggal di ibu

kota dengan resiko ditawan oleh Belanda tetapi tetap berdekatan

dengan KTN. Sesuai dengan instruksi Presiden untuk membentuk pemerintahan

darurat jika pemerintah Republik Indonesia di Yogyakarta tidak

dapat berfungsi lagi maka dibentuklah PDRI yang berkedudukan di

Bukittinggi, Sumatra Barat. Dimana Perdana Mentri merangkap

menteri pertahanan dan penerangan dijabat oleh Syafruddin Prawiranegara. Sementara itu, Menteri Luar Negeri dijabat oleh A.A

Maramis.

PDRI berhasil menunjukkan kepada dunia internasional bahwa

pemerintah Indonesia masih ada. Pada tanggal 23 Desember 1948, PDRI memberikan instruksi lewat radio kepada wakil Indonesia di

PBB. Isinya, pihak Indonesia bersedia menghentikan tembak-

menembak dan berunding dengan Belanda. Tindakan ini berhasil

mengangkat wibawa Indonesia sekaligus mengundang simpati dunia

internasional. Pemerintah PDRI kecewa sebab telah terjadi kesepakatan perjanjian

Roem-Royen yang dianggap akan melemahkan wibawa Indonesia

padahal kedudukan Indonesia telah kuat sehingga mampu menuntut

lebih banyak kepada Belanda. Karena kekecewaan para pemimpin PDRI maka melakukan

pertemuan pada tanggal 13 Juli 1949 dengan pimpinan Indonesia

yang di tawan di Bangka. Hasil pertemuan itu antara lain :

- PDRI menyerahkan keputusan mengenai hasil perundingan

Roem-Royen kepada kabinet, Badan Pekerja KNIP, dan pimpinan TNI.

- Pada tanggal 13 Juli 1949, Syafruddin Prawiranegara

menyerahkan mandat secara resmi kepada Wakil Presiden Hatta.

I. PERJANJIAN ROEM ROYEN

Guna menjamin terlaksananya penghentian Agresi Militer Belanda II

maka PBB menganti KTN dengan membentuk UNCI (United Nations

Comission for Indonesia) yaitu komisi PBB untuk Indonesia. Komisi ini selanjutnya mempertemukan Indonesia dan Belanda ke

meja perundingan pada tanggal 14 April 1949. Dimana Delegasi RI

dipimpin oleh Mr. Moh. Roem (ketua), Mr. Ali sastro Amijoyo (wakil) sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh Dr. J. H Van Royen.

Page 20: Masa perjuangan

Perundingan diadakan di Hotel Des Indes Jakarta dipimpin oleh Merle Cochran, anggota komisi dari Amerika Serikat. Perundingan ini mengalami hambatan sehingga baru pada awal Mei 1949 terjadi kesepakatan. Isi Perjanjian Roem-Royen (Roem-Royen Statement) sebagai berikut:

Delegasi Indonesia menyatakan kesediaan pemerintah RI untuk:

1. Pemerintah Republik Indonesia akan mengeluarkan perintah penghentian perang gerilya.

2. Bekerjasama dalam mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan.

3. Turut serta dalam KMB di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat.

Pernyataan Delegasi Belanda yang dibacakan oleh Dr. H.J. Van Royen yaitu:

1. Pemerintah Belanda setuju bahwa pemerintah RI harus bebas dan leluasa melakukan jabatan sepatutnya dalam satu daerah meliputi karisidenan Yogyakarta.

2. Pemerintah Belanda membebaskan tak bersyarat pemimpin-pemimpin dan tahanan politik yang tertangkap sejak 19 Desember 1948.

3. Pemerintah Belanda menyetujui RI sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat

4. KMB di Den Haag akan diadakan selekasnya sesudah pemerintah RI kembali ke Yogyakarta.

Sejak bulan Juni 1949, berlangsung persiapan pemulihan pemerintahan Indonesia di Yogyakarta. Persiapan itu berlangsung di bawah pengawasan UNCI. Sejak tanggal 24-29 Juni 1949, tentara Belanda ditarik dari Yogyakarta. TNI akhirnya memasuki kota Yogyakarta. Pada 6 Juni 1949, presiden, wakil presiden, serta para pemimpin lainnya kembali ke Yogyakarta.

J. KONFERENSI INTER-INDONESIA

Latar Belakang Konferensi Inter Indonesia :

Sebagai upaya pendahuluan sebelum diselenggarakannya Konferensi Meja Bundar.

Adanya keinginan melalin persatuan antara RI dan BFO (Badan

Musyawarah Negara-negara Federal) serta sikap bersama untuk menghadapi Belanda dalam KMB.

Kembalinya para pemimpin RI ke Yogyakarta pada 1 Juli 1949

maka dilakukan perundingan antara Belanda dan Indonesia Konferensi Inter Indonesia ini menunjukkan kegagalan poltik

devide et impera yang dijalankan Belanda untuk memisahkan daerah-daerah di luar Republik.

Page 21: Masa perjuangan

Konferensi tersebut berlangsung dari tanggal 19-22 Juli 1949 di Yogyakarta yang dihadiri oleh wakil-wakil RI dan BFO(Negara-negara ciptaan Belanda disebut Negara Boneka. Melalui Negara boneka ini Bel anda

m em bentuk pem erintahan Federal dengan Van Mook sebagai kepala pem erintahannya.Tanggal 27 Mei 1948 lahirlah Badan Permusyawaratan Federal

(BFO) yang terdiri dari negara-negara boneka ciptaan Belanda). Konfrensi Inter Indonesia menghasilkan persetujuan mengenai ketatanegaraan Negara Indonesia Serikat. Adapun hasil dari Konferensi Antar Indonesia dalam bidang ketatanegraan adalah sebagai berikut:

1. Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat(RIS) berdasarkan demokrasi dan federalisme(serikat).

2. RIS akan dikepalai seorang presiden konstitusional dibantu oleh mentri yang bertanggungjawab pada Presiden.

3. Akan dibentuk dua badan perwakilan,yaitu sebuah DPR dan sebuah dewan perwakilan Negara bagian (senat). Pertama kali akan dibentuk DPR seme4ntara.

4. Pemerintah federal sementara akan menerima kedaulatan bukan saja dari pihak Belanda melainkan pada saat yang sama juga dari RI.

Di bidang Militer tercapai kesepakatan sebagai berikut:

1. Angkatan perang RIS adalah angkatan perang nasional. Presiden RIS adalah panglima tertinggi Angkatan Perang RIS.

2. Pertahanan Negara adalah semata-mata hak pemerintah RIS, Negara bagian tidak akan memiliki angkatan perang sendiri.

3. Pembentukan angkatan perang RIS adalah semata-mata soal bangsa Indonesia. Angkatan perang RIS akan dibentuk oleh pemerintah RIS dengan inti angkatan perang RI (TNI) bersama-sama dengan orang Indonesia yang ada dalam KNIL, ML,KM, VB, dan Territoriale Bataljons.

4. Pada masa permulaan RIS, menteri pertahanan dapat merangkap sebagai Panglima Besar APRIS.

Konferensi Inter-Indonesia kemudian dilanjutkan kembali di Jakarta pada tanggal 30 Juli sampai 2 Agustus 1949 dipimpin oleh Mohammad Hatta selaku Perdana Menteri. Pertemuan tersebut membahas pelaksanaan pokok-pokok persetujuan yang telah dicapai di Yogyakarta. Kesepakatan yang berhasil dicapai adalah :

Pembentukan Panitia Persiapan Nasional yang bertugas menjaga suasana terib sebelum dan sesudah Konferensi Meja Bundar.

Agustustus 1949 dikeluarkan perintah untuk menghentikan tembak-menembak baik itu dari pemerintah Indonesia maupun Belanda. Perintah tersebut berlaku mulai 11 Agustus 1949 untuk Jawa dan 15 Agustus 1949 untuk Sumatera.

K. KONFERENSI MEJA BUNDAR

Realisasi dari perjanjian Roem-Royen adalah diselenggarakannya Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda. Konferensi

Page 22: Masa perjuangan

tersebut berlangsung selama 23 Agustus sampai 2 November 1949. Konferensi ini diikuti oleh delegasi Indonesia, BFO, Belanda, dan UNCI. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta. Delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid dari Pontianak. Delegasi Belanda diketuai oleh J. H Van Maarseveen. Sebagai penengah adalah wakil dari UNCI oleh Critley R. Heremas dan Marle Cochran. Hasil dari persetujuan KMB adalah:

1. Belanda menyerahkan dan mengakui kedaulatan Indonesia tanpa syarat dan tidak dapat ditarik kembali

2. Indonesia akan berbentuk Negara serikat (RIS) dan merupakan uni dengan Belanda.

3. RIS mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan hak konsesi dan izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda.

4. RIS harus menanggung semua hutang Belanda yang dibuat sejak tahun 1942.

5. Status karisidenan Irian akan diselesaikan dalam waktu 1 tahun setelah penyerahan kedaulatan RIS.

Makna dari Persetujuan KMB :

Merupakan babak baru dalam perjuangan sejarah Indonesia

Meskipun merupakan Negara serikat tetapi wilayahnya hampir mencakup seluruh Indonesia.

Eksistensi pemerintah RI dimata dunia internasional makin kuat.

L. KEMBALI KE NKRI

Konstitusi RIS

Selama berlangsungnya KMB Tanggal 29 Oktober 1949 dilakukan penandatanganan bersama Piagam Persetujuan Konstitusi RIS antara Republik Indonesia dengan BFO yang selanjutnya diajukan ke Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Melalui Piagam tersebut disetujui bahwa Negara bentukan federasi tersebut meliputi:

1. Negara RI yang meliputi daerah menurut perjanjian Renville

2. Negara Ciptaan Belanda hasil konferensi Malino, meliputi:

Negara Indonesia Timur, presidennya Cokorde Gde Sukowati

dan Perdana Menteri Najamudin Daeng Malewa

Negara Sumatera Timur dengan wakilnya Dr. Mansyur

Negara Sumatera Selatan dengan wakil Abdul Malik

Negara Madura dengan walinya Cokroningrat

Negara Jawa Timur dengan walinya Wiranata Kusumah.

3. Satu-satuan kenegaraan yang tegak sendiri

4. Daerah-daerah selebihnya bukan daerah-daerah bagian. Dari hasil kesepakatan antara RI dan BFO tersebut maka KNIP pada tanggal 6-14 Desember 1949 mengadakan sidang yang membahas hasil KMB dan mereka menyetujui hasil KMB.

Page 23: Masa perjuangan

Langkah selanjutnya:

1) Tanggal 15 Desember 1949 diadakan pemilihan presiden RIS dengan calon tunggal Ir. Soekarno.

2) Tanggal 16 Desember 1949 Ir. Soekarno dipilih menjadi presiden RIS.

3) Tanggal 17 Desember 1949, Ir Soekarno dilantik menjadi Presiden RIS

4) Tanggal 20 Desember 1949, Presiden Soekarno melantik cabinet RIS yang pertama dengan Moh. Hatta sebagai Perdana Menteri.

Perjuangan kembali ke Negara kesatuan RI

a. Tanggal 27 Desember 1949 terjadi : 1. Penyerahan dan penandatanganan naskah pengakuan

kedaulatan antara Negara Belanda dan Jakarta. Penandatanganan tersebut dilakukan secara bersamaan antara di Indonesia dengan di negeri Belanda. Selain itu di Yogyakarta dilakukan pula penyerahan kedaulatan dari RI kepada RIS. Dengan pengakuan kedaulatan 27 Desember 1949 maka berakhirlah periode perjuangan bersenjata dalam menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

2. Presiden Soekarno menyerahkan jabatannya di Yogyakarta kepada Acting President RI, Mr. Asaat yang sebelumnya menjabat sebagai ketua KNIP.

b. Tanggal 28 Desember 1949,

Presiden Soekarno kembali ke Jakarta dengan membawa bendera pusaka.

Atas usul RI, pemerintah RIS mengadakan perundingan dengan 2 negara bagian lain tentang pembentukan “Negara kesatuan”. Sehingga akhirnya parlemen dan senat RIS mengesahkan rencana Undang-undang Dasar Sementara dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

c. Tanggal 15 Agustus 1950, Presiden RIS, Ir. Soekarno membacakan piagam terbentuknya

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Sejak saat itu Soekarno menerima kembali jabatan Presiden RI

dari Acting President RI, Mr. Asaat Perdana Menteri Moh. Hatta menyerahkan mandatnya kepada

Presiden dan wakil presiden RI. Hal ini menunjukkan bahwa Negara federal ciptaan Van Mook

hanya berumur 8 bulan.

d. Tanggal 17 Agustus 1950 Bendera Pusaka dapat dikibarkan kembali di halaman depan

bekas istana Gubernur Jenderal (Istana Negara). RIS dibubarkan dan kembali dalam bentuk Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Sejak NKRI berdiri tegak kembali, PBB menerima Indonesia masuk menjadi anggota PBB yang ke-60 tepat pada tanggal 28 September 1950.

Page 24: Masa perjuangan

Masalah Irian Barat menurut KMB akan dibicarakan satu tahun kemudian ternyata sampai tahun 1960 tidak ada tanda-tanda untuk diserahkan oleh Belanda. Sejak tanggal 19 Desember 1961 Indonesia menempuh perjuangan bersenjata dengan Tri Komando Rakyat (Trikora). Perjuangan Trikora berhasil memaksa Belanda menerima Persetujuan New York tanggal 15 Agustus 1962 dengan pokok-pokok perjuangan sebagai berikut:

1. Penghentian permusuhan

2. Membentuk United Nation of temporary Executive Authority (UNTEA) di Irian Barat yang berarti kekuasaan untuk sementara dipegang PBB dengan tahapan sebagai berikut:

Antara 1 Oktober sampai 31 Desember 1962 masa pemerintahan UNTEA dilakukan bersama-sama dengan kerajaan Belanda.

Antara 1 Januari sampai 1 Mei 1963 masa pemerintahan dilakukan bersama RI.

Sejak 1 Mei 1963 wilayah Irian Barat sepenuhnya berada di bawah kekuasaan RI.

Tahun 1969 akan diadakan Act of Free Choice yaitu penen tuan pendapat rakyat (pepera).

Tanggal 14 Juli 1969 pepera dilaksanakan dengan hasil pernyataan bahwa segenap rakyat Irian Barat tetap berada dalam kekuasaan republic Indonesia.

Sejarah Indonesia selama 1945—1949 dimulai dengan masuknya Sekutu diboncengi oleh Belanda

(NICA) ke berbagai wilayah Indonesia setelah kekalahan Jepang, dan diakhiri dengan penyerahan

kedaulatan kepada Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949. Terdapat banyak sekali peristiwa

sejarah pada masa itu, pergantian berbagai posisi kabinet, Aksi Polisionil oleh Belanda, berbagai

perundingan, dan peristiwa-peristiwa sejarah lainnya.

Kembalinya Belanda bersama Sekutu

[sunting] Latar belakang terjadinya kemerdekaan

Sesuai dengan perjanjian Wina pada tahun 1942, bahwa negara-negara sekutu bersepakat

untuk mengembalikan wilayah-wilayah yang kini diduduki Jepang pada pemilik koloninya masing-masing bila Jepang berhasil diusir dari daerah pendudukannya.

Menjelang akhir perang, tahun 1945, sebagian wilayah Indonesia telah dikuasai oleh tentara sekutu. Satuan tentara Australia telah mendaratkan pasukannya di Makasar dan Banjarmasin,

sedangkan Balikpapan telah diduduki oleh Australia sebelum Jepang menyatakan menyerah kalah. Sementara Pulau Morotai dan Irian Barat bersama-sama dikuasai oleh satuan tentara

Australia dan Amerika Serikat di bawah pimpinan Jenderal Douglas MacArthur, Panglima Komando Kawasan Asia Barat Daya (South West Pacific Area Command/SWPAC).

Setelah perang usai, tentara Australia bertanggung jawab terhadap Kalimantan dan Indonesia bagian Timur, Amerika Serikat menguasai Filipina dan tentara Inggris dalam bentuk

Page 25: Masa perjuangan

komando SEAC (South East Asia Command) bertanggung jawab atas India, Burma, Srilanka, Malaya, Sumatra, Jawa dan Indocina. SEAC dengan panglima Lord Mountbatten sebagai

Komando Tertinggi Sekutu di Asia Tenggara bertugas melucuti bala tentera Jepang dan mengurus pengembalian tawanan perang dan tawanan warga sipil sekutu (Recovered Allied

Prisoners of War and Internees/RAPWI).

[sunting] Mendaratnya Belanda diwakili NICA

Berdasarkan Civil Affairs Agreement, pada 23 Agustus 1945 Inggris bersama tentara Belanda mendarat di Sabang, Aceh. 15 September 1945, tentara Inggris selaku wakil Sekutu tiba di

Jakarta, dengan didampingi Dr. Charles van der Plas, wakil Belanda pada Sekutu. Kehadiran tentara Sekutu ini, diboncengi NICA (Netherland Indies Civil Administration - pemerintahan sipil Hindia Belanda) yang dipimpin oleh Dr. Hubertus J van Mook, ia dipersiapkan untuk

membuka perundingan atas dasar pidato siaran radio Ratu Wilhelmina tahun 1942 (statkundige concepti atau konsepsi kenegaraan), tetapi ia mengumumkan bahwa ia tidak

akan berbicara dengan Soekarno yang dianggapnya telah bekerja sama dengan Jepang. Pidato Ratu Wilhemina itu menegaskan bahwa di kemudian hari akan dibentuk sebuah persemakmuran yang di antara anggotanya ialah Kerajaan Belanda dan Hindia Belanda, di

bawah pimpinan Ratu Belanda.

[sunting] Pertempuran melawan Sekutu dan NICA

Terdapat berbagai pertempuran yang terjadi pada saat masuknya Sekutu dan NICA ke

Indonesia, yang saat itu baru menyatakan kemerdekaannya. Pertempuran yang terjadi di antaranya adalah:

1. Peristiwa 10 November, di daerah Surabaya dan sekitarnya. 2. Palagan Ambarawa, di daerah Ambarawa, Semarang dan sekitarnya.

3. Perjuangan Gerilya Jenderal Soedirman, meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur 4. Bandung Lautan Api, di daerah Bandung dan sekitarnya.

[sunting] Ibukota pindah ke Yogyakarta

Karena situasi keamanan ibukota Jakarta (Batavia saat itu) yang makin memburuk, maka pada tanggal 4 Januari 1946, Soekarno dan Hatta dengan menggunakan kereta api, pindah ke Yogyakarta sekaligus pula memindahkan ibukota. Meninggalkan Sutan Syahrir dan

kelompok yang pro-negosiasi dengan Belanda di Jakarta.[1]

Pemindahan ke Yogyakarta dilakukan dengan menggunakan kereta api, yang disebut dengan singkatan KLB (Kereta Luar Biasa). Orang lantas berasumsi bahwa rangkaian kereta api yang

digunakan adalah rangkaian yang terdiri dari gerbong-gerbong luar biasa. Padahal yang luar biasa adalah jadwal perjalanannya, yang diselenggarakan di luar jadwal yang ada, karena kereta dengan perjalanan luar biasa ini, mengangkut Presiden beserta Wakil Presiden, dengan

keluarga dan staf, gerbong-gerbongnya dipilihkan yang istimewa, yang disediakan oleh Djawatan Kereta Api (DKA) untuk VVIP.[2]

[sunting] 1946

[sunting] Perubahan sistem pemerintahan

Page 26: Masa perjuangan

Pernyataan van Mook untuk tidak berunding dengan Soekarno adalah salah satu faktor yang memicu perubahan sistem pemerintahan dari presidensiil menjadi parlementer. Gelagat ini

sudah terbaca oleh pihak Republik Indonesia, karena itu sehari sebelum kedatangan Sekutu, tanggal 14 November 1945, Soekarno sebagai kepala pemerintahan republik diganti oleh

Sutan Sjahrir yang seorang sosialis dianggap sebagai figur yang tepat untuk dijadikan ujung tombak diplomatik, bertepatan dengan naik daunnya partai sosialis di Belanda.

Terjadinya perubahan besar dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia (dari sistem Presidensiil menjadi sistem Parlementer) memungkinkan perundingan antara pihak RI dan

Belanda. Dalam pandangan Inggris dan Belanda, Sutan Sjahrir dinilai sebagai seorang moderat, seorang intelek, dan seorang yang telah berperang selama pemerintahan Jepang.

[sunting] Diplomasi Syahrir

Ketika Syahrir mengumumkan kabinetnya, 15 November 1945, Letnan Gubernur Jendral van Mook mengirim kawat kepada Menteri Urusan Tanah Jajahan (Minister of Overseas Territories, Overzeese Gebiedsdelen), J.H.A. Logemann, yang berkantor di Den Haag:

"Mereka sendiri [Sjahrir dan Kabinetnya] dan bukan Soekarno yang bertanggung jawab atas jalannya keadaan". Logemann sendiri berbicara pada siaran radio BBC tanggal 28 November

1945, "Mereka bukan kolaborator seperti Soekarno, presiden mereka, kita tidak akan pernah dapat berurusan dengan Dr Soekarno, kita akan berunding dengan Sjahrir". Tanggal 6 Maret 1946 kepada van Mook, Logemann bahkan menulis bahwa Soekarno adalah persona

non grata.

Pihak Republik Indonesia memiliki alasan politis untuk mengubah sistem pemerintahan dari Presidensiil menjadi Parlementer, karena seminggu sebelum perubahan pemerintahan itu,

Den Haag mengumumkan dasar rencananya. Ir Soekarno menolak hal ini, sebaliknya Sjahrir mengumumkan pada tanggal 4 Desember 1945 bahwa pemerintahnya menerima tawaran ini

dengan syarat pengakuan Belanda atas Republik Indonesia.

Tanggal 10 Februari 1946, pemerintah Belanda membuat pernyataan memperinci tentang politiknya dan menawarkan mendiskusikannya dengan wakil-wakil Republik yang diberi kuasa. Tujuannya hendak mendirikan persemakmuran Indonesia, yang terdiri dari daerah-

daerah dengan bermacam-macam tingkat pemerintahan sendiri, dan untuk menciptakan warga negara Indonesia bagi semua orang yang dilahirkan di sana. Masalah dalam negeri

akan dihadapi dengan suatu parlemen yang dipilih secara demokratis dan orang-orang Indonesia akan merupakan mayoritas. Kementerian akan disesuaikan dengan parlemen tetapi akan dikepalai oleh wakil kerajaan. Daerah-daerah yang bermacam-macam di Indonesia yang

dihubungkan bersama-sama dalam suatu susunan federasi dan persemakmuran akan menjadi rekan (partner) dalam Kerajaan Belanda, serta akan mendukung permohonan keanggotaan

Indonesia dalam organisasi PBB.

Pada bulan April dan Mei 1946, Sjahrir mengepalai delegasi kecil Indonesia yang pergi berunding dengan pemerintah Belanda di Hoge Veluwe. Lagi, ia menjelaskan bahwa titik tolak perundingan haruslah berupa pengakuan atas Republik sebagai negara berdaulat. Atas

dasar itu Indonesia baru mau berhubungan erat dengan Kerajaan Belanda dan akan bekerja sama dalam segala bidang. Karena itu Pemerintah Belanda menawarkan suatu kompromi

yaitu: "mau mengakui Republik sebagai salah satu unit negara federasi yang akan dibentuk sesuai dengan Deklarasi 10 Februari". Sebagai tambahan ditawarkan untuk mengakui pemerintahan de facto Republik atas bagian

Page 27: Masa perjuangan

Jawa dan Madura yang belum berada di bawah perlindungan pasukan Sekutu. Karena Sjahrir tidak dapat menerima syarat-syarat ini, konferensi itu bubar dan ia bersama teman-temannya

kembali pulang.

Tanggal 17 Juni 1946, Sjahrir mengirimkan surat rahasia kepada van Mook, menganjurkan bahwa mungkin perundingan yang sungguh-sungguh dapat dimulai kembali. Dalam surat

Sjahrir yang khusus ini, ada penerimaan yang samar-samar tentang gagasan van Mook mengenai masa peralihan sebelum kemerdekaan penuh diberikan kepada Indonesia; ada pula nada yang lebih samar-samar lagi tentang kemungkinan Indonenesia menyetujui federasi

Indonesia - bekas Hindia Belanda dibagi menjadi berbagai negara merdeka dengan kemungkinan hanya Republik sebagai bagian paling penting. Sebagai kemungkinan dasar

untuk kompromi, hal ini dibahas beberapa kali sebelumnya, dan semua tokoh politik utama Republik mengetahui hal ini.

Tanggal 17 Juni 1946, sesudah Sjahrir mengirimkan surat rahasianya kepada van Mook, surat

itu dibocorkan kepada pers oleh surat kabar di Negeri Belanda. Pada tanggal 24 Juni 1946, van Mook mengirim kawat ke Den Haag: "menurut sumber-sumber yang dapat dipercaya, usul balasan (yakni surat Sjahrir) tidak disetujui oleh Soekarno dan ketika dia bertemu

dengannya, dia marah. Tidak jelas, apa arah yang akan diambil oleh amarah itu". Pada waktu yang sama, surat kabar Indonesia menuntut dijelaskan desas-desus tentang Sjahrir

bersedia menerima pengakuan de facto Republik Indonesia terbatas pada Jawa dan Sumatra.

[sunting] Penculikan terhadap PM Sjahrir

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Penculikan Perdana Menteri Sjahrir

Tanggal 27 Juni 1946, dalam Pidato Peringatan Isra Mi'raj Nabi Muhammad SAW, Wakil Presiden Hatta menjelaskan isi usulan balasan di depan rakyat banyak di alun-alun utama

Yogyakarta, dihadiri oleh Soekarno dan sebagian besar pucuk pimpinan politik. Dalam pidatonya, Hatta menyatakan dukungannya kepada Sjahrir, akan tetapi menurut sebuah analisis, publisitas luas yang diberikan Hatta terhadap surat itu, menyebabkan kudeta dan

penculikan terhadap Sjahrir.

Pada malam itu terjadi peristiwa penculikan terhadap Perdana Menteri Sjahrir, yang sudah terlanjur dicap sebagai "pengkhianat yang menjual tanah airnya". Sjahrir diculik di Surakarta,

ketika ia berhenti dalam perjalanan politik menelusuri Jawa. Kemudian ia dibawa ke Paras, kota dekat Solo, di rumah peristirahatan seorang pangeran Solo dan ditahan di sana dengan pengawasan Komandan Batalyon setempat.

Pada malam tanggal 28 Juni 1946, Ir Soekarno berpidato di radio Yogyakarta. Ia

mengumumkan, "Berhubung dengan keadaan di dalam negeri yang membahayakan keamanan negara dan perjuangan kemerdekaan kita, saya, Presiden Republik Indonesia,

dengan persetujuan Kabinet dan sidangnya pada tanggal 28 Juni 1946, untuk sementara mengambil alih semua kekuasaan pemerintah". Selama sebulan lebih, Soekarno mempertahankan kekuasaan yang luas yang dipegangnya. Tanggal 3 Juli 1946, Sjahrir

dibebaskan dari penculikan; namun baru tanggal 14 Agustus 1946, Sjahrir diminta kembali untuk membentuk kabinet.

[sunting] Kembali menjadi PM

Page 28: Masa perjuangan

Tanggal 2 Oktober 1946, Sjahrir kembali menjadi Perdana Menteri, Sjahrir kemudian berkomentar, "Kedudukan saya di kabinet ketiga diperlemah dibandingkan dengan kabinet

kedua dan pertama. Dalam kabinet ketiga saya harus berkompromi dengan Partai Nasional Indonesia dan Masyumi... Saya harus memasukkan orang seperti Gani dan Maramis lewat

Soekarno; saya harus menanyakan pendapatnya dengan siapa saya membentuk kabinet."

[sunting] Konferensi Malino - Terbentuknya "negara" baru

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Konferensi Malino

Bulan Juni 1946 suatu krisis terjadi dalam pemerintahan Republik Indonesia, keadaan ini

dimanfaatkan oleh pihak Belanda yang telah mengusai sebelah Timur Nusantara. Dalam bulan Juni diadakan konferensi wakil-wakil daerah di Malino, Sulawesi, di bawah Dr. Van Mook dan minta organisasi-organisasi di seluruh Indonesia masuk federasi dengan 4 bagian;

Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Timur Raya.

[sunting] 1946-1947

[sunting] Peristiwa Westerling

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pembantaian Westerling

Pembantaian Westerling adalah sebutan untuk peristiwa pembunuhan ribuan rakyat sipil di Sulawesi Selatan yang dilakukan oleh pasukan Belanda Depot Speciale Troepen pimpinan Westerling. Peristiwa ini terjadi pada Desember 1946-Februari 1947 selama operasi militer

Counter Insurgency (penumpasan pemberontakan).

[sunting] Perjanjian Linggarjati

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perundingan Linggarjati

Bulan Agustus pemerintah Belanda melakukan usaha lain untuk memecah halangan dengan menunjuk tiga orang Komisi Jendral datang ke Jawa dan membantu Van Mook dalam perundingan baru dengan wakil-wakil republik itu. Konferensi antara dua belah pihak

diadakan di bulan Oktober dan November di bawah pimpinan yang netral seorang komisi khusus Inggris, Lord Killearn. Bertempat di bukit Linggarjati dekat Cirebon. Setelah mengalami tekanan berat -terutama Inggris- dari luar negeri, dicapailah suatu persetujuan

tanggal 15 November 1946 yang pokok pokoknya sebagai berikut :

Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa dan Madura. Belanda harus meninggalkan wilayah de

facto paling lambat 1 Januari 1949, Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara

Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu

bagiannya adalah Republik Indonesia Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia - Belanda

dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.

Page 29: Masa perjuangan

Untuk ini Kalimantan dan Timur Raya akan menjadi komponennya. Sebuah Majelis Konstituante didirikan, yang terdiri dari wakil-wakil yang dipilih secara demokratis dan

bagian-bagian komponen lain. Indonesia Serikat pada gilirannya menjadi bagian Uni Indonesia-Belanda bersama dengan Belanda, Suriname dan Curasao. Hal ini akan memajukan

kepentingan bersama dalam hubungan luar negeri, pertahanan, keuangan dan masalah ekonomi serta kebudayaan. Indonesia Serikat akan mengajukan diri sebagai anggota PBB. Akhirnya setiap perselisihan yang timbul dari persetujuan ini akan diselesaikan lewat

arbitrase.

Kedua delegasi pulang ke Jakarta, dan Soekarno-Hatta kembali ke pedalaman dua hari kemudian, pada tanggal 15 November 1946, di rumah Sjahrir di Jakarta, berlangsung

pemarafan secara resmi Perundingan Linggarjati. Sebenarnya Soekarno yang tampil sebagai kekuasaan yang memungkinkan tercapainya persetujuan, namun, Sjahrir yang diidentifikasikan dengan rancangan, dan yang bertanggung jawab bila ada yang tidak beres.

[sunting] Peristiwa yang terjadi terkait dengan hasil perundingan Linggarjati

Parade Tentara Republik Indonesia (TRI) di Purwakarta, Jawa Barat, pada tanggal 17 Januari

1947.

Pada bulan Februari dan Maret 1947 di Malang, S M Kartosuwiryo ditunjuk sebagai salah seorang dari lima anggota Masyumi dalam komite Eksekutif, yang terdiri dari 47 anggota

untuk mengikuti sidang KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat), dalam sidang tersebut membahas apakah Persetujuan Linggarjati yang telah diparaf oleh Pemerintah Republik dan Belanda pada bulan November 1946 akan disetujui atau tidak Kepergian S M Kartosoewirjo

ini dikawal oleh para pejuang Hizbullah dari Jawa Barat, karena dalam rapat tersebut kemungkinan ada dua kubu yang bertarung pendapat sangat sengit, yakni antara sayap

sosialis (diwakili melalui partai Pesindo), dengan pihak Nasionalis-Islam (diwakili lewat partai Masyumi dan PNI). Pihak sosialis ingin agar KNPI menyetujui naskah Linggarjati tersebut, sedang pihak Masyumi dan PNI cenderung ingin menolaknya Ketika anggota KNIP

yang anti Linggarjati benar-benar diancam gerilyawan Pesindo, Sutomo (Bung Tomo) meminta kepada S M Kartosoewirjo untuk mencegah pasukannya agar tidak menembaki

satuan-satuan Pesindo.

DR H J Van Mook kepala Netherland Indies Civil Administration (NICA) yang kemudian diangkat sebagai Gubernur Jendral Hindia Belanda, dengan gigih memecah RI yang tinggal 3 pulau ini Bahkan sebelum naskah itu ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947, *28 ia telah

Page 30: Masa perjuangan

memaksa terwujudnya Negara Indonesia Timur, dengan presiden Sukowati, lewat Konferensi Denpasar tanggal 18 - 24 Desember 1946

Pada bulan tanggal 25 Maret 1947 hasil perjanjian Linggarjati ditandatangani di Batavia

Partai Masyumi menentang hasil perjanjian tersebut, banyak unsur perjuang Republik Indonesia yang tak dapat menerima pemerintah Belanda merupakan kekuasaan berdaulat di

seluruh Indonesia 29 Dengan seringnya pecah kekacauan, maka pada prakteknya perjanjian tersebut sangat sulit sekali untuk dilaksanakan.

[sunting] Proklamasi Negara Pasundan

Usaha Belanda tidak berakhir sampai di NIT. Dua bulan setelah itu, Belanda berhasil

membujuk Ketua Partai Rakyat Pasundan, Soeria Kartalegawa, memproklamasikan Negara Pasundan pada tanggal 4 Mei 1947. Secara militer negara baru ini sangat lemah, ia benar

benar sangat tergantung pada Belanda, tebukti ia baru eksis ketika Belanda melakukan Agresi dan kekuatan RI hengkang dari Jawa Barat.

Di awal bulan Mei 1947 pihak Belanda yang memprakarsai berdirinya Negara Pasundan itu

memang sudah merencanakan bahwa mereka harus menyerang Republik secara langsung. Kalangan militer Belanda merasa yakin bahwa kota-kota yang dikuasai pihak Republik dapat ditaklukkan dalam waktu dua minggu dan untuk menguasai seluruh wilayah Republik dalam

waktu enam bulan. Namun mereka pun menyadari begitu besarnya biaya yang ditanggung untuk pemeliharaan suatu pasukan bersenjata sekitar 100.000 serdadu di Jawa, yang sebagian

besar dari pasukan itu tidak aktif, merupakan pemborosan keuangan yang serius yang tidak mungkin dipikul oleh perekonomian negeri Belanda yang hancur diakibatkan perang. Oleh karena itu untuk mempertahankan pasukan ini maka pihak Belanda memerlukan komoditi

dari Jawa (khususnya gula) dan Sumatera (khususnya minyak dan karet).

[sunting] Agresi Militer I

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agresi Militer I

Pada tanggal 27 Mei 1947, Belanda mengirimkan Nota Ultimatum, yang harus dijawab dalam 14 hari, yang berisi:

1. Membentuk pemerintahan ad interim bersama; 2. Mengeluarkan uang bersama dan mendirikan lembaga devisa bersama;

3. Republik Indonesia harus mengirimkan beras untuk rakyat di daerahdaerah yang diduduki Belanda;

4. Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban bersama, termasuk daerah daerah

Republik yang memerlukan bantuan Belanda (gendarmerie bersama); dan 5. Menyelenggarakan penilikan bersama atas impor dan ekspor

Perdana Menteri Sjahrir menyatakan kesediaan untuk mengakui kedaulatan Belanda selama

masa peralihan, tetapi menolak gendarmerie bersama. Jawaban ini mendapatkan reaksi keras dari kalangan parpol-parpol di Republik.

Page 31: Masa perjuangan

Ketika jawaban yang memuaskan tidak kunjung tiba, Belanda terus "mengembalikan ketertiban" dengan "tindakan kepolisian". Pada tanggal 20 Juli 1947 tengah malam (tepatnya

21 Juli 1947) mulailah pihak Belanda melancarkan 'aksi polisionil' mereka yang pertama.

Aksi Belanda ini sudah sangat diperhitungkan sekali dimana mereka telah menempatkan pasukan-pasukannya di tempat yang strategis. Pasukan yang bergerak dari Jakarta dan

Bandung untuk menduduki Jawa Barat (tidak termasuk Banten), dan dari Surabaya untuk menduduki Madura dan Ujung Timur. Gerakan-gerakan pasukan yang lebih kecil mengamankan wilayah Semarang. Dengan demikian, Belanda menguasai semua pelabuhan

perairan-dalam di Jawa Di Sumatera, perkebunan-perkebunan di sekitar Medan, instalasi- instalasi minyak dan batubara di sekitar Palembang, dan daerah Padang diamankan. Melihat

aksi Belanda yang tidak mematuhi perjanjian Linggarjati membuat Sjahrir bingung dan putus asa, maka pada bulan Juli 1947 dengan terpaksa mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Perdana Menteri, karena sebelumnya dia sangat menyetujui tuntutan Belanda dalam

menyelesaikan konflik antara pemerintah RI dengan Belanda.

Menghadapi aksi Belanda ini, bagi pasukan Republik hanya bisa bergerak mundur dalam kebingungan dan hanya menghancurkan apa yang dapat mereka hancurkan. Dan bagi

Belanda, setelah melihat keberhasilan dalam aksi ini menimbulkan keinginan untuk melanjutkan aksinya kembali. Beberapa orang Belanda, termasuk van Mook, berkeinginan

merebut Yogyakarta dan membentuk suatu pemerintahan Republik yang lebih lunak, tetapi pihak Amerika dan Inggris yang menjadi sekutunya tidak menyukai 'aksi polisional' tersebut serta menggiring Belanda untuk segera menghentikan penaklukan sepenuhnya terhadap

Republik.

[sunting] Naiknya Amir Syarifudin sebagai Perdana Menteri

Setelah terjadinya Agresi Militer Belanda I pada bulan Juli, pengganti Sjahrir adalah Amir

Syarifudin yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Pertahanan. Dalam kapasitasnya sebagai Perdana Menteri, dia menggaet anggota PSII yang dulu untuk duduk dalam Kabinetnya. Termasuk menawarkan kepada S.M. Kartosoewirjo untuk turut serta duduk

dalam kabinetnya menjadi Wakil Menteri Pertahanan kedua. Seperti yang dijelaskan dalam sepucuk suratnya kepada Soekarno dan Amir Syarifudin, dia menolak kursi menteri karena

"ia belum terlibat dalam PSII dan masih merasa terikat kepada Masyumi".

S.M. Kartosoewirjo menolak tawaran itu bukan semata-mata karena loyalitasnya kepada Masyumi. Penolakan itu juga ditimbulkan oleh keinginannya untuk menarik diri dari gelanggang politik pusat. Akibat menyaksikan kondisi politik yang tidak menguntungkan

bagi Indonesia disebabkan berbagai perjanjian yang diadakan pemerintah RI dengan Belanda. Di samping itu Kartosoewirjo tidak menyukai arah politik Amir Syarifudin yang kekiri-

kirian. Kalau dilihat dari sepak terjang Amir Syarifudin selama manggung di percaturan politik nasional dengan menjadi Perdana Menteri merangkap Menteri Pertahanan sangat jelas terlihat bahwa Amir Syarifudin ingin membawa politik Indonesia ke arah Komunis.

[sunting] 1948

[sunting] Perjanjian Renville

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perjanjian Renville

Page 32: Masa perjuangan

Sementara peperangan sedang berlangsung, Dewan Keamanan PBB, atas desakan Australia dan India, mengeluarkan perintah peletakan senjata tanggal 1 Agustus 1947, dan segera

setelah itu mendirikan suatu Komisi Jasa-Jasa Baik, yang terdiri dari wakil-wakil Australia, Belgia dan Amerika Serikat, untuk menengahi perselisihan itu .

Tanggal 17 Januari 1948 berlangsung konferensi di atas kapal perang Amerika Serikat,

Renville, ternyata menghasilkan persetujuan lain, yang bisa diterima oleh yang kedua belah pihak yang berselisih. Akan terjadi perdamaian yang mempersiapkan berdirinya zone demiliterisasi Indonesia Serikat akan didirikan, tetapi atas garis yang berbeda dari persetujuan

Linggarjati, karena plebisit akan diadakan untuk menentukan apakah berbagai kelompok di pulau-pulau besar ingin bergabung dengan Republik atau beberapa bagian dari federasi yang

direncanakan Kedaulatan Belanda akan tetap atas Indonesia sampai diserahkan pada Indonesia Serikat.

Pada tanggal 19 Januari ditandatangani persetujuan Renville Wilayah Republik selama masa

peralihan sampai penyelesaian akhir dicapai, bahkan lebih terbatas lagi ketimbang persetujuan Linggarjati : hanya meliputi sebagian kecil Jawa Tengah (Jogja dan delapan Keresidenan) dan ujung barat pulau Jawa -Banten tetap daerah Republik Plebisit akan

diselenggarakan untuk menentukan masa depan wilayah yang baru diperoleh Belanda lewat aksi militer. Perdana menteri Belanda menjelaskan mengapa persetujuan itu ditandatangani

agar Belanda tidak "menimbulkan rasa benci Amerika".

Sedikit banyak, ini merupakan ulangan dari apa yang terjadi selama dan sesudah perundingan Linggarjati. Seperti melalui persetujuan Linggarjati, melalui perundingan Renville, Soekarno dan Hatta dijadikan lambang kemerdekaan Indonesia dan persatuan Yogyakarta hidup lebih

lama, jantung Republik terus berdenyut. Ini kembali merupakan inti keuntungan Seperti sesudah persetujuan Linggarjati, pribadi lain yang jauh dari pusat kembali diidentifikasi

dengan persetujuan -dulu Perdana Menteri Sjahrir, kini Perdana Menteri Amir- yang dianggap langsung bertanggung jawab jika sesuatu salah atau dianggap salah.

[sunting] Runtuhnya Kabinet Amir dan naiknya Hatta sebagai Perdana

Menteri

Dari adanya Agresi Militer I dengan hasil diadakannya Perjanjian Renville menyebabkan jatuhnya Kabinet Amir. Seluruh anggota yang tergabung dalam kabinetnya yang terdiri dari

anggota PNI dan Masyumi meletakkan jabatan ketika Perjanjian Renville ditandatangani, disusul kemudian Amir sendiri meletakkan jabatannya sebagai Perdana Menteri pada tanggal

23 Januari 1948. Dengan pengunduran dirinya ini dia mungkin mengharapkan akan tampilnya kabinet baru yang beraliran komunis untuk menggantikan posisinya. Harapan itu menjadi buyar ketika Soekarno berpaling ke arah lain dengan menunjuk Hatta untuk

memimpin suatu 'kabinet presidentil' darurat (1948-1949), dimana seluruh pertanggungjawabannya dilaporkan kepada Soekarno sebagai Presiden.

Dengan terpilihnya Hatta, dia menunjuk para anggota yang duduk dalam kabinetnya

mengambil dari golongan tengah, terutama orang-orang PNI, Masyumi, dan tokoh-tokoh yang tidak berpartai. Amir dan kelompoknya dari sayap kiri kini menjadi pihak oposisi.

Dengan mengambil sikap sebagai oposisi tersebut membuat para pengikut Sjahrir mempertegas perpecahan mereka dengan pengikut-pengikut Amir dengan membentuk partai tersendiri yaitu Partai Sosialis Indonesia (PSI), pada bulan Februari 1948, dan sekaligus

memberikan dukungannya kepada pemerintah Hatta.

Page 33: Masa perjuangan

Memang runtuhnya Amir datang bahkan lebih cepat ketimbang Sjahrir, enam bulan lebih dulu Amir segera dituduh -kembali khususnya oleh Masyumi dan kemudian Partai Nasional

Indonesia- terlalu banyak memenuhi keinginan pihak asing. Hanya empat hari sesudah Perjanjian Renville ditandatangani, pada tanggal 23 Januari 1948, Amir Syarifudin dan

seluruh kabinetnya berhenti. Kabinet baru dibentuk dan susunannya diumumkan tanggal 29 Januari 1948. Hatta menjadi Perdana Menteri sekaligus tetap memangku jabatan sebagai Wakil Presiden.

Tampaknya kini lebih sedikit jalan keluar bagi Amir dibanding dengan Sjahrir sesudah

Perundingan Linggarjati; dan lebih banyak penghinaan. Beberapa hari sesudah Amir berhenti, di awal Februari 1948, Hatta membawa Amir dan beberapa pejabat Republik lainnya

mengelilingi Provinsi. Amir diharapkan menjelaskan Perjanjian Renville. Pada rapat raksasa di Bukittinggi, Sumatra Barat, di kota kelahiran Hatta -dan rupanya diatur sebagai tempat berhenti terpenting selama perjalanan- Hatta berbicara tentang kegigihan Republik, dan

pidatonya disambut dengan hangat sekali.

Kemudian Amir naik mimbar, dan seperti diuraikan Hatta kemudian: "Dia tampak bingung, seolah-olah nyaris tidak mengetahui apa ayang harus dikatakannya. Dia merasa bahwa

orang rakyat Bukittinggi tidak menyenanginya, khususnya dalam hubungan persetujuan dengan Belanda. Ketika dia meninggalkan mimbar, hampir tidak ada yang bertepuk tangan"

Menurut peserta lain: "Wajah Amir kelihatannya seperti orang yang sudah tidak berarti".

Sjahrir juga diundang ke rapat Bukittinggi ini; dia datang dari Singapura dan berpidato. Menurut Leon Salim -kader lama Sjahrir- "Sjahrir juga kelihatan capai dan jarang tersenyum". Menurut kata-kata saksi lain, "Seolah-olah ada yang membeku dalam wajah

Sjahrir" dan ketika gilirannya berbicara "Dia hanya mengangkat tangannya dengan memberi salam Merdeka dan mundur". Hatta kemudian juga menulis dengan singkat tentang pidato

Sjahrir: "Pidatonya pendek". Dipermalukan seperti ini, secara psikologis amat mungkin menjadi bara dendam yang menyulut Amir untuk memberontak di kemudian hari.

Perjanjian Renville tidak lebih baik daripada perundingan di Linggarjati. Kedua belah pihak menuduh masing-masing melanggar perdamaian, dan Indonesia menuduh Belanda

mendirikan blokade dengan maksud memaksanya menyerah. Bulan Juli 1948, Komisi Jasa-jasa Baik, yang masih ada di tempat mengawasi pelaksanaan persetujuan itu, melaporkan

bahwa Indonesia mengeluh akan gencatan senjata yang berulang-ulang.

[sunting] 1948-1949

[sunting] Agresi Militer II

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agresi Militer II

Agresi Militer II terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya

Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.

[sunting] Perjanjian Roem Royen

Page 34: Masa perjuangan

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perjanjian Roem Royen

Akibat dari Agresi Militer tersebut, pihak internasional melakukan tekanan kepada Belanda,

terutama dari pihak Amerika Serikat yang mengancam akan menghentikan bantuannya kepada Belanda, akhirnya dengan terpaksa Belanda bersedia untuk kembali berunding dengan RI. Pada tanggal 7 Mei 1949, Republik Indonesia dan Belanda menyepakati

Perjanjian Roem Royen.

[sunting] Serangan Umum 1 Maret 1949 atas Yogyakarta

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Serangan Umum 1 Maret

Serangan yang dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta secara secara besar-besaran yang direncanakan dan dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer di wilayah Divisi III/GM III -dengan mengikutsertakan beberapa pucuk pimpinan pemerintah sipil setempat- berdasarkan instruksi dari Panglima Besar Sudirman, untuk membuktikan

kepada dunia internasional bahwa TNI -berarti juga Republik Indonesia- masih ada dan cukup kuat, sehingga dengan demikian dapat memperkuat posisi Indonesia dalam

perundingan yang sedang berlangsung di Dewan Keamanan PBB dengan tujuan utama untuk mematahkan moral pasukan Belanda serta membuktikan pada dunia internasional bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih mempunyai kekuatan untuk mengadakan

perlawanan. Soeharto pada waktu itu sebagai komandan brigade X/Wehrkreis III turut serta sebagai pelaksana lapangan di wilayah Yogyakarta.

[sunting] Serangan Umum Surakarta

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Serangan Umum Surakarta

Serangan Umum Surakarta berlangsung pada tanggal 7-10 Agustus 1949 secara gerilya oleh para pejuang, pelajar, dan mahasiswa. Pelajar dan mahasiswa yang berjuang tersebut

kemudian dikenal sebagai tentara pelajar. Mereka berhasil membumihanguskan dan menduduki markas-maskas Belanda di Solo dan sekitarnya. Serangan itu menyadarkan Belanda bila mereka tidak akan mungkin menang secara militer, mengingat Solo yang

merupakan kota yang pertahanannya terkuat pada waktu itu berhasil dikuasai oleh TNI yang secara peralatan lebih tertinggal tetapi didukung oleh rakyat dan dipimpin oleh seorang

pemimpin yang andal seperti Slamet Riyadi.

[sunting] Konferensi Meja Bundar

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Konferensi Meja Bundar

Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan antara pemerintah Republik Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda dari 23 Agustus hingga 2 November 1949. Yang menghasilkan kesepakatan:

Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat. Irian Barat akan diselesaikan setahun setelah pengakuan kedaulatan.

Page 35: Masa perjuangan

[sunting] Penyerahan kedaulatan oleh Belanda

Bung Hatta di Amsterdam, Belanda menandatangani perjanjian penyerahan kedaulatan.

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda

Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949, selang empat tahun setelah proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Pengakuan ini dilakukan ketika soevereiniteitsoverdracht (penyerahan kedaulatan) ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam. Di Belanda selama ini juga ada kekhawatiran bahwa mengakui Indonesia

merdeka pada tahun 1945 sama saja mengakui tindakan politionele acties (Aksi Polisionil) pada 1945-1949 adalah ilegal.