Marginalisasi Pendidikan Di Daerah Perbatasan (Studi Kasus ...repository.umrah.ac.id/826/1/Jurnal...

20
1 Marginalisasi Pendidikan Di Daerah Perbatasan (Studi Kasus Di Desa Mapur Kecamatan Bintan Pesisir Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau) Lia Auldina Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Maritim Raja Ali Haji. [email protected] Abstract The purpose of this study is to describe the marginalization of education in Desa Mapur Kecamatan Bintan Pesisir Kabupaten Bintan. This Study use descriptive research. Participants in this study were chosen by Snowball Sampling. Data werw analyyzed through the process of data reduction, display and conclution. The theory used in this research is the theory of marginalization according to Alfitri (2006) and the theory of Weak State according to Francis Fukuyama (2004). Based on the results of the research, it can be analyzed that the marginalization of education in Desa Mapur originated from the location of the village which is far from the capital of Kecamatan Bintan Pesisir and from the Kota Kijang, the number of residents and the students are few, resulting in the form of marginalization in the form of incomplete education facilities. This proves that the local government is less committed in providing education services for Desa Mapur which is a border area. The conclusion of this marginalization of education in Desa Mapur brings the consequences to the local community such as moving to areas with more complete educational facilities, dropping out of school, double teaching teachers and schools can not develop, the emergence of marginalization due to weak state in performing its functions so that it is not in accordance with applicable regulation. The suggestion of this research is to build border class for senior high school level which is still part of one of the high schools in the area, and by conducting direct survey to the area that will be built by government not only rely on existing data. Key Words: Marginalization, Weak State, Education, Border Region Abstraksi Pada hakikatnya daerah perbatasan merupakan daerah terdepan yang menjadi halaman depan negara Indonesia, dan hal ini menjadi alasan utama pemerintah harus memberikan perhatian khusus. Namun faktanya pendidikan di daerah perbatasan sangat terbelakang, hingga saat ini perkembangan pembangunan di bidang pendidikan belum menunjukan peningkatan. Salah satu daerah yang termasuk perbatasan yaitu Desa Mapur Kecamatan Bintan Pesisir Kabupaten Bintan. Tujuan penelitian ini pada dasarnya adalah untuk mendeskripsikan Marginalisasi Pendidikan di Desa Mapur Kecamatan Bintan Pesisir Kabupaten Bintan, dalam pembahasan skripsi ini peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Informan dalam penelitian ini diambil menggunakan teknik snowball sampling. Teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori marginalisasi menurut Alfitri (2006) dan teori Negara Lemah menurut Francis Fukuyama (2004). Berdasarkan hasil penelitian maka dapat dianalisis bahwa marginalisasi pendidikan di Desa Mapur berawal dari letak desa yang jauh dari ibukota kecamatan Bintan Pesisir maupun dari kota Kijang, jumlah penduduk dan pelajar yang sedikit, sehingga menimbulkan bentuk marginalisasi berupa, tidak lengkapnya fasilitas pendidikan. Kata kunci: Marginalisasi, Negara Lemah, Pendidikan, Daerah Perbatasan

Transcript of Marginalisasi Pendidikan Di Daerah Perbatasan (Studi Kasus ...repository.umrah.ac.id/826/1/Jurnal...

Page 1: Marginalisasi Pendidikan Di Daerah Perbatasan (Studi Kasus ...repository.umrah.ac.id/826/1/Jurnal Marginalisasi Pendidikan Lia.pdf · (Studi Kasus Di Desa Mapur Kecamatan Bintan Pesisir

1

Marginalisasi Pendidikan Di Daerah Perbatasan

(Studi Kasus Di Desa Mapur Kecamatan Bintan Pesisir Kabupaten Bintan

Provinsi Kepulauan Riau)

Lia Auldina

Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Maritim Raja Ali Haji.

[email protected]

Abstract The purpose of this study is to describe the marginalization of education in Desa Mapur Kecamatan Bintan

Pesisir Kabupaten Bintan. This Study use descriptive research. Participants in this study were chosen by Snowball Sampling. Data werw analyyzed through the process of data reduction, display and conclution. The

theory used in this research is the theory of marginalization according to Alfitri (2006) and the theory of Weak

State according to Francis Fukuyama (2004). Based on the results of the research, it can be analyzed that the marginalization of education in Desa Mapur originated from the location of the village which is far from the

capital of Kecamatan Bintan Pesisir and from the Kota Kijang, the number of residents and the students are few,

resulting in the form of marginalization in the form of incomplete education facilities. This proves that the local

government is less committed in providing education services for Desa Mapur which is a border area. The conclusion of this marginalization of education in Desa Mapur brings the consequences to the local community

such as moving to areas with more complete educational facilities, dropping out of school, double teaching

teachers and schools can not develop, the emergence of marginalization due to weak state in performing its functions so that it is not in accordance with applicable regulation. The suggestion of this research is to build

border class for senior high school level which is still part of one of the high schools in the area, and by

conducting direct survey to the area that will be built by government not only rely on existing data.

Key Words: Marginalization, Weak State, Education, Border Region

Abstraksi Pada hakikatnya daerah perbatasan merupakan daerah terdepan yang menjadi halaman depan negara Indonesia,

dan hal ini menjadi alasan utama pemerintah harus memberikan perhatian khusus. Namun faktanya pendidikan

di daerah perbatasan sangat terbelakang, hingga saat ini perkembangan pembangunan di bidang pendidikan

belum menunjukan peningkatan. Salah satu daerah yang termasuk perbatasan yaitu Desa Mapur Kecamatan Bintan Pesisir Kabupaten Bintan. Tujuan penelitian ini pada dasarnya adalah untuk mendeskripsikan

Marginalisasi Pendidikan di Desa Mapur Kecamatan Bintan Pesisir Kabupaten Bintan, dalam pembahasan

skripsi ini peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Informan dalam penelitian ini diambil menggunakan teknik snowball sampling. Teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi data, penyajian

data, dan penarikan kesimpulan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori marginalisasi menurut

Alfitri (2006) dan teori Negara Lemah menurut Francis Fukuyama (2004). Berdasarkan hasil penelitian maka dapat dianalisis bahwa marginalisasi pendidikan di Desa Mapur berawal dari letak desa yang jauh dari ibukota

kecamatan Bintan Pesisir maupun dari kota Kijang, jumlah penduduk dan pelajar yang sedikit, sehingga

menimbulkan bentuk marginalisasi berupa, tidak lengkapnya fasilitas pendidikan.

Kata kunci: Marginalisasi, Negara Lemah, Pendidikan, Daerah Perbatasan

Page 2: Marginalisasi Pendidikan Di Daerah Perbatasan (Studi Kasus ...repository.umrah.ac.id/826/1/Jurnal Marginalisasi Pendidikan Lia.pdf · (Studi Kasus Di Desa Mapur Kecamatan Bintan Pesisir

2

PENDAHULUAN

Penelitian ini didorong oleh beberapa alasan penting. Pertama, sejak awal kemerdekaan hal

yang diinginkan oleh para pendiri bangsa ini adalah pendidikan yang berkualitas dan demokratis yang

mampu mengangkat harkat dan martabat bangsa. Salah satu tujuan nasional yang dinyatakan dalam

Pembukaan UUD 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Setiap warga negara Indonesia berhak

mendapatkan pendidikan yang layak dan merata, tidak membeda-bedakan ras, agama, pendapatan dan

tempat tinggal. Masyarakat Desa Mapur hidup dan sekolah dengan banyak keterbatasan. Kurangnya

fasilitas pendidikan dan dominannya pekerjaan sebagai nelayan penangkap ikan membawa pengaruh

kepada anak-anak setempat sehingga memilih bekerja daripada melanjutkan sekolah. Desa Mapur

merupakan bagian dari Kecamatan Bintan Pesisir dan Kabupaten Bintan, dimana khusus untuk

Kabupaten Bintan telah dijalankan program sekolah gratis oleh pemerintah daerah Bintan dimana SPP

dan uang transportasi digratiskan serta pelajar mendapat perlengkapan belajar dan seragam gratis untuk

tahun pertama ajaran. Pemerintah Daerah Kabupaten Bintan memprioritaskan pembangunan di daerah-

daerah perbatasan, pemerintah juga berlakukan program guru garis depan, dimana pemerintah akan

mengirim beberapa guru untuk mengajar di pulau-pulau terdepan salah satunya Desa Mapur.

Kedua, berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang

Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan pada BAB II Pasal 3 ayat (1), (2), dan (3) menjelaskan

bahwa pengelolaan pendidikan ditujukan untuk menjamin akses masyarakat atas pelayanan pendidikan

yang mencukupi, merata, dan terjangkau, menjamin mutu dan daya saing pendidikan serta relevansinya

dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat serta menjamin efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas

pengelolaan pendidikan (Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2010). Kecamatan Bintan

Pesisir dibentuk dalam rangka pengembangan dan kemajuan pembangunan. Karena adanya aspirasi

masyarakat dan keinginan untuk lebih meningkatkan kemajuan diberbagai sektor pelayanan

masyarakat. Namun faktanya pelayanan pendidikan yang didapatkan oleh masyarakat Desa Mapur

belum mencukupi, terbukti dengan jumlah kelas untuk SD hanya tersedia 9 ruangan dan untuk SMP

hanya tersedia 3 ruang kelas, sementara SD dan SMP di desa ini berada dalam lingkungan yang sama

atau dikenal dengan satu atap. Tenaga listrik didesa hanya tersedia 5 jam yaitu dari jam 18.00-23.00

WIB, listrik merupakan salah satu sarana atau kebutuhan yang wajib dimiliki oleh sekolah namun

dengan kondisi yang seperti ini membuat kegiatan sekolah menjadi terhambat.

Page 3: Marginalisasi Pendidikan Di Daerah Perbatasan (Studi Kasus ...repository.umrah.ac.id/826/1/Jurnal Marginalisasi Pendidikan Lia.pdf · (Studi Kasus Di Desa Mapur Kecamatan Bintan Pesisir

3

Ketiga, Desa Mapur merupakan satu-satunya desa yang ada di Kecamatan Bintan Pesisir yang

batas Timur desanya berhadapan langsung dengan Laut China Selatan. Ibukota Kecamatan Bintan

Pesisir yaitu Desa Kelong dan desa yang terjauh dari Ibukota Kecamatan yaitu Desa Mapur dengan

jarak 41 Km. Transportasi menuju Desa Mapur dari Pelabuhan Kijang hanya tersedia satu kapal dan

memakan waktu hingga 2 jam lamanya. Sulitnya untuk menjangkau daerah perbatasan ini menjadi

salah satu faktor yang membuat kehidupan masyarakatnya serba terbatas. Sarana pelayanan pendidikan

yang minim serta kurangnya dorongan dari orangtua kepada anak-anak mereka untuk bersekolah dan

cenderung mengarahkan anak untuk bekerja daripada sekolah, membuat sebagian besar masyarakat

Desa Mapur hanya tamatan SD yaitu sebanyak 64% dan buta huruf serta tidak tamat SD sebanyak

26% dengan 258 KK (“Direktori Pulau-Pulau Kecil Indonesia,” 2012).

Melihat kondisi pendidikan yang ada didesa ini dapat dimaknai bahwa adanya gejala

marginalisasi dalam bidang pendidikan di Desa Mapur. Menurut Bappenas dalam (Nugroho, 2012:368-

9), kebijakan pembangunan wilayah perbatasan semestinya dilaksanakan dengan memenuhi salah satu

prinsip yaitu mewujudkan wilayah perbatasan sebagai “halaman depan” negara dan menyeimbangkan

tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan tujuan pertahanan wilayah negara dengan

menggunakan salah satu strategi yaitu: 1) Mengurangi ketimpangan dengan percepatan pembangunan

pendidikan dan kesehatan. 2) Meningkatkan aksesibilitas wilayah. 3) Meningkatkan prasarana publik di

perbatasan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Teori

yang digunakan untuk menganalisis permasalahan yang diteliti yaitu teori Marginalisasi menurut Alfitri

(2006) dan Weak State (Negara Lemah) menurut Francis Fukuyama (2004).

A. Teori Marginalisasi

Marginalisasi menurut Hall, Stevens, Meleis, Martin, dan Hutchinson dalam (Smith, 2004)

marginalisasi adalah proses dimana individu-individu diketepikan atas dasar identitas dan pengalaman

mereka yang mengakibatkan kondisi marginal (terpinggirkan). Menurut Alfitri (2006) untuk

memahami masyarakat marginal maka dapat dilihat dengan 3 dimensi yaitu:

1) Dimensi Ekonomi: Peluang Pekerjaan dan Status Sosio-Ekonomi,

Page 4: Marginalisasi Pendidikan Di Daerah Perbatasan (Studi Kasus ...repository.umrah.ac.id/826/1/Jurnal Marginalisasi Pendidikan Lia.pdf · (Studi Kasus Di Desa Mapur Kecamatan Bintan Pesisir

4

Dimensi ini menjelaskan bahwa masyarakat yang dimarginalkan mengalami kesulitan dalam

mendapatkan pekerjaan dikarenakan kriteria-kriteria tertentu yang menjadi syarat dalam mendapatkan

sebuah pekerjaan seperti perbedaan warna kulit, suku atau agama maupun pengalaman, kriteria-kriteria

tersebut membawa pengaruh terhadap jumlah gaji yang diterima. Masyarakat marginal juga ditandai

dengan adanya perbedaan dari segi kasta maupun statusnya dalam kehidupan sosial ditengah-tengah

kehidupan masyarakat.

2) Dimensi Politik dan Administrasi Publik

Dimensi ini menjelaskan bahwa masyarakat yang dimarginalkan tidak dilibatkan dalam kegiatan

berpolitik serta tidak mendapatkan kemudahan-kemudahan dari pemerintah.

3) Dimensi Kemudahan Fisik: Keterbatasan dalam Aksesibiltas

Dimensi ini menjelaskan bahwa masyarakat yang dimarginalkan tidak mendapat kemudahan atau

bantuan fisik seperti akses komunikasi, teknologi, air bersih, listrik, bantuan kesehatan, pendidikan

dan lain sebagainya.

B. Teori Weak State (Negara Lemah)

Gagasan Fukuyama (2004) terkait negara yang lemah terilham dari realitas munculnya aksi-aksi

terorisme, penyakit HIV, bertahannya tingkat kemiskinan, serta merebaknya perang sipil, adalah hal

yang tidak mungkin muncul dengan sendirinya. Namun hal ini merupakan gejala politik dimana negara

gagal menjalankan fungsinya. Kondisi ini membuat Fukuyama berpendapat bahwa sudah saatnya kita

memperkuat fungsi negara dengan terlebih dahulu memahami perannya di dalam masyarakat. Negara

lemah cenderung memotong atau membatasi hak-hak masyarakat sipil ketimbang berkeinginan untuk

membangun negara dengan menghargai ha-hak masyarakat sipil. Peran negara harus dipahami dalam

dua dimensi, yaitu cakupan (scope) atau ruang lingkup fungsi negara (state function) maupun kekuatan

atau kapasitas negara (state capacity). Fancis Fukuyama (2004) berpendapat bahwa fungsi negara tidak

cukup hanya dikaji dari sudut kekuatan maupun kekuasaan semata dengan meninggalkan pendekatan

ruang lingkup negara. Francis Fukuyama menginginkan fungsi negara menjadi kuat karena bertujuan

untuk kesejahteraan masyarakat. Kebebasan dan kesejahteraan ekonomi tidak mungkin tercapai tanpa

hadirnya negara yang mampu menjalankan fungsinya secara efektif. Sebaliknya negara yang kuat tanpa

Page 5: Marginalisasi Pendidikan Di Daerah Perbatasan (Studi Kasus ...repository.umrah.ac.id/826/1/Jurnal Marginalisasi Pendidikan Lia.pdf · (Studi Kasus Di Desa Mapur Kecamatan Bintan Pesisir

5

menjamin kebebasan dan kesejahteraan warganya akan melahirkan kediktatoran yang tidak akan

bertahan lama.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terhadap beberapa informan seperti

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bintan Komisi III, Kepala Dinas Pendidikan

Kabupaten Bintan, Kepala Dusun Desa Mapur, Komite Sekolah SD, Guru SDN 004 Desa Mapur,

Wakil Kepala Sekolah SMPN 22 Desa Mapur, Murid SDN 004 Desa Mapur, Murid SMPN 22 Desa

Mapur dan Masyarakat Desa Mapur, ditemukan beberapa hal yang dapat mendeskripsikan proses

marginalisasi bagi dengan menggunakan teori marginalisasi menurut Alfitri (2006) untuk memahami

kondisi pendidikan didesa tersebut 3 dimensi sebagai berikut:

1) Dimensi Ekonomi : Peluang Pekerjaan dan status Sosio-Ekonomi.

Dimana masyarakat dimarginalkan berdasarkan tingkat sosial maupun pembedaan berdasarkan

karakteristik tertentu sehingga memberikan dampak kepada perekonomian mereka. Hal ini tidak terjadi

di Desa Mapur, lapangan pekerjaan dan perekonomian didesa kurang dikarenakan letak desa yang jauh

dari kota yaitu 42 KM dari Kota Kijang, bukan karena pembedaan atas status sosial mereka. Jika

dianalisis dari segi pendidikan dapat dillihat pada penjelasan sebelumnya bahwa Desa Mapur hanya

memiliki 1 SD dan 1 SMP yang masih berada dalam lingkungan yang sama yaitu satu atap. Banyak

warga tidak atau belum bersekolah didesa yaitu sebanyak 379 orang, hal ini dapat menjadi salah satu

alasan terhambatnya para warga yang ingin mendapatkan pekerjaan dikarenakan status pendidikan

mereka yang terkadang tidak sesuai dengan kriteria pihak penerima kerja, sehingga hal ini menjadi

salah satu yang mempengaruhi perekonomian warga setempat, dikarenakan hal ini juga maka

masyarakat memilih untuk menjadi nelayan yang sekiranya tidak perlu status pendidikan yang tinggi

dan hanya berbekal pengalaman.

2) Dimensi Politik dan Administrasi Publik.

Dimensi dimana adanya golongan yang tidak mendapat bantuan dari pemerintah dan tidak

dilibatkan dalam kegiatan berpolitik. Hal ini terjadi dalam bidang pendidikan di Desa Mapur dimana

tidak adanya SMA untuk desa ini dan hanya tersedia 1 SD dan 1 SMP, yang dapat dilihat pada tabel

berikut:

Page 6: Marginalisasi Pendidikan Di Daerah Perbatasan (Studi Kasus ...repository.umrah.ac.id/826/1/Jurnal Marginalisasi Pendidikan Lia.pdf · (Studi Kasus Di Desa Mapur Kecamatan Bintan Pesisir

6

Tabel 1

Daftar Nama Sekolah di Kecamatan Bintan Pesisir Setiap Desa

Tahun 2017

Tingkat

Pendidikan Air Glubi Numbing Kelong Mapur

SD SDN 005

SDN 001 SDN 002

SDN 004

SDN 006 SDN 003

SMP - SMPN 18 SMPN 19 SMPN 22

SMA - SMAN 7 SMAN 2 -

Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Bintan Tahun 2017

Kecamatan Bintan Pesisir memiliki 11 sekolah, yang terdiri dari 6 SD, 3 SMP dan 2 SMA, untuk SMA

yang berada di Kelong baru berdiri pada tahun 2017, semua sekolah merupakan Sekolah Negeri. Desa

yang tidak memiliki sekolah biasanya mereka akan menyeberang atau pindah ke desa atau kota lainnya

untuk melanjutkan pendidikan, salah satunya yaitu masyarakat Desa Mapur. Anak-anak yang akan

melanjutkan ke tingkat SMA mereka akan keluar pulau di karenakan belum adanya transportasi khusus

pelajar yang mengantarkan mereka ke lokasi yang memiliki SMA maka anak-anak tersebut akan di kos

kan oleh orangtuanya maupun tinggal dengan saudara yang ada di lokasi tersebut bahkan tak jarang

satu keluarga ikut pindah tempat tinggal. Maka dari itu Desa Mapur tidak mendapatkan pelayanan

pendidikan untuk tingkat SMA hal ini dikarenakan untuk membangun SMA maka setidaknya terdapat

rombongan belajar dimana terdiri dari 20 murid untuk 1 rombongan belajar, tanpa adanya rombongan

belajar ini maka kelas tidak dapat dibentuk. Pembangunan sekolah harus mengikuti Persyaratan

Pendirian Satuan Pendidikan baik Pendirian SD, SMP, SMA Dan SMK diatur dalam Pasal 4 ayat

(1) Permendikbud Nomor 36 Tahun 2014 tentang Pedoman Pendirian, Perubahan, dan Penutupan

Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah. Salah satu faktor lainnya yang menyebabkan tidak

dibangunnya SMA yaitu di karenakan kondisi geografis Kabupaten Bintan yang sangat kompleks dan

Desa Mapur bukan merupakan ibu kota kecamatan Bintan Pesisir, jumlah penduduk yang kurang

sehingga ada kemungkinan ketika dibangun SMA jumlah murid tidak banyak atau kurang, seandainya

dibangun Sekolah Menengah Atas (SMA) maka akan menjadi hal yang sia-sia, untuk jumlah penduduk

di Desa Mapur yakni 1.017 jiwa dengan jumlah KK sebanyak 246. Jumlah pelajar mencapai 243 orang,

Page 7: Marginalisasi Pendidikan Di Daerah Perbatasan (Studi Kasus ...repository.umrah.ac.id/826/1/Jurnal Marginalisasi Pendidikan Lia.pdf · (Studi Kasus Di Desa Mapur Kecamatan Bintan Pesisir

7

dengan tenaga pengajar berjumlah 15 orang. Berikut adalah tabel jumlah murid dan guru di Kecamatan

Bintan Pesisir:

Tabel 2

Jumlah Murid Di Kecamatan Bintan Pesisir Tahun 2017

Desa SD SMP SMA

Air Glubi 175 - -

Numbing 392 133 63

Kelong 416 287 59

Mapur 113 99 -

Jumlah 1.096 519 122

Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Bintan Tahun 2017

Tabel 3

Jumlah Tenaga Pengajar di Kecamatan Bintan Pesisir

Tahun 2017

Nama Desa Nama Sekolah Jumlah Guru Total

Air Glubi SDN 005 12 12

Numbing

SDN 001 17

61

SDN 006 11

SMPN 18 19

SMAN 7 14

Kelong

SDN 002 14

51

SDN 003 9

SMPN 19 13

51

SMAN 2 15

Page 8: Marginalisasi Pendidikan Di Daerah Perbatasan (Studi Kasus ...repository.umrah.ac.id/826/1/Jurnal Marginalisasi Pendidikan Lia.pdf · (Studi Kasus Di Desa Mapur Kecamatan Bintan Pesisir

8

Mapur

SDN 004 8

15

SMPN 22 7

Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Bintan Tahun 2017

Jumlah guru di Desa Mapur merupakan yang paling sedikit daripada desa-desa lainnya yang ada di

Kecamatan Bintan Pesisir. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa untuk guru di Desa Mapur mereka

menerapkan mengajar rangkap untuk mencukupi kegiatan mengajar disekolahnya, dan secara rasio

murid terhadap guru mengajar maka jumlah guru didesa telah mencukupi. Peraturan Pemerintah

Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru Pasal 17 yang diberlakukan semenjak 2016/2017 menyatakan

bahwa Guru Tetap pemegang Sertifikat Pendidik berhak mendapatkan tunjangan profesi apabila

mengajar disatuan pendidikan yang rasio minimal jumlah peserta didik terhadap gurunya, untuk

masing-masing jenjang pendidikan adalah sebagai berikut, SD atau yang sederajat 20:1, SMP atau

sederajat 20:1, SMA atau yang sederajat 20:1. Jumlah murid disetiap sekolah yang ada di Desa Mapur

rata-rata berjumlah 20 murid, jika dilihat dari segi rasio jumlah murid terhadap guru maka kegiatan

mengajar disekolah telah mencukupi. Sekolah masih kekurangan guru Bahasa Inggris maka meskipun

guru-guru didesa telah mengajar rangkap tetapi tetap tidak dapat memenuhi mata pelajaran Bahasa

Inggris, maka tenaga pengajar di Desa Mapur tidak mengalami marginalisasi oleh pemerintah.

Sebelumnya untuk SMP di Desa Mapur jumlah guru yang mengajar yaitu 10 orang, namun 3

diantaranya dipindah tugaskan ke lokasi lain di luar Pulau Mapur, maka dari itu yang mengajar saat ini

hanya ada 7 guru. Peneliti menemukan fakta bahwa pemerintah pusat menyiapkan program mengajar

garis depan untuk setiap daerah di Indonesia dan hal ini akan ditangani oleh Dinas Pendidikan di

masing-masing daerahnya. Namun sampai saat peneliti melakukan penelitian hal tersebut belum

terlaksana, bahkan ketika ditanya akan hal ini kepada beberapa pihak sekolah di desa mereka belum

mengetahui adanya program tersebut. Kabupaten Bintan menerapkan program sekolah gratis dimana

gratis SPP dan transportasi sekolah, serta seragam gratis untuk awal tahun ajaran. Program sekolah

gratis ini dibiayai oleh Pemerintah Pusat dari dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)

dengan BOSNAS (Bantuan Operasional Sekolah Nasional) dan oleh Pemerintah Daerah dari dana

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dengan BOSDA (Bantuan Operasional Sekolah

Daerah).

Page 9: Marginalisasi Pendidikan Di Daerah Perbatasan (Studi Kasus ...repository.umrah.ac.id/826/1/Jurnal Marginalisasi Pendidikan Lia.pdf · (Studi Kasus Di Desa Mapur Kecamatan Bintan Pesisir

9

Tabel 4

Dana BOSNAS dan BOSDA T.A 2017/2018

Kecamatan Bintan Pesisir

DESA SEKOLAH BOSNAS (Rp) BOSDA (Rp) TOTAL

Air Glubi SDN 005 73.600.000 16.000.000 89.600.000

Numbing

SDN 001 232.800.000 16.000.000 248.800.000

SDN 006 79.200.000 16.000.000 95.200.000

SMPN 18 133.000.000 19.200.000 152.200.000

Kelong

SDN 002 254.400.000 16.000.000 270.400.000

SDN 003 48.000.000 16.000.000 64.000.000

SMPN 19 156.000.000 19.200.000 175.200.000

Mapur

SDN 004 111.200.000 16.000.000 127.200.000

SMPN 22 160.000.000 19.200.000 179.200.000

Total 1.248.200.000 153.600.000 1.401.800.000

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Bintan

*BOSNAS : Bantuan Operasional Sekolah Nasional (dari APBN)

*BOSDA : Bantuan Operasional Sekolah Daerah (dari APBD)

Tabel 5

Total Anggaran Setiap Sektor Kabupaten Bintan

No. SEKTOR/BIDANG

Anggaran (RP)

2016 2017

1. Pendidikan 225.106.574.500 236.122.847.467

2. Kesehatan 113.685.925.696 127.804.537.721

3. Kelautan dan Perikanan 19.026.769.532 19.367.059.834

Page 10: Marginalisasi Pendidikan Di Daerah Perbatasan (Studi Kasus ...repository.umrah.ac.id/826/1/Jurnal Marginalisasi Pendidikan Lia.pdf · (Studi Kasus Di Desa Mapur Kecamatan Bintan Pesisir

10

4. Pariwisata 14.291.254.339 13.150.216.457

5. Pertanian dan Perkebunan 10.324.574.065 11.000.691.266

6. Kebudayaan 8.902.956.958 6.918.541.268

7. Sosial 8.427.286.016 9.512.186.146

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Bintan

Berdasarkan Tabel tersebutdapat diketahui bahwa anggaran pendidikan untuk Kabupaten Bintan

merupakan anggaran yang paling besar dari setiap sektor, hal ini membuktikan bahwa dari anggaran

pemerintah tidak memarginalkan pendidikan. Bantuan BOSNAS dan BOSDA yang diberikan oleh

pemerintah untuk Desa Mapur di samaratakan dan disesuaikan dengan kebutuhan dengan setiap

sekolah di desa lain yang berada di Kecamatan Bintan Pesisir.

Tenaga pengajar yang ada didesa memang yang paling sedikit diantara semua desa yang ada di

Kecamatan Bintan Pesisir namun menurut rasio murid terhadap guru yang mulai diberlakukan pada

tahun 2016/2017 jumlah tersebut cukup untuk memenuhi kegiatan belajar dan mengajar. Sementara

untuk pembangunan SMA pemerintah tidak dapat lakukan dikarenakan beberapa persyaratan yang

terlebih dahulu dipenuhi yang menjadi faktor penghambat pembangunan SMA didesa. Hal ini tidak

membuktikan adanya marginalisasi yang dilakukan oleh pemerintah karena sesuai dengan peraturan

yang berlaku dan disesuaikan dengan kebutuhan. Namun adanya ketidakjelasan program Guru Garis

Depan yang diselenggarakan Pemerintah baik itu dari Pusat maupun Daerah yang seharusnya dapat

memberikan bantuan besar untuk daerah-daerah perbatasan seperti Desa Mapur seperti yang diketahui

bahwa Program Guru Garis Depan sebenarnya akan direalisasikan pada bulan Agustus 2017 namun

hingga saat peneliti melakukan penelitian program tersebut belum berjalan bahkan dari pihak desa

maupun sekolah tidak mengetahi adanya program tersebut.

3) Dimensi Kemudahan Fisik : Keterbatasan dalam Aksesibilitas.

Yaitu dimensi dimana orang-orang atau golongan yang tidak mendapat kemudahan baik dari segi

teknologi, komunikasi, kesehatan, transportasi, air bersih dan lain sebagainya. Keterbatasan yang

terjadi di Desa Mapur salah satunya yaitu transportasi, teknologi dan komunikasi, seperti yang

Page 11: Marginalisasi Pendidikan Di Daerah Perbatasan (Studi Kasus ...repository.umrah.ac.id/826/1/Jurnal Marginalisasi Pendidikan Lia.pdf · (Studi Kasus Di Desa Mapur Kecamatan Bintan Pesisir

11

sebelumnya telah dijelaskan bahwa Desa Mapur hanya memperoleh listrik sejak pukul 18.00-23.00

saja, hal ini membawa pengaruh besar terhadap aktivitas masyarakat maupun aktivitas mengajar di

sekolah-sekolah di pagi hingga siang harinya, dikarenakan hal ini kegiatan belajar di sekolah-sekolah

yang ada didesa menjadi terbatas. Terkhusus untuk Desa Mapur yang merupakan daerah perbatasan

dan juga satu-satunya desa di Kecamatan Bintan Pesisir yang jauh dari ibu kota kecamatan, peneliti

menemukan bahwa sarana dan perlengkapan belajar yang didanai oleh pemerintah tidak sepenuhnya

masuk didesa tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan tabel data kelengkapan pendidikan di SD dan

SMP di desa :

Tabel 6

Fasilitas Sekolah Dasar Negeri 004 Desa Mapur

No. Fasilitas

Ada Memadai

Ya Tidak Ya Tidak

1. Listrik - -

2. Kursi - -

3. Meja - -

4. Buku - - -

5. Komputer - -

6. Alat tulis - -

7. Ruang Kelas - -

8. Perpustakaan - - -

9. Mushala - - -

10. Lapangan - - -

11. Pagar Keliling - - -

Sumber: Sekolah Dasar Negeri (SDN) 004 Desa Mapur, 2017

Page 12: Marginalisasi Pendidikan Di Daerah Perbatasan (Studi Kasus ...repository.umrah.ac.id/826/1/Jurnal Marginalisasi Pendidikan Lia.pdf · (Studi Kasus Di Desa Mapur Kecamatan Bintan Pesisir

12

Tabel 7

Fasilitas Sekolah Menengah Pertama 22 Desa Mapur

No. Fasilitas

Ada Memadai

Ya Tidak Ya Tidak

1. Listrik - -

2. Meja - -

3. Kursi - -

4. Komputer - -

5. Alat Tulis - -

6. Buku - -

7. Ruang Kelas - -

8. Perpustakaan - - -

9. Lapangan - - -

10. Mushala - - -

11. Laboratorium - - -

12. Ruang Komputer - - -

Sumber: Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 22 Desa Mapur, 2017

Tabel 8

Daftar Fasilitas Sekolah di Kecamatan Bintan PesisirTahun 2017

Desa Nama Sekolah

Fasilitas Sekolah

Listrik Perpustakaan Komputer Labor Lapangan Infokus

Air Glubi SDN 005 - - -

Numbing SDN 001 - -

Page 13: Marginalisasi Pendidikan Di Daerah Perbatasan (Studi Kasus ...repository.umrah.ac.id/826/1/Jurnal Marginalisasi Pendidikan Lia.pdf · (Studi Kasus Di Desa Mapur Kecamatan Bintan Pesisir

13

SDN 006 - - - -

SMPN 18 - -

SMAN 7 -

Kelong

SDN 002 - - -

SDN 003 - -

SMPN 19 - - -

SMAN 2 - - - -

Mapur

SDN 004 - - - -

SMPN 22 - - - -

Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Bintan Tahun 2017

Tabel 9

Fasilitas Pendidikan di Kecamatan Bintan Utara Kabupaten Bintan

Nama Sekolah

Fasilitas Sekolah

Listrik Perpustakaan Komputer Labor Lapangan Infokus

SDN 001 -

SDN 002 - -

SDN 003 -

SDN 004 -

SDN 005 -

SDN 006 - -

SDN 007 -

Page 14: Marginalisasi Pendidikan Di Daerah Perbatasan (Studi Kasus ...repository.umrah.ac.id/826/1/Jurnal Marginalisasi Pendidikan Lia.pdf · (Studi Kasus Di Desa Mapur Kecamatan Bintan Pesisir

14

SDN 008 - - -

SDN 009 -

SMPN 11

SMPN 12

SMPN 13

Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Bintan, 2017

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa fasilitas sekolah yang ada di Kecamatan Bintan Pesisir

masih terdapat kekurangan, terutama sekolah yang ada di Desa Mapur yang hanya memiliki fasilitas

komputer dan infokus, untuk listrik pemerintah menyediakan ganset namun beberapa diantaranya telah

rusak dan tidak dapat digunakan. Beberapa sekolah yang ada di Kecamatan Bintan Pesisir lainnya juga

masih ada yang mengandalkan ganset sebagai sumber listrik di sekolah mereka. Pagar juga merupakan

salah satu fasilitas yang juga menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah yang harus dipenuhi, pihak

SD di Desa Mapur telah beberapa kali mengajukan proposal untuk diadakannya pagar disekolah

mereka namun belum ada tanggapan, dapat disimpulkan bahwa adanya kemungkinan sikap dari pihak

pemerintah cenderung mengabaikan keadaan sekolah di Desa Mapur, diketahui sebelumnya pihak desa

telah melaporkan akan rencana tersebut namun belum ada tanggapan. Sementara jika melihat dari

Tabel . Terlihat sangat jelas perbedaan kelengkapan fasilitas baik yang ada Kecamatan Bintan Pesisir

yang notabanenya merupakan sekolah yang berada jauh dari kota dengan sekolah yang di Kecamatan

Bintan Utara yang berada dikota.

Sepanjang tahun 2015-2017 Pemerintah Daerah Kabupaten Bintan telah merancang program dan

kegiatan dalam membangun pendidikan di daerahnya, pada RENSTRA (Rencana Strategis) Dinas

Pendidikan Kabupaten Bintan ditemukan fakta bahwa dari tahun 2015 hingga tahun 2017 pihak Dinas

Pendidikan tidak serius dalam membangun fasilitas didaerah perbatasan terutama Desa Mapur. Selama

3 tahun berturut-turut pemerintah merencanakan pembangunan berbagai fasilitas diantaranya

perpustakaan, laboratotium, ruang kelas, lapangan olahraga, dan pagar namun hingga saat peneliti

melakukan penelitian yaitu pada tahun 2017 fasilitas sekolah tersebut kurang bahkan ada yang tidak

ada di Desa Mapur. Pemerintah daerah Kabupaten Bintan menjelaskan bahwa pembangunan fasilitas

sekolah didaerah perbatasan merupakan prioritas dan disama ratakan dengan sekolah-sekolah yang ada

Page 15: Marginalisasi Pendidikan Di Daerah Perbatasan (Studi Kasus ...repository.umrah.ac.id/826/1/Jurnal Marginalisasi Pendidikan Lia.pdf · (Studi Kasus Di Desa Mapur Kecamatan Bintan Pesisir

15

didaratan atau di kota, namun peneliti menemukan adanya ketidaksamaan dengan kondisi sebenarnya

untuk sekolah di Desa Mapur sementara peneliti menemukan bahwa masih ada beberapa fasilitas yang

tidak ada di sekolah di Desa Mapur, bahkan jumlah murid semakin banyak sehingga mereka memilih

menggunakan ruang yang sebelumnya untuk laboratorium menjadai ruang kelas baru, hal ini

membuktikan bahwa pemerintah belum bergerak untuk membangun ruang kelas baru untuk SMP di

Desa Mapur.

Selain fasilitas sekolah yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat fasilitas lainnya yang tidak

dapat dipenuhi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bintan salah satunya yaitu transportasi khusus

untuk pelajar. Diketahui bahwa di Desa Mapur belum ada Sekolah Menengah Atas (SMA), sehingga

untuk melanjutkan ke tingkat tersebut masyarakat harus keluar dari desa atau menyeberang ke desa

yang tersedia SMA, untuk transportasi menuju ke lokasi tersebut pemerintah belum menyediakan.

Hanya ada 1 kapal yang berlayar setiap 3 kali seminggu didesa tersebut. Diketahui bahwa pemerintah

menyediakan transportasi laut untuk anak-anak sekolah yang akan menjemput mereka, namun pada

kenyataannya peneliti tidak menemukan hal tersebut di Desa Mapur. Pada tahun 2017 Pemerintah

Daerah Bintan memberikan bantuan tambahan transportasi gratis untuk anak-anak sekolah dan guru,

yaitu berupa 43 bus dan 19 kapal, rute yang di tempuh oleh kapal tersebut tidak ada yang melewati

Mapur dengan kata lain tidak ada kapal khusus untuk menjemput pelajar-pelajar di desa tersebut. Oleh

karena itu peneliti menemukan bahwa terjadi perbedaan pembangunan fasilitas pendidikan untuk

daerah yang berada dekat dengan pusat kota atau kecamatan atau daratan dengan daerah yang jauh dari

pusat kota atau kecamatan atau daratan yaitu di Desa Mapur. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa

pendidikan di Desa Mapur belum setara dengan pendidikan di daerah maupun desa lainnya, di mana

masyarakat dan murid-murid belum mendapat kesempatan yang sama dari segi transportasi maupun

fasilitas mengajar sehingga dapat mempengaruhi potensi yang ada di diri mereka. Fenomena ini

menjadikan sekolah di Desa Mapur tidak mendapatkan peluang yang sama dengan sekolah-sekolah

lainnya yang ada dikota, dan tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17

Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pendidikan pada BAB II Pasal 3 ayat (1), (2) dan (3) dimana

seharunya pengelolaan pelayanan pendidikan menjamin akses, mutu, samarata, mencukupi, terjangkau,

efektif, efisien dan akuntabel.

Page 16: Marginalisasi Pendidikan Di Daerah Perbatasan (Studi Kasus ...repository.umrah.ac.id/826/1/Jurnal Marginalisasi Pendidikan Lia.pdf · (Studi Kasus Di Desa Mapur Kecamatan Bintan Pesisir

16

Bagan 1

Alur Permasalahan

Sumber: Di kelola oleh Peneliti, 2017

Berdasarkan uraian dan penjelasan mengenai marginalisasi di Desa Mapur tersebut, maka penelit i

menemukan penyebab terjadinya marginalisasi tersebut disebabkan oleh Weak State atau negara lemah

dapat dilihat pada Bagan 1 menurut Fukuyama mucul akibat adanya gejala politik dimana negara gagal

menjalankan perannya. Negara yang lemah cenderung membatasi dan memangkas hak warga

negaranya daripada mencoba membangun negara dengan menghargai hak warga negaranya,

pemerintah negara yang lemah memanfaatkan kekuasaan dan kekuatannya untuk bertindak lebih,

sehingga lebih mengutamakan hak individual daripada hak publik. Berdasarkan Bagan dapat dianalisis

bahwa negara lemah berasal lemahnya pemerintahan (weak governance) yang terdiri dari lemahnya

pemerintah pusat dan pemerintah lokal dalam menjalankan fungsinya, dalam permasalahan yang

peneliti teliti pemerintah pusat dan daerah kurang memperhatikan sekolah di kawasan perbatasan,

yaitu Desa Mapur diketahui bahwa kawasan perbatasan merupakan “halaman depan” dari negara

Indonesia, namun kenyataan yang peneliti temukan kondisi pendidikan di Desa Mapur kurang dari

segi fasilitas dan tenaga pengajar dimana hal tersebut merupakan hak yang wajib mereka dapatkan dan

dipenuhi oleh negara. Sebagaimaana menurut Bappenas pembangunan di daerah perbatasan seharusnya

Dimensi Ekonomi: Peluang Pekerjaan dan status Sosio-Ekonomi.

Dimensi Politik dan

Administrasi Publik

Dimensi Kemudahan Fisik: Keterbatasan dalam Aksesibilitas

WEAK STATE (Negara Lemah)

menurut Francis Fukuyama (2004)

-WEAK GOVERNANCE

(Pemerintahan Lemah)

1. National Government

(Pemerintah Pusat)

2. Local Government (Pemerintah

Lokal)

Yang ditandai dengan lemahnya:

- Comitment (Komitmen)

- Policy (Kebijakan)

EDUCATION

MARGINALITATION

(Marginalisasi

Pendidikan)

Dengan teori Alfitri

(2006)

Disebabkan

Page 17: Marginalisasi Pendidikan Di Daerah Perbatasan (Studi Kasus ...repository.umrah.ac.id/826/1/Jurnal Marginalisasi Pendidikan Lia.pdf · (Studi Kasus Di Desa Mapur Kecamatan Bintan Pesisir

17

bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan tujuan pertahanan wilayah negara

dengan cara salah satunya yaitu mempercepat pembangunan pendidikan dan meningkatkan

askesibilitas wilayah serta prasarana publiknya.

Lemahnya pemerintahan berakar dari lemahnya komitmen pemerintah serta kebijakan yang

berlaku. Negara yang kuat ditandai dengan kemampuan pemerintah menjamin hukum dan kebijakan

yang berlaku dinegaranya, ditaati oleh setiap warga negara tanpa menggunakan kekerasan, dengan kata

lain pemerintah harus memiliki komitman dan kebijakan yang jelas dan tegas. Undang-Undang Nomor

17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005–2025 hanya

sekedar memberikan arah bagi pembangunan wilayah perbatasan dari inward ke outward looking serta

mewujudkan Pembangunan yang Lebih Merata dan Berkeadilan. Sebagai suatu kebijakan umum yang

bersifat visioner, sesuai dengan Penjelasan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJP

(Rencana Paembangunan Jangka Panjang) Nasional Tahun 2005-2025, permasalahan berkaitan dengan

pengelolaan perbatasan seharusnya dapat dijabarkan lebih lanjut oleh peraturan perundang-undangan

lain tentang bagaimana pengelolaan perbatasan Indonesia agar dapat mewujudkan pembangunan yang

lebih merata dan berkeadilan. Tetapi untuk lebih rinci lagi mengenai pembangunan untuk daerah

perbatasan agar merata dan berkeadilan belum ada. Arahan atau penjelasan yang dipandang lebih

memadai tentang pengelolaan perbatasan justeru terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26

Tahun 2008 tentang RTRW Nasional, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat (22)yang berbunyi: Pusat

Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) adalah kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong

pengembangan kawasan perbatasan negara. Menurut kebijakan itu, kawasan perkotaan di kawasan

perbatasan akan didorong menjadi pusat kegiatan strategis nasional atau PKSN. Hal itu berarti akan ada

upaya untuk lebih mengembankan dan memberdayakan kota-kota atau calon kota diperbatasan, akan

menjadi pusat kegiatan yang diharapkan akan memiliki keunggulan kompetitif dan sekaligus

keunggulan komparatif dibandingkan dengan daerah perbatasan negara tetangga.

Pemerintah pusat merancang program khusus untuk daerah perbatasan dengan program guru garis

depan dimana untuk setiap perbatasan akan di kirimkan 18 guru untuk mengajar di daerahnya, namun

hingga saat ini baik pihak pemerintah daerah maupun pihak-pihak Kecamatan Bintan Pesisir dan Desa

Mapur belum menerima kelanjutan dan kejelasan dari program tersebut. Pemerintah daerah baik itu

Kabupaten Bintan maupun Kecamatan Bintan Pesisir tidak memiliki komitmen dalam membangun

pendidikan dikawasan perbatasan, berdasarkan Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Pendidikan

Page 18: Marginalisasi Pendidikan Di Daerah Perbatasan (Studi Kasus ...repository.umrah.ac.id/826/1/Jurnal Marginalisasi Pendidikan Lia.pdf · (Studi Kasus Di Desa Mapur Kecamatan Bintan Pesisir

18

Kabupaten Bintan pada Tahun 2016-2021 tidak ditemukan adanya rencana khusus untuk kemajuan

pendidikan di daerah perbatasan, semua rencana strategis yang dibuat di sama ratakan untuk setiap

daerah, selain itu Pemerintah Daerah Kabupaten Bintan pada tahun 2017 telah menambah transportasi

gratis untuk mengantar dan menjemput anak-anak sekolah, baik itu jalur darat maupun laut, namun hal

ini tidak diadakan untuk anak-anak sekolah di Desa Mapur, padahal daerah perbatasan merupakan

daerah yang harus mendapatkan perhatian khusus, terutama untuk Desa Mapur yang letaknya

berhadapan dengan Laut China Selatan,

Pihak Pemerintah Daerah hanya melakukan 1 kali kunjungan ke Sekolah di Desa Mapur. Pihak

Dinas Pendidikan mejelaskan bahwa untuk kegiatan sosialisasi telah diberikan kepada pihak Unit

Pelayanan Teknis (UPT) Kecamatan Bintan Pesisir, namun faktanya bahwa pihak UPT melakukan

kunjungan ke desa ketika Ujian Nasional setelah itu tidak ada lagi kunjungan dari pihak UPT maupun

dari pihak Dinas Pendidikan. Hal ini dapat menjadi alasan pembangunan pendidikan di desa sangat

lambat, ada kemungkinan bahwa Pemerintah Daerah sendiri cenderung mengabaikan. Hal ini sangat

jelas membuktikann bahwa pemerintah tidak berkomitmen dalam membangun daerah perbatasan yang

khususnya di Desa Mapur.

KESIMPULAN

Proses marginalisasi yang terjadi didesa ini dapat dijelaskan menggunakan teori marginalisasi

menurut Alfitri (2006) dengan 3 dimensi yaitu sebagai berikut:

1) Dimensi Ekonomi: Peluang Pekerjaan dan Status Sosio-Ekonomi.

Pada dimensi ini masyarakat Desa Mapur tidak mengalami marginalisasi oleh Pemerintah Daerah

Kabupaten Bintan, namun peneliti menemukan bahwa yang menjadi penyebab terjadinya kesulitan

yang dialami oleh masyarakat desa dalam mendapatkan pekerjaan yaitu dikarenakan status pendidikan

mereka yang membawa pengaruh terhadap perekonomian setiap masyarakat desa sehingga mata

pencaharian masyarakat desa lebih dominan sebagai nelayan.

2) Dimensi Politik dan Administrasi Publik.

Pada dimensi ini sekolah-sekolah di Desa Mapur mendapatkan bantuan anggaran yang disesuaikan

dengan kebutuhan masing-masing sekolah, secara keseluruhan anggaran pendidikan di Kabupaten

Bintan menjadi anggaran yang paling besar dibandingkan sektor lainnya. Jika dilihat dari Program

Guru Garis Depan yang dirancang oleh Pemerintah Pusat dan menjadi tanggungjawab untuk setiap

Page 19: Marginalisasi Pendidikan Di Daerah Perbatasan (Studi Kasus ...repository.umrah.ac.id/826/1/Jurnal Marginalisasi Pendidikan Lia.pdf · (Studi Kasus Di Desa Mapur Kecamatan Bintan Pesisir

19

daerah di Indonesia, untuk program tersebut hingga saat ini belum ada kejelasan waktu realisasinya,

program ini sebelumnya direncanakan akan direalisasikan untuk setiap daerah Indonesia yaitu pada

bulan agustus tahun 2017 namun pihak pemerintah diketahui mengalami beberapa kendala ketika sudah

direalisasikan untuk beberapa daerah maka dari itu pemerintah pusat mengkaji ulang pelaksanaan

program tersebut, hal ini menjadi penyebab belum direalisasikannya program tersebut di Desa Mapur

pada bulan agutus tahun 2017.

3) Dimensi Kemudahan Fisik : Keterbatasan dalam Aksessibilitas.

Peneliti menemukan adanya perbedaan pembangunan fasilitas pendidikan yang diberikan oleh

Pemerintah Kabupaten Bintan baik itu terhadap Desa Mapur dengan desa-desa lainnya yang ada di

Kecamatan Bintan Pesisir maupun terhadap sekolah-sekolah yang berada didaratan dengan sekolah

yang berada di pesisir atau lebih tepatnya yang berada jauh dari kota. Sekolah di Desa Mapur tidak

mendapatkan kesempatan yang sama untuk mendapatkan akses sekolah jalur laut seperti yang diterima

oleh sekolah didesa-desa lainnya, sementara untuk sekolah-sekolah yang letaknya jauh dari kota tidak

mendapatkan kesempatan yang sama untuk memperoleh fasilitas-fasilitas yang mendukung sistem

pembelajaran di sekolah tersebut, dibandingkan dengan sekolah-sekolah yang ada di kota atau di

daratan. Sementara di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 BAB II

Pasal 3 dengan jelas menyebutkan bahwa pengelolaan pendidikan ditujukan untuk menjamin akses,

mutu pendidikan yang mencukupi, merata, terjangkau, efektif, efisien dan akuntabel.

Akibat yang ditimbulkan dari marginalisasi tersebut yaitu, masyarakat memilih untuk keluar

dari desa untuk mendapatkan pendidikan yang layak, beberapa diantaranya mengekoskan anak mereka,

atau dititipkan kepada saudara dan Sekolah didesa tidak dapat mengikuti perkembangan yang terjadi

seperti pada sekolah-sekolah lainnya. Berdasarkan temuan yang menjawab rumusan masalah penelitian

ini, peneliti juga menemukan bahwa teori marginalisasi menurut Alfitri dapat dilengkapi dengan teori

Negara Lemah (Weak State) dari Francis Fukuyama, sehingga dapat disimpulkan munculnya

marginalisasi merujuk pada lemahnya negara yang juga membawa pengaruh terhadap lemahnya

pemerintahan. Negara yang lemah tidak memperhatikan ruang lingkupnya ketika menjalankan

fungsinya. Maka berdasarkan ini marginalisasi dalam bidang pendidikan dapat dilihat dari segi

infrasturktur, sumber daya manusia dan anggaran.

Page 20: Marginalisasi Pendidikan Di Daerah Perbatasan (Studi Kasus ...repository.umrah.ac.id/826/1/Jurnal Marginalisasi Pendidikan Lia.pdf · (Studi Kasus Di Desa Mapur Kecamatan Bintan Pesisir

20

DAFTAR PUSTAKA

Alfitri. (2006). Pembangunan Marginal, 67. Retrieved from

http://eprints.unsri.ac.id52651buku_pembangunan_marginal.pdf

Bintan, B. pusat statistik kabupaten. (2016). Kecamatan Bintan Pesisir dalam Angka 2016.

Departemen hukum dan hak asasi manusia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun

2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendudukan, Pub. L. No. PP NOMOR 17

TAHUN2010, 215 (2010). Indonesia.

Direktori Pulau-Pulau Kecil Indonesia. (2012). Retrieved February 15, 2017, from

http://www.ppkkp3k.kkp.go.id/direktoripulau/index.php/public_c/pulau_info/2488

Fukuyama, F. (2004). The Imperative of State-Building. Journal of Democracy, 15(2), 15.

Hairi, D. (2016). Respon Pemuda Perbatasan dalam Menghadapi Keterbatasan Fasilitas Pendidikan

Pada Pulau Combol Desa Selat Mie Kecamatan Moro Kabupaten Karimun. Universitas Maritim

Raja Ali Haji. Universitas maritim raja ali haji. Retrieved from

http://dx.doi.org/10.1080/0305498750010104

Hikmat, H. (2003). Kontingensi Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Universitas Padjajaran, 1–10.

Moleong, L. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nugroho, I. and R. D. (2012). Pembangunan Wilayah: Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan.

Jakarta: LP3ES.

Pasolong, H. (2013). Metode Penelitian Aministrasi Publik. Bandung: Alfabeta.

Sayuti, H. (2013). Hakikat Affirmative Action dalam Hukum Indonesia ( Ikhtiar Pemberdayaan Yang

Terpinggirkan ). Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau., 47.

Siagian, P. S. (2014). Administrasi Pembangunan: Konsep, Dimensi, dan Strateginya. Jakarta: Bumi

Aksara.

Silalahi, U. (2010). Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama.

Smith, J. A. (2004). Feature Article Marginalization and School Nursing. The Journal of School

Nursing, 20(6), 6.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.