Manusia homo educandum
-
Upload
aidatul-fitri -
Category
Education
-
view
434 -
download
5
Transcript of Manusia homo educandum
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia merupakan mahluk yang dapat dididik dan mendidik dengan
kemampuannya manusia bisa menciptakan segala hal. Dalam makalah ini saya
akan membahas tentang manusia sebagai insane pendidikan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapatditarik rumusan masalah
sebagai berikut :
1.2.1 Bagaimana hubungan hakikat manusia dengan pendidikan ?
1.2.2 Bagaimana gambaran manusia sebagai mahluk yang perlu dididik
dan mendidik diri ?
1.2.3 Bagaimanakah manusia yang dapat dididik itu ?
1.3 Tujuan Penulisan
Dengan adanya makalah ini saya khususnya dan anda pada umumnya
diharapkan mengerti arti dari manusia sebagai insan pendidikan. Semoga makalah
ini bermanfaat.
10
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Manusia Dan Kebutuhannya Akan Pendidikan
Ada ahli yang mengatakan bahwa manusia sebagai animal educable.
Artinya, pada hakikatnya manusia adalah mahluk yang dapat dididik. Disamping
itu menurut Lavengel, manusia juga bisa disebut animal educandum yang artinya
manusia pada hakikatnya adalah mahluk yang harus dididik, dan homo educandus
yang bermakna bahwa manusia merupakan mahluk yang bukan hanya harus
dididik tetapi juga harus dan dapat mendidik. Deskripsi diatas mengungkapkan
secara jelas bahwa ada mata rantai yang erat antara hakikat manusia dengan
garapan pendidikan sebagai salah satu satu usaha sadar untuk lebih
memanusiakan manusia. Garapan pendidikan merupakan keharusan mutlak bagi
manusia. Pendidikan telah dianngap sebagai salah satu hak asasi manusia yang
harus dipenuhi. Persoalannya adalah mengapa garapan pendidikan merupakan
suatu keharusan bagi manusia, mengapa manusia harus dididik danharus
mendidik. Hal tersebut dapat ditinjau dari beberapa segi sebagai berikut :
a. Hakikat Anak Sebagai Manusia
Manusia yang lahir dalam keadaan serba lemah. Ia belum
dapat berdiri sendiri, belum bisa mencari makan sendiri. Semuanya
dalam keadaaan serba bergantung kepada orang lain. Walau
demikian dia telah menunjukkan keunikannya kendati dalam takaran
yang sederhana. Pada saat ia lahir di dalam kandungan ibunya ia
10
telah mengekspresikan dirinya dalam bentuk tangis atau gerakan-
gerakan tertentu.
b. Manusia Dengan Sifat Kemanusiaannya
Kegiatan mendidik adalah sifat khas yang dimiliki manusia.
Immanuel Kant mengatakan “manusia hanya dapat menjadi
manusia karena pendidikan”. Jadi jika manusia tak dididik maka ia
tidak akan menjadi manusia dalam arti yang sebenarnya. Hal ini
telah terkenal luas dan dibenarkan oleh hasil penelitian terhadap ank
terlantar yang dalam perkembangannya menjadi anak liar.
c. Manusia Sebagai Mahluk Budaya
Manusia dengan budi, rasa dan karsanya menciptakan
kebudayaan. Agar manusia dapat hidupmenghayati dunia
kebudayaaan tadi, manusia patut dilengkapi dengan nilai-nilai atau
norma kebudayaan yang sepatutnya disampaikan dalam garapan
pendidikan. Dengan demikian pendidikan pada hakikatnya adalah
proses yang berkesinambungan yang mengangkat harkat dan
martabat manusia dari dunia alam (the world of nature) menuju
kehidupan yang bercirikan kebudayaan (the world of culture). Aliran
kebudayaan dalam pendidikan ini dipeloporioleh Spranger, yang
mengutamakan masalah penyampaian norma, nilai keagamaan, ilmu
pengetahuan, serta kesenian.
Ragam pemahaman tentang hakikat manusia adalah :
10
a. Homo Sapiens
Pemahaman hakikat manusia sebagai mahluk yang bijaksana dan
dapat berfikir atau sebagai animal rationale. Hal ini disebabkan
oleh kemampuan manusia yang memiliki akal, fikiran, rasio, daya
nalar, cipta, rasa dan karsa. Sehingga manusia mampu
mengembangkan dirinyasebagai manusia seutuhnya.
b. Homo Faber
pemahaman tentang hakikat manusia sebagai mahluk yang
berpiranti (perkakas). Manusia dengan akal dan keterampilannya
dapat menciptakan atau menghasilkan sesuatu sebagai produsen dan
pada pihak lain ia juga menggunakan karya lain (konsumen) untuk
kesejahteraan dan kemakmuran hidupnya.
c. Homo Religious
Pandangan tentang manusia dan hakikat manusia sebagai mahluk
yang beragama, manusia diciptakan oleh Tuhan dimuka bumi ini
sebagai mahluk yang sempurna. Melalui kesempurnaannya itulah
manusia bisa berfikir, bertindak, dan menentukan mana yang baik
dan benar.
d. Homo Homini Socius
Kendati sosok manusia sebagai mahluk individu, mahluk yang
memiliki jati diri, yang memiliki ciri pembeda antara yang satu
10
dengan yang lain, namun pada saat yang bersamaan manusia juga
sebagai kawan social bagi mahluk yang lainnya
e. Manusia Sebagai Mahkuk Etis Dan Estetis
Hakikat manusia pada dasarnya sebagai mahluk yang memiliki
kesadaran susila (etika) dalam arti ia dapat memahami norma-
norma social dan mampu berbuat sesuai dengan norma dan kaidah
etika yang diyakininya. Sedangkan makna estetis yaitu pemahaman
tentang hakikat manusia sebagai mahluk yang memiliki rasa
keindahan (sense of beauty) dan rasa estetika (sense of estetics).
Sosok manusia yang memiliki cita, rasa dan dimensi keindahan
estetika lainnya.
Jadi, kenapa manusia membutuhkan pendidikan ?
a. Anak manusia lahir dengan bermacam-macam potensi
b. Agar potensi sebagai modal dasar dapat berkembang maka perlu
bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari orang-orang yang
bertanggung jawab.
c. Pendidikan bertujuan membantu mengembangkan potensi kearah yang
lebih baik.
d. Pendidikan tidak hanya berarti penyampaian pengetahuan tetapi
merekomendasikan nilai-nilai.
10
e. Manusia tidak akan menjadi manusia kalau tidak dibesarkan dalam
lingkungan manusia.
2.2 Keharusan Manusia Sebagai Mahluk Yang Perlu Dididik Dan Mendidik Diri
Ada berbagai pandangan yang menginterpretasikan manusia sebagai
makhluk, baik makhluk social, individual, politik, berakal, berbicara, dan lain-
lain. Dalam kajian ini erat kaitannya dengan permasalahan pendidikan yang
mengasumsi- kan bahwa manusia harus dididik.
Sebagaimana dijelaskan oleh Tatang Syaripudin (2008), dan
MI.Soelaeman (1985) bahwa eksistensi manusia terpaut dengan masa lalunya
sekaligus mengarah ke masa depan untuk mencapai tujuan hidupnya. Dengan
demikian, manusia berada dalam perjalanan hidup, dalam perkembangan dan
pengembangan diri. Ia adalah manusia tetapi sekaligus “belum selesai”
mewujudkan dirinya sebagai manusia (prinsip historisitas). Bersamaan dengan
hal di atas, dalam eksistensinya manusia mengemban tugas untuk menjadi
manusia ideal. Sosok manusia ideal merupakan gambaran manusia yang dicita-
citakan atau yang seharusnya. Sebab itu, sosok manusia ideal tersebut belum
terwujudkan melainkan harus diupayakan untuk diwujudkan (prinsip idealitas).
Permasalahan manusia, apakah ia harus dididik dan apakah manusia dapat dididik
menyangkut permasalahan antropologi filsafi, yang mempersoalkan hakikat
manusia itu sendiri, yaitu apakah manusia sebagai makhluk social, makhluk
individual, makhluk ciptaan Tuhan YME, sebagai makhluk yang berakal, atau
10
sebagai makhluk yang potensial. Persoalan ini akan memunculkan berbagai
alternative jawaban dan tindakan manusia, yang salah satunya melalui
pendidikan.
Permasalahannya adalah apakah dengan tindakan pendidikan semua
persoalan kehidupan manusia menjadi lengkap dan sempurna? Oleh karena itu,
banyak para filosof yang berpendapat bahwa manusia adalah makhluk yang
belum selesai, khususnya para filosof eksistensialisme. Sebagaimana yang
dijelaskan oleh Tatang Syaripudin baik dalam Tesis maupun dalam Landasan
Pendidikan (1994, 208) bahwa “Manusia belum selesai menjadi manusia, ia
dibebani keharusan untuk menjadi manusia, tetapi ia tidak dengan sendirinya
menjadi manusia, untuk menjadi manusia ia perlu dididik dan mendidik diri.
“Manusia dapat menjadi manusia hanya melalui pendidikan”, demikian
kesimpulan Immanuel Kant dalam teori pendidikannya (Henderson, 1959).
Pernyataan tersebut sejalan dengan hasil studi M.J. Langeveld yang memberikan
identitas kepada manusia dengan sebutan Animal Educandum (M.J.Langeveld,
1980).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk
yang membutuhkan penyempurnaan sebagai manusia melalui pendidikan, dan
kebutuhan untuk mengembangkan dirinya melalui upaya yang terus menerus
menggali potensi dengan proses mendidik diri. Dua prinsip ini yang oleh MJ.
Langeveld disebut sebagai “Animal educandum dan Animal Educabile”.
Selanjutnya Tatang Syaripudin (1994) menyatakan “ada tiga prinsip antropologis
10
yang menjadi asumsi perlunya manusia mendapatkan pendidikan dan perlu
mendidik diri, yaitu :
a. prinsip historisitas,
b. prinsip idealitas, dan
c. prinsip posibilitas/aktualitas.
2.3 Manusia Sebagai Mahluk Yang Dapat Dididik
Suatu fakta yang jarang orang mempertanyakan kembali tentang
hakikatmanusia apakah harus dididik dan dapat dididik, karena ketidak pedulian
orang atau keawaman orang terhadap permasalahan pendidikan. Para ahli
pendidikan, kapanpun dan dimanapun akan berorientasi pada landasan filsafat
antropologis yang memberikan pandangan tentang potensi-potensi manusia yang
dapat dikembangkan melalui upaya pendidikan. Demikian pula, para ahli
kedokteran dan fisiologi akan lebih berkonsentrasi pada upaya menyelidiki
tentang berbagai rahasia yang ada pada fisik manusia, sehingga mampu
menemukan berbagai obat atau metode penyembuhan sakit fisik manusia.
Permasalahan apakah manusia akan dapat dididik ? Pertanyaan tersebut
menuntut jawaban dengan prinsip-prinsip Antropologis apakah yang
melandasinya. Berdasarkan itu, Tatang Syaripudin (1994), mengemukakan lima
prinsip antropologis yang melandasi kemungkinan manusia akan dapat dididik,
yaitu, prinsip potensialitas, prinsip dinamika, prinsip individualitas, prinsip
sosialitas, dan prinsip moralitas. MI. Soelaeman (1984) mengemukakan 3 prinsip,
10
yaitu ; prinsip, individualitas, sosialitas, dan moralitas. Sementara La Sulo (1994)
mengemukakan 4 prinsip, yaitu prinsip individualitas, sosialitas, moralitas, dan
prinsip keberagamaan. Prinsip keberagamaan tidak serta merta tercakup dalam
prinsip moralitas, sebab ada moral yang bersumber dari filsafat atau bentuk-
bentuk moral ilmu pengetahuan. Marilah kita ikuti uraian prinsip-prinsip
antropologi yang dikemukakan oleh Tatang Syaripudin dalam Tesis (1994), dan
Landasan Pendidikan (2008) berikut ini :
a. Prinsip Potensialitas
Pendidikan bertujuan agar seseorang menjadi manusia ideal.
Sosok manusia ideal tersebut antara lain adalah manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, bermoral/berakhlak
mulia, cerdas, berperasaan, berkemauan, mampu berkarya, dst.. Di
pihak lain, manusia memiliki berbagai potensi, yaitu: potensi untuk
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, potensi untuk mampu
berbuat baik, potensi cipta, rasa, karsa, dan potensi karya. Sebab itu,
manusia akan dapat dididik karena ia memiliki potensi untuk menjadi
manusia ideal.
b. Prinsip Dinamika
Ditinjau dari sudut pendidik, pendidikan diupayakan dalam
rangka membantu manusia (peserta didik) agar menjadi manusia
ideal. Di pihak lain, manusia itu sendiri (peserta didik) memiliki
dinamika untuk menjadi manusia ideal. Manusia selalu aktif baik
10
dalam aspek fisiologik maupun spiritualnya. Ia selalu menginginkan
dan mengejar segala hal yang lebih dari apa yang telah ada atau yang
telah dicapainya. Ia berupaya untuk mengaktualisasikan diri agar
menjadi manusia ideal, baik dalam rangka interaksi/komunikasinya
secara horisontal maupun vertikal.. Karena itu dinamika manusia
mengimplikasikan bahwa ia akan dapat didik.
c. Prinsip Individualitas
Praktek pendidikan merupakan upaya membantu manusia
(peserta didik) yang antara lain diarahkan agar ia mampu menjadi
dirinya sendiri. Dipihak lain, manusia (peserta didik) adalah individu
yang memiliki ke-diri-sendirian (subyektivitas), bebas dan aktif
berupaya untuk menjadi dirinya sendiri. Sebab itu, individualitas
mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik.
d. Prinsip Sosialitas
Pendidikan berlangsung dalam pergaulan nteraksi /
komunikasi) antar sesama manusia (pendidik dan peserta didik).
Melalui pergaulan tersebut pengaruh pendidikan disampaikan
pendidik dan diterima peserta dididik. Telah Anda pahami, hakikatnya
manusia adalah makhluk sosial, ia hidup bersama dengan sesamanya.
Dalam kehidupan bersama dengan sesamanya ini akan terjadi
huhungan pengaruh timbal balik di mana setiap individu akan mene-
10
rima pengaruh dari individu yang lainnya. Sebab itu, sosialitas
mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik.
e. Prinsip Moralitas
Pendidikan bersifat normatif, artinya dilaksanakan berdasarkan
sistem norma dan nilai tertentu. Di samping itu, pendidikan bertujuan
agar manusia berakhlak mulia ; agar manusia berperilaku sesuai
dengan nilai-nilai dan norma-norma yang bersumber dari agama,
masyarakat dan budayanya. Di pihak lain, manusia berdimensi
moralitas, manusia mampu membedakan yang baik dan yang jahat.
Sebab itu, dimensi moralitas mengimplikasikan bahwa manusia akan
dapat dididik.
f. Prinsip Keberagamaan/religiusitas
Bagi umat beragama meyakini bahwa semua yang ada di alam
semesta ini adalah diciptakan Tuhan Yang Maha Esa, ini berbeda
denga aliran evolusionistik yang berargumen bahwa segala yang ada
di dunia ini terjadi dengan sendirinya melalui proses panjang dengan
hukum alam. Mereka lupa bahwa evolusi dari binatang tidak semua
mencapai kesempurnaan, sementara evolusi manusia menuju ke
kesempurnaan. Ada dua atau lebih proses evolusi, dimana ada yang
menuju ke kehancuran dan ada yang tidak berevolusi, dan ada yang ke
kesempurnaan/ keunggulan.
10
Atas dasar berbagai asumsi di atas, jelas kiranya bahwa
manusia akan dapat dididik, sehubungan dengan ini M.J. Langeveld
(1980) memberikan identitas kepada manusia sebagai “Animal
Educabile”. Dengan mengacu pada asumsi ini diharapkan kita tetap
sabar dan tabah dalam melaksanakan pendidikan. Andaikan saja Anda
telah melaksanakan upaya pendidikan, sementara peserta didik belum
dapat mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan, Anda seyogyanya
tetap sabar dan tabah untuk tetap mendidiknya. Dalam konteks ini,
Anda justru perlu introspeksi diri, barangkali saja terjadi kesalahan-
kesalahan.
Demikianlah prinsip-prinsip yang melandasi perlunya anak
manusia mendapat bantuan pendidikan, yang tentunya tidak
mengabaikan prinsip-prinsip antropologis lainnya selama prinsip
tersebut memperkuat kaidah-kaidah pentingnya pendidikan bagi
manusia.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Alat peraga adalah alay yang biasa digunakan dalam proses pembelajaran
yang bertujuan untum memperjelas maksud dan tujuan suatu hal yang dijelaskan
oleh guru. Alat peraga memiliki banyak fungsi dan daya tarik dalam kegiatan
belajar mengajar, oleh karena itu penggunaan alat peraga sangat membantu
dalam proses belajar, selain karna menggunakannya mudah biaya yang
dibutuhkan pun murah.
3.2 Saran
Bersyukurlah dengan apa yang kita miliki saat ini, karena dengan
bersyukur bisa menentramkan dan mendamaikan jiwa. Jika apa yang kita
inginkan tidak sesuai dengan apa yang kita capai maka bersabarlah dan terus
berjuang.
10
DAFTAR PUSTAKA
Wahyudin Dinn, Dkk. (2003). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Universitas
Terbuka.
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEDAGOGIK/
195009081981011Y._SUYITNO/
FILSAFAT_PENDIDIKAN_Utama_I.pdf (Diakses tanggal 08
Oktober 20013 )
10
10
10