Manual Geh
-
Upload
inzana-pascoal -
Category
Documents
-
view
168 -
download
6
description
Transcript of Manual Geh
1. Anamnesis keluhan utama yang berhubungan dengan Sistem
Gastroenterohepatologi dimana penggalian riwayat penyakit
sudah lebih spesifik mengarah ke Sistem Gastroenterohepatologi.
2. Keterampilan pemeriksaan fisik dan keterampilan diagnostik.
3. Pemeriksaan rektum (colok dubur)
4. Keterampilan cara membaca foto radiologi yang berkaitan dengan
kelainan-kelainan Sistem Gasteroenterohepatologi.
5. Keterampilan Membuat Apusan, Mewarnai, Mengawetkan Tinja,
Dan Mengidentifikasi Parasit Pada Apusan Tinja
6. Pemeriksaan Anal Swab
7. Pemasangan Pipa Nasogastrik (Nasogastric Tube/Ngt )
8. Prosedur Enema/Huknah
9. Manual Keterampilan Pemeriksaan Apendisitis dan Hernia
2
7
11
14
16
23
25
31
35
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIS
SISTEM GASTROENTEROHEPATOLOGI
Pengertian
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, terlebih dahulu dilakukan komunikasi
antara dokter (pemeriksa) dan pasien yang disebut sebagai anamnesis. Kegiatan ini
sangat penting sebagai langkah awal yang dapat membantu pemeriksa dalam
mengarahkan diagnosis penyakit pasien. Keluhan yang diajukan seorang pasien yang
diambil dengan teliti akan banyak membantu menentukan diagnosis dari suatu
penyakit. Banyak macam keluhan yang diajukan oleh seorang penderita sistem saluran
cerna. Walaupun demikian tidak selalu keluhan-keluhan mengenai perut yang
berhubungan dengan kelainan pada saluran cerna, sehingga diperlukan suatu
kesabaran dalam mengambil anamnesis dari seorang pasien.
Pemeriksaan fisik gastroenterohepatologi yang dalam hal ini abdomen
umumnya sama dengan pemeriksaan fisik secara umum meliputi inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi, namun banyak dokter lebih memilih auskultasi dahulu sebelum
palpasi. Dalam pemeriksaan selanjutnya pada abdomen di samping ditemukan hasil
pemeriksaan normal, juga dapat ditemukan kelainan antara lain: distensi abdomen,
adanya massa, bunyi peristaltik yang meningkat atau menghilang dan lain-lain.
Di samping anamnesis dan pemeriksaan fisik, keterampilan diagnostik dalam
hal ini pemasangan pipa nasogastrik serta pemeriksaan rektum (colok dubur) juga
dapat membantu dalam menegakkan diagnosis.
Indikasi
Anamnesis dan pemeriksaan fisik gastroenterohepatologi dilakukan untuk :
1. Mengetahui diagnosis dari seorang pasien
2. Membantu dokter dalam melakukan tindakan selanjutnya pada pasien
3. Mengetahui perkembangan serta kemajuan terapi pada pasien
4. Digunakan sebagai standar pelayanan dalam memberikan pelayanan paripurna
terhadap pasien
2
Tujuan pembelajaran
Tujuan Umum :
Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu melakukan anamnesis lengkap dan
pemeriksaan fisik gastroenterohepatologi secara berurutan dan mampu mengetahui
keadaan normal dan abnormal pada sistem tersebut.
Tujuan Khusus :
Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu :
1. Melakukan komunikasi/anamnesis dengan pasien secara lengkap
2. Mempersiapkan pasien dalam rangka pemeriksaan fisik
3. Melakukan pemeriksaan inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi secara
terperinci
4. Melakukan pemeriksaan sesuai prosedur yang ada
5. Mengenal dan menentukan berbagai bentuk dan bunyi abnormal dari abdomen
Media dan alat bantu pembelajaran :
- Daftar panduan belajar anamnesis dan pemeriksaan fisik
gastroenterohepatologi
- Stetoskop, handscoen (sarung tangan), pipa nasogastrik
- Jelly, lap, sabun dan wastafel (air mengalir) untuk simulasi mencuci tangan
- Status penderita, pena
- Audio-visual
Metode pembelajaran :
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar
2. Ceramah
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
5. Evaluasi melalui check list / daftar tilik dengan sistem skor
3
Deskripsi Kegiatan
Kegiatan Waktu Deskripsi
1. Pengantar 5 menit Pengantar
2. Bermain
peran tanya
& jawab
30 menit 1. Mengatur posisi duduk mahasiswa
2. Dua orang instruktur, 1 sebagai dokter & 1
sebagai pasien memberikan contoh bagaimana
cara melakukan anamnesa lengkap
Mahasiswa menyimak/mengamati
3. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa
untuk bertanya dan instrukstur memberikan
penjelasan tentang aspek-aspek yang penting
4. Kegiatan dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik
pada manikin atau probandus
5. Mahasiswa dapat memperhatikan dan
menanyakan hal-hal yang belum dimengerti dan
instruktur menanggapinya
3. Praktek
bermain
peran
dengan
umpan
balik
100 menit 1. Mahasiswa dibagi menjadi pasangan-pasangan.
Seorang mentor diperlukan untuk mengamati 2
pasang
2. Setiap pasangan berpraktek, 1 orang sebagai
dokter (pemeriksa) dan 1 orang sebagai pasien
secara serentak
3. Mentor memberikan tema khusus atau keluhan
utama kepada pasien dan selanjutnya akan
ditanyakan oleh si pemeriksa (dokter)
4. Mentor berkeliling di antara mahasiswa dan
melakukan supervisi menggunakan daftar tilik
5. Setiap mahasiswa paling sedikit berlatih 1 kali
4. Curah
pendapat /
diskusi
15 menit 1. Curah pendapat/diskusi : apa yang dirasakan
mudah atau sulit ? Menanyakan bagaimana
perasaan mahasiswa yang berperan sebagai
4
pasien. Apa yang dilakukan oleh dokter agar
pasien merasa nyaman?
2. Instruktur menyimpulkan dengan menjawab
pertanyaan terakhir dan memperjelas hal-hal
yang masih belum dimengerti
Total waktu 150 menit
PENUNTUN BELAJAR SISTEM GASTROENTEROHEPATOLOGI
( Digunakan oleh Peserta )
5
Beri nilai untuk setiap langkah klinik dengan menggunakan kriteria sebagai berikut :1. Perlu perbaikan : langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar dan tidak
sesuai urutannya atau ada langkah yang dihilangkan2. Mampu : Langkah-langkah dilakukan dengan benar dan sesuai dengan
urutannya, tetapi tidak efisien3. Mahir : Langkah-langkah dilakukan benar, sesuai dengan urutannya dan
efisien TS (Tidak Sesuai) : Langkah tidak perlu dikerjakan karena tidak sesuai dengan keadaan
NO. LANGKAH / KEGIATAN KASUSA. ANAMNESIS KELUHAN UTAMA 1 2 3
1. Ucapkan salam, pemeriksa berdiri & melakukan jabat tangan
2. Persilahkan duduk 3. Ciptakan suasana membantu dan menyenangkan4. Tanyakan identitas : nama, umur, alamat, pekerjaan5. Tanyakan keluhan utama dan riwayat penyakit saat ini
(tergantung skenario masing-masing) :- onset (sejak kapan) dan durasi (berapa lama) faktor2
yg mengurangi-menambah keluhan- beratnya dan bagian/regio apa saja yg berhubungan
dgn keluhan- gejala lain yang berhubungan
6. Menggali riwayat pasien - Riwayat kebiasaan hidup : makanan &
minuman, obat2an, penyakit- Riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit di
keluarga
B. PEMERIKSAAN FISIK GASTROENTEROHEPATOLOGI 0 1 21. Inspeksi
1. Baringkan pasien dengan posisi supine, dengan sumber cahaya meliputi kaki sampai kepala, atau meliputi abdomen
2. Berdiri di sisi kanan pasien, usahakan pemeriksa dapat melihat abdomen pasien dengan jelas dan tanpa halangan
3. Periksa rambut, konjungtiva, sklera dan kulit4. Inspeksi kontur abdomen normal atau abnormal5. Bila tampak distensi abdomen, evaluasi apakah karena
obesitas, timpanitis (adanya udara atau gas yg berlebihan), asites, kehamilan, feses dan neoplasma
6. Lihat penampakan abnormal dipermukaaan abdomen seperti : jaringan parut (skar), kongesti vena (hipertensi vena porta, caput medusae) penampakan peristaltik (obstruksi pilorus, obstruksi usus halus-kolon) atau adanya massa abdomen
Auskultasi1. Penderita diminta rileks dan bernafas normal2. Letakkan membran atau bel stetoskop (bila kurang jelas) di
atas mid-abdomen (umbilikus) atau dibawah umbilikus dan diatas suprabupik
3. Dengarkan peristaltik/bising usus (seperti suara bila perut
6
lapar atau melilit), bila tidak segera terdengar, lanjutkan mendengar selama 5 menit
4. Tentukan normal atau abnormal berdasarkan timbulnya berapa kali permenit
5. Lakukan evaluasi bising usus pada empat kuadran abdomen dengan benar
6. Bising pembuluh darah abnormal yang dapat ditemukan - Hepatic rub: diatas dan di kanan umbilikus seperti
bunyi bergerumuh/gesekan telapak tangan yang kuat- Bruit dari karsinoma pankreas di kiri regio epigastrium
dan splenik friction rub di lateral kiri abdomen, seperti aliran yang melewati celah sempit, periodik sesuai kontraksi sistolik
7. Catat hasil auskultasi
Palpasi1. Sebelum palpasi, tangan diusahan hangat sesuai suhu
ruangan/tubuh2. Pasien diminta menekuk kedua lutut dan bernapas dengan
mulut terbuka (bila pasien tampak tegang dan abdomen mengeras agar terjadi relaksasi abdomen)
3. Lakukan percakapan dengan pasien sambil melakukan palpasi
4. Lakukan palpasi ringan dengan tempatkan telapak tangan di abdomen pelan-pelan, adduksikan jari-jari sambil menekan lembut masuk ke dinding abdomen kira-kira 1 cm (kuku jari jangan sampai menusuk dinding abdomen)Bila nyeri langsung ditemukan saat palpasi, kepala pasien dapat ditinggikan memakai bantal
5. Nilai nyeri tekan atau tidak dengan memperhatikan wajah atau ekspresi pasien
6. Lakukan palpasi dalam cara bimanual, menilai hepar dan limpa (normal tidak teraba), dengan langkah yang sama pada palpasi ringan namun menekan lebih dalam (4-5 cm) naik turun
8. Palpasi limpa (metode Schuffner & metode Hacket ) . Ujung limpa yang teraba di bawah arkus kosta kiri menandakan splenomegali- Tangan kanan dimasukkan di belakang margin kosta
kiri pada garis midaksillaris. Tangan kiri ditempatkan dibawah toraks dengan jari-jari aduksi dibawah tulang
7
iga. - Pasien diminta inspirasi dalam, tangan kanan masuk
lebih dalam di belakang margin kosta dan dinaikkan, sementara tangan kiri menaikkan costovertebra bagian belakang.
- Lakukan beberapa kali sesuai irama inspirasi sambil menempatkan posisi tangan kanan berganti tempat/arah.
9. Palpasi Hepar : nilai permukaan, tepi, ujung dan nyeri tekan hepar. - Tangan kanan dengan jari-jari adduksi dimasukkan
mulai di regio kuadran kanan bawah dengan permukaan volar tangan menyentuh permukaan abdomen. Tangan kiri ditempatkan dibawah toraks dengan posisi supinasi
- Saat inspirasi dalam, tangan kanan digerakkan ke arah superior dan profunda, saat inspirasi akhir tercapai, bersamaan dengan tangan kiri menaikkan area costovertebra kanan. Langkah ini dilakukan sampai dibawah margin tulang rusuk kanan.
Metode palpasi
Palpasi Limpa
8
11. Abnormal palpasi :- Blumberg’s sign (+)/ rebound tenderness: terasa
sakit jika ditekan ujung jari perlahan-lahan ke dinding abdomen di area kiri bawah, kemudian secara tiba-tiba menarik kembali jari-jari.
- Rovsing’s sign (+): terasa sakit jika ditekan di area kiri bawah
- Psoas sign (+): terasa sakit jika tungkai bawah difleksikan ke arah perut
- Obturator sign (+) : terasa sakit jika tungkai diangkat ke atas dengan lutut ekstensi
12. Jika massa abdomen ditemukan, nilai : lokasi, ukuran, besar, kekenyalan, mobilitas dan pulsasi
Perkusi1. Lakukan perkusi pada ke empat kuadran abdomen 2. Lakukan perkusi batas paru-hepar di garis midklavikula
kanan, dimulai dari interkostal II ke bawah3. Bunyi resonan dada menjadi redup ketika mencapai hepar,
bila dilanjutkan ke bawah, bunyi redup berubah menjadi timpani bila perkusi di atas kolon
4. Tentukan lokasi dan ukuran hepar
9
C. PEMERIKSAAN KHUSUS ASITES 0 1 21. Puddle sign:
- Baringkan pasien dengan prone posisi (siku dan lutut naik/tiarap) selama 5 menit
- Letakkan diafragma stetoskop di permukaan tengah bawah perut (tempat pengumpulan cairan terbanyak)
- Dengarkan suara yang dibuat oleh jari-jari yang diketukkan pada sisi lateral abdomen
- Ketukan dilanjutkan terus sambil steteskop digerakkan menjauhi pemeriksa
- Bila pinggir dari kumpulan (puddle) cairan dicapai, intensitas suara ketukan akan lebih keras
2. Shifting dullness- Perkusi mulai daerah mid-abdomen ke arah lateral,
tentukan batas bunyi timpani dan redup- Minta pasien berbaring pada posisi lateral- Ascites (+) bila terjadi perubahan bunyi dari timpani
ke redup pada lokasi yang sama
10
COLOK DUBUR ( RECTAL TOUCHER/ DIGITAL RECTAL EXAMINATION )
PengertianPemeriksaan colok dubur adalah suatu pemeriksaan dengan memasukkan jari
telunjuk yang sudah diberi pelicin ke dalam lubang dubur. Pemeriksaan ini membantu klinisi untuk dapat menemukan penyakit-penyakit pada perineum, anus, rektum, prostat, dan kandung kemih.
Pada pemeriksaan colok dubur yang dinilai adalah keadaan perianal, perineum, tonus sfingter ani dan refleks bulbo-kavernosus (BCR), mukosa dan ampulla rekti, serta penonjolan prostat kearah rektum. Pada pemeriksaan perianal dapat dilihat adanya fistula perianal, skin tag, fissura, tumor anus dan hemorrhoid. Dinilai juga keadaan perineum, apakah meradang atau tidak. Penilaian Sfingter ani dilakukan dengan cara merasakan adanya jepitan pada sfingter ani pada saat jari telunjuk dimasukkan lubang anus. Colok dubur juga bertujuan untuk mencari kemungkinan adanya massa di dalam lumen rektum, menilai mukosa dan ampulla rektum serta keadaan prostat.
Pemeriksaan ini menimbulkan rasa tidak nyaman dan menyebabkan kontraksi sfingter ani sehingga dapat menyulitkan pemeriksaan. Oleh karena itu perlu dijelaskan terlebih dahulu kepada pasien tentang pemeriksaan yang akan dilakukan, agar pasien dapat bekerja sama dalam pemeriksaan ini.
IndikasiRectal toucher merupakan bagian tak terpisahkan dari pemeriksaan fisik
abdomen untuk kasus gastrointestinal, urologi, dan ginekologi. Rectal toucher diindikasikan pada pasien-pasien dengan penyakit atau keluhan sebagai berikut :
- Perdarahan saluran cerna bagian bawah.- Hemorrhoid, prolaps rekti.- Ca Recti, Tumor anus- Ileus Obstruktif dan ileus paralitik.- Peritonitis.- BPH & Ca prostat.- dll
KontraindikasiTidak ada kontraindikasi mutlak untuk melakukan rectal toucher. Perlu hati-hati saat melakukan rectal toucher pada
- Anak-anak karena pemeriksaan dapat menyebabkan vasovagal syncope. - Prostatitis, dapat menyebarkan infeksi.- Hemorrhoid interna grade IV
11
Tujuan PembelajaranTujuan Umum:Setelah mengikuti kegiatan ini mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan colok dubur secara benar.
Tujuan Khusus:Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu:
1. Mengetahui indikasi dan kontraindikasi pemeriksaan Colok Dubur.2. Mempersiapkan alat dan bahan untuk pemeriksaan Colok Dubur3. Melakukan pemeriksaan Colok Dubur sesuai dengan prosedur.
Metode pembelajaran :1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar2. Ceramah3. Diskusi4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)5. Evaluasi melalui check list / daftar tilik dengan sistem skor
Perlengkapan• Sarung tangan (handscoen)• K-Y Jelly
Cara pemeriksaan • Melakukan Informed Consent dan penjelasan prosedur pemeriksaan.• Melakukan cuci tangan dan memakai Handscoen.• Posisi pemeriksa: Berdiri disebelah kanan pasien.• Posisi pasien: Memposisikan pasien dalam posisi Lithotomi (Berbaring
terlentang dalam keadaan rileks, lutut ditekuk 600), pasien terlebih dahulu disuruh berkemih.
• Pemeriksaan dimulai dengan melakukan inspeksi perianal dan perineum dibawah penerangan yang baik (jika ada hemoroid grade 4, tidak dilakukan RT).
• Pada pemeriksaan perianal dapat dilihat adanya fistula perianal, skin tag, fissura, tumor anus dan hemorrhoid. Dinilai juga keadaan perineum, apakah meradang atau tidak.
• Keadaan tonus sfingter ani diobservasi pada saat istirahat dan kontraksi volunter.
• Penderita diminta untuk “mengejan” seperti pada saat defekasi, untuk memperlihatkan desensus perineal, prolapsus hemoroid atau lesi-lesi yang menonjol seperti prolaps rekti dan tumor.
• Melakukan lubrikasi pada jari telunjuk tangan kanan dengan K-Y jelly dan menyentuh perlahan pinggir anus.
• Memberikan tekanan yang lembut sampai sfingter terbuka kemudian jari dimasukkan lurus ke dalam anus, sambil menilai tonus sfingter ani.
12
• Mengevaluasi keadaan ampula rekti, apakah normal, dilatasi atau kolaps• Mengevaluasi mukosa rekti dengan cara memutar jari secara sirkuler, apakah
mukosa licin atau berbenjol-benjol, adakah teraba massa tumor atau penonjolan prostat kearah rektum.
• Apabila teraba tumor, maka deskripsikan massa tumor tersebut : intra atau ekstralumen, letak berapa centi dari anal verge, letak pada anterior/posterior atau sirkuler, dan konsistensi tumor.
• Apabila teraba penonjolan prostat: deskripsikan berapa cm penonjolan tersebut, konsistensi, permukaan, sulcus medianus teraba/tidak, pole superior dapat dicapai/tidak.
• Melakukan evaluasi apakah terasa nyeri, kalau terasa nyeri sebutkan posisinya.• Melepaskan jari telunjuk dari anus• Memeriksa handscone: apakah ada feses, darah atau lendir?• Melepaskan handschoen dan membuang ke tempat sampah medis• Melakukan cuci tangan• Melaporkan hasil pemeriksaan.
Contoh laporan pemeriksaan Rectal Toucher. Rectal toucher: Perianal dan perineum tidak meradang, tidak tampak
massa tumor, Sfingter ani mencekik, mukosa licin, ampula kosong, tak teraba massa tumor, tak teraba penonjolan prostat kearah rektum, tidak terasa nyeri.
Handscoen: Tak ada feses, tak ada darah, tak ada lendir.
13
Massa feces
Gambar 1. Pemeriksaan colok dubur
TEKNIK PENILAIAN FOTO RADIOLOGI GASTROENTEROHEPATOLOGI
1. FOTO BNO
1. Periksa identitas pasien (nama/umur)2. Periksa ada tidaknya marker pada foto yang akan dinilai3. Pasang foto pada light box seolah-olah penderita didepan pemeriksa4. Lakukan penilaian terhadap distribusi udara dalam abdomen (apakah ada
obstruksi, atau udara sampai ke distal).5. Identifikasi adanya gambaran herring bone, step leader, air fluid level, dan
tanda-tanda distensi dari usus (dan adanya udara bebas pada subdiafragma)6. Perhatikan psoas line kiri dan kanan serta pre peritonid line kiri dan kanan7. Buat kesimpulan dari gambaran radiologi yang ada.
2. FOTO MD (Barium meal)
1. Periksa identitas pasien (nama/umur)2. Periksa ada tidaknya marker pada foto yang akan dinilai3. Pasang foto pada light box seolah-olah penderita didepan pemeriksa4. Nilai posisi penderita berdasarkan posisi kontras (supine, prone dan erect)5. Perhatikan mukosa gaster dan duodenum (apakah ada filling defect maupun
additional shadow)6. Buat kesimpulan dari gambaran radiologi yang ada
3. FOTO COLON IN LOOP (Barium enema)
1. Periksa identitas pasien (nama/umur)2. Periksa ada tidaknya marker pada foto yang akan dinilai3. Pasang foto pada light box seolah-olah penderita didepan pemeriksa4. Lakukan terlebih dahulu penilaian foto BNO pasien5. Perhatikan posisi kontras sampai dimana.6. Perhatikan mukosa, hanstrasi, incisura dan kaliber lumen colon (apakah ada
filling defect, additional shadow)7. Buat kesimpulan dari gambaran radiologi yang ada
14
Manual
KETERAMPILAN KLINIK
PEMERIKSAAN APUSAN TINJA & ANAL SWAB
Penyusun :dr. Andarias Mangali, MSc
dr. Sitti Wahyuni, PhDdr. Dianawaty Amiruddin, Sp.KK
dr. Yenni Yusuf, MInfectDis
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS HASANUDDIN
2014
15
KETERAMPILAN
MEMBUAT APUSAN, MEWARNAI, MENGAWETKAN TINJA, DAN
MENGIDENTIFIKASI PARASIT PADA APUSAN TINJA
Sitti Wahyuni, MD, PhD
Bagian Parasitologi Universitas Hasanuddin, [email protected]
INDIKASI PEMERIKSAAN
• Kompetensi
– Penyakit dengan indikasi kecacingan dan infeksi protozoa usus
harus bisa didiagnosis oleh dokter umum berdasarkan pemeriksaan
laboratorium sederhana
• Indikasi klinis
– Diare
– Disentri
– Anemia
– Gangguan pertumbuhan
– Lesu
– Nyeri kronis pada perut bawah
TUJUAN PEMERIKSAAN
Umum: Setelah mengikuti pelatihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan
mampu dan terampil membuat apusan, mewarnai, mengawetkan sampel tinja
dan mengidentifikasi parasit yang terdapat pada spesimen tinja.
Khusus: Setelah melakukan latihan ini, mahasiswa akan terampil dalam :
1. menerangkan kepada pasien/keluarganya mengenai tujuan pemeriksaan, cara
melakukan, keuntungan dan resiko yang mungkin timbul, kerahasiaan data
dan hak untuk menolak diperiksa
2. memperlihatkan sikap empati dan sikap professional
3. menerangkan kepada pasien cara mengambil sampel tinja
4. melakukan kegiatan secara asepsis (steril, memakai sarung tangan dan
membuang sampah ditempat yang telah disediakan)
5. membuat apusan dan membuat pewarnaan tinja untuk sediaan langsung pada
objek gelas
6. mengawetkan sediaan tinja untuk dikirim ke laboratorium rujukan
7. mampu dan terampil memakai mikroskop untuk identifikasi parasit pada
apusan tinja
16
8. memakai mikroskop untuk identifikas parasit pada apusan darah tebal dan
tipis
DESKRIPSI KEGIATAN
Kegiatan Waktu Deskripsi
Pendahulua
n
10 mnt Instruktur menelaskan tujuan dari kegiatan ini
Demonstrasi
20 mnt 1. Seorang mahasiswa bertindak sebagai pasien
2. memperlihatkan cara berkomunikasi, melakukan
inform consent, cara bersikap empati dan profesional
3. memperlihatkan alat dan bahan beserta fungsinya
4. menjelaskan cara menjelaskan kepada pasien cara
mengambil sampel tinja
5. memperlihatkan cara membuat apusan dan
pewarnaan tinja untuk pemeriksaan langsung
6. memperlihatkan cara melakukan pengawetan tinja
untuk dirujuk
7. memperlihatkan cara mengidentifikasi parasit yang
terdapat pada apusan tinja dengan menggunakan
mikroskop
8. mahasiswa diminta untuk menanyakan hal hal yang
belum jelas sehubungan dengan kegiatan kemampu
dan terampilan ini
Praktek
bermain
peran
dengan
umpan Balik
70 mnt 1. Mahasiswa melakukan kegiatan seperti yang
didemonstrasikan oleh instruktur
2. Instruktur berkeliling diantara mahasiswa dan
melakukan supervisi dan mengoreksi hal hal yang
belum sempurna
ALAT DAN BAHAN
• Umum
– Meja kerja
– Tempat sampah biohazard
– Tempat sampah biasa
– Sabun cuci tangan
– Wastafel
– Sarung tangan
– Marker
17
• Apusan tinja dan pewarnaan sediaan langsung
– Sampel tinja
– Objek gelas dan kaca penutup
– Larutan saline solution & larutan Lugol's iodine (1% solution)
– Kayu aplikator
• Pengawetan tinja
– Dua buah pot dengan volume 20 ml yang mempunyai tutup yang
rapat
– Kayu aplikator
– Marker
– Formalin (Formaldehyde)10%
– Pengawet Poly Vinil (PV)
– Selotip
– Lembaran rujukan
• Identifikasi parasit pada apusan tinja dengan mikroskop
– Mikroskop
– Apusan tinja pada objek gelas
KEGIATAN
A. Persiapan pasien dan cara mengambil sampel
Cara kerja:
1. Menjelaskan tujuan pemeriksaan, meminta persetujuan dan hak untuk
menolak serta menjamin kerahasiaan data pasien.
2. Memperlihatkan sikap empati dan profesionalisme pada pasien
3. Meminta contoh tinja dari pasien dengan memberikan pot ukuran diameter
3 cm dan tinggi 4 cm yang sudah dilabel denganidentitas pasien diseratai
dengan sendoknya
4. Menerangkan kepada pasien bahwa tinja yang diambil:
Harus dalam keadaan segar
Tidak terkontaminasi oleh air kencing atau bahan lain
Tiba di tempat pemeriksaan 1-2 jam setelah dikeluarkan
B. Membuat pewarnaan sediaan langsung
18
1. Dengan spidol tulis identitas pasien pada objek gelas
2. Pasang sarung tangan
3. Letakkalah objek glass tersebut mendatar di atas meja
4. Teteskan 1 tetes saline solution pada kaca tengah kiri dan 1 tetes larutan
lugol iodine pada tengah kanan dari objek gelas
5. Ambil sedikit faeces (bagian yang berlendir) dengan menggunakan kayu
aplikator, letakkan pada tetesan larutan saline, campurkan sampai rata
Catatan :
• Faeces keras: ambil bagian yang terletak diluar dan didalam
specimen.
• Faeces bercampur atau darah : ambil didaerah yang berlendir atau
berdarah
• Faeces encer: ambil dibagian mana saja.
6. Tutup kedua tetesan itu masing masing dengan kaca penutup
7. Isaplah dengan kertas isap cairan yang berlebih dan terdapat diluar kaca
penutup
8. Lepaskan sarung tangan dan buang ke tempat sampah biologis
9. Cucilah tangan dengan sabun antiseptik
C. Pengawetan spesimen tinja
Prosedur
1. Pasang sarung tangan
2. Label kedua pot dengan identitas pasien
3. Beri tanda “F” pada bagian atas pot untuk pot yang tinjanya akan
diawetkan dengan formalin dan beri tanda ‘PV” untuk pot yang tinjanya
akan diawetkan dengan Poly Vinil
4. Isi pot "F" dengan formalin 10% sampai pertengahan pot dan pot “PV’
dengan pengawet PV sampai pertengahan pot.
5. Dengan kayu aplikator ambil tinja kira kira sebanyak 1 sendok teh,
masukkan kemasing masing pot yang sudah diisi dengan pengawet.
Perbandinga antara pengawet dan tinja adalah kira kira 1:1. Aduk sehingga
tinja dan pengawetnya tercampur dengan baik.
6. Tutup pot dengan rapat, gunakan selotip untuk mencegah kebocoran pada
mulut pot
7. Tuliskan pengantar dari specimen ini meliputi:
nama, umur, dan jenis kelamin pasien
19
Keluhan utama
tanggal pengiriman
8. Lepaskan sarung tangan buang ke tempat sampah biologis
9. Cuci tangan dengan sabun antiseptik
D. Identifikasi parasit dengan mikroskop
• Letakkan objek gelas pada meja obyektif dibawah mikroskop
• Turunkan kondensor dan aturlah cahaya melalui diafragma.
• Lihatlah obyek dengan menggunakan lensa obyektif 10 kali, putarlah
makrometer sampai obyek terlihat..
• Tajamkan fokus dengan memutarmikrometer perlahan-lahan
• Tingkatkan pembesaran sampai 45 kali jika dibutuhkan
• Lakukanlah pemeriksaan sistematis dengan metode sigzag.
• Lakukanlah identifikasi parasit:
– Telur dan larva cacing
– Protozoa: bentuk trophozoites dan kista dari amuba dan flagellate
Telur dan larva cacing pada larutan saline dan lugol iodine
– Telur dan larva cacing dapat diidentifikasi dengan mudah dalam larutan
saline.
– Mereka tampak tidak berwarna dan mudah dilihat dengan pembesaran
10x
Protozoa pada larutan saline
• Bentuk trophozoites and kista dari amuba dan flagellate mungkin bisa
terlihat
• Kista akan tampak bulat atau oval dengan dinding yang jelas
• Trofozoit akan tampak bulat atau oval dengan dinding irreguler.
• Pada faeces segar (faeces yang tidak lebih dari 2 jam setelah
dikeluarkan), pergerakan trofozoit dapat terlihat terutama pada
flagella.
• Mula-mula lihat objek dengan pembesaran 10x, untuk melihat lebih
jelas bagian-bagian dari parasit seperti nucleus, chromatoid bodies,
sucking discs, spiral grooves, atau filaments dari parasit, tingkatkan
pembesaran secara bertahap.
Protozoa pada Lugol Iodine.
• Sitoplasma dari trofozoit atau kista akan tampak kuning atau coklat
muda dan nucleus akan tampak coklat tua.
20
• Pada kista Entamoeba peripheral chromatin dan posisi karyosome
dapat terlihat (jika tidak terlihat, bukan Entamoeba). Peripheral
chromatin akan tampak kuning muda. Kadang kadang pada kista muda
yang masih mengandung glikogen, glikogen akan tampak coklat tua.
• Kista flagella dan filamennya juga terlihat jelas dengan pewarnaan
lugol iodine.
Interpretasi
• Laporkan semua jenis parasit yang ditemukan
• Sediaan dinyatakan negatif jika tidak ditemukan parasit dalam 100
lapangan pandang dan sampel tinja diperiksa sebanyak 3x berturut turut
dalam hari pemeriksaan yang berbeda
Kepustakaan
• WHO. Basic laboratory methods in medical parasitology.
http://whqlibdoc.who.int/publications/9241544104_%28part2%29.pdf
DAFTAR TILIK
No. Aspek yang dinilai
1 Pengetahuan tentang tujuan latihan keterampilan ini.
21
2
3
4
5
Kemampuan dan keterampilan melakukan persiapan bahan dan alat yang digunakan dengan
benar.
Kemampuan dan keterampilan membuat apusan tinja pada objek gelas untuk pemeriksaan
langsung.
Kemampuan & keterampilan mengidentifikasi parasit yang terdapat pada sampel tinja.
Kemampuan dan keterampilan melakukan pengawetan sampel tinja
Kemampuan & keterampilan mengirim sampel tinja ke laboratorium laboratorium rujukan.
Daftar tilik diatas berisi kegiatan yang akan dinilai pada ujian keterampilan dimana instruktur diminta
memberikan penilaian kepada mahasiswa untuk delapan daftar tilik diatas (lihat lembaran penilaian
mahasiswa)
Nilai :
0 bila tidak dilakukan
1 bila dilakukan tapi belum memuaskan
2 bila memuaskan
Contoh lembaran penilaian mahasiswa untuk manual 9
No Nama StambukKegiatan
Total1 2 3 4 51 2 3 4 5 6 7
Skoring untuk manual 9
Total nilai terendah 0, nilai tertinggi 10
Nilai 0-6: tidak terampil
Nilai 6-10: terampil
PEMERIKSAAN ANAL SWAB
Latar belakang
22
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi infeksi cacing kremi (Enterobius
vermicularis). Infeksi cacing ini tersebar luas di dunia dan biasanya ditemukan pada
anak-anak. Cacing betina bermigrasi keluar dari anus pada malam hari dan
meletakkan telurnya di sekitar anus (perianal). Karena itu telur cacing ini jarang
ditemukan dalam pemeriksaan spesimen tinja sehingga harus dideteksi dengan
menggunakan teknik diagnostik lain, yaitu anal swab. Dalam keterampilan ini
mahasiswa diharapkan mampu melakukan pengambilan spesimen pada pasien yang
dicurigai menderita infeksi Enterobius vermicularis. Untuk ciri khas telur sebagai
kunci identifikasi akan diajarkan dalam sistem kedokteran tropis.
Persiapan pasien : Pengambilan spesimen harus dilakukan pada pagi hari sebelum
pasien mandi atau buang air besar. Untuk menyatakan pasien bebas infeksi harus
ditemukan hasil negatif selama empat hari berturut-turut
Alat dan bahan :
- kaca objek
- plastik perekat (adhesive cellophane tape)
- kayu spatel lidah (wooden tounge depressor)
- label
- sarung tangan
Cara pengambilan spesimen :
1. gunakan sarung tangan sebelum melakukan pengambilan spesimen untuk
melindungi diri dari infeksi cacing
2. rentangkan plastik perekat pada sebuah kaca objek dengan sisi adhesive
(bagian berperekat) menghadap ke bawah, dimulai ½ inchi dari tepi kaca
menuju ke tepi dan ke sisi kaca di sebelahnya sampai di tepi kaca yang satu.
3. untuk mengambil sampel, lepas kembali pita perekat lalu letakkan pada kayu
spatel lidah dengan bagian perekat di sebelah luar
4. tekankan pita plastik tersebut ke kanan dan kiri di daerah perianal
5. rekatkan kembali plastik perekat di kaca objek dengan bagian berperekat
menghadap ke bawah
23
6. tuliskan nama dan tanggal pengambilan spesimen pada label lalu tempelkan
pada kaca objek
Pemeriksaan ;
angkat salah satu ujung plastik perekat tersebut dan teteskan toluene atau xylen dan
tekankan kembali plastik perekat tersebut ke gelas objek. Sediaan akan menjadi jernih
sehingga telur akan terlihat. Periksa gelas objek dengan pembesaran rendah dan
cahaya dikurangi dengan metode zigzag
PEMASANGAN PIPA NASOGASTRIK (NASOGASTRIC TUBE/NGT )
Pengertian
24
Pemasangan Pipa Nasogastrik (NGT) adalah prosedur memasukkan pipa panjang yang terbuat dari polyurethane atau silicone melalui hidung, esofagus sampai kedalam lambung dengan indikasi tertentu. Sangat penting bagi mahasiswa kedokteran untuk mengetahui cara pemasangan pipa NGT dan mengetahui pipa NGT tersebut sudah masuk dengan benar pada tempatnya.
IndikasiAda 3 indikasi utama pemasangan NGT :
1. Dekompresi isi lambung Mengeluarkan cairan lambung pada pasien ileus obstruktif/ileus paralitik
peritonitis dan pankreatitis akut. Perdarahan saluran cerna bagian atas untuk bilas lambung (mengeluarkan
cairan lambung)2. Memasukkan Cairan/Makanan ( Feeding, Lavage Lambung)
Pasien tidak dapat menelan oleh karena berbagai sebab Lavage lambung pada kasus keracunan
3. Diagnostik Membantu diagnosis dengan analisa cairan isi lambung.
KontraindikasiKontraindikasi pemasangan NGT meliputi:
1. Pasien dengan maxillofacial injury atau fraktur basis cranii fossa anterior. Pemasangan NGT melalui nasal berpotensi untuk misplacement NGT melalui fossa cribiformis, menyebabkan penetrasi ke intrakranial
2. Pasien dengan riwayat striktur esofagus dan varises esofagus.3. Pasien dengan tumor esofagus
KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi akibat pemasangan NGT:
1. Iritasi hidung, sinusitis, epistaksis, rhinorrhea, fistula esophagotracheal akibat pemasangan NGT jangka lama.
2. Pneumonia Aspirasi. 3. Hypoxia, cyanosis, atau respiratory arrest akibat tracheal intubation
Tujuan Pembelajaran:Tujuan Umum:
25
Setelah mengikuti kegiatan ini mahasiswa mampu melakukan pemasangan NGT secara benar.
Tujuan Khusus:Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu:
1. Mengetahui indikasi dan kontraindikasi pemasangan NGT.2. Mempersiapkan alat dan bahan untuk pemasangan NGT3. Melakukan pemasangan NGT sesuai dengan prosedur.
Media dan alat bantu pembelajaran :
- Daftar panduan belajar Pemasangan NGT.
- Stetoskop, handscoen (sarung tangan), pipa nasogastrik
- Jelly, lap, sabun dan wastafel (air mengalir) untuk simulasi mencuci tangan
- Audio-visual
Metode pembelajaran :1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar2. Ceramah3. Diskusi4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)5. Evaluasi melalui check list / daftar tilik dengan sistem skor
Bahan dan Alat Handscoen Selang nasogastrik (Nasogastric tube) Jeli silokain atau K-Y jelly Stetoscope Spoit 10 cc Non-allergenic tape Curved Basin Suction
26
Deskripsi Kegiatan
Kegiatan Waktu Deskripsi
1. Pengantar 5 menit Pengantar
2. Demonstrasi oleh
Instruktur
30 menit 1. Mengatur posisi duduk mahasiswa
2. Instruktur memberikan contoh
bagaimana cara melakukan
Pemasangan NGT dan Colok dubur
(Rectal toucher)
3. Mahasiswa menyimak/mengamati
4. Memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk bertanya dan
instruktur memberikan penjelasan
tentang aspek-aspek yang penting
5. Mahasiswa dapat menanyakan hal-
hal yang belum dimengerti dan
instruktur menanggapinya
3. Praktek bermain peran
dengan umpan balik
100 menit 1. Mahasiswa berpraktek melakukan
pemasangan NGT dan Colok dubur
(rectal toucher) secara serentak
2. Mentor berkeliling di antara
mahasiswa dan melakukan supervisi
menggunakan daftar tilik.
3. Setiap mahasiswa paling sedikit
berlatih 1 kali
4. Curah pendapat / diskusi 15 menit 1. Curah pendapat/diskusi : apa yang
dirasakan mudah atau sulit ?
2. Instruktur menyimpulkan dengan
menjawab pertanyaan dan
memperjelas hal-hal yang masih
belum dimengerti
Total waktu 150 menit
27
Prosedur Tindakan1. Melakukan Informed Consent kepada pasien:
a. Menjelaskan indikasi pemasangan NGT sesuai dengan kondisi pasienb. Prosedur pemasangan NGT.c. Meminta persetujuan pasien.
2. Menyiapkan peralatan dan bahan untuk pemasangan NGT.
Gambar 1. Peralatan pemasangan NGT3. Mencuci tangan dan memakai Personel Protective Equipment ( Handscoen).4. Memposisikan pasien setengah duduk dengan kepala sedikit di tekuk ke depan
(High Fowler) bila pasien sadar.5. Memposisikan pasien dalam posisi telentang jika pasien tidak sadar.6. Melakukan pengukuran / perkiraan batas lambung dengan menggunakan NGT,
yaitu dari hidung ke telinga, lalu dari telinga ke processus xiphoideus. Menentukan batas panjang NGT yang akan dimasukkan dengan melihat indikator yang pada NGT.
Gambar 2. Pengukuran NGT7. Mengoles NGT dengan K-Y Jelly.8. Memasukkan NGT melalui hidung secara pelan-pelan sampai mencapai
lambung (sampai batas yang telah ditentukan sebelumnya) .
28
9. Menguji letak NGT apakah sudah sampai lambung dengan menggunakan metode Whoosh tes :a. Memasang membran stetoskop setinggi epigastrium kiri.b. Melakukan aspirasi udara dengan spoit 10 cc.c. Memasang spoit 10 cc yang telah berisi udara ke NGT.d. Menyemprotkan udara yang berada di dalam spoit dengan cepat
sambil mendengarkan ada tidaknya suara “whoosh” pada stetoskop. Jika terdengar suara “whoosh” maka NGT telah masuk ke dalam lambung. Jika tidak terdengar maka selang NGT dimasukkan/dikeluarkan beberapa cm. Kemudian dilakukan pengulangan metode “whoosh” hingga terdengar suara pada stetoskop.
Gambar 3. Whoosh test10. Melakukan fiksasi NGT pada hidung dengan menggunakan plester.11. Menyambungkan NGT dengan botol penampung.12. Membuka dan membuang handschoen pada tempat sampah medis.13. Melakukan cuci tangan.
Gambar 2. Fiksasi NGT
29
30
Blok Gastroenterohepatolo
giManual Keterampilan
Prosedur Enema
Ibrahim LabedaNurhaya
NurdinAsty Amalia
Fakultas Kedoktera
n Universita
s Hasanuddi
n2014
PROSEDUR ENEMA/HUKNAH
I. TUJUAN Setelah pelatihan ini mahasiswa diharapkan mampu:1. Menjelaskan indikasi dan kontraindikasi prosedur enema2. Melakukan informed consent pada pasien terkait pelaksanaan prosedur enema3. Melakukan tindakan prosedur enema secara benar dan tepat
II. DASAR TEORI
Prosedur enema adalah suatu tindakan memasukkan cairan ke dalam rectum dan colon untuk memberikan rangsangan peristaltic dengan tujuan membersihkan sisa-sisa pencernaan, dan persiapan sebelum melakukan tindakan diagnostik atau pembedahan. Ada dua jenis pemberian enema berdasarkan bahan yang digunakan, yaitu penggunaan Gliserin dan Larutan NaCl 0,9%
INDIKASI1. Konstipasi2. Persiapan operasi3. Tindakan diagnostik : pemeriksaan radiologi (barium enema)
KONTRAINDIKASI1. Hemoroid 2. Neoplasma colon atau rectum
III. Alat dan bahan1. Handscoen2. Pispot3. Cairan gliserin atau cairan NaCl 0.9% dengan volume maksimum yang
dianjurkan sbb: bayi 150-250cc, Toddler: 250-350cc, anak usia sekola 300-500cc, remaja 500-750cc, dewasa 750-1000cc.
4. Selimut5. Perlak dan kain pengalas6. Spoit 20 cc/ untuk penggunaan cairan NaCl digunakan irigator lengkap
dengan selang kanul rekti dengan ukuran: bayi atau anak 10-18Fr, dewasa 22-30 Fr.
7. Mangkok kecil8. Wadah enema (irigator)9. Bengkok / Nierbekken10. Botol berisi air11. Vaselin atau Jely12. Tissue atau washlap
31
PENUNTUN PEMBELAJARAN PROSEDUR ENEMA
A. Prosedur Enema Menggunakan Gliserin
NO ASPEK YANG DINILAINILAI
1 2 31 Menyiapkan alat dan didekatkan ke pasien
2 Persiapan pasien: memberikan informed consent a. Menjelaskan tentang prosedur enema :
Indikasinya : mengapa tindakan ini dilakukan Prosedur pelaksanaan : pasien akan diminta membuka celananya,
dan dimasukkan cairan berbahan dasar minyak (gliserin) melalui anus.
b. Meminta persetujuan pasien
3 Memasang tirai, meminta pasien membuka pakaian bawahnya, memiringkan badan ke kanan dengan posisi lutut kanan fleksi, dan memasang perlak dan pengalas di bawah bokong pasien
4 Mencuci tangan, mengeringkan, dan memakai handscoen5 Meletakkan pispot/ bengkok pada sisi bokong
6 Menuangkan gliserin dengan suhu yang sama suhu badan ke dalam mangkok kecil (20 cc)
7 Mengisi spot dengan 20 cc gliserin, dan mengeluarkan udara
8 Memasukkan ujung spoit secara perlahan-lahan pada anus sampai pangkalnya, lalu memasukkan gliserin perlahan-lahan sambil meminta pasien menarik nafas panjang
9 Mengeluarkan spoit dari anus, diletakkan pada bak desinfeksi, dan meminta pasien miring ke kiri selama 10-15 menit
10 Saat pasien merasa ingin buang air besar, berikan pispot, lalu minta pasien membersihkan anusnya dengan tissue
11 Nilai karakteristik feses: konsistensi, warna, bau 12 Membuka handscoen, membuang ke tempat sampah medis,
mencuci tangan13 Mengucapkan terima kasih pada pasien, meminta pasien
membersihkan diri di kamar mandi, dan memakai kembali pakaiannya, sambil menunggu petunjuk selanjutnya
14 Mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan (waktu, jumlah, karakteristik feses, keadaan abdomen, nama jelas dokter yang melakukan tindakan, paraf/ttd).
B. Prosedur enama menggunakan cairan NaCl 0.9%NO ASPEK YANG DINILAI NILAI
32
1 2 31 Menyiapkan alat dan didekatkan ke pasien
2 Mempersiapan pasien: memberikan informed consent Menjelaskan tentang prosedur pemberian enema :
Indikasinya : mengapa tindakan ini dilakukan Prosedur pelaksanaan : pasien akan diminta membuka celananya,
dan dimasukkan cairan melalui selang a. Meminta persetujuan pasien
3 Memasang tirai, meminta pasien membuka pakaian bawahnya, memiringkan badan ke kanan dengan posisi lutut kanan fleksi, dan memasang perlak dan pengalas di bawah bokong pasien
4 Mencuci tangan, mengeringkan, dan memakai handscoen5 Meletakkan pispot/ bengkok pada sisi bokong atau tempat yang
mudah dijangkau6 Menuangkan NaCl 0.9% yang hangat ke dlam irigator, klem dibuka
sehingga air keluar kemudian klem ditutup kembali.7 Tangan kiri membuka anus, tangan kanan memasukkan kanul yang
sudah diolesi vaselin8 Menginstruksikan pasien untuk rileks dengan menghembuskan
napas perlahan melalui mulut pada saat memasukkan kanul/selang9 Memasukkan ujung kanul sepanjang 7,5-10 cm untuk orang
dewasa, 5-7,5 cm untuk anak, 2.5-3.5 cm untuk bayi10 Pada ketinggian pinggul pasien, klem dibuka dan pertahankan
sekitar 5-10 menit. Untuk pasien dengan kolostomi, klem dimasukkan ke dalam lubang kolostomi.
11 Naikkan tinggi wadah enema perlahan samapai ketinggian yang tepat di atas pinggul: 30-45 cm untuk enema tinggi, 7,5 cm untuk enema rendah. Rendahkan wadah atau klem selang jika pasien mengeluh merasakan kram atau cairan keluar dari sekitar selang rectum.
12 Menarik kanul rekti secara perlahan, pasien tetapdiminta miring dan menahan selama 10-15 menit, atau pada anak rapatkan otot gluteus beberapa menit
13 Membantu pasien defekasi pada pispot
14 Observasi dan nilai karakteristik feses: konsistensi, warna, bau 15 Membantu pasien merapikan diri, membereskan alat-alat16 Mengevaluasi kenyamanan pasien dengan cara menanyakan
perasaannya17 Membuka handscoen, membuang ke tempat sampah medis,
mencuci tangan18 Mengucapkan terima kasih pada pasien, meminta pasien
membersihkan diri di kamar mandi, dan memakai kembali pakaiannya, sambil menunggu petunjuk selanjutnya
19 Mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan (waktu, jumlah, karakteristik feses, keadaan abdomen, nama jelas dokter yang melakukan tindakan, paraf/ttd).
33
34
Manual KeterampilanPemeriksaan Apendisitis dan Hernia
I. PendahuluanManual ini merupakan panduan pelatihan keterampilan klinis pemeriksaan apendisitis dan Hernia bagi Instruktur dan Mahasiswa kalangan Fakultas Kedokteran Unhas.Manual ini terbagi atas 2 bagian, bagian pertama membahas tentang pemeriksaan apendisitis dan bagian kedua tentang pemeriksaan hernia.Manual ini disajikan pada Blok Pelatihan Ketarampilan Klinik 3 (semester 4) bersamaan dengan berjalannya Blok Gastroenterohepatologi (GEH) sebanyak 1 pertemuan yang merupakan salah satu dari 12 keterampilan yang dilatihkan terkait system GEH.
II. Kompetensi:Petunjuk Bagi Mahasiswa:Dalam mengikuti pelatihan keterampilan ini, mahasiswa diwajibkan untuk:1. Membaca manual sebelumnya2. Mempelajari teori terkait appendicitis dan hernia, antara lain:
a. Anatomi terkait b. Patofisiologi timbulnya appendicitis dan herniac. Manifestasi klinis yang tampakd. Cara mendiagnosis
2. Membawa serta manual dalam sesi pelatihanDi dalam pelatihan ini mahasiswa akan didampingi oleh satu orang instruktur, yang akan memberikan penjelasan dan mendemonstrasikan keterampilan pemeriksaan apendisitis dan hernia. Mahasiswa kemudian akan melakukan keterampilan tersebut satu per satu dengan diamati oleh instruktur dan teman sekelompok yang selanjutnya akan memberikan umpan balik.Setiap mahasiswa diharapkan melakukan keterampilan ini minimal satu kali, dan memberikan umpan balik bagi mahasiswa lain yang mendemonstrasikan.
III. TujuanSetelah melakukan pelatihan keterampilan ini mahasiswa diharapkan mampu melakukan:1. Informed consent terkait pemeriksaan App dan Hernia1. Pemeriksaan App:
a. McBurney Signb. Blumberg signc. Rovsing signd. Psoas signe. Obturator sign
2. Pemeriksaan hernia dengan benar3. Penegakan diagnosis berdasarkan hasil pemeriksaan
IV. Alat dan Bahan
1. Manekin satu badan1. Handscoen
35
Bagian I: Pemeriksaan Apendisitis
Dasar Teori
Appendix berasal dari midgut bersama ileum dan colon ascendens. Appendix awalnya berasal dari caecum, tapi basis appendix secara bertahap berotasi kea rah medial menuju valvula ileocaecalis. Selama proses perkembangan, usus menjalani serangkaian rotasi dengan ujung caecum akan selalu berakhir pada kuadran kanan bawah abdomen, dan lokasi akhir appendix ditentukan oleh lokasi caecum.Appendix umumnya terletak retrocaecal tapi dalam cavum peritoneum, tapi juga dapat terletak retroperitoneal atau pelvic. Ujung appendix juga dapat ditemukan preileal atau post ileal.Posisi appendix dapat memberikan pengaruh terhadap manifestasi klinis appendicitis.
PatofisiologiFungsi appendix masih belum diketahui tapi tampaknya berhubungan dengan proses imunologi.Penyebab utama appendicitis akut adalah obstruksi lumen yang dapat disebabkan oleh fecalith, benda asing, tumor, atau parasit namun juga dapat disebabkan oleh hyperplasia folikel limfoid, iskemia mukosa, dan infeksi. Appendicitis akut dapar berlangsung 12-24 jam kemudian dapat mengakibatkan gangrene dan perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan peritonitis atau abses hepar..
Diagnosis1. Manifestasi klinis
Appendisitis awalnya ditandai dengan keluhan nyeri di bagian epigastrium, yang berpindah ke umbilicus, yang tidak berkurang setelah defekasi atau flatus, kemudian berpindah ke perut kanan bawah setelah 4 – 6 jam. Nyeri bertambah jika batuk atau memfleksikan tungkai bawah kanan . Dapat disertai dengan keluhan mual, muntah, dan diare.
36
2. Pemeriksaan fisisa. Demam dan takikardib. Nyeri perut kanan bawahc. Pemeriksaan khusus:
i. McBurneyii. Blumberg sign
iii. Psoas signiv. Obturator signv. Pemeriksaan rectum (CSL tersendiri)
vi. Pemeriksaan pelvis pada wanita: untuk menyingkirkan penyebab nyeri akibat organ reproduksi
3. Pemeriksaan laboratoriuma. Darah rutin: leukositosis, peningkatan presentasi neutrofil, shift to the leftb. Urinalisis biasanya normal, dapat membedakan dengan penyebab nyeri
akibat gangguan saluran kemihc. Pemeriksaan serum βHCG pada wanita, untuk menyingkirkan
kemungkinan Kehamilan Ektopik Terganggu4. Pemeriksaan radiologi
Foto polos abdomen tidak menjadi rekomendasi pemeriksaan rutin. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) merupakan salah satu penunjang diagnosis appendicitis.
Penegakan diagnosis appendicitis akut utamanya dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis, dengan tambahan informasi pemeriksaan laboratorium dan radiologi, untuk membedakannya dengan diagnosis banding lainnya:
a. Gangguan Gastrointestinal: Gastroenteritis Meckel’s diverticulitis Ulkus peptic Diverticulitis Cholecystitis
b. Gangguan Urogenital: Pyelonephritis Kolik ureteral
c. Gangguan ginekologi: Penyakit radang panggul Kehamilan ektopik Kista ovarium Torsio ovarium
PENUNTUN PEMBELAJARAN PEMERIKSAAN APPENDISITIS
37
Beri nilai untuk setiap langkah klinik dengan menggunakan kriteria sebagai berikut :
1. Perlu perbaikan : langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai dengan urutannya
2. Mampu : langkah-langkah dilakukan dengan benar dan sesuai dengan urutannya tapi tidak efisien
3. Mahir : langkah-langkah dilakukan dengan benar dan sesuai dengan urutannya dan efisien
TS : Langkah tidak perlu dilakukan karena tidak sesuai dengan
NO LANGKAH KLINIK NILAI
Persiapan Pasien
Menjelaskan jenis pemeriksaan: pemeriksaan appendicitis Menjelaskan alasan pemeriksaan: kecurigaan adanya app dari hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisis umum, untuk menegakkan diagnosis untuk penentuan langkah selajutnya
Menjelaskan langkah-langkah pemeriksaan:Pasien akan berbaring, membuka pakaian bagian perutMcBurney: menekan perut bagian kanan, Psoas sign:Obturator sign:
Menjamin kerahasiaan pemeriksaan Meminta persetujuan pasien
McBurney Sign
Meminta pasien berbaring dan membuka pakaian bagian abdomen
Menghangatkan suhu telapak tangan Memberikan penekanan dengan ujung jari II, III, IV, dan V
secara perlahan-lahan pada titik Mcburney sambil melihat ekspresi pasien dan meminta pasien memebri tahu jika terasa nyeri. HATI-HATI: lakukan dengan sangat hati-hati, jika positif app pasien akan merasa sangat nyeri
38
Positif: Pasien merasakan nyeri pada region kana bawah abdomen
Blumberg sign
Melakukan penekanan secara perlahan-lahan dengan menggunakan jari II, III, IV, dan V pada kuadran kiri bawah abdomen, kemudian menarik jari secara tiba-tiba, sambil melihat ekspresi pasien dan meminta pasien memberi tahu jika terasa nyeri
Positif: Pasien merasakan nyeri pada region kanan bawah abdomen
Psoas sign
Meminta pasien berbaring ke sebelah kiri Melakukan Ekstensi tungkai bawah kanan pasien sambil
melihat ekspresi pasien dan meminta pasien member tahu jika terasa nyeri
Positif: Pasien merasakan nyeri pada region kana bawah abdomen
Obturator sign
Meminta pasien berbaring pada posisi supine (telentang) Melakukan memfleksikan paha kanan sambil melakukan rotasi
dan melihat ekspresi pasien dan meminta pasien member tahu jika terasa nyeri
Positif: Pasien merasakan nyeri pada region kana bawah abdomen
39
Bagian 2: PEMERIKSAAN HERNIA
Dasar Teori
Anatomi dinding abdomen dan daerah inguinal
Dinding abdomen terdiri atas kulit, fascia subcutaneous, dan fascia Scarpa yang melapisi otot. Dari superficial ke profunda, lapisan dinding otot abdomen terdiri atas musculus oblique externus abdominis, musculus oblique internus abdominis, dan musculus transverses abdominis. Di bagian medial terdapat musculus rectus abdominis dextra dan sinistra bertemu membentuk linea alba. Musculus transverses abdominis berakhir pada linea semilunaris dan berlanjut menjadi fascia transversalis. Fascia transversalis memanjang ke bawah hinggah inguinal.
Bagian terdalam dinding abdomen yaitu peritoneum selanjutnya menutumi semua visceral abdominalis. Pad embrio laki-laki, peritoneum dapat memproyeksikan kantung melalui processus vaginalis pada bagian dalam cincin ingunal. Cincin ingunal eksterna merupakan lubang berbentuk oval pada aponeurosis oblique externa, di lateral tuberculum pubicum. Cincin inguinal interna merupakan lubang pada fascia transversalis sekitar 1 inci di atas titik midinguinalis, pertengahan antara spina iliaca anterior superior dan tuberculum pubicum. Ruang oblique yng meluas dari superior dan lateral cincin interna hingga medial dan inferior cincin externa membentuk canalis ingunalis. Chorda spermatica pada laki-laki dan round ligament pada wanita melewati canalis ini yang dibatasi di bagian anterior oleh aponeurosis oblique externa, superior oleh aponeurosis oblique interna dan transverses abdominis, dan inferior oleh ligamentum inguinale dan ligamentum lacuna.
Fascia transversalis membentuk lantai (dinding posterior) dari canalis inguinalis. Cincin femoral dibentuk di bagian anterior oleh ligamentum inginale, lateral oleh vena femoralis, posterior oleh fascia pectinea, dan medial oleh ligamentum lacunar (Gimbernat’s Ligament).
Terdapat 3 jenis hernia yang umum ditemukan: Hernia inguinalis indirek, hernia inguinalis direk, dan hernia femoralis. Hernia inguinalis indirek berhubungan dengan kantung peritoneum yang masuk melalui cincin internal ke dalam canalis inguinalis dan terletak anteromedial dari chorda spermatica atau round ligament. Kantung tersebut beserta isinya (omentum, usus halus, dll) dapat masuk hingga mencapai scrotum (heria scrotalis).
Hernia direk inguinalis terjadi jika kantung memasuki trigonum Hesselbach akibat lemahnya dinding posterior canalis inguinalis.
Hernia femoralis terjadi ketika bagian peritoneum memasuki cincin femoralis. Kantung tersebut biasanya kecil dan memiliki leher yang sempit yang memungkinkan omentum atau sebagian dari dinding usus halus berherniasi.
Pasien biasanya dating dengan keluhan benjolan pada daerah inguinal, femoral, atau scrotal, yang hilang timbul, utamanya muncul jika buang air besar, batuk, atau setelah bangun dan berktivitas, dan menghilang jika berbaring atau dimasukkan sendiri.
40
PENUNTUN PEMBELAJARAN PEMERIKSAAN HERNIA
Beri nilai untuk setiap langkah klinik dengan menggunakan kriteria sebagai berikut :
1. Perlu perbaikan : langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai dengan urutannya
2. Mampu : langkah-langkah dilakukan dengan benar dan sesuai dengan urutannya tapi tidak efisien
3. Mahir : langkah-langkah dilakukan dengan benar dan sesuai dengan urutannya dan efisien
TS : Langkah tidak perlu dilakukan karena tidak sesuai dengan
NO LANGKAH KLINIK NILAI
Persiapan Pasien
Menjelaskan jenis pemeriksaan: pemeriksaan hernia Menjelaskan alasan pemeriksaan: kecurigaan adanya hernia dari hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisis umum, untuk menegakkan diagnosis untuk penentuan langkah selajutnya
Menjelaskan langkah-langkah pemeriksaan:Pasien akan berdiri dan berbaring, membuka pakaian dan celana dalam (jelaskan dengan hati-hati) pastikan bahwa pemeriksaan ini aman, dan menjadi rahasia antara dokter pasien, dan menanyakan agar ada anggota keluarga yang dapat menemani. Jika perlu memanggil perawat untuk mendampingi dokter.
Meminta persetujuan pasien, jika pasien menolak, minta pasien menandatangani lembar penolakan tindakan.
Persiapan
Mencuci tangan Memakai handscoen
Pemeriksaan Inspeksi
Meminta pasien berdiri Menginspeksi daerah inguinal, femoral, mencari adanya tanda-
tanda benjolan. Jika benjolan tidak tampak, meminta pasien melakukan
maneuver valsalva, dengan meminta pesien meniup tetapi menutup mulut dan hidungnya, sambil mengamati apakah muncul benjolan pada daerah inguinal dan femoral atau tidak.
Jika benjolan tampak, minta pasien untuk mendorng kembali benjolan itu dan lihat apakah benjolan dapat dimasukkan atau tidak. Jika tidak dapat dimasukkan, minta pasien berbaring, dan ulangi kembali.
Interpretasi:
41
Jika tampak benjolan yang bergerak dari lateral ke medial di dalam canalis inguinalis: Hernia inguinalis indirek
Jika tampak benjolan dari profunda ke superficial melalui lantai inguinal: Hernia inguinalis direk
Jika tampak benjolan di bawah ligamentum inguinal: hernia femoralis
Jika tampak benjolan pada scrotum: Hernia scrotalisPemeriksaan palpasi
Meminta pasien berbaring, meletakkan jari kedua pada canalis inguinalis dan minta pasien untuk mengedan atau batuk.
Positif hernia indirek inguinalis jika terasa massa lunak yang menyentuh jari.
KASUS EMERGENCY: HERNIA INKARSERATA:Jika terdapat nyeri dan benjolan yang menetap, disertai demam, mual, muntah, takikardi, dan distensi abdomen: segera rujuk/ konsultasi untuk bedah emergency
REFERENSILowry SF (2005). Learning Surgery. Springer, USA.Debas HT (2004). Gastrointestinal Surgery: Patophysiology and Management. Springer: New York.Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, and Mattor KL (2004). Sabiston Textbook of Surgery. Elsevier Saunders: Philadelphia.Wilson SE (2006). Current Clinical Strategy : Surgery. University of California: Irvine.
42