manfaat keluarga

39
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Keluarga 2.1.1. Pengertian keluarga Defenisi yang di kemukakan oleh Departemen Kesehatan 1988 adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Effendy, 1998). Menurut Burges, dkk (1963) membuat defenisi yang berorientasi pada tradisi dan digunakan sebagai referensi secara luas : 1. Keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi. 2. Para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga tersebut sebagi rumah mereka. 3. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran- peran sosial keluarga seperti suami istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan, saudara dan saudari. 4. Keluarga sama-sama menggunakan kultur yang sama yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik tersendiri. (Friendman, Marlin, M., 1998) Universitas Sumatera Utara

description

tentang manfaat keluarga

Transcript of manfaat keluarga

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Konsep Keluarga

    2.1.1. Pengertian keluarga

    Defenisi yang di kemukakan oleh Departemen Kesehatan 1988 adalah unit

    terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang

    berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling

    ketergantungan (Effendy, 1998).

    Menurut Burges, dkk (1963) membuat defenisi yang berorientasi pada tradisi

    dan digunakan sebagai referensi secara luas :

    1. Keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah

    dan ikatan adopsi.

    2. Para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah

    tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap menganggap rumah

    tangga tersebut sebagi rumah mereka.

    3. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran-

    peran sosial keluarga seperti suami istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan anak

    perempuan, saudara dan saudari.

    4. Keluarga sama-sama menggunakan kultur yang sama yaitu kultur yang diambil

    dari masyarakat dengan beberapa ciri unik tersendiri. (Friendman, Marlin, M.,

    1998)

    Universitas Sumatera Utara

  • Family Service Amerika (1998), mendefenisikan keluarga dalam suatu cara

    yang komprehensip, yaitu sebagai dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan

    kebersamaan dan keintiman (Friendman, Marlin, M., 1998).

    Pengertian yang dikemukakan oleh Salvicion G. Bailon dan Aracelis Maglaya

    (1989), keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena

    hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam

    satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan didalam perannya masing-masing

    menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Friendman, Marlin, M., 1998).

    Dari defenisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga adalah :

    1. Unit terkecil masyarakat

    2. Terdiri dari dua orang atau lebih

    3. Adanya ikatan perkawinan dan pertalian darah

    4. Hidup dalam satu rumah tangga

    5. Dibawah asuhan seorang kepala rumah tangga

    6. Berinteraksi diantara sesama anggota keluarga

    7. Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing

    8. Menciptakan, mempertahankan suatu kebudayaan.

    2.1.2. Ciri-ciri Struktur Keluarga

    Adapun ciri-ciri struktur keluarga adalah :

    1. Terorganisasi, saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota keluarga

    Universitas Sumatera Utara

  • 2. Ada keterbatasan, setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga

    mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugas masing-masing.

    3. Adanya perbedaan dan kekhususan, setiap anggota keluarga mempunyai peranan

    dan fungsi masing-masing (Effendy, N, 1998).

    2.1.3. Fungsi Keluarga

    Ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga sebagai berikut :

    1. Fungsi biologis

    Untuk meneruskan keturunan.

    Memeliharan dan membesarkan anak.

    Memenuhi kebutuhan gizi keluarga.

    Memelihara dan merawat keluarga.

    2. Fungsi psikologis

    Memberikan kasih sayang dan rasa aman.

    Memberikan perhatian diantara anggota keluarga.

    Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga.

    Memberikan identitas keluarga.

    3. Fungsi sosialisasi

    Membina sosialisasi pada anak.

    Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan

    anak.

    Universitas Sumatera Utara

  • Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.

    4. Fungsi ekonomi

    Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

    Pengatur pengguna penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

    Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga di masa yang akan

    datang misalnya pendidikan anak-anak, jaminan hari tua dan sebagainya.

    5. Fungsi pendidikan

    Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, keterampilan dan

    membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya.

    Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam

    memenuhi peranannya sebagai orang dewasa.

    Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya.

    Menurut Bailon dan Maglaya (1978), keluarga yang berfungsi sehat juga harus

    mampu melaksanakan tugas kesehatan keluarga, yaitu antara lain :

    1. Mengenal masalah kesehatan

    2. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat

    3. Memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit.

    4. Mempertahankan suasana lingkungan rumah yang sehat.

    5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.2. Peranan Keluarga Terhadap Penderita Pasca stroke

    Health care activities, health beliefs, dan health values merupakan bagian yang

    dipelajari dari keluarga. Sehat dan sakit merupakan bagian dari kehidupan dan dapat

    dipelajari individu dari keluarga. Friendman (1992) mengidentifikasi dengan jelas

    kepentingan pelayanan keperawatan yang terpusat pada keluarga (family centered

    nursing care), yaitu :

    1. Keluarga terdiri dari anggota yang saling ketergantungan satu sama lainnya

    (interdependent) dan berpengaruh dengan yang lainnya. Jika salah satu sakit maka

    anggota keluarga lain juga merupakan bagian yang sakit.

    2. Adanya hubungan yang kuat antara keluarga dengan status kesehatan anggotanya,

    maka anggota keluarga sangat penting peranannya dalam setiap pelayanan

    keperawatan.

    3. Tingkat kesehatan anggota keluarga sangat signifikan dengan aktivitas di dalam

    promosi kesehatannya.

    4. Keadaan sakit pada salah satu anggota keluarga dapat sebagai indikasi masalah

    yang sama pada anggota yang lain. (Awie, 2008)

    Pentingnya peran keluarga dalam perawatan penderita pasca stroke dapat

    dipandang dari berbagai segi yaitu :

    Keluarga merupakan tempat dimana individu memulai hubungan

    interpersonal dengan lingkungannya.

    Jika keluarga dipandang sebagai suatu sistem, maka gangguan yang terjadi

    pada salah satu anggota dapat mempengaruhi seluruh sistem, sebaliknya

    Universitas Sumatera Utara

  • disfungsi keluarga dapat pula merupakan salah satu penyebab terjadinya

    gangguan pada anggota.

    Berbagai pelayanan kesehatan bukan tempat penderita seumur hidup tetapi

    hanya fasilitas yang membantu pasien dan keluarga mengembangkan

    kemampuan dalam mencegah terjadinya masalah, menanggulangi berbagai

    masalah dan mempertahankan keadaan adaptif.

    Salah satu faktor penyebab terjadinya stroke berulang adalah keluarga tidak

    tahu cara menangani perilaku penderita di rumah (Irdawati, 2009).

    Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga berperan penting

    dalam proses pemulihan dan penyesuaian kembali setiap penderita stroke. Oleh karena

    itu, peran serta keluarga dalam proses pemeliharaan dan pencegahan terjadinya

    serangan ulang sangat diperlukan.

    Sangat diharapkan bahwa keluarga dapat membantu pemulihan penderita

    stroke. Untuk itu terlebih dahulu diperlukan sikap saling pengertian antara dokter,

    perawat, fisioterapist, tim rehabilitasi lainnya dengan keluarga perihal keadaan

    penderita. Tidak jarang terjadi keadaan buntu yang mengakibatkan pulang paksa,

    keadaan ini disebabkan oleh beberapa faktor. Yang sering terjadi adalah dana yang

    kurang untuk membiayai pengobatan. Biasanya hal ini berakhir pada hak sepenuhnya

    pada penderita atau keluarga (Harsono, 2000).

    Kadang-kadang ada usulan dari pihak keluarga untuk menambah pengobatan

    dari luar medis, hal ini harus di bicarakan dahulu dengan dokter yang merawat.

    Terkadang timbul pertentangan antara keluarga dan dokter karena bisa mengakibatkan

    Universitas Sumatera Utara

  • komplikasi pada penderita sehingga mengakibatkan pulang paksa, pindah rumah sakit

    atau minta ganti dokter (Harsono, 2000).

    Kerusakan otak pasca stroke bagi penderita meminta perhatian besar baik bagi

    penderita, keluarga dan masyarakat kerena menghambat kemampuan fungsional mulai

    dari aktivitas bergerak, mengurus diri : kegiatan sehari-hari dan berkomunikasi. Bagi

    penderita, mengalami stroke merupakan pukulan bagi dirinya yang menimbulkan

    krisis sosial dan emosional. Ia ingin mendapatkan informasi yang lebih jelas mengenai

    masalah kesehatannya, implikasinya serta petunjuk penyesuaian terhadap masalah

    tersebu ( Lumban Tobing, SM., 1998).

    Penderita yang tadinya aktif, dapat bekerja, dapat berjalan, berbicara, memberi

    nasehat, memberi biaya tiba-tiba tidak berdaya, pingsan, lemah, tergeletak di tempat

    tidur, harus menginap di rumah sakit. Penyakit ini memaksa penderita menjadi

    tergantung kepada orang lain, dalam kebutuhan dasar tertentu juga menimbulkan

    depresi dan berkurangnya harga diri. Mungkin penderita tidak mampu lagi membiaya

    dirinya sendiri dan tanggungan (bagi kepala keluarga) jika anak-anaknya masih belum

    dewasa dan mandiri ( Lumban Tobing, SM., 1998).

    Keluarga merupakan sistem pendukung utama memberi pelayanan langsung

    pada setiap keadaan (sehat-sakit) anggota keluarga. Oleh karena itu, asupan

    pelayanan/perawatan yang berfokus pada keluarga bukan hanya memulihkan keadaan

    pasien, tetapi juga bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan

    keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan dalam keluarga tersebut (Effendy, 1998)

    Universitas Sumatera Utara

  • Dari uraian diatas maka peranan keluarga terhadap penderita stroke adalah :

    2.2.1. Berperan Sebagai Perawat

    Ketika anggota keluarga mengalami sakit yang menimbulkan kecacatan, maka

    ada peran yang menjadi primer yaitu perawat. Memberikan perawatan kepada

    penderita karena tidak dapat mengurus dirinya sendiri dalam membantu memenuhi

    kebutuhan-kebutuhannya seperti makan, minum, berpakaian, berpindah, berjalan.

    2.2.2. Berperan sebagai Pendukung

    Keluarga memberi dorongan/dukungan agar penderita mempunyai motivasi

    yang kuat untuk dapat segera memperoleh pemulihan kesehatan dengan sebaik-

    baiknya. Memberi dorongan pada saat mulai latihan fisik yang merupakan hal yang

    cukup menyiksa penderita, namun demikian penderita harus selalu didorong untuk

    berani berlatih. Kemudian memberi dorongan untuk tetap aktif dalam kegiatan sehari-

    hari ditengah-tengah keluarga dan masyarakat.

    2.2.3. Berperan Sebagai Penghubung/Komunikasi

    Keluarga mengadakan komunikasi efektif dengan penderita, petugas kesehatan,

    sehingga terjalin hubungan kerja sama yang baik sehingga tercipta suasana saling

    percaya dan keterbukaan antara pasien dengan keluarga dan petugas kesehatan (dokter,

    perawat, fisioterapist, terapi wicara, dll).

    Universitas Sumatera Utara

  • Hubungan yang saling percaya antara pasien, keluarga dengan petugas

    kesehatan merupakan dasar utama untuk membantu mengungkapkan dan mengenal

    perasaannya, mengidentifikasi kebutuhan dan masalahnya, mencari alternatif

    pemecahan masalah serta mengevaluasi hasilnya. Proses ini harus dilalui oleh pasien

    dan keluarga sehingga keluarga dapat membantu pasien dengan cara yang sama pada

    saat dirumah.

    2.2.4. Berperan Sebagai Pendidik

    Dalam upaya belajar untuk hidup dengan kecacatan permanen, pasien diajarkan

    program Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) agar penderita dapat melakukan

    aktifitas kehidupan sehari-hari secara mandiri atau tanpa bantuan orang lain, misalnya

    : tata cara makan, berpakaian, mandi, tidur, juga melatih penderita dalam mobilisasi,

    berkomunikasi, melakukan latihan anggota gerak atas dan bawah secara pasif sampai

    penderita mempu menggerakkan sendiri.

    2.2.5. Berperan Sebagai Pengubah Lingkungan/Terapi Lingkungan

    Menipulasi lingkungan, terdiri dari merubah lingkungan, pengaturan tata

    ruangan agar penderita mudah melakukan aktivitas secara efisien. Ciptakan ruangan

    yang memberi ketenangan dan menyenangkan, suara tidak ribut/berisik, cahaya yang

    terang benderang, banyak orang, kegiatan dan kesibukan yang berlebihan dan

    menjauhkan fasilitas yang menimbulkan bahaya. Usahakan mengurangi stimulus

    Universitas Sumatera Utara

  • lingkungan yang mengakibatkan gangguan. Usahakan agar ciptakan waktu untuk

    istirahat sehingga pasien rileks dan tenang.

    2.2.6. Berperan Sebagai Pengambil Keputusan

    Dalam peran ini keluarga menentukan pencarian sumber-sumber yang penting.

    Keluarga mempunyai kontrol substansial terhadap keputusan apakah keluarga yang

    sakit akan mendapatkan layanan kuratif atau preventif. Dalam memelihara kesehatan

    anggota keluarga sebagai pasien, keluarga tetap berperan sebagai pengambil keputusan

    dalam memelihara kesehatan anggotanya.

    2.2.7. Berperan Sebagai Pencari Sumber Dana

    Keluarga berperan mencari sumber dana untuk biaya pengobatan penderita

    dan untuk menghindari ketiadaan dana untuk biaya pengobatan.

    2.3. Stroke

    2.3.1. Defenisi

    Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang

    ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena

    berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan

    oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh

    darah.

    Universitas Sumatera Utara

  • WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan

    saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain

    dari itu. Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik maupun stroke

    hemoragik.

    Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran

    darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke iskemik.

    Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

    1. Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.

    2. Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.

    3. Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh

    karena adanya gangguan denyut jantung.

    Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh

    darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.

    Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:

    1. Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.

    2. Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang

    sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).

    2.3.2. Tanda dan Gejala-gejala Stroke

    Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:

    Universitas Sumatera Utara

  • 1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya

    fungsi sensorik Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun

    kemampuan membau, mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau

    keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak

    jantung terganggu, lidah lemah.

    2. Cerebral cortex: aphasia ( kehilangan kaemampuan memakai atau memahami

    kata-kata),apraxia (tidak mampu melaksanakan instruksi-instruksi), verbal apraxia

    (lupa membentuk mulut , bibir dan lidah agar dapat mengeluarkan kata secara

    baik dan benar), daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.

    Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan

    sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau

    serangan awal stroke.

    2.3.3. Letak Kelumpuhan Akibat Serangan Stroke

    1. Kelumpuhan sebelah kiri (Hemiparesis sinistra)

    Kerusakan pada sisi sebelah kanan otak yang menyebabkan kelemahan tubuh

    bagian kiri. Pasien dengan kelumpuhan sebelah kiri sering memperlihatkan

    ketidakmampuan persepsi visuomotor, kehilangan memori visual dan mengabaikan

    sisi kiri. Penderita mamberikan perhatian hanya kepada sesuatu yang berada dalam

    lapang pandang yang dapat dilihat (Harsono, 1996).

    2. Kelumpuhan sebekah kanan (Hemiparesis Dextra)

    Universitas Sumatera Utara

  • Kerusakan pada sisi sebelah kiri otak yang menyebabkan kelemahan atau

    kelumpuhan tubuh bagian kanan. Penderita ini biasanya mempunyai kekurangan

    dalam kemampuan komunikasi verbal. Namun persepsi dan memori visuomotornya

    sangat baik, sehingga dalam melatih perilaku tertentu harus dengan cermat

    diperhatikan tahap demi tahap secara visual. Dalam komunikasi kita harus lebih

    banyak amenggunakan body language ( bahasa tubuh) (Harsono, 1996).

    3. Kelumpuhan kedua sisi ( Paraparesis)

    Karena adanya sclerosis pada banyak tempat, penyumbatan dapat terjadi pada

    dua sisi yang mengakibatkan kelumpuhan satu sisi dan di ikuti satu sisi lain. Timbul

    gangguan pseudobulber (biasanya hanya pada vaskuler) dengan tanda-tanda

    hemiplegic dupleks, sukar menelan, sukar berbicara dan juga mengakibatkan kedua

    kaki sulit untuk digerakkan dan mengalami hiperaduksi (Markam, 1992).

    2.3.4. Faktor Penyebab Stroke.

    1. Faktor yang tidak dapat dikontrol

    a. Usia

    Setiap manusia akan bertambah umurnya, dengan demikian kemungkinana

    terjadinya stroke semakin besar. Pada umumnya resiko terjadinya stroke

    mulai usia 35 tahun dan akan meningkat dua kali dalam tahun berikutnya.

    b. Jenis kelamin

    Universitas Sumatera Utara

  • Pria memiliki kecenderungan lebih besar terkena serangan stroke

    dibandingkan dengan wanita, dengan perbandingan 2:1.

    c. Ras/suku bangsa

    Para pria kulit hitam lebih cenderung lebih rawan daripada para pria kulit

    putih.

    d. Faktor keturunan

    Seseorang yang mempunyai riwayat stroke dalam keluarganya, menjadi

    seseorang yang beresiko tinggi terkena serangan stroke.

    2. Faktor yang dapat di kontrol

    a. Hipertensi

    Faktor ini merupakan resiko utama terjadinya stroke ekkemik dan

    pendarahan, yang sering disebut the silent killer, karena hipertensi meningkatkan

    terjadinya stroke sebanyak 4-6 kali. Makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke

    semakin besar karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga

    memudahkan terjadinya penyumbatan/perdarahan otak.

    b. Diabetes mellitus

    Diabetes mellitus atau kencing manis sama bahayanya dengan hipertensi,

    yaitu sering menjadi salah satu penyebab timbulnya stroke. Gula darah yang tinggi

    dapat menimbulkan kerusakan endotel pembuluh darah yang berlangsung secara

    progresif. Pada pria yang menderita diabetes mellitus, cenderung berada pada posisi

    yang beresiko tinggi akan terkena serangan stroke daripada mereka yng tidak

    menderita diabetes mellitus, sekalipun penyakit mereka dibawah pengawasan. Pada

    Universitas Sumatera Utara

  • orang yang menderita diabetes mellitus, resiko untuk terkena stroke 1,5-3 kali lebih

    besar.

    c. Penyakit jantung

    Hubungan kausal antara beberapa jenis penyakit jantung dan stroke telah

    dapat dibuktikan. Gagal jantung kongestif dan penyakit jantung koroner mempunyai

    peranan penting dalam terjadinya stroke. Dua pertiga dari orang yang mengidap

    penyakit jantung kemungkinan akan terkena serangan jantung.

    d. Merokok

    Merokok meningkatkan terjadinya stroke hampir dua kali lipat. Adapun

    perokok pasif beresiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan karbondioksida

    yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding pembuluh darah, disamping

    itu juga mempengaruhi komposis darah sehingga mempermudah terjadinya proses

    penggumpalan darah (stroke non haemoragik)

    e. Obesitas

    Obesitas merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke. Berat

    badan yang terlalu berlebihan menyebabkan adanya tambahan beban ekstra pada

    jantung dan pembuluh-pembuluh darah, hal ini akan semakin meningkatkan terkena

    stroke.

    f. Alkohol

    Konsumsi alkohol dapat menggangu metabolisme tubuh, sehingga terjadi

    diabetes mellitus, mempengaruhi berat badan dan tekanan darah, dapat merusak sel-sel

    Universitas Sumatera Utara

  • darah tepi, saraf otak dan lain-lain. Peminum berat alkohol dapat meningkatkan resiko

    terkena stroke 1-3 kali lebih besar

    g. Hipekolesterolemik

    Kondisi ini dapat merusak pembuluh darah dan juga menyebabkan jantung

    koroner. Kolesterol yang tinggi akan membentuk plak didalam pembuluh darah dan

    dapat menyumbat pembuluh darah baik di jantung maupun diotak (Shimberg, 1998).

    2.3.5. Akibat Stroke.

    Penurunan parsial total gerakan lengan dan tungkai, 90% bermasalah dalam

    berpikir dan mengingat, 70% menderita depresi, 30 % mengalami kesulitan bicara,

    menelan, membedakan kanan dan kiri. Stroke tak lagi hanya menyerang kelompok

    lansia, namun kini cenderung menyerang generasi muda yang masih produktif. Stroke

    juga tak lagi menjadi milik warga kota yang berkecukupan , namun juga dialami oleh

    warga pedesaan yang hidup dengan serba keterbatasan.

    Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat

    mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga. Selain karena besarnya biaya

    pengobatan paska stroke , juga yang menderita stroke adalah tulang punggung

    keluarga yang biasanya kurang melakukan gaya hidup sehat, akibat kesibukan yang

    padat (Pinzon, 2009).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.3.6. Pasca Stroke.

    Setelah stroke, sel otak mati dan hematom yang terbentuk akan diserap

    kembali secara bertahap. Proses alami ini selesai dalma waktu 3 bulan. Pada saat itu,

    1/3 orang yang selamat menjadi tergantung dan mungkin mengalami komplikasi yang

    dapat menyebabkan kematian atau cacat.

    Hanya 10-15 % penderita stroke bisa kembali hidup normal seperti sedia kala,

    sisanya mengalami cacat, sehingga banyak penderita Stroke menderita stress akibat

    kecacatan yang ditimbulkan setelah diserang stroke (Pinzon, 2006).

    2.3.7. Upaya Pencegahan Stroke

    1. Pencegahan primordial

    Upaya pencegahan primordial adalah upaya yang dimaksudkan memberikan

    kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit stroke tidak meningkat dengan

    adanya dukungan dasar dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor resiko lainnya, misalnya

    kebersihan lingkungan, yaitu terbebas dari polusi seperti asap rokok yang dapat

    menimbulkan penyempitan pembuluh darah. Hal ini didukung dengan peraturan

    pemerintah tentang bahaya rokok bagi kesehatan, seperti dilarang merokok ditempat

    umum terutama ruangan ber-AC dan pada bungkus rokok.

    Hal ini juga bisa dimulai dari membiasakan anak-anak untuk lebih memilih

    makanan-makanan tradisonal yang lebih aman dari zat-zat pengawet dan membatasi

    mengkonsumsi makanan-makanan siap saji sehingga dapat mengurangi resiko stroke.

    2. Pencegahan primer

    Universitas Sumatera Utara

  • Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko stroke

    bagi individu yang belum ataupun mempunyai faktor resiko dengan cara

    melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain :

    a. Gaya hidup : Bebas rokok, stress mental, alkohol, kegemukan, konsumsi

    garam yang berlebihan, obat-obat golongan amfetamin, kokain dan

    sejenisnya.

    b. Lingkungan : kesadaran atas stress kerja, kemungkinan gangguan Pb,

    c. Biologi : perhatian terhadap faktor resiko biologis ( jenis kelamin, riwayat

    keluarga) efek aspirin.

    d. Palayanan kesehatan : health education dan pemeriksaan tensi,

    mengendalikan hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung dan penyakit

    vaskuleraterosklerotik.

    3. Pencegahan sekunder

    Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke.

    Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar stroke tidak

    berlanjut menjadi kronik. Tindakan yang dilakukan adalah :

    a. Gaya hidup : manejemen stress, makanan rendah garam, berhenti merokok,

    penyesuaian gaya hidup

    b. Lingkungan : penggantian kerja jika diperlukan, family counseling

    c. Biologio : pengobatan yang patuh dan cegah efek samping

    d. Pelayanan kesehatan : pendidikan pasien dan evaluasi penyebab sekunder

    Universitas Sumatera Utara

  • 4. Pencegahan tersier

    Tujuan pencegahan adalah untuk mereka yang telah menderita stroke agar

    kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi ketergantungan pada

    orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pencegahan dapat

    dilakukan dalam bentuk rehabilitasi. Rehabilitasi merupakan pencegahan tersier yang

    bertujuan untuk menjaga atau meningkatkan kemampuan fisik, ekonomi dan

    kemampuan untuk bekerja seoptimal mungkin (Thomas, 1995).

    2.4. Rehabilitasi Medik Pada Penderita stroke

    2.4.1. Defenisi Rehabilitasi

    Rumusan Departemen Kesehatan tentang rehabilitasi adalah proses pemulihan

    untuk memperoleh fungsi penyesuaian diri secara maksimal atau usaha

    mempersiapkan penderita cacat secara fisik, mental, sosial dan kekaryaan untuk suatu

    kehidupan yang penuh sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. (Depkes RI,

    1983).

    2.4.2. Tujuan Rehabilitasi

    Adapun tujuan rehabilitasi medik bagi penderita pasca stroke adalah :

    1. Memperbaiki fungsi motorik, wicara, kognitif dan fungsi lain yang terganggu.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2. Readaptasi sosial dan mental untuk memulihkan hubungan interpersonal dan

    aktivitas sosial.

    3. Dapat melaksanakan kegiatan kehidupan sehari-hari (Moestari, 1987).

    2.4.3. Tim Rehabilitasi Medik

    Tim rehabilitasi medik dilakukan oleh tim yang terdiri dari berbagai disiplin

    ilmu :

    1. Dokter rehabilitasi medik sebagai ketua tim yang menyusun program rehabilitasi.

    2. Perawat rehabilitasi, melakukan positioning yang benar, untuk mencegah

    komplikasi sarta memperpendek masa pemulihan. Latihan buang air besar/kecil,

    aktivitas sehari-hari, transfer, mobilisasi bersama fisioterapis dan terapi okupasi

    dilakukan di bangsal

    3. Fisioterapist, memeriksa dan mengevaluasi gangguan motorik dan sensorik yang

    mempengaruhi fungsi dan menyesuaikan program fisioterapi secara individu

    sesuai keadaan pasien.

    4. Okupational Terapist, memeriksa, mengevaluasi dan menyusun program yang

    berhubungan dengan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) misalnya cara

    makan, menulis, berpakaian, membersihkan diri sendiri, dll.

    5. Pekerja sosial medik, mengadakan penilaian terhadap kebutuhan penderita dan

    keluarganya selama dirawat, di rumah dan di masyarakat serta sumber daya yang

    dipunyainya.

    6. Speech therapist (terapi wicara) yaitu mengevaluasi masalah-masalah komunikasi.

    Universitas Sumatera Utara

  • 7. Psikologi, mengevaluasi keadaan psikologi penderita secara tuntas, termasuk

    keluarganya.

    8. Ortotik prostetik, mengevaluasi dan mengadakan alat-alat bantu yang telah

    disesuaikan guna memperbaiki aktivitas.

    9. Penderita dan keluarga, melengkapi tim rehabilitasi. Diskusi yang memadai

    mengenai penyakit dan deficit neurologic adalah penting untuk mengetahui

    gangguan fungsional yang sebenarnya.

    2.4.4. Kegiatan Rehabilitasi

    Hal-hal yang dilakukan diantaranya :

    1. Terapi fisik/Fisioterapi

    Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kekakuan dan mengoptimalkan

    pengobatan medis. Terapi awalnya adalah pasien dilatih untuk mengangkat kepala,

    duduk dan berdiri, kemudian latihan ditingkatkan dengan memberikan rangsangan

    yang maksimal pada sisi yang lumpuh.

    Mobilitas adalah hal yang menyebabkan sesuatu bergerak (Ramali,

    Pamoentjak, 1996). Tujuan mobilisasi dalam rehabilitasi stroke menurut Hoeman

    (1996) adalah :

    Mempertahankan range of motion.

    Universitas Sumatera Utara

  • Memperbaiki fungsi pernafasan dan sirkulasi.

    Menggerakkan seseorang secara dini pada fungsi aktivitas meliputi gerakan

    ditempat tidur, duduk, berdiri, dan berjalan.

    Mencegah masalah komplikasi.

    Meningkatkan kesadaran diri dari bagian hemiplegik.

    Meningkatkan control dan keseimbangan duduk dan berdiri.

    Memaksimalkan aktivitas perawatan diri (Purwanti, 2008).

    Pasien stroke harus dimobilisasi sebagai rehabilitasi pada tahap awal, bila

    kondisi klinis neurologi dan hemodinamik stabil. Untuk fisioterafi pasif pada pasien

    yang belum boleh, perubahan posisi badan dan ekstremitas setiap dua jam untuk

    mencegah dekubitus. Latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari

    untuk mencegah kontraktur (Mansjoer, dkk, 2000).

    a. Pelaksanaan Mobilitasi dini pada posisi tidur

    Pada posisi terlentang, posisi kepala, leher dan punggung harus lurus. Letakkan

    bantal dibawah lengan yang lumpuh secara hati-hati, sehingga bahu terangkat

    ke atas dengan lengan agak ditinggikan dan memutar kea rah luar, siku dan

    perelangan tangan agak ditinggikan. Letakkan pula bantal dibawah paha yang

    lumpuh dengan posisi agak memutar kearah dalam, lutut agak ditekuk.

    Miring kesisi yang sehat. Bahu yang lumpuh harus menghadap ke depan,

    lengan yang lumpuh memeluk bantal dengan siku di luruskan. Kaki yang

    lumpuh diletakkan didepan, dibawah paha dan tungkai diganjal bantal, lutut

    ditekuk.

    Universitas Sumatera Utara

  • Miring kesisi yang lumpuh. Lengan yang lumpuh menghadap pastikan bahu

    pasien tidak memutar secara berlebuhan. Tungkai agak ditekuk, tungkai yang

    sehat menyilang diatas tungkai yang lumpuh dengan diganjal bantal.

    b. Latihan gerakan sendi (range of motion)

    Latihan gerak sendi aktif adalah pasien menggunakan ototnya untuk

    melakukan gerakan (Hoeman, 1996) dan pada intinya tidak ada

    ketidaknyamanan. Menggambarkan gerakan sistematik, dengan rangkaian

    urutan pada setiap tahap. Latihan dilakukan 3 rangkaian dan dilakukan 2 kali

    sehari (Kozier, 1995).

    Latihan gerak pasif adalah perawat menggerakkan anggota gerak dan

    memerintahkan keikutsertaan penderita agar terjadi gerakan penuh (Hoeman,

    1996).

    2. Terapi bicara

    Penderita dianjurkan memulihkan kemampuan bicaranya dengan

    mengemukakan segala hal yang ingin dia katakan walaupun timbul berbagai kesulitan

    dalam mengemukakannya kepada orang lain. Dalam hal ini, peran keluarga sangat

    besar untuk tetap aktif mengajak penderita berbicara layaknya orang sehat. Hal ini

    khususnya dilakukan untuk penderita stroke yang mengalami gangguan pada pusat

    bicara (lesi broka).

    3. Psikoterapi

    Ada beberapa hal yang dirasakan oleh penderita yang selamat dari stroke

    beberapa tahun kemudian, diantaranya perasaan capai yang berlebihan, jadi pemarah,

    Universitas Sumatera Utara

  • depresi dan stress. Hal ini dapat dijalani dengan menjalani kehidupan santai dan rileks

    dan bagi keluarga dianjurkan untuk terapi mengikutkan penderita dalam diskusi dan

    pengambilan keputusan agar penderita merasa bahwa dia masih dihargai dalam

    keluarga.

    2.4.5. Tahap Rehabilitasi

    Upaya rehabilitasi yang diberikan adalah mulai dari stadium akut, sub akut dan

    kronik.

    1. Rehabilitasi stadium akut

    Program yang dijalankan oleh tim rehabilitasi medik, biasanya latihan aktif

    dimulai dari sesudah prosesnya stabil, 24-27 jam sesudah serangan. Bila disertai

    kesulitan berbicara maka Speech Test (ST) atau terapi wicara dapat dilakukan

    untuk melatih otot-otot menelan yang biasanya terganggu pada stadium akut.

    Psikolog dan pekerja sosial medik (PSM) diperlukan untuk mengevaluasi status

    psikis dan membantu kesulitan keluarga.

    2. Rehabilitasi stadium sub akut

    Pada stasium ini kesadaran membaik, penderita mulai menunjukkan tanda-tanda

    depresi, fungsi bahasa dapat lebih terperinci. Pada pasca stroke pola kelemahan

    ototnya menimbulkan hemiplegic posture. Untuk mencegahnya dapat dilakukan

    dengan cara pengaturan posisi dan stimulus sesuai dengan kondisi pasien.

    3. Rehabilitasi stadium kronik

    Universitas Sumatera Utara

  • Terapi ini biasanya sudah dimulai pada akhir stadium sub akut dengan melibatkan

    peran serta keluarga seoptimal mungkin. Anggota keluarga harus terlibat dalam

    proses pemulihan karena ahli fisioterapi tidak dapat melakukan pekerjaannya

    tanpa bantuan keluarga dan penderita stroke juga memerlukan dukungan serta

    dorongan dari keluarganya untuk tetap semangat (Purwanti, 2008).

    2.4.6. Prinsip Rehabilitasi

    Menurut Harsono (1996), ada beberapa prinsip rehabilitasi, yaitu :

    1. Rehabilitasi dimulai sedini mungkin, bahkan segera sejak dokter melihat penderita

    untuk pertama kalinya.

    2. Tidak ada seorang pun yang boleh berbaring lebih lama dari yang diperlukan,

    karena dapat mengakibatkan komplikasi.

    3. Rehabilitasi merupakan terapi multidisipliner terhadap seorang penderita

    4. Faktor yang terpenting adalah kontinuitas perawatan

    5. Perhatian untuk rehabilitasi diutamakan kepada sisa kemampuan yang masih

    dapat diperbaiki dengan latihan

    6. Fungsi lain rehabilitasi adalah pencegahan serangan berulang

    7. Penderita merupakan subjek rehabilitasi, bukan sekedar objek.

    2.5. Konsep Perilaku

    Perilaku manusia adalah refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti

    pengetahuan, persepsi, minat keinginan, sikap. Hal-hal yang mempengaruhi perilaku

    Universitas Sumatera Utara

  • seseorang sebagian terletak dalam diri individu sendiri. Yang juga disebut sebagai

    faktor internal sebagai terletak diluar dirinya atau disebut dengan faktor eksternal yaitu

    faktor lingkungan.

    Dengan kata lain, setiap mahluk hidup mempunyai perilaku didalam kehidupan

    dan salah satu yang terpenting adalah perilaku kesehatan. Menurut Skinner dalam

    Notoadmodjo (2005) perilaku kesehatan (healthy behavior) adalah respon seseorang

    terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit dan faktor-

    faktor yang memepengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan,

    minuman, dan pelayanan kesehatan. Perilaku kesehatan ini di kelompokkan menjadi

    dua, yakni :

    1. Perilaku sehat agar tetap sehat dan meningkatkan perilaku kesehatan, mencakup

    perilaku dalam mencegah atau menghindar dari penyebab penyakit (perilaku

    preventif) dan perilaku dalam mengupayakan peningkatan kesehatan (perilaku

    promotif)

    2. Perilaku orang sakit yaitu untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan

    masalah kesehatannya yang disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan.

    Pencarian pelayanan keehatan ini adalah fasilitas pelayanan kesehatan baik

    fasilitas pelayanan kesehatan tradisional (dukun, sinshe, paranormal) atau fasilitas

    pelayanan kesehatan modern atau professional (rumah sakit, puskesmas,

    poliklinik,dsb).

    Becker (1979) dalam Notoadmodjo (2005) membuat klasifikasi lain tentang

    perilaku kesehatan, dan membedakannnya menjadi tiga, yaitu:

    Universitas Sumatera Utara

  • 1. Perilaku kesehatan (healthy behavior)

    Kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan

    kesehatan, antara lain :

    a) Makan dengan menu seimbang

    b) Kegiatan fisik secara teratur dan cukup

    c) Tidak merokok dan minum minuman keras serta menggunakan narkoba

    d) Istirahat yang cukup

    e) Pegendalian atau manajemen stress

    f) Perilaku atau gaya hidup yang positif terhadap kesehatan

    2. Perilaku sakit (illness behavior)

    Berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit dan/atau yang

    terkena masalah kesehatan pada dirinya atau keluarganya, yang mencari

    penyembuhan atau untuk mengatasi masalah kesehatan lainnya. Ada beberapa

    perilaku yang muncul, antara lain :

    a) Didiamkan saja (no action)

    b) Mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri (self treatment

    atau self medication)

    c) Mencari penyembuhan keluar yakni fasilitas pelayanan kesehatan (tradisional

    dan modern)

    3. Perilaku peran orang sakit (the sick role behavior)

    Universitas Sumatera Utara

  • Dari segi sosiologi, orang yang sedang sakit mempunyai peran (roles), yang

    mencakup hak-haknya (rights), dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation).

    Perilaku peran orang sakit antara lain :

    a) Tindakan untuk memperoleh kesembuhan

    b) Tindakan untuk mengenal atau mengetahui fasilitas kesehatan yang tepat

    untuk memperoleh kesembuhan.

    c) Melakukan kewajibannya sebagai pasien antara lain mematuhi nasehat-

    nasehat dokter atau perawat untuk mempercepat kesembuhannya.

    d) Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses penyembuhan.

    e) Melakukan kewajiban agar tidak kambuh penyakitnya, dan sebagainya.

    Menurut L.W. Green, faktor penyebab masalah kesehatan adalah faktor

    perilaku dan non perilaku. Faktor perilaku khususnya perilaku kesehatan dipengaruhi

    oleh 3 faktor yaitu :

    1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), adalah faktor yang terwujud

    dalam kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan juga variasi demografi seperti status

    ekonomi, umur, jenis kelamin, dan susunan keluarga. Faktor ini lebih bersifat dari

    dalam diri individu tersebut.

    2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor pendukung yang

    terwujud dalam lingkungan fisik, yang termasuk didalamnya adalah berbagai

    macam sarana dan prasarana, misal : dana, transportasi, fasilitas, kebijakan

    pemerintah dan sebagainya.

    Universitas Sumatera Utara

  • 3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang meliputi

    faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku

    petugas termasuk petugas kesehatan, termasuk juga disini undang-undang,

    peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait

    dengan kesehatan.

    Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku

    itu kedalam 3 domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-kawassan itu tidak

    mempunyai batasan, yaitu : a). kognitif ( cognitive ), b). Affektif ( affective), c).

    Psykomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi

    untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yaitu :

    1. Pengetahuan ( Knowledge).

    2. Sikap ( Attitude )

    3. Praktek atau Tindakan ( Practice )

    2.5.1. Pengetahuan.

    Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

    melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderan terjadi melalui panca

    indra manusia yaitu indera penglihatan, penciuman, pendengaran, rasa dan raba.

    Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga.

    Sedangkan pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6

    tingkatan yaitu :

    Universitas Sumatera Utara

  • 1. Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

    sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

    kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bagian yang dipelajari atau

    rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu

    tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, mendefenisikan,

    mengatakan.

    2. Memahami ( Comperehension ) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

    menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

    menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah memahami objek

    atau materi dan harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyampaikan,

    meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

    3. Aplikasi (Aplication ) diartikan suatu kemampuan untuk menggunakan materi

    yang telah dipelajari pada suatu situasi atau kondisi yang nyata. Aplikasi disini

    dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip

    dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lainnya. Misalnya dapat

    menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan penelitian dan lain-

    lain.

    4. Analisis (Analysis) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjabarkan

    materi atau objek tehadap komponen komponen tetapi masih dalam suatu

    organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat

    dilihat dalam penggunaan kata-kata kerja, seperti menggambarkan, memisahkan,

    mengelompokkan, membedakan dan sebagainya.

    Universitas Sumatera Utara

  • 5. Sintetis ( Syntetis) menunjuk kepada suatu kemampuan yang meletakkan atau

    menghubungkan bagian bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

    Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

    baru dan formulasi-formulasi yang baru. Misalnya, dapat menyusun, meringkas,

    menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang

    telah ada.

    6. Evaluasi (Evaluation) hal ini berkaitan dengan kemampuan melakukan penilaian

    terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan kriteria

    yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

    Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

    menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.

    Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan

    dengan tingkatan-tingkatan diatas. (Notoatmodjo, 2007).

    Faktor faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain :

    1. Pendidikan

    Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain

    agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan

    seseorang maka makin mudah pula bagi mereka untuk menerima informasi, dan pada

    akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang mereka miliki.

    2. Pekerjaan

    Universitas Sumatera Utara

  • Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman

    dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung

    3. Umur

    Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan aspek fisik dan

    psikologis (mental), dimana aspek psikologis ini taraf berpikir seseorang semakin

    matang dan dewasa.

    4. Minat

    Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi

    terhadap sesuatu. Minat menjadikan sesorang untuk mencoba menekuni suatu hal dan

    pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.

    5. Pengalaman

    Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu baik dari

    dalam dirinya ataupun dari lingkungannya. Pada dasarnya pengalaman mungkin saja

    menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi individu yang melekat menjadi

    pengetahuan pada individu secara sabjektif.

    6. Informasi

    Kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membantu

    mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru (Wahid dkk,

    2007).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.5.2. Sikap

    Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

    terhadap suatu stimulus atau objek atau dengan kata lain sikap itu tidak dapat dilihat

    secara langsung, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.

    Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus

    tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat

    emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 1993)

    Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk merespon

    (secara negatif atau positif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Sikap

    mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih dan sebagainya).

    Selain bersifat positif dan negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman yang berbeda-

    beda (sangat benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap itu tidaklah sama dengan

    perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang. Sebab sering kali

    terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan tindakan yang

    bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya

    tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta tekanan dari

    kelompok sosialnya (Sarwono, 1997).

    Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo 2007 menjelaskan bahwa sikap itu

    mempunyai 3 komponen pokok yaitu :

    a. Kepercayaan ( keyakinan )

    Universitas Sumatera Utara

  • b. Kehidupan emosional

    c. kecenderungan untuk bertindak

    Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

    attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan berpikir, keyakinan dan

    emosi memegang peranan penting.

    Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

    terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Sarwono (1997) sikap dapat dirumuskan

    sebagai kecenderungan untuk berespon (secara positif atau negatif) terhadap orang,

    objek atau situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosional / afektif

    (senang, sedih dan sebagainya), disamping komponen kognitif (pengetahuan tentang

    objek itu) serta kecenderungan untuk bertindak.

    Sikap mempunyai ciri ciri sebagai berikut:

    1. Sikap dibentuk dan diperoleh sepanjang perkembangan seseorang dalam

    hubungan dengan objek tertentu.

    2. Sikap dapat berubah sesuai dengan keadaan dan syarat syarat tertentu terhadap

    suatu kelompok.

    3. Sikap dapat berupa suatu hal tertentu tapi dapat juga berupa kumpulan dari hal

    hal tersebut.

    4. Sikap mempunyai segi segi motivasi dan perasaan.

    Fungsi (tugas) sikap dibagi 4 (empat) golongan (Ahmadi, 1992), yaitu :

    Universitas Sumatera Utara

  • 1. Sebagai alat menyesuaikan diri.

    Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable yang artinya sesuatu yang

    mudah menjalar, sehingga menjadi mudah pula menjadi milik bersama. Sikap bisa

    menjadi rantai penghubung antara orang dengan kelompoknya atau dengan

    anggota kelompok lain.

    2. Sebagai pengatur tingkah laku.

    Kita tahu bahwa tingkah laku anak kecil atau binatang umumnya merupakan aksi-

    aksi yang spontan terhadap sekitarnya. Antara perangsang dan reaksi tidak ada

    pertimbangan tetapi pada orang dewasa dan yang sudah lanjut usianya,

    perangsang itu umumnya tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat

    adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara

    perangsang dan reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang

    berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap

    perangsang itu sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi merupakan

    sesuatu yang erat hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang,

    peraturan-peraturan kesusilaan yang ada dalam bendera, keinginan-keinginan

    pada orang itu dan sebagainya.

    3. Sebagai alat pengatur pengalaman pengalaman.

    Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa manusia didalam menerima pengalaman-

    pengalaman dari dunia luar, sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif,

    artinya semua pengalaman yang berasal dari luar itu tidak semuanya dilayani

    tetapi memilih mana yang perlu dan yang tidak perlu dilayani. Jadi semua

    pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.

    Universitas Sumatera Utara

  • 4. Sebagai pernyataan kepribadian

    Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang. Ini disebabkan karena sikap tidak

    pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat

    sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang

    tersebut. Jadi sikap sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan mengubah sikap

    seseorang kita harus mengetahui keadaan sesungguhnya dari sikap orang tersebut

    dengan mengetahui sikap itu kita akan mengetahui pula mungkin tidaknya sikap

    tersebut dapat diubah dan bagaimana cara mengubah sikap sikap tersebut

    (Purwanto, 1999).

    Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai tingkatan (Notoatmojo,

    2003) yaitu :

    1. Menerima (Receiving) diartikan orang atau subjek mau dan memperlihatkan

    stimulus yang diberikan. Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari

    kesedian dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah atentang gizi.

    2. Merespon (Responding) diartikan sebagai memberikan jawaban apabila ditanya,

    mengerjakan atau menyelesaikan tugas yang diberikan. Karena dengan suatu

    usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan,

    terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang tersebut

    menerima ide tersebut.

    3. Menghargai (Valuing) diartikan sebagai mengajak orang lain untuk mengerjakan

    dan mendiskusikan suatu masalah.

    Universitas Sumatera Utara

  • 4. Bertanggung jawab (Responsible) adalah bertanggung jawab atas segala sesuatu

    yang telah dipilih dengan segala resiko.

    2.5.3. Tindakan

    Menurut Notoatmojo (2003) tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari tubuh

    setelah mendapatkan rangsangan ataupun adaptasi dari dalam tubuh maupun dari luar

    tubuh atau lingkungan.

    Secara logis, sikap akan dicerminkan dalam bentuk tindakan namun tidak dapat

    dikatakan bahwa sikap dan tindakan memiliki hubungan yang sistematis. Suatu sikap

    belum tentu terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu

    tindakan diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara

    lain fasilitas dan faktor dukungan dari berbagai pihak.

    Tindakan terdiri dari berbagai tingkatan menurut kualitasnya, yakni:

    1. Persepsi (perception)

    Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan

    diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.

    2. Respon terpimpin (guided response)

    Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan

    contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.

    3. Mekanisme (mechanism)

    Universitas Sumatera Utara

  • Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara optimis,

    atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan , maka ia sudah mencapai praktek

    tingkatan tiga.

    4. Adopsi (Adoption)

    Adapsi adalah praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

    Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran

    tindakan tersebut.

    2.6. Proses Adopsi Perilaku

    Penelitian Rogers ( 1974 ) dalam Notoadmodjo (2007), mengungkapkan bahwa

    sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses

    yang berurut yakni :

    1. awarnes (kesadaran) yaitu menyadarari atau mengetahui terlebih dahulu stimulus

    (objek).

    2. Interest (ketertarikan) yaitu merasa tertarik terhadap stimulus atau objek.

    3. Evaluation (Pertimbangan) yaitu menimbang-nimbang baik tidaknya stimulus

    terhadap dirinya.

    4. Trial (mencoba), subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan yang

    dikehendaki oleh stimulus.

    5. Adoption (Adopsi) yaitu subjek telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan,

    kesadaran, dan sikap terhadap stimulus. (Notoatmojo, 2003).

    Universitas Sumatera Utara

  • Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku seperti ini, dimana

    didasari pengetahuan, kesadaran sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan

    bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila adopsi perilaku tidak didasari

    pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmojo, 2003).

    2.7. Kerangka Konsep

    Dari kerangka diatas menunjukkan bahwa faktor internal (jenis kelamin, umur,

    pendidikan, pekerjaan) dan faktor eksternal (media informasi, petugas kesehatan) akan

    mempengaruhi pengetahuan, sikap dan tindakan keluarga terhadap penderita pasca

    stroke dalam upaya rehabilitasi.

    Faktor Internal

    Jenis kelamin

    Umur

    Pendidikan

    Suku

    Tindakan

    Keluarga

    Terhadap

    Penderita

    Pasca Stroke

    Dalam Upaya

    Rehabilitasi

    Pengetahuan

    Keluarga

    Terhadap

    Penderita

    Pasca Stroke

    Dalam Upaya

    Rehabilitasi

    ahuan

    Faktor Eksternal

    Media Informasi

    Petugas Kesehatan

    Fasilitas kesehatan

    Sikap

    Keluarga

    Terhadap

    Penderita

    Pasca Stroke

    Dalam Upaya

    Rehabilitasi

    Universitas Sumatera Utara