manfaat keluarga
-
Upload
anonymous-l3pxphk8v -
Category
Documents
-
view
116 -
download
1
description
Transcript of manfaat keluarga
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Keluarga
2.1.1. Pengertian keluarga
Defenisi yang di kemukakan oleh Departemen Kesehatan 1988 adalah unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang
berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling
ketergantungan (Effendy, 1998).
Menurut Burges, dkk (1963) membuat defenisi yang berorientasi pada tradisi
dan digunakan sebagai referensi secara luas :
1. Keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah
dan ikatan adopsi.
2. Para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah
tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap menganggap rumah
tangga tersebut sebagi rumah mereka.
3. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran-
peran sosial keluarga seperti suami istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan anak
perempuan, saudara dan saudari.
4. Keluarga sama-sama menggunakan kultur yang sama yaitu kultur yang diambil
dari masyarakat dengan beberapa ciri unik tersendiri. (Friendman, Marlin, M.,
1998)
Universitas Sumatera Utara
-
Family Service Amerika (1998), mendefenisikan keluarga dalam suatu cara
yang komprehensip, yaitu sebagai dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan
kebersamaan dan keintiman (Friendman, Marlin, M., 1998).
Pengertian yang dikemukakan oleh Salvicion G. Bailon dan Aracelis Maglaya
(1989), keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena
hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam
satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan didalam perannya masing-masing
menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Friendman, Marlin, M., 1998).
Dari defenisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga adalah :
1. Unit terkecil masyarakat
2. Terdiri dari dua orang atau lebih
3. Adanya ikatan perkawinan dan pertalian darah
4. Hidup dalam satu rumah tangga
5. Dibawah asuhan seorang kepala rumah tangga
6. Berinteraksi diantara sesama anggota keluarga
7. Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing
8. Menciptakan, mempertahankan suatu kebudayaan.
2.1.2. Ciri-ciri Struktur Keluarga
Adapun ciri-ciri struktur keluarga adalah :
1. Terorganisasi, saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota keluarga
Universitas Sumatera Utara
-
2. Ada keterbatasan, setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga
mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugas masing-masing.
3. Adanya perbedaan dan kekhususan, setiap anggota keluarga mempunyai peranan
dan fungsi masing-masing (Effendy, N, 1998).
2.1.3. Fungsi Keluarga
Ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga sebagai berikut :
1. Fungsi biologis
Untuk meneruskan keturunan.
Memeliharan dan membesarkan anak.
Memenuhi kebutuhan gizi keluarga.
Memelihara dan merawat keluarga.
2. Fungsi psikologis
Memberikan kasih sayang dan rasa aman.
Memberikan perhatian diantara anggota keluarga.
Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga.
Memberikan identitas keluarga.
3. Fungsi sosialisasi
Membina sosialisasi pada anak.
Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan
anak.
Universitas Sumatera Utara
-
Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
4. Fungsi ekonomi
Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Pengatur pengguna penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga di masa yang akan
datang misalnya pendidikan anak-anak, jaminan hari tua dan sebagainya.
5. Fungsi pendidikan
Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, keterampilan dan
membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya.
Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam
memenuhi peranannya sebagai orang dewasa.
Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya.
Menurut Bailon dan Maglaya (1978), keluarga yang berfungsi sehat juga harus
mampu melaksanakan tugas kesehatan keluarga, yaitu antara lain :
1. Mengenal masalah kesehatan
2. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat
3. Memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit.
4. Mempertahankan suasana lingkungan rumah yang sehat.
5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
-
2.2. Peranan Keluarga Terhadap Penderita Pasca stroke
Health care activities, health beliefs, dan health values merupakan bagian yang
dipelajari dari keluarga. Sehat dan sakit merupakan bagian dari kehidupan dan dapat
dipelajari individu dari keluarga. Friendman (1992) mengidentifikasi dengan jelas
kepentingan pelayanan keperawatan yang terpusat pada keluarga (family centered
nursing care), yaitu :
1. Keluarga terdiri dari anggota yang saling ketergantungan satu sama lainnya
(interdependent) dan berpengaruh dengan yang lainnya. Jika salah satu sakit maka
anggota keluarga lain juga merupakan bagian yang sakit.
2. Adanya hubungan yang kuat antara keluarga dengan status kesehatan anggotanya,
maka anggota keluarga sangat penting peranannya dalam setiap pelayanan
keperawatan.
3. Tingkat kesehatan anggota keluarga sangat signifikan dengan aktivitas di dalam
promosi kesehatannya.
4. Keadaan sakit pada salah satu anggota keluarga dapat sebagai indikasi masalah
yang sama pada anggota yang lain. (Awie, 2008)
Pentingnya peran keluarga dalam perawatan penderita pasca stroke dapat
dipandang dari berbagai segi yaitu :
Keluarga merupakan tempat dimana individu memulai hubungan
interpersonal dengan lingkungannya.
Jika keluarga dipandang sebagai suatu sistem, maka gangguan yang terjadi
pada salah satu anggota dapat mempengaruhi seluruh sistem, sebaliknya
Universitas Sumatera Utara
-
disfungsi keluarga dapat pula merupakan salah satu penyebab terjadinya
gangguan pada anggota.
Berbagai pelayanan kesehatan bukan tempat penderita seumur hidup tetapi
hanya fasilitas yang membantu pasien dan keluarga mengembangkan
kemampuan dalam mencegah terjadinya masalah, menanggulangi berbagai
masalah dan mempertahankan keadaan adaptif.
Salah satu faktor penyebab terjadinya stroke berulang adalah keluarga tidak
tahu cara menangani perilaku penderita di rumah (Irdawati, 2009).
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga berperan penting
dalam proses pemulihan dan penyesuaian kembali setiap penderita stroke. Oleh karena
itu, peran serta keluarga dalam proses pemeliharaan dan pencegahan terjadinya
serangan ulang sangat diperlukan.
Sangat diharapkan bahwa keluarga dapat membantu pemulihan penderita
stroke. Untuk itu terlebih dahulu diperlukan sikap saling pengertian antara dokter,
perawat, fisioterapist, tim rehabilitasi lainnya dengan keluarga perihal keadaan
penderita. Tidak jarang terjadi keadaan buntu yang mengakibatkan pulang paksa,
keadaan ini disebabkan oleh beberapa faktor. Yang sering terjadi adalah dana yang
kurang untuk membiayai pengobatan. Biasanya hal ini berakhir pada hak sepenuhnya
pada penderita atau keluarga (Harsono, 2000).
Kadang-kadang ada usulan dari pihak keluarga untuk menambah pengobatan
dari luar medis, hal ini harus di bicarakan dahulu dengan dokter yang merawat.
Terkadang timbul pertentangan antara keluarga dan dokter karena bisa mengakibatkan
Universitas Sumatera Utara
-
komplikasi pada penderita sehingga mengakibatkan pulang paksa, pindah rumah sakit
atau minta ganti dokter (Harsono, 2000).
Kerusakan otak pasca stroke bagi penderita meminta perhatian besar baik bagi
penderita, keluarga dan masyarakat kerena menghambat kemampuan fungsional mulai
dari aktivitas bergerak, mengurus diri : kegiatan sehari-hari dan berkomunikasi. Bagi
penderita, mengalami stroke merupakan pukulan bagi dirinya yang menimbulkan
krisis sosial dan emosional. Ia ingin mendapatkan informasi yang lebih jelas mengenai
masalah kesehatannya, implikasinya serta petunjuk penyesuaian terhadap masalah
tersebu ( Lumban Tobing, SM., 1998).
Penderita yang tadinya aktif, dapat bekerja, dapat berjalan, berbicara, memberi
nasehat, memberi biaya tiba-tiba tidak berdaya, pingsan, lemah, tergeletak di tempat
tidur, harus menginap di rumah sakit. Penyakit ini memaksa penderita menjadi
tergantung kepada orang lain, dalam kebutuhan dasar tertentu juga menimbulkan
depresi dan berkurangnya harga diri. Mungkin penderita tidak mampu lagi membiaya
dirinya sendiri dan tanggungan (bagi kepala keluarga) jika anak-anaknya masih belum
dewasa dan mandiri ( Lumban Tobing, SM., 1998).
Keluarga merupakan sistem pendukung utama memberi pelayanan langsung
pada setiap keadaan (sehat-sakit) anggota keluarga. Oleh karena itu, asupan
pelayanan/perawatan yang berfokus pada keluarga bukan hanya memulihkan keadaan
pasien, tetapi juga bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan
keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan dalam keluarga tersebut (Effendy, 1998)
Universitas Sumatera Utara
-
Dari uraian diatas maka peranan keluarga terhadap penderita stroke adalah :
2.2.1. Berperan Sebagai Perawat
Ketika anggota keluarga mengalami sakit yang menimbulkan kecacatan, maka
ada peran yang menjadi primer yaitu perawat. Memberikan perawatan kepada
penderita karena tidak dapat mengurus dirinya sendiri dalam membantu memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya seperti makan, minum, berpakaian, berpindah, berjalan.
2.2.2. Berperan sebagai Pendukung
Keluarga memberi dorongan/dukungan agar penderita mempunyai motivasi
yang kuat untuk dapat segera memperoleh pemulihan kesehatan dengan sebaik-
baiknya. Memberi dorongan pada saat mulai latihan fisik yang merupakan hal yang
cukup menyiksa penderita, namun demikian penderita harus selalu didorong untuk
berani berlatih. Kemudian memberi dorongan untuk tetap aktif dalam kegiatan sehari-
hari ditengah-tengah keluarga dan masyarakat.
2.2.3. Berperan Sebagai Penghubung/Komunikasi
Keluarga mengadakan komunikasi efektif dengan penderita, petugas kesehatan,
sehingga terjalin hubungan kerja sama yang baik sehingga tercipta suasana saling
percaya dan keterbukaan antara pasien dengan keluarga dan petugas kesehatan (dokter,
perawat, fisioterapist, terapi wicara, dll).
Universitas Sumatera Utara
-
Hubungan yang saling percaya antara pasien, keluarga dengan petugas
kesehatan merupakan dasar utama untuk membantu mengungkapkan dan mengenal
perasaannya, mengidentifikasi kebutuhan dan masalahnya, mencari alternatif
pemecahan masalah serta mengevaluasi hasilnya. Proses ini harus dilalui oleh pasien
dan keluarga sehingga keluarga dapat membantu pasien dengan cara yang sama pada
saat dirumah.
2.2.4. Berperan Sebagai Pendidik
Dalam upaya belajar untuk hidup dengan kecacatan permanen, pasien diajarkan
program Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) agar penderita dapat melakukan
aktifitas kehidupan sehari-hari secara mandiri atau tanpa bantuan orang lain, misalnya
: tata cara makan, berpakaian, mandi, tidur, juga melatih penderita dalam mobilisasi,
berkomunikasi, melakukan latihan anggota gerak atas dan bawah secara pasif sampai
penderita mempu menggerakkan sendiri.
2.2.5. Berperan Sebagai Pengubah Lingkungan/Terapi Lingkungan
Menipulasi lingkungan, terdiri dari merubah lingkungan, pengaturan tata
ruangan agar penderita mudah melakukan aktivitas secara efisien. Ciptakan ruangan
yang memberi ketenangan dan menyenangkan, suara tidak ribut/berisik, cahaya yang
terang benderang, banyak orang, kegiatan dan kesibukan yang berlebihan dan
menjauhkan fasilitas yang menimbulkan bahaya. Usahakan mengurangi stimulus
Universitas Sumatera Utara
-
lingkungan yang mengakibatkan gangguan. Usahakan agar ciptakan waktu untuk
istirahat sehingga pasien rileks dan tenang.
2.2.6. Berperan Sebagai Pengambil Keputusan
Dalam peran ini keluarga menentukan pencarian sumber-sumber yang penting.
Keluarga mempunyai kontrol substansial terhadap keputusan apakah keluarga yang
sakit akan mendapatkan layanan kuratif atau preventif. Dalam memelihara kesehatan
anggota keluarga sebagai pasien, keluarga tetap berperan sebagai pengambil keputusan
dalam memelihara kesehatan anggotanya.
2.2.7. Berperan Sebagai Pencari Sumber Dana
Keluarga berperan mencari sumber dana untuk biaya pengobatan penderita
dan untuk menghindari ketiadaan dana untuk biaya pengobatan.
2.3. Stroke
2.3.1. Defenisi
Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang
ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena
berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan
oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh
darah.
Universitas Sumatera Utara
-
WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan
saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain
dari itu. Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik maupun stroke
hemoragik.
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran
darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke iskemik.
Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.
2. Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
3. Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh
karena adanya gangguan denyut jantung.
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.
Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:
1. Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
2. Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang
sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).
2.3.2. Tanda dan Gejala-gejala Stroke
Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:
Universitas Sumatera Utara
-
1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya
fungsi sensorik Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun
kemampuan membau, mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau
keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak
jantung terganggu, lidah lemah.
2. Cerebral cortex: aphasia ( kehilangan kaemampuan memakai atau memahami
kata-kata),apraxia (tidak mampu melaksanakan instruksi-instruksi), verbal apraxia
(lupa membentuk mulut , bibir dan lidah agar dapat mengeluarkan kata secara
baik dan benar), daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.
Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan
sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau
serangan awal stroke.
2.3.3. Letak Kelumpuhan Akibat Serangan Stroke
1. Kelumpuhan sebelah kiri (Hemiparesis sinistra)
Kerusakan pada sisi sebelah kanan otak yang menyebabkan kelemahan tubuh
bagian kiri. Pasien dengan kelumpuhan sebelah kiri sering memperlihatkan
ketidakmampuan persepsi visuomotor, kehilangan memori visual dan mengabaikan
sisi kiri. Penderita mamberikan perhatian hanya kepada sesuatu yang berada dalam
lapang pandang yang dapat dilihat (Harsono, 1996).
2. Kelumpuhan sebekah kanan (Hemiparesis Dextra)
Universitas Sumatera Utara
-
Kerusakan pada sisi sebelah kiri otak yang menyebabkan kelemahan atau
kelumpuhan tubuh bagian kanan. Penderita ini biasanya mempunyai kekurangan
dalam kemampuan komunikasi verbal. Namun persepsi dan memori visuomotornya
sangat baik, sehingga dalam melatih perilaku tertentu harus dengan cermat
diperhatikan tahap demi tahap secara visual. Dalam komunikasi kita harus lebih
banyak amenggunakan body language ( bahasa tubuh) (Harsono, 1996).
3. Kelumpuhan kedua sisi ( Paraparesis)
Karena adanya sclerosis pada banyak tempat, penyumbatan dapat terjadi pada
dua sisi yang mengakibatkan kelumpuhan satu sisi dan di ikuti satu sisi lain. Timbul
gangguan pseudobulber (biasanya hanya pada vaskuler) dengan tanda-tanda
hemiplegic dupleks, sukar menelan, sukar berbicara dan juga mengakibatkan kedua
kaki sulit untuk digerakkan dan mengalami hiperaduksi (Markam, 1992).
2.3.4. Faktor Penyebab Stroke.
1. Faktor yang tidak dapat dikontrol
a. Usia
Setiap manusia akan bertambah umurnya, dengan demikian kemungkinana
terjadinya stroke semakin besar. Pada umumnya resiko terjadinya stroke
mulai usia 35 tahun dan akan meningkat dua kali dalam tahun berikutnya.
b. Jenis kelamin
Universitas Sumatera Utara
-
Pria memiliki kecenderungan lebih besar terkena serangan stroke
dibandingkan dengan wanita, dengan perbandingan 2:1.
c. Ras/suku bangsa
Para pria kulit hitam lebih cenderung lebih rawan daripada para pria kulit
putih.
d. Faktor keturunan
Seseorang yang mempunyai riwayat stroke dalam keluarganya, menjadi
seseorang yang beresiko tinggi terkena serangan stroke.
2. Faktor yang dapat di kontrol
a. Hipertensi
Faktor ini merupakan resiko utama terjadinya stroke ekkemik dan
pendarahan, yang sering disebut the silent killer, karena hipertensi meningkatkan
terjadinya stroke sebanyak 4-6 kali. Makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke
semakin besar karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga
memudahkan terjadinya penyumbatan/perdarahan otak.
b. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus atau kencing manis sama bahayanya dengan hipertensi,
yaitu sering menjadi salah satu penyebab timbulnya stroke. Gula darah yang tinggi
dapat menimbulkan kerusakan endotel pembuluh darah yang berlangsung secara
progresif. Pada pria yang menderita diabetes mellitus, cenderung berada pada posisi
yang beresiko tinggi akan terkena serangan stroke daripada mereka yng tidak
menderita diabetes mellitus, sekalipun penyakit mereka dibawah pengawasan. Pada
Universitas Sumatera Utara
-
orang yang menderita diabetes mellitus, resiko untuk terkena stroke 1,5-3 kali lebih
besar.
c. Penyakit jantung
Hubungan kausal antara beberapa jenis penyakit jantung dan stroke telah
dapat dibuktikan. Gagal jantung kongestif dan penyakit jantung koroner mempunyai
peranan penting dalam terjadinya stroke. Dua pertiga dari orang yang mengidap
penyakit jantung kemungkinan akan terkena serangan jantung.
d. Merokok
Merokok meningkatkan terjadinya stroke hampir dua kali lipat. Adapun
perokok pasif beresiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan karbondioksida
yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding pembuluh darah, disamping
itu juga mempengaruhi komposis darah sehingga mempermudah terjadinya proses
penggumpalan darah (stroke non haemoragik)
e. Obesitas
Obesitas merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke. Berat
badan yang terlalu berlebihan menyebabkan adanya tambahan beban ekstra pada
jantung dan pembuluh-pembuluh darah, hal ini akan semakin meningkatkan terkena
stroke.
f. Alkohol
Konsumsi alkohol dapat menggangu metabolisme tubuh, sehingga terjadi
diabetes mellitus, mempengaruhi berat badan dan tekanan darah, dapat merusak sel-sel
Universitas Sumatera Utara
-
darah tepi, saraf otak dan lain-lain. Peminum berat alkohol dapat meningkatkan resiko
terkena stroke 1-3 kali lebih besar
g. Hipekolesterolemik
Kondisi ini dapat merusak pembuluh darah dan juga menyebabkan jantung
koroner. Kolesterol yang tinggi akan membentuk plak didalam pembuluh darah dan
dapat menyumbat pembuluh darah baik di jantung maupun diotak (Shimberg, 1998).
2.3.5. Akibat Stroke.
Penurunan parsial total gerakan lengan dan tungkai, 90% bermasalah dalam
berpikir dan mengingat, 70% menderita depresi, 30 % mengalami kesulitan bicara,
menelan, membedakan kanan dan kiri. Stroke tak lagi hanya menyerang kelompok
lansia, namun kini cenderung menyerang generasi muda yang masih produktif. Stroke
juga tak lagi menjadi milik warga kota yang berkecukupan , namun juga dialami oleh
warga pedesaan yang hidup dengan serba keterbatasan.
Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat
mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga. Selain karena besarnya biaya
pengobatan paska stroke , juga yang menderita stroke adalah tulang punggung
keluarga yang biasanya kurang melakukan gaya hidup sehat, akibat kesibukan yang
padat (Pinzon, 2009).
Universitas Sumatera Utara
-
2.3.6. Pasca Stroke.
Setelah stroke, sel otak mati dan hematom yang terbentuk akan diserap
kembali secara bertahap. Proses alami ini selesai dalma waktu 3 bulan. Pada saat itu,
1/3 orang yang selamat menjadi tergantung dan mungkin mengalami komplikasi yang
dapat menyebabkan kematian atau cacat.
Hanya 10-15 % penderita stroke bisa kembali hidup normal seperti sedia kala,
sisanya mengalami cacat, sehingga banyak penderita Stroke menderita stress akibat
kecacatan yang ditimbulkan setelah diserang stroke (Pinzon, 2006).
2.3.7. Upaya Pencegahan Stroke
1. Pencegahan primordial
Upaya pencegahan primordial adalah upaya yang dimaksudkan memberikan
kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit stroke tidak meningkat dengan
adanya dukungan dasar dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor resiko lainnya, misalnya
kebersihan lingkungan, yaitu terbebas dari polusi seperti asap rokok yang dapat
menimbulkan penyempitan pembuluh darah. Hal ini didukung dengan peraturan
pemerintah tentang bahaya rokok bagi kesehatan, seperti dilarang merokok ditempat
umum terutama ruangan ber-AC dan pada bungkus rokok.
Hal ini juga bisa dimulai dari membiasakan anak-anak untuk lebih memilih
makanan-makanan tradisonal yang lebih aman dari zat-zat pengawet dan membatasi
mengkonsumsi makanan-makanan siap saji sehingga dapat mengurangi resiko stroke.
2. Pencegahan primer
Universitas Sumatera Utara
-
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko stroke
bagi individu yang belum ataupun mempunyai faktor resiko dengan cara
melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain :
a. Gaya hidup : Bebas rokok, stress mental, alkohol, kegemukan, konsumsi
garam yang berlebihan, obat-obat golongan amfetamin, kokain dan
sejenisnya.
b. Lingkungan : kesadaran atas stress kerja, kemungkinan gangguan Pb,
c. Biologi : perhatian terhadap faktor resiko biologis ( jenis kelamin, riwayat
keluarga) efek aspirin.
d. Palayanan kesehatan : health education dan pemeriksaan tensi,
mengendalikan hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung dan penyakit
vaskuleraterosklerotik.
3. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke.
Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar stroke tidak
berlanjut menjadi kronik. Tindakan yang dilakukan adalah :
a. Gaya hidup : manejemen stress, makanan rendah garam, berhenti merokok,
penyesuaian gaya hidup
b. Lingkungan : penggantian kerja jika diperlukan, family counseling
c. Biologio : pengobatan yang patuh dan cegah efek samping
d. Pelayanan kesehatan : pendidikan pasien dan evaluasi penyebab sekunder
Universitas Sumatera Utara
-
4. Pencegahan tersier
Tujuan pencegahan adalah untuk mereka yang telah menderita stroke agar
kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi ketergantungan pada
orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pencegahan dapat
dilakukan dalam bentuk rehabilitasi. Rehabilitasi merupakan pencegahan tersier yang
bertujuan untuk menjaga atau meningkatkan kemampuan fisik, ekonomi dan
kemampuan untuk bekerja seoptimal mungkin (Thomas, 1995).
2.4. Rehabilitasi Medik Pada Penderita stroke
2.4.1. Defenisi Rehabilitasi
Rumusan Departemen Kesehatan tentang rehabilitasi adalah proses pemulihan
untuk memperoleh fungsi penyesuaian diri secara maksimal atau usaha
mempersiapkan penderita cacat secara fisik, mental, sosial dan kekaryaan untuk suatu
kehidupan yang penuh sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. (Depkes RI,
1983).
2.4.2. Tujuan Rehabilitasi
Adapun tujuan rehabilitasi medik bagi penderita pasca stroke adalah :
1. Memperbaiki fungsi motorik, wicara, kognitif dan fungsi lain yang terganggu.
Universitas Sumatera Utara
-
2. Readaptasi sosial dan mental untuk memulihkan hubungan interpersonal dan
aktivitas sosial.
3. Dapat melaksanakan kegiatan kehidupan sehari-hari (Moestari, 1987).
2.4.3. Tim Rehabilitasi Medik
Tim rehabilitasi medik dilakukan oleh tim yang terdiri dari berbagai disiplin
ilmu :
1. Dokter rehabilitasi medik sebagai ketua tim yang menyusun program rehabilitasi.
2. Perawat rehabilitasi, melakukan positioning yang benar, untuk mencegah
komplikasi sarta memperpendek masa pemulihan. Latihan buang air besar/kecil,
aktivitas sehari-hari, transfer, mobilisasi bersama fisioterapis dan terapi okupasi
dilakukan di bangsal
3. Fisioterapist, memeriksa dan mengevaluasi gangguan motorik dan sensorik yang
mempengaruhi fungsi dan menyesuaikan program fisioterapi secara individu
sesuai keadaan pasien.
4. Okupational Terapist, memeriksa, mengevaluasi dan menyusun program yang
berhubungan dengan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) misalnya cara
makan, menulis, berpakaian, membersihkan diri sendiri, dll.
5. Pekerja sosial medik, mengadakan penilaian terhadap kebutuhan penderita dan
keluarganya selama dirawat, di rumah dan di masyarakat serta sumber daya yang
dipunyainya.
6. Speech therapist (terapi wicara) yaitu mengevaluasi masalah-masalah komunikasi.
Universitas Sumatera Utara
-
7. Psikologi, mengevaluasi keadaan psikologi penderita secara tuntas, termasuk
keluarganya.
8. Ortotik prostetik, mengevaluasi dan mengadakan alat-alat bantu yang telah
disesuaikan guna memperbaiki aktivitas.
9. Penderita dan keluarga, melengkapi tim rehabilitasi. Diskusi yang memadai
mengenai penyakit dan deficit neurologic adalah penting untuk mengetahui
gangguan fungsional yang sebenarnya.
2.4.4. Kegiatan Rehabilitasi
Hal-hal yang dilakukan diantaranya :
1. Terapi fisik/Fisioterapi
Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kekakuan dan mengoptimalkan
pengobatan medis. Terapi awalnya adalah pasien dilatih untuk mengangkat kepala,
duduk dan berdiri, kemudian latihan ditingkatkan dengan memberikan rangsangan
yang maksimal pada sisi yang lumpuh.
Mobilitas adalah hal yang menyebabkan sesuatu bergerak (Ramali,
Pamoentjak, 1996). Tujuan mobilisasi dalam rehabilitasi stroke menurut Hoeman
(1996) adalah :
Mempertahankan range of motion.
Universitas Sumatera Utara
-
Memperbaiki fungsi pernafasan dan sirkulasi.
Menggerakkan seseorang secara dini pada fungsi aktivitas meliputi gerakan
ditempat tidur, duduk, berdiri, dan berjalan.
Mencegah masalah komplikasi.
Meningkatkan kesadaran diri dari bagian hemiplegik.
Meningkatkan control dan keseimbangan duduk dan berdiri.
Memaksimalkan aktivitas perawatan diri (Purwanti, 2008).
Pasien stroke harus dimobilisasi sebagai rehabilitasi pada tahap awal, bila
kondisi klinis neurologi dan hemodinamik stabil. Untuk fisioterafi pasif pada pasien
yang belum boleh, perubahan posisi badan dan ekstremitas setiap dua jam untuk
mencegah dekubitus. Latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari
untuk mencegah kontraktur (Mansjoer, dkk, 2000).
a. Pelaksanaan Mobilitasi dini pada posisi tidur
Pada posisi terlentang, posisi kepala, leher dan punggung harus lurus. Letakkan
bantal dibawah lengan yang lumpuh secara hati-hati, sehingga bahu terangkat
ke atas dengan lengan agak ditinggikan dan memutar kea rah luar, siku dan
perelangan tangan agak ditinggikan. Letakkan pula bantal dibawah paha yang
lumpuh dengan posisi agak memutar kearah dalam, lutut agak ditekuk.
Miring kesisi yang sehat. Bahu yang lumpuh harus menghadap ke depan,
lengan yang lumpuh memeluk bantal dengan siku di luruskan. Kaki yang
lumpuh diletakkan didepan, dibawah paha dan tungkai diganjal bantal, lutut
ditekuk.
Universitas Sumatera Utara
-
Miring kesisi yang lumpuh. Lengan yang lumpuh menghadap pastikan bahu
pasien tidak memutar secara berlebuhan. Tungkai agak ditekuk, tungkai yang
sehat menyilang diatas tungkai yang lumpuh dengan diganjal bantal.
b. Latihan gerakan sendi (range of motion)
Latihan gerak sendi aktif adalah pasien menggunakan ototnya untuk
melakukan gerakan (Hoeman, 1996) dan pada intinya tidak ada
ketidaknyamanan. Menggambarkan gerakan sistematik, dengan rangkaian
urutan pada setiap tahap. Latihan dilakukan 3 rangkaian dan dilakukan 2 kali
sehari (Kozier, 1995).
Latihan gerak pasif adalah perawat menggerakkan anggota gerak dan
memerintahkan keikutsertaan penderita agar terjadi gerakan penuh (Hoeman,
1996).
2. Terapi bicara
Penderita dianjurkan memulihkan kemampuan bicaranya dengan
mengemukakan segala hal yang ingin dia katakan walaupun timbul berbagai kesulitan
dalam mengemukakannya kepada orang lain. Dalam hal ini, peran keluarga sangat
besar untuk tetap aktif mengajak penderita berbicara layaknya orang sehat. Hal ini
khususnya dilakukan untuk penderita stroke yang mengalami gangguan pada pusat
bicara (lesi broka).
3. Psikoterapi
Ada beberapa hal yang dirasakan oleh penderita yang selamat dari stroke
beberapa tahun kemudian, diantaranya perasaan capai yang berlebihan, jadi pemarah,
Universitas Sumatera Utara
-
depresi dan stress. Hal ini dapat dijalani dengan menjalani kehidupan santai dan rileks
dan bagi keluarga dianjurkan untuk terapi mengikutkan penderita dalam diskusi dan
pengambilan keputusan agar penderita merasa bahwa dia masih dihargai dalam
keluarga.
2.4.5. Tahap Rehabilitasi
Upaya rehabilitasi yang diberikan adalah mulai dari stadium akut, sub akut dan
kronik.
1. Rehabilitasi stadium akut
Program yang dijalankan oleh tim rehabilitasi medik, biasanya latihan aktif
dimulai dari sesudah prosesnya stabil, 24-27 jam sesudah serangan. Bila disertai
kesulitan berbicara maka Speech Test (ST) atau terapi wicara dapat dilakukan
untuk melatih otot-otot menelan yang biasanya terganggu pada stadium akut.
Psikolog dan pekerja sosial medik (PSM) diperlukan untuk mengevaluasi status
psikis dan membantu kesulitan keluarga.
2. Rehabilitasi stadium sub akut
Pada stasium ini kesadaran membaik, penderita mulai menunjukkan tanda-tanda
depresi, fungsi bahasa dapat lebih terperinci. Pada pasca stroke pola kelemahan
ototnya menimbulkan hemiplegic posture. Untuk mencegahnya dapat dilakukan
dengan cara pengaturan posisi dan stimulus sesuai dengan kondisi pasien.
3. Rehabilitasi stadium kronik
Universitas Sumatera Utara
-
Terapi ini biasanya sudah dimulai pada akhir stadium sub akut dengan melibatkan
peran serta keluarga seoptimal mungkin. Anggota keluarga harus terlibat dalam
proses pemulihan karena ahli fisioterapi tidak dapat melakukan pekerjaannya
tanpa bantuan keluarga dan penderita stroke juga memerlukan dukungan serta
dorongan dari keluarganya untuk tetap semangat (Purwanti, 2008).
2.4.6. Prinsip Rehabilitasi
Menurut Harsono (1996), ada beberapa prinsip rehabilitasi, yaitu :
1. Rehabilitasi dimulai sedini mungkin, bahkan segera sejak dokter melihat penderita
untuk pertama kalinya.
2. Tidak ada seorang pun yang boleh berbaring lebih lama dari yang diperlukan,
karena dapat mengakibatkan komplikasi.
3. Rehabilitasi merupakan terapi multidisipliner terhadap seorang penderita
4. Faktor yang terpenting adalah kontinuitas perawatan
5. Perhatian untuk rehabilitasi diutamakan kepada sisa kemampuan yang masih
dapat diperbaiki dengan latihan
6. Fungsi lain rehabilitasi adalah pencegahan serangan berulang
7. Penderita merupakan subjek rehabilitasi, bukan sekedar objek.
2.5. Konsep Perilaku
Perilaku manusia adalah refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti
pengetahuan, persepsi, minat keinginan, sikap. Hal-hal yang mempengaruhi perilaku
Universitas Sumatera Utara
-
seseorang sebagian terletak dalam diri individu sendiri. Yang juga disebut sebagai
faktor internal sebagai terletak diluar dirinya atau disebut dengan faktor eksternal yaitu
faktor lingkungan.
Dengan kata lain, setiap mahluk hidup mempunyai perilaku didalam kehidupan
dan salah satu yang terpenting adalah perilaku kesehatan. Menurut Skinner dalam
Notoadmodjo (2005) perilaku kesehatan (healthy behavior) adalah respon seseorang
terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit dan faktor-
faktor yang memepengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan,
minuman, dan pelayanan kesehatan. Perilaku kesehatan ini di kelompokkan menjadi
dua, yakni :
1. Perilaku sehat agar tetap sehat dan meningkatkan perilaku kesehatan, mencakup
perilaku dalam mencegah atau menghindar dari penyebab penyakit (perilaku
preventif) dan perilaku dalam mengupayakan peningkatan kesehatan (perilaku
promotif)
2. Perilaku orang sakit yaitu untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan
masalah kesehatannya yang disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan.
Pencarian pelayanan keehatan ini adalah fasilitas pelayanan kesehatan baik
fasilitas pelayanan kesehatan tradisional (dukun, sinshe, paranormal) atau fasilitas
pelayanan kesehatan modern atau professional (rumah sakit, puskesmas,
poliklinik,dsb).
Becker (1979) dalam Notoadmodjo (2005) membuat klasifikasi lain tentang
perilaku kesehatan, dan membedakannnya menjadi tiga, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
-
1. Perilaku kesehatan (healthy behavior)
Kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan
kesehatan, antara lain :
a) Makan dengan menu seimbang
b) Kegiatan fisik secara teratur dan cukup
c) Tidak merokok dan minum minuman keras serta menggunakan narkoba
d) Istirahat yang cukup
e) Pegendalian atau manajemen stress
f) Perilaku atau gaya hidup yang positif terhadap kesehatan
2. Perilaku sakit (illness behavior)
Berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit dan/atau yang
terkena masalah kesehatan pada dirinya atau keluarganya, yang mencari
penyembuhan atau untuk mengatasi masalah kesehatan lainnya. Ada beberapa
perilaku yang muncul, antara lain :
a) Didiamkan saja (no action)
b) Mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri (self treatment
atau self medication)
c) Mencari penyembuhan keluar yakni fasilitas pelayanan kesehatan (tradisional
dan modern)
3. Perilaku peran orang sakit (the sick role behavior)
Universitas Sumatera Utara
-
Dari segi sosiologi, orang yang sedang sakit mempunyai peran (roles), yang
mencakup hak-haknya (rights), dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation).
Perilaku peran orang sakit antara lain :
a) Tindakan untuk memperoleh kesembuhan
b) Tindakan untuk mengenal atau mengetahui fasilitas kesehatan yang tepat
untuk memperoleh kesembuhan.
c) Melakukan kewajibannya sebagai pasien antara lain mematuhi nasehat-
nasehat dokter atau perawat untuk mempercepat kesembuhannya.
d) Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses penyembuhan.
e) Melakukan kewajiban agar tidak kambuh penyakitnya, dan sebagainya.
Menurut L.W. Green, faktor penyebab masalah kesehatan adalah faktor
perilaku dan non perilaku. Faktor perilaku khususnya perilaku kesehatan dipengaruhi
oleh 3 faktor yaitu :
1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), adalah faktor yang terwujud
dalam kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan juga variasi demografi seperti status
ekonomi, umur, jenis kelamin, dan susunan keluarga. Faktor ini lebih bersifat dari
dalam diri individu tersebut.
2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor pendukung yang
terwujud dalam lingkungan fisik, yang termasuk didalamnya adalah berbagai
macam sarana dan prasarana, misal : dana, transportasi, fasilitas, kebijakan
pemerintah dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
-
3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang meliputi
faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku
petugas termasuk petugas kesehatan, termasuk juga disini undang-undang,
peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait
dengan kesehatan.
Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku
itu kedalam 3 domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-kawassan itu tidak
mempunyai batasan, yaitu : a). kognitif ( cognitive ), b). Affektif ( affective), c).
Psykomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi
untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yaitu :
1. Pengetahuan ( Knowledge).
2. Sikap ( Attitude )
3. Praktek atau Tindakan ( Practice )
2.5.1. Pengetahuan.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderan terjadi melalui panca
indra manusia yaitu indera penglihatan, penciuman, pendengaran, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga.
Sedangkan pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan yaitu :
Universitas Sumatera Utara
-
1. Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bagian yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, mendefenisikan,
mengatakan.
2. Memahami ( Comperehension ) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah memahami objek
atau materi dan harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyampaikan,
meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (Aplication ) diartikan suatu kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada suatu situasi atau kondisi yang nyata. Aplikasi disini
dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip
dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lainnya. Misalnya dapat
menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan penelitian dan lain-
lain.
4. Analisis (Analysis) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau objek tehadap komponen komponen tetapi masih dalam suatu
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat
dilihat dalam penggunaan kata-kata kerja, seperti menggambarkan, memisahkan,
mengelompokkan, membedakan dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
-
5. Sintetis ( Syntetis) menunjuk kepada suatu kemampuan yang meletakkan atau
menghubungkan bagian bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dan formulasi-formulasi yang baru. Misalnya, dapat menyusun, meringkas,
menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang
telah ada.
6. Evaluasi (Evaluation) hal ini berkaitan dengan kemampuan melakukan penilaian
terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan kriteria
yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan
dengan tingkatan-tingkatan diatas. (Notoatmodjo, 2007).
Faktor faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain :
1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain
agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan
seseorang maka makin mudah pula bagi mereka untuk menerima informasi, dan pada
akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang mereka miliki.
2. Pekerjaan
Universitas Sumatera Utara
-
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman
dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung
3. Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan aspek fisik dan
psikologis (mental), dimana aspek psikologis ini taraf berpikir seseorang semakin
matang dan dewasa.
4. Minat
Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi
terhadap sesuatu. Minat menjadikan sesorang untuk mencoba menekuni suatu hal dan
pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.
5. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu baik dari
dalam dirinya ataupun dari lingkungannya. Pada dasarnya pengalaman mungkin saja
menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi individu yang melekat menjadi
pengetahuan pada individu secara sabjektif.
6. Informasi
Kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membantu
mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru (Wahid dkk,
2007).
Universitas Sumatera Utara
-
2.5.2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek atau dengan kata lain sikap itu tidak dapat dilihat
secara langsung, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.
Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat
emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 1993)
Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk merespon
(secara negatif atau positif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Sikap
mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih dan sebagainya).
Selain bersifat positif dan negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman yang berbeda-
beda (sangat benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap itu tidaklah sama dengan
perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang. Sebab sering kali
terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan tindakan yang
bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya
tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta tekanan dari
kelompok sosialnya (Sarwono, 1997).
Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo 2007 menjelaskan bahwa sikap itu
mempunyai 3 komponen pokok yaitu :
a. Kepercayaan ( keyakinan )
Universitas Sumatera Utara
-
b. Kehidupan emosional
c. kecenderungan untuk bertindak
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan berpikir, keyakinan dan
emosi memegang peranan penting.
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Sarwono (1997) sikap dapat dirumuskan
sebagai kecenderungan untuk berespon (secara positif atau negatif) terhadap orang,
objek atau situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosional / afektif
(senang, sedih dan sebagainya), disamping komponen kognitif (pengetahuan tentang
objek itu) serta kecenderungan untuk bertindak.
Sikap mempunyai ciri ciri sebagai berikut:
1. Sikap dibentuk dan diperoleh sepanjang perkembangan seseorang dalam
hubungan dengan objek tertentu.
2. Sikap dapat berubah sesuai dengan keadaan dan syarat syarat tertentu terhadap
suatu kelompok.
3. Sikap dapat berupa suatu hal tertentu tapi dapat juga berupa kumpulan dari hal
hal tersebut.
4. Sikap mempunyai segi segi motivasi dan perasaan.
Fungsi (tugas) sikap dibagi 4 (empat) golongan (Ahmadi, 1992), yaitu :
Universitas Sumatera Utara
-
1. Sebagai alat menyesuaikan diri.
Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable yang artinya sesuatu yang
mudah menjalar, sehingga menjadi mudah pula menjadi milik bersama. Sikap bisa
menjadi rantai penghubung antara orang dengan kelompoknya atau dengan
anggota kelompok lain.
2. Sebagai pengatur tingkah laku.
Kita tahu bahwa tingkah laku anak kecil atau binatang umumnya merupakan aksi-
aksi yang spontan terhadap sekitarnya. Antara perangsang dan reaksi tidak ada
pertimbangan tetapi pada orang dewasa dan yang sudah lanjut usianya,
perangsang itu umumnya tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat
adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara
perangsang dan reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang
berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap
perangsang itu sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi merupakan
sesuatu yang erat hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang,
peraturan-peraturan kesusilaan yang ada dalam bendera, keinginan-keinginan
pada orang itu dan sebagainya.
3. Sebagai alat pengatur pengalaman pengalaman.
Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa manusia didalam menerima pengalaman-
pengalaman dari dunia luar, sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif,
artinya semua pengalaman yang berasal dari luar itu tidak semuanya dilayani
tetapi memilih mana yang perlu dan yang tidak perlu dilayani. Jadi semua
pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.
Universitas Sumatera Utara
-
4. Sebagai pernyataan kepribadian
Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang. Ini disebabkan karena sikap tidak
pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat
sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang
tersebut. Jadi sikap sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan mengubah sikap
seseorang kita harus mengetahui keadaan sesungguhnya dari sikap orang tersebut
dengan mengetahui sikap itu kita akan mengetahui pula mungkin tidaknya sikap
tersebut dapat diubah dan bagaimana cara mengubah sikap sikap tersebut
(Purwanto, 1999).
Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai tingkatan (Notoatmojo,
2003) yaitu :
1. Menerima (Receiving) diartikan orang atau subjek mau dan memperlihatkan
stimulus yang diberikan. Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari
kesedian dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah atentang gizi.
2. Merespon (Responding) diartikan sebagai memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan atau menyelesaikan tugas yang diberikan. Karena dengan suatu
usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan,
terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang tersebut
menerima ide tersebut.
3. Menghargai (Valuing) diartikan sebagai mengajak orang lain untuk mengerjakan
dan mendiskusikan suatu masalah.
Universitas Sumatera Utara
-
4. Bertanggung jawab (Responsible) adalah bertanggung jawab atas segala sesuatu
yang telah dipilih dengan segala resiko.
2.5.3. Tindakan
Menurut Notoatmojo (2003) tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari tubuh
setelah mendapatkan rangsangan ataupun adaptasi dari dalam tubuh maupun dari luar
tubuh atau lingkungan.
Secara logis, sikap akan dicerminkan dalam bentuk tindakan namun tidak dapat
dikatakan bahwa sikap dan tindakan memiliki hubungan yang sistematis. Suatu sikap
belum tentu terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu
tindakan diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara
lain fasilitas dan faktor dukungan dari berbagai pihak.
Tindakan terdiri dari berbagai tingkatan menurut kualitasnya, yakni:
1. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.
2. Respon terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.
3. Mekanisme (mechanism)
Universitas Sumatera Utara
-
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara optimis,
atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan , maka ia sudah mencapai praktek
tingkatan tiga.
4. Adopsi (Adoption)
Adapsi adalah praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran
tindakan tersebut.
2.6. Proses Adopsi Perilaku
Penelitian Rogers ( 1974 ) dalam Notoadmodjo (2007), mengungkapkan bahwa
sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses
yang berurut yakni :
1. awarnes (kesadaran) yaitu menyadarari atau mengetahui terlebih dahulu stimulus
(objek).
2. Interest (ketertarikan) yaitu merasa tertarik terhadap stimulus atau objek.
3. Evaluation (Pertimbangan) yaitu menimbang-nimbang baik tidaknya stimulus
terhadap dirinya.
4. Trial (mencoba), subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan yang
dikehendaki oleh stimulus.
5. Adoption (Adopsi) yaitu subjek telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikap terhadap stimulus. (Notoatmojo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
-
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku seperti ini, dimana
didasari pengetahuan, kesadaran sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan
bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila adopsi perilaku tidak didasari
pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmojo, 2003).
2.7. Kerangka Konsep
Dari kerangka diatas menunjukkan bahwa faktor internal (jenis kelamin, umur,
pendidikan, pekerjaan) dan faktor eksternal (media informasi, petugas kesehatan) akan
mempengaruhi pengetahuan, sikap dan tindakan keluarga terhadap penderita pasca
stroke dalam upaya rehabilitasi.
Faktor Internal
Jenis kelamin
Umur
Pendidikan
Suku
Tindakan
Keluarga
Terhadap
Penderita
Pasca Stroke
Dalam Upaya
Rehabilitasi
Pengetahuan
Keluarga
Terhadap
Penderita
Pasca Stroke
Dalam Upaya
Rehabilitasi
ahuan
Faktor Eksternal
Media Informasi
Petugas Kesehatan
Fasilitas kesehatan
Sikap
Keluarga
Terhadap
Penderita
Pasca Stroke
Dalam Upaya
Rehabilitasi
Universitas Sumatera Utara