MANAJEMEN PERPUSTAKAAN SEKOLAH: Sebuah ...MANAJEMEN PERPUSTAKAAN SEKOLAH: Sebuah panduan ringkas 1...

38
MANAJEMEN PERPUSTAKAAN SEKOLAH: Sebuah panduan ringkas 1 oleh Arif Surachman, S.IP. 2 dan Heri Abi Burachman Hakim, S.IP. 3 Abstrak Sekolah pada tingkatan dasar dan menengah merupakan pondasi bagi pembentukan karakter dan keberhasilan generasi muda di masa yang akan datang. Berbagai strategi dan fasilitas untuk meraih keberhasilan dalam proses pendidikan dan pendidikan menjadi penting bagi sekolah. Perpustakaan, adalah salah satu elemen penting sebagai bagian dari strategi dan fasilitas yang terkadang luput dari perhatian para pengambil kebijakan di sekolah. Masalah prioritas kebijakan dan pengambil kebijakan, sumber daya manusia, tempat/ruang, sumber daya koleksi, dan manajemen adalah hal-hal klasik yang perlu segera mendapat perhatian dari berbagai pihak. Tak kurang organisasi dunia maupun pemerintahpun mengeluarkan kebijakan dan landasan hukum yang diharapkan mampu mengurai masalah-masalah tersebut. Manifesto tentang perpustakaan sekolah oleh UNESCO/IFLA, UU Perpustakaan, Permendiknas tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah, dan Standar Nasional Indonesia tentang Perpustakaan sekolah adalah produk-produk yang diharapkan menjadi pedoman dan panduan bagi adanya perpustakaan dan pengelolaan perpustakaan sekolah yang lebih baik. Sehingga ke depan, perpustakaan sekolah dapat benar-benar menjadi elemen penting bagi keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah atau pendidikan tingkat dasar dan menengah. Tulisan ini mencoba memotret, mengurai dan menjelaskan bagaimana seharusnya perpustakaan sekolah dikelola agar fungsinya yang mendukung keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah dapat tercapai. Kata kunci: Manajemen Perpustakaan Sekolah, Standar Perpustakaan Sekolah, Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah, Pendidikan Dasar dan Menengah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan Dasar dan Menengah adalah merupakan elemen penting bagi pembentukan karakter dan keberhasilan generasi muda pembangun bangsa di masa yang akan datang. Pendidikan dan pembelajaran di level ini akan sangat menentukan bagaimana ke depan seseorang mampu berperan dan mempunyai daya saing dalam pembangunan bangsa dan negara. Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah adalah tempat dimana tanggungjawab penting ini disandarkan. Individu dan institusi di dalamnya harus mampu membuat strategi jitu guna menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi dalam rangka pembentukan karakter dan keberhasilan dalam pencerdasan kehidupan bangsa. Salah satu elemen penting dalam strategi pendidikan dan pembelajaran di sekolah yang sering ‘dilupakan’ oleh para pemangku dan pengelola sekolah adalah perpustakaan. 1 Disampaikan dalam Seminar Sehari Perpustakaan Sekolah di Wonosobo, 13 Agustus 2011. 2 Pustakawan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta / [email protected] 3 Pustakawan Institut Senin Indonesia Yogyakarta: http://heri_abi.staff.ugm.ac.id 1

Transcript of MANAJEMEN PERPUSTAKAAN SEKOLAH: Sebuah ...MANAJEMEN PERPUSTAKAAN SEKOLAH: Sebuah panduan ringkas 1...

MANAJEMEN PERPUSTAKAAN SEKOLAH: Sebuah panduan ringkas1

oleh Arif Surachman, S.IP.2 dan Heri Abi Burachman Hakim, S.IP.3

Abstrak

Sekolah pada tingkatan dasar dan menengah merupakan pondasi bagi pembentukan karakter dan keberhasilan generasi muda di masa yang akan datang. Berbagai strategi dan fasilitas untuk meraih keberhasilan dalam proses pendidikan dan pendidikan menjadi penting bagi sekolah. Perpustakaan, adalah salah satu elemen penting sebagai bagian dari strategi dan fasilitas yang terkadang luput dari perhatian para pengambil kebijakan di sekolah.

Masalah prioritas kebijakan dan pengambil kebijakan, sumber daya manusia, tempat/ruang, sumber daya koleksi, dan manajemen adalah hal-hal klasik yang perlu segera mendapat perhatian dari berbagai pihak. Tak kurang organisasi dunia maupun pemerintahpun mengeluarkan kebijakan dan landasan hukum yang diharapkan mampu mengurai masalah-masalah tersebut. Manifesto tentang perpustakaan sekolah oleh UNESCO/IFLA, UU Perpustakaan, Permendiknas tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah, dan Standar Nasional Indonesia tentang Perpustakaan sekolah adalah produk-produk yang diharapkan menjadi pedoman dan panduan bagi adanya perpustakaan dan pengelolaan perpustakaan sekolah yang lebih baik. Sehingga ke depan, perpustakaan sekolah dapat benar-benar menjadi elemen penting bagi keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah atau pendidikan tingkat dasar dan menengah.

Tulisan ini mencoba memotret, mengurai dan menjelaskan bagaimana seharusnya perpustakaan sekolah dikelola agar fungsinya yang mendukung keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah dapat tercapai.

Kata kunci: Manajemen Perpustakaan Sekolah, Standar Perpustakaan Sekolah, Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah, Pendidikan Dasar dan Menengah

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendidikan Dasar dan Menengah adalah merupakan elemen penting bagi

pembentukan karakter dan keberhasilan generasi muda pembangun bangsa di masa yang

akan datang. Pendidikan dan pembelajaran di level ini akan sangat menentukan bagaimana

ke depan seseorang mampu berperan dan mempunyai daya saing dalam pembangunan

bangsa dan negara. Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah adalah tempat dimana

tanggungjawab penting ini disandarkan. Individu dan institusi di dalamnya harus mampu

membuat strategi jitu guna menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi dalam rangka

pembentukan karakter dan keberhasilan dalam pencerdasan kehidupan bangsa.

Salah satu elemen penting dalam strategi pendidikan dan pembelajaran di sekolah

yang sering ‘dilupakan’ oleh para pemangku dan pengelola sekolah adalah perpustakaan. 1 Disampaikan dalam Seminar Sehari Perpustakaan Sekolah di Wonosobo, 13 Agustus 2011. 2 Pustakawan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta / [email protected] 3 Pustakawan Institut Senin Indonesia Yogyakarta: http://heri_abi.staff.ugm.ac.id

1

Sudah menjadi ‘rahasia’ umum bahwa masih banyak sekolah yang menganggap bahwa

perpustakaan ‘bukan elemen’ prioritas bagi proses pembelajaran dan pendidikan di sekolah.

Perpustakaan sering kali sulit ditemukan keberadaannya di sekolah, atau kalaupun ada

ditempatkan pada ruang yang sempit seperti ruang UKS, gudang atau pojok-pojok gedung

sekolah yang ‘pengap’ dan hampir tidak ‘terjamah’. Bahkan untuk mengelolanyapun hanya

mengandalkan ‘sisa-sisa energi’ dari sumber daya yang ada di sekolah. Intinya,

perpustakaan masih dianggap bukan bagian penting dalam proses akademik di sekolah.

Kondisi-kondisi tentu tidak dapat dibiarkan berlarut-larut, mengingat

tanggungjawab yang besar disandarkan pada institusi pendidikan dasar dan menengah ini.

Masyarakat dan berbagai organisasi mulai ‘gerah’ terhadap kondisi-kondisi yang terjadi.

Sehingga mulai ada ‘tuntutan’ agar perpustakaan benar-benar ‘dimasukkan’ dalam elemen

pengembangan pendidikan dan pembelajaran. Bahkan pada tahun 2000, UNESCO dan IFLA

telah mengeluarkan manifesto tentang Perpustakaan Sekolah yang menyebutkan:

“Governments, through their ministries responsible for education, are urged to develop

strategies, policies and plans that implement the principles of this Manifesto”

Manifesto itu menegaskan bahwa Pemerintah melalui menteri-menterinya yang

bertanggungjawab atas pendidikan, diwajibkan mengembangkan strategi, kebijakan-

kebijakan dan rencana-rencana yang mampu mengimplementasikan prinsip-prinsip

manifesto ini. Selain itu dalam misinya, manifesto ini ingin menegaskan bahwa

perpustakaan sekolah menyediakan informasi dan gagasan yang menjadi dasar untuk

membentuk masyarakat saat ini yang berbasis informasi dan ilmu pengetahuan.

Perpustakaan juga harus mampu membekali siswa dengan kemampuan pembelajaran

sepanjang hayat dan mengembangkan imajinasinya, sehingga membekali mereka menjadi

warga negara yang bertanggungjawab.

Manifesto itu menurut Natajumena (2008) sesuai dengan misi UU nomor 20 tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembang potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, beriman,

cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggungjawab.

Data terakhir yang sempat penulis dapatkan, sudah ada upaya dari pemerintah

melalui Kemendiknas paling tidak untuk Sekolah Dasar (SD) yang menargetkan pada tahun

2

2015 seluruh SD di Indonesia harus sudah mempunyai perpustakaan. Sampai saat ini, dari

148 ribu SD yang ada di Indonesia, ada 50 ribu SD yang sudah memiliki perpustakaan, dan

Kemendiknas menargetkan setiap tahunnya akan ada tambahan 20 ribu SD yang memiliki

perpustakaan (Media Indonesia, 3 juli 2010). Tentu ini sebuah kabar baik juga bagi sekolah-

sekolah yang saat ini belum memiliki fasilitas perpustakaan. Hal ini juga menunjukkan

keseriusan pemerintah dalam mewujudkan fasilitas pendidikan dan pembelajaran yang

memadai bagi generasi muda di Indonesia.

1.2. Pengertian-pengertian

Pengertian perpustakaan berkembang dari waktu ke waktu. Pada abad ke-19

perpustakaan didefinisikan sebagai “suatu gedung,ruangan atau sejumlah ruangan yang

berisi koleksi buku yanng dipelihara dengan baik,dapat digunakan oleh masyarakat atau

golongan masyarakat tertentu. Kemudian ALA (The American Library Association)

menggunakan istilah perpustakaan untuk suatu pengertian yang luas yaitu termasuk

pengertian “ pusat media, pusat belajar, pusat sumber pendidikan, pusat informasi, pusat

dokumenstasi dan pusat rujukan “. Sedangkan menurut Keputusan Presiden RI nomor 11,

disebutkan bahwa “ perpustakaan merupakan salah satu sarana pelestarian bahan pustaka

sebagai hasil budaya dan mempunyai fungsi sebagai sumber informasi ilmu pengetahuan,

teknologi dan kebudayaan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan menunjang

pelaksanaan pembangunan nasional.

Adapun pengertian perpustakaan sekolah, menurut Sulistyo-Basuki (1994) adalah

perpustakaan yang berada di sekolah dengan fungsi utama membantu tercapainya tujuan

sekolah serta dikelola oleh sekolah yang bersangkutan.

Sedangkan menurut Standar Nasional Indonesia untuk Perpustakaan Sekolah (SNI

7329-2009), pengertian perpustakaan sekolah adalah perpustakaan yang berada pada

satuan pendidikan formal di lingkungan pendidikan dasar dan menengah yang merupakan

bagian integral dari kegiatan sekolah yang bersangkutan, dan merupakan pusat sumber

belajar untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan sekolah yang bersangkutan.

Kata manajemen dapat didefinisikan sebagai sebuah proses yang dilakukan untuk

mewujudkan tujuan organisasi melalui rangkain kegiatan berupa perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian orang-orang serta sumber daya organisasi

lainnya. Jadi berdasarkan definisi ini, maka manajemen perpustakaan sekolah dapat

diartikan sebagai sebuah proses untuk mewujudkan tujuan perpustakaan sekolah melalui

3

kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian terhadap sumber

daya manusia dan sumber daya perpustakaan sekolah lainnya.

1.3. Landasan Hukum

Saat ini peran, fungsi, dan bagaimana seharusnya perpustakaan sekolah dikelola

telah mempunyai banyak landasan hukum. Sebagai contoh adalah payung hukum yang

secara global mengatur tentang perpustakaan sudah dikeluarkan oleh pemerintah melalui

Undang-undang nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan. Perpustakaan Sekolah juga

tidak luput dari diatur dalam UU tersebut yakni pada pasal 23 ayat 1-6 dimana diantaranya

disebutkan bahwa setiap sekolah/madrasah menyelenggarakan perpustakaan yang

memenuhi standar nasional perpustakaan dengan memperhatikan standar nasional

pendidikan, mengembangkan koleksi yang mendukung kurikulum pendidikan, dan

sekolah/madrasah mengalokasikan paling sedikit 5% dari anggaran belanja operasional

sekolah/madrasah.

Untuk menjamin pelaksanaan UU tersebut bahkan dalam pasal 52 diatur tentang

sanksi administratif yang akan dikenakan kepada lembaga penyelenggara perpustakaan

(sekolah/madrasah) yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

pasal 23.

Sedangkan untuk tenaga perpustakaan atau pustakawan sekolah/madrasah sudah

ada landasan hukumnya yang diatur melalui Permendiknas RI nomor 25 tahun 2008 tentang

standar tenaga perpustakaan sekolah/madrasah.

Landasan-landasan hukum ini tentu sangat penting agar ke depan perpustakaan

benar-benar menjadi elemen penting yang diperhatikan pengelola lembaga pendidikan

dasar dan menengah dalam menjalankan fungsinya terkait pendidikan dan pembelajaran.

1.4. Tujuan dan Fungsi Perpustakaan Sekolah

Menurut Standar Perpustakaan Sekolah (SNI 7329-2009), perpustakaan sekolah

bertujuan menyediakan pusat sumber belajar sehingga dapat membantu pengembangan

dan peningkatan minat baca, literasi informasi, bakat serta kemampuan peserta didik.

Seperti dalam Surachman (2007), apabila kita lebur tujuan tersebut ke dalam fungsi-fungsi

yang terdapat dalam perpustakaan, maka fungsi perpustakaan sekolah adalah sebagai:

a. Pusat kegiatan belajar-mengajar yang terintegrasi dengan kurikulum di sekolah

4

b. Pusat penelitian sederhana yang memungkinkan para siswa mengembangkan

kreativitas, bakat dan imajinasinya.

c. Pusat kegiatan rekreatif (hiburan) dan pusat peningkatan minat baca

d. Pusat Belajar Mandiri dan meningkatkan kemampuan literasi informasi bagi siswa

Tujuan dan fungsi perpustakaan sekolah di atas menegaskan bahwa perpustakaan

sekolah harus dapat menjadi bagian integral dalam proses pengembangan pendidikan dan

pembelajaran yang dilakukan di sekolah. Hal ini ke depan akan memberikan jaminan

terbentuknya generasi yang terampil belajar sepanjang hayat dan mampu mengembangkan

daya pikir agar mereka dapat hidup sebagai warga negara yang bertanggung jawab.

1.5. Permasalahan dalam Perpustakaan Sekolah

Ada satu ungkapan bahwa pengalaman adalah pelajaran terbaik yang bisa kita petik

untuk perubahan ke depan yang lebih baik. Demikian halnya dengan perpustakaan sekolah,

kondisi ‘kelam’ yang pernah ada diharapkan akan memberikan sebuah pelajaran bagi

perubahan ke depan yang lebih baik.

Berdasarkan pengamatan dan juga brainstorming yang pernah dilakukan penulis

selama melakukan interaksi dengan para staf perpustakaan/pustakawan, guru dan kepala

sekolah baik di DIY maupun daerah lain di Indonesia, setidaknya ada beberapa kondisi

kurang baik atau permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan

perpustakaan sekolah saat ini yakni:

1.5.1. Prioritas kebijakan dan pengambil kebijakan

Pada beberapa kasus yang ditemui ternyata kebijakan sekolah dalam hal ini kepala

sekolah seringkali belum menunjukkan adanya ‘dukungan’ terhadap keberadaan atau

keberlangsungan perpustakaan sekolah/madrasah. Kondisi ini dapat dilihat dari tidak

dimasukkannya anggaran pengembangan perpustakaan dalam anggaran pengembangan

sekolah/madrasah. Disisi lain kurikulum yang disusun oleh sekolah atau dikembangkan

sekolah juga belum mengintegrasikan dengan pentingnya keberadaan perpustakaan di

dalamnya. Kepala sekolah dan pengambil kebijakan di sekolah masih seringkali menjadi

‘batu sandungan’ bagi pengembangan perpustakaan sekolah. Menurut Natajumena (2008)

setidaknya ada 3 Figur yang menentukan dunia pendidikan kita, yaitu menteri, kepala

kanwil (kepala dinas), dan kepala sekolah. Dari pernyataan ini ias dilihat bahwa kepala

sekolah mempunyai peranan sangat penting dalam keberhasilan pendidikan dan

pembelajaran. Dengan kata lain, kepala sekolah juga akan sangat berperan dalam

5

pengembangan perpustakaan sekolah. Sehingga mau tidak mau apabila perpustakaan

sekolah mau berkembang, maka faktor prioritas kebijakan dan pengambil kebijakan menjadi

sangat penting.

1.5.2. SDM

Permasalahan lain yang sering menjadi hambatan bagi pengembangan perpustakaan

sekolah adalah tidak adanya SDM yang mengelola perpustakaan, atau minimnya tenaga

perpustakaan. Banyak perpustakaan yang ‘hanya’ dikelola sebagai ‘sambilan’ oleh beberapa

staf pendidik atau tenaga kependidikan. Hal ini bukannya buruk sama sekali, akan tetapi

sering kali menjadikan perpustakaan tidak dapat berkembang dan kehilangan fungsinya

sehingga akhirnya tidak dapat mencapai tujuan yang diharapkan . Apalagi jika SDM yang

mengelola tidak mempunyai kompetensi dalam pengelolaan perpustakaan. Hal ini akan

semakin menghambat perkembangan perpustakaan sekolah.

Mengingat pentingnya perpustakaan sekolah, sudah semestinya bahwa SDM ini

harus menjadi perhatian apalagi jika merujuk pada permendiknas nomor 25 tahun 2008

yang mengatur masalah standar tenaga perpustakaan sekolah/madrasah. Dimana

didalamnya diatur syarat-syarat minimal bagi SDM yang mengelola perpustakaan.

Sehingga SDM yang mempunyai kemampuan dan keahlian sesuai standar adalah menjadi

hal yang tidak dapat ditawar lagi apabila sekolah ingin mengembangkan perpustakaan

sekolah dengan lebih baik.

1.5.3. Tempat/Ruang

Permasalahan klasik yang selalu ditemui ketika penulis melakukan brainstorming

adalah ketidaktersediaan ruang/tempat atau minimnya tempat/ruang yang dipergunakan

untuk perpustakaan. Beberapa kasus yang ditemui memperlihatkan bahwa buku-buku yang

berasal dari pemerintah maupun bantuan lembaga tertentu seringkali tidak tersentuh dan

hanya dibiarkan menumpuk di sudut gudang sekolah atau ruang guru atau ruang kepala

sekolah. Ketiadaan ruang perpustakaan menjadi salah satu alasannya.

Kasus lain adalah ruang perpustakaan yang ‘hanya’ ditempatkan di sudut sekolah,

di ruang UKS, atau di sudut2 pengap yang kadang tidak tersentuh atau terjamah oleh siswa

dan pendidik. Sehingga walaupun keberadaannya terlihat tapi kebermanfaatannya menjadi

seringkali ‘tidak ada’.

Kedua masalah itu merupakan masalah klasik yang selalu menjadi alasan tidak

berkembangnya perpustakaan sekolah. Hal ini tentunya tidak bisa dibiarkan berlarut,

6

pemerintah atau pengambil kebijakan harus mulai berpikir dan memasukkan ruang/tempat

khusus untuk perpustakaan sebagai bagian dan perencanaan dan pengembangan

infrastruktur pendidikan di sekolah. Artinya apa, setiap pengembangan pendidikan dan

pembelajaran di sekolah harus diikuti dengan pengembangan perpustakaan. Sekolah harus

mampu memberikan jaminan ketersediaan tempat atau media bagi siswa untuk

mendapatkan informasi yang akan memperkaya pengetahuan dan imajinasinya, serta

memberikan dukungan bagi pembelajaran sepanjang hayat.

1.5.4. Sumber Daya Koleksi

Merujuk pada Standar Perpustakaan Sekolah dimana perpustakaan bertujuan

menyediakan pusat sumber belajar, maka koleksi atau sumber daya koleksi merupakan

‘nyawa’ dari keberadaan perpustakaan sekolah. Koleksi perpustakaan merupakan bagian

yang menjadi ‘elemen’ keberhasilan fungsi dan tujuan perpustakaan sekolah. Banyak kasus

ditemui perpustakaan menjadi tidak ‘laku’ karena koleksinya yang sedikit, tidak lengkap

dan kurang menarik. Hal ini juga menjadi permasalahan yang ditemui di banyak

perpustakaan sekolah di Indonesia. Koleksi yang kurang beragam dan ‘hanya’

mengandalkan buku teks bantuan dari pemerintah merupakan hal yang lazim ditemui di

perpustakaan-perpustakaan sekolah, yang bahkan tidak mengalami ‘pembaharuan’ selama

bertahun-tahun. Tak jarang tampilan bukupun menjadi tidak menarik bagi siswa untuk

‘menyentuhnya’. Tentu ini menjadi masalah serius, karena salah satu ciri keberhasilan

sebuah perpustakaan adalah ketersediaan dan keterpakaian koleksinya. Pada level masalah

ini maka perlu adanya kebijakan dan perencanaan dalam sistem pengembangan koleksi

perpustakaan.

1.5.5. Manajemen

Pengalaman menunjukkan bahwa solusi terhadap keempat permasalahan di atas

kurang ‘berarti’ apabila kemampuan pengelolaan oleh staf pengelola juga tidak

diperhatikan. Beberapa kasus yang ditemui memperlihatkan adanya sekolah yang punya

ruang perpustakaan memadai, punya koleksi yang memadai, ada SDM yang menangani,

hanya sayang pengelolaannya kurang bagus. Perpustakaan ‘hanya’ dijalankan layaknya

‘penyewaan buku’ tidak terintegrasi dengan sistem pendidikan yang ada. Atau dengan kata

lain perpustakaan dijalankan ‘hanya’ apa adanya tanpa adanya perencanaan dan

pengawasan yang baik. Perpustakaan hanya dipahami sebagai ‘gudang buku’, bukan

merupakan pusat informasi dan pembelajaran mandiri bagi siswa didik.

7

Selain itu, posisi perpustakaan dalam organisasi sekolah kadang juga tidak jelas

bahkan tidak masuk dalam struktur yang ada. Padahal dalam Standar Nasional

Perpustakaan Sekolah, perpustakaan harus masuk dalam struktur organisasi sekolah

sehingga akan memudahkan dalam menentukan arah pengelolaan yang sesuai dengan

tujuan pendidikan dan pembelajaran di sekolah.

II. PENGELOLAAN PERPUSTAKAAN

Kegiatan mengelola atau manajemen dalam perpustakaan sekolah bukan sekedar

kegiatan menempatkan buku-buku di rak, akan tetapi lebih dari itu, sangat kompleks,

berkelanjutan, dan selalu berubah. Jadi manajemen merupakan sebuah proses yang

memfokuskan pada memperhatikan kegiatan dari hari ke hari, menghadapi permasalahan

isi dan integrasi dengan tujuan-tujuan sekolah. Kegiatan manajemen adalah kegiatan yang

mencerminkan adanya sebuah sistem, terkait dan terdiri dari beberapa aspek atau faktor

untuk mendukungnya. Surachman (2007) dalam makalahnya, memperlihatkan bahwa ada

beberapa faktor yang dapat ditemui dalam sebuah proses pengelolaan perpustakaan

diantaranya adalah kebijakan dan prosedur ; manajemen koleksi ; pendanaan atau

anggaran; manajemen fasilitas; sumber daya manusia; dan perencanaan.

2.1. Prosedur dan Kebijakan

Prosedur dimaksud adalah merupakan cara atau bagaimana kegiatan dan pekerjaan

harus dilakukan terkait dengan upaya implementasi dari sebuah rencana spesifik atau

menjalankan sebuah kebijakan. Sedangkan kebijakan sendiri memfokuskan pada prinsip-

prinsip apa yang dipegang oleh organisasi dalam hal ini adalah sekolah/perpustakaan dan

mengapa hal itu perlu dilakukan. Kadang kala sebuah kebijakan terhadap perpustakaan

sekolah sangat dipengaruhi oleh kondisi kebijakan di lingkungannya, baik dari sekolah atau

pemilik sekolah, dinas pendidikan, pemerintah atau mungkin departemen pendidikan.

Nah, agar pengelolaan perpustakaan sejalan dengan kebijakan yang ada, maka

pengelola perpustakaan perlu memahami kebijakan-kebijakan yang ada di sekolah,

terutama terkait tujuan pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Selain itu pengelola

perpustakaan juga harus mampu secara jelas memahami bagaimana prosedur dapat

dilakukan secara efektif dan dapat merefleksikan kebutuhan-kebutuhan sekolah itu sendiri.

8

Kebijakan yang dimaksud disini adalah termasuk didalamnya terkait pendanaan, pengelola,

dukungan untuk guru-pustakawan dan faktor-faktor lain yang berhubungan.

Jadi selain memperjuangkan sebuah kebijakan yang terkait nasib perpustakaan, maka

pengelola perpustakaan harus paham apa visi dan misi sekolahnya, bagaimana sekolah

melakukan perancangan anggaran, dimana posisi perpustakaan secara struktural, apa saja

yang menjadi wewenang dan kewajiban perpustakaan di sekolah. Bahkan terkait kebijakan

yang akan diambil secara internal di perpustakaan itu sendiri, pengelola perpustakaan

harus mampu:

• melihat kembali sumber-sumber yang dimiliki dan mendefinisikannya sesuai

kebutuhan dan perkembangan kebijakan sekolah

• melihat, memperhatikan dan memperbaharui prosedur-prosedur lokal – sirkulasi,

pemesanan pustaka, dll

• membuat sebuah pernyataan visi dari perpustakaan sekolah yang sesuai dengan

kebijakan yang ada

• membuat perencanaan strategis dalam menentukan prosedur dan kebijakan dari

perpustakaan itu sendiri.

Artinya dapat disimpulkan bahwa pengelola perpustakaan harus mampu

memahami kebijakan dan prosedur yang ada di sekolah dan lingkungannya, selain tentu

saja membuat dan melaksanakan kebijakan dan prosedur internal yang harus dijalankan di

perpustakaan. Hal lain yang cukup penting adalah setiap membuat sebuah kebijakan atau

prosedur harus selalu mempertimbangkan visi, kebutuhan, dan keadaan dari sekolah atau

lembaga induknya. Karena pada prinsipnya perpustakaan sekolah harus dapat

mencerminkan visi dan misi sebuah lembaga pendidikan sekolah.

2.2. Manajemen Koleksi

Di atas sudah disinggung bahwa salah satu permasalahan di perpustakaan sekolah

adalah masalah sumber daya koleksi. Namun sebenarnya selain ketersediaan sumber daya

koleksi, manajemen koleksi adalah hal yang harus menjadi perhatian bagi pengelola

perpustakaan. Manajemen koleksi merupakan area kunci dari tangungjawab seorang

pengelola perpustakaan.

Koleksi sendiri dapat didefinisikan sebagai sebuah bahan pustaka atau sejenisnya

yang dikumpulkan, dikelola, dan diolah dengan kriteria tertentu. Pengelolaan koleksi yang

9

baik akan menentukan sukses tidaknya sebuah program perpustakaan sekolah. Karena

tanpa dikelola dengan baik, maka koleksi akan tetap menjadi kumpulan atau tumpukan

buku yang tidak bermakna.

Salah satu karakteristik dari sebuah koleksi perpustakaan sekolah adalah

beragamnya jenis sumber atau bahan pustaka tergantung pada kebutuhan pengajar/staf

pendidik, ukuran atau jumlah koleksi, bagaimana cara mengaksesnya dan keterbaruan.

Banyak hal sebetulnya yang dapat dilakukan untuk mengelola koleksi, mulai dari

pengadaan, pengolahan teknis (seperti inventarisasi, klasifikasi, pelabelan, penempatan,

pemilihan), dan memang tentunya itu membutuhkan perhatian yang serius dari pengelola

perpustakaan. Dalam manajemen koleksi sebetulnya jumlah bukan suatu hal yang menjadi

sangat prinsip, akan tetapi lebih penting bagaimana koleksi itu dapat dimanfaatkan dengan

baik atau tidak.

"It does not matter how many books you may have, but whether they are

good or not." - Lucius Annaeus Seneca (3 B.C.-65 A.D.), Epistolae Morale

Jadi prinsip-prinsip kebermanfaatan harus menjadi dasar bagi pengelola

perpustakaan untuk mengeluarkan kebijakan terkait dengan bagaimana mengelola koleksi

yang ada. Pengelola harus mampu memetakan mana koleksi yang menjadi pendukung

utama pembelajaran, mana koleksi yang bersifat hiburan, mana koleksi yang dibutuhkan

siswa didik untuk mengembangkan bakat dan ketrampilan, sehingga akan memudahkan

siswa didik dan staf pendidik memanfaatkannya. Manajemen koleksi termasuk didalamnya

pengembangan koleksi merupakan area penting yang mestinya selalu diperhatikan oleh

para pengelola perpustakaan di sekolah.

Secara lebih khusus pembahasan manajemen koleksi akan dijelaskan pada bagian

ketiga (III) pada makalah ini.

2.3. Pendanaan atau Anggaran

Pendanaan adalah masalah yang sering menjadi ‘momok’ bagi sebagian pengelola

perpustakaan dalam mengembangkan perpustakaannya. Untuk itu masalah pendanaan ini

harus direncanakan sedini mungkin. Melalui sebuah ‘assesment’ terhadap koleksi dan

tujuan pengembangan program-program, sebuah rencana pendanaan dapat dilakukan dan

dikeluarkan dalam sebuah dokumen perencanaan bagi perpustakaan sekolah. Sebuah

rencana pendanaan akan membantu pengelola perpustakaan dan sekolah dalam

10

meyakinkan dewan sekolah/pemilik sekolah dan pemerintah untuk menyetujui program

dan rencana-rencana pengembangan perpustakaan, serta sebagai bukti akuntabilitas dalam

pengelolaan perpustakaan.

Seperti sudah tercantum dalam Undang-Undang Perpustakaan dan juga Standar

Perpustakaan Sekolah, sekolah harus menjamin tersedianya anggaran perpustakaan setiap

tahun sekurang-kurangnya 5% dari total anggaran sekolah di luar belanja pegawai dan

pemeliharaan serta perawatan gedung. Jadi mau tidak mau, seharusnya rencana pendanaan

perpustakaan sekolah harus menjadi bagian ‘integral’ dari pendanaan rutin sekolah.

Langkah terakhir yang harus dilakukan pengelola terkait pendanaan atau anggaran

adalah merancang dan mengawal penggunaan dana yang sudah diajukan. Hal ini harus

dilakukan secara sistematis dan sesuai dengan prosedur yang sudah dirancang sebelumnya.

Pengelola harus paham bagaimana dan kapan dana atau anggaran itu dapat dikeluarkan

untuk keperluan pengembangan dan kegiatan perpustakaan sekolah. Apalah artinya

apabila anggaran atau dana sudah disetujui tetapi pengelola perpustakaan sendiri tidak

dapat merealisasikan apa yang sudah direncanakan dan disetujui oleh pengambil kebijakan

di sekolah. Hal ini tentu akan membawa dampak pada kebijakan terhadap perpustakaan

sekolah di kemudian hari.

2.4. Fasilitas

Fasilitas perpustakaan menjadi sisi lain yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan

perpustakaan. Seringkali yang terjadi masalah perpustakaan adalah masalah ‘ketiadaan’

atau ‘ketidakberdayaan’ fasilitas. Mulai dari ketiadaan tempat, ketiadaan koleksi, ketiadaan

sarana pendukung, dan sarana prasarana lainnya. Biasanya tiap level sekolah mempunyai

karakteristik masing-masing dalam perencanan fasilitas. Namun yang penting dalam

pengelolaan fasilitas harus diperhatikan 3 hal yakni: Nyaman (Comfort), Terbuka

(Welcome), dan User-friendly.

Ketika kita merancang sebuah fasilitas untuk perpustakaan sekolah, setidaknya ada

beberapa prinsip yang harus dipenuhi:

• Tata letak harus dapat menunjukkan bahwa perpustakaan dapat difungsikan

dengan baik.

• Desain harus memperhatikan aspek estetika dan ergonomis.

• Akses ke bahan pustaka ruang, dan informasi harus mudah bagi semua pengguna.

11

• Harus diperhatikan masalah arus ‘lalu-lintas’ pengguna, keselamatan dan

keamanan.

• Ruangan sedapat mungkin mengakomodir kebutuhan pengguna, juga tentunya

untuk keperluan penyimpanan dan pengolahan.

Selain itu ada baiknya dalam menentukan fasilitas perpustakaan juga diperhatikan

standar yang sudah ditetapkan dalam standar nasional perpustakaan sekolah yakni:

• Perpustakaan harus menyediakan ruang yang cukup untuk koleksi, staf dan

penggunaannya.

• Perpustakaan harus menyediakan ruang dengan luas sekurang-kurangnya

untuk SD/MI 56 m2, SMP/MTS 126 m2, SMA, MA, SMK, MAK 168m2.

• Pembagian Area: 45% untuk area koleksi, 25% untuk area baca, 15% untuk

area staf, 15% untuk area lain.

• Perpustakaan harus menyediakan sekurang-kurangnya rak buku, lemari

catalog, meja dan kursi baca, meja dan kursi kerja, meja sirkulasi, mesin

tik/perangkat computer, dan papan pengumuman/pameran.

• Perpustakaan harus memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi

untuk keperluan pengguna

2.5. Manajemen SDM

Seperti halnya sudah dibahas pada paragraph sebelumnya, bahwa masalah sumber

daya manusia merupakan hal yang sering ditemui dalam pengelolaan perpustakaan. Untuk

itu kiranya perlu juga diperhatikan bagaimana manajemen sumber daya manusia atau

pengelola perpustakaan ini dilakukan. Pengambil kebijakan di sekolah dalam hal ini kepala

sekolah atau pemilik sekolah harus memahami bahwa SDM Perpustakaan adalah SDM

Profesional. Sehingga tidak lagi dapat dengan sembarang menempatkan orang atau staf di

perpustakaan. Perlu ada pertimbangan-pertimbangan kompetensi di bidang perpustakaaan.

SDM atau staf pengelola perpustakaan merupakan kunci utama dalam kesuksesan

sebuah perpustakaan. Inovasi dan ide-ide kreatifnya akan membawa perpustakaan menjadi

perpustakaan yang berdayaguna dan juga nyaman digunakan oleh siswa didik maupun staf

pendidik. Selain itu kemampuan dan keahlian dalam bidang perpustakaan juga menjadi

faktor yang sangat penting untuk diperhatikan.

Berdasarkan standar nasional perpustakaan, setidaknya SDM di perpustakaan

sekolah terdiri dari:

12

a. Kepala Perpustakaan: seseorang yang bertanggungjawab kepada kepala sekolah,

memiliki kualifikasi pendidikan minimal diploma dua (D2) bidang ilmu

perpustakaan dan informasi, atau diploma dua (D2) bidang lain yang sudah

memperoleh sertifikat pendidikan di bidang ilmu perpustakaan dan informasi

dari lembaga pendidikan yang terakreditasi.

b. Tenaga Perpustakaan Sekolah: seorang yang merupakan tenaga teknis

perpustakaan dengan klasifikasi minimal pendidikan sekolah menengah serta

memperoleh pelatihan kepustakawanan dari lembaga pendidikan dan pelatihan

yang terakreditasi.

Kedua SDM tersebut yang akan bekerjasama dalam melaksanakan pengelolaan

perpustakaan. Kepala perpustakaan merupakan orang yang bertanggungjawab secara

penuh terhadap perpustakaan. Sudah seharusnya kepala perpustakaan ini mempunyai

kemampuan untuk mengelola perpustakaan, memahami visi dan misi sekolah, dan juga

memahami kurikulum yang diterapkan di perpustakaan. Sedangkan tenaga perpustakaan

harus mempunyai kemampuan teknis dalam bidang perpustakaan karena akan membantu

kepala perpustakaan dalam mengelola perpustakaan dalam keseharian.

Selain itu sebenarnya kita dapat memanfaatkan siswa didik untuk membantu

pelayanan di perpustakaan sekolah. Hal ini juga merupakan bagian dari proses

pembelajaran bagi siswa didik untuk menyukai perpustakaan. Ini dapat dilakukan apabila

sekolah mempunyai keterbatasan SDM. Siswa didik dapat diberi pelatihan singkat yang

terkait bagaimana melakukan pelayanan perpustakaan.

Untuk menjamin keberlangsungan perpustakaan, maka SDM perpustakaan sekolah

harus; (1) mengembangkan kemampuan professionalnya; (2) memperhatikan kemampuan

yang diperlukan dan prosedur yang dibutuhkan untuk dapat mengelola perpustakaan

secara efektif – dari perpustakaan yang sekedar bertahan hidup menjadi perpustakaan yang

benar-benar berjalan secara baik, (3) mengembangkan kebijakan dan prosedur dengan

prinsip-prinsip yang mengaktualisasikan visi dari perpustakaan sekolah; (4) mampu

memperlihatkan keterkaitan antara sumber-sumber informasi dan tujuan dan prioritas

sekolah, serta program perpustakaan; (5) dan menunjukkan kemampuan dan peran melalui

rencana manajemen.

13

2.6. Perencanaan

Perencanaan akan selalu menjadi bagian penting dalam sebuah sistem manajemen,

termasuk manajemen perpustakaan sekolah. Untuk itu sekolah dan pengelola perpustakaan

sekolah harus mempunyai dokumen perencanaan yang akan menjadi panduan paling tidak

setiap jangka waktu tertentu, misal satu tahun anggaran. Perencanaan disini menyangkut

masalah perencanaan kebijakan strategis, perencanaan anggaran/pendanaan, perencanaan

pengembangan fasilitas, perencanaan pengembangan koleksi, perencanaan program kerja

perpustakaan sekolah, perencanaan pengembangan SDM, perencanaan kerjasama, dan juga

perencanaan promosi perpustakaan.

Penting bagi pengelola perpustakaan untuk selalu memulai pekerjaan dan program

kerjanya melalui sebuah perencanaan. Perencanaan akan menentukan sejauh mana

perpustakaan sekolah dapat berjalan dengan baik dan mendukung proses pembelajaran

yang inovatif di sekolah. Kepala perpustakaan beserta tenaga perpustakaan dapat bekerja

sama dengan staf pendidik dan juga staf manajerial lain di sekolah guna menyusun

perencanaan yang baik bagi keberlangsungan perpustakaan. Hal ini penting agar menjamin

ketepatan arah dan sasaran program perpustakaan terutama dalam mendukung

keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Tanpa adanya perencanaan

maka perpustakaan akan berjalan tanpa arah dan tidak akan mencapai apa yang menjadi

tujuan yang diharapkan.

III. MANAJEMEN KOLEKSI PERPUSTAKAAN

3.1. Koleksi Perpustakaan

Perpustakaan didirikan dengan berbagai tujuan. Di antara tujuan tersebut adalah

agar perpustakaan mampu menjelma sebagai lembaga yang mampu membina minat baca

masyarakat serta memenuhi kebutuhan informasi pemustaka. Untuk dapat melakukan

pembinaan minat baca masyarakat dan mampu memenuhi kebutuhan informasi pemustaka

sangat tergantung dari eksistensi koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan. Tanpa

keberadaan koleksi tentu perpustakaan tidak akan mampu melakukan pembinaan serta

memenuhi kebutuhan informasi masyarakat atau pemustaka.

Koleksi menjadi salah satu elemen penting dalam eksistensi sebuah perpustakaan.

Koleksi dapat menjadi motivator pagi pemustaka untuk datang ke perpustakaan. Kualitas

14

koleksi menjadi salah faktor penentu apakah perpustakaan akan diakses oleh banyak

pemustaka atau tidak.

Ketika berbicara mengenai manajemen koleksi maka topik mengenai koleksi

perpustakaan merupakan topik pertama yang akan dipelajari. Pada topik ini akan dipelajari

tentang defini koleksi, varian dari koleksi serta metode pengadaannya.

3.1.1. Definisi Koleksi

Koleksi perpustakaan adalah semua jenis bahan pustaka yang dikumpulkan, diolah

dan disimpan untuk disebarluaskan kepada masyarakat guna memenuhi kebutuhan

informasi mereka (Yulian dan Sunjana, 2009). Bahan pustaka yang telah dihimpun atau

dikumpulkan oleh perpustakaan, selanjutnya diolah dengan menggunakaan kaidah-kaidah

tertentu, disimpan dan selanjutkan dilayankan kepada masyarakat yang

membutuhkannnya.

Apabila difinisi di atas ditarik ke dalam konteks perpustakaan sekolah, maka definisi

koleksi perpustakaan sekolah adalah semua jenis bahan pustaka yang dikumpulkan, diolah

dan disimpan untuk disebarluaskan sehingga dapat dimanfaatkan oleh pemustaka dalam

hal ini guru, siswa dan staf administrasi sekolah.

3.1.2. Varian Koleksi

Secara garis besar varian koleksi perpustakaan dapat dibedakan menjadi dua

kelompok besar. Varian koleksi perpusakaan tersebut dapat dibedakan menjadi koleksi

tercetak dan koleksi non cetak. Koleksi tercetak terdiri dari buku, terbitan berseri, peta,

gambar, brosur, pamflet dan booklet. Makalah dan koleksi tugas akhir. Sedangkan koleksi

non cetak terdiri dari film, Compact Disk, mikrofilm, mikrofis, Kaset dan koleksi digital.

3.1.3. Jenis Koleksi Perpustakaan Sekolah

Khusus untuk perpustakaan sekolah, dalam “Pedoman Umum Penyelenggaraan

Perpustakaan Sekolah” yang dikeluarkan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia,

disebutkan bahwa koleksi perpustakaan sekolah terdiri dari :

a. Buku Pelajaran Pokok: Buku pelajaran pokok merupakan buku utama yang

digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Buku pelajaran pokok diterbitkan atau

diadakan oleh pemerintah dan isinya disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku.

b. Buku Pelajaran Penunjang: Buku pelajaran penjunjang adalah buku yang sifatnya

sebagai penunjang atau pelengkap dari buku pelajaran pokok yang digunakan oleh

guru dan siswa.

c. Buku Bacaan: Buku bacaan adalah buku yang digunakan sebagai bahan bacaan bagi

siswa, guru dan staf administrasi. Menurut jenisnya bahan bacaan dibedakan

15

menjadi buku non fiksi, fiksi ilmiah dan fiksi. Perbandingan jenis koleksi yang sesuai

dengan kurikulum dan koleksi fiksi adalah 60% untuk koleksi non fiksi atau koleksi

yang sesuai dengan kurikulum dan 40% untuk koleksi fiksi (IFLA dan UNESCO,

2006).

d. Buku sumber, referensi atau rujukan: Buku sumber, referensi atau rujukan adalah

buku yang digunakan oleh warga sekolah sebagai sumber informasi untuk

menambah ilmu pengetahuan. Jenis koleksi ini seperti kamus, ensiklopedi, almanak,

direktori.

e. Terbitan Berkala: Terbitan berkala merupakan jenis koleksi yang terbit secara terus

menenus dan memiliki kala atau periode terbit. Jenis terbitan berkala antara lain

majalah, surat kabar, dan buletin.

f. Pamflet atau brosur : Pamflet atau brusur juga merupakan bagian dari koleksi

perpustakaan. Brosur atau pamflet merupakan lembaran-lembaran yang berisi

tentang keadaan atau kegiatan lembaga yang menerbitkannya.

g. Media pendidikan lainnya: Media pendidikan lainnya yang dapat dijadikan sebagai

koleksi perpustakaan antara lain slide, film, kaset, piringan hitam dan file-file

presentasi.

h. Kliping: guntingan dari artikel atau berita dari surat kabar, majalah dan terbitan

lainnya yang dianggkap penting untuk disimpan dan berguna pemustaka

(Perpustakaan Nasional R.I., 2001).

3.2. Pengembangan Koleksi

Dalam buku pendoman yang disusun oleh Perpustakaan Nasional R.I. ini

disebutkan pula bahwa jumlah minimal dari koleksi sebuah perpustakaan sekolah adalah

1000 judul materi (Perpustakaan Nasional R.I., 2001). Artinya dari berbagai varian koleksi

yang dimiliki oleh sebuah perpustakaan sekolah maka minimal judul yang harus dimiliki

perpustakaan sekolah adalah 1000 judul.

Perpustakaan sekolah perlu mengembangkan koleksinya guna mendukung kegiatan

belajar mengajar serta pembinaan minat baca warga sekolah, dalam hal ini adalah guru,

murid dan staf administrasi sekolah. Guna mendukung kedua kegiatan tersebut maka

setidaknya sekolah menyediakan 10 judul buku untuk satu orang murid serta menambah

jumlah buku minimal 10% dari jumlah koleksi setiap tahunnya (Badan Standarisasi

Nasional; 2009).

16

3.2.1. Metode Pengadaan Koleksi

Berbagai koleksi perpustakaan tersebut diperoleh dengan berbagai cara atau metode.

Metode yang lazim digunakan dalam kegiatan pengadaan bahan pustaka atau koleksi

perpustakaan antara lain:

a. Pembelian: Metode pembelian merupakan metode pengadaan koleksi yang

dilakukan dengan cara membeli koleksi perpustakaan dengan menggunakan

anggaran yang dimiliki sekolah. Untuk itu pihak sekolah perlu mengalokasikan

dana khusus untuk pembelian koleksi perpustakaan.

b. Hadiah: Metode pengadaan koleksi lainya adalah hadiah. Hadiah atau hibah dari

pemerintah, pihak swasta darn warga sekolah dapat juga merupakan metode

pengadaan bahan pustaka.

c. Bertukar koleksi: Untuk memperbanyak kuantitas koleksinya perpustakaan dapat

bertukar koleksi dengan perpustakaan atau lembaga-lembaga lainnya. Perpustakaan

dapat menawarkan kerjasama dengan perpustakaan atau lembaga sejenis untuk

saling bertukar koleksi. Dalam kegiatan bertukar koleksi ini, perpustakaan perlu

mempertimbangkan bahwa koleksi yang dipertukarkan adalah koleksi yang jumlah

berlebih serta dibutuhkan oleh pemustaka.

d. Produksi sendiri: Metode pengadaan koleksi yang terakhir adalah dengan

memproduksi sendiri koleksi perpustakaan. Contoh kongkrit dari metode

pengadaan ini antara lain adalah kliping atau karya tulis yang dihasilkan oleh

pustakawan, siswa dan guru yang kemudian dihimpun menjadi koleksi

perpustakaan.

3.3. Pengolahan Koleksi

Koleksi perpustakaan terdiri dari banyak varian. Varian tersebut antara lain buku,

majalah, video, compact disk, kaset, laporan penelian dan lain-lain. Namun atas dasar

pertimbangan koleksi yang mendominasi perpustakaan serta durasi waktu pelatihan yang

terbatas maka pada kesempatan kali ini hanya akan dijelaskan tentang prosedur kegiatan

pengolahan koleksi buku.

3.3.1. Pemberian stempel inventaris dan stempel perpustakaan

Langkah pertama pengelolaan buku dalam sebuah perpustakaan adalah dengan

memberikan identitas kepemiliki buku tersebut. Pemberian identitas ini dilakuakan dengan

cara memberikan stampel perpustakaan pada setiap buku perpustakaan. stampel yang

dibubuhkan dalam buku tersebut berfungi sebagai identitas kepimilikan sehingga apabila

buku tersebut hilang dan ditemukan seseorang dengan mudah orang tersebut dapat

17

mengembalikan itu keperpustakaan. Stempel bukti kepemilikan ini diletakkan pada

bagian-bagian tertentu dari buku seperti halaman judul, halaman akhir buku atau setiap

awal bab.

Gambar 1. Desain stempel perpustakaan

Selain memberikan stempel perpustakaan pada halaman tertentu yang ada di dalam

sebuah buku, pengelola perpustakaan juga perlu memberikan stempel inventarisasi pada

halaman judul koleksi. Pada stempel ini, pengelola perpustakaan membubuhkan nomor

inventaris pada kolom inventari, nomor panggil koleksi pada kolom klas, tanggal terima

pada kolom terima dan membubuhkan tanda tangan staf perpustakaan yang melakukan

kegiatan inventarisasi pada kolom tanda tangan (ttd).

Gambar 2. Stempel inventaris

Gambar 3. Posisi stampel inventaris

3.3.2. Klasifikasi

Klasifikasi adalah kegiatan untuk mengelompokkan koleksi-koleksi yang dimiliki

perpustakaan berdasarkan ciri-ciri tertentu. Dengan pengelompokkan ini maka koleksi

sejenis akan terkelompok menjadi satu (berdekatan) sehingga akan mempermudah dalam

18

proses temu kembali koleksi di perpustakaan. Ciri-ciri yang digunakan sebagai pedoman

untuk melakukan pengelompokan koleksi adalah ciri fisik koleksi dan subjek dari bidang

ilmu koleksi tersebut.

Dari definisi di atas setidaknya ada beberapa manfaat yang diperoleh dari kegiatan

klasifikasi. Manfaat tersebut antara lain koleksi sejenis akan saling berdekatan sehingga

mempermudah proses temu kembali koleksi, memudahkan identifikasi koleksi di rak

koleksi perpustakaan sehingga pengguna dapat dengan mudah menemukan koleksi yang

dibutuhkan dan manfaat yang terakhir adalah dengan klasifikasi memungkina pengguna

perpustaakan mengetahui dengan cepat isi atau subjek ilmu yang terkandung dalam sebuah

koleksi.

Gambar 4. Ilustrasi Kegiatan Klasifikasi

Menurut Qolyubi dkk (2003) sistem pengelompokan atau klasifikasi perpustakaan

dapat dibedakan menjadi:

a. Klasifikasi artifisial : sistem pengelompokkan atau klasifikasi koleksi berdasarkan

ciri fisik koleksi, seperti ukuran, warna ataupun data fisik lainnya.

b. Klasifikasi Fundamental: sistem pengelompokkan atau klasifikasi koleksi

berdasarkan subjek yang terkandung dalam sebuah koleksi.

Kedua sistem klasifikasi tersebut diaplikasikan dalam kegiatan pengelolaan

perpustakaan. Pengelola perpustakaan akan mengelompokkan koleksi berdasarkan ciri fisik

koleksi, artinya pengelola perpustakaan mengaplikasikan klasifikasi artifisial. Selanjutnya,

setelah dikelompokkan berdasarkan ciri fisik koleksi, kemudian koleksi dikelompokkan lagi

berdasarkan subjek dari koleksi. Dengan demikian Koleksi yang memiliki subjek sama

akan saling berdekatan, artinya pengelola perpustakaan telah menggunakan klasfikasi

fundamental dalam kegiatan klasifikasi.

Dalam kegiatan klasifikasi fundamental, seseorang akan mengelompokkan koleksi

berdasarkan subjek bahan pustaka. Dalam kegiatan klasifikasi ini ada dua tahapan yang

19

dilakukan yaitu analisis subjek serta penentuan notasi atau nomor klas subjek. Berikut ini

penjelasan dari masing-masing tahapan.

a. Analisis Subjek

Kegiatan atau proses penentuan subjek atau isi yang terkandung dalam

sebuah koleksi. Dalam kegiatan analisis subjek ada dua hal penting yang harus

diperhatikan, yaitu jenis konsep dan jenis subjek. Jenis konsep dibedakan menjadi 3

jenis yaitu :

Fenomena: merupakan masalah yang menjadi bahasan utama di dalam bahan

Pustaka. Fenomena dibedakan menjadi objek konkret dan objek abstrak. Objek

kontrik contohnya adalah Perpustakaan, Komputer. Sedangkan objek abstrak

contohnya antara lain budaya dan agama.

Disiplin Ilmu: merupakan disiplin ilmu utama atau cabang dari disiplin ilmu

utama yang dibahas dalam sebuah bahan pustaka. Disiplin ilmu diutama disebut

juga dengan istilah disiplin ilmu fundamental dan cabang disiplin ilmu disebut

subdisiplin. Misalnya ilmu sosial maka cabang disiplin ilmu tersebut antara lain

sosiologi, ilmu politik ilmu hukum, administrasi dan lain sebagainya.

Bentuk Penyajian : Merupakan organisasi penyajian subjek dalam bahan

pustaka menurut bentuk fisik, sistematika penyajian dan bentuk intelektual.

Seperti Majalah, Kamus, Ensiklopedi, Direktori, Statistik.

Untuk jenis subjek dibedakan ke dalam empat jenis. Keempat jenis subjek tersebut

adalah:

Subjek Dasar: Adalah jenis subjek bahan pustaka yang terdiri dari satu disiplin

ilmu. Misalnya politik, pendidikan, ekonomi dan lain-lain.

Subjek Sederhana: Adalah subyek bahan pustaka terdiri dari satu faset

pembagian dari satu disiplin ilmu, Misalnya pendidikan dasar

Subjek majemuk: Adalah jenis subyek bahan pustaka terdiri dari lebih satu faset

pembagian dari disiplin ilmu. Misalnya Pendidikan Dasar di Indonesia

Subjek Kompleks: Adalah jenis subjek suatu bahan pustaka yang terdiri dua

subjek atau lebih yang saling berinteraksi dari satu disiplin ilmu atau lebih,

contoh pengaruh narkoba terhadap kenakalan remaja.

Hasil analisis subjek adalah deskripsi tentang subjek sebuah koleksi. Untuk

melakukan proses analisis subjek sehingga menghasilkan deskripsi subjek sebuah

koleksi, dilakukan dengan cara:

20

• Membaca judul dari bahan pustaka, jika dirasa bahwa judul telah merefleksikan

subjek sebuah buku

• Membaca halaman sebalik halaman judul (halaman verso). Di dalam halaman

judul terdapat katalog dalam terbitan yang dapat menampilkan subjek dari

sebuah bahan pustaka

• Membaca daftar isi jika dengan membaca judul dan halaman kolofon belum

diketaui subjek dari sebuah koleksi.

• Membaca kata pengantar dari sebuah koleksi

• Membaca ringkasan buku yang biasanya terdapat pada halaman belakang buku.

• Membaca buku secara keseluruhan jika dengan melakukan berbagai instruksi di

atas belum ditemukan subjek dari koleksi tersebut.

• Menggunakan sumber-sumber lain seperti bibliografi, kamus.

• Bertanya kepada subjek spesialis jika semua langkah telah dilakukan belum

mampu menentukan subjek dari sebuah koleksi.

b. Menentukan Notasi atau Nomor Klas

Notasi atau nomor klas dapat diartikan sebagai simbol atau kode yang

mewakili sebuah subjek bahan pustaka dalam bagan klasifikasi. Notasi dapat berupa

huruf, angka bahkan warna. Namun diantara ketiga jenis notasi tersebut, angka

merupakan jenis notasi yang banyak digunakan oleh perpustakaan. Motivasi

perpustakaan memanfaatkan angka sebagai notasi salah satunya karena notasi

angka memiliki bagan yang berlaku secara internasional seperti Dewey Decimal

Classification, Universal Decimal Classification dan Library of Conggress.

Berikut ini adalah penjelasan tentang ketiga jenis notasi yang dapat digunakan oleh

perpustakaan:

• Warna: Apabila perpustakaan akan menggunakan warna sebagai identitas

klasifikasi maka subjek dari koleksi diwakili oleh satu jenis warna untuk setiap

subjeknya. Misalnya warna putih untuk subjek karya umum, merah untuk ilmu

sosial, biru untuk subjek ilmu terapan dan seterusnya. Akan tetapi notasi warna

ini memiliki beberapa kelemahan yaitu terbatasnya jumlah warna padahal subjek

ilmu terus bertambah, selain itu klasifikasi warna tidak optimal keberadaannya

jika digunakan untuk yang memiliki masalah dengan buta warna.

• Huruf: Pada prinsipnya penggunaan abjad sebagai notasi hampir sama dengan

penggunaan warna dalam sistem klasifikasi, dimana setiap abjad mewakili subjek

tertentu. Misalnya huruf A mewakili subjek pengetahuan umum, B mewakili

21

subjek filsafat, C mewakili subjek agama dan seterusnya. Dalam penggunaan

sistem abjad dapat juga digunakan inisial atau singkatan dari sebuah subjek.

Misalnya peu untuk subjek pengetahuan umum, Fil untuk subjek filsafat, slg

untuk subjek sosiologi, pol untuk subjek politik dan masih banyak lagi.

• Angka atau nomor klasifikasi: Jenis notasi yang terakhir adalah notasi dengan

menggunakan angka. Notasi angka diperoleh dari sistem klasifikas yang ada. Saat

ini ada berberapa sistem klasifikasi yang familiar digunakan di Indonesia. Sistem

tersebut antara lain Dewey Decimal Classification (DDC), Universal Decimal

Classification (UDC), Library of Conggress (LC) dan Colon Classification. Dalam

makalah ini hanya akan dijelaskan satusistem klasifikasi yaitu DDC,

pertimbangan penulis memilihsistem klasifikasi ini karenasistem klasifikasi ini

adalahsistem klasifikasi yang paling banyak digunakan.

Dewey Decimal Classification atau DDC merupakan salah satu sistem klasifikasi

yang familiar digunakan oleh banyak perpustakaan di Tanah Air. Sistem ini

menyangkut seluruh subjek ilmu pengetahuan yang disusun secara sistematis dan

teratur. Pembagian ilmu (subjek ilmu pengetahuan) dimulai dari subjek yang

bersifat umum menuju subjek bersifat khusus.

Pembagian subjek dalam sistem ini dimulai dari subjek besar atau umum yang

disebut dengan kelas utama, kemudian diperinci menjadi divisi, selanjutnya divisi

diperinci menjadi sub divisi dan lebih rinci lagi menjadi tabel lengkap. Contohnya

adalah sebagai berikut

Sepuluh kelas utama dalam DDC terdiri dari: - 000 untuk karya umum - 100 untuk filsafat dan psikologi - 200 untuk agama - 300 untuk Ilmu Sosial - 400 untuk bahasa - 500 untuk sains - 600 untuk teknologi - 700 untuk kesenian dan rekreasi - 800 untuk Sastra - 900 untuk sejarah dan geografi

Divisi atau ringkasan ke II • 300 untuk ilmu Sosial • 310 untuk statistik • 320 untuk ilmu politik • 330 untuk ekonomi • 340 untuk hukum • 350 untuk administrasi publik, ilmu kemilitiran

22

• 360 untuk masalah dan jasa sosial • 370 untuk pendidikan • 380 untuk perdagangan, komunikasi dan perhubungan • 390 untuk adat istiadat, etiket dan folklor

Subdivisi atau ringkasan ke III • 370 untuk Pendidikan • 371 untuk Pendidikan secara umum • 372 untuk Pendidikan dasar • 373 untuk Pendidikan menengah • 374 untuk Pendidikan dewasa • 375 untuk Kurikulum • 376 untuk Pendidikan wanita • 377 untuk Sekolah dan agama • 378 untuk Pendidikan tinggi • 379 untuk Pendidikan dan negara

DDC terdiri dari beberapa unsur-unsur pokok. Unsur-unsur tersebut antara

lain sistematika, notasi, indeks relatif dan tabel pembantu. Berikut ini

penjelasan dari masing-masing unsur tersebut

Sistematika: Berupa bagan yang berisi pembagian ilmu didasarkan pada

prinsip-prinsip tertentu.

• Notasi: adalah angka yang mewakili subjek-subjek tertentu. Angka dalam

notasi DDC mewakili sebuah subjek. Angka atau notasi juga disebut

dengan nomor

Indeks relatif: Adalah sejumlah tajuk subjek yang disertai rincian aspek-

aspeknya dan disusun secara alfabetis lengkap dengan nomor klasifikasi

• Tabel Pembantu: Merupakan notasi khusus yang digunakan untuk

menyatakan aspek tertentu. Tabel pembantu yang ada dalam DDC terdiri

dari: Tabel 1: Subdivisi standar, Tabel 2: Wilayah, Tabel 3: Subdivisi

sastra, Tabel 4: Subdivisi bahasa, Tabel 5: Ras, etnik, kebangsaan, Tabel 6:

Bangsa dan etnis, Tabel 7: Bahasa

Setelah mengetahui unsur-unsur DDC lalu bagaimana memanfaatkan atau

cara menggunakan sistem klasifikasi ini sehingga mampu menentukan

nomor klasifikasi yang benar. Langkah-langkah menggunakan DDC adalah

sebagai berikut:

• Lakukan Anasis subjek. Langkah pertama yang dilakukan untuk dapat

menggunakan DDC adalah dengan menuntukan subjek koleksi dengan

melakukan analisis subjek. Analisis subjek dilakukan dengan membaca

23

judul, halaman judul, kata pengantar, daftar isi, isi buku dan kesimpulan.

Perhatikan hasil analisis subjek, apakah subjek tersebut termasuk dalam

kategori subjek dasar, subjek sederhana, subjek majemuk dan subjek

kompleks .

• Gunakan Indeks relatif untuk mencari nomor klasifikasi dengan cepat.

Setelah menemukan subjek koleksi, selanjutnya cari nomor klasifikasi

subjek dengan bantuan indeks relatif. Indeks relatif akan membantu

menemukan nomor klasifikasi secara cepat karena indeks relatif

menyusun subjek (tajuk subjek) urut alfabetis.

• Periksa bagan klasifikasi. Setelah menemukan nomor klasifikasi subjek

pada indeks relatif selanjutnya periksa nomor tersebut pada bagan

klasifikasi untuk memastikan bahwa nomor klasifikasi yang diperoleh

tepat. Perhatikan juga instruksi yang ditampilkan pada bagan. Apabila

tidak ada instruksi maka silahkan gunakan nomor tersebut untuk subjek

yang telah anda tentukan dalam proses analisis subjek

c. Menentukan nomer panggil atau call number

Setelah melakukan klasifikasi deskriptif (analisis subjek dan menentukan

notasi) sehingga diperoleh notasi yang mewakili subjek ilmu sebuah koleksi,

selanjutnya hasil notasi tersebut (baik warna, huruf ataupun angka) diletakkan

dibagian paling atas dari nomor panggil atau call number. Nomor panggil minimal

terdiri dari 3 bagian, yaitu notasi, tiga huruf pertama nama pengarang (entri utama)

dan satu hurup pertama judul. Nomor panggil diletakkan dipunggung koleksi atau

buku dan menjadi alat identifikasi koleksi di jajaran rak koleksi. Selain itu nomor

panggil juga diletakkan dalam kartu katalog yang berfungsi sebagai wakil dokumen

yang memungkinkan penguna perpustakaan menemukan koleksi yang dibutuhkan

secara cepat dan tepat.

Gambar 5. Contoh nomor panggil buku dengan menggunakan nomor klasifikasi

Gambar 6. Contoh nomor panggil buku yang dibuat dengan inisial subjek

24

Gambar 7. Contoh nomor panggil buku dengan warna sebagai wakil subjek

3.3.3. Pemberian nomor inventaris

Nomor inventasi merupakan nomor unik dari sebuah buku, dimana setiap nomor

inventaris yang ada dalam suatu buku akan berbeda dengan nomor inventaris yang ada

dalam di dalam buku lainny. Nomor inventaris ini akan sangat membantu untuk

mengetahui jumlah dari koleksi buku yang dimiliki suatu perpustakaan. Dengan melihat

nomor inventaris terakhir dari koleksi buku perpustakaan maka dengan mudah dapat

diketahui jumlah koleksi perpustakaan bersangkutan.

Pemberian nomor inventaris pada buku dilakukan setelah sebelumnya buku tersebut

dicatat dalam buku inventaris. Informasi yang dicatatat dalam dalam buku inventaris

meliputi nomor urut, nomor inventaris, judul, nama pengarang atau editor, informasi

penerbit (meliputi kota, nama penerbit dan tahun terbit), asal, nomor panggil buku, bahasa

atau keterangan lain yang perlu ditambahkan.

No. No. Inventaris Judul Pengarang Penerbit Asal No. Klasifikasi

Bahasa Ind Asing

1

00.001/HB/06/H Hikayat si Kancil

Yuwanda Daya Putra

Yogyakarta; Olah Pustaka, 2010

Pembelian 810 Put h x

Tabel 1. Contoh buku inventaris

Gambar 8. Halaman buku yang telah dibubuhi nomor inventaris

25

3.3.4. Katalogisasi

Katalogisasi (cataloging) adalah proses pengolahan data-data bibliografi yang

terdapat dalam suatu bahan pustaka menjadi katalog (Qolybudi dkk, 2003). Artinya,

katalog merupakan produk dari katalogisasi. Katalog sendiri memiliki pengertian sebagai

daftar yang dipersiapkan sedemikian rupa untuk tujuan tertentu seperti katalog pameran,

katalog penerbit, katalog perdagangan (Lasa Hs, 1997).

Jika katalog tersebut ditarik dalam dunia perpustakaan maka katalog tersebut

dikenal dengan nama katalog perpustakaan. Katalog perpustakaan adalah daftar koleksi

perpustakaan yang disusun menurut susuna tertentu atau sistematis (Lasa Hs, 1997).

Katalog perpustakaan akan memudahkan pemustaka dalam mencari koleksi yang

dibutuhkan.

Katalogisasi memiliki tujuan. Tujuan dari kegiatan katalogisasi sehingga mampu

menghasilkan katalog perpustakaan antara lain:

a. Memberikan peluang bagi pengelola maupun pemustaka menemukan koleksi yang

dibutuhkan berdasarkan nama pengarang, judulnya dan subjek koleksi.

b. Menunjukkan buku yang dimiliki perpustakaan dari pengarang tertentu,

berdasarkan subjek tertentu atau dalam jenis literature tertentu.

c. Membantu dalam pemilihan buku berdasarkan edisinya atau berdasarkan

karakternya. Katalog perpustakaan disajikan dalam beberap format. Format tersebut

antara lain format kartu, CD, format Online (OPAC) atau yang dikenal dengan

sebutan katalog komputer dan daftar tambahan koleksi. Untuk perpustakaan

sederhana format katalog perpustakaan yang sesuai adalah format kartu katalog dan

tambah koleksi.

Katalog perpustakaan sendiri dapat disajikan dalam berbagai format. Format katalog

perpustakaan antara lain:

a. Bentuk cetakan, buku. Bentuk katalog perpustakaan yang merupakan himpunan

dari lembaran-lembaran yang berisi daftar koleksi yang dimiliki perpustakaan ke

dalam satu jilid. Keuntungan dari format katalog perpustakaan ini adalah biaya

produksinya murah, mudah pengirimannya dan mudah dibawa kemana-mana.

Sedangkan kelemahan adalah jika terjadi penambahan koleksi akan sulit untuk

dimasukkan ke dalam daftar yang telah dibuat.

b. Katalog berkas. Katalog ini dibuat dari kertas manila putih dengan ukuran 10 x 20

cm dan kemudian dijilid. Satu jilid bendel berisi sekitar 50 buat kartu. Namun saat

ini katalog jenis ini dinilai kurang praktis.

26

c. Bentuk kartu. Bentuk katalog dalam format kartu. Format kartu merupakan format

katalog yang paling banyak digunakan saat ini. Kelebihan dari format katalog ini

antara lain tahan lama, lebih praktis jika terjadi penambahan koleksi dan mudah

penggunaannya. Sedangkan kelemahannya antara lain memerlukan lembari katalog

yang harus didesain khusus, memerlukan tempat tersendiri dan sulit untuk dibawa

kemana-mana.

d. Komputer. Selain kartu katalog, format ini merupakan format yang saat ini banyak

digunakan oleh perpustakaan. Apalagi dengan tumbuhnya gerakan open source yang

perpustakaan memperoleh perangkat lunak yang dapat digunakan secara gratis.

Berbagai perangkat lunak yang dapat digunakan sebagai katalog antara lain

CDS/ISIS, WINISIS, OpenBiblio, Atheneum, Otomigen-X dan Slims.

Proses katalogisasi atau proses pembuatan katalog perpustakaan terdiri dari dua

kegiatan. Kedua kegiatan tersebut antara lain katalogisasi deskriptif dan katalogisasi

subjek. Penjelasan dari kedua kegiatan tersebut adalah sebagai berikut

a. Katalogisasi Deskriptif. Kalogisasi deskriptif merupakan kegiatan merekam data

bibliograf sebuah koleksi. Tujuan dari kegiatan ini adalah menentukan entri utama

dan entri tambahan serta deskripsi bibliografi dari sebuah koleksi. Setelah berhasil

menentukan entri utama, entri tambahan dan deskripsi bibliografi maka langkah

selanjutnya dalam katalogisasi deskripsif adalah adalah mencantumkannya dalam

entri katalog. Pedoman yang digunakan untuk melakukan katalogisasi deskriptif

adalah AACR2 (Anglo American Cataloging Rules Second Edition) dan ISBD

(International Standard Book Description)

• Penentuan entri utama dan entri tambahan

Dalam penentuan tajuk entri utama dan entri tambahan ada beberapa hal

yang perlu diperhatikan:

o Pengarang tunggal maka tajuk entri utama adalah pengarang buku atau

koleksi tersebut. Contoh: Teknologi Informasi Perpustakaan / Wahyu

Supriyanto. Entri utamanya pada Wahyu Supriyanto dan entri tambahannya

pada judul dan subjek

o Pengarang ganda, dua dan tiga orang maka entri utama adalah pengarang

utama sedangkan pengarang kedua dan ketiga dijadikan sebagai tajuk entri

tambahan. Contoh: Membangun Otomasi Perpustakaan Dengan

OpenBiblio/Arif Surachman, Purwoko, Heri Abi Burachman. Entri

27

utamanya adalah Arif Surachman dan pengarang lainnya dijadikan sebagai

entri tambahan

o Pengarang lebih dari tiga orang atau lebih maka tajuk entri utamanya adalah

judul. Contoh. Membangun Perpustakaan Digital/ Arif Surachman, Wahyu

Supriyanto, Purwoko dan Heri Abi Burachman Hakim. Entri utama adalah

Judul dan entri tambahannya adalah nama pengarang

o Karya editor atau penyunting maka entri utamanya pada judul. Jika

pengarangnya disebut maka berlaku ketentuan entri utama untuk pengarang.

Misalnya Perangkat Lunak Open Source dalam Dunia Perpustakaan / Editor

: Purwoko. Entri utama pada judul dan entri tambahan pada Purwoko (editor)

o Karya Anonim (tanpa pengarang) maka entri utamanya pada judul

o Karya kumpulan, entri utamanya pada judul

o Badan Korporansi maka entri utamanya adalah badan korporasi

• Deskripsi Bibliografi

Deskripsi bibliografi disusun ke dalam delapan daerah. Setiap daerah terkadang

terdiri dari beberapa unsur. Berbagai daerah dan unsur-unsur dipisahkan dengan

menggunakan tanda baca. Kedelapan daerah diskripsi bibliografi tersebut

lengkap dengan tanda bacanya antara lain:

No. Daerah Tanda Baca

Unsur

1 Daerah judul dan pernyataan tanggung jawab (kepengarangan):

Judul sebenarnya [ ] GMD (General Material Designation) = Judul paralel : pernyataan judul lain Pernyataan tanggung jawab / Pengarang pertama , Pengaran kedua dan pengarang ke tiga

(jika pengarang lebih dari satu tetapi tidak lebih dari dua)

; pengarang lain (seperti penerjemah, ilustrator, narator)

2 Daerah edisi

.- Keterangan Edisi (seperti keterangan cetakan, edisi cetakan)

3 Daerah data khusus .- Tidak digunakan untuk deskripsi buku 4 Daerah impresum . - Tempat terbit (tempat terbit pertama)

; Tempat berikutnya : Nama Penerbit , Tahun Terbit

5 Daerah deskripsi fisik . - Jumlah halaman (misalnya xii, 250 hlm.) : Data fisik lain (seperti ilustrasi dan

index) ; Ukuran fisik koleksi 6 Daerah keterangan seri . - Judul seri sebenarnya (ditulis dengan

kurung) = Judul Pararel

28

: Keterangan judul seri tambahan 7 Daerah catatan . - Segala sesuatu yang dianggap penting

yang belum dimasukkan pada daerah sebelumnya

8 Daerah penomoran, harga dsb .- Nomor standar = Judul kunci : Syarat-syarat dan harga ( ) Keterangan tambahan

Tabel 2. Tabel Data Deskripsi Bibliografi

Berbagai data bibliografi di atas akan dimasukkan ke delapan daerah diambil dari

bahan pustaka yang ada di tangan staf perpustakaan. Data bibliografi tersebut

dapat diperoleh dengan membaca:

• Kulit buku • Halaman judul singkat • Halaman judul • Halaman sebalik halaman judul atau halaman verso • Bagian lainnya dari buku seperti kata pengantar, daftar isi, isi buku,

indeks dan bibliografi.

b. Katalogisasi subjek. Kegiatan merekam subjek dari sebuah bahan pustaka dengan

cara melakukan analisis subjek kemudian menentukan nomor klasifikasinya

berdasarkan peraturan yang berlaku. Jika diilustrasikan melalui gambar maka hasil

akhir dari kegiatan katalogisasi deskriptif dan katalogisasi subjek seperti gambar di

bawah ini.

Gambar 9. Kartu katalog

3.3.5. Pembuatan Kartu Katalog

Setelah melakukan katalogisasi deskriptif dan katalogisasi subjek, selanjutnya

langkah yang perlu dilakukan perlu adalah membuat kartu katalog dan menyusun kartu

29

katalog yang telah dibuat. Berikut ini langkah-langkah yang dilalui dalam kegiatan

pembuatan kartu katalog dan penyusun kartu katalog:

a. Siapkan kartu katalog dengan kertas berukuran 12,5 cm. x 7,5 cm. Di tengah bagian

bawah kartu dibuat lubang untuk memasukkan tusuk pengaman.

b. Membuat temporary slip (T. Slip) atau worksheet. T. Slip merupakan kertas yang berisi

konsep untuk pembuatan kartu katalog, sedangkan worksheet merupakan T.Slip yang

digunakan sebagai konsep katalog komputer (Lasa-Hs, 1998). T.Slip atau worksheet

akan memudahkan dalam proses pengetikan kartu katalog atau ketika memasukkan

data bibliografi buku ke dalam perangkat lunak yang digunakan perpustakaan.

c. Menyalin data yang ada pada T. Slip atau worksheet ke dalam kartu katalog. Berikut

ini contoh format kartu katalog yang

• Katalog Pengarang

• Katalog Judul

• Katalog Subjek

30

d. selanjutnya untuk memudahkan penelusuran kartu katalog, maka katalog-katalog

tersebut dikelompokkan kedalam satu jenis dan disusun alfabetis dari yang ter kecil

ke yang terbesar. Selanjutnya kartu katalog yang telah tersusun dimasukkan ke dalam

lemari katalog

Gambar 11. COntoh pengurutan kartu katalog

3.3.6. Pemasangan kelengkapan buku

Sebelum buku disajikan dirak agar dapat diakses oleh pengguna perpustakaan maka

sebuah buku perlu diberi kelengkapan buku. Kelengkapan buku antara lain kartu buku, slip

tanggal kembali (data due slip), label buku(call number), kantong buku dan sampul buku.

Berikut ini langkah-langkah yang digunakan untuk membuat dan memasang

kelengkapan buku:

a. Label buku. Label buku adalah label yang berisi nomor panggil buku atau call

number. Label buku dibuat dengan kertas berukuran 3x4 cm. Pada label tersebut

dicantumkan nomor panggil buku atau call number yang sebelumnya telah dibuat.

Lalu label buku ditempelkan pada punggung buku kira-kira 3 cm dari ujung bawah

buku.

31

Gambar 12. Contoh Label buku dan pemasangannya

b. Lembar tanggal kembali (date due slip), berisi catatan nomor anggota dan tanggal

wajib pengembalian. Lembar tanggal kembali ini ditempelkan pada akhir halaman

atau sampul akhir dari buku. Gunanya untuk mengingatkan peminjam peminjam

tanggal pengembalian koleksi yang dipinjam.

Gambar 13. Catatan Tanggal Kembali

c. Kartu buku. Alat yang digunakan untuk mengontrol peredaran buku. Melalui kartu

buku ini dapat diketahui apakah buku tersebut sedang dipinjam atau tidak, siapa

peminjamnya dan kapan tanggal kembali buku tersebut.

32

Gambar 14. Kartu buku

d. Kantong buku. Kantong yang difungsikan sebagai tempat untuk meletakkan kartu

buku. Kantong buku terbuat dari kertas karton atau kertas lainnya. Di dalam

kantong buku ini dibubuhi nomor panggil buku dan nomor inventaris buku.

Kantong buku diletakkan di dalam sampul belakang.

Gambar 15. Kantong buku

e. Penyampulan. Langkah terakhir dalam kegiatan pemasangan kelengkapan buku

adalah memasang sampul pada buku. Setiap buku perlu diberi sampul plastik agar

buku tidak mudah rusak. Memasang sampul buku secara tidak langsung telah

melakukan kegiatan perawatan bahan pustaka yang dapat memperpanjang usia

buku.

33

3.3.7. Shelving (pengerakan)

Shelving atau pengerakkan memegang peranan penting dalam menentukan

kecepatan serta ketepatan dalam proses temu kembali koleksi atau buku. Sebaik apapun

kegiatan pengolahan atau sistem automasi yang digunakan tidak optimal apabila buku-

buku tersebut tidak disusun secara sistematis di rak buku. Pengguna perpustakaan dan

pengelola sendiri harus konsisten untuk mengembalikan bukunya. Usaha ini dilakukan

agar buku dapat dengan mudah ditemukan jika diperlukan. Langkah-langkah dalam

pengerakan:

a. Pengelompokan buku berdasarkan jenisnya. Buku-buku koleksi dikelompok-

kelompokkan berdasarkan jenis buku, misalnya buku referensi dikelompokkan

dalam kelompok buku referensi, buku teks dikelompokkan dalam kelompok buku

teks.

Gambar 16. Pengelompokan Buku (disusun menurut jenis koleksi)

b. Penyusunan buku di rak. Setelah buku dikelompokkan berdasarkan jenis buku

kemudian buku disusun di rak berdasarkan nomor klas dari nomor klasifikasi

terkecil sampai nomor klasifikasi terbesar. Penyusunan buku dirak selain

memperhatikan nomor klasifikasi, penyusunan buku juga perlu memperhatikan

urutan abjad tajuk entri utama dan judul buku yang ada.

Gambar 17. shelving buku di rak

34

IV. PELAYANAN & PROMOSI PERPUSTAKAAN

Faktor penting lain disamping keenam factor yang disebutkan di atas terkait dengan

pengelolaan perpustakaan sekolah adalah masalah pelayanan dan promosi perpustakaan.

Dua faktor ini jelas tidak dapat dikesampingkan oleh pengelola perpustakaan. Pelayanan

jelas merupakan ujung tombak bagi perpustakaan untuk menjalankan fungsinya di sekolah,

sedang promosi merupakan alat yang perlu digunakan untuk mendukung pelayanan yang

dilakukan perpustakaan. Kedua faktor ini tidak dapat dilepaskan dalam pengelolaan

perpustakaan sekolah.

4.1. Pelayanan Perpustakaan

Menurut standar nasional perpustakaan sekolah, layanan perpustakaan adalah

kegiatan pendayagunaan materi perpustakaan kepada pengguna, yaitu sirkulasi, referensi,

penelusuran, pendidikan pengguna, pinjam antarperpustakaan.

Sirkulasi atau layanan sirkulasi merupakan kegiatan meminjamkan koleksi

perpustakaan kepada pengguna dalam hal ini siswa didik dan staf pendidik sesuai dengan

ketentuan yang berlaku. Untuk melancarkan kegiatan sirkulasi ini maka pengelola

perpustakaan perlu menetapkan kebijakan layanan sirkulasi, aturan-aturan peminjaman,

syarat keanggotaan, dan prosedur-prosedur yang harus dilakukan.

Referensi atau layanan referensi merupakan kegiatan perpustakaan dalam menjawab

pertanyaan, menelusur dan menyediakan materi perpustakaan dan informasi sesuai dengan

permintaan pengguna dengan mendayagunakan koleksi referensi. Pada kegiatan ini maka

pengelola selain mempunyai kemampuan memahami sumber-sumber referensi juga harus

mempunyai pengetahuan tentang literasi informasi. Yakni pengetahuan bagaimana

mencari, menemukan, mendayagunakan dan mengevaluasi informasi yang ada.

Pendidikan pengguna atau pendidikan pemakai merupakan kegiatan perpustakaan

yang bertujuan menjadikan pengguna mampu mendayagunakan koleksi perpustakaan

secara mandiri sesuai dengan kebutuhannya. Artinya, pengguna atau pemakai dididik atau

diajari bagaimana menemukan dan mendayagunakan koleksi perpustakaan sehingga

mampu secara mandiri mencari dan memanfaatkan informasi dan pengetahuan yang

terdapat di koleksi. Pelatihan literasi informasi adalah salah satu hal yang juga harus

diajarkan kepada para pengguna atau pemakai di perpustakaan sekolah.

Kegiatan pinjam antarperpustakaan dapat dilakukan oleh perpustakaan guna

meningkatkan pelayanan di perpustakaan sekolah. Kegiatan ini merupakan kegiatan

35

peminjaman koleksi di perpustakaan lain melalui kerjasama perpustakaan yang sudah

disepakati bersama. Ini dapat dilakukan apabila perpustakaan satu dengan perpustakaan

lain mempunyai kerjasama dan kesepakatan pinjam antarperpustakaan.

4.2. Promosi Perpustakaan

Menurut Surachman (2006), promosi Perpustakaan adalah sebuah kegiatan yang

merupakan usaha untuk memajukan dan meningkatkan citra popularitas dari layanan

perpustakaan, termasuk di dalamnya koleksi-koleksinya, sehingga mempengaruhi sikap

dan perilaku individu, kelompok atau organisasi masyarakat untuk memanfaatkan

perpustakaan. Promosi merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh perpustakaan,

sehingga dalam penyusunannya perlu melibatkan manajemen sekolah dan staf pendidik.

Dokumen yang merinci berbagai sasaran dan strategi harus ada secara tertulis. Hal ini agar

perpustakaan sekolah dapat melakukan kegiatan promosi sesuai dan selaras dengan apa

yang menjadi visi dan misi sekolah.

Dalam pedoman perpustakaan sekolah yang dikeluarkan UNESCO/IFLA yang

diterjemahkan oleh Perpusnas RI (2006), kegiatan atau kebijakan promosi dapat tercermin

dengan:

• Memulai dan menhoperasikan situs web perpustakaan sekolah guna mempromosikan jasa perpustakaan sekolah

• Menyelenggarakan berbagai pameran

• Membuat terbitan berisi informasi mengenai jam buka, jasa dan koleksi perpustakaan

• Menyediakan daftar sumber informasi dan pamphlet yang berkaitan dengan kurikulum

• Memberikan informasi perpustakaan pada pertemuan murid baru dan orang tua mereka

• Membentuk kelompok sahabat perpustakaan bagi para orang tua murid dan lainnya

Kegiatan pelayanan dan promosi perpustakaan juga harus dievaluasi secara rutin

setiap tahun dan dokumen-dokumen kebijakan apabila diperlukan dilakukan revisi sesuai

dengan kondisi dan keadaan terkini. Kegiatan promosi dan pelayanan perpustakaan

menjadi ujung tombak bagi keberhasilan visi dan misi pengelolaan perpustakaan sekolah.

Karena melalui kedua kegiatan itulah segala perencanaan, kebijakan, prosedur dan

persiapan manajemen yang sudah ditetapkan akan ‘diuji’ keberhasilannya dalam

menyokong proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah.

36

V. PENUTUP

Penjelasan dan uraian panjang diatas menunjukkan bahwa dalam manajemen

perpustakaan sekolah sebetulnya ada banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilannya.

Bahkan berbagai aturan dan landasan hokum juga telah dikeluarkan oleh berbagai pihak

yang berkompeten untuk menjamin keberlangsungan perpustakaan sekolah dalam

mendukung proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Satu poin penting yang perlu

diperhatikan adalah pengelola perpustakaan harus dapat mensinergikan program-program

perpustakaan dengan visi-misi sekolah serta kebutuhan kurikulum yang diterapkan. Proses

pengelolaan perpustakaan sekolah adalah sebuah proses kreatif dan inovatif yang mestinya

menjadi bagian penting dalam kegiatan belajar-mengajar di sekolah, bukan elemen yang

terpisah.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional Indonesia (BSNI). 2009. Standar Nasional Indonesia: Perpustakaan Sekolah (SNI 7329:2009). Jakarta: BSNI.

Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Buku Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi, Edisi Ketiga. Jakarta, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional RI.

IFLA dan UNESCO. 2006. Panduan Perpustakaan Sekolah. Jakarta, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

Indonesia. 2003. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta

Indonesia. 2007. Undang-Undang RI Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan. Jakarta

Indonesia. 2008. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI (Permendiknas RI) Nomor 25 tahun 2008 tentang standar tenaga perpustakaan sekolah/madrasah. Jakarta: Depdiknas RI

Lasa Hs. 1997. Pedoman Katogisasi Perpustakaan Muhammadiyan : Monograf dan Terbitan Berkala. Yogyakarta, Majelis Pustaka Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

______. 1998. Kamus Istilah Perpustakaan. Yogyakarta, Gadjah Mada University Press. Media Indonesia. 03 Juli 2010. Seluruh SD Miliki Perpustakaan pada 2015. Diakses melalui

website Media Indonesia http://www.mediaindonesia.com/read/2010/07/07/153222/88/14/Seluruh-SD-Miliki-Perpustakaan-pada-2015 pada tanggal 8 Desember 2010.

Natajumena, Rachmat. 2008. Perpustakaan Sekolah Lahan Tidur Pustakawan. Dalam Kumpulan Naskah Orasi Ilmiah Pengukuhan Pustakawan Utama 1995-2007, Blasius Sudarsono dan Titiek Kismiyati (editor), Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.

Perpustakaan Nasional RI. 2006. Pedoman Perpustakaan Sekolah IFLA/UNESCO. Terjemahan dari School Library Guideliness IFLA/UNESCO. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.

___________________. 2006. Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Umum. Jakarta, Perpustakaan Nasional RI.

37

_____________________. 2001. Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Sekolah. Jakarta Perpustakaan Nasional RI.

Qolyubi, Sihabuddin dkk. 2003. Dasar-dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi.Yogyakarta, Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

SULISTYO-Basuki. 1994. Periodisasi Perpustakaan Indonesia. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Surachman, Arif. 2007. Manajemen Perpustakaan Sekolah. Makalah disampaikan dalam Workshop untuk Kepala Sekolah, Guru dan Komite Sekolah di Ambarawa, Jawa Tengah. Diakses melalui http://arifs.staff.ugm.ac.id/mypaper/manpersek.pdf

Surachman, Arif. 2006. Modul Pengelolaan Perpustakaan Sekolah/Madrasah. Modul dalam pelatihan Pengelolaan Perpustakaan Sekolah/Dayah di Bireun, Nangroe Aceh Darussalam, kerjasama INSEP Jakarta, MPRK UGM dan The Asia Foundation.

Yulia, Yuyu dan Sujana, Janti Gristinawati.2009. Pengembangan Koleksi. Jakarta; Penerbit Universitas Terbuka.

INFORMASI PENULIS:

Arif Surachman, S.IP. Lahir di Purwokerto, 8 Maret 1975. Menempuh studi Ilmu Perpustakaan di D3 Ilmu Perpustakaan UGM (1997), S1 Ilmu Perpustakaan & Informasi UIN Sunan Kalijaga (2007), S2 Magister Manajemen UGM (2011-sekarang). Saat ini merupakan Kepala Perpustakaan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada. Aktif sebagai narasumber, fasilitator dan tutor pelatihan, seminar dan workshop Perpustakaan dan Teknologi Informasi yang diselenggarakan di wilayah DIY, Jateng dan Aceh. Pernah meraih pustakawan terbaik II Nasional tahun 2009 versi Perpustakaan Nasional RI.

Heri Abi Burachman Hakim, S.IP. Lahir di Yogyakarta, 26 September, 1982. Menempuh studi Ilmu Perpustakaan di D3 Ilmu Perpustakaan UGM (2003), S1 Ilmu Perpustakaan & Informasi UIN Sunan Kalijaga (2007). Saat ini merupakan Pustakawan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Aktif sebagai narasumber, fasilitator, dan tutor pelatihan, seminar dan workshop di wilayah DIY dan Jateng. Pernah menjadi pustakawan terbaik II Universitas Gadjah Mada tahun 2010 dan Tenaga Administrasi Bidang TI Terbaik Universitas Gadjah Mada tahun 2009. Aktif menulis diberbagai media kepustakawanan dan surat kabar.

38