MANAJEMEN KONFLIK DALAM KEPERAWATAN Setiadi … · tingkat kompleksitas organisasi tersebut. ......

20
MANAJEMEN KONFLIK DALAM KEPERAWATAN Setiadi Bacalah modul ini dan selesaikan soal di bawah dengan ditulis tangan (jawabanya saja) dikumpulkan hari jum`at jam 3 sore tanggal 28-09-18 A. Pendahuluan Konflik dalam setiap organisasi merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindarkan, karena orang- orang yang terlibat dalam organisasi mempunyai karakter, tujuan, visi, maupun gaya yang berbeda-beda. Di Setiap organisasi saling interaksi dan ketergantungan antara satu dengan yang lain adalah kegiatan setiap saat yang harus dilakukan. Dalam proses interaksi ini, antara suatu subsistem dengan subsistem lainnya tidak ada jaminan akan selalu terjadi kesesuaian atau kecocokan antara individu pelaksananya. Setiap saat ketegangan dapat saja muncul, baik antar individu maupun antar kelompok dalam organisasi. Banyak faktor yang melatar belakangi munculnya ketidakcocokan atau ketegangan, antara lain sifat-sifat pribadi yang berbeda, perbedaan kepentingan, komunikasi yang buruk, perbedaan nilai, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan inilah yang akhirnya membawa organisasi ke dalam suasana konflik. Supaya organisasi dapat tampil efektif, maka individu dan kelompok yang saling tergantung itu harus menciptakan hubungan kerja yang saling mendukung satu sama lain, menuju pencapaian tujuan organisasi. Konflik dapat menjadi masalah yang serius dalam setiap organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat kompleksitas organisasi tersebut. Konflik tersebut mungkin tidak membawa “kamatian” bagi organisasi, tetapi pasti dapat menurunkan kinerja organisasi yang bersangkutan, karena apabila konflik ini dibiarkan secara berlarut-larut tanpa penyelesaian. Manajemen konflik sangat berpengaruh bagi anggota organisasi. Pemimpin organisasi dituntut menguasai manajemen konflik agar konflik yang muncul dapat berdampak positif untuk meningkatkan mutu organisasi. Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik Perawat merupakan sumber daya manusia yang ikut mewarnai pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena selain jumlahnya yang dominan juga merupakan profesi yang memberikan pelayanan yang konstan dan terus menerus 24 jam kepada pasien setiap hari. Oleh karena itu pelayanan keperawatan memberi konstribusi dalam menentukan kualitas pelayanan di rumah sakit. Sehingga setiap upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit harus juga disertai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan salah satunya dengan peningkatan kinerja perawat. Keberadaan pemimpin di tengah-tengah karyawan seperti perawat sangat diperlukan. Kepemimpinan yang ideal adalah bila mana tujuan dan keputusan sesuai dengan misi dan visi yang di capai secara bersama dalam kelompok dan kemampuan untuk mengelola konflik atau conflict management. Kemampuan kepemimpinan dan manajemen untuk dapat mengelola konflik sehingga dapat bermanfaat. Salah satu tantangan yang dihadapi oleh perawat dalam bekerja adalah manajemen konflik Sebagai manajer keperawatan, konflik sering terjadi pada setiap tatanan asuhan keperawatan. Perlu disadari oleh para manajer bahwa tidak semua konflik merugikan organisasi. Konflik yang ditata dan dikendalikan dengan baik dapat menguntungkan organisasi sebagai suatu kesatuan. Dalam menata konflik dalam organisasi diperlukan keterbukaan, kesabaran serta kesadaran semua fihak yang terlibat maupun yang berkepentingan dengan konflik yang terjadi dalam organisasi, karena itu keahlian untuk mengelola konflik sangat diperlukan bagi setiap pimpinan atau manajer organisasi. Menurut Ross (1993), manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka

Transcript of MANAJEMEN KONFLIK DALAM KEPERAWATAN Setiadi … · tingkat kompleksitas organisasi tersebut. ......

MANAJEMEN KONFLIK DALAM KEPERAWATAN Setiadi

Bacalah modul ini dan selesaikan soal di bawah dengan ditulis tangan (jawabanya saja) dikumpulkan hari jum`at jam 3 sore tanggal 28-09-18

A. Pendahuluan

Konflik dalam setiap organisasi merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindarkan, karena orang-orang yang terlibat dalam organisasi mempunyai karakter, tujuan, visi, maupun gaya yang berbeda-beda. Di Setiap organisasi saling interaksi dan ketergantungan antara satu dengan yang lain adalah kegiatan setiap saat yang harus dilakukan. Dalam proses interaksi ini, antara suatu subsistem dengan subsistem lainnya tidak ada jaminan akan selalu terjadi kesesuaian atau kecocokan antara individu pelaksananya. Setiap saat ketegangan dapat saja muncul, baik antar individu maupun antar kelompok dalam organisasi. Banyak faktor yang melatar belakangi munculnya ketidakcocokan atau ketegangan, antara lain sifat-sifat pribadi yang berbeda, perbedaan kepentingan, komunikasi yang buruk, perbedaan nilai, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan inilah yang akhirnya membawa organisasi ke dalam suasana konflik. Supaya organisasi dapat tampil efektif, maka individu dan kelompok yang saling tergantung itu harus menciptakan hubungan kerja yang saling mendukung satu sama lain, menuju pencapaian tujuan organisasi.

Konflik dapat menjadi masalah yang serius dalam setiap organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat kompleksitas organisasi tersebut. Konflik tersebut mungkin tidak membawa “kamatian” bagi organisasi, tetapi pasti dapat menurunkan kinerja organisasi yang bersangkutan, karena apabila konflik ini dibiarkan secara berlarut-larut tanpa penyelesaian. Manajemen konflik sangat berpengaruh bagi anggota organisasi. Pemimpin organisasi dituntut menguasai manajemen konflik agar konflik yang muncul dapat berdampak positif untuk meningkatkan mutu organisasi. Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik

Perawat merupakan sumber daya manusia yang ikut mewarnai pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena selain jumlahnya yang dominan juga merupakan profesi yang memberikan pelayanan yang konstan dan terus menerus 24 jam kepada pasien setiap hari. Oleh karena itu pelayanan keperawatan memberi konstribusi dalam menentukan kualitas pelayanan di rumah sakit. Sehingga setiap upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit harus juga disertai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan salah satunya dengan peningkatan kinerja perawat. Keberadaan pemimpin di tengah-tengah karyawan seperti perawat sangat diperlukan. Kepemimpinan yang ideal adalah bila mana tujuan dan keputusan sesuai dengan misi dan visi yang di capai secara bersama dalam kelompok dan kemampuan untuk mengelola konflik atau conflict management. Kemampuan kepemimpinan dan manajemen untuk dapat mengelola konflik sehingga dapat bermanfaat. Salah satu tantangan yang dihadapi oleh perawat dalam bekerja adalah manajemen konflik

Sebagai manajer keperawatan, konflik sering terjadi pada setiap tatanan asuhan keperawatan. Perlu disadari oleh para manajer bahwa tidak semua konflik merugikan organisasi. Konflik yang ditata dan dikendalikan dengan baik dapat menguntungkan organisasi sebagai suatu kesatuan. Dalam menata konflik dalam organisasi diperlukan keterbukaan, kesabaran serta kesadaran semua fihak yang terlibat maupun yang berkepentingan dengan konflik yang terjadi dalam organisasi, karena itu keahlian untuk mengelola konflik sangat diperlukan bagi setiap pimpinan atau manajer organisasi. Menurut Ross (1993), manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka

mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin.

B. Pengertian

Menurut Marquis,& Huston, (2003), Konflik merupakan ketidaksesuaian internal atau eksternal yang diakibatkan dari perbedaan ide, nilai atau perasaan antara dua orang atau lebih. Menurut Deutcsh (1973) dalam Huber (2000), menyatakan konflik adalah perselisihan yang timbul bila keseimbangan antara perasaan, pikiran, hasrat, dan perilaku dua orang atau lebih terancam. Jadi konflik terjadi kalau tidak ada kesesuaian antara perasaan, pikiran, hasrat, dan perbedaan ide atau nilai-nilai dalam mencapai tujuan organisasi/kelompok yang dilatarbelakangi oleh adanya ketidakcocokan atau perbedaan dalam hal nilai, tujuan, status, dan budaya.

Melihat dari faktor-faktor yang melatar belakanginya, konflik merupakan suatu gejala dimana individu atau kelompok menunjukkan sikap atau perilaku “bermusuhan” terhadap individu atau kelompok lain, sehingga mempengaruhi kinerja dari salah satu atau semua pihak yang terlibat. Keberadaan konflik dalam organisasi. Menurut Robbin (1996), konflik terjadi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari bahwa telah terjadi konflik di dalam organisasi, maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah terjadi konflik, maka konflik tersebut menjadi suatu kenyataan.

C. Pandangan Terhadap Konflik

Ada dua pandangan terhadap peran konflik dalam kelompok atau organisasi. Ada yang berpendapat bahwa konflik harus dihindari atau dihilangkan, karena jika dibiarkan maka akan merugikan organisasi. Berlawanan dengan ini, pendapat lain menyatakan bahwa jika konflik dikelola sedemikian rupa maka konflik tersebut akan membawa keuntungan bagi kelompok dan organisasi. Pertentangan pendapat ini oleh Robbins (1996) disebut sebagai the Conflict Paradox, yaitu pandangan bahwa di satu sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, namun di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisir konflik.

Dalam uraian di bawah ini disajikan beberapa pandangan tentang konflik, sebagaimana yang dikemukakan oleh Robbins (1996). 1. Pandangan Tradisional (The Traditional View)

Konflik dilihat sebagai sesuatu yang negatif, merugikan dan harus dihindari. Untuk memperkuat konotasi negatif ini, konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Pandangan ini konsisten dengan sikap-sikap yang dominan mengenai perilaku kelompok dalam dasawarsa 1930-an dan 1940-an. Konflik dilihat sebagai suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurangnya kepercayaan dan keterbukaan di antara orang-orang, dan kegagalan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.

2. Pandangan Hubungan Manusia (The Human Relations View) Pandangan ini berargumen bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar terjadi dalam semua kelompok dan organisasi. Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, karena itu keberadaan konflik harus diterima dan dirasionalisasikan sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi peningkatan kinerja organisasi. Pandangan ini mendominasi teori konflik dari akhir dasawarsa 1940-an sampai pertengahan 1970-an.

3. Pandangan Interaksionis (The Interactionist View) Pandangan ini cenderung mendorong terjadinya konflik, atas dasar suatu asumsi bahwa kelompok yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi, cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak

inovatif. Oleh karena itu, menurut aliran pemikiran ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimun secara berkelanjutan, sehingga kelompok tetap bersemangat (viable), kritis-diri (self-critical), dan kreatif. Stoner dan Freeman (19892) membagi pandangan tentang konflik menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional (old view) dan pandangan modern (current view).

D. Jenis-jenis Konflik

Ada berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik atas dasar fungsinya, ada pembagian atas dasar pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, dan sebagainya.

1. Konfliks dilihat dari Tingkatannya

Untuk mengatasi konflik manajer harus mengetahui pada lefel apa konflik terjadi sehingga dia dapat menyusun strategi secara cepat dalam menangani konflik tersebut . Menurut Gordon (1993), menyatakan ada 5 tingkatan konflik yaitu antara lain :

a. Konflik intrapersonal, yaitu Konflik terjadi jika indifudu mengalami internal konflik yang berkaitan dengan tujuan atau mengalami konflik peran dalam kelompok.

b. Konflik Interpersonal, yaitu konflik terjadi jika dua individu berbeda pendapat tentang isu-issu baru, tindakan atau tujuan-tujuan dan hasil yang diharapkan kelompok

c. Konfliks Intra Group, yaitu konflik terjadi substantive dan afektif, substanstif konflik didasarkan pada ketidaksetujuan secara intelektual, affektif konflik terjadi karena respon emosional terhadap situasi dan atau akibat dari interaksi antar anggota kelompok yang berbeda personality

d. Intergrup group, yaitu konflik terjadi antar kelompok atau antar departemen dalam organisasi

e. Intra organizational, yaitu konflik terjadi bila fungsi-fungsi didalam organisasi tidak jalan

2. Konflik Dilihat dari Fungsi

Berdasarkan fungsinya, Robbins (1996) membagi konflik menjadi dua macam, yaitu: konflik fungsional (Functional Conflict), yaitu konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok dan konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict), yaitu konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok. Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka konflik tersebut dikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut disfungsional.

3. Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya

Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner dan Freeman (1989) membagi konflik menjadi enam macam, yaitu:

a. Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya.

b. Konflik antar-individu (conflict among individuals).

Konflik ini terjadi karena perbedaan kepribadian (personality differences) antara individu yang satu dengan individu yang lain.

c. Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups). Konfliks terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma - norma kelompok tempat ia bekerja.

d. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization). Konflik ini terjadi karena masing - masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.

e. Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.

f. Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among individuals in different organizations). Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku dari anggota suatu organisasi yang berdampak negatif bagi anggota organisasi yang lain. Misalnya, seorang manajer public relations yang menyatakan keberatan atas pemberitaan yang dilansir seorang jurnalis.

4. Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi

Winardi (1992) membagi konflik menjadi empat macam, dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut:

a. Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi, misalnya, antara atasan dan bawahan.

b. Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi, misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat.

c. Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.

d. Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan. Di samping klasifikasi tersebut di atas, ada juga klasifikasi lain, misalnya yang dikemukakan oleh Schermerhorn, et al. (1982), yang membagi konflik atas: substantive conflict, emotional conflict, constructive conflict, dan destructive conflict.

E. Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Konflik

Menurut Robbins (1996), konflik muncul karena ada kondisi yang melatar belakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketagori, yaitu: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi. 1. Komunikasi.

Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan kesalahpahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber konflik. Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan semantik, pertukaran informasi yang tidak cukup, dan gangguan dalam saluran komunikasi merupakan penghalang terhadap komunikasi dan menjadi kondisi anteseden untuk terciptanya konflik.

2. Struktur. Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup: ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan kelompok, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran kelompok dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang mendorong terjadinya konflik. Makin besar kelompok, dan makin terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik.

3. Variabel Pribadi. Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda dengan individu yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tipe kepribadian tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai rendah orang lain, merupakan sumber konflik yang potensial. Jika salah satu dari kondisi tersebut terjadi dalam kelompok, dan para karyawan menyadari akan hal tersebut, maka muncullah persepsi bahwa di dalam kelompok terjadi konflik. Keadaan ini disebut dengan konflik yang dipersepsikan (perceived conflict). Kemudian jika individu terlibat secara emosional, dan mereka merasa cemas, tegang, frustrasi, atau muncul sikap bermusuhan, maka konflik berubah menjadi konflik yang dirasakan (felt conflict). Selanjutnya, konflik yang telah disadari dan dirasakan keberadaannya itu akan berubah menjadi konflik yang nyata, jika pihak-pihak yang terlibat mewujudkannya dalam bentuk perilaku. Misalnya, serangan secara verbal, ancaman terhadap pihak lain, serangan fisik, huru-hara, pemogokan, dan sebagainya.

F. Penyebab Konflik

Beberapa hal yang menimbulkan konfliks dalam organisasi keperawatan antara lain adalah :

1. Perilaku Menentang Perilaku menetang dapat menimbulkan konflik, yang menghasilkan perasaan bersalah pada seseorang dimana perilaku ini di tunjukan. Manajer perawat harus menentukan perilaku bahwa seseorang yang memperlihatkan perilaku menentang dapat menimbulkan konflik. Menentang adalah ancaman pada suatu dialog yang rasional. Seorang penentang menentang kewenangan manajer perawat melalui perilaku kenakalan dan perilaku yang keras, perilaku ini mungkin berlaku verbal dan non verbal. Murfhy menggambarkan tiga versi penentang, yaitu (1) penentang pertama adalah Competitive Bomber yang mudah menolak untuk bekerja. Orang ini sering menggerutu dengan bergumam yang dapat diterjemahkan sebagai “urus aja sendiri”. Mereka dengan wajah cemberut pergi meninggalkan manajer perawat atau tidak masuk kerja. Penentang kompetitif ini dapat merusak secara agresif berupa serangan yang sengaja. Mereka berkomentar tentang kondisi kerja yang tidak adil dan kacau, manipulasi dan jadwal kerja yang jelek. Perilaku-perilaku ini dilakukan untuk memancing respons manajerial. Apabila mereka mendapatkan suatu respon , mereka merajuk dan memaksa untuk mendapatkan dukungan teman-teman sejawat bahkan manajemen lebih tinggi; (2) Penentang kedua adalah Martyred Accomodator yang menggunakan kepatuhan palsu. Mereka bekerja dan mampu bekerja sama tetapi juga sambil melakukan ejekan dan hinaan, mereka mengeluh dan mengkritik untuk mendapat dukungan yang lain; (3) penentang ketiga adalah Avolder. penentang ini menghindarkan kesepakatan dan partisipasi. Mereka tidak merespon terhadap manajer perawat. Apabila kondisi berubah maka mereka menghindar untuk berpartisipasi.

2. Stres Konflik menimbulkann stres, ketakutan, kecemasan dan perubahan dalam hubungan profesional. Kondisi-kondisi ini dapat berpotensial menimbulkan konflik. Stresor termasuk “mendapatkan tanggung jawab sedikit, kurangnya partisipasi dalam membuat keputusan, kurangnya dukungan

manajerial, keharusan untuk meningkatkan standar penampilan dan penyesuaian dengan perubahan tekhnologi yang cepat”. Kepenatan adalah hasil dari stres. Manajer perawat merasa penat karena mencoba mempertahankan sistem pendukung untuk memberi perawatan. Perawat klinis merasa penat karena mencoba untuk memberikan asuhan keperawatan kualitas tinggi. Konfrontasi, ketidak setujuan dan kemarahan adalah bukti dari stres dan konflik. Stres dan konflik disebabkan karena kurangnya hubungan yang dilakukan manusia, termasuk harapan-harapan yang tidak terpenuhi. Stres pada pasien dapat menimbulkan penyakit ringan introgenik, komplikasi dan pelambatan pemuliahan. Hal ini dapat ditimbulkan oleh depresi atau kecemasan. Dan staf yang stres tidak dapat menghadapi pasien yang stres, dan ini dapat menimbulkan tidak efisien, ketidak puasan kerja dan tidak mengacuhkan perawatan. Pada akhirnya staf terpancing dalam konflik. Mereka juga dapat mengelami penyakit ringan iatrogenik seperti pasien-pasien mereka. Keluarga pasien dapat menambah stres bila tidak ditangani dengan baik, meningkatnya stres pada pasien dan staf menurunkan keefektifan penggunaan waktu masalah-masalah ini meningkatnya biaya perawatan pasien, meningkatnya rasa sakit dan menurunnya efisiensi dan efektivitas perawatan. Dimasa yang akan datang pasien dapat pergi kemana saja untuk mendapatkan perawatan, apakah inisiatif sendiri maupun atas rekomendasi dokter, keluarga, teman atau kenalan.

3. Ruang Apabila perawat harus bekerja dalam ruangan yang sempit, mereka harus berinteraksi secara konstan dengan anggota staf yang lain, pengunjung dan dokter-dokter. Terutama pada ruang/unit perawatan intensif yang penuh sesak. Menimbulkan kepenatan dan pergantian.

4. Kewenangan Dokter Dokter-dokter dilatih untuk berwenang terhadap perawat. perawat masa kini ingin menjadi lebih mandiri, mempunyai tanggung jawab profesional, dan tanggung gugat untuk perawatan pasien. Mereka banyak menggunakan waktu berada didekat pasien dari pada dokter, dan sering kali mempunyai usulan yang valid dalam mengubah tindakan terapi. Para dokter terkadang melalaikan usulan-usulan mereka, yang menunjukan mereka tidak menginginkan umpan balik. Perawat menjadi marah bila harga diri mereka menurun. Komunikasi gagal, terutama komunikasi dua arah.

5. Keyakinan, Nilai dan Sasaran Aktifitas atau presepsi-presepsi yang tidak cocok menimbulkan konflik. Hal ini terbukti apabila perawat mempunyai keyakinan, nilai dan sasaran yang berbeda dengan manajer perawat, doter, pasien pengunjung, keluarga, bagian administrasi, dan yang lainnya. Nilai-nilai perawat dapat masuk kedalam konflik-konflik yang berhubungan dengan persoalan secara etika yang termasuk perintah-perintah untuk tidak melakukan resusitasi, pernyataan-pernyataan yang tidak manusiawi, aborsi, adiksi, AIDS, dan masalah-masalah lainnya. Sasaran pribadi sering kali konflik dengan sasaran organisasi, terutama yang berhubungan dengan pengaturan staf, pengaturan jadwal, dan suasana kerja. Perawat yang harus melanggar standar pribadinya akan melawan sistem. Hal ini dapat merendahkan mereka dan menyebabkan hilangnya harga diri dan stres emosional. Mereka harus mengetahui bahwa keyakinan mereka, nilai-nilai dan sasaran pribadinya di hargai. Seperti orang lain, perawat bertindak untuk melindungi citra diri atau umum dirinya bila ditekan atau di serang. Respon mereka sesuai dengan harapan orang lain terhadap mereka, sebagai mana mereka ingin disetujui. Mereka akan mempertahankan hak-hak dan pertimbangan profesionalnya. Egonya mudah terluka dan menjadi masalah besar dalam konflik. Pertahanan menjadi lebih panas bila salah satu atau kedua bagian konflik tidak di informasikan atau dimanipulasi. Bila perawat tidak dikenal atau dihargai mereka merasa tidak berdaya bila mereka tidak mampu mengontrol situasi.

G. Cara untuk menemukan konfliks atau sumbernya

Menurut Heidjrachman Ranupandojo ada beberapa cara yang bisa dipakai untuk menemukan konflik atau sumbernya, yaitu : 1. Membuat prosedur penyelesaian konflik (grievance procedure)

Dengan adanya “grievance procedure” ini memberanikan karyawan untuk mengadu kalau dirasakan adanya ketidak adilan. Keberanian untuk segera memberitahukan masalah, merupakan suatu keuntungan bagi organisasi/perusahaan.

2. Observasi langsung

Tidak semua konflik disuarakan oleh karyawan. Oleh karena itu ketajaman observasi dari pimpinan akan dapat mendeteksi ada tidaknya suatu (sumber) konflik, sehingga dapat segera ditangani sebelum mengalami eskalasi.

3. Kotak saran (suggestion box) Cara semacam ini banyak digunakan oleh perusahaan atau lembaga-lembaga lain. Cara ini cukup efektif karena para karyawan ataupun para pengadu tidak perlu bertatap muka dengan pimpinan. Bahkan bisa merahasiakan identitasnya. Namun, lembaga juga harus hati-hati karena adanya kemungkinan adanya “fitnah” dari kotak saran tersebut.

4. Politik pintu terbuka

Politik pintu terbuka memang sering diumumkan, tetapi hasilnya sering tidak memuaskan. Hal ini sering terjadi karena pihak pimpinan tidak sungguh-sungguh dalam “membuka” pintunya. Paling tidak ini dirasakan oleh karyawan. Juga adanya keseganan dari pihak karyawan sering menjadi penghalang terhadap keberhasilan cara semacam ini.

5. Mengangkat konsultan personalia

Konsultan personalia pada umumnya seorang ahli dalam bidang psikologi dan biasanya merupakan staf dari bagian personalia. Kadang-kaang karyawan segan pergi menemui atasannya, tetapi bisa menceritakan kesulitannya pada konsultan psikologi ini.

6. Mengangkat “ombudsman” Ombudsman adalah orang yang bertugas membantu “mendengarkan” kesulitan-kesulitan yang ada atau dialami oleh karyawan untuk diberitahukan kepada pimpinan. Ombudsman biasanya adalah orang yang disegani karena kejujuran dan keadilannya.

H. Metode Untuk Menangani Konflik Metode yang sering digunakan untuk menangani konflik adalah antara lain:

1. Mengurangi konflik; Untuk metode pengurangan konflik salah satu cara yang sering efektif adalah dengan mendinginkan persoalan terlebih dahulu (cooling thing down). Meskipun demikian cara semacam ini sebenarnya belum menyentuh persoalan yang sebenarnya. Cara lain adalah dengan membuat “musuh bersama”, sehingga para anggota di dalam kelompok tersebut bersatu untuk menghadapi “musuh” tersebut. Cara semacam ini sebenarnya juga hanya mengalihkan perhatian para anggota kelompok yang sedang mengalami konflik.

2. menyelesaikan konflik. Cara kedua dengan metode penyelesaian konflik. Cara yang ditempuh adalah dengan mendominasi atau menekan, berkompromi dan penyelesaian masalah secara integratif. a. Dominasi (Penekanan)

Dominasi dan penekanan mempunyai persamaan makna, yaitu keduanya menekan konflik, dan bukan memecahkannya, dengan memaksanya “tenggelam” ke bawah permukaan dan mereka menciptakan situasi yang menang dan yang kalah. Pihak yang kalah biasanya terpaksa memberikan jalan kepada yang lebih tinggi kekuasaannya, menjadi kecewa dan dendam.

Penekanan dan dominasi bisa dinyatakan dalam bentuk pemaksaan sampai dengan pengambilan keputusan dengan suara terbanyak (voting).

b. Kompromi atau Negosiasi Melalui kompromi mencoba menyelesaikan konflik dengan menemukan dasar yang di tengah dari dua pihak yang berkonflik ( win-win solution). Cara ini lebih memperkecil kemungkinan untuk munculnya permusuhan yang terpendam dari dua belah pihak yang berkonflik, karena tidak ada yang merasa menang maupun kalah. Meskipun demikian, dipandang dari pertimbangan organisasi pemecahan ini bukanlah cara yang terbaik, karena tidak membuat penyelesaian yang terbaik pula bagi organisasi, hanya untuk menyenangkan kedua belah pihak yang saling bertentangan atau berkonflik

c. Penyelesaian secara integratif Dengan menyelesaikan konflik secara integratif, konflik antar kelompok diubah menjadi situasi pemecahan persoalan bersama yang bisa dipecahkan dengan bantuan tehnik-tehnik pemecahan masalah (problem solving). Pihak-pihak yang bertentangan bersama-sama mencoba memecahkan masalahnya,dan bukan hanya mencoba menekan konflik atau berkompromi. Meskipun hal ini merupakan cara yang terbaik bagi organisasi, dalam prakteknya sering sulit tercapai secara memuaskan karena kurang adanya kemauan yang sungguh-sungguh dan jujur untuk memecahkan persoalan yang menimbulkan persoalan.

I. Prose Konfliks

Proses konflik dibagi menjadi beberapa tahapan antara lain : 1. Konflik Laten

Tahapan konflik yang terjadi terus menerus (laten) dalam suatu organisasi, misalnya, kondisi tentang keterbataan staf dan perubahan yang cepat. Kondisi tersebut memicu pada ketidak stabilan suatu organisasi dan kualitas produksi, meskipun konflik yang ada kadang tidak tampak secara nyata atau tidak pernah terjadi.

2. Konflik yang dirasakan ( felt konflik) Konflik yang terjadi karena adanya suatu yang dirasakan sebagai ancaman, ketakutan, tidak percaya, dan marah. Konflik ini disebut juga sebagai konflik “affectives”. Hal ini penting bagi seseorang untuk menerima konflik dan tidak merasakan konflik tersebut sebagai suatu maslah/ancaman terhadap keberadaannya.

3. Konflik yang nampak / sengaja ditimbulkan Konflik yang sengaja dimunculkan untuk mencari solusi. Tindakan yang dilaksanakan mungkin menghindar, kompetisi, debat atau mencari penyelesaian konflik. Setiap orang tidak sadar belajar menggunakan kompetisi, kekuatan dan agresivitas dalam menyelesaikan konflik dalam perkembangannya. Sedangkan penyelesaian konflik dalam suatu organisasi, memerlukan suatu upaya dan strategi untuk mencapai tujuan organisasi.

4. Resolusi konflik Resolusi konflik adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara memuaskan semua orang yang terlibat di dalamnya dengan prinsip “win-win solution” .

5. Konflik “Aftermatch” Konflik yang terjadi akibat dari tidak terselesaikannya konflik yang pertama. Konflik ini akan menjadi masalah besar kalau tidak segera diatasi atau dikurangi penyebab dari konflik yang sama.

Gambar : Diagram proses konflik (Marquis & Huston, 1998)

J. Langkah-langkah Manajemen Untuk Menangani Konflik Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk menangani konfliks antara lain adalah :

1. Menerima dan mendefinisikan pokok masalah yang menimbulkan ketidak puasan, langkah ini sangat penting karena kekeliruan dalam mengetahui masalah yang sebenarnya akan menimbulkan kekeliruan pula dalam merumuskan cara pemecahannya.

2. Mengumpulkan keterangan/fakta, dimana fakta yang dikumpulkan haruslah lengkap dan akurat, tetapi juga harus dihindari tercampurnya dengan opini atau pendapat. Opini atau pendapat sudah dimasuki unsur subyektif. Oleh karena itu pengumpulan fakta haruslah dilakukan denganm hati-hati

3. Menganalisis dan memutuskan, dengan diketahuinya masalah dan terkumpulnya data, manajemen haruslah mulai melakukan evaluasi terhadap keadaan. Sering kali dari hasil analisa bisa mendapatkan berbagai alternatif pemecahan.

4. Memberikan jawaban, meskipun manajemen kemudian sudah memutuskan, keputusan ini haruslah dibertahukan kepada pihak karyawan.

5. Tindak lanjut, Langkah ini diperlukan untuk mengawasi akibat dari keputusan yang telah diperbuat. 6. Pendisiplinan, Konflik dalam organisasi apabila tidak ditangani dengan baik bisa menimbulkan

tindakan pelecehan terhadap aturan main yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu pelecehan ataupun pelanggaran terhadap peraturan permainan (peraturan organisasi) haruslah dikenai tindakan pendisiplinan agar peraturan tersebut memiliki wibawa.

K.Peran Pimpinan Dalam Penyelesaian Konflik Ada beberapa peran pemimpin dalam penyelsaian konfliks antara lain adalah :

1. Pemimpin perlu menganalisa jumlah dan tipe konflik yang terjadi dalam organisasi sehingga bias fokus mengatasinya.

2. Manajer kesehatan seharusnya mengevaluasi setiap level konflik yang terjadi dan melihat apakah organisasinya kuat dalam menghadapi konflik.

3. Ketika manajer terlibat konflik seharusnya berpikir eksplisit tentang sejauhmana perhatian mereka terhadap organisasi. Ini menjadi salah satu kunci untuk menentukan strategi pengelolaan konflik.

4. Dalam negosiasi, manajer perlu menentukan dan mengidentifikasi isu yang pasti akan dinegosiasikan.

KONFLIK LATEN

Konflik after math

Penyelesaian / manajemen konflik

Konflik yang tampak

Konflik yang dialami

Konflik yang

dirasakan (felt)

5. Manajer seharusnya hati-hati menentukan apakah sikap dalam negosiasi telah memenuhi standar normal sebelum bernegosiasi.

6. Manajer seharusnya tidak terlalu tertekan dalam mempersiapkan sebuah negosiasi. 7. Jika seorang manajer melibatkan pihak ketiga dalam penanganan konflik mereka harus mengontrol

proses dan hasil dari perdebatan/diskusi. (Nurhidayah , 2012:181)

L. Macam-macam Tindakan Pendisiplinan Tindakan pendisiplinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pendisiplinan yang bersifat positif

dan yang bersifat negatif. Yang positif adalah dengan memberi nasihat untuk kebaikan pada masa yang akan datang, sedangkan cara-cara yang negatif mulai dari yang ringan sampai yang berat, antara lain dengan : 1. diberi peringatan secara lesan 2. diberi peringatan secara tertulis 3. dihilangkan/dikurangi sebagian haknya 4. didenda 5. dirumahkan sementara ( lay-off ) 6. diturunkan pangkat/jabatannya 7. diberhentikan dengan hormat 8. diberhentikan tidak dengan hormat

M. Beberapa Pedoman dalam Pendisiplinan Menurut Heidjarachman Ranupandojo pendisiplinan perlu memperhatikan beberapa pedoman, seperti : 1. Pendisiplinan hendaknya dilakukan secara pribadi/individual

Tidak seharusnya memberikan teguran kepada bawahan di hadapan orang banyak. Hal ini akan memalukan bawahan yang ditegur (meskipun mungkin benar bersalah), sehingga bisa menimbulkan rasa dendam.

2. Pendisiplinan haruslah bersifat membangun Memberikan teguran hendaknya juga disertai dengan saran tentang bagaimana seharusnya berbuat untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama untuk waktu yang akan datang.

3. Pendisiplinan haruslah dilakukan oleh atasan langsung dengan segera. Jangan menunda-nunda pemberian pendisiplinan sampai masalahnya terlupakan. Sewaktu kesalahan masih segar teguran akan lebih efektif daripada diberikan selang beberapa waktu.

4. Keadilan dalam pendisiplinan sangat diperlukan Suatu kesalahan yang sama hendaknya diberikan hukuman yang sama pula. Jangan melakukan pendisiplinan dengan pilih kasih

5. Pimpinan tidak seharusnya memberikan pendisiplinan pada waktu bawahan sedang absen. 6. Setelah pendisiplinan sikap pimpinan haruslah wajar kembali. 7. Tidak dibenarkan apabila setelah melakukan pendisiplinan pimpinan tetap bersikap membenci

bawahan yang telah melakukan kesalahan. Rasa membenci hanya akan menimbulkan perlakuan yang tidak adil.

N. Managemen konflik Langkah-langkah penanganan konfliks antara lain adalah: a. Pengkajian

- Analisa situasi

o Identifikasi jenis konflik, siapa yg terlibat & peran masing-masing untuk menentukan waktu

yang diperlukan. Setelah fakta dan memvalidasi semua perkiraan melalui pengkajian

lebih mendalam. - Analisa & memastikan isu yg berkembang

o jelaskan masalah & prioritas fenomena, tentukan masalah utama, yang memerlukan suatu

penyelesaian dimulai dari masalah tersebut. Hindari penyelesaian semua masalah dalam

satu waktu. - Menyusun tujuan

o Jelaskan tujuan sfesifik yg akan dicapai b. Identifikasi

- Mengelola perasaan

hindari suatu respon emosional : marah, dimana setiap orang mempunyai respon yang

berbeda terhadap kata-kata, ekspresi dan tindakan. c. Intervensi

- Masuk pd konflik yg diyakini dpt diselesaikan dg baik yang diyakini dapat diselesaikan dengan

baik dan Identifikasi hasil yang positif yang akan terjadi.

- Menyeleksi metode dlm menyelesaikan konflik , penyelesaian konflik memerlukan strategi

yang berbeda-beda. Seleksi metode yang paling sesuai untuk menyelesaikan konflik yang

terjadi d. Pelaksanaan

- Penyelesaian secara integratif

O. Managemen konflik dalam keperawatan

Saat ini dunia keperawatan di Indonesia sedang mengalami perkembangan yang sangat

pesat. Bidang kesehatan telah menjadi industri dengan pertumbuhan yang luar biasa dan dengan

sendirinya kebutuhan akan tenaga perawat yang profesional dan kompeten di bidangnya

meningkat pula. Di satu sisi, perkembangan ini merupakan suatu kesempatan bagi tenaga

keperawatan di Indonesia untuk meningkatkan eksistensinya dalam dunia kesehatan, sehingga

dapat bersanding secara sejajar dengan profesi lainnya. Namun, di sisi lain perkembangan ini juga

merupakan tantangan bagi insan keperawatan Indonesia untuk membuktikan kemampuannya. Bila

tenaga keperawatan Indonesia tidak segera berbenah diri baik dari segi kompetensi maupun

maupun administrasi, maka kesempatan tersebut tidak dapat dimanfaatkan dengan seefektif

mungkin hingga bidan keperawatan Indonesia akan ketinggalan dibandingkan tren dunia

internasional.

Beberapa tantangan dalam manajemen keperawatan yang ada di Indonesia saat ini terutama

terletak pada masalah hukum dan peraturan mengenai keperawatan, beberapa di antaranya:

1. Belum ada kejelasan mengenai hirarki kompetensi perawatan yang berlaku secara umum,

sehingga standar kompetensi tersebut seringkali harus ditetapkan oleh masing-masing lembaga

pelayanan kesehatan secara terbatas dan berbedabeda antara institusi kesehatan yang satu

dengan yang lain. Contoh yang paling jelas adalah belum adanya peraturan yang baku tentang

batas kewenangan perawat lulusan D3 dan S1.

2. Tuntutan kompetensi dari perawat yang diangkat sebagai supervisor pun belum didefinisikan

secara khusus. Posisi manajerial dalam keperawatan seringkali diasumsikan berbanding lurus

dengan durasi pengabdiannya di institusi kesehatan yang bersangkutan atau pengalaman

teknisnya, sehingga tuntutan akan kompetensi manajerial justru tidak terpenuhi.

3. Hubungan kolaborasi dengan profesi lainnya (terutama dokter) juga belum distandarisasi.

Batasan antara wewenang perawat dan wewenang dokter seringkali kabur, sehingga seringkali

menyudutkan profesi perawat. 4. Standar kompensasi yang saat ini berlaku, masih berbasis profesi. Ini menyebabkan timbulnya

rasa ketidakadilan di sisi tenaga perawat karena untuk tindakan yang sama dengan durasi serta

risiko yang sama, tenaga perawat mungkin menerima kompensasi yang lebih rendah

dibandingkan profesi lainnya. 5. Belum adanya pemisahan fungsi manajerial dan teknikal pada profesi perawat. Meskipun

keduanya merupakan satu kesatuan kompetensi yang sulit dipisahkan, namun

pencampuradukkan fungsi manajerial dan teknikal pada satu orang tenaga perawat

menghasilkan konflik kepentingan dalam pemberian asuhan keperawatan. Perawat yang

menyandang dua fungsi tersebut setiap kali harus menentukan kepentingan mana yang harus ia

dahulukan, kepentingan pasien atau kepentingan manajemen.

Peran Manajerial

1. Peran Interpersonal (Interpersonal Role) Dalam peran interpersonal terdapat tiga peran pemimpin yang muncul secara langsung dari

otoritas formal yang dimiliki pemimpin dan mencakup hubungan interpersonal dasar, yaitu: a. Peran sebagai yang dituakan (Figurehead Role)

Karena posisinya sebagai pemimpin suatu unit organisasi, pemimpin harus melaksanakan

tugastugas seremonial seperti menyambut tamu penting, menghadiri pernikahan anak

buahnya, atau menjamu makan siang pelanggan atau kolega. Kegiatan yang terkait dengan

peran interpersonal sering bersifat rutin, tanpa adanya komunikasi ataupun keputusan

penting. Meskipun demikian, kegiatan itu penting untuk memperlancar fungsi organisasi dan

tidak dapat diabaikan oleh seorang pemimpin

b. Peran sebagai pemimpin (Leader Role)

Seorang pemimpin bertanggungjawab atas hasil kerja orang-orang dalam unit organisasi

yang dipimpinnya. Kegiatan yang terkait dengan itu berhubungan dengan kepemimpinan

secara langsung dan tidak langsung. Yang berkaitan dengan kepemimpinan secara langsung

antara lain menyangkut rekrutmen dan training bagi stafnya. Sedang yang berkaitan secara

tidak langsung antara lain seorang pemimpin harus memberi motivasi dan mendorong anak

buahnya. Pengaruh seorang pemimpin jelas terlihat pada perannya dalam memimpin.

Otoritas formal memberi seorang pemimpin kekuasaan potensial yang besar; tetapi

kepemimpinanlah yang menentukan seberapa jauh potensi tersebut bisa direalisasikan.

c. Peran sebagai Penghubung (Liaison Role)

Literatur manajemen selalu mengakui peran sebagai pemimpin, terutama aspek yang

berkaitan dengan motivasi. Hanya baru-baru ini saja pengakuan mengenai peran sebagi

penghubung, di mana pemimpin menjalin kontak di luar rantai komando vertikal, mulai

muncul. Hal itu mengherankan, mengingat banyaktemuan studi mengenai pekerjaan

manajerial menunjukkan bahwa pemimpin menghabiskan waktunya bersama teman sejawat

dan orang lain dari luar unitnya sama banyak dengan waktu yang dihabiskan dengan anak

buahnya; sementara dengan atasannya justru kecil. Pemimpin menumbuhkan dan

memelihara kontak tersebut biasanya dalam rangka mencari informasi. Akibatnya, peran

sebagai penghubung sering secara khusus diperuntukkan bagi pengembangan sitem

informasi eksternalnya sendiri yang bersifat informal, privat, verbal, tetapi efektif.

2. Peran Informasional (Informational Role) Dikarenakan kontak interpersonalnya, baik dengan anak buah maupun dengan jaringan

kontaknya yang lain, seorang pemimpin muncul sebagai pusat syaraf bagi unit organisasinya.

Pemimpin bisa saja tidak tahu segala hal, tetapi setidaknya tahu lebih banyak dari pada stafnya.

Pemrosesan informasi merupakan bagian utama (key part) dari tugas seorang pemimpin. Tiga peran pemimpin berikut ini mendiskripsikan aspek irformasional tersebut.

a. Peran sebagai monitor (Monitor Role) Sebagai yang memonitor, seorang pemimpin secara terus menerus memonitor

lingkungannya untuk memperoleh informasi, dia juga seringkali harus ’menginterogasi’

kontak serta anak buahnya, dan kadangkala menerima informasi gratis, sebagian besar

merupakan hasil jaringan kontak personal yang sudah dikembangkannya. Perlu diingat,

bahwa sebagian besar informasi yang diperoleh pemimpin dalam perannya sebagai monitor

datang dalam bentuk verbal, kadang berupa gosip, sassus, dan spekulasi yang masih

pemimpin harus selalu mencari ide-ide baru dan berupaya menerapkan ide tersebut jika

dianggap baik bagi perkembangan organisasi yang dipimpinnya.

b. Peran sebagai pengendali gangguan (Disturbance handler Role) Peran sebagai pengendali

gangguan memotret keharusan pemimpin untuk merespon tekanan-tekanan yang dihadapi

organisasinya. Di sini perubahan merupakan sesuatu di luar kendali pemimpin. Dia harus

bertindak karena adanya tekanan situasi yang kuat sehingga tidak bisa diabaikan. Pemimpin

seringkali harus menghabiskan sebagian besar waktunya untuk merespon gangguan yang

menekan tersebut. Tidak ada organisasi yang berfungsi begitu mulus, begitu terstandardisasi,

yaitu telah memperhitungkan sejak awal semua situasi lingkungan yang penuh

ketidakpastian. Gangguan timbul bukan saja karena pemimpin bodoh mengabaikan situasi

hingga situasi tersebut mencapai posisi kritis, tetapi juga karena pemimpin yang baik tidak

mungkin mengantisipasi semua konsekuensi dari setiap tindakannya. c. Peran sebagai yang mengalokasikan sumberdaya (Resource allocator Role) Pada diri

pemimpinlah terletak tanggung jawab memutuskan siapa akan menerima apa dalam unit

organisasinya. Mungkin, sumberdaya terpenting yang dialokasikan seorang pemimpin

adalah waktunya. Perlu diingat bahwa bagi seseorang yang memiliki akses ke pemimpin

berarti dia bersinggungan dengan pusat syaraf unit organisasi dan pengambil keputusan.

Pemimpin juga bertugas untuk mendesain struktur organisasi, pola hubungan formal,

pembagian kerja dan koordinasi dalam unit yang dipimpinnya. d. Peran sebagai negosiator (Negotiator Role)

Banyak studi mengenai kerja manajerial mengindikasikan bahwa pemimpin menghabiskan

cukup banyak waktunya dalam negosiasi. Sebagaimana dikemukakan Leonard Sayles,

negosiasi merupakan way of life dari seorang pemimpin yang canggih. Negosiasi merupakan

kewajiban seorang pemimpin, mungkin rutin, tetapi tidak boleh dihindari. Negosiasi

merupakan bagian integral dari tugas pemimpin, karena hanya dia yang memiliki otoritas

untuk bisa memberikan komitmen sumberdaya organisasi, dan hanya dia yang memiliki

pusat syaraf informasi yang dibutuhkan dalam melakukan negosiasi penting

Manajemen Konflik

Penelitian dengan judul Conflict Resolution Styles In The Nursing Profession (Iglesias danVallejo,

2014, p.1) menjelaskan bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para

pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang

mungkin atau tidak mungkin menciptakan ketenangan, mufakat, hal positif atau agresif. Peran

pemimpin dalam manajemen konflik (Marquis & Houston, 2012):

a. Adanya kesadaran untuk menyelesaikan konflik

b. Kenali adanya konflik sedini mungkin

c. Gunakan strategi “win-win solution” jika mungkin

d. Pelajari bahwa ada persepsi yang berbeda tentang pemahaman yang muncul

e. Kerjasama dengan pihak lain dalam membuat alternatif solusi

f. Mengenali dan menerima perbedaan tiap anggota

g. Menggunakan teknik komunikasi asertif untuk meningkatkan pengaruh dan lebih membuka

komunikasi

h. Berusaha menjadi role model yang jujur dan mampu melakukan negosiasi yang kolaboratif

i. Membangun konsensus untuk mengatasi masalah

Strategi dalam Manajemen Konflik

Penelitian dengan judul Conflict Resolution Styles In The Nursing Profession menjelaskan gaya

kepemimpinan yang umum digunakan oleh perawat secara keseluruhan untuk menyelesaikan

konflik di tempat kerja antara lain mengkompromikan. Selain itu ada juga gaya kepemimpinan

bersaing, menghindari, menampung, dan berkolaborasi (Iglesias danVallejo, 2014, p.4). Frame

work untuk manajemen konflik adalah

a. Creative-problem solving

Semua pihak bekerjasama untuk mendapatkan solusi yang memuaskan semua pihak. Semua

pihak merasa diuntungkan dan tidak ada yang dirugikan. Cara ini merupakan mode paling

efektif dalam manajemen konflik.

Langkah-langkah untuk mecapai solusi ini adalah:

1) Mulai dengan berdiskusi, dengan waktu dan tempat yang kondusif

2) Hargai perbedaan individu

3) Bersikap empati dengan semua pihak

4) Gunakan komunikasi asertif dengan mamaparkan isu dan fakta dengan jelas, membedakan

sudut pandang, meyakinkan bahwa tiap individu dapat menyampaikan idenya masing-

masing, membuat kerangka isu utama berdasarkan prinsip yang umum, menjadi pendengar

yang baik.

5) Setuju terhadap solusi yang menyeimbangkan kekuatan dan memuaskan semua pihak

sehingga dicapai “win-win solution”

b. Compromise Dalam mode ini setiap pihak mengalami keuntungan dan kerugian. Mode ini digunakan pada

saat kedua atau lebih menginginkan keharmonisan atau mengakhiri konflik dengan cara setiap

sisi memberikan bagian dari tuntutannya. sehingga masing-masing pihak bisa mengambil

jalan tengah.

c. Defensive

Mode ini dilaksanakan untuk mengatasi akibat buruk konflik saat tidak bisa lagi

menggunakan dua mode di atas. Mode ini juga bisa digunakan untuk menambah waktu untuk

menenangkan diri dan situasi atau memikirkan cara yang lebih efektif untuk mengelola

konflik. Contoh strategi yang dilakukan adalah memisahkan pihak yang bertentangan dan

menghindari topik yang memicu konflik.

References:

Gillies, D. A. 1994.Nursing management : A system approach ,Third edition.Philadelphia: WB.

Saunders Company.

Hendriks, William. 2001. Bagaimana Mengelola Konflik. Jakarta: Bumi Aksara.

Kontoro, Agus. 2010. Buku Ajar Manajemen Keperawatan.Yogyakarta: Nuha Medika.

Marquis & Huston. 2000. Leadership role and management in nursing: theory

andapplication.Philadelphia: Lippincott.

Moisoglou, I., Panagiotis, P., Galanis P., Olga, Maniadakis, N., Kaitelidou, D.(2014). Conflict

Management in a Greek Public Hospital: Collaboration or Avoidance? Journal and Report

Information from ProQuest. Diperoleh dari

http://eresourches.pnri.go.id/library.php?id=00001

Minnery, John R. 1985. Conflict management in urban planning. England: Gower Publishing

Company Limited.

Robbins, SP. 1979. Organizational Behaviour. Siding: Prentice Hall.

Ross, Marc Howard Ross. 1993. The management of conflict: interpretations and interests in

comparative perspective. Yale University Press.

P. Latihan Soal Essay : Situasi 1 “Di Ruang Perawatan pavilium AI anda diangkat menjadi CI (clinikal instruktur) karena anda lulusan Ners, dan sesuai dengan peraturan rumah sakit bahwa CI wajib ners. Anda adalah perawat yunio, baru bekerja 2 tahun, dan kemampuan anda secara praktik juga masih kalah jauh dengan perawat yang lain secara SOP karena masa kerjanya cukup panjang. Perawat lain yang senior merasa menyepelehkan anda, dan merasa kebijakan ini tidak pas dan kurang aplikatif, dan secara kegiatan motivasi kerja perawat senior menjadi rendah, dan kadang ala kadarnya. Pertanyaan:

1. Apa yang harus anda lakukan untuk mengatasi hal ini ? 2. Secara individu buatlah manajemen penyelesaian konfliks dari mulai pengkajian sampai dengan

pelaksaan 3. Apa yang harus dilakukan oleh kepala ruang untuk mengatasai hal ini,

Situasi 2: “Di Perawatan Jantung terjadi persaingan untuk pemilihan Kepala tim yang baru antara Joni dan Ahmad. Joni sangat kecewa tidak menduduki jabatan Katim karena dia adalah perawat yang lebih tua. Ahmad merasakan dirinya mampu untuk memenuhi peran yang baru tersebut, tetapi dia merasa tidak enak kepada Joni karena dia lebih senior. Dari hasil pengangkatan hubungan antara joni dan kepala ruang juga agak kaku dan efekya joni tidak semangat dalam bekerja alias asal-asalan dan kadang tidak masuk kerja.

1. buatlah manajemen penyelesaian konfliks dari mulai pengkajian sampai dengan pelaksaan jika anda sebagai ahmad

2. buatlah manajemen penyelesaian konfliks dari mulai pengkajian sampai dengan pelaksaan jika anda sebagai kepala ruamg

Pertanyaan MC: 1. Konflik merupakan ketidaksesuaian internal atau eksternal yang diakibatkan dari perbedaan ide, nilai

atau perasaan antara dua orang atau lebih, pandangan ini adalah konsep dari : a. Deutcsh b. Marquis,& Huston c. Huber d. Setiadi e. Robbin

2. Pandangan ini berargumen bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar terjadi dalam semua kelompok dan organisasi. Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, karena itu keberadaan konflik harus diterima dan dirasionalisasikan sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi peningkatan kinerja organisasi. Pandangan ini mendominasi teori konflik dari akhir dasawarsa 1940-an sampai pertengahan 1970-an. Pandangan ini adalah :

a. Pandangan Tradisional b. Pandangan horizontal c. The Traditional View d. The Human Relations View e. The Interactionist View

3. Pandangan konflik yang cenderung mendorong terjadinya konflik, atas dasar suatu asumsi bahwa

kelompok yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi, cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif disebut :

a. Pandangan Tradisional b. Pandangan Hubungan Manusia c. Pandangan Interaksionis d. Pandangan horizontal e. Pandangan vertical

4. yaitu konflik terjadi substantive dan afektif, substanstif konflik didasarkan pada ketidaksetujuan secara intelektual, affektif konflik terjadi karena respon emosional terhadap situasi dan atau akibat dari interaksi antar anggota kelompok yang berbeda personality disebut :

a. Konflik intrapersonal b. Konflik Interpersonal c. Konfliks Intra Group d. Intergrup group e. Intra organizational

5. Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya, disebut konfliks :

a. conflict within the individual b. conflict among individuals c. conflict among individuals and groups d. conflict among groups in the same organization e. conflict among organizations

6. Konfliks yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi dsebut : a. Konflik lini-staf, b. Konflik vertical c. Konflik horizontal d. Konflik peran e. Konflik komando

Situasi : “Di Perawatan Jantung terjadi persaingan untuk pemilihan Kepala tim yang baru antara Joni dan Ahmad. Joni sangat kecewa tidak menduduki jabatan Katim karena dia adalah perawat yang lebih tua. Ahmad merasakan dirinya mampu untuk memenuhi peran yang baru tersebut, tetapi dia merasa tidak enak kepada Joni karena dia lebih senior. Dari hasil pengangkatan Ahmad hubungan antara joni dan kepala ruang juga agak kaku dan efekya joni tidak semangat dalam bekerja alias asal-asalan dan kadang tidak masuk kerja. 7. Konflik antara Joni dan Ahmad dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi disebut:

a. Konflik vertical b. Konflik horizontal c. Konflik peran d. Konflik lini staff e. Konflik perseorangan

8. Konflik antara Joni dan kepala ruang dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi disebut : a. Konflik vertical b. Konflik horizontal c. Konflik peran d. Konflik lini staff e. Konflik perseorangan

9. Apa yang harus dilakukan oleh kepala ruang untuk menyelesaikan konflik diruangan jantung tersebut: a. Melakukan penekanan terhadap joni

b. Melakukan kompromi c. Menyelesaikan secara integrative d. Melakukan pendisiplinan e. Membiarkan saja lama-lama akan selesai sendiri

10. Apa yang harus dilakukan kepala ruang terhadap perilaku joni yang bekerja asal-asalan dan kadang absen bekerja : a. Melakukan penekanan terhadap joni b. Melakukan kompromi c. Menyelesaikan secara integrative d. Melakukan pendisiplinan e. Membiarkan saja lama-lama akan selesai sendir

11. Langkah-langkah Manajemen Untuk Menangani Konflik yang perlu dilakukan diruang jantung adalah: 1) mendefinisikan pokok masalah 2) Mengumpulkan keterangan/fakta 3) Menganalisis dan memutuskan 4) Memberikan jawaban

12. Tindakan pendisiplinan yang tepat pertama kali di berikan pada joni adalah : a. diberi peringatan secara lesan b. diberi peringatan secara tertulis c. Dihilangkan/dikurangi sebagian haknya d. didenda e. dirumahkan sementara ( lay-off )

13. Kelemahan kotak saran dalam menggali konflik di sutu institusi adalah : a. Tidak efektif b. Tidak transparan c. Menimbulkan fitnah d. Menyulitkan dalam pengumpulan e. Analisa kasus jarang di lakukan

14. Orang yang bertugas membantu “mendengarkan” kesulitan-kesulitan yang ada atau dialami oleh karyawan untuk diberitahukan kepada pimpinan. disebut : a. Dominasi b. Kompromi c. Penyelesaian secara integrative d. Ombudsman e. Pendisiplinan

15. Menemukan konfliks dengan caa memberanikan karyawan untuk mengadu kalau dirasakan adanya ketidak adilan. Keberanian untuk segera memberitahukan masalah, merupakan suatu keuntungan bagi organisasi/perusahaan disebut : a. grievance procedure b. suggestion box c. Politik pintu terbuka d. Ombudsman e. konsultan personalia

16. Tidak semua konflik disuarakan oleh karyawan. Oleh karena itu ketajaman observasi dari pimpinan akan dapat mendeteksi ada tidaknya suatu (sumber) konflik, sehingga dapat segera ditangani sebelum mengalami eskalasi, penemuan konfliks biasanya dilakukan dngan cara :

a. grievance procedure b. suggestion box

c. Politik pintu terbuka d. Ombudsman e. Observasi langsung

17. metode pengurangan konflik adalah salah satu cara yang sering efektif untuk mendinginkan persoalan terlebih dahulu, metde ini disebut :

a. grievance procedure b. cooling thing down c. suggestion box d. Politik pintu terbuka e. Ombudsman

18. Metode dimana mencoba menyelesaikan konflik dengan menemukan dasar yang di tengah dari dua pihak yang berkonflik, disebut :

a. grievance procedure b. cooling thing down c. win-win solution d. Politik pintu terbuka e. Ombudsman

19. konflik antar kelompok diubah menjadi situasi pemecahan persoalan bersama yang bisa dipecahkan dengan bantuan tehnik-tehnik pemecahan masalah, disebut :

a. problem solving b. cooling thing down c. win-win solution d. Politik pintu terbuka e. Ombudsman

20. Macam-macam Tindakan Pendisiplinan antara lain adalah : 1) diberi peringatan secara lesan 2) diberi peringatan secara tertulis 3) dihilangkan/dikurangi sebagian haknya 4) didenda

21. Beberapa tantangan dalam manajemen keperawatan yang ada di Indonesia saat ini terutama

terletak pada masalah hukum dan peraturan mengenai keperawatan, beberapa di antaranya

adalah:

1) Tuntutan kompetensi dari perawat yang diangkat sebagai supervisor pun belum

didefinisikan secara khusus

2) Hubungan kolaborasi dengan profesi lainnya (terutama dokter) juga belum distandarisasi

3) Belum adanya pemisahan fungsi manajerial dan teknikal pada profesi perawat

4) System gaji belum terstandart internasional

22. Seorang pemimpin harus memotret kondisi gangguan untuk merespon tekanan-tekanan yang

dihadapi organisasinya.Dia harus menghabiskan sebagian besar waktunya untuk merespon

gangguan yang menekan tersebut. Ini termasuk peran pemimpiin sebagai:

a) Monitor Role

b) Disturbance handler Role

c) Resource allocator Role

d) Negotiator Role

e) Informational Role

23. Suatu model dimana semua pihak bekerjasama untuk mendapatkan solusi yang memuaskan

semua pihak. Semua pihak merasa diuntungkan dan tidak ada yang dirugikan. Cara ini

merupakan model strategi konfliks:

a) Creative-problem solving

b) Compromise

c) Defensive

d) Militer

e) Negosiasi

24. Penanganan konfliks pada tahap pengkajian antara lain: 1) Analisa situasi 2) Analisa & memastikan isu yg berkembang 3) Menyusun tujuan 4) Intervensi hasil

25. suatu penyelesaian masalah dengan cara memuaskan semua orang yang terlibat di dalamnya dengan prinsip “win-win solution” disebut proses konfliks:

a) felt konflik b) Konflik “Aftermatch” c) Resolusi konflik d) Konflik Laten e) Konflik akut