manajemen keperawatan

58
MANAJEMEN PENGORGANISASIAN DI RUANG NUSA INDAH RUMAH SAKIT BALADHIKA HUSADA JEMBER OLEH: KELOMPOK 3 Suhariyati NIM 112310101001 Rizqi Fauziyah Rofif NIM 112310101009 Ajeng Dwi Retnani NIM 112310101020 Bima Satriya Dewantara NIM 112310101030 Silvi Anita Uslatu R. NIM 112310101035 Wahyu Elok Pambudi NIM 112310101043 Nofita Nurhidayanti NIM 112310101044 Subaida NIM 112310101048 Kukuh Aria Wijaya NIM 112310101059

description

keperawatan

Transcript of manajemen keperawatan

MANAJEMEN PENGORGANISASIAN DI RUANG NUSA INDAHRUMAH SAKIT BALADHIKA HUSADA JEMBER

OLEH:

KELOMPOK 3

Suhariyati NIM 112310101001Rizqi Fauziyah Rofif NIM 112310101009Ajeng Dwi Retnani NIM 112310101020Bima Satriya Dewantara NIM 112310101030Silvi Anita Uslatu R. NIM 112310101035Wahyu Elok Pambudi NIM 112310101043Nofita Nurhidayanti NIM 112310101044Subaida NIM 112310101048Kukuh Aria Wijaya NIM 112310101059

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANUNIVERSITAS JEMBER

2014

1.1. Pengembangan SDM

Oleh: Rizqi Fauziyah Rofif (NIM 112310101009)

pengembangan sumber daya manusia meliputi unsur kesehatan dan gizi,

kesempatan kerja, lingkungan hidup sehat, pengembangan karir ditempat kerja,

kehidupan politik yang bebas, serta pendidikan dan pelatihan. Dalam tahap

pengembangan sumber daya manusia ini terdapat dua aspek kegiatan penting yang

tidak dapat dipisahkan satu sama lain, yakni kegiatan pelatihan dan kegiatan

pengembangan sumber daya manusia itu sendiri yang dimaksudkan agar potensi yang

dimiliki pegawai dapat digunakan secara efektif.

Dari hasil pengkajian di ruang rawat inap Nusa Indah RS-AD Baladhika Husada

Jember didapatkan data terkait pengembangan SDM adalah sebagai berikut:

a. di RS Baladhika Husada terdapat beberapa tenaga kesehatan termasuk

perawat vokasional (D3) yang sudah diberi kesempatan untuk melanjutkan

pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (S1).

b. di RS Baladhika Husada Jember sudah ada program rutin untuk mengadakan

seminar kesehatan, misal tentang seminar Ca Serviks yang dijadwalkan setiap

hari Rabu pagi. Seminar ini dibuka untuk umum (pesertanya diikuti oleh

tenaga kesehatan/pegawai RS Baladhika Husada Jember maupun mahasiswa,

tenaga kesehatan dari instansi lain).

c. Kesempatan tenaga kesehatan terutama perawat di RS Baladhika Husada

Jember untuk mengikuti pelatihan di luar instansi RS Baladhika Husada

Jember masih kurang optimal. Beberapa perawat mengatakan bahwa pelatihan

biasanya hanya diperuntukkan bagi beberapa perawat yang didelegasikan RS

saja.

1.2. Rekruitmen

Oleh: Nofita Nurhidayanti (NIM 112310101044)

Menurut Sukirno, 2004 mengatakan bahwa rekruitmen adalah proses menarik

orang-orang yang memenuhi persyaratan untuk mengajukan lamaran atas pekerjaan

yang belum terisi, yang terbagi atas rekruitmen internal dan eksternal. Rekruitmen

internal merupakan promosi karyawan yang bertujuan untuk menjaga dan

mempertahankan karyawan yang memiliki kinerja baik. Rekruitmen eksternal

melibatkan usaha menarik orang-orang dari luar organisasi untuk mengisi lowongan

pekerjaan melalui pemasangan iklan, wawancara pemeran peluang kerja dan metode

lainnya.

Berdasarkan pengkajian di RS-AD Baladhika Husada Jember terkait perekrutan

pegawai didapatkan hasil yaitu perekrutan ketenagaan di rumah sakit Baladhika

Husada Jember tidak menentu pada setiap periode, perekrutan dilakukan apabila

dibutuhkan ketenagaan baik tenaga kesehatan maupun non kesehatan diinformasikan

melalui kerabat dekat pegawai yang telah bekerja. Kemudian mengajukan lamaran

dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Setelah itu rumah sakit mengadakan proses

seleksi kepegawaian yang meliputi tes tulis, wawancara, psikotes, tes fisik dan

kesehatan.

1.3. Seleksi

Oleh: Silvi Anita Uslatu R. (NIM 112310101035)

1.3.1.Definisi

Sesuai tidaknya pelamar berdasarkan syarat kualifikasi sangat tergantung pada

pengadaan tenaga kerja (rekrutmen). Pengadaan tenaga kerja yang efektif akan

menghasilkan tersedianya sejumlah pelamar yang sesuai kualifikasi. Seleksi dan

orientasi merupakan bagian dari proses penyusunan kepegawaian (staffiying). Proses

penyusunan kepegawaian yang berfungsi untuk mendapatkan the right people in the

right position at the right time, merupakan salah satu tugas penting manajemen

SDM. Proses seleksi bersama dengan proses pengadaan tenaga kerja, merupakan dua

tahapan manajemen SDM yang memberikan darah kehidupan bagi

organisasi/perusahaan.

Menurut Simamora (1997) dan Rivai (2002), Seleksi adalah proses yang

dengannya perusahaan dapat memilih dari sekelompok pelamar yang paling

memenuhi kriteria seleksi untuk posisi yang tersedia berdasarkan kondisi yang ada

saat ini. Prosesnya dimulai ketika pelamar melamar kerja dan diakhiri dengan

keputusan penerimaan. Seleksi adalah proses pemilihan calon pegawai yang telah

menyampaikan lamaran pekerjaan pada instansi/perusahaan (French, 1986;

Nitisemito, 1992). Sedangkan Siagian (1994) menyebutkan bahwa seleksi adalah

berbagai langkah spesifik yang diambil untuk memutuskan pelamar mana yang akan

diterima dan pelamar mana yang akan ditolak.

Ditegaskan oleh Martoyo (1994), seleksi adalah pemilihan tenaga kerja yang

sudah tersedia untuk mendapatkan tenaga kerja yang memenuhi syarat dan memiliki

kualifikasi yang sesuai deskripsi jabatan dan atau sesuai dengan kebutuhan

organisasi. Sedangkan Schuler (1990) menyatakan bahwa seleksi adalah proses

pengumpulan data tentang pelamar pekerjaan untuk menentukan siapa yang layak

dikontrak untuk posisi jangka pendek atau jangka panjang.

Berdasarkan tahapan dalam penerimaan calon pegawai, proses seleksi dimulai

dari penerimaan lamaran dan berakhir dengan keputusan terhadap lamaran tersebut.

Langkah-langkah antara proses dimulai dan diakhiri merupakan usaha pengkaitan

antara kepentingan calon pegawai dan kepentingan organisasi.

1.3.2. Tujuan Seleksi

a. Menjamin perusahaan memiliki karyawan yang tepat untuk suatu jabatan/

pekerjaan;

b. Memastikan keuntungan investasi SDM perusahaan;

c. Mengevaluasi dalam mempekerjakan dan penempatan pelamar sesuai minat;

d. Memperlakukan pelamar secara adil dan meminimalkan deskriminasi;

e. Memperkecil munculnya tindakan buruk karyawan yang seharusnya tidak

diterima.

1.3.3.Sasaran-Sasaran Seleksi

Pelaksanaan seleksi perusahaan mempunyai lima sasaran, sebagai berikut:

a. Efisiensi; dengan adanya seleksi diharapkan nantinya dapat menghasilkan

kinerja yang tinggi akan dapat diperoleh dengan menyelenggarakan proses

seleksi yang ketat dan hati-hati.

b. Ekuitas; aktivitas seleksi merupakan sinyal yang paling terlihat dan paling

penting tentang komitmen organisasi terhadap keadilan dan kepatuhan legal.

Aktivitas tersebut merupakan kontak pertama para pelamar dengan

organisasi dan dari situlah nilai ekuitas perusahaan mulai tertanam.

c. Keakuratan; artinya kemampuan dari proses seleksi untuk secara tepatdapat

memprediksi kinerja pelamar.

d. Keadilan; artinya memberikan jaminan bahwa setiap pelamar yang

memenuhi persyaratan diberiakan kesempatan yang sama dalam system

seleksi

e. Keyakinan; artinya taraf orang-orang yang terlibat dalam proses seleksi

yakin akan manfaat yang diperoleh.

1.3.4. Faktor Penting Dalam Seleksi

A. Faktor Yang Mempengaruhi Seleksi:

1) Kondisi Penawaran Tenaga Kerja

Semakin besar jumlah pelamar yang memenuhi syarat (qualified), maka

akan semakin mudah bagi organisasi untuk memperoleh karyawan yang

berkualitas dan sebaliknya. Pada saat rekrutmen bisa terjadi jumlah calon

yang terjaring lebih kecil dari yang diharapkan. Kondisi tersebut

dimungkinkan oleh :

a) Imbalan/upah yang ditawarkan rendah;

b) Pekerjaan menuntut spesialisasi yang tinggi;

c) Persyaratan yang harus dipenuhi berat;

d) Mutu pelamar rendah.

2) Faktor Eksternal Organisasi

a) Faktor Etika

Dalam proses seleksi, masalah etika seringkali menjadi tantangan yang

berat. Keputusan seleksi seringkali dipengaruhi oleh etika pemegang

keputusan. Bila pertimbangan penerimaan lebih condong karena

hubungan keluarga, teman, pemberian komisi/suap dari pada

pertimbangan keahlian/professional, maka kemungkinan besar

karyawan baru yang dipilih jauh dari harapan organisasi.

b) Ketersediaan Dana dan Fasilitas

Organisasi seringkali memiliki keterbatasan seperti anggaran atau

fasilitas lainnya. Sebagai contoh, besar kecilnya anggaran belanja

pegawai menentukan berapa jumlah pegawai baru yang boleh direkrut.

c) Faktor Kesamaan Kesempatan

Budaya suatu daerah dalam memperlakukan masyarakatnya juga

merupakan tantangan dalam proses seleksi. Diskriminasi masih sering

ditemukan dalam merekrut/menseleksi pegawai yang disebabkan oleh

warna kulit, ras, agama, umur, jenis kelamin, dan sebagainya. Sebagai

contoh kebijaksanaan organisasi (walau tidak tertulis) yang lebih

menyukai pegawai pria atau wanita. Kenyataan ini menghambat proses

seleksi secara wajar.

3) Perangkat Organisasi

Selain faktor-faktor di atas, seleksi juga dipengaruhi oleh keberadaan

perangkat organisasi seperti :

a) Analisis Jabatan

Analisis jabatan merupakan pedoman bagi kegiatan proses seleksi.

Analisis jabatan memberikan informasi tentang uraian jabatan,

spesifikasi jabatan, standarisasi pekerjaan serta persayaratan yang

harus dipenuhi untuk memegang jabatan tersebut. dengan demikian,

seleksi yang dilakukan harus mengacu pada analisis jabatan. Seleksi

tanpa acuan analisis jabatan (tentu yang benar) niscaya sulit untuk

mendapatkan calon pegawai sebagaimana yang dibutuhkan organisasi.

Analisis jabatan ini merupakan arah atau petunjuk tentang target apa

yang hendak dicapai pada saat seleksi.

b) Perencanaan SDM

Dari perencanaan SDM, akan dapat diketahui berapa jumlah calon

pegawai yang dibutuhkan oleh organisasi, pada jenjang apa dan di

bagian mana, dan persyaratan apa yang harus dipenuhi oleh pelamar.

c) Pengadaan Tenaga Kerja (Rekrutmen)

Rekrutmen yang dilakukan akan berpangaruh pada proses seleksi.

Qualified tidaknya pelamar yang akan diseleksi sangat tergantung pada

pengadaan tenaga kerja (rekrutmen). Pengadaan tenaga kerja yang

efektif akan menghasilkan tersedianya sejumlah pelamar yang

qualified dan sebaliknya. Jenis dan sifat berbagai langkah yang harus

diambil tergantung pada hasil rekrutmen.

B. Faktor-Faktor Yang Dipengaruhi Seleksi

1) Orientasi

2) Diklat

3) Pengembangan

4) Perencanaan Karier

5) Penilaian Prestasi Kerja

6) Kompensasi

7) Perjanjian Kerja

8) Pengawasan Personalia

1.3.5.Kriteria Seleksi

Tujuan utama seleksi adalah untuk mendapatkan tenaga kerja yang memenuhi

syarat dan memiliki kualifikasi yang sesuai dengan kebutuhan organisasi, maka dasar

kebijakan dalam seleksi adalah pemenuhan persyaratan kualifikasi yang menjadi

dasar dalam proses seleksi, yang mencakup:

a. Keahlian

Idealnya keahlian merupakan kualifikasi utama dasar kebijaksanaan proses

seleksi. Keahlian yang dimaksud dapat berupa kemampuan teknik, Human

Skill, dan Conceptual Skill. Kemampuan teknik adalah ketrampilan fisik

(tangan) seorang pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya. Sedangkan

Human Skill, adalah keahlian berkomunikasi di dalam berhubungan dengan

orang lain dan atau mempengaruhi orang lain. Conceptual Skill adalah

kemampuan membuat suatu konsep serta menuangkan atau

mengaplikasikannya dalam bentuk kagiatan.

b. Pengalaman

Pada kondisi di mana penawaran tenaga kerja lebih banyak dari permintaan,

maka pengalaman kerja pelamar menjadi keunggulan tersendiri.

Kecenderungan organisasi/perusahaan lebih memilih mereka yang

berpengalaman karena mereka dipandang lebih mampu mengerjakan tugas yang

nantinya akan diberikan. Besarnya pengaruh pengalaman pada keputusan

seleksi seringkali menyebabkan pelamar membuat pengalaman “palsu”. Untuk

menghindari hal tersebut, maka cek dan recek harus dilakukan.

c. Jenis Kelamin

Hingga saat ini kita masih mendengar perjuangan kaum wanita di beberapa

negara yang belum mendapatkan hak yang sama dengan pria. Namun demikian

bukan berarti wanita dengan serta-merta bebas diletakkan di semua jenis

pekerjaan. Sebagai dontoh, perundang-undangan melarang setiap perusahaan

untuk memperkerjakan wanita di pertambangan. Hal ini menunjukkan bahwa

jenis kelamin menjadi salah satu dasar dalam proses seleksi.

d. Pendidikan (Formal dan Nonformal)

Kualifikasi pelamar merupakan cerminan dari hasil pendidikan dan latihan yang

diperoleh sebelumnya. Pendidikan dan pelatihan pelamar akan menentukan

hasil seleksi terutama yang berkaitan dengan kesesuaian antara kualifikasi

pelamar dengan kualifikasi yang diharapkan organisasi. Pendidikan dan latihan

yang pernah dialami pelamar sebelumnya juga dapat menentukan hasil seleksi

selanjutnya seperti keputusan penempatan bila yang bersangkutan diterima,

sehingga “The right man on the right place” lebih dapat didekati.

e. Keadaan Fisik/Kesehatan

Keadaan fisik seseorang (terutama kesehatannya) dipercaya memiliki pengaruh

yang besar terhadap produktivitas kerjanya. Karena semua

organisasi/perusahaan senantiasa ingin memperoleh tenaga kerjanya yang sehat

jasmani dan rohani. Di samping itu untuk jenis pekerjaan tertentu (ABRI,

Pramugari, foto model) selain kesehatan juga dipertimbangkan mengenai postur

tubuh (tinggi dan berat badan). Calon pelamar yang memiliki kondisi kesehatan

dan postur tubuh yang lebih baik jelas lebih beruntung dalam proses seleksi

(tentunya dengan tetap mempertimbangkan faktor-faktor lainnya).

f. Penampilan

Pada pekerjaan-pekerjaan tertentu, penampilan menjadi faktor yang

dipertimbangkan dalam seleksi. Pramugari, foto model, pelayan toko, pelayan

restoran dan lain-lain merupakan contoh pekerjaan yang mempertimbangkan

penampilan. Untuk pekerjaan lainnya, tampang merupakan pertimbangan

tambahan. Yang dimaksud dengan tampang (personal appearance) adalah

tampak seseorang di hadapan orang lain atau yang tampak pada orang lain.

g. Bakat

Penilaian bakat (aptitude) calon pelamar turut memegang kunci sukses

kelulusan seleksi. Psikotes merupakan salah satu cara penseleksian untuk dapat

melihat bakat atau potensi yang ada pada diri pelamar. Bakat positif yang

dimiliki pelamar merupakan modal bagi organisasi di kemudian hari.

h. Temperamen

Temperamen yang dimaksud disini adalah hal-hal yang berkaitan dengan

keseimbangan emosional seseorang, emosi tidak berkaitan dengan pendidikan,

pengalaman, usia, atau jenis kelamin. Pengakitan temperamen dalam proses

seleksi terutama dihubungkan dengan penilaian perkiranaan sikap pelamar

dalam menghadapi pekerjaan dan rekan kerjanya. Pensikapan yang salah pada

pekerjaan dan rekan sekerja dapat menyebabkan tidak optimalnya hasil kerja.

i. Karakter

Karakter yang dimaksud adalah sifat atau sikap sesorang dalam keseharian

seperti periang, pendiam, pemarah, tenang/kalem, pemurung, selalu

bersemangat, selalu pesimis, dan sebagainya.

1.3.6. Prosedur Seleksi

Seleksi pada kenyataannya merupakan proses yang kompleks di mana langkah

satu dengan lainnya saling berkaitan. Menurut Handoko (1994) terdapat tujuh

langkah dalam prosedur seleks yang biasa digunakan. Bagi pelamar yang berasal dari

suplai internal, kadang-kadang tidak perlu melalui beberapa langkah, seperti

penerimaan pendahuluan, pemeriksaan referensi atau evaluasi medis (kesehatan).

Bagi pelamar eksternal, langkah-langkah seleksi yang harus diikuti adalah sebagai

berikut :

A. Tahap 1. Penerimaan Pendahuluan

Pada penerimaan pendahuluan organisasi akan memperoleh kesan pertama

tentang palamar malalui pengamatan tentang penampilan. Begitupun halnya

dengan pelamar, ia akan memperoleh kesan tentang organisasi yang akan

dimasukinya. Dari kesan pertama ini kedua belah pihak akan mengambil

keputusan apakah akan melanjutkan ke langkah berikutnya atau tidak. Dalam

proses penerimaan terdapat dua tahap yaitu:

1) Surat-surat rekomendasi

Berisi tentang sifat-sifat orang yang direkomendasikan sebagai bahan

pertimbangan evaluasi.

2) Format (borang) lamaran

Merupakan format baku formulir lamaran agar mempermudah penyeleksi

mendapatkan informasi/ data yang lengkap dari calon karyawan, dan

sebagai penyaring untuk menentukan apakah pelamar memenuhi kriteria

spesifikasi pekerjaan minimal.

B. Tahap 2. Tes-Tes Penerimaan

Berbagai tes atau ujian diselenggarakan untuk memperoleh informasi

yang obyektif dengan tingkat akurasi yang tinggi. Hasil tes tersebut akan

memberikan informasi tentang cocok tidaknya pelamar dengan jabatan atau

pekerjaan yang akan dipercayakan kepadanya. Secara umum terdapat tiga

jenis tes yang akan diujikan pada pelamar yaitu :

1) Tes Pengetahuan Dasar

Tes ini dilakukan untuk menguji pengetahuan pelamar tentang berbagai

hal, misalnya tes untuk menguji pandangan seseorang tentang suatu

masalah yang sedang dibicarakan.

2) Tes Psikologi

Tes ini berguna untuk menguji kepribadian, bakat, minat kecerdasan dan

keinginan berprestasi. Bentuk-bentuk tes psikologi meliputi :

a) Tes kecerdasan (intelligence test)

b) Tes kepribadian (personality test)

c) Tes bakat (aptitude test)

d) Tes minat (interest test)

e) Tes prestasi (achievement test)

3) Tes Pelaksanaan Pekerjaan (Performance Test)

Yaitu test yang mengukur kemampuan untuk melaksanakan beberapa

bagian pekerjaan yang akan dipegangnya. Agar berbagai tes di atas benar-

benar memberikan informasi yang ingin digali dari pelamar, maka ada

dua persyaratan yang harus dipenuhi yaitu validitas dan realibitas. Yang

dimaksud dengan validitas adalah bahwa nilai yang didapat oleh

seseorang terkait dengan pelaksanaan pekerjaan atau dengan berbagai

kriteria obyektif lainnya yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan

perkataan lain, tingkat validitas dapat dikatakan tinggi bila hubungan

antar hasil tes dengan prestasi kerja semakin kuat. Sedangkan sebaliknya

bila keterkaitan hasil tes lemah, maka tingkat validitasnya rendah.

Sedangkan yang dimaksud dengan realibilitas (dapat dipercaya) ialah

bahwa hasil yang diperoleh konsisten setiap kali tes tersebut dilakukan.

Jika hasil tes bervariasi setiap kali dilakukan, maka berarti tes tersebut

tidak dapat dipercaya (unreliable). Penting untuk diingat bahwa tes yang

dapat dipercaya pasti tidak valid.

C. Tahap 3. Wawancara Seleksi

Wawancara seleksi adalah percakapan formal dan mendalam yang

dilakukan untuk mengevaluasi hal-hal yang dapat diterimanya atau tidak.

Pada tahap ini pewawancara berusaha mendapatkan jawaban tentang dua hal

yaitu dapatkah pelamar melaksanakan pekerjaan, serta bagaimana

kemampuan pelamar dibandingkan dengan pelamar-pelamar lain. Wawancara

merupakan teknik yang paling banyak digunakan. Wawancara juga memiliki

fleksibilitas yang tinggi, karena dapat diterapkan pada semua calon pegawai

karyawan manajerial maupun operasional, berketerampilan rendah maupun

berketerampilan tinggi.

Teknik ini juga memungkinkan pertukaran informasi dua arah.

Pewawancara dapat mempelajari pelamar dan pelamar dapat mempelajari

pewawancara. Wawancara merupakan kontak langsung antara calon pegawai

dengan perusahaan yang akan memperkerjakannya (yang diwakili oleh

pewawancara). Calon pegawai akan mengekspresikan ide dan perilakunya

secara penuh pada wawancara ini. Keduanya (perusahaan dan calon pegawai)

akan mempersiapkan sebaik mungkin hal-hal yang berkaitan dengan

pekerjaan yang ditawarkan.

Wawancara juga memiliki kelemahan karena subyektivitas pada cara

wawancara, sangat tinggi. Meskipun demikian cara ini tetap berguna untuk

mendapatkan calon pegawai yang qualified. Beberapa masalah yang timbul

dalam wawancara yang diakibatkan subyektivitas pewawancara:

1) Bias Personal

Kesalahan yang diakibatkan prasangka pribadi pewawancara terhadap

kelompok-kelompok tertentu. Sikap pewawancara yang like or dislike

terhadap pelamar menyebabkan terjadinya kesalahan di dalam

menyimpulkan hasil wawancara. Sebagai contoh, seorang pewawancara

mungkin ia tidak menyukai suatu suku tertentu, dan kebutuhan orang

yang diwawancarai itu berasal dari suku yang tidak disukainya itu.

2) Halo Effect

Hallo Effect adalah suatu istilah untuk kesalahan pengambilam keputusan

akibat perilaku atau penampilan pelamar saat wawancara berkesan baik.

Kesalahan ini terjadi karena informasi tentang pelamar yang digunakan

oleh pewawancara sangat terbatas. Kelebihan calon dalam penampilan

atau tata krama akan berkesan baik pada pewawancara. Begitu besarnya

kesan yang tertanam dalam jiwa pewawancara, sehingga kesalahan

pelamar di dalam menjawab menjadi terabaikan. Contoh, pelamar yang

berpakaian rapi dan berpenampilan menarik (termasuk cantik dan

ganteng) dan bertata krama sopan akan diperlukan sebagai calon unggul

sebelum wawancara dimulai.

3) Horn Effect

Sebagaimana Hallo Effect, kesalahan Horn Effect tejadi karena informasi

tentang pelamar yang digunakan oleh pewawancara terbatas. Horn Effect

adalah kebalikan dari Hallo Effect. Bila dalam Hallo Effect kesalahan

diakibatkan oleh kesan positif pewawancara, maka dalam Horn Effect

kesalahan diakibatkan kesan negatif pewawancara terhadap pelamar.

Contoh, seorang pelamar menggunakan blue jeans atau pakaian santai

diangap bersikap kurang sopan dan kurang menghargai wawancara.

Kesan buruk pewawancara terhadap calon dapat menyebabkan calon

tersebut tidak akan diunggulkan sebagai calon terpilih.

4) Pertanyaan-Pertanyaan Menuntun (Leading Question)

Kesalahan ini akibat pertanyaan yang diajukan pewawancara lebih

bersifat menuntun (tertutup). Pada gilirannya model pertanyaan ini

menyulitkan pelamar untuk mengekspresikan jawabannya. Contoh :

a) Apakah saudara menyenangi pekerjaan yang ditawarkan?

b) Setujukah saudara bahwa keuntungan perusahaan adalah hal yang

utama?

5) Dominasi Pewawancara

Kesalahan ini akibat pewawancara menggunakan waktu wawancara untuk

percakapan sosial atau membanggakan kehebatannya. Misalnya,

penggunaan waktu oleh pewawancara untuk menceritakan rencana-

rencana pribadinya di dalam mengembangkan perusahaan atau

menggunakan waktu untuk menceritakan betapa pentingnya posisinya

sebagai pewawancara yang akan menentukan kelulusan pelamar.

D. Tahap 4. Pemeriksaan Referensi

Secara umum terdapat dua jenis referensi, yang pertama adalah

referensi pengalaman pendidikan atau pengalaman kerja pelamar dan yang

kedua referensi personal pelamar. Referensi pengalaman kerja dan

pengalaman pendidikan dibutuhkan untuk mengetahui spesialisasi keahlian

yang dimiliki pelamar, sedangkan referensi personal digunakan untuk

mengetahui sikap dan perilaku pelamar.

Umumnya kedua referensi terebut diserahkan secara tertulis.

Kenyataan menunjukkan bahwa sangat jarang organisasi/perusahaan

mendapatkan referensi tertulis yang benar. Untuk mengatasi hal tersebut

organisasi melakukan pemeriksaan ulang (recheck) melalui telepon kepada

pemberi referensi.

E. Tahap 5. Evaluasi Medis (Tes Kesehatan)

Langkah ini dilakukan untuk menjamin bahwa pelamar berada dalam

kondisi fisik yang sehat. Cara yang biasa dilakukan untuk mengevaluasi

kesehatan pelamar adalah dengan meminta surat keterangan dokter dan

melakukan sendiri evaluasi medis. Tujuan yang ingin dicapai dengan evaluasi

medis adalah :

1) Menjamin bahwa pelamar tidak menderita suatu penyakit yang

berbahaya, kronis atau menular.

2) Memperoleh informasi apakah fisik pelamar mampu menghadapi

tantangan pekerjaan.

3) Meperoleh gambaran tentang tinggi-rendahnya premi asuransi yang harus

dibayar.

F. Tahap 6. Wawancara Oleh Penyelia (supervisor)

Karena atasan langsung adalah orang yang paling bertanggung jawab

terhadap pekerjaan yang akan menjadi bawahannya, maka pendapat dan

persetujuan atasan langsung harus menjadi pertimbangan sebelum dilakukan

keputusan penerimaan. Dengan posisi dan pengalamannya, atasan langsung

mempunyai kemampuan untuk mengevaluasi kecakapan teknis pelamar dan

menjawab pertanyaan-pertanyaan pelamar tentang pekerjaan yang akan

dijalankannya secara lebih tepat.

G. Tahap 7. Keputusan Penerimaan

Langkah terakhir dalam proses seleksi adalah pengambilan keputusan

penerimaan. Siapa yang akhirnya mengambil keputusan atas lamaran yang

diterima dan apapun hasilnya (diterima atau ditolak), yang jelas keputusan

tersebut harus diberikan pada para pelamar. Pengambilan keputusan adalah

tindakan yang tepat dan sangat etis sekaligus untuk menjaga citra

organisasi/perusahaan. Tindakan pengambilan keputusan dikatakan tepat dan

etis karena dengan demikian organisasi menunjukkan kepeduliannya terhadap

nasib orang-orang pencari kerja.

Setelah keputusan penerimaan diambil, seluruh dokumen pelamar

(yang diterima maupun ditolak) disimpan secara terpisah dengan rapi dan

baik. Dokumen pelamar yang diterima akan berguna dikemudian hari dalam

membina dan mengembangkan karier pegawai yang bersangkutan. Dan

dokumen pelamar yang tidak dapat diterima dapat bermanfaat untuk

pengadaan tenaga kerja atau perekrutan tenaga kerja di masa mendatang.

Proses seleksi merupakan suatu proses yang dipengaruhi oleh proses

sebelumnya, maka keberhasilan seleksi sangat tergantung pada hal-hal seperti

perencanaan SDM, pengadaan tenaga kerja, penetapan kualifikasi calon

pegawai, dan variasi teknik seleksi yang digunakan. Dengan perhatian dan

perlakuan yang cermat pada faktor-faktor di atas, organisasi/perusahaan dapat

memperkerjakan orang yang cakap dan tepat. Setelah proses seleksi berakhir,

maka langkah berikutnya dalam manajemen sumber daya manusia adalah

orientasi.

1.3.7. Proses Seleksi Tenaga kerja di RS Baladhika Husada Jember

Proses seleksi tenaga kerja di rumah sakit baladhika husada jember tidak

menentu pada setiap periode, perekrutan tenaga kerja dilakukan apabila dibutuhkan

ketenagaan baik tenaga kesehatan maupun non kesehatan diinformasikan melalui

kerabat dekat pegawai yang telah bekerja. Sehingga proses seleksi juga menyesuaikan

dengan kebutuhan tenaga kerja di rumah sakit tersebut.

Persyaratan pengajuan lamaran pekerjaan di rumah sakit baladhika husada

telah di tempet pada bagian informasi (TUUD). Melalui informasi lisan, calon

pegawai kemudian mengajukan lamaran dengan persyaratan yang telah ditetapkan.

Setelah itu rumah sakit mengadakan proses seleksi kepegawaian yang meliputi tes

tulis kemampuan dasar, psikotes, tes fisik dan kesehatan dan wawancara. Alur seleksi

tenaga kerja adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Alur Seleksi Ketenagaan

Rumah sakit Baladhika Husada membutuhkan tenaga kerja baru

Pegawai RS baladhika Husada memberikan informasi secara lisan kepada anggota keluarga

atau kerabat dekat

Calon pegawai mengajukan lamaran pekerjaan sesuai dengan peryaratan yang di tentukan oleh

pihak rumah sakit

RS baladhika husada mengadakan seleksi:

1) Tes kemampuan dasar2) Tes psikologi (psikotes)3) Tes fisik dan kesehatan4) Wawancara

1.4. Orientasi

Oleh: Wahyu Elok Pambudi (NIM 112310101043), suhariyati (112310101001)

1.4.1.Pengertian Orientasi

Orientasi merupakan proses kegiatan memberikan informasi yang

berhubungan dengan lingkungan kerja baru dalam suatu organisasi. Proses ini akan

mempermudah perawat baru menyesuaikan dalam melaksanakan tugas dan fungsi

yang dibebankan kepadanya (Wijaya dkk, 2012).

Tak ada format yang jelas tentang materi yang harus diberikan pada program

orientasi, namun mengacu pada Astra International dalam buku panduannya

menyebutkan bahwa program orientasi meliputi :

a. Company yaitu memahami visi, misi, nilai inti, organisasi dan sistem

manajemen yang digunakan.

b. Customer & competitor dengan fokus materi pada pengenalan siapa

pelanggan dan pesaing perusahaan.

c. Customes & manners yaitu berisi kebiasaan dan peraturan tak tertulis.

d. Teams dengan materi pengenalan karyawan dan pekerjaan / proses kerja di

bagiannya.

e. Company regulations yaitu pengenalan etika kerja, serta peraturan-peraturan

perusahaan yang tertulis.

f. Job yaitu pengenalan pekerjaan yang akan dilakukan.

g. Facilities yaitu pengenalan tentang segala macam fasilitas perusahaan dalam

rangka menunjang kerja.

1.4.2.Tujuan Orientasi

Orientasi bertujuan untuk mempercepat masa adaptasi sehingga karyawan

baru dapat bekerja lebih cepat dan lebih baik. Program orientasi dirancang untuk

memberikan kepada karyawan baru informasi yang dibutuhkannya agar dapat bekerja

dengan enak dan efektif dalam organisasi. Tujuan orientasi adalah untuk

mendapatkan SDM yang dapat melakukan pekerjaan secara tepat.

Pada umumnya, karyawan akan merasa sedikit waswas selama hari-hari

pertama kerja. Setidaknya ada 3 alasan utama yang menyebabkan terjadinya

kegugupan pada hari-hari pertama kerja antara lain :

a. Alasan pertama adalah bahwa setiap situasi baru yang melibatkan perubahan

dan perbedaan dalam beberapa hal, akan menyebabkan karyawan baru harus

menghadapi ketidakpastian;

b. Alasan kedua adalah harapan yang tidak realistis. Karyawan baru sering

memiliki harapan tinggi yang tidak realistis tentang keuntungan yang akan

diperolehnya dalam pekerjaan baru dan hal ini sering terbentur pada

kenyataan bahwa yang akan mereka peroleh tidak seperti yang mereka

harapakan semula;

c. Alasan ketiga adalah kejutan yang dapat mengakibatkan kecemasan. Kejutan

dapat terjadi apabila harapan mengenai pekerjaan atau diri sendiri tidak

terpenuhi.

1.4.3.Sasaran-Sasaran Utama Orientasi

Adalah mengulangi kecemasan awal yang dirasakan oleh semua pekerja baru

untuk memulai pekerjaan baru, untuk mengakrabkan karyawan baru dengan

pekerjaannya, unit kerjanya dan organisasi sebagai keseluruhan, dan agar

mempermudah peralihan dari luar ke dalam. Pada dasarnya program orientasi bagi

karyawan baru sangatlah mutlak diperlukan baik ditinjau dari sudut kepentingan

perusahaan maupun karyawan itu sendiri yang tujuan pokoknya agar setiap

karyawan baru:

a. Dapat beradaptasi dan berinteraksi dengan kondisi lingkungan yang baru

dimasuki

b. Dapat memahami organisasi dan budaya perusahaan (visi, misi, nilai inti

dan kegiatan operasionalnya),

c. Mempunyai kesamaan pola (paradigma) pikir dan terakhir,

d. Sebagai bekal sebelum yang bersangkutan bertugas di tempat kerjanya

masing masing menyampaikan bahwa program orientasi yang diberikan

kepada karyawan baru saat mereka pertama kali masuk kerja setidaknya

mempunyai tujuan antara lain:

e. Untuk mengurangi biaya di mana orientasi diharapkan mampu membantu

karyawan baru agar cepat incharge dalam pekerjaannya.

f. Mengurangi kecemasan. Kebanyakan karyawan mengalami kecemasan ketika

masuk ke dalam situasi kerja yang baru. Pengalaman menghadapi kecemasan

ini berpengaruh padanya dalam mempelajari pekerjaannya. Orientasi

membantu karyawan untuk mengatasi kecemasan tersebut dengan membantu

karyawan dengan memberikan pedoman yang dibutuhkannya untuk dapat

bekerja dengan baik.

g. Mengurangi turn over karyawan. Karyawan pindah kerja karena merasa tidak

dihargai atau merasa tidak berada pada posisi yang tepat pada pekerjaannya.

Program orientasi menunjukkan bahwa perusahaan menghargai karyawannya

dan membantu menyediakan alat / fasilitas yang dibutuhkan untuk dapat

sukses dalam pekerjaannya.

h. Menghemat waktu untuk supervisi. Program orientasi karyawan baru

membantu karyawan untuk cepat memahami pekerjaannya sehingga bisa

langsung incharge dalam kerjanya. Supervisi atau atasannya tidak perlu

menyediakan waktu yang lama untuk melakukan mentoring agar mereka

dapat bekerja sesuai harapan.

i. Membangun harapan yang positif terhadap pekerjaannya, sikap yang positif

dan kepuasan kerja. Sangatlah penting bahwa para karyawan belajar sesegera

mungkin apa yang menjadi harapannya, apa yang diharapkan padanya, selain

belajar tentang nilai dan sikap yang ada dalam organisasi. Jenis orientasi yang

diberikan kepada karyawan baru ada dua macamnya yaitu orientasi organisasi

dimana orientasi dimaksudkan untuk memberitahu karyawan mengenai

tujuan, riwayat, filosofi, prosedur dan pengaturan organisasi tersebut, serta

orientasi unit kerja yang dimaksudkan untuk mengakrabkan karyawan itu

dengan sasaran unit kerja tersebut, memperjelas bagaimana pekerjaannya

menyumbang pada sasaran unit itu dan mencakup perkenalan dengan rekan-

rekan kerja barunya.

1.4.4.Teknik-Teknik Orientasi

Ada beberapa jenis teknik orientasi antara lain :

a. Program orientasi dan sosialisasi

Program orientasi ini berawal dari perkenalan singkat secara informal sampai

pada program-program formal dengan waktu yang lebih panjang. Dalam program

formal, karyawan baru biasanya diberi buku pegangan atau bahan cetakan yang berisi

jam kerja, peninjauan prestasi, cara pembayaan gaji, liburan dan penggunaan fasilitas

serta pedoman dan peraturan perusahaan lainnya. Aktivitas ini biasanya dilakukan

oleh supervisor si karyawan baru dan departemen personalia.

b. Peninjauan pekerjaan secara realistis

Aktivitas ini bertujuan untuk menunjukkan cakupan pekerjaan yang

sebenarnya kepada calon karyawan. Cara ini efektif untuk memperkecil kejutan

realitas. Schein mengemukakan bahwa salah satu masalah terbesar yang dihadapi

calon karyawan dan pimpinan dalam tahap awal kepegawaian adalah hal-hal yang

mencakup perolehan informasi yang akurat dari kedua belah pihak.

c. Budaya organisasi

Dapat diartikan sebagai sikap dan persepsi yang dimiliki karyawan pada

umumnya dalam suatu perusahaan tempat mereka berkerja. Dengan kata lain para

karyawan menangkap isyarat tentang perusahaan mereka misalnya sejauh mana

mereka dinilai secara adil atau sejauh mana hubungan persahabatan yang

diperlihatkan oleh pimpinan mereka.

d. Pereratan hubungan antar-karyawan

Cara lain untuk membantu proses sosialisasi karyawan baru adalah dengan

mempererat hubungan antar mereka dan dengan teman kerja baru atau dengan para

supervisor mereka, yang bertindak sebagai mentor. Sebagai contoh beberapa

perusahaan mendukung adanya program- program formal. Seperti sistem sahabat

dimana karyawan yang ditugasi sebagai mentor memberi training khusus dan

bertindak sebagai pemandu bagi pendatang baru.

e. Informasi prestasi kerja

Sistem penilaian perusahaan juga memainkan perananan penting dalam proses

sosialisasi. Catatan prestasi kerja secara formal dan informal dari supervisor yang

disampaikan pada waktu yang tepat kepada karyawan baru dapat mengurangi tekanan

akibat ketidakpastian karena “ tidak mengetahui prestasi yang dicapai”. Selain itu

catatan tersebut dapat membantu karyawan baru untuk memutuskan cara

melaksanakan pekerjaan di masa mendatang. Sebagai contoh, penilaian sebelumnya

dapat digunakan sebagai upaya “penalaran” untuk memperbaiki persepsi yang keliru.

1.4.5.Gambaran Orientasi di Rumah Sakit Baladhika Husada Jember

Orientasi pegawai yang dilakukan di rumah sakit bertujuan untuk membantu para

pemberi layanan kesehatan yang baru untuk beradaptasi dengan situasi baru yang ada

di rumah sakit. Dengan mampunya pemberi layanan kesehatan dalam beradaptasi

diharapkan dapat memberikan pelayanan yang semakin baik. Dari pengkajian yang

didapatkan selama PBL di Rumah Sakit Baladhika Husada tentang orientasi pegawai

di rumah sakit Baladhika Husada adalah sebagai berikut.

a. Program orientasi dan sosialisasi

Program orientasi yang dilaksanakan oleh Rumah Sakit Baladhika Husada adalah

pada setiap pegawai baru diawali dengan perkenalan singkat secara informal sampai

pada program-program formal dengan waktu yang lebih panjang. Setiap pagi hari

sebelum melakukan jam dinas selalu diadakan apel pagi untuk mengawasi dan

memantau setiap pekerja terutama tentang kedisiplinan dan disertai penyampaian

informasi terbaru.

Pada setiap tenaga baru yang bekerja di Rumah Sakit Baladhika Husada harus

bisa tentang PBB (Peraturan Baris Berbaris). Hal ini bertujuan untuk membiasakan

para tenaga kerja untuk disiplin. Di Rumah Sakit Baladhika Husada berpandangan

bahwa kedisiplinan adalah harga mati dan wajib dijalankn oleh setiap tenaga yang

bekerja di Rumah Sakit Baladhika Husada.

Rumah Sakit Baladhika Husada memiliki visi misi rumah sakit. Setiap tenaga

pekerja yang ada di Rumah Sakit Baladhika Husada harus memahami visi, misi, nilai

inti, organisasi dan sistem manajemen yang digunakan di Rumah Sakit Baladhika

Husada. Namun di ruangan tidak ada visi misi khusus untuk ruangan masing-masing.

Di Rumah Sakit Baladhika Husada juga dilakukan perkenalan terhadap peraturan-

peraturan yang ada di Rumah Sakit Baladhika Husada.

b. Peninjauan Pekerjaan secara Realistis

Peninjauan pekerjaan di Rumah Sakit Baladhika Husada tidak dijalankan secara

optimal. Supervisi dari keperawatanpun juga jarang dilakukan sehingga hal ini dapat

berdampak pada semangat tenaga kerja dalam menjalankan pekerjaannya.

c. Informasi

Setiap seminggu sekali di aula Rumah Sakit Baladhika Husada diadakan seminar

tentang pembahsan isue-isue kesehatan dan yang ada di rumah sakit. Dari kegiatan

ini dapat meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan dan untuk menjalin

kebersaman serta keakrapan antar tenaga kesehatan.

1.5. Penilaian Kerja

Oleh: Kukuh Aria Wijaya (NIM 112310101059), Bima Satriya Dewantara (NIM

112310101030)

1.5.1.Defenisi

Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer

perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas. Proses penilain

kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan prilaku pegawai dalam

rangka menghasilkan jasa kperawatan dalam kualitas dan volume yang tinggi.

Perawat manajer dapat menggunakan proses aprassial kinerja untuk mengatur arah

kerja dalam memilih, melatih, bimbingan perencanaan karir, serta pemberian

penghargaan kepada perawat yang berkompeten.

Kinerja adalah pekerjaan yang merupakan gabungan dari karakteristik pribadi

dan pengorganisasian seseorang. Sementara As’ad, (2003) mendefinisikan kinerja

sebagai keberhasilan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Sedangkan

Yaslis Ilyas (2002) yang dimaksud dengan kinerja adalah penampilan hasil kerja

pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas. Kinerja dapat berupa penampilan

kerja perorangan maupun kelompok. Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi

yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam organisasi.

1.5.2.Prinsip-Prinsip Penilaian

Menurut Gillies (1996), untuk mengevaluasi bawahan secara tepat dan adil,

manajer sebaiknya mengamati prinsip-prinsip tertentu:

1) Evaluasi pekerja sebaiknya didasarkan pada standar pelaksanaan kerja orientasi

tingkah laku untuk posisi yang ditempati. Karena diskripsi kerja dan sstandar

pelaksanaan kerja disajikan ke pegawai selama masa orientasi sebagai tujuan

yang harus diusahakan, pelaksanaan kerja sebaiknya dievaluasi berkenaan

dengan sasaran-sasaran yang sama.

2) Sample tingkah lakku perawat yang cukup representatiif sebaiknya diamati

dalam rangka evaluasi pelaksanaan kerjanya. Perhatian haarus diberikan untuk

mengevaluasi tingkah laku konsistennya serta guna menghindari hal-hal yang

tidak diinginkan.

3) Perawat sebaiknya diberi salinan deskripsi kerjanya, standar pelaksanan kerja,

dan bentuk evaluasi untuk peninjauan ulang sebelum pertemuan evaluasi

sehingga baik perawat maupun supervisor dapat mendiskusikan evaluasi dari

kerangka kerja yang sama.

4) Didalam menuliskan penilaian pelaksanaan kerja pegawai, manajer sebaiknya

menunjukan segi-segi dimana pelaksanaan kera itu bias memuaskan dan

perbaikan apa yang diperlukan. Supervisorsebaknya merujuk pada contoh-

contoh khusus mengenai tingah laku yang memuaskan maupun yang tidak

memuaskan supaya dapat menjelaskan dasar-dasar komentar yang bersifat

evaluative.

5) Jika diperlukan, manajar sebaiknya menjelaskan area mana yang akan

diprioritaskan seiring dengan usaha perawat untuk meningkatkan pelaksanaan

kerja.

6) Pertemuan evaluasi sebaiknya dilakukan pada waktu yang cocok bagi perwat

dan manajer, diskusi evaluasi sebaiknya dilakukan dalam waktu yang cukup

bagi keduanya.

7) Baik laporan evaluasi maupun pertemuan sebaik nya disusun denga terencana

sehingga perawat tidak merasa kalau pelaksanaan kerjanya sedang dianalisa.

1.5.3.Manfaat Yang Dapat Dicapai Dalam Penilaian Kerja

Manfaat penilaian kerja dapat dijabarkan menjadi 6, yaitu:

1) Meningkatkan prestasi kerja staf baik secara individu atau kelompok dengan

memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi

diri dalam kerangka pencapaian tujuan pelayanan RS.

2) Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada gilirannya

akan mempengaruhi atau mendorong SDM secara keseluruhannya.

3) Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatakan

hasil karya dan prestasi dengan cara memberikan umpan balik kepada mereka

tentang prestasinya.

4) Membantu RS untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan

staf yang lebih tepat guna. Sehingga RS mempunyai tenaga yang cakap dan

tampil untuk pengembangan pelayanan keperawatan dimasa depan.

5) Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja dengan

meningkatkan gajinya atau system imbalan yang baik.

6) Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk mengeluarkan

perasaannya tentang pekerjaannya atau hal lain yang ada kaitannya melalui

jalur komunikasi dan dialog, sehingga dapat mempererat hubungan antara

atasan dan bawahan.

Dengan manfaat tersebut diatas maka dapat diidentifikasi siapa saja staf yang

mempunyai potensi untuk dikembangkan karirnya dapat dicalonkan untuk

menduduki jabatan serta tanggung jawab yang lebih besar pada masa yang akan

dating atau mendapatkan imbalan yang lebih baik. Sedangkan bagi karyawan yang

terhambat disebabkan karena kemauannya serta motivasi dan sikap yang kurang baik

maka perlu diberikan pembinaan berupa teguran atau konseling oleh atasannya

langsung.

1.5.4.Model dan Metode Penilaian Kinerja

Mangkunegara (2009) menjelaskan model penilaian kinerja yaitu:

a. Penilaian sendiri

Penilaian sendiri adalah pendekatan yang paling umum digunakan untuk

mengukur dan memahami perbedaan individu. Akurasi didefinisikan sebagai

sikap kesepakatan antara penilaian sendiri dan penilaian lainnya. Other Rating

dapat diberikan oleh atasan, bawahan, mitra kerja atau konsumen dari individu

itu sendiri. Penilaian sendiri biasanya digunakan pada bidang sumber daya

manusia seperti: penilaian, kinerja, penilaian kebutuhan pelatihan, analisa

peringkat jabatan, perilaku kepemimpinan dan lainnya. Penilaian sendiri

dilakukan bila personal mampu melakukan penilaian terhadap proses dan hasil

karya yang mereka laksanakan sebagai bagian dari tugas organisasi.Penilaian

sendiri atau dipengaruhi oleh sejumlah faktor kepribadian, pengalaman,

pengetahuan dan sosio demografi seperti suku dan kependidikan. Dengan

demikian tingkat kematangan personal dalam menilai hasil karya menjadi hal

yang patut diperhatikan.

b. Penilaian atasan

Pada organisasai pada kematangan tingkat majemuk, personal biasanya dinilai

oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi, penilaian ini yang termasuk dilakukan

oleh supervisor atau atasan langsung.

c. Penilaian mitra

Penilaian mitra lebih cocok digunakan pada kelompok kerja yang mempunyai

otonomi yang cukup tinggi. Dimana wewenang pengambilan keputusan pada

tingkat tertentu telah didelegasikan oleh manajemen kepada anggota kinerja

kelompok kerja. Penilaian mitra dilakukan oleh seluruh anggota kerja kelompok

dan umpan balik untuk personal yang dinilai yang dilakukan oleh komite kerja

dan bukan oleh supervisor. Penilaian mitra biasanya lebih ditujukan untuk

pengembangan personal dibandingkan untuk evaluasi.

d. Penilaian bawahan

Penilaian bawahan terhadap kinerja personal terutama dilakukan dengan

tujuan untuk pengembangan dan umpan balik personal. Bila penilaian ini

digunakan untuk administratif dan evaluasi, menetapkan gaji dan promosi maka

penggunaan penilaian ini kurang mendapat dukungan, program penilaian

bawahan terhadap manajer dalam rangka perencanaan dan penilaian kinerja

manajer. Program ini meminta kepada manajer untuk dapat menerima penilaian

bawahan sebagai umpan balik atas kemampuan manajemen mereka.

Menurut Lumbanraja dan Nizma (2010), metode penilaian prestasi dapat

dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

a. Metode yang berorientasi pada masa lalu

1) Rating Scale: Pengukuran dilakukan berdasarkan skala prestasi (kuantitatif

dan kualitatif) yang sudah baku.

2) Checklist: Metode ini memerlukan penilaian untuk menyeleksi pernyataan

yang menjelaskan karakteristik karyawan.

3) Critical Incident Method: pengukuran dilakukan berdasarkan catatan aktivitas

seorang karyawan dalam periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam

perilaku positif dan negatif.

4) Field Review Method: Pengukuran dilakukan dengan langsung meninjau

lapangan.

5) Performance Test and Observation: Penilaian prestasi kerja dapat

dilaksanakan didasarkan pada suatu test keahlian.

6) Comparative Evaluation Approach: Pengukuran dilakukan dengan

membandingkan prestasi kerja seorang karyawan dengan karyawan lain.

b. Metode yang berorientasi pada masa depan

1) Self appraisal: Teknik evaluasi ini berguna bila tujuan evaluasi diri adalah

untuk melanjutkan pengembangan diri.

2) Psycological appraisal: penilaian ini biasanya dilakukan oleh seorang

psikolog, terutama digunakan untuk menilai potensi karyawan.

3) Management By Objectives: Pengukuran berdasarkan pada tujuan pekerjaan

yang terukur dan disepakati bersama antara karyawan dan atasan-nya.

4) Assesment Center: bentuk penilaian yang di standarisasi, tergantung pada tipe

berbagai penilai

1.5.5.Alat Ukur

Berbagai macam alat ukur telah digunakan dalam penelitian pelaksanaan kerja

karyawan keperawatan. Agar efektif, alat evaluasi sebaiknya dirancang untuk

mengurangi bias, meningkatkan objektifitas serta menjamin keabsaan dan ketahanan.

Setiap supervisor menunjukan beberapa tingkatan bias dalam evaluasi kerja bawahan.

Beberapa supervisor biasanya menilai pelaksanaan kerja perawat laki-laki terlalu

tinggi dan beberapa supervisor yang lain biasanya juga mermehkan pelaksanaan kerja

perawat asing. Beberapa diantaranya menaksir terlalu tinggi pengetahuan dan

keterampilan dari setiap perawat itu sangat menarik, termassuk juga dalam hal

kerapian dan kesopanan.

Objektifitas, yaitu kemampuan untuk mengalihkan diri sendiri secara

emosional dari suatu keadaan untuk mempertimbangkan fakta tapa adanya

penyimpangan oleh perasaan pribadi.

Keabsahan diartikan sebagai tingkatan alat mengukur pokok isi serta apa yang harus

diukur. Alat pengukur yang digunakan dalam menilaian pelaksanaan kerja dan tugas-

tugas yang ada dalam diskripsi kerja dari kepala perwat perlu dirinci satu demi satu

dan dilaksanakan secara akurat.

Jenis alat evaluasi pelaksanaan kerja perawat yang umum digunakan ada lima yaitu:

laporan bebas, pengurutan yang sederhana, checklist pelaksanaan kerja, penilaian

grafik,dan perbandingan pilihan dibuat-buat (Henderson, 1984).

1) Laporan tanggapan bebas

Pemimpin atau atasan diminta memberikan komentar tentang kullitas

pelaksanaan kerja bawahan dalam jangka waktu tertentu. Karen tidak adnya

petunjuk yang harus dievaluasi, sehingga penilaian cendrung menjadi tidak sah.

Alat ni kurang objektfi karena mengabaiikan satu atau lebih aspek penting,

dimana penilaian hanya berfokus pada salah satu aspek.

2) Checklist pelaksanaan kerja

Checklist terdiri dari daftar kriteria pelaksanaan kerja untuk tugas yang paling

penting dalam deskripsi kerja karyawan, dengan lampiran formulir dimana nilai

dapat menyatakan apakah bawahan dapat memperlihatkan tingkah laku yang

diinginkan atau tidak.

1.5.6.Standar Instrumen Penilaian Kerja Perawat Dalam Melakasankan Asuhan

Keperawatan Kepada Klien

Dalam penilaian kualitas pelayanan keperawatan kepada klien digunakan

standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam

melaksanakan asuhan keparawatan. Standar praktik keperawatan oleh PPNI (2000)

yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan, yang meliputi: (1) pengkajian, (2)

diagnosa keperawatan, (3) perencanaan, (4) implementasi, (5) evaluasi.

A. Standar I: pengkajian keperawatan

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis,

menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Kriteria pengkajian

keperawatan:

a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, observasi, pemeriksaan

fisik serta dari pemerikasaan penunjang.

b. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang yang terkait, tim

kesehatan, rekam medis dan catatan lain.

c. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi:

1) Status kesehatan klien masa lalu.

2) Status kesehatan klien saat ini.

3) Status biologis-psikologis-sosial-spiritual.

4) Respon terhadap terapi.

5) Harapan terahdap tingkat kesehatan yang optimal.

6) Resiko-resiko tinggi masalah.

B. Standar II: diagnose keperawatan.

Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnose keperawatan.

Adapun kriteria proses;

a. Proses diagnose terdiri dari analisis, interpretasi data, identifikasi masalah

klien dan perumusan diagnose keperawatan.

b. Diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah (P), penyebab (E) dan tanda atau

gejala (S), atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE).

c. Bekerja sama dengan klien dan petugas keseshatan lain untuk memvalidasi

diagnosa keperawatan.

d. Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan data terbaru.

C. Standar III: perencanaan keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan

meningkatkan kesehatan klien.

Kriteria prosesnya meliputi:

a.       Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan

keperawatan.

b.      Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.

c.       Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien.

d.      Mendokumentasi rencana keperawatan.

D. Standar IV; implementasi

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana

asuhan keperawatan.

Kriteria proses meliputi:

a. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.

b. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.

d. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan

asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkunngan yang digunakan.

e. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan

respon klien.

E. Standar V: evaluasi keperawatan

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam

pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Adapun kriteria

prosesnya:

a. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat

waktu dan terus menerus.

b. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan

kearah pencapaian tujuan.

c. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat.

d. Bekerjasama dengan klien keluarga untuk memodifikasi perencanaan.

Dengan standar asuhan keperawatan tersebut, maka pelayanan keperawatan

menjadi lebih terarah. Standar adalah pernyataan deskriptif mengenai tingkat

penampilan yang diinginkan dan kualitas struktur, proses, atau hasil yang dapat

dinilai. Standar pelayanan keperawatan adalah pernyataan deskriptif mengenai

kualitas pelayanan yang diinginkan untuk mengevaluasi pelayanan keperawatan yang

telah diberikan pada pasien.

1.5.7.Masalah Dalam Penilaian Pelaksanaan Kerja

Dalam penilaian pelaksanaan kerja perawat sering ditemukan berbagai

permasalahan antara lain (Gillies, 1996):

a. Pengaruh haloeffect

Pengaruh haloeffect adalah tendensi untuk menilai pelaksanaan kerja

bawahannya terlalu tinggi karena salah satu alas an. Misalnya pegawai yang dekat

dengan penilai keluarga dekat akan mendapat nilai tinggi dan sebaliknya pegawai

yang sering menyatakan pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat penilai akan

mendapat nilai yang rendah.

b. Pengaruh horn

Pengaruh horn adalah kecenderungan untuk menilai pegawai lebih rendah dari

pelaksanaan kerja yang sebenarnya karena alasan-alasan tertentu. Seorang pegawai

yang pelaksanaan kerja diatas tingkat rata-rata sepanjang tahun sebelumnya namun

dalam beberapa hari penilaian pelaksanaan kerja tahunannya telah melakukan

kesalahan terhadap perawatan pasien atau supervisi pegawai, cenderung menerima

penilaian lebih rendah daripada sebelumnya.

1.5.8.Penilaian Prestasi Kerja di Rumah Sakit Baladhika Husada Jember

Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer

perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas. Proses penilain

kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan prilaku pegawai dalam

rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas dan volume yang tinggi.

Penilaian kerja juga dilakukan di rumah sakit Baladhika Husada Jember. Di

rumah sakit Baladhika Husada Jember, dilakukan penilaian kerja perawat oleh bagian

keperawatan rumah sakit Baladhika Huada Jember sekali dalam satu tahun.

1.6. Kompensasi

Oleh: Subaida (NIM 112310101048), Ajeng Dwi Retnani (NIM 112310101020)

Kompensasi merupakan sesuatu yang diterima karyawan sebagai pengganti

konstribusi jasa pada perusahaan. Pemberian kompensasi merupakan salah satu

fungsi MSDM yang berhubungan dengan semua jenis pemberian penghargaan

individual sebagai pertukaran dalam melakukan tugas keorganisasian. Kompensasi

merupakan biaya utama atas keahlian atau pekerjaan dan kesetiaan dalam bisnis

perusahaan. Kompensasi menjadi alasan utama mengapakebanyakan orang mencari

pekerjaan, (Rivai, 2004).

Menurut Handoko (1995), kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima para

karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Masalah kompensasi merupakan

fungsi manajemen personalia yang paling sulit dan membingungkan. Kompensasi

adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung

yang diterima karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan.

Menurut Mondy (2008), kompensasi dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Kompensasi finansial, yang dibagi menjadi kompensasi langsung dan

kompensasi tidak langsung. Kompensasi langsung terdiri dari pembayaran

karyawan dalam bentuk upah, gaji, bonus, atau komisi. Kompensasi tidak

langsung terdiri dari semua pembayaran yang tidak tercakup dalam

kompensasi finansial langsung, yang meliputi liburan, berbagai macam

asuransi, jasa, seperti perawatan anak atau kepedulian keagamaan dan

sebagainya. Penghargaan finansial seperti pujian, menghargai diri sendiri dan

pengakuan yang dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan, produktivitas

dan kepuasan kerja.

2. Kompensasi non finansial

Kompensasi non financial terdiri dari unsur pekerjaan, lingkungan kerja dan

fleksibilitas tempat kerja. Semua unsur-unsur dalam kompensasi tersebut

dipengaruhi oleh lingkungan internal dan eksternal.

Menurut hasil pengkajian pada perawat di ruangan Nusa Indah kesejahteraan

karyawan sudah cukup baik, setiap perawat memiliki gaji pokok yang didapatkan

setiap bulannya. Selain itu perawat juga mendapatkan anggaran dari asuhan

keperawatan yang telah dilakukan dimana setiap tindakan yang telah dilakukan oleh

perawat tersebut didokumentasikan yang nantinya diajukan ke anggaran, dari

anggaran uang insentif pertindakan akan diberikan kepada ke kepala ruangan yang

nantinya kepala ruangan akan memberikan kepada perawat yang melakukan tindakan.

1.7. Langkah Pengembangan Staf

Langkah-langkah dalam pengembangan staf diantaranya yaitu :

a. Mengidentifikasi kebutuhan staf/karyawan

b. Menentukan tujuan program pelatihan dan pengembangan

c. Merencanakan dan mengembangkan program pelatihan bagi karyawan

d. Implementasi program

e. Evaluasi

Berikut ini bagan langkah-langkah pelatihan dan pengembangan

DAFTAR PUSTAKA

As’ad, M. 2004. Seri Ilmu Sumber Daya Manusia Psikologi Industri. Edisi Keempat. Cetakan Kesembilan. Yogyakarta: Liberty.

Gillies. DA, 1996. Manajemen Keperawatan, Suatu Pendekatan Sistem. Philadelphia: Souders Company.

Handoko, T.hani.1995. Manajemen personalia dan sumber daya manusia. Yogyakarta: BPFE

Ilyas, Yaslis. 2002. Kinerja Teori Penilaian dan Penelitian Edisi Revisi. Jakarta: Fekom UI.

Lumbanraja, Prihatin dan Cut Nizma. 2010. Pengaruh Pelatihan dan Karakteristik Pekerjaan Terhadap Prestasi Kerja Perawat di Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Langsa. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol 12 (No. 2) hal 143.

Henderson, I.R.. 1984. Performance Aprraisal. Reston: Reston Pubilising Company.

PPNI. 2000. Standar Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: PPNI.

Mangkunegara, A. Anwar Prabu. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mondy .R.Wayne 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga

Rivai, Veithzal. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori ke Praktik. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Wijaya, Dodi, dkk. Hubungan Program Orientasi Berbasis Kompetensi Dengan Kinerja Perawat Baru. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 7, No.1, Maret 2012